KEADAAN UMUM U)KASI PENELITIAN Geogimfi dan B8t.s Administratif Da-h
Lokasi penelitian (Gambar 3) terletak di Propinsi Sumatera Utara Secara gmgrafis lokasi pmelitian terietak di sekitar 3"-335" LU dan 98'25,-98"40' BT Lokasi profil tanah terletak dari Utara ke Selatan, memotong dcretan Bukit Barisan Tinggi tempat dari pmukaan laut berkisar antara 28-1300 m Lokasi penelitian ini berada pada tiga daerah administrasi yaitu di bagian Selatan berupa dataran tinggi (>800 m dml) termasuk wilayah Dauah Kabupaten Karo, di bagian Utara
- 100 m dml), termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Langkat, Binjai, dan Medan, dan di bagian tmgah (200 - 600 m dml) tcrletak di wilayah
berupa dataran rendah (40 Kodya
Kabupaten Deli Serdang Lokasi penelitian yang tennasuk wilayah Kodya Binjai terletak di bagian Barat-Selatan dataran rendah, sedangkan lokasi yang tennasuk wilayah Kodya Medan terletak di bagian Timur-Selatan dataran rmdah.
Geologi Budasarkan Peta Geologi (Gambar 4). tanah yang diteliti terletak pada formasi Sigkut (Qvbs) dan formasi Sibayak satuan Binjai (Qvbj). Kedua formasi tersebut berumur plistosen dimana Fonnatii Qvbs lebih tua daripsda fonnasi Qvbj (Cameron el a1 1982). Bahan pada fonnasi Qvbs bersusunan andesit, dasit, mikrodiorit, dan tug. Menurut Mohr dan van Baren (1957), Tan (1965) bahan tuff terdiri atas abu vollran, kerikil sehingga lebih porous. Formasi Qvbs berasal dari erupsi Gunung Singkut yang menyebar sebagian ke arah Utara Medan bagian Selatan dan sebagian ke Selatan meliputi Berastagi hingga Kaban Jahe dan sekitmya yang terletak di dataran tinggi. Menurut LPT (1976b) bahan abu v d h di dataran tinggi juga berasal dari Gunung Sinabung yang bersifat andesitik. Oleh karenanya, formasi Qvbs formasi Qvbs terdapat pada ketinggian berkisar ant= 60-1300 m dm1 Formasi Qvbj berupa breksi bersusunan andwit-dasit. Bahan ini berasal dari lahar hasil erupsi Gunung Sibayak yang menyebar ke Utara sampai ke dataran rendah Binjai dan sekitarnya Bahan yang berasal dari lahar umumnya reiatif lebih masiv Fonnasi Qvbj tersebar pada ketinggian sekitar 40-600 meter di atas permukaan laut (m dml). Berdasarkan pola sebarannya maka kedua fonnasi tersebut berada pada M a g a i posisi ketinggian dan iklim yang berbeda
I
?ETA WKASI P C N E m u
!
1
Kaaragan
-SeilAnakSungai JLn Utnma Ibu Kata Ropinsi @
Ibu KoteKabupaten
A
hkasiPmfi1
-.-.- B a a Kabupatcn
Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian
lklim Unsur-unsur iklim yang penting dalam hubungannya dengan proses pembentukan dan sifat-sifat tanah adalah curah hujan dan suhu Cumh Hujan
Menurut Peta Tipe Hujan Schmidt dan Ferguson (1951) (Gambar 5) yang dikompilasi oleh Adiwiganda (l991), daerah yang diteliti terletak pada dug tipe hujan yang berbeda D m a h dataran rendah berada di bawah tipe hujan A dan dataran tinggi berada pada tipe hujan C Menurut Oldeman tipe curah hujan A mempunyai nilai Q
=
14,3 % dan tipe
curah hujan C mempunyai nilai Q = 60 % Nilai Q adalah persentme nisbah jumlah bulan kering terhadap jumlah bulan basah yang ditunjukkan oleh persamaanberikut, Q = (Cbulan keringEbulan basah) x 1W h
Curah hujan di sekitar lokasi penelitian dari beberapa stasiun pengamat dikemukakan dalam Tabel Lampiran 1. Tabel Lampiran 1 menunjukkan bahwa &arm curah hujan bulanan, jumlah curah hujan tahunan, dan jumlah hari hujan tahunan bervariasi menurut ketinggian tempat Hubungan curah hujan dengan ketinggian tempat tersebut (Gambar 6) rncnunjukkan bahwa pola curah hujan bulanan dan tahunan meningkat dari tempat yang rendah (4-50 m dml) ke tempat yang lebih tinggi dan mencapai nilai maksimum pada lokasi dengan ketinggian berkisar 500
- 800 m
dm1 yang kemudian m e n w n pada
ketinggian 1300 m dm1 Hal ini disebabkan dua kemungkian yakni. (I) kecepatan angin pada ketinggian sekitar 1300 m lebih cepat sehingga uap air yang terkondensasi diangkut ke tempat lain dan (2) pada posisi 500
-
800 m dml garakan angin terhambat oleh Bukit
Barisan sehingga uap air yang terkondensasi di udara akan terkonsentrasi di daerah tersebut. Hal ini menyebabkan curah hujan pada sekitar 500 m dm1 menjadi lebih tinggi dan menurun pada ketin&an sekitar 1200 m dm1 Di tempat yang tinggi, sebaran curah hujan bulanan lebih merata sepanjang tahun dengan an&
rata-rata 335 mmlbulan,sedangkan di dataran rendah kurang merata Yola
yang sama juga terjadi pada jumlah hari hujan per tahun yang semakin banyak dengan semakin tingginya tempat.
Su hu
Suhu udara di sekitar lokasi penelitian yang dikumpulkan dari beberapa nasiun klimatologi dikemukakan dalam Tabel Lampiran 2 Data dalam Tabel Lampiran 2 yang disajikan dalam Gambar 7 menunjukkan bahwa suhu udara menurun dengan m a k i n tin& tempat Di dataran rendah, suhu udara rata-rata minimum berkisar antara 20,2-23.5% dan whu maksimum rata-rata berkivar pada 29.8-32,3'C
Sementara, di daerah dataran tin&
(Kota Gadung), suhu minimum rata-rata wkitar 14.4 "C dan rata-rata maksimum sekitar 24,4"C Suhu udara berpenpuh nyata terhadap suhu tanah. Pengaruh tersebut tejadi sebagai &bat adanya proses perpindahan panas (energi) dari atmosfir kedalam tanah melalui proses radiasi, konveksi, dan kondukai.
Toy et al. (1978) menemukan hubungan antara
suhu udara (Ta) dengan suhu tanah (Ts) pada kedalaman 5 cm sebagai berikut, Ts = 2,337 + 0,986Ta (OC) Dengan persamaan tersebut , suhu tanah dapat diperkiralcan jika suhu udara diketahsli. Di samping itu,
temperaur tanah juga dapat diperkjrakan dengan cara penambahan 1°C
terhadap suhu udara rata-rata tahunan (Soil Suvey
Staff
Division, 1993). Dengan
menggunakan kedua cara perkiraan tersebut, suhu tanah di sekitar lokasi penelitian dikemukakan dalam Tabel Lampiran 3. Suhu tanah dipengmhi oleh ketinggian tempat. Jansen (1984) mendapatkan hubungan negatif antara suhu tanah dengan ketinggian sebagai berikut Y- 21,34 - 0,0072X r : - 0,68
Di lokasi penelitian hubungan suhu tanah dengan ketinggian adalah
Y= 29,34 - 0,0069X, r: - 0.99 dimana: Y: suhu tanah ("C); x: ketinggian (m). Hubungan tersebut menunjukkan bahwa suhu tanah menurun dengan semakin tinggi tempat. Namun demikian, keadaan suhu tanah sepanjang tahun menunjukkan variasi yang kecil (Tabel Lampiran 3 clan Gambar 8). Di samping itu, keadaan suhu udara dan suhu tanah dipengaruhi oleh musim. Hillel (1 980) melaporkan bahwa terdapat perbedaan suhu di permukaan tanah sampai kedalaman
sekitar Im &bat perbedaan musim. Pada musim dingin-musim gugur, suhu tanah berkisar antara 10-15°C; sedangkan pada musim semi-musim panas, suhu tanah berkisar antara 2530°C.
s20-
G
I-
15
10
-
e \ '
1
J
F
'
'
'
'
1
Y
A
Y
J
J
1
A
'
S
'
O
1
Y
*
D
Bulmn
sol' J
I
F
Y
I
A
U
J
1
J
Bulmn
A
S
I
I
O
W
D
Di daerah penelitian, perbedaan musidsepanjang tahun tidak memperlihatkan adanya flukhmi mhu tanah yang ekstrim (Tabel I~mpiran3)
Keadaan suhu udara den tanah berpengaruh terhadap berbagai p r o w fisika dan kirnia di dalam s o b tanah, antara lain kecepatan reaksi di dalam tanah, daya larut bahaq dekomposisi bahan organik, laju evaporad, dan kelmbaban tanah (Hillel, 1980). Prosesproses ini berpaannn penting , baik langsung maupun tidak
langsung temadap
pembentukan &an sifat-dfat tanah. Oleh karena itu, dapat tejadi perbedaan
proses
pembentukan dan sifat-sifat tanah yang berkembang pada satu tempat dengan tempat lain sebagai akibat peddaan suhu udara dan tanah. R q * mS I t h
T
d
Berdasarkan hasil perkiraan mhu tanah dapat ditentukan regim suhu tanah . Hasil
perkiraan suhu tanah (Tabel Lampiran 2), menunjukkan bahwa suhu tanah di dataran rendah >22"C dan selisih suhu tanah rata-rata musim panas dan musim dingin < 5°C (Tabel Lampiran 3) Keadaan suhu tanah ini tergolong ke dalam regim suhu isohipertermik. Di dataran tinggi, suhu tanah adalah > 15°C dan < 22"C, sedangkan selisih suhu tanah mush panas dan muaim kering < 5°C (Tube1 Lampiran 3). Keadaan ini tergolong ke dalam regim s u h isotermik (Soil Survey S m , 1992). Kclcmbaban Udara
Tingkat kelembaban udara di tiga lokasi penelitian terpilih (Tabel Lampiran 4 dan Gambar 9) menunjukkan angka yang bervariasi. N~lairata-rata dan simpangan baku adalah 92,0e1,50 % di Kuta Gadung, 84,85*1,59 % di Tuntungan, dan 83,33* 1,56 % di Sampali. Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa tingkat kelembaban di dataran tinggi relatif lebih tinggi dibandingkan dengan dataran rendah. Tingkat kelembaban udara di dataran rendah mderung meningkat antara bulan Juli-Desember; sedangkan di dataran tin@ relatif merata sepanjang tahun.
Evopotranspirasi Evapotranspirasi potensial di daerah penelitian dihitung menurut rumus BlaneyCridel (Tabel Lampiran 5) yang disajikan dalam Gambar 10. Nilai evapotranspirasi diperoleh 50,84*5,06 mmlbulan di Kuta Gadung, 72,3 I* 6,77 mm/bulan di Tuntungan, dan 70,74*7,02
mm/bulan di
Sampali. An&-angka
tersebut
menunjukkan bahwa
evapotranspirasi dataran tinggi lebih rendah dan meningkat dengan semakin rendahnya tempat dari permukaan laut. Ditambahkan, pada dua lokasi terakhir, nilai evapotranspirasi
J
F
Y
A
Y
J
J
A
S
O
Y
D
A
S
O
Y
D
Bh
0 J
F
Y
A
Y
J
J
Bh
1
1
1
1
1
1
'
1
1
1
1
1
J
F
Y
A
Y
J
J
A
S
O
Y
D
Bh
tidak memperlihatkan perbedaan yang tegas. Hal ini disebabkan kedua lokasi masih berada dalam satu wna tipe iklim sehingga unsur-unsur iklim yang berpengaruh terhadap evaporasi relatif tidak berbeda.
Vegetui dan Peoggunun Tanah Vegetasi dominan dan penggunaan tanah pada dua formasi geologi (di sekitar pedon yang diamati) dikemukakan dalam Tabd Lampiran 6. Tanah pada formasi Qvbs, sebagian telah digunakan sebagai areal pertanian tanaman lahan kering dan sebagian sebagai areal hutan. Tanaman yang diusahakan mencakup tanaman sayur-sayuran dan buah-buahan. Penggunaan tanah tersebut melibatkan sistim pengolahan dan input (pupuk dan bahan 0rganik)secara intensif Pada areal hutan, umumnya diiominasi oleh tumbuhan pinus dan barnbu yang relatif kurang terganggu. Dengan demikian, pada formasi Qvbs terdapat dua keadaan tanah yakni : tanah alami dan tanah telah digunakan (terganggu). Pada formasi Qvbj, penggunaan tanah terdiri dari: perkebunan, persawahan, dan hutan
(Tabel Lampiran 6 ) . Tanah perkebunan terdiri atas: (1) perkebunan kelapa sawit, (2) perkebunan karet rakyat, (3) perkebunan tebu, (4) kebun pekarangan penduduk, dan (5) hutan.
Perkebunan kelapa sawit dan karet mempakan konversi hutan dam menjadi
perkebunan yang terletak pada ketinggian berkisar 300-500 m dml. Di samping itu, tanah juga digunakan sebagai kebun pekarangan oleh pcndudk di sekitar lokasi
tersebut.
Pengolahan tanah dalam penggunaan tanah ini relatif h a n g intensif sehingga keadaan tanah masih relatif alami. Namun, pengamh erosi pertnukaan terlihat masih cukup berperan terhadap pengikisan di daerah lereng dan penimbunan tanah di daerah lembah. Penggunaan tanah adalah sebagai areal perkebunan tebu, yang pada mulanya adalah kebun tembakau yang dikenal dengan tembakau Deli yang diusahakan sejak m a n Belanda. Pada saat penelitian dilakukan, tanah tersebut berada dalam keadaan bera dan sebagian ditanam dengan tanaman jagung. Tanah perkebunan tebu ini telah mendapat pengolahan yang sangat intensif, terutama saat pembuatan juringan (tanah yang ditinggikan sekitar 2030 cm) untuk tanaman tebu. Pengolahan tanah yang dilakukan mencapai kedalarnan 30-60
cm. Keadaan ini diperkirakan telah mengubah sifat-sifat tanah di lokasi yang diteliti. Penggunaan tanah sebagai areal persawahan telah berlangsung sekitar 70 tahun dalam keadaan tadah hujan dan sekitar
40 tahun dilakukan dengan sistem irigasi teknis.
Penggunaan tanah sebagai persawahan mengakibatkan perubahan sifat tanah yang cukup besar. 41
Di samping itu, di daerah pada ketinggian 2500 m dm1 pada formasi Qvbj rnasih ditemukan hutan asli. Hutan tersebut berbentuk scmak-bclukar dan pepohonan yang belum tergarap.