KATA PENGANTAR
Pembaca yang terhormat Dengan mengucapkan syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa, Jurnal Ecolab Volume 10 No 2 tahun 2016 dapat hadir kembali dihadapan para pembaca. Penerbitan edisi ini mengemukakan beberapa topik mengenai kegiatan penelitian dari instansi lain dan hasil kajian dari kegiatan yang dilakukan oleh fungsioanal Pengendali Dampak Lingkungan Puslitbang Kualitas dan Laboratorium Lingkungan. Jurnal Ecolab edisi kali ini terdiri dari lima naskah yang terdiri dari : 1. Pemberian Amelioran Pupuk Kandang Ayam pada Penggunaan Lahan Gambut yang Berbeda Terhadap Emisi CO2 2. Profil Masyarakat dan Lingkungannya Sebagai Modal Membangun Peran Serta Masyarakat dalam Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan 3. Penentuan Parameter dan Kurva Sub Indeks dalam Penyusunan Indeks Kualitas Air 4. Karakteristik Air Limbah Rumah Tangga pada Salah Satu Perumahan Menengah Keatas yang Berada di Tangerang Selatan 5. Uji Profisiensi Emisi Gas Menggunakan Gas Analyzer Sesuai Prinsip-Prinsip ISO/IEC 17043 dan ISO 13528 Akhir kata, semoga jurnal Ecolab ini bermanfaat bagi masyarakat Indonesia, kritik dan saran demi penyempurnaan kualitas Jurnal Ecolab selanjutnya sangat kami harapkan. Selamat menyimak. Salam, Redaksi.
ISSN (P) 1978-5860 ISSN (E) 2502-8812
Volume 10 Nomor 2 Juli 2016
DAFTAR ISI Kata Pengantar .....................................................................................................................
i
Daftar Isi ..............................................................................................................................
iii
Pemberian Amelioran Pupuk Kandang Ayam pada Penggunaan Lahan Gambut yang Berbeda Terhadap Emisi CO2.......................................................................................
49
Profil Masyarakat dan Lingkungannya Sebagai Modal Membangun Peran Serta Masyarakat dalam Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan.....................
58
Terry Ayu Adriany, Ali Pramono dan Prihasto Setyanto
Sri Unon Purwati dan Melania Hanny Aryantie
Penentuan Parameter dan Kurva Sub Indeks dalam Penyusunan Indeks Kualitas Air....... 70 Dewi R., Anwar H., Asiah, Retno P. dan Arum P. hasni
Karakteristik Air Limbah Rumah Tangga (grey water) pada Salah Satu Perumahan Menengah Keatas yang Berada di Tangerang Selatan.......................................................... 80 Alfrida E. Suoth, dan Ernawita Nazir
Uji Profisiensi Emisi Gas Menggunakan Gas Analyzer Sesuai Prinsip-Prinsip ISO/IEC 17043 dan ISO 13528............................................................................................ 89 Anwar Hadi
Terry Ayu Adriany, Ali Pramono dan Prihasto Setyanto: Pemberian Amelioran Pupuk Kandang Ayam...
PEMBERIAN AMELIORAN PUPUK KANDANG AYAM PADA PENGGUNAAN LAHAN GAMBUT YANG BERBEDA TERHADAP EMISI CO2 CHICKEN MANURE AMELIORANT APPLICATION IN DIFFERENT LAND USE OF PEAT ON CO2 EMISSIONS Terry Ayu Adriany, Ali Pramono dan Prihasto Setyanto1] (Diterima tanggal 22-03-2016; Disetujui tanggal 24-08-2016)
ABSTRAK Rendahnya produktivitas tanah gambut disebabkan oleh tingginya kandungan asam organik dan kemasaman tanah. Pemberian amelioran pupuk kandang ayam dapat meningkatkan produktivitas tanah gambut dan mempengaruhi dinamika emisi CO2. Kegiatan penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk kandang ayam pada tanah gambut yang berasal dari penggunaan lahan yang berbeda terhadap emisi CO2. Penelitian dilakukan ex situ di Laboratorium Gas Rumah Kaca di Balai Penelitian Lingkungan Pertanian. Metode yang digunakan eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial, diulang 3 kali. Faktor pertama tanah gambut yang berasal dari penggunaan lahan yang berbeda yaitu tanaman karet semak (L1), karet dengan tanaman sela nanas (L2) dan semak belukar (L3). Faktor kedua dosis amelioran pupuk kandang ayam yaitu 0 t ha-1 (A1) sebagai kontrol dan 4 t ha-1 (A2). Variabel yang diamati adalah fluks CO2, sifat kimia tanah gambut dan kemasaman tanah. Hasil penelitian menunjukkan pemberian amelioran pupuk kandang ayam pada penggunan lahan gambut yang berbeda tidak memberikan pengaruh nyata terhadap emisi CO2. Penggunaan tanah gambut yang berasal dari penggunaan lahan karet dengan tanaman sela nanas tanpa pemberian amelioran pupuk kandang ayam memberikan pengaruh nyata dalam menurunkan emisi CO2 dengan rata-rata terendah yaitu 1803 kg ha-1th-1. Kata kunci : tanah gambut, emisi CO2, bahan amelioran, pupuk kandang ayam
ABSTRACT The low peat soil productivity is caused by high content of organic acids and soil acidity. Application of chicken manure ameliorant could increase productivity of peat soil and affect dynamics of CO2 emissions. Research aimed to know effect chicken manure ameliorant applicaton in different land use of peat on CO2 emissions. The Research carried out ex situ in The Greenhouse Gas Laboratory in Indonesian Agricultural Enviroment Research Institute. Method used experimental by Randomized Block Design (RBD) factorial, repeated 3 times. The first factor derived from the peat soil of different land use those were rubber plant with shrubs (L1), rubber and pineapple intercropping plant (L2) and shrubs (L3). The second factor was dose of chicken manure ameliorant those were 0 t ha-1 (A1) as control and 4 t ha-1 (A2). Variables were observed: fluxs CO2, peat soil chemical properties and soil acidity. The results showed there was no impact of the peat soils from different land use and chicken manure ameliorant on CO2 emissions. The land use with rubber and pineapple intercropping plant without chicken manure ameliorant application significantly influenced to decrease of the CO2 emissions that was equal to 1803 kg ha-1 yr-1. Keywords : peat soil, CO2 emissions, ameliorant, chicken manure
PENDAHULUAN Tanah gambut merupakan jenis tanah yang mengandung bahan organik tinggi dan memiliki kemasaman tanah yang tinggi. Pem-
bentukan tanah gambut oleh timbunan bahan sisa tanaman yang berlapis dan membutuhkan proses geogenik yang berlangsung dalam
Balai Penelitian Lingkungan Pertanian, Jl. Jakenan-Jaken Km 5 Jakenan Pati 59182 Jawa Tengah E-mail:
[email protected] 1
49
Ecolab Vol. 10 No. 2 Juli 2016 : 47 - 102
waktu yang sangat lama. Sifat kimia tanah gambut didominasi oleh asam-asam organik yang merupakan suatu hasil akumulasi sisasisa tanaman sehingga memiliki pH tanah yang rendah, tingkat kesuburan yang rendah, dan miskin unsur hara. Secara fisik tanah gambut bersifat kadar air yang tinggi yaitu 13 kali berat keringnya, bulk density (BD) yang rendah, subsiden (penurunan permukaan), daya menahan beban (bearing capacity) yang rendah dan apabila mengering tidak dapat kembali menyerap air (irreversible drying) [1]. Lahan gambut dalam kondisi alaminya merupakan penyimpan (net sink) karbon yang relatif stabil. Apabila kondisi alami pada lahan gambut terganggu dapat mempercepat proses dekomposisi, sehingga karbon yang tersimpan tersebut teremisi membentuk gas rumah kaca (GRK) terutama CO2. Kegiatan alih fungsi lahan gambut mengakibatkan perubahan pada sifat fisik, kimia dan biologi tanah gambut yang mempunyai ciri khas. Pembukaan lahan gambut untuk aktivitas pertanian yang mengharuskan penurunan tinggi muka air tanah diikuti dengan penambahan pupuk dan amelioran akan meningkatkan oksidasi pada permukaan gambut dan dapat menyebabkan terjadinya peningkatan emisi CO2. Lahan gambut merupakan salah satu sumber emisi gas rumah kaca terbesar di Indonesia [2,3,4] seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, pembukaan hutan, kebakaran hutan gambut serta untuk perluasan lahan pertanian dan perkotaan. Emisi yang berhubungan dengan alih fungsi lahan dan pengelolaan lahan gambut mendekati 50% dari emisi GRK nasional Indonesia [5]. Emisi CO2 dari proses dekomposisi lahan gambut adalah sebesar 355 Mt y-1 dan 855 Mt y-1 pada tahun 2006, 82% 50
berasal dari Indonesia dan sebagian besar dari lahan gambut di Sumatera dan Kalimantan [2]. Hasil dekomposisi yang terjadi pada permukaan gambut akibat alih fungsi lahan pada kondisi aerob menghasilkan gas CO2 dan pada zona lebih dalam dengan kondisi anaerob menghasilkan gas CH 4 . IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) 2001 [6] melaporkan bahwa kontribusi GRK terhadap pemanasan global seperti karbon dioksida (60%), metana (20%) dan nitro oksida (6%). Konsentrasi CO2 di atmosfir sejak tahun 1980 meningkat sekitar 0,4 % setiap tahun. Peningkatan konsentrasi CO2 pada tahun 2014 – 2016 sebesar 2-3 ppm per tahun. Konsentrasi CO2 di atmosfir pada bulan Juli tahun 2014 sebesar 399,04 ppm meningkat menjadi 401,31 ppm di tahun 2015 dan meningkat menjadi 404,39 ppm di tahun 2016 [7]. Sedangkan, batas atas konsentrasi CO2 yang aman bagi atmosfir bumi adalah 350 ppm. Usaha yang dilakukan untuk meningkatkan produktivitas dan menurunkan kemasaman tanah dapat dilakukan dengan pemberian amelioran. Amelioran merupakan bahan yang dapat ditambahkan ke dalam tanah sehingga dapat meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan kondisi fisik dan kimia tanah. Ameliorasi pada tanah gambut diberikan untuk mengatasi tingginya kemasaman tanah, rendahnya kesuburan tanah, serta meningkatkan produktivitas lahan gambut [8]. Pemberian pupuk kandang ayam memberikan pengaruh positif dibandingkan bahan organik lainnya dalam memperbaiki kualitas tanah masam [9]. Pemberian amelioran pupuk kandang ayam selain mampu meningkatkan kesuburan dan
Terry Ayu Adriany, Ali Pramono dan Prihasto Setyanto: Pemberian Amelioran Pupuk Kandang Ayam...
produktivitas tanah juga dapat menekan emisi gas rumah kaca dari lahan gambut. Hasil penelitian ICCTF (Indonesia Climate Change Trust Fund) di Kalimantan Tengah menyatakan bahwa aplikasi amelioran memberikan dampak positif terhadap penurunan emisi CO2 di lahan gambut yang ditanami karet. Emisi CO2 pada tanah gambut tanpa aplikasi bahan amelioran (kontrol) sebesar 40 t ha-1 th1 , pupuk gambut T (pugam T) 20,4 t ha-1 th-1 turun 49%, pupuk kandang 22 t ha-1 th-1 turun 45%, pupuk gambut A 27,2 t ha-1 th-1 turun 32% dan tanah mineral 29,2 t ha-1 th-1 turun hingga 27% [10]. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian amelioran pupuk kandang ayam pada tanah gambut yang berasal dari penggunaan lahan yang berbeda terhadap emisi CO2. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan ex situ di Laboratorium Balai Penelitian Lingkungan Pertanian pada bulan Mei sampai September 2012. Bahan tanah gambut berasal dari Desa Jabiren, Kecamatan Jabiren Raya, Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah yaitu tanah gambut yang diambil dari penggunaan lahan yang berbeda: karet, karet dengan tanaman sela nanas dan semak belukar. Peralatan yang digunakan untuk mengetahui bulk density (BD) tanah gambut dapat menggunakan bor tanah khusus untuk tanah
gambut (bor gambut), kolom tanah PVC pipa sebagai tempat inkubasi tanah gambut dengan ukuran tinggi 30 cm dan diameter 8 inchi yang dipasangi selang plastik untuk menjaga kadar air sebesar 60% dari tinggi tabung yaitu setinggi 19,8 cm, amelioran pupuk kandang ayam, termometer, jarum suntik, GC-GHG type 450, pH-meter, gelas ukur, kertas tisu, aquades dan penyemprot (sprayer). Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial. Faktor pertama adalah tanah gambut yang berasal dari penggunaan lahan yang berbeda yaitu karet dengan semak (L1), karet dengan tanaman sela nanas (L2) dan semak belukar (L3). Faktor kedua adalah dosis pemberian amelioran pupuk kandang ayam yaitu 0 t ha-1 (A1) sebagai kontrol dan 4 t ha-1 (A2). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali ulangan, sehingga diperoleh 18 unit percobaan. Variabel utama yang diukur yaitu parameter utama emisi gas rumah kaca CO2 yang dihasilkan dan variabel pendukung yaitu derajat kemasaman (pH) dan temperatur pada saat pengambilan sampel GRK. Adapun kombinasi perlakuan dari masing-masing faktor disajikan pada Pelaksanaan Penelitian Penentuan plot dan titik sampel di lapang dilakukan berdasarkan tipe penggunaan lahan gambut di Desa Jabiren Kalimantan Tengah
Tabel 1. Perlakuan penelitian No 1 2 3 4 5 6
Kode L1A1 L1A2 L2A1 L2A2 L3A1 L3A2
Keterangan Perlakuan Tanah gambut karet semak dan amelioran pupuk kandang ayam 0 t ha-1 Tanah gambut karet semak dan amelioran pupuk kandang ayam 4 t ha-1 Tanah gambut karet dan tanaman sela nanas, amelioran pupuk kandang ayam 0 t ha-1 Tanah gambut karet dan tanaman sela nanas, amelioran pupuk kandang ayam 4 t ha-1 Tanah gambut semak dan amelioran pupuk kandang ayam 0 t ha-1 Tanah gambut semak dan amelioran pupuk kandang ayam 4 t ha-1
51
Ecolab Vol. 10 No. 2 Juli 2016 : 47 - 102
yaitu pada lahan gambut yang ditanami tanaman karet, ditanami karet dengan tanaman sela nanas dan lahan gambut yang ditumbuhi semak. Langkah pertama membuat plot seluas 1 ha, kemudian dilakukan pembuatan grid (sub plot) yang berukuran 10 m x 10 m. Pengambilan contoh tanah dilakukan pada kedalaman 0-60 cm dari permukaan tanah sesuai dengan berbagai tipe penggunaan lahan gambut. Berat total tanah gambut sebanyak ± 100 kwintal yang ditempatkan ke dalam karung yang dilapisi plastik berukuran 20 kg, diangkut menggunakan truk menuju Balai Penelitian Lingkungan Pertanian (Balingtan) Jawa Tengah. Berat contoh tanah gambut sesuai kebutuhan tanah berdasarkan hasil analisa bulk density (BD) dan kadar air tanah gambut (Tabel 3) dengan kebutuhan tanah L1, L2 dan L3 per kolom tanah berturut-turut 8,51 kg, 9,80 kg dan 7,63 kg. Tanah gambut dimasukkan ke dalam kolom tanah berdiameter 8 inchi, tinggi 30 cm dan diberi perlakuan amelioran pupuk kandang ayam dengan dosis 4 t ha-1 (13.59 gram per kolom tanah). Inkubasi tanah gambut dilakukan selama 50 hari. Pengambilan contoh gas dilakukan dengan metode closed chamber [11] (Gambar 1) setiap 7 hari sekali sampai 50 hari inkubasi pada pukul 06.00–08.00 WIB, menggunakan jarum suntik volume 10 ml pada interval waktu 10, 20, 30, 40, 50 dan 60 menit setelah dilakukan penyungkupan pada kolom tanah. Variabel utama yang diamati yaitu fluks dan emisi CO2 yang dihasilkan. Variabel pendukung yang diamati yaitu pH tanah serta temperatur pada saat penyungkupan pengambilan sampel GRK. Pemeliharaan unit percobaan selama masa inkubasi berlangsung yaitu penyiraman 52
Gambar 1. Gas chamber dan bagiannya
dengan memberikan aquades secara berkala pagi dan sore untuk menjaga kadar air tetap pada ketinggian 60% dari tinggi kolom tanah (19,8 cm). Parameter lain yang diukur yaitu analisa kandungan bahan organik tanah dan kandungan bahan organik pupuk kandang ayam. Pengukuran konsentrasi gas CO2 menggunakan peralatan pendukung utama yaitu gas kromatografi GC-GHG Type 450 yang dilengkapi dengan TCD (Thermal Conductivity Detector) untuk menganalisa gas CO2. Hasil analisa contoh gas dapat dihitung menjadi fluks atau emisi dengan menggunakan rumus perhitungan dengan persamaan sebagai berikut [12]:
Keterangan : F : dc/dt : Vch : Ach : mW : mV : T :
Fluks gas CO2 (mg m-2 menit-1) Perbedaan konsentrasi CO2 per waktu (ppm menit-1) Volume boks (m3) Luas boks (m2) Berat molekul CO2 (g) Volume molekul CO2 (22,41 l) Temperatur rata-rata selama pengambilan contoh gas (oC)
Terry Ayu Adriany, Ali Pramono dan Prihasto Setyanto: Pemberian Amelioran Pupuk Kandang Ayam...
Data emisi CO 2 dianalisa menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) dengan menggunakan uji lanjut Duncan pada tingkat kepercayaan 95%. Analisis data statistik menggunakan software System Analysis Statistic (SAS) versi 9.1.3. HASIL DAN PEMBAHASAN Fluks dan Emisi CO2 Hasil pengukuran emisi CO 2 yang telah dilakukan selama 50 hari inkubasi pada tanah gambut yang berasal dari penggunaan lahan yang berbeda dan pemberian amelioran pupuk kandang ayam menunjukkan bahwa rata-rata emisi CO2 tertinggi pada perlakuan tanah gambut yang ditanami tanaman karet semak dengan pemberian amelioran pupuk kandang ayam 4 t ha-1 (L1A2) sebesar 2.395 kg ha-1tahun-1 dan rata-rata emisi CO2 terendah pada perlakuan tanah gambut yang ditanami tanaman karet dan tanaman sela nanas tanpa pemberian amelioran pupuk kandang ayam (L2A1) sebesar 1803 kg ha-1tahun-1. Besarnya nilai fluks dan emisi CO2 dari tanah gambut dipengaruhi oleh tipe penggunaan lahan yang dilakukan dalam sistem penerapan budidaya tanaman pertanian. Tingginya emisi CO2 yang dihasilkan dari penggunaan lahan gambut dengan tanaman karet semak (tanaman tahunan dan memiliki kanopi) menyebabkan
kelembaban tanah meningkat dan memiliki karbon (C) organik tertinggi, sehingga penambahan bahan organik seperti pupuk kandang ayam dapat meningkatkan jumlah C organik dan penambahan jumlah mikroba tanah. Hal ini menyebabkan meningkatnya emisi CO2 yang dihasilkan. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan dengan tipe tutupan kanopi terbuka pada permukaan tanah di hutan alami memiliki rata-rata fluks CO2 lebih tinggi dibandingkan dengan kanopi tertutup [13]. Hasil penelitian di Kalampangan, Kalimantan Tengah, secara berurutan nilai fluks CO2 yang dihasilkan dari tanah gambut pada beberapa penggunaan lahan adalah gambut hutan alami > semak > jagung > tumpang sari [14]. Peningkatan emisi CO2 tanah gambut terjadi karena perubahan penggunaan lahan dari hutan primer menjadi perkebunan kelapa sawit dan tanaman jagung yang merupakan lahan olahan intensif. Pengolahan intensif menyebabkan agregat tanah menjadi rusak dan bahan organik yang terlindung agregat tanah menjadi terbuka, aerasi dan kelembaban tanah yang tinggi karena suhu meningkat [15]. Hasil penelitian lain menyatakan bahwa emisi CO2 yang dilepas dari penggunaan lahan gambut yang dimanfaatkan untuk tanaman tahunan lebih tinggi dibandingkan lahan gambut yang dimanfaatkan untuk tanaman semusim [16].
Tabel 2. Hasil uji Duncan rata-rata emisi CO2 pada tanah gambut yang berasal dari penggunaan lahan yang berbeda dan Pemberian Amelioran Pupuk kandang Ayam Pemberian Amelioran
Penggunaan Tanah gambut (kg/ha/th) Karet semak (L1) Karet & Nanas (L2) Semak (L3)
Rata-rata Amelioran
A1
2.363 ab
1.803 b
2.222 ab
2.129 a
A2
2.395 a
1.954 ab
2.037 ab
2.128 a
Penggunaan Lahan
2.379 a
1.878 b
2.129 ab
Keterangan : hasil uji Duncan dengan kepercayaan 95%
53
Ecolab Vol. 10 No. 2 Juli 2016 : 47 - 102
Pengelolaan tanah gambut dengan penanaman tanaman tahunan karet dan tanaman sela nanas menghasilkan emisi CO2 yang lebih rendah yang disebabkan tertutupnya tanah gambut oleh vegetasi (nanas). Adanya tanaman penutup tanah selain mengurangi emisi juga meningkatkan penyerapan karbon, sehingga emisi menjadi lebih rendah. Pemberian amelioran pupuk kandang ayam (A) pada beberapa tanah gambut yang berasal dari penggunaan lahan yang berbeda (L) tidak memberikan pengaruh nyata (P>0.05) terhadap emisi CO2 yang dihasilkan. Namun, penggunaan tanah gambut yang berasal dari penggunaan lahan yang berbeda memberikan pengaruh nyata (P<0.05) terhadap emisi CO 2 yang dihasilkan. Penggunaan tanah gambut yang ditanami tanaman karet semak (L1) menghasilkan rata-rata emisi CO 2 tertinggi dan pada tanah gambut yang ditanami tanaman karet dan tanaman sela nanas (L2) menghasilkan rata-rata emisi CO2 terendah. Perbedaaan ini disebabkan perbedaan kandungan bahan organik tanah yang terkandung dalam tanah gambut tersebut (Tabel 3). Kandungan bahan organik di dalam tanah berkorelasi positif dengan emisi CO2 yang dihasilkan dari tanah [13]. Semakin tinggi kandungan karbon (C) di dalam
tanah maka emisi CO2 yang dihasilkan akan meningkat. Tanah gambut yang ditanami tanaman karet dan tanaman sela nanas memiliki C/N rasio yang lebih rendah yang menyebabkan emisi CO2 yang dilepaskan lebih rendah (Tabel 3). Kandungan C/N rasio menunjukkan tingkat dekomposisi bahan organik di dalam tanah. Rasio C/N menandakan besar atau kecilnya karbon yang dapat diakumulasikan, semakin tinggi nilai rasio C/N maka akan semakin banyak karbon yang dapat diakumulasikan. Tanah gambut memiliki C/N rasio yang tinggi akibat pengelolaan tanah gambut yang menyebabkan aktivitas mikrobiologi tanah dan laju dekomposi meningkat dan menyebabkan teremisinya gas rumah kaca seperti CO2 dan CH4 [8]. Peningkatan C/N rasio juga dapat mempercepat proses dekomposisi tanah gambut yang dapat meningkatkan produksi dan emisi CO2 [17]. Hasil pengukuran fluks CO 2 harian pada tanah gambut yang berasal dari penggunaan lahan yang berbeda dan pemberian amelioran pupuk kandang ayam disajikan pada Gambar 2. Pemberian amelioran pupuk kandang ayam (A2) pada beberapa tipe penggunaan lahan menyebabkan tingginya fluks CO 2 dibandingkan tanpa pemberian pupuk kandang
Tabel 3. Analisa tanah pada tanah gambut yang berasal dari penggunaan lahan yang berbeda Parameter
Karet semak (L1)
Karet dan Nanas (L2)
Semak (L3)
BD C-Organik (%) N-Total (%) C/N Rasio P2O5 (%) K2O (%) KTK (Cmol (+)/kg) Kadar air (%) KB (%)
0,19 26,19 0,52 50,60 0,02 0,01 44,42 46,39 3,37
0,23 25,46 0,69 37,00 0,02 0,01 44,16 46,23 2,86
0,19 24,69 0,31 81,00 0,02 0,02 44,89 41,09 3,69
Sumber : Hasil Analisa Laboratorium Balingtan-Terpadu
54
Terry Ayu Adriany, Ali Pramono dan Prihasto Setyanto: Pemberian Amelioran Pupuk Kandang Ayam...
oksigen pada kondisi aerob di dalam tanah sebagai hasil dari dekomposisi tanah gambut, suhu dan kelembaban tanah [18].
Gambar 2. Fluks CO2 selama proses inkubasi
ayam (A1) pada fase awal inkubasi. Fase awal inkubasi pada hari ke-8 (7 hari setelah pemberian amelioran pupuk kandang ayam), mengalami perombakan dalam jumlah besar dan terdapat perbedaan fluks CO2 yang dihasilkan. Hal ini disebabkan pemberian amelioran pupuk kandang ayam memberikan tambahan bahan organik ke dalam tanah dan meningkatkan aktivitas mikroba tanah sehingga menghasilkan fluks CO2 tertinggi. Selain kandungan bahan organik, peningkatan fluks CO 2 dipengaruhi oleh ketersediaan
Pemberian amelioran pupuk kandang ayam pada tanah gambut secara nyata meningkatkan jumlah karbon (C) organik tanah. Bahan organik merupakan sumber energi bagi mikroba dalam proses respirasi dalam menghasilkan CO 2 [6]. Mikroorganisme tanah berperan penting dalam mempercepat penyediaan hara dan pembentuk sumber bahan organik di dalam tanah [19]. Emisi CO2 terjadi dalam kondisi aerob, dimana mikroorganisme dekomposer seperti bakteri dan jamur dapat beraktivitas secara optimal. Pada kondisi ini produksi gas CH4 pun menjadi terhambat karena CH4 akan teroksidasi oleh bakteri metanotrof menjadi CO2 [20]. Kandungan bahan organik yang terdapat pada amelioran pupuk kandang ayam disajikan pada Tabel 4. Derajat Kemasaman (pH) Tanah gambut memiliki pH yang sangat rendah yaitu antara 3,0 – 5,0 (Hardjowigeno, 1996) [21]. Tanah gambut dengan kandungan asam organik tinggi sebagian besar bereaksi masam sampai sangat masam dengan pH < 4 [6]. Kemasaman tanah gambut disebabkan oleh kandungan asam organik tanah dan cepatnya proses dekomposisi bahan organik pada kondisi anaerob menyebabkan terbentuknya
Tabel 4. Kandungan bahan organik pupuk kandang ayam Parameter C-Organik N-Total P-Total K Ca Mg Kadar Air
Hasil Pengukuran (%) 15,62 0,56 0,27 1,42 0,03 0,04 22,22
Sumber : Hasil Analisa Laboratorium Balingtan-Terpdu
Gambar 3. Perubahan pH tanah selama inkubasi
55
Ecolab Vol. 10 No. 2 Juli 2016 : 47 - 102
senyawa fenolat dan karboksilat yang menyebabkan tingginya kemasaman gambut dan dapat meracuni tanaman. Pemberian amelioran pupuk kandang ayam pada awal pengamatan menyebabkan kemasaman tanah gambut meningkat (Gambar 3). Selama periode inkubasi pH tanah pada seluruh perlakuan memiliki nilai pH yang terus meningkat, dengan nilai berkisar antara 3,05-3,65 dari awal inkubasi dilakukan. Penambahan unsur hara yang terkandung dalam amelioran pupuk kandang ayam dapat meningkatkan nilai pH tanah gambut sebesar 0,6. Peningkatan pH tanah gambut disebabkan adanya pengolahan lahan seperti lamanya lahan dikelola, pemberian amelioran dan pemupukan serta tingginya permukaan air tanah [16]. SIMPULAN Pemberian amelioran pupuk kandang ayam pada penggunaan lahan gambut yang berbeda tidak memberikan pengaruh nyata terhadap penurunan emisi CO 2. Penggunaan tanah gambut yang berasal dari penggunaan lahan yang berbeda memberikan pengaruh nyata terhadap emisi CO2 dengan rata-rata emisi CO2 tertinggi pada tanah gambut dengan tanaman karet semak dan pemberian amelioran pupuk kandang ayam 4 t/ha, sedangkan rata-rata emisi CO2 terendah dihasilkan pada tanah gambut dengan tanaman karet dan tanaman sela nanas tanpa pemberian amelioran pupuk kandang ayam. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada segenap tim peneliti dan teknisi Laboratorium Gas Rumah Kaca Balai Penelitian Lingkungan 56
Pertanian yaitu Ali Pramono, Titi Sopiawati, Sri Wahyuni, Jumari, Susanto dan Jumari B atas kerjasama dan bantuan dalam pelaksanaan penelitian. DAFTAR PUSTAKA (1) Sri Ratmini NP. Karakteristik dan pengelolaan lahan gambut untuk pengembangan pertanian. Jurnal Lahan Suboptimal. 2012 Oktober; 1(2): 197-206. (2) Hooijer A, S Page, JG Canadell, M Silvius, J Kwadijk, H Wosten, and J Jauhiainen. 2010. Current and future CO2 emissions from drained peatlands in Southeast Asia. Biogeosciences. 2010 March; 7: 1505-1514. (3) World Wide Fund for Nature (WWF). Deforestation, Forest Degradation, Biodiversity Loss and CO2 Emision in Riau, Sumatera, Indonesia: One Indonesian Propinve’s Forest and Peat Soil Carbon Loss Over a Quarter Century and It’s Plans for the Future. WWF Indonesia Tecnical Report. www.wwf.or.id; 2008. (4) Langeveld CA, R Segers, BOM Dirks, A Van den Pol-van Dasselar, GL Velthof dan A Hensen. Emissions of CO2, CH4, and N2O from pasture on drained peat soils in the Netherlands. European Journal of Agronomy. 1997 September; 7: 35-47. (5) Hooijer A, M Silvius, H Wosten and S Page. PEAT-CO2, Assessment of CO2 emissions from drained peatlands in SE Asia, Delft Hydraulics report Q3943; 2006. (6) I n t e r g o v e r n m e n t a l P a n e l o n Climate Change (IPCC). Climate Change 2001. The Scientific basis. Contribution of Working Group 1 to the Third Assessment Report of the
Terry Ayu Adriany, Ali Pramono dan Prihasto Setyanto: Pemberian Amelioran Pupuk Kandang Ayam...
Intergovernmental Panel on Climate Change. Houghton, J.T., Ding, Y., Griggs, D.J., Noguer, M., van der linden, P.J., Xiaosu, D. Cambridge: Cambridge University Press; 2001.
(14) Salampak, Sustiyah, dan V Amelia. Fluks gas karbondioksida pada tanah gambut pedalaman di Kalampangan, Kalimantan Tengah. Jurnal Agri Peat. 2014 Maret; 15(1): 24-33.
(7) Mauna Loa Observatory/NOAA. www.CO2Now.org. Atmospheric CO2. Diakses pada tanggal 22 Agustus 2016.
(15) Maswar, O Haridjaja, S Sabiham, dan MV Noordwijk. Cadangan, kehilangan, dan akumulasi karbon pada perkebunan kelapa sawit di lahan gambut tropika. Journal of Soil and Land Utilization Management. 2011; 8(1): 1-10.
(8) Barchia MF. Gambut. Agroekosistem dan Transformasi Karbon. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 2006. (9) Koesrini dan Eddy William, 2006. Pengaruh pemberian bahan amelioran terhadap pertumbuhan dan hasil cabai merah (Capsicum annum L.) di lahan sulfat masam. Buletin Agronomi. 2006 Oktober; 34(3): 153-159. (10) Firmansyah MA dan MS Mokhtar. Profil ICCTF di Kalimantan Tengah: Pengolahan Lahan Gambut Berkelanjutan. Kalimantan Tengah: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah; 2012. (11) Setyanto P. Methane Emission and Its Mitigation in Rice Fields Under Different Management Practices in Central Java. Doctor of Philosophy. Malaysia: Universiti Putra Malaysia; 2004. P. 3.1-3.25. (12) Khalil MAK, RA Rasmussen, MX Wang and L Ren. Methane emission from rice fields in China. Environment Science Technology. 1991 May; 25: 979-981. (13) Irawan A dan T June. Hubungan iklim mikro dan bahan organik tanah dengan emisi CO2 dari pembukaan tanah di hutan alam Babahaleka Ta m a n N a s i o n a l L o r e L i n d u , Sulawesi Tengah. Jurnal Agricultural Meterologi. 2011 Mei; 25(1): 1-8.
(16) Rumbang N, B Radjagukguk dan D Prajitno. Emisi carbon dioksida (CO2) dari beberapa tipe penggunaan lahan gambut di Kalimantan. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. 2009; 9(2): 95-102. (17) Nusantara RW, Sudarmadji, TS Djohan dan E Haryono. Emisi CO2 tanah akibat alih fungsi lahan hutan rawa gambut di Kalimantan Barat. Jurnal Manusia dan Lingkungan. 2014 November; 21(3): 268-276. (18) Kechavarzi C, Q Dawson, PB LeedsHarrison, J SzatyLowicz, and T. Gnatowski. Water-table management in lowland UK peat soils and its potential impact on CO2 emission. Soil Use Management. 2007 September; 23: 359-367. (19) Pelczar MJ and ECS Chan. Elements of Microbiology. Alih bahasa : Hadioetomo, dkk. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia; 2005. (20) Setyanto P. Perlu Inovasi Teknologi Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca dari Lahan Pertanian. Balingtan. Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian. Sinar Tani 23-29 April 2008. (21) Hardjowigeno HS. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo: Jakarta; 2002. 57
Ecolab Vol. 10 No. 2 Juli 2016 : 47 - 102
PROFIL MASYARAKAT DAN LINGKUNGANNYA SEBAGAI MODAL MEMBANGUN PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENCEMARAN LINGKUNGAN SOCIETY AND ENVIRONMENTAL PROFILE AS PUBLIC PARTICIPATION DEVELOPMENT IN POPULATION PREVENTION Sri Unon Purwati dan Melania Hanny Aryantie
1
(Diterima tanggal 22-06-2016; Disetujui tanggal 10-11-2016)
ABSTRAK Peran serta masyarakat menjadi suatu yang mutlak dalam kerangka menciptakan lingkungan hidup yang sehat. Peran serta masyarakat tidak saja digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan, tetapi juga digunakan sebagai tujuan. Keterlibatan masyarakat sebagai penghasil terbesar limbah rumah tangga yang mencemari badan air (sungai) untuk mengelola limbahnya menjadi sangat penting agar tercipta lingkungan hidup yang sehat. Memanfaatkan profil masyarakat sebagai modal peningkatan peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan pencemaran air merupakan permasalahan yang penting pada penelitian ini. Kuesioner digunakan sebagai alat untuk memperoleh data primer yang dibutuhkan dengan tujuan mengetahui profil masyarakat dan lingkungan di lokasi penelitian serta menentukan strategi pemanfaatan profil tersebut sebagai modal meningkatkan peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan pencemaran lingkungan air. Penelitian dilakukan tahun 2015 di Perumahan Permata Depok, Kota Depok Kecamatan Cipayung Kelurahan Pondok Jaya khususnya Mirah 1 dan 2 meliputi RT 6 dan11 RW 07, berada di tepi Sungai Ciliwung dengan bentuk saluran sanitasi yang terpusat (komunal) bermuara di Sungai Ciliwung. Aparat pemerintah daerah bersifat terbuka, mendukung program pengelolaan lingkungan tetapi masih kurang bantuan sarana pendukung dan pembinaan dari pemerintah. Masyarakat daerah penelitian berstatus ekonomi menengah ke atas, bergaya hidup modern, usia produktif, mendukung program pengelolaan lingkungan, paham peraturan terkait lingkungan tetapi memiliki kemauan berpartisipasi membayar (willingness to pay) yang masih rendah. Berdasarkan profil yang diperoleh tersebut maka ditentukan bahwa strategi yang tepat yang akan digunakan dalam rangka peningkatan peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan pencemaran air adalah secara edukatif. Strategi edukatif berupa penyuluhan terkait pengelolaan limbah domestik sesuai karakteristik limbah yang dihasilkan oleh masyarakat. Pendekatan strategi teknologi tidak menutup kemungkinan untuk dilakukan berupa teknologi sederhana dan ramah lingkungan sesuai dengan profil masyarakat di lokasi penelitian. Kata kunci : profil lingkungan, profil aparatur pemerintah, profil masyarakat, peningkatan peran serta masyarakat, pencegahan pencemaran, strategi edukatif, Sungai Ciliwung.
ABSTRACT Community participation becomes an absolute in terms of creating a healthy environment. Community participation is not only used as a means to an end, but also used as a destination. Community involvement as the largest producer of household waste that pollutes water bodies (rivers) to manage the wastes to be very important in order to create a healthy living environment. Utilizing public profile as a capital increase community participation in the prevention of water pollution is an important issue in this study. A questionnaire was used as a tool to obtain primary data that is required in order to know the profile of society and the environment in the study site and determine the strategy for the utilization of the profile as a capital increase community participation in efforts to prevent pollution of the water environment. The study was conducted in 2015 in the Housing Permata Depok, Depok City District of Pondok Jaya Village Cipayung especially Mirah 1 and 2 include dan11 RT 6 RW 07, is in the Ciliwung riverbank to form a centralized sanitary sewer (communal) rests on the Ciliwung River. Local government officials are open, supportive environment management program but still lacking means of support and coaching assistance Pusat Penelitian dan Pengembangan Kualitas dan Laboratorium Lingkungan. Kaw. Puspiptek Gedung 210, Jl. Raya Puspiptek, Serpong, Tangsel, Prov. Banten. Fax/Telp. (021) 7560981,
[email protected],
[email protected] 1
58
Sri Unon Purwati dan Melania Hanny Aryantie: Profil Masyarakat dan Lingkungan Sebagai Modal ...
from the government. Community research areas upper middle economic status, life style modern, productive age, supporting the environmental management program, understand the rules relating to the environment but has participated willingness to pay (willingness to pay) is still low. Based on the profile obtained is then determined that the appropriate strategy to be used in order to increase community participation in the prevention of water pollution is as educative. Educational strategies in the form of counseling related to domestic waste management according to the characteristics of waste generated by the community. Approach to technology strategy it is possible to do such a simple technology and environmentally friendly in accordance with the public profile of the study sites. Keywords: environmental profile, profile government officials, community profiles, community articipation, pollution prevention, educational strategies, the Ciliwung River.
PENDAHULUAN Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat akan berpengaruh pada ketersediaan sumberdaya alam dan berpengaruh juga pada dampak lingkungan. Semakin banyak penduduk maka semakin banyak kebutuhan hidup yang harus dipenuhi dari sumberdaya alam yang ada, dengan demikian maka pemenuhan kebutuhan dasar tidak hanya mengandalkan hasil pertanian, perikanan dan peternakan, akan tetapi pemenuhan kebutuhan akan mengarah pada eksploitasi sumberdaya laut, hutan, tambang dan lain-lain. Jika eksploitasi terhadap sumberdaya alam tidak mengacu pada analisis dampak lingkungan akan menimbulkan persoalan lingkungan untuk masa datang dan menimbulkan bahaya berupa bencana alam. Peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup menjadi kebutuhan dasar semua orang yang secara fisik berada dalam lingkungan hidup yang berubah, dalam arti terus menurunnya kualitas lingkungan. Peran serta masyarakat menjadi suatu yang mutlak dalam kerangka menciptakan lingkungan hidup yang sehat. Peran serta masyarakat tidak saja digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan, tetapi juga digunakan sebagai tujuan (participation is an end itself) (1). Syarat agar masyarakat bisa berperan serta dalam pengelolaan lingkungan adalah:
1. 2. 3. 4.
Pemimpin eksekutif yang terbuka Peraturan yang akomodatif Masyarakat yang sadar lingkungan Lembaga swadaya masyarakat yang tanggap 5. Informasi yang cepat 6. Keterpaduan antar instansi terkait (Koesnadi Harjosumantri, 1986) dalam (2) Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah mendefinisikan beberapa pasal yang terkait dengan pencegahan pencemaran lingkungan, yakni:Pasal 13 . Pasal 13 Ayat (3) Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sesuai dengan kewenangan, peran, dan tanggung jawab masing-masing. 1. Pasal 14 Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas: c. baku mutu lingkungan hidup; 2. Pasal 20 Ayat (3) Setiap orang diperbolehkan untuk membuang limbah ke media lingkungan hidup dengan persyaratan: a. memenuhi baku mutu lingkungan hidup (3). Berdasarkan pada dasar hukum di atas maka 59
Ecolab Vol. 10 No. 2 Juli 2016 : 47 - 102
penyelesaian masalah pencemaran terdiri dari langkah pencegahan dan pengendalian. Langkah pencegahan pada prinsipnya mengurangi pencemar dari sumbernya untuk mencegah dampak lingkungan yang lebih berat. Langkah pengendalian sangat penting untuk menjaga lingkungan tetap bersih dan sehat. Pengendalian dapat berupa pembuatan standar baku mutu lingkungan, pemantauan (monitoring) lingkungan dan penggunaan teknologi untuk mengatasi masalah lingkungan. Pada dasarnya ada tiga cara pendekatan yang dapat dilakukan dalam rangka pencegahan pencemaran lingkungan, yaitu: 1. Secara Administratif Upaya pencegahan pencemaran lingkungan secara administratif adalah pencegahan pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh pemerintah dengan cara mengeluarkan kebijakan atau peraturan yang berhubungan dengan lingkungan hidup. 2. Secara Teknologis Cara ini ditempuh dengan mewajibkan pabrik untuk memiliki unit pengolahan limbah sendiri. Sebelum limbah pabrik dibuang ke lingkungan, pabrik wajib mengolah limbah tersebut terlebih dahulu sehingga menjadi zat yang tidak berbahaya bagi lingkungan. 3. Secara Edukatif Cara ini ditempuh dengan melakukan penyuluhan terhadap masyarakat akan pentingnya lingkungan dan betapa bahayanya pencemaran lingkungan (4). Strategi pengendalian pencemaran khususnya air sungai difokuskan pada: 60
a. Peningkatan peran masyarakat baik masyarakat umum, petani maupun industri dalam upaya pengendalian pencemaran air. b. Peningkatan koordinasi antar instansi yang berkaitan dengan pengendalian pencemaran air, serta c. Mengintegrasikan kebijakan pengendalian pencemaran air dalam penataan ruang (5). Pengendalian pencemaran sungai dipilih karena merupakan kegiatan eselon I Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yaitu menurunkan kandungan BOD, COD, dan E. coli di Sungai Ciliwung, Citarum dan Cisadane. Strategi dalam pengendalian pencemaran yang difokuskan pada peningkatan peran masyarakat dalam upaya tersebut terdapat saling keterkaitan antara sarana, teknologi dan perilaku masyarakat (6). Ada beberapa jenis peran serta masyarakat terhadap lingkungan antara lain peran serta dalam pemeliharaan dan perbaikan mutu lingkungan dengan kesadaran masyarakat akan kebutuhan dan nilai suatu lingkungan yang sehat (6). Peran serta masyarakat jelas dibutuhkan seperti hasil penelitian Susmarkanto (t.t.) dalam (7) bahwa 80% sumber pencemaran sungai yang mengalir di Jakarta berasal dari limbah rumah tangga dan hanya 20% yang berasal dari buangan limbah industri. Dari sini terlihat bahwa selain pemerintah dan sektor swasta (industri) perlu adanya keterlibatan masyarakat sebagai penghasil terbesar limbah rumah tangga yang mencemari badan air (sungai) untuk mengelola limbahnya. Melalui tulisan ini, disampaikan pemikiran
Sri Unon Purwati dan Melania Hanny Aryantie: Profil Masyarakat dan Lingkungan Sebagai Modal ...
mengenai pengelolaan lingkungan hidup dalam hal penerapan pengendalian pencemaran air yang lebih efektif, yakni dengan melibatkan 3 (tiga) pelaku utama dalam menjalankan good governance yang terdiri dari pemerintah, swasta dan masyarakat. Jika dievaluasi dari peraturan yang ada yakni: UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, PP Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, dan Permen LH Nomor 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah, maka pelaku masyarakat belum banyak dilibatkan dalam pengendalian pencemaran air. Dalam upaya menyusun strategi membangun partisipasi masyarakat dalam pencegahan pencemaran lingkungan, sudah banyak penelitian yang meneliti hubungan antara pengetahuan, pendidikan, pendapatan, sikap dan ketersediaan sarana dengan perilaku masyarakat dalam upaya pencegahan pencemaran limbah dan sampah rumah tangga. Hal yang membedakan dari penelitian lain yang serupa bahwa penelitian ini memanfaatkan profil masyarakat sebagai modal peningkatan peran serta masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil masyarakat dan lingkungannya di lokasi penelitian serta untuk menyusun strategi pemanfaatan profil masyarakat tersebut sebagai modal meningkatkan peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan pencemaran air. METODOLOGI Penelitian kuantitatif dilakukan pada tahun 2015 di Perumahan Permata Depok Sektor Mirah 1 dan Mirah 2, Kelurahan Pondok Jaya, Kecamatan Cipayung, Kota Depok. Pemilihan
lokasi penelitian berdasarkan survey lapangan, pengamatan dan kajian literatur terhadap permukiman teratur di sepanjang Sungai Ciliwung di Kota Bogor, Kota Depok dan DKI Jakarta sehingga diperoleh profil daerah penelitian sebagai berikut : a. Kawasan perumahan berada di tepi atau sepanjang Sungai Ciliwung. b. Kawasan perumahan memiliki saluran sanitasi terpusat atau komunal. c. Kawasan perumahan memiliki saluran pembuangan terpusat menuju Sungai Ciliwung. d. Tidak memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Metode pengumpulan data primer dan data sekunder sebagai berikut: 1. Pengumpulan data primer dengan survei responden melalui penyebaran kuesioner yang bersifat terbuka. Data primer yang dikumpulkan tersaji pada Tabel 1 dan Tabel 2 Bab Hasil dan Pembahasan. 2. Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui kajian literatur terhadap dokumen. Dokumen yang dimaksud antara lain adalah data demografi, peta teknis Perumahan Permata Depok, peta unduhan (google map), data instansi lain (LIPI, Kementerian PU dan Perumahan Rakyat, Universitas Trisakti, BLHD Kota Depok dan Kelurahan Pondok Jaya) serta data pemantauan kualitas air Sungai Ciliwung oleh Pusarpedal KLH tahun 2010-2014. Pengolahan dan analisis data yang dilakukan sebagai berikut: 1. Analisis Isi (content analysis), yakni 61
Ecolab Vol. 10 No. 2 Juli 2016 : 47 - 102
mempelajari dan membandingkan fenomena sosial yang terjadi terhadap dokumen tertulis seperti peraturan, buku, situs internet, surat kabar (8). Analisis ini diperuntukkan bagi data sekunder untuk menyusun kriteria lokasi penelitian dan sebagai dasar penyusunan kuesioner. 2. Analisis Statistik Multivariat, yakni metode statistik yang memungkinkan kita melakukan penelitian terhadap lebih dari dua variabel secara bersamaan. Dengan menggunakan teknik analisis ini maka kita dapat menganalisis pengaruh beberapa variabel terhadap variabel–variabel lainnya dalam waktu yang bersamaan (8). Analisis statistik ini menggunakan program IBM SPSS Statistik Versi 19. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengelolaan sumber daya alam yang efektif kerap kali membutuhkan perubahan perilaku dari para penggunanya. Hal ini menuntun para ekologis untuk menggunakan alat penelitian yang dibangun oleh para ilmuwan sosial. Para peneliti dengan latar belakang ilmu eksakta perlu mempelajari disain dan metodologi penelitian sosial untuk pemahaman interdisipliner yang seimbang dari sistem sosial-ekologi (9). Salah satu contoh penerapan kombinasi kedua disiplin ilmu adalah pengembangan rencana strategi pengelolaan kebakaran hutan di Tlaxcala, Meksiko. Dengan kombinasi ilmu sosial dan ilmu ekologis, maka diperoleh pemahaman menyeluruh dari risiko aktual yang terjadi di hutan dan identifikasi pilihan yang didukung masyarakat untuk kegiatan konservasi lahan yang dikelola (10). 62
Kuesioner sebagai alat penelitian dibagi menjadi 2 (dua), yakni kuesioner dengan responden aparatur pemerintah daerah untuk mendapatkan profil lingkungan lokasi riset serta aparat terkait dan kuesioner dengan responden penduduk setempat untuk mendapatkan profil masyarakat. Masingmasing dibahas secara terpisah sebagai berikut: A. Profil Lingkungan Aparatur terkait di lokasi penelitian Data hasil penelitian melalui kuesioner terkait profil aparatur di daerah penelitian pada tabel 1. Aparat daerah masih sangat kurang mendapatkan bantuan baik sarana pengolahan maupun pengelolaan limbah domestik dari pemerintah di wilayah kerja mereka. Jika ada bantuan maka masih sangat kurang mendapatkan pembinaan terkait dengan bantuan yang diberikan oleh pemerintah di lingkungan kerja mereka. Di bidang pendidikan dan pemahaman tentang limbah domestik atau rumah tangga aparat daerah sudah baik (60%), begitu juga pemahaman terkait Peraturan Perundang - undangan (PUU) atau peraturan daerah terkait limbah domestik atau limbah rumah tangga. Dengan latar belakang tingkat pendidikan yang tinggi (40% S1) dan pengetahuan yang cukup baik (diatas 60%) maka diharapkan para aparatur tersebut bersifat terbuka agar masyarakat bisa berperan dalam pencegahan pencemaran lingkungan air. B. Profil Masyarakat Profil masyarakat di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 2. Dari hasil tersebut,
Sri Unon Purwati dan Melania Hanny Aryantie: Profil Masyarakat dan Lingkungan Sebagai Modal ...
variabel-variabel dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) bagian untuk menyusun strategi pencegahan pencemaran air dengan memberdayakan penduduk atau masyarakat setempat, yakni: 1. Demografi, Pendidikan dan Ekonomi Demografi, pendidikan dan ekonomi adalah data kependudukan yang umum ditampilkan dalam penelitian sosial. Keberadaannya bukan tanpa sebab. Variabel ini menjadi penting karena dapat mempengaruhi minat warga, seperti hasil penelitian di daerah pegunungan Italia tentang strategi pengelolaan hutan berbasis masyarakat, didapatkan bahwa jenis kelamin dan umur dapat mempengaruhi minat warga (11). Jenis kelamin dan umur merupakan sub variabel demografi. Perubahan di saluran alami serta
pencemaran air tanah dan air pemukaan menyebabkan sumber air perkotaan mengalami tekanan. Masuknya bahan pencemar ke dalam sistem air perkotaan meningkat karena interaksi antara tanah, permukaan dan sistem pengolahan limbah – terutama untuk kota-kota yang tidak memiliki sistem pengolahan limbah memadai (Strauch et al, 2009; Putra & Baier, 2009) dalam (12). Penduduk perkotaan pada umumnya menghadapi persoalan yang sama, yakni penyebaran kota, pemborosan sumber daya, pencemaran yang terkonsentrasi, kondisi tidak sehat dan kualitas hidup buruk di beberapa sektor (UNEP 2007) dalam (13). Lokasi riset yang terpilih selain tidak memiliki sistem pengolahan limbah yang memadai, tetapi memenuhi faktor saluran sanitasi yang terkonsentrasi yakni limbah rumah tangga
Tabel 1 : Hasil pengolahan data faktor internal aparat daerah terkait dalam frekuensi (%) sebagai Profil Aparat Daerah terkait di Perumahan Permata Depok, Sektor Mirah 1 dan Mirah 2, Kelurahan Pondok Jaya, Kecamatan Cipayung, Kota Depok, Provinsi Jawa Barat No.
Variabel
Frekuensi (%) N=188 responde
1
Jenis kelamin laki-laki
73.3
2
Pejabat struktural
53
3
Sarjana (S1)
40
4
Sarjana (S2)
20
5 6
Bantuan sarana pengolahan limbah RT di wilayah kerja
40
Bantuan lain sarana pengolahan limbah dari Pemerintah di wilayah kerja
33.3
Kegiatan pembinaan terhadap bantuan pemerintah dari pemerintah atau lembaga lainnya
26.7
Pengetahuan terkait PUU atau Perwali tentang pengolahan limbah RT.
53.3
Aparat daerah mendukung PUU terkait pengolahan limbah domestik (RT)
93.3
Aparat daerah sangat mendukung PUU terkait sampah
66.7
11
Aparat setuju terhadap PUU terkait sampah , aparat harus memperhatikan tentang sampah.
53.3
12
Aparat paham terkait bentuk dan karakteristik sampah.
7 8 9 10
60
Sumber: Hasil penelitian Purwati, Aryantie, Lahtiani, Medyawati & Ratnaningsih (2015)
63
Ecolab Vol. 10 No. 2 Juli 2016 : 47 - 102
yang masuk ke selokan yang menuju ke Sungai Ciliwung melalui satu saluran. Untuk itu diperlukan informasi mengenai gaya hidup penduduk dalam mengelola limbahnya, terutama limbah yang masuk selokan tersebut sebagai salah satu variabel dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden penelitian adalah lakilaki dewasa (54.3%) berumur 41-50 tahun. Data tersebut bersama dengan data pendidikan dan ekonomi untuk mengetahui lebih lanjut profil penduduk dalam rangka menyusun rancangan penelitian dengan penetapan target (kelompok masyarakat yang menjadi sasaran). Terlihat bahwa mayoritas responden berpendidikan tinggi (S1), bekerja (profesi wiraswasta/swasta) tanpa profesi tambahan, pengeluaran sebulan > Rp. 1.500.000,- (Satu juta lima ratus ribu Rupiah) dan penghasilan sebulan > Rp. 5.000.000,- (Lima juta Rupiah). Informasi tambahan berupa profesi istri menjadi data penting mengingat penelitian ini melibatkan peran masyarakat secara berkelanjutan. Dengan responden (kepala keluarga) yang bekerja, maka kelompok penduduk yang diharapkan dapat aktif berpartisipasi dalam penelitian adalah para istri (ibu rumah tangga). 2. Persepsi Masyarakat terhadap Sampah dan Pengetahuan tentang Sampah. Persepsi masyarakat menjadi relevan sebagai komponen inti dari keberlangsungan kehidupan sosial dan kelestarian lingkungan hidup (9). Persepsi masyarakat terhadap sampah dapat menunjukkan kecenderungannya dalam mengelola sampah di lingkungannya. Hasil 64
penelitian diperoleh bahwa 70,7% masyarakat paham terhadap pengertian sampah dan setuju dengan regulasi terkait sampah. Di sisi lain 56% penduduk belum paham benar mengenai karakter sampah serta 55,4% penduduk belum paham mengenai dampak yang ditimbulkan dari sampah. 3. Gaya Hidup Ada hubungan tingkat pendidikan masyarakat dengan perilaku pengelolaan sampah, seperti hasil penelitian berikut menunjukan bahwa tingkat pendidikan dan pendapatan berpengaruh secara positif terhadap sikap keluarga dalam pengelolaan sampah rumah tangga (14). Gaya hidup masyarakat di lokasi penelitian merupakan gaya hidup masyarakat yang sudah maju dengan tingkatan ekonomi kelas menengah ke atas, hal ini didukung oleh data kuesioner profil individu yang berpendidikan tinggi dengan penghasilan di atas 5 juta rupiah sebulan dan penduduk membuang sampah dalam seminggu kurang atau sama dengan 7 (tujuh) kali. Mayoritas penduduk paham dan tahu tentang sampah dan jenis sampah juga mengetahui dan paham terhadap jenis jamban dan saluran limbah yang baik. Tetapi mayoritas hanya sekali mendapat penyuluhan tentang sampah dan limbah rumah tangga. 4. Pengelolaan Limbah Rumah Tangga Pengelolaan sumberdaya alam dan pengawasan sumber pencemar acak
Sri Unon Purwati dan Melania Hanny Aryantie: Profil Masyarakat dan Lingkungan Sebagai Modal ...
(non-point source/ NPS) merupakan tantangan hingga saat ini (15). Lokasi penelitian yang terletak di Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Ciliwung adalah salah satu contoh sumber pencemar NPS yang perlu dikelola baik dari sisi lingkungan, ekonomi, maupun sosial. Pengelolaan DAS secara keseluruhan merupakan gabungan dari pengelolaan lahan dan pengelolaan air (15) ditambah dengan pengelolaan sosial ekonomi seperti di lokasi penelitian yang merupakan lokasi permukiman, sehingga kita tidak dapat mengabaikan keberadaan masyarakat yang berada di dalamnya. Sebagai lokasi permukiman, untuk pengelolaan limbah rumah tangga perlu melibatkan penduduk secara langsung. Kemauan penduduk untuk berpartisipasi antara lain dapat dilihat dari kemauan untuk terlibat dan membayar (willingness to pay) peningkatan kualitas air dalam hal ini
kualitas air di saluran pembuangan limbah rumah tangga yang menuju ke Sungai Ciliwung. Data kuesioner menunjukkan bahwa pengelolaan limbah rumah tangga di daerah penelitian sudah didukung oleh saluran sanitasi yang sudah baik dan masyarakat bersedia mengelola limbah rumah tangga yang dihasilkan tetapi kemauan masyarakat dalam membayar iuran untuk pengolahan air limbah masih rendah yaitu sebesar Rp. 5.000,- sampai dengan 10.000,- per bulan. Karakteristik ini menjadikan modal bahwa masyarakat sudah paham tentang lingkungan tetapi kemauan berpartisipasi dan untuk terlibat dan terutama untuk membayar (willingness to pay) masih perlu ditingkatkan. C. Strategi yang perlu dipersiapkan Sesuai dengan profil masyarakat dan lingkungan di lokasi penelitian yang
Tabel 2. Hasil pengolahan data faktor internal masyarakat dalam frekuensi (%) sebagai Profil Masyarakat Perumahan Permata Depok, Sektor Mirah 1 dan Mirah 2, Kelurahan Pondok Jaya, Kecamatan Cipayung, Kota Depok, Provinsi Jawa Barat. NO.
VARIABEL
FREKUENSI (%)
A. Demografi 1
Jenis kelamin responden
: laki-laki
54,3 (Sedang)
2
Umur responden
: 41-50 tahun
59,6 (Sedang)
B. Pendidikan dan Ekonomi 1
Pendidikan
: S1
68,6 (Baik)
2
Profesi
: wiraswasta/swasta
79,3 (Baik)
3
Profesi tambahan
: tidak ada
82,4 (Baik)
4
Profesi istri
: tidak ada
5
Pengeluaran sebulan
: ≥ Rp 1.500.000,-
60,1 (Sedang)
6
Penghasilan sebulan
: > Rp 5.000.000,-
51,1 (Sedang)
63,3 (baik)
65
Ecolab Vol. 10 No. 2 Juli 2016 : 47 - 102
Lanjutan NO.
VARIABEL
FREKUENSI (%)
C. Persepsi Masyarakat terhadap Sampah 1
Penduduk mengerti dan paham tentang pengertian sampah.
70,7 Sedang)
2
Penduduk setuju dengan adanya pengaturan sampah dalam Perda/PP/Kepmen.
67,6 (Sedang)
3
Mayoritas penduduk setuju jika diharuskan untuk memperhatikan masalah persampahan, terkait dengan aturan persampahan.
72,9 (Sedang)
4
Penduduk paham tentang bentuk dan karakteristik sampah.
44,0 (Sedang)
5
Mayoritas penduduk mengetahui dampak atau kerugian yang ditimbulkan dari sampah.
44,6 (Sedang)
D. Pengetahuan tentang Sampah 1
Hampir semua penduduk mengetahui akan akibat dari penggunaan air sungai sebagai air minum.
2
Mayoritas penduduk mengetahui tentang frekuensi membersihkan tempat penampungan air.
3
Hampir semua penduduk mengetahui bentuk jamban yang baik untuk digunakan.
4
Hampir semua penduduk mengetahui dimana tempat membuang hajat yang baik.
5
Pemahaman mengenai jarak yang baik antara sumur dengan WC 6-10 meter.
6
Hampir semua penduduk mengetahui saluran pembuangan WC/MCK disalurkan ke septic tank.
7
Air buangan yang berasal dari dapur rumah dibuang melalui saluran buangan ke selokan semen.
76,1 Sedang)
8
Mengetahui saluran pembuangan air limbah ternak yang baik.
24,0 (Buruk)
9
Penduduk mengetahui saluran pembuangan air limbah yang baik.
10
Penduduk mengetahui lokasi tempat pembuangan sampah.
96,8 (Baik)
11
Penduduk mengetahui tentang sampah organik.
94,1 (Baiak)
99,5 (Baik) 77,1 (Sedang) 97,9 (Baik) 96,8 (Baik) 41,5 (Sedang) 95,7 (Baik)
75,5 (Baik)
E. Gaya Hidup 1
Penduduk membuang sampah dalam seminggu adalah ≤ 7 (tujuh) kali.
92,6 (Baik)
2
Penduduk membuang sampah ke angkutan sampah.
85,1 (Baik)
3
Penduduk pernah mendapatkan penyuluhan atau informasi tentang kesehatan lingkungan yang berkaitan dengan sampah.
69,7 (Sedang)
4
Penduduk hanya mengikuti penyuluhan atau mendapat informasi tentang sampah 1 (satu) kali.
80,9 (Baik)
5
Jenis sampah yang paling banyak dibuang ke saluran rumah tangga adalah air sisa cucian piring, sayur dan buah.
71,8 (Sedang)
6
Penduduk membersihkan tempat penampungan air bersih seminggu sekali.
68,6 Sedang)
7
Mengetahui jenis jamban yang paling baik.
99,5 (baik)
8
Mengetahui saluran pembuangan air limbah yang baik.
78,7 (Baik)
9
Mengetahui lokasi tempat pembuangan sampah yang baik.
96,8 (baik)
10
Mengetahui tentang sampah organik.
94,7 (Baik)
11
Mengetahui contoh yang termasuk sampah organik.
93,1 (Baik)
F. Pengelolaan Limbah Rumah Tangga 1
Mayoritas penduduk memiliki saluran pembuangan limbah yang baik dan benar.
76,6 (Baik)
2
Mayoritas penduduk bersedia mengelola limbah (sampah) dapur masing-masing.
80,9 (Baik)
3
Mayoritas penduduk mau membantu dalam pelaksanaan pembangunan.
78,7 (Baik)
4
Mayoritas penduduk mau membantu membayar iuran dana pembangunan.
76,6 (Baik)
5
Mayoritas penduduk mau membantu perawatannya (membersihkan sumbatan, mengganti tanaman yang tua, membuat kompos).
78,7 (Biak)
6
Kemampuan penduduk untuk membayar iuran bulanan untuk pengolahan air buangan sebesar Rp. 5.000,- s/d Rp. 10.000,- per bulan.
60,6 (Sedang)
Sumber: Hasil penelitian Purwati, Aryantie, Lahtiani, Medyawati & Ratnaningsih (2015)
66
Sri Unon Purwati dan Melania Hanny Aryantie: Profil Masyarakat dan Lingkungan Sebagai Modal ...
berpendidikan tinggi dan berpenghasilan menengah ke atas dengan gaya hidup yang lebih moderen, maka profil masyarakat seperti ini merupakan masyarakat yang mudah diarahkan, mudah diberikan pendidikan, lebih kreatif, maka pendekatan pengelolaan dalam rangka pencegahan pencemaran air yang efektif adalah melalui pendekatan secara edukatif (4) misal melalui penyuluhan, pengenalan terhadap teknologi sederhana, ramah lingkungan, bernilai ekonomi. Strategi dalam bentuk edukatif melalui penyuluhan sangat cocok karena mayoritas masyarakat di lokasi penelitian 80.9% mendapat penyuluhan satu (1) kali. SIMPULAN 1. Profil daerah penelitian Mirah 1 dan 2 merupakan kawasan perumahan teratur berada di tepi atau sepanjang Sungai Ciliwung, kawasan perumahan memiliki saluran sanitasi terpusat atau komunal, kawasan perumahan memiliki saluran pembuangan terpusat menuju Sungai Ciliwung, tidak memiliki IPAL, 2. Profil aparatur daerah penelitian dengan pendidikan yang tinggi, pengetahuan pengelolaan limbah yang cukup baik, mengetahui serta paham peraturan terkait lingkungan dan mendukung program pengelolaan lingkungan maka para aparatur tersebut bersifat terbuka, 3. Masyarakat daerah penelitian mayoritas usia produktif, berpendidikan tinggi, memiliki status ekonomi tingkat menengah keatas, gaya hidup moderen, mengerti dan paham akan sampah, bersedia mengelola sampah atau limbah cair rumah tangga. Limbah cair yang
dihasilkan mayoritas dari kegiatan dapur dan kamar mandi, mayoritas mengikuti penyuluhan baru satu (1) kali, 4. M a s y a r a k a t m e m i l i k i k e m a u a n berpartisipasi membayar (willingness to pay) yang masih rendah, dan masih kurang bantuan sarana pengolahan dan pengelolaan limbah domestik dari pemerintah atau pihak lain. Strategi yang diperlukan untuk peningkatan peran serta masyarakat dalam rangka pencegahan pencemaran khususnya air adalah secara edukatif. Strategi edukatif berupa penyuluhan terkait pengelolaan limbah domestik sesuai karakteristik limbah yang dihasilkan oleh masyarakat. Pendekatan startegi teknologi tidak menutup kemungkinan untuk dilakukan berupa teknologi sederhana dan ramah lingkungan sesuai dengan profil masyarakat di lokasi penelitian. DAFTAR PUSTAKA (1) Sabardi L. 2014. Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut UndangUndang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Yustisia Edisi 88 Januari-April 2014; hal. 67. (2) Aminatun T. Upaya Penanggulangan Pencemaran Air. [diakses tanggal 4 Agustus 2016]. Tersedia di (3) http://staff.uny.ac.id/sites/default/ files/pendidikan/Dr.%20Tien%20 Aminatun,%20S.Si.,M.Si./Peran%20 Serta%20Masyarakat%20dalam%20 Upaya%20Pengelolaan%20 Lingkungan%20Hidup.pdf (4) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 67
Ecolab Vol. 10 No. 2 Juli 2016 : 47 - 102
(5) Jumianto. Upaya Penanggulangan Pencemaran Air; 2011 [diakses tanggal 4 Agustus 2016]. Tersedia di http:// jumianto.blogspot.co.id/2011/03/ upaya-penanggulangan-pencemaranair.html (6) Agustiningsih D, Sasongko SB, Sudarno. Analisis Kualitas Air dan Strategi Pengendalian Pencemaran Air Sungai Blukar Kabupaten Kendal. Semarang. Universitas Diponegoro. Jurnal Presipitasi. Vol. 9 No.2. ISSN 1907-187X. September; 2012 (7) Suprijanto I, Lubis A, Zalbawi S. Keikutsertaan Masyarakat dalam Mengatasi Pencemaran Lingkungan di DKI Jakarta. Bul. Penelit. Kesehat. 17 (3); 1989. (8) Purwati SU, Aryantie MH, Lahtiani S, Medyawati, Ratnaningsih D. Inventarisasi Karakteristik Limbah Domestik di Sungai Ciliwung: Aplikasi SANITA untuk Pengelolaan Limbah Domestik di Sungai Ciliwung Melalui Pemilihan Daerah Percontohan. Laporan Hasil Penelitian. Serpong: Puslitbang Kualitas dan Laboratorium Lingkungan; 2015. (9) Babbie E. The Practice of Social Research. California: Thomson Wadsworth; 2007. (10) Sheridan RAS, Fulé PZ, Lee ME, Nielsen EA. Identifying Socialecological Linkages to Develop a Community Fire Plan in Mexico. Conservation & Society. Oct-Dec 2015, Vol. 13 Issue 4, p395-406. DOI: 10.4103/0972-4923.179884 [diakses tanggal 15 Agustus 2016]. Tersedia di http://web.b.ebscohost.com/ (11) St. John FAV, Keane AM, Jones JPG, Milner-Gulland EJ. Robust study design is as important on the social 68
as it is on the ecological side of applied ecological research. Journal of Applied Ecology. Dec 2014, Vol. 51 Issue 6, p1479-1485. DOI: 10.1111/1365-2664.12352 [diakses tanggal 15 Agustus 2016]. Tersedia di http://web.b.ebscohost.com/ (12) Paletto A, Meo ID, Cantiani MG, Maino F. Social Perceptions and Forest Management Strategies in an Italian Alpine Community. Mountain Research & Development. May 2013, Vol. 33 Issue 2, p152-160 [diakses tanggal 12 Agustus 2016]. Tersedia di http://web.a.ebscohost.com/ (13) Strohschön R, Wiethoff K, Baier K, Lu L, Bercht AL, Wehrhahn R, et al. Land Use and Water Quality in Guangzhou, China: A Survey of Ecological and Social Vulnerability in Four Urban Units of the Rapidly Developing Megacity. International Journal of Environmental Research. Spring 2013, Vol. 7 Issue 2, p343-358. 16p [diakses tanggal 18 Agustus 2016]. Tersedia di http://web.a.ebscohost. com/ (14) Pickett S, Buckley G, Kaushal S, Williams Y. Social-ecological Science in the Humane Metropolis. Urban Ecosystems. Sp 2011, Vol. 14 Issue 3, p319-339. 21p. DOI: 10.1007/ s11252-011-0166-7 [diakses tanggal 18 Agustus 2016]. Tersedia di http:// web.a.ebscohost.com/ (15) Putra HP, Taufiq AR, Juliani A. Studi Hubungan antara Tingkat Pendidikan dan Pendapatan Keluarga terhadap
Sri Unon Purwati dan Melania Hanny Aryantie: Profil Masyarakat dan Lingkungan Sebagai Modal ...
Sikap dalam Pengelolaan Sampah Rumah Tangga (studi kasus di Desa Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta). Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan ISSN: 20851227 Volume 5, Nomor 2, Juni 2013 Hal. 91-101
Control: A Case Study in AL-Prespa, Southeastern Albania. Environmental Management. Jul 2015, Vol. 56 Issue 1, p81-93. DOI: 10.1007/s00267015-0480-6 [diakses tanggal 22 Agustus 2016]. Tersedia di http:// web.a.ebscohost.com/
(16) Grazhdani D. Contingent Valuation of Residents’ Attitudes and Willingness to-Pay for Non-point Source Pollution
69
Ecolab Vol. 10 No. 2 Juli 2016 : 47 - 102
PENENTUAN PARAMETER DAN KURVA SUB INDEKS DALAM PENYUSUNAN INDEKS KUALITAS AIR DETERMINATION OF PARAMETER AND SUB-INDEX CURVES FOR PREPARING WATER QUALITY INDEX Dewi R., Anwar H., Asiah, Retno P. dan Arum P.1hasni2) (Diterima tanggal 12-11-2016; Disetujui tanggal 15-12-2016)
ABSTRAK Indeks kualitas air (IKA) digunakan untuk menyederhanakan data kulitas air yang kompleks dalam satu informasi yang mudah dipahami dan berguna untuk publik dan pengambil kebijakan. Tujuan kajian ini adalah untuk menentukan parameter dan kurva sub indeks dalam penyusunan formulasi IKA. Metode yang digunakan dalam penyusunan IKA mengacu pada NSF-WQI. Survei dan pengambilan data dilakukan terhadap 150 panelis yang mempunyai kompetensi di bidang air dan diperoleh 98 panelis yang memberikan respon balik. Dari hasil pengolahan data para panelis diperoleh parameter kualitas air dan pembobotannya serta kurva sub indeks masing-masing parameter. Rata-rata sub indeks masing-masing parameter dibuat kurva sub indeks yang digunakan dalam rumusan IKA. Rumusan IKA diperoleh dengan penjumlahan total hasil perkalian untuk masing-masing bobot parameter dengan nilai sub indeks masing-masing parameter (IKA= ∑wiqi). Nilai skor yang diperoleh dari rumusan IKA mempunyai rentang nilai 0 – 100 dan dapat disajikan dalam bentuk klasifikasi air yaitu sangat baik, baik, sedang, dan buruk. Pembagian rentang klasifikasi air tersebut memerlukan proses verifikasi lebih lanjut agar dapat diperoleh hasil yang sesuai. Kata Kunci: Indeks, parameter, kualitas air, panelis, pembobotan, kurva sub indeks
ABSTRACT Water quality index (WQI) is used to simplify the complexicity of water quality data in an effective and acceptable information to public and policy makers. The purpose of this study is to determine the parameter and sub index curves in formulating WQI. Method used in WQI formulation refers to the National Sanitary Foundation-Water Quality Index (NSF-WQI). Survey and data collection were conducted on 150 panelists representing the expertise in water quality and 98 panelists provided feedback. Data processing on questionnaires determined the chosen parameters, its weighting and the sub index curves. A weighted mean of sub index from each parameter is combined to create the sub index curve charts. WQI formulation is obtained from the total sum of multiplication of each weighting parameter with its sub index value (WQI=∑wiqi). Score from WQI formulation has a range of 0-100, and it represents water quality condition which is classified as excellent, good, medium, and bad. The classification requires further verification process in order to obtain the corresponding result. Keyword: Index, parameter, water quality, panelis, weighing, sub-index curve
PENDAHULUAN Informasi kualitas air akan menjadi sangat kompleks jika masing-masing parameter kualitas air disampaikan untuk menyatakan kondisi kualitas air yang sebenarnya. Pada umumnya, kondisi kualitas air masih disampaikan
secara parsial melalui nilai dari masingmasing parameter yang dipantau. Informasi rinci dengan banyak parameter umumnya hanya berguna untuk pengguna tertentu, namun bagi publik dan pengambil kebijakan
1) Puslitbang-Kualitas dan Laboratorium Lingkungan KLHK. Kawasan Puspiptek gedung 210, Jl Raya Puspiptek-Serpong, Tangerang Selatan Banten.
70
Dewi R., Anwar H... .: Penentuan Parameter dan Kurva Sub Indeks dalam Penyusunan Indeks Kualitas Air
akan susah dipahami. Untuk itu diperlukan suatu indeks yang dapat mengintegrasikan informasi kualitas air tersebut dalam bentuk tunggal dan mudah dimengerti. Indeks kualitas air memberikan nilai tunggal yang mengekspresikan keseluruhan kualitas air pada lokasi dan waktu tertentu berdasarkan beberapa parameter kualitas air (1,2,3). Indeks ini digunakan untuk menyederhanakan data kualitas air yang kompleks dalam satu informasi yang mudah dipahami dan berguna untuk pengambil kebijakan dalam analisis lingkungan (4). Nilai tunggal dari indeks tersebut tidak bisa menggambarkan keseluruhan kondisi kualitas air karena tidak semua parameter kualitas air dimasukkan dalam indeks tersebut. Oleh karena itu pertimbangan dalam pemilihan parameter kualitas air menjadi proses penting dalam penyusunan IKA. Berdasarkan batasan terhadap parameter penyusunnya tersebut, maka IKA tidak digunakan untuk menilai secara detil kondisi kualitas air di suatu perairan atau kurang sesuai untuk menjawab pertanyaan tentang kualitas air secara spesifik (5) . IKA ini digunakan sebagai upaya untuk menjawab pertanyan non teknis tentang kualitas air secara umum. IKA tidak mempunyai unit dan mempunyai kisaran skor dari 0-100 dengan skor yang tinggi menunjukkan kualitas air yang lebih baik (5). IKA dapat memberikan indikasi kesehatan badan air di berbagai titik dan dapat digunakan untuk melacak perubahan dari waktu ke waktu (6,7) . IKA juga digunakan sebagai sarana untuk mengevaluasi efektifitas programprogram pengendalian pencemaran air, membantu perumusan kebijakan, membantu dalam mendisain program kualitas air,
mempermudah komunikasi dengan publik sehubungan dengan kondisi kualitas air (8). Penyusunan berbagai IKA pada umumnya meliputi empat tahap yang terdiri dari pemilihan parameter, transformasi parameter dengan satuan yang berbeda dalam skala yang umum, penilaian terhadap bobot tiap parameter dan agregasi sub indeks untuk mendapatkan skor indeks final. Tahapan penyusunan indeks tersebut dapat ditambah atau dikurangi sesuai dengan tujuan penyusunan indeks (1). Indeks kualitas air pertama kali dikembangkan oleh Horton di Amerika Serikat dengan menggunakan 10 parameter umum kualitas air antara lain DO, pH, coliform, konduktifitas spesifik, alkalinitas, klorida, dan telah diaplikasikan di Eropa, Afrika dan negaranegara Asia (9). Indeks yang serupa dengan Horton kemudian dikembangkan oleh Brown dkk (9). Brown mengembangkan National Sanitation Foundation’s Water Quality Index (NSF-WQI) dengan upaya yang lebih besar dan rumit dalam pemilihan parameter, pengembangan skala umum dan penilaian bobot karena dielaborasikan dengan metode Delphy (10). NSF-WQI ini termasuk dalam kategori indeks yang digunakan untuk kualitas air secara umum, lebih komprehensif dan telah dibahas diberbagai makalah(10). NSFWQI menghasilkan 9 (sembilan) parameter terpilih yaitu DO, Fecal coli, pH, BOD, nitrat, fosfat, temperatur, turbiditas dan total padatan dengan pembobotan untuk masing-masing parameter. Nilai indeks yang dihasilkan dari metode NSF-WQI dihitung dengan rumus. n
NSFWQI = ∑ wi I i i =1
71
Ecolab Vol. 10 No. 2 Juli 2016 : 47 - 102
IKA menggunakan skala dari nilai 0 sampai 100 untuk memberikan klasifikasi terhadap kualitas air (6). Brown dkk dalam NSF-WQI menentukan lima klasifikasi WQI dalam lima rentang nilai skor yaitu klasifikasi sangat baik (91-100), baik (71-90), sedang (51-70), buruk (26-50), sangat buruk (0-25) (11, 12). Kualitas air yang berada pada klasifikasi sangat baik dan baik harus dapat mendukung diversitas kehidupan akuatik yang tinggi . Air tersebut juga cocok untuk segala rekreasi termasuk kegiatan yang memiliki kontak langsung dengan air. Kualitas air yang berada pada klasifikasi sedang umumnya mempunyai diversitas kehidupan akuatik yang lebih sedikit dan lebih sering terjadi peningkatan pertumbuhan alga. Kualitas air yang berada pada klasifikasi kondisi buruk hanya dapat mendukung diversitas kehidupan akuatik yang sangat rendah dan dimungkinkan terjadi pencemaran. Klasifikasi sangat buruk hanya dapat mendukung diversitas kehidupan akuatik yang sangat terbatas atau tertentu dan menerima beban pencemaran yang tinggi (6). Indeks NSF-WQI merupakan indeks yang paling banyak digunakan dibandingkan dengan indeks lain dan juga dijadikan acuan dalam prosedur penyusunan indeks kualitas air di berbagai negara. IKA digunakan secara luas di berbagai negara untuk memecahkan masalah dalam pengelolaan data dan evaluasi keberhasilan dan kegagalan dalam strategi pengelolaan untuk meningkatkan kualitas air (13) . Kajian ini bertujuan untuk menyusun formulasi Indeks Kualitas Air dengan acuan NSF-WQI. Rumusan IKA digunakan untuk memberikan informasi secara cepat kondisi kualitas air terhadap kebijakan pengelolaan dan pengendalian pencemaran air. 72
METODOLOGI Metode yang digunakan dalam kajian penyusunan formulasi indeks kualitas air sungai ini pada tahap awal adalah melalui studi literatur dan identifikasi formulasi indeks kualitas air yang digunakan oleh beberapa negara. Identifikasi juga dilakukan terhadap tujuan dari penyusunan indeks, jumlah dan jenis parameter serta metode yang digunakan oleh beberapa negara dalam penyusunan indeks kualitas air. Pengumpulan data sekunder terkait dengan hasil pemantauan kualitas air sungai dilakukan untuk melihat parameter-parameter kualitas air yang memberi kontribusi penting terhadap pencemaran lingkungan. Pengumpulan data juga dilakukan melalui diskusi dengan para pakar yang terkait dengan air. Berdasarkan hasil identifikasi yang telah dilakukan maka penyusunan IKA menggunakan acuan metode NSF-WQI dengan beberapa penyesuaian. Tahapan dalam penyusunan IKA meliputi penentuan parameter, pembobotan parameter berdasarkan kepentingan terhadap keseluruhan kualitas air, dan penyusunan kurva sub indeks. Pembobotan parameter dan kurva sub indeks disusun dari hasil pengolahan data yang diperoleh dari survei para panelis di bidang air. Langkah awal ditentukan target survei terhadap 150 panelis. Panelis diminta untuk menyeleksi parameter dengan memberikan bobot pada masingmasing parameter dengan nilai antara 1 (proiritas paling penting) sampai dengan 5 (prioritas paling rendah) (tabel 1). Hasil yang diperoleh dari para panelis dirata-rata untuk menentukan skala prioritas tiap parameter. Hasil rata-rata prioritas dari para panelis juga digunakan untuk menentukan bobot
Dewi R., Anwar H... .: Penentuan Parameter dan Kurva Sub Indeks dalam Penyusunan Indeks Kualitas Air
Tabel 1. Pembobotan parameter kualitas air. No
1
Parameter
SkalaPembobotan 1
2
pH t0C TDS TSS DO BOD5 COD NO3-N NH3-N T-Pospat Fecal Coliforms
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
tiap parameter dalam sistem penilaian indeks kualitas air. Penentuan bobot parameter dilakukan dengan menggunakan data rata-rata skala prioritas yang diperoleh dan menghitung bobot sementara. Penghitungan bobot sementara dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
wtemp ,i =
S max Si
Keterangan : wtemp ,i = Bobot sementara untuk parameter i
S max
= Rata-rata signifikansi tertinggi
Si
= Rata-rata signifikansi parameter i
Hasil bobot sementara yang dihasilkan dinormalisasi agar jumlah dari semua parameter bernilai 1. Rumus yang digunakan adalah: w final ,i =
wtemp ,i n
∑w i =1
Keterangan
:
temp ,i
w final ,i = Bobot akhir untuk parameter i
3
4
5
Keterangan Skala Pembobotan: Skala 1 : Sangat penting sekali Skala 2 : Sangat penting Skala 3 : Penting Skala 4 : Kurang penting Skala 5 : Tidak penting
Bobot sementara dihitung dengan membagi rata-rata nilai signifikan tertinggi dengan rata-rata nilai signifikansi setiap parameter. Bobot akhir dihitung dengan cara setiap parameter dibagi dengan jumlah nilai total bobot sementara. Kurva sub indeks digunakan untuk transformasi unit atau kadar kualitas air yang berbeda dalam bentuk nilai skor yang sama dengan rentang 0-100. Penyusunan kurva sub indeks dilakukan dengan cara meminta kepada masing-masing panelis untuk membuat suatu kurva penilaian untuk setiap parameter dengan sumbu ordinat dicantumkan nilai indeks skala 0-100 dan sumbu absis dicantumkan nilai atau kadar suatu parameter. Kurva yang dibuat oleh panelis menggambarkan indeks dengan nilai parameter tertentu. Dari kurva yang didapat, dilakukan pengolahan data untuk memperoleh kurva sub indeks dari setiap parameter. Kurva sub indeks pada prinsipnya adalah rata-rata aritmatika dari semua kurva yang telah dibuat oleh panelis. Apabila diperlukan, kurva ini dapat diregresi dengan persamaan kurva tertentu, sehingga nilai indeks dapat dihitung 73
Ecolab Vol. 10 No. 2 Juli 2016 : 47 - 102
sebagai fungsi dari suatu nilai parameter tertentu. Kurva tersebut dapat diregresi dengan menggunakan regresi yang sesuai dengan bentuk kurva rata-rata. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengambilan data dan survei untuk penyusunan IKA dilakukan melalui wawancara langsung dan pengiriman kuesioner kepada 150 panelis dari berbagai lembaga yang meliputi laboratorium lingkungan, Badan Lingkungan Hidup, Pusat Studi Lingkungan Hidup atau dosen pada perguruan tinggi, serta para pakar atau pemerhati lingkungan hidup. Jumlah panelis yang memberikan respon sebanyak 98 dengan persentase seperti gambar 1: Berdasarkan hasil pengolahan data terhadap bobot parameter, maka diperoleh hasil bahwa parameter oksigen terlarut (Dissolved Oxygen/ DO) memiliki nilai tertinggi yaitu 0,14 jika dibandingkan dengan parameter lainnya. Hal
ini karena panelis yakin bahwa DO merupakan parameter penting dalam kehidupan organisme air. Sebaliknya, parameter padatan terlarut total (Total Dissolved Solid/ TDS) memiliki nilai pembobotan terkecil, yaitu 0,07 karena TDS hanya menunjukkan jumlah kation dan anion namun tidak menunjukkan tingkat bahaya pencemar terhadap kualitas air (tabel 2). Dari hasil penyusunan kurva sub indeks diperoleh hubungan kadar masing-masing parameter dengan nilai sub indeks kualitas air dengan rentang 0-100 (Gambar 2). Kurva nilai sub indeks kualitas masing-masing parameter yang terbentuk digunakan sebagai acuan untuk mendapatkan nilai sub indeks kualitas air dengan cara ekstrapolasi ketika kadar parameter pemantauan kualitas air telah dilakukan berdasarkan hasil pengujian di laboratorium.
Gambar 1: Persentase panelis yang mengisi kuesioner IKA
74
Dewi R., Anwar H... .: Penentuan Parameter dan Kurva Sub Indeks dalam Penyusunan Indeks Kualitas Air
Tabel 2. Pembobotan parameter kualitas air NO
PARAMETER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
DO pH COD Fecal coliform BOD NH3-N TSS T-P NO3-N TDS
TOTAL
RATA-RATA SKALA PRIORITAS
BOBOT SEMENTARA
BOBOT AKHIR
1.27 1.48 1.56 1.61 1.63 1.96 1.97 2.21 2.22 2.42
1.00 0.86 0.82 0.79 0.78 0.65 0.65 0.57 0.57 0.53
0.14 0.12 0.11 0.11 0.11 0.09 0.09 0.08 0.08 0.07
7.21
1.00
75
Ecolab Vol. 10 No. 2 Juli 2016 : 47 - 102
Gambar 2: Kurva sub indeks parameter kualitas air
Selain ekstrapolasi, cara lain untuk mendapatkan nilai sub indeks kualitas air adalah menggunakan persamaan regresi berdasarkan kurva yang terbentuk, sebagaimana Tabel 3. Bila kadar parameter
76
kualitas air telah diperoleh berdasarkan hasil pengujian di laboratorium, maka dengan menggunakan persamaan matematika terkait akan diperoleh sub indeks kualitas air.
Dewi R., Anwar H... .: Penentuan Parameter dan Kurva Sub Indeks dalam Penyusunan Indeks Kualitas Air
Tabel 3: Persamaan Regresi Kurva Nilai Sub-indek Kualitas Air Tiap Parameter No
Persamaan regresi kurva nilai sub-indek kualitas air
Parameter
1
DO
2
pH
3
COD
4
BOD5
5
Fecal Coliforms
Persamaan regresi
Koefisien determinasi
Y1 = -0.3525x3 + 3.5267x2 + 5.7687x Y2 = -5.1069x2 + 76.185x - 191.22 Y1 = -0.5101x3 + 7.4939x2 - 14.887x + 10.573 Y2 = 1.4372x3 - 40.947x2 + 361.49x - 919.47 Y1 = -2E-05x3 + 0.0077x2 - 1.3838x + 101.52 Y2 = 0.0027x2 - 0.9787x + 93.957 Y1 = 0.6516x3 - 5.5904x2 + 4.1489x + 100 Y2 = 0.0385x2 - 3.3452x + 78.825
R² = 0.9995 R² = 1 R² = 0.9978 R² = 0.9981 R² = 0.996 R² = 1 R² = 1 R² = 0.999
Y2 = -0.1377x + 89.23 Y3 = -0.0329x + 78.746
R² = 1
Y5 = -0.004x + 53.79 Y6 = -0.0022x + 44.5 Y7 = -0.0002x + 25.015
R² = 1 R² = 1 R² = 1
Y1 = -1.2147x + 100
R² = 1
R² = 1
Y4 = -0.0251x + 74.838
R² = 1
Y8 = -0.0001x + 18.721
R² = 1
Y9 = -5E-06x + 8.4622
R² = 1
Y1 = -3E-07x3 + 0.0004x2 - 0.2766x + 100.64 Y2 = -0.1426x + 84.945
R² = 0.9992 R² = 0.9943
Y = -1218x5 + 3365.9x4 - 3110.5x3 + 1042.1x2 - 176.82x + 100
R² = 0.9987
6
TSS
7
NH3-N
8
NO3-N
Y = 3E-07x4 - 0.0001x3 + 0.0204x2 - 2.2971x + 100
R² = 0.9994
9
T-Pospat
Y = -0.142x + 2.6418x - 23.819x + 100
R² = 0.9968
10
TDS
Y = 8E-10x3 - 4E-06x2 - 0.0192x + 100
R² = 0.9994
3
2
Indeks kualitas air dapat dihitung bila kadar parameter pemantauan kualitas air khususnya DO, pH, COD, Fecal coliform, BOD5, NH3-N, TSS, T-Phospat, NO3-N dan TDS dimasukkan ke dalam persamaan regresi dan dikalikan dengan faktor pembobot untuk masing-masing parameter terkait. Total indeks kualitas air yang diperoleh dapat diklasifikasikan berdasarkan rentang sesuai National Sanitation Foundation (NSF) yaitu rentang skor 91-100 klasifikasi sangat baik, rentang 71-90 klasifikasi baik, rentang 51-70 klasifikasi sedang, rentang 26-50 klasifikasi buruk dan rentang 0-25 klasifikasi sangat buruk. Tabel 4 memberikan contoh perhitungan status indeks kualitas
air untuk Kriteria Mutu Air (KMA) kelas I berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (PP 82/2001) (14). Sehubungan dengan hasil perhitungan indeks kualitas air diperoleh nilai 83,80, maka kualitas air dikategorikan baik berdasarkan klasifikasi NSF. Bila kriteria mutu air kelas I berdasarkan PP 82/2001 memberikan nilai kualitas air “BAIK” bukan “SANGAT BAIK”, maka klasifikasi berdasarkan NSF perlu dipertimbangkan untuk penerapannya di Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut, penyesuaian rentang 77
Ecolab Vol. 10 No. 2 Juli 2016 : 47 - 102
Tabel 4: Perhitungan IKA menggunakan nilai parameter dalam KMA kelas I PP 82/2001 Parameter
Nilai parameter kualitas air KMA kelas I PP82/2001
Satuan
Nilai Subindek
Faktor Pembobot
Sub Total
DO
6
mg/L
85.43
0.14
11.66
pH
7
-
97.52
0.12
11.52
COD
10
mg/L
87.66
0.11
9.84
Fecal coliform
100
MPN/100 mL
75.46
0.11
8.29
BOD5
2
mg/L
91.15
0.11
9.82
NH3-N
0.5
mg/L
55.61
0.09
5.05
TSS
50
mg/L
87.33
0.09
7.88
T-Pospat
0.2
mg/L
95.34
0.08
7.67
NO3-N
10
mg/L
78.97
0.08
6.33
1000
mg/L
0.07
5.72 83.80
=
83.80
Klasifikasi Kualitas Air =
BAIK
TDS
78 TOTAL =
1.00
Indek Kualitas Air
klarifikasi perlu didiskusikan lebih lanjut dengan para pakar kualitas air untuk penyesuaiannya. SIMPULAN Parameter yang dihasilkan untuk penyusunan IKA yaitu pH, DO, BOD, COD, TDS, TSS, NH3, NO3, TP dan Fecal coli. Pemilihan dan pembobotan parameter serta penentuan kurva sub indeks dalam penyusunan IKA dapat mengacu pada metode yang dilakukan oleh NSF-WQI, namun klasifikasi hasil yang dikeluarkan oleh NSF-WQI tidak bisa langsung digunakan untuk hasil rumusan IKA yang telah tersusun. Perlu dilakukan verifikasi dalam penetapan klasifikasi hasil dengan menggunakan data primer yang valid serta konsesus para pakar air. Rumusan IKA dapat dikembangkan lebih spesifik berdasarkan karakteristik masing-masing wilayah. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada para narasumber, panelis yang terlibat baik dari perguruan tinggi, instansi lingkungan 78
hidup pusat, provinsi dan kabupaten/kota, laboratorium pemerintah atau swasta dan peneliti, konsultan serta berbagai pihak yang telah berpartisipasi dan mendukung terlaksananya kajian ini. DAFTAR PUSTAKA (1) Abbasi, T., & Abbasi. (2012). Water quality Indices’ Approach to WQI Formulation. (2) Yogendraa, K., & Puttaiah, ET., (2008).Determination of water quality Index and Sustability of an Urban waterbody in Shimoga Town, Karnataka. Proceedings of Taal2007: The 12” World lake Conference:342-346 (3) Semiromi, F., Babaei, A. H., Hassani, A., Torabian, A. R., Karbassi & Lotfi, F.H. (2011). ‘Evolution of a New Surface Water Quality Index for Karoon Catchment in Iran’, Water Science & Technology, 64 (12), 24832491 (4) Juand DG, Luis F Carvajal, Francisco MT (2012). Water Quality Index based on Fuzzy logic Applied to the
Dewi R., Anwar H... .: Penentuan Parameter dan Kurva Sub Indeks dalam Penyusunan Indeks Kualitas Air
Aburra River basin in the Jurisdiction of the metropolitan Area. 2011. Nro 171,pp 50-58. Medellin.ISSN 00127353. (5) Semiromi, F., Babaei, A. H., Hassani, A., Torabian, A. R., Karbassi & Lotfi, F.H.(2011). ‘Water Quality Index Development Using Fuzzy Logic: A case study of the Karoon River of Iran. African Journal of Biotechnology Vol 10(50) (6) Water quality Index protocol. The PathFinder Science network. Diakses dari: http://www.pathfindersscience. net/stream/cproto4.cfm (7) Srivastava, G. , Kumar, P., (2013). Water Quality Index with Missing Parameters. International Journal of research in Engineering and Technology. Volume 02 Issue :4. ISSN 2319-1163 . (8) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2014). Indeks Kualits Lingkungan Hidup 2013. Jakarta. (9) Shweta,T et al. (2013). Water Quality Assessment in Terms of Water Quality Index. American Journal of Water Resources 1.3
(10) Poonam, T., et al. (2015). Water Quality Indices-Important Tools for Water Quality Assessment: A Review. International Journal of Advances in chemistry (11) National Sanitation Foundation Water quality index. http:/bcn.boulder. co.us/basin/watershed/wqi_nsf.html. diakses 2 Oktober 2013 (12) Goverment of Newfoundland dan Labrador, Dept of Environment and Concervation. Calculation of Drinking Water Quality Index. (13) Vaheedunnisha, & Shukla, S.K., (2013). Water quality Assesment of RoopSagarPond of Satna using NSF-WQI. International Journal of Innovative research in Science, engineering and technology. Vol 2 ISSN 2319-8753. (14) Kementerian Negara Lingkungan Hidup. (2001). Peraturan Pemerintah no 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, Jakarta.
79
Ecolab Vol. 10 No. 2 Juli 2016 : 47 - 102
KARAKTERISTIK AIR LIMBAH RUMAH TANGGA (grey water) PADA SALAH SATU PERUMAHAN MENENGAH KEATAS YANG BERADA DI TANGERANG SELATAN CHARACTERISTIC OF DOMESTIC WASTE WATER (grey water) IN ONE OF MID LEVEL RESIDENTIAL AREA IN SOUTH TANGERANG Alfrida E. Suoth1, Ernawita Nazir1 (Diterima tanggal 19-10-2016; Disetujui tanggal 28-11-2016)
ABSTRAK Air limbah rumah tangga atau grey water (GW) adalah air yang berasal dari kegiatan rumah tangga seperti dapur, mandi, cucian, dan bersih rumah/pel namun tidak termasuk yang berasal dari WC (water closet) . GW mengandung bahan kimia yang di gunakan dalam aktifitas rumah tangga dan harus diolah agar tidak mencemari dan tidak membahayakan kesehatan dan lingkungan. Sebelum dilakukan pengelolaan, perlu diketahui karakteristik air limbah tersebut, agar tindakan pengelolaannya tepat sasaran. Pada penelitian ini telah dilakukan pengambilan contoh uji air limbah rumah tangga di 10 rumah berada di Perumahan Batan Indah, Kelurahan Kademangan, Kota Tangerang Selatan yang merupakan perumahan kelas menengah ke atas. Parameter yang diuji adalah pH, Suhu, DHL, TSS, BOD, COD, minyak lemak dan deterjen. Hasil pengujian contoh grey water di 10 rumah menunjukkan kisaran nilai untuk parameter pH 6,2 - 8,5; BOD 121 - 151 mg/L; TSS 121-127 mg/L; COD 79 – 700 mg/L dan minyak lemak 6 - 95 .mg/L. Hasil analisis grey water bila di bandingkan dengan peraturan Kementerian Lingkungan Hidup No 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik pada beberapa rumah melebihi baku mutu.. Untuk parameter detergen belum diatur dalam baku mutu limbah domestik, selanjutnya di bandingkan dengan as III yang merupakan syarat baku mutu air permukaan.. Konsentrasi detergen berkisar antara 8,8 – 34 mg/L, nilai tersebut 40 – 170 kali lebih tinggi dari yang diperbolehkan di perairan yaitu 0,2 mg/L. Dibutuhkan pengelolaan GW agar tidak semakin mencemari perairan yang ada di sekitarnya. Kata kunci: Air limbah domestik, Grey water, Perumahan menengah keatas, Tangerang Selatan, parameter BOD, COD
ABSTRACT Domestic wastewater or greywater (GW) is all wastewater originated from households or office buildings activities such as kitchen sink, bathroom, and laundry exclude the discharge of toilet. The wastewater contain chemicals that must be treated to avoid environment pollution which affects the environmental health. Before the treatment, the characterization of wastewater should be determined in order to attain the proper action. This study was conducted to analyze the characteristics of domestic wastewater in 10 houses in the Batan Indah area, South Tangerang. The tested parameters were pH, temperature, DHL, TSS, BOD, COD, oil & grease, and detergents. The test results of 13 GW samples from 10 houses showed the range of values for the each parameter are pH : 6.2 to 8.5; BOD : 121-151 mg / L; TSS : 121-127 mg /L; COD : 79-700 mg / L and fatty oils : 6-95 mg / L. The results of GW analysis were compared to the Environmental Ministry Decree No. 112 of 2003 concerning Domestic Wastewater Quality Standard, and found some exceeded results. The parameter of detergent has not been set in the wastewater domestic quality standards, so it was correlated to the water quality class III of PP 82/2001. Detergent concentration ranged from 8.8 to 34 mg / L, the value was 40-170 times higher than allowed in the waters is 0.2 mg / L. Therefore, GW treatment is required to protect the environment from further pollution. Keywords: Domestic waste water, Grey water, Perumahan menengah keatas, Tangerang Selatan, BOD COD parameter
1)
Puslitbang Kualitas dan Laboratorium Lingkungan, KLHK, Serpong, Fungsional Pedal
80
Alfrida E. Suoth dan Ernawita Nazir: Karakteristik Air Limbah Rumah Tangga...
PENDAHULUAN Masalah air limbah di Indonesia saat ini masih menjadi masalah yang serius. Air limbah bisa berasal buangan rumah tangga, industri maupun tempat– tempat umum lain yang mengandung bahan – bahan yang dapat membahayakan kehidupan manusia maupun makhluk hidup yang dapat mengganggu kelestarian lingkungan. Grey water (GW) adalah air limbah yang berasal dari kegiatan rumah tangga namun tidak termasuk yang berasal dari toilet. Grey water dinilai sebagai air limbah yang kadar pencemarnya ringan (light) dibandingkan dengan air limbah yang berasal dari kegiatan industri (1). Selain GW, rumah tangga juga menghasilkan limbah kotoran manusia, yang dikenal dengan blackwater . Bahan organik, anorganik, maupun gas yang terkandung di dalam limbah cair rumah tangga dapat mencemari lingkungan serta menyebabkan berbagai penyakit. Selain itu, sebagian bahan tersebut diurai oleh mikroorganisme menjadi suatu senyawa yang dapat menimbulkan bau tidak sedap. Air limbah terdiri dari 99.7% air dan 0.3% bahan lain, seperti bahan padat, koloid dan terlarut. Bahan lain tersebut terbagi atas bahan organik dan anorganik (2).Beberapa ahli sanitasi menambahkan satu kategori lagi untuk limbah tetesan AC dan kulkas sebagai clearwater. Dalam kehidupan seharihari, clearwater umumnya tidak berjumlah banyak, terutama dari kulkas, sehingga sulit diolah untuk dimanfaatkan kembali. Tetesan AC jumlahnya sedikit lebih banyak dan bila ditampung dalam wadah dapat langsung digunakan untuk keperluan bersih-bersih, misalnya cuci piring atau pakaian. Umumnya, orang membuang limbah greywater
langsung ke selokan yang ada di depan rumah, tanpa diolah terlebih dahulu. Akibatnya, sungai yang menjadi tempat bermuaranya selokan berpotensi tercemar; warnanya menjadi coklat dan mengeluarkan bau busuk. Selain bisa menyebabkan ikan-ikan mati, zatzat polutan yang terkandung di dalam limbah juga bisa menjadi sumber penyakit, seperti kolera, disentri, dan berbagai penyakit lain. Sejalan dengan pertambahan penduduk maka kebutuhan akan perumahan juga semakin meningkat. Daerah Tangerang Selatan adalah sebuah kota yang baru terbentuk dan berada di bawah pemerintahan provinsi Banten. Kota Tangerang Selatan menjadi salah satu daerah tujuan pengembang memperluas jaringan bisnis perumahannya dikarenakan berada di sekitar Jabodetabek. Perumahan yang semakin banyak memberi dampak juga terhadap kegiatan yang dilakukan dan air limbah rumahtangga yang di hasilkan dari kegiatan tsb. Perumahan Batan Indah yang menjadi lokasi penelitan berada di Kelurahan Kademangan Kota tangerang Selatan. Perumahan Batan Indah adalah perumahan kelas menengah keatas, luas tanah minimal 150 m2 dengan penghuni yang sebagian besar adalah PNS. Dikelompokkan dalam kriteria menengah keatas berdasarkan luas tanah yang minimal 150 m2. Air limbah yang dihasilkan dari perumahan ini dialirkan ke sungai kecil Cirompang yang berlokasi di belakang perumahan, selanjutnya air limbah dialirkan ke sungai Cisadane. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui karakteristik dari grey water yang dihasilkan oleh salah satu perumahan menengah keatas yang berada di Tangerang Selatan. Diharapkan setelah di ketahui karakteristik grey water 81
Ecolab Vol. 10 No. 2 Juli 2016 : 47 - 102
di perumahan, dapat dilakukan tindakan pengelolaannya sehingga grey water dapat dioleh dan di gunakan kembali (reuse). METODOLOGI a. Pengambilan Contoh Uji Pengambilan contoh uji air limbah rumah tangga/grey water (GW) sesuai SNI. 6989. 59.2008 dengan metode komposit waktu.
Titik sampling dilakukan pada outlet aliran air limbah rumah tangga sebelum masuk ke drainase. Ada 10 rumah sebagai titik sampling yaitu10 rumah yang disampling sekali (8.6, 7.9, 7.6, 9.9, 9.3, 9.5, 6.3, 5.2, 4.2, 2.1) dan 3 rumah yang diambil 2 kali yaitu titik 4.2b, 6.3b, 9.9b Outlet dari 10 rumah merupakan lokasi titik sampling yang dialiri air limbah yang berasal dari kegiatan rumah tangga (GW).
Tabel 1. Daftar parameter, volume sampel, jenis wadah dan pengawet yang digunakan (3) Parameter
Jenis wadah
Volume
Pengawet
Total Suspended Solid, TSS
Polietilen (PE)
1000 mL
dinginkan
Biochemical Oxygen Demand, BOD5
Polietilen (PE)
500 mL
dinginkan
Chemical Oxygen Demand, COD
Polietilen (PE)
250 mL
H2SO4 sampai pH <2
Minyak dan Lemak
Glass
1000 mL
H2SO4 sampai pH <2
Detergen, MBAS
Polietilen (PE)
1000 mL
dinginkan
Parameter pH, temperatur, daya hantar listrik (DHL), total dissolved solid (TDS) diukur langsung di lapangan.
Gambar 3. Foto lokasi sampling grey water di perumahan Batan Indah
82
Alfrida E. Suoth dan Ernawita Nazir: Karakteristik Air Limbah Rumah Tangga...
Tabel 3. Acuan Metode Analisis Air Limbah rumah tangga Parameter
Metode
pH
SNI 06-6989-11-2004
Temperatur, suhu DayaHantarListrik, DHL Total padatan terlarut, TDS
SNI 06-6989-1-2004
SNI 06-6989.27-2005
Biochemical Oxygen Demand, BOD5
JIS K 0102.21-2008
Chemical Oxygen Demand, COD
SNI 6989.2-2009
Total Dissolved Solid (TDS)
IK.01/A/LPDL (elektrometri)
Minyak dan Lemak Detergen, MBAS
SNI 6989.10-2011 SNI 6989.51-2005
APHA 2550-2012
b) Analisis Contoh Uji
penggunaan maupun batasan konsentrasi yang di perbolehkan untuk grey water. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu (BM) Air Limbah Domestik yang di sebutkan pada pasal 1 ayat 1 yaitu bahwa air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari usaha dan atau kegiatan pemukiman (real estate), rumah makan (restauran), perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama (4)
Analisis air limbah yang berasal dari kegiatan rumah tangga di lakukan di laboratorium Puslitbang Kualitas dan Laboratorium Lingkungan (P3KLL) sesuai dengan metode yang di sajikan pada Tabel 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Contoh uji air limbah yang diambil berasal dari kegiatan mandi, cuci, masak/dapur, bersih-bersih rumah (grey water). Saat ini belum ada bakumutu yang mengatur
Tabel 4. Hasil analisa air air limbah rumah tangga (grey water) di salah satu perumahan menengah yang ada di Tangerang Selatan Kode sampel
pH
Suhu
DHL
TSS
8.6
8,5
29
222
50
7.9
7,1
28
252
121
7.6
6,6
31
386
125
9.9
7,2
28
152
9.3
6,9
28
191
9.5
6,5
27
6.3
7,2
28
5.2
6,3
4.2
6,2
BOD5
Minyak Lemak
COD
TDS
23
84
107
11
205
435
123
59
238
700
186
66
122
47
103
73
26
127
121
283
91
36
394
151
161
367
190
47
307
80
290
529
148
95
28
746
43
99
207
363
36
28
209
19
129
259
100
19
2.1
7,1
28
160
19
35
79
77
28
9.9 b
6,4
26
256
99
123
614
122
41
6.3 b
6,7
26
276
33
66
123
128
15
4.2 b
8,2
26
549
14
86
167
269
6
83
Ecolab Vol. 10 No. 2 Juli 2016 : 47 - 102
Gambar 4. Grafik pH dalam air limbah
Nilai pH pada contoh uji yang diambil masih berada pada range BM yang di persyaratkan yaitu 6 – 9. Pada dasarnya pH juga berkaitan erat dengan karbondioksida dan alkalinitas. Pada pH < 5, alkalinitas dapat mencapai 0. Semakin tinggi pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah karbondioksida bebas. Larutan yang bersifat asam (pH rendah) bersifat korosif (5). Biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7–8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah. Toksisitas logam memperlihatkan peningkatan pada pH rendah.
Nilai DHL dalam contoh air limbah yang dianalisa berada pada range 152-749 µS/cm. Konduktivitas (Daya Hantar Listrik/DHL) adalah gambaran numeric dari kemampuan air untuk meneruskan aliran listrik. Oleh karena itu, semakin banyak garam-garam terlarut yang dapat terionisasi, semakin tinggi pula nilai DHL. Reaktivitas, bilangan valensi, dan konsentrasi ion-ion terlarut sangat berpengaruh terhadap nilai DHL. Konduktifitas air tergantung dari konsentrasi ion dan suhu air. Oleh karena itu kenaikan padatan terlarut akan mempengaruhi garam-garam terlarut misalnya natrium, magnesium, klorida, sulfat dan lainlain dapat menaikkan Konduktifitas(4). Asam,
Gambar 5. Grafik DHL, TDS dan TSS dalam air limbah rumah tangga
84
Alfrida E. Suoth dan Ernawita Nazir: Karakteristik Air Limbah Rumah Tangga...
basa dan garam merupakan penghantar listrik (konduktor) yang baik, sedangkan bahan organik misalnya sukrosa dan benzena yang tidak dapat mengalami disosiasi, merupakan penghantar listrik yang jelek. Konduktivitas dinyatakan dengan dengan satuan µmhos/cm atau µSiemens/cm. Perairan alami sekitar 20 – 1500 µmhos/cm (3). Nilai TDS dapat diperkirakan dengan bilangan 0,55 – 0,75. Nilai TDS biasanya lebih kecil dari pada nilai DHL. Pada penentuan nilai TDS, bahan-bahan yang mudah menguap (volalite) tidak terukur karena melibatkan proses pemanasan. Konsentrasi TSS pada umumnya di bawah BM kecuali di titik 7.9; 7.6; 9.9; 9.3 dan 9.5. yang nilainya berkisar 121 – 127 mg/L lebih tinggi dari BM dipersyaratkan 100 mg/L. Padatan tersuspensi total (total suspened solid atau TSS) adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter > 1µm) yang bertahan pada saringan milipore dengan diameter pori 0,45 µm. TSS terdiri pada lingkungan berasal dari lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik,yang terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa kebadan air. Dalam limbah rumah tangga TSS yang tinggi bisa berasal dari berbagai aktifitas seperti
cuci, mandi dan bersih-bersih rumah. TSS, dapat meningkatkan nilai kekeruhan yang selanjutnya akan menghambat penetrasi cahaya matahari ke kolom air dan akhirnya berpengaruh terhadap proses fotosintesis di perairan. Padatan terlarut total (Total Dissolved Solid atau TDS) adalah bahan-bahan terlarut (diameter < 10-6 mm ) dan koloid (diameter 10-6 mm – 10-3 mm) yang berupa senyawasenyawa kimia dan bahan-bahan lain ,yang tidak tersaring pada kertas saring berdiameter 0,45 µm. TDS bisa berasal dari penggunaan bahan-bahan yang mengandung kation dan anion yang digunakan dalam kegiatan rumah tangga (4). Konsentrasi minyak dan lemak di semua titik secara umum melebihi BM yang dipersyaratkan (10 mg/L) kecuali di titik 4.2b di temukan 6 mg/L. Konsentasi minyak dan lemak di titik sampling yang lainnya berkisar 11 – 95 mg/L. Konsentrasi ini cukup tinggi terutama di beberapa titik, hal ini menunjukkan pemakaian minyak yang tinggi terutama dalam kegiatan yang berasal dari dapur. Minyak dan lemak yang masuk ke perairan dapat menyebar dan membentuk lapisan tipis yang terdapat
Gambar 6. Grafik konsentrasi minyak dan lemak dalam air limbah
85
Ecolab Vol. 10 No. 2 Juli 2016 : 47 - 102
di permukaan, emulsi dan fraksi terserap. Di perairan interaksi bentuk minyak sangat kompleks di pengaruhi oleh nilai specific grafity, titik didih, tekanan permukaan, viskositas, kelarutan dan penyerapan. Kadar minyak mineral dan produk produk petroleum yang diperkenankan terdapat dalam air minum berkisar antara 0,01 – 0,1 mgL. Menurut UNESCO/WHO/UNEP 1992, kadar yang melebihi 0,3 mg/L bersifat toksik terhadap beberapa jenis ikan tawar (5). Biochemical Oxygen Demand (BOD) menunjukkan jumlah bahan organik yang ada di dalam air yang dapat di degradasi secara biologis. Pada hasil analisa di temukan ada 6 titik dengan nilai BOD diatas BM yaitu dititik 7.9; 7.6; 9.3; 6.3; 4.2 dan 9.9b. Konsentrasi yang melebihi berkisar 121-151 mg/L. Air dengan nilai BOD tinggi menunjukkan jumlah pencemar yang tinggi terutama pencemar yang disebabkan oleh bahan organik. COD atau Chemical Oxygen Demand, memberikan informasi tentang jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi senyawa organik. COD merupakan salah satu parameter indikator pencemaran di dalam air yang di sebabkan oleh limbah organik. Keberadaannya di dalam lingkungan sangat ditentukan oleh
limbah organik baik yang berasal dari limbah rumah tangga maupun industri. Konsentrasi COD yang tinggi menyebabkan kandungan oksigen terlarut di dalam air menjadi rendah bahkan habis. Akibatnya oksigen sebagai sumber kehidupan bagi makhluk air (hewan dan tumbuh-tumbuhan) tidak dapat terpenuhi sehingga dapat mengakibatkan kematian makhluk air. Konsentrasi COD dalam air limbah di temukan berkisar 79 – 700 mg/L, dalam BM air limbah domestik belum mengatur kandungan COD yang diperbolehkan. Hasil analisa air limbah menunjukkan konsentrasi detergen berada pada range 8,8 – 34 mg/L. Pemakaian detergen dalam kegiatan rumah tangga tidak terlepas dari detergen yang digunakan untuk mencuci pakaian dan peralatan dapur. Umumnya detergen yang berada di pasaran adalah detergen yang mengandung fosfat dan sulit terurai di lingkungan. Saat ini beberapa produsen sabun telah membuat produk yang hanya mengandung sedikit zat kimia bahkan mampu menyuburkan tanah saat larut di dalam air dan bersifat ramah terhadap lingkungan karena dengan mudah dapat terurai oleh mikroorganisme.
Gambar 7. Grafik BOD dan COD dalam air limbah
86
Alfrida E. Suoth dan Ernawita Nazir: Karakteristik Air Limbah Rumah Tangga...
Gambar 8. Grafik MBAS dalam air limbah
Dalam BM, detergen belum di persyaratkan, namun kita akan mencoba membandingkannya dengan PP 82 tahun 2001 kriteria mutu air kelas III tentang Pengelolaan Kualitas dan Pengendalian Pencemaran Air (KMA) mensyaratkan konsentrasi detergen 200 µg/L. Bila dibandingkan dengan kriteria mutu air yang diperbolehkan berada di perairan maka konsentrasi detergen dalam air limbah rumah tangga yang diukur dapat mencapai 40 – 170 kali lebih tinggi dari yang diperbolehkan di perairan. SIMPULAN Hasil analisa grey water menunjukkan kisaran nilai untuk parameter pH 6,2 - 8,5; BOD 121 - 151 mg/L; TSS 121-127 mg/L; COD 79 – 700 mg/L dan minyak lemak 6 - 95 .mg/L. Hasil analisis grey water bila di bandingkan dengan peraturan Kementerian Lingkungan Hidup No 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik menunjukkan di beberapa titik (7.9, 7.6, 9.3, 6.3) mempunyai kandungan BOD, TSS dan Minyak lemak yang berada dia atas baku mutu. Parameter detergen (MBAS) konsentrasinya berkisar
8,8 – 34 mg/L, nilai ini 40 – 170 kali lebih tinggi dari yang diperbolehkan di badan air seperti yang diatur dalam KMA. Konsentrasi beberapa parameter dalam air limbah di buang langsung kesaluran drainase butuh pengolahan agar tidak lebih berat membebani sungai sebagai badan penerima. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada ketua RW 06 Perumahan Batan Indah, Ketua RT 1– 21 pada RW 06, Kelurahan Kademangan Tangerang Selatan. Seluruh tim kuesioner dan tim sampling RPPI-12 tahun 2015 serta seluruh teman-teman di P3KLL yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung, kegiatan ini bisa berjalan dengan baik karena peran serta kalian semua, Terimakasih. DAFTAR PUSTAKA (1) http://www.otakku.com/2010/06/16 /greywater-systems-menggunakankembali-air-bekas-cucian=ataumandi/#sthash.vS7OxIN1.dpuf, di unduh tanggal 16 Agustus 2016 87
Ecolab Vol. 10 No. 2 Juli 2016 : 47 - 102
(2) Cordova, M R, Kajian Air Limbah Domestik Di perumnas Bantar Kemang, Kota Bogor dan pengaruhnya pada Sungai Ciliwung.
(11) KLH, Peraturan Pemerintah nomor 82 tentang Pengelolaan Kualitas dan Pengendalian Pencemaran Air, Jakarta 2001
(3) APHA, AWW, WEF, Standard Methods for the examinations of water and wastewater, 2012, 22th edition
(12) Said NI, daur ulang air limbah (water recycle) di tinjau dari aspek teknologi, lingkungan dan ekonomi, Jurnal Air Indonesia. 2012;2(2)
(4) KLH, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 112 tentang bakumutu air limbah domestik, Jakarta 2003 (5) Herlambang, A, pencemaran Air dan Strategi Penanggulangannya, BPPT, JAI Vol 2, No 1 tahun 2006 (6) http://www.ubaya.ac.id/2014/content/ news_detail/1086/Teknologi-TepatGuna-Solusi-Water-Treatment-DiUTC.html, di unduh tanggal 15 Oktober 2016 (7) h t t p : / / w w w . a i r l i m b a h . com/2011/06/%E2%80%9Cwarnawarni%E2%80%9D-air-limbahdomestik/di unduh tanggal 16 Oktober 2016 (8) Sari, R N, Sunarto dan Wiryanto Analisis komparasi kualitas air limbah domestik berdasarkan parameter biologi dan fisika di IAL Semanggi dan IPAL Mojosongo, Jurnal Ekosains, Vol VII, No. 2, Juli 2015 (9) Hindarko, Yoshita K A, dkk, h t t p : / / r e p o s i t o r y. i p b . a c . i d / handle/123456789/27859, di unduh pada 15 Oktober 2016 (10) KLHK, Rencana Strategis Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2015-2019, Jakarta 2014
88
(13) Mulyana Y, Purmaini R, Sitorus B, Pengolahan Limbah Cair Domestik Untuk Penggunaan Ulang (Water Reuse), Journal of water Resource and Protection, 2014, (6) 1259-1267. (14) Rochyatun E, Kaisupy MT dan Rozak A, Distribusi logam berat dalam air dan sedimen di perairan muara Cisadane, Kelompok Penelitian Pencemaran Laut, Bidang Dinamika Laut, Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia,, Makara, Sains, VOL. 10, NO. 1, (15) A q i l M , M o d e l P e n g e l o l a a n Sumberdaya Air di Jepang, Researcher at National Research Institute for Cereals, Indonesia, Majalah inovasi ISSN 0917-8376, volume4/XVII/ agustus 2005, April 2006: 35-40 (16) Susana T, Tingkat keasaman (pH) dan oksigen terlarut sebagai indikator kualitas perairan sekitar muara sungai Cisadane, Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol. 5, No. 2, Desember 2009, pp. 33-39 ISSN: 1829-6572
Anwar Hadi
: Uji Profisiensi Emisi Gas Menggunakan Gas Analyzer Sesuai Prinsip-Prinsip.....
UJI PROFISIENSI EMISI GAS MENGGUNAKAN GAS ANALYZER SESUAI PRINSIP-PRINSIP ISO/IEC 17043 DAN ISO 13528 PROFICIENCY TESTING FOR GAS EMISSIONS USING GAS ANALYZER COMPLY WITH THE PRINCIPLES OF ISO/IEC 17043 AND ISO 13528 Anwar Hadi(1) (Diterima tanggal 12-07-2016; Disetujui tanggal 14-10-2016)
ABSTRAK Uji profisiensi merupakan salah satu cara untuk mengetahui unjuk kerja laboratorium dengan cara uji banding antar laboratorium. Program uji profisiensi gas emisi dengan menggunakan gas analyzer bertujuan untuk evaluasi kinerja laboratorium terkait pengukuran gas emisi dan memantau kinerja laboratorium secara berkelanjutan. Penyelengaraan program uji profisiensi gas analyzer harus mengikuti kaidah-kaidah ISO/IEC 17043 yang meliputi antara lain, kesediaan laboratorium peserta uji profisiensi, penentuan kadar certified mixtures gas, pelaksanaan uji profisiensi, dan evaluasi statistik berdasarkan ISO 13528. Program uji profisiensi diikuti oleh 10 laboratorium peserta yang meliputi 7 laboratorium swasta dan 3 laboratorium pemerintah. Evaluasi uji profisiensi dengan menggunakan statistika Zscore menghasilkan bahwa 10 laboratorium peserta atau 90,9% memiliki nilai bobot lebih besar atau sama dengan 80% karena memiliki nilai |Zscore| ≤ 2. Hal ini berarti bahwa 10 laboratorium peserta tersebut memuaskan untuk minimal 4 parameter gas. Dengan demikian, 10 laboratorium peserta tersebut dapat dinyatakan sukses mengikuti program uji profisiensi untuk pengukuran gas emisi menggunakan peralatan gas analyzer. Kata kunci: laboratorium pengujian, uji profisiensi, evaluasi statistika Zscore, gas analyzer, ISO/IEC 17043, dan ISO/IEC 17025.
ABSTRACT Proficiency testing is one way to find out the performance of the laboratory by means of interlaboratory comparison. Proficiency testing program for gas emissions using gas analyzer aimed at evaluating the performance of laboratory related measurement of gas emissions and to monitor laboratory performance on an ongoing basis. Implementation of the proficiency testing program must comply with ISO/IEC 17043, such as the willingness of laboratory participants, determination of assigned value of certified gas mixtures, the implementation of proficiency testing, and statistical evaluation based on ISO 13528. The proficiency testing program followed by 10 laboratory participants that consists of seven private laboratories and three government laboratories. Evaluation of the proficiency testing by using statistical Zscore produce that 10 laboratory participants or 90.9% have a value greater than or equal to 80% because it has | Zscore | ≤ 2. This means that 10 laboratory participants are satisfactory for at least 4 parameters of gas. Finally, 10 laboratory participants may otherwise successful follow the proficiency testing program for gas emissions using gas analyzer. Keywords: testing laboratory, proficiency testing, statistical evaluation Zscore, gas analyzer, ISO/IEC 17043, and ISO/IEC 17025.
PENDAHULUAN Kompetensi laboratorium pengujian gas emisi menggunakan gas analyzer dapat dibuktikan dengan penerapan metode pengujian yang tervalidasi dengan menggunakan certified
span gas yang memiliki ketertelusuran ke sistem satuan internasional dengan rantai perbandingan yang tidak terputus. Selain itu, laboratorium pengujian juga harus
Pusat Penelitian dan Pengembangan Kualitas dan Laboratorium Lingkungan, Kawasan PUSPIPTEK Gedung 210, Serpong – Tangerang Provinsi Banten, 15310, Telp. 021-7560981, email:
[email protected] 1
89
Ecolab Vol. 10 No. 2 Juli 2016 : 47 - 102
memenuhi peryaratan standar internasional yaitu the International Organization for Standardization (ISO) and the International Electrotechnical Commission (IEC) terkait persyaratan umum kompetensi laboratorium pengujian dan laboratorium kalibrasi - ISO/ IEC 17025. Butir 5.9 ISO/IEC 17025 tersebut menyatakan bahwa laboratorium harus memberikan jaminan mutu hasil pengujian melalui, antara lain partisipasi dalam uji banding antar laboratorium atau program uji profisiensi. Namun demikian, hingga saat ini belum banyak penyelenggara uji profisiensi yang kompeten. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu diselenggarakan uji profisiensi yang memenuhi prinsip-prinsip ISO/IEC 17043: 2010 “Conformity Assessment - General Requirements for Proficiency Testing” dan ISO 13528: 2005 “Statistical Methods for Use in Proficiency Testing by Interlaboratory Comparisons” [1-2]. Uji banding antar laboratorium adalah pengelolaan, unjuk kerja dan evaluasi pengujian atas bahan yang sama atau serupa oleh dua atau lebih laboratorium yang berbeda sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan terlebih dahulu. Sedangkan uji profisiensi merupakan salah satu cara untuk mengetahui unjuk kerja laboratorium pengujian dengan cara uji banding antar laboratorium. Secara umum uji banding antar laboratorium atau uji profisiensi dilakukan oleh laboratorium minimal sekali dalam setahun untuk perwakilan parameter sesuai lingkup pengujian atau kalibrasi. Program uji profisiensi gas emisi ini diselenggarakan oleh laboratorium kalibrasi yang telah terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) dengan nomor akreditasi LK-189-IDN. Sedangkan target peserta uji 90
profisiensi adalah laboratorium pengujian baik milik pemerintah maupun swasta yang rutin melakukan pemantauan gas emisi cerobong industri atau insinerator. Program uji profisiensi gas emisi, bertujuan untuk evaluasi kinerja laboratorium terkait pengukuran gas emisi dan memantau kinerja laboratorium secara berkelanjutan. Sedangkan hasil evaluasi unjuk kerja, dapat digunakan sebagai dasar untuk: a. mempertahankan status akreditasi laboratorium sesuai ISO/IEC 17025 pada saat survailen atau reakreditasi [3]; dan b. m e n i n g k a t k a n k r e d i b i l i t a s d a n profesionalisme laboratorium serta menambah kepercayaan pelanggan laboratorium. METODOLOGI Penyelenggaraan program uji profisiensi gas emisi harus mengikuti kaidah-kaidah ISO/IEC 17043 yang meliputi antara lain, kesediaan laboratorium peserta, penentuan kadar certified mixtures gas (CSG) [4-8], pelaksanaan uji profisiensi, dan evaluasi statistik berdasarkan ISO 13528. Bahan uji profisiensi merupakan campuran gas tersertifikasi (certified mixtures gas) pada kadar tertentu yang tertelusur ke sistem satuan internasional (SI), yang dalam hal ini ketertelusurannya melalui Laboratorium Fisika Nasional di Inggris (the UK - National Physical Laboratory Standards) atau NPL. NPL secara internasional diakui dan disamakan langsung ke Institut Nasional untuk sStandar dan tTeknologi (National Institute of Standard and Technology, NIST-USA) di Amerika yang membuat pengukuran dan menetapkan standar industri dan program pemerintah [9].
Anwar Hadi
: Uji Profisiensi Emisi Gas Menggunakan Gas Analyzer Sesuai Prinsip-Prinsip.....
Campuran gas tersertifikasi sebagai bahan uji profisiensi disiapkan secara komersial oleh Scientific and Technical Gases Ltd – UK. Adapun gas yang diukur dalam program uji profisiensi, sebagai berikut: Jika laboratorium peserta berpartisipasi dalam program uji profisiensi untuk 5 gas sebagaimana dalam Tabel 1, maka penyelenggara uji profisiensi menyediakan 5 tabung gas yang masing-masing berisi campuran gas tersertifikasi pada kadar tertentu yang diukur di laboratorium penyelenggara. Masing-masing laboratorium peserta uji profisiensi mempersiapkan peralatan gas analyzer yang telah dikalibrasi dan laik pakai untuk digunakan mengukur campuran gas tersertifikasi. Pengulangan pengukuran campuran gas tersertifikasi dilakukan secara duplo dengan menggunakan metode pengukuran yang rutin digunakan oleh laboratorium peserta. Peserta uji profisiensi harus melaporkan hasil simplo dan duplo serta rerata hasil pengukuran. Sehubungan dengan hal tersebut, laboratorium peserta harus melakukan verifikasi dan validasi data hasil pengukuran sebelum menyampaikan ke pihak penyelenggara uji profisiensi. Hasil uji profisiensi dilaporkan ke penyelenggara pada batas waktu yang telah ditentukan. Laboratorium peserta dapat menyertakan ketidakpastian diperluas dengan faktor cakupan k = 2 dengan tingkat
kepercayaan 95%. Perhitungan ketidakpastian dapat mengacu pada ISO/IEC 98-3 Guide to the Expression of Uncertainty in Measurement [10-12]. Evaluasi kinerja peserta didasarkan pada nilai Zscore dengan rumus: xi − X
(1) σ SDPA dimana: xi = hasil rerata laboratorium peserta ke-i X = nilai certified mixtures gas σ SDPA = simpangan baku asesmen profisiensi Z score =
Sedangkan evaluasi unjuk kerja laboratorium peserta memiliki kategori [1]: 1) |Zscore| ≤ 2 : memuaskan 2) 2 < |Zscore| <3 : peringatan 3) |Zscore| ≥ 3 : tidak memuaskan HASIL DAN PEMBAHASAN Program uji profisiensi pengukuran gas emisi dengan menggunakan peralatan gas analyzer diikuti oleh 10 laboratorium peserta yang meliputi 7 laboratorium swasta dan 3 laboratorium pemerintah. Salah satu laboratorium menggunakan 2 peralatan yang berbeda untuk berpartisipasi dalam program uji profisiensi sehingga dalam hal ini jumlah perserta adalah 11 laboratorium. Sebelum evaluasi Zscore ditetapkan, pihak
Tabel 1: Rentang Kadar Bahan Uji Profisiensi No
Parameter
1
Oksigen (O2)
2
Karbon Monoksida (CO)
3
Nitrogen Monoksida (NO)
4
Nitrogen Dioksida (NO2)
5
Sulfur Dioksida (SO2)
Satuan % Ppm Ppm Ppm Ppm
Rentang kadar 3,0 – 20,9 50 – 4.000 100 – 500 10 – 250 100 – 1.000
Ketertelusuran The UK - NPL The UK – NPL The UK – NPL The UK – NPL The UK - NPL
91
Ecolab Vol. 10 No. 2 Juli 2016 : 47 - 102
penyelenggara melakukan evaluasi teknis terhadap data ekstrem hasil laboratorium peserta yang disebabkan kesalahan mutlak, misalnya, salah satuan, salah desimal, atau data pencilan yang memenuhi kriteria diluar batas (outlier). Data diluar batas pencilan adalah suatu data yang tampak tidak konsisten dengan pengamatan lain dalam kelompok populasi tersebut [13-15]. Nilai CSG ± 3 SDPA (Tabel 2) dari gas rentang tersertifikasi ()digunakan sebagai batasan kriteria diluar batas terhadap data pencilan laboratorium peserta uji profisiensi. Bila data hasil uji profisiensi laboratorium peserta melebihi batasan nilai CSG ± 3 SDPA, maka hal ini berarti bahwa data tersebut memenuhi kriteria data ekstrem bawah atau data ekstrem atas dari data populasi yang ada. Sedangkan nilai SDPA ditentukan melalui formulasi, Horwitz value yang dirumuskan sebagai berikut [2]:
σ SDPA = 0,02c 0,8495
(2)
dimana:
σ SDPA = simpangan baku asesmen
profisiensi (standard deviation for proficiency assessment, SDPA) yang diperoleh dari model Horwitz curve.
c
= nilai fraksi berat tanpa satuan dari certified span gas (CSG) atau certified mixtures gas yang tertelusur ke the UK - National Physical Laboratory (NPL) Standards.
Semua informasi yang diberikan oleh peserta kepada penyelenggara uji profisiensi diperlakukan sebagai hal yang bersifat rahasia, karena itu laporan program uji profisiensi tidak mencantumkan identitas lengkap laboratorium peserta namun hanya berupa kode. Kode laboratorium peserta hanya diketahui oleh pihak penyelenggara dengan personil yang berwenang (authorized person) atau personil penghubung (contact person) dari laboratorium peserta. Bila dipandang perlu untuk tujuan diskusi dan kerjasama saling menguntungkan, misalnya, untuk meningkatkan unjuk kerja laboratorium peserta atau proses akreditasi sesuai ISO/IEC 17025, maka laboratorium peserta dapat melepaskan kerahasiaannya dengan menyampaikan hasil uji profisiensi kepada pihak lain yang berkepentingan. 1. Oksigen (O2)
Uji profisiensi gas Oksigen (O2) diikuti oleh 11 laboratorium peserta dengan rincian 8 laboratorium swasta dan 3 laboratorium pemerintah. Berdasarkan evaluasi outlier test sebagaimana Gambar 1, dapat disimpulkan bahwa semua laboratorium peserta uji profisiensi gas O2 tidak ada yang outlier.
Tabel 2: Bahan Uji Profisiensi No 1 2 3 4 5
92
Parameter Oksigen (O2) Karbon Monoksida (CO) Nitrogen Monoksida (NO) Nitrogen Dioksida (NO2) Sulfur Dioksida (SO2)
Satuan
CSG
SDPA
Batas Bawah
Batas Atas
% ppm ppm ppm ppm
2,99 ± 2% 1993 ± 2% 250 ± 2% 100 ± 2% 500 ± 2%
0,10 101,6 17,4 8,0 31,4
2,69 1688 198 76 406
3,29 2298 302 124 594
Anwar Hadi
: Uji Profisiensi Emisi Gas Menggunakan Gas Analyzer Sesuai Prinsip-Prinsip.....
Dengan demikian, hasil uji profisiensi 11 laboratorium peserta dapat dievaluasi lebih lanjut dengan menggunakan Zscore. Dengan menggunakan persamaan Zscore sebagaimana tersebut diatas, maka nilai Zscore gas O2 ditampilkan sebagaimana Tabel 3 dengan tampilan grafik seperti Gambar 3.
2. Karbon Monoksida (CO) Uji profisiensi gas Karbon Monoksida (CO) diikuti oleh 11 laboratorium peserta dengan rincian 8 laboratorium swasta dan 3 laboratorium pemerintah. Berdasarkan evaluasi outlier test sebagaimana Gambar 4, dapat disimpulkan bahwa 1 laboratorium
Gambar 1: Evaluasi Outlier Hasil Uji Profisiensi O2
Gambar 2: Hasil Rerata Uji Profisiensi - O2
Gambar 3: Nilai Zscore - O2
93
Ecolab Vol. 10 No. 2 Juli 2016 : 47 - 102
Tabel 3: Evaluasi Zscore Gas Oksigen (O2) Kode Lab.
Simplo
Duplo
Rerata
Zscore
Kesimpulan
Lab-01
3.0
3.0
3.00
0.10
Memuaskan
Lab-02
2.8
2.8
2.80
-1.87
Memuaskan
Lab-03
3.0
3.0
3.00
0.10
Memuaskan
Lab-04
2.8
2.8
2.80
-1.87
Memuaskan
Lab-05
2.96
2.94
2.95
-0.39
Memuaskan
Lab-06
3.00
3.01
3.01
0.15
Memuaskan
Lab-07
3.1
3.1
3.10
1.08
Memuaskan
Lab-08
2.89
2.88
2.89
-1.04
Memuaskan
Lab-09
3.2
3.0
3.10
1.08
Memuaskan
Lab-10
3.0
3.1
3.05
0.59
Memuaskan
Lab-11
2.8
2.8
2.80
-1.87
Memuaskan
peserta outlier dan 10 inlier. Dengan demikian, hanya 10 laboratorium peserta yang dapat dievaluasi lebih lanjut dengan menggunakan
sebagaimana tersebut diatas, maka nilai Zscore gas CO ditampilkan sebagaimana Tabel 4 dengan tampilan grafik seperti Gambar 6.
Zscore.
3. Nitrogen Monoksida (NO)
Dengan menggunakan persamaan Zscore
Uji profisiensi gas Nitrogen Monoksida
Gambar 4: Evaluasi Outlier Hasil Uji Profisiensi CO
Gambar 5: Hasil Rerata Uji Profisiensi - CO
94
Anwar Hadi
: Uji Profisiensi Emisi Gas Menggunakan Gas Analyzer Sesuai Prinsip-Prinsip.....
Gambar 6: Nilai Zscore - CO Tabel 4: Evaluasi Zscore Gas Karbon Monoksida (CO) Kode Lab.
Simplo
Duplo
Rerata
Zscore
Kesimpulan
Lab-01
1910
1920
1915
-0.77
Memuaskan
Lab-02
1949
1963
1956
-0.36
Memuaskan
Lab-03
2590
2584
2587
5.84
Outlier
Lab-04
1788
1791
1790
-2.00
Peringatan
Lab-05
2058
2035
2047
0.53
Memuaskan
Lab-06
1953
1948
1951
-0.42
Memuaskan
Lab-07
1877
1875
1876
-1.15
Memuaskan
Lab-08
2003
1996
2000
0.06
Memuaskan
Lab-09
1953
1949
1951
-0.41
Memuaskan
Lab-10
1926
1907
1917
-0.75
Memuaskan
Lab-11
1934
1924
1929
-0.63
Memuaskan
(NO) diikuti oleh 10 laboratorium peserta dengan rincian 8 laboratorium swasta dan 2 laboratorium pemerintah. Berdasarkan evaluasi outlier test sebagaimana Gambar 7, dapat disimpulkan bahwa semua laboratorium peserta uji profisiensi gas NO tidak ada yang outlier. Dengan demikian, hasil uji profisiensi
10 laboratorium peserta dapat dievaluasi lebih lanjut dengan menggunakan Zscore. Dengan menggunakan persamaan Zscore sebagaimana tersebut diatas, maka nilai Zscore gas NO ditampilkan sebagaimana Tabel 5 dengan tampilan grafik seperti Gambar 9.
Gambar 7: Evaluasi Outlier Hasil Uji Profisiensi NO
95
Ecolab Vol. 10 No. 2 Juli 2016 : 47 - 102
Gambar 8: Hasil Rerata Uji Profisiensi - NO
Gambar 9: Nilai Zscore - NO Tabel 5: Evaluasi Zscore Gas Nitrogen Monoksida (NO) Kode Lab.
Simplo
Duplo
Rerata
Zscore
Kesimpulan
Lab-01
250
250
250.0
0.00
Memuaskan
Lab-02
245
243
244.0
-0.34
Memuaskan
Lab-03
238
239
238.5
-0.66
Memuaskan
Lab-04 Lab-05 Lab-06 Lab-07 Lab-08 Lab-09
253 249 249 228 247 218
256 253 247 228 250 219
254.5 251.0 248.0 228.0 248.5 218.5
0.26 0.06 -0.11 -1.26 -0.09 -1.81
Memuaskan Memuaskan Memuaskan Memuaskan Memuaskan Memuaskan
Lab-10
250
250
250.0
0.00
Memuaskan
4. Nitrogen Dioksida (NO2) Uji profisiensi gas Nitrogen Dioksida (NO2) diikuti oleh 7 laboratorium peserta dengan rincian 4 laboratorium swasta dan 96
3 laboratorium pemerintah. Berdasarkan evaluasi outlier test sebagaimana Gambar 10, dapat disimpulkan bahwa semua laboratorium peserta uji profisiensi gas NO2 tidak ada yang
Anwar Hadi
: Uji Profisiensi Emisi Gas Menggunakan Gas Analyzer Sesuai Prinsip-Prinsip.....
outlier. Dengan demikian, hasil uji profisiensi 7 laboratorium peserta dapat dievaluasi lebih lanjut dengan menggunakan Zscore. Dengan menggunakan persamaan Zscore sebagaimana tersebut diatas, maka nilai Zscore gas NO2 ditampilkan sebagaimana Tabel 6 dengan tampilan grafik seperti Gambar 12.
5. Sulfur Dioksida (SO2) Uji profisiensi gas Sulfur Dioksida (SO2) diikuti oleh 11 laboratorium peserta dengan rincian 8 laboratorium swasta dan 3 laboratorium pemerintah. Berdasarkan evaluasi outlier test sebagaimana Gambar 13, dapat disimpulkan bahwa 1 laboratorium peserta outlier dan 10 inlier. Dengan demikian, hanya 10
Gambar 10: Evaluasi Outlier Hasil Uji Profisiensi NO2
Gambar 11: Hasil Rerata Uji Profisiensi – NO2
97
Ecolab Vol. 10 No. 2 Juli 2016 : 47 - 102
Gambar 12: Nilai Zscore – NO2 Tabel 6: Evaluasi Zscore Gas Nitrogen Dioksida (NO2) Kode Lab. Lab-01
Simplo 100
Duplo
Rerata
Zscore
Kesimpulan
102
101.0
0.13
Memuaskan
-0.06
Memuaskan
Lab-03
98
101
99.5
Lab-05
102.2
104.4
103.3
0.41
Memuaskan
Lab-06
90.2
89.8
90.0
-1.25
Memuaskan
Lab-07
110
113
111.5
1.44
Memuaskan
Lab-08
108.1
109.0
108.6
1.07
Memuaskan
Lab-11
94
96
95.0
-0.63
Memuaskan
laboratorium peserta yang dapat dievaluasi lebih lanjut dengan menggunakan Zscore. Dengan menggunakan persamaan Zscore sebagaimana tersebut diatas, maka nilai Zscore gas SO2 ditampilkan sebagaimana Tabel 7 dengan tampilan grafik seperti Gambar 15.
6. Rekapitulasi Hasil Uji Profisiensi Tabel 8 merupakan rekapitulasi prosentase evaluasi hasil uji profisiensi berdasarkan nilai Zscore untuk masing-masing parameter gas. Sehubungan dengan program uji profisiensi menggunakan 5 parameter gas yang harus
Gambar 13: Evaluasi Outlier Hasil Uji Profisiensi SO2
98
Anwar Hadi
: Uji Profisiensi Emisi Gas Menggunakan Gas Analyzer Sesuai Prinsip-Prinsip.....
Gambar 14: Hasil Rerata Uji Profisiensi – SO2
Gambar 15: Nilai Zscore – SO2
diukur, maka kepada laboratorium peserta yang dinyatakan memuaskan untuk masingmasing gas diberi bobot 20%. Suatu laboratorium peserta dinyatakan sukses, jika bobot minimal yang diperoleh adalah minimal 80%. Dengan mempertimbangkan
hal tersebut, maka rekapitulasi hasil uji profisiensi ditunjukkan sebagaimana Tabel 9. Berdasarkan rekapitulasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa 10 laboratorium peserta atau 90,9% dinyatakan sukses mengikuti program uji profisiensi.
Tabel 7: Evaluasi Zscore Gas Sulfur Dioksida (SO2) Kode Lab.
Simplo
Duplo
Rerata
Zscore
Memuaskan
Lab-01
496
496
496.0
-0.13
Memuaskan
Lab-02
525
528
526.5
0.84
Memuaskan
Lab-03
497
502
499.5
-0.02
Memuaskan
Lab-04
512
514
513.0
0.41
Memuaskan
Lab-05
668
665
666.5
5.30
Outlier
Lab-06
405
425
415.0
-2.71
Peringatan
Lab-07
472
474
473.0
-0.86
Memuaskan
Lab-08
497
503
500.0
0.00
Memuaskan
Lab-09
477
477
477.0
-0.73
Memuaskan
Lab-10
522
518
520.0
0.64
Memuaskan
Lab-11
515
518
516.5
0.53
Memuaskan
99
Ecolab Vol. 10 No. 2 Juli 2016 : 47 - 102
Tabel 8: Rekapituasi Prosentase Evaluasi Hasil Uji Profisiensi Kesimpulan
O2
CO
NO
NO2
SO2
Lab
%
Lab
%
Lab
%
Lab
%
Lab
%
Memuaskan
11
100
9
82
10
100
7
100
9
82
Peringatan
0
0
1
9
0
0
0
0
1
9
Tidak Memuaskan
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Outlier
0
0
1
9
0
0
0
0
1
9
Total
11
100
11
100
10
100
7
100
11
100
Tabel 9: Rekapitulasi Hasil Uji Profisiensi Kode
O2
CO
NO
NO2
SO2
Prosentase
Lab-01
Memuaskan
Memuaskan
Memuaskan
Memuaskan
Memuaskan
100%
Sukses
Lab-02
Memuaskan
Memuaskan
Memuaskan
Tidak Analisis
Memuaskan
80%
Sukses
Lab-03
Memuaskan
Outlier
Memuaskan
Memuaskan
Memuaskan
80%
Sukses
Lab-04
Memuaskan
Peringatan
Memuaskan
Tidak Analisis
Memuaskan
60%
Lab-05
Memuaskan
Memuaskan
Memuaskan
Memuaskan
Outlier
80%
Sukses
Lab-06
Memuaskan
Memuaskan
Memuaskan
Memuaskan
Peringatan
80%
Sukses
Lab-07
Memuaskan
Memuaskan
Memuaskan
Memuaskan
Memuaskan
100%
Sukses
Lab-08
Memuaskan
Memuaskan
Memuaskan
Memuaskan
Memuaskan
100%
Sukses
Lab-09
Memuaskan
Memuaskan
Memuaskan
Tidak Analisis
Memuaskan
80%
Sukses
Lab-10
Memuaskan
Memuaskan
Memuaskan
Tidak Analisis
Memuaskan
80%
Sukses
Lab-11
Memuaskan
Memuaskan
Tidak Analisis
Memuaskan
Memuaskan
80%
Sukses
10 laboratorium peserta atau (90,9%) sukses mengikuti program uji profisiensi gas analyzer
SIMPULAN Program uji profisiensi diikuti 11 laboratorium peserta, dengan hasil 10 laboratorium peserta atau 90,9% memiliki nilai bobot lebih besar atau sama dengan 80% karena memiliki nilai |Zscore| ≤ 2 atau memuaskan untuk minimal 4 parameter gas. Hal ini berarti bahwa 10 laboratorium peserta tersebut dapat dinyatakan sukses mengikuti program uji profisiensi untuk pengukuran gas menggunakan peralatan gas analyzer. Sebagai saran tindak lanjut dari program uji profisiensi ke depan, diharapkan laboratorium peserta menyertakan nilai estimasi ketidakpastian pengukuran; sebagai bagian dari penilaian kompetensi laboratorium peserta. Disamping itu, uji profisiensi menggunakan
100
campuran gas tersertifikasi diharapkan diterapkan pada rangkaian peralatan sampling manual dengan variabilitas lebih tinggi. UCAPAN TERIMAKASIH Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya laboratorium peserta uji profisiensi dan Direktur serta personil teknis PT Trusur Unggul Teknusa yang telah memfasiltasi terselenggaranya uji profisiensi emisi gas menggunakan gas analyzer sehingga tercapainya karya tulis ilmiah ini. DAFTAR PUSTAKA (1) ISO/IEC 17043: 2008 Conformity assessment — General requirements for proficiency testing;
Anwar Hadi
: Uji Profisiensi Emisi Gas Menggunakan Gas Analyzer Sesuai Prinsip-Prinsip.....
(2) ISO 13528: 2005 Statistical methods for use in proficiency testing by interlaboratory comparisons; (3) I n t e r n a t i o n a l S t a n d a r d s f o r Organization/International Electrotechnical Commission (ISO/IEC) 17025: 2005, “General requirements for the competence of calibration and testing laboratories”, ISO, Switzerland; (4) International Organization for Standardization/International Electrotechnical Commission (ISO) Guide 30: 2015, “Reference materials – Selected terms and definitions”, ISO, Switzerland; (5) International Organization for Standardization/International Electrotechnical Commission (ISO) Guide 31: 2015, “Reference materials – Contents of certificates, labels and accompanying documentation”, ISO, Switzerland; (6) International Organization for Standardization/International Electrotechnical Commission (ISO) Guide 33: 2015, “Reference materials – Good practice in using reference materials”, ISO, Switzerland; (7) International Organization for Standardization/International Electrotechnical Commission (ISO) Guide 34: 2009, “General requirement for the competence of reference materials producers”, ISO, Switzerland; (8) International Organization for Standardization/International Electrotechnical Commission (ISO) Guide 35: 2006, “Reference materials – General and statistical principles for certification”, ISO, Switzerland;
(9) US-EPA Traceability Protocol for Assay and Certification of Gaseous Calibration Standards, EPA600/R-12/531, http://nepis.epa. gov/Adobe/PDF/P100EKJR.pdf (download, 7 April 2016); (10) ISO/IEC Guide 98-3: 2008 Uncertainty of measurement ― Part 3: Guide to the expression of uncertainty in measurement; (11) EURACHEM/CITAC CG 4, third edition, 2012, “Quantifying uncertainty in analytical measurement”, www. citac.cc, (download, 31 Maret 2016); (12) The International Harmonized Protocol for the Proficiency Testing of Analytical Chemistry Laboratories (IUPAC Technical Report) Prepared For Publication By Michael Thompson, Stephen L. R. Ellison, Pure Appl. Chem., Vol. 78, No. 1, pp. 145–196, 2006. © 2006 IUPAC; (13) E U R A C H E M / C I TA C , 2 0 0 3 , “Traceability in chemical measurement: A guide to achieving comparable results in chemical m e a s u r e m e n t ” , w w w. c i t a c . c c (download, 7 April 2016); (14) EURAMET, 2008, “Metrology – in short”, 3rd edition, www.npl.co.uk, (download, 31 Maret 2016); (15) H a d i , A n w a r. , 2 0 0 0 , “ S i s t e m manajemen mutu laboratorium sesuai ISO/IEC 17025: 2005 - General requirements for the competence of testing and calibration laboratories”, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
101
Ecolab Vol. 10 No. 2 Juli 2016 : 47 - 102
UCAPAN TERIMA KASIH Dewan Redaksi mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Yanni Sudiyani - LIPI 2. Prof. Dr. Gustan Pari - BLI-KLHK 3. Dr. Hefni Effendi - IPB 4. Prof. Dr. Chairil Anwar Siregar - BLI-KLHK 5. Dr. Budi Haryanto - UI 6. Prof. Dr. Muhyatun Santosa - Batan Sebagai Mitra Bestari atas kesediaannya melakukan review pada Jurnal Ecolab Volume 10 Nomor 2, Juli 2016. Juli 2016 Dewan Redaksi Ecolab Jurnal Kualitas Lingkungan Hidup
102