KAJIAN PEMBENTUK KARAKTERISTIK LANSKAP MELAYU PADA LANSKAP KOTA PEKANBARU, RIAU
MUHAMMAD ARTHUM ARTHA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Pembentuk Karakteristik Lanskap Melayu Pada Lanskap Kota Pekanbaru, Riau adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Muhammad Arthum Artha A451110011
* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.
RINGKASAN MUHAMMAD ARTHUM ARTHA. Kajian Pembentuk Karakteristik Lanskap Melayu pada Lanskap Kota Pekanbaru, Riau. Dibimbing oleh NURHAYATI HADI SUSILO ARIFIN dan ARIS MUNANDAR. Pekanbaru adalah ibukota dari Provinsi Riau, yang berada di Pulau Sumatera dengan akar budaya Melayu sebagai tradisi yang telah melekat dalam kehidupan masyarakatnya sehari-hari. Budaya Barat dengan nilai-nilainya telah mempengaruhi kehidupan Orang Melayu, berdampak pada menurun dan pudarnya nilai-nilai budaya Melayu. Generasi-generasi selanjutnya tentu akan semakin meninggalkannya bila tidak ada usaha untuk melestarikannya (Suwardi 1991). Salah satu visi dari Provinsi Riau dan pemerintah Kota Pekanbaru adalah menjadi pusat kebudayaan Melayu di Asia Tenggara pada tahun 2020 (PKP 2012). Untuk mewujudkan visi tersebut, kota Pekanbaru sebagai ibukota Propinsi merupakan idealisme utama dalam mengukur dan menilai kebudayaan Melayu, sehingga dapat dijadikan rujukan atau referensi mengenai perkembangan kebudayaan Melayu di daerah Asia Tenggara melalui lanskap kota yang beridentitaskan Melayu. Pada umumnya, kajian terhadap karakteristik Kota Pekanbaru mengarah pada aspek bidang keilmuan arsitektur pada skala mikro. Sedangkan kajian yang berkaitan dengan lanskap kota skala makro jumlahnya masih terbatas. Salah satu bentuk karakteristik kota Pekanbaru yang menarik untuk dikaji adalah karakteristik lanskap Melayu pada lanskap Kota Pekanbaru. Penelitian ini bertujuan mengkaji perkembangan karakteristik lanskap Melayu, mengidentifikasi karakter elemen lanskap Melayu yang ada saat ini, dan menganalisis elemen prioritas pembentuk karakter lanskap Melayu di Kota Pekanbaru, dan menyusun rekomendasi penerapan elemen-elemen utama pembentuk karakter lanskap Melayu dalam pengembangan Kota Pekanbaru. Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, dilakukan melalui pengumpulan data yang bersifat primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui proses teknik wawancara mendalam untuk menggali informasi secara langsung dari sumber informasi (key informant) berkaitan dengan sejarah perkembangan Kota Pekanbaru dan kebudayaan Melayu dan observasi lapang untuk mengetahui keadaan dan keberadaan elemen pembentuk karakter lanskap Melayu di kota Pekanbaru. Data sekunder diperoleh melalui penelusuran litaratur yang terkait dengan topik penelitian. Pengambilan keputusan terhadap masalah penentuan komponen prioritas pembentuk karakteristik lanskap Melayu di Kota Pekanbaru, menggunakan metode AHP (Analytical Hierarchy Process). Komponen-komponen tersebut disusun dalam hierarki yang terdiri dari empat level. Level pertama, merupakan tujuan utama dari kajian ini, yaitu pembentuk karakteristik lanskap Melayu pada lanskap Kota Pekanbaru. Level kedua, merupakan level komponen utama pembentuk karakteristik lanskap Melayu. Level ketiga, merupakan variabel komponen pembentuk karakteristik lanskap Melayu. Level keempat, merupakan alternatif keputusan berupa tindakan yang perlu dilakukan terhadap komponen pembentuk karakterisitik lanskap Melayu. Hasil dari penelitian ini menunjukkan masa yang paling kuat karakteristik lanskap Melayunya terlihat jelas pada masa Senapelan menjadi pusat
pemerintahan Kerajaan Siak dan masa menjadi Propinsi Negeri Pekanbaru dari sepuluh propinsi di Kerajaan Siak, dimana elemen pembentuk dari kedua masa tersebut berupa Istana, Balai Kerapatan, Mesjid, Pekan atau Pasar, Pelabuhan, dan Perkampungan yang berada pinggir sungai. Keberadaan, fungsi, dan karakter fisik elemen pembentuk lanskap Melayu saat ini masih dapat ditemukan. Elemen pembentuk tersebut berupa Pelabuhan, Pasar, Mesjid Raya Pekanbaru, Komplek Makam Marhum Pekan, Rumah Pembesar Kerajaan (Tuan Qadi), Rumah-rumah yang mencirikan arsitektur Melayu, dan komplek pekuburan Senapelan. Berdasarkan hasil analisis elemen prioritas pembentuk karakteristik lanskap Melayu di Pekanbaru, menunjukkan bahwa komponen yang utama pembentuknya adalah area bersejarah 0,369 (36,9%). Terpilihnya komponen area bersejarah sebagai prioritas utama karena kawasan tersebut menyimpan informasi kegiatan manusia pada masa lampau serta mengandung tinggalan dalam bentuk fisik paling kuat mewakili lanskap Melayu. Alternatif keputusan yang merupakan prioritas utama adalah “penetapan” dengan bobot nilai sebesar 0,496 (49,6%). Tinggi bobot nilai alternatif keputusan berupa “penetapan” dibandingkan dengan alternatif lainnya, karena saat ini area bersejarah di kawasan Bandar Senapelan belum mempunyai status sebagai Cagar Budaya. Untuk upaya awal terhadap pelestariannya diwujudkan dengan terlebih dahulu ditetapkannya kawasan tersebut sebagai kawasan Cagar Budaya yang didukung melalui aspek legal berupa peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh pemerintah maupun pemerintah daerah. Untuk keperluan manajemen perlindungan, maka perlu dilakukan pembagian wilayah (zonasi), sesuai dengan UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, mencakup tiga zona, yaitu zona inti, zona penyangga, dan zona pengembangan. Perlindungan terhadap zona inti, bertujuan sebagai upaya mencegah dan menanggulangi elemen-elemen tersebut dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan yang dilakukan dengan cara pemugaran. Sebagai upaya untuk memanfaatkan segala potensi yang dimiliki kawasan tesebut, dibuat suatu konsep pengembangan kawasan sebagai kawasan objek wisata sejarah dengan memakai konsep “wisata sambil belajar”. Untuk pengembangan diseluruh Kota Pekanbaru, gaya pada bangunan, ragam hias, dan warna pada elemen-elemen yang terdapat pada kawasan bersejarah Bandar Senapelan, dapat diterapkan replikanya pada urban design Kota Pekanbaru Kata Kunci: lanskap Melayu, lanskap karakteristik, lanskap kota, kota Pekanbaru
SUMMARY MUHAMMAD ARTHUM ARTHA. Study of Malay Landscape Characteristics in the Landscape of Pekanbaru City, Riau. Supervised by NURHAYATI HADI SUSILO ARIFIN and ARIS MUNANDAR.
Pekanbaru is the capital of Riau Province, Sumatra Island. Pekanbaru has Malay culture that has embedded in people’s daily life. Western culture with its values has affected Malay cultural values. It makes the Malay cultural values decline and fade. The next generation surely will leave it if there is no effort to preserve it (Suwardi 1991). One of the Riau Province and Pekanbaru government visions is to be the central of Malay culture in South East Asia in 2020 (PKP-2012). To realize the vision, Pekanbaru as the major idealism in measuring and assessing the Malay culture can be used as references to the development of Malay culture in South East Asian region through the identity of Malay landscape. In general, the study on characteristics of Pekanbaru leads to aspects of the scientific field of architecture at the micro scale. Besides, the study which is related to the urban landcape macro-scale is still limited. One of the Pekanbaru characteristics that seems interesting to be researched is Pekanbaru Malay landscape. This study aims to assess the development of the Malay landscape characteristic, identifying the existing elements of Malay landscpe character and analyzing the priority elements forming the Malay landscape character in Pekanbaru and arranging recommendation of main elements forming Malay landscape character in Pekanbaru. This study used qualitative research method. It is done by collecting primary and secondary data. Primary data were obtained through a process of indepth interviewing technigues to gather information directly from key informant related to Pekanbaru development history and Malay culture and observed to determine circumstances and existence of the elements forming the Malay landscape character in Pekanbaru. Secondary data was obtained through literature reviews related to reserach topic. Decision making on problem of determining priority of components forming Malay landscape characeristics in Pekanbaru used AHP (analytical Hierarchy Process). The components were arranged in a hierarchy consisting of four levels. The first level which became the main goal of this study is forming Malay landscape characteristics. The second level is major component forming Malay landscape characteristics. The third level is a variable component forming Malay landscape. The fourth level is an alternative decision action that needs to be done to the forming components of Malay landscape characteristics. The result of this study indicated that the most powerful period landscape characteristic was in Senapelan. Senapelan was the central of Siak Kingdom. Senapelan turned to Negeri Pekanbaru province from ten provinces in Siak Kingdom. During that periode , there were formed elements of Palace, The Assembly Hall, Mosques, Pekan or Markets, Ports, and Settlements located along the rivers. Nowadays, the existence, function, and physical character forming Malay landscape elements can still be found. Forming element was in the form
Ports, Markets, Pekanbaru Great Mosque, the Marhum Pekan Cemetery Complex, Royal House (Tuan Qadi), houses that characterize Malay Architecture, and Senapelan Cemetery Complex. Based on analysis of priority elements forming Malay landscape characteristics in Pekanbaru showed that the main forming component was 0.369 (36.9 %) of historical area. Selected historical area component became a top priority for the region store information on past human activity and contained the remains of the most powerful physical form represents Malay landscape. Alternative decision was top priority is establishment of weighting value of 0.0496 (49.6 %). High weight values in the form of decision alternatives is “determination”. It was compared with other alternatives because the current historic area in the Port Senapelan has not had status as a heritage. It is necessary to maintain the area as a heritage area which is supported through the legal aspect in rules made by government. It is used as effort towards preservation .For management purposes of protection, it is necessary to make part of zone in according with the UU 11 Tahun 2010 on the Cultural Heritage. It is divided into three zones, core zone, opponent zone and developing zone . The protection of core zone intended as an effort to prevent and cope with these elements of damage, destruction, or obliteration which is done by way of restoration. In an effort to harness all potetial area , it s needed to make an area developing concept as historical attraction area by using the concept of “travel while learning”. The style of building, decoration, and colour of elements which contained in the historical district of port Senapelan can be applied by replica in Pekanbaru urban design . It was done to develop the whole area in Pekanbaru. Keywords: Malay landscape, landscape Pekanbaru
characteristic, urban landscape,
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KAJIAN PEMBENTUK KARAKTERISTIK LANSKAP MELAYU PADA LANSKAP KOTA PEKANBARU, RIAU
MUHAMMAD ARTHUM ARTHA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Arsitektur Lanskap
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
ii
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Andi Gunawan MAgr.Sc
iii Judul Tesis : Kajian Pembentuk Karakteristik Lanskap Melayu Pada Lanskap Kota Pekanbaru, Riau Nama : Muhammad Arthum Artha NIM : A451110011
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Nurhayati HS Arifin MSc Ketua
Dr Ir Aris Munandar MS Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Arsitektur Lanskap
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Nizar Nasrullah MAgr
Dr Ir Dahrul Syah MSc.Agr
Tanggal Ujian: 21 Februari 2014
Tanggal Lulus:
Judul Tesis : Kajian Pembentuk Karakteristik Lanskap Melayu Pada Lanskap Kota Pekanbaru, Riau : Muhammad Arthum Artha Nama : A451110011 NIM
Disetujui oleh Kornisi Pernbirnbing
(L~k
Dr Ir Nurhayati HS Arifin MSc Ketua
Dr Ir Aris Munandar MS Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Arsitektur Lanskap
Dr Ir Nizar N asrullah MAgr
Tanggal Ujian: 21 Februari 2014
Tanggal Lutus:
o1 APR
2014
iv
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang telah dilaksanakan sejak bulan November 2012 hingga November 2013 ini adalah tentang Lanskap Melayu, dengan judul tulisan Kajian Pembentuk Karakteristik Lanskap Melayu pada Lanskap Kota Pekanbaru, Riau. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih pada pihakpihak yang telah membantu selama penulisan, diantaranya yaitu : 1.
2. 3.
4. 5. 6. 7. 8.
9.
10. 11.
12.
13.
14.
Dr Ir Nurhayati HS. Arifin MSc dan Dr Ir Aris Munandar MS selaku pembimbing yang telah banyak memberi arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan penelitian ini. Dr Ir Andi Gunawan MAgr.Sc, selaku dosen penguji luar komisi, atas pertanyaan, kritik, saran dan masukannya yang sangat membangun. Dr Syartinilia Wijaya SP Msi, selaku dosen penguji dari Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Program Studi Arsitektur Lanskap, atas pertanyaan, kritik, saran dan masukannya yang sangat membangun. Penny Astuti SSos sebagai Kepala Seksi Sejarah dan Kepurbakalaan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Pekanbaru. Edwin Perwira ST MSc MEng dan Vitria Sushanti ST dari Bagian Perencanaan atau Studio, Dinas Tata Kota Pekanbaru. Camat beserta Staf di Kecamatan Senapelan. Lurah dan Sekretaris lurah beserta Staf di Kelurahan Kampung Bandar. Prof. Suwardi MS selaku pihak yang memberikan informasi secara menyeluruh mengenai sejarah dan budaya Melayu, beserta Staf Perpustakaan Soeman HS pada bagian Bilik Melayu dan staf Perpustakaan Kampus APEPH/STIPAR Pekanbaru. Drs H.O.K. Nizami Jamil, dari Yayasan Warisan Budaya Melayu Riau, selaku pihak yang memberikan informasi dan data mengenai sejarah dan budaya Melayu. Drs UU Hamidy MA, dari Universitas Riau selaku pihak yang memberikan informasi dan data mengenai sejarah dan budaya Melayu. Ir Sudarmin MT, dari Program Studi Arsitektur Universitas Lancang Kuning, Pekanbaru selaku pihak yang memberikan informasi dan data mengenai sejarah, budaya dan perkembangan Kota Pekanbaru. Anas Aismana sebagai Dewan Pimpinan Harian, Lembaga Adat Melayu Riau, selaku pihak yang memberikan informasi mengenai sejarah, budaya dan perkembangan Kota Pekanbaru Irham Temas Sutomo ST MT, dan Yohanez Firzal ST MT, dari Program Studi Arsitektur Universitas Riau, atas informasi, masukan dan kerja samanya dalam perolehan data selama penelitian. Agoes Tri Mulyono, SH sebagai Kassubag Tata Usaha, dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Batusangkar Wilayah Kerja Propinsi Sumatera Barat, Riau dan Kepulauan Riau, atas masukan dan kerja samanya dalam perolehan data selama penelitian.
v 15.
Mohammad Thohiran SE sebagai Juru Pelihara Makam Marhum Pekan atas kerja samanya dalam perolehan data selama penelitian. 16. Novriwan Jefperson Simanjuntak, dari Pascasarjana ITB Bandung, atas kerja samanya dalam perolehan data selama penelitian. 17. Rahmad Dona SE yang telah menemani penulis dalam pengambilan gambar berupa foto-foto di lokasi penelitian. 18. Teman-teman Sekolah Pascasarjana IPB Program Studi Arsitektur Lanskap 2011. 19. Staf program studi Pascasarjana Arsitektur Lanskap IPB. 20. Kedua orang tua, Prof Dr Ir H Adnan Kasry dan Hj Nur Asmah Said beserta keluarga besar penulis yang banyak memberikan bantuan dan dukungan baik materil maupun moril. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi Pemerintah Kota Pekanbaru dan pihak-pihak lainnya yang terkait dalam mencapai Kota Pekanbaru yang beridentitaskan Melayu.
Bogor, Februari 2014
Muhammad Arthum Artha
vi
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Kerangka Pikir Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
viii viii ix 1 1 2 2 2 3 4
TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Budaya Lanskap Sejarah Pelestarian Lanskap Sejarah dan Cagar Budaya Karakteristik Lanskap Perkotaan Bandar Melayu Kebudayaan Melayu
5 5 5 6 7 9 12
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian Tahap Persiapan Pengumpulan Data dan Informasi Analisis Perkembangan Karakteristik Lanskap Melayu Identifikasi Keberadaan Elemen Pembentuk Karakteristik Lanskap Melayu Analisis Elemen Prioritas Pembentuk Karakteristik Lanskap Melayu Penyusunan Rekomendasi
15 15 15 15 15 16 18
GAMBARAN UMUM WILAYAH Kota Pekanbaru Letak Geografis dan Batas Administrasi Klimatologi Topografi Hidrologi Geologi Tata Guna Lahan Demografi Aksesibilitas Kawasan Kecamatan Senapelan Letak Geografis dan Batas Administratif Kawasan Kondisi Kependudukan Kecamatan Senapelan Kegiatan Perekonomian di Kawasan Bandar Senapelan
23 23 23 24 24 24 25 25 26 27 27 27 27 28
19 19 21
vii Kegiatan Sosial Budaya Penggunaan Lahan Kecamatan Senapelan Sejarah Perkembangan Lanskap Kota Pekanbaru Masa Kebatinan Senapelan Senapelan Menjadi Ibukota Kerajaan Siak Sri Indrapura Menjadi Propinsi Negeri Pekanbaru Pekanbaru Pada Masa Kolonial Belanda Masa Penjajahan Pemerintah Jepang dan Masa Kemerdekaan
29 29 30 30 30 32 33 37
HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Karakteristik Lanskap Melayu di Kota Pekanbaru Masa Kebatinan Senapelan Masa Senapelan Menjadi Ibukota Kerajaan Siak Sri Indrapura Masa Propinsi Negeri Pekanbaru Masa Kolonial Belanda Identifikasi Elemen Pembentuk Karakteristik Lanskap Melayu Kawasan Bandar Senapelan Elemen Tangible Kawasan Bandar Senapelan Elemen Intangible Kawasan Bandar Senapelan Kebijakan Pelestarian Kawasan Bandar Senapelan Elemen Prioritas Pembentuk Karakteristik Lanskap Melayu Level Komponen dan Variabel Alternatif Keputusan Rekomendasi Pembentuk Karakteristik Lanskap Melayu Upaya Pelestarian Kawasan Bersejarah Bandar Senapelan Pengembangan Kawasan Bersejarah Bandar Senapelan Pengembangan Pada Lanskap Kota Pekanbaru
39 39 39 41 46 49
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
82 82 82
DAFTAR PUSTAKA
83
LAMPIRAN
87
RIWAYAT HIDUP
99
56 56 62 65 66 66 69 70 70 74 74
viii
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Persamaan Bandar Melayu Kuala Terengganu dengan Bandar Kota Bharu, Kelantan Deskripsi data analisis yang digunakan pada penelitian Narasumber penelitian Pendekatan analisis karakteristik lanskap Melayu Rincian jumlah pakar Skala pembanding penilaian kriteria metode perbandingan berpasangan Pembagian administrasi Kota Pekanbaru menurut kecamatan tahun 2011 Rencana penggunaan lahan Kota Pekanbaru Tahun 2007-2026 Penggunaan lahan Kota Pekanbaru Tahun 2009 Luas daerah dan jumlah penduduk menurut kecamatan tahun 2011 Kepadatan penduduk di Kecamatan Senapelan Penggunaan lahan Kecamatan Senapelan Tahun 2011 Perkembangan karakteristik lanskap Melayu di Pekanbaru Hasil analisis elemen prioritas menggunakan AHP Kondisi elemen lanskap sejarah dan tindakan pelestarian Penerapan replika elemen lanskap Melayu dalam pengembangan di seluruh Kota Pekanbaru
11 17 18 19 21 20 23 25 26 27 28 29 55 66 73 76
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Kerangka pikir penelitian Gambaran komponen perkampungan Melayu Lokasi penelitan Tahapan penelitian Skema Hierarki Analythical Hierarchy Process Peta Kota Pekanbaru Peta penggunaan lahan Kota Pekanbaru 2007-2026 Peta Kecamatan Senapelan Beragam kegiatan ekonomi di kawasan Kecamatan Senapelan Perkampungan Senapelan sekitar tahun 1400-1500 Proses perpindahan Kerajaan Siak Peta Kota Pekanbaru tahun 1908 Pembagian Wilayah Kepenghuluan dan Onderneming Belanda Pekanbaru dalam daerah administrasi Onderafdeeling Kampar Kiri Land use masa Kebatinan Senapelan tahun 1400-1500 Peta Kawasan masa awal Kerajaan Siak di Senapelan Peta perubahan lahan masa awal Kerajaan Siak di Senapelan Pola ruang di Senapelan Sekitar Tahun 1784 Lalu lintas perdagangan pada masa pemerintahan Kerajaan Siak Land use Kota Pekanbaru tahun 1800-1860 Pola sirkulasi Pekanbaru sebelum Tahun 1900
3 10 15 16 22 23 26 28 29 31 32 34 35 36 40 41 42 43 44 47 47
ix 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46
Pola permukiman memanjang mengikuti aliran sungai Land use Kota Pekanbaru sekitar Tahun 1900 Land use Kota Pekanbaru sekitar Tahun 1916 Pola sirkulasi masa pemerintahan Sultan Syarif Kasim II dan Belanda Pola permukiman mengarah ke darat Mesjid Raya Pekanbaru dibangun Tahun 1930 Peta identifikasi elemen lanskap Melayu kawasan Bandar Senapelan Pelabuhan Pekanbaru saat ini Pasar Bawah Mesjid Raya Pekanbaru Komplek Makam Marhum Pekan Rumah kayu Tuan Qadi H. Zakaria Rumah batu Tuan Qadi H. Zakaria Rumah Hajah Ramnah Yahya Rumah Haji Sulaiman India Rumah Honolulu Komplek pekuburan Senapelan Pakaian Melayu setiap hari Jumat Acara Petang Megang Festival lampu colok Ziarah makam Marhum Pekan Hasil skema hirarki Analytical Hierarchy Process disertai dengan hasil pembobotan Peta delineasi area bersejarah kawasan Bandar Senapelan Peta zonasi kawasan perlindungan area bersejarah Bandar Senapelan Peta jalur wisata kawasan bersejarah Bandar Senapelan
48 50 50 51 52 53 56 57 57 58 59 59 60 60 61 61 62 62 63 64 65 67 71 72 75
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3
Kuesioner AHP Pakar Responden AHP Daftar Istilah
88 96 97
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki lanskap perkotaan dengan identitas yang berbeda antara satu kota dengan kota lainnya. Identitas yang dimiliki oleh setiap kota menunjukkan interaksi manusia dan lanskapnya yang didominasi lingkungan binaan (man made environment), dengan penduduk padat dan mempunyai latar belakang sosial dan budaya yang beragam, serta aktivitas dan proses produksi yang tidak mengandalkan alam. Dengan adanya identitas, dapat meningkatkan serta menguatkan nilai dari kawasan perkotaan tersebut. Lahir dan berkembangnya sebuah kota menghadirkan keunikan tersendiri. Seiring dengan perubahan dan perkembangan zaman, Identitas yang menunjukkan karakter lokal suatu kota semakin berkurang. Pembangunan kota disesuaikan untuk memenuhi selera kosmopolit (Margana 2010). Berkurangnya kepedulian akan identitas lokal pada sebuah lanskap kota dikarenakan adanya pergeseran sikap dan cara pandang penduduknya untuk dapat hidup sesuai dengan tuntutan masa kini. Modernisasi dianggap lebih mewakili perkembangan zaman saat ini. Pertumbuhan jumlah penduduk memunculkan tingginya tingkat kebutuhan akan sebuah lahan. Hal ini menimbulkan dampak pada perubahan penggunaan lahan, lahan-lahan yang tadinya merupakan tempat dari elemen-elemen yang mencirikan lanskap lokal, secara perlahan berganti menjadi eleman-elemen yang beridentitaskan kekinian atau yang lebih kita kenal dengan lanskap modern, untuk itu diperlukan perhatian yang lebih dari pemerintah kota melalui penguatan kebijakan. Pekanbaru adalah ibukota dari Provinsi Riau, yang berada di Pulau Sumatera dengan akar budaya Melayu sebagai tradisi yang telah melekat dalam kehidupan masyarakatnya sehari-hari. Budaya barat dengan nilai-nilainya telah mempengaruhi kehidupan Orang Melayu. Kejayaan yang telah dicapai dengan kepribadian sendiri Orang Melayu, lama-kelamaan menjadi menurun dan pudar. Generasi-generasi selanjutnya tentu akan semakin meninggalkannya bila tidak ada usaha untuk melestarikannya (Suwardi 1991). Nilai-nilai yang terkandung dalam budaya Melayu merupakan salah satu puncak dari kebudayaan bangsa Indonesia, maka usaha pelestariannya perlu untuk dilakukan. Salah satu visi dari provinsi Riau dan pemerintah Kota Pekanbaru adalah menjadi pusat kebudayaan Melayu di Asia Tenggara pada tahun 2020 ( PKP 2012). Untuk mewujudkan visi tersebut, Kota Pekanbaru sebagai ibukota Propinsi merupakan idealisme utama dalam mengukur dan menilai kebudayaan Melayu, sehingga dapat dijadikan rujukan atau referensi mengenai perkembangan kebudayaan Melayu di daerah Asia Tenggara melalui lanskap kota yang beridentitaskan Melayu. Gagasan menjadikan Riau sebagai pusat kebudayaan menurut Ahmad (2003) adalah idealisme yang elok. Secara positif fisik pusat kebudayaan Melayu ada dan berkembang menjadi rujukan dan idaman orang berbudaya melayu, sehingga dapat memberikan sumbangan kepada peradaban dunia. Pusat kebudayaan Melayu dari aspek kepemimpinan, yaitu sebagai wilayah utama
2 dalam pengembangan kebudayaan Melayu, yang secara simbolik memimpin budaya Melayu lainnya dalam pengembangan tersebut. Pada umumnya, kajian terhadap karakteristik Kota Pekanbaru mengarah pada aspek bidang keilmuan arsitektur pada skala mikro. Sedangkan kajian yang berkaitan dengan lanskap kota skala makro terbatas pada penelitian studi elemen mental map sebagai salah satu elemen lanskap Kota Pekanbaru (Wahyuni 2010). Makin banyak penelitian yang dituntun oleh teori, maka makin banyak pula kontribusi penelitian yang secara langsung dapat mengembangkan ilmu pengetahuan (Nazir 2011) salah satunya adalah dari aspek bidang keilmuan arsitektur lanskap. Salah satu bentuk karakteristik Kota Pekanbaru yang menarik untuk dikaji adalah karakteristik lanskap Melayu pada lanskap Kota Pekanbaru. Hasil dari kajian ini diharapkan menjadi masukan untuk arahan penerapan dalam pengembangan kota serta menjadi salah satu kontribusi penelitian dalam mendukung dan mewujudkan lanskap Kota Pekanbaru beridentitaskan Melayu.
Perumusan Masalah Rumusan masalah dari penelitian ini mencakup hal-hal : 1. Bagaimana karakteristik lanskap Melayu di Kota Pekanbaru pada masa lalu? 2. Bagaimana keadaan elemen lanskap Melayu di Kota Pekanbaru saat ini yang tampak sebagai artefak? 3. Bagaimana penerapan elemen atau karakteristik lanskap Melayu di Kota Pekanbaru kedepan?
Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut: 1. Mengkaji perkembangan karakteristik lanskap Melayu sesuai dengan perkembangannya di Kota Pekanbaru, Riau. 2. Mengidentifikasi keberadaan elemen-elemen pembentuk karakteriktik lanskap Melayu yang ada saat ini. 3. Menganalisis elemen prioritas pembentuk karakteristik lanskap Melayu. 4. Rekomendasi pembentuk karakteristik lanskap Melayu dan aplikasinya pada lanskap Kota Pekanbaru.
Manfaat Penelitian Manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Sebagai informasi dan gambaran tentang elemen lanskap lokal pembentuk identitas dan karakter lanskap Melayu di Kota Pekanbaru, Riau. 2. Menjadi tolak ukur dan acuan dalam perencanaan desain lanskap yang berbasis lokal Melayu di Kota Pekanbaru.
3 Kerangka Pikir Penelitian Lahir dan berkembangnya sebuah kota menghadirkan keunikan tersendiri. Seiring dengan perubahan dan perkembangan zaman, identitas yang menunjukkan karakter lokal suatu kota semakin berkurang. Pembangunan kota disesuaikan untuk memenuhi selera kosmopolit (Margana 2010). Berkurangnya kepedulian akan identitas lokal pada sebuah lanskap kota, disebabkan oleh adanya pergeseran sikap dan cara pandang penduduknya untuk dapat hidup sesuai dengan tuntutan masa kini. Hal lain yaitu tingginya tingkat kebutuhan akan lahan yang menimbulkan dampak pada perubahan penggunaan lahan, dimana lahan-lahan yang tadinya merupakan tempat dari elemen-elemen yang mencirikan lanskap lokal, secara perlahan berganti menjadi eleman-elemen yang beridentitaskan kekinian atau yang lebih dikenal dengan lanskap modern. Untuk itu diperlukan perhatian yang lebih dari pemerintah kota melalui penguatan kebijakan. Dengan tercetusnya visi pemerintah Kota Pekanbaru sebagai pusat kebudayaan Melayu 2020. Mendorong perhatian dilakukannya penyelidikan terhadap pembentuk karakteristik lanskap Melayu di Kota Pekanbaru sebagai bagian dalam terciptanya lanskap Kota Pekanbaru yang beridentitaskan Melayu dan terwujudnya Kota Pekanbaru sebagai pusat kebudayaan Melayu di Asia Tenggara. Hasil dari penyelidikan tersebut sebagai masukan untuk arahan penerapan dalam pengembangan kota. (Gambar 1).
Gambar 1 Kerangka pikir penelitian Bagan 1 Bagan 2
4 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup pembahasan yang menjadi substansi dalam penelitian ini adalah penelusuran kawasan inti atau daerah cikal bakal dari lanskap Melayu di Kota Pekanbaru berdasarkan aspek kesejarahan yang dikaji dengan batas pada masa pemerintahan Kerajaan Siak Sri Indrapura memberikan pengaruhnya di Kota Pekanbaru. Aspek fisik merupakan artefak tinggalan dari elemen-elemen pembentuk lanskap Melayu yang ada saat ini sebagai pembentuk karakteristik lanskap Melayu serta aspek legal untuk melihat pengelolaan kawasan cikal bakal Kota Pekanbaru.
5
TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Budaya Lanskap, menurut Simonds (1983) adalah suatu bentang alam yang memiliki karakteristik tertentu yang dapat dinikmati keberadaannya melalui seluruh indera yang dimiliki manusia. Lanskap juga dinyatakan sebagai suatu lahan yang memiliki elemen pembentuk, komposisi dan karakteristik tertentu sebagai pembedanya. Dikenal adanya lanskap alami (natural landscape) dan lanskap binaan (man made landscape) sebagai dua bentuk lanskap utama yang dipilih berdasarkan intensitas intervensi manusia kedalam lanskap tersebut. Budaya adalah hasil cipta, karya, dan karsa manusia dalam mempengaruhi kehidupannya (Koentjaraningrat 2009). Lanskap budaya (cultural landscape) merupakan satu model atau bentuk dari lanskap binaan, yang dibentuk oleh suatu nilai budaya yang dimiliki suatu kelompok masyarakat yang dikaitkan dengan sumberdaya alam dan lingkungan yang ada pada tempat tersebut (Nurisjah 2001). Lanskap tipe ini merupakan hasil interaksi antara manusia dan alam lingkungannya yang merefleksikan adaptasi manusia dan juga perasaan dan ekspresinya dalam menggunakan dan mengelola sumberdaya alam dan lingkungan yang terkait erat dengan kehidupannya. Hal ini diekspresikan kelompok-kelompok masyarakat ini dalam bentuk dan pola permukiman dan perkampungan, pola penggunaan lahan, sistem sirkulasi, arsitektur bangunan dan struktur serta lainnya. Tisler (1979) dalam Nurisjah (2001) mendefinisikan lanskap budaya sebagai suatu kawasan geografis yang menampilkan ekspresi lanskap alami oleh suatu pola kebudayaan tertentu. Lanskap ini memiliki hubungan yang erat dengan aktivitas manusia, performa budaya dan juga nilai dan tingkat estetika, termasuk kejadian-kejadian kesejarahan yang dimiliki oleh kelompok tersebut. Dinyatakannya bahwa kebudayaan merupakan agen atau perantara dalam proses pembentukan lanskap tersebut, kawasan alami/asli merupakan medium atau wadah pembentuknnya, dan lanskap budaya merupakan hasil atau produknya yang dapat dilihat dan dinikmanti keberadaanya baik secara fisik maupun psikis. Sebuah lanskap budaya merupakan wilayah yang memiliki atau dianggap memiliki karakteristik yang berbeda dan terdiri dari unsur-unsur alam dan manusia saling terkait (Melnick 1983). Lanskap budaya juga merupakan sebuah model interaksi antara manusia, sistem sosial, dan cara mereka mengorganisasikan ruang (Plachter 1995). Lanskap Sejarah Harris dan Dines (1988) menjelaskan bahwa lanskap sejarah merupakan lanskap yang berasal dari masa lampau, yang di dalamnya terdapat bukti fisik tentang keberadaan manusia di dalamnya. Lanskap sejarah (historical landscape) adalah bagian dari lanskap budaya yang memiliki dimensi waktu di dalamnya sebagai bukti fisik dari keberadaan manusia di atas bumi ini (Nurisjah dan Pramukanto 2001).
6 Goodchild (1990) juga menjelaskan bahwa suatu lanskap dikatakan memiliki daya tarik historis jika di dalamnya memuat satu atau beberapa kondisi lanskap berikut ini : 1 Merupakan contoh yang menarik dari sebuah tipe lanskap sejarah. 2 Memuat bukti yang menarik untuk dipelajari 3 Memiliki keterkaitan dengan seseorang, masyarakat, atau peristiwa penting dalam sejarah; dan 4 Memiliki nilai-nilai penting dalam sejarah terkait dengan bangunan atau monumen sejarahnya Pelestarian Lanskap Sejarah dan Cagar Budaya Pelestarian lanskap sejarah dapat didefinisikan sebagai usaha manusia untuk memproteksi atau melindungi peninggalan atau sisa-sisa budaya dan sejarah terdahulu yang bernilai dari berbagai perubahan yang negatif atau merusak keberadaan atau nilai yang dimilikinya (Nurisjah dan Pramukanto 2001). Menurut Goodchild (1990), lanskap sejarah perlu dilestarikan karena memiliki arti penting, yaitu : 1 Menjadi bagian penting dan bagian integral dari warisan budaya. 2 Menjadi bukti fisik dan arkeologis dari warisan sejarah 3 Memberi kontribusi bagi keberlanjutan pembangunan kehidupan berbudaya 4 Memberi kenyamanan publik (public amenity); dan 5 Memberikan nilai ekonomis dan dapat mendukung pariwisata Adapun langkah-langkah dalam proses konservasi yang diutarakan oleh Goodchild (1990) terdiri atas delapan tahap, yaitu: 1 Identifikasi Tapak, memuat tentang identifikasi lokasi dan batas-batasnya 2 Deskripsi awal, memuat informasi yang tersedia serta karakter yang menonjol 3 Assessment awal berisi tentang kondisi, karakter, dan general significance dari tapak serta masalah-masalah yang paling mempengaruhinya 4 Penetapan tindakan yang perlu dilakukan dan pelakunya 5 Formulasi proposal atau kebijakan yang memerlukan survei dan assessment lebih rinci 6 Pelaksanaan proposal proposal atau kebijakan, yaitu melaksanakan proposal atau kebijakan yang telah disetujui 7 Pengawasan tapak dam konservasinya; dan 8 Review, meliputi manajemen, pemeliharaan, konservasi dan waktu Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. (DKP 2012). Pelestarian Cagar Budaya bertujuan untuk: 1 Melestarikan warisan budaya bangsa dan warisan umat manusia; 2 Meningkatkan harkat dan martabat bangsa melalui Cagar Budaya; 3 Memperkuat kepribadian bangsa;
7 4 5
Meningkatkan kesejahteraan rakyat; dan Mempromosikan warisan budaya bangsa kepada masyarakat internasional. Benda, bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai benda Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya apabila memenuhi kriteria: 1 Berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih; 2 Mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun; 3 Memiliki arti khusu bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan; dan 4 Memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa. Dalam upaya pengelolaan untuk pelestarian Cagar Budaya, beberapa pilihan tindakan yang dilakukan berdasarkan UU No.11 tahun 2010 adalah: 1 Pendaftaran adalah upaya pencatatan benda, bangunan, struktur, lokasi dan/atau satuan ruang geografis untuk diusulkan sebagai Cagar Budaya kepada pemerintah kabupaten/kota atau perwakilan Indonesia diluar negeri dan selanjutnya dimasukkan dalam Register Nasional Cagar Budaya. 2 Pengkajian bertujuan melakukan identifikasi dan klasifikasi terhadap benda, bangunan, struktur, lokasi, dan satuan ruang geografis yang diusulkan untuk ditetapkan sebagai Cagar Budaya. 3 Penetapan adalah pemberian status Cagar Budaya terhadap benda, bangunan, struktur, atau satuan ruang geografis yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten atau kota berdasarkan rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya. 4 Pelindungan adalah upaya mencegah dan menanggulangi dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan dengan cara penyelamatan, pengamanan, zonasi, pemeliharaan, dan pemugaran Cagar Budaya. 5 Pengembangan adalah peningkatan potensi nilai, informasi, dan promosi Cagar Budaya serta pemanfaatannya melalui penelitian, revitalisasi, dan adaptasi secara berkelanjutan serta tidak bertentangan dengan tujuan pelestrian; dan 6 Pemanfaatan adalah pendayagunaan Cagar Budaya untuk kepentingan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertahankan kelestariannya. Karakteristik Lanskap Perkotaan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kota adalah daerah permukiman yang terdiri atas bangunan rumah yang merupakan kesatuan tempat tinggal dari berbagai lapisan masyarakat, daerah pemusatan penduduk dengan kepadatan tinggi serta fasilitas modern dan sebagian besar penduduknya bekerja diluar pertanian dan juga dinding (tembok) yang mengelilingi tempat pertahanan. Lanskap perkotaan adalah lanskap yang mempunyai karakteristik menunjukkan interaksi manusia dan lanskapnya yang didominasi man-made environment, dengan penduduk padat dan mempunyai latar belakang sosial dan budaya yang beragam, serta aktivitas dan proses produksi yang tidak mengandalkan faktor alam (Arifin 2011)1. 1
Dikutip dari bahan perkuliahan Interaksi Manusia dan Lanskap. SPs PS ARL IPB. 2011.
8 Karakteristik lanskap adalah bukti nyata dari kegiatan dan kebiasaan orangorang yang menempati, mengembangkan, menggunakan, membentuk sebuah lahan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Hal tersebut mungkin menggambarkan keyakinan, sikap, tradisi, dan nilai dari mereka (Clelland 1999). Identitas lanskap perkotaan yang juga disebut karakter perkotaan didefinisikan sebagai identitas individu sebuah kota yang jelas membedakannya dari kota-kota lain. Identitas kota tersebut merupakan kombinasi dari lanskap alami kota dan lanskap budaya serta sejarah kota dan kehidupan sosial yang dilakukan oleh mereka (Xuesong 2008). Menurut Arifin (2011) 2 , terdapat sebelas karakteristik lanskap perkotaan berupa empat proses dan tujuh komponen. Kesebelas karakteristik yaitu Land use dan aktivitas, pola organisasi spasial. gaya hidup, perubahan dinamis, jaringan sirkulasi, batas kawasan, vegetasi (ruang terbuka atau alami), bangunan, struktur buatan dan infrastruktur, hitorical area, public area, dan landmark. Kesebelas karakteristik tersebut di jelaskan sebagai berikut: 1 Land use dan aktivitas merupakan kekuatan manusia utama yang berpengaruh dalam membentuk dan mengorganisasi masyarakat perdesaan dan Aktivitas manusia yang melatarbelakanginya menjadi bukti di lanskap seperti pertanian, pertambangan, rekreasi, peristiwa budaya, bisnis dan industri (Clelland 1999) 2 Pola organisasi spasial merupakan Pada skala luas organisasi ruang tergantung pada hubungan diantara komponen fisik utama (politik, ekonomi, teknologi dan lingkungan alam) yang mempengaruhi organisasi masyarakat dalam pola permukiman dan aktivitas lainnya, kedekatan terhadap pasar dan ketersediaan transportasi (Clelland 1999) 3 Gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang di ekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” dalam berinteraksi dengan lingkungannya (Kotler 2000) 4 Perubahan dinamis (Morfologi Kota) suatu kota selalu mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Perkembangan dalam hal ini menyangkut aspek-aspek politik, sosial, budaya, teknologi, ekonomi dan fisik (Yunus 2000) 5 Jalur sirkulasi, merupakan sistem transportasi manusia, barang dan bahan mentah dari satu tempat ke tempat lain. Sebagai contoh, jalur lintasan ternak, jalan setapak, jalan kendaraan, kanal, akses internal masyarakat, sungai, kereta api, jalan bebas hambatan dan lapangan udara perintis, dan lainnya (Clelland 1999) 6 Batas kawasan adalah delineasi kepemilikan lahan dan penggunaan lahan. Pemisah area dengan fungsi khusus berupa pagar tertutup dan terbuka, dinding tembok, selain itu barisan pohon atau tanaman, drainase atau saluran irigasi, jalan, rawa dan sungai bisa digunakan sebagai tanda batas (Clelland 1999) 7 Vegetasi adalah keseluruhan tetumbuhan dari suatu kawasan baik yang berasal dari kawasan itu atau didatangkan dari luar, meliputi pohon, perdu, semak, dan rumput. Sedangkan ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk area/kawasan maupun 2
Dikutip dari bahan perkuliahan Interaksi Manusia dan Lanskap. SPs PS ARL IPB. 2011.
9 dalam bentuk area memanjang/jalur dimana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan. Ruang terbuka terdiri atas ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non hijau (PU 2008) 8 Bangunan, struktur buatan dan infrastruktur, Bangunan berupa tempat tinggal, sekolah, bangunan ibadah, toko, balai desa. Struktur dan infrastruktur berupa bendungan, kanal, terowongan, jembatan dan jalan raya (Clelland 1999). 9 Hitorical area, Kawasan kuno atau lama merupakan salah satu bagian penting bagi pertumbuhan suatu kota. Kawasan beserta bangunan-bangunan kunonya merupakan suatu perwujudan bentuk nyata peninggalan yang menjadi bukti fisik kekayaan budaya bangsa (Budihardjo 1997). Kekayaan fisik budaya bangsa inilah yang menjadikan suatu kota memiliki ciri dan karakteristik tersendiri yang berbeda dengan kota lainnya. Adanya bangunan-bangunan bersejarah menunjukkan bahwa, suatu kawasan kota lama mempunyai nilai sejarah yang tinggi dan mempunyai ciri khas sebagai kota tua yang masih kental identitas budayanya (Surya 2009). 10 Ruang publik adalah suatu ruang yang berfungsi untuk kegiatan-kegitan masyarakat yang berkaitan dengan sosial, ekonomi, dan budaya (Darmawan 2007). 11 Landmark secara umum dapat diartikan sebagai penanda atau reference point, dimana bentuknya unik berbeda dengan elemen lanskap sekitarnya. Dalam suatu kawasan keberadaan suatu landmark berfungsi untuk orientasi diri bagi pengunjung. Landmark dapat berupa gunung, atau bangunan (Lynch 1960). Bandar Melayu Menurut Sundra (1998), Orang Melayu tinggal di perkampungan kecil yang dikenali sebagai Kampung. Proses urbanisasi telah merubah kampung ini kepada aktivitas perdagangan dengan kuasa politiknya dikawal oleh Sultan yang memerintah. Pertambahan penduduk serta perkembangan perdagangan telah merubah perkampungan ini sebagai sebuah bandar kecil yang kemudian menjadi bandar pelabuhan Melayu. Bandar Melayu terletak di muara sungai, hal ini dikarenakan ketergantungan masyarakatnya kepada sungai dan laut sebagai sumber kehidupan sehari-hari. Pemilihan lokasi di tepi sungai yang sesuai dengan aktivitas dan keperluan masyarakat, memberikan pengaruh bentukan komposisi lanskap budaya pada perkampungan Melayu (Bahrin 1988). Lokasi perkampungan yang berada di muara sungai, membantu perkembangan tradisi perkampungan Melayu yang bermula dengan kegiatan Pelabuhan Dagang Melayu dan kedatangan peniaga dari India, Siam dan Cina (Nik 1998). Perkembangan pelabuhan dan perdagangan di pertengahan abad ke-19 telah menjadikan Bandar Melayu sebagai bandar yang penting di Semenanjung Malaysia (Hamid 1988). Semua bandar-bandar ini terletak di muara sungai menyebabkan ia juga dikenali sebagai bandar “kuala” (Ezrin 1985). Struktur atau pola yang terbentuk pada Bandar Melayu sama dengan struktur asalnya yaitu struktur Kampung (Sundra 1998). Dimana terdapat Istana Sultan yang memerintah (di Kampung adalah Rumah Penghulu), Masjid melambangkan penganutnya dan tempat beribadat (di Kampung adalah Surau),
10 Pasar untuk aktivitas perdagangan harian dan Kuala atau muara sungai sebagai pusat pengangkutan dan pelabuhan (di Kampung adalah anak sungai dan dermaga). Gambar 2 menunjukkan tata letak khas Kampung tradisional dan komponennya yang selanjutnya menjadi dasar pembentukan Bandar Melayu Tradisi. Keterangan: 1. Surau, 2. Kubur, 3. Rumah Penghulu, 4. Padang Permainan, 5. Pasar, 6. Sawah Padi, 7. Anak Sungai, dan 8. Kumpulan rumah-rumah.
Sumber: Sundra Rajoo (1998)
Gambar 2 Gambaran komponen perkampungan Melayu Berdasarkan Hamid (1988) dan Yahya (1998) dalam Akub (2013), bentuk khas perkampungan Melayu tidak memiliki batas fisik seperti pagar, dinding dan sebagainya tetapi menggunakan alam sebagai indikator perbatasan seperti pohon, tebing alami seperti sungai, bukit dan sebagainya. Salah satu bentuk kota yang dikatakan sebagai Bandar Melayu Tradisi yang masih ada yaitu Kuala Terengganu (Fazamimah 2007). Fazamimah (2007) dalam kajiannya juga telah membuktikan bahwa terbentuknya Bandar Melayu Kuala Terengganu, dipengaruhi oleh faktor fisik dan sosial budaya (bukan fisik) masyarakat Melayu itu sendiri. Komponen fisik utama Bandar Melayu Tradisi yang ada di Kuala Trengganu yaitu, istana, mesjid, pasar, sungai, kampung serta lingkungan alaminya. Istana sebagai lambang sistem pemerintahan kerajaan Melayu dan sekaligus sebagai Pusat Administrasi dan Kediaman Sultan serta kerabatnya. Mesjid sebagai simbol keagamaan penganutnya dan Pasar menggambarkan gaya hidup keseharian masyarakat Melayu dalam membeli keperluan dan memasarkan barang harian. Kedatangan Islam pada abad ke-13 sampai abad ke-16 Masehi telah mendorong masyarakat Melayu untuk memeluk ajaran agama Islam. Ajaran ini banyak mempengaruhi pembentukan budaya dan cara hidup di Bandar Melayu tradisi. Karakter dan desain fisik seperti Istana dan rumah kediaman dibangun dengan berlandaskan kepada ajaran Islam. Selain Istana, Mesjid adalah komponen penting Bandar Melayu Tradisi sebagai pusat keagamaan dan juga simbol dari agama Islam. Desain fisik dan karakter Istana Kesultanan Melayu serta rumah kediaman penduduk diperhitungkan berdasarkan kepercayaan dan ajaran agama Islam. Desain dan karakter seperti ini dapat dilihat juga pada bangunan dan struktur lainnya seperti wakaf, pintu gerbang dan pemakaman (Tajuddin 1998).
11 Noor Fazamimah (2007) dalam Akub (2013) membuat perbandingan Bandar Melayu Kuala Terengganu dengan Bandar Kota Bharu, Kelantan yang mana kedua bandar ini mayoritas penduduknya adalah masyarakat Melayu (Tabel 1). Hasilnya terdapat hampir semua ciri dan kriteria Bandar Melayu Tradisi di Kuala Terengganu terdapat di Kota Bharu. Persamaan yang terlihat adalah keduadua bandar ini tidak “dipengaruhi” pembentukannya oleh Pemerintah kolonial Inggris maupun Jepang. Sultan yang menentukan setting bandar serta pada keduanya terdapat istana, mesjid, pasar dan lain-lain dalam jarak yang dapat ditempuh melalui jalan kaki. Tabel 1 Persamaan Bandar Melayu Kuala Terengganu dengan Bandar Kota Bharu, Kelantan Karakter Sosial-Politik
Sosial, Ekonomi, dan Budaya
Komponen Fisik
Kuala Trengganu Sistem Pemerintahan Islam - Monarki Pembentukan Bandar tidak di pengaruhi penjajah Sultan yang menentukan pembentukan bandar Bergantung Kepada Sungai dan Laut, pekerjaan utama nelayan dan berdagang Mempunyai kemahiran kraft-Batik, songket, peralatan daput, dll Komponen Fisik Utama: 1. Istana (Komplek Istana Maziah) 2. Masjid (Masjid Abidin) 3. Pasar (Kedai Pasar Payang) 4. Kawasan Ruang Terbuka Rakyat 5. Sungai (Sungai Trengganu ) 6. Kampung Melayu Semua Komponen dapat ditempuh dalam jarak berjalan kaki
Bandar Kota Bharu Sama Sama Sama Sama Sama Komponen Fisik Utama: 1. Istana (Komplek Istana Balai Besar) 2. Masjid (Masjid Muhamadi) 3. Pasar (Pasar Buluh Kubu) 4. Kawasan Ruang Terbuka Rakyat 5. Sungai (Sungai Kelantan) 6. Kampung Melayu Semua komponen dapat di tempuh dalam jarak berjalan kaki
Sumber: Noor Fazamimah (2007) dalam Akub (2013)
Selain kota atau Bandar Melayu yang terdapat di semenanjung Malaysia, terdapat juga kota pinggir Sungai yang terletak di Provinsi Riau yaitu, Kota Siak Sri Indrapura. Kota ini membentuk pola linier berupa perkampungan yang terbentang memanjang mengikuti aliran Sungai Siak. Hirarki ruang fisik yang terbentuk di Kota Siak Sri Indrapura (Rijal 2002), berupa: 1. Ruang yang terbentuk oleh kondisi alam berupa Sungai Siak, dimana ruang ini menjadi unsur yang penting karena Sungai Siak merupakan jalur transportasi perairan utama dan merupakan urat nadi kehidupan masyarakat Siak. 2. Ruang dermaga, dimana ruang ini menjadi penting dilihat dari segi fungsinya sebagai fasilitas penyeberangan, sebagai jalur transportasi yang menghubungkan Kota Siak Sri Indrapura ke kawasan lainnya. 3. Ruang yang terbentuk sebagi artefak yang memiliki nilai historis berupa Istana Siak, Balai Kerapatan, dan Mesjid Syahbuddin.
12 4.
5.
Lapangan terbuka di depan Istana Siak, dimana ruang ini menjadi penting dilihat dari segi fungsinya sebagai fasilitas ruang komunal masyarakat dalam melakukan kegiatan bersama dan merupakan ruang terbuka terluas pada kawasan ini. Ruang pasar yang terbentuk pada kawasan pasar dimana pasar ini menjadi unsur yang penting dilihat dari segi fungsinya sebagai fasilitas lingkungan yang menjadi pusat aktivitas perekonomian masyarakat di Kota Siak Sri Indrapura.
Menurut Hamidy (2003), pada masa dahulu sebelum ada jalan darat yang memadai, maka rumah hampir semuanya didirikan di pinggir sungai atau tepi pantai. Orang Melayu amat menyukai rumah panggung, yaitu rumah yang memakai tiang. Semula memakai tiang kayu, kemudian juga dipakai tiang batu yang memakai semen. Mendirikan rumah di tepi perairan atau di atas permukaan air itu dimaksudkan untuk mendapatkan berbagai kemudahan. Pertama hal itu untuk memudahkan bepergian kemana-mana dengan memakai sampan atau perahu. Alat ini dengan mudah diletakkan di bawah rumah, dan mudah ditarik atau dipakai begitu setiap diperlukan. Perkampungan Melayu terdiri dari berbagai bangunan. Pertama tentu saja rumah-rumah penduduk yang menghadap ke lebuh atau jalan besar sepanjang kampung. Di sekitar rumah ada berjenis tanaman dan pohon buah-buahan. Kadang-kadang kita jumpai perumahan itu sebagai satu gugusan, terpisah dengan gugusan lainnya. Tiap gugusan atau kelompok itu biasanya mempunyai sebuah tempat mengaji yang disebut surau. Mesjid biasanya terletak di tengah kampung, agar semua warga relatif mudah mengunjunginya. Sekarang ada bangunan yang disebut balai desa atau kantor kepala (wali) desa, yaitu tempat wali desa bekerja sehari-hari. Kemudian ada laman silat, yaitu tempat bersilat. Semenjak tahun 1980-an, orang Melayu yang mendirikan rumah di tepi sungai berkurang dengan drastis, ini terjadi, karena hutan simpanan mereka yang dahulu berperan sebagai penahan air dan banjir, sudah habis. Keadaan ini menyebabkan mereka menyingkir mengambil tempat yang lebih tinggi, menjauhi tebing sungai. Kebudayaan Melayu Istilah Melayu menurut Burhanudin Elhulaimy dalam bukunya Asas Falsafah Kebangsaan Melayu mencatat beberapa istilah kata tersebut. Ada yang berpendapat kata Melayu berasal dari kata mala yang berarti mula dan yu yang berarti negeri, selanjutnya dalam bahasa Jawa, kata Melayu berarti lari atau berjalan cepat, lalu kita kenal pula ada sungai Melayu, di antaranya dekat Johor dan Bangkahulu (Hamidy 2003). Istilah melayu itu baru dikenal sekitar tahun 644 Masehi, melalui tulisan cina yang menyebutnya dengan kata Mo-lo-yeu. Dalam tulisan ini disebutkan bahwa Mo-lo-yeu mengirimkan utusan ke Cina , membawa barang hasil bumi untuk dipersembahkan kepada Kaisar Cina. Jadi kata Melayu menjadi nama kerajaan dewasa itu (Hamidy 1996). Nenek moyang orang Melayu itu ternyata juga beragam, baik asalnya yang mungkin dari suku Dravida di India, mungkin juga Mongolia atau campuran Dravida dan Aria yang kemudian kawin dengan ras Mongolia (Hamidy 2012).
13 Kedatangan mereka juga bergelombang ke Nusantara ini. Gelombang pertama diperkirakan terjadi antara 3000 samapi 2500 sebelum Masehi. Gelombang ini disebut Proto Melayu atau Melayu tua. Diantara mereka banyak yang digolongkan kepada masyarakat terasing (Pedalaman) seperti Talang Mamak, Sakai dan Suku Laut. Gelombang kedua terjadi terjadi sekitar 300 sampai 200 tahun sebelum masehi. Disebut Deutro Melayu atau Melayu muda. Gelombang yang terakhir inilah yang tampak paling besar, sebab ternyata inilah yang paling dominan dalam masyarakat Melayu. Pada dasarnya ada tiga sistem nilai yang cukup dominan dalam kehidupan orang Melayu di Riau, ketiganya ialah Islam, adat dan resam (Kebiasaan) (Hamidy 2003). Sistem nilai yang tiga inilah yang amat besar pengaruhnya dalam pembentukan pandangan hidup, sikap dan perilaku. Pertama, tata nilai Islam dipandang oleh orang Melayu dapat memenuhi kebutuhan hidup di dunia, serta dapat pula diharapkan untuk menghadapi kematian, menuju kehidupan yang kekal di akhirat. Nilai-nilai ajaran Islam dipandang sempurna tanpa cacat dan tiada diragukan kebenarannya. Kedua, Adat dipandang oleh orang Melayu sebagai seperangkat norma beserta sanksinya sebagai hasil rancangan leluhur yang bijaksan masa silam. Tata nilai ini mengatur hubungan antara insan, hubungan antar puak, serta hubungan dengan kerajaan atau negara. Sedangkan yang ketiga, Resam atau tradisi merupakan tata nilai puak Melayu yang berakar kuat kepada kesejarahan masa lampau. Dalam resam inilah terpelihara nilai-nilai kepercayaan para leluhur, sehingga membayangkan kepurbaannya. Hubungan yang kuat dengan masa silam, membuat kadar Animisme-Hinduisme masih membekas. Bekasnya dapat dilihat dalam tata hubungan manusia dengan alam, seperti bagaimana membuka hutan rimba, turun ke laut, menghadapi bencana alam, mengobati penyakit dan sebagainya. Perjalanan hidup orang Melayu akhirnya sampai pada pintu rahmat Allah, yaitu dengan dapatnya hidayah oleh mereka untuk memeluk agama Islam. Mereka beralih dari jalan kepercayaan yang karut kepada ajarah tauhid. Yang berisi jalan yang lurus dalam keselamatan yang abadi. Dalam mengkaji pandangan hidup dan alam, pemikiran Orang Melayu dapat dikategorikan yaitu (Suwardi 1991): 1 Hubungan Manusia dengan Tuhan Orang Melayu sebagai kumpulan manusia-manusia yang telah menggunakan daya, cipta, rasa dan karsanya telah melahirkan budaya Melayu. Menurut pandangan Orang Melayu dalam pertumbuhan dan perkembangannya dari sejak adanya telah mengakui bahwa ada kekuatan di luar kekuasaan manusia itu. Pandangan seperti ini di kenal dengan animisme dan dinamisme. Oleh karena itu mereka mengakui dan mempercayai kekuasaan lebih tinggi yang lebih dikenal dengan Tuhan dan bagi Orang Melayu disebut Allah. Orang Melayu telah menganut Agama Islam, adalah orang yang taat dalam menjalankan ajaran Allah yang terdapat dalam Al-Quran, Hadist yang dibawakan oleh para Imam, Ulama dan guru Agama sebagai sumber dalam kehidupan beragama. Agama islam dengan budayanya telah tumbuh pula di kawasan Melayu sejak abad ke-7 dan berkembang pesat sejak kesultanan Malaka dan Riau-Johor-Pahang dan Lingga.
14 2
Hubungan Manusia dengan Lingkungan masyarakatnya Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk individu tidak bisa hidup sendirian tetapi hidup berkelompok. Kelompok manusia yang paling kecil disebut keluarga dan kelompok besar disebut Bangsa. Orang Melayu, Khususnya Orang Melayu Riau seperti terdapat pada ungkapan-ungkapan yang bermakna menunjukkan sikap hidup kemanusiaan, persatuan, musyawarah, keadilan sosial. Ungkapan tersebut seperti dimuat dalam Gurindam 12 pasal ke duabelas yaitu: Raja bermufakat dengan mentri Seperti kebun berpagar duri Betul hati kepada raja Tanda jadi sembarang kerja Hukum adil kepada rakyat Tanda raja beroleh inayat …..(Luthfi et al 1977) Pandangan dan alam pikiran yang diungkapkan mereka yang berilmu dan berakal itu tentang manusia dan masyarakatnya akan menunjukkan nilai-nilai budaya Melayu tentang persatuan, perdamaian, kesejahteraan untuk setiap orang yang telah tumbuh dan berkembang yang akan menjaga hasanah bagi budaya bangsa kita. 3 Hubungan Manusia dengan Alam Manusia dengan alam saling membutuhkan dalam kelangsungan hidupnya. Alam nyata dengan segala wujudnya seperti bumi, dengan segala benda yang terdapat di atas dan di dalam perut bumi itu serta langit dengan planet-planetnya dipandang mempunyai fungsi dan peranannya untuk kepentingan kehidupan manusia. Dalam perjalanan kehidupan itu Orang Melayu telah menggunakan alam nyata sesuai dengan kebutuhannya. Lautan, sungai, gunung, daratan, tumbuhan, hewan dan lain-lain digunakan untuk kebutuhan hidupnya. Mereka mempunyai pandangan bahwa kesalahan memanfaatkan sumber daya alam akan menimbulkan bencana. Karena itu dapat dikatakan bahwa mereka yang hidup dari sumber alam tanpa merusak alam itu sendiri. (cara perladangan berpindah). Sistem itu berupa siklus tahunan tertentu, karena itu mereka disebut memiliki “kearifan lingkungan”. (Hamidy 1989) mengatakan pemakaian tanah itu bukanlah meruyak (melebar) terus menerus yang bisa menghabiskan hutan tanah. Tapi memperhitungkan kemampuan alam (hutan) dalam batas-batas yang wajar. 4 Hubungan Manusia sebagai pribadi Orang Melayu dengan lingkungannya masyarakatnya taat beragama dan pada masanya taat sebagai penganut Islam, telah membentuk manusianya menjadi manusia yang bersikap sesuai dengan ajaran Islam. Orang Melayu halus budi bahasanya dan sopan, gemar musik, dan cenderung saling menyayangi, gema ungkapannya, tahu diri, tahu balas budi, duduk-duduk bergurau, tegak-tegak bertanya. Sikap Orang Melayu yang berkepribadian mengandung sikap harga diri (Marwah) yang merdeka. Harga diri ditumbuhkan melalui pembinaan akhlak.
15
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan selama sebelas bulan, mulai bulan November 2012 hingga bulan November 2013. Lokasi penelitian adalah di Kota Pekanbaru (Gambar 3), terletak pada koordinat geografis 101°14' - 101°34' Bujur Timur dan 0°25' - 0°45' Lintang Utara.
Gambar 3 Lokasi penelitan Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari hardware yaitu berupa Global Positioning System (GPS), kamera digital, notebook dan software untuk mengolah data. Sementara, bahan yang diperlukan mencakup lembar panduan wawancara, kuisioner, peta Pekanbaru Lama, peta Administrasi Kota Pekanbaru, peta Kecamatan, dan RTRW Kota Pekanbaru. Prosedur Penelitian Metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Penelitian dilakukan melalui beberapa tahapan yang mencakup kegiatan persiapan, pengumpulan data, analisis dan sintesis, serta penyusunan rekomendasi elemen utama pembentuk karakter lanskap dan aplikasi pada lanskap Kota Pekanbaru (Gambar 4). Tahap Persiapan Tahapan ini merupakan tahapan awal penelitian yang meliputi penentuan lokasi, perumusan masalah dan penyusunan proposal penelitian. Lokasi studi yang dipilih pada penelitian ini adalah Kota Pekanbaru yang berada di Provinsi Riau. Selanjutnya mengangkat permasalahan yang ada di Kota Pekanbaru tentang karakteristik lanskap Melayu di Kota Pekanbaru, keadaan lanskap Melayu saat ini
16 dan aplikasi lanskap Melayu di kota Pekanbaru. Melakukan pengumpulan informasi awal tentang kepustakaan yang terkait dengan judul penelitian. Selanjutnya adalah membuat draft usulan penelitian serta melakukan tatap muka dengan dosen pembimbing untuk menyatukan persepsi terhadap tujuan yang ingin dicapai. Pengumpulan data Sejarah perkembangan kota
Pengamatan lanskap kota
Analisis-Sintesis Perkembangan karakteristik lanskap Melayu Kota Pekanbaru
Identifikasi elemen-elemen pembentuk karakteristik lanskap Melayu Kota Pekanbaru
Elemen prioritas pembentuk karakteristik lanskap Melayu Kota Pekanbaru Rekomendasi Arahan terhadap elemen utama pembentuk karakteristik lanskap Melayu dan aplikasinya pada lanskap Kota Pekanbaru Gambar 4 Tahapan penelitian Pengumpulan Data dan Informasi Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang bersifat primer dan sekunder. Data yang dibutuhkan pada penelitian dijabarkan pada Tabel 1. Data primer diperoleh melalui proses teknik wawancara mendalam dan observasi lapang. Wawancara dilakukan untuk menggali informasi secara langsung dari sumber informasi (key informant). Informasi tersebut berkaitan dengan sejarah perkembangan Kota Pekanbaru dan kebudayaan Melayu. Narasumber yang dipilih yaitu dengan mempertimbangkan latar belakang dan tingkat interaksi yang dimiliki calon narasumber dengan sejarah perkembangan kota dan budaya Melayu (Tabel 2). Selain melalui proses wawancara, data primer juga diperoleh melalui observasi lapang untuk mengetahui keadaan dan keberadaan elemen pembentuk karakter lanskap Melayu di Kota Pekanbaru. Data Sekunder diperoleh melalui penelusuran litaratur yang terkait dengan topik penelitian. Data sekunder yang dibutuhkan diantaranya, data sejarah dan perkembangan kota, kebudayaan Melayu Riau, kondisi umum kota, penggunaan lahan, struktur kota, dan aspek legal. Data tersebut akan diperoleh dari instansiinstansi terkait baik tingkat provinsi maupun kota, perpustakaan, dan dari sumber sekunder terkait lainnya.
17 Tabel 2 Deskripsi data analisis yang digunakan pada penelitian No
Data
Unit Data
1 a
Lanskap Melayu Budaya Kebudayaan Melayu Riau Konsep dan filosofi budaya Melayu Riau Aktivitas Budaya
b
Elemen Lanskap
2 a
Lanskap Kota Pekanbaru Kondisi Umum Letak geografis Kota Batas administrasi Luas wilayah Demografi Topografi Tata guna lahan Hidrologi Geologi Klimatologi Vegetasi/RTH Sirkulasi/ aksesibilitas Kesejarahan Asal mula kota Perkembangan kota (time series) Landuse dan aktivitas Struktur kota Pola organisasi spasial/ruang Jalur sirkulasi(paths) Ruang publik/pusat aktivitas (nodes) District Bentuk dan batas wilayah (edges) Landmark Gaya hidup Bangunan/arsitektur Ornamen/ragam hias Vegetasi/RTH Elemen lanskap Kondisi saat ini 1. Landuse Peta Landuse saat ini Aktivitas 2. Struktur Pusat hingga pinggir Kota kota 3. Pola Pola sirkulasi Organisiasi Area of landuse Spasial Natural features Cluster of structure
b
c
Jenis Tata letak Makna
Sumber Data
Pengumpulan Data
Perpustakaan Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau Dinas Budayawan Akademisi Perpustakaan Dinas Sejarawan Budayawan
Studi literatur Wawancara
Perpustakaan Provinsi Riau Dinas/Pemkot
Studi literatur
Perpustakaan Provinsi Riau Dinas Sejarawan Perpustakaan Provinsi Riau Dinas Sejarawan Budayawan Akademisi
Studi literatur Wawancara
Perpustakaan Dinas Akademisi
Studi literatur Wawancara Survey Lapang
Studi literatur Wawancara
Studi literatur Wawancara
18 4. Batas Wilayah 5. Ruang Publik
6. Gaya Hidup
7. Vegetasi/ RTH 8. Arsitektur/ Bangunan
9. Area Bersejarah 10. Landmark 11. Aktivitas Budaya 3
Aspek Legal 1. Kebijakan
Kota dan Kecamatan (jenis dan bentuk) Jenis, bentuk/ karakter,fungsi/ aktivitas,intensitas/ pengguna, posisi, luas/ ukuran Etnis, pengaruh lokal/modern, tingkat ekonomi Jenis, bentuk, luas/ukuran, sifat/karakter Orientasi, bentuk, tipe/jenis,langgam /style, ornamen/ ragam hias, Fungsi/penggunaan Jenis, bentuk dan makna Jenis, bentuk dan makna Intangible (belief, attitude, tradisi/ perayaan dan value). RTRW, pembangunan dan pengembangan kota, UU pelestarian kawasan bersejarah.
Perpustakaan Dinas Akademisi
Studi Literatur Wawancara
Analisis Perkembangan Karakteristik Lanskap Melayu Metode yang digunakan pada analisis ini adalah penelusuran sejarah perkembangan karakteristik lanskap Melayu di Kota Pekanbaru melalui studi pustaka dan menggali informasi secara langsung terhadap sumber informasi (key informant) melalui wawancara mendalam yang terstruktur. Narasumber yang dipilih dengan mempertimbangkan latar belakang dan tingkat interaksi terhadap perkembangan lanskap sejarah Kota Pekanbaru (Tabel 3). Tabel 3 Narasumber penelitian No 1
Nama Prof. Suwardi, MS
2
Drs. O.K. Nizami Jamil
3 4 5
Drs. UU. Hamidy, M.A Ir. Sudarmin, MT Anas Aismana
6 7 8
Irham Themas S, ST, MT Yohanez Firzal, ST, MT Agus Tri Mulyono, SH
9
Muhammad Tohiran, SE
Asal Institusi/Lembaga Univ. Riau/STIPAR-APEPH Pekanbaru Lembaga Warisan Budaya Melayu Riau Universitas Riau Univ. Lancang Kuning Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) Universitas Riau Universitas Riau BPCB Batusangkar, wilayah kerja Sumbar, Riau, dan Kepri BPCB Batusangkar
Bidang Budaya dan Sejarah Budaya Budaya Arsitektur Melayu Seni dan Budaya Arsitektur Arsitektur Kota Pelestarian Cagar Budaya Juru Pelihara Makam Marhum Pekan
19 Analisis karakteristik lanskap Melayu ini menggunakan sebelas karakteristik lanskap perkotaan hasil modifikasi dari sebelas komponen karakteristik lanskap perkotaan (Arifin 2011), dan sebelas komponen karakteristik lanskap (Clelland 1999) dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil analisis ini berupa deskripsi dan gambaran spasial dari perkembangan karakteristik lanskap Melayu di Kota Pekanbaru. Tabel 4 Pendekatan analisis perkembangan karakteristik lanskap Melayu Komponen Arifin (2011) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Land use dan aktivitas Pola organisasi spasial Gaya hidup Perubahan dinamis Jaringan sirkulasi Batas wilayah Vegetasi, ruang terbuka/ alami 8. Bangunan, struktur buatan dan infrastruktur 9. Hitorical area 10. Public area 11. Landmark
Komponen Clelland (1999) 1. 2.
Land use and Aktivities Patterns of spatial organization 3. Response to the natural environment 4. Cultural traditions 5. Circulation networks 6. Boundary demarcations 7. Vegetation related to land use 8. Buildings, structures, and objects 9. Clusters 10. Archeological sites 11. Small-scale elements.
Komponen Kombinasi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Land use dan aktivitas Pola organisasi spasial Gaya hidup Perubahan dinamis Jaringan sirkulasi Batas wilayah Vegetasi Bangunan Area bersejarah Ruang publik Landmark
Identifikasi Keberadaan Elemen Pembentuk Karakteristik Lanskap Melayu Metode yang digunakan pada analisis ini adalah survei dengan menggunakan pendekatan data dari hasil analisis karakteristik perkembangan lanskap Melayu. Metode analisis ini dilakukan melalui kegiatan observasi lapang sebagai ground true check keadaan dan keberadaan elemen pembentuk karakter lanskap Melayu yang ada saat ini, serta melakukan pengecekan posisi menggunakan Global Positioning System (GPS). Hasil dari analisis ini berupa deskripsi dan gambaran spasial dari pengamatan keadaan dan keberadaan elemen pembentuk karakter lanskap Melayu di kota Pekanbaru. Analisis Elemen Prioritas Pembentuk Karakteristik Lanskap Melayu Analisis ini menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). AHP merupakan suatu metode pengambilan keputusan terhadap masalah penentuan prioritas pilihan dari berbagai alternatif. Data yang digunakan berasal dari hasil identifikasi keberadaan elemen pembentuk karakteristik lanskap Melayu yang kemudian diuji melalui sistem pengambilan keputusan Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk menentukan bobot masing-masing komponen, variabel, serta alternatif keputusan.
20 Tahapan dalam melakukan analisis AHP menurut Saaty (1993) dilakukan sebagai berikut: 1. Penggunaan AHP dimulai dengan membuat struktur hierarki dari permasalahan yang ingin diteliti. Penetapan struktur hierarki ini terdiri atas empat level. Level pertama, merupakan tujuan dari analisis ini yaitu menentukan elemen prioritas pembentuk karakteristik lanskap Melayu. Level kedua, merupakan komponen yang digunakan pada analisis ini. Level ketiga, merupakan variabel dari komponen elemen prioritas pembentuk karakteristik lanskap Melayu. Level keempat, merupakan alternatif keputusan berupa tindakan yang dilakukan terhadap elemen prioritas pembentuk karakteristik lanskap Melayu (level 4). Skema hierarki AHP yang dirancang terangkum pada Gambar 5.
2. Hierarki yang telah disusun kemudian dinilai oleh 5 orang responden pakar terpilih sebagai input utama (Tabel 5). Penilaian tersebut dilakukan dalam bentuk matriks perbandingan berpasangan (pairwise comparison) yaitu dengan membandingkan setiap elemen dengan elemen yang lainnya pada setiap komponen, variabel, dan alternatif sehingga didapat nilai kepentingan elemen dalam bentuk pendapat yang bersifat kualitatif menjadi kuantitatif dengan menggunakan skala penilaian Saaty, berdasarkan skema hierarki AHP yang dirancang (Saaty 1993). Penilaian perbandingan berpasangan terdapat dalam kuesioner AHP yang dapat dilihat dalam Lampiran 1.
Untuk responden pakar tidak terdapat ketentuan dalam hal jumlah pakar. Terdapat tiga kriteria dalam penentuan pakar sebagai responden, yaitu: a. Memiliki keahlian atau menguasai secara akademik bidang yang diteliti b. Memiliki reputasi kedudukan atau jabatan dan sebagai ahli pada bidang yang diteliti c. Mamiliki pengalaman dalam bidang kajian yang dimiliki Berdasarkan kriteria tersebut maka ditentukan lima responden pakar terpilih dengan melihat latar belakang serta tingkat interaksi terhadap sejarah perkembangan kota dan budaya Melayu Riau responden dapat berasal dari akademisi, praktisi, pengambil kebijakan, keprofesian, sejarawan dan budayawan (Tabel 5 dan Lampiran 2). Tabel 5 Rincian jumlah pakar No 1 2 3
Pakar Budaya dan Sejarah Arsitektur Tata Ruang Kota
Asal Institusi/Lembaga Universitas/Lembaga Adat Melayu Universitas /Dinas Universitas/Dinas
Profesi
Jumlah Responden
Akademisi/Budayawan/ Sejarawan Akademisi Akademisi/ Pengambil kebijakan
2
Jumlah
5
1 2
Dalam aplikasinya AHP dikembangkan untuk mengubah nilai-nilai kualitatif menjadi nilai kuantitatif. Sehingga keputusan-keputusan yang diambil lebih obyektif. Metode ini digunakan untuk dapat menggambarkan pentingnya suatu elemen dibanding elemen lainnya untuk suatu sifat atau kriteria tertentu.
21 Intensitas perbandingan untuk mengukur tingkat kepentingan disusun dalam skala 1-9, dimana skala 1 menunjukkan tingkat kepentingan yang sama dan skala 9 menunjukkan bahwa kriteria pertama memiliki tingkat kepentingan yang ekstrim dibanding kriteria kedua (Tabel 6). Tabel 6 Skala pembanding penilaian kriteria metode perbandingan berpasangan Intensitas Pentingnya 1 3 5 7 9 2,4,6,8 Kebalikan
Definisi Sama (equal): kedua elemen yang dibandingkan sama pentingnya Sedang (moderate): elemen yang satu sedikit lebih penting dibanding elemen lainnya Kuat (strong): elemen yang satu sangat penting disbanding elemen lainnya Sangat kuat (very strong): satu elemen jelas lebih penting dari pada lainnya Ekstrim (Extreme): satu elemen mutlak lebih penting disbanding elemen lainnya Nilai-nilai antara diantara dua pertimbangan yang berdekatan Jika elemen I mendapat satu angka bila dibandingkan dengan elemen j, maka j mempunyai nilai kebalikannya dibandingkan i
Metode ini digunakan untuk menghasilkan rekomendasi yang tepat, berupa elemen prioritas yang paling berpengaruh sebagai pembentuk karakter lanskap Kota Pekanbaru dan tindakan yang dilakukan terhadap elemen prioritas tersebut. Pengolahan data dalam metode AHP dibantu dengan perangkat lunak Expert Choice V.11. Penyusunan Rekomendasi Tahap ini merupakan sintesis yang mengintegrasikan hasil analisis pada tahap sebelumnya untuk menghasilkan arahan terhadap elemen utama pembentuk karakteristik lanskap Melayu dan mengaplikasikan replikanya pada pengembangan urban design Kota Pekanbaru.
Level 1 (Tujuan)
Level2 (Komponen)
Elemen Prioritas Pembentuk Karaktreristik Lanskap Melayu
Ruang Publik
Bangunan
Area Bersejarah
Komplek Mesjid Raya Pekanbaru
Kelurahan Kp. Bandar dan Kampung Dalam
Kawasan Pelabuhan
Dermaga
Makam Marhum Pekan
Rumah Tuan Qadi
Rumah-Rumah Tua
Mesjid Raya Pekanbaru
Pasar
Pelabuhan
Level 3 (Variabel)
Level 4 (Alternatif)
Penetapan
Perlindungan
Gambar 5 Skema Hierarki Analytical Hierarchy Process
Pengembangan
GAMBARAN UMUM WILAYAH Kota Pekanbaru Letak Geografis dan Batas Administrasi Kota Pekanbaru sebagai ibukota Provinsi Riau, secara geografis terletak antara koordinat 101°14’ dan 101°34’ BT dan 0°25’ dan 0°45’ LU. Secara administrasi wilayah Kota Pekanbaru berbatasan langsung dengan (BPS 2011): Sebelah Utara : Kabupaten Siak dan Kabupaten Kampar Sebelah Selatan : Kabupaten Kampar dan Kabupaten Pelalawan Sebelah Timur : Kabupaten Siak dan Kabupaten Pelalawan Sebelah Barat : Kabupaten Kampar Luas keseluruhan wilayah Kota Pekanbaru 632,26 km2 terdiri dari 12 kecamatan dan 58 kelurahan (Gambar 6). Pembagian daerah administrasi Kota Pekanbaru disajikan pada Tabel 7
Sumber: PKP (2012)
Gambar 6 Peta Kota Pekanbaru
Tabel 7 Pembagian administrasi Kota Pekanbaru menurut Kecamatan Tahun 2011 Kecamatan 1.Tampan 2. Payung Sekaki 3. Bukit Raya 4. Marpoyan Damai
Luas Wilayah (Km2) 59,81 43,24 22,05 29,74
Jumlah Kelurahan 4 4 4 5
Jumlah RW 54 38 56 70
Jumlah RT 304 164 230 300
24
Kecamatan 5.Tenayan Raya 6. Lima Puluh 7. Sail 8. Pekanbaru Kota 9. Sukajadi 10. Senapelan 11. Rumbai 12. Rumbai Pesisir Jumlah
Luas Wilayah (Km2) 171,27 4,04 3,26 2,26 3,76 6,65 128,85 157,33
Jumlah Kelurahan 4 4 3 6 7 6 5 6
Jumlah RW 92 30 18 40 38 42 48 66
Jumlah RT 366 123 75 125 148 154 200 281
632,26
58
592
2.470
Sumber: BPS Kota Pekanbaru (2012)
Klimatologi Pada umumnya Kota Pekanbaru beriklim tropis dengan suhu udara maksimum berkisar antara 30,5° C sampai 33,7° C dan suhu minimum berkisar antara 21,6° C sampai 23,9° C dengan kelembapan udara berkisar antara 69% dan 81%. Selama tahun 2011 curah hujan di wilayah Kota Pekanbaru menunjukkan hujan sebesar 26,1 - 341,4 mm, dengan keadaan musim hujan jatuh pada bulan Januari sampai dengan April dan September sampai dengan Desember. Sedangkan musim kemarau jatuh pada bulan Mei sampai dengan Agustus (BPS 2012). Topografi Kota Pekanbaru terletak pada ketinggian rata-rata 5 meter di atas permukaan air laut, hanya daerah-daerah tertentu yang letaknya lebih tinggi dari ketinggian rata-rata, yaitu daerah di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II dengan ketinggian 26 meter di atas permukaan air laut dan di bagian utara dan timur Kota Pekanbaru. Topografi di Kota Pekanbaru berdasarkan kelas kelerengan dapat digolongkan menjadi empat bagian yaitu: 0%-2% : merupakan wilayah yang datar 2 % - 15 % : landai sampai berombak 15 % - 40 % : berombak sampai bergelombang di atas 40 % : bergelombang sampai berbukit Secara umum kondisi wilayah Kota Pekanbaru merupakan dataran rendah dengan kemiringan lereng 0 - 2 persen. Beberapa wilayah di bagian utara dan timur memiliki morfologi bergelombang dengan kemiringan di atas 40 persen. Ditinjau dari kondisi topografi wilayah perencanaan Kota Pekanbaru, kelerengan 0-20 persen sampai dengan 2-15 persen mencakup luasan yang cukup besar yaitu 566,56 Ha atau 89,61 persen dari luas wilayah secara keseluruhan (PKP 2001). Hidrologi Sungai Siak merupakan sungai terbesar yang membelah kota Pekanbaru, mengalir dari barat ke timur, serta memiliki anak sungai antara lain: Sungai Umban Sari, Air Hitam, Sibam, Setukul, Pengambang, Ukai, Sago, Limau, Senapelan, Mintan dan Tampan. Sungai Siak juga merupakan jalur perhubungan
25 lalu lintas perekonomian rakyat pedalaman ke kota serta daerah lainnya (BPS 2012). Sungai Siak juga berstatus sebagai sungai strategi nasional, yang menghubungkan Riau dengan luar negeri. Geologi Struktur geologi Kota Pekanbaru terdiri atas Formasi Minas yang dikelilingi oleh aluvium muda sepanjang aliran Sungai Siak dan Aluvium tua yang berawarawa. Formasi Minas ini terdiri dari kerikil, sebaran kerakal, pasir dan lempung yang juga merupakan alluvium namun relatif lebih terkonsolidasi (PKP 2001). Tata Guna Lahan Lebih dari setengah luas total Kota Pekanbaru didominasi oleh lahan-lahan terbangun yang semakin padat. Dengan pertambahan penduduk sebesar 4,47% dalam periode tahun 2010-2011 membuat semakin banyak lahan yang digunakan sebagai permukiman (BPS 2012). Rencana penggunaan lahan kota Pekanbaru tahun 2007-2026 disajikan dalam Tabel 8 dan Gambar 7. Tabel 8 Rencana penggunaan lahan Kota Pekanbaru Tahun 2007-2026 No Jenis Penggunaan I Kawasan Budidaya 1 Kawasan Permukiman 2 Kawasan Perdagangan 3 Kawasan Perkantoran 4 Kawasan Perkantoran dan Jasa 5 Kawasan Industri 6 Kawasan Pergudangan 7 Kawasan Pendidikan 8 Kawasan Militer 9 Kawasan Sport Centre 10 Kawasan Wisata 11 Kawasan AKAP 12 Komplek Caltex 13 Kawasan Bandara 14 Pusat Kegiatan Budaya Melayu 15 Kawasan Mesjid Agung 16 Kawasan Payung Sekaki
Total (Ha) 32.531,51 22.521,46 1.781,39 207,18 85,57 3.316,48 227,79 667,34 32,13 206,29 222,36 297,12 977,01 1.816,22 11,85 14,17 147,14
% 51,45 35,62 2,82 0,33 0,14 5,25 0,36 1,06 0,05 0,33 0,35 0,47 1,55 2,87 0,02 0,02 0,23
II Kawasan Lindung 1 Perlindungan Daerah Bawahan 2 Kawasan Lindung Setempat 3 Kawasan Cagar Budaya
30.050,58 12.356,47 17.680,58 13,53
47,53 19,54 27,96 0,02
III LAIN – LAIN Total
643,91 63,226.00
1,02 100,00
Sumber: PKP (2006), Hasil Rencana 2006 RTRW Kota Pekanbaru 2007-2026
26 Penggunaan sebagai kawasan budidaya seluas 32.531,51 Ha atau 51,45% dari luas total wilayah Kota Pekanbaru (63,226 Ha). Penggunaan sebagai kawasan lindung seluas 30,050.58 Ha atau 47.53% dan penggunaan lainnya seluas 643.91 Ha (PKP 2006). Penggunaan lahan Kota Pekanbaru tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Penggunaan lahan Kota Pekanbaru Tahun 2009 No
Jenis Penggunaan
Total (Ha)
%
I Lahan Pertanian
30.023,00
47,49
II Lahan Bukan Pertanian 1 Rumah, Bangunan dan Halaman 2 Hutan Negara 3 Rawa-Rawa 4 Lainnya (Jalan, Sungai, Danau, dll)
33.203,00 22.689,00 1.000,00 4.127,00 5.387,00
52,51 35,88 1,58 6,53 8,52
63.226,00
100,00
Total Sumber: BPS 2011
Sumber: PKP (2006)
Gambar 7 Peta penggunaan lahan Kota Pekanbaru 2007-2026
Demografi Jumlah penduduk Kota Pekanbaru dari 12 kecamatan pada tahun 2010 sebanyak 897.768 jiwa dan tahun 2011 sebanyak 937.939 jiwa, dimana jumlah penduduk dari tahun 2010 ke tahun 2011 mengalami pertambahan sebanyak 40.171 jiwa (4,47%) yang disajikan dalam Tabel 10. Kepadatan penduduk terbesar adalah di Kecamatan Sukajadi yakni 12.710 jiwa setiap km 2, sedangkan yang terkecil di Kecamatan Rumbai Pesisir yaitu 430 jiwa setiap km 2 (BPS 2012).
27 Aksesibilitas Prasarana jalan sangat penting bagi kelancaran arus lalu lintas dalam menunjang perekonomian Kota Pekanbaru. Panjang jalan Kota Pekanbaru pada tahun 2010 adalah 2.616,89 kilometer (BPS 2012). Jalan-jalan dalam Kota Pekanbaru berstatus jalan negara, jalan provinsi, dan jalan kota dalam kondisi baik. Tabel 10 Luas daerah dan jumlah penduduk menurut Kecamatan Tahun 2011 Kecamatan 1.Tampan 2. Payung Sekaki 3. Bukit Raya 4. Marpoyan Damai 5.Tenayan Raya 6. Lima Puluh 7. Sail 8. Pekanbaru Kota 9. Sukajadi 10. Senapelan 11. Rumbai 12. Rumbai Pesisir Jumlah
Luas Wilayah (Km2) 59,81 43,24 22,05 29,74 171,27 4,04 3,26 2,26 3,76 6,65 128,85 157,33
Jumlah Penduduk (Jiwa) 179.470 90.991 97.094 130.244 130.236 41.971 21.796 25.764 47.791 37.004 67.915 67.663
Kepadatan Pddk (Jiwa/Km2) 3.000,67 2.104,32 4.403,36 4.379,42 760,41 10.388,86 6.685,89 11.400,00 12.710,37 5.564,51 527,09 430,07
632,26
937.939
1.483,47
Sumber: BPS Kota Pekanbaru (2012)
Kawasan Kecamatan Senapelan Letak Geografis dan Batas Administratif Kawasan Letak geografis Kecamatan Senapelan antara 101°14’ dan 101°34’ BT dan 0°25’ dan 0°45’ LU dan secara administrasi Kecamatan Senapelan berbatasan langsung dengan (Gambar 8): Sebelah Barat : Kecamatan Payung Sekaki Sebelah Timur : Kecamatan Lima Puluh dan Pekanbaru Kota Sebelah Selatan : Kecamatan Sukajadi dan Kecamatan Payung Sekaki Sebelah Utara : Kecamatan Rumbai dan Kecamatan Rumbai Pesisir Kondisi Kependudukan Kecamatan Senapelan Berdasarkan data BPS Kota Pekanbaru tahun 2012, populasi penduduk di Kecamatan Senapelan dari enam kelurahan adalah 36.114 jiwa dari total luas kecamatan 6.65 Km2 dan kepadatan penduduk sekitar 5.431Km2 (Tabel 11). Dibandingkan dengan kecamatan lain dalam Kota Pekanbaru, kepadatan penduduk di Kecamatan Senapelan tergolong sedang.
28 Tabel 11 Kepadatan penduduk di Kecamatan Senapelan Kelurahan 1. Padang Bulan 2. Padang Terubuk 3. Sago 4. Kampung Dalam 5.Kampung Bandar 6. Kampung Baru Jumlah
Luas Wilayah (Km2) 1,59 1,54 0,68 0,68 1,19 0,97
Jumlah Penduduk (Jiwa) 9.822 7.870 2.038 2.873 4.198 9.313
Kepadatan Pddk (Jiwa/Km2) 6.177 5.110 2.997 4.225 3.528 9.601
6,65
36.114
5.431
Sumber : Kecamatan Senapelan Dalam Angka (2012)
Gambar 8 Peta Kecamatan Senapelan Kegiatan Perekonomian di Kawasan Bandar Senapelan Menurut Suwardi (2006), Kawasan Bandar Senapelan pada masa lalu merupakan pusat kegiatan perekonomian atau Pekan yang didirikan oleh Raja Kerajaan Siak Sri Indrapura ke V dengan gelar Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazamsyah tahun 1784. Letak Senapelan yang strategis dan kondisi Sungai Jantan (Sungai Siak) yang tenang dan dalam, telah menyebabkan Senapelan memegang posisi silang. Sehingga, daerah ini menjadi tempat pertemuan antara pedagang-pedagang yang datang dari Selat Melaka dengan pedagang-pedagang yang datang dari Minangkabau dan Petapahan. Saat ini kawasan Bandar Senapelan yang terletak di Kecamatan Senapelan masih tetap sebagai pusat kegiatan perekonomian di Kota Pekanbaru (Gambar 9). Kegiatan ekonomi di daerah ini yaitu pusat perbelanjaan wisata Pasar Bawah, pusat jual beli barang bekas, pertokoan, pelabuhan, dan lain sebaginya.
29
(a) Kegiatan usaha jual barang bekas dan besi tua
(b) Pusat perbelanjaan Pasar Bawah
(c) Pertokoan
Gambar 9 Beragam kegiatan ekonomi di Kawasan Bandar Senapelan Kegiatan Sosial Budaya Kegiatan-kegiatan sosial budaya di daerah ini yang masih tetap berlangsung yaitu festival kebudayaan berupa upacara ritual petang megang (mandi bersamasama disungai) yang diselenggarakan untuk menyambut bulan suci Ramadhan, festival lampu colok, dan ziarah makam pendiri Pekanbaru menjadi daya tarik potensi wisata budaya di Kecamatan Senapelan, Pekanbaru. Kawasan Bandar Senapelan sendiri saat ini tidak hanya didiami oleh masyarakat yang berdarah Melayu, namun daerah ini juga telah menjadi tempat percampuran sosial atau percampuran masyarakat dari berbagai suku bangsa yang menetap dan bermukim. Penggunaan Lahan Kecamatan Senapelan Rencana penggunaan lahan Kota Pekanbaru dalam RTRW tahun 20072026, Kawasan Cagar Budaya berada di Kecamatan Senapelan dengan luas 13,53 Ha. Berdasarkan data Kecamatan Senapelan dalam Angka 2012, penggunaan lahan di Kecamatan Senapelan terdapat dua jenis yang disajikan dalam Tabel 12. Tabel 12 Penggunaan lahan Kecamatan Senapelan Tahun 2011 Kelurahan 1. Padang Bulan 2. Padang Terubuk 3. Sago
Jenis Penggunaan Lahan (Ha) Tanah Kering Bangunan/Pekarangan 24,00 135,00 31,00 123,00 8,50 59,50
30 4. Kampung Dalam 5.Kampung Bandar 6. Kampung Baru Jumlah
5,50 22,50 12,00 103,50
62,50 96,50 85,00 561,50
Sumber : Kecamatan Senapelan Dalam Angka (2012)
Sejarah Perkembangan Lanskap Kota Pekanbaru Masa Kebatinan Senapelan Kota Pekanbaru memiliki sejarah yang panjang sebelum menjadi kota yang berpengaruh di Riau. Kota Pekanbaru banyak mengalami perubahan pada bentukan lanskap dan kehidupan sosial masyarakat di dalamnya. Terbentuknya Kota Pekanbaru tidak lepas dari keberadaan Kerajaan Siak Sri Indrapura. Sebelum adanya Kerajaan Siak Sri Indrapura, Kota Pekanbaru adalah sebuah kampung yang dikenal dengan nama Senapelan. Kampung ini terletak di pinggir Sungai Siak, yang dihuni oleh kumpulan masyarakat yang disebut Suku Senapelan. Suku ini dipimpin oleh seorang kepala suku yang disebut Batin (Suwardi 2006). Sebelum berdirinya Kampung Payung Sekaki, perkampungan pertama yang didirikan suku ini bernama Kampung Palas. Namun, Kampung ini tidak bertahan lama. Kampung ini berpindah tempat dikarenakan sering mendapat gangguan dari daerah Tapung. Batin Senapelan mencari tempat yang baik untuk lokasi perkampungan baru. Lokasi perkampungan ini terletak lebih tinggi dari permukaan air (Gambar 10). Kampung baru ini diberi nama Payung Sekaki, asal usul nama ini lahir karena di daerah tersebut terdapat sebatang pohon sena yang rindang dan tinggi, yang dari jauh terlihat menyerupai Payung Sekaki. Kampung baru ini terletak di muara anak Sungai Siak yang kemudian dinamakan sesuai dengan nama suku tersebut, yaitu Sungai Senapelan. Kampung Payung Sekaki ini diperkirakan berdiri sekitar abad ke-15 Masehi. Namun, nama Payung Sekaki ini tidak begitu dikenal dan yang lebih dikenal adalah nama Senapelan bahkan dikenal sampai ke Malaka dan Johor (Suwardi 2006). Senapelan Menjadi Ibukota Kerajaan Siak Sri Indrapura Kerajaan Siak didirikan oleh Raja Kecil yang bergelar Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah yang merupakan putera Sultan Mahmud Syah II Sultan Johor ke-10 pada tahun 1723 dengan pusat pemerintahan yang pertama di Buantan. Kerajaan Siak telah mengalami empat kali perpindahan pusat pemerintahan. Pusat pemerintahan pertama kali didirikan di buantan yang merupakan kawasan yang terletak di pinggir Sungai Buantan (anak Sungai Siak); kemudian yang kedua dari Buantan pindah ke Mempura yang merupakan kawasan Kota Siak pada saat ini; dan yang ketiga kemudian pindah ke Senapelan (Pekanbaru) yang kini merupakan ibukota Provinsi Riau; serta yang keempat kembali lagi ke Mempura dan akhirnya menetap disana sampai berakhirnya masa pemerintahan sultan yang terakhir. Perpindahan pusat kerajaan ini dikarenakan perebutan kekuasan diantara sesama pembesar Kerajaan (Rijal 2002). Proses perpindahan Kerajaan Siak dapat dilihat pada Gambar 11.
31
Sumber: Ghalib (1980), digambar ulang oleh penulis sesuai dengan dokumen primernya.
Gambar 10 Perkampungan Senapelan sekitar tahun 1400-1500 Pemindahan pusat pemerintahan kerajaan dilaksanakan sekitar awal tahun 1762 (Lutfi 1977). Sudah menjadi adat istiadat raja-raja Melayu pada masa itu, pemindahan pusat kerajaan diikuti dengan pembangunan istana raja, balai kerapatan, dan mesjid. Ketiga unsur itu wajib dibangun sebagai lambang persahabatan pemerintah, adat, dan ulama (agama), pada masa itu disebut “tali berpilin tiga” yang artinya tali berpintal tiga. Adat inipun yang tetap diberlakukan ketika Sultan Alamuddin pindah ke Bukit Senapelan. Ia membangun istana, balai kerapatan, dan masjid di kawasan Bukit Senapelan (Zein 1999). Dikarenakan daerah perladangan suku Senapelan lebih banyak berada di Palas dan merasa canggung berdekatan dengan sultan, sejak itu Batin Senapelan memindahkan kembali perkampungannya ke Palas. Sewaktu berada di Petapahan, Sultan Alamuddin Syah melihat bagaimana ramainya perdagangan di daerah itu yang merupakan pasar besar di pedalaman Sumatera. Di mana daerah tersebut merupakan tempat para pedagang-pedagang dari pedalaman Lima Koto dan Minangkabau menjadi tujuan mereka untuk membawa barang dagangannya untuk ditukar dengan barang-barang yang dibawah oleh pedagang dari luar. Keadaan tersebut menimbulkan ide bagi Sultan untuk memotong jalur lintas perdagangan dengan membangun pasar di Senapelan. Tetapi belum sempat pekan ini berkembang, akhir tahun 1765 atau memasuki awal tahun 1766, Sultan meninggal dunia. Beliau dimakamkan tidak jauh dari istananya yaitu di Kampung Bukit. Karena itu beliau disebut Marhum Bukit.
32
Sumber: Rijal (2002)
Gambar 11 Proses perpindahan pusat pemerintahan Kerajaan Siak Pasar tandingan yang dibangun oleh Sultan Alamudinsyah kurang begitu berhasil. Kebijakan ini dilanjutkan oleh penggantinya, yaitu puteranya sendiri Raja Muhammad Ali dengan gelar Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazam Syah. Selama Sultan Muhammad Ali memerintah beliau tetap berkedudukan di Senapelan. Usaha mengembangkan pekan itu berjalan lambat, lokasi dipindahkan ke tempat yang baru yaitu di pelabuhan sekarang. Menurut Catatan Imam Suhil Siak, bahwa pekan yang baru itu resmi didirikan sejak hari Selasa 21 Rajab 1204 H bersamaan dengan 23 Juni 1784 M, sejak itu nama Senapelan sudah ditinggalkan berganti dengan Pekan “Baharu”, atau lebih dikenal tulisannya “Pekan Baru”. Bertitik tolak dari tanggal, hari dan bulan tersebut lahirlah Kota Pekanbaru (Suwardi 2006). Sejak itu hubungan Pekanbaru dengan pedalaman semakin ramai. Pekanbaru semakin ramai dan menjadi tempat pertemuan pedagang-pedagang dari Selat Melaka, Minangkabau, Petapahan. Perkembangan daerah ini, kemudian mengarah agak ke hilir Sungai Siak, yaitu di Teluk Limau dimana Datuk Syahbandar Ahmad memindahkan rumahnya serta perkampungan anak cucunya sepanjang sungai dan perkampungan ini disebut Kampung Dalam. Menjadi Propinsi Negeri Pekanbaru Pada masa pemerintahan Sultan Syarif Kasim I (1864-1889), beliau mengadakan perubahan terhadap struktur kerajaannya (Suwardi 2006). Untuk itu disusun suatu peraturan yang disebut Babul Qawa’id (Pintu Segala Pegangan). Menurut kitab Babul Qawa’id, Kerajaan Siak dibagi menjadi 10 propinsi, salah satunya adalah propinsi Pekanbaru. Khusus watasan (Batasan) propinsi Negeri Pekanbaru dari Sungai Lukut mengikuti sebelah kanan mudik Sungai Siak sampai Kuala Tapung Kanan dan Sungai Pendanau sebelah kiri mudik Sungai Siak
33 sampai ke Kuala Tapung Kiri dan naik ke darat lalu ke Teratak Buluh dan ketiga kampung, yaitu Lubuk Siam, Buluh Cina, dan Buluh Nipis sehingga sampai ke Tanjung Muara Sako watasan dengan Pelalawan dan sampai ke Pematang Bangkinang watasan Kampar Kiri di negeri Gunung Sahilan dan sampai Sungai Air Gemuruh Tanjung Pancuran Batang watasan dengan negeri Tambang dan sebelah darat sampai berwatasan dengan negeri Kampar Kanan dan Lima Koto. Propinsi Negeri Pekanbaru dikepalai oleh Datuk Syahbandar yang mempunyai kewenangan sebagai kepala pemerintahan, kehakiman dan kepolisian. Disampingnya berfungsi pula seorang Imam yang menjadi hakim syariah serta mengurus hal-hal yang menyangkut bidang keagamaan (Islam) termasuk zakat. Dalam garis vertikal ke bawah terdapat penghulu, kepala suku, dan batin. Kekuasaan mereka sebagai mengepalai suku (Clan). Batin Senapelan berwewenang dari Senapelan sampai ke Palas. Kedudukan Pekanbaru sebagai ibu Kota Propinsi sampai tahun 1916. Pekanbaru pada Masa Kolonial Belanda Pada masa pemerintahan Sultan Syarif Hasyim (1889-1908) yang merupakan putera Sultan Syarif Kasim I, lingkungan pekan (pasar) terus mengalami perkembangan dengan ditandai berdirinya bangunan-bangunan yang terbuat dari kayu. Sultan sendiri membuat kedai di sekitar pekan yang menurut keterangan jumlahnya 100 pintu (Suwardi 2006). Perkembangan kota dan pesatnya perdagangan di Pekanbaru berpengaruh kepada perkembangan jumlah penduduknya. Kampung Dalam sudah tidak dapat lagi menampung jumlah penduduk dimana orang lebih suka membangun rumah di pinggir sungai (Gambar 12). Sehingga di adakan pula perkampungan baru di sebelah hulu pekan dan dinamakan Kampung Baru. Dan pada masa pemerintahan Sultan Hasyim mulai masuk pengusaha-pengusaha Belanda ke Pekanbaru. Pengusaha Belanda tersebut membuka perkebunan karet, dimana perkebunan tersebut berada di sebelah selatan Kota Pekanbaru, yaitu perkebunan karet “Onderneming Sukadjadi” dan “Onderneming Tjinta Radja” (Gambar 13). Dibukanya lahan perkebunan karet ini telah mendorong rakyat untuk membuka pula tanah perkebunan berbatasan dengan perkampungan tempat tinggal penduduk. Kebun-kebun karet rakyat terdapat di Kampung Dalam, Kampung Bukit, Kampung Baru dan di kampung-kampung yang berada di sepanjang sungai Siak. Kedudukan Kota Pekanbaru sebagai salah satu propinsi dari Kerajaan Siak berlangsung sampai tahun 1916. Setelah diangkatnya Sultan Syarif Kasim II menjadi Sultan Siak ke-12 dengan gelar Sultan Assaidis Syarif Kasim II, diadakan perubahan ketatanegaraan dengan membagi Kerajaan Siak dalam district-district berdasarakan surat keputusan kerajaan (Belsuit Van Het Inlandsch Zelfbestuur Van Siak) tanggal 25 Oktober 1919 No.1. District ini dibagi pula dalam onderdistrict dan onderdistrict dibagi lagi dalam kampung-kampung. District ini dibagi dalam Onderdistrict dan onderdistrict terbagi lagi dalam kampungkampung. District dikepalai oleh seorang districthoofd, onderdistrict dikepalai oleh onderdistricthoofd, dan kampung dikepalai oleh penghulu. Penghulu tidak lagi memimpin suku (Clan) sebagaimana keadaan sebelumnya, tetapi telah memimpin kampung (territorial).
34
Sumber: Arsip Pribadi O.K. Nizami Jamil (2013)
Gambar 12 Peta Kota Pekanbaru tahun 1908 Kedudukan Kota Pekanbaru sebagai salah satu propinsi dari Kerajaan Siak berlangsung sampai tahun 1916. Setelah diangkatnya Sultan Syarif Kasim II menjadi Sultan Siak ke-12 dengan gelar Sultan Assaidis Syarif Kasim II, diadakan perubahan ketatanegaraan dengan membagi Kerajaan Siak dalam district-district berdasarakan surat keputusan kerajaan (Belsuit Van Het Inlandsch Zelfbestuur Van Siak) tanggal 25 Oktober 1919 No.1. District ini dibagi pula dalam onderdistrict dan onderdistrict dibagi lagi dalam kampung-kampung. District ini dibagi dalam Onderdistrict dan onderdistrict terbagi lagi dalam kampungkampung. District dikepalai oleh seorang districthoofd, onderdistrict dikepalai oleh onderdistricthoofd, dan kampung dikepalai oleh penghulu. Penghulu tidak lagi memimpin suku (Clan) sebagaimana keadaan sebelumnya, tetapi telah memimpin kampung (territorial). Kota Pekanbaru termasuk ke dalam Onderdistrict Senapelan dan langsung dipimpin oleh seorang districthoofd yaitu Datuk Pesisir Muhammad Zen. Datuk pesisir membawahi tiga onderdistrict, yaitu onderdistrict Senapelan, onderdistrict Tapung Kiri, dan onderdistrict Tapung Kanan. Onderdistrict Senapelan terbagi dalam kampung-kampung dan didalam district Senapelan terdapat dua kepenghuluan, yaitu Kepenghuluan Kampung Dalam dan Kepenghuluan Kampung Baru. Pada masa pemerintahan Sultan Syarif Kasim II, Kota Pekanbaru mulai di tata. Bangunan-bangunan resmi telah mulai dibangun, seperti rumah kediaman districthoofd di Kampung Bukit, Balai (kantor) Districthoofd, rumah penjara, jalan-jalan dalam kota, yaitu jalan Senapelan sekarang, jalan di muka Mesjid Raya Pekanbaru, jalan-jalan di pasar (komplek pasar bawah) sampai ke pelabuhan dan terus ke Kampung Dalam. Di pinggiran kota terdapat pula Kampung Palas dan di sebelah selatan telah tumbuh perkampungan baru, yaitu Kampung Simpang Empat dan Kampung Perhentian Nyamuk yang masingmasing dikepalai seorang penghulu.
35
Sumber:Zulfan (1950), digambar ulang oleh penulis sesuai dengan dokumen primernya.
Gambar 13 Pembagian Wilayah Kepenghuluan dan Onderneming Belanda Disamping struktur pemerintahan Kerajaan Siak, terdapat pula pemerintahan Hindia Belanda. Pada mulanya Pekanbaru masuk ke dalam daerah administrasi Onderafdeeling Siak, tetapi tahun 1931 di masukkan ke dalam Onderafdeeling Kampar Kiri, yang dikepalai oleh seorang Controleur yang berkedudukan di Pekanbaru (Gambar 14). Pemerintahan Belanda membangun kantor BOW (DPU), Kantor Polisi, rumah kediaman Havenmeester di muka pelabuhan. Di dalam pelabuhan dibangun pula gudang-gudang untuk menampung barang-barang. Pembangunan ini terjadi pada masa pemerintahan Districthoofd Datuk Muhammad Zein dan berlanjut pada masa pemerintahan Datuk Comel. Pada masa pemerintahan Datuk Wan Entol (1926-1931) dibuka pula jalan-jalan baru, yaitu jalan di belakang Mesjid Raya Pekanbaru, jalan di sekeliling lapangan sepakbola Kampung Bukit (sekarang Jalan Panglima Undan dan Jalan Kesehatan), Jalan Saleh Abbas, jalan ke Padang Terubuk (Jalan Riau), dan Jalan Guru. Dibukanya jalan-jalan baru ini menambah luasnya kota. Banyak penduduk membuka lahan di sekitar jalan-jalan tersebut dan kemudian mendirikan rumah tempat tinggal. Pada tahun 1930 pemerintah Belanda membangun sarana perhubungan yaitu di bangunnya lapangan udara Simpang Tiga. Pada masa ini juga mulai dibangun Mesjid Raya Pekanbaru saat ini.
36
Sumber: http://www.flickr.com/photos/54503148@N07/5211899089/ dan Irham Themas S
Gambar 14 Pekanbaru dalam daerah administrasi Onderafdeeling Kampar Kiri Pembangunan pada masa ini dikelompokkan ke dalam tiga aspek dominan, yaitu pendidikan, kesehatan, dan perekonomian (Suwardi 2006). 1.
Aspek pendidikan Pembanguan pada aspek pendidikan dimulai pada tahun 1905, pada tahun ini didirikan sekolah kerajaan (Landschap) oleh Datuk Syahbandar bertempat di kompleks rumah-rumah kedai sultan di jalan Kota Baru sekarang. Sekolah ini disebut Volkschool (sekolah rakyat) atau Sekolah Desa. Tahun 1917, di masa pemerintahan Datuk Pesisir Muhammad Zen, didirikan sekolah baru yang dinamakan Gouvernement Inlandsche School (Sekolah Melayu Gubernemen) yang biasa disebut sekolah Melayu. Sekolah ini terletak di sudut jalan Bangkinang (Ahmad Yani) dan Jalan Juanda (di muka gedung RRI). Tahun 1924, berdiri sekolah bernama Annahdah, Tahun 1934, berdiri Madrasah yang bernama Lajnah Khairiah. Kedua sekolah ini mengajarkan pengajian al-Quran dan pengetahuan agama Islam. Tahun 1937, didirikan sekolah Hollandsch Inlandsche School (HIS) Partikulir swasta di Pekanbaru. 2.
Aspek Kesehatan Pembanguan pada aspek pendidikan di mulai tahun 1905, pengobatan dengan cara ilmu kedokteran belum dikenal, namun lebih dikenal cara pengobatan tradisional. Tahun 1910, didirikan poliklinik yang merupakan milik Perkebunan Sukajadi Estate. Poliklinik ini terdapat di dalam areal perkebunan. Tahun 1925, didirikan Rumah Sakit Landschap, rumah sakit ini setara dengan balai pengobatan
37 saat ini. Awalnya rumah sakit ini terletak di bawah bukit, yaitu sebelah utara Mesjid Raya Pekanbaru saat ini, kemudian berpindah ke atas bukit di belakang Mesjid. Tahun 1928, didirikan rumah sakit baru oleh Landschap (Kerajaan) yang statusnya ditingkatkan menjadi Rumah Sakit Pembantu Pekanbaru. Letak rumah sakit ini di jalan Kesehatan saat ini. 3.
Aspek Perekonomian Pada masa Raja Muda Muhammad Ali, beliau membangun pekan di Senapelan. Pekan ini pada mulanya dibuka hanya seminggu sekali, yaitu pada hari Selasa. Tetapi karena arus barang mengalir terus-menerus dari semua jurusan, berkembanglah pekan yang seminggu sekali menjadi pasar dagang. Tidak semua penduduk Pekanbaru terdiri dari pedagang. Mereka yang tidak berdagang, memiliki kegiatan lain yaitu menjadi petani dengan membuka ladang-ladang. Di sekitar Pekanbaru, penduduk menanam gambir, lada, dan karet. Kebiasaan penduduk menanam bahan makanan untuk kebutuhan sendiri, bergeser dengan menanam tanaman yang dapat diperdagangkan. Pesatnya perkembangan perkebunan karet rakyat, disebabkan besarnya permintaan dunia akan karet sesudah Perang Dunia I (1914-1918). Tahun 1919 sampai tahun 1928, direncanakan pembuatan jalan dari Pekanbaru menuju Lima Puluh Kota dan langsung ke jantung Sumatera Barat. Pembuatan jalan ini mendukung komoditas yang akan diekspor dari Sumatera Barat ke Singapura melalui Pelabuhan Pekanbaru. Pada tahun 1930, dibangun gedung Controleur beserta rumah tempat tinggalnya. Selanjutnya dibangun pula rumah kepala polisi dan penjara. Perkembangan kota yang cukup pesat ini mendorong penduduk untuk membangun gedung-gedung toko di lingkungan pasar (bawah) dan rumah-rumah tinggal di pinggir jalan yang telah dibuka. Masa Penjajahan Pemerintah Jepang dan Masa Kemerdekaan Menyerahnya pemerintah Belanda pada tahun 1942, menyebabkan seluruh wilayah Hindia Belanda (Indonesia) menjadi daerah taklukan Jepang termasuk Pekanbaru. Jepang masuk ke Riau melalui Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Pada masa Jepang membangun pemerintahannya di Pekanbaru, kota diperluas ke arah timur. Jepang melanjutkan pembangunan jalan-jalan yang sebelumnya telah dirintis oleh pemerintah kolonial Belanda. Jalan-jalan yang dibangun berukuran cukup lebar, tetapi masih berupa jalan tanah yang belum diperkeras (Suwardi 2006). Jepang membangun kantor pemerintahan serta bangunan lainnya dalam mendukung jalannya roda pemerintahan. Selain membangun jalan dan bangunan pemerintah, Jepang membangun jalan kereta api dari Pekanbaru-LogasSawahlunto dan membangun juga stasiun kereta api, gudang-gudang, serta dermaga yang terdapat di di daerah Tanjung Rhu, namun kini keberadaannya sudah tidak dapat dilihat lagi (Suwardi 2006). Pada masa awal kemerdekaan Indonesia, Pekanbaru kemudian menjadi ibukota Keresidenan Riau. Keresidenan Riau sendiri menjadi bagian dari Propinsi Sumatera dengan ibukotanya Medan. Pada tahun 1946, Kota Pekanbaru dijadikan daerah otonomi yang disebut HAMINTE atau KOTA B dan tahun 1947 ditetapkan batas-batas wilayah kota B Pekanbaru sebagai berikut:
38 - Sebelah Utara - Sebelah Selatan - Sebelah Timur - Sebelah Barat
: : : :
Sungai Siak Sungai Nyamuk Sungai Sail Sungai Air Hitam
Dengan adanya penentuan batas tersebut, luas daeran kota B Pekanbaru adalah 19,815Km2 dengan dipimpin oleh seorang walikota. Pada tahun 1965 luas kota Pekanbaru bertambah menjadi 62,96 Km2 dengan batas sebelah barat hanya sampai ke parit besar atau yang dikenal dengan “Parit Muskam”. Pada masa REPELITA tahun 1987, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No.19 Tahun 1987, luas wilayah kota Pekanbaru berkembang menjadi 447,50 Km 2 dan kemudian berkembang lagi luasnya menjadi 632,26 Km 2 (Suwardi 2006).
39
HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Karakteristik Lanskap Melayu di Kota Pekanbaru Karakteristik lanskap adalah bukti nyata dari aktivitas dan adat kebiasaan dari orang-orang yang menempati, mengembangkan, menggunakan, dan membentuk suatu lahan untuk melayani atau memenuhi kebutuhan mereka (Clelland 1999), Aktivitas tersebut merupakan gambaran dari kepercayaan, sikap, adat-istiadat, dan nilai dari mereka sendiri, sedangkan karakteristik lanskap perkotaan merupakan suatu lanskap yang mempunyai karakteristik yang menunjukkan interaksi manusia dan lanskapnya yang didominasi man-made environment, dengan penduduk padat dan mempunyai latar belakang sosial dan budaya yang beragam, serta aktivitas dan proses produksi yang tidak mengandalkan faktor alam (Arifin 2011). Dalam melakukan pembahasan terhadap perkembangan karakteristik lanskap Melayu di Kota Pekanbaru dilakukan pembahasan dengan pendekatan sebelas karakteristik lanskap perkotaan berupa empat proses dan tujuh komponen merupakan hasil modifikasi dari sebelas karakteristik lanskap perkotaan (Arifin 2011) dan sebelas karakteristik lanskap (Clelland 1999). Sebelas karakteristik tersebut, yaitu empat proses berupa Land use dan aktivitas, pola organisasi spasial. gaya hidup, perubahan dinamis, dan tujuh komponen berupa jaringan sirkulasi, batas kawasan, vegetasi, ruang terbuka atau alami, bangunan, struktur buatan dan infrastruktur, Area Bersejarah, Ruang Publik, dan landmark. Untuk mengetahui perkembangan karakteristik lanskap Melayu pada lanskap Kota Pekanbaru, sebelas karakteristik tersebut dikaji berdasarkan beberapa periode yang dapat dilihat pada pembahasan berikut. Masa Kebatinan Senapelan 1. Land use dan Aktivitas Sebelum pusat pemerintahan Kerajaan Siak berpindah ke Senapelan, Senapelan merupakan daerah perladangan persukuan dari Suku Senapelan yang kemudian tumbuh menjadi sebuah perkampungan. Daerah ini terletak di timur dari muara anak Sungai Siak, yaitu Sungai Senapelan. Penggunaan lahan pada masa ini masih sederhana, yaitu berupa perkampungan dan daerah perladangan. Aktivitasnya masayarakat pada masa ini adalah berladang dan nelayan (Gambar 15). 2.
Pola Organisasi Spasial Pola sirkulasi yang terbentuk pada masa ini yaitu memanfaatkan sungai sebagai akses dalam kegiatan keseharian masyarakatnya. Sedangkan, pola permukiman berupa sebuah perkampungan dalam bentuk sederhana dan terletak di pinggir sungai, serta terdapat kawasan perladangan di sekitar perkampungan.
40 3.
Gaya Hidup Di Indonesia, bercocok tanam dengan cara berladang merupakan salah satu bentuk pemanfaatan sumber daya hutan yang bersifat tradisional. Perladangan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh kelompok masyarakat pada masa kebatinan Senapelan. Hasil usaha berladang merupakan sumber utama pemenuhan kebutuhan dasar kelompok masyarakat Suku Senapelan. Menurut Hamidy (2012) tanah perladangan berada di sebelah tanah pekarangan atau perkampungan, tanah peladangan itu ada yang merupakan milik persukuan dan ada pula yang menjadi milik suatu keluarga. Berdasarkan hal tersebut, dapat dilihat bahwa kegiatan perladangan yang dilakukan diatas tanah milik persukuan Senapelan yang penguasaannya dikuasai oleh anggota suku. Menurut Suwardi (2006) tanah-tanah yang diusahakan oleh anggota-anggota suku (Senapelan) tersebut dengan sendirinya dikuasai oleh mereka. Dalam kehidupan pada masa Kebatinan Senapelan, kelompok ini memiliki organisasi pemerintahan dimana suku ini memiliki seorang pemimpin atau kepala suku yang disebut “Batin”. Batin ini tidak menguasai suatu wilayah, namun lebih dititikberatkan penguasaannya terhadap anggota sukunya.
Gambar 15 Land use masa Kebatinan Senapelan tahun 1400-1500 4.
Jaringan Sirkulasi Jaringan sirkulasi merupakan sistem transportasi manusia, barang dan bahan mentah dari satu tempat ke tempat lain. Pada masa ini, sirkulasi masih dalam bentuk yang sederhana dimana kelompok masyarakat suku Senapelan memanfaatkan Sungai Siak sebagai akses dalam menuju ke tempat lain di luar perkampungan.
41 5.
Batas Kawasan Sumber peta yang dapat dipergunakan untuk merekonstruksi batas kawasan pada masa Kebatinan Senapelan, yaitu peta yang terdapat dalam Ghalib (1980) yang dapat dilihat pada Gambar 16. Berdasarkan peta yang terdapat dalam Wan Ghalib (1980), terlihat bahwa daerah awal kota Pekanbaru terletak di tepi Selatan Sungai Siak yang ditandai oleh batas berupa sungai Senapelan di sisi barat dan sungai Sago di sisi timurnya.
Sumber: Ghalib, 1908
Gambar 16 Peta kawasan masa awal Kerajaan Siak di Senapelan 6.
Vegetasi Pada masa ini bagian pinggir sungai dari kawasan Senapelan merupakan daerah yang ditumbuhi oleh vegetasi rawa, sedangkan pada daerah bagian darat merupakan daerah perladangan dari Suku Senapelan. 7.
Bangunan Pada masa Kebatinan Senapelan, Suku Senapelan selain menjadi kelompok suku perladangan, suku ini juga membangun tempat tinggal dengan mendirikan perkampungan yang dinamakan Payung Sekaki. Perkampungan ini pada awalnya merupakan daerah perladangan persukuan yang kemudian menjadi sebuah perkampungan, hal ini terjadi karena perkembangan jumlah anggota suku yang terus bertambah. Masa Senapelan Menjadi Ibukota Kerajaan Siak Sri Indrapura 1. Land Use dan Aktivitas Perubahan penggunaan lahan mulai terjadi pada masa pusat pemerintahan kerajaan Siak berkedudukan di Senapelan sekitar awal tahun 1762. Pada masa ini, Sultan Alamuddinsyah membangun pekan atau pasar sebagai lokasi aktivitas
42 perdagangan dan diikuti pembangunan unsur pemerintahan kerajaan di Kampung Bukit, berupa istana raja, balai kerapatan, dan tempat peribadatan berupa mesjid (Gambar 17).
(a) Land Use di Senapelan, Sekitar Tahun 1762
(b) Land Use di Senapelan Sekitar Tahun 1784 Gambar 17 Peta perubahan lahan masa awal Kerajaan Siak di Senapelan
43 Pekan yang dibangun tahun 1762 tidak sempat berkembang, dan tahun 1784 Raja Muda Muhammad Ali kembali menghidupkan pekan tersebut. Lokasi pekan yang baru ini dibangun setelah rawa-rawa kering dan letak pekan tidak lagi berada di lokasi pekan yang lama, namun di tempat yang baru, yaitu di dekat Pelabuhan Pekanbaru saat ini (Suwardi 2006). Menurut Sudarmin (2011), sekitar tahun 1784 di tepi sungai Siak telah tumbuh pemukiman lengkap dengan pasar yang disebut dengan Pekan yang Baharu. Pola Organisasi Spasial Wilayah permukiman pinggir sungai, merupakan awal pertumbuhan permukiman yang terbentuk di Kota Pekanbaru, hal tersebut dikarenakan sungai pada masa itu menjadi sarana utama dalam aktivitas keseharian masyarakatnya. Pola yang terbentuk di kawasan Senapelan (Pekanbaru) sekitar tahun 1784, masih dalam bentuk sederhana (Gambar 18). 2.
Gambar 18 Pola ruang di Senapelan sekitar Tahun 1784 3.
Gaya Hidup Orang Melayu lebih suka mendiami daerah pantai yang ramai disinggahi perantau dan daerah aliran sungai-sungai besar yang menjadi lalu lintas perdagangan dan Orang Melayu akan selalu menampilkan budaya perairan atau maritim (Hamidy 2012). Masa itu merupakan masa awal dimulainya perdagangan di Senapelan, yang kemudian berkembang menjadi pusat perdagangan (Suwardi 2006). Selain aktivitas yang berkaitan dengan sungai, aktivitas lainnya pada masa itu adalah pada sektor perdagangan, pemerintahan, adat dan peribadatan (Zein 1999). 4.
Jaringan Sirkulasi Lalu lintas perdagangan pada masa itu dibagi menjadi dua, yaitu lalu lintas melalui sungai dan lalu lintas melalui darat.
44 1) Lalu Lintas Perdagangan Melalui Sungai Dengan dibangunnya sebuah pekan atau pasar, Senapelan kemudian memegang peran penting dalam lalu lintas perdagangan, hal tersebut tidak lepas dari keberadaan Sungai Siak yang tenang dan dalam (Suwardi 2006). Pedagang-pedagang yang datang dari Selat Melaka memanfaatkan Sungai Siak sebagai akses utama untuk mencapai Pekanbaru. yang kemudian bertemu dengan pedagang-pedagang yang datang dari pedalaman Sumatera Barat (Gambar 19). 2) Lalu Lintas Perdagangan Melalui Darat Lalu lintas perdagangan dari Minangkabau, dan Kampar dimulai oleh para pedagang dengan menghiliri Sungai Kampar menuju Teratak Buluh. Dari Teratak Buluh barang-barang tersebut dibawa menuju Pekanbaru menggunakan jalan darat yang kemudian barang-barang tersebut diangkut menggunakan kapal menuju selat Melaka. Dengan adanya jalan darat, selain berjalan kaki para pedagang pada masa ini juga memanfaatkan kuda sebagai alat pengangkut barang dagangan mereka. Dengan adanya tenaga kuda ini, dimulai pula sejarah baru dalam perkembangan lalu lintas perdagangan melalui jalan darat menuju Senapelan.
Gambar 19 Lalu lintas perdagangan masa pemerintahan Kerajaan Siak 5.
Batas Kawasan Batas kawasan pada masa pusat pemerintahan Kerajaan Siak berkedudukan di Pekanbaru, berupa batas alam seperti sungai, rawa-rawa dan hutan atau daerah perladangan. Sungai yang menjadi batas tersebut adalah Sungai Siak, Sungai Senapelan, dan Sungai Sago.
45 6.
Vegetasi Pada masa awal masuknya pemerintahan Kerajaan Siak di Senapelan Tahun 1762, bagian pinggir sungai dari kawasan Senapelan masih merupakan daerah yang ditumbuhi oleh vegetasi rawa, sedangkan pada daerah bagian darat masih menjadi daerah perladangan dari Suku Senapelan. 7.
Bangunan Senapelan merupakan pusat pemerintahan Kerajaan Siak yang ketiga. Pemindahan pusat kerajaan pada masa ini diikuti dengan pembangunan Istana raja, Balai Kerapatan, dan Mesjid. Ketiga unsur ini wajib dibangun sebagai lambang persahabatan pemerintah, adat, dan ulama (agama), yang pada masa itu disebut ”tali terpilin tiga” yang artinya ”tali berpintal tiga” (Zein 1999). Dengan pindahnya pusat pemerintahan Kerajaan Siak ke Senapelan, maka daerah ini mengalami era baru dalam perkembangan selanjutnya (Suwardi 2006). 1) Istana Istana Kerajaan Siak yang dibangun pada masa pemerintahan Sultan Abdul Jalil Alamudin Syah di Kampung Bukit berdekatan dengan Perkampungan Senapelan. Diperkirakan letaknya istana tersebut di sekitar Mesjid Raya Pekanbaru (Suwardi 2006). Bangunan istana yang dibangun di Senapelan tersebut diberi nama Istana Bukit (Zein 1999). Berdasarkan hasil wawancara terhadap narasumber, letak dari istana ini tidak jauh dari lokasi Mesjid Raya Pekanbaru. 2) Balai Kerapatan Balai yang dibangun di Senapelan ini diberi nama Balai Payung Sekaki (Zein 1999). Berdasarkan hasil wawancara terhadap narasumber, letak dari balai ini tidak jauh dari lokasi Mesjid Raya Pekanbaru. 3) Mesjid Mesjid dalam kamus besar bahasa Indonesia memiliki arti rumah atau bangunan tempat bersembahyang orang Islam. Setelah pusat Kerajaan Siak pindah dari Mempura ke Senapelan, kemudian sultan membangun Mesjid yang bernama Mesjid Alam (Zein 1999) dan terbuat dari kayu. Pada perkampungan Melayu, mesjid biasanya terletak di tengah kampung, hal ini bertujuan agar semua warga relatif mudah mengunjunginya (Hamidy 1996). 8.
Area Bersejarah Letak pusat pemerintahan Kerajaan Siak saat berkedudukan di Senapelan, berada di Kampung Bukit. Kampung ini terletak di bagian timur dari perkampungan Senapelan. Di Kampung Bukit, Sultan Alamuddinsyah membangun Istananya (Suwardi 2006). 9.
Ruang Publik Ruang publik merupakan suatu ruang yang berfungsi untuk kegiatankegiatan masyarakat yang berkaitan dengan sosial, ekonomi, dan budaya. Terdapat dua ruang publik pada masa pemerintahan Kerajaan Siak, yaitu pasar dan pelabuhan.
46 1) Pekan atau Pasar Pasar atau pekan yang didirikan oleh Raja Muhammad Ali merupakan tempat bertemunya antara pedagang-pedagang yang datang dari pedalaman Sumatera Barat, Petapahan dan Kampar dengan pedagang-pedagang yang datang dari Selat Melaka. Awal mula perekonomian kawasan Senapelan terbentuk melalui perdagangan internasional melalui sungai dan membentuk pasar sebagai wadah aktivitasnya (Firzal 2007). 2) Pelabuhan Pelabuhan Pekanbaru merupakan tempat bongkar muat barang-barang dagang yang datang dari luar Senapelan maupun barang-barang yang akan di bawa ke luar Senapelan. 10. Landmark Pada masa ini pemerintah Kerajaan Siak membangun istana, balai kerapatan, dan mesjid di kawasan Bukit Senapelan (Kampung Bukit). Ketiga elemen tersebut menjadi elemen orientasi bagi masyarakat pada masa ini (Zein 1999). Masa Propinsi Negeri Pekanbaru 1. Land Use dan Aktivitas Berkembang pesatnya pekan berdampak pada bertambahnya jumlah penduduk. Pada masa pemerintahan Datuk Syahbandar Ahmad sekitar tahun 1800, perkembangan perkampungan penduduk mengarah ke hilir dari pekan memanjang mengikuti sungai. Permukiman ini berada di pinggir sungai yang kemudian dikenal dengan nama Kampung Dalam. Pesatnya perdagangan dan terus bertambahnya jumlah penduduk, membuat Kampung Dalam tidak sanggup menampung jumlah penduduk, sehingga pada masa itu masyarakat lebih suka tinggal dan membangun rumah di pinggir sungai. Sehingga di didirikan kembali sebuah perkampungan yang terletak di hulu pekan. Kampung ini dinamakan Kampung Baru. Sekitar tahun 1860 yaitu pada masa pemerintahan Datuk Syahbandar Konil, perkampungan kembali diperluas. Perkampungan ini memanjang mengikuti sungai ke arah hilir dari Kampung Dalam, yaitu ke daerah Ujung Tanjung (Gambar 20). Hal ini terjadi karena sarana yang termurah dan tergampang adalah sungai. Kampung ini kemudian dikenal dengan nama Kampung Tanjung Rhu (Suwardi 2006). 2.
Pola Organisasi Spasial Pola sirkulasi di kawasan Senapelan (Pekanbaru) sebelum tahun 1900, terbentuk melalui jalan-jalan lingkungan (permukiman), jalan yang menghubungkan Pekanbaru dengan Teratak Buluh, Kampar dan Pedalaman Sumatera Barat serta jalur transportasi perairan (Gambar 21). Jalan lingkungan yang terbentuk pada masa ini, tidak terlepas dari pola sebaran permukiman di bagian selatan di sepanjang pinggir Sungai Siak yang terbentuk secara linier (Peta Kota Pekanbaru tahun 1908, Arsip pribadi OK Nizami jamil 2013).
47
Gambar 20 Landuse Kota Pekanbaru Tahun 1800-1860
Gambar 21 Pola sirkulasi Pekanbaru sebelum Tahun 1900 Pola Permukiman pada masa ini, berorientasi ke arah sungai serta memanjang mengikuti aliran sungai atau membentuk pola linier (Gambar 22). Pola linier ini terbentuk karena aktivitas keseharian masyarakatnya yang tidak bisa terlepas dari sungai serta merupakan sarana termurah dan tergampang (Suwardi 2006).
48
Gambar 22 Pola permukiman memanjang mengikuti aliran sungai 3.
Gaya Hidup Gaya hidup masyarakat pada masa itu tidak jauh berbeda dengan masa pemerintahan Kerajaan Siak berkedudukan di Pekanbaru. Kegiatan perdagangan, pemerintahan, peribadatan serta kegiatan yang berkaitan dengan pemanfaatan sungai, menjadi aktivitas keseharian masyarakat pada masa itu (Suwardi 2006). 4.
Jaringan Sirkulasi Pada masa itu, jalur lalu lintas perdagangan tidak jauh berbeda dengan masa pemerintahan Kerajaan Siak yang berkedudukan di Pekanbaru yaitu, lalu lintas sungai melalui Sungai Siak dan melalui jalan darat yang berada di selatan Sungai Siak. 5.
Batas Kawasan Pada masa pemerintahan Kerajaan Siak di bawah kepemimpinan Sultan Syarif Kasim I, sekitar tahun 1891 disusun suatu peraturan yang disebut Bab AlQawa’id (Pintu Segala Pegangan). Dalam kitab Bab Al-Qawa’id (Suwardi 2006), Kerajaan Siak dibagi menjadi 10 propinsi, salah satunya adalah propinsi Pekanbaru. Khusus watasan (Batasan) propinsi Negeri Pekanbaru, yaitu dari Sungai Lukut mengikuti sebelah kanan mudik Sungai Siak sampai Kuala Tapung Kanan dan Sungai Pendanau sebelah kiri mudik Sungai Siak sampai ke Kuala Tapung Kiri dan naik ke darat lalu ke Teratak Buluh dan ketiga kampung, yaitu Lubuk Siam, Buluh Cina, dan Buluh Nipis sehingga sampai ke Tanjung Muara Sako watasan dengan Pelalawan dan sampai ke Pematang Bangkinang watasan kampar Kiri di negeri Gunung Sahilan dan sampai Sungai Air Gemuruh Tanjung Pancuran Batang watasan dengan negeri Tambang dan sebelah darat sampai berwatasan dengan negeri Kampar Kanan dan Lima Puluh Koto. Propinsi Negeri Pekanbaru dikepalai oleh Datuk Syahbandar yang mempunyai kewenangan
49 sebagai kepala pemerintahan, kehakiman dan kepolisian. Kedudukan Pekanbaru sebagai ibu kota Propinsi sampai tahun 1916. Khusus untuk Senapelan, batas kawasan terlihat dari persebaran kampung-kampung yang tumbuh di sepanjang pinggir aliran sungai Siak. 6.
Bangunan Pada masa itu, selain adanya pelabuhan, pasar, bangunan balai kerapatan, mesjid, makam kerajaan yang berada di Kampung Bukit, terdapat juga permukiman baru berupa kampung yang terletak di pinggir sungai yang memanjang mengikuti aliran Sungai Siak. Kampung tersebut adalah Kampung Bukit, Kampung Dalam, Kampung Baru, dan Kampung Tanjung Rhu yang berada di ujung tanjung. Sedangkan Istana Bukit yang dibangun pada masa Sultan Siak berkedudukan di Pekanbaru sudah tidak lagi digunakan sebagai tempat kediaman Raja (Zein 1999), karena pusat pemerintahan Kerajaan Siak berpindah kembali ke Mempura (Siak). 7.
Area Bersejarah Kawasan bersejarah yang terdapat pada masa ini, tidak jauh berbeda dengan masa permerintahan Kerajaan Siak berkedudukan di Senapelan. Letak pelabuhan, pasar, mesjid serta permukiman rakyat berada di Kampung Bukit. Selain Kampung Bukit teredapat pula kampung-kampung baru, yaitu Kampung Dalam, Kampung Baru, dan Tanjung Rhu. Ruang Publik Ruang publik yang terdapat pada masa ini tidak jauh berbeda dengan masa Kerajaan Siak saat berkedudukan di Senapelan. Pelabuhan dan pasar menjadi lokasi utama dari aktivitas masyarakat pada masa itu. 8.
9.
Landmark Pada masa Senapelan menjadi Propinsi Negeri Pekanbaru, istana yang dibangun oleh Sultan Alamuddinsyah tidak lagi berada di Senapelan namun dipindahkan ke Mempura sebagai tapak keempat pusat pemerintahan Kerajaan Siak, sehingga pada masa itu terdapat mesjid di kawasan Kampung Bukit (Zein 1999). Masa Kolonial Belanda 1. Land Use dan Aktivitas Pada masa pemerintahan Sultan Syarif Hasyim (1889-1908), pengusahapengusaha Belanda mulai masuk ke Pekanbaru. Pengusaha-pengusaha tersebut membuka perkebunan karet di bagian selatan kota. Perkebunan karet tersebut yaitu perkebunan “Suka Djadi” terletak di bagian barat dan perkebunan “Tjinta Radja” di bagian timur. Dengan dibukanya perkebunan karet milik Belanda tersebut, mendorong masyarakat untuk ikut membuka perkebunan karet di sekitar tempat tinggal mereka (Suwardi 2006). Perkebunan karet milik masyarakat terdapat di Kampung Bukit, Kampung Dalam, Kampung Baru, dan kampungkampung di sepanjang aliran Sungai Siak (Gambar 23).
50
Gambar 23 Land use Kota Pekanbaru sekitar Tahun 1900 Kedudukan Kota Pekanbaru sebagai salah satu propinsi dari Kerajaan Siak berlangsung sampai tahun 1916. Setelah diangkatnya Sultan Syarif Kasim II menjadi Sultan Siak ke-12, kota mulai di tata. Wilayah dalam kota terus berkembang, dengan dibangunnya jalan-jalan dan bangunan-bangunan resmi baik milik pemerintah kerajaan Siak maupun pemerintah Belanda. Di pinggir kota yaitu di timur dari sungai Senapelan tumbuh Kampung Palas dan di sebelah selatan kota tumbuh perkampungan baru, bernama Kampung Simpang Empat dan Kampung Perhentian Nyamuk (Gambar 24).
Gambar 24 Land use Kota Pekanbaru sekitar Tahun 1916
51 2.
Pola Organisasi Spasial Dalam perkembangan kota pada masa itu, pola jalan yang terbentuk mengikuti pola sebaran permukiman maupun bangunan-bangunan resmi baik milik pemerintahan Sultan Syarif Kasim II maupun pemerintah Belanda yang cenderung ke arah darat (selatan) dan cenderung membentuk pola grid (Gambar 25). Selain itu, dibuka pula jalan darat yang menghubungkan Pelabuhan Pekanbaru dengan daerah Kampar dan pedalaman Sumatera Barat yang bertujuan untuk mempermudah dan memperlancar perhubungan antar daerah tersebut yang salah satunya dalam hal perdagangan. Dibukanya jalan-jalan baru pada masa itu, berdampak pada bertambah luasnya Kota Pekanbaru. Banyak penduduk membuka lahan di sekitar jalan-jalan tersebut dan kemudian mendirikan rumah tempat tinggal (Suwardi 2006). Permukiman tersebut tumbuh mengarah ke arah darat bagian selatan dari Sungai Siak. Wilayah permukiman darat tersebut merupakan wilayah yang terbentuk akibat perluasan dari permukiman di pinggir sungai. Permukiman yang terbentuk pada kawasan darat tersebut cenderung membentuk pola grid, dimana orientasi permukiman mengarah ke jalan (Gambar 26).
Gambar 25 Pola sirkulasi masa pemerintahan Sultan Syarif Kasim II dan Belanda Gaya Hidup Selain aktivitas perdagangan, pemerintahan, adat dan peribadatan, terdapat pula aktivitas lainnya yaitu yang berkaitan dengan perkebunan dan pendidikan yang di jalankan oleh pemerintah Kolonial Belanda (Suwardi 2006). 3.
4.
Jaringan Sirkulasi Pada masa itu, lalu lintas perdagangan melalui sungai Siak maupun jalan darat sebagai akses utama untuk mencapai Pekanbaru terus meningkat. Dengan semakin pesatnya perkembangan perdagangan, sekitar tahun 1919 direncanakan pembuatan jalan dari Pekanbaru menuju Lima Puluh Koto dan langsung ke jantung Sumatera Barat, dan selesai pada tahun 1928 (Suwardi 2006).
52
Gambar 26 Pola permukiman mengarah ke darat 5.
Batas Kawasan Berdasarkan peta Zulfan (1950) yang dapat dilihat pada Gambar 11, bahwa batas kawasan pada masa itu berupa Sungai Siak di bagian utara, Sungai Sail di bagian timur dan perkebunan karet milik pemerintah Kolonial Belanda pada bagian barat dan selatan. 6.
Vegetasi Perkebunan karet yang dibuka oleh pemerintah Belanda pada masa ini berada di sebelah selatan Kota Pekanbaru. Besarnya permintaan dunia akan karet sesudah Perang Dunia I (1914-1918), berdampak juga terhadap munculnya perkebunan karet milik rakyat yang terletak disekitar perkampungan. Tidak semua penduduk asli Pekanbaru menjadi pedagang. Penduduk yang tidak berdagang memiliki kegiatan lain, seperti menjadi petani dengan membuka lading-ladang. Tanaman yang ditanam merupakan tanaman yang laku di bawa kepasar dan memilik harga yang baik. Jenis tanaman yang di tanam, berupa gambir, lada, dan karet (Suwardi 2006). 7.
Bangunan Kehadiran pemerintah Kolonial Belanda di Pekanbaru menjadi penanda dimulai penataan dan pembangunan Kota Pekanbaru. Selain adanya pelabuhan, pasar, mesjid, makam kerajaan dan bangunan rumah rakyat, pemerintah Kolonial Belanda juga mendirikan bangunan-bangunan yang berfungsi dalam mendukung jalannya roda pemerintahan di Pekanbaru (Suwardi 2006). 8.
Area Bersejarah Pada masa pemerintah Belanda, Pekanbaru masuk kedalam Onderdistrict Senapelan dan dipimpin oleh seorang districthoofd. Onderdistrict Senapelan terbagi dalam kampung-kampung dan di dalam Kota Pekanbaru terdapat dua
53 kepenghuluan (pemerintah kampung), yaitu kepenghuluan Kampung Dalam dan Kepenghuluan Kampung Baru. Di pinggir kota yaitu di bagian barat terdapat Kepenghuluan Kampung Palas yang dipimpin Batin Senapelan. Setelah pemerintah Belanda berkedudukan di Pekanbaru tumbuh perkampungan baru di selatan kota yaitu Kampung Simpang Empat dan Kampung Perhentian Nyamuk yang masing-masing dikepalai oleh seorang penghulu (Suwardi 2006). 9.
Ruang Publik Ruang publik yang terdapat pada pada masa Kolonial Belanda, selain pelabuhan dan pasar terdapat ruang publik baru yang dibangun oleh pemerintah Kolonial Belanda, salah satunya adalah lapangan terbuka (Gambar 14, Pekanbaru dalam daerah administrasi Onderafdeeling Kampar Kiri). 10. Landmark Masjid Raya yang terbuat dari beton atau batu dibangun pada tahun 1930 (Suwardi 2006), pada masa pemerintahan Sultan ke 12 Kerajaan Siak yaitu Sultan Syarif Kasim II (Gambar 27). Mesjid ini didirikan karena mesjid yang dibangun pada waktu pemerintahan Datuk Syahbandar Abdul Jalil yang terbuat dari kayu telah lapuk (Suwardi 2006). Lokasi mesjid ini masih tetap berada di lokasi mesjid yang sebelumnya terbuat dari kayu. Mesjid Raya Pekanbaru, tidak hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga digunakan sebagai tempat pendidikan dan pengembangan ajaran agama Islam (Firzal 2007).
Sumber: www.riaudailyphoto.com
Gambar 27 Masjid Raya Pekanbaru dibangun Tahun 1930 Dari hasil pembahasan terhadap sejarah perkembangan lanskap Melayu di Kota Pekanbaru, dapat diketahui bahwa daerah cikal bakal dari Kota Pekanbaru terdapat di Kecamatan Senapelan, sedangkan masa yang paling kuat menunjukkan pembentuk dari karakteristik lanskap Melayu terlihat jelas pada masa Senapelan menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Siak dan masa Propinsi Negeri Pekanbaru
54 dari sepuluh propinsi di Kerajaan Siak. Elemen pembentuk dari kedua masa tersebut berupa istana, balai kerapatan, mesjid, pekan atau pasar, pelabuhan, dan perkampungan yang terletak di pinggir sungai. Hal tersebut merujuk pada analogi pada hierarki ruang fisik Kota Siak Sri Indrapura (Rijal 2002), perkampungan Melayu Melaka pada zaman Kesultanan Melaka (Akub 2013), dan pusat Bandar Kuala Trengganu (Fazamimah 2007). Refersensi dari analogi tersebut dapat dilihat pada Tabel 13. Dalam sejarah perkembangan Kerajaan Siak, Senapelan menjadi tapak ketiga dari pusat Pemerintahan Kerajaan yang secara langsung memberikan pengaruh terhadap terbentuknya tatanan lanskap Melayu di Senapelan yang kemudian berubah nama menjadi Pekanbaru. Pengaruh tatanan lanskap Melayu yang dibawa oleh Kerajaan Siak tersebut, tidak terlepas dari tatanan yang terbentuk pada Kota Siak dan kota-kota Melayu yang berada di sekitar Selat Melaka sebagai asal muasal dari Kerajaan Siak yang kemudian melahirkan Senapelan dan saat ini dikenal dengan nama Pekanbaru. Sehingga ketiga analogi tersebut menjadi dasar perbandingan dalam menentukan masa yang paling jelas terlihat sebagai masa yang mencirikan lanskap Melayu. Sedangkan pada masa Kebatinan Senapelan tidak jelas terlihat, hal ini dikarenakan Kebatinan Senapelan bukan bagian dari Kerajaan Siak yang memberikan pengaruh budaya Melayu di Pekanbaru dan karakteristik lanskap Melayu memudar sejak Kolonial Belanda masuk ke Pekanbaru, dimana aktivitas masyarakat Melayu yang awalnya terpusat di kawasan pinggir sungai Siak, mulai cenderung mengarah ke daerah darat. Kehadiran pemerintah Belanda, membuat perkembangan Kota Pekanbaru berkembang ke arah selatan kota.
Tabel 13 Perkembangan karakterisitik lanskap Melayu di Pekanbaru Hasil identifikasi Karakteristik Komponen
Referensi Karakteristik
MKS (1400-1500)
MPKS (1762-1783)
MPNP (1891-1916)
MKB (1916-1942)
Siak Sri Indarapura Rijal (2002)
Melayu Melaka Akub (2013)
Trengganu Fazamimah (2007)
1. Land Use dan Aktivitas
Kawasan Perladangan
Pemerintahan Perdagangan Peribadatan Perkampungan
Pemerintahan Perdagangan Peribadatan Perkampungan
Perdagangan Peribadatan Perkampungan Perkebunan
Pemerintahan Perdagangan Peribadatan Perkampungan
Pemerintahan Perdagangan Peribadatan Perkampungan Padang Bermain
Pemerintahan Perdagangan Peribadatan Perkampungan Rg. Terbuka Rakyat
2. Pola Ruang
Nomaden (Sederhana)
Sederhana (Tepi Sungai)
Linier (Tepi Sungai)
Ke arah darat (Selatan Siak)
Linier (Tepi Sungai)
Muara Sungai atau Tepi Sungai
Muara Sungai atau Tepi Sungai
3. Gaya Hidup
Berladang
Berdagang
Berdagang
+ Berkebun
Berdagang
Berdagang
Berdagang
4. Morfologi
Spasial
Spasial
Spasial
Spasial
-
-
-
5. Sirkulasi
Sungai
Sungai
Sungai
Sungai, Darat
Sungai
Sungai
Sungai
Batas Alam
Batas Alam
Batas Alam
Batas Alam
Batas Alam
Batas Alam
Batas Alam
Rawa, Tanaman Perladangan
Rawa, Tanaman Perladangan
-
Gambir,Lada,Karet
-
-
-
Pemukiman
Istana, Balai, Mesjid, Pasar, Pelabuhan, Rumah Rakyat
Balai, Mesjid, Pasar, Pelabuhan, Rumah Rakyat
Mesjid, Pasar, Pelabuhan, Rumah Rakyat
Istana, Balai, Mesjid, Pasar, Pelabuhan dan Dermaga, RumahRakyat
Istana, Mesjid, Pasar, Pelabuhan, Dermaga, Rumah Rakyat
Istana, Mesjid, Pasar, Pelabuhan, dan Dermaga, Rumah Rakyat
9. Area Bersejarah
-
Kawasan Tepi Sungai (Kp. Bukit)
Kawasan Tepi Sungai (Kp.Bukit, Kp.Dalam, Kp.Baru, Tj.Rhu)
+ Kawasan Darat (Kp.Perhentian Nyamuk, Kp.Simapang,Palas)
Kawasan Tepi Sungai
Kawasan Tepi Sungai
Kawasan Tepi Sungai
10. Ruang Publik
-
Pelabuhan Pasar
Pelabuhan Pasar
Pelabuhan Pasar
Pelabuhan Pasar
Pelabuhan, Pasar, Rg. Terbuka Rakyat
Pelabuhan, Pasar, Rg. Terbuka Rakyat
11. Landmark
-
Istana, Balai, Mesjid
Mesjid
Mesjid
Istana, Balai, Mesjid
Istana, Mesjid
Istana, Mesjid
6. Batas Kawasan 7. Vegetasi 8. Bangunan
MKS : Masa Kebatinan Senapelan MPKS : Masa Pemerintahan Kerajaan Siak
MPNP : Masa Propinsi Negeri Pekanbaru MKB : Masa Kolonial Belanda
Identifikasi Elemen Pembentuk Karakteristik Lanskap Melayu Kawasan Bandar Senapelan Identifikasi elemen lanskap Melayu bertujuan untuk mengetahui keberadaan dan keadaan elemen pembentuk karakter lanskap Melayu yang ada saat ini sebagai pembentuk kawasan Bandar Senapelan. Hasil dari analisis ini berupa deskripsi dan gambaran spasial dari pengamatan lapang. Identifikasi elemen lanskap Melayu kawasan Bandar Senapelan dijelaskan pada uraian berikut. Elemen Tangible Kawasan Bandar Senapelan Berdasarkan penelusuran keberadaan elemen pembentuk karakteristik lanskap Melayu di Kota Pekanbaru, dapat diketahui keberadaan, fungsi, dan karakter fisiknya hingga sekarang termasuk beberapa diantaranya yang sudah mengalami perubahan bentuk. Elemen tersebut berada dalam wilayah administrasi Kecamatan Senapelan saat ini, dapat dilihat pada Gambar 28. Keberadaan elemen pembentuk karakteristik lanskap Melayu kawasan Bandar Senapelan dijelaskan secara singkat dalam uraian berikut ini.
Gambar 28 Peta Identifikasi Elemen Lanskap Melayu Kawasan Bandar Senapelan 1.
Pelabuhan Keberadaan pelabuhan ini telah ada dari masa Kerajaan Siak dan menjadi pusat perekonomian untuk daratan Riau. Keberadaannya kini masih dapat dilihat dan fungsinya masih sebagai pelabuhan bongkar muat barang (Gambar 29). Namun sekarang kondisi bongkar muat barang di pelabuhan ini tidak seramai dulu. Karena saat ini kegiatan perekonomian tidak hanya melalui laut atau sungai, namun lebih banyak melalui transportasi udara dan transportasi darat. Hal lain yang menjadikan kegiatan bongkar muat barang di pelabuhan ini tidak seramai dulu adalah terdapatnya pelabuhan-pelabuhan baru yang tersebar di beberapa
57 wilayah di Provinsi Riau, juga di sepanjang sungai Siak. Khusus untuk Pekanbaru, transportasi penduduk melalui sungai Siak dilakukan melalui pelabuhan sendiri yaitu Pelabuhan Bunga Tanjung di hulu pelabuhan Pekanbaru dan pelabuhan Sungai Duku di hilir Sungai Siak dalam Kecamatan Lima Puluh.
Gambar 29 Pelabuhan Pekanbaru saat ini Sumber: Survei Lapang 2013 2.
Pasar Pekan yang didirikan oleh Raja Muhammad Ali dahulunya merupakan pasar rakyat. Pasar ini terletak tidak jauh dari pelabuhan Pekanbaru. Saat ini pekan tersebut dikenal dengan nama Pasar Bawah yang tidak hanya sebagai pasar rakyat atau tradisional namun juga sebagai pasar modern sebagai pusat perbelanjaan wisata di Kota Pekanbaru (Gambar 30). Ironisnya, keberadaan Pasar Bawah ini tidak begitu banyak dikunjungi penduduk Pekanbaru. Pasar Bawah ini sangat dikenal oleh para pendatang dari luar propinsi Riau untuk mencari berbagai barang antik, souvenir, makanan khas Pekanbaru, dan lain-lain. Pasar Bawah saat ini sangat dikenal masyarakat di luar Pekanbaru sebagai “Pasar Wisata”.
Gambar 30 Pasar Bawah Sumber: Survei Lapang 2013 3. Mesjid Raya Pekanbaru Keberadaan Mesjid Raya Pekanbaru merupakan bukti sejarah perkembangan Kota Pekanbaru dan menjadi landmark di kawasan kota lama Pekanbaru yang terletak di Kecamatan Senapelan (Gambar 31). Sampai saat ini Mesjid Raya masih berfungsi sebagai tempat ibadah bagi umat Islam. Mesjid raya Pekanbaru telah mengalami beberapa kali perubahan bentuk namun lokasi masjid tidak berubah. Bangunan mesjid dengan menggunakan bahan batu pertama kali di bangun tahun 1930, dimana sebelumnya mesjid tersebut terbuat dari bahan kayu. Perubahan bentuk yang terakhir ini, dilakukan dengan merubah bentuk keseluruhan dari mesjid dan hanya menyisakan mimbar, tiang empat, dan gerbang. Perubahan bentuk mesjid tersebut secara langsung ikut menghilangkan salah satu bukti dari sejarah dari perkembangan Kota Pekanbaru.
58
(a) Kondisi Masjid Raya Pekanbaru saat ini
(b) Mimbar dan Pintu Gerbang Mesjid Raya Pekanbaru
Gambar 31 Mesjid Raya Pekanbaru Sumber: Survei Lapang 2013 4.
Komplek Makam Marhum Pekan Komplek makam Marhum Pekan merupakan pemakaman pembesar Kerajaan Siak yang pernah memerintah di Senapelan. Makam ini terletak bersebelahan dengan Mesjid Raya Pekanbaru dan masih ada sampai sekarang. Dahulu masyarakat mengenal makam ini dengan sebutan pekuburan Mesjid Raya atau pekuburan Kampung Bukit, saat ini dikenal dengan nama Komplek Makam Marhum Pekan (Gambar 32). Hal ini dikarenakan terdapat makam Marhum Pekan yang merupakan pendiri Kota Pekanbaru. Di dalam komplek makam ini terdapat makam pembesar Kerajaan Siak, yaitu makam Sultan Abdul Jalil Alamudin Syah atau yang dikenal dengan nama Raja Alam yang merupakan sultan ke 4 dari Kerajaan Siak. Beliau adalah sultan yang memindahkan pusat Kerajaan Siak dari Mempura ke Senapelan sekitar tahun 1762. Selain makam Sultan Siak 4 terdapat juga makam Sultan Siak ke 5 yaitu Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah atau yang dikenal dengan nama Marhum Pekan, serta makam keluarga kerajaan dan pembesar-pembesar yang pernah memerintah di Senapelan. Terlihat dalam Gambar 31, pada bagian sebelah kanan merupakan bangunan Makam Marhum Pekan dan Marhum Bukit sedangkan sebelah kiri merupakan Masjid Raya Pekanbaru yang saat ini sedang dibangun dengan tampilan yang baru. Komplek ini merupakan salah satu situs yang menjadi bukti sejarah Kota Pekanbaru dan memiliki nilai yang tinggi dan masih terawatt hingga kini. Saat ini kompek makam ini dijaga oleh seorang juru pelihara yang berkerja di bawah pengawasan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Wilayah Kerja Sumatera Barat, Riau dan Kepulauan Riau yang berpusat di Batusangkar, Sumatetra Barat.
59
Gambar 32 Komplek Makam Marhum Pekan Sumber: Survei Lapang 2013 5.
Rumah Kayu Tuan Qadi H. Zakaria Rumah kayu Tuan Qadi H. Zakaria terletak di pinggir Sungai Siak, tepatnya di kawasan bawah Jembatan Siak III (Gambar 33). Rumah ini pada masa lalu merupakan rumah singgah bagi Sultan Siak Sri Indrapura ke XII apabila beliau berkunjung ke Senapelan atau Pekanbaru. Di tempat inilah sultan beserta pengiringnya beristirahat untuk kemudian melanjutkan perjalanan menuju Rumah Tuan Qadi lainnya yang terdapat sekitar 100-150 meter dari sisi selatan bangunan ini (Istiawan et al 2012). Dalam kurun waktu yang panjang, kepemilikan rumah ini sempat berganti-ganti hingga akhirnya dimiliki oleh Pemerintah Kota Pekanbaru pada tahun 2011. Saat ini bangunan sudah tidak berfungsi sebagai tempat tinggal sedangkan kondisi fisik saat ini masih asli, namun di beberapa bagian terdapat kerusakan. Secara umum bangunan ini berbahan kayu kecuali pada bagian muka rumah yaitu tangga dan kolom tiang yang berbahan batu dan rumah ini memilik bentuk panggung beratap Belah Bubung. Pada bagian tiang batu terdapat tanda berupa tanggal dibangunnya rumah ini yaitu pada 23 juli 1928.
Gambar 33 Rumah kayu Tuan Qadi H. Zakaria Sumber: Survei Lapang 2013 Rumah Batu Tuan Qadi H. Zakaria Rumah ini terletak tidak jauh dari Masjid Raya Pekanbaru (Gambar 34). Rumah ini telah mengalami renovasi tetapi secara umum tidak mengalami perubahan bentuk (Mulyono 2012). Perubahan terdapat pada bagian belakang sisi selatan dan samping bangunan. Kondisi fisik rumah saat ini masih sangat terawat dan difungsikan sebagai rumah tinggal. Rumah berarsitektur kolonial ini termasuk rumah bersejarah (Mulyono 2012). Rumah ini merupakan rumah salah satu tokoh penting kerajaan Siak yaitu Tuan Qadi atau hakim agung yaitu Haji Zakaria. Rumah yang dibangun pada tahun 1928, merupakan rumah tempat tinggal sultan apabila berkunjung ke Senapelan atau Pekanbaru (Istiawan et al 2012). 6.
60
Gambar 34 Rumah Batu Tuan Qadi H. Zakaria Sumber: Survei Lapang 2013 7.
Rumah Hajah Ramnah Yahya Rumah ini terletak di jalan Perdagangan dan berada tidak jauh dari pinggir sungai Siak (Gambar 35). Di dekat rumah ini terdapat pelabuhan penduduk yang bernama pelabuhan Bunga Tanjung. Pelabuhan ini masih digunakan sebagai pelabuhan bongkat muat barang. Rumah Hajah Ramnah Yahya telah mengalami pemugaran dengan tetap mempertahankan bentuk aslinya (Mulyono 2012) dan kondisinya saat ini masih sangat terawat dan difungsikan sebagai tempat kegiatan masyarakat yaitu tempat pembuatan tenun Siak. Kegiatan di rumah ini dikelola oleh Unit Pengelolaan Pariwisata (UPP) Desa Wisata Kampung Bandar Senapelan yang disingkat UPP Dewi Kambalan. Karakter fisik rumah ini yaitu merupakan rumah panggung beratap Belah Bubung dengan tambahan atap di bawah atap utamanya. Orientasi rumah ini menghadap ke Sungai Siak atau ke arah utara. Menurut Effendy (2003) bangunan menghadap ke utara baik sekali, mendatangkan banyak rezeki, jarang ditimpa penyakit, dan selalu hidup berkecukupan.
Gambar 35 Rumah Hajah Ramnah Yahya Sumber: Survei Lapang 2013 8.
Rumah Haji Sulaiman India Rumah Haji Sulaiman India merupakan salah satu rumah berarsitektur Melayu, berupa rumah panggung dengan beratap limas yang berada di kawasan Senapelan (Gambar 36). H. Sulaiman merupakan salah seorang Panitia Pelaksana Pembangunan Mesjid Raya tahun 1925 (Mulyono 2012). Rumah ini terletak di Kelurahan Kampung, Kecamatan Senapelan. Rumah ini masih difungsikan sebagai rumah tinggal, namun kondisi fisik rumah saat ini kurang terawat sehingga perlu adanya perhatian khusus dari pihak terkait baik dari pemilik rumah saat ini maupun pemerintah terhadap bangunan ini.
61
Gambar 36 Rumah Haji Sulaiman India Sumber: Survei Lapang 2013 9. Rumah Honolulu Rumah Honolulu terletak di jalan Senapelan (Gambar 37). Berdasarkan hasil survei belum diketahui dengan pasti kenapa rumah ini disebut sebagai “Rumah Honolulu”, tetapi yang jelas rumah ini merupakan salah satu rumah berarsitektur Melayu yaitu rumah panggung dengan atap limas yang didominasi bahan kayu serta bagian kaki bangunan berbahan batu. Namun keadaan rumah Honolulu saat ini tidak terawat dan hampir seluruh bagian badan dan kepala bangunan mengalami kerusakan.
Gambar 37 Keadaan Rumah Honolulu Tahun 2008 (kiri) dan Tahun 2013 (kanan) Sumber: Mohammad Tohiran 2008 (kiri), Survei Lapang 2013 (kanan) 10. Komplek Pekuburan Senapelan Komplek Pekuburan Senapelan merupakan bukti otentik dari keberadaan komunitas masyarakat Senapelan sejak zaman dulu (Mulyono 2012). Pekuburan ini terletak di jalan Wakaf, Kelurahan Kampung Bandar, Kecamatan Senapelan (Gambar 38). Berdasarkan Perda Kota Pekanbaru Nomor 3 Tahun 2012 tentang Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat, pemakaman ini termasuk ke dalam tempat Pemakaman Bukan Umum. Tempat pemakaman bukan umum di Senapelan ini merupakan pemakaman yang pengelolaannya dilakukan oleh Badan Sosial atau Badan Keagamaan, dan jasad yang dimakamkan harus memenuhi ketentuan khusus yang ditetapkan oleh badan tersebut. Dari hasil survei, pemakaman ini berfungsi sebagai pemakaman khusus untuk warga beragama Islam dan pemakaman ini dikelola oleh sebuah Badan yang bernama Badan Pengelola Pandam Pekuburan Islam Senapelan (BP3S). Dalam komplek pemakaman ini terdapat makam baru dan makam kuno, dan secara historis pekuburan ini memiliki nilai penting yaitu di pekuburan ini terdapat makam
62 tokoh-tokoh penting antara lain, makam Penghulu Lima Puluh Kerajaan Siak yaitu Muhammad Amin, makam Imam districthoofd Kerajaan Siak yaitu H.M. Tahir, dan makam-makam tua lainnya.
Gambar 38 Komplek Pekuburan Senapelan Sumber: Survey Lapang 2013 Elemen Intangible Kawasan Bandar Senapelan 1. Busana Melayu Pekanbaru sebagai ibu kota Provinsi Riau telah membuat ketentuanketentuan untuk tumbuh dan berkembangnya kebudayaan Melayu, melalui surat edaran Gubernur untuk memakai busana Melayu pada hari Jum’at bagi karyawan, murid, dan siswa dan pada hari besar (Gambar 39). Demikian pula adanya edaran supaya papan nama kantor atau lembaga dituliskan huruf Arab Melayu di bawah tulisan latin yang ada pada nama kantor atau lembaga itu (Suwardi MS dan Isjoni 2006). Pakaian harian resmi laki-laki ialah berbentuk baju kurung yang disebut “Teluk Belanga” dan ”Baju Kurung Cekak Musang”. Bentuknya berlengan panjang dengan celana panjang yang disempurnakan dengan kain samping dan tutup kepala berupa songkok atau kopiah dan alas kaki berupa sepatu, capal (sejenis kasut), kasut atau selepar. Sedangkan pakaian harian resmi perempuan wujudnya baju kurung dan kebaya panjang (labuh), disempurnakan dengan kain sarung, selendang (tudung kepala) antara lain berupa selendang biasa, tudung lingkup, tudung serangke, dan tudung mante, dengan alas kaki berupa kasut dan rambut disiput atau disanggul (Suwardi 2007).
Gambar 39 Pakaian Melayu Setiap Hari Jumat Sumber: Riau.go.id, Lamriau.org. 2014
63 2.
Petang Megang Petang Megang merupakan salah satu upacara menyambut bulan Ramadhan, dilaksanakan pada petang sebelum hari tersebut datang dan dimulai dengan “mandi belimau”. Pada malam harinya dilaksanakan acara takbiran secara beramai-ramai baik dengan berjalan kaki dengan obor maupun menggunakan kendaraan sambil mengumandangkan ucapan takbir “Allahu Akbar” (Suwardi 2007). Acara ini dipusatkan di tepi Sungai Siak dan pelaksanaannya secara simbolis dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Pekanbaru dan Pemerintah Provinsi Riau bersama masyarakatnya (Gambar 40). Petang Megang dulunya sebuah tradisi masyarakat mandi dengan wewangian. Misalnya dengan bunga yang nanti airnya diletakan dalam wadah secukupnya yang diberi jeruk nipis. Air ini pun diguyurkan ke badan dalam menyambut bulan yang penuh suci dan berkah itu. Saat ini tradisi yang penuh suka cita tersebut, tidak lagi dilaksanakan sebagaimana dulunya masyarakat mandi bersama. Pemerintah setempat hanya secara simbolis memandikan beberapa anak kecil dengan air wewangian untuk mengenang tradisi nenek moyang masyarakat Melayu Riau karena air Sungai Siak kini tak lagi ramah untuk bermandi ria. Ini sehubungan dengan air sungai yang terus tercemar oleh limbah rumah tangga dan industri. Pelaksanaan acara ini, diiringi alunan musik rebana dan sebait pantun bernuansa Islami yang disampaikan oleh panitia acara. Puncak acara ini adalah melepaskan bebek ke tengah sungai dan masyarakat akan berlomba untuk menangkapnya (Bappeda Pekanbaru 2014). Menurut Hamidy (2013), memandang jalannya upacara ini, ada kemungkinan pada mulanya berasal dari mandi suci menurut agama Hindu, seperti yang dilakukan penganut agama tersebut di Sungai Gangga. Tetapi setelah masuknya puak Melayu, terutama puak Melayu Kampar memeluk Islam, maka acara ini diberi warna Islam. Karena jika tidak hati-hati, maka upacara ini dapat “dipesongkan” kepada alam Hinduisme.
Gambar 40 Acara Petang Megang Sumber: Riau Green 2013
64 3.
Festival Lampu Colok Festival lampu colok adalah event daerah, yang merupakan tradisi warga Kota Pekanbaru untuk menyambut datangnya Malam Lailatul Qadar pada setiap bulan Ramadhan (PKP 2012). Hiasan lampu colok tersebar di 12 kecamatan di Kota Pekanbaru. Ajang ini merupakan festival budaya tradisional yang digelar tiap tahun saat malam ke-27 Ramadan. Setiap warga kecamatan bersaing dengan warga lainnya untuk memberikan bentuk terbaik dan dinilai oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata yang mendatangi setiap kecamatan. Penilaiannya berdasarkan keindahan, artistik, banyaknya jumlah lampu colok, serta bentuk ornamen yang ditampilkan (Gambar 41). Menurut sejarah, tradisi ini merupakan warisan masyarakat Melayu Pekanbaru yang dulunya masih bernama Senapelan. Pada zaman dulu, masyarakat Senapelan gemar memasang lampu colok di sepanjang kampung saat malam ke27 Ramadan. Selain untuk penerang kampung, lampu colok sebagai bentuk rasa syukur memasuki malam Lailatul Qadar dan menyambut gembira hari kemenangan Idul Fitri (Tempo 2012).
Gambar 41 Festival Lampu Colok Sumber: http://www.riaudailyphoto.com/2011/08/festival-lampu-colokpelestarian.html 2014 4.
Peringatan Hari Jadi Kota Pekanbaru dan Ziarah Makam Marhum Pekan Setiap tahun jajaran Pemerintah Kota Pekanbaru melaksanakan ziarah ke makam pendiri Kota Pekanbaru, yaitu makam Marhum Pekan dan Sultan Alamuddinsyah yang telah berjaya meletakkan dasar-dasar berdirinya Pekanbaru sekitar tahun 1873 (Gambar 42). Hal ini dilakukan untuk menjunjung tinggi rasa hormat kepada para pendiri Kota Pekanbaru dan mendoakan mereka agar selalu mendapatkan ridho Allah SWT. Ziarah tersebut merupakan kegiatan rutin tahunan yang diselenggarakan menjelang peringatan HUT Kota Pekanbaru (PKP 2012).
65
Gambar 42 Ziarah Makam Marhum Pekan Sumber: Riau Terkini.com. 2013 Kebijakan Pelestarian Kawasan Bandar Senapelan Pemerintah Kota Pekanbaru sampai saat ini belum memiliki peraturan daerah yang mengatur pelestarian bangunan dan/atau lingkungan Cagar Budaya. Dasar hukum yang digunakan dalam pelestarian bangunan dan/atau lingkungan Cagar budaya masih mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2002 tentang Cagar Budaya. Namun, upaya pelestarian bangunan dan/atau kawasan Cagar Budaya telah dilakukan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Pekanbaru bekerja sama dengan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Wilayah Kerja Sumatera Barat, Riau dan Kepulauan Riau yang berpusat di Batusangkar, Sumatetra Barat. Upaya tersebut meliputi kegiatan indentifikasi awal dan pendataan, studi teknis arkeologis rumah adat Melayu Riau di Kelurahan Kampung Bandar Kecamatan Senapelan, seminar, dan workshop terkait Cagar Budaya yang terdapat di Kota Pekanbaru. Pada tahun 2012, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Pekanbaru melakukan identifikasi awal terhadap benda, struktur, dan bangunan Cagar Budaya di tiga wilayah kelurahan di Kecamatan Senapelan, yaitu di Kelurahan Kampung Bandar, Kelurahan Kampung Dalam, dan Kelurahan Sago. Kegiatan pengumpulan dan pendataan awal yang diduga sebagai Cagar Budaya berjumlah 42 buah. Cagar Budaya tersebut atau yang diduga Cagar Budaya diperkirakan merupakan tinggalan sejarah dan budaya masa Kerajaan Siak, Kolonial Belanda, pra kemerdekaan dan lainnya (Mulyono 2012). Pengelolaan terhadap kawawan Cagar Budaya di Kecamatan Senapelan tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pekanbaru Tahun 2007-2026. Dukungan RTRW terhadap visi Kota Pekanbaru terdapat pada pengembangan kawasan-kawasan strategis kota dan kawasan cagar budaya, dimana kawasan strategis kota adalah kawasan yang penataan ruangnya diprioritaskan karena memiliki pengaruh sangat penting dalam lingkup kota terhadap ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan (PKP 2006).
66 Salah satu kawasan strategis yang telah ditetapkan dalam RTRW Kota Pekanbaru 2007-2026 adalah kawasan Water Front City Sepanjang Sungai Siak. Kawasan ini salah satunya meliputi sub kawasan, yaitu Kampung Bandar dengan tema perlindungan sejarah dan wisata religi. Kampung Bandar dengan Mesjid Raya Pekanbaru sebagai titik utama (central point) juga merupakan kawasan Cagar Budaya karena merupakan bagian dalam perjalanan awal terbentuknya kota Pekanbaru. Bagian dari kawasan yang diprioritaskan pengembangannya dalam skala yang lebih mikro, salah satunya adalah Pengembangan Kawasan Cagar Budaya di lokasi Kota Lama (Senapelan) yang dilakukan melalui revitalisasi kawasan (PKP 2006).
Elemen Prioritas Pembentuk Karakteristik Lanskap Melayu Hasil penilaian menggunakan AHP dalam menentukan elemen prioritas sebagai pembentuk karakteristik lanskap Melayu di Pekanbaru dan alternatif keputusan disajikan pada Tabel 14 dan Gambar 43. Tabel 14 Hasil analisis elemen prioritas menggunakan AHP Elemen Komponen Area Bersejarah Ruang Publik Bangunan Alternatif Keputusan Penetapan Pelindungan Pengembangan
Bobot
Prioritas
0,369 0,350 0,281
1 2 3
0,496 0,265 0,239
1 2 3
Level Komponen dan Variabel Hasil analisis AHP terhadap tiga sub level komponen bahwa komponen area bersejarah merupakan prioritas dengan bobot tertinggi sebesar 0,369 (36,9%), komponen ruang publik 0,350 (35%), dan komponen yang terakhir adalah bangunan 0,281(28,1%).
Level 1 (Tujuan)
Level 2 (Komponen)
Elemen Prioritas Pembentuk Karaktreristik Lanskap Melayu
Ruang Publik (0,350)
Bangunan (0,281)
Area Bersejarah (0,369)
Komplek Mesjid Raya Pekanbaru (0,320)
Kelurahan Kp. Bandar dan Kampung Dalam (0,293)
Kawasan Pelabuhan (0,386)
Dermaga (0,305)
Makam Marhum Pekan (0,176)
Rumah Tuan Kadi (0,167)
Rumah-Rumah Tua (0,111)
Mesjid Raya Pku (0,240)
Pasar (0,175)
Pelabuhan (0,825)
Level 3 (Variabel)
Level 4 (Alternatif)
Penetapan (0,496)
Perlindungan (0,265)
Pengembangan (0,239)
Gambar 43 Hasil Skema Hierarki Analytical Hierarchy Proces disertai dengan hasil pembobotan
68 1.
Area Bersejarah Tingginya nilai bobot komponen area bersejarah dibandingkan dengan komponen lainnya menunjukkan bahwa komponen area bersejarah menjadi perhatian utama sebagai pembentuk karakter lanskap Melayu dan sangat penting dimasukkan ke dalam rencana penetapan sebagai kawasan Cagar Budaya. Karena komponen area bersejarah diduga mengandung benda, bangunan, dan struktur cagar budaya. Terpilihnya area bersejarah sebagai komponen prioritas pembentuk karakteristik lanskap Melayu mencerminkan bahwa area atau kawasan tersebut menyimpan informasi kegiatan masyarakat Melayu pada masa lampau serta mengandung tinggalan dalam bentuk fisik yang paling kuat mewakili lanskap Melayu di Kota Pekanbaru. Komponen area bersejarah didukung oleh variabel-variabel yang dijadikan sublevel dalam AHP ini. Variabel tersebut berdasarkan urutan prioritasnya adalah Kawasan Pelabuhan (38,6%), Komplek Mesjid Raya Pekanbaru (32%), dan Kawasan Kelurahan Kampung Bandar dan Kampung Dalam (29,3%). 2.
Ruang Publik Ruang publik menjadi komponen prioritas kedua sebagai pembentuk karakteristik lanskap Melayu di Pekanbaru. Ruang publik merupakan suatu ruang yang berfungsi untuk kegiatan-kegiatan masyarakat yang berkaitan dengan sosial, ekonomi, dan budaya. Ruang publik ini sangat erat kaitannya dengan sejarah berdirinya Kota Pekanbaru. Awal terbentuknya Kota Pekanbaru dimulai dengan adanya kegiatan perdagangan, yang terpusat di sebuah pasar dan pelabuhan. Oleh karena itu, ruang publik tidak bisa dilepaskan sebagai bagian dari pembentuk karakter lanskap Melayu di Kota Pekanbaru. Komponen ruang publik didukung oleh variabel-variabel yang dijadikan sublevel dalam AHP ini. Variabel tersebut berdasarkan urutan prioritasnya adalah pelabuhan (82,5%) dan pasar (17,5%). 3.
Bangunan Bangunan menjadi komponen prioritas ketiga sebagai pembentuk karakteristik lanskap Melayu di Pekanbaru. Komponen bangunan memberikan pengaruh dalam terbentuknya lanskap Melayu di Pekanbaru, karena sudah menjadi adat istiadat raja-raja Melayu dimana dalam pemindahan pusat kerajaan diikuti dengan pembangunan istana raja, balai kerapatan, dan mesjid. Ketiga unsur tersebut wajib dibangun sebagai lambang persahabatan antara pemerintah, adat, dan ulama (agama). Selain ketiga unsur tersebut makam kerajaan dan dermaga juga menjadi bagian tak terpisahkan, namun saat ini yang masih dapat ditemukan dari ketiga unsur tersebut adalah bangunan masjid yang telah mengalami renovasi beberapa kali. Dalam mewujudkan Kota Pekanbaru yang memiliki karakter atau identitas lanskap Melayu, komponen ini dapat dijadikan sebagai bagian dari upaya tersebut. Komponen ruang publik didukung oleh variabel-variabel yang dijadikan sublevel dalam AHP ini. Variabel tersebut berdasarkan urutan prioritasnya adalah dermaga (30,5%), mesjid (24%), komplek makam Marhum Pekan (17,6%), rumah Tuan Qadi (16.7%), dan rumah-rumah tua (11,1%).
69 Alternatif Keputusan Berkaitan dengan sasaran yang ingin dicapai dalam berbagai komponen sebagai bagian dari tindakan yang perlu dilakukan terhadap pembentuk karakteristik lanskap Melayu di Pekanbaru yang ada saat ini, maka terdapat beberapa alternatif yang dapat dilakukan yakni melalui: (1) penetapan; (2) perlindungan; dan (3) pengembangan. 1.
Penetapan Alternatif keputusan yang merupakan prioritas utama adalah penetapan dengan bobot nilai sebesar 0,496 (49,6%). Tinggi bobot nilai alternatif keputusan berupa penetapan dibandingkan dengan alternatif lainnya, karena alternatif ini merupakan tindakan pemberian status Cagar Budaya terhadap benda, bangunan, struktur, lokasi, dan/atau satuan ruang geografis. Saat ini area bersejarah di kawasan Bandar Senapelan belum mempunyai status sebagai Cagar Budaya. 2.
Perlindungan Alternatif keputusan pembentuk karakteristik lanskap Melayu yang kedua adalah perlindungan. Perlindungan adalah upaya mencegah dan menanggulangi dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan dengan cara penyelamatan, pengamanan, zonasi, pemeliharaan, dan pemugaran Cagar Budaya (DKP 2012). Perlindungan terhadap benda, bangunan, dan struktur yang masih ada pada area bersejarah kawasan Bandar Senapelan dilakukan melalui tindakan penyelamatan sebagai upaya menghindarkan atau menanggulangi Cagar Budaya yang masih tersisa dari kerusakan, kehancuran, dan kemusnahan; tindakan pengamanan sebagai upaya menjaga dan mencegah Cagar Budaya terhindar dari ancaman atau gangguan; menetapkan batas-batas keluasannya dan pemanfaatan ruang melalui sistem zonasi berdasarkan hasil kajian; tindakan pemeliharaan terhadap Cagar Budaya dilakukan dengan cara merawat, bertujuan untuk mencegah dan menanggulangi kerusakan akibat pengaruh alam atau perbuatan manusia; tindakan pemugaran terhadap bangunan Cagar Budaya yang rusak, dilakukan dengan tujuan mengembalikan fisik dengan memperbaiki, memperkuat, dan mengawetkannya baik melalui pekerjaan rekonstruksi, konsolidasi, rehabilitasi, dan restorasi. 3.
Pengembangan Alternatif keputusan pembentuk karakteristik lanskap Melayu yang ketiga adalah pengembangan. Pengembangan adalah peningkatan potensi nilai, informasi, dan promosi Cagar Budaya serta pemanfaatannya melalui penelitian, revitalisasi, dan adaptasi secara berkelanjutan serta tidak bertentangan dengan tujuan pelestarian. Pada intinya adalah pemanfaatan baik pada kawasan area bersejarah maupun pengembangan diluar area bersejarah, dalam hal ini adalah kota Pekanbaru. Bentuk pemanfaatannya dapat berupa pengembangan area bersejarah menjadi kawasan wisata dan peningkatan karakter identitas diseluruh kota Pekanbaru.
70 Rekomendasi Pembentuk Karakteristik Lanskap Melayu Upaya Pelestarian Kawasan Bersejarah Bandar Senapelan Berdasarkan hasil AHP, diperoleh keputusan area bersejarah sebagai elemen prioritas. Area bersejarah pada kawasan Bandar Senapelan ini mencakup wilayah Kelurahan Kampung Bandar dan Kelurahan Kampung Dalam, kedua kelurahan ini terletak dalam wilayah Kecamatan Senapelan (Gambar 44). Tindakan yang dilakukan terhadap area bersejarah ini berupa penetapan sebagai kawasan Cagar Budaya melalui dukungan aspek legal. Dukungan tersebut dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh pemerintah maupun pemerintah daerah sebagai upaya perlindungan terhadap aset-aset bersejarah. Untuk keperluan manajemen perlindungan, maka perlu dilakukan pembagian wilayah (zonasi) kawasan perlindungnya (Gambar 45). Sesuai dengan UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, maka area bersejarah dibagi menjadi tiga zona, yaitu zona inti, zona penyangga, dan zona pengembangan. Dalam penjelasan atas undang-undang tersebut, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan zona inti adalah area perlindungan utama untuk menjaga bagian terpenting Cagar Budaya, dan zona penyangga adalah area yang melindungi zona inti, zona ini meliputi daerah diluar zona diluar zona inti. Sedangkan zona pengembangan adalah area yang diperuntukkan bagi pengembangan potensi Cagar Budaya bagi kepentingan rekreasi, daerah konservasi lingkungan alam, lanskap budaya, kehidupan budaya tradisional, keagamaan, dan kepariwisataan. Zona Inti meliputi area Mesjid Raya Pekanbaru dan Makam Marhum Pekan, area pelabuhan, area Pasar Bawah, dan rumah pembesar Kerajaan Siak (Tuan Qadi), rumah-rumah tua dan pekuburan Senapelan. Pada zona ini kegiatan pengelolaan yang dilakukan harus benar-benar mengikuti pedoman yang telah ditetapkan dan tidak boleh ada penambahan atau pengurangan tanpa izin dari pihak yang berwenang, yaitu pemerintah atau pemerintah daerah. Tindakan pelestarian pada zona ini lebih ketat dibandingkan dengan zona di luarnya. Segala bentuk perubahan yang dilakukan untuk tujuan pelestarian, seperti pemugaran, dan lain-lain harus seizin pihak yang berwenang, yaitu pemerintah atau pemerintah daerah, serta tercatat secara rinci dan jelas sebagai catatan sejarah. Zona Penyangga dimaksudkan untuk menahan segala tekanan pembangunan dari luar kawasan inti. Pada zona ini, diharapkan tidak ada lagi penambahan permukiman, dan pertokoan. Sebisa mungkin kondisi keaslian dari zona penyangga ini harus tetap terjaga sebagai wilayah pendukung dari zona inti. Zona Pengembangan adalah zona terluar yang dapat dikembangkan terutama untuk mendukung keberadaan, fungsi dan aktivitas wisata pada zona inti. Dalam upaya pengembangan zona tersebut, sebaiknya disesuaikan dengan karakter lanskap budaya yang ada yaitu bercirikan lanskap Melayu, serta mempertimbangkan peraturan tentang tata guna lahan yang telah ditetapkan oleh pemerintah Kota Pekanbaru. Konsekuensi dengan adanya zonasi ini, maka perlu adanya pendekatan dalam pengelolaan lingkungan yang dapat dilakukan dengan cara menjalankan sistem insentif kepada masyarakat maupun pemilik Cagar Budaya yang telah melakukan kewajibannya melindungi Cagar Budaya dengan tujuan untuk menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan, dan sistem disinsentif bertujuan untuk menanggulangi kerusakan lingkungan pada kawasan area bersejarah.
Gambar 44 Peta Delineasi Area Bersejarah Kawasan Bandar Senapelan
Gambar 45 Peta Zonasi Kawasan Perlindungan Area Bersejarah Bandar Senapelan
Dalam UU No.11 Tahun 2010 dijelaskan bahwa insentif adalah dukungan berupa advokasi, perbantuan, atau bentuk lain bersifat nondana untuk mendorong pelestarian Cagar Budaya dari pemerintah atau pemerintah daerah. Pemberian insentif lainnya berupa pengurangan pajak bumi dan bangunan dan/atau pajak penghasilan dapat diberikan oleh pemerintah atau pemerintah daerah kepada pemilik Cagar Budaya yang telah melakukan perlindungan Cagar Budaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Disinsentif diberikan dari pemerintah kepada masyarakat dalam bentuk pengenaan pajak yang tinggi, pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan penalti (Kinanti 2013). Sistem ini diberlakukan karena kawasan area bersejarah saat ini merupakan kawasan dengan permukiman yang padat, sehingga sistem ini berguna sebagai upaya perlindungan terhadap aset-aset bersejarah pada kawasan area bersejarah. Perlindungan terhadap aset-aset bersejarah yang terdapat pada zona inti, bertujuan sebagai upaya mencegah dan menanggulangi dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan. Upaya pelestarian tersebut dilakukan dengan cara pemugaran. Pemugaran terhadap aset-aset bersejarah ini sebagai upaya pengembalian kondisi fisik yang mengalami kerusakan dengan cara memperbaiki, memperkuat, dan mengawetkannya melalui pekerjaan rekonstruksi, konsolidasi, rehabilitasi, dan restorasi. Bentuk pekerjaan yang dilakukan terhadap elemenelemen tersebut merupakan upaya dalam pengembalian kondisi fisiknya (Tabel 15). Pemugaran terhadap elemen-elemen yang terdapat pada zona inti dilakukan setelah memperoleh izin dari pihak yang berwenang yaitu, pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. Tabel 15 Kondisi Elemen Lanskap Sejarah dan Tindakan Pelestarian Elemen/Objek Pelabuhan Pasar Bawah Mesjid Raya PKU
Makam Marhum Pekan Rumah Tuan Qadi (Kayu) Rumah Tuan Qadi (Batu) Rumah Ramnah Yahya
Pengelola
Kondisi
Tindakan
PT.Pelabuhan Indonesia Pemerintah Kota Pekanbaru Pemerintah Kota Pekanbaru
Baik
Bantuan fasilitas untuk memperkuat karakter Meningkatkan upaya pengelolaan Mempertahankan tinggalan yang masih tersisa Bantuan fasilitas untuk memperkuat karakter Rehabilitasi/ Adaptive use Bantuan fasilitas untuk memperkuat karakter Bantuan fasilitas untuk memperkuat karakter
BP3 Batusangkar Pemerintah Kota Pekanbaru Pribadi
Baik Pembangunan (Telah mengalami perubahan bentuk) Cukup Baik Beberapa Bagian Mengalami Kerusakan Baik
Unit Pengelolaan Pariwisata (UPP)
Baik
Rumah Sulaiman India
Pribadi
Rumah Honolulu
Pribadi
Pekuburan Umum
Badan Sosial Masyarakat
Mulai Mengalami Kerusakan dan Butuh Perhatian Khusus Kerusakan Diseluruh Bagian Cukup Baik
Rehabilitasi
Rehabilitasi / Adaptive use Bantuan fasilitas untuk memperkuat karakter
74 Pengembangan Kawasan Bersejarah Bandar Senapelan Kawasan bersejarah Bandar Senapelan selain dilindungi, juga dapat dimanfaatkan atau dikembangkan sebagai kawasan wisata sejarah kota Melayu Pekanbaru sebagai usaha dalam peningkatan potensi nilai, informasi, dan promosi Cagar Budaya. Konsep dasar pengembangan wisata ini adalah “wisata sambil belajar”. Konsep ini semacam sebuah perjalanan wisata dari satu obyek ke obyek sejarah lainnya untuk memahami nilai sejarah obyek-objek wisata tersebut. Diharapkan dengan adanya perjalanan wisata ini masyarakat lebih memahami dan menghargai keberadaan obyek-obyek sejarah di kawasan bersejarah Bandar Senapelan. Program wisata yang diusulkan adalah jalur wisata yang ditentukan berdasarkan jalan dan keberadaan obyek (Gambar 46). Penentuan jalur wisata ini untuk mempermudah wisatawan dalam melakukan kegiatan wisata menjadi lebih efektif dan efisien. Sedangkan rute wisata adalah jalur perjalanan wisata yang telah ditentukan awal dan akhir perjalanan serta obyek-obyek apa saja yang akan dikunjungi. Rute wisata ini dapat membantu wisatawan untuk melakukan estimasi waktu perjalanan wisata. Pengembangan pada Lanskap Kota Pekanbaru Pengembangan di seluruh Kota Pekanbaru, bertujuan untuk meningkatkan identitas kota. Gaya pada bangunan dan ragam hias pada elemen tangible yang terdapat pada kawasan bersejarah Bandar Senapelan, dapat diterapkan replikanya pada urban design Kota Pekanbaru (Tabel 16). Bangunan tradisional Melayu dengan arsitektural atau “Seni Bina” Melayu merupakan suatu bangunan utuh, yang dapat dijadikan tempat kediaman keluarga, tempat bermusyawarah, tempat beradat keturunan, dan tempat berlindung siapa saja yang membutuhkannya (Effendy 1986). Bentuk bangunan tradisional Melayu biasanya ditentukan oleh bentuk atapnya, seperti atap belah bubung, atap limas, dan atap lontik. Rumah Melayu tradisional adalah rumah panggung atau bertiang (Effendy 2003). Sedangkan ragam hias merupakan bagian dari seni rupa, dalam kehidupan masyarakat Melayu Riau, seni rupa ikut memberikan warna yang mencerminkan kekhasan dari masyarakat Melayu tersebut (Effendy 2003).
Gambar 46 Peta Jalur Wisata Kawasan Bersejarah Bandar Senapelan
Tabel 16 Penerapan Replika Elemen Lanskap Melayu dalam Pengembangan di seluruh Kota Pekanbaru Objek Lanskap Melayu Elemen Bangunan (Arsitektur Melayu)
Komponen
1. Rumah Batu Tuan Qadi (Gaya Arsitektur)
Atap Limas
Jendela
Pintu dan Tangga
Penerapan Replika
Bangunan dengan atap limas (Effendy 2003): - Dianggap bangunan “pilihan” atau bangunan yang mencerminkan “tuah” pemiliknya. - Lazimnya dipergunakan untuk bangunan Istana, Balai Kerajaan, atau Rumah Kediaman orang-orang bangsawan atau orang berada. - Lambang status sosial Dapat diterapkan pada: 1. Rumah tinggal pembesar/pejabat, 2. Konsep komplek perumahan pemerintah, 3. Bangunan perkantoran milik pemerintah, 4. dsb
78 Tabel 16 Penerapan Replika Elemen Lanskap Melayu dalam Pengembangan di seluruh Kota Pekanbaru 2. Rumah Kayu Tuan Qadi Bangunan/rumah dengan atap belah (Gaya Arsitektur) bubung dipakai oleh masyarakat umum (Effendy 2003). Atap Belah Bubung
Dapat diterapkan pada: 1. Rumah tinggal, 2. Konsep komplek perumahan, dan 3. Fasilitas-fasilitas umum (pasar, taman, tempat peribadatan, sarana pendidikan, shelter busway, dsb). Contoh Ilustrasi:
Dinding dan Jendela
Shelter Busway Pintu, Tangga, Tiang
Tabel 16 Penerapan Replika Elemen Lanskap Melayu dalam Pengembangan di seluruh Kota Pekanbaru 3. Tiang Batu pada Rumah Kayu Dapat diterapkan pada: Tuan Qadi (Bentuk) 1. Lampu jalan, tiang pagar, 2. Pagar Rumah tinggal, dsb, 3. Kantor pemerintah dan Swasta 4. Tiang pada tangga rumah, 5. Tiang pada signboard, 6. Bollard (pedestrian), 7. Tiang gerbang, dsb Contoh Ilustrasi:
Tampak Samping Tangga
Tampak Depan Tiang Tangga dan Tiang Rumah
79
80 Tabel 16 Penerapan Replika Elemen Lanskap Melayu dalam Pengembangan di seluruh Kota Pekanbaru 4. Rumah Hajjah Ramnah Yahya
Bangunan/rumah dengan atap belah bubung di pakai oleh masyarakat umum (Effendy 2003).
Atap Belah Bubung
Jendela
Tangga
Dapat diterapkan pada: 1. Rumah tinggal, 2. Konsep komplek perumahan, dan 4. Fasilitas-fasilitas umum (pasar, taman, tempat peribadatan, sarana pendidikan, shelter busway, dsb).
Tabel 16 Penerapan Replika Elemen Lanskap Melayu dalam Pengembangan di seluruh Kota Pekanbaru Elemen Ragam Hias
Ukiran dengan motif Awan Larat dan Kalok Pakis dapat diterapkan pada: - Ukiran Kalok Pakis biasa ditempatkan pada bidang memanjang. - Ukiran Awan Larat bisa ditempat pada bidang memanjang, persegi atau bulat, tidak terikat (dapat diukir dimana saja).
1. Ukiran pada Makam (Komplek Makam Marhum Pekan)
Ukiran Awan Larat/Kalok Pakis
Ukiran dengan Motif Tumbuhan
Ukiran motif tumbuh-tumbuhan/daundaunan dapat diterapkan pada: - Ukiran Kalok Pakis biasa ditempatkan pada bidang memanjang.
81
82 Tabel 16 Penerapan Replika Elemen Lanskap Melayu dalam Pengembangan di seluruh Kota Pekanbaru Elemen Warna 1. Warna (Rumah Kayu Tuan Qadi)
Warna Biru
Warna Kuning
Warna Putih atau Krem
Elemen warna (Rumah Kayu Tuan Qadi) dapat diterapkan pada : 1. Rumah, 2. Sekolah, 3. Kantor, 4. Gerbang, 5. Tiang, 6. Pagar, 7. dsb
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Perkembangan karakteristik lanskap Melayu di Pekanbaru berlangsung dalam empat periode, dari empat periode tersebut karakteristik lanskap Melayu Kota Pekanbaru terlihat jelas pada dua masa yaitu masa menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Siak dan masa menjadi Propinsi Negeri Pekanbaru dari sepuluh propinsi di Kerajaan Siak. Berdasarkan hasil penelusuran keberadaan elemen pembentuk karakteristik lanskap Melayu di kota Pekanbaru, dapat diketahui keberadaan, fungsi, dan karakter fisiknya hingga sekarang yaitu di Kecamatan Senapelan berupa kawasan Pelabuhan, Pasar, Mesjid Raya Pekanbaru, Makam Marhum Pekan, dan bangunan-bangunan yang mencirikan Arsitektur Melayu. Berdasarkan hasil dari penilaian AHP, elemen pembentuk paling kuat adalah komponen area bersejarah, sedangkan alternatif keputusan yang menjadi prioritas utama adalah penetapan. Tindakan yang dilakukan terhadap area bersejarah kawasan Bandar Senapelan berupa penetapan sebagai kawasan Cagar Budaya melalui dukungan aspek legal. Untuk keperluan manajemen perlindungan, maka perlu dilakukan pembagian wilayah (zonasi). Zonasi tersebut dibagi menjadi tiga yaitu zona inti, zona penyangga, dan zona pengembangan. Kawasan bersejarah Bandar Senapelan, diusulkan untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata sejarah memakai konsep “wisata sambil belajar”, yaitu perjalanan wisata dari satu obyek ke obyek sejarah lainnya untuk memahami nilai sejarah obyekobjek wisata tersebut. Sedangkan untuk pengembangan di seluruh Kota Pekanbaru, gaya arsitektur, ragam hias, dan warna, replikanya dapat diterapkan pada urban design Kota Pekanbaru. Saran 1.
2.
3.
4.
Beberapa saran berdasarkan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut Proses pengusulan atau pendaftaran terhadap benda, bangunan, struktur, lokasi atau satuan ruang geografis yang diduga Cagar Budaya yang ada di kawasan bersejarah Kecamatan Senapelan Kota Pekanbaru, perlu segera diselesaikan ditindaklanjuti dengan proses penetapan melalui kajian nilai penting. Pengembangan kawasan yang beridentitaskan Melayu disesuaikan dengan kebutuhan saat ini, namun tidak terlepas dari nilai-nilai yang melekat pada budaya Melayu yang salah salah satunya bersendikan ajaran agama Islam. Dalam usaha peningkatan potensi nilai, informasi, dan promosi Cagar Budaya pada kawasan area bersejarah dapat dilakukan salah satunya melalui pengembangan wisata sejarah Melayu dalam bentuk sebuah perjalanan wisata dari satu obyek ke obyek sejarah lainnya untuk memahami nilai sejarah obyekobjek wisata tersebut. Diharapkan dengan adanya perjalanan wisata ini masyarakat lebih memahami dan menghargai keberadaan obyek-obyek sejarah Melayu di kawasan bersejarah Kecamatan Senapelan Kota Pekanbaru. Perlu adanya koordinasi dan sinkronisasi antar pemangku kepentingan (Stakeholder) dalam mewujudkan visi Kota Pekanbaru menjadi pusat kebudayaan Melayu sebagai bagian dari visi Propinsi Riau serta melibatkan partisipasi aktif masyarakat.
83
DAFTAR PUSTAKA Ahmad M. 2003.” Riau Sebagai Pusat Kebudayaan Melayu”. Dalam Rahman E, et al (Penyunting). Alam Melayu: Sejumlah Gagasan Menjemput Keagungan. Pekanbaru: Unri Press dan DKKP Provinsi Riau. Akub AH, Arifin NFM. 2013. Pentingnya Kita Mengambil Tahu Adanya Bandar Melayu Tradisi dalam Penyediaan Kajian Rancangan Pemajuan untuk Jadikannya Asas Pemeliharaan Warisan Negara. Jurnal MIP E-Bulletin Volume 1(3):2-7/September 2013. [internet]. [diacu 2013 desember 21]. Tersedia dari: http: // www. mip. org. my/doc/e%20Bulletin% 20 Sept % 20 2013.pdf. Bahrin R, Ahmad R. 1988. The Terengganu Timber Malay House. Kuala Lumpur: Badan Warisan Malaysia. [internet]. [diacu 2013 desember 21]. Tersedia dari: http: // www. mip. org. my/doc/e%20Bulletin% 20 Sept % 20 2013.pdf. Bappeda Pekabaru. 2014. Petang Megang, Tradisi Mandi Sore Jelang Ramadan di Pekanbaru. [internet]. [diacu 2014 februari 10]. Tersedia dari: http://bappeda.pekanbaru.go.id/berita/495/petang-megang-tradisi-mandisore-jelang-ramadan-di-pekanbaru/page/1/. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Pekanbaru Dalam Angka. Pekanbaru: Badan Pusat Statistik Kota Pekanbaru Kerjasama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Pekanbaru. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Pekanbaru Dalam Angka. Pekanbaru: Badan Pusat Statistik Kota Pekanbaru Kerjasama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Pekanbaru. Budiharjo E. 1997. Arsitektur Pembangunan dan Konservasi. Semarang: Djambatan. Clelland Mc, Keller, Keller dan Melnick. 1999. Guidelines for Evaluating and Documenting Rural Historic Landscapes, National Register of Historic Places Bulletin. [internet]. [diunduh 2013 September 3]. Tersedia pada: http://www.nps.gov/nr/publications/bulletins/nrb30/nrb30_5.htm Darmawan E. 2007. Peranan Ruang Publik dalam Perancangan Kota (Urban Design). Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Effendy T. 1986. Masyarakat Melayu Riau dan Kebudayaannya. Pekanbaru: Pemerintah Daerah Propinsi Tingkat I Riau. Effendy T, Kadir E. 2003. Ragam Hias pada Rumah Melayu Riau. Pekanbaru: Sebati Riau Art Gallery dan Caltex Pacifix Indonesia. Ezrin A. 1985. Pertempatan Serta Bandar-bandar Awal di Tanah Semenanjung. Fakulti Alam Bina, Universiti Teknologi Malaysia. Unpublished. [internet]. [diacu 2013 desember 21]. Tersedia dari: http: // www. mip. org. my/doc/e%20Bulletin% 20 Sept % 20 2013.pdf. Fazamimah N. 2007. Role of Cultural Landscape in Improving The Identity of The Kuala Terengganu Town Centre sebagai Bandar Melayu Bersejarah, Thesis For Master Of Science (Urban And Regional Planning. Johor Bahru : Universiti Teknologi Malaysia [internet]. [diacu 2013 desember 21]. Tersedia dari: http://eprints.utm.my/10059/. Firzal Y. 2007. Penataan Kawasan Berjatidiri, Preservasi Kawasan Bersejarah di Kota Pekanbaru. Tesis. ITB: Bandung
84 Ghalib W. 1980. Sejarah Kota Pekanbaru. Pekanbaru: Pemda Kota Madya TK II Pekanbaru. Goodchild PH. 1990. Some Principles for The Conservation of Historic Landscape. ICOMOS (UK) Historic Gardens and Landscape Committee. Hamid S (1988). Petempatan Dan Asas Pertapakan Bandar, Rujukan Kepada Semenanjung Malaysia. Fakulti Alam Bina, Universiti Teknologi Malaysia. Unpublished. [internet]. [diacu 2013 desember 21]. Tersedia dari: http: // www. mip. org. my/doc/e%20Bulletin% 20 Sept % 20 2013.pdf. Hamidy UU. 1989. Ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam System Sosial Budaya Orang Melayu di Riau. Pekanbaru: UIR Press. Hamidy UU. 1996. Orang Melayu di Riau. Pekanbaru: UIR Press Hamidy UU. 2003. Jagad Melayu dalam lintasan di Riau. Cetakan Pertama. Pekanbaru: Bilik Kreatif Press. Hamidy UU 2012. Jagad Melayu dalam Lintasan di Riau. Cetakan Kedelapan. Pekanbaru: Bilik Kreatif Press. Harris CW, Dines NT. 1988. Time-Saver Standards for Landscape Architecture : Design and Construction Data. New York: McGraw-Hill Co, Inc. Istiawan B, Amril F, Rafki R, Afriyondri, dan Fazri H. 2012. Laporan Studi Teknis Arkeologis Rumah Adat Melayu Riau. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Pekanbaru bekerja sama dengan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala [BP3] Batusangkar. Kinanti CP, Marif S. 2013. Arahan Insentif Disinsentif untuk Mendukung Pengembangan Kampung Melayu sebagai Cagar Budaya Kota Semarang. Jurnal Teknik PWK Volume 2/No.3/2013[internet]. [diacu 2013 November 9]. Tersedia dari: http://ejournal-s1.Undip.ac.id/index.php/pwk. Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Cetakan IX Edisi Revisi 2009. Jakarta: Rineka Cipta. Kotler P. 2002. Marketing Management, Millenium Edition. Boston: Pearson Custom Publishing. Lynch K. 1960. The Image of The City. Cambridge: MIT Press. Lutfi M, Suwardi MS, Syair A, Amin U. 1977. Sejarah Riau. Pekanbaru: Percetakan Riau. Margana S, Barjiyah U. 2010. Kota-Kota di Jawa: Identitas, Gaya Hidup dan Permasalahan Sosial. Yogyakarta: Penerbit Ombak. Melnick RZ. 1983. Protecting Rural Cultural Lanscapes: Finding Value in The Countryside Landscape. Paper from the 1982 strategy conference. [internet]. [diunduh 2012 Okt 31]. Tersedia pada: www.georgewright.org/031melnick.pdf. Mulyono AT, Sugiharta S. 2012. Pengelolaan Kawasan Bandar Senapelan, Identifikasi Awal dan Aplikasi Konsep Manajemen Sumber Daya Budaya pada Warisan Budaya Kawasan Pekotaan di Kota Pekanbaru. Batusangkar: Balai Pelestarian Cagar Budaya [BPCB] Wilayah Kerja Provinsi Sumatera Barat, Riau, dan Kepulauan Riau. Nazir M. 2011. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia. Nik HS, Nik AR (1998). Kota sebagai Pusat Perkembangan Peradaban Malaysia. [internet]. [diacu 2013 desember 21]. Tersedia dari: http: // www. mip. org. my/doc/e%20Bulletin% 20 Sept % 20 2013.pdf.
85 Nurisjah S, Pramukanto Q. 2001. Perencanaan Kawasan untuk Pelestarian Lanskap dan Taman Sejarah. Program Studi Arsitektur Pertamanan, Jurusan Budi Daya Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB [tidak dipublikasikan]. Bogor. [PKP] Pemerintah Kota Pekanbaru. 2001. Revisi Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Kota Pekanbaru Tahun 2002-2006. [internet]. [diunduh 2012 Nov 4]. Tersedia pada: http://perpustakaan.bappenas.go.id. [PKP] Pemerintah Kota Pekanbaru. 2006. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pekanbaru Tahun 2007-2026. Pekanbaru: Dinas Tata Kota Pekanbaru. [PKP] Pemerintah Kota Pekanbaru. 2012. Visi Misi Kota Pekanbaru. [internet]. [diunduh 2012 Oktober 12]. Tersedia pada: http://www.pekanbaru.go.id. [PKP] Pemerintah Kota Pekanbaru. 2012. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pekanbaru Tahun 2013-2033. Pekanbaru: Pemerintah Kota Pekanbaru. [PKP] Pemerintah Kota Pekanbaru. 2012. Festival Lampu Colok 2012: Pemenang Utama Rp4 juta. [internet]. [diunduh 2014 Oktober 10]. Tersedia pada: http://www.pekanbaru.go.id/berita/berita-pemko/1543-tenayan-menangifestival-lampu-colok-pekanbaru-2012/ [DKP] Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. 2012. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010, tentang Cagar Budaya. Pekanbaru: Diperbanyak oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Pekanbaru. [PU] Pekerjaan Umum. 2008. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Dikawasan Perkotaan. [internet]. [diunduh 2012 Des 4]. Tersedia pada: http:// birohukum.pu.go.id Plachter H. and Rossler M. 1995. Cultural Landscape: Reconnecting Culture and Nature. In: van Droste, B., Placher, H., Rossler, M. (eds.) Cultural Landscape of Universal Value. Jena : Gustav Fischer. Riau Green. 2013. Suka Cita Masyarakat Pekanbaru Melaksanakan Tradisi Petang Magang. [internet]. [diacu 2014 februari 10]. Tersedia dari: http://www.riaugreen.com/2013/07/suka-cita-masyarakat-pekanbaru.html. Rijal M. 2002. Kajian Karakteristik Pola Ruang Kota Pinggiran Sungai Siak di Kota Siak Sri Indrapura-Riau. Tesis. Undip: Program Magister Teknik Arsitektur. Universitas Diponegoro. Saaty TL. 1993. Pengambilan Keputusan bagi Para Pemimpin, Proses Hierarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo. Simonds, JO. 1983. Landscape Architecture. New York : McGraw-Hill Co. Sundra R. 1998. The Malay Urban Tradition. In Chen V.F. The Encyclopedia of Malaysia Architecture.Kuala Lumpur: Archipelago Press. [internet]. [diacu 2013 desember 21]. Tersedia dari: http: // www. mip. org. my/doc/e%20Bulletin% 20 Sept % 20 2013.pdf. Surya FH 2009. Konsep Revitalisasi Kawasan Kota Lama Sumenep sebagai Upaya Mempertahankan Identitas Kota. Tesis. ITS: Program Magister, Bidang Keahlian Perancangan Kota, Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
86 Suwardi MS 1991. Budaya Melayu dalam Perjalanannya Menuju Masa Depan. Pekanbaru: Pusat penelitian Universitas Riau. Suwardi MS 2006. Dari Kebatinan Senapelan Kebandarraya Pekanbaru. Pekanbaru: Pemerintah Kota Pekanbaru. Suwardi MS, Isjoni. 2006. Kota dan Dinamika Kebudayaan : Peluang dan Tantangan Menjadikan Pekanbaru Sebagai Pusat Kebudayaan Melayu di Asia Tenggara 2021, Makalah Disajikan pada Konferensi Sejarah Nasional VIII, tgl.14-17 November 2006, Hotel Milenium Jakarta. [internet]. [diacu 2014 februari 10]. Tersedia dari: http://www.geocities.ws// konferensinasinasionalsejarah/prof_drs_suwardi_bin_mohammad_samin_k ota_dan dinamika _kebudayaan.pdf. Suwardi MS. 2007. Bahan Ajar: Kebudayaan Melayu. Pekanbaru: Kampus Akademi Pariwisata Engku Puteri Hamidah. Tajuddin MRM. 1998. The Mosque as A Community Development Centre: Programme And Architectural Design Guidelines for Contemporary Muslim Societies. Johor Bahru: Universiti Teknologi Malaysia Publication. [internet].[diacu 2013 desember 21]. Tersedia dari: http: // www. mip. org. my/doc/e%20Bulletin% 20 Sept % 20 2013.pdf. Tempo. 2012. Festival Lampu Colok di Pekanbaru. [internet]. [diacu 2014 februari 10]. Tersedia dari: http://www.tempo.co/read/ news/ 2012/08/16/ 203424005/Festival-Lampu-Colok-di-Pekanbaru Wahyuni E, Aris M. 2010. Studi Elemen Mental Map Kota Pekanbaru. J Lansk Indones 2(1): 53-58. XI Xuesong, HAN Hui. 2008. Ecological Infrastructure and Urban Landscape Identity Conservation. 44th ISOCARP Congress. [diunduh 2013 November 5]. Tersedia pada: www. isocarp.netDatacase_studies1246.pdf? Yahya A. 1998. The Kampong. In Chen V.F. The Encyclopedia of Malaysia Architecture.Kuala Lumpur: Archipelago Press. [internet]. [diacu 2013 desember 21]. Tersedia dari: http: // www. mip. org. my/doc/e%20Bulletin% 20 Sept % 20 2013.pdf. Zein AB. 1999. Masjid-Masjid Bersejarah di Indonesia. Jakarta: Gema Insani Press. Zulfan M. 1954. Sejarah Dewan Perwakilan Rakyat Sementara Kota Pekanbaru. Pekanbaru: Pemerintah Kota Pekanbaru.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner AHP Kuesioner AHP KAJIAN PEMBENTUK KARAKTERISTIK LANSKAP MELAYU PADA LANSKAP KOTA PEKANBARU, RIAU Identitas Pakar Nama
:
Jenis Kelamin
: L/P
Umur
:
Tingkat Pendidikan
: S1/S2/S3
Bidang Keahlian
:
Instansi
:
Pekerjaan/Jabatan
:
Alamat
:
Tanggal Wawancara
:
Paraf
:
Oleh: MUHAMMAD ARTHUM ARTHA
Dibawah bimbingan: Dr. Ir. Nurhayati HS Arifin, M.Sc Dr. Ir. Aris Munandar, M.S
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
89 Lampiran 1 Lanjutan PERTANYAAN KUESIONER PERBANDINGAN BERPASANGAN (PAIRWISE COMPARISON) Berikut merupakan pertanyaan prioritas dengan menggunakan metode perbandingan berpasangan. Penilaian sesuai dengan tingkat kepentingan (skor) antara masing-masing kriteria maupun sub-kriteria. Kriteria yang berada di kolom sebelah kiri dibandingkan dengan kriteria yang berada di kolom sebelah kanan. Penilaian kriteria tersebut menggunakan skala penilaian kriteria Saaty. Petunjuk Pengisisan Beri tanda checklist (v) pada kolom skala kriteria (A) atau pada kolom skala kriteria (B) yang sesuai dengan pendapat anda menggunakan angka pembanding pada perbandingan berpasangan dari skala 1 sampai 9. Definisi skala kriteria (Saaty, 1993): 1 3 5 7 9
Kedua kriteria sama penting (equal importance) Kriteria (A) sedikit lebih penting (moderate importance) dibanding dengan kriteria (B) (A) lebih penting (strong importance) dibanding dengan kriteria (B) Kriteria (A) sangat lebih penting (very strong importance) dibanding dengan kriteria (B) Kriteria (A) mutlak lebih penting (extreme importance) dibanding dengan kriteria (B) Jika dalam pengisian ragu-ragu antara 2 skala maka diambil nilai tengah, misalkan anda ragu-ragu antara 3 dan 5 maka pilih skala 4 dan seterusnya
Contoh Pertanyaan Pada komponen Pembentuk Karakter Lanskap Melayu, seberapa penting: No
1
Kriteria A
Ruang Publik
Diisi jika kriteria A lebih penting dari kriteria B
Diisi jika kriteria B lebih penting dari kriteria B
9
2 3 4 5 6 7 8 9
8
Kriteria A dan B sama penting 7 6 5 4 3 2 1 v
Kriteria B
Bangun an
Jika anda memberi tanda (v) pada skala 5 di kolom A, maka artinya adalah kriteria A dalam contoh ini Ruang publik lebih penting dibandingkan kriteria B dalam contoh ini elemen Bangunan. Sebaliknya, jika anda merasa kriteria B Bangunan lebih penting dibanding dengan kriteria A Ruang publik, maka tanda ceklis ada di skala 5 di kolom B.
90 Lampiran 1 Lanjutan DAFTAR PERTANYAAN 1. Pada komponen Pembentuk Karakter Lanskap Melayu Pada Lanskap Kota Pekanbaru, seberapa pentingkah: No 1 2
No 1
n Kriteria A Ruang Publik Ruang Publik N Kriteria A Bangunan
Skala Skala Kriteria B 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Bangunan Area Bersejarah Skala Skala Kriteria B 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Area Bersejarah
2. Pada kriteria komponen Ruang Publik, seberapa pentingkah variabel dibawah ini sebagai pembentuk karakter lanskap Melayu pada lanskap kota Pekanbaru:
No 1
n Kriteria A Pelabuhan
Skala Skala Kriteria B 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pasar (Pekan)
3. Pada kriteria komponen Bangunan, seberapa pentingkah variabel dibawah ini sebagai pembentuk karakter lanskap Melayu pada lanskap kota Pekanbaru:
No
N Kriteria A
1
Mesjid
2 3 4
Mesjid Mesjid Mesjid
No 1
2
N Kriteria A Komplek Makam Marhum Pekan Komplek Makam Marhum Pekan
Skala Skala Kriteria B 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Komplek Makam Marhum Pekan Dermaga R. Tuang Qadi Rumah Tua
Skala Skala Kriteria B 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Dermaga
Rumah Tuan Qadi
91
3
No 1 2
No 1
Komplek Makam Marhum Pekan N Kriteria A Dermaga Dermaga n Kriteria A R. Tuan Qadi
RumahRumah Tua
Skala Skala Kriteria B 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 R. Tuang Qadi Rumah Tua Skala Skala Kriteria B 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Rumah Tua
4. Pada kriteria komponen Area Bersejarah, seberapa pentingkah variabel dibawah ini sebagai pembentuk karakter lanskap Melayu pada lanskap kota Pekanbaru:
No 1
2
3
N Kriteria A Kawasan Pelabuhan Pekanbaru Kawasan Pelabuhan Pekanbaru Kelurahan Kp.Bandar dan Kp. Dalam
Skala Skala Kriteria B 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kelurahan Kp.Bandar dan Kp. Dalam Komplek Masjid Raya Pekanbaru Komplek Masjid Raya Pekanbaru
5. Pada kriteria variable Pelabuhan, maka alternatif yang sebaiknya dilakukan dalam mencapai karakteristik lanskap Melayu adalah:
No 1 2 3
N Kriteria A Penetapan Penetapan Pemugaran
Skala Skala Kriteria B 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pemugaran Pengembangan Pengembangan
6. Pada kriteria variable Pasar (Pekan), maka alternatif yang sebaiknya dilakukan dalam mencapai karakteristik lanskap Melayu adalah:
No 1 2 3
N Kriteria A Penetapan Penetapan Pemugaran
Skala Skala Kriteria B 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pemugaran Pengembangan Pengembangan
92 7. Pada kriteria variable Mesjid, maka alternatif yang sebaiknya dilakukan dalam mencapai karakteristik lanskap Melayu adalah
No 1 2 3
N Kriteria A Penetapan Penetapan Pemugaran
Skala Skala Kriteria B 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pemugaran Pengembangan Pengembangan
8. Pada kriteria variable Komplek Makam Marhum Pekan, maka alternatif yang sebaiknya dilakukan dalam mencapai karakteristik lanskap Melayu adalah:
No
1 2 3
N Kriteria A Penetapan Penetapan Pemugaran
Skala Skala Kriteria B 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pemugaran Pengembangan Pengembangan
9. Pada kriteria variable Dermaga, maka alternatif yang sebaiknya dilakukan dalam mencapai karakteristik lanskap Melayu adalah:
No 1 2 3
N Kriteria A Penetapan Penetapan Pemugaran
Skala Skala Kriteria B 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pemugaran Pengembangan Pengembangan
10. Pada kriteria variable Rumah Tuan Qadi, maka alternatif yang sebaiknya dilakukan dalam mencapai karakteristik lanskap Melayu adalah:
No 1 2 3
N Kriteria A Penetapan Penetapan Pemugaran
Skala Skala Kriteria B 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pemugaran Pengembangan Pengembangan
11. Pada kriteria variable Rumah-Rumah Tua, maka alternatif yang sebaiknya dilakukan dalam mencapai karakteristik lanskap Melayu adalah:
No 1 2 3
N Kriteria A Penetapan Penetapan Pemugaran
Skala Skala Kriteria B 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pemugaran Pengembangan Pengembangan
93 12. Pada kriteria variable Kawasan Pelabuhan, maka alternatif yang sebaiknya dilakukan dalam mencapai karakteristik lanskap Melayu adalah:
No 1 2 3
N Kriteria A Penetapan Penetapan Pemugaran
Skala Skala Kriteria B 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pemugaran Pengembangan Pengembangan
13. Pada kriteria variable Kawasan Kelurahan Kp. Bandar dan Kp. Dalam, maka alternatif yang sebaiknya dilakukan dalam mencapai karakteristik lanskap Melayu adalah:
No 1 2 3
N Kriteria A Penetapan Penetapan Pemugaran
Skala Skala Kriteria B 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pemugaran Pengembangan Pengembangan
14. Pada kriteria variable Komplek Mesjid Raya Pekanbaru, maka alternatif yang sebaiknya dilakukan dalam mencapai karakteristik lanskap Melayu adalah: N
No
Kriteria A Penetapan 1 Penetapan 2 Pemugaran 3
Skala Skala Kriteria B 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pemugaran Pengembangan Pengembangan
94 Lampiran 1 Lanjutan PERTANYAAN TERBUKA 1. Menurut Bapak (Pakar), apakah masih adakah kriteria atau komponen penting yang belum tercakup dalam hirarki diatas? (Ya / Tidak ). Jika Ya, kriteria atau komponen penting apa saja? ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ............................................................................................................................... ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ............................................................................................................................... ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................
95 2. Menurut Bapak (Pakar), hal apa saja yang paling berperan dalam rangka mencapai kota Pekanbaru yang beridentitaskan budaya Melayu? ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ............................................................................................................................... ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ............................................................................................................................... ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ~ Terima Kasih ~
96 Lampiran 2 Pakar Responden AHP No
Nama
Asal Institusi/ Lembaga UNRI/STIPARAPEPH Pekanbaru
1
Prof Suwardi MS
2
Ir Sudarmin MT
Unilak Pekanbaru
3
Anas Aismana
4
Yohanez Firzal ST MT Agus Tri Mulyono SH
Ketua DPH Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) UNRI Pekanbaru
5
BPCB Batusangkar, Wilayah Kerja Sumbar, Riau, dan Kepri
Jabatan
Bidang
Dosen Luar Biasa Prodi Sejarah Dosen/PD.1 FT.Unilak Ketua DPH LAMR
Budaya dan Sejarah Arsitektur Melayu
Dosen
Arsitektur Kota
Kasubbag Tata Usaha
Pelestarian Cagar Budaya (Pelindungan Cagar Budaya)
Seni dan Budaya
Lampiran 3 Daftar Istilah B Babul Qawaid
Balai Kerapatan Bandar Bandar Melayu Tradisi
Batin Belah Bubung
C Controleur
D District Districthoofd
pintu segala pegangan atau peraturan yang menjadi pegangan dalam menjalankan pemerintahan di Kerajaan Siak Sri Indrapura pada masa pemerintahan Sultan Syarif Kasim I bangunan yang digunakan untuk pertemuan anggota masyarakat tempat berlabuh (kapal, perahu, dsb); pelabuhan; kota pelabuhan; kota perdagangan perkampungan tradisional Melayu dengan keistimewaan lanskap budaya yang terdiri dari elemen fisik seperti bangunan, sungai dan lain-lain dan non fisiknya seperti gaya hidup, aktivitas ekonomi dan lainlain kepala suku bangunan yang bentuk atapnya seperti huruf “V” terbalik
kepala daerah administrasi (pemerintahan Hindia Belanda)
onderafdeeling
bagian dari wilayah Kerajaan Siak atau daerah kabupaten kepala pemerintahan district yang juga menjalankan fungsi kehakiman termasuk kepolisian
G Gurindam
sajak dua baris yg mengandung petuah atau nasihat
H Havenmeester
syahbandar (pemerintahan Hindia Belanda)
K Kebatinan Kepenghuluan Kuala
M Mandi Belimau
perkumpulan kesukuan pemerintah kampung tempat pertemuan sungai dengan sungai atau sungai dengan laut; muara sungai
upacara mandi bersama disungai disertai bunga tumbuhan untuk menyambut bulan Ramadhan
98
Lampiran 3 Lanjutan O Onderdistrict Onderdistricthoofd Onderneeming P Pekan Pesong Puak Melayu
S Syahbandar
setara dengan daerah kecamatan kepala pemerintahan onderdistrict yang juga menjalankan fungsi kehakiman termasuk kepolisian perkebunan yg diusahakan secara besar-besaran
pasar serong, mencong, atau putar pecahan (bagian) suku bangsa atau etnis, misalnya puak Melayu Riau-Lingga, puak Melayu Kampar, puak Melayu Indragiri, dsb
kepala pelabuhan, hakim polisi, kepala pemerintahan yang juga menjalankan fungsi kehakiman termasuk kepolisian
T Teluk Belanga
nama baju orang Melayu
W Watasan
batas wilayah
99
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 4 November 1987 di Pekanbaru, Propinsi Riau. Penulis adalah anak keenam dari enam bersaudara dari pasangan Prof. Dr. Ir. H. Adnan Kasry dan Hj. Nur Asmah Said. Tahun 2005 penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 9 Pekanbaru. Pada tahun tersebut penulis diterima di Universitas Pancasila (UP) Jakarta, pada Program Studi S1 Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur dan menyelesaikan pendidikannya tahun 2009. Penulis melanjutkan pendidikannya sebagai mahasiswa magister pada tahun 2011 di Sekolah Pascasarjana IPB, Program Studi Arsitektur Lanskap. Penulis pernah bekerja di PT. Ekspressi Artistika tahun 2009 sebagai drafter. Pada tahun 2010 penulis bekerja di PT. Realtindo Putratama sebagai junior arsitek dan pada tahun 2011 bekerja di PT. Realtindo Mandiritama sebagai arsitek. Selama menjadi mahasiswa magister penulis pernah terlibat dalam projek di bidang Arsitektur Lanskap yaitu perencanaan ecopark pada kawasan ex tambang wilayah Riding Panjang, Pulau Bangka, Propinsi Bangka Belitung tahun 2012 sebagai asisten Arsitek.