PENYIMPANAN BAKSO IKAN NILA MERAH DALAM KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI PADA SUHU RUANG
JUNIDE MASTUTY HUTAPEA C34050012
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
RINGKASAN JUNIDE MASTUTY HUTAPEA. C34050012. Penyimpanan Bakso Ikan Nila Merah dalam Kemasan Atmosfir Termodifikasi pada Suhu Ruang. Dibimbing Oleh BUSTAMI IBRAHIM dan DADI R SUKARSA Konsumsi ikan tidak hanya terbatas pada ikan segar, tetapi juga produkproduk olahannya. Salah satu produk olahan ikan yang sudah dikenal dan disukai oleh masyarakat adalah bakso ikan.Bakso ikan dapat didefinisikan sebagai produk makanan berbentuk bulatan yang diperoleh dari campuran daging ikan (kadar daging ikan tidak kurang dari 50%) dan pati atau serealia dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan makanan yang diijinkan. Bakso ikan, sebagaimana produk olahan ikan lainnya, merupakan bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan (highly perishable). Umumnya bakso ikan memiliki masa simpan maksimal satu hari (12-24 jam) pada suhu kamar. Kerusakan bakso ikan yang terjadi selama penyimpanan dapat diakibatkan oleh kadar air dan aktivitas air yang tinggi (aw > 9,0) serta adanya kontak dengan oksigen yang merupakan sumber energi bagi aktivitas-aktivitas reaksi biologis maupun kimiawi. Oleh karena itu diperlukan kemasan yang diminimalisir kandungan oksigen dalam kemasan. Biasanya bakso ikan dikemas secara vakum untuk memperpanjang masa simpannya. Akan tetapi, bakteri aerobik maupun anaerobik masih dapat berkembang dikarenakan masih adanya sisa udara di dalam kemasan vakum tersebut. Oleh karena itu, diperlukan suatu alternatif teknologi pengemasan yang dapat memperpanjang masa simpan bakso. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan sistem pengemasan atmosfer termodifikasi (modified atmosphere packaging). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh pengemasan secara Modified Atmosphere Packaging (MAP) terhadap masa simpan bakso ikan nila merah selama penyimpanan suhu ruang dan memperoleh komposisi gas yang terbaik agar masa simpan bakso ikan nila merah pada suhu ruang menjadi lebih lama dari kontrol (12-24 jam). Pengemasan bakso ikan nila merah dengan kemasan atmosfir termodifikasi pada suhu ruang memiliki masa simpan yang lebih lama dibandingkan dengan bakso ikan yang dikemas dalam udara biasa (kontrol), dimana masa simpan bakso ikan menjadi lebih dari 12-24 jam (kontrol). Hal ini menunjukkan bahwa penyimpanan dalam kemasan Modified Atmosphere Packaging (MAP) dapat memperpanjang masa simpan bakso ikan lebih dari 50 %. Pada akhir penyimpanan (48 jam), nilai kualitas terbaik dan masih sesuai dengan ambang batas penerimaan terdapat pada bakso ikan yang dikemas dalam kemasan 80% CO2+20% N2. Hal ini dapat disimpulkan dari nilai organoleptiknya masih berada diatas nilai 5 (ambang batas penerimaan), sedangkan nilai organoleptik perlakuan lainnya telah berada di bawah nilai 5. Hasil analisis nilai TVB, nilai TBA, nilai log bakteri aerob dan anaerob menunjukkan nilai yang lebih rendah serta penampakan visual (lendir) yang sangat sedikit dibandingkan dengan perlakuan lainnya sehingga bakso ikan masih layak untuk dikonsumsi.
PENYIMPANAN BAKSO IKAN NILA MERAH DALAM KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI PADA SUHU RUANG Oleh JUNIDE MASTUTY HUTAPEA C34050012
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
Judul Skipsi : Penyimpanan Bakso Ikan Nila Merah dalam Kemasan Atmosfir Termodifikasi pada Suhu Ruang Nama : Junide Mastuty Hutapea NRP
: C34050012
Menyetujui Pembimbing I,
Pembimbing II,
(Dr.Ir. Bustami Ibrahim, MSc) NIP: 19611101 198703 1 002
(Ir. Dadi R. Sukarsa) NIP: 19460831 197402 1 001
Mengetahui: Ketua Departemen
(Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil.) NIP: 19580511 198503 1 002
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Penyimpanan Bakso Ikan Nila Merah dalam Kemasan Atmosfir Termodifikasi pada Suhu Ruang” adalah karya saya sendiri dibawah bimbingan Dr. Ir. Bustami Ibrahim, MSc dan Ir. Dadi R. Sukarsa dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada pihak manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Mei 2010 Junide Mastuty Hutapea C34050012
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 16 Juni 1987 di Tebing Tinggi, Sumatera Utara dari pasangan Bapak Jamangantar Hutapea dan Ibu Mastur Sirait. Penulis adalah anak kedua dari lima bersaudara. Pendidikan formal, dimulai tahun 1992 di TK Kutilang 1 Tebing Tinggi dan lulus pada tahun 1993. Pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan sekolah dasar di SDN No. 067267 Medan dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan menengah pertama di SLTPN 45 Medan dan lulus tahun 2002. Pendidikan menengah atas dilakukan pada tahun 2002 di SMAN 4 Medan dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB dan masuk dalam Program Studi Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama masa studi penulis aktif dalam organisasi Himasilkan dan UKM PMK IPB serta dalam berbagai kepanitiaan. Penulis juga aktif menjadi asisten praktikum beberapa mata kuliah yaitu, mata kuliah Agama Kristen tahun ajaran 2006/2007 dan 2008/2009, mata kulaih Avertebrata Air tahun ajaran 2007/2008 dan 2008/2009, serta mata kuliah Teknologi Pengolahan Hasil Perairan tahun ajaran 2008/2009. Penulis melaksanakan praktek lapang selama satu bulan di PT Central Windu Sejati, Medan, Sumatera Utara dengan judul “Penerapan HACCP Produk Udang Beku Tempura Box Style di PT Central Windu Sejati”. Sebagai syarat menjadi sarjana perikanan penulis melakukan penelitian dengan judul “Penyimpanan Bakso Ikan Nila Merah dalam Kemasan Atmosfir Termodifikasi pada Suhu Ruang”.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih dan berkat-Nya sehingga laporan hasil penelitian ini dapat diselesaikan. Penulisan laporan ini dimaksudkan untuk memberikan hasil kegiatan penelitian sebagai tugas akhir untuk memperoleh kelulusan di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2009 yang berjudul “Penyimpanan Bakso Ikan Nila Merah dalam Kemasan Atmosfir Termodifikasi pada Suhu Ruang”. Pada kesempatan ini, penulis ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan laporan hasil penelitian diantaranya adalah: 1. Bapak Dr. Ir. Bustami Ibrahim, MSc dan Ir. Dadi R. Sukarsa selaku dosen pembimbing, yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran dalam penelitian dan proses penyusunan laporan hasil penelitian ini. 2. Ibu Ir. Anna C. Erungan selaku dosen penguji ysng telsh memberi nasihat dan saran dalam perbaikan laporan hasil penelitian ini. 3. Bapak Dr. Ir. Ruddy Suwandi, M.S, M.Phil selaku ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan dan Bapak Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb selaku komisi pendidikan Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 4. Bapak dan Ibu staf dosen pengajar di Departemen Teknologi Hasil Perairan, terimakasih banyak atas ilmu yang telah diberikan selama ini. 5. Ibu dan Bapak tercinta, kakak (Junika), adik-adikku (Nina, Apram, Mela) dan Opung, terimakasih telah memberikan doa, perhatian, kasih sayang, semangat, dan dukungan moral maupun material kepada penulis. 6. Ibu Ema, mas Zaky, mas Saipul, bu Ida, mbak Kiki dan mbak Lala selaku laboran yang telah banyak membantu dalam penelitian ini. 7. Ibu Etang, pak Tatang, bang Mail, pak Ade, Umi’, dan seluruh staf departemen Teknologi Hasil Perairan yang telah banyak membantu.
8. Semua teman-teman THP 42 :Erdita, Dewi, Dini, Sofi, Adho, Erna, Dan, Indri, Seno, Uut, Anggi, Sena, Fathu, Micah, dan yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terimakasih telah memberikan bantuan, semangat, dukungan, rasa kebersamaan dan pertemanan kepada penulis. 9. Teman-teman terkasih di KPP UKM PMK IPB, terima kasih atas doa, kebersamaan dan dukungan semangatnya. 10. Sahat Maruli Simatupang dan Suwarno Wibiesono, terima kasih atas bantuan, dukungan semangat, kritik dan saran kepada penulis. 11. Dapot Tua Harianja terima kasih doa, perhatian, kasih sayang dan semangat kepada penulis. 12. Kelompok Kecilku di IPB (Kak Sonti, Chacha, Diana, Lisa, Dimas, Januar, Hermanto, Marco dan Tara) terima kasih atas dukungan semangat dan doa kepada penulis. 13. Uuk, Nanda, Holand, Wati, terima kasih atas bantuan dan dukungan semangatnya kepada penulis. 14. Semua kakak dan adik kelas THP 41, 43 dan 44 serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis melalui dukungan dan semangat yang telah diberikan. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan hasil penelitian ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, dengan segala keterbukaan kritik dan saran sangat diharapkan guna perbaikan. Akhir kata semoga laporan hasil penelitian ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Bogor, Mei 2010
Penulis
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ....................................................................................
v
DAFTAR ISI ...................................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
ix
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xi
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1.2. Tujuan ................................................................................................
1 3
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.2
Bakso Ikan......................................................................................... Pengemasan Produk .......................................................................... 2.2.1 Pengemasan vakum ................................................................ 2.2.2 Pengemasan atmosfir termodifikasi ....................................... 2.3 Gas dalam Modified Atmosphere Packaging (MAP) ........................ 2.3.1 Karbondioksida (CO2)............................................................ 2.3.2 Nitrogen (N2) ......................................................................... 2.3.3 Oksigen (O2) .......................................................................... 2.4 Bahan Kemasan.................................................................................
4 5 6 6 8 8 8 9 9
3. METODOLOGI 3.1 3.2 3.3 3.4
Waktu dan Tempat ............................................................................ Alat dan Bahan .................................................................................. Metode Penelitian .............................................................................. Prosedur Analisis ............................................................................... 3.4.1 Uji organoleptik ..................................................................... 3.4.2 Analisis kimia........................................................................ 3.4.2.1 Uji nilai pH................................................................ 3.4.2.2 Analisis TVB............................................................. 3.4.2.1 Analisis TBA............................................................. 3.4.2.1 Analisis kadar proksimat ........................................... (a). Analisis kadar air ................................................ (b). Analisis kadar abu .............................................. (c). Analisis kadar protein ......................................... (d). Analisis kadar lemak .......................................... (e). Analisis kadar karbohidrat (by difference) ......... 3.4.3 Analisis mikrobiologi ............................................................ 3.4.3.1 Analisis Total Plate Count (TPC) bakteri aerob ...... 3.4.3.2 Analisis Total Plate Count (TPC) bakteri anaerob ... 3.5 Rancangan Percobaan ........................................................................
vii
12 12 13 14 14 15 15 15 16 17 17 17 18 19 19 20 20 20 21
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah ......................... 4.1.1 Penampakan .......................................................................... 4.1.2 Bau ........................................................................................ 4.1.3 Rasa ....................................................................................... 4.1.4 Tekstur .................................................................................. 4.1.5 Pengamatan visual (lendir).................................................... 4.2 Karakteristik Kimia Bakso Ikan Nila Merah........................ ............ 4.2.1 pH (derajat keasaman) ......................................................... 4.2.2 Total Volatile Bases (TVB) ................................................. 4.2.3 Thio Barbituric Acid (TBA) ................................................ 4.2.4 Kadar proksimat................................................................... 4.3 Karakteristik Mikrobiologi Bakso Ikan Nila Merah .......................... 4.3.1 Total Plate Count (TPC) bakteri aerob ................................ 4.3.2 TotalPlate Count (TPC) bakteri anaerob ............................. 4.4 Hubungan Antar Parameter Kualitas Bakso Ikan yang Dikemas dalam Komposisi Gas 80% CO2 dan 20% N2 ...................................
24 24 25 27 29 30 32 32 34 36 38 39 39 41 43
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 5.2
Kesimpulan . ..................................................................................... Saran .............................................................................................
46 47
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
48
LAMPIRAN ....................................................................................................
52
viii
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
Bakso ikan ...............................................................................................
4
2.
Diagram alir proses pengemasan bakso ikan nila merah dengan perlakuan komposisi gas yang berbeda pada penyimpanan suhu ruang........................................................................................................
14
Hasil penilaian penampakan bakso ikan nila merah dalam kemasan dengan komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan ....................
24
Hasil penilaian parameter bau bakso ikan nila merah dalam kemasan dengan komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan ....................
26
Hasil penilaian parameter rasa bakso ikan nila merah dalam kemasan dengan komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan ....................
28
Hasil penilaian parameter tekstur bakso ikan nila merah dalam kemasan dengan komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan .....
29
Nilai pH bakso ikan nila merah dalam kemasan dengan komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan ..................................................
33
Nilai TVB bakso ikan nila merah dalam kemasan dengan komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan ..................................................
34
Nilai TBA bakso ikan nila merah dalam kemasan dengan komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan ..................................................
36
Nilai kadar proksimat bakso ikan nila merah awal dan akhir penyimpanan ...........................................................................................
38
Nilai log pertumbuhan bakteri aerob bakso ikan nila merah dalam kemasan dengan komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan .....
40
Nilai log pertumbuhan bakteri anaerob bakso ikan nila merah dalam kemasan dengan komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan .....
42
Hubungan antar parameter kualitas bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas 80% CO2 dan 20% N2 ............................
44
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
ix
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Syarat mutu bakso ikan...........................................................................
5
2.
Kelebihan dan kekurangan Modified Atmosphere Packaging ................
7
3.
Permeabilitas plastik film kemasan.........................................................
10
4.
Perlakuan komposisi gas atmosfir pada bakso ikan nila merah ..............
13
5.
Hasil pengamatan visual bakso ikan nila merah dengan komosisi gas yang berbeda pada penyimpanan suhu ruang .........................................
31
x
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1.
Halaman
Data nilai organoleptik terhadap penampakan produk bakso ikan nila merah selama penyimpanan.............................................................
52
Data nilai organoleptik terhadap bau produk bakso ikan nila merah selama penyimpanan...............................................................................
53
Data nilai organoleptik terhadap rasa produk bakso ikan nila merah selama penyimpanan...............................................................................
54
Data nilai organoleptik terhadap tekstur produk bakso ikan nila merah selama penyimpanan....................................................................
55
5.
Data nilai pH bakso ikan nila merah selama penyimpanan ....................
56
6.
Data nilai TBA bakso ikan nila merah selama penyimpanan .................
57
7.
Data nilai TVB bakso ikan nila merah selama penyimpanan .................
58
8.
Data nilai TPCdan log bakteri aerob bakso ikan nila merah selama penyimpanan ...........................................................................................
59
Data nilai TPCdan log bakteri anaerob bakso ikan nila merah selama penyimpanan ...........................................................................................
60
Data nilai kadar proksimat bakso ikan nila merah sebelum dan sesudah dikemas .....................................................................................
61
Hasil Kruskal-Wallis penampakan bakso ikan nila merah dalam komposisi gas yang berbeda ...................................................................
61
Hasil Kruskal-Wallis penampakan bakso ikan nila merah dalam lama penyimpanan yang berbeda ....................................................................
61
Hasil Multiple Comparison penampakan bakso ikan nila merah dalam lama penyimpanan yang berbeda .................................................
61
Hasil Kruskal-Wallis bau bakso ikan nila merah dalam komposisi gas yang berbeda ....................................................................................
62
Hasil Kruskal-Wallis bau bakso ikan nila merah dalam lama penyimpanan yang berbeda ....................................................................
62
Hasil Multiple Comparison bau bakso ikan nila merah dalam komposisi gas yang berbeda ...................................................................
62
2. 3. 4.
9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
xi
17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30.
31.
32.
Hasil Multiple Comparison bau bakso ikan nila merah dalam lama penyimpanan yang berbeda ....................................................................
62
Hasil Kruskal-Wallis rasa bakso ikan nila merah dalam komposisi gas yang berbeda ....................................................................................
63
Hasil Kruskal-Wallis rasa bakso ikan nila merah dalam lama penyimpanan yang berbeda ....................................................................
63
Hasil Multiple Comparison rasa bakso ikan nila merah dalam komposisi gas yang berbeda ...................................................................
63
Hasil Multiple Comparison rasa bakso ikan nila merah dalam lama penyimpanan yang berbeda ....................................................................
63
Hasil Kruskal-Wallis tekstur bakso ikan nila merah dalam komposisi gas yang berbeda ....................................................................................
64
Hasil Kruskal-Wallis tekstur bakso ikan nila merah dalam lama penyimpanan yang berbeda ....................................................................
64
Hasil Multiple Comparison tekstur bakso ikan nila merah dalam lama penyimpanan yang berbeda ...........................................................
64
Hasil analisis ragam nilai pH bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan ......................
64
Hasil analisis ragam nilai TVB bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan ......................
65
Hasil analisis ragam nilai TBA bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan ......................
65
Hasil uji lanjut Duncan nilai TBA bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda ..........................................
65
Hasil uji lanjut Duncan nilai TBA bakso ikan nila merah yang dikemas dalam lama penyimpanan yang berbeda ..................................
66
Hasil analisis ragam nilai log bakteri aerob bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan ...........................................................................................
66
Hasil analisis ragam nilai log bakteri anaerob bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan ...........................................................................................
66
Hasil uji lanjut Duncan nilai log bakteri anaerob bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda ......................
67
xii
33. 34. 35. 36. 37.
Hasil uji lanjut Duncan nilai log bakteri anaerob bakso ikan nila merah yang dikemas dalam lama penyimpanan yang berbeda...............
67
Hasil uji lanjut Duncan nilai pH bakso ikan nila merah terhadap interaksi antara komposisi gas dan lama penyimpanan ..........................
68
Hasil uji lanjut Duncan nilai log bakteri aerob bakso ikan nila merah terhadap interaksi antara komposisi gas dan lama penyimpanan ...........
69
Hasil uji lanjut Duncan nilai TVB bakso ikan nila merah terhadap interaksi antara komposisi gas dan lama penyimpanan ..........................
70
Lembar penilaian sensori bakso ikan nila merah ....................................
71
xiii
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang Ikan merupakan bahan pangan yang baik karena memiliki protein yang cukup tinggi. Daging ikan mengandung protein 16 %-20 %, lemak 2 %-22 %, karbohidrat 0,5 %-1,5 %, abu 2,5 %-4,5 %, vitamin A 50.000 IU/g, vitamin D 20200.000 IU/g, kolesterol 70 mg/g, air 56,79 %, asam amino esensial 10 %, asam amino non esensial 10 % (Hernowo 2001). Konsumsi ikan tidak hanya terbatas pada ikan segar, tetapi juga produk-produk olahannya. Salah satu produk olahan ikan yang sudah dikenal dan disukai oleh masyarakat adalah bakso ikan. Bakso ikan dapat didefinisikan sebagai produk makanan berbentuk bulatan atau lain, yang diperoleh dari campuran daging ikan (kadar daging ikan tidak kurang dari 50%) dan pati atau serealia dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan makanan yang diijinkan (BSN 1995). Produksi bakso di masyarakat tampak sangat besar. Hal ini dapat dilihat dari jumlah produksi bakso ikan di Pelabuhan Ratu yang mengalami peningkatan yaitu menjadi 300-400 kg/hari pada tahun 2009 (Fadly 2010). Bakso ikan, sebagaimana produk olahan ikan lainnya, merupakan bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan (highly perishable). Umumnya bakso ikan memiliki masa simpan maksimal satu hari (12-24 jam) pada suhu kamar. Hasil penelitian Risakotta (1986), menyatakan bahwa masa simpan bakso ikan pada suhu ruang hanya 12 jam. Sedangkan hasil penelitian Wulandari (2009), menyatakan bahwa bakso yang dikemas dalam plastik dan disimpan di suhu ruang menunjukkan kerusakan seperti timbulnya lendir dan bau busuk pada masa simpan 18 jam. Hal ini menjadi suatu permasalahan bagi industri bakso menengah yang umumnya memiliki target masa simpan bakso lebih dari 1 hari sehingga terkadang produsen menambahkan bahan pengawet. Kerusakan bakso ikan yang terjadi selama penyimpanan dapat diakibatkan oleh kadar air dan aktivitas air yang tinggi (aw > 9,0) serta adanya kontak dengan oksigen yang merupakan sumber energi bagi aktivitas-aktivitas reaksi biologis maupun kimiawi. Weber dan Laux (1992) dalam Baygar et al. (2008) menyatakan
2
bahwa selama penyimpanan, makanan mengalami perubahan seperti oksidasi dan pengaruh mikrobiologis karena adanya kontak dengan oksigen, tetapi jika makanan tidak kontak dengan oksigen selama penyimpanan, maka kualitas makanan dapat terjaga lebih lama. Oleh karena itu diperlukan kemasan yang diubah atmosfirnya selama penyimpanan. Biasanya bakso ikan dikemas secara vakum untuk memperpanjang masa simpan bakso. Pengemasan vakum adalah pengemasan yang memindahkan semua udara dalam kemasan tanpa menggantinya dengan gas lain (Syarief et al.1989). Akan tetapi, bakteri aerobik maupun anaerobik masih dapat berkembang dikarenakan masih adanya sisa udara di dalam kemasan vakum tersebut (Dodds 1995). Hasil penelitian Sari (2005) menyatakan bahwa bakso yang dikemas secara vakum dan disimpan pada suhu ruang hanya memiliki masa simpan 1 hari saja. Hal ini menunjukkan bahwa kemasan vakum belum efektif memperpanjang masa simpan bakso pada penyimpanan suhu ruang. Oleh karena itu, diperlukan suatu alternatif teknologi pengemasan yang dapat memperpanjang masa simpan bakso. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan sistem pengemasan atmosfer termodifikasi (modified atmosphere packaging). Pengemasan secara Modified Atmosphere Packaging (MAP) adalah suatu teknologi pengemasan yang memperpanjang umur simpan produk dengan menggantikan udara atau atmosfir yang ada di dalam kemasan dengan campuran gas yang relatif lebih murni atau steril dan terhitung rasio kandungannya (Sivertsvik et al. 2002). Pengemasan dengan metode ini menggunakan plastik flim yang memiliki permeabilitas tertentu terhadap laju permeabilitas oksigen, karbon dioksida, nitrogen dan uap air. Udara dalam kemasan dikeluarkan dan diganti dengan komposisi tertentu dari karbon dioksida dan oksigen tergantung komoditi yang akan disimpan (Fellow 1990). Pengemasan
atmosfer
termodifikasi
dengan
kandungan
gas
karbondioksida dalam kemasannya dapat memperpanjang umur simpan dari produk dengan memperpanjang lag phase dari bakteri aerobik pembusuk (Statham 1984; Farber 1991 dalam Reddy et al. 1994). Dalam Reddy et al. (1994), pengemasan fillet ikan tilapia segar secara Modified Atmosphere Packaging (MAP) memperpanjang masa simpan dari 9 hari menjadi 30 hari. Sedangkan hasil
3
penelitian Fagar et al. (2006) menyatakan bahwa penerapan pengemasan Modified Atmosphere Packaging (MAP) pada produk seafood memperpanjang masa simpan produk dari 3-5 hari menjadi 5-8 hari. Hal ini menunjukkan bahwa Modified Atmosphere Packaging (MAP) dapat memperpanjang masa simpan 50% lebih lama. 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mempelajari
pengaruh
pengemasan
dengan
system
Modified
Atmosphere Packaging (MAP) terhadap bakso ikan nila merah untuk memperpanjang
masa
simpan
bakso
ikan
nila
merah
pada
penyimpanan suhu ruang (30 0C ± 5 0C). 2. Memperoleh komposisi gas yang terbaik agar masa simpan bakso ikan nila merah pada penyimpanan suhu ruang (30 0C ± 5 0C) menjadi lebih lama dari masa simpan bakso kontrol (12-24 jam).
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bakso Ikan Bakso ikan dapat didefinisikan sebagai produk makanan berbentuk bulatan atau lain, yang diperoleh dari campuran daging ikan (kadar daging ikan tidak kurang dari 50%) dan pati atau serealia dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan makanan yang diijinkan (BSN 1995). Bakso merupakan produk emulsi daging yang di dalamnya terdapat lemak dan air yang berfungsi sebagai fase diskontinyu dan fase kontinyu. Komponen daging yang berperan dalam produk bakso adalah protein yang bersifat larut garam, terutama aktin dan miosin (Kramlich et al. 1971). Daging yang baik untuk membuat bakso adalah daging yang segar yang belum mengalami rigor mortis karena daya ikat air pada ikan segar lebih tinggi dibandingkan daging rigor mortis maupun pasca rigor (Pearson dan Tauber 1984). Bahan yang diperlukan untuk membuat bakso ikan yaitu bahan utama (daging ikan), dan bahan tambahan (bahan pengisi, es atau air es, dan bumbu-bumbu. Produk bakso ikan dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Bakso ikan Sumber: Dokumentasi Junide (2009) Kualitas mutu produk merupakan faktor pada komoditas yang menentukan tingkat penerimaan produk tersebut kepada konsumen. Salah satu syarat mutu bakso ikan adalah berbentuk halus, berukuran seragam, bersih dan cemerlang, tidak kusam dan warnanya putih merata tanpa warna asing lain sehingga dalam
5
pembuatan bakso ikan lebih banyak digunakan ikan-ikan berdaging putih, antara lain ikan kerapu, tenggiri, kakap dan layur. Daging ikan-ikan tersebut selain berwarna putih juga mengandung protein (aktin dan miosin) yang cukup tinggi sehingga tekstur bakso yang dihasilkan akan bagus (Wibowo 2006). Secara umum bakso sendiri terdiri dari air, protein, lemak, abu dan karbohidrat. Syarat mutu bakso ikan menurut SNI 01-3819-1995 (BSN 1995) dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Syarat mutu bakso ikan. No. 1. 1.1. 1.2. 1.3. 1.4 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 8.1. 8.2. 8.3. 8.4. 8.5. 9. 10. 10.1. 10.2. 10.3. 10.4. 10.5.
Kriteria Uji Keadaan: Bau Rasa Warna Tekstur Air Abu Protein Lemak Boraks Bahan Tambahan Makanan Cemaran logam: Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Timah (Sn) Raksa (Hg) Cemaran Arsen (As) Cemaran mikroba: Angka lempeng total Bakteri berbentuk koli Salmonella Staphylacoccus aureus Vibrio cholera
Satuan
Persyaratan
% b/b % b/b % b/b -
Normal, khas ikan Gurih Normal Kenyal Maks 80,0 Maks 3,0 Min 9,0 Maks 1,0 Tidak boleh ada Sesuai dengan SNI 01-0222-1995
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
Maks 2,0 Maks 20,0 Maks 100,0 Maks 40,0 Maks 0,5 Maks 1,0
Koloni/g APM/g Koloni/g -
Maks 1x107 Maks 4x102 Negatif Maks 5x102 Negatif
Sumber: BSN (1995)
2.2 Pengemasan Produk Pengemasan disebut juga pembungkusan, pewadahan atau pengepakan. Pengemasan memegang peranan penting untuk produk pangan. Adanya wadah atau pembungkus dapat mencegah atau mengurangi kerusakan, melindungi bahan pangan yang ada di dalamnya, melindungi dari bahaya pencemaran dan gangguan fisik
(gesekan,
benturan,
getaran).
Pengemasan
juga
berfungsi
untuk
menempatkan suatu hasil pengolahan atau produk industri agar mempunyai bentuk yang memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan, dan distribusi.
6
Apabila dilihat dari segi bentuk kemasannya dapat juga digunakan sebagai alat promosi dan media informasi (Syarief dan Halid 1993). Pengemasan, dalam perkembangannya tidak hanya sebagai wadah produk saja, tetapi dapat juga memperpanjang masa simpan produk dengan menggunakan teknologi pengemasan yang baik. Teknologi pengemasan ini digunakan untuk memperlambat kemunduran mutu produk sehingga masa simpan produk menjadi lebih lama. Teknologi pengemasan yang baik dapat melindungi dan mengawetkan produk, seperti melindungi dari sinar ultraviolet, panas, kelembaban udara, oksigen, benturan, kontaminasi dari kotoran dan mikroba yang dapat merusak dan menurunkan mutu produk (Syarief et al.1989). Beberapa contoh dari teknologi pengemasan yang sering digunakan adalah pengemasan vakum dan pengemasan atmosfir termodifikasi. 2.2.1 Pengemasan vakum Pengemasan vakum merupakan sistem pengemasan dengan gas hampa dengan mengeluarkan oksigen dari kemasan. Pengemasan vakum adalah pengemasan
yang
memindahkan
semua
udara
dalam
kemasan
tanpa
menggantinya dengan gas lain (Syarief et al.1989). Pengemasan vakum dibuat dengan memasukkan produk ke dalam plastik, diikuti dengan pemompaan udara keluar kemudian ditutup dan setelah itu direkatkan dengan panas (Jay 1996). Plastik yang digunakan adalah plastik yang permeabilitas oksigennya rendah dan tahan terhadap bahan yang dikemas (Sacharow dan Griffin 1980). Pengemasan secara vakum dilakukan untuk mencegah terjadinya oksidasi yang dapat mendukung aktivitas mikroorganisme khususnya mikroorganisme aerobik, sehingga pengemasan vakum mempunyai umur simpan yang lebih baik dibandingkan pengemasan non vakum (Sacharow dan Griffin 1980). Kandungan udara yang rendah dalam kemasan vakum terbukti mampu menghambat pertumbuhan mikroba. 2.2.2 Pengemasan atmosfir termodifikasi Pengemasan atmosfer termodifikasi atau Modified Atmosphere Packaging (MAP) adalah perubahan atmosfer dalam kemasan yang berbeda dari komposisi udara yang dihirup oleh manusia. Prinsip dari MAP adalah menggantikan udara
7
dalam kemasan dengan komposisi gas yang diatur sesuai kebutuhan. Ketika komposisi gas dimasukkan dalam kemasan, tidak ada kontrol selanjutnya terhadap komposisi gas yang telah digunakan sehingga perubahan komposisi gas tidak dapat dicegah. Hal ini membedakan MAP dengan controlled atmosphere storage (CAS) dimana komposisi udara dikontrol atau dikendalikan setiap saat dalam penyimpanan (Sivertsvik et al. 2002). Pengemasan secara MAP menawarkan banyak keuntungan, termasuk: (1) kemampuan untuk mengakses ke pasaran baru, (2) memperpanjang usia penyimpanan,(3) mengurangi bahan sisa, (4) meningkatkan kualitas penampilan dan wujud,(5) meningkatkan produktivitas, dan (6) mengurangi kebutuhan akan bahan-bahan pengawet buatan (Freshline 2008). Kelebihan MAP yang paling menonjol adalah mempunyai umur simpan yang lebih lama. Pada Tabel 2 disajikan beberapa kelebihan dan kekurangan MAP. Tabel 2 Kelebihan dan kekurangan Modified Atmosphere Packaging (MAP). Kelebihan 1) Memperpanjang umur simpan sampai sekitar 50-400% 2) Mengurangi kerugian ekonomi karena umur simpan yang lebih panjang 3) Mengurangi biaya distribusi, jarak distribusi yang lebih jauh 4) Menghasilkan produk dengan kualitas tinggi 5) Pemisahan yang lebih mudah pada produk yang diiris 6) Bagian-bagian dapat dikontrol 7) Presentasi produk yang lebih terimprovisasi-penampakan yang jelas dari produk karena kemasan yang transparan 8) Sedikit atau tidak membutuhkan bahan tambahan pangan kimia 9) Kemasan yang tertutup, penghalang untuk rekontaminasi produk 10) Tidak berbau dan merupakan kemasan yang praktis
1) 2) 3) 4) 5) 6)
7) 8)
Kekurangan Penambahan biaya Membutuhkan pengontrolan suhu Formulasi gas yang berbeda untuk setiap jenis produk Menggunakan peralatan yang spesial dan adanya latihan Memerlukan keamanan pangan Memperbesar volume kemasanmempengaruhi biaya transport dan memperbesar tempat untuk display Kerugian apabila kemasan telah terbuka atau rusak Penyerapan CO2 ke dalam makanan dapat menyebabkan kemasan pecah.
Sumber : Farber (1991); Davies (1995); Sivertsvik (1995) dalam Sivertsvik et al. (2002)
8
Efektivitas MAP dalam memperpanjang umur simpan tergantung pada beberapa faktor, yaitu jenis makanan, kualitas dari bahan makanan (raw material), komposisi gas, suhu penyimpanan, higiene selama penanganan dan pengemasan, rasio antara volume gas dan produk, permeabilitas dari kemasan. Penyimpanan pada atmosfir temodifikasi biasanya dipadukan dengan penyimpanan suhu rendah. Penyimpanan
pada
suhu
rendah
merupakan
salah
satu
cara
untuk
mempertahankan mutu (Martini 2005). Pada pengemasan atmosfir termodifikasi, gas yang digunakan umumnya adalah gas CO2, N2 dan O2. Setiap jenis gas yang digunakan memiliki fungsinya masing-masing (Freshline 2008). 2.3 Gas dalam Modified Atmosphere Packaging (MAP) Ada tiga gas utama yang yang digunakan pada MAP (modified atmosphere packaging) yaitu oksigen (O2), nitrogen (N2) dan karbondioksida (CO2). Untuk hampir semua jenis produk, kombinasi dari dua atau tiga jenis gas ini digunakan, dipilih berdasarkan kebutuhan dari spesifik produk (Sivertsvik et al. 2002). 2.3.1 Karbondioksida (CO2) Karbondioksida (CO2) merupakan gas yang paling penting pada MAP, karena sifat bakteriostatik dan fungistatiknya. Karbondioksida (CO2) menghambat pertumbuhan banyak jenis dari bakteri perusak dan tingkat penghambatannya semakin tinggi sejalan dengan konsentrasi Karbondioksida (CO2) yang semakin besar dalam kemasan (Sivertsvik et al. 2002). Karbondioksida (CO2) berfungsi mempertahankan oxyomyoglobin (warna merah) pada daging segar. Karbondioksida (CO2) menghambat aktivitas mikroorganisme dengan 2 cara yaitu (a) larut dalam air dan minyak yang terkandung dalam makanan kemudian membentuk asam karbonat sehingga menurunkan pH, dan (b) mempunyai pengaruh negatif terhadap enzim dan aktivitas biokimia dalam sel, baik pada mikroorganisme maupun makanan. 2.3.2 Nitrogen (N2) Nitrogen merupakan gas yang digunakan dalam MAP sebagai gas pengisi karena kelarutannya yang rendah. Nitrogen tidak larut dalam air dan lemak dan tidak terserap dalam produk. Nitrogen digunakan untuk menghilangkan kandungan udara bebas, khususnya gas oksigen (Freshline 2008). Tergantikannya
9
gas oksigen (O2) dalam kemasan yang produknya sensitif terhadap oksigen (O2) dapat menunda ketengikan, sebagai alternatif kemasan vakum dan menghambat pertumbuhan bakteri aerobik (Sivertsvik et al. 2002). Gas nitrogen (N2) pengaruhnya tidak berarti terhadap pertumbuhan bakteri dan daya awet makanan dari daging (Fey & Regensterin 1982 dalam Norhayani 2003). Gas ini hanya berfungsi sebagai pengisi udara bagian dalam kemasan untuk mencapai kesetimbangan campuran gas (Cann 1988; Steck 1991 dalam Norhayani 2003). 2.3.3 Oksigen (O2) Umur simpan dari produk yang mudah rusak seperti daging, telur, ikan, daging unggas, buah-buahan, sayur-sayuran dan makanan yang telah dimasak, dipengaruhi oleh adanya oksigen dan tiga faktor penting, yaitu : 1) reaksi dengan oksigen, 2) pertumbuhan mikroorganisme aerobik perusak, 3) serangan serangga. Setiap faktor atau kombinasi dari faktor mengarah pada penurunan mutu produk yang dilihat dari warna, rasa dan aroma (Smith et al. 1987 dalam Soccol 2003). Oksigen (O2) diperkenankan dalam pengemasan atmosfer dari beberapa jenis produk untuk mengurangi resiko pertumbuhan bakteri patogen, tetapi saat ini proses ini telah diragukan (ACMSF 1992 dalam Sivertsvik et al. 2002). Seperti yang sudah diketahui bahwa pertumbuhan Clostridium botulinum pada makanan tidak tergantung pada total kandungan oksigen atau oksigen (O2) yang dimasukkan sebagai bagian dari komposisi gas, maka pertumbuhan C. botulinum dapat dicegah. Pada MAP, gas oksigen (O2) yang digunakan bermanfaat untuk menjaga kesegaran dan warna alami (pada produk daging). Selain itu, untuk mempertahankan kemampuan respirasi (pada buah-buahan dan sayur-sayuran), juga mencegah pertumbuhan bakteri organik anaerobik (khususnya untuk produk ikan-ikanan dan beberapa sayur-sayuran) (Freshline 2008). 2.4 Bahan Kemasan Bahan kemasan terdiri atas empat jenis yaitu: plastik, kertas (kayu dan turunannya), gelas dan logam. Penggunaan jenis kemasan tentunya disesuaikan dengan sifat-sifat alami dari bahan yang dikemas. Setiap jenis bahan pengemas
10
akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap produk yang dikemas. Secara umum kemasan yang digunakan dalam pengemasan atmosfir termodifikasi adalah plastik. Plastik yang digunakan memiliki enam karakteristik yang dapat dipertimbangkan untuk penyimpanan dengan atmosfir termodifikasi, yaitu: a. Tahan terhadap kebocoran b. Kemampuan untuk dilakukan penyegelan c. Memiliki sifat tidak berkabut (antifogging) d. Permeabilitas terhadap CO2 e. Permeabilitas terhadap O2 f. Dapat mentransmisikan uap air Umumnya kemasan plastik terbuat dari empat polimer dasar yaitu polyvinyl chloride (PVC), polyethylene terepthalate (PET), polypropylene (PP), dan polyethylene (PE). Penyimpanan dengan atmosfer termodifikasi digunakan plastik flim dengan nilai permeabilitas yang berbeda-beda terhadap laju perembesan gas dan uap air (Tabel 3). Tabel 3 Permeabilitas plastik film kemasan. Jenis plastik film LDPE MDPE HDPE PP
CO2 2700 1000-2500 580 500-800
Permeabilitas plastik terhadap gas a H2 N2 1950 180 1950 85-315 42 1700 40-48
O2 500 250-535 185 150-240
Sumber: Smoluk dan Sneiler (1985) a. Hasil tes berdasarkan ASTM D-1434: cc-mil/100 sq.in-24hr-atm.at 25 0C
Nilai permeabiltas menunjukkan daya tembus suatu gas pada plastik. Semakin besar nilainya berarti semakin besar pula daya tembus gas tersebut terhadap plastik. Daya tembus gas yang besar pada suatu plastik menunjukkan bahwa plastik tersebut bukanlah barrier yang baik terhadap gas yang dimaksud. Daya tembus gas dan uap air berbanding terbalik dengan densitas plastik. Semakin besar densitas plastik, maka daya tembus gas dan uap air terhadap plastik tersebut semakin kecil (Buckle et al 1987). Berdasarkan Tabel 3, kemasan yang mempunyai permeabilitas paling rendah terhadap CO2 adalah Polypropilene (PP), sehingga kemasan ini paling baik untuk dipakai pada pengemasan atmosfer termodifikasi karena dapat menjadi
11
barrier yang baik terhadap perembesan CO2 keluar dari kemasan. Polipropilen adalah polimer dari propilen dan termasuk jenis plastik olefin dengan rumus : (CH2-CH(CH3))n. Sifat-sifat dan penggunaannya sangat mirip dengan polietilen (Julianti dan Nurminah 2006), yaitu: a. Ringan (densitas 0.9 g/cm3), mudah dibentuk, tembus pandang dan jernih dalam bentuk film, tapi tidak transparan dalam bentuk kemasan kaku. b. Lebih kuat dari PE. Pada suhu rendah akan rapuh, dalam bentuk murninya mudah pecah pada suhu -30 oC sehingga perlu ditambahkan PE atau bahan lain untuk memperbaiki ketahanan terhadap benturan. Tidak dapat digunakan untuk kemasan beku. c. Lebih kaku dari PE dan tidak mudah sobek sehingga mudah dalam penanganan dan distribusi. d. Daya tembus (permeabilitasnya) terhadap uap air rendah, permeabilitas terhadap gas sedang, dan tidak baik untuk bahan pangan yang mudah rusak oleh oksigen. e. Tahan terhadap suhu tinggi sampai dengan 150 oC, sehingga dapat dipakai untuk mensterilkan bahan pangan. f. Mempunyai titik lebur yang tinggi, sehingga sulit untuk dibentuk menjadi kantung dengan sifat kelim panas yang baik. g. Polipropilen juga tahan lemak, asam kuat dan basa, sehingga baik untuk kemasan minyak dan sari buah. Pada suhu kamar tidak terpengaruh oleh pelarut kecuali oleh HCl.
3. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November hingga Desember 2009 di Laboratorium Teknologi Penanganan dan Pengolahan Hasil Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Laboratorium Nutrisi
Ikan,
Departemen
Budidaya
Perairan,
Laboratorium
Industri,
Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan bakso ikan nila merah antara lain meja preparasi, pisau, panci, timbangan digital, kompor, food processor, grinder, penggorengan, pan dan sendok. Alat-alat yang digunakan untuk analisis adalah timbangan analitik, cawan porselen, oven, desikator, tanur, tabung reaksi, gelas erlenmeyer, tabung Kjeldahl, labu lemak, labu pemisah, pemanas, destikator, spektrofotometer, buret, pipet volumetrik, bulb, pipet tetes, cawan petri, cawan Conway, bunsen, beaker glass dan peralatan gelas lainnya serta peralatan uji organoleptik. Peralatan untuk pengemasan yang digunakan adalah mesin pengemasan vakum, Continuous Gas Analyzer (mengukur komposisi gas CO2 dan N2), dan Flowmeter (mengukur debit CO2 dan N2). Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan bakso ikan nila merah adalah daging ikan nila merah, tepung tapioka, garam, gula, bawang merah, bawang putih, lada. karagenan, dan air es. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis proksimat meliputi akuades, HCl, NaOH, campuran selen, H2SO4 dan pelarut heksana, analisis TPC meliputi larutan garam 0,85 % steril, nutrient agar, analisis TVB meliputi H3BO3, K2CO3, trichloroacetic acid (TCA) 7 %, HCl 0,01 N serta analisis TBA yang meliputi pereaksi TBA (Tiobarbithuric acid). Bahan yang digunakan dalam pengemasan adalah yaitu flim kemasan plastik polipropilen (PP), dan gas yang digunakan adalah gas CO2 dan N2.
13
3.3 Metode Penelitian Bakso ikannila merah yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari Laboratorium Industri Teknologi Hasil Perairan. Bakso ikan nila merah dikemas dalam kemasan atmosfir termodifikasi dengan komposisi gas yang berbeda-beda dan disimpan pada suhu ruang. Komposisi gas yang digunakan mengacu pada Smoluk dan Sneiler (1985) yang menganjurkan komposisi gas minimal untuk produk olahan perikanan adalah 30% CO2 dan 70% N2. Kemudian pada penelitian ini dilakukan pengujian pada konsentrasi gas CO2 rendah, sedang dan tinggi. Perlakuan komposisi gas atmosfir yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Perlakuan komposisi gas atmosfir pada bakso ikan Produk Bakso ikan
P1 (Vakum)
Perlakuan (komposisi gas) P2 P3 P4 (30% CO2 (50% CO2 (80%CO2 +70% N2) +50% N2) +20% N2)
Kontrol Udara biasa
Bakso ikan dikemas dengan kemasan plastik polipropilen (PP) dengan ketebalan 0,8 mm. Selanjutnya bakso ikan dikemas secara vakum atau dimasukkan komposisi gas yang telah ditentukan dan selanjutkan di sealing. Setelah itu disimpan pada suhu ruang dan selanjutnya dilakukan pengamatan secara organoleptik serta pengujian. Pengamatan dilakukan pada jam ke-0, jam ke-12, jam ke-24, jam-36 dan jam ke-48. Diagram alir proses pengemasan bakso ikan dapat dilihat pada Gambar 2. P1 : vakum P2 : 30% CO2 + 70% N2 P3 : 50% CO2 + 50% N2 P4: 80% CO2 + 20% N2
Bakso ikan
Pengemasan dalam plastik (PP) Pemasukan komposisi gas CO2 dan N2
sealing Penyimpanan (suhu ruang )
14
Pengamatan dan analisis (jam ke-0, 12,24, 36 dan 48)
Gambar 2. Diagram alir proses pengemasan bakso ikan nila merah dengan perlakuan komposisi gas yang berbeda pada penyimpanan suhu ruang. 3.4 Prosedur Analisis Sampel bakso ikan setelah dikemas akan dianalisis dengan uji organoleptik, analisis kimia yang meliputi uji nilai pH, analisis TVB, analisis TBA dan analisis proksimat, dan analisis mikrobiologi dengan metode Total Plate Count (TPC). 3.4.1 Uji organoleptik (Rahayu 1998) Uji organoleptik dengan menggunakan metode scoring atau skor mutu berfungsi untuk menilai suatu sifat organoleptik yang spesifik. Pada uji ini diberikan penilaian terhadap mutu sensorik dalam suatu jenjang mutu. Tujuan uji ini adalah pemberian suatu nilai atau skor tertentu terhadap karakteristik mutu yang meliputi penilaian terhadap penampakan, bau/aroma, rasa, dan tekstur bakso ikan. Skala angka dan spesifikasi dari setiap karakteristik mutu produk sudah dicantumkan dalam score sheet organoleptik. Lembar penilaian (score sheet) bakso ikan yang digunakan berasal dari BSN 2006 dan dapat dilihat pada Lampiran 27. Metode analisis dengan uji organoleptik menggunakan skala angka 1 (satu) sebagai nilai terendah dan angka 9 (sembilan) untuk nilai tertinggi. Batas penolakan untuk produk ini adalah 5 (lima) artinya bila produk perikanan yang diuji memperoleh nilai yang sama atau lebih kecil dari lima maka produk tersebut dinyatakan tidak lulus standard dan tidak bisa memperoleh Sertifikat Mutu Ekspor. Skala angka ini ditujukan dengan spesifikasi masing-masing produk yang dapat memberikan pengertian pada panelis. Panelis pada uji organoleptik ini berjumlah 10 orang terlatih dan tidak berganti-ganti selama uji organoleptik
15
dilaksanankan. Panelis terlebih dahulu dilatih sebelum uji organoleptik dilaksanakan untuk mengetahui mutu bakso ikan yang terbaik. 3.4.2 Analisis kimia Analisis yang dilakukan pada penelitian adalah uji terhadap nilai pH, analisis TVB, analisis TBA (Tiobarbithuric acid), dan analisis proksimat bakso ikan. 3.4.2.1 Uji nilai pH (Apriyantono et al. 1989) Analisis derajat keasaman (pH) ditentukan dengan menggunakan alat pH meter yang sebelumnya telah dikalibrasi terlebih dahulu.
Alat pH meter
dinyalakan dan dibiarkan stabil, kemudian elektroda dibilas dengan larutan buffer atau akuades. Jika menggunakan akuades, elektroda dikeringkan dengan kertas tisu. Elektroda dicelupkan ke dalam larutan buffer dan didiamkan beberapa saat hingga diperoleh pembacaan yang stabil. Angka pH meter disesuaikan dengan pH buffer, yaitu buffer pH 4 dan buffer pH 7. Sampel sebanyak 10 gram (bakso ikan) dihancurkan dan dihomogenkan dengan 90 ml air destilata, lalu dibiarkan ±15 menit untuk diukur pH-nya. 3.4.2.2 Uji total volatile base (TVB) (Apriyantono et al. 1989) Uji TVB bertujuan untuk menentukan jumlah kandungan senyawasenyawa basa volatil yang terbentuk akibat degradasi protein. Prinsip dari analisis TVB adalah menguapkan senyawa-senyawa basa volatil (amin, mono-, di-, dan trimetilamin). Senyawa tersebut kemudian diikat oleh asam borat dan kemudian dititrasi dengan larutan HCl. Preparasi sampel dilakukan dengan cara menimbang 15 g sampel (bakso ikan), kemudian ditambahkan 45 ml TCA 7 % dan dihomogenkan selama 1 menit. Hasil homogenisasi kemudian disaring sehingga diperoleh filtrat yang berwarna jernih. Setelah penyiapan sampel maka dilakukan uji TVB dengan cara memasukkan 1 ml H3BO3 ke dalam inner chamber cawan conway dan tutup cawan diletakkan dengan posisi hampir menutupi cawan. Filtrat dimasukkan ke dalam outer chamber disebelah kiri. Kemudian 1 ml larutan K2CO3 jenuh ditambahkan ke dalam outer chamber sebelah kanan sehingga filtrat dan K2CO3 tidak tercampur. Sebelum cawan ditutup pinggir cawan diolesi vaselin agar proses penutupan sempurna, lalu digerakkan memutar sehingga kedua cairan di outer
16
chamber tercampur. Disamping itu dikerjakan blanko dengan prosedur yang sama tetapi filtrat diganti dengan TCA 7 %. Kedua cawan Conway tersebut diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C. Setelah diinkubasi, larutan asam borat dalam inner chamber cawan conway yang berisi blanko dititrasi dengan larutan HCl 0,01 N dan cawan digoyang-goyang sampai larutan asam borat berubah warna menjadi merah muda. Selanjutnya cawan conway yang berisi sampel juga dititrasi dengan larutan yang sama dengan blanko. Kadar TVB dapat dihitung dengan menggunakan rumus: %N (mg n/100g) = (j – i) x N HCl x
x
x 14 mg N/100 g
Keterangan : j i
: titrasi sampel (ml) : titrasi blanko (ml)
fp N
: faktor pengenceran : normalitas HCl
3.4.2.3 Analisis TBA (Tiobarbithuric acid) (Apriyantono et al. 1989) Penentuan bilangan TBA menggunakan metode Tarladgis. Sampel sebanyak 10 gram dimasukkan ke dalam wearing blender dan ditambahkan 50 ml akuades lalu dihancurkan. Sampel yang telah dihancurkan dipindahkan ke dalam labu destilasi sambil dicuci 47,5 ml akuades. Selanjutnya, ditambahkan ± 2,5 ml HCl 4 M (atau hingga pH menjadi 1,5)kemudian didestilasi selama 10 menit hingga diperoleh cairan destilat yang bening. Destilat yang diperoleh diaduk hingga homogen dan dipipet ke dalam tabung reaksi tertutup sebanyak 5 ml, kemudian 5 ml pereaksi TBA ditambahkan ke dalam tabung dan divorteks hingga homogen. Selanjutnya larutan sampel dipanaskan dalam air mendidih selama 35 menit, kemudian didinginkan dengan air mengalir selama 10 menit. Larutan blanko dibuat dengan menggunakan 5 ml akuades dan 5 ml pereaksi dengan cara yang sama seperti penetapan sampel. Larutan blanko digunakan sebagai titik nol dalam pengukuran absorbansi. Larutan sampel kemudian diukur nilai absorbansinya pada panjang gelombang 528 nm. Bilangan TBA didefinisikan sebagai mg malonaldehid per kg.
17
Perhitungan bilangan TBA dalam sampel dilakukan melalui persamaan: Bilangan TBA = Keterangan: TBA = Thiobarbiturid Acid (mg manoladehid per kg sampel) A528 = nilai absorbansi pada 528 nm
3.4.2.4 Analisis proksimat Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia yang ada pada suatu bahan. Analisis proksimat meliputi: analisis kadar air, abu, protein, lemak dan karbohidrat (by difference). (a). Analisis kadar air (Takeuchi 1988) Prinsip dari analisis kadar air yaitu untuk mengetahui kandungan atau jumlah kadar air yang terdapat pada suatu bahan. Tahap pertama yang dilakukan pada analisis kadar air adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 100 0C selama 1 jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 30 menit) dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang (A). Cawan tersebut ditimbang kembali hingga beratnya konstan, kemudian cawan dan bakso ikan seberat 2 gram ditimbang (B) setelah terlebih dahulu dipotong kecil-kecil. Selanjutnya cawan tersebut dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105-110 0C selama 4 jam. Cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang (C). Perhitungan kadar air pada bakso ikan adalah: % Kadar air =
x 100 %
Keterangan : A = Berat cawan kosong (gram) B = Berat cawan dengan bakso ikan (gram) C = Berat cawan dengan bakso ikan setelah dikeringkan (gram)
(b). Analisis kadar abu (Takeuchi 1988) Prinsip dari analisis kadar abu yaitu untuk mengetahui jumlah abu yang terdapat pada suatu bahan terkait dengan mineral dari bahan yang dianalisis. Cawan abu porselen dipanaskan dalam oven pada suhu 105-110 0C selama 1 jam. Cawan abu porselen tersebut didinginkan selama 30 menit dan ditimbang (A). Bakso ikan sebanyak 1-2 gram yang telah dipotong kecil-kecil dimasukkan ke dalam cawan abu porselen (B). Cawan tersebut dimasukkan ke dalam tanur
18
pada suhu 600 0C sampai menjadi abu yang berwarna putih. Setelah itu, cawan abu porselin didinginkan selama 30 menit dalam desikator dan kemudian ditimbang beratnya (C). Perhitungan kadar abu pada bakso ikan: % Kadar abu =
x 100 %
Keterangan : A = Berat cawan abu porselen kosong (gram) B = Berat cawan abu porselen dengan bakso ikan (gram) C = Berat cawan abu porselen dengan bakso ikan setelah dikeringkan (gram).
(c). Analisis kadar protein (Takeuchi 1988) Prinsip dari analisis protein, yaitu untuk mengetahui kandungan protein kasar ( crude protein ) pada suatu bahan. Analisis yang dilakukan menggunakan analisis protein semi mikro Kjedahl. Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein semi mikro Kjedahl terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. (1). Tahap destruksi Bakso ikan ditimbang seberat 0,5 gram, kemudian dimasukkan ke dalam tabung kjeltec. Kemudian dimasukkan 1 g katalis (K2SO4+CuSO4.5H2O) dengan rasio 9:1 ke dalam tabung tersebut dan ditambahkan 10 ml H2SO4. Tabung yang berisi larutan tersebut dipanaskan selama 3-4 jam sampai larutan dalam labu berwarna hijau bening. Kemudian larutan diencerkan hingga volume menjadi 100 ml. (2). Tahap destilasi Destilasi dilakukan untuk membebaskan kembali NH3 yang berasal dari proses destruksi. Sebanyak 5 ml larutan sampel dimasukkan ke dalam tabung destilasi, kemudian ditambahkan 10 ml NaOH 30% melalui corong dan ditutup. Selanjutnya dipanaskan dengan uap labu destilasi selama10 menit setelah tetesan pertama. Hasil destilasi akan ditampung di dalam Erlenmeyer yang berisi 10 ml H2SO4 0,05 N yang ditambahkan methyl red. (3). Tahap titrasi Titrasi dilakukan dengan menggunakan NaOH 0,05 N sampai warna larutan pada erlenmeyer berubah warna menjadi hijau bening (warna awal).
19
Perhitungan kadar protein pada bakso ikan: %Kadar Protein = Keterangan: Vb = volume hasil titrasi blanko (ml) Vs = volume hasil titrasi sampel (ml) S = bobot sampel (gram) FN = faktor Nitrogen (faktor koreksi) FP = faktor pengenceran * = setiap ml 0,05 NaOH ekivalen dengan 0,0007 gram Nitrogen
(d). Analisis kadar lemak (Takeuchi 1988) Analisis kadar lemak yang dilakukan menggunakan metode Folch. Labu lemak dioven terlebih dahulu pada suhu 105-110 0C selama 1 jam, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (W2). Bakso ikan seberat 2 gram (W1) dimasukkan ke dalam mortar dan ditambahkan larutan kloroform/methanol sebanyak 10 ml, selanjutnya dihaluskan hingga halus. Setelah halus, ditambahkan 30 ml kloroform/methanol kemudian diaduk selama 5 menit hingga homogen. Sampel kemudian disaring dengan kertas saring ke dalam labu pemisah yang telah diberi larutan MgCl 0,03 M 10 ml, kemudian dikocok selama 1 menit. Selanjutnya labu pemisah ditutup dan didiamkan selama semalam. Setelah itu, lapisan bawah yang terbentuk pada labu pemisah dimasukkan ke dalam lemak kemudian dievaporasi sampai kering. Selanjutnya labu lemak ditimbang (W3). Perhitungan kadar lemak pada bakso ikan % Kadar Lemak =
x 100 %
Keterangan : W1 = Berat sampel bakso ikan (gram) W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (gram) W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram)
(e). Kadar karbohidrat (by difference) Kadar karbohidrat (by difference) ditentukan dari hasil pengurangan 100% dengan kadar air, abu, lemak dan protein, sehingga kadar karbohidrat tergantung pada faktor pengurangannya. Kadar karbohidrat dihitung dengan menggunakan rumus : Kadar karbohidrat (%) = 100% - (%air+%abu+%protein+%lemak).
20
3.4.3 Analisis mikrobiologi (Total Plate Count )(Fardiaz 1987) Prinsip kerja analisis Total Plate Count (TPC) adalah perhitungan jumlah bakteri yang ada di bakso ikan dengan pengenceran sesuai keperluan dan dilakukan secara duplo. Pada penelitian ini dilakukan analisis TPC bakteri aerob dan bakteri anaerob. 3.4.3.1 Analisis Total Plate Count (TPC) bakteri aerob Pembuatan larutan contoh dilakukan dengan mencampurkan 10 g bakso ikan yang telah dihancurkan, dimasukkan ke dalam botol yang berisi 90 ml larutan garam 0,85 % steril, kemudian dikocok sampai larutan homogen. Campuran larutan contoh tersebut diambil 1 ml dan dimasukkan kedalam botol berisi 9 ml larutan garam 0,85 % steril sehingga diperoleh contoh dengan pengenceran 10-2, setelah itu dikocok agar homogen. Banyaknya pengenceran dilakukan sesuai dengan keperluan penelitian, biasanya sampai pengenceran 10-5. Pemipetan dilakukan dari masing-masing tabung pengenceran sebanyak 1 ml larutan contoh dan dipindahkan ke dalam cawan petri steril secara duplo menggunakan pipet steril. Media agar (Nutrient Agar) dimasukkan ke dalam cawan petri sebanyak 10 ml dan digoyangkan sampai permukaan agar merata (metode tuang), kemudian didiamkan beberapa saat hingga dingin dan mengeras. Cawan petri yang telah berisi agar dan larutan contoh dimasukkan kedalam inkubator pada suhu 30 0C selama 48 jam dengan posisi cawan petri yang dibalik. Selanjutnya dilakukan pengamatan dengan menghitung jumlah koloni yang ada di dalam cawan petri tersebut. Jumlah koloni bakteri yang dihitung adalah cawan petri yang mempunyai koloni bakteri 30-300 koloni. 3.4.3.2 Analisis Total Plate Count (TPC) bakteri anaerob Pada prinsipnya, metode kerja TPC bakteri anaerob sama seperti metode kerja TPC aerob. Penghitungan jumlah bakteri anaerob pada penelitian ini menggunakan metode overlay yaitu dengan cara melapisi cawan petri dengan media NA (Nutrient Agar) sebanyak 2 lapis sehingga didapatkan asumsi bahwa kondisi pertumbuhan pada sampel adalah anaerob karena bagian atas dan bagian bawah cawan petri tertutup oleh media NA. Pembuatan larutan contoh dilakukan dengan mencampurkan 10 g bakso ikan yang telah dihancurkan, dimasukkan ke dalam botol yang berisi 90 ml larutan
21
garam 0,85 % steril, kemudian dikocok sampai larutan homogen. Campuran larutan contoh tersebut diambil 1 ml dan dimasukkan kedalam botol berisi 9 ml larutan garam 0,85 % steril sehingga diperoleh contoh dengan pengenceran 10-2, setelah itu dikocok agar homogen. Banyaknya pengenceran dilakukan sesuai dengan keperluan penelitian, biasanya sampai pengenceran 10-5. Pemipetan dilakukan dari masing-masing tabung pengenceran sebanyak 1 ml larutan contoh dan dipindahkan ke dalam cawan petri steril secara duplo menggunakan pipet steril. Media agar (NA) dimasukkan ke dalam cawan petri sebanyak 10 ml dan digoyangkan sampai permukaan agar merata (metode tuang), kemudian didiamkan beberapa saat hingga dingin dan mengeras. Setelah media agar (NA) lapisan pertama mengeras, ditambahkan kembali 10 ml media agar (NA) sebagai lapisan kedua dan dibiarkan mengeras. Cawan petri yang telah berisi agar dan larutan contoh dimasukkan kedalam inkubator pada suhu 30 0C selama 48 jam dengan posisi cawan petri yang dibalik. Selanjutnya dilakukan pengamatan dengan menghitung jumlah koloni yang ada di dalam cawan petri tersebut. Jumlah koloni bakteri yang dihitung adalah cawan petri yang mempunyai koloni bakteri 30-300 koloni. 3.5 Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian adalah rancangan acak lengkap dengan percobaan dua faktor dengan dua kali ulangan. Faktor yang pertama (A) adalah komposisi gas yang dimasukkan ke dalam kemasan plastik bakso ikan, terdiri dari 5 taraf, yaitu udara biasa (sebagai kontrol), udara biasa, vakum, 30% CO2 + 70% N2; 50% CO2+ 50% N2; 80% CO2 + 20%N2. Faktor yang kedua (B) adalah masa simpan yang terdiri dari jam ke-0 (M0), ke-12 (M1), ke-24 (M2), ke-36 (M3), dan ke-48 (M4). Model rancangan acak lengkap atau RAL dengan percobaan dua faktor adalah sebagai berikut (Steel dan Torrie 1991) : Yijk = µ + Ai + Bj + ABij + Eijk
22 Keterangan : Yijk µ Ai Bj ABij Eijk
= faktor pengamatan pada faktor ke-A taraf ke-i, faktor ke- B taraf ke-j dan ulangan ke-k. = rataan umum populasi = pengaruh dari faktor A taraf ke-i = pengaruh dari faktor B taraf ke-j = pengaruh interaksi dari faktor A taraf ke-i dan faktor B taraf ke-j = pengaruh acak yang menyebar normal (0, σ2).
Apabila hasil analisis ragam yang diperoleh menunjukkan adanya interaksi berbeda nyata maka dilakukan analisis lanjutan untuk mengetahui perlakuan mana yang paling berpengaruh pada percobaan. Jika interaksi tidak menunjukkan adanya pengaruh yang nyata tetapi ada pengaruh yang nyata pada faktor pertama (A) maupun faktor kedua (B), selanjutnya dilakukan uji lanjut Duncan. Rumus dari uji lanjut Duncan adalah: Rp = q (∑p;dbs;α) Keterangan : Rp q dbs Kts r
= Nilai kritikal untuk perlakuan yang dibandingkan = Perlakuan = Derajat bebas = Jumlah kuadrat tengah = Ulangan
Analisis data nonparametrik yang dilakukan untuk pengujian organoleptik dengan skala mutu menggunakan uji Kruskal Wallis yang dilanjutkan dengan uji lanjut Multiple Comparison untuk melihat perbedaan dan hubungan antar perlakuan. Panelis yang digunakan tergolong dalam panelis terlatih untuk memberikan penilaian mengenai tingkat kesukaan dan ketidaksukaan terhadap produk yaitu 10 orang. Uji Kruskal Wallis
23
Keterangan : n Ni Ri t H’
= jumlah data = banyaknya pengamatan dalam perlakuan ke-i = jumlah rangking dalam perlakuan ke-i = banyaknya pengamatan yang seri dalam kelompok = H terkoreksi
Uji Multiple Comparison
Keterangan : Ri Rj n k
= rata-rata rangking perlakuan ke-i = rata-rata perlakuan ke-j = jumlah total data = banyaknya ulangan
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan meliputi penampakan, bau, rasa, tekstur dan pengamatan visual (lendir).
4.1.1 Penampakan Penampakan merupakan keadaan keseluruhan yang dilihat secara visual melalui indera penglihatan yang meliputi bentuk dan warna yang dapat menyebabkan ketertarikan panelis terhadap suatu produk. Dalam menilai produk komoditi pangan, cara yang masih dipakai adalah dengan menggunakan indera penglihatan. Hasil uji organoleptik terhadap parameter penampakan bakso ikan nila merah dalam kemasan dengan komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 3.
Udara Biasa
Vakum
30%CO2 + 70% N2
50%CO2 + 50% N2
80%CO2 + 20% N2
Keterangan: Huruf a adalah hasil uji lanjut terhadap komposisi gas yang berbeda. Huruf m-n adalah hasil uji lanjut terhadap lama penyimpanan. Huruf yang sama menunjukkan tidak adanya beda nyata.
Gambar 3 Hasil penilaian parameter penampakan bakso ikan nila merah dalam kemasan dengan komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan.
25
Secara umum nilai rata-rata uji terhadap penampakan bakso ikan nila merah cenderung mengalami penurunan selama penyimpanan. Parameter penampakan bakso ikan nila merah dengan konsentrasi gas yang berbeda-beda dan lama penyimpanan memiliki nilai rata-rata yang berkisar antara 5,2 sampai dengan 8,0. Nilai rata-rata bakso ikan nila merah pada awal penyimpanan (jam 0) adalah sama yaitu 8,0 dan merupakan nilai kenampakan tertinggi. Hal ini dikarenakan pengujian dimulai sebelum produk mengalami penyimpanan. Pada skor 8-9, bakso ikan nila merah memiliki spesifikasi penampakan yang bulat beraturan, seragam, tidak berongga hingga sedikit berongga dan warna putih susu sampai putih krem. Nilai rata-rata penampakan bakso ikan nila merah terendah terdapat pada penyimpanan dengan udara biasa (kontrol) selama penyimpanan 48 jam yaitu 5,2. Hal ini dapat disebabkan karena bakso ikan nila merah telah mengalami kemunduran mutu. Pada akhir penyimpanan, nilai parameter penampakan bakso ikan nila merah yang dikemas dalam 80% CO2+20% N2 memiliki nilai tertinggi yaitu 6,5. Hasil uji Kruskal-Wallis (Lampiran 11a) menunjukkan komposisi gas yang berbeda tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap penampakan bakso ikan nila merah. Sedangkan lama penyimpanan (Lampiran 11b) menunjukkan adanya pengaruh yang nyata terhadap tingkat kesukaan panelis terhadap penampakan bakso ikan nila merah.
Produk atau bahan makanan yang mengalami
penyimpanan mengakibatkan penurunan mutu, baik dari segi fisik maupun kimiawinya (Ketaren 1986). Berdasarkan uji lanjut Multiple Comparison (Lampiran 11c) diketahui bahwa penampakan bakso ikan nila merah yang dikemas pada lama penyimpanan jam ke-0 dan jam ke-12 berbeda nyata dengan lama simpan jam ke-24, jam ke-36 dan jam ke-48.
4.1.2 Bau (aroma) Bau atau aroma dalam banyak hal menentukan enak atau tidaknya makanan, bahkan aroma atau bau-bauan lebih kompleks daripada cicip atau rasa, dan kepekaan indera pembauan lebih tinggi daripada indera pencicipan. Industri pangan bahkan menganggap sangat penting terhadap uji aroma karena dapat dengan cepat memberikan hasil apakah produk disukai atau tidak (Soekarto 1985).
26
Hasil uji organoleptik terhadap parameter aroma bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 4.
Udara Biasa
Vakum
30%CO2 + 70% N2
50%CO2 + 50% N2
80%CO2 + 20% N2
Keterangan: Huruf a-c adalah hasil uji lanjut terhadap komposisi gas yang berbeda. Huruf m-q adalah hasil uji lanjut terhadap lama penyimpanan. Huruf yang sama menunjukkan tidak adanya beda nyata.
Gambar 4 Hasil penilaian parameter bau bakso ikan nila merah dalam kemasan dengan komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan. Hasil penilaian rata-rata panelis terhadap parameter aroma bakso ikan yang dikemas berkisar antara 2,2 sampai dengan 9,0. Nilai aroma tertinggi dari bakso ikan yang diuji dicapai oleh bakso ikan nila merah pada awal penyimpanan yaitu 9,0. Sedangkan nilai terendah dicapai oleh bakso ikan yang kemas dalam udara biasa selama penyimpanan 48 jam yaitu 2,2. Pada akhir penyimpanan, nilai parameter aroma bakso ikan nila merah yang masih layak (diatas 5) adalah bakso ikan nila merah yang dikemas dalam 80% CO2+20% N2. Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa komposisi gas yang berbeda (Lampiran 12a) dan lama penyimpanan (Lampiran 12b) berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap tingkat kesukaan panelis dalam menilai aroma bakso ikan nila merah. Berdasarkan uji lanjut Multiple comparisons (Lampiran 12c) terhadap komposisi gas menunjukkan bahwa aroma bakso ikan nila merah yang dikemas dalam udara biasa berbeda nyata dengan bakso yang dikemas vakum, gas 30% CO2+70% N2, gas 50% CO2+50% N2 dan gas 80% CO2+20% N2. Sedangkan aroma bakso ikan nila merah yang dikemas vakum menunjukkan berbeda nyata
27
dengan bakso ikan nila merah yang dikemas dalam gas 80% CO2+20% N2 tetapi tidak menunjukkan berbeda nyata dengan bakso yang dikemas dalam gas 30% CO2+70% N2 dan gas 50% CO2+50% N2. Uji lanjut terhadap lama penyimpanan (Lampiran 12d) menunjukkan bahwa aroma bakso ikan nila merah pada jam ke-0 berbeda nyata dengan jam ke12, 24, 36 dan 48. Begitu pula pada waktu terakhir penyimpanan (jam ke-48) berbeda nyata dengan jam ke-0, 12, 24, dan 36. Pada jam ke-24 bakso ikan nila merah yang dikemas dalam udara biasa mempunyai bau agak amis dan tengik, dimana penerimaan terhadap produk sudah tidak layak lagi. Bakso ikan nila merah yang dikemas dalam gas 80% CO2+20% N2 sampai 48 jam memiliki bau yang masih dapat diterima oleh panelis. Bau makanan banyak menentukan kelezatan bahan makanan tersebut. Pada umumnya bau yang diterima oleh hidung dan otak lebih banyak merupakan berbagai ramuan atau campuran empat bau utama yaitu harum, asam, tengik, dan hangus. Produksi senyawa-senyawa aroma sangat ditentukan oleh komposisi bakteri yang terlibat dalam senyawa tersebut (Winarno 1997). Banyak diantara mikroba menghasilkan enzim yang dapat memecahkan protein dalam bahan pangan berlemak, sehingga menghasilkan bau dan rasa tidak enak, misalnya persenyawaan indole, skatole, hydrogen sulfit, metilamin dan ammonia (Ketaren 1986). Bakteri yang dapat menghasilkan enzim untuk memecah protein disebut bakteri proteolitik (Fardiaz 1992). Selain itu bau dan ketengikan disebabkan oleh autooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak pangan (Winarno 1997).
4.1.3 Rasa Rasa adalah faktor yang sangat penting dalam menentukan keputusan akhir konsumen untuk menerima atau menolak suatu makanan. Walaupun parameter penilaian baik, tetapi rasanya tidak disukai atau tidak enak maka produk akan ditolak oleh konsumen (Winarno 1997). Nilai rata-rata penilaian panelis terhadap rasa bakso ikan nila merah yang dikemas dalam konsentrasi gas yang berbeda selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 5.
28
Udara Biasa
Vakum
30%CO2 + 70% N2
50%CO2 + 50% N2
80%CO2 + 20% N2
Keterangan: Huruf a-c adalah hasil uji lanjut terhadap komposisi gas yang berbeda. Huruf m-p adalah hasil uji lanjut terhadap lama penyimpanan. Huruf yang sama menunjukkan tidak adanya beda nyata.
Gambar 5 Hasil penilaian parameter rasa bakso ikan nila merah dalam komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan. Nilai rata-rata tingkat penerimaan panelis terhadap rasa bakso ikan nila merah berkisar antara 1,2 sampai dengan 8,0. Nilai tersebut mengalami penurunan selama penyimpanan sampai akhir masa simpan yaitu 48 jam. Nilai rata-rata organoleptik bakso ikan nila merah tertinggi pada jam ke-0, yakni pada perlakuan pengemasan dalam udara biasa (kontrol) sebesar 8,0. Bakso ikan nila merah yang dikemas dalam gas 80% CO2+20% N2 memiliki nilai rata-rata organoleptik yang tertinggi hingga penyimpanan selama 48 jam. Produk atau bahan makanan yang mengalami penyimpanan mengakibatkan penurunan mutu, baik dari segi fisik maupun kimiawinya. Penurunan nilai organoleptik rasa bakso ikan nila merah diduga karena aktivitas mikroba yang menghasilkan metabolit sekunder dan peranan enzim yang menghasilkan bau yang tidak enak sehingga dapat mempengaruhi penilaian panelis (Ketaren 1986). Hasil uji Kruskal-Wallis terhadap rasa bakso ikan nila merah menunjukkan bahwa komposisi gas yang berbeda (Lampiran 13a) dan lama penyimpanan (Lampiran 13b) memberikan pengaruh nyata (p<0,05) terhadap penerimaan panelis. Berdasarkan uji lanjut (Lampiran 13c) terhadap rasa bakso ikan nila merah, didapatkan bahwa bakso ikan nila merah yang dikemas dalam udara biasa berbeda nyata dengan gas 50% CO2+50% N2 dan 80% CO2+20% N2, tetapi tidak
29
berbeda nyata dengan bakso ikan yang dikemas vakum dan gas 30% CO2+70% N2. Sedangkan bakso ikan nila merah yang dikemas gas 80% CO2+20% N2 berbeda nyata dengan gas 30% CO2+70% N2 dan vakum, tetapi tidak beda nyata dengan gas 50% CO2+50% N2. Pada uji lanjut (Lampiran 13d) terhadap lama penyimpanan didapatkan bahwa lama penyimpanan jam ke-0 berbeda nyata dengan bakso ikan nila merah yang dikemas selama 24 jam, 36 jam dan 48 jam, tetapi tidak berbeda nyata dengan bakso yang disimpan selama 12 jam.
4.1.4. Tekstur Tekstur merupakan salah satu parameter penilaian organoleptik yang juga dipertimbangkan oleh konsumen pada saat memilih makanan. Kandungan protein, lemak, air, pengeringan dan aktivitas pergerakan air merupakan faktor yang mempengaruhi tekstur (Purnomo 1995). Nilai rata-rata tingkat penerimaan panelis terhadap tekstur bakso ikan nila merah berkisar antara 3,1 hingga 8,8 dengan spesifikasi produk lembek hingga padat, kompak, dan kenyal. Nilai rata-rata tertinggi terdapat pada awal penyimpanan (jam ke-0) dengan nilai 8,8. Pada Gambar 6 dapat dilihat perubahan nilai rata-rata organoleptik tekstur bakso ikan nila merah dalam komposisi gas selama penyimpanan.
Udara Biasa
Vakum
30%CO2 + 70% N2
50%CO2 + 50% N2
80%CO2 + 20% N2
Keterangan: Huruf a adalah hasil uji lanjut terhadap komposisi gas yang berbeda. Huruf m-o adalah hasil uji lanjut terhadap lama penyimpanan. Huruf yang sama menunjukkan tidak adanya beda nyata.
Gambar 6
Hasil penilaian parameter tekstur bakso ikan nila merah dalam komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan.
30
Hasil uji Kruskal-Wallis (Lampiran 14a) menunjukkan konsentrasi gas yang berbeda tidak memiliki pengaruh yang nyata (p>0,05) terhadap tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur bakso ikan nila merah. Sedangkan lama penyimpanan (Lampiran 14b) menunjukkan adanya pengaruh yang nyata terhadap tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur bakso ikan nila merah. Berdasarkan uji lanjut Multiple Comparison (Lampiran 14c) diketahui bahwa tekstur bakso ikan nila merah yang dikemas pada lama penyimpanan jam ke-0 dan jam ke-12 berbeda nyata dengan lama simpan jam ke-24, jam ke-36 dan jam ke-48. Sedangkan bakso yang dikemas selama 24 jam berbeda nyata dengan bakso ikan nila merah yang dikemas selama 48 jam tetapi tidak berbeda nyata dengan jam ke-36. Pada akhir penyimpanan, nilai parameter tekstur bakso ikan nila merah yang dikemas dalam 80% CO2+20% N2 memiliki nilai tertinggi yaitu 6,5. Selama penyimpanan, perubahan tekstur pada bahan pangan dapat terjadi karena adanya perubahan kandungan air, suhu dan aktivitas mikrobiologi yang dapat mengakibatkan penurunan kualitas bahan pangan (Purnomo 1995).
4.1.5 Pengamatan visual (lendir) Pada umumnya penyimpanan bakso di industri dan pedagang bakso keliling dilakukan pada suhu kamar/ruamg dan tanpa perlakuan khusus seperti pendinginan dan pembekuan. Salah satu tanda kerusakan bakso yaitu terdapatnya lendir pada permukaan bakso yang menandakan pertumbuhan bakteri dan biasanya diikuti dengan timbulnya bau asam. Hasil pengamatan visual (lendir) bakso ikan nila merah dengan perlakuan komposisi gas yang berbeda pada penyimpanan suhu ruang dapat dilihat pada Tabel 5.
31
Tabel 5 Hasil pengamatan visual bakso ikan nila merah dengan komposisi gas yang berbeda pada penyimpanan suhu ruang. Penyimpanan jam kePerlakuan komposisi gas Pengamatan visual (lendir) 0 Udara Biasa (─) Vakum (─) 30% CO2+70% N2 (─) 50% CO2+50% N2 (─) 80% CO2+20% N2 (─) 12 Udara Biasa (+) Vakum (─) 30% CO2+70% N2 (─) 50% CO2+50% N2 (─) 80% CO2+20% N2 (─) 24 Udara Biasa (++) Vakum (+) 30% CO2+70% N2 (+) 50% CO2+50% N2 (─) 80% CO2+20% N2 (─) 36 Udara Biasa (+++) Vakum (++) 30% CO2+70% N2 (++) 50% CO2+50% N2 (+) 80% CO2+20% N2 (─) 48 Udara Biasa (+++) Vakum (+++) 30% CO2+70% N2 (+++) 50% CO2+50% N2 (++) 80% CO2+20% N2 (+) Keterangan: Tanda (─) menunjukkan tidak adanya lendir Tanda (+) menunjukkan adanya lendir pada sebagian kecil permukaan bakso ikan nila merah Tanda (++) menunjukkan adanya lendir pada sebagian besar permukaan bakso ikan nila merah Tanda (+++) menunjukkan adanya lendir pada seluruh permukaan bakso ikan nila merah
Pada Tabel 5, dapat dilihat bahwa bakso ikan nila merah belum memiliki lendir pada jam ke-0 dan 12, kecuali bakso ikan yang dikemas dalam udara biasa pada penyimpanan jam ke-12 yang memiliki sedikit lendir. Penyimpanan pada jam ke-24, bakso ikan nila merah dalam udara biasa memiliki banyak lendir. Bakso ikan nila merah dalam kemasan vakum dan 30% CO2+70% N2 memiliki sedikit lendir, sedangkan bakso ikan yang dikemas dalam 50% CO2+50% N2 dan 80% CO2+20% N2 belum memiliki lendir. Lendir pada bakso ikan nila merah
32
dalam kemasan 50% CO2+50% N2 dan 80% CO2+20% N2 terbentuk pada jam ke36 dalam jumlah yang sedikit. Pada akhir penyimpanan (48 jam), bakso ikan nila merah dalam kemasan udara biasa memiliki jumlah lendir yang sangat banyak lendir. Sedangkan bakso ikan nila merah dalam kemasan 80% CO2+20% N2 memiliki jumlah yang sedikit dibandingkan bakso ikan nila merah dengan perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa bakso ikan nila merah dalam kemasan 80% CO2+20% N2 lebih baik dari pada bakso ikan dengan perlakuan lainnya dan didukung oleh analisis mikrobiologi TPC bakteri aerob dan anaerob bakso ikan nila merah dalam kemasan 80% CO2+20% N2 yang memiliki nilai log bakteri yang lebih kecil yaitu 6,74 log koloni/g dan 6,54 log koloni/g dari pada bakso ikan nila merah dengan perlakuan lainnya.
4.2 Karakteristik Kimia Bakso Ikan Nila Merah 4.2.1 pH ( derajat keasaman) Secara umum perubahan kimiawi pertama kali dalam daging ikan adalah perubahan pH, tetapi perubahan nilai pH ikan tergantung spesiesnya sehingga nilai pH tidak menjadi kriteria yang pasti untuk mendeteksi kesegaran dan kualitas daging ikan dan olahannya. Nilai pH digunakan sebagai pendukung parameter kualitas lainnya (Baygar et al. 2008). Nilai pH atau derajat keasaman sangat berkaitan dengan pertumbuhan mikroba. Setiap mikroorganisme memiliki pH minimal, maksimal dan optimal untuk pertumbuhannya. Sebagian besar bakteri tumbuh pada pH mendekati netral, tetapi ada juga bakteri yang dapat tumbuh pada keadaan asam atau basa. Nilai pH bakso ikan nila merah yang dikemas dalam kemasan dengan komposisi gas berbeda selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 7.
33
Udara Biasa
Vakum
30%CO2 + 70% N2
50%CO2 + 50% N2
80%CO2 + 20% N2
Keterangan: Huruf a-h adalah hasil uji lanjut Duncan terhadap interaksi komposisi gas dalam simpan. Huruf yang sama menunjukkan tidak adanya beda nyata.
kemasan dengan masa
Gambar 7 Nilai pH bakso ikan nila merah dalam kemasan dengan komposisi gas berbeda selama penyimpanan. Nilai pH bakso ikan nila merah yang dikemas dalam konsentrasi gas yang berbeda menunjukkan penurunan selama penyimpanan dan memiliki derajat keasaman rendah hingga sedang. Nilai pH bakso ikan nila merah tertinggi terdapat pada awal penyimpanan yaitu sebesar 5,96. Sedangkan nilai pH terendah terdapat pada bakso yang disimpan pada kondisi vakum selama penyimpanan 48 jam yaitu sebesar 5,05. Penurunan nilai pH bakso ikan nila merah terjadi karena adanya reaksi antara CO2 dengan air (H2O) dari produk. Reaksi ini menghasilkan asam karbon dan ion hidrogen. Dengan adanya reaksi yang menghasilkan asam karbon, maka nilai pH mengalami penurunan (Norhayani 2003).Menurut persamaan reaksinya sebagai berikut : CO2 + H20
H2CO3
Hasil analisis ragam (Lampiran 15) menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi gas yang berbeda tidak miliki pengaruh yang nyata (p>0,05) terhadap nilai pH bakso ikan nila merah, sedangkan lama penyimpanan dan interaksi antara komposisi gas dengan lama penyimpanan berpengaruh yang nyata. Hasil uji lanjut dengan Duncan (Lampiran 24) terhadap interaksi antara komposisi gas dengan lama penyimpanan menunjukkan adanya beda nyata. Pada bakso ikan nila merah yang dalam keadaan vakum selama penyimpanan 48 jam berbeda nyata dengan
34
setiap perlakuan, tetapi tidak berbeda nyata dengan bakso ikan nila merah yang dikemas dalam 30% CO2+70% N2 selama masa simpan 36 jam, 50% CO2+50% N2 selama masa simpan 36 dan 48 jam, serta 80% CO2+20% N2 selama masa simpan 36 jam. Menurut Baygar et al. (2008), selama penyimpanan bakso daging ikan yang dikemas dalam kondisi atmosfir termodifikasi mengalami perubahan atau penurunan nilai pH yang disebabkan oleh keasaman dari bumbu-bumbu, proses perebusan dan penambahan tepung.
4.2.2 Total Volatile Bases (TVB) Analisis TVB merupakan analisis yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kualitas dan masa simpan produk perikanan (Erkan et al. 2007). Pengujian nilai TVB dilakukan dengan menentukan jumlah kandungan senyawa-senyawa basa volatil yang terbentuk akibat degradasi protein (amin, mono-, di-, dan trimetilamin). Nilai TVB bakso ikan nila merah dalam kemasan dengan komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 8.
Udara Biasa
Vakum
30%CO2 + 70% N2
50%CO2 + 50% N2
80%CO2 + 20% N2
Keterangan: Huruf a-l adalah hasil uji lanjut Duncan terhadap interaksi komposisi gas dalam simpan. Huruf yang sama menunjukkan tidak adanya beda nyata.
kemasan dengan masa
Gambar 8 Nilai TVB bakso ikan nila merah dalam kemasan dengan komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan.
35
Pada Gambar 8, dapat dilihat bahwa nilai TVB bakso ikan nila merah selama penyimpanan mengalami peningkatan. Nilai TVB bakso ikan nila merah berkisar antara 4,4 mg %N sampai 208,9 mg %N. Nilai terendah terdapat pada awal penyimpanan yaitu 4,4 mg % N. Pada akhir penyimpanan (jam ke-48), nilai TVB tertinggi terdapat pada bakso yang disimpan dalam udara biasa (kontrol) yaitu 208,9 mg % N. Nilai ini menunjukkan bahwa bakso ikan nila merah yang dikemas dalam udara biasa selama penyimpanan 48 jam sudah tidak layak lagi. Menurut Connel (1980) nilai TVB produk ikan olahan yang masih layak diterima konsumen berkisar antara 100-200 mg % N. Akan tetapi nilai TVB bakso ikan nila merah yang dikemas dalam kondisi atmosfir termodifikasi memiliki nilai yang lebih rendah dan masih layak untuk di konsumsi. Hasil analisis ragam (Lampiran 16) menunjukkan bahwa perlakuan komposisi gas yang berbeda dan lama penyimpanan memiliki pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap nilai TVB bakso ikan nila merah. Demikian juga interaksi antara komposisi gas yang berbeda dengan lama penyimpanan memiliki pengaruh yang nyata terhadap nilai TVB bakso ikan nila merah. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 26) terhadap interaksi antara komposisi gas dengan lama penyimpanan menunjukkan bahwa bakso ikan nila merah yang dikemas dalam udara biasa selama penyimpanan 48 jam berbeda nyata dengan setiap perlakuan. Bakso ikan nila merah pada setiap perlakuan pada jam ke-0 memiliki tidak beda nyata dengan bakso ikan ikan nila merah yang dikemas dalam 30% CO2+70% N2, 50% CO2+50% N2 dan 80% CO2+20% N2 selama penyimpanan 12 jam. Nilai TVB yang meningkat selama penyimpanan diakibatkan adanya degradasi protein dan derivatnya oleh mikroorganisme yang menghasilkan sejumlah basa yang mudah menguap seperti amoniak, histamin, H2S, trimetilkami yang berbau busuk. Menurut Ruiz et al. (2001) dalam Pournis et al. (2005) dan Erkan et al. (2007), selama penyimpanan daging ikan dalam keadaan atmosfir termodifikasi, nilai TVBnya lebih rendah dibandingkan dengan daging ikan yang disimpan dalam udara biasa karena adanya penurunan aktivitas mikroorganisme akibat penambahan gas karbodioksida (CO2).
36
4.2.3 Thio Barbituric Acid (TBA) Analisis ini berdasarkan atas terbentuknya pigmen berwarna merah sebagai hasil dari reaksi kondensasi antara 2 molekul TBA dengan 1 molekul manolatdialdehida. Uji TBA ini merupakan uji yang spesifik untuk hasil oksidasi asam lemak tak jenuh (PUFA), dan baik diterapkan untuk uji terhadap lemak pangan yang mengandung asam lemak dengan derajat ketidakjenuhan lebih tinggi (Ketaren 1986). Nilai TBA bakso ikan nila merah dalam kemasan dengan komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 9.
p
Udara Biasa
Vakum
30%CO2 + 70% N2
50%CO2 + 50% N2
p
80%CO2 + 20% N2
Keterangan: Huruf a-b adalah hasil uji lanjut terhadap komposisi gas yang berbeda. Huruf m-p adalah hasil uji lanjut terhadap lama penyimpanan. Huruf yang sama menunjukkan tidak adanya beda nyata.
Gambar 9 Nilai TBA bakso ikan nila merah dalam kemasan dengan komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan. Nilai TBA dari bakso ikan nila merah mengalami kenaikan selama penyimpanan. Nilai TBA bakso ikan nila merah yang diperoleh berkisar antara 0,04-0,49 mg malonaldehid/kg sampel dengan nilai TBA terendah terdapat pada awal penyimpanan yaitu 0,04 mg malonaldehid/kg sampel. Sedangkan nilai TBA tertinggi terdapat pada bakso ikan nila merah yang disimpan dalam udara biasa yaitu sebesar 0,49 mg malonaldehid per kg sampel pada akhir penyimpanan. Pada akhir penyimpanan nilai TBA lebih rendah pada bakso ikan nila merah yang kemas dalam kondisi atmosfir termodifikasi dan vakum daripada dalam udara biasa. Menurut Erkan et al. (2007), nilai TBA lebih tinggi terdapat pada kondisi
37
udara biasa daripada MAP dan vakum karena oksigen sedikit dalam kemasan MAP dan vakum. Kenaikan nilai TBA menunjukkan adanya penurunan mutu produk yang disebabkan karena adanya proses oksidasi lemak. Proses tersebut merupakan suatu proses yang terus berlangsung selama tersedia lemak tidak jenuh dan oksigen atau terjadi kontak antara keduanya. Semakin lama penyimpanan maka oksigen yang masuk semakin banyak, sehingga senyawa yang menyebabkan bau tengik yang dihasilkan oleh reaksi oksidasi semakin banyak, yang mengakibatkan instensitas bau tengik yang tercium semakin tinggi (Syarief et al. 1989). Hasil analisis ragam (Lampiran 17) menunjukkan bahwa komposisi gas dan lama penyimpanan memiliki pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap nilai TBA bakso ikan nila merah. Sedangkan interaksi antara komposisi gas dengan lama penyimpanan tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap nilai TBA bakso ikan nila merah. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 18) terhadap komposisi gas menunjukkan bahwa udara biasa berbeda nyata dengan gas 50% CO2+50% N2 dan 80% CO2+20% N2, tetapi tidak berbeda nyata dengan vakum dan gas 30% CO2+70% N2. Sedangkan uji lanjut terhadap lama penyimpanan (Lampiran 19) menunjukkan bahwa penyimpanan jam ke-0 berbeda nyata dengan jam ke-12, 24, 36 dan 48. Sedangkan penyimpanan 48 jam berbeda nyata dengan penyimpanan 0 jam, 12, dan 24 tetapi tidak berbeda nyata dengan jam ke-36. Malonaldehid banyak ditemukan dalam bahan pangan yang tengik dalam jumlah besar. Pembentukan manoladehid dalam bahan pangan tergantung beberapa faktor, salah satunya adalah banyaknya asam lemak tidak jenuh (IARC 1985 dalam Riuewpassa 1991). Penyebab ketengikan dalam lemak yaitu oksidasi, aktivitas enzim dan proses hidrolisa (Ketaren 1986). Ketengikan dapat menurunkan nilai gizi dan organoleptik. Batas toleransi nilai TBA produk olahan atau makanan yang dianggap bermutu baik yaitu kurang dari 2 mg malonaldehid per kg sampel (BSN 1991). Nilai TBA bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan memiliki nilai TBA kurang dari 2 mg malonaldehid per kg sampel. Maka dapat dikatakan bahwa produk bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas selama penyimpanan masih berada dalam batas toleransi bermutu baik.
38
4.2.4 Kadar proksimat Kadar proksimat merupakan gambaran nilai gizi suatu produk makanan, dimana semakin baik kadar gizi suatu bahan maka semakin baik bagi konsumen. Kadar proksimat terdiri atas kadar air, kadar abu, kadar protein, lemak serta karbohidrat. Kadar air merupakan komponen utama bahan makanan, kadar abu merupakan zat anorganik yang terkandung dalam suatu bahan makanan, kadar protein merupakan kandungan protein yang merupakan bagian terbesar setelah air dan karbohidrat, kadar lemak merupakan banyaknya lemak dalam bahan pangan yang berfungsi sebagai sumber energi sedangkan kadar karbohidrat merupakan selisih dari empat komponen yaitu air, abu, lemak dan protein dimana kadar karbohidrat yang diperoleh berasal dari bahan pengisi yang digunakan. Hasil analisis proksimat bakso ikan nila merah sebelum dan sesudah dikemas dapat dilihat pada Gambar 12.
Awal penyimpanan
Akhir penyimpanan
Gambar 12 Kadar proksimat bakso ikan nila merah awal dan akhir penyimpanan. Pada Gambar 12, terlihat bahwa selama penyimpanan nilai gizi bakso ikan nila merah mengalami perubahan. Perubahan nilai gizi dalam bahan pangan terjadi pada beberapa tahap yaitu selama proses pemanenan, persiapan, pengolahan, distribusi dan penyimpanan (Buckle et al. 1987). Pada awal penyimpanan nilai kadar air, abu, lemak, protein dan karbohidrat berturut-turut adalah 71, 8411%; 1,6275%; 1, 6419%; 7, 8219%; dan 17,0677%. Setelah bakso
39
ikan mengalami penyimpanan selama 48 jam, nilai kadar air mengalami kenaikan sedangkan kadar abu, lemak, protein dan karbohidrat mengalami penurunan. Peningkatan atau perubahan kadar air selama penyimpanan dapat dipengaruhi oleh permeabilitas kemasan yang digunakan, sifat penyerapan air, dan kelembaban lingkungan serta tingkat mikroorganisme yang ada dalam bahan yang menyebabkan produk menjadi lembek dan sedikit berlendir dan reaksi-reaksi kimia yang terjadi dalam bahan (Gunardi 1996). Penurunan persentase kadar abu dapat disebabkan oleh persentase kadar air yang semakin besar. Kadar abu berkaitan erat dengan kadar air, protein dan lemak bebas pada jaringan daging (Winarno 1997). Penurunan atau kerusakan lemak dapat terjadi karena adanya perubahan secara kimiawi pada bakso seperti hidrolisa, dan ketengikan. Apabila bahan pembungkus dapat menyerap lemak, maka yang terserap ini akan teroksidasi oleh udara sehingga rusak dan berbau. Kemudian lemak juga dapat terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak. Reaksi ini dipercepat oleh basa, asam dan enzim-enzim. Kerusakan lemak yang terjadi dapat pula disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Otooksidasi dimulai dengan pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti cahaya, panas, dan peroksida lemak (Winarno 1997). Selama penyimpanan, kandungan protein bakso ikan nila merah mengalami penurunan. Hal ini diakibatkan oleh kemampuan mikroorganisme yang dapat menghasilkan enzim proteolitik yang dapat memecah molekul protein dalam bahan pangan. Kandungan karbohidrat mengalami penurunan disebabkan karena karbohidrat sangat dipengaruhi oleh faktor kandungan zat gizi lainnya (Winarno 1997). Perubahan nilai rata-rata kadar karbohidrat terjadi karena perubahan komponen gizi lainnya selama penyimpanan.
4.3 Karakteristik Mikrobiologi Bakso Ikan Nila Merah 4. 3.1 Total Plate Count (TPC) bakteri aerob Penyebab utama kerusakan bahan pangan adalah pertumbuhan mikroba, kegiatan enzim dan perubahan kimia. Kerusakan bahan pangan oleh mikroorganisme dapat menyebabkan makanan dan minuman tidak layak
40
dikonsumsi akibat penurunan mutu atau karena makanan tersebut beracun (Harris dan Karmas 1989). Nilai log pertumbuhan bakteri aerob bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 10.
Udara Biasa
Vakum
30%CO2 + 70% N2
50%CO2 + 50% N2
80%CO2 + 20% N2
Keterangan: Huruf a-q adalah hasil uji lanjut Duncan terhadap interaksi komposisi gas dalam simpan. Huruf yang sama menunjukkan tidak adanya beda nyata.
kemasan dengan masa
Gambar 10 Nilai log pertumbuhan bakteri aerob bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan. Pada Gambar 10, dapat dilihat bahwa nilai log pertumbuhan bakteri mengalami kenaikan selama penyimpanan. Secara umum, kenaikan jumlah koloni bakteri yang terjadi selama penyimpanan karena pertumbuhan mikroorganisme ini dipengaruhi oleh waktu. Selain waktu, pertumbuhan mikroorganisme juga dipengaruhi oleh makanan (nutrisi), kelembaban, suhu, kandungan oksigen dan pH (Gaman dan Sherrington 1992). Pertumbuhan mikroorganisme di dalam atau pada makanan dapat mengakibatkan berbagai perubahan fisik maupun kimiawi yang tidak diinginkan, sehingga bahan pangan tersebut tidak layak untuk dikonsumsi lagi (Buckle et al. 1987). Jumlah mikroba awal yang lebih sedikit ditunjukan pada keadaan awal bakteri yang tumbuh adalah bakteri kontaminasi. Kontaminasi mikroba pada produk perikanan dapat terjadi saat panen, penanganan, distribusi maupun penyimpanan, dan proses pengolahan (Wekell et al. 1994).
41
Pada penyimpanan selama 24 jam dalam kondisi udara biasa menunjukkan bahwa nilai log telah diatas 7 log koloni/g yaitu sebesar 7,15 log koloni/g. Hal ini menunjukkan bahwa bakso ikan nila merah sudah tidak layak untuk dikonsumsi karena menurut SNI 01-3819-1995 (BSN 1995) nilai maksimal log bakteri adalah 7 log koloni/g atau sebesar 107. Pada akhir penyimpanan (48 jam) produk bakso ikan nila merah, nilai log bakteri telah diatas 7 log koloni/g kecuali bakso yang dikemas dalam kondisi gas 80% CO2+20% N2 yaitu sebesar 6,74 log koloni/g. Hal ini menunjukkan bahwa bakso ikan nila merah yang dikemas dalam 80% CO2+20% N2 masih layak dikonsumsi walaupun telah disimpan selama 48 jam. Menurut Pournis et al. (2005), nilai log bakteri lebih rendah pada produk yang dikemas dalam atmosfir termodifikasi dapat disebabkan oleh tingginya kandungan gas CO2 dimana gas CO2 memiliki sifat bakteriostatik sehingga pertumbuhan mikroorganisme dapat terhambat. Hasil analisa ragam (Lampiran 20) menunjukkan bahwa komposisi gas, lama penyimpanan dan interaksi antara komposisi gas dengan lama penyimpanan memiliki pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap nilai log TPC aerob bakso ikan nila merah. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 25) terhadap interaksi antara komposisi gas dan lama penyimpanan menunjukkan bahwa bakso ikan nila merah yang kemas dalam udara biasa selama penyimpanan 36 jam tidak berbeda nyata dengan vakum selama penyimpanan 36 dan 48 jam. Bakso ikan nila merah yang disimpan dalam 80 % CO2+20% N2 selama 48 jam berbeda nyata dengan setiap perlakuan. 4.3.2 Total Plate Count (TPC) bakteri anaerob Analisis terhadap jumlah bakteri ditujukan untuk mengetahui jumlah total bakteri dalam suatu produk dan mengetahui tingkat pertumbuhan selama penyimpanan. Kandungan bakteri dalam suatu produk merupakan salah satu parameter mikrobiologis dalam menentukan layak tidaknya produk tersebut dikonsumsi (Kristinsson et al. 2007). Pada Gambar 11, dapat dilihat nilai log bakteri anaerob bakso ikan yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan. Nilai log TPC anaerob dari bakso ikan nila merah semakin meningkat selama penyimpanan.
42
Udara Biasa
Vakum
30%CO2 + 70% N2
50%CO2 + 50% N2
80%CO2 + 20% N2
Keterangan: Huruf a-c adalah hasil uji lanjut terhadap komposisi gas yang berbeda. Huruf m-p adalah hasil uji lanjut terhadap lama penyimpanan. Huruf yang sama menunjukkan tidak adanya beda nyata.
Gambar 11 Nilai log bakteri anaerob bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan. Menurut SNI 01-3819-1995 (BSN 1995), nilai maksimal log bakteri adalah 7 log koloni/g. Pada Gambar 11, bakso ikan nila merah yang dikemas dalam udara biasa menunjukkan nilai log lebih dari 7 log koloni/g pada jam ke-36 yaitu 7,18 log koloni/g. Hal ini menunjukkan bahwa bakso ikan nila merah tidak layak untuk dikonsumsi. Pada akhir penyimpanan, nilai log bakteri masih berada di bawah 7 log koloni/g kecuali bakso ikan yang disimpan dalam udara biasa. Nilai log terendah terdapat pada bakso ikan yang dikemas dalam kondisi vakum dan gas 80% CO2+20% N2 yaitu sebesar 6,54 log koloni/g. Kenaikan jumlah koloni bakteri yang terjadi selama penyimpanan karena pertumbuhan mikroorganisme ini dipengaruhi oleh waktu. Selain waktu, pertumbuhan mikroorganisme juga dipengaruhi oleh makanan (nutrisi), kelembaban, suhu, kandungan oksigen dan pH (Gaman dan Sherrington 1992). Pertumbuhan mikroorganisme di dalam atau pada makanan dapat mengakibatkan berbagai perubahan fisik maupun kimiawi yang tidak diinginkan, sehingga bahan pangan tersebut tidak layak untuk dikonsumsi lagi (Buckle et al. 1987). Hasil analisa ragam (Lampiran 21) menunjukkan bahwa komposisi gas dan lama penyimpanan memiliki pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap nilai log bakteri anaerob bakso ikan nila merah. Sedangkan interaksi antara komposisi gas
43
dengan lama penyimpanan tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap nilai log bakteri anaerob bakso ikan nila merah. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 22) terhadap komposisi gas menunjukkan bahwa bakso ikan nila merah dalam kondisi udara biasa berbeda nyata dengan gas 80% CO2+20% N2, 50% CO2+50% N2, 30 % CO2+70% N2 dan vakum. Bakso ikan yang dikemas dalam gas 80% CO2+20% N2, berbeda nyata dengan 30% CO2+70% N2 dan vakum tetapi tidak berbeda nyata dengan 50% CO2+50% N2. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 23) terhadap lama penyimpanan bakso ikan nila merah menunjukkan bahwa lama simpan jam ke-0 berbeda nyata dengan jam ke- 12, 24, 36 dan 48. Bakso ikan dengan masa simpan selama 24 jam berbeda nyata dengan jam ke- 12, 36 dan 48. Dan lama simpan selama 36 jam berbeda nyata dengan jam ke-0, 12, dan 24 tetapi tidak berbeda nyata dengan jam ke-48.
4.4 Hubungan Antar Parameter Kualitas Bakso Ikan Nila Merah yang Dikemas dalam Komposisi Gas 80% CO2 dan 20% N2 Bakso ikan nila merah yang mengalami penyimpanan selama dikemas akan mengalami kemunduran mutu. Kemunduran mutu tersebut dapat dihambat dengan pengemasan secara Modified Atmosphere Packaging (MAP) (Baygar et al. 2008). Pada penelitian ini, selama penyimpanan 48 jam, hasil uji-uji kualitas yang dilakukan menunjukkan hasil yang lebih baik pada bakso ikan yang dikemas dalam komposisi gas 80% CO2+20% N2. Hubungan antar parameter kualitas bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas 80% CO2+20% N2 dapat dilihat pada Gambar 13, dimana pada Gambar 13 dapat diketahui bahwa nilai organoleptik (kenampakan, bau, rasa dan tekstur) dan nilai pH bakso ikan nila merah mengalami penurunan dari awal penyimpanan (jam ke-0) hingga pada akhir penyimpanan (jam ke-48) yang diikuti dengan kenaikan nilai TVB, nilai TBA, nilai log bakteri aerob dan anaerob.
44
4 3 2 1 0
9
0.35
50
8
0.30 7
40
6 30
5 4
20
3
0.25 0.20 0.15 0.10
2
10
1 0
0 0
12
24 36 lama simpan
0.05 0.00
48
lama simpan(jam) vs rata-rata nilai TVB lama simpan(jam) vs rata-rata nilai pH lama simpan(jam) vs rata-rata nilai TBA lama simpan(jam) vs rata-rata nilai TPC aerob lama simpan(jam) vs rata-rata nilai TPC anaerob lama simpan(jam) vs rata-rata nilai tekstur lama simpan(jam) vs rata-rata nilai rasa lama simpan(jam) vs rata-rata nilai bau lama simpan(jam) vs rata-rata nilai penampakan
Gambar 13
Hubungan antar parameter kualitas bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas 80 % CO2+20% N2.
Penurunan nilai organoleptik terjadi disebabkan oleh adanya kemunduran mutu bakso ikan selama penyimpanan dalam kemasan. Menurut Ketaren (1986), produk atau bahan makanan yang mengalami penyimpanan mengakibatkan penurunan mutu, baik segi fisik maupun kimiawinya. Nilai pH bakso ikan nila merah mengalami penurunan disebabkan oleh adanya reaksi antara CO2 dengan air (H2O) dari produk. Reaksi ini menghasilkan asam karbon dan ion hidrogen. Asam karbon yang dihasilkan menyebabkan nilai pH menjadi turun Norhayani (2003). Nilai TVB yang meningkat selama penyimpanan diakibatkan adanya degradasi protein dan derivatnya oleh mikroorganisme yang menghasilkan
nilai TBA
5 nilai pH
nilai TPC
6
0.40
60
10
nilai TVB
7
6.1 6.0 5.9 5.8 5.7 5.6 5.5 5.4 5.3 5.2 5.1 5.0 4.9 4.8 4.7 4.6 4.5
nilai organoleptik
8
45
sejumlah basa yang mudah menguap seperti amoniak, histamin, H2S, trimetilkami yang berbau busuk. Kenaikan nilai TBA menunjukkan adanya penurunan mutu produk yang disebabkan karena adanya proses oksidasi lemak. Proses tersebut merupakan suatu proses yang terus berlangsung selama tersedia lemak tidak jenuh dan oksigen atau terjadi kontak antara keduanya. Semakin lama penyimpanan maka oksigen yang masuk semakin banyak, sehingga senyawa yang menyebabkan bau tengik yang dihasilkan oleh reaksi oksidasi semakin banyak, yang mengakibatkan instensitas bau tengik yang tercium semakin tinggi (Syarief et al. 1989). Secara umum, kenaikan jumlah koloni bakteri yang terjadi selama penyimpanan karena pertumbuhan mikroorganisme ini dipengaruhi oleh waktu. Selain waktu, pertumbuhan mikroorganisme juga dipengaruhi oleh makanan (nutrisi), kelembaban, suhu, kandungan oksigen dan pH (Gaman dan Sherrington 1992).
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengemasan bakso ikan dengan kemasan atmosfir termodifikasi pada suhu ruang memiliki masa simpan yang lebih lama dibandingkan dengan bakso ikan yang dikemas dalam udara biasa (kontrol). Pengemasan dengan Modified Atmosphere Packaging (MAP) pada bakso ikan memiliki masa simpan yang lebih lama dibandingkan kontrol yaitu dari lebih dari 12-24 jam. Hal ini menunjukkan bahwa penyimpanan dalam kemasan Modified Atmosphere Packaging (MAP) dapat memperpanjang masa simpan bakso ikan lebih dari 50 %. Selama penyimpanan 48 jam, nilai organoleptik bakso ikan yang masih dapat diterima oleh panelis adalah bakso ikan yang dikemas dalam kondisi gas 80% CO2+20% N2. Hal ini dapat disimpulkan dari nilai organoleptik masih berada diatas 5, sedangkan nilai organoleptik pada perlakuan lainnya berada dibawah 5. Hasil analisis proksimat menunjukkan adanya kenaikan kadar air bakso ikan setelah penyimpanan. Sedangkan kadar abu, lemak, protein dan karbohidrat mengalami penurunan. Nilai pH mengalami penurunan selama penyimpanan. Penurunan nilai pH disebabkan oleh keasaman jenis ikan, proses perebusan dan penambahan tepung. Pada akhir penyimpanan (selama 48 jam), hasil analisis nilai TVB, nilai TBA, nilai log bakteri aerob dan nilai log bakteri anaerob menunjukkan bahwa bakso ikan yang dikemas dalam kondisi gas 80% CO2+20% N2 memiliki nilai yang lebih rendah dan penampakan visual (lender) bakso ikan nila merah masih lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya sehingga bakso ikan masih layak untuk dikonsumsi. Sedangkan nilai TVB, nilai TBA, nilai log bakteri aerob dan nilai log bakteri anaerob dari bakso ikan yang dikemas dalam udara biasa, vakum, 30% CO2+20% N2 dan 50% CO2+20% N2 memiliki nilai yang tinggi dan terdapat nilai uji yang melewati ambang batas penerimaan.
47
5.2 Saran Perlu dilakukan penelitian yang sama terhadap jenis produk olahan perikanan yang lainnya dan perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan adanya perbedaan suhu dan lama penyimpanan.
DAFTAR PUSTAKA
Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati Y, Budianto S. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1995. Bakso Ikan. SNI-01-3819-1995. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006. SNI Produk Perikanan. SNI-01-23462006. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. [BSN] Badan Standarisasi Nasional.1991. Penentuan Asam Tiobarbiturik. SNI01-2352-1991. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Baygar T, Erkan N, Mol S, Ozden O. 2008. Determination of the shelf-life of Trout raw meatball that packed under modified atmosphere. Pakistan Journal of Nutrition (3): 412-417. Buckle KA, Edward RA, Fleet GH, dan Wootton M. 1987. Food Science. Terjemahan. Hari Purnomo dan Adiono.Ilmu Pangan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Connel JJ. 1980. Control of Fish Quality in Fishing News (books). Ltd. London Dodds KL. 1995. Introduction. In: Principles of Modified Atmosphere and Sous Vide Product Packaging. Farber JM dan Dodds KL (editor). USA: Technomic Publishing Company, Inc. Erkan N, Ozden O, Inugur M. 2007. The effect of modified atmosphere and vacuum packaging on quality of chub mackerel. InternationalJournal of Food Science and Technology (42) : 1297-1304. Fadly C. 2010. Bakso ikan Pelabuhan Ratu kejar popularitas bakso sapi. http://www.wordpress.com [20 April 2010]. Fagar J, Gormley R, Mitchell M. 2006. Adding Value to Underutilised Fish Species. Dowwney G (editor). Dublin: Teagasc. Fardiaz S. 1987. Penuntun Praktek Mikrobiologi Pangan. Bogor: Lembaga Sumberdaya Informasi, Institut Pertanian Bogor. Fardiaz S. 1992. Mikrobiologis Pangan 1. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Freshline. 2008. Modified Atmosphere Packaging. http://www.airproducts.com/ [8 November 2008].
49
Fellows PJ.1990. Food Processing: Technology Principles and Practice. Englang: Ellis Horwood Limited. Gaman PM, Sherrington KB. 1992. Ilmu pangan dan Nutrisi dan Mikrobiologi Edisi Kedua. Di dalam: Gardjito M, Naruki S, Murdiati A, Sadjono (eds). Terjemahan dari: The science of Food, An Introduction to Food Science, Nutrition and Microbiology. Yogyakarta: UGM Press. Gunardi YS. 1996. Sorbsi isotermis pengaruh pengemasan dan peramalan umur simpan ikan kembung (Rastrelliger sp.) asin kering dalam kemasan plastik [Skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Harris RS, Karmas E. 1989. Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan. Achmadi S, penerjemah. Terjemahan dari: Nutrition Evaluation of Food Processing Third Ed. Bandung: ITB Press. Hernowo. 2001. Pembenihan Patin Skala Kecil dan Besar Jilid VI. Jakarta : PT Penebar Swadaya. Jay M. 1996. Modern Food Microbiology. New York: Chapman and Hill. Julianti
E, Nurminah M. 2006. Buku Ajar http://digilib.usu.ac.id/. [8 November 2008].
Teknologi
Pengemasan.
Ketaren S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press. Kramlich AM, Harson, Tauber FM.1971. Processed Meat. Westport, Connecticut: The AVI Publishing Co Inc. Kristinsson E, Danyali N, Ua-Angkoon S. 2007. Effect of filtered wood smoke treatment on chemical and microbial changes in mahi mahi fillets. Journal of Food Science (72):16-24. Martini A. 2005. Penyimpanan jambu biji terolah minimal dalam kemasan atmosfir termodifikasi [skripsi]. Bogor: Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Norhayani. 2003. Kajian penyimpanan fillet ikan Patin (Pangasius hypopthalmus) dalam kemasan atmosfer termodifikasi [Tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Pearson AM, Tauber FM. 1984. Processed Meat. Westport, Connecticut: The AVI Publishing Co Inc.
50
Pournis N, Papavergou A, Badeka A. 2005. Shelf-life extension of refrigerated mediterranean mullet using modified atmosphere packaging. Journal of Food Protection (10) : 2201-2207. Purnomo H. 1995. Aktivitas Air dan Peranannya dalam Pengawetan Pangan. Jakarta: UI-Press. Rahayu WP. 1998. Penuntun Praktikum Pengenalan Organoleptik. Bogor: Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Reddy NR, Schreiber CL, Buzard KS, Skinner GE, Armstrong DJ. 1994. Shelf Life of Fresh Tilapia Fillets Packaged in High Barrier Film with Modified Atmospheres. Journal of Food Science (59):260-264. Risakotta LM. 1986. Pengaruh Iradiasi Gamma terhadap Daya Simpan Bakso Ikan [skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Sacharow S dan Griffin RC. 1980. Principle and Packaging Second edition. Westport, Conneticut: The AVI Publishing Co Inc. Sari LP. 2005. Penambahan Tepung Germ Gandum, Bahan Pengawet dan Pengemasan Vakum pada Bakso Sapi [skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sivertsvik M, Rosnes JT, Bergslien H. 2002. Modified Atmosphere Packaging. Ohlsson T, Bengtsson N (Ed). Minimal Processing in The Food Industry. New York: CRC Press. Smoluk G dan Sneiler JA. 1985. Modern Plastic Encyclopedia. Agranoff J (editor). USA: McGraw Hill Publication. 62(10A). Soccol MCH, Oetterer M. 2003. Use of Modified Atmosphere in Seafood Preservation. Brazilian Archives of Biology and Technology (46):569580. Soekarto ST. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan. Bogor: Lembaga Swadaya, Institut Pertanian Bogor. Steel RGD dan Torrie JH. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu Pendekatan Biometrik. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Syarief R, Halid H.1993 Teknologi Penyimpanan Pangan. Bogor: Laboratorium Rekayasa Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
51
Syarief R, Santana S, Ismayana B. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan. Bogor: Laboratorium Rekayasa Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Takeuchi T. 1988. Laboratory Work Chemical Evaluation of Dietary Nutrients. P. 179-225. In: Fish Nutrition and Marineculture. Watanabe T (editor). Departement of Aquatic Bioscience. Tokyo University of Fisheries. JICA. Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Wibowo S. 2006. Pembuatan Bakso Ikan dan Bakso Daging. Jakarta: PT Penebar Swadaya. Wulandari AT. 2009. Kualitas fisik dan organoleptik bakso daging sapi yang diawetkan dengan substrat antimikroba Lactobacillus spp. 1A5 pada penyimpanan suhu ruang [skripsi]. Bogor: Departemen Produksi Ternak dan Pengolahan, Fakultas Perternakan, Institut Pertanian Bogor. Wekell MM, Manger R, Colburn K, Adams A, Hill W. 1994. Microbiological quality of seafoods: viruses, bacteria and parasites. Shahidi F, Botta JR (eds). Seafood : Chemistry, Processing Technology and Quality. Glasgow: Blackie Academic & Professional.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data nilai organoleptik terhadap penampakan produk bakso ikan nila merah selama penyimpanan Kenampakan Udara biasa
vakum
Panelis
J0
J12
J24
J36
J48
J0
J12
1
7
9
5
6
7
7
9
2
9
6
9
9
6
9
3
7
6
5
7
6
4
9
9
6
3
5
9
7
7
6
9
6
7
7
7
8
7
9
J24
30% CO2+70% N2 J36
J48
J0
J12
J24
6
6
7
7
9
6
9
9
7
9
7
6
6
6
6
6
9
9
6
6
5
6
9
9
7
6
5
6
9
9
3
7
3
7
9
5
6
5
1
7
9
7
7
6
6
10
7
6
7
6
rataan
8
6,8
6,1
5,9
50% CO2+50% N2
J36
J48
J0
J12
J24
6
6
7
7
7
6
7
7
6
9
7
7
7
7
6
7
9
9
6
6
7
7
9
6
7
6
6
6
9
9
7
7
6
7
9
5
5
5
5
7
9
7
6
6
6
5
7
6
6
6
5,2
8
7,5
6,3
6,4
80% CO2+20% N2
J36
J48
J0
J12
J24
J36
J48
6
6
7
7
9
6
6
7
6
7
7
7
9
6
7
7
7
7
7
7
7
7
7
6
7
7
6
7
9
9
6
6
7
9
9
6
6
9
7
6
9
6
7
7
7
9
7
7
7
7
5
5
6
9
9
6
6
5
7
7
6
6
6
9
7
6
6
6
9
9
5
7
7
5
5
6
6
6
6
3
7
6
5
5
6
7
5
5
5
5
9
7
7
7
6
9
7
6
6
6
9
9
7
7
6
5
7
6
7
7
5
7
7
6
6
6
7
7
7
7
6
6,2
8
7,4
6,4
6
5,7
8
7,1
6,5
6,6
6,4
8
7,2
6,3
6,7
6,5
52
Lampiran 2. Data nilai organoleptik terhadap bau produk bakso ikan nila merah selama penyimpanan Bau (Aroma) Udara biasa
vakum
30% CO2+70% N2
50% CO2+50% N2
80% CO2+20% N2
Panelis
J0
J12
J24
J36
J48
J0
J12
J24
J36
J48
J0
J12
J24
J36
J48
J0
J12
J24
J36
J48
J0
J12
J24
J36
J48
1
9
9
5
5
3
9
9
6
6
5
9
9
6
7
5
9
9
6
6
5
9
9
7
7
6
2
9
7
3
3
1
9
9
5
5
5
9
9
9
5
3
9
9
9
7
6
9
9
9
9
6
3
9
6
5
3
3
9
7
6
5
3
9
7
6
6
3
9
6
6
5
5
9
7
6
5
5
4
9
7
7
3
1
9
9
6
5
6
9
9
9
5
6
9
9
9
6
6
9
9
9
6
6
5
9
6
6
1
1
9
9
5
3
5
9
9
9
5
3
9
9
9
6
6
9
7
9
5
7
6
9
9
5
6
5
9
9
6
5
5
9
9
6
6
5
9
7
6
6
6
9
7
6
7
6
7
9
9
3
5
1
9
9
5
5
6
9
9
7
5
5
9
9
9
6
5
9
9
9
6
6
8
9
7
3
2
1
9
7
6
5
3
9
6
9
5
3
9
7
7
6
6
9
7
7
6
6
9
9
6
5
3
5
9
7
6
5
5
9
9
7
5
5
9
7
7
7
6
9
7
7
5
6
10
9
9
5
3
1
9
9
5
5
3
9
9
7
5
3
9
9
7
6
6
9
9
7
6
7
Rataan
9
7,5
4,7
3,4
2,2
9
8,4
5,6
4,9
4,6
9
8,5
7,5
5,4
4,1
9
8,1
7,5
6,1
5,7
9
8
7,6
6,2
6,1
53
Lampiran 3. Data nilai organoleptik terhadap rasa produk bakso ikan nila merah selama penyimpanan Rasa Udara biasa Panelis
J0
J12
J24
1
9 7 7 7 9 7 7 9 9 9 8
6 9 7 9 6 9 9 6 6 7 7,4
6 5 5 7 5 6 1 3 6 6 5
2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rataan
J36
vakum J48
J0
7 3 7 1 3 1 5 1 3 1 6 1 5 1 3 1 3 1 3 1 4,5 1,2
9 7 7 7 9 7 7 9 9 9 8
J12
J24
30% CO2+70% N2 J36
J48
J0
6 6 7 3 7 6 9 5 7 6 5 1 9 6 5 3 9 7 3 5 6 7 6 3 9 1 5 5 7 3 3 3 7 6 3 3 9 6 3 3 7,6 5,4 4,9 3,4
9 7 7 7 9 7 7 9 9 9 8
J12
J24
J36
50% CO2+50% N2
80% CO2+20% N2
J48
J0
J12
J24
J36
J48
J0
5 6 7 3 9 9 7 3 7 5 5 1 9 9 5 3 7 7 5 3 6 6 9 3 7 3 5 5 7 7 5 3 7 7 5 3 7 7 3 5 7,1 6,6 5,2 3,2
9 7 7 7 9 7 7 9 9 9 8
9 7 7 9 6 6 9 6 7 6 7,2
6 9 6 9 7 6 6 7 7 7 7
7 9 5 6 5 5 5 6 5 9 6,2
5 6 6 9 5 6 5 6 6 6 6
9 7 7 7 9 7 7 9 9 9 8
J12
J24
J36
J48
9 7 7 5 9 9 6 6 7 7 6 5 9 9 6 9 6 7 6 5 7 7 6 7 9 6 5 5 7 7 6 6 9 7 6 7 7 7 7 6 7,9 7,3 6,1 6,1
54
Lampiran 4. Data nilai organoleptik terhadap tekstur produk bakso ikan nila merah selama penyimpanan Tekstur Udara biasa Panelis
vakum
30% CO2+70% N2
50% CO2+50% N2
80% CO2+20% N2
J0
J12
J24
J36
J48
J0
J12
J24
J36
J48
J0
J12
J24
J36
J48
J0
J12
J24
J36
J48
J0
J12
J24
J36
J48
1
9
9
7
6
5
9
9
9
6
6
9
9
9
7
6
9
9
9
7
6
9
9
9
7
6
2
9
9
7
7
1
9
9
9
7
6
9
7
9
9
5
9
9
9
9
6
9
9
9
9
7
3
9
9
6
6
5
9
9
7
7
6
9
9
7
7
6
9
9
7
7
6
9
7
6
7
6
4
9
9
9
7
1
9
9
7
7
5
9
9
9
7
5
9
7
7
9
9
9
9
9
6
9
5
9
7
6
3
1
9
9
7
7
6
9
9
9
6
5
9
9
9
7
6
9
7
9
7
7
6
7
9
6
9
3
7
9
7
6
6
7
7
7
7
6
7
9
6
7
6
7
9
7
9
6
7
9
7
1
7
6
9
9
3
5
7
9
9
5
7
6
9
7
6
7
7
9
7
5
7
7
8
9
7
5
3
3
9
7
6
7
5
9
7
7
6
3
9
9
6
7
6
9
7
5
7
5
9
9
6
6
5
3
9
7
6
5
6
9
7
7
6
6
9
7
7
5
6
9
7
7
6
6
10
9
9
6
5
3
9
9
3
5
3
9
9
7
6
5
9
9
7
9
5
9
9
7
9
6
8,8
8,1
5,9
5,8
3,1
8,8
8,6
6,4
6,2
5,6
8,8
8,2
7,6
6,8
5,3
8,8
8,4
7,3
7,4
6,3
8,8
8
7,3
7,4
6,5
Rataan
55
56
Lampiran 5. Data nilai pH bakso ikan nila merah selama penyimpanan Perlakuan
Udara biasa
Vakum
30 % CO2+70% N2
50 % CO2+50% N2
80 % CO2+20% N2
Lama simpan (jam) 0 12 24 36 48 0 12 24 36 48 0 12 24 36 48 0 12 24 36 48 0 12 24 36 48
Ulangan 1
2
Rataan±SD
5.94 5.89 5.45 5.62 5.43 5.94 5.89 5.83 5.83 5.05 5.94 5.87 5.66 5.45 5.19 5.94 5.86 5.58 5.22 5.20 5.94 5.89 5.28 5.28 5.29
5.97 5.89 5.53 5.23 5.42 5.97 5.94 5.90 5.36 5.05 5.97 5.96 5.83 5.41 5.20 5.97 5.88 5.85 5.15 4.98 5.97 5.93 5.58 5.62 5.18
5.96±0.0212 5.89±0 5.49±0.0566 5.43±0.2758 5.43±0.0071 5.96±0.0212 5.92±0.0354 5.86±0.0495 5.59±0.3323 5.05±0 5.96±0.0212 5.91±0.0636 5.74±0.1202 5.43±0.0283 5.1±0.0071 5.96±0.0212 5.87±0.0141 5.71±0.1909 5.18±0.0495 5.09±0.1556 5.96±0.0212 5.91±0.0283 5.58±0.2121 5.45±0.2404 5.23±0.0778
57
Lampiran 6. Data nilai TBA bakso ikan nila merah selama penyimpanan Perlakuan
Udara biasa
Vakum
30 % CO2+70% N2
50 % CO2+50% N2
80 % CO2+20% N2
Lama simpan (jam) 0 12 24 36 48 0 12 24 36 48 0 12 24 36 48 0 12 24 36 48 0 12 24 36 48
Ulangan 1
2
0.0257 0.2785 0.2948 0.5265 0.5967 0.0257 0.2176 0.2574 0.4072 0.4001 0.0257 0.1193 0.248 0.5054 0.4446 0.0257 0.1521 0.2504 0.3674 0.4072 0.0257 0.1895 0.241 0.358 0.3159
0.0585 0.1989 0.2948 0.365 0.3884 0.0585 0.2434 0.2621 0.3439 0.4048 0.0585 0.1778 0.2527 0.3487 0.5054 0.0585 0.0515 0.2504 0.3416 0.4072 0.0585 0.1521 0.2434 0.3487 0.4259
58
Lampiran 7. Data nilai TVB bakso ikan nila merah selama penyimpanan Perlakuan
Udara biasa
Vakum
30 % CO2+70% N2
50 % CO2+50% N2
80 % CO2+20% N2
Lama simpan (jam) 0 12 24 36 48 0 12 24 36 48 0 12 24 36 48 0 12 24 36 48 0 12 24 36 48
Ulangan 1
2
5.824 33.488 104.832 122.304 206.752 5.824 16.016 64.064 80.08 99.008 5.824 18.928 49.504 61.152 69.888 5.824 5.824 33.488 52.416 56.784 5.824 5.824 30.576 46.592 50.960
2.912 24.752 148.512 176.176 211.12 2.912 20.384 69.888 90.272 107.744 2.912 11.648 43.68 66.976 78.624 2.912 13.104 42.224 58.24 65.52 2.912 10.192 39.312 50.96 55.328
59
Lampiran 8. Data nilai TPC dan log bakteri aerob bakso ikan nila merah No
Komposisi gas
1
Biasa
Lama simpan (jam) 0 12 24 36 48
2
Vakum
0 12 24 36 48
3
30 % CO2+70% N2
0 12 24 36 48
4
50 % CO2+50% N2
0 12 24 36 48
5
80 % CO2+20% N2
0 12 24 36 48
Nilai TPC
Nilai log
1.3x 102 1.2x102 2.2x105 2.1x105 1.2x107 1.7x107 2.7x107 2.8x107 3.6x107 4.0x107 1.3x 102 1.2x102 7.1x104 5.3x104 9.1x105 9.0x105 2.8x107 2.7x107 3.0x107 2.9x107 1.3x 102 1.2x102 7.2x104 9.1x104 2.9x106 3.0x106 1.9x107 1.7x107 2.0x107 1.8x107 1.3x 102 1.2x102 6.4x103 6.0x103 5.3x105 6.8x105 8.7x106 7.1x106 1.7x107 1.9x107 1.3x 102 1.2x102 4.0x103 5.0x103 1.7x105 1.7x105 4.5x106 4.3x106 5.3x106 5.6x106
2,1139 2,0792 5,3424 5,3222 7,0792 7,2304 7,4314 7,4472 7,5563 7,6021 2,1139 2,0792 4,8513 4,7243 5,9590 5,9542 7,4472 7,4314 7,4771 7,4624 2,1139 2,0792 4,8573 4,9590 6,4624 6,4771 7,2788 7,2304 7,3010 7,2553 2,1139 2,0792 3,8062 3,7782 5,7243 5,8325 6,9395 6,8513 7,2304 7,2788 2,1139 2,0792 3,6020 3,6989 5,2304 5,2304 6,6532 6,6334 6,7243 6,7482
60
Lampiran 9. Data nilai TPC dan log bakteri anaerob bakso ikan nila merah No
Komposisi gas
1
Biasa
Lama simpan (jam) 0 12 24 36 48
2
Vakum
0 12 24 36 48
3
30 % CO2+70% N2
0 12 24 36 48
4
50 % CO2+50% N2
0 12 24 36 48
5
80 % CO2+20% N2
0 12 24 36 48
Nilai TPC anaerob
Nilai log
3.0x101 0 1.8x105 1.9x105 2.0x106 2.4x106 1.5x107 1.5x107 2.7x107 2.7x107 3.0x101 0 2.5x104 2.5x104 2.5x105 2.7x105 2.5x106 2.5x106 4.1x106 3.0x106 3.0x101 0 1.1x104 7.0x103 2.3x105 2.5x105 2.3x106 2.3x106 7.9x106 8.2x106 3.0x101 0 1.9x103 1.6x103 2.3x105 2.4x105 1.4x106 2.0x106 6.2x106 6.3x106 3.0x101 0 1.1x103 6.0x102 2.0x104 2.0x104 1.1x106 1.1x106 3.5x106 3.5x106
1,4771 0 5,2553 5,2788 6,3010 6,3802 7,1761 7,1761 7,4314 7,4314 1,4771 0 4,3979 4,3979 5,3979 5,4314 6,3979 6,3979 6,6128 6,4771 1,4771 0 4,0414 3,8451 5,3617 5,3979 6,3617 6,3617 6,8976 6,9138 1,4771 0 3,2788 3,2041 5,3617 5,3802 6,1461 6,3010 6,7924 6,7993 1,4771 0 3,0414 2,7782 4,3010 4,3010 6,0414 6,0414 6,5441 6,5441
61
Lampiran 10. Data nilai proksimat bakso ikan nila merah dikemas perlakuan parameter ulangan 1 2 Sebelum Kadar air 72.0329 71.6493 pengemasan Kadar abu 1.7228 1.5322 Kadar lemak 1.6509 1.6329 Kadar protein 7.8358 7.8079 Kadar karbohidrat 16.7576 17.3777 Setelah Kadar air 73.9486 74.2073 pengemasan Kadar abu 1.0893 0.9004 Kadar lemak 1.3247 1.5144 Kadar protein 6.9079 7.1591 Kadar karbohidrat 16.9184 16.0299
sebelum dan sesudah Rataan ±SD 71.8411 ± 0.2712 1.6275±0.1348 1.6419±0.0127 7.8219±0.0197 17.0677±0.4385 74.0780±0.1829 0.9949±0.1336 1.4196±0.1341 7.0335±0.1776 16.4742±0.6283
Lampiran 11a. Hasil Kruskal-Wallis penampakan bakso ikan nila merah dalam komposisi gas yang berbeda Test Statisticsa,b kenampakan Chi-Square
3.319
df
4
Asymp. Sig.
.506
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: komposisi gas
Lampiran 11b. Hasil Kruskal-Wallis penampakan bakso ikan nila merah dalam lama penyimpanan yang berbeda Test Statisticsa,b kenampakan Chi-Square
40.824
df
4
Asymp. Sig.
.000
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: lama penyimpanan
Lampiran 11c. Hasil Multiple Comparison penampakan bakso ikan nila merah dalam lama penyimpanan yang berbeda
Subset for alpha = 0.05 waktu penyimpanan
N
1
jam 48
50
6.00
jam 36
50
6.30
jam 24
50
6.34
jam 12
50
jam 0
50
Sig.
2
7.20 7.44 .172
.305
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
62
Lampiran 12a. Hasil Kruskal-Wallis bau bakso ikan nila merah dalam komposisi gas yang berbeda Test Statisticsa,b bau Chi-Square
21.949
df
4
Asymp. Sig.
.000
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: komposisi gas
Lampiran 12b. Hasil Kruskal-Wallis bau bakso ikan nila merah dalam lama penyimpanan yang berbeda Test Statisticsa,b bau Chi-Square
165.229
df
4
Asymp. Sig.
.000
a. Kruskal Wallis Test b.GroupingVariable:lama penyimpanan
Lampiran 12c. Hasil Multiple Comparison bau bakso ikan nila merah dalam komposisi gas yang berbeda Bau Subset for alpha = 0.05 komposisi gas
N
1
2
3
biasa
50
5.36
vakum
50
6.50
30%
50
6.90
6.90
50%
50
7.28
7.28
80%
50
7.38
Sig.
1.000
.072
.272
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Lampiran 12d. Hasil Multiple Comparison bau bakso ikan nila merah dalam lama penyimpanan yang berbeda bau Subset for alpha = 0.05
waktu penyimpanan
N
1
jam 48
50
4.54
jam 36
50
jam 24
50
jam 12
50
jam 0
50
Sig.
2
3
4
5
5.20 6.58 8.10 9.00 1.000
1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
1.000
63
Lampiran 13a. Hasil Kruskal-Wallis rasa bakso ikan nila merah dalam komposisi gas yang berbeda Test Statisticsa,b rasa Chi-Square
15.444
df
4
Asymp. Sig.
.004
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: komposisi gas
Lampiran 13b. Hasil Kruskal-Wallis rasa bakso ikan nila merah dalam lama penyimpanan yang berbeda Test Statisticsa,b rasa Chi-Square
96.539
df
4
Asymp. Sig.
.000
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: lama penyimpanan
Lampiran 13c. Hasil Multiple Comparison rasa bakso ikan nila merah dalam komposisi gas yang berbeda rasa Subset for alpha = 0.05
komposisi gas
N
1
biasa
50
5.22
vakum
50
5.76
30%
50
6.00
50%
50
80%
50
Sig.
2
3
6.00 6.78
6.78 6.98
.076
.061
.630
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Lampiran 13d. Hasil Multiple Comparison rasa bakso ikan nila merah dalam lama penyimpanan yang berbeda rasa waktu penyimpana n N
Subset for alpha = 0.05
jam 48
50
3.98
jam 36
50
jam 24
50
jam 12
50
jam 0
50
Sig.
1
2
3
4
5.46 6.26 7.44 7.60 1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
1.000
.639
64
Lampiran 14a. Hasil Kruskal-Wallis tekstur bakso ikan nila merah dalam komposisi gas yang berbeda Test Statisticsa,b tekstur Chi-Square
6.168
df
4
Asymp. Sig.
.187
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: komposisi gas
Lampiran 14b. Hasil Kruskal-Wallis tekstur bakso ikan nila merah dalam lama penyimpanan yang berbeda Test Statisticsa,b tekstur Chi-Square
93.371
df
4
Asymp. Sig.
.000
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: lama penyimpanan
Lampiran 14c. Hasil Multiple Comparison tekstur bakso ikan nila merah dalam lama penyimpanan yang berbeda tekstur Subset for alpha = 0.05
waktu penyimpanan
N
1
jam 48
50
5.36
jam 36
50
6.72
jam 24
50
6.90
jam 0
50
jam 12
50
2
3
7.84 8.26
Sig.
1.000
.536
.149
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Lampiran 15. Hasil analisis ragam nilai pH bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:nilai Ph Source
Type III Sum of Squares df a
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
4.913
24
.205
13.397
.000
Intercept
1576.973
1
1576.973
1.032E5
.000
gas
.115
4
.029
1.877
.146
lama
4.132
4
1.033
67.598
.000
gas * lama
.667
16
.042
2.727
.012
Error
.382
25
.015
Total
1582.268
50
Corrected Total
5.295
49
a. R Squared = .928 (Adjusted R Squared = .859)
65
Lampiran 16. Hasil analisis ragam nilai TVB bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:nilai TVB Type III Sum of Squares df
Source
a
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
125962.527
24
5248.439
45.628
.000
Intercept
139055.972
1
139055.972
1.209E3
.000
gas
36308.313
4
9077.078
78.912
.000
lama
68073.011
4
17018.253
147.949
.000
gas * lama
21581.203
16
1348.825
11.726
.000
Error
2875.693
25
115.028
Total
267894.192
50
Corrected Total
128838.220
49
a. R Squared = ,978 (Adjusted R Squared = ,956)
Lampiran 17. Hasil analisis ragam nilai TBA bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:nilai TBA Type III Sum of Squares df
Source
a
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
1.068
24
.044
15.666
.000
Intercept
3.383
1
3.383
1.191E3
.000
gas
.033
4
.008
2.923
.041
lama
1.002
4
.250
88.209
.000
gas * lama
.033
16
.002
.716
.753
Error
.071
25
.003
Total
4.521
50
Corrected Total
1.139
49
a. R Squared = .938 (Adjusted R Squared = .878)
Lampiran 18. Hasil uji lanjut Duncan nilai TBA bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda nilai TBA Duncan Subset komposisi gas
N
1
50%
10
.231200
80%
10
.235870
vakum
10
.262070
.262070
30%
10
.268610
.268610
biasa
10
Sig.
2
.302780 .163
.118
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .003.
66
Lampiran 19. Hasil uji lanjut Duncan nilai TBA bakso ikan nila merah yang dikemas dalam lama penyimpanan yang berbeda nilai TBA Duncan Subset
waktu penyimpanan
N
1
0
10
.042100
12
10
24
10
36
10
48
10
Sig.
2
3
4
.178070 .259500 .391240 .429620 1.000
1.000
1.000
.120
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .003.
Lampiran 20. Hasil analisis ragam nilai log bakteri aerob bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:log TPC aerob Source
Type III Sum of Squares df a
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
197.699
24
8.237
4.281E3
.000
Intercept
1469.545
1
1469.545
7.637E5
.000
gas
6.670
4
1.668
866.641
.000
lama
187.276
4
46.819
2.433E4
.000
gas * lama
3.753
16
.235
121.902
.000
Error
.048
25
.002
Total
1667.293
50
Corrected Total
197.747
49
a. R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = 1,000)
Lampiran 21. Hasil analisis ragam nilai log bakteri anaerob bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:log TPC anaerob Source
Type III Sum of Squares df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
256.897a
24
10.704
48.326
.000
Intercept
1089.172
1
1089.172
4.917E3
.000
gas
8.757
4
2.189
9.884
.000
lama
243.114
4
60.778
274.399
.000
gas * lama
5.027
16
.314
1.419
.211
Error
5.537
25
.221
Total
1351.607
50
Corrected Total
262.435
49
a. R Squared = ,979 (Adjusted R Squared = ,959)
67
Lampiran 22. Hasil uji lanjut Duncan nilai log bakteri anaerob bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda log TPC anaerob Duncan Subset komposisi gas N
1
80%
10
4.106970E0
2
50%
10
4.474070E0
30%
10
4.665800E0
vakum
10
4.698790E0
biasa
10
3
4.474070E0
5.390740E0
Sig.
.093
.324
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,221.
Lampiran 23. Hasil uji lanjut Duncan nilai log bakteri anaerob bakso ikan nila merah yang dikemas dalam lama penyimpanan yang berbeda log TPC anaerob Duncan Subset
waktu penyimpanan
N
1
0
10
.738550
12
10
24
10
36
10
48
10
Sig.
2
3
4
3.951890E0 5.361400E0 6.440130E0 6.844400E0 1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,221.
1.000
.066
Lampiran 24. Hasil uji lanjut Duncan nilai pH bakso ikan nila merah terhadap interaksi antara komposisi gas dan lama penyimpanan Subset for alpha = 0.05 interaksi
N
1
2
3
4
5
6
7
8
vakum jam 48
2
4.9550
50% jam 48
2
5.0850
5.0850
30% jam 36
2
5.1050
5.1050
5.1050
50% jam 36
2
5.1850
5.1850
5.1850
5.1850
80% jam 36
2
5.2350
5.2350
5.2350
5.2350
5.2350
biasa jam 48
2
5.4250
5.4250
5.4250
5.4250
5.4250
biasa jam 12
2
5.4250
5.4250
5.4250
5.4250
5.4250
30% jam 48
2
5.4300
5.4300
5.4300
5.4300
5.4300
80% jam 48
2
5.4500
5.4500
5.4500
5.4500
biasa jam 36
2
5.4900
5.4900
5.4900
80% jam 12
2
5.5800
5.5800
5.5800
vakum jam 36
2
5.5950
5.5950
5.5950
50% jam 12
2
5.7150
5.7150
5.7150
30% jam 12
2
5.7450
5.7450
5.7450
vakum jam 12
2
5.8650
5.8650
50% jam 24
2
5.8700
5.8700
biasa jam 24
2
5.8900
5.8900
80% jam 24
2
5.9100
5.9100
vakum jam 24
2
5.9150
5.9150
30% jam 24
2
5.9150
5.9150
biasa jam 0
2
5.9550
vakum jam 0
2
5.9550
30% jam 0
2
5.9550
50% jam 0
2
5.9550
80% jam 0
2
Sig.
5.9550 .103
.052
.052
.084
.052
.075
.064
.051
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
68
Lampiran 25. Hasil uji lanjut Duncan nilai log bakteri aerob bakso ikan nila merah terhadap interaksi antara komposisi gas dan lama penyimpanan Subset for alpha = 0.05 interaksi
N
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
biasa jam 0
2 2.096550E0
vakum jam 0
2 2.096550E0
30% jam 0
2 2.096550E0
50% jam 0
2 2.096550E0
80% jam 0
2 2.096550E0
80% jam 12
2
50% jam 12
2
vakum jam 12
2
30% jam 12
2
80% jam 24
2
biasa jam 12
2
50% jam 24
2
vakum jam 24
2
30% jam 24
2
80% jam 36
2
80% jam 48
2
50% jam 36
2
biasa jam 24
2
30% jam 36
2
7.254600E0
50% jam 48
2
7.254600E0
30% jam 48
2
7.278150E0
biasa jam 36
2
7.439300E0
vakum jam 36
2
7.439300E0
vakum jam 48
2
7.469750E0
biasa jam 48
2
Sig.
3.650450E0 3.792200E0 4.787800E0 4.908150E0 5.230400E0 5.332300E0 5.778400E0 5.956600E0 6.469750E0 6.643300E0 6.736250E0 6.895400E0 7.154800E0
7.579200E0 1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
.618
.519
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
69
Lampiran 26. Hasil uji lanjut Duncan nilai TVB bakso ikan nila merah terhadap interaksi antara komposisi gas dan lama penyimpanan Subset for alpha = 0.05 interaksi
N
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
biasa jam 0
2
4.368000E0
vakum jam 0
2
4.368000E0
30% jam 0
2
4.368000E0
50% jam 0
2
4.368000E0
80% jam 0
2
4.368000E0
80% jam 12
2
8.008000E0
50% jam 12
2
9.464000E0
30% jam 12
2
1.528800E1
1.528800E1
vakum jam 12
2
1.820000E1
1.820000E1
biasa jam 12
2
2.912000E1
2.912000E1
2.912000E1
80% jam 24
2
3.494400E1
3.494400E1
3.494400E1
50% jam 24
2
3.785600E1
3.785600E1
3.785600E1
3.785600E1
30% jam 24
2
4.659200E1
4.659200E1
4.659200E1
4.659200E1
80% jam 36
2
4.877600E1
4.877600E1
4.877600E1
4.877600E1
80% jam 48
2
5.314400E1
5.314400E1
5.314400E1
5.314400E1
5.314400E1
50% jam 36
2
5.532800E1
5.532800E1
5.532800E1
5.532800E1
50% jam 48
2
6.115200E1
6.115200E1
6.115200E1
6.115200E1
30% jam 36
2
6.406400E1
6.406400E1
6.406400E1
vakum jam 24
2
6.697600E1
6.697600E1
6.697600E1
30% jam 48
2
7.425600E1
7.425600E1
vakum jam 36
2
8.517600E1 8.517600E1
vakum jam 48
2
1.033760E2
biasa jam24
2
biasa jam 36
2
biasa jam 48
2
Sig.
11
12
1.266720E2 1.492400E2 2.089360E2 .058
.069
.057
.105
.065
.109
.093
.054
.102
1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
70
71
Lampiran 27. Lembar penilaian sensori bakso ikan nila merah Nama Panelis : ………………..
Tanggal : …………………
● Cantumkan kode contoh pada kolom yang tersedia sebelum melakukan pengujian. ● Berilah tanda √ pada nilai yang dipilih sesuai kode contoh yang diuji.
Spesifikasi
Nilai 1
1. Penampakan ● Bentuk bulat beraturan, seragam, tidak berongga, warna putih susu ● Bentuk bulat beraturan, seragam, sedikit berongga, warna putih krem ● Bentuk bulat kurang beraturan, agak seragam, agak berongga, warna putih krem ● Bentuk bulat kurang beraturan, kurang seragam, berongga, warna krem agak kusam ● Bentuk bulat tidak beraturan, tidak seragam, berongga agak banyak, warna krem kusam ● Bentuk bulat tidak beraturan, tidak seragam, berongga banyak, warna krem sangat kusam 2. Bau ● Tidak amis, spesifik bakso ikan ● Tidak amis, spesifik bakso ikan sedikit berkurang ● Tidak amis, spesifik bakso ikan berkurang ● Agak amis ● Amis, agak busuk ● Sangat amis dan busuk 3. Rasa ● Enak, rasa ikan dominan ● Enak, rasa ikan sedikit berkurang ● Agak enak, rasa ikan berkurang ● Kurang enak, rasa ikan kurang, penyedap rasa dominan ● Tidak enak, rasa ikan tidak ada, penyedap rasa dominan ● Sangat tidak enak, rasa ikan tidak ada, penyedap rasa dominan 4. Tekstur ● padat, kompak, kenyal ● Padat, kompak, agak kenyal ● Agak padat, agak kompak, agak kenyal ● Kurang padat, kurang kompak, kurang kenyal ● Agak lembek, tidak kenyal ● Lembek Sumber: BSN (2006)
9 7 6 5 3 1 9 7 6 5 3 1 9 7 6 5 3 1 9 7 6 5 3 1
Kode contoh 2 3 4
5