EDITORIAL Pengantar Redaksi Pemimpin Redaksi: Atmarita, MPH, Dr.PH (Persatuan Ahli Gizi Indonesia)
Salam hangat. Berjumpa kembali dengan Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Dalam volume 25 No. 4 Desember 2015 kali ini hadir dengan delapan artikel pilihan.
Mitra Bestari: Prof. Dr. M. Sudomo (Parasitologi Medik, WHO) Dr. Uken Sukaeni Sanusi, M.Sc (Ilmu Pangan dan Gizi, Badan Litbangkes) Prof. dr. Emiliana Tjitra, M.Sc, Ph.D (Biomedik, Badan Litbangkes) Dr. Besral, SKM, M.Kes (Biostatistik, FKM UI) Dr. drg. Farida Soetiarto, MS (Epidemiologi, Badan Litbangkes) Prof. Dr. Effionora Anwar, MS, Apt (Farmasi dan Kesehatan Masyarakat, FKM UI) dr. Anis Karuniawati, PhD, SpMK(K) (Mikrobiologi dan Molekuler , FK UI) Dr. Dra. Retnosari Andrajati,, Apt (Farmasi Klinik, UI) Prof. Dr. Rusmin Tumanggor, MA (Antropologi Kesehatan, UIN)
Penyunting: Dra. Lucie Widowati, Apt, M.Si (Tanaman Obat dan Obat Tradisional, Badan Litbangkes) drh. Sahat Ompusunggu, M.Sc (Biomedik, Badan Litbangkes) dr. Suhardi, MPH (Epidemiologi dan Biostatistik, Badan Litbangkes) Dr. Ir. Inswiasri, M.Kes (Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan Masyarakat, Badan litbangkes) Nuniek Kusumawardhani, SKM, M.Sc, PH (Kesehatan Masyarakat, Badan Litbangkes) Dr. dr. Vivi Setiawaty, M.Biomed (Virologi Molekuler, Badan Litbangkes) Dr. Joko Irianto, SKM, M.Kes
Artikel pembuka di edisi kali ini berjudul “Pengaruh Kondisi Proses Ekstraksi Batang Brotowali (Tinospora crispa (L) Hook.f & Thomson) terhadap Aktivitas Hambatan Enzim Alfa Glukosidae”, dibawakan oleh Idah Rosidah, dkk dari Pusat Teknologi Farmasi dan Medika - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Artikel kedua ditulis oleh Siti Susiarti,dkk dengan judul “Pengetahuan dan Pemanfaatan Tumbuhan Obat Masyarakat Tobelo Dalam di Maluku Utara”. Penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat Tobelo masih berhubungan erat dengan alam karena masyarakat Tobelo masih memanfaatkan banyak tumbuhan obat untuk pengobatan sehari-hari. Penelitian Studi Kohort Penyakit Tidak Menular di Lima Kelurahan di Kecamatan Bogor Tengah menjadi artikel ketiga. Dibawakan oleh Marice Sihombing dan Sulistyowati Tuminah, menyimpulkan bahwa jumlah komponen Sindrom Metabolik (SM) berisiko meningkatkan kejadian Diabetes Melitus (DM). Artikel keempat menyoroti peran berbagai tingkat pengamatan yakni komposisional (individu) dan kontekstual (rumah tangga dan pelayanan kesehatan tingkat kecamatan). Dengan judul “Peran Individu, Rumah Tangga dan Pelayanan Kesehatan Dasar terhadap Status Gizi Buruk pada Balita di Indonesia”, Budi Setyawati, dkk menyimpulkan bahwa status gizi buruk pada balita di Indonesia ditentukan oleh faktor kontekstual, selain faktor komposisional. Penelitian di artikel kelima ini bertujuan untuk melihat apakah proses pemasakan yaitu perebusan dan penggorengan mempengaruhi kandungan zat gizi bahan pangan. Ditulis oleh Dian Sundari, dkk.
Redaksi Pelaksana: Ketua
: Muhammad Rijadi, SKM, M.ScPH
Wakil
: Leny Wulandari, SKM, MKM
Sekretaris
: Susi Annisa Uswatun Hasanah, S.Sos, M.Hum
Anggota
: Irfan Danar Nugraha, S.Sos Emi Suparwati, SIP Tri Ramadhany, S.Kom Sri Lestari, S.Pd Febri Aryanto, S.Kom
Terbit 4 kali setahun (Maret, Juni, September dan Desember) Terakreditasi SK No. 597/AU3/P2MI-LIPI/03/2015 Alamat Redaksi : Bagian Informasi, Publikasi, dan Diseminasi
Artikel yang keenam membahas tentang faktor yang menyebabkan peningkatan kasus DBD seperti iklim (curah hujan, hari hujan, suhu, dan kelembaban). Ditulis oleh Dian Perwitasari, dkk dan menyimpulkan bahwa perubahan iklim dapat mempengaruhi kejadian penyakit DBD di masyarakat khususnya di Kota Yogyakarta sekitarnya. "Spesies Mikrofilaria pada Penderita Kronis Filariasis secara Mikroskopis dan Polymerase Chain Reaction (PCR) di Kabupaten Tanjung Jabung Timur" yang ditulis oleh Santoso dan Nungki Hapsari Suryaningtyas menjadi artikel yang ketujuh di edisi kali ini. Artikel terakhir yang dibawakan oleh Lusianawaty Tana dan Delima berjudul “Praktek Pencegahan Penyakit Menular dan Faktor yang Berperan Pada Pekerja Laboratorium Puskesmas di Tiga Provinsi di Indonesia, Tahun 2012” menyimpulkan bahwa faktor lama kerja dan jenis Puskesmas merupakan faktor perancu terhadap hubungan antara lokasi provinsi pekerja laboratorium dengan praktek pencegahan penyakit menular.
Jl. Percetakan Negara No. 29 Jakarta Pusat 10560 Telp. (021) 4261088 Pesawat 210 Website
: http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/MPK
E-mail
:
[email protected]
Cover : - Penelitian Studi Kohort Badan Litbangkes - http://www.google.com
Akhir kata, redaksi Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan mengucapkan selamat menikmati sajian kali ini. Semoga bermanfaat.
Salam Sehat, Redaksi
Volume 25 No. 4, Desember 2015
ISSN 0853-9987
MEDIA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN
DAFTAR ISI
ARTIKEL 1.
2.
Pengaruh Kondisi Proses Ekstraksi Batang Brotowali (Tinospora Crispa (L) Hook.f & Thomson) terhadap Aktivitas Hambatan Enzim Alfa Glukosidase (Idah Rosidah, Hismiaty Bahua, Rima Mufidah dan Olivia Bunga Pongtuluran) Pengetahuan dan Pemanfaatan Tumbuhan Obat Masyarakat Tobelo Dalam di Maluku Utara
203 - 210
211 - 218
(Siti Susiarti, Mulyati Rahayu dan Mohammad Fathi Royyani) 3.
Hubungan Komponen Sindrom Metabolik dengan Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 di Lima Kelurahan Kecamatan Bogor Tengah (Marice Sihombing dan Sulistyowati Tuminah)
219 - 226
4.
Peran Individu, Rumahtangga dan Pelayanan Kesehatan Dasar Terhadap Status Gizi Buruk pada Balita di Indonesia (Budi Setyawati, Julianty Pradono dan Rika Rachmalina)
227 - 234
5.
Pengaruh Proses Pemasakan terhadap Komposisi Zat Gizi Bahan Pangan Sumber Protein
235 - 242
(Dian Sundari, Almasyhuri dan Astuti Lamid) 6.
Kondisi Iklim dan Pola Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kota Yogyakarta Tahun 2004-2011
243 - 248
(Dian Perwitasari, Jusniar Ariati dan Tities Puspita) 7.
Spesies Mikrofilaria pada Penderita Kronis Filariasis secara Mikroskopis dan Polymerase Chain Reaction (PCR) di Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Santoso dan Nungki Hapsari Suryaningtyas)
249 - 256
8.
Praktek Pencegahan Penyakit Menular dan Faktor yang Berperan pada Pekerja Laboratorium Puskesmas di Tiga Provinsi di Indonesia, Tahun 2012 (Lusianawaty Tana dan Delima)
257 - 264
Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Volume 25 No. 4, Desember 2015
ISSN 0853-9987
Lembar Abstrak Lembar abstrak ini boleh digandakan/dicopi tanpa ijin dan biaya NLM : QV 766 Idah Rosidah, Hismiaty Bahua, Rima Mufidah dan Olivia Bunga Pongtuluran (Pusat Teknologi Farmasi dan Medika-Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Gedung 611 LAPTIAB, Kawasan PUSPIPTEK, Serpong, Banten 15314, Indonesia)
simplisia-pelarut 1:20 diperoleh hambatan enzim alfa glukosidase tertinggi 65,00%, kadar total fenol 30,69 mg EAG/g ekstrak pada 210 menit. Kata kunci : Ekstraksi, Tinospora crispa, alfa glukosidase ---------------------------------------------------------------NLM : QV 766
Pengaruh Kondisi Proses Ekstraksi Batang Brotowali (Tinospora Crispa (L) Hook.f & Thomson) terhadap Aktivitas Hambatan Enzim Alfa Glukosidase
Siti Susiarti, Mulyati Rahayu dan Mohammad Fathi Royyani (Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi – LIPI, Jl. Raya Jakarta-Bogor Km 46 Cibinong Science Center, Cibinong 16911, Indonesia)
Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Volume 25 No. 4, Desember 2015; Hal. 203 - 210
Pengetahuan dan Pemanfaatan Tumbuhan Obat Masyarakat Tobelo Dalam di Maluku Utara
Brotowali (Tinospora crispa (L.) Hook.f. &Thomson) merupakan salah satu tanaman obat yang telah banyak digunakan untuk pengobatan tradisional dan memiliki aktivitas sebagai antidiabetes. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kondisi proses ekstraksi batang brotowali terhadap aktivitas hambatan enzim alfa glukosidase, kadar total fenol dan Total Dissolved Solids (TDS). Simplisia batang brotowali yang digunakan memiliki kadar susut pengeringan sebesar 11,59%; kadar air 9,11%; kadar abu total 7,62%; kadar abu tidak larut asam 5,00%; kadar sari larut air 2,24%; kadar sari larut etanol 0,53% dan kadar total fenol 2,90 mg Ekivalen Asam Galat (EAG)/g simplisia. Penelitian ini menggunakan variabel tetap yaitu metode ekstraksi perkolasi, konsentrasi etanol kualitas pangan 70% dan laju alir pelarut 250 mL/menit. Sedangkan variabel peubahnya adalah delapan waktu ekstraksi (30, 60, 90, 120, 150, 180, 210 dan 240 menit) dan tiga perbandingan simplisiapelarut (1:10, 1:15 dan 1:20). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai aktivitas hambatan enzim alfa glukosidase dan TDS tertinggi diperoleh pada perbandingan simplisia-pelarut 1:10 dan berbeda signifikan (P<0,05) dengan perbandingan simplisia-pelarut 1:15 dan 1:20. Kadar total fenol berbeda signifikan (P< 0,05) antara ketiga perbandingan simplisia-pelarut 1:10, 1:15 dan 1:20. Proses waktu ekstraksi menunjukkan perbandingan nisbah simplisiapelarut 1:10 memiliki aktivitas hambatan enzim alfa glukosidase tertinggi 81,31%, kadar total fenol 40,52 mg EAG/g ekstrak pada180 menit. Perbandingan simplisia-pelarut 1:15 diperoleh hambatan enzim alfa glukosidase tertinggi 74,79%, kadar total fenol 22,74 mg EAG/g ekstrak pada 30 menit. Sedangkan perbandingan
Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Volume 25 No. 4, Desember 2015; Hal. 211 - 218 Pengetahuan dan pemanfaatan tumbuhan obat masyarakat lokal telah banyak di lakukan di Indonesia. Namun demikian pengetahuan dari masyarakat Tobelo Dalam, di Propinsi Maluku Utara, masih belum banyak diungkapkan. Oleh karena itu survei tumbuhan obat yang dilakukan di T.N. Aketajawe-Lolobata, Pulau Halmahera pada bulan Juni 2010 diharapkan dapat melengkapi data kekayaan, keanekaragaman dan pengetahuan jenis tumbuhan obat masyarakat Indonesia. Metode dilakukan melalui wawancara secara terbuka dan pengamatan langsung di lapangan. Hasil menunjukkan bahwa tidak kurang dari 60 jenis termasuk 54 marga dan 35 suku tumbuhan dicatat dimanfaatkan untuk tumbuhan obat. Cara penggunaannya bisa dalam bentuk tunggal maupun ramuan. Beberapa diantaranya yang umum dimanfaatkan masyarakat Tobelo Dalam adalah momongere (Nervilia aragoana Gaud.), gosale (Syzygium malaccense (L.) Merr. & Perry), Begonia holosericea Teijsm.& Binn., yangere (Alstonia scholaris R.Br.) dan gogorati (Arcangelisia flava Merr.). Dua jenis terakhir termasuk tumbuhan langka dan Begonia holosericea, merupakan jenis endemik Maluku. Jenis-jenis yang dikategorikan langka dan endemik ini perlu segera mendapat perhatian untuk upaya konservasinya. Kata Kunci: Maluku Utara, Tobelo Dalam, Tumbuhan obat ---------------------------------------------------------------NLM : WK 810 Marice Sihombing dan Sulistyowati Tuminah
(Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik, Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Jl. Percetakan Negara No. 29 Jakarta, Indonesia; Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat, Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Jl. Percetakan Negara No. 29 Jakarta, Indonesia) Hubungan Komponen Sindrom Metabolik dengan Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 di Lima Kelurahan Kecamatan Bogor Tengah Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Volume 25 No. 4, Desember 2015; Hal. 219 - 226 Sindrom metabolik (SM) merupakan prediktor diabetes melitus (DM). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan komponen SM dengan risiko DM di lima kelurahan di Kecamatan Bogor Tengah. Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah data responden yang tidak DM pada tahun 2011-2012 (data baseline), Penelitian Studi Kohor Penyakit Tidak Menular di lima kelurahan di Kecamatan Bogor Tengah yang diikuti hingga tahun kedua (20132014). Data dikumpulkan melalui wawancara menggunakan kuesioner, pemeriksaan fisik (lingkar perut, dan tekanan darah), dan pemeriksaan laboratorium (gula darah puasa, gula darah 2 jam beban glukosa, kolesterol HDL, dan trigliserida). Diabetes ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaan gula darah puasa ≥ 126 mg/dL, dan atau gula darah 2 jam beban glukosa ≥ 200 mg/dL. Pada tahun kedua jumlah responden sebanyak 4.342 dan yang melakukan pemeriksaan secara lengkap sebanyak 3.320 responden. Dari 3.320 responden yang tidak DM, setelah diikuti selama 2 tahun ditemukan 161 orang (4,8%) menjadi DM, laki-laki 42 orang (4,2%) dan perempuan 119 orang (5,2%). Faktor yang berhubungan secara bermakna dengan kejadian DM adalah umur dan seluruh komponen SM (obesitas sentral, hiperglikemia, hipertrigliserida, kolesterol HDL rendah, dan hipertensi). Semakin bertambah umur semakin meningkat juga risiko insiden DM. Komponen SM yang memiliki hubungan yang sangat kuat untuk terjadinya DM adalah gula darah puasa dengan risiko 6,71 kali lipat (95%CI; 4,76-9,47). Risiko insiden penyakit DM meningkat tajam hingga 65,94 kali lebih besar bila memiliki 5 komponen SM dibandingkan dengan yang tidak mempunyai komponen SM. Disimpulkan bahwa jumlah komponen SM berisiko meningkatkan kejadian DM setelah diikuti selama 2 tahun. Kata Kunci : sindrom metabolik, diabetes melitus, insiden, risiko ---------------------------------------------------------------NLM : WS 120 Budi Setyawati, Julianty Pradono dan Rika Rachmalina (Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat, Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Jl. Percetakan Negara No. 29 Jakarta, Indonesia) Peran Individu, Rumahtangga dan Pelayanan
Kesehatan Dasar Terhadap Status Gizi Buruk pada Balita di Indonesia Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Volume 25 No. 4, Desember 2015; Hal. 227 - 234 Periode emas yang sering disebut sebagai ‘window of opportunity’ terjadi pada lima tahun pertama kehidupan. Penelitian ini menganalisis peran berbagai tingkat pengamatan yakni komposisional (individu) dan kontekstual (rumah tangga dan pelayanan kesehatan dasar tingkat kecamatan) terhadap status gizi buruk di Indonesia. Metode penelitian adalah observasional dengan rancangan potong lintang, menggunakan data Rifaskes 2011 dan Riskesdas 2010. Tiga tingkatan sampel yaitu individu balita; rumah tangga yang memiliki balita; dan pelayanan kesehatan di Puskesmas tingkat kecamatan. Analisis menggunakan pemodelan multilevel regresi logistik dengan program stata. Dari hasil analisis diperoleh bahwa tingkat rumah tangga berperan paling besar (42,5%), diikuti peran tingkat individu (41,8%) dan pelayanan kesehatan tingkat kecamatan (15,7%). Pada tingkat individu yang berperan pada gizi buruk adalah konsumsi energi-protein kurang dari kecukupan (OR: 1,58), Imunisasi tidak lengkap (OR: 1,47) dan penimbangan tidak rutin (OR: 1,37). Balita di rumah tangga dengan kondisi: ibu tidak tamat SMP, mempunyai anak ≥ 3 orang, dan penanganan sampah kurang baik berisiko 5,36 kali mengalami gizi buruk. Di tingkat Puskesmas kecamatan, variabel yang berperan adalah pembuatan laporan yang kurang baik. Balita yang tinggal di kecamatan berisiko, berpeluang 2,5 kali mengalami gizi buruk. Dapat disimpulkan bahwa status gizi buruk pada balita di Indonesia ditentukan oleh faktor kontekstual, selain faktor komposisional. Kata Kunci : gizi buruk, balita, multilevel, pelayanan kesehatan dasar. ---------------------------------------------------------------NLM : QU 145 Dian Sundari, Almasyhuri dan Astuti Lamid (Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Kemenkes RI, Jl. Percetakan Negara No. 29, Jakarta Pusat 10560, Indonesia; Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik, Kemenkes RI, Jl. Percetakan Negara No. 29, Jakarta Pusat 10560, Indonesia) Pengaruh Proses Pemasakan terhadap Komposisi Zat Gizi Bahan Pangan Sumber Protein Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Volume 25 No. 4, Desember 2015; Hal. 235 - 242 Telah dilakukan penelitian pengaruh proses pemasakan terhadap komposisi zat gizi beberapa bahan pangan sumber protein baik hewani maupun nabati. Tujuan dari penelitian ini untuk melihat
apakah proses pemasakan yaitu perebusan dan penggorengan mempengaruhi kandungan zat gizi bahan pangan tersebut. Bahan pangan yang akan dijadikan sampel adalah daging ayam segar, ikan kembung segar, tempe dan tahu. yang dibeli dari pasar tradisional di Kota Bogor. Analisis yang dilakukan meliputi analisis kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak. Dari ke-4 macam bahan pangan yang dicoba, dibagi menjadi 3 bentuk perlakuan yaitu bentuk segar, direbus dan digoreng sehingga jumlah sampel yang dianalisis sebanyak 12 sampel. Metode yang digunakan adalah: analisis kadar air menggunakan metode oven (Thermogravimetri), kadar abu menggunakan metode tanur, kadar protein dengan metode Kjeldahl dan kadar lemak dengan metode Soxhlet. Hasil analisis memperlihatkan bahwa proses pemasakan bahan pangan dengan menggunakan panas menyebabkan penurunan kadar zat gizi bahan pangan tersebut dibandingkan bahan mentahnya. Tinggi atau rendahnya penurunan kandungan gizi suatu bahan pangan akibat pemasakan tergantung dari jenis bahan pangan, suhu yang digunakan dan lamanya proses pemasakan. Proses menggoreng menyebabkan penurunan kandungan gizi yang sangat signifikan karena penggorengan menggunakan suhu yang tinggi sehingga zat gizi seperti protein mengalami kerusakan. Sedangkan proses perebusan menyebabkan berkurangnya kandungan zat gizi karena banyak zat gizi terlarut dalam air rebusan. Walaupun demikian hal terpenting dalam pengolahan bahan pangan agar bahan pangan bernilai gizi tinggi dan aman dikonsumsi. Kata Kunci : bahan pangan, pengolahan, pemasakan, komposisi gizi ---------------------------------------------------------------NLM : WC 528 Dian Perwitasari, Jusniar Ariati dan Tities Puspita (Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat, Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Jl. Percetakan Negara No. 29 Jakarta, Indonesia) Kondisi Iklim dan Pola Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kota Yogyakarta Tahun 2004-2011 Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Volume 25 No. 4, Desember 2015; Hal. 243 - 248 Kejadian demam berdarah dengue (DBD) masih menjadi permasalahan global di Indonesia. Salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan kasus DBD adalah iklim, antara lain curah hujan, hari hujan, suhu dan kelembaban. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pola kecenderungan antara kondisi iklim dan kejadian DBD di Kota Yogyakarta. Bahan penelitian sumber data berupa menggunakan data sekunder, berupa jumlah kasus DBD yang berasal dari Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta dan data iklim yang berasal dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan
Geofisika (BMKG). Data tersebut diambil dalam rentang waktu delapan tahun mulai dari 2004 sampai dengan 2011. Analisis data dilakukan secara deskriptif menggunakan software Minitab 16 statistical data dan program exelanalitik menentukan pola hubungan keterkaitan antara iklim, dengan mengambil kasus di hasil analisa memperlihatkan adanya keterkaitan peningkatan curah hujan, hari hujan, dan kelembaban serta penurunan suhu yang terjadi di bulan JanuariMaret dan Oktober-Desember hubungan antara dan hari hujan dengan dengan peningkatan jumlah kasus DBD yang terjadi di Kota Yogyakarta. Peningkatan kasus DBD dapat dipengaruhi oleh curah hujan yang berkisar di atas 200 mm dan hari hujan lebih dari 20 hari. Perkiraan perubahan suhu antara ±25-27oC dan kelembaban sebesar 80-87% juga dapat mempengaruhi berpengaruh terhadap peningkatan jumlah kasus DBD sampai dengan lebih dari 200 kasus. Peningkatan jumlah kasus DBD tersebut disebabkan adanya peningkatan jumlah tempat perindukan nyamuk seperti genangan air sehingga terjadi peningkatan jumlah nyamuk. Dapat disimpulkan bahwa perubahan iklim dapat mempengaruhi kejadian penyakit DBD di masyarakat khususnya di Kota Yogjakarta sekitarnya. Kata Kunci: Demam Berdarah Dengue, iklim, perubahan iklim, Yogyakarta ---------------------------------------------------------------NLM : WC 880 Santoso dan Nungki Hapsari Suryaningtyas (Loka Litbang P2B2 Baturaja, Kemenkes RI, Jalan A. Yani KM 7 Kemelak, Baturaja, Sumatera Selatan 32111, Indonesia) Spesies Mikrofilaria pada Penderita Kronis Filariasis Secara Mikroskopis dan Polymerase Chain Reaction (PCR) di Kabupaten Tanjung Jabung Timur Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Volume 25 No. 4, Desember 2015; Hal. 249 - 256 Filariasis merupakan penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria. Di Indonesia terdapat 3 spesies cacing filaria yaitu; Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori. Spesies utama yang ditemukan di Sumatera adalah B.malayi. Penularan filariasis melalui gigitan nyamuk dari penderita yang mengandung mikrofilaria. Penderita kronis dapat menjadi sumber penular filariasis bila masih mengandung cacing filaria dalam darahnya. Hasil pemeriksaan secara mikroskopis pada penderita kronis sering tidak menemukan adanya mikrofilaria, sehingga perlu dilakukan pemeriksan dengan polymerase chain reaction (PCR). Oleh karena itu dilakukan penelitian yang bertujuan menentukan tingkat endemisitas dan status penderita filariasis kronis dan spesies mikrofilarianya secara mikroskopis dan PCR. Jumlah penduduk positif
hasil pemeriksaan darah sebanyak 9 orang (Mf rate 0.31-1,75%). Pemeriksaan PCR terhadap 25 sampel mendapatkan 8 sampel positif mengandung DNA cacing filaria. Metode PCR dapat digunakan untuk membantu pemeriksaan secara mikroskopis dalam penentuan spesies mikrofilaria. Hasil sekuensing DNA mikrofilaria menunjukkan adanya spesies B.timori yang tidak ditemukan pada pemeriksaan secara mikroskopis. Kata Kunci: filariasis, Brugia malayi, Brugia timori, PCR ---------------------------------------------------------------NLM : WC 100 Lusianawaty Tana dan Delima (Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik, Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Jl. Percetakan Negara No. 29, Jakarta Pusat 10560, Indonesia) Praktek Pencegahan Penyakit Menular dan Faktor yang Berperan pada Pekerja Laboratorium Puskesmas di Tiga Provinsi di Indonesia, Tahun 2012 Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Volume 25 No. 4, Desember 2015; Hal. 257 - 264 Laboratorium merupakan salah satu lokasi kerja di pelayanan kesehatan yang memberikan risiko lebih tinggi untuk terpapar kuman TB lebih tinggi dibandingkan ruang kerja lainnya. Kewaspadaan dan perilaku pencegahan penyakit menular terutama TB pada pekerja laboratorium sangat perlu diperhatikan. Penelitian ini bertujuan
mengidentifikasi praktek pencegahan penyakit menular dan faktor yang berperan pada pekerja laboratorium di tiga provinsi di Indonesia. Penelitian dilakukan secara potong lintang, pada 60 pekerja laboratorium yang bertugas di 50 Puskesmas (Puskesmas rujukan mikroskopis/ PRM dan Puskesmas pelaksana mandiri/PPM) di Provinsi Banten, Provinsi Gorontalo, dan Provinsi Kalimantan Selatan. Data dikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner terstruktur dan observasi, pada tahun 2012. Praktek pencegahan penyakit menular ditentukan berdasarkan 14 pertanyaan. Hanya 40% dari 60 pekerja laboratorium yang baik dalam praktek pencegahan penyakit menular saat bekerja di laboratorium. Pekerja dari Puskesmas di Provinsi Banten berpeluang 4,2 kali lebih banyak untuk baik dalam praktek pencegahan penyakit menular dibandingkan dengan pekerja dari Puskesmas di Provinsi Kalimantan Selatan (p=0,03 OR 4,21; 95%CI 1,14-15,47). Pekerja dari Puskesmas di Provinsi Gorontalo tidak berbeda dengan pekerja dari Puskesmas di Provinsi Kalimantan Selatan dalam praktek pencegahan penyakit menular (p=0,08 OR 5,51; 95%CI 0,83-36,73). Faktor lama kerja dan jenis Puskesmas merupakan faktor perancu terhadap hubungan antara lokasi provinsi pekerja laboratorium dengan praktek pencegahan penyakit menular (p>0,05). Lokasi provinsi dimana Puskesmas berada merupakan faktor yang berhubungan secara signifikan terhadap praktek pencegahan penyakit menular. Kata Kunci : pekerja laboratorium, Puskesmas, pencegahan penyakit menular ----------------------------------------------------------------
Media of Health Research and Development Volume 25 No. 4, Desember 2015
ISSN 0853-9987
Abstract Sheet This abstract sheet may reproduced/copied without permission or charge NLM : QV 766 Idah Rosidah, Hismiaty Bahua, Rima Mufidah and Olivia Bunga Pongtuluran (Centres and Medical-Pharmaceutical Technology Agency for the Assessment and Application of Technology, Building 611 LAPTIAB, PUSPIPTEK Region, Serpong, Banten 15314, Indonesia) Influence of Extraction Process of Tinospora Crispa (L) Hook.f & Thomson on AlphaGlucosidase Inhibitory Activity (Orig Ind) Media of Health Research and Development Volume 25 No. 4, Desember 2015; p. 203 - 210 Brotowali (Tinospora crispa (L.) Hook.f. &Thomson) is one of medicinal plants, which is widely used as traditional medicine and has been using as an antidiabetic activity. The aims of study were to investigate the influence of extraction process of T.crispa on alphaglucosidase inhibitory activity, total phenols content and Total Dissolved Solids (TDS) content. T.crispa used content of loss on drying, water content, total ash, acid insoluble ash, compound soluble in water, soluble in ethanol and total phenols were found to be 11.59%, 9.11%, 7.62%, 5.00%, 2.24%, 0.53% and 2.90 mg Gallic Acide Equivalent (GAE)/g respectively. This study used dependent variables those were method of extraction using percolation, 70% ethanol food grade as solvent and 250 mL/min flow rate of extraction. There were eight extraction times (30, 60, 90, 120, 150, 180, 210 and 240 minutes) and three ratios of T.crispa-solvent (1:10, 1:15 and 1:20) as nondependent variable. The results of extraction process showed that alphaglucosidase inhibition activity and TDS content of the highest in ratio T.crispa-solvent of 1:10 and significantly difference (P<0.05) than 1:15 and 1:20. The total phenols content of all ratios of T.crispa-solvents 1:10, 1:15 and 1:20 having a significantly difference (P<0.05). The process of extraction time in ratio T.crispa-solven 1:10 with the best alpha-glucosidase inhibitory activity 8.13%, phenol total content 40.52 mg GAE/g was on 180 minutes. Extraction time in ratio T.crispasolven 1:15 with alpha-glucosidase inhibitory activity 74.79% and phenol total content 22.74 mg GAE/g was on 30 minutes. Extraction time in ratio T.crispa-solven 1:20 with alpha-glucosidase
inhibitory activity 65.00%, phenol total content 30.69 mg GAE/g was on 210 minutes. Keywords : Extraction, Tinospora crispa, alphaglucosidase --------------------------------------------------------------NLM : QV 766 Siti Susiarti, Mulyati Rahayu and Mohammad Fathi Royyani (Botany, the Research Center for Biology - LIPI, Jl. Raya Jakarta-Bogor Km 46 Cibinong Science Center, 16911 Cibinong, Indonesia) Knowledge on Medicinal Plants of Tobelo Dalam Community in North Moluccas (Orig Ind) Media of Health Research and Development Volume 25 No. 4, Desember 2015; p. 211 - 218 Knowledge and use of medicinal plants by local people quite a lot in Indonesia. However, knowledge of the community of Tobelo Dalam in North Maluku, is still rare. The survey to explore local plants which are used as medicinal plants was conducted in Aketajawe-Lolobata National Park, Halmahera Island, North Moluccas Province on June 2010. The methods used were included open-ended discussion and direct observation in the fields. As a result at least 60 plant species, belong to 54 genera and 35 families were recorded as medicinal plants. Those plants found were utilized as medicinal plants in a single plant or as mix compound, with other materials. Medicinal plants which are used by Tobelo Dalam community are momongere (Nervilia aragoana Gaud.), gosale (Syzygium malaccense (L.) Merr. & Perry), Begonia holosericea Teijsm.& Binn., yangere (Alstonia scholaris R.Br.) and gogorati (Arcangelisia flava Merr.) The last two species included in endangered plants and Begonia holosericea is endemic plant of Moluccas. These endangered and endemic plants needs further actions such as conservation. Keywords : Medicinal plants, Tobelo Dalam Community, North Moluccas --------------------------------------------------------------NLM : WK 810 Marice Sihombing and Sulistyowati Tuminah
(Center of Applied Technology for Health and Clinical Epidemiology, NIHRD, Ministry of Health RI, Jl. Percetakan Negara, No. 29 Jakarta Pusat, Indonesia; Center of Technology for Public Health Interventions, NIHRD, Ministry of Health RI , Jl. Percetakan Negara, No. 29 Jakarta Pusat, Indonesia) The Association Between Metabolic Syndrome Components and Risk of Type 2 Diabetes Mellitus in five villages in Bogor Tengah Sub-district (Orig Ind) Media of Health Research and Development Volume 25 No. 4, Desember 2015; p. 219 - 226 Metabolic syndrome (MetS) is a predictor of diabetes mellitus (DM). This study aimed to analyze the association between the components of MetS and the risk of DM in five villages in Bogor Tengah sub-district. Data being used in this analysis were baseline data of non-DM respondents for Non-Communicable Diseases Cohort Study during period of 2011-2012, which has been followed up to the second year (20132014). Data were collected using interviews and questionnaires, physical measurements (waist circumference and blood pressure) and laboratory measurements (fasting blood glucose, two-hour postprandial glucose, HDL cholesterol and triglyceride profile). Diagnosis of DM was determined based on the result of fasting blood concentration ≥ 126 mg/dL) and or 2 hours postprandial glucose ≥ 200 mg/dL. There were 4,342 respondents during the second year follow-up and 3,320 respondents had completed examinations. During the two-years of followup, 161 respondents (4.8%) had developed DM, which consisted of 42 men (4.2%) and 119 women (5.2%). Factors associated with the incidence of DM were age and all components of the MetS (central obesity, hyperglycemia, hypertriglycerides, low level of HDL cholesterol, and hypertension). The risk of DM incidence increased with increasing age. The component of MetS that strongly associated with DM incidence was fasting blood glucose level with RR 6.71 fold (95% CI; 4.76 - 9:47). The risk of DM incidence was significantly increased about 65.94 times greater when five components were present compared with that do not have components at all. The conclusion of this study based on the two-years of follow up is that the number of MetS component increases the incidence of DM. Keywords : metabolic syndrome, diabetes mellitus, incidence, risk --------------------------------------------------------------NLM : WS 120 Budi Setyawati, Julianty Pradono and Rika Rachmalina (Center of Technology for Public Health Interventions, NIHRD, Ministry of Health RI, Jl. Percetakan Negara, No. 29 Jakarta Pusat, Indonesia) The Role of Individual, Household and Health Services at Primary Health Care to The Status
of Malnutrition in Children Under Five Years in Indonesia (Orig Ind) Media of Health Research and Development Volume 25 No. 4, Desember 2015; p. 227 - 234 Golden period that is often referred as the ‘window of opportunity’ occurs in the first five years of life. This analyzed the role of the levels of observation that is compositional (individual) and contextual (household and primary health care sub district level) to the the status of malnutrition in Indonesia. The research was observational with cross-sectional design, using data Baseline Health Survey (Riskesdas) 2010 and Health Facility Survey (Rifaskes) 2011. The three levels of samples are individual children, households who have children, and health services in health centers at sub-district. Multilevel modelling analysis using logistic regression is applied using Stata program. The results of analysis concluded that the most role of contribution to malnutrition was at household level (42.5%), followed by the role of individual level (41.8 %) and health services at sub-district level (15.7%). At the individual level that contribute to malnutrition are inadequate protein-energy consumption (OR: 1.58), incomplete immunization (OR: 1.47) and not routine weighing (OR: 1.37). Children in the households with a condition: mother never graduated from junior high school, have children more than 3, and poor waste management 5.36 times risks of malnutrition. In the sub-district health center level, the variable whose role is making the report is not good, and children who live in these sub-district, 2.5 times as likely to experience malnutrition. In conclusion that the status of malnutrition in children under five years in Indonesia is determined by contextual factors, in addition to compositional factors. Keywords : malnourish, toddlers, multilevel, primary health care --------------------------------------------------------------NLM : QU 145 Dian Sundari, Almasyhuri and Astuti Lamid (Center of Biomedical and Basic Technology of Health, NIHRD, Ministry of Health RI, Jl. Percetakan Negaa No. 23 Jakarta Pusat, Indonesia; Center of Applied Technology for Health and Clinical Epidemiology, NIHRD, Ministry of Health RI, Jl. Percetakan Negara, No. 29 Jakarta Pusat, Indonesia) Effect of Cooking Process of Composition Nutritional Substances Some Food Ingredients Protein Source (Orig Ind) Media of Health Research and Development Volume 25 No. 4, Desember 2015; p. 235 - 242 Has conducted research on the effect of the cooking process nutrient composition few food
sources of protein, both animal and vegetable. The aim of this study was to see whether the cooking process is boiling and frying influence the nutrient content of foodstuffs. Foodstuffs to be sampled are fresh chicken meat, fresh mackerel, Tempe and Tofu were purchased from traditional markets in Bogor. Analysis is conducted analysis of water content, ash content, protein content and fat content. Of the four kinds of foodstuffs were tested, divided into three forms of treatment that is the form of fresh, boiled and fried so that the number of samples analyzed a total of 12 samples. The method used is: analysis of water content using the oven method (Thermogravimetri), ash content using the furnace method, protein content by Kjeldahl method and the fat content by Soxhlet method. The analysis showed the cooking process of food causes a decrease in the levels of nutrients in food than the raw material. High or low nutrient levels decrease due to cooking depending on the type of food, the temperature and the longer the cooking process. Frying process causes a decrease in nutrient content were highly significant because the frying uses high temperatures so that nutrients such as protein damage. While the boiling process leads to reduced nutrient content because many nutrients dissolved in boiling water. However the most important thing in food processing so that food of high nutritional value and safe for consumption. Keywords : food, processing, cooking, nutritional composition --------------------------------------------------------------NLM : WC 528 Dian Perwitasari, Jusniar Ariati and Tities Puspita (Center of Technology for Public Health Interventions, NIHRD, Ministry of Health RI, Jl. Percetakan Negara, No. 29 Jakarta Pusat, Indonesia) Climate Conditions and The Pattern of Dengue Hemorrhagic Fever Incident in Yogyakarta City in 2004-2011 (Orig Ind) Media of Health Research and Development Volume 25 No. 4, Desember 2015; p. 243 - 248 Incident of dengue hemorrhagic fever (DHF) is still globally problem also in Indonesia. One factor that has impact on the increase of DHF cases is climate; among others were rainfall, rainy day, temperature and humidity. The source data of this study is used secondary data of DBD incidents derived from collected Health Office in Yogyakarta City and climate data from Meteorology, Climatology and Geophysics Agency (BMKG). For the span of the data were taken within eight years period starting from 2004 to 2011. The aim of the study was to sight trend of pattern between the incidence of dengue and climatic condition in the Yogyakarta city. Data
was analyzed descriptively relation between climate and using cases used Minitab 16 statistical data software and excel program. The results showed the relation among the increasing means of rainfall, rainy days and humidity as well as the decrease of temperature with the increase of DBD cases. Rainfall above 200 mm and rainy day more than 20 days, approximately temperature at between ±25-27°C and humidity at 80-87% affected the increase of DHF cases more than 200 cases. The number of dengue cases was increased due to an increase in the number of breeding places mosquitoes such as puddles, causing an increase in the number of mosquitoes. It can be concluded that climate change may affect the incidence of dengue disease in the community, especially in around Yogyakarta City. Keywords : Dengue Hemorrhagic Fever, climate, climate change, Yogyakarta --------------------------------------------------------------NLM : WC 880 Santoso and Nungki Hapsari Suryaningtyas (Zoonoses Research Office, Baturaja, NIHRD, Ministry of Health, Jl. A. Yani KM 7 Kemelak, Baturaja, South Sumatera, 32111, Indonesia) Species Microfilariae in Chronic Filariasis With Microscopic and Polymerase Chain Reaction (PCR) in The East Tanjung Jabung District (Orig Ind) Media of Health Research and Development Volume 25 No. 4, Desember 2015; p. 249 - 256 Filariasis is a chronic infectious disease caused by filarial worms. In Indonesia there are three species of filarial worm that is: Wuchereria bancrofti, Brugia malayi and Brugia timori. The main species found in Sumatra is B.malayi. Filariasis transmission can occurred by mosquitoes bite of the patient containing microfilariae. Chronic sufferers can become a source of transmitting filariasis if it still contains filarial worms in his blood. Microscopic examination results in chronic sufferers often do not find the microfilariae, so that the necessary examination by polymerase chain reaction (PCR). Therefore conducted research aimed at determining the level of endemicity and status of chronic filariasis patients and its microfilariae species using microscopically and PCR. The total population of the positive results of blood tests as many as 9 people (Mf rate 0.31-1,75%). PCR on 25 samples get 8 positive samples containing DNA filarial worms. PCR methods can be used to assist in the determination by microscopic examination microfilariae species. DNA sequencing results indicate the presence of microfilariae B.timori species are not found on microscopic examination. Keywords : filariasis, Brugia malayi, Brugia timori, PCR ---------------------------------------------------------------
NLM : WC 100 Lusianawaty Tana and Delima (Center of Applied Technology for Health and Clinical Epidemiology, NIHRD, Ministry of Health RI, Jl. Percetakan Negara, No. 29 Jakarta Pusat, Indonesia) Infectious Disease Prevention Practice and Related Factors of Laboratory Workers at Primary Health Center in Three Provinces in Indonesia, 2012 (Orig Ind) Media of Health Research and Development Volume 25 No. 4, Desember 2015; p. 257 - 264 Laboratory is one of the health care locations with higher risk for tuberculose infection (TB) than other workplaces. Awareness and infectious disease prevention practice of the laboratory workers should be encouraged. This study aimed to identify the infectious disease prevention practice and related factors of laboratory workers, in three provinces in Indonesia. A cross sectional study was conducted in Banten Province, Gorontalo Province, and South Kalimantan Province in 2012. Data were collected by interviewing 60 laboratory
workers from 50 Primary Health Centers (PHC) using structured questionnaires and observation. The infectious disease prevention practice was assessed by scoring 14 questions. Only 40% of the 60 laboratory workers were good in practising infectious disease prevention while working in the laboratory. Laboratory workers from PHC in Banten Province were 4.2 times higher in good infectious disease prevention practice than workers from PHC in South Kalimantan Province (p=0.03 OR 4.21; 95%CI 1.14-15.47). Laboratory workers from PHC in Gorontalo Province were not significantly different in good infectious disease prevention practice than workers from PHC in South Kalimantan Province (p=0.08 OR 5.51; 95%CI 0.83-36.73). The length of work and type of PHC were not significantly associated with infectious disease prevention practice (p> 0.05) but became confounders to the association of province location with infectious disease prevention practice. Infectious disease prevention practice was associated with the province where PHC located. Keywords : laboratory worker, primary health center, infectious disease prevention ---------------------------------------------------------------