KAJIAN PENYIMPANAN BUAH PISANG (CV. MAS KIRANA) DENGAN KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI AKTIF MENGGUNAKAN KALIUM PERMANGANAT
ADHITYA YUDHA PRADHANA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Penyimpanan Buah Pisang (Cv. Mas Kirana) dengan Kemasan Atmosfir Termodifikasi Aktif Menggunakan Kalium Permanganat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Adhitya Yudha Pradhana NIM F153110071
*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait
RINGKASAN ADHITYA YUDHA PRADHANA. Kajian Penyimpanan Buah Pisang (Cv. Mas Kirana) dalam Kemasan Atmosfir Termodifikasi Aktif menggunakan Kalium Permanganat. Di bawah bimbingan ROKHANI HASBULLAH dan Y. ARIS PURWANTO. Cv. Mas Kirana merupakan salah satu varietas pisang yang populer, umumnya tumbuh di Indonesia dan merupakan pendukung utama industri dan perdagangan pisang domestik dan ekspor. Kendala dan masalah utama yang berkaitan dengan penanganan pascapanen pisang segar adalah umur simpan dan penanganan pascapanen yang kurang tepat. Ada kebutuhan untuk menemukan cara penyimpanan yang tepat untuk memperpanjang umur simpan dan mempertahankan kualitas buah pada kemasan ritel untuk pasar domestik. Kemasan Atmosfir termodifikasi (MAP) adalah teknik yang ideal dan dikenal memiliki potensi besar untuk memperpanjang umur simpan pascapanen pisang dengan kalium Permanganat (KMnO4) sachet sebagai penyerap etilen yang digunakan dalam MAP untuk menyerap produksi etilen endogen. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi umur simpan dan kualitas buah dalam kemasan MAP, dengan atau tanpa penyerap etilen (KMnO4). Data diperoleh dari analisis fisik, kimia dan evaluasi sensori yang dianalisis menggunakan analisis sidik ragam dengan uji Duncan (p<0.05) untuk mendapatkan pengaruh nyata ratarata perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur simpan buah pisang yang dikemas dalam White Stretch Film (WSF) dengan KMnO4 (MAP aktif) pada suhu 28 °C dapat memperpanjang sampai 10 hari dibandingkan dengan 6 hari untuk pisang kontrol yang dikemas tanpa KMnO4 (MAP pasif), dan umur simpan buah yang dikemas dalam MAP aktif pada suhu 15 °C dapat memperpanjang sampai 24 hari dibandingkan 16 hari untuk MAP pasif. Perlakuan MAP aktif dapat menunda susut bobot, warna, kekerasan, kadar pati, total padatan terlarut, vitamin C, dan kadar air daging buah dibandingkan pisang kontrol tanpa KMnO4 (MAP pasif). Kualitas sensori (warna, kekerasan, aroma, dan rasa) buah yang matang penuh untuk WSF tanpa KMnO4 dan WSF dengan KMnO4 sangat baik. Kata kunci: kemasan atmosfir termodifikasi aktif, kalium permanganat, penyerap etilen, pisang
SUMMARY ADHITYA YUDHA PRADHANA. Study of Banana (Cv. Mas Kirana) Storage in Active Modified Atmosphere Packaging using Potassium Permanganate. Supervised by ROKHANI HASBULLAH and Y. ARIS PURWANTO. Cv. Mas Kirana is one of popular banana variety commonly grown in Indonesia and the mainstay of banana industry for both domestic and export trades. Major constraints and problem associated with postharvest handling of fresh banana are short shelf life and lack of postharvest handling. There is a need to find appropriate storage method in order to extend the storage life to mantain the fruit quality for retail packaging for domestic market. Modified atmosphere packaging (MAP) is an ideal preservation technique and is known to have great potential to extending the postharvest life of banana with potassium permanganate (KMnO4) sachets as ethylene absorbent were used in MAP to absorb endogenously produced ethylene. The purpose of this study was to evaluated for fruit quality and shelf life under MAP packaging, with or without an (KMnO4). The data obtained from physico chemical analysis and sensory evaluation were analyzed statically for analysis of variance with Duncan test (p<0.05) was used to detect significant differences for the treatment means. The results indicate that the shelf life of fruits packed under White Stretch Film (WSF) with KMnO4 (active MAP) at 28 °C could be extended up to 10 days compared to 6 days for banana control packed under WSF without KMnO4 (passive MAP), and the shelf life of fruits packed under active MAP at 15 °C could be extended up to 24 days compared to 16 days for passive MAP. Active MAP treatments delayed weight loss, colour, texture, starch content, total soluble solids (TSS), ascorbic acid (Vitamin C) and pulp of water content as compared to control banana (passive MAP). Sensory quality (colour, texture, aroma, and taste) of fully ripe fruits of both WSF without KMnO4 and WSF with KMnO4 was very good. Key words: Active modified atmosfir packaging, potassium permanganate, ethylene absorbent, banana
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
KAJIAN PENYIMPANAN BUAH PISANG (CV. MAS KIRANA) DENGAN KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI AKTIF MENGGUNAKAN KALIUM PERMANGANAT
ADHITYA YUDHA PRADHANA
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Pascapanen
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Penguji Luar Komisi Pembimbing: Prof Dr Ir Sutrisno, MAgr
Judul Tesis
:
Nama NIM
: :
Kajian Penyimpanan Buah Pisang (Cv. Mas Kirana) dengan Kemasan Atmosfir Termodifikasi Aktif Menggunakan Kalium Permanganat Adhitya Yudha Pradhana F153110071
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Rokhani Hasbullah, MSi Ketua
Dr Ir Y Aris Purwanto, MSc Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Teknologi Pascapanen
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir Sutrisno, MAgr
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 6 Februari 2014 (tanggal pelaksanaan ujian tesis)
Tanggal Lulus: (tanggal penandatanganan tesis oleh Dekan Sekolah Pascasarjana)
i
DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Hipotesis Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Pisang Mas Kirana (Musa sp. AA Group) Indeks Skala Warna Kulit Buah Pascapanen Pisang Respirasi Penyerap Etilen Kalium permanganat (KMnO4) Silica gel Efektivitas Penyerap Etilen Penyimpanan Dingin Pengemasan Atmosfir Termodifikasi Kemasan Aktif METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Pengukuran laju respirasi Perancangan kemasan MAP Pembuatan penyerap etilen Prosedur Analisis Pengukuran komposisi gas Pengukuran susut bobot Pengukuran warna Pengukuran kekerasan Pengukuran total padatan terlarut Pengukuran kadar pati Pengukuran kandungan vitamin C Pengukuran kadar air daging pisang Uji organoleptik (sensori) Rancangan Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Laju Respirasi Pisang Mas Kirana Simulasi Perancangan Kemasan MAP Komposisi Gas O2 dan CO2 dalam Kemasan
i iii iv viii 1 2 2 2 3 4 6 6 8 8 10 11 12 12 14 16 16 16 17 18 19 23 23 23 23 24 24 24 25 25 26 26 28 30 31
ii
DAFTAR ISI (lanjutan)
Mutu Buah Pisang Mas Kirana Susut bobot Warna (nilai °hue) Kekerasan Total padatan terlarut (TPT) Kadar pati Vitamin C Kadar air daging pisang Organoleptik (sensori) SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
34 34 37 41 43 46 51 53 56 59 60 65
iii
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7
Kandungan gizi beberapa jenis buah pisang (tiap 100 g buah segar) Deskripsi kematangan buah pisang berdasarkan warna kulit Laju respirasi produk hortikultura Laju produksi etilen produk hortikultura (Kader 1985) Umur simpan beberapa jenis buah dengan kondisi tertentu Rekomendasi komposisi gas untuk beberapa buah (Kader 1997) Permeabilitas berbagai film kemasan pada suhu yang berbeda (ml. mm /m2.hr.atm) (Gunadnya 1993) 8 Transmisi uap air beberapa jenis film kemasan (Sacharow 1980) 9 Rata-rata laju respirasi dan nilai RQ buah pisang Mas Kirana 10 Rancangan ukuran kemasan buah pisang Mas Kirana 11 Konsentrasi gas O2 dan CO2 dalam kondisi kesetimbangan di dalam kemasan MAP
4 5 7 8 12 13 13 14 30 30 32
iv
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
14
15 16
17
18
19
20
Pisang Mas Kirana (Dinas Pertanian Lumajang 2012) Grafik laju respirasi klimakterik dan non-klimakterik Skema kemasan atmosfir termodifikasi aktif (a) Silica gel (b) Larutan KMnO4 Diagram alir pengukuran laju respirasi buah pisang Mas Kirana Pengukuran laju respirasi pisang Mas Kirana dengan menggunakan cosmotector Diagram alir tahap pembuatan penyerap etilen (a) Penyerap etilen (b) Penyerap etilen dalam sachet Diagram alir penelitian tahap ketiga a) Chromameter dan b) Sistem notasi warna Hunter Alat pengukur kekerasan dengan rheometer Refraktometer digital Laju konsumsi O2 pada pisang Mas Kirana, —▲— suhu ±28 °C, dan —●— suhu 15 °C. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D (Standar Deviasi). Pengaruh suhu dan penyerap etilen terhadap produksi CO2 pada pisang Mas Kirana, --Δ-- suhu ±28 °C, —○— suhu 15 °C. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D (Standar Deviasi). Pengukuran konsentrasi gas O2 dan CO2 pisang Mas Kirana pada kemasan Konsentrasi gas pada plastik WSF dengan suhu ±28 °C, --Δ— [O2] tanpa KMnO4, —○— [CO2] tanpa KMnO4, —▲— [O2] dengan KMnO4—●— [CO2] dengan KMnO4. Konsentrasi gas pada plastik WSF dengan suhu 15 °C --◊-- [O2] tanpa KMnO4,--□—[CO2] tanpa KMnO4, —♦— [O2] dengan KMnO4, —■— [CO2] dengan KMnO4. Pengaruh suhu, penyerap etilen, dan jenis plastik terhadap susut bobot (%) pada suhu 28 °C, --◊--LDPE tanpa KMnO4,—♦— LDPE dengan KMnO4,--□--PP tanpa KMnO4,—■— PP dengan KMnO4,--Δ--WSF tanpa KMnO4,—▲—WSF dengan KMnO4. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D (Standar Deviasi). Pengaruh suhu, penyerap etilen, dan jenis plastik terhadap susut bobot (%) pada suhu 15 °C, --◊--LDPE tanpa KMnO4,—♦— LDPE dengan KMnO4,--□--PP tanpa KMnO4,—■—PP dengan KMnO4,--Δ--WSF tanpa KMnO4,—▲—WSF dengan KMnO4. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D (Standar Deviasi). Pengaruh suhu, penyerap etilen, dan jenis plastik terhadap nilai °hue pada suhu 28 °C, --◊--LDPE tanpa KMnO4,—♦—LDPE dengan KMnO4,--□--PP tanpa KMnO4,—■—PP dengan KMnO4,-Δ--WSF tanpa KMnO4,—▲—WSF dengan KMnO4. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D (Standar Deviasi).
3 7 15 16 17 18 20 21 22 23 24 24
28
29 31
33
33
35
36
37
v
DAFTAR GAMBAR (Lanjutan) 21 Pengaruh suhu, penyerap etilen, dan jenis plastik terhadap nilai °hue pada suhu 15 °C, --◊--LDPE tanpa KMnO4,—♦—LDPE dengan KMnO4,--□--PP tanpa KMnO4,—■—PP dengan KMnO4,-Δ--WSF tanpa KMnO4,—▲—WSF dengan KMnO4. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D (Standar Deviasi). 22 Kenampakan buah pisang Mas Kirana dalam kemasan MAP pada penyimpanan hari ke-4 dengan suhu 28 °C 23 Kenampakan buah pisang Mas Kirana dalam kemasan pada penyimpanan hari ke-12 dengan suhu 15 °C 24 Pengaruh suhu, penyerap etilen, dan jenis plastik terhadap kekerasan pada suhu 28 °C,--◊--LDPE tanpa KMnO4,—♦—LDPE dengan KMnO4,--□--PP tanpa KMnO4,—■—PP dengan KMnO4,-Δ--WSF tanpa KMnO4,—▲—WSF dengan KMnO4. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D (Standar Deviasi). 25 Pengaruh suhu, penyerap etilen, dan jenis plastik terhadap kekerasan pada suhu 15 °C, --◊--LDPE tanpa KMnO4,—♦— LDPE dengan KMnO4,--□--PP tanpa KMnO4,—■—PP dengan KMnO4,--Δ--WSF tanpa KMnO4,—▲—WSF dengan KMnO4. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D (Standar Deviasi). 26 Pengaruh suhu, penyerap etilen, dan jenis plastik terhadap total padatan terlarut (°Brix) pada suhu 28 °C, --◊--LDPE tanpa KMnO4,—♦—LDPE dengan KMnO4,--□--PP tanpa KMnO4,— ■—PP dengan KMnO4,--Δ--WSF tanpa KMnO4,—▲—WSF dengan KMnO4. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D (Standar Deviasi). 27 Pengaruh suhu, penyerap etilen, dan jenis plastik terhadap total padatan terlarut (°Brix) pada suhu 15 °C--◊--LDPE tanpa KMnO4,—♦—LDPE dengan KMnO4,--□--PP tanpa KMnO4,— ■—PP dengan KMnO4,--Δ--WSF tanpa KMnO4,—▲—WSF dengan KMnO4. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D (Standar Deviasi). 28 Pengaruh suhu, penyerap etilen, dan jenis plastik terhadap kadar pati (%) pada suhu 28 °C,--◊--LDPE tanpa penyerap etilen,—♦— LDPE dengan penyerap etilen,--□--PP tanpa penyerap etilen,— ■—PP dengan penyerap etilen,--Δ—WSF tanpa penyerap etilen,—▲—WSF dengan penyerap etilen. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D (Standar Deviasi).
38 39 40
41
42
44
45
46
vi
DAFTAR GAMBAR (Lanjutan) 29 Pengaruh suhu, penyerap etilen, dan jenis plastik terhadap kadar pati (%) pada suhu 15 °C, --◊--LDPE tanpa KMnO4,—♦—LDPE dengan KMnO4,--□--PP tanpa KMnO4,—■—PP dengan KMnO4,-Δ--WSF tanpa KMnO4,—▲—WSF dengan KMnO4. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D (Standar Deviasi). 30 Hubungan regresi linier antara kadar pati (%) dengan penyimpanan pada suhu 28 °C 31 Hubungan regresi linier antara total padatan terlarut (°Brix) dengan penyimpanan pada suhu 28 °C 32 Hubungan regresi linier antara kadar pati (%) dengan penyimpanan pada suhu 15 °C 33 Hubungan regresi linier antara total padatan terlarut (°Brix) dengan penyimpanan pada suhu 15 °C 34 Pengaruh suhu, penyerap etilen, dan jenis plastik terhadap vitamin C pada suhu 28 °C, --◊--LDPE tanpa KMnO4,—♦—LDPE dengan KMnO4,--□--PP tanpa KMnO4,—■—PP dengan KMnO4,--Δ-WSF tanpa KMnO4,—▲—WSF dengan KMnO4. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D (Standar Deviasi). 35 Pengaruh suhu, penyerap etilen, dan jenis plastik terhadap vitamin C pada suhu 15 °C, --◊--LDPE tanpa KMnO4,—♦—LDPE dengan KMnO4,--□--PP tanpa KMnO4,—■—PP dengan KMnO4,--Δ-WSF tanpa KMnO4,—▲—WSF dengan KMnO4. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D (Standar Deviasi). 36 Pengaruh suhu, penyerap etilen, dan jenis plastik terhadap kadar air daging pisang Mas Kirana pada suhu 28 °C, --◊--LDPE tanpa KMnO4,—♦—LDPE dengan KMnO4,--□--PP tanpa KMnO4,— ■—PP dengan KMnO4,--Δ--WSF tanpa KMnO4,—▲—WSF dengan KMnO4. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D (Standar Deviasi). 37 Pengaruh suhu, penyerap etilen, dan jenis plastik terhadap kadar air daging pisang Mas Kirana pada suhu 15 °C, --◊--LDPE tanpa KMnO4,—♦—LDPE dengan KMnO4,--□--PP tanpa KMnO4,— ■—PP dengan KMnO4,--Δ--WSF tanpa KMnO4,—▲—WSF dengan KMnO4. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D (Standar Deviasi 38 Pengaruh suhu, penyerap etilen (KMnO4), dan jenis plastik terhadap nilai organoleptik warna kulit pisang Mas Kirana. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D (Standar Deviasi). 39 Pengaruh suhu, penyerap etilen (KMnO4), dan jenis plastik terhadap nilai organoleptik tekstur/kekerasan pisang Mas Kirana. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D (Standar Deviasi).
47 48 49 49 50
51
53
54
55
56
56
vii
DAFTAR GAMBAR (Lanjutan) 40 Pengaruh suhu, penyerap etilen (KMnO4), dan jenis plastik terhadap nilai organoleptik aroma pisang Mas Kirana. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D (Standar Deviasi). 41 Pengaruh suhu, penyerap etilen (KMnO4), dan jenis plastik terhadap nilai organoleptik rasa pisang Mas Kirana. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D (Standar Deviasi).
57
57
viii
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Foto perubahan pisang Mas Kirana selama penyimpanaan Dokumentasi pengukuran mutu buah pisang Mas Kirana Konsentrasi gas O2 dan CO2 dalam kemasan LDPE dan PP Analisis sidik ragam terhadap laju konsumsi O2 (ml/kg.jam) Analisis sidik ragam terhadap laju produksi CO2 (ml/kg.jam) Analisis sidik ragam terhadap susut bobot (%) Analisis sidik ragam terhadap warna (°hue) Analisis sidik ragam terhadap kekerasan (kgf) Analisis sidik ragam terhadap total padatan terlarut (°Brix) Analisis sidik ragam terhadap kadar pati (%) Analisis sidik ragam terhadap vitamin C (mg/100g) Analisis sidik ragam terhadap kadar air daging pisang Mas Kirana (%) Analisis sidik ragam terhadap nilai organoleptik Simulasi aspek ekonomi kemasan MAP aktif Simulasi volume bebas kemasan Formulir uji organoleptik buah pisang Mas Kirana
66 68 69 70 71 72 74 76 78 80 82 84 86 88 89 90
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah tesis yang berjudul “Kajian Penyimpanan Buah Pisang (Cv. Mas Kirana) dengan Kemasan Atmosfir Termodifikasi Aktif Menggunakan Kalium Permanganat” dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan terimakasih pada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya ilmiah tesis ini. Ucapan terimakasih disampaikan kepada : 1. Dr Ir Rokhani Hasbullah, MSi dan Dr Ir Y Aris Purwanto, MSc, sebagai komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahannya kepada penulis. 2. Prof Dr Ir Sutrisno, MAgr, selaku dosen penguji penulis yang telah memberikan saran dan perbaikan kepada penulis. 3. Pak Sulyaden dan Sugihartati terimakasih atas bantuan dan masukannya selama berada di Laboratorium TPPHP 4. Orang tua penulis Budi Eko Cahyono dan adik penulis Ardandy Prajamukti terimakasih atas doa dan dukungannya kepada penulis 5. Anggen safutri terimakasih atas kasih sayangnya yang selalu memotivasi dan membantu penelitian penulis 6. Semua teman-teman Teknologi Pascapanen angkatan 2011, terimakasih kepada Nurhayati Hamzah, Nurman Susilo, Asniwati Zainuddin, Nini M Renur, Renny Anggraini, Agus Supriatna S, dan Rahmawati Nurdjanah yang telah memberikan bantuan, masukan, dan semangat kepada penulis. 7. Teman-teman Teknik Pertanian 46, Gina, Rahma, Awanis, Eti, Sandro, Rizka, terimakasih atas semangat dan bantuannya selama di laboratorium TPPHP. Demikian, semoga karya ilmiah tesis ini dapat bermanfaat
Bogor, Februari 2014 Adhitya Yudha Pradhana
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Cv. Mas Kirana merupakan salah satu varietas pisang yang populer, umumnya tumbuh di Indonesia dan pendukung utama industri dan perdagangan pisang domestik dan ekspor. Kendala dan masalah utama yang berkaitan dengan penanganan pascapanen pisang segar adalah umur simpan dan penanganan pascapanen yang kurang tepat. Ada kebutuhan untuk menemukan cara penyimpanan yang tepat untuk memperpanjang umur simpan dan mempertahankan mutu buah pada kemasan ritel untuk pasar domestik. Sayangnya mutu pisang di pasaran masih rendah. Mutu pisang yang rendah tidak memenuhi standar mutu pisang dunia. Riskomar (2005) menyatakan mutu komoditas pisang ditentukan oleh bentuk yang sempurna, kematangan yang seragam, warna yang cerah, kesegaran alami, daging buah tidak lembek dan aroma serta rasa yang enak. Kehilangan mutu selama penanganan pascapanen harus sebanyak mungkin dikurangi supaya pisang lokal dapat berkembang di pasaran domestik dan tidak kalah bersaing dengan pisang impor. Produk hortikultura termasuk pisang umumnya bersifat tidak tahan lama, mudah rusak, dan meruah (voluminous). Hal ini disebabkan oleh tingginya tingkat respirasi buah dan produksi etilen endogen selama proses pematangan buah, terutama pada lingkungan tropis yang bersifat relatif hangat. Buah sangat sensitif terhadap kehadiran etilen dan dalam tempat penyimpanan kehadirannya tidak diinginkan. Untuk itulah diperlukan teknologi Modified Atmosphere Packaging (MAP) yang mampu memodifikasi komposisi udara di sekitar produk melalui bahan kemasan yang permeabel, sehingga laju respirasi produk menurun. Kemasan atmosfer termodifikasi (MAP) adalah teknik yang ideal (Mangaraj dan Goswami 2009). Selain mempertahankan kelembaban tinggi yang diinginkan di sekitar buah, MAP telah menunjukkan bahwa kemasan dalam kantong tidak berlubang memperpanjang umur simpan buah pisang cv. Sucrier (Romphophak et al. 2004). Dalam teknik MAP dikenal MAP aktif dan MAP pasif. MAP aktif adalah jika komposisi udara atau gas di dalam kemasan diubah dengan memasukkan bahan tambahan di dalam kemasan, misalnya dengan memberikan penyerap etilen. MAP dikatakan pasif jika hanya mengandalkan permeabilitas plastik saja dalam pertukaran gas. Dewasa ini, kebutuhan akan buah-buahan segar, khususnya buah pisang yang praktis dalam kemasan retail yang mudah untuk dibawa oleh konsumen akan tercermin nilai tambah dan nilai estetika. Buah yang bersih terlindung dengan kemasan dapat meminimalisir gangguan lingkungan luar kemasan yang dapat menyebabkan buah tidak higienis, buah cepat busuk dan terjadinya kerusakan buah karena penumpukan yang berlebih, contohnya terjadi di pasar maupun supermarket buah. Untuk itulah dibutuhkan kemasan retail yang praktis dan ditempatkan pada display swalayan sehingga akan memberikan nilai tambah pada kemasan retail, dan dapat menguntungkan secara ekonomis untuk pedagang buah pisang Mas Kirana karena kemasan retail swalayan ini ditujukan untuk kalangan menengah keatas, sehingga produk ini dapat dijual dengan harga yang bagus. Dipilihnya pisang Mas Kirana dalam penelitian ini karena mempunyai kulit buah yang kuning cerah keemasan, dengan aroma maupun rasa yang enak dan warna kulitnya lebih bagus jika dibandingkan dengan pisang Raja Bulu. Pisang
2
Mas Kirana juga digunakan sebagai suguhan istana negara Indonesia. Pisang Mas Kirana sudah mulai dilirik pasar Eropa dan rencananya akan dikenalkan dalam ekspo Hortikultura di Berlin, Jerman. Pisang ini juga sudah diminati oleh bangsa Eropa melalui NGO (Non Government Organization) atau LSM, Joao Palacios Morales selaku konsultan buah dan sayuran (Consultant Fruit and Vegetables) dari Swiss Import Promotion Programme (SIPPO) datang ke Lumajang Jawa Timur untuk melakukan penjajakan (Gustiawati 2013).
Hipotesis Kalium permanganat, jenis plastik, dan suhu berpengaruh terhadap penundaan pematangan dan umur simpan buah pisang Mas Kirana. Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah: Mengkaji penggunaan sistem MAP aktif dengan penyerap etilen (KMnO4) untuk memperpanjang umur simpan buah, agar dapat mempertahankan kualitas buah pisang Mas Kirana selama penyimpanan. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1. Mengkaji laju respirasi buah pisang Mas Kirana pada suhu ±28 °C dan suhu 15 °C. 2. Merancang kemasan MAP aktif pada buah pisang Mas Kirana. 3. Mengkaji pengaruh penyerap etilen dari KMnO4 dan silica gel terhadap masa simpan dan mutu buah pisang Mas Kirana yang disimpan dalam kemasan atmosfir termodifikasi aktif.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada para pedagang retail buah pisang di pasar maupun swalayan untuk mempertahankan umur simpan buah pisang. Selain itu dapat memberikan kontribusi positif bagi perusahaan yang bergerak dalam pemanfaatan KMnO4, silica gel, dan kemasan.
3
TINJAUAN PUSTAKA Pisang Mas Kirana (Musa sp. AA Group) Indonesia merupakan salah satu penghasil terbesar buah pisang di dunia. Iklim tropis yang sesuai serta kondisi tanah yang banyak mengandung humus memungkinkan tanaman pisang tersebar luas di Indonesia. Saat ini, hampir seluruh wilayah Indonesia merupakan daerah penghasil pisang. Pisang Mas termasuk jenis pisang diploid (AA Group) dengan kultivar acuminata (Robinson 1999). Pisang Mas Kirana berukuran kecil dengan diameter 3-4 cm. Kulit buahnya tipis dan berwarna kuning cerah saat masak. Daging buahnya lunak, rasanya sangat manis, dan aromanya harum. Pisang Mas Kirana cocok untuk hidangan buah segar. Dalam satu tandan terdapat 5-9 sisir, satu sisir bisa berisi 18 buah. Berat per tandan 8-12 kg. Salah satu varietas pisang Mas yang terkenal adalah pisang Mas Kirana. Robinson (1999) menyatakan bahwa tandan buah pisang Mas Kirana kecil dan menghasilkan buah yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan jenis pisang triploid. Pada Gambar 1 memperlihatkan tanda buah pisang Mas Kirana yang matang. Secara alami buah pada sisir pertama (pangkal) lebih cepat matang dibandingkan dengan buah pada sisir berikutnya, pada buah pisang, pematangan bermula dari ujung buah dalam satu tandan. Ukuran fisik buah relatif mengecil setelah sisir pertama (bagian pangkal tandan), tetapi ternyata kadar pati tidak ada perbedaan (Antarlina et al. 2005).
Gambar 1 Pisang Mas Kirana (Dinas Pertanian Lumajang 2012) Berbagai jenis pisang memiliki kandungan gizi berbeda dalam komposisi nilai nutrisi. Pada pisang Mas Kirana, setiap 100 g bagian buah matang yang dapat dimakan kira-kira terkandung 64.2 g air, 1.4 g protein, 0 g lemak, 33.6 g karbohidrat, dan 2 mg vitamin C. Buah pisang banyak digunakan dalam diet rendah lemak, kolesterol, dan garam. Pisang merupakan sumber bagi vitamin C dan vitamin B1, dengan sedikit sekali vitamin A. Tabel 1 menyajikan kandungan gizi beberapa jenis pisang.
4
Tabel 1 Kandungan gizi beberapa jenis buah pisang (tiap 100 g buah segar) Jenis Pisang Kandungan gizi Ambon Raja Raja Sere Uli Mas Kirana Kalori (kal) 99 120 118 146 127 Protein (g) 1.2 1.2 1.2 2 1.4 Lemak (g) 0 0 0 0 0 Karbohidrat (g) 25.8 31.8 31.1 38.2 33.6 Kalsium (mg) 8.0 10 7 10 7 Fosfor (mg) 28.0 22 29 28 25 Zat besi (mg) 0.5 0.8 0.3 0.9 0.8 Vit.A (S.I) 146 950 112 75 79 Vit.BI (mg) 0.08 0.06 0 0.05 0.09 Vit C (mg) 3 10 4 3 2 Air (g) 72 65.8 67 59.1 64.2 Sumber: Budidaya Pisang dengan Bibit Kultur Jaringan (2002) dalam Dirjen Bina Produksi Hortikultura (2003).
Indeks Skala Warna Kulit Buah Kualitas (mutu) buah pisang ditentukan dari derajat ketuaan, kebersihan, bentuk, ada tidaknya buah dempet atau buah yang lepas, serta terkena hama atau penyakit. Pisang umumnya dipanen apabila pada sisir pertama dari tandan sudah terdapat 1-2 buah yang menguning. Pada saat itu pertumbuhan buah sudah mencapai atau mendekati maksimum. Sisir buah masih berwarna hijau, namun proses pematangan (ripening process) masih akan berlanjut sesudah proses pemetikan karena pisang termasuk kelompok klimakterik. Tingkat kematangan buah pisang ditandai dari warnanya. Athapol (1993) dan Prabawati et al. (2009) menyatakan bahwa derajat kekuningan kulit buah tersebut dinilai dengan angka antara 1 sampai 8. Tabel 2 menyajikan deskripsi kematangan buah pisang berdasarkan warna kulit. Pada penelitian ini digunakan buah pisang Mas Kirana indeks warna 2.
5
Tabel 2 Deskripsi kematangan buah pisang berdasarkan warna kulit
( Prabawati et al. 2009)
6
Pascapanen Pisang Penanganan pascapanen (postharvest) sering disebut juga sebagai pengolahan primer (primary processing) merupakan istilah yang digunakan untuk semua perlakuan dari panen sampai komoditas dapat dikonsumsi segar atau untuk persiapan pengolahan berikutnya. Umumnya perlakuan tersebut tidak mengubah bentuk penampilan atau penampakan, termasuk berbagai aspek dari pemasaran dan distribusi (Mutiarawati 2007). Buah pisang harus dipanen setelah tua benar agar mutunya tinggi. Buah pisang merupakan jenis buah yang dapat diperam karena mengeluarkan gas etilen yang memacu proses pematangan. Buah yang matang karena diperam mempunyai mutu yang rendah. Setelah panen produk hortikultura buah maupun sayuran segar tetap melakukan aktivitas metabolisme yaitu respirasi. Respirasi terus berlangsung untuk memperoleh energi yang digunakan untuk aktivitas hidup pascapanennya (Chomchalow 2004). Penanganan pascapanen hasil hortikultura yang umumnya dikonsumsi segar dan mudah rusak (perishable), bertujuan mempertahankan kondisi segarnya dan mencegah perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki selama penyimpanan, seperti pertumbuhan tunas, pertumbuhan akar, batang bengkok, buah keriput, terlalu matang, dll. Perlakuan dapat berupa pembersihan, pencucian, pengikatan, curing, sortasi, grading, pengemasan, penyimpanan dingin, pelilinan, dan sebagainya (Mutiarawati 2007). Perlakuan pascapanen pisang dalam penyimpanan bertujuan untuk menghambat proses enzimatis untuk meminimalkan respirasi dan transpirasi sehingga daya simpan buah lebih lama. Sebagai buah klimakterik, pisang mengalami kenaikan respirasi dan produksi etilen yang semakin tinggi pada saat proses pematangan. Keadaan tersebut menyebabkan daya simpan pisang menjadi sangat singkat, sehingga menyebabkan kualitas pisang cepat menurun. Respirasi Menurut Winarno (2002) repirasi merupakan suatu proses metabolisme dengan cara menggunakan oksigen dalam pembakaran senyawa-senyawa yang lebih kompleks, seperti gula, pati, protein, lemak dan asam organik, sehingga menghasilkan molekul-molekul yang sederhana seperti CO2, air dan energi serta molekul lainnya yang dapat digunakan oleh sel untuk reaksi kimia. Reaksi kimia sederhana untuk respirasi adalah sebagai berikut: C6H12O6 + 6O2 6CO2 + 6H2O + 675 kal Buah pisang termasuk buah klimakterik yang merupakan suatu keadaan auto stimulation dari dalam buah, sehingga buah menjadi matang, dan disertai dengan peningkatan proses respirasi, yang diawali dengan proses pembuatan etilen sampai suatu proses pertumbuhan menjadi senescene (pelayuan). Ditinjau dari pola respirasinya, buah dan sayuran dapat dibedakan menjadi dua, yaitu klimakterik dan non klimakterik (Kader et al. 1985). Pada Gambar 2 menunjukkan pola laju respirasi klimakterik dan non-klimakterik. Respirasi klimakterik dicirikan dengan laju produksi CO2 dan konsumsi O2 rendah saat praklimakterik, diikuti peningkatan mendadak saat klimakterik dan penurunan laju produksi CO2 dan konsumsi O2 pada fase senescene. Menurut Winarno
7
(2002), klimakterik adalah suatu fase yang kritis dalam kehidupan buah dan dalam fase ini banyak perubahan yang berlangsung.
Gambar 2 Grafik laju respirasi klimaterik dan non-klimaterik Selama proses respirasi berlangsung beberapa perubahan fisik, kimia, biologis terjadi, yaitu proses pematangan, pembentukan aroma dan kemanisan, berkurangnya keasaman, melunaknya buah akibat degradasi pektin pada kulit buah, serta berkurangnya bobot karena kehilangan air. Kelayuan dan kebusukan pada buah terjadi bila proses respirasi berlanjut terus, sehingga mengakibatkan mutu buah dan nilai gizi berkurang. Tabel 3 Laju respirasi produk hortikultura (Kader 1985) Kelas
Laju pada 5°C (mg CO2/kg-jam)
Sangat rendah
<5
Kurma, buah dan sayuran kering, kacang/biji-bijian
Rendah
5-10
Apel, buah jeruk, anggur, melon, bawang, pepaya, nenas, semangka
Moderat
10-20
Pisang, wortel, ceri, ketimun, selada, mangga, pear, lobak, tomat
Tinggi
20-40
Alpukat, blackberry, kembangkol, daun selada, lobak, rosberry
Sangat Tinggi
40-60
Tauge, brokoli, bunga potong, kailan, buncis, okra
Tinggi sekali
>60
Komoditas
Asparagus, jamur (mushroom), polong, bayam, jagung manis
Pada Tabel 3 menunjukkan laju produk hortikultura, diantaranya buah pisang yang mempunyai laju respirasi kelas moderat pada suhu 5°C sebesar 10-20 mg CO2/kg-jam. Pada Tabel 4 laju produksi etilen buah pisang pada suhu 20°C
8
ada pada kelas moderat 1-10 µ lt/kg-jam. Menurut Sholihati (2004) yaitu pada suhu 28 °C laju produksi etilen pisang Raja antara 0.20-1.82 ppm/jam dan pada suhu 13°C laju produksi etilen antara 0.09-0.96 ppm/jam. Tabel 4 Laju produksi etilen produk hortikultura (Kader 1985) Kelas
Laju pada 20°C (µ lt/kg-jam)
Komoditas
Sangat rendah
<0,1
Asparagus,kembangkol, buah jeruk, anggur, strawbery, sayuran daun, sayuran akar, kentang, bunga potong
Rendah
0,1-1,0
ketimun, terong, lada, nanas, labu, semangka
Moderat
1,0-10,0
Pisang, jambu biji, melon honeydew, leci, mangga, tomat
Tinggi
10,0-100
Apel, aprikot, alpukat, belewah, kiwifruit, pepaya, persik, pear dan plum
Sangat Tinggi
>100
Cherimova, mammae apel, pasionfruit
Penyerap Etilen Kalium Permanganat (KMnO4) merupakan salah satu bahan oksidator etilen, dengan terserapnya etilen maka proses pemasakan atau pematangan buah dapat dihambat. Kelamahan-kelemahan yang dimiliki KMnO4 sebagai bahan kimia yang dapat menghambat pematangan menyebabkan berkembangnya media penyerap yang memiliki permukaan yang luas seperti vermiculite, silica gel, activated carbon, zeolit, alumina pellets (Ahveninen, 2003). Berikut ini akan kita bahas bahan penyerap etilen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu KMnO4 dan silica gel. Kalium permanganat (KMnO4) Kalium permanganat (KMnO4) merupakan salah satu bahan tambahan yang berfungsi sebagai bahan penyerap etilen yang diaplikasikan secara komersial (Day 2002). KMnO4 dapat menghambat pematangan dengan cara mengoksidasi ikatan rangkap etilen yang dihasilkan oleh buah dan merubahnya menjadi bentuk mangan dioksida (MnO2), KOH, dan CO2. Oleh karena itu buah menjadi terhambat proses pematangannya sehingga dapat disimpan lebih lama. KMnO4 dalam bentuk larutan menyulitkan dalam penerapan langsung pada pengemasan aktif. Selain itu KMnO4 tidak disarankan bersentuhan langsung dengan produk yang dikemas karena sifat racunnya dan warna ungu dari KMnO4 dalam bentuk terion yaitu MnO4-.
9
Penyerap etilen KMnO4 dalam aplikasinya berbentuk cairan sehingga memerlukan bahan penyerap (penyerap etilen). Bahkan untuk KMnO4 bahan penyerap menjadi sangat penting karena bahan tersebut bersifat racun sehingga dalam aplikasinya tidak boleh kontak langsung dengan bahan pangan. Bahan penyerap yang baik haruslah bersifat inert (tidak bereaksi) dan mempunyai permukaan yang luas. Bahan-bahan seperti perlit, alumina, silica gel, vermikulit, karbon aktif atau selit digunakan secara komersil (Widodo 2005). Bahan aditif penyerap etilen terdiri dari tiga macam yaitu : penyerap etilen berbahan dasar (1) KMnO4, (2) karbon aktif misalnya berisi PdCl dan (3) mineral halus seperti zeolit, monmorilonit, bentolit, aluminosilicat yang dimasukkan sebagai bahan pembentuk kemasan film plastik (Widodo 2005) Kelamahan-kelemahan yang dimiliki KMnO4 sebagai bahan kimia yang dapat menghambat pematangan menyebabkan berkembangnya media penyerap yang memiliki permukaan yang luas seperti vermiculite, silica gel, activated carbon, zeolit, alumina pellets (Ahveninen 2003). Menurut Brody et al. (2001), media penyerap yang paling umum digunakan dengan KMnO4 adalah silica gel. Berdasarkan hasil penelitian Widodo (2005), menunjukkan bahwa larutan KMnO4 (60mg/10ml) yang diserap pada beberapa jenis bahan penyerap seperti silica gel, vermikulit, dan spon, dapat memperpanjang masa simpan buah duku. Penggunaan KMnO4 pada silica gel, vermikulit dan spon dapat memperpanjang masa simpan duku berturut-turut 13 hari, 10 hari, dan 9 hari, sementara itu duku yang disimpan tanpa penyerap etilen hanya bertahan 3 hari. Studi pada buah pisang Raja Bulu menunjukkan bahwa perlakuan dengan kalium permanganat dapat menunda kematangan dan kesegaran buah mencapai 21 hari pada suhu ruang 28 °C. Kalium Permanganat (KMnO4) berfungsi untuk mengoksidasi etilen menjadi CO2 dan H2O sehingga buah-buahan yang dihasilkan selama proses pematangan buah dapat menahan laju respirasi buah (Sholihati 2004). Menurut Rahman (2007) KMnO4 (25mg/100ml) pada suhu 28 °C mempunyai laju penyerapan terhadap etilen yang lebih optimal dibandingkan dengan KMnO4 (100mg/100ml) dan (50 mg/100 ml), sedangkan pada suhu 15 °C laju penyerapan terhadap etilen yang paling optimal terjadi pada KMnO4 (100 mg/100 ml). Hasil konsentrasi optimal pada suhu 28 °C ini tidak sesuai dengan mekanisme laju reaksi yang dikemukakan oleh Kuswati (2005), yaitu semakin tinggi molaritas suatu senyawa, maka semakin besar laju reaksinya. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Zat yang molarnya lebih besar mengandung jumlah partikel yang lebih banyak, sehingga partikel-partikelnya tersusun lebih rapat dibanding zat yang molarnya rendah. Partikel yang susunannya lebih rapat akan lebih sering bertumbukan dibanding dengan partikel yang susunannya renggang, sehingga kemungkinan terjadinya reaksi makin besar. Dengan demikian makin besar molaritas suatu zat, makin cepat terjadinya reaksi. Dengan makin tinggi laju reaksinya, maka dalam waktu yang sama, jumlah zat yang bereaksi akan lebih banyak. Dalam hal ini, jumlah etilen yang dioksidasi akan lebih banyak. Menurut Rahman (2007) KMnO4 (25mg/100ml) pada suhu 28 °C mempunyai laju penyerapan terhadap etilen yang lebih optimal dibandingkan dengan KMnO4 (100 mg/100 ml), dan (50 mg/100 ml), sedangkan pada suhu 15 °C laju penyerapan terhadap etilen yang paling optimal terjadi pada konsentrasi (100 mg/100 ml), karena menurut Kuswati (1995) hal ini dapat terjadi selain
10
kemolaran zat dan suhu reaksi, laju reaksi juga dipengaruhi oleh luas permukaan zat yang bereaksi. Pada pencampuran zat yang terdiri dari dua fase yang berbeda atau lebih, tumbukan terjadi pada permukaan zat. Laju reaksi seperti itu dapat diperbesar dengan memperluas permukaan sentuhan zat dengan cara memperkecil ukuran zat yang direaksikan. Pada pembuatan penyerap etilen dijelaskan bahwa sebagian silica gel pecah yang diduga disebabkan karena jumlah larutan melebihi kapasitas penyerapan silica gel sehingga silica gel pecah. Silica gel yang pecah menyebabkan luas permukaan penyerapan menjadi bertambah sehingga dapat menaikkan tingkat laju reaksi. Dengan semakin banyak silica gel yang pecah maka akan semakin banyak pula etilen yang dioksidasi oleh KMnO4. Penyebab lain adalah perbedaan perlakuan konsentrasi larutan KMnO4 yang tidak terlalu besar, yaitu hanya berkisar antara (25mg/100ml) sampai dengan (100 mg/100 ml), sehingga tidak terlihat adanya pengaruh konsentrasi larutan KMnO4 terhadap besarnya laju penyerapan etilen. Selain kemolaran zat, suhu reaksi, dan luas permukaan zat yang bereaksi, laju reaksi juga dipengaruhi oleh katalis. Menurut Vermeiren et al.(2003); Lee et al.(2010); Mangaraj dan Goswani (2009) menyatakan bahwa senyawa KMnO4 merupakan oksidator kuat yang dapat memecah ikatan rangkap etilen yang merupakan hormon pematangan dan membentuk mangan (II) oksida, KOH, dan CO2 dengan reaksi sebagai berikut : 3C2H4 + 12KMnO4 12MnO2 + 2KOH + 6CO2 (Mangan (II) Oksida) (Etilen) Efektivitas penyerap permanganat ditandai dengan perubahan warna dari ungu menjadi coklat dimana MnO4- telah berubah menjadi MnO2 (Abeles 1973). KMnO4 dapat menghambat pematangan dengan cara mengoksidasi ikatan rangkap etilen yang dihasilkan oleh buah dan merubahnya menjadi bentuk mangan dioksida (MnO2), KOH, dan CO2. Oleh karena itu jika buah disimpan di dalam kemasan MAP yang dikombinasikan dengan sachet penyerap etilen (KMnO4) dapat menyerap etilen dan menghambat proses pematangan buah, karena disebabkan juka konsentrasi CO2 di dalam kemasan MAP yang meningkat, sehingga buah dapat disimpan lebih lama. Chauhan et al. (2006) mempelajari efek dari kemasan aktif menggunakan KMnO4 sebagai penyerap etilen dan melaporkan bahwa metode ini dapat memperpanjang umur simpan pisang sampai 36 hari pada suhu 13±1°C. Para peneliti menggunakan KMnO4 yang diserap dalam matriks inert yang terdiri dari semen putih dan bubuk batu kapur yang dikemas dalam bentuk sachet menggunakan kain tenun polyethylene densitas tinggi. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa efek sinergis dari etilen dan penyerap CO2 bisa membatasi akumulasi CO2 yang berlebihan di dalam kantong, sehingga menurunkan sitoksitas dan gejala anaerob dalam pematangan pisang. Silica gel Silica gel (SiO2) merupakan granular yang dibuat secara sintesis dari sodium silicat. Silica gel dapat menyerap air dengan mudah karena memiliki tingkat penyerapan yang sangat besar yaitu kira-kira 800 m2/g. Silica gel sebagai adsorber (menyerap molekul beberapa substansi seperti air pada permukaan) dapat menyerap gas etilen, namun tidak dapat mengoksidasinya. Sehingga etilen
11
yang menempel pada permukaan silica gel dapat lepas pada kondisi tertentu seperti suhu tinggi. Oleh sebab itu untuk meningkatkan efektifitas silica gel sebagai etylene absorbent (penyerap etilen), maka silica gel dikombinasikan dengan KMnO4 menjadi mangan dioksida, KOH, dan CO2, sehingga etilen menjadi tidak aktif dalam memacu pematangan. Brody et al. (2001), menyatakan bahwa silica gel dapat menyerap gas etilen, tetapi tidak dapat mengoksidasi etilen. Walaupun demikian silica gel dapat digunakan dengan KMnO4 untuk meningkatkan kapasitas penyerapan etilen. Road (2005) menyatakan bahwa keuntungan dari silica gel sebagai pengawet adalah karena silica gel memiliki sifat-sifat yang merekomendasikannya sebagai pengawet, yaitu : - Silica gel akan menyerap uap air sampai sepertiga dari beratnya. Efisiensi penyerapan ini adalah kira-kira 35% lebih besar dari bahan penyerap lainnya, sehingga silica gel lebih dipilih karena sifat tersebut. - Silica gel mempunyai umur simpan yang lama jika disimpan di dalam kondisi kedap udara - Silica gel dapat diperbaharui kembali dan digunakan kembali jika diperlukan dengan jalan pemanasan. - Silica gel merupakan material yang inert, ia tidak akan merusak material lain kecuali alkalis kuat dan asam hydrofluoric yang merusaknya. - Silica gel tidak beracun dan tidak mudah terbakar - Silica gel paling sering dan paling baik digunakan bila dikemas dalam breathable sachet, yang tersedia dalam lebar dan ukuran yang bervariasi. Efektivitas Penyerap Etilen Menurut Rahman (2007) KMnO4 (25mg/100ml) pada suhu 28 °C mempunyai laju penyerapan terhadap etilen yang lebih optimal dibandingkan KMnO4 (100mg/100ml) dan (50 mg/100 ml), sehingga konsentrasi KMnO4 (25mg/100ml) lebih efektif digunakan pada suhu ruang sedangkan pada suhu 15 °C laju penyerapan terhadap etilen yang optimal terjadi pada konsentrasi (100 mg/100 ml), sehingga konsentrasi KMnO4 (100mg/100ml) lebih efektif digunakan pada suhu 15 °C. Hasil efektivitas penyerapan etilen penelitian Rahman (2007) ini akan digunakan dalam penelitian terhadap buah pisang Mas Kirana. Menurut Rahman (2007) pada suhu ruang 28 °C, perlakuan KMnO4 (25mg/100ml) memiliki laju penyerapan yang optimal dibandingkan KMnO4 (50 mg/100 ml) dan (100 mg/100 ml), yaitu 0.283 ppm/jam pada jam ke-0.5, 0.133 ppm/jam pada jam ke-1, 0.040 ppm/jam pada jam ke-1.5, 0.089 ppm/jam pada jam ke-2, 0.0316 ppm/jam pada jam ke-2.5 dan 0.0313 ppm/jam pada jam ke-3, sedangkan pada suhu 15 °C, konsentrasi KMnO4 yang memiliki laju penyerapan etilen yang optimal adalah KMnO4 dengan konsentrasi (100mg/100ml) yaitu 0.181 ppm/jam pada jam ke-0.5, 0.074 ppm/jam pada jam ke-1, 0.076 ppm/jam pada jam ke-1.5, 0.095 ppm/jam pada jam ke-2, 0.066 ppm/jam pada jam ke-2.5 dan 0.046 ppm/jam pada jam ke-3. Hal ini sesuai dengan pendapat Ratih et al. (1996) bahwa kecepatan suatu reaksi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu konsentrasi, luas permukaan, dan suhu.
12
Penyimpanan Dingin Winarno (2002) menyatakan bahwa alpukat, pisang, dan tomat merupakan beberapa diantara buah-buahan dan sayuran yang menghasilkan etilen. Etilen mampu menstimulasi proses pematangan buah dan sayuran. Namun efek pematangan etilen pada suhu rendah (misalnya 0°C) tidak bermakna, tetapi penting peranannya pada suhu tinggi. Tabel 5 Umur simpan beberapa jenis buah dengan kondisi tertentu Komoditi Suhu simpan °C RH (%) Umur simpan Alpukat Apel Pisang, hijau Mangga Jambu biji
4 - 13 -1 - 4 13 - 15 13 7 - 10
85 - 90 90 90 - 95 85 - 90 90
2-4 minggu 3-8 bulan 4-7 hari 2-3 minggu 2-3 minggu
Kadar air (%) 65 84 75 81 83
Sumber : Winarno (2002)
Tabel 5 menunjukkan kebutuhan kondisi penyimpanan buah pisang dalam keadaan awal penyimpanan masih hijau yang disimpan pada suhu 13-15 °C pada RH 90-95% masa simpan buah pisang 4-7 hari. Menurut Chamara et al. (2000) bahwa sistem MAP dapat mempertahankan umur simpan pisang cv. Kolikuttu pada suhu ruang kurang lebih 25°C dengan kelembaban 85 %. Pengemasan Atmosfir Termodifikasi Kemasan yang mampu memodifikasi komposisi udara disekitar produk melalui bahan kemasan yang permeabel dengan meningkatnya konsentrasi gas CO2 dan menurunnya konsentrasi gas O2 disebut dengan Modified Atmosphere Packaging (MAP). MAP adalah suatu teknik yang meminimalkan proses fisiologis dan pembusukan mikroba dari produk yang mudah rusak. Modified atmosfer (MA) mengacu pada komposisi/ konsentrasi udara dalam kemasan yang berbeda dari udara normal (20 hingga 21% O2, sekitar 0.03% CO2, sekitar 78-79% N2) (Yahia 2009). Indikator sensoris, gizi dan kualitas organoleptik produk/buah-buahan segar mulai menurun pascapanen sebagai hasil berubahnya metabolisme buah-buahan. Penurunan kualitas ini adalah hasil dari transpirasi buah, penuaan, proses pematangan, dan bisa juga terkait dari gangguan pascapanen (Gorris dan Peppelenbos 2007). Untuk itu diperlukanlah pengemasan MAP setelah panen untuk mempertahankan kualitas buah. Suhu rendah dan penanganan yang higienis dan tepat adalah faktor utama yang dapat mempengaruhi proses MAP menjadi lebih baik. Di dalam kemasan atmosfer termodifikasi dapat terjadi pada tingkat tekanan total maupun tekanan parsial komponen gas. MA dapat dibuat baik secara flushing gas langsung (MAP aktif) atau dengan respirasi dari buah yang tertutup (MAP pasif). Pengemasan MAP, permeabilitas bahan kemasan penting untuk menjaga atmosfer dalam batas-batas yang diinginkan. Untuk produk, pengurangan respirasi O2 dan peningkatan CO2 dan uap air terus menerus menciptakan MA dalam
13
kemasan yang dikenal sebagai MAP pasif (Yahia 2009). Pada MAP aktif, campuran komposisi gas yang diinginkan diatur dalam kemasan baik oleh aliran campuran gas yang kontinyu untuk menggantikan udara (Lee et al. 2010). Beberapa peneliti menyarankan MA optimal kondisi untuk pisang segar 13 sampai 15 °C, 90 sampai 95 % kelembaban relatif dengan 2 sampai 5 % CO2 dan 2 sampai 5 % O2 (Ahmad et al. 2001; Yahia dan Singh 2009; Lee et al. 2010). Pada Tabel 6 merekomendasikan penyimpanan buah pisang pada suhu 12-16°C yang disimpan pada O2 dan CO2 masing-masing pada komposisi 2-5%. Tabel 6 Rekomendasi komposisi gas untuk beberapa buah (Kader 1997) Komoditas Suhu Penyimpanan O₂ (%) CO₂ (%) (°C) Alpukat 5-13 2-5 3-10 Anggur 0-5 2-5 1-3 Durian 12-20 3-5 5-15 Jeruk 5-10 5-10 0-5 Mangga 10-15 3-7 5-8 Nanas 8-13 2-5 5-10 Pepaya 10-15 2-5 5-8 Pisang 12-16 2-5 2-5 Rambutan 8-15 3-5 7-12 Strawberry 0-5 5-10 15-20 Komposisi gas optimal untuk pisang Lampung adalah 2-5% O2 dan 5-8% CO2 sehingga kemasan plastik yang sesuai untuk mengemas pisang lampung adalah kemasan stretch film (SF), polypropilene (PP), dan Low Density PolyEthylene (LDPE) (Efendi 1993). Beberapa penelitian merekomendasikan kondisi MA optimal untuk pisang segar 13°C sampai 15 °C, kelembaban 90 sampai 95% dengan konsentrasi CO2 dan O2, 2 sampai 5% CO2 (Ahmad et al. 2001; Yahia dan Singh, 2009; Lee et al. 2010). Tabel 7
Permeabilitas berbagai film kemasan pada suhu yang berbeda (ml.mm /m2.hr.atm) (Gunadnya 1993)
Jenis film kemasan LDPE PP Stretch Film WSF Film
Tebal (x10-3 mm) 22.86 15.24 14.48 14.73
15 °C1) O2 13.76# 7.47 12.01 7.39
25°C2) CO2 81.49# 10.99 19.91 10.46
O2 25.45 5.82 105.23 37.19
CO2 91.44 16.66 158.14 37.34
Keterangan: 1) hasil perhitungan 2) hasil penetapan (#) : Permeabilitas LDPE (Zagory dan Kader 1988) 1 mil = 25.4 micron (µ) 1 micron (µ) = 10-3 mm
Zagory dan Kader (1985) mengemukakan bahwa film plastik yang umum dipakai sebagai pengemas produk segar adalah jenis LDPE (Low Density PolyEthylene), PVC (PolyVinil Chloride), dan PP (PolyPropilen). Di samping itu jenis PS (PolyStyrene) dapat juga digunakan, tetapi jenis saran dan polyester
14
mempunyai permeabilitas gas yang sangat rendah, sehingga hanya sesuai untuk produk segar dengan laju respirasi sangat rendah. Pada Tabel 7 merupakan nilai permeabilitas berbagai jenis film kemasan pada suhu yang berbeda. Nilai permeabilitas jenis kemasan ini sangat berguna dalam perancangan kemasan MAP. Tabel 8 Transmisi uap air beberapa jenis film kemasan (Sacharow 1980) Jenis Film Transmisi Uap Air (g/m2/hari pada 37.8°C dan RH 90%) LLDPE LDPE HDPE Polypropylene (cast) Polypropylene (coated-oriented) Polyvinyl Chloride-acetate Stretch film
16 - 31 21.7 4.6 10.8 3.8 77.5 - 124 21
Selain sifat permeabilitas gas, untuk memberikan perlindungan terhadap kehilangan air produk, sifat transmisi uap air dari kemasan juga perlu diperhatikan. Pada Tabel 8 merupakan nilai transmisi uap air beberapa jenis plastik. Jika nilai laju transmisi uap air terlalu besar, produk akan mengalami banyak kehilangan air sehingga mempercepat proses pelayuan. Sebaliknya, jika nilainya terlalu rendah maka akan terjadi pengembunan di dalam kemasan yang akan memicu pertumbuhan mikroorganisme dan menyebabkan penampilan produk menjadi kurang menarik. Kemasan Aktif Sistem aktif dapat menjadi bagian integral dari kemasan atau menjadi komponen terpisah yang ditempatkan di dalam kemasan (Yahia 2009). Zat berbeda yang dapat menyerap atau melepaskan suatu gas tertentu, mengontrol suasana dalam kemasan. Komponen kemasan aktif dapat bekerja baik sebagai sistem yang menyerap atau sistem yang melepaskan. Untuk pisang, atau buahbuahan segar, penyerap umumnya digunakan sebagai komponen kemasan aktif untuk menghilangkan gas dan zat yang tidak diinginkan (O2, CO2, kelembaban, etilen dan noda) untuk memperpanjang umur simpan. Umumnya digunakan sistem kemasan aktif untuk buah-buahan/ sayuran segar Pengemasan aktif (active packaging) merupakan kemasan yang dirancang sedemikian rupa, sehingga kemasan secara aktif mampu merubah kondisi produk yang dikemas sehingga memiliki masa simpan lebih panjang, lebih aman dan memiliki sifat sensori (warna, rasa, aroma, tekstur) yang lebih baik dan lebih memenuhi keinginan konsumen (Ahvenainen 2003). Salah satu jenis pengemasan aktif adalah dengan memasukkan bahan tambahan ke dalam kemasan untuk mengendalikan komposisi udara di sekitar produk (Day 2002). Gambaran umum skema dari kemasan MAP aktif dapat dilihat pada Gambar 3.
15
MAP Aktif
y1
R1
y2
x1
Film permeabel
x2
R2
w
A
Gambar 3 Skema kemasan atmosfir termodifikasi aktif Keterangan: w = Berat Produk hortikultura R1 = Konsumsi O2 produk hortikultura R2 = Produksi CO2 produk hortikultura x1 = Konsentrasi O2 pada kemasan x2 = Konsentrasi CO2 pada kemasan y1 = Konsentrasi O2 luar kemasan y2 = Konsentrasi CO2 luar kemasan A = Penyerap etilen (KMnO4 dengan silica gel di dalam sachet) Kemasan yang mampu memodifikasi komposisi udara disekitar produk melalui bahan kemasan yang permeabel disebut dengan Modified Atmosphere Packaging (MAP). MAP tergolong aktif, dikenal sebagai active packaging jika komposisi udara di dalam kemasan diubah dengan memasukkan bahan tambahan ke dalam kemasan. Bahan tambahan dalam kemasan ditujukan untuk memperpanjang masa simpan dan mempertahankan mutu produk (Widodo 2004). Bahan tersebut dapat berupa KMnO4 dan silica gel.
16
METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tanggal 30 Mei 2013 sampai dengan tanggal 19 Agustus 2013. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah buah pisang Mas Kirana (Musa sp. AA Group) dari petani pisang Mas Kirana di daerah Sukabumi. Pisang Mas Kirana dipanen dengan indeks warna 2 dengan kulit buah warna hijau lebih banyak dibandingkan warna kuning atau buah telah berumur 80 – 100 hari (pada Tabel 2) dengan keadaan pisang Mas Kirana telah matang fisiologis. Pisang Mas Kirana yang telah diperoleh dari petani, kemudian dimasukkan ke dalam kardus, selanjutnya dibawa ke laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil pertanian (TPPHP). Sesampai di laboratorium, buah pisang Mas Kirana disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 15 °C sampai digunakan keesokan harinya. Bahan yang digunakan adalah KMnO4 dan silica gel (pada Gambar 4), bahanbahan lain diantaranya kasa berlubang, natrium hipoklorit dan bahan-bahan lain yang menunjang penelitian ini. Alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya pisau, cosmotector tipe XP-3140 untuk mengukur CO2 dan cosmotector tipe XP-3180 untuk mengukur O2, timbangan digital METTLER PM4800, buret, reflek konduktor (pendingin balik), rheometer CR-500DX Japan, refraktometer (ATAGO, Japan), chromameter (CR-310), dan oven (ISUZU, Japan).
(b)
(a)
Gambar 4 (a) Silica gel, (b) Larutan KMnO4 Metode Penelitian ini dibagi dalam tiga tahap, penelitian tahap pertama bertujuan untuk pengukuran respirasi buah pisang Mas Kirana. Penelitian tahap kedua yaitu tahapan perancangan kemasan MAP, dan penelitian tahap ketiga dilakukan dengan pemberian penyerap etilen (KMnO4) pada kemasan yang disimpan pada suhu ruang ±28 °C dan penyimpanan suhu dingin 15 °C sehingga akan diketahui umur simpan dan mutu buah pisang Mas Kirana.
17
Pengukuran laju respirasi Penelitian tahap pertama digunakan untuk menentukan laju respirasi pada berbagai suhu penyimpanan yaitu suhu dingin 15 °C dan suhu lingkungan ±28 °C. Pada Gambar 5 menjelaskan pisang Mas sebanyak kurang lebih 5 buah (220-280 g) dimasukkan ke dalam stoples gelas dengan volume 3310 ml. Stoples gelas ditutup dengan penutup yang telah dilengkapi dengan dua buah pipa plastik fleksibel sebagai saluran pengeluaran dan pemasukan udara atau gas. Jarak antara stoples gelas dan penutupnya ditutup dengan lilin untuk mencegah udara keluar atau masuk stoples gelas. Selanjutnya pipa plastik ditutup dengan menggunakan klem dan stoples gelas berisi pisang Mas Kirana yang disimpan pada suhu ruang ±28 oC dan suhu 15 oC. Pisang Mas Kirana Trimming dan pembersihan Penimbangan 220-280 g Timbang Masukkan pisang ke stoples 3310 ml Penutupan
Pengukuran gas O2 dan CO2 pada jam ke-3, 6, dan 9
Data konsentrasi gas O2 dan CO2
Perhitungan Laju Respirasi Gambar 5 Diagram alir pengukuran laju respirasi buah pisang Mas Kirana Pada Gambar 5 menjelaskan langkah-langkah dalam pengukuran laju respirasi buah pisang Mas Kirana. Pada saat dilakukan penutupan pada stoples, tutup dan lapisi bagian antara celah tutup dan stoples dengan lilin. Pengukuran laju respirasi pisang Mas Kirana dengan menggunakan cosmotector dapat dilihat pada Gambar 6. Laju respirasi dihitung berdasarkan laju produksi CO2 dan laju konsumsi O2. Laju respirasi dihitung dengan Persamaan (1) dan (2), (Susana et al. 2002; Kays 1991) sebagai berikut:
R=
∆𝑋 𝑉
.
∆𝑡 𝑤
(1)
18
R=
𝑥2 − 𝑥1 𝑡2 − 𝑡1
.
𝑉
𝑤 𝑠− 𝑑𝑏
Dimana : R V w x t Vs db
(2)
𝑤
= laju respirasi (ml/kg.jam), = volume bebas wadah (ml), = bobot bahan (kg), = konsentrasi gas (desimal) = waktu (jam) = volume stoples (ml) = densitas buah (kg/ml)
Gambar 6 Pengukuran laju respirasi pisang Mas Kirana dengan menggunakan cosmotector Perancangan kemasan MAP Penelitian tahap kedua dilakukan dengan melalui tahapan perancangan kemasan MAP yang kita peroleh dari pendekatan literatur, pengukuran, dan simulasi, setelah itu dilakukan verifikasi terhadap hasil rancangan kemasan MAP. Menurut Rokhani (2008), tahapan perancangan MAP yaitu: 1. Memilih x1, dan x2 /memilih konsentrasi O2 dan CO2 optimum, berdasarkan Ahmad (2001) x1: 2-5% dan x2: 2-5% 2. Menentukan permeabilitas P1, P2. Nilai permeabilitas kemasan pada Tabel 7 Gunadnya (1993) 3. Menentukan laju respirasi, R1 dan R2 (diukur pada penelitian tahap 1) 4. Jika tidak ada data, dengan mensimulasikan untuk menentukan w, b, A (berat produk, ketebalan, dan luas permukaan kemasan) untuk menduga komposisi O2 (x1) dan CO2 (x2) yang sama. Untuk menentukan luas permukaan plastik maupun berat optimum buah pada kemasan, maka digunakan Persamaan (3) (Mannapperuma dan Singh 1989):
𝑤. 𝑅1 =
P 1 A 1 (𝐶1 – 𝑋1 ) b
,
Dimana: w : berat bahan yang dikemas (kg) b : tebal kemasan (mil) A : luas permukaan kemasan (m2)
𝑤. 𝑅2 =
P 2 A 2 (𝑋2 – 𝐶2 ) b
(3)
19
R1 R2 P1 P2 C1 C2 X1 X2
: laju konsumsi O2 (ml/kg.jam) : laju produksi CO2 (ml/kg.jam) : Permeabilitas terhadap O2 (ml.mil/m2.jam pada tekanan 1 atm) : Permeabilitas terhadap CO2 (ml.mil/m2.jam pada tekanan 1 atm) : Konsentrasi O2 udara normal (desimal) : Konsentrasi CO2 udara normal (desimal) : Konsentrasi O2 dalam kemasan (desimal) : Konsentrasi CO2 dalam kemasan (desimal)
Pembuatan penyerap etilen Menurut Rahman (2007) KMnO4 (25mg/100ml) pada suhu 28 °C mempunyai laju penyerapan terhadap etilen yang lebih optimal dibandingkan KMnO4 (100mg/100ml) dan (50 mg/100 ml), sehingga konsentrasi KMnO4 (25mg/100ml) lebih efektif digunakan pada suhu ruang sedangkan pada suhu 15 °C laju penyerapan terhadap etilen yang optimal terjadi pada konsentrasi (100 mg/100 ml),sehingga konsentrasi KMnO4 (100mg/100ml) lebih efektif digunakan pada suhu 15 °C. Pembuatan penyerap etilen KMnO4 (25mg/100ml) ini dengan menimbang 25 mg KMnO4 yang dilarutkan dalam 100 ml aquades. Silica gel 100 g direndam dalam larutan tersebut selama 10 menit, silica gel disaring dan dikering anginkan kemudian dibungkus dalam kasa. Pembuatan KMnO4 (100mg/100ml) tahapannya dengan menimbang 100 mg KMnO4 yang dilarutkan dalam 100 ml aquades. Silica gel 100 g direndam dalam larutan tersebut selama 10 menit disaring, distiriskan dan dikeringanginkan selama 30 menit. Hasil penimbangan setelah silica gel direndam di dalam larutan KMnO4 sebesar 135-138 g, atau berat silica gel setelah ditimbang meningkat sebesar 35-38 g. Banyaknya larutan KMnO4 yang diserap sebesar 70-80 ml, maka larutan KMnO4 yang diserap dalam 100 g silica gel yaitu 0.7 - 0.8 ml/g. Setelah itu timbang hasil penyerapan silica gel dengan KMnO4 per 15 g, sehingga didapatkan 9 sachet penyerap etilen, atau rata-rata berat larutan KMnO4 yang terserap di dalam 15 g silica gel sebesar 3.89-4.22 g larutan KMnO4. Tahapan pembuatan penyerap etilen ini terlihat pada Gambar 7.
20
KMnO4 25 mg
Masukkan aquades 100 ml
Larutan KMnO4 (25 mg/100 ml)
Rendam silica gel 100 g ke dalam larutan
KMnO4 100 mg
Masukkan aquades 100 ml
Larutan KMnO4 (100 mg/100 ml)
Rendam silica gel 100 g ke dalam larutan
Diamkan 10 menit dan saring
Diamkan 10 menit dan saring
Tiriskan dan kering anginkan selama 30 menit
Tiriskan dan kering anginkan selama 30 menit
Timbang silica gel yang sudah menyerap KMnO4 per 15 g
Masukkan dalam kasa 5 cm x 6 cm
Timbang silica gel yang sudah menyerap KMnO4 per 15 g
Masukkan dalam kasa 5 cm x 6 cm
Gambar 7 Diagram alir tahap pembuatan penyerap etilen Prosedur penelitian tahap ketiga adalah sebagai berikut. a. Buah pisang yang di trimming dimasukkan ke dalam wadah styrofoam yang dikemas dengan plastik LDPE, PP dan WSF secara atmosfir termodifikasi b. Buah pisang yang diberi perlakuan penyerap etilen ke dalam kemasan atmosfir termodifikasi dimasukkan silica gel yang sudah menyerap KMnO4 seberat 15 g dan dimasukkan dalam sachet (kasa) berukuran 5 x 6 cm, dilipat dan direkatkan seperti terlihat pada Gambar 8. Digunakannya penyerap etilen sebesar 15 gram ini disesuaikan dengan proporsi luasan kemasan dan berat pisang yang dikemas dalam 1 kemasan.
21
(a)
(b)
Gambar 8 (a) Penyerap etilen (b) Penyerap etilen dalam sachet c. Kemasan atmosfir termodifikasi disimpan pada suhu ruang 28 °C dan suhu dingin 15 °C. d. Pengamatan terhadap komposisi gas, analisis mutu terhadap susut bobot, nilai warna kulit buah, kekerasan, total padatan terlarut, kadar pati, vitamin C, kadar air daging pisang dilakukan setiap 2 hari sekali, sedangkan uji organoleptik/sensori dilakukan saat buah matang penuh (layak konsumsi).. e. Pengamatan dilakukan sampai buah membusuk dan tidak layak konsumsi. Diagram alir penelitian tahap ketiga dapat dilihat pada Gambar 9.
22
Buah pisang segar
Pembersihan, sortasi, trimming
Penimbangan Analisis mutu awal (Berat, warna, kekerasan, TPT, Pati, vitamin C, dan kadar air) (H0)
Pencelupan dengan natrium hipoklorit 75-125 ppm selama 1 menit Pengemasan MAP aktif
Plastik LDPE
Plastik PP
Penambahan penyerap etilen (KMnO4)
Plastik WSF
Tanpa penyerap etilen
Penyimpanan
Suhu ruang ±28 °C
Suhu dingin 15 °C
Pengamatan : Setiap 2 hari sekali Komposisi gas O2 dan CO2 di dalam kemasan Susut bobot Warna kulit buah (nilai °hue) Kekerasan Total padatan terlarut Uji pati Uji vitamin C Uji kadar air daging buah Uji organoleptik/sensori (saat layak konsumsi) Gambar 9 Diagram alir penelitian tahap ketiga
Kadar pati
23
Prosedur Analisis Pengukuran komposisi gas Pengukuran komposisi gas dilakukan dengan memodifikasi styrofoam dengan diberi selang untuk disalurkan ke alat pengukur konsentrasi O2 maupun CO2 yaitu cosmotector. Komposisi gas diukur setiap 2 hari sekali pada jam ke-3, 6 dan 9, kemudian diukur komposisi gas O2 dan CO2 pada kemasan tersebut dengan cosmotector tipe XP-3140 untuk mengukur CO2 dan cosmotector tipe XP-3180 untuk mengukur O2. Pengukuran susut bobot Pengukuran persen berat dilakukan dengan menggunakan timbangan digital, berdasarkan persentase penurunan bobot bahan sejak awal penyimpanan sampai hari ke-n penyimpanan dan dinyatakan dalam persen. Dokumentasi pengukuran susut bobot dapat dilihat pada Lampiran 2. Rumus yang digunakan untuk mengukur susut bobot seperti pada Persamaan (4) berikut ini (Hiba dan Abu-Bakr 2008). 𝑊0−𝑊𝑛 Susut bobot % = 𝑊0 𝑥100% (4) Dimana : W0 : berat bahan awal penyimpanan (g), Wn : berat bahan pada hari ke-n penyimpanan (g). Pengukuran warna Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan Chromameter (CR310). Melalui alat ini akan diperoleh tingkat intensitas cahaya dengan sistem notasi warna Hunter dalam bentuk 3 parameter yaitu L*, a* dan b* seperti pada Gambar 10. Nilai L* menunjukkan tingkat kecerahan [L*= 0 (hitam) dan L*=100 (putih)]. Nilai a* terdiri dari +a* yang menunjukkan warna merah dengan nilai 0 hingga 60, sedangkan –a* menunjukkan warna hijau dengan nilai 0 hingga -60. Nilai b* terdiri dari +b* yang menunjukkan warna kuning dengan nilai 0 hingga 60, serta nilai –b* yang menunjukkan warna biru dengan nilai 0 hingga -60. (Yong Wang et al. 2006)
(a)
(b)
Gambar 10 a) Chromameter dan b) Sistem notasi warna Hunter Hasil pengukuran nilai a* dan b* dikonversikan ke dalam satuan kromatik derajat hue (°hue). Nilai °hue mendeskripsikan warna murni dimana menunjukkan warna dominan dalam campuran beberapa warna. Untuk memperoleh nilai °hue digunakan rumus Persamaan (5) sebagai berikut:
24
°hue = tan-1 (b*/a*)
(5)
Pengukuran kekerasan Pengukuran kekerasan dilakukan menggunakan rheometer seperti tampak pada Gambar 11. Alat dipasang pada strain 5 mm dengan beban maksimum 2 kg dan menggunakan probe no 4 dengan diameter probe 5 mm. Bahan ditusuk pada bagian daging suku buah pisang dan diulang pada bagian daging suku yang lainnya sebanyak 3 kali. Kekerasan daging buah langsung dapat dibaca pada alat dalam satuan kgf .
Gambar 11 Alat pengukur kekerasan dengan rheometer Pengukuran total padatan terlarut Total padatan terlarut diukur menggunakan refraktometer ATAGO, Japan. Daging buah pisang diperas untuk didapatkan filtratnya. Filtrat daging buah tersebut diletakkan di atas lensa refraktometer untuk dilakukan pembacaan hasil seperti terlihat pada Gambar 12. Lensa dibersihkan menggunakan air aquades dan dikalibrasi setiap kali dilakukan pembacaan hasil. Total padatan terlarut dinyatakan dalam satuan °Brix. Gula adalah zat padat terlarut yang terbanyak terdapat dalam jus buahbuahan dan karenanya zat padat terlarut dapat digunakan sebagai penafsiran rasa manis. Refraktometer digunakan untuk mengukur (derajat ekuivalen Brix untuk larutan gula) dalam sampel jus buah yang kecil. Untuk buah besar, ambil potongan bagian ujung atas, bawah dan bagian tengah buah. Pisahkan daging buahnya dengan menyaring jus melalui lembaran kecil kain kasa. Bersihkan dan standarisasi refraktometer setiap akan melakukan pengukuran dengan air distilasi (Hassan, M.K et al. 2005)
Gambar 12 Refraktometer digital Pengukuran kadar pati Kadar pati diukur dengan metode Luff Schoorl (AOAC 1990) yaitu 3 g daging buah pisang Mas Kirana ditimbang, kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml dan ditambah dengan 30-40 ml larutan HCl 3% serta beberapa butir batu didih, selanjutnya dihubungkan dengan reflek konduktor (pendingin balik) dan dididihkan selama 3 jam. Larutan dinetralkan dengan NaOH 4 N, setelah itu larutan di masukkan ke dalam labu takar 100 ml dan disaring. 10 ml
25
hasil saringan tersebut di masukkan ke dalam erlenmeyer 300 ml dan ditambah dengan 25 ml larutan luff (larutan hasil campuran Na2CO3, asam sitrat dan CuSO45H2O) serta 15 ml aquades dan batu didih, kemudian dihubungkan dengan reflek konduktor dan dididihkan selama 10 menit. Selanjutnya ditambahkan 10 ml KI 30% dan 25 ml larutan H2SO4 4 N ke dalam larutan tersebut dan kemudian dititrasi dengan larutan Natrium Thiosulfat 0.1 N dengan indikator larutan kanji (misalnya a ml). Blanko dilakukan dengan 25 ml larutan luff ditambah 10 ml air destilata (misalnya b ml), kemudian hitung jumlah ml thio 0.1 N dengan Persamaan (6) dengan rumus : z ml=
𝑏−𝑎 x N thio
(6)
0.1
z ml larutan thio 0.1 N pada daftar sakar (daftar yang memuat hubungan jumlah ml larutan Thio dengan kandungan beberapa macam gula) larutan Luff Schoorl sebanding dengan y mg glukosa, selanjutnya kadar pati dihitung dengan Persamaan (7) dengan rumus : Kadar pati (%)=
𝑦 𝑚𝑔 𝑥 𝑓𝑝 𝑥 0.95 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜
𝑥 100%
(7)
Keterangan: y = mg glukosa fp = faktor pengenceran Pengukuran kandungan vitamin C Kandungan vitamin C diukur dengan titrasi menggunakan iodine dan menggunakan 3-4 tetes indikator larutan amilum dengan konsentrasi 1 gram/100 ml. Pembuatan larutan amilum: aquades 100 ml sebanyak 80 ml di didihkan kemudian dicampur dengan 20 ml aquades tersisa dengan tepung kanji sebanyak 1 gram. Kemudian, pengukuran kandungan vitamin C dilakukan dengan menghancurkan bahan 30 gram daging buah, kemudian bahan ancuran tersebut dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan aquades sampai tera lalu disaring. Setelah disaring, larutan diambil sebanyak 25 ml diberi 3-4 tetes indikator larutan amilum kemudian dititrasi dengan iodine. Titrasi dilakukan sampai terbentuk warna biru tua yang stabil. Menurut (AOAC 1990) kandungan vitamin C dapat dihitung dengan Persamaan (8) dengan rumus : Vitamin C (mg/100g bahan) =
ml Iodine 0.01 N x 0.88 x fp x100 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜 (𝑔)
(8)
Keterangan : Fp : faktor pengenceran Pengukuran kadar air daging pisang Analisis kadar air dilakukan terhadap pisang Mas Kirana yang sudah disimpan. Cawan kosong dikeringkan dalam oven pada suhu 100°C-105°C selama 15 menit, dan didinginkan dalam desikator selama 10 menit, lalu ditimbang (A)g. Kemudian daging buah pisang yang telah dihomogenkan dimasukkan ke dalam cawan dan ditimbang sebanyak 5 g (B)g. Selanjutnya dipanaskan dalam oven
26
pada suhu 100°C-105°C sampai beratnya konstan (±24 jam), lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang (C)g. Kadar air diukur dengan metode oven (AOAC 1990) pada Persamaan (9) dihitung dengan rumus: Ka:
𝐵−𝐶 𝐵−𝐴
𝑥 100%
(9)
Dimana : Ka adalah kadar air, A adalah berat cawan, B adalah berat cawan dan bahan sebelum dikeringkan dan C adalah berat cawan+bahan setelah dikeringkan. Uji organoleptik (sensori) Pengujian organoleptik atau sensori terhadap warna kulit, kekerasan daging buah, rasa, dan aroma buah pisang Mas Kirana yang disimpan dalam sistem kemasan MAP aktif dilakukan saat buah layak konsumsi berdasarkan uji organoleptik dengan skala 1-5 terhadap 15 orang panelis. Skor yang diberikan terdiri dari: 5 (sangat suka), 4 (suka), 3 (agak suka), 2 (tidak suka) serta 1 (sangat tidak suka). Batas penolakan oleh panelis a. dalah skor 3 (Fabio et al. 2008). Pengujian organoleptik ini menggunakan panel tidak terlatih. Kelompok mahasiswa dan atau staf peneliti termasuk dalam kategori panelis agak terlatih. Panelis dalam kategori ini mengetahui sifat-sifat sensorik dari contoh yang dinilai karena mendapat penjelasan atau sekedar latihan tetapi tidak cukup intensif dan teratur. Formulir uji organoleptik buah pisang Mas Kirana dapat dilihat pada Lampiran 16. Rancangan Penelitian Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian tahap ketiga tentang pengamatan mutu buah pisang Mas Kirana adalah rancangan faktorial yang disusun secara acak lengkap dengan 3 faktor. Faktor pertama adalah jenis plastik yang terdiri dari 3 taraf yaitu: P1: plastik LDPE (Low Density PolyEthylene) P2: plastik PP (Polypropylene) P3: plastik WSF (White Stretch Film) Faktor kedua yaitu perlakuan suhu dengan 2 taraf yaitu: T1: suhu ruang 28 °C T2: suhu dingin 15 °C Faktor ketiga yaitu perlakuan penyerap etilen (KMnO4) dengan 2 taraf yaitu: A1: tanpa penyerap etilen A2: dengan penyerap etilen. Penelitian ini dilakukan dengan 3x ulangan. Jadi jumlah satuan percobaannya 3x2x2x3=36 satuan percobaan. Data dianalisis dengan uji sidik ragam (ANOVA) dengan bantuan program SPSS v.16 dan SAS 9.1.3 kemudian apabila hasilnya berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 5%, maka dilakukan dengan uji lanjut Duncan untuk membedakan taraf pada tiap-tiap perlakuan (Kudachikar 2007). Model matematis dari rancangan percobaan tersebut pada Persamaan (10) yaitu :
27
Yijkl = µ + αi + βj + γk + (αβ)ij + (αγ)ik + (βγ)jk + (αβγ) ijk + ε ijkl Keterangan : Yijkl = µ αi
βi γk (αβ)ij (αγ)ik
= = = = = =
(βγ)jk (αβγ)ijk
= =
ε ijkl
=
(10)
Respon pada faktor jenis plastik taraf ke-i, suhu taraf ke-j, penyerap etilen taraf ke-k, dan ulangan taraf ke-l, nilai rata-rata umum pengamatan, pengaruh faktor jenis plastik ke-i, pengaruh faktor suhu ke-j, pengaruh faktor penyerap etilen ke-k, pengaruh interaksi perlakuan jenis plastik ke-i dan suhu ke-j, pengaruh interaksi perlakuan jenis plastik ke-i dan penyerap etilen ke-k, pengaruh interaksi perlakuan suhu ke-j dan penyerap etilen ke-k, pengaruh interaksi perlakuan jenis plastik ke-i, suhu ke-j dan penyerap etilen ke-k, pengaruh galat percobaan jenis plastik taraf ke-i, suhu taraf ke-j, penyerap etilen taraf ke-k, dan ulangan taraf ke-l. i=1,2,3 ; j=1,2 ; k=1,2 ; l =1,2,3
28
HASIL DAN PEMBAHASAN Laju Respirasi Pisang Mas Kirana
Laju Konsumsi O2 (ml/kg.jam)
Penelitian tahap pertama untuk mengetahui laju respirasi buah pisang Mas Kirana yang kemudian hasilnya akan digunakan pada penelitian tahap kedua yaitu tahapan perancangan kemasan. 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 0
2
4
6
8
10
12
14
Penyimpanan (Hari)
Gambar 13 Laju konsumsi O2 pada pisang Mas Kirana, —▲— suhu ±28 °C, dan —●— suhu 15 °C. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D (Standar Deviasi). Buah golongan non-klimakterik tidak menunjukkan proses pematangan setelah dipanen dan pola respirasinya akan berubah menjadi lambat setelah pemanenan. Istilah klimakterik melibatkan peningkatan respirasi buah ditinjau dari laju konsumsi O2 dan laju produksi CO2 (Villavicencio et al. 2001). Pada Gambar 13 yaitu laju konsumsi O2 memperlihatkan bahwa buah pisang mas termasuk buah klimakterik karena pada grafik laju konsumsinya terjadi lonjakan konsumsi O2. Awalnya buah mengalami fase pembelahan sel, fase pendewasaan/pembesaran sel, fase pematangan, kemudian fase senescene atau pelayuan. Puncak klimakterik menunjukkan bahwa buah telah mengalami fase pematangan atau secara riilnya telah terjadi perubahan warna buah pisang menjadi kuning merata, dan aroma matang pisang lebih pekat. Setelah terjadi puncak klimakterik, biasanya kurva laju konsumsi O2 akan cenderung menurun, hal ini dapat dikatakan bahwa buah pisang Mas Kirana ke fase senescene atau pelayuan. Pada Gambar 13 menunjukkan laju konsumsi O2 rata-rata pada suhu ruang ±28 °C sebesar 23.20 ml/kg.jam dan puncak klimakterik terjadi pada hari ke-4 sebesar 26.45 ml/kg.jam. Laju konsumsi O2 rata-rata pada suhu dingin 15 °C sebesar 11.57 ml/kg.jam, dengan puncak klimakterik pada hari ke-12 sebesar 14.85 ml/kg.jam. Uji lanjut Duncan pengaruh suhu terhadap laju konsumsi O2 dapat dilihat pada Lampiran 4 dan laju produksi CO2 pada Lampiran 5. Laju produksi CO2 rata-rata pada pisang Raja Bulu yang disimpan pada suhu 28 °C berkisar antara 8.41 ml/kg.jam sampai dengan 27.82 ml/kg jam.
29
Sedangkan pisang Raja Bulu yang disimpan pada suhu 13 °C laju produksi CO2 rata-rata sebesar 8.59 ml/kg.jam (Sholihati 2004). Rata-rata laju respirasi pada saat puncak klimakterik buah pisang dilaporkan sebesar 20 sampai 70 ml/kg.jam (Sen et al. 2012).
Laju Produksi CO2 (ml/kg.jam)
35 30 25 20 15 10 5 0 0
2
4
6
8
10
12
14
Penyimpanan (Hari)
Gambar 14 Pengaruh suhu dan penyerap etilen terhadap produksi CO2 pada pisang Mas Kirana, --Δ-- suhu ±28 °C, —○— suhu 15 °C. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D (Standar Deviasi). Pada Gambar 14 laju produksi CO2 menggambarkan bahwa buah termasuk dalam golongan klimakterik karena adanya lonjakan produksi CO2 yang menandakan bahwa buah telah mengalami pematangan. Penyimpanan pisang Mas Kirana pada suhu ±28 °C menghasilkan laju produksi CO2 rata-rata sebesar 24.44 ml/kg.jam, puncak klimakterik terjadi pada hari ke-3 sebesar 26.72 ml/kg.jam. Pada suhu dingin 15 °C laju produksi CO2 jauh di bawah suhu ruang ±28 °C, karena dengan penyimpanan suhu dingin mampu menghambat laju respirasi buah pisang Mas Kirana menjadi lebih lambat. Penyimpanan pisang Mas Kirana pada suhu dingin 15 °C menghasilkan laju produksi CO2 rata-rata sebesar 11.72 ml/kg.jam dan puncak klimakterik terjadi pada hari ke-12 sebesar 14.73 ml/kg.jam. Laju respirasi dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan dan suhu. Semakin tinggi suhu, maka laju respirasi buah pisang Mas Kirana akan semakin cepat, sehingga akan mempercepat kematangan buah, sedangkan dengan penyimpanan suhu rendah yaitu suhu 15 °C dapat menekan laju respirasi buah pisang Mas Kirana.
30
Tabel 9 Rata-rata laju respirasi dan nilai RQ buah pisang Mas Kirana Penyimpanan Laju produksi CO2 Laju konsumsi O2 RQ rata-rata (suhu) (mlCO2/kg.jam) (mlO2/kg.jam) 28 °C 24.44±4.79 a 23.20±12.60 a 1.07 15 °C 11.72±4.70 b 11.57±3.60 a 1.05 Pada Tabel 9 Perbandingan laju produksi CO2 dengan laju konsumsi O2 merupakan nilai RQ (Respiratory Quotient). Nilai RQ pada pisang Mas Kirana pada suhu ruang ±28 °C dengan nilai RQ rata-rata sebesar 1.07. RQ pada suhu dingin 15 °C dengan nilai RQ rata-rata 1.05. Untuk protein menghasilkan nilai RQ sekitar 0.8 dan untuk lemak adalah 0.71. Untuk RQ > 1, menunjukkan bahwa yang digunakan dalam respirasi itu suatu substrat yang mengandung O2,yaitu asam organik jika RQ = 1 kemungkinan besar bahan yang dipergunakan adalah karbohidrat (gula) yang berarti bahwa respirasi masih berlangsung secara aerobik. Pada rata-rata hasil RQ yang nilainya 1 menunjukkan bahwa substrat yang digunakan untuk respirasi berbentuk karbohidrat (gula). Setelah diketahui laju konsumsi O2 dan laju produksi CO2, maka hasil ini akan digunakan dalam perancangan kemasan untuk validasi berat (w), tebal (b), dan Luas Permukaan (A) yang sesuai, untuk digunakan dalam kemasan atmosfir termodifikasi aktif. Simulasi Perancangan Kemasan MAP Simulasi perancangan kemasan MAP merupakan penelitian tahap kedua. Kemasan atmosfir termodifikasi yang digunakan adalah MAP aktif karena digunakannya penyerap etilen di dalam kemasan. Dalam perancangan kemasan diperlukan ukuran luas wadah kemasan, berat buah yang dikemas, dan ketebalan plastik. Tabel 10 Rancangan ukuran kemasan buah pisang Mas Kirana Ukuran kemasan (mxm)
LDPE 28 °C tanpa penyerap etilen
O2 25.45
CO2 91.44
Tebal Plastik ( x10-3 mm) 22.86
PP 28 °C tanpa penyerap etilen
5.82
16.66
15.24
0.12x0.12
WSF 28 °C tanpa penyerap etilen
37.19
37.34
14.73
0.12x0.12
LDPE 28 °C dengan penyerap etilen
25.45
91.44
22.86
0.17x0.12
PP 28 °C dengan penyerap etilen
5.82
16.66
15.24
0.17x0.12
WSF 28 °C dengan penyerap etilen
37.19
37.34
14.73
0.17x0.12
LDPE 15 °C tanpa penyerap etilen
13.76#
81.50#
22.86
0.12x0.12
PP 15 °C tanpa penyerap etilen
7.47
10.99
15.24
0.12x0.12
WSF 15 °C tanpa penyerap etilen
7.391
10.46
14.73
0.12x0.12
13.758#
81.49#
22.86
0.17x0.12
PP 15 °C dengan penyerap etilen
7.468
10.99
15.24
0.17x0.12
WSF 15 °C dengan penyerap etilen
7.391
10.46
14.73
0.17x0.12
Perlakuan
LDPE 15 °C dengan penyerap etilen
Permeabilitas* (ml. mm/m2.hr.atm)
0.12x0.12
31
Dengan: C1 X1 X2 C2 w R1O2 R1CO2 R2O2 R2CO2
:0.21 :0.05 :0.05 :0.0003 :0.16-0.22 : 23.21 : 24.45 : 11.56 : 11.72
Konsentrasi O2 normal Konsentrasi O2 dalam kemasan Konsentrasi CO2 dalam kemasan Konsentrasi CO2 normal Berat pisang Mas Kirana dalam kemasan (kg) Laju konsumsi O2 suhu 28 °C (mlO2/kg.jam) Laju produksi CO2 suhu 28 °C (mlCO2/kg.jam) Laju konsumsi O2 suhu 15 °C (mlO2/kg.jam) Laju produksi CO2 suhu 15 °C (mlCO2/kg.jam)
Keterangan (*) : Permeabilitas plastik (Gunadnya 1993) (#) : Permeabilitas LDPE (Zagory dan Kader 1988)
Laju respirasi buah pisang Mas Kirana diperoleh melalui pengukuran pada penelitian tahap 1. Pada Tabel 10 menjelaskan perancangan kemasan dengan penyerap etilen (KMnO4) menggunakan luasan kemasan yang ukurannya lebih besar yaitu 204 cm2 atau 0.17x0.12 m2 dibandingkan kontrol tanpa penyerap etilen (KMnO4) dengan luasan 0.12x0.12 m2. Pada kemasan dengan penyerap etilen memiliki luas kemasan yang lebih besar dimaksudkan supaya ada space khusus untuk tempat penyerap etilen (KMnO4) dalam sachet untuk meminimalisasi bersentuhnya sachet dengan pisang Mas Kirana. Buah pisang Mas Kirana yang digunakan per pisang bobotnya berkisar antara 40-55 g. Sehingga dalam 1 wadah diisi 4 buah pisang dan total berat pisang dalam 1 kemasan berkisar antara 160-220 g buah pisang. Hasil dan aplikasi perancangan MAP dapat dilihat pada Lampiran 1.
Komposisi Gas O2 dan CO2 dalam Kemasan Penelitian tahap ketiga dimulai dari pengamatan komposisi O2 dan CO2, dan selanjutnya juga dilakukan pengamatan mutu buah pisang Mas Kirana. Pada Gambar 15 untuk mengetahui kandungan laju konsumsi O2 dan laju produksi CO2 maka dilakukan dengan memodifikasi kemasan dengan diberi selang untuk disalurkan ke alat pengukur respirasi dengan cosmotector. Pengukuran konsentrasi O2 dan CO2 menggunakan alat tersebut setiap 3 jam dengan 3x pengukuran dan diukur setiap hari.
Gambar 15 Pengukuran konsentrasi gas O2 dan CO2 pisang Mas Kirana pada kemasan
32
Pada Tabel 11 menunjukkan konsentrasi gas pada saat kesetimbangan pada kemasan LDPE dan PP belum mendekati hasil rekomendasi dari Ahmad (2001) dengan kondisi atmosfir termodifikasi untuk penyimpanan pisang 2-5% O2 dan 2-5% CO2, sedangkan hasi verifikasi konsentrasi gas pada kemasan WSF dengan penyerap etilen lebih mendekati konsentrasi yang direkomendasikan. Menurut Al-Ati dan Hotchkiss (2003) hal tersebut terjadi karena kegagalan kemasan film komersial untuk menyediakan pertukaran gas CO2 dan O2 secara berkelanjutan, dan menyarankan untuk memasukkan volume bebas dan nilai β dalam perhitungan untuk menentukan bobot buah yang dapat dikemas. Dimensi kemasan, berat produk dan volume bebas bisa disimulasi untuk mencapai salah satu dari tingkat konsentrasi O2 dan CO2 yang diinginkan, tetapi tidak bisa keduaduanya. Tabel 11
Jenis kemasan LDPE
PP
WSF
Konsentrasi gas O2 dan CO2 dalam kondisi kesetimbangan di dalam kemasan MAP Perlakuan Komposisi gas Hari saat konsentrasi Penyerap etilen Suhu O2 CO2 gas penyimpanan setimbang Dengan KMnO4 28 °C 17.7% 3.4% 4 Dengan KMnO4 15 °C 18.5% 1.7% 14 Tanpa KMnO4 28 °C 17.5% 3.3% 4 Tanpa KMnO4 15 °C 17.3% 3.6% 12 Dengan KMnO4 28 °C 15.2% 6.6% 6 Dengan KMnO4 15 °C 17.9% 2.0% 14 Tanpa KMnO4 28 °C 16.5% 5.4% 4 Tanpa KMnO4 15 °C 18.6% 2.3% 10 Dengan KMnO4 28 °C 15.1% 4.2% 6 Dengan KMnO4 15 °C 15.4% 3.1% 14 Tanpa KMnO4 28 °C 17.5% 1.7% 2 Tanpa KMnO4 15 °C 17.6% 1.7% 11
33
25
Konsentrasi Gas pada WSF (%)
20 15 10 5 0 0
2
4
6
8
10
Penyimpanan (Hari)
Gambar 16
Konsentrasi gas pada plastik WSF dengan suhu ±28 °C, --Δ— [O2] tanpa KMnO4, —○— [CO2] tanpa KMnO4, —▲— [O2] dengan KMnO4, —●— [CO2] dengan KMnO4.
Konsentrasi Gas pada WSF (%)
25 20 15 10 5 0 0
2
4
6
8
10 12 14 16 18 20 22 24
Penyimpanan (Hari)
Gambar 17
Konsentrasi gas pada plastik WSF dengan suhu 15 °C --◊-- [O2] tanpa KMnO4, --□—[CO2] tanpa KMnO4—♦— [O2] dengan KMnO4, —■— [CO2] dengan KMnO4.
Pada Gambar 16 menunjukkan perubahan konsentrasi gas O2 dan CO2 pada kemasan WSF menggunakan penyerap etilen (KMnO4) pada suhu 28 °C dengan konsentrasi gas saat steady state (kesetimbangan) yaitu konsentrasi 15.1% O2 dan 4.2% CO2 mengalami kesetimbangan saat hari ke-6 penyimpanan. Pada Gambar 17 untuk kemasan WSF pada suhu 15 °C menggunakan penyerap etilen dengan konsentrasi gas sebesar 15.4% O2 dan 3.1% CO2 setimbang saat hari ke-14
34
penyimpanan. Grafik konsentrasi gas O2 dan CO2 untuk kemasan LDPE dan PP dapat dilihat pada Lampiran 3. Konsentrasi O2 yang lebih rendah dari kontrol (tanpa penyerap etilen) tersebut dipengaruhi oleh pisang menggunakan O2 untuk respirasi atau diduga karena oksigen ikut dioksidasi oleh KMnO4, selain itu karena perbedaan volume bebas dan luasan kemasan dengan menggunakan penyerap etilen dibandingkan kontrol tanpa penyerap etilen, sehingga konsentrasi O2 yang ada menjadi lebih rendah dan dengan meningkatnya konsentrasi CO2 di dalam kemasan MAP mejadikan umur simpan yang lebih lama. Hal ini seperti persamaan kimia dalam penyerapan etilen menggunakan KMnO4 yang dikemukakan oleh Vermeiren et al.(2003); Lee et al.(2010); Mangaraj dan Goswani (2009) yaitu: 3C2H4 + 12KMnO4 12MnO2 + 2KOH + 6CO2 (Etilen) (Mangan (II) Oksida) KMnO4 dapat menghambat pematangan dengan cara mengoksidasi ikatan rangkap etilen yang dihasilkan oleh pisang dan merubahnya menjadi bentuk mangan dioksida (MnO2), KOH, dan CO2. Oleh karena itu jika buah disimpan di dalam kemasan MAP yang dikombinasikan dengan sachet penyerap etilen (KMnO4) dapat menyerap etilen, meningkatkan CO2, dan akhirnya dapat menghambat proses pematangan buah. Hasil validasi dalam MAP aktif dengan kemasan WSF setebal 14.73x10-3 mm dengan luas kemasan 204 cm2 menggunakan pisang seberat 160-220 g pada suhu 28 °C dengan komposisi gas sebesar 15.1% O2 dan 4.2% CO2, sedangkan pada suhu 15 °C yaitu 15.4% O2 dan 3.1% CO2.
Mutu Buah Pisang Mas Kirana Mutu buah pisang Mas Kirana yang dibahas dalam penelitian ini mencakup susut bobot, warna (nilai °hue), kekerasan, total padatan terlarut (TPT), kadar pati, vitamin C, kadar air daging buah, dan uji organoleptik (sensori) warna, kekerasan, aroma, dan rasa. Susut bobot Susut bobot selama penyimpanan merupakan salah satu parameter mutu fisik yang menunjukkan tingkat dari kesegaran komoditi hortikultura. Semakin tinggi susut bobot, maka buah tersebut semakin berkurang kesegarannya. Kenaikan susut bobot semakin meningkat seiring dengan lamanya waktu peyimpanan buah. Selama penyimpanan, selain terjadi respirasi, juga terjadi transpirasi yaitu penguapan air dari permukaan komoditi hortikultura yang menyebabkan kekeringan dan kelayuan. Proses transpirasi ini merupakan bagian dari proses respirasi yang terjadi selama penyimpanan, dimana pada saat terjadinya makromolekul kompleks menghasilkan air dalam bentuk uap (Iflah 2013). Gambar 18 memperlihatkan bahwa dengan penambahan penyerap etilen menyebabkan susut bobot menjadi lebih kecil. Dari penyimpanan pisang hari ke6 pada suhu ruang ±28 °C susut bobot terkecil terjadi pada perlakuan kemasan PP tanpa penyerap etilen (kontrol) sebesar 0.92%, sedangkan jika diberi penyerap
35
etilen KMnO4 (25mg/100ml) susut bobot menjadi 0.87%. Pada kemasan PP besarnya susut bobot lebih kecil dari kemasan lainnya karena untuk transpirasi uap air terjadi kehilangan air yang lebih kecil, tetapi dalam prakteknya terlihat banyaknya uap air di sekitar plastik kemasan polyproylene (PP). Menurut Dumadi (2001) adanya embun atau kandungan air yang tinggi di sekitar kemasan akan memacu terjadinya kerusakan buah, terutama yang disebabkan kontaminasi mikroba dan jamur. Pengembunan ini juga disebabkan karena permeabilitas O2 dan CO2 pada plastik PP yang lebih kecil, dan transpirasi uap air kemasan yang kecil sehingga terjadi pengembunan pada plastik, sedangkan hal ini berbeda dengan kemasan White Strech Film (WSF) yang disimpan pada suhu ruang sebagai kontrol (tanpa penyerap etilen) yang susut bobotnya lebih besar pada hari ke-6 sebesar 7.18% dan jika diberi penyerap etilen KMnO4 (25mg/100ml) susut bobotnya menjadi 4.50%. Hal ini disebabkan juga karena permeabilitas kemasan terhadap O2, CO2 dan transmisi uap air yang lebih besar, sehingga jika buah pisang Mas Kirana berada dalam kemasan WSF, permukaan kemasan WSF dengan menggunakan KMnO4 (25mg/100ml) tidak mengalami pengembunan, dan umur simpan buah pisang Mas Kirana juga menjadi lebih lama sampai penyimpanan pada hari ke-10. 9 8
Susut Bobot (%)
7 6 5 4 3 2 1 0 2
4
6
8
10
Penyimpanan(Hari)
Gambar 18 Pengaruh suhu, penyerap etilen, dan jenis plastik terhadap susut bobot (%) pada suhu 28 °C, --◊--LDPE tanpa KMnO4,—♦—LDPE dengan KMnO4,--□--PP tanpa KMnO4,—■—PP dengan KMnO4,--Δ--WSF tanpa KMnO4,—▲—WSF dengan KMnO4. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D (Standar Deviasi). Gambar 19 memperlihatkan susut bobot untuk penyimpanan pisang pada suhu dingin 15 °C mempunyai susut bobot terbesar yaitu plastik WSF (tanpa penyerap etilen) terjadi untuk penyimpanan pisang pada hari ke-16 sebesar 7.56%, sedangkan dengan penyerap etilen susut bobotnya sebesar 4.62%. Susut bobot terkecil sebesar 0.03% terjadi pada penyimpanan hari ke-2 dengan perlakuan
36
plastik PP dengan penyerap etilen dibandingkan tanpa penyerap etilen (kontrol) yang susut bobotnya sebesar 0.10%. Susut bobot pada kemasan aktif pisang Mas Kirana ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan susut bobot pisang pada penelitian yang dilakukan oleh Hosain (2013) yang menyatakan bahwa pada hari ke-16 penyimpanan, penurunan susut bobot tertinggi (24.64%) ditemukan dalam buah-buahan yang disimpan pada suhu ruang, tetapi susut bobot minimum (10.21 dan 12.22%) terjadi pada pisang yang disimpan pada masing-masing suhu 14°C dan 18°C. pada Hari ke-20 penyimpanan, susut bobot maksimal (23.44%) ditemukan dalam buah-buahan yang terbuka sedangkan susut bobot minimum (15.32%) tercatat dalam buahbuahan yang disimpan di kantong plastik tidak berlubang atau unperforated. 9 8
Susut Bobot (%)
7 6 5 4 3 2 1 0 2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
Penyimpanan (Hari)
Gambar 19 Pengaruh suhu, penyerap etilen, dan jenis plastik terhadap susut bobot (%) pada suhu 15 °C, --◊--LDPE tanpa KMnO4,—♦—LDPE dengan KMnO4,--□--PP tanpa KMnO4,—■—PP dengan KMnO4,-Δ--WSF tanpa KMnO4,—▲—WSF dengan KMnO4. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D (Standar Deviasi). Pada Lampiran 6 yaitu uji sidik ragam terhadap susut bobot, interaksi antara pengaruh jenis plastik, suhu dan penyerap etilen berbeda nyata (P<0.05) pada hari ke-4 dan ke-6, setelah itu dilanjutkan dengan uji Duncan yang hasilnya pada Lampiran 6f diantaranya yaitu pada hari ke-6 penyimpanan dengan suhu 15 °C perlakuan WSF menggunakan penyerap etilen menghasilkan susut bobot sebesar 2.05% berbeda nyata terhadap kontrol tanpa penyerap etilen yang susut bobotnya mencapai 3.06%. Menurut Rahman (2007) hal ini karena etilen yang dihasilkan oleh buah pisang Mas Kirana diserap oleh penyerap etilen, sehingga etilen yang aktif untuk merangsang aktifitas ATP-ase yaitu enzim yang diperlukan dalam pembentukan energi dari ATP yang ada dalam buah menjadi berkurang akibat proses respirasi yang menghasilkan karbondioksida dan air dapat diperlambat karena kurang tersedianya energi untuk menghasilkan karbondioksida
37
dan uap air, sehingga susut bobot lebih kecil dengan perlakuan penyerap etilen, dibandingkan kontrol. Warna (nilai °hue) Sebagai parameter visual bagi konsumen, warna komoditi hortikultura maupun warna buah yang menarik merupakan nilai tambah bagi konsumen. Konsumen biasanya cenderung melakukan penilaian pertama terhadap tingkat kematangan buah melalui warna. Biasanya untuk mutu buah ekspor, preferensinya lebih diprioritaskan buah yang berwarna mencolok atau menarik seperti bewarna merah, kuning, orange, dan konsumen tidak menyukai buah yang berwarna hijau karena terkesan belum matang atau masih mentah, konsumen juga suka buah yang berkulit mulus, bersih,dan cerah. 100 80 60
Nilai °Hue
40 20 0 -20 0
2
4
6
8
10
-40 -60 -80 -100
Penyimpanan (Hari)
Gambar 20 Pengaruh suhu, penyerap etilen, dan jenis plastik terhadap nilai °hue pada suhu 28 °C, --◊--LDPE tanpa KMnO4,—♦—LDPE dengan KMnO4,--□--PP tanpa KMnO4,—■—PP dengan KMnO4,--Δ--WSF tanpa KMnO4,—▲—WSF dengan KMnO4. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D (Standar Deviasi). Perubahan warna pada buah terjadi karena sintesis dari pigmen tertentu, seperti karotenoid dan flavonoid, di samping terjadinya perombakan klorofil. Perombakan klorofil menyebabkan pigmen karotenoid yang sudah ada namun tidak nyata menjadi nampak. Perubahan warna yang terjadi pada buah-buahan sering dijadikan sebagai kriteria utama bagi konsumen untuk menentukan mentah ataupun matangnya suatu buah. Warna pada buah-buahan disebabkan oleh pigmen yang umumnya dibedakan atas 4 kelompok yaitu klorofil, antosianin, flavonoid dan karotenoid (Winarno 2002). Perubahan warna pada buah merupakan suatu perubahan yang jelas nampak oleh konsumen. Perubahan yang umum terjadi adalah hilangnya warna hijau. Pada buah klimaterik kehilangan warna hijau sangat cepat setelah memasuki titik awal pemasakan. Beberapa buah non-klimaterik juga menunjukkan tanda-tanda kehilangan warna hijau dengan dicapainya kualitas konsumsi (layak dikonsumsi).
38
Perubahan zat warna alami biasanya terjadi karena proses degradasi, sintesis ataupun kedua-duanya. Perubahan pada buah-buahan dari hijau menjadi kuning merah atau oranye disebabkan terjadinya pemecahan klorofil dan pembentukan karetenoid. Hal tersebut biasanya terjadi pada buah jeruk dan mangga. Pada buah pisang, perubahan warna terjadi karena klorofil tidak nampak dan terjadi sedikit pembentukan karoten. Oleh Pantastico (1990) dikatakan bahwa hilangnya warna hijau pada buah yang sedang mengalami pemasakan merupakan proses yang sangat rumit. 100 80 60
Nilai °Hue
40 20 0 -20 0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
-40 -60 -80 -100
Penyimpanan (Hari)
Gambar 21 Pengaruh suhu, penyerap etilen, dan jenis plastik terhadap nilai °hue pada suhu 15 °C, --◊--LDPE tanpa KMnO4,—♦—LDPE dengan KMnO4,--□--PP tanpa KMnO4,—■—PP dengan KMnO4,--Δ--WSF tanpa KMnO4,—▲—WSF dengan KMnO4. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D (Standar Deviasi). Tren grafik pada perubahan warna (nilai °Hue) pada penyimpanan pisang di suhu 28 °C maupun 15 °C cenderung hampir sama tren nya, yaitu semakin lama waktu penyimpanan, semakin meningkat nilai °Hue nya, dan ada yang mencapai nilai puncaknya, tetapi mengalami penurunan pada grafiknya, hal ini bisa dilihat bahwa warna dominan kuning cerah pun memudar menjadi kuning gelap karena buah pisang Mas Kirana akan mencapai fase pelayuan/ senesence. Nilai °hue dapat mendeskripsikan warna murni, dimana menunjukkan warna dominan dalam campuran beberapa warna. Warna °hue negatif (Gambar 20) pada penyimpanan suhu 28 °C menunjukkan warna buah masih berwarna hijau atau sedikit sekali warna kuning. Pada penyimpanan hari ke-6 menunjukkan nilai warna °hue positif terbesar ada pada kemasan WSF sebesar 85.11°hue berbanding dengan WSF dengan KMnO4 (25mg/100ml) sebesar 75.24 °hue. Gambar 21 menunjukkan pada penyimpanan suhu 15 °C nilai warna °hue negatif yang menandakan buah masih berwarna hijau atau sedikit sekali warna kuning. Menurut Iflah (2013) nilai °hue negatif menandakan bahwa paprika yang dikemas dengan plastik HDPE pada suhu 15 °C masih didominasi oleh warna hijau pada penyimpanan hari ke-3 sebesar -55.81 °hue
39
Pada penyimpanan hari ke-12 pada perlakuan kontrol (tanpa penyerap etilen warna °hue positif terbesar terjadi pada kemasan WSF dengan nilai sebesar 85.00 °hue dibandingkan dengan WSF menggunakan penyerap etilen yang nilainya sebesar 70.99 °hue. Menurut Iflah (2013) nilai °hue positif menandakan bahwa tomat yang dikemas dengan plastik HDPE yang disimpan pada suhu 15 °C masih didominasi oleh warna terang yaitu warna merah dengan sedikit kuning atau sedikit hijau pada penyimpanan hari ke-12 dengan nilai sebesar 61.43 °hue. Pada Lampiran 7 yaitu analisis sidik ragam terhadap warna (°hue) yaitu interaksi antara jenis plastik, suhu, dan penyerap etilen tidak berpengaruh nyata (P>0.05), tetapi interaksi antara suhu dan penyerap etilen berpengaruh nyata pada hari ke-2 dan 4. Interaksi antara jenis plastik dengan penyerap etilen berbeda nyata pada hari ke-4. Setelah dilakukan uji sidik ragam, maka dilanjutkan dengan uji Duncan. Lampiran 7c pada penyimpanan hari ke-4, memperlihatkan nilai warna -75.99 °hue pada penyimpanan suhu 15 °C menggunakan penyerap etilen berbeda nyata terhadap perlakuan tanpa penyerap etilen dengan nilai -66.78 °hue. Uji Duncan pengaruh interaksi antara jenis plastik dan penyerap etilen pada hari ke-4 dengan plastik WSF menggunakan penyerap etilen menghasilkan nilai warna -70.22 °hue yang berbeda nyata dengan WSF tanpa penyerap etilen dengan nilai sebesar 4.11°hue. Beberapa perubahan pisang Mas Kirana pada hari ke-4 yang disimpan pada suhu 28 °C dapat dilihat pada Gambar 22. Perubahan pisang Mas Kirana pada suhu 15 °C dapat dilihat pada Gambar 23. Pada kemasan LDPE dan PP terjadi sedikit pengembunan, sedangkan pada kemasan WSF tidak terjadi pengembunan. Perubahan pisang Mas Kirana selama penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 1.
LDPE
PP a. Tanpa KMnO4
WSF
LDPE
PP b. Dengan KMnO4
WSF
Gambar 22 Kenampakan buah pisang Mas Kirana dalam kemasan MAP pada penyimpanan hari ke-4 dengan suhu 28 °C.
40
Pada Lampiran 1 memperlihatkan bahwa buah pisang Mas Kirana yang disimpan pada suhu 28 °C dengan menggunakan plastik LDPE, PP, WSF menggunakan penyerap etilen mampu mempertahankan warna hijau, rata-rata sampai hari ke-4 dibandingkan tanpa penyerap etilen yang hanya mempertahankan warna hijau sampai hari ke-2. Buah pisang Mas Kirana yang disimpan pada suhu 15 °C dengan menggunakan plastik LDPE, PP, WSF dengan penyerap etilen mampu mempertahankan warna hijau rata-rata sampai hari ke-12 dibandingkan tanpa penyerap etilen yang mempertahankan warna hijau sampai hari ke-6. Berubahnya warna buah pisang Mas Kirana dalam kemasan ini juga dipengaruhi oleh laju konsumsi O2 maupun laju produksi CO2 dan juga dipengaruhi oleh jenis plastik pengemasnya, hal ini berhubungan dengan permeabilitas plastik. Selain itu laju respirasi dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan dan suhu. Semakin tinggi suhu, maka laju respirasi buah pisang Mas Kirana akan semakin cepat, sehingga akan mempercepat kematangan buah. Selain itu adanya penyerap etilen yang dimasukkan ke dalam kemasan juga mempengaruhi laju respirasi buah pisang Mas Kirana.
LDPE
PP a. Tanpa KMnO4
WSF
LDPE
PP b. Dengan KMnO4
WSF
Gambar 23 Kenampakan buah pisang Mas Kirana dalam kemasan pada penyimpanan hari ke-12 dengan suhu 15 °C. Nilai dari warna (°hue) pada Gambar 20 jika dibandingkan dengan total padatan terlarut (TPT) pada Gambar 26, yaitu berbanding lurus karena dengan meningkatnya nilai °hue, maka TPT juga mengalami kenaikan pada suhu 28 °C. Seperti terlihat pada kemasan LDPE dengan KMnO4 pada hari ke-0, 4, dan 6 yaitu masing-masing sebesar -80.73, -66.55, dan 77.17 °hue berbanding lurus dengan kenaikan TPT masing-masing sebesar 10.72, 18.36, dan 24.48 °Brix. Nilai °hue negatif menunjukkan buah pisang masih didominasi warna hijau dengan sedikit kuning dan dapat dibandingkan dengan nilai TPT yang belum maksimum (belum sampai nilai 20 °Brix atau lebih). Nilai °hue positif menandakan bahwa pisang
41
telah matang dan warna mulai menguning dengan nilai warna buah lebih dari 20 °Brix, hal ini diduga karena dengan digunakannya substrat gula ataupun sukrosa untuk respirasi yang memicu pematangan dapat memicu perubahan pigmen warna pada buah menjadi warna yang menarik dan cerah. Menurut Tucker et al.(1993) hal ini disebabkan karena warna yang ada pada buah ditimbulkan oleh keberadaan pigmen yang dikandungnya. Buah akan menampilkan warna-warna yang menarik yang ditunjukkan oleh fisikokimia dari pigmen. Sebagai salah satu secondary plants products, pigmen-pigmen warna dihasilkan melalui serangkaian proses yang juga melibatkan hasil dari proses primer yaitu respirasi. Sebagai tahapan pada respirasi, jalur glikolisis, menghasilkan ATP dan Acetyl CoA. Kedua produk ini yang akan digunakan dalam pentose phosphate pathway (PPP), yaitu jalur rangkaian proses yang akan membentuk pigmen-pigmen warna pada buah. Kekerasan Perubahan tekstur atau kekerasan merupakan salah satu perubahan fisiologis yang terjadi sebagai akibat langsung dari kehilangan air pada produk hortikultura. Biasanya perubahan tekstur yang terjadi pada produk hortikultura selama penyimpanan adalah menurunnya tingkat kekerasan, sehingga menjadi lunak, kecuali pada produk tertentu seperti manggis (kulit buahnya menjadi keras). Perubahan tekstur produk yang semula keras menjadi lunak ini dikarenakan kehilangan air yang menjadikan komposisi dinding sel berubah, sehingga menyebabkan menurunnya tekanan turgor sel dan kekerasan buah menurun, selain itu juga terjadi perubahan secara kimiawi pada dinding sel yang tersusun dari senyawa-senyawa komplek dari golongan karbohidrat struktural, seperti selulosa, hemiselulosa, pektin dan lignin (Iflah 2013). 6
Kekerasan (kgf)
5 4 3 2 1 0 0
2
4
6
8
10
Penyimpanan (Hari)
Gambar 24 Pengaruh suhu, penyerap etilen, dan jenis plastik terhadap kekerasan pada suhu 28 °C,--◊--LDPE tanpa KMnO4,—♦—LDPE dengan KMnO4,--□--PP tanpa KMnO4,—■—PP dengan KMnO4,--Δ--WSF tanpa KMnO4,—▲—WSF dengan KMnO4. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D (Standar Deviasi).
42
Sifat fisik pisang Mas Kirana yang disimpan akan mempengaruhi kekerasannya. Kekerasan atau kelunakan suatu buah dapat berhubungan dengan tingkat kematangan atau tingkat kebusukan buah tersebut. Buah yang masih mentah mempunyai tingkat kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan buah yang telah matang. Menurut Gonzalez-Aguilar (2004) pelunakan buah berhubungan langsung dengan berkurangnya kadar air dalam buah. Selain itu kekerasan dapat disebabkan karena terhambatnya proses respirasi atau metabolisme, sehingga perombakan karbohidrat menjadi senyawa yang larut air berkurang, maka kekerasan dari produk hortikultura akan bertahan. Kitinojo dan Kader (2003) menyatakan suhu dingin sangat mempengaruhi perubahan nilai kekerasan buah. Semakin rendah suhu penyimpanan, maka semakin lambat penurunan nilai kekerasan buah. Pada Gambar 24 dengan menggunakan penyerap etilen KMnO4 (25mg/100ml) pada suhu ±28 °C pada hari ke-4 penyimpanan, dapat mempertahankan besarnya nilai kekerasan pisang Mas Kirana yaitu plastik LDPE dengan penyerap etilen sebesar 2.47 kgf, sedangkan tanpa penyerap etilen (kontrol), nilai kekerasannya lebih kecil yaitu sebesar 2.10 kgf. Pada Gambar 25 untuk penyimpanan pisang Mas Kirana pada suhu 15 °C pada hari ke-4 dengan plastik WSF tanpa penyerap etilen, nilai kekerasannya sebesar 3.07 kgf sedangkan dengan menggunakan penyerap etilen nilai kekerasannya lebih besar, yaitu sebesar 3.83 kgf. 6
Kekerasan (kgf)
5 4 3 2 1 0 0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
Penyimpanan (Hari)
Gambar 25 Pengaruh suhu, penyerap etilen, dan jenis plastik terhadap kekerasan pada suhu 15 °C, --◊--LDPE tanpa KMnO4,—♦—LDPE dengan KMnO4,--□--PP tanpa KMnO4,—■—PP dengan KMnO4,--Δ--WSF tanpa KMnO4,—▲—WSF dengan KMnO4. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D (Standar Deviasi).
43
Prasanna et al. (2007) mengatakan proses hidrolisis protopektin dan pektin yang berperan dalam menjaga tingkat kekerasan buah berlangsung lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi. Pektin sendiri merupakan polimer yang tersusun dari asam galakturonat, di mana secara alami pektin akan dihidrolisa oleh enzim pektinase selama proses pematangan. Hidrolisa pektin menjadi unit yang lebih sederhana dan bersifat larut dalam air akan menyebabkan perubahan tekstur buah. Pada Lampiran 8 analisis sidik ragam kekerasan, interaksi antara jenis plastik, suhu, dan penyerap etilen tidak berpengaruh nyata (P>0.05). Lampiran 8b dengan Duncan memperlihatkan perbedaan nyata pada perlakuan suhu pada hari ke-4 dan 6. Nilai kekerasan (kgf) buah pisang Mas Kirana yang disimpan di suhu 15 °C pada Gambar 25 berbanding lurus dengan penurunan kadar pati (%) pada Gambar 30. Kekerasan pada plastik WSF dengan KMnO4 pada hari ke-0, 6, dan 12 masing-masing sebesar 5.20, 2.62, dan 1.78 kgf berbanding lurus dengan penurunan kadar pati, masing-masing sebesar 25.91, 23.30, dan 19.27%. Kekerasan pisang pada plastik WSF tanpa KMnO4 (kontrol) pada hari ke-0, 6, dan 12 masing-masing sebesar 5.20, 2.81, dan 1.86 kgf berbanding lurus dengan penurunan kadar pati masing-masing sebesar 25.91, 21.94, dan 19.23%. Kecenderungan penurunan kekerasan dan penurunan kadar pati pada penelitian ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Tucker et al. (1993) yang menyatakan bahwa hampir semua buah mengalami pelunakan selama tahap pematangan. Perubahan tekstur menjadi lunak (softening) pada kebanyakan buah salah satunya dapat disebabkan oleh mekanisme kehilangan tekanan turgor (loss of turgor pressure), degradasi kandungan pati atau kerusakan pada dinding sel buah. Kehilangan tekanan turgor sebagian besar merupakan proses non-fisiologis yang berhubungan dengan dehidrasi buah pascapanen. Total padatan terlarut (TPT) Total padatan terlarut berkaitan erat dengan total asam dari buah, di mana selama proses pematangan, terjadi peningkatan progresif total padatan terlarut sebagai akibat dari transformasi polisakarida menjadi gula. Semakin banyak terjadinya pemecahan polisakarida tersebut mengakibatkan terjadinya penurunan keasaman, sehingga terjadinya peningkatan ratio total padatan terlarut terhadap asam (Sampaio et al. 2007). Total padatan terlarut terdiri atas komponen yang larut dalam air, seperti glukosa, fruktosa, sukrosa, dan protein yang larut air. Total padatan terlarut yang diamati dalam penelitian ini menggunakan skala °Brix, karena menurut Muchtadi dan Sugiyono (1989) jika sebagian besar padatan terlarut sampel berupa gula, maka hasil pembacaannya dinyatakan dalam °Brix. Sesudah panen, pati yang terdapat dalam bentuk timbunan dalam sel atau jaringan bisa ditransformasikan menjadi gula-gula sukrosa, glukosa, dan fruktosa. Perubahan yang terjadi pada karbohidrat ini merupakan perubahan yang mencolok pada buah-buahan. Gula bertambah oleh hidrolisa pati ini, sekalipun sebagian dari gula digunakan untuk respirasi. Gula yang terkandung dalam buah, baik yang bebas maupun terikat pada zat-zat merupakan komponen penting untuk mendapat rasa dan aroma/ flavour buah yang enak (Pantastico 1990). Pada Gambar 26 perubahan nilai TPT pisang menunjukkan tren yang semakin meningkat, tetapi ada juga yang mengalami penurunan setelah kenaikan.
44
Total Padatan Terlarut (°Brix)
Penurunan TPT disebabkan karena gula yang dihasilkan dari perombakan pati digunakan untuk proses respirasi dan proses metabolisme lainnya. TPT pisang Mas Kirana tertinggi pada suhu 28°C yaitu 28.30 °Brix pada perlakuan WSF dengan penyerap etilen KMnO4 (25mg/100ml) pada hari ke-10, sedangkan tanpa penyerap etilen (kontrol), nilai tertinggi pada perlakuan plastik WSF yang disimpan sampai hari ke-6 yaitu sebesar 25.28 °Brix Gambar 27 menyajikan penyimpanan pisang Mas Kirana pada suhu 15 °C, dengan nilai TPT tertinggi sebesar 27.62 °Brix yang terdapat pada penyimpanan pisang pada hari ke-14 dengan perlakuan plastik WSF tanpa KMnO4 (MAP pasif). Penyimpanan pisang dengan plastik WSF dengan penyerap etilen (MAP aktif) dengan nilai TPT tertinggi yaitu 26.84 °Brix pada hari ke-18. Hasil dari inilai TPT pisang Mas Kirana lebih besar dan mendekati hasil penelitian Zewter et al. (2012) yang menyatakan buah yang ditempatkan di suhu ruang menunjukkan TPT meningkat dengan cepat dari 6.2 ºBrix pada hari 4, dan 21.9 ºBrix pada hari ke-12, kemudian turun menjadi 18.9 ºBrix pada hari 16. Di sisi lain, buah-buahan diberi 1-Metilsiklopropena (1-MCP) yang paling lambat untuk mencapai puncak TPT nya, meningkat dari 3.9 ºBrix pada hari ke-4, 21.3 ºBrix pada hari ke-28. Buah pisang ditutupi oleh jerami dan daun pisang, yang disimpan dalam polietilen tidak berlubang dengan atau tanpa KMnO4, dan disimpan dalam polyethylene berlubang masing-masing mencapai puncak TPT pada 16 hari penyimpanan. KMnO4 ditambah pada perlakuan polietilen berlubang dengan puncak TPT sebesar 21.9º Brix dalam 20 hari, sedangkan perlakuan dengan 1-MCP dengan polietilen tidak berlubang dapat menunda perkembangan puncak TPT buah sampai hari ke-24. 33 30 27 24 21 18 15 12 9 6 3 0 0
2
4
6
8
10
Penyimpanan (Hari)
Gambar 26 Pengaruh suhu, penyerap etilen, dan jenis plastik terhadap total padatan terlarut (°Brix) pada suhu 28 °C, --◊--LDPE tanpa KMnO4,—♦—LDPE dengan KMnO4,--□--PP tanpa KMnO4,—■— PP dengan KMnO4,--Δ--WSF tanpa KMnO4,—▲—WSF dengan KMnO4. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D (Standar Deviasi).
Total Padatan Terlarut (°Brix)
45
33 30 27 24 21 18 15 12 9 6 3 0 0
2
4
6
8
10 12 14 16 18 20 22 24
Penyimpanan (Hari)
Gambar 27 Pengaruh suhu, penyerap etilen, dan jenis plastik terhadap total padatan terlarut (°Brix) pada suhu 15 °C,--◊--LDPE tanpa KMnO4,—♦—LDPE dengan KMnO4,--□--PP tanpa KMnO4,—■— PP dengan KMnO4,--Δ--WSF tanpa KMnO4,—▲—WSF dengan KMnO4. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D (Standar Deviasi). Pengamatan selisih TPT buah selama pematangan dan penurunan, setelah mencapai tingkat puncak diikuti pleh pematangan buah secara alami dan proses penuaan, termasuk perubahan warna dan kekerasan yang merupakan perubahan pascapanen pada buah klimakterik (Pinto et al. 2004). Hasil ini sesuai dengan laporan Dharmasenal dan Kumari (2005) dan Salvador et al. (2006) yang menunjukkan peningkatan TPT varietas pisang menunjukkan perbedaan nilai antara 0-17 °Brix selama penyimpanan 16 hari. Kurang lebih jumlah TPT pada puncak pematangan dalam penelitian ini bisa disebabkan perbedaan dalam jenis kultivar yang diteliti (Dadzie dan Orchard 1997) dan efek dari perlakuan yang diterapkan. Hernandez et al. (2006) juga melaporkan bahwa pisang pada tiga tahap pematangan, mentah, setengah matang dan matang tdengan mengandung tingkat TPT masing-masing 2.5, 17.3 dan 22.8 °Brix. Peningkatan TPT buah yang ditempatkan di udara terbuka merupakan akibat laju respirasi yang tinggi dan terjadinya pematangan, sehingga cepat menghasilkan penurunan kualitas yang disertai dengan senescene/ pelayuan (Pal dan Roy 1988). Di sisi lain, keterlambatan dalam penambahan kadar TPT buah-buahan yang disimpan dalam kantong polietilen berlubang setelah perlakuan 1-Metilsiklopropena (1-MCP) bisa disebabkan memperlambat pematangan akibat pengikatan 1-MCP dengan etilen reseptor dan penghilangan etilen dengan ventilasi melalui perforasi. Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 9 yaitu interaksi antara jenis plastik, suhu, dan penyerap etilen yang hasilnya menunjukkan perbedaan nyata (p < 0.05) pada penyimpanan hari ke-2. Setelah itu dilanjutkan dengan uji Duncan yang nilainya 14.79 °Brix pada perlakuan WSF dengan penyerap etilen yang disimpan pada suhu 28 °C berbeda nyata terhadap 19.31 °Brix pada WSF tanpa penyerap etilen (KMnO4). Penyimpanan pisang Mas Kirana dengan plastik WSF
46
tanpa penyerap etilen (kontrol) pada suhu 15 °C yaitu sebesar 15.1 °Brix berbeda nyata dengan 12.47 °Brix pada WSF dengan penyerap etilen (MAP aktif). Kadar pati Sebelum dipanen tumbuh-tumbuhan menyimpan karbohidrat dalam buahbuahan untuk persiapan bahan energi. Karbohidrat dalam buah-buahan salah satunya terdiri atas zat pati. Zat pati merupakan karbohidrat utama dari jaringan tanaman. Seperti yang ditunjukkan oleh Pinto et al. (2004), penurunan kadar pati disertai dengan peningkatan gula dan TPT terjadi perubahan pascapanen pada buah klimakterik. Dalam pisang cavendish, hidrolisis pati dan sintesis gula biasanya selesai pada saat mencapai kematangan penuh. Pada Gambar 28 menunjukkan kadar pati pisang Mas Kirana yang disimpan pada hari ke-6 pada suhu 28 °C yaitu sebesar 19.82% terdapat pada pisang yang sisimpan dengan plastik WSF menggunakan penyerap etilen dibandingkan dengan WSF tanpa penyerap etilen yang kadar patinya hanya sebesar 17.96%. Gambar 29 menunjukkan kandungan pati pisang Mas Kirana tertinggi pada hari ke-6 dengan suhu penyimpanan 15 °C sebesar 23.47% yang disimpan pada kemasan LDPE dengan KMnO4 (100 mg/100 ml), dibandingkan dengan LDPE tanpa penyerap etilen (kontrol) sebesar 20.70%. Hal ini membuktikan bahwa dengan suhu dingin 15 °C yang dikombinasikan dengan perlakuan penyerap etilen dapat mempertahankan kadar pati (%) di bandingkan disimpan pada suhu ruang ±28 °C. 28
Kadar Pati (%)
26 24 22 20 18 16 0
2
4
6
Penyimpanan (Hari)
Gambar 28 Pengaruh suhu, penyerap etilen, dan jenis plastik terhadap kadar pati (%) pada suhu 28 °C, --◊--LDPE tanpa KMnO4,—♦—LDPE dengan KMnO4,--□--PP tanpa KMnO4,—■—PP dengan KMnO4,--Δ--WSF tanpa KMnO4,—▲—WSF dengan KMnO4. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D (Standar Deviasi).
47
28
Kadar Pati (%)
26 24 22 20 18 16 0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
Penyimpanan (Hari)
Gambar 29 Pengaruh suhu, penyerap etilen, dan jenis plastik terhadap kadar pati (%) pada suhu 15 °C, --◊--LDPE tanpa KMnO4,—♦—LDPE dengan KMnO4,--□--PP tanpa KMnO4,—■—PP dengan KMnO4,--Δ--WSF tanpa KMnO4,—▲—WSF dengan KMnO4. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D (Standar Deviasi). Tren grafik penyimpanan buah pisang Mas Kirana pada suhu ruang ±28 °C maupun penyimpanan suhu dingin 15 °C, trennya sama yaitu mengalami penurunan kandungan pati dengan semakin lamanya waktu penyimpanan. Penurunan kadar pati pada suhu ruang ±28 °C cenderung lebih cepat dibandingkan pada suhu 15 °C. Hal ini disebabkan pada suhu ruang, metabolisme berjalan lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan suhu rendah 15 °C, sehingga proses perombakan pati menjadi gula menjadi lebih cepat. Pada Lampiran 10 analisis sidik ragam terhadap kadar pati pada penyimpanan pisang Mas Kirana pada hari ke-6 berbeda nyata pada semua perlakuan, termasuk interaksi antara suhu, penyerap etilen dan jenis plastik. Setelah dilakukkan uji Duncan pada Lampiran 10g pisang Mas Kirana yang disimpan dalam plastik PP pada suhu 15 °C menunjukkan perbedaan nyata pada interaksi suhu, jenis plastik, dan penyerap etilen yaitu 22.92% kadar pati berbeda nyata dengan perlakuan tanpa penyerap etilen yang kadar patinya lebih rendah yaitu sebesar 21.67%. Kadar pati erat hubungannya dengan total padatan terlarut karena kandungan yang terbanyak pada total padatan terlarut merupakan gula, seperti sukrosa. Semakin lama penyimpanan, maka kadar pati akan semakin berkurang. Gambar 30 menjelaskan hubungan regresi linier antara penurunan kadar pati (%) pada pisang Mas Kirana yang disimpan pada suhu 28 °C berbanding terbalik dengan Gambar 31 yaitu peningkatan total padatan terlarut yang umumnya paling banyak kandungan gula atau sukrosanya. Pada Gambar 30 yaitu buah pisang Mas Kirana yang disimpan dengan plastik PP tanpa KMnO4 mempunyai korelasi yang baik yaitu mendekati 1 dengan
48
persamaan regresi linier untuk kadar pati y= -1.28x + 25.64 dengan R2 = 0.97, sedangkan persamaan pada total padatan terlarut pada Gambar 31 yaitu y=1.59x+11.14 dengan R2 = 0.98. Nilai minus (-) pada persamaan menunjukkan bahwa pada pisang yang disimpan dalam plastik PP tanpa KMnO4 terjadi penurunan kadar pati (%) yang berbanding terbalik dengan nilai positif pada persamaan yang menggambarkan terjadinya peningkatan total padatan terlarut (°Brix). Kemasan PP yang dikemas dengan KMnO4 mempunyai penurunan kadar pati (%) mengikuti persamaan y= -1.01x+26.30 yang berbanding terbalik dengan kenaikan total padatan terlarut yang mengikuti persamaan y= 1.87x+11.60 dengan R2 = 0.96. 28
LDPE 28°C tanpa KMnO4 PP 28°C tanpa KMnO4
26
WSF 28°C tanpa KMnO4 LDPE 28°C dengan KMnO4 PP 28°C dengan KMnO4
Kadar Pati (%)
24
WSF 28°C dengan KMnO4 Linear (LDPE 28°C tanpa KMnO4)
22
y = -1.30x + 25.66; R² = 0.97
Linear (PP 28°C tanpa KMnO4) y = -1.28x + 25.64; R² = 0.97
Linear (WSF 28°C tanpa KMnO4) y = -1.37x + 25.65; R² = 0.97
20
Linear (LDPE 28°C dengan KMnO4) y = -1.05x + 26.14; R² = 0.96
Linear (PP 28°C dengan KMnO4) y = -1.01x + 26.30; R² = 0.90
18
Linear (WSF 28°C dengan KMnO4) y = -0.99x + 26.07; R² = 0.98
16 0
2
4
6
Penyimpanan (Hari)
Gambar 30 Hubungan regresi linier antara kadar pati (%) dengan penyimpanan pada suhu 28 °C. Perlakuan penyimpanan pisang Mas Kirana dengan plastik WSF pada suhu 28 °C tanpa KMnO4 (MAP pasif) mengikuti persamaan regresi linier pada penurunan kadar pati (%) yaitu y= -1.37x+25.65 dengan R2=0.97 berbanding terbalik dengan kenaikan TPT (°Brix) yaitu y=2.15x+12.03 dengan R2= 0.86. Perlakuan kemasan WSF pada suhu 28 °C dengan KMnO4 (MAP aktif) mengikuti persamaan regresi linier pada penurunan kadar pati (%) yaitu y= -0.99x+26.07 dengan R2=0.98 berbanding terbalik dengan kenaikan TPT (°Brix) yaitu y=1.76x+13.33 dengan R2= 0.78. Kenaikan TPT dengan R2=0.78 yang lebih kecil dari nilai 1, dibanding R2 pada penurunan kadar pati (R2=0.97). Kenaikan TPT dengan R2=0.78 yang lebih kecil dari penurunan kadar pati (R2=0.97) disebabkan karena selain terjadi kenaikan total padatan terlarut juga adanya penurunan total
49
padatan terlarut dari hari ke-6 yaitu dari 27.17 °Brix turun menjadi 26.11 °Brix pada hari ke-8. 36
LDPE 28°C tanpa KMnO4
33
Total Padatan Terlarut (°Brix)
PP 28°C tanpa KMnO4
30 WSF 28°C tanpa KMnO4
27 24
LDPE 28°C KMnO4
21
PP 28°C KMnO4
18
WSF 28°C KMnO4
15
Linear (LDPE 28°C tanpa KMnO4) y = 1.79x+ 12.91, R² = 0.79 Linear (PP 28°C tanpa KMnO4) y = 1.59x + 11.14,R² = 0.98 Linear (WSF 28°C tanpa KMnO4) y = 2.15x + 12.03, R² = 0.86 Linear (LDPE 28°C KMnO4) y = 2.07x + 9.84, R² = 0.94 Linear (PP 28°C KMnO4) y = 1.87x + 11.60, R² = 0.96 Linear (WSF 28°C KMnO4) y = 1.76x + 13.33, R² = 0.78
12 9 6 3 0 0
2
4
6
8
10
Penyimpanan (Hari)
Gambar 31 Hubungan regresi linier antara total padatan terlarut (°Brix) dengan penyimpanan pada suhu 28 °C
28
LDPE 15°C tanpa KMnO4 PP 15°C tanpa KMnO4
26
Kadar Pati (%)
WSF 15°C tanpa KMnO4 LDPE 15°C dengan KMnO4
24
PP 15°C dengan KMnO4 WSF 15°C dengan KMnO4
22
Linear (LDPE 15°C tanpa KMnO4) y = -0.54x + 25.25; R² = 0.89
20
Linear (PP 15°C tanpa KMnO4)
y = -0.56x + 25.62; R² = 0.98
Linear (WSF 15°C tanpa KMnO4) y = -0.56x + 25.70; R² = 0.99
18
Linear (LDPE 15°C dengan KMnO4) y = -0.45x + 25.85; R² = 0.98
Linear (PP 15°C dengan KMnO4)
16
y = -0.44x + 25.71; R² = 0.99
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
Linear (WSF 15°C dengan KMnO4) y = -0.44x + 25.70; R² = 0.97
Penyimpanan (Hari)
Gambar 32 Hubungan regresi linier antara kadar pati (%) dengan penyimpanan pada suhu 15 °C
50
39 LDPE 15°C tanpa KMnO4
Total Padatan Terlarut (%Brix)
36 33
PP 15°C tanpa KMnO4
30
WSF 15°C tanpa KMnO4
27
LDPE 15°C KMnO4
24
PP 15°C KMnO4
21
WSF 15°C KMnO4
18
Linear (LDPE 15°C tanpa KMnO4)
15
y = 0,94x + 14,14; R² = 0,78
12
Linear (PP 15°C tanpa KMnO4) y = 1,07x + 12,74; R² = 0,87
9
Linear (WSF 15°C tanpa KMnO4) y = 0,95x + 14,52; R² = 0,77
6
Linear (LDPE 15°C KMnO4)
3
y = 0,59x + 14,33; R² = 0,64
Linear (PP 15°C KMnO4)
0
y = 0,71x + 13,63; R² = 0,76
0
2
4
6
8
10 12 14 16 18 20 22 24
Penyimpanan(Hari)
Linear (WSF 15°C KMnO4) y = 0,59x + 14,35; R² = 0,72
Gambar 33 Hubungan regresi linier antara total padatan terlarut (°Brix) dengan penyimpanan pada suhu 15 °C Kadar TPT buah pisang Mas Kirana pada hari ke-0 sebesar 10.72 °Brix yang berarti bahwa sudah terbentuk sedikit gula dengan menggunakan indeks kematangan pisang skala 2 dengan warna buah pisang yang didominasi oleh warna hijau dengan sedikit kuning di bagian ujung buah. Perubahan TPT dalam kemasan WSF pada penyimpanan dengan suhu 28 °C yang menggunakan KMnO4 dari hari ke-0, 4, dan 6 masing-masing sebesar 10.72, 25.76, dan 27.17 °Brix berbanding terbalik dengan penurunan kadar pati masing-masing yaitu 25.91, 22.58, dan 19.82%. Tanpa menggunakan KMnO4 dari hari ke-0, 4, dan 6 masingmasing sebesar 10.72, 18.63, dan 25.28 °Brix berbanding terbalik dengan penurunan kadar pati masing-masing 25.91, 19.38, dan 17.96%. Kadar pati dengan KMnO4 lebih kecil karena efek dari KMnO4 yang menghambat etilen dalam pematangan dan menghambat degradasi pati. Gambar 32 merupakan regresi linier dari penurunan kadar pati pisang Mas Kirana yang disimpan pada suhu 15 °C. Pada perlakuan LDPE tanpa KMnO4 dengan persamaan y= -0.54x+25.25 dengan R2=0.89 dan berbanding terbalik dengan kenaikan total padatan terlarut pada Gambar 33, menggunakan persamaan regresi linier y=0.94x+14.14 dengan R2= 0.78 seperti kadar pati pada hari ke-0 sebesar 25.91% turun menjadi 20.70% pada hari ke-6, sedangkan pada hari yang sama total padatan terlarut meningkat dari 10.72 °Brix pada hari ke-0 naik menjadi 22.54 °Brix pada hari ke-6. Regresi linier kadar pati (%) dari LDPE dengan KMnO4 yang disimpan pada suhu 15 °C yaitu y= -0.45x+25.85 dengan R2=0.98 berbanding terbalik dengan peningkatan total padatan terlarut (TPT) yaitu dengan persamaan y= 0.59x+14.33 dengan R2=0.64. Regresi TPT menggunakan LDPE dengan KMnO4 nilainya masih jauh dari 1, berarti nilai TPT nya naik turun dan hal ini disebabkan karena terhambatnya penurunan kadar pati karena penghambatan enzim yang mendegradasi pati menjadi gula, sehingga TPT
51
mengalami penurunan. Penurunan TPT dapat disebabkan juga karena gula yang dihasilkan dari perombakan pati digunakan untuk proses respirasi selama proses pematangan. Kadar pati pada hari ke-0 sebesar 25.91% turun menjadi 23.47% pada hari ke-6, dan TPT mengalami kenaikan dari 10.72 °Brix pada hari ke-0 menjadi 22.74 °Brix pada hari ke-6. Penurunan kadar pati buah pisang Mas Kirana dengan KMnO4 nilainya lebih kecil dibandingkan tanpa KMnO4. Vitamin C Vitamin C atau dikenal juga dengan sebutan asam askorbat merupakan mikro-nutrien yang dibutuhkan tubuh manusia agar semua metabolisme tubuh tetap berlangsung. Oleh karena tubuh manusia tidak bisa memproduksi atau menyimpan vitamin C, sumber utama vitamin C yang utama adalah buah dan sayur. Buah pisang Mas Kirana merupakan salah satu buah yang memiliki kandungan vitamin C. Vitamin C merupakan vitamin yang larut dalam air dan hampir terdapat pada semua sayuran dan buah-buahan (Winarno 2002). Toor dan Savage (2006) menyatakan akumulasi asam askorbat dalam jumlah yang sedikit selama penyimpanan pada tiga tingkatan suhu 25, 17, dan 15 °C. Secara keseluruhan tidak terjadi kehilangan kandungan asam askorbat selama penyimpanan. Total asam tertitrasi yang tinggi mempengaruhi terhadap stabilnya kandungan asam askorbat dari buah, dan buah dengan kandungan total asam tertitrasi yang tinggi menghasilkan kandungan vitamin C yang relatif stabil selama penyimpanan. 21
Vitamin C (mg/100 g)
18 15 12 9 6 3 0 0
2
4
6
8
10
Penyimpanan (Hari)
Gambar 34 Pengaruh suhu, penyerap etilen, dan jenis plastik terhadap vitamin C pada suhu 28 °C, --◊--LDPE tanpa KMnO4,—♦—LDPE dengan KMnO4,--□--PP tanpa KMnO4,—■—PP dengan KMnO4,--Δ--WSF tanpa KMnO4,—▲—WSF dengan KMnO4. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D (Standar Deviasi).
52
Pada Gambar 34 menunjukkan dengan semakin lama waktu penyimpanan pisang Mas Kirana, maka akan semakin menurun kandungan vitamin C nya (Perlakuan suhu ruang 28 °C tanpa penyerap etilen maupun dengan penyerap etilen). Pada Gambar 35 penyimpanan suhu dingin 15 °C selain terjadinya penurunan vitamin C terjadi juga kenaikan kandungan vitamin C tanpa penyerap etilen maupun dengan penyerap etilen. Gambar 34 menunjukkan peningkatan TPT dalam kemasan LDPE pada suhu 28 °C menggunakan KMnO4 dari hari ke-0, 2, dan 4 masing-masing sebesar 10.72, 11.94, dan 18.36 °Brix berbanding terbalik dengan penurunan vitamin C masing-masing 17.17, 13.78, dan 9.62 mg/100g. Tanpa menggunakan KMnO4 dari hari ke-0, 2, dan 4 masing-masing sebesar 10.72, 19.89, dan 19.88 °Brix berbanding terbalik dengan penurunan vitamin C masing-masing 17.17, 13.26, dan 5.46 mg/100g. Penurunan kadar vitamin C dengan KMnO4 lebih kecil karena efek dari KMnO4 yang menghambat etilen dalam pematangan dan menghambat degradasi pati menjadi gula yang dapat dilihat dari peningkatan TPT yang lebih kecil dengan KMnO4, sehingga vitamin C lebih dapat dipertahankan dibandingkan tanpa KMnO4 (kontrol). Lama penyimpanan memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap kandungan vitamin C produk hortikultura selama penyimpanan. Hal ini dikarenakan selama penyimpanan respirasi terus terjadi, dimana akan terbentuk gula-gula sederhana yang bertindak sebagai prekursor dalam pembentukan vitamin C. Peningkatan kandungan vitamin C biasanya akan terjadi seiring lamanya waktu penyimpanan, akan tetapi apabila substrat pembentukan vitamin C tidak lagi tersedia maka kandungan vitamin C akan mengalami penurunan. Hal ini jika dikaitkan dengan total padatan terlarut (TPT), maka dengan penurunan vitamin C akan terjadi kenaikan TPT yang didominasi oleh sukrosa ataupun gula. Gambar 34 menunjukkan kandungan vitamin C pisang Mas Kirana tertinggi yaitu pada hari ke-6 yang disimpan dengan suhu 28 °C yaitu sebesar 8.32 mg/100g pada perlakuan plastik WSF dengan KMnO4 (25mg/100ml) dibandingkan dengan tanpa penyerap etilen 2.86 mg/100g, sedangkan pada Gambar 35 menunjukkan kandungan vitamin C tertinggi ada pada penyimpanan suhu dingin 15 °C pada hari ke-6 sebesar 15.87 mg/100g pada perlakuan PP dengan KMnO4 (100mg/100ml) dibandingkan tanpa penyerap etilen (kontrol) sebesar 9.23 mg/100g. Hasil ini mendekati penelitian dari Hossain (2013) yang menyatakan kandungan vitamin C yang terendah (3.52 mg/100g) ditemukan pada daging buah/pulp pisang yang disimpan pada suhu ruang dan kandungan vitamin C tertinggi (6.88 mg/100g) dalam buah-buahan yang disimpan pada Suhu 14°C pada hari ke-4 penyimpanan.
53
21
Vitamin C (mg/100 g)
18 15 12 9 6 3 0 0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
Penyimpanan (Hari)
Gambar 35 Pengaruh suhu, penyerap etilen, dan jenis plastik terhadap vitamin C pada suhu 15 °C, --◊--LDPE tanpa KMnO4,—♦—LDPE dengan KMnO4,--□--PP tanpa KMnO4,—■—PP dengan KMnO4,--Δ--WSF tanpa KMnO4,—▲—WSF dengan KMnO4. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D (Standar Deviasi). Wall (2006) melaporkan bahwa pisang yang dipanen baik pisang cv. Dwarf Brazil dan cv. Williams. Rata-rata kandungan vitamin C untuk Buah pisang cv. Dwarf Brazil berkisar 6.3-17.5 mg/100 g, sedangkan isi vitamin C untuk buah Pisang cv. Williams bervariasi dari 2.5 sampai 6.3 mg/100 g. Pada Lampiran 11 menunjukkan bahwa uji sidik ragam terhadap vitamin C buah pisang Mas Kirana yaitu interaksi perlakuan jenis plastik, suhu, dan penyerap etilen berbeda nyata pada hari ke-6, kemudian dilakukan uji lanjut Duncan yang hasilnya pada penyimpanan pisang Mas Kirana dengan menggunakan plastik WSF pada suhu 28 °C menggunakan penyerap etilen (MAP aktif) mempunyai kadar vitamin C sebesar 8.32 mg/100g yang berbeda nyata terhadap kontrol (tanpa penyerap etilen) (MAP pasif) sebesar 2.86 mg/100g, berbeda nyata juga terhadap WSF pada suhu 15 °C dengan penyerap etilen yaitu kandungan Vitamin C sebesar 13 mg/100g, dan berbeda nyata terhadap perlakuan tanpa penyerap etilen (kontrol) yaitu sebesar 10.14 mg/100g. Kadar air daging pisang Kadar air merupakan faktor penting dalam penyimpanan, terutama pada penyimpanan bahan-bahan segar, karena kadar air akan berpengaruh pada konsistensi bahan dan berpengaruh terhadap keawetan buah-buahan
54
Kadar Air Daging Pisang Mas (%)
74 71 68 65 62 59 56 53 50 0
2
4
6
8
10
Penyimpanan (Hari)
Gambar 36 Pengaruh suhu, penyerap etilen, dan jenis plastik terhadap kadar air daging pisang Mas Kirana pada suhu 28 °C, --◊--LDPE tanpa KMnO4,—♦—LDPE dengan KMnO4,--□--PP tanpa KMnO4,—■— PP dengan KMnO4,--Δ--WSF tanpa KMnO4,—▲—WSF dengan KMnO4. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D (Standar Deviasi). Kadar air daging buah pisang Mas Kirana yaitu dengan semakin lamanya pisang disimpan, maka kadar air semakin naik. Hal ini diduga karena penambahan kandungan air daging buah tersebut berasal dari karbohidrat yang digunakan selama proses respirasi dan dari kulit buah. Adanya perpindahan air dari kulit ke daging buah ini sebagai akibat meningkatnya tekanan osmotik daging buah. Peningkatan tekanan osmotik pada daging buah ini disebabkan oleh kandungan gula pada daging buah bertambah lebih cepat dari pada pertambahan kandungan gula pada kulit buah (Loesecke 1950). Pada Gambar 36 menunjukkan bahwa kadar air terbesar saat penyimpanan pisang Mas Kirana pada suhu 28 °C terjadi saat hari ke-6 pada perlakuan PP tanpa penyerap etilen (MAP pasif) yaitu sebesar 69.83% dibandingkan dengan kadar air daging pisang pada perlakuan PP dengan penyerap etilen (MAP aktif) yaitu sebesar 63.63%. Pada Lampiran 12 menunjukkan bahwa uji sidik ragam pada perlakuan interaksi antara jenis plastik, suhu, dan penyerap etilen berbeda nyata pada hari ke-6, selanjutnya dilakukan uji lanjut Duncan pada Lampiran 12c Perlakuan interaksi jenis plastik, suhu, dan penyerap etilen dari kadar air daging pisang Mas Kirana yang dikemas dengan plastik PP tanpa penyerap etilen (kontrol) sebesar 69.83% berbeda nyata terhadap perlakuan dengan penyerap etilen sebesar 63.63%.
55
74
Kadar Air Daging Pisang Mas Kirana (%)
71 68 65 62 59 56 53 50 0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
Penyimpanan (Hari)
Gambar 37 Pengaruh suhu, penyerap etilen, dan jenis plastik terhadap kadar air daging pisang Mas Kirana pada suhu 15 °C, --◊--LDPE tanpa KMnO4,—♦—LDPE dengan KMnO4,--□--PP tanpa KMnO4,—■— PP dengan KMnO4,--Δ--WSF tanpa KMnO4,—▲—WSF dengan KMnO4. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D (Standar Deviasi). Pada Gambar 37 yaitu penyimpanan pisang Mas Kirana pada suhu 15 °C yang menunjukkan bahwa pada hari ke-6, nilai kadar air daging buah pisang Mas Kirana terbesar ada pada perlakuan LDPE tanpa penyerap etilen (kontrol) sebesar 64.58% dibandingkan dengan mengemas menggunakan plastik LDPE dengan KMnO4 (100mg/100ml) yang kadar airnya sebesar 62.80%. Perlakuan tanpa KMnO4 cenderung memiliki kadar air yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan KMnO4. Pada Gambar 37 yaitu kadar air (%) berbanding lurus dengan penurunan kadar pati (%) pada Gambar 29. Kadar air daging pisang yang dikemas dengan plastik PP menggunakan KMnO4 pada hari ke-0 yaitu sebesar 63.33%, kemudian meningkat menjadi 66.45% pada hari ke-12, berbanding terbalik dengan penurunan kadar pati sebesar 25.91% pada hari ke-0 dan 19.27% pada hari ke-12. Kadar air buah Pisang Mas Kirana yang dikemas dengan plastik PP tanpa KMnO4 (kontrol) yaitu pada hari ke-0 dan 12 masing-masing sebesar 63.33% pada hari ke-0 dan 67.38% pada hari ke-12, berbanding lurus dengan penurunan kadar pati sebesar 25.91% pada hari ke-0 dan 19.23% pada hari ke-12. Lebih cepatnya kenaikan kadar air tanpa KMnO4 menurut Winarno (2002) hal ini terjadi karena tidak adanya pengikatan oleh KMnO4, sehingga proses pemecahan pati, karbohidrat rantai panjang menjadi gula yang rantai karbonnya menjadi lebih pendek cenderung lebih mudah terjadi pada kondisi tersebut. Selama pemecahan pati ini dihasilkan air dan energi.
56
Nilai Organoleptik Warna
Organoleptik (sensori) Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap buah pisang Mas Kirana dengan atau tanpa penyerap etilen (KMnO4), menggunakan jenis plastik pengemas yang berbeda (LDPE, PP, dan WSF) yang disimpan pada suhu yang berbeda (28 °C dan 15 °C). Uji organoleptik ini dilakukan terhadap 15 orang panelis dengan memberikan nilai 1) Sangat tidak suka, 2) Tidak suka, 3) Agak suka, 4) Suka, dan 5) Sangat suka, yang formulir penilaiannya seperti terlihat pada Lampiran 16. 6 5 4 Batas Penerimaan
3 2 1 0 LDPE 28°C
PP 28°C
WSF 28°C
LDPE 15°C
PP 15°C
WSF 15°C
Perlakuan Tanpa penyerap
Dengan penyerap etilen
Gambar 38 Pengaruh suhu, penyerap etilen (KMnO4), dan jenis plastik terhadap nilai organoleptik warna kulit pisang Mas Kirana. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D (Standar Deviasi).
Nilai Organoleptik Tekstur/Kekerasan
6 5 4 3
Batas Penerimaan
2 1 0 LDPE 28°C
PP 28°C
WSF 28°C
LDPE 15°C
PP 15°C
WSF 15°C
Perlakuan Tanpa penyerap
Dengan penyerap etilen
Gambar 39 Pengaruh suhu, penyerap etilen (KMnO4), dan jenis plastik terhadap nilai organoleptik tekstur/kekerasan pisang Mas Kirana. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D (Standar Deviasi).
57
Nilai Organoleptik Aroma
6 5 4 Batas Penerimaan
3 2 1 0 LDPE 28°C
PP 28°C
WSF 28°C
LDPE 15°C
PP 15°C
WSF 15°C
Perlakuan Tanpa penyerap
Dengan penyerap etilen
Gambar 40 Pengaruh suhu, penyerap etilen (KMnO4), dan jenis plastik terhadap nilai organoleptik aroma pisang Mas Kirana. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D (Standar Deviasi).
Nilai Organoleptik Rasa
6 5
4 Batas Penerimaan
3 2 1 0 LDPE 28°C
PP 28°C
WSF 28°C
LDPE 15°C
PP 15°C
WSF 15°C
Perlakuan Tanpa penyerap
Dengan penyerap etilen
Gambar 41 Pengaruh suhu, penyerap etilen (KMnO4), dan jenis plastik terhadap nilai organoleptik rasa pisang Mas Kirana. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D (Standar Deviasi). Buah pisang Mas Kirana yang sudah masak penuh ditandai dengan meningkatnya kadar total padatan terlarut (TPT), menurunnya kadar vitamin C, dan perubahan warna hijau menjadi warna kuning pada kulit buah pisang Mas Kirana. Untuk uji organoleptik/sensori diberikan kepada panelis jika dalam waktu penyimpanan buah pisang Mas Kirana mengalami pematangan penuh dan siap untuk dikonsumsi. Pisang Mas Kirana yang disimpan pada suhu 28 °C tanpa penyerap etilen (kontrol) dilakukan uji panelis pada hari penyimpanan ke-6,
58
sedangkan yang diberikan penyerap etilen dilakukan uji pada hari ke-8. Pisang Mas Kirana yang disimpan pada suhu 15 °C tanpa penyerap etilen dilakukan uji panelis pada hari penyimpanan ke-14, sedangkan yang diberikan penyerap etilen dilakukan uji pada hari ke-20. Batas penerimaan konsumen minimal dengan nilai 3 (agak suka). Uji sidik ragam organoleptik pada Lampiran 13 bahwa nilai organoleptik warna, tekstur, aroma, dan rasa tidak ada yang berpengaruh nyata pada perlakuan interaksi maupun penyerap etilen, tetapi berpengaruh nyata terhadap jenis plastik maupun suhu pada nilai warna, berpengaruh terhadap suhu pada nilai tekstur, berpengaruh terhadap suhu pada nilai aroma dan berpengaruh terhadap suhu pada nilai rasa, selanjutnya dilakukan uji lanjut Duncan yang hasilnya pada Lampiran 13a nilai organoleptik perlakuan pisang yang dikemas dengan plastik WSF berpengaruh nyata terhadap warna sebesar 4.1 dibandingkan dengan perlakuan PP sebesar 3.7. Uji lanjut Duncan terhadap pengaruh suhu 28 °C berbeda nyata terhadap suhu 15 °C yang diantaranya pada nilai organoleptik warna pada suhu 28 °C sebesar 4.03 berbeda nyata terhadap penyimpanan pada suhu 15 °C sebesar 3.56. Umumnya pengaruh suhu ruang 28 °C mempunyai nilai organoleptik yang lebih tinggi dibandingkan pengaruh penyimpanan pisang Mas Kirana dengan suhu 15 °C. Tidak berpengaruh nyatanya KMnO4 pada perlakuan organoleptik/sensori warna, tekstur, aroma, dan rasa, karena saat diujikan kepada panelis buah dalam keadaan matang penuh, sehingga tidak menemukan penilaian panelis yang perbedaannya terlalu jauh.
59
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Laju respirasi buah pisang Mas Kirana pada suhu ruang 28 °C adalah 23.21 ml/kg.jam untuk laju konsumsi O2 dan 24.44 ml/kg.jam untuk laju produksi CO2, lebih tinggi jika dibandingkan pada penyimpanan suhu 15 °C yaitu sebesar 11.57 ml/kg.jam untuk laju konsumsi O2 dan 11.72 ml/kg.jam untuk laju produksi CO2. 2. Hasil perancangan MAP aktif adalah kemasan WSF dengan ketebalan 14.73 x10-3 mm menggunakan penyerap etilen (KMnO4) dengan pisang seberat 160-220 g. Hasil validasi komposisi gas dalam MAP aktif dengan luas kemasan 204 cm2 pada suhu 28 °C yaitu 15.1% O2 dan 4.2% CO2, sedangkan pada suhu 15 °C yaitu 15.4% O2 dan 3.1% CO2. 3. Penyimpanan pisang dengan kemasan MAP aktif pada suhu 28 °C mampu memperpanjang umur simpan selama 10 hari dibandingkan tanpa penyerap etilen (MAP pasif) yang hanya mampu bertahan selama 6 hari. Penyimpanan pisang pada suhu 15 °C dengan kemasan MAP aktif mampu memperpanjang umur simpan selama 24 hari dibandingkan tanpa penyerap etilen yang hanya mampu bertahan selama 16 hari. 4. Penyerap etilen pada kemasan MAP aktif dapat menekan perubahan susut bobot, warna, kekerasan, total padatan terlarut (TPT), kadar pati, vitamin C, dan kadar air daging buah.
Saran Diperlukan penelitian lanjutan tentang besarnya konsentrasi etilen di dalam kemasan MAP aktif beserta efektivitas penyerapan etilen, dan perlunya rancangan wadah kemasan yang khusus untuk menempatkan penyerap etilen (KMnO4) dalam kemasan, sehingga akan lebih menunjang keamanan pangan (food safety).
60
DAFTAR PUSTAKA Abeles FB. 1973. Ethylene in Plant Biology. Academic Press. New York. Ahmad S, Thompson A, Asi AA, Khan M, Chatha GA, Shahid MA (2001). Effect of reduced O2 and increased CO2 (Kontrolled Atmosphere Storage) on the ripening and quality of ethylene treated banana fruit. Int. J Agric Biol. 3(4): 486 - 490. Ahvenainen R. 2003. Novel Food Packaging Techniques. England: Woodhead Publishing Limited Cambridge Al-Ati T, Hotchkiss JH. 2003. The role of packaging film permselectivity in modified atmosphere packaging. Journal of Agricultural and Chemistry 51(14): 4133. Antarlina, S.S, Noor, S. Umar dan I. Noor. 2005. Karakteristik buah pisang lahan rawa lebak Kalimantan Selatan serta upaya perbaikan mutu tepungnya. J. Hort. 15(2):140-150. [AOAC] Analysis of Association Analitical Chemistry. 1990. Official Methods of Analysis of Association Analitical Chemistry. Arlington (GB): AOAC Inc. Athapol Noomhorm and Sanjay D. Potey. 1993. Modified Atmospheric Packaging of Banana. J. Haw. Pac. Agri. 4: 69-78. Brody AL, Strupinsky ER, Kline LR. 2001. Active Packaging for Food Applications. Lancaster Basel USA: Technomic. Chamara D, Illeperuma K, Galappatty PT. 2000. Effect of modified atmosphere and ethylene absorbents on extension of storage life of Kolikuttu banana at ambient temperature. Fruits. 55: 381 - 388. Chauhan OP, Raju PS, Dasgupta DK, Bawa AS (2006). Modified atmosphere packaging of banana (cv. pachbale) with ethylene, carbon dioxide and moisture scrubbers and effects on its ripening behaviour. Am. J Food Tech. 1(2): 179 - 186. Chomchalow, N. 2004. Fruits of Vietnam. Food and Agriculture Organization of the United Unions. Bangkok. 52 p. Dadzie BK, Orchard JE. 1997. Routine Post Harvest Screening of Banana /Plantain Hybrids: Criteria and Methods. Inibap Technical Guidelines. International Plant Genetic Resources Institute. p. 75. Day B. 2002. A Fresh Approach. Camden and Chorleywood Food Research Association. Profit Through Innovation 2002. Sponsored by UPM Finesse. http://www.atalink.co.uk/pira/html/p128.htm. [3 Mei 2012]. Departemen Pertanian Republik Indonesia. 2008. Ekspor dan impor hortikultura tahun 2002-2007. http://www.deptan.go.id/. [27 Nopember 2012]. Dharmasenal DA, Kumari AH. 2005. Suitability of charcoal-cement passive evaporative cooler for banana ripening. J Agric Sci. 1:1-10. Dinas Pertanian Lumajang. 2012. Pisang Mas Kirana. [Internet]. [diunduh 12 nopember 2012].Tersedia pada: http://cybex.deptan.go.id/lokalita/teknologibudidaya-pisang-mas-kirana. Direktorat Tanaman Buah. Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. 2003. Vadamekum Pisang. Jakarta: Direktorat Tanaman Buah. Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura.
61
Dumadi SR. 2001. Penggunaan Kombinasi Adsorban untuk Memperpanjang Umur Simpan Buah Pisang Cavendish. Jurnal Teknol dan Industri Pangan 12:13-20. Efendi R. 1993. Pengaruh masa simpan segar pisang lampung dalam sistem penyimpanan atmosfir termodifikasi [Tesis]. Bogor (ID): Program Studi Teknologi Pascapanen, Institut Pertanian Bogor. Eliyasmi R. 1993. Pengaruh Umur Panen dan Cara Penyimpanan Serta Cara Pemeraman terhadap Sifat Fisiko Kimia Pisang Raja Sere [Tesis]. Bogor(ID): Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Fabio Donato Soares Larotonda, Aziza Kamal Genena, Daniela Dantela, Hugo Moreira Soares, Joao Borges Laurindo, Regina Fatima Peralta Muniz Moreira, and Sandra Regina Salvador Ferreira. 2008. Study of Banana (Musa aaa Cavendish cv. Nanica) Trigger Ripening for Small Scale Process. Brazilian Archives of Biology and Technology An International Journal. Vol. 51, n. 5: pp.1033-1047. Gonzales-Aguilar GA. 2004. Peppe: In The Commercial Storage of Fruits, Vegetables, and Florist and Nursery Crops. Beltsville (US): Department of Agricultural Research Service. Gunadnya IBP. 1993. Pengkajian Penyimpanan Salak Segar dalam Kemasan Film dengan Modified Atmosphere [tesis]. Bogor (ID) : Program Studi Teknologi Pascapanen, Institut Pertanian Bogor. Gustiawati Irna. 2013. Pisang Mas Kirana Lumajang Menggoda Orang Eropa. [Internet].[diunduh 8 Agustus 2013]. Tersedia pada: http://www.Liputan 6.com. /read/620093/pisang-mas-kirana-lumajang-menggoda-orang-eropa. Hassan M.K, Shipton W.A, Coventry R.J, and Gardiner C.P. 2005. Maintenance of Fruit Quality in Organically-grown Bananas under Modified Atmosphere Conditions. Asian Journal of Plant Sciences. 4(4): 409-412. Hein, M., L. R. Best and S. Pattison. 1984. College Chemistry, An Introduction to General, Organic, and Biochemistry. 3rd edition. Brooks/Cole Publishing Company. California. 770 p. Hernandez Y, Lobo MG, Gonzalez M. 2006. Determination of vitamin C in tropical fruits: A comparative evaluation of methods. Food Chem. 96:654664. Hiba Elmukhtar Osman and Abu-Bakr Ali Abu-Goukh. 2008. Effect of Polyethylene Film Lining and Gibberellic Acid on Quality and Shelf-Life of Banana Fruits. U. of K. J. Agric. Sci. 16(2), 242-261. Hossain, MZ, Hassan MK, Hasan GN, and Islam MR. 2013. Effect of Modified Atmosphere Packaging and Low Temperatures on the Physico-Chemical Changes and Shelf Life of Banana. Academic Journal of Plant Sciences. 6(1):19-31. Iflah T. 2013. Aplikasi Starch-Based Plastics (Bioplastik) sebagai Bahan Kemasan Produks Hortikultura (Tomat dan Paprika)[tesis]. Bogor (ID) : Program Studi Teknologi Pascapanen, Institut Pertanian Bogor. Kader AA. 1985. Ethylene induced senescence and physiological disorder in harvest horticultural crops. J Hort Sci. 20: 54 – 57. Kader AA. 1997. A Summary of CA Requirements and Recommendations for Fruits other than Apples and Pears. CA ’97 Proceedings 3(17): 1-34.
62
Kays, S.J. 1991. Metabolic Processes in Harvested Products Respiration. Post Harvest Physiology of Perishable Plant Products. Van Nostrand Reinhold Publication, NY. Kitinojo L, Kader AA. 2003. Prraktik-praktik Penanganan Pascapanen Skala Kecil: Manual untuk Produk Hortikultura (Edisi ke-4). Davis (US): Postharvest Technology Research dan Information Center-University of California. Kudachikar VB, Kulkarni SG, Vasantha MS, Aravinda Prasad B, Aradhya SM. 2007. Effect of modified atmosphere packaging on shelf life and fruit quality of banana stored at low temperature. Journal Food Science Technology. 44:74–78. Lee DS, Yam KL, Piergiovanni L. 2010. Active and Intelligent packaging. In: Lee DS, Yam KL and Piergiovanni L (Eds). Food Packaging Science and Technology. CRC Press. Taylor & Francis Group. 1: 445 - 473. Loesecke, V. 1950. Bananas: chemistry, physiology, technology. Interscience Publ. Inc. New York. 189 p. Mannapperuma JD, Singh RP. 1989. Modelling of Gas Exchange in Polymeric Package of Fruit and Vegetables. Paper for ASAE Winter Meeting. Chicago, Illinois, USA, 12-13 Desember 1990. Mangaraj S, Goswami TK. 2009. Modified atmosphere packaging-An ideal food preservation technique. J Food Sci Technol. 46:399–410 Muchtadi dan Sugiyono. 1989. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Petunjuk Laboratorium PAU. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Mutiarawati, T. 2007. Penanganan pascapanen hasil pertanian. Disampaikan pada: Workshop Pemandu Lapangan I (PL-1) Sekolah Lapangan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (SL-PPHP). Dep. Pertanian. Pal RK, Roy S K. 1988. Zero energy cool chambers for maintaining postharvest quality of carrot (Daucus carota var. sativa). Indian J. Agric. Sci. 58:665– 667. Pantastico, Er. B. 1990. Fisiologi Pascapanen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-Buahan Tropika dan Subtropika. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Pinto AC, Alues RE, Pereira EC. 2004. Efficiency of different heat treatment procedures in kontrolling disease of mango fruits. Proc Seventh Inter Mango Symp. Acta Hort., 645:551-553. Prabawati, S., Suyanti dan Dondy, A.S. 2009. Teknologi Pasca Panen dan Pengolahan Buah Pisang. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian. Bogor. 53 hal. Prasanna V. Prabha TN. Tharanathan RN. 2007. Fruit ripening phenomena:an overview. Critical Rev in Food Sci Nutrition. 47(1): 1-19. doi:10.1080. Rahman, N. A. 2007. Kajian Penggunaan Sistem Kemasan Aktif Penyerap Etilen Untuk Memperpanjang Masa Simpan Buah Alpukat (Persea americana Mill). [Thesis]. Sekolah Pascasarjana. IPB. Ratih NK, Tine MK, Waruwu, Mudjirahardjo. 1996. Sains kimia. Bumi aksara. Jakarta. Riskomar, D. 2005. Ekspor Buah Indonesia ditolak Masuk Eropa. Internet]. [diunduh 29 Juni 2013]. Tersedia pada: http://www.kompas.com.
63
Road, D. 2005. What is Silica Gel; How does Silica Gel Work. http://www.ashirwadchemicals.com. [28 Februari 2013]. Robinson, J.C. 1999. Bananas and Plantains. CABI Publishing. New York. 238 p. Rokhani H, Gardjito, A.M. Syarief and T.Akinaga. 2000. Gas permeability characteristics of plastic films forpackaging of fresh produce. J Society of Agricultural Structures, Japan. Vol 31, No 2, p:79-86. Rokhani, H. 2008. Teknik Pengukuran Laju Respirasi Produk Hortikultura pada Kondisi Atmosfer Terkendali. J Keteknikan Pertanian. 22 : 63-67. Romphophak T, Siriphanich J, Promdang S, Yoshinoriueda S. 2004. Effect of Modified Atmosphere Storage on The Shelf Life of Banana ‘Sucrier’. J Hort Sci Biotechnol. 79:659–663 Sacharow S dan Griffin RC. 1980. Food Packaging-Its Background. Principles of Food Packaging. Connecticut: AVI Publishing Co. Inc. Salvador A, Sanz T, Fiszman SM. 2006. Changes in Colour Texture and Their Relationship With Eating Quality During Storage of Two Different Dessert Bananas. J Posth Biol Technol. 43:319–325. Sampaio SA, Bora PS, Holschuh HJ, Silva SM. 2007. Postharvest Respiratory Activity and Changes in Some Chemical Constituents During Maturation of Yellow Mombin (Spondias mombin) fruit. Cienc Tecnol Aliment. 27(3):511515. Santoso B, dan B.S. Purwoko. 1995. Fisiologi dan Teknologi Pascapanen Tanaman Hortikultura Indonesia. Indonesia Australia Easteren Universitas Project. Sen C, Mishra HN, and Srivastav PP. 2012. Modified Atmosphere Packaging and Active Packaging of Banana (Musa spp.): A Review on Kontrol of Ripening and Extension of Shelf Life. Journal of Stored Products and Postharvest Research Vol. 3(9), pp. 122 – 132. Sholihati. 2004. Kajian Penggunaan Bahan Penyerap Etilen Kalium Permanganat Untuk Memperpanjang Umur Simpan Pisang Raja [Thesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor (IPB). Steel RGD, Torrie JH. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Sumatri B, penerjemah. Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari : Principles and Procedures of Statistics. Susana CF, Fernanda AR, and Jeffrey KB. 2002. Modelling Respiration Rate of Fresh Fruits and Vegetables for Modified Atmosphere packages: a Review. Journal of Food Engineering. 52 (2002) 99–11. Toor RK, Savage GP. 2006. Changes in major antioxidant components of tomatoes during post-harvest storage. J Food Chem. 99: 724-727. doi: 10.1016. Tucker GA, Taylor J, Seymour G. 1993. Biochemistry of Fruit Ripening. London (GB): Chapman & Hall. Verheij, E. W. 1991. Musa L., hal. 285-286. Dalam E. W. M. Verheij dan R. E. Coronel (Eds.). Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 2: Buah-Buahan Yang Dapat Dimakan. Terjemahan dari Plant Resources of South-East Asia 2: Edible Fruits and Nuts. Diterjemahkan oleh S. Danimiharja, H.S. Utarno, N. W. Utami dan D. S. Hoesoen. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
64
Vermeiren L, Heirlings L, Devlieghere F, Devevere J (2003). Oxygen, ethylene and other scavengers. In: Ahvenainen R (Ed). Novel Food Packaging Techniques. Cambridge. UK. Woodhead Publishing. 22 - 49. Villavicenco LE, Blankenship SM, Sanders DC, Swallow WH. 2001. Ethylene and carbon dioxide concentrations in attached fruits of pepper cultivars during ripening. J Sci Hort. 91:17-24. Wall M. 2006. Ascorbic acid, vitamin A, and mineral composition of banana (Musa sp.) and papaya (Carica papaya) cultivars grown in Hawaii. Journal of Food Composition and Analysis. 19: 434–445. Widodo SE. 2005. Bahan penyerap KMnO4 dan asam L-askorbat dalam pengemasan aktif (active packaging) untuk memperpanjang masa simpan dan mempertahankan mutu buah duku. J Teknologi dan Industri Pertanian. XVI (2): 113-118. Winarno, F.G. 2002. Fisiologi Lepas Panen Produk Hortikultura. M-Brio Press. Bogor. Yahia EM, Singh SP. 2009. Tropical Fruits. In Yahia EM (Ed). Modified and Kontrolled Atmospheres for the Storage, Transportation, and Packaging of Horticultural Commodities. CRC Press, Taylor & Francis Group, 1: 397 444. Yam KL, Lee DS. 1995. Design of Modified Atmosphere Packaging for Fresh Produce. In: M.L.Rooney (ed.), Active Food Packaging. ISBN: 0 7514 0191 9. Chapman & Hall, pp. 55-72. Yong Wang, Wangjin Lu, Yueming Jiang, Yunbo Luo, Weibo Jiang, and Daryl Joyce. 2006. Expression of Ethylene-Related Expansin Genes in CoolStored Ripening Banana Fruit. Journal Plant Science. 170: 962–967. Zewter A, Woldetsadik K, Workneh, TS. 2012. Effect Of 1-Methylcyclopropene, Potassium Permanganate and Packaging On Quality Of Banana. African Journal of Agricultural Research. Vol. 7(16) : pp. 2425-2437 Zagory, D. and A.A. Kader. 1988. Modified Atmosphere Packaging of Produce. Food Technology, 42 (8):70.
65
LAMPIRAN
66
Lampiran 1 Foto perubahan pisang Mas Kirana selama penyimpanaan a. Penyimpanan pisang Mas Kirana pada suhu 28 °C dengan kemasan LDPE, PP dan WSF Hari ke-
LDPE tanpa KMnO4
PP tanpa KMnO4
WSF tanpa KMnO4
8
Busuk
Busuk
Busuk
10
Busuk
Busuk
Busuk
LDPE dengan KMnO4
PP dengan KMnO4
Busuk
Busuk
0
2
4
6
WSF dengan KMnO4
67
b.
Penyimpanan pisang Mas Kirana pada suhu 15 °C dengan kemasan LDPE, PP dan WSF LDPE tanpa KMnO4
PP tanpa KMnO4
16
Busuk
Busuk
20
Busuk
Busuk
Busuk
22
Busuk
Busuk
Busuk
24
Busuk
Busuk
Busuk
Hari ke-
WSF tanpa KMnO4
LDPE dengan KMnO4
PP dengan KMnO4
0
2
4
6
12
14
Busuk
Busuk
Busuk
WSF dengan KMnO4
68
Lampiran 2 Dokumentasi pengukuran mutu buah pisang Mas Kirana
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
a) Sortasi, trimming, dan grading pisang Mas Kirana, b) Pengukuran susut bobot dengan timbangan METTLER PM4800, c) Pengukuran kandungan vitamin C, d) Pengukuran kadar pati, e) Pengukuran kadar air daging buah pisang dengan oven ISUZU, dan f) cold storage untuk penyimpanan pisang Mas Kirana pada suhu 15°C
69
Lampiran 3 Konsentrasi gas O2 dan CO2 dalam kemasan LDPE dan PP 3. Konsentrasi O2 dan CO2 dalam kemasan (a) LDPE dan (b) PP pada suhu 28 °C Konsentrasi Gas Pada LDPE (%)
25 [O2] tanpa KMnO4
20
[CO2] tanpa KMnO4
15
[O2] dengan KMnO4
10
[CO2] dengan KMnO4
5 0 0
2
4
6
8
Penyimpanan (Hari)
(a)
Konsentrasi Gas pada PP (%)
25 [O2] tanpa KMnO4
20
[CO2] tanpa KMnO4
15
[O2] dengan KMnO4
10
[CO2] dengan KMnO4
5 0 0
2
4
6
8
Penyimpanan (Hari)
(b)
Konsentrasi Gas Pada LDPE (%)
3 konsentrasi gas O2 dan CO2 dalam kemasan (c) LDPE dan (d) PP pada suhu 15 °C 25
[O2] tanpa KMnO4
20
[CO2] tanpa KMnO4 [O2] dengan KMnO4
15
[CO2] dengan KMnO4
10 5 0 0
2
4
6
8 10 12 14 16 18 20 22
Penyimpanan (Hari)
(c) Konsentrasi Gas pada PP (%)
25 20
[O2] tanpa KMnO4 [CO2] tanpa KMnO4 [O2] dengan KMnO4 [CO2] dengan KMnO4
15 10 5 0 0
2
4
6
8
10 12 14 16 18 20
Penyimpanan (Hari)
(d)
70
Lampiran 4 Analisis sidik ragam terhadap laju konsumsi O2 (ml/kg.jam) Waktu
Sumber keragaman (SK)
(hari ke) 0
1
2
3
4
5
Derajat bebas (DB)
Jumlah kuadrat (JK)
Kuadrat
F value
Pr>F
tengah (KT)
Suhu
1
446.77
446.77
galat
4
23.93
5.98
total
5
470.7
Suhu
1
110.43
110.43
galat
4
28.2
7.05
total
5
138.64
Suhu
1
510.84
510.84
galat
4
758.38
189.84
total
5
1270.22
Suhu
1
399.62
399.62
galat
4
550.83
137.71
total
5
950.45
Suhu
1
318.2
318.2
galat
4
800.41
200.1
total
5
1118.6
Suhu
1
141.29
141.29
galat
4
554.15
138.54
74.67
0.001**
15.66
0.017*
2.69
0.18tn
2.9
0.16tn
1.59
0.27tn
1.02
0.37tn
total 5 2086.17 P<0.05 = berpengaruh nyata (*) , P<0.01 = berpengaruh sangat nyata (**), P>0.05 = tidak berpengaruh nyata (tn)
4(a) Uji Duncan pengaruh suhu terhadap laju konsumsi O2 (ml/kg.jam) Suhu 28 °C
Penyimpanan hari ke0
1
28.17±3.29a
17.60±2.05a
15 °C 10.92±1.06b 9.02±3.14b (Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 0.05)
71
Lampiran 5 Analisis sidik ragam terhadap laju produksi CO2 (ml/kg.jam) Waktu
Sumber keragaman (SK)
(hari ke) 0
1
2
3
4
5
Derajat bebas (DB)
Jumlah
Kuadrat
kuadrat (JK)
tengah (KT)
Suhu
1
472.24
472.24
galat
4
53.09
13.27
total
5
525.32
Suhu
1
295.99
295.99
galat
4
35.42
8.85
total
5
331.41
Suhu
1
146.79
146.79
galat
4
212.62
53.15
total
5
359.41
Suhu
1
651.38
651.38
galat
4
68.07
17.02
total
5
719.46
Suhu
1
259.9
259.9
galat
4
44.08
11.02
total
5
303.97
Suhu
1
205.58
205.58
galat
4
182.65
45.66
F value
Pr>F
35.58
0.004**
33.42
0.004**
2.76
0.17tn
38.27
0.003**
23.59
0.008**
4.5
0.10tn
total 5 388.23 P<0.05 = berpengaruh nyata (*) , P<0.01 = berpengaruh sangat nyata (**), P>0.05 = tidak berpengaruh nyata (tn)
5(a) Uji Duncan pengaruh suhu terhadap laju produksi CO2 (ml/kg.jam) Suhu 28 °C
Penyimpanan hari ke0
1
27.50±3.89 a
23.06±2.79 a
3 28.97±5.16 a
4 24.98±4.33 a
15 °C 9.76±3.37 b 9.01±3.14 b 8.13±2.73 b 11.82±1.81 b (Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 0.05)
72
Lampiran 6 Analisis sidik ragam terhadap susut bobot (%) Waktu
Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
(hari ke)
keragaman (SK)
bebas (DB)
kuadrat (JK)
tengah (KT)
2
2
8.91
4.45
95.23
0.000**
Suhu
1
2.31
2.31
49.39
0.000**
Penyerap etilen
1
0.47
0.47
10.04
0.004**
Jenis Plastik*Suhu
2
2.39
1.19
25.52
0.000**
Jenis Plastik*Penyerap etilen
2
0.51
0.255
5.46
0.011*
Suhu*Penyerap etilen
1
0.044
0.044
0.95
0.34tn
1.127
0.34tn
2
0.105
0.053
24 35
1.123 15.862
0.047
Jenis Plastik
2
35.33
17.66
201.3
0.000**
Suhu
1
11.39
11.39
129.84
0.000**
Penyerap etilen
1
1.45
1.45
16.51
0.000**
Jenis Plastik*Suhu
2
9.45
4.72
53.87
0.000**
Jenis Plastik*Penyerap etilen
2
1.84
0.92
10.49
0.001**
Suhu*Penyerap etilen
1
0.24
0.24
2.7
0.11tn
Jenis Plastik*Suhu*Penyerap etilen
2
0.78
0.39
4.44
0.023*
Galat
24
2.1
0.088
Total
35
62.59
Jenis Plastik
2
98.35
49.18
302.68
0.000**
Suhu
1
21.32
21.32
131.23
0.000**
Penyerap etilen
1
5.08
5.08
31.28
0.000**
Jenis Plastik*Suhu
2
13.72
6.86
42.25
0.000**
Jenis Plastik*Penyerap etilen
2
5.51
2.76
16.96
0.000**
Suhu*Penyerap etilen
1
1.11
1.11
6.85
0.015*
Jenis Plastik*Suhu*Penyerap etilen
2
1.15
0.57
3.53
0.045*
Galat
24
3.89
0.162
Total
35
150.13
Galat Total
6
Pr>F
Jenis Plastik
Jenis Plastik*Suhu*Penyerap etilen
4
F value
P<0.05 = berpengaruh nyata (*) , P<0.01 = berpengaruh sangat nyata (**), P>0.05 = tidak berpengaruh nyata (tn)
6(a) Uji Duncan pengaruh perlakuan plastik terhadap susut bobot (%) Penyimpanan hari ke-
JenisPlastik 2
4
6
LDPE
0.22±0.10 b
0.47±0.27 b
0.83±0.43 b
PP
0.12±0.08 b
0.33±0.26 b
0.57±0.34 b
WSF
1.22±0.78 a
2.49±1.53 a
4.19±2.09 a
6(b) Uji Duncan pengaruh suhu terhadap susut bobot (%) Suhu
Penyimpanan hari ke2
4
6
28 °C
0.77±0.85 a
1.62±1.68 a
2.63±2.51 a
15 °C
0.27±0.28 b
0.53±0.53 b
1.09±1.12 a
73
6(c) Uji Duncan pengaruh penyerap etilen terhadap susut bobot (%) Penyerap etilen
Hari ke- 2
4
6
Tanpa penyerap etilen
0.63±0.80 a
1.30±1.59 a
2.24±2.49 a
Dengan penyerap etilen
0.40±0.51 a
0.89±1.02 a
1.48±1.52 a
6(d) Uji Duncan pengaruh suhu dan penyerap etilen terhadap susut bobot (%) Jenis Plastik
Penyerap etilen
hari ke- 6
28 °C
Tanpa penyerap etilen
3.19 a
28 °C
Dengan penyerap etilen
2.08 ab
15 °C
Tanpa penyerap etilen
1.29 ab
15 °C
Dengan penyerap etilen
0.89 b
6(e) Uji Duncan pengaruh jenis plastik dan suhu terhadap susut bobot (%) Jenis Plastik
Suhu
Hari ke-2
4
6
LDPE
28 °C
0.31 bc
0.68 bc
1.16 c
LDPE
15 °C
0.13 c
0.25 c
0.48 c
PP
28 °C
0.17 c
0.52 c
0.89 c
PP
15 °C
0.065 c
0.15 c
0.25 c
WSF
28 °C
1.84 a
3.79 a
5.84 a
WSF
15 °C
0.60 bc
1.21 b
2.55 b
6(f) Uji Duncan pengaruh jenis plastik dan penyerap etilen terhadap susut bobot (%) Jenis Plastik
Penyerap etilen
Hari ke-2
4
6
LDPE
Tanpa penyerap etilen
0.26 c
0.53 b
1.00 c
LDPE
Dengan penyerap etilen
0.18 c
0.40 b
0.65 c
PP
Tanpa penyerap etilen
0.14 c
0.35 b
0.59 c
PP
Dengan penyerap etilen
0.10 c
0.31 b
0.54 c
WSF
Tanpa penyerap etilen
1.50 a
3.02 a
5.12 a
WSF
Dengan penyerap etilen
0.94 b
1.98 a
3.27 b
6(g) Uji Duncan pengaruh jenis plastik, suhu dan penyerap etilen terhadap susut bobot (%) Jenis Plastik
Suhu
Penyerap etilen
Hari ke-4
6
LDPE
28 °C
tanpa penyerap etilen
0.80±0.47 de
1.46±0.07 de
PP
28 °C
tanpa penyerap etilen
0.45±0.07 de
0.92±0.11 ef
WSF
28 °C
tanpa penyerap etilen
4.58±0.89 a
7.18±1.21 a
LDPE
28 °C
Dengan penyerap etilen
0.57±0.07 de
0.88±0.15 ef
PP
28 °C
Dengan penyerap etilen
0.58±0.26 def
0.87±0.05 ef
WSF
28 °C
Dengan penyerap etilen
2.99±2.45 b
4.49±0.49 b
LDPE
15 °C
tanpa penyerap etilen
0.26±0.03 ef
0.55±0.08 f
PP
15 °C
tanpa penyerap etilen
0.26±0.24 ef
0.28±0.06 f
WSF
15 °C
tanpa penyerap etilen
1.46±0.04 c
3.06±0.22 c
LDPE
15 °C
Dengan penyerap etilen
0.24±0.15 ef
0.42±0.12 f
PP
15 °C
Dengan penyerap etilen
0.05±0.00 f
0.21±0.03 f
WSF
15 °C
Dengan penyerap etilen
0.96±0.17 cd
2.05±0.34 d
74
Lampiran 7 Analisis sidik ragam terhadap warna (°hue) Hari ke2
Sumber keragaman (SK)
DB
F value
Pr>F
10.652
5.326
0.713
0.50tn
Suhu
1
794.44
794.44
106.28
0.00**
Penyerap etilen
1
174.91
174.91
23.4
0.00**
Jenis Plastik*Suhu
2
32.87
16.44
2.19
0.13tn
Jenis Plastik*Penyerap etilen
2
6.05
3.03
0.4
0.67tn
Suhu*Penyerap etilen
1
46.09
46.09
6.17
0.02*
Jenis Plastik*Suhu*Penyerap etilen
2
32.87
16.44
2.19
0.13tn
24 35
179.39 1277.272
7.47
Jenis Plastik
2
1.97
0.99
0.19
0.82tn
Suhu
1
53425.977
53425.977
10810
0.00**
Penyerap etilen
1
49310.70
49310.70
9.98
0.00**
Jenis Plastik*Suhu
2
23.72
11.86
2.40
0.11tn
Jenis Plastik*Penyerap etilen
2
64.57
32.28
6.53
0.005**
Suhu*Penyerap etilen
1
37795.75
37795.75
7649
0.000**
0.80
0.46tn
Jenis Plastik*Suhu*Penyerap etilen
6
KT
2
Galat Total 4
JK
Jenis Plastik
2
7.96
3.98
Galat
24
118.59
4.94
Total
35
140749.25
Jenis Plastik
2
32.162
16.081
1.46
0.25tn
Suhu
1
188675.05
188675.05
17120
0.00**
Penyerap etilen
1
273.077
273.077
24.776
0.00**
Jenis Plastik*Suhu
2
59.684
29.84
2.70
0.087tn
Jenis Plastik*Penyerap etilen
2
69.32
34.66
3.14
0.061tn
Suhu*Penyerap etilen
1
11.06
11.06
1.00
0.33tn
0.27
0.76tn
Jenis Plastik*Suhu*Penyerap etilen
2
5.99
2.99
Galat
24
264.52
11.02
Total
35
189390.9
P<0.05 = berpengaruh nyata (*) , P<0.01 = berpengaruh sangat nyata (**), P>0.05 = tidak berpengaruh nyata (tn)
7(a) Uji Duncan pengaruh suhu terhadap warna (°hue) Suhu
Hari ke-2
Hari ke-4
Hari ke-6
28 °C
(-)65.9±3.38 a
5.66±71.46 a
79.51±4.30 a
15 °C
(-)75.3±4.23 b
(-)71.38±5.46 b
(-)65.28±4.85 b
7(b) Uji Duncan pengaruh penyerap etilen terhadap warna (°hue) Suhu
Hari ke-2
Hari ke-4
Hari ke-6
Tanpa penyerap etilen
(-)68.4±4.67 a
4.14±73.03 a
9.87±75.13 a
Dengan penyerap etilen
(-)72.7±6.63 b
(-)69.87±6.67 b
4.36±74.03 a
75
7(c) Uji Duncan pengaruh suhu dan penyerap etilen terhadap warna (°hue) Suhu
Penyerap etilen
Hari ke-2
Hari ke-4
Hari ke-6
28 °C
Tanpa penyerap etilen
(-)64.79±3.27 a
75.07±1.95 a
82.82±3.57 a
28 °C
Dengan penyerap etilen
(-)66.94±3.31 a
(-)63.75±2.79 b
5.25±88.56 b
15 °C 15 °C
Tanpa penyerap etilen Dengan penyerap etilen
(-)71.93±2.64 b (-)78.60±2.46 c
(-)66.78±3.59 c (-)75.99±1.61 d
(-)63.07±2.88 c (-)67.47±5.55 c
(Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 0.05)
7(d) Uji Duncan pengaruh jenis plastik dan penyerap etilen terhadap warna (°hue) Jenis Plastik
Penyerap etilen
LDPE
Tanpa penyerap etilen
6.03±77.02 a
PP
Tanpa penyerap etilen
2.29±78.88 a
WSF
Tanpa penyerap etilen
LDPE
Dengan penyerap etilen
(-)71.10±5.13 b
PP
Dengan penyerap etilen
(-)68.30±7.80 b
WSF
Dengan penyerap etilen
(-)70.22±7.70 b
Hari ke-4
4.11±77.28 a
(Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 0.05)
76
Lampiran 8 Analisis sidik ragam terhadap kekerasan (kgf) Waktu (hari ke) 2
4
6
Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
keragaman (SK)
bebas (DB)
kuadrat (JK)
tengah (KT)
F value
Jenis Plastik
2
0.11
0.057
0.14
Suhu
1
4.49
4.49
11.02
Penyerap etilen
1
0.34
0.34
0.82
0.37tn
Jenis Plastik*Suhu
2
1.06
0.53
1.3
0.29tn
Jenis Plastik*Penyerap etilen
2
0.76
0.38
0.93
0.41tn
Suhu*Penyerap etilen
1
0.92
0.92
0.23
0.64tn
Jenis Plastik*Suhu*Penyerap etilen
2
0.55
0.28
0.68
0.52tn
Galat
24
9.78
0.4
Total
0.87tn 0.003**
35
18.01
Jenis Plastik
2
1.9
0.95
4.6
0.021*
Suhu
1
12.66
12.66
61.11
0.00**
Penyerap etilen
1
1.95
1.95
9.44
0.001**
Jenis Plastik*Suhu
2
1.18
0.59
2.85
0.078tn
Jenis Plastik*Penyerap etilen
2
0.19
0.09
0.45
0.83tn
Suhu*Penyerap etilen
1
1.57
1.57
7.56
0.083tn
Jenis Plastik*Suhu*Penyerap etilen
2
0.38
0.19
0.92
0.99tn
Galat
24
4.98
0.2
Total
35
24.8
Jenis Plastik
2
4.06
2.03
5.39
0.012*
Suhu
1
18.55
18.55
49.27
0.00**
Penyerap etilen
1
0.75
0.75
1.99
0.17tn
Jenis Plastik*Suhu
2
0.043
0.022
0.058
0.94tn
Jenis Plastik*Penyerap etilen
2
0.4
0.2
0.54
0.59tn
Suhu*Penyerap etilen
1
0.122
0.122
0.32
0.57tn
Jenis Plastik*Suhu*Penyerap etilen
2
0.52
0.26
0.7
0.50tn
0.38
Galat
24
9.03
Total
35
33.475
P<0.05 = berpengaruh nyata (*) , P<0.01 = berpengaruh sangat nyata (**), P>0.05 = tidak berpengaruh nyata (tn)
8 (a) Uji Duncan pengaruh perlakuan plastik terhadap kekerasan (kgf) Jenis Plastik
Hari ke-2
Hari ke-4
Hari ke-6
LDPE
3.77±0.72 a
2.94±0.83 a
2.64±0.94 a
PP
3.64±0.73 a
3.24±0.66 a
2.83±1.09 a
WhiteStretch
2.67±0.98 a
2.67±0.98 a
2.04±0.76 a
8 (b) Uji Duncan pengaruh suhu terhadap kekerasan (kgf) Suhu
Pr>F
Hari ke-2
Hari ke-4
Hari ke-6
28 °C
3.34±0.76 a
2.36±0.57 b
1.78±0.57 b
15 °C
4.05±0.59 a
3.54±0.62 a
3.22±0.74 a
77
8 (c) Uji Duncan pengaruh penyerap etilen terhadap kekerasan (kgf) Suhu
Hari ke4
Tanpa absorber
2.64±0.66 a
Dengan absorber
3.25±0.90 a
(Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 0.05)
78
Lampiran 9 Waktu (hari ke) 2
4
6
Analisis sidik ragam terhadap total padatan terlarut (°Brix)
Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
keragaman (SK)
bebas (DB)
kuadrat (JK)
tengah (KT)
F value
Pr>F
Jenis Plastik
2
8.03
4.01
1.76
0.19tn
Suhu
1
57.48
57.48
25.17
0.00**
Penyerap etilen
1
95.22
95.22
41.69
0.00**
Jenis Plastik*Suhu
2
2.44
1.22
0.53
0.59tn
Jenis Plastik*Penyerap etilen
2
33.82
16.9
7.4
Suhu*Penyerap etilen Jenis Plastik*Suhu*Penyerap etilen
1
4.87
4.87
2.13
0.16tn
2
21.05
10.52
4.6
0.02*
2.28
0.003**
Galat
24
54.81
Total
35
277.72
Jenis Plastik
2
5.72
2.86
0.22
0.80tn
Suhu
1
55.57
55.57
4.27
0.05tn
Penyerap etilen
1
21.45
21.45
1.65
0.21tn
Jenis Plastik*Suhu
2
0.8
0.4
0.031
0.97tn
Jenis Plastik*Penyerap etilen
2
20.4
10.2
0.78
0.47tn
Suhu*Penyerap etilen Jenis Plastik*Suhu*Penyerap etilen
1
59.62
59.62
4.58
0.043*
2
2.27
1.14
0.087
0.91tn
Galat
24
312.32
13.01
Total
35
478.15
Jenis Plastik
2
18.99
9.49
1.53
0.24tn
Suhu
1
8.18
8.18
1.32
0.262tn
Penyerap etilen
1
5.23
5.23
0.84
0.37tn
Jenis Plastik*Suhu
2
30.79
15.39
2.48
0.1tn
Jenis Plastik*Penyerap etilen
2
8.8
4.4
0.71
0.5tn
Suhu*Penyerap etilen Jenis Plastik*Suhu*Penyerap etilen
1
24.93
24.93
4.03
0.056tn
2
4.03
2.02
0.33
0.72tn
Galat
24
148.65
6.19
Total
35
249.6
P<0.05 = berpengaruh nyata (*) , P<0.01 = berpengaruh sangat nyata (**), P>0.05 = tidak berpengaruh nyata (tn)
9(a) Uji Duncan pengaruh suhu terhadap total padatan terlarut (°Brix) Suhu
Hari ke-2
28 °C
16.09±3.34 a
15 °C
13.57±1.34 b
9(b) Uji Duncan pengaruh penyerap etilen terhadap total padatan terlarut (°Brix) Penyerap etilen
Hari ke-2
Tanpa penyerap etilen
16.46±2.60 a
Dengan penyerap etilen
13.20±1.99 b
79
9(c) Uji duncan pengaruh interaksi suhu dan penyerap etilen terhadap total padatan terlarut (°Brix) Suhu
Penyerap etilen
Hari ke-4
28 °C
Tanpa penyerap etilen
18.59±3.37 a
28 °C
Dengan penyerap etilen
19.62±3.00 a
15 °C
Tanpa penyerap etilen
18.68±3.11 a
15 °C
Dengan penyerap etilen
14.56±3.55 b
9(d) Uji duncan pengaruh jenis plastik dan penyerap etilen terhadap total padatan terlarut (°Brix) Jenis Plastik
Penyerap etilen
Hari ke-2
LDPE
Tanpa penyerap etilen
17.55 a
LDPE
Dengan penyerap etilen
12.10 b
PP
Tanpa penyerap etilen
14.63 b
PP
Dengan penyerap etilen
13.89 b
WSF
Tanpa penyerap etilen
17.20 a
WSF
Dengan penyerap etilen
17.55 a
9(e) Uji duncan pengaruh jenis plastik, suhu, dan penyerap etilen terhadap total padatan terlarut (°Brix) Jenis Plastik
Suhu
Penyerap etilen
Penyimpanan hari ke2
LDPE
28 °C
tanpa penyerap etilen (kontrol)
19.89± 0.59 a
PP
28 °C
tanpa penyerap etilen (kontrol)
15.07±3.25 bcd
WSF
28 °C
tanpa penyerap etilen (kontrol)
19.31±0.97 a
LDPE
28 °C
dengan penyerap etilen
11.95±3.68 e
PP
28 °C
dengan penyerap etilen
15.58±0.49 b
WSF
28 °C
dengan penyerap etilen
14.79±1.27 bcde
LDPE
15 °C
tanpa penyerap etilen (kontrol)
15.21±0.07 bc
PP
15 °C
tanpa penyerap etilen (kontrol)
14.17±0.10 bcde
WSF
15 °C
tanpa penyerap etilen (kontrol)
15.10±0.13 bcd
LDPE
15 °C
dengan penyerap etilen
12.26±0.05 de
PP
15 °C
dengan penyerap etilen
12.21±0.08 de
WSF
15 °C
dengan penyerap etilen
12.47±0.17 cde
(Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 0.05)
80
Lampiran 10 Analisis sidik ragam terhadap kadar pati (%) Waktu (hari ke) 6
Sumber
Derajat
Jumlah
keragaman (SK)
bebas (DB)
Kuadrat
kuadrat (JK)
F value
tengah (KT)
Jenis Plastik
2
0.32
0.16
8.99
0.004**
Suhu
1
70.36
70.36
3959
0.00**
Penyerap etilen
1
14.2
14.2
799.19
0.00**
Jenis Plastik*Suhu
2
0.29
0.15
8.25
0.006**
Jenis Plastik*Penyerap etilen
2
0.6
0.3
16.89
0.00**
Suhu*Penyerap etilen
1
0.38
0.38
21.65
0.001**
Jenis Plastik*Suhu*Penyerap etilen
2
1.34
0.67
37.7
0.00**
0.018
Galat
24
0.21
Total
35
87.71
P<0.05 = berpengaruh nyata (*) , P<0.01 = berpengaruh sangat nyata (**), P>0.05 = tidak berpengaruh nyata (tn)
10(a) Uji Duncan pengaruh suhu terhadap kadar pati (%) Suhu
Penyimpanan hari ke6
28 °C
18.91±0.72 b
15 °C
22.33±1.03 a
10(b) Uji Duncan pengaruh penyerap etilen terhadap kadar pati (%) penyerap etilen
Penyimpanan hari ke-
Tanpa penyerap etilen
6 19.68±1.7 a
Dengan penyerap etilen
21.39±1.94 a
(Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 0.05)
10(c) Uji Duncan pengaruh jenis plastik terhadap kadar pati (%) Suhu
Pr>F
Penyimpanan hari ke6
LDPE
20.47±2.05 a
PP
20.64±1.87 a
WSF
20.75±2.18 a
10(d) Uji Duncan pengaruh jenis plastik dan suhu terhadap kadar pati (%) Jenis Plastik
Suhu
Hari ke-6
LDPE
28 °C
18.86 b
LDPE
15 °C
22.09 a
PP
28 °C
18.98 b
PP
15 °C
22.30 a
WSF
28 °C
18.89 b
WSF
15 °C
22.62 a
81
10(e) Uji Duncan pengaruh jenis plastik dan penyerap etilen terhadap kadar pati (%) Jenis Plastik
Penyerap etilen
Hari ke-6
LDPE
Tanpa penyerap etilen
19.53 a
LDPE
Dengan penyerap etilen
21.42 a
PP
Tanpa penyerap etilen
20.08 a
PP
Dengan penyerap etilen
21.20 a
WSF
Tanpa penyerap etilen
19.95 a
WSF
Dengan penyerap etilen
19.53 a
10(f) Uji duncan pengaruh interaksi suhu dan penyerap etilen terhadap kadar pati (%) Suhu
Penyerap etilen
Hari ke-4
28 °C
Tanpa penyerap etilen
18.27 d
28 °C
Dengan penyerap etilen
19.56 c
15 °C
Tanpa penyerap etilen
21.44 b
15 °C
Dengan penyerap etilen
23.23 a
10 (g) Uji duncan pengaruh jenis plastik, suhu, dan penyerap etilen terhadap kadar pati (%) Jenis Plastik
Suhu
Penyerap etilen
Penyimpanan hari ke6
LDPE
28 °C
tanpa penyerap etilen (kontrol)
18.36± 0.15 g
PP
28 °C
tanpa penyerap etilen (kontrol)
18.49±0.02 g
WSF
28 °C
tanpa penyerap etilen (kontrol)
17.96±0.07 h
LDPE
28 °C
dengan penyerap etilen
19.36±0.00 f
PP
28 °C
dengan penyerap etilen
19.48±0.33 f
WSF
28 °C
dengan penyerap etilen
19.82±0.21 e
LDPE
15 °C
tanpa penyerap etilen (kontrol)
20.70±0.16 d
PP
15 °C
tanpa penyerap etilen (kontrol)
21.67±0.04 c
WSF
15 °C
tanpa penyerap etilen (kontrol)
21.94±0.01 c
LDPE
15 °C
dengan penyerap etilen
23.47±0.05 a
PP
15 °C
dengan penyerap etilen
22.92±0.05 b
WSF
15 °C
dengan penyerap etilen
23.30±0.03 a
(Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 0.05)
82
Lampiran 11 Analisis sidik ragam terhadap vitamin C (mg/100g) Waktu (hari ke) 2
4
6
Sumber
Derajat
keragaman (SK)
bebas (DB)
Jumlah
Kuadrat
F value
kuadrat (JK)
tengah (KT)
Pr>F
Jenis Plastik
2
22.96
11.48
3.29
0.054tn
Suhu
1
88.81
88.81
25.52
0.00**
Penyerap etilen
1
0.18
0.18
0.053
0.82tn
Jenis Plastik*Suhu
2
11.01
5.5
1.58
0.23tn
Jenis Plastik*Penyerap etilen
2
4.9
2.45
0.7
0.5tn
Suhu*Penyerap etilen
1
1.79
1.79
0.51
0.48tn
Jenis Plastik*Suhu*Penyerap etilen
2
9.33
1.16
0.33
0.72tn
3.48
Galat
24
2.33
Total
35
83.51
Jenis Plastik
2
12.49
6.24
2.98
0.07tn
Suhu
1
494.51
494.51
236.29
0.00**
Penyerap etilen
1
0.83
0.83
0.4
0.53tn
Jenis Plastik*Suhu
2
5.05
2.52
1.2
0.31tn
Jenis Plastik*Penyerap etilen
2
34.86
17.43
8.33
0.002**
Suhu*Penyerap etilen
1
20.71
20.71
9.89
0.004**
Jenis Plastik*Suhu*Penyerap etilen
2
1.27
0.64
0.3
0.74tn
2.09
Galat
24
50.23
Total
35
619.95
Jenis Plastik
2
2.007
1.003
1.003
0.38tn
Suhu
1
479.97
479.97
484.58
0.00**
Penyerap etilen
1
191.77
191.77
193.61
0.00**
Jenis Plastik*Suhu
2
8.19
4.09
4.13
0.029*
Jenis Plastik*Penyerap etilen
2
4.3
2.15
2.17
0.14tn
Suhu*Penyerap etilen
1
1.21
1.21
1.22
0.28tn
4.68
0.019*
Jenis Plastik*Suhu*Penyerap etilen
2
9.26
4.63
Galat
24
23.77
0.99
Total
35
720.477
P<0.05 = berpengaruh nyata (*) , P<0.01 = berpengaruh sangat nyata (**), P>0.05 = tidak berpengaruh nyata (tn)
11(a) Uji Duncan pengaruh suhu terhadap vitamin C (mg/100g) Suhu
Penyimpanan hari ke2
4
6
28 °C
12.69±2.04 b
7.71±1.72 b
4.70±2.75 b
15 °C
15.84±1.81 a
15.13±2.10 a
12.00±2.56 a
11(b) Uji Duncan pengaruh penyerap etilen terhadap vitamin C (mg/100g) penyerap etilen
Penyimpanan hari ke6
Tanpa penyerap etilen
6.04±4.03 b
Dengan penyerap etilen
10.66±3.84 a
83
11(c) Uji Duncan pengaruh jenis plastik dan penyerap etilen terhadap vitamin C (mg/100g) Jenis Plastik
Penyerap etilen
Hari ke-4
Hari ke-6
LDPE
Tanpa penyerap etilen
9.30 a
5.98 ab
LDPE
Dengan penyerap etilen
12.35 a
10.07 ab
PP
Tanpa penyerap etilen
11.57 a
5.65 b
PP
Dengan penyerap etilen
10.86 a
11.25 a
WSF
Tanpa penyerap etilen
12.94 a
6.5 ab
WSF
Dengan penyerap etilen
11.50 a
10.66 ab
11(d) Uji Duncan pengaruh interaksi suhu dan penyerap etilen terhadap vitamin C (mg/100g) Suhu
Penyerap etilen
Hari ke-4
28 °C
Tanpa penyerap etilen
6.8±1.79 c
28 °C
Dengan penyerap etilen
8.63±1.11 b
15 °C
Tanpa penyerap etilen
15.73±2.36 a
15 °C
Dengan penyerap etilen
14.52±1.73 a
11 (e) Uji Duncan pengaruh jenis plastik dan suhu terhadap vitamin C (mg/100g) Jenis Plastik
Suhu
Hari ke-6
LDPE
28 °C
4.16 b
LDPE
15 °C
11.89 a
PP
28 °C
4.35 b
PP
15 °C
12.55 a
WSF
28 °C
5.59 b
WSF
15 °C
11.57 a
11(f) Uji Duncan pengaruh jenis plastik suhu, dan penyerap etilen terhadap vitamin C (mg/100g) Jenis Plastik
Suhu
Penyerap etilen
Penyimpanan hari ke6
LDPE
28 °C
tanpa penyerap etilen (kontrol)
1.69±0.45 f
PP
28 °C
tanpa penyerap etilen (kontrol)
2.08±0.22 f
WSF
28 °C
tanpa penyerap etilen (kontrol)
2.86±0.81 f
LDPE
28 °C
penyerap etilen KMNO4 25%
6.63±0.67 e
PP
28 °C
penyerap etilen KMNO4 25%
6.63±0.78 e
WSF
28 °C
penyerap etilen KMNO4 25%
8.32±1.62 de
LDPE
15 °C
tanpa penyerap etilen (kontrol)
10.27±0.90 c
PP
15 °C
tanpa penyerap etilen (kontrol)
9.23±0.98 cd
WSF
15 °C
tanpa penyerap etilen (kontrol)
10.14±1.17 c
LDPE
15 °C
penyerap etilen KMNO4 100%
13.52±0.59 b
PP
15 °C
penyerap etilen KMNO4 100%
15.86±1.93 a
WSF
15 °C
penyerap etilen KMNO4 100%
13.00±0.22 b
(Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 0.05)
84
Lampiran 12 Analisis sidik ragam terhadap kadar air daging pisang Mas Kirana (%) Waktu
Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
(hari ke)
keragaman (SK)
bebas (DB)
kuadrat (JK)
tengah (KT)
2
4
6
F value
Jenis Plastik
2
3.09
1.55
0.99
0.39tn
Suhu
1
3.06
3.06
1.97
0.19tn
Penyerap etilen
1
0.077
0.077
0.05
0.83tn
Jenis Plastik*Suhu
2
0.65
0.32
0.2
0.81tn
Jenis Plastik*Penyerap etilen
2
2.59
1.29
0.83
0.46tn
Suhu*Penyerap etilen
1
0.002
0.002
0.001
0.97tn
Jenis Plastik*Suhu*Penyerap etilen
2
2.25
1.13
0.72
0.5tn
Galat
24
18.69
1.56
Total
35
30.409
Jenis Plastik
2
0.034
0.017
0.003
0.99tn
Suhu
1
12.57
12.57
1.93
0.19tn
Penyerap etilen
1
6.84
6.84
1.05
0.33tn
Jenis Plastik*Suhu
2
16.21
8.1
1.24
0.32tn
Jenis Plastik*Penyerap etilen
2
1.27
0.63
0.097
0.908tn
Suhu*Penyerap etilen
1
0.8
0.8
0.12
0.73tn
Jenis Plastik*Suhu*Penyerap etilen
2
0.96
0.48
0.074
0.93tn
Galat
24
78.32
6.53
Total
35
117.004
Jenis Plastik
2
63.23
31.61
14.79
0.001**
Suhu
1
133.14
133.14
62.31
0.000**
Penyerap etilen
1
3.01
3.01
1.4
0.26tn
Jenis Plastik*Suhu
2
8.22
4.11
1.92
0.18tn
Jenis Plastik*Penyerap etilen
2
2.62
1.31
0.61
0.56tn
Suhu*Penyerap etilen
1
1.2
1.2
0.56
0.47tn
Jenis Plastik*Suhu*Penyerap etilen
2
50.89
25.44
11.9
0.001**
2.14
Galat
24
25.64
Total
35
287.95
P<0.05 = berpengaruh nyata (*) , P<0.01 = berpengaruh sangat nyata (**), P>0.05 = tidak berpengaruh nyata (tn)
12(a) Uji duncan pengaruh perlakuan plastik terhadap kadar air daging pisang Mas Kirana (%) Jenis Plastik
Hari ke-6
LDPE
65.69±2.44 a
PP
64.85±3.46 ab
WSF
61.91±3.76 b
12(b) Uji duncan pengaruh suhu terhadap kadar air daging pisang Mas Kirana (%) Suhu
Pr>F
Hari ke-6
28 °C
66.51±2.61 a
15 °C
61.79±2.69 b
(Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 0.05)
85
12(c) Uji Duncan pengaruh jenis plastik, suhu, dan penyerap etilen terhadap kadar air daging pisang Mas Kirana (%) Jenis Plastik
Suhu
Penyerap etilen
Penyimpanan hari ke6
LDPE
28 °C
tanpa penyerap etilen
66.95±1.90 abc
PP
28 °C
tanpa penyerap etilen
69.83±0.06 a
WSF
28 °C
tanpa penyerap etilen
64.48±1.14 cde
LDPE
28 °C
dengan penyerap etilen
68.47±0.18 ab
PP
28 °C
dengan penyerap etilen
63.63±2.52 cde
WSF
28 °C
dengan penyerap etilen
65.69±2.78 bcd
LDPE
15 °C
tanpa penyerap etilen
64.58±0.54 cde
PP
15 °C
tanpa penyerap etilen
61.51±1.42 ef
WSF
15 °C
tanpa penyerap etilen
59.69±2.01 fg
LDPE
15 °C
dengan penyerap etilen
62.79±0.32 def
PP
15 °C
dengan penyerap etilen
64.44±0.29 cde
WSF
15 °C
dengan penyerap etilen
57.76±0.15 g
(Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 0.05)
86
Lampiran 13 Analisis sidik ragam terhadap nilai organoleptik Organoleptik Warna
Tekstur
Aroma
Sumber
Derajat
keragaman (SK)
bebas (DB)
Kuadrat
kuadrat (JK)
F value
Pr>F
tengah (KT)
Jenis Plastik
2
8.4
4.2
6.34
0.002**
Suhu
1
9.8
9.8
14.78
0.00**
Penyerap etilen
1
1.42
1.42
2.15
0.14tn
Jenis Plastik*Suhu
2
2.8
1.4
2.1
0.12tn
Jenis Plastik*Penyerap etilen
2
0.58
0.29
0.44
0.65tn
Suhu*Penyerap etilen
1
0.56
0.56
0.84
0.36tn
Jenis Plastik*Suhu*Penyerap etilen
2
1.91
0.96
1.44
0.24tn
Galat
168
111.33
0.66
Total
179
136.8
Jenis Plastik
2
2.23
1.11
1.83
0.16tn
Suhu
1
9.34
9.34
15.36
0.00**
Penyerap etilen
1
0.45
0.45
0.74
0.39tn
Jenis Plastik*Suhu
2
1.88
0.94
1.54
0.21tn
Jenis Plastik*Penyerap etilen
2
2.43
1.21
2.001
0.14tn
Suhu*Penyerap etilen
1
0.14
0.14
0.23
0.63tn
Jenis Plastik*Suhu*Penyerap etilen
2
0.34
0.17
0.28
0.75tn
Galat
168
102.13
0.6
Total
179
118.94
Jenis Plastik
2
2.71
1.36
2.74
0.07tn
Suhu
1
2.006
2.006
4.06
0.046*
Penyerap etilen
1
0.45
0.45
0.91
0.34tn
Jenis Plastik*Suhu
2
0.18
0.089
0.18
0.84tn
Jenis Plastik*Penyerap etilen
2
0.13
0.067
0.13
0.87tn
Suhu*Penyerap etilen
1
1.25
1.25
2.53
0.11tn
0.54
0.58tn
Jenis Plastik*Suhu*Penyerap etilen
Rasa
Jumlah
2
0.53
0.27
Galat
168
83.07
0.49
Total
179
90.326
Jenis Plastik
2
2.88
1.44
2.31
0.102tn
Suhu
1
7.6
7.6
12.22
0.001**
Penyerap etilen
1
0.27
0.27
0.44
0.50tn
Jenis Plastik*Suhu
2
0.88
0.44
0.7
0.49tn
Jenis Plastik*Penyerap etilen
2
1.14
0.57
0.92
0.40tn
Suhu*Penyerap etilen
1
0.05
0.05
0.08
0.77tn
0.24
0.78tn
Jenis Plastik*Suhu*Penyerap etilen
2
0.3
0.15
Galat
168
104.53
0.62
Total
179
117.65
P<0.05 = berpengaruh nyata (*) , P<0.01 = berpengaruh sangat nyata (**), P>0.05 = tidak berpengaruh nyata (tn)
87
13(a) Uji Duncan pengaruh perlakuan plastik terhadap nilai organoleptik JenisPlastik
Organoleptik warna
LDPE
3.6±0.87 b
PP
3.7±0.85 b
WSF
4.1±0.84 a
13(b) Uji Duncan pengaruh suhu terhadap nilai organoleptik Suhu
Organoleptik warna
tekstur
aroma
rasa
28 °C
4.03±0.84 a
4.07±0.75 a
4.04±0.75 a
4.03±0.76 a
15 °C
3.56±0.85 b
3.62±0.81 b
3.83±0.65 b
3.62±0.81 b
(Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 0.05)
88
Lampiran 14 Simulasi aspek ekonomi kemasan MAP aktif Penyimpanan Suhu 28 °C Harga plastik (Rp)
Selotip (Rp)
Styrofoam (Rp)
Pisang (Rp)
Penyerap etilen (Rp)
Biaya lain (Rp)
Total biaya pokok (Rp)
Laba yang diharapkan /kemasan (Rp)
Harga jual (Rp)
LDPE tanpa penyerap etilen
250
300
400
4000
0
1000
5950
2000
7950
4 pisang styrofoam 12x12 cm
PP tanpa penyerap etilen
300
300
400
4000
0
1000
6000
2000
8000
4 pisang styrofoam 12x12 cm
WSF tanpa penyerap etilen
200
0
400
4000
0
1000
5600*
2000
7600
4 pisang styrofoam 12x12 cm
LDPE dengan penyerap etilen
250
300
500
4000
2500
1000
8550
3000
11550
4 pisang styrofoam 17x12 cm
PP dengan penyerap etilen
300
300
500
4000
2500
1000
8600
3000
11600
4 pisang styrofoam 17x12 cm
WSF dengan penyerap etilen
200
0
500
4000
2500
1000
8200*
3000
11200
4 pisang styrofoam 17x12 cm
Harga plastik (Rp)
Selotip (Rp)
Styrofoam (Rp)
Pisang (Rp)
Penyerap etilen (Rp)
Biaya lain (Rp)
Biaya pendinginan (Rp)
LDPE tanpa penyerap etilen
250
300
400
4000
0
1000
2000
7950
2000
9950
4 pisang styrofoam 12x12 cm
PP tanpa penyerap etilen
300
300
400
4000
0
1000
2000
8000
2000
10000
4 pisang styrofoam 12x12 cm
WSF tanpa penyerap etilen
200
0
400
4000
0
1000
2000
7600*
2000
9600
4 pisang styrofoam 12x12 cm
LDPE dengan penyerap etilen
250
300
500
4000
2500
1000
2000
10550
3000
13550
4 pisang styrofoam 17x12 cm
PP dengan penyerap etilen
300
300
500
4000
2500
1000
2000
10600
3000
13600
4 pisang styrofoam 17x12 cm
WSF dengan penyerap etilen
200
0
500
4000
2500
1000
2000
10200*
3000
13200
4 pisang styrofoam 17x12 cm
Perlakuan
Keterangan
Penyimpanan Suhu 15 °C Perlakuan
* =Hasil rekomendasi menurut aspek ekonomis Biaya per Juni 2013
Total biaya pokok (Rp)
Laba yang diharapkan /kemasan (Rp)
Harga jual (Rp)
Keterangan
89
Lampiran 15 Simulasi volume bebas kemasan Jenis Plastik
Suhu (°C)
Penyerap etilen
Tinggi kemasan (cm)
Luas Kemasan (cm2)
Volume kemasan (cm3) atau (ml)
Berat buah (g)
Volume buah (ml)
Volume bebas (ml)
LDPE
28
tanpa penyerap etilen
2.2
144
316.80
163.5
179.7
137.1
PP
28
tanpa penyerap etilen
2.2
144
316.80
174.6
191.9
124.9
WSF
28
tanpa penyerap etilen
2.2
144
316.80
196.1
215.5
101.3
LDPE
28
dengan penyerap etilen
2.2
204
448.80
191.3
210.2
238.6
PP
28
dengan penyerap etilen
2.2
204
448.80
178.7
196.4
252.4
WSF
28
dengan penyerap etilen
2.2
204
448.80
162.5
178.6
270.2
LDPE
15
tanpa penyerap etilen
2.2
144
316.80
165.5
181.9
134.9
PP
15
tanpa penyerap etilen
2.2
144
316.80
167.7
184.3
143.5
WSF
15
tanpa penyerap etilen
2.2
144
316.80
165.3
181.6
135.1
LDPE
15
dengan penyerap etilen
2.2
204
448.80
199.4
219.1
229.7
PP
15
dengan penyerap etilen
2.2
204
448.80
166.1
182.5
266.3
WSF
15
dengan penyerap etilen
2.2
204
448.80
190.2
209.0
239.8
Massa jenis pisang Mas Kirana = 0.91 g/ml
90
Lampiran 16 Formulir uji organoleptik buah pisang Mas Kirana UJI ORGANOLEPTIK (SENSORI) Nama Panelis Hari/Tanggal Sampel Cara Keterangan
Sampel
: : : Buah Pisang Mas Kirana : Berilah tanda ―√‖ pada kolom berdasarkan hasil pengamatan dan uji : 1) Sangat tidak suka, 2) Tidak suka, 3) Agak suka, 4) Suka, dan 5) Sangat suka
1) Sangat tidak suka
2) Tidak suka
Warna Kulit Buah 3) Agak 4) Suka suka
5) Sangat suka
Alasan pemilihan
1) Sangat tidak suka
2) Tidak suka
Tekstur/Kekerasan 3) Agak 4) Suka suka
5) Sangat suka
Alasan pemilihan
1) Sangat tidak suka
2) Tidak suka
Aroma 3) Agak suka
4) Suka
5) Sangat suka
Alasan pemilihan
1) Sangat tidak suka
2) Tidak suka
Rasa 3) Agak suka
4) Suka
5) Sangat suka
Alasan pemilihan
P1T2(C) P2T2(C) P3T2(C) P1T2(A) P2T2(A) P3T2(A)
Sampel P1T2(C) P2T2(C) P3T2(C) P1T2(A) P2T2(A) P3T2(A)
Sampel P1T2(C) P2T2(C) P3T2(C) P1T2(A) P2T2(A) P3T2(A)
Sampel P1T2(C) P2T2(C) P3T2(C) P1T2(A) P2T2(A) P3T2(A)
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ngawi, Jawa Timur pada tanggal 12 Mei 1988 sebagai anak pertama dari drs Budi Eko Cahyono, MPd, dan (Alm) Indah Suhartati. Tahun 2006 penulis lulus dari SMAN 1 Karangjati Ngawi. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Penulis pernah melakukan praktek lapangan di CV. Cihanjuang Inti Teknik. Sarjana Teknologi Pertanian (S.TP) diperoleh dari Teknik Pertanian IPB pada tahun 2011 dengan judul skripsi ‘Analisis Biaya dan Kelayakan Usaha Penggilingan Padi di Desa Cihideung ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor’. Pada tahun 2011 penulis pernah bekerja di Kawasaki motorave Jakarta. Penulis diterima di sekolah pascasarjana IPB di Jurusan Teknologi Pascapanen, Fakultas Teknologi Pertanian pada bulan September 2011. Selama mengikuti program S2, penulis aktif menjadi pengurus kelas dengan menjadi bendahara umum pada tahun 2011, dan komti pada tahun 2012. Selain itu penulis juga pernah menjadi ketua fieldtrip TPP pada tahun 2012. Dalam menyelesaikan tugas akhir, penulis menyelesaikan karya ilmiah tesis dengan judul ‘Kajian Penyimpanan Buah Pisang (Cv. Mas Kirana) dengan Kemasan Atmosfir Termodifikasi Aktif Menggunakan Kalium Permanganat’.