KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Lokasi Penelitian Daerah Kabupaten dan Kota Bogor secara geografis terletak pada 6o 19’ – 6o 47’ Lintang Selatan dan 106o 21’ - 107o 13’ Bujur Timur, dengan luas wilayah 334.378 ha (Setda Kabupaten Bogor, 2001). Wilayahnya bervariasi dari datar sampai berbukit dan bergunung. Ketinggian tempat dari permukaan laut berkisar dari 25 m di bagian utara sampai 2500 m di bagian selatan pada dataran tinggi Gunung Salak dan Gunung Pangrango. Lokasi penelitian secara administratif termasuk ke dalam 4 Kecamatan, yaitu di Kecamatan Kota Bogor Barat, Kecamatan Gunung Sindur, Jasinga dan Jonggol,
Kabupaten
Bogor.
Berdasarkan
perbedaan
bahan
induk
dan
perkembangan tanah, telah ditetapkan 7 lokasi penelitian, yaitu 2 lokasi mewakili bahan in duk volkanik, yaitu di Cimanggu (B1) dan Gunung Sindur (B2), 2 lokasi di Jasinga yaitu di Desa Cikopomayak (B3) dan Tegalwangi (B4) mewakili bahan induk batuan sedimen masam, dan 3 lokasi di Jonggol yang mewakili bahan induk batuan sedimen basa (batu gamping), yaitu di sebelah Kebun Penelitian Peternakan IPB (B5), di Kampung Ciukuy-Cijambe (B6) dan di Kampung Melati (B7), Desa Singasari (Peta 1).
Keadaan Iklim
Keadaan iklim daerah penelitian dan umumnya di wilayah Kabupaten dan Kota Bogor relatif hampir sama, yaitu mempunyai curah hujan cukup tinggi (2300-4900 mm per tahun) dan hampir merata sepanjang tahun. Jumlah bulan bulan basah (>100 mm) lebih dari 9 bulan, bahkan di sekitar Kota Bogor hampir tidak ada bulan kering (< 60 mm). Suhu udara rata-rata berkisar dari 25-27 oC. Kelembaban udara tergolong lembab, lebih dari 70%. Menurut Schmidt dan Ferguson (1951), berdasarkan hasil pencatatan data iklim selama 20 tahunan (1930-1950), tipe hujan di daerah penelitian dan sekitarnya tergolong tipe A dan B (Tabel 2). Tipe hujan A tergolong cukup basah, mempunyai rasio rata-rata jumlah
bulan-bulan kering dan bulan basah sebesar 0-14,3%, sedangkan tipe hujan B relatif lebih kering, mempunyai rasio jumlah bulan kering dan bulan basah sebesar 14,3-33,3%. Koppen (dalam Schmidt dan Ferguson, 1951) menggolongkannya ke dalam tipe iklim Afa, yaitu termasuk ke dalam tipe iklim hujan tropika dengan periode kering tidak nyata, curah hujan bulanan di musim kemarau masih di atas 60 mm dan suhu udara rata-rata bulanan di atas 22oC. Data iklim terbaru daerah penelitian selama periode 1956-2000 dari Badan Meteorologi dan Geofisika dan hasil pengukuran Balai Penelitian Agroklimat, Bogor (Tabel 3) menunjukkan bahwa secara umum di wilayah Kabupaten Bogor mengalami sedikit perubahan iklim, khususnya terhadap curah hujan tahunan di Jasinga, Gunung Sindur dan Jonggol yang cenderung menurun. Data iklim yang lengkap untuk daerah penelitian hanya diperoleh dari stasiun iklim Cimanggu, Bogor terdiri dari data curah hujan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan radiasi matahari sedangkan di stasion iklim lainnya hanya diperoleh data curah hujan bulanan. Data suhu udara untuk stasiun iklim lainnya ditetapkan berdasarkan rumus Braak (dalam Mohr et al., 1972), yaitu setiap kenaikan/penurunan tinggi tempat 100 m dari permukaan laut akan terjadi penurunan/kenaikan suhu udara sebesar 0,6oC. Pada Tabel 3 terlihat bahwa iklim di sekitar Cimanggu, Bogor (240 m dpl) dicirikan oleh curah hu jan tahunan yang cukup tinggi yaitu 4414 mm dan curah hujan bulanan hampir merata sepanjang tahun, tanpa bulan kering yang nyata. Curah hujan terendah pada bulan Juli sebesar 193 mm. Suhu udara rata-rata bulanan 26,8 oC, dan kelembaban udara rata-rata bulanan 77%. Curah hujan tahunan di Gunung Sindur (90 m dpl), Jasinga (90 m dpl) serta Jonggol (123 m dpl) lebih rendah, masing-masing sebesar 2187 mm, 2910 mm dan 2922 mm. Curah hujan terendah jatuh pada bulan Juni dan Juli, namun masih di atas 60 mm.
17
Tabel 2. Data Iklim di Daerah Kabupaten dan Kota Bogor (Schmidt & Ferguson, 1951) Jumlah
2
Jasinga (90 m)
0,5
10,9
4,5
A
Afa
Jumlah Curah Hujan (mm) 3.348
16
Cigudeg (320 m)
0,5
11,1
4,5
A
Afa
3.515
36a
Parung (103)
1,5
9,9
15,1
B
Afa
2.712
36c
Gunung Sindur (90 m) 1,5
9,8
15,3
B
Afa
2.725
48
Kebun Raya (237 m)
0,3
11,5
2,6
A
Afa
4.117
87
Jonggol (123 m)
1,1
10,4
10,5
A
Afa
3.516
No Stasion Iklim
Nama Stasiun Iklim
BK
BB
Nilai Q
Tipe Tipe Iklim Hujan (S&F) Koopen
Keterangan: BK: Bulan Kering, BB: Bulan Basah, Q = BK/BB x 100
Tabel 3 Keadaan Iklim di Daerah Penelitian (Badan Meteorologi dan Geofisika, 1956-1986; Balai Penelitian Agroklimat, 1990-2000) Un sur
Jan
CH
472
378
412
479
396
259
193
248
237
505
HH
24
19
19
19
15
10
9
9
9
KR
84
82
80
80
78
76
73
71
SU
25,8
26,0
26,6
26,9
27,4
27,1
27,0
KA
0,7
0,7
0,8
0,7
0,7
0,8
RM
254
278
350
352
362
352
ET
3,52
3,60
3,77
3,52
3,60
3,67
Peb
Mar
Apr
Mei
Jun
Des
Tahun
477
358
4.414
18
21
21
193
71
75
79
80
77
27,1
27,5
27,2
26,7
26,5
26,8
0,9
1,0
1,1
1,0
0,9
0,8
0,8
372
414
456
401
336
307
352
3,67
4,17
4,50
4,25
3,75
3,87
3,82
Jul
Agt
Sep
Okt
Nop
Sta. Cimanggu, 240 m dpl, 112 o 44’ BT dan 06o 37’ LS (1990-2000)
o
o
Sta. Gunung Sindur, 90 m dpl, 106 46’ BT dan 06 25’ LS (1956-1986) CH
312
223
239
SU
26,6
26,2
27,3
236
181
27,7
28,1
o
97
108
111
127
163
202
188
2.187
27,8
27,6
27,7
28,4
28,1
27,6
27,4
27,5
o
Sta. Jasinga, 90 m dpl, 106 27’ BT dan 06 29’ LS (1956-1986) CH
354
245
294
SU
26,6
26,2
27,3
347
262
27,7
28,1
o
172
179
150
194
230
239
244
2.910
27,8
27,6
27,7
28,4
28,1
27,6
27,4
27,5
o
Sta. Jonggol, 123 m dpl, 107 04’ BT dan 06 28’ LS (1956-1986) CH
386
316
315
343
246
135
136
121
160
227
253
284
2.922
SU
26,2
26,3
27,1
27,5
27,9
27,6
27,4
27,5
28,2
27,9
27,4
27,2
27,3
Keterangan: CH: Curah hujan (mm), HH: Hari hujan (hari), KR: Kelembaban udara relatif (%), SU: Suhu udara (oC), KA: Kecepatan angin (m/dt), RM: Radiasi matahari (kal/cm2), ET: Evapotranspirasi (mm/hari)
18
Geologi dan Bahan Induk
Wilayah Kabupaten dan Kota Bogor memiliki struktur geolo gi berupa struktur lipatan, sesar, volkanik dan sedimentasi (van Bemmelen, 1949). Struktur lipatan terdapat pada batuan sedimen berumur Miosen Tengah. Batuan ini terdapat pada formasi Jatiluhur, membentuk antiklin dan sinklin yang memiliki sumbu dengan arah Tenggara-Barat Laut, membujur melalui daerah G. Hambalang, Pasir Menteng dan Pasir Gombong. Struktur sesar terdapat dalam bentuk sesar mendatar arah Timur Laut dan Barat Daya memotong sumbu lipatan, membujur melalui daerah Gunung Hambalang, Pasir Menteng, Pasir Gombong dan Pasir Kutawesi dan tampak adanya kelurusan dengan arah Timur Laut-Barat Daya dan Barat Laut-Tenggara membujur melalui Warung Borong dan Sileuwi yang menunjukkan zona lemah berupa sesar. Struktur volkanik terdapat pada batuan berumur Pleistosin. Keberadaan struktur volkanik dapat dijumpai pada deretan G. Salak, G. Gede dan G. Pangrango. Struktur sedimentasi berkaitan dengan proses sedimentasi pada cekungan Bogor yang dicirikan oleh adanya endapan marin. Kemiringan lapisan batuan rata-rata 30% dengan arah Timur Laut-Barat Daya. Formasi batuan tertua yang tersingkap adalah Formasi Kelapanunggal terdiri dari batu gamping koral dengan sisipan batu gamping pasir, napal, batu pasir kuarsa glaukonitan dan batu pasir hijau. Formasi ini diendapkan pada lingkungan marin pada masa Miosen Tengah. Tebal formasi diperkirakan 100 m tersebar di sekitar Sendanglengo, Pasir Leutik, Gunung Guha, Sileuwi dan Pasir Cabe. Batuan tufa dan breksi Pliosen Akhir secara selaras di atas Formasi Serpong yang terdiri dari tufa batu apung, breksi tufa andesitik, batu pasir tufa, batu liat tufa dengan kayu terkersikkan dan sisa-sisa tumbuhan, tersebar di sekitar Cianten. Batuan gunung api Pleistosin dan endapan permukaan Pleistosin -Holosen diendapkan di atas batuan tufa dan breksi Pliosen antara lain: endapan gunung api muda bersusunan breksi, lahar basal dan tufa breksi berselingan dengan tufa pasir dan tufa halus diperkirakan berumur Pleistosin yang diendapkan di lingkungan darat, serta endapan dari Gunung Sudamanik dengan ketebalan beberapa puluh sampai ratusan meter. Penyebaran batuan ini terdapat di sekitar Depok, Sungai Ciliwung dan di sekitar Gunung Bubur.
19
Batuan volkanik Gunung Salak yang tersusun dari tufa batu apung berpasir tersebar setempat-setempat di sekitar Gunung Menyan, Kampung Darmaga dan selatan Gunung Bubur. Batuan volkanik Gunung Salak yang tersusun dari lahar, breksi tufa dan lapili bersusunan andesit basal kebanyakan lapuk sekali, tersebar di sekitar Gunung Menyan, Cibogel dan Gunung Palasari. Sedangkan batuan volkanik Gunung Salak yang tersusun dari aliran lava andesit -basal dengan piroksin tersebar di bagian selatannya yaitu di sekitar Kampung Kiaralawang. Batuan breksi dan lava Gunung Kencana dan Gunung Limo tersusun dari bongkah-bongkah tufa dan breksi andesit dengan banyak sekali fenokris piroksin dan lava basal, tersebar di sekitar Gunung Panitisan, Gunung Kramat, Gunung Hanjuang, Gunung Palasari, Gunung Kendung, Gunung Halimun dan Gunung Kancana. Batuan volkanik dari Gunung Pangrango tersusun dari lava, lahar andesit-basal dengan oligoklas, tersebar di sekitar Bogor hingga Ciawi. Batuan sedimen dan endapan sungai (aluvium) tersusun atas batu pasir konglomerat dan batu lanau berumur Pleistosen, endapan sungai Citarum dan Cibeet, tersebar di sekitar Setu, Cijambe dan Tegalkadu dengan ketebalan mencapai 50 m. Endapan kipas aluvium berumur Pleistosen terdiri dari konglomerat, batu pasir tufa, tufa dan breksi mempunyai ketebalan mencapai 300 m, tersebar di sekitar Kota Bogor, Cibinong, Cileungsi, Bekas i dan Cikarang. Ketebalan tanah berkisar antara 3-8 m, tanah terlapuk lanjut berupa liat bertufa dan pasir lanau. Endapan sungai muda terdiri dari pasir, lumpur, kerikil dan kerakal, umumnya tersebar sepanjang jalur aliran Sungai Cihoe, Sungai Cikarang, Sungai Cikeas dan Sungai Cileungsi. Bahan volkan dari Gunung Salak dan Gunung Pangrango terdiri dari abu, pasir, tufa dan breksi andesit (Effendi, 1986), tersebar menutupi hampir seluruh bagian tengah dari wilayah Kabupaten dan Kota Bogor mulai dari Cisarua menurun sampai Gunung Sindur dan melebar sampai ke Depok dan Citeureup membentuk kipas volkan atau lebih dikenal sebagai kipas aluvium. Batuan sedimen masam yang terdapat di sekitar Jasinga tersusun atas batuliat yang bercampur tufa masam, sedangkan batuan sedimen basa yang terdapat di sekitar Jonggol (Gambar 2) tersusun dari napal dan batu gamping (Direktorat Geologi, 1969).
20
PETA GEOLOGI DAERAH BOGOR DAN SEKITARNYA Skala 1:500.000
LEGENDA: Aluvium Holosen Fasies gunung api, Plistosen Bahan volkanik tak teruraikan, Kuarter Bahan volkanik Kuarter Tua Andesit Fasies Sedimen Pliosen Fasies sedimen Miosen Fasies batu gamping Miosen
Sumber Peta : Peta Geologi Jawa dan Madura, Lembar Jawa Barat, Skala 1:500.000 (Direktorat Geologi, 1969)
Keadaan Tanah
Menurut Peta Tanah Tinjau Kabupaten dan Kota Bogor skala 1:250.000 (Lembaga Penelitian Tanah, 1966) menunjukkan bahwa tanah-tanah di daerah Bogor cukup beragam, sejalan dengan keragaman bahan induk tanahnya. Tanah diklasifikasikan menurut Dudal dan Soepraptohardjo (1957), terdiri dari Aluvial, Regosol, Andosol, Litosol, Renzina, Grumusol, Latosol dan Podsolik Merah Kekuningan. Latosol yang berkembang dari bahan volkanik mempunyai penyebaran paling luas di daerah Bogor (67% dari luas seluruh Kabupaten dan Kota Bogor), kemudian diikuti oleh Podsolik Merah Kekuningan (15%) yang berkembang dari batuan sedimen masam, banyak dijumpai di daerah perbukitan lipatan sekitar Leuwiliang dan Jasinga. Tanah-tanah lainnya mempunyai penyebaran sempit, seperti Mediteran dan Kompleks Renzina-Brown Forest Soil yang terdapat di sekitar daerah Jonggol dan Cariu yang berkembang dari batu gamping. Aluvial terbentuk dari bahan aluvium, mempunyai penyebaran sempit dan terbatas di sepanjang jalur aliran sungai, antara lain Sungai Cisadane, Ciliwung, Cimandiri dan Cihoe-Cibeet. Penggunaan tanah umumnya untuk persawahan. Regosol dan Andosol dijumpai di lereng atas volkan G. Salak dan G. Pangrango pada ketinggian di atas 1000 m dari permukaan laut. Sedangkan Renzina, Brown Forest Soil, Grumusol dan Mediteran berkembang dari batuan sedimen basa (batu gamping dan napal), terdapat di daerah perbukitan lipatan/angkatan di sekitar Jonggol dan Cariu. Jenis -jenis tanah utama di daerah Bogor dapat dilihat pada Tabel 4, sedangkan penyebarannya dari masing-masing jenis tanah tersebut dapat dilihat pada Gambar 3. Tanah-tanah di lokas i penelitian Cimanggu, Bogor dan Gunung Sindur yang berkembang dari bahan volkanik (tufa volkan intermedier) termasuk kedalam Latosol Coklat Kemerahan dan Latosol Merah. Sedangkan tanah-tanah di Jasinga, yaitu di lokasi penelitian Cikopomayak dan Tegalwangi, berkembang dari batuan sedimen masam termasuk Podsolik Merah Kuning. Tanah di lokasi penelitian Jonggol termasuk Renzina, Brown Forest Soil dan Mediteran yang berkembang dari batu gamping.
22
Tabel 4. Jenis-Jenis Tanah Utama di Daerah Kabupaten dan Kota Bogor No
Jenis Tanah
Bahan Induk
Fisiografi
1
Aluvial
Endapan sungai
Dataran aluvial
2
Regosol
Pasir, abu volkan
Volkan
3
Andosol
Abu, pasir volkan
Volkan
4
Latosol
Volkan
B1, B2
5
Renzin a, Brown Forest Soil Mediteran
Tuf volkan intermedier Batu gamping
Bukit angkatan
B5
Batu gamping
Bukit angkatan
B6, B7
Batu liat/batu pasir
Bukit lipatan
B3, B4
6 7
Podsolik Merah Kekuningan
Lokasi profil
Penggunaan Lahan dan Pertanian
Penggunaan lahan di Kabupaten dan Kota Bogor secara umum terbagi dalam 5 jenis penggunaan lahan, yaitu: pertanian lahan sawah, pertanian lahan kering, perkebunan, perhutanan, permukiman dan kawasan industri. Sebagian besar lahan telah digunakan terutama untuk pertanian tanaman pangan dan perkebunan. Selama masa 10 tahun terakhir telah terjadi konversi lahan dari lahan pertanian menjadi kawasan pemukiman dan industri, sementara hutan -hutan yang ada semakin menyempit akibat penebangan liar (Fakultas Kehutanan IPB, 2003). Jenis dan luas penggunaan lahan di Kabupaten Bogor pada tahun 2003 dapat dilihat pada Tabel 5, sedangkan luas, jenis komoditas dan produktivitas pertanian lahan kering yang diusahakan masyarakat di sajikan pada Tabel 6 (Dinas Pertanian Kabupaten Bogor, 2004). Pada Tabel 5 terlihat bahwa luas lahan kering di daerah Bogor pada tahun 2004 tercatat seluas 220.831 ha atau 82,1% dari luas lahan Kabupaten Bogor. Lahan tegalan dan ladang/huma biasa ditanami padi gogo dan palawija cukup luas meliputi 62.524 ha (23%). Pada lahan ini banyak diusahakan tanaman umbiumbian, terutama ubi kayu (Tabel 6), karena relatif mudah diusahakan, produksi relatif tinggi, dan tanaman toleran dengan tanah masam dan pemberian input rendah. Sementara untuk komoditas lainnya perlu diusahakan secara intensif dengan tambahan input sesuai dengan hasil yang diharapkan. Pada Tabel 6 terlihat
24
bahwa tanaman pangan lahan kering yang banyak diusahakan masyarakat setempat adalah ubi kayu, ubi jalar, padi gogo, jagung dan kacang tanah.. Tabel 5. Luas dan Jenis Penggunaan Lahan di Kabupaten Bogor Tahun 2003 (Dinas Pertanian Kabupaten Bogor, 2004)
No 1.
2.
Jenis Penggunaan Lahan Lahan Sawah 1.1. Pengairan Teknis 1.2. Pengairan Setengah Teknis 1.3. Pengairan Sederhana PU 1.4. Pengairan Non PU 1.5. Tadah Hujan Lahan Kering 2.1. Bangunan dan Pekarangan 2.2. Tegalan/Kebun 2.3. Ladang/Huma (Padi gogo) 2.4. Penggembalaan/Padang Rumput 2.5. Rawa yang Tidak Ditanami 2.6. Kolam/Empang 2.7. Lahan Kering Tidak Diusahakan 2.8. Hutan Rakyat Tanaman Kayu-Kayuan 2.9. Hutan Negara 2.10. Perkebunan 2.11. Penggunaan Lain-Lain. Jumlah Penggunaan Lahan
Luas Ha 48.177 4.106 6.402 14.441 14.919 8.309 220.831 36.616 55.172 7.352 300 361 2.580 483 13.193 37.317 19.454 48.003 269.008
% 17,9 1,5 2,3 5,4 5,6 3,1 82,1 13,7 20,6 2,7 0,1 0,1 0,9 0,1 4,9 14,0 7,2 17,8 100,0
Tabel 6. Luas, Jenis Komoditas dan Produktivitas Pertanian Lahan Kering di Kabupaten Bogor Tahun 2003 (Dinas Pertanian Kabupaten Bogor, 2004) No . 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7
Jenis Komoditas Padi gogo Jagung Kedelai Kacang hijau Kacang tanah Ubi kayu Ubi jalar
Luas Panen (Ha) 3.544 2.707 146 443 2.042 10.047 3.882
Produksi (Ton) 9.757 8.378 184 240 2.436 189.888 67.159
Produktivitas (Ton/Ha) 2,75 3,09 1.26 0,54 1,19 18,90 17,30
25
Tipe penggunaan lahan untuk jagung dan kacang tanah di daerah Bogor dan khususnya di sekitar lokasi penelitian umumnya tergolong pada tingkat pengelolaan dengan input sedang dan hanya sedikit sekali petani menggunakan input rendah karena telah disadari akan produktivitas lahan yang rendah. Data produktivitas lahan kering khususnya jagung, kacang tanah dan ubi kayu dengan input sedang di sekitar lokasi penelitian diperoleh dari Dinas Pertanian Kabupaten Bogor (2004). Produktivitas lahan rata-rata untuk jagung, kacang tanah dan ubi kayu di sekitar lokasi penelitian, rata-rata produksi di Kabupaten Bogor dan nasional serta potensi produksi hasil-hasil penelitian dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (1993, 2002) disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Produktivitas Lahan Kering Rata-rata untuk Jagung, Kacang Tanah dan Ubi Kayu di Kabupaten Bogor, Rata-rata Produksi Nasional dan HasilHasil Penelitian.
No
Nama Kecamatan
1 Jasinga 2 Cigudeg 3 Ciampea 4 Dramaga 5 Sukaraja 6 Cariu 7 Jonggol 8 Cileungsi 9 Parung 10 Gunung Sindur Rata-rata Kabupaten Bogor Rata-rata Nasional Rata-rata Hasil Penelitian : Jagung varietas Bisma Kacang tanah varietas Kelinci Ubi kayu klon MLG-1
Produktivitas Lahan (ton/ha) Kacang tanah Ubi kayu Jagung (biji kering) (polong kering) (umbi segar) 2,93 1,22 17,43 3,00 1,20 18,72 3,09 1,12 19,22 3,12 1,00 19,27 3,19 1,00 19,78 3,13 1,13 18,97 3,13 1,22 18,29 3,15 1,21 18,76 2,78 1,31 19,23 2,97 1,20 18,68 3,09 1,19 18,90 2,5 0,97 12,2 5,7-6,0 2,0-3,0 25-42
Sumber data: Dinas Pertanian Kabupaten Bogor (2004), Sumarno (2003), Suprapto dan Marzuki (2004), Ispandi dan Sutrisno (2001), Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (1993).
Produktivitas lahan rata-rata di sekitar lokasi penelitian adalah 2,78-3,19 ton/ha biji kering jagung, 1,00-1,31 ton/ha polong kering kacang tanah dan 17,43-19,78 ton/ha umbi segar ubi kayu dengan rata-rata produktivitas lahan di Kabupaten
26
Bogor Tahun 2003 sebesar 3,0 ton/ha biji kering jagung, 1,19 ton/ha polong kering kacang tanah dan 18,90 ton/ha umbi segar ubi kayu. Data produktivitas lahan di Kabupaten Bogor masih cukup baik dan terlihat lebih tinggi dari data rata-rata produktivitas lahan nasional, yakni untuk jagung 2,5 ton/ha biji kering, kacang tanah 0,97 ton/ha polong kering (Sumarno, 2003; Suprapto dan Marzuki, 2004) dan ubi kayu 12,2 ton/ha umbi segar (Ispandi dan Sutrisno, 2001). Namun demikian, bila dibandingkan dengan potensi produksi dari hasil penelitian, misalnya untuk jagung 5-7 ton/ha biji kering, kacang tanah 2-3 ton/ha polong kering dan ubi kayu 25-42 ton/ha umbi segar (Pusat Penelitian d an Pengembangan Tanaman Pangan, 1993; Suprapto dan Marzuki, 2004; Ispandi dan Sutrisno, 2001), produktivitas lahan kering di Kabupaten Bogor tergolong rendah dan masih dapat ditingkatkan lagi produktivitasnya dengan teknologi pengelolaan yang sesuai.
27