KAJIAN PENYIMPANAN RAJANGAN WORTEL SEGAR TEROLAH MINIMAL DALAM KEMASAN ATMOSFER TERMODIFIKASI
MUHDARSYAH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Penyimpanan Rajangan Wortel Segar Terolah Minimal Dalam Kemasan Atmosfer Termodifikasi adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juli 2007 Muhdarsyah NRP F051030131
ABSTRACT MUHDARSYAH. Study On Storage of Minimally Processed Fresh Cut Carrot in Modified Atmosphere Packaging. Under the direction of HADI K. PURWADARIA and LILIK PUJANTORO EKO NUGROHO. This research is aimed to assess the characteristics of fresh cut carrot stored in modified atmosphere packaging. Carrot was shredded with a thickness of 0.1-0.2 cm, and a length of 2.4-2.6 cm. Research was carried out in three phases 1) the determination of respiration rate for carrot at 5 0C, 10 0C and ambient temperature, 2) the selection of O2 and CO2 composition for the modified atmosphere of fresh cut carrot and 3) the determination of the type of packaging film. Fresh cut carrot had the slowest respiration rate of 22.18 ml/kg-hour for oxygen consumption and 20.15 ml/kg-hour CO2 production at 5 0C storage. The selected atmosphere composition was 2-3% O2 and 4-5% CO2, thus the compatible type of packaging film is low density polyethylene (LDPE). It was recommended that the fresh cut carrot was stored at 5 0C in an LDPE modified atmosphere packaging, with the vacuum packaging per 392 cm2 surface area. In this packaging design, the fresh cut carrot would be still stored until 162 hour shelf life. Keywords: Fresh cut carrot, modified atmosphere packaging, LDPE, vacuum packaging.
RINGKASAN MUHDARSYAH. Kajian Penyimpanan Rajangan Wortel Segar Terolah Minimal Dalam Kemasan Atmosfer Termodifikasi. Dibimbing oleh HADI K. PURWADARIA dan LILIK PUJANTORO EKO NUGROHO. Wortel (Daucus carota) terolah minimal dapat dijadikan alternatif penyajian sebagai sayuran segar. Masalah yang terjadi pada pascapanen wortel adalah produk mudah mengalami kerusakan akibat masih berlangsungnya proses fisiologis. Teknologi pascapanen untuk memperpanjang masa simpan sayuran segar dapat dilakukan antara lain penyimpanan dengan atmosfer termodifikasi yang dikombinasikan dengan penyimpanan suhu rendah sehingga konsumen dapat mengetahui secara langsung mutu wortel yang akan dikonsumsinya. Tujuan penelitian secara umum untuk mengkaji kondisi kemasan atmosfer termodifikasi yang sesuai untuk memperpanjang masa simpan rajangan wortel segar/wortel terolah minimal dengan mutu yang masih dapat diterima konsumen, sedangkan tujuan khusus adalah 1) mempelajari laju respirasi rajangan wortel segar pada berbagai tingkat suhu penyimpanan, 2) menentukan komposisi O2 dan CO2 optimum untuk penyimpanan rajangan wortel segar, 3) menentukan jenis film kemasan yang sesuai dan berat optimum untuk penyimpanan rajangan wortel segar, 4) validasi penyimpanan rajangan wortel segar dalam kemasan atmosfer termodifikasi menggunakan film kemasan terpilih, 5) membandingkan rajangan wortel segar dalam kemasan atmosfer termodifikasi dengan kemasan tanpa udara (vakum) dan (6) penentuan parameter mutu kritis dan umur simpan rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah wortel segar yang dipanen pada umur petik 90 hari setelah tanam yang diperoleh dari “Pacet Segar” di Cipanas, Jawa Barat. Besar wortel rata-rata 8 batang/kg. Kemudian dirajang dengan ketebalan dan panjang rata-rata (0.1-0.2 cm dan 2.4-2.6 cm). Bahan lain yang digunakan adalah film plastik terpilih low density polyethylene (LDPE), alkohol, lilin (malam), wadah styrofoam serta gas O2, CO2 dan N2. Penelitian dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu: 1) pengukuran laju respirasi rajangan wortel segar suhu 5 0C, suhu 10 0C dan suhu ruang, 2) penentuan komposisi gas O2 dan CO2 optimum dan 3) peyimpanan dalam film kemasan terpilih. Pada tahap kedua dilakukan pengamatan parameter mutu terhadap laju susut bobot, laju kekerasan, laju total padatan terlarut dan laju warna. Tahap ketiga dilakukan pengamatan laju susut bobot, laju kekerasan, laju total padatan terlarut, laju warna dan uji organoleptik (hedonik). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata laju respirasi rajangan wortel segar selama penyimpanan 192 jam suhu 5 0C adalah 22.18 ml O2/kg.jam dan 20.15 ml CO2/kg,jam. Suhu 10 0C laju respirasi adalah 43.89 ml O2/kg.jam dan 41.73 ml CO2/kg.jam dan suhu ruang laju respirasi adalah 470.39 ml O2/kg.jam dan 525.78 ml CO2/kg.jam. Suhu 5 0C merupakan suhu yang dipilih untuk penyimpanan rajangan wortel segar karena mempunyai laju respirasi terkecil dan umur simpan lebih panjang. Penyimpanan rajangan wortel segar selama 192 jam dalam komposisi atmosfer termodifikasi suhu 5 0C dan suhu ruang menunjukkan komposisi yang terbaik adalah komposisi 2-3% O2 dan 4-5% CO2 serta suhu penyimpanan 5 0C.
v
Sehingga jenis film kemasan yang terpilih adalah low density polyethylene (LDPE). Ketebalan film LDPE yang digunakan adalah 0.08 mm = 3.146 mil dan luas mangkok styrofoam adalah 0.0261 m2. Berdasarkan perhitungan secara teoritis berat rajangan wortel segar yang dapat dikemas hanya 60 gram. Dengan harapan komposisi optimum dicapai, maka berat rajangan wortel segar yang dikemas di kali 2 dan di kali 3. Sehingga berat rajangan wortel yang dikemas dalam wadah kemasan terpilih adalah 120 gram dan 180 gram. Digunakan juga kemasan tanpa udara (vakum) film LDPE dengan luas 392 cm2 atau kantong plastik dengan lebar 18.66 cm dan panjang sampai tempat penutupan (sealing) adalah 21 cm, berat rajangan wortel yang dikemas adalah 180 gram. Masingmasing jenis kemasan disimpan suhu 5 0C dan suhu ruang. Berdasarkan parameter mutu kritis dan pendugaan umur simpan rajangan wortel segar dalam kemasan atmosfer termodifikasi suhu 5 0C, maka untuk kemasan 180 gram dapat disimpan selama 101 jam, untuk kemasan 120 gram dapat disimpan selama 117 jam dan kemasan tanpa udara (vakum) dapat disimpan selama 162 jam. Kata kunci: Rajangan wortel segar, kemasan atmosfer termodifikasi, LDPE, kemasan vakum.
© Hak cipta milik IPB, tahun 2007 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, Sebagian atau seluruhnya dalam Bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
KAJIAN PENYIMPANAN RAJANGAN WORTEL SEGAR TEROLAH MINIMAL DALAM KEMASAN ATMOSFER TERMODIFIKASI
MUHDARSYAH
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Pascapanen
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
Judul Tesis Nama NRP
: Kajian Penyimpanan Rajangan Wortel Segar Terolah Minimal Dalam Kemasan Atmosfer Termodifikasi : Muhdarsyah : F051030131
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Hadi K. Purwadaria, IPm Ketua
Dr. Ir. Lilik Pujantoro E.N., M. Agr Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Teknologi Pascapanen
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M. Agr
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal Lulus:
Tanggal Ujian: 4 Juli 2007
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Usman Ahmad, M. Agr
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu Dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat (QS Al-mujaadilah [58]:11)
“Ilmu Pengetahuan merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah S.W.T.”
Ku persembahkan kepada: Ibunda Tercinta Cut Ainal Mardhiah, Istriku Winda, anakku Zifa, Serta semua adik-adikku
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T. atas segala hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian dilakukan terkait dengan permasalahan pasar yang dihadapi dan bagaimana menggunakan wortel secara praktis dan efisien. Untuk menyiasati hal tersebut, dicoba alternatif penyajian rajangan wortel segar/wortel terolah minimal yang disimpan dalam kemasan atmosfir termodifikasi. Pada wortel terolah minimal, kulit buah dikupas dan dirajang sehingga konsumen dapat mengkonsumsi langsung dan mengetahui mutu wortel yang akan dikonsumsi. Teknologi pascapanen ini diharapkan dapat mengurangi dan meningkatkan penggunaan wortel. Penelitian dilakukan sejak bulan Oktober 2005 s/d Maret 2007. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Hadi K. Purwadaria, IPm dan Dr. Ir. Lilik Pujantoro Eko Nugroho, M.Agr selaku pembimbing yang telah memberikan arahan, dorongan dan saran hingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Dr. Ir. Usman Ahmad, M. Agr sebagai dosen penguji luar komisi yang telah banyak memberikan masukan tehadap perbaikan tesis ini. 2. Bapak H. Dadang Manager “Pacet Segar” yang selalu siap sedia menyiapkan wortel di Cipanas. 3. Bapak Sulyaden di Lab TPPHP Departemen Teknik Pertanian FATETA IPB. 4. Ketua STIP Meulaboh Bapak Ir. Rusman Salam dan Bupati Aceh Barat Bapak Drs. Sofyanis (Alm) sebagai Ketua Yayasan Pendidikan Tengku Dirundeng Meulaboh yang telah memberikan izin tugas belajar kepada penulis. 5. Ibunda Cut Ainal Mardhiah dan Ayahanda Razali Moesa (Alm), Ayahanda mertua H. Hasbi Ibrahim dan Ibunda Mertua Hj. Syarifah Yuniar, dan Adinda (Azwarsyah, Ernajulianti dan Andriansyah) atas segala pengorbanan, dorongan dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan studi S2 IPB. 6. Kakanda Ir. Iskandar Razali, Drs. Azmir Razali dan Drs. Nasri beserta keluarga yang telah membantu penulis baik moril dan materil selama penulis menempuh studi S2 IPB dan seluruh kelurga besar Razali Moesa (Alm). 7. Rekan-rekan di Distannak Kab. Aceh Barat (Ir. Said Mahjali, MM., Masri Mozas, SP., Drh. Amri) yang telah memberikan motivasi dan bantuan materilnya. 8. Yurnalis, SP., M. Si., yang telah membantu merajang wortel. 9. Tim Organoleptik (Crew Asrama Mahasiswa Aceh Leuser dan Asrama Mahasiswi Aceh Malahayati). 10. Istri dan Anandaku tercinta: Haswinda Hasbi, SP dan Azifah Awayna yang senantiasa menjadi motivasi dan pelita dalam hidupku, serta pihak-pihak lain yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih semua, Hanya Allah S.W.T. yang mampu membalasnya. Akhirnya, Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juli 2007 Muhdarsyah
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pasi Jeumpa, Aceh Barat tanggal 28 Desember 1977 dari ayah Razali Moesa (Alm) dan ibu Cut Ainal Mardhiah. Penulis merupakan putra pertama dari empat bersaudara. Tahun 1996 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Meulaboh, Aceh Barat dan pada tahun yang sama diterima masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan dan lulus sebagai Sarjana Peternakan tanggal 13 Januari tahun 2003. Tahun 2003 penulis diterima sebagai staf di Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIP) Teungku Dirundeng Meulaboh, sekarang menjadi Universitas Teuku Umar (UTU). Pada tahun yang sama penulis melanjutkan Pendidikan S2 pada Program Studi Teknologi Pasca Panen (TPP) IPB dengan biaya sendiri. Pada tahun 2004 memperoleh Beasiswa Pendidikan Pascasarjana dari Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI) melalui jalur Bantuan Pendidikan Pascasarjana (BPPS).
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ......................................................................................................
x
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvi PENDAHULUAN ............................................................................................. Latar Belakang .......................................................................................... Tujuan Penelitian ......................................................................................
1 1 3
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 4 Klasifikasi Wortel dan Kandungan Kimia ................................................ 4 Panen ........................................................................................................ 5 Fisiologi Pasca Panen ............................................................................... 6 Rajangan Sayuran ..................................................................................... 8 Penyimpanan Modified Atmosfer Packaging (MAP) .............................. 9 Pemilihan Jenis Kemasan ......................................................................... 13 BAHAN DAN METODE .................................................................................. Tempat dan Waktu .................................................................................... Bahan dan Alat ......................................................................................... Tahapan Penelitian ................................................................................... Standar Operational Precedure (SOP) Penyiapan Rajangan Wortel Segar .................................................................................................... Pengukuran Laju Respirasi .................................................................. Penentuan Komposisi Atmosfer Termodifikasi ................................... Penentuan Jenis Film Kemasan ........................................................... Penentuan Berat Optimum Rajangan Wortel ....................................... Validasi Penyimpanan Rajangan Wortel Segar ................................... Penentuan Parameter Mutu Kritis ........................................................ Pendugaan Umur Simpan .................................................................... Pengamatan ............................................................................................... Laju Susut Bobot .................................................................................. Laju Kekerasan .................................................................................... Laju Total Padatan Terlarut ................................................................. Laju Warna ........................................................................................... Uji Organoleptik .................................................................................. Penyusunan Prosedur Operasional Baku Rajangan Wortel Segar ............
16 16 16 17
HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... Laju Respirasi Rajangan Wortel ............................................................... Penentuan Komposisi Atmosfer Penyimpanan ........................................ Laju Susut Bobot ..................................................................................
26 26 33 36
17 17 19 21 21 21 22 22 22 22 23 23 23 24 25
xi
Laju Kekerasan .................................................................................... Laju Total Padatan Terlarut (TPT) ...................................................... Laju Warna ........................................................................................... Penentuan Jenis Film Kemasan ................................................................ Penentuan Berat Optimum Wortel Terolah Minimal ............................... Validasi Rajangan Wortel Segar Dalam Kemasan Terpilih ..................... Perubahan Konsumsi O2 dan Produksi CO2 Dalam Kemasan ............. Laju Susut Bobot .................................................................................. Laju Kekerasan .................................................................................... Laju Total Padatan Terlarut (TPT) ...................................................... Laju Warna ........................................................................................... Uji Organoleptik .................................................................................. Tekstur .............................................................................................. Warna ............................................................................................... Aroma ............................................................................................... Kesegaran ......................................................................................... Rasa .................................................................................................. Keseluruhan ...................................................................................... Penentuan Parameter Mutu Kritis ............................................................. Pendugaan Umur Simpan ......................................................................... Hubungan warna dan uji organoleptik terhadap rajangan wortel segar ...
38 40 41 46 47 49 49 51 54 55 57 62 62 63 63 65 65 66 67 67 68
SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................... 74 Simpulan ................................................................................................... 74 Saran ......................................................................................................... 74 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 75
DAFTAR TABEL Halaman 1 Komposisi Gizi Wortel per 100 gram Bahan ...............................................
5
2 Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Wortel di Indonesia ....................
6
3 Koefisien permeabilitas film kemasan hasil perhitungan dan penetapan (ml mil/m2 jam atm) (Gunadnya 1993) ....................................................... 14
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kurva beberapa film kemasan dan udara (Gunadnya 1993) ........................ 14 2 Wortel yang digunakan untuk penelitian ..................................................... 16 3 Bagan alir pengukuran laju respirasi rajangan wortel segar ........................ 18 4 Bagan alir penentuan komposisi O2 dan CO2 pada suhu terpilih ................. 20 5 Laju konsumsi O2 (%) dan produksi CO2 (%) rajangan wortel segar suhu 5 0C ............................................................................................................... 27 6 Laju respirasi (ml/kg.jam) rajangan wortel segar suhu 5 0C ........................ 27 7 Laju konsumsi O2 (%) dan produksi CO2 (%) rajangan wortel segar suhu 10 0C ............................................................................................................. 28 8 Laju respirasi (ml/kg.jam) rajangan wortel segar suhu 10 0C ...................... 29 9 Laju konsumsi O2 (%) dan produksi CO2 (%) rajangan wortel segar suhu ruang ............................................................................................................. 29 10 Laju respirasi (ml/kg.jam) rajangan wortel segar suhu ruang ...................... 30 11 Laju konsumsi O2 (%) rajangan wortel segar suhu 5 0C .............................. 33 12 Laju produksi CO2 (%) rajangan wortel segar suhu 5 0C ............................. 34 13 Laju konsumsi O2 (%) rajangan wortel segar suhu ruang ............................ 35 14 Laju produksi CO2 (%) rajangan wortel segar suhu ruang ........................... 35 15 Laju susut bobot (%) rajangan wortel segar suhu 5 0C ................................ 36 16 Laju susut bobot (%) rajangan wortel segar suhu ruang .............................. 37 17 Laju kekerasan (kgf) rajangan wortel segar suhu 5 0C ................................. 38 18 Laju kekerasan (kgf) rajangan wortel segar suhu ruang ............................... 39 19 Laju total padatan terlarut (% Brix) rajangan wortel segar suhu 5 0C ........ 40 20 Laju total padatan terlarut (% Brix) rajangan wortel segar suhu ruang ....... 41 21 Laju kecerahan (*L) rajangan wortel segar suhu 5 0C ................................. 42 22 Laju kecerahan (*L) rajangan wortel segar suhu ruang ............................... 43
xiv
23 Laju warna merah (*a) rajangan wortel segar suhu 5 0C ............................. 43 24 Laju warna merah (*a) rajangan wortel segar suhu ruang ........................... 44 25 Laju warna kuning (*b) rajangan wortel segar suhu 5 0C ............................ 45 26 Laju warna kuning (*b) rajangan wortel segar suhu 5 0C ............................ 45 27 Kurva beberapa film kemasan dengan daerah atmosfer termodifikasi untuk rajangan wortel segar ......................................................................... 46 28 Laju komposisi O2 (%) dan CO2 (%) rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih suhu 5 0C .......................................................................................... 49 29 Laju komposisi O2 (%) dan CO2 (%) rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih suhu ruang ........................................................................................ 51 30 Laju susut bobot (%) rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih suhu 5 0C ............................................................................................................... 52 31 Laju susut bobot (%) rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih suhu ruang ............................................................................................................. 53 32 Laju kekerasan (kgf) rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih suhu 5 0C ............................................................................................................... 54 33 Laju kekerasan (kgf) rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih suhu ruang ............................................................................................................. 55 34 Laju total padatan terlarut (% Brix) rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih suhu 5 0C .......................................................................................... 56 35 Laju total padatan terlarut (% Brix) rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih suhu ruang ........................................................................................ 57 36 Laju kecerahan (*L) rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih suhu 5 0C ............................................................................................................... 58 37 Laju kecerahan (*L) rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih suhu ruang ............................................................................................................. 59 38 Laju warna merah (*a) rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih suhu 5 0C ............................................................................................................... 59 39 Laju warna merah (*a) rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih suhu ruang ............................................................................................................. 60 40 Laju warna kuning (*b) rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih suhu 5 0C ............................................................................................................... 61
xv
41 Laju warna kuning (*b) rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih suhu ruang ............................................................................................................. 61 42 Laju nilai organoleptik tekstur rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih suhu 5 0C ...................................................................................................... 62 43 Laju nilai organoleptik warna rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih suhu 5 0C ...................................................................................................... 63 44 Laju nilai organoleptik aroma rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih suhu 5 0C ...................................................................................................... 64 45 Laju nilai organoleptik kesegaran rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih suhu 5 0C .......................................................................................... 65 46 Laju nilai organoleptik rasa rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih suhu 5 0C ...................................................................................................... 66 47 Laju nilai organoleptik keseluruhan rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih suhu 5 0C .......................................................................................... 67 48 Laju penurunan warna kuning (*b) rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih suhu 5 0C .......................................................................................... 68 49 Rajangan wortel segar kemasan 180 gram suhu 5 0C .................................. 70 50 Rajangan wortel segar kemasan 120 gram suhu 5 0C .................................. 71 51 Rajangan wortel segar kemasan tanpa udara (vakum) suhu 5 0C ................ 72 52 Rajangan wortel segar kemasan terpilih penyimpanan 16 jam suhu ruang . 73
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Format uji organoleptik ................................................................................ 81 2 Perubahan produksi CO2 (%) dan konsumsi O2 (%) rajangan wortel segar ............................................................................................................. 82 3 Nilai rata-rata laju respirasi dan Kuesien Respirasi (RQ) rajangan wortel segar (ml/kg.jam) ......................................................................................... 83 4 Nilai rata-rata konsumsi O2 (%) dan produksi CO2 (%) rajangan wortel segar pada berbagai komposisi atmosfer termodifikasi ............................... 84 5 Nilai susut bobot (%) rajangan wortel segar pada tahap penentuan komposisi ..................................................................................................... 85 6 Laju kekerasan (kgf) rajangan wortel segar pada tahap penentuan komposisi ..................................................................................................... 86 7 Laju total padatan terlarut (%Brix) rajangan wortel segar pada tahap penentuan komposisi .................................................................................... 87 8 Laju warna (*L*a*b) rajangan wortel segar pada tahap penentuan komposisi ..................................................................................................... 88 9 Perubahan konsumsi CO2 (%) dan produksi O2 (%) rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih ....................................................................... 89 10 Nilai rata-rata laju susut bobot (%) rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih .......................................................................................................... 90 11 Nilai rata-rata laju perubahan kekerasan (kgf) rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih ........................................................................................... 90 12 Nilai rata-rata laju perubahan total padatan terlarut (%Brix) rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih ....................................................................... 90 13 Nilai rata-rata laju warna (*L*a*b) rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih .......................................................................................................... 91 14 Nilai rata-rata hedonik uji organoleptik rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih suhu 5 0C ........................................................................... 92
PENDAHULUAN Latar Belakang Wortel (Daucus carota) merupakan komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi.
Berdasarkan data BPS (2006), Perkembangan
volume ekspor Indonesia terhadap wortel sampai bulan September tahun 2005 adalah 167.007 kg, setara dengan nilai US$ 36.538, sedangkan volume impor adalah 5.802.970 kg, setara dengan nilai US$ 2.547.867. Produksi wortel dari tahun 1997 sampai dengan tahun 2005 berfluktuasi setiap tahunnya. Pada tahun 1997 adalah 227.321 ton, tahun 1998 adalah 332.846 ton, tahun 1999 adalah 286.536 ton, tahun 2000 adalah 326.693 ton, tahun 2001 adalah 300.648 ton, tahun 2002 adalah 282.248 ton, tahun 2003 adalah 355.802 ton, tahun 2004 adalah 423.722 ton, dan tahun 2005 adalah 440.002 ton (BPS 2006). Kemajuan teknologi menuntut suatu sajian praktis dalam mengkomsumsi suatu produk, dimana semakin sedikit waktu yang tersedia berkaitan dengan penyajian makanan, terutama dalam pemilihan sayuran segar dan praktis, sehingga mudah dan cepat penyajiannnya. Disisi lain meningkatnya kesadaran masyarakat tentang gizi dan kesehatan, mendorong masyarakat untuk hidup lebih sehat dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi dan mempunyai efek menyehatkan. Perubahan gaya konsumsi menjadi makanan siap makan (ready to eat) menjadi alternatif pilihan masyarakat.
Kondisi ini memberi peluang untuk
dipasarkan rajangan wortel segar terolah minimal (fresh cut) siap saji yang terkesan lebih praktis.
Untuk memenuhi kebutuhan wortel siap saji perlu
dilakukan pengolahan minimal antara lain meliputi kegiatan seleksi, pembersihan atau pencucian, pengupasan, pengirisan/perajangan. Menurut Varoquaux dan Wiley (1994) dalam Laurila dan Ahvenainen (2002), dalam bentuk rajangan bahan pangan tersebut akan mengakibatkan pelapisan alami akan hilang. Proses ini mengakibatkan terjadinya induksi sintesis etilen, degradasi membran lipid, reaksi pencoklatan, pembentukan metabolid sekunder, kehilangan air dan peningkatan laju respirasi, pembusukan dan kehilangan air secara cepat karena luas permukaan wortel yang bersentuhan
2
dengan udara semakin besar, oleh karena itu lebih banyak O2 yang berdifusi ke dalam jaringan. Wortel (Daucus carota) terolah minimal dapat dijadikan alternatif penyajian sebagai sayuran segar. Masalah yang terjadi pada rajangan wortel segar adalah produk mengalami kerusakan dengan cepat akibat masih berlangsungnya proses fisiologis. Salah satu cara untuk memperpanjang masa simpan rajangan wortel segar adalah penyimpanan dengan atmosfer termodifikasi yang dikombinasikan dengan penyimpanan suhu rendah dan pengunaan kemasan yang sesuai, dimana cara ini berguna untuk menekan laju respirasi, dengan cara menurunkan komposisi O2 dan meningkatkan komposisi CO2, sehingga dicapai umur simpan yang panjang. Kemasan terpilih pada Modified Atmosphere yang digunakan dalam penelitian ini juga dibandingkan dengan kemasan tanpa udara (vakum). Kemasan tanpa udara (vakum) atau penyimpanan hermetis didefinisikan sebagai penyimpanan produk pertanian di dalam wadah yang dibuat sedemikian rupa sehingga produk di dalam terlindung dari pertukaran gas atau air dari luar. Penggunaan kemasan tanpa udara (vakum) dilakukan pada penelitian ini mengingat permintaan konsumen terhadap produk segar terutama rajangan wortel segar/wortel terolah minimal umunya dalam bentuk kemasan tanpa udara (vakum). Kemasan tanpa udara (vakum) berguna bagi konsumen karena dapat mengetahui
secara
langsung
mutu
rajangan
wortel
segar
yang
akan
dikonsumsinya. Penyimpanan Modified Atmosphere dapat dilakukan dengan cara mengemas buah-buahan dan sayuran dalam film tembus gas sehingga terbentuk komposisi udara yang dikehendaki setelah terjadi keseimbangan antara laju pernafasan komoditas dengan proses perembesan gas CO2 ke luar dan gas O2 ke dalam kemasan. Cara lain adalah dengan melakukan pengisian komposisi udara tertentu ke dalam kemasan kedap gas tak tembus gas sebelum kemasan ditutup. Cara Modified Atmosphere dengan kemasan film lebih murah dan lebih tinggi ketepatannya (Purwadaria 1992). Menurut Zagory dan Kader (1988), untuk mencapai kondisi lingkungan dalam atmosfer termodifikasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu “Commodity
3
generated” Atmosphere”.
atau
Passive
Modified
Atmosphere
dan
“Active
Modified
Modifikasi atmosfer dengan cara pasif harus mengetahui
karakteristik komoditas dan film kemasan, karena kondisi atmosfer dihasilkan akibat konsumsi oksigen dan produksi karbondioksida melalui respirasi oleh komoditi dalam kemasan. Prinsip dasar dalam penerapan MAP adalah modifikasi atmosfer diciptakan secara pasif dengan menggunakan bahan kemasan yang baik permeabilitasnya, atau secara aktif dengan menggunakan perpaduan gas tertentu dengan bahan kemasan permeabel. Tujuan kedua prinsip tersebut adalah untuk menciptakan kesetimbangan gas yang optimal dalam kemasan, dimana aktifitas respirasi produk menjadi serendah mungkin dengan tingkat konsentrasi oksigen dan karbodioksida tidak merugikan bagi produk (Laurila dan Ahvenainen 2002). Tujuan Penelitian Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengkaji kondisi kemasan atmosfer termodifikasi yang sesuai untuk memperpanjang masa simpan rajangan wortel segar/wortel terolah minimal dengan mutu yang masih dapat diterima konsumen. Sedangkan tujuan khusus adalah sebagai berikut: 1. Mempelajari laju respirasi rajangan wortel segar pada berbagai tingkat suhu penyimpanan. 2. Menentukan komposisi O2 dan CO2 optimum untuk penyimpanan rajangan wortel segar. 3. Menentukan jenis film kemasan yang sesuai dan berat optimum untuk penyimpanan rajangan wortel segar. 4. Validasi penyimpanan rajangan wortel segar dalam kemasan atmosfer termodifikasi menggunakan film kemasan terpilih. 5. Membandingkan rajangan wortel segar dalam kemasan atmosfer termodifikasi dengan kemasan tanpa udara (vakum). 6. Penentuan parameter mutu kritis dan umur simpan rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih.
4
TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Wortel dan Kandungan Kimia Wortel (Daucus carota) bukan tanaman asli Indonesia, berasal dari negeri yang beriklim sedang (sub-tropis) yaitu Asia Timur dan Asia Tengah. Ditemukan tumbuh liar sekitar 6.500 tahun yang lalu.
Rintisan budidaya wortel pada
mulanya terjadi di daerah sekitar Laut Tengah, menyebar luas ke kawasan Eropa, Afrika, Asia dan akhirnya ke seluruh bagian dunia yang telah terkenal daerah pertaniannya (Venty dan Dessy 1999). Di Indonesia budidaya wortel pada mulanya hanya terkonsentrasi di Jawa Barat yaitu daerah Lembang dan Cipanas.
Namun dalam perkembangannya
menyebar luas ke daerah-daerah sentra sayuran di Jawa dan luar Jawa. Tanaman wortel yang banyak dikembangkan di Indonesia adalah yang berumbi kuning sampai agak jingga, rasanya agak manis. Jika dilihat dari taksonominya, wortel ternyata masih satu famili dengan parsley, seledri, adas dan lain-lain. Adapun klasifikasi tanaman wortel adalah sebagai berikut: kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) divisi
: Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
sub-divisi : Angiospermae kelas
: Dicotyledonae
ordo
: Umbelliferales
famili
: Umbelliferae (Apiaceae)
genus
: Daucus
spesies
: Daucus carrota
Tanaman wortel merupakan sayuran daratan tinggi yang bisa ditanam sepanjang tahun baik musim kemarau maupun musim hujan.
Wortel pada
permulaan tumbuh menghendaki cuaca dingin dan lembab. Pertumbuhan dan produksi umbi dibutuhkan suhu udara optimal antara 15.6-21.1 0C. Suhu udara yang terlalu tinggi (panas) sering kali menyebabkan umbi kecil-kecil (abnormal) dan berwarna pucat/kusam. Bila suhu udara terlalu rendah (sangat dingin), maka umbi yang terbentuk menjadi panjang kecil (Venty dan Dessy 1999).
5
Ditinjau dari segi organoleptik, wortel memiliki warna yang menarik. Warna merah kekuningan hingga merah jingga menjadikan wortel memiliki daya pikat tersendiri. Selain itu, wortel memiliki rasa yang enak sehingga digemari oleh masyarakat. Tekstur umbi wortel juga sangat baik (renyah), tidak terlalu keras dan tidak terlalu lembek. Bahkan mengkonsumsi wortel sangat dianjurkan, terutama untuk menghadapi masalah kekurangan vitamin A. Dalam setiap 100 gram bahan mengandung 12.000 S.I vitamin A. Wortel merupakan bahan pangan bergizi tinggi, harga murah dan mudah mendapatkannya. Tabel 1 Komposisi Gizi Wortel per 100 gram Bahan
Selain kandungan vitamin dan mineral, wortel juga merupakan sumber serat yang baik. Serat makanan diakui memberikan pengaruh positif bagi metabolisme zat gizi dan kesehatan tubuh. Peranan serat makanan untuk kesehatan tubuh seringkali dikaitkan dengan penyakit konstipasi, kegemukan (obesitas) serta memberikan efek hipokolesterolemik dengan cara mengikat asam empedu dan membuangnya ke feses. Peranan yang terakhir ini sangat erat kaitannya dengan pencegahan penyakit jantung koroner. Panen Ciri-ciri tanaman wortel sudah saatnya dipanen adalah tanaman wortel yang telah berumur ± 3 bulan sejak sebar benih atau tergantung varietasnya, ukuran umbi telah maksimal dan tidak terlalu tua. Panen yang terlalu tua (terlambat) dapat menyebabkan umbi menjadi keras, sehingga kualitasnya rendah atau tidak
6
laku dipasarkan. Demikian pula panen terlalu awal hanya akan menghasilkan umbi berukuran kecil-kecil, sehingga produksinya menurun (rendah). Menurut Kartasapoetra (1989), walaupun sudah diketahui wortel dapat dipanen pada umur 3-4 bulan setelah penanamannya, tetapi untuk tepatnya pelaksanaan pemanenan sebaiknya diperhatikan pula apakah daun-daun tanamannya telah menguning dalam keadaan wajar (bukan karena serangan hama atau penyakit), selain itu apakah umbinya telah cukup besar dan diameter umbi yang cukup untuk dipanen yaitu sekitar 2 cm atau lebih.
Panen supaya
dilaksanakan pada pagi hari atau sore hari, gunakanlah alat bantu seperti garpu dan cangkul dan usahakan agar tidak ada yang luka. Pengambilan umbi ini berarti pengangkatan umbi wortel beserta batang tanamannya, cara demikian memang untuk memudahkan pengangkutan dari kebun ke tempat pembersihan dan sortasi, batang-batangnya disatukan dan diikat dalam satu untaian besar sehingga tiap untaian mudah dijinjing atau dipikul tanpa ada yang terluka. Tabel 2 Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Wortel di Indonesia
Fisiologi Pasca Panen Tanaman yang masih dikebun dan persawahan terus melakukan proses kehidupan, bahkan setelah panen, komoditi hortikultura segar yang terdiri dari tenunan masih hidup, yaitu dengan melaksanakan pernafasan dalam suatu seri
7
reaksi yang kompleks (Winarno 2002). Sayur-sayuran dan buah-buahan serta hasil pertanian pada umumnya setelah dipanen kalau dibiarkan begitu saja lamakelamaan akan mengalami perubahan-perubahan akibat pengaruh fisiologis, fisik, kimiawi, parasitik atau mikrobiologis (Muchtadi 1992).
Luka-luka atau
memarpun selama pemanenan akan memberi pengaruh buruk terhadap komoditas hingga menjadi rusak dan tidak menarik.
Pemanenan dan penanganan perlu
dilakukan dengan hati-hati untuk dapat mempertahankan mutu sayur-sayuran. Pemanenan yang keliru dan penanganan yang kasar dikebun dapat mempengaruhi mutu pemasaran secara langsung (Pantastico 1989). Menurut Yangyang (1986), selama produk bernafas maka produk akan mengalami pematangan kemudian diikuti dengan cepat oleh proses pembusukan. Respirasi merupakan sarana penyediaan energi yang vital dibutuhkan untuk mempertahankan struktur sel dan jalannya proses-proses biokimia. Reaksi pola respirasi yang terjadi dalam sel buah dan sayuran adalah sebagai berikut:
Dari persamaan diatas, dapat diketahui bahwa glukosa diperlukan untuk proses respirasi. Glukosa ini diperoleh dari cadangan makanan yang disimpan dalam bentuk buah, umbi, dan lain sebagainya. Besar kecilnya respirasi dapat diukur dengan menentukan jumlah substrat yang hilang, O2 yang diserap, CO2 yang dihasilkan, dan energi yang timbul (Pantastico 1989). Menurut Wills et al. (1981), reaksi ini penting untuk mempertahankan organisasi sel, transportasi metabolit keseluruh jaringan dan mempertahankan permeabilitas membran, namun proses ini juga bersifat merusak untuk jangka waktu tertentu yaitu proses pembusukan. Respirasi yang terjadi dibedakan atas tiga tingkat yaitu: 1) pemecahan polisakarida menjadi gula sederhana, 2) oksidasi gula menjadi asam piruvat, dan 3) transformasi piruvat dan asam-asam lainnya secara aerob menjadi CO2, air dan energi (Pantastico 1989).
Perubahan laju respirasi dapat diketahui dengan
mengukur perubahan kandungan gula, jumlah ATP dan jumlah CO2 yang dihasilkan (Winarno dan Aman 1981).
8
Laju respirasi produk segar merupakan indikator yang baik terhadap aktivitas metabolisme jaringan dan merupakan pedoman potensi masa simpan produk segar. Laju respirasi dipengaruhi oleh suhu penyimpanan serta adanya luka. Setiap peningkatan suhu 10 0C maka laju respirasi meningkat 2 kali lipat, tetapi pada suhu di atas 35 0C laju respirasi menurun karena aktifitas enzim terganggu yang mengakibatkan difusi oksigen terhambat (Wills et al. 1981). Rajangan Sayuran Untuk mengantisipasi pendeknya umur simpan sayuran terolah minimal dapat diupayakan dengan penyimpanan pada suhu rendah, modifikasi komposisi atmosfer dan penggunaan film kemasan segera setelah pengolahan minimal. Perlakuan tersebut secara sendiri-sendiri sudah dapat memperpanjang umur simpan, tetapi hasil yang diperoleh akan optimal jika dilakukan penggabungan diantaranya (Thompson 1998). Menurut Laurila dan Ahvenainen (2002), pengolahan minimal untuk produk yang disiapkan hari ini dan dikonsumsi besok hari sangat mudah dan tidak mahal dapat dilakukan, tetapi jika buah dibutuhkan untuk masa simpan beberapa hari bahkan lebih dari satu minggu maka diperlukan metode pengolahan dengan kontrol HACCP (Hazards Analitic Critical Control Point). Reaksi browning pada rajangan selada ditandai dengan timbulnya bintikbintik hitam dan merah pada permukaan dan batas rajangan selada (Affandi 2002). Menurut Kendrianto (2002), selama irisan wortel dalam penyimpanan ternyata dalam satu kemasan yang sama ada sebagian irisan wortel yang busuk, sedangkan sebagian yang lain tetap dalam keadaan baik. Proses ini dimulai dari atas kemudian berkembang kebawah dan akhirnya menyebar ke tempat lain. Selama penyimpanan 12 hari proses ini hanya terjadi pada irisan segar wortel yang dikemas dengan film kemasan polipropilen, sedangkan yang dikemas polietilen densitas rendah/LDPE tetap utuh sampai akhir pengamatan. Menurut Affandi (2002), bagi kelompok tani dan produsen pengolahan rajangan selada disarankan untuk menggunakan prosedur operasional baku (SOP = Standar Operasional Procedure) untuk penyimpanan rajangan selada segar dalam kemasan polietilen berukuran 27.5 cm x 49.5 cm dan berat rata-rata 400 gram/kemasan.
SOP meliputi panen pada umur 30-40 hari, pencucian dan
9
penirisan, pengemasan dan pengangkutan, pencucian peralatan dengan alkohol 70%, sortasi daun cacat dan busuk, pemotongan dan perajangan selebar 1.5 cm, pencelupan dalam larutan klorin 100 ppm, asam sitrat 0.5 menit, air dingin 3-5 0C 5 menit, sentrifusi 2 menit dan pengemasan. Menurut Nugroho (2003), rajangan paprika yang diblansir hanya bertahan sampai hari ke-4, rajangan dengan suhu 10 0C dapat bertahan hingga hari ke-8 dan rajangan dengan suhu 5 0C dapat bertahan hingga hari ke-14. Kerusakan pada rajangan paprika ditandai dengan timbulnya lendir putih. Menurut Juliana (2003), umur simpan jamur potong yang diblansir lebih singkat dari pada jamur potong segar. Untuk suhu 3 0C, jamur potong yang diblansir hanya bertahan sampai hari ke-4, sedangkan untuk jamur potong segar dapat bertahan sampai hari ke-10 untuk suhu 5 0C, jamur potong yang diblansir hanya bertahan sampai hari ke-4, sedangkan untuk jamur potong segar dapat bertahan sampai hari ke-6. Penyimpanan Modified Atmosfer Packaging (MAP) Teknik modifikasi udara merupakan suatu cara penyimpanan dimana tingkat konsentrasi O2 lebih rendah dan tingkat konsentrasi CO2 lebih tinggi, bila dibandingkan udara normal, hal ini dapat dicapai dengan pengaturan melalui kemasan (Syarief dan Halid 1992). Menurut Budiastra dan Purwadaria (1993), Modified Atmosfer (MA) diartikan sebagai suatu keadaan dimana komposisi udara sekitar bahan yang disimpan, berbeda dengan kondisi udara atmosfer. Perbedaan komposisi udara tersebut mungkin disengaja dengan menambah atau mengurangi konsentrasi gas didalam kemasan (MA aktif), atau terbentuk akibat kegiatan respirasi dan metabolisme bahan yang disimpan (MA pasif). Menurut Sivertsvi et al. (2002), Keefektifan MAP dapat memperpanjang umur simpan, tetapi tergantung beberapa faktor: jenis pangan, kualitas awal bahan, campuran gas, suhu penyimpanan, higinis selama penanganan dan pengemasan, jumlah gas yang diproduksi dan sifat permeabilitas kemasan. Menurut Kader (1992), penyimpanan modifikasi atmosfer ada dua cara yaitu cara aktif dan cara pasif.
Modifikasi atmosfer pasif, harus mengetahui
karakteriktik film kemasan dan konsumsi O2 dan produksi CO2 hasil respirasi. Kesetimbangan antara CO2 dan O2 didapatkan melalui pertukaran udara di dalam kemasan melalui film kemasan.
Jadi kesetimbangan yang diinginkan tidak
10
dikontrol pada awalnya, melainkan hanya mengandalkan film kemasan yang digunakan.
Sedangkan cara aktif adalah penyimpanan dengan modifikasi
atmosfer dimana udara di dalam kemasan pada awalnya dikontrol dengan cara menarik semua udara dalam kemasan untuk kemudian diisi kembali dengan udara dan konsentrasi yang telah diatur dengan menggunakan alat, sehingga kesetimbangan langsung tercapai. Cara aktif akan mengeluarkan biaya yang lebih tinggi. Menurut Zagory dan Kader (1988), faktor-faktor yang mempengaruhi pengemasan dengan atmosfer termodifikasi adalah komoditi dan lingkungan sekitar produk. Faktor komoditi antara lain: (1) tahan terhadap difusi O2, CO2, C2H4, dan H2O, (2) respirasi, (3) produksi etilen, (4) temperatur optimum, (5) kelembaban (RH) optimum dan (6) konsentrasi O2 dan CO2 optimum. Sedangkan faktor lingkungan adalah (1) temperatur dan RH, (2) cahaya, dan (3) faktor sanitasi. Menurut Sumardi et al. (1996), produk segar yang disimpan masih melakukan proses hidup, seperti respirasi, transpirasi dan proses metabolisme yang lain. Penyimpanan buah dalam kemasan tertutup rapat, sampai pada suatu saat tertentu akan mengakibatkan terjadinya repirasi anaerob, hal ini karena terlewatinya batas minimum ketersediaan jumlah konsentrasi oksigen bagi respirasi aerob. Hidayatullah (1994), menyarankan wortel cipanas dan bandung disimpan pada komposisi 1-4% O2 dan 11-14% CO2 serta suhu 10 0C.
Berdasarkan
komposisi optimum tadi maka diperoleh jenis kemasan stretch film sebagai bahan kemasan. Berdasarkan uji organoleptik wortel cipanas dan bandung yang dikemas dengan stretch film dan disimpan pada suhu 10 0C mampu bertahan sampai 20 hari, sedangkan yang dikemas LDPE berlubang mampu bertahan selama 15 hari. Menurut Kendrianto (2002), komposisi gas terbaik untuk penyimpanan irisan wortel (ketebalan 0.5 cm) berdasarkan pada uji organoleptik adalah 2% O2 dan 2% CO2, dan film kemasan yang cocok adalah LDPE. Pada suhu 5 0C umur irisan segar wortel dengan kemasan film plastik polietilen densitas rendah (LDPE) maupun polipropilen hasilnya sama yaitu 17 hari, sedangkan suhu 10 0C umur
11
irisan segar wortel 14 hari untuk kemasan LDPE dan 16 hari untuk kemasan polipropilen. Ritonga (2006) menyatakan komposisi yang tepat untuk wortel terolah minimal adalah 2% O2 dan 2% CO2 berdasarkan pengujian terhadap kekerasan, warna dan organoleptik dimana laju konsumsi O2 wortel terolah minimal pada kemasan terpilih tanpa perlakuan penyimpanan dingin untuk wortel utuh dan irisan wortel (ketebalan 0.5 cm) adalah sebesar 10.5 O2 ml/kg.jam, 8.12 CO2 ml/kg.jam, untuk irisan wortel 18.71 O2 ml/kg.jam, 10.91 CO2 ml/kg.jam. Sedangkan pada perlakuan penyimpanan dingin untuk wortel utuh 1.56 O2 ml/kg.jam, 19.28 CO2 ml/kg.jam, untuk irisan wortel (ketebalan 0.5 cm) adalah 10.9 O2 ml/kg.jam, 42.56 CO2 ml/kg.jam. berdasarkan uji organoleptik hingga penyimpanan hari-21 masih dapat diterima panelis. Menurut Alasalvar et al. (2005), rajangan wortel (2 mm x 2 cm) dengan berat 150 gram dalam kemasan polyethylene (30 x 35 cm) yang disimpan suhu (5 ± 2 0C) dengan komposisi gas (90% N2 + 5% O2 + 5%CO2) dapat bertahan selama 13 hari tanpa terjadi browning pada wortel orange dan sedikit mengeluarkan bau pada wortel merah. Sebaiknya disimpan selama 10 hari supaya tidak mengeluarkan bau.
MAP yang baik untuk penyimpanan produk segar
terolah minimal pada konsentrasi oksigen 2-8% dan konsentrasi karbondioksida 5-15%. Konsentrasi karbon monoksida 5-10% dan tingkat oksigen rendah (< 5%) menghambat browning dan pertumbuhan mikroba. Menurut Lafortune et al. (2005), penggunaan edible coating pada wortel terolah minimal yang dikemas MA (60% O2, 30% CO2, dan 10% N2) dengan iradiasi 0.5 atau 1 kGy dan disimpan suhu 4 ± 1 0C selama 21 hari maka komposisi udara menjadi (20.9% O2, 0.036% CO2, dan 78.1% N2). Menurut Workneh et al. (2001), wortel yang dikemas film polypropylene (PP) dan low density polyethylene (LDPE) dan disimpan suhu 0 0C, setelah 7 hari maka komposisi udara adalah (11.85% O2, 13.38% CO2, dan 6.69% N2) untuk film PP dan (3.39% O2, 3.24% CO2, dan 4.77% N2) untuk film LDPE. Sedangkan suhu (15-25 0C) komposisi udara adalah (6.78% O2, 28.31% CO2, dan 16.15% N2) untuk film PP dan (6.41% O2, 5.19% CO2, dan 5.28% N2) untuk film LDPE.
12
Menurut Finn et al. (1997), parutan wortel yang dikemas dengan film polypropylene (25 gram) dan disimpan suhu 7 0C terjadi respirasi dalam kemasan dengan komposisi CO2 > 25% dan komposisi O2 < 1% selama 8 hari penyimpanan dan tidak ditemukan bakteri patogen. Menurut Saputra et al. (2000), komposisi udara optimum untuk penyimpanan buah jeruk besar nambangan terolah minimal adalah 3-5% O2 dan 5-7% CO2, dengan film kemasan polypropilene dan suhu penyimpanan 10 0C. Menurut Adnan (2006), komposisi atmosfer yang disarankan untuk penyimpanan buah duku terolah minimal adalah 9-11% O2 dan 4-6% CO2. Affandi (2002) mengatakan persentase terkecil kerusakan rajangan selada selama waktu penyimpanan yakni 28.33% pada konsentrasi 0-2% O2 dan 9-10% CO2. Suherman (2005), menyatakan konsentrasi gas O2 dan CO2 yang optimum untuk penyimpanan rajangan petsai adalah konsentrasi 1% O2 dan 5% CO2. Menurut Nugroho (2003),
untuk rajangan cincin paprika penyimpanan
dengan komposisi atmosfer 3% O2 dan 10% CO2 merupakan komposisi yang paling disukai panelis. Putranto (2005), mengatakan konsentrasi gas optimum untuk penyimpanan rajangan seledri segar adalah 1-3% O2 dan 11-13% CO2. Maharani (2002), merekomendasikan untuk penyimpanan rajangan bawang segar dalam kemasan atmosfer termodifikasi konsentrasi gas optimum yaitu 3-5% O2 dan 9-11% CO2. Juliana (2003), merekomendasikan penyimpanan irisan jamur champignon (Agaricus bisporus) dalam kemasan atmosfer termodifikasi konsentrasi gas optimum adalah 4-6% O2 dan 13-15% CO2. Haddiana (2004), merekomendasikan penyimpanan rajangan jagung semi (Baby corn) dengan kemasan atmosfer termodifikasi konsentrasi gas optimum adalah 2 ± 1% O2 dan 13 ± 1% CO2. Sudiari (1997), membuktikan bahwa buah nangka terolah minimal dapat disimpan selama 8 hari setelah dikemas dengan plastik stretch film dengan komposisi atmosfer termodifikasi 4-7% O2 dan 10-12% CO2. Yanti (2002), membuktikan bahwa komposisi udara terbaik untuk melon terolah minimal dengan atmosfer termodifikasi yaitu sebesar 3-5% O2 dan 10-15% CO2 dengan suhu penyimpanan 5 0C dalam plastik stretch film selama 16 hari.
13
Teknik penyimpanan dengan atmosfer termodifikasi yang dikombinasikan dengan penyimpanan suhu rendah akan memperpanjang umur simpan produk dan baik untuk produk selama penyimpanan (Pantastico 1989). Pemilihan Jenis Kemasan Fungsi utama dari pengemasan adalah 1) menjaga produk bahan pangan tetap bersih dan merupakan pelindung terhadap kotoran dan kontaminasi lain, 2) melindungi makanan terhadap kerusakan fisik, perubahan kadar air dan penyinaran (cahaya), 3) mempunyai fungsi yang baik, efisien dan ekonomis khususnya selama proses penempatan makanan ke dalam wadah kemasan, 4) mempunyai kemudahan dalam membuka atau menutup dan juga memudahkan dalam tahap-tahap penanganan, pengangkutan dan distribusi, 5) mempunyai ukuran, bentuk dan bobot yang sesuai dengan norma atau standar yang ada, mudah dibuang dan mudah dibentuk atau dicetak, dan 6) menampakkan identifikasi, informasi dan penampilan yang jelas agar dapat membantu promosi atau penjualan (Syarief et al. 1989). Kemasan merupakan salah satu komponen yang penting dalam teknik atmosfer termodifikasi.
Pemilihan kemasan yang tepat akan memperpanjang
masa simpan suatu produk pangan. Parameter teknik yang penting dari kemasan untuk penyimpanan atmosfer termodifikasi adalah permeabilitas gas dan permeabilitas uap air. Jenis kemasan yang sesuai untuk penyimpanan buah dan sayuran, terutama bagi pembentukan atmosfer adalah film yang lebih permeabel terhadap O2 (Hall et al. 1989). Menurut Kader (1980), toleransi relatif buah-buahan dan sayur-sayuran terhadap penurunan O2 dan peningkatan CO2 menjadi penting untuk tercapainya kondisi atmosfer termodifikasi yang terjadi akibat metabolisme dan respirasi. Film plastik yang ideal untuk pengemasan buah dan sayuran segar adalah film plastik yang mempunyai permeabilitas CO2 3-5 kali lebih besar dibandingkan dengan permeabilitas O2. Film kemasan yang umum dipakai untuk pengemasan produk segar adalah jenis LDPE (low density polyethylene), PVC (polyvinil cloride) dan PP (polypropilene).
Disamping itu jenis PS (polystyrene) dapat juga digunakan,
tetapi jenis saran dan polyester mempunyai permeabilitas gas yang sangat rendah,
14
sehingga hanya sesuai untuk produk segar dengan laju respirasi sangat rendah (Zagory dan Kader 1988). Koefisien permeabilitas film kemasan berdasarkan penelitian Gunadnya (1993) ditampilkan pada Tabel 4, kemudian data tersebut diplot dalam kurva beberapa film kemasan dan udara (Gambar 1). Tabel 3 Koefisien permeabilitas film kemasan hasil perhitungan dan penetapan (ml mil/m2 jam atm) (Gunadnya 1993)
Prinsip pemilihan film kemasan adalah setiap daerah Modified Atmosfer bahan segar yang dilalui oleh garis kemasan, menunjukkan bahwa film kemasan tersebut sesuai untuk dipilih sebagai pengemas.
Gambar 1 Kurva beberapa film kemasan dan udara (Gunadnya 1993). Menurut penelitian Sutrisno dan Yuda (1999), penyimpanan pada suhu kamar membuat laju respirasi produk semakin besar, pendugaan yang dilakukan
15
pada cabe, wortel dan tomat dengan menggunakan beberapa jenis kemasan wadah yang dipakai yaitu antara lain acrylic, polystyrene dan PVC terlihat bahwa perubahan konsentrasi O2 dan CO2 yang paling cepat adalah dengan menggunakan kemasan wadah acryic. Hal ini disebabkan permeabilitasnya paling kecil bila dibandingkan dengan jenis kemasan wadah polystyrene dan PVC. Berdasarakan uji organoleptik, wortel cipanas dan wortel bandung yang dikemas dengan stretch film dan disimpan pada suhu 10 0C mampu bertahan selama 20 hari, sedangkan yang dikemas low density polyethylene (LDPE) berlubang mampu bertahan selama 15 hari (Hidayatullah 1994). Menurut Kendrianto (2002), jenis kemasan yang cocok untuk penyimpanan irisan segar wortel yang dipotong miring dengan ketebalan 0.5 cm dalam kemasan atmosfer termodifikasi adalah jenis film plastik polietilen densitas rendah/low density polyethylene (LDPE). Dengan luas permukaan wadah 0.0207 m2 pada suhu penyimpanan 5 0C dapat dikemas irisan segar wortel seberat 0.25 kg dan pada suhu penyimpanan 10 0C dapat dikemas irisan segar wortel seberat 0.18 kg. Senada dengan Ritonga (2006), jenis film kemasan yang tepat untuk wortel terolah minimal yang dipotong (iris) setebal 0.5 cm adalah kemasan polietilen densitas rendah/low density polyethylene (LDPE) menggunakan luas styrofoam 0.03278 m2 dan suhu 5 0C, berat wortel yang dapat dikemas adalah 220 gram. Menurut Aji (1997), luasan kemasan optimum adalah berat wortel 0.75 kg dengan luas kemasan stretch film 0.019 m2 dan volume bebas yang terdapat pada kemasan diperoleh sebesar 650 ml, volume bebas yang besar menyebabkan kondisi atmosfer termodifikasi tidak tecapai.
Menurut Adnan (2006), jenis
kemasan strecth film menghasilkan mutu buah duku terolah minimal yang lebih baik dari pada kemasan polipropilen.
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian selama 6 bulan yaitu pada bulan Oktober 2006 sampai Maret 2007. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah wortel segar varietas lokal yang dipanen pada umur petik 90 hari setelah tanam, dipilih yang bentuknya sempurna, sehat, tidak ada cacat atau luka dan ukuran relatif seragam. Wortel diperoleh dari kebun petani “Pacet Segar” di Cipanas, Cianjur, Jawa Barat. Besar wortel rata-rata 8 batang/kg. Bahan lain yang digunakan adalah kemasan plastik terpilih low density polyethylene (LDPE), alkohol, lilin (malam), mangkok styrofoam serta gas O2, CO2 dan N2.
Gambar 2 Wortel yang digunakan untuk penelitian. Peralatan yang digunakan adalah parutan stainless steel untuk melakukan perajangan wortel, Continuous Gas Analyzer merk Shimadzu tipe IRA-107 untuk mengukur komposisi gas CO2 dan Shimadzu type Portable Oxygen Tester (POT101) untuk mengukur komposisi gas O2, Mixer gas dan Flow meter untuk mencampur gas, mesin pendingin (refrigerator), Rheometer merk Sun model
17
CR-300 untuk mengukur tingkat kekerasan, Chromameter Minolta CR-200 untuk mengukur warna, Refractrometer Atago PR-201 untuk mengukur total padatan terlarut, timbangan digital merk Mettler PM-4800 untuk mengukur berat dan Vacum Sealer merk Sinbo model DZ-280/2SD untuk membuat kemasan tanpa udara (vakum). Selain itu alat-alat pendukung yang digunakan adalah stoples gelas volume 3310 ml, pisau stainless steel, sarung tangan dan masker. Tahapan Penelitian Standar Operational Precedure (SOP) Penyiapan Rajangan Wortel Segar Standar Operational Precedure (SOP) proses perajangan wortel segar terdiri dari beberapa tahapan, yaitu: 1. Ruangan kerja dikondisikan pada suhu 18-20 0C dan RH 65-70%. 2. Meja kerja dan semua peralatan yang dipakai disterilkan menggunakan larutan alkohol 90%. 3. Jas laboratorium, masker dan sarung tangan dipakai selama melakukan perajangan. 4. Wortel dengan umur panen 90 hari dan berat rata-rata 8 batang/kg disortasi, dipilih yang seragam, kulit yang bersih, tidak mengalami memar atau busuk selama transportasi serta tidak cacat fisik. 5. Wortel diletakkan di dalam tray plastik kemudian dicuci bersih menggunakan larutan antiseptik, setelah itu ditiriskan dan dikeringkan. 6. Wortel dirajang dengan ketebalan dan panjang rata-rata (0.1-0.2 cm dan 2.4-2.6 cm) menggunakan parutan stainless steel yang disterilkan alkohol 90%. Pengukuran Laju Respirasi Pengukuran laju respirasi dilakukan dalam wadah stoples kaca dengan volume 3310 ml. Wortel yang sudah dirajang dimasukkan dalam stoples, Masingmasing stoples berisi 200 gram. Setiap stoples ditutup rapat dengan tutup plastik, pada celah antara tutup dan ulir stoples dilapisi dengan lilin (malam) untuk mencegah keluar masuknya gas CO2 dan O2. Stoples tersebut kemudian disimpan pada suhu yang berbeda yaitu suhu 5 0C, suhu 10 0C dan suhu ruang. Untuk pengukuran komposisi gas CO2 dan O2 dalam stoples, dibuat dua lubang pada kedua sisi tutup stoples yang kemudian
18
dihubungkan dengan selang plastik. Pengukuran gas CO2 dan O2 dilakukan setiap 3 jam pada hari petama, setiap 6 jam hari kedua, setiap 12 jam hari ketiga, dan hari selanjutnya pengukuran dilakukan setiap 24 jam sampai rajangan wortel segar mengalami kerusakan/busuk.
Gambar 3 Bagan alir pengukuran laju respirasi rajangan wortel segar. Pengukuran laju respirasi dilakukan secara open system.
Pengukuran
dilakukan dengan cara membuka lipatan selang plastik pada sisi stoples kemudian selang plastik dihubungkan dengan Continuous Gas Analyzer untuk mengukur komposisi CO2 dan Portable Oxygen Tester untuk mengukur komposisi gas O2. Setelah pengukuran dilakukan, tutup stoples dibuka dan dihembuskan udara
19
menggunakan kipas angin untuk mempercepat komposisi udara dalam stoples kembali normal.
Selanjutnya stoples ditutup kembali dengan rapat dan ulir
stoples dilapisi dengan lilin serta selang plastik dilipat dan dijepit kembali untuk mencegah keluar masuknya udara dari luar. Laju respirasi rajangan wortel segar dihitung berdasarkan persamaan Mannapperuma et al. (1989): R=
V dx x LLLLLLLLLL (2) W dt
Dimana: R
= laju respirasi (ml CO2/kg.jam atau ml O2/kg.jam).
V
= volume bebas wadah (ml).
W
= berat wortel (kg).
dx/dt = laju perubahan komposisi CO2 dan O2 (%/jam). Suhu penyimpanan yang dipilih adalah suhu penyimpanan yang menyebabkan laju respirasi rendah dengan tingkat perubahan mutu rajangan wortel segar/wortel terolah minimal yang paling rendah pula. Penentuan Komposisi Atmosfer Termodifikasi Penentuan komposisi O2 dan CO2 optimum dilakukan pada suhu penyimpanan terpilih dari penelitian laju respirasi dan dibandingkan dengan suhu ruang. Perlakuan untuk penentuan komposisi udara optimum adalah komposisi gas: 1 (1-2%O2 dan 2-3% CO2), 2 (1-2% O2 dan 4-5% CO2), 3 (2-3% O2 dan 2-3% CO2), 4 (2-3% O2 dan
4-5% CO2) dan 5 (21% O2 dan 0,03% CO2 sebagai
kontrol). Setiap stoples diisi sebanyak 200 gram rajangan wortel segar kemudian dilakukan pengaturan komposisi udara. Gas CO2 dan O2 diisi ke dalam stoples yang ditutup rapat dan diberi lapisan lilin, sesuai perlakuan komposisi gas yang diberikan dari tabung gas. Kran penutup tabung gas dibuka untuk mengalirkan gas CO2, O2 dan N2 dengan selang melalui flow meter dan ketiga selang gas tersebut dimasukkan dalam alat pencampur sehingga ketiga gas tersebut bercampur, selanjutnya keluar dari alat pencampur gas dalam satu selang. Agar diperoleh komposisi gas yang sesuai dengan yang telah ditetapkan, maka selama pengisian gas dilakukan pula pengukuran komposisi gas CO2 dan O2 secara bersamaan menggunakan Continuous Gas Analyzer untuk pengukuran CO2 dan
20
Portable Oxygen Tester untuk mengukur konsentrasi gas O2. Masing-masing perlakuan pada berbagai konsentrasi dilakukan tiga kali ulangan.
Gambar 4 Bagan alir penentuan komposisi O2 dan CO2 pada suhu terpilih. Pengendalian komposisi gas O2 dan CO2 didalam stoples dilakukan setiap 24 jam pada suhu 5 0C dan setiap 4 jam pada suhu ruang. Perubahan mutu juga diamati setiap 4 jam pada suhu ruang dan setiap 24 jam pada suhu 5 0C sampai rajangan wortel segar mengalami kerusakan. Parameter mutu objektif yang di uji adalah laju susut bobot, laju kekerasan, laju total padatan terlarut dan laju warna.
21
Penentuan Jenis Film Kemasan Penentuan jenis film kemasan yang tepat untuk rajangan wortel segar dilakukan berdasarkan penelitian komposisi atmosfer terpilih. Hasil komposisi atmosfer terbaik yang dipilih kemudian diplotkan ke dalam grafik hubungan komposisi gas O2 dengan gas CO2 (Gambar 1).
Setiap daerah atmosfer
termodifikasi bahan segar yang dilalui oleh garis kemasan menunjukkan bahwa film kemasan tersebut sesuai untuk dipilih sebagai pengemas (Gunadnya 1993). Penentuan Berat Optimum Rajangan Wortel Perancangan kemasan atmosfer termodifikasi rajangan wortel segar dilakukan berdasarkan data laju respirasi rata-rata, komposisi gas atmosfer termodifikasi penyimpanan terbaik dan jenis film kemasan yang sesuai. Luas kemasan ditentukan berukuran 13.2 cm x 19.8 cm (0.0261 m2). Berat rajangan wortel
yang
dikemas
dihitung
secara
teoritis
berdasarkan
persamaan
Mannapperuma et al. (1989). W =
P x A ( xa − x ) LLLLLLLLLL (3) R xb
Dimana: W = berat rajangan wortel (kg). R = laju respirasi (ml/kg.jam). P = permeabilitas film kemasan (ml. mil/m2. jam. atm). A = luas kemasan (m2). b = ketebalan kemasan (mil), 1 mil = 25. 4 µm. xa = komposisi CO2 normal. x = komposisi CO2 optimum dalam kemasan. Berat rajangan wortel segar/wortel terolah minimal yang dikemas berdasarkan hasil perhitungan secara teoritis. Sebagai pembanding dilakukan juga pengemasan rajangan wortel segar dalam plastik film LDPE tanpa udara (vakum) menggunakan vacum sealer. Validasi Penyimpanan Rajangan Wortel Segar Validasi hasil perancangan ditentukan dengan penyimpanan rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih dan kemasan tanpa udara (vakum) pada suhu terpilih (5 0C) dari percobaan sebelumnya dan dibandingkan dengan suhu ruang.
22
Untuk pengamatan komposisi gas dalam kemasan, dibuat 2 (dua) buah lubang pada salah satu sisi kemasan styrofoam yang dihubungkan pada selang. Kemasan yang telah berisi rajangan wortel segar ditutup rapat dengan film LDPE, kemudian direkat dengan menggunakan double tipe dan selo tipe serta kedua selang dilipat dan dijepit untuk mencegah keluar masuknya udara dari luar. Perubahan mutu rajangan wortel segar diamati setiap 24 jam penyimpanan suhu 5 0C dan setiap 4 jam suhu ruang sampai rajangan wortel segar/wortel terolah minimal mengalami kerusakan. Parameter mutu yang diuji adalah laju susut bobot, laju kekerasan, laju total padatan terlarut, laju warna dan uji organoleptik (hedonik).
Rajangan wortel segar dalam kemasan atmosfer
termodifikasi yang terpilih adalah perlakuan yang menghasilkan masa simpan terpanjang dimana mutu produk terbaik. Penentuan Parameter Mutu Kritis Berdasarkan parameter mutu objektif (laju susut bobot, laju kekerasan, laju total padatan terlarut dan laju warna) yang diuji pada tahap validasi penyimpanan rajangan wortel segar, maka didapatkan parameter mutu kiritis dengan melihat perubahan mutu yang ekstrim dan penurunan mutu yang cepat terjadi. Pendugaan Umur Simpan Pendugaan umur simpan ditentukan berdasarkan nilai parameter mutu kritis hasil pengukuran (metode objektif) dan nilai hasil organoleptik (metode subjektif). Selanjutnya dilakukan interpolasi antara data objektif dan subjektif sehingga didapatkan model empiris hubungan umur simpan. Rajangan wortel segar/wortel terolah minimal terpilih adalah perlakuan yang menghasilkan masa simpan terpanjang. Pengamatan Laju Susut Bobot Susut bobot rajangan wortel segar diukur dengan mengambil sampel kemudian ditimbang, setiap perlakuan sebanyak tiga kali ulangan
Perhitungan
susut bobot berdasarkan selisih antara berat bahan pada kondisi awal dengan berat setelah penyimpanan, dengan persamaan: sb =
a−b x 100% LLLLLLLLLL (4) a
23
Dimana: sb = susut bobot (%) a
= berat bahan pada kondisi awal (gram)
b
= berat bahan setelah penyimpanan/perlakuan (gram)
Laju Kekerasan Pengukuran
kekerasan
menggunakan
Rheometer
tipe
CR-300DX.
Pengukuran kekerasan rajangan wortel terolah minimal digunakan Probe No.28 strain 13 mm beban maksimum 10 kg. Berat wortel yang ditekan 10 gram. Pengukuran dilakukan tiga kali ulangan pada setiap perlakuan dan dilakukan setiap 4 jam penyimpanan suhu ruang dan setiap 24 jam penyimpanan suhu 5 0C. Nilai pengukuran dinyatakan dalam kg-force (kgf). Laju Total Padatan Terlarut Total padatan terlarut diukur dengan menggunakan Refractometer Atago PR-201. Sari rajangan wortel segar diletakkan diatas lensa Refractometer untuk dilakukan pembacaan hasil. Lensa dibersihkan dengan menggunakan aquades dan dikalibrasi setiap kali dilakukan pembacaan hasil.
Total padatan terlarut
dinyatakan dalam satuan (%Brix). Setiap sampel diukur sebanyak 3 kali ulangan dan 2 ulangan setiap perlakuan. Laju Warna Alat yang digunakan adalah Chromameter (Minolta CR-200) dengan sistem notasi Hunter (*L*a*b).
Sebelum digunakan alat dikalibrasi terlebih dahulu
dengan standar warna yang sesuai dengan warna bahan (Mohsenin 1984). Nilai hunter (*L) menunjukkan derajat kecarahan (Lightness) sampel yang bergerak dari 0 sampai 100 (0 = hitam dan 100 = putih). Nilai hunter (*a) menunjukkan warna kromatik campuran merah hijau yang nilainya bergerak dari positif (0-100) untuk warna merah, sampai negatif (0-80) untuk warna hijau.
Nilai hunter (*b)
menunjukkan warna kromatik campuran biru kuning yang bergerak dari positif (0-70) untuk warna kuning, sampai negatif (0-70) untuk warna biru. Pengukuran warna untuk rajangan wortel segar dilakukan setiap 24 jam untuk penyimpanan suhu 5 0C (jam ke-0, 24, 48, 72, 96, 120, 144, 168 dan 192) dan setiap 4 jam pada suhu ruang (jam ke-0, 4, 8, 12 16, 20 dan 24). Pengukuran
24
warna rajangan wortel segar/wortel terolah minimal dilakukan dua kali ulangan untuk setiap pengamatan dan diambil nilai rata-ratanya. Prosedur pengukuran warna rajangan wortel segar adalah sebagai berikut: 1. Alat disiapkan dan kalibrasi dengan remote-control rocket agar pada display menunjukkan nilai (*L *a *b). 2. Rajangan wortel segar diambil sebanyak 200 gram dari masing-masing stoples untuk diukur warnanya. 3. Rajangan wortel segar yang akan diukur warnanya diletakkan diatas alas yang bewarna putih. 4. Kemudian ditempelkan sensornya (light projection tube) diatas permukaan rajangan wortel segar. 5. Nilai (*L *a *b) yang tertera dalam display kemudian dicetak dengan printer. Uji Organoleptik Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan panelis dan umur simpan terhadap rajangan wortel segar hasil penyimpanan dalam kemasan atmofer termodifikasi suhu 5 0C.
Uji organoleptik yang dilakukan
adalah uji skala hedonik/kesukaan (prejerence test) dengan menggunakan panelis tak terlatih berjumlah 15 orang. Parameter yang digunakan adalah tekstur, warna, aroma, kesegaran, rasa dan keseluruhan. Uji organoleptik dilakukan setiap 24 jam dengan skala 1-5. Skor yang diberikan terdiri dari: 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (netral), 4 (suka) dan 5 (sangat suka). Semakin tinggi skor hedonik yang diberikan panelis, semakin tinggi juga tingkat penerimaan panelis.
Batas
penolakan oleh panelis adalah skor 3.00. Menurut Soekarto (1985), dalam pemilihan anggota panel tak terlatih diambil dari luar. Pemilihan yang dilakukan bukan terhadap kepekaan calon angota tetapi pemilihan itu lebih mengutamakan segi sosial seperti latar belakang pendidikan, asal daerah, kelas ekonomi dalam masyarakat dan sebagainya. Dalam seleksi panelis hedonik tidak diperbolehkan ada latihan dan tidak dikehendaki juga satu tim panel yang sangat seragam dalam kepekaan, pemilihan anggota perlu dilakukan secara acak (random). Format uji organoleptik rajangan wortel segar ditampilkan pada Lampiran 1.
25
Penyusunan Prosedur Operasional Baku Rajangan Wortel Segar Berdasarkan hasil penelitian penyimpanan rajangan wortel segar dalam kemasan atmosfer termodifikasi yang meliputi tahap laju respirasi, penentuan komposisi gas O2 dan CO2 optimum serta validasi kondisi atmosfer termodifikasi, maka dapat dibuat Standard Operational Procedure (SOP) untuk penyimpanan rajangan wortel segar/wortel terolah minimal sebagai berikut: 1. Wortel hasil panen dicuci dengan air bersih kemudian tiriskan pada tempat yang teduh. 2. Wortel dimasukkan ke dalam kardus yang sudah diberi ventilasi dengan berat maksimum 5 kg dan di angkut ke tempat perajangan. 3. Suhu dan kelembaban ruangan kerja dikondisikan pada suhu 18-20 0C dan RH 65-70%. 4. Meja kerja dan semua peralatan yang dipakai disterilkan menggunakan larutan alkohol 90%. 5. Jas laboratorium, masker dan sarung tangan dipakai selama melakukan perajangan. 6. Wortel disortasi, dipilih kulit yang bersih, tidak mengalami memar atau busuk selama transportasi serta tidak cacat fisik. 7. Wortel diletakkan di dalam tray plastik kemudian dicuci bersih menggunakan larutan antiseptik, setelah itu wortel ditiriskan dan dikeringkan. 8. Wortel dirajang dengan ketebalan dan panjang rata-rata (0.1-0.2 cm dan 2.4-2.6 cm) menggunakan parutan stainless steel yang disterilkan dengan alkohol 90%. 9. Rajangan wortel segar dengan berat optimum hasil perhitungan dikemas tanpa udara (vakum) menggunakan kemasan film low density polyethyene (LDPE) dengan ketebalan 0.88 mm dan luas 392 cm2 atau kantong plastik dengan lebar 18.66 cm dan panjang sampai tempat penutupan adalah (sealing) adalah 21 cm. 10. Rajangan wortel segar/wortel terolah minimal disimpan dalam lemari pendingin suhu 5 0C.
HASIL DAN PEMBAHASAN Laju Respirasi Rajangan Wortel Besar kecilnya respirasi dapat diukur dengan menentukan jumlah substrat yang hilang, O2 yang diserap, CO2 yang dikeluarkan, panas yang dihasilkan dan energi yang timbul. Biasanya respirasi ditentukan dengan pengukuran CO2 dan O2, yaitu dengan pengukuran laju penggunaan O2 atau dengan penentuan laju pengeluaran CO2 (Phan et al. 1989). Faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi ada dua: faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi tingkat perkembangan, susunan kimia jaringan, ukuran produk, pelapis alami dan jenis jaringan. Sedangkan faktor eksternal antara lain suhu, etilen, O2 yang tersedia, zat-zat pengatur pertumbuhan dan kerusakan buah (Phan et al. 1989). Laju respirasi suatu produk merupakan indikator yang baik dari aktifitas metabolik suatu jaringan sehingga dapat digunakan sebagai pedoman untuk mengetahui potensi penyimpanan produk segar (Wills et al. 1981).
Senada
dengan Pantastico (1989), bahwa masa simpan buah-buahan dan sayur-sayuran segar dapat diperkirakan berdasarkan tingkat laju respirasinya, semakin tinggi laju respirasinya maka masa simpan bahan yang bersangkutan menjadi semakin singkat. Demikian sebaliknya, semakin rendah laju respirasi buah-buahan dan sayur-sayuran maka masa simpan komoditas tersebut dalam keadaan segar dapat diharapkan menjadi lebih panjang. Pengukuran laju respirasi rajangan wortel segar/wortel terolah minimal dilakukan pada berbagai tingkat suhu penyimpanan yaitu suhu 5 0C, suhu 10 0C dan suhu ruang.
Laju respirasi rajangan wortel segar dihitung berdasarkan
persamaan 2 dengan volume stoples 3310 ml. Berdasarkan
hasil
pengukuran
konsumsi
oksigen
dan
produksi
karbondioksida di dalam stoples suhu 5 0C, suhu 10 0C dan suhu ruang, terjadi perubahan yang polanya relatif bervariasi (Lampiran 2 dan Lampiran 3). Penyimpanan rajangan wortel segar suhu 5 0C menunjukkan semakin lama waktu penyimpanan nilai rata-rata konsumsi O2 semakin berkurang, dimana dari kodisi awal 21% menjadi 14.33% pada akhir penyimpanan (192 jam) dengan persamaan regresi non linear (1) y (O2) = 21.451e-0.002x. Sedangkan produksi CO2
27
menunjukkan dengan bertambahnya waktu penyimpanan produksi CO2 semakin meningkat dimana dari keadaan awal sebesar 0.03% menjadi 6.71% pada akhir penyimpanan (192 jam) (Gambar 5). 23 21 19
Komposisi Gas (%)
17 (1) y = 21.451e-0.002x , R2 = 0.9591
15 13
(1) O2
11
(2) CO2
9 7 5 3 1 -1 0
12 24 36 48 60 72 84 96 108 120 132 144 156 168 180 192 204
Waktu Pengamatan (Jam)
Gambar 5 Laju konsumsi O2 (%) dan produksi CO2 (%) rajangan wortel segar suhu 5 0C. Rajangan wortel segar menunjukkan pola respirasi naik turun selama penyimpanan 60 jam pada suhu 5 0C, kemudian terus meningkat sampai akhir penyimpanan (192 jam). Laju respirasinya adalah 22.18 ml O2/kg.jam dan 20.15 ml CO2/kg.jam (Gambar 6). 50 45
Laju Respirasi (ml/kg.jam)
40 35 30 (1) O2
25
(2) CO2
20 15 10 5 0 0
12
24
36
48
60
72
84
96
108 120 132 144 156 168 180 192 204
Waktu Pengamatan (Jam)
Gambar 6 Laju respirasi (ml/kg.jam) rajangan wortel segar suhu 5 0C.
28
Penyimpanan suhu 10
0
C rajangan wortel segar didapatkan rata-rata
penurunan konsumsi O2 lebih drastis dari suhu 5 0C, dimana dari 21% menjadi 10.20% sampai 144 jam penyimpanan, kemudian meningkat menjadi 12.33% dengan persamaan regresi non linear (1) y (O2) = 21.876e-0.0042x. Produksi CO2 juga meningkat drastis bila dibandingkan dengan suhu 5 0C, dari 0.03% menjadi 11.73% pada penyimpanan 144 jam, kemudian pada akhir penyimpanan (192 jam) sebesar 9.06% (Gambar 7). 23 21 19
Komposisi Gas (%)
17 15 (1) y = 21,876e-0,0042x , R2 = 0,8716
13 11
(1) O2 (2) CO2
9 7 5 3 1 -1 0
12 24 36 48 60 72 84 96 108 120 132 144 156 168 180 192 204
Waktu Pengamatan (Jam)
Gambar 7 Laju konsumsi O2 (%) dan produksi CO2 (%) rajangan wortel segar suhu 10 0C. Rajangan wortel segar suhu 10 0C setelah penyimpanan 144 jam didapatkan konsumsi O2 meningkat kembali dan produksi CO2 menurun, hal ini diduga rajangan wortel segar sudah terjadi respirasi anaerob karena oksigen yang tersedia sudah habis, hal ini ditandai dengan teksturnya sudah lunak. Wills et al. (1981), menerangkan bahwa penurunan produksi CO2 selama penyimpanan karena menurunnya konsentrasi Adesosin Diphosphat (ADP) yang bertidak sebagai aseptor pospat dan rusaknya mitokhondria sehingga konsentrasi Adesosin Triphosphat (ADP) sebagai suplai energi dalam reaksi metabolik juga menurun. Laju respirasi rajangan wortel segar suhu 10 0C meningkat dengan tajam sampai penyimpanan 120 jam sebesar 123.54 ml O2/kg.jam dan 130.40 ml CO2/kg.jam kemudian menurun sampai dengan akhir penyimpanan (192 jam).
29
Nilai rata-rata laju respirasi suhu 10 0C adalah 43.89 ml O2/kg.jam dan 41.73 ml CO2/kg.jam (Gambar 8). 140 130 120
Laju Respirasi (ml/kg.jam)
110 100 90 80 O2
70
CO2
60 50 40 30 20 10 0 0
12
24
36
48
60
72
84
96
108 120 132 144
156 168 180 192 204
Waktu Pengamatan (Jam)
Gambar 8 Laju respirasi (ml/kg.jam) rajangan wortel segar suhu 10 0C. Penurunan konsumsi O2 dan kenaikan produksi CO2 yang cepat pada suhu ruang menunjukkan bahwa laju respirasi rajangan wortel segar tinggi (Gambar 9). 23 21 19
Komposisi Gas (%)
17 15 13 (1) O2
11
(2) CO2 9 7 (1) y = 23.326e-0.0574x , R2 = 0.959
5 3 1 -1 0
3
6
9
12
15
18
21
24
27
Waktu Pengamatan (Jam)
Gambar 9 Laju konsumsi O2 (%) dan produksi CO2 (%) rajangan wortel segar suhu ruang. Rajangan
wortel
segar
suhu
ruang
penyimpanan konsumsi O2 semakin menurun.
menunjukkan
semakin
lama
Selama penyimpanan 24 jam
didapatkan konsumsi O2 menurun dari 21% menjadi 5.80% dengan persamaan
30
regresi non linear (1) y (O2) = 23.326e-0.00574x.
Sedangkan produksi CO2
meningkat sampai penyimpanan 24 jam dari 0,03% menjadi 18,84% (Gambar 9). Laju respirasi rajangan wortel segar suhu ruang adalah 470.39 ml O2/kg.jam dan 525.78 ml CO2/kg.jam. Berdasarkan persamaan regresi non linear diperoleh gradien kemiringan garis (1) y (O2) = 93.709e0.1024x untuk konsumsi O2 dan (2) y (CO2) = 77.922e0.1193x untuk produksi CO2 (Gambar 10). 1000 900 (1) y = 93.709e0.1024x , R2 = 0.8659
Laju Respirasi (ml/kg.jam)
800 700
(2) y = 77.922e0.1193x , R2 = 0.8839
600 500
(1) O2 (2) CO2
400 300 200 100 0 0
3
6
9
12
15
18
21
24
27
Waktu Pengamatan (Jam)
Gambar 10 Laju respirasi (ml/kg.jam) rajangan wortel segar suhu ruang. Kuosien Respirasi (RQ) berguna untuk mendeduksi sifat substrat yang digunakan dalam respirasi, sejauh mana reaksi respirasi telah berlangsung, dan sejauh mana proses itu bersifat aerob dan anaerob. RQ suhu 5 0C sebesar 0.93, suhu 10 0C sebesar 0.90 dan suhu ruang sebesar 1.05. Suhu 5 0C dan 10 0C RQ kurang dari satu, maka ada beberapa kemungkinan yang terjadi: (a) substratnya mempunyai perbandingan oksigen terhadap karbon yang lebih kecil daripada heksosa; (b) oksidasi belum tuntas, misalnya terhenti pada pembentukan asam suksinat atau zat-zat antara lainnya; (c) CO2 yang dikeluarkan digunakan dalam proses-proses sintesis, misalnya pembentukan asam oksaloasetat dan asam malat dari piruvat dan CO2. Penyimpanan pada suhu ruang RQ lebih besar dari satu, ini menunjukkan bahwa yang digunakan dalam respirasi itu suatu substrat yang mengandung oksigen, yaitu asam-asam organik.
Dibandingkan dengan gula,
untuk respirasi zat ini diperlukan O2 lebih sedikit untuk menghasilkan sejumlah CO2 yang sama (Phan et al. 1989).
31
Berdasarkan pengamatan laju respirasi selama penyimpanan, rajangan wortel segar suhu 5 0C bewarna kuning pucat dan berair selama penyimpanan 192 jam. Suhu 10 0C rajangan wortel segar bewarna kuning pucat dan berair setelah penyimpanan 144 jam, sedangkan pada suhu ruang rajangan wortel segar menjadi lunak dan mengeluarkan aroma yang menyengat serta bewarna kuning pucat pada penyimpanan 24 jam.
Pengukuran dihentikan karena rajangan wortel segar
menunjukkan permukaan yang lembek, berair, mengeluarkan aroma asam dan warna berubah menjadi kuning pucat. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa adanya pengaruh suhu penyimpanan terhadap laju respirasi. Menurunnya konsumsi O2 dan meningkatnya produksi CO2 yang terjadi diduga dipengaruhi oleh suhu penyimpanan (Gambar 5, 7 dan 9).
Menurut
Winarno et al (1980), penyimpanan dengan suhu rendah (pendinginan) dapat memperlambat kecepatan reaksi-reaksi metabolisme, dimana pada umumnya setiap penurunan suhu 8 0C kecepatan reaksi akan berkurang menjadi kira-kira setengahnya. Karena itu penyimpanan bahan pangan pada suhu rendah dapat memperpanjang masa hidup dari jaringan-jaringan di dalam bahan pangan tersebut. Hal ini disebabkan bukan hanya karena keaktifan respirasi menurun, tetapi juga karena pertumbuhan mikroorganisme penyebab kebusukan dan kerusakan dapat dihambat. Pada penelitian ini wortel terolah minimal dilakukan perajangan sehingga menyebabkan lapisan pelindung alami hilang dan luas permukaan yang bersetuhan dengan udara lebih besar. Hal ini menyebabkan proses respirasi dan transpirasi berlansung lebih cepat bila dibandingkan dengan wortel yang disimpan pada kondisi sama tapi dalam keadaan utuh. Menurut Hidayatullah (1994), laju respirasi wortel cipanas utuh penyimpanan suhu 5 0C, suhu 10 0C dan suhu ruang masing-masing sebesar 3.01 ml/kg.jam, 2.94 ml/kg.jam dan 9.21 ml/kg.jam untuk konsumsi O2 dan 2.98 ml/kg.jam, 2.48 ml/kg.jam dan 28.59 ml/kg.jam untuk produksi CO2. Sedangkan wortel bandung utuh masing-masing 2.36 ml/kg.jam, 2.28 ml/kg.jam dan 7.42 ml/kg.jam untuk konsumsi O2 dan 2.92 ml/kg.jam, 2.67 ml/kg.jam dan 20.7 ml/kg.jam.
32
Menurut Kendrianto (1994), laju respirasi irisan segar wortel (0.5 cm) penyimpanan suhu 5 0C sebesar 6.45 ml/kg.jam untuk konsumsi O2 dan 5.59 ml/kg.jam untuk produksi CO2. Sedangkan suhu 10 0C adalah 13.07 ml/kg.jam untuk konsumsi O2 dan 11.01 ml/kg.jam untuk produksi CO2. Makin tinggi suhu maka respirasi makin cepat, hal ini berlaku sampai suhu optimum, apabila melewati suhu optimum kecepatan respirasi menurun. Respirasi berjalan cepat berarti cepat pula penguraian makromolekul, hal ini menyebabkan proses pembusukan berjalan cepat.
Demikian pula sebaliknya
apabila suhu rendah, aktifitas enzim lambat maka pembusukan juga berjalan lambat. Dari pola respirasi rajangan wortel segar suhu 5 0C, suhu 10 0C, dan suhu ruang dapat disimpulkan bahwa laju respirasi suhu 5
0
dibandingkan laju respirasi suhu 10 0C dan suhu ruang.
Dengan demikian
C lebih lambat
0
penyimpanan suhu 5 C adalah yang terbaik, sehingga dipilih sebagai suhu penyimpanan untuk rajangan wortel segar pada tahap penentuan komposisi atmosfer termodifikasi dan tahap penyimpanan dengan kemasan yang terpilih. Laju respirasi suhu 5 0C juga digunakan untuk penentuan berat optimum dalam kemasan terpilih.
Hal ini sesuai dengan pendapat Muchtadi (1992), bahwa
tingginya laju respirasi dapat ditekan dengan penyimpanan pada suhu rendah sebab pada suhu tinggi dapat mempercepat metabolisme di dalam produk sehingga laju respirasi semakin cepat, serta meningkatkan RH dan pengunaan kemasan yang sesuai.
33
Penentuan Komposisi Atmosfer Penyimpanan Suhu penyimpanan yang digunakan pada penentuan komposisi atmosfer terpilih adalah suhu 5 0C dan dibandingkan dengan suhu ruang. Perlakuan untuk penentuan komposisi udara optimum adalah komposisi gas: 1 (1-2%O2 dan 2-3% CO2), 2 (1-2% O2 dan 4-5% CO2), 3 (2-3% O2 dan 2-3% CO2), 4 (2-3% O2 dan 4-5% CO2) dan 5 (21% O2 dan 0,03% CO2 sebagai kontrol). Komposisi gas didalam stoples di kontrol secara aktif setiap 24 jam pada suhu 5 0C dan setiap 4 jam pada suhu ruang. Metode ini dapat menghambat kegiatan respirasi sehingga dapat menunda proses pelunakan, menghambat perubahan kualitas dan kerusakan lainnya. Penyimpanan
dengan
udara
terkendali
menyebabkan
perubahan
metabolisme penyimpanan rajangan wortel segar. Respirasi merupakan salah satu proses metabolisme yang berpengaruh pada penyimpanan dengan udara terkendali. Penyimpanan dengan udara terkendali berpengaruh pada respirasi aerob, respirasi anaerob dan kombinasi keduanya. Penelitian tahap penentuan komposisi atmosfer penyimpanan dilakukan pengamatan terhadap laju susut bobot, laju kekerasan, laju total padatan terlarut dan laju warna. Hasil pengukuran komposisi O2 dan CO2 di dalam stoples selama penyimpanan suhu 5 0C dan suhu ruang dapat dilihat pada Lampiran 4. Laju konsumsi O2 (%) rajangan wortel segar suhu 5 0C ditampilkan pada Gambar 11. 22 20 18
Komposisi O2 (%)
16 14
(1) 1-2% O2 : 2-3% CO2 (2) 1-2% O2 : 4-5% CO2
12
(3) 2-3% O2 : 2-3% CO2 10
(4) 2-3% O2 : 4-5% CO2 (5) 21% O2 : 0.03% CO2
8
(5) y = 20.768e-0.0021x, R2 = 0.9347
6 4 2 0 0
24
48
72
96
120
144
168
192
216
Waktu Pengamatan (Jam)
Gambar 11 Laju konsumsi O2 (%) rajangan wortel segar suhu 5 0C.
34
Hasil pengamatan terhadap rajangan wortel segar suhu 5 0C menunjukkan konsumsi O2 untuk komposisi 1, 2, 3 dan 4 pada atmosfer termodifikasi selama 24 jam terlihat mengalami peningkatan masing-masing 4.35%, 3.80%, 3.90%, 4.90%, kemudian selama 48 jam menurun, selanjutnya berubah dengan pola bervariasi dengan nilai rata-rata sampai penyimpanan 192 jam masing-masing 3.34%, 2.80%, 3.08%, 3.28%.
Sedangkan komposisi 5 menurun dengan
persamaan regresi non linear (5) y = 20.768e-0,0021x.
Hal ini diduga selain
0
pengaruh dari penggunaan suhu rendah (5 C) juga pengaruh dari permeabilitas kemasan low density polyethylene/LDPE yang digunakan, sehingga komposisi gas di dalam kemasan berbeda dengan komposisi gas pada udara normal (Gambar 11). Produksi CO2 rajangan wortel segar suhu 5 0C untuk semua komposisi atmosfer termodifikasi menunjukkan semakin lama waktu penyimpanan produksi CO2 semakin meningkat untuk semua komposisi gas.
Nilai rata-rata untuk
komposisi 1, 2, 3, 4 dan 5 masing-masing sebesar 4.94%, 5.26%, 4.48%, 5.25% dan 5.04% (Gambar 12). 8
7
Komposisi CO2 (%)
6
5
(1) 1-2% O2 : 2-3% CO2 (2) 1-2% O2 : 4-5% CO2
4
(3) 2-3% O2 : 2-3% CO2 (4) 2-3% O2 : 4-5% CO2
3
(5) 21% O2 : 0.03% CO2 2
1
0 0
24
48
72
96
120
144
168
192
216
-1
Waktu Pengamatan (Jam)
Gambar 12 Laju produksi CO2 (%) rajangan wortel segar suhu 5 0C. Penyimpanan rajangan wortel segar suhu 5 0C hanya dilakukan selama 192 jam, karena mulai terlihat uap air terkondensasi pada permukaan kemasan sehingga pengukuran dihentikan, bahan sudah layu, mengering dan berlendir. Rajangan wortel segar juga mengeluarkan bau asam yang menandakan sudah mengalami respirasi anaerob.
35
Rajangan wortel segar suhu ruang menunjukkan konsumsi O2 lebih besar bila dibandingkan dengan penyimpanan suhu 5 0C, karena penggunaan suhu tinggi menyebabkan metabolisme berlangsung lebih cepat.
Nilai rata-rata
konsumsi O2 untuk komposisi 1,2, 3, 4 dan 5 masing-masing adalah 2.07%, 1.96%, 2.14%, 2.28% dan 15.84% (Gambar 13). 22 20 18
Komposisi O2 (%)
16 14 (1) 1-2% O2 : 2-3% CO2 12
(2) 1-2% O2 : 4-5% CO2 (3) 2-3% O2 : 2-3% CO2
10
(4) 2-3% O2 : 4-5% CO2 (5) 21% O2 : 0.03% CO2
8 6 4 2 0 0
4
8
12
16
20
24
28
Waktu Pengamatan (Jam)
Gambar 13 Laju konsumsi O2 (%) rajangan wortel segar suhu ruang. Laju Produksi O2 rajangan wortel segar suhu ruang juga menunjukkan lebih besar bila dibandingkan suhu 5 0C (Gambar 14). 10 9 8
Komposisi CO2 (%)
7 6
(1) 1-2% O2 : 2-3% CO2 (2) 1-2% O2 : 4-5% CO2
5
(3) 2-3% O2 : 2-3% CO2 4
(4) 2-3% O2 : 4-5% CO2 (5) 21% O2 : 0.03% CO2
3 2 1 0 0
4
8
12
16
20
24
28
-1
Waktu Pengamatan (Jam)
Gambar 14 Laju produksi CO2 (%) rajangan wortel segar suhu ruang.
36
Hasil pengamatan terhadap rajangan wortel segar suhu ruang menunjukkan produksi CO2 meningkat untuk semua komposisi atmosfer termodifikasi selama penyimpanan 20 jam, kemudian menurun sampai penyimpanan 24 jam, kecuali pada komposisi 1 terus meningkat sampai penyimpanan 24 jam (Gambar 14). Laju Susut Bobot Pengukuran susut bobot terhadap rajangan wortel segar menggunakan berat awal 200 gram. Pengukuran dilakukan setiap 24 jam selama 192 jam pada suhu 5 0C dan setiap 4 jam pada suhu ruang. Hasil pengamatan menunjukkan selama penyimpanan, bobot rajangan wortel segar mengalami penurunan yang cukup besar untuk semua perlakuan komposisi atmosfer termodifikasi (Lampiran 5). Berdasarkan pengamatan laju susut bobot rajangan wortel segar suhu 5 0C didapatkan persentase susut bobot terkecil sampai akhir penyimpanan adalah komposisi 4 yaitu sebesar 5.70% dari berat awal dengan persamaan regresi non linear (4) y = 2.0677e0.0056x, kemudian berturut-turut komposisi 3 sebesar 6.36% dengan persamaan regresi non linear (3) y = 2.7555e0.0045x, komposisi 2 sebesar 7.01% dengan persamaan regresi non linear (2) y = 3.4849e0.0036x dan komposisi 1 sebesar 7.85% dengan persamaan regresi non linear (1) y = 4.0732e0.0035x. Perubahan susut bobot terbesar terjadi pada komposisi 5 (kontrol) yaitu sebesar 9.98% dari berat awal dengan persamaan regresi non linear (5) y = 2.2529e0.0081x (Gambar 15). 10 (1) 1 - 2% O2 : 2 -3% CO2 9
(2) 1 -2% O2 : 4 -5% CO2 (3) 2 -3% O2 : 2 -3% CO2
8
Susut Bobot (%)
(4) 2 -3% O2 : 4 -5% CO2 7 (5) 21% O2 : 0.03% CO2 6
(1) y = 4.0732e0.0035x , R2 = 0.9987
5
(2) y = 3.4849e0.0036x , R2 = 0.9954 (3) y = 2.7555e0.0045x , R2 = 0.9959
4
(4) y = 2.0677e0.0056x , R2 = 0.9733 3 (5) y = 2.2529e0.0081x , R2 = 0.993 2 0
24
48
72
96
120
144
168
192
216
Waktu Pengamatan (Jam)
Gambar 15 Laju susut bobot (%) rajangan wortel segar suhu 5 0C.
37
Kehilangan bobot komoditi hortikultura bukan saja diakibatkan oleh terjadinya kehilangan air tetapi juga oleh hilangnya gas CO2 hasil respirasi (Winarno 2002). Menurut Wills et al. (1981), pada proses respirasi senyawasenyawa kompleks yang biasa terdapat dalam sel seperti karbohidrat akan dipecah menjadi molekul-molekul yang sederhana seperti karbondioksida dan air yang mudah menguap, sehingga komoditas akan kehilangan bobotnya. Kehilangan air pada komoditas tergantung dari defisit tekanan uap air antara komoditas dengan udara sekitar. Pada kelembaban nisbi udara (RH) dan laju pergerakan udara tertentu, kehilangan air dari komoditas akan meningkat sejalan meningkatnya temperatur. Kehilangan air lebih dipengaruhi oleh perbedaan kelembaban antara ruangan dan bahan yang simpan. Pada tahap ini rajangan wortel segar/wortel terolah minimal disimpan dalam stoples yang tertutup rapat sehingga kelembaban hampir jenuh, oleh karena itu proses kehilangan air berlangsung lambat dan relatif kecil. Rajangan wortel segar/wortel terolah minimal suhu ruang selama 24 jam, komposisi 4 juga mengalami susut bobot terkecil yaitu sebesar 4.27% dengan persamaan regresi non linear yaitu (4) y = 0.9351e0.00678x dan susut bobot terbesar pada komposisi 5 yaitu sebesar 10.17% dengan persamaan regresi non linear (5) y = 0.7535e0.1193x (Gambar 16). 11 (1) 1 - 2% O2 : 2 -3% CO2 10
(2) 1 -2% O2 : 4 -5% CO2
9
(3) 2 -3% O2 : 2 -3% CO2
8
(4) 2 -3% O2 : 4 -5% CO2
Susut Bobot (%)
(5) 21% O2 : 0.03% CO2 7 6
(1) y = 2.716e0.0381x, R2 = 0.99
5 (2) y = 2.8851e0.0389x, R2 = 0.9928 4 (3) y = 1.2922e0.0644x, R2 = 0.9756 3 (4) y = 0.9351e0.0678x , R2 = 0.9354
2
(5)y = 0.7535e0.1193x, R2 = 0.9038
1 0 0
4
8
12
16
20
24
28
Waktu Pengamatan (Jam)
Gambar 16 Laju susut bobot (%) rajangan wortel segar suhu ruang.
38
Kehilangan berat sayuran dan buah-buahan disebabkan oleh kehilangan air sehingga akibat respirasi dan transpirasi menyebabkan rupa bahan menjadi kurang menarik, tekstur jelek dan mutu menurun. Hal ini dapat dicegah dengan cara menaikkan RH, menurunkan suhu, mengurangi gerakan udara dan penggunaan kemasan (Muchtadi, 1992). Susut bobot irisan segar wortel (0.5 cm) penyimpanan suhu 5 0C pada komposisi terpilih (2% O2 dan 2% CO2) pada akhir penyimpanan (12 hari) adalah sebesar 4.27% dan pada suhu 10 0C sebesar 6.10% (Kendrianto 2002). Berdasarkan perbandingan persentase susut bobot terkecil pada masingmasing suhu penyimpanan dan perlakuan keseluruhan komposisi gas O2 dan CO2 dapat disimpulkan bahwa kombinasi suhu penyimpanan 5 0C dengan komposisi 4 (2-3% O2 dan 4-5% CO2) merupakan kombinasi yang terbaik untuk penyimpanan rajangan wortel segar terolah minimal. Laju Kekerasan Hasil pengamatan selama penyimpanan 192 jam suhu 5 0C didapatkan laju kekerasan terkecil rajangan wortel segar terjadi pada komposisi 4, dari kekerasan awal 1.63 kgf menjadi 2.24 kgf dengan persamaan regresi non linear (4) y = 1.5568e0.002x, kemudian berturut-turut komposisi 2 menjadi 2.37 kgf, komposisi 1 menjadi 2.48 kgf, komposisi 3 menjadi 2.89 kgf dengan persamaan regresi non linear (3) y = 1.6127e0.0032x, dan komposisi 5 menjadi 2.55 kgf (Gambar 17). 2.9 2.8
(1) 1-2% O2 : 2-3% CO2
2.7
(2) 1-2% O2 : 4-5% CO2
Kekerasan (kgf)
2.6 2.5
(3) 2-3% O2 : 2-3% CO2
2.4
(4) 2-3% O2 : 4-5% CO2
2.3 (5) 21% O2 : 0.03% CO2
2.2 2.1 2.0
(3) y = 1.6127e0.0032x , R2 = 0.9383
1.9 1.8 1.7
(4) y = 1.5568e0.002x , R2 = 0.8899
1.6 1.5 1.4 1.3 0
24
48
72
96
120
144
168
192
216
Waktu Pengamatan (Jam)
Gambar 17 Laju kekerasan (kgf) rajangan wortel segar suhu 5 0C.
39
Berdasarkan pengamatan terhadap laju kekerasan, maka penyimpanan suhu 0
5 C didapatkan nilai rata-rata komposisi gas 1, 2, 3, 4 dan 5 masing-masing adalah 2.16 kgf, 1.94 kgf, 2.30 kgf, 1.93 kgf dan 2.01 kgf. Komposisi 4 (2-3% O2 dan 4-5% CO2) mengalami perubahan terkecil dan merupakan kombinasi yang terbaik untuk rajangan wortel segar. Berdasarkan pengamatan selama penyimpanan 192 jam terhadap kekerasan rajangan wortel segar suhu 5
0
C (Lampiran 6), menunjukkan pada awal
penyimpanan mempunyai tekstur yang renyah dan mudah patah. Kehilangan air selama penyimpanan menyebabkan terjadinya perubahan sifat fisik, hingga menjadi liat dan tidak mudah patah. Kekerasan sayur-sayuran dipengaruhi oleh turgor dari sel-sel yang masih hidup. Turgor adalah tekanan dari isi sel terhadap dinding sel. Dinding sel tersebut mempunyai sifat plastis. Oleh karena itu turgor berpengaruh terhadap kekerasan (keteguhan) sel-sel parenkima, dan dengan demikian juga berpengaruh terhadap tekstur bahan (Muchtadi dan Sugiyono 1992). Rajangan wortel segar untuk penyimpanan suhu ruang selama 24 jam didapatkan juga nilai perubahan laju kekerasan terkecil pada komposisi 4 yaitu dari kekerasan awal 1.63 kgf menjadi 1.02 kgf dengan persamaan regresi non linear (4) y = 1.5645e-0.0165x dan laju kekerasan terbesar pada komposisi 5 menjadi 0.64 kgf (Gambar 18). 1.7 1.6 1.5 1.4
Kekerasan (kgf)
(1) 1-2% O2 : 2-3% CO2 1.3
(2) 1-2% O2 : 4-5% CO2
1.2
(3) 2-3% O2 : 2-3% CO2
1.1
(4) 2-3% O2 : 4-5% CO2 (5) 21% O2 : 0.03% CO2
1.0 0.9
(5) y = 1.8008e-0.0334x, R2 = 0.8118
0.8 0.7 0.6 0
4
8
12
16
20
24
28
Waktu Pengamatan (Jam)
Gambar 18 Laju kekerasan (kgf) rajangan wortel segar suhu ruang.
40
Menurut Kendrianto (2002), nilai rata-rata kekerasan irisan segar wortel (0.5 cm) penyimpanan suhu 5 0C selama 12 hari pada komposisi terpilih (2% O2 dan 2% CO2) adalah sebesar 1.27 kgf dan pada suhu 10 0C sebesar 1.37 kgf. Sayuran berupa umbi-umbian memiliki lapisan seperti gabus pada permukaan yang disebut periderm yang akan memberikan perlindungan dari mikroorganisme dan kehilangan air. Sel gabus sangat kuat dan dilapisi lapisan lilin.
Proses pelukaan seperti pengupasan, pemotongan atau irisan akan
menghilangkan dan merusak lapisan tersebut, sehingga menyebabkan kehilangan air semakin cepat (Thompson 1996). Laju Total Padatan Terlarut (TPT) Nilai total padatan terlarut mengalami penurunan sampai penyimpanan 168 jam pada semua komposisi atmosfer termodifikasi, kemudian meningkat sampai penyimpanan 192 jam (Lampiran 7; Gambar 19). Kondisi ini diduga karena pembentukan gula dari sukrosa dan penggunaan gula untuk pernafasan atau gula yang diproduksi dirubah menjadi senyawa lain.
Hasil pengamatan terhadap
rajangan wortel segar suhu 5 0C selama 192 jam menunjukkan total padatan terlarut terendah pada komposisi 4 yaitu dari kondisi awal sebesar 4.28% Brix menjadi 3.47% Brix, kemudian berturut-turut komposisi 2 menjadi 3.42% Brix, komposisi 1 menjadi 3.35% Brix, komposisi 3 menjadi 3.13% Brix dan yang tertinggi adalah komposisi 5 menjadi 3.12% Brix (Gambar 19). 5,3
Total Padatan Terlarut (%Brix)
4,8
4,3 3,8
(1) 1 - 2% O2 : 2 -3% CO2 (2) 1 -2% O2 : 4 -5% CO2
3,3
(3) 2 -3% O2 : 2 -3% CO2 (4) 2 -3% O2 : 4 -5% CO2
2,8
(5) 21% O2 : 0.03% CO2
2,3 1,8 1,3 0
24
48
72
96
120
144
168
192
216
Waktu Pengamatan (Jam)
Gambar 19 Laju total padatan terlarut (% Brix) rajangan wortel segar suhu 5 0C.
41
Menurut Kendrianto (2002), nilai rata-rata total padatan terlarut irisan segar wortel yang dipotong/diiris 0.5 cm penyimpanan suhu 5 0C pada komposisi terpilih (2% O2 dan 2% CO2) selama 12 hari, menunjukkan nilai kekerasan sebesar 7.78% Brix dan pada suhu 10 0C sebesar 8.56% Brix. Hasil pengamatan tehadap rajangan wortel segar suhu ruang selama 24 jam menunjukkan laju total padatan terlarut terendah adalah komposisi 4.
Total
padatan terlarut pada kondisi awal sebesar 4.28% Brix menjadi 4.03% Brix dengan persamaan regresi non linear (4) y = 4.1436e-0.0052x dan yang tertinggi adalah komposisi 5 menjadi 2.73% Brix dengan persamaan regesi non linear (5) y = 4.08833e-0.0209x (Gambar 20). 4.7 (1) 1 - 2% O2 : 2 -3% CO2 4.4
Total Padatan Terlarut (%Brix)
(2) 1 -2% O2 : 4 -5% CO2 (3) 2 -3% O2 : 2 -3% CO2
4.1
(4) 2 -3% O2 : 4 -5% CO2 3.8
(5) 21% O2 : 0.03% CO2
3.5 (1) y = 4.4309e-0.009x , R2 = 0.8351 3.2 (5) y = 4.0833e-0.0209x , R2 = 0.8751 2.9
2.6 0
4
8
12
16
20
24
28
Waktu Pengamatan (Jam)
Gambar 20 Laju total padatan terlarut (% Brix) rajangan wortel segar suhu ruang. Berdasarkan perbandingan persentase laju total padatan terlarut pada masing-masing suhu dan perlakuan komposisi gas O2 dan CO2 dapat disimpulkan bahwa kombinasi suhu 5 0C dengan komposisi 4 (2-3% O2 dan 4-5% CO2) merupakan kombinasi terbaik untuk penyimpanan rajangan wortel segar. Laju Warna Peranan warna merupakan salah satu indeks mutu bahan pangan yang perlu diperhatikan karena pada umunya konsumen sebelum mempertimbangkan parameter lain (rasa, nilai gizi dan lain-lain) pertama-tama akan tertarik pada warna bahan (Muchtadi, 1992).
42
Hasil pengukuran terhadap laju warna rajangan wortel segar ditunjukkan pada Lampiran 8. Penyimpanan suhu 5 0C diketahui bahwa rajangan wortel segar terjadi penurunan yang tidak stabil terhadap kecerahan (*L) untuk semua komposisi sampai akhir penyimpanan (192 jam).
Pada suhu 5 0C selama
penyimpanan 192 jam nilai kecerahan (*L) untuk komposisi 2 mengalami penurunan terkecil dari 60.05 menjadi 59.53, kemudian berturut-turut komposisi 5 dari 60.05 menjadi 59.37, komposisi 4 menurun dari 60.05 menjadi 58.23, komposisi 1 dari 60.05 menjadi 57.99, dan penurunan paling drastis terjadi pada komposisi 3 yaitu dari 60.05 menjadi 53.14 (Gambar 21). 62 61 60 59
Nilai *L
58
(1) 1-2% O2 : 2-3% CO2 (2) 1-2% O2 : 4 -5% CO2
57
(3) 2-3% O2 : 2-3% CO2 (4) 2-3% O2 : 4-5% CO2
56
(5) 21% O2 : 0.03% CO2 55 54 53 52 0
24
48
72
96
120
144
168
192
216
Waktu Pengamatan (Jam)
Gambar 21 Laju kecerahan (*L) rajangan wortel segar suhu 5 0C. Menurut Pantastico (1989), bahwa suhu sangat mempengaruhi terjadinya degradasi khlorofil dan pembentukan pigmen pada buah dan sayuran. Warna buah tomat tetap hijau jika disimpan pada suhu 50 0F, tetapi berubah menjadi warna merah jika disimpan pada suhu yang lebih tinggi dan akan bewarna jingga jika suhu ditingkatkan lagi sampai 85 0F. Setiap komoditas mempunyai suhu optimum masing-masing untuk berlangsungnya metabolisme secara normal. Suhu yang tinggi akan menyebabkan kebusukan. Laju kecerahan (*L) rajangan wortel segar suhu ruang lebih cepat bila dibandingkan suhu 5 0C.
Nilai (*L) suhu ruang pada komposisi 2 selama
penyimpanan 24 jam menurun dari 60.05 menjadi 58.55 dan Nilai (*L) terjadi perubahan paling drastis adalah pada komposisi 5 yaitu dari 60.05 menjadi 58.55,
43
sehingga menyebabkan rajangan wortel segar menjadi pucat. Semakin tinggi nilai kecerahan (*L) maka semakin cerah warna rajangan wortel segar. 82 79 76 73 (1) 1-2% O2 : 2-3% CO2
Nila * L
70
(2) 1-2% O2 : 4 -5% CO2 (3) 2-3% O2 : 2-3% CO2
67
(4) 2-3% O2 : 4-5% CO2 (5) 21% O2 : 0.03% CO2
64 61 58 55 52 0
4
8
12
16
20
24
28
Waktu Pengamatan (Jam)
Gambar 22 Laju kecerahan (*L) rajangan wortel segar suhu ruang. Rajangan wortel segar disimpan selama 192 jam suhu 5 0C terlihat warna merah (*a) untuk komposisi 2 mengalami penurunan terkecil dari 28.98 menjadi 27.08, kemudian berturut-turut komposisi 4 dari 28.98 menjadi 26.93, komposisi 1 menurun dari 28.98 menjadi 26.65, koposisi 5 dari 28.98 menjadi 25.73 dan penurunan paling drastis terjadi pada komposisi 3 menjadi 22.96 dengan persamaan regresi non linear (3) y = 29.949e-0.0012x (Gambar 23). 31
30
29
28
Nilai *a
(1) 1-2% O2 : 2-3% CO2 (2) 1-2% O2 : 4 -5% CO2
27
(3) 2-3% O2 : 2-3% CO2 (4) 2-3% O2 : 4-5% CO2
26
(5) 21% O2 : 0.03% CO2 25 (3) y = 29.949e-0.0012x, R2 = 0.856 24
23
22 0
24
48
72
96
120
144
168
192
216
Waktu Pengamatan (Jam)
Gambar 23 Laju warna merah (*a) rajangan wortel segar suhu 5 0C.
44
Rajangan wortel segar yang disimpan selama 24 jam suhu ruang terlihat warna merah (*a) mengikuti pola yang menurun. Hasil pengamatan menunjukkan laju warna merah (*a) terkecil adalah pada komposisi 1 yaitu dari 28.98 menjadi 27.01 dan laju warna merah (*a) terbesar pada komposisi 3 menjadi 22.46 (Gambar 24). 36
34
32
Nilai *a
(1) 1-2% O2 : 2-3% CO2 (2) 1-2% O2 : 4 -5% CO2
30
(3) 2-3% O2 : 2-3% CO2 (4) 2-3% O2 : 4-5% CO2
28
(5) 21% O2 : 0.03% CO2 26
24
22 0
4
8
12
16
20
24
28
Waktu Pengamatan (Jam)
Gambar 24 Laju warna merah (*a) rajangan wortel segar suhu ruang. Menurut Rodrigues et al. (1989), warna merah dan ungu pada buah-buahan dan sayur-sayuran disebabkan oleh antosianin, dan hal ini harus diperhatikan dalam pengolahan.
Banyak buah-buahan dan sayur-sayuran mengalami
perubahan warna menjadi pucat dengan cepat selama pengupasan dan pemotongan. Perubahan warna menjadi pucat ini terutama disebabkan oleh enzim polifenol oksidase yang menguraikan substrat-substrat fenolik yang sesuai dengan adanya oksigen. Ketiga zat itu diperlukan untuk berlangsungnya perubahan warna menjadi pucat. Warna kuning pada wortel adalah pigmen karotenoid.
Karotenoid adalah
kelompok senyawa yang tersusun dari unit isoprene atau turunannya.
Pada
dasarnya ada dua jenis karotenoid yaitu (tanpa atom oksigen dalam melekulnya) yang bewarna orange yang terdapat pada wortel dan xantofil (mempunyai atom oksigen dalam molekulnya) terdapat pada jagung (Muchtadi dan Sugiono 1992). Rajangan wortel segar suhu 5 0C disimpan selama 192 jam terlihat warna kuning (*b) komposisi 2 mengalami penurunan terkecil dari 51.21 menjadi 44.85,
45
kemudian berturut-turut komposisi 5 menjadi 44.56, komposisi 1 menurun menjadi 43.97, komposisi 4 menjadi 43.85, dan penurunan paling drastis terjadi pada komposisi 3 yaitu menjadi 36.85 dengan persamaan regresi non linear (3) y = 50.912e-0.0016x (Gambar 25). 52
50
48 (1) 1-2% O2 : 2-3% CO2
Nilai *b
46
(2) 1-2% O2 : 4 -5% CO2 (3) 2-3% O2 : 2-3% CO2
44
(4) 2-3% O2 : 4-5% CO2 (5) 21% O2 : 0.03% CO2
42
40
(3) y = 50.912e-0.0016x, R2 = 0.9278
38
36 0
24
48
72
96
120
144
168
192
216
Waktu Pengamatan (Jam)
Gambar 25 Laju warna kuning (*b) rajangan wortel segar suhu 5 0C. Rajangan
wortel
segar/wortel
terolah
minimal
pada
suhu
ruang
penyimpanan selama 24 jam menunjukkan nilai rata-rata laju warna kuning (*b) masing-masing komposisi 1, 2, 3, 4 dan 5 adalah 52.21, 52.52, 50.79, 49.51 dan 49.44 (Gambar 26). 62 60 58 56 (1) 1-2% O2 : 2-3% CO2 54
Nila *b
(2) 1-2% O2 : 4 -5% CO2 52
(3) 2-3% O2 : 2-3% CO2 (4) 2-3% O2 : 4-5% CO2
50
(5) 21% O2 : 0.03% CO2 48 46 44 42 40 0
4
8
12
16
20
24
28
Waktu Pengamatan (Jam)
Gambar 26 Laju warna kuning (*b) rajangan wortel segar suhu 5 0C.
46
Berdasarkan pengamatan terhadap laju susut bobot, laju kekerasan, laju total padatan terlarut dan laju warna selama penyimpanan 192 jam (8 hari), maka komposisi optimum yang terbaik untuk penyimpanan rajangan wortel segar terolah minimal suhu 5 0C adalah komposisi 4 (2-3% O2 dan 4-5% CO2). Penentuan Jenis Film Kemasan Komposisi optimum yang terbaik untuk penyimpanan rajangan wortel segar suhu 5 0C adalah komposisi 4 (2-3% O2 dan 4-5% CO2). Setelah didapatkan komposisi yang terbaik, maka diplotkan pada kurva beberapa film kemasan dan udara (Gambar 1), sehingga didapatkan jenis kemasan terpilih (Gambar 27).
Gambar 27 Kurva beberapa film kemasan dengan daerah atmosfer termodifikasi untuk rajangan wortel segar. Berdasarkan Gambar 27, maka diperoleh kemasan terpilih untuk rajangan wortel segar terolah minimal suhu 5 0C yaitu kemasan jenis polietilen densitas rendah/low density polyethylene (LDPE).
47
Penentuan Berat Optimum Wortel Terolah Minimal Luas wadah styrofoam yang digunakan untuk pengemasan rajangan wortel segar ditentukan berukuran 13.2 cm x 19.8 cm (0.0261 m2). Sehingga berat rajangan wortel yang dapat dikemas dapat dihitung berdasarkan persamaan Mannapperuma et al. (1989). W =
P x A ( xa − x) R xb
Keterangan: W = berat wortel pada komposisi O2 dan CO2 (kg). R = laju respirasi (ml/kg.jam). P = permeabilitas film kemasan (mil ml/m2.jam.atm). A = luas kemasan (m2). b = ketebalan kemasan (mil), 1 mil = 25.4 µm. xa = komposisi CO2 normal. x = komposisi CO2 optimum dalam kemasan. Penentuan berat rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih LDPE dengan basis CO2 pada suhu 5 0C adalah sebagai beriku: Diketahui: R = 20.15 ml/kg.jam P = 3600 ml.mil/m2 A = 13.2 cm x 19.8 cm = 261 cm = 0.0261 m2 b = 0.08 mm = 3.146 mil Sehingga berat rajangan wortel segar yang dikemas untuk 4% CO2 adalah 0.0261 m 2 x 3600 ml.mil / m 2 jam (4 − 0.03) WCO2 = 20.15 ml / kg. jam x 3.146 mil WCO2 =
0.0261 m 2 x 3600 ml.mil / m 2 jam (0.0397%) 20.15 ml / kg. jam x 3.146 mil
WCO2 =
3.7302 kg 63.2823
WCO2 = 0.0589 kg = 60 gram
Berat I = WCO2 × 2 = 60 gr × 2 = 120 gram Berat II = WCO2 × 3 = 60 gr × 3 = 180 gram
48
Berat rajangan wortel segar/worte terolah minimal yang dikemas berdasarkan hasil perhitungan secara teoritis adalah 60 gram.
Karena berat
rajangan wortel segar hasil perhitungan secara teoritis sangat sedikit dibanding dengan luas kemasan, maka berat yang dikemas dalam kemasan terpilih hasil perhitungan secara teoritis dikali 2 dan dikali 3 sehingga didapatkan berat 120 gram dan 180 gram dengan harapan komposisi optimum dicapai dengan cepat. Perhitungan luas film kemasan tanpa udara (vakum) untuk rajangan wortel segar dengan basis CO2 adalah adalah sebagai berikut: Diketahui: Komposisi CO2 optimum
= Rata-rata 4%
Laju respirasi (rata-rata)
= 20.15 ml.CO2/kg.jam
Bobot jenis rajangan wortel
= 1 g/ml
Permeabilitas film LDPE
= 3600 ml.mil/m2.jam.atm
Tebal film
= 0.08 mm = 3.146 mil
Bobot rajangan wortel yang akan dikemas
= 0.1768 kg =180 gram
Pada kemasan film LDPE tanpa udara (vakum) berat rajangan wortel segar yang akan dikemas adalah 180 gram, sesuai dengan perhitungan pada kemasan terpilih. Sehinggga luas film kemasan dapat dihitung sebagai berikut: WCO2 = P . A . (xa – x)/(R . b) 0.1768 = (3600 x A x 0.0397)/(20.15 x 3.146) 0.1768 = 142.92 A/63.4167 A = 0.0784 m2 = 784 cm2 Kemasan yang digunakan adalah berupa kantong plastik Low Density Polyethylene (LDPE) dengan ukuran luas sebelum dibuka sebesar 392 cm2 atau kantong plastik dengan lebar 18.66 cm dan panjang sampai tempat penutupan (sealing) adalah 21 cm.
49
Validasi Rajangan Wortel Segar Dalam Kemasan Terpilih Validasi dilakukan dengan menyimpan rajangan wortel segar/wortel terolah minimal dalam kemasan terpilih.
Berat rajangan wortel segar yang dikemas
masing-masing mangkok styrofoam adalah 180 gram dan 120 gram. Pengemasan rajangan wortel segar juga dilakukan dalam kemasan tanpa udara (vakum) dengan berat 180 gram. Selanjutnya rajangan wortel segar dalam ketiga jenis kemasan tersebut disimpan suhu 5 0C dan suhu ruang sampai mengalami kerusakan/busuk. Perubahan mutu yang diamati adalah perubahan komposisi gas CO2 dan O2 dalam kemasan, laju susut bobot, laju kekerasan, laju total padatan terlarut, laju warna dan uji organoleptik hedonik (tektur, warna, aroma, kesegaran, rasa dan penampakan secara keseluruhan). Perubahan Konsumsi O2 dan Produksi CO2 Dalam Kemasan Nilai rata-rata konsumsi O2 selama pengamatan menurun dari keadaan awal sebesar 21% menjadi 20.41% pada kemasan 180 dan menjadi 20.42% pada kemasan 120 gram.
Pengamatan terhadap produksi CO2 menunjukkan
peningkatan dari komposisi awal 0.03% menjadi 0.64% dan 0.62% untuk masingmasing kemasan 180 gram dan kemasan 120 gram, hal ini juga menunjukkan
Komposisi O2 dan CO2 (%)
produksi CO2 masih rendah dari komposisi yang diinginkan (4-5%) (Gambar 28). 22 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 -1 0
O2 Kemasan 180 gram CO2 Kemasan 180 gram O2 Kemasan 120 gram CO2 Kemasan 120 gram
24
48
72
96
120
144
168
192
Waktu Pengamatan (Jam)
Gambar 28 Laju komposisi O2 (%) dan CO2 (%) rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih suhu 5 0C. Menurut Aji (1997), untuk tercapainya kondisi optimum, maka kemasan wortel sebelum disimpan pada lemari pendingin 5 0C dan 10 0C, terlebih dahulu
50
disimpan pada suhu kamar dengan tujuan agar laju respirasi lebih cepat sehingga kondisi optimum tercapai. Penurunan konsumsi O2 dan Peningkatan produksi CO2 terlihat adanya pengaruh dari penggunaan kemasan terpilih. Tetapi untuk kedua jenis berat yang digunakan menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan terhadap konsumsi O2 dan poduksi CO2. Menurut Zagory dan Kader (1988), kemasan dapat juga berfungsi sebagai penghalang untuk pergerakan uap air sehingga dapat membantu menjaga kelembaban nisbi dan tegangan turgor dari buah-buahan dan sayuran di dalam kemasan. Handenburg et al. (1990) di dalam Thomson (1996), menyatakan bahwa wortel dapat disimpan selama 7-9 bulan suhu 0-1 0C dengan RH 98-100%, sedangkan Labuza (1982), suhu 32
0
F dan RH 90-95 hanya mampu
mempertahankan wortel selama 4-5 bulan. Lebih lanjut Macentilia (1989) dalam Thompson (1996), mengungkapkan wortel juga mampu bertahan pada suhu 8 0C selama 50 hari.
Ritonga (2006), irisan wortel 0.5 cm suhu 5 0C mampu
mempertahankan laju respirasinya hingga hari ke-21 dengan kondisi fisik yang masih baik. Hasil yang diperoleh selama penyimpanan 168 jam suhu 5 0C menunjukkan kondisi atmosfer termodifikasi tidak tercapai dengan baik, dimana komposisi oksigen dalam kemasan tidak mencapai komposisi yang diinginkan/diharapkan (2-3%) yaitu masih lebih tinggi dari 3% (Lampiran 9). Tidak tercapainya kondisi atmosfer termodifikasi optimal yang telah ditentukan pada rajangan wortel segar diduga disebabkan oleh beberapa faktor: (1) penyimpanan suhu 5 0C terhadap rajangan wortel segar/wortel terolah minimal dalam kemasan terpilih, komposisi O2 dan CO2 tidak dikontrol secara aktif seperti pada tahap penentuan komposisi optimum dan hanya mengandalkan permeabilitas film kemasan LDPE yang digunakan, (2) ketebalan film kemasan LDPE yang digunakan dimungkinkan terhadap tidak tercapainya kondisi atmosfer yang telah ditentukan (3) faktor lain diduga pengaruh sebelum pemanenan, praktek pemanenan dan penanganan, pra pendinginan, kebersihan, varietas, dan umur panen dan (4) kerusakan akibat pendinginan.
51
Penyimpanan pada suhu ruang selama 16 jam rajangan wortel segar menunjukkan nilai rata-rata konsumsi O2 untuk kemasan 180 gram sebesar 19.51% dengan persamaan regresi non linear (1) y = 20.666e0.0073x dan untuk kemasan 120 gram sebesar 19.46%. Sedangkan rata-rata produksi CO2 untuk kemasan 180 gram dan kemasan 120 gram masing-masing adalah 2.77% dan
Komposisi O2 dan CO2 (%)
2.69% (Gambar 29). 22 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 -1 0
(1) y = 20.666e-0.0073x, R2 = 0.9198
(1) O2 Kemasan 180 gram (2) CO2 Kemasan 180 gram (3) O2 Kemasan 120 gram (4) CO2 Kemasan 120 gram
4
8
12
16
20
Waktu Pengamatan (Jam)
Gambar 29 Laju komposisi O2 (%) dan CO2 (%) rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih suhu ruang. Laju Susut Bobot Penurunan bobot terjadi karena rajangan wortel segar masih hidup saat disimpan.
Selama kehidupannya berjalan, masih melakukan metabolisme
termasuk respirasi.
Menurut Muchtadi (1992), kehilangan bobot komoditi
hortikultura bukan saja diakibatkan oleh terjadinya penguapan air tetapi juga oleh hilangnya gas CO2 hasil respirasi. Kehilangan air selama penyimpanan tidak hanya menurunkan berat, tetapi juga menurunkan mutu dan menimbulkan kerusakan. Rajangan wortel segar kemasan 120 gram lebih besar penyusutannya dibandingkan dengan kemasan 180 gram.
Hal ini diduga karena rasio luas
permukaan kemasan lebih besar dibandingkan dengan volume bahan yang dikemas, sehingga luas permukaan sentuh yang besar menyebabkan proses respirasi dan transpirasi berlangsung lebih cepat sehingga menyebabkan
52
penyusutan lebih besar.
Penyusutan yang terjadi pada kemasan tanpa udara
(vakum) dikarenakan terjadinya pengembunan uap air pada permukaan kemasan. Hasil pengamatan terhadap laju susut bobot (Lampiran 10) rajangan wortel segar memperlihatkan nilai rata-rata sampai penyimpanan 168 jam suhu 5 0C sebesar 2.62% untuk kemasan 180 gram dengan persamaan regresi non linear (1) y = 2.1675e0.0019x, untuk kemasan tanpa udara (vakum) nilai rata-rata susut bobot sebesar 3.50%.
Nilai rata-rata susut bobot yang terbesar adalah pada
kemasan 120 gram yaitu sebesar 4.35% dengan persamaan regresi non linear (2) y = 3.4206e0.0002x (Gambar 30). 5.0 4.5 4.0
Susut Bobot (%)
3.5
(1) Kemasan 180 gram (2) Kemasan 120 gram
3.0 (3) Kemasan Vakum 2.5 (1) y = 2.1675e0.0019x , R2 = 0.9552
2.0
(2) y = 3.8757e0.0012x , R2 = 0.9574 1.5 1.0 0.5 0.0 0
24
48
72
96
120
144
168
192
Waktu Pengamatan (Jam)
Gambar 30 Laju susut bobot (%) rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih suhu 5 0C. Wortel yang dipotong dengan panjang 15-20 cm dan diameter 2.0-2.5 cm yang disimpan dalam kemasan LDPE suhu 7.5-8.5 0C akan rusak setelah 12 hari penyimpanan dengan kehilangan berat 7% (Negi and Roy 2000). Menurut Aji (1997), untuk uji susut bobot wortel suhu 5 0C, kemasan yang memiliki susut bobot terkecil adalah kemasan stretch film dengan berat wortel 0.75 kg yang disimpan pada suhu kamar terlebih dahulu sebelum disimpan pada suhu 5 0C dan suhu 10 0C yaitu sebesar (0.06 gram/100 gram) dari bobot semula pada hari ke-18. Sedangkan untuk suhu 10 0C, susut bobot terkecil terdapat pada kemasan wortel 0.75 kg yang disimpan terlebih dahulu pada suhu kamar yaitu sebesar 0.21 gram/100 gram.
53
Penyimpanan rajangan wortel segar suhu ruang menunjukkan nilai rata-rata penyusutan lebih besar terjadi pada kemasan tanpa udara (vakum) dengan nilai rata-rata sebesar 4.22%, kemudian pada kemasan 120 gram sebesar 3.34% dengan persamaan regresi non linear (3) y = 3.0301e0.0096x, dan untuk kemasan 120 gram sebesar 3.15% dengan persamaan regresi non linear (2) y = 2.7002e0.0152x (Gambar 31). 5.0 4.5 4.0
Susut Bobot (%)
3.5
(1) Kemasan 180 gram
3.0
(2) Kemasan 120 gram (3) Kemasan Vakum
2.5 2.0
(1) y = 2.7002e0.0152x , R2 = 0.9856 1.5 (2) y = 3.0301e0.0096x , R2 = 0.9951 1.0 0.5 0.0 0
4
8
12
16
20
Waktu Pengamatan (Jam)
Gambar 31 Laju susut bobot (%) rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih suhu ruang. Penyimpan mutu bahan pangan dapat dikelompokkan ke dalam penyusutan kualitatif dan penyusutan kuantitatif.
Penyusutan kualitatif adalah kerusakan
akibat perubahan-perubahan biologi (mikrob, serangga, tungau, respirasi), perubahan-perubahan fisik (tekanan, getaran, suhu, kelembaban) serta perubahanperubahan kimia dan biokimia (reaksi pencoklatan, ketengikan, penurunan nilai gizi dan aspek keamanan terhadap manusia).
Penyusutan kualitatif adalah
kehilangan jumlah atau bobot hasil pertanian, akibat penanganan pasca panen yang tidak memadai, dan juga karena adanya gangguan biologis (proses respirasi, serangan serangga dan tikus). Bahan pangan yang telah mengalami penyusutan kualitatif artinya bahan tersebut mengalami penurunan mutu sehingga menjadi tidak layak lagi untuk dikonsumsi oleh manusia. Bahan pangan disebut rusak apabila bahan pangan tersebut telah kadaluarsa, yaitu telah melampaui masa simpan optimumnya, dan pada umumnya makanan tersebut menurun mutu gizinya meskipun penampakannya masih bagus (Syarief dan Halid 1992).
54
Laju Kekerasan Berdasarkan pengamatan terhadap laju kekerasan rajangan wortel segar selama penyimpanan 120 jam, menunjukkan pola yang menurun untuk semua kemasan, kemudian meningkat sampai akhir penyimpanan (168 jam) (Lampiran 11). Penyimpanan suhu 5 0C selama 168 jam didapatkan nilai rata-rata laju kekerasan terkecil untuk kemasan tanpa udara (vakum) sebesar 181 kgf, untuk kemasan 120 gram sebesar 194 kgf dan kemasan 180 gram sebesar 198 kgf (Gambar 32). 2,9 2,7 2,5
Kekerasan (kgf)
2,3 (1) Kemasan 180 gram 2,1 (2) Kemasan 120 gram (3) Kemasan Vakum
1,9 1,7 1,5 1,3 1,1 0
24
48
72
96
120
144
168
192
Waktu Pengamatan (Jam)
Gambar 32 Laju kekerasan (kgf) rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih suhu 5 0C. Menurunnya nilai kekerasan pada buah-buahan dan sayur-sayuran selama penyimpanan disebabkan oleh hilangnya tekanan turgor, perombakkan pati menjadi glukosa dan degradasi dinding sel (Winarno dan Aman 1981). Menurut Pantastico (1989), peningkatan kekerasan disebabkan oleh penguapan air-air sel yang menyebabkan sel menjadi menciut, ruang antar sel menyatu dan zat pektin yang berada pada ruang antar sel akan saling berikatan. Perubahan kekerasan irisan wortel terolah minimal pada penyimpanan suhu 5 0C dengan kemasan LDPE pada awal penyimpanan adalah 1.34 kgf. Pada hari terakhir penyimpanan (21 hari) mengalami kenaikan dengan nilai masing-masing 1.46 kgf dan 1.61 kgf (Ritonga 2006).
55
Laju kekerasan rajangan wortel segar pada kemasan terpilih penyimpanan suhu ruang mengikuti pola yang terus menurun sampai akhir penyimpanan (16 jam). Nilai rata-rata laju kekerasan menurun drastis pada kemasan 180 gram yaitu sebesar 2.04 kgf dengan persamaan regresi non linear (1) y = 3.1032e-0.044x, untuk kemasan tanpa udara (vakum) sebesar 2.09 dengan persamaan regresi non linear (3) y = 3.5842e-0.0574x dan untuk kemasan 120 gram sebesar 2.18 kgf dengan persamaan regresi non linear (2) y = 3.528e-0.051x (Gambar 33). 2.9 2.7 2.5 (1) Kemasan 180 gram
Kekerasan (kgf)
2.3
(2) Kemasan 120 gram 2.1
(3) Kemasan Vakum
1.9 (1) y = 3.1032e-0.044x , R2 = 0.8624 1.7
(2) y = 3.528e-0.051x , R2 = 0.8917
1.5
(3) y = 3.5842e-0.0574x , R2 = 0.8124
1.3 1.1 0
4
8
12
16
20
Waktu Pengamatan (Jam)
Gambar 33 Laju kekerasan (kgf) rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih suhu ruang. Laju Total Padatan Terlarut (TPT) Penurunan total padatan terlarut selama penyimpanan disebabkan kadar gula-gula sederhana yang mengalami perubahan menjadi alkohol, aldehida dan asam amino (Winarno dan Aman, 1981).
Hasil pengamatan terhadap total 0
padatan terlarut rajangan wortel segar suhu 5 C dan suhu ruang disajikan pada Lampiran 12. Hasil pengamatan menunjukkan total padatan terlarut rajangan wortel segar/wortel terolah minimal suhu 5 0C untuk kemasan tanpa udara (vakum) lebih bertahan bila dibandingkan dengan kemasan 180 gram dan kemasan 120 gram. Rajangan wortel segar suhu 5 0C dalam kemasan 180 gram dan kemasan 120 gram total padatan terlarut hanya bertahan sampai penyimpanan 48 jam, kemudian menurun drastis.
Penyimpanan selama 168 jam menunjukkan total padatan
56
terlarut untuk kemasan tanpa udara (vakum) adalah sebesar 3.93% Brix, kemasan 180 gram sebesar 2.43% Brix dengan persamaan regresi non linear (1) y = 4.8448e-0.0044x dan kemasan 120 gram sebesar 2.23% Brix dengan persamaan regresi non linear (2) y = 4.4563e-0.0041x (Gambar 34). 4.7
Total Padatan Terlarut (%Brix)
4.4 4.1 (1) Kemasan 180 gram 3.8
(1) Kemasan 120 gram (3) Kemasan Vakum
3.5 3.2
(1) y = 4.8448e-0.0044x , R2 = 0.9525
2.9
(2) y = 4.4563e-0.0041x , R2 = 0.9303
2.6 2.3 2.0 0
24
48
72
96
120
144
168
192
Waktu Pengamatan (Jam)
Gambar 34 Laju total padatan terlarut (% Brix) rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih suhu 5 0C. Menurut Workneh et al. (2001), selama penyimpanan dalam kemasan atmosfer termodifikasi yang dikemas polipropilene dan low density polyethylene suhu 0 0C, wortel akan mengalami penurunan kadar gula (sukrosa, glukosa dan fruktosa) setelah 7 hari penyimpanan untuk kemasan polipropilene dan low density polyethylene/LDPE masing-masing 0.88 gram/100 gram dan 0.82 gram/100 gram. Penyimpanan suhu ruang menunjukkan laju total padatan terlarut rajangan wortel segar terolah minimal meningkat pada kemasan 180 gram dan kemasan 120 gram sampai penyimpanan 12 jam masing-masing sebesar 4.67 dan 4.53, kemudian menurun sampai akhir penyimpanan (16 jam).
Sedangkan pada
kemasan tanpa udara (vakum) meningkat selama penyimpanan 8 jam kemudian langsung menurun sampai akhir penyimpanan (16 jam). Hal ini diduga karena terjadinya proses anaerob sehingga dalam waktu yang singkat rajangan wortel segar mengalami kebusukan.
57
Pengamatan terhadap rajangan wortel segar selama penyimpanan 16 jam suhu ruang, pada kemasan 180 gram didapatkan total padatan terlarut sebesar 4.43% Brix, kemasan 120 gram sebesar 4.17% Brix dan kemasan tanpa udara (vakum) sebesar 3.97% Brix (Gambar 35). 4,7
Total Padatan Terlarut (%Brix)
4,4 4,1 3,8 (1) Kemasan 180 gram 3,5
(1) Kemasan 120 gram
3,2
(3) Kemasan Vakum
2,9 2,6 2,3 2,0 0
4
8
12
16
20
Waktu Pengamatan (Jam)
Gambar 35 Laju total padatan terlarut (% Brix) rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih suhu ruang. Pada Gambar 35 dapat dilihat rajangan wortel segar mengalami peningkatan total padatan telarut sampai penyimpanan 12 jam.
Menurut Syarief (1994),
kenaikan gula disebabkan oleh hidrolisa pati menjadi senyawa-senyawa sukrosa, glukosa dan fruktosa dan kecepatan ini lebih besar daripada kecepatan pengubahan glukosa menjadi energi dan air sehingga dalam jaringan terjadi penimbunan gula selama penyimpanan. Laju Warna Menurut Winarno (2002), warna yang ada pada buah-buahan dan sayuran disebabkan oleh pigment yang dikandungnya. Pigmen tersebut pada umumnya dibagi menjadi empat kelompok, yaitu khlorofil, anthocianin, flavonoid dan karotinoid atau dapat dibagi dua kelompok lain yaitu yang bersifat polar (larut dalam air) dan non polar atau tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik. Laju warna rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih suhu 5 0C dan suhu ruang ditunjukkan pada Lampiran 13. Penyimpanan suhu 5 0C didapatkan
58
nilai kecerahan (*L) meningkat selama 48 jam, kemudian semakin lama penyimpanan tingkat kecerahan (*L) semakin menurun.
Menurunnya nilai
kecerahan rajangan wortel segar pada kemasan 180 gram selama penyimpanan 168 jam menjadi 59.91 untuk kemasan 180 gram, 58.68 untuk kemasan 120 gram dan 58.05 untuk kemasan film tanpa udara (vakum) dengan persamaan regresi non linear (3) y = 63.476e-0.0006x (Gambar 36). 66 65 64
Nilai *L
63
(1) Kemasan 180 gram (2) Kemasan 120 gram
62
(3) Kemasan Vakum
61 60
(3) y = 63.476e-0,0006x , R2 = 0,8139 59 58 57 0
24
48
72
96
120
144
168
192
Waktu Pengamatan (Jam)
Gambar 36 Laju kecerahan (*L) rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih suhu 5 0C. Penyimpanan rajangan wortel segar selama 168 jam suhu 5 0C didapatkan bahwa semakin lama waktu penyimpanan nilai kecerahan (*L) semakin menurun. Menurunnya kecerahan (*L) pada wortel terolah minimal disebabkan juga oleh berkurangnya pigmen betacyanin dan betaxantin (Vitti, 2005). Rajangan wortel segar/wortel terolah minimal dalam kemasan terpilih 180 gram dan kemasan tanpa udara (vakum) yang disimpan pada suhu ruang didapatkan nilai kecerahan (*L) cenderung meningkat artinya kecerahan meningkat sampai dengan akhir penyimpanan (16 jam), kecuali untuk kemasan 120 gram menunjukkan selama penyimpanan 8 jam nilai kecerahan (*L) langsung menurun dengan nilai 60.78 kemudian meningkat kembali menjadi 66.11, dan pada akhir penyimpanan nilai kecerahan (*L) sebesar 63.75. Perubahan terkecil sampai penyimpanan 16 jam adalah pada kemasan tanpa udara (vakum) yaitu
59
sebesar 63.37, kemudian kemasan 120 gram sebesar 63.75 dan kemasan 180 gram sebesar 64.42 (Gambar 37). 66
65 64
63
Nilai *L
(1) Kemasan 180 gram 62
(2) Kemasan 120 gram (3) Kemasan Vakum
61
60
59 58
57 0
4
8
12
16
20
Waktu Pengamatan (Jam)
Gambar 37 Laju kecerahan (*L) rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih suhu ruang. Warna merah (*a) rajangan wortel segar suhu 5 0C dalam kemasan terpilih mengikuti pola yang menurun sampai akhir penyimpanan (168 jam) (Gambar 38). 37 36 35 (1) Kemasan 180 gram
Nilai *a
34
(2) Kemasan 120 gram (3) Kemasan Vakum
33 32
(1) y = 35.515e
-0.0013x
, R = 0.8026
2
(2) y = 35.053e
-0.0011x
, R = 0.8194
31 2
30 29 28 0
24
48
72
96
120
144
168
192
Waktu Pengamatan (Jam)
Gambar 38 Laju warna merah (*a) rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih suhu 5 0C. Rajangan wortel segar yang dikemas 180 gram pada akhir penyimpanan (168 jam) mengalami penurunan sebesar 29.70 dengan persamaan regresi non linear (1) y = 35.515e-0.0013x, untuk kemasan 120 gram sebesar 29.64 dengan
60
persamaan regresi non linear (2) y = 35.053e-0.0011x dan kemasan tanpa udara (vakum) sebesar 31.03 (Gambar 38). Menurut Winarno dan Aman (1981), warna merah dalam buah-buahan dan sayuran biasanya disebabkan oleh warna pigmen anthosianin (flavonoid) yang dapat dibagi dalam tiga gugusan penting, yaitu: 1) ring dasar yang terdiri dari gugusan aglikon (tanpa gula), (b) gugusan aglikon atau gula, (c) asam organik asil misalnya kaumarat, kofeat atau ferulat. Peranan anthosianin dalam tanaman antara lain adalah memberikan siat-sifat yang khusus, yaitu memberikan warna pada buah dan sayuran. Warna yang disebabkan oleh anthosianin sebenarnya tergantung pada beberapa faktor, yaitu konsentrasinya, pH dari media atau adanya pigmen lain. Pada umumnya pada pH rendah (asam) anthosianin bewarna merah, pada pH netral (mendekati 7) bewarna biru dan pada pH tinggi (basa) bewarna putih. Warna merah (*a) rajangan wortel segar penyimpanan suhu ruang dalam kemasan terpilih menunjukkan pada akhir penyimpanan (16 jam) untuk kemasan 180 gram sebesar 33.89, untuk kemasan 120 gram sebesar 32.88 dan untuk kemasan tanpa udara (vakum) sebesar 33.12 (Gambar 39). 37 36 35
Nilai *a
34 (1) Kemasan 180 gram
33
(2) Kemasan 120 gram 32
(3) Kemasan Vakum
31 30 29 28 0
4
8
12
16
20
Waktu Pengamatan (Jam)
Gambar 39 Laju warna merah (*a) rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih suhu ruang. Warna kuning (*b) rajangan wortel segar suhu 5 0C dalam kemasan terpilih turun pada kemasan 180 gram sebesar 47.62, pada kemasan 120 gram sebesar
61
47.12 dengan persamaan regresi non linear (2) y = 56.036e-0.0011x dan pada kemasan tanpa udara (vakum) sebesar 49.03 (Gambar 40). 56 55 54 53 (1) Kemasan 180 gram
Nilai *b
52
(2) Kemasan 120 gram
51
(3) Kemasan Vakum
50 (2) y = 56.036e-0.0011x , R2 = 0.9252 49 48 47 46 0
24
48
72
96
120
144
168
192
Waktu Pengamatan (Jam)
Gambar 40 Laju warna kuning (*b) rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih suhu 5 0C. Laju warna kuning (*b) rajangan wortel segar terolah minimal dalam kemasan terpilih suhu ruang disajikan pada Gambar 41. 37 36 35
Nilai *a
34 (1) Kemasan 180 gram
33
(2) Kemasan 120 gram 32
(3) Kemasan Vakum
31 30 29 28 0
4
8
12
16
20
Waktu Pengamatan (Jam)
Gambar 41 Laju warna kuning (*b) rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih suhu ruang. Warna kuning (*b) rajangan wortel segar suhu ruang dalam kemasan terpilih pada akhir penyimpanan (16 jam) untuk kemasan 180 gram sebesar 55.42 dengan persamaan regresi non linear (1) y = 51.759e0.0043x, kemasan 120 gram
62
sebesar 53.10 dengan persamaan regresi non linear (2) y = 53.063e0.0002x dan kemasan tanpa udara (vakum) sebesar 53.74 dengan persamaan regresi non linear (3) y = 52.595e0.0014x (Gambar 41). Uji Organoleptik Uji organoleptik dilakukan untuk menentukan umur simpan rajangan wortel segar berdasarkan penilaian panelis terhadap 6 parameter mutu yaitu tekstur, warna, aroma, kesegaran, rasa, dan penampilan secara keseluruhan.
Panelis
berjumlah 15 orang yang berasal dari mahasiswa program sarjana IPB yang berasal dari Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Skala hedonik yang digunakan adalah 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (netral), 4 (suka) dan 5 (sangat suka). Semakin tinggi skor hedonik yang diberikan semakin tinggi juga tingkat penerimaan panelis terhadap rajangan wortel segar. Batas penerimaan panelis terhadap parameter mutu menggunakan nilai patokan skor hedonik 3.00 (Lampiran 14). Tekstur Penyimpanan rajangan wortel segar selama 96 jam menunjukkan panelis masih menerima untuk semua jenis kemasan dengan skala hedonik rata-rata untuk kemasan 180 gram, 120 gram dan kemasan tanpa udara (vakum) masing-masing sebesar 3.62, 3.35 dan 3.08 (Lampiran 14; Gambar 42). 5.0 4.5
Skor Hedonis Tekstur
4.0 3.5 3.0
(1) Kemasan 180 gram (2) Kemasan 120 gram
2.5
(3) Kemasan Vakum Batas Penerimaan
2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 0
24
48
72
96
120
144
168
Waktu Pengamatan (Jam)
Gambar 42 Laju nilai organoleptik tekstur rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih suhu 5 0C.
63
Sedangkan sampai akhir penyimpanan (144 jam) menunjukkan kemasan 180 gram dan kemasan 120 gram masih diterima panelis, sedangkan untuk kemasan tanpa udara (vakum) tidak diterima lagi panelis sampai penyimpanan 120 jam dengan nilai rata-rata masing-masing 3.54, 3.25 dan 2.86 (Gambar 42). Hasil pengamatan didapatkan rajangan wortel segar mengalami penurunan ketegaran. Penurunan ketegaran diding sel mengakibatkan tekstur rajangan wortel segar menjadi lunak. Wortel yang berstektur renyah sangat diharapkan konsumen karena menunjukkan wortel masih segar. Warna Rajangan wortel segar suhu 5 0C dalam kemasan 180 gram dan kemasan tanpa udara (vakum) mampu mempertahankan nilai kesukaan panelis terhadap warna hingga akhir penyimpanan (144 jam) dengan skor yang diberikan panelis masing-masing sebesar 3.52 dan 3.14. Untuk kemasan 120 gram hanya diterima panelis selama penyimpanan 96 jam dengan skor 3.69 sedangkan pada 120 jam penyimpanan panelis sudah menolak dengan nilai skor yang diberikan sebesar 2.94 (Lampiran 14; Gambar 43). 5.0 4.5
Skor Hedonis Warna
4.0 3.5 3.0
(1) Kemasan 180 gram (2) Kemasan 120 gram
2.5
(3) Kemasan Vakum Batas Penerimaan
2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 0
24
48
72
96
120
144
168
Waktu Pengamatan (Jam)
Gambar 43 Laju nilai organoleptik warna rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih suhu 5 0C. Aroma Aroma makanan banyak menentukan kelezatan bahan makanan tersebut karena sebagai pembangkit cita rasa. Nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap
64
aroma hingga penyimpanan 144 jam pada suhu 5 0C untuk kemasan 180 gram, kemasan 120 gram masing-masing nilai rata-rata skor yang diberikan panelis sebesar 3.45 dan 3.36. Hal ini berarti panelis secara umum menyukai rajangan wortel segar sampai penyimpanan (144 jam) untuk kemasan 180 dan kemasan 120 gram, dimana dari hasil uji organoleptik menunjukkan skor rata-rata yang diberikan panelis masih diatas 3.0, kecuali pada kemasan tanpa udara (vakum) pada penyimpanan 96 jam sudah ditolak panelis dengan nilai skor yang diberikan sebesar 3.0 (Lampiran 14; Gambar 44). Penyimpanan selama 144 jam terhadap rajangan wortel segar terolah minimal didapatkan nilai organoleptik aroma tetinggi pada kemasan 180 gram sebesar 3.46, kemasan 120 gram sebesar 3.21 dan kemasan tanpa udara (vakum) sudah mulai ditolak konsumen dengan nilai skor 3.00. 5.0 4.5
Skor Hedonis Aroma
4.0 3.5 (1) Kemasan 180 gram
3.0
(2) Kemasan 120 gram
2.5
(3) Kemasan Vakum 2.0
Batas Penerimaan
1.5 1.0 0.5 0.0 0
24
48
72
96
120
144
168
Waktu Pengamatan (Jam)
Gambar 44 Laju nilai organoleptik aroma rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih suhu 5 0C. Penurunan nilai organoleptik aroma selama penyimpanan diduga selama proses pengolahan timbulnya persenyawaan-persenyawaan terbang (volatile) yang tadinya tidak ada pada sayuran segar. menyebabkan
terjadinya
proses
Selain itu, aktifitas mikroorganisme
pembusukan
pada
jaringan
komoditas.
Mikroorganisme perusak seperti bakteri dapat mengkatabolisme komoditas sehingga komoditas menjadi cepat busuk (Pantastico, 1989).
65
Kesegaran Kesegaran merupakan salah satu identifikasi mutu yang sering digunakan dalam pemilihan sayur-sayuran dan buah-buahan. Kesegaran rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih cenderung stabil sampai penyimpanan 72 jam untuk semua kemasan, dapat dilihat dari skor yang diberikan panelis. Nilai kesukaan panelis terhadap rajangan wortel segar dalam kemasan 180 gram dan kemasan 120 gram masih diterima panelis sampai penyimpanan 120 jam dengan skor yang diberikan masing-masing sebesar 3.19 dan 3.13, tetapi untuk kemasan tanpa udara (vakum) hanya diterima panelis sampai penyimpanan 72 jam dengan nilai rata-rata sebesar 3.20, sedangkan pada penyimpanan 96 jam panelis sudah menolak dengan skor sebesar 3.00 (Gambar 45; Lampiran 14). 5.0 4.5
Skor Hedonis Kesegaran
4.0 3.5 (1) Kemasan 180 gram
3.0
(2) Kemasan 120 gram 2.5
(3) Kemasan Vakum Batas Penerimaan
2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 0
24
48
72
96
120
144
168
Waktu Pengamatan (Jam)
Gambar 45 Laju nilai organoleptik kesegaran rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih suhu 5 0C. Rasa Rasa merupakan campuran dari tanggapan cicip, bau dan trigeminal yang diramu oleh kesan-kesan lain seperti penglihatan sentuhan dan pendengaran. Kenikmatan tersebut diwujudkan bersama-sama oleh kelima indera. Peramuan rasa adalah suatu sugesti kejiwaan terhadap makanan yang menentukan nilai pemuasan orang yang memakannya (Soekarto 1985). Laju nilai organoleptik hedonik terhadap rasa rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih suhu 5 0C menunjukkan semakin lama waktu penyimpanan nilai organoleptik semakin menurun (Gambar 46). Nilai kesukaan panelis terhadap
66
rasa rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih suhu 5 0C menunjukkan untuk kemasan 180 gram dan kemasan 120 gram hanya dapat diterima panelis selama 48 jam penyimpanan, dengan nilai rata-rata skor yang diberikan panelis masingmasing sebesar 3.38 dan 3.19, tetapi untuk kemasan tanpa udara (vakum) masih diterima panelis sampai penyimpanan 72 jam dengan skor yang diberikan panelis 3.50.
Hal ini diduga karena panelis yang digunakan tidak terlalu menyukai
sayuran wortel atau teknik penyajian organoleptik tidak seperti yang disajikan di restoran siap saji. 5.0 4.5 4.0
Skor Hedonis Rasa
3.5 3.0
(1) Kemasan 180 gram (2) Kemasan 120 gram
2.5
(3) Kemasan Vakum Batas Penerimaan
2.0
(1) y = 3.5652e-0.0019x , R2 = 0.8501
1.5 1.0 0.5 0.0 0
24
48
72
96
120
144
168
Waktu Pengamatan (Jam)
Gambar 46 Laju nilai organoleptik rasa rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih suhu 5 0C. Keseluruhan Pengambilan parameter keseluruhan dengan pertimbangan bahwa panelis dapat memperoleh kesan keseluruhan setelah melakukan organoleptik rajangan wortel segar. Kesan tersebut bisa berupa keterkaitan terhadap tekstur, warna, aroma, kesegaran, kondisi produk dan penampakan. Rajangan wortel segar suhu 5 0C menunjukkan semakin lama waktu penyimpanan skala hedonik terhadap penampakan secara keseluruhan semakin menurun (Gambar 47). Hasil uji organoleptik hedonik menunjukkan kemasan tanpa udara (vakum) hanya diterima panelis sampai penyimpanan 72 jam, untuk kemasan 120 gram selama 96 jam dan untuk kemasan 180 gram masih diterima panelis sampai
67
penyimpanan 120 jam dengan skor yang diberikan masing-masing sebesar 3.40, 3.08 dan 3.06 (Lampiran 14; Gambar 47). 5.0 4.5
Skor Hedonis Keseluruhan
4.0 3.5 (1) Kemasan 180 gram
3.0
(2) Kemasan 120 gram 2.5
(3) Kemasan Vakum Batas Penerimaan
2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 0
24
48
72
96
120
144
168
Waktu Pengamatan (Jam)
Gambar 47 Laju nilai organoleptik keseluruhan rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih suhu 5 0C. Penentuan Parameter Mutu Kritis Parameter mutu kritis didefinisikan sebagai parameter mutu dengan penurunan yang paling cepat terjadi selama bahan disimpan atau peubah yang selama dalam penyimpanan menunjukkan adanya perubahan yang ekstrim dengan pola yang teratur. Berdasarkan hasil pengukuran peubah terhadap laju perubahan susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, dan warna yang dilakukan pada tahap pengemasan ditemukan peubah warna kuning (*b) mempunyai rentang perubahan yang ekstrim dan pola yang teratur selama penyimpanan suhu 5 0C. Pendugaan Umur Simpan Batas umur simpan rajangan wortel segar yang disimpan dalam kemasan terpilih suhu 5 0C ditentukan pada pada skor nilai hasil organoleptik (metode subjektif) dan nilai warna pada hasil pengukuran dengan Chromameter (metode objektif) selanjutnya dilakukan interpolasi antara data subjektif dan objektif, sehingga didapatkan batas penerimaan konsumen warna kuning (*b) adalah 48.79. Pendugaan umur simpan yang diperkirakan secara teoritis adalah dengan menggunakan persamaan dari slope parameter mutu kritis pada pengukuran (metode objektif), yaitu parameter nilai warna kuning (*b) dengan slope untuk
68
kemasan 180 gram 1 (y) = -3.8842 Ln(x) + 66.728, kemasan 120 gram 2 (y) = -4.3942 Ln(x) + 69.74 dan kemasan tanpa udara (vakum) 3 (y) = -2.392 Ln(x) + 60.964 (Gambar 48). Dimana: y = nilai warna kuning rajangan wortel segar. x = umur simpan rajangan wortel segar. Model empiris hubungan umur simpan dengan perubahan warna kuning (*b) adalah dalam bentuk logaritma (Gambar 48). 56
(1) Kemasan 180 gram
55
(2) Kemasan 120 gram
54
(3) Kemasan Vakum
Nilai *b
53 52
(1) y = -3.8842Ln(x) + 66.728, R2 = 0.8497
51
(2) y = -4.3942Ln(x) + 69.74, R2 = 0.9595
50
(3) y = -2.392Ln(x) + 60.964, R2 = 0.5872
49 48 47 46 0
24
48
72
96
120
144
168
192
Waktu Penyimpanan (Jam)
Gambar 48 Laju penurunan warna kuning (*b) rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih suhu 5 0C. Dengan menggunakan batas umur simpan warna kuning (*b) = 48.79 sebagai faktor pembatas (uji penentu daerah atmosfer termodifikasi) sebagai nilai y, maka didapatkan pendugaan nilai umur simpan untuk rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih low densyty polyethtylene (LDPE) suhu 5 0C untuk kemasan 180 gram adalah selama 101 jam, untuk kemasan 120 gram selama 117 jam dan kemasan tanpa udara (vakum) selama 162 jam. Hubungan warna dan uji organoleptik terhadap rajangan wortel segar Peranan warna merupakan salah satu indeks mutu bahan pangan yang perlu diperhatikan dalam proses pengolahan rajangan wortel segar, umunya konsumen sebelum mempertimbangkan parameter lain (rasa, nilai gizi dan lain-lain) pertama-tama akan tertarik pada warna. Menurut Muchtadi dan Sugiono (1992),
69
warna kuning pada wortel adalah karena adanya pigmen karotenoid. Karotenoid adalah kelompok senyawa yang tersusun dari unit isoprene atau turunannya. Penyimpanan rajangan wortel segar suhu 5 0C selama 120 jam berdasarkan hasil pengukuran dengan chromameter (metode objektif) didapatkan nilai warna kuning (*b) untuk kemasan 180 gram sebesar 46.42 dan kemasan tanpa udara (vakum) sebesar 49.28 sedangkan penerimaan panelis berdasarkan uji hedonik skor yang diberikan masing-masing adalah 3.56 dan 3.38. Rajangan wortel segar menunjukkan semakin lama penyimpanan, nilai warna kuning (*b) berubah semakin menurun untuk ketiga jenis kemasan (Gambar 40), tetapi panelis masih menerima untuk kemasan 180 gram dan kemasan tanpa udara (vakum), sedangkan pada kemasan 120 gram para panelis sudah mulai menolak pada penyimpanan 120 jam dengan skor hedonik (metode subjektif) yang diberikan sebesar 2.40 (*b= 48,79 (parameter warna kuning) oleh Chromameter). Penolakan panelis terhadap warna kuning (*b) rajangan wortel segar pada penyimpanan 120 jam untuk kemasan 120 gram diduga karena pada kemasan 120 gram volume bebas kemasan lebih besar dan rajangan wortel segar lebih banyak mengalami kontak dengan oksigen disekelilingnya, sehingga aktifitas enzimatis maupun non enzimatis, degradasi klorofil, dan sintesa karotenoid berjalan lebih cepat dibandingkan dengan kemasan 180 gram dan kemasan tanpa udara (vakum) akibatnya rajangan wortel segar menjadi pucat dan mutunya menurun. Menurut Rodrigues et al. (1989), Perubahan warna menjadi pucat ini terutama disebabkan oleh enzim polifenol oksidase yang menguraikan substratsubstrat fenolik yang sesuai dengan adanya oksigen. Ketiga zat itu diperlukan untuk berlangsungnya perubahan warna menjadi pucat.
70
Gambar 49 Rajangan wortel segar kemasan 180 gram suhu 5 0C.
71
Gambar 50 Rajangan wortel segar kemasan 120 gram suhu 5 0C.
72
Gambar 51 Rajangan wortel segar dalam kemasan tanpa udara (vakum) suhu 5 0C.
73
Gambar 52 Rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih penyimpanan 16 jam suhu ruang.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Simpulan hasil penelitian kajian penyimpanan rajangan wortel segar/wortel terolah minimal dalam kemasan atmosfer termodifikasi adalah sebagai berikut: 1. Laju respirasi rajangan wortel segar/wortel terolah minimal yang terendah terjadi selama penyimpanan suhu 5 0C yaitu 22.18 ml O2/kg.jam untuk konsumsi O2 dan 20.15 ml/kg.jam untuk produksi CO2. 2. Pengamatan terhadap laju susut bobot, laju kekerasan dan laju total padatan terlarut suhu 5 0C menunjukkan bahwa komposisi atmosfer terbaik bagi rajangan wortel segar adalah komposisi 4 (2-3% O2 dan 4-5% CO2). Hal ini berarti kemasan film terpilih adalah low density polyethylene (LDPE) yang memiliki ketebalan 0.08 mm = 3.146 mil. 3. Kemasan yang memberikan keadaan komposisi atmosfer dengan masa simpan terpanjang untuk rajangan wortel segar adalah kemasan tanpa udara (vakum) menggunakan film LDPE dengan luas 392 cm2 atau kantong plastik dengan lebar 18.66 cm dan panjang sampai tempat penutupan (sealing) adalah 21 cm. 4. Berdasarkan parameter mutu kritis hasil pengukuran dan uji organoleptik hedonik terhadap rajangan wortel segar dapat disimpan selama 101 untuk kemasan 180 gram, 117 jam untuk kemasan 120 gram dan 162 jam pada kemasan tanpa udara (vakum). Saran 1. Disarankan rajangan wortel segar/wortel terolah minimal yang mempunyai ketebalan dan panjang rata-rata (0.1-0.2 cm dan 2.4-2.6 cm) disimpan pada suhu 5 0C menggunakan kemasan tanpa udara (vakum) film low density polyethylene (LDPE) ketebalan 0.08 mm dengan luas kemasan 392 cm2. 2. Penggunaan film kemasan low density polyethylene (LDPE) yang mempunyai ketebalan berbeda disarankan dicoba dalam usaha mencapai komposisi amosfer 2-3% O2 dan 4-5% CO2 dengan lebih cepat. 3. Pada komposisi atmosfer yang sama, perbandingan dengan kemasan MAP aktif perlu dilakukan untuk memilih jenis kemasan MAP yang lebih baik.
75
DAFTAR PUSTAKA Adnan. 2006. Penyimpanan buah duku terolah minimal dalam kemasan atmosfer termodifikasi [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Affandi. 2002. Penyimpanan rajangan selada segar dalam kemasan atmosfer termodifikasi [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Aji SN. 1997. Perancangan kemasan wortel untuk mencapai kondisi optimum modified atmosphere [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Alasalvar C, Al-farsi M, Quantick PC, Shahidi F, Wichtorowicz R. 2005. Effect of chill storage and antioxidant activity, anthocyanins, carotenoids, phenolics and sensory quality of ready-to-eat shredded orange and purple carrots. J Food Chemistry 89:69-76. Berlian NVA, Rahayu E. 1995. Wortel dan Lobak. Jakarta: Penebar Swadaya. BPS. 2002. Produksi, luas panen, dan produktivitas wortel di Indonesia. http://www.bappenas.go.id/index.php?module=Content Express&func= display&ceid=2107&meid= [1 September 2006]. BPS. 2006. Production of vegetables in Indonesia. http://www.bps.go.id /sector/agri/horti/table7.shtml [20 September 2006]. Budiastra IW, Purwadaria HK. 1993. Penanganan pasca panen sayur-sayuran dan buah-buahan dalam rumah pengemasan. Bahan pelatihan pasca panen sayur-sayuran dan buah-buahan. Bogor: Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor, 10-15 Mei 1993. Finn MJ, Upton ME. 1997. Survival of phatogens on modified atmosphere packaged shredded carrot and cabbage. J Food Chemistry 60:1347-1350. Gunadnya IBP. 1993. Pengkajian penyimpanan salak segar (Salacca edulis Reinw) dalam kemasan film dengan modified atmosphere [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Haddiana A. 2004. Penyimpanan rajangan jagung semi (Baby corn) dengan atmosfer termodifikasi [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hall CW, Handeburg RE, Pantastico ErB. 1989. Pengemasan untuk konsumen dengan kemasan plastik. Di Dalam: Pantastico, ErB. Penerjemah; Kamariyani, editor. Fisiologi Pasca Panen. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: Postharvest Physiolgy, Handling and Utilization of Tropical Fruits and Vegetables.
76
Hidayatullah T. 1994. Mempelajari penyimpanan wortel (Daucus carota L) dengan modified atmosphere [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Jualiana S. 2003. Penyimpanan irisan jamur champignon (Agaricus bisporus) segar dalam kemasan atmosfer termodifikasi [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kader AA. 1980. Prevention of ripenin in fruits by the use of controlled atmosphere. J Food Technology 34:51-54. Kader AA. 1992. Modified atmosphere during transport and storage. In, Postharvest Technology of Horticultural Crops. Ed., A A Kader. California: University of California, Publication No. 3311. Kartasapoetra AG. 1989. Teknologi Penanganan Pasca Panen. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Kendrianto. 2002. Kajian penyimpanan irisan segar wortel terolah minimal dalam kemasan atmosfer termodifikasi [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Laurila E, Ahvenainen R. 2002. Minimal processing in practice: fresh fruit and vegetable. In Minimal Processing Technologies In The Food Industry. Ohlsson T and Bengtsson N. Enggland: Cambridge, Woodhead Publishing Limited. Lafortune, R., Cailed, S., and Lacroix, M. 2005. Combined Effects of Coating, Modified Atmosphere Packaging, and Gamma Irradiation on Quality Maintenance of Ready-to-Use Carrots (Daucus carota). J of Food Protection 68:353-359. Mannapperuma JD, Zagory D, Singh RP, Kader AA. 1989. Design of polymeric packaging for modified atmosphere storage of fresh produce. Paper Fifth International Controlled Atmosphere Reseach Conference. Wenatchee: WA, USA, June 14-16 1989. Maharani S. 2002. Penyimpanan rajangan bawang segar dalam kemasan atmosfir termodifikasi [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Mohsenin NN. 1984. Electromagnetic Radiation Properties of Foods and Agricultural Products. New York: Gordon and Breach Science Publishers. Muchtadi D. 1992. Petunjuk Laboratorium Fisiologi Pasca Panen Sayuran dan Buah-buahan. Bogor: Pusat Antar Universitas, Intitut Pertanian Bogor.
77
Muchtadi TR, Sugiyono. 1992. Petunjuk Laboratorium Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas, Intitut Pertanian Bogor. Negi PS, Roy SK. 2000. Effect of low-cost storage and packaging on quality and nutritive value of fresh and dehydrated carrots. J Sci Food Agric 80:21692175. Nugroho O. 2003. Penyimpanan rajangan segar paprika (Capsicum annum L. var. grossum) dalam kemasan atmosfir termodifikasi [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pantastico EB. 1989. Fisiologi Pasca Panen Penerjemah; Kamariyani, editor. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: Postharvest Physiolgy, Handling and Utilization of Tropical Fruits and Vegetables. Phan CT, Pantastico ErB, Oganta K, Chachin K. 1989. Respirasi dan Puncak Respirasi. Di dalam: Pantastico, ErB. Penerjemah; Kamariyani, editor. Fisiologi Pasca Panen. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: Postharvest Physiolgy, Handling and Utilization of Tropical Fruits and Vegetables. Purwadaria HK. 1992. Sistem pengangkutan buah-buahan dan sayuran. Makalah pelatihan teknologi pasca panen sayur-sayuran dan buah-buahan. Bogor: PAU, Institut Pertanian Bogor, 24 Pebruari1992. Putranto AE. 2005. Penyimpanan rajangan seledri dalam kemasan atmosfir termodifikasi [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Ritonga YP. 2006. Kajian susut mutu wortel terolah minimal dalam kemasan atmosfer termodifikasi dalam kemasan dingin [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Rodriguez P, Raina BL, Pantastico ErB, Batti MB. 1989. Mutu Bahan-bahan Mentah Untuk Pengolahan. Di dalam: Pantastico, ErB. Penerjemah; Kamariyani, editor. Fisiologi Pasca Panen. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: Postharvest Physiolgy, Handling and Utilization of Tropical Fruits and Vegetables. Sivertsvik M, Rosnes JT, Bergslien H. 2002. Modified atmophere packaging. In Minimal Processing Technologies In The Food Industry. Ohlsson, T and Bengtsson, N. England: Cambridge, Woodhead Publishing Limited. Sudiari NM. 1997. Pengkajian karakteristik penyimpanan produk ”minimally processed” buah nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk) [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
78
Suherman, D.W. 2005. Penyimpanan rajangan petsai (Brassica pekinensis L) dengan sistem atmosfir termodifikasi dalam kemasan plastik [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sumardi HS, Purwadaria HK, Sutrisno. 1996. Pengkajian awal penyimpanan durian segar (Durio zibethinus) dengan modifikasi atmosfer. Makalah Seminar. Bogor: JICA-IPB, CREATA dan PERTETA, 18 Juni 1996. Syarief R, Santausa S, Isyana BS. 1993. Teknologi Pengemasan Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Syarief R, Halid H. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Jakarta: Penerbit Arcan. Syarief R. 1994. Pemodelan pengemasan sistem atmosfer termodifikasi dan pendugaan masa simpan buah manggis (Garcinia mangostana L). Laporan Penelitian. Bogor: Lembaga Penelitian, Institut Pertanian Bogor. Soekarto ST. 1981. Penilaian Organoleptik. Bogor: PUSBANGTEPA, Institut Pertanian Bogor. Sutrisno, Yuda, YFR. 1999. Penyusunan dan pengujian model pendugaan konsentrasi O2 dan CO2 dalam kemasan modified atmosphere sayuran tropika. Buletin keteknikan pertanian 43:9-17. Thompson, K. 1996. Postharvest Technology of Fruit and Vegetables. First Published. USA: Cambridge, Blackwell Science Ltd. Venty, Dessy. 1999. Wortel. http://iptek.apjii.or.id/artikel/ttg_tanaman_obat/ depkes/buku2/2-087.pdf#search=%22klasifikasi%20wortel%22 [31 Agustus 2006]. Vitti MCD et al. 2005. Quality of minimally processed beet roots stored in different temperatures. J International 48:503-510. Will RHH, Lee TH, Graham D, McGlasson WB, Hall EG. 1981. Postharvest an Introduction to the Physiology and Handling of Fruit and Vegetables. Australia: New South Wales, University Press Limited. Winarno FG, Aman M. 1981. Fisiologi Lepas Panen. Jakarta: Sastra Hudaya. Winarno FG. 2002. Fisiologi Lepas Panen Produk Hortikultura. Bogor: M-Brio Press. Workneh TS, Osthoff G, Steyn MS. 2001. Effect of modified atmosphere packaging on microbiological, physiological and chemical qualities of stored carrot. J Food Technol in Africa 6:138-143.
79
Yangyang IGP, Mahendrayana, Budiastra IW, Purwadaria HK. 1986. Penyimpanan tomat (Lycopersicum esculentum Mill) segar dengan modified atmosphere. Makalah seminar teknologi pertanian. Malang: Universitas Brawijaya, 17-18 November 1986. Yanti M. 2002. Pengkajian penyimpanan segar buah melon (Cucumis melo L) terolah minimal dalam sistem atmosfer termodifikasi [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Zagory D, Kader AA. 1988. Modified atmosphere packaging of fresh produce. J Food Technology 42:70-77.
LAMPIRAN
81
Lampiran 1 Format uji organoleptik
82
Lampiran 2 Perubahan produksi CO2 (%) dan konsumsi O2 (%) rajangan wortel segar
83
Lampiran 3 Nilai rata-rata laju respirasi dan Kuesien Respirasi (RQ) rajangan wortel segar (ml/kg.jam)
84
Lampiran 4 Nilai rata-rata konsumsi O2 (%) dan produksi CO2 (%) rajangan wortel segar pada berbagai komposisi atmosfer termodifikasi
85
Lampiran 5 Nilai susut bobot (%) rajangan wortel segar pada tahap penentuan komposisi
86
Lampiran 6 Laju kekerasan (kgf) rajangan wortel segar pada tahap penentuan komposisi
87
Lampiran 7 Laju total padatan terlarut (%Brix) rajangan wortel segar pada tahap penentuan komposisi
88
Lampiran 8 Laju warna (*L*a*b) rajangan wortel segar pada tahap penentuan komposisi
89
Lampiran 9 Perubahan konsumsi CO2 (%) dan produksi O2 (%) rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih
90
Lampiran 10 Nilai rata-rata laju susut bobot (%) rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih
Lampiran 11 Nilai rata-rata laju perubahan kekerasan (kgf) rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih
Lampiran 12 Nilai rata-rata laju perubahan total padatan terlarut (%Brix) rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih
91
Lampiran 13 Nilai rata-rata laju warna (*L*a*b) rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih
92
Lampiran 14 Nilai rata-rata hedonik uji organoleptik rajangan wortel segar dalam kemasan terpilih suhu 5 0C