V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh Kebijakan WTO terhadap Perdagangan CPO Indonesia dan Empat Mitra Dagang Utama World Trade Organization merupakan suatu organisasi internasional yang terbentuk untuk membantu para produsen barang dan jasa, eksportir dan importir dalam kegiatan perdagangan internasional serta mengahapuskan segala bentuk hambatan yang mungkin terjadi dalam praktiknya. Berbagai kesepakatan yang ditandatangani oleh negara anggota ikut andil sebagai alat kerja WTO dalam merealisasikan tujuannya. Salah satu kesepakatan WTO hasil Putaran Uruguay adalah persetujuan di bidang pertanian atau Agreement of Agriculture (AoA) dengan peraturan yang paling pokok adalah akses pasar, subsidi domestik dan subsidi ekspor komoditas pertanian termasuk didalamnya mengatur perdagangan CPO. Sebagai negara pengekspor CPO terbesar didunia dan merupakan anggota WTO, Indonesia terlibat langsung dalam praktek kesepakatan-kesepakatan perdagangan yang ditetapkan oleh WTO. Adapun akses pasar merupakan salah satu peraturan yang dinilai sangat penting dalam kesepakatan AoA bagi negara Indonesia karena Indonesia berperan sebagai negara eksportir CPO dalam aliran perdagangan CPO. Akses pasar yang di dalamnya mengatur tentang tarif impor CPO oleh negaranegara importir terhadap CPO dari Indonesia akan memberikan dampak positif dan negatif bagi kedua belah pihak. Secara teoritis, pengurangan tarif impor untuk komoditas pertanian termasuk CPO oleh WTO akan memberikan skema perdagangan CPO yang lebih kompetitif dan menguntungkan berbagai pihak. Tetapi dalam sudut pandang individual effect hal tersebut perlu dikaji lebih mendalam untuk melihat pengaruh dari
pengurangan
tarif
impor
untuk
masing-masing
negara.
Adapun
perkembangan nilai tarif impor CPO Indonesia oleh empat negara mitra dagang utama dan pengurangannya dapat dilihat pada Tabel 9. .
52
Tabel 9. Tarif Impor CPO dan CPO Olahan di Negara-negara Pengimpor Tahun 2010 No. 1. 2. 3. 4.
Negara Belanda India Malaysia Singapura
Nilai Tarif Impor Setelah Pengurangan (%) CPO = 3.8, RBD Olein = 9 CPO = 37.5, RBD Palm Olein = 45* CPO = 0-5 CPO = 0-5
Bentuk Kerja Sama (Program) AoA AIFTA CEPT-AFTA CEPT-AFTA
Keterangan : *) sebelum pengurangan tarif, CPO = 80%, RPO = 90% Sumber : Direktorat Kerjasama Regional (2010), berbagai sumber
Berdasarkan Tabel 9 diketahui bahwa Malaysia dan Singapura merupakan negara dari empat negara mitra dagang utama dengan tarif impor CPO terendah yaitu 0-5 persen untuk komoditas CPO. Hal tersebut dipengaruhi oleh adanya komitmen regional berupa CEPT-AFTA (Common Effective Prefential Tarif For AFTA)11 yaitu penurunan tarif dan penghilangan hambatan non-tarif untuk kategori produk IL, GEL, TEL, dan SL12 dimana CPO masuk kedalam kategori produk IL. Berdasarkan prinsip WTO yaitu perlakuan sama terhadap semua mitra dagang (Most Favored Nation), Indonesia, Malaysia, dan Singapura yang tergabung dalam AFTA mendapat pengecualian dalam penurunan tarif hanya untuk negara-negara anggota AFTA. Uni Eropa menetapkan tarif impor CPO Indonesia setelah pengurangan tarif oleh kebijakan AoA (Agreemen on Agriculture) sebesar 3,8 persen karena Uni Eropa merupakan negara-negara eksportir (Tabel 18) yang cenderung memproteksi produksi domestiknya dengan menetapkan tarif impor CPO termasuk dari negara Indonesia. Adapun negara-negara anggota Uni Eropa yang bernotabene sebagai eksportir CPO dapat dilihat pada Tabel 10. 11
12
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2011. Gerakan nasional Penerapan SNI. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Inclusion List (IL), yaitu daftar yang berisi produk-produk yang memenuhi kriteria masuk dalam jadwal penurunan tarif, General Exception List (GEL), yaitu daftar produk yang dikecualikan dari skema CEPT oleh suatu negara karena dianggap penting untuk alasan perlindungan keamanan nasional, moral masyarakat, kehidupan dan kesehatan dari manusia, binatang atau tumbuhan, nilai barang-barang seni, bersejarah atau arkeologis, Temporary Exclusions List (TEL), yaitu daftar yang berisi produk-produk yang dikecualikan sementara untuk dimasukkan dalam skema CEPT dan Sensitive List (SL), suatu daftar yang berisi produk-produk pertanian bukan olahan (Unprocessed Agricultural Products).
53
Tabel 10. Negara-negara Top Exporter CPO Tahun 2008 Ranking 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Negara Malaysia Indonesia Netherlands* Papua New Guinea Thailand Colombia Singapore Germany* Honduras Benin Ukraine Ecuador Guatemala Costa Rica Oman Côte d'Ivoire Italy* Ghana Spain* Kenya
Volume (Ton) Nilai (1000 US$) 14,142,400 12,768,600 14,290,700 12,375,600 1,500,510 1,616,130 410,258 389,698 360,342 350,898 292,137 320,344 205,090 261,145 203,412 241,098 210,418 204,816 210,000 210,000 173,944 198,883 171,642 185,963 166,185 161,181 142,075 123,087 108,291 116,283 96,088 108,606 63,973 88,839 100,000 75,000 57,669 46,652 35,877 52,400
US$/Ton 903 866 1,077 950 974 1,097 1,273 1,185 1,027 1,000 1,143 1,083 1,031 1,154 1,074 1,130 1,389 750 1,236 1,461
Keterangan : *) negara anggota Uni Eropa Sumber : FAOSTAT, 2011 (diolah)
Tabel 18 memberikan informasi bahwa negara Belanda, Jerman, Italia dan Spanyol merupakan negara-negara anggota Uni Eropa yang melakukan spesialisasi ekpor untuk komoditas CPO dengan peringkat tertinggi oleh negara Belanda dengan volume ekspor sebesar 1,500,510 ton pada tahun 2008. Sehingga dalam pembahasan ini, negara Uni Eropa akan diwakilkan oleh Belanda dalam melihat pengaruh adanya pengurangan tarif impor CPO oleh WTO. Pengaruh kebijakan pengurangan tarif impor CPO oleh WTO terhadap empat negara mitra dagang utama untuk Indonesia sebagai negara eksportir CPO dan empat negara mitra dagang utama sebagai negara importir CPO akan dijelaskan secara grafis pada Gambar 10 dan 11.
54
PAut
B
P XSA
PTB
PFT
T
PTA PAutA
QT
QFT
MDB Q
Keterangan : A = negara Indonesia B = negara importer (India, Belanda, Malaysia dan Singapura) Gambar 10. Kurva Benefit Analysis Ekspor Kelapa Sawit Indonesia-Empat Negara Mitra Dagang Utama Sumber : Arifin et al. 2007 (diolah)
Berdasarkan Gambar 10, dapat diidentifikasi bahwa pengenaan bea masuk impor atau tarif impor CPO dari Indonesia oleh pemerintah dari empat negara mitra dagang utama akan meningkatkan harga CPO di keempat negara mitra dagang utama dari tingkat harga perdagangan bebas (PFT) menjadi tingkat harga dibawah tarif (PTB). Akibat kenaikan harga tersebut, permintaan CPO impor di empat negara mitra dagang utama turun dari tingkat volume perdagangan bebas (QFT) menjadi tingkat volume dibawah tarif (QT). Karena pasokan CPO Indonesia yang tidak terjual di pasar keempat negara mitra dagang utama dikembalikan ke pasar domestik Indonesia, harga CPO di Indonesia menjadi turun dari tingkat harga perdagangan bebas (PFT) ke tingkat harga (PTA). Perbedaan tingkat harga antara PTB dan PTA merupakan besarnya tarif tang ditetapkan oleh pemerintah dari keempat negara mitra dagang utama, atau T = PTB – PTA. Adapun dampak yang diterima oleh Indonesia sebagai eksportir CPO dan empat negara mitra dagang utama sebagai impotir CPO dapat dilihat pada Gambar 11.
55
P
P D
S
PTIM
PTIM
PFT PTEX
A E
B
C
D
G
F
PFT H
a e
c
b
g
f
ST
DT
IM
A
h
PTEX
S IM
d
Q
D
STEX
DTEX
Q
B
Keterangan : A = negara importir (India, Belanda, Malaysia dan Singapura) B = negara eksportir (Indonesia) Gambar 11. Kurva Dampak dari Adanya Perdagangan Internasional CPO Sumber : Arifin et al. (2007)
Berdasarkan informasi pada Gambar 11, konsumen dari keempat negara mitra dagang utama mengalami kemunduran kesejahteraan akibat penerapan tarif impor CPO. Kenaikan harga CPO ekspor maupun produksi domestik mengurangi consumer surplus sebesar – (A+B+C+D). Sebaliknya kesejahteraan produsen CPO dari keempat negara mitra dagang utama meningkat seiring dengan kenaikan harga CPO. Selain itu, kenaikan harga CPO juga mendorong peningkatan produksi CPO dan perbaikan kesempatan kerja. Producer Surplus di empat negara mitra dagang utama meningkat sebesar + A. Penerimaan pemerintah dari keempat negara mitra dagang utama dari penetapan tarif meningkat sebesar + (C+G). Akibat penerapan tarif impor CPO, keempat negara mitra dagang utama sebagai negara importir dalam perdagangan CPO dunia dapat menikmati net kenaikan ataupun penurunan kesejahteraan sebesar + G – (B+D). Bila kenaikan kesejahteraan yang berasal dari keuntungan terms of trade (+G) lebih besar daripada distorsi negatif baik dari produksi (–B) maupun dari konsumsi (–D), maka keempat negara mitra dagang tersebut akan mengalami kenaikan kesejahteraan maupun sebaliknya. Secara umum keempat negara mitra dagang
56
utama sebagai negara importir CPO kemungkinan besar akan mengalami kenaikan kesejahteraan dari penetapan tarif impor CPO. Indonesia sebagai negara eksportir CPO secara umum dirugikan dengan penatapan tarif impor CPO oleh pemerintah dari keempat negara mitra dagang utama. Produsen CPO Indonesia paling menderita. Penurunan harga CPO di pasar domestik keempat negara mitra dagang utama mengakibatkan penurunan producer surplus. Harga yang turun juga mendorong kelesuan produksi dan menambah pengangguran. Secara keseluruhan producer surplus menurun sebesar – (e+f+g+h). Hanya konsumen CPO di Indonesia yang menikmati keuntungan dari pengenaan tarif impor CPO di empat negara mitra dagang utama. Consumer surplus meningkat sebesar (+e) sebagai akibat penurunan harga CPO. Secara agregat kesejahteraan nasional Indonesia menurun sebesar – (f+g+h). Penurunan tersebut berasal dari kerugian terms of trade (–g) serta distorsi negatif dari konsumsi (– f) dan produksi (– h). Ringkasan dari dampak penetapan tarif impor CPO dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Ringkasan Dampak Tarif Impor CPO Empat Negara Miitra Dagang Utama – Indonesia
Dampak Kesejahteraan
Negara Importir (empat negara mitra dagang utama)
Negara Eksportir (Indonesia)
Consumer Surplus (CS) Producer Surplus (PS) Penerimaan Pemerintah Kesejahteraan Nasional
– (A + B + C + D) + (A) + (C + G) + G – (B + D)
+e – (e + f + g + h) 0 – (f + g + h)
Sumber : Arifin et al. 2007 (diolah)
Berdasarkan Tabel 11, dapat diidentifikasi secara umum pengenaan tarif impor CPO oleh keempat negara mitra dagang utama memberikan pengaruh negatif bagi Indonesia sebagai negara eksportir CPO karena mengurangi kesejahteraan nasional. Adanya penurunan tarif impor CPO sebagai salah satu kebijakan WTO dalam mengurangi hambatan perdagangan CPO akan memperkecil pengurangan kesejahteraan nasional Indonesia atau dengan kata lain akan meningkatkan kesejahteraan nasional dibandingkan sebelum dilakukannya penurunan tarif impor CPO. Berkaitan dengan nilai penurunan tarif, negara 57
Malysia dan Singapura negara-negara dari keempat negara mitra dagang yang menurunkan tarif impor CPO hingga 0% atau tanpa ada penetapan tarif. Hal tersebut akan memberikan pengaruh positif bagi negara Indonesia sebagai negara eksportir CPO karena perdagangan CPO kembali mengikuti mekanisme pasar dengan tingkat harga dan barang yang diperjual belikan sebesar PFT dan QFT. Sedangkan negara India merupakan negara dari keempat negara mitra dagang dengan tarif paling tinggi setelah penurunan tarif. Tarif impor CPO yang ditetapkan negara India setelah kebijakan pengurangan tarif oleh AIFTA adalah sebesar 37,5 persen sehingga dapat dipastikan mengakibatkan pengurangan kesejahteraan nasional negara Indonesia yang lebih besar. 5.2. Analisis Aliran Perdagangan CPO (Crude Palm Oil) Indonesia ke Empat Negara Mitra Dagang Utama 5.2.1. Pengujian Kesesuaian Model Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis faktor-faktor yang akan mempengaruhi aliran perdagangan CPO Indonesia ke empat negara tujuan ekspor CPO berdasarkan Gravity Model. Metode pengolahan data yang digunakan adalah metode panel data dengan pilihan model Pooled Least Square (PLS) dan Fixed Effect Model (FE). Sedangkan model Random Effect tidak dipilih atas dasar ketersediaan data penelitian yang menunjukkan jumlah data cross section lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah variabel independen pada model dugaan. Pengujian chow atau chow test (uji F) dilakukan untuk memilih antara model PLS dan FE dalam estimasi aliran perdagangan CPO ini. Nilai F-stat pada hasil uji chow adalah sebesar 0.75 sedangkan F-tabel dengan d.k. F(4-1,44-4-5)5% = 2,87. Dengan demikian, berdasarkan kriteria uji sebelumnya maka dapat disimpulkan tolak H0, yang berarti bahwa model PLS merupakan model yang sesuai dalam gravity model aliran perdagangan CPO ke empat negara mitra dagang utama. Hal tersebut sesuai dengan hasil perhitungan menggunakan program eviews 6.0 yang dapat dilihat pada Lampiran 5.
58
5.2.2. Pengujian Asumsi Model Dalam permasalahan analisis regresi linear termasuk didalammnya regresi panel data, pengujian asumsi klasik perlu dilakukan untuk menguji masalah normalitas, multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas. 1. Normalitas Pengujian J-B untuk mengetahui distribusi dari residual yang ditampilkan pada Lampiran 6 dihitung berdasarkan statistik JB. Pada perhitungan tersebut diperoleh nilai JB sebesar 3,129 sedangkan nilai χ2 sebesar 5,99 yang berarti dapat disimpulkan bahwa residual pada model dugaan aliran perdagangan CPO berdistribusi normal. 2. Multikolinearitas Pendeteksian adanya dilakukan dengan meregresikan variabel independen dengan variabel independen lainnya dengan uji F (uji signifikansi) atau dengan membandingkan nilai R2 masing-masing variabel independen yang diregresikan. Jika nilai R2 pada variabel yang diregresikan lebih tinggi daripada nilai R2 pada model awal regresi dugaan, maka variabel tersebut menyebabkan terjadinya multikolineritas pada model regresi dugaan (Gujarati 2006). Pada penelitian ini, pendeteksian multikolinearitas dilakukan dengan cara membandingkan nilai R2 setelah dilakukan regresi terhadap masing-masing variabel independen. Berdasarkan hasil regresi pada Lampiran 6 dapat diketahui bahwa model dugaan terdeteksi adanya multikolinearitas pada variabel GDP empat negara mitra dagang utama (GDPj) dengan nilai R2 yaitu 94,65 persen, lebih tinggi dibandingkan nilai R2 pada model dugaan yaitu 93,85 persen dan nilai Tolerance (TOL) sebesar 0,05. Sehingga dilakukan perbaikan model dengan menggunakan uji wald yang menunjukkan bahwa nilai F-Prob yaitu 0.0460 lebih kecil daripada 0,05 yang berarti variabel GDPj tidak dapat dihilangkan dari model dugaan sebagai perbaikan model karena akan mengubah interpretasi dari persamaan regresinya.
59
3. Autokorelasi Pengujian autokorelasi pada hasil estimasi analisis aliran perdagangan CPO ini dilakukan dengan menggunakan statistik Durbin-Watson. Hasil statistik Durbin-Watson pada hasil estimasi Lampiran 3 menunjukkan nilai d = 1,4079. Sedangkan nilai dU dan dL dengan n (jumlah observasi) = 44, t (jumlah cross section) = 4 dan k (jumlah variabel independen) = 5, menghasilkan nilai dU = 1,3615, dL = 0,9825 dan nilai 4-dU = 2,6385. Sehingga berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kriteria daerah keputusan yang tepat untuk perhitungan diatas adalah dU (1,3615) < d (1,4079) < 4-dU (2,6385) yang berarti terima H0 atau tidak terdapat autokorelasi positif maupun autokorelasi negatif pada taraf nyata lima persen. 4. Heteroskedastisitas Dalam penelitian ini dilakukan pengujian heteroskedastisitas dengan menggunakan uji park. Berdasarkan hasil uji park pada Lampiran 7 tidak ditemukan adanya heteroskedastisitas pada model dugaan karena semua variabel independen bernilai tidak signifikan (TS). 5.2.3. Model Dugaan Aliran Perdagangan CPO Analisis aliran perdagangan CPO Indonesia ke empat negara mitra dagang utama berdasarkan Gravity Model menggunakan variabel volume ekspor CPO Indonesia ke masing-masing negara tujuan (Yij) sebagai variabel dependen, Gross Domestik Product negara Indonesia (GDPi), Gross Domestik Product empat negara mitra dagang (GDPj), jarak antara negara Indonesia dengan empat negara mitra dagang (Dij), nilai tukar mata uang Indonesia terhadap mata uang empat negara mitra dagang (ER), dan harga CPO dunia (P) sebagai variabel independen. Estimasi terhadap aliran perdagangan CPO ke empat negara tujuan utama ekspor tersebut pada Gravity Model ini dilakukan dengan mengolah data panel menggunakan software Eviews 6 sebagaimana telah dijelaskan pada bab metode penelitian. Proses estimasi data panel pada penelitian ini dimulai dengan melakukan pemilihan model Pooled Least Square dan Fixed Effect Model berdasarkan uji chow (uji F) yang menyimpulkan bahwa model PLS adalah model
60
yang paling tepat. Adapun pengujian terhadap kesesuaian model dilakukan dengan beberapa uji statistik yaitu koefisien determinasi atau R2, Uji F dan Uji-t untuk masing-masing parameter. Tabel 12. Hasil Pengolahan Gravity Model Aliran Perdagangan CPO Metode Panel Data dengan Model Pooled Least Square (FE) Variabel GDPi GDPj Dij ER P C R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic) R-squared Sum squared resid
Std. t-Statistic Error 0.809593 0.24146 3.352916 0.420016 0.20364 2.062559 0.042483 0.13915 0.305299 0.248359 0.04771 5.205989 -0.149175 0.26641 -0.559941 6.077377 3.40067 1.78711 Weighted Statistics 0.938529 Mean dependent var 0.930441 S.D. dependent var 0.413129 Sum squared resid 116.0352 Durbin-Watson stat 0.000000*** Unweighted Statistics 0.914444 Mean dependent var 9.026824 Durbin-Watson stat Koefisien
Prob. 0.0018** 0.0460** 0.7618 0.0000*** 0.5788 0.0819* 31.9583 14.17589 6.485684 1.407963
Catatan : *) signifikan pada α = 10% **) signifikan pada α = 5% ***) signifikan pada α = 1%
Berdasarkan hasil estimasi aliran perdagangan CPO pada Tabel 12, diperoleh nilai R2 sebesar 0,9385 atau 93,85 persen. Hal tersebut mengindikasikan bahwa keragaman nilai ekspor Indonesia ke empat negara mitra dagang utama CPO dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independennya, sedangkan sisanya sebesar 6,15 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Nilai Probabilitas Fstat diperoleh sebesar 0,00 lebih kecil dari taraf nyata lima persen atau 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara bersama-sama variabel-variabel independen dalam model berpengaruh terhadap variabel dependen. Dengan kata lain, variabel independen dapat menjelaskan keragaman volume ekspor CPO Indonesia ke empat negara mitra dagang utama.
61
Berdasarkan uji-t, diperoleh variabel-variabel yang berpengaruh nyata pada taraf nyata satu persen terhadap aliran volume ekspor CPO Indonesia, yaitu nilai tukar (ER). Sedangkan variabel yang berpengaruh nyata pada taraf nyata lima persen adalah GDP negara Indonesia (GDPi) dan GDP empat negara mitra dagang utama (GDPj). Variabel-variabel yang tidak berpengaruh nyata adalah jarak antara Indonesia dengan empat negara mitra dagang utama (Dij), dan harga CPO dunia (P). Penjelasan masing-masing variabel independen secara terperinci adalah sebagai berikut. 1. Gross Domestik Bruto negara Indonesia (GDPi) Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 12, dapat dilihat GDP negara Indonesia (GDPi) berpengaruh nyata terhadap volume aliran perdagangan CPO ke empat negara mitra dagang utama pada taraf nyata lima persen dengan parameter dugaan bertanda positif bernilai 0,81, artinya bila terjadi peningkatan GDPi sebesar satu persen maka akan meningkatkan ekspor CPO Indonesia ke empat negara mitra dagang utama sebesar 0,81 persen.
Hasil estimasi pada variabel ini sesuai sesuai hipotesis sebelumnya yang menyatakan bahwa, variabel GDPi adalah variabel yang berkorelasi positif terhadap nilai ekspor CPO, karena semakin tinggi GDP suatu negara pengekspor akan memperbesar kapasitas produksi bagi negara pengekspor tersebut. Hal tersebut dapat dijelaskan dalam perbandingan antara rata-rata pertumbuhan volume ekspor CPO Indonesia ke empat negara mitra dagang utama dan rata-rata pertumbuhan GDP Indonesia seperti pada Tabel 13.
62
Tabel 13. Perbandingan Rata-rata Pertumbuhan Volume Ekspor CPO dan GDP Empat Negara Mitra Dagang Utama dalam (%) Tahun 2000-2010 GDPi (Milyar US $)
Pert. Volume Ekspor (%)
Pert. GDPi (%)
1,546,080,901 662,084 2000 642,628 1,461,543,685 2001 782,372 2,372,277,635 2002 2,364,666,688 939,336 2003 3,056,733,835 1,028,020 2004 3,380,698,395 1,143,424 2005 1,457,400 3,686,545,177 2006 4,068,483,164 1,728,928 2007 5,918,739,210 2,044,852 2008 7,119,823,195 2,153,828 2009 7,289,541,254 2,826,940 2010 Rata-rata pertumbuhan 2000-2010 (%) Rata-rata pertumbuhan 2000-2010 (%)
-5.78 38.39 -0.32 22.64 9.58 8.30 9.39 31.26 16.87 2.33 13.27% -
-3.03 17.86 16.71 8.63 10.09 21.54 15.70 15.45 5.06 23.81 13.18%
Tahun
Volume Ekspor (Kg)
Sumber : Lampiran 1 (diolah)
Berdasarkan Tabel 13 dapat disimpulkan bahwa rata-rata pertumbuhan GDP negara Indonesia (GDPj) sebesar 13,18 persen berpengaruh positif terhadap pertumbuhan rata-rata ekspor CPO Indonesia ke empat negara mitra dagang utama dengan nilai sebesar 13,27 persen. Pada Tabel 13 juga diketahui nilai ratarata pertumbuhan volume ekspor CPO Indonesia ke empat negara mitra dagang utama lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan GDP negara Indonesia (GDPj). Hal tersebut menggambarkan bahwa setiap peningkatan GDPj akan mempengaruhi peningkatan ekspor CPO yang lebih tinggi. 2. Gross Domestik Bruto Empat Negara Mitra Dagang Utama (GDPj) Variabel GDP empat negara mitra dagang utama (GDPj) berpengaruh nyata terhadap volume ekspor CPO pada taraf nyata lima persen dan berkorelasi positif berdasarkan hasil estimasi. Adapun nilai koefisiennya adalah 0,42, yang berarti bila terjadi peningkatan GDPj sebesar satu persen maka akan meningkatkan ekspor CPO Indonesia ke empat negara mitra dagang utama sebesar 0,42 persen.
Dalam hipotesis sebelumnya, variabel GDPj adalah variabel yang berkorelasi positif terhadap volume ekspor CPO, karena semakin tinggi GDP
63
suatu negara pengimpor, maka akan memperbesar tingkat absorsi negara importir tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil estimasi sesuai dengan hipotesis sebelumnya. Hal tersebut juga dapat ditelusuri dari data pada Tabel 14. Tabel 14. Perbandingan Rata-rata Pertumbuhan Volume Ekspor CPO dan GDP Empat Negara Mitra Dagang Utama dalam (%) Tahun 2000-2010 GDPj (Milyar US $)
Pert. Volume Ekspor (%)
Pert. GDPi (%)
2000 1,546,080,901 1,054,172 2001 1,461,543,685 1,072,919 2002 2,372,277,635 1,144,519 2003 2,364,666,688 1,340,939 2004 3,056,733,835 1,538,458 2005 3,380,698,395 1,712,753 2006 3,686,545,177 1,747,394 2007 4,068,483,164 2,299,582 2008 5,918,739,210 2,548,090 2009 7,119,823,195 2,441,816 2010 7,289,541,254 2,781,917 Rata-rata pertumbuhan 2000-2010 (%) Rata-rata pertumbuhan 2000-2010 (%)
-5.78 38.39 -0.32 22.64 9.58 8.30 9.39 31.26 16.87 2.33 13.27% -
1.75 6.26 14.65 12.84 10.18 1.98 24.01 9.75 -4.35 12.23 8.93%
Tahun
Volume Ekspor (Kg)
Sumber : Lampiran 1 (diolah)
Tabel 14 menunjukkan komparasi rata-rata pertumbuhan volume ekspor CPO Indonesia dengan rata-rata pertumbuhan GDP keempat negara mitra dagang utama pada tahun 2000-2010. Berdasarkan Tabel 22, diperoleh informasi bahwa rata-rata pertumbuhan volume ekspor CPO lebih tinggi (13,27%) daripada ratarata pertumbuhan GDP keempat negara mitra dagang utama (8,93%) pada rentang tahun tersebut, yang berarti peningkatan GDP keempat negara tersebut akan diikuti oleh peningkatan yang lebih tinggi impor mereka terhadap ekspor CPO dari Indonesia.
64
3. Nilai Tukar Mata Uang Indonesia dengan Mata Uang Empat Negara Mitra dagang Utama (ER) Variabel nilai tukar (ER) menunjukkan pengaruh nyata terhadap perdagangan internasional CPO antara Indonesia dan keempat negara mitra dagang utama pada taraf nyata satu persen pada Tabel 12 dengan koefisien parameter positif bernilai 0,25 yang berarti setiap peningkatan nilai tukar (ER) sebesar satu persen maka akan diikuti oleh peningkatan ekspor CPO Indonesia ke empat negara mitra dagang utama sebesar 0,25 persen. Pada hipetesis sebelumnya,
variabel nilai tukar memiliki hubungan dua arah dengan perdagangan internasional CPO, yang berarti jika terjadi depresiasi terhadap mata uang asing maka ekspor akan meningkat dan jika terjadi apresiasi terhadap mata uang asing maka ekspor menurun karena impor akan meningkat. Hal ini dapat ditelusuri dalam keragaan data ER pada Tabel 15. Tabel 15. Kondisi Apresiasi dan Depresiasi Mata Uang Rupiah terhadap Mata Uang Empat Negara Mitra Dagang Tahun 2000-2010 Tahun
Kondisi ER (IDR - INR,EUR,SGD, MLR)*
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
0.00611 0.00528 0.00588 0.00612 0.00573 0.00521 0.00561 0.00520 0.00504 0.00517 0.00563
Apresiasi/ Depresiasi IDR (%)** -15.68 10.18 3.88 -6.82 -9.93 7.10 -7.93 -3.14 2.61 8.15
Volume Ekspor (Kg) 1,546,080,901 1,461,543,685 2,372,277,635 2,364,666,688 3,056,733,835 3,380,698,395 3,686,545,177 4,068,483,164 5,918,739,210 7,119,823,195 7,289,541,254
Pert. Volume Ekspor (%) -5.78 38.39 -0.32 22.64 9.58 8.30 9.39 31.26 16.87 2.33
Keterangan : *) : Rupiah terhadap Indian Rupee, Euro, Malaysia Ringgit, Singapore Dollar **) : Apresiasi IDR terhadap INR,EUR,SGD,MYR (+), Depresiasi IDR terhadap INR,EUR,SGD,MYR, Sumber : Lampiran 1 (diolah)
65
Berdasarkan Tabel 15, dapat diketahui bahwa kondisi terjadinya apresiasi atau depresiasi mata uang negara Indonesia (IDR) terhadap mata uang keempat negara mitra dagang utama (INR,EUR,SGD,MYR) mempengaruhi volume ekspor CPO Indonesia ke empat negara mitra dagang utama tersebut sesuai dengan hipotesis sebelumnya. Kondisi apresiasi dengan penurunan ekspor CPO dapat dilihat pada data tahun 2003 dimana terjadi apresiasi sebesar 3,88 persen diikuti dengan penurunan ekspor sebesar 0,32 persen. Sedangkan kondisi apresiai dengan kenaikan ekspor CPO dapat dilihat pada data tahun 2004-2005 dan 2007-2008 dengan masing-masing kenaikan ekspor CPO sebesar 22,64, 9,58, 9,39, dan 31,26 persen. 4. Jarak Indonesia dengan Empat Negara Mitra dagang Utama (Dij) Variabel jarak adalah variabel yang tidak signifikan pada hasil estimasi Tabel 12 dengan tanda koefisien positif, sehingga tidak sesuai dengan hipotesis sebelumnya yang menyatakan bahwa variabel Dij berpengaruh negatif terhadap volume ekspor CPO ke empat negara mitra dagang utama. Hal tersebut dapat juga dilihat pada perbandingan antara rata-rata pertumbuhan volume ekspor CPO Indonesia ke empat negara mitra dagang utama dan rata-rata pertumbuhan jarak setelah dimodifikasi dengan memasukkan pengaruh harga minyak dunia (US $/Barrel) pada Tabel 16.
66
Tabel 16. Perbandingan Rata-rata Pertumbuhan Volume Ekspor CPO dan Jarak antara Indonesia dengan Empat Negara Mitra Dagang Utama (%) Tahun 2000-2010 Tahun
Volume Ekspor (Kg)
Dij (US $/Barrel)
2000 1,546,080,901 2001 1,461,543,685 2002 2,372,277,635 2003 2,364,666,688 2004 3,056,733,835 2005 3,380,698,395 2006 3,686,545,177 2007 4,068,483,164 2008 5,918,739,210 2009 7,119,823,195 2010 7,289,541,254 Rata-rata pertumbuhan 2000-2010 (%) Rata-rata pertumbuhan 2000-2010 (%)
527,923 450,558 460,321 531,423 704,757 1,005,191 1,200,261 1,334,360 1,785,655 1,137,263 1,466,433
Pert. Volume Ekspor (%) -5.78 38.39 -0.32 22.64 9.58 8.3 9.39 31.26 16.87 2.33 13.27% -
Pert. Dij (%) -17.17 2.12 13.38 24.59 29.89 16.25 10.05 25.27 -57.01 22.45 6.98%
Sumber : Lampiran 1 (diolah)
Berdasarkan Tabel 16 dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan jarak sebesar 6,98 persen setelah dimodifikasi dengan memasukkan pengaruh harga minyak dunia berpengaruh positif terhadap pertumbuhan volume ekspor CPO Indonesia ke empat negara mitra dagang utama sebesar 13,27 persen. 5. Harga CPO (Crude Palm Oil) Indonesia ke Empat Negara Mitra dagang Utama (P) Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 12, variabel harga CPO dunia adalah variabel yang tidak signifikan selanjutnya dengan tanda koefisien positif. Hal tersebut sesuai dengan hipotesis sebelumnya yang menyatakan bahwa berdasarkan konsep penawaran, jika harga suatu produk tinggi maka akan meningkatkan jumlah produk yang ditawarkan seperti pada Tabel 17 berikut ini.
67
Tabel 17. Perbandingan Rata-rata Pertumbuhan Volume Ekspor CPO dan Harga CPO Indonesia ke Empat negara Mitra Dagang Utama (%) Tahun 2000-2010 Tahun
Volume Ekspor (Kg)
Harga (P) (US $/Kg)
2000 1,546,080,901 2001 1,461,543,685 2002 2,372,277,635 2003 2,364,666,688 2004 3,056,733,835 2005 3,380,698,395 2006 3,686,545,177 2007 4,068,483,164 2008 5,918,739,210 2009 7,119,823,195 2010 7,289,541,254 Rata-rata pertumbuhan 2000-2010 (%) Rata-rata pertumbuhan 2000-2010 (%)
1.07 0.88 1.27 1.47 1.53 1.40 1.51 2.62 3.25 2.39 3.27
Pert. Volume Ekspor (%) -5.78 38.39 -0.32 22.64 9.58 8.30 9.39 31.26 16.87 2.33 13.27% -
Pert. (P) (%) -21.33 30.79 13.51 4.12 -9.34 7.24 42.31 19.57 -36.09 26.85 7.76%
Sumber : Lampiran 1 (diolah)
Tabel 17 menunjukkan komparasi antara rata-rata pertumbuhan volume ekspor CPO Indonesia ke empat negara mitra dagang utama dan harga CPO dunia tahun 2000-2010. Berdasarkan informasi pada Tabel 17, dapat disimpulkan bahwa rata-rata peningkatan harga CPO dunia (P) sebesar 7,76 persen mempengaruhi peningkatan volume ekspor ekspor Indonesia ke empat negara mitra dagang utama sebesar 13,27 persen. 5.2.4. Potensi Perdagangan CPO Indonesia ke Empat Negara Mitra Dagang Utama Pembahasan mengenai potensi ekspor CPO ke empat negara tujuan utama ekspor yaitu India, Belanda, Malaysia, dan Singapura yang menjadi topik utama penelitian ini dan sesuai dengan kerangka pemikiran operasional pada bab sebelumnya dimulai dengan mengestimasi faktor-faktor yang mempengaruhi nilai impor CPO ke empat negara tersebut dengan Gravity Model (model gravitasi) yang selanjutnya berdasarkan hasil estimasi tersebut akan diukur potensi dari keempat negara tersebut dalam penyerapan CPO dunia termasuk dari Indonesia
68
dengan merasiokan nilai prediksi dari Gravity Model tersebut dengan nilai aktual dari Gravity Model tersebut sehingga dapat diketahui negara mana saja dari keempat negara tujuan ekspor tersebut yang masih memiliki potensi yang tinggi terhadap impor CPO dari Indonesia (under estimate) dan negara mana saja yang memiliki potensi yang rendah terhadap impor CPO dari Indonesia (over estimate). Berdasarkan perhitungan rasio perdagangan, jika rasio P/A lebih besar daripada 1 maka perdagangan aktual masih lebih kecil dari potensi yang ada dan implikasinya adalah terdapat potensi yang tinggi untuk ekspor CPO Indonesia ke empat negara mitra dagang utama, dan jika rasio P/A lebih kecil daripada 1 maka perdagangan aktual sudah lebih besar dari potensi yang ada dan implikasinya yaitu pasar pada keempat negara importir tersebut sudah tidak berpotensi. Adapun hasil pengukuran potensi perdagangan dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Hasil Pengukuran Potensi Perdagangan Keempat Negara Importir CPO No 1. 2. 3. 4.
Negara India Belanda Singapura Malaysia
Nilai PP 1.0005 0.9992 0.9959 1.0195
Keterangan under estimate over estimate over estimate under estimate
Sumber : lampiran 5
Berdasarkan Tabel 18, dapat diidentifikasi dari nilai PP bahwa India, dan Malaysia adalah negara-negara mitra dagang utama yang memiliki nilai aktual volume impor CPO lebih rendah dibandingkan nilai estimasinya dengan rasio masing-masing 1,0005 dan 1,0195. Sedangkan Belanda dan Singapura adalah negara-negara mitra dagang utama yang memiliki nilai aktual lebih tinggi dibandingkan nilai estimasinya yaitu masing-masing sebesar 0,9992 dan 0,9959. Hal tersebut mengindikasikan bahwa potensi ekspor CPO dari Indonesia ke India dan Malaysia akan lebih tinggi dibandingkan potensi ekspor CPO Indonesia ke Belanda dan Singapura. Adapun identifikasi dari hal ikhwal diatas dapat dilihat dari keragaan trend ekspor CPO dari Indonesia ke Belanda dan singapura sebagai negara-negara mitra dagang utama yang memiliki potensi rendah dalam mengimpor CPO dari Indonesia yang disajikan pada Gambar 12.
69
Analisis Trend Volume Ekspor CPO Indonesia ke Negara Singapura
Volume Ekpsor (Kg)
Sumber : Lampiran 1 (diolah)
Tahun 2000-2010
600000000
Variable A ctual Fits
500000000
A ccuracy Measures MA PE 6.22888E+00 MA D 2.45276E+07 MSD 8.47375E+14
400000000
300000000
200000000 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Tahun
Gambar 12. Hasil Analisis Trend Volume Ekspor CPO dari Negara Indonesia ke Negara Singapura Tahun 2000-2010 Sumber : Lampiran 1 (diolah)
Gambar 12 menunjukkan analisis trend volume ekspor CPO dari Indonesia ke negara Singapura pada periode tahun 2000-2010. Berdasarkan Gambar 12, terlihat adanya peningkatan trend ekspor CPO Indonesia ke negara Singapura. Akan tetapi bila dilihat dari perbandingan nilai prediksi dan aktual, volume ekspor CPO aktual dari Indonesia ke Singapura lebih tinggi dibandingkan volume ekspor CPO prediksinya pada periode tahun 2000-2001, 2005-2007, dan 2009. Analisis trend volume ekspor CPO Indonesia ke negara Belanda pada periode tahun 20002010 dapat dilihat pada Gambar 13.
70
Analisis Trend Volume Ekspor CPO Indonesia ke Negara Belanda Tahun 2000-2010 1100000000
Variable A ctual Fits
Volume Ekspor (Kg)
1000000000
A ccuracy Measures MA PE 1.81676E+01 MA D 1.08155E+08 MSD 1.75053E+16
900000000 800000000 700000000 600000000 500000000 400000000 300000000 2000
2001
2002 2003
2004
2005
2006 2007
2008
2009 2010
Tahun
Gambar 13. Hasil Analisis Trend Volume Ekspor CPO dari Negara Indonesia ke Negara Singapura Tahun 2000-2010 Sumber : Lampiran 1 (diolah)
Berdasarkan Gambar 13 dapat diketahui bahwa volume ekspor CPO aktual dari Indonesia ke Singapura lebih tinggi dibandingkan volume ekspor CPO prediksinya pada periode tahun 2000-2002, 2005, dan 2008-2009 sehingga dapat disimpulkan bahwa negara Singapura dan India memiliki potensi yang rendah dalam menyerap CPO dari Indonesia.
71