PROPOSAL PENELITIAN OPERASIONAL TA. 2013
PENGARUH KEBIJAKAN PERDAGANGAN NEGARA-NEGARA MITRA TERHADAP KINERJA DAN DAYA SAING EKSPOR KOMODITAS PERTANIAN INDONESIA
Oleh: Budiman Hutabarat Saktyanu K. Dermoredjo Frans Betsi M. Dabukke Arief Iswariyadi Muhammad Iqbal Eddy S. Yusuf Dondy A. Setiabudi
PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN 2013
I. 1.1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Gelombang globalisasi dan liberalisasi perdagangan di seluruh dunia yang
diformalkan melalui perundingan perdagangan dunia oleh Organisasi Perdagangan Dunia/OPD atau World Trade Organization/WTO, melalui instrumen tiga pilar akses pasar, bantuan domestik dan subsidi ekspornya, dalam beberapa hal telah mengubah pola perdagangan komoditas dunia dan antara satu negara ke negara yang lain, sehingga dengan sendirinya kinerja dan daya saing ekspor pertanian negara-negara di dunia telah berubah atau menyesuaikan diri terhadap aturan perdangan yang baru ini. Ada negara yang menyesuaikan dirinya secara konsisten dengan cepat terhadap semua pilar, tetapi ada pula negara yang melakukannya secara bertahap dan atau terhadap beberapa aturan di pilar tertentu saja dan di pilar lain tidak mengalami perubahan sedikitpun dan ada pula negara yang belum melakukan penyesuaian sama sekali. Bersamaan dengan gerakan perdagangan multilateral yang diwadahi OPD, kesepakatan perdagangan bebas/KPB atau Free
Trade Agreement/FTA atau persetujuan perdagangan kawasan/PPK atau Regional Trade Agreement/RTA juga telah berkembang sejak tahun 1990an. Sampai tanggal 15 Januari 2012 yang lalu, telah ada 511 pengajuan PPK (termasuk barang dan jasa secara terpisah) telah diterima GATT/WTO. Tiga ratus sembilan belas diantaranya telah berjalan (WTO 2012) dan umumnya bersifat timbal-balik di antara dua atau lebih mitra dagang, sedangkan Aturan Perdagangan Preferensial/APP atau
Preferential Trade Arrangements/PTAs yang sudah berlaku sejak puluhan tahun, saat ini masih banyak yang bertahan dan banyak yang berkembang juga. Secara total OPD mencatat ada sekitar 24 APP yang berjalan (WTO 2012). Hal ini juga akan mempengaruhi perkembangan ekspor komoditas pertanian suatu negara. Secara teoretis, sebagaimana dikumandangkan berbagai ahli perdagangan internasional, apabila perpindahan dan pergerakan komoditas dari satu negara ke negara lain tidak dihambat oleh kebijakan perdagangan dan subsidi, atau dengan 1
perkataan lain jika suatu negara mempunyai keunggulan komparatif pada suatu komoditas dan negara lain tidak mempunyainya, tetapi memiliki keunggulan komparatif pada komoditas lainnya, maka kedua negara dipastikan akan mendapat manfaat dari perdagangan komoditas-komoditas tersebut. Inilah pegangan dan acuan dalam perundingan di OPD untuk menyusun aturan-aturan pelaksanaannya. Di fihak lain, KPB oleh negara-negara yang terbatas secara teori mungkin memberikan manfaat bagi pesertanya, tetapi negara-negara yang bukan peserta akan dirugikan. Masalahnya sekarang, apakah negara-negara anggota OPD dan atau negara-negara anggota KPB menerapkan kesepakatan yang mereka buat secara konsisten, mengingat betapa kompleksnya tali-temali antara berbagai faktor yang mempengaruhi arus perdagangan komoditas dunia dan kawasan. Di sisi lain, sementara berbagai hambatan perdagangan telah banyak yang dialihkan ke bentuk tarif dan tingkat tarif juga banyak yang telah diturunkan atau setidaknya diturunkan secara bertahap, terutama oleh negara-negara berkembang; pada saat yang sama hambatan perdagangan bukan tarif atau rintangan bukan perdagangan seperti
technical barrier to trade/TBT dan sanitary and phytosanitary/SPS measures untuk barang-barang dan jasa-jasa juga semakin berkembang. Hal ini terlihat pada aturanaturan seperti penjaminan
kesehatan, keamanan dan kesejahteraan konsumen
serta aturan dalam negeri untuk jasa-jasa seperti krisis keuangan baru-baru ini, kebijakan yang berkaitan dengan perubahan iklim dan bahkan sebagai mekanisme untuk melindungi industri dalam negeri. Selanjutnya, fenomena ini dapat dilihat dari tindakan-tindakan negara yang bersifat melindungi ekonominya sendiri, seperti penyelesaian persetujuan perdagangan yang tertunda-tunda, peningkatan jumlah perselisihan perdagangan yang diajukan ke Dispute Settlement sejak 1995 serta dukungan terhadap globalisasi perdagangan semakin menurun di UE dan AS, tetapi meningkat di pasar-pasar baru dan negara-negara berkembang (Bussiere et al. 2010 dan Bacchetta and Beverelli 2012). Perkembangan rantai produksi global menimbulkan bentuk baru imbas kebijakan di luar perbatasan. Selain itu, perusahaan semakin mengandalkan baku privat untuk mengatasi tantangan yang mereka hadapi dalam rantai pasoknya yang berakibat pada akses pasar (WTO 2
2012). Brou and Ruta (2009) di dalam WTO (2012) menunjukkan bahwa kesepakatan yang melakukan pengekangan tarif di satu fihak, tetapi membiarkan hambatan bukan-tarif yang lain seperti subsidi domestik tidak diikat atau dapat diubah-ubah, tidak akan memberikan komitmen yang efektif. Sementara fihak yang banyak mengandalkan instrumen tarif adalah negara-negara berkembang/NB dan fihak yang menggunakan bantuan subsidi adalah negara-negara maju/NM. Dengan perkembangan jumlah negara yang semakin mengandalkan tindakan bukan tarif ini, termasuk pertimbangan kesehatan, keamanan dan lingkungan, WTO (2012) bahkan menyimpulkan adanya kebutuhan untuk mengembangkan aturan-aturan untuk memudahkan kerjasama dalam pengidentifikasian penggunaan hambatan bukan tarif yang efisien dan sahih. Dampaknya terhadap perdagangan mungkin sangat kecil, tetapi kebijakankebijakan ini dapat dirancang dan dilaksanakan secara tidak sengaja menghambat perdagangan dan ekspor negara atau perusahaan di negara berkembang. Meskipun tarif telah menurun sejak kelahiran the General Agreement on Tariffs and Trade/GATT tahun 1948, berbagai negara semakin mengandalkan rintangan bukan tarif atau non-tariff measures/NTMs.yang didasarkan pada berbagai tujuan kebijakan.
1.2.
Dasar Pertimbangan Indonesia merupakan anggota OPD, anggota ASEAN Free Trade Area/FTA,
anggota ASEAN-China FTA/ACFTA, anggota ASEAN-Australia-New Zealand FTA, anggota ASEAN-Korea FTA, anggota ASEAN-India FTA, anggota ASEAN-Japan FTA, dan anggota Indonesia-Japan Partnership Agreement dan telah berusaha membuka pasar dalam negerinya dengan mengikuti kesepakatan menurunkan tarif impor berbagai produk pertanian dan olahannya. Jadi dengan konstelasi pola perdangan seperti ini, Indonesia masih tetap mengharapkan bahwa ekspor pertanian atau hasil olahannya dapat tetap berkembang, berdayasaing dan mampu bersaing di pasar internasional. Permasalahannya adalah apakah harapan seperti itu terlihat dalam 3
kenyataan dan dapat dibuktikan secara empiris melalui data dan informasi yang ada. Untuk menelaah masalah itulah penelitian ini dilakukan. Penelitian ini diperlukan karena tantangan yang dihadapi sektor pertanian dalam konteks pola perdagangan 1.3.
Tujuan Tujuan penelitian terdiri dari:
1.
Mengidentifikasi komoditas pertanian utama yang diekspor ke negara mitra utama dari Indonesia,
2.
Mengidentifikasi kebijakan perdagangan dan kebijakan pemerintah negara mitra utama yang berkaitan dan berpengaruh terhadap komoditas pertanian utama yang diimpor dari Indonesia,
3.
Menganalisis dampak kebijakan perdagangan dan kebijakan pertanian negara mitra utama terhadap produksi dan ekspor komoditas pertanian dari Indonesia.
1.4.
Keluaran yang Diharapkan
1.
Satu paket senaraian (list) komoditas pertanian yang diimpor negara mitra utama dari Indonesia,
2.
Satu paket senaraian kebijakan perdagangan (tarif dan bukan-tarif) dan kebijakan pemerintah negara mitra utama yang berkaitan dan berpengaruh terhadap komoditas pertanian utama yang diimpor dari Indonesia,
3.
Satu paket data, informasi dan pengetahuan tentang dampak kebijakan perdagangan dan kebijakan pertanian negara mitra utama terhadap produksi dan ekspor komoditas pertanian dari Indonesia,
4.
Rumusan kebijakan dalam mengantisipasi dan merespons dan mengantisipasi kebijakan perdagangan dan kebijakan pertanian negara mitra utama.
4
1.5.
Perkiraan Manfaat dan Dampak
1.
Penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberi
informasi
tentang
strategi
pengembangan komoditas yang berpotensi diperdagangkan ke negaranegara mitra dan strategi perdagangannya. 2.
Dengan perolehan informasi dan data ini, Direktorat Jenderal Pemasaran dan Pengolahan
Pertanian,
dan
Direktorat-direktorat
Jenderal
di
lingkup
Kementerian Pertanian dapat menyusun program pengembangan komoditas di tingkat produksi dan pengolahannya secara lebih terarah.
5
II.
2.1.
TINJAUAN PUSTAKA
Kerangka Teoritis Setiap negara di dunia ini mempunyai tujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan
warganya,
antara
lain
dengan
mengolah
sumberdaya
yang
dimilikinya: alam, manusia, teknologi, manejemen, teknologi dan lain sebagainya dan bahkan untuk memanfaatkan semua itu sehemat dan seefisien mungkin dengan tingkat kesejahteraan tertentu atau untuk mencapai tingkat kesejahteraan tertinggi dengan
memanfaatkan
sumberdaya.tertentu,
termasuk
di
dalamnya
untuk
melakukan perdagangan dan peminjaman modal dan melakukan investasi. Evolusi dari pemikiran untuk mencapai tujuan peningkatan kesejahteraan ini memunculkan beberapa
model analisis
untuk
menjelaskan mengapa negara-negara
mau
berdagang satu sama lain dan membuat rumusan kebijakan bagaimana sebaiknya perdagangan harus dilakukan. Beberapa model yang dicatat dalam literatur antara lain adalah: (i) Smith, (ii) Ricardo, (iii) Hechscher-Ohlin, (iv) Faktor khas, (v) Teori perdagangan baru, (vi) Gravitas, (vii) Teori Ricardian, (viii) Teori kontemporer, (ix) Teori perdagangan Ricardian baru, (x) Barang setengah jadi yang diperdagangkan, dan (xi) Teori perdaganga Ricardo-Sraffa.
Namun, satu pun dari teori ini belum
dapat menjawab dengan baik pertanyaan mengapa perdagangan antar berbagai negara terjadi, apalagi mencari jawaban yang berlaku umum bagi setiap negara, sehingga rumusan kebijakannya pun banyak yang tidak sesuai dengan kenyataan yang dihadapi suatu atau berbagai negara. Helpman (1998) menyatakan bahwa memang kita saat ini telah memiliki ragam teori perdagangan internasional yang mengutamakan ekonomi skala, pemilahan produk dan perbedaan komposisi faktor sebagai penentu dari struktur perdagangan dunia. Kalau dipadukan, mereka dapat menjelaskan pola pokok pengkhususan perdagangan, volume perdagangan, kandungan faktor perdagangan, dan pola perdagangan antar kawasan secara luas. Meskipun upaya penelitian secara massif selama 20 tahun terakhir telah berjalan, tetapi hasil-hasilnya belum lengkap. Ini adalah akibat dari kenyataan bahwa kita 6
mengejar ke titik sasaran yang bergerak, karena sifat perdagangan dunia berubah dengan laju sangat cepat. Sampai saat ini, kenyataan menunjukkan bahwa hampir setiap negara memberikan perlindungan terhadap ekonomi dan industri dalam negerinya sendiri, melalui berbagai cara, sehingga komoditas dari suatu negara tertentu terhambat masuk ke negara yang lain. Banyak ragam kebijakan yang dapat dilakukan atau ditempuh negara yang bersangkutan, yakni melalui: (i)
Pembatasan akses pasar: Ini ditujukan untuk membuat hasil produksi sendiri
lebih murah di dalam negeri dan lebih meluas penyebarannya yang dilakukan dengan berbagai rintangan perdagangan (tarif dan rintangan bukan-tarif seperti pembatasan jumlah impor atau kuota, pembatasan akses pasar dan lisensi, pembatasan permodalan asing dan mitra usaha, monopoli impor dan lain-lain) serta rintangan bukan-perdagangan seperti sistem hukum yang terbatas keefektifan dan penegakannya, hak kekayaan intelektual yang terbatas, ragam isu antar-budaya, hak azasi manusia dan sosial, isu buruh anak-anak dan lingkungan hidup, pengawasan teknis baik di tingkat pusat dan daerah, antidumping. Kadang-kadang literatur juga menggolongkan pembatasan akses pasar ini ke dalam dua golongan, yakni: rintangan kuantitatif dan tindakan kualitatif. Di dalam tindakan kuantitatif yang terutama adalah tarif, termasuk juga kuota dan pembatasan impor, subsidi and pengendalian jumlah barang yang beredar. Semuanya digolongkan ke dalam tindakan kuantitatif karena mudah dilambangkan dalam angka dan juga relatif mudah diukur karena pada umumnya diumumkan ke publik. Sebaliknya, hambatan kualitatif mengacu pada kebijakan pemerintah dan aturan-aturan yang secara langsung atau tidak langsung menghambat perdagangan bebas. Contoh-contohnya adalah kebijakan persaingan, kebijakan industri, perlakuan berbeda terhadap modal asing, perbedaan perhitungan bea masuk atau cukai dan pengelompokan, baku industri dan mutu. Oleh karena itu, hambatan kualitatif lebih sulit diukur karena; pertama, mungkin tidak disampaikan ke publik dan kedua tidak dinyatakan dalam angka. Analisis tentang pengenaan tarif atau pemotongannya telah banyak dilakukan dan pada umumnya dapat diperikan dalam bentuk grafik yang sederhana. 7
Dari pemaparan tentang alasan-alasan penerapan hambatan tarif atau perlindungan industri domestik dan penghapusannya untuk menuju ke arah perdagangan bebas, kenyataan menunjukkan bahwa banyak negara masih membatasi perdagangannya. Bentuk hambatan perdagangan utama adalah tarif, kuota, embargo, persyaratan lisensi, penerapan baku dan subsidi. Sebagaimana disebutkan dalam Anakbab Tujuan Penelitian, sasaran penelitian ini antara lain untuk menginventatisasi berbagai kambatan tarif atau perlindungan domestik dengan segala turunannya yang berpengaruh terhadap kinerja ekspor komoditas pertanian Indonesia. Sebagai suatu ilustrasi adalah dampak pengenaan tarif secara bersamaan terhadap suatu komoditas, seperti digambarkan pada Diagram 1. Tentu ada beberapa andaian-andaian yang dipakai untuk menganalisis tarif ini, antara lain: (1) Negara yang berdagang hanya 2, A dan B, (2) Setiap negara mempunyai produsen dan konsumen produk yang diperdagangkan, (3) Produk bersifat seragam, (4) Pasar bersaing sempurna yang berimplikasi: (i) Perusahaan memproduksi sejumlah barang pada titik keuntungan maksimum dan konsumen memaksimumkan
kepuasan
atas
barang
yang
dibeli,
(ii)
Barang
yang
diperjualbelikan sama dan dapat disubstitusikan, (iii) Perusahaan dapat masuk atau ke luar dari industri secara bebas tergantung dari adanya keuntungan, (iv) Informasi tersedia secara sempurna, dan (5) Sebelumnya kedua negara berdagang secara bebas.
Anggap A Negara Besar Andaikan hanya ada dua negara yang terlibat dalam perdagangan produk, satu negara pengimpor dan satu negara pengekspor. Kurva penawaran dan permintaan ,masing-masing negara diperlihatkan pada Diagram 1. HB adalah harga keseimbangan perdagangan bebas. Pada harga HB, tambahan permintaan A sama dengan tambahan penawaran B. Angka impor dan ekspor diperlihatkan oleh garis putus-putus di setiap negara, yakni perbedaan antara penawaran dan permintaan pada harga pasar bebas HB. Kalau A sebagai negara besar menerapkan tarif impor, 8
maka harga barang meningkat di pasar domestik A dan harga dunia menurun. Andaikan setelah pengenaan tarif harga di A meningkat menjadi HmT dan harga di B turun menjadi HxT . Kalau tarifnya pajak yang khas, maka nilainya adalah T = HmT -
HxT sama dengan panjang garis tegak potong-potong di kedua grafik. Kalau tarifnya pajak ad valorem, maka nilainya adalah T = (HmT / HxT) - 1. Hasil perhitungan dampak pengenaan tarif ini dapat diringkas pada Tabel 1. Jadi bagi negara besar yang mengimpor, secara umum berlaku bahwa: (1) jika ia mengenakan tarif yang rendah, kesejahteraan nasionalnya akan meningkat, (2) jika tarif terlalu tinggi, kesejahteraan nasionalnya akan merosot, dan (3) ada suatu tarif optimal positif yang dapat memperbesar kesejahteraan nasionalnya. Sedangkan bagi negara pengekspor terjadi penurunan kesejahteraan nasional, karena surplus produsen menurun meskipun surplus konsumen meningkat. Namun, perlu diperhatikan atas terjadinya distribusi pendapatan, yakni sebagian kelompok mendapat manfaat sementara sebagian kelompok lain menerima kerugian, di mana jumlah nilai kerugian lebih besar daripada manfaat.
Negara A (Pengimpor) D
HB HxT
S
B
HmT
S
D
A E
Negara B (Pengekspor)
H
C F
G
a
b e
H
c f
g
d h
D SmT
Diagram 1.
DmT
J
DxT
SxT
Ilustrasi dampak kesejahteraan pengenaan tarif negara pengimpor besar
9
J
Tabel 1.
Dampak Kesejahteraan Pengenaan Tarif Impor Negara
Negara
Pengimpor
Pengekspor
Surplus Konsumen
- (A + B + C + D)
+e
Surplus Produsen
+A
- (e + f + g +h)
Penerimaan Pemerintah
+ (C + G)
0
Kesejahteraan Nasional
+ G - (B + D)
- (f + g + h)
Kesejahteraan Dunia
- (B + D) - (f + h)
Anggap A Negara Kecil Negara ini menghadapi harga dunia dalam pasar bebas sebesar HB. Keseimbangan pasar bebas terlihat di Diagram 2 dibawah dengan HB adalah harga pasar bebas. Pada harga senilai ini permintaan domestik adalah DB, sebagian diperoleh dari pasar domestik sebesar SB, dan sisanya dari impor sebesar (DB -
SB). Kalau A mengenakan tarif khas, maka harga di dalam negeri meningkat senilai tarif itu. Andaikan harga di A meningkat menjadi HmT akibat tarif tersebut. Nilai tarif adalah t = (HmT - HB), yang besarnya adalah garis putus-putus pada diagram. Hasil perhitungan dampak kesejahteraan pengenaan tarif ini bagi konsumen, produsen dan pemerintah negara pengimpor serta agregat nasional diringkas pada Tabel 2.
10
H
D
Negara A (Pengimpor) S
HmT A HB
SB
Diagram 2.
Tabel 2.
C
B
SmT
D
DmT
DB
J
Ilustrasi dampak kesejahteraan pengenaan tarif negara pengimpor kecil
Dampak Kesejahteraan Pengenaan Tarif Impor Negara Pengimpor
Surplus Konsumen
- (A + B + C + D)
Surplus Produsen
+A
Penerimaan Pemerintah
+C
Kesejahteraan Nasional
- (B + D)
11
III. 3.1.
METODOLOGI
Kerangka Pemikiran Mengikuti uraian yang disampaikan dalam Bab Kerangka Teoritis sebelumnya,
kinerja perdagangan sangat dipengaruhi oleh ada tidaknya pengenaan hambatan perdagangan berupa tarif dan lain-lain atau hambatan bukan-perdagangan serta instrumen-instrumen lain yang mungkin tidak kasat mata atau terpublikasi secara meluas. Dengan demikian, ada tidaknya hambatan ekspor di negara-negara pengimpor ini akan terdeteksi dalam perkembangan ekspor Indonesia, dalam jumlah, volume atau nilai ke negara-negara tersebut. Indikator-indikator jumlah, volume atau nilai ekspor ini lazimnya tersedia dalam berbagai sumber data sekunder, sehingga peneliti tidak perlu menciptakan indicator baru lagi. Indonesia aktif dalam perdagangan dunia pada berbagai ragam komoditas, termasuk pertanian. Secara garis besar, komoditas yang diperdagangkan tersebut, kalau menggunakan Kode HS 2-Angka, berada dalam Kode HS 01-02, 04-21, 40 dan 52, tetapi pegelompokan ini masih terlalu umum dan setiap kelompok mencakup ribuan mata dagang (Tabel 3). Oleh karena itu, tim penelti mencermati pemilihan komoditas yang ada di kelompok-kelompok HS ini untuk kemudian ditelusuri kinerja ekspornya di berbagai Negara tujuan ekspor. Cakupan waktu yang akan diambil sebagai patokan adalah perkembangan ekspor selama 5 tahun terakhir. Tabel 3.
Pengelompokan Komoditas Pertanian menurut Perjanjian Pertanian/PP, OPD
Kode HS 2Angka
Nama Komoditas
01
Binatang hidup
02
Daging dan sisa daging yang dapat dimakan
04
Produk susu; telur unggas; madu alam; produk hewani yang dapat dimakan, Dairy produce; birds' eggs; natural honey; edible products of animal origin,
12
tidak dirinci atau termasuk dalam pos lain 05
Produk hewani, Products of animal origin, tidak dirinci atau termasuk dalam pos lain
06
Pohon hidup dan tanaman lainnya; umbi, akar dan sejenisnya; Live trees and other plants; bulbs, roots and the like; bunga potong dan daun ornamen
07
Sayuran dan akar serta bonggol tertentu yang dapat dimakan
08
Buah dan buah bertempurung yang dapat dimakan; kulit dari buah jeruk atau melon
09
Kopi, teh, mate dan rempah-rempah
10
Serealia
11
Produk industri penggilingan; malt; pati; inulin; gluten gandum
12
Biji dan buah mengandung minyak; bermacam-macam butir, biji dan buah; tanaman industri atau tanaman obat; jerami dan makanan ternak
13
Lak; getah, damar dan sap serta ekstrak nabati lainnya
14
Bahan anyaman nabati; produk nabati tidak dirinci atau termasuk dalam pos lain
15
Lemak
dan
minyak hewani
atau
nabati
serta produk
disosiasinya; lemak olahan yang dapat dimakan; malam hewani atau malam nabati 16
Olahan dari daging, dari ikan, dari krustasea, moluska atau invertebrata air lainnya
17
Gula dan kembang gula
18
Kakao dan olahan kakao
19
Olahan dari serealia, tepung, pati atau susu; produk industri kue
20
Olahan dari sayuran, buah, biji/kacang atau bagian lain dari tanaman
21
Bermacam-macam olahan yang dapat dimakan
40
Karet dan barang daripadanya
52
Kapas
Sumber : BTBMI.
13
Berhubung komoditas-komoditas dalam Kode HS 2-Angka masih terlalu luas, tidak mudah menelusuri dan mengidentifikasikan komoditasnya karena merupakan agregasi ribuan mata dagang, serta agar penelitian ini dapat dilakukan di lapangan, maka peneliti perlu mengikuti enam (6) langkah sebagai berikut: 1.
Menginventarisasi jenis komoditas pertanian ekspor Indonesia dan jumlah serta
nilainya
selama
lima
tahun
terakhir
secara
agregat,
tanpa
memperhatikan negara tujuan ekspornya, 2.
Dari inventarisasi ini, tim peneliti secara sengaja mengesampingkan komoditas-komoditas perkebunan yang terkait dengan kelapa sawit, karet, kakao, kopi dan teh karena berbagai penelitian sudah banyak dilakukan untuk komoditas-komoditas ini; serta komoditas-komoditas perikanan yang tidak lagi merupakan komoditas-komoditas yang menjadi binaan Kementerian Pertanian,
3.
Atas dasar pertimbangan-pertimbangan di butir (1) dan (2), dilakukan pemilihan pelabuhan utama (berdasarkan nilai ekspornya) yang mengekspor komoditas pertanian di Indonesia, sekaligus mengidentifikasi komoditas pertanian utama yang diekspor dari pelabuhan terpilih,
4.
Kemudian dari setiap pelabuhan ekspor dipilih satu komoditas yang bernilai ekspor paling besar dan laju pertumbuhan nilai ekspornya juga tinggi, yang selanjutnya dipertimbangkan sebagai komoditas yang diteliti lebih lanjut,
5.
Menetapkan negara tujuan komoditas pertanian utama yang terpilih di butir (4),
6.
Menginventarisasi jenis hambatan yang mempengaruhi ekspor komoditaskomoditas pertanian terpilih di butir (4) dan mencari kaitannya dengan kebijakan perdagangan dan kebijakan lain yang berpengaruh,
7.
Melakukan analisis deskriptif dan inferensial intensif terhadap indikatorindikator volume, jumlah, atau nilai ekspor dan hubungannya dengan faktorfaktor penghambat di butir (6) dan peubah yang mempengaruhinya,
14
8.
Melakukan analisis simulasi dampak perubahan hambatan-hambatan yang dipertimbangkan dengan kinerja ekspor pertanian Indonesia di Negara pengimpor.
3.2.
Ruang Lingkup Kegiatan Sampai saat ini ragam komoditas ekspor yang menonjol masih seputar
produk bahan mentah atau setengah-jadi perkebunan seperti minyak sawit mentah, biji kakao asalan, biji kopi asalan, kopra dan berbagai komoditas rempah-rempah lainnya. Berhubung penelitian pada komoditas-komoditas tersebut sudah sangat sering dan banyak dilakukan, maka penelitian ini memilih komoditas-komoditas selain itu. Untuk itu penelitian ini akan menyoroti komoditas-komoditas yang juga berupa bahan mentah dan berpotensi dikembangkan menjadi produk setengah jadi atau jadi, tetapi belum banyak diangkat dalam penelitian-penelitian sebelumnya, meskipun pada saat ini volume dan nilai ekspornya masih jauh dibandingkan komoditas ekspor pertanian yang disebutkan di atas. Namun, demikian penentuan jenis-jenis komoditas ini tidaklah mudah, karena sangat mungkin pos tarif (tariff
line) komoditas-komoditas ini, dalam hal ini Kode HS lebih dari 4-Angka, belum ada sehingga ia masuk dalam suatu kelompok besar. Untuk itu para peniliti menempuh langkah-langkah sebagai berikut: 1.
Berdasarkan ruang lingkup masalah dan Anakbab Kerangka Pemikiran diatas, komoditas yang menjadi perhatian dan data yang dibutuhkan dalam penentuan jenis komoditasnya ditentukan dari besaran berat, jumlah dan volume ekspor selama lima (5) tahun terakhir, yaknitahun 2007 sampai dengan 2011 secara agregat, dari pelabuhan terpilih tanpa memperhatikan negara tujuan ekspornya,
2.
Dari inventarisasi ini, secara sengaja komoditas-komoditas perkebunan yang terkait dengan kelapa sawit, karet, kakao, kopi dan teh serta komoditaskomoditas perikanan diabaikan, sehingga diperoleh gambaran tentang nilai ekspor komoditas pertanian lain dari berbagai pintu keluar ekspor di Indonesia, 15
3.
Berdasarkan hasil butir (2) dipilih pelabuhan utama yang mengekspor hasil pertanian melalui pertimbangan nilai ekspornya,
4.
Setelah
pelabuhan
utama
ekspor
pertanian
teridentifikasi,
langkah
selanjutnya adalah mengurai jenis komoditas pertanian utama yang diekspor dari pelabuhan terpilih tersebut, dan memilih komoditas pertanian ekspor utama, berdasarkan pertimbangan nilai ekspornya dan laju pertumbuhannya , 5.
Komoditas-komoditas pertanian ekspor yang terpilih ini kemudian diikuti aliran perdagangannya mulai dari petani, pedagang desa, pedagang kecamatan, pedagang besar atau ekspor sampai negara-negara tujuan ekspornya,
6.
Di negara-negara tujuan, tim peneliti akan menggali data dan informasi tentang negara-negara lain sebagai sumber pemasok komoditas yang sama dengan komoditas pertanian ekspor Indonesia dan memperbandingkan kinerja ekspor sesama negara pemasok ini, yang diwakili oleh perkembangan, kecenderungan penurunan atau peningkatan pada peubah-peubah seperti volume, nilai, dan harga komoditas ekspor pertanian di pelabuhan ekspor (FOB) dan di negara-negara tujuan (CIF) serta harga-harga di pasar dunia, pangsa pasar dan perkembangan pangsa pasar Indonesia di negara-negara tujuan,
7.
Pada setiap simpul-simpul pemasaran atau perdagangan ini, terutama di dalam negeri akan dilakukan wawancara terhadap pelakunya untuk menggali informasi tentang berbagai hal menyangkut: aspek produksi mencakup antara lain ketersediaan masukan seperti bibit, penggunaan pupuk, pola pemasaran, kendala budidaya, kesesuaian harga; aspek pemasaran, menyangkut ketersediaan bahan baku, bentuk produk yang diperdagangkan, ketersediaan dan sumber permodalan, pemahaman tentang pasar ekspor dan kesesuaian mutu produk untuk ekspor, serta kebijakan pendukung dan penghambat usaha ekspor di dalam negeri dan negara tujuan. Sementara tentang kebijakan negara tujuan, akan digali data dan informasi tentang kebijakankebijakan yang menghambat atau mendorong impor komoditas pertanian dari 16
Indonesia dari berbagai sumber seperti literatur, penelusuran daring (online search) di jejaring komunikasi, komunikasi dengan perwakilan perdagangan atau pertanian, kamar dagang di negara-negara tujuan ekspor, 8.
Selain menganalisis data secara langsung, data dan informasi kuantitatif dan kualitatif di butir (6) juga akan digunakan untuk membangun skenarioskenario untuk analisis simulasi perubahan kebijakan perdagangan dan atau kebijakan lain yang berkaitan dengan ekspor komoditas pertanian Indonesia,
9.
Merumuskan kesimpulan dan saran-saran kebijakan dari hasil analisis data dan informasi yang diperoleh dari kegiatan wawancara dan metoda pengolahan data.
3.3.
Lokasi Penelitian dan Responden
3.3.1. Dasar Pertimbangan Berdasarkan ruang lingkup masalah dan penjelasan sebelumnya, daftar pelabuhan utama pengeksporan komoditas pertanian yang dipertimbangkan dan menjadi nmenjadi sorotan penelitian ini tertera di Lampiran Tabel 1. Pelabuhanpelabuhan tersebut adalah Tanjung Priok (Jakarta), Tanjung Perak (Surabaya), Belawan
(Medan),
Panjang
(Lampung),
dan
Bitung,
Manado.
Selanjutnya,
berdasarkan nilai kumulatif ekspor komoditas pertanian selama 5 tahun kemudian dipilih komoditas-komoditas pertanian, yang diwakili oleh pos tarif dan nama komoditasnya, yang memiliki nilai kumulatif ekspor tertinggi untuk setiap pelabuhan utama tadi. Senaraian komoditas untuk setiap pelabuhan tertera pada Lampiran Tabel 2. Dari pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta ekspor utama adalah produk kembang gula (termasuk coklat putih), tidak mengandung kakao: Lainnya (HS 1704909000); dari pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya produk pertanian ekspor utama adalah kacang mede berkulit (HS 0801310000); pelabuhan Belawan, Medan terutama mengekspor biji pinang (betel nuts) dengan nomor HS 0802901000; dari pelabuhan Panjang, Lampung diekspor komoditas nanas (HS 2008200000); dan pelabuhan Bitung, Manado lebih utama mengekspor minyak
17
kelapa (kopra) dan fraksinya minyak mentah dengan nomor HS 1513110000. Namun, karena produk kembang gula (HS 1704909000) sudah lebih mengarah ke produk industri, maka analisis untuk komoditas ini dilakukan tidak terlalu mendalam sehingga komoditas ekspor pertanian dari Tanjung Priok akan diutamakan pada komoditas-komoditas ekpor pertanian dari pelabuhan di atas lainnya, yakni HS 0801310000), HS 0802901000, HS 2008200000, dan HS 1513110000. Selain itu komoditas biji pinang (HS 0802901000) yang diekspor dari pelabuhan Belawan juga diabaikan pada penelitian ini, karena nilai kumulatif ekspornya selama 5 tahun terakhir hanya sekitar 55 persen dari nilai ekspor nanas dan olahannya (HS 2008200000) dari pelabuhan Panjang. 3.3.2. Lokasi dan Responden Berdasarkan data dan informasi tentang pelabuhan utama dan komoditas utama di atas, dengan demikian lokasi-lokasi penelitian akan berada di provinsi DKI Jakarta, Jawa Timur, Lampung, dan Sulawesi Utara, sedangkan kabupaten/kotanya akan ditentukan kemudian. DKI Jakarta menjadi lokasi penelitian karena dengan teridentifikasinya komoditas-komoditas pertanian beserta nomor HSnya di atas, maka dengan sendirinya wilayah Jakarta juga layak menjadi lokasi penelitian, karena penentu kebijakan serta pemangku kepentingan komoditas pertanian ekspor banyak terdapat di sini. Cakupan responden data primer adalah mulai dari kelompok petani, nara sumber (pedagang pengumpul, pedagang besar atau pengekspor), dan nara sumber-nara sumber lain di bidang perdagangan komoditas pertanian serta penentu kebijakan di berbagai tingkat administrasi pemerintahan, termasuk administrasi pelabuhan. Pengambilan data dan informasi dilakukan secara bertahap mulai dari nara sumber dan penentu kebijakan yang dapat mengidentifikasi permasalahan pengembangan komoditas pertanian. Kecuali petani atau kelompok tani, para responden di atas akan dipilih secara sengaja untuk mengikuti aliran komoditas pertanian dari lokasi produksi sampai ke titik akhir pengekporan, yakni pelabuhan. Sedangkan responden petani atau kelompok petani akan dipilih secara acak di daerah produsen utama komoditas 18
ekspor pertanian tersebut yang berada di dua daerah administrasi kabupaten/kota dan masing-masing diwakili oleh satu kecamatan per kabupaten. Secara garis besar, cakupan persebaran contoh dicantumkan pada Lampiran Tabel 3. Sementara itu, negara-negara tujuan ekspor belum dapat ditentukan pada saat proposal ini ditulis, karena para peneliti masih membutuhkan data yang lebih banyak dan tepat dan pengumpulan dan penghimpunan data masih sedang berjalan, dan akan terus berlangsung bersama-sama dengan pelaksanaan penelitian. 3.4.
Data dan Metoda Analisis
3.4.1. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini akan menggabungkan data primer dan data sekunder. Data primer tentang jenis-jenis hambatan bukan tarif akan dikumpulkan dari mulai kelompok produsen komoditas pertanian ekspor (petani/kelompok tani); kelompok asosiasi produsen/pedagang/pengekspor; kelompok pedagang (desa, kecamatan, kabupaten, propinsi), pedagang besar, serta perusahaan pengekspor produk pertanian melalui modul kuesioner, masing-masing Lampiran Tabel 4, Lampiran Tabel 5, Lampiran Tabel 6. Kecuali petani atau kelompok tani, para responden di atas akan dipilih secara sengaja untuk mengikuti aliran komoditas pertanian dari lokasi produksi sampai ke titik akhir pengekporan, yakni pelabuhan. Sedangkan responden petani atau kelompok petani akan dipilih secara acak di daerah produsen utama komoditas ekspor pertanian tersebut yang berada di dua daerah administrasi kabupaten/kota dan masing-masing diwakili oleh satu kecamatan per kabupaten. Dengan demikian lokasi-lokasi penelitian akan berada di provinsi DKI Jakarta, Jawa Timur, Lampung, dan Sulawesi Utara, sedangkan kabupaten/kotanya akan ditentukan kemudian. Meskipun demikian penelitian ini lebih mengutamakan analisis data agregat nasional dan internasional berupa data sekunder baik dari hasil-hasil kajian terkait OPD dan Perjanjian Pertanian/PP, hasil-hasil kajian terkait dengan integrasi ekonomi dan perdagangan di berbagai wilayah dunia, terutama di Asia maupun data statistik,
19
serta bahan-bahan perundingan Perjanjian Pertanian/PP atau AoA dan perundinganperundingan KPW/KPT/KPB di berbagai wilayah tersebut pada periode sebelumnya. Data sekunder lain diperoleh melalui wawancara (dengan kuesioner di Lampiran Tabel 7) dan penelusuran pustaka, laporan-laporan dan publikasi data dari instansiinstansi
terkait,
seperti:
Kantor
Badan
Statistik
Pertanian/Perkebunan/Peternakan/Perindustrian/Perdagangan
Propinsi; Propinsi;
Dinas Badan
Statistik; Departemen Perdagangan/Keuangan/Luar Negeri; Forum WTO Nasional; Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Direktorat Jenderal Perkebunan, Direktorat Jenderal Perternakan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Departemen Pertanian; Direktorat Jenderal Bea Cukai, Departemen Keuangan, Asosiasi Eksportir dan Importir Komoditas Pertanian; Asosiasi Petani atau Produsen Komoditas Pertanian; PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) ; OPD; Bank Dunia; Dana Moneter Internasional/DMI; Sekretariat Jenderal ASEAN; Kedutaan Besar Berkuasa Penuh China di Indonesia; lembaga komoditas dan penelitian milik pemerintah dan lembaga internasional, jasa ekspedisi (courier) swasta nasional dan internasional, dan lain-lain. Data dan informasi dari sumber sekunder yang diperlukan meliputi tarif dan strukturnya, Produk Domestik Bruto, keragaan penduduk dan keragaan ekspor dan impor tiap negara mitra dagang/KPW Indonesia yang diharapkan dapat diperoleh di kantor bea dan cukai (pelabuhan) [Lampiran Tabel 8]. Di negara-negara tujuan, tim peneliti akan menggali data dan informasi tentang negara-negara lain sebagai sumber pemasok komoditas yang sama dengan komoditas pertanian ekspor Indonesia dan memperbandingkan kinerja ekspor sesama negara pemasok ini, yang diwakili oleh perkembangan, kecenderungan penurunan atau peningkatan pada peubah-peubah seperti volume, nilai, dan harga komoditas ekspor pertanian di pelabuhan ekspor (FOB) dan di negara-negara tujuan (CIF) serta harga-harga di pasar dunia, pangsa pasar dan perkembangan pangsa pasar Indonesia di negara-negara tujuan.
20
Sedangkan aspek pertanian meliputi luas areal; produksi dan produktivitas komoditas pertanian; volume dan nilai ekspor serta impor komoditas pertanian Indonesia, negara mitra utama/KPW Indonesia dan dunia; harga berbagai komoditas pertanian di dalam negeri di tingkat produsen dan konsumen serta di pasar dunia; baku mutu komoditas pertanian di dalam negeri dan dunia; kebijakan perdagangan pertanian negara mitra KPW Indonesia, yang menyangkut antara lain tingkat tarif, kuota tarif, hambatan nontarif, dan baku mutu komoditas pertanian. Untuk mendukung analisis penelitian dilakukan wawancara dengan para pengambil kebijakan daerah maupun pusat ataupun informan kunci yang relevan (dengan kuesioner di Lampiran Tabel 7). Walaupun pendekatan ini bukan yang utama, namun dalam mencari pengaruh dampak dari berbagai kebijakan yang dihasilkan perundingan perdagangan wilayah atau kawasan, tentunya dalam penelitian ini diperlukan informasi dari berbagai pengambil/pemberi kebijakan di tingkat daerah dan pusat. Pada setiap simpul-simpul pemasaran atau perdagangan di dalam negeri akan dilakukan wawancara terhadap pelakunya untuk menggali informasi tentang berbagai hal menyangkut: aspek produksi mencakup antara lain ketersediaan masukan seperti bibit, penggunaan pupuk, pola pemasaran, kendala budidaya, kesesuaian harga; aspek pemasaran, menyangkut ketersediaan bahan baku, bentuk produk yang diperdagangkan, ketersediaan dan sumber permodalan, pemahaman tentang pasar ekspor dan kesesuaian mutu produk untuk ekspor, serta kebijakan pendukung dan penghambat usaha ekspor di dalam negeri dan negara tujuan. Sementara tentang kebijakan negara tujuan, akan digali data dan informasi tentang kebijakan-kebijakan yang menghambat atau mendorong impor komoditas pertanian dari Indonesia dari berbagai sumber seperti literatur, penelusuran daring (online
search) di jejaring komunikasi, komunikasi dengan perwakilan perdagangan atau pertanian, kamar dagang di negara-negara tujuan ekspor.
21
3.4.2. Metoda Analisis Penelitian ini menggunakan berbagai macam teknik analisis, kombinasi metoda dan alat-alat deskriptif, ekonometrik dan simulasi komputer untuk menjelaskan masalah-masalah penelitian dengan Global Trade Analysis Project (GTAP) Modeling. Pemilihan metoda atau alat analisis didasarkan pada kerelevanan masalah dan ketersediaan data dan informasi untuk menjawab masalah.
Metoda Analisis Kinerja Perdagangan Bilateral/Regional Kinerja perdagangan bilateral dan regional dianalisis melalui perkembangan pangsanya, pertumbuhan nilainya, dan nilai derajat intensitas perdagangan intra industri dan model gravitas. Dalam model gravitas, arus barang antara dua negara (ekspor, impor, atau jumlah ekspor dan impor dapat dijelaskan oleh tiga jenis peubah.
Kelompok
pertama
berkaitan
dengan
potensi
permintaan
negara
pengimpor, kelompok ke dua menyangkut keadaan pasokan di negara pengekspor, dan kelompok ke tiga berkaitan dengan semua faktor yang mungkin menghambat atau mendorong arus barang secara bilateral. Dayatarik pendekatan gravitas berasal dari
kemampuannya
untuk
memberi
kesempatan
untuk
mengkaji
adanya
penympangan pola perdagangan dari keadaan normalnya (Agostino et al. Tak bertahun). Ini dilakukan dengan penambahan peubah baru yang mempengaruhi perdagangan. Dalam hal ini peneliti akan menggunakan dua pilihan model berdasarkan tingkat agregasi data yang tersedia. Untuk kasus ekspor total dan ekspor pertanian total digunakan persamaan gravitas sebagai berikut: Persamaan 1; ln X ijt ln( PDBit ) ln( PDB jt ) ln( POPit ) ln( POPjt ) ln( JARij ) BAH ij 1
2
3
4
1
2
TETij BJJ ij PULij DARij KPBijt GSPijt GSPijt Lainijt ijt b
3
4
5
6
7
1
nb
2
3
Sedangkan apabila tingkat agregasi untuk peubah takbebas diambil 2-digit, persamaannya adalah
22
Persamaan 2; ln X ijt ln( PDBit ) ln( PDB jt ) ln( POPit ) ln( POPjt ) ln( JARij ) BAH ij s
1
2
3
4
1
2
TETij BJJ ij PULij DARij KPBijt GSPijst GSPijst Lainijst ijt b
3
4
5
6
7
1
nb
2
s
3
di mana: indeks i menunjukkan negara pengekspor dan j negara pengimpor, dan s untuk sektor pertanian dan t adalah waktu. X adalah volume ekspor, PDB adalah Produk Domestik Bruto, POP adalah populasi dan JAR adalah jarak antara dua ibukota negara. Unsur ijt . dan ijts adalah galat. Untuk mengawasi pengaruh faktor yang khas dari pasangan dua negara dalam perdagangan bilateral, model juga memasukkan beberapa peubah boneka seperti BAH dan TET bernilai satu manakala kedua negara memiliki bahasa yang sama dan bertetangga. JJH adalah peubah boneka untuk menunjukkan apakah negara i adalah jajahan negara j dan PUL dan
DAR adalah jumlah negara pulau dan negara daratan dalam pasangan ke dua negara. KPB adalah peubah boneka yang bernilai 1 apabila i dan j termasuk dalam KPB yang sama, seperti ASEAN, selainnya bernilai 0. Peubah boneka GSPb bernilai 1 apabila arus barang dari negara i ke negara j diatur dalam program GSP biasa dan
GSPnb bernilai 1 apabila arus barang dari negara i ke negara j terjadi karena adanya program GSP secara khusus untuk negara berkembang, dan peubah LAIN adalah peubah boneka yang bernilai 1 apabila arus perdagangan dari negara i ke negara j terjadi karena program GSP lainnya.
Metoda Analisis Dampak Perdagangan Bilateral/Regional Untuk melihat secara ex–ante dampak KPB Indonesia–dengan negara atau kelompok negara-negara lain (akan ditentukan kemudian)1, para peneliti melakukan simulasi sederhana melalui model GTAP. Di dalam basis data GTAP perlu dilakukan penyesuaian dalam “closure” (peubah yang digolongkan sebagai endogenous dan
exogenous). Peubah yang dimasukkan adalah peubah yang berlaku dalam jangka panjang walaupun dalam hal ini program yang dipergunakan masih “static”. Jangka 1
Pada hakekatnya KPB ini juga sebenarnya adalah suatu kebijakan perdagangan yang dilakukan dua fihak.
23
panjang dalam perekonomian ini ditandai dengan adanya akumulasi modal yang terjadi dalam suatu perekonomian, sehingga CAPITAL masuk ke dalam peubah
endogenous, sedangkan penentuan hasil nilai akhir simulasi atau solution method dilakukan melalui Johansen Step–1 yang menghitung iterasi solusi optimal secara linier. Analisis GTAP merupakan salah satu dari paket model CGE yang memiliki basis data hingga 89 negara dengan 57 sektor. Paket program ini memuat : [1] Peubah kuantitatif (Quantity variables); [2] Peubah harga (Price Variables); [3] Peubah kebijakan (Policy Variables); [4] Peubah perubahan teknologi (Technical
Change Variables); [5] Peubah boneka (Dummy Variables); [6] Peubah cadangan (Slack Variables); [7] Peubah nilai dan perdapatan (Value and Income Variables); [8] Peubah kepuasan/utilitas (Utility Variables); [9] Peubah Kesejahteraan (Welfare
Variables) dan [10] Peubah neraca perdagangan (Trade Balance Variables). Analisis GTAP dapat dipergunakan untuk melihat dampak perdagangan (tarif, subsidi ekspor, dll) dalam kerangka: (1) satu negara (single country) dan (2) multi market, multi
country (banyak pasar atau negara). Selain menggunakan analisis GTAP, alat analisa lain yang dapat digunakan adalah WITS (World Integrated Trade Solution). WITS adalah software yang diciptakan oleh Bank Dunia dan merupakan pintu masuk untuk menganalisis data perdagangan dan proteksi.
Selain itu WITS merupakan alat analisis untuk
aggregasi, ekstraksi data dan analisis dan simulasi perubahan tarif. WITS sendiri mencakup beberapa data seperti : 1.
COMTRADE, berisikan data impor dan ekspor komoditas (HS code 6 digit) dari 274 negara sejak tahun 1962 – sekarang,
2.
TRAINS (Berisikan data IMPOR, Tarif, hambatan bukan tarif/HBT atau Non-tariff barrier/NTB)
3.
WTO IDB (impor dan tarif)
4.
WTO CTS (bound).
24
IV. ANALISIS RISIKO No I.
RISIKO
PENYEBAB
DAMPAK
Beragam dan luasnya
Keragaman posisi,
Hanya beberapa
cakupan kebijakan yang
status, dan target
kebijakan utama
diterapkan oleh negara
negara mitra serta
yang terukur dan
mitra terhadap komoditas
keragaman berbagai
tersedia data dan
yang diimpor dari Indonesia
komoditas yang diimpor
informasinya yang
dari Indonesia
signifikan saja yang dianalisis padahal dampak kebijakan lain yang diabaikan bisa saja lebih signifikan
II.
Beragam dan luasnya
Keragaman posisi,
Hanya beberapa
cakupan kebijakan
status, dan target
kebijakan
perdagangan (tarif dan non-
negara mitra serta
perdagangan (tarif
tarif serta lainnya) yang
keragaman berbagai
dan non-tarif) utama
diterapkan oleh negara
komoditas yang diimpor
yang terukur dan
mitra terhadap komoditas
dari Indonesia
tersedia data dan
yang diimpor dari Indonesia
informasinya yang signifikan saja yang dianalisis padahal dampak kebijakan perdagangan lain yang diabaikan bisa saja lebih signifikan Kesulitan mendapatkan
Indikator dan data
data yang dapat didapatkan
informasi dan data
tentang kebijakan
tentang kebijakan-kebijakan
tentang kebijakan
termasuk kebijakan
terutama yang terkait
termasuk kebijakan
perdagangan dari
kebijakan perdagangan dari
perdagangan negara
negara mitra kurang
negara-negara mitra
mitra baik dari kantor
signifikan, tidak
pemerintah resmi
lengkap, tidak
III. Terbatasnya informasi dan
25
maupun dari lembaga
terukur, dan kurang
internasional dan atau
dapat diandalkan
web IV.
Perbedaan besaran tarif dan
Kesulitan mendapatkan
Perhitungan akibat
non-tarif yang diterapkan
dokumen resmi dan
dan dampak
oleh negara mitra dengan
konsisten tentang besar
kebijakan termasuk
informasi dari dalam negeri
dan penerapan tarif dan
kebijakan
non-tarif negara mitra
perdagangan terhadap ekspor Indonesia menjadi kurang presisi dan tajam serta kemungkinan akan bias
V.
Banyaknya cakupan dan
Nama, jenis dan level
Analisis, kunjungan
luasnya nama, jenis dan
pengolahan dari
lapang, perhitungan,
level pengolahan dari
komoditas ekspor yang
dan biaya penelitian
komoditas ekspor yang akan akan dianalisis sangat
akan terlalu banyak,
dianalisis termasuk
beragam termasuk
lama dan
pelabuhan ekspor yang
pelabuhan ekspor yang
membutuhkan biaya
digunakan
digunakan
besar
26
IV.
TENAGA DAN ORGANISASI PELAKSANAAN
5.1.
Susunan Tim Pelaksana Gol.
Jabatan Fungsional/Bidan g Keahlian
Kedudukan Dalam Tim Penanggung Jawab/ Anggota
No
Nama
1.
Prof. Budiman Hutabarat, SP, Ph.D.
IV/e
Profesor Riset / Ekonomi Pertanian
2.
Dr. Saktyanu K. Dermoredjo
IV/a
Ekonomi Pertanian
Anggota
3.
Frans B. M. Dabukke, SP, MSi III/c
Ekonomi Pertanian
Anggota
4.
Ir. Arief Iswariyadi, Ph.D.
IV/a
Ekonomi Pertanian
Anggota
5.
Ir. Muhammad Iqbal, MS
IV/a
Ekonomi Pertanian
Anggota
6.
Eddy S. Yusuf, SE
III/b
Staf Penunjang
Anggota
7.
Drs. Dondy A. Setiabudi, MSi (Peneliti dari BBPasca Panen)
IV/b
Teknologi Pertanian
Anggota
27
5.2.
Jadwal Pelaksanaan
Kegiatan
Bulan 1
2
3
1. Persiapan : Studi Pustaka Pembuatan/Penyempurnaan proposal Penyusunan kuesioner Seminar Proposal 2. Pengumpulan data 3. Pengolahan dan Analisa data 4. Penulisan Laporan Tengah Tahun 5. Penulisan Laporan Akhir 6. Seminar Laporan Akhir 7. Perbaikan Laporan Akhir 8. Penggandaan Laporan
28
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Daftar Pustaka
Agostino, M. R. , F. Aiello and P. Cardamone. Analysing the Impact of Trade Preferences in Gravity Models_Does Aggregation Matter. Working Paper 07/4. http://ageconsearch.umn.edu/handle/7294. Accessed August 2012. Bacchetta, M. and C. Beverelli. 2012. Non-tariff measures and the WTO. http://www.voxeu.org/article/trade-barriers-beyond-tariffs-facts-andchallenges. Accessed August 2012. Bussière, M., E. Pérez-Barreiro, R. Straub and D. Taglioni. 2010. Protectionist Responses to the Crisis_Global Trends and Implications. European Central Bank. Frankfurt am Main, Germany. www.ecb.int/pub/pdf/scpops/ecbocp110.pdf. Accessed August 2012. Helpman, E. 1998. Explaining the Structure of Foreign Trade: Where Do We Stand? Weltwirtschaftliches Archly 134(4) : 573-589. www.economics.uni-lintz.ac.at. Accessed August 2012. WTO. 2012. World Trade Report 2012. Trade and public policies: A closer look at non-tariff measures in the 21st century. http://www.wto.org/english/res_e/publications_e/wtr12_e.htm. Accessed August 2012.
29