EDITORIAL Penasehat :
Pengantar Redaksi
Ketua STIKes Prima
Salam hangat,
Pengarah :
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga SCIENTIA JOURNAL STIKes PRIMA JAMBI Vol.5 No.01 Edisi Mei 2016 telah dapat diterbitkan. Penantian yang panjang untuk terkumpulnya naskah ilmiah sebagai materi utama terbitan kita. Untuk itu penelitian ilmiah di lingkup STIKes PRIMA JAMBI harus lebih kita gerakkan sebagai salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi. Kepada penulis yang telah mempercayakan kepada kami untuk menerbitkan karyanya kami mengucapkan terima kasih.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Ketua HAKLI Provinsi Jambi Ketua IAKMI Provinsi Jambi Puket I STIKes Prima Puket II STIKes Prima Puket III STIKes Prima Ketua Program Studi IKM Prima Ketua Program Studi D-IV Bidan Pendidik Prima Ketua Program Studi D-III Kebidanan Direktur Akademi Keperawatan Prima
Sekretaris LPPM STIKes Prima Jambi
Untuk edisi kali ini kami sajikan beberapa karya ilmiah dari bidang kebidanan, Bidan pendidik, Keperawatan, dan Kesehatan Masyarakat. Selain itu juga turut menampilkan karya ilmiah dari dosen pengajar dari beberapa sekolah dan akademi kesehatan lain. Akhir kata, maju terus dan selamat berkarya.
Mitra Bestari :
Semoga Bermanfaat.
Penanggung Jawab :
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Dr. Pantun Bukit, SE., MSi Dr. Sukarno, M.Pdi dr. I. Nyoman Ehrich Lister, M.Kes, AIFM dr. Adrianto Ghazali, M.Kes Marinawati Ginting, SKM., M.Kes Herlina Harahap, S.Kep., Ns., M.Kes V.A Irmayanti Harahap, SKM., M.Biomed Chrismis Novalinda Ginting, S.SiT, M.Kes Erni Girsang, SKM, M.Kes
Editor/Editing : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Sakinah Dewi, S.Kep., M.Kes Sondang Selviana Silitonga, S.Kep., Ns., M.Kes Listautin, S.Kep., M.Kes Norliana Karo-Karo, SST Nia Nurziah, SKM Erna Simanjuntak, SKM, M.Kes Ns. Ridarti Sitorus, S.Kep Saut Siagian, S.T Johanes Ginting, SKM K. Klemens, SKM
Dewan Redaksi : 1. 2. 3.
Pimpinan Redaksi Redaktur Sekretaris Redaksi
: Erris Siregar, SKM, M.PH. : Marta Butar-Butar, SKM : Resli Siregar, S.Kep., Ns
Alamat Redaksi : Lembaga Penelitian dan Pengadian Kepada Masyarakat Kampus STIKes Prima Gedung D Lt.1 Jl. Raden Wijaya Rt.35 Kebun Kopi Thehok Kecamatan Jambi Selatan Telp/Fax : 0741 – 445963/445964 Email
:
[email protected]
Website
: www.stikesprima-jambi.ac.id
Salam Sehat,
Redaksi
Volume 5 | No. 1 | Mei 2016
ISSN 2302 - 9862
SCIENTIA JOURNAL DAFTAR ISI 1.
HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN ASI DENGAN CAKUPAN PEMBERIAN ASI EKSLUSIF DI KELUARAHAN SEI. PUTRI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI Matda Yunartha.....................................................................................................................................
1
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN MOTIVASI PASANGAN USIA SUBUR (PUS) TERHADAP PEMAKAIAN KONTRASEPSI KB SUNTIK 3 BULAN DI PUSKESMAS KONI KOTA JAMBI TAHUN 2015 Irmayanti Harahap................................................................................................................................
8
PERAN KELUARGA DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT DBD DI KELURAHAN MAYANG MENGURAI KECAMATAN KOTA BARU JAMBI Nurfitriani......................................................................................................................................
14
PENGARUH RUTINITAS SENAM REMATIK TERHADAP PENURUNAN TINGKAT NYERI PADA LANSIA YANG MENDERITA REMATIK DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR JAMBI TAHUN 2015 Erris Siregar..................................................................................................................................
20
KARAKTERISTIK IBU BERSALIN YANG DI RUJUK DENGAN KASUS KETUBAN PECAH DINI DI RSUD H. ABDUL MANAP KOTA JAMBI TAHUN 2013 Arifarahmi.................................................................................................................................
25
PENGARUH MUTU PELAYANAN KESEHATAN TERHADAP LOYALITAS PASIEN RSUD RADEN MATTAHER JAMBI 2016 Margareta Pratiwi …..…..........................................................................................................
31
GAMBARAN TINGKAT PENDIDIKAN, PEKERJAAN DAN PENGETAHUAN IBU TERHADAP PENIMBANGAN ANAK USIA 0-5 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAAL X KOTA JAMBI TAHUN 2015 Gustina........................................................................................................................................
39
ANALISIS PENDEKATAN MODEL COPA DAN FAKTOR DETERMINAN PADA PERAWAT PELAKSANA DENGAN KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT ABDUL MANAP KOTA JAMBI Dwi Yunita Rahmadhani........................................................................................................................
46
GAMBARAN KEJADIAN KECACINGAN PADA MURID SEKOLAH DASAR DI KELURAHAN TANJUNG JOHOR KECAMATAN PELAYANGAN KOTA JAMBI 2015 Bambang Ariyadi ……………....................................................................................................................
58
10. HUBUNGAN PERAWATAN PAYUDARA DAN NUTRISI DENGAN PRODUKSI ASI PADA IBU MENYUSUI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KUAMANG KUNING X TAHUN 2015 Marinawati Ginting………....................................................................................................................
65
11. PENGEMBANGAN MODUL MATA PELAJARAN TIK BERBANTU MEDIA KOMPUTER DI SMP Al-IRSYAD KOTA JAMBI TAHUN 2012 Hamdani, Parman ……………....................................................................................................................
72
12. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI SUNTIK DI PUSKESMAS PAAL X KOTA JAMBI TAHUN 2013 Dwi Haryanti ……………....................................................................................................................
82
13. HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL TERHADAP RISIKO 4T DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS HARAPAN RAYA KOTA PEKANBARU TAHUN 2016 Hamidah Sari Batubara……....................................................................................................................
88
14. DETERMINAN PERILAKU SEKSUAL BERISIKO PADA REMAJA SISWA DI SMA NEGERI I GORONTALO Zul Adhayani Arda ……………....................................................................................................................
95
15. HUBUNGAN PELAYANAN KIA/KB DENGAN KEPUASAN PASIEN DI PUSKESMAS PULO BRAYAN MEDAN BARAT Elvina Sari Sinaga ……………....................................................................................................................
99
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN ASI DENGAN CAKUPAN PEMBERIAN ASI EKSLUSIF DI KELUARAHAN SEI. PUTRI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI
HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN ASI DENGAN CAKUPAN PEMBERIAN ASI EKSLUSIF DI KELUARAHAN SEI. PUTRI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI RELATIONSHIP AWARENESS BREASTFEEDING MOM ABOUT COVERAGE WITH EXCLUSIVE BREASTFEEDING IN KELURAHAN SEI. PUTRI WORK AREA PUSKESMAS PUTRI AYU JAMBI Matda Yunartha Akademi Keperawatan Korespondensi Penulis :
[email protected] ABSTRAK ASI merupakan satu-satunya makanan tunggal paling sempurna bagi bayi hingga berusia 6 bulan. ASI cukup mengandung zat gizi yang dibutuhkan bayi. Berdasarkan data terlihat rendahnya cakupan pemberian ASI Ekslusif yang diberikan oleh ibu selama usa 6 bulan. Menurut data Dinas Kesehatan Cakupan ASI Ekslusif di Provinsi Jambi jauh dibawah target pencapaian ASI Ekslusif Nasional (36% dari target 80%). Penelitian ini bertujuan untuk melihat Pengetahuan Ibu Tentang Pemberian ASI Dengan Cakupan Pemberian ASI Ekslusif. Jenis penelitian ini adalah Analitik kuantitatif dengan pendekatan analisis cross sectional untuk melihat Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Pemberian ASI Dengan Cakupan Pemberian ASI Ekslusif Di Keluarahan Sei. Putri Wilayah Kerja Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi. Sampel penelitian ini sebanyak 61 responden. Anlisis dilakukan dengan melakukan univariat dan bivariat dengan uji chisquare dengan taraf signifikan 0,05. Hasil penelitian tentang teknik pemberian ASI, di dapatkan bahwa dari 37 responden dengan pengetahuan kurang baik tentang teknik pemberian ASI sebanyak 27 responden yang tidak memberikan ASI ekslusif. Terdapat hubungan bermakna antara pengetahuan (p-value 0,005) dengan cakupan pemberian ASI ekslusif. Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa pengetahuan ibu tentang Pemberian ASI Dengan Cakupan Pemberian ASI Ekslusif di Keluarahan Sei. Putri Wilayah Kerja Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi masih kurang baik. Untuk itu diharapkan petugas kesehatan lebih meningkatkan penyuluhan sehingga dapat meningkatkan pengetahuan ibu tentang pemberian ASI ekslusif. Kata Kunci : Pengetahuan ibu, ASI Eksklusif ABSTRACT ASI is the only single most perfect food for babies up to 6 months old. Breast milk contains enough nutrients a baby needs. Based on the data looks low coverage of exclusive breastfeeding by mothers fed for 6 months. According to data from the Department of Health Coverage Exclusive breastfeeding (36% of the target of 80%). This study aims to look at Knowledge Breastfeeding Mom About Coverage With Exclusive Breastfeeding. This research is quantitative Analytical approach to the analysis of cross sectional view Relationship Awareness Breastfeeding Mom About Coverage With Exclusive Breastfeeding in Kelurahan Sei. Putri Work Area Puskesmas Putri Ayu Jambi. The sample of this study a total of 61 respondents. Step, performed by univariate and bivariate with chi-square test with significance level 0.05. The results of research on breastfeeding techniques, in getting that out of 37 respondents with less knowledge about the techniques of breastfeeding both the 27 respondents who did not give exclusive breastfeeding. There is a significant relationship between knowledge (p-value 0.005) with coverage of exclusive breastfeeding. From the results of this study concluded that Awareness Breastfeeding Mom About Coverage With Exclusive Breastfeeding in Kelurahan Sei. Putri Work Area Puskesmas Putri Ayu Jambi is still not good. For that is expected to further improve the education of health workers so as to increase public knowledge about the technique of exclusive breastfeeding. Keyword : Knowledge of Mom, Exclusive Breastfeeding
1 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN ASI DENGAN CAKUPAN PEMBERIAN ASI EKSLUSIF DI KELUARAHAN SEI. PUTRI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI
PENDAHULUAN Sesuatu yang terbaik tidak harus mahal, bahkan bisa sebaliknya, terbaik dan murah. Dua kata terakhir ini menjadi paket dalam ASI ekslusif. ASI ekslusif terbaik untuk bayi karena tidak hanya membuat anak lebih sehat, tetapi juga lebih cerdas dan lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan. ASI juga termurah karena memang gratis dari ibu. Dalam konteks terbaik termurah itulah peranan ASI ekslusif menjadi penting (Khasanah, 2010) Air Susu Ibu (ASI) bukan minuman. Namun, ASI merupakan satu-satunya makanan tunggal paling sempurna bagi bayi hingga berusia 6 bulan. ASI cukup mengandung zat gizi yang dibutuhkan bayi. Selain itu, secara alamiah ASI dibekali enzim pencerna susu sehingga organ pencernaan bayi mudah mencerna dan menyerap gizi ASI. Dilain pihak, system pencernaan bayi usia dini belum memiliki cukup enzim pencerna makanan (Nurhaeni, 2009). World Health Organization (WHO) pada tahun 2010 mendorong para wanita untuk menyusui bayi mereka secara ekslusif selama 6 bulan dan melanjutkan menyusui hingga setidaknya 2 tahun untuk mendapatkan keuntungan dari kemampuan ASI dalam memberikan nutrisi terbaik dan melindunginya dari infeksi (Nichol, 2005). Pada masa kehamilan ibu, hormon tertentu merangsang payudara untuk memperbanyak saluran air susu dan kelenjar susu dan diperuntukkan bagi bayi bayi yang baru dilahirkan. Makananmakanan tiruan untuk bayi yang diramu menggunakan teknologi masa kini, ternyata tidak mampu menandingi keunggulan ASI. Sebab ASI mempunyai nilai gizi paling tinggi dibandingkan dengan makanan bayi yang dibuat oleh manusia ataupun susu yang berasal dari hewan, seperti susu sapi, kerbau atau kambing (Khasanah, 2010). Saat ini, para ibu tidak dipaksa untuk hanya memilih dua alternatif yaitu menyusui bayi mereka atau memberi mereka susu formula. Mereka mungkin memilih menyusui bayi-bayi mereka secara tidak langsung dengan menyediakan ASI dalam botol untuk bayi mereka jika mereka sibuk bekerja karena mereka bisa mengeluarkan ASI dan
menyimpannya untuk digunakan nanti, mencari ibu susuan, memproses ASI dari seorang penyedia ASI saat produksi ASI mereka dirasa tidak mencukupi ASI atau jika ASI mereka tidak bisa digunakan (Khasanah, 2005). Kurangnya pengetahuan ibu tentang pentingnya ASI ekslusif dipengaruhi oleh promosi produkproduk formula. Iklan-iklan bisa mengarahkan para ibu untuk berpikir bahwa ASI yang diberikannya kepada bayi belum cukup memenuhi kebutuhan gizi bayi. Berdasarkan Survei Demografi Dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 1997 dan 2003, diketahui bahwa angka pemberian ASI ekslusif turun dari 49% menjadi 39%, hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan ibu tentang pentingnya ASI ekslusif, sedangkan penggunaan susu formula meningka 3 kali lipat (Dwi S, 2009). Menurut data profil Dinas Kesehatan Provinsi Jambi cakupan ASI ekslusif di Provinsi Jambi tahun 2010 sebanyak 36%. Cakupan jauh dibawah target pencapaian pemberian ASI Ekslusif Nasional yaitu 80%. Untuk Kota Jambi jumlah bayi yang diberi ASI ekslusif pada tahun 2009 dari 11.975 jumlah bayi, 39,99% yang menerima ASI ekslusif Pada tahun 2010 dari 10.144 jumlah bayi, 36,1% yang menerima ASI ekslusif (Dinas Kesehatan Provinsi Jambi, 2010). Cakupan pemberian ASI ekslusif di Puskesmas Putri Ayu terjadi penurunan yang drastis setiap tahunnya. Pada tahun 2009 dari 482 jumlah bayi dengan cakupan pemberian ASI ekslusif sebanyak 400 bayi (82,99%). Pada tahun 2010 dari 759 jumlah bayi dengan cakupan pemberian ASI ekslusif sebanyak 392 bayi (49,31%). Pada tahun 2011 dari 498 jumlah bayi dengan cakupan pemberian ASI ekslusif sebanyak 68 bayi (13,65%) (Dinkes Kota Jambi, 2011). Beberapa faktor antara lain rendahnya cakupan penemuan pemberian ASI ekslusif oleh ibu selama 6 bulan. Selain itu faktor yang cukup berpengaruh adalah pengetahuan ibu tentang pemberian ASI ekslusif pada bayi 0-6 bulan dan sikap keluarga untuk melakukan pemberian ASI ekslusif pada bayinya (Dinkes Provinsi Jambi, 2010).Berdasarkan hasil penelitian Kurniawan (2010) tentang Gambaran pengetahuan dan sikap ibu tentang ASI 2
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN ASI DENGAN CAKUPAN PEMBERIAN ASI EKSLUSIF DI KELUARAHAN SEI. PUTRI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI
ekslusif di Puskesmas Koni Kota Jambi didapatkan bahwa masih rendahnya pengetahuan ibu tentang pemberian ASI ekslusif dengan persentase 75,4%. Selain pengetahuan, faktor pekerjaan juga mempengaruhi pemberian ASI ekslusif oleh ibu. Menurut Wulandari (2010), banyak ibu muda yang bekerja berhenti menyusui karena menyusui dapat mengganggu pekerjaan mereka. Untuk itu ibu yang bekerja tidak ada alasan untuk tidak memberikan ASI, karena ASI dapat diberikan pada bayi dengan berbagai cara tanpa harus mengganggu pekerjaan ibu sendiri. Hasil survei awal yang peneliti lakukan di ruang imunisasi Puskesmas Putri Ayu mewawancarai 10 orang Ibu yang mempunyai bayi 0-6 bulan yang datang keruang imunisasi, didapatkan bahwa dari 10 orang ibu yang mempunyai bayi 0-6 bulan, 8 ibu mengatakan pernah mendapat penyuluhan tentang ASI ekslusif ketika dilakukan wawancara tentang manfaat ASI ekslusif ibu mengatakan ASI dapat membuat bayi menjadi sehat dan gemuk. Hal ini terlihat bahwa tidak semua persepsi ibu tentang ASI ekslusif benar, karena secara teori ASI dapat mencegah bayi menjadi gemuk/obesitas. Ibu juga mengatakan tidak mengetahui tentang teknik pemberian ASI pada ibu bekerja. Biasanya mereka saat umur anak 3 bulan sudah ada diberikan makanan tambahan, karena takut kalau ASI mereka tidak cukup diberikan pada anak saat mereka pergi bekerja dan anak menjadi kelaparan, dari keterangan diatas ternyata ibu memiliki pengetahuan yang rendah tentang pemberian ASI secara tidak langsung pada ibu bekerja.Berdasarkan rumusan diatas, maka penulis merasa tertarik untuk meneliti mengenai Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Teknik Pemberian ASI Dengan Cakupan Pemberian ASI Ekslusif Pada Ibu Di
Kelurahan Sei. Putri Wilayah Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi.
Kerja
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian Analitik kuantitatif untuk melihat Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Pemberian ASI Dengan Cakupan Pemberian ASI Ekslusif Di Kelurahan Sei. Putri Wilayah Kerja Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi , dengan pendekatan Cross sectional. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara Simple Random Sampling. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Sei. Putri Wilayah Kerja Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi. Populasi penelitian adalah 155 bayi, dan besar sampel yang telah dihitung berdasarkan rumus diperoleh 61 sampel penelitian yaitu ibu yang mempunyai bayi 0-6 bulan. Penelitian ini dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner dan menggunakan analisis bivariat.(Notoatmodjo,2010) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian pada tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian asi dengan cakupan pemberian ASI Ekslusif di Kelurahan Sei. Putri Wilayah Kerja Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi yang telah dilakukan dan hasil penelitian dalam bentuk persentase. 1. Analisis Univariat, Analisis univariat digunakan untuk melihat gambaran tentang pengetahuan responden dan teknik pemberian asi dengan cakupan pemberian ASI Ekslusif. a. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Hasil gambaran karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan terlihat pada tabel 1 berikut :
3 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN ASI DENGAN CAKUPAN PEMBERIAN ASI EKSLUSIF DI KELUARAHAN SEI. PUTRI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Pendidikan Responden di Kelurahan Sei. Putri Wilayah Kerja Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi Tingkat Pendidikan N Persentase (%) SD 12 19,66 SMP 10 16,39 SMA / Sederajat 24 39,34 D3 8 13,11 S1 7 11,40 Jumlah 61 100 Berdasarkan tabel 1 diatas diketahui bahwa dari 61 responden sebagian besar berpendidikan SMA sebanyak 24 responden (39,34%). b.
Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Hasil gambaran karakteristik responden berdasarkan jenis pekerjaan terlihat pada tabel 2 berikut : Tabel 2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Pekerjaan Responden di Kelurahan Sei. Putri Wilayah Kerja Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi Jenis Pekerjaan N Persentase (%) Pegawai 36 59,12 Wiraswasta 22 36,06 Ibu rumah tangga 3 4,92 Jumlah 61 100 Berdasarkan tabel 2 diatas diketahui bahwa dari 61 responden sebagian besar pegawai sebanyak 36 responden (59,12%). c. Cakupan Pemberian ASI Ekslusif Responden Berdasarkan hasil penelitian diketahui distribusi responden yang mempunyai cakupan pemberian ASI Ekslusif dapat dilihat pada tabel 3 dibawah ini. Tabel 3. Distribusi Frekuensi Cakupan Pemberian ASI Ekslusif Di Kelurahan Sei. Putri Wilayah Kerja Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi Cakupan Pemberian ASI Ekslusif Tidak memberikan ASI Ekslusif Memberikan ASI Ekslusif Jumlah
n
Persentase (%)
35 26 61
57,4 27,6 100
Berdasarkan tabel 3 diatas diketahui bahwa dari 61 responden, didapat yang tidak memberikan ASI Ekslusif sebanyak 35 responden (57,4%). d. Pengetahuan Responden Berdasarkan hasil penelitian diketahui distribusi responden yang mempunyai pengetahuan yang kurang baik dan baik dapat dilihat pada tabel 4 dibawah ini.
4 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN ASI DENGAN CAKUPAN PEMBERIAN ASI EKSLUSIF DI KELUARAHAN SEI. PUTRI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Pemberian ASI Dengan Cakupan Pemberian ASIEkslusif Di Kelurahan Sei. Putri Wilayah Kerja Puskesmas Putri AyuKota Jambi Pengetahuan Kurang baik Baik Jumlah
N 37 24 61
Persentase (%) 60,7 39,3 100
Berdasarkan tabel 4 diatas diketahui bahwa dari 61 responden, didapat yang memiliki pengetahuan kurang baik tentang Pemberian ASI Dengan Cakupan Pemberian ASI Ekslusif sebanyak 37 responden (60,7%). 2. Analisis Bivariat Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan tentang pemberian ASI dengan cakupan pemberianASI ekslusif dilakukan analisis bivariat dengan menggunakan uji chi-square dengan hasil sebagai berikut : Tabel 5. Tabulasi Silang Antara Pengetahuan Responden Tentang Pemberian ASI Dengan Cakupan Pemberian ASIEkslusif di Kelurahan Sei. Putri Wilayah KerjaPuskesmas Putri Ayu Kota Jambi Pengetahuan Tentang Pemberian ASI
Kurang baik Baik Jumlah
Cakupan Pemberian ASI Ekslusif Tidak Memberikan memberi ASI Ekslusif kan ASI Ekslusif 27 10 8 16 35
N
37 24
26
Hasil analisis hubungan antara pengetahuan tentang pemberian ASI dengan cakupan pemberian asi ekslusif diketahui dari 37 responden dengan pengetahuan kurang baik tentang pemberian ASI sebanyak 27 responden tidak memberikan ASI ekslusif sedangkan dari 24 responden dengan pengetahuan baik tentang pemberian ASI sebanyak 16 responden memberikan ASI Ekslusif. Berdasarkan uji statistik didapat p-value 0,005 (p< 0,05), menunjukan ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan responden cakupan pemberian ASI Ekslusif di Kelurahan Sei. Putri wilayah kerja Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi. Dari hasil analisis penelitian diperoleh nilai OR (= 5,400, artinya responden yang memiliki pengetahuan baik memiliki peluang 5,6 kali lebih besar untuk memberikan ASI Ekslusif
PValue
OR 95% CI
0,005
5,400 (1,768-6,493)
61
dibandingkan dengan responden yang memiliki pengetahuan kurang baik. Hasil analisis hubungan antara pengetahuan tentang pemberian ASI dengan cakupan pemberian ASI Ekslusif diketahui dari 37 responden dengan pengetahuan kurang baik tentang pemberian ASI sebanyak 27 responden yang tidak memberikan ASI Ekslusif sedangkan dari 24 responden dengan pengetahuan baik tentang pemberian ASI dengan memberikan ASI Ekslusif sebanyak 16 responden. Berdasarkan uji statistik didapat p– value 0,005 (p < 0,05), menunjukan ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan responden cakupan pemberian ASI Ekslusif di Kelurahan Sei. Putri wilayah kerja Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi . Dari hasil analisis penelitian diperoleh nilai OR (Odds Ratio) = 5,400, artinya responden yang memiliki 5
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN ASI DENGAN CAKUPAN PEMBERIAN ASI EKSLUSIF DI KELUARAHAN SEI. PUTRI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI
pengetahuan baik memiliki peluang 5,4 kali lebih besar untuk pemberian ASI ekslusif dibandingkan dengan responden yang memiliki pengetahuan kurang baik. Salah satu hal yang mempengaruhi tingkat pengetahuan adalah latar belakang pendidikan. Latar belakang pendidikan seseorang akan menentukan caranya mengerti masalah yang dihadapi (Potter dan Perry, 2005). Hal ini dapat dilihat bahwa rata-rata responden memiliki tingkat pendidikan yang rendah responden yaitu SMA sebanyak 24 responden (39,34%). Pengetahuan memiliki pengaruh yang besar terhadap perilaku ibu dalam melakukan pemberian ASI Ekslusif. Semakin tinggi pengetahuan ibu tentang pemberian ASI Ekslusif, semakin besar pula tindakan yang akan dilakukan ibu untuk memberikan ASI ekslusif. Kurangnya pengetahuan ibu tentang pentingnya ASI ekslusif dipengaruhi oleh promosi produk-produk formula. Iklan-iklan bisa mengarahkan para ibu untuk berpikir bahwa ASI yang diberikannya kepada bayi belum cukup memenuhi kebutuhan gizi bayi. Berdasarkan Survei Demografi Dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 1997 dan 2003, diketahui bahwa angka pemberian ASI ekslusif turun dari 49% menjadi 39%, hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan ibu tentang
pentingnya ASI ekslusif, sedangkan penggunaan susu formula meningkat 3 kali lipat (Dwi S, 2009). Menurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang. Dalam penelitian ini diketahui bahwa pengetahuan responden tentang pemberian ASI Ekslusif sebagian besar adalah kurang baik, hal ini dikarenakan adanya responden yang kurang memahami tentang manfaat dari pemberian ASI Ekslusif dan teknik yang benar dalam pemberian ASI kepada bayi secara ekslusif terutama disaat ibu bekerja. Penelitian ini sesuai dengan Kurniawan (2010) tentang Gambaran pengetahuan dan sikap ibu tentang ASI Ekslusif di Puskesmas Koni Kota Jambi didapatkan bahwa masih rendahnya pengetahuan ibu tentang pemberian ASI Ekslusif dengan persentase 75,4%. Selain pengetahuan, faktor pekerjaan juga mempengaruhi pemberian ASI Ekslusif oleh ibu. Menurut Winda (2010), banyak ibu muda yang bekerja berhenti menyusui karena menyusui dapat mengganggu pekerjaan mereka. Untuk itu ibu yang bekerja tidak ada alasan untuk tidak memberikan ASI, karena ASI dapat diberikan pada bayi dengan berbagai cara tanpa harus mengganggu pekerjaan ibu sendiri.
SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa Ada hubungan pengetahuan ibu tentang Pemberian ASI ekslusif dengan cara pemberian ASI di Kelurahan Sei. Putri Wilayah Kerja Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi
Dengan Cakupan ASI Ekslusif Di Puskesmas Kota Jambi. Jambi.
DAFTAR PUSTAKA Dwi. S, (2009). Menyusui Bayi Anda. Dian Rakyat. Jakarta. Hlm : 5 Dinas Kesehatan Provinsi, (2010). Profil Kesehatan Provinsi Jambi. Jambi Dinas Kesehatan Kota Jambi, (2010). Laporan Tahunan Jumlah Bayi
Dinas Kesehatan Kota Jambi, (2011). Laporan Tahunan Jumlah Bayi Dengan Cakupan ASI Ekslusif Di Puskesmas Kota Jambi. Jambi. Khasanah, (2010). ASI atau Susu Formula Ya?. Flasbooks. Yogyakarta. Hlm : 8-134
Kurniawan, (2010) “ Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Ibu Tentang ASI Ekslusif Di Puskesmas Koni Kota Jambi. Jambi. Hal : 45
6 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN ASI DENGAN CAKUPAN PEMBERIAN ASI EKSLUSIF DI KELUARAHAN SEI. PUTRI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI
Nurhaeni, (2009). ASI dan Tumbuh Kembang Bayi. Media Presindo. Yogyakarta. Hlm : 29-38 (2005). Panduan Menyusui. Prestasi Pustakaraya. Jakarta. Hlm :3 Notoatmodjo, S. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.Hlm: 27-178
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.
Nichol,
Wulandari, (2010). Asuhan Kebidanan Nifas. Nuha Medika. Yogyakarta. Hlm : 30-51
7 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN MOTIVASI PASANGAN USIA SUBUR (PUS) TERHADAP PEMAKAIAN KONTRASEPSI KB SUNTIK 3 BULAN DI PUSKESMAS KONI KOTA JAMBI TAHUN 2015
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN MOTIVASI PASANGAN USIA SUBUR (PUS) TERHADAP PEMAKAIAN KONTRASEPSI KB SUNTIK 3 BULAN DI PUSKESMAS KONI KOTA JAMBI TAHUN 2015 THE RELATIONSHIP OF KNOWLEDGE AND MOTIVATION OF FERTILE COUPLE TOWARDS THE USE OF INJECTION CONTRACEPTION EVERY 3 MONTHS IN PUSKESMAS KONI IN JAMBI CITY 2015 Irmayanti Harahap STIKes Prima Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Korespondensi penulis :
[email protected] ABSTRAK KB Suntik merupakan salah satu cara KB yang efektif, terpilih dan banyak juga didapatkan akseptor KB yang mengalami efek samping. Untuk menghindari kejadian atau berhenti menggunakan kontrasepsi, maka diharapkan akseptor KB suntik dapat melakukan penanganan dari efek samping alat kontrasepsi suntikan. Masalah kesehatan yang dialami oleh akseptor KB disebabkan efek samping dari kontrasepsi tersebut dan komunikasi tentang efek samping, dan mereka tidak tahu penanganannya. Seorang akseptor akan mengalami kejadian drop out atau berhenti menggunakan kontrasepsi. Penelitian ini merupakan penelitian analitik kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel independen dengan variabel dependen dan pengukuran variabel dilakukan pada waktu yang bersamaan. Adapun variabel yang diteliti antara lain tingkat pengetahuan dan motivasi terhadap pemakaian kontrasepsi KB suntik 3 bulan. Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 29 Juli s/d 1 Agustus tahun 2015. Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Koni Kota Jambi. Adapun Populasi sebanyak 601 responden jadi sampel yang diambil sebanyak 60 orang secara Accidental sampling. Analisis secara Univariat dan Bivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 29 responden (48,3%) mempunyai pengetahuan cukup, sebanyak 35 responden (58,3%) mempunyai motivasi rendah, sebanyak 36 responden (60,0%) tidak memakai kontrasepsi KB suntik 3 bulan, ada hubungan antara pengetahuan Pasangan Usia Subur (PUS) dengan pemakaian kontrasepsi KB suntik 3 bulan dengan nilai p value 0,003 dan ada hubungan antara motivasi PUS dengan pemakaian kontrasepsi KB suntik 3 bulan dengan nilai p value 0,003. Diharapkan petugas kesehatan melakukan penyuluhan kesehatan mengenai kontrasepsi KB suntik 3 bulan, pemasangan baliho atau poster serta pembinaan kepada keluarga dan secara rutin menginformasikan tentang kontrasepsi KB suntik 3 bulan. Kata Kunci : Pengetahuan, Motivasi, KB Suntik 3 Bulan ABSTRACT The contraceptive injection which given every three months is one of the most effetictive method of birth control was elected and event widely used by acceptor family planning (called KB in Indonesia) eventhough there is a side effect. Some of acceptor experienced health problems and that is the result of side effects and many of them do not know to handle it than eventually they stop using it. This research is analytic Quantitative with Cross sectional design which aim to find the relationship of knowledge and motivation fertile couple towards the use of injection contraception every 3 months in Puskesmas Koni in Jambi city 2015. And the purpose of this study to find the influence of the independent variable and dependent variable and measurement variable at the same time. Than the variable represent the level of knowledge and motivation towards the use of injection contraception every 3 months. This research was conducted in 29 of july thru 1 of august 2015 in Puskesmas Koni. Population in this study were 601 respondents and obtained 60 people for the sample. The sample taking by using accidental sampling. The analysis of this research were using univariate and bivariate. 8 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN MOTIVASI PASANGAN USIA SUBUR (PUS) TERHADAP PEMAKAIAN KONTRASEPSI KB SUNTIK 3 BULAN DI PUSKESMAS KONI KOTA JAMBI TAHUN 2015
As the result shows, there are 29 respondents (48,3%) have sufficient knowledge and 35 respondents (58,3%) have low motivation than 36 respondents (60,0%) not using caontraception injection. There is relationship between knowledge of fertile couple with pvalue = 0, 003 and there is relationship between motivation of fertile couple with the use of injection contraception with p-value 0, 003. Therefore we suggest for the health care to provide information and counseling about injection contraception, by using posters and educate the acceptors about advantages and disadvantages of using injection contraception. Keywords : Knowledge, Motivation, KB Inject 3 Months PENDAHULUAN Keluarga Berencana (KB) merupakan program sosial dasar yang penting artinya bagi kemajuan suatu bangsa, selain pendidikan dan kesehatan. Undang-undang yang menyebutkan tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera menyebutkan bahwa Keluarga Berencana adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga dan peningkatan kesejahteraan keluarga guna mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera. Visi program KB nasional adalah terwujudnya “Keluarga Berkualitas 2015” yang hakekatnya mewujudkan Keluarga Indonesia yang mempunyai anak ideal, sehat, berpendidikan, sejahtera, berketahanan dan terpenuhi hak-hak reproduksinya (BKKBN,2009). Paradigma baru program Keluarga Berencana Nasional telah diubah visinya dari mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) menjadi visi untuk mewujudkan "Keluarga Berkualitas Tahun 2015". Keluarga yang berkualitas adalah yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan kedepan, bertanggung jawab, harmonis dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (Saifuddin, 2003). Program pelayanan keluarga berencana (KB) mempunyai arti penting dalam mewujudkan manusia Indonesia yang sejahtera, disamping program pendidikan
dan kesehatan. Kesadaran mengenai pentingnya kontrasepsi di Indonesia masih perlu ditingkatkan untuk mencegah terjadinya peningkatan jumlah penduduk di Indonesia pada tahun 2015 (BKKBN, 2008). Kontrasepsi menurut UndangUndang No. 10/ 1992 adalah upaya peningkatan kepedulian masyarakat dalam mewujudkan keluarga kecil yang bahagia sejahtera. Dengan berdirinya BKKBN pada 1970 berarti Badan itu lah yang bertanggung jawab atas pelaksanaan KB sejak pelita I. pada pelita II program KB sudah berdiri sendiri, bahkan pada pelita III dan IV jangkauan dan kaitannya sudah lebih luas lagi (Sulistyawati,2013). Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dibentuk berdasarkan keputusan presiden nomor 8 tahun 1970 tentang pembentukan badan untuk mengelola program KB yang telah dicanangkan sebagai program nasional. Penanggung jawab umum penyelenggaraan program pada presiden dan dilakukan sehari-hari oleh menteri Negara Kesejahteraan Rakyat yang dibantu Dewan Pembimbing Keluarga Berencana (Sulistyawati,2013). Pasangan suami istri yang melaksanakan program Keluarga Berencana akan mendapatkan manfaat yaitu meningkatkan kesehatan ibu, memperbaiki kesehatan bayi dan anak, pendidikan anak lebih mendapat perhatian, menjaga kesehatan ayah, karena tidak berusaha sangat keras dan 9
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN MOTIVASI PASANGAN USIA SUBUR (PUS) TERHADAP PEMAKAIAN KONTRASEPSI KB SUNTIK 3 BULAN DI PUSKESMAS KONI KOTA JAMBI TAHUN 2015
berlebihan untuk mencari nafkah (Irianto,2012) Untuk menyukseskan program Keluarga Berencana, maka pasangan suami istri melakukan pencegahan terjadinya pertemuan antara sel sperma dan sel telur, agar tidak terjadi pembuahan. Pencegahan pertemuan tersebut dilakukan dengan cara bermacam-macam baik melalui pihak pria maupun pihak wanita, inilah prinsip kontrasepsi. Untuk mencegah pembuahan sel telur dari pihak wanita (istri) mencegah ovulasi dengan pemberian hormon progesteron. Pemberian hormon dapat dengan cara penggunaan pil, suntikan, atau KB susuk. Pencegahan pembuahan dari pihak pria (suami) degan cara vasektomi atau penggunaan kondom (Irianto,2012). Program KB bertujuan untuk memenuhi permintaan pelayanan KB dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas, serta mengendalikan angka kelahiran yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas penduduk dan mewujudkan keluarga-keluarga kecil yang berkualitas (Sulistyawati,2013). Hasil penelitian Lina (mahasiswa kesehatan Jambi pada tahun 2012) tentang Gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu Akseptor KB Suntik Tentang Perubahan Berat Badan di Wilayah Kerja Puskesmas Paal Lima Kota Jambi Tahun 2012 diperoleh Pengetahuan kurang baik sebanyak 39% dan Sikap kurang baik sebanyak 39%. Data yang diambil di Puskesmas pada bulan Juni-Juli tahun 2015 sebanyak 601 Responden. Menurut survei pertama yang dilakukan di Puskesmas Koni Kota Jambi pada tanggal 19-21 Mei 2015 melalui wawancara pada 16 responden KB Suntik 3 bulan yang memiliki Pengetahuan lebih hanya 5 orang dan memiliki Motivasi lebih hanya 7 orang.
Pengetahuan dan Motivasi mereka masih rendah sekali. Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk mengambil judul Hubungan Pengetahuan dan Pasangan Wanita Usia Subur (PUS) Terhadap Pemakaian Kontrasepsi KB Suntik 3 Bulan di Puskesmas Koni Kota jambi. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel independen dengan variabel dependen dan pengukuran variabel dilakukan pada waktu yang bersamaan. Adapun variabel yang diteliti antara lain tingkat pengetahuan dan motivasi terhadap pemakaian kontrasepsi KB suntik 3 bulan. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus tahun 2015. Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Koni Kota Jambi. Penelitian dilakukan dengan cara Wawancara dan memberikan Kuesioner secara terbuka. Adapun Populasi sebanyak 601 responden jadi sampel yang diambil sebanyak 60 orang secara Accidental sampling. Hasil penelitian dianalisis secara Univariat dan Bivariat (Sulistyaningsih, 2011) HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian mengenai ”Hubungan Pengetahuan dan Motivasi Pasangan Usia Subur (PUS) Terhadap Pemakaian Kontrasepsi KB Suntik 3 Bulan di Puskesmas Koni Kota Jambi Tahun 2015”, tidak mengambil keseluruhan dari aspek dalam teori perilaku kesehatan, hanya terfokus pada aspek pengetahuan dan motivasi. Pengetahuan merupakan suatu langkah awal untuk seseorang melakukan tindakan. Motivasi merupakan dorongan dari dalam dan luar terhadap sesuatu yang diperoleh dari pengetahuan yang dialami sehingga semakin baik 10
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN MOTIVASI PASANGAN USIA SUBUR (PUS) TERHADAP PEMAKAIAN KONTRASEPSI KB SUNTIK 3 BULAN DI PUSKESMAS KONI KOTA JAMBI TAHUN 2015
pengetahuan maka akan semakin baik pula motivasi untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar bertindak melakukan sesuatu. Hubungan Pengetahuan Pasangan Usia Subur (PUS) Terhadap Pemakaian Kontrasepsi KB Suntik 3 Bulan di
Puskesmas Koni Kota Jambi Tahun 2015 Hasil analisis hubungan pengetahuan Pasangan Usia Subur (PUS) terhadap pemakaian kontrasepsi KB suntik 3 bulan di Puskesmas Koni Kota Jambi tahun 2015 dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1. Distribusi Hubungan Pengetahuan Pasangan Usia Subur (PUS) Terhadap Pemakaian Kontrasepsi KB Suntik 3 Bulan di Puskesmas Koni Kota Jambi Tahun 2015 (n=60) KB Suntik 3 Bulan Pengetahuan Total P-value Tidak Memakai Memakai f % f % f % Kurang Baik 15 83,3 3 16,7 18 100 0,003 Cukup 18 62,1 11 32,9 29 100 Baik 3 23,1 10 76,9 13 100 Total 36 60,0 24 40,0 60 100 Berdasarkan analisis data dari 60 petugas kesehatan tetapi mereka lupa responden tentang hubungan dengan informasi yang didapat sehingga pengetahuan Pasangan Usia Subur (PUS) pada saat menjawab pertanyaan hanya dengan pemakaian kontrasepsi KB suntik mengetahui secara umum. 3 bulan, didapat dari 18 responden Pengetahuan merupakan hasil dari dengan pengetahuan kurang baik yang tahu, yang terjadi setelah orang tidak memakai kontrasepsi KB suntik 3 melakukan pengindraan terhadap objek bulan sebanyak 83,3%, dan dari 29 tertentu. Pengindraan terjadi melalui responden dengan pengetahuan cukup pancaindra manusia, yakni indera yang tidak memakai kontrasepsi KB suntik penglihatan, pendengaran, 3 bulan sebanyak 62,1%. Sedangkan dari penciuman,rasa, dan raba. Sebagian 13 responden dengan pengetahuan baik besar pengetahuan diperoleh dari mata didapat 23,1% tidak memakai kontrasepsi dan telinga. Pengetahuan merupakan KB suntik 3 bulan. pedoman dalam membentuk tindakan Dari hasil uji statistik chi-square seseorang (Notoatmodjo, 2010). diperoleh nilai p value 0,003 (p<0,05) Penelitian yang telah dilakukan dengan demikian dapat disimpulkan sejalan dengan penelitian Peni (2013) bahwa ada hubungan antara pengetahuan mengenai hubungan pengetahuan dan Pasangan Usia Subur (PUS) dengan motivasi ibu dengan pemilihan KB suntik 3 pemakaian kontrasepsi KB suntik 3 bulan bulan di Puskesmas Plaju Palembang, di Puskesmas Koni Kota Jambi. menunjukkan adanya hubungan antara Pengetahuan responden terhadap pengetahuan ibu dengan pemilihan KB pemakaian kontrasepsi KB suntik 3 bulan suntik 3 bulan dengan nilai p-value 0,009. dikategorikan cukup, hal ini dikarenakan Upaya-upaya yang perlu dilakukan responden tidak memiliki kesadaran untuk untuk meningkatkan pengetahuan mencari informasi lebih mendalam tentang responden tentang pemakaian pemakaian kontrasepsi KB suntik 3 bulan kontrasepsi KB suntik 3 bulan adalah dan pernah diberikan informasi oleh dilakukannya pendidikan kesehatan 11 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN MOTIVASI PASANGAN USIA SUBUR (PUS) TERHADAP PEMAKAIAN KONTRASEPSI KB SUNTIK 3 BULAN DI PUSKESMAS KONI KOTA JAMBI TAHUN 2015
mengenai pemakaian kontrasepsi KB selalu dipertahankan dan diingat materisuntik 3 bulan, menjelaskan dengan materi yang telah diberikan sebelumnya, menggunakan bahasa yang mudah agar mereka mengetahui masalah jika dimengerti agar responden dapat tidak memakai kontrasepsi KB suntik 3 memahami dengan baik dan juga dengan bulan. cara memberikan leaflet, brosur, dan Hubungan Motivasi Pasangan Usia kegiatan promotif lainnya seperti Subur (PUS) Terhadap Pemakaian melakukan diskusi bersama responden. Kontrasepsi KB Suntik 3 Bulan di Selain itu diharapkan responden Puskesmas Koni Kota Jambi Tahun untuk aktif mencari informasi tentang 2015 pemakaian kontrasepsi KB suntik 3 bulan Hasil analisis hubungan motivasi agar menambah pengetahuan responden Pasangan Usia Subur (PUS) terhadap yang kurang baik. Jika hanya pasif saja, pemakaian kontrasepsi KB suntik 3 bulan maka akan berdampak kurang baik pada di Puskesmas Koni Kota Jambi tahun tingkat pengetahuan mereka. Bagi 2015 dapat dilihat pada tabel berikut : responden yang telah mempunyaipengetahuan yang baik, harus Tabel 2 Distribusi Hubungan Motivasi Pasangan Usia Subur (PUS) Terhadap Pemakaian Kontrasepsi KB Suntik 3 Bulan di Puskesmas Koni Kota Jambi Tahun 2015 (n=60) P-value Motivasi KB Suntik 3 Bulan Total Tidak Memakai Memakai f % f % f % Rendah 27 77,1 8 22,9 35 100 0,003 Tinggi 9 36,0 16 64,0 25 100 Total 36 60,0 24 40,0 60 100 Berdasarkan analisis data dari 60 mayoritas responden kurang diberikan responden tentang hubungan motivasi motivasi atau dukungan dari keluarga Pasangan Usia Subur (PUS) dengan ataupun dari petugas kesehatan. Tetapi pemakaian kontrasepsi KB suntik 3 bulan, tanpa adanya pengetahuan yang baik didapat dari 35 responden dengan responden mengenai pemakaian motivasi rendah yang tidak memakai kontrasepsi KB suntik 3 bulan cenderung kontrasepsi KB suntik 3 bulan sebanyak tidak melakukan pemakaian kontrasepsi 77,1%. Sedangkan dari 25 responden KB suntik 3 bulan. dengan motivasi tinggi didapat 36,0% Motivasi adalah suatu usaha yang tidak memakai kontrasepsi KB suntik 3 disadari untuk mempengaruhi tingkah laku bulan. seseorang agar ia bergerak hatinya untuk Dari hasil uji statistik chi-square bertindak melakukan sesuatu sehingga diperoleh nilai p value 0,003 (p<0,05) mencapai hasil dan tujuan tertentu dengan demikian dapat disimpulkan (Notoatmodjo, 2010). bahwa ada hubungan antara motivasi Penelitian yang telah dilakukan Pasangan Usia Subur (PUS) dengan sejalan dengan penelitian Peni (2013) pemakaian kontrasepsi KB suntik 3 bulan mengenai hubungan pengetahuan dan di Puskesmas Koni Kota Jambi. motivasi ibu dengan pemilihan KB suntik 3 Berdasarkan penjelasan diatas bulan di Puskesmas Plaju Palembang, terlihat bahwa responden mempunyai menunjukkan adanya hubungan antara motivasi rendah terhadap pemakaian motivasi ibu dengan pemilihan KB suntik 3 bulan dengan nilai p-value 0,005. kontrasepsi KB suntik 3 bulan, karena 12 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN MOTIVASI PASANGAN USIA SUBUR (PUS) TERHADAP PEMAKAIAN KONTRASEPSI KB SUNTIK 3 BULAN DI PUSKESMAS KONI KOTA JAMBI TAHUN 2015
Reponden yang mempunyai motivasi tinggi dalam pemakaian kontrasepsi KB suntik 3 bulan, karena responden sudah menunjukkan motivasi sesuai dengan teori yang ada, yang mana responden mempunyai pengetahuan yang baik terhadap motivasi dalam diri tinggi. Hal ini dikarenakan responden diberikan motivasi atau dukungan oleh petugas kesehatan dan keluarga serta mendapat dukungan dari tenaga kesehatan untuk menganjurkan memakai kontrasepsi KB suntik 3 bulan. Upaya-upaya yang perlu dilakukan agar responden mempunyai motivasi dalam pemakaian kontrasepsi KB suntik 3 bulan yaitu dengan diberikan pendidikan kesehatan berkaitan dengan motivasi dari intrinsik dan ekstrinsik dalam mengenai pemakaian kontrasepsi KB suntik 3 bulan dengan cara memberikan pengetahuan dan menanamkan nilai-nilai serta persepsipositif. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan leaflet dan informasi seperti spanduk dalam upaya memberikan pengetahuan secara luas agar terbentuk sikap yang positif dan memotivasi responden untuk melakukan pemakaian kontrasepsi KB suntik 3 bulan. Selain itu diharapkan petugas kesehatan, dan keluarga responden tersebut ikut berperan aktif dalam memotivasi responden untuk melakukan pemakaian kontrasepsi KB suntik 3 bulan. Kurangnya pengetahuan dan tidak adanya motivasi menyebabkan perilaku menjadi tidak baik karena tidak didasari nilai-nilai positif dari pengetahuan yang mereka dapat karena yang mana ternyata perilaku akan menjadi lebih baik bila didasari oleh pengetahuan dan motivasi. Oleh karena itu, setelah dilakukan penelitian, banyaknya responden mempunyai pengetahuan kurang baik, dan motivasi yang rendah itu dapat menjadi masalah terhadap pemakaian kontrasepsi KB suntik 3 bulan.
SIMPULAN Adanya hubungan antara pengetahuan Pasangan Usia Subur (PUS) dengan pemakaian kontrasepsi KB suntik 3 bulan di Puskesmas Koni Kota Jambi dengan nilai p value 0,003. Adanya hubungan antara motivasi Pasangan Usia Subur (PUS) dengan pemakaian kontrasepsi KB suntik 3 bulan di Puskesmas Koni Kota Jambi dengan nilai p value 0,003. Diharapkan petugas kesehatan melakukan penyuluhan kesehatan mengenai kontrasepsi KB suntik 3 bulan, pemasangan baliho atau poster serta pembinaan kepada keluarga dan secara rutin menginformasikan tentang kontrasepsi KB suntik 3 bulan. DAFTAR PUSTAKA BKKBN, 2008, Kesadaran mengenai pentingnya kontrasepsi di Indonesia BKKBN, 2009, Keluarga Berkualitas 2015 Irianto, Koes, 2012, Keluarga Berencana untuk Paramedis dan Nonmedis. Yrama Widia. Bandung. Notoadmodjo, Soekidjo 2010, Ilmu Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. Sulistyaningsih 2011, Metodologi Penelitian Kebidanan. Graha Ilmu. Yogyakarta. Sulistyawati, Ari 2013, Pelayanan Keluarga Berencana. Salemba Medika. Jakarta.
13 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
PERAN KELUARGA DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT DBD DI KELURAHAN MAYANG MENGURAI KECAMATAN KOTA BARU JAMBI
PERAN KELUARGA DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT DBD DI KELURAHAN MAYANG MENGURAI KECAMATAN KOTA BARU JAMBI FAMILY ROLE IN THE PREVENTION OF DENGUE DISEASE IN THE VILLAGE MAYANG MENGURAI THE DISTRICT KOTABARU JAMBI Nurfitriani Stikes Baiturrahim Jambi Korespondensi penulis :
[email protected] ABSTRAK Demam Berdarah Dengue ( DBD ) masih tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat, dimana penyakit ini merupakan penyakit endemis disebagian wilayah di Indonesia. Berbagai upaya penanggulangan telah dilakukan terutama dengan kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui gerakan 3M (menguras-menutup-mengubur). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana peran keluarga dalam upaya pencegahan penyakit DBD di Kelurahan Mayang Mengurai Kecamatan Kotabaru Jambi tahun 2012. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional untuk mengetahui peran keluarga dalam upaya pencegahan penyakit DBD di Kota Jambi. Populasi penelitian ini adalah keluarga yang tinggal di Kelurahan Mayang Mengurai sebanyak 281 KK. Sampel dalam penelitian diambil secara Simple Random Sampling pada keluarga yang tinggal di RT 01 dan RT 03 Kel. Mayang Mengurai Kec. Kotabaru Jambi sebanyak 94 responden yang diambil pada Bulan Nopember s/d Desember 2012 dan dianalisa secara univariat dan bivariat. Dari 94 responden yang diteliti diperoleh hasil perilaku pencegahan DBD oleh keluarga masih rendah yaitu 50 responden (53,3%) , pengetahuan rendah sebanyak 19 responden (20,2%) dan pengetahuan tinggi sebanyak 75 responden (79,8%). Sikap responden cukup baik sebanyak (53,2 %) dan sikap buruk sebanyak 44 responden (46,8%). Dari hasil uji statistic ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan pencegahan DBD dengan nilai p-value = 0,000, dan ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan peran keluarga dalam upaya pencegahan DBD dengan nilai P-value = 0,012 (p<0,05). Diharapkan bagi petugas kesehatan dan pihak kelurahan bekerjasama memberikan informasi kepada masyarakat dalam upaya pencegahan DBD dan keluraga dapat meningkatkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan bergotong royong secara rutin diwilayah masing-masing. Kata Kunci : Pengetahuan,sikap,peran keuarga dalam upaya pencegahan DBD ABSTRACT Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) remains a public health problem, where the disease is endemic in some areas of Indonesia. Various prevention efforts have been carried out mainly by the activities of mosquito nest eradication (PSN) through the movement of 3M (drain-cover-bury). The purpose of this study to find out how the role of the family in the prevention of dengue disease in Sub Mayang Mengurai Kotabaru District of Jambi in 2012. This descriptive cross-sectional approach to determine the role of the family in the prevention of dengue disease in the city of Jambi. The study population was a family who lived in the village of Mayang Mengurai much as 281 households. Samples were taken by simple random sampling in families living in RT 01 and RT 03 Ex. Mayang Mengurai district. Kotabaru Jambi were 94 respondents taken in November s / d in December 2012 and analyzed by univariate and bivariate. Of the 94 respondents who researched the results obtained DHF prevention behavior by the family still lower that 50 respondents (53.3%), low knowledge as much as 19 respondents (20.2%) and high knowledge as much as 75 respondents (79.8%). The attitude of the respondents is quite good as many (53.2%) and a bad attitude as much as 44 respondents (46.8%). From the test results statistically significant relationship between knowledge and prevention of dengue fever, with p-value = 0.000, and there was a significant relationship between attitudes to the role of the family in the prevention of dengue with P-value = 0.012 (p <0.05). Expected for health workers and village parties cooperate to provide information to the community in the prevention of dengue and family can improve behavior clean and healthy worked together on a regular basis each region. Keywords: Knowledge, attitudes, family style role in efforts to prevent dengue 14 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
PERAN KELUARGA DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT DBD DI KELURAHAN MAYANG MENGURAI KECAMATAN KOTA BARU JAMBI
PENDAHULUAN Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi virus akut yang disebabkan oleh virus Dengue dan terutama menyerang anak- anak dengan ciri- ciri demam tinggi mendadak dengan manifestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan shock dan kematian (Sudarto,2009). Penyakit Demam Berdarah Dengue dapat menyerang semua golongan umur (Maryani,2010). Sampai saat ini penyakit Demam Berdarah Dengue lebih banyak menyerang anakanak tetapi dalam dekade terakhir ini terlihat adanya kecenderungan kenaikan proporsi penderita Demam Berdara Dengue pada orang dewasa (Rampengan,2009) Demam Berdarah Dengue masih tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat , dimana penyakit ini merupakan penyakit endemis disebagian wilayah di Indonesia (Rampengan,2009).Berbagai upaya penanggulangan telah dilakukan terutama dengan kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui gerakan 3M ( Menguras-Menutup-Mengubur) (anonym,2010). Kegiatan telah dilaksanakan secara intensif sejak tahun 1992 dan pada tahun 2002 dikembangkan menjadi 3M Plus, dengan cara menggunakan larvasida, memelihara ikan dan mencegah gigitan nyamuk(Pambudi,2009). Berbagai upaya penanggulangan tersebut belum menampakkan hasil yang diinginkan. Salah satu penyebab tidak optimalnya upaya penanggulangan tersebut karena belum adanya perubahan perilaku masyarakat dalam upaya PSN (Meutia,2009). Meningkatnya kecenderungan kasus DBD dan resiko sebagai daerah perlintasan antar wilayah (yang juga merupakan daerah endemis) maka kegiatan yang paling efektif dan efisien adalah dengan mencegah terjadinya penularan (Dina,2009). Kegiatan ini harus melibatkan/lebih memberdayakan peran serta masyarakat, disamping juga kerjasama lintas sektor dan pihak swasta
Dengan demikian tanggungjawab dalam pengendalian penyakit DBD bukan hanya pihak Pemerintah saja melainkan tanggung jawab bersama (anton, 2008). Penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) di Provinsi Jambi terus meningkat dari tahun ke tahun. Selama periode Januari hingga September 2011 jumlahnya mencapai 777 orang, sebanyak 14 orang di antaranya meninggal dunia. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Jambi, pada tahun 2010 jumlah penderita DBD tercatat 178 penderita dan seorang di antaranya meninggal dunia. Adapun tahun 2009 ditemukan 254 penderita dan sebanyak lima orang meninggal dunia. “Penyebabnya akibat pola hidup masyarakat yang kurang memperhatikan lingkungan atau pola hidup yang tidak sehat,” kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jambi, Andi Pada, Selasa, 1 November 2011. Andi Pada menjelaskan penderita terbanyak terdapat di Kota Jambi, Kabupaten Muarojambi, Batanghari, dan Kabupaten Bungo. Dari daerah-daerah tersebut, Kota Jambi merupakan daerah paling parah. Penyakit DBD di Kota Jambi menyebar di beberapa kecamatan seperti Kecamatan Kotabaru, Telanaipura, dan beberapa kecamatan lainnya (Dinkes Kota Jambi,2011). Pada tahun 2011 lalu, Kecamatan Kotabaru merupakan salah satu wilayah endemik peringkat pertama di Kota Jambi. Bahkan berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Jambi, di Kota Jambi terdapat 8 orang meninggal dari 338 kasus DBD yang menimpa warga. Kelurahan Mayang Mengurai termasukwilayah Kotabaru yang terdiri dari 40 RT. Berdasarkan laporan dari Kelurahan Mayang Mengurai kasus terbanyak yang mengalami kejadian DBD ada di wilayah RT 01 dan RT 03. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “ Peran Keluarga dalam Upaya Pencegahan Penyakit DBD di Kelurahan Mayang Mengurai Kec. Kotabaru Jambi Tahun 2012.”
15 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
PERAN KELUARGA DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT DBD DI KELURAHAN MAYANG MENGURAI KECAMATAN KOTA BARU JAMBI
METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional, untuk mengetahui peran keluarga dalam upaya pencegahan penyakit DBD di Kota Jambi (Nursalam,2013). Populasi penelitian adalah keluarga yang tinggal di RT 01 dan RT 03 di Kelurahan Mayang Mengurai Kec.Kotabaru Jambi Tahun 2012 sebanyak 281 KK. Sampel penelitian sebanyak 94 orang KK diambil secara acak (Simple Random Sampling) dilakukan pada keluarga di RT 01 dan RT 03 Kelurahan Mayang Mengurai Kec. Kotabaru Jambi dengan melakukan wawancara menggunakan kuisioner dan lembar observasi pada Bulan Nopember s/d Desember 2012 (Arikunto,2006).
Keluarga terbanyak yaitu berpendidikan SMA yaitu sebanyak 41 respnden ( 43,6%) dan pendidikan paling sedikit yaitu tidak sekolah/ tidak tamat SD sebanyak 2 responden (2,1%).
HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Karakteristik Responden
Dari data diatas terlihat pekerjaan terbanyak adalah wiraswasta dan buruh yaitu sama- sama sejumlah 29 responden ( 30,9%) dan pekerjaan yang paling sedikit adalah ibu rumah ta(ngga sebanyak 7 responden ( 7,4%).
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden menurut Usia KK di Kel. Mayang mengurai Jambi tahun 2012 Umur Jumlah Persentase
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan di Kel. Mayang Mengurai Tahun 2012 Pekerjaan Jumlah Persenta se PNS 15 16.0 Pegawai 14 14.9 Swasta Wirasawata 29 30.9 Buruh 29 30.9 IRT 7 7.4 Total 94 100.0
20-30 tahun 12 12.8 31-40 tahun 36 38,3 41-50 tahun 36 38.3 › 50 tahun 10 10.6 Jumlah 94 100 Dari tabel diatas diperoleh gambaran usia KK terbanyak yaitu rentang usia 31-40 tahun sebanyak 36 responden (38,3%) dan usia 41-50 tahun sebanyak 36 responden (38,3%).
Tabel 4 Distribusi Frekuensi menurut Penghasilan responden di kel.Mayang Mangurai Kota Jambi Tahun 2012 Penghasilan Jumlah Persenta se Rendah Rp. 38 40.4 1.082.000 Tinggi > 56 59.6 Rp.1.082.000 Total 94 100.0
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden menurut Pendidikan di Kel.Mayang Mengurai tahun 2012 Pendidikan Jumlah Persentase Tidak sekolah 2 2.1
Dari data diatas dapat diketahuii bahwa dari 94 responden penghasilan responden yang penghasilan tinggi (> Rp.1.082.000) yaitu sebanyak 56 responden (59,6%) sedangkan penghasilan rendah (Rp.1.082.000) sebanyak 38 responden (40,4%).
SD SMP SMA Diploma Sarjana Total
14 19 41 9 9 94
14.9 20.2 43.6 9.6 9.6 100.00
1.2 Perilaku Pencegahan
Dari tabel diatas dapat digambarkan tingkat pendidikan Kepala
Tabel 5 Distribusi Frekuensi menurut Perilaku pencegahan di Kel.Mayang Mengurai Kota Jambi tahun 2012
16 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
PERAN KELUARGA DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT DBD DI KELURAHAN MAYANG MENGURAI KECAMATAN KOTA BARU JAMBI
Perilaku Jumlah Pencegahan Tinggi 44 Rendah 50 Total
94
Persentase
Sikap Baik Buruk
46.8 53.3 100.00
Dari data diatas dapat diketahui bahwadari 94 responden pencegahan responden yang tinggi sebanyak 44 responden (46,8%) sedangkan pencegahan responden yang rendah sebanyak 50 responden (53,2%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ahmad (2009) bahwa sebagian besar keluarga belum memiliki perilaku yang baik terhadap pencegahan DBD (Ahmad,2009).
Total 94 100.00 Dari data diatas dapat diketahui bahwa dari 94 responden sikap responden yang tinggi sebanyak 50 responden (53,2%) sedangkan sikap responden yang buruk sebanyak 44 responden (46,4%) 1.5. Analisis Hubungan Pengetahuan dengan perilaku Pencegahan DBD di Kel.Mayang Mengurai Tabel 8. Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Pencegahan DBD oleh Keluarga di Kel.Mayang Mangurai Kota Jambi Tahun 2012
1.3 Pengetahuan Tabel 6. Gambaran pengetahuan responden terhadap perilaku Pencegahan DBD oleh Keluarga di kel.Mayang Mangurai Kota Jambi Tahun 2012 Pengetahuan Tinggi Rendah
Jumlah Persentase 75 79.8 19 20.2
Total 94 100.00 Dari data diatas dapat diketahui bahwa dari 94 responden pengetahuan responden yang tinggi sebanyak 75 responden (79,8%) sedangkan pengetahuan rendah sebanyak 19 responden (20,2%) Menurut Notoatmodjo (2003) bahwa pengetahuan seseorang tentang penyakit dapat membantunya untuk melakukan tindakan mencegah/menghindari penyakit tersebut, Pengetahuan ini erat kaitannya dengan sikap orang tersebut. 1.4 Sikap Tabel 7. Distribusi Responden Berdasarkan sikap DBD oleh Keluarga di kel.Mayang Mangurai Kota Jambi Tahun 2012
Jumlah Persentase 50 53.2 44 46.8
Pengetahuan
Tinggi Rendah Jumlah
Pencegahan DBD Baik Kurang Baik Jml % 43 57,3 1 5,3 44 46,8
Jumlah
Jml % Jml 32 42,7 75 18 94,7 19 50 53,2 94
PValu e
% 100 0.00 0 100 100
Hasil analisis pada tabel diatas menunjukkan bahwa dari 75 responden mempunyai pengetahuan tinggi yang baik pencegahan DBD sebanyak 43 (57,3%) dan sebanyak 32 (42,7%) responden yang kurang baik pencegahan DBD, Selanjutnya dari 19 responden mempunyai pengetahuan rendah yang baik pencegahan DBD sebanyak 1 (5,3%) dan sebanyak 18 (94,7%) responden yang kurang baik pencegahan DBD. Berdasarkan uji statistik Chi-square di peroleh nilai p = 0.000 dengan demikian p value < alpha (5%) artinya Ho ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan pencegahan DBD . Menurut Notoatmodjo (2007) bahwa pengetahuan seseorang tentang penyakit dapat membantunya untuk melakukan tindakan mencegah/menghindari penyakit tersebut. Pengetahuan ini erat kaitannya dengan sikap dan praktek orang tersebut 17
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
PERAN KELUARGA DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT DBD DI KELURAHAN MAYANG MENGURAI KECAMATAN KOTA BARU JAMBI
dan tidak selalu pengetahuan ini sejalan dengan sikap dan praktek. Hal ini Sejalan dengan penelitian Meutia (2009) bahwa responden dengan berpengetahuan sedang akan diikuti tindakan yang cukup sebaliknya responden dengan tingkat pengetahuan kurang maka akan diikuti dengan tindakan yang kurang pula (Meutia,2009). Maka dari itu diharapkan kepada instansi kesehatan untuk lebih meningkatkankan tindakan promotif dan preventif kepada masyarakat (keluarga) untuk mengatasi masalah DBD, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat/keluarga tentang upaya pencegahan DBD. 1.6. Hubungan sikap dengan Perilaku Pencegahan di Kel. Mayang Mengurai tahun 2016
ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan peran keluarga dalam upaya pencegahan DBD . Newcomb dalam Notoatmodjo (2003), menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktiftas , akan tetapi merupakan reaksi tertutup , bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka Sikap responden terhadap upaya pencegahan DBD pada penelitian ini sebagian kurang baik, untuk itu perlunya informasi dan dukungan dari berbagai pihak , sehingga masyarakat terutama di kel Mayang Mangurai dapat bersikap baik serta mau berperan aktif dalam upaya pencegahan penyaki DBD5 . SIMPULAN
Tabel 9.Hubungan sikap dengan Perilaku Pencegahan DBD oleh Keluarga di Kel.Mayang Mangurai Kota Jambi Tahun 2002 Sikap
Pencegahan DBD Baik Kurang Baik Jml % Jml % Baik 30 60,0 20 40, 0 Buruk 14 31,8 30 68, 2 Juml 44 46,8 50 53, ah 2
Jumlah
PVal ue
Jml % 50 100 0.01 2 44 100 94 100. 0
Hasil analisis pada tabel diatas menunjukkan bahwa dari 50 responden mempunyai sikap baik yang baik pencegahan DBD sebanyak 30 (60%) dan sebanyak 20 (40%) responden yang kurang baik pencegahan DBD, Selanjutnya dari 44 responden mempunyai sikap buruk yang baik pencegahan DBD sebanyak 14 (31,8%) dan sebanyak 30 (68,2%) responden yang kurang baik pencegahan DBD. Berdasarkan uji statistik Chi-square di peroleh nilai p = 0.012 dengan demikian p value < alpha (5%) artinya Ho ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa
Dari 94 responden 50 (53,2%) responden kurang baik terhadap pencegahan DBD,responden yang memiliki pengetahuan rendah terhadap perilaku pencegahan DBD sebanyak 19 responden (20,2%), sedangkan sikap responden yang kurang baik terhadap upaya pencegahan DBD sebanyak 44 responden (46,4%); Ada hubungan bermakna antara pengetahuan dengan peran keluarga dalam upaya pencegahan DBD di kel.Mayang Mangurai Kota Jambi dengan nilai p – value = 0,000; Ada
hubungan bermakna antara sikap dengan peran keluarga dalam upaya pencegahan DBD di kel.Mayang Mangurai Kota Jambi dengan nilai p – value = 0,012 DAFTAR PUSTAKA Ahmad, 2009. Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Praktek Keluarga Tentang Pencegahan DBD. Jakarta : Skripsi. Perpus. Fkik.uinjkt.ac.id./file_digital /Ahmad.pdf. 30-08-2012 jam 10:06 wib. 18
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
PERAN KELUARGA DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT DBD DI KELURAHAN MAYANG MENGURAI KECAMATAN KOTA BARU JAMBI
.Anton, 2008. Hubungan Perilaku Tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk dan Kebiasaan keluarga dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue. Medan: Skripsi. Eprints.undip.ac.id/16497/1/Anton .pdf. 31-12-2011 jam 09:34 wib. .Arikunto, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Edisi VI. Rineka Cipta. Jakarta Arikunto,
2010. Program Peningkatan Peran Serta Masyarakat dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSNDBD) di Kabupaten/Kota. Jakarta: Ditjen PPM & PLP
Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian .Salemba Medika Jakarta Pambudi, 2009. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Kader Jumantik dalam Pembrantasan DBD. Surakarta: Skripsi. Etd.eprimnts.ums.ac.id./ 01-012012 jam 12:39 wib. Rampengan,2008. Penyakit Infeksi Tropis pada Anak. EGC. Jakarta Sudarto,2009, Penyakit Menular di Indonesia. Sagung Seto. Jakarta Widia,
.Dina, 2009. Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Mengenai DBD pada Keluarga. Medan: Skripsi. Repository. Usu. ac.id. 30-08-2012 jam 10:10 wib.
Dinkes
2009. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue. Surakarta: Skripsi. Etd.eprints.ums.ac.id. 31-12-2011 jam 09:28 wib.
Kota Jambi, 2011. Profil Kesehatan Provinsi Jambi
Hidayat, A.A.A. 2009. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Salemba Medika. Jakarta Maryani,2010, Epidemiologi Kesehatan. Graha Ilmu. Yogyakarta Meutia, 2009. Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Tentang 3M Pada Keluarga. Medan: Skripsi. Repository. Usu. ac.id. /bitstream/ 123456789 /14262/1/09E02923.pdf. 31-122011 jam 09:28 wib. Mubarak, Wahid. Iqbal dan Chayatin. 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Teori dan Aplikasi. Salemba Medika. Jakarta Murwani, 2008. Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Mitra Cendikia.Yogyakarta Nursalam, 2008. Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu 19 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
PENGARUH RUTINITAS SENAM REMATIK TERHADAP PENURUNAN TINGKAT NYERI PADA LANSIA YANG MENDERITA REMATIK DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR JAMBI TAHUN 2015
PENGARUH RUTINITAS SENAM REMATIK TERHADAP PENURUNAN TINGKAT NYERI PADA LANSIA YANG MENDERITA REMATIK DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR JAMBI TAHUN 2015 INFLUENCE OF REGULAR RHEUMATOID EXERCISE TOWARDS DECREASE OF THE LEVEL PAIN IN ELDERLY WITH RHEUMATOID IN NURSING HOME TRESNA WERDHA BUDI LUHUR IN JAMBI CITY 2015 Erris Siregar Poltekes Kesehatan Lingkungan Jambi Korespodensi penulis :
[email protected] ABSTRAK Berdasarkan data tahun 2007 keatas di Amerika diperkirakan akan terjadi ledakan gerontologi lansia yang berusia 65 tahun keatas dari berbagai etnik dan ras. Data dari Departemen Pendidikan dan Kesejahteraan Amerika melaporkan bahwa pada tahun 2006 terdapat sekitar 35 juta pasien rematik. Sedangkan pada tahun 2006 Mendapatkan data berdasarkan penelitian bahwa prevalensi nyeri rematik di Indonesia mencapai 23,6-31,3%. Sedangkan jumlah lansia di PSTW Budi Luhur Jambi sebanyak 72 lansia, yang menderita rematik sebanyak 40 lansia dan pengambilan sampel berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi sebanyak 20 lansia. Penelitian ini merupakan penelitian pre experimental dengan pendekatan atau desain “one group pre test dan post test”, pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner yang dilakukan pada 03 – 21 Agustus 2015. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang menderita rematik di PSTW Budi Luhur Jambi yaitu sebanyak 38 lansia dan Sampel dalam penelitian ini adalah lansia yang mengalami nyeri rematik yang sesuai dengan kriteria inklusi yaitu sebanyak 20 responden. Hasil penelitian ini didapatkan sebelum dilakukan latihan rutinitas senam rematik (pre test) yaitu nyeri ringan 4 lansia (20%), nyeri sedang 13 lansia (65%), dan nyeri berat terkontrol 3 lansia (15%). Sedangkan sesudah dilakukan latihan rutinitas senam rematik (post test) yaitu tidak ada nyeri 1 lansia (5%), nyeri ringan 10 lansia (50%) dan nyeri sedang 9 lansia (45%). Berdasarkan hasil penelitian di atas didapatkan nilai rata-rata sebelum dilakukan senam 5 dan setelah dilakukan senam 3,5 dengan p-value 0,00 artinya ada pengaruh yang signifikan antara sebelum dan sesudah latihan. Dan diharapkan latihan rutinitas senam rematik dapat diterapkan secara teratur sebagai terapi penurunan tingkat nyeri rematik pada lansia. Kata kunci
: Senam Rematik dan Nyeri
ABSTRACT Based in data from 2007 and older, there is expected to be an explosion of gerontology eldery people with age 65 years and more from various ethnic and racial. Data from education and welfare of Amerika reported that in 2006 there are approximatery 35 milion patients with rheumatoid. While in the same year there are studies that claimed that the prevalence of rheumatoid pain in Indonesia reached 36.6 – 31.3%. however, the total elderly people in nursing home PSTW Budi Luhur in Jambi are 72 people, and the people who have rheumatoid are 40 eldery people and sample taken based on inclusion and exelusion there are 20 elderly. This research is pre experimental approaeh or “one group pre test and post test” design, data were collected by interview using questimore as a collect tool and condueted in 03 – 21 of agust 2015. Population in this research were entire elderly which have have rhematoid in nursing home Pstw Budi Luhur in Jambi City with total 38 alderly and the sample in this research are insklusi with total 20 elderly people. As the result obtained before practicing reguler rheumotoid exercise (pre test) there are 4 elderly (20%) have light pain, than 13 elderly (65%) have moderate pain and 3 eldery (15%) have severe pain. Howevere, after repondents practicing rhematoid excercise there are elderly with no paint 1 person (5%), light paint 10 elderly (50%) and moderate pain 9 elderly (45%). Based on the result, in average before practicing rhematoid exercise the value is 5 and after practicing the exercise is 3,4 with p-value 0,00 which means there is significant connetion between before and after practicing exercise.There fore we suggest that elderly will do rheumatoid excercise routinely to reduce the pain in elderly. Keywords : Rheumatoid Exercise And Pain 20 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
PENGARUH RUTINITAS SENAM REMATIK TERHADAP PENURUNAN TINGKAT NYERI PADA LANSIA YANG MENDERITA REMATIK DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR JAMBI TAHUN 2015
PENDAHULUAN Menurut WHO lansia dibagi 3 kategori yaitu usia lanjut 60 – 70 tahun, usia tua 75 – 89 tahun, usia sangat lanjut ≥ 90 tahun (Bandiyah, 2009). Pada tahun 2000 keatas di Amerika diperkirakan akan terjadi ledakan gerontologi lansia yang berusia 65 tahun keatas dari berbagai etnik dan ras (Fatimah, 2010) DepKes RI membagi lansia menjadi 3 bagian yaitu kelompok menjelang usia lanjut (45 – 54 tahun) sebagai masa vibrilitas, kelompok usia lanjut (55 – 64 tahun) sebagai masa senium, dan kelompok usia lanjut (›65 tahun) masa senium (Bandiyah, 2009). Menurut Dirjen pelayanan dan rehabilitas sosial (Yanrehsos), Departemen sosial RI, pada konferensi pers dalam rangka Hari Lanjut Usia Nasional (HLUN) tahun 2009 di Jakarta, jumlah orang lanjut usia di Indonesia saat ini sekitar 16,5 juta dari semua penduduk yang mencapai lebih dari 220 juta jiwa. Jumlah lansia ini termasuk didalamnya lansia yang masih potensial, dan jumlahnya dari tahun ketahun terus meningkat. Pada tahun 1980 jumlah lansia masih 7 juta jiwa, kemudian tahun 1990 naik menjadi 12 juta orang, sedangkan pada tahun 2000 naik menjadi 14 juta jiwa. Tahun 2010, katanya diperkirakan jumlah lansia mencapai 23 juta jiwa, dan tahun 2020 menjadi 23 juta orang (Fatimah, 2010). Rematik merupakan penyakit yang menyerang sendi dan tulang atau jaringan penunjang sekitar sendi. Bagian tubuh yang sering diserang biasanya persendian pada jari, lutut, pinggul, dan tulang punggung. Keadaan ini biasanya sebagai akibat aktivitas yang berlebihan atau trauma berulang yang dialami sendi sehingga terjadi aus pada tulang rawan (kartilago) sendi yang menjadi bantal bagi tulang. Akibatnya, akan terasa nyeri apabila sendi digerakkan. Persendian yang jarang terserang adalah pergelangan tangan dan kaki, siku, serta bahu (Purwoastuti, 2009). Gangguan rematik relatif jarang membunuh penderita. Walaupun tidak menyebabkan kematian, rematik tidak seharusnya di anggap remeh. Membiarkannya tanpa penanganan bisa
menyebabkan anggota tubuh tidak berfungsi normal (Purwoastuti, 2009). Masih banyak masyarakat Indonesia menganggap remeh penyakit rematik ini, karena sifatnya yang seolah-olah tidak menimbulkan kematian.Padahal,rasa nyeri yang di timbulkannya sangat menghambat seseorang untuk melakukan kegiatan sehari - hari (Purwoastuti, 2009). Penyakit rematik ini tidak saja diderita oleh orang-orang yang tinggal di daerah perkotaan, tetapi juga di perdesaan. Penderitanya pun tidak pandang usia. Dalam kehidupan seharihari, sering dijumpai keluhan nyeri bahkan pembengkakan pada satu atau beberapa sendi tubuh, sampai menghalangi aktivitas (Stanley, 2007). Rematik merupakan penyakit yang sudah sangat familiar di telinga. Banyak orang pernah mengeluhkan tentang penyakit yang biasanya diawali dengan gejala sakit pada bagian persendian, tetapi tidak cukup mengetahui bahwa rematik bisa membuat kecacatan (morbiditas),ketidakmampuan(disabilitas), menurunkan kualitas hidup, dan meningkatkan beban ekonomi penderita maupun keluarga (Muchtar, 2009). Data dari Departemen Pendidikan dan Kesejahteraan Amerika melaporkan bahwa terdapat sekitar 35 juta pasien rematik. Pada tahun 2006, Zeng Q.Y., et al. Mendapatkan data berdasarkan penelitiannya bahwa prevalensi nyeri rematik di Indonesia mencapai 23,631,3% (Purwoastuti, 2009). Prevalesi nyeri rematik di Indonesia mencapai 23,6% hingga 31,3%. Angka ini menunjukan bahwa rasa nyeri akibat rematik sudah cukup mengganggu aktifitas masyarakat Indonesia, terutama mereka memiliki aktifitas sangat padat di daerah perkotaan seperti mengendarai kendaraan di tengah arus kencang, duduk selama berjam-jam tanpa gerakan tubuh yang berarti, tuntutan untuk tampil menarik dan prima, kurangnya porsi berolahraga, serta faktor bertambahnya usia (Wahyuni, 2008). Berdasarkan catatan kesehatan lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Jambi yang menampung sebanyak 72 lansia yang terdiri dari 38 orang lansia 21
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
PENGARUH RUTINITAS SENAM REMATIK TERHADAP PENURUNAN TINGKAT NYERI PADA LANSIA YANG MENDERITA REMATIK DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR JAMBI TAHUN 2015
laki-laki dan 34 orang perempuan. Serta terdiri dari 5 penyakit terbesar yang diderita oleh lansia tersebut, yaitu : Rematik sebanyak 40 orang, insomnia sebanyak 15 orang, hipertensi sebanyak 12 orang, dan penyakit maag sebanyak 7 orang, serta penyakit diabetes militus sebanyak 5 orang. Penyakit rematik merupakan penyakit tertinggi atau terbanyak yang dialami lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur kota Jambi pada bulan Mei 2015 (PSTW Budi Luhur, 2015). Cara mudah untuk meringankan rasa nyeri serta mencegah terjadinya penyakit rematik dengan sebuah metode gerak tubuh atau latihan pergerakan sendi yang sering disebut dengan senam rematik. Sendi cenderung menjadi lebih kaku ketika bertambah tua latihan teratur membantu sendi tetep lentur, dan juga memperkuat otot ligmen yang menstabilkan sendi. Selain itu, latihan dapat membantu meminimalkan dampak radang sendi dan kelainan lainnya (Muchtar, 2009). Senam rematik merupakan latihan gerak untuk mencegah dan memberikan efek terapi terhadap gejala penyakit rematik. Latihan ini di tunjukan bagi orang yang sehat maupun penderita rematik dalam kondisi kesehatan normal atau fase tenang (Purwoastuti, 2009). Senam rematik membantu penyembuhan. Metode gerak tubuh dalam senam rematik ini dapat membantu mengurangi resiko timbulnya rematik. Selain itu, sekaligus sebagai terapi untuk menghilangkan gejala rematik yang berupa kekakuan dan nyeri sendi yang dirasakan pasien rematik (Purwoastuti, 2009). Ada pun manfaat atau keuntungan melakukan senam rematik diantaran yaitu meningkatkan kelenturan dan rentang gerak sendi, dan jika otot sendi lebih rileks, kekakuan dan nyeri sendi berkurang atau bahkan menghilang (Sasongko, 2007). Survey awal yang penulis lakukan pada tanggal 03 - 21 Agustus 2015 dengan teknik Eksperimen terhadap 40 orang lansia PSTW Budi Luhur Kota Jambi didapatkan hasil bahwa sebelum dilakukan latihan rutinitas senam rematik
(pre test) diketahui bahwa nyeri ringan sebanyak 4 lansia (20%) dan nyeri sedang sebanyak 13 lansia (65%) serta nyeri berat terkontrol sebanyak 3 lansia (15%). Dan setelah dilakukan latihan rutinitas senam rematik (post test) terjadi penurunan tingkat nyeri, nyeri ringan 4 lansia (20%), yang mengalami penurunan menjadi tidak ada nyeri hanya 1 lansia (5%), 3 lansia (15%) masih nyeri ringan sedangkan nyeri sedang ada 13 lansia (65%) yang mengalami penurunan tingkat nyeri menjadi nyeri ringan sebanyak 7 lansia (35%) dan yang masih mengalami nyeri sedang sebanyak 6 lansia ( 30%), kemudian pada nyeri berat terkontrol ada 3 lansia (15%), dari nyeri berat terkontrol menjadi nyeri sedang sebanyak 3 lansia (15%). METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini merupakan penelitian pre experimental dengan pendekatan atau desain “one group pre test dan post test” bertujuan untuk mengetahui atau melihat pengaruh rutinitas senam rematik terhadap penurunan tingkat nyeri pada lansia yang menderita rematik di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Jambi. Penelitian ini dilakukan pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Jambi, yang menjadi populasi penelitian ini adalah seluruh lansia yang mengalami nyeri rematik yang berjumlah 40 orang lansia. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan 03 - 21 Agustus 2015. Tehnik pengambilan sample dalam penelitian ini menggunakan tehnik total sampling. Peneliti mengambil tehnik total sampling karena lansia yang mengalami nyeri rematik berjumlah sebanyak 40 orang lansia. Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa Univariate dan analisa Bivariate. Dari data-data diatas maka peneliti tertarik mengambil judul penelitian pengaruh rutinitas senam rematik terhadap penurunan tingkat nyeri pada lansia yang menderita rematik di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Kota Jambi. (Notoatmodjo, 2010).
22 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
PENGARUH RUTINITAS SENAM REMATIK TERHADAP PENURUNAN TINGKAT NYERI PADA LANSIA YANG MENDERITA REMATIK DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR JAMBI TAHUN 2015
HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1 Distribusi Frekuensi Tingkat Nyeri Responden Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Rutinitas Senam Rematik Di PSTW Budi Luhur Jambi Tahun 2015 Berdasarkan tabel diatas terlihat tingkat nyeri sebelum dilakukan latihan rutinitas senam rematik (pre test) diketahui bahwa nyeri ringan sebanyak 4 lansia (20%) dan nyeri sedang sebanyak 13 lansia (65%) serta nyeri berat terkontrol sebanyak 3 lansia (15%). Dan setelah dilakukan latihan rutinitas senam rematik (post test) terjadi penurunan tingkat nyeri, nyeri ringan 4 lansia (20%), yang mengalami penurunan menjadi tidak ada nyeri hanya 1 lansia (5%), 3 lansia (15%) masih nyeri ringan sedangkan nyeri sedang ada 13 lansia (65%) yang mengalami penurunan tingkat nyeri menjadi nyeri ringan sebanyak 7 lansia (35%) dan yang masih mengalami nyeri sedang sebanyak 6 lansia ( 30%), kemudian pada nyeri berat terkontrol ada 3 lansia (15%), dari nyeri berat terkontrol menjadi nyeri sedang sebanyak 3 lansia (15%). Dari hasil penelitian juga diketahui frekuensi skor nyeri responden sebelum dan sesudah dilakukan rutinitas senam rematik. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2 Distribusi Perbedaan Rata-Rata Nyeri Rematik Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Rutinitas Senam Rematik Pada Lansia Di PSTW Budi Luhur Jambi Rutinitas senam rematik
Mean
Std Deviation
Pvalue
N
ttest
Pre test
5
1,55597
0,00
20
8,81 6
Post test
3,5
1,63836
Berdasarkan analisa dari 20 responden yang menderita rematik, diketahui rata-rata sebelum dilakukan rutinitas senam rematik (pre test) adalah 5 dengan standar deviasi 1,55597 dan rata-
rata sesudah dilakukan rutinitas senam rematik (post test) adalah 3,5 dengan standar deviasi 1,63836 Sehingga terlihat adanya penurunan rata-rata tingkat nyeri rematik sesudah rutinitas senam rematik, Hasil uji statistik di peroleh nilai P-value 0,00 (p-value < 0,05) sehingga Ha di terima, dan nilai t-test hit 8,816 dan tPre test Tingkat nyeri
Post test
frek uen si 0
%
Tingkat nyeri
frekue nsi
%
0
Tidak ada nyeri
1
5
4
20
Nyeri ringan
10
50
13
65
9
45
Nyeri berat terkontrol
3
15
0
0
Jumlah
20
100
20
100
Tidak ada nyeri
Nyeri ringan
Nyeri sedang
Nyeri sedang
Nyeri berat terkontro l Jumlah
tabel 2,861 (T-hit > T-tabel) sehingga Ho ditolak berarti ada pengaruh yang singnifikan antara sebelum dan sesudah latihan rutinitas senam rematik terhadap penurunan tingkat nyeri rematik yang dirasakan oleh lansia di PSTW Budi Luhur Jambi. Upaya yang dilakukan dalam mengatasi nyeri rematik bukan hanya dengan latihan rutinitas senam rematik saja tetapi dari daya koping lansia juga dapat mempengaruhi penurunan tingkat nyeri yang dialami oleh lansia. Misalnya pada saat nyeri yang di alami lansia kambuh lansia dapat melakukan kompres dengan air hangat daerah nyeri atau bisa juga melakukan tehnik relaksasi atau menarik nafas dalam agar nyeri yang dirasakan lansia dapat berkurang, tehnik menarik nafas dalam ini dilakukan saat lansia mengalami nyeri lansia menutup mata dan berfokus pada daerah yang nyeri kemudian tarik nafas dari hidup kelarkan dari mulut secara perlahanlahan, ulangi tehnik ini sampai nyeri yang dirasakan berkurang.
23 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
PENGARUH RUTINITAS SENAM REMATIK TERHADAP PENURUNAN TINGKAT NYERI PADA LANSIA YANG MENDERITA REMATIK DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR JAMBI TAHUN 2015
SIMPULAN Tingkat nyeri pasien rematik sebelum dilakukan latihan rutinitas senam rematik sebagian berikut nyeri ringan sebanyak 4 lansia (20%), nyeri sedang sebanyak 13 lansia (65%) dan nyeri berat terkontrol 3 lansia (15%); Tingkat nyeri pasien rematik setelah dilakukan latihan rutinitas senam rematik yaitu tidak ada nyeri hanya 1 lansia (5%), nyeri ringan 10 lansia (50%), nyeri sedang 9 lansia (45%); Berdasarkan hasil analisa diperoleh 20 responden yang menderita rematik, sebelum dilakukan latihan rutinitas senam rematik mean = 5 dan setelah dilakukan latihan rutinitas senam rematik berubah menjadi 3,5 dengan P-Value 0,00 artinya secara statistic ada pengaruh yang signifikan antara sebelum dan sesudah dilakukan latihan rutinitas senam rematik karena taraf signitif dari uji dua mean adalah 0,05 jika P-Value < alpha (0,05). DAFTAR PUSTAKA Bandiyah, Siti. (2009). Lanjut usia dan keperawatan gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika. Fatimah. (2010). Merawat manusia lanjut usia. Jakarta: Trans Info Media. Muchtar, A.F,. (2009). Rahasia hidup sehat & bahagia. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer. Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Purwoastuti, E, Th. (2009). Waspadai gangguan rematik. Yogyakarta: Kanisius. Sasongko, Agus, Dwi. (2007). Menjaga kesehatan tulang. Jakarta: Sunda Kepala Pustaka. Stanley, M,. (2007). Buku ajar keperawatan gerontik. (edisi 2). Jakarta: EGC..
24 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
KARAKTERISTIK IBU BERSALIN YANG DI RUJUK DENGAN KASUS KETUBAN PECAH DINI DI RSUD H. ABDUL MANAP KOTA JAMBI TAHUN 2013
KARAKTERISTIK IBU BERSALIN YANG DI RUJUK DENGAN KASUS KETUBAN PECAH DINI DI RSUD H. ABDUL MANAP KOTA JAMBI TAHUN 2013 THE CHARACTERISTICS OF MOTHER IN REFERENCE WITH CASE PREMATURE RUPTURE OF MEMBRANES AT H.ABDUL MANAP HOSPITAL IN JAMBI 2013 Arifarahmi Diploma III Kebidanan STIKBA Jambi Korespondensi penulis:
[email protected] ABSTRAK Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan dengan penyulit dalam kelahiran yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal.ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan KPD termasuk paritas ibu, umur ibu dan usia kehamilan. Rumusan masalah pada penelitian ini bagaimana gambaran karakteristik ibu bersalin yang di rujuk dengan kasus ketuban pecah dini di RSUD H. Abdul Manap Kota Jambi tahun 2013. Penelitian ini bersifat deskriptif dilakukan untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu bersalin yang di rujuk dengan kasus ketuban pecah dini di RSUD H. Abdul Manap Kota Jambi tahun 2013. Sampel berjumlah 123 yang diambil dari buku registrasi, data yang dikumpulkan merupakan data sekunder. Variabel yang diteliti yaitu umur, paritas dan usia kehamilan. Hasil penelitian menunjukan bahwa 42,3% resonden dengan umur 20-35 tahun, 55,3% responden dengan multipara dan 52,8% dengan usia kehamilan <37 minggu. Meningkatkan pemberian informasi mengenai risiko ibu KPD baik pada saat kunjungan prenatal, meliputi informasi agar ibu meminimal risiko untuk terjadinya KPD, hal-hal yang perlu dilakukan sepanjang masa pertumbuhan janin dan pengaruhnya terhadap janin dan ibu. Kata Kunci: Ketuban Pecah Dini, Paritas, Umur, Usia Kehamilan ABSTRACT Premature rupture of membranes (PROM) is an important issue in obstetric complications associated with the birth of the increased morbidity and mortality perinatal.ada several factors that can cause the KPD including maternal parity, maternal age and gestational age. The problems in this study how the picture of the characteristics of mothers who in reference to the case of premature rupture of membranes in hospitals H. Abdul Manap Jambi City in 2013. This descriptive study was conducted to describe the characteristics of mothers who in reference to the case of premature rupture of membranes in hospitals H. Abdul Manap Jambi 2013. 123 samples are taken from the registration book, the collected data is secondary data. The variables studied were age, parity and gestational age. The results showed that 42.3% respondent with age 20-35 years, 55.3% of respondents with multiparous and 52.8% with a gestational age <37 weeks. Increase the provision of information about risk KPD mother either during prenatal visits, including information in order to minimize maternal risk for KPD, things need to be done throughout the period of fetal growth and its effects on the fetus and the mother. Keywords: Gestational Age, Maternal Age, Parity, Premature Rupture of Membranes
PENDAHULUAN Kematian ibu di Indonesia paling banyak disebabkan oleh perdarahan dan diikuti oleh infeksi. Infeksi pada ibu hamil dapat menimbulkan komplikasi berupa pecahnya ketuban sebelum waktunya. Komplikasi terhadap bayi dengan infeksi adalah terjadi asfeksia pada bayi. Asfiksia juga dapat terjadi pada ibu yang terinfeksi (Depkes, 2012).
Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu (Sarwono, 2008). Insidensi ketuban pecah dini terjadi 10% pada semua kehamilan. Pada kehamilan aterm insidensinya bervariasi 25
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
KARAKTERISTIK IBU BERSALIN YANG DI RUJUK DENGAN KASUS KETUBAN PECAH DINI DI RSUD H. ABDUL MANAP KOTA JAMBI TAHUN 2013
6-19%, sedangkan pada kehamilan preterm insidensinya 2% dari semua kehamilan. Hampir semua ketuban pecah dini pada kehamilan preterm akan lahir sebelum aterm atau persalinan akan terjadi dalam satu minggu setelah selaput ketuban pecah. 70% kasus ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan cukup bulan, sekitar 85% morbiditas dan mortalitas perinatal disebabkan oleh prematuritas, ketuban pecah dini berhubungan dengan penyebab kejadian prematuritas dengan insidensi 30-40% (Sualman, 2009). Penyebab ketuban pecah dini ini pada sebagian besar kasus tidak diketahui. Banyak penelitian yang telah dilakukan beberapa dokter menunjukkan infeksi sebagai penyebabnya. Faktor lain yang mempengaruhi adalah kondisi sosial ekonomi rendah yang berhubungan dengan rendahnya kualitas perawatan antenatal, penyakit menular seksual misalnya disebabkan oleh chlamydia trachomatis dan nescheria gonorrhea. (Varney, 2007). Selain itu infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban, fisiologi selaput amnion/ketuban yang abnormal, servik yang inkompetensia, serta trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisposisi atau penyebab terjadinya ketuban pecah dini. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual dan pemeriksaan dalam serta umur ibu (Sualman, 2009). Ketuban pecah dini (KPD) didefenisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. Dalam keadaan normal 810% perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini (Sarwono, 2008). Penelitian Agil (2007) di sebuah Rumah Bersalin Tiyanti, Maospati Jawa Barat, menyebutkan faktor paritas yaitu pada multipara sebesar 37,59% juga mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini, selain itu riwayat ketuban pecah dini sebelumnya sebesar 18,75% dan usia ibu
yang lebih dari 35 tahun mengalami ketuban pecah dini. Komplikasi utama yang terjadi pada ketuban pecah dini ada tiga yaitu peningkatan morbiditas dan mortalitas neonatal oleh karena prematuritas, komplikasi selama persalinan dan kelahiran yaitu resiko resusitasi dan yang ketiga adanya risiko infeksi baik pada ibu maupun janin. Risiko infeksi karena ketuban yang utuh merupakan barier atau penghalang terhadap masuknya penyebab infeksi (Sarwono, 2008). Kompetensi dari profesi bidan dalam menolong persalinan adalah persalinan fisiologis. Persalinan fisiologis merupakan persalinan yang dilakukan melalui vagina tanpa disertai penyakit atau keadaan patologis baik pada ibu maupun pada janin. Ketuban pecah dini merupakan salah satu contoh keadaan patologis pada ibu yang dapat membahayakan janin dan ibunya jika tidak ditolong di tempat pelayanan kesehatan yang lengkap. Tujuan penelitian untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu bersalin yang di rujuk dengan kasus ketuban pecah dini di RSUD H. Abdul Manap Kota Jambi tahun 2013. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada ibu bersalin di ruang bersalin di RSUD H. Abdul Manap Kota Jambi Tahun 2013. Adapun variabel yang diteliti adalah karakteristik ibu bersalin yang dirujuk dengan KPD. Jenis penelitian ini adalah deskriftif dengan pendekatan case report. Populasi penelitian adalah seluruh ibu yang melahirkan dengan kasus ketuban pecah dini, sebanyak 123 kasus. (Notoatmojo, 2010). Teknik pengambilan sampel dengan teknik total sampling, sebanyak 123 kasus. Penelitian ini dimulai pada Desember Tahun 2013, metode pengumpulan data dilakukan dengan observasi menggunakan check list serta dianalisis dengan univariat. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisa data tentang distribusi frekuensi berdasarkan umur ibu. Tabel 1.
26 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
KARAKTERISTIK IBU BERSALIN YANG DI RUJUK DENGAN KASUS KETUBAN PECAH DINI DI RSUD H. ABDUL MANAP KOTA JAMBI TAHUN 2013
Tabel 1. Distribusi berdasarkan umur ibu yang dirujuk dengan kasus ketuban pecah dini di RSUD H.Abdul Manap Jambi Tahun 2013 Umur ibu
f
> 35 tahun < 20 tahun 20-35 tahun Jumlah Berdasarkan tabel 1 didapatkan hasil analisa umur ibu bersalin yang di rujuk dengan kasus ketuban pecah dini di RSUD H. Abdul Manap Kota Jambi tahun 2013 sebagian besar berumur 20-35 tahun yaitu berjumlah 52 (42,3%) responden. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2011) di RSUD Padang Sidimpuan, hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar golongan umur ibu dengan kasus ketuban pecah dini adalah antara 20-35 tahun. Secara teori usia ibu yang ≤ 20 tahun, termasuk usia yang terlalu muda dengan keadaan uterus yang kurang matur untuk melahirkan sehingga rentan mengalami ketuban pecah dini. Sedangkan ibu dengan usia ≥ 35 tahun tergolong usia yang terlalu tua untuk melahirkan khususnya pada ibu primi (tua) dan beresiko tinggi mengalami ketuban pecah dini (Cunningham,2006). Usia dan fisik wanita sangat berpengaruh terhadap proses kehamilan pertama, pada kesehatan janin dan proses persalinan. World Health Organisation (WHO) memberikan rekomendasi sebagaimana disampaikan Saifudin (2006) seorang ahli kebidanan dan kandungan untuk usia yang dianggap paling aman menjalani kehamilan dan persalinan adalah 20 tahun hingga 30 tahun. Kehamilan di usia kurang dari 20 tahun dapat menimbulkan masalah karena kondisi fisik belum 100% siap. Beberapa resiko yang bisa terjadi pada kehamilan di usia kurang dari 20 tahun adalah kecenderungan naiknya tekanan darah dan pertumbuhan janin terhambat. Bisa jadi secara mental pun wanita belum siap. Ini menyebabkan kesadaran untuk memeriksakan diri dan kandungannya menjadi rendah. Bukan
%
31 25.2 40 32.5 52 42,3 123 100 saja untuk masalah kehamilan dan persalinan, risiko kanker leher rahim pun meningkat akibat hubungan seks dan melahirkan sebelum usia 20 tahun ini. Berbeda dengan wanita usia 20-30 tahun yang dianggap ideal untuk menjalani kehamilan dan persalinan. Di rentang usia ini kondisi fisik wanita dalam keadaan prima. Rahim sudah mampu memberi perlindungan atau kondisi yang maksimal untuk kehamilan. Umumnya secara mental pun siap, yang berdampak pada perilaku merawat dan menjaga kehamilannya secara hati-hati (Cunningham,2006). Pendapat Saifudin dalam Sarwono (2008), usia 30-35 tahun sebenarnya merupakan masa transisi kehamilan pada usia ini masih bisa diterima asal kondisi tubuh dan kesehatan wanita yang bersangkutan termasuk gizinya, dalam keadaan baik. Mau tidak mau, suka atau tidak suka, proses kehamilan dan persalinan berkaitan dengan kondisi dan fungsi organ-organ wanita. Artinya, sejalan dengan bertambahnya usia, tidak sedikit fungsi organ yang menurun. Semakin bertambah usia, semakin sulit hamil karena sel telur yang siap dibuahi semakin sedikit. Selain itu, kualitas sel telur juga semakin menurun. Itu sebabnya, pada kehamilan pertama di usia lanjut, resiko perkembangan janin tidak normal dan timbulnya penyakit kelainan bawaan juga tinggi, begitu juga kondisi-kondisi lain yang mungkin mengganggu proses kehamilan dan persalinan seperti kelahiran preterm ataupun ketuban pecah dini. Lebih lanjut Saifudin (2006) menjelaskan, meningkatnya usia juga membuat kondisi dan fungsi rahim menurun. Salah satu akibatnya adalah jaringan rahim yang tak lagi subur. Padahal, dinding rahim tempat 27
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
KARAKTERISTIK IBU BERSALIN YANG DI RUJUK DENGAN KASUS KETUBAN PECAH DINI DI RSUD H. ABDUL MANAP KOTA JAMBI TAHUN 2013
menempelnya plasenta. Kondisi ini memunculkan kecenderungan terjadinya plasenta previa atau plasenta tidak menempel di tempat semestinya. Selain itu, jaringan rongga panggul dan ototototnya pun melemah sejalan pertambahan usia. Hal ini membuat rongga panggul tidak mudah lagi menghadapi dan mengatasi komplikasi yang berat, seperti perdarahan. Pada keadaan tertentu, kondisi hormonalnya tidak seoptimal usia sebelumnya. Itu sebabnya, resiko keguguran, ketuban pecah, kematian janin, dan komplikasi lainnya juga meningkat. Namun secara umum periode waktu dari ketuban pecah dini sampai kelahiran berbanding terbalik dengan usia gestasi saat ketuban pecah, jika ketuban pecah pada trimester ketiga, maka hanya diperlukan beberapa hari saja menjelang kelahiran terjadi dibandingkan dengan trimester kedua (Cunningham, 2006). Penelitian di RSUD H. Abdul Manap ini memang tidak sesuai dengan teori, bahwa berdasarkan data sebagian besar ibu dengan KPD berumur 20-35 tahun. Secara teori usia muda atau usia tua lebih rentan untuk KPD. Untuk membuktikan
faktor apa lagi yang mempengaruhinya perlu dilakukan penelitian lain dengan metode dan variabel yang lain. Pada penelitian ini tingkat intervensinya terbatas karena hanya menggunakan data sekunder jadi tidak dapat melihat faktor lain yang bisa menyebabkan ketuban pecah dini. Faktor lain yang paling mungkin berperan adalah terjadinya infeksi pada ibu karena penyebab tersering ketuban pecah dini adalah infeksi pada ibu. Jika infeksi dibiarkan terus menerus maka ibu bisa menderita chorioamnionitis. Untuk ibu-ibu yang mau hamil disarankan untuk hamil diusia yang tepat. Jangan terlalu muda dan jangan terlalu tua. Usia yang tepat dimaksudkan adalah 20-35 tahun, walaupun risiko KPD masih ada pada golongan umur ini tapi untuk risiko umur telah dihindari mungkin jika terjadi KPD pada golongan umur ini bisa disebabkan oleh faktor lainnya. 2. Distribusi responden berdasarkan paritas Hasil analisa data tentang distribusi frekuensi berdasarkan paritas ibu. Tabel 2.
Tabel 2. Distribusi berdasarkan paritas ibu yang dirujuk dengan kasus ketuban pecah dini di RSUD H.Abdul Manap Jambi Tahun 2013 Paritas
f
Grandemultipara Multipara Primipara Jumlah Hasil analisa distribusi frekuensi berdasarkan paritas ibu bersalin yang di rujuk dengan kasus ketuban pecah dini di RSUD H. Abdul Manap Kota Jambi tahun 2013 menunjukkan dengan grandemultipara yaitu berjumlah 8 (6,5%) responden, responden dengan multipara yaitu berjumlah 68 (55,3%) responden dan responden dengan Primipara yaitu berjumlah 47 (38,2%). Penelitian ini sama dengan yang dilakukan oleh Siregar (2011) di RSUD Padang Sidimpuan dimana sebagian
%
8 6,5 68 55,3 47 38,2 123 100 besar ibu dengan KPD adalah multipara. Pada penelitian ini jumlah kasus ibu hamil yang dirujuk dengan KPD sebagian besar paritasnya adalah multipara. Paritas pada kasus KPD, terbagi menjadi primipara dan multipara. Multipara adalah wanita yang telah beberapa kali mengalami kehamilan dan melahirkan anak hidup. Wanita yang telah melahirkan beberapa kali dan mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya serta jarak kelahiran yang terlampau dekat, diyakini lebih beresiko akan mengalami ketuban 28
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
KARAKTERISTIK IBU BERSALIN YANG DI RUJUK DENGAN KASUS KETUBAN PECAH DINI DI RSUD H. ABDUL MANAP KOTA JAMBI TAHUN 2013
pecah dini pada kehamilan berikutnya (Cunningham,2006). Penelitian di RSUD H.Abdul Manap sesuai dengan teori, pada kehamilan yang terlalu sering akan mempengaruhi proses embriogenesis sehingga selaput ketuban yang terbentuk akan lebih tipis yang akan menyebabkan selaput ketuban pecah sebelum tanda-tanda inpartu (Manuaba, 2009). Ibu multipara mengalami ketuban pecah dini yang berhubungan dengan adanya perubahan fungsi hormonal, kondsi fisik yang semakin menurun dan tidak seoptimal kondisi fisik pada kehamilan sebelumnya, seperti otot-otot panggul tidak mudah lagi menghadapi dan mengatasi komplikasi yang berat, misalnya perdarahan. Oleh karena itu risiko keguguran, ketuban pecah, kematian janin, dan komplikasi lainnya juga meningkat (Sarwono, 2008). Meski bukan faktor tunggal penyebab ketuban pecah dini namun faktor ini juga diyakini berpengaruh terhadap terjadinya ketuban pecah dini. Yang didukung satu dan lain hal pada wanita hamil tersebut, seperti keputihan, stress (beban psikologis) saat hamil dan hal lain yang memperberat kondisi ibu dan menyebabkan ketuban pecah dini (Cunningham,2006). Ibu hamil yang dirujuk dengan kasus KPD juga banyak terjadi pada ibu primipara. Primipara adalah wanita yang
pernah hamil sekali dengan janin mencapai titik mampu bertahan hidup. Ibu primipara yang mengalami ketuban pecah dini berkaitan dengan kondisi psikologis, mencakup sakit saat hamil, gangguan fisiologis seperti emosi dan termasuk kecemasan akan kehamilan (Cunninghan, 2006). Pada penelitian ini hal lain yang terkait dengan kejadian yang mendukung dari primipara ini tidak diteliti untuk itu perlu dipikirkan untuk selanjutnya dibuat penelitian terkait hal ini. Selain itu, hal ini juga berhubungan dengan aktifitas ibu saat hamil yaitu akhir triwulan kedua dan awal triwulan ketiga kehamilan yang tidak terlalu dibatasi dan didukung oleh faktor lain seperti keputihan atau infeksi maternal (Cunningham, 2006). Untuk ibu yang akan melahirkan anak pertama disarankan agar untuk anak pertama benar-benar harus diperhatikan kesehatan ibunya. Melakukan kegiatan-kegiatan yang disarankan oleh petugas kesehatan terdekat, bidan dan dokter agar dapat mencegah terjadinya KPD serta menghindari faktor pencetus terjadi risikonya. 3. Distribusi Responden Berdasarkan usia kehamilan Hasil analisa data tentang distribusi frekuensi berdasarkan usia kehamilan ibu. Tabel 3.
Tabel 3. Distribusi berdasarkan usia kehamilan ibu yang dirujuk dengan kasus ketuban pecah dini di RSUD H.Abdul Manap Jambi Tahun 2014 Usia Kehamilan f % < 37 minggu 65 52,8 37-42 minggu 55 44,7 > 42 minggu 3 2,4 Jumlah 123 100 Berdasarkan tabel 3, didapatkan bahwa sebagian besar ibu dengan KPD hasil analisa distribusi frekuensi adalah prematur. Pada penelitian ini berdasarkan usia kehamilan ibu bersalin jumlah ibu dengan KPD yang usia yang di rujuk dengan kasus ketuban kehamilannya < 37 minggu mencapi 65 pecah dini di RSUD H. Abdul Manap Kota responden (52,8%). Jambi tahun 2013 sebagian besar dengan Setelah ketuban pecah biasanya usia kehamilan < 37 minggu yaitu disusul oleh persalinan. Periode laten berjumlah 65 (52,8%) responden. tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 Penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Siregar jam setelah ketuban pecah. Pada (2011) di RSUD Padang Sidimpuan kehamilan antara 28-34 minggu 50% 29 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
KARAKTERISTIK IBU BERSALIN YANG DI RUJUK DENGAN KASUS KETUBAN PECAH DINI DI RSUD H. ABDUL MANAP KOTA JAMBI TAHUN 2013
persalinan terjadi dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu (Sarwono, 2008). Usia kehamilan yang kurang bulan jika terjadi persalinan maka kemungkinan untuk terjadinya ketuban pecah dini akan lebih sering dikarenakan kontraksi dan peregangan uterus yang terus menerus sehingga akan membuat ketuban semakin terdesak dan akan pecah sebelum waktunya (Sarwono, 2008). Menurut Sarwono, (2008) persalinan preterm terjadi tanpa diketahui penyebab yang jelas, infeksi diyakini merupakan salah satu penyebab terjadinya ketuban pecah dini dan persalinan preterm. Vaginosis bakterial adalah sindrom klinik akibat pargantian laktobasilus penghasil H2O2 yang merupakan flora normal vagina dengan bakteri anaerob dalam konsentrasi tinggi seperti gardnerella vaginalis, yang akan menimbulkan infeksi. Keadaan ini telah lama dikaitkan dengan kejadian ketuban pecah dini, persalinan preterm dan infeksi amnion, terutama bila pada pemeriksaan pH vagina lebih dari 5,04 yang normalnya nilai pH vagina adalah antara 3,8-4,5. Abnormalitas pH vagina dapat mengindikasikan adanya infeksi vagina. Untuk membuktikan hal ini perlu dilakukan penelitian lain yang lebih lanjut. Bagi ibu-ibu yang hamil di sarankan untuk mempertahankan kehamilannya hingga cukup bulan untuk kelahiran. Kelahiran prematur atau kurang bulan akan menimbulkan dampak yang buruk bagi ibu dan anaknya ketika persalinan. Untuk itu bagi ibu sangat dianjurkan untuk menjaga kehamilannya dengan melakukan pola hidup sehat dan selalu melakukan kontrol ke fasilitas kesehatan terdekat mengenai kehamilannya dan mengenali tanda-tanda ibu hamil dengan risiko tinggi. SIMPULAN Sebagian besar umur ibu bersalin yang di rujuk dengan kasus ketuban pecah dini di RSUD H. Abdul Manap Kota Jambi tahun 2013 adalah umur 20-35 tahun yaitu berjumlah 52 (42,3%); Paritas ibu bersalin yang di rujuk dengan kasus ketuban pecah dini di RSUD H. Abdul Manap Kota
Jambi tahun 2013 sebagaian besar menunjukkan multipara yaitu berjumlah 68 (55,3%) responden; Usia kehamilan ibu bersalin yang di rujuk dengan kasus ketuban pecah dini di RSUD H. Abdul Manap Kota Jambi tahun 2013, sebagian besar dengan usia kehamilan < 37 minggu yaitu berjumlah 65 (52,8%) responden. DAFTAR PUSTAKA Agil, R. 2007. Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Ketuban Pecah Dini di Rumah Bersalin Tiyanti, Maospati. Magetan. Cunningham FG [et al.]. 2006. William Obstetric, vol. I. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta. Depkes RI. 2012. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2011. Kemenkes RI. Jakarta Manuaba, ida bagus Gde. 2008. GawatDarurat Obstetri-Gynekologi Sosial Untuk Profesi Bidan. EGC. Jakarta. Notoatmodjo. 2010. Metodologi Penelitian. Rineka Cipta, Jakarta Saifuddin, AB. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal . YBPSP.Jakarta.. Sarwono P, 2008. Ilmu Kebidanan.. Penerbit FKUI. Jakarta. Siregar FA, 2011. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Ketuban Pecah Dini di Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan. Sumatera Utara. Sualman, K. 2009. Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini. Diambil tanggal 21 Mei 2013. Akses online http://www. medicastore.com/Penatalaksanaan Ketuban pecah dini oleh dr. Kamisah Sualman, Fakultas Kedokteran Universitas Riau Varney, H. 2007. Buku ajar asuhan kebidanan. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta. 30
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
PENGARUH MUTU PELAYANAN KESEHATAN TERHADAP LOYALITAS PASIEN RSUD RADEN MATTAHER JAMBI 2016
PENGARUH MUTU PELAYANAN KESEHATAN PASIEN RSUD RADEN MATTAHER JAMBI 2016
TERHADAP
LOYALITAS
THE EFFECT OF HEALTH SERVICE QUALITY TOWARD PATIENTS’ LOYALITY IN RADEN MATTAHER HOSPITAL JAMBI Margareta Pratiwi STIKes Kesehatan Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Korespondensi Penulis :
[email protected] ABSTRAK Rendahnya mutu pelayanan di RSUD Raden Mattaher Jambi berdampak pada jumlah kunjungan pasien ke rumah sakit atau bed occupancy rate yang masih sebesar 50,02 %, sedangkan BOR yang ideal antara 75-85 %. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh mutu pelayanan kesehatan terhadap loyalitas pasien RSUD Raden Mattaher Jambi. Jenis penelitian yang digunakan adalah explanatory research. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap sejumlah 45 orang. Sampel dalam penelitian ini seluruh populasi sebanyak 45 orang (total sampling). Data dikumpulkan melalui kuesioner, wawancara, dan dokumentasi. Data dianalisis menggunakan regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan antara tangibles (p=0,000), responsiveness (p=0,000), assurance (p=0,002), dan empathy (p=0,014) terhadap loyalitas, sedangkan reliability (p=0,970) yang tidak ber pengaruh yang signifikan terhadap loyalitas pasien rawat inap di RSUD Raden Mattaher Jambi. Disarankan kepada pimpinan RSUD Raden Mattaher Jambi supaya memperbaiki mutu pelayanan untuk meningkatkan loyalitas pasien RSUD Raden Mattaher Jambi. Kata Kunci : Mutu Pelayanan, Loyalitas ABSTRACT The low quality of service at the Raden Mattaher Public Hospital of Jambi had an impact on the number of patient visits to the hospital or Bed Occupancy Rate (BOR) which only reached the amount of 50.02% in comparison to the ideal BOR ranging from 75% to 85%. The purpose of this research was to analyze the influence of health service quality on patients’ loyalty to the Raden Mattaher Public Hospital of Jambi. The type of research employed was explanatory research. The population of this research involved 45 people (total sampling). The data were collected through questionnaires, interviews and documentation. The data were analyzed using a multiple linear regression method. The research findings showed that there was a significant influence of tangibles (p=0.000), responsiveness (p=0.000), assurance (p=0.002), and empathy (p=0.014) on loyalty, whereas reliability (p=0.970) had an insignificant influence on inpatients’ loyalty to the Raden Mattaher Public Hospital of Jambi. : It is recommended that the top management of the Raden Mattaher Public Hospital of Jambi improve the quality of service to increase patients’ loyalty to the Raden Mattaher Public Hospital of Jambi. Keywords: Quality of Service, Loyalty
PENDAHULUAN Rumah Sakit menjadi ujung tombak pembangunan dan pelayanan kesehatan masyarakat, namun tidak semua rumah sakit yang ada di Indonesia memiliki standar pelayanan dan kualitas yang sama. Semakin banyaknya rumah sakit di Indonesia serta semakin tingginya tuntutan masyarakat akan fasilitas kesehatan yang berkualitas dan
terjangkau, rumah sakit harus berupaya survive di tengah persaingan yang semakin ketat sekaligus memenuhi tuntutan-tuntutan tersebut. Hal itu menjadi salah satu dasar rumah sakit untuk memberikan pelayanan prima pada setiap jenis pelayanan yang diberikan baik untuk pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat inap maupun pelayanan gawat darurat. 31
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
PENGARUH MUTU PELAYANAN KESEHATAN TERHADAP LOYALITAS PASIEN RSUD RADEN MATTAHER JAMBI 2016
Harapan pasien, mereka akan mendapatkan semua kebutuhannya. Dengan terpenuhinya kebutuhan pasien di atas mereka akan merasa puas dan akan loyal dengan rumah sakit, namun tenaga kesehatan sering tidak menyadari bahwa pelayanan akan kebutuhan pasien sudah merupakan dimensi dari mutu pelayanan. Adapun dimensi tersebut adalah kualitas pelayanan sebagai bukti fisik dari rumah sakit (Tangible), Kehandalan dan keakuratan dalam memberikan pelayanan kepada pasiennya (Reliability), kualitas pelayanan yang cepat tanggap dan segera (Responsiveness), Pelayanan dalam menanamkan rasa percaya dan keyakinan kepada pasien (assurance), pelayanan dengan komunikasi yang baik dan perhatian pribadi serta peahaman kebutuhan pasien (Empaty), Kesembuhan dari pasien di samping obat yang dimakan, sangat berpengaruh dari layanan kesehatan berupa keramahan
dan rasa empathy kepada pasien. Mereka menginginkan agar dilayani tanpa membeda-bedakan golongan, suku dan agama. (Efendy, 2010). Menurut survei awal yang telah dilakukan oleh peneliti, faktor-faktor yang menjadi pasien tidak ingin kembali dirawat di RSUD Raden Mattaher Jambi adalah adanya dimensi mutu pelayanan yang tidak dapat dipenuhi oleh dokter, perawat dan petugas kesehatan yang lain. Adapun dimensi yang masih belum terpenuhi adalah, dimensi reliability dan dimensi responsiveness, masih ada dokter menjawab pertanyaan pasien dengan terburu-buru akibat banyaknya tugas dokter tersebut di luar Rumah Sakit, dokter juga masih ada yang datang merawat pasien dengan tidak tepat waktu, masih ada diagnosa dokter yang kurang akurat. Kemudian masih ada perawat yang kurang ramah terutama memberi jawaban atas pertanyaan pasien.
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian survei eksplanatory dengan pendekatan crossectional yaitu penelitian yang menggali, menganalisis dan menjelaskan bagaimana pengaruh mutu pelayanan kesehatan terhadap loyalitas pasien RSUD Raden Mattaher Jambi. Lokasi Penelitian ini dilakukan di RSUD Raden Mattaher Jambi dengan jumlah populasi sebanyak 45 orang dan keseluruhan populasi dalam penelitian ini sekaligus menjadi sampel. Metode pengambilan data dibagi melalui dua yaitu data primer diperoleh langsung berpedoman pada kuesioner responden. Kusioner tersebut terlebih dahulu dilakukan uji coba terhadap 30 responden di RSUD Raden Mattaher pada bulan Maret untuk mengetahui validitas dan reliabilitas data. Metode pengambilan data sekunder dilakukan dengan memperoleh catatan atau dokumen pasien di RSUD Raden Mattaher Jambi, literature lain, buku-buku, jurnal, dan penelitian terdahulu yang ada di internet.
Analisis univariat, yaitu analisis yang menggambarkan secara tunggal variabelvariabel penelitian baik independen maupun dependen dalam bentuk distribusi frekuensi dan dihitung persentasenya. Analisis bivariat, yaitu analisis yang dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen dengan menggunakan uji Chi Square yaitu untuk melihat hubungan mutu pelayanan dengan tingkat kepuasan pasien rawat inap di RSUD Raden Mattaher Jambi. Analisis multivariat, yaitu analisis lanjutan yang memungkinkan dilakukan untuk mengetahui variabel independen yang paling dominan berhubungan dengan variabel dependen. Uji statistik yang digunakan Regresi Linier Berganda yaitu untuk mengetahui variabel independen yang paling dominan pengaruh terhadap variabel dependen dengan formulasi (Uyanto, 2009)
HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel di bawah menggambarkan karakteristik responden, kategori umur di
peroleh lebih dari 50% responden ≥ 30 tahun. 32
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
PENGARUH MUTU PELAYANAN KESEHATAN TERHADAP LOYALITAS PASIEN RSUD RADEN MATTAHER JAMBI 2016
Umur
Frekuensi
< 30 tahun ≥ 30 tahun
16 29
Persentase (%) 35.6 64.4
Jenis Frekuensi Kelamin Laki-laki 27 Perempua 18 n Pendidikan Frekuen si SD 1 SLTP 3 SLTA 18 D3/PT 23
Persentase(% ) 60 40
Pekerjaan PNS Sekolah Wiraswast a BUMN IRT
Persentase(% ) 15.6 17.8 35.4 8.9 15.6 6.7
Frekuensi 7 8 16 4 7 3
Persentase(% ) 2.2 6.7 40 51.1
Untuk kategori Jenis kelamin yang mendominasi yaitu laki-laki, lebih dari 50% dengan tingkat pendidikan D3/Perguruan Tinggi dan pekerjaan mayoritas sebagai wiraswasta. Distribusi mutu pelayanan dengan variabel tangibles di RSUD Raden Mattaher Jambi Tahun 2016 Tangibles Baik Kurang Baik Tidak Baik
Frekuensi persentase (%) 6 13,3 39 86,7 0 0
Responsiven sess Baik Kurang Baik Tidak Baik
Frekuensi 42 3 0
Persentase (%) 93,3 6,7 0
Tabel diatas menunjukkan bahwa mayoritas responden berada pada kategori baik (93,3%) dan selebihnya berada pada pada kategori tidak baik. Distribusi mutu pelayanan dengan variabel Assurance di RSUD Raden Mattaher Tahun 2016 Assuranc Baik Kurang Baik Tidak Baik
Frekuensi 10 15 20
Persentase 22,2 33,4 44,4
Tabel diatas menunjukkan (44,4%) responden berada pada kategori tidak baik, (33,3%) responden berada pada kategori kurang baik, dan (22,2%) responden berada pada kategori baik. Distribusi mutu pelayanan dengan variabel Emphaty di RSUD Raden Mattaher Tahun 2016 Emphaty
Frekuensi
Baik Kurang Baik Tidak Baik
26 19 0
Persentase (%) 57.8 42.2 0
Tabel diatas menunjukkan lebih dari 50% responden berada pada aktegori baik dan selebihnya berada pada kategori kurang baik.
Tabel diatas menunjukkan bahwa hampir 90% responden berada pada kategori kurang baik dan selebihnya berada pada pada kategori baik. Distribusi mutu pelayanan dengan variabel Responsiveness di RSUD Raden Mattaher Jambi Tahun 2016 33 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
PENGARUH MUTU PELAYANAN KESEHATAN TERHADAP LOYALITAS PASIEN RSUD RADEN MATTAHER JAMBI 2016
Distribusi mutu pelayanan dengan variabel Reliability di RSUD Raden Mattaher Tahun 2016 Reliability Baik Kurang Baik Tidak Baik
Distribusi Kategori Loyalitas di RSUD Raden Mattaher Jambi Tahun 2016
Frekuens i 19
Persentase (%) 42,2
26 0
57,8 0
Tabel diatas menunjukkan bahwa mayoritas responden berada pada kategori kurang baik (57,8%) dan selebihnya berada pada pada kategori baik. Distribusi Kategori mutu pelayanan di RSUD Raden Mattaher Jambi Tahun 2016 Mutu Pelayanan
Frekuensi
Persentase (%)
Baik Kurang Baik Tidak Baik
23 22 0
51,1 48,9 0
Dari hasil rekapitulasi, yang diperoleh secara keseluruhan responden berada pada kategori baik dengan selisih 2,2% kurang baik. Loyalitas Frekuensi Persentase (%) 84,4 Loyal 38 Tidak 7 15,6 Loyal Total 45 100 Hasil menunjukkan bahwa secara keseluruhan bahwa responden berada pada kategori loyal yaitu hampir mencapai 90% dan selebihnya berada pada kategori tidak loyal (15,6%). Hasil menunjukkan bahwa secara keseluruhan bahwa responden berada pada kategori loyal yaitu hampir mencapai 90% dan selebihnya berada pada kategori tidak loyal (15,6%).
34 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
PENGARUH MUTU PELAYANAN KESEHATAN TERHADAP LOYALITAS PASIEN RSUD RADEN MATTAHER JAMBI 2016
Hubungan Variabel Mutu Pelayanan dengan loyalitas Pasien Di RSUD Raden Mattaher Jambi 2016
Analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara tangibles dengan loyalitas pasien p(0,000) < 0,05 Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Zeithaml (2004) yang menyatakan bahwa bukti fisik (tangibles) merupakan suatu hal yang secara nyata turut mempengaruhi keputusan pasien untuk membeli dan menggunakan produk jasa yang ditawarkan. Hasil ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Haryati (2004) di RSUD Langsa. Menurut Prof. Reinhartz bahwa pelanggan yang puas terhadap produk jasa pelanggan maka dapat bertindak sebagai sales promotion yang efektif (Sutojo, 2003). Menurut Betsey Sanders bahwa seorang
pelanggan yang kecewa akan menceritakan kekecewaannya kepada 9 sampai 20 orang yang dikenalnya (Sutojo, 2003). Menurut Paramita (1985) keberhasilan sebuah organisasi sangat tergantung pada kemampuan manajemen dalam menyerasikan unsur-unsur karyawan dengan sistem, struktur organisasi, teknologi, tugas, budaya organisasi dan lingkungan (Soeroso, 2003). Bila pasien merasa nyaman dengan layanan di sebuah Rumah Sakit, maka kenyamanan akan mempengaruhi kepuasan pasien, sehingga mendorong pasien untuk datang berobat kembali. Kenyamanan dan kenikmatan dapat menimbulkan seseorang loyal untuk datang berobat kembali guna mendapatkan layanan kesehatan yang sama. (Pohan, 2007). Pada variabel responsiveness, terdapat hubungan yang signifikan antara responsiveness dengan loyalitas pasien p(0,000) < 0,05. Hal ini sesuai dengan dengan hasil penelitian yang dilakukan Hizrani (2003) di salah satu rumah sakit di Jakarta, juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Munijaya (2004) di RS Sanglah Bali. Berdasarkan dari beberapa indikator responsiveness ada beberapa yang menjadi indikator dalam responsiveness antara lain tindakan cepat oleh dokter, perawat, dan administrasi, dokter, perawat, dan administrasi memberikan informasi yang jelas kepada pasien yang berhubungan dengan perawat dan dokter, perawat dan karyawan administrasi memberikan tanggapan yang cepat dalam menyelesaikan keluhan pasien. Dari beberapa indicator tersebut akan di hubungkan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan. Di ketahui bahwa sebagian besar responden berada pada kategori baik. Hal ini tidak sesuai dengan fenomena yang ditemukan oleh peneliti, dimana berdasarkan observasi diawal yang telah peneliti lakukan diketahui bahwa responsiveness di RSUD Raden Mattaher Jambi tidak baik. Dan hal ini dimungkinkan, ada saat peneliti melakukan observasi, peneliti hanya 35
SCIENTIA JOURNAL
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
PENGARUH MUTU PELAYANAN KESEHATAN TERHADAP LOYALITAS PASIEN RSUD RADEN MATTAHER JAMBI 2016
melihat dari satu orang petugas saja seperti dokter. Menurut Azwar (1996), bahwa pelayanan yang diberikan petugas (dokter) merupakan salah satu penunjang keberhasilan pelayanan kepada pasien yang sedang menjalani pengobatan serta perawatan khususnya pasien rawat inap. Perilaku pelayanan diantaranya ditunjukkan sikap dokter dalam melayani pasien. Sikap yang ditunjukkan dengan tingkah laku hendaknya memenuhi norma yang dikehendaki oleh masyarakat terutama oleh penderita dan keluarga pasien. Dalam memberikan pelayanan seorang dokter harus bersikap sopan, sabar, ramah, tidak ragu-ragu, penuh perhatian terhadap penderita, selalu memberikan pertolongan yang di berikan, membina hubungan yang baik dengan perawat yang menangani pasien, menjalin hubungan yang baik dengan pasien dan keluarganya agar timbul kepercayaan penderita kepada dokter tersebut. Hal ini tentunya harapan dari setiap pasien dan menjadi tanggung jawab penyedia jasa dalam hal ini petugas yang langsung berhubungan dengan pasien. Bagaimana petugas merespon setiap keluhan dan keinginan pasien dengan cepat dan sesuai dengan standar pelayanan yang telah ditetapkan. Hal ini tentunya akan meningkatkan rasa puas kepada pasien yang pada akhirnya memengaruhi tingkat loyalitas di RSUD Raden Mattaher Jambi. Pada variabel assurance, terdapat hubungan yang signifikan dengan loyalitas pasien p(0,002) < 0,05. Hasil ini sesuai dengan penelitian Haryati (2004) yang dilakukan di RSUD Langsa dan penelitian Tarigan (2009) yang dilakukan di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Tebing Tinggi yang menyatakan bahwa assurance (jaminan) berpengaruh terdap loyalitas pasien. Menurut Hanafi (2004) menyebutkan bahwa ada 2 faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa pelayanan atas jaminan yang dirasakan pasien yaitu expected service dan perceived service. Apabila pelayanan yang di terima atau dirasakan dapat menjamin pasien, maka kualitas jasa pelayanan akan di persepsikan sebagai baik dan memuaskan serta jika jasa yang
diterima mampu melampaui harapan pasien, maka kualitas jasa di persepsikan sebagai kualitas jasa yang ideal. Sebaliknya jika jaminan atas kualitas jasa yang diterima lebih rendah dari pada yang diharapkan, maka kualitas pelayanan kesehatan akan dipersepsikan buruk atau tidak memuaskan. Oleh karena itu baik tidaknya kualitas pelayanan tergantung pada kemampuan penyediaan pelayanan dalam memenuhi harapan pasien secara konsisten. Pada variabel emphaty, terdapat hubungan yang signifikan dengan loyalitas pasien p(0,014) < 0,05. Hal ini sesuai dengan pernyataan Parasuraman (1985) dalam Tjiptono (2005) yang menyatakan bahwa perhatian merupakan bagian dari dimensi mutu pelayanan yang berpengaruh terhadap keputusan pelanggan dalam menggunakan jasa pelayanan. Penelitian yang dilakukan oleh Sriwiyanti (2006) di RS Harapan Pematang Siantar juga menemukan hasil yang sama dimana perhatian (empathy) berpengaruh terhadap keputusan pasien untuk menggunakan jasa pelayanan di rumah sakit. Pada dasarnya setiap pasien ingin diperlakukan secara khusus. Dengan demikian rasa simpati dari tenaga medis/paramedis merupakan alat utama untuk memenuhi harapan pasien akan perlakuan istimewa tersebut. Simpati artinya berdiri di tempat pasien, maksudnya coba memahami apa yang diinginkan dan dirasakan pasien. Perlu ada kesamaan persepsi antara petugas yang melayani pasien tentang pentingnya membina hubungan personal dengan pasien, hal ini dapat dilakukan misalnya dengan mengadakan pelatihan tentang komunikasi. Oleh karena itu keluhankeluhan ataupun permintaanpermintaan pasien harus di dengar dengan seksama, menyesuaikan pelayanan dan mengajukan pertanyaan dengan tepat. Jika hal ini dilakukan maka akan meningkatan rasa simpati pasien yang pada akhirnya meningkatkan loyalitas. Jika pasien sudah memiliki rasa memiliki dan mempunyai ikatan emosional yang baik dengan rumah sakit, biasanya dia tidak mau pindah untuk dirawat di rumah sakit lain, meskipun terjadi perubahan harga di rumah sakit tersebut. Mereka 36
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
PENGARUH MUTU PELAYANAN KESEHATAN TERHADAP LOYALITAS PASIEN RSUD RADEN MATTAHER JAMBI 2016
sudah merasa nyaman, percaya dan simpati pada rumah sakit tersebut dan akan dengan mudahnya mempromosikan rumah sakit kepada keluarga dan orang lain. Hal ini secara tidak langsung mempromosikan rumah sakit dan membawa dampak yang positif bagi RSUD Raden Mattaher Jambi. Pada variabel reliability, tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan loyalitas p (0,970) > 0,05. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan Tarigan (2009) yang dilakukan di RSUD dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi menyatakan bahwa kehandalan (reliability) berpengaruh terhadap tingkat kepuasan pelayanan. Menurut Lovelock dan Wright yang dikutip Puti (2007), reliability adalah kesesuaian pelayanan medis yang diberikan dari apa yang dibutuhkan dari waktu ke waktu. Jika semua pelayanan yang diberikan belum bisa memuaskan pasien hal ini akan berakhir pada rendahnya loyalitas pasien. Pelayanan yang konsisten adalah paling diinginkan oleh pasien rawat inap dalam arti pelayanan tersebut harus bisa diandalkan. Pelayanan yang dapat diandalkan mengandung unsur : melakukan apa yang sudah dijanjikan kepada pasien, profesional dalam melayani pasien dan ketepatan dalam memberikan informasi kepada pasien. Jika hal tersebut dapat
diberikan kepada pasien, maka kepuasan pasien yang pada akhirnya akan berpengaruh pada tingginya loyalitas pasien. Berdasarkan dari beberapa indikator reliability ada beberapa yang menjadi indikator dalam reliability antara lain prosedur penerimaan pasien yang akurat, pelayanan dokter, perawat yang akurat, dokter dan perawat dapat dihandalkan dalam menangani masalah, dokter perawat dan karyawan administrasi dapat menyampaikan pelayanan yang akan diberikan sejak pertama kali pasien datang dan petugas kesehatan RSUD Raden Mattaher Jambi dapat menepati pelayanan sesuai dengan yang di janjikan. Dari beberapa indikator tersebut akan di hubungkan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan. Di ketahui bahwa sebagian besar responden berada pada kategori kurang baik. Hal ini sesuai dengan fenomena yang ditemukan oleh peneliti. Dimana berdasarkan obeservasi diawal yang telah peneliti lakukan diketahui bahwa reliability di RSUD Raden Mattaher Jambi kurang baik. Adapun penyebabnya seperti, masih ada diagnose dokter yang kurang akurat, masih ada dokter datang tidak tepat waktu dan terburu-buru artinya tidak sesuai dengan yang petugas kesehatan janjikan kepada pasien semenjak pertama kali datang ke rumah sakit.
Hasil Menggunakan Uji Regresi Logistik Variabel Constanta Tangibles Responsiveness Assurance Emphaty
B 1,541 -0,267 0,562 -0,142 -0,120
P-Value 0,000 0,038 0,002 0,006 0,136
37 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
PENGARUH MUTU PELAYANAN KESEHATAN TERHADAP LOYALITAS PASIEN RSUD RADEN MATTAHER JAMBI 2016
Hasil uji menunjukkan bahwa variabel tangibles, responsiveness dan assurance yang berpengaruh terhadap loyalitas pasien dan variabel responsiveness yang paling dominan. SIMPULAN Dari kelima dimensi mutu pelayanan (tangibles, responsiveness, assurance, empathy, dan reliability), ada 4 variabel yang berpengaruh terhadap loyalitas pasien di RSUD Raden Mattaher Jambi dan secara parsial ada tiga variabel mutu pelayanan yang berpengaruh terhadap loyalitas pasien di RSUD Raden Mattaher Jambi yaitu tangibles, responsiveness, dan assurance. DAFTAR PUSTAKA Azwar., 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan, Jakarta, Penerbit Binarupa Aksara. Efendy
Nasrul.,. 1998. Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Edisi.2. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta.
Hizrani, M,. 2003. Analisis Kepuasan Pasien Rawat Inap Terhadap Mutu Pelayanan dan Hubungannya Dengan Minat Beli Ulang di RS X Jakarta, Jurnal MARSI. Hanafi,
Kualitas Pelayanan Terhadap Tingkat Loyalitas di Ruang Rawat Inap di RS Islam Malahayati Medan Tahun 2007,Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Medan, www.pdpersi.co.id (di download tanggal 3 Juni 2016) . Parasuraman, dkk. 1985. Delivering Quality Service, Balancing Costumer Perceptions and Expantations. Penerbit The FreePress. New York. Pohan Imbalo S.. 2007. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta. Tarigan, I, 2009. Pengaruh Persepsi Tentang Mutu Pelayanan Kesehatan Terhadap Kepuasan Pasien Partikulir dan Hubungannya dengan Loyalitas di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Tebing Tinggi. Tjiptono, F. 2005. Total Quality Management, Penerbit Andi Yogyakarta. Uyanto, 2009. Buku Pedoman Analisis Statistik. Penerbit Tiga Serangkai. Jakarta
2004. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Surabaya Airlangga, University Press.
Lovelock, Chirstoper, dan Wright, K, Lauren, 2005, Manajemen Pemasaran Jasa, Penerjemah Agus Widyantoro, Penerbit Indeks, Jakarta. Muninjaya, AAG. 2004. Management Kesehatan, Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta. Puti,
P., 2007. Pengaruh Pasien Partikulir
Persepsi Tentang 38
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
GAMBARAN TINGKAT PENDIDIKAN, PEKERJAAN DAN PENGETAHUAN IBU TERHADAP PENIMBANGAN ANAK USIA 0-5 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAAL X KOTA JAMBI TAHUN 2015
GAMBARAN TINGKAT PENDIDIKAN, PEKERJAAN DAN PENGETAHUAN IBU TERHADAP PENIMBANGAN ANAK USIA 0-5 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAAL X KOTA JAMBI TAHUN 2015 DESCRIPTION OF LEVEL EDUCATION, EMPLOYMENT AND MOTHER’S KNOWLEDGE AGAINST CHILDREN WEIGHING 0-5 YEARS IN AREA PAAL X OF HEALTH CENTER OF JAMBI 2015 Gustina Stikes Baiturrahim Program Studi D III Kebidanan Koresponden Penulis:
[email protected] ABSTRAK Penimbangan balita dimaksudkan untuk memantau pertumbuhannya setiap bulan. Penimbangan balita di lakukan setiap bulan mulai dari umur 1 tahun sampai 5 tahun di posyandu. Tujuan penelitian ini adalah diketahuinya gambaran tingkat pendidikan, pekerjaan dan pengetahuan ibu terhadap penimbangan anak usia 0-5 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Paal X Kota Jambi Tahun 2015. Metode dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 22 Mei-21 Juni tahun 2015 di Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas Paal X Kota Jambi. Populasi dalam peneltian ini adalah seluruh anak usia 0-59 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Paal X Kota Jambi yang berjumlah 1.238 anak. Sampel dalam penelitian ini diambil dengan teknik proporsional random sampling yang berjumlah 43 orang. Analisis data dianalisis secara univariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan SMA/sederajat sebanyak 25 responden (58,1%), sebagian besar responden tidak bekerja yaitu sebanyak 41 responden (95,3%), dan sebagian besar responden memiliki pengetahuan baik yaitu sebanyak 25 responden (58,1%). Saran bagi tenaga kesehatan agar dapat terus meningkatkan penyuluhan mengenai penimbangan anak agar pencapaian penimbangan anak di setiap posyandu dapat lebih meningkat lagi. Kata Kunci
: Pendidikan, Pekerjaan, Pengetahuan, Penimbangan Balita
ABSTRACT A child's weight is intended to monitor the growth of each month. A child's weight is done every month from the age of 1 year to 5 years in Posyandu. The purpose of this study is known picture of the level of education, occupation and mother's knowledge of the weighing of children aged 0-5 years in Puskesmas Paal X Jambi 2015. The method in this research using descriptive method. The research was conducted on 22 May-21 June of the year 2015 in IHC Puskesmas Paal X Jambi. Population in this research is all children aged 0-59 months in Puskesmas Paal X Jambi totaling 1,238 children. The sample in this study were taken by proportional random sampling technique which totaled 43 people. Data was analyzed by univariate analysis. The results showed that most respondents had a high school education level / equivalent as much as 25 respondents (58.1%), most respondents do not work as many as 41 respondents (95.3%), and most of the respondents have a good knowledge of as many as 25 respondents (58.1%). Suggestions for health workers in order to continue to improve counseling about the weighing of children so that children weighing achievement in every Posyandu can increase even more. Keywords: Education, Employment, Science Weighing Toddlers
PENDAHULUAN Menurut World Health Organization (WHO) kesehatan adalah suatu keadaan sehat yang utuh secara fisik, mental, dan sosial serta bukan hanya merupakan bebas dari penyakit. Salah satu cara menjaga agar tubuh tetap dalam
keadaan sehat adalah dengan gaya hidup yang bersih (Notoatmodjo, 2012). Kesehatan merupakan hak azasi dan segaligus sebagai investasi sehingga perlu diupayakan, diperjuangkan, dan ditingkatkan oleh setiap individu dan oleh seluruh komponen bangsa, agar masyarakat dapat menikmati hidup sehat 39
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
GAMBARAN TINGKAT PENDIDIKAN, PEKERJAAN DAN PENGETAHUAN IBU TERHADAP PENIMBANGAN ANAK USIA 0-5 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAAL X KOTA JAMBI TAHUN 2015
dan pada akhirnya dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Sumber manusia yang sehat dan berkualitas merupakan modal utama atau investasi dalam pembangunan kesehatan. Kesehatan bersama-sama dengan pendidikan dan ekonomi merupakan tiga pilar yang sangat mempengaruhi kualitas hidup sumber daya manusia (Depkes RI, 2006). Upaya mengembangkan kualitas sumber daya manusia dengan mengoptimalkan potensi tumbuh kembang anak dapat dilaksanakan secara merata, apabila sistem pelayanan kesehatan yang berbasis masyarakat seperti posyandu dapat dilakukan secara efektif dan efisien dan dapat menjangkau semua sasaran yang membutuhkan pelayanan tumbuh kembang anak, ibu hami, ibu menyusui dan ibu nifas (Depkes RI, 2006). Salah satu indikator untuk menentukan derajat kesehatan suatu bangsa ditandai dengan tinggi rendahnya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Hal ini merupakan suatu fenomena yang mempunyai pengaruh besar terhadap pembangunan kesehatan (Saleha, 2009). Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih tergolong tinggi, jika dibandingkan dengan negara lain di kawasan ASEAN. Berdasarkan Human Development Report 2010, AKB di Indonesia mencapai 31 per 1.000 kelahiran. Angka ini 5,2 kali lebih tinggi dibandingkan Malaysia. Juga 1,2 kali lebih tinggi dibandingkan Filipina dan 2,4 kali lebih tinggi jika dibandingkan dengan Thailand (SDKI, 2012). Berdasarkan hasil Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2013 didapat hasil prevalensi gizi di Indonesia terdiri dari 5,7% gizi buruk dan 13,9% gizi kurang. Angka prevalensi gizi buruk meningkat dari 4,9% pada tahun 2010 dan 5,7% tahun 2013. Sedangkan prevalensi gizi kurang naik sebesar 0,9% dari 2010 dan 2013 sebesar 13,9%. Untuk mencapai sasaran MDGS tahun 2015 yaitu 15,5% prevalensi
gizi buruk-kurang nasional harus diturunkan sebesar 4.1% dalam periode 2013 sampai 2015 (Riskesdas, 2013). Diantara 33 provinsi di Indonesia,18 provinsi memiliki prevalensi gizi burukkurang di atas angka prevalensi nasional yaitu berkisar antara 21,2 persen sampai dengan 33,1 persen dan Profinsi Jambi merupakan salah satu provinsi yang termasuk dalam prevalensi gizi buruk dan kurang di Indonesia (Riskesdas, 2013). Sasaran kegiatan peningkatan nilai gizi Provinsi Jambi adalah bayi, balita, ibu hamil, serta wanita usia subur. Pada balita dikaji menurut berbagai survey atau dengan pemantauan lainnya. Angka status gizi buruk pada tahun 2012 mencapai 142 orang dengan persentase 0,07% dan status gizi kurang berjumlah 3.860 dengan persentase 1,79% (Dinkes Provinsi Jambi, 2012). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Imah Jaeyana (2012) mengenai gambaran tingkat pengetahuan ibu balita tentang penimbangan Balita di Posyandu Perum Boro Mukti Permai Banyuurip Purworejo didapatkan hasil bahwa sebagian besar pendidikan responden SMA/sederajat 51,1%, pekerjaan IRT 60%, dan memiliki pengetahuan yang cukup 46,6%. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat pendidikan, pekerjaan dan pengetahuan ibu terhadap penimbangan anak usia 0-5 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Paal X Kota Jambi Tahun 2015. Penelitian ini akan dilaksanakan pada 22 Mei-21. 1) Populasi penelitian Populasi adalah keseluruhan objek penelitian (Arikunto, 2012). Berdasarkan pengertian ini dapat disimpulkan bahwa populasi yang dimaksud adalah seluruh anak usia 0-59 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Paal X Kota Jambi yang berjumlah 1.238 anak. 2) Sampel Penelitian 40
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
GAMBARAN TINGKAT PENDIDIKAN, PEKERJAAN DAN PENGETAHUAN IBU TERHADAP PENIMBANGAN ANAK USIA 0-5 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAAL X KOTA JAMBI TAHUN 2015
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2012). Untuk mengetahui besar sampel yang diambil dalam penelitian ini menggunakan metode penghitungan sampel minimal berdasarkan rumus Rumus Slovin dalam Saryono (2010) sebagai berikut : N n= N d2+ 1 Keterangan : N = Besar populasi n = Besar sampel d = Tingkat kepercayaan atau tingkat ketepatan yang diinginkan 15% (0,15) n =
1238
n =
1238 (0,152 ) + 1 42,8
Penelitian ini menggunakan analisis univariat bertujuan untuk mendapat gambaran distribusi frekuensi dari variabel yang diteliti yaitu variabel independen dan variabel dependen. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden
Tingkat Pendidikan SD/Sederajat SMP/Sederajat SMA/sederajat Perguruan Tinggi Jumlah
Jumlah
(%)
5 9 25 4 43
11,6 20,9 58,1 9,3 100
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan ibu paling banyak yaitu berpendidikan SMA/sederajat sebanyak 25 responden (58,1%), tingkat pendidikan SD/sederajat sebanyak 5 responden (11,6%), tingkat pendidikan SMP/sederajat sebanyak 9 responden (20,9%) dan tingkat pendidikan perguruan tinggi sebanyak 4 responden (9,3%). b. Pekerjaan Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan dapat dilihat dari tabel berikut:
Tidak Bekerja Bekerja Jumlah
Diketahui bahwa responden yang berusia 20-35 tahun sebanyak 31 responden (72,1%) dan responden yang berusia >35 tahun sebanyak 12 responden (27,9%). Tingkat Pendidikan
Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Paal X Tahun 2015
Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan di Wilayah Kerja Puskesmas Paal X Tahun 2015 Pekerjaan Jumlah (%)
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Usia di Wilayah Kerja Puskesmas Paal X Tahun 2015 Usia Ibu Jumlah (%) 20-35 31 72,1 tahun >35 12 27,9 Jumlah 43 100
a.
Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut:
41 2 43
95,3 4,7 100
Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa sebagian besar ibu tidak bekerja yaitu sebanyak 41 responden (95,3%) dan ibu yang bekerja sebanyak 2 responden (4,7%). 1. Karakteristik Anak a. Usia Anak Karakteristik anak berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel berikut: 41
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
GAMBARAN TINGKAT PENDIDIKAN, PEKERJAAN DAN PENGETAHUAN IBU TERHADAP PENIMBANGAN ANAK USIA 0-5 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAAL X KOTA JAMBI TAHUN 2015
Tabel 4. Distribusi Bayi Berdasarkan Usia Anakdi Wilayah Kerja P uskesmas Paal X Tahun 2015 Umur (Bulan) Jumlah (%) 0-1 tahun 2-3 tahun 4-5 tahun
10 20 13
23,3 46,5 30,2
Jumlah
43
100
42% 58%
Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa sebagian besar anak berusia >1-3 tahun yaitu sebanyak 20 anak (46,5%), berusia 0-1 tahun sebanyak 10 responden (23,3%) dan berusia >3-5 tahun sebanyak 13 responden (13,2%). b.
Jenis Kelamin Karakteristik bayi berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5. Distribusi Bayi Berdasarkan Jenis Kelamin Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Paal X Tahun 2015 Jenis Kelamin Jumlah (%) Perempuan Laki-laki Jumlah
23 53,5 20 46,5 43 100 Berdasarkan tabel 5 diketahui bahwa anak yang berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 23 anak (53,5%) dan berjenis kelamin laki-laki sebanyak 20 responden (46,5%). 2.
Diagram 1. Tingkat Pengetahuan Ibu Terhadap Penimbangan Anak Usia 0-5 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Paal X Kota Jambi Tahun 2015
Analisis Univariat Pengetahuan dikategorikan menjadi dua yaitu baik jika jawaban benar > 76% dan kurang baik jika jawaban benar < 76% Berdasarkan kategori tersebut hasil pengetahuan responden dapat dilihat pada diagram dibawah ini:
Kurang Baik Baik
Berdasarkan diagram diatas dapat diketahui bahwa responden yang memiliki pengetahuan baik yaitu 25 responden (58,1%) dan responden yang memiliki pengetahuan kurang baik sebanyak 18 responden (41,9%). 3.2 Pembahasan a. Gambaran Tingkat Pendidikan Ibu Terhadap Penimbangan Anak Usia 0-5 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Paal X Kota Jambi Tahun 2015 Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa tingkat pendidikan ibu paling banyak yaitu berpendidikan SMA/sederajat sebanyak 25 responden (58,1%), tingkat pendidikan SD/sederajat sebanyak 5 responden (11,6%), tingkat pendidikan SMP/sederajat sebanyak 9 responden (20,9%) dan tingkat pendidikan perguruan tinggi sebanyak 4 responden (9,3%). Hasil penelitian ini serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Imah Jaeyana (2012) mengenai gambaran tingkat pengetahuan ibu balita tentang penimbangan Balita di Posyandu Perum Boro Mukti Permai Banyurip Purworejo didapatkan hasil bahwa sebagian besar pendidikan responden adalah SMA/sederajat sebanyak 51,1%. Menurut Ariani (2012), pendidikan merupakan seluruh proses kehidupan yang dimiliki oleh setiap individu berupa interaksi individu dengan lingkungannya, baik secara formal maupun informal yang melibatkan perilaku individu maupun kelompok. Makin tinggi pendidikan 42
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
GAMBARAN TINGKAT PENDIDIKAN, PEKERJAAN DAN PENGETAHUAN IBU TERHADAP PENIMBANGAN ANAK USIA 0-5 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAAL X KOTA JAMBI TAHUN 2015
seseorang maka makin mudah orang tersebut menerima informasi. Dengan pendidikan yang tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi baik dari orang lain maupun media massa. Berdasarkan hasil penelitian yang didapat terlihat bahwa sebagian besar pendidikan responden adalah SMA/sederajat yaitu 58,1% dan 9,3% responden memiliki tingkat pendidikan perguruan tinggi. Maka sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Dengan tingginya tingkat pendidikan responden maka mereka akan mengaplikasikan pengetahuan yang dimiliki yaitu dalam menimbang balita setiap bulan. Namun masih terdapat 11,6% dan 20,6% responden yang memiliki tingkat pendidikan rendah yaitu SD dan SMP/sederajat. Maka dari itu untuk meningkatkan perilaku responden dalam menimbang anak sangat diperlukan peran dari petugas kesehatan untuk terus memberikan konseling dan penyuluhan mengenai pentingnya menimbang anak khususnya pada responden yang masih memiliki pendidikan yang rendah. Karena berdasarkan fakta dilapangan banyak ibu yang memiliki pendidikan yang rendah datang untuk menimbang anaknya karena anjuran dari kader dan ingin datang untuk kumpul-kumpul diposyandu namun tidak mengetahui pentingnya menimbang anak setiap bulan. b.
Gambaran Pekerjaan Ibu Terhadap Penimbangan Anak Usia 0-5 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Paal X Kota Jambi Tahun 2015
Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa sebagian besar ibu tidak bekerja yaitu sebanyak 41 responden (95,3%) dan ibu yang bekerja sebanyak 2 responden (4,7%). Hasil penelitian ini serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Imah Jaeyana (2012) mengenai gambaran tingkat pengetahuan ibu balita tentang penimbangan Balita di Posyandu Perum
Boro Mukti Permai Banyuurip Purworejo didapatkan hasil bahwa sebagian besar tidak bekerja yaitu sebagai IRT sebanyak 60%. Menurut Ariani (2012), pekerjaan merupakan suatu aktivitas yang dilakukan seseorang untuk memperoleh penghasilan guna memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pekerjaan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan. Seseorang yang bekerja akan sering berinteraksi dengan orang lain sehingga akan memiliki pengetahuan yang baik pula. Pengalaman bekerja akan memberikan pengetahuan dan keterampilan serta pengalaman belajar dalam bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan dalam mengambil keputusan yang merupakan kemampuan untuk menalar. Berdasarkan hasil penelitian yang didapat terlihat bahwa sebagian besar responden tidak bekerja yaitu sebagai ibu rumah tangga. Hal ini lah yang mempengaruhi responden untuk datang menimbang anaknya dengan tidak adanya keseibukan dalam bekerja ibu dapat mengantarkan anaknya untuk ditimbang setiap bulannya. Namun terdapat 2 responden yang bekerja swasta dan datang untuk menimbang anaknya. Hal ini dipengaruhi karena pengetahuan yang dimiliki oleh ibu pekerja tentang pentingnya menimbang anak sehingga ibu meluangkan waktu untuk membawa anaknya menimbang ke posyandu. Maka dari itu dapat terlihat bahwa banyak ibu yang datang untuk menimbang anaknya merupakan ibu rumah tangga yang memiliki waktu yang banyak untuk membawa anaknya menimbang. Untuk itu, perlunya peran kader disetiap posyandu agar secara rutin memberikan informasi kepada ibu untuk datang membawa anaknya ke posyandu. Selain itu peran dari kader juga diperlukan untuk membantu ibu pekerja yang tidak sempat membawa anaknya ke posyandu untuk melakukan kunjungan kerumah ibu untuk menimbang anaknya. Dengan bantuan dari kader ibu pekerja pun akan terbantu dengan perannya karena berat badan anak akan selalu terpantau. 43
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
GAMBARAN TINGKAT PENDIDIKAN, PEKERJAAN DAN PENGETAHUAN IBU TERHADAP PENIMBANGAN ANAK USIA 0-5 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAAL X KOTA JAMBI TAHUN 2015
c.
Gambaran Pengetahuan Ibu Terhadap Penimbangan Anak Usia 0-5 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Paal X Kota Jambi Tahun 2015 Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa responden yang memiliki pengetahuan baik yaitu 25 responden (58,1%) dan responden yang memiliki pengetahuan kurang baik sebanyak 18 responden (41,9%). Hasil penelitian juga didapat bahwa 72,1% responden memiliki umur 20-35 tahun, 58,1% berpendidikan SMA/sederajat dan 95,4% responden sebagai ibu rumah tangga. Menurut Notoadmodjo (2010), pengetahuan seseorang di pengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pertama pendidikan karena semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin mudah mengaplikasikan pengetahuan yang dimilikinya. Dari hasil penelitian sebagian besar responden berpendidikan SMA/sederajat dengan pendidikan yang tinggi maka banyak responden yang memahami mengenai penimbangan anak. Kedua pengalaman karena pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri dan pengalaman orang lain. Ketiga informasi karena pengetahuan diperoleh dari sumber informasi baik dari media cetak, elektronik, maupun petugas kesehatan walaupun sebagian besar ibu tidak bekerja namun ibu banyak ibu yang mengetahui mengenai penimbangan anak hal ini dapat dipengaruhi oleh pengalaman dan informasi yang telah diperolehs. Keempat umur karena semakin dewasa seseorang maka kemampuan berfikir abstrak dan hipotesis seseorang semakin meningkat dengan usia responden yang sebagian besar berusia 20-35 tahun maka banyak yang telah memperoleh informasi mengenai penimbangan anak. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Imah Jaeyana (2012) mengenai gambaran tingkat pengetahuan ibu balita tentang penimbangan Balita di Posyandu Perum Boro Mukti Permai Banyuurip Purworejo didapatkan hasil bahwa sebagian besar memiliki pengetahuan yang cukup 46,6%.
Dapat dilihat bahwa sebagian besar responden memiliki pendidikan yang tinggi yaitu SMA/sederajat sebanyak 58,1% dan 9,3% responden memiliki tingkat pendidikan perguruan tinggi. Hal inilah yang mempengaruhi pengetahuan ibu yang baik. Dalam penelitian ini, responden yang memiliki pengetahuan baik dipengaruhi oleh tingkat pendidikan responden dan informasi yang telah didapat oleh responden. Sedangkan responden yang memiliki pengetahuan kurang baik bisa dipengaruhi karena jarang datang ke posyandu sehingga ibu kurang mendapatkan informasi mengenai pentingnya penimbangan balita. Berdasarkan uraian diatas maka untuk meningkatkan pengetahuan ibu sangat dibutuhkan peran dari kader agar ibu lebih sering datang membawa anaknya menimbang ke posyandu. Selain itu peran kader dan petugas kesehatan sangat dibutuhkan untuk memberikan motivasi agar ibu dapat membawa anaknya ke posyandu. Petugas kesehatan sebaiknya selalu memberikan konseling kepada ibuibu di posyandu mengenai perkembangan dan pertumbuhan balita dan selalu mengajak dan memotivasi ibu untuk terus membawa anaknya menimbang setiap bulannya, agar pertumbuhan anak dan perkembangan anak dapat terpantau.
SIMPULAN Sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan SMA/sederajat sebanyak 25 responden (58,1%); Sebagian besar responden tidak bekerja yaitu sebanyak 41 responden (95,3%); Sebagian besar responden memiliki pengetahuan baik yaitu sebanyak 25 responden (58,1%). DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. 2012. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Edisi Revisi). PT Rineka Cipta. Jakarta
44 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
GAMBARAN TINGKAT PENDIDIKAN, PEKERJAAN DAN PENGETAHUAN IBU TERHADAP PENIMBANGAN ANAK USIA 0-5 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAAL X KOTA JAMBI TAHUN 2015
Depkes RI, 2006. Pedoman Umum Pengelolaan Posyandu. Jakarta Dinkes Provinsi Jambi, 2013. Profil Kesehatan Profinsi Jambi Tahun 2012. Jambi Jaeyana, Imah. 2012. Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Balita tentang Penimbangan Balita DI Posyandu Perum Boro Mukti Permai Banyuurip Purworejo. Kemenkes RI, 2013. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Indonesia Maryam, Siti. 2012. Peran Bidan Yang Kompeten Terhadap Suksesnya MDG’S. Salemba Medika. Jakarta
Saryono, 2011. Metode Penelitian Kesehatan. Buku Kesehatan. Mitra Cendikia. Yogyakarta. SDKI, 2012. Data SDKI 2012 Angka Kematian Ibu Melonjak. http://nasional.sindonews.com. Sulistyawati, Ari 2014. Deteksi Tumbuh Kembang Anak. Salemba Medika. Jakarta Sulistyorini, C.I. 2010. Poyandu (Pos Pelayanan Terpadu) dan Desa Siaga. Nuha Medika.Yogyakarta. STIKBA Jambi. 2014. Buku Panduan Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Tim Penyusun Prodi D III Kebidanan STIKBA. Jambi
Mubarak, W. I. 2012. Ilmu Kesehatan Masyarakat Konsep dan Aplikasi dalam Kebidanan. Salemba Medika. Jakarta. Notoadmodjo, Soekidjo, 2010. Ilmu Kesehatan Masyarakat.Asdi Mahasatya.Jakarta. Notoadmodjo, Soekidjo. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. PT Rineka Cipta. Jakarta. Notoadmodjo, Soekidjo, 2010. Metode Penelitian Kesehatan,PT Rineka Cipta.Jakarta. Proverawati, 2012. PHBS Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Nuha Medika.Yogyakarta. Putra, Sitiava. T. 2012. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita Untuk Keperawatan Kebidanan. D-Medika. Jakarta Saleha, Siti, 2009. Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Salemba Medika. Jogjakarta.
45 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
ANALISIS PENDEKATAN MODEL COPA DAN FAKTOR DETERMINAN PADA PERAWAT PELAKSANA DENGAN KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT ABDUL MANAP KOTA JAMBI
ANALISIS PENDEKATAN MODEL COPA DAN FAKTOR DETERMINAN PADA PERAWAT PELAKSANA DENGAN KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT ABDUL MANAP KOTA JAMBI COPA APPROACH ANALYSIS MODEL AND DETERMINANT FACTORS IN NURSES WITH PATIENT SAFETY IN ABDUL MANAP HOSPITAL IN JAMBI CITY Dwi Yunita Rahmadhani Stikes Baiturrahim Prodi S1 Keperawatan Korespondensi penulis:
[email protected] ABSTRAK Keselamatan pasien rumah sakit adalah sistem rumah sakit untuk membuat asuhan pasien lebih aman. Aman dari kemungkinan terjadinya resiko Insiden Keselamatan Pasien (IKP). Salah satu yang dapat mengatasi terjadinya keselamatan pasien adalah Model COPA meminta lebih kompeten, praktek yang aman, diverifikasi oleh pemeriksaan kinerja. Tujuannya untuk memperoleh analisis pendekatan COPA Model dan faktor determinan perawat pelaksana dengan keselamatan pasien. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Populasinya adalah seluruh perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Abdul Manap Kota Jambi. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 50 perawat dengan menggunakan teknik total sampling. Pada analisis bivariat, didapatkan variabel keterampilan assessment dan intervensi, berkomunikasi, berfikir kritis, human caring dan relasi social, manajemen, kepemimpinan, pengajaran dan integrasi ilmu pengetahuan, jenis kelamin, jenis pendidikan, lama kerja, status menikah, status kepegawaian, akreditasi kampus, IPK, terdapat hubungan yang bermakna dengan keselamatan pasien dengan pvalue < 0,005. Sedangkan untuk menguji masing-masing variabel dependen dengan variabel independen digunakan uji chi square. Analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik. Untuk itu bagi rumah sakit dalam penerimaan pegawai diperlukan pertimbangan dalam segi faktor keterampilan, bagi ketenagaan perawat untuk mengikuti pelatihan keselamatan pasien dan rumah sakit melengkapi SPO dan peralatan yang kurang. Kata kunci: keselamatan pasien, COPA Model ABSTRACT The patients safety of Hospital is the Hospital system to make patient care safer. Safe from the possibility of the risk of Patient Safety Incidents (IKP). One that can overcome the occurrence of patient safety was COPA Model asks for more competent, safer practices, that verified by the examination performance. The goal is to obtain analysis of COPA Model Approach and Determinant Factors of nurses with patient safety. This study uses a Descriptive Correlation Design with cross sectional approach.The population is all nurses in inpatient room at Abdul Manap Hospital in Jambi. The number of samples in this study were 50 nurses using Total Sampling Technique. In bivariate analysis, it is obtained some variables skills of assessment and intervention, communication, critical thinking, human caring and relations of social, management, leadership, teaching and integration of science, gender, type of education, length of work, married status, employment status, accreditation campus, GPA, and there is a significant relation with patient safety with p-value of <0.005. Whereas, to test each dependent and independent variables is used a Chi Square Test. The Multivariate analysis uses logistic regression. Therefore, for hospitals, in nurses Admissions processes is necessary to consider a terms of skill factor for workforce training nurses for patient safety and the hospital need to fit up or complement SPO and Equipment’s that still insufficient. Keywords: patient safety, COPA Model
46 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
ANALISIS PENDEKATAN MODEL COPA DAN FAKTOR DETERMINAN PADA PERAWAT PELAKSANA DENGAN KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT ABDUL MANAP KOTA JAMBI
PENDAHULUAN
Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di rumah sakit yaitu: keselamatan pasien (patient safety), keselamatan pekerja atau petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit yang bisa berdampak terhadap keselamatan pasien dan petugas, kesehatan lingkungan (green productivity) yang berdampak terhadap pencemaran lingkungan dan keselamatan “bisnis” rumah sakit yang berkaitan dengan kelangsungan hidup rumah sakit. Kelima aspek keselamatan tersebut sangatlah penting untuk dilaksanakan di setiap rumah sakit. Namun harus diakui kegiatan institusi rumah sakit dapat berjalan apabila ada pasien. Karena itu keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan dan hal tersebut terkait dengan isu mutu dan citra perumahsakitan (Putra, 2012). Standar Keselamatan Pasien wajib diterapkan rumah sakit dan penilaiannya dilakukan dengan menggunakan Instrumen Akreditasi Rumah Sakit. Standar keselamatan pasien tersebut terdiri dari tujuh standar yaitu: hak pasien, mendidik pasien dan keluarga, keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan, penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan, peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien, mendidik staf tentang keselamatan pasien, dan komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien (Depkes RI, 2008). Perawat di rumah sakit ini sebagian besar sudah dapat berfikir kritis seperti kepala ruangan mampu mengambil keputusan yang prioritas seperti pembagian jadwal dinas dengan tingkat ketergantungan pasien yang ada diruangan. Selanjutnya untuk promosi kesehatan jarang sekali dilakukan. Disamping itu juga dijelaskan bahwa tenaga keperawatan yang ada di Rumah Sakit Abdul Manaf belum mengaplikasikan budaya safety seperti cuci tangan 6 langkah dan perawat sering lupa terhadap
moment cuci tangan. Insiden pasien jatuh cukup bermakna sekali karena pada dua tahun berturut-turut dari tahun 2012-2013 terdapat kejadian pasien jatuh di ruang anak sebanyak dua anak, yang seharusnya pasien jatuh itu tidak terdapat sama sekali dalam satu tahun serta pagar tempat tidur jarang digunakan dan dikontrol, handscoon yang digunakan untuk perawatan luka tidak steril karena masih menggunakan handscoon sekali pakai/disposible. Mengacu pada permasalahan diatas maka perlu dilakukan “analisis Kompetensi Model COPA dan Faktor Determinan pada Perawat Pelaksana dengan Keselamatan Pasien Di Rumah Sakit Abdul Manap Kota Jambi. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional study, yaitu setiap variable diamati pada saat bersamaan pada waktu penelitian berlangsung. Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana di ruang rawat inap berjumlah 50 orang. Waktu penelitian pada tanggal10-22 agustus 2015, bertempat di ruang rawat inap rumah sakit abdul manap Kota Jambi. Selanjutnya data dianalisis dengan analisis univariat, bivariat dan multivariat dengan menggunakan uji kai kuadrat. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pendekatan Model COPA Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Menurut COPA Model Di Rumah Sakit Abdul Manap Kota Jambi Tahun 2015 COPA Model Keterampilan assessment dan intervensi Baik Buruk Keterampilan berkomunika si Baik
Jumlah (n)
Persentase (%)
32 18
64 36
36
72 48
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
ANALISIS PENDEKATAN MODEL COPA DAN FAKTOR DETERMINAN PADA PERAWAT PELAKSANA DENGAN KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT ABDUL MANAP KOTA JAMBI
Buruk Keterampilan berfikir kritis Baik Buruk Keterampilan human caring dan relasi social Baik Buruk Keterampilan manajemen Baik Buruk Keterampilan kepemimpina n Baik Buruk Keterampilan pengajaran Baik Buruk Keterampilan mengintegra sikan pengetahuan Baik Buruk Composit Model Copa Baik Buruk
14
28
2 48
4 96
untuk total pendekatan model Copa yang di miliki oleh perawat pelaksana adalah lebih dari setengah (52%) perawat mempunyai kompetensi model COPA yang buruk.
60 40
2. Faktor Determinan Ditribusi Frekuensi Responden Menurut KualifikasiIndividu Perawat Di Rumah Sakit Abdul ManapKota Jambi Tahun 2015
30 20
40 10
80 20
44 6
88 12
27 23
31 19
24 26
54 46
62 38
48 52
Tabel 1 menunjukan bahwa dari 50 perawat, lebih dari setengah (64%) memiliki keterampilan assessment dan intervensi yang baik, (72%)dengan keterampilan komunikasi yang baik. Pada umum (96%) perawat mempunyai keterampilan berfikir kritistis yang buruk.Lebih dari setengah perawat (60%) mempunyai keterampilan human caring dan relasi sosial baik, dan sebagian besar (80%) perawat mempnyai keterampilan manajemen baik.Sebaliknya sebagian besar (88%) perawat juga mempunyai keterampilan kepemimpinan yang buruk.Setengahnya (54%)perawat mempunyai keterampilan pengajaran yang baik.Dan lebih dari setengah (62%) mengintegrasikanilmu pengetahuan. Jadi,
Faktor Determinan Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Jenis Perawat Perawat professional Perawat vokasional Lama kerja ≥5 tahun <5 tahun Status menikah Belum menikah Menikah Status kepegawaian PNS Honor Akreditasi kampus Terakreditas i tinggi Terakreditas i rendah Indek Prestasi Kumulatif (IPK) Tinggi Rendah Kurikulum Kampus KBK Konvensiona l
Jumlah (n)
Persentase (%)
4 46
8 92
9
18
41
82
14 36
28 72
24 26
48 52
14 36
28 72
28
56
22
44
41 9
82 18
9 41
18 82
Tabel 2. menunjukkan kualifikasi perawat RS. Abdul Manap: jenis kelamin pada umumnya perempuan (92%), dengan jenis perawat adalah perawat vokasonal (82%). 49
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
ANALISIS PENDEKATAN MODEL COPA DAN FAKTOR DETERMINAN PADA PERAWAT PELAKSANA DENGAN KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT ABDUL MANAP KOTA JAMBI
Lebih dari setengah (72%) Lama dimiliki sebagaian besar (82%) perawat kerjaperawat kurang dari < 5 tahun. ≥2,75. Selanjutnya sebagian besar Dengan lebih dari setengah (52%) status perawat menggunakan kurikulum perawat menikah dan status kepegawaian konvensional semasa kuliah (82%). Honorer (72%).Lebih dari setengah (56%) akreditasi kampus baik, dan IPK yang Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Penilaian Tindakan dalam Keselamatan Pasien Di Rumah Sakit Abdul Manap Kota Jambi Tahun 2015 Keselamatan Pasien Jumlah Persentase (%) Safety 25 50 Tidak Safety 25 50 Total Responden 50 100 Berdasarkan tabel.3 menunjukkan dapat melakukan keselamatan pasien bahwa separuh (50%) perawat pelaksana dengan safety. di Ruang Rawat Inap RS Abdul Manap Tabel 4. Hubungan COPA dengan Keselamatan Pasien di Unit Perawatan Rumah Sakit Abdul Manap Kota Jambi Tahun 2015 Keselamatan Pasien Total Model COPA Tidak Safety Safety P f % f % f % Buruk 20 76,9 6 23,1 26 100 Baik 6 20,8 19 79,2 24 100 0,000 Jumlah 25 50 25 50 50 100 Tabel 4.diatas di ketahui perawat dalam melaksanakan keselamatan pasien yang tidak safety lebih banyak ditemui pada perawat dengan menerapkan Composit Model COPA buruk (76,9%) dibandingkan dengan keselamatan pasien perawat dengan menerapkan model COPA yang baik (20,8%). Hasil penelitian menunjukan presentase keselamatan pasien yang tidak safety lebih banyak pada perawat pelaksana yang mempunyai kompetensi model COPA buruk dibandingkan dengan yang baik (52% :48%). Secara statistic perbedaan tersebut bermakna (p< 0,05). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh widyarini (2005) mengenai makna profesionalisme perawat dalam perspektif pasien dihasilkan melalui konsep Model COPA dari Linburg (1999) bahwa para perawat
pada umumnya memperhatikan pasien dengan baik, namun beberapa oraang yang lain merasa belum mendapatkan perhatian yang tulus ikhlas dan tindakan yang tepat dari perawat, bahkan masih ditemukan adanya tindakan-tindakan yang tidak etis. Menurut Lenburg (2010), dengan menggunakan model COPA maka staf pengajar harus menentukan kompetensi dasar yang dibuth\uhkan untuk praktek, hasil pernyataan yang paling efektif untuk menggabungkan kompetensi tersebut, dan strategi belajar interaktif yang paling efektif untuk meningkatkan prestasi mereka. Selanjutnya menentukan metode penilaian tindakan yang efektif untuk memastikan kompetensi dan pencapaian dari hasil yang disebutkan dan keterampilan praktek.
50 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
ANALISIS PENDEKATAN MODEL COPA DAN FAKTOR DETERMINAN PADA PERAWAT PELAKSANA DENGAN KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT ABDUL MANAP KOTA JAMBI
Tabel 5. Hubungan Jenis Perawat dengan Keselamatan Pasien Di Rumah Sakit Abdul Manap Kota Jambi Tahun 2015 Keselamatan Pasien Total Jenis Perawat Tidak Safety Safety P f % f % f % Profesional 1 11,1 8 88,9 9 100 Vokasional 24 58,5 17 41,5 41 100 0,023 Jumlah 25 50 25 50 50 100 Tabel 5.diatas di ketahui perawat Hasil penelitian ini sejalan dengan dalam melaksanakan keselamatan pasien penelitian Fadriyanti (2014) yang tidak safety lebih banyak ditemui mengungkapkan ada hubungan yang pada perawat vokasional (58,5%) signifikan antara pendidikan dengan dibandingkan dengan keselamatan pasien penerapan sasaran keselamatan pasien. perawat profesional (11,1%).Melalui uji Hal ini diperkuat oleh Hughes (2008) yang statistik, diketahui bahwa p-value yaitu mengatakan bahwa tingkat tingkat sebesar 0,023 yang berarti bahwa p-value pendidikan merupakan salah satu tersebut lebih kecil dari pada alpha karakteristik individu yang dapat (<0,05). Secara statistikperbedaan meningkatkan pengetahuan perawat untuk tersebut bermakna. dapat menerapkan pedoman keselamatan Hasil penelitian menunjukan pasien, sehingga dapat menurunkan presentase keselamatan pasien yang angka kejadian yang tidak diharapkan tidak safety lebih banyak pada pendidikan (KTD).Pendidikan tinggi perawat dapat DIII Keperawatan dibandingkan dengan mempengaruhi daya nalar perawat dalam S1 Keperawatan + Ners (58,5% : 11,1%). perawat dalam menyelesaikan masalah Secara statistic perbedaan tersebut yang dihaadapi (Tappen, 1995). bermakna (p< 0,05). Tabel 6. Hubungan lama kerja dengan keselamatan pasien Di Rumah Sakit Abdul Manap Kota Jambi Tahun 2015 Keselamatan Pasien Total Lama kerja Tidak Safety Safety P f % F % f % ≥5 tahun 3 18,8 13 81,2 16 100 <5 tahun 12 35,5 22 64,7 34 100 0,006 Jumlah 25 50 25 50 50 100 pasien dengan lama kerja yang ≥ 5 tahun Tabel 6 diatas diketahui perawat dan responden < 5 tahun di RS Abdul dalam melaksanakan keselamatan pasien Mmanap Kota Jambi. yang safety lebih banyak ditemui pada Hasil penelitian didukung oleh hasil perawat dengan lama kerja ≥5 tahun studi Bradby (1990) dalam Bephage (81,2%) dibandingkan dengan (1997) dalam bukunya yang menyatakan keselamatan pasien perawat lama kerja < bahwa adanya sebuah perasaan diterima 5 tahun (64,7%). Melalui uji statistik, oleh tim dalam sebuah unit merupakan hal diketahui bahwa p-value yaitu sebesar yang lebih penting dibandingkan dengan 0,006 yang berarti bahwa p-value tersebut kualitas pelayanan yang diberikan kepada lebih kecil dari pada alpha (<0,05). Secara pasien. pengamatan yang dilakukan statistikperbedaan tersebut bermakna Bephage (1997) yaitu selama enam bulan Hasil uji bivariat dengan chi awal melakukan praktek keperawatan, square, menghasilkan p-value sebesar perawat merasa lebih nyaman dengan 0,006yang berarti bahwa ada perbedaan area dengan area klinik yang dipaukan yang bermakna antara keselamatan dengan konsep teori yang diperoleh.
51 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
ANALISIS PENDEKATAN MODEL COPA DAN FAKTOR DETERMINAN PADA PERAWAT PELAKSANA DENGAN KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT ABDUL MANAP KOTA JAMBI
Tabel 7. Hubungan status menikah dengan keselamatan pasien Di Rumah Sakit Abdul Manap Kota Jambi Tahun 2015 Keselamatan Pasien Total Status menikah Tidak Safety Safety f % f % f % Belum menikah 5 20,8 19 79,2 24 100 Menikah 20 76,9 6 23,1 26 100 Jumlah 25 50 25 50 50 100
P
0,000
Tabel 7. diatas diketahui perawat Pendapat yang dikemukakan oleh dalam melaksanakan keselamatan pasien Siagian (2006) mengatakan bahwa bahwa yang tidak safety lebih banyak ditemui status perkawinan berpengaruh terhadap pada perawat dengan status menikah perilaku karyawan dalam kehidupan (76,9%) dibandingkan dengan organisasinya baik secara positif maupun keselamatan pasien perawat status belum negative. Berdasarkan pengalaman menikah (20,8%).Melalui uji statistik, peneliti, perawat yang belum menikah diketahui bahwa p-value yaitu sebesar secara positif dapat memberikan waktu 0,000 yang berarti bahwa p-value tersebut lebih banyak dalam pelayanan, mudah lebih kecil dari pada alpha (<0,05). Secara diikut sertakan atau dlibatkan dalam statistic perbedaan tersebut bermakna. program keperawatan, lebih aktif, dan Hasil analisis bivariat proporsi perawat energik serta belum adanya beban pikiran yang sudah menikah menimbulkan maupun tanggung jawab yang dibawanya keselamatan pasien yang tidak safety dari rumah. Sebaliknya perawat dengan sebesar 76,9% sedangkan proporsi status menikah biasanya sering perawat yang belum menikah terkendala absen yang datang terlambat, keselamatan pasien yang tidak safety masalah rumah tangga yang terbawasebesar 20,8%. Dari data terlihat bahwa bawa ke pekerjaan yang berakibat tidak perawat yang sudah menikah memiliki konsentrasinya perawat selama proses kecenderungan lebih besar menimbulkan pembirian asuhan keperawatan, keselamatan pasien dibandingkan dengan terkadang ada membawa anak-anak, lebih perawat yang belum menikah. Hasil uji banyak pertimbangan untuk mengikuti statiistik chi-square dengan continuity pelatihan mengingat anak dan keluarga Correction terbukti bahwa ada hubungan yang bakal tertinggal. yang bermakna antara status menikah dengan keselamatan pasien (p=0,000). Tabel 8. Hubungan Status kepegawaian dengan keselamatan pasien Di Rumah Sakit Abdul Manap Kota Jambi Tahun 2015 Keselamatan Pasien Total Status kepegawaian Tidak Safety Safety P f % f % f % PNS 12 85,7 2 14,3 14 100 Honor 13 36,1 23 63,9 36 100 0,005 Jumlah 25 50 25 50 50 100 Tabel 8. diatas diketahui perawat dalam melaksanakan keselamatan pasien yang safety lebih banyak ditemui pada perawat dengan status kepegawaian honor (63,9%) dibandingkan dengan keselamatan pasien perawat status PNS (14,3%).Melalui uji statistik, diketahui bahwa p-value yaitu sebesar 0,005 yang
berarti bahwa p-value tersebut lebih kecil dari pada alpha (<0,05). Secara statistik perbedaan tersebut bermakna. Hasil analisis bivariat proporsi perawat yang sudah Pegawai Negeri Sipil (PNS) menimbulkan keselamatan pasien yang tidak safety sebesar 85,7% sedangkan proporsi perawat yang Honorer 52
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
ANALISIS PENDEKATAN MODEL COPA DAN FAKTOR DETERMINAN PADA PERAWAT PELAKSANA DENGAN KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT ABDUL MANAP KOTA JAMBI
mempunyai keselamatan pasien yang tidak safety sebesar 36,2%. Dari data terlihat bahwa perawat yang sudah PNS memiliki kecenderungan lebih besar menimbulkan keselamatan pasien dibandingkan dengan perawat yang Honorer. Hasil uji statiistik chi-square dengan continuity Correction terbukti bahwa ada hubungan yang bermakna antara status menikah dengan keselamatan pasien (p=0,005). PNS dan Non PNS memiliki perbedaan situasi dan kondisi yang
mendorong individu memiliki sikap kerja yang berbeda. Di dalam diri seseorang terdapat standar keunggulan individu yang dipengaruhi oleh keadaan jasmani, intelegensi, kepribadian, minat, pengalaman keberhasilan, tingkat pendidikan, lingkungan masyarakat serta komitmen terhadap organisasi. Sehingga keadaan dari dalam individu yang berbeda itulah yang mendorong munculnya motivasi berprestasi pada PNS dan Non PNS.
Tabel 9. Hubungan akreditasi kampus dengan keselamatan pasien Di Rumah Sakit Abdul Manap Kota Jambi Tahun 2015 Keselamatan Pasien Total Akreditasi Kampus Tidak Safety Safety P f % F % f % Rendah 17 77,3 5 22,7 22 100 Tinggi 8 26,6 20 71,4 28 100 0,002 Jumlah 25 50 25 50 50 100 perawat yang mempunyai areditasi Tabel 9. diatas diketahui perawat kampus rendah (22,7%). Dari hasil statistic chi-square dengan Continuity dalam melaksanakan keselamatan pasien Correction terbukti bahwa ada hubungan yang tidak safety lebih banyak ditemui pada perawat dengan akreditasi kampus yang bermakna antara akreditasi kampus rendah (77,3%) dibandingkan dengan dengan keselamatan pasien (p= 0,002). keselamatan pasien perawat akreditasi Dari data terlihat bahwa semakin tinggi kampus tinggi (26,6%). Melalui uji statistik, akreditasi kampus semakin safety perawat diketahui bahwa p-value yaitu sebesar dalam pelaksanaan keselamatan pasien. 0,002 yang berarti bahwa p-value tersebut Maka institusi perguruan tinggi lebih kecil dari pada alpha (<0,05). Secara merupakan cerminan dari totalitas statistikperbedaan tersebut bermakna. keadaan dan karakteristik masukan, Hasil analisis bivariat menunjukkan proses dan keluaran atau layanan institusi proporsi perawat dengan akreditasi tinggi yang diukur berdasarkan sejumlah standar mempunyai keselamatan pasien yang yang ditetapkan oleh BAN-PT (2007). lebih safety (71,4%) dibandingan dengan Tabel 10. Hubungan IPK dengan keselamatan pasien Di Rumah Sakit Abdul Manap Kota Jambi Tahun 2015
IPK Rendah Tinggi Jumlah
Keselamatan Pasien Tidak Safety Safety f % F % 8 88,9 1 11,1 17 41,5 24 58,5 25 50 25 50
Total f 9 41 50
% 100 100 100
P
0,023
53 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
ANALISIS PENDEKATAN MODEL COPA DAN FAKTOR DETERMINAN PADA PERAWAT PELAKSANA DENGAN KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT ABDUL MANAP KOTA JAMBI
Tabel 10 diatas diketahui perawat dalam melaksanakan keselamatan pasien yang safety lebih banyak ditemui pada perawat dengan IPK tinggi (58,5%) dibandingkan dengan keselamatan pasien perawat IPK rendah (11,1%). Melalui uji statistik, diketahui bahwa p-value yaitu sebesar 0,023 yang berarti bahwa p-value tersebut lebih kecil dari pada alpha (<0,05). Secara statistik perbedaan tersebut bermakna. Hasil uji bivariat proporsi keselamatan pasien yang safety lebih bayak pada perawat yang mempunyai IPK tinggi yaitu sebanyak (58,5%), sedangkan keselamatan pasien yang safety tidak banyak perawat yang mempunyai IPK rendah sebesar (11,1%). Hasil uji statistic chi-square dengan Fisher’s Exact Test
menghasilkan nilai p-value sebesar 0,023 terbukti bahwa ada hubungan antara IPK dengan keselamatan pasien. semakin tinggi IPK perawat semakin safety pula keselamatan pasien yang dilakukan pada pasien. Prestasi belajar adalah hasil usaha dari semua kegiatan yang dilakukan mahasiswa, baik dari belajar, pengalaman dan latihan dari sesuatu kegiatan. Untuk mengetahui hasil dari belajar ini dibuat suatu alat pengukur atau test prestasi (achievement test) hasil pengukuran melaui test hasil belajar dapat dinyatakan dalam bentuk nilai yang bersifat kuantitatif dalam angka 0-4 atau A, B, C, D, E. Tingkatan nilai test ini diatur menurut rangking dan diformulasikan dalam bentuk Indek Prestasi (IP).
Tabel 11. Hubungan kurikulum dengan keselamatan pasien Di Rumah Sakit Abdul Manap Kota Jambi Tahun 2015 Keselamatan Pasien Total Kurikulum Tidak Safety Safety f % f % f % KBK 8 88,9 1 11,1 9 100 Konvensional 17 41,5 24 58,5 41 100 Jumlah 25 50 25 50 50 100 Tabel 11 diatas diketahui perawat dalam melaksanakan keselamatan pasien yang safety lebih banyak ditemui pada perawat dengan kurikulum kampus konvensional (58,5%) dibandingkan dengan keselamatan pasien perawat kurikulum kampus KBK (11,1%). Melalui uji statistik, diketahui bahwa p-value yaitu sebesar 0,023 yang berarti bahwa p-value tersebut lebih kecil dari pada alpha (<0,05). Secasra statistikperbedaan tersebut bermakna. Hasil uji bivariat dengan chi-square, menghasilkan p-value sebesar 0,023 yang berarti ada hubungan yang bermakna proporsi keselamatan pasien antara responden dengan kurikulum KBK dan responden dengan kurikulum konvensional di Rumah sakit Abdul Manap Kota Jambi. Kompetensi (dalam Boediono, 2002) diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak.Sedangkan Kurikulum Berbasis
P
0,023
Kompetensi (KBK) merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah. Bertolak dari pengertian dan karakeristik KBK tersebut, maka diharapkan lingkup satuan pendidikan yang mengimplementasikan KBK mampu membawa dunia pendidikan pada kebutuhan nyata di tengah perubahan masyarakat dan mampu pula meningkatkan mutu pendidikan dan mutu lulusan. Hal ini sekaligus juga memperbaiki kelemahan-kelemahan dari system pendidikan yang lama. SIMPULAN Pada umumnya pendekatan COPA Model pada perawat pelaksana baik di RS Abdul Manap Kota Jambi; Faktor determinan yan ada pada diri perawat di RS Abdul Manap Kota Jambi menunjukkan 54
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
ANALISIS PENDEKATAN MODEL COPA DAN FAKTOR DETERMINAN PADA PERAWAT PELAKSANA DENGAN KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT ABDUL MANAP KOTA JAMBI
bahwa pada umumnya jenis kelamin perawat perempuan, dengan sebagian besar perawat vokasional (DIII Keperawatan), lebih dari setengahnya lama bekerja perawat < 5 tahun dengan rata-rata sudah menikah dan lebih dari setengahnya masih menjadi tenaga honor. Rata-rata perawat mempunyai akreditasi kampus tinggi dan sebagian besar mempunyai IPK tinggi; Setengah dari perawat melakukan keselamatan pasien dengan baik di Rumah Sakit Abdul Manap; Faktor dominan yang berhubungan dengan keselamatan pasien di Rumah Sakit Abdul Manap Kota Jambi adalah status menikah, keterampilan assessment dan intervensi, keterampilan human caring dan relasi social dan keterampilan pengajaran. DAFTAR PUSTAKA AHQR. (2003). Publication No. 07-E005. Rockville, MD: Agency for Healtcare Research and Quality Maret: 151. www.ahrq.gov, diperoleh 9 Juli 2014 Arikunto, S. (2006). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta BAN-PT. (2007). Naskah Akreditasi Instituusi Tinggi. Being
Akademik Perguruan
Open. Communicating Patient Safety Incident with Patiient and their Carers. The National Patient Safety Agency, (2005). http://www.npsa.nhs.uk/site/media/do kument/1456_Beingopenpolicy1_11. pdf diperoleh 9 juli 2014
Boothman, R.C., Imhoff, S.A., & Campbell, D.A. (2012). Nurturing a culture of patient safety & achieving lower malpractice risk through disclosure: Lessons learned & future directions. Frontiers of Health service management Vol.28/No.3. Diunduh melalui http://web.ebscohost.com/ehost/detai l pada 15 September 2014 Boediono. (2002). Pengembangan silabus kurikulum berbasis kompetensi. Jakarta: Pusat kurikulum Balitbang Depdiknas.
Cahyono, J.B.S.B. (2008). Membangun budaya keselamatan pasien dalam praktik kedokteran. Yogyakarta: Penerbit Kanisius Canadian Nurses Association. (2009). Position statement patient safety. Ottawa: The
Author. Januari 14, 2010. http://www.cnaaiic.ca/cna/documents /pdf/ publications/PS102_Patient_Safety_ e.pdf
Choo, J. Hutchinson, A., & Bucknall, T. (2010). Nurses’ role in medication safety. Journal of Nursing Management. Vol.18/No.5. Diunduh melalui http://web.ebscohost.com/ehost/detai l?vid=8&h pada 5 oktober 2015 Considine, J. (2005, Maret). The role of nurses in preventing adverse events related to respiratory dysfunction: Literature review. Journal of Advanced Nursing, 49 (6), 624-633. Depkes. (2008). Panduan Nasional Keselamatan PasienRumah Sakit . Jakarta, KKPRS Dhatt, G.S., Damir, H.A., S., Krishnan, S., & James, D.M. (2011). Patient safety: patient identification wristband errors. Clinical Chem Laboratory Medicine. Vol.49/No.5 diunduh melalui http://web.ebscohost.com/ehost/detai l?vid=14&hid=127 pada 5 september 2013 Dineen. (2002). Six steo to root cause analysis consequence. Oxford. ISBN Flynn, L., Liang, Y., Dickson, G.L., Xie, M., & Suh, D.C. (2012). Nurses’ practice environments, error interception practices, and inpatient medication errors. Journal of Nursing Scolarship. Diunduh melalui http://web.ebscohost.com/ehost/detai l?vid=12& pada 5 September 2015 55
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
ANALISIS PENDEKATAN MODEL COPA DAN FAKTOR DETERMINAN PADA PERAWAT PELAKSANA DENGAN KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT ABDUL MANAP KOTA JAMBI
Gillies, D.A. (1994). Nursing management: a sistem approach. (3 ed.)Phyladelphia: WB. Saunders Company Henriksen, K., et Al (2008). Patient Safety and Quality: an evidence base handbook for nurse. Rockville MD: Agency for Healthcare Research and Quality Publications. February 2011, http://www.ahrq.gov.gov/QUAL/nurse shdbk/ Diperoleh 8 Juli 2014 Hughes, R.G (2008). Patient safety and quality: an evidence-based handbook for nurses. Rockville MD: Agency for Healthcare Research and Quality Publications. Januari 10, 2010. http://www.ahrq.gov/QUAL/nurseshd bk/ International Council of Nurse (2002). Position statement patient safety. Geneva: The
Author. Januari http://www.icn.ch.
14,
2010.
Joint Commision International, Standar Akreditasi Rumah Sakit, Enam Sasaran Keselamatan Pasien. Edisi ke -4 Januari 2011 Kementerian Kesehatan RI. (2008). Kemenkes 129 tentang Standar Pelayanan minimal rumah sakit. Diunduh melalui http://idscribd.com/doc.38737711/kep menkes-129-thn-2008-Spm-Rs pada 8 September 2014 Komisi Disiplin Ilmu Kesehatan. (2002). Praktek keperawatan ilmiah. Jakarta: The Author. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS). (2008). Pedoman pelapoan insiden keselamatan pasien (IKP). Jakarta: KKPRS Lenburg, C.B. (1979). Performance
The Clinical Examination:
Development and Implementation. New York: Appleton-Century-Crofts. Lumenta, N.A (2008). State of the art patient safety. Disampaikan pada Workshop Keselamatan Pasien dan Manajemen Resiko Klinis di RSAB Harapan Kita pada tanggal 1-3 April 2008. Jakarta: Tidak Dipublikasikan. Maxson, P., Derby, K.M., Wrobleski, D.M., & Foss, D.M. Bedside nurse-to-nurse handoff promote patient safety. Medical Surgical.Vol.21/No.3. Diunduh melalui http://web.ebscohost.com/ehost/detai l?vid=27&hid=118&sid=b9117e5dbab1-4cae-9010-559fl40 pada 8 september 2015 Mulyasa (2005). Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, karakteristik dan implementasi. Bandung: Penerbit PT Remaja Rosdakarya. Murphy, M.F. & Kay, J.D.S (2004). Patient identification: problems and potential solutions. Blackwell Publishing Ltd.vox Sanguinis. Vol.87/No.2. diunduh melalui http://ebscohost.com/ehost/detail?vid =30&sid=b9117e5d-bab1-4 pada 9 September 2012 Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta Persatuan Perawat Nasional Indonesia. (2010). Standar profesi dan kode etik perawat indonesia. Jakarta: The Author. Putra, H (2013). Panduan pemahaman dan pengelolaan pasien resiko jatuh di RSUP DR. M. DJAMIL Padang. Padang Siagian, S.P. (2006). Manajemen sumber daya manusia. Jakarta: PT Rineka Cipta Stanton, M.W. (2004). Hospital nurse staffing and quality of care. Januari 24, 2010. 56
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
ANALISIS PENDEKATAN MODEL COPA DAN FAKTOR DETERMINAN PADA PERAWAT PELAKSANA DENGAN KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT ABDUL MANAP KOTA JAMBI
http://www.ahrq.gov/research/nursest affing/nursestaff.pdf Storr, J., Topley, K., & Privett, S., (2005). The ward nurse’s role in infection control. Nursing Standard. 19, 41, 56-64. Diunduh melalui http://web.ebscohost.com/ehost/detai l?vid=15&hid=105&sid=834bc7256a08-4ccf-b2b5f6e0e6722704%40sessionmgr114&b data=JnpdG pada 8 September 2015 Sugiyono. (2008). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan RB. Bandung: CV Alfabeta.
Suryabrata, S. (2005). Metodologi penelitian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. WHO. (2004). World Alliance for Patient Safety, Format Program. Januari 03, 2010. http://www.who.int Widyarini, Nilam. (2005). Makna profesionalisme perawat dalam persfektif pasien. Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma. Yahya (2006). Konsep dan program patient safety. Disampaikan dalam konvensi Nasional Mutu Rumah Sakit VI, Bandung
57 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
GAMBARAN KEJADIAN KECACINGAN PADA MURID SEKOLAH DASAR DI KELURAHAN TANJUNG JOHOR KECAMATAN PELAYANGAN KOTA JAMBI 2015
GAMBARAN KEJADIAN KECACINGAN PADA MURID SEKOLAH DASAR KELURAHAN TANJUNG JOHOR KECAMATAN PELAYANGAN KOTA JAMBI 2015
DI
THE DESCRIPTION OF THE GENESIS WORMS ON PUPILS IN PRIMARY SCHOOL PUPILS IN THE VILLAGE OF TANJUNG PELAYANGAN SUB-DISTRICT IN JAMBI CITY JOHOR 2015 Bambang Ariyadi Poltekkes Kemenkes Kesehatan Lingkungan Jambi Korespondensi Penulis :
[email protected] ABSTRAK Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah bentuk perwujudan paradigma sehat dalam budaya perorangan, keluarga, dan masyarakat yang berorientasi sehat, bertujuan untuk meningkatkan, memelihara, dan melindungi kesehatannya baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial. Salah satu penyakit yang insidennya masih tinggi dikarenakan ketidakaksesan Hygiene dan Sanitasi yang kurang baik adalah kecacingan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kejadian kecacingan pada murid Sekolah Dasar di Kelurahan Tanjung Johor Kecamatan Pelayangan Kota Jambi 2015. Metode penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan Observasional untuk memberi suatu gambaran fenomena yang terjadi di dalam suatu populasi tertentu pada kejadian kecacingan murid SDN 44/ IV di Kelurahan Tanjung Johor Kecamatan Pelayangan Kota Jambi Tahun 2015. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 62 murid. Hasil dari penelitian ini diperoleh nilai kebiasaan bermain tanah sebanyak 67,7%, kebiasaan memakai alas kaki sebanyak 63,0%, kebiasaan mencuci tangan sebanyak 59,7% serta kejadian kecacingan sebanyak 58,0%. Kesimpulan dari penelitian ini Hygiene perorangan kebiasaan bermain tanah kurang baik, kebiasaan memakai alas kaki kurang baik, kebiasaan mencuci tangan cukup baik, serta kejadian kecacingan yang masih tinggi. Diharapkan murid dapat menjaga Hygiene Perorangan seperti tidak lagi bermain tanah sembarangan, membiasakan memakai alas kaki serta selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas. Kata Kunci :
Hygiene Perorangan, Kejadian Kecacingan
ABSTRACT Living clean and healthy behavior is a form of manifestation of healthy individuals in cultural paradigm, family and community oriented, aiming to improve, maintain and protect the health of both physical, mental, spiritual and social. One of the diseases that the incident is still high because access to hygiene and sanitation is not good is worms. This research aims to know the description of the genesis worms on pupils in primary School pupils in the village of Tanjung Pelayangan Sub-District in Jambi City Johor 2015. The study was descriptive in nature with the Observational approach to give a description of the phenomena that occur in a specific population at Genesis worms pupil SDN 44/IV village of Tanjung Pelayangan Sub-District in Jambi City Johor 2015. The number of samples in this research as much as 62 pupils. The results of this research obtained the value soil playing habits as much as 67,7%, the habit of wearing footwear as many as 63,0%, hand washing habits as much as 59,7% as well as genesis worms as many as 58,0%. The conclusions of the study individuals hygiene habits play ground is less good, the habit of wearing footwear less good, hand washing habits is quite good as well the genesis worms incident still high. It is hoped pupils can maintain hygiene individuals like no longer play the land recklessly, getting used to wear footwear and always wash your hands before and after performing activity. Keywords : Individuals Hygiene, Genesis Worms.
PENDAHULUAN Anak sekolah merupakan generasi penerus bangsa yang perlu dijaga, ditingkatkan dan dilindungi kesehatannya
dikarenakan jumlah usia sekolah yang cukup besar yaitu 30% dari jumlah penduduk Indonesia merupakan fase yang paling tepat untuk menanamkan 58
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
GAMBARAN KEJADIAN KECACINGAN PADA MURID SEKOLAH DASAR DI KELURAHAN TANJUNG JOHOR KECAMATAN PELAYANGAN KOTA JAMBI 2015
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) sehingga anak sekolah berpotensi sebagai agent perubahan untuk mempromosikan PHBS, baik dilingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat. Beberapa kegiatan peserta didik dalam menerapkan PHBS di sekolah antara lain jajan diwarung/kantin sekolah karena lebih terjamin kebersihannya, mencuci tangan dengan air bersih dan sabun.(Depkes,2002) Dengan menerapkan PHBS di sekolah oleh peserta didik, guru dan masyarakat lingkungan sekolah, maka akan membentuk mereka untuk memiliki kemampuan dan kemandirian dalam mencegah penyakit, meningkatkan kesehatannya, serta berperan aktif dalam mewujudkan lingkungan sekolah sehat. Munculnya berbagai penyakit yang sering menyerang anak usia sekolah (usia 6 – 10), ternyata umumnya berkaitan dengan PHBS. (Proverawati , 2012). Salah satu penyakit yang insidennya masih tinggi dikarenakan Hygiene dan Sanitasi yang kurang baik menurut data Ditjen PP dan PL Depkes RI 2013 adalah kecacingan yakni sekitar 6080% yang terjadi di Indonesia. Penyebab kecacingan yang paling dominan yaitu : cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing kremi (Oxyuriasis vermicularis), cacing tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale) cacing cambuk. Cacing yang masuk ke dalam usus akan menyebabkan kehilangan zat besi, kekurangan gizi dan anemia sehingga kondisi yang kronis ini selanjutnya dapat berakibat menurunnya daya tahan tubuh sehingga anak mudah jatuh sakit. Kecacingan merupakan indikator bahwa kebersihan perorangan pada panderita kurang baik sehingga ini merupakan
peluang untuk terjadinya berbagai infeksi saluran pencernaan. Jika keadaan ini berlangsung kronis maka pada usia sekolah akan terjadi penurunan kemampuan belajar yang selanjutnya berakibat penurunan prestasi belajar. Pada orang dewasa, gangguan ini akan menurunkan produktivitas kerja. (Sasongko, 2002). Berdasarkan data awal yang di dapat dari Dinas Kesehatan Kota Jambi, peningkatan penderita kecacingan Tahun 2013 dan 2014 terjadi di Kecamatan Pelayangan dan Kecamatan Danau Teluk. Peningkatan penderita kecacingan tertinggi terjadi di Kecamatan Pelayangan Kota Jambi. Adapun data Penderita kecacingan di Kota Jambi sebagai berikut. Tabel 1. Jumlah Penderita Kejadian Kecacingan Kota JambiTahun 2013-2014 Kecamatan Jambi Timur Pelayangan Danau Teluk Jambi Selatan Kotabaru Jelutung Pasar Telanaipura Jumlah
Kasus 2013 185 207 77 106
Kasus 2014 60 250 96 73
% 2013 20,8 23,3 8,7 11,9
% 2014 8,7 36,4 13,9 10,6
133 14 7 158 887
88 9 2 109 687
15,0 1,6 0.7 17,8 100
12,8 1,3 0,2 15,9 100
Sumber : Profil Dinas Kesehatan Kota Jambi Tahun 2013- 2014
59 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
GAMBARAN KEJADIAN KECACINGAN PADA MURID SEKOLAH DASAR DI KELURAHAN TANJUNG JOHOR KECAMATAN PELAYANGAN KOTA JAMBI 2015
Tabel 2. Jumlah Penderita Kejadian Kecacingan erdasarkan Kelurahan Di Kecamatan Pelayangan Kota Jambi Tahun 2014 Kelurahan
Penderita Kejadian Kecacingan L % P % 7 5 5 5
Kampung Tengah Jelmu 13 9 6 6 Mudung Laut 39 27 32 30 Tanjung 53 37 48 44 Johor Tahtul Yaman 13 9 5 5 Arab Melayu 18 13 11 10 Total 143 100 107 100 Sumber : Profil Dinas Kesehatan Kota Jambi Tahun 2014 Berdasarkan tabel 2, diketahui Kecamatan Pelayangan Kota Jambi menempati angka tertinggi kejadian kecacingan dari 207 kasus pada tahun 2013 menjadi 250 kasus di tahun 2014. Kasus terbesar terdapat di Kelurahan Tanjung Johor yang berjumlah 101 kasus (40,4 %). Kelurahan Tanjung Johor sebagian besar masih merupakan daerah pasang surut serta lingkungan sekitar tempat tinggal masih dikelilingi tekstur tanah lembab memungkinkan ditemukannya keberadaan telur cacing. Survei pendahuluan yang di lakukan di Kelurahan Tanjung Johor Kecamatan Pelayangan Kota Jambi berupa pengambilan dan pemeriksaan sampel tanah sebagai salah satu kemungkinan tempat terjadinya kontaminasi langsung murid dengan telur cacing pada saat bermain tanah, saat tidak menggunakan alas kaki, serta setelah selesai bermain tidak mencuci tangan terlebih dahulu. Pengambilan sampel tanah ini dilakukan di 4 (Empat) titik yaitu di sekitar bangunan SDN 44/IV, di dekat tempat pembuangan sampah, di dekat saluran pembuangan kotoran, serta di sekitar tempat tinggal. Adapun hasil dari pemeriksaan sampel tanah tersebut adalah sebagai berikut.
Jumlah Kasus 12
% 4,8
19 71 101
7,6 28,4 40,4
18 29 250
7,2 11,6 100
Tabel 3 Hasil Pemeriksaan Pada Sampel Tanah di Kelurahan Tanjung Johor Kecamatan Pelayangan Kota Jambi 4 Titik Pengambilan Hasil Ditemukan Sampel Sekitar bangunan SDN 44/IV Tempat Pembuangan Sampah Saluran pembuangan kotoran
Ascaris lumbricoides Negatif Positif
Positif
Ascaris lumbricoides
Ascaris lumbricoides Sumber : Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Sekitar Tempat Tinggal
Positif
Dari hasil pemeriksaan dapat dilihat dari 4 titik sampel tanah yang di ambil diKelurahan Tanjung Johor Kecamatan Pelayangan Kota Jambi, 3 (Tiga) diantaranya ditemukan Positif terdapat telur cacing Ascaris lumbricoides kecuali yang di ambil didekat tempat pembuangan sampah hasilnya negatif. Pemeriksaan ini disimpulkan bahwa dilingkungan tersebut besar kemungkinan menjadi media kontaminasi murid yang bermain tanah, tidak menggunakan alas kaki, serta tidak mencuci tangan. Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang ”Gambaran Kejadian Kecacingan Pada Murid Sekolah Dasar Di Kelurahan Tanjung Johor Kecamatan Pelayangan Kota Jambi 2015”. 60
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
GAMBARAN KEJADIAN KECACINGAN PADA MURID SEKOLAH DASAR DI KELURAHAN TANJUNG JOHOR KECAMATAN PELAYANGAN KOTA JAMBI 2015
METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini bersifat Deskriptif dengan pendekatan Observasional untuk memberi suatu gambaran fenomena yang terjadi di dalam suatu populasi tertentu pada kejadian kecacingan murid SDN 44/ IV di Kelurahan Tanjung Johor Kecamatan Pelayangan Kota Jambi Tahun 2015. (Notoatmodjo S, 2006). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh murid SDN 44/IV di Kelurahan Tanjung Johor Kecamatan Pelayangan Kota Jambi berjumlah 166 murid. Penentuan sampel didasarkan pada kriteria inklusi, menurut Notoatmodjo (2006), kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri –ciri yang dipenuhi oleh setiap anggota populasi yang dapat di ambil sebagai sampel. Kriteria inklusi sebagai berikut : 1. Terdaftar sebagai murid SDN 44/IV di Kelurahan Tanjung Johor Kecamatan Pelayangan Kota Jambi 2. Bersedia menjadi responden Untuk menentukan jumlah sampel diolah menggunakan rumus Rakhmat (2013). Alasan menggunakan rumus tersebut adalah untuk mendapatkan sampel yang representatif dan lebih pasti atau mendekati populasi yang ada. Rumus Yamane adalah sebagai berikut: n= . ² Dimana : n = Jumlah Sampel N = Jumlah Populasi d² = Presisi yang ditetapkan n= =(
. ² ).( ,
=
. , ² )
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa dari 62 murid, 20 murid (32,3%) tidak bermain tanah, sedangkan 42 murid (67,7%) memiliki kebiasaan bermain tanah = , = 62 Jadi, jumlah sampel sebesar 62 orang. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Kebiasaan Bermain Tanah Distribusi Hygiene Perorangan kebiasaan bermain tanah murid Sekolah Dasar di Kelurahan Tanjung Johor Kecamatan Pelayangan Kota Jambi Tahun 2015 dapat dilihat pada tabel berikut : Kebiasaan Bermain Tanah
Jumlah
Persentase %
Baik
20
32,3%
Kurang Baik
42
67,7%
62
100%
Total
2. Kebiasaan Memakai Alas Kaki Distribusi Hygiene Perorangan kebiasaan memakai alas kaki murid Sekolah Dasar di Kelurahan Tanjung Johor Kecamatan Pelayangan Kota Jambi Tahun 2015 dapat dilihat Pada tabel berikut: Kebiasaan Memakai Alas Kaki Baik
Jumlah
Persentase %
23
37,0%
Kurang Baik
39
63,0%
62
100%
Total
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa dari 62 murid, 23 murid (37,0%) memakai alas kaki, sedangkan 39 murid (63,0%) memiliki kebiasaan tidak memakai alas kaki. 3. Kebiasaan Mencuci Tangan Distribusi Hygiene Perorangan kebiasaan mencuci tangan murid Sekolah Dasar di Kelurahan Tanjung Johor Kecamatan Pelayangan Kota Tahun 2015 Kebiasaan Mencuci Tangan Baik
Jumlah
Persentase %
37
59,7%
Kurang Baik
25
40,3%
62
100%
Total
61 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
GAMBARAN KEJADIAN KECACINGAN PADA MURID SEKOLAH DASAR DI KELURAHAN TANJUNG JOHOR KECAMATAN PELAYANGAN KOTA JAMBI 2015
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa dari 62 murid, 37 murid (59,7%) memiliki kebiasaan mencuci tangan, sedangkan 25 murid (40,3%) memiliki kebiasaan tidak mencuci tangan. 4. Kejadian Kecacingan Distribusi frekuensi kejadian kecacingan murid Sekolah Dasar di Kelurahan Tanjung Johor Kecamatan Pelayangan Kota Jambi Tahun 2015 di dapat hasil pada tabel berikut : Kejadian Kecacingan Positif Kecacingan(+) Negatif Kecacingan (-) Total
Jumlah Murid 36 murid
Persentase % 58,0%
positif kecacingan dan 26 murid (41,9%) negatif kecacingan. Adapun rincian dari jenis cacing yang ditemukan yaitu Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides) berjumlah 25 murid (40,3%), Cacing Cambuk (Trichuris trichiura) berjumlah 7 murid (11,2%) serta Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides) dan Cacing Cambuk (Trichuris trichiura) berjumlah 4 murid (6,4%). Dari hasil tersebut dapat di simpulkan bahwa jenis cacing yang paling dominan ditemukan yaitu cacing gelang atau (Ascaris lumbricoides). HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Kebiasaan Bermain Tanah Kebiasaan Bermain Tanah murid 26 murid 41,9% SDN 44/IV Kelurahan Tanjung Johor Kecamatan Pelayangan Kota Jambi dilakukan dilingkungan rumah masing – 62 murid 100% masing murid. Hasil penelitian pada murid Tabel 4.5 Sekolah Dasar yang memiliki kebiasaan Distribusi Frekuensi Positif Kecacingan tidak bermain tanah, mereka menerapkan Murid Sekolah Dasar Berdasarkan Jenis hygiene perorangan dalam kehidupan Cacing di Kelurahan Tanjung Johor sehari – hari sedangkan pada murid kecamatan Pelayangan Kota Jambi Tahun Sekolah Dasar yang memiliki kebiasaan 2015 bermain tanah mereka kurang tahu dan tidak mengerti dampak bermain tanah Ditemukan Murid Positif Persentase terutama bagi kesehatan. Jenis (+) % Berdasarkan hasil observasi, lantai Kecacingan rumah yang sebagian/seluruhnya terbuat Cacing Gelang 25 murid 40,3% dari tanah mempunyai risiko (Ascaris terkena kecacingan sebesar 3 kali lumbricoides) lebihbesar dibandingkan dengan lantai Cacing Cambuk 7 murid 11,2% rumah yang tidak terbuat dari tanah. (Trichuris Perilaku bermain tanah mempengaruhi trichiura) terjadinya kecacingan yang ditularkan Cacing Tambang _ _ melalui tanah. (Ancylostoma Upaya pencegahan yang dapat duodenale dan dilakukan di Kelurahan Tanjung Johor Necator terutama dengan meningkatkan americanus) pemberdayaan masyarakat serta kegiatan penyuluhan dari petugas kesehatan Ascaris 4 murid 6,4% diantaranya mengenai Perilaku Hidup lumbricoides dan Bersih dan Sehat dan serta tidak lepas Trichuris trichiura dari peran serta orang tua dalam Total 36 Murid 58,0% mengajarkan kebiasaan yang baik sehingga diharapkan masyarakat mengetahui bahwa penularan penyakit Dari tabel di atas dapat diketahui kecacingan yang sebagian besar berawal dari 62 murid Sekolah Dasar di Kelurahan dari kontak langsung dengan tanah. Tanjung Johor yang dilakukan Selain itu pencegahan yang dapat pemeriksaan faeces nya secara dilakukan oleh masyarakat maupun anak laboratorium ditemukan 36 murid (58,0%) – anak yaitu menghindari bermain tanah 62 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
GAMBARAN KEJADIAN KECACINGAN PADA MURID SEKOLAH DASAR DI KELURAHAN TANJUNG JOHOR KECAMATAN PELAYANGAN KOTA JAMBI 2015
secara bebas ditanah yang memungkinkan adanya keberadaan telur cacing (UNINUS, 2012) Limin.G (2005), menyatakan ada hubungan antara kebiasaan bermain di tanah dengan kejadian infeksi cacing tambang pada anak sekolah denga Pvalue 0,008 dan Rahayu N (2013), prilaku ber main tanah mempengaruhi terjadinya kecacingan yang ditularkan melalui tanah 2. Kebiasaan Memakai Alas Kaki Kebiasaan tidak memakai alas kaki murid SDN 44/IV Kelurahan Tanjung Johor Kecamatan Pelayangan Kota Jambi dilakukan dilingkungan rumah masing – masing murid. Hasil Observasi pada murid Sekolah Dasar yang memiliki kebiasaan memakai alas kaki, setiap akan bermain dan keluar rumah mereka memang selalu ingat untuk menggunakan alas kaki berupa sandal karena memang sudah menjadi kebiasaan sehari - harinya sedangkan pada murid Sekolah Dasar yang memiliki kebiasaan tidak memakai alas kaki karena memang rumah mereka tidak jauh dari tempat mereka berkumpul atau bermain dengan teman – temannya seperti di bawah bangunan rumah, halaman rumah sehingga kadang kala hal kecil seperti memakai sandal diabaikan. Di Kelurahan Tanjung Johor program pemerintah sebelumnya sudah pernah dilaksanakan dalam rangka mensosialisasikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat namun sosialisasi ini di rasa kurang maksimal karena hanya dilakukan di puskesmas akibatnya seluruh warga kurang mendapatkan pemahaman yang mendalam serta tidak menyeluruh. Salah satu upaya yang dapat di lakukan kembali yaitu penyuluhan yang dilaksanakan di balai desa mengikutsertakan anak maupun orang tua agar seluruh pihak merasakan manfaat sosialisasi tersebut sehingga diharapkan dapat menghilangkan kebiasaan lama yang kurang baik sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan. Selain itu pencegahan yang dapat dilakukan oleh masyarakat maupun anak – anak yaitu membiasakan diri memakai alas kaki pada bermain dan keluar rumah.
3. Kebiasaan Mencuci Tangan Kebiasaan mencuci tangan murid SDN 44/IV Kelurahan Tanjung Johor Kecamatan Pelayangan Kota Jambi dilakukan dilingkungan rumah masing – masing murid. Hasil Observasi pada murid Sekolah Dasar yang memiliki kebiasaan mencuci tangan hal ini karena lebih mudah mendapatkan akses air dan sudah menjadi kebiasaan mereka sehari – hari walaupun hanya sekedar membasuh dengan air tanpa sabun atau juga anti seftic sedangkan mereka yang tidak melaksanakan Hygiene Perorangan kebiasaan mencuci tangan dikarenakan sulitnya menjangkau letak sumur serta air hanya berkecukupan untuk mandi dan masak. Salah satu upaya yang dapat dilakukan kepada masyarakat di Kelurahan Tanjung Johor berupa sosialisasi dan penyuluhan cara atau 7 langkah mencuci tangan yang tepat. Cara ini dapat di ajarkan para guru di sekolah maupun orang tua di rumah melalui pendekatan oleh pihak puskesmas maupun instansi kesehatan lainnya. Selain itu pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari kecacingan yakni membiasakan anak – anak dan masyarakat mencuci tangan sebelum dan sesudah makan. Umar Z,(2003), menyatakan ada hubungan yang bermakna antara personal hygiene dengan kejadian kecacingan dengan P-value 0,002 hal ini sejalan dengan penelitian Junaidi (2012), dengan P-value, 0,000 4. Kejadian Kecacingan Pemeriksaan kecacingan pada penelitian ini berupa pengambilan sampel faeces murid yang dilakukan dengan metode sediaan basah dengan kaca penutup berguna untuk mengetahui jenis telur yang terdapat pada sampel. Jenis – jenis cacing yang ditemukan yaitu Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides) sebanyak 40,3%, Cacing Cambuk (Trichuris trichiura) sebanyak 11,2% serta Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides) dan Cacing Cambuk (Trichuris trichiura) sebanyak 6,4%. Dari hasil tersebut disimpulkan bahwa jenis cacing yang paling banyak 63
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
GAMBARAN KEJADIAN KECACINGAN PADA MURID SEKOLAH DASAR DI KELURAHAN TANJUNG JOHOR KECAMATAN PELAYANGAN KOTA JAMBI 2015
ditemukan yaitu cacing gelang atau (Ascaris lumbricoides). Hasil Observasi lapangan pada murid Sekolah Dasar yang positif menderita kecacingan kebanyakan mereka yang tinggal di rumah sederhana, kurang menjaga kebersihan diri, serta kurangnya pengawasan dari orang tua sehingga mereka bebas bermain disembarang tempat tanpa menggunakan alas kaki sehingga mudah terpapar oleh telur cacing sedangkan murid yang tidak menderita atau negatif kecacingan memang jarang bermain di luar rumah serta selalu memakai alas kaki dan mencuci tangan sebelum makan. Pada anak-anak kecacingan akan berdampak pada gangguan kemampuan untuk belajar (Zulkoni,A, 2011) Upaya pencegahan awal yang dapat dilakukan untuk menghindari kecacingan pada murid Sekolah Dasar di Kelurahan Tanjung Johor yakni dengan meningkatkan hygiene perorangan seperti tidak bermain tanah, membiasakan memakai alas kaki dan membiasakan untuk mencuci tangan serta mengubah pola hidup bersih baik didalam maupun di diluar rumah. SIMPULAN Kebiasaan bermain tanah murid Sekolah Dasar di Kelurahan Tanjung Johor Kecamatan Pelayangan Kota Jambi Tahun 2015 masih kurang baik dengan nilai 67,7%. Kebiasaan memakai alas kaki masih kurang baik dengan nilai 63,0%, Kebiasaan Mencuci Tangan sudah baik dengan nilai 59,7% namun tetap harus ditingkatkan lagi, Jenis – jenis telur cacing yang ditemukan yaitu Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides), Cacing Cambuk (Trichuris trichiura), serta Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides) dan Cacing Cambuk (Trichuris trichiura) dengan kejadian kecacingan yang masih tinggi dengan nilai 58,0%. DAFTAR PUSTAKA Depkes RI, 2002. Sikap, dan Tindakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, kesehatan masyarakat. Univesitas Sumatera Utara
Depkes RI 2013. Strategi Pengendalian Kecacingan dan Perilaku, Ditjen PP dan PL. Jakarta Junaidi, 2012. Hubungan Personal Hygiene Terhadap Kejadian Kecacingan Pada Murid SD Di Wilayah Kerja Puskesmas Tapalang Kabupaten Mamuju, Poltekkes Kemenkes RI, Makassar Limin G, 2005, Dalam Sumanto. D, 2010, Faktor Risiko Infeksi Cacing Tambang Pada Anak Sekolah, Universitas Diponegoro, Ponegoro Notoatmodjo S, 2006. Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta. Yogyakarta Proverawati A, dkk, 2012. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, Nuha Medika, Yogyakarta Rahayu N, 2013. Faktor Risiko Terjadinya Kecacingan Di SDN Tebing Tinggi Kabupaten Balangan Provinsi Kalimantan Selatan, Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu Kementrian Kesehatan RI, Kalimantan Selatan Sasongko, 2000. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Pencegahan Kecacingan pada Balita, Tanjung Karang. Lampung Unimus, 2012. Uji Paparan Telur Cacing Tambang pada Tanah Halaman Rumah, Lppm. Semarang Umar Z, 2003. Perilaku Cuci Tangan Sebelum Makan dan Kecacingan pada Murid Sekolah Dasar, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 2, No. 6, Sumatera Barat Zulkoni A, 2011. Parasitologi Keperawatan, Kesehatan Masyarakat dan Teknik Lingkungan, Nuha Medika, Yogyakarta
64 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
HUBUNGAN PERAWATAN PAYUDARA DAN NUTRISI DENGAN PRODUKSI ASI PADA IBU MENYUSUI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KUAMANG KUNING X TAHUN 2015
HUBUNGAN PERAWATAN PAYUDARA DAN NUTRISI DENGAN PRODUKSI ASI PADA IBU MENYUSUI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KUAMANG KUNING X TAHUN 2015 RELATIONSHIP WITH TREATMENT OF BREAST AND NUTRITION ASI PRODUCTION IN NURSING MOTHERS WORK IN THE HEALTH KUAMANG KUNING X 2015 Marinawati Ginting STIKes Prima Jambi Korespondensi penulis :
[email protected] ABSTRAK Produksi ASI dapat meningkat atau menurun tergantung pada stimulasi pada kelenjar payudara. Produksi ASI normal dan asupan bayi bervariasi untuk setiap waktu menyusui dengan jumlah berkisar antara 450 1200 ml dengan rata-rata antara 750-850 ml per hari. Banyaknya ASI yang berasal dari ibu yang mempunyai status gizi buruk dapat menurun sampai jumlahnya hanya 100-200 ml per hari. Selama proses menyusui sebaiknya ibu menyusui melakukan perawatan payudara agar tetap bersih dan terawat. Perawatan yang tepat akan membantu merangsang payudara untuk memproduksi ASI lebih banyak. Dengan perawatan payudara, hipofisis dipengaruhi untuk mengeluarkan hormon prolaktin dan oksitosin, adapun sebagai tujuan peneltiannya hubungan perawatan payudara dan nutrisi dengan produksi ASI pada ibu menyusui di Wilayah Kerja Puskesmas Kuamang Kuning X Tahun 2015. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif desain cross sectional yang bertujuan mengetahui hubungan perawatan payudara dan nutrisi dengan produksi ASI pada ibu menyusui di Wilayah Kerja Puskesmas Kuamang Kuning X Tahun 2015. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang menyusui di wilayah kerja Kuamang Kuning X dengan jumlah sampel sebanyak 77 ibu menyusui. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan wawancara, data dianalisis dengan univariat dan bivariat. Hasil penelitian ada hubungan perawatan payudara dengan produksi ASI pada ibu menyusui di Wilayah Kerja Puskesmas Kuamang Kuning X Tahun 2015 dengan nilai p-value =0,011 (p-value < 0,05). Ada hubungan nutrisi dengan produksi ASI pada ibu menyusui di Wilayah Kerja Puskesmas Kuamang Kuning X Tahun 2015 dengan nilai p-value =0,021 (p-value < 0,05). Saran agar meningkatkan peran petugas kesehatan khususunya Bidan yang bertugas untuk pelayanan dan pemberian informasi tentang perawatan payudara, manfaat melakukan perawatan payudara, cara mencegah agar payudara tidak membengkak dan akibat lanjut apabila tidak melakukan perawatan payudara. Pemberian informasi dapat menggunakan leaflet, brosur dan poster. Kata Kunci : Produksi ASI, Perawatan Payudara dan Nutrisi ABSTRACT Milk production can be increased or decreased depending on the stimulation of the mammary gland. Normal milk production and infant intake varies for each feeds in amounts ranging from 450 -1200 ml with an average between 750-850 ml per day. The amount of milk that comes from mothers who have poor nutritional status can be decreased until there were only 100-200 ml per day. During breast feeding mothers should breastfeed perform breast care to keep them clean and well maintained. Proper care will help stimulate the breasts to produce milk more. With the treatment of breast, pituitary induced to secrete the hormone prolactin and oxytocin, as for as the goal peneltiannya relations breast care and nutrition with milk production in nursing mothers in Puskesmas Kuamang Kuning X 2015. This study is a cross-sectional quantitative research design which aims to determine the relationship of breast care and nutrition with milk production in nursing mothers in Puskesmas Kuamang Kuning X Year 2015. The population in this study are all mothers who breastfeed in Kuamang Wilker Kuning X with a sample size 77 nursing mothers. The data collection is done by observation and interviews, the data analysed with univariate and bivariate. The results of the study there is a connection with the treatment of breast milk production in nursing mothers in Puskesmas Kuamang Kuning X 2015 with a p-value = 0.011 (p-value <0.05). There is a relationship of nutrition with milk production in nursing mothers in Puskesmas Kuamang Kuning X 2015 with a p-value = 0.021 (p-value <0.05). Suggestions for improving the role of health workers khususunya midwife in charge for the service and the provision of information about breast care, breast care benefits, how to prevent breast did swell and resultup if not done breast care. Provision can use the information leaflets, brochures and posters Keywords: milk production, Breast Care and Nutrition
65 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
HUBUNGAN PERAWATAN PAYUDARA DAN NUTRISI DENGAN PRODUKSI ASI PADA IBU MENYUSUI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KUAMANG KUNING X TAHUN 2015
PENDAHULUAN UNICEF (2009) menyatakan sebanyak 30 ribu kematian bayi di Indonesia dan 10 juta kematian anak Balita di dunia pada tiap tahunnya bisa dicegah melalui pemberian ASI secara eksklusif selama enam bulan sejak tanggal kelahirannya tanpa harus memberikan makanan serta minuman tambahan kepada bayi. UNICEF juga mengungkapkan bahwa bayi yang diberi susu formula memiliki kemungkinan untuk meninggal dunia pada bulan pertama kehidupannya 25 kali lebih tinggi dibandingkan bayi yang disusui ibunya secara eksklusif dikarenakan bayi mendapatkan kekebalan terhadap berbagai penyakit melalui ASI. Selama proses menyusui sebaiknya ibu menyusui melakukan perawatan payudara agar tetap bersih dan terawat. Perawatan yang tepat akan membantu merangsang payudara untuk memproduksi ASI lebih banyak. Dengan perawatan payudara, hipofisis dipengaruhi untuk mengeluarkan hormon prolaktin dan oksitosin. Selain itu, dengan perawatan payudara yang benar dan dilakukan secara teratur, akan menghindari dari berbagai masalah selama menyusui yang dapat mengganggu kenyamanan (Bobak, 2005). Banyak penelitian yang menunjukkan bahaya tidak menyusui bayi yang bisa di alami oleh ibu dan bayi sendiri. Beberapa penelitian dan Dokter berpendapat bahwa ibu yang tidak menyusui bayi dan menggantinya dengan susu formula bisa meningkatkan resiko diantaranya infeksi, peningkatan obesitas, diabetes ,kanker payudara, kanker ovarium, leukemia dan sindrom kematian mendadak. Sedangkan pada bayi dapat menyebabkan resiko infeksi lebih tinggi, obesitas, diabetes, perkembangan otak rendah, kanker pada usia anak, dan sindrom kematian mendadak. Berdasarkan laporan registrasi Kohort bayi Puskesmas Kuamang Kuning X, diketahui bahwa jumlah ibu bersalin sebanyak 388 ibu yang berasal dari 4 kelurahan di wilayah kerja Puskesmas kuamang kuning x Secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut :
Berdasarkan survei awal tanggal 25 Januari 2015 dengan ibu menyusui 06 bulan di wilayah kerja Puskesmas Kuamang Kuning X, diketahui bahwa dari 6 ibu, 3 ibu mengatakan berat badan bayinya naik kurang dari 500 gram per bulan, 1 ibu mengatakan bayinya buang air kecil berwarna kuning tua dengan bau yang tajam dan 2 ibu mengatakan bayinya buang air kecil lebih dari 6 kali perhari dengan warna urine jernih. Dari 6 ibu menyusui ini ada 2 ibu yang mengatakan melakukan perawatan payudara sederhana seperti mengoleskan baby oil dan 4 ibu mengatakan menyusui anaknya kurang dari 8 kali/hari dengan alasan puting susu yang lecet, dan masih terdapatnya ibu menyusui yang tidak melakukan perawatan payudara dan kurangnya nutrisi ibu sehingga mempengaruhi produksi asi yang akan diberikan kepada bayi. Berdasarkan latar belakang tersebut diketahui pentingnya pemberian ASI bagi bayi berusia 0-6 bulan dan dari data yang diperoleh Puskesmas Kuamang Kuning X merupakan salah satu puskesmas perawatan dengan jumlah persentase ibu menyusui terendah. Untuk itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan perawatan payudara dan nutrisi dengan produksi ASI pada ibu menyusui di Wilayah Kerja Puskesmas Kuamang Kuning X tahun 2015. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode cross sectional bertujuan untuk mengetahui hubungan variabel independen dan variable dependen. Adapun hal yang diteliti yaitu hubungan perawatan payudara dan nutrisi dengan produksi ASI pada ibu menyusui di Wilayah Kerja Puskesmas Kuamang Kuning X Tahun 2015. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu menyusui di Wilayah Kerja Puskesmas Kuamang Kuning X Tahun 2015 yang berjumlah 388 ibu menyusui. Teknik pengambilan sampelnya dengan proporsional random sampling dengan jumlah responden sebanyak 77 ibu menyusui. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 6 s/d 8 Agustus 2015. Data yang diperoleh 66
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
HUBUNGAN PERAWATAN PAYUDARA DAN NUTRISI DENGAN PRODUKSI ASI PADA IBU MENYUSUI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KUAMANG KUNING X TAHUN 2015
menggunakan uji statistic chi-square.
dianalisis secara univariat dan bivariat
HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan perawatan payudara di Wilayah Kerja Puskesmas Kuamang Kuning X Tahun 2015 (N = 77) Perawatan payudara
Frekuensi
Persentase (%)
Kurang Baik
57
74
Baik
20
26
Jumlah
77
100
Sumber : Data Primer Terolah Tahun 2015 Berdasarkan hasil penelitian memahami bagaimana cara untuk diketahui bahwa pengetahuan merupakan perawatan payudara, ini karena masih salah satu faktor yangdapat jarangnya penyuluhan tentang perawatan mempengaruhi ibu menyusui untuk payudara, kemudian ibu menyusui sendiri melakukan perawatan payudara. Hal ini kurang bisa melakukan cara perawatan dapat dilihat dari tabel 1 diketahui bahwa payudara. Dengan demikian untuk ibu sebagian responden perawatan payudara menyusui diharapkan sesering mungkin kurang baik sebanyak 57 (74%) untuk mencari informasi dan membaca responden. Sedangkan perawatan langkah-langkah dalam melakukan payudara yang baik sebanyak 20 (26%) perawatan payudara yang baik dan benar responden. Banyaknya ibu yang menyusui serta mengikuti kegiatan penyuluhan di tidak melakukan perawatan payudara adakan oleh pelayanan kesehatan baik di disebabkan ibu menyusui tidak posyandu maupun di Puskesmas. Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan nutrisi ibu menyusui di Wilayah Kerja Puskesmas Kuamang Kuning X Tahun 2015 (N = 77) Nutrisi ibu menyusui
Frekuensi
Persentase (%)
Kurang Baik
58
75,3
Baik
19
24,7
Jumlah
77
100
Sumber : Data Primer Terolah Tahun 2015 Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa makanan/nutrisi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi ibu menyusui untuk mendapatkan kecukupan nutrisi terhadap kelangsungan jangka panjang untuk bayi, berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa sebagian Nutrisi ibu menyusui yang kurang baik sebanyak 58 (75,3%), sedangkan Nutrisi ibu menyusui yang baik sebanyak 19 (24,7%) responden. Dengan demikian banyak ibu menyusui yang tidak terpenuhi makanan atau nutrisi dikarenakan oleh ibu tersebut tidak mengetahui secara detail bagaimana yang dikatakan nutrisi yang baik untuk ibu
menyusui baik secara kualitas ataupun banyaknya makanan yang harus dikonsumsi setiap ibu. Dalam proses menyusui, ibu perlu mengerti pentingnya gizi untuk ibu menyusui. Hal ini bertujuan untuk menjamin kesehatan ibu dan kelancaran ASI bagi si kecil, tentunya lancar tidaknya ASI dikontrol oleh dua mekanisme, yakni hormonal dan gizi untuk ibu menyusui. Keseimbangan hormon dapat dicapai dengan mengonsumsi gizi untuk ibu menyusui yang cukup, baik dari sisi kuantitas, jumlah kilokalori, maupun kualitas dari sisi kelengkapan makro (karbohidrat, protein, lemak) dan mikro 67
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
HUBUNGAN PERAWATAN PAYUDARA DAN NUTRISI DENGAN PRODUKSI ASI PADA IBU MENYUSUI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KUAMANG KUNING X TAHUN 2015
nutrisinya (vitamin, mineral, fitonutrisi) (Ambarwati, 2010). Diharapkan ibu menyusui perlu mengkonsumsi makanan bergizi dengan beberapa cara yang dilakukan yakni cara yang biasa untuk memulai ikatan jangka
panjang yang kuat antara ibu dan si kecil. Tidak hanya memenuhi kebutuhan emosional, menyusui juga sangat menguntungkan bagi ibu dan si kecil dari sisi kesehatan.
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Produksi ASI ibu menyusui di Wilayah Kerja Puskesmas Kuamang Kuning X Tahun 2015 (N = 77) Produksi ASI ibu menyusui
Frekuensi
Persentase (%)
Kurang Baik
40
51,6
Baik
37
48,1
Jumlah
77
100
Sumber : Data Primer Terolah Tahun 2015 Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa produksi ASI merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi ibu menyusui untuk melakukan mencukupi kebutuhan konsumsi bayi dan jangka panjang untuk bayi, Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa sebagian Produksi ASI ibumenyusui yang kurang baik sebanyak 40 (51,6%), sedangkan Produksi ASI ibu menyusui yang baik sebanyak 37 (48,1%) responden. Banyaknya ibu yang produksi ASInya tidak mencukupi untuk bayinya dikarenakan banyak problem dan masalah pada ibu menyusui yakni ada yang air susunya tidak ada sehingga formula, akan tetapi tidak terlepas juga dengan kreatifitas dan upaya ibunya bagaimana untuk ada produksi ASInya, dimana kita ketahui bahwa Produksi ASI sebenarnya bisa diperbanyak secara alami, termasuk dengan mengkonsumsi makanan sehat secara seimbang. Hal ini karena salah satu penyebab ASI susah keluar adalah
karena asupan gizi yang tidak terpenuhi di dalam tubuh ibu. Pentingnya meningkatkan produksi ASI tidak terlepas dari peran ASI yang sangat baik bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi. Oleh karena itu, para ibu harus mulai meningkatkan kesadaran untuk memberikan ASI terbaik, dan melakukan upaya meningkatkan produksi ASI salah satunya dengan makanan sehat (Roesli, 2008). Diharapkan kepada ibu yang ingin meningkatkan produksi ASI ada beberapa makanan yang dapat dipilih yaitu seperti pepaya, pare, bayam, daun katuk, ubi jalar, kacang-kacangan, dan wortel. Makanan tersebut tentu tidak asing lagi bagi Anda karena diantaranya sudah sering dikonsumsi sebagai buahan dan sayuran sehari-hari. Beberapa tanaman lokal juga dikenal dapat memperbanyak ASI bila dikonsumsi, seperti daun bangunbangun yang banyak digunakan oleh penduduk di Medan, kembang honje atau kecombrang yang digunakan untuk memasak megono, dan biji wijen hitam. Tabel 4. Distribusi hubungan perawatan payudara dengan produksi ASI di Wilayah Kerja Puskesmas Kuamang Kuning X Tahun 2015 (N = 77) PProduksi ASI Total value Perawatan Kurang baik Baik n % payudara n % n % 0,011 Kurang Baik 35 61,4 22 38,6 57 100 Baik 5 25 15 75 20 100 Total 40 51,9 37 48,1 77 100 68
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
HUBUNGAN PERAWATAN PAYUDARA DAN NUTRISI DENGAN PRODUKSI ASI PADA IBU MENYUSUI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KUAMANG KUNING X TAHUN 2015
Hasil analisis hubungan antara perawatan payudara ibu menyusui dengan produksi ASI dengan diperoleh bahwa dari 57 responen yang perawatan payudara baik ada sebanyak 22 (38,62%). Sedangkan diantara ibu menyusui ada 15 (75%) yang produksi ASInya baik. Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value = 0,011 (pvalue < 0,05) maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara perawatan payudara ibu menyusui dengan produksi ASI ibu menyusui. Walaupun produksi ASI baik dan banyak ibu yang melakukan perawatan payudara tidak menutup kemungkinan untuk mendapatkan produksi ASI kurang, jadi untuk ibu yang menyusui sebaiknya selalu melakukan perawatan payudara. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti berasumsi bahwa perawatan payudara pada ibu nifas yang menyusui, hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian bahwa sebagian besar ibu menyusui banyak ibu-ibu yang tidak melakukan perawatan payudara. Hal ini disebabkan karena faktor lain seperti kurangnya minat ibu menyusui untuk melakukan perawatan payudara sehingga pelaksanaan perawatan payudarapun tidak berjalan seperti yang diharapkan. Perawatan payudara yang kurang baik tersebut banyak terjadi akibat adanya kesalahan dalam melakukan pengurutan pada payudara, karena antara langkah pengurutan yang satu dengan yang lainnya hampir sama sehingga responden terkadang sulit membedakan. Pada ibu nifas sebaiknya melakukan perawatan payudara secara teratur karena selain
untuk memelihara kebersihan puting, perawatan payudara juga dapat memperlancar produksi ASI. Langkahlangkah dalam melakukan perawatan payudara hendaknya dilakukan secara berurutan. Perawatan payudara tersebut merupakan suatu tindakan untuk merawat payudara terutama pada masa menyusui untuk memperlancar pengeluaran ASI. Apabila perawatan payudara dapat dilakukan dengan baik, maka produksi ASI akan berjalan dengan lancar. Sedangkan pada perawatan payudara yang dilakukan kurang baik, maka produksi ASI tidak akan berjalan lancar (Pramitasari, 2009). Seorang ibu yang memiliki motivasi yang tinggi maka akan terbentuknya perilaku perawatan payudara dengan baik dan seorang ibu yang memiliki motivasi yang rendah akan mempengaruhi dorongan ibu untuk melakukan perawatan payudara. Diharapkan kepada ibu menyusui yang malas melakukan perawatan payudara sebaiknya diberikan motivasi mengenai pentingnya perawatan payudara dan pada tiap kali kunjungan ibu menyusui dianjurkan untuk menerapkan langkah perawatan payudara. Selain itu, bagi ibu menyusui yang menganggap bahwa langkah-langkah dalam perawatan payudara terlalu rumit maka sebaiknya mengajarkan pada ibu menyusui tiap-tiap langkah dalam melakukan perawatan payudara sampai ibu menyusui benarbenar mengerti, memahami dan mampu melakukan perawatan payudara secara mandiri.
Tabel 5. Distribusi hubungan Makanan/nutrisi dengan produksi ASI di Wilayah Kerja Puskesmas Kuamang Kuning X Tahun 2015 (N = 77) PProduksi ASI Total value Makanan/Nutrisi Kurang baik Baik n % n % n % Kurang Baik 35 60,3 23 39,7 58 100 0,021 Baik 5 26,3 14 73,7 19 100 Total 40 51,9 37 48,1 77 100 Hubungan antara Makanan/nutrisi ibu menyusui dengan produksi ASI dengan diperoleh bahwa ada sebanyak 23
(39,7%) ibu yang kurang baik Makanan/nutrisinya. Sedangkan diantara 6 ibu menyusui ada 14 (73,7%) yang 69
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
HUBUNGAN PERAWATAN PAYUDARA DAN NUTRISI DENGAN PRODUKSI ASI PADA IBU MENYUSUI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KUAMANG KUNING X TAHUN 2015
produksi ASInya baik. Hasil uji statistik diperoleh nilai pvalue =0,021 (p-value < 0,05) maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara Makanan/nutrisi ibu menyusui dengan produksi ASI ibu menyusui. Walaupun produksi ASI baik dan banyak ibu mengkonsumsi makanan yang bernutrisi tidak menutup kemungkinan untuk mendapatkan produksi ASI kurang, jadi untuk ibu yang menyusui sebaiknya selalu mengkonsumsi makanan yang bergizi. Makanan yang dikonsumsi ibu menyusui sangat berpengaruh terhadap produksi ASI, apabila makanan yang ibu makan cukup akan gizi dan pola makan teratur maka produksi ASI akan berjalan dengan lancar. Selain itu beberapa makanan yang di sinyalir dapat mengganggu produksi ASI yaitu: produk olahan yang berbahan susu, biji-bijian dan kacang-kacangan, makanan pedas dan makanan yang mengandung gas. Kandungan protein alergenik pada produk-produk olahan berbahan susu dapat masuk ke ASI dan menghasilkan gejala-gejala sakit perut pada bayi. Pada biji-bijian yang paling alergenik adalah gandum, jagung dan kacang tanah. ASI akan terasa berbeda setelah ibu mengkonsumsi makanan pedas, sehingga dapat menimbulkan protes dari lambung bayi atau sakit perut. Makanan yang mengandung gas dapat membuat bayi banyak mengeluarkan gas pula (www.ask.com: 2010). Ibu yang menyusui memiliki alas an yakni belum keluarnya ASI di hari pertama sejak melahirkan bukan alas an yang tepat untuk memberikan susu formula. Akan tetapi, harus tetap diupayakan dengan cara ‘kloning’, yaitu mendekatkan bayi pada ibunya begitu lahir agar ASI terangsang keluar. Bahkan pemberian susu botol pada hari pertama sejak lahir bisa mengakibatkan bayi menjadi bingung puting, yang menyebabkan bayi mengisap puting dengan cara salah, yang dapat menyebabkan lecet puting dan berbagai masalah menyusui lainnya. Dengan demikian sesuai dengan penelitian Pramitasari (2009), hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan bermakna antara ibu yang
mengonsumsi makanan selama menyusui lebih banyak dengan ibu hamil yang makannya sama saja dengan sebelum menyusui. Ibu menyusui yang makannya lebih banyak 1-2 porsi perhari dari sebelum menyusui dan sesekali minum susu ternyata ASI-nya lebih cepat keluar, yaitu antara 30 menit sampai kurang dari tiga jam setelah menyusui. Adapun ibu yang selama menyusui makannya sama saja dengan sebelum menyusui, ASI-nya lebih lama keluar, yaitu lebih dari tiga jam sesudah menyusui, bahkan ada yang baru keluar dua hari setelah kelahiran. Diharapkan untuk mengatasi masalah ketidaklancaran produksi ASI, maka anjurkan pada ibu nifas untuk makan makanan yang bergizi sehingga kebutuhan nutrisinya dapat terpenuhi dengan baik, anjurkan ibu menyusui minum air putih yang banyak agar ibu menyusui tidak mengalami dehidrasi sehingga suplai ASI dapat berjalan lancer dan ibu nifas harus banyak istirahat agar kondisinya tetap terjaga dengan baik. SIMPULAN Gambaran perawatan payudara kurang baik sebanyak 57 (74%) responden. Sedangkan perawatan payudara yang baik sebanyak 20 (26%) ibu menyusui. Gambaran Nutrisi ibu menyusui yang kurang baik sebanyak 58 (75,3%), sedangkan Nutrisi ibu menyusui yang baik sebanyak 19 (24,7%) ibu menyusui. Gambaran Produksi ASI ibu menyusui yang kurang baik sebanyak 40 (51,6%), sedangkan Produksi ASI ibu menyusui yang baik sebanyak 37 (48,1%) ibu menyusui. Ada hubungan perawatan payudara dengan produksi ASI pada ibu menyusui di Wilayah Kerja Puskesmas Kuamang Kuning X Tahun 2015 dengan nilai p-value =0,011 (p-value < 0,05). Ada hubungan nutrisi dengan produksi ASI pada ibu menyusui di Wilayah Kerja Puskesmas Kuamang Kuning X Tahun 2015 dengan nilai pvalue =0,021 (p-value < 0,05).
70 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
HUBUNGAN PERAWATAN PAYUDARA DAN NUTRISI DENGAN PRODUKSI ASI PADA IBU MENYUSUI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KUAMANG KUNING X TAHUN 2015
DAFTAR PUSTAKA Bobak at all. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta. EGC. Ambarwati, E & Wulandari, D. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Nuha Medika. Roesli, Utami. 2008. Manfaat ASI Dan Menyusui. Jakarta: Puspaswara. Puskesmas kuamang kuning x tahun 2014.jumlah ibu bersalin di puskesmas kuamang kuning x
71 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
PENGEMBANGAN MODUL MATA PELAJARAN TIK BERBANTU MEDIA KOMPUTER DI SMP Al-IRSYAD KOTA JAMBI TAHUN 2012
PENGEMBANGAN MODUL MATA PELAJARAN TIK BERBANTU DI SMP Al-IRSYAD KOTA JAMBI TAHUN 2012
MEDIA KOMPUTER
Hamdani¹. Parman². 1,2 Program Studi Kesehatan Masyarakat Stikes Harapan Ibu Jambi ABSTRAK Latar belakang penelitian ini adalah kurang tersedianya sumber-sumber belajar baik berupa media cetak maupun non cetak. Fakta yang penulis temukan di SMP Al-Irsyad Kota Jambi, dari hasil wawancara dengan guru dan siswa, metode yang dipakai adalah metode ceramah, tanya jawab dan penugasan. guru dalam menyampaikan materi pelajaran teknologi informasi dan komukasi sesuai dengan silabus dan rencana pembelajaran pada kurikulum dengan cara ceramah, tanya jawab dan penugasan sehingga siswa sering mengalami kejenuhan dalam pembelajaran. Penelitian ini adalah dengan metode Metode pengembangan produk multimedia berbasis komputer dan metode penelitian ini yang terdiri atas : (1) model pengembangan, (2) prosedur pengembangan, dan (3) teknik analisa data. Pengembangan modul pembelajaran teknologi informasi dan komunikasi dapat dilaksanakan dengan melalui beberapa tahapan yaitu analisis potensi dan masalah-masalah, pengumpulan data, mendesain produk, melakukan validasi, kemudian melaksanakan revisi terhadap desain yang telah divalidasi, melakukan uji coba pada kelompok terbatas, melakukan revisi produk, melakukan uji coba lapangan, kemudian merevisi produk kembali, dan tahap akhir adalah produk berupa modul pembelajaran. Berdasarkan hasil validasi dan uji coba produk dapat diketahui kualitas modul pembelajaran termasuk ke dalam kriteria baik. Hasil dari analisis data pada pengembangan dan di seminasi, serta pengembangan produk lebih lanjut adalah sebagai berikut: a).Sebelum melakukan pengembangan modul pembelajaran, harus memperhatikan potensi yang dimiliki sehingga produk yang dihasilkan nantinya dapat dimanfaatkan secara optimal, b). Dalam menganalisis masalah yang akan terjadi di lapangan sebaiknya dilakukan secara kritis agar mendapat masalah utama sehinggga dalam pengembangannya benar-benar dapat bermanfaat bagi pengguna, c). Pengembangan modul pembelajaran teknologi informasi dan komunikasi menggunakan modul sebagainya dilakukan dengan maksimal untuk mendapatkan hasil pengembangan yang maksimal juga, d). Untuk pengembangan lebih lanjut, sebaiknya menggunakan modul pembelajaran teknologi informasi dan komunikasi pada sekolah menengah pertama (SMP) AlIrsyad, dengan menu yang lebih komplit dan bervariasi karena didalamnya terdapat flash, yang belum tertuang kedalam modul pembelajaran yang telah dikembangkan. Kata Kunci: Pengembangan,Modul Pembelajaran, Bermedia Komputer
PENDAHULUAN Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Depdiknas, 2003). Teknologi pendidikan membedakan istilah pembelajaran (instruction) dan pengajaran (teaching). Istilah pembelajaran digunakan untuk menunjukkan usaha pendidikan yang dilaksanakan secara sengaja, dengan tujuan yang ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan, serta yang melaksanakannya terkendali (Miarso, 2007). Kegiatan pembelajaran dapat dilakukan tradisional
(konvensional) dan dapat juga dilakukan dengan bantuan teknologi modern. Penyelenggaran pembelajaran mata pelajaran teknologi informasi dan komunikasi mengalami permasalahan yang khas yakni kurang tersedianya sumbersumber belajar baik berupa media cetak maupun non cetak. Fakta yang penulis temukan di SMP Al-Irsyad Kota Jambi, dari hasil wawancara dengan guru dan siswa, metode yang dipakai adalah metode ceramah, tanya jawab dan penugasan. guru dalam menyampaikan materi pelajaran teknologi informasi dan komukasi sesuai dengan silabus dan rencana pembelajaran pada kurikulum dengan cara ceramah, tanya jawab dan penugasan sehingga siswa sering mengalami kejenuhan dalam pembelajaran. Penggunaan modul sering dikaitkan dengan aktifitas pembelajaran mandiri (self72
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
PENGEMBANGAN MODUL MATA PELAJARAN TIK BERBANTU MEDIA KOMPUTER DI SMP Al-IRSYAD KOTA JAMBI TAHUN 2012
instruction). Maka konsekuensi lain yang harus dipenuhi oleh modul ialah adanya kelengkapan isi; artinya isi atau materi sajian dari suatu modul haruslah secara lengkap terbahas lewat sajian-sajian sehingga dengan begitu para pembaca merasa cukup memahami bidang kajian tertentu dari hasil belajar melalui modul.(Dirjen PMPTK, 2008). A. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang sebagaimana telah diuraikan, dapat dirumuskan permasalahan pengembangan modul pembelajaran mata pelajaran teknologi informasi dan komunikasi, sebagai berikut: 1. Bagaimana cara mengembangkan modul pembelajaran mata pelajaran teknologi informasi dan komunikasi bermedia komputer ? 2. Apakah modul pembelajaran Teknologi Informasi dan komuinikasi yang sudah dikembangkan efektiv untuk meningkatkan hasil belajar siswa SMP Al-Irsyad ? B. KAJIAN PUSTAKA Kajian pustaka membahas pengembangan modul pembelajaran teknologi informasi dan komunikasi siswa dalam kurikulum/silabus, sekolah menengah pertama (SMP) Al-Irsyad biasanya dipergunakan dalam pembelajaran merupakan seperangkat prosedur yang di lakukan secara sistematis untuk melaksanakan pengembangan pembelajaran. Penelitian yang Relevan Zulkaida (2008), melakukan penelitian pengembangan dengan judul: “Pengembangan modul pembelajaran berbantu media audio CD pada mata pelajaran bahasa inggris untuk siswa kelas VII di SMP Terbuka Praya Timur 1” bahwa program pengembangan modul dapat meningkatkan prestasi belajar mahasiswa. Mariono, (2005), melakukan penelitian pengembangan dengan judul : “Pengembangan media viseo Pembelajaran Pokok Bahasan Bahasa Visual Pada Matakuliah Pengembangan Media Visual/TV Program Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universita
Surabaya” menyimpulkan bahwa program media visual layak dipakai dalam strategi dan perkuliahan dan strategi pembelajaran menggunakan media visual memiliki daya tarik bagi mahasiswa. Komputer Sebagai Media Pembelajaran Komputer adalah: Alat yang dipakai untuk mengolah data menurut perintah yang telah dirumuskan. Kata komputer semula dipergunakan untuk menggambarkan orang yang perkerjaannya melakukan perhitungan aritmatika, dengan atau tanpa alat bantu, tetapi arti kata ini kemudian dipindahkan kepada mesin itu sendiri. Asal mulanya, pengolahan informasi hampir eksklusif berhubungan dengan masalah aritmatika, tetapi komputer modern dipakai untuk banyak tugas yang tidak berhubungan dengan matematika. Secara luas, Komputer dapat didefinisikan sebagai suatu peralatan elektronik yang terdiri dari beberapa komponen, yang dapat bekerja sama antara komponen satu dengan yang lain untuk menghasilkan suatu informasi berdasarkan program dan data yang ada. Adapun komponen komputer adalah meliputi: Layar Monitor, CPU, Keyboard, Mouse dan Printer (sebagai pelengkap). Tanpa printer komputer tetap dapat melakukan tugasnya sebagai pengolah data, namun sebatas terlihat dilayar monitor belum dalam bentuk print out (kertas). Pengertian Modul Munculnya istilah modul didasari atas pemikiran adanya perbedaan individual pada siswa yang perlu mendapat perhatian dalam proses pembelajaran. Modul sering pula dijumpai dengan istilah lain, seperti learning activity package (paket aktivitas belajar), individualized learning package (modul individual), learning package (paket belajar). Menurut James D. Russel, modul adalah suatu paket yang memuat satu unit konsep dari bahan pelajaran. Sedangkan Goldschmid menyatakan modul sebagai yang dapat berdiri sendiri, unit independen dari sebuah aktivitas belajar yang terencana berseri yang disusun untuk membantu siswa melakukan tujuan yang telah dirancang dengan baik. Pendapat lain dikemukakan oleh Vembriarto, modul 73
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
PENGEMBANGAN MODUL MATA PELAJARAN TIK BERBANTU MEDIA KOMPUTER DI SMP Al-IRSYAD KOTA JAMBI TAHUN 2012
adalah satu unit program belajar-mengajar yang terkecil yang secara terperinci menegaskan tujuan, topik, pokok-pokok materi, peranan guru, alat-alat dan sumber belajar, kegiatan belajar, lembar kerja, dan program evaluasi. Modul biasanya disajikan dalam bentuk pembelajaran mandiri (self instructional). Siswa dapat mengatur kecepatan dan intensitas belajarnya secara mandiri. Waktu belajar untuk menyelesaikan satu modul tidak harus sama, berbeda beberapa menit sampai beberapa jam. Modul dapat digunakan secara individual atau gabungan dalam suatu variasi urutan yang berbeda (Russell, 1973) Kedudukan Pengembangan Modul dalam Teknologi Pendidikan Belajar pada hakikatnya mengacu pada aspek perubahan tingkah laku baik afektif, kognitif dan psikomotorik setelah seseorang berinteraksi dengan lingkungannya. Karena itu teknologi pendidikan memberikan perhatian pada penataan metode dan kondisi pebelajar agar memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap untuk mencapai hasil belajar yang membantu meningkatkan keefektifan dan efesiensi proses belajar mengajar. Upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan terus menerus dilakukan baik secara konvensional maupun secara inovatif. Hal tersebut lebih terfokus lagi setelah diamanatkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan pada setiap jenjang pendidikan. Pembelajaran merupakan peristiwa yang komplek, yakni melibatkan banyak faktor pendukung. Salah satu factor pendukung yang memberikan sumbangan cukup besar adalah tersedianya bahan pembelajaran yang dapat membantu memudahkan belajar peserta didik. Langkah-langkah dalam memilih bahan ajar Materi pembelajaran yang dipilih untuk diajarkan oleh guru dan harus dipelajari siswa hendaknya berisikan materi atau bahan ajar yang benar-benar menunjang tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar. Secara garis besar
langkah-langkah pemilihan bahan ajar meliputi : (a) mengidentifikasi aspek-aspek yang terdapat dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar yang menjadi acuan atau rujukan pemilihan bahan ajar, (b) mengidentifikasi jenis-jenis materi bahan ajar, (c) memilih bahan ajar yang sesuai atau relevan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah teridentifikasi, dan (d) memilih sumber bahan ajar. Anonim, Pedoman memilih dan menyusun bahan ajar, Departemen Pendidikan nasional (2006) Karakteristik Pendidikan di Sekolah Menegah Pertama (SMP) Pendidikan Komputer bertujuan unrtuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan peserta didik untuk hidup mandiri. Sekolah menengah Pertama akan efektif jika siswa diajar dengan materi atau bahan ajar, alat dan bahan, mesin dan tugas-tugas dimana siswa akan bekerja. Setiap jenjang Sekolah Menengah pertama mempunyai cirri khusus, sehingga memerlukan materi pelajaran atau bahan ajar yang khusus pula, oleh karena itu dibutuhkan bahan ajar yang sesuai dengan bidang keahliannya. Sistem Komputer bertolak dari KTSP artinya, membekali peserta didik dengan keterampilan, sikap agar kompeten dibidang mengoperasikan komputer yang bermedia komputer. Pengembangan bahan ajar Bermedia Modul Pengembangan modul bermedia modul menurut Dick and Carey (2005) terdiri dari 10 langkah : 1. Identifikasi tujuan 2. Analisa pembelajaran 3. Identifikasi Karakteristik dan kemampuan awal 4. Merumuskan tujuan khusus 5. Mengembangkan tes 6. Mengembangkan strategi pembelajaran, 7. Mengembangkan dan memilih bahan pembelajaran 8. Mengembangkan dan melaksanakan evaluasi formatif 9. Revisi pembelajaran 10. Melaksanakan evaluasi sumatif. 74
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
PENGEMBANGAN MODUL MATA PELAJARAN TIK BERBANTU MEDIA KOMPUTER DI SMP Al-IRSYAD KOTA JAMBI TAHUN 2012
Dasar Pertimbangan menggunakan model Dick and Carey (2005) dalam pengembangan bahan ajar bermedia modul ini antara lain : 1. Mampu memenuhi Karakteristik yang harus dimiliki dalam pengembangan pembelajaran, mengacu pada tujuan, sistematik, berpedoman pada evaluasi 2. Bersifat sistematis, variasinya lengkap dan melalui tahap demi tahap 3. Dapat digunakan untuk merancang pembelajaran baik secara klasikal maupun individual 4. Adanya analisis pembelajaran setelah langkah identifikasi tujuan umum pembelajaran, dimana langkah ini dapat memberikan panduan strategis terhadap langkah-langkah berikutnya Pada langkah pengembangan dan pemilihan bahan pembelajaran terdapat panduan pemilihan metode penyampaian pembelajaran dan pemilihan media METODE PENELITIAN Pada bagian Metode pengembangan produk multimedia berbasis komputer dan metode penelitian ini yang terdiri atas : (1) model pengembangan, (2) prosedur pengembangan, dan (3) teknik analisa data. Model Pengembangan Pengembangan modul ini menggunakan model pengembangan perangkat pembelajaran bertujuan khusus model rancangan teknologi informasi teknologi, produk pengembangan media tersebut dirancang berdasarkan tujuantujuan pembelajaran tertentu, sehingga keberadaanya merupakan bagian integral dari sistem pembelajaran. Pengembangan media pembelajaran adalah proses penterjemahan spesifikasi disain pembelajaran menjadi wujud fisik berupa media yang tersaji dalam satu atau beberapa media, dilakukan berdasarkan model hasil adaptasi dari model desaian pengembangan Dick dan Carey (1990). Berdasarkan langkah-langkah model pengembangan perangkat pembelajaran bertujuan khusus, dapat dipilihnya model pengembangan sebagai berikut: 1. Uraian isi materi dalam modul mata pelajaran teknologi informasi
2. 3.
4.
komunikasi disusun dalam setiap topik dan sub topik sesuai dengan tujuan khusus yang dirumuskan berdasarkan kebutuhan siswa dan analisis pembelajaran. Uraian isi materi disusun dalam urutan yang sistematis dan logis berdasarkan urutan topik bahasannya. Bentuk dalam modul ini berupa soalsoal latihan yang bertujuan untuk mengukur tingkat penguasaan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran dengan menggunakan modul ini menekankan pada belajar mandiri yang menyediakan pengalaman belajar yang self contained dan self directed.
Prosedur Pengembangan Prosedur pengembangan merupakan langkah-langkah sistematis atau berurutan, sesuai dengan desain prosedur pengembangan modul pembelajaran teknologi informasi teknologi dalam penelitian ini ditempuh dalam lima tahap yaitu: 1) Tahap pertama menganalisis kebutuhan modul yang akan dikembangkan, 2) Tahap kedua persiapan pengembangan modul 3) Tahap ketiga proses pengembangan dengan menggunakan model Dick dan Carey 4) Tahap keempat penyusunan dan penulisan draf modul pembelajaran yang intinya memuat tujuan pembelajaran, materi dan kegiatan pembelajaran, rangkuman, tes formatif, umpan balik, referensi dan kunci jawaban tes formatif. Data yang diperoleh adalah diambil dengan menggunakan angkat dan wawancara. Angket dan wawancara yang digunakan sebagai alat untuk memperoleh informasi, saran, dan pendapat mengenai pembelajaran teknologi informasi teknologi data dari (1) siswa, (2) pendidik, (3) Kepala Sekolah. Berbagai cara tersebut dilakukan sejalan dengan pandapat (Dick dan Carey) bahwa pihak penentu kebutuhan pembelajaran adalah siswa, pendidik, pengelola pendidikan dan masyarakat yang akan menggunakan lulusan. 75
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
PENGEMBANGAN MODUL MATA PELAJARAN TIK BERBANTU MEDIA KOMPUTER DI SMP Al-IRSYAD KOTA JAMBI TAHUN 2012
Dalam analisa pengembangan ini pengalihan informasi tentang pembelajaran teknologi informasi teknologi, tidak melibatkan pihak masyarakat yang akan menggunakan lulusan, oleh karena itu berdasarkan hasil analisis kebutuhan pembelajaran yang diperoleh dari siswa, guru, pengelola pendidikan di SMP AlIrsyad adalah pengembangan modul pembelajaran teknologi informasi teknologi Pengembangan Modul Modul pembelajaran yang dipakai saat ini sebagai rujukan memiliki cukup banyak kekurangan, sehingga dosen dan mahasiswa memerlukan modul pembelajaran yang didesain/dirancang dengan langkah-langkah yang sistematis, modul lebih berorentasi pada perserta didik. Modul yang dikembangkan harus mampu meningkatkan motivasi peserta didik dan efektif dalam mencapai kompetensi yang di harapkan sesuai dengan tingkat kompleksitasnya (Arsyah. R 2010) Menetapkan Tujuan Umum Langkah pertama pengembangan modul pembelajaran teknologi informasi teknologi dilakukan penetapan kemampuan yang diharapkan dapat dicapai oleh mahasiswa setelah mengikuti pembelajaran mata pelajaran teknologi informasi teknologi. Kemamupan yang hendak dicapai dapat dirumuskan dalam tujuan umum (TU) Tujuan umum: pernyataan umum tentang hasil pengajaran yang diinginkan. Tujuan umum pada keselurhan isi bidang studi yaitu pada struktur orientasi bidang studi. (Degeng, I.N.S. 1989). MelakukanAnalisis Pembelajaran Dilakukan identifikasi perilakuperilaku khusus yang dapat menggambarkan perilaku umum secara terperinci. Dengan dilakukannya langkahlangkah ini, diperoleh susunan perilaku khusus dari awal sampai akhir, susunan perilaku tersebut menggambarkan bahwa perilaku umum yang tercantum dalam tujuan umum pembelajaran dapat tercapai secara efektif dan efesien. Oleh karena itu melalui tahap perilaku-perilaku khusus tertentu mahasiswa akan mencapai perilaku umum.
Mengidentifikasi Kemampuan Awal dan Karakterristik Pada langkah ini sangat penting gambaran mengenai kemampuan awal dan karakteristik mahasiswa mempunyai implikasi terhadap penyusunan pembelajaran, kegiatan identifikasi kemampuan awal diperlukan perilaku khusus yang dikuasai siswa. Hasil kagiatan ini dijadikan pedoman untuk menetapkan perilaku-perilaku khusus, Sedangkan kegiatan mengidentifikasi karakteristik siswa dilakukan untuk mengetahui minat siswa, pengetahuan yang dicita-citakan untuk menjadi penting bagi pengembangan program pembelajaran. Merumuskan Tujuan Khusus Pembelajaran Tujuan khusus pembelajaran dirumuskan berdasarkan tujuan umum pembelajaran dan hasil analisis pembelajaran. Tujuan khusus pembelajaran merupakan pemberian apa yang dilakukan siswa setelah mempelajari suatu topik tertentu. Kegiatan dilangkah ini menghasilkan rumusan tujuan khusus pembelajaran secara lengkap pada tiap-tiap topik dan subtopik. Dalam pengembangan selanjutnya, rumusan tujuan khusus dimamfaatkan sebagai dasar untuk menyusun kisi-kisi test. Mengembangkan Butir-butir Test Langkah-langkah yang ditempuh dalam memperoleh alat evaluasi untuk mengukur tingkat pencapaian perilaku siswa ditetapkan dalam tujuan khusus pembelajaran. Langkah ini dilakukan dengan lebih dahulu menentukan butir-butir soal yang diperlukan agar dapat mengukur perilaku mahasiswa sesuai dengan kriteria yang terdapat dalam tujuan khusus pembelajaran, hasil yang dapat diperoleh adalah seperangakat soal latihan yang digunakan untuk mengukur perilaku siswa dalam tujuan khusus pembelajaran. Pengembangan Strategi Pembelajaran Dalam langkah ini dilakukan perencanaan prosedur yang sistematis dalam komunikasikan materi pembelajaran mata pelajaran teknologi informasi teknologi kepada siswa agar tujuan pembelajaran 76
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
PENGEMBANGAN MODUL MATA PELAJARAN TIK BERBANTU MEDIA KOMPUTER DI SMP Al-IRSYAD KOTA JAMBI TAHUN 2012
yang sudah ditentukan dapat tercapai. Menurut Arends dalam Trianto, 2007 pembelajar mandiri (self regulated learner) adalah pembelajar yang dapat melakukan hal penting dan memiliki karateristik. Sedangkan analisis data berdasarkan penilaian dan komentar dari responden, dapat dinterpretasikan bahwa dari 5 (lima) orang responden seluruhnya memberikan kualifikasi sangat baik. Dengan rincian responden 1 memberikan skor 94%, responden 2 memberikan skor 92%, responden 3 memberikan skor 94%, responden 4 memberikan skor 98%, dan responden 5 memberikan skor 96%. Dengan demikian rata-rata prosentase skor responden adalah 95%, yang artinya media ini mempunyai kualifikasi sangat baik. Data dan Analisis Uji Coba Kelompok Besar Uji coba kelompok besar dilakukan dengan memberikan pre test sebelum media ditayangkan dan post test setelah siswa melihat tayangan video. Jenis testnya adalah tes pengetahuan (kognitif) tertulis dengan jenis soal obyektif (pilihan ganda). Berdasarkan hasil pre test dan postet tersebut maka dapat dinyatakan bahwa hasil tes untuk ranah kognitif, afektif dan psikomotor rata-rata mengalami peningkatan, setelah siswa menggunakan produk bahan ajar bermedia modul. Peningkatan dari hasil nilai post test secara keseluruhan 16,9 %. Persentase nilai yang sangat tinggi adalah untuk ranah psikomotor yaitu dari rata-rata 51% nilai pre test dan meningkat menjadi 65,7%, untuk ranah kognitif nilai rata-rata pre test 39,8% setelah diberi materi meningkat menjadi 60 %, sedangkan untuk ranah afektif terjadi peningkatan dari 35.5% menjadi 50,2 %. Jelas terlihat dari persentase di atas, bahwa untuk bahan ajar bermedia modul mata pelajaran TIK sangat cocok untuk siswa SMP, sebab persentase ranah yang tertinggi pada materi ajar adalah ranah psikomotor. Data hasil uji coba kelompok besar ini dapat diinterpretasikan bahwa dengan menggunakan bahan ajar bermedia modul untuk pembelajaran pengoperasian sistim rem di SMP dapat meningkatkan efesiensi belajar siswa, baik di segi ranah kognitif, afektif maupun psikomotor. persentase nilai
tertinggi adalah untuk ranah psikomotor yaitu 65,7 %, untuk persentase hasill peningkatan rata-rata keseluruhan, untuk ranah kognitif terjadi peningkatan 3 %, sedangkan untuk ranah afektif terjadi peningkatan 1,2 % sedangkan untuk ranah psikomotor 1,2 %. Uji Coba Sasaran Sasaran yang dimaksud sasaran penggunaan produk pengembangan yaitu siswa dan pengajar, sasaran siswa adalah siswa sekolah menengah pertama (SMP) Al-Irsyad berjumlah 36 orang siswa memiliki pertimbangan memilih sasaran siswa disebabkan: 1. Siswa tahun pelajaran 2012/2013 tersebut mata pelajaran multimedia berbasis komputer menggunakan modul pembelajaran. 2. Kesedian siswa untuk memberikan data tentang pengembangan modul pembelajaran. 3. Pihak lembaga memberikan izin untuk melakukan penelitian. Uji coba sasaran manusia, membutuhkan 5 (lima) siswa untuk diuji coba perorangan, 10 (sepuluh) orang siswa untuk uji coba kelompok kecil, 50 (lima puluh) orang siswa untuk uji coba kelompok besar (lapangan). Jenis Data Jenis data dibutuhkan pada tahap uji coba ini meliputi adalah: 1. Ketepatan storyboard diperoleh dari uji coba perorangan (5 orang siswa). 2. Kualitas unsur-unsur modul pembelajaran bermedia visual diperoleh dari uji coba kelompok kecil ( 10 orang siswa). 3. Kualitas pesan pada program media visual pembelajaran, diperoleh dari uji coba kelompok lapangan/besar (50 orang siswa). 4. Daya tarik modul pembelajaran untuk mengetahui ketertarikan mendalami dan menindak lanjuti dalam mata kuliah. Data ini di peroleh dari 50 orang siswa. Instrumen Pengumpulan Data Untuk memperoleh sejumlah data yang diperlukan/ diharapkan, digunakan Instrumen pengumpulan data sebagai berikut: 77
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
PENGEMBANGAN MODUL MATA PELAJARAN TIK BERBANTU MEDIA KOMPUTER DI SMP Al-IRSYAD KOTA JAMBI TAHUN 2012
1. Angket Bentuk angket tertutup dan terbuka, digunakan untuk mengumpulkan data ketepatan isi program multimedia berbasis komputer (angket terbuka) ketepatan rancangan modul pembelajaran (angket terbuka) kualitas unsur-unsur modul pembelajaran (angket tertutup) dan daya tarik modul pembelajaran (angket terbuka). 2. Wawancara Wawancara digunakan untuk mengumpulkan data ketepatan storyboard (kerangka cerita). Teknis Analisa Data Untuk menganalisis data yang dikumpulkan dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Analisis dipergunakan untuk menyajikan data hasil angket terbuka dan wawancara diperoleh dari hasil isi dan ahli rancangan media dan kelompok perorangan. Sedangkan angket tertutup hasil uji coba kelompok kecil dan kelompok besar di analisis dengan menggunakan deskriftif kualitatif dengan persentase. Data yang diperoleh dideskripsikan dengan rumus:
Persentase: Jawaban = Keterangan
__ X 100 %
F
:Frekwensi subyek yang memilih alternative jawaban N :Jumlah keseluruhan subyek Hasil analisis data selanjutnya digunakan untuk merevisi produk pengembangan mengkaji produk, memberikan saran pemanfaatan desiminasi dan pengembangan produk lanjutan. Teknik Menyimpulkan Data Data yang telah dianalisis baik data kualitatif maupun data kualitatif dijadikan dasar untuk merivisi produk pengembangan. Tidak seluruh data yang ada dijadikan sebagai dasar untuk merivisi produk pengembangan, data yang setelah dianalisis yang memenuhi kriteria yaitu : 1) Data Kualitatif a. Data benar menurut ahli b. Sesuai dengan buku referensi c. Logis menurut pengembang
2) Data Kuantitatif Berdasarkan data kuantitatif, komponen yang memperoleh penilaian < 66% dari kriteria yang ditetapkan dalam komponen tersebut akan direvisi. HASIL DAN PEMBAHASAN Bahan ajar multimedia berbasis komputer ini dikemas dalam bentuk bahan ajar yaitu Modul, Bahan ajar multimedia berbasis komputer untuk pembelajaran teknologi informasi dan teknologi dikembangkan berdasarkan analisis kebutuhan yang dilakukan dengan melaksanakan observasi pendahuluan. Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, bahwa pengembangan media ini mengikuti prosedur pengembangan berdasarkan desing pembelajaran Dick dan Carey yang selanjutnya diadopsi oleh Borg dan Gall menjadi model pengembangan. Pengembangan ini sebagai suatu pengkajian sistematis terhadap proses analisis, perancangan, pengembangan, evaluasi, dan penerapan dari produk media pembelajaran yang harus memenuhi kriteria validitas dan efektivitas. Tahap Pengembangan Pengembangan modul untuk pembelajaran teknologi informasi dan komunikasi, ini berupa multimedia berbasis komputer yang didampingi dengan media berbentuk modul, yang menjelaskan secara detail cara menggunakan komputer. Bahan ajar multimedia berbasis komputer ini dibuat dengan melalui lima tahap atau langkah utama sederhana yaitu tahap analisis kebutuhan, tahap desain produk, tahap pembuatan produk (produksi), tahap validasi, dan tahap uji coba Tahap Analisis Kebutuhan Produk Dalam mengnalisis kebutuhan dilakukan telaah terhadap kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik berkaitan dengan materi penggunaan komputer. Kompetensi didasarkan pada tuntutan keterampilan yang harus dimiliki oleh peserta didik. Dari hasil analisis kebutuhan yang dilakukan dengan melakukan observasi awal maka diperoleh informasi bahwa dalam pembelajaran teknologi informasi dan komunikasi belum dilaksanakan secara maksimal. Kondisi ini 78
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
PENGEMBANGAN MODUL MATA PELAJARAN TIK BERBANTU MEDIA KOMPUTER DI SMP Al-IRSYAD KOTA JAMBI TAHUN 2012
berdampak pada hasil belajar siswa yang masih mengalami kesulitan dalam mencapai kompetensi yang diharapkan. Hasil diskusi dengan teman sejawat (guru) mengungkapkan bahwa dalam proses pembelajaran menggunakan komputer diperlukan bahan ajar bermedia modul agar proses penggunaan komputer dapat dilihat dengan jelas sesuai dengan prosedur. Ketika hanya menggunakan bahan ajar menurutnya, banyak istilah dan materi yang sulit difahami peserta didik, sehingga harus disampaikan secara berulang-ulang. Tahap Desain Produk Setelah analisis kebutuhan dilaksanakan, selanjutnya pengembangan media pembelajaran dilanjutkan dengan merancang produk. Perancangan produk dilakukan dengan dua tahap yatu penyusunan naskah dan membuat Story Board/Shooting Script. Naskah media pembelajaran Penggunaan komputer ini berupa pedoman tertulis berisi informasi dalam bentuk modul, grafis, dan dijadikan acuan dalam pembuatan (produksi) media pembelajaran. Naskah mengandung isi materi dan kompetensi yang harus tercapai. Tahap Pembuatan Produk Tahap pembuatan produk ini diawali dengan kegiatan pengumupulan bahan dan gambar prosedur penggunaan komputer. Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan prosedur tentang cara menggunakan sistim komputer yang mempunyai kualitas yang baik sesuai dengan yang diinginkan. Proses pengambilan data yang menggunakan jaringan internet ini dilakukan dengan berpedoman pada Story Board yang telah dibuat. Sedangkan proses pengambilan gambar dilakukan di tempat terpisah menggunakan aplikasi Audacity. Tujuannya adalah memudahkan proses editing untuk mendapatkan kualitas gambar yang baik. Pembahasan Dalam pembahasan ini akan di bahas pada beberapa tahapan diantaranya adalah Tahap Uji Coba Uji coba ini bertujuan untuk mengetahui keterlaksanaan dan manfaat serta efektifitas penggunaan media pembelajaran dalam
proses pembelajaran dan mengetahui kemampuan peserta didik dalam memahami materi/isi dari media tersebut serta mengetahui efisiensi waktu belajar menggunakan media pembelajaran yang diproduksi. Data dan Analisis Materi / Isi Berdasarkan saran dan komentar ahli materi/isi yang diperoleh dari proses validasi berdasarkan instrument angket yang diajukan, maka data yang diperoleh disajikan dalam table sebagai berikut: Dari beberapa komponen produk, ada empat komponen yang telah dinyatakan sesuai dan tiga komponen produk perlu dilakukan perbaikan (revisi). Revisi yang harus dilakukan antara lain: 1. Dalam pendahuluan perlu diperjelas dengan gambar dan narasi contoh pentingnya menghidupkan dan mematikan pada komputer. 2. Menyusun segmen-segmen dalam media secara berurutan sesuai dengan urutan materi yang berdasarkan tahapan untuk mencapai kompetensi. 3. Perlu ditayangkan pekerjaan yang dilakukan oleh model dalam media tersebut secara jelas dan berurutan sesuai dengan prosedur pekerjaan. 4. Dari hasil revisi dijadikan acuan untuk memperbaiki kekurangan dalam membuat model dalam media, sehingga akan nampak perbedaan proses pembelajaran dengan menggunakan media teknologi informasi dan komunikasi dengan tidak menggunakan teknologi Data dan Analisis Desain Pembelajaran Berdasarkan perencanaan pembelajaran menggunakan bahan ajar bermedia modul yang didesain oleh penulis. Perencanaan pembelajaran ini disusun dalam bentuk silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan bahan ajar. Berdasarkan hasil validasi oleh ahli desain ini diperoleh data dan informasi antara lain: 1. Perlu ada singkronisasi antara silabus, RPP, dan bahan ajar dalam desain pembelajaran yang direncanakan 79
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
PENGEMBANGAN MODUL MATA PELAJARAN TIK BERBANTU MEDIA KOMPUTER DI SMP Al-IRSYAD KOTA JAMBI TAHUN 2012
2. Dalam RPP pada tahap kegiatan awal perlu ditambah motivasi, apersepsi, dan penjelasan tujuan pembelajaran. Pada kegiatan akhir adanya kesimpulan dan merefleksi pembelajaran. Pada tujuan pembelajaran harus adanya unsur ABCD Dari data dan informasi hasil validasi desain itu dapat disimpulkan bahwa desain pembelajaran masih belum layak untuk diujicobakan dan perlu dilakukan revisi. Dengan mempertimbangkan komentar dan saran maka perlu melakukan revisi desain pembelajaran yaitu, Mengsingkronkan antara silabus, RPP dan bahan ajar dalam desain pembelajaran yang direncanakan berkaitan dengan penggunaan dalam pembelajaran SIMPULAN Pengembangan modul pembelajaran teknologi informasi dan komunikasi dapat dilaksanakan dengan melalui beberapa tahapan yaitu analisis potensi dan masalah-masalah, pengumpulan data, mendesain produk, melakukan validasi, kemudian melaksanakan revisi terhadap desain yang telah divalidasi, melakukan uji coba pada kelompok terbatas, melakukan revisi produk, melakukan uji coba lapangan, kemudian merevisi produk kembali, dan tahap akhir adalah produk berupa modul pembelajaran. Berdasarkan hasil validasi dan uji coba produk dapat diketahui kualitas modul pembelajaran termasuk ke dalam kriteria baik. DAFTAR PUSTAKA Abdullah, D. 2008. Potensi Teknologi informasi Dan Komunikasi Dalam Peningkatan Mutu Pembelajaran Di Kelas. (http://elearning.unimal.ac.id/cours es/MKK712NR /document/peningkatan-tikguru.pdf?cidReq=MKK712NR diakses tanggal 08 Januari 2008). Agung Parwata . 2008. Penerapan Model Pembelajaran Langsung Berbantuan Media KOMPUTER Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Mahasiswa Pada Perkuliahan Atletik I. JPPP,
Lembaga Penelitian Undiksha, di akses April 2008 Akker, J. V d. 1999. Principle and Methods of Development Research. In J Van den Akker, R Branch, K Gustafson, N Nieveen and Tj Plomp (Eds), Design Methodology and Development Research. Dordrecht, Kluwer. Alami,
F. 2005. Pembuatan Media Pembelajaran dengan Macromedia Flash MX 2004. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. (www.unila.ac.id/~ftsipil/Tutorial/Manual%20Flash%20 2004.pdf diakses tanggal 24 oktober 2007). Arikunto, S. 1991. Dasar-dasar Evaluasi pendidikan. Jakarta, Bumi Aksara. Arsyad, A. 2003. Media Pembelajaran. Jakarta, Raja Grafindo Persada. Asmawi, Z. & Nasoetion. 1993. Penilaian hasil belajar. Jakarta: Dirjen Dikti, Depdikbud. Depdiknas. 2006a. Pengembangan Model Pembelajaran Yang Efektif. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah, (www.dikdasmen.org/files/KTSP/S MP/PENGEMMODEL%20PEMBE L%20 YG%20EFEKTIF-SMP.doc diakses tanggal 28 Desember 2007). Depdiknas. 2006b. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah. Asa Mandiri, Jakarta.. Depdiknas. 2006c. Undang-Undang RI. No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Asa Mandiri, Jakarta. Depdiknas. 2006d. Pedoman Memilih dan Menyusun Modul. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah, (www.dikdasmen.org/files /KTSP/Pedoman%20Memilih%20d an%20Meyusun%20 Bahan%20Ajar.doc. diakses tanggal 13 Februari 2008). Depdiknas. 2006e. Model Penilaian Kelas : Kurikulum Berbasis Kompetensi Sekolah Menengah Atas / 80
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
PENGEMBANGAN MODUL MATA PELAJARAN TIK BERBANTU MEDIA KOMPUTER DI SMP Al-IRSYAD KOTA JAMBI TAHUN 2012
Madrasah Aliyah. Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas, Jakarta. (www.puskur.net/inc/mdl/083_Mod el_Penil_SMA.pdf diakses tanggal 07 April 2008) Dick, W and Carey, L. 1978. The Systematic Design of Instruction. Scott, Foresman and Company, United States of America. Djaali dan Muljono, P. 2004. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta, Program Pascasarjana Univeristas Negeri Jakarta. Edge, T S. 2008. Radius, Diameter, Circumference, , Geometer’s Sketchpad, and You !. (www.montanamath.org/TMME/T MMEv1n1a2.pdf diakses 06 Februari 2008). Ekowati T. 2006. Kontribusi Inteligensi dan Kemandirian Belajar Terhadap Hasil Belajar Pendidikan Kewarganegaraan dan Sejarah. Samarinda, Kalimantan Timur. (http://www.geocities.com/guruvala h diakses tanggal 01 Februari 2008). Ermiyanti. 2007. Pengembangan Media Pembelajaran Menggunakan Perangkat Lunak Bantu Animasi Pada Pokok Bahasan Trigonometri Di Kelas X SMA Negeri 19 Palembang. Skripsi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Sriwijaya, Indralaya, Sumatera Selatan, Indonesia. (Tidak Dipublikasikan). Heinich, Molenda, Russell, and Smaldino. 1996. Instructional Media and Technologies for Learning. Prentice-Hall, Inc. Upper Saddle River, New Jersey. Moore, K D. 2005. Effective Instructional Strategies From Theory to Practice. Sage Publication, Inc. Thousand Oaks, London, New Delhi. Muhammad Win Afgani. 2008. Pengembangan Materi Program Linear pada Media Komputer Berbasis Website untuk Memotivasi Siswa Belajar Mandiri di Sekolah Menengah Atas. Tesis Pendidikan Matematika FKIP
Universitas Sriwijaya, Indralaya, Sumatera Selatan, Indonesia. (Tidak Dipublikasikan). Prabantoro, G dan Hidayat, A. 2007. Pemanfaatan Fasilitas Gratis Di Dunia Maya Untuk Pengembangan Media E-Learning Murah. Jakarta : Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia. (http://www.geocities.com/gatot_pr abantoro/pemanfaatan_fasilitas_gr atis .pdf diakses tanggal 18 Desember 2007). Prawiradilaga, D S dan Siregar, E. 2004. Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta, Kencana. Reisser , R A dan Dempsey, J V. 2002. Trends and Issues in Instructional Design and Technology. Pearson Education, Inc. Upper Saddle River, New Jersey. Riana, F. 2007. Proses Belajar Mengajar Dengan Metode e-learning. (http://media.diknas.go.id/media/d ocument/4372.pdf diakses tanggal 17 Desember 2007). (http://www.depdiknas.go.id/jurnal/58/j58_0 4.pdf diakses tanggal 06 Desember 2007). (www.depdiknas.go.id/Jurnal/56/m etode.htm diakses tanggal 16 Mei 2007). Saragih, H P. 2007. Belajar Tak Lagi Membosankan. Sumber : www.wartaekonomi.com. (http://detiknas.in/donesia/2007/09 /19/belajar-tak-lagi-membosankan/ diakses tanggal 03 Maret 2008). Sudijono, A. 2005. Pengantar Evaluasi Pendidikan. RajaGrafindo Persada, Jakarta.
81 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI SUNTIK DI PUSKESMAS PAAL X KOTA JAMBI TAHUN 2013
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI SUNTIK DI PUSKESMAS PAAL X KOTA JAMBI TAHUN 2013 Dwi Haryanti Akademi Kebidanan Keluarga Bunda Korespondensi penulis:
[email protected] ABSTRAK Program KB yang berjalan sejak tahun 1970 belum memperlihatkan dampak bermakna terhadap penurunan pertumbuhan penduduk. Hal ini disebabkan karena sebagian ibu-ibu mengeluh tidak mau mengikuti program KB karena mengeluarkan biaya yang cukup mahal. Adapun cara penanggulangannya yang sudah dilakukan yaitu dengan cara memberikan pelayanan kontrasepsi gratis kepada masyarakat miskin melalui puskesmas maupun klinik, hal tersebut dilakukan guna mengurangi kepadatan penduduk di Indonesia. Penggunaan Kontrasepsi cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya umur, mencapai puncak pada kelompok umur (20-34) dan kembali turun setelahnya. Sampel dalam penelitian ini menggunakan total Sampel dengan teknik accidental sampling, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemakaian alat kontrasepsi suntik di puskesmas Paal X Kota Jambi. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian adalah seluruh akseptor KB suntik di puskesmas Paal X Kota Jambi berjumlah 65 Orang. Sampel dalam penelitian ini menggunakan total sampel dengan teknik accidental sampling. Analisa data yang di gunakan adalah analisa univariat dan bivariat. Hasil analisis univariat dari 65 responden di dapatkan (64,6%) responden memiliki umur beresiko tinggi, (73,8%) responden paritasnya tinggi, (78,5%) responden berpendidikan tinggi, (61,5%) responden memiliki pengetahuan baik. Sedangkan hasil analisis bivariat menunjukan bahwa ada hubungan antara umur dengan pemakaian kontrasepsi suntik dengan P value 0,006 < 0,05, Paritas dengan pemakaian kontrasepsi suntik dengan P value 0,004 < 0,05, Pendidikan dengan pemakaian kontrasepsi suntik P value 0,002 < 0,05, Pengetahuan dengan pemakain kontrasepsi suntik P value 0,019 < 0,05. Disimpulkan bahwa ada hubungan antara umur paritas, pendidikan dan pengetahuan dengan pemakaian alat kontrasepsi suntik di puskesmas Paal X Kota Jambi tahun 2013. Kata kunci : Umur,Paritas,Pendidikan,Pengetahuan dan Kontrasepsi Suntik.
ABSTRACT KB programs science 1970 was still not showed yet important effect to decreased of inhabitant of development. It was caused that parts of mothers want not followed Kb programs because so expensive. The solution was gave free services KB to the poor society through Puskesmas or clinic, it was due to decreased of inhabitant compacted in Indonesia. The using of KB increased incompliance of ages categories (20-34) and decreased after that. The sample in this research was used total sampling by technique accidental sampling. The purposes of this research was to know The factors that related with the using of KB (Inject) in Puskesmas Paal X Kota Jambi 2013. This research was analytic research by cross sectional approach. The population in this research was all of acceptor KB (inject) in Puskesmas Paal X Kota Jambi consists of 65 mothers. The sample in this research was used total sampling by technique accidental sampling. To analysis data was used unvaried and bivaried analyze. The result of unvaried analysis from 65 mothers was (64,6%) respondent have high risk ages, (78,3) the high verities, (78,5) high education, (61,5) good knowledge. While bivariat score showed that there was any significant relationship between ages and the using of KB (inject) by P value 0,006 < 0,005, verities by using inject was P value 0,004 < 0,005, education by using inject contraception was P value 0,002 < 0,005, knowledge by using inject contraception was P value 0,009 < 0,005. It can be concluded that there was any relationship between ages verities, education and knowledge by using KB (Inject) in Puskesmas Paal X Kota Jambi 2013. Keywords: Ages, Verities, Education, Knowledge and Inject Contraception.
82 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI SUNTIK DI PUSKESMAS PAAL X KOTA JAMBI TAHUN 2013
PENDAHULUAN Ledakan penduduk di setiap negara tampaknya sudah tidak bisa dielakkan lagi. Meski selalu menjadi keprihatinan para pakar kependudukan, tapi kenyataannya jumlah penduduk di dunia terus bertambah. Semakin hari, jumlah manusia di dunia semakin bertambah. Angka kelahiran selalu lebih besar dibandingkan dengan angka kematian. Menurut catatan Geohive, sebuah situs statistik kependudukan dunia jumlah penduduk yang menghuni permukaan dunia hingga 30 Januari 2007 mencapai 6.647.186.407 jiwa. (BKKBN, 2005) Kontrasepsi adalah usaha-usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan, usaha-usaha itu dapat bersifat sementara, dapat juga bersifat permanen, yang bersifat permanen ini dinamakan pada wanita tubektomi dan ada pria vasektomi (Prawirohardjo, 2005). Menurut World Health Organization (WHO) Keluarga Berencana (KB) adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk mendapatkan objektif tertentu, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan dan mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan suami istri (Suparyanto, 2010). Menurut United National Found Population (UNFPA) pada tahun 1989, penduduk dunia telah mencapai 5,2 milyar kemudian tiap tahunnya meningkat lebih dari 90 juta jiwa. Oleh karena itu, diperlukan cara penanggulangannya yang1 sekarang dikenal dengan Keluarga Berencana (Sarwono, 2007). Di Amerika Serikat metode kontrasepsi suntik telah disetujui untuk digunakan pada akhir tahun 1992. Metode kontrasepsi yang disuntikan, Depot Medroksi Progesteron Asetat (DMPA) juga telah digunakan di seluruh dunia selama lebih dari 20 tahun. Kontrasepsi jenis hormonal ini memberikan perlindungan selama tiga bulan. Wanita yang memakai kontrasepsi suntik di Amerika sebanyak 5.178 akseptor. Pada awal bulan di Amerika Serikat pemakaian KB suntik hanya 57% namun di bulan ketiga
pemakai KB suntik meningkat menjadi 63% dan mereka melanjutnya untuk menerima suntikan yang berikutnya sebesar 75 – 80% pemakai KB suntik (Hidayat, 2009). Secara keseluruhan pemakaian kontrasepsi jauh lebih tinggi di negara maju dibandingkan dengan negara berkembang (70% berbanding 40%). Negara maju terutama menggunakan kontrasepsi obat, kondom, misalnya pada metode sawar vagina dan keluarga berencana alami dibandingkan dengan negara-negara berkembang yang lebih mengandalkan sterilisasi wanita dan AKDR (Hartanto, 2006). Indonesia juga tidak luput dari masalah kependudukan secara garis besar diperkirakan sekitar 224,9 juta dan merupakan keempat terbanyak di dunia, penggunaan pil menurun dari 17% pada tahun 1991 menjadi 10,1 pada tahun 2007. Pada tahun 2009 kontrasepsi yang sedang digunakan yaitu masing-masing sebesar KB suntik 50,2% dan KB pil 2,8% masih banyak diminati sebagai alat KB oleh pasngan usia subur (BKKBN, 2009). Menurut Kepala Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP), program KB yang berjalan sejak tahun 1970 belum memperlihatkan dampak bermakna terhadap penurunan pertumbuhan penduduk. Hal ini disebabkan karena sebagian ibu-ibu mengeluh tidak mau mengikuti program KB karena mengeluarkan biaya yang cukup mahal. Adapun cara penanggulangannya yang sudah dilakukan oleh Kepala BKBPP yaitu dengan cara memberikan pelayanan kontrasepsi gratis kepada masyarakat miskin melalui puskesmas maupun klinik, hal tersebut dilakukan guna mengurangi kepadatan penduduk di Indonesia ((BKKBN, 2009). Oleh karena itu peran bidan dalam pelayanan program KB sangat dibutuhkan yaitu salah satunya melakukan penyuluhan tentang program KB sehingga memotivasi masyarakat untuk ikut ber-KB. Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi terjadinya kepadatan penduduk yang diakibatkan kelahiran yang cukup tinggi. Tidak cukup disitu saja bidan harus bisa 83
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI SUNTIK DI PUSKESMAS PAAL X KOTA JAMBI TAHUN 2013
melakukan konseling yang baik dalam pemberian pelayanan kontrasepsi, dalam hal ini berarti petugas membantu klien dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang sesuai dengan pilihan sehingga klien merasa lebih puas serta akan membantu klien dalam menggunakan kontrasepsinya lebih lama sehingga dapat meningkatkan keberhasilan program KB (Saifuddin, 2008). Menurut hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 saat ini menyebutkan sebanyak 39% wanita Indonesia usia produktif yang tidak menggunakan kontrasepsi dengan jumlah 40% di pedesaan dan 37% di perkotaan. Dari 61,4% pengguna metode kontrasepsi di Indonesia sebanyak 31,6 menggunakan suntik sedangkan yang memakai pil hanya 13,2 %, memakai Intra Uterine Device (IUD) atau spiral 4,8%, implant 2,8% dan kondom 1,3 %, sisanya vasektomi dan tubektomi (Saryono, 2010). Di Provinsi Jambi kini menduduki peringkat ke-12 dari 32 provinsi di Indonesia dalam menekan angka kelahiran di setiap tahunnya. Setidaknya kedepan Jambi mampu menduduki peringkat ke enam untuk skala nasional. Hal itu bertujuan untuk membantu meningkatkan ranking Indonesia yang kini menduduki peringkat 107 dunia dalam menekan angka kelahiran. Untuk METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan suatu penelitian analitik dengan pendekatan Cross Cestional yang bertujuan untuk mengetahui Faktor-Faktor yang berhubungan dengan pemakaian alat kontrasepsi suntik di Puskesmas Paal X Kota Jambi Tahun 2013 (Notoatmodjo, 2005). Populasi dalam penelitian adalah
mewujudkan hal tersebut, Pemprov Jambi melalui Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) akan menggalakkan lagi program KB di lapangan (BKKBN, 2009). Berdasarkan data yang ada pada Puskesmas Paal X Kota Jambi Tahun 2011, dari jumlah pasangan usia subur yang ada di wilayah kerja Puskesmas Jambi tersebut akseptor KB aktif yang mendapatkan pelayanan KB di Puskesmas Jambi terdapat akseptor KB suntik sebesar (69,95%), pil (22%), kondom (8,9%), implant (1,15%). Tahun 2012 bahwa dari 50 responden ibu yang memakai kontrasepsi suntik sebanyak 40 responden (75%), sedangkan yang memakai kontrasepsi selain suntik sebanyak 10 responden (25%). Penggunaan kontrasepsi cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya umur, mencapai puncak pada kelompok umur (20-34) dan kembali turun setelahnya. Penurunan penggunaan pada umur setelah 35 tahun disebabkan oleh frekuensi kumpul yang semakin berkurang efektivitas alat sudah habis dan tidak memasang kembali (Tukiran, 2010). Beberapa faktor yang berhubungan dengan penggunaan kontrasepsi suntik antara lain umur, pendidikan, pengetahuan, paritas, sumber informasi, dukungan keluarga dan sosial budaya. (BKKBN,2003).
seluruh akseptor KB suntik di pukermas Paal X Kota Jambi berjumlah 65 Orang. Sampel dalam penelitian ini mengunakan total sampel dengan teknik Accidental Sampling Analisa data yang di gunakan adalah analisa univariat dan bivariat
84 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI SUNTIK DI PUSKESMAS PAAL X KOTA JAMBI TAHUN 2013
HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Distribusi Frekuensi Faktor umur dengan Pemakaian Alat Kontrasepsi Suntik di Puskesmas Paal X Kota Jambi Tahun 2013 Pemakaian Kontrasepsi suntik Total OR 95% P Value CI Ya Tidak Umur
Beresiko Tinggi Beresiko Rendah Jumlah
N 35
% 83,3
N 7
% 16,7
11 46
47,8
12 19
52,2
N
%
42
100
23 65
100
5,455
Diketahui bahwa dari 42 responden dengan umur beresiko tinggi yang memakai kontrasepsi suntik berjumlah 35 orang (83,3) Berdasarkan hasil uji statistik Chi-Square dengan nilai p value = 0,006 < 0,05 hal ini menunjukan bahwa ada hubungan antara umur dengan pemakaian kontrasepsi suntik sehingga dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara umur dengan pemakaian kontrasepsi suntik terbukti secara statistik. Menurut Maryani (2007) Pengaruh umur terhadap pemakaian kontrasepsi
0,006
suntik untuk kelompok umur, pada wanita yang berusia antara 20 - 30 tahun pada usia ini merupakan fase untuk menjarangkan kehamilan dibutuhkan suatu alat kontrasepsi yang mempunyai daya kerja lama dan salah satunya kontrasepsi suntik karena seorang wanita yang telah mengakhiri pemakaian kontrasepsi suntik yang lebih dari 60 % sudah hamil dalam waktu 1 tahun dan 90 % dalam waktu 2 tahun, cenderung lebih banyak memakai kontrasepsi suntik dari wanita umur 20 – 24 tahun.
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Paritas Dengan Pemakaian Alat Kontrasepsi Suntik Di Puskesmas Paal X Kota jambi Tahun 2013 Pemakaian Kontrasepsi suntik Total OR 95% P Value CI Ya Tidak Paritas N % N % N % Tinggi 39 81,3 9 18,8 48 100 6,190 0,004 Rendah 7 41,2 10 58,2 17 100 Jumlah 46 19 65 Di Ketahui bahwa dari 48 responden dengan paritas tinggi yang memakai kontrasepsi suntik berjumlah 39 orang (81,3) Berdasarkan hasil uji statistik ChiSquare dengan nilai p value = 0,004 < 0,05 maka ada hubungan yang signifikan antara paritas dengan pemakaian alat kontrasepsi suntik dipuskesmas Paal X Kota jambi tahun 2013. Menurut Wiknjosastro (2006) Semakin banyak jumlah PUS (Pasangan Usia Subur) terhadap jumlah paritas,maka
peluang banyak anak yang dilahirkan juga banyak sehingga di arahkan pada upaya penjarangan kehamilan bagi yang sudah mempunyai satu anak dengan maksud untuk memperoleh cukup waktu bagi ibu dalam memulihkan kondisi kesehatan setelah melahirkan anak pertama sebelum kehamilan berikutnya,serta diarahkan pada penggunaan alat kontrasepsi suntik yang tingkat kelangsungannya tinggi.pada PUS yang mempunyai 2 anak atau lebih harus diarahkan untuk mengakhiri 85
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI SUNTIK DI PUSKESMAS PAAL X KOTA JAMBI TAHUN 2013
kehamilannya dengan menggunakan kontrasepsi yang tepat menjamin tidak
akan
terjadi
kehamilan
lagi.
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Pendidikan Dengan Pemakaian Alat Kontrasepsi Suntik Di Puskesmas Paal X Kota jambi Tahun 2013 Pemakaian Kontrasepsi suntik Total OR 95% P Value CI Ya Tidak Pendidikan
Tinggi Rendah Jumlah
N 41 5 46
% 80,4 35,7
N 10 9 19
% 19,6 64,3
Di Ketahui bahwa dari 51 responden dengan pendidikan tinggi yang memakai kontrasepsi suntik berjumlah 41 orang (80,4 Berdasarkan hasil uji statistik ChiSquare nilai p value = 0,002 < 0,05 maka ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan pemakaian alat kontrasepsi suntik dipuskesmas Paal X Kota jambi tahun 2013. Menurut Soeradji, (2006) Pendidikan mempunyai pengaruh positif
N
%
51 14 65
100 100
7,380
0,002
terhadap tingkat pemakaian kontrasepsi. Sehubungan dengan intensitas informasi yang mereka terima dan kebutuhan untuk menunda atau membatasi jumlah anak. Wanita berpendidikan mempunyai wawasan yang luas tentang Program Keluarga Berencana. tingkat pendidikan mempunyai pengaruh positif secara signifikasi terhadap pemakaian kontrasepsi.
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Pendidikan Dengan Pemakaian Alat Kontrasepsi Suntik Di Puskesmas Paal X Kota Jambi Tahun 2013 Pemakaian Kontrasepsi suntik Total OR 95% P Value CI Ya Tidak Pengetahuan
Baik Kurang Jumlah
N 33 13 46
% 82,5 52
N 7 12 19
Di Ketahui bahwa dari 40 responden dengan pengetahuan baik yang memakai kontrasepsi suntik berjumlah 33 orang (82,5). Berdasarkan hasil uji statistik Chi-Square nilai p value = 0,019 < 0,05 maka ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan pemakaian alat kontrasepsi suntik dipuskesmas Paal X Kota jambi tahun 2013. Pengetahuan adalah merupakan hasil "tahu" dan ini terjadi setelah orarg
% 17,5 48
N
%
40 25 65
100 100
4,352
0,019
melakukan penginderaan terhadap suatu proyek tertentu, penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga Notoatmodjo (2005). Menurut peneliti dalam meningkatkan pengetahuan ini bias melalui penyuluhan secara langsung dan dapat melaui penyuluhan secara tidak langsung yaitu melalui poster dan liflet.
86 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI SUNTIK DI PUSKESMAS PAAL X KOTA JAMBI TAHUN 2013
SIMPULAN Umur beresiko tinggi, (73,8%) responden paritasnya tinggi, (78,5%) responden berpendidikan tinggi, (61,5%) responden memiliki pengetahuan baik. Sedangkan hasil analisis bivariat menunjukan bahwa ada hubungan antara umur dengan pemakaian kontrasepsi suntik dengan P value 0,006 < 0,05,
paritas dengan pemakaian kontrasepsi suntik dengan P value 0,004 < 0,05, pendidikan dengan pemakaian kontrasepsi suntik P value 0,002 < 0,05, pengetahuan dengan pemakain kontrasepsi suntik P value 0,019 < 0,05.
DAFTAR PUSTAKA A,Aziz,Alimul,Hidayat.2009. Metode Penelitian Kebidanan teknik Analisis Data.Medika Salemba.Jakarta : Indonesia BKKBN. 2009. Jumlah Peserta KB aktif. http://bkkbn.go.id diakses tanggal 20 September 2013 BKKBN, 2005. Gerakan KB, http://bkkbn.go.id diakses tanggal 20 September 2013 Hartanto, Hanafi. 2006. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: Sinar Harapan. Maryani, Herti. (2007). Cara Tepat Memilih Alat Kontrasepsi Keluarga Berencana bagi Wanita Puslitbang Pelayanan dan Teknologi Kesehatan, Depkes RI. Notoatmodjo, 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta: Jakarta. Prawirohardjo. (2005). Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Abdul Bari, Saifuddin. 2008. Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta : Bina Pustaka. Sarwono Prawirohajo, 2007. Buku Panduan Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Tridasa Printer Saryono. 2010. Asuhan Kebidanan 1 (Kehamilan). Yogyakarta : Nuha Medika. Suparyanto. (2010). Konsep Kepatuhan. http://www.drsuparyanto.blogspot .com/ diakses tanggal 24 November 2013 Tukiran, Agus Joko Pitoyo, Pande Made Kutanegara. 2010. Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Wiknjosastro, 2006. Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo Jakarta.
87 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL TERHADAP RISIKO 4T DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS HARAPAN RAYA KOTA PEKANBARU TAHUN 2016
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL TERHADAP RISIKO 4T DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS HARAPAN RAYA KOTA PEKANBARU TAHUN 2016 THE RELATIONSHIP OF KNOWLEDGE AND ATTITUDES OF PREGENENT WOMENTOWARD RISK 4T IN THE WORKING AREA PUSKESMAS HARAPAN RAYA PEKANBARU 2016 Hamidah Sari Batubara Akademi Kebidanan Internasional Pekan Baru Korespondensi Penulis :
[email protected] ABSTRAK Ibu hamil dengan risiko tinggi adalah ibu hamil dengan keadaan penyimpangan dari normal yang secara langsung menyebabkan kesakitan dan kematian bagii ibu maupun bayinya. Saat ini dalam setiap menit setiap hari, seorang ibu meninggal disebabkan oleh komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan, persalinan dan nifas. Organisasi kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa kematian ibu diperkirakan sebanyak 500.00 kematian tiap tahun diantaranya 99% terjadi dinegara berkembang. Tingginya angka kematian ibu ini disebabkan oleh risiko tinggi, yaitu wanita dengan keadaan 4T, (kehamilan yang terjadi pada usia terlalu muda, usia terlalu tua, terlalu dekat jarak kehamilan, terlalu banyak anak). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap ibu hamil terhadap risik 4T di wilayah kerja Puskesmas Harapan Raya kota Pekanbaru tahun 2016. Jenis penelitian ini kuantitatif dengan menggunakan desain penelitian Analitik. Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dari kuesioner. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang ada di wilayah kerja Puskesmas Harapan Raya Kota Pekanbaru sebanyak 5452 orang. Dengan jumlah sampel penelitian sebanyak 96 orang ibu hamil. Hasil penelitian analisis Univariat menunjukkan bahwa dari ibu hamil yang berpengetahuan tinggi sebanyak 54 orang (56%) dan rendah sebanyak 42 orang (44%). Untuk sikap positif sebanyak 66 orang (69%) dan negatif sebanyak 30 orang (31%). Hasil penelitian Bivariat menunjukkan bahwa responden berpengetahuan tinggi dan bersikap positif berdasarkan uji chi squere adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang risiko 4T, dimana p value 0,030, maka 0,030 < 0,05 maka Ha diterima. Disarankan kepada petugas kesehatan untuk lebih meningkatkan pemberian informasi atau penyuluhan kesehatan mengenai kehamilan risiko 4T. Kata kunci
: Pengetahuan, Sikap, Risiko 4T
ABSTRACT The Pregnant women with fetal abnormalities has a high risk that causes illness and death for both mother and baby. Currently in every minute of every day, a woman dies due to complications related to pregnancy, delivery process and postpartum. The World Health Organization (WHO) reported that maternal mortality was estimated at 500.00 deaths each year of which 99% occur in developing countries. The high rate of maternal mortality is caused by high risk, namely women with 4T circumstances, (a pregnancy that occurs at too young age, too old age, too closely spaced pregnancies, and too many children). This study aims to determine the relationship of knowledge and attitude towards the risk of 4T pregnant women in the Community Health Center Harapan Raya Pekanbaru city in 2016. This type of research is quantitative research design Analytical. This study used primary data that obtained from questionnaires. The population in this study were all pregnant women in the working area of Community Health Center Harapan Raya Pekanbaru with total of population 5452 respondents. With the number of sample were 96 pregnant women. Univariate analysis of the results of the study showed that pregnant women who are knowledge able which higher 54 people (56%) and had negative attitude gained 42 (44%). For a positive attitude gained 66 people (69%) and negative gained 30 respondents (31%). The Bivariant results of the study showed that the respondents had high knowledge had positive attitude based on the chi-squere significant relationship that there was a significant correlation between knowledge and attitude of pregnant women in treathing risks of 4T, where p value 0,030, then 0,030 <0,05 so Ha is received. Suggested to health workers to further improve the provision of information or counseling about pregnancy risk 4T. Keywords
: Knowledge, Attitude, Risko 4T
88 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL TERHADAP RISIKO 4T DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS HARAPAN RAYA KOTA PEKANBARU TAHUN 2016
PENDAHULUAN Ibu hamil risiko tinggi adalah ibu hamil dengan keadaan penyimpangan dari normal yang secara langsung menyebabkan kesakitan dan kematian bagi ibu maupun bayinya. Saat ini dalam setiap menit setiap hari, seorang ibu meninggal disebabkan oleh komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan, persalinan dan nifas. Organisasi kesehatan dunia (WHO) melaporkan bahwa kematian ibu diperkirakan sebanyak 500.000 kematian tiap tahun diantaranya 99% terjadi di negara berkembang (Kurniawwati, dkk 2014). Kematian ibu disebabkan oleh risiko tinggi, yaitu wanita dengan keadaan 4T, kehamilan yang terjadi pada usia terlalu muda, usia terlalu tua, terlalu dekat jarak kehamilan, terlalu banyak anak. Kategori wanita risiko tinggi ini mempunyai risiko terlalu besar untuk terjadi komplikasi dibanding kategori lain (BKKBN, 2007). Risiko 4T dalam kehamilan dapat menimbulkan perdarahan yaitu mudah keguguran, perdarahan, anemia, persalinan lama. Salah satu penyebab kematian ibu yaitu perdarahan (biasanya perdarahan pasca persalinan), infeksi, hipertensi dalam kehamilan, partus macet, dan aborsi. Kehamilan yang berisiko tinggi ini mengundang masalah sampai kepada ancaman jiwa saat melahirkan. Untuk mencegah munculnya kasus-kasus baru pada ibu hamil risiko tinggi adalah dengan mensosialisasikan 4T kepada masyarakat dimulai dari lingkungan terdekat. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini sedikit menurun meskipun tidak terlalu signifikan. Target global MDGs (Millenium development Goals) ke 5 adalah menurunkan angka kematian ibu (AKI) menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Tetapi target belum tercapai ditahun 2015 ini masih banyak daerah-daerah yang mempunyai ibu hamil dengan risiko tinggi. Kejadian ibu hamil terlalu muda di Kabupaten Ciamis pada tahun 2012 masih cukup tinggi yaitu mencapai 2519 (7,4%) dari 13126 ibu hamil, sedangkan
ibu hamil terlalu tua mencapai 3,9%, terlalu banyak 5,5%, dan terlalu dekat 4,9%. Kasus tertinggi ibu hamil termuda di Kabupaten Ciamis terjadi di wilayah Kecamatan Pangandaran yaitu sebanyak 112 (4,45%), dan terkecil terjadi di kecamatan Kertahayu sebanyak 74 orang (2,94%). Angka kematian ibu di Provinsi Riau tahun 2008-2013 bahwa angka kematian ibu pada tahun 2013 sebesar 118 per 100.000 kelahiran hidup. Hal ini terjadi peningkatan dibandingkan tahun 2012 sebesar 112,7 per 100.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu menurut kabupaten/kota di Provinsi Riau yaitu kota Pekanbaru sebesar 44 per 100.000 kelahiran hidup. Tingginya angka kematian ibu di Riau tidak hanya disebabkan kesehatan, tetapi lebih terkait sosial ekonomi masyarakat (profil Kesehatan provinsi Riau tahun 2013). Untuk mencegah munculnya kasus-kasus baru pada ibu hamil risiko tinggi adalah dengan mensosialisasikan 4T kepada masyarakat dimulai dari lingkungan terdekat. Berdasarkan penelitian Wulandari, 2012 dari 20 ibu hamil yang berpengetahuan baik tentang risiko tinggi kehamilan berjumlah 4 orang (20%), yang berpengetahuan kategori cukup sebanyak 6 orang (30%), sedangkan yang berpengetahuan kurang sebanyak 10 orang (50%). (laporan KIA puskesmas Plupuh II, 2011 dalam wulandari 2012). Berdasarkan data yang didapatkan dari Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru didapatkan dua puskesmas yang memiliki ibu hamil yang terbanyak, yaitu Puskesmas Sidomulyo dan Puskesmas Rejosari. Setelah dilakukan survei pendahuluan didapatkan ternyata pengetahuan ibu hamil paling rendah tentang Risiko Kehamilan 4T di puskesmas Sidomulyo yaitu dari 5 orang responden 80% yang memiliki pengetahuan rendah. dan 40% yang bersikap positif. Dari survei yang telah dilakukan peneliti dimana masih rendahnya pengetahuan ibu hamil tentang risiko kehamilan 4T, maka dari itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian 89
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL TERHADAP RISIKO 4T DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS HARAPAN RAYA KOTA PEKANBARU TAHUN 2016
tentang Hubungan Pengetahuan Sikap Ibu Hamil Tentang Risiko 4T.
dan
METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Desain penelitian yang digunakan adalah analitik dengan rancangan penelitian untuk mencari hubungan antar variabel yang sifatnya bukan hubungan sebab akibat dan jenis pendekatan cross sectional yaitu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi dengan variabel yang akan diteliti dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus untuk menggambarkan hubungan antara variabel-variabel yang diteliti dengan cara serentak atau bersamaan pada suatu saat
(point time approach) (Hidayat, 2007) membuktikan hubungan pengetahan dan sikap ibu hamil terhadap risiko 4T. Penelitian ini telah dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Harapan Raya Pekanbaru. Waktu penelitian telah dilaksanakan pada bulan Maret-April tahun 2016. Populasi dalam penelitian ini ibu hamil yang datang memeriksa kehamilan di Puskesmas Harapan Raya Kota Pekanbaru berjumlah 2452 ibu hamil. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Accidental sampling yaitu cara pengambilan sampel yang dilakukan dengan kebetulan bertemu di suatu tempat sesuai dengan konteks penelitian(Notoatmodjo,2007).
HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Ibu Hamil Terhadap Risiko 4T Di Wilayah Kerja Puskesmas Harapan Raya Pekanbaru Tahun 2016 Usia Frekuensi Presentase (orang) (%) >35 tahun 12 12,5% 20-35 tahun
84
87,5%
Jumlah
96
100%
Sumber : Analisis data primer tahun 2016 Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa dari 96 responden, sebagian besar berumur 20 – 35 tahun yaitu sebanyak 84 orang (87,5%) dan sebagian kecil umur > 35 tahun sebanyak 12 orang (12,5%).
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Ibu Hamil Terhadap Risiko 4T Di Wilayah Kerja Puskesmas Harapan Raya Pekanbaru Tahun 2016 Tingkat Frekuensi Presentase pendidikan (orang) (%) Tinggi
70
73%
Rendah
26
27%
Jumlah
96
100%
Sumber : Analisis data primer 2016 Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa dari 96 responden sebagian besar yang berpendidikan tinggi yaitu sebanyak 70 orang (73%), dan sebagian kecil berpendidikan rendah yaitu sebanyak 26 orang (27%).
90 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL TERHADAP RISIKO 4T DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS HARAPAN RAYA KOTA PEKANBARU TAHUN 2016
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan Ibu Hamil Terhadap Risiko 4T Di Wilayah Kerja Puskesmas Harapan Raya Pekanbaru Tahun 2016 Pekerjaan Frekuensi Presentase (orang) (%) Bekerja 69 72% Tidak Bekerja
27
28%
Jumlah
96
100%
Sumber : Analisis data primer tahun 2016 Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa 96 responden sebagian besar bekerja yaitu sebanyak 69 orang (72%), dan sebagian kecil tidak bekerja sebanyak 27 orang (28%). Tabel 4.Distribusi frekuensi berdasarkan informasi yang pernah didapatkan Di wilayah kerja Puskesmas Harapan Raya Pekanbaru tahun 2016 Mendapat Frekuensi Presentase Informasi (orang) (%) Pernah
54
56%
Tidak Pernah
42
44%
Jumlah 96 100% Sumber : Analisis data primer tahun 2016 Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa 96 responden, sebagian besar pernah mendapatkan informasi tentang risiko 4T yaitu sebanyak 54 orang (56%). Dan sebagian kecil tidak pernah mendapatkan informasi adalah 42 orang (44%). Tabel 5. Distribusi Frekuensi responden Berdasarkan Sumber Informasi Di Wilayah Kerja Puskesmas Harapan Raya Pekanbaru Tahun 2016 Informasi Teman
Frekuensi Presentase (orang) (%) 3 6%
Media sosial
17
31%
Tenaga kesehatan
34
63%
Lain-lain
0
0
Jumlah
54
100%
Sumber : analisis data primer tahun 2016 Berdasarkan tabel 5 diketahui bahwa dari 96 responden sebagian besar mendapatkan sumber informasi mengenai risiko 4T, sumber informasi dari Tenaga kesehatan sebanyak 34 responden (63%), dan sebagian kecil dari sumber media yaitu sebanyak 17 responden (31%) Tabel 6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Ibu Hamil Terhadap Risiko 4T Di Wilayah Kerja Puskesmas Harapan Raya Pekanbaru Tahun 2016 Pengetahuan Frekuensi Presentase (orang) (%) Tinggi 54 56% Rendah
42
Jumlah
96
44% 100%
Sumber : Analisis data primer 2016 Berdasarkan tabel 6 diketahui bahwa dari 96 orang responden, sebagian besar responden mempunyai pengetahuan tinggi sebanyak 54 orang (56%). Dan sebagian kecil yang berpengetahuan rendah sebanyak 42 orang (44%). Tabel 7. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan sikap Ibu Hamil Terhadap Risiko 4T Di Wilayah Kerja Puskesmas Harapan Raya Pekanbaru Tahun 2016 Sikap Frekuensi Presentase (%) Positif 66 69% Negatif 30 31% Jumlah 96 100% Sumber : analisis data Primer tahun 2016 Berdasarkan tabel 7 diketahui bahwa dari 96 orang responden sebagian besar ibu hamil memiliki sikap positif sebanyak 66 orang (69%). Dan sebagian kecil sikap negatif sebanyak 30 orang (31%). 91
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL TERHADAP RISIKO 4T DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS HARAPAN RAYA KOTA PEKANBARU TAHUN 2016
Analisis Bivariat Tabel 8. Hubungan Pengetahuan dan Sikap ibu hamil terhadap risiko 4T di wilayah kerja puskesmas Harapan Raya Kota Pekanbaru tahun 2016 sikap
Sikap Positif N
N
%
Negatif
pvalue
%
pengetahuan Tinggi
42
44%
12
12%
54
57%
Rendah
24
25%
18
19%
42
43%
66
69%
30
31%
96
100%
0,030
N
Sumber : Analisis data primer tahun 2016 Pada uji statistik hubungan pengetahuan dan sikap ibu hamil terhadap risiko 4T dapat disimpulkan bahwa Ha diterima di mana p-value < α (0,03 < 0,05). Sehingga secara statistik ada hubungan antara pengetahuan dan sikap ibu hamil terhadap risiko 4T. Pengetahuan Responden Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan di wilayah kerja puskesmas Harapan Raya tahun 2016 terhadap 96 responden didapatkan hasil sebanyak 55 orang (57%) memiliki pengetahuan yang tinggi tentang risiko 4T. Pengetahuan merupakan hasil “tahu” pengindraan manusia terhadap suatu objek tertentu. Proses pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan melalui kulit. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior) (Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Siahaan (2010), dengan judul pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang risiko 4T di Klinik Bersalin Sally Medan Tahun 2010, hasil penelitiannya adalah mayoritas ibu yang berpengetahuan cukup tentang risiko 4T sebanyak 68 orang (90,7%). Hal ini didukung oleh usia ibu yang cukup umur yaitu 20-35 tahun. Dan pendidikan ibu yang tinggi mempunyai peranan penting dalam menyerap dan menerima informasi dalam bidang kesehatan dan keluarga.
Hal ini bertujuan bahwa semakin tinggi pendidikan yang dimiliki seseorang maka semakin luas wawasan untuk mengetahui tentang kehamilan risiko 4T. Menurut asumsi peneliti pengetahuan responden yang tinggi dipengaruhi oleh umur. Dimana usia seseorang menggambarkan tingkat kematangan dalam berpikir, usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Maka dari itu dengan bertambahnya usia ibu tersebut, mereka akan lebih ingin mencari tahu tentang risiko kehamilan 4T. Didukung oleh tingkat pendidikan ibu yang tinggi, dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut lebih luas pula pengetahuannya. Hal ini menggambarkan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin luas pula pengetahuannya. Sebaliknya, semakin rendah pendidikan seseorang maka semakin sedikit pula pengetahuan yang didapat. Informasi yang didapatkan juga mempengaruhi tingginya tingkat pengetahuan ibu, karena semakin banyak informasi yang didapatkan ibu hamil tentang risiko 4T maka semakin banyak pula pengetahuan ibu tersebut. Sehingga ibu hamil tersebut lebih mewaspadai terhadap risiko kehamilan 4T.
92 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL TERHADAP RISIKO 4T DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS HARAPAN RAYA KOTA PEKANBARU TAHUN 2016
Sikap Responden Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan di wilayah kerja Puskesmas Harapan Raya Pekanbaru tahun 2016 tehadap 96 responden, dapat dilihat bahwa mayoritas responden memiliki sikap yang positif terhadap risiko 4T yaitu sebanyak 66 orang (69%). Berdasarkan teori Notoadmojo (2012), mengatakan bahwa, sikap dipengaruhi oleh pengetahuan seseorang. Semakin tinggi pengetahuan seseorang, maka semakin positif sikap seseorang tersebut. Begitupun sebaliknya semakin rendah tingkat pengetahuan seseorang, maka semakin negatif seseorang dalam bersikap. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Siahaan (2010), dengan judul Pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang risiko 4T di Klinik Bersalin Sally Medan tahun 2010, hasil dari penelitiannya adalah mayoritas ibu yang bersikap positif yaitu sebanyak 75 orang (100%). Menurut asumsi peneliti sebagian besar ibu hamil bersikap positif tentang risiko 4T dipengaruhi oleh faktor pengetahuan ibu hamil yang tinggi, dimana semakin tingginya pengetahuan seseorang, maka semakin positif sikap seseorang tersebut. Begitupun sebaliknya semakin rendah tingkat pengetahuan seseorang, maka semakin negatif seseorang dalam bersikap. Didukung juga oleh informasi yang pernah didapatkan oleh ibu, dimana ibu yang pernah mendapatkan informasi tetu akan lebih mewaspadai terhadap kehamilan risiko 4T tersebut, dan agar tidak terjadinya kehamilan risiko 4T ibu akan melakukan kunjungan ANC secara teratur. Hasil Bivariat Hubungan pengetahuan dan sikap ibu hamil terhadap risiko 4T di wilayah kerja puskesmas harapan raya Pekanbaru tahun 2016 Berdasarkan tabel dari hasil uji chi square hubungan pengetahuan dan sikap ibu hamil terhadap risiko 4T di wilayah kerja Puskesmas Harapan Raya Kota Pekanbaru tahun 2016 di dapatkan hasil dimana p – value 0,030, maka 0,030 <
0,05. Maka Ha di terima. Ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dan sikap ibu hamill terhadap risiko 4T. Pengetahuan dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal. Pengetahuan sangat erat dengan pendidikan, dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini akan menentukan aspek sikap seseorang. Semakin banyak sikap positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap positif terhadap objek tertentu (Wawan, A dan Dewi M, 2011) Menurut hasil penelitian Hasugian (2012) pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu hamil terhadap kehamilan risiko tinggi di Rsup. H. Adam Malik, Medan. yaitu dimana terdapat adanya hubungan dan sikap ibu hamil Terhadap risiko tinggi, diperoleh hubungan yang bermakna antara pengetahuan dan sikap di dapatkan hasil (p=0,017). Menurut asumsi, penelitian ini sejalan dengan peneliti Hasugian (2012), yaitu terdapat adanya hubungan dan sikap ibu hamil terhadap risiko 4T didapatkan hasil (p=0,030). Hal ini dapat disebabkan oleh tingginya pengetahuan dan sikap ibu tersebut, dimana didukung oleh usia ibu 20-35 tahun, semakin cukupnya umur ibu maka tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan mencari tahu. Dan didukung juga oleh tingkat pendidikan ibu yang tinggi, dengan semakin tingginya pendidikan diharapkan memiliki wawasan yang luas pula, dan sebagian besar responden yang sudah pernah mendapatkan informasi juga dapat mempengaruhi pengetahuan dan sikap ibu tersebut, baik dari tenaga kesehatan, media sosial maupun dari teman. Sehingga ibu tersebut lebih mewaspadai terhadap risiko 4T.
93 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL TERHADAP RISIKO 4T DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS HARAPAN RAYA KOTA PEKANBARU TAHUN 2016
SIMPULAN Pengetahuan ibu hamil terhadap risiko 4T yang memilki pengetahuan tinggi sebanyak 54 responden (56%); Sikap ibu hamil terhadap risiko 4T yang memiliki sikap positif sebanyak 66 orang (69%); Diketahui dari hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti menunjukkan bahwa ada hubungan pengetahuan dan sikap ibu hamil terhadap risiko 4T diwilayah kerja Puskesmaas Harapan Raya pekanbaru tahun 2016.
Hasugian,
Siahaan, Irawati. 2010. Pengetahuan Dan Sikap Ibu Hamil Tentang Risiko 4T di Klinik Bersalin Sally Medan. http://repository.usu.ac.id/hand le/123456789/19179 Notoatmodjo, Soekidjo 2010. Ilmu perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Maha Medika.
DAFTAR PUSTAKA BKKBN.
Umur dan Paritas. http://Jurnalgriyahusada.com/awal/images /file. (14 januari 2016. pukul 20.00)
2007. Http:// gemapria.bkkbn.go.id. Diakses pada tanggal (10 januari 2016, pukul 20.00 wib Tigor. 2012 pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu hamil terhadap kehamilan risiko tinggi di Rsup. H. Adam Malik Medan. http://repository.usu.ac.id/bitsr eam/123456789/32803/7/pdf.
Hidayat, 2007. Metode Penelitian dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika. Kurniawwati, Dewi. 2014. Profil Ibu Hamil Risiko Tinggi Berdasarkan
Notoatmodjo, Soekidjo 2007. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta, Rineka Cipta Maha Medika Wawan,
A dan Dewi M. 2011. Pengetahuan, Sikap dan Prilaku Manusia. Yogyakarta : Nuha Medika
Wulandari, dkk. 2012 Pengetahuan ibu hamil tentang kehamilan risiko tinggi di Pkd Ngudi waras jabling sragen. http://digilid,stikeskusumahusa da.ac.id/download.php?=332 (tanggal 11 februari 2016 pukul 15.00 wib)
94 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
DETERMINAN PERILAKU SEKSUAL BERISIKO PADA REMAJA SISWA DI SMA NEGERI I GORONTALO
DETERMINAN PERILAKU SEKSUAL BERISIKO PADA REMAJA SISWA DI SMA NEGERI I GORONTALO DETERMINANT OF RISKY SEXUAL BEHAVIOR IN ADOLESCENT STUDENTS IN PUBLIC SENIOR HIGH SCHOOL GORONTALO Zul Adhayani Arda Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Gorontalo Korespondensi Penulis :
[email protected] ABSTRAK Berdasarkan data WHO sampai tahun 2000 ditemukan 50 dari 1.000 gadis remaja Amerika Serikat sudah pernah melahirkan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor determinan perilaku seksual berisiko pada remaja siswa di SMA I Kota Gorontalo tahun 2015. Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan rancangan cross sectional study. Sampel penelitian ini sebanyak 140 siswa yang diambil secara proportional stratified random sampling. Penelitian ini menggunakan chi square. Hasil penelitian ini adalah terdapat hubungan yang signifikan antara keterpapran pornografi dan perhatian orang tua (nilai p < 0,05) dengan perilaku seksual berisiko pada remaja siswa SMA Negeri I Gorontalo. Diharapkan para remaja terutama dapat meningkatkan pemahaman mengenai kesehatan reproduksi dengan cara aktif membaca buku-buku mengenai kesehatan reproduksi dan tidak malu-malu untuk bertanya mengenai masalah kesehatan. Kata Kunci : Perilaku Seksual Berisiko ABSTRACT Based on WHO data up to 2000 found 50 out of 1,000 US teenage girls had given birth. The purpose of this study is to know the determinants of risky sexual behavior in adolescents students in public senior high school I Gorontalo in 2015. This type of research is observational analytic with cross sectional study. Samples of this study were 140 students were taken by proportional stratified random sampling. This study uses chi square. The results of this study is a significant relationship between exposured pornography and attention from their parents (p <0.05) with risky sexual behavior in adolescents students SMA Negeri I Gorontalo. It is hoped the youth especially could improve the understanding of reproductive health by being active reading books on reproductive health and do not be shy to ask about health problems. Keywords: Risky sexual behavior
PENDAHULUAN Masa remaja (usia 12 sampai 21 tahun) terdiri dari beberapa fase, salah satunya adalah fase remaja awal (usia 12 sampai 15 tahun), yang di dalamnya terdapat fase pubertas yang merupakan fase yang sangat singkat dan terkadang menjadi masalah tersendiri bagi remaja dalam menghadapinya (Angriyani dan Trisnawati, 2011). Sebuah survei yang dilakukan oleh Youth Risk Behavior Survei (YRBS) secara Nasional di Amerika Serikat pada tahun 2005 mendapati bahwa 47,8% pelajar yang duduk di kelas 9-12 telah melakukan hubungan seks pranikah, 35% pelajar SMA telah aktif secara seksual (Eaton, 2006). Berdasarkan data hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2012 komponen Kesehatan Reproduksi Remaja (SDKI 2012 KRR), bahwa secara nasional
terjadi peningkatan angka remaja yang pernah melakukan hubungan seksual pranikah dibandingkan dengan data hasil Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) 2007. Hasil survei SDKI 2012 KRR menunjukkan bahwa sekitar 9,3% atau sekitar 3,7 juta remaja menyatakan pernah melakukan hubungan seksual pranikah, sedangkan hasil SKRRI 2007 hanya sekitar 7% atau sekitar 3 juta remaja. Sehingga selama periode tahun 2007 sampai 2012 terjadi peningkatan kasus remaja yang pernah melakukan hubungan seksual sebanyak 2,3% (Hidayat dkk,2012) . Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual berisiko pada siswa remaja di SMA Negeri I Gorontalo tahun 2015. 95
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
DETERMINAN PERILAKU SEKSUAL BERISIKO PADA REMAJA SISWA DI SMA NEGERI I GORONTALO
METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian Observasional analitik dengan rancangan cross sectional study. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri I Gorontalo pada bulan Januari sampai dengan Februari 2015. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI di SMA Negeri I Gorontalo. Dari hasil perhitungan besar sampel diperoleh sebanyak 140 siswa yang diambil secara proportional stratified random sampling. Adapun variabel pada penelitian ini adalah variabel independen (keterpaparan pornografi, perhatian orang tua, lingkungan, umur pubertas, dan faktor teman) dan variabel dependen (perilaku seksual berisiko pada remaja siswa). Data primer diperoleh secara langsung dari wawancara responden dengan menggunakan kuesioner penelitian yang berkaitan dengan variabel yang di teliti. Sedangkan data sekunder diperoleh dari sekolah SMA Negeri I Gorontalo. Pengolahan dan analisis data dilakukan se-cara manual dan komputerisasi dengan menggunakan program SPSS yang disajikan dalam bentuk tabel dan narasi. Analisis univariat dilaku-kan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian, baik variabel independen maupun variabel dependen. Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel dependen dan variabel independen. Analisis data
Analisis Bivariat Hasil uji statistik untuk melihat hubungan variabel independen dengan variabel dependen dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan keterpaparan pornografi dapat diketahui bahwa dari 52 orang yang memiliki keterpaparan pornografi yang rendah terdapat 6 orang (11,54%) dengan perilaku seksual berisiko dan sebanyak 46 orang (88,64%) yang tidak berisiko. Hasil uji statistik diperoleh nilai p < 0,05 yanng berarti ada hubungan antara keterpaparan
menggunakan uji statistik yaitu uji chi square. HASIL DAN PEMBAHASAN Secara umum hasil penelitian ini menunjuk-kan hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Karakteristik Responden Pada Tabel 1 distribusi responden berdasarkan umur remaja siswa di SMA Negeri I Kota Gorontalo dapat dilihat bahwa dari 140 sampel siswa dimana yang tertinggi adalah kelompok umur 16 tahun sebanyak 87 responden (62,1%) dan terendah pada kelompok 18 tahun sebanyak 4 responden (2,9%). Berdasarkan jenis kelamin diperoleh hasil bahwa responden berjenis kelamin perempuan lebih banyak yaitu sebanyak 98 responden (70%) sedangkan laki-laki sebanyak 42 responden (30%). Tabel
1. Distribusi Responden berdasarkan Karakteristik Siswa di SMA Negeri I Gorontalo Frekuensi Karakteristik Responden n % Umur (tahun) 16 87 62,1 17 49 35,0 18 4 2,9 Jenis Kelamin Laki-laki 42 30,0 Perempuan 98 70,0 Sumber: Data Primer Berdasarkan hasil penelitian mengenai keterpaparan pornografi oleh Andrew (2001) pada remaja perempuan kulit hitam 14-18 tahun dialporkan bahwa yang terpapar dengan film video porno punya lebih banyak pacar, melakukan hubungan seksual lebih sering, dimana media elektronik maupun cetak menjadi penyumbang terbesar bagi rusaknya pergaulan remaja.
pornografi dengan perilaku seksual berisiko pada siswa SMA Negeri I Gorontalo. 96 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
DETERMINAN PERILAKU SEKSUAL BERISIKO PADA REMAJA SISWA DI SMA NEGERI I GORONTALO
Tabel 2. Hubungan Variabel Independen dengan Perilaku Seksual Berisiko Remaja Siswa di SMA Negeri I Gorontalo Tahun 2015 Variabel Keterpaparan pornografi Rendah Tinggi Perhatian Orang Tua Cukup Kurang Lingkungan Baik Buruk Puberitas Normal Tidak Normal Teman Baik Buruk
Perilaku Seksual Berisiko Tidak % Berisiko Berisiko
Total %
n
%
Uji statistic
2
46 31
88,46 35,23
6 57
11,54 64,77
52 88
100 100
X = 37,425 p = 0.000
54 23
66,67 38,98
27 36
33,33 61,02
81 59
100 100
X = 10,570 p = 0.002
39 38
58,21 52,05
28 35
41,79 47,95
67 73
100 100
X = 0,535 p = 0.575
47 30
60,26 48,39
31 32
39,74 51,61
78 62
100 100
X = 1,966 p = 0.218
33 44
61,11 51,16
21 42
38,89 48,84
54 86
100 100
X = 1,326 p = 0.328
Sumber : Data Primer Keterpaparan pornografi sangat berpengaruh bagi perilaku seksual berisiko, karena dengan melihat video porno, majalah dewasa ataupun film dewasa, maka gairah seks dapat meningkat dan menimbulkan keinginan untuk melakukan perilaku seksual tanpa memikirkan dampak dari peilaku seksual berisiko. Kemajuan teknologi yang sebenarnya diharapkan dapat memberikan kemudahan dalam berkomunikasi, sekarang sudah banyak bertambah fungsinya, antara lain dapat untuk akses ke media pornografi. Banyak anak-anak dan remaja di sekolah–sekolah menggunakan HP untuk mengakses gambar atau tayangan singkat yang porno dan merusak mental para remaja (Setyowati, 2012) Berdasarkan perhatian orang tua dapat dilihat bahwa dari 81 orang yang memperoleh perhatian yang cukup dari orang tua siswa terdapat sebanyak 27 orang (33,33%) yang memiliki perilaku seksual berisiko dan 54 orang (66,67%) yang tidak berisiko. Hasil uji statistik chi square pada diperoleh X2 hitung 10,570 > X2 tabel 3,84 dan nilai p < 0,05 yang berarti ada hubungan antara perhatian orang tua dengan perilaku seksual berisiko pada siswa SMA Negeri I Gorontalo Tahun 2015. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan Endang (2002) pada pelajar SLTPN di Depok dan
2
2
2
2
oleh Wahyuni (2004) di SMU 36 Jakarta Timur, orang tua yang seharusnya pertama kali memberikan pengetahuan seksual kepada anaknya. Melalui komunikasi, orang tua dapat menjelaskan norma dan ketentuan-ketentuan mengenai hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan seorang remaja terhadap lawan jenisnya. Orang tua dapat memberikan pemahaman yang baik tentang pengertian hubungan pertunangan dan hendaknya melakukan kontrol atau pengawasan yang baik terhadap intensitas hubungan anaknya yang sudah bertunangan. Hasil uji statistik untuk variabel lingkungan, umur puberitas, dan faktor teman diperoleh nilai p > 0,05 yang berarti variabel tersebut secara signifikan tidak berhubungan dengan perilaku seksual berisiko pada siswa SMA Negeri I Gorontalo Tahun 2015. Hasil penelitian Roozanti tahun 2003 menunjukkan bahwa faktor lain yang mungkin menyebabkan remaja berperilaku seksual risiko adalah adanya faktor psikososial dan agama. Kedua faktor ini telah ada di dalam diri masingmasing remaja sehingga bagaimana perilakunya adalah keputusan sendiri, tidak terpengaruh oleh teman. SIMPULAN Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel keterpaparan pornografi dan perhatian dari orang tua memiliki 97
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
DETERMINAN PERILAKU SEKSUAL BERISIKO PADA REMAJA SISWA DI SMA NEGERI I GORONTALO
hubungan yang signifikan dengan perilaku seksual berisiko pada remaja siswa di SMA I Kota Gorontalo tahun 2015. DAFTAR PUSTAKA Banun,Sari Oktavia Fadia Setyorogo Soedijono .(2013). Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual pranikah pada mahasiswa semester V Stikes X jakarta Timur 2012 ; Jurnal ilmiah Kesehatan ,5(1) : januari 2013 Eaton, Danice K; et al. Youth Risk Behavior Surveillance – United States, 2005. Surveillance Summaries. June 9, 2006 / 55 (SS05);1-108. Hidayat, Syarief Asep, (2012), Analisis perbedaan pengaruh faktor individu dan faktor lingkungan terhadap perilaku seksual pranikah antara antara remaja kalimantan selatan dengan indonesia secara nasional;Program magister ilmu kesehatan masyarakat, januari 2012 Lestary, Heny (2007), Perilaku berisiko remaja indonesia menurut survei kesehatan reproduksi remaja indonesia (SKRRI) Tahun 2007; jurnal remaja merokok alcohol narkoba hubungan seksual pranikah.2007. Setyowati, dewi (2012),Gambaran perilaku pranikah pada mahasiswa perilaku seksual pranikah di uneversitas semarang ;jurnal unimus 2012 Yuli, Trisnawati Anggriyani Nely,(2011),Hubungan antara seks ppranikah dengan perilaku seks remaja pada SMK Kerabat kita bumiayu kabupaten brebes ; jurnal ilmiah kebidanan, vol 2,Nol ,juni 2011
98 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
HUBUNGAN PELAYANAN KIA/KB DENGAN KEPUASAN PASIEN DI PUSKESMAS PULO BRAYAN MEDAN BARAT
HUBUNGAN PELAYANAN KIA/KB DENGAN KEPUASAN PASIEN DI PUSKESMAS PULO BRAYAN MEDAN BARAT Elvina Sari Sinaga Dosen STIKes Widya Husada Medan *Korespondensi penulis:
[email protected] ABSTRAK Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) merupakan pelayanan kesehatan yang dikenal murah seharusnya menjadikan sebagai tempat pelayanan kesehatan utama bagi masyarakat, namun pada kenyataannya masyarakat selalu berpandangan negatif dari masyarakat terhadap pelayanan Puskesmas yang terkesan seadanya, disamping itu ketidak disiplinan petugas medis dalam unit pelayanan menjadi sebuah masalah. Masyarakat selalu diperlakukan kurang baik oleh para petugas medis. Selain itu sarana dan prasarana Puskesmas di Indonesia terkesan tidak diperhatikan oleh pemerintah. Berdasarkan survei awal yang dilakukan di Puskesmas Pulo Brayan dengan hasil wawancara dari 8 pasien bahwa mereka tidak merasa puas dengan pelayanan dikarenakan fasilitas ( 80% ) dan keberadaan pegawai ( 20% ) yang kurang memadai. Penelitian ini merupakan survei analitik dengan tipe explanatory research yaitu menganalisis pelayanan KIA / KB dengan kepuasan pasien. Desain penelitian ini adalah cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang datang ke pelayanan KIA / KB.Teknik pengambilan sampel adalah accidental sampling. Hasil penelitian menunjukkan dari 40 responden yang mengatakan fasilitas KIA /KB baik adalah 23 orang ( 57,5 % ),yang mengatakan pelayanan pegawai di KIA / KB kurang ada 29 orang ( 72,5 % ) dan 26 orang (65 % ) yang tidak merasa puas. Hasil uji chi square diperoleh dengan nilai p = 0,048 < 0,05 sehingga ada hubungan antara fasilitas dengan kepuasan pasien, uji Fischer’s Exact Test diperoleh nilai p = 0,029 < 0,05 sehingga ada hubungan antara pelayanan pegawai KIA / KB dengan kepuasan pasien dan uji chi square diperoleh dengan nilai p = 0,008 < 0,05 sehingga ada hubungan antara pelayanan KIA / KB dengan kepuasan pasien.Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi kepada Puskesmas bahwa pelayanan yang baik akan meningkatkan kepuasan pasien. Kata Kunci
: Pelayanan KIA/KB, Kepuasan Pasien
ABSTRACK Public Health Center (puskesmas) is a health service which is known as low cost, it should become a primary health care for the society , but in fact the society has always had a negative point of view towards the health center (puskesmas) services that seem improvised further more the indiscipline of medical staff in the service unit becomes a problem . The society always got less treatment by the medical staff . Besides that, the facilities and infrastructure of the health center (puskesmas) in Indonesia was impressed not having got attention from government. Based on the initial survey conducted in Puskesmas Pulo Brayan by interviewing 8 patients that they are not satisfied with the service due to the facilities (80%) and the presence of the medical staff (20%) were inadequate. This research is an analytic survey with explanatory research is to analyze the type of services at the unit of KIA / KB with the patient’s satisfaction. This study design is cross-sectional. The population in this study were all patients who come to the service at the unit of KIA/KB. The sampling technique was accidental sampling. The results showed 40 respondents said the facilities at the unit of KIA / KB was good are 23 (57.5%), who says the service of medical staff was less at the unit of KIA / KB there are 29 people (72.5%) and 26 (65%) were not satisfied. Chi square test results obtained with the value p = 0,048 < 0,05 so that there is a correlation between facilities with patient satisfaction, Fischer's Exact test values obtained by p = 0,029 < 0,05 so that there is a relationship between staff services KIA / KB with patient satisfaction and test chi square obtained by the value p = 0,008 < 0,05 so that there is a relationship between the service at the unit KIA / KB with patient satisfaction. The results of this study are expected to provide information to health centers (puskesmas) that is good service will improve patient satisfaction.
99 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
HUBUNGAN PELAYANAN KIA/KB DENGAN KEPUASAN PASIEN DI PUSKESMAS PULO BRAYAN MEDAN BARAT
PENDAHULUAN Sistem Pelayanan Kesehatan merupakan bagian penting dalam meningkatkan kesehatan masyarakat. Perlu diketahui bahwa keberhasilan sistem pelayanan kesehatan tergantung dari berbagai komponen yang ada dalam pelayanan kesehatan. Sistem tersebut terbentuk dari sub system (input, proses, output, dampak, umpan balik dan lingkungan) yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi. (Dephi, 2013). Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) sebagai Penyelenggara dan Pengelola Kesehatan Masyarakat, berperan aktif dalam kebutuhan dan tuntutan masyarakat akan kesehatan, sehingga dituntut terus meningkatkan profesionalisme dalam bekerja khususnya dalam memberikan pelayanan kesehatan yang sebaik-baiknya. Untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh (comprehensive health care services) kepada seluruh masyarakat di wilayah kerjanya, Puskesmas menjalankan beberapa usaha pokok (basic health care services) yang meliputi beberapa program, salah satunya yaitu Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) (Yasmin, 2011). Menurut data yang dikumpulkan oleh World Health Organization (WHO) pada tahun 2014, untuk Benua Asia tingkat pelayanan dan kunjungan ke fasilitas kesehatan dasar terbanyak adalah Taiwan sebesar 78,6%, disusul Jepang 70,6% dan Korea Selatan sebanyak 67,8% dari jumlah penduduk yang ada, sementara yang paling sedikit adalah Afganistan hanya 7,8% dan Iraq hanya 8,4% (Konli, 2014). Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia pada tahun 2012 jumlah kunjungan pasien ke Puskesmas sebesar 68.329.072 jiwa (27,91%) dari total jumlah penduduk Indonesia, hal ini meliputi kunjungan ibu hamil sebanyak 5.136.041 orang, kunjungan ibu bersalin sebanyak 4.902.585 orang dan ibu nifas sebanyak 4.175.178 orang, dengan
provinsi tersedikit adalah DKI Jakarta hanya 2.438 orang yang berkunjung ke Puskesmas, kemudian Lampung 79.483 orang (Kemenkes RI, 2013). Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2014 menunjukkan bahwa kunjungan Puskesmas mencapai 3.747.963 kali kunjungan, hal ini meliputi kunjungan rawat jalan sebanyak 3.733.329 kali kunjungan, kunjungan rawat inap sebanyak 7.489 kali kunjungan dan kunjungan gangguan jiwa sebanyak 7.145 kali kunjungan, sementara itu kunjungan ibu hamil, ibu bersalin dan pelayanan kesehatan nifas ke Puskesmas pada tahun 2014 sebanyak 883.846 orang dengan perincian kunjungan ibu hamil berjumlah 303.822 orang, ibu bersalin 290.012 orang dan ibu nifas berjumlah 290.012 orang. Masyarakat terbanyak melakukan kunjungan ke Puskesmas adalah Kota Medan sebanyak 48.803 ibu hamil, 46.585 ibu bersalin dan 46.585 ibu nifas, sementara yang paling sedikit adalah Pakpak Barat sebanyak 954 ibu hamil, 911 ibu bersalin dan 911 ibu nifas (Profil Kesehatan Kab/Kota, 2014) . Pengelolaan program KIA pada prinsipnya bertujuan memantapkan dan meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan KIA, secara efektif dan efisien. Pemantapan pelayanan KIA dewasa ini diutamakan pada kegiatan pokok yaitu peningkatan pelayanan antenatal di semua fasilitas pelayanan dengan mutu yang baik serta jangkauan yang setinggitingginya, Peningkatan pertolongan persalinan yang lebih ditujukan kepada peningkatan pertolongan oleh tenaga professional secara berangsur dan Peningkatan deteksi dini risiko tinggi ibu hamil, baik oleh tenaga kesehatan maupun dimasyarakat oleh kader dan dukun bayi serta penanganan dan pengamatannya secara terus-menerus (Suparyanto, 2011). Penelitian terdahulu Sudibyo Supardi (2008) dimana analisis data dilakukan secara bertahap mencakup analisis univariat untuk menghitung distribusi frekuensi, proporsi, nilai rerata, median dan modus, analisis bivariat untuk menilai 100
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
HUBUNGAN PELAYANAN KIA/KB DENGAN KEPUASAN PASIEN DI PUSKESMAS PULO BRAYAN MEDAN BARAT
hubungan antara variable independen dan variabel dependen menggunakan uji Chisquare, dan analisis multivariat untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepuasan pasien puskesmas menggunakan uji regresi logistik berganda menunjukkan distribusi pasien rawat inap di puskesmas berdasarkan kepuasan. Kepuasan pasien rawat inap di puskesmas dalam hal lama waktu menunggu, keramahan petugas, kejelasan informasi, keikutsertaan mengambil keputusan pengobatan, kepercayaan terhadap petugas, kebebasan memilih tempat berobat, kebersihan ruangan pengobatan dan kemudahan dikunjungi oleh keluarga/ teman mencapai rerata skor 0,74 (0,69 0,78) yang termasuk kategori cukup memuaskan. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) merupakan pelayanan kesehatan yang dikenal murah seharusnya menjadikan sebagai tempat pelayanan kesehatan utama bagi masyarakat, namun pada kenyataannya masyarakat selalu berpandangan negatif dari masyarakat terhadap pelayanan Puskesmas yang terkesan seadanya, disamping itu ketidak disiplinan petugas medis dalam unit pelayanan menjadi sebuah masalah. Masyarakat selalu diperlakukan kurang baik oleh para petugas medis. Selain itu sarana dan prasarana Puskesmas di Indonesia terkesan tidak diperhatikan oleh pemerintah (Benzema, 2014). Berdasarkan survey awal yang dilakukan di Puskesmas Pulo Brayan dengan hasil wawancara dari 8 pasien bahwa mereka tidak merasa puas dengan pelayanan dikarenakan fasilitas (80%) dan keberadaan pegawai (20%) yang kurang memadai. Berdasarkan hal tersebut diatas peneliti merasa tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan Pelayanan KIA/KB Dengan Kepuasan Pasien di Puskesmas Pulo Brayan Tahun 2015”.
METODE PENELITIAN Penelitian survei analitik dengan tipe explanatory research yaitu menganalisis pelayanan KIA/KB terhadap kepuasan pasien di Puskesmas Pulo Brayan Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional merupakan penelitian dimana pengukuran atau pengamatan dilakukan pada saat bersamaan pada data variabel independen dan dependen ( sekali ukur ). Lokasi yang dipilih menjadi tempat penelitian adalah di Puskesmas Pulo Brayan Kecamatan Medan Barat Kota Medan. Penelitian ini dilakukankan pada bulan Mei - Agustus 2015. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang datang ke Puskesmas Pulo Brayan Kecamatan Medan Barat untuk pelayanan KIA/KB. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini accidental sampling yaitu pasien yang datang ke Puskesmas Pulo Brayan Kecamatan Medan Barat untuk pelayanan KIA/KB pada saat penelitian dilakukan selama 3 minggu, dengan pertimbangan kunjungan pasien untuk mendapatkan pelayanan KIA/KB dirata-ratakan 3 s/d 4 orang. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data yang diambil langsung dari responden, dan data sekunder diambil dari data laporan Puskesmas Pulo Brayan pada Tahun 2014. Data yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah berupa data yang berskala ordinal sesuai dengan tujuan penelitian, maka pendekatan analisis yang digunakan adalah analisis statistik. Analisis Univariat dilakukan untuk mendapat hubungan pengetahuan masing-masing variabel indevenden yaitu pelayanan KIA/KB dan variabel dependen yaitu kepuasan pasien. Analisis bivariat digunakan untuk mendapatkan informasi tentang hubungan variabel independen yaitu pelayanan KIA/KB dengan variabel dependen yaitu kepuasan pasien dengan menggunakan uji chi-square dan uji fischer’s exact test pada taraf kemaknaan α 0,05 (derajat kepercayaan 95%). Bila nilai < 0,05 maka hasil statistik dikatakan berpengaruh secara bermakna. ( Hidayat, 2009 ) 101
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
HUBUNGAN PELAYANAN KIA/KB DENGAN KEPUASAN PASIEN DI PUSKESMAS PULO BRAYAN MEDAN BARAT
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Univariat Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Hubungan Pelayanan KIA/KB Dengan Kepuasan Pasien di Puskesmas Pulo Brayan Medan Barat Karakteristik n % Umur a. < 20 b. 20 – 35 tahun c. >35 tahun
2
5,0
27
67,5
11
27,5
40
100,0
5
12,5
28
70,0
7
17,5
Total
40
100,0
a. Bekerja b. Tidak Bekerja
11
27,5
29
72,5
Total
40
100,0
Total Pendidikan a. Dasar (SD, SMP) b. Menengah (SMA) c. Tinggi (Diploma, PT)
Pekerjaan
Berdasarkan tabel 1 di atas dapat diketahui bahwa dari 40 responden, sebanyak 27 orang (67,5%) berumur 20 – 35 tahun dan berumur <20 tahun sebanyak 2 orang (5,0%), responden berpendidikan menengah sebanyak 28 orang 70,0%) dan berpendidikan rendah sebanyak 5 orang (12,5%), responden tidak bekerja sebanyak 29 orang (72,5%) dan bekerja sebanyak 29 orang (72,5%). Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pelayanan KIA/KB di Puskesmas Pulo Brayan Medan Barat Pelayanan KIA/KB n % Baik
20
50,0
Kurang
20
50,0
40
100,0
Total
Berdasarkan tabel 2 di atas dapat diketahui bahwa dari 40 responden, terdapat 20 orang (50,0%) yang mengatakan pelayanan KIA/KB di Puskesmas Pulo Brayan Medan adalah baik dan 20 orang (50,0%) yang mengatakan kurang.
102 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
HUBUNGAN PELAYANAN KIA/KB DENGAN KEPUASAN PASIEN DI PUSKESMAS PULO BRAYAN MEDAN BARAT
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Kepuasan Pasien di Puskesmas Pulo BrayanMedan Barat Kepuasan Pasien n % Tidak Puas
26
65,0
Puas
14
35,0
40
100,0
Total
Berdasarkan tabel 3 di atas dapat diketahui bahwa dari 40 responden, yang mengatakan puas terhadap pelayanan KIA/KB sebanyak 14 orang (35,0%) dan yang menyatakan tidak puas sebanyak 26 orang (65,0%). Analisis Bivariat Tabel 4. Hubungan Fasilitas KIA/KB dengan Kepuasan Pasien di Puskesmas Pulo Brayan
Fasilitas
Kurang Baik
Kepuasan Puas
Tidak
n 3 11
n 14 12
% 17,6 47,8
95%CI
Jumlah % 82,4 52,2
n 29 23
Berdasarkan tabel 4 di atas dapat diketahui bahwa dari 23 responden, sebanyak 11 orang (47,8%) mengatakan puas dengan fasilitas KIA/KB dan yang mengatakan tidak puas sebanyak 12 orang (52,2%), dan dari 29 responden yang merasa fasilitas KIA/KB kurang mengatakan puas sebanyak 3 orang (17,6%) dan 14 orang (82,4%) yang mengatakan tidak puas Hasil uji statistik chi-square diperoleh nilai p = 0,048 < 0,05 hal ini berarti ada hubungan antara fasilitas KIA/KB dengan kepuasan pasien, dengan nilai OR = 4.278. Artinya fasilitas KIA/KB yang baik kemungkinan sebesar 4,28 kali pasien akan merasa puas jika dibandingkan fasilitas yang kurang. Berdasarkan tabel 4 di atas dapat diketahui bahwa dari 23 responden, sebanyak 11 orang (47,8%) mengatakan puas dengan fasilitas KIA/KB dan yang mengatakan tidak puas sebanyak 12 orang (52,2%), dan dari 29 responden yang merasa fasilitas KIA/KB kurang mengatakan puas sebanyak 3 orang (17,6%) dan 14 orang (82,4%) yang mengatakan tidak puas
% 100 100
Sig.
OR
0,048
4,278
Lower
Upper
0.891
8.241
Hasil uji statistik chi-square diperoleh nilai p = 0,048 < 0,05, hal ini berarti ada hubungan antara fasilitas KIA/KB dengan kepuasan pasien, dengan nilai OR = 4.278. Artinya fasilitas KIA/KB yang baik kemungkinan sebesar 4,28 kali pasien akan merasa puas jika dibandingkan fasilitas yang kurang. Menurut Tjiptono (2011) desain dan tata letak fasilitas jasa erat kaitannya dengan pembentukan presepsi pelanggan. Sejumlah tipe jasa, presepsi yang terbentuk dari interaksi antara pelanggan dengan fasilitas berpengaruh terhadap kualitas jasa tersebut di mata pelanggan. Hasil penelitian Konli (2014) dengan analisis data dilakukan secara bertahap mencakup analisis univariat dan analisis bivariat dengan korelasi 0,612 dan tingkat signifikannya yaitu 0,000 yang berarti lebih kecil dari 0,005 serta tingkat determinasinya 0,785. Hal ini membuktikan bahwa ada hubungan yang signifkan antara fasilitas ruang KIA/KB terhadap kepuasan pasien di Puskesmas 103
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
HUBUNGAN PELAYANAN KIA/KB DENGAN KEPUASAN PASIEN DI PUSKESMAS PULO BRAYAN MEDAN BARAT
Desa Gunawan Kecamatan Kabupaten Tana Tidung.
Sesayap
dinikmati oleh konsumen yang bertujuan memberikan tingkat kepuasan yang maksimal. Fasilitas merupakan segala sesuatu yang bersifat peralatan fisik yang disediakan oleh pihak penjual jasa untuk mendukung kenyamanan konsumen. Disamping itu pelayanan yang maksimal dari para pegawai juga akan menambah senang para pasien dan pasien merasa seperti diperhatikan dan hal tersebut akan membuat seorang pasien merasa puas.
Penelitian ini sejalan dengan pendapat Tjiptono (2011) dan hasil penelitian Konli (2014), bahwa fasilitas merupakan salah satu penunjang bagi kepuasan, dengan semakin lengkapnya fasilitas, maka pelayanan yang diberikan juga akan semakin maksimal. Fasilitas merupakan segala sesuatu yang sengaja disediakan oleh penyedia jasa untuk dipakai serta
Tabel 5. Hubungan Pelayanan Pegawai KIA/KB dengan Kepuasan Pasien di Puskesmas Pulo Brayan
Pegawai
Kepuasan Puas Tidak
Jumlah
n % n % n Kurang 7 24,1 22 75,9 29 Baik 7 63,6 4 36,4 11 Berdasarkan tabel 5 di atas dapat diketahui bahwa dari 11 responden, sebanyak 7 orang (63,6%) mengatakan puas dengan pelayanan pegawai KIA/KB dan yang mengatakan tidak puas sebanyak 4 orang (36,4%), dan dari 29 responden yang merasa kurang dengan pelayanan pegawai KIA/KB mengatakan puas sebanyak 22 orang (75,9%) dan 7 orang (24,1%) yang mengatakan tidak puas Hasil uji statistik Fischer’s Exact Test diperoleh nilai p = 0,029 < 0,05 hal ini berarti ada hubungan antara pelayanan pegawai KIA/KB dengan kepuasan pasien, dengan nilai OR = 5.500. Artinya pelayanan pegawai KIA/KB yang baik kemungkinan sebesar 5,5 kali pasien merasa puas jika dibanding pelayanan pegawai KIA/KB yang kurang. Berdasarkan tabel 5 di atas dapat diketahui bahwa dari 11 responden, sebanyak 7 orang (63,6%) mengatakan puas dengan pelayanan pegawai KIA/KB dan yang mengatakan tidak puas sebanyak 4 orang (36,4%), dan dari 29 responden yang merasa kurang dengan pelayanan pegawai KIA/KB mengatakan puas sebanyak 22 orang (75,9%) dan 7 orang (24,1%) yang mengatakan tidak
95%CI Sig.
OR
Lower Upper % 100 0,029 5,500 1.203 5.779 100 puas Hasil uji statistik Fischer’s Exact Test diperoleh nilai p = 0,029 < 0,05, hal ini berarti ada hubungan antara pelayanan pegawai KIA/KB dengan kepuasan pasien. dengan nilai OR = 5.500. Artinya pelayanan pegawai KIA/KB yang baik kemungkinan sebesar 5,5 kali pasien merasa puas jika dibanding pelayanan pegawai KIA/KB yang kurang. Widjaja (2009) berpendapat bahwa, Pegawai adalah merupakan tenaga kerja manusia jasmaniah maupun rohaniah (mental dan pikiran) yang senantiasa dibutuhkan dan oleh karena itu menjadi salah satu modal pokok dalam usaha kerja sama untuk mencapai tujuan tertentu (organisasi). Pegawai adalah orang-orang yang dikerjakan dalam suatu badan tertentu, baik di lembaga-lembaga pemerintahan maupun swasta. Hasil penelitian Suswardji (2012), menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat pelayanan pegawai KIA/KB terhadap kepuasan pasien di Puskesmas Adiarsa Karawang Timur dengan korelasi 0,512 dan tingkat signifikannya yaitu 0,000 yang berarti lebih kecil dari 0,05. Hal ini membuktikan bahwa ada hubungan yang signifkan antara tingkat 104
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
HUBUNGAN PELAYANAN KIA/KB DENGAN KEPUASAN PASIEN DI PUSKESMAS PULO BRAYAN MEDAN BARAT
pelayanan pegawai KIA/KB terhadap kepuasan pasien di Puskesmas Adiarsa Karawang Timur. Hasil penelitian yang dilakukan sesuai dengan pendapat Widjaja (2009) dan hasil penelitian Suswardji (2012), bahwa pegawai mampu menciptakan sebuah kepuasan terhadap pasien, karena dengan pelayanan terbaik yang diberikan, maka sudah barang tentu pasien akan semakin senang, serta puas. Pegawai adalah Sumber Daya Manusia (SDM) yang juga merupakan tenaga kerja
seperti buruh dan karyawan. Pegawai, buruh dan karyawan adalah merupakan istilah yang sama hanya saja pengertian umum dimasyarakat, buruh atau karyawan adalah tenaga kerja di swasta, sedangkan pegawai adalah tenaga kerja yang bekerja di pemerintah. Disamping itu juga fasilitas sangat menunjang dalam kepuasan pasien, karena semakin lengkap fasilitas, maka sudah barang tentu pelayanan yang diberikan juga akan semakin baik.
Tabel 6. Hubungan Pelayanan KIA/KB dengan Kepuasan Pasien di Puskesmas Pulo Brayan
Pelayanan
Kepuasan Puas
Tidak
Jumlah
Kurang
n 3
% 15,0
n 17
% 85,0
n 20
% 100
Baik
11
55,0
9
45,0
20
100
95%CI Sig.
OR
0,008
6,926
Lower
Upper
1.201
11.193
105 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
HUBUNGAN PELAYANAN KIA/KB DENGAN KEPUASAN PASIEN DI PUSKESMAS PULO BRAYAN MEDAN BARAT
Berdasarkan tabel 6 di atas dapat diketahui bahwa dari 20 responden, sebanyak 11 orang (27,5%) mengatakan puas dengan pelayanan KIA/KB dan yang mengatakan tidak puas sebanyak 9 orang (22,5%), dan dari 20 responden yang merasa pelayanan KIA/KB kurang mengatakan puas sebanyak 3 orang (7,5%) dan 17 orang (42,5%) yang mengatakan tidak puas. Hasil uji statistik chi-square diperoleh nilai p= 0,008 < 0,05 hal ini berarti ada hubungan antara pelayanan KIA/KB dengan kepuasan pasien, dengan nilai OR = 6.926. Artinya pelayanan KIA/KB yang baik kemungkinan sebesar 6.93 kali pasien merasa puas jika dibanding pelayanan KIA/KB yang kurang. Berdasarkan tabel 4.9 di atas dapat diketahui bahwa dari 20 responden, sebanyak 11 orang (27,5%) mengatakan puas dengan pelayanan KIA/KB dan yang mengatakan tidak puas sebanyak 9 orang (22,5%), dan dari 20 responden yang merasa pelayanan KIA/KB kurang mengatakan puas sebanyak 3 orang (7,5%) dan 17 orang (42,5%) yang mengatakan tidak puas Hasil uji statistik chi-square diperoleh nilai p = 0,008 < 0,05, hal ini berarti ada hubungan antara pelayanan KIA/KB dengan kepuasan pasien. dengan nilai OR = 6.926. Artinya pelayanan KIA/KB yang baik kemungkinan sebesar 6.93 kali pasien merasa puas jika dibanding pelayanan KIA/KB kurang. Menurut Laksana (2010) pelayanan adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Sedangkan menurut Ratminto dan Winarsih (2012) pelayanan adalah suatu aktivitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan pasien.
Menurut Laksana (2010) kepuasan yaitu menyangkut komponen harapan dan kinerja/hasil yang dirasakan. Pada umumnya harapan pelanggan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang diterimanya melampaui harapan, sedangkan ketidak puasan timbul apabila hasil tidak memenuhi harapan. Hasil penelitian Suswardji (2012), menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat pelayanan KIA/KB terhadap kepuasan pasien di Puskesmas Adiarsa Karawang Timur dengan tingkat signifikannya yaitu 0,001 yang berarti lebih kecil dari 0,05. Hal ini membuktikan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat pelayanan KIA/KB terhadap kepuasan pasien di Puskesmas Adiarsa Karawang Timur. Hasil penelitian Konli (2014) dengan analisis data dilakukan secara bertahap mencakup analisis univariat dan analisis bivariat tingkat signifikannya yaitu 0,000 yang berarti lebih kecil dari 0,000. Hal ini membuktikan bahwa ada hubungan yang signifkan antara pelayanan KIA/KB terhadap kepuasan pasien di Puskesmas Desa Gunawan Kecamatan Sesayap Kabupaten Tana Tidung. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Suswardji (2012) dan Konli (2014), bahwa pelayanan memiliki hubungan yang sangat berarti terhadap kepuasan, pelayanan adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Pelayanan dan fasilitas fisik yang baik merupakan salah satu aspek pendukung kepuasan. Karena kepuasan adalah sesuatu rasa yang luar biasa yang dirasakan oleh konsumen setelah menggunakan suatu produk atau jasa. Kepuasan konsumen akan mengundang rasa kagum dan tertarik untuk kembali menggunakan produk atau jasa yang telah memberinya kepuasan tersebut serta tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (hasil kerja) yang dirasakan dibandingkan dengan 106
SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016
HUBUNGAN PELAYANAN KIA/KB DENGAN KEPUASAN PASIEN DI PUSKESMAS PULO BRAYAN MEDAN BARAT
harapannya. Dengan adanya bukti langsung yang meliputi fisik dan fasilitas serta kemampuan dan daya tanggap dari pegawai dalam menjalankan tugasnya membuat seorang pasien akan merasa puas. SIMPULAN Ada hubungan fasilitas KIA/KB dengan kepuasan pasien, sehingga jika fasilitas semakin baik maka kepuasan pasien juga akan meningkat; Ada hubungan pegawai KIA/KB dengan kepuasan pasien sehingga jika pegawai KIA/KB memberikan pelayanan yang maksimal maka kepuasan pasien juga akan meningkat; Ada hubungan pelayanan KIA/KB dengan kepuasan pasien, sehingga jika fasilitas dan pelayanan pegawai ditingkatkan maka kepuasan pasien juga akan meningkat. DAFTAR PUSTAKA Asfian,
2013, Analisis Pemanfaatan Pedoman Kerja Bidan dalam Pengelolaan Program KIA-KB di Puskesmas Kota Pontianak, Tesis Program Pasca Sarjana, Universitas Diponegoro Semarang.
Cetakan Keempat, Medika, Jakarta.
Salemba
Kementrian Kesehatan RI, 2013, Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia. Konli, S, 2014, Pelayanan Kesehatan Puskesmas di Puskesmas di Desa Gunawan Kecamatan Sesayap Kabupaten Tana Tidung, Jurnal Ilmu Pemerintahan, Bulan Februari Tahun 2015. Laksana, F, 2010, Manajemen Pemasaran, Edisi Ketiga, Graha Ilmu, Yogyakarta. Ratminto dan Atik, 2012, Manajemen Pelayanan Pengembangan Model Konseptual, Penerapan Citizen’s Charter dan Standar Pelayanan Minimal, Cetakan ke4, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Suparyanto, 2011, Mutu Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), http://dr-suparyanto.blogspot.com, di akses tanggal 13 Mei 2015, jam 14.15 Wib.
Benzema, R, 2014, Masalah Pelayanan Kesehatan dalam Tingkat Kesehatan Primer, www.dunia.android.net/, diakses tanggal 19 Agustus 2015, jam 15.45 Wib
Suswardji, E. 2012, Pengaruh Pelayanan Puskesmas Terhadap Kepuasan Pasien di Puskesmas Adiarsa Karawang Timur, Jurnal Manajemen, Volume 09 No. 2 Januari 2012.
Dephi,
Tjiptono, P, 2011, Service Managemen Wujudkan Layanan Prima, Edisi ke-3, Andi Opset, Yogyakarta.
A, 2013, Tingkat Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Puskesmas, http://mypondokiklan.blogspot.com /, di akses tanggal 13 Mei 2015, jam 14.30 Wib.
Hidayat, A, 2009,Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisis Data,
Yasmin, M, 2011, Tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan KIA oleh bidan di puskesmas, http://m.yasmin.blogspot.com, di akses tanggal 13 Mei 2015, jam 14.00 Wib.
107 SCIENTIA JOURNAL STIKES PRIMA JAMBI
Vol. 5 No. 01 Mei 2016