PROPOSAL PENELITIAN TA.2015
Kajian Produktivitas dan Daya Saing Komoditas Pertanian dalam Perspektif Perdagangan Regional AFTA
Tim Peneliti: Saktyanu K.D
PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014
Kajian Produktivitas dan Daya Saing Komoditas Pertanian dalam Perspektif Perdagangan Regional AFTA 1. Pendahuluan 1.1.
Latar Belakang Dalam situasi ekonomi keterbukaan (open economic), pasar domestik Indonesia sangat
terkait dengan perkembangan antar negara yang semakin liberal. Dengan demikian dalam era perekonomian yang semakin mengglobal, legitimasi semakin kuat seiring dengan implementasi globalisasi dan liberalisasi melalui bentuk blok perdagangan/kawasan perdagangan di berbagai kawasan dunia. Sejalan dengan hal tersebut, muncul kerjasama antara negara yang saling berdekatan secara regional seperti AFTA (ASEAN Free Trade Area), NAFTA (North America Free Trade Agreement), EU (Europe Union), MERCOSUR (the Southern Part of South America), CARICOM (Central America) dan lain-lain. Tujuan dari kerjasama ini adalah untuk mewujudkan perdagangan yang lebih cepat dibandingkan dengan negara-negara yang berjauhan sesuai dengan Pasal XX Perjanjian GATT/WTO tentang wilayah perdagangan bebas regional yang diijinkan (Linnan, 2003). AFTA dimulai tahun 1992 dan Masyarakat Ekonomi ASEAN (AEC) dimulai 1 Januari tahun 2016, keterkaitan Indonesia dengan negara lain sangat besar dalam meningkatkan produksi dalam negeri. Untuk komoditas pertanian, saat ini perkebunan memiliki peran yang sangat signifikan dimana ekspor dari subsektor ini mencapai sekitar 95 persen. Artinya signifikansi daya saing tersebut masih terhadap komoditas primer. komoditas olahan komoditas primer tersebut?
Bagaimana dengan daya saing
Apakah menghadapi AEC komoditas olahan
komoditas primer bersaing dengan negara tetangga dalam ASEAN atau dapat mengisi kebutuhan negara-negara tersebut? Selain itu, bagaimana produktivitas komoditas primer Indonesia dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, baik itu untuk perkebunan maupun subsektor lainnya seperti tanaman pangan, hortikultura dan peternakan dalam meghadapi perdagangan regional AFTA? 1.2.
Dasar Pertimbangan Seiring dengan perkembangan proses negosiasi baik tingkat dunia maupun regional,
banyak peneliti baik di tingkat nasional maupun internasional selalu melihat seberapa jauh perkembangan yang terjadi di suatu Negara atau kelompok Negara tertentu sebagai akibat bila dilakukannya perdagangan bebas.
Kelompok negara ASEAN merupakan salah satu kelompok
negara dimana Indonesia terdapat didalamnya, mulai mengembangkan diri untuk melakukan perdagangan bebas baik di dalam intern sendiri maupun kerjasamanya dengan negara lain seperti India, China, Korea Selatan, Jepang serta Australia dan New Zealand.
Tabel 1. memperlihatkan perkembangan dari negara-negara ASEAN terkait dengan perdagangan regional atau bilateral dimana kerjasama perdagangan wilayah ini adalah kerjasama yang terdekat dengan Indonesia.
Dari tabel tersebut ditunjukkan pula bahwa
Indonesia belum banyak melakukan perjanjian bilateral seperti yang dilakukan oleh Singapura ataupun Thailand.
Kondisi ini sesuai dengan apa yang diambil kesimpulan oleh Dwisaputra
(2007) Indonesia belum perlu melakukan perjanjian bilateral karena perjanjian bilateral hanyalah alat-alat tersembunyi yang digunakan untuk memperkuat hak-hak istimewa dan kekayaan yang telah diterima perusahaan-perusahaan multinasional dan untuk mengedepankan kepentingan pemerintah negara-negara maju. Tabel 1. Lingkup Free Trade Agreement (FTA) lingkup negara ASEAN No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kerjasama ASEAN-Australia-New Zealand ASEAN-China ASEAN-India ASEAN-Jepang ASEAN-Korea ASEAN Free Trade Area (AFTA) Indonesia-Jepang Singapura-China Singapura-EFTA(Iceland-Liechtenstein-NorwaySwitzerland) 10 Singapura-India 11 Singapura-Jepang 12 Singapura-Yordania 13 Singapura-Korea 14 Singapura-New Zealand 15 Singapura-Panama 16 Singapura-Peru 17 Singapura-Australia 18 Singapura-Amerika Serikat 19 Malaysia-Jepang 20 Malaysia-Pakistan 21 Brunei Darussalam-Jepang 22 Filipina-Jepang 23 Thailand-Jepang 24 Thailand-Laos 25 Thailand-Australia 26 Thailand-New Zealand 27 Vietnam-Jepang Sumber: WTO.org
Tanggal Berlaku 1 Januari 2010 1 Januari 2010 1 Januari 2010 1 Desember 2008 1 Januari 2010 28 Januari 1992 1 Juli 2008 1 Januari 2009 1 Januari 2003 1 Agustus 2005 30 November 2002 22 Agustus 2005 2 Maret 2006 1 Januari 2001 24 Juli 2006 1 Agustus 2009 28 Juli 2003 1 Januari 2004 31 Juli 2006 1 Januari 2008 31 Juli 2008 11 Desember 2008 1 November 2007 20 Juni 1991 1 Januari 2005 1 Juli 2005 1 Oktober 2009
1.3.
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk :
(1) Mengidentifikasi posisi daya saing komoditas pertanian Indonesia terhadap negara-negara ASEAN lainnya.
(2) Mengidentifikasi posisi produktivitas komoditas pertanian Indonesia terhadap negara-negara ASEAN lainnya.
(3) Menyusun implikasi kebijakan dalam meningkatkan dan mempertahankan daya saing dan produktivitas komodias pertanian dalam kerangkan persaingan global 1.4.
Keluaran Keluaran penelitian yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :
(1) Keragaan posisi daya saing komoditas pertanian Indonesia terhadap negaranegara ASEAN lainnya.
(2) Keragaan posisi produktivitas komoditas pertanian Indonesia terhadap negaranegara ASEAN lainnya.
(3) Implikasi kebijakan dalam meningkatkan dan mempertahankan daya saing dan produktivitas komodias pertanian dalam kerangkan persaingan global 1.5.
Perkiraan Manfaat Sebagai konsekuensi dalam penerapan kebijakan perdagangan pertanian yang
berorientasi pada pasar ekspor dan penguatan produksi dalam negeri, informasi yang berkaitan dengan peran daya saing dan stabilisasi tingkat produktivitas pertanian dalam negeri sangat dibutuhkan.
Dalam hal ini negara sangat membutuhkan informasi, bila terjadi ketidak
berdayaan dalam persaingan dengan negara lain, khususnya lingkup ASEAN, perlu diketahui secara spesifik apakah tidak berdayanya tersebut melekat di produksnya itu sendiri atau di luar produk. Dengan demikian diarahkan melalui penelitian ini akan mengetahui bagamana negara Indonesia dalam melakukan kebijakan untuk melandasi daya saing dan stabilisasi produktivitas. Sehingga penelitian ini akan mengarah pada implikasi kebijakan apa yang diperlukan dalam komoditas pertanian seperti perlunya peningkatan produktivitas, penerapan standar tertentu, stabilisasi harga, subsidi input dan lain-lain. 2. Tinjauan Pustaka 2.1.
Tinjauan Teoritis Pada teori perdagangan ditunjukkan bahwa daya saing suatu negara didasarkan pada
konsep keunggulan komparatif.
Dasar pemikiran keunggulan komparatif menurut konsep
Ricardo dan model Heckscher-Ohlin, arus perdagangan adalah hasil dari perbedaan dalam biaya produksi antar negara dan bahwa suatu negara akan mengkhususkan diri dalam produksi baik
di mana ia memiliki keunggulan biaya. Konsep seperti itu berguna ketika membandingkan antar negara, artinya ketika mengukur daya saing internasional (Latruffe 2010).
Gambar 1. Konsep Pengukuran, Penentu dan Pengaruh Daya Saing (Latruffe 2010) Dalam melihat daya saing global, terdapat 12 pilar yang menjadi pengukuran daya saing (Martin et al 2012) yaitu : (1) kelembagaan, (2) infrastruktur, (3) lingkungan makroekonomi, (4) Kesehatan dan Pendidikan Dasar, (5) Pendidikan tinggi dan pelatihan, (6) Efisiensi pasar barang, (7) Efisiensi pasar tenaa kerja, (8) Pengembangan pasar keuangan, (9)
Kesiapan
teknologim, (10) Ukuran pasar, (11) Kecanggihan bisnis dan (12) Inovasi. Cakupannya dapat dilihat dalam Gambar 1, dibawah ini. Hasil dari 12 pilar tersebut diperoleh tiga kategori yaitu : (1) factor-driven yang memiliki ciri utama ketrampilan tenaga kerja yang rendah dan mengandalkan sumberdaya alam, sehingga untuk mempertahankan daya saing-nya pada tahap ini adalah mem-fungsi-kan dengan baik kelembagaan publik dan swasta (pilar 1), infrstruktur yang baik (pilar 2), stabilisasi makroekonomi (pilar 3), dan tenaga kerja sehat yang setidaknya memiliki pendidikan dasar; (2) efficiency-driven yang memiliki ciri pengolahan produksi yang lebih efisien dan bertambahnya kualitas produk karena upah yang meningkat dan harga yang tidak meningkat, sehingga daya saing pada tahap ini digeraan oleh pendidikan dan pelatihan yang lebih tiggi (pilar 6), pasar tenaga kerja yang berfungsi baik (pilar 7), pasar keuangan yang telah berkembang (pilar 8), kemampuan untuk memanfaatkan teknologi yang sudah ada (pilar 9), dan pasar dalam dan luar negeri yang besar (pilar 10); dan (3) innovation-driven yang memiliki ciri upah dan standar hidup yang lebih tinggi lagi dimana menghasilkan produk, jasa, model dan pengolahan yang baru dan unik.
Sehingga pada tahap ini, perusahaan yang
berkompetisi adalah yang memproduksi barang-barang baru dan berbeda dengan teknologi baru, sehingga
Sumber : (Martin et al 2012) Membangun daya saing ekonomi nasional sangat terkait dengan membangun daya saing ekonomi daerah.
Penigkatan daya saing daerah adalah krusial, mengingat keberhasilan
masyarakat daerah ditentukan oleh kemampuannya beradaptasi terhadap perubahan yang cepat dan meningkatnya kompetisi pasar. Daya saing dapat diukur dengan beberapa kategori indikator. Setidaknya ada empat kategori penilaian yang digunakan untuk mengukur daya saing (Ismail dan Syafitri 2002):
Struktur Ekonomi. Komposisi ekonomi, produktivitas, output dan nilai tambah serta tingkat investasi asing atau domestik. Beberapa teknik analisis yang biasa digunakan dalam hal ini adalah Location Quotients, Shift Share Analysis, Economic Base Analysis, Regional Income Indicators, dan lainnya.
Potensi Wilayah, yang non-tradeable, seperti lokasi, prasarana, sumberdaya alam, amenity, biaya hidup dan bisnis, citra daerah. Sumberdaya Manusia. Kualitas SDM yang mendukung kegiatan ekonomi; dan Kelembagaan. Konsistensi kebijakan pemerintah serta budaya yang mendukung produktivitas.
Habibi (2011) mengemukakan bahwa kesenjangan pendapatan ini ternyata juga menyebabkan ketimpangan pada kemampuan inovasi antar wilayah.
Kesenjangan antara
wilayah pesisir dan pedalaman juga merembet pada kesenjangan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan. Orang-orang di wilayah pesisir memiliki kesempatan lebih besar untuk memperoleh pendidikan di atas sembilan tahun dibanding wilayah pedalaman. Bahkan di dalam satu kawasan pun, kesenjangan juga tetap dapat ditemui. Kesenjangan ini terjadi antara desa-kota dalam provinsi-provinsi di Cina. Rata-rata pendapatan di kota mencapai tiga kali lipat dari pendapatan di desa. Cina menjadi salah satu negara dengan rasio pendapatan desa-kota yang tertinggi. 2.2.
Hasil Penelitian Terdahuluan Penelitian tentang daya saing komoditas pertanian, khususnya yang terkait dengan
Indonesia dan ASEAN, sangat menarik untuk dikaji, mengingat beberapa ahli ekonomi pertanian ataupun lembaga-lembaga terkait mengkaji daya saing suatu negara. Khusus untuk Indonesia, negara lain akan menyoroti apakah Indonesia yang memiliki jumlah penduduk yang cukup besar 250 juta jiwa dan tingkat ekonomi yang semakin baik akan menjadi tempat tujuan pasar utama negara tertentu atau Indonesia memiliki peran yang kuat dalam produksi komoditas pertanian. Hasil penelitian Arifin (2013) telah memeriksa daya saing dan keberlanjutan beberapa komoditas pertanian utama di Indonesia , yaitu : kopi, kakao, teh , karet , jambu mete dan mangga. Urutan daya saing di antara lima komoditas tersebut yaitu : nilai RCA karet alam adalah 36.6 , jauh lebih tinggi dari RCA kakao 14.0 , RCA jambu mete 11.6 , RCA kopi 6.1 , RCA teh 5.4 dan RCA mangga adalah 0.12. Terlihat bahwa bahwa tingkat daya saing mangga juga sangat kecil. Implikasinya adalah strategi untuk kopi adalah meningkatkan mekanisme skema sertifikasi , untuk kakao adalah mengembangkan sertifikasi yang berkelanjutan dan berbasis bibit SE (Embriogenesis Somatik), untuk karet menggabungkan klonal yang berbasis pengembangan dan perlindungan hutan, untuk jambu mete memperkenalkan sertifikasi asal dan rehabilitasi lahan , dan untuk mangga mempromosikan pengembangan hortikultura terpadu di daerah dataran tinggi . Berkaitan dengan kesiapan agroindustri di Indonesia, Ismail dan Syafitri (2005) memberi indikasi bahwa diantara produk Indonesia yang memiliki daya saing cukup tinggi sebagian besar adalah produk pertanian dan agro industri. Produk lemak hewan dan nabati misalnya memiliki share tertinggi yaitu sebesar 9,5% dari total ekspor dunia dan menempati posisi dua besar dunia. Kemudian produk kopi, teh dan rempah-rempah menempati urutan 3 besar dunia dengan indeks RCA sebesar 6,55 pada tahun 1996 dan meningkat menurun menjadi 5,59 pada tahun 2000. Beberapa produk pertanian dan agroindustri yang mengalami penurunan daya
saing antara lain komoditi kopi, teh, rempah-rempah, kayu, komoditi hasil laut (ikan, udang dan lain-lain) dan karet. Namun beberapa komoditi seperti hewan hewan lemak, minyak nabati, dan komoditi kertas mengalami kenaikan daya saing. 3. Metodologi 3.1.
Kerangka Pemikiran Perdagangan regional AFTA memegang peranan penting seiring dengan peningkatan
pendapatan masyarakat regional ASEAN. Peranan pemerintah dalam memberikan akses dan regulasi
bagi
perkembangan
perdagangan
regional
merupakan
kunci
pembuka
bagi
perdagangan yang lebih baik lagi. Informasi yang terbuka bagi semua pihak atau pemangku kepentingan disini, akan menjadi pelopor dalam menentukan kebijakan ke depan. Indonesia merupakan negara terbesar dalam jumlah penduduk, sudah pasti akan menjadi tujuan utama dari negara-negara mitra dagang.
Oleh karena itu standar produk, khususnya produk
pertanian, perlu ditingkatkan bagi konsumen dalam negeri sehingga pemerintah akan lebih mudah dalam menentukan standar persyaratan masuknya barang impor ke Indonesia, dan juga ekspor pun akan mengikutinya. Identifikasi posisi daya saing dan potensinya dalam meningkatkan produksi sangat dibutuhkan dalam mencari peluang kerjasama ASEAN (AFTA) yang semakin meningkat. Oleh karena itu, dengan menggunakan data yang menjadi standar antar negara ASEAN akan memberikan informasi yang dibutuhkan dalam pengembangan produk, khususnya produk pertanian. Dalam kerangka kerjasama tersebut, informai tingkat produktivitas masing-masing negara ASEAN sangat dibutuhkan dalam meningkatkan standar produksi di berbagai negara ASEAN.
Oleh karena itu,
dengan informasi dari berbagai negara ASEAN tersebut akan
mengubah cara berfikir masyarakat pertanian Indonesia dalam menghadapi perdagangan bebas, khususnya AFTA. 3.2.
Ruang Lingkup Penelitian Berkaitan dengan penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasi posisi produk
pertanian yang berpotensi kompetitif untuk ekspor.
Informasi identifikasi ini akan berguna
untuk memanfaatkan peluang ekspor. Penelitian ini akan membuat jangka pendek dan strategi ofensif jangka panjang serta implikasi kebijakan domestik dan reformasi peraturan untuk daya saing ekspor yang berkelanjutan. Penelitian ini juga akan menetapkan strategi defensif untuk mengidentifikasi produk pertanian yang
rentan terhadap lonjakan impor dan menyarankan
rekomendasi bagi reformasi kebijakan tersebut dalam jangka panjang dan mencegah praktekpraktek perdagangan yang tidak adil selama fase transisi kerjasama perdagangan bebas. Untuk
strategi baik ofensif dan defensif, peraturan dan kebijakan yang mungkin perlu diubah akan diusulkan untuk amandemen. Berkaitan dengan identifikasi produktivitas produk pertanian di negara ASEAN, dalam penelitia ini akan melihat hubungan antara karakteristik perusahaan, seperti kepemilikan, orientasi perdagangan, dan pertumbuhan total faktor produktivitas (TFP). 3.3.
Lokasi Penelitian dan Responden Lokasi kajian dipilih secara purposif di tingkat provinsi. Provinsi terpilih adalah wilayah
yang memiliki potensi produk pertanian utama yang berpeluang untuk memberikan nilai tambah, memiliki daya saing, dan dapat bersaing di pasar ekspor. 3.4.
Data dan Metode Analisis Dua jenis data yang akan dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder.
Data
sekunder dikumpulkan di tingkat nasional dan provinsi pada dinas terkait terhadap komoditas terpilih. Keterwakilan komoditas yang menjadi produk andalan provinsi/kabupaten yang dikunjungi dianggap memadai untuk memperoleh gambaran tentang kondisi, potensi dan kelemahan komoditas yang bersangkutan bersaing di pasar global. Dukungan informasi data primer adlah untuk memperkuat hasil analisis pada data sekunder. Data primer dukumpulkan dengan teknik wawancara menggunakan kuesioner terstruktur.
Data yang terkumpul
selanjutnya akan dipilah dan diorganisasikan untuk menghasilkan tabel-tabel analisis. Penelitian ini akan menggunakan alat analisis indeks didasarkan kode
HS 6 dengan
maksud untuk analisis lebih mendalam dan untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan pertanian Indonesia. Analisis struktur, komposisi, daya saing dan geografi perekonomian daerah bersama dengan pertimbangan ekonomi politik perumusan kebijakan perdagangan dan implementasi akan membantu untuk menilai peluang sektor pertanian. Adapaun alat analisis tersebut adalah (The International Trade Centre, 2012): • Revealed Comparative Advantage (RCA) • Trade Similarity (TS) Index • Trade Specialization (ES) Index • Trade Intensity (TI) Index • Index of Intra-industry Trade (IIT) • Trade Complementarity (TC) Index Berkaitan dengan identifikasi produktivitas masing-masing negara ASEAN maka dengan fungsi produksi untuk memperkirakan tingkat TFP dan perubahan dari waktu ke waktu relevan. Untuk setiap perusahaan, kami menunjukkan output per pekerja Y sebagai fungsi dari input
modal, bahan masukan, dan masukan lainnya per pekerja, semua diukur dalam dolar konstan AS. Seperti fungsi di bawah ini (Bresnahan et al, 2013):
Y = A f(K, M, O) dimana A dikukur dari TFP, dengan asumsi teknologi Cobb-Douglas fungsi tersebut menjadi :
3.5.
Analisis Resiko
No I.
RISIKO Komoditas sebagai acuan analisis tidak sesuai dengan kode HS 6 digit
II.
Beragam dan luasnya cakupan kebijakan perdagangan (tarif dan non-tarif serta lainnya) yang diterapkan oleh negara ASEAN
III. Terbatasnya informasi dan data yang dapat didapatkan tentang kebijakan-kebijakan terutama yang terkait kebijakan perdagangan dari negaranegara ASEAN
PENYEBAB Keterbatasan kode HS 6 dalam melihat indikator perdagangan
DAMPAK Hanya komoditas tertentu saja yang bisa sesuai dengan kode HS 6 digit, beberapa komoditas analisis masih memeperlukan komoditas diatas 6 digit Hanya beberapa Keragaman posisi, status, kebijakan perdagangan dan target negara ASEAN serta keragaman berbagai (tarif dan non-tarif) utama yang terukur komoditas yang di dan tersedia data dan ekspor/diimpor informasinya yang signifikan saja yang dianalisis padahal dampak kebijakan perdagangan lain yang diabaikan bisa saja lebih signifikan Indikator dan data Kesulitan mendapatkan informasi dan data tentang tentang kebijakan termasuk kebijakan kebijakan termasuk perdagangan dari kebijakan perdagangan negara mitra kurang Negara ASEAN baik dari signifikan, tidak kantor pemerintah resmi lengkap, tidak terukur, maupun dari lembaga internasional dan atau web dan kurang dapat diandalkan
Daftar Pustaka Arifin, B. 2013. On the Competitiveness and Sustainability of the Indonesian Agricultural Export Commodities. ASEAN Journal of Economics, Management and Accounting 1 (1) : 81-100 (June 2013) Bresnahan, L., I. Coxhead, J. Foltz, and T. Mogues. 2013. Does Freer Trade Really Lead to Productivity Growth? Evidence from Africa. International Food Policy Research Institute. Dwisaputra, R., 2007. Kerjasama Perdagangan Regional dalam Kerjasama Perdagangan Internasional : Peluang dan Tantangan Bagi Indonesia. Bank Indonesia. Jakarta Habibi, M. 2011. Memahami ACFTA dari Perspektif ‘Masyarakat Jaringan’. Wilayah 2 (1): 99-149
Jurnal Kajian
Isamail, M. Dan W. Syafitri. 2005. Model Pengembangan Agroindustri Unggulan Untuk Memperkuat Daya Saing Daerah. TEMA 6 (1) : 26-50 (Maret 2005) Latruffe, L. 2010. Competitiveness, Productivity and Efficiency in the Agricultural and AgriFood Sectors. OECD Food, Agriculture and Fisheries Papers. No. 30, OECD Publishing. http://dx.doi.org/10.1787/5km91nkdt6d6-en Linnan, D.K.. 2003. Multilateral Trade (WTO, Free Trade Area di Tingkat Regional (AFTA) atau Free Trade Agreement Bilateral. Makalah pada seminar Indonesia dan Perdagangan Internasional tanggal 24 Juli 2003. Kerjasama Universitas Indonesia dengan University od South California. Martin, X.S., B.B. Osorio, J. Blanke, R. Crotti, M. D. Hanouz, T. Geiger and C. Ko. 2012. The Clobal Competitiveness Index 2012-2013 : Strengthening Recovery by Raising Productivity in The Global Competitiveness Report 2012-2013. World Economic Forum. Geneva. The International Trade Centre. 2012. Enhancing Pakistan’s Agricultural Sector Exports To India Trade Related Technical Assistance (TRTA II) Programme. Islamabad, Pakistan. Bresnahan, L., I. Coxhead, J. Foltz, and T. Mogues. 2013. Does Freer Trade Really Lead to Productivity Growth? Evidence from Africa. International Food Policy Research Institute.