PENGARUH PENGEMASAN ATMOSFER TERMODIFIKASI PADA FILLET IKAN PATIN (Pangasius hypopthalmus) DALAM PENYIMPANAN SUHU RUANG DAN SUHU DINGIN
ERDITA HASIAN SIANIPAR
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
RINGKASAN ERDITA HASIAN SIANIPAR. C34050024. Pengaruh Pengemasan Atmosfer Termodifikasi pada Fillet Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus) dalam Penyimpanan Suhu Ruang dan Suhu Dingin. Dibimbing oleh BUSTAMI IBRAHIM dan DADI SUKARSA. Peningkatan jumlah produksi ikan patin dan tingkat konsumsi masyarakat terhadap ikan dari tahun ke tahun mendorong inovasi untuk mengemas ikan sehingga konsumen mendapatkan ikan dalam bentuk yang segar dengan daya awet lebih lama, tanpa bahan pengawet sehingga tidak berbahaya dan tentunya dalam bentuk yang mudah dikonsumsi, misalnya dalam bentuk fillet. Salah satu bentuk inovasi pengemasan ini adalah Modified Atmosphere Packaging (MAP). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh pengkomposisian gas CO2 dan N2 terhadap aspek mikrobiologi, kimiawi dan sensori fillet ikan patin (Pangasius hypopthalmus) dalam MAP dengan penyimpanan pada suhu 5oC dan suhu ruang serta melihat komposisi gas mana yang paling optimum mempertahankan daya awet fillet ikan patin. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai bulan Desember 2009. Laboratorium yang digunakan antara lain Laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan Hasil Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian; Laboratorium Nutrisi Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Laboratorium Karakteristik dan Bahan Baku Hasil Perairan, Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain ikan Patin (Pangasius hypopthalmus) berukuran satu kg/ekor, gas CO2 dan N2. Perlakuan komposisi gas pada fillet ikan Patin adalah 40% CO2+60% N2, 60% CO2+40% N2, 80% CO2+20% N2,, kemasan vakum, dan udara biasa sebagai kontrol. Fillet disimpan selama 20 jam dalam suhu ruang, pengamatan dilakukan pada jam ke-0, 5, 10, 15 dan 20. Sedangkan untuk penyimpanan suhu dingin, fillet disimpan selama 16 hari dengan pengamatan pada hari ke-0, 4, 8, 12 dan 16. Analisis yang dilakukan antara lain analisis proksimat, nilai pH, Total Volatile Base nitrogen (TVBN), Total Plate Count (TPC), Thiobarbituric Acid (TBA) dan uji organoleptik. Kemasan yang terbaik pada penyimpanan suhu ruang adalah fillet ikan dengan komposisi gas 60% CO2/40% N2 bertahan rata-rata sampai dengan jam ke15 atau menambah masa simpan 1-4 jam dibandingkan dengan udara biasa dengan nilai rata-rata pH pada akhir masa simpan 6,02; nilai TVBN sebesar 19,22; nilai TPC sebesar 5,8 x 107 CFU/g; kisaran nilai organoleptik sebesar 3,5-4,6. Sedangkan pada suhu dingin adalah fillet dengan komposisi gas 80% CO2/20% N2 bertahan rata-rata sampai dengan hari ke-10 menambah masa simpan 3-7 hari dengan nilai rata-rata pH pada akhir masa simpan 6,30; nilai TVBN sebesar 17,47; nilai TPC sebesar 5,75 x 108 CFU/g; kisaran nilai organoleptik sebesar 23,8. Komposisi gas memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada uji organoleptik untuk penyimpanan pada suhu dingin.
PENGARUH PENGEMASAN ATMOSFER TERMODIFIKASI PADA FILLET IKAN PATIN (Pangasius hypopthalmus) DALAM PENYIMPANAN SUHU RUANG DAN SUHU DINGIN
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
Oleh ERDITA HASIAN SIANIPAR C34050024
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
Judul Skripsi : Pengaruh Pengemasan Atmosfer Termodifikasi Fillet Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus) dalam Penyimpanan Suhu Ruang dan Suhu Dingin Nama : Erdita Hasian Sianipar NRP : C34050024
Menyetujui
Pembimbing I
Pembimbing II
(Dr.Ir. Bustami Ibrahim, MSc) NIP: 19611101 198703 1 002
(Ir. Dadi R. Sukarsa) NIP: 19460831 197402 1 001
Mengetahui Ketua Departemen
(Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil.) NIP: 19580511 198503 1 002 Tanggal Lulus :
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Pengemasan Atmosfer Termodifikasi pada Fillet Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus) dalam Penyimpanan Suhu Ruang dan Suhu Dingin” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Mei 2010
Erdita Hasian Sianipar NRP C34050024
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah Bapa atas kasih dan anugrah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Pengemasan Atmosfer Termodifikasi pada Fillet Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus) dalam Penyimpanan Suhu Ruang dan Suhu Dingin” dengan baik. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, yaitu kepada : 1. Bapak Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc dan Bapak Ir. Dadi R. Sukarsa selaku dosen pembimbing, yang telah menyisihkan waktu, tenaga, memberikan arahan dan masukan kepada penulis. 2. Ibu Ir. Hj. Komariah Tampubolon, MS selaku dosen penguji, yang telah memberikan banyak saran yang membangun untuk perbaikan skripsi ini. 3. Bapak Ir. Joko Poernomo, B.Sc selaku dosen pembimbing akademik, atas segala bimbingan, nasehat, dukungan dan pengarahan yang diberikan. 4. Bapak Dr. Ir. Agoes M Jacoeb, Dipl. Biol, selaku komisi pendidikan, atas segala bantuan dan pengarahan yang diberikan. 5. Bapak Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS. M.Phill, selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 6. Seluruh Dosen Teknologi Hasil Perairan (THP) yang mengabdikan hidup untuk tetap setia membimbing mahasiswa mengenal dunia perikanan. 7. Papa (dr. Salmon R. Sianipar) dan Mama (Mientje N. Simanjuntak) yang selalu setia dalam segala hal, memberikan semangat, memanjatkan doa dan memberikan kasih sayang selalu. Kaka (Rebeka Sianipar) dan Ito (Romon Sianipar), terima kasih banyak atas dukungannya (dan omelannya). 8. Ibu Emma, Mas Saeful, Lala, Pak Sugi (TIN), Pak Sulyaden (TEP) dan Pak Wasjan (BDP) atas setiap bantuannya selama penelitian di laboratorium. 9. Seluruh Staf TU THP (Mas Mail, Pak Ade, Pak Tatang, dan juga Umi) atas bantuannya dalam penyelesaian skripsi ini.
10. Semua teman-teman THP Angkatan 42 (tidak terkecuali), terima kasih buat kebersamaan yang kita semua alami yang membuat kita bertumbuh semakin dewasa, terima kasih buat tawa, canda, nasehat, share yang pernah kita semua jalani. Terutama buat Junide Mastuty Hutapea sebagai teman seperjuangan dalam penelitian, terima kasih kalau kita boleh jadi teman yang saling mendukung dan membangun. 11. Kakak kelas THP 40 dan 41, terima kasih atas persahabatan dan kebersamaannya dan juga untuk THP 43 atas keceriaannya. 12. Nupay (Goldie) dan Inggie (Hinggie Binggie) yang menjadi temen seperjuangan dari TPB, temen makan bareng, jalan bareng dan berbagi mimpi. 13. Youth of Nations Ministry, terima kasih telah menjadi rumah, tempat belajar dan bertumbuh, menerima penulis apa adanya, menjadi tempat untuk memberi dan menerima. Terima kasih banyak buat Bang Dar, Mas Tera, Mas Elles, Ka Sher, Ka Azis, Mb Ida, Ka Agustinus, Ka Agus Bali, Ka Prawira, Mb Titis, Ka Bagus, Nupay, Margie, Verjun, Deslie, Idacute, Niko, Data, Buyung, Lenny, Febrong, Gledek, Sanfitob, Seriul, Iluy, Cit2, Amer Greeny, Fankezton, Ronce, Bacin (Mellisa), Nova, Lisa, Sandro, Zeny, Nge, Susi Similikiti, Ira, Rifal, Pipit, Hadasa, Dumas, Nael, Dara, Dedew dan buat semua Anak 46 yang tidak bisa disebut satu persatu. Fast Breakers dan GKKD-ers, terima kasih telah menjadi komunitas yang membangun dan selalu mendukung penulis untuk hidup dalam panggilan. 14. Anak-anak kostan GP (Dita, Vyta, Echa, Putri, Herlince) 15. Semua pihak yang telah memberi masukan dan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, hingga tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih ada kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
Bogor, Mei 2010
Erdita Hasian Sianipar
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Rantau pada tanggal 12 Agustus 1987 sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara, Ayah dr. Salmon Sianipar dan Ibu Mientje Simanjuntak. Pendidikan penulis secara formal dimulai di TK Swasta Kristen Immanuel Medan (1992-1994), lalu melanjutkan ke SD Swasta Kristen Immanuel Medan (1994-1999), SMP Swasta Kristen Immanuel Medan (1999-2002) kemudian ke SMA RK Swasta St. Thomas 1 Medan (2002-2005). Pada tahun yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Pada tahun 2006 penulis diterima di Mayor Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam beberapa kepanitiaan. Kegiatan kepanitiaan yang pernah diikuti diantaranya Sarana Temu Akrab Insan THP (SANITASI) 2008. Penulis juga menjadi asisten mata kuliah Avertebrata Air tahun 2007/2008, Teknologi Produk Tradisional Hasil Perairan (TPTHP) tahun 2008/2009. Penulis pernah mengikuti berbagai seminar dan pelatihan. Selain itu penulis juga aktif dalam YoNM (Youth of Nations Ministry). Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Pengemasan Atmosfer Termodifikasi pada Fillet Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus) dalam Penyimpanan Suhu Ruang dan Suhu Dingin” dibawah bimbingan Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc dan Ir. Dadi Sukarsa.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ...................................................................................... x DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xi DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xii 1. PENDAHULUAN ...................................................................................
1
1.1 Latar Belakang ................................................................................. ......
1
1.2 Tujuan .................................................................................................
2
2. TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................
3
2.1 Biologi Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus) ......................................
3
2.2 Kemunduran Mutu Ikan ....................................................................... 2.2.1 Pre-rigor ................................................................................... 2.2.2 Rigor Mortis…………………………………………………... . 2.2.3 Kerusakan secara biokimiawi………………………………….. 2.2.4 Kerusakan secara mikrobiologi .................................................
5 5 5 5 6
2.3 Modified Atmosphere Packaging (MAP) ..............................................
7
2.4 Gas dalam Modified Atmosphere Packaging (MAP) ............................. 9 2.4.1 Karbondioksida (CO2) .............................................................. 9 2.4.2 Nitrogen (N2) ............................................................................ 10 2.4.3 Oksigen (O2)............................................................................. 10 2.5 Komposisi Gas dalam Modified Atmosphere Packaging (MAP) ........... 11 2.6 Wadah Kemasan .................................................................................. 12 3. METODOLOGI ..................................................................................... 14 3.1 Waktu dan Tempat ............................................................................... 14 3.2 Bahan dan Alat ..................................................................................... 14 3.3 Metode Penelitian ................................................................................ 15 3.4 Metode ................................................................................................. 3.4.1 Analisis Proksimat .................................................................... 3.4.2 Nilai pH (Sudarmadji et al. 1984) ............................................. 3.4.3 Total Volatile Base Nitrogen (TVBN) (AOAC 1995) ................ 3.4.4 Total Plate Count (TPC) (Fardiaz 1987) ................................... 3.4.5 Analisis bilangan Thiobarbituric Acid (TBA) metode Tarladgis (Apriyantono et al. 1987) .......................................... 3.4.6 Uji Organoleptik (Soekarto 1985) .............................................
17 17 20 20 20 21 22
3.5 Analisis Data ....................................................................................... 22
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 25 4.1 Komposisi Kimia Daging Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus) ....... 25 4.2 Modified Atmosphere Packaging (MAP) ............................................. 4.2.1 Derajat Keasaman (pH) ............................................................ 4.2.2 Total Volatile Base Nitrogen (TVBN)....................................... 4.2.3 Total Plate Count (TPC) ........................................................... 4.2.4 Thiobarbituric Acid (TBA) ....................................................... 4.2.5 Organoleptik ............................................................................. 4.2.5.1 Warna ........................................................................... 4.2.5.2 Penampakan .................................................................. 4.2.5.3 Bau ............................................................................... 4.2.5.4 Tekstur ..........................................................................
25 26 29 32 35 37 37 39 41 44
4.3 Hubungan antara Parameter Kesegaran Fillet Ikan…………………... 46 5. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 48 5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 48 5.2 Saran ................................................................................................. 48 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 49 LAMPIRAN ............................................................................................... 54
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Komposisi kimia ikan patin (Pangasius hypopthalmus) ..................... 4 2. Impor ikan patin oleh Amerika Serikat pada tahun 2005-2009 (dalam ton) ........................................................................................ 4 3. Kelebihan dan kekurangan Modified Atmosphere Packaging (MAP)
8
4. Permeabilitas Beberapa Kemasan Plastik ........................................... 13 5. Proksimat daging ikan Patin Segar .................................................... 25
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Lembar penilaian organoleptik untuk fillet ikan Patin ....................... 54 2. Rekapitulasi data kadar air, abu, protein, lemak, dan pH Patin ........... 55 3. Data nilai pH fillet ikan patin pada penyimpanan suhu ruang ............. 55 3a Analisis ragam pH fillet ikan patin pada penyimpanan suhu ruang… 55 3b Uji lanjut Duncan pengaruh interaksi gas dan masa simpan terhadap pH fillet ikan patin pada penyimpanan suhu ruang ............................ 56 4. Data nilai pH fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin ............ 57 4a Analisis ragam pH fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin ... 57 4b Uji lanjut Duncan pengaruh interaksi gas dan masa simpan terhadap pH fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin ............. 58 5. Data nilai TVBN (mg N/100g) fillet ikan patin pada penyimpanan suhu ruang…………………..………………………………………. 59 5a Analisis ragam TVBN fillet ikan patin pada penyimpanan suhu ruang ......................................................................................... 59 5b Uji lanjut Duncan pengaruh masa simpan terhadap TVBN fillet ikan patin pada penyimpanan suhu ruang .......................................... 60 6. Data nilai TVBN (mg N/100g) fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin ........................................................................................ 60 6a Analisis ragam TVBN fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin ........................................................................................ 61 6b Uji lanjut Duncan pengaruh gas dan masa simpan terhadap TVBN fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin .................... 61 7. Data nilai TPC (CFU/g) fillet ikan patin pada penyimpanan suhu ruang ......................................................................................... 61 7a Analisis ragam TPC fillet ikan patin pada penyimpanan suhu ruang ......................................................................................... 61 7b Uji lanjut Duncan interaksi pengaruh gas dan masa simpan terhadap TPC fillet ikan patin pada penyimpanan suhu ruang........................... 61 8. Data nilai TPC (CFU/g) fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin ........................................................................................ 62 8a Analisis ragam TPC fillet ikan patin pada penyimpanan Suhu dingin ....................................................................................... 62 8b Uji lanjut Duncan interaksi pengaruh gas dan masa simpan terhadap TPC fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin ......................... 63
9. Data nilai TBA (mg MDA/kg) fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin ......................................................................................... 63 9a Analisis ragam TBA fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin . 64 9b Uji lanjut Duncan pengaruh interaksi gas dan masa simpan terhadap TBA fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin............ 64 10. Data nilai organoleptik warna fillet ikan patin pada penyimpanan suhu ruang .......................................................................................... 65 10a Hasil uji Kruskal-Wallis dan uji lanjut Multiple comparison nilai organoleptik warna fillet ikan patin pada penyimpanan suhu ruang ..... 66 11. Data nilai organoleptik warna fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin ...................................................................................... 67 11a Hasil uji Kruskal-Wallis dan uji lanjut Multiple comparison nilai organoleptik warna fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin .... 68 12. Data nilai organoleptik penampakan fillet ikan patin pada penyimpanan suhu ruang .................................................................... 70 12a Hasil uji Kruskal-Wallis dan uji lanjut Multiple comparison nilai organoleptik penampakan fillet ikan patin pada penyimpanan suhu ruang .......................................................................................... 72 13. Data nilai organoleptik penampakan fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin ......................................................................................... 73 13a Hasil uji Kruskal-Wallis dan uji lanjut Multiple comparison nilai organoleptik penampakan fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin ......................................................................................... 75 14. Data nilai organoleptik bau fillet ikan patin pada penyimpanan suhu ruang .......................................................................................... 76 14a Hasil uji Kruskal-Wallis dan uji lanjut Multiple comparison nilai organoleptik bau fillet ikan patin pada penyimpanan suhu ruang .......................................................................................... 78 15. Data nilai organoleptik bau fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin ......................................................................................... 79 15a Hasil uji Kruskal-Wallis dan uji lanjut Multiple comparison nilai organoleptik bau fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin ......................................................................................... 81 16. Data nilai organoleptik tekstur fillet ikan patin pada penyimpanan suhu ruang .......................................................................................... 83 16a Hasil uji Kruskal-Wallis dan uji lanjut Multiple comparison nilai organoleptik tekstur fillet ikan patin pada penyimpanan suhu ruang .......................................................................................... 82 17. Data nilai organoleptik tekstur fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin ......................................................................................... 85
17a Hasil uji Kruskal-Wallis dan uji lanjut Multiple comparison nilai organoleptik tekstur fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin ........................................................................................ 87 18. Foto Fillet Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus) yang dikemas dalam kemasan atmosfer termodifikasi .............................................. 88 19. Foto Pengerjaan Pengemasan Atmosfer Termodifikasi Fillet Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus) ............................................... 89 20. Foto Cosmotector XP-314 ................................................................ 89 21. Foto Flowmeter ................................................................................ 90 21. Foto Pompa Vakum ........................................................................... 90
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus) ................................................
3
2. Diagram alir prosedur metode penelitian ...........................................
16
3. Diagram batang nilai rata-rata pH pada penyimpanan suhu ruang ......
26
4. Diagram batang nilai rata-rata pH pada penyimpanan suhu dingin .....
28
5. Diagram batang nilai rata-rata TVBN pada penyimpanan suhu ruang
29
6. Diagram batang nilai rata-rata TVBN pada penyimpanan suhu dingin
30
7. Grafik nilai log TPC pada penyimpanan suhu ruang ..........................
33
8. Grafik nilai log TPC pada penyimpanan suhu dingin .........................
34
9. Diagram batang nilai rata-rata TBA pada penyimpanan suhu dingin ..
35
10. Grafik nilai rata-rata uji organoleptik warna fillet ikan patin selama penyimpanan suhu ruang………………..................................
37
11. Grafik nilai rata-rata uji organoleptik warna fillet ikan patin selama penyimpanan suhu dingin…………………………………….
38
12. Grafik nilai rata-rata uji organoleptik penampakan fillet ikan patin selama penyimpanan suhu ruang……………………………………. . 40 13. Grafik nilai rata-rata uji organoleptik penampakan fillet ikan patin selama penyimpanan suhu dingin ......................................................
41
14. Grafik nilai rata-rata uji organoleptik bau fillet ikan patin selama penyimpanan suhu ruang .......................................................
41
15. Grafik nilai rata-rata uji organoleptik bau fillet ikan patin selama penyimpanan suhu dingin ......................................................
42
16. Grafik nilai rata-rata uji organoleptik tekstur fillet ikan patin selama penyimpanan suhu ruang .......................................................
43
17. Grafik nilai rata-rata uji organoleptik tekstur fillet ikan patin selama penyimpanan suhu dingin ......................................................
44
18. Hubungan antara parameter kesegaran fillet ikan Patin pada penyimpanan suhu ruang……………………………………………...
45
19. Hubungan antara parameter kesegaran fillet ikan Patin pada penyimpanan suhu dingin ..................................................................
46
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ikan patin (Pangasius hypopthalmus) merupakan salah satu potensi perikanan yang saat ini menjadi primadona karena permintaannya yang meningkat. Persentase kenaikan produksi ikan patin di Indonesia cukup pesat, pada tahun 2004-2007 sebesar 22,86% sedangkan persentase kenaikan produksi ikan patin tahun 2007-2008 adalah 38,52% dari 37.878 ton pada tahun 2007 meningkat menjadi 52.470 ton tahun 2008 (DKP 2009). Peningkatan ini cukup siginifikan terkait erat dengan perkembangan tren pasar di masyarakat. Konsumsi ikan tahun 2008 sebesar 29,98 kg per kapita per tahun, meningkat dari tahun 2007 yang mencapai 25 kg, sedangkan pada tahun 2004 hanya 22,58 kg (DKP 2009). Ikan sangat rentan terhadap kerusakan akibat pertumbuhan mikroba paska kematian dan kinerja biokimia yang terdapat dalam tubuh ikan. Hal ini disebabkan karena daging ikan merupakan substrat yang baik bagi pertumbuhan mikroba. Daging ikan menyediakan sumber zat makanan makromolekul dan mikromolekul yang secara langsung dapat digunakan mikroba (Hadiwiyoto 1993). Efek dari aktivitas mikroba pada protein ikan adalah off-flavor dan off-odor (Reddy et al. 1994). Glikogen dalam tubuh ikan diubah menjadi asam laktat akibat bekerjanya autolisis (Hadiwiyoto 1993). Secara komersial, hal ini menjadi suatu tantangan bagi transportasi dan pemasaran ikan (Regenstein 2006). Belakangan ini telah berkembang suatu tren permintaan terhadap produk makanan yang didinginkan dengan umur simpan yang lebih panjang. Konsumen lebih memilih produk yang segar, mudah untuk dikonsumsi dan tidak menggunakan bahan tambahan pangan. Hal ini telah mendorong pertumbuhan teknologi alternatif untuk pengemasan bahan pangan, distribusi dan penyimpanan, yaitu modified atmosphere packaging (MAP), yang menghasilkan produk yang mempunyai umur simpan yang lebih panjang dan kualitas yang lebih baik (Sivertsvik et al. 2002). Modified
Atmosphere
Packaging
(MAP)
adalah suatu teknologi
memperpanjang umur simpan produk dengan menggantikan udara yang ada di dalam kemasan dengan campuran gas yang relatif lebih murni atau steril dan
terhitung rasio kandungannya (Sivertsvik et al. 2002). Pengemasan atmosfer termodifikasi dengan kandungan gas karbondioksida dalam kemasannya dapat memperpanjang umur simpan dari produk dengan memperpanjang lag phase dari bakteri aerobik pembusuk (Statham 1984; Farber 1991 dalam Reddy et al. 1994). Bila dibandingkan dengan pendinginan, pengemasan atmosfer termodifikasi telah memperpanjang umur simpan sampai dua kali lipat terhadap produk perikanan segar dan produk olah minimal (Statham 1984; Reddy et al. 1992 dalam Reddy et al. 1994) serta mempunyai potensi untuk digunakan pada level eceran atau retail. Efektifitas MAP dalam memperpanjang umur simpan tergantung pada beberapa faktor, yaitu jenis makanan, kualitas dari bahan makanan (raw material), komposisi gas, suhu penyimpanan, higiene selama penanganan dan pengemasan, rasio antara volume gas dan produk, permeabilitas dari kemasan. Konsentrasi CO 2 pada MAP tergantung pada spesies ikan (Soccol & Otterrer 2003) dan perbedaan komposisi gas telah digunakan untuk berbagai produk ikan. Karena faktor ini, maka perlu juga dilakukan penelitian pengaruh MAP terhadap fillet ikan patin (Pangasius hypopthalmus).
1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah 1)
Mengetahui bagaimana pengaruh pengkomposisian gas CO2 dan N2 terhadap aspek mikrobiologi, kimiawi dan sensori fillet ikan patin (Pangasius hypopthalmus) dalam MAP dengan penyimpanan pada suhu 5oC dan suhu ruang.
2)
Mengetahui komposisi gas yang paling optimum untuk memperpanjang umur simpan fillet segar ikan Patin (Pangasius hypopthalmus) pada MAP dengan penyimpanan pada suhu 5oC dan suhu ruang.
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus) Klasifikasi ikan Patin (Pangasius hypopthalmus) menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut : Filum
: Chordata
Kelas
: Pisces
Ordo
: Ostariophysi
Famili
: Pangasidae
Genus
: Pangasius
Spesies
: Pangasius hypopthalmus Ikan patin (Pangasius hypopthalmus) memiliki badan memanjang
berwarna putih seperti perak dengan punggung berwarna kebiru-biruan. Panjang tubuhnya dapat mencapai 120 cm. Ikan patin tidak memiliki sisik, kepala relatif kecil dengan mulut terletak di ujung kepala agak di sebelah bawah. Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai peraba (Susanto & Amri 2001). Sirip punggung memiliki sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi patil yang bergerigi dan besar di sebelah belakangnya, jari-jari lunak sirip punggung berjumlah 6-7 buah. Pada punggung terdapat sirip lemak yang berukuran kecil sekali. Sirip ekornya membentuk cagak dan bentuknya simetris. Sirip duburnya panjang, terdiri dari 30-33 jari-jari lunak, sedangkan sirip perutnya memiliki 1213 jari-jari lunak dan sebuah jari –jari keras yang berubah menjadi patil.
Gambar 1. Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus) Sumber : Dokumentasi Penelitian
Berbagai penelitian telah banyak dilakukan sehubungan dengan ikan patin. Komposisi kima ikan patin oleh berbagai sumber dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi kimia ikan patin (Pangasius hypopthalmus) Analisis
Jumlah (%) (a)
(b)
(c)
Air
82,22
81,31
80,14
Protein
14,53
16,05
12,65
Lemak
1,09
1,09
1,11
Abu
0,74
1,10
1,03
Sumber : (a) Direktorat Jendral Perikanan (1990) dalam Sari (2009) (b) Swasono (2007) (c) Orban et. al. (2008)
Ikan patin merupakan salah satu komoditas perikanan bernilai ekonomis tinggi. Pangasius hypopthalmus yang juga dikenal dengan nama Tra Catfish adalah ikan budidaya komersial utama di Delta Mekong, Vietnam. Vietnam merupakan negara pengekspor ikan patin dengan total ekspor sebesar 334.000 ton pada delapan bulan pertama tahun 2009 yang bernilai sekitar 737 juta USD. Jenis produk yang diekspor biasanya adalah dalam bentuk utuh beku, fillet beku dan fillet segar (Globefish 2009). Jumlah impor ikan patin oleh Amerika Serikat selama 5 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Impor ikan patin oleh Amerika Serikat pada tahun 2005-2009 (dalam 1000 ton) Tahun Produksi (bulan Januari-Juni) Negara pengekspor 2005 2006 2007 2008 2009 Vietnam 3,6 3,4 7,3 12,5 16,4 China 0,8 1,9 7,8 9,2 4,3 Thailand 0,0 1,5 2,9 3,5 3,5 Malaysia 0,0 1,4 0,5 0,5 0,1 Indonesia 0,0 0,0 0,4 0,4 0,2 Lainnya 0,7 0,6 0,3 0,7 0,9 Total 5,1 8,7 19,1 26,8 25,4 Sumber : Globefish (2009)
2.2 Kemunduran Mutu Ikan Sesudah dipanen dan mati, secara keseluruhan ikan akan mengalami proses penurunan mutu, baik disebabkan oleh faktor internal maupun oleh faktor eksternal yang akhirnya mengarah pada proses pembusukan (Ilyas 1983). Proses perubahan pada ikan setelah mati terjadi karena aktivitas enzim, mikroorganisme dan kimiawi. Penurunan tingkat kesegaran ikan tersebut dapat terlihat dengan adanya perubahan fisik, kimia dan organoleptik pada ikan. Urutan proses perubahan yang terjadi pada ikan meliputi pre-rigor, rigor mortis, aktivitas enzim, aktivitas mikroba dan oksidasi (Junianto 2003).
2.2.1 Fase Pre-Rigor Fase ini merupakan perubahan yang pertama yang terjadi setelah ikan mati. Pada fase pre-rigor, jaringan otot ikan lunak dan lentur, dan karakterisasi biokimiawinya adalah rendahnya level ATP dan kreatin fosfat (Eskin et al. 1971). Pada fase ini terjadi peristiwa terlepasnya lendir dari kelenjar di bawah permukaan kulit. Lendir yang dikeluarkan ini sebagian besar terdiri dari glukoprotein dan musin yang merupakan media ideal bagi pertumbuhan bakteri.
2.2.2 Fase Rigor Mortis Kondisi yang kaku dan keras dikenal dengan fase rigor mortis. Ikan biasanya memiliki periode fase rigor mortis yang lebih pendek sekitar 1-7 jam setelah kematian, dengan banyak faktor yang mempengaruhi lamanya fase tersebut (Eskin et al. 1971). Pada kondisi rigor mortis ini daging menjadi keras dan kaku. Biasanya proses ini berlangsung selama lima jam. Selama berada dalam fase ini, ikan masih dalam keadaan sangat segar. Ini berarti apabila rigor mortis dapat dipertahankan lebih lama, maka proses pembusukan dapat ditekan. Nilai pH ikan hidup bernilai sekitar 7,0. Pada fase rigor mortis, pH tubuh ikan menurun menjadi 6,2-6,6 dari pH mula-mula 6,9-7,2 (Ilyas 1983).
2.2.3 Kerusakan secara biokimiawi Kerusakan biokimiawi termasuk pada perubahan di fase post-rigor. Hal ini disebabkan oleh adanya enzim-enzim dan reaksi-reaksi biokimiawi yang masih
berlangsung pada tubuh ikan. Kerusakan biokimiawi ini sering kali disebut autolisis, artinya kerusakan yang disebabkan oleh dirinya sendiri (Hadiwiyoto 1993). Autolisis tidak dapat dihentikan walaupun dalam suhu yang sangat rendah. Biasanya proses autolisis akan selalu diikuti dengan meningkatnya jumlah bakteri. Pasalnya semua hasil penguraian enzim selama proses autolisis merupakan media yang sangat cocok untuk pertumbuhan bakteri dan mikroba lainnya (Junianto 2003). Pada waktu ikan masih hidup, enzim-enzim aktif bekerja dalam metabolisme komponen-komponen organik seperti metabolisme protein dan komponen-komponennya, metabolisme lemak, metabolisme karbohidrat dan lainnya, yang kesemuanya merupakan rangkaian reaksi yang terjadi dalam kehidupan. Enzim-enzim ini lebih bersifat membentuk, mengadakan sintesa, dan membangun. Namun, segera setelah pemasokan oksigen pada darah berhenti maka enzim-enzim tersebut kehilangan salah satu bahan untuk menjalankan perannya.
Sehingga
enzim
tersebut
kemudian
membongkar
senyawa
makromolekul menjadi senyawa yang lebih sederhana sampai pada akhirnya terjadi berbagai senyawa yang mudah menguap dan menghasilkan bau yang tidak sedap (Hadiwiyoto 1993).
2.2.4 Kerusakan secara mikrobiologi Kerusakan secara mikrobiologi termasuk pada fase post rigor. Diketahui bahwa produk ikan segar sangat rentan dengan pertumbuhan mikroorganisme post mortem. Karena rentannya ikan terhadap mikroorganisme, hanya sedikit yang diperdagangkan dalam bentuk segar (Skinner & Reddy 2006). Pada waktu hidup, bakteri tidak dapat menyerang daging ikan karena ikan mempunyai ketahanan. Tetapi setelah ikan mati, daging ikan kehilangan ketahanannya sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dengan memperoleh substrat dari daging (Hadiwiyoto 1993). Daging ikan merupakan substrat yang baik untuk bakteri karena dapat menyediakan senyawa-senyawa yang dapat menjadi sumber nitrogen, karbon dan kebutuhan nutrien lainnya. Meskipun senyawa pada ikan dalam bentuk makromolekul seperti protein, lemak, karbohidrat, bakteri dapat menguraikannya
terlebih dahulu menjadi senyawa yang lebih sederhana. Terjadinya autolisa membantu menyediakan kebutuhan bakteri (Hadiwiyoto 1993). Sivertsvik et al. (2002) menginformasikan bahwa penyimpanan produk dalam MAP tidak menaikkan resiko dari patogen seperti Salmonella, Staphylococcus, Clostridium perfringens, Enterococcus bila dibandingkan dengan produk dikemas dengan udara biasa. Patogen utama yang diperhatikan pada saat pengemasan ikan dalam kondisi anaerobik adalah Clostridium botulinum. Pengemasan atmosfer termodifikasi yang mengandung CO 2 tinggi efektif menghambat pertumbuhan Aeromonas hydrophila pada suhu yang rendah (Ingham 1990, Davies & Slade 1995, Devlieghere et al. 2000 dalam Sankar et al. 2008).
2.3 Modified Atmosphere Packaging (MAP) Modified Atmosphere Packaging dapat didefenisikan sebagai proses dimana produk yang mudah rusak (perishable food) ditempatkan pada suatu kemasan/film dengan barrier, udaranya dikeluarkan dengan vakum atau semburan, dan kemasan diisi dengan gas yang ditentukan atau komposisi gas yang berbeda dengan udara biasa, diikuti dengan menutup kemasan (Kroft 2004, Rao & Sachindra 2002 dalam Sebranek & Houser 2006). Ada dua metode pengemasan dengan mengubah komposisi atmosfer, yaitu pengemasan atmosfer termodifikasi (modified atmosphere packaging) dan pengemasan dengan kontrol atmosfer terkendali (controlled atmosphere storage). Baik sistem MAP ataupun CAS, komposisi udara sekeliling produk diatur sesuai yang diinginkan. Dalam CAS, komposisi udara dikontrol atau dikendalikan setiap saat dalam penyimpanan, pengontrolan demikian hanya mungkin dilakukan pada unit penyimpanan yang besar (bulk) dan tidak bisa pada kemasan-kemasan yang kecil. Sedangkan pada MAP, komposisi udara tidak dikendalikan selama penyimpanan, tetapi berubah melalui permeabilitas kemasan (Cann 1988 dalam Norhayani 2003). Modified Atmosphere Packaging juga sering disebut sebagai „gas packaging’ (pengemasan gas) atau „gas exchange packaging’ (pengemasan pertukaran gas), tetapi hal ini tidak direkomendasikan pada label pengemasan karena konsumen sering mengasumsikan gas sebagai hal yang negatif.
Belakangan ini, MAP juga sering disebut juga sebagai protective atmosphere packaging (pengemasan atmosfer terlindungi) atau apabila digunakan pada label, ‘Packaged in a protective atmosphere’ (dikemasan dalam atmosfer yang terlindungi). Pengemasan vakum secara umum tidak termasuk MAP karena atmosfernya tidak digunakan tetapi hanya dikeluarkan dari kemasan (Sivertsvik et al. 2002). Kelebihan MAP yang paling menonjol adalah dapat mencapai umur simpan yang lebih lama, tetapi MAP juga mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan yang disajikan pada Tabel 3. Efektivitas MAP dalam memperpanjang umur simpan tergantung pada beberapa faktor, yaitu jenis makanan, kualitas dari bahan makanan (raw material), komposisi gas, suhu penyimpanan, higiene selama penanganan dan pengemasan, rasio antara volume gas dan produk, permeabilitas dari kemasan.
Tabel 3. Kelebihan dan kekurangan Modified Atmosphere Packaging (MAP) Kelebihan 1) Memperpanjang umur simpan sampai sekitar 50-400% 2) Mengurangi kerugian ekonomi karena umur simpan yang lebih panjang 3) Mengurangi biaya distribusi, jarak distribusi yang lebih jauh 4) Menghasilkan produk dengan kualitas tinggi 5) Pemisahan yang lebih mudah pada produk yang diiris 6) Bagian-bagian dapat dikontrol 7) Presentasi produk yang lebih terimprovisasi dan penampakan jelas dari produk karena kemasan yang transparan 8) Sedikit atau tidak membutuhkan bahan tambahan pangan kimia 9) Kemasan yang tertutup, penghalang untuk rekontaminasi produk 10) Tidak berbau dan merupakan kemasan yang praktis
1) 2) 3) 4) 5) 6)
7) 8)
Kekurangan Penambahan biaya Membutuhkan pengontrolan suhu Formulasi gas yang berbeda untuk setiap jenis produk Menggunakan peralatan yang spesial dan adanya latihan Memerlukan keamanan pangan Memperbesar volume kemasanmempengaruhi biaya transport dan memperbesar tempat untuk display Kerugian apabila kemasan telah terbuka atau rusak Penyerapan CO2 ke dalam makanan dapat menyebabkan kemasan pecah.
Sumber : Farber (1991); Davies (1995); Sivertsvik (1995) dalam Sivertsvik et al. (2002)
2.4 Gas dalam Modified Atmosphere Packaging (MAP) Ada tiga gas utama yang yang digunakan pada MAP yaitu oksigen (O 2), nitrogen (N2) dan karbondioksida (CO2). Untuk hampir semua jenis produk, kombinasi dari dua atau tiga jenis gas ini digunakan, dipilih berdasarkan kebutuhan dari spesifik produk. Biasanya untuk produk yang tidak berespirasi, dimana pertumbuhan mikroba adalah parameter perusak utama, penggunaan 3060% CO2 digunakan, sisanya adalah N2 (untuk produk yang sensitif dengan O2) atau kombinasi dari N2 dan O2 (Sivertsvik et al. 2002). Selain itu, gas seperti CO dan Ar (karbon monoksida dan argon) dapat menjadi pilihan. Penggunaan gas Ar sama seperti N2 yang merupakan gas inert. Perannya adalah sebagai pengisi dalam total volume gas sehingga tidak diisi oleh gas aktif seperti O2. Juga, gas ini dapat digunakan untuk menciptakan kondisi anaerobik, memang dalam kenyataanya bukan kondisi anaerobik sempurna tapi kondisi mikroaerofilik yang tercipta dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme aerobik. Tetapi, penggunaan gas Ar ini membutuhkan biaya yang lebih besar. Karbon monoksida (CO) juga kadang digunakan pada MAP. Molekul CO “memperbaiki” warna pigmen darah hemoglobin dan pigmen otot mioglobin. Namun, penggunaannya secara langsung pada ikan segar merupakan kontroversi walaupun CO merupakan komponen aktif pada pengasapan cair yang dipergunakan untuk memperbaiki warna ikan tuna dan tilapia (Regenstein 2006). Pada pengemasan vakum, jumlah gas yang berada dalam kemasan sangat rendah yang menyebabkan perubahan lebih cepat, baik negatif ataupun positif. Pada MAP, gas yang terdapat dalam kemasan dapat menjadi lapisan pelindung (insulating layer) yang mempersulit perubahan suhu. Apabila terjadi perubahan suhu ekstrim, menyimpan produk dalam kemasan vakum pada suhu yang dingin lebih mudah, tetapi suhu produk juga akan cepat naik. Maka untuk MAP, perlu untuk menggunakan ikan yang dingin sebelum dikemas (Regenstein 2006).
2.4.1 Karbondioksida (CO2) Karbondioksida merupakan gas yang paling penting pada MAP, karena sifat bakteriostatik dan fungistatiknya. Karbondioksida (CO2) menghambat pertumbuhan banyak jenis dari bakteri perusak dan tingkat penghambatannya
semakin tinggi sejalan dengan konsentrasi CO 2 yang semakin besar dalam kemasan. Karbondioksida (CO2) dapat larut dalam air dan lemak, dan kelarutannya semakin meningkat dengan menurunnya suhu (Sivertsvik et al. 2002). Kelarutan CO2 dalam air pada 0oC dan 1 atm adalah 3,38g CO2/kg H2O, tetapi pada 20oC kelarutannya menurun menjadi 1,73g CO2/kg H2O (Knoche 1980 dalam Sivertsvik et al. 2002). Karbondioksida berfungsi mempertahankan oxyomyoglobin (warna merah) pada daging segar. Karbondioksida menghambat aktivitas mikroorganisme dengan 2 cara yaitu (a) larut dalam air dan minyak yang terkandung dalam makanan kemudian membentuk asam karbonat sehingga menurunkan pH, dan (b) mempunyai pengaruh negatif terhadap enzim dan aktivitas biokimia dalam sel, baik pada mikroorganisme maupun makanan.
2.4.2 Nitrogen (N2) Nitrogen merupakan gas yang digunakan dalam MAP sebagai gas pengisi karena kelarutannya yang rendah. Nitrogen tidak larut dalam air dan lemak dan tidak terserap dalam produk. Nitrogen digunakan untuk menggantikan O 2 dalam kemasan yang produknya sensitif terhadap O2, menunda ketengikan, sebagai alternatif kemasan vakum dan menghambat pertumbuhan bakteri aerobik (Sivertsvik et al. 2002). Menurut Fey & Regenstein (1982) dalam Norhayani (2003), gas N2 pengaruhnya tidak berarti terhadap pertumbuhan bakteri dan daya awet makanan dari daging. Gas ini hanya berfungsi sebagai pengisi udara bagian dalam kemasan untuk mencapai kesetimbangan campuran gas (Cann 1988; Steck 1991 dalam Norhayani 2003).
2.4.3 Oksigen (O2) Umur simpan dari produk yang mudah rusak seperti daging, telur, ikan, daging unggas, buah-buahan, sayur-sayuran dan makanan yang telah dimasak, dipengaruhi oleh adanya oksigen dan dikondisikan pada tiga faktor yang penting : i) reaksi dengan oksigen, ii) pertumbuhan mikroorganisme aerobik perusak, iii) serangan serangga. Setiap faktor ini, atau kombinasi dari faktor ini, mengarah
pada penurunan mutu dalam warna, rasa dan aroma dari makanan (Smith et al. 1987 dalam Soccol 2003). Sebenarnya, O2 diperkenalkan dalam pengemasan atmosfer dari beberapa jenis produk adalah untuk mengurangi resiko dari pertumbuhan bakteri patogen, tetapi saat ini proses ini telah diragukan (ACMSF 1992 dalam Sivertsvik et al. 2002).
2.5 Komposisi Gas dalam Modified Atmosphere Packaging (MAP) Ikan dan kerang-kerangan adalah produk yang mudah rusak, karena a w yang tinggi, pH netral dan adanya enzim autolitik yang menyebabkan perkembangan yang cepat pada rasa dan bau yang tidak diinginkan. Ikan secara normal mengandung banyak jenis mikroba karena metode penangkapannya, transportasi, metode pemotongan, pemisahan dengan kulitnya selama pada pengemasan retail. Komposisi gas yang mengandung 40-60% CO2, 40-60% N2 dan tidak ada O2 direkomendasikan untuk produk ikan yang berlemak, karena ketengikan dari lemak tak jenuh pada ikan berlemak menyerang bau dan rasa, selain dari kerusakan akibat mikroba. Pengemasan vakum juga bisa menjadi alternatif selain MAP untuk ikan berlemak seperti salmon, menghasilkan hasil sensori umur simpan yang mirip dimana parameter perusak sensori yang utama adalah ketengikan (Rosnes et al. 1997; Randell et al. 1999 dalam Sivertsvik et al. 2002). Tetapi untuk kualitas mikrobiologi masih lebih baik menggunakan MAP dibandingkan dengan pengemasan vakum. Karuniawati (2003) berdasarkan hasil penelitiannya pada fillet ikan Mas mendapatkan konsentrasi 60% CO2 memberikan hasil yang baik khususnya pada tekstur fillet. Menurut Cann 1988 dalam Norhayani 2003, ikan berlemak tinggi disarankan penggunaan campuran gas dengan proporsi 60% CO 2 dan 40% N2. Reddy et al. (1994) dalam penelitiannya, menyatakan bahwa fillet ikan Nila yang dikemas dengan komposisi gas 75% CO2 dan 25% N2 dan disimpan dalam suhu pendinginan dapat memperpanjang umur simpannya sampai 25 hari, memberikan hasil yang lebih baik daripada komposisi gas yang lain. Sedangkan menurut Venugopal (2006), umur simpan dari fillet catfish pada suhu penyimpanan 4 oC
dan komposisi gas 75% CO2: 25% N2 mencapai 38-40 hari, lalu umur simpan untuk fillet channel catfish pada suhu penyimpanan 0-2oC dan komposisi gas 80% CO2: 20% udara mencapai 28 hari. Menurut Pandazi et al. (2008), umur simpan dari Xiphias gladius (Mediteranian swordfish) yang telah didinginkan dan disimpan dalam suhu 4 oC dengan komposisi gas 40%:30%:30%(CO2:N2:O2) bila dibandingkan dengan kemasan dalam udara ataupun vakum memiliki kualitas organoleptik terbaik dan mempunyai umur simpan sampai dengan 12 hari. Penelitian yang dilakukan Erkan (2007) terhadap chub mackarel dalam kemasan vakum dan atmosfer termodifikasi menunjukkan bahwa pengemasan atmosfer termodifikasi mempunyai umur simpan yang lebih lama 2 hari terhadap vakum yaitu 12 hari. Pengemasan atmosfer termodifikasi yang dilakukan pada chub mackarel ini menggunakan komposisi gas 5%:70%:25% (O2:CO2:N2) pada suhu 4oC. Menurut Syarief (1990), penyimpanan ikan dengan 100% CO2 menaikkan kecepatan dan jumlah produksi drip, sehingga pentingnya menurunkan tingkat CO2 di bawah 60%.
2.6 Wadah Kemasan Pengemasan disebut juga pembungkusan, pewadahan atau pengepakan, dan merupakan salah satu cara pengawetan bahan hasil pertanian, karena pengemasan dapat memperpanjang umur simpan bahan. Pengemasan adalah wadah atau pembungkus yang dapat membantu mencegah atau mengurangi terjadinya kerusakan-kerusakan pada bahan yang dikemas/dibungkusnya (Julianti & Nurminah 2006). Saat ini, pengemasan dengan material plastik telah secara luas dipakai dalam industri pengemasan pangan karena biayanya yang rendah dan fleksibilitasnya yang tinggi. Wadah plastik lebih ringan dibandingkan dengan wadah logam dan kaca, dan hanya membutuhkan energi yang rendah untuk dibuat, diubah atau ditransportasikan (Hernandez & Giacin 1998). Saat pengemas memberikan batasan antara produk dan lingkungan, tingkatan perlindungannya beragam. Variasi ini penting hubungannya dengan transportasi dari gas, uap air, atau komponen molekul-molekul antara lingkungan eksternal dan lingkungan internal pengemasan, yang dikontrol oleh bahan
pengemas. Tidak seperti kaca, logam atau keramik, bahan pengemas plastik secara relatif dapat ditembus (permeabel) oleh molekul kecil seperti gas (CO 2, O2, atau jenis gas lainnya), uap air, bahan organik, dan cairan (Hernandez & Giacin 1998). Penyimpanan sistem MAP memerlukan bahan kemasan yang spesifik untuk menjaga agar komposisi udara dalam kemasan yang telah diatur pada awalnya tidak banyak mengalami perubahan selama penyimpanan. Untuk maksud ini hendaknya digunakan bahan kemasan yang mempunyai permeabilitas rendah (high barrier film). Nilai pemeabilitas beberapa kemasan terhadap laju perembesan beberapa jenis gas dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Permeabilitas Beberapa Film Plastik Kemasan Jenis Film Polypropilene (PP) Low Density Poly Ethylene (LDPE) Medium Density Poly Ethylene (MDPE) High Density Poly Ethylene (HDPE)
CO2
Permeabilitas H2 N2
O2
500-800
1700
40-48
150-240
2700
1950
180
500
1000-2500
1950
85-315
250-535
580
-
42
185
Nilai permeabilitas berdasarkan hasil tes ASTM D-1434: cc-mil/100 sq.in-24hr-atm.at 25 0C Sumber : Smoluk & Sneiler (1985)
Berdasarkan Tabel 4 di atas, jika dibandingkan, maka kemasan yang mempunyai permeabilitas paling rendah terhadap CO2 adalah Polypropilene (PP), sehingga kemasan ini paling baik untuk dipakai pada pengemasan atmosfer termodifikasi karena dapat menjadi barrier yang baik terhadap perembesan CO2 keluar dari kemasan.
3. METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan bulan Desember 2009 di Laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan Hasil Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian; Laboratorium Nutrisi Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Laboratorium Karakteristik dan Bahan Baku Hasil Perairan, Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
3.2. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah fillet ikan patin yang berukuran satu kilogram/ekor yang berasal dari Ciherang-Bogor. Bahan pembantu lainnya adalah es, air, gas CO2, N2; plastik Polipropilen (PP) dengan ukuran 15x30 cm dan ketebalan 0,8 mm untuk pengemasan fillet. Bahan-bahan pereaksi yang digunakan untuk uji-uji yang dilakukan, untuk uji protein digunakan kjeltab , H2SO4, asam borat, HCl, untuk uji pH digunakan buffer pH 4 dan 7, untuk uji TVBN digunakan TCA 7%, asam borat, K2CO3, HCl, untuk uji TPC digunakan NaCl 0,85%, plate count agar (PCA), untuk uji TBA digunakan HCl 4 M, pereaksi TBA, akuades. Alat yang digunakan adalah mixer gas, Cosmotector tipe X-314, flow meter, alat vakum udara dan coolbox. Untuk analisis proksimat digunakan kjeltec system, oven, tanur, ekstraksi soxhlet, timbangan analitik, lalu untuk TVB digunakan gelas piala, stirrer, magnetic stirrer, gelas ukur, erlenmeyer, cawan Conway; gunting, pisau, timbangan analitik, pipet 1 ml, blender jars, Erlenmeyer ukuran 250 ml, batang pengaduk, tabung reaksi, inkubator, pinset, cawan petri, Bunsen untuk TPC; pH-meter untuk uji nilai pH, refrigerator dengan suhu 50C untuk penyimpanan, score sheet untuk melakukan uji organoleptik.
3.3. Metode Penelitian Ikan patin yang diperoleh dari pasar ditransportasikan ke laboratorium lalu dicuci dan dibersihkan dengan air mengalir. Setelah dibersihkan, ikan dipotong kepalanya dan dikeluarkan isi perutnya yang bertujuan juga untuk mengeluarkan darah dari daging ikan. Kemudian ikan patin difillet dari bagian pangkal ekor hingga pangkal kepala. Selama pemfilletan ikan diberi pecahan es untuk menjaga kesegaran ikan. Selanjutnya ikan dimasukkan ke dalam cool box yang telah disediakan es dan dibawa ke laboratorium pengemasan. Sebelum pengemasan fillet ikan dianalisis proksimat terlebih dahulu. Setelah berada di laboratorium pengemasan, fillet ikan patin dimasukkan ke dalam plastik PP lalu diseal dengan memberikan ruang untuk memasukkan gas melalui selang. Kemudian, gas dimasukkan ke dalam kemasan-kemasan ikan patin dengan komposisi yang berbeda-beda melalui selang, yaitu kemasan dengan perlakuan 40% CO2+60% N2 (A1), 60% CO2+40% N2 (A2), 80% CO2+20% N2 (A3), kemasan vakum (A4), dan udara biasa sebagai kontrol (A5). Kemasan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam lemari pendingin untuk penyimpanan suhu 50C dan penyimpanan suhu ruang. Pengamatan untuk suhu 50C dilakukan selama 16 hari yaitu pada hari ke 0, 4, 8, 12 dan 16 sedangkan pengamatan untuk suhu ruang dilakukan selama 2 hari yaitu pada jam ke 0, 5, 10, 15 dan 20. Uji pada fillet ikan meliputi Total Volatile Base-Nitrogen (TVBN), jumlah mikroba (TPC), nilai pH, uji TBA (untuk fillet pada penyimpanan suhu 50C) dan uji organoleptik yang dibandingkan dengan kontrol. Diagram alir prosedur penelitian disajikan pada Gambar 2 di bawah ini. Ikan Patin
Analisis Proksimat
Penyiangan (Pemotongan kepala + Pembersihan perut)
Pemfilletan
A
A
Pengemasan dalam plastik polipropilen (PP)
Kemasan divakum menggunakan pompa vakum
Pemasukan gas dengan perlakuan komposisi : A1 : 40% CO2 + 60% N2 A2 : 60% CO2 + 40% N2 A3 : 80% CO2 + 20% N2 A4: Vakum A5 : Kontrol/udara biasa
Penyimpanan
Suhu ruang
Suhu 5oC
Pengamatan pada jam ke-0, 5, 10, 15, 20
Pengamatan pada hari ke-0, 4, 8, 12, 16
Analisis TVB, TPC, pH, dan organoleptik
Analisis TVB, TPC, TBA, pH, dan organoleptik
Gambar 2. Diagram alir prosedur metode penelitian
3.4. Metode 3.4.1 Analisis proksimat Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia yang ada pada suatu bahan. Analisis proksimat meliputi analisis kadar air, abu, protein, dan lemak.
1. Analisis kadar air (AOAC 1995) Prinsip dari analisis kadar air yaitu untuk mengetahui kandungan atau jumlah kadar air yang terdapat pada suatu bahan. Tahap pertama yang dilakukan pada analisis kadar air adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 102-105oC selama 10-15 jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 30 menit) dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Cawan tersebut ditimbang kembali hingga beratnya konstan, kemudian cawan dan daging ikan patin seberat 5 gram ditimbang setelah terlebih dahulu dipotong kecil-kecil. Selanjutnya cawan tersebut dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 102-105oC selama 3-5 jam. Cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Perhitungan kadar air pada fillet ikan patin adalah: % 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 =
𝐵−𝐶 × 100% 𝐵−𝐴
Keterangan : A = Berat cawan kosong (gram) B = Berat cawan dengan daging ikan patin (gram) C = Berat cawan dengan daging ikan patin setelah dikeringkan (gram)
2. Analisis kadar abu (AOAC 1995) Prinsip dari analisis kadar abu yaitu untuk mengetahui jumlah abu yang terdapat pada suatu bahan terkait dengan mineral dari bahan yang dianalisis. Cawan abu porselen dipijarkan dalam tungku pengabuan bersuhu sekitar 650 oC selama 1 jam. Cawan abu porselen tersebut didinginkan selama 30 menit setelah suhu tungku turun menjadi sekitar 200oC dan ditimbang. Fillet ikan patin sebanyak 1-2 gram yang telah dipotong kecil-kecil dimasukkan ke dalam cawan
abu porselen. Cawan tersebut dimasukkan ke dalam tungku secara bertahap hingga suhu 650oC. Proses pengabuan dilakukan sampai abu berwarna putih. Setelah suhu tungku pengabuan turun menjadi sekitar 200 oC, cawan abu porselin didinginkan selama 30 menit dan kemudian ditimbang beratnya. Perhitungan kadar abu pada fillet ikan patin: % 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑏𝑢 =
𝐶−𝐴 × 100% 𝐵−𝐴
Keterangan : A = Berat cawan abu porselen kosong (gram) B = Berat cawan abu porselen dengan fillet ikan patin (gram) C = Berat cawan abu porselen dengan fillet ikan patin setelah dikeringkan (gram)
3. Analisis kadar protein (AOAC 1995) Prinsip dari analisis protein, yaitu untuk mengetahui kandungan protein kasar (crude protein) pada suatu bahan. Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. (1) Tahap destruksi Fillet ikan patin ditimbang seberat 0,5 gram, kemudian dimasukkan ke dalam tabung kjeltec. Satu butir kjeltab dimasukkan ke dalam tabung tersebut dan ditambahkan 10 ml H 2SO4. Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan ke dalam alat pemanas dengan suhu 410 oC ditambahkan 10 ml air. Proses destruksi dilakukan sampai larutan menjadi bening. (2) Tahap destilasi Destilasi terdiri dari 2 tahap, yaitu persiapan dan sampel. Tahap persiapan dilakukan dengan membuka kran air kemudian dilakukan pengecekan alkali dan air dalam tanki, tabung dan erlenmeyer yang berisi akuades diletakkan pada tempatnya. Tombol power pada kjeltec sistem ditekan lalu dilanjutkan dengan menekan tombol steam dan tungku beberapa lama sampai air di dalam tabung mendidih. Steam dimatikan, tabung kjeltec dan erlenmeyer dikeluarkan dari alat kjeltec sistem. Tahap sampel dilakukan dengan meletakkan tabung yang berisi fillet ikan patin yang sudah didestruksi ke dalam kjeltec sistem beserta erlenmeyer yang
diberi asam borat. Destilasi dilakukan sampai volume larutan dalam erlenmeyer yang berisi asam borat mencapai 200 ml. (3) Tahap titrasi Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai warna larutan pada erlenmeyer berubah warna menjadi pink. Perhitungan kadar protein pada fillet ikan patin: % 𝑁𝑖𝑡𝑟𝑜𝑔𝑒𝑛 =
𝑚𝑙 𝐻𝐶𝑙 𝑓𝑖𝑙𝑙𝑒𝑡 𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑡𝑖𝑛 − 𝑚𝑙 𝐻𝐶𝑙 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 × 0,1 𝑁 𝐻𝐶𝑙 × 14 × 100% 𝑓𝑖𝑙𝑙𝑒𝑡 𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑡𝑖𝑛
% 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 = % 𝑁𝑖𝑡𝑟𝑜𝑔𝑒𝑛 × 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑘𝑜𝑛𝑣𝑒𝑟𝑠𝑖
4. Analisis kadar lemak (AOAC 1995) Fillet ikan patin seberat 3 gram (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring dan dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan dengan tabung soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi soxhlet lalu dipanaskan pada suhu 40oC dengan menggunakan pemanas listrik selama 16 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3). Perhitungan kadar lemak pada fillet ikan patin: % 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 =
𝑊3 − 𝑊2 × 100% 𝑊1
Keterangan : W1 = Berat sampel fillet ikan patin (gram) W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (gram) W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram)
3.4.2 Nilai pH (Sudarmadji et al. 1984) Penetapan nilai pH dapat dilakukan setelah pH meter dikalibrasi terlebih dahulu. Setelah sampel disiapkan, suhu diukur kemudian pengatur suhu pH meter ditetapkan pada suhu tersebut. Stabilisasi pH-meter dilakukan 15-30 menit. Setelah itu, elektroda dibilas dengan aquades dan dikeringkan. Elektroda dicelupkan ke dalam larutan sampel dengan pengukuran pH diset. Elektroda dibiarkan tercelup beberapa saat sampai diperoleh pembacaan yang stabil, kemudian pH sampel data dicatat.
3.4.3 Total Volatile Bases Nitrogen (TVBN) (AOAC 1995) Prinsip penetapan TVBN adalah menguapkan senyawa-senyawa basa volatil (amoniak, mono-, di- dan trimetilamin, dll) yang terdapat dalam ekstrak ikan yang bersifat basa pada suhu 35oC selama 2 jam atau pada suhu kamar selama semalam. Senyawa-senyawa tersebut diikat oleh asam borat kemudian dititrasi dengan HCl. Prosedur kerjanya yaitu 25 gr sampel ikan yang sudah digiling dan 75 ml larutan TCA 7% (b/v) dilumat selama 1 menit. Larutan tadi disaring dengan kertas saring sehingga diperoleh filtrat yang jernih. Larutan asam borat sebanyak 1 ml dituangkan ke dalam inner chamber cawan Conway. Filtrat dimasukkan ke dalam outer chamber sebanyak 1 ml dari arah yang berlawanan sehingga ke dua macam larutan belum tercampur. Tutup cawan diletakkan di atas cawan dengan posisi hampir menutup, kemudian 1 ml K2CO3 jenuh dituangkan ke dalam outer chamber. Setelah itu, cawan langsung ditutup dengan rapat. Sebelumnya, bibir cawan maupun tutup cawan diolesin dengan vaselin. Pada cawan blanko, filtrat sampel diganti dengan larutan 5% TCA dan dikerjakan seperti prosedur di atas. Untuk setiap sampel dan blanko dikerjakan secara duplo. Cawan Conway disusun pada rak inkubator secara hati-hati, kemudian digoyangkan perlahan-lahan selama 1 menit. Selanjutnya diinkubasikan selama 2 jam pada suhu 35oC atau disimpan dalam suhu kamar selama semalam.
Larutan asam borat dalam inner chamber dititrasi dengan HCl menggunakan magnetic stirrer sehingga larutan asam borat berubah menjadi merah muda. TVBN (mgN/100g) =
(𝑚𝑙 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 −𝑚𝑙 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 ) 100 𝑔 𝑑𝑎𝑔𝑖𝑛𝑔 𝑖𝑘𝑎𝑛
𝑥 80 𝑚𝑔 𝑁
3.4.4 Total Plate Count (TPC) (Fardiaz 1987) Prinsip dari pengamatan ini adalah menentukan besarnya populasi bakteri yang terdapat pada ikan, yang memberikan gambaran tentang bagaimana tingkat kesegaran ikan tersebut, karena bakteri merupakan faktor utama penyebab pembusukan yang sedang berlangsung. Prosedur kerjanya terdiri dari empat tahap yang saling berhubungan yaitu tahap persiapan, penanaman, pengeraman dan perhitungan. Pertama, 5 gr daging ikan ditimbang secara aseptis dan representatif, dimasukkan ke dalam blender jars steril dan ditambahkan pada 90 ml NaCl 0,85% steril, kemudian diblender selama beberapa detik dengan kecepatan rendah dan dilanjutkan dengan kecepatan tinggi selama 2 menit. Larutan yang didapat adalah pengenceran 1:10. Selanjutnya dipipet larutan 1:10 diatas sebanyak 1 ml, dimasukkan ke dalam cawan petri steril dan 1 ml lagi sebagai duplo. Kemudian disiapkan larutan contoh 1:100, dengan memipet 1 ml larutan 1:10 dan dimasukkan ke dalam 9 ml larutan NaCl 0,85 % steril, lalu dikocok sampai homogen. Larutan contoh 1:100 ini dimasukkan ke dalam cawan petri steril kedua dan secara duplo. Selanjutnya dengan cara yang sama dikerjakan inokulasi contoh sampai dengan pengenceran 1:1.000.000 yang dilakukan secara aseptis. Ke dalam semua cawan petri yang telah berisi larutan contoh di atas, dituangkan secara aseptis media tumbuh plate count agar (PCA) steril bersuhu 45oC sebanyak 15 ml, dan dibiarkan selama 15-20 menit sampai agarnya memadat. Setelah itu, semua cawan petri tersebut diinkubasi pada suhu 30 oC dengan posisi terbalik selama 48 jam dengan posisi terbalik. Disamping itu dibuat blanko, yaitu ke dalam cawan petri steril hanya dituangkan media tumbuh PCA 15 ml. Selanjutnya dilakukan perhitungan jumlah bakteri dengan menggunakan alat hitung Quebec. Perhitungan dilakukan disesuaikan dengan Standard Plate Count (SPC).
3.4.5 Analisis bilangan Thiobarbituric Acid (TBA) metode Tarladgis (Apriyantono et al. 1989) Sampel ditimbang sebanyak 10 gram dengan teliti, dimasukkan ke dalam wearing blender. Ditambahkan 50 ml akuades dan dihancurkan. Sampel yang telah dihancurkan dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu destilasi sambil dicuci dengan 47,5 ml akuades. Selanjutnya ditambahkan ± 2,5 ml HCl 4 M (atau hingga pH menjadi 1,5) sampel didestilasi dengan menggunakan pendingin tegak (alat destilasi) hingga diperoleh cairan destilat sebanyak 50 ml ± 10 menit pemanasan. Destilat yang diperoleh diaduk hingga homogen dan dipipet ke dalam tabung reaksi tertutup sebanyak 5 ml. Pereaksi TBA ditambahkan 5 ml, kemudian divorteks hingga homogen. Larutan sampel dipanaskan dalam air mendidih selama 35 menit kemudian didinginkan dengan air mengalir selama 10 menit. Larutan blanko dibuat dengan menggunakan 5 ml akuades dan 5 ml pereaksi dengan cara yang sama seperti penetapan sampel. Larutan blanko ditetapkan sebagai titik nol dalam pengukuran absorbansi. Larutan sampel kemudian diukur nilai absorbansinya pada panjang gelombang 528 nm. Bilangan TBA didefenisikan sebagai mg malnodehid per kg. Perhitungan bilangan TBA dalam sampel dilakukan melalui persamaan: 3
Bilangan TBA (mg malonaldehid/kg) = 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 × 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 × 7,8
3.4.6 Uji Organoleptik (Soekarto 1985) Untuk melakukan kondisi optimal penyimpanan fillet ikan dalam kemasan atmosfer termodifikasi dilakukan uji organoleptik dengan 10 skala mutu hedonik (Soekarto 1985). Pengujian dilakukan terhadap penampakan, bau, warna, tekstur berdasarkan pada kesukaan panelis. Panelis tetap yang dilibatkan adalah 10 orang. Kriteria penilaian dikonversikan ke dalam angka-angka.
3.5.
Analisis Data (Steel & Torrie 1991) Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian adalah rancangan
acak lengkap dengan percobaan dua faktor dan dua kali ulangan. Faktor yang pertama adalah komposisi gas yang dimasukkan ke dalam kemasan plastik fillet ikan, terdiri dari 5 taraf, yaitu 40%CO2 + 60% N2 (A1); 60% CO2 + 40% N2 (A2);
80% CO2 + 20% N2 (A3); vakum (A4), dan udara biasa (sebagai kontrol) (A5). Faktor yang kedua adalah masa simpan yang terdiri dari masa simpan untuk suhu 50C yaitu hari ke-0 (B1), 4 (B2), 8 (B3), 12 (B4), 16 (B5) dan untuk suhu ruang yaitu jam ke-0 (B1), 5 (B2), 10 (B3), 15 (B4), 20 (B5). Setelah diketahui bahwa perlakuan memberikan pengaruh terhadap hasil TPC, TVB,TBA dan pH, maka dilakukan uji Lanjut Duncan. Model rancangan acak lengkap atau RAL, dengan percobaan dua faktor adalah sebagai berikut: Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + Σijk Yijk
= faktor pengamatan pada faktor ke-A taraf ke-i, faktor ke- B taraf ke-j dan ulangan ke-K.
(µ, αi, βj)
= komponen additif dari rataan, pengaruh utama faktor A taraf kei dan pengaruh utama faktor B taraf ke-j.
(αβ)ij
= komponen interaksi dari faktor A taraf ke-i dan faktor B taraf ke-j.
Σijk
= pengaruh acak yang menyebar normal (0, σ2).
i
= 1,2,3,4,5
j
= 1,2,3,4,5 Data hasil pengamatan diolah dengan analisis ragam (Analysis of
Variance). Bila hasil dari analisis ragam memperlihatkan pengaruh nyata atau sangat nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan Duncan’s Multiple Test Range (DMRT), sehingga diketahui perlakuan yang memberikan hasil berbeda dengan perlakuan yang lain. Data hasil uji organoleptik diolah menggunakan Metode Kruskal Wallis. Uji Kruskal Wallis dilakukan pada warna, penampakan, bau dan tekstur. Apabila memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap uji organoleptik maka akan diolah lebih lanjut menggunakan Uji Multiple Comparison.
Uji Kruskal Wallis 𝑯=
𝟏𝟐 𝒏(𝒏 + 𝟏) 𝐻′ =
𝒊
𝑹𝒊 − 𝟑(𝒏 + 𝟏) 𝒏𝒊
𝐻 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑎𝑔𝑖
𝑃𝑒𝑚𝑏𝑎𝑔𝑖 = 1 −
𝑡 𝑛 − 1 (𝑛 + 1)
Keterangan : n
= jumlah data
ni
= banyaknya pengamatan dalam perlakuan ke-i
Ri
= jumlah rangking dalam perlakuan ke-i
t
= banyaknya pengamatan yang seri dalam kelompok
H‟
= H terkoreksi
Uji Multiple Comparison 𝑹𝒊 − 𝑹𝒋 >< 𝑍 ∝/2𝒑
Keterangan : Ri
= rata-rata rangking perlakuan ke-i
Rj
= rata-rata perlakuan ke-j
n
= jumlah total data
k
= banyaknya ulangan
𝒏+𝟏 𝒌 𝟔
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Proksimat Daging Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus) Analisis kimia dilakukan pada ikan patin yang digunakan yaitu kadar air,
protein, lemak dan abu. Komposisi kimia daging ikan daging ikan patin yang digunakan pada penelitian ini tertera pada Tabel 5. Tabel 5. Proksimat daging ikan patin (Pangasius hypopthalmus) segar Komposisi Kimia Air Abu Protein Lemak
Nilai (%) 75,26 ± 3,15 1,18 ± 0,00 13,50 ± 0,51 1,58 ± 0,02
Berdasarkan Tabel 5, fillet ikan patin (Pangasius hypopthalmus) mempunyai kadar air yang tinggi (75,26 ± 3,15%), kandungan protein yang relatif rendah (<15%), dan kandungan lemak yang relatif rendah (<5%). Hal yang serupa juga dikemukakan oleh Orban et al. (2008). Menurut Swasono (2007), ikan patin mempunyai kadar air 81,31%, kadar protein sebesar 16,05%, kadar lemak 1,09%, dan kadar abu 1,10%. Nilai komposisi kimia dari ikan dapat berbeda-beda tergantung faktor intrinsik dan ekstrinsik. Yang termasuk faktor intrinsik adalah jenis dan golongan ikan, umur ikan, jenis kelamin dan sifat warisan. Sedangkan yang termasuk faktor ekstrinsik adalah daerah kehidupan ikan, musim dan jenis makanan yang tersedia (Hadiwiyoto 1993).
4.2.
Modified Atmosphere Packaging Mikrobiologi, biokimia dan metode sensori digunakan untuk mengevaluasi
kesegaran dan kualitas dari ikan selama penanganan dan penyimpanan, dengan penampakan, bau, rasa dan tekstur menjadi atribut yang utama dalam kesegaran (Koutsoumanis et al. 2002 dalam Hernández et al. 2009). Diketahui bahwa analisis mikrobiologi, biokimia dan sensori ini tidak selalu menunjukkan korelasi baik sehingga penting untuk menggunakan tiga jenis analisis ini bersama dalam menentukan kesegaran dari ikan tertentu dengan lebih akurat (Paleologos et al. 2004 dalam Hernández et al. 2009).
4.2.1. Derajat Keasaman (pH) Nilai pH merupakan ukuran keadaan asam atau basa suatu zat dan sering digunakan sebagai indikator kerusakan bahan makanan, karena pengontrolan nilai pH merupakan salah satu cara untuk mencegah pertumbuhan organisme (Gaman & Sherrington 1990). Secara umum perubahan kimiawi pertama kali dalam daging ikan adalah perubahan pH, tetapi perubahan nilai pH ikan tergantung spesiesnya sehingga nilai pH tidak menjadi kriteria yang pasti untuk mendeteksi kesegaran dan kualitas daging ikan dan olahannya. Nilai pH digunakan sebagai pendukung parameter kualitas lainnya (Baygar et al. 2008). Nilai rata-rata pH dari setiap perlakuan fillet ikan patin dengan penyimpanan pada suhu ruang disajikan pada Gambar 3. 6,5 h
6,4 6,3
efgh efgh efgh efgh efgh defg
6,2 Nilai pH
fgh
efgh cdef
6,1
cd
efgh
efgh fgh
gh
cdefcd
cde
c
6 5,9
b
b b
b b
5,8 a
5,7 5,6 5,5 0
5
10 Lama Penyimpanan (Jam)
15
20
Keterangan :
40%CO2 + 60% N2
60%CO2 + 40% N2
80%CO2 + 20% N2
Vakum
Udara Biasa
Huruf a-h adalah hasil uji Duncan lanjut terhadap interaksi komposisi gas dalam kemasan dengan masa simpan
Gambar 3. Diagram batang nilai rata-rata pH pada penyimpanan suhu ruang Berdasarkan Gambar 3 di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata pH pada suhu ruang berkisar antara 5,60-6,35 dengan nilai pH tertinggi yaitu 6,35 pada kemasan ikan patin dengan penambahan 80%CO2 /20%N2 jam ke-15 dan nilai pH terendah pada kemasan ikan patin dengan penambahan 60%CO2/40%N2 jam ke-5. Nilai pH yang turun pada jam ke-5 untuk semua perlakuan berkorelasi dengan pernyataan Ilyas (1983) bahwa setelah ikan mati, nilai pH ikan akan turun dari 7,00 (nilai pH ikan hidup) hingga mencapai minimum antara 5,80 hingga
6,20 yaitu saat terjadi kekejangan (rigor mortis) pada ikan. Setelah ikan mati, sirkulasi darah terhenti dan suplai oksigen berkurang sehingga yang terjadi adalah metabolisme anaerob yang menyebabkan pemecahan glikogen menjadi glukosa dan produk turunannya. Penguraian glukosa melelui proses glikolisis akan menghasilkan ATP dan asam laktat. Akumulasi asam laktat inilah yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan pH daging ikan. Selain itu, rendahnya nilai kisaran pH yang mencapai minimum 5,60 atau dibawah 5,80 juga dapat disebabkan oleh larutnya gas CO2 pada air dan lemak pada fillet yang menghasilkan asam karbonat (H2CO3) (Sebranek & Houser 2006; Coyne 1933 dalam Sivertsvik et al. 2002). Reaksi tersebut dapat dituliskan sebagai berikut : CO2 + H20
H2CO3
Pada akhir masa simpan, Gambar 3 memperlihatkan bahwa pada kemasan dengan penambahan 60%CO2/40%N2 merupakan fillet patin dengan pH terendah yaitu sebesar 6,02, sedangkan pH tertinggi pada kemasan udara biasa dengan nilai 6,35. Kenaikan yang terjadi sampai dengan akhir masa simpan untuk semua perlakuan menunjukkan bahwa pada semua fillet ikan patin terjadi penguraian protein sehingga menyebabkan peningkatan kandungan nitrogen non protein yang akhirnya berdampak pada akumulasi basa pada fillet ikan Patin (Hadwiger & Adams (1978); Hadwiger & Losckhe (1981) dalam Gushagia (2008)). Namun, kenaikan nilai pH untuk MAP, vakum dan udara biasa berbeda, hal ini dapat disebabkan terhambatnya pertumbuhan bakteri untuk ikan Patin dengan MAP sehingga akumulasi basa yang dihasilkan juga lebih sedikit. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi perlakuan komposisi gas dan masa simpan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada pH nilai fillet patin (p<0,05) dan dilakukan uji lanjut Duncan (Lampiran 3). Nilai rata-rata pH untuk fillet ikan patin yang disimpan pada suhu dingin disajikan pada Gambar 4 di bawah ini.
6,8 6,7 6,6
j
Nilai pH
6,5 6,4 defg de
cde cde cde cde cde
6,3 6,2
b b b
6,1
cdef de
bc
hi
hij
ghi defg defg
fgh defg cde
cd
a a
6 5,9 5,8 0
4
8 Lama Penyimpanan (Hari)
12
16
Keterangan :
40%CO2 + 60% N2
60%CO2 + 40% N2
80%CO2 + 20% N2
Vakum
Udara Biasa
Huruf a-j adalah hasil uji Duncan lanjut terhadap interaksi komposisi gas dalam kemasan dengan masa simpan
Gambar 4. Diagram batang nilai rata-rata pH pada penyimpanan suhu dingin
Berdasarkan Gambar 4 di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata pH pada suhu dingin berkisar antara 5,93-6,49 dengan nilai pH tertinggi yaitu 6,49 pada kemasan ikan patin dengan kemasan udara biasa hari ke-16 dan nilai pH terendah sebesar 5,93 pada kemasan ikan patin dengan penambahan 40%CO2/60%N2 dan 60%CO2/40%N2 pada hari ke-4. Gambar 4 juga memperlihatkan bahwa adanya penurunan pH fillet patin pada hari ke-4 di semua perlakuan yang disebabkan oleh terbentuknya asam laktat setelah ikan mati. Penurunan pH juga disebabkan oleh penyerapan CO2 pada permukaan otot ikan, mengasamkannya melalui pembentukan asam karbonat (Banks et al. 1980 dalam Erkan et al. 2007). Daya larut dari CO2 pada air sekitar 30 kali lebih besar daripada O2 dan 60 kali lebih besar daripada N2 (Gill 1988 dalam Sebranek & Houser 2006). Walaupun, jumlah dari asam karbonat yang terbentuk dari CO 2 relatif sedikit (±2%), diketahui bahwa pH daging dapat turun sampai 0,35 (Daniels et al. 1985, Tan & Gill 1982 dalam Sebranek & Houser 2006). Penurunan pH ini juga dapat dilihat pada penelitian Sebranek & Houser (2006), Torrieri et al. (2006), Masniyol et al. (2002) dan Erkan et al. (2007) yang mengemas ikan dengan spesies lain dalam atmosfer termodifikasi untuk suhu dingin.
Penyerapan CO2 pada jaringan daging dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kandungan lemak, kandungan air, pH, suhu (Sebranek & Houser 2006). Setelah hari ke-4, pada semua kemasan terjadi kenaikan pada nilai pH, hal ini disebabkan karena adanya produksi komponen alkali seperti amonia oleh kerusakan karena mikroorganisme (Stammen et al. 1990 dalam Reddy et al. 1994). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi antara komposisi gas dan masa simpan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05) terhadap nilai pH ikan patin lalu dilakukan uji lanjut Duncan (Lampiran4).
4.2.2. Total Volatile Base-Nitrogen (TVBN) Total Volatile Base-Nitrogen (TVBN) adalah produk hasil kerusakan oleh bakteri dan enzim di dalam tubuh ikan yang nilainya sering digunakan untuk melihat kualitas dan umur simpan dari produk (EEC 1995 dalam Mendes et al. 2008). European Union menjelaskan bahwa nilai TVBN dapat digunakan sebagai penilaian terhadap kemunduran mutu ikan jika metode sensori dianggap meragukan (EU 1991 dalam Castro et al. 2006). Nilai rata-rata TVBN dari setiap fillet ikan patin dengan penyimpanan pada suhu ruang disajikan pada Gambar 5. 30
bc
c
c
10
15
20
Nilai TVBN (mgN/100g)
25 20
a
b
15 10 5 0 0
5
Lama Penyimpanan (Jam)
Keterangan :
40%CO2 + 60% N2
60%CO2 + 40% N2
80%CO2 + 20% N2
Vakum
Udara Biasa
Huruf a, b dan c adalah hasil uji lanjut Duncan terhadap perlakuan masa simpan
Gambar 5. Diagram batang nilai rata-rata TVBN pada penyimpanan suhu ruang Berdasarkan hasil yang dapat dilihat dari Gambar 5, nilai TVBN selama penyimpanan suhu ruang berkisar antara 9,90-23,30 mgN/100g, dengan nilai
TVBN rata-rata terendah pada akhir masa simpan yaitu fillet ikan patin dengan kemasan penambahan 40%CO2/60%N2 sebesar 18,93 mgN/100g dan nilai ratarata tertinggi pada kemasan udara biasa yaitu 23,30 mgN/100g. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan masa simpan memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap nilai TVBN ikan patin sehingga dilakukan uji lanjut Duncan, sedangkan perlakuan komposisi gas dan interaksi diantara gas dengan masa simpan tidak memberikan pengaruh yang nyata pada nilai TVBN patin pada penyimpanan suhu ruang (Lampiran 5). Hasil analisis TVBN menunjukkan bahwa selama pengamatan telah terjadi proses kebusukan dari fillet ikan patin yang dapat dilihat dari peningkatan nilai TVBN selama penyimpanan. Akan tetapi pada Gambar 5 terlihat bahwa nilai TVBN pada seluruh perlakuan sampai jam ke-20 belum melebihi batas penerimaan. Hal ini dikemukakan juga oleh Masniyol et al. (2008). Perbedaan nilai TVBN yang kecil berhubungan dengan kandungan nitrogen non protein pada ikan yang tergantung dari tipe pemberian pakan pada ikan, waktu pada saat ditangkap, ukuran ikan, faktor lingkungan yang berbeda dan juga kualitas mikrobiologis pada jaringan ikan (Ozogul et al. 2004 dalam Mendes et al. 2008). Untuk nilai TVBN ikan patin pada penyimpanan suhu dingin dapat dilihat pada Gambar 6 dibawah ini. 40
p c
Nilai TVBN (mgN/100g)
35
o
o 30
n bc
25
m
ab
10
abc
a bc
c
ab
bc
abc
abc ab
bc
bc
c
20 15
c abc ab
a
a
8 Lama Penyimpanan (Hari)
12
16
c
abc ab a
a
5 0 0
4
Keterangan :
40%CO2 + 60% N2
60%CO2 + 40% N2
80%CO2 + 20% N2
Vakum
Udara Biasa
(a) Huruf a, b dan c adalah uji lanjut terhadap perlakuan komposisi gas ; (b) Huruf m, n, o dan p adalah uji lanjut terhadap perlakuan masa simpan
Gambar 6. Diagram batang nilai rata-rata TVBN pada penyimpanan suhu dingin
Berdasarkan hasil yang dapat dilihat dari Gambar 6, nilai TVBN selama penyimpanan suhu dingin berkisar antara 9,90-32,32 mgN/100g, dengan nilai TVBN rata-rata terendah pada akhir masa simpan yaitu kemasan dengan penambahan 80%CO2/20%N2 sebesar 17,47 mgN/100g dan nilai rata-rata tertinggi pada fillet ikan dengan kemasan udara biasa yaitu 32,32 mgN/100g. Menurut Zaitsev et al. (1969) dalam Nurjanah et al. (2004) juga menurut Pantazi et al. (2008), batas nilai TVBN ikan air tawar yang masih dapat diterima berkisar antara 18-25 mgN/100g. Maka, apabila dilihat untuk akhir masa simpan, ikan patin dengan kemasan 40%CO2/60%N2, 80%CO2/20%N2 dan dengan kemasan vakum masih dapat diterima. Rendahnya nilai rata-rata TVB pada penambahan 80%CO2/20%N2 dapat dikatakan bahwa fillet ikan patin tersebut memiliki kualitas terbaik secara kimiawi dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Rendahnya nilai TVBN dapat disebabkan oleh tingginya kandungan CO2 pada kemasan yang bersifat bakteriostatik dan menghambat jumlah bakteri yang menguraikan senyawasenyawa yang terdapat pada daging ikan (Erkan et al. 2007). Hal ini juga dikemukakan oleh Oberlender et al. (1983) dalam Pantazi et al. (2008). Fraser & Sumar (1998) dalam Özogul et al. (2003) menyatakan bahwa katabolisme bakteri pada asam amino di otot ikan menghasilkan akumulasi amonia dan senyawa volatil lainnya. Hasil uji TVBN tidak selalu konsisten. Sebab nilai TVBN diperoleh dari hanyutnya amina volatil dari ikan yang disimpan. Keragaman TVBN berasal dari variasi biologis dari ikan (Ilyas 1983). Hal inilah yang dapat menyebabkan adanya nilai rata-rata TVBN yang fluktuatif yang dapat dilihat di Gambar 11. Dalam kemasan vakum, nilai TVBN pada hari ke-8 sebesar 22,71 mg N/100 g lalu menurun pada hari ke-12 menjadi 20,97 mg N/100 g dan akhirnya pada hari ke-16 nilai TVBN sebesar 23,30 mg N/100 g. Pada uji kimiawi, penetapan TVBN sudah meluas digunakan. Ia berkorelasi cukup baik dengan perubahan sensori selama penurunan mutu atau pembusukan (Ilyas 1983). Namun, Banks et al. (1980) dalam Siverstvik et al. (2002) menyatakan bahwa adanya peningkatan yang lambat pada ikan yang disimpan dengan CO2, bahkan ketika uji sensori telah menyatakan kebusukan
mengindikasikan pola pembusukan yang berbeda pada ikan yang disimpan dengan CO2 dengan ikan yang disimpan biasa dalam suhu rendah. Kadar TVBN meningkat secara lambat selama penyimpanan dingin pada kebanyakan air tawar, disebabkan juga karena rendah atau tiadanya kandungan TMAO pada ikan air tawar (Ilyas 1983). Analisis ragam menunjukkan bahwa adanya perbedaan nyata (p<0,05) antara patin yang disimpan dalam udara biasa, vakum dan MAP. Perlakuan masa simpan juga memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap nilai TVBN ikan patin sehingga dilakukan uji lanjut Duncan (Lampiran 6).
4.2.3. Total Plate Count (TPC) Kesegaran merupakan sifat yang paling penting saat mengevaluasi kualitas dari ikan yang bergantung pada penanganan dan penyimpanan, dari saat ditangkap sampai pada saat sampai kepada konsumen. Kerusakan secara mikrobiologi disebabkan oleh adanya aktifitas mikroorganisme, terutama bakteri. Di dalam pertumbuhannya atau untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, mikroorganisme memerlukan energi yang dapat diperoleh dari substrat tempat hidupnya. Daging ikan merupakan substrat yang baik untuk bakteri (Hadiwiyoto 1993). Baik saat pengolahan fillet dan mengeluarkan isi perut, cross-contamination di antara ikan dan luasnya permukaan yang terbuka untuk kontaminasi mikroba pada lingkungan dapat menurunkan umur simpan dari ikan (Poli et al. 2006 dalam Hernández et al. 2009). Berikut adalah grafik nilai log TPC pada penyimpanan suhu ruang yang disajikan pada Gambar 7.
8 7
Log nilai TPC
6 5 4 3 2 1 0 0
5
10
15
20
Lama Penyimpanan (Jam) Keterangan :
40%CO2 + 60% N2 Vakum
60%CO2 + 40% N2
80%CO2 + 20% N2 Udara Biasa
Gambar 7. Grafik nilai log TPC pada penyimpanan suhu ruang
Gambar 7 menunjukkan adanya kenaikan nilai log TPC pada semua kemasan dengan komposisi gas yang berbeda. Pada akhir masa simpan nilai log TPC berkisar 5,90-7,76 atau sebesar 8 x 105 CFU/g sampai dengan 5,8 x 107 CFU/g.
Nilai
log
TPC
tertinggi
pada
kemasan
dengan
penambahan
60%CO2/40%N2 sebesar 7,76 tidak berbeda jauh dengan kemasan dengan udara biasa sebesar 7,72 atau 5,2 x 107 CFU/g, sedangkan nilai log TPC terendah pada kemasan dengan penambahan 80%CO2/20%N2. Batas maksimum bakteri menurut SNI 01-2729.1-2006 yaitu sebesar 5 x 105 CFU/g atau dengan nilai log sebesar 5,70, menunjukkan bahwa fillet patin dengan masa simpan paling lama pada kemasan dengan penambahan 40%CO2/60%N2 dan 80%CO2/20%N2 dengan nilai TPC 1,8 x 104 dan 4,2 x 104 CFU/g sampai pada jam ke-15. CO2 dapat mencegah pertumbuhan bakteri. Walaupun efek dari CO2 pada pertumbuhan bakteri kompleks, namun ada empat mekanisme CO 2 pada mikroorganisme yang dapat diidentifikasi (Farber 1991; Dixon & Kell 1989; Daniels et al. 1985; Parkin & Brown 1982 dalam Sivertsvik et al. 2002) yaitu mengubah fungsi membran sel termasuk efek pada pemasukan nutrien dan penyerapan, menghambat langsung pada enzim atau menurunkan reaksi enzim, menembus membran bakteri yang menuju pada perubahan pH intraseluler, dan adanya perubahan langsung pada sifat fisika-kimia dari protein. Dengan semakin
tingginya konsentrasi CO2 yang diberikan maka efek yang dihasilkan semakin besar (Reddy et al. 1994). Analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi antara masa simpan dan perbedaan komposisi gas adanya memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05) terhadap nilai log TPC fillet ikan Patin sehingga dilakukan uji lanjut Duncan (Lampiran 7). Untuk nilai log TPC pada penyimpanan suhu dingin, disajikan oleh Gambar 8 di bawah ini.
Nilai Log TPC
10 9 8 7 6 5 4 3 2
1 0 0
4
8 Lama Penyimpanan (Hari)
12
Keterangan :
40%CO2 + 60% N2
Vakum
60%CO2 + 40% N2
Udara Biasa
16
80%CO2 + 20% N2
Gambar 8. Grafik nilai log TPC pada penyimpanan suhu dingin Berdasarkan hasil pada Gambar 8, dapat dilihat bahwa adanya peningkatan nilai log TPC pada fillet ikan. Kisaran nilai log TPC pada akhir masa simpan adalah sebesar nilai log 8,76-9,93 atau 5,75 x 108 CFU/g sampai dengan 8,5 x 109 CFU/g. Nilai log terendah terdapat pada fillet patin dengan penambahan 80%CO2/20%N2 sedangkan nilai tertinggi pada penambahan 40%CO2/60%N2. Batas maksimum bakteri menurut SNI 01-2729.1-2006 yaitu sebesar 5 x 105 CFU/g atau dengan nilai log sebesar 5,70, menunjukkan bahwa fillet patin dengan penambahan 80%CO2/20%N2 merupakan fillet ikan terbaik dengan nilai TPC terendah yaitu 2,5 x 104 CFU/g sampai pada hari ke-8. Efek menghambat pada CO2 meningkat dengan semakin besarnya konsentrasi CO2 dan temperatur yang semakin rendah (Sikorski & Sun Pan 1994). Penyimpanan pada suhu dingin menyebabkan kelarutan CO2 semakin tinggi sehingga efek hambatnya semakin tinggi. Devlieghere et al. (1998); Devlieghere
et al. (2001) dalam Sebranek & Houser (2006) mencatat bahwa efek antimikrobial dari CO2 lebih besar pada suhu di bawah 10 oC dibandingkan pada 15 oC atas di atasnya. Di dalam kemasan, N2 yang ditambahkan merupakan gas yang mempunyai efek tidak langsung pada umur simpan dari ikan. Hal ini karena ketika N2 digunakan untuk menggantikan O2 maka atmosfer pada kemasan tidak mengizinkan adanya pertumbukan mikroorganisme aerobik. Dan karena mikroorganisme aerobik merupakan organisme dengan pertumbuhan paling cepat secara normal yang ada pada daging segar, maka mencegah pertumbuhannya akan memperpanjang umur simpan (Sebranek & Houser 2006). Analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi antara masa simpan dan perbedaan komposisi gas adanya memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05) terhadap nilai log TPC fillet ikan Patin pada suhu dingin sehingga dilakukan uji lanjut Duncan (Lampiran 8).
4.2.4 Thiobarbituric Acid (TBA) Thiobarbituric Acid (TBA) adalah indikator yang telah digunakan secara meluas dalam menilai oksidasi lipid (Nishimoto et al. 1985 dalam Pantazi et al. 2007). Prinsip dasar dari metode ini adalah reaksi antara 1 molekul malonaldehid dan 2 molekul TBA yang membentuk pigmen merah mudah malonaldehid TBA kompleks yang dapat dihitung secara spektrofotometri (Gutteridge 1981 dalam Tokur et al. 2006). Ikan mudah rusak karena oksidasi, yang berhubungan dengan ketengikan dan kehilangan kandungan nutrisi (Frankel 1998 dalam Maqsood & Benjakul 2010). Uji TBA hanya dilakukan pada fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin. Berikut adalah grafik nilai rata-rata TBA pada setiap perlakuan pada penyimpanan suhu dingin yang disajikan pada Gambar 9.
0,140
h
Nilai TBA (mgMDA/kg)
0,120 g
0,100 0,080 f
ef
0,060
ef cdef cdef cde
cdef
0,040 0,020
ef def
cdef
cdef
cde
abc
a a a a a
ab ab
ab
ab
a
0,000 0
4
8 Lama Penyimpanan (Hari)
12
16
Keterangan:
40%CO2 + 60% N2
60%CO2 + 40% N2
80%CO2 + 20% N2
Vakum
Udara Biasa
Huruf a-h adalah hasil uji Duncan lanjut terhadap interaksi komposisi gas dalam kemasan dengan masa simpan
Gambar 9. Diagram batang nilai rata-rata TBA pada penyimpanan suhu dingin Berdasarkan Gambar 9, dapat dilihat adanya kecenderungan fluktuasi pada nilai TBA pada setiap perlakuan kemasan. Nilai TBA berkisar antara 0,0059 sampai dengan 0,1251 mg malonaldehid/kg. Nilai yang berfluktuasi ini dikemukan oleh Pantazi et al. (2008) dalam penelitiannya pada Mediterranean swordfish. Erkan et al. (2007) juga menyatakan adanya nilai TBA yang berfluktuasi pada chub mackerel. Nilai TBA tertinggi terdapat pada fillet ikan dengan kemasan penambahan 40%CO2/60%N2 pada masa simpan hari ke-8 dengan nilai rata-rata 0,1251 mg malonaldehid/kg. Setelah hari ke-8 terjadi penurunan nilai TBA pada fillet kemasan 40%CO2/60%N2 ini. Fluktuasi nilai ini juga terjadi pada semua perlakuan kecuali fillet ikan patin dengan penambahan 80%CO2/20%N2. Kesemua nilai TBA fillet patin masih di bawah 3 mg malonaldehid/kg yang merupakan standar yang dikemukan oleh Lannelongue et al. (1982) dalam Pantazi et al. (2008). Hal ini juga berarti bahwa lipid pada jaringan ikan segar yang disimpan dalam suhu dingin cenderung mengalami oksidasi lebih kecil (Stansby 1963 dalam Pantazi et al. 2008). Oksidasi lipid pada ikan bergantung pada beberapa faktor (spesies ikan, suhu penyimpanan, komposisi lemak, dan lain-lain). Sehubungan dengan kandungan lemak, ketengikan karena oksidasi dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti proses fillet. Karena fillet mempunyai area permukaan yang lebih
luas untuk kontak dengan oksigen, fillet ini lebih mudah untuk teroksidasi daripada ikan utuh (Hernández et al. 2009). Hal ini menjadi salah satu parameter yang dapat dijadikan indikator untuk mengetahui kesegaran fillet ikan patin. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan komposisi gas, perlakuan masa simpan dan interaksi antara komposisi gas dan masa simpan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada nilai TBA (p<0,05) pada penyimpanan suhu dingin dan untuk itu dilakukan uji Lanjut Duncan (Lampiran9).
4.2.5 Organoleptik
4.2.5.1 Warna Warna merupakan faktor yang kritis dalam menentukan umur simpan dimana produk juga harus dapat memberikan warna yang menarik untuk pasar (Sebranek & Houser 2006). Berikut ini adalah nilai organoleptik warna pada penyimpanan suhu ruang yang ditampilkan oleh Gambar 10. 10 9 Nilai organoleptik
8
Keterangan :
7
40%CO2+60%N2
6
5
60%CO2+40%N2
4
80%CO2+20%N2
3
Vakum
2
Udara Biasa
1 0 0
5
10
15
20
Lama Penyimpanan (Jam)
Gambar 10. Grafik nilai rata-rata uji organoleptik warna fillet ikan patin selama penyimpanan suhu ruang Berdasarkan nilai dari Gambar 10, dapat dilihat seiring lama penyimpanan nilai organoleptik warna menurun untuk semua perlakuan. Sebelum pengemasan, fillet ikan patin rata-rata berwarna kuning muda dengan sedikit berwarna merah. Setelah beberapa jam, terjadi perubahan warna pada ikan dimana fillet ikan patin
dengan udara biasa dan vakum berubah semakin pudar sedangkan fillet patin dengan MAP cenderung lebih merah. Nilai rata-rata akhir dari organoleptik warna berkisar antara 1,3-3,7, terlihat secara keseluruhan warna daging di semua perlakuan pudar dan cenderung berwarna kuning pekat karena adanya lendir yang menutupi fillet ikan. Pada akhir masa simpan nilai organoleptik warna terbaik pada fillet ikan pada kemasan penambahan 40%CO2/60%N2 yaitu rata-rata sebesar 3,7. Konsentrasi gas CO2 yang terlalu tinggi dapat menyebabkan diskolorisasi pada daging ikan (Sikorski & Sun Pan 1994), hal ini dapat mempengaruhi penilaian panelis pada uji organoleptik warna dari fillet ikan. Sivertsvik et al. (2002) juga menyatakan bahwa warna dari daging ikan dan kulitnya dapat berubah karena tingginya konsentrasi CO2 pada kemasan. Warna yang terbentuk pada ikan karena adanya penambahan CO2 tergantung pada suhu penyimpanan, sifat dari ikan, luasnya permukaan ikan yang terpapar CO 2 (Sikorski & Sun Pan 1994). Hasil uji Kruskall-Wallis menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan komposisi gas tidak memberikan pengaruh pada nilai organoleptik warna fillet ikan patin, dapat dilihat dari penilaian panelis yang tidak terlalu berbeda jauh yang terdapat pada grafik di Gambar 10. Namun, perlakuan masa simpan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05). Uji lanjut Multiple Comparison menunjukkan bahwa nilai organoleptik warna pada jam ke-0 berbeda nyata dengan jam ke-5, 10, 15 dan 20 (Lampiran 10). 10 9 Nilai Organoleptik
8
Keterangan :
7
40%CO2+60%N2
6
60%CO2+40%N2
5 4
80%CO2+20%N2
3
Vakum
2
Udara Biasa
1 0 0
4
8 12 Lama Penyimpanan (Hari)
16
Gambar 11. Grafik nilai rata-rata uji organoleptik warna fillet ikan patin selama penyimpanan suhu dingin
Gambar 11 memperlihatkan bahwa adanya penurunan pada setiap fillet dengan perlakuan udara biasa, vakum dan MAP. Pada akhir masa simpan, kisaran nilai organoleptik warna adalah 1-3,4, dimana nilai organoleptik tertinggi pada fillet dengan penambahan 80%CO2/20%N2, sedangkan yang terendah pada kemasan udara biasa dan pada penambahan 40%CO2/60%N2. Perubahan warna yang terjadi pada penyimpanan suhu ruang juga terdapat pada penyimpanan suhu dingin. Daging ikan mula-mula berwarna kuning kemerah-merahan, selama penyimpanan berangsur berubah nejadi warna kuning dan perlahan akhirnya berubah menjadi pucat. Terjadinya warna kuning dikenal dengan istilah rusting. Penyebab rusting ini adalah akibat senyawa amonia yang menguap dan trimetilamin yang dihasilkan akibat kegiatan mikroba dalam daging ikan. Gejala rusting ini juga dapat terjadi pada proses oksidasi lemak-lemak yang mengandung senyawa nitrogen (Ketaren 1986). Hasil uji Kruskall-Wallis menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan komposisi gas tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada nilai organoleptik warna fillet ikan patin, sedangkan perlakuan penyimpanan suhu dingin memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05). Uji lanjut Multiple Comparison menunjukkan bahwa nilai organoleptik warna pada hari ke-0 berbeda nyata dengan hari ke-4, 8, 12 dan 16 (Lampiran 11).
4.2.5.2 Penampakan Kesegaran adalah hal yang paling penting dalam mengevaluasi kualitas dari ikan. Hilangnya kesegaran mengubah parameter sensori yang mempunyai efek langsung pada penerimaan produk oleh konsumen. Perubahan sensori yang pertama yang timbul pada penyimpanan ikan berhubungan dengan penampakan dan tekstur (Huss 1995 dalam Hernández et al. 2009). Berikut ini adalah grafik nilai rata-rata organoleptik penampakan pada penyimpanan suhu ruang.
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
Nilai organoleptik
Keterangan : 40%CO2+60%N2 60%CO2+40%N2 80%CO2+20%N2
Vakum Udara Biasa
0
5
10 15 Lama Penyimpanan (Jam)
20
Gambar 12. Grafik nilai rata-rata uji organoleptik penampakan fillet ikan patin selama penyimpanan suhu ruang Berdasarkan Gambar 12 di atas, dapat dilihat adanya penurunan nilai organoleptik penampakan. Kisaran nilai rata-rata akhir dari nilai penampakan adalah 2,3-4,3, dimana terlihat ciri-ciri pada fillet patin seperti kecerahan hilang, pemutihan nyata, beragam sampai ke ciri-ciri timbul berbagai penyimpangan. Nilai organoleptik penampakan terbaik pada akhir masa simpan adalah fillet ikan patin dengan penambahan 60%CO2/40%N2. Penampakan merupakan faktor yang penting dalam menentukan kesegaran ikan. Hasil uji Kruskall-Wallis menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan komposisi gas tidak memberikan pengaruh pada nilai organoleptik penampakan fillet ikan patin, sedangkan perlakuan penyimpanan suhu ruang memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05). Uji lanjut Multiple Comparison menunjukkan bahwa nilai organoleptik warna pada jam ke-0 berbeda nyata dengan jam ke-5, 10, 15 dan 20 (Lampiran 12). Berikut ini adalah grafik penilaian panelis terhadap parameter penampakan fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin.
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
Nilai Organoleptik
Keterangan : 40%CO2+60%N2 60%CO2+40%N2 80%CO2+20%N2
Vakum Udara Biasa
0
4
8 12 Lama Penyimpanan (Hari)
16
Gambar 13. Grafik nilai rata-rata uji organoleptik penampakan fillet ikan patin selama penyimpanan suhu dingin Berdasarkan hasil pada Gambar 13, didapatkan bahwa kisaran nilai organoleptik penampakan pada akhir masa simpan adalah 1-3,8. Nilai tertinggi pada penampakan adalah pada kemasan dengan penambahan 80%CO 2/20%N2 sedangkan nilai organoleptik terendah yaitu 1 terdapat pada fillet ikan dengan penambahan 40%CO2/60%N2, kemasan vakum dan pada ikan dengan kemasan udara biasa. Hasil uji Kruskall-Wallis menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan komposisi gas dan masa simpan memberikan pengaruh pada nilai organoleptik penampakan
fillet ikan patin (p<0,05). Uji lanjut Multiple Comparison
menunjukkan bahwa nilai organoleptik warna pada hari ke-0 berbeda nyata dengan hari ke-4, 8, 12 dan 16 (Lampiran 13).
4.2.5.3 Bau Berikut ini pada Gambar 11 ditampilkan hasil nilai rata-rata organoleptik bau fillet ikan patin pada penyimpanan suhu ruang.
10 9 Nilai organoleptik
8
Keterangan :
7
40%CO2+60%N2
6
60%CO2+40%N2
5
80%CO2+20%N2
4 3
Vakum
2
Udara Biasa
1 0 0
5
10 15 Lama Penyimpanan (Jam)
20
Gambar 14. Grafik nilai rata-rata uji organoleptik bau fillet ikan patin selama penyimpanan suhu ruang Berdasarkan hasil pada Gambar 14, ada penurunan pada nilai organoleptik bau. Kisaran nilai rata-rata akhir dari nilai bau adalah 3,1-4,6 dengan ciri-ciri bau ammonia mulai tercium atau juga mempunyai ciri-ciri bau asam asetat, bau rumput atau bau sabun. Nilai organoleptik bau terbaik pada akhir masa simpan adalah fillet ikan patin dengan penambahan 60%CO2/40%N2 dan kemasan vakum sedangkan nilai organoleptik terendah terdapat pada fillet ikan dengan udara biasa. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya aktivitas mikroorganisme yang menguraikan
protein
ikan
yang
menghasilkan
senyawa-senyawa
yang
menyebabkan off-odour (Reddy et al. 1994) Hasil uji Kruskall-Wallis menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan komposisi gas tidak memberikan pengaruh pada nilai organoleptik bau fillet ikan patin, sedangkan perlakuan penyimpanan suhu ruang memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05). Uji lanjut Multiple Comparison menunjukkan bahwa nilai organoleptik bau pada jam ke-0 berbeda nyata dengan jam ke-5, 10, 15 dan 20 (Lampiran 14). Gambar 14 untuk penyimpanan suhu dingin juga menunjukkan bahwa adanya penurunan nilai organoleptik bau pada setiap fillet dengan perlakuan udara biasa, vakum dan MAP. Pada akhir masa simpan kisaran nilai organoleptik adalah 1-2, dimana nilai tertinggi pada fillet dengan penambahan 80%CO2/20%N2 sedangkan kemasan lainnya nilai organoleptiknya adalah 1.
10 9 Nilai Organoleptik
8 7
Keterangan :
6
40%CO2+60%N2
5
60%CO2+40%N2
4
80%CO2+20%N2
3
Vakum
2
Udara Biasa
1 0 0
4
8
12
16
Lama Penyimpanan (Hari)
Gambar 15. Grafik nilai rata-rata uji organoleptik bau fillet ikan patin selama penyimpanan suhu dingin Adanya off-odour yang muncul seiring dengan bertambahnya hari penyimpanan disebabkan karena proses enzimatik dan kegiatan bakteri yang menguraikan protein,
lemak, karbohidrat
dan senyawa-senyawa lainnya
(Hadiwiyoto 1993, Torrieri et al. 2006). Hal ini juga dikemukakan Lannelongue et al. (1982); Reddy et al. (1992) dalam Reddy et al. (1994). Bau tengik yang tidak sedap disebabkan oleh pembentukan senyawa-senyawa hasil pemecahan hidroperoksida. Selain itu dengan adanya air, lipid dapat terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak bebas. Hidrolisis dapat memacu oksidasi dan asam lemak bebas yang terbentuk dapat menyebabkan “soapy flavor”, yaitu bau yang menyerupai sabun (FAO 1995). Penelitian Hernández et al. (2009) pada fillet Argyrosomus regius yang disimpan pada suhu dingin juga menunjukkan bahwa dengan seiring bertambahnya penyimpanan, bau segar pada fillet ikan akan berkurang dan pada penyimpanan hari ke-11, bau segar pada fillet telah hilang. Hasil uji Kruskall-Wallis menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan komposisi gas dan masa simpan memberikan pengaruh pada nilai organoleptik bau fillet ikan patin (p<0,05). Uji lanjut Multiple Comparison menunjukkan bahwa nilai organoleptik warna pada hari ke-0 berbeda nyata dengan hari ke-4, 8, 12 dan 16 (Lampiran 15).
4.2.5.4 Tekstur Kualitas sensori dari makanan hasil laut ditentukan terutama oleh bau dan tekstur (Sawyer et al. 1988 dalam Sikorski & Sun Pan 1994), kedua atribut ini mempunyai dampak yang berbeda pada keseluruhan pemilihan sensori ikan dari berbeda spesies. Berikut ini adalah Gambar 16 yang memperlihatkan grafik penurunan nilai rata-rata organoleptik tekstur pada kemasan MAP, vakum dan udara biasa. 10
9 Nilai organoleptik
8
Keterangan :
7
40%CO2+60%N2
6 5
60%CO2+40%N2
4
80%CO2+20%N2
3
Vakum
2
Udara Biasa
1 0 0
5
10
15
20
Lama Penyimpanan (Jam)
Gambar 16. Grafik nilai rata-rata uji organoleptik tekstur fillet ikan patin selama penyimpanan suhu ruang Berdasarkan hasil pada Gambar 16, nilai organoleptik tekstur menurun pada masa penyimpanan. Kisaran nilai rata-rata akhir dari nilai tekstur adalah 3,14 dengan ciri-ciri daging yang lunak dan apabila ditekan bekas jari lama hilang. Torrier et al. (2006) juga menyatakan bahwa adanya perubahan tekstur fillet ikan dari elastis menjadi lembek seiring dengan masa penyimpanan. Nilai organoleptik tekstur terbaik pada akhir masa simpan adalah fillet ikan patin dengan penambahan 60%CO2/40%N2 sedangkan untuk nilai organoleptik terendah untuk tekstur pada penambahan 40%CO2/60%N2. Reddy et al. (1992) dalam Regenstein (2006) menyatakan bahwa beberapa efek negatif dari terlalu tingginya CO 2 dalam kemasan adalah menurunkan water holding capacity dan adanya perubahan warna dan tekstur yang terjadi pada produk. Hasil uji Kruskall-Wallis menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan komposisi gas tidak memberikan pengaruh pada nilai organoleptik tekstur fillet
ikan patin, sedangkan masa simpan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05). Uji lanjut Multiple Comparison menunjukkan bahwa nilai organoleptik tekstur pada jam ke-0 berbeda nyata dengan jam ke-5, 10, 15 dan 20 (Lampiran 16). Gambar 17 di bawah ini memperlihatkan nilai organoleptik tekstur fillet patin pada penyimpanan suhu dingin. 10
9 Nilai Organoleptik
8
Keterangan :
7
40%CO2+60%N2
6
60%CO2+40%N2
5 4
80%CO2+20%N2
3
Vakum
2
Udara Biasa
1 0 0
4
8 12 Lama Penyimpanan (Hari)
16
Gambar 17. Grafik nilai rata-rata uji organoleptik tekstur fillet ikan patin selama penyimpanan suhu dingin Hasil Gambar 17 menunjukkan bahwa selama penyimpanan suhu dingin, fillet ikan patin mengalami penurunan pada parameter tekstur. Pada akhir masa simpan, kisaran nilai organoleptik tekstur adalah 1-2,5 dimana nilai organoleptik tertinggi adalah pada fillet dengan 80%CO2/20%N2 sedangkan yang paling rendah dengan nilai 1 pada penambahan 40%CO2/60%N2, vakum dan udara biasa. Pada hari ke-16, hampir semua ikan mengalami telah kebusukan sehingga tekstur dari ikan telah lembek dan cenderung banyak lendir, sehingga penilaian panelis sangat rendah. Hasil uji Kruskall-Wallis menunjukkan bahwa baik perlakuan perbedaan komposisi gas dan masa simpan memberikan pengaruh pada nilai organoleptik tekstur fillet ikan patin (p<0,05). Uji lanjut Multiple Comparison menunjukkan bahwa nilai organoleptik warna pada hari ke-0 berbeda nyata dengan hari ke-4, 8, 12 dan 16 (Lampiran 17).
4.3 Hubungan antara Parameter Kesegaran Fillet Ikan Berikut ini pada Gambar 18 dan Gambar 19 disajikan grafik yang menggambarkan beberapa parameter kesegaran pada fillet ikan patin pada penyimpanan suhu ruang dan penyimpanan suhu dingin. Grafik hubungan antara parameter kesegaran fillet ikan menunjukkan adanya keterkaitan dan adanya penurunan mutu seiring dengan masa penyimpanan.
20
6.3
9
6.2
8
18
10
8 6.1
16
pH
TVB
6 14
5.9 5
Log TPC
6.0
5.8
6
4
12 4
5.7
2
10
3
5.6 8
5.5
2 0
5
10
15
20
25
Lama Penyimpanan (Jam) Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata
Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai
pH TVB Log TPC Organoleptik Organolpetik Organoleptik Organoleptik
Warna Penampakan Bau Tekstur
Gambar 18. Hubungan antara parameter kesegaran fillet ikan Patin pada penyimpanan suhu ruang Gambar 18 menunjukkan keterkaitan antara setiap parameter pada fillet yang disimpan dalam kemasan atmosfer termodifikasi dengan komposisi 60%CO2/40%N2. Seiring dengan semakin tingginya nilai TVB dan TPC, maka nilai organoleptik untuk semua parameter akan turun. Kisaran nilai organoleptik pada akhir masa simpan adalah antara 4 sampai dengan 6 untuk warna, penampakan, bau dan tekstur.
0
Organoleptik
7
0.5
6.5
18
0.4
6.4
16
10
10
9 8
0.2
6.2
12
0.1
6.1
10
7 6
Log TPC
14
TVB
6.3
pH
TBA
0.3
5
6
4
Organoleptik
8
4 2 3 0.0
6.0
8 0
2
4
6
8
10
12
14
16
2
0
18
Lama Penyimpanan (Hari) Grafik pH Grafik TVB Grafik Log TPC Grafik TBA Grafik Organoleptik Warna Grafik Organoleptik Penampakan Grafik Organoleptik Bau Grafik Organoleptik Tekstur
Gambar 19. Hubungan antara parameter kesegaran fillet ikan Patin pada penyimpanan suhu dingin Gambar 19 menunjukkan keterkaitan antara setiap parameter pada fillet yang disimpan dalam kemasan atmosfer termodifikasi dengan komposisi 80%CO2/20%N2. Seiring dengan semakin tingginya nilai TVB dan TPC, maka nilai organoleptik untuk semua parameter akan turun. Sedangkan nilai pH dan TBA berfluktuasi selama masa penyimpanan. Kisaran nilai organoleptik pada akhir masa simpan adalah antara 2 sampai dengan 4 untuk warna, penampakan, bau dan tekstur.
5. KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Fillet ikan patin mengalami kemunduran mutu selama penyimpanan yang diindikasikan dengan naiknya nilai Total Volatile Base-Nitrogen (TVBN), Total Plate Count (TPC) dan juga turunnya nilai organoleptik untuk semua parameter. Pengemasan dengan menggunakan metode Modified Atmosphere Packaging (MAP) pada suhu 5oC dan suhu ruang dapat memperpanjang umur simpan dari fillet ikan patin dibandingkan dengan fillet patin dengan kemasan udara biasa. Fillet ikan dengan penambahan CO2 dan N2 pada penyimpanan suhu ruang dapat bertahan rata-rata sampai dengan jam ke-15 atau menambah masa simpan 1-4 jam dibandingkan dengan udara biasa sedangkan pada penyimpanan suhu dingin dapat bertahan rata-rata sampai dengan hari ke-10 menambah masa simpan 3-7 hari. Berdasarkan parameter organoleptik dan juga mikrobiologis dapat dilihat bahwa fillet ikan patin terbaik pada penyimpanan suhu ruang adalah kemasan dengan penambahan 60%CO2/40%N2 sedangkan untuk penyimpanan suhu dingin adalah kemasan dengan penambahan 80%CO2/20%N2. Perbedaan suhu penyimpanan mempengaruhi umur simpan dari fillet ikan patin dan juga dapat dilihat dengan parameter penampakan, tekstur dan bau pada penyimpanan suhu dingin.
5.2 Saran Perlunya
ada
modifikasi
alat
pengemas
atmosfer
termodifikasi
(kualitasnya perlu ditingkatkan), penggunaan tray untuk wadah selain dari PP, mencari pengukuran asam lemak volatil pada ikan dengan metode lain untuk mendapatkan nilai yang lebih akurat, perlu dilakukannya TPC anaerob untuk melihat jenis bakteri yang tumbuh pada fillet ikan patin dengan kemasan Modified Atmosphere Packaging (MAP) dan penerapan MAP pada ikan dengan spesies lain.
DAFTAR PUSTAKA Association of Official Analitical Chemistry (AOAC). 1995. Official Methods of analysis Association of Analitical Chemistry.Washington DC. Baygar T, Erkan N, Mol S, Ozden O. 2008. Determination of the shelf-life of Trout raw meatball that packed under modified atmosphere. Pakistan Journal of Nutrition (3): 412-417. Castro P, Padrón JCP, Cansino MJC, Vela´zquez ES, De Larriva RM. 2006. Total volatile base nitrogen and its use to assess freshness in European sea bass stored in ice. Food Control (17):245-248. Chatib MR. 1994. Penggunaan sistem penyimpanan atmosfir termodifikasi untuk mempertahankan daya awet ikan kakap merah (Lutjanus spp.) segar [Tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Departemen Kelautan dan Perikanan [DKP]. 2009. “Catfish Day” menobatkan Patin dan Lele Menjadi Unggulan. http://www.dkp.com [24 Agustus 2009]. Erkan N, Özden Ö, Inuğur M. 2007. The Effects of Modified Atmosphere and Vacum Packaging on Quality of Chub Mackerel. International Journal of Food Science and Technology (42):1297-1304 Eskin NAM, Henderson HM, Townsend RJ. 1971. Biochemistry of Foods. New York: Academic Press. [FAO] Food and Agriculture Organization. 1995. Quality and Quality Changes in Fresh Fish. Hush HH (Ed.). Rome: FAO Fisheries Technical Paper No.331(75): 0-65. Fardiaz S. 1987. Penuntun Praktek Mikrobiologi Pangan. Bogor: Lembaga Sumberdaya Informasi, Institut Pertanian Bogor. Ferinaldy. 2008. Produksi Perikanan Budidaya menurut Komoditas Utama (20052009). Majalah Referensi. http://ferinaldy.wordpress.com [7 Mei 2009]. Gaman PM, Sherrington KB. 1990. The Science of Food: An Introduction to Food Science, Nutrition and Microbiology, 3rd ed. New York: Pergamon Press. Globefish. 2009. Pangasius Market Report-September 2009. FAO Globefish. http://www.globefish.com [20 Januari 2010]. Griffin RC, Sacharow S, Brody AL. 1985. Principles of Food Packaging, Second Edition. New York: Van Nostrand Reinhold Company.
Hadiwiyoto S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Jilid I. Yogyakarta: Liberty. Hernández MD, López MB, Álvarez A, Ferrandini E, García BG, Garrido MD. 2009. Sensory, physical, chemical and microbiological changes in aquacultured meagre (Argyrosomus regius) fillets during ice storage. Food Chemistry (114):237-245. Hernandez RJ, Giacin JR. 1998. Factors affecting permeation, sorption, and migration processes inpackage-product systems. Dalam: Food Storage Stability. Taub IA, Singh RP (Ed). New York: CRC Press, hal. 269-329. Ilyas S.1983. Teknologi Refrigasi Hasil Perikanan. Jilid I. Teknik Pendinginan Ikan. Jakarta: CV. Paripurna. Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan. Jakarta: Penebar Swadaya. Julianti E, Nurminah M. 2006. Teknologi Pengemasan. Medan: Universitas Sumatera Utara. Karuniawati T. 2003. Pengembangan kemasan atmosfir termodifikasi pada penyimpanan fillet ikan Mas (Cyprinus carpio) menggunakan edible coating dari khitosan [Skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Ketaren S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press. Masniyol P, Benjakul S, Visessanguan W. 2002. Shelf-life extension of refrigerated seabass slices under modified atmosphere packaging. Journal of The Science Of Food and Agriculture (82):873-880. Maqsood S, Benjakul S. 2010. Synergistic effect of tannic acid and modified atmospheric packaging on the prevention of lipid oxidation and quality losses of refrigerated striped catfish slices. Food Chemistry (xx):xxx-xxx. Mendes R, Pestana C, Gonçalves A. 2008. The effects of soluble gas stabilisation on the quality of packed sardine fillets (Sardina pilchardus) stored in air, VP and MAP. International Journal of Food Science and Technology (43):2000-2009. Norhayani. 2003. Kajian penyimpanan fillet ikan Patin (Pangasius hypopthalmus) dalam kemasan atmosfer termodifikasi [Tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Nurjanah, Setyaningsih I, Sukarno, Muldani M. 2004. Kemunduran mutu ikan Nila Merah (Oreochromis sp.) selama penyimpanan pada suhu ruang. Buletin Teknologi Hasil Perikanan Vol. VII Nomor I:37-43. Orban E, Nevigato T, Di Lena G, Masci M, Casini I, Gambelli L, Caproni R. 2008. New trends in the seafood market. Sutchi catfish (Pangasius hypophthalmus) fillets from Vietnam: Nutritional quality and safety aspects. Food Chemistry (110):383-389. Özogul F, Polat A, Özogul Y. 2003. The effects of modified atmosphere packaging and vacuum packaging on chemical, sensory and microbiological changes of sardines (Sardina pilchardus). Food Chemistry (85):49-57. Pantazi D, Papavergou A, Pournis N, Kontominas MG, Savvaidis IN. 2007. Shelf Life of Chilled Fresh Mediterranean Swordfish (Xiphias gladius) Stored under Various Packaging Condition: Microbiological, Biochemical and Sensory Attributes. Food Microbiology (25):136-143. Reddy NR, Schreiber CL, Buzard KS, Skinner GE, Armstrong DJ. 1994. Shelf Life of Fresh Tilapia Fillets Packaged in High Barrier Film with Modified Atmospheres. Journal of Food Science (59):260-264. Regenstein JM. 2006. Use of Modified Atmosphere Packaging to Extend The Shelf Life of Fresh Fish: A Critical Look from A Historical Perspective. Dalam: Modified Atmospheric Processing and Packaging of Fish. Otwell WS, Kristinsson HG, Balaban MO (Ed.). USA: Blackwell Publishing, hal. 143-162. Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid I dan II. Jakarta: Bina Cipta. Sankar CNR, Lalitha KV, Jose L, Manju S, Gopal TKS. 2008. Effect of packaging atmosphere on the microbial attributes of pearlspot (Etroplus suratensis Bloch) stored at 0–2oC. Food Microbiology (25): 518-528. Sari RK. 2009. Karakteristik fish nugget dari ikan patin (Pangasius sp.) dengan penambahan kitosan sebagai pembentuk gel. Bogor: Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Sebranek JG, Houser A. 2006. Chapter 17: Modified Atmosphere Packaging. Dalam: Advanced Technologies for Meat Processing. Nollet LML, Toldrá (Ed). Boca Raton: CRC Press. Sikorski ZE, Sun Pan B. 1994. Preservation of Seafood Quality. Dalam: Seafoods: Chemistry, Processing, Technology and Quality. Shahidi F, Botta JR (Ed.). London: Blackie Academic & Professional, hal. 168-187.
Sivertsvik M, Jeksrud WK, Rosnes JT. 2002. A review of modified atmosphere packaging and fishery products-significance of microbial growth, activities, and safety. International Journal of Food Science and Technology (37): 107-127. Sivertsvik M, Rosnes JT, Bergslien H. 2002. Modified Atmosphere Packaging. Dalam: Minimal Processing in The Food Industry. Ohlsson T, Bengtsson N (Ed). New York: CRC Press, hal 61-80. Skinner GE, Reddy NR. 2006. Hazard Associated with Clostridium botulinum in Modified Atmosphere Packaged Fresh Fish and Fishery Products. Dalam: Modified Atmospheric Processing and Packaging of Fish. Otwell WS, Kristinsson HG, Balaban MO (Ed.). USA: Blackwell Publishing, hal. 163-192. Smoluk, Sneiler. 1985. Modern Plastic Encyclopedy. USA: Mc Graw Hill. Soccol MCH, Oetterer M. 2003. Use of Modified Atmosphere in Seafood Preservation. Brazilian Archives of Biology and Technology (46):569580. Soekarto ST. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan. Bogor: Lembaga Swadaya, Institut Pertanian Bogor. [SNI] Standar Nasional Indonesia. 2006. Syarat Ikan Segar-Bagian 1: Spesifikasi. SNI 01-2729.1-2006. Jakarta : Badan Standardisasi Nasional. Steel RGD, Torrie JH. 1989. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik. Sumantri B, penerjemah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: The Principle and Procedure of Statistics. A Biometrics Approach. Sudarmadji S, Haryono B, Sunadi. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty. Suppakul P, Miltz J, Sonneveld K, Bigger SW. 2003. Active Packaging Technologies with Emphasis On Antimicrobial Packaging and its Application. Journal of Food Science (68):408-420. Susanto H, Amri K. 2001. Budidaya Ikan Patin. Jakarta: PT Penebar Swadaya. Swasono TP. 2007. Hubungan cara mati ikan Patin (Pangasius hypopthalmus) terhadap kemunduran mutu kesegarannya pada penyimpanan suhu ruang [Skripsi]. Bogor: Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Tokur B, Korkmaz K, Ayas D. 2006. Comparison of Two Thiobarbituric Acid (TBA) Method for Monitoring Lipid Oxidation in Fish. Journal of Fisheries & Aquatic Sciences (23):331-334. Torrieri E, Cavella S, Villani F, Masi P. 2006. Influence of modified atmosphere packaging on the chilled shelf life of gutted farmed bass (Dicentrarchus labrax). Journal of Food Engineering (77):1078-1086 Venugopal V. 2006. Seafood Processing. Boca Raton: CRC Press.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar penilaian uji organoleptik untuk fillet ikan Patin
SCORE SHEET UJI ORGANOLEPTIK (SOEKARTO 1985) NAMA PRODUK HARI/TANGGAL NAMA PANELIS JAM
Perlakuan
: FILLET IKAN PATIN (Pangasius hypopthalmus) : : :
Warna
Penampakan
Bau
Warna
: Cemerlang, berwarna asli Masih cemerlang, mulai timbul diskolorisasi Mulai tidak cemerlang, timbul diskolorisasi Warna daging pudar
= 10 = 7 = 5 = 1
Penampakan
: Jernih/transparan, mengkilat, cerah Mulai keruh, kecerahan suram Mulai timbul berbagai penyimpangan Kecerahan hilang, pemutihan nyata
= 10 = 7 = 5 = 1
Bau
: Segar/bau spesifik jenis Bau segar atau bau ikan segar mulai hilang Tidak berbau, netral Bau susu, belum ada bau asam Bau susu asam, bau susu kental Bau kentang rebus atau logam Bau asam asetat, bau rumput atau bau sabun Bau ammonia mulai tercium Bau ammonia kuat, ada bau H2S Bau busuk
= 10 = 9 = 8 = 7 = 6 = 5 = 4 = 3 = 2 = 1
Tekstur
: Padat, kenyal, kadang agak lunak spesifik jenis Agak lunak, belum ada bekas jari bila ditekan Lunak, bekas jari lama hilang Sangat lunak, bekas jari tidak hilang
= 10 = 7 = 4 = 1
Tekstur
Lampiran 2. Rekapitulasi data kadar air, abu, protein, lemak, dan pH dari Patin Parameter Analisis Kadar air (%) Kadar abu (%) Kadar protein (%) Kadar lemak (%) pH
Ulangan 1 73,09 1,18 13,87 1,57 6,25
Ulangan 2 77,49 1,18 13,14 1,60 6,13
Lampiran 3. Data nilai pH fillet ikan patin pada penyimpanan suhu ruang Gas
Ulangan
40% CO2 1 + 60% N2 2 Mean ± St. Dev 60% CO2 1 + 40% N2 2 Mean ± St. Dev 80% CO2 1 + 20% N2 2 Mean ± St. Dev 1 Vakum 2 Mean ± St. Dev Udara 1 Biasa 2 Mean ± St. Dev
Masa Simpan Jam 10 Jam 15 5,78 6,06 5,77 6,06
Jam 0 6,25 6,13
Jam 5 5,79 5,78
Jam 20 6,12 6,02
6,19 ± 0,08
5,79 ± 0,01
5,78 ± 0,01
6,06 ± 0,00
6,07 ± 0,07
6,25 6,13
5,58 5,61
5,75 5,76
6,20 6,10
6,06 5,98
6,19 ± 0,08
5,60 ± 0,02
5,76 ± 0,01
6,15 ± 0,07
6,02 ± 0,06
6,25 6,13
5,98 6,03
6,08 6,08
6,37 6,32
6,19 6,21
6,19 ± 0,08
6,01 ± 0,04
6,08 ± 0,00
6,35 ± 0,04
6,20 ± 0,01
6,25 6,13
5,77 5,76
5,99 5,94
6,18 6,12
6,14 6,21
6,19 ± 0,08
5,77 ± 0,01
5,97 ± 0,04
6,15 ± 0,04
6,18 ± 0,05
6,25 6,13
5,74 5,83
6,10 6,10
6,30 6,13
6,24 6,24
6,19 ± 0,08
5,79 ± 0,06
6,10 ± 0,00
6,22 ± 0,12
6.24 ± 0,00
Lampiran 3a. Analisis ragam pH fillet ikan patin pada penyimpanan suhu ruang Dependent Variable:pH Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
24
.076
24.812
.000
1828.552
1
1828.552
5.972E5
.000
.332
4
.083
27.138
.000
1.282
4
.320
104.668
.000
GAS * masa_simpan
.209
16
.013
4.267
.001
Error
.077
25
.003
Total
1830.452
50
1.900
49
Corrected Model Intercept GAS masa_simpan
Corrected Total
1.823
a. R Squared = .960 (Adjusted R Squared = .921)
Lampiran 3b. Uji lanjut Duncan pengaruh interaksi gas dan masa simpan terhadap pH fillet ikan patin pada penyimpanan suhu ruang Ph Duncan Subset Interaksi
N
1
2
3
4
5
6
7
8
9
A2*B2
2
A2*B3
2
5.7550
A4*B2
2
5.7650
A1*B3
2
5.7750
A1*B2
2
5.7850
A5*B2
2
5.7850
A4*B3
2
5.9650
A3*B2
2
6.0050
6.0050
A2*B5
2
6.0200
6.0200
A1*B4
2
6.0600
6.0600
6.0600
A1*B5
2
6.0700
6.0700
6.0700
6.0700
A3*B3
2
6.0800
6.0800
6.0800
6.0800
A5*B3
2
6.1000
6.1000
6.1000
6.1000
A2*B4
2
6.1500
6.1500
6.1500
6.1500
A4*B4
2
6.1500
6.1500
6.1500
6.1500
A4*B5
2
6.1750
6.1750
6.1750
6.1750
A1*B1
2
6.1900
6.1900
6.1900
6.1900
A2*B1
2
6.1900
6.1900
6.1900
6.1900
A3*B1
2
6.1900
6.1900
6.1900
6.1900
A4*B1
2
6.1900
6.1900
6.1900
6.1900
A5*B1
2
6.1900
6.1900
6.1900
6.1900
A3*B5
2
6.2000
6.2000
6.2000
A5*B4
2
6.2150
6.2150
A5*B5
2
A3*B4
2
Sig.
5.5950
6.2400
6.2400 6.3450
1.000
.633
.077
.142
.056
.056
The error term is Mean Square(Error) = .003.
Keterangan : A1 A2 A3 A4 A5
= 40% CO2 + 60% N2 = 60% CO2 + 40% N2 = 80% CO2 + 20% N2 = Vakum = Udara Biasa
B1 = Jam ke-0 B2 = Jam ke-5 B3 = Jam ke-10 B4 = Jam ke-15 B5 = Jam ke-20
.088
.176
.069
Lampiran 4. Data nilai pH fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin Gas
Ulangan
40% CO2 1 + 60% N2 2 Mean ± St. Dev 60% CO2 1 + 40% N2 2 Mean ± St. Dev 80% CO2 1 + 20% N2 2 Mean ± St. Dev 1 Vakum 2 Mean ± St. Dev Udara 1 Biasa 2 Mean ± St. Dev
Masa Simpan Hari 8 Hari 12 6,25 6,35 6,25 6,27
Hari 0 6,25 6,13
Hari 4 5,92 5,93
Hari 16 6,30 6,29
6,19 ± 0,08
5,93 ± 0,01
6,25 ± 0,00
6,31 ± 0,01
6,30 ± 0,01
6,25 6,13
6,18 6,19
6,26 6,25
5,97 5,89
6,33 5,36
6,19 ± 0,08
6,19 ± 0,01
6,26 ± 0,01
5,93 ± 0,06
6,35 ± 0,02
6,25 6,13
6,08 6,05
6,18 6,17
6,41 6,38
6,30 6,29
6,19 ± 0,08
6,07 ± 0,02
6,18 ± 0,01
6,40 ± 0,02
6,30 ± 0,01
6,25 6,13
6,07 6,08
6,45 6,39
6,18 6,21
6,14 6,13
6,19 ± 0,08
6,08 ± 0,01
6,42 ± 0,04
6,20 ± 0,01
6,14 ± 0,01
6,25 6,13
6,07 6,08
6,51 6,47
6,26 6,22
6,38 6,40
6,19 ± 0,08
6,08 ± 0,01
6,49 ± 0,03
6,24 ± 0,03
6.39 ± 0,01
Lampiran 4a. Analisis ragam pH fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin Dependent Variable:pH Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
24
.039
19.960
.000
1931.808
1
1931.808
1.001E6
.000
GAS
.057
4
.014
7.335
.000
masa_simpan
.397
4
.099
51.374
.000
GAS * masa_simpan
.471
16
.029
15.263
.000
Error
.048
25
.002
Total
1932.781
50
.973
49
Corrected Model Intercept
Corrected Total
.925
a. R Squared = .950 (Adjusted R Squared = .903)
Lampiran 4b. Uji lanjut Duncan pengaruh interaksi gas dan masa simpan terhadap pH fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin pH Duncan Subset Interaksi
N
1
2
3
4
A1*B2 2 5.9250 A2*B2 2 5.9300 A3*B2 2 6.0650 A4*B2 2 6.0750 A5*B2 2 6.0750 A4*B3 2 6.1350 6.1350 A3*B3 2 6.1750 6.1750 A2*B3 2 6.1850 6.1850 A1*B1 2 6.1900 6.1900 A2*B1 2 6.1900 6.1900 A3*B1 2 6.1900 6.1900 A4*B1 2 6.1900 6.1900 A5*B1 2 6.1900 6.1900 A4*B4 2 6.1950 6.1950 A5*B3 2 6.2400 6.2400 A1*B3 2 6.2500 A2*B4 2 6.2550 A1*B5 2 A3*B5 2 A1*B4 2 A2*B5 2 A5*B4 2 A3*B4 2 A4*B5 2 A5*B5 2 Sig. .910 .157 .050 .132 The error term is Mean Square(Error) = .002.
Keterangan : A1 A2 A3 A4 A5
= 40% CO2 + 60% N2 = 60% CO2 + 40% N2 = 80% CO2 + 20% N2 = Vakum = Udara Biasa
5
6.1900 6.1900 6.1900 6.1900 6.1900 6.1950 6.2400 6.2500 6.2550 6.2950 6.2950
.051
6
6.2400 6.2500 6.2550 6.2950 6.2950 6.3100
.172
7
6.2500 6.2550 6.2950 6.2950 6.3100 6.3450
.066
8
6.2950 6.2950 6.3100 6.3450 6.3900 6.3950
.054
B1 = Hari ke-0 B2 = Hari ke-5 B3 = Hari ke-10 B4 = Hari ke-15 B5 = Hari ke-20
9
10
6.3450 6.3900 6.3950 6.3950 6.4200 6.4200 6.4900 .130 .050
Lampiran 5. Data nilai TVBN (mg N/100g) fillet ikan patin pada penyimpanan suhu ruang Gas
Ulangan
1 2 Mean ± St. Dev 60% CO2 1 + 40% N2 2 Mean ± St. Dev 80% CO2 1 + 20% N2 2 Mean ± St. Dev 1 Vakum 2 Mean ± St. Dev 1 Udara Biasa 2 Mean ± St. Dev 40% CO2 + 60% N2
Masa Simpan Jam 10 Jam 15 17,47 20,96 17,47 17,47
Jam 0 15,14 4,66
Jam 5 16,31 15,72
Jam 20 18,05 w19,80
9,90 ± 7,41
16,02 ± 0,41
17,47 ± 0,00
19,22 ± 2,47
18,93 ± 1,23
15,14 4,66
16,89 12,23
17,47 17,47
18,05 20,97
18,05 20,38
9,90 ± 7,41
14,56 ± 3,29
17,47 ± 0,00
19,51 ± 2,05
19,22 ± 1,64
15,14 4,66
11,65 14,56
14,56 14,56
18,64 15,14
20,97 19,80
9,90 ± 7,41
13,10 ± 2,06
14,56 ± 0,00
16,89 ± 2,47
20,38 ± 0,82
15,14 4,66
15,72 15,72
17,47 17,47
19,80 16,89
21,55 23,88
9,90 ± 7,41
15,72 ± 0,00
17,47 ± 0,00
18,35 ± 2,05
22,71 ± 1,65
15,14 4,66
13,98 15,14
20,38 20,38
20,38 19,80
20,97 25,63
9,90 ± 7,41
15,56 ± 0,58
20,38 ± 0,00
20,09 ± 0,41
23,30 ± 3,29
Lampiran 5a. Analisis ragam TVBN fillet ikan patin pada penyimpanan suhu ruang Dependent Variable:TVB Type III Sum of Squares
Source
df a
Corrected Model 810.122 Intercept 13408.931 GAS 38.664 masa_simpan 721.115 GAS * masa_simpan 50.342 Error 329.918 Total 14548.971 Corrected Total 1140.040 a. R Squared = .711 (Adjusted R Squared = .433)
Mean Square 24 1 4 4 16 25 50 49
33.755 13408.931 9.666 180.279 3.146 13.197
F 2.558 1.016E3 .732 13.661 .238
Sig. .012 .000 .578 .000 .998
Lampiran 5b. Uji lanjut Duncan pengaruh masa simpan terhadap TVBN fillet ikan patin pada penyimpanan suhu ruang Duncan Subset masa_simpan
N
1
2
3
JAM 0
10
JAM 5
10
14.7920
JAM 10
10
17.4702
JAM 15
10
JAM 20
10
Sig.
9.9000 17.4702 18.8106 20.9080 1.000
The error term is Mean Square(Error) = 13.197.
.112
.055
Lampiran 6. Data nilai TVBN (mg N/100g) fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin Gas Ulangan 40% CO2 1 + 60% N2 2
Mean ± St. Dev
60% CO2 1 + 40% N2 2 Mean ± St. Dev 80% CO2 1 + 20% N2 2 Mean ± St. Dev 1 Vakum 2 Mean ± St. Dev Udara 1 Biasa 2 Mean ± St. Dev
Hari 0 15,14 4,66
Hari 4 12,23 12,81
Masa Simpan Hari 8 14,56 12,81
Hari 12 14,56 15,72
Hari 16 22,13 26,79
9,90 ± 7,41
12,52 ± 0,41
13,69 ± 1,24
15,14 ± 0,82
24,46 ± 3,30
15,14 4,66
14,56 13,40
15,14 15,72
18,64 20,38
24,46 27,37
9,90 ± 7,41
13,98 ± 0,82
15,43 ± 0,41
19,51 ± 1,23
25,92 ± 2,06
15,14 4,66
12,81 9,90
13,98 14,56
18,64 15,14
16,89 18,05
9,90 ± 7,41
11,36 ± 2,06
14,27 ± 0,41
16,89 ± 2,47
17,47 ± 0,82
15,14 4,66
15,72 16,31
22,13 23,30
22,13 19,80
25,63 20,97
9,90 ± 7,41
16,02 ± 0,41
22,71 ± 0,82
20,97 ± 1,65
23,30 ± 3,29
15,14 4,66
13,98 11,65
17,47 18,05
20,57 25,63
31,35 32,20
9,90 ± 7,41
12,81 ± 1,65
17,76 ± 0,41
23,30 ± 3,29
32,32 ± 1,23
9,90
13,34
16,77
19,16
24,69
Rata-rata Total
Rata-rata Total
15,14 16,95 13,98 18,58 19,22
Lampiran 6a. Analisis ragam TVBN fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin Dependent Variable:TVB Type III Sum of Squares
Source
df a
Corrected Model 1719.033 Intercept 14066.328 GAS 197.581 masa_simpan 1274.840 GAS * masa_simpan 246.612 Error 335.306 Total 16120.667 Corrected Total 2054.340 a. R Squared = .837 (Adjusted R Squared = .680)
Mean Square 24 1 4 4 16 25 50 49
71.626 14066.328 49.395 318.710 15.413 13.412
F 5.340 1.049E3 3.683 23.763 1.149
Sig. .000 .000 .017 .000 .368
Lampiran 6b. Uji lanjut Duncan pengaruh gas dan masa simpan terhadap TVBN fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin TVB Duncan Subset GAS 80% 40% 60% VAKUM BIASA Sig.
Duncan
N
1 10 10 10 10 10
2
13.9770 15.1410 16.9478
.098
3
15.1410 16.9478 18.5782 .057
16.9478 18.5782 19.2200 .202
Subset masa_simpan
N
1
2
3
4
H-0 10 9.9000 H-4 10 13.3370 H-8 10 16.7720 H-12 10 19.1614 H-16 10 Sig. 1.000 1.000 .157 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 13.412.
24.6936 1.000
Lampiran 7. Data nilai TPC (CFU/g) fillet ikan patin pada penyimpanan suhu ruang Gas
Jam 0 9 x 102 9 x 102 9 x 102 9 x 102 9 x 102
40% CO2, 60% N2 60% CO2, 40% N2 80% CO2, 20% N2 Vakum Udara Biasa
Jam 5 2,5 x 104 2,1 x 104 6 x 103 3,7 x 104 5,5 x 103
Masa Simpan Jam 10 1,1 x 105 1 x 106 2,5 x 103 8,5 x 104 2,65 x 106
Jam 15 1,8 x 104 9,5 x 106 4,2 x 104 4,6 x 107 6,5 x 106
Jam 20 2,05 x 106 5,8 x 107 5 x 105 1,6 x 107 5,2 x 107
Lampiran 7a. Analisis ragam TPC fillet ikan patin pada penyimpanan suhu ruang Dependent Variable:TPC Type III Sum of Squares
Source
df a
Corrected Model 143.696 Intercept 1181.738 Gas 16.777 Masa_simpan 95.755 Gas * Masa_simpan 31.164 Error 5.569 Total 1331.004 Corrected Total 149.265 a. R Squared = .963 (Adjusted R Squared = .927)
Mean Square 24 1 4 4 16 25 50 49
F
5.987 1181.738 4.194 23.939 1.948 .223
Sig.
26.878 5.305E3 18.828 107.464 8.744
.000 .000 .000 .000 .000
Lampiran 7b. Uji lanjut Duncan pengaruh interaksi gas dan masa simpan terhadap TPC fillet ikan patin pada penyimpanan suhu ruang Duncan Subset interaksi 1 6 11 16 21 13 7 2 12 22 17 14
N
1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
2
3
2.820650E0 2.820650E0 2.820650E0 2.820650E0 2.820650E0 3.301050E0 3.303700E0 3.389050E0 3.520695E0 3.690100E0 3.690100E0 4.562350E0 4.562350E0 4.623200E0 4.623200E0
4
5
6
7
9 2 4.662700E0 4 2 4.707450E0 18 2 3 2 15 2 10 2 5 2 24 2 23 2 20 2 19 2 25 2 8 2 Sig. .127 .063 The error term is Mean Square(Error) = .223.
Keterangan : A1 A2 A3 A4 A5
4.662700E0 4.707450E0 4.891500E0 5.041400E0
4.891500E0 5.041400E0 5.795500E0 5.795500E0 5.889100E0 5.889100E0 6.280500E0 6.671150E0 6.858000E0
.380
.063
= 40% CO2 + 60% N2 = 60% CO2 + 40% N2 = 80% CO2 + 20% N2 = Vakum = Udara Biasa
6.280500E0 6.671150E0 6.858000E0 7.171200E0
.053
.095
6.671150E0 6.858000E0 7.171200E0 7.662800E0 7.699650E0 7.714650E0 .061
B1 = Hari ke-0 B2 = Hari ke-5 B3 = Hari ke-10 B4 = Hari ke-15 B5 = Hari ke-20
Lampiran 8. Data nilai TPC (CFU/g) fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin Gas 40% CO2, 60% N2 60% CO2, 40% N2 80% CO2, 20% N2 Vakum Udara Biasa
Jam 0 9 x 102 9 x 102 9 x 102 9 x 102 9 x 102
Jam 5 1,55 x 106 3,85 x 103 3,55 x 103 1,55 x 107 3,1 x 105
Masa Simpan Jam 10 1,08 x 107 2,75 x 105 2,5 x 104 7,85 x 107 3,01 x 108
Jam 15 1,1 x 107 4,25 x 107 3,25 x 107 1,03 x 108 4,25 x 108
Jam 20 8,5 x 109 8,25 x 108 5,75 x 108 4,25 x 108 9,05 x 108
Lampiran 8a. Analisis ragam TPC fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin Dependent Variable:Log TPC Source
Type III Sum of Squares
df a
Corrected Model 268.481 Intercept 2090.405 GAS 19.771 masa_simpan 226.027 GAS * masa_simpan 22.683 Error 1.731 Total 2360.617 Corrected Total 270.213 a. R Squared = .994 (Adjusted R Squared = .987)
Mean Square 24 1 4 4 16 25 50 49
11.187 2090.405 4.943 56.507 1.418 .069
F 161.519 3.018E4 71.366 815.871 20.470
Sig. .000 .000 .000 .000 .000
Lampiran 8b. Uji lanjut Duncan pengaruh interaksi gas dan masa simpan terhadap TPC fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin Duncan Subset interaksi 1 6 11 16 21 13 12 7 8 22 3 4 2 17 14 9 18 23 24 15 20 10 25 19 5 Sig. The error
N 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
1
2
3
4
5
6
7
8
2.820650E0 2.820650E0 2.820650E0 2.820650E0 2.820650E0 4.301050E0 4.521450E0 4.585350E0 5.287800E0 6.491300E0 7.028550E0 7.028550E0 7.041300E0 7.041300E0 7.148300E0 7.148300E0 7.510550E0 7.510550E0 7.628050E0 7.628050E0 7.890900E0 7.923795E0 8.626900E0 8.756800E0 8.847650E0 8.916000E0 8.955450E0 9.009500E0
1.000 .318 term is Mean Square(Error) = .069.
Keterangan : A1 A2 A3 A4 A5
1.000
= 40% CO2 + 60% N2 = 60% CO2 + 40% N2 = 80% CO2 + 20% N2 = Vakum = Udara Biasa
.058
.053
.163
.211
9.925700E0 1.000
B1 = Hari ke-0 B2 = Hari ke-5 B3 = Hari ke-10 B4 = Hari ke-15 B5 = Hari ke-20
Lampiran 9. Data nilai TBA (mg MDA/kg) fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin Gas
Ulangan
40% CO2 1 + 60% N2 2 Mean ± St. Dev 60% CO2 1 + 40% N2 2 Mean ± St. Dev 80% CO2 1 + 20% N2 2 Mean ± St. Dev 1 Vakum 2
Hari 0 0,0023 0,0117
Hari 4 0,0608 0,0632
Masa Simpan Hari 8 0,1310 0,1193
Hari 12 0,0468 0,0515
Hari 16 0,0094 0,0117
0,007 ± 0,0066
0,062 ± 0,0017
0,125 ± 0,0083
0,049 ± 0,0033
0,011 ± 0,0017
0,0023 0,0117
0,0234 0,0679
0,0538 0,0655
0,0655 0,0515
0,0094 0,0164
0,007 ± 0,0066
0,046 ± 0,0314
0,06 ± 0,0083
0,059 ± 0,0099
0,013 ± 0,0050
0,0023 0,0117
0,0234 0,0023
0,0374 0,0445
0,0491 0,0351
0,0866 0,0959
0,007 ± 0,0066
0,013 ± 0,0149
0,041 ± 0,0050
0,042 ± 0,0099
0,091 ± 0,0066
0,0023 0,0117
0,0070 0,0140
0,0515 0,0374
0,0234 0,0281
0,0421 0,0421
Mean ± St. Dev Udara 1 Biasa 2 Mean ± St. Dev
0,007 ± 0,0066
0,011 ± 0,0050
0,044 ± 0,0099
0,026 ± 0,0033
0,0421 ± 0,000
0,0023 0,0117
0,0515 0,0702
0,0445 0,0328
0,0304 0,0304
0,0047 0,0070
0,007 ± 0,0066
0,061 ± 0,0132
0,039 ± 0,0083
0,0304 ± 0,000
0,006 ± 0,0017
Lampiran 9a. Analisis ragam TBA fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin Dependent Variable:TBA Type III Sum of Squares
Source
Df
Mean Square
F
Sig.
a
24
.002
19.808
.000
Intercept
.065
1
.065
726.038
.000
GAS
.004
4
.001
10.622
.000
masa_simpan
.015
4
.004
42.957
.000
GAS * masa_simpan
.024
16
.001
16.317
.000
Error
.002
25
9.013E-5
Total
.111
50
Corrected Total
.045
49
Corrected Model
.043
a. R Squared = .950 (Adjusted R Squared = .902)
Lampiran 9b. Uji lanjut Duncan pengaruh interaksi gas dan masa simpan terhadap TBA fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin /Duncan Subset interaksi
N
1
2
3
4
A5*B5 2 .00585 A1*B1 2 .00702 A2*B1 2 .00702 A3*B1 2 .00702 A4*B1 2 .00702 A5*B1 2 .00702 A1*B5 2 .01053 .01053 A4*B2 2 .01053 .01053 A2*B5 2 .01287 .01287 A3*B2 2 .01287 .01287 A4*B4 2 .02574 .02574 .02574 A5*B4 2 .03042 .03042 .03042 A5*B3 2 .03861 .03861 A3*B3 2 .04095 .04095 A4*B5 2 .04212 .04212 A3*B4 2 .04212 .04212 A4*B3 2 .04446 .04446 A2*B2 2 .04563 .04563 A1*B4 2 .04914 A2*B4 2 A2*B3 2 A5*B2 2 A1*B2 2 A3*B5 2 A1*B3 2 Sig. .085 .075 .081 .099 The error term is Mean Square(Error) = 9.01E-005.
Keterangan : A1 = 40% CO2 + 60% N2
5
6
.03861 .04095 .04212 .04212 .04446 .04563 .04914 .05850 .05967 .06084
7
8
.04095 .04212 .04212 .04446 .04563 .04914 .05850 .05967 .06084 .06201 .09126
.055
.068
1.000
B1 = Hari ke-0
.12519 1.000
A2 A3 A4 A5
= 60% CO2 + 40% N2 = 80% CO2 + 20% N2 = Vakum = Udara Biasa
B2 = Hari ke-5 B3 = Hari ke-10 B4 = Hari ke-15 B5 = Hari ke-20
Lampiran 10. Data nilai organoleptik warna fillet ikan patin pada penyimpanan suhu ruang Gas
40% CO2, 60% N2
60% CO2, 40% N2
80% CO2, 20% N2
Vakum
Panelis
Jam 5 10
Masa Simpan Jam 10 Jam 15 7 5
1
Jam 0 10
Jam 20 5
2
10
5
5
5
1
3
10
10
7
5
7
4
10
7
7
7
7
5
10
10
7
5
5
6
10
10
5
5
5
7
10
10
5
5
7
8
10
10
7
5
-
9
10
10
7
5
-
10
10
10
10
7
-
1
10
7
7
5
5
2
10
5
7
5
1
3
10
5
7
7
7
4
10
5
10
7
7
5
10
7
7
5
1
6
10
7
7
5
7
7
10
5
7
5
7
8
10
7
5
5
-
9
10
5
7
5
-
10
10
10
7
7
-
1
10
10
7
7
7
2
10
10
5
7
5
3
10
7
5
5
5
4
10
7
7
5
5
5
10
7
5
5
1
6
10
7
7
7
1
7
10
10
5
5
5
8
10
7
10
5
-
9
10
7
7
5
-
10
10
10
7
5
-
1
10
10
7
5
7
2
10
7
7
5
5
3
10
10
5
5
7
4
10
10
5
5
7
5
10
7
7
5
7
6
10
7
5
7
1
7
10
5
5
7
1
Udara Biasa
8
10
10
10
1
-
9
10
10
7
7
-
10
10
10
7
7
-
1
10
7
7
5
1
2
10
7
7
7
1
3
10
7
7
5
1
4
10
7
7
5
1
5
10
7
5
5
1
6
10
7
10
5
7
7
10
10
7
5
1
8
10
7
5
5
-
9
10
10
7
5
-
10
10
10
7
5
-
Lampiran 10a. Hasil uji Kruskal-Wallis dan uji lanjut Multiple comparison nilai organoleptik warna fillet ikan patin pada penyimpanan suhu ruang Kruskal-Wallis Test Ranks Warna Gas
N
1
14
154.93
5
66
110.17
7
78
121.01
10
77
114.95
Total masa_simpan
Mean Rank
235
1
14
214.96
5
66
160.08
7
78
135.79
10
77
46.28
Total
235 a,b
Test Statistics Gas Chi-Square 5.537 Df 3 Asymp. Sig. .136 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Warna
masa_simpan 151.132 3 .000
Multiple Comparisons Dependent Variable:Warna (I) (J) masa_simpan masa_simpan LSD
jam0
jam5
jam10
jam15
jam20
Mean Difference (I-J) Std. Error
95% Confidence Interval Sig.
Lower Bound
Upper Bound
1.960
*
.314
.000
1.34
2.58
jam10
3.260
*
.314
.000
2.64
3.88
jam15
4.560
*
.314
.000
3.94
5.18
jam20
5.743
*
.347
.000
5.06
6.43
jam0
-1.960
*
.314
.000
-2.58
-1.34
jam10
1.300
*
.314
.000
.68
1.92
jam15
2.600
*
.314
.000
1.98
3.22
jam20
3.783
*
.347
.000
3.10
4.47
jam0
-3.260
*
.314
.000
-3.88
-2.64
jam5
-1.300
*
.314
.000
-1.92
-.68 1.92
jam5
jam15
1.300
*
.314
.000
.68
jam20
2.483
*
.347
.000
1.80
3.17
jam0
-4.560
*
.314
.000
-5.18
-3.94
jam5
-2.600
*
.314
.000
-3.22
-1.98
jam10
-1.300
*
.314
.000
-1.92
-.68
jam20
1.183
*
.347
.001
.50
1.87
jam0
-5.743
*
.347
.000
-6.43
-5.06
*
.347
.000
-4.47
-3.10
*
.347
.000
-3.17
-1.80
*
.347
.001
-1.87
-.50
jam5
-3.783
jam10
-2.483
jam15 -1.183 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 11. Data nilai organoleptik warna fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin Gas
40% CO2, 60% N2
60% CO2, 40% N2
Panelis
Masa Simpan Hari 8 Hari 12 7 7
1
Hari 0 10
Hari 4 10
Hari 16 5
2
10
7
7
5
1
3
10
10
7
7
7
4
10
10
7
7
7
5
10
10
5
7
1
6
10
7
7
5
7
7
10
10
7
5
7
8
10
10
5
5
-
9
10
10
7
7
-
10
10
10
10
1
-
1
10
7
7
5
5
2
10
5
7
5
1
3
10
5
7
7
7
4
10
5
10
7
7
5
10
7
7
5
1
6
10
7
7
5
7
7
10
5
7
5
7
8
10
7
5
5
-
9
10
5
7
5
-
80% CO2, 20% N2
Vakum
Udara Biasa
10
10
10
7
7
-
1
10
10
7
7
7
2
10
10
5
7
5
3
10
7
5
5
5
4
10
7
7
5
5
5
10
7
5
5
1
6
10
7
7
7
1
7
10
10
5
5
5
8
10
7
10
5
-
9
10
7
7
5
-
10
10
10
7
5
-
1
10
10
7
5
7
2
10
7
7
5
5
3
10
10
5
5
7
4
10
10
5
5
7
5
10
7
7
5
7
6
10
7
5
7
1
7
10
5
5
7
1
8
10
10
10
1
-
9
10
10
7
7
-
10
10
10
7
7
-
1
10
7
7
5
1
2
10
7
7
7
1
3
10
7
7
5
1
4
10
7
7
5
1
5
10
7
5
5
1
6
10
7
10
5
7
7
10
10
7
5
1
8
10
7
5
5
-
9
10
10
7
5
-
10
10
10
7
5
-
Lampiran 11a. Hasil uji Kruskal-Wallis dan uji lanjut Multiple comparison nilai organoleptik warna fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin Kruskal-Wallis Test a,b
Test Statistics Gas
masa_simpan
Chi-Square 6.688 Df 3 Asymp. Sig. .083 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: warna
146.942 3 .000
Ranks Warna
N
Mean Rank
Gas
1
55
135.09
5
71
107.41
7
52
108.96
10
57
122.95
Total masa_simpan
235
1
55
179.55
5
71
139.55
7
52
116.37
10
57
33.26
Total
235
Multiple Comparisons Dependent Variable:warna (I) (J) masa_si masa_si Mean Difference (Impan mpan J) LSD
H-0
H-4
H-8
H-12
H-16
95% Confidence Interval Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
4.160
*
.375
.000
3.42
4.90
H-8
4.680
*
.375
.000
3.94
5.42
H-12
4.857
*
.413
.000
4.04
5.67
H-16
7.880
*
.375
.000
7.14
8.62
H-0
-4.160
*
.375
.000
-4.90
-3.42
H-8
.520
.375
.167
-.22
1.26
H-12
.697
.413
.093
-.12
1.51
H-16
3.720
*
.375
.000
2.98
4.46
H-0
-4.680
*
.375
.000
-5.42
-3.94
H-4
-.520
.375
.167
-1.26
.22
H-12
.177
.413
.668
-.64
.99
H-16
3.200
*
.375
.000
2.46
3.94
H-0
-4.857
*
.413
.000
-5.67
-4.04
H-4
-.697
.413
.093
-1.51
.12
H-8
-.177
.413
.668
-.99
.64
*
.413
.000
2.21
3.84
*
.375
.000
-8.62
-7.14
*
.375
.000
-4.46
-2.98
*
.375
.000
-3.94
-2.46
*
.413
.000
-3.84
-2.21
H-4
H-16
3.023
H-0
-7.880
H-4
-3.720
H-8
-3.200
H-12 -3.023 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 12. Data nilai organoleptik penampakan fillet ikan patin pada penyimpanan suhu ruang Gas
40% CO2, 60% N2
60% CO2, 40% N2
Panelis 1
Jam 0 10
Jam 5 10
2
10
7
3
10
10
4
10
5
10
6
Masa Simpan Jam 10 7
Jam 15 7
Jam 20 5
7
5
1
7
7
7
10
7
7
7
10
5
7
1
10
7
7
5
7
7
10
10
7
5
7
8
10
10
5
5
-
9
10
10
7
7
-
10
10
10
10
1
-
1
10
5
7
5
7
2
10
5
10
7
1
3
10
7
7
5
10
4
10
7
7
7
7
5
10
7
10
5
1
6
10
1
7
7
10
7
10
7
10
7
7
8
10
7
5
5
-
80% CO2, 20% N2
9
10
7
7
7
-
10
10
10
7
7
-
1
10
10
7
7
7
2
10
10
7
5
5
3
10
7
10
5
5
4
10
7
7
5
5
5
10
7
7
7
5
6
10
7
7
7
5
7
10
10
7
7
7
8
10
7
7
5
-
9
10
7
7
5
-
10
10
10
5
7
-
1
10
10
10
7
5
2
10
7
7
7
5
3
10
10
7
1
5
4
10
10
10
7
7
5
10
10
7
7
7
6
10
7
7
7
5
7
10
7
7
7
5
8
10
5
7
5
-
9
10
10
7
7
-
10
10
10
7
7
-
1
10
10
5
7
1
2
10
7
7
7
1
3
10
7
7
5
5
4
10
7
7
5
1
5
10
7
10
5
7
6
10
7
7
5
7
7
10
7
7
5
1
8
10
7
7
7
-
9
10
10
5
5
-
10
10
10
7
5
-
Vakum
Udara Biasa
Lampiran 12a. Hasil uji Kruskal-Wallis dan uji lanjut Multiple comparison nilai organoleptik penampakan fillet ikan patin pada penyimpanan suhu ruang Kruskal-Wallis Test Ranks penampakan Gas
N
1
16
141.50
5
37
112.92
7
102
118.92
10
80
114.48
Total masa_simpan
Mean Rank
235
1
16
203.78
5
37
169.62
7
102
139.74
10
80
49.25
Total
235 a,b
Test Statistics Gas Chi-Square
masa_simpan
2.450
Df Asymp. Sig.
145.123
3
3
.484
.000
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: penampakan
Multiple Comparisons Dependent Variable:penampakan (I) (J) masa_simpan masa_simpan Mean Difference (I-J) LSD jam0
jam5
jam10
jam15
jam20
95% Confidence Interval Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
jam5
1.92000
*
.32823
.000
1.2733
2.5667
jam10
2.76000
*
.32823
.000
2.1133
3.4067
jam15
4.00000
*
.32823
.000
3.3533
4.6467
jam20
5.74286
*
.36169
.000
5.0302
6.4555
*
.32823
.000
-2.5667
-1.2733
*
.32823
.011
.1933
1.4867
jam0
-1.92000
jam10
.84000
jam15
2.08000
*
.32823
.000
1.4333
2.7267
jam20
3.82286
*
.36169
.000
3.1102
4.5355
*
.32823
.000
-3.4067
-2.1133
*
.32823
.011
-1.4867
-.1933
jam0
-2.76000
jam5
-.84000
jam15
1.24000
*
.32823
.000
.5933
1.8867
jam20
2.98286
*
.36169
.000
2.2702
3.6955
*
.32823
.000
-4.6467
-3.3533
*
.32823
.000
-2.7267
-1.4333
*
.32823
.000
-1.8867
-.5933
*
.36169
.000
1.0302
2.4555
*
.36169
.000
-6.4555
-5.0302
*
.36169
.000
-4.5355
-3.1102
*
.36169
.000
-3.6955
-2.2702
*
.36169
.000
-2.4555
-1.0302
jam0
-4.00000
jam5
-2.08000
jam10
-1.24000
jam20
1.74286
jam0
-5.74286
jam5
-3.82286
jam10
-2.98286
jam15
-1.74286
Multiple Comparisons Dependent Variable:penampakan (I) (J) masa_simpan masa_simpan Mean Difference (I-J) LSD jam0
jam10
jam15
jam20
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
1.92000
*
.32823
.000
1.2733
2.5667
jam10
2.76000
*
.32823
.000
2.1133
3.4067
jam15
4.00000
*
.32823
.000
3.3533
4.6467
jam20
5.74286
*
.36169
.000
5.0302
6.4555
jam0
-1.92000
*
.32823
.000
-2.5667
-1.2733
*
jam5
jam5
95% Confidence Interval Std. Error
jam10
.84000
.32823
.011
.1933
1.4867
jam15
2.08000
*
.32823
.000
1.4333
2.7267
jam20
3.82286
*
.36169
.000
3.1102
4.5355
jam0
-2.76000
*
.32823
.000
-3.4067
-2.1133
jam5
-.84000
*
.32823
.011
-1.4867
-.1933 1.8867
jam15
1.24000
*
.32823
.000
.5933
jam20
2.98286
*
.36169
.000
2.2702
3.6955
jam0
-4.00000
*
.32823
.000
-4.6467
-3.3533
jam5
-2.08000
*
.32823
.000
-2.7267
-1.4333
jam10
-1.24000
*
.32823
.000
-1.8867
-.5933
jam20
1.74286
*
.36169
.000
1.0302
2.4555
jam0
-5.74286
*
.36169
.000
-6.4555
-5.0302
*
.36169
.000
-4.5355
-3.1102
*
.36169
.000
-3.6955
-2.2702
*
.36169
.000
-2.4555
-1.0302
jam5
-3.82286
jam10
-2.98286
jam15 -1.74286 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 13. Data nilai organoleptik penampakan fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin Gas
40% CO2, 60% N2
60% CO2, 40% N2
Panelis
Masa Simpan Hari 8 Hari 12 7 7
1
Hari 0 10
Hari 4 10
Hari 16 5
2
10
7
7
5
1
3
10
10
7
7
7
4
10
10
7
7
7
5
10
10
5
7
1
6
10
7
7
5
7
7
10
10
7
5
7
8
10
10
5
5
-
9
10
10
7
7
-
10
10
10
10
1
-
1
10
7
7
5
5
2
10
5
7
5
1
3
10
5
7
7
7
4
10
5
10
7
7
5
10
7
7
5
1
6
10
7
7
5
7
7
10
5
7
5
7
8
10
7
5
5
-
9
10
5
7
5
-
80% CO2, 20% N2
10
10
10
7
7
-
1
10
10
7
7
7
2
10
10
5
7
5
3
10
7
5
5
5
4
10
7
7
5
5
5
10
7
5
5
1
6
10
7
7
7
1
7
10
10
5
5
5
8
10
7
10
5
-
9
10
7
7
5
-
10
10
10
7
5
-
1
10
10
7
5
7
2
10
7
7
5
5
3
10
10
5
5
7
4
10
10
5
5
7
5
10
7
7
5
7
6
10
7
5
7
1
7
10
5
5
7
1
8
10
10
10
1
-
9
10
10
7
7
-
10
10
10
7
7
-
1
10
7
7
5
1
2
10
7
7
7
1
3
10
7
7
5
1
4
10
7
7
5
1
5
10
7
5
5
1
6
10
7
10
5
7
7
10
10
7
5
1
8
10
7
5
5
-
9
10
10
7
5
-
10
10
10
7
5
-
Vakum
Udara Biasa
Lampiran 13a. Hasil uji Kruskal-Wallis dan uji lanjut Multiple comparison nilai organoleptik penampakan fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin Kruskal-Wallis Test Ranks penampakan Gas
N
1
59
137.92
5
48
103.31
7
61
107.21
10
67
120.81
Total masa_simpan
Mean Rank
235
1
59
184.31
5
48
141.91
7
61
117.92
10
67
42.55
Total
235 a,b
Test Statistics gas
masa_simpan
Chi-Square 9.326 Df 3 Asymp. Sig. .025 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: penampakan
150.906 3 .000
Multiple Comparisons Dependent Variable:penampakan
LSD
95% Confidence Interval
Mean Difference (I-J)
(I) gas
(J) gas
40%
60%
.128
.688
.853
-1.23
80%
-1.000
.688
.147
-2.35
.35
.553
.688
.422
-.80
1.91
Vakum Udara Biasa 60%
Lower Bound
Upper Bound 1.48
.936
.688
.175
-.42
2.29
-.128
.688
.853
-1.48
1.23
80%
-1.128
.688
.102
-2.48
.23
.426
.688
.537
-.93
1.78
Udara Biasa
.809
.688
.241
-.55
2.16
40%
1.000
.688
.147
-.35
2.35
60%
1.128
.688
.102
-.23
2.48
Vakum
1.553
*
.688
.025
.20
2.91
1.936
*
.688
.005
.58
3.29
40%
-.553
.688
.422
-1.91
.80
60%
-.426
.688
.537
-1.78
.93
80%
-1.553
*
.688
.025
-2.91
-.20
Udara Biasa Vakum
Sig.
40% Vakum
80%
Std. Error
Udara Biasa
.383
.688
.578
-.97
1.74
40%
-.936
.688
.175
-2.29
.42
60%
-.809
.688
.241
-2.16
.55
80%
-1.936
*
.688
.005
-3.29
-.58
Vakum -.383 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.
.688
.578
-1.74
.97
Udara Biasa
Multiple Comparisons Dependent Variable:penampakan (I) (J) masa_si masa_si Mean Difference (Impan mpan J) LSD
H-0
H-4
H-8
H-12
H-16
95% Confidence Interval Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
3.080
*
.402
.000
2.29
3.87
H-8
4.600
*
.402
.000
3.81
5.39
H-12
4.686
*
.443
.000
3.81
5.56
H-16
8.120
*
.402
.000
7.33
8.91
H-0
-3.080
*
.402
.000
-3.87
-2.29
H-8
1.520
*
.402
.000
.73
2.31
H-12
1.606
*
.443
.000
.73
2.48
H-16
5.040
*
.402
.000
4.25
5.83
H-0
-4.600
*
.402
.000
-5.39
-3.81
H-4
-1.520
*
.402
.000
-2.31
-.73
H-12
.086
.443
.847
-.79
.96
H-16
3.520
*
.402
.000
2.73
4.31
H-0
-4.686
*
.443
.000
-5.56
-3.81
H-4
*
-1.606
.443
.000
-2.48
-.73
H-8
-.086
.443
.847
-.96
.79
*
.443
.000
2.56
4.31
*
.402
.000
-8.91
-7.33
*
.402
.000
-5.83
-4.25
*
.402
.000
-4.31
-2.73
*
.443
.000
-4.31
-2.56
H-4
H-16
3.434
H-0
-8.120
H-4
-5.040
H-8
-3.520
H-12 -3.434 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 14. Data nilai organoleptik bau fillet ikan patin pada penyimpanan suhu ruang Gas
40% CO2, 60% N2
60% CO2, 40% N2
Panelis
Masa Simpan Jam 10 Jam 15 7 7
1
Jam 0 10
Jam 5 10
Jam 20 3
2
10
5
7
7
4
3
10
10
9
8
6
4
10
7
9
8
8
5
10
10
8
3
4
6
10
10
9
8
6
7
10
10
7
5
10
8
10
10
9
4
-
9
10
10
8
7
-
10
10
10
8
7
-
1
10
9
8
7
5
2
10
8
8
7
3
3
10
10
7
8
9
4
10
9
10
5
8
5
10
8
8
3
3
6
10
10
8
6
9
7
10
8
10
5
9
80% CO2, 20% N2
Vakum
Udara Biasa
8
10
10
8
4
-
9
10
9
7
6
-
10
10
9
8
5
-
1
10
10
8
9
6
2
10
10
8
6
4
3
10
10
5
7
6
4
10
9
7
8
5
5
10
9
9
6
2
6
10
4
8
8
6
7
10
8
8
6
5
8
10
8
10
6
-
9
10
9
6
3
-
10
10
10
9
7
-
1
10
9
7
7
7
2
10
10
8
4
3
3
10
10
7
7
10
4
10
9
6
7
7
5
10
9
7
6
5
6
10
2
10
7
7
7
10
10
7
8
7
8
10
10
8
9
-
9
10
10
9
8
-
10
10
9
8
7
-
1
10
9
8
5
3
2
10
9
9
3
3
3
10
10
8
4
6
4
10
9
8
7
3
5
10
8
9
6
5
6
10
8
7
7
6
7
10
10
7
7
5
8
10
8
8
6
-
9
10
10
8
3
-
10
10
9
10
6
-
Lampiran 14a. Hasil uji Kruskal-Wallis dan uji lanjut Multiple comparison nilai organoleptik bau fillet ikan patin pada penyimpanan suhu ruang Kruskal-Wallis Test Ranks bau Gas
N 2
141.50
3
12
133.67
4
8
94.50
5
13
114.38
6
19
132.84
7
33
122.27
8
40
110.95
9
28
126.39
10
80
113.30
Total masa_simpan
Mean Rank
2
235
2
2
146.75
3
12
200.29
4
8
178.94
5
13
183.58
6
19
185.89
7
33
159.44
8
40
130.12
9
28
112.20
10
80
50.94
Total
235 a,b
Test Statistics Gas Chi-Square 4.317 Df 8 Asymp. Sig. .827 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: bau
masa_simpan 153.417 8 .000
Multiple Comparisons Dependent Variable:bau (I) (J) masa_sim masa_sim Mean Difference (Ipan pan J) LSD
jam0
jam5
jam10
95% Confidence Interval Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
jam5
1.06000
*
.28762
.000
.4933
1.6267
jam10
2.02000
*
.28762
.000
1.4533
2.5867
jam15
3.80000
*
.28762
.000
3.2333
4.3667
jam20
4.34286
*
.31695
.000
3.7184
4.9673
jam0
-1.06000
*
.28762
.000
-1.6267
-.4933
*
jam10
.96000
.28762
.001
.3933
1.5267
jam15
2.74000
*
.28762
.000
2.1733
3.3067
jam20
3.28286
*
.31695
.000
2.6584
3.9073
jam0
-2.02000
*
.28762
.000
-2.5867
-1.4533
jam5
-.96000
*
.28762
.001
-1.5267
-.3933
*
.28762
.000
1.2133
2.3467
jam15
1.78000
jam20 jam15
2.32286
*
.31695
.000
1.6984
2.9473
*
.28762
.000
-4.3667
-3.2333
*
.28762
.000
-3.3067
-2.1733
jam0
-3.80000
jam5
-2.74000
jam10
-1.78000
*
.28762
.000
-2.3467
-1.2133
jam20
.54286
.31695
.088
-.0816
1.1673
*
.31695
.000
-4.9673
-3.7184
*
.31695
.000
-3.9073
-2.6584
*
.31695
.000
-2.9473
-1.6984
jam15 -.54286 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.
.31695
.088
-1.1673
.0816
jam20
jam0
-4.34286
jam5
-3.28286
jam10
-2.32286
Lampiran 15. Data nilai organoleptik bau fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin Gas
40% CO2, 60% N2
60% CO2, 40% N2
80% CO2, 20% N2
Panelis
Hari 4 10
Masa Simpan Hari 8 Hari 12 7 7
1
Hari 0 10
Hari 16 5
2
10
7
7
5
1
3
10
10
7
7
7
4
10
10
7
7
7
5
10
10
5
7
1
6
10
7
7
5
7
7
10
10
7
5
7
8
10
10
5
5
-
9
10
10
7
7
-
10
10
10
10
1
-
1
10
7
7
5
5
2
10
5
7
5
1
3
10
5
7
7
7
4
10
5
10
7
7
5
10
7
7
5
1
6
10
7
7
5
7
7
10
5
7
5
7
8
10
7
5
5
-
9
10
5
7
5
-
10
10
10
7
7
-
1
10
10
7
7
7
2
10
10
5
7
5
3
10
7
5
5
5
4
10
7
7
5
5
5
10
7
5
5
1
6
10
7
7
7
1
7
10
10
5
5
5
8
10
7
10
5
-
9
10
7
7
5
-
10
10
10
7
5
-
1
10
10
7
5
7
2
10
7
7
5
5
Vakum
3
10
10
5
5
7
4
10
10
5
5
7
5
10
7
7
5
7
6
10
7
5
7
1
7
10
5
5
7
1
8
10
10
10
1
-
9
10
10
7
7
-
10
10
10
7
7
-
1
10
7
7
5
1
2
10
7
7
7
1
3
10
7
7
5
1
4
10
7
7
5
1
5
10
7
5
5
1
6
10
7
10
5
7
7
10
10
7
5
1
8
10
7
5
5
-
9
10
10
7
5
-
10
10
10
7
5
-
Udara Biasa
Lampiran 15a. Hasil uji Kruskal-Wallis dan uji lanjut Multiple comparison nilai organoleptik bau fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin Kruskal-Wallis Test Ranks bau gas
N 43
124.56
2
13
132.46
3
10
155.60
4
22
139.36
5
13
74.62
6
22
122.27
7
22
83.82
8
32
100.38
9
8
176.75
10
50
118.00
Total masa_simpan
Mean Rank
1
235
1
43
205.56
2
13
200.69
3
10
115.50
4
22
106.64
5
13
118.77
6
22
135.05
7
22
118.23
8
32
112.06
9
8
100.50
10
50
25.50
Total
235 a,b
Test Statistics gas Chi-Square 26.342 df 9 Asymp. Sig. .002 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: bau
masa_simpan 194.030 9 .000
Multiple Comparisons Dependent Variable:bau
LSD
Mean Difference (IJ)
95% Confidence Interval Std. Error
(I) gas
(J) gas
40%
60%
-.319
.671
.635
-1.64
1.00
80%
-.745
.671
.268
-2.07
.58
Vakum
.106
.671
.874
-1.22
1.43
Udara Biasa
.723
.671
.282
-.60
2.05
40%
.319
.671
.635
-1.00
1.64
80%
-.426
.671
.526
-1.75
.90
60%
Vakum
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
.426
.671
.526
-.90
1.75
1.043
.671
.122
-.28
2.36
40%
.745
.671
.268
-.58
2.07
60%
.426
.671
.526
-.90
1.75
.851
.671
.206
-.47
2.17
*
.671
.030
.15
2.79
40%
-.106
.671
.874
-1.43
1.22
60%
-.426
.671
.526
-1.75
.90
80%
-.851
.671
.206
-2.17
.47
.617
.671
.359
-.70
1.94
40%
-.723
.671
.282
-2.05
.60
60%
-1.043
.671
.122
-2.36
.28
80%
*
-1.468
.671
.030
-2.79
-.15
Vakum -.617 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.
.671
.359
-1.94
.70
Udara Biasa 80%
Vakum Udara Biasa Vakum
1.468
Udara Biasa Udara Biasa
Multiple Comparisons Dependent Variable:bau (I) (J) masa_si masa_si Mean Difference (Impan mpan J) LSD
H-0
H-4
H-8
H-12
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
H-4
3.720
*
.305
.000
3.12
4.32
H-8
4.160
*
.305
.000
3.56
4.76
H-12
4.286
*
.336
.000
3.62
4.95
H-16
8.800
*
.305
.000
8.20
9.40
H-0
-3.720
*
.305
.000
-4.32
-3.12
H-8
.440
.305
.151
-.16
1.04
H-12
.566
.336
.094
-.10
1.23
H-16
5.080
*
.305
.000
4.48
5.68
H-0
-4.160
*
.305
.000
-4.76
-3.56
H-4
-.440
.305
.151
-1.04
.16
H-12
.126
.336
.709
-.54
.79
H-16
4.640
*
.305
.000
4.04
5.24
H-0
-4.286
*
.336
.000
-4.95
-3.62
H-4
-.566
.336
.094
-1.23
.10
-.126
.336
.709
-.79
.54
*
.336
.000
3.85
5.18
*
.305
.000
-9.40
-8.20
*
.305
.000
-5.68
-4.48
*
.305
.000
-5.24
-4.04
*
.336
.000
-5.18
-3.85
H-8 H-16
95% Confidence Interval
H-16
4.514
H-0
-8.800
H-4
-5.080
H-8
-4.640
H-12 -4.514 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 16. Data nilai organoleptik tekstur fillet ikan patin pada penyimpanan suhu ruang Gas
40% CO2, 60% N2
60% CO2, 40% N2
80% CO2, 20% N2
Vakum
Udara Biasa
Panelis
Masa Simpan Jam 10 Jam 15 10 4
1
Jam 0 10
Jam 5 7
Jam 20 1
2
10
7
7
4
4
3
10
10
4
4
4
4
10
10
7
4
4
5
10
7
10
4
7
6
10
4
4
4
4
7
10
10
4
1
7
8
10
10
7
4
-
9
10
10
7
1
-
10
10
10
7
4
-
1
10
7
7
7
4
2
10
4
10
4
4
3
10
4
7
7
4
4
10
10
4
7
4
5
10
4
10
4
4
6
10
4
7
4
7
7
10
10
7
4
10
8
10
10
4
7
-
9
10
4
7
4
-
10
10
7
4
7
-
1
10
10
7
4
4
2
10
10
7
7
4
3
10
7
10
7
7
4
10
10
7
4
4
5
10
7
4
4
4
6
10
7
7
7
5
7
10
10
1
1
7
8
10
10
1
7
-
9
10
7
4
1
-
10
10
10
7
1
-
1
10
4
7
7
7
2
10
7
7
4
4
3
10
10
10
4
7
4
10
10
7
7
4
5
10
4
4
4
7
6
10
7
4
4
7
7
10
7
7
4
4
8
10
10
4
4
-
9
10
4
4
1
-
10
10
10
7
4
-
1
10
4
4
4
4
2
10
3
10
4
10
5
10
6 7
7
4
4
4
7
7
4
1
10
10
1
4
4
7
4
7
10
10
4
4
7
10
10
4
4
7
8
10
10
7
4
-
9
10
7
7
1
-
10
10
7
4
4
-
Lampiran 16a. Hasil uji Kruskal-Wallis dan uji lanjut Multiple comparison nilai organoleptik tekstur fillet ikan patin pada penyimpanan suhu ruang Kruskal-Wallis Test Ranks tekstur Gas
N 23
140.48
4
58
124.48
5
9
86.67
7
64
113.59
10
81
113.94
Total masa_simpan
Mean Rank
1
235
1
23
195.17
4
58
143.60
5
9
218.00
7
64
140.38
10
81
48.96
Total
235 a,b
Test Statistics Gas Chi-Square 5.741 df 4 Asymp. Sig. .219 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: tekstur
masa_simpan 154.275 4 .000
Multiple Comparisons Dependent Variable:tekstur (I) (J) masa_sim masa_sim Mean Difference (Ipan pan J) LSD
jam0
jam5
jam10
jam15
jam20
95% Confidence Interval Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
jam5
2.16000
*
.40293
.000
1.3661
2.9539
jam10
3.84000
*
.40293
.000
3.0461
4.6339
jam15
5.82000
*
.40293
.000
5.0261
6.6139
jam20
5.74286
*
.44400
.000
4.8680
6.6177
jam0
-2.16000
*
.40293
.000
-2.9539
-1.3661
jam10
1.68000
*
.40293
.000
.8861
2.4739
jam15
3.66000
*
.40293
.000
2.8661
4.4539
jam20
3.58286
*
.44400
.000
2.7080
4.4577
jam0
-3.84000
*
.40293
.000
-4.6339
-3.0461
jam5
-1.68000
*
.40293
.000
-2.4739
-.8861 2.7739
jam15
1.98000
*
.40293
.000
1.1861
jam20
1.90286
*
.44400
.000
1.0280
2.7777
jam0
-5.82000
*
.40293
.000
-6.6139
-5.0261
jam5
-3.66000
*
.40293
.000
-4.4539
-2.8661
jam10
*
-1.98000
.40293
.000
-2.7739
-1.1861
jam20
-.07714
.44400
.862
-.9520
.7977
*
.44400
.000
-6.6177
-4.8680
*
.44400
.000
-4.4577
-2.7080
*
.44400
.000
-2.7777
-1.0280
.44400
.862
-.7977
.9520
jam0
-5.74286
jam5
-3.58286
jam10
-1.90286
jam15 .07714 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 17. Data nilai organoleptik tekstur fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin Gas
40% CO2, 60% N2
60% CO2, 40% N2
Panelis
Masa Simpan Hari 8 Hari 12 7 7
1
Hari 0 10
Hari 4 10
Hari 16 5
2
10
7
7
5
1
3
10
10
7
7
7
4
10
10
7
7
7
5
10
10
5
7
1
6
10
7
7
5
7
7
10
10
7
5
7
8
10
10
5
5
-
9
10
10
7
7
-
10
10
10
10
1
-
1
10
7
7
5
5
2
10
5
7
5
1
3
10
5
7
7
7
4
10
5
10
7
7
5
10
7
7
5
1
6
10
7
7
5
7
7
10
5
7
5
7
8
10
7
5
5
-
9
10
5
7
5
-
80% CO2, 20% N2
10
10
10
7
7
-
1
10
10
7
7
7
2
10
10
5
7
5
3
10
7
5
5
5
4
10
7
7
5
5
5
10
7
5
5
1
6
10
7
7
7
1
7
10
10
5
5
5
8
10
7
10
5
-
9
10
7
7
5
-
10
10
10
7
5
-
1
10
10
7
5
7
2
10
7
7
5
5
3
10
10
5
5
7
4
10
10
5
5
7
5
10
7
7
5
7
6
10
7
5
7
1
7
10
5
5
7
1
8
10
10
10
1
-
9
10
10
7
7
-
10
10
10
7
7
-
1
10
7
7
5
1
2
10
7
7
7
1
3
10
7
7
5
1
4
10
7
7
5
1
5
10
7
5
5
1
6
10
7
10
5
7
7
10
10
7
5
1
8
10
7
5
5
-
9
10
10
7
5
-
10
10
10
7
5
-
Vakum
Udara Biasa
Lampiran 17a. Hasil uji Kruskal-Wallis dan uji lanjut Multiple comparison nilai organoleptik tekstur fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin Kruskal-Wallis Test Ranks Tekstur gas
N
1
64
133.42
4
86
108.16
7
29
100.17
10
56
124.71
Total masa_simpan
Mean Rank
235
1
64
179.25
4
86
132.48
7
29
108.17
10
56
30.86
Total
235 a,b
Test Statistics gas
masa_simpan
Chi-Square 7.953 df 3 Asymp. Sig. .047 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: tekstur
154.950 3 .000
Multiple Comparisons Dependent Variable:tekstur
LSD
(I) gas
(J) gas
40%
60% 80%
Upper Bound
.064
.695
.927
-1.30
1.43
1.000
-1.37
1.37
.695
.783
-1.56
1.18
.638
.695
.359
-.73
2.01
40%
-.064
.695
.927
-1.43
1.30
80%
-.064
.695
.927
-1.43
1.30
Vakum
-.255
.695
.714
-1.62
1.11
Udara Biasa
.574
.695
.409
-.79
1.94
40%
.000
.695
1.000
-1.37
1.37
.064
.695
.927
-1.30
1.43
-.191
.695
.783
-1.56
1.18
Udara Biasa
.638
.695
.359
-.73
2.01
40%
.191
.695
.783
-1.18
1.56
60%
.255
.695
.714
-1.11
1.62
80%
.191
.695
.783
-1.18
1.56
Udara Biasa
.830
.695
.233
-.54
2.20
40%
-.638
.695
.359
-2.01
.73
60%
-.574
.695
.409
-1.94
.79
80%
-.638
.695
.359
-2.01
.73
Vakum
-.830
.695
.233
-2.20
.54
Vakum
Udara Biasa
Lower Bound
.695
60%
Vakum
95% Confidence Interval Sig.
.000
Udara Biasa
80%
Std. Error
-.191
Vakum 60%
Mean Difference (I-J)
Multiple Comparisons Dependent Variable:tekstur (I) (J) masa_si masa_si Mean Difference (Impan mpan J) LSD
H-0
H-4
H-8
H-12
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
H-4
4.680
*
.334
.000
4.02
5.34
H-8
6.360
*
.334
.000
5.70
7.02
H-12
5.743
*
.368
.000
5.02
6.47
H-16
8.520
*
.334
.000
7.86
9.18
*
H-0
-4.680
.334
.000
-5.34
-4.02
H-8
1.680
*
.334
.000
1.02
2.34
H-12
1.063
*
.368
.004
.34
1.79
H-16
3.840
*
.334
.000
3.18
4.50
*
H-0
-6.360
.334
.000
-7.02
-5.70
H-4
-1.680
*
.334
.000
-2.34
-1.02
H-12
-.617
.368
.094
-1.34
.11
H-16
2.160
*
.334
.000
1.50
2.82
H-0
-5.743
*
.368
.000
-6.47
-5.02
H-4
-1.063
*
.368
.004
-1.79
-.34
H-8
.617
.368
.094
-.11
1.34
*
.368
.000
2.05
3.50
*
.334
.000
-9.18
-7.86
*
.334
.000
-4.50
-3.18
*
.334
.000
-2.82
-1.50
*
.368
.000
-3.50
-2.05
H-16 H-16
95% Confidence Interval
2.777
H-0
-8.520
H-4
-3.840
H-8
-2.160
H-12 -2.777 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 18. Foto Fillet Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus) yang dikemas dalam kemasan atmosfer termodifikasi
Lampiran 19. Foto Pengerjaan Pengemasan Atmosfer Termodifikasi Fillet Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus)
Lampiran 20. Foto Cosmotector tipe X-314
Lampiran 21. Foto Flowmeter
Lampiran 22. Foto Pompa Vakum