"Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala Puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alamo Yang Maha Pengasih lagi Penyayang. Yang menguasai hari kemudian. Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolo'ngan. Tunjukkanlah kami jalan yang lurus. Yaitu jalan orang-orang yang Engkau beri ni'mat. Bukan jalan mereka yang Engkau murkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat" (Al Faatihah)
karya kecil ini kupersembahkan kepada Ayah, Ibu dan Adik-adik tercinta ..................... .
do'a dan pengorbananmu tidaklah eia-sia ...............•.•.•••..
I
I> ((: '< \\ (~'tl fa
,j~ ,
POLA REPRODUKSI ANJING
SKRIPSI
oleh EVA HARLINA
B. 18.0824
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1986
! 0 L( L1
RINGKASAN EVA HARLINA.
Pola Reproduksi Anjing (Dibawah bimbingan
SUHARTO DJOJOSUDARMO). Anjing (Canis familiaris) merupakan hewan liar yang te1ah menga1ami proses domestikasi.
Banyaknya kegunaan
hewan ini dalam kehidupan manusia sehari-hari, menyebabkan banyak yang memelihara dan mengembangbiakkannya. Siklus reproduksi anjing sangat unik dian tara hewanhewan domestik lainnya.
Umumnya hanya mengalami dua kali
musim kawin da1am setahun (mono estrus) dan periode berahi yang panjang.
Proestrus terjadi kira-kira 9 hari, dan es-
trus atau berahi yang sebenarnya berlangsung antara hari.
7-9
Ovulasi biasanya terjadi pad a hari ke tiga periode
estrus.
Jika konsepsi tidak terjadi, periode metestrus
akan di1anjutkan dengan terbentuknya kebuntingan palsu (pseodopregnancy) yang 1amanya hampir sarna dengan kebuntingan sebenarnya. Inseminasi buatan telah banyak dilakukan untuk mengatasi masalah yang ditimbulkan pad a perkawinan alam ataupun untuk meningkatkan mutu genetik dan jenis keturunan yang diinginkan.
IB sebaiknya di1aksanakan pada hari ke
10 dan ke 12 dihitung dari mU1ainya perdarahan vagina, dengan dosis 100-150 juta sperma hidup dan moti1.
Dalam me-
nentukan saat IB yang tepat dapat pula melalui perubahan epitel vagina, karena traktus reproduksi anjing sangat peka terhadap hormon-hormon reproduksi dibanding spesies lain.
POLA REPRODUKSI ANJING
S K RIP S I
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Dokter Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
Oleh FNA HARLINA Sarjana Kedokteran Hewan 1985
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 198 6
POLA REPRODUKSI ANJING
SKRIPSI
01eh
EVA HARLINA B 18 0824
Skripsi ini te1ah diperiksa dan disetujui oleh
Drh.
Suh rto Djojosudarmo Dosen Pembimbing
Tanggal_f:=+/~{Jf'--..::.J?---1.1_ / T /
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pad a tanggal 20 Juni 1962 di Bandung.
Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara
dengan ayah Harun Kamil dan ibu Amaliana Munaf. Tahun 1969 penulis memasuki Sekolah Dasar Negeri Bandengan Utara I Pagi Jakarta dan lulus pada tahun 1974. Pad a tahun 1975 penulis memasuki Sekolah Menengah Pertama Negeri 32 Jakarta dan lulus pada tahun 1977.
Pada tahun
1978 penulis memasuki Sekolah Menengah Atas Negeri II di Jakarta, dan lulus pada tahun 1981. Penulis terdaftar sebagai rnahasiswi Tingkat Persiapan Bersama, Institut Pertanian Bogor pad a tahun 1981 melalui jalur Proyek Perintis I.
Tahun 1982 penulis mernasuki Fa-
kultas Kedokteran ReV/an, dan pada tanggal 30 November 1985 penulis meraih ge1ar Sarjana Kedokteran Rewan.
Pada tang-
gal 26 Desember 1986 penulis berhasil rnemperoleh gelar Dokter Hewan.
,
ii
Ki\TA PENGi\N'l'AR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Illahi, karena petunjuk-Nya jugalah penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mmperoleh gelar Dokter Hewan pad a Fakultas Kedokteran Hewan , Institut Pertanian Bogor. Kepada Bapak Drh.
Suharto Djojosudarmo sebagai dosen
pembimbing, penulis menghaturkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya at as pengarahan dan bimbingan yang diberikan dari awal hingga tersusunnya skripsi ini. Terima kasih pula penulis sampaikan kepada 1.
Seluruh staf pengajar dan pegawai di lingkungan FKHIPB, yang telah mendidik dan membantu penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di FKH-IPB.
2.
Seluruh pegawai perpustakaan, baik FKH-IPB, BALITVET, maupun BPT-Ciawi, Bogor at as bantuan penyediaan kepustakaan selama penyusunan skripsi ini.
3.
Warga Ceria Cikuray 30 dan semua rekan-rekan yang telah memberikan bantuan dan dorongan semangat untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak ke-
kurangan baik dalam isi maupun penyajian.
Harapan penulis
semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.
Bogor, Desember 1986 Penulis
DAFTAR lSI Ha1aman KA TA PENGAN'l'AR ••••••..••••.•••.•••.•••.••.•••••• DAFTAR
TAB~
iv
........................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR •••••••••••••••••••••••••••• •.• • • • • •
vii
PENDAHULUAN ..........................................................................
1
ANATOM1 DAN F1S10LOG1 REPRODUKSI ..•••••••••.•••.
3
A.
B.
Anatomi dan Fisio1ogi Reproduksi A1at Ke1amin Jan tan ...•...........•.......••..
3
Anatomi dan Fisio1ogi Reproduksi A1at Kelamin Betina ......................................................
6
HORMON - HORl10N REPRODUKSI ••••••.•.•.••.••.•••••
12
SIKLUS REPRODUKSI ANJ1NG.........................
19
A.
Dewasa Ke1amin (pubertas) .........•.•.•
19
B.
Musim Kawin •.....•..................••.
20
C.
Pubertas dan Spermatogenesis .........••
21
D.
Berahi dan Ovulasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
22
E.
Ferti1isasi dan Imp1antasi •.•....•.••••
31
F.
Kebuntingan dan Ke1ahiran ....•.......••
33
1NSEM1NAS1 BUATAN PADA ANJ1NG .•••..•••...•••....
41
A.
Penampungan Semen •••................••.
41
B.
Peni1aian Semen .. ............................................ .
42
C.
Pengenceran dan Pengawetan Semen ••.••.•
44
D.
Teknik Inseminasi ......................
45
PEi-1BAHASAN ............................................................................
47
KES1MPULAN
52
DAFTAR PUSTAKA ................................. .
DA f'l'AH TABJ<-:L lla1aman
Nomor
1.
Hormon-hormon Reproduksi Brimer
....................
15
2.
Horman-harmon Reproduksi Sekunder ••••••••••
16
3..
Faktor-faktor Pelepas ............................................
17
4. 5.
Musim Kawin B,eberapa Jenis Anjing yang Dikandangkan ........................................................................
21
Pembagian dan Lamanya Periode Sik1us Berahi Anjing Menurut Beberapa Sumber •.•••••••••••
24
vi
DAFTAH GAHBAH
Halaman
Nomor
6
1.
Alat Kelamin Jantan
2.
Alat Kelamin Betina
..... ....................
11
3.
Diagram Skematik Peranan Horman-harmon Reproduksi Primer pada Hewan Jantan ••••••••••••••
17
4.
Diagram Skematik Peranan Horman-harmon Reproduksi Primer pada Hewan Betina ••.•••••••.•••
18
5.
10
....
Gambaran Horman, Usapan Vagina dan Ke1akuan Kelamin Anjing Betina Selama Proestrus dan Estrus .......
6.
•••••••••••••••••••••
10
10
••
10
••••••••••••••••••••
"
•
•
•
•
•
Siklus Reproduksi Anjing .•••••••••••••••.•••
vii
27
30
PENDAHULUAN Sebagaimana halnya dengan jenis hewan piara lainnya, anjingpun berasal dari hewan liar yang kemudian didomestikasikan.
Menurut Mac Donald (1983) anjing merupakan hewan
pertama yang didomestikasikan, diantara hewan-hewan piara lainnya.
Beberapa ilmuwan berpendapat bahwa anjing-anjing
yang ada sekarang (Canis familiaris) berasal dari serigala (Canis lupus), bangsa anjing yang pertama didomestikasikan sejak 5000 tahun yang lalu. Saat sekarang ini diperkirakan lebih dari 320 jenis keturunan anjing yang ada di dunia.
Hal ini terjadi kare-
na adanya pengaruh mutasi alam, iklim, lingkungan atau hasil kawin silang yang dilakukan manusia dalam proses domestikasi. Anjing mempunyai kedudukan yang unik dalam nya dengan manusia.
hubungan~
Keistimewaan ini karena anjing meru-
pakan hewan yang sangat setia, mempunyai inteligensia cukup dan naluri yang tajam.
Kegunaan anjing sebagai kawan
bermain, penunggu dan penjaga rumah yang setia sudah lama dikenal.
Disamping itu banyak lagi kegunaan hewan ini da-
lam kehidupan sehari-hari.
Penciumannya yang tajam telah
membuat anjing sebagai alat yang paling efektif untuk rnencari jejak dalam tugas-tugas kepolisian, pencarian obatobat terlarang, dan juga untuk pertahanan dan keamanan. Anjing juga dipakai untuk menggembalakan ternak, untuk rekreasi seperti berburu, perlombaan dan tontonan yang
2
mengasyikkan.
Karena kesetiaan dan nalurinya yang tajam,
anjingpun dapat digunakan untuk menolong orang yang tersesat di hutan ataupun penuntun orang buta.
Dalam bidang pe-
nelitian, banyak dihasilkan penemuan-penemuan ilmiah dimana anjing bertindak sebagai objeknya.
Di beberapa daerah,
daging anjing juga merupakan salah satu sumber protein hewani bagi sejumlah orang yang menyukainya.
Semua keguna-
an ini membuat manusia banyak memelihara dan mengembangbiakkan anjing. Untuk meningkatkan kegunaan hewan ini dalam kehidupan manusia, maka salah satu aspeknya adalah mempelajari siklus reproduksinya.
~
Dengan mengetahui siklus reproduksi,
dapat diperhatikan perkembangbiakannya, terutama peningkatan mutu genetik, faktor-faktor kegagalan reproduksinya atau usaha pencegahan kebuntingan karena tidak diinginkan oleh pemiliknya. Tertarik akan masalah-masalah reproduksi yang semakin banyak ditemui, maka penulis mencoba menyusun skripsi ini dengan harapan dapat digunakan sebagai dasar pemikiran dalam memecahkan masalah-masalah reproduksi yang ditemui pada praktek hewan kecil.
ANATOMI DAN F'ISIOLOGI REPRODUKSI
A.
Anatomi dan Fisio1ogi Reproduksi Alat Kelamin Jantan Seperti ha1nya pada hewan-hewan piara 1ainnya, a1at
ke1amin jantan pad a anjing dapat dibagi menjadi empat bagian besar (Ashdown dan Hancock, 1980): (1)
Organ kelamin primer yaitu gonad jantan yang disebut testes
(2)
Ke1enjar ke1amin pe1engkap yaitu prostat
(3)
Saluran-sa1uran reproduksi yang terdiri atas epididymis, vas deferens, ampu1a dan urethra
(4)
Alat kelamin bagian luar atau organ kopulatoris yaitu penis Ashdown dan Hancock (1980) memberikan gambaran ten-
tang anatomi a1at ke1amin jantan sebagai berikut: 1.
Testes Testes adalah organ kelamin primer yang berjumlah
dua buah, berbentuk ovoid dan terbungkus dalam kantong skrotum.
Ukuran dan berat testes tergantung pad a besar
hewan, bangsa dan umurnya.
Letak testes tersebut di dae-
rah prepubis. Secara histologis masa testes dibungkus oleh tunika albuginea, yang mengalami penebalan di daerah tepi proksimal dan disebut mediastinum.
Parenkim testes terdiri dari
tubuli seminiferi yang menghasi1kan dan berisi spermatozoa. Testes sebagai organ ke1amin primer mempunyai dua fungsi yaitu penghasil spermatozoa atau sel-sel kelamin
4
jantan dan sebagai penghasil hormon kelamin jantan (testosteron).
Spermatozoa dihasilkan di dalam tubuli seminiferi
atas pengaruh Follicle Stimulating Hormone (FSH) , sedang testosteron dihasilkan oleh sel-sel Leydig pada jaringan interstitial atas pengaruh Interstitial Cell Stimulating Hormone (ICSH). 2.
Epididymis Epididymis adalah suatu saluran memanjang yang berta-
ut rapat dengan testes.
Terbagi atas bagian kepala (caput
epididymis), bagian badan (corpus epididymis) dan bagian ekor (cauda epididymis).
Didekat ligamentum testes salu-
ran epididymis membesar dan disebut ductus deferens. Epididymis mempunyai empat mac am fungsi yaitu:
trans-
portasi, konsentrasi, pendewasaan dan penyimpanan spermatozoa.
3.
Vas Deferens dan Kelenjar Pelengkap Vas deferens terentang mulai dari ekor ductus epidi-
dymis sampai urethra.
Bersama-sama dengan pembuluh darah
dan syaraf membentuk funiculus spermaticus yang masuk ke dalam rongga perut melalui canalis inguinalis.
Setelah
melalui canalis inguinalis vas deferens membesar dan dinamakan ampula ductus deferentis.
f~pula
pada anjing kecil
dan kurang berkembang (Mc Keever, 1970). Kelenjar pelengkap pada anjing yang ada hanya kelenjar prostat.
Terletak melintang pada ujung kranial ureth-
ra pelvis dan terbagi menjadi dua lobus.
Menurut Staben-
feldt dan Shille (1977) sekresi kelenjar prostat ini sangat besar volumenya, kaya akan sodium dan ion-ion chlorida, tetapi rendah kadar asam sitratnya.
pH cairan prostat seki-
tar 6.8, lebih rendah dari pH cairan prostat sapi. Fungsi cairan prostat ini adalah untuk menambah volume cairan ejakulasi;
untuk membantu pergerakan, buffer
dan untuk membersihkan urethra sebelum ejakulasi.
5.
Urethra Urethra adalah saluran eksretoris bersama untuk urin
dan semen.
Urethra membentang dari daerah pelvis ke penis
dan berakhir pada ujung glans penis sebagai orificium urethra eksterna.
6.
Penis Penis merupakan organ kopulatoris hewan jantan yang
dibentuk oleh jaringan erektil yang disebut corpus cavernosum penis.
Fungsinya se bagai unsur pengeluaran urin, ju-
ga untuk meletakkan semen ke dalam saluran reproduksi heVian betina. Penis terdiri dari akar, badan dan ujung bebas yang berakhir pada glans penis yang banyak mengandung serabutserabut syaraf dan ujung-ujung syaraf.
Pada glans penis
anjing terdapat os penis (baculum) yang terpancang dari belakang bulbus glandis sampai ujung kranial pars longa glandis (Mc Keever, 1970).
Bulbus clandis berukuran diameter
terbesar, yang terdiri dari plexus venosus yang subur dan terbungkus oleh jaringan elasU.s, sehil1{;ga lJi'lda l,'laktu erek-
6
si penis anjing membutuhkan waktu cukup lama Cqrandage, 1972) •
Gambar 1.
B.
A1at Ke1amin Jantan (Betteridge, 1970) 1. Testes; 2. Caput epididymis; 3. Corpus epididymis; 4. Cauda epididymis; 5. Ductus deferent; 6. Vesica urinaria; 9. Kelenjar prostat; 10 •. urethra; ll. Bulbus glandis; 12. M. Bulbocavernosus; 13. M. Ischiocavernosus; 14. M. Retractor penis
Anatomi dan Fisio1ogi Reproduksi· A1cit .. Ke1amin Betina Secara anatomik, alat kelamin betina dapat dibagi men-
jadi tiga bagian besar (Hafez, 1980): (1)
Ovarium, merupakan organ reproduksi primer yang menghasilkan sel-sel kelamin betina yang biasa disebut Ova atau te1ur dan hormon-hormon betina
(2)
Saluran-saluran reproduksi yang terbagi menjadi tuba fallopii at au oviduct, uterus, cervix dan vagina
(3)
Alat kelamin bagian lUar, terdiri atas sinus urogenitalis, vulva dan klitoris. Fungsi organ reproduksi sekunder (saluran-saluran re-
produksi dan alat-alat ke1amin bagian 1uar) ada1ah meneri-
7
rna dan rnenyalurkan sel-sel kelarnin jantan dan betina;
me-
nyediakan lingkungan, memberi makan dan melahirkan individu baru yang terbentuk (Toelihere, 1981 a ). Selain itu masih ada kelenjar susu yang dapat dianggap sebagai alat kelamin pelengkap karena sangat erat berhubungan dengan proses-proses reproduksi dan sangat penting fungsinya dalam pemberian makanan bagi individu yang baru lahir (Toelihere, 1981 a ). Anatomi dan fisiologi alat kelamin betina menurut Hafez (1980) adalah sebagai berikut: 1.
Ovariurn Berbeda dengan testes, ovarium terletak di dalam ru-
ang abdomen, jumlahnya sepasang dan digantung oleh mesovarium.
Mempunyai fungsi ganda yaitu.sebagai alat eksokrin
yang menghasilkan ovum atau sel telur dan sebagai alat endokrin yang mensekresikan hormon kelamin betina yaitu estrogen dan progesteron. Ovarium anjing berbentuk oval dan pipih, berukuran lebih kurang dua sentimeter dan bergantung pad a fase sikIus berahi.
Berat ovarium anjing berkisar an tara satu sam-
pai delapan gram (Me Donald, .1980). Ovarium terdiri dari medulla dan cortex, dikelilingi oleh epitel kecambah.
Pada medulla terdapat pembuluh da-
rah dan syaraf, sedangkan cortex merupakan tempat pembentukan ovum dan hormon. Ovarium dapat mengandung struktur-struktur komponen yang berbeda pad a tingkat perkembangannya.
Sel-sel kecam-
8
bah akan tumbuh dan berkembang da1am mencapai kematangannya berturut-turut fo1ike1 primer, sekunder, tertier dan fo1ike1 de Graaf.
Dengan bantuan hormon estrogen yang cu-
kup yang disekresikan oleh se1-se1 theca interna, fo1ike1 de Graaf ini akan pecah, sehingga ke1uar1ah ovum dari ovarium.
Peristiwa ini disebut ovu1asi. Ovarium anjing yang baru 1ahir diperkirakan mengan-
dung 700.000 buah oocyt.
Kemudian jum1ah ini menurun men-
jadi 250.000 pada saat pubertas, 33.000 pada usia lima tahun dan hanya 500 buah pada anjing yang berusia 10 tahun. Hal ini disebabkan oleh kegaga1an fo1ike1 menjadi matang, tidak. berovu1asi dan ma1ah berdegenerasi.
Jum1ah folike1
de Graaf yang terbentuk pada satu sik1us berahi tergantung pad a hereditas dan faktor-faktor 1ingkungan.
Pada anjing
3-15 fo1ike1 de Graaf matang pada setiap estrus (Mc Donald, 1980). Segera setelah ovu1asi rongga fo1ikel diisi oleh darah dan limfe
membentuk corpus haemorrhagicum, dan untuk
kemudian berubah menjadi corpus 1uteum. Corpus 1uteum anjing mempunyai bentuk agak membulat dengan diameter dua sampai lima mi1imeter.
Jika terjadi
fertilisasi, corpus luteum ini akan terus berfungsi untuk mempertahankan kebuntingan.
Sedangkan jika ferti1isasi ti-
dak terjadi, corpus luteum tetap akan berfungsi sampai akhir masa estrus (Stabenfe1dt dan Shil1e, 1977).
9
2.
Tuba Ji'allopii Tuba fallopii atau oviduct merupakan saluran kelamin
yang paling anterior;
mempunyai hubungan anatomik yang in-
tim dengan ovarium dan menggantung pada mesosalpinx.
Ter-
bagi atas infudibulum dengan fimbriaenya, ampula dan isthmus.
Ovum yang dihasilkan dari proses ovulasi akan disapu
ke dalam ujung fimbriae. Kapasitasi, fertilisasi dan pembelahan embrio terjadi di dalam tuba fallopii ini.
Pengangkutan sperma ke tempat
fertilisasi dan pengangkutan ovum ke uterus untuk perkembangan selanjutnya diatur oleh kerja silier dari kontraksikontraksi muskuler yang dikoordinir oleh hormon-hormon a ovarial, estrogen dan progesteron (Toelihere, 1981 ).
3.
Uterus Uterus adalah suatu saluran muskuler yang diperlukan
untuk penerimaan ovum yang telah dibuahi, nutrisi dan perlindungan foetus.
Selain itu juga berfungsi pada stadium
permulaan ekspulsi foetus pada waktu kelahiran (Toelihere, 1981 a ). Uterus terdiri dari cornua, corpus dan cervix uteri. Anjing mempunyai uterus yang tergolong dalam tipe bicornua subsepticus atau bipartitus, dengan cornua yang cukup panjang 10-14 cm dan corpus 1.4-2 cm.
Cornua yang panjang
ini merupakan penyesuaian anatomik dengan produksi anak yang banyak (Mc Donald, 1980).
Cervix uteri adalah urat
daging spincter yang terletak dian tara uterus dan vagina
J.O
dengan panjang sekitar 1.5-2 cm, dan pad a anjipg mempunyai bentuk lumen yang tidak teratur (Mc Donald, 1980).
Fungsi
utama cervix adalah sebagai penutup lumen uterus, sehingga mengurangi kesempatan masuknya jasad renik.
4.
Vagina dan Alat Kelamin Bagian Luar Vagina adalah organ kelamin betina dengan struktur se-
lubung muskuler yang terdiri dari bagian vestibulum dan portio vaginalis.
Bagian vestibulum yaitu bagian yang ber-
hubungan dengan vulva (vagina anterior) yang panjangnya 5-10 cm.
Sedangkan bagian portio vaginalis cervicis yaitu
bagian yang berhubungan dengan cervix.
Diantara kedua ba-
gian ini terdapat selaput tipis yang disebut hymen, yang karena tipisnya akan robek dan hilang sewaktu hewan mencapai umur dewasa (Hafez, 1980). Pada hewan betina normal dan tidak bunting, epitel mukosa vagina secara periodik berubah atas pengaruh hormon yang disekresikan ovarium.
Sehingga pada anjing, perubah-
an histologis epitel vagina sangat baik untuk menentukan periode siklus reproduksi (Mc Donald, 1980). Alat kelamin bagian luar terbagi atas vestibulum, vulva dan klitoris.
Vestibulum memiliki beberapa otot sirku-
ler atau seperti spinkter yang menutupi saluran kelamin terhadap dunia luar.
Sewaktu kopulasi terjadi, otot-otot
pada vestibulum ini berkontraksi, dan ini merupakan salah satu
un~sur
untuk terjadinya proses terkait pada anjing
(Kirk, 1970).
1 , ,.I • •
Gambar 2.
Alat Kelamin Betina (Betteridge, i970) 3. Corl. Ovarium; 2. Tuba fallopii; 5. Cornua uteri; 4. Vesica urinaria; pus uteri; 6. Vagina
HORMON - HORMON REPRODUKSI Pada umumnya proses-proses reproduksi baru dapat berlangsung setelah hewan mencapai mas a pubertas, dan ini diatur oleh kelenjar-kelenjar endokrin serta hormon-hormon yang dihasilkannya.
Berbagai hormon saling menstimulir
atau menghambat sehingga meneapai suatu keselarasan fungsi dan pengaruh terhadap organ-organ reproduksi.
Pengontrol-
an hormonal terhadap proses reproduksi merupakan suatu sistim pengawasan dan pengaturan yang kompleks dan sangat berimbang (Toelihere, 1981 a ). Susunan syaraf pusat dan otonom memegang peranan sekunder dalam reproduksi, tetapi sangat erat hubungannya dengan kerja hormon-hormon yang diproduksikan.
Sehingga re-
produksi berada dibawah pengawasan neuro-endokrin atau neuro-humoral (Toelihere, 198I a ). Rangsangan sensoris eksternal yang bekerja terhadap susunan syaraf pusat dan hypothalamus dapat pula mempengaruhi kegiatan reproduksi.
Rangsangan-rangsangan tersebut
meliputi cahaya melalui mata, suara yang tertangkap oleh telinga, penciuman melalui hidung dan tingkatan makanan. Rangsangan-rangsangan fisik meliputi dingin dan panas, jumlah kerja, stress serta perabaan juga sangat berpengaruh pad a reproduksi (Me Donald, 1980).
Rangsangan-rangsa-
ngan ini akan sampai pada pusat-pusat yang berhubungan deng an kelakuan kelamin pada susunan syaraf pusat, sum sum tulang belakang dan hypothalamus sehingga akan menyebabkan
pelepasan hormon-hormon tropik dari kelenjar adenohypophya sa (Toelihere, 1981 ). Hormon-hormon reproduksi dihasilkan oleh kelenjar endokrin.
Kelenjar endokrin tersebut antara lain:
sa, ovarium, testes, adrenal dan thyroid.
hypophy-
Plasenta walau-
pun tidak diklasifikasikan seba.gai kelenjar endokrin, namun menghasilkan beberapa hormon (Reece, 1960). Berdasarkan cara kerjanya, hormon-hormon reproduksi dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu hormon reproduksi primer dan hormon reproduksi sekunder.
Hormon
produksiprimer disebut juga hormon gonadal, karena
re~ diha~
silkan oleh gonad atau alat kelamin, baik jan tan maupun betina.
Hormon-hormon tersebut antara lain:
estrogen, pro-
gesteron, androgen atau testosteron dan relaxin (Reece, 1960).
Hormon-hormon ini secara langsung terlibat dalam
berbagai aspek reproduksi, seperti:
spermatogenesis, ke-
langsungan kebuntingan, kelahiran, laktasi dan kelakuan induk. Hormon-hormon reproduksi sekunder adalah hormon-hormon yang perlu adanya untuk proses metabolisme suatu individu yang memungkinkan terjadinya proses reproduksi (Zorrow, 1980). Hypothalamus juga mensekresikan sekelompok hormon reproduksi.
Kelompok hormon ini menga tur aktifi ta.s adenohy-
pophysa yaitu bekerja sebagai faktor-faktor pelepas khusus yang menstimulir sintesa serta pelepasan berbagai hormon adenohypophysa.
Satu pengecualian fungsi kelompok ini ada-
lah sebagai faktor penghambat prolactin, Prolactin Inhibiting Factor (PIF). Kelenjar adenohypophysa sendiri mensekresikan tiga hormon gonadotropin yaitu: Follicle Stimulating Hormone (FSH) , Luteinizing Hormone (LH) dan Luteotropic Hormone (LTH) yang lebih dikenal dengan sebutan prolactin.
Sedang-
kan oxytocyn dan vasopressin adalah hormon-hormon yang dihasilkan oleh neurohypophysa. Menurut struktur kimiawinya, berbagai hormon reproduksi dapat dibagi atas hormon protein atau polypeptida dan steroida.
Horman berstruktur protein mempunyai berat mole-
kul 1000-50.000, sedangkan hormon yang berstruktur steroid rata-rata 300-400 (Zorrow, 1980). Pada tabel 1, 2 dan 3 ditunjukkan beberapa hormon reproduksi, kelenjar yang menghasilkannya serta fungsi dari masing-masing harmon tersebut.
Tabel 1. Hormon-hormon Reproduksi Primer (Toeli~ere, 1981 a ) Kelenjar Adenohypophysa
Hormon Follicle stimulating hormon (FSH) Luteinizing hormone (LH) Interstitial cell stimulating hormone (ICSH) FSH & LH Prolaktin (Luteotro-
Neurohypophysa
Oxytocin
Testis
Testosteron
Ovarium
Estradiol
Progesteron
Relaxin
Placenta
Human chorionic gonadotropin (HCG) pada primata Pregnant mare's serum (PHS)(pada kuda) Prostaglandin Estradiol; ProgesProgesteron Relaxin
Beberapa fungsi spermatogenesis; pertumbuhan folikel pelepasan estrogen; ovulasi; pelepasan proges:teron
pelepasan estrogen pelepasan progesteron; laktasi partus; kontrkasi uterus; 1 e t _:down susu mempertahankan sistem saluran kelamin jantan dan sifat kelamin sekunder; kelakuan kel~ min dan spermatogenesis mempertahankan sistem saluran kelamin betina dan sifat kelamin sekunder; kelakuan kelamin; stimulasi kelenjar susu; mobilisasi Ca dan lemak pada unggas implantasi; memperta~ hankan kebuntingan; stimulasi kelenjar sg su relaksasi servik uteri; inhibisi kontraksi ute ri; pemisahan symphysis pubis seperti LH seperti FSH kontraksi oto.t licin; luteolysa lihat ovarium lihat ovarium lihat ovarium
10
Tabel 2.
Hormon-hormon Reproduksi Sekunder
Kelenjar
Hormon
Adenohypophysa
Beberapa fungsi
pertumbuhsn tubuhj sintesa protein stimulasi kelenjar thyroid; pelepasan thyroxyn dan pengikatan jodium oleh thyroid Adrenocorticotropic stimulasi cortex adhormone (ACTH) renal; pelepasan corticoid adrenal Neurohypophysa Vasopressin (Antidi- pertumbuhan tubuh; uretic hormone, ADH) perkembangan dan pematanganj oksidasi zat makanan Tri-iodothyronin sama dengan diatas Thyrocalcitonin metabolisme calcium Cortex adrenal Aldosteron metabolisme air dan elektrolit ·17-0H corticoid metabolisme hidrat (crotison, cortisol, arang, lemak dan procorticosteron) tein Pancreas Insulin metabolisme hidrat arang, lemak dan protein Parathyroid Parathormon metabolisme calcium dan phosphor Sumber:
Somatotropic hormone (STH) Thyroid stimulating hormone (TSH)
Fisiglogi Reproduksi pada Ternak, Toelihere, 1981
17
Tabel 3.
Faktor-faktor Pelepas
Faktor (hormon)
Fungsi
Gonadotropin releasing hormone (Gn-RH)
stimulasi pelepasan gonadotropin (FSH & LH)
Thyrotropin releasing hormone (TRH)
stimulasi pelepasan TSH
Prolactin ( PIF)
inhibisi pelepasan prolactin
nhibiting hormone
Corticotropin releasing factor (CRF)
stimulasi pelepasan ACTH
Somatotropic hormone releasing factor (STH-RF)
stimulasi pelepasan STH
Sumber:
Fisio1ogi Reproduksi pada Ternak, Toelihere, 1981 a SUSUNANSYARAFPUSAT
,"'1
,
F AKTOR-F AKTO R PELEPAS .......
i ' .....
/ ,,/
/
//:/~ ,.
(RELEASING FACTORS)
i
I
I
r
,
I
FSH
TUBULI
'.
'-_
ADENOHYPOPHYSA
1 / / 1 "[nbibin"
I.,
...........
1
TESTES
SEMINIFERI
'.......... _--_......
I~~-, .
-'..
(CSH', \
Stimului organ-ore:a.n Kelamia
(LH)
Pclene:kap
,
,
\
\:\
,I
SEL~EL
INTERSTITIAL
I
/
-------- ",,"
SPERMATOGENETIK
!
TESTOSTERON
Si(.t~ifat
hl.min aekunder
SPERMA
Gambar 3.
Diagram Skematik Peranan Hormon-hormon Reproduksi Primer pada Hel'lan Jantan Garis-garis putus menunjukkall: "mekanisme umpan ba1ik\' Toe1ihere, 1981
Ranpu'l,a.n Luar - CahaYa - Str.... - Viaull - Auditori. - Pe:n:baan - OUaletori, - male.nan - Stimului uLeNa
RANGSANGAN LUAR
. - Fiaik
- Lain·lain F.etor·£actor Pele:paa (a.le:uiDI Factors)
Adt:nohypophy ..
Ne:urohypophy..
-',,
/
I
I
I
I
I
I
I
I I I
I
I I I I
I I
Co,!,,,, Luteum
Pe:rturnbuhan Folii:el
I I
I I I
I
I I
I
I
I
I
I
I I
,
\
_/
P.rtua
Laletui
(Let down .luau)
Pe:ri\lmbuhan uteruA dan ...:luran
reproduui
Prollferui uterus (untuk
Ke:lanpul1fU1 ke:bunUn,an
implantaai)
Gambar
4.
Diagram Ske~atik Peranan Hormon-hormon Reproduksi Primer pada Hewan Betina Garis putus-putus menunjukkan "mekanisme umpan balik negatif" Sumber: Fisiologi Reproduksi pada Ternak, Toelihere, 1981 a
SIKLUS REPRODUKSI ANJING A.
Dewasa Kelamin (pubertas) Pubertas (dewasa kelamin) adalah suatu periode dalam
kehidupan makhluk jantan dan betina, dimana organ-organ reproduksi mulai berfungsi dan perkembangbiakan dapat terjadi (Cole dan Cupps, 1977).
Pad a hewan jantan pubertas
ditandai oleh kesanggupan berkopulasi dan menghasilkan sperma disertai perubahan-perubahan kelamin sekunder lainnya.
Pad a hewan betina, pubertas ditandai dengan terjadi-
nya berahi dan ovulasi. Anjing meneapai saat pubertas pad a umur 7-9 bulan dengan variasi 6-18 bulan (Kirk, 1970).
Sedangkan menurut
He Donald (1980) pubertas pada anjing dapat terjadi pada umur 6-12 bulan, dan lebih dulu terjadi pada anjing bangsa keeil dibanding bangsa besar.
Biasanya, anjing meneapai
saat pubertas dalam dua sampai tiga bulan setelah tereapai berat badan dewasa, dan pubertas lebih dulu terjadi beberapa minggu pada hewan betina (Stabenfeldt dan Shille, 1977). Namun demikian pubertas sangat bergantung pada lingkungan, dimana anjing yang hidup bebas (free roaming animals) meneapai dewasa kelamin lebih eepat dibanding anjing yang dHl:andangk::ln (kenneled Rnim31s) (Me Donald, 1980).
20
B.
Musirn Kawin Yang dirnaksud dengan rnusirn kawin atau rnusirn kelarnin
adalah suatu rnusirn dalarn setahun dirnana hewan rnenarnpakkan aktivitas perkawinan.
Anjing termasuk hewan monoestrus
yang rnengalarni dua kali musim kawin Csiklus berahi) dalam setahun. American Kennel Club telah rnernpelajari siklus berahi pada anjing-anjing Cokcker, Setter, Great Dane dan Pekingese, dan rnelaporkan bahwa musirn kawin dapat terjadi sepanjang tahun.
Anjing jenis Airdale dan Beagle dapat mem-
perlihatkan estrus sepanjang tahun dengan frekuensi terbesar pada akhir rnusirn panas dan beberapa pada rnusirn gugur (Mc Donald, 1980). Anjing bangsa kecil cenderung rnernpunyai musim kawin tiga sampai empat kali dalam setahun, dan bangsa besar hanya sekali setahun.
Sebagai contoh, Basenji hanya menga-
larni satu kali estrus dalam setahun, yang biasanya berlangsung pada rnusirn gugur.
Menurut Stabenfeldt dan Shille
(1977) sebenarnya terdapat variasi yang besar pada siklus berahi anjing, sekitar 16-56 rninggu. Sokolowski, Stover dan Ravenswaay (1977) mempelajari siklus berahi anjing yang dikandangkan.
Dari hasil penga-
rnatan didapatkan kesimpulan bahwa anjing-anjing yang dikandangkan atau dibatasi ruang geraknya mernperlihatkan sediki t bahkan hampir tidak rnempunyai rnusirn kawin (Tabel '+). Dapat disim[Julkan bahwa iklim dan lingkungan sangat berpe-
21
ngaruh terhadap musim kawin anjing. Tabel 4.
Musim Kawin Beberapa Jenis Anjing yang Dikandangkan
Frekuens·i Musim Kawin
Jenis Anjing
2.4/tahun 2/tahun 2/tahun 1.5/tahun 1. 5/tahun 1.5/tahun 1.5/tahun
German sepherd Cocker spaniel Basset hound Toy poodle Pekingese Boston terrier Beagle Sumber:
C.
Seasonal Incidence of Estrus and Interestrous Interval for Bitches of Seven Breeds, Sokolowski et al., 1977
Pubertas dan Spermatogenesis Anjing jan tan mencapai pubertas beberapa minggu lebih
1ambat dari hewan betina, dan biasanya sete1ah mencapai berat badan dewasanya.
Timbulnya pubertas pada hewan jantan
ditandai oleh timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, keinginan kelamin, kesanggupan berkopulasi dan adanya sperma hidup di dalam ejakulat (Toelihere, 1981 a ). Keinginan ke1amin pada anjing jantan telah tampak pada usia enam bulan, tetapi sebaiknya mu1ai dikawinkan pad a usia 8-10 bulan (Kirk, 1970). Hewan jantan tidak mempunyai siklus berahi, sehingga sanggup memproduksi sperma serta kawin sepanjang tahun
22
(Stabenfeldt dan Shille, 1977).
Proses pembentukan sperma
disebut spermatogenesis dan berlangsung di dalam testes. Spermatogenesis merupakan suatu proses kompleks yang meliputi pembelahan dan diferensiasi sel.
Spermatogenesis me-
liputi spermatositogenesis (spermiosis) atau pembentukan spermatosit primer dan sekunder dari spermatogonia tipe A dan spermiogenesis atau pembentukan spermatozoa dari sper'matid (Toelihere, 1981 a ). Spermatogenesis pada anjing berlangsung selama 13-14 hari (Stabenfeldt dan Shille, 1980), yang dikendalikan oleh FSH dari adenohypophysa dan spermiogenesis berada dibawah pengaruh ICSH yang menghasilkan testosteron (Toelihere, 1981 a ). Pemberian testosteron yang dimaksudkan untuk menstimuli libido dapat menekan pelepasan ICSH sehingga menekan proses spermatogenesis (Stabenfeldt dan Shille, 1980).
D.
Berahi dan Ovulasi Pada waktu pubertas telah tercapai dan musim kawin te-
lah dimulai, pada hewan betina tidak bunting akan menunjuk.kan gejala berahi atau estrus untuk pertama kali dan akan diikuti oleh berahi kedua dan seterusnya menurut suatu siklus ritmik yang khas.
Interval antara timbulnya suatu
pe~
riode berahi ke permulaan periode berahi berikutnya dikenal sebagai suatu siklus berahi (Toelihere, 1981 a ). Sedangkan berahi itu sendiri adalah saat dimana hewan betina bersedia menerima jantan untuk berkopulasi, dan merupakan fase terpenting dalam siklus berahi (Partodihardjo,
23 1980). Sik1us berahi pada anjing terjadi secara bertahap, sehingga dapat dibagi menjadi empat fase atau periode yaitu: proestrus, estrus metestrus dan anestrus.
Da1am pembagian
faSe-fase sik1us berahi ini, beberapa penulis memasukkan periode metestrus dalam periode diestrus dimana akan diteruskan pada periode bunting palsu atau pseudopregnancy. Fase proestrus dan estrus dapat juga digolongkan pada fase folikuler atau estrogenik, sedangkan metestrus dan diestrus digolongkan ke dalam fase luteal atau progestational.
Fa-
se-fase siklus berahi ini lengkap terjadi dua kali dalam setahun, dimana lamanya satu siklus berahi pad a anjing bervariasi antara 16-56 minggu (Stabenfeldt dan Shille, 1977). Pembagian fase siklus berahi dan lamanya masing-masing fase siklus berahi menurut beberapa sumber dapat dilihat pada Tabel 5. Untuk membantu menentukan fase siklus berahi pada anjing dapat menggunakan usapan vagina, karena epitel vagina anjing lebih peka terhadap kerja hormon gonadal dibandingkan spesies lain (Mc Donald, 1980).
Dengan menggunakan
swab kering atau batang gelas steril usapkan ke dalam vagina sejauh kira-kira tujuh sentimeter dan putar beberapa kali.
Ulaskan swab tersebut pada gelas objek bersih dan war-
nai dengan 0,1% Toluidin Blue atau pewarna Wright, kemudian lihat di bawah mikroskop (Kirk, 1970).
24-
Tabel 5.
Sumber
Kirk, 1970 Leonard, 1960 stabenfeldt dan Shille, 1977 Me Donald, 1980 Johnston, 1980 Carlson dan Giffin, 1982
Pembagian dan Lamanya Periode Siklus Berahi Anjing Menurut Beberapa Sumber
Proestrus Estrus Metestrus Diestrus Anestrus (hari) (hari) (hari) (hari) (hari) 4-14
4-14
60
90
7-9 (9)* 3-16 (9)
5-12 (9) 4-12 (9-10)
90
60
5-9
7-9
3-17 (9) 6-9
3-21 (9) 12
51-82 (75) 2
--=
50-80 60
60-105
15-265 (125)
135 100-150
* Angka-angka di dalam kurung adalah nilai rata-rata Fase pertama pada siklus estrus adalah proestrus atau periode sebelum estrus dimana folikel de Graaf bertumbuh di bawah pengaruh FSH dan menghasilkan sejumlah estradiol yang makin bertambah (Toelihere, 1981 a ). Meningkatnya kadar estrogen (Gambar 6) menyebabkan perubahan-perubahan pada traktus genitalia antara lain pembengkakan vulVa, pembendungan pada saluran reproduksi tubuler bagian dalam dan meningkatnya sekresi eairan sereus dari kelenjar-kelenjar uterin (Me Donald, 1980).
Pad a ulas vagina tampak per-
tumbuhan sel-sel epitel noneornified (parabasal) dan seeara bertahap terjadi peningkatan jumlah sel cornified (anuk-
lear) yang akan mendominasi pada akhir proestrus (Stabenfeldt dan Shille, 1980). Pro1iferasi kapi1er endometrium karena pengaruh estrogen menyebabkan perdarahan perdiapedesin dan tampak sebagai perdarahan pada vulva.
Dengan usapan vagina pada
ak4ir fase proestrus banyak dijumpai
sel~sel
darah merah.
Sedangkan dengan meningkatnya ketebalan epitel vagina akan menghambat roasuknya sel-sel darah putih ke lumen vagina (Stabenfeldt dan Shi11e, 1980). Pada fase proestrus ini hewan betina roulai roemper1ihatkan perhatiannya pada pejantan, tapi belum mau menerirna pejantan untuk berkopulasi.
Masaproestrus dimulai se-
telah tampaknya perdarahan pada vulva sampai penerimaan pejantan pertama kali oleh betina (Me Donald, 1980). Periode berikutnya adalah estrus atau berahi yang sebenarnya, ditandai dengan keinginan kelamin dan penerimaan pejantan oleh hewan betina.
Penerimaan pejantan sela-
rna estrus disebabkan oleh pengaruh estradiol pada susunan syaraf pusat yang menghasilkan kelakuan kelamin yang khas (Toelihere, 1981 a ). Pada saat ini anjing betina mengeluarkan suatu zat atraktant yang disebut feromon dan dapat menarik perhatian pejantan dalam jarak yang eukup jauh darinya.
Diduga
seks-feromon ini merupakan hasil sekresi vestibulum, kelenjar anal, dan kemungkinan juga melalui urin (Me Donald, 1980).
Pejantan yang tertarik akan datang, meyelidiki
dan kadang-kadang menjilati alat kelamin 1uar hewan betina.
26
Anjing betina yang sedang estrus akan menerima pejantan, bercumbu dan menarik ekornya kesamping untuk menghadirkan vulva bagi pejantan (Carlson dan Giffin, 1982). Pada fase ini folikel-folikel de Graaf yang matang mengeluarkan estradiol yang menyebabkan perubahan-perubahan pada saluran reproduksi tubuler seeara maksimal.
Tuba
fallopii menegang, epitel menjadi matang, dan silia aktif; terjadi kontraksi tuba fallopii dan ujung-ujung berfimbria merapat ke folikel de Graaf untuk menerima ovum pada saat ovulasi (Toelihere, 1981 a ).
Edema uterus terus berlang -
sung, sekresi cairan sereus oleh kelenjar-kelenjar uterus makin meningkat sedangkan perdarahan pada uterus berkurang. Vulva masih edematus dengan"cairan yang mulai berwarna kecoklat-coklatan.
Pada preparat ulas vagina periode estrus
ditandai dengan banyaknya eritrosit, pengelupasan sel-sel epitel cornified dan dapat juga ditemui sejumlah bakteri (Leonard, 1960).
Lekosit
a&~n
tampak pada akhir periode
estrus (Me Donald, 1980). Menjelang ovulasi konsentrasi estradiol mencapai tingkat yang cukup tinggi dalam tubuh untuk menekan produksi FSH dan dengan menstimulir pelepasan LH menyebabkan dinya ovulasi (Toelihere, 1981 a ).
terja~
Ovulasi pada anjing ter-
jadi secara spontan pad a hari pertama atau ke dua periode estrus (Stabenfeldt dan Shille, 1980).
Menurut Mc Donald
(1980) anjing betina yang berovulasi pad a hari ke dua sebanyak 40%;
dan pada hari ke tiga sebanyak 70%.
Hewan be-
tina dara (yang pertama kali berahi) cenderung untuk meng-
27
alami ovulasi pada hari pertama periode estrus,
Sedangkan
anjing betina tua cenderung untuk berovulasi di hari ke lima periode estrus.
Variasi dalam waktu ovulasi
kemungkin~
an disebabkan respon individual terhadap kadar estrogen. Folikel-folikel yang sudah matang siap diovulasikan semua dalam beberapa jam (Stabenfeldt dan Shille, 1980).
keratinisa~i
eritrosit
sel epitel
____ ..... . ... );!:l!fQ.s.H. __ pembengkakan vulva
perdarahan vul Y.a... ••••• PROESTRUS
agreslf
ESTRUS
I
pasif
'
,
E
~
~.'
~130 ~
.. .
~
'
")20.l5o ...E; •• •••
"'~WI ~I
~I ~
70%
ovulasi
ci.
01 0::1
.,
40%
'" E 40
1
.. "
J' '~"". . . . " . . I
'
..
P.....
,,"/
....
....
---
E 'a.
'"
.,
~
40-': o.
... "
"
80 :::
; , ••••••••••
/.; < . .-._.-.-' FSH ____ . ".::': :..:. :.::~ : ~ '- '-.-.-._-_."'".." . .____________________ ---', .. .... LH __
10 75
~~
~~_.
o·
"'..... (/).
w,
--------. O~·.__._.~._.__r_.~--r-~,__r~--r_~,__r~_.r_LO
o
2
4
6
8
10
HARI Gambar
6.
Gambaran Hormon, Usapan Vagina dan Kelakuan Kelamin Anjing Betina Se1ama Proestrus dan Estrus, Mc Donald, 1980.
Metestrus atau postestrus adalah periode segera
sesu~
dah estrus dimana corpus lutaum tumbuh dengan cepat dari sel-sel granulosa folikel yang telah pecah, dibawah pengaruh LH dari adenohypophysa (Toe1ihere, 1981 a ). Pada saat ini mulai terjadi peningkatan kndar progesteron yang diha-
28
silkan oleh corpus luteum.
Progesteron menghambat sekresi
FSH oleh adenohypophysa sehingga menghambat pembentukan folikel de Graaf yang lain dan mencegah terjadinya estrus (Toelihere, 1981 a ), Periode metestrus pada anjing sangat unik, karena pada saat ini hewan betina masih mau menerima pejantan untuk kopulasi, sehingga metestrus terjadi selagi periode estrus berjalan dan tampak terjadi tumpang tindih (overlapping) antara estrus dan metestrus.
Holst dan Phemister (1974) me-
nyimpulkan pada saat metestrus corpus luteum belum berfungsi sepenuhnya..
l1etestrus berlangsung sangat singkat, 3-5
hari (Holst dan Phemister, 1974); 1980).
dua hari (Hc Donald,
Gambaran ulas vagina setelah ovulasi terjadi atau
akhir estrus menunjukkan mulai terbentuknya sel-sel epitel noncornified, adanya lekosit dan reruntuhan sel lainnya. Beberapa penulis menyatakan metestrus berjalan selarna 40-.90 hari, dimana pada periode ini berlangsung keadaan bunting palsu (pseudopregnancy).
Sedangkan Mc Donald
(1980) memberi gambaran bunting palsu berada dalam periode
diestrus (Gambar 7), dan metestrus berakhir dengan kebuntingan ataupun bunting palsu (Kirk, 1970). Diestrus adalah periode terakhir dari siklus berahi, dan corpus luteum pada saat ini sudah benar-benar berfungsi.
Fase ini disebut juga fase luteal atau "luteal acti-
vity" (Hc Donald, 1980).
Dibawah pengaruh progesteron
en~·
dometrium lebih menebal, kelenjar-kelenjar berhipertrofi dan cervix menutup (Toelihere, 1981 a ).
29 Kebengkakan vulva mulai menyusut, lendir vagina bal dan lengket (Kirk, 1970).
mul~i
mene-
Pada ulas vagina akan tam-
pall: pergeseran dari banyaknya sel-sel epitel cornified menjadi noncornified.
Juga dapat ditemukan adanya reruntuhan
sel-sel epitel lainnya serta lekosit (Leon8.rd, 1960). Sensitifitas endometrium anjing karena pengaruh progesteron menyebabkan terjadinya bunting palsu dan lambatnya involusi uteri.
Involusi uteri terjadi secara sempur-
na dalam Vlaktu 120-150 hari sesudah ovulasi (Ec Donald, 1980).
Bunting palsu menampilkan gejala yang mirip dengan
kebuntingan sesungguhnya antira lain pembesaran uterin, relaksasi dan pembesaran abdomen serta diikuti pembentukan kelenjar susu.
Pada akhir masa bunting palsu yang lamanya
hampir sarna dengan kebuntingan sesungguhnya (60 hari) , anjing betina memperlihatkan sikap hendak .melahirkan dengan membuat sarang di tempat gelap dan menamlJakkan sifat keibuan pada benda-benda disekitarnya.
Fase luteal pada anjing
berlangsung selama 50-80 hari, kemudian corpus luteum berregresi. Anestrus adalah periode yang ditandai oleh ovarium dan saluran kelamin yang tenang dan tidak berfungsi (Toelihere, 1981 a ). Pada anjing anestrus fisiologik berlangsung lebih kurang tica bulan, yang diakhiri dengan terjadinya proestrus.
Selama anestrus, uterus kecil dan mengendor,
mukosa cervix dan vagina pucat, cervix tertutup rapat,
cairan vagina jarang dan lengket (Toelihere, 1981
8 ).
3D
(5-9 harl)
ESTRUS
----------------,
bervariasi \
7-9hari
,' ...... _---,.,''
/
/
estrus. menutupi mctt!Slrus
ANESTRUS
nya
BUNTING (58-63 har;
I
I
,
/~---- ..........
''
'
METESTRUS \ (2 had)
tanpa Metestrus)
Gambar
7.
Siklus Reproduksi Anjing, Me Donald, 1980
31 E.
Fertilisasi dan Implantasi Seluruh proses reproduksi seksual berpusat pada keja-
dian fertilisasi atau pembuahan;
namun demikian fertilisa-
si sendiri bukanlah suatu proses reproduksi.
Fertilisasi
terdiri dari penyatuan atau fusi dua sel,. gamet-garnet jantan dan betina untuk membentuk satu sel, zygot (Toelihere, 1981 a ). Fertilisasi adalah suatu proses ganda: a.
Dalam aspek embriologik, fertilisasi meliputi pengaktifan ovum oleh spermatozoa.
Tanpa rangsangan fertilisa-
si, ovum tidak akan memulai cleavage, dan tidak ada perkembangan embriologik. b.
Dalam aspek genetik, fertilisasi meliputi pemasukan faktor-faktor hereditas pejantan ke dalam ovum.
Disi-
nilah terletak manfaat perkawinan atau inseminasi, untuk menyatukan faktor-faktor unggul ke dalam satu individu baru. Semen yang dideposisikan ke dalam cervix atau uterus akan bergerak menelusuri saluran kelamin betina sampai ke tempat dimana proses fertilisasi akan berlangsung.
Sambil
menunggu kedatangan ovum, spermatozoa mengalami persiapan atau percobaan untuk mempertinggi daya fertilisasi, yang dikenal dengan proses kapasitasi (Toelihere, 1981 a ).
Sper-
rna anjing dapat bertahan hidup dalam saluran reproduksi betina selama tujuh hari (Carlson dan Giffin, 1982).
32 Ovum yang diovulasikan segera memasuki ampula tuba falopii, tempat terjadinya fertilisasi.
Sewaktu masuk ke da-
lam ampul a selubung ovum, zona pellucida, masih dikelilingi oleh sekelompok sel-sel granulosa yang masih disebut cumulus.
Ovum terse but tidak bisa langsung mengalami pro-
ses fertilisasi dan tidak peka untuk mengalami proses pematangan oleh sperma sebelum badan kutub pertama dilepaskan (Mc Donald, 1980).
Kapasitasi sperma secara invitro
telah berhasil dilakukan pada oocyt yang belum matang sempurna (Johnston, 1980).
Proses pematangan ovum pada anjing
berlangsung selama dua sampai tiga hari sesudah ovulasi (Mc Donald, 1980) dan fertilisasi sempurna terjadi dalam waktu enam hari (Johnston, 1980). Ernbrio dikatakan bertaut atau diimplantasikan apabila posisinya telah difiksir dan kontak fisik dengan organisme induk telah ditetapkan (Toelihere, 1981 a ). Henurut Partodihardjo (1980) proses implantasi berlangsung secara bertahap, yaitu tahap persentuhan embrio dengan endometrium, terlepasnya zona pellueida, pergeseran atau pembagian tempat dan pertautan antara tropoblast dengan epitel endometrium. Ovum yang telah dibuahi, zygot at au embrio hidup bebas melayang-layang dalam tuba falopii atau uterus induk selama 5-10 hari sesudah ovulasi (He Donald, 1980).
Pada
saat ini zygot sudah berbentuk blastosit, yang memperoleh makanan dari histotrof (susu uterus).
Pada anjing, blas-
tosit-blastosit didistribusikan menurut panjangnya cornua
33 uteri dan terbagi dalam jumlah yang sarna banyak pada setiap cornua (Kirk, 1970).
Proses ini sebagai akibat pergerakan
dinding uterus, dimana mekanismenya yang pasti belum diketahui (Toelihere, 1981 a ). Menurut Sokolowski (1980) jika blastosit telah berimplantasi maka akan tampak tanda pertama yaitu adanya edema endometrial. 17-21.
Zona plasenta akan terbentuk pada hari ke
Pertautan antara tropoblast dengan epitel endomet-
rium terjadi secara sempurna pad a hari ke 21-24 sesudah perkawinan. F. F.l.
Kebuntingan dan Kelahiran Kebuntingan Periode kebuntingan adalah periode dari mulai terjadi-
nya fertilisasi sampai terjadinya kelahiran normal.
Kare-
na ketidakpastian kapan ovulasi dan fertilisasi dimulai, maka sulit untuk menentukan lama kebuntingan pada anjing. Lama kebuntingan berkisar antara 58-63 hari (Mc Donald, 1980), dengan rata-rata 63 hari (Kirk, 1970).
Sedangkan
menurut Sokolowski (1980) lama. kebuntingan bervariasi antara 58-66 hari. Selama permulaan kebuntingan, plasenta bertambah besar melalui proliferasi aktif dari sel-sel tropoblast.
Pa-
da pertengahan kebuntingan plasenta mencapai ukuran yang hampir maksimal, yang bertepatan dengan pertumbuhan cepat fetus dan sesudah itu akan menetap relatif konstan.
Untuk
memungkinkan terjadinya pertukaran fisiologik secara mak-
34 simal, daerah permukaan plasenta diperluas baik oleh lipatannya, atau oleh pertautan intim antara villi chorion dengan endometrium.
Bentuk plasenta anjing berdasarkan dis-
tribusi dan pengaturan villi chorionnya termasuk tipe zonaria.
Hubungan chorion dengan uterus diklasifikasikan ke-
dalam plasenta tipe endotheliochorial, dan terdapat empat lapis jaringan yang memisahkan sistim fetal dan vaskuler maternal.
Antibodi maternal yang diberikan melalui plasen-
ta sangat sedikit.
Anak-anak anjing banyak menerima anti-
bodi maternal melalui colostrum setelah dilahirkan. Kebuntingan pada anjing sering dikelirukan dengan keadaan fisiologik sesudah estrus karena tidak terjadi konsepsi (bunting palsu) ataupun keadaan patologis misalnya pyometra, ascites dan tumor uterin.
Sehingga perlu untuk
mengadakan diagnosa kebuntingan pada betina yang sudah dikawinkan. Banyak cara yang digunakan untuk mendiagnosa kebuntingan pada anjing antara lain palpasi abdominal, memakai teknik radiografi, ultrasonografi ataupun auskultasi.
Ca-
ra yang paling sering dilakukan adalah palpasi abdominal karena praktis dan murah.
Keberhasilan diagnosa tergantung
pada keahlian dan pengalaman pemeriksa, temperamen hewan, ukuran hewan, periode kebuntingan, banyaknya fetus dalam uterus dan keadaan gizi hewan (Arthur, 1975). Sangat sulit untuk mendiagnosa kebuntingan dibawah usia 18hari sesudah perkawinan.
Juga kesulitan akan dite-
mui jika palpasi abdominal dilakukan pada anjing bangsa
35 besar dan gemuk.
Hasil diagnosa melalui palpasi abdominal
sering dikelirukan oleh vesica urinaria ataupun alat-alat pencernaan yang penuh (Sokolowski, 1980). Penggunaan radiografi dan ultrasonografi jarang dilakukan karena tidak praktis dan mahal biayanya.
Teknik
ra~
diografi dapat digunakan mendiagnosa kebuntingan pada hari ke 42 atau lebih periode kebuntingan, sedangkan ultrasonografi pada hari ke 29 periode kebuntingan pad a hewan besar atau gemuk, dan pad a kasus-kasus fetus ektopik (Sokolowski, 1980). Berikut ini beberapa perubahan yang dapat diamati pada uterus dan umur kebuntingan melalui palpasi abdominal (Arthur, 1979): Hari ke 18-21 Mulai teraba adanya gelembung cairan fetal pada cornua uteri.
Berbentuk oval dengan ukuran 9-12 mm.
Hari ke 24-30 Merupakan periode yang optimum untuk mendiagnosa kebuntingan pada anjing.
Gelembung pada uterus mulai membu-
lat dan berdiameter 15-30 mm.
Kadang-kadang teraba adanya
perbedaan besar gelembung uterus tersebut. Hari ke 35-44 Gelembung fetus membesar dan memanjang, konsistensinya mulai mengendor.
Uterus mulai membesar dengan cepat,
dan mulai menyentuh dinding abdomen.
Fetus sudah tidak bi-
sa diraba lagi karena dilatasi membran fetus.
Hari ke
45-55
Ukuran fetus bertambah dengan cepat.
Teraba dengan
jari fetus yang berada paling posterior dengan ukuran panjang
63 mm dan lebar 12 mm, pada betina dengan berat badan
9 kg.
Uterus seolah-olah terbagi dua segmen, dimana bagi-
an posterior turun dan mencapai lantai abdomen. Hari ke
55-63
Ukuran uterus bertambah besar memenuhi ruang abdomen. Pergerakan fetus akan terlihat dari luar.
Palpasi per rek-
tal dapat dilakukan pad a sa at ini untuk mengetahui presentasi fetus. Hormon-hormon dalam proporsi yang tepat diperlukan untuk mempertahankan kebuntingan normal.
Hormon yang esensi-
al untuk mempertahankan kebuntingan adalah progesteron dan estrogen ovarial, gonadotropin dan prolaktin yang disekresikan oleh adenohyphophysa.
Hormon-hormon tersebut juga
diproduksi oleh plasenta chorioalantois. Hormon yang paling berperan pada saat kebuntingan adalah progesteron, yang dihasilkan oleh corpus luteum kebuntingan (corpus luteum verum).
Progesteron sangat berperan
dalam kelanjutan hidup blastosit sebelum implantasi dan sepanjang periode kebuntingan. Peningkatan sekresi progesteron dimulai setelah periode estrus.
Kadar progesteron mencapai puncaknya kira-kira
pad a hari ke 15 sesudah ovulasi, dan diduga saat ini mulai terjadi implantasi (Stabenfeldt dan Shille, 1977). trasi progesteron cukup tinggi hingga hari ke
Konsen-
35 kebunting-
37 an, dan kadarnya menurun secara bertahap sampai terjadinya kelahiran (Graf, 1978). Menurut Tsutsui (1983) ovariektomi yang dilakukan pada hari ke 45-55 umur kebuntingan akan menyebabkan abortus 11-63 jam setelah ovariektomi.
Abortus pada kebuntingan
berumur 39-50 hari akibat ovariektomi dapat dicegah dengan memberikan 20-50 mg progesteron sampai kebuntingan berumur 35·atau 61 hari.
Tstutsui (1983) menyimpulkan bahwa
corpus luteum anjing sangat penting untuk mempertahankan kebuntingan hingga hari ke 55 kebuntingan. F. 2.
Kelahiran Kelahiran atau partus adalah serentetan proses-proses
fisiologis yang berhubungan dengan pengeluaran anak dan plasenta dari organisme induk pada akhir masa kebuntingan a (Toelihere, 1981 ). Tanda-tanda akan datangnya suatu proses kelahiran pada anjing antara lain kegelisahan, menurunnya nafsu makan, timbulnya kelakuan induk seperti membuat sarang dan proteksi maternal terhadap benda-benda disekitarnya.
Pada
saat ini ligamentum pelvis dan vulva relaksasi, adanya cairan pada vulva yang berwarna putih susu serta turunnya suhu rektal 0.6_1 0 dalam 24-48 jam sebelum melahirkan. Proses kelahiran dapat dibagi dalam dua tahap, yaitu tahap permulaan atau tahap persiapan, dan tahap pengeluaran fetus serta plasenta yang disebut juga tahap perejanan.
38
F.2.1.
Tahap Permulaan at au Persiapan
Banyak teori yang telah dikemukakan tentang bagaimana mekanisme pengaturan at aU penyebab kelahiran.
Umumnya teo-
ri-teori yang ada menYatakan, dalam suatu proses kelahiran berperan faktor fetal, faktor maternal dan faktor hormonal. Bennet (1980) menerangkan hubungan ketiga faktor ini bekerja dalam suatu proses kelahiran sebagai berikut: Rangsangan yang tidak diketahui sebabnya bekerja pada otak fetus, yang kemudian menimbulkan reaksi berantai ke hypothalamus, hypophysa dan kelenjar adrenal.
Rangsa-
ngan ini berakhir dengan diproduksinya hormon corticosteroid secara berlebih-lebihan dan mengakibatkan pelepasan prostaglandin dan estrogen dari plasenta.
Prostaglandin
akan beredar ke tubuh induk, dan mempengaruhi kelenjar hypophysa sehingga terjadi pelepasan hormon oxytocyn.
Oxy-
tocyn dinyatakan sebagai hormon yang memegang peranan penting dalam merangsang uterus untuk memulai berkontraksi. Prostaglandin juga bersifat luteolitik dan menghambat produksi progesteron plasenta.
Progesteron secara fisiologis
diketahui berfungsi menghambat kontraksi myometrium.
1i-
sisnya corpus luteum akibat prostaglandin menyebabkan progesteron ovarial berkurang kadarnya, dan ini berakibat perawatan kebuntingan serta penenang myometrium tidak ada lagi.
Kadar estrogen bertambah menyebabkan sensitifitas
myometrium bertambah terhadap oxytocyn.
Hal ini semua me-
nyebabkan myometrium mulai berkontraksi.
Semakin tinggi
kadar oxytocyn sernakin kuat kontraksi uterus dan proses ke-
39 lahiran dimulai. F.2.2.
Tahap Perejanan
Proses kelahiran normal dapat dibagi atas tiga stadia yaitu:
stadium persiapan perejanan, stadium perejanan ku-
at atau pendorongan fetus keluar dan stadium perejanan untuk pengeluaran plasenta (Partodihardjo, 1980). Stadium persiapan perejanan dimulai dengan kegelisahan, ketegangan, nafas yang terengah-engah dan kadang-kadang dibarengi muntah.
Uterus mulai berkontraksi secara
ritmik yang membuat gerakan ekspulsi ke arah cervix.
Kon-
traksi uterus dimulai dari ujung proksimal ke distal fetus pada cornua uteri.
Akibat kontraksi ini isi kandungan ter-
desak ke arah cervix, cairan amnion dan alantois memasuki lumen cervix, cairan amnion dan alantois memasuki lumen cervix, dan cervix yang telah mengendor menjadi berdilatasi.
Semakin lama kontraksi uterus semakin bertambah fre-
kuensi maupun kekuatannya.
Akhir dari stadium persiapan
ini adalah cervix, vagina dan vulva yang merupakan satu saluran yang kontinyu.
Fetus dan chorioalantois dipaksa ma-
suk ke pintu dalam pelvis dimana chorioalantois pecah dan menyebabkan cairan alantois mengalir melalui vulva.
Sta-
dium ini dapat berlangsung 6-12 jam, bahkan sampai 36 jam pada betina dara (Bennet, 1980). Stadium ke dua adalah stadium pengeluaran fetus.
Aki-
bat kontraksi uterus yang berjalan terus menyebabkan amnion yang berisi fetus masuk ke dalam ruang pelvis dan me-
40 nyembul sedikit dari celah vulva.
Keadaan ini menimbulkan
kontraksi refleks diafragma dan otot-otot perut.
Perjala-
nan fetus keluar melalui cervix ke vagina bersama pecahnya kantong amnion menimbulkan kontraksi refleks yang mendorong fetus keluar melalui saluran kelahiran.
Sewaktu la-
hir setiap fetus terbungkus oleh selaput amnion.
Induk
akan menjilati fetus agar selaput amnion lepas, membersihkan fetus serta menstimulasi sis tim kardiovaskuler dan pernafasannya. Stadium ke tiga adalah stadium pengeluaran plasenta, yang terjadi kira-kira 15 menit sete1ah ke1ahiran fetus. Umumnya fetus dilahirkan dari setiap cornua uteri secara bergantian, dan dua anak dilahirkan sebelum plasenta dikeluarkan (Bennet, 1980).
Pengeluaran plasenta diikuti oleh
adanya cairan kehijau-hijauan.
Warn a ini merupakan pigmen
uteroverdin, hasil perombakan sel-sel darah merah plasenta. Stadium ke dua dan ke tiga berulang kembali hingga semua fetus dilahirkan.
Jarak kelahiran masing-masing fetus da-
pat berlangsung antara 15 menit sampai dua jam.
Waktu yang
dibutuhkan untuk melahirkan empat sampai enam anak rata-rata enam sampai delapan jam (Carlson dan Giffin, 1982). Biasanya induk anjing akan memakan plasenta anak walaupun kadang-kadang berakhir dengan vomitus.
Kebiasaan
ini dihubungkan dengan kebutuhan induk akan hormon-hormon kelahiran dan hormon yang rnenstimulasi laktasi yang terdapat pada plasenta (Carlson dan Giffin, 1982).
INSEMINASI BUATAN PADA ANJING Penelitian dan penggunaan inseminasi buatan pada anjing terus berkembang hingga sekarang, sejak sUksesnya inseminasi buatan pertama kali oleh Lazzaro Spallanzani pada tahun 1780 (Andersen, 1980).
Adanya cara inseminasi buat-
an sangat bermanfaat untuk perkembangbiakan hewan ini, terutama jika perkawinan alam tidak memungkinkan karena alasan-alasan kelainan fisik, kelainan kejiwaan ataupun penyebaran penyakit baik pad a jantan maupun betina (Carlson dan Giffin, 1982).
Penggunaan inseminasi buatan ini dapat pu-
la meningkatkan mutu genetik dan memungkinkan terjadinya pembuahan yang dibatasi jarak dan waktu (Andersen, 1980). Inseminasi buatan pada anjing meliputi beberapa aspek yaitu:
penampungan semen, penilaian semen, pengenceran
dan pengawetan semen serta inseminasi pada anjing. A.
Penampungan Semen Untuk mendapatkan semen anjing dapat menggunakan meto-
da manipulasi jari pada penis, metoda vagina buatan ataupun elektroejakulator.
Yang umum dilakukan dalam penampu-
ngan semen anjing adalah menggunakan metoda manipulasi jari dengan atau tanpa betina pengusik.
Penggunaan betina
pengusik dimaksudkan untuk meningkatkan libido dan kualitas ejakulat
(ft~len,
1985).
Sedangkan penggunaan vagina
buatan kurang disukai karen a kontak yang lama antara semen dengan karet pada vagina buatan akan mempengaruhi motilitas
42 spermatozoa (Kirk, 1970), walaupun lebih banyak volume yang dihasilkan dibanding menggunakan manipulasi jari (Melrose, 1970).
Penggunaan elektroejakulator jarang sekali karena
menghasilkan volume semen sedikit, terkontaminasinya semen oleh urin dan juga menyebabkan rasa ketidaksenangan pada pejantan (Stabenfeldt dan Shille, 1977). Penampungan semen dapat dilakukan 2-3 kali seminggu agar kualitas semen tetap terjaga (Melrose, 1970). ~
Boucher
al.da1am Kirk (1970) mengamati hubungan kualitas semen
dengan frekuensi penampungan semen.
Mereka melakukan pe-
nampungan semen dengan jadwal dua kali seminggu pad a hari yang tidak sama, setiap hari dan dua kali sehari.
Dan di-
dapatkan kesimpulan vo.lume semen tidak terpengaruh oleh frekuensi penampungan, hanya konsentrasi sperma menurun. Juga dapat disimpulkan prosentase spermatozoa normal serta libido tidak dipengaruhi oleh frekuensi ejakulasi. B.
Penilaian Semen Setelah semen berhasil ditampung, dilakukan penilaian
semen sesegera mungkin terhadap keadaan umum, volume, konsentrasi, motilitas dan morfologinya.
Penilaian ini perlu
untuk penentuan kualitas semen dan daya reproduksi
pejan-
tan.
Lebih khusus lagi untuk menetukan kadar pengenceran semen (Toelihere, 1981 b ). Semen anjing terdiri dari tiga fraksi, walaupun kadang-kadang su1it untuk membedakan masing-masing fraksinya. Fraksi pertama terdiri dari cairan bening yang bebas sper-
43
ma, dengan volume berk1sar an tara 0.5-2 ml (Andersen, 1980). B1asanya fraks1 pertama in1 d1ejakulas1kan sebelum ereksi sempurna terjadi (Stabenfeldt dan Shille, 1977) dalam waktu 30-50 detik (Ayer, 1984).
Fraksi ke dua yang merupakan
fraksi kaya sperma, berwarna abu-abu keputihan, konsistens1 agak kental dengan volume 0.5-3.5 mI.
Fraksi ke dua ini
d1ejakulas1kan setelah ereksi dan kopulas1 terjad1 sempurna (Andersen, 1980) dan memakan waktu 60-90 detik (Ayer, 1984).
Fraksi ke tiga, merupakan cairan bening dan besar
volumenya (3-20 ml) yang diejakulasikan selama 'proses terkait' terjadi.
Fraksi ke tiga ini merupakan cairan yang
berasal dari kelenjar prostat, sehingga tidak perlu ditampung terlalu banyak (Kirk, 1970). Total volume dari fraksi pertama, ke dua dan sebagian fraksi ke tiga semen anjing bangsa kecil sebanyak 2-4 ml, dan pada bangsa besar 4-7 ml (Ayer, 1984).
pH semen anjing
berkisar an tara 5.5-6.5 dengan rata-rata 6 (Ayer, 1984). Derajat motilitas sperma dapat dilakukan dengan cara meneteskan semen diatas gelas objek steril yang hangat (37 o C) dan dilihat dibawah mikroskop. Semen yang berkualitas baik memperlihatkan gerakan massa yang sangat halus, tidak seperti pada semen sapi, dengan 70% sperma motil aktif (Arthur, 1979).
Sedangkan untuk pemeriksaan morfologi sper-
rna dapat dilakukan dengan jalan pewarnaan spermatozoa, menggunakan tinta India, negrosin ataupun eosin.
Kelainan mor-
fologik dibawah 20% masih dianggap normal (Melrose, 1970).
44 Konsentrasi sperma biasanya diketahui dengan menggunakan haemocytometer, walaupun dapat juga dengan menggunakan kolorimeter ataupun spektrofotometer.
Rata-rata jumlah
spermatozoa per ejaku1at 125 juta/m1 (Arthur, 1979) dengan kisaran 4-540 juta sel/ml (Allen, 1985).
Volume ejakulat
dan konsentrasi spermatozoa dipengaruhi oleh musim, bangs a dan individu itu sendiri (Takeishi, 1975). C.
Pengenceran dan Pengawetan Semen Segera sesudah penampungan, semen harus diper1akukan
dengan hati-hati untuk mencegah cold shock, kontaminasi dengan bahan-bahan yang akan merusak sperma, pengocokan atau goncangan berlebih-lebihan atau terkena sinar matahari langsung (Toe1ihere, 1981 b ). Untuk mencegah c91d shock at au memperpanjang umur spermatozoa dapat diatasi dengan mencampurkan suatu bahan pelindung atau bahan pengencer ke dalam semen sebelum didinginkan menjadi 5°C.
Bahan-bahan yang digunakan pada pengence-
ran semen sapi dipakai juga dalam pengenceran semen anjing. Bahan pengencer terse but umumnya mengandung kuning telur dan air susu sapi yang dipanaskan. Semen anjing yang fertil dan tidak diencerkan dapat dipakai untuk keperluan inseminasi dalam waktu 24 jam sesudah penampungan.
Hal ini dapat terlaksana dengan cara menempat-
kan tabung berisi semen ke dalam bak pemanas bersuhu 35°C, kemudian didinginkan per1ahan-1ahan sampai mencapai suhu 4°C.
Pengenceran semen menggunakan sitrat-kuning te1ur
45 standar atau susu skim yang ditambahkan 10% kuning telur dan disimpan pada suhu 4°C dapat mempertahankan umur spermatozoa selama 5-6 hari (Harrop dalam Melrose, 1970).
Seager
dan Fletcher pad a tahun 1972 mencoba mengawetkan semen anjing menggunakan pengencer susu skim yang mengalami proses pasteurisasi dua kali.
Perbandingan semen dengan pengencer
1:4 atau 1:5 dan disimpan pada suhu 4°_ 8°C menghasilkan CR
77%.
Setelah semen disimpan selama tiga hari menghasil-
kan CR 53%. Selain penyimpanan semen untuk jangka pendek, telah pula dicoba membuat semen beku dalam bentuk straw dan pel.let.
Pengencer yang digunakan sitrat-kuning telur yang di-
tambah 10% glycerol atau menggunakan Tris-penyanggah kuning telur (Foote et al., 1970).
Seager at al. (1975) telah mem-
buat semen dalam bentuk pellet dengan pengencer yang mengandung kuning telur, laktosa, glycogen serta penambahan antibiotik Penicillin dan Streptomycin dapat mempertahankan umur semen selama enam tahun. D.
Teknik Inseminasi Dalam roenetapkan waktu yang tepat untuk dilaksanakan-
nya inseminasi pad a anjing tidaklah mudah.
Naroun ada bebe-
rapa tanda-tanda yang dapat digunakan sebagai petunjuk be-rahi pada. anjing.
Pembesaran vulva yang maksimum, perubah-
an perdarahan proestrus yang menjadi kekuning-kuningan dan mulainya betina menerima pejantan.
Berahi d0pat diamati
melalui ulas vagina, dimana banyak ditemukan reruntuhan
46 sel-sel epitel cornified dan sel-sel darah merah (Laing, 1970). Inseminasi sebaiknya dilakukan 24-48 jam setelah betina mau menerima pejantan (Arthur, 1979).
Menurut Ayer
(1984) inseminasi dapat dilakukan pada hari ke 10 dan ke 12 dihitung dari hari pertama keluarnya darah dari vagina. Dengan menggunakan pipet inseminasi dan syring yang steril, semen dideposisikan di antarior vagina (Kirk, 1970) atau ke dalam uterus (Andersen, 1980).
Sebelumnya vulva
dan daerah perineum dibersihkan, serta alat-alat yang digunakan harus steril. Dosis inseminasi paling sedikit mengandung 100-150 juta sperma hidup dan motil yang dianjurkan untuk memperoleh angka konsepsi yang tinggi (Ayer, 1984).
Menurut Seager
et al.(1975) volume semen setelah thawing an tara 3.0-9.0 ml dengan jumlah sperma hidup dan motil antara 150-700 juta per inseminasi.
Sedangkan Arthur (1979) menyatakan bahwa
semen yang digunakan untuk inseminasi sedikitnya mengandung 200 juta sperma yang hidup dan moti1. Sesudah inseminasi dianjurkan mengangkat bag ian be1akang betina selama 5-10 menit untuk mencegah semen keluar kembali dan istirahatkan betina selama satu jam (Ayer, 1984). Selama betina diangkat masukkan satu atau dua jari ke dalam vagina, agar membantu masuknya semen ke uterus karena kontraksi dinding vagina (Arthur, 1979).
PEMBAHASAN Pola reproduksi hewan-hewan yang hidup di alam aslinya sangat berbeda dengan hewan-hewan yang telah mengalami proses domestikasi.
Kebanyakan jenis hewan liar mempunyai mu-
sim kawin tertentu, yaitu pada waktu dimana kondisi lingkungan baik iklim maupun persediaan makanan optimal untuk kehidupan dan pertumbuhan anak.
Oleh karena musim yang meng-
untungkan eukup terbatas, maka pada anjing musim kawin berlangsung pada akhir musim dingin sampai awal musim semi. lni merupakan hukum alam, dengan kebuntingan yang
berlang~
sung 58 sampai 63 hari menyebabkan anak lahir pada iklim yang sangat menyenangkan dan persediaan makanan yang meneukupi (Me Donald, 1980). Akibat eampur tangan manusia dalam proses domestikasi, telah mengendorkan seleksi alamiah terhadap hewan-hewan kawin bermusim.
Karena melalui domestikasi manusia telah me-
nyediakan keadaan lingkungan yang lebih baik untuk kehidupan anak yang baru lahir tanpa memperdulikan musim dimana kelahiran tersebut terjadi.
Sokolowski et al. (1977) mela-
kukan pengamatan terjadinya estrus pada tujuh jenis keturunan anjing yaitu:
Toy poodle, Cokeker Spaniel, Basset Ho-
und, Boston Terrier, Gembala Jerman, Pekingese dan Beagle. Mereka menyimpulkan bahwa estrus dapat terjadi setiap musim. Pengaruh musim, makanan yang eukup, hereditas dan faktor lingkungan lainnya sangat berperan pada pola reproduksi, terutama pada hewan betina.
Misalnya saja pubertas
48
akan tercapai beberapa minggu lebih cepat pada hewan betina dibanding yang jan tan.
Dan pubertas biasanya terjadi
setelah hewan mencapai berat badan dewasanya.
Anjing beti-
na juga menghasilkan seks-feromon, yang merupakan alat komunikasi untuk aktivitas reproduksi pada waktu musim kawin. Anjing jantan yang berada cukup jauh akan mencium bau feromon tersebut dan akan tertarik pada betina yang sedang estrus ini.
Tetapi dapat juga terjadi penolakan pejantan
oleh betina yang sedang estrus, dan ini mungkin karena adanya faktor psikologis. Garis lin tang dan iklim telah dilaporkan cukup berpengaruh terhadap musim kawin (Sokolowski et al., 1977). Pada bulan Juni sampai September dimana terjadi musim panas dan musim gugur, tidak terjadi aktivitas perkawinan.
Suhu
dan faktor lingkungan lain yang tidak diketahui dapat juga mempengaruhi jarak musim kawin, dimana betina yang hidup di daerah panas mempunyai masa anestrus lebih pendek, dibandingkan yang hidup di daerah dingin. Semua faktor-faktor diatas merupakan informasi eksternal, yang bekerja sarna dengan informasi internal dan mempengaruhi pola reproduksi dibawah mekanisme hormonal.
In-
formasi-tnformasi tersebut akan mempengaruhi hypothalamus untuk mengeluarkan "releasing factors" ke dalam hypophysa anterior.
Faktor-faktor pelepas ini akan mengatur kadar
pelepasan hormon gonadotropin ke dalam peredaran darah dan mempengaruhi aktivitas reproduksi.
Akibat kerja hormon
reproduksi pada hewan betina ialah timbulnya pubertas dan
49 dilanjutkan dengan siklus berahi yang ritmik.
Sedangkan
pada hewan jantan, tidak terjadi siklus berahi setelah pubertas, karena pada umumnya pejantan selalu bersedia menerima hewan betina untuk aktivitas reproduksi. Siklus berahi pad a anjing sangat unik, karena pada umumnya hanya berlangsung sekali dalam setahun (monoestrus). Masing-masing fase pada siklus berahi berlangsung lama dan jika tidak terjadi konsepsi, estrus akan terjadi lagi kirakira enam bulan yang akan datang. Lamanya dan kapan masing-masing fase siklus berahi berlangsung sangat sulit diketahui dengan pasti.
Traktus
genitalia anjing sangat peka terhadap kerja hormon-hormon gonadotropin, juga kelakuan kelamin, sehingga deteksi berahi dapat diamati melalui tanda-tanda dari luar.
Sewaktu
memasuki fase proestrus, terjadi pembengkakan vulva dan adanya perdarahan yang keluar dari vagina.
Berahi atau es-
trus yang sebenarnya ditandai dengan penerimaan pejantan oleh betina.
Sehingga deteksi estrus dapat pula mengguna-
kan pejantan yang telah divasektomi. Untuk lebih meyakinkan masing-masing fase siklus berahi dapat pula diamati melalui perubahan epitel vagina, karena vagina anjing lebih responsif terhadap kerja hormon gonadotropin dibanding spesies lain. Epitel vagina terdiri dari sel-sel anuklear (cornified), superfisial, intermediet, dan parabasal atau non cornified.
Pada akhir proestrus dan mas a estrus, terjadi pe-
ningkatan kadar estrogen dan menyebabkan stimulasi proses
50 keratinisasi epitel vagina.
Saat ini banyak ditemukan sel-
sel epitel ankulear (cornified).
Setelah ovulasi kadar es-
trogen menurun dan kadar progesteron meningkat sehingga menyebabkan pengelupasan epitel vagina, akibatnya banyak ditemukan sel-sel epitel noncornified.
Perubahan-perubahan
pad a epitel vagina ini dapat digunakan untuk menentukan waktu yang tepat untuk dilakukannya perkawinan ataupun inseminasi buatan. Ovulasi secara spontan biasanya terjadi pada hari ke tiga periode estrus.
Bervariasinya waktu ovulasi kemungki-
nan disebabkan oleh respon individual terhadap kadar estrogen.
Dibawah pengaruh LH yang mulai meningkat pada hari
pertama periode setrus, corpus luteum tumbuh dan memasuki periode metestrus ( Gambar 6).
Pada periode ini anjing be-
tina masih mau menerima pejantan untuk kopulasi, seolah tampak terjadi tumpang tindih atau "overlapping" trus dan metestrus.
antara es-
Hal ini terjadi karena LH yang terben-
tuk tetap bertahan selama tiga sampai empat hari, sehingga menyebabkan kadar estrogen cukup tinggi dalam darah (Mc Donald, 1980).
Estrogen ini masih dibutuhkan untuk membantu
proses pematangan ovum.
Sebab lain ialah karena corpus lu-
teum yang baru terbentuk belum berfungsi secara penuh, sehingga progesteron yang dihasilkan masih sedikit.
Metes-
trus pada anjing berlangsung sangat singkat, sehingga beberapa penulis memasukkan periode ini kedalam periode dies_ trus atau fase luteal.
51 Salah satu penyebab
panjan~nya
interval antara siklus
berahi pad a anjing adalah akibat lamanya fase luteal.
Pro-
gesteron yang terbentuk kadarnya akan meningkat pada hari ke 20 sesudah ovulasi.
Kemudian turun seeara perlahan-la-
han dan berakhir dengan kelahiran ataupun bunting palsu. Fase luteal berlangsung selama 50-80 hari sesudah ovulasi pad a keadaan bunting palsu (Me Donald, 1980).
Akibat pe-
ngaruh fase luteal, involusi uteri baru akan terjadi sempurna pada hari ke 120-150 sesudah ovulasi, baik pada betina bunting ataupun bunting palsu. Sejalan dengan makin berkembangnya inseminasi buatan pad a ternak, IB pad a anjingpun telah banyak dilakukan di negara-negara Barat.
Hal 1ni dimaksudkan untuk mengatasi
masalah-masalah yang timbul pada perkawinan alam ataupun untuk meningkatkan mutu genetik serta jenis keturunan anak yang dihasilkan.
Penelitian-penelitian mengenai IB pada
anjing terus berlangsung, rnulai dari penampungan semen, pengeneeran dan pengawetan semen sampai pada teknik IB pada betina.
KESIMPULAN Anjing (Canis familiaris) merupakan hewan liar pertarna yang didomestikasikan, dian tara hewan-hewan piara lainnya.
Akibat proses domestikasi tidak banyak berpengaruh
terhadap pola reproduksi anjing, karena anjing masih mengalami kawin bermusim. Umumnya anjing mengalami dua kali musim kawin dalam setahun, sehingga digolongkan kedalam hewan monoestrus. Proestrus berlangsung selama 9 hari yang ditandai dengan kebengkakan vulva dan perdarahan vagina, dan estrus berlangsung antara 7-9 hari.
Sewaktu metestrus betina masih
menerima pejantan untuk kopulasi, sehingga terjadi tumpang tindih antara estrus dan metestrus.
Jika konsepsi tidak
terjadi, sesudah periode metestrus dilanjutkan dengan kebuntingan palsu (pseudopregnancy). Untuk mengatasi masalah-masalah yang ditimbulkan akibat perkawinan alam, maka pada anjingpun dilaksanakan inseminasi buatan.
Inseminasi buatan juga dapat meningkat-
kan mutu genetik dan jenis keturunan anak yang diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA Allen, W. E., 1985. Infertility in the dog. In Practise : 161-165 Andersen, K., 1980. Artificial Insemination and Storage of Canine Semen. In: D. A. Morrow, ed. Current Therapy in Theriogenology. W. B. Saunders Company, Philadelphia, London, 'roronto. Arthur, G. H., 1979. trics. 4tn Ed.
Veterinary Reproduction and ObsteBalliere Tindall and Cassel, London.
Ashdown, R. R. and J. L. Hancock., 1980. Fonctional Anatomy of Male Reproduction. In; E. S. E. Hafez, ed. Reproduction in Farm Animals. 4th Ed. Lea & Febiger, Philadel phia. Ayer, A. A., 1984. Artificial insemination of dogs. Auburn Veterinarian 40 : 12-17 Bennet, D., 1980. Normal and Abnormal Parturition. In : D. A. Morrow, ed. Current Therapy in Theriogenology. W. B. Saunders Company, Philadelphia, London, Toronto. Betteridge, K. J., 1970. The Normal Genitel Organs. In ; J. A. Laing, ed. Fertility and Infertility in the Domestic Animals. 2nd Ed. Ballire Tindall and Cassell, London. Carlson, D. G. and J. M. Giffin., 1982. Dog Owner's Home Vet. Handbook. 1st Ed. Howell Book House Inc. New York. Cole, H. H. and P. T. CuPps., 1977. Reproduction in Domestic Animals. 3rd Ed. Academic Press, New York and London. Foote, R. H., R. W. Kirk, H. P. Gill, and C. F. Kaufman, 1970. Artificial insemination of beagle bitches with freshly-collected, liquid-stored, and frozen-stored semen. Am. J. Vet. Res. 31: 1807-1813. Graf, K. J., 1978. Serum oestrogen, progesteron and prolactin concentrations in cyclic, pregnant and lactating beagle dogs. J. Reprod. Fert. 52: 9-14 Grandage, J., 1972. The erect dog penis; A paradox of flexible rigidity. Vet. Rec. 91 ; 141-147
Hafez, E. S. E., 1980. Functional Anatomy of Female Reproduction. In: E.S. E. Hafez, ed. Reproduction in Farm Animals. 4th Ed. Lea and Febiger, Philadelphia. Holst, P. A. and R. D. Phemister., 1974. Onset of diestrus in the beagle bitch : Definition and significance. Am. J. Vet. Res. 35: 401-406. Johnston, S. D., 1980. Diagnostic and therapeutic approach to infertility in the bitch. Vet. Rec. 118: 1335-1338 Kirk, R. W., 1970. Dogs. In: E. S. E. Hafez, ed. Reproduction and Breeding Techniques for Laboratory Animals. Lea and Febiger, Philadelphia. Laing, J. A., 1970. Fertility and Infertility in the Domestic Animals. 2nd Ed. Balliere Tindall, London. Leonard, E. P., 1960. Dog. In: E. J. Perry, ed. The Artificial Insemination of Farm Animals. 3rd Ed. Rutgers Univ. Press, Nem Jersey. Mac Donald, 1983. The Mac Donald Encyclopedia of Dogs. Mac Donald & Co Ltd, London & Sydney. Mc Donald, L. E., 1980. Reproductive Patterns of Dogs. In : L. E. Mc Donald, ed. Veterinary Endocrinology and Reproductions. 3rd Ed. Lea and Febiger, Philadelphia. Mc Keever, S., 1970. Male Reproductive Organs. In : E. S. E. Hafez, ed. Reproduction and Breeding Techniques for Laboratory Animals. Lea and Febiger, Philadelphia. Melrose, D. R., 1970. Artificial Insemination: Dogs. In : J. A Laing, ed. Fertility and Infertility in the Domestic Animals. 2nd. Balliere Tindall and Casell, London. Partodihardjo, S., 1980. Jakarta.
Ilmu Reproduksi Hewan.
Mutiara,
Reece, R. P., 1960. The Role of Hormones in Reproduction. In : E. J. Perry, ed. The Artificial Insemination of Farm Animals. 3rd Ed. Rutgers Univ. Press, NeVi Jersey. Seager, S. W. J. and W. S. Fletcher., 1972. Collection, storage and insemination of canine semen. Lab. Anim. Sci. 22: 177-182.
Seager, S. IV. J., C. C. Platz, and 'N. S. Fletcher., 1975. Conception rates and related data using frozen dog semen. J. Reprod. Fert. 45: 189-192. Sokolowski, J. H., Diann G. Stover, and F. VanRavenswaay., 1977. Seasonal incidence of estrus and interestrus interval for bitches of seven breeds. J. A. V. M. A. 171: 271-273. Sokolowski, J. H., 1980. Normal Event of Gestation in the Bitch and Methodes of Pregnancy Diagnosis. In: David A. Morrow, ed. Current Therapy in Theriogenology. W. B. Saunders Company, Philadelphia, London, Toronto. Stabenfeldt, G. H. and V. M. Shille., 1977. Dog. In: H. H Cole and P. T. Cupps, ed. Reproduction in the Domestic Animals. 3rd Ed. Academic Press Inc., NeVI York, San Francisco, London. ,1980. Clinical Reproductive Physiology in Dogs. In: David A. Morrow, ed. Current Therapy in Theriogenology. W. B. Saunders Company, Philadelphia, London, Toronto. Takeishi, M., 1975. Studies on reproduction in the dog. Seasonal characteristic of semen. Bulletin of the College of Vet. Med, Nikon Univ. No 32 (Abst.). Toelihere, M. R., 1981 a • Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Angkasa, Bandung. ____~~~____~-, 1981 b • Inseminasi Buatan Pada Ternak. Angkasa, Bandung. Takeihsi, T., 1983. Effect of ovariectomy and progesteron treatment on the maintenance of pregnancy in bitches. Japanese J. of Vet. Sci. 45: 47-51. Zorrow, N. X., 1980. Hormones of Reproduction. In : E. S. E. Hafez, ed. Reproduction in Farm Animals. 3rd. Lea and Febiger, Philadelphia.