KATA PENGANTAR
Pembaca yang budiman, Pujis syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas berkat Rahmat-Nya, Jurnal Ecolab volume 8 No. 2 Tahun 2014 telah hadir kembali dihadapan anda. Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat berimplikasi terhadap meningkatnya pembangunan ekonomi disemua sektor, seperti: sektor industri, transportasi, pertaninan, pertambangan, dan sektor lainnya guna memenuhi kebutuhan manusia. Peningkatan tersebut ternyata menimbulkan efek samping berupa terkurasnya sumberdaya alam dan menimbulkan pencemaran lingkungan melalui air, tanah dan udara. Oleh karenanya, untuk melindungi kehidupan manusia maupun mahluk hidup yang lain, berbagai usaha pencegahan, penelitian dan pemantauan pencemaran perlu terus dilakukan untuk melihat kondisi masa kini dan kecenderungan di masa depan. Jurnal Ecolab yang terbit pada edisi ini berisi 5 (lima) tulisan dengan judul-judul sebagai berikut: 1. Studi Kandungan Logam Berat dan Mikroba pada Air Minum Isi Ulang 2. Penaatan Perusahaan Tambang Batubara di Kalimantan Timur Terhadap Peraturan Air Limbah Pertambangan 3. Pemantauan Kualitas Air Laut akibat Tumpahan Pasir Nikel di Perairan Teluk Buli, Halmahera 4. Pemantauan Senyawa Dichlorodiphenyltrichloroethane ( DDT ) dan Turunannya di Daerah Cianjur, Jawa Barat 5. Karakterisasi Pasir Berlapis Oksida Besi Sebagai Adsorben untuk Penyisihan Besi dalam Air Tanah Tulisan-tulisan pada edisi ini dapat mencerminkan sekilas aspek tersebut diatas yang memperlihatkan aspek terhadap air, nikel, pestisida dan logam berat. Kami mengharapkan peran aktif semua pemangku kepentingan yang tertarik dibidang lingkungan untuk menyumbangkan tulisan ataupun kajian ilmiah untuk edisi Jurnal Ecolab selanjutnya.
Salam, Redaksi.
ISSN 1978-5860
Jurnal Kualitas Lingkungan Hidup Volume 8, Nomor 2, Juli 2014
DAFTAR ISI Kata Pengantar .....................................................................................................................
i
Daftar Isi ..............................................................................................................................
iii
Studi Kandungan Logam Berat dan Mikroba pada Air Minum Isi Ulang ........................... 53 Harsojo dan Darsono
Penaatan Perusahaan Tambang Batubara di Kalimantan Timur Terhadap Peraturan Air Limbah Pertambangan ................................................................................... 61 Alfrida E. Suoth dan Ernawita Nazir
Pemantauan Kualitas Air Laut akibat Tumpahan Pasir Nikel di Perairan Teluk Buli, Halmahera............................................................................................................................. 69 Asiah dan Arum Prajanti
Pemantauan Senyawa Dichlorodiphenyltrichloroethane ( DDT ) dan Turunannya di Daerah Cianjur, Jawa Barat ............................................................................................. 78 Yunesfi Syofyan dan Yuriska Andiri
Karakterisasi Pasir Berlapis Oksida Besi Sebagai Adsorben untuk Penyisihan Besi dalam Air Tanah ................................................................................................................... 85 Vera Barlianti, Muryanto, dan Eka Triwahyuni
Harsojo dan Darsono: Studi Kandungan Logam Berat dan Mikroba pada Air Minum Isi Ulang
STUDI KANDUNGAN LOGAM BERAT DAN MIKROBA PADA AIR MINUM ISI ULANG STUDY OF HEAVY METALS AND MICROBES CONTENT IN REFILL DRINKING WATER Harsojo dan Darsono1 (Diterima tanggal 30-10-2013; Disetujui tanggal 02-01-2014)
ABSTRAK Air minum merupakan kebutuhan setiap makluk hidup untuk mempertahankan kesehatannya. Kegunaan air untuk tubuh antara lain dalam proses pencernaan, metabolisme, untuk mengatur kesetimbangan suhu supaya tubuh tidak sampai kering. Tujuan penelitian ini mempelajari kandungan logam berat dan mikroba yang terdapat dalam air minum isi ulang yang dijual di beberapa tempat. Logam berat dianalisa dengan metode Nyala Udara Asitelen pada Serapan Atom Absorpsi sedang untuk analisa kandungan mikroba digunakan metode Angka Lempeng Total.Hasil penelitian menunjukkan kandungan logam timah hitam (Pb) didapatkan di depo Jakarta Utara dan Timur masingmasing sebesar 0,002 dan 0,001 ppm, sedang logam kadmium (Cd) tidak ditemukan di semua sampel yang diteliti. Kandungan logam berat tersebut masih dibawah ambang batas PERMENKES dan SNI. Jumlah bakteri aerob berkisar antara 3,00 x 102 dan 8,45 x 103 cfu/ml dan masih dibawah ambang batas SNI, sedang jumlah bakteri koli berkisar antara 0 dan 6,50 x 103 cfu/ml. Jumlah bakteri koli berada diatas ambang batas PERMENKES dan SNI. Salmonella tidak ditemukan pada semua sampel yang diteliti. Kata kunci: Air minum isi ulang, logam berat, mikroba, Salmonella, SSA, SNI, PERMENKES.
ABSTRACT Drinking water are necessary for every living organism to maintain there health. Water for the body uses, among others, in the process of digestion, metabolism, regulating body temperature and equilibrium so that the body is not set until dry. The purpose of this research was to obtain the heavy metals and microbes content in the refill of drinking water sold in some places in Jakarta.The heavy metals were analyzed using the Air Acetylene Method by using Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS), while analysis of microbes is carried out using Total Plate Count (TPC). The resuls showed lead (Pb) metals were found at depo North and East Jakarta totaling 0.002 and 0.001 ppm, respectively. The cadmium metal was not detected in all samples. Those heavy metals were still under the limit accoding to Ministry of Health, Republic of Indonesia and Indonesian Nasional Standart (SNI).The total aerob bacteria were varied from 3.00 x102 up to 8.45 x 103 cfu/ml and this amount were also under the limit according to SNI. The total coliform bacteria were varied from 0 up to 6.50 x 103 cfu/ml. This total coliforms were above the treshold of Ministry of Health, Republic of Indonesia and SNI. No Salmonella was detected in all samples observed. Keywords: refill of drinking water, heavy metal, microbes, AAS, Salmonella, SNI, Ministry of Health Regulation.
PENDAHULUAN Air di alam erat hubungannya dengan kehidupan sehari-hari karena air merupakan elemen yang penting bukan hanya untuk manusia tetapi juga untuk mahkluk hidup lainnya. Kualitas air untuk keperluan manusia 1
terbagi dalam beberapa kelas, seperti keperluan untuk minum, masak, cuci dan lain-lain. Pemanfaatan air yang digunakan untuk air minum harus mempunyai kualitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan air untuk
PAIR-BATAN,Jl. Lebak Bulus Raya 49 Ps Jumat,Jakarta Selatan12070 email:
[email protected]
53
Ecolab Vol. 8 No. 2 Juli 2014 : 53 - 96
keperluan lainnya. Air merupakan cairan yang tidak mempunyai rasa, warna maupun bau dan tidak mengandung zat berbahaya serta pada suhu kamar air masih berbentuk cair [1]. Di kota-kota besar pasokan air bersih berkurang sampai 40% yang disebabkan oleh pencemaran dan kurang baiknya fasilitas air yang ada. Pencemaran air oleh logam-logam berbahaya maupun mikroba dapat memberikan dampak yang kurang menguntungkan untuk kesehatan. Adanya bermacam-macam kasus pencemaran pernah dilaporkan di negara maju maupun negara berkembang. Logam yang terkandung dalam air seperti di sungai biasanya berasal dari buangan air limbah, erosi, dan dari udara secara langsung [2]. Adanya penjualan akua gallon menunjukkan bahwa kebutuhan akan air minum meningkat dan lebih praktis karena tidak perlu dimasak. Akan tetapi, mahalnya air minum gallon menyebabkan menjamurnya penjual air minum isi ulang yang dapat ditemukan dimana-mana dengan harga sangat bervariasi dan dapat mencapai 1/3 dari harga air minum kemasan sehingga dapat lebih terjangkau oleh masyarakat luas [3, 4]. Pada awal dibukanya penjualan air minum isi ulang tentunya filter yang digunakan masih berfungsi dengan baik dan tentunya ada suatu saat filter tersebut harus diganti. Pada umumnya pemilik air minum isi ulang belum tentu mengindahkannya sehingga akan menurunkan kualitas air yang dijualnya. Menurut Deddy [4], belum adanya standarisasi dalam peraturan untuk proses pengolahan air minum maka kualitas air minum isi ulang masing menjadi perdebatan. Oleh karena itu depot air minum isi ulang dapat saja airnya tercemar logam berat yang salah 54
satu kemungkinan berasal dari pencemaran lingkungan oleh industri seperti kadmium, timah hitam dan lain-lain. Air yang tercemar logam berat akan masuk ke dalam pencernaan dan terakumulasi dalam hati dan ginjal. Pengaruh logam kadmium pada tubuh dapat mengakibatkan naiknya tekanan darah [5]. Di samping itu logam kadmium mudah larut dalam air. Terakumulasinya logam berat dalam organ tubuh dapat menyebabkan kerusakan reproduksi, anemi dan lain-lain [2]. Menurunnya kualitas air yang ada akan menyebabkan berjangkitnya penyakit seperti diare, tifus cholera dan lain-lain. Air merupakan media yang paling mudah untuk penyebaran penyakit. Hasil temuan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menunjukkan adanya cemaran mikroba yang telah melebihi ambang batas SNI pada air minum kemasan [6]. Hal ini dapat disebabkan adanya kandungan plastik pada kemasan yang dapat mencemari air. Menurut Deddy [4], dari beberapa laporan menyebutkan sering ditemukan bakteri patogen pada air minum sehingga menyebabkan waterborne disease. Di Indonseia kasus keracunan atau waterborne disease belum lengkap datanya, oleh karenanya kasus keracunan dapat digambarkan sebagai fenomena gunung es. Setiap tahun terjadi peningkatan kasus keracunan dan penyebabnya jarang diketahui. Bakteri Escherichia coli yang biasa dikenal sebagai flora normal dalam tubuh manusia sekarang telah diketahui adanya strain baru seperti E. coli 0157:H7 yang dianggap sebagai suatu agen infeksi karena bersifat toksigenik dan dapat bersumber dari air [7]. Pada tulisan ini menggunakan PERMENKES 2010 [8] tentang persyaratan kualitas air
Harsojo dan Darsono: Studi Kandungan Logam Berat dan Mikroba pada Air Minum Isi Ulang
minum sebagai pembanding utama dan SNI tahun 2000 tentang Air Mineral Alami sebagai pembanding tambahan [9]. Tujuan penelitian ini untuk memberikan informasi mengenai kandungan logam berat dan mikroba yang ada di dalam air minum isi ulang di beberapa penjual di daerah Jakarta. Informasi diperlukan untuk menjaga keamanan air minum isi ulang yang mulai banyak bermunculan. METODOLOGI Bahan sampel berupa air minum isi ulang yang digunakan dalam pemeriksaan analisa logam berat maupun mikrobiologi diperoleh dari beberapa depo penjual air minum isi ulang di Jakarta seperti Jakarta Pusat (A), Jakarta Selatan (B), Jakarta Utara (C), Jakarta Barat (D) dan Jakarta Timur (E). Pada setiap depo yang diambil sampel airnya tidak diketahui dengan pasti sumber mata airnya tetapi ada yang diketahui berasal dari gunung Salak Kabupaten Bogor, gungung Puncar, gunung Manglayang, Bogor dan ada yang yang berasal dari Sukabumi. Sistem pemrosesan dilakukan dengan menggunakan filter RO (reverse omosis), sedang untuk sterilisasinya digunakan sinar UV untuk membunuh bakteri dan virus. Jumlah sampel air minum isi ulang sebanyak 1000 ml yang diteliti sebanyak 3 kali dari masing-masing depo penjual. Analisa Logam Berat dilakukan dengan menggunakan metode Serapan Absorpsi Atom (SAA) merek Varian 775 tahun 1979 seperti pada penelitian Harsojo dan Sofni [10]. Penentuan jumlah total bakteri aerob dilakukan dengan cara mengambil sampel air sebanyak 25 ml dan kemudian dimasukkan dalam air pepton 0,1% steril dan selanjutnya dilakukan pengenceran
bertingkat. Sejumlah 0,1 ml larutan suspensi tadi ditanam ke media lempeng agar yang berisi agar Nutrien, selanjutnya diinkubasi pada suhu kamar (±30O C). Penentuan jumlah bakteri koli dilakukan seperti pada penentuan jumlah bakteri aerob, tetapi media yang digunakan adalah Mac Conkey Agar dan inkubasi dilakukan pada suhu 37O C selama 24-48 jam. Penentuan jumlah Staphylococcus sp dilakukan seperti penentuan jumlah bakteri aerob dan media yang digunakan adalah Baird Parker Medium yang ditambahkan suplemen Egg Yolk Tellurite Emulsion. Inkubasi juga dilakukan pada suhu 37 O C selama 24-48 jam. Semua pemeriksaan mikroba menggunakan metode oles pada permukaan agar. Pemeriksaan Salmonella dilakukan dengan cara sampel diambil sebanyak 25 ml dan dimasukkan ke dalam 225 ml media Tetrathionate Broth. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 37O C selama 24 jam kemudian digoreskan pada media selektif Salmonella Shigella Agar dan diinkubasi kembali selama 24 jam pada suhu 37O C. Koloni bakteri terduga Salmonelladisimpan dalam media agar miring untuk selanjutnya dilakukan uji biokimia ke arah Salmonella dan dilanjutkan dengan uji serologi untuk penentuan serotipe seperti pada penelitian Harsojo dan Kadir [11] dan Sri Poernomo [12].
Sampel air minum isi ulang
Uji logam berat
Uji mikrobiologi : 1. total bakteri aerob 2. bakteri koli 3. bakteri Staphylococcus spp
Gambar 1. Diagram analisa sampel air minum isi ulang
55
Ecolab Vol. 8 No. 2 Juli 2014 : 53 - 96
Sampel air minum isi ulang
Diencerkan dengan air pepton 0,1%
yang diizinkan. Logam berat timah hitam (Pb) tersebut belum diketahui manfaatnya untuk organisme akan tetapi logam tersebut termasuk beracun yang berpengaruh negatif Tabel 1. Kandungan Logam Berat dalam Air Minum Isi Ulang (ppm)
Ditanam pada berbagai macam media
Lokasi sampel A
Diinkubasi 37
o
Pengamatan
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh logam berat terhadap kesehatan tidak akan langsung kelihatan karena akan terakumulasi dalam tubuh, sedangkan cemaran bakteri akan memberikan pengaruh yang lebih cepat terhadap tubuh antara lain diare. Diare dapat disebabkan oleh bakteri patogen misalnya E. coli, Salmonella dan lain sebagainya [2, 13]. Kandungan logam berat dalam air minum isi ulang dapat dilihat pada Tabel 1. Pada Tabel 1 terlihat kandungan logam berat dalam air minum isi ulang yang dijual di beberapa depo penjual air minum isi ulang. Kandungan logam berat timah hitam (Pb) ditemukan di depo yang berlokasi di Jakarta Utara (C) dan Jakarta Timur (E) masing-masing sebesar 0,002 dan 0,001 ppm. Bila dibandingkan dengan standar yang dikeluarkan oleh PERMENKES maupun Standar Nasional Indonesia (SNI) [8,9] terlihat bahwa kandungan logam berat Pb masih di bawah ambang batas 56
Pb
Cd
ttd
ttd
B
ttd
ttd
C
0,002
ttd
D
ttd
ttd
E
0,001
ttd
PERMENKES[8]
0,01
0,003
0,01
0,0053
SNI
[9]
ttd = tidak terdeteksi
Gambar 2. Diagram analisa mikrobiologi
Logam berat
pada semua organ. Gangguan tersebut terjadi pada enzim oksidase yang mengakibatkan menghambat sistem metabolisme sel antara lain menghambat sintesa Hb dalam sumsum tulang.Timah hitam (Pb) ini diabsorpsi melalui saluran pencernaan dan didistribusikan ke dalam jaringan lain melalui darah dan diekresikan melalui tinja/feses, keringat, dan air susu ibu serta akan didepositkan dalam rambut dn kuku. Umumnya eksresi timah hitam (Pb) dari tubuh sangat kecil meskipun intakenya tiap hari naik, oleh karena itu dapat menaikkan kandungan timah hitam dalam tubuh [2]. Logam kadmium (Cd) dikenal sebagai logam beracun setelah logam merkuri. Logam tersebut masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan pernafasan. Kadmium dapat terakumulasi dalam tubuh khususnya hati dan ginjal. Kandungan logam kadmium (Cd) dalam air minum isi ulang dapat dilihat pada Tabel 1. Terlihat pada Tabel 1 di semua depo penjual air minum isi ulang (A-E) yang diambil sampelnya tidak mengandung logam
Harsojo dan Darsono: Studi Kandungan Logam Berat dan Mikroba pada Air Minum Isi Ulang
kadmium. Hal ini menunjukkan bahwa air minum isi ulang aman dari kandungan logam kadmium. Tidak terdeteksinya logam kadmium pada semua sampel yang diteliti disebabkan kadar kadmium terlalu kecil sehingga tidak terdeteksi oleh alat atau kemungkinan semua sampel tidak mengandung garam-garam kadmium yang larut dalam air disekitar tempat pengambilan air untuk isi ulang. Hasil yang diperoleh ini seperti hasil penelitian sebelumnya pada tahun 1988 yang tidak menemukan kandungan logam kadmium dalam sumber air minum di DKI Jakarta [14]. Adanya logam berat timah hitam dalam air minum isi ulang walaupun tidak melebihi ambang batas dimungkinkan berasal dari sumber air yang tidak mengandung logam berat. Hal ini dapat dilihat bahwa depo air minum isi ulang yang terdapat di Jakarta Pusat (A), Jakarta Selatan (B) dan Jakarta Barat (D) tidak terdeteksi adanya kandungan timah hitam (Pb). Di samping itu juga terlihat ada beberapa sumber mata air yang mengandung bakteri koli seperti di depo Jakarta Selatan (B), Jakarta Utara (C) dan Jakarta Timur (E). Oleh karenanya sumber mata air memegang peranan penting dalam pemanfaatan airnya sebagai air minum isi ulang.
Jumlah bakteri aerob yang terdapat dari beberapa penjual air minum isi ulang bervariasi antara 3,00 x 102 dan 8,45 x 103 cfu/ml. Kandungan bakteri aerob tertinggi didapatkan dari Jakarta Pusat (A) dan terendah dari Jakarta Barat (D). Bila dibandingkan dengan SNI [9] maka semua depo penjual air minum isi ulang (A-E) yang berada di Jakarta masih aman dikonsumsi dan memenuhi persyaratan air minum. Pada PERMENKES No. 492/MENKES/PER/IV/2010 belum diatur mengenai jumlah bakteri aerob.
Kandungan bakteri aerob dalam air minum isi ulang dapat dilihat pada Tabel 2.
Pada Tabel tersebut terlihat pada depo Jakarta Pusat (A) dan Jakarta Barat (D) air minum isi ulang tidak didapatkan bakteri koli. Bakteri koli didapatkan dari depo di Jakarta Selatan (B), Jakarta Utara (C) dan Jakarta Timur (E), masing-masing sebesar 3,25 x 103; 1,50 x 102 dan 6,50 x 103 cfu/ml. Jumlah bakteri tertinggi didapatkan di depo Jakarta Timur (E). Menurut PERMENKES maupun SNI [8,9], bakteri koli tidak diperbolehkan ada dalam air minum, oleh karena itu yang memenuhi persyaratan
Tabel 2. Kandungan bakteri aerob dalam air minum isi ulang (cfu/ml) Lokasi sampel A B C D E
Jumlah bakteri aerob 8,45 6,95 7,00 3,00 3,35
x x x x x
103 103 102 102 103
SNI
[9]
1 x 105
Jumlah bakteri koli dalam air minum isi ulang dapat dilihat pada Tabel 3. Keberadaan bakteri koli dalam air minum tidak diharapkan karena bakteri koli merupakan parameter ada tidaknya materi kotoran/fekal yang bersinggungan materi air [15,16]. Keuntungan menggunakan bakteri koli sebagai indikator adalah karena bakteri tersebut tahan terhadap proses pengolahan dan selama proses penyimpanan [17,18,19]. Oleh karena itu mendeteksi bakteri koli sangat penting karena akan diketahui apakah bahan yang diteliti tersebut masih laik dikonsumsi atau tidak. Adanya bakteri koli dalam materi dimungkinkan akan terdapat bakteri patogen lainnya yang dapat membahayakan untuk konsumen [11, 18].
57
Ecolab Vol. 8 No. 2 Juli 2014 : 53 - 96
PERMENKES maupun SNI tersebut hanya yang berasal dari depo Jakarta Pusat (A) dan Jakarta Barat (D), sedang lainnya tidak memenuhi persyaratan PERMENKES maupun SNI [8,9]. Tabel 3. Kandungan bakteri koli dalam air minum isi ulang (cfu/ml) Lokasi sampel A B C D E
Jumlah bakteri koli ttd 3,25 x 103 1,50 x 102 ttd 6,50 x 103
PERMENKES[8]
0
SNI
[9]
0
ttd = tidak terdeteksi
Adanya bakteri koli perlu diwapadai karena dapat menyebabkan penyakit diare. Penyakit diare sering dianggap sepele dan kenyataannya menyebabkan kematian anak-anak. Jumlah anak yang meninggal karena diare setiap tahun lebih banyak dibandingkan dengan gabungan jumlah anak yang meninggal akibat AIDS, malaria maupun tuberkulosis. Kasus diare ini salah satu penyebabnya adalah air yang tercemar oleh berbagai mikroorganisme seperti rotavirus, E. coli, Salmonella, Shigella dan Campylobacter [20]. Kandungan bakteri Staphylococcusspdalam air minum isi ulang dapat dilihat pada Tabel 4. Terlihat pada semua depo penjual air minum isi ulang mengandung bakteri Staphylococcus spkecuali di depo Jakarta Pusat (A) yang tidak terdeteksi adanya bakteri Staphylococcus sp. Walaupun di persyaratan PERMENKES[8] maupun SNI [9] tidak dicantumkan ambang batas Staphylococcussp yang diizinkan, tentunya akan lebih baik bila kandungan bakteri Staphylococcussp tersebut seminimal mungkin. Bakteri ini termasuk flora normal 58
dipermukaan kulit dan dapat menghasilkan racun sehingga menimbulkan intoksikasi dan paling banyak dilaporkan di Amerika Serikat. Keracunan yang terjadi di Amerika Serikat oleh bakteri Staphylococcussp mencapai 20 sampai 30% [16].Perlu dilakukan penelitian lanjutan/rutinmengenai kandungan logam berat dan bakteri berbahaya yang berasal dari berbagai sumber mata air yang digunakan sebagai air minum isi ulang. Hal ini perlu mendapat perhatian dari pihak terkait karena lingkungan saat ini telah terpolusi oleh berbagai macam hal yang merugikan manusia. Pengangkutan air minum juga berperan dalam kandungan bakteri maupun logam berat. Pipa untuk menyalurkan air dari mobil tangki ke depo selama dalam perjalanan mudah tercemar dan akan terbawa hingga ke depo. Di samping itu filter yang digunakan oleh depo harus diganti setelah beberapa ribu liter air akan tetapi kemungkinan tidak dilakukan, sehingga fungsinya telah berubah. Tabel 4. Kandungan bakteri Staphylococcus spdalam air minum isi ulang (cfu/ml) Lokasi sampel
Jumlah bakteri Staphylococcussp
A B C D E
ttd 8,45 x 7,70 x 8,00 x 4,70 x
103 103 103 103
Pada semua sampel air minum isi ulang yang diteliti tidak ditemukan adanya bakteri Salmonella. Hal ini menunjukkan bahwa air minum isi ulang tidak mengandung Salmonella, akan tetapi belum aman untuk dikonsumsi karena pada beberapa depo penjual air minum isi ulang ditemukan adanya bakteri koli yang telah melebihi ambang
Harsojo dan Darsono: Studi Kandungan Logam Berat dan Mikroba pada Air Minum Isi Ulang
batas PERMENKES maupun SNI [8,9]. Oleh karena itu sebelum air minum tersebut akan digunakan disarankan untuk dimasak terlebih dahulu sehingga diharapkan bakteri koli yang ada dalam air minum tersebut akan mati. Kejadian Luar Biasa (KLB) di Indonesia yang disebabkan oleh Staphylococcusspmaupun Salmonella jarang dilaporkan atau hampir dikatakan tidak ada. Persentase jumlah yang dilaporkan jauh lebih kecil daripada kenyataan yang ada [21, 22].
(5) Anonim, Kumpulan jurnal: Mengenali air, menjaga kualitas produk. Jakarta; Penerbit Wacana Mitra, Edisi 89, 2004.
SIMPULAN
(8) Permenkes No 492/MENKES/PER/ IV/2010. Persyaratan Kualitas air Minum. Jakarta; April 2010.
Air minum isi ulang yang laik dikonsumsi berasal dari Jakarta Pusat dan (A) dan Barat (D), sedang lainnya belum aman dikonsumsi dengan adanya kandungan bakteri koli walaupun kandungan timah hitam dan kadmium serta bakteri aerob maupun bakteri Staphylococcusspdibawah ambang batas yang diizinkan. Tidak ditemukannya Salmonella pada semua sampel yang diteliti. DAFTAR PUSTAKA (1) Slamet JS. Kesehatan Lingkungan. Bandung: Gajah Mada University Press;1994. (2) Darmono. Logam dalam sistem biologi makhluk hidup. Penerbit Universitas Indonesia; 1995. (3) Widiyanti NLPM, Ristiati NP. Analisis kualitatif bakteri koliform pada depo air minum isi ulang di kota Singaraja Bali. Jurnal Ekologi Kesehatan; 2004 April 3 (1): 64-73. (4) Deddy M, Marpaung, Marsono D. Uji kualitas air minum isi ulang di kecamatan Sukolilo Ditinjau dari perilaku dan pemeliharaan alat, Jurnal Teknik POMITS 2 (2) ; 2013. p. 166-170.
(6) Anonim, Air minum kemasan ada yang tercemar, Harian; KOMPAS, 28 Oktober 2010. p.12. (7) Enie AB. Mikrobiologi pangan standar pangan dan keamanan pangan dalam menghadapi era perdagangan global. dibawakan pada “DIPA-OXOID Microbiology Seminar”. Jakarta; 21 Oktober 2003.
(9) Standar Nasional Indonesia. Air mineral alami. Jakarta; 2000. (10) Harsojo, Sofni MC. Kandungan mikroba patogen, residu insektisidaorganofosfat dan logam berat dalam sayuran. J. Lingkungan Ecolab 2011 Juli;3(2):88-95. (11) Harsojo, Kadir I. Penggunaan formalin dan boraks serta kontaminasi bakteri pada otak-otak, J. Iptek Nuklir Ganendra 2013 Januari;16 (1): 9-17. (12) Sri Poernomo. Salmonella pada ayam di rumah potong dan lingkungannya di Wilayah Jakarta dan sekitarnya. Sem. Nas. Teknologi Veteriner untuk Meningkatkan Kesehatan Hewan dan Pengamanan Bahan Pangan Asal Ternak, Balitvet, Bogor; 1994:338345. (13) H a r i y a d i R D . “ E . c o l i ” Enterohemoragik, Bakteri penyebab diare, Harian KOMPAS; Juni 2014.p.13. (14) Supriyanto I, Lubis A. Kandungan logam berat dalam sumber air minum di DKI Jakarta. Bul. Penel. Kesehatan; 1988 16 (2): 20-26 59
Ecolab Vol. 8 No. 2 Juli 2014 : 53 - 96
60
(15) Supardi I, Sukamto. Mikrobiologi dalam pengolahan dan keamanan pangan. Penerbit Alumni Bandung; 1999.
(18) Suriawiria U. Mikrobiologi air dan dasar-dasar pengolahan buangan secara biologis, cet. ke 3 Penerbit Alumni Bandung; 2003.
(16) Harsojo, Irawati Z. Kontaminasi awal dan dekontaminasi bakteri patogen pada jeroan sapi dengan iradiasi gamma. J. Iptek Nuklir Ganendra 2011Juli;14 (2): 96-101.
(19) H a r s o j o . P e n g a r u h i r a d i a s i , penyimpanan dan sensitivitas bakteri patogen terhadap iradiasi gamma pada kornet ikan, Sainteks 2006 Desember; XIV (1):12-19.
(17) Pierson MD, Smoot MC. Indicator microorganisms and microbiological c r i t e r i a , F o o d M i c r o b i o l o g y. Fundamentals and Frontiers, 2 nd edition (Doyle PM, Beuchat, LR and Montville TJ editor) Press Washington; 2001:80.
(20) Anonim. Jangan sepelekan Diare, KOMPAS 14 Februari 2007: 70. (21) Rahayu WP. Kebijakan keamanan pangan. Dibawakan pada Seminar dan diskusi Ilmiah : Mutu & Keamanan Pangan. IPB Bogor; Juni 2004.
Alfrida E. Suoth dan Ernawita Nazir: Penataan Perusahaan Tambang Batubara di Kalimantan Timur...
PENAATAN PERUSAHAAN TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN TIMUR TERHADAP PERATURAN AIR LIMBAH PERTAMBANGAN COAL MINING COMPANY COMPLIANCE IN EAST KALIMANTAN TO WASTE WATER REGULATIONS OF MINING Alfrida E. Suoth dan Ernawita Nazir1 (Diterima tanggal 30-11-2013; Disetujui tanggal 02-01-2014)
ABSTRAK Indonesia memiliki cadangan batubara yang tersebar di Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera, sedangkan dalam jumlah kecil, batu bara berada di Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua dan Sulawesi. Seperti halnya aktifitas pertambangan lain di Indonesia, Pertambangan batubara juga telah menimbulkan dampak kerusakan lingkungan hidup yang cukup besar, baik itu air, tanah, udara, dan hutan. Pemantauan air limbah pada area pertambangan batubara dilakukan untuk mengetahui tingkat ketaatan industri terhadap baku mutu air limbah pertambangan yang dibuang ke lingkungan. Pemantauan dilakukan terhadap 6 (enam) perusahaan tambang batubara (kode A-F) yang berada di Kalimantan Timur- Indonesia. Contoh uji berupa air limbah yang berasal dari kegiatan penambangan dan pengolahan batubara. Pengukuran parameter dilakukan di lapangan dan di laboratorium. Hasil analisis yang didapat dibandingkan dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 113 Tahun 2003 tentang baku mutu air limbah pertambangan batubara. Berdasarkan pengukuran pH air limbah kegiatan pertambangan dan kegiatan pengolahan batubara, pH berada pada kisaran 4,2 – 10 , sehingga nilai pH telah melebihi baku mutu yang dipersyaratkan dalam Kepmen-LH No. 113 Tahun 2003, yaitu 6 – 9. Konsentrasi parameter besi (Fe) ditemukan 76 mg/L di lokasi E-2, nilai ini melebihi baku mutu yang dipersyaratkan, yaitu: 7 mg/L. Total Suspended Solid (TSS) di lokasi E-2 konsentrasinya 5304 mg/L, melebihi baku mutu yaitu: 400 mg/L. Konsentrasi mangan (Mn) masih memenuhi baku mutu disemua lokasi. Konsentrasi sulfat terdeteksi dalam kisaran 23 – 551 mg/L, sedangkan parameter sulfida dan sianida secara umum nilainya masih di bawah limit deteksi metode. Kata kunci: pemantauan, batu bara, baku mutu, kriteria mutu air, logam berat
ABSTRACT Indonesia has coal resources spread across the island of Kalimantan and Sumatra, while small amounts of coal in West Java, Central Java, Papua and Sulawesi. As with other mining activities in Indonesia, coal mining has also caused environmental damage is large enough in water, soil, air, and forests. Monitoring of waste water in the coal mining area was conducted to determine the level of adherence to the industry quality standard mining waste water discharged into the environment. Monitoring carried out on six (6) coal mining company (code A-F) which are in East-Kalimantan, Indonesia. The wastewater of the coal mining industries and its processingactivities were taken for analysis. Measurement parameters done in the field and in the laboratory. The results of the analysis were compared with the Minister of Environment Decree No. 113 of 2003 on wastewater quality standard coal mining. By measuring the pH of water and mining waste coal processing activities, the pH in the range 4.2 to 10, therefore the pH value has exceeded the quality standard required by the Decree-LH No. 113 In 2003, the 6 – 9. Concentration parameters of iron (Fe) found 76 mg / L at location E-2, this value exceeds the required quality standards, 7 mg / L. Total Suspended Solid (TSS) at the location of the E-2 concentration is 5304 mg / L, which exceeded the quality standard: 400 mg / L. The concentration of manganese (Mn) still meets the quality standards at all locations. The concentration of sulfate was detected in the range of 23-551 mg / L, whereas the parameters sulfide and cyanide in general its value is still below the detection limit of the method. Keywords: monitoring, coal, quality standard, water criteria, heavy metals.
1
Pusarpedal-KLH Kawasan Puspiptek Gedung 210 Jalan Raya Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan. Email :
[email protected]
61
Ecolab Vol. 8 No. 2 Juli 2014 : 53 - 96
PENDAHULUAN Pengendalian pencemaran lingkungan merupakan salah satu bentuk implementasi mandatori dari Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yaitu pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilaksanakan dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup [1]. Untuk memenuhi mandat UU No. 32 tahun 2009, Pusarpedal sebagai unit teknis Kementrian Lingkungan Hidup, melakukan pemantauan di lokasi pertambangan batubara dengan tujuan mengetahui kualitas air limbah usaha/kegiatan pertambangan batubara yang berada di Kalimantan Timur serta menyediakan data yang dapat digunakan untuk menentukan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup berkelanjutan yang terkait dengan pertambangan batubara.
ada di Indonesia umumnya dilakukan dengan cara tambang terbuka. Sistim tambang terbuka dilakukan dengan cara penebangan atau pembukaan hutan yang diikuti pengangkatan ataupun pembuangan lapisan atas tanah (top soil). Proses penambangan batubara terdiri atas beberapa tahap sebagai berikut[4]: Tahap 1. Pengupasan Lapisan Tanah Penutup(Overburden). Pada tahap ini lapisan tanah bagian atas dikupasyaitu tanah sebelum lapisan batubaratermasuk lapisan topsoil. Tahap 2. Proses Pengambilan Batubara / Coal Getting. Setelah lapisan batubara terbuka,langsung dilakukan pengambilan batubara(coal getting) Tahap 3. Penumpukan Batubara di Lokasi Pelabuhan Muat.
Batubara adalah bahan bakar hidrokarbon padat yang terbentuk dari tetumbuhan dalam lingkungan bebas oksigen dan terkena pengaruh panas serta tekanan yang berlangsung lama[2]. Batubara merupakan salah satu bahan galian strategis yang sekaligus menjadi sumber daya energi yang sangat besar. Kegiatan pertambangan di Indonesia berkembang secara signifikan pada awal tahun 1970-an yang dipicu oleh masuknya investor pertambangan dunia dan semakin berkembangnya tenaga ahli pertambangan Indonesia[3].
Batubara yang diangkut dari lokasi tambang dibongkar di lokasi pelabuhan muat yang disebut ROM (Row Of Material) Stockpile.
Indonesia mempunyai potensi sumberdaya batu bara sangat melimpah, terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera dan Kalimantan). Daerah-daerah lainnya yang juga dapat dijumpai batubara adalah di Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua, dan Sulawesi. Sistem penambangan batubara yang
Tahap 5. Pemuatan Batubara ke Dalam Tongkang.
62
Tahap 4.Proses penghancuran batubara (crushing) dan /atau Pencucian Batubara (Washing). Penghancuran batubara sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan. Apabila diperlukan, dapat dilakukan pencucian batubara untuk memperbaiki/meningkatkan kualitas batubara tersebut.
Sized coal (batubara curah) diambil lalu dimasukkan kedalam tongkang yang menggunakan loading conveyor lalu siap untuk pengiriman antar pulau atau transshipment ke mother vessel.
Alfrida E. Suoth dan Ernawita Nazir: Penataan Perusahaan Tambang Batubara di Kalimantan Timur...
Gambar 1. Kondisi Area Pertambangan Sebelum dan Sesudah di lakukan Kegiatan Pertambangan[5]
Tahap 6. Menuju ke Alat Angkut Utama Tongkang yang sudah siap akan di tarik oleh kapal tunda (Tug Boat) menuju kapal angkut utama (Mother Vessel). Setelah proses loading selesai kapal siap di berangkatkan ke pulau dan atau negara tujuan. kegiatan tahap 1 (pengupasan lapisan tanah/ overburden) pada proses pertambangan batubara memungkinkan terbentuknya air asam tambang. Air asam tambang atau AAT adalah istilah yang digunakan untuk menyebutkan rembesan atau aliran air yang terjadi akibat adanya reaksi antara air permukaan, baik air limpasan hujan maupun genangan air, dengan lapisan batuan yang mengandung mineral belerang. Mineral belerang yang paling umum ditemukan adalah Pyrite (FeS)[6]. Pertambangan batubara mempunyai dua sisi, yaitu sebagai pemicu kemakmuran
ekonomi dan sisi lainnya sebagai sesuatu yang berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan diantaranya adalah masalah kerusakan struktur tanah dan tata air, menurunnya kualitas perairan serta menurunnya kualitas udara. Terkait dengan kerusakan lahan, telah terjadi indikasi daerahdaerah bekas pertambangan akan terbentuk lubang-lubang bekas tambang yang tidak dapat lagi di tutup atau dikembalikan seperti semula. METODOLOGI Waktu dan tempat penelitian Penelitian dilaksanakan di laboratorium Air Pusat Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan (Pusarpedal), Jalan Raya Puspiptek Gedung 210, Serpong, Tangerang Selatan 15314. Waktu penelitian dilakukan selama 6 (enam) bulan terhitung sejak Maret 2012 sampai dengan Agustus 2012. 63
Ecolab Vol. 8 No. 2 Juli 2014 : 53 - 96
Lokasi Pengambilan Contoh Uji Pengambilan contoh uji dilakukan pada 6 (enam) pertambangan batubara yang berlokasi di Kalimantan Timur. Pengambilan
contoh uji meliputi air limbah dari kegiatan penambangan batubara. Lokasi pengambilan contoh uji dapat dilihat pada gambar 2 dan 3 berikut ini.
Gambar 2. Lokasi pengambilan contoh uji di Kalimantan Timur (lokasi A)
Gambar 3. Lokasi pengambilan contoh uji di Kalimantan Timur (lokasi B-F)
64
Alfrida E. Suoth dan Ernawita Nazir: Penataan Perusahaan Tambang Batubara di Kalimantan Timur...
Parameter Contoh uji air limbah yang berasal dari kegiatan pertambangan batubara diambil guna mengetahui kandungan logam total dan parameter anorganik lainnya. Parameter yang dianalisa adalah: Besi (Fe), Mangan (Mn), Tembaga (Cu), Cadmium (Cd), Timbal (Pb), Seng (Zn), Chromium (Cr), Selenium (Se), Arsen (As), Nikel (Ni), Cobal (Co), Merkuri (Hg) dan parameter lainya yaitu pH, Temperatur, Daya Hantar Listrik (DHL), Total Suspended Solid (TSS), Total Dissolved Solid (TDS), Sulfat (SO4), Sulfida (S=), Total Nitrogen, Amoniak (NH3N), dan total Sianida (CN). Pengambilan Contoh Uji Air Limbah Pemilihan titik sampling dilakukan berdasarkan pertimbangan sebagai berikut :
1. Titik penaatan/titik sampling pemantauan dari perusahaan pertambangan; 2. Pond/kolam penampungan air limbah pertambangan 3. Kegiatan sekitar pertambangan batubara 4. Berdasarkan kondisi yang dianggap perlu untuk pemantauan; Contoh uji air limbah berasal dari limbah kegiatan pertambangan yang sudah diolah maupun yang belum diolah. Pengambilan contoh uji air limbah mengacu ke SNI 6989.59.2008[7]. Metode Analisis Analisis Air limbah pertambangan dilakukan oleh Laboratorium Air Pusarpedal dengan menggunakan metode yang tertera di bawah ini :
Tabel 1. Metode Analisis Air Limbah Parameter
Metode
pH
SNI 06-6989-11-2004
Temperatur, suhu
Standard Methods-APHA 2550-2005
Daya Hantar Listrik, DHL
SNI 06-6989-1-2004
Total padatan terlarut, TDS
SNI 06-6989.27-2005
Total Suspended Solid, TSS
SNI 06-6989-3-2004
Sulfida
Standard Methods-APHA 4500-S2.D.3a-2005
Sulfat
SNI 19-6964.5-2003
Sianida
SNI 19-6964.6-2003
Total Nitrogen
JIS K.0102-45.2-2002
Amoniak, NH3N
Standard Methods-APHA 4500NH3-F,2005
Besi, Fe
Standard Methods-APHA 3111B-2005
Mangan, Mn
Standard Methods-APHA 3111B-2005
Merkuri, Hg
Standard Methods-APHA 3112B-2005
Tembaga, Cu
Standard Methods-APHA 3111B-2005
65
Ecolab Vol. 8 No. 2 Juli 2014 : 53 - 96
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisa air limbah yang berasal dari 6 perusahaan tambang batubara yang berada di Kalimantan Timur dibandingkan dengan Kepmen-LH tentang bakumutu air limbah bagi usaha atau kegiatan pertambangan batubara yang mengatur airlimbah yang berasal dari kegiatan penambangan dan pengolahan/ pencucian batubara. Pengukuran pH yang dilakukan di lokasi pertambangan yang berada di propinsi Kalimantan Timur menunjukkan masih ada air limbah yang belum memenuhi kriteria Kepmen-LH yang dipersyaratkan yaitu 6 – 9. Nilai pH bersifat asam/rendah masih ditemukan di Outlet B-1 (4,2) dan run off B-3 (4,8) namun di lokasi preeplant B-2 di peroleh nilai pH sudah normal (7,0). Air
limbah dengan nilai pH yang rendah/asam akan semakin memudahkan logam-logam yang terkandung didalamnya untuk melarut sehingga mengakibatkan kandungan logam dalam contoh uji tersebut meningkat. pH diatas 9 menandakan contoh uji cenderung bersifat basa, pH 10 ditemukan di pertambangan D-1 yang merupakan pond penampungan air yang berasal dari limpasan kegiatan crusher demikian jugadi lokasi F nilai pH terukur 10. Ada berbagai macam pengolahan air limbah pertambangan, salah satu pengolahan yang mudah dan praktis adalah dengan penambahan kapur. Penambahan kapur perlu di perhitungkan perbandingannya dengan volume air limbah agar supaya bisa diperoleh keseimbangan proses reaksi antara air limbah dan kapur, diharapkan nilai pH
Tabel 2. Data Hasil Analisis Air Limbah Pertambangan Batubara Kaltim Lokasi
pH
TSS (mg/L)
Fe (mg/L)
Mn(mg/L)
A-1
7,7
36
1,1
0,43
A-2
7,5
10
0,26
0,78
A-3
7,3
2
0,18
0,55
A-4
7,0
17
0,68
1,1
A-5
8,2
26
1
3,5
A-6
6,9
5
0,14
1,5
A-7
6,9
24
1,1
1,4
B-1
4,2
10
1,1
2,9
B-2
7,0
23
1,6
0,23
B-3
4,8
16
1,7
1,4
C-1
6,0
36
0,44
0,010
C-2
7,0
5
0,77
0,034
C-3
7,4
9
0,41
0,025
D-1
10
44
0,31
0,038
D-2
7,2
28
0,49
0,15
E-1
7,8
70
2,1
0,25
E-2
7,2
5304
76
0,71
E-3
7,1
68
3,6
0,28
E-4
6,8
10
0,95
0,58
F
10
90
1,8
0,25
Bakumutu*)
6-9
400
7
4
*) Keputusan Mentri Lingkungan Hidup No. 113 tahun 2003
66
Alfrida E. Suoth dan Ernawita Nazir: Penataan Perusahaan Tambang Batubara di Kalimantan Timur...
Gambar 4. Grafik Konsentrasi Besi dan Mangan Air Limbah Kegiatan Penambangan dan Kegiatan Pengolahan Batubara di Kalimantan Timur
setelah pengolahan berada pada rentang yang di persyaratkan Kepmen-LH. Konduktivitas (Daya Hantar Listrik/DHL) adalah gambaran numerik dari kemampuan air untuk meneruskan aliran listrik. Oleh karena itu semakin banyak garam-garam terlarut yang dapat terionisasi, semakin tinggi pula nilai DHL. Nilai DHL pada semua lokasi sampling air limbah berada pada kisaran 2192445 µS/cm sedangkan nilai TDS berada pada range 33-1235 mg/L, Nilai DHL berbandinglangsungdengan nilai TDS. Konsentrasi besi dalam air limbah pertambangan yang di persyaratkan adalah 7 mg/L, hampir semua air limbah yang berasal dari lokasi sampling Kaltim berada di bawah baku mutu yang dipersyaratkan kecuali untuk lokasi E-2 (76 mg/L). Kondisi air limbah di lokasi E-2 berwarna keruh dan berlumpur, keadaan ini juga mengakibatkan nilai TSS 5304 mg/L. Logam dapat terikat dengan suspended solid dan apabila perairan dalam kondisi asam maka logam tersebut dapat terlepas ikatannya dan bisa mengakibatkan konsentrasi logam meningkat. Mangan dalam air limbah pertambangan di Provinsi Kaltim berada di bawah baku mutu yang dipersyaratkan. TSS yang
dipersyaratkan dalam kepmen-LH adalah 400 mg/L. Konsentrasi TSS diatas baku mutu (5304 mg/L) terdeteksi di lokasi E-2. Nilai TSS yang tinggi diakibatkan terikutnya/ terbawanya lapisan tanah yang sudah dalam kondisi terbuka akibat aktifitas pertambangan oleh air hujan. Kegiatan pengolahan/pencucian batubara adalah proses peremukan, pencucian, pemekatan dan atau penghilangan batuan/ mineral pengotor atau senyawa belerang dari batubara tanpa mengubah sifat kimianya [2]. Tujuan pencucian batubara guna mengurangi sulfur batubara akibatnya sulfur akan terlarut kedalam air limbah. Nilai TSS berkorelasi secara langsung dengan kekeruhan. TSS yang tinggi sangat menggangu perikanan bila nantinya akan di buang ke lingkungan terutama ke sungai, dapat mengganggu kehidupan biota perairan. Kekeruhan yang tinggi mengakibatkan terganggunya sistem osmoregulasi, misalnya pernafasan dan daya lihat organisme akuatik [8]. Parameter anorganik yang dianalisa yaitu sulfida, sulfat, sianida, total nitrogen dan amoniak. Secara umum nilainya rendah bahkan ada yang dibawah limit deteksi metode, hal ini berbeda 67
Ecolab Vol. 8 No. 2 Juli 2014 : 53 - 96
dengan parameter sulfat yang di semua lokasi terdeteksi, namun ada juga contoh uji yang tidak bisa di analisa dikarenakan kekeruhan yang sangat tinggi. Konsentrasi sulfat berkisar 23 – 551 mg/L di lokasi pertambangan di provinsi Kaltim. Logam Hg, Cu, Cd, Pb, Zn, Cr, Se, As, Ni dan Co dalam air limbah yang berasal dari kegiatan pertambangan maupun kegiatan pengolahan batubara secara umum nilainya kecil bahkan ada yang dibawah limit deteksi metode. SIMPULAN 1. Hasil analisis air limbah pertambangan dari 6 (enam) lokasi pertambangan di Kalimantan Timur dibandingkan dengan KepMn LH No.113 tahun 2003 lampiran 1, adalah : a. Parameter pH melebihi baku mutu di perusahaan B yaitu titik B-1 dan B-2 serta perusahaan F. b. P a r a m e t e r F e d a n T S S melebihi Kepmen-LH di lokasi pertambangan E-2. c. Parameter Mangan di seluruh pertambangan yang dipantau masih memenuhi Kepmen-LH No. 113 tahun 2003. 2. Parameter lingkungan dalam air limbah pertambangan di lokasi A, C, D masih memenuhi KepMn LH 113 tahun 2003 lampiran 1. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dan dukungan dari Ka.bidang Laboratorium Rujukan dan Pengujian: ibu Novy Farhani. Terima kasih juga atas kerjasama tim sampling pengkajian industri strategis dan tim analisis laboratorium air Pusarpedal- KLH. 68
DAFTAR PUSTAKA (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 2009. (2) K e p u t u s a n M e n t e r i N e g a r a Lingkungan Hidup Nomor 113 Tahun 2003 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan Atau Kegiatan Pertambangan Batu Bara. 2003. (3) Standar Nasional Indonesia. Metode pengambilan air limbah, SNI 6989.59. 2008. (4) American Public Health Association (APHA). Standard Methode for the Examination of water and wastewater 21st edition. American Public Health Association Washington DC, 2005. (5) Andi Baso Tancung dan M.Ghufran H.Kordi K. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budi daya Perairan, Rineka Cipta. 2005. (6) Badan Standarisasi Nasional. Kumpulan SNI (Standar Nasional Indonesia) untuk air dan air limbah. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta, 2004. (7) Hefni Effendi. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. KanisiusJakarta. 2003. (8) Heryando Palar. Pencemaran dan Toxicologi Logam Berat. Rineka Cipta. 2004. (9) H.R Mulyanto. Ilmu Lingkungan. Graha Ilmu. Jakarta. 2007. (10) Japanese Standard Assosiation,. JIS Handbook Environmental Technology, 2002. (11) Morton Lippmann, Environmental Toxicants, Wiley Interscience, second edition, 2000.
Asiah dan Arum Prajanti: Pemantauan Kualitas Air Laut Akibat Pasir Nikel di Perairan Teluk Buli, Halmahera.
PEMANTAUAN KUALITAS AIR LAUT AKIBAT TUMPAHAN PASIR NIKEL DI PERAIRAN TELUK BULI, HALMAHERA SEA WATER QUALITY MONITORING OF NICKEL SAND SPILL CONTAMINANTS IN THE GULF OF BULI, HALMAHERA Asiah dan Arum Prajanti1 (Diterima tanggal 23-09-2013; Disetujui tanggal 02-01-2014)
ABSTRAK Indonesia merupakan salah satu negara penghasil nikel terbesar di dunia sehingga pengelolaan hasil tambang nikel termasuk transportasi atau pengangkutan nikel dari dalam ke luar wilayah Indonesia perlu diperhatikan agar tidak menyebabkan kerugian baik materi, sosial maupun lingkungan. Pemantauan ini bertujuan untuk melihat kualitas air laut di wilayah Teluk Buli, Halmahera sebagai akibat dari tumpahan pasir nikel yang diangkut oleh kapal yang mengalami pembebanan lebih sehingga menyebabkan kapal tenggelam di perairan tersebut. Metode yang digunakan dalam pemantauan ini adalah metode survei dan pengambilan sampel secara langsung. Lokasi dan titik pemantauan berdasarkan dugaan pencemaran tumpahan pasir nikel yang menyebar sesuai pola sirkulasi arus laut, yaitu di lokasi tumpahan, beberapa meter dari sumber tumpahan dan titik kontrol. Sampel dianalisis di laboratorium Pusarpedal dengan parameter : pH, Oksigen Terlaurt (DO), Total Padatan Tersuspensi (TSS), Tembaga (Cu), Kadmium (Cd), Nikel (Ni) dan Timbal (Pb). Hasil pemantauan air laut dibandingkan dengan nilai baku mutu perundang-undangan lingkungan hidup Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 : 2004 tentang Baku Mutu Air Laut, lampiran III (untuk Biota Laut). Hasil pemantauan menunjukkan bahwa pada semua lokasi pemantauan nilai parameter pH, DO, TSS, Cu, Cd, Ni dan Pb masih dibawah baku mutu yang dipersyaratkan. Sedangkan kadar Zn pada semua lokasi pemantauan, termasuk titik kontrol menunjukkan nilai diatas baku mutu, yaitu pada kisaran 0,062 – 0,069 mg/L. Kadar merkuri ditemukan diatas baku mutu pada tiga lokasi yang relative dekat dengan tumpahan pasir nikel tersebut dengan kisaran 0,0019 – 0,0081 mg/L. Sedangkan pada titik kontrol konsentrasi Hg < 0,0005 mg/L Kata kunci: Pemantauan, tumpahan, pasir nikel, kualitas air laut, baku mutu air laut,
ABSTRACT Indonesia is one of the country's largest nickel producer in the world therefore management of mining nickel including nickel transportation from Indonesia to the outside Indonesian territory should be taken to minimize loss of material, social and environmental. Sea water quality in the Gulf of Buli -Halmahera needs to be monitored as a result of nickel sand spill from drowning a ship. Environmental sampling was done at the location that was suspected to be pollution, such as, the region of spills, the region of spread according to the currents of sea water, and the background area as control. Parameter pH, Dissolved Oxygen (DO), Total Suspended Solid (TSS), Cupper (Cu), Cadmium (Cd), Nickel (Ni) and Lead (Pb) were analyzed in a laboratory of Pusarpedal and the result compared with environmental quality standard based on the Environmental Minitry decree No. 51:2004 about Sea Water Quality Standard, attachment III (Sea Biota). The result of monitoring in all location showed that concentration level of pH, DO, TSS, Cu, Cd, Ni and Pb below environmental quality standard, except Zn in the range 0.062 - 0.069 mg/L. Concentration of Mercury found above environmental quality standard in three locations close to the sand nickel spill. Mercury concentration around the sand nickel spill were found 0.0019 - 0.0081 mg/L, while in the control point was below 0.0005 mg/L. Keywords: Monitoring, nickel sand, spill, sea water quality, marine water quality standards,
1
Pusarpedal- KLH Kawasan Puspiptek, Serpong – TangerangEmail :
[email protected].
69
Ecolab Vol. 8 No. 2 Juli 2014 : 53 - 96
PENDAHULUAN Pertambangan pada hakekatnya merupakan upaya pengembangan sumberdaya alam mineral dan energi yang potensial untuk dimanfaatkan secara hemat dan optimal bagi kepentingan dan kemakmuran rakyat, melalui serangkaian kegiatan eksplorasi, pengusahaan dan pemanfaatan hasil tambang. Upaya tersebut bertumpu pada pendayagunaan berbagai sumberdaya, terutama sumberdaya energi dan mineral, didukung sumberdaya energi manusia yang berkualitas, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemampuan manajemen. Nikel adalah salah satu logam yang paling penting dan memiliki banyak aplikasi dalam industri. Ada banyak jenis produk nikel seperti logam halus, bubuk, spons, dan lain-lain. 62% dari logam nikel digunakan dalam baja tahan karat, 13% dikonsumsi sebagai superalloy dan paduan nir-besi karena sifatnya yang tahan korosi dan tahan suhu tinggi [1]. Permintaan bijih nikel di dunia pun semakin meningkat terutama untuk negara-negara Eropa dan Asia. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil nikel terbesar. Potensi bijih nikel di Indonesia sudah diketahui sejak lama, terutama di wilayah Kabupaten Halmahera yang terletak di Provinsi Maluku Utara. Salah satu potensi yang diminati dari Kabupaten Halmahera adalah kandungan sumber daya alam diantaranya, yaitu: nikel, minyak bumi, emas, batubara, pasir besi, asbes, dan lain-lain [2]. Pengelolaan sumber daya alam dari bahan tambang sebagai salah satu komoditi unggulan devisa negara masih perlu ditata dan dikelola secara terpadu dengan 70
memperhatikan berbagai aspek sehingga diharapkan dapat lebih optimal, misalnya dalam hal transportasi atau pengangkutan hasil tambang dari dalam ke luar wilayah Indonesia perlu diperhatikan agar tidak menyebabkan kerugian baik materi, sosial maupun lingkungan akibat dari kegiatan pertambangan tersebut. Lautan merupakan kekayaan alam yang sering dimanfaatkan oleh manusia sebagai sumber kehidupannya. Namun di sisi lain, laut juga digunakan sebagai sarana transportasi. Transportasi laut dianggap efektif untuk pengangkutan beberapa hasil tambang, termasuk jalur ekspor impor. Selama ini, proses pengangkutan pasir nikel, sebagai bahan dasar nikel, dari wilayah Indonesia yaitu dari perairan Teluk Buli Halmahera ke luar negeri menggunakan transportasi kapal laut. Sejak beberapa tahun yang lalu proses pengangkutan nikel telah melebihi batas berat yang diijinkan untuk sebuah kapal pengangkut. Akibatnya pada tahun 2012 terjadi kecelakaan kapal pengangkut nikel yang tenggelam di perairan tersebut. Dengan tenggelamnya kapal pengangkut pasir nikel diduga terjadi kebocoran atau tumpahan muatan kapal ke perairan Teluk Buli. Hal ini dikhawatirkan menjadi sumber pencemaran lingkungan. Bahan tambang yang terlarut dalam perairan dapat menyebabkan pencemaran terhadap kehidupan ekosistem dalam perairan tersebut. Dampak dari pencemaran yang akan terjadi pada lingkungan pesisir dan laut antara lain akan mempengaruhi kondisi terumbu karang, larva ikan, moluska, bentos serta kerugian
Asiah dan Arum Prajanti: Pemantauan Kualitas Air Laut Akibat Pasir Nikel di Perairan Teluk Buli, Halmahera.
sosial ekonomi berupa penurunan tangkapan ikan di wilayah melautnya nelayan tradisional. Berdasarkan kejadian tersebut di atas, merujuk pada tupoksi Kementrian Lingkungan Hidup (KLH), maka dilakukan pemantauan terhadap kualitas air laut di sekitar tenggelamnya kapal pengangkut pasir nikel. Tujuan dilakukannya pemantauan kualitas lingkungan di perairan Teluk Buli, Halmahera Timur adalah untuk mengetahui kualitas air laut sehubungan dugaan terjadinya pencemaran lingkungan di wilayah tumpahan pasir nikel yang berasal dari kapal pengangkut pasir nikel yang karam. METODOLOGI Pemantauan dilakukan di wilayah perairan yang diduga terkena dampak lingkungan. Lokasi dan titik pemantauan ditentukan berdasarkan wilayah dugaan pencemaran tumpahan pasir nikel yang menyebar sesuai pola sirkulasi arus laut, yaitu di lokasi dekat tumpahan, beberapa meter dari sumber tumpahan dan titik kontrol. Pengambilan sampel tersebut berdasarkan pergerakan arus laut yang mempengaruhi karakteristik perairan. Arus laut di kedalaman yang lebih dalam lebih banyak dipengaruhi oleh keadaan pasang surut dan sifat-sifat fisik lainnya seperti perbedaan suhu, salinitas dan tekanan [3]. Fluktuasi muka
laut (pasut) merupakan hasil penjalaran dari massa air yang berpengaruh di pesisir pantai [4]. Pengambilan data primer dilakukan dengan survei lapangan, pengambilan sampel dan pengujian air laut di laboratorium serta pengolahan data hasil analisis. Pengambilan sampel dan analisis air laut dilakukan oleh laboratorium Pusarpedal – Deputi VII- KLH. Jumlah lokasi pengambilan sampel sebanyak 8 titik di perairan Teluk Buli, Halmahera Timur dengan mempertimbangkan lokasi dekat dengan tumpahan dan beberapa lokasi yang jauh dari tumpahan pasir nikel. Pengambilan data sekunder dilakukan dengan pengumpulan data pendukung di wilayah perairan, peta, ataupun literatur. Metode pemantauan lebih menekankan pada keterwakilan sampel yang diambil dengan pengujian kuantitatif. Metode ini menjelaskan dan mendeskripsikan tentang kualitas perairan laut, seberapa besar perbedaan kadar analit yang terukur dari satu titik ke titik lainnya, dan juga nilai dari unsur yang paling dominan yang terdapat lokasi pengambilan sampel. Paramter pengujian air laut meliputi pH, kekeruhan, Oksigen Terlarut (DO), Total Padatan Tersuspensi (TSS), Tembaga (Cu), Kadmium (Cd), Nikel (Ni) dan Timbal (Pb).
71
Ecolab Vol. 8 No. 2 Juli 2014 : 53 - 96
Gambar. 1 Lokasi pengambilan sampel air laut di Teluk Buli-Halmahera
Gambar 2. Titik pengambilan sampel air dan titik kontrol (titik A) di sekitar tumpahan pasir nikel
72
Asiah dan Arum Prajanti: Pemantauan Kualitas Air Laut Akibat Pasir Nikel di Perairan Teluk Buli, Halmahera.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.
Pada pemantauan ini jumlah titik pengambilan
51 : 2004 tentang Baku Mutu Air Laut,
sampel adalah 8 (delapan) titik termasuk titik
lampiran III (Untuk Biota Laut) [5]. Secara
kontrol. Lokasi A merupakan titik kontrol
lengkap, hasil pengujian parameter lapangan
dengan tujuan untuk mengetahui kualitas
dan beberapa parameter fisik terhadap 8
perairan secara alami atau tidak terkena
(delapan) lokasi air laut yang dianalisis di
dampak tumpahan pasir nikel. Dari hasil
Laboratorium Pusarpedal, dapat dilihat pada
pengukuran pH, DO dan TSS menunjukkan
tabel 1. Sedangkan hasil pengujian kadar
bahwa nilai untuk seluruh lokasi pengambilan
logam berat pada lokasi pemantauan dapat
sampel masih dibawah nilai baku mutu
dilihat pada tabel 2.
perundang-undangan lingkungan hidup Tabel 1. Hasil analisis sampel air laut di wilayah perairan Teluk Buli, Halmahera No
PARAMETER
LOKASI SAMPLING
BAKU MUTU
(A)
(B)
(C)
(D)
(E)
(F)
(G)
(H)
SNI 06-6989.11-2004
6-9
8.3
8.3
8.3
8.3
8.3
8.32
8.34
8.25
(oC)
SNI 06-6989.23 - 2005
alamiah
31.7
31.8
32.5
31.0
30.5
31.7
31.8
32.5
5.65
5.57
5.49
5.02
5.41
5.65
5.57
5.49
Satuan
METODE ANALISIS
1
pH
2
Temperatur
3
Oksigen Terlarut, DO
(mg/L)
SNI 06-6989.14-2004
>5
4
Daya Hantar listrik, DHL
(µS/cm)
SNI 06-6989.1-2004
-
27800
27650
27650
27850
27950
27800
27650
27650
5
Total Padatan Terlarut, TDS
(mg/L)
SNI 06-6989.27 - 2005
-
18375
18275
18285
18390
18470
18375
18275
18285
6
Salinitas
( /oo))
Elektrometri
alamiah
19.2
18.9
19
19.20
19.20
19.2
18.9
19.0
7
Kekeruhan
(NTU)
SNI 06-6989.25-2005
-
0.90
0.95
1.07
1.72
0.95
0.90
0.95
1.07
8
Total Padatan Tersuspensi, TSS
(mg/L)
SNI 06-6989.3-2004
20
<1
<1
<1
1
<1
<1
<1
<1
o
Tabel 2. Hasil analisis logam berat pada sampel air laut di wilayah perairan Teluk Buli, Halmahera. No
PARAMETER
1
Tembaga, Cu
2
Cadmium, Cd
3
Seng, Zn
4
Nikel, Ni
5
Timbal, Pb
6
Merkuri , Hg
Satuan
METODE ANALISIS
USEPA modifikasi
(mg/L)
SNI 19-6964.2 2003
LOKASI SAMPLING
BAKU MUTU
(A)
(B)
(C)
(D)
(E)
(F)
(G)
(H)
0.008
< 0.005
< 0.005
0.0053
0.0054
0.0052
< 0.005
0.0071
0.0052
0.001
< 0.0005
< 0.0005
< 0.0005
< 0.0005
< 0.0005
< 0.0005
< 0.0005
< 0.0005
0.05
0.069
0.069
0.066
0.065
0.064
0.062
0.064
0.068
0.05
0.0054
< 0.005
< 0.005
0.0053
< 0.005
< 0.005
< 0.005
0.0066
0.008
< 0.005
< 0.005
< 0.005
< 0.005
< 0.005
< 0.005
< 0.005
< 0.005
0.001
< 0.0005
0.0019
< 0.0005
0.0045
< 0.0005
0.0081
< 0.0005
< 0.0005
Keterangan Lokasi titik sampling menggunakan GPS : (A) N 0o42' 46.2",E128026' 58.2" (kontrol); (C) N 0044' 3.0", E 128023' 58.4"; (E) N 0o 44' 2.7", E 128023' 34.7"; (G) N 0043' 44.2", E 128022' 59.5";
(B) N 0044' 13.6", E 128024' 27.9"; (D) N 0o 44' 0.1", E 128o 23' 44.9"; (F) N 0043' 51.3", E 128023' 15.2"; (H) N 0043' 37.1" , E 128022' 23.8"
(Sumber data: Laboratorium Pusarpedal-KLH)
73
Ecolab Vol. 8 No. 2 Juli 2014 : 53 - 96
Nilai pH pada semua lokasi termasuk titik kontrol adalah berkisar 8, hal ini sesuai dengan kondisi alami pH air laut secara alami yang cenderung basa yaitu sampai 8. Selain itu pH yang bersifat basa ini mungkin terpengaruh oleh sedimen dan pasir nikel yang terdapat pada daerah pemantauan yang memiliki sifat basa. Bahan yang mungkin memberikan efek basa pada lokasi tersebut adalah ore. Nickel ore adalah bijih nikel, yaitu mineral atau agregat mineral yang mengandung nikel. Bijih nikel yang dibutuhkan dalam proses penambangan ini adalah bijih yang mempunyai sifat basa, sehingga limbah cair yang dihasilkan oleh penambangan bijih nikel ini bersifat basa. TSS pada lokasi pemantauan dan kontrol nilainya masih dibawah ambang batas sesuai peraturan perundang-undangan lingkungan hidup. Nilai TSS tersebut kecil kemungkinan karena perusahaan tambang nikel tersebut sudah melakukan pengelolaan bahan tambang sehingga kelarutan partikelnya rendah dan memiliki berat jenis yang tinggi. Dengan kondisi seperti ini maka jika pasir nikel berada pada suatu perairan atau tumpah ke perairan maka partikel akan relatif cepat mengendap di dasar perairan, sehingga menyebabkan TSS nya sangat rendah. Hal ini terbukti dengan nilai TSS di lokasi pemantauan sangat rendah yaitu 1 mg/L. Logam berat yang mencemari lingkungan, sebagian besar disebarkan melalui jalur air. Proses ini akan lebih cepat bila memasuki tubuh manusia melalui rantai makanan. Logam berat terakumulasi pada jaringan hewan dan tumbuhan, jika dikonsumsi manusia sebagai rantai makanan tertinggi maka akumulasi akan terjadi pada tubuh manusia. Sangatlah sukar untuk membersihkan lingkungan yang 74
tercemar oleh logam berat tersebut. Oleh karena itu untuk mengontrol pencemaran lingkungan akibat logam berat, perlu dibatasi kandungan maksimum logam berat dalam suatu limbah yang diperbolehkan dibuang di badan air [6]. Kandungan logam berat Zn pada perairan tersebut jika dilihat dari semua lokasi termasuk kontrol, konsentrasinya sedikit melebihi baku mutu. Hal ini menunjukkan bahwa secara alami kandungan Zn sudah cukup tinggi. Suatu perairan atau batuan jika terdapat kandungan hasil tambang yang cukup besar, maka beberapa logam ikutannya akan tinggi juga[6]. Hampir 70% keberadaan Zn di dunia dihasilkan dari penambangan. Logam Zn sebenarnya tidak toksik, tetapi dalam keadaan sebagai ion, Zn bebas memiliki toksisitas tinggi [7]. Seng (Zn) mempunyai dampak negatif bagi kesehatan terutama jika kadarnya sudah melebihi ambang batas. Konsumsi Zn berlebih dapat mengakibatkan defisiensi mineral lain. Intake Zn 150-450 mg/ hari mengakibatkan penurunan kadar Cu, pengubahan fungsi Fe, pengurangan imunitas tubuh, serta pengurangan kadar high density lipoprotein (HDL). Satu kasus yang dilaporkan karena seseorang mengonsumsi 4 g Zn-glukonat (570 mg unsur Zn) yang setelah 30 menit berakibat mual dan muntah. Pemberian dosis tunggal sebesar 225-500 mg Zn bisa mengakibatkan muntah, sedangkan pemberian suplemen dengan dosis 50-150 mg/ hari mengakibatkan sakit pada alat pencernaan. Konsumsi Zn lebih dari 50 mg/ hari selama beberapa minggu bisa menggangu ketersediaan biologi Cu, sedangkan konsumsi Zn yang tinggi bisa mempengaruhi sintesis ikatan Cu protein atau metalotionin dalam
Asiah dan Arum Prajanti: Pemantauan Kualitas Air Laut Akibat Pasir Nikel di Perairan Teluk Buli, Halmahera.
usus. Konsumsi Zn berlebih akan menggangu metabolisme mineral lain, khususnya Fe dan Cu [8]. Konsentrasi merkuri (Hg) di perairan pada titik B, D dan F melebihi baku mutu. Hal tersebut mungkin disebabkan lokasi tersebut cukup dekat dengan tumpahan pasir nikel. Merkuri termasuk polutan yang berbahaya bagi kesehatan manusia, sehingga keberadaannya di lingkungan harus diperhatikan. Semua bentuk merkuri baik dalam bentuk metil maupun dalam bentuk alkil yang masuk ke dalam tubuh mausia secara terus menerus akan menyebabkan kerusakan permanen pada otak, hati dan ginjal [9]. Perairan yang telah tercemar logam berat merkuri bukan hanya membahayakan komunitas biota yang hidup dalam perairan tersebut, tetapi juga akan membahayakan kesehatan manusia. Hal ini karena sifat logam berat yang persisten pada lingkungan, bersifat toksik pada konsentrasi tinggi dan cenderung terakumulasi pada biota [10]. Senyawa metil merkuri yang masuk ke dalam rantai makanan, terakumulasi pada ikan dan biota sungai. Merkuri pada ikan dan biota perairan membahayakan kehidupan manusia karena adanya rantai makanan. Logam berat seperti Hg terakumulasi dalam mikro-organisme yang hidup di air (sungai, danau, laut) melalui proses metabolisme. Bahan-bahan yang mengandung logam berat yang terbuang kedalam perairan dimakan oleh mikroorganisme tersebut dan secara kimiawi terubah menjadi senyawa yang sangat berbahaya. Mikro-organisme dimakan ikan sehingga logam berat tersebut terakumulasi dalam jaringan tubuh ikan. Ikan kecil menjadi rantai makanan ikan besar dan akhirnya dikonsumsi
oleh manusia. Berdasarkan penelitian, konsentrasi Merkuri yang terakumulasi dalam tubuh ikan diperkirakan 40-50 ribu kali lipat dibandingkan konsentrasi merkuri dalam air yang terkontaminasi [11]. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa tingginya konsentrasi Hg dan Zn kemungkinan disebabkan telah terjadi peluruhan mineral logam dari tumpahan pasir nikel tersebut masuk ke dalam perairan Teluk Buli. Konsentrasi nikel di semua lokasi masih dibawah ambang batas yang dipersyaratkan. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan tambang nikel yang bersangkutan, telah melakukan proses pengikatan nikel secara sempurna sehingga hanya sedikit yang dapat larut dalam air. Pencemaran di perairan ini disamping berasal dari tumpahan pasir nikel, kemungkinan dari kegiatan pengoperasian kapal, adanya kebocoran bahan bakar minyak dari instalasi permesinan, pipa-pipa, tangki-tangki, tumpahan lain, atau adanya bekas cucian, yang akhirnya tercampur dalam air. Pencemaran akibat kecelakaan kapal banyak terjadi di perairan laut karena adanya tumpahantumpahan muatan minyak, muatan bahan cair beracun sebagai akibat terjadinya kecelakaan kapal seperti tubrukan, kandas, kebakaran, dan sebagainya. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, tumpahan pasir nikel diperairan tersebut tidak begitu mempengaruhi kualitas air, namun menyebabkan kerusakan pada ekosistem dasar laut . Dengan kapasitas pasir nikel yang cukup besar menutupi dasar lautan, maka akan menyebabkan kehidupan organisme dasar sungai akan musnah sebagian. Sembiring 75
Ecolab Vol. 8 No. 2 Juli 2014 : 53 - 96
(2010) mengemukakan bahwa kemungkinan tumpahan pasir menyebar ke daerah yang lebih dangkal dan produktif secara biologis, sehingga mendatangkan lebih banyak masalah dari yang diperkirakan yaitu mengusir spesies ikan yang berpindah-pindah, menyebabkan kerusakan permanen di dasar laut, memusnahkan spesies asli, menghilangkan organisme langka dan mengurangi keanekaragaman organisme termasuk terumbu karang [12]. Dengan data pemantauan tersebut, diharapkan pengambil kebijakan di lingkungan KLH akan memberikan tindak lanjutnya secara nyata terhadap pengelolaan lingkungan hidup khususnya di perairan yang terkena dampak
UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada teman-teman bidang laboratorium rujukan dan pengujian, Pusarpedal sebagai tim yang sudah bekerjasama untuk terlaksananya kegiatan pemantauan ini. DAFTAR PUSTAKA 1. Barkas J., (2010), Drivers and risks for nickel demand, 7th International China Nickel Conference, Shanghai
tersebut.
2. Anonim, Nikel Halmahera Terbesar Di Dunia. 2013. http://energitoday. com/2013/02/17/nikel-halmaheraterbesar-di-dunia. Diunduh tanggal 15 Nopember 2013
SIMPULAN
3. I l a h u d e , 1 9 9 9 . P e n g a n t a r k e Oseanologi Fisika. LIPI. Jakarta.
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat diambil beberapa kesimpulan, sebagai berikut : 1. Kualitas air laut di wilayah Teluk Buli, Halmahera masih berada dalam ambang batas yang aman untuk biota laut. Hal ini berdasarkan konsentrasi pada seluruh titik pemantauan untuk parameter kualitas lingkungan pH, DO, TSS, Cu, Cd, Ni dan Pb menunjukkan nilai dibawah baku mutu perundangundangan lingkungan hidup Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 : 2004 tentang Baku Mutu Air Laut, lampiran III (Untuk Biota Laut). 2. Konsentrasi Zn dan Hg pada beberapa lokasi pemantauan melebihi nilai ambang batas perundang-undangan lingkungan hidup Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 : 2004 tentang Baku Mutu Air Laut, lampiran III (Untuk Biota Laut). 76
4. Ikawati, Yuni., dkk. 2001. Terumbu Karang Di Indonesia. Masyarakat Peduli Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi : Jakarta. 5. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 : 2004 tentang Baku Mutu AirLaut, lampiran III (Untuk Biota Laut). 6.
Anonim. 2010. Cara penanggulangan logam. http://www.chem-is-try.org/ artikel_kimia/biokimia/bioremoval_ metode_alternatif_untuk_ menanggulangi_pencemaran_logam_ berat/. Diakses tanggal September 2013.
7. Anonim, 2010.Menanggulangi Pencemaran Logam Berat. http:// www.ychi.org-ychi.org. Diunduh tanggal 18 September 2010. 8. Widowati, Wahyuet al. 2008. Efek Toksik Logam: Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Asiah dan Arum Prajanti: Pemantauan Kualitas Air Laut Akibat Pasir Nikel di Perairan Teluk Buli, Halmahera.
9. Clarkson TW, Magos L, Myers GJ. 2003. The toxicology of mercurycurrent exposures and clinical manifestations. 10. Darmono. 2010. Lingkungan Hidup dan Pencemaran. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia Wilayah Pesisir Dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta : PT. Pradnya Paramita
11. Sunarto. 2006. Keanekaragaman Hayati Dan Degradasi Ekosistem Terumbu Karang. Bandung : Fakultas Ilmu Perikanan dan Kalautan, Universitas Padjajaran 12. Sembiring, Amstrong. 2010. Bahayanya Limbah Tailing Yang Dilahirkan Dari Perusahaan Tambang. http ://Kompasiana.com. Diakses pada tanggal 8 Oktober 2013.
77
Ecolab Vol. 8 No. 2 Juli 2014 : 53 - 96
PEMANTAUAN SENYAWA DICHLORODIPHENYLTRICHLOROETHANE ( DDT ) DAN TURUNANNYA DI DAERAH CIANJUR, JAWA BARAT MONITORING OF DICHLORODIPHENYLTRICHLOROETHANE ( DDT ) AND ITS DERIVATIVES IN CIANJUR, WEST JAVA Yunesfi Syofyan dan Yuriska Andiri1 (Diterima tanggal 30-10-2013; Disetujui tanggal 02-01-2014)
ABSTRAK Persistent Organic Pollutants (POPs) merupakan senyawa organik yang relatif bertahan lama di lingkungan, sulit terdegradasi melalui proses kimia, biologi, dan fotolisis serta sukar larut di dalam air tetapi cenderung larut dalam lemak. Oleh karena sifatnya ini, POPs cenderung bersifat akumulatif dan bertahan di lingkungan. Selain itu, senyawa ini juga bersifat semivolatil sehingga dapat berada dalam fase uap ataupun terserap di dalam partikel debu, sehingga POPs dapat menempuh jarak yang jauh di udara (long-range air transport) sebelum akhirnya terdeposisi di bumi. Dari beberapa bentuk senyawa POPs, senyawa insektisida organoklorin yang paling bertahan lama dan mempunyai sifat bioakumulasi, diantaranya adalah Dichlorodiphenyltrichloroethane ( DDT ). Pemantauan kualitas lingkungan akibat pencemaran kelompok senyawa POPs, termasuk senyawa DDT dan turunannya telah dilakukan didaerah holtikultura Cianjur. Sampel diambil di beberapa lokasi yaitu PLTA Cijedil, Desa Cibeureum, Desa Sukatani, Agropolitan, dan Desa Sindang Jaya. Matriks yang diambil adalah air, sedimen sungai, dan tanah pertanian/perkebunan. Sampling air dan sedimen sungai dilakukan dengan metode sesaat sedangkan untuk tanah, menggunakan metode komposit tempat. Pemantauan ini mempunyai tujuan untuk menginventarisir jenis dan konsentrasi residu senyawa POPs yang terdapat di lingkungan terutama DDT dan turunannya. Isomer DDT yang paling banyak terbentuk di lingkungan adalah p,p’-DDT ( 80 % ) dan o,p’-DDT ( 20 % ). Senyawa POPs diekstrak dengan menggunakan pelarut organik, kemudian di clean-up dan dianalisis dengan GCMS menggunakan kolom kapiler non polar. Pada pemantauan tahun 2011, senyawa p,p’-DDT tidak terdeteksi dalam sampel sedimen, tetapi pada tahun 2012, ditemukan sekitar 3.7 ng/g dalam sedimen Sungai Cibeureum dekat PLTA Cijedil, Cugenang -Jawa Barat dan meningkat sebesar 6.95 ng/g pada tahun 2012 di lokasi yang sama. Masih pada tahun 2011, p,p’-DDT dan p,p’-DDE ditemukan tertinggi di tanah perkebunan Desa Sindang Jaya, Cipanas – Jawa Barat sebesar 446 ng/g, dan 184 ng/g, Tahun 2012 dan 2013 DDT dan turunannya masih terdeteksi namun konsentrasi cenderung menurun. Sementara itu pada sampel air tidak ditemukan senyawa DDT dan turunannya. Kata Kunci: persistent organic pollutant, residu pestisida, DDT, holtikultura, GC-MS
ABSTRACT Persistent Organic Pollutants (POPs) are organic compounds that are relatively survive long in the environment, it is difficult degraded through chemical processes, biological, and photolysis and sparingly soluble in water but soluble in fat tend. Therefore, POPs tend to be accumulated and persist in the environment. In addition, these compounds also are semivolatil so it can be in the vapor phase or adsorbed on the dust particles, so that POPs can travel long distances in the air (long-range transport of water) before being deposited in the earth. Some forms of POPs, organochlorine insecticide compounds that have the most lasting and bioaccumulation properties, which are Dichlorodiphenyltrichloroethane (DDT). Monitoring of environmental quality due to pollution of the Persistent Organic Pollutants ( POPs ) compound, including DDT and its derivative compounds in the holticulture area in Cianjur taken in several locations. Namely, PLTA Cijedil, Desa Cibeureum, Desa Sukatani, Agropolitan, dan Desa Sindang Jaya. The Matrix which taken are water, sediment river, and soil from agricultural / plantation area. This monitoring aims to inventory the types and concentrations of POPs residues, especially DDT and its derivatives. Mostly DDT isomers that formed in environment are p,p’-DDT ( 80 % ) and o,p-DDT ( 20 % ). POPs extracted Pusat Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan (PUSARPEDAL) Gedung 210 Kawasan Puspiptek Jl. Raya Puspiptek Serpong-Tangerang 15310, BANTEN, T/F:021-7560983, Email:
[email protected] 2 PTNBR – Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri-Badan Tenaga Nuklir Nasional, Jl Tamansari No. 71 Bandung 40132, telp.022-2503997, Fax.022-2504081;website:www.batan-bdg,go.id; E-mail:
[email protected] 1
78
Yunesfi Syofyan dan Yuriska Andiri: Pemantauan Senyawa Dichlorodiphenyltrichloroethane....
using an organic solvent, and then it should be through of clean – up process and finally analyzed by GCMS using a non-polar capillary column. In Cianjur ,p,p’-DDT was found highest in the plantation land in the village of Sindang Jaya, Cipanas 446 ng / g in 2011, whereas the derivatives is p,p’-DDE was also found highest in this area 184 ng/g. In 2012 and 2013, DDT and its derivatives are still detected, but the concentration tends to decrease. Comparison of p,p’-DDE / p,p’-DDT can be used to determine whether p,p’-DDT are remain of the past or the new one use. If the concentration of p,p’-DDT is greater than p,p’-DDE there may be a new addition. DDT compounds and its derivatives are generally not found in the water sample . In sediment, DDT and its derivatives was not finding in 2011, but in 2012 the p,p’-DDT was detected at 3.7 ng/g and increased in 2013 to 6.95 ng/g . Keywords: persistent organic pollutant, residu pestisida, DDT, holtikultura, GC-MS
PENDAHULUAN Persistent Organic Pollutants (POPs) merupakan senyawa organik yang relatif bertahan lama di lingkungan karena sulitnya senyawa-senyawa ini terdegradasi melalui proses kimia, biologi, dan fotolisis. Senyawa ini sukar larut di dalam air tetapi cenderung larut dalam lemak. Oleh karena sifatnya ini, POPs cenderung bersifat akumulatif dan bertahan di lingkungan. Selain itu, senyawa ini juga bersifat semivolatil sehingga dapat berada dalam fase uap ataupun terserap di dalam partikel debu, sehingga POPs dapat menempuh jarak yang jauh di udara (longrange air transport) sebelum akhirnya terdeposisi di bumi [1]. POPs merupakan senyawa yang sudah dilarang perdagangan dan penggunaanya di dalam konvensi Stockholm [2]. Dari beberapa bentuk senyawa POPs, senyawa insektisida organoklorin yang paling bertahan lama dan mempunyai sifat bioakumulasi, diantaranya adalah Dichlorodiphenyltrichloroethane (DDT). DDT merupakan insektisida sintetis khususnya dibidang pertanian. Sifatnya yang sangat berbahaya di lingkungan dan tahan lama di alam, maka senyawa ini di larang penggunaaannya. Tetapi penggunaannya masih terbatas hanya sebagai obat untuk nyamuk malaria diberbagai negara. DDT dapat mencapai ekosistem pesisir laut melalai
berbagai rute seperti penggunaan secara langsung di permukaan air, kemudian secara tidak langsung melalui proses deposisi udara dari proses penguapan atau penguapan yang sudah mengendap di tanah, tanaman dan permukaan air [3]. Isomer DDT yang paling banyak terbentuk di lingkungan adalah p,pDDT (80%) dan o,p-DDT (20%), hanya sebagian kecil terbentuk o,o’-DDT. DDT dapat mengalami dehidroksinasi membentuk diklorodifenildikloroetilen (DDE) dengan katalis garam-garam besi, alumunium, atau kromium, sedangkan DDD merupakan hasil metabolisme dari DDT dengan peranan enzim DDT dehidroklorinase (DDTase). Istilah “total DDT” sering digunakan untuk merujuk kepada jumlah semua senyawa DDT ( p, p-DDT, o, p – DDT, DDE,dan DDE ) [4] . Tidak semua tanah mengakumulasi pestisida dalam jumlah yang besar. Ukuran partikel tanah atau sedimen juga akan berpengaruh terhadap transportasi keberadaannya di pesisir. Berdasarkan penelitian Prartono et al. partikel halus seperti lanau dan lempung memiliki peran penting dalam proses transportasi materi (sedimen) [1,5]. Pemantauan ini bertujuan untuk melakukan inventarisasi keberadaan bahan pencemar DDT dalam tanah pertanian atau perkebunan, air dan sedimen sungai disekitar lokasi 79
Ecolab Vol. 8 No. 2 Juli 2014 : 53 - 96
pertanian dan perkebunan di Cianjur. Alasan pemilihan Cianjur sebagai lokasi penelitian adalah berdasarkan karena wilayah Cianjur masih banyak ditemukan daerah pertanian berupa sawah maupun perkebunan sayuran di wilayah Jawa Barat dan ternyata di lokasi tersebut masih ditemukan adanya senyawa DDT berdasarkan hasil pemantauan Pusarpedal pada tahun 2010 [6]. METODOLOGI Analisis DDT ini menggunakan bahanbahan dan alat-alat gelas bebas senyawa organik ( organic free ). Bahan-bahan yang digunakan adalah heksan dan aseton for residue analysis ( Merck ), heksan dan aseton pro analysis, NaCL, Na2SO4, serta activated florisil. Peralatan yang digunakan diantaranya adalah labu ekstraksi 2 L, 500 mL, dan 250 mL, labu jantung 300 ml, kolom gelas panjang 30 cm dengan diameter ± 1 cm dan evaporator dan alat gas chromatography mass spectrophotometer (GC-MS) Pengambilan sampel pada air dan sedimen sungai menggunakan metode grab sesaat sedangkan untuk tanah menggunakan metode komposit tempat. Sedangkan metode analisis air mengacu kepada metode SNI 06-6990.12004 ( GC-MS ), analisis sedimen SNI 066992.1-2004 ( GC-MS ), dan analisis tanah SNI 06-6991.1-2004 ( GC-MS ) [7]. Sampel air diekstrak dengan heksan sedangkan sampel sedimen dan tanah diekstrak menggunakan aseton terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan mengekstrak kedalam fasa heksan. Semua sampel dan blanko di tambahkan surrogate p,p’-DDT 13C15 sebelum ekstraksi dilakukan. Surrogate digunakan sebagai kontrol akurasi. Hasil ekstrak dipekatkan 80
dan di clean-up sebelum diinjeksikan ke GCMS. Sebagai fasa diam untuk proses cleanup, digunakan florisil yang telah diaktivasi selama 3 hari pada suhu 150 °C. Selain florisil, digunakan juga Na2SO4 anhydrous. Setelah itu dipekatkan hingga volume 1 ml dan diinjeksikan sebesar 2 µl melalui injektor. Sebelum diinjeksikan, di tambahkan senyawa Chrysene d-12 dan Phenantrene d-10 sebagai internal standar. Instrument yang digunakan adalah low resolution GCMS merek Shimadzu type QP 2010 dengan menggunakan kolom DB-5MS ( 30m x 0.25mm ID x 0,30 um thickness ). HASIL DAN PEMBAHASAN Pemantauan yang telah dilakukan berturutturut selama 3 (tiga) tahun yaitu tahun 2011 – 2013 menunjukkan bahwa DDT dan turunannya yakni DDE dan DDD masih ditemukan hampir di semua lokasi pemantauan padahal senyawa ini telah lama dilarang penggunaan dan perdagangannya serta merupakan salah satu dirty dozen ( 12 senyawa yang dilarang ) dalam konvensi Stockholm [2]. Sampling dilakukan pada Bulan Januari – Juni (siklus musim hujan ). Secara keseluruhan, konsentrasi senyawa turunan DDT yaitu DDE, ditemukan lebih tinggi dari pada DDD yang berarti perubahan cenderung dalam kondisi aerobic [8]. Umumnya senyawa DDT dan turunannya tidak ditemukan dalam contoh uji air karena memang sifat dari DDT ini yang sukar larut dalam air tetapi biasa terakumulasi di dalam partikel padat, misalnya sedimen. Ukuran partikel tanah atau sedimen juga akan berpengaruh terhadap transportasi keberadaan pestisida. Berdasarkan penelitian Prartono et al. [1] partikel halus seperti lanau dan
Yunesfi Syofyan dan Yuriska Andiri: Pemantauan Senyawa Dichlorodiphenyltrichloroethane....
lempung memiliki peran penting dalam proses transportasi pestisida. Lanau adalah tanah atau butiran penyusun tanah / batuan yang berukuran di antara pasir dan lempung. Beberapa pustaka berbahasa Indonesia menyebut objek ini sebagai debu. Lanau dapat membentuk endapan yang mengapung di permukaan air maupun yang tenggelam. ukuran partikel lanau berada di antara 3,9 sampai 62,5 μm, lebih besar daripada lempung tetapi lebih kecil daripada pasir. ISO 14688 memberi batasan antara 0,002 mm dan 0,063 mm.
merupakan polutan organik yang persisten yang sangat hidrofobik dan kuat diserap oleh tanah.
Senyawa DDT yang dianalisis adalah dalam bentuk p,p’-DDT dan o,p-DDT, sedangkan turunannnya dalam bentuk p,p’-DDE, o,pDDE, p,p’-DDD dan o,p-DDD. DDT
Pada Tabel 1 dan Gambar 1 disajikan informasi keberadaan senyawa DDT dan turunannya yang dipantau pada tahun 2011 – 2013 di Desa Sukatani, Pacet - Jawa Barat
Hasil analalisis tahun 2011 menunjukkan senyawa p,p’-DDT ditemukan tertinggi di tanah perkebunan Desa Sindang Jaya – Cipanas sebesar 446 ng/g, sedangkan turunannya p,p’DDE juga ditemukan tertinggi di daerah ini, yaitu 184 ng/g. Pada tahun 2012 dan 2013 DDT serta turunannya masih terdeteksi hampir di semua lokasi pemantauan namun konsentrasinya cenderung menurun.
Tabel 1. Konsentrasi DDT dan turunannya pada contoh uji tanah di Desa Sukatani, Pacet-Jawa Barat ( ng/g ) Senyawa
2011
2012
2013
p.p’ -DDT
13.00
25.25
12.00
p.p’ -DDE
19.00
7.57
5.97
p.p’-DDD
0.00
1.10
0.00
o.p -DDT
0.00
1.23
0.00
o.p -DDE
0.00
0.00
0.00
o.p-DDD
0.00
0.00
0.00
Gambar 1. Tren senyawa DDT dan turunannya dalam contoh uji tanah di Desa Sukatani, Pacet – Jawa Barat pada 2011 – 2013
81
Ecolab Vol. 8 No. 2 Juli 2014 : 53 - 96
Tabel 2. Konsentrasi DDT dan turunannya pada contoh uji tanah di Agropolitan, Cipanas – Jawa Barat ( ng/g ) Senyawa
2011
2012
2013
p.p’ -DDT
5.40
144.13
49.00
p.p’ -DDE
18.00
55.66
24.00
p.p’-DDD
0.00
0.93
0.00
o.p -DDT
0.00
12.07
0.00
o.p -DDE
0.00
0.00
0.00
o.p-DDD
0.00
0.00
0.00
Gambar 2. Tren senyawa p,p’-DDT dan turunannya pada contoh uji tanah di Agropolitan, Cipanas – Jawa Barat tahun 2011 - 2013 Tabel 3. Konsentrasi DDT dan turunannya pada contoh uji tanah di Desa Sindang Jaya, Cipanas – Jawa Barat ( ng/g ) Tanah perkebunan di Desa Sindang Jaya, Cipanas-Jawa Barat ( ng/g )
82
Senyawa
2011
2012
2013
p.p’ -DDT
446.00
132.19
62.00
p.p’ -DDE
184.00
24.09
14.00
p.p’-DDD
2.40
3.49
3.60
o.p -DDT
43.00
4.14
8.00
o.p -DDE
4.80
0.00
0.00
o.p-DDD
8.90
0.00
0.00
Yunesfi Syofyan dan Yuriska Andiri: Pemantauan Senyawa Dichlorodiphenyltrichloroethane....
Gambar 3. Tren senyawa p,p’-DDT dan turunannya di Desa Sindang Jaya, Cipanas – Jawa Barat pada 2011 - 2013 Tabel 4. Konsentrasi DDT dan turunannya dalam contoh uji sedimen ( ng/g ) senyawa
2011
2012
2013
S1cj
S2cj
S1cj
S1cj
p.p’ -DDT
nd
nd
3.7
6.95
p.p’ -DDE
nd
nd
1.84
1.8
p.p’-DDD
nd
nd
nd
nd
o.p -DDT
nd
nd
nd
nd
o.p -DDE
nd
nd
nd
nd
o.p-DDD
nd
nd
0.69
nd
Keterangan : S1cj : sedimen sungai Cibeureum di PLTA Cijedil, Cugenang-Jawa Barat S2cj : sedimen Sungai Cibeureum Desa Cibeureum, Cipanas Jawa Barat
Pada tahun 2011, senyawa DDT dan turunannya tidak ditemukan di dalam sedimen Sungai Cibeureum dekat PLTA Cijedil, Cugenang - Jawa Barat tetapi pada tahun 2012 p,p’-DDT terdeteksi sebesar 3,7 ng/g dan meningkat pada tahun 2013 menjadi 6,95 ng/g. Data selengkapnya disajikan pada Tabel 4. Ada beberapa kemungkinan pestisida mencapai badan sungai yaitu melalui penyemprotan atau pencucian, melalui tanah, sehingga akan dibawa ke air sebagai aliran, atau
mungkin tumpah karena sengaja atau melalui kelalaian [9]. Di dalam air terjadi pengenceran, sebagian ada yang terurai, sebagian lagi tetap persisten dan teradsorbsi pada partikel padat hingga akhirnya mengendap dalam sedimen. Meskipun konsentrasi residu mengecil, tetapi masih tetap mengandung resiko mencemarkan lingkungan. Selain itu, proses erosi juga dapat menyebabkan lapisan tanah bagian atas yang mengandung residu pestisida terkikis air limpasan permukaan kemudian mengalir menuju sungai [10]. 83
Ecolab Vol. 8 No. 2 Juli 2014 : 53 - 96
SIMPULAN Senyawa p,p’-DDT dan turunannya yaitu p,p’-DDE masih terdeteksi didalam tanah dan sedimen Sungai Cibeureum di sekitar lokasi pertanian di Cianjur - Jawa Barat. Konsentrasi p,p’-DDT dan p,p’-DDE tertinggi ditemukan pada tahun 2011 dalam tanah pertanian di Desa Sindang Jaya, Cipanas – Jawa Barat sebesar 446 ng/g dan 184 ng/g sementara di sedimen, kedua senyawa ini tertinggi ditemukan pada tahun 2013 dalam sedimen Sungai Cibeureum, dekat PLTA Cijedil, Cugenang – Jawa Barat masing-masing sebesar 6,95 ng/g dan 1,8 ng/g. Konsentrasi senyawa DDE lebih tinggi dari pada DDD yang berarti perubahan cenderung dalam kondisi aerobic hal ini sesuai karena sampling dilakukan pada musim penghujan. DAFTAR PUSTAKA (1) Prartono T, H Razak, I Gunawan. Pestisida Organoklorine di Sedimen Pesisir Muara Citarum, Teluk Jakarta : Peran Penting Fraksi Halus Sedimen Sebagai Pentransport DDT dan Proses Diagnesanya. J. Ilmu dan Tekhnologi Kelautan Tropis. Vol 1, No 2 (11 – 21). 2009. (2) Konvensi Stockholm. Tentang Bahan Pencemar Organik Yang Persisten. Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2011.
84
(3) Ouyang, Y.,P. Nkedi-Kizza, R.S. Mansell and J.Y. Ren. Organic Compounds in the environment:Spatial Distribution of DDT in Sediments from Estuarine Rivers of Central Florida J.Environ. Qual.32:17101716. 2003. (4) Voroney,R.P., & Vyn,T.J.. Changes in Soil Organic Matter. Agriculture and Agri-Food, Canada. 2002 (5) Manz M, Wenzel D. Persistent Organic Pollutants in Agricultural Soil of Central Germany. Elsevier Science Journal. DOI: 10.1016/ S0048-9697(00)00877-9. 2001 (6) Pusarpedal. Pemantauan Senyawa Persistent Organic Pollutans di Indonesia. Jakarta, 2010. (7) SNI 06-6990.1-2004 ( GCMS ). Air :
Analisis Organoklorin Menggunakan Pelarut n-hexan Secara Gas Kromatografi Spektrometer Massa.
(8) Darmawijaya, M. Isa.. Klasifikasi Tanah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 1997. (9) Madjid, A. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Bahan Ajar Online Fakultas Pertanian Unsri, Palembang. 2007. (10) Rose Alani, Kehinde O, Babajide A. The Level of Persistent, Bioaccumulative, and toxic (PBT) organic micropollutants contamination of Lagos Soils. Journal of Environmental Chemistry and Ecotoxicology. Volume 5(2), pp 2638. February 2001.
Vera Barlianti, Muryanto....
: Karakteristik Pasir Berlapis Oksida Besi Sebagai Adsorben untuk Penyisihan...
KARAKTERISASI PASIR BERLAPIS OKSIDA BESI SEBAGAI ADSORBEN UNTUK PENYISIHAN BESI DALAM AIR TANAH IRON OXIDE COATING SAND CHARACTERIZATION AS AN ADSORBENT TO REMOVE IRON IN GROUNDWATER Vera Barlianti, Muryanto, dan Eka Triwahyuni1 (Diterima tanggal 29-09-2013; Disetujui tanggal 02-01-2014)
ABSTRAK Air tanah merupakan sumber air minum utama bagi masyarakat yang berdomisili di daerah yang belum terjangkau layanan air bersih dari PDAM. Salah satu masalah pada kualitas air tanah adalah kandungan besi dalam air tanah di atas 0,3 mg/l, melebihi standar baku mutu Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2001. Sebagai contoh kandungan besi pada air tanah di Bandung mencapai 3-4 mg/l dan di Medan sebesar 4-5 mg/l. Pada penelitian sebelumnya telah diketahui bahwa adsorben dari pasir kuarsa yang dilapisi oksida besi (goethite) mampu menyisihkan kandungan besi dalam air tanah hingga 74,20%. Makalah ini melaporkan karakteristik dan potensi pasir sungai dan pasir pantai yang dilapisi oksida besi sebagai adsorben untuk menyisihkan kandungan besi dalam air tanah. Pasir yang digunakan adalah pasir yang berasal dari sungai Cisadane, Tangerang Selatan, Banten, Indonesia (PC), pasir pantai dari daerah Tangerang, Banten, Indonesia (TP), dan pasir yang berasal dari salah satu pantai di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, Indonesia (UJ). Pasir dicuci dengan air, kemudian dikeringkan selama 24 jam. Selanjutnya dilakukan pengayakan untuk memisahkan pasir berdasarkan ukurannya. Pasir yang mempunyai ukuran antara 425-710 um direndam dalam larutan HCl selama 24 jam, lalu dicuci dengan air dan dikeringkan. Hasil percobaan mengindikasikan terbentuknya senyawa lepidocrocite pada permukaan pasir pantai. Uji kinerja yang dilakukan terhadap adsorben ini menunjukkan efisiensi penyisihan besi dalam air tanah sebesar 61,65%. Kata kunci: oksida besi, pasir pantai, pasir sungai, karakterisasi, adsorben, penyisihan besi
ABSTRACT Groundwater is the main source of drinking water for the people who get no clean water services from PDAM. One of the existing problems in groundwater quality is the content of iron that exceed 0.3 mg/l, the upper limit of quality standard of drinking water (PP 82/2001). For examples, the iron content of groundwater in Medan reached 4-5 mg/l, while in Bandung iron concentration in groundwater was 4-5 mg/l. In the previous study was reported that the iron oxide (goethite) coating quartz sand adsorbent could remove iron content in groundwater up to 74.20%. This paper reported the characteristic and potency of iron oxide coating river sand or coastal sand as an adsorbent to remove iron content in groundwater. The sand used was sand from the river Cisadane, South Tangerang, Banten, Indonesia (PC), sand from Tangerang, Banten, Indonesia (TP), and sand that comes from one of the beaches in the Thousand Islands, Jakarta, Indonesia (UJ). The sand was washed with water, then dried for 24 hours. Further sifting to separate the sand by size. Sand that has between 425-710 um size soaked in HCl solution for 24 hours, then washed with water and dried. The results indicated the formation of lepidocrocite compound on the surface of the coastal sand. The performance test conducted on the adsorbent showed the removal efficiency of iron in groundwater was 61.65%. Keywords: iron oxide, coastal sand, river sand, characterization, adsorbent, iron removal
PENDAHULUAN Pemanfaatan air tanah oleh aktivitas penduduk, industri, dan jasa terus meningkat, terutama 1
di daerah-daerah yang belum terjangkau layanan air bersih dari Perusahaan Daerah
Pusat Penelitian Kimia-LIPI Kawasan Puspiptek Serpong Tangerang Selatan, Indonesia. E-mail :
[email protected].
85
Ecolab Vol. 8 No. 2 Juli 2014 : 53 - 96
Air Minum (PDAM). Bahkan di kota-kota yang telah mendapat layanan PDAM pun, masih banyak ditemukan penggunaan air tanah untuk memenuhi kebutuhan penduduknya. Di kota besar seperti DKI Jakarta misalnya, penggunaan air tanah mencapai 53 persen pada tahun 2009, meskipun saat ini di DKI Jakarta telah diterapkan peraturan harga air tanah yang lebih tinggi dari PDAM [1]. Pada daerah tertentu, keberadaan besi dalam air tanah melebihi baku mutu PP nomor 82 tahun 2001 tentang kualitas air dan pengendalian pencemaran air untuk air kelas I (air baku untuk air minum), yaitu 0,3 mg besi/L. Sebagai contoh kandungan besi pada air tanah di Bandung mencapai 3-4 mg/l [2], atau di Medan sebesar 4-5 mg/l [3]. Bahkan, pada pemantauan terhadap kondisi air tanah di Provinsi DKI Jakarta yang dilakukan oleh BPLHD (Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah) pada tahun 2006, menunjukkan bahwa kadar besi dalam air tanah di Jakarta Utara mencapai 3,38 mg/l, sedangkan di Jakarta Pusat mencapai 9,19 mg/l [4]. Bila konsentrasi besi terlarut dalam air cukup tinggi, akan timbul berbagai masalah, seperti air yang berwarna kekuningan sehingga merusak estetika, rasa tidak enak pada air, dan rusaknya dinding usus karena kelebihan kadar besi dalam tubuh sulit diekskresikan [5]. Selain mempengaruhi estetika dan kesehatan, konsentrasi besi dalam air yang cukup tinggi pun dapat mempengaruhi lingkungan apabila air tanah tersebut muncul ke permukaan dan membentuk ekosistem lotik. Pengaruh kandungan besi yang tinggi pada air permukaan akan menyebabkan penurunan keragaman dan jumlah spesies, seperti bentik dan ikan [6]. 86
Besi bersifat toksik terhadap tubuh hewan air. Mekanisme yang terjadi di dalam tubuh hewan diperkirakan meliputi perusakan membran sel dan DNA [6]. Selain melalui air, besi dapat masuk ke dalam tubuh hewan air melalui makanannya. Besi yang terpresipitasi menjadi besi hidroksida (Fe(OH)3) akan mengendap/ menempel pada daun-daun tanaman air atau bahan-bahan organik yang menjadi sumber makanan hewan air. Kandungan besi yang cukup tinggi dalam air tanah umumnya disebabkan oleh faktor geologis atau jenis batuan yang ada di lokasi air tanah tersebut. Kandungan besi yang relatif tinggi dalam air tanah kemungkinan berada di daerah yang mengandung batu kerikil dan pasir [7]. Konsentrasi besi dalam air tanah juga ditentukan oleh kedalaman letak air tanah tersebut.Air tanah di tempat yang dalam biasanya memiliki waktu kontak yang lebih lama dengan batuan yang mengandung mineral (dalam hal ini: besi) dibandingkan dengan air tanah di tempat yang lebih dangkal [8]. Metode penyisihan besi (Fe) dalam air tanah secara konvensional adalah aerasi yang diikuti oleh filtrasi. Pada metode ini, Fe2+ dioksidasi menjadi Fe3+ yang tidak larut dan membentuk flok. Selanjutnya flok-flok tersebut disisihkan melalui sebuah kolom filtrasi. Kelemahan metode ini adalah sering terjadi penyumbatan pada filter, oksidasi besi yang tidak sempurna, dapat terbentuk koloid besi yang dapat melewati filter, dan terbentuknya lumpur (sludge) pada akhir proses yang harus dibuang karena bersifat Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Metode alternatif untuk menyisihkan besi dari air tanah adalah dengan menggunakan metode adsorpsi-oksidasi menggunakan pasir yang dilapisi oksida besi.
Vera Barlianti, Muryanto....
: Karakteristik Pasir Berlapis Oksida Besi Sebagai Adsorben untuk Penyisihan...
Secara teoritis, mekanisme adsorpsi Fe2+ pada permukaan pasir dijelaskan oleh mekanisme yang diusulkan oleh Davis dan Leckie [9]. Pada sistem dalam air, permukaan suatu oksida dilapisi oleh gugus hidroksil (surface-OH). Adsorpsi Fe2+ pada permukaan oksida meliputi pembentukan ikatan antara ion besi dengan oksigen di permukaan dan melepas proton dari permukaan. Proses selanjutnya adalah oksidasi Fe 2+ yang telah teradsorp di permukaan menjadi Fe3+ dan pembentukan kembali sisi aktif untuk proses adsorpsi berikutnya. Pada penelitian sebelumnya telah diketahui bahwa adsorben yang terbuat dari pasir kuarsa sebagai penyangga, dan dilapisi oksida besi hidros sebagai permukaan aktif, dalam hal ini besi hidros yang dimaksud adalah goethite, mampu menyisihkan kandungan besi dalam air tanah dengan efisiensi sekitar 74,20% [10] dan 79,4% [11]. Pada percobaan secara repeated batch, adsorben ini mampu menyisihkan besi dalam air berturut-turut sebesar 83,97%; 86,82%; dan 77,14% [12]. Hal penting dalam pembuatan adsorben ini adalah oksida besi sebagai permukaan aktif dan pasir kuarsa sebagai penyangga. Besi, dalam bentuk unsur maupun oksida, mempunyai peran penting dalam perpindahan dan distribusi cemaran di lingkungan perairan maupun tanah. Oksida besi hidros telah diketahui memiliki kemampuan sebagai adsorben terhadap beberapa cemaran karena mempunyai luas permukaan aktif yang relatif tinggi [13]. Adsorben tersebut harus memenuhi tiga persyaratan utama, yaitu (1) murah dan mudah tersedia, (2) mempunyai kapasitas sorpsi yang tinggi pada nilai pH air tanah aktual, dan (3) mudah dipisahkan dari fasa air pada akhir proses. Pasir kuarsa adalah
pasir yang mengandung kuarsa, yaitu suatu mineral yang komponen utamanya adalah silika (SiO2). Pasir kuarsa digunakan sebagai penyangga untuk memperbaiki karakteristik oksida besi hidros sebagai adsorben supaya mudah dipisahkan dari fasa air [14]. Makalah ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik dan potensi pasir jenis lain sebagai unsur penyangga pada adsorben serta karakterisasi adsorben tersebut dalam proses penyisihan kandungan besi dalam air tanah. Jenis pasir yang akan digunakan adalah pasir yang berasal dari sungai di Tangerang Selatan, pasir pantai dari daerah Tangerang, Banten, dan pasir pantai dari Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. METODOLOGI Bahan Pasir yang digunakan adalah pasir yang berasal dari sungai Cisadane, Tangerang Selatan, Banten, Indonesia (PC), pasir pantai dari daerah Tangerang, Banten, Indonesia (TP), dan pasir yang berasal dari salah satu pantai di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, Indonesia (UJ). Pasir dicuci dengan air, kemudian dikeringkan selama 24 jam. Selanjutnya dilakukan pengayakan untuk memisahkan pasir berdasarkan ukurannya. Pasir yang mempunyai ukuran antara 425-710 mm direndam dalam larutan HCl selama 24 jam, lalu dicuci dengan air dan dikeringkan. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan oksida besi dan analisa adalah bahan kimia berkualitas p.a. dari E-Merck. Air tanah yang mengandung besi disimulasikan dengan membuat model air tanah sintetik yang mengandung Fe2+ dengan konsentrasi 3 ppm. 87
Ecolab Vol. 8 No. 2 Juli 2014 : 53 - 96
Pembuatan adsorben Pembuatan adsorben dilakukan dengan cara melapisi pasir dengan oksida besi berdasarkan metoda tertentu, yaitu : 1. Metoda Moller (M 9,5 dan M 11,5) [14] : 100 mL larutan FeCl3 dicampur dengan 200 g pasir berukuran 475–710 mm yang telah dicuci dan dikeringkan. Nilai pH diatur menjadi 9,5 dan 11,5 dengan penambahan NaOH. Selanjutnya campuran dipanaskan pada temperatur 100oC selama 10 jam. Kemudian campuran dibilas dan dikeringkan dalam oven pada suhu 100oC. 2. M e t o d a L o g a n a t h a n ( L ) [ 1 5 ] : Larutan FeCl2 0,05 M sebanyak 200 mL dicampur dengan 40 mL larutan NaHCO3 1 M dan 200 g pasir. Kemudian campuran tersebut diaerasi selama 1,5 jam lalu dicuci dengan 500 mL aqua dm sebanyak 3 kali. Supernatan dipisahkan, kemudian campuran pasir diberi 200 mL larutan FeCl2 0,05 M dan 40 mL larutan NaHCO 3 1 M. Selanjutnya dicuci kembali, proses ini diulang selama 4 kali. Selanjutnya pasir dikeringkan dalam oven pada suhu 100oC. Karakterisasi bahan dan analisa kimia K o m p o si si pas ir ditentukan deng a n menggunakan XRF (X-Ray Fluorescence), sedangkan jenis oksida besi yang terbentuk di permukaan pasir dianalisa dengan menggunakan XRD (X-Ray Diffraction) jenis powder diffractometer PW 1710 dan FTIR (Fourier Transform Infra Red). Analisa konsentrasi besi dalam air dilakukan dengan metoda fotometri pada panjang gelombang (λ) 533 nm (ASTM D-1068). 88
50 mL contoh air ditambah 2 mL HCl pekat dan 1 mL larutan hydroxyl amine, kemudian dipanaskan sampai mendidih. Setelah dingin, tambahkan buffer amonium asetat dan o-phenanthroline kemudian diencerkan sampai volumenya mencapai 50 mL. Kocok sampai warnanya berubah kemerahan. Spektrofotometer yang digunakan adalah Spektrofotometer Hitachi U-2000. Uji kinerja adsorpsi Uji adsorpsi dilakukan secara batch dengan menggunakan 100 mL larutan yang mengandung Fe2+ sebanyak 2-3 ppm pada nilai pH 7 dan 10 g adsorben. Proses dilakukan secara anoksik dan diaduk di atas orbital shaker dengan kecepatan 100 rpm selama 6 jam. Setelah adsorben diendapkan, contoh cairan diambil untuk dianalisa kandungan besinya. Uji kestabilan adsorben dilakukan dengan proses yang sama dengan uji adsorpsi, tetapi cairan yang digunakan adalah 100 mL aqua dm dengan konsentrasi Fe2+ 0 ppm. Hasil dan Pembahasan Karakterisasi adsorben Jenis pasir yang digunakan sebagai penyangga ada 3 jenis, yaitu 1 jenis pasir sungai (PC), dan 2 jenis pasir pantai (TP dan UJ). Hasil pengukuran XRF untuk menentukan komposisi masing-masing pasir dapat dilihat di Tabel 1. Tabel 1 menunjukkan komposisi pasir UJ berbeda dengan komposisi kedua pasir lainnya. Senyawa yang dominan menyusun pasir UJ adalah kalsit (CaCO3) sehingga pasir ini memiliki warna putih susu, sedangkan senyawa dominan pada kedua pasir yang lain adalah silika (SiO2) dengan konsentrasi yang berbeda. Pasir TP mengandung silika sebanyak 55,74%, sedangkan pasir PC
Vera Barlianti, Muryanto....
: Karakteristik Pasir Berlapis Oksida Besi Sebagai Adsorben untuk Penyisihan...
Tabel 1. Komposisi pasir yang digunakan sebagai penyangga Pasir pantai (UJ)
Pasir pantai (TP)
Pasir sungai (PC)
Komponen
Jumlah (%)
Komponen
Jumlah (%)
Komponen
Jumlah (%)
CaCO3
45,60
SiO2
55,74
SiO2
40,20
MgO
5,05
Al2O3
11,86
Al2O3
17,93
Al2O3
2,06
Fe2O3
3,70
Fe2O3
6,14
SiO2
1,93
K2O
2,93
CaO
1,78
mengandung silika sebanyak 40,20%. Berdasarkan pengamatan secara visual, terjadi perubahan warna pada setiap pasir sebelum diproses dan setelah diproses. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1. Perubahan warna pada pasir TP dan pasir PC sebelum dan sesudah proses pelapisan tidak terlalu jelas, pasir sesudah proses pelapisan hanya tampak lebih gelap kecoklatan dan kuning kecoklatan dari sebelumnya. Pada pasir UJ perubahan warna tampak jelas, pasir UJ berwarna putih susu pada saat awal dan setelah proses pelapisan berubah menjadi jingga kecoklatan. Perubahan warna pasir tersebut mengindikasikan adanya perubahan kondisi permukaan pasir atau pembentukan lapisan tipis di permukaan pasir.
Permukaan adsorben yang berwarna kuning kecoklatan mendukung indikasi adanya senyawa goethite. Pada proses sintesis goethite dari ferrihydrite dengan bahan baku larutan Fe3+ pada nilai pH yang tinggi melibatkan perubahan warna ferrihydrite menjadi goethite dari coklat kekuningan menjadi kuning, tergantung dari lamanya waktu inkubasi [16]. Setiap oksida besi mempunyai warna yang berbeda-beda. Hematite adalah senyawa oksida besi yang memiliki warna paling kemerahan, sedangkan feroxyhite, ferrihydrite, akaganeite, lepidocrocite, maghemite, schwertmannite dan goethite secara berurutan menunjukkan peningkatan warna kekuningan, sebagai perbandingan
Gambar 1. Perubahan warna pada pasir penyangga Ket. : Kiri ke kanan (atas) : pasir UJ; UJM-9,5; UJM-11,5; UJL Kiri ke kanan (tengah) : pasir TP; TPM-9,5; TPM-11,5; TPL Kiri ke kanan (bawah) : pasir PC; PCM-9,5; PCM-11,5; PCL
89
Ecolab Vol. 8 No. 2 Juli 2014 : 53 - 96
senyawa lepidocrocite memiliki warna jingga terang sampai jingga kecoklatan [17]. Berdasarkan literatur, warna jingga kecoklatan pada pasir UJ mengindikasikan adanya senyawa lepidocrocite. Selain dengan pengamatan warna yang terbentuk pada permukaan adsorben, adsorben pun dianalisa dengan menggunakan XRD dan FTIR untuk mengetahui jenis senyawa oksida besi yang terbentuk. Analisa XRD dilakukan dengan radiasi CuKα pada λ 1,54060 Å. Spektra FTIR yang dihasilkan merupakan hasil interaksi antara sampel
90
padat yang dipreparasi dengan KBr, dengan radiasi elektromagnetik pada rentang bilangan gelombang 0 – 4000 cm-1. Gambar pola difraktogram XRD dan spektra FTIR untuk beberapa adsorben dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3 berikut ini. Analisa terhadap difraktogram XRD dilakukan dengan membandingkan data percobaan dengan database yang terdapat di dalam perangkat lunak PCPDFWIN dari Joint Committee on Powder Diffraction Standards (JCPDS) -International Centre for Diffraction Data (ICDD).
Vera Barlianti, Muryanto....
: Karakteristik Pasir Berlapis Oksida Besi Sebagai Adsorben untuk Penyisihan...
Gambar 2. Difraktogram XRD pada adsorben (a) PCM 11,5; (b) TPM 11,5; dan (c) UJL
91
Ecolab Vol. 8 No. 2 Juli 2014 : 53 - 96
Difraktogram pada pasir PCM 11,5 mengindikasikan kehadiran senyawa goethite, ditandai dengan adanya puncak-puncak pada 2θ di sekitar 21,22o, 36,65o, dan 48,37o (lingkaran merah). Pola difraktogram yang serupa tampak pada hasil analisa pasir PCL, dan TPM 9,5 (data tidak ditampilkan). Sementara itu, pola spektra FTIR pada pasir PCM 11,5 menunjukkan puncak-puncak pada bilangan gelombang 3620,3 cm-1, 916,19 cm1 , 796,60 cm-1 dan 638,11 cm-1 (garis merah). Pola spektra infra merah ini merujuk pada kehadiran senyawa goethite yang memiliki puncak pada bilangan gelombang 890 cm-1, 791 cm-1, dan 610 cm-1. Pita pada 890 cm-1 dan 791 cm-1 menunjukkan kehadiran gugus OH, sedangkan pita pada 610 cm-1 menunjukkan adanya stretching vibration ikatan Fe-O yang simetris [18]. Hasil analisa XRD dan FTIR terhadap pasir TPM 11,5 tampak kurang jelas, tetapi masih ditemukan puncak-puncak pada 2θ sekitar 35,89 o , 40,79 o , dan 46,28 o yang mengindikasikan adanya senyawa ferrihydrite. Pola spektra FTIR pada pasir TPM 11,5 memiliki puncak pada bilangan gelombang 92
3460,30 cm-1 yang menunjukkan pita serapan grup OH pada ikatan Fe-O-H didalam senyawa ferrihidryte [19]. Puncak pada bilangan gelombang 990,15 menunjukkan adanya stretching vibration ikatan Si-O [18]. Pola difraktogram XRD dan spektra FTIR yang serupa dimiliki pula oleh pasir PCM 9,5 (data tidak ditampilkan). Hasil analisa XRD dan FTIR terhadap pasir UJL tampak kurang jelas, tetapi jenis oksida besi yang terbentuk masih dapat diduga sebagai lepidocrocite. Hal ini ditandai dengan pola difraktogram yang memiliki puncakpuncak pada 2θ sama dengan 27,05o, 36,30o, 31,45o, dan 42,82o. Adapun puncak-puncak pada spektra FTIR untuk pasir UJL terletak pada bilangan gelombang 3514,30 cm -1, 1172,72 cm-1, 1082,07 cm-1, dan 993,34 cm-1. Puncak pada panjang gelombang 1172,72 cm-1 dan 1082,07 cm-1 mengindikasikan adanya senyawa lepidocrocite [20]. Pola-pola ini serupa dengan difraktogram dan spektra FTIR pada pasir UJM 9,5 (data tidak ditampilkan). Hasil interpretasi terhadap pola XRD dan spektra FTIR secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.
Vera Barlianti, Muryanto....
: Karakteristik Pasir Berlapis Oksida Besi Sebagai Adsorben untuk Penyisihan...
Tabel 2. Hasil interpretasi terhadap pola difraktogram XRD dan spektra FTIR No
Adsorben
Jenis oksida besi
1
PCM-9,5
Ferrihydrite
2
PCM-11,5
Goethite
3
PCL
Goethite
4
TPM-9,5
Goethite
5
TPM-11,5
Ferrihydrite
6
TPL
Tidak terdeteksi
7
UJM-9,5
Lepidocrocite
8
UJM-11,5
Tidak terdeteksi
9
UJL
Lepidocrocite
3.2. Uji kestabilan adsorben dan uji adsorpsi besi dalam air tanah Uji kestabilan dilakukan dengan menggunakan air tanpa kandungan besi (aqua dm). Pada akhir uji kestabilan, kandungan besi di dalam air tersebut diukur konsentrasinya. Hasil uji kestabilan dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini. Hasil uji kestabilan dengan kondisi percobaan yang sama untuk setiap jenis adsorben menunjukkan bahwa oksida besi yang terbentuk pada pasir TP dan pasir PC mudah terlepas kembali dari pasir penyangganya. Oksida besi yang terbentuk pada pasir UJ melekat cukup erat pada permukaan pasir penyangganya. Konsentrasi besi yang lepas ke air relatif kecil bila dibandingkan dengan konsentrasi besi yang dapat diserap oleh adsorben tersebut.
Apabila data kestabilan adsorben TP dan PC dibandingkan dengan data kestabilan adsorben yang menggunakan pasir kuarsa sebagai penyangga, diperoleh hasil bahwa oksida besi (Goethite) melekat jauh lebih stabil pada pasir kuarsa [10]. Kestabilan adsorben ini diperkirakan karena terbentuk ikatan Si-O-Fe antara gugus silanol (Si-OH) di permukaan pasir kuarsa dan permukaan oksida besi, yang dapat diidentifikasi dengan spektra FT-IR [21], sehingga dapat dikatakan bahwa perbedaan komposisi silika (SiO2) dalam pasir berpengaruh terhadap kestabilan adsorben. Alasan ini pula yang dapat menjelaskan ketidakstabilan adsorben yang menggunakan pasir TP dan pasir PC yang hanya mengandung SiO2 sebesar 40-50% daripada adsorben yang menggunakan pasir kuarsa yang mengandung SiO2 sebesar 99%.
Tabel 3. Hasil uji kestabilan adsorben No
Adsorben
Konsentrasi besi setelah proses (mg/l)
1
PCAM-9,5
Tidak dilakukan
2
PCAM-11,5
8,66
3
PCAL
Tidak dilakukan
4
TPM-9,5
Tidak dilakukan
5
TPM-11,5
4,43
6
TPL
Tidak dilakukan
7
UJM-9,5
3,89
8
UJM-11,5
0,94
9
UJL
0,13
93
Ecolab Vol. 8 No. 2 Juli 2014 : 53 - 96
Pelekatan oksida besi pada pasir UJ memiliki konsep ikatan yang berbeda dengan ketiga pasir lainnya karena perbedaan komposisi antara pasir UJ dengan pasir lainnya. Reaksi yang terjadi antara pasir UJ dengan besi diperkirakan [22]: 3 CaCO3 + Fe3+ + 3 H2O
2Fe(OH)3 + 3 Ca2+ + 3 CO2 ……….(1)
dan 4 CaCO3 + 4Fe2+ + O2 + 2 H2O
4 FeOOH + 4 Ca2+ + 4 CO2 ..(2)
Uji kinerja terhadap adsorben yang diperoleh dilakukan dengan uji adsorpsi secara batch. Larutan Fe2+ yang digunakan sebagai model air tanah dikondisikan pada konsentrasi 3 ppm dan nilai pH 7, sesuai dengan kondisi air tanah asli. Pada umumnya nilai pH air tanah berkisar antara 6,5 – 8 dengan konsentrasi besi terlarut (Fe2+) < 5 ppm [9]. Uji kinerja ini hanya dilakukan terhadap adsorben yang relatif stabil, yaitu adsorben UJ yang dilapisi lepidocrocite dengan metoda Loganathan. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa adsorben tersebut dapat menyisihkan besi dalam air tanah sebesar 61,65%. Hasil ini masih dibawah efisiensi penyisihan besi oleh adsorben yang menggunakan pasir kuarsa sebagai penyangga, yaitu 74,20% [10]. SIMPULAN 1. Senyawa oksida besi yang digunakan sebagai permukaan aktif dalam proses penyisihan besi adalah ferrihydrite, lepidocrocite, dan goethite. 2. Pasir yang cocok untuk digunakan sebagai penyangga pada adsorben ini adalah pasir yang mengandung silika (SiO2) dan kalsit (CaCO3). Komposisi silika (SiO2) dalam pasir penyangga adsorben mempunyai pengaruh terhadap kestabilan adsorben. Semakin tinggi kandungan silika (SiO2), adsorben akan semakin stabil. 94
3. Pasir pantai UJ yang dilapisi senyawa lepidocrocite memiliki potensi lebih baik sebagai adsorben daripada pasir pantai TP dan pasir sungai PC. Adsorben ini mampu menyisihkan besi dalam air tanah sebesar 61,65%. 4. Penyisihan besi dalam air tanah dapat mengurangi dampak negatif terhadap kesehatan dan lingkungan. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Program Insentif Peneliti dan Perekayasa LIPI Tahun 2010 yang telah mendanai kegiatan penelitian ini. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Saudara Hendris Hendarsyah, Amd. atas bantuan teknis di laboratorium. DAFTAR PUSTAKA (1) Kompas. 2009a. Tarif Air Tanah Akan Dinaikkan. Jakarta. 27 Februari 2009. (2) Krisma, A. 2008. Penyisihan Besi dan Zat Organik dari Air Tanah Menggunakan Ozon (AOP). Jurusan Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Bandung. (3) Kompas. 2009b. Air Tanah Tidak Layak. Jakarta. 7 April 2009. (4) BPLHD DKI Jakarta. 2006. http:// bplhd.jakarta.go.id/NKLD%202006/ Buku-I/Docs/3-321.htm (5) Michalakos, G.D., Nieva, J.M., Vayenas, D.V., Lyberatos, G. 1997. Removal of iron from potable water using a trickling filter. Wat. Res. Volume 31 (5) : 991-996. (6) Vuori, K.M. 1995. Direct and Indirect Effects of Iron on River Ecosystems. Ann. Zool. Fennici. Volume 32 : 317329 (7) Daughney, C.J. 2003. Iron and manganese in New Zealand’s Groundwater. Journal of Hydrology (NZ). Volume 42 (1) : 11-26
Vera Barlianti, Muryanto....
: Karakteristik Pasir Berlapis Oksida Besi Sebagai Adsorben untuk Penyisihan...
(8) Nelson, D. 2002. Natural Variations in The Composition of Groundwater. Presented at Groundwater Foundation Annual Meeting. November (9) Sharma, S.K., Greetham, M.R., Schippers, J.C. 1999. Adsorption of iron(II) onto filter media. J Water SRT-Aqua. Volume 48. No 3 : 84-91. (10) Barlianti, V. 2010. Studi awal pembuatan adsorben untuk penyisihan besi dalam air tanah. Prosiding Seminar Nasional XIII Kimia dalam pembangunan: ”Perkembangan Mutakhir dalam Ilmu dan Teknologi Kimia di Indonesia”. Jaringan Kerjasama Kimia Indonesia. Yogyakarta. ISSN : 0854-4778. Halaman 83-86. (11) Muryanto, Barlianti, V., Triwahyuni, E., Hendarsyah, H. 2011. Pengaruh suhu pembuatan adsorben terhadap kemampuan penyisihan besi dalam air tanah. Prosiding Seminar Nasional XIX “Kimia dalam Industri dan Lingkungan”. Jaringan Kerjasama Kimia Indonesia. Yogyakarta. ISSN: 0854-4778. Halaman 493-498. (12) Triwahyuni, E., Barlianti, V., Dahnum, D., Wiloso, E.I. 2011. Kinerja adsorben pasir berlapis oksida besi untuk penyisihan besi dalam air tanah secara repeated batch. Prosiding Seminar Nasional XIX “Kimia dalam Industri dan Lingkungan”. Jaringan Kerjasama Kimia Indonesia. Yogyakarta. ISSN: 0854-4778. Halaman 823-828. (13) Cundy, A.B., Hopkinson, L., Whitby, R.L.D. 2008. Use of iron-based technologies in contaminated land and groundwater remediation: A review. Science of the Total Environment. Volume 400 : 42-51. (14) Moller, J., Ledin, A., Mikkelsen, P.S. 2002. Removal of dissolved heavy metal from pre-settled stormwater runoff by iron oxide coated sand (IOCS).
(15) Loganathan, V.A., Kanel, S.R., Barnett, M.O., Clement, T.P. Synthesis of Goethite coated sand and analysis of its interaction with uranium. Civil Engineering, Auburn University. (16) Nagano, T., Nakashima, S., Nakayama, S., Osada, K., Senoo, M. 1992. Color variations associated with rapid formation of goethite from protoferrihydrite at pH 13 and 40oC. Clays and Clays Minerals. Volume 40 (5) : 600-607. (17) Schwertmann, U., Cornell, R.M. 2000. Methods of characterization. Iron Oxides in the Laboratory : Preparation and Characterization. Second, completely revised and extended edition : 27-54. Wiley-VCH Verlag GmbH. Weinheim, Germany. (18) Vempati, R.K., Loeppert, R.H. 1989. Influence of structural and adsorbed Si on the transformation of synthetic ferrihydrite. Clays and Clay Minerals. Volume 37 (3) : 273-279. (19) R u s s e l , J . D . 1 9 7 9 . I n f r a r e d spectroscopy of ferrihydrite : evidence for the presence of structural hydroxyl groups. Clay Minerals. Volume 14 : 109-114. (20) Liu, H., Li, P., Zhu, M., Wei, Y., Sun, Y., 2007. Fe(II)-induced transformation from ferrihydrite to lepidocrocite and goethite. Journal of Solid State Chemistry. Volume 180 : 2121-2128. (21) Kugbe, J., Matsue, N., Henmi, T. 2009. Synthesis of Linde type A zeolite-goethite nanocomposite as an adsorbent for cationic and anionic pollutants. Journal Of Hazardous Materials. Volume 164 : 929-935. (22) Clarke, E.T., Loeppert, R.H., Ehrman, J.M. 1985. Crystallization of iron oxides on calcite surfaces in static systems. Clays and Minerals. Volume 33 (2) : 152-158.
95
Ecolab Vol. 8 No. 2 Juli 2014 : 53 - 96
UCAPAN TERIMA KASIH Dewan Redaksi mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. RTM. Sutamihardja. 2. Dr. Ir. Ning Purnomohadi, MS. 3. Ir. Isa Karmisa Ardiputera. 4. Dr. Yanni Sudiyani. 5. Dra. Erini Yuwatini, M.Sc, Ph.D. Sebagai Mitra Bestari atas kesediaannya melakukan review pada Jurnal Ecolab Volume 8 Nomor 1, Januari 2014. Juli 2014 Dewan Redaksi Ecolab Jurnal Kualitas Lingkungan Hidup
96