KAJIAN SEMIOTIKA PERANG TANDA DALAM PERSAINGAN CONVENIENCE STORE GERAI 7-ELEVEN DAN INDOMART POINT Lidya Wati Evelina dan Daniel Wiguna Ilmu Komunikasi Universitas Bina Nusantara Email:
[email protected] dan
[email protected]
ABSTRACT
The existence of convenience store has become vivid in Indonesia and each has its own impression for consumer. To defeat the competencies, each management required the information of exterior factor of the store. The objective of this research is to figure out the meaning behind the sign attached on the exterior of 7-Eleven and Indomaret Point store in business competency fields. Descriptive qualitative is used in this research either by structured interview or secondary data from article, journal, digital and physical books for its data collection. Data analysis for this research is using semiotics analysis with the semiotics theory of Roland Barthes. Validity checking is established during data collections and data interpretation analysis which used Research Subject Competency and trustworthiness. The result shows that: (1) Exterior of 7-eleven has luxury, exclusive, safe, comfortable impressions to consumers. It is visible from the building layout setting and cleanliness. The crowd of consumers is strengthening the sense of popularity of the store. (2) The exterior of Indomaret Point has local impression as the best convenience store in Indonesia as it is fully by some street vendors on the outside. The sense of unorganized could be seen from the untidy exterior. Keywords: Convinience Store, Business Competition, Semiotics
ABSTRAK Kehadiran convenience store mulai marak di Indonesia dan masing-masing mempunyai kesan tersendiri bagi konsumen.Untuk memenangkan persaingan masing-masing pengelola perlu mengetahui faktor eksterior dari masing-masing gerai.Tujuan penelitian ini mengetahui makna dibalik tanda yang terdapat pada Exterior dari gerai convenience store 7-Eleven dan Indomaret Point dalam konteks persaingan bisnis. Metode penelitian menggunakan kualitatif deskriptif. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara terstruktur, ditambah data sekunder dari Internet berupa artikel, jurnal, maupun buku yang bersifat fisik atau pun digital. Analisis data menggunakan analisis semiotika yang secara khusus menggunakan teori semiotika Roland Barthes.Uji Validitas dilakukan sewaktu proses pengumpulan data dan analisis intrepretasi data.Validitasnya menggunakan Kompetensi Subyek Riset dan trustworthines. Hasil Avant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi VOL 3 NO.2 Desember 2015 |
163
penelitian:(1)Eksterior 7-Eleven memberikan kesanmewah, eksklusif, aman dan nyaman kepada para pengunjung. Hal ini terlihat dari pengaturan tata letak dan kebersihan bangunan. Padatnya pengunjung yang memenuhi area 7-Eleven juga menjadi faktor pendukung kesan populer yang diciptakan gerai.(2) Eksterior Indomaret Point memberikan kesan gerai yang merakyat (baca: Lokal) dan gerai convenience store terbaik di tanah air. Hal ini dibuktikan dari adanya beberapa pedagang kaki lima berjualan di depan gerai pada malam hari dan stiker prestasi pada pintu masuk gerai. Kesan tidak teratur masih nampak pada eksterior gerai yang belum tertata rapi. Kata kunci:Convinience Store, Persaingan Bisnis, Semiotika
PENDAHULUAN Convenience store di kota-kota besar mulai bermunculan dengan berbagai konsep.Convenience store adalah toko kelontong yang menjual beraneka kebutuhan sehari-hari. Belakangan jenis toko ini berkembang dengan konsep baru yang menjual kenyamanan dan tentu saja harga produk yang dijual pun menjadi di atas harga normal dari mini market umumnya. Definisi convenience store itu sendiri adalah jenis retailingdan toko yang relatif kecil dan terletak di daerah pemukiman atau di jalur high traffic, memiliki jam buka yang panjang (24 jam) selama tujuh hari seminggu, dengan tingkat perputaran tinggi dan menjual lini produk convenience terbatas seperti minuman, makanan ringan, permen, rokok, dan lain-lain. Konsumen hanya membeli di toko ini sebagai “pelengkap” menyebabkan pengoperasian toko dengan harga tinggi (Kotler, 2009:6). Convinience store yang sudah melekat dalam benak masyarakat perkotaan di Indonesia adalah 7-Eleven (Seven Eleven), Lawson, Circle K dan Indomaret Point.Perbedaannya adalah
Indomaret point membuat logo dengan warna khas merah biru kuning, sedangkan 7-Eleven dengan warna khas hijau dan merah. Indomaret Point sebagai merek lokal dapat sejajar dengan 7-Eleven yang merupakan merek global.Secara umum, terlihat melalui luas bangunan kedua gerai yang serupa (terdiri dari dua tingkat) dan memberikan meja dan kursi kepada pelanggan.Persaingan 7-Eleven dan Indomaret Point tidak hanya pada ciri khas merk dagang semata. Hal lain yang dapat diperhatikan adalah gerai merk dagang keduanya saling berdekatan. Desain Eksterior dari 7-Eleven dan Indomaret Point merupakan bentuk komunikasi visual untuk menarik perhatian masyarakat yang melewati daerah tersebut. Seperti dikemukakan Kusrianto (2007:34), bahwa komunikasi visual adalah komunikasi menggunakan bahasa visual, dan unsur dasar bahasa visual (yang menjadi kekuatan utama dalam penyampaian pesan) adalah segala sesuatu yang dapat dilihat dan dapat dipakai untuk menyampaikan arti, makna, atau pesan. Desain layout merupakan bagian komunikasi visual
Avant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi VOL 3 NO.2 Desember 2015 |
164
dengan menggunakan komunikasi nonverbal. Segala bentuk komunikasi nonverbal tidak terlepas dari penggunaan tanda. Tanda dapat diartikan sebagai stimulus yang menunjukkan suatu keadaan (Littlejohn & Foss, 2009 :80). Dengan kata lain, terdapat hubungan antara tanda dan convenience store, maka desain layout luardipergunakan oleh 7-Eleven dan Indomaret Point agar kedua gerai dapat terhubung dengan orang lain (dalam bentuk pelanggan) dengan lebih baik. Dari sudut pandang lain, seberapa baiknya kesan dan makna yang timbul dalam benak pelanggan bergantung pada masing–masing individu.Tubbs & Moss juga mengemukan hal yang samabahwa komunikasi sebagai proses penciptaan makna antara dua orang (komunikator 1 dan komunikator 2) atau lebih (Mulyana, 2007:65). Individu yang melihat tanda seringkali mengalami kendala dalam memaknai, terlebih bila melihat tanda dalam waktu singkat.Permasalahan tersebut dapat berupa pengacauan, kerancuan kode, perubahan arti, dan ambiguitas dalam tanda–tanda (Berger, 2010;10). Pengacauan tanda dalam konteks persaingan convenience store disini tekanannya adalah pada jumlah tanda yang muncul dan diperhatikan atau dilihat pelanggan, sehingga tanda dari salah satu convenience store pada area yang sama dapat memberikan kesanberbeda yang ditimbulkan convenience store lainnya.
Dalam hal ini makna yang sebenarnya yang ingin ditimbulkan salah satu convenience store tidak dapat berpengaruh penuh dalam benak pelanggan atau individu.Persaingan untuk mencari perhatian mengarah pada situasi pengacauan akibat kelebihan informasi.Informasi tidak dapat diserap sebagaimana mestinya, bahkan pesanpesan yang disampaikan menjadi tidak jelas. Hal tersebut dapat terlihat pada produk–produk dagang dan kemasan– kemasan di toserba(toko serba ada) yang semuanya mencoba menarik perhatian para pembeli. Bila tanda– tanda digabungkan dalam suatu kolektivitas atau montagetanda–tanda, maka tanda–tanda itu akan kehilangan identitas individualnya (Berger, 2010:35). Kedua tempat ini sama–sama memiliki pesan yang ingin disampaikan melalui atribut komunikasi mereka masing – masing agar masyarakat yang melihatnya dapat memaknai sesuai pesan yang ingin disampaikan. Namun, permasalahan terhadap tanda terutama pada faktor pengacauan menjadi kendala yang menarik untuk diteliti guna mengetahui kebenaran sebuah makna ketika berada dalam konteks persaingan. Dari latar belakang yang telah diuraikan tersebut dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut: “Apakah makna tanda–tanda yang terdapat pada desain layout luar (Exterior) 7-Eleven dan Indomaret Pointdalam konteks persaingan bisnis?” Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada analisis
Avant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi VOL 3 NO.2 Desember 2015 |
165
semiotika terhadap penggunaan atribut– atribut komunikasi pemasaran.Pada penelitian inimemaparkan persaingan bisnis hanya dari sudut pandang pemaknaan (semiotik). Tujuan penelitian ini mengetahui makna dibalik tanda-tanda yang terdapat pada layout luar (Exterior) gerai convenience store 7-Eleven dan Indomaret Point. METODE PENELITIAN Penelitian ini difokuskan pada metode analisis riset semiotika untuk memaknai exterior bangunan dalam konteks persaingan yang terjadi pada gerai Indomaret Point dan 7-Eleven. Segala hal tersebut hanya berkaitan dengan elemen–elemen exterior bangunan yang terdapat dalam teori store atmosphere yang bersifat tekstual. Ruang lingkup penelitian ini adalah hanya pada gerai Indomaret Point dan 7-Eleven yang berlokasi di daerah Tebet Raya/DR. Saharjo, Jakarta Selatan. Batasan pada penelitian ini terdapat pada metode interpretatif yang digunakan peneliti. Metode yang menggunakan pisau analisis Roland Barthes ini memungkinkan pemaknaan yang berasal hanya dari subjek dengan metode analisis teks. Dari segi sumber data, penelitian ini menggunakan narasumber yang berfungsi hanya sebagai informan pendukung data yang telah dikumpulkan. Teknik Pengumpulan Data Data primerdiperoleh dari sumber data pertama atau tangan pertama di
lapangan. Sumber data tersebut merupakan subjek penelitian yang didapat merupakan hasil dari wawancara dan observasi langsung ke lapangan. Jadi, dalam penelitian ini data primer adalah foto/gambar layout luar Indomaret Point dan 7-Eleven diambil langsung dari lokasi gerai yang diteliti.Perlu diketahui bahwa wawancara yang dilakukan pada penelitian ini hanya menjadi sumber data pelengkap atau bersifat tambahan (Kriyantono. 2006: 58). Wawancara dilakukan dengan menggunakan wawancara terstruktur. Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui Tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data karena peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam (Sugiyono, 2010:317). Data Sekunder diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder (Kriyantono, 2006). Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah artikel, jurnal, maupun buku yang bersifat fisik atau pun digital (diperoleh melalui Internet). Keseluruhan data sekunder ini adalah yang terkait dengan unsur – unsur tanda maupun studi analisis teks yang dipergunakan oleh gerai Indomaret point dan 7-Eleven. Teks di sini didefinisikan sebagai
Avant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi VOL 3 NO.2 Desember 2015 |
166
kumpulan dari tanda – tanda (Piliang, 2012:322). Teknik Analisis Data Teknik Analisis data pada penelitian ini menggunakan metode analisis semiotikayang dikhususkan Level Sifat
Eleme n
Sintaktik Penelitian tentang struktur tanda Penanda/p etanda sintagma/si stem konotasi/d enotasi metafora
Semantik Penelitian makna tanda
Pragmatik Penelitian efek tanda
membongkar berbagai makna desain (iklan, produk, interior, fashion) yang berkaitan secara implisit dengan nilainilai ideologi, budaya, moral, spiritual (Piliang, 2010:353). Tingkatan tanda dan makna Barthes ini dapat digambarkan sebagai berikut: Tabel 1 :Tingkatan tanda dan makna Barthes Tanda
Struktural Konstekstual Denotasi Konotasi (ideologi/mit os)
Reception Exchange Discourse Feel (Psikologi, ekonomi, social, gaya hidup)
pada penggunaan teori semiotika Roland Barthes. Seperti yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya bahwa teori semiotika Roland Barthes mengembangkan dua tingkatan pertandaan (staggered systems), yang memungkinkan untuk dihasilkannya makna yang juga bertingkat-tingkat, yaitu tingkat denotasi dan konotasi (Piliang, 2012;309). Selain itu, Roland Barthes juga melihat makna yang lebih dalam tingkatnya, tetapi lebih bersifat konvensional, yaitu makna-makna yang berkaitan dengan mitos. Mitos dalam pemahaman semiotika Barthes, adalah pengkodean makna dan nilai-nilai sosial (yang sebetulnya arbiter atau konotatif) sebagai sesuatu yang dianggap alamiah. Berbagai pertandaan ini sangat penting dalam penelitian desain, oleh karena ia dapat digunakan sebagai model dalam
Denotasi
Konotasi (kode)
Sumber: Piliang( 2012:354) Berikut tabel dimensi semiotik yang di sederhanakan Piliang (2012:354):
Tabel 2 Dimensi dalam Penelitian Semiotika
Sumber : Piliang (2012:354)
Model dan prinsip analisa teks yang diajukan oleh Thwaites (dalam Piliang, 2012:341): (1) Prinsip dasar analisa teks adalah polisemi, yaitu keanekaragaman makna sebuah penanda. (2) Konotasi sebuah tanda selalu berkaitan dengan kode nilai, makna sosial serta berbagai perasaan, sikap atau emosi yang ada.(3)Setiap teks adalah kombinasi sintagmatik tanda-tanda, lewat kode sosial tertentu, yang menghasilkan konotasi-konotasi tertentu. Metafora dan metonimi menjadi bagian dari pengkombinasian tanda ini. (4) Konotasi yang ditekankan oleh pembaca yang berbeda bergantung pada posisi sosial mereka masing-
Avant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi VOL 3 NO.2 Desember 2015 |
167
Mitos
masing, yaitu: kelas, gender, ras, umur dan faktor lain yang memengaruhi cara bagaimana mereka berpikir tentang dan menafsirkan teks. (5) Konotasi yang diterima luas secara sosial akan berkembang menjadi denotasi, yaitu makna tanda atau teks yang dianggap benar oleh pembaca. (6) Denotasi merepresentasian mitos budaya, seperangkat kepercayaan dan sikap yang dianggap sebagai benar oleh pembaca teks. Uji Validitas Penelitian Penilaian kesahihan riset kualitatif sebagaimana juga penelitian yang menggunakan semiotika biasanya terjadi sewaktu proses pengumpulan data dan analisis intrepretasi data. Menurut Rachmat Kriyantono (dalam Wibowo, 2011: 325) untuk penilaian kesahihan atau validitas penelitian kualitatif ada pada sejumlah hal sebagai berikut: (1). Kompetensi Subyek Riset yang terpercaya/kredibel. (2). Trustworthiness, yaitu menguji kebenaran dan kejujuran subjek dalam mengungkap realitas menurut apa adanya, apa yang dialami, dirasakan atau dibayangkan. HASIL PENELITIAN Sejarah 7-Eleven bermula dari Oak Cliff yang didirikan tahun 1927 di Oak Cliff, Dallas, Texas. Dalam perkembangannya 7-Eleven menjadi toko 24 jam pertama di Austin, Texas pada tahun 1962. 7-Eleven adalah
jaringan ritel convenience store kelas dunia dengan di 36.000 outlet yang menyebar di 18 negara di dunia. Di kawasan Asia dan Australia, jumlah ritel ini ada di 11 negara.Tahun 1991, pemilik 7-Eleven Southland Corporation, menjual sebagian besar sahamnya ke perusahaan jaringan supermarket Jepang, Ito-Yokado. Sejak tahun 2005 kepemilikannya dipegang Seven & I Holdings Co., perusahaan Jepang, dan namanya menjadi 7-Eleven, Inc. Tahun 2005, seluruh saham 7-Eleven, Inc diambil alih Seven & I Holdings Co. sehingga perusahaan sepenuhnya menjadi milik Jepang. 7-Eleven masuk ke Indonesia melalui jalur franchise yang dikelola melalui PT Modern Putra Indonesia anak perusahaan PT. Modern Internasional Tbk. Gerai pertama kali dibuka 7 November 2009 di daerah Bulungan, Jakarta Selatan. Pembukaan dilakukan Sungkono Honoris, Luntungan Honoris, dan Siwi Honoris mewakili PT Modern Putra Indonesia, dan Bob Jenkins, mewakili Principal 7Eleven. Indonesia adalah negara ke-12 di kawasan Asia dan Australia dengan keberadaan 7-Eleven didalamnya. Bisa dipastikan dunia bisnis ritel di Indonesia akan semakin bergairah dengan semua tantangan dan peluangnya. Berbeda dengan 7-Eleven, Indomaret Point merupakan merek lokal sehingga produk-produk yang dijual lebih mendekatkan pada selera lokal. Indomaret Point telah berdiri di Jakarta, Surabaya dan Bali.
Avant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi VOL 3 NO.2 Desember 2015 |
168
Konsep baru Indomaret ini dalam menangkap kebutuhan masyarakat perkotaan. Masyarakat perkotaan kini lebih mandiri dengan memilih makanan cepat saji dan kebutuhan yang bisa didapatnya dengan cepat. Secara umum konsepnya memang tidak berbeda dengan layanan dua pendahulunya yaitu Sevel dan Lawson. Ada perbedaan antara bisnis ritel konvensional dan convenience store. Hal yang paling mencolok adalah perbedaan nilai investasi dan luas bangunan yang harus dimiliki untuk membangun convenience store. Lokasinya juga berbeda. Kalau untuk konvensional bisa berkembang di daerah perumahan, sedangkan convenience store harus lebih dekat dengan keramaian. Hasil dokumentasi Dokumentasi dalam penelitian dengan mengumpulkan foto–foto objek penelitian yang terkait dengan elemen eksterior. Peneliti hanya mengambil foto dari sisi eksterior saja untuk dimaknai. Analisis Makna Eksterior Objek Penelitian Analisis ini menggunakan metode di berikut ini:
Sumber : Wibowo, (2011: 124)
Objek yang diteliti adalah eksterior dari 7-Eleven dan Indomaret Point yang terletak bersebelahan langsung di daerah Tebet Raya, Jakarta Selatan. Dalam melakukan Analisis, peneliti menggunakan teori semiotika Roland Barthes dengan cara mengelompokkan hasil analisis secara berurutan mulai dari makna Denotasi kemudian makna Konotasi. Setelah mendapatkan kedua makna tersebut, peneliti melanjutkan dengan mencari makna secara keseluruhan dari masing – masing objek yang diteliti dan kemudian dilakukan analisis makna dalam lingkup komparasi secara keseluruhan. Dalam proses analisis ini, peneliti menggunakan tabel yang akan memudahkan proses perbandingan makna dari kedua objek yang diteliti. Kedua objek tersebut dianalisis berdasarkan elemen eksterior yang dipaparkan pada kajian teoritis pada bab dua. Kajian teoretis dari Arthur Asa Berger pada aspek visual tanda membantu peneliti dalam mengarahkan fokus hasil analisis makna yang telah diperoleh. Analisis store front (bagian depan toko) objek penelitian. Bagian depan toko (store front) kedua objek dapat terlihat berdampingan dengan sangat jelas apabila peneliti berdiri dari seberang jalan tempat lokasi objek berada. Dari seberang jalan, terlihat kedua lokasi gerai tersebut berada pada perempatan jalan Tebet Raya dan Jalan Dr. Saharjo,
Avant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi VOL 3 NO.2 Desember 2015 |
169
Jakarta Selatan. Posisi kedua gerai pun terlihat strategis, yaitu menempati kedua sudut jalan tersebut secara bersebrangan. Apabila peneliti berdiri di antara kedua gerai dan melihat ke arah kiri, tampak dengan jelas bagian depan gerai 7-Eleven dan apabila peneliti melihat ke arah kanan maka akan tampak bagian depan gerai Indomaret Point. Bagian depan gerai 7-Eleven terlihat sangat jelas dengan berbagai elemen eksteriornya yang mudah untuk dibedakan seperti areal parkir, kursi dan meja yang memiliki payung terpal, papan nama dan logo serta papan iklan promosi yang dipergunakan. Gerai 7Eleven terletak bersebelahan dengan gedung dealer resmi mobil Mitsubishi. Selain itu juga terdapat sebuah pohon yang berada di sudut areal parkir gerai 7-Eleven. Bangunan gerai 7-Eleven terlihat sekilas seperti gedung kantor yang berbentuk setengah lingkaran. Berbeda dengan 7-Eleven, pada Gerai Indomaret Point, tertutupi ranting-ranting pohon yang lebat. Pohon – pohon tersebut berada di sudut areal parkir gerai yang juga menyediakan meja dan kursi untuk para pelanggan. Tampak dari depan, areal parkir Indomaret Point terlihat lebih kecil dibanding yang dimiliki oleh gerai 7Eleven. Model bangunan Indomaret Point terlihat sekilas seperti bangunan rumah dua tingkat yang berbentuk kotak. a. Sistem Penandaan Tingkat Pertama (Makna Denotasi)
Penanda 7-Eleven dan Indomaret Point adalah sebuah bangunan toko.Petanda dari 7-Eleven Convinience store yang terletak di sudut Jalan Raya, Jakarta Selatan terlihat ramai dikunjungi pelanggan dan dilewati banyak kendaraan.Terdapat meja dan kursi untuk pelanggan serta motor dan mobil yang berada pada areal parkir. Selain itu terlihat papan iklan dan papan nama/logo perusahaan.Petanda Indomaret Point Convinience store yang terletak di sudut Jalan Raya Tebet, Jakarta Selatan terlihat kurang ramai dikunjungi pelanggan dan dilewati banyak kendaraan.Terdapat meja dan kursi untuk pelanggan serta areal parkir yang tidak terlalu besar (Cukup parkir motor saja). Selain itu terlihat papan iklan dan papan nama / logo perusahaan.Tanda Denotasi keduanya sama, yaitu Gerai yang menjual barang kebutuhan sehari – hari bagi para konsumen. b. Sistem Penandaan Tingkat Kedua (Makna Konotasi) Penanda 7-Eleven dan Indomaret Point adalah Gerai yang menjual barang kebutuhan seharihari bagi konsumen.Petanda 7Eleven Gerai mini market yang beroperasi layaknya sebuah kafe bernuansa mancanegara karena memberikan tempat untuk duduk dan berkumpul yang tidak dibatasi waktu.Selain itu, ukuran bangunan terlihat lebih luas daripada mini
Avant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi VOL 3 NO.2 Desember 2015 |
170
market pada umumnya dan buka 24 jam. Diperkirakan kurang lebih terdapat 30 pengunjung datang setiap jam pada pukul 12.00 siang hari hingga 22.00 malam hari. Petanda yang berbeda dengan petanda Indomaret PointDiperkirakan kurang lebih terdapat 10 pengunjung datang setiap jam pada pukul 12.00 siang hari hingga 22.00 malam hari. Tanda Konotasi dari 7-Eleven adalah kafe 24 jam yang padat pengunjung. Indomaret Point adalah mini market 24 jam yang terlihat kurang padat pengunjung. Analisis Marquee (Papan Nama dan Logo) Papan nama dan logo dari masing – masing gerai memiliki ciri khas tersendiri yang dapat terlihat dari eksterior bangunan mereka. Gerai 7Eleven menggunakan warna merah, oranye dan hijau tua sebagai atribut pada papan nama dan logo. Papan nama yang terpampang adalah sama dengan gerai–gerai 7-Eleven lainnya yaitu berupa papan plastik berlatar putih yang akan menyala terang pada malam hari dan dihiasi dengan warna khas Oranye. hijau tua dan Merah berbentuk garis panjang dan di tengah – tengah papan tersebut terdapat logo gerai yang berbentuk persegi bertuliskan 7-Eleven yang terlihat sederhana. Tidak jauh berbeda dengan gerai 7-Eleven, papan nama dan logo gerai Indomaret point juga menggunakan
papan plastik berlatar putih yang menyala terang dimalam hari. Papan tersebut dihiasi dengan warna khas merah, kuning dan biru tua yang memanjang. Di akhir sisi kanan garis warna tersebut terdapat logo gerai mereka yang bertuliskan “Indomaret Point” dan “Convenience Store” berbentuk persegi panjang. Papan nama dan logo kedua gerai dipasang diposisi luar bangunan dan melekat diantara lantai pertama dan kedua bangunan. Sistem Penandaan Tingkat Pertama (Makna Denotasi) Penandadari 7-Eleven adalah Sebuah papan yang terdiri dari kumpulan warna oranye,hijau dan merah tua. Terdapat tulisan berupa angka “7” yang lebih besar daripada huruf dengan kata “eleven” ditengah angka tersebut. Berukuran 4 meter persegi dengan gambaran yang sama dari sisi depan dan belakang, sedangkan Indomaret Point adalah sebuah papan yang terdiri dari kumpulan warna merah, biru dan kuning tua. Terdapat tulisan berupa huruf dengan kata “Indomaret” di sisi atas tengah yang berukuran lebih besar dibandingkan dengan kata “Point” pada sisi bawah kanan dan “Convenience Store” pada sisi bawah kiri papan iklan. Berukuran 3x2 meter dengan gambaran yang sama dari sisi depan dan belakang. Sedangkan Indomaret Point adalah Sebuah papan yang terdiri dari kumpulan warna merah, biru dan kuning tua. Terdapat tulisan berupa huruf dengan kata “Indomaret” pada sisi
Avant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi VOL 3 NO.2 Desember 2015 |
171
atas tengah yang berukuran lebih besar dibandingkan dengan kata “Point” pada sisi bawah kanan dan “Convenience Store” pada sisi bawah kiri papan iklan. Berukuran 3x2 meter dengan gambaran yang sama dari sisi depan dan belakang. Petanda dari 7-Eleven Papan berbentuk persegi panjang yang terletak melekat disekeliling bangunan antara lantai satu dan dua.Papan berlatar putih dan dihiasi warna oranye, merah dan hijau tua.Ditengah papan terdapat logo gerai.Berbeda dengan Petanda dari Indomaret point, yaitu Papan berbentuk persegi panjang yang terletak melekat disekeliling bangunan antara lantai satu dan dua.Papan berlatar putih dan dihiasi warnamerah, kuning dan biru tua.Diakhir sisi kanan papan terdapat logo gerai yang ditambahkan dengan kalimat status “convenience store”. Tanda Denotasi dari 7-Eleven dan Indomaret Point Papan adalah sama, yaitu yang dipasang di depan rumah atau kantor yg bertuliskan nama (orang, organisasi, lembaga, perusahaan, dan sebagainya). A. Sistem Penandaan Tingkat Kedua (Makna Konotasi) Penanda dari 7-Eleven dan Indomaret adalah sama, yaitu papan yang dipasang di depan rumah atau kantor yang bertuliskan nama (orang, organisasi, lembaga, perusahaan, dan sebagainya). Petanda dari 7-Eleven adalah sebuah papan yang mendeskripsikan identitas dan negara asal dari gerai convenience store tersebut. Sedangkan Indomaret Point
adalah Sebuah papan yang mendeskripsikan identitas, negara asal dan status dari gerai tersebut. Sedangkan Tanda Konotasi dari 7Eleven adalah Papan nama dan logo dari gerai 7-Eleven menjelaskan status kualitas Internasional perusahaan. Berbeda dengan tanda konotasi dari Indomaret Point adalah Papan nama dan logo dari gerai Indomaret Point menjelaskan status fungsi dari bisnis yang dijalankan. Analisis Entrance (Pintu Masuk). Pintu masuk (entrance) pada gerai convenience store pada umumnya terlihat lebih menarik karena menggunakan pintu kaca yang transparan. Kaca yang transparan ini menambah kesan terang dan cerah apabila dilihat dari sisi luar karena cahaya dari luar dapat masuk ke dalam ruangan pada siang hari. Selain itu kaca yang transparan ketika malam juga membantu menambahkan kesan efek terang dan cerah dari dalam bangunan ketika malam hari lampu dinyalakan. Pada gerai 7-Eleven pintu masuk berbahan kaca dengan handle besi chromeyang memanjang vertikal di tengah pintu. Pintu merupakan pintu dorong dua arah yang berarti dapat di dorong dan ditarik dari sisi luar. Jumlah pintu masuk pada bangunan 7-Eleven dapat terlihat hanya satu yang berarti pengunjung akan masuk dan keluar melalui pintu yang sama. Sisi pintu masuk 7-Eleven berjumlah dua yaitu sisi kiri dan kanan yang akan memudahkan pengunjung keluar dan
Avant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi VOL 3 NO.2 Desember 2015 |
172
masuk dari sisi yang berbeda pada waktu yang bersamaan. Untuk gerai 7Eleven, pintu masuk kaca mereka dihiasi dengan stiker logo dan nama perusahaan yang memanjang dan serupa dengan papan nama dan logo mereka. Tinggi pintu masuk gerai 7-Eleven kurang lebih satu setengah kali tinggi badan pengunjung, yaitu kurang lebih dua setengah hingga tiga meter. Sama halnya dengan gerai Indomaret Point, pintu yang dipergunakan adalah pintu berbahan kaca yang dapat dibuka dua arah secara manual dan terdiri dari duasisi. Indomaret Point melakukan hal yang sedikit berbeda dengan menempelkan stiker penghargaan dari “Superbrands” dan “Customer Satisfaction Award” serta stiker tanda dilarang merokok, dilarang foto, harus melepaskan topi dan helm di dalam ruangan, harus melepaskan jaket dan fasilitas Wifi. Analisis Height and Size of Building (Tinggi dan Luas Toko). Apabila dilihat dari sisi luar, gerai 7-Eleven tampak lebih besar dan lebih luasdibandingkan gerai Indomaret Point.Gerai 7-Eleven menempati sebuah gedung yang dari luar tampak bertingkat empat dan lebih lapang karena bangunan yang dipergunakan adalah serupa gedung perkantoran yang beralih fungsi menjadi convenience store.Sedangkan bangunan Indomaret Point dari luar tampak bertingkat dua dan terlihat tidak sebesar 7-Eleven karena bangunan yang dipergunakan memiliki model bangunan mirip rumah tinggal.
Walaupun terlihat dari luar tampak 7-Eleven berada pada bangunan 4 tingkat, gerai ini hanya beroperasi sampai tingkat ke 2 bangunan. Begitu pula Indomaret Point yang beroperasi dengan menggunakan 2 tingkat bangunan saja.Luas dari kedua gerai adalah lebih besar dari 200 m2 karena tidak menggunakan ijin mini market. Analisis Uniqueness (Ciri Khas) Pada gerai 7-Eleven tampak sedikit keunikan dari model bangunan yang dipergunakan, yaitu pada bentuknya yang setengah lingkaran. Jadi dalam kata lain, tidak ada sudut bangunan yang membuat bangunan terlihat lebih kotak pada bangunan yang dipergunakan gerai 7-Eleven. Model bangunan ini menjadi menarik untuk diperhatikan karena bentuk bangunan lain yang terdapat pada lokasi tersebut adalah berupa bangunan berbentuk kotak pada umumnya. Termasuk Indomaret Point pun menggunakan bangunan yang berbentuk kotak (persegi / bersudut). Selain itu keunikan lain tampak pada desain tembok pemisah areal luar dan dalam yang dipergunakan oleh 7Eleven dan Indomaret Point. Kedua gerai lebih banyak menggunakan material kaca sebagai pemisah pada lantai satu bangunan.Sedikit berbeda pada bangunan tingkat ke dua gerai, gerai 7-Eleven masih berupa material kaca dan Indomaret Point berupa tembok rumah pada umumnya. Maksud dari kedua gerai banyak menggunakan material kaca pada bangunan mereka
Avant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi VOL 3 NO.2 Desember 2015 |
173
adalah factor transparansi yang ingin ditonjolkan.Transparansi disini mirip dengan analisis pintu masuk kedua gerai yang telah dituliskan sebelumnya, yaitu pengunjung dari luar dapat langsung melihat tembus ke dalam dan begitu pula sebaliknya. Analisis Surrounding Store (Keadaan Masyarakat Sekitar) Karena kedua gerai berada pada posisi bersebelahan, maka keadaan masyarakat sekitar gerai tidak jauh berbeda satu sama lain. Lokasi kedua gerai dikelilingi oleh gedung–gedung perkantoran dan institusi pendidikan. Masyarakat daerah tersebut kebanyakan adalah pekerja kantoran dan siswa dari institusi pendidikan sekitar. Dari segi usia, masyarakat yang biasa berlalu lalang sekitar gerai adalah kebanyakan berusia dibawah 30 tahun. Selain itu banyak masyarakat seperti mahasiswa yang mengenakan pakaian bebas yang biasa melewati daerah tersebut. Ketika menjelang senja yaitu saat pulang kantor sekitar pukul 17.00, dari luar kedua gerai mulai padat dilewati oleh para pekerja kantoran. Sedikit perbedaan ketika senja menjelang malam adalah para pedagang kaki lima yang mulai berjualan di sisi depan gerai Indomaret Point. Analisis Parking (Fasilitas Parkir). Fasilitas parkir yang diberikan oleh kedua gerai memiliki perbedaan dari segi kapasitas. Gerai 7-Eleven yang memiliki luas wilayah yang lebih besar memberikan areal parkir yang lebih luas
pula kepada para pengendara sepeda motor dan mobil yang ingin mengunjungi gerai. Fasilitas areal parkir gerai 7-Eleven apabila dilihat dari luar kurang lebih dapat menampung 4–6 mobil maksimal dan menampung sekitar 20 – 25 sepedar motor maksimal. Di luar gedung 7-Eleven, tampak meja dan kursi untuk pengunjung yang terletak berdekatan dengan areal parkir mobil serta sebuah pohon yang terdapat pada sudut wilayah bangunan dekat areal parkir motor. Untuk gerai Indomaret Point, terdapat sedikit areal untuk fasilitas parkir pada sisi wilayah gerai.Sisi samping gerai mampu menampung sekitar 2 mobil saja pada kondisi maksimal dan menampung sebanyak kurang lebih 10 motor saja. Sisi lain dari Indomaret point dipergunakan untuk menempatkan meja dan kursi pula seperti gerai 7-Eleven. terdapat sebuah pohon besar yang lebat sedikit mengambil areal luar gerai sehingga terlihat menutupi sudut bangunan Indomaret Point.
PEMBAHASAN Analisis Semiotika dalam Komparasi Eksterior Gerai Secara Keseluruhan. Analisis komparasi secara menyeluruh akan menggabungkan tanda – tanda konotasi yang sudah dianalisis sebelumnya. Pertimbangan hanya menggunakan tanda konotasi adalah berdasar pada acuan teoritis dari Roland Barthes dengan rumus E2 = ( E1 R1 C1 )
Avant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi VOL 3 NO.2 Desember 2015 |
174
R2 C2yang berarti makna konotasi adalah makna hasil penggabungan berbagai aspek makna sebelumnya. Gerai 7-Eleven yang menggunakan gedung model perkantoran memberikan keuntungan bagi image (citra) merek yang melekat dalam benak konsumen bahwa 7-Eleven ingin memposisikan dirinya sebagai kafe 24 jam. Tampak dari depan gerai 7-Eleven memiliki bentuk setengah lingkaran yang berbeda dari gedung disebelahnya. Hal ini memberikan kesan menarik untuk sebuah gerai convenience store.Selain itu tampak meja dan kursi yang ditempatkan di dalam dan luar gerai serta lantai dua geraimemperkuat asumsi bahwa tempat ini adalah gerai serupa kafe. Pengunjung yang duduk memadati gerai mulai siang hingga malam hari memberikan kesan ramai pada gerai.Posisi gedung yang berada di sudut jalan memberikan ciri khas gerai 7-Eleven yang kebanyakan dibangun di sudut jalan ibukota. Berbagai atribut yang tampak pada bagian depan bangunan 7-Eleven ini secara keseluruhan memberikan kesan kafe dengan diperkuat pula dengan papan iklan promosi produk mereka yang dipasang menjulang tinggi di sudut wilayah gerai. Sedikit berbeda dengan gerai Indomaret Point yang masih memberikan kesan mini market pada gerai convenience store mereka. Menurut historical knowledgepeneliti serta dokumentasi wacana yang sudah dipaparkan sebelumnya, Indomaret
Point adalah anak perusahaan PT. Indomarco dimana perusahaan tersebut di Indonesia memiliki positioning sebagai mini market. Model gerai mini market mereka pun sudah melekat dalam benak konsumen sehingga ketika PT. Indomarco memposisikan gerai Indomaret Point sebagai gerai convenience store, positioning dari mini market masih tetap melekat dalam benak pengunjung bahkan ketika melihat tampilan depan gerai yang dibuat menyerupai pendahulunya, yaitu 7-Eleven. Papan nama dan logo yang dipergunakan oleh 7-Eleven terlihat sederhana dan sudah tidak asing lagi di dalam benak peneliti karena 7-Eleven sendiri yang sudah beroperasi dari tahun 2009. Selain itu papan nama dan logo dari gerai dianggap peneliti memberikan representasi dari asal Negara merek 7Eleven yaitu Amerika Serikat. Penggunaan bahasa pun mendukung analisis peneliti pada pernyataan sebelumnya. Melalui historical knowledge dan data yang sudah dihimpun oleh peneliti, papan nama dan logo dari gerai juga sudah sampai pada tahap merepresentasi kualitas Internasional dari produk – produk maupun jasa yang diberikan oleh gerai. Penggunaan warna dan desain pun memberikan kesan modern daripada merek tersebut. Pada Indomaret Point, papan nama dan logo terdapat kata “convenience store’ yang menyatakan status fungsi daripada gerai. Melalui hal ini peneliti melihat bahwa papan nama
Avant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi VOL 3 NO.2 Desember 2015 |
175
dan logo yang dipergunakan oleh gerai Indomaret Point ingin merepresentasikan status fungsi daripada gerai tersebut. Dalam aspek lain, Indomaret Point pun juga menggunakan warna dan desain yang modern pada papan nama dan logo. Untuk entrance (pintu masuk) yang dipergunakan oleh kedua gerai memiliki material dan model yang saling menyerupai. Perbedaan tampak pada gerai 7-Eleven yang menambahkan stiker nama dan logo pada pintu yang mereka gunakan sedangkan gerai Indomaret tidak menempelkan stiker prestasi dan peraturan. Peneliti menemukan bahwa menempelkan stiker nama dan logo memberikan adanya kesan kepemilikan gedung oleh merek gerai. 7-Eleven yang membuka gerai sampai tingkat kedua pada gedung bertingkat 4 disebelah gedung perkantoran memberikan kesan eksklusif yang serupa dengan gedung perkantoran disebelahnya.Selain itu didukung dengan model yang berbeda dan tampak besar, gerai 7-Eleven terlihat mewah.Gerai Indomaret Point yang berada diseberang jalan, memiliki kesan bangunan perumahan karena dibangun dengan konstruksi tinggi bangunan 2 lantai dan berada disebelah lokasi rumah daerah tersebut sehingga kesan mewah dan eksklusif kurang didapatkan. Terdapat kesamaan tanda konotasi kedua gerai pada elemen keadaan masyarakat sekitar karena lokasi gerai yang berada pada daerah
yang sama dan bersebelahan. Keadaan masyarakat sekitar mencerminkan keadaan masyarakat yang sudah modern dan mandiri. Fasilitas parkir yang diberikan oleh masing–masing gerai sedikit dibedakan oleh luas area wilayah. Areal parkir gerai 7-Eleven mencerminkan keleluasaan dalam menitipkan kendaraan sedangkan gerai Indomaret Point memberikan kesan keterbatasan. Walaupun dari segi jumlah kedua gerai mampu menampung jumlah kendaraan yang sama, pengaturan wilayah untuk areal parkir pada gerai Indomaret Point memberikan kesan terbatas pada sudut wilayah karena sudut (tempat pohon besar berada) tersebut dimanfaatkan sebagai sitting corner (area untuk duduk). Apabila semua elemen digabungkan dan diperbandingkan, kesan positif lebih banyak diciptakan gerai 7-Eleven dibanding gerai Indomaret Point.Meskipun tidak memengaruhi kualitas produk dan jasa yang ditawarkan serta tidak mengurangi fungsi utama daripada gerai tersebut. Gerai 7-Eleven tampak lebih teratur ketika siang dan malam hari.Keteraturan terdapat pada pengaturan wilayah areal parkir dan kebersihan lingkungan gerai. Sedangkan gerai Indomaret Point terlihat sedikit tidak teratur pada pengaturan areal parkir dan banyaknya pedagang kaki lima yang berjualan di depan gerai ketika malam hari serta pohon yang menutupi sudut gerai
Avant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi VOL 3 NO.2 Desember 2015 |
176
membuat Indomaret tertata rapi.
Point
kurang
KESIMPULAN Setelah melakukan berbagai analisis terkait dengan teori Semiotika Roland Barthes, maka peneliti menemukan serangkaian simpulan yang dapat dikaitkan dengan konteks komparasi makna dalam persaingan bisnis. Berbagai simpulan hasil dari analisis terhadap konteks pemaknaan eksterior yang dilakukan dapat dituliskan sebagai berikut: (1) Eksterior 7-Eleven memberikan kesanmewah, eksklusif, aman dan nyaman kepada para pengunjung yang datang. Hal ini terlihat dari cara mengatur tata letak dan kebersihan bangunan. Padatnya pengunjung yang memenuhi area 7Eleven juga menjadi faktor pendukung kesan populer yang diciptakan oleh gerai tersebut. (2) Eksterior Indomaret Point memberikan kesan gerai yang merakyat (baca: Lokal) dan merupakan gerai convenience storeterbaik di tanah air. Hal ini dapat dilihat dari beberapa pedagang kaki lima yang berjualan di depan gerai ketika malam hari dan stiker prestasi pada pintu masuk gerai. Kesan tidak teratur masih sedikit
nampak pada eksterior gerai yang terlihat belum tertata rapi. (3)Penggunaan nama asing “7Eleven”sebagai merek dagangterkesan Internasional, karena makna yang timbul adalah negara asal merek yaitu Amerika Serikat. Jadi penggunaan nama asing yang mewakili negara asal memberikan makna yang dibawa sebuah merek ke negara lain. Selain itu berbagai penggunaan istilah asing banyak terdapat pada gerai 7-Eleven seperti kalimat “selamat datang” dan “terima kasih” dalam bahasa Inggris. Dari tiga simpulan tersebut dapat disadari bahwa bentuk persaingan bisnis saat ini tidak hanya terjadi pada merek atau kualitas tetapi sampai pada level tanda yang dipergunakan untuk menjelaskan makna yang didapatkan. Dengan Penelitian ini, pengelola convenience Store memperhatikan faktor eksterior bangunan yang menyangkut tata letak bangunan, kebersihan dan faktor lain yang memengaruhi kesan positif bagi pengunjung. Selain itu, pengelola bisnis dapat memahami bahwa makna yang ditimbulkan oleh eksterior juga penting untuk diperhatikan ketika menyangkut komparasi dalam benak pengunjung.
DAFTAR PUSTAKA
Berger,
A. A. (2010). Pengantar Semiotika, Tanda - Tanda Dalam Kebudayaan Kontemporer. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Kotler, P. &., & Keller, K. L. (2009). Manajemen Pemasaran. Jakarta: Erlangga.
Avant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi VOL 3 NO.2 Desember 2015 |
177
Kriyantono, R. (2006). Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: PT. Kencana Prenada Media Group. Kusrianto, A. (2007). Pengantar Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta: C.V ANDI OFFSET. Littlejohn, S. W., & Foss, K. A. (2009). Teori Komunikasi, Theories of Human Communication. Jakarta: Salemba Humanika. Mulyana, D. (2007). Ilmu Komunikasi, Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Piliang, Y. a. (2012). Semiotika dan Hipersemiotika: Gaya, Kode dan Matinya Makna. Bandung: Matahari. Safanayong, Y. (2006). Desain Komunikasi Visual Terpadu. Jakarta: Arte Intermedia. Sobur,
A. (2009). Semiotika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Wibowo, I. S. (2011). Semiotika Komunikasi - Aplikasi Praktis bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi. Jakarta: Mitra Jakarta Media. Sumber Internet
2015, from Detik Finance: http://finance.detik.com/read/20 12/06/19/201642/1945524/4/2/k isah-awal-masuknya-7-elevenke-indonesia
Indomaret. (2014). Sejarah, Visi dan Misi. Diakse 28 Juni 2015, from Indomaret
Official:
http://indomaret.co.id/korporat/s ejarah-dan-visi.html Saka. M. Subhan. ( 2013, 15 Maret). Saingi 7-Eleven dan Lawson Indomaret Hadirkan Indomaret Point.Diakses Senin, 9 November 2015 pukul 16.00 WIB dariwww.majalahfranchise.com/v 2/newsflash/504-saingi-7-elevendan-lawson-indomaret-hadirkanindomaret-point.html 7-Eleven Indonesia / PT. Modern Indonesia.
(2013).
Company
Profile. Diakses 28 Juni, 2015, dari
7-Eleven
Indonesia:
http://www.7elevenid.com/comp any
Dhany, R. R. (2012, June 19). Kisah Awal Masuknya 7-Eleven ke Indonesia. Diakses 28 Juni,
Avant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi VOL 3 NO.2 Desember 2015 |
178
PERAN ANAK DALAM KEPUTUSAN PEMBELIAN DI MINI MARKETSEGMEN KELUARGA KELAS MENENGAH KOTA BANDUNG Nindi Aristi Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran Email:
[email protected] ABSTRACT Middle-class family segment nowadays become business focus to all marketing practicionaires in Indonesia. Rapid growth in minimarkt industry is targetting middleclass family segment as major consumer for its sales. Children who cannot thinking wisely and still act irrational in choosing and selecting product now has switch to become the influencer in the family decision making. This is the main reason in this research that were using qualitative method and case study approach. Qualitative method as a way to explore and to define the children’s role in family decision making on the minimarkt. Bandung city was selected to be the location of the research based on the minimarkt increasing number in several years. Through this research we can see further in consumptive behavior shifing that’s happening in middle-class segment in Indonesia. The result of the research are there are several reasons why the middle-class family purchase in minimarkt, there are different role that has been played in the family decision making process and the main role of the children in family decision making. Keywords: marketing communication, decision making, middle-class.
ABSTRAK Kelas menengah rumah tangga yang sedang menjadi fokus bisnis saat ini di Indonesia tidak luput dari perhatian para pemasar yang melancarkan serangan komunikasi pemasarannya. Pada industri mini market yang sedang mem-booming di berbagai pelosok diantara pemukiman penduduk mencermati situasi ini dengan menyasar segmen kelas menengah rumah tangga sebagai konsumen utamanya. Anak yang dikenal belum matang berpikir dan selalu melakukan pemilihan secara irasional sekarang malah menjadi influencer dalam pembuatan keputusan pembelian rumah tangga. Hal inilah yang menjadi sorotan utama dalam penelitian ini dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan metode studi kasus diharapkan dapat mengungkapkan peran yang dijalankan oleh anak dalam keputusan pembelian di mini market. Selain itu diharapkan pula dari penelitian ini dapat menjelaskan proses komunikasi yang terjadi pada segmen kelas menengah rumah tangga yang saat ini telah mengalami perubahan perilaku konsumtif. Perubahan ini pula sebagai cerminan perilaku konsumtif masyarakat Indonesia yang sebagian besar termasuk kedalam kelas menengah. Kata kunci: komunikasi pemasaran, keputusan pembelian, kelas menengah.
Avant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi VOL 3 NO.2 Desember 2015 |
179
PENDAHULUAN Mulai tahun 1990an konsep pasar modern telah menjadi sebuah trend bagi para pebisnis di tanah air terutama sejak guncangan mata uang rupiah yang menerpa perekonomian dan fluktuasi nilai investasi di pasar saham. Yang dimaksud dengan pasar modern adalah swalayan yang tidak menyediakan pramuniaga untuk melayani konsumen, transaksi hanya terjadi di meja kasir saja. Pertumbuhan pasar modern terkhususkan mini market di Indonesia melambung tinggi. Berdasarkan data Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Jabar, jumlah mini market di kota Bandung mencapai 441 gerai dan mencapai 1000 di lingkup Jabar. Pertumbuhan ritel modern jenis ini akan semakin berkembang pesat dibandingkan supermarket maupun hypermarket. Berdasarkan hasil riset AC Nielsen pertumbuhan pasar ritel modern mini market pada tahun 2010 mengalami kenaikan sebesar 42% dibanding pada tahun 2009, sedangkan pertumbuhan hypermarket mengalami penurunan 3% dibanding 2009. Yang membedakan antara mini market dan hypermarket atau supermarket ialah mini market merupakan pasar swalayan yang menjual produk-produk kebutuhan rumah tangga. Sedangkan hypermarket atau supermarket merupakan pasar swalayan yang menjual produk-produk yang masih segar seperti sayur dan daging selain produk kebutuhan rumah tangga (Megawati, 2005).
Fenomena mem-booming-nya mini market di Indonesia dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain: gerai mini market dekat dengan masyarakat, kemudahan dalam mendirikan usaha mini market, serta pergeseran pola perilaku belanja masyarakat. Pergeseran pola perilaku konsumtif masyarakat Indonesia yang menginginkan kepraktisan, keterjangkauan, kenyamanan, dan fasilitas belanja yang komplit menyebabkan kompetisi usaha mini market semakin ketat. Dulu masyarakat Indonesia senang berbelanja kebutuhan sehari-hari di pasar tradisional yang cenderung untuk membeli barang dalam jumlah besar namun sekarang masyarakat cenderung berbelanja di pasar modern dekat tempat tinggalnya serta membeli barang seperlunya saja. Perubahan preferensi ini yang menjadi landasan utama bagi perubahan pola perilaku konsumtif masyarakat Indonesia. Mini market yang sekarang menjamur di antara pemukiman penduduk menyasar kelas menengah yang kini menjadi fokus bisnis Indonesia, saat ini 48% dari total populasi Indonesia adalah kelas menengah yang juga merupakan pasar kelas menengah tertinggi ketiga setelah Cina dan India (SWA, 2011:20). Target konsumen mini market adalah rumah tangga kelas menengah seperti yang diungkapkan pada penelitian AC Nielsen, pengeluaran kelas menengah di mini market naik dari 24% pada 2008 menjadi 37% di tahun 2011. Sementara
Avant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi VOL 3 NO.2 Desember 2015 |
180
pengeluaran kelas menengah di supermarket hanya meningkat 1% dari 18% pada 2008 ke 19% pada 2011. Hal lain yang juga menarik dari perilaku konsumen mini market ini adalah mereka sangat sulit untuk menolak ajakan anak-anak ke mini market. Bahkan anak-anak saat ini tidak lagi merupakan influencer namun sudah merupakan pembelanja utama. Sejalan dengan hal tersebut O’Reilly dan Tennat (2009:73-96) mengatakan “Those of us with kids can only nod knowingly when told that the marketing clout of young people isn’t limited to the money they spend themselves; it expands to include the family spending they influence. The influence of young people now goes beyond whining to parents for a specific brand of breakfast cereal (though studies show parents do buy more groceries when their kids shopping with them). Market researchers report that a majority of parents consult their kids before making major purchase decisions, even in their choice of a new vehicle.” Segmen rumah tangga yang memiliki anak tidak hanya memberikan dampak pemasaran secara finansial namun juga pengaruh anak didalam keputusan pembelian rumah tangga. Orang tua yang memiliki anak tidak dapat menolak permintaan anaknya, pengaruh anak ini melampaui pada permintaan atas brand makanan tertentu, bahkan hasil penelitian menunjukkan orang tua membeli barang belanjaan lebih banyak jika bepergian
dengan anaknya. Laporan hasil studi pemasaran menyatakan bahwa sebagian besar orang tua menanyakan pendapat anaknya sebelum membuat keputusan pembelian, bahkan untuk membeli mobil baru sekalipun. Pengaruh yang dilancarkan oleh anak kepada orang tuanya ini dapat dilihat dari dua aspek komunikasi yakni: dari aspek komunikasi persuasi serta aspek komunikasi pemasaran. Jika dilihat dari aspek komunikasi persuasi maka terdapat variasi gaya bahasa, intonasi, dan efek dramatisasi yang dilakukan anak agar orang tuanya menuruti kemauannya. Lain halnya jika dilihat dari aspek komunikasi pemasaran maka pemilihan produk dan brand yang mengikuti ‘trend anak’ dapat memengaruhi produk apa yang akan dibawa di keranjang belanjaan orang tuanya. Kedua aspek tersebut memiliki andil pada keputusan pembelian keluarga. Hal ini memunculkan fenomena baru dalam pola konsumtif kelas menengah rumah tangga, yang juga mendorong penulis untuk melakukan penelitian mengenai peran anak sebagai influencer dalam keputusan pembelian konsumen mini market. Bertitik tolak dari pemaparan fenomena di latar belakang maka permasalahan yang diteliti dapat dirumuskan: “Bagaimana peran anak pada segmen keluarga dalam keputusan pembelian di mini market segmen keluarga kelas menengah?” Berdasarkan rumusan masalah tersebut, secara lebih spesifik
Avant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi VOL 3 NO.2 Desember 2015 |
181
permasalahan yang diteliti diidentifikasikan sebagai berikut: 1) Faktor-faktor apa saja yang menjadi pertimbangan keluarga kelas menengah dalam memilih tempat belanja? 2) Bagaimana segmen keluarga kelas menengah melakukan kategorisasi kebutuhan belanja? 3) Bagaimana peran masingmasing anggota keluarga kelas menengah yang terlibat dalam keputusan pembelian? Berdasarkan latar belakang fenomena tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengidentifikasi faktor-faktor dalam pemilihan lokasi berbelanja kelas menengah rumah tangga. 2) Membuat kategorisasi kebutuhan yang dipertimbangkan oleh kelas menengah rumah tangga pada saat berbelanja di mini market. 3) Menguraikan peran masingmasing anggota keluarga kelas menengah yang terlibat dalam keputusan pembelian. KERANGKA PEMIKIRAN Komunikasi Keluarga Keluarga (family) adalah kelompok yang terdiri dari dua atau lebih orang yang berhubungan melalui darah, perkawinan atau adopsi dan tinggal bersama. Keluarga inti (nuclear family) adalah kelompok langsung yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang
tingga bersama.Keluarga besar (extended family) mencakup keluarga inti, ditambah kerabat lain, seperti kakek-nenek, paman dan bibi, sepupu dan kerabat karena perkawinan. Keluarga adalah ketika seseorang dilahirkan disebut keluarga orientasi (family oforientation), sementara keluarga yang ditegakkan melalui perkawinan adalah keluarga prokreasi (family of procreation). Studi tentang keluarga dan hubungan mereka dengan pembelian dan konsumsi adalah penting, tetapi kerap diabaikan dalam analisis perilaku konsumen.Pentingnya keluarga timbul karena dua alasan. Pertama, banyak produk yang dibeli oleh konsumen ganda yang bertindak sebagai unit keluarga.Rumah adalah contoh produk yang dibeli oleh kedua pasangan, barangkali dengan melibatkan anak, kakek-nenek, atau anggota lain dari keluarga besar. Mobil biasanya dibeli oleh keluarga, dengan kedua pasangan dan kerap anak remaja mereka terlibat dalam pelbagai tahap keputusan. Bentuk favorit dari kegiatan waktu senggang bagi banyak keluarga adalah berkunjung ke pusat perbelanjaan setempat. Kunjungan tersebut kerap melibatkan banyak anggota keluarga yang membeli pelbagai barang rumah tangga, busana, dan barangkali bahan makanan. Perjalanan tersebut mungkin pula melibatkan semua anggota dalam memutuskan di restoran fast-food mana untuk membelanjakan pendapatan keluarga yang dapat digunakan.
Avant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi VOL 3 NO.2 Desember 2015 |
182
Kedua, bahkan ketika pembelian dibuat oleh individu, keputusan pembelian individu bersangkutan mungkin sangat dipengaruhi oleh anggota lain. Dalam keluarganya. Anak-anak mungkin membeli pakaian yang dibiayai dan disetujui oleh orang tua. Pengaruh seorang remaja mungkin pula besar sekali pada pembelian pakaian orangtua. Pasangan hidup dan saudara kandung bersaing satu sama lain dalam keputusan tentang bagaimana pendapatan keluarga akan dialoksikan untuk keinginan individual mereka. Orang yang bertanggung jawab untuk pembelian dan persiapan makanan keluarga mungkin bertindak sebagai individu di pasar swlayan, tetapi dipengaruhi oleh preferensi dan kekuasaan anggota lain dalam keluarga. Konsumen tersebut mungkin menyukai makanan dan kegiatan waktu senggang yang sama, dan mengemudikan merek mobil yang sama dengan anggota yang lain dalam keluarga. Pengaruh keluarga dalam keputusan konsumen benar-benar meresap. Dalam konteks makro sebuah keluarga hidup dalam lingkungan masyarakat (socialization) yang melewati proses adapatasi pada lingkungan dan pembelajaran mengenai banyak hal. Proses ini berjalan dalam kurun waktu tertentu dan memiliki subsub sistem yang saling memengaruhi, salah satu sub sistemnya adalah consumer socialization. Seperti yang diungkapkan oleh Moschis dan Churcill (1978) “A subset of socialization is
consumer socialization, defined as the process by which people develop consumer-related skills, knowledge and attitude. Parents are the most important source for children to learn consumerrelated skills.” Secara khusus Moschis dan Churcill menekankan peran orangtua sebagai sumber terpenting bagi anak untuk memelajari keterampilan mengenai pembelian. Orangtua menjadi pengaruh yang utama pada diri anakanaknya. Proses komunikasi yang terjadi di dalam keluarga juga berdampak pada keputusan pembelian. Pola komunikasi keluarga berimplikasi pada derajat pengaruh yang dimiliki oleh anak-anak atas keputusan pembelian dan pola perilaku anak sebagai konsumen (Lackman & Lanasa, 1993). Di dalam keluarga konsep perilaku konsumen tidak hanya dipengaruhi oleh psikografis dan motivasi yang dimiliki individu namun juga dipengaruhi oleh hubungan antar anggota keluarga.Sebagai sebuah keluarga maka para anggota keluarga harus dapat memenuhi kebutuhan pribadi dan kebutuhan bersama dengan cara mengambil jalan tengah atas kebutuhan yang disepakati bersama. Hal ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Hus
Wif
Cogniti Avant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi Cogniti VOL 3 NO.2 Desember 2015 | ons
ons
Chil Cogniti ons
183
Gambar 1. The reciprocal influence of family members (Kahn, 2006:68)
SWACenter for Middle Class Consumer, membelah setiap bidang menjadi dua bagian berdasarkan potensi daya belinya. Bagan bagian dalam menunjukkan pasar yang berdaya beli rendah tetapi prospek dan jumlahnya sangat besar. Adapun bagian luar memperlihatkan kelompok berdaya beli tinggi tetapi jumlahnya belum banyak. Perbedaan kemampuan daya beli terbukti memengaruhi secara signifikan karakter dan identifikasi konsumen. Contohnya, kelompok konsumen dibidang kanan bawah, teridentifikasi mereka yang secara koneksitas (keterhubungan dengan teknologi dan lingkungan sosial) baik, tetapi dari sisi kadar pengetahuan, pandangan dan pola pikir masih belum maksimal. Perilaku konsumen seperti ini biasanya akan menomorsatukan tren terbaru yang menjadi trendsetter.
Perilaku Konsumen Kelas Menengah di Indonesia Fenomena tumbuhnya kelas konsumen menengah baru telah muncul sejak akhir 2010, data Bank Dunia (2011) menunjukkan konsumen menengah dengan kriteria pengeluaran US$2-20 per hari telah mencapai 134 juta jiwa yang membentuk pasar yang sangat besar. Karakter, perilaku dan gaya konsumsi kelas menengah pun akan semakin menarik diperhatikan. Majalah SWA pernah mengadakan More knowledgeable survei tentang karakteristik masyarakat Less kelas menengah di Indonesia. socially Umumnya masyarakat ini mengalami connected The Climber revolusi dari pertumbuhan yang cepat The Flow-er sehingga menimbulkan pergeseran dari More pemikiran konvensional ke modern. The Aspirator socially Lebih lanjut SWA (2012:100connected 103) mengidentifikasikan delapan The Performer karakter konsumen menengah di The Expert The Follower Indonesia dalam bagan berikut. Less knowledgeable Pembagian karakter ini berdasarkan tingkat keterhubungan konsumen Gambar 2. Pengelompokan karakteristik dengan teknologi dan lingkungan kelas menengah di Indonesia (SWA, sosialnya, serta besaran kadar 2012:101) pengetahuan, pandangan, dan pola pikirnya. Namun untuk mendapatkan Karakter pertama adalah The garis perbedaan karakter yang lugas Aspirator yang mencerminkan karakter Avant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi VOL 3 NO.2 Desember 2015 |
184
idealis, memiliki tujuan, peduli dan memiliki keinginan untuk memberi aspirasi. Kedua, The Performer, istilah yang mencerminkan kalangan profesional dan entrepreneur yang terus berusaha mengejar karir (self achievement). Ketiga, The Expert, sebutan bagai orang yang careeroriented, peduli untuk terus meningkatkan keahlian sehingga pakar dalam menekuni profesinya. Keempat, The Climber, istilah ini mencerminkan karakter economic-oriented supaya kehidupannya jauh lebih baik. Kelima, The Settler, menggambarkan konsumen yang sedikit bersosialisasi, tidak mengupdate informasi, tetapi tinggi resources (banyak uang). Keenam, The Flower, kelompok ini kurang berpendidikan dan belum banyak terkoneksi, dalam menghadapi perubahan mereka mengacu ke norma dan agama. Ketujuh, The Trendsetter, menggambarkan pencipta inovasi dalam tren, kelompok ini mapan namun pendidikannya kurang, umumnya adalah pedagang sukses. Kondisi mereka mapan tetapi sulit dikembangkan baik dari koneksitas maupun pendidikannya. Terakhir, delapan, The Follower, yakni mereka yang hanya mengikuti tren karena minimnya pengetahuan tetapi pandai bersosialisasi. Manfaat dari pembagian delapan karakter kelas menengah ini memberikan pengetahuan bagi pemilik merek agar dapat menyesuaikan produk atau jasa yang dijual dengan karakter masing-masing kelompok. Tiga hal
yang menjadi pertimbangan pemilik merek, yakni insight untuk brand, bagaimana produk itu dijual, dan the way they do the communication. Survei ini pun memperkuat pemahaman pasar dan konsumen yang semakin kompleks, pembagian segmen psikografis kelas menengah tersebut merupakan perkembangan dari makna luas segmentasi psikografis itu sendiri, yaitu upaya membagi pembeli menjadi kelompok-kelompok yang berbeda berdasarkan kelas sosial, gaya hidup, dan karakteristik kepribadian. Lembaga riset Nielsen mengungkapkan bahwa keluarga dalam kelas menengah menjadi target yang bertambah dari tahun ke tahun dengan tingkat pengeluaran mereka yang selalu meningkat.Hal ini pula menjadi perhatian tersendiri bagi para pemasar di Indonesia saat ini. Pola komunikasi keluarga adalah sebuah kumpulan norma-norma yang mengatur transaksi komunikasi yang bersifat informasional dan relasional.Pola komunikasi antara orangtua dan anak menganut dua tipe yakni socio-orientation dan conceptorientation.Tipologi ini memberikan alat untuk menganalisa komunikasi keluarga dalam konteks pembelian (Moschis, Prahasto et al. 1986). Orangtua yang memiliki socioorientation tinggi memiliki pemikiran bahwa anak-anaknya seharusnya menghormati orangtuanya, membatasi kebebasan berpendapat dan tidak beradu argumentasi dengan orangtua dan patuh. Orangtua dengan tipe komunikasi
Avant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi VOL 3 NO.2 Desember 2015 |
185
seperti ini cenderung mengontrol proses pembelajaran anak-anaknya terhadap pembelian (consumer-related learning). Selanjutnya orangtua yang memiliki concept-orientation tinggi berpendapat bahwa anak-anaknya harus didorong untuk mengevaluasi berbagai alternatif saat membuat keputusan.Anak-anak pada orientasi ini diberikan kesempatan untuk mendiskusikan ketidaksepakatan dengan orangtuanya terutama pada saat pembelian meskipun produk tersebut bukan untuknya. Menurut Mochis dan Mitchell (1986) anak-anak yang berasal dari keluarga dengan orientasi sosial tinggi kecil kemungkinannya untuk terlibat dalam keputusan keluarga dan cenderung membuat keputusan pembelian berdasarkan kehendaknya sendiri.Sebaliknya anak-anak dari keluarga orientasi konsep tinggi besar kemungkinannya memperoleh pengetahuan atas produk, dapat mengelola keuangan keluarga, dan lebih menghargai pendapat orangtuanya. Awalnya tipologi orientasi ini dikembangkan untuk mengukur sosialisasi politik dalam masyarakat (McLeod & O’Keefe, 1972) namun kemudian telah diadaptasikan dan digunakan secara luas dalam penelitian pemasaran beberapa tahun kebelakang dulu. Meyerhoff (2010) berpendapat “Due to socioeconomic and cultural changes, reciprocal socialization is occurring, a phenomenon where children also influence parents just as parents influence children”.Disebabkan
adanya perubahan lanskap sosial, ekonomi dan budaya maka sosialisasi yang bersifat pengulangan mungkin dapat terjadi, sebuah fenomena dimana anak-anak turut memengaruhi orang tua sebagaimana orang tua memengaruhi anak-anaknya. Pada umumnya konsumsi barang atau jasa diklasifikasikan kedalam tiga jenis yakni: (1) konsumsi yang dilakukan oleh dirinya sendiri, (2) konsumsi yang dilakukan oleh seluruh keluarga, dan (3) konsumsi yang dilakukan oleh anggota keluarga. Pada sebuah literature yang memaparkan perbandingan antara pengaruh anak terhadap keputusan pembelian berdasarkan negara Amerika dan Mesir disimpulkan bahwa anakanak telah bertransformasi menjadi sebuah kelompok konsumen yang penting diperhatikan. Iklan yang menyajikan pemenuhan kebutuhan anak semakin bertambah seiring pengeluaran biaya iklan yang meningkat dari para produsen. Para pemasar menaruh perhatian tersendiri terhadap anak karena anak-anak berupaya keras untuk mendapatkan apa yang ia inginkan yang mana membentuk brand loyalty dan sikap positif terhadap produk tertentu. Oleh karena itu McNeal (1992) menyatakan bahwa konsumen anakanak merupakan pasar yang menjanjikan di masa mendatang yang mana akan memengaruhi keputusan pembelian rumah tangga atas beragam produk. Pada proses pembuatan keputusan terjadilah komunikasi
Avant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi VOL 3 NO.2 Desember 2015 |
186
persuasif dua arah antar anggota keluarga. Masing-masing anggota keluarga berupaya membujuk dan meyakinkan anggota lainnya agar sependapat dengannya untuk membeli barang atau jasa tertentu. Terdapat beberapa peranan yang dilakukan oleh anggota keluarga pada proses pembuatan keputusan pembelian yakni: intigator, influencer, decider, purchaser, consumer. Intigator adalah seseorang yang pertamakali mencetuskan ide kebutuhan atas sebuah barang atau jasa.Influencer adalah seseorang yang memliki pengaruh langsung maupun tidak langsung atas keputusan pembelian. Decider adalah seseorang yang membuat keputusan pembelian. Purchaser adalah seseorang yang memang benar-benar membeli barang atau jasa tersebut, membayar atasnya, dan membawanya pulang ke rumah. Consumer adalah pihak yang menggunakan barang atau jasa. Penelitian yang membahas mengenai pembuatan keputusan pada keluarga telah dimulai sejak tahun 1950an diantaranya adalah Converse dan Crawford (1950), Alderson (1954), Gilbert (1957), Shaefer (1963), Coulson (1966), Fry (1967), Howard dan Sheth (1969) yang menghasilkan temuan bahwa ibu rumah tangga seringkali menjadi purchaser namun belum tentu menjadi consumer karena barang atau jasa yang telah dibeli digunakan oleh para anggota keluarga lainnya. Poin utama penelitian tersebut ialah peran
ibu rumah tangga sebagai purchasing agent dan decider. Jagdish N. Seth (1970:41-53) mengajukan sebuah teori mengenai keputusan pembelian dalam keluarga (a theory of family decision making) didefinisikan sebagai sebuah kumpulan interaksi antara sejumlah konstruk pada masing-masing anggota keluarga.Terdapat tiga konstruk, yakni pre-dispositions, buying motives, dan evaluative beliefs about salient alternatives. Ia menyatakan konsumsi keseluruhan sebuah keluarga diklasifikasikan oleh (1) masing-masing anggota keluarga, (2) keluarga secara keseluruhan, (3) unit rumah tangga. Klasifikasi perilaku konsumtif ini menunjukkan apakah kebutuhan atas barang atau jasa merupakan kolektif, tidak langsung, atau lainnya. Orientasi peranan yang dimiliki masing-masing anggota keluarga merujuk pada proses interaksi yang berjalan secara berkelanjutan. Semakin jelas peran yang diemban semakin besar spesialisasi dan pembagian kerja yang dilakukan oleh keluarga. Orientasi peran menimbulkan otonomi yang besar dan semakin minimnya keputusan bersama. Kemungkinan yang terjadi ialah dalam keputusan bersama sekalipun setiap anggota keluarga hanya akan terlibat apabila mereka memiliki pengetahuan dan pengalaman atas sebuah produk atau jasa yang akan dibeli. Inti dari teori ini adalah proses keputusan pembelian yang dilakukan secara bersama-sama. Ada beberapa hal
Avant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi VOL 3 NO.2 Desember 2015 |
187
yang menjadi perhatian teori ini, yakni (1) siapa yang mengusulkan keputusan pembelian bersama? Teori ini berasumsi bahwa pihak yang menginisiasikan keputusan pembelian bergantung pada gaya hidup dan orientasi peran yang sesuai dengan keluarganya. (2) siapa yang menyediakan informasi berhubungan dengan keputusan pembelian bersama. (3) siapa yang benar-benar melakukan proses pembelian? dan (4) yang juga penting adalah konflik yang mungkin dapat terjadi pada saat proses keputusan pembelian.
Gambar 2. A Theory of Family Buying Decision Penulis menemukan masih minimnya penelitian yang secara spesifik membahas mengenai peran anak dalam keputusan pembelian rumah tangga.Kaur dan Singh (2006) melakukan penelitian review tentang anak dalam keputusan pembelian di India dan negara Barat. Penelitian lain oleh Ramzy, Ogden, Ogden, dan Zakaria (2012) menguraikan penelitian
mengenai persepsi orangtua atas pengaruh anak terhadap keputusan pembelian di Mesir. Di Indonesia penelitian sejenis ini masih sangat sedikit terutama yang menggunakan paradigma kualitatif. METODE PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengulik fenomena perubahan pola perilaku konsumtif keluarga kelas menangah serat berfokus pada peran anak dalam keputusan pembelian di mini market.Untuk mendapat uraian yang jelas dan mendalam maka penelitian ini menggunakan metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Menurut Creswell (1998:15), penelitian kualitatif adalah proses penelitian untuk memahami, yang didasarkan pada tradisi penelitian dengan metode yang khas, yang meneliti masalah manusia atau masyarakat. Selain itu juga Creswell mengistilahkan complex, holistic picture yaitu apa yang menjadi tujuan penelitian kualitatif. Maksudnya menurut Creswell, “penelitian kualitatif berusaha untuk membawa pembacanya kedalam pemahaman multi-dimensional dari permasalahan atau isu yang diangkat. Laporan penelitian kualitatif berusaha menampilkan permasalahan dan segala kompleksitasnya.” Penelitian beberapa teknik sebagai berikut:
ini menggunakan pengumpulan data
Avant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi VOL 3 NO.2 Desember 2015 |
188
1) Wawancara mendalam. Wawancara mendalam akan dilakukan kepada beberapa konsumen keluarga kelas menengah untuk mengetahui faktor-faktor dalam pemilihan lokasi belanja, pembuatan kategorisasi kebutuhan belanja, proses pengambilan keputusan pembelian, serta alasan menuruti kemauan anak. Selanjutnya wawancara mendalam kepada anakanakpada konsumen mini market keluarga kelas menengah untuk mengetahui peranan yang dilakukannya dalam proses keputusan pembelian. Kedua tahapan wawancara mendalam ini dilakukan untuk menghasilkan pemahaman secara menyeluruh mengenai peran anak dalam keputusan pembelian konsumen di mini market. 2) Observasi. Pengamatan langsung akan dilakukan terhadap proses, situasi dan tindakan pembelian di mini market yang ada di kota Bandung secara real time. Pengamatan langsung ini berguna untuk memahami upaya anak dalam memengaruhi keputusan pembelian orang tua pada saat berbelanja di mini market.
3) Studi Pustaka. Studi Pustaka dilakukan untuk memperoleh data sekunder tentang pola perilaku konsumen kelas menengah di Indonesia. Selain itu studi pustaka pun digunakan untuk mendapatkan berbagai konsep dan teori yang memberi pemahaman tentang komunikasi persuasif, komunikasi keluarga, peran masingmasing anggota keluarga dalam berbelanja yang membentuk pola perilaku konsumen kelas menengah di Indonesia. HASIL PENELITIAN Pengumpulan data dilakukan antara bulan September 2012 sampai dengan bulan Desember 2012.Tim peneliti menggunakan beberapa metode dalam pengumpulan data. Selain data sekunder yang terdapat pada beberapa dokumen, tim peneliti terutama mendapatkan data primer dengan teknik wawancara mendalam dan diskusi dengan beberapa narasumber. Narasumber yang diwawancarai tim peneliti terdiri dari narasumber utama, yaitu 25 orang ibu rumah tangga, 15 bapak kepala rumah tangga, 32 anakanak dalam keluarga narasumber yang bertempat tinggal di wilayah kota Bandung. Spektrum penelitian dapat digambarkan dari variasi informan atau narasumber penelitian yang dipilih
Avant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi VOL 3 NO.2 Desember 2015 |
189
secara sengaja (purposive). Tim melakukan penelitian di 50 gerai mini market yang tersebar di wilayah kota Bandung. Narasumber yang dipilih harus memenuhi persyaratan yakni: ibu rumah tangga atau bapak/kepala rumah tangga yang sedang berbelanja dengan anak-anaknya di mini market dan melakukan pembelian. Pertumbuhan tempat belanja yang sangat pesat telah menurunkan jumlah pasar tradisional di seluruh Indonesia. Survei Nielsen Retail Etablishment 2010 menyebutkan, jumlah tempat belanja terus bertambah karena konsumen merasa lebih nyaman berbelanja di pasar modern tersebut. Survei itu menyimpulkan bahwa promosi harga besar-besaran yang dilakukan toko modern melalui media cetak dan elektronik memikat masyarakat untuk berbelanja. Selain itu faktor pelayanan juga menjadi penentu dalam pertumbuhan tempat belanja, masalah pelayanan bukanlah hal yang sulit atau rumit. Sistem pelayanan perlu didukung oleh kualitas pelayanan, fasilitas yang memadai dan etika atau tata krama. Tujuan memberikan pelayanan adalah untuk memberikan kepuasan kepada konsumen, sehingga berakibat dengan dihasilkannya nilai tambah bagi perusahaan. Dengan pesatnya pertumbuhan tempat belanja, maka akan terjadi persaingan dalam mendapatkan konsumen. Pengusaha tempat belanja tersebut harus lebih kreatif dalam mengemas tempat
berjualan, kemudian mempromosikan dengan lebih menarik lagi. Berdasarkan hasil survei dari Nielsen, 19,8% konsumen mengungkapkan bahwa faktor nonfood (kenyamanan tempat, kemasan, promosi, dll) merupakan alasan konsumen untuk datang ke tempat belanja. Berdasarkan hasil wawancara dengan para narasumber untuk segmen keluarga sendiri, semakin banyaknya tempat belanja yang tersedia, maka konsumen akan semakin bingung untuk memilih tempat belanja yang sesuai dengan keinginan mereka. Ada beberapa faktor yang menentukan pemilihan tempat belanja tersebut, seperti usia, jenis kelamin dan faktor lokasi serta kelengkapan barangbarang yang ada di tempat belanja tersebut. Dalam memilih tempat belanja, para narasumber memiliki kriteria evaluasi diantaranya faktor kenyamanan, pelayanan dan kelengkapan produk. Hal itu akan menjadikan faktor sangat penting dan harus diperhatikan oleh produsen karena akan menjadi bahan perbandingan bagi konsumen untuk memilih tempat belanja mana yang akan dikunjungi. Lebih lanjut para narasumber memiliki kriteria evaluasi untuk memilih tempat belanja diantaranya: 1) Biaya yang dikeluarkan. Segmen keluarga membandingkan tempat
Avant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi VOL 3 NO.2 Desember 2015 |
190
belanja mana yang memberikan harga yang lebih murah. 2) Lokasi. Konsumen mementingkan jaraktempat belanja mana yang paling dekat dari tempat tinggalnya untuk efisiensi waktu, namun ada juga narasumber yang lebih mempertimbangkan tempat parkir yang nyaman meski jarak yang ditempuh lebih jauh dari tempat tinggalnya. 3) Pelayanan yang baik. Terkadang konsumen hanya melihat dari sisi pelayanan yang diberikan, beberapa narasumber cenderung memilih pelayanan yang memuaskan meski harga yang dibayar lebih mahal. 4) Kelengkapan barang-barang yang tersedia. Para narasumber cenderung mempertimbangkan lengkap tidaknya produk yang dijual pada tempat belanja tersebut. Jika ada tempat belanja yang lebih lengkap meskipun jarak yang di tempuh lebih jauh maka konsumen akan mengunjungi tempat belanja yang lebih lengkap produknya. Sebagian besar narasumber memilih faktor lokasi yang strategis menjadi faktor yang memengaruhi mereka dalam menentukan tempat belanja. Lokasi strategis merupakan faktor paling utama yang memengaruhi narasumber dalam menentukan tempat belanjanya. Semakin dekat tempat belanja tersebut dengan lokasi rumah tinggalnya, keinginan seseorang untuk
belanja di tempat tersebut semakin tinggi. Hal ini disebabkan untuk meminimalisasikan tingkat keletihan orang dan penggunaan waktu untuk menjangkau tempat belanja tersebut. Alasan ini pula yang mendorong pertumbuhan mini market di lingkungan perumahan, kita dapat melihat setiap 200 meter terdapat mini market. Hal ini diperkuat dengan studi Nielsen tahun 2011, sekitar 85% konsumen yang berbelanja di mini market memilih toko yang letaknya dekat dari rumahnya. Namun hal tersebut tidak menjamin loyalitas konsumen pada sebuah gerai mini market tertentu sebab dengan adanya promosi yang menarik dapat mengubah preferensi konsumen. Kelengkapan barang-barang yang dijual dalam tempat belanja tersebut menjadi faktor yang kedua dalam memengaruhi para narasumber dalam memilih tempat belanja. Faktor ini membuat para narasumber merasa yakin kalau barang yang ingin dibeli pasti tersedia sehingga tidak menyebabkan usaha yang sia-sia. Faktor ini akan sangat memengaruhi narasumber dalam menentukan tempat belanja jikalau barang yang ingin dibeli jarang dijual warung-warung kecil ataupun jenis barang baru. Faktor ketiga yang memengaruhi adalah harga barang yang dijual lebih murah dibandingkan tempat belanja lainnya. Ada beberapa narasumber terkhususkan para ibu rumah tangga yang mengatur
Avant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi VOL 3 NO.2 Desember 2015 |
191
pengeluarannya setiap bulan, sehingga perbedaan harga barang antar tempat belanja akan diketahui dan para ibu rumah tangga tersebut akan belanja di tempat belanja yang menurutnya paling murah. Pada penelitian diketahui bahwa narasumber sebagai konsumen mini market melakukan kalkulasi harga dalam keranjang selama berbelanja. Hal ini menunjukkan kesadaran atas pembatasan pengeluaran biaya belanja yang dilakukan segmen keluarga kelas menengah. Faktor yang terakhir adalah pelayanan. Pelayanan yang baik akan membuat konsumen merasa nyaman dalam berbelanja karena konsumen tersebut akan merasa dihargai dan dihormati. Terkadang pelayanan ini menjadi faktor utama juga dalam menentukan tempat belanja. Meskipun barang yang tersedia lengkap, tetapi pelayanan yang sangat buruk dapat menyebabkan konsumen untuk tidak berbelanja di tempat tersebut. Alasan lain yang diperoleh saat wawancara dengan para orang tua dan layak untuk diperhatikan adalah mereka mengajak anak-anaknya pergi ke gerai mini market untuk menghibur anaknya, apalagi jika niat atau ajakan berbelanja di mini market merupakan permintaan dari anaknya. Gerai mini market sudah dianggap sebagai tempat hiburan yang murah dan nyaman, terlebih lagi jika di pelataran gerai terdapat beberapa permainan anak yang sederhana. Segmen keluarga yang memiliki anak tidak hanya memberikan
dampak pemasaran secara finansial namun juga pengaruh anak didalam keputusan pembelian rumah tangga. Orang tua yang memiliki anak tidak dapat menolak permintaan anaknya, pengaruh anak ini melampaui pada permintaan atas brand makanan tertentu, bahkan hasil penelitian menunjukkan orang tua membeli barang belanjaan lebih banyak jika bepergian dengan anaknya. Laporan hasil studi pemasaran menyatakan bahwa sebagian besar orang tua menanyakan pendapat anaknya sebelum membuat keputusan pembelian, bahkan untuk membeli mobil baru sekalipun. Pada aspek kategorisasi kebutuhan pada segmen keluarga kelas menengah terdapat pergeseran paradigma berbelanja. Jika dulu pilihan anak adalah pilihan orangtuanya, kini fakta tersebut telah berubah. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang kami lakukan kepada para narasumber terjadi pergeseran penempatan kebutuhan pada segmen keluarga. Perkembangan teknologi yang memudahkan akses informasi bagi anak serta pergeseran budaya yang cenderung lebih demokratis, memberikan peluang anak untuk memiliki kebebasan memilih banyak hal, termasuk saat memilih produk yang akan dikonsumsi atau digunakannya. Terjadi tawarmenawar yang cukup intens dalam menentukan prioritas kebutuhan yang harus dipenuhi oleh orang tua saat ini. Dalam konteks dunia anak, kebutuhan seorang anak sangat berbeda
Avant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi VOL 3 NO.2 Desember 2015 |
192
dengan orang tua.Narasumber anakanak menyatakan bahwa kebutuhannya berbelanja barang bukan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari namun lebih pada apa yang dimiliki oleh teman-temannya atau apa yang menjadi tren saat ini. Oleh karena itu jika berbicara soal kebutuhan dasar manusia bukanlah menjadi kebutuhan utama anak, melainkan merek atau produk yang lagi booming dikalangan pergaulannya. Narasumber orang tua dilain hal mengedepankan pemenuhan kebutuhan pokok dibandingkan kebutuhan yang lainnya. Namun yang seringkali dihadapi oleh para orang tua saat berbelanja dengan anak-anaknya adalah saat pemilihan produk yang akan dibeli. Hal utama yang menjadi dasar pertimbangan para narasumber orang tua saat berbelanja adalah faktor harga, hal yang kontras dengan faktor merek dan kemasan dari sisi narasumber anakanak. PEMBAHASAN Hal ini mencerminkan kebutuhan anak yang cenderung hedonistik yang bertolak belakang dengan kebutuhan orang tua yang lebih cenderung utilitarian.Kebutuhan hedonistik betitik tolak pada pemenuhan kebutuhan yang didasari oleh pemikiran irasional, karena gengsi atau tren tertentu. Kebutuhan utilitarian lebih cenderung bertitik tolak pada pemenuhan kebutuhan yang didasari oleh pemikiran rasional, karena memang harus dipenuhi.
Kejadian yang seringkali dialami oleh para narasumber orangtua apabila kebutuhan anak tidak dipenuhi maka dapat menjadi penghalang bagi pemenuhan kebutuhan orangtuanya. Kebutuhan anak bisa menjadi penghalang pemenuhan kebutuhan orangtuanya. Pemenuhan kebutuhan anak secara tidak langsung akan memenuhi kebutuhan orang tua dengan menghapus potensi konflik. Dari hal tersebut disimpulkan bahwa dengan dipenuhinya kebutuhan anak maka dapat meminimalisir potensi konflik antara orangtua dan anak. Pada sisi keputusan pembelian setiap anggota keluarga memiliki proporsi peranan yang berbeda-beda, yakni: initigator, influencer, decider, purchaser, dan consumer. Initigator adalah seseorang yang pertamakali mencetuskan ide kebutuhan atas sebuah barang atau jasa. Influencer adalah seseorang yang memliki pengaruh langsung maupun tidak langsung atas keputusan pembelian. Decider adalah seseorang yang membuat keputusan pembelian. Purchaser adalah seseorang yang memang benar-benar membeli barang atau jasa tersebut, membayar atasnya, dan membawanya pulang ke rumah.Consumer adalah pihak yang menggunakan barang atau jasa. Pada penelitian ini peran anak sebagai influencer untuk mempersuasi orang tuanya agar mereka mau pergi ke mini market hingga akhirnya melakukan tindakan pembelian produk yang sesuai dengan keinginan anak terbukti berpengaruh besar. Orang tua
Avant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi VOL 3 NO.2 Desember 2015 |
193
cenderung menyetujui permintaan anaknya sebagai bukti kasih sayang serta sebagai pilihan untuk dapat meredam pertengkaran keluarga. Peranan anggota keluarga juga dipengaruhi oleh apa yang oleh sosiolog Talcott Parsons disebut perilaku peran instrumental dan ekspresif. Peran instrumental, yang juga dikenal sebagai peran fungsional atau ekonomi, melibatkan aspek keuangan, karakter performasi, dan sifat “fungsional” lain seperti kondisi pembelian. Peranan ekspresif melibatkan dukungan kepada anggota keluarga yang lain dalam proses pengambilan keputusan dan kebutuhan estetik atau emosi keluarga, termasuk penegakan norma keluarga. Pelbagai anggota keluarga mungkin memenuhi baik peran instrumental maupun peran ekspresif, bergantung pada jenis keputusan pembelian dan karakteristik individual dari anggota keluarga yang bersangkutan. Peran orangtua sebagai sumber terpenting bagi anak untuk memelajari keterampilan mengenai pembelian.Orangtua menjadi pengaruh yang utama pada diri anak-anaknya. Proses komunikasi yang terjadi di dalam keluarga juga berdampak pada keputusan pembelian. Pola komunikasi keluarga berimplikasi pada derajat pengaruh yang dimiliki oleh anak-anak atas keputusan pembelian dan pola perilaku anak sebagai konsumen (Lackman & Lanasa, 1993). Pengaruh yang dilancarkan oleh anak kepada orang tuanya ini dapat dilihat dari dua aspek komunikasi
yakni: dari aspek komunikasi persuasi serta aspek komunikasi pemasaran. Jika dilihat dari aspek komunikasi persuasi maka terdapat variasi gaya bahasa, intonasi, dan efek dramatisasi yang dilakukan anak agar orang tuanya menuruti kemauannya. Lain halnya jika dilihat dari aspek komunikasi pemasaran maka pemilihan produk dan brand yang mengikuti ‘trend anak’ dapat memengaruhi produk apa yang akan dibawa di keranjang belanjaan orang tuanya. Kedua aspek tersebut memiliki andil pada keputusan pembelian orang tuanya. Jika ditilik dari pola komunikasi antara orangtua dan anak menganut dua tipe yakni socioorientation dan conceptorientation.Tipologi ini memberikan alat untuk menganalisa komunikasi keluarga dalam konteks pembelian (Moschis, Prahasto et al. 1986).Orangtua yang memiliki socioorientation tinggi memiliki pemikiran bahwa anak-anaknya seharusnya menghormati orangtuanya, membatasi kebebasan berpendapat dan tidak beradu argumentasi dengan orangtua dan patuh. Orangtua dengan tipe komunikasi seperti ini cenderung mengontrol proses pembelajaran anak-anaknya terhadap pembelian (consumer-related learning). Selanjutnya orangtua yang memiliki concept-orientation tinggi berpendapat bahwa anak-anaknya harus didorong untuk mengevaluasi berbagai alternatif saat membuat keputusan.Anak-anak pada orientasi ini diberikan kesempatan untuk mendiskusikan ketidaksepakatan
Avant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi VOL 3 NO.2 Desember 2015 |
194
dengan orangtuanya terutama pada saat pembelian meskipun produk tersebut bukan untuknya. Menurut Mochis dan Mitchell (1986) anak-anak yang berasal dari keluarga dengan orientasi sosial tinggi kecil kemungkinannya untuk terlibat dalam keputusan keluarga dan cenderung membuat keputusan pembelian berdasarkan kehendaknya sendiri.Sebaliknya anak-anak dari keluarga orientasi konsep tinggi besar kemungkinannya memperoleh pengetahuan atas produk, dapat mengelola keuangan keluarga, dan lebih menghargai pendapat orangtuanya. Pada penelitian ini sebagian besar narasumber anak-anak menyatakan dilibatkan secara penuh dalam proses pengambilan keputusan pembelian di mini market yang secara aktif mengajak orang tuanya untuk berbelanja di mini market.Aksi persuasif anak-anak tersebut berlanjut pada tahap pemilihan produk-produk hingga tahap pembelian. Hal ini sesuai dengan tipe concept-orientation yang menyatakan bahwa orangtua memberikan kesempatan bagi anakanaknya mendiskusikan barang-barang yang akan dibeli. Proses negosiasi yang terjadi pada mayoritas keluarga yang menjadi narasumber penelitian lebih mengutamakan penyesuaian ketersediaan uang yang ada yang dapat dipahami bahwa keluarga kelas menengah masih termasuk kedalam tipe the climber mencerminkan karakter economic-oriented supaya kehidupannya jauh lebih baik. Dari sisi
orang tua lebih cenderung berupaya mengakomodasi seluruh kebutuhan anggota keluarga. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan diatas, maka dapat diambil beberapa simpulan yakni: 1. Terdapat beberapa faktor dalam pemilihan lokasi berbelanja kelas menengah rumah tangga, yakni: biaya, lokasi, pelayanan, dan kelengkapan barang. 2. Adanya kategorisasi kebutuhan yang dipertimbangkan oleh kelas menengah rumah tangga pada saat berbelanja di mini market. Kebutuhan anak yang cenderung hedonistik bertolak belakang dengan kebutuhan orang tua yang lebih cenderung utilitarian. 3. Adanya peran masing-masing anggota keluarga kelas menengah yang terlibat dalam keputusan pembelian. Anakanak memainkan peran influencer dalam keputusan pembelian keluarga. Studi tentang keputusan keluarga sebagai konsumen kurang lazim dibandingkan studi tentang individu sebagai konsumen.Alasan untuk pengabaian dalam studi pembelian keluarga adalah kesulitan dalam mempelajari tentang keluarga sebagai organisasi. Survei dan metodologi penelitian pemasaran lain lebih mudah dijalankan untuk individu
Avant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi VOL 3 NO.2 Desember 2015 |
195
daripada untuk keluarga.Oleh karena itu, masih terdapat peluang bagi
penelitian sejenis di masa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
Creswell, John C. (1998). Qualitative Inquiry. Sage Publishing. Kahn, Matin. (2006). Consumer Behavior and Advertising Management. New Age International Publisher. New Delhi McLeod, J.M., & O’Keefe, G.J. (1972) The socialization perspective and communication behavior in Current Perspectives on Mass Communication Research. Sage McNeal, J.U. (1992). Children as A Market of Influencer in Kids as a Costumer. Handbook of Marketing to Children. Lexington Books. Megawati, Yenli. (2005). Pertumbuhan Mini market sebagai Salah Satu Bentuk Pasar Modern. Meyerhoff. (2010). Reciprocal Socialization. Pediatrics for Parents (vol 26). Moschis, GP & Churcill, GA. (1978) Consumer Socialization: A theoretical and emphirical analysis. Journal of Marketing (vol 15).
How Marketing Ate Our Culture. Counterpoint-Berkeley. Ramzy, Omar., Ogden, Denise T., Ogden, James R., Zakaria, Mohammed Yeria. (2012) Perceptions of Children’s Influence on Purchase Decision: Emphirical Investigation for the US and Egyptian Famillies. World Journal of Management4(1). Sheth, Jagdish N. (1970). A Theory of Family Buying Decisions.
O’Reilly, Terry & Tennant, Mike. (2009). The Age of Persuasion:
Avant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi VOL 3 NO.2 Desember 2015 |
196