ANALISIS PENGARUH ELEMEN LANSKAP TERHADAP KUALITAS ESTETIKA LANSKAP KOTA DEPOK
Oleh: Medyuni Ruswan A34201045
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN MEDYUNI RUSWAN. Analisis Pengaruh Elemen Lanskap terhadap Kualitas Estetika Lanskap Kota Depok (Dibawah bimbingan ANDI GUNAWAN dan AKHMAD ARIFIN HADI). Pembangunan kota dalam perkembangannya selalu mengalami perubahan fisik, sosial, maupun ekonomi. Pembangunan fisik suatu kota diharapkan mampu mendukung aktivitas dan dapat mengakomodasi kebutuhan masyarakat berkaitan dengan kompleksitas, keanekaragaman, serta keaktifan yang dimiliki oleh suatu kota
(Branch,
1995).
mempertimbangkan aspek
Pembangunan lingkungan
kota akan
yang
cenderung
berdampak
buruk
tidak
terhadap
kenyamanan, kesehatan masyarakat maupun segi kualitas estetika lanskap kota. Elemen lanskap sebagai pembentuk lanskap kota, dapat mempengaruhi kualitas estetika kota. Salah satu upaya perbaikan kualitas estetika lanskap kota adalah mengevaluasi elemen dasar pembentuk lanskap kota berdasarkan pemahaman persepsi masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut, telah dilakukan penelitian mengenai pendugaan kualitas estetika berdasarkan metode SBE (Scenic Beauty Estimation) yang dikemukakan oleh Daniel dan Boster (1976). Agar evaluasi kualitas estetika lanskap kota dapat dilakukan dengan mudah dalam waktu yang relatif singkat, perlu diketahui elemen-elemen lanskap apa saja yang berpengaruh dan dapat digunakan untuk menduga kualitas estetika lanskap kota. Untuk itu diperlukan analisis terhadap pengaruh elemen-elemen lanskap terhadap kualitas estetikanya. Tahap awal dari penelitian ini adalah menduga kualitas estetika lanskap kota dengan menggunakan metode Scenic Beauty Estimation (SBE). Metode ini diawali dengan tahap pemotretan pada setiap vantage point (lanskap) yang cukup mewakili karakter masing- masing lanskap. Foto hasil pemotretan tersebut kemudian dipresentasikan dan dinilai oleh 36 responden yaitu mahasiswa Departemen Arsitektur Lanskap, IPB. Responden melihat dan menilai foto yang ditampilkan, lalu mengisi kuisioner dengan memberi skor 1 hingga 10. Skor 1 adalah lanskap yang paling tidak disukai, sedangkan skor 10 adalah lanskap yang paling disukai. Hasil kuisioner tersebut kemudian diolah untuk memperoleh nilai SBE setiap vantage point. Selanjutnya, dengan menggunakan sebaran normal,
seluruh nilai SBE tersebut dikelompokkan ke dalam lanskap dengan kualitas estetika rendah, sedang, dan tinggi. Pengelompokan bertujuan mengetahui karakteristik lanskap berdasarkan kualitas estetikanya. Setelah dilakukan tahap evaluasi SBE, dilakukan tahap analisis korelasi dan analisis regresi berganda. Kedua analisis tersebut digunakan untuk mengetahui bagaimana hubungan elemen lanskap dengan kualitas estetika (SBE), serta elemen lanskap apa saja yang dapat digunakan untuk memprediksi kualitas estetika suatu lanskap kota. Berdasarkan hasil evaluasi, nilai SBE untuk setiap lanskap perkotaan berkisar –142 hingga 135, dimana nilai SBE < -47 adalah lanskap dengan kualitas estetika rendah, nilai SBE antara -47 sampai 53 adalah kualitas sedang, dan nilai SBE > 53 adalah kualitas estetika tinggi. Nilai SBE untuk kawasan lanskap kota cukup beragam. Hal ini karena lanskap kota mempunyai karakteristik lanskap yang berbeda. Tipe lanskap yang umum dijumpai dalam kawasan perkotaan antara lain adalah kawasan perdagangan atau Central Business Distric (CBD), kawasan perkantoran, kawasan pemukiman dan perumahan, kawasan rekreasi, ruang terbuka hijau, jalan raya, serta kawasan tepi sungai. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui, bahwa elemen vegetasi, elemen bangunan dan elemen air adalah elemen dasar pembentuk lanskap yang dapat mempengaruhi kualitas estetika lanskap kota. Lanskap yang memiliki kerapihan elemen vegetasi, elemen bangunan serta elemen air yang baik dan lingkungan sekitar yang bersih dari sampah, dapat meningkatkan kualitas estetika. Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa elemen bangunan memiliki korelasi yang cukup substansial dan berbanding terbalik terhadap nilai SBE, artinya semakin tinggi elemen bangunan, maka semakin rendah nilai SBE. Elemen air menunjukkan korelasi yang cukup substansial dan sejajar terhadap SBE, artinya semakin tinggi elemen air semakin tinggi SBE. Elemen vegetasi memiliki korelasi yang rendah terhadap SBE, artinya peningkatan elemen vegetasi tidak selalu diikuti oleh peningkatan SBE. Faktor kerapihan dan kebersihan memiliki korelasi yang cukup tinggi terhadap nilai SBE, artinya peningkatan kerapihan dan kebersihan akan meningkatkan kualitas estetika. Eleme n lanskap yang tidak memiliki korelasi yang nyata terhadap SBE adalah elemen perkerasan, artinya elemen perkerasan tidak mempengaruhi perubahan nilai SBE.
Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa, persentase elemen vegetasi, elemen perkerasan, dan elemen air dapat dijadikan sebagai variabel penduga yang dapat memprediksi kualitas estetika lanskap kota (SBE). Persamaan regresi yang diperoleh adalah Y = -91.752 + 0.972X1 + 1.726X2 + 1.967X3 , dengan R2 = 0.182, dimana Y = Nilai SBE, X1 = Persentase elemen vegetasi, X2 = Persentase elemen perkerasan, dan X3 = Persentase elemen air, serta R2 adalah nilai koefisien determinasi. Kenaikan seluruh variabel penduga, akan meningkatkan nilai SBE karena seluruh koefisien regresi bernilai positif. Berdasarkan tingkat kerapihan dan kebersihan, diperoleh tiga jenis persamaan pendugaan kualitas estetitka. Lanskap dengan kerapihan dan kebersihan rendah adalah Y1 = -68.166 + 0.436X1 dengan R2 = 0.316, dimana Y1 = Nilai SBE dan X1 = Persentase elemen vegetasi. Lanskap dengan kerapihan dan kebersihan sedang adalah Y2 = -8.352 + 0.253X1 dengan R2 = 0.077, dimana Y2 = Nilai SBE dan X1 = Persentase elemen vegetasi. Lanskap dengan kerapihan dan kebersihan tinggi adalah Y3 = 110.084 – 1.522X2 dengan R2 =0.347, dimana Y3 = Nilai SBE dan X2 = Persentase elemen perkerasan.
ANALISIS PENGARUH ELEMEN LANSKAP TERHADAP KUALITAS ESTETIKA LANSKAP KOTA DEPOK
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Insitut Pertanian Bogor
Oleh : Medyuni Ruswan A34201045
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
Judul
: Analisis Pengaruh Elemen Lanskap terhadap Kualitas Estetika Lanskap Kota Depok
Nama
: Medyuni Ruswan
NRP
: A34201045
Program Studi
: Arsitektur Lanskap
Menyetujui Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Andi Gunawan, M.Sc NIP. 131 681 404
Akhmad Arifin Hadi, SP NIP. 132 310 805
Mengetahui Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr NIP. 130 422 698
Tanggal lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Kobe, Jepang pada tanggal 14 Juni 1982. Penulis merupakan putri tunggal dari Bapak Lemana Ruswan dan Ibu Sularti Ruswan. Penulis menyelesaikan pendidikan formal di Kota Kobe, Jepang kurang lebih selama 12 tahun. Tahun 1990 penulis lulus dari TK Maiko. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SD Kozukayama hingga lulus pada tahun 1995. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan sekolah lanjutan tingkat pertama di SMP Tamon Higashi kurang lebih satu bulan. Pada tahun 1995 penulis kembali ke Jakarta dan meneruskan pendidikan sekolah lanjutan tingkat pertama di SLTP PUTRA I Jakarta Timur hingga lulus tahun 1998. Kemudian penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah umum di SMU Negeri 61 Jakarta hingga lulus 2001. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswi Program Studi Arsitektur Lanskap, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur UMPTN. Selama menjadi mahasiswa, penulis tergabung sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap (HIMASKAP) dan mengikuti International Student Planning and Design Competition Riau Equatorial Park pada tahun 2005/2006.
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, bahwasanya atas rahmat-Nya penulisan skripsi dengan judul Analisis Pengaruh Elemen Lanskap terhadap Kualitas Estetika Lanskap Kota Depok ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berisi hasil seluruh kegiatan penelitian yang dilaksanakan selama bulan Februari hingga Juli 2006 , berlokasi di Kecamatan Beji, Kota Depok. Selama penulisan skripsi, penulis telah benyak menerima bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. Papa dan mama tesayang atas segala doa, kasih sayang, dukungan, bantuan moril maupun materiil, serta kepercayaan yang telah diberikan selama ini. 2. Dr. Ir. Andi Gunawan, M.Sc dan Akhmad Arifin Hadi, SP selaku dosen pembimbing skripsi pertama dan kedua, atas bimbingan, bantuan, nasehat yang berharga, serta dorongan yang luar biasa selama proses penulisan skripsi ini. 3. Dr. Ir. Aris Munandar, MS selaku dosen penguji atas kritik dan sarannya. 4. Julina atas foto-fotonya dan telah mengizinkan saya untuk memakainya dalam penelitian ini. 5. Semua pihak yang tidak disebukan namun turut membantu selama proses penulisan skripsi ini. Penulis mohon maaf atas keterbatasan serta kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan penulisan ini di masa yang akan datang. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, Juli 2006
Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .............................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................
xi
PENDAHULUAN Latar Belakang ........................................................................................ Tujuan ..................................................................................................... Manfaat....................................................................................................
1 2 2
TINJAUAN PUSTAKA Kualitas Estetika Lanskap Kota .............................................................. Elemen Lanskap ...................................................................................... Kerapihan dan Kebersihan ...................................................................... Scenic Beauty Estimation ........................................................................ Model Statistik ........................................................................................
3 4 7 8 8
METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian................................................................... Metode Penelitian....................................................................................
11 11
HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Estetika Lanskap Kota .............................................................. Pengaruh Elemen Lanskap terhadap Nilai SBE ...................................... Elemen Vegetasi.............................................................................. Elemen Bangunan ........................................................................... Elemen Perkerasan .......................................................................... Elemen Air ...................................................................................... Hubungan Elemen Vegetasi dengan Kualitas Estetika .......................... Hubungan Elemen Bangunan dengan Kualitas Estetika ........................ Hubungan Elemen Perkerasan dengan Kualitas Estetika ....................... Hubungan Elemen Air dengan Kualitas Estetika ................................... Analisis Regresi Elemen Lanskap terhadap Nilai SBE........................... Pengaruh Kerapihan dan Kebersihan terhadap Nilai SBE ...................... Hubungan Kerapihan dan Kebersihan dengan Kualitas Estetika............ Aplikasi dalam Evaluasi Kualitas Estetika Lanskap Kota ......................
22 26 27 30 33 35 37 39 40 41 42 46 49 51
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan.............................................................................................. Saran ........................................................................................................
54 55
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................
56
LAMPIRAN ......................................................................................................
58
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Klasifikasi Nilai Kerapihan dan Kebersihan.............................................
14
2.
Lanskap berdasarkan Kualitas Estetika .....................................................
24
3.
Hasil Analisis Regresi Berganda...............................................................
42
4.
Signifikansi Koefisien Regresi..................................................................
44
5.
Hasil Penilaian Kerapihan dan Kebersihan...............................................
48
6.
Data Hasil Perhitungan..............................................................................
53
DAFTAR GAMBAR Nomor 1.
Halaman
Kerangka Analisis Pengaruh Elemen Lanskap terhadap Kuliatas Estetika Lanskap Kota Depok ...................................................................
21
2.
Nilai SBE Tiap Lanskap............................................................................
23
3.
Lanskap dengan Kualitas Pemandangan Tertinggi (Lanskap 4) ...............
25
4.
Lanskap dengan Kualitas Estetika Sedang (Lanskap 66)..........................
25
5.
Lanskap dengan Kualitas Estetika Terendah (Lanskap 27) ......................
26
6.
Rata-rata Persentase Elemen Lanksap berdasarkan Kualitas Estetika ......
27
7.
Frekuensi Kisaran Persentase Elemen Vegetasi........................................
28
8.
Contoh Lanskap berdasarkan Kisaran Persentase Elemen Vegetasi.........
29
9.
Frekuensi Kisaran Persentase Elemen Bangunan .....................................
31
10. Contoh Lanskap berdasarkan Kisaran Persentase Elemen Bangunan ......
32
11. Frekuensi Kisaran Persentase Elemen Perkerasan....................................
33
12. Contoh Lanskap berdasarkan Kisaran Persentase Elemen Perkerasan .....
34
13. Frekuensi Kisaran Persentase Elemen Air ................................................
36
14. Contoh Lanskap berdasarkan Kisaran Persentase Elemen Air .................
37
15. Hubungan Elemen Vegetasi dengan Nilai SBE ........................................
38
16. Hubungan Elemen Bangunan dengan Nilai SBE ......................................
39
17. Hubungan Elemen Perkerasan dengan Nilai SBE.....................................
40
18. Hubungan Elemen Air dengan Nilai SBE.................................................
41
19. Contoh Lanskap yang Tercemar oleh Sampah..........................................
46
20. Hubungan Kerapihan dan Kebersihan dengan Nilai SBE.........................
49
21. Foto Eksisting Lanskap Pemukiman.........................................................
52
22. Hasil Digitasi AutoCAD ............................................................................
52
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.
Foto Hasil Pemotretan...............................................................................
59
2.
Format Kuisioner.......................................................................................
66
3.
Contoh Perhitungan Nilai SBE .................................................................
67
4.
Sebaran Normal Nilai SBE .......................................................................
68
5.
Persentase Elemen Lanskap Hasil digitasi AutoCAD dan Nilai SBE .......
69
6.
Data Korelasi Pearson Elemen Lanskap dengan Nilai SBE .....................
72
7.
Data Hasil Analisis Regresi.......................................................................
74
8.
Data Hasil Analisis Regresi berdasarkan Kerapihan dan Kebersihan Rendah ...................................................................................
77
Data Hasil Analisis Regresi berdasarkan Kerapihan dan Kebersihan Sedang ....................................................................................
79
10. Data Hasil Analisis Regresi berdasarkan Kerapihan dan Kebersihan Tinggi .....................................................................................
81
11. Hasil Aplikasi Pendugaan SBE .................................................................
83
9.
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan kota dalam perkembangannya selalu mengalami perubahan fisik, sosial, maupun ekonomi. Pembangunan fisik suatu kota diharapkan mampu mendukung aktivitas dan dapat mengakomodasi kebutuhan masyarakat berkaitan dengan kompleksitas, keanekaragaman, serta keaktifan yang dimiliki oleh suatu kota (Branch, 1995). Semakin meningkatnya jumlah penduduk, ruang publik sebagai ruang beraktifitas masyarakat perkotaan seperti ruang terbuka hijau semakin menyempit akibat pertumbuhan pemukiman dan berbagai peruntukan lainnya. Ruang publik berfungsi memberikan nilai tambah bagi lingkungan, misalnya terhadap pengendalian pencemaran udara, pengendalian iklim mikro, serta kualitas estetika kota. Pembangunan kota yang cenderung tidak mempertimbangkan aspek lingkungan akan berdampak buruk terhadap kenyamanan, kesehatan masyarakat maupun segi kualitas estetika lanskap kota. Agar tercipta keadaan lingkungan perkotaan yang nyaman, estetik dan proporsional, diperlukan suatu upaya perbaikan dan pelestarian lingkungan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah perbaikan terhadap kualitas estetika lanskap kota dengan mengevaluasi elemen dasar lanskap kota berdasarkan pemahaman persepsi manusia. Elemen dasar lanskap sebagai pembentuk lanskap kota, dapat mempengaruhi kualitas estetika lanskap kota. Lanskap kota yang didominasi oleh elemen ve getasi cenderung lebih disukai masyarakat dan dianggap indah, sedangkan lanskap yang didominasi oleh elemen bangunan cenderung kurang disukai dan dianggap kurang indah (Meliawati, 2003). Evaluasi terhadap kualitas estetika telah dilakukan oleh beberapa peneliti dengan menggunakan metode SBE (Scenic Beauty Estimation) yang dikemukakan oleh Daniel dan Boster (1976). Metode ini menilai hasil preferensi responden terhadap lanskap dengan menggunakan kuisioner. Semakin pesatnya perkembangan teknologi, kemudahan memperoleh informasi semakin dibutuhkan pula. Agar evaluasi kualitas estetika la nskap kota dapat dilakukan dengan mudah dalam waktu yang relatif singkat, perlu mengetahui elemen-elemen lanskap apa saja yang dapat mempengaruhi kualitas
estetika lanskap kota. Untuk itu perlu dilakukan analisis terhadap pengaruh elemen-elemen lanskap yang ada pada suatu lanskap tersebut terhadap kualitas estetikanya. Berdasarkan hasil analisa dapat diketahui elemen-elemen dasar lanskap apa saja yang mempengaruhi kualitas estetika, serta elemen lanskap apa saja yang dapat menjadi variabel penduga yang dapat memprediksi kualitas estetika lanskap kota. Hasil analisa ini diharapkan dapat mempermudah penelitian selanjutnya baik dalam segi efisiensi waktu maupun tenaga, karena tidak perlu lagi melakukan evaluasi terhadap penilaian responden melalui kuisioner.
Tujuan Penelitian ini bertujuan mengana lisis pengaruh elemen-elemen dasar lanskap terhadap kualitas estetika lanskap Kota Depok.
Manfaat Dapat dijadikan sebagai salah satu alat bantu dalam evaluasi kualitas estetika lanskap kota bagi perencana maupun perancang tata kota dalam upaya perbaikan lingkungan kota.
TINJAUAN PUSTAKA Kualitas Estetika Lanskap Kota Estetika secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu pengetahuan tentang keindahan atau pembelajaran keselarasan terhadap alam atau seni (Daniel, 2001). Estetika juga dapat diartikan sebagai suatu hubungan harmonis yang jelas dari berbagai bagian dari suatu hal yang kita lihat atau alami (Simonds, 1983). Estetika berkaitan erat dengan penilaian secara visual, karena penilaian suatu obyek melalui penampakan visual sangat mudah ditangkap oleh indera manusia. Kualitas visual estetik merupakan hasil pertemuan antara unsur fisik lanskap dan proses psikologis (perseptual, kognitif, dan emosional) dari pengamat (Daniel, 2001). Kualitas estetika sangat berperan dalam membentuk karakter dan identitas suatu tempat. Menurut Nasar (1988), kualitas estetika suatu lanskap dapat ditentukan oleh dua macam penilaian estetika, yaitu formal dan simbolik. Estetika formal menilai suatu obyek berdasarkan bentuk, ukuran, warna, kompleksitas, dan keseimbangan suatu obyek. Sedangkan estetika simbolik menilai suatu obyek berdasarkan pada makna konotatif dari obyek tersebut setelah dialami oleh pengamat. Menurut Branch (1995), suatu kawasan disebut kota jika telah memiliki keaktifan, keanekaragaman, dan kompleksitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kawasan lainnya. Dengan demikian pembangunan kawasan perkotaan cenderung terfokus pada pemenuhan kepentingan hidup manusia. Kawasan perkotaan merupakan bentuk lanskap buatan manusia akibat aktifitas manusia mengelola kepentingan hidup manusianya (Simonds, 1983). Hal ini dapat dilihat dari adanya pembangunan kawasan perdagangan (Central Business Distric, CBD), perkantoran, pemukiman serta fasilitas rekreasi. Pembangunan yang diimbangi dengan penataan lingkungan yang estetis, akan dapat memperindah kawasan perkotaan sekaligus membentuk kota yang bersih dan sehat. Unsur fisik yang mendukung kualitas estetika kota diantaranya kebersihan kota, bangunan, ruang terbuka, vegetasi dan perancangan perkotaan (Branch, 1985). Kualitas estetika lanskap kota juga dipengaruhi oleh elemen-elemen dasar
pembentuk lanskap. Suatu kawasan lanskap kota dikatakan memiliki kualitas estetika tinggi, jika elemen pembentuk lanskap kota berkualitas baik pula. Kawasan yang didominasi oleh elemen vegetasi, elemen air, dan sedikit elemen bangunan lebih disukai, sehingga memiliki kualitas estetika yang cukup tinggi (Meliawati, 2003).
Elemen Lanskap Elemen lanskap sebagai pembentuk lanskap kota memiliki peranan yang cukup besar dalam pembentukan kualitas estetika. Elemen lanskap meliputi segala bentuk tanaman atau vegetasi, segala sesuatu di atas permukaan tana h maupun air, serta konstruksi baik bangunan maupun elemen taman (Eckbo, 1964). Elemen dasar lanskap menurut Booth (1983) adalah landform, vegetasi, bangunan, perkerasan, site structure, dan air. Elemen tersebut adalah komponen fisik dasar pembentuk lanskap dan merupakan media yang digunakan oleh para arsitek lanskap dalam membentuk suatu ruang. Setiap elemen memiliki karakter yang berbeda-beda namun dengan keunikan yang dimilikinya, saling mengisi dan mempengaruhi satu sama lain membentuk suatu lanskap ya ng estetis. Melalui seni ilmu merancang, merencana, serta mengelola dalam arsitektur lanskap, akan tercipta lanskap kota yang secara estetika indah, secara fungsional berguna dan secara ekologi tercipta lingkungan yang berkelanjutan. Penggunaan
elemen
lanskap
sangat
penting
dalam
membentuk
pemandangan keseluruhan yang estetik (Booth, 1983). Oleh karena itu penggunaan elemen lanskap harus dipertimbangkan agar sesuai dengan fungsi dan estetika yang diinginkan. Berdasarkan penelitian Meliawati (2003), elemen lanskap yang paling dominan terhadap kualitas estetika lanskap kota adalah vegetasi, bangunan, perkerasan, air dan langit. Proporsi tertentu dari masingmasing elemen akan memberi penilaian terhadap kualitas estetika lanskap kota yang berbeda pula.
Eleme n Vegetasi Vegetasi merupakan salah satu elemen fisik tapak yang penting dalam disain dan pengelolaan lingkungan. Menurut Booth (1983), vegetasi memiliki tiga
fungsi utama yaitu fungsi struktural, fungsi lingkungan dan fungsi visual. Vegetasi sebagai eleme n struktural dapat berperan sebagai pembentuk dan pengatur
ruang,
mempengaruhi
pemandangan,
dan
mempengaruhi
arah
pergerakan. Vegetasi sebagai fungsi lingkungan dapat berperan sebagai pembersih udara, penjaga kelembaban tanah, pencegah erosi, pengatur suhu, dan sebagai habitat satwa. Vegetasi sebagai elemen visual dapat berperan sebagai focal point dan penghubung visual terhadap karakter vegetasi berupa ukuran, bentuk, warna dan tekstur. Menurut Laurie (1984) karakter vegetasi dapat dilihat dari bunga, daun, bentuk keseluruhan tanaman serta variasi berdasarkan musim. Elemen vegetasi yang biasa digunakan dalam lanskap perkotaan adalah pohon, semak, dan tanaman penutup tanah. Pengaruh elemen vegetasi terhadap kualitas estetika cukup besar. Hal ini sesuai dengan penelitian Rahmawati (2002), Laila (2003), Meliawati (2003), dan Afrianita (2005) bahwa, lanskap dengan kualitas estetika tinggi didominasi oleh elemen vegetasi dengan penataan yang baik. Lestari (2005) dan Laila (2003) mengatakan bahwa, selain proporsi elemen vegetasi, bentuk pohon dan tinggi pohon juga mempengaruhi kualitas estetika lanskap. Bentuk pohon dengan skala horizontal dan tinggi lebih disukai karena memberi kesan sejuk pada area yang cukup luas. Maharta (2004) menambahkan, semakin beragam kompoisi vegetasi berupa tegakan pohon, semak daun maupun semak berbunga dan ground cover dapat meningkatkan kualitas estetika lanskap.
Elemen Bangunan Pada lanskap perkotaan elemen bangunan seringkali lebih dominan dibandingkan dengan elemen tanaman. Elemen bangunan memiliki peranan penting dalam membentuk karakter suatu ruang. Kehadiran bangunan dalam suatu lanskap baik secara individu maupun berkelompok (cluster) dapat mempengaruhi pemandangan, membentuk ruang terbuka, memodifikasi iklim mikro, dan menambah nilai fungsional tapak (Booth, 1983). Kualitas estetika visual suatu bangunan juga dapat mempengaruhi nilai keindahan suatu lanskap kota. Pemukiman kumuh di perkotaan memiliki nilai keindahan visual yang rendah
(Siregar, 2004). Bangunan yang memiliki nilai keindahan tinggi adalah bangunan dengan arsitektur menarik baik dari segi warna, tekstur, maupun struktur. Bangunan akan bernilai estetik bilamana ditata seimbang dengan vegetasi (Eckbo, 1964). Penampilan fisik bangunan dapat mempengaruhi persepsi masyarakat, seperti halnya dalam bentuk, ukuran, serta warna. Konfigurasi perumahan masih cukup disukai oleh masyarakat, namun bangunan pertokoan dan pemukiman liar dianggap kurang indah dan kurang nyaman karena cenderung mendominasi dan terlalu padat (Gunawan dan Yoshida, 1994).
Elemen Perkerasan Elemen perkerasan yang dimaksud adalah jalan, jalur pedestrian, area parkir, plaza, dan sebagainya. Perkerasan dibangun untuk mendukung sirkulasi manusia. Jenis bahan perkerasan memberikan kesan keanekaragaman yang cukup berfungsi, akan tetapi keanekaragaman tersebut harus memperhatikan faktor kegunaan. Penggunaan jenis bahan perkerasan, terutama tekstur dan warna, dalam suatu desain menunjukkan adanya bahaya ataupun kemungkinan kecelakaan pada tertentu. Misalnya tepian kolam, bahu jalan, penyeberangan jalan, halaman rumput dan juga untuk memisahkan daerah-daerah kegunaan yang tidak cocok digabungkan
bersama.
Hal
ini
erat
kaitannya
dengan
pembentukan
keanekaragaman, pola, dan daya tarik visual suatu perkerasan. Pemilihan bahan disesuaikan dengan tipe lalu lintas. Contoh seperti rumput dan beton merupakan dua jenis bahan penutup lahan yang sangat berbeda penggunaannya untuk jenisjenis lalu lintas. Perkerasan aspal dan beton cor memberi kesan cepat, pergerakan yang tidak terhalangi, sedangkan permukaan kerikil memberi kesan lambat sehingga sesuai digunakan untuk jalur-jalur pejalan kaki dalam suatu taman (Laurie, 1984). Pola perkerasan juga mempengaruhi kualitas estetika visual. Pola penyusunan bahan perkerasan mencerminkan atau memperkuat karakter suatu tempat dimana perkerasan itu menonjol dan terdapat suatu hubungan yang jelas antara bangunan-bangunan dengan ruang-ruang yang terdapat diantara bangunan tersebut (Laurie, 1984).
Elemen perkerasan mempengaruhi kualitas estetika seperti halnya dengan elemen bangunan. Berdasarkan hasil penelitian Meliawati (2003), semakin besar proporsi perkerasan dalam suatu lanskap akan menurunkan nilai keindahan lanskap tersebut.
Elemen Air Air merupakan elemen lanskap yang cukup unik dan disenangi oleh manusia. Karakteristik berupa plastisitas, pergerakan, suara dan refleksivitas menjadi daya tarik yang menjadi ciri khas dari elemen air (Booth, 1983). Meliawati (2003) dalam penelitiannya menyatakan bahwa secara umum semakin besar proporsi elemen air dalam suatu lanskap akan meningkatkan kualitas estetikanya.
Elemen Langit Elemen langit merupakan media visualisasi bagi elemen lanskap, seperti vegetasi, bangunan, dan utilitas lainnya. Penataan elemen lanskap yang teratur dan menarik dapat terlihat semakin menarik jika terdapat latar belakang langit yang cerah, namun kehadirannya pada lanskap cenderung bersifat netral, dan tidak selalu dapat mempengaruhi penilaian kualitas estetika. Afrianita (2005) menyimpulkan bahwa, elemen langit memiliki korelasi yang rendah terhadap kualitas estetika, sehingga kenaikan proporsi elemen langit dalam suatu lanskap, tidak selalu dapat meningkatkan kualitas estetikanya. Meliawati (2003) juga menyatakan bahwa, elemen langit tidak memiliki korelasi yang signifikan dengan kualitas estetika, sehingga dapat diabaikan. Untuk itu, dalam penelitian ini elemen langit tidak dimasukkan dalam analisis data.
Kerapihan dan Kebersihan Agar tercipta keadaan lingkungan perkotaan yang nyaman, estetik dan proporsional, diperlukan suatu upaya pelestarian lingkungan. Salah satu upayanya adalah menjaga kebersihan lingkungan kota. Kebersihan dapat diartikan sebagai kondisi dimana lingkungan kota yang bersih dari pencemaran udara, pencemaran air dan sampah.
Menurut Branch (1995), salah satu unsur fisik kota yang mempengaruhi kualitas estetika kota adalah kebersihan kota. Hal ini didukung pula oleh pernyataan Meliawati (2003) bahwa, kualitas estetika lanskap suatu kota selain dipengaruhi oleh elemen lanskap, juga dipengaruhi oleh faktor kebersihan lingkungan, serta kerapihan penataan elemen vegetasi, elemen bangunan serta elemen lainnya. Sadik (2004) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa, kondisi fisik bangunan yang memberi penilaian kualitas estetika tinggi adalah bangunan yang memiliki warna menarik pada atap dan dinding serta penutupan vegetasi yang tertata baik di sekitarnya.
Scenic Beauty Estimation (SBE) Keindahan pemandangan (Scenic Beauty) dapat diartikan sebagai keindahan alami, estetika lanskap atau sumber pemandangan (scenic resource), dan merupakan hasil tanggapan seseorang terhadap lanskap sekitar. Keindahan pemandangan atau kualitas estetika dapat diukur berdasarkan penilaian manusia. Salah satu upaya penilaian terhadap kula litas estetika suatu lanskap dapat dilakukan dengan menggunakan metode Scenic Beauty Estimation (SBE) menurut Daniel dan Boster (1976), yaitu suatu metode untuk menilai suatu tapak melalui pengamatan foto berdasarkan suatu hal yang disukai keindahannya secara kuantitatif. Terdapat tiga kategori dalam metode penilaian kualitas pemandangan, yaitu 1) Inventarisasi deskriptif, 2) Survei dan kuisioner, dan 3) Evaluasi berdasarkan preferensi. Metode SBE mengukur preferensi masyarakat dengan penilaian melalui sistem rating terhadap slide foto dengan menggunakan kuisioner. Penilaian manusia terhadap pemandangan melalui foto sama baiknya dengan menilai pemandangan secara langsung (Kaplan, 1988).
Model Statistik Model merupakan representasi dari kondisi yang sebenarnya, model dapat didefinisikan sebagai metode untuk membangun hubungan logika antara lingkungan dengan tujuan yang ingin dicapai. Dalam penyusunan suatu model diperlukan sejumlah variabel sebagai faktor yang menentukan nilai dan kualitas
suatu aspek. Dalam menentukan variabel sebaiknya dibuat batasan untuk memilih sejumlah variabel karena aspek yang berkaitan dengan subyek yang akan diteliti biasanya sangat banyak (Falero dan Alonzo, 1995 dalam Hidayat, 2004). Model yang akan disusun dalam penelitian ini adalah model yang dapat memprediksi kualitas estetika lanskap kota berdasarkan elemen-elemen dasar lanskap. Penyusunan model menggunakan persamaan regresi berganda (Walpole, 1990) dengan menghubungkan nilai SBE sebagai variabel tak bebas (Y) dan elemen dasar lanskap sebagai variabel bebas (X). Elemen dasar lanskap meliputi elemen lanskap yang dominan mempengaruhi kualitas estetika lanskap kota yaitu vegetasi (X1 ), bangunan (X2 ), perkerasan (X3 ), dan air (X4 ) (Meliawati, 2004). Persamaan regresi berganda menurut Walpole (1990) dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan:
Y = a + b X1 + c X2 +..... + n Xn Dimana: Y
= Peubah tak bebas
a,b...n = Koefisien pendugaan X
= Peubah bebas
Sudarmanto (2005) menyatakan bahwa analisis regresi merupakan salah satu alat analisis yang menjelaskan tentang sebab-akibat dan besarnya akibat yang ditimbulkan oleh satu atau lebih variabel bebas terhadap satu variabel terikat (tidak bebas). Dalam analisis regresi, variabel bebas dapat pula disebut dengan istilah predikor dan variabel terikatnya sering disebut dengan istilah kriterium. Dalam aplikasi praktis, analisis regresi mempunyai kegunaan yang luas, akan tetapi beberapa kegunaan yang penting antara lain: 1.
Mereduksi lebar selang kepercayaan dalam melakukan pendugaan beberapa nilai tengah populasi dengan mempertimbangkan efek dari peubah pengiring.
2.
Untuk mengeliminasi efek lingkungan dari pendugaan kita terhadap efek perlakuan.
3.
Untuk memperkirakan nilai Y (peubah tak bebas) berdasarkan nilai- nilai X (peubah bebas) yang diketahui (Sudarmanto, 2005).
Pada penelitian ini digunakan pula analisis korelasi. Analisis korelasi juga merupakan suatu alat untuk menganalisis hubungan elemen lanskap dengan kualitas estetika lanskap. Namun demikian, analisis regresi dan analisis korelasi memiliki perbedaan yang sangat jelas. Analisis regresi memiliki variabel bebas atau prediktor dan variabel tergantung atau kriterium, namun pada analisis korelasi tidak ada sebutan variabel bebas dan variabel tergantung. Pada analisis korelasi, variabel X dan Y merupakan variabel yang simetris, sedangkan pada analisis regresi variabel X merupakan variabel bebas (elemen lanskap) dan variabel Y merupakan variabel tergantung (nilai SBE) yang tidak simetris satu sama lain (Sudarmanto, 2005).
METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian analisis pengaruh elemen lanskap terhadap kualitas estetika lanskap Kota Depok mengambil lokasi di Kecamatan Beji, Kota Depok. Kegiatan studi dilaksanakan mulai bulan Februari sampai Juli 2006. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang terdiri dari tahap evaluasi kualitas estetika lanskap kota dengan metode Scenic Beauty Estimation (SBE), dan tahap analisis pengaruh elemen lanskap terhadap kualitas estetika lanskap kota dengan metode analisis kuantitatif.
Evaluasi Kualitas Estetika Lanskap Kota Evaluasi kualitas estetika lanskap kota mengikuti prosedur metode Scenic Beauty Estimation (SBE) yang dikemukakan oleh Daniel dan Boster (1976) sebagai berikut: Pemotretan. Tahap ini diawali dengan pangamatan dari atas melalui foto udara untuk memudahkan penentuan vantage point saat turun lapang. Penentuan vantage point, yaitu titik dimana lanskap sekitarnya dipotret, didasarkan pada lanskap yang mewakili berbagai tata guna lahan utama dan tipe lanskap kota, seperti kawasan pemukiman, perkantoran, CBD (Central Business District), jalan, tepi sungai, rekreasi, dan ruang terbuka hijau (Gunawan, 2005). Setelah diperoleh 94 vantage point, dilakukan pengamatan langsung ke lapangan untuk melakukan pemotretan. Pemotretan lanskap memperhatikan dominansi dan proporsi elemen lanskap, seperti bangunan, perkerasan, vegetasi, air dan sejenisnya. Foto hasil pemotretan akan diseleksi berdasarkan kualitas yang terbaik dari segi gambar, warna, serta keterwakilan elemen-elemen lanskap kota. Penilaian oleh responden. Mempresentasikan foto hasil pemotretan dalam tampilan slide untuk memperoleh penilaian responden. Presentasi slide foto menggunakan program Microsoft Office Power Point 2003. Slide foto yang ditampilkan berjumlah 94 secara acak dengan waktu penayangan 8 detik untuk
tiap slide. Teknis pengisian kuisioner berupa pemberian skor 1 sampai 10 terhadap setiap slide yang ditampilkan. Skor 1 adalah lanskap yang paling tidak disukai sedangkan skor 10 adalah yang paling disukai. Jumlah responden pada penelitian ini adalah 36 orang, yaitu mahasiswa S1 Departemen Arsitektur Lanskap IPB yang memiliki latar belakang serta wawasan mengenai ilmu arsitektur lanskap. Menurut Daniel dan Boster (1976), jumlah responden antara 20 sampai 30 sudah cukup mewakili dan mahasiswa merupakan perwakilan dari total populasi yang dianggap kritis dan peduli terhadap lingkungannya. Perhitungan nilai SBE. Data yang telah terkumpul diolah dengan menggunakan metode Scenic Beauty Estimation menurut Daniel dan Boster (1976). Data setiap lanskap diurutkan berdasarkan skala penilaian 1 sampai 10 kemudian dihitung frekuensinya (f), frekuensi kumulatif (cf), probabilitas kumulatif (cp) dan nilai Z berdasarkan tabel Z. Untuk nilai cp = 1,00 digunakan rumus cp = 1-1/(2n) dan untuk nilai cp = 0 (z = ± tak terhingga) menggunakan rumus cp = 1/(2n). Selanjutnya ditentukan nilai rata-rata z untuk setiap titik dan nilai rata-rata z sebagai standar untuk perhitungan SBE. Nilai rata-rata z standar ditentukan dari keseluruhan z untuk tiap titik yang mendekati nol. Rumus perhitungan nilai SBE adalah sebagai berikut:
SBEX = (ZLX-ZLS) x 100 Dimana : SBEX = nilai SBE titik ke-x ZLX = nilai rata-rata z titik ke-x ZLS = nilai rata-rata z yang digunakan sebagai standar Seluruh nilai SBE yang telah diperoleh selanjutnya dikelompokkan berdasarkan kualitas estetika rendah, sedang, dan tinggi menggunakan sebaran normal (Lampiran 4) dengan parameter nilai tengah (µ) dan standar deviasi ( σ ). Perhitungan sebagai berikut : SBE rendah < µ − σ µ − σ = SBE sedang = µ + σ
SBE tinggi > µ + σ
Analisis Pengaruh Elemen La nskap terhadap Nilai SBE Analisis ini bertujuan untuk mengetahui besar keterikatan hubungan elemen lanskap terhadap nilai SBE serta seberapa besar pengaruh elemen lanskap sehingga dapat memprediksi kualitas estetika (nilai SBE) suatu lanskap kota. Elemen lanskap sebagai variabel bebas yang digunakan dalam analisis regresi adalah persentase elemen vegetasi, persentase elemen bangunan, persentase elemen perkerasan, persentase elemen air serta nilai kerapihan dan kebersihan. Hal ini sesuai dengan penelitian Rahmawati (2002), Meliawati (2003), serta Siregar (2004) bahwa, vegetasi dan bangunan memberi pengaruh yang cukup besar terhadap penilaian kualitas estetika lanskap kota. Elemen langit diabaikan dalam analisis ini, karena berdasarkan penelitian Meliawati (2003), persentase elemen langit tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai SBE.
Perhitungan Persentase Elemen Lanksap Penentuan luasan elemen lanskap dapat dilakukan dengan metode digitasi AutoCAD. Metode ini cukup akurat karena dapat menghasilkan ukuran dengan tingkat kebenaran yang cukup tinggi (Siregar, 2004). Namun untuk memperoleh hasil yang lebih akurat, diperlukan ketelitian yang cukup besar dalam mendigitasi foto. Luas elemen lanskap yang dihitung adalah elemen vegetasi, elemen bangunan, elemen perkerasan, serta elemen air. Rumus perhitungan persentase elemen lanskap adalah :
Persentase elemen lanskap =
Luasan elemen lanskap
x100%
Total luasan elemen lanskap
Persentase elemen lanskap tiap seluruh lanskap yang telah diperoleh, selanjutnya dikelompokkan kedalam kisaran persentase 0%, 1% - 20%, 21% – 40%, 41% – 60%, 61% – 80%, dan 81% – 100% berdasarkan kualitas estetika (tinggi, sedang, rendah). Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah pembahasan pengaruh persentase elemen lanskap terhadap kualitas estetika lanskap.
Penentuan Nilai Kerapihan dan Kebersihan Tahap selanjutnya adalah menilai kerapihan dan kebersihan suatu lanskap. Nilai kerapihan dan kebersihan berkisar antara 1 sampai 3, dimana nilai 1 adalah rendah, nilai 2 adalah sedang, dan nilai 3 adalah tinggi. Kategori kerapihan dan kebersihan diuraikan lebih rinci pada tabel 1. Tabel 1. Klasifikasi Nilai Kerapihan dan Kebersihan Nilai kerapihan dan kebersihan
Ciri-ciri a. Vegetasi tidak tertata dengan baik b. Penataan bangunan tidak baik
1 (Rendah)
c. Kualitas fisik bangunan tidak baik (warna, arsitektur dan sebagainya ) d. Tekstur perkerasan tidak baik e. Terdapat sampah – tidak terdapat sampah a. Vegetasi tertata dengan cukup baik
2 (Sedang)
b. Penataan bangunan cukup baik c. Kualitas fisik bangunan cukup baik d. Tekstur perkerasan cukup baik e. Tidak terdapat sampah a. Vegetasi tertata dengan sangat baik b. Penataan bangunan sangat baik
3 (Tinggi)
c. Kualitas fisik bangunan sangat baik d. Tekstur perkerasan sangat baik (aspal, paving block dan sebagainya ) e. Tidak terdapat sampah
Data persentase elemen vegetasi, bangunan, perkerasan, air serta nilai kerapihan dan kebersihan yang telah diperoleh tersebut ditabulasikan bersama dengan nilai SBE setiap lanskap. Tabulasi data dapat dilihat pada Lampiran 5. Selanjutnya menganalisa seluruh data tersebut secara kuantitatif dengan menggunakan program statistik SPSS 12.0.
Analisis Kuantitatif Data dianalisa secara kuantitatif yaitu mengolah data hasil penelitian yang telah dinyatakan dalam suatu angka untuk dianalisis dengan perhitungan statistik terhadap variabel obyek yang diteliti (Rahayu, 2005). Dalam penelitian ini digunakan alat analisis korelasi dan analisis regresi berganda.
Analisis Korelasi Analisis korelasi menggunakan korelasi pearson, yang dapat mengukur hubungan dua variabel yang bersifat linier dan data bersifat kuantitatif (Sulaiman, 2002). Analisis korelasi bertujuan mengukur kekuatan hubungan antara dua peubah melalui sebuah bilangan yang disebut koefisien korelasi (Walpole, 1995). Nilai korelasi variabel X dan Y dilambangkan dengan r. Nilai korelasi (r) digunakan untuk mengukur sejauh mana titik-titik menggerombol sekitar sebuah garis lurus. Bila titik-titik menggerombol mengikuti sebuah garis lurus dengan kemiringan positif, maka terdapat korelasi positif yang tinggi antara kedua peubah. Akan tetapi, bila titik-titik menggerombol mengikuti sebuah garis lurus dengan kemiringan negatif, maka antara kedua peubah terdapat korelasi negatif yang tinggi. Bila titik-titiknya mengikuti suatu pola yang acak atau tidak berpola, maka dapat dikatakan korelasi nol, yang artinya tidak ada hubungan linier antara X dan Y. Tingkat
keeratan
hubungan
atau
derajat
asosiasi
mengikuti
pengelompokkan menurut Sulaiman (2002), dimana: 0.7 = r < 1 (+/-)
: derajat asosiasi tinggi
0.4 = r < 0.7 (+/-)
: derajat asosiasi cukup substansial
0.2 = r < 0.4 (+/-)
: derajat asosiasi rendah
r < 0.2 (+/-)
: derajat asosiasi sangat rendah (tidak ada korelasi)
Analisis Regresi Berganda Regresi berganda adalah suatu teknik untuk menentukan korelasi antara suatu variabel tak bebeas dengan kombinasi dari dua atau lebih variabel bebas (Rahayu, 2005). Analisis regresi bertujuan untuk mengetahui pengaruh persentase
elemen-elemen lanskap terhadap nilai kua litas estetika. Nilai SBE sebagai variabel tak bebas (Y) dan variabel hasil seleksi (X) sebagai variabel bebas atau variabel penduga. Variabel bebas meliputi persentase elemen vegetasi (X1 ), bangunan (X2 ), perkerasan (X3 ), dan air (X4 ). Keempat variabel ini dipilih karena merupakan elemen lanskap utama yang cukup menonjol atau mempengaruhi kualitas estetika lanskap kota (Meliawati, 2004). Tahap selanjutnya adalah menganalisis berdasarkan pengelompokan kerapihan dan kebersihan rendah, sedang, dan tinggi. Bentuk umum dari analisis regresi berganda (Walpole, 1990) adalah:
Y = a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + b4 X4
Dimana: Y
= Penafsiran variable tak bebas (nilai SBE)
X1 = Variabel bebas 1 (elemen vegetasi) X2 = Variabel bebas 2 (elemen bangunan) X3 = Variabel bebas 3 (elemen perkerasan) X4 = Variabel bebas 4 (elemen air) a
= Nilai konstanta
b1
= Koefisien regresi variabel bebas 1
b2
= Koefisien regresi variabel bebas 2
b3
= Koefisien regresi variabel bebas 3
b4
= Koefisien regresi variabel bebas 4 Namun, keempat variabel bebas tersebut belum tentu signifikan terhadap
pendugaan kualitas estetika (nilai SBE). Hal ini berdasarkan pada pengujianpengujian saat tahap analisis regresi. Dalam analisis regresi berganda ada beberapa uji hipotesis yang perlu dilakukan (Rahayu, 2005), yaitu: a) Uji Keberartian Regresi b) Uji Keberartian Tiap Koefisien Regresi a) Uji Keberartian Regresi
Pengujian ini digunakan untuk mengetahui signifikansi harga koefisien korelasi ganda (R) variabel bebas X1 , X2 , X3, dan X4 terhadap variabel tak bebas Y. Untuk menguji ada tidaknya pengaruh variabel bebas terhadap variabel tak bebas. Hipotesis dapat dinyatakan sebagai berikut. Ho : Tidak terdapat pengaruh variabel bebas secara signifikan terhadap variabel tak bebas. Statistik uji yang digunakan dalam kriteria penolakan Ho pada uji keberartian regresi ini adalah signifikansi F-hitung. Tolak H0 jika: Sig Fh < alpha (a=0.05) Sig Fh = Nilai signifikansi F hitung a
= Taraf nyata (signifikansi)
Penolakan Ho menginformasikan bahwa paling sedikit satu variabel bebas X1 , X2 , X3, X4 dan X5 mempunyai sumbangan yang nyata terhadap variabel Y.
b) Uji Keberartian Tiap Koefisien Regresi Pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah nilai- nilai koefisien tersebut mempunyai pengaruh yang nyata atau tidak sehingga dapat diambil langkah efektif dengan menambah atau mengurangi variabel- variabel bebas yang digunakan untuk model regresi berganda yang dibuat. Untuk menguji apakah koefisien regresi yang diperoleh signifikan atau tidak, dikemukakan dalam hipotesis sebagai berikut. Ho : Tidak terdapat pengaruh koefisien regresi variabel bebas secara signifikan terhadap variabel tak bebas. Pengujian koefisien regresi digunakan signifikansi t-hitung: Tolak H0, jika: Sig t h < alpha (a = 0.05) Sig t h = Nilai signifikansi t hitung a
= Taraf nyata (signifikansi)
Penolakan H0 menginformasikan bahwa koefisien regresi variabel bebas X1 , X2 , X3, X4, dan X5 adalah signifikan. Jika tidak dapat ditolak, maka menunjukkan bahwa variabel bebas ke Xn dapat dihilangkan dari model tersebut atau dengan kata lain variabel tersebut tidak mempunyai pengaruh yang berarti dalam model tersebut.
Uji Asumsi Regresi Berganda Tahap selanjutnya adalah menguji persamaan regresi hasil pengolahan data melalui asmusi-asumsi sebagai berikut: a) Uji multikolinieritas. b) Uji heteroskedastisitas. c) Uji normalitas. d) Uji autokorelasi. a) Uji Multikolinieritas Multikolinieritas adalah kejadian yang menginformasikan terjadinya hubungan antara variabel- variabel bebas (Xn ) dan hubungan yang terjadi cukup besar. Hal ini akan menyebabkan perkiraan keberartian koefisien korelasi yang sangat besar antara variabel-variabel bebas. Menurut Pratisto (2002), multikolinieritas dapat dilihat dari nilai VIF (Variance Inflation Factor) dan regresi yang bebas multikoliniearitas ditandai dengan nilai VIF berkisar angka 1 dan nilai toleransi berkisar angka 1.
b) Uji Heteroskedastisitas Bertujuan menguji apakah dalam sebuah model regresi, terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians antar pengamatan berbeda, disebut heteroskedastisitas. Jika varians antar pengamatan tetap, disebut homoskedastisitas. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas. Deteksi adanya heteroskedastisitas dilihat dari grafik. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik (point-point) yang ada membentuk suatu pola
tertentu yang teratur, maka telah terjadi heteroskedastisitas. Sedangkan jika tidak ada pola yang jelas, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
c) Uji Normalitas Menguji apakah dalam sebuah model regresi, variabel tak bebas, variabel bebas atau keduanya mempunyai distribusi normal atauakah tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal. Deteksi normalitas dilihat dari penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik. Jika data menyebar normal di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
d) Uji Autokorelasi Menguji apakah dalam sebuah model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t- 1 (sebelumnya).
Jika
terjadi
korelasi,
maka
dinamakan
ada
problem
autokorelasi. Model regresi yang baik adalah bebas dari autokorelasi. Deteksi asumsi autokorelasi dilihat dari angka Durbin-Watson (D-W) pada tabel Model Summary (Lampiran 7). Jika angka D-W di antara -2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi.
Model Pendugaan Kualitas Estetika Lanskap Kota Hasil akhir dari analisis regresi berganda adalah model pendugaan kualitas estetika lanskap kota, dengan nilai SBE sebagai variabel tak bebas (Y) dan elemen vegetasi (X1 ), bangunan (X2 ), perkerasan (X3 ), dan air (X4 ) sebagai variabel bebas atau penduga, namun yang menjadi variabel bebas dalam model pendugaan adalah yang telah memenuhi uji hipotesis dan signifikan terhadap pendugaan nilai SBE. Adapun perumusan sebagai berikut :
Y = a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + b4 X4
Dimana: Y
= Nilai SBE
X1 = Persentase elemen vegetasi X2 = Persentase elemen bangunan X3 = Persentase elemen perkerasan X4 = Persentase elemen air a
= Nilai konstanta
b1
= Koefisien regresi elemen vegetasi
b2
= Koefisien regresi elemen bangunan
b3
= Koefisien regresi elemen perkerasan
b4
= Koefisien regresi elemen air
PEMOTRETAN
PRESENTASI FOTO Penilaian oleh responden
Tahap Evaluasi Kualitas Estetika Lanskap Kota
(Scenic Beauty Estimation) PERHITUNGAN NILAI SBE (Scenic Beauty Estimation)
ANALISIS KUANTITATIF DATA Tahap Analisis Pengaruh Elemen Lanskap terhadap Kualitas Estetika
ANALISIS KORELASI Hubungan elemen lanskap dan nilai SBE
PERHITUNGAN PERSENTASE ELEMEN LANSKAP DAN NILAI KERAPIHAN DAN KEBERSIHAN
ANALISIS REGRESI BERGANDA Elemen lanskap terhadap Nilai SBE
MODEL PENDUGAAN KUALITAS ESTETIKA LANSKAP KOTA
Gambar 1.
Kerangka Analisis Pengaruh Elemen Lanskap terhadap Kuliatas Estetika Lanskap Kota Depok
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengamatan, Kecamatan Beji terdiri dari tipe lanskap pemukiman, perdagangan, perkantoran, ruang terbuka hijau, lahan pertanian dan tepi sungai. Tipe lanskap yang dominan adalah kawasan pemukiman dengan arsitektur sederhana, sedang, maupun menarik. Secara keseluruhan, lanskap kota Depok memiliki kualitas estetika yang cukup beragam sesuai dengan karakter tiap tipe lanskap. Pada Gambar 2 dapat dilihat, nilai SBE untuk 94 titik pengamatan berkisar antara -142 sampai dengan 135. Lanskap dengan SBE tertinggi adalah kawasan ruang terbuka hijau, artinya lanskap tersebut semakin indah dan semakin disukai. Lanskap dengan SBE terendah adalah kawasan perdagangan tradisional, artinya lanskap tersebut tidak indah dan tidak disukai. Lanskap dengan nilai SBE negatif sebanyak 49 dan SBE positif sebanyak 45. Nilai SBE pada lanskap kota cukup beragam sesuai dengan karakter yang dimiliki oleh masing- masing tipe penggunaan lahan. Menurut Gunawan (2005), tipe lanskap kota terdiri dari kawasan perdagangan (CBD, Central Business Distric), kawasan perkantoran, kawasan pemukiman, kawasan rekreasi, ruang terbuka hijau, jalan raya, serta tepi sungai.
Kualitas Estetika Lanskap Kota Berdasarkan
sebaran
normal,
seluruh
nilai
SBE
hasil
evaluasi
dikelompokkan ke dalam kualitas estetika rendah, sedang dan tinggi, seperti pada Tabel 2. Lanskap dengan nilai SBE < - 47 termasuk ke dalam lanskap dengan kualitas estetika rendah, lanskap dengan nilai SBE antara - 47 sampai 53 adalah lanskap dengan kualitas estetika sedang. Lanskap dengan nilai SBE > 53 termasuk ke dalam lanskap dengan kualitas estetika tinggi. Data sebaran normal nilai SBE dapat dilihat pada Lampiran 4.
150 100
Nilai SBE
50 0 -50 -100 -150 -200
1
4
7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55 58 61 64 67 70 73 76 79 82 85 88 91 94 Vantage Point (Lanskap)
23
Gambar 2. Nilai SBE Tiap Lanskap
Tabel 2. Lanskap berdasarkan Kualitas Estetika Kualitas Estetika Rendah (SBE < -47)
Lanskap 14, 21, 22, 24, 25, 27, 37, 38, 51, 54, 58, 60, 64
Jumlah 13
1, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 16, 17, 18, 19, 20, 26, 30, Sedang (-47 = SBE = 53)
31, 34, 35, 36, 39, 40, 41, 42, 43, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 52, 53, 55, 56, 57, 59, 61, 62, 63, 65, 66,
66
67, 68, 69, 70, 71, 72, 73, 74, 75, 76, 77, 78, 79, 80, 81, 82, 83, 85, 87, 88, 89, 90, 91, 92, 93
Tinggi (SBE > 53)
2, 3, 4, 5, 13, 15, 23, 28, 29, 32, 33, 44, 84, 86, 94
15
Lanskap dengan kualitas estetika tinggi didominasi oleh elemen vegetasi dan air. Elemen vegetasi cukup tertata dengan baik dan rapi, baik dari segi pola penanaman maupun proporsinya. Elemen air berupa danau, kolam, serta sungai, cukup bersih dari sampah. Tipe lanskap yang termasuk ke dalam kualitas estetika tinggi adalah kawasan ruang terbuka hijau, kawasan perkantoran serta kawasan pemukiman. Gambar 3 memperlihatkan lanskap dengan kualitas estetika tertinggi berupa kawasan terbuka hijau yang didominasi oleh elemen air dan dikelilingi oleh vegetasi yang cukup rimbun dan terkesan alami, sejuk, dan nyaman. Di sekitar danau terlihat bangunan dengan arsitektur ya ng cukup menarik dan memperkuat karakter lanskap tersebut sehingga semakin indah untuk dipandang. Hal ini sesuai dengan penelitian Afrianita (2005) bahwa lanskap dengan kualitas estetika tinggi dicirikan oleh proporsi vegetasi yang dominan dan sedikit bangunan dengan arsitektur yang terlihat menarik. Karakter yang menonjol dari lanskap dengan kualitas estetika sedang adalah elemen vegetasi masih cukup dominan, namun penataannya kurang rapi. Persentase elemen bangunan dengan elemen perkerasan cukup seimbang. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Meliawati (2003) bahwa lanskap dengan kualitas estetika sedang memiliki proposi elemen vegetasi yang cukup seimbang dengan elemen bangunan dan perkerasan, dan secara umum terlihat cukup baik. Sebagian
besar tipe lanskap termasuk ke dalam kelompok kualitas estetika sedang. Contoh lanskap dengan kualitas estetika sedang disajikan pada Gambar 4, yaitu sebuah lapangan terbuka hijau yang hanya didominasi oleh vegetasi berupa ground cover dan tegakan pohon besar di sekitarnya.
Gambar 3. Lanskap dengan Kualitas Estetika Tertinggi (Lanskap 4)
Gambar 4. Lanskap dengan Kualitas Estetika Sedang (Lanskap 66)
Lanskap dengan kualitas estetika rendah didominasi oleh elemen bangunan dengan kualitas bangunan kurang baik dan kurang menarik. Tipe lanskap yang tergolong kualitas estetika rendah adalah kawasan perdagangan dan pemukiman sederhana, serta ruang terbuka hijau yang tidak tertata. Gambar 5 adalah lanskap kawasan perdagangan tradisional dengan nilai SBE terendah. Tidak terlihat adanya elemen vegetasi, hanya didominasi oleh elemen bangunan kios non permanen. Penataan elemen bangunan kurang baik. Jalan setapak terkesan kurang nyaman karena tidak menggunakan elemen perkerasan. Banyaknya sampah menimbulkan kesan tidak bersih dan tidak indah untuk dipandang.
Gambar 5. Lanskap dengan Kualitas Estetika Terendah (Lanskap 27)
Pengaruh Elemen Lanskap terhadap Kualitas Estetika Elemen vegetasi, elemen bangunan, elemen perkerasan serta elemen air sebagai elemen dasar pembentuk lanskap kota memiliki karakter yang berbedabeda dan memberi pengaruh yang berbeda pula terhadap kualitas estetikanya. Hal ini dapat dilihat pada grafik (Gambar 6), bahwa semakin tinggi elemen vegetasi, kualitas estetika lanskap semakin meningkat, dan sebaliknya semakin tinggi elemen bangunan, kualitas estetika lanskap semakin menurun. Penyebaran
persentase elemen perkerasan relatif sama untuk tiap kualitas estetika, namun peningkatan elemen perkerasan cenderung menurunkan kualitas estetikanya. Elemen air tidak membentuk pola yang jelas, namun lanskap yang memiliki elemen air, cenderung dapat meningkatkan kualitas estetika apabila ditunjang dengan kebersihannya. Pembahasan mengenai pengaruh persentase elemen lanskap terhadap kualitas estetika lanskap kota, diuraikan lebih rinci menurut karakter masingmasing elemen lanskap, yaitu elemen vegetasi, elemen bangunan, elemen perkerasan, dan elemen air.
Rata-rata Persentase Elemen Lanskap (%)
80 70 Kualitas estetika tinggi
Kualitas estetika sedang
Kualitas estetika rendah
60 50 40 30 20 10 0 vegetasi
bangunan
perkerasan
air
Elemen Lanskap
Gambar 6. Rata-rata Persentase Elemen Lanksap berdasarkan Kualitas Estetika
Elemen Vegetasi Berdasarkan grafik yang diperoleh (Gambar 6), elemen vegetasi paling mendominasi diantara elemen lainnya. Lanskap kualitas estetika tinggi memiliki rata-rata persentase elemen vegetasi sebesar 68%. Semakin tinggi persentase elemen vegetasi, kualitas estetika cenderung meningkat. Penutupan elemen vegetasi yang rimbun pada suatu kawasan lanskap kota, memberi kesan yang sejuk dan nyaman. Hal ini sesuai dengan penelitian Meliawati (2003) bahwa karakter yang menonjol dari lanskap dengan kualitas estetika tinggi adalah proporsi vegetasi yang cukup dominan, sehingga terkesan teduh dan nyaman.
Tidak hanya proporsi penutupan vegetasi, namun jenis dan bentuk vegetasi juga sangat mempengaruhi kualitas estetika. Berdasarkan penelitian Laila (2002), lanskap dengan kualitas estetika tinggi dicirikan oleh terdapatnya vegetasi pohon dan semak yang tertata dengan baik. Perubahan tinggi pohon akibat pertumbuhan juga mempengaruhi kualitas estetika, yakni semakin tinggi pohon, maka lanskap akan semakin indah. Lestari (2005) menyatakan bahwa, bentuk pohon dengan skala horizontal memberi kesan sejuk, sehingga dapat meningkatkan kualitas estetika suatu lanskap.
Kualitas Estetika Sedang
Kualitas Estetika Rendah
8% 15%
12%
8%
32% 20%
8%
38% 12%
23%
24%
Kualitas Estetika Tinggi
13%
0% vegetasi 20%
47%
20%
1% - 20% vegetasi 21% - 40% vegetasi 41% - 60% vegetasi 61% - 80% vegetasi 81% - 100% vegetasi
Gambar 7. Frekuensi Kisaran Persentase Elemen Vegetasi
Pada Gambar 7 terlihat bahwa frekuensi persentase elemen vegetasi menyebar cukup merata khususnya pada lanskap dengan kualitas estetika rendah. Lanskap dengan kualitas estetika rendah didominasi oleh penutupan elemen vegetasi 1% - 20% dari total elemen lanskap sebanyak 38%, bahkan 8% dari total 13 lanskap kualitas estetika rendah tidak memiliki penutupan vegetasi, sedangkan lanskap dengan kualitas estetika sedang dan tinggi didominasi oleh penutupan vegetasi 81% - 100 % dari total elemen lanskap, dan tidak ditemukan kawasan
tanpa penutupan vegetasi. Lanskap dengan kualitas estetika tinggi, memiliki elemen vegetasi dengan kisaran 21% hingga 100% dari total elemen lanskap. Berdasarkan pengamatan tersebut, dapat dinyatakan bahwa semakin tinggi penutupan vegetasi, kualitas estetika cenderung meningkat karena vegetasi mampu memberi kesan visual yang asri dan sejuk.
1% – 20% Vegetasi (SBE = 8)
21% – 40% Vegetasi (SBE = 18)
41% – 60% Vegetasi (SBE = -24)
61% – 80% Vegetasi (SBE = 19)
81% – 100 % Vegetasi (SBE = 66)
Gambar 8.
Contoh Lanskap berdasarkan Kisaran Persentase Elemen Vegetasi
Secara keseluruhan, persentase elemen vegetasi pada gambaran lanskap kota menyebar cukup merata dari 0% hingga 100%, tergantung dari tipe lanskap. Lanskap kota yang memiliki persentase elemen vegetasi 0% adalah lanskap tanpa vegetasi, dimana hanya didominasi oleh elemen hardscape seperti bangunan, perkerasan, dan site furniture. Lanskap yang memiliki persentase elemen vegetasi sebesar 100% adalah suatu kawasan ruang terbuka hijau yang masih bersifat alami, hutan kota, atau kawasan rekreasi alami dimana hanya didominasi oleh vegetasi berupa ground cover, semak maupun pohon, dan dapat juga berupa lahan pertanian. Lanskap dengan persentase elemen vegetasi 21% hingga 80 % dimiliki oleh hampir seluruh kawasan perkotaan seperti kawasan pemukiman, perkantoran, perdagangan dan sebagainya. Contoh lanskap dengan berbagai kategori persentase elemen vegetasi dapat dilihat pada Gambar 8. Lanskap dengan penutupan vegetasi 41% - 60%, memiliki SBE rendah. Hal ini dipengaruhi oleh faktor kerapihan, yaitu vegetasi kurang tertata rapi. Seluruh lanskap pada gambar 8 tergolong ke dalam kualitas estetika sedang, kecuali lanskap dengan penutupan 81% – 100% tergolong ke dalam lanskap dengan kualitas estetika tinggi.
Elemen Bangunan Berdasarkan Gambar 6, rata-rata persentase elemen bangunan pada lanskap kualitas estetika rendah adalah sebesar 38%, dan paling dominan diantara ketiga kelompok kualitas estetika. Semakin tinggi elemen bangunan dalam suatu lanskap, cenderung mempengaruhi penurunan kualitas estetika. Hal ini sesuai dengan penelitian Rahmawati (2002), Meliawati (2003), dan Afrianita (2005) bahwa
peningkatan
persentase
elemen
bangunan
dalam
suatu
lanskap
mengakibatkan menurunnya kualitas estetika, kecuali bangunan dengan arsitektur menarik tidak selalu mengakibatkan penurunan kualitas estetika. Faktor kerapihan elemen bangunan juga sangat mempengaruhi penurunan kualitas estetika lanskap. Umumnya lanskap yang termasuk ke dalam kualitas estetika tinggi, elemen bangunan memiliki arsitektur yang baik sehingga dapat memperkuat karakter lanskap tersebut dan dapat meningkatkan kualitas estetikanya. Hal ini sesuai dengan penelitian Siregar (2004) bahwa bangunan
berkualitas baik dengan arsitektur yang menarik dapat memperkuat karakter lanskap disekitarnya apabila komposisi vegetasi yang menutupinya tidak lebih dari 60%. Booth (1983) menambahkan, karakter bangunan seperti tekstur, warna, dan detil menentukan kualitas dimana bangunan itu berada. Hal ini juga diperkuat oleh penelitian Sadik (2004) bahwa perbaikan pemberian warna pada elemen bangunan dapat meningkatkan kualitas estetika kawasan dimana bangunan itu berada.
Kualitas Estetika Rendah
Kualitas Estetika Sedang 2%
8% 17%
25%
27%
25% 27%
25% 27%
17%
Kualitas Estetika Tinggi
13% 33%
0% Bangunan 1% - 20% Bangunan
54%
21% - 40% Bangunan 41% - 60% Bangunan 61% - 80% Bangunan 81% - 100% Bangunan
Gambar 9. Frekuensi Kisaran Persentase Elemen Bangunan
Pada Gambar 9 terlihat bahwa kis aran persentase elemen bangunan pada lanskap kualitas estetika rendah, sedang, maupun tinggi, tidak ditemukan lanskap yang hanya didominasi oleh bangunan. Lanskap dengan kualitas estetika rendah didominasi oleh kisaran 41% - 80% bangunan. Lanskap dengan kualitas estetika sedang didominasi oleh lanskap tanpa bangunan dan kisaran bangunan 1% hingga 40% dari total elemen lanskap. Lanskap dengan kualitas estetika tinggi memiliki proporsi bangunan yang tidak melebihi 40%, namun paling banyak didominasi oleh proporsi bangunan 1% – 20%. Berdasarkan pengamatan secara keseluruhan,
baik lanskap dengan kualitas estetika rendah, sedang, maupun tinggi, cenderung didominasi oleh persentase elemen bangunan 1% – 20%, dan umumnya dimiliki oleh kawasan pemukiman. Artinya, kawasan pemukiman adalah tipe lanskap yang mendominasi lanskap kota, khususnya di Kecamatan Beji, Kota Depok. Hal ini didukung oleh pernyataan Branch (1995) bahwa lanskap kota didominasi oleh kawasan pemukiman. Pada penelitian ini, tidak ditemukan lanskap dengan persentase bangunan 81% hingga 100%. Dimana elemen bangunan berada, ditemukan elemen perkerasan sebagai jalur sirkulasi kendaraan maupun pejalan kaki. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, elemen bangunan tidak dapat berdiri sendiri dan dipengaruhi oleh elemen lain. Pada Gambar 10 dapat dilihat, jika suatu lanskap memiliki persentase elemen bangunan lebih dari 40% dari total elemen lanskap, maka kualitas estetika (nilai SBE) cenderung mengalami penurunan.
1% – 20% Bangunan (SBE = 55)
21% – 40% Bangunan (SBE = 86)
41% – 60% Bangunan (SBE = -17)
61% – 80% Bangunan (SBE = -57)
Gambar 10. Contoh Lanskap berdasarkan Kisaran Persentase Elemen Bangunan
Elemen Perkerasan Berdasarkan kualitas estetikanya, rata-rata persentase elemen perkerasan untuk kualitas estetika seang maupun rendah relatif sama yaitu ± 20%, namun semakin rendah persentase elemen perkerasan, cenderung meningkatkan kualitas estetikanya (Gambar 6). Penggunaan material perkerasan pada jalur sirkulasi kendaraan dan pejalan kaki, seperti aspal, paving block, semen, batu koral dan sebagainya dapat memberi kesan visual yang baik sehingga mempengaruhi kualitas estetika lanskap sekitar. Elemen perkerasan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jalan berupa jalur kendaraan dan pejalan kaki, jalan setapak, plaza, dan sejenisnya. Lanskap dengan kualitas estetika tinggi, memiliki kualitas material perkerasan yang cukup baik seperti aspal.
Kualitas Estetika Rendah
Kualitas Estetika Sedang 2% 5%
8% 23%
32%
8% 61%
52% 9%
Kualitas Estetika Tinggi
7% 33% 33%
0% Perkerasan 1% - 20% Perkerasan 21% - 40% Perkerasan 41% - 60% Perkerasan
27%
61% - 80% Perkerasan 81% - 100% Perkerasan
Gambar 11. Frekuensi Kisaran Persentase Elemen Perkerasan
Gambar 11 memperlihatkan kisaran persentase elemen perkerasan pada lanskap secara keseluruhan yang berkisar 0% hingga 80%. Elemen perkerasan berdasarkan penge lompokan kualitas estetika, memperlihatkan trend yang
cenderung sama. Lanskap kualitas estetika rendah, sedang, maupun tinggi, paling banyak didominasi oleh kisaran perkerasan 21% – 40%. Hal ini dapat diartikan bahwa, proporsi elemen perkerasan tidak terla lu mempengaruhi kualitas estetika. Elemen perkerasan 21% – 40%, umumnya dijumpai pada kawasan perkantoran dan CBD, bahkan dapat mencapai lebih dari 40% atau hampir setengah bagian dari total luasan elemen lanskap. Hal ini karena, jalan raya sebagai jalur sirkulasi utama kendaraan, harus dapat mendukung lalu lintas kendaraan bermotor dari ukuran kecil hingga besar, sehingga memiliki ukuran yang cukup lebar.
0% Perkerasan (SBE = 72)
21% – 40% Perkerasan (SBE = -8)
1% – 20% Perkerasan (SBE = -30)
41% – 60% Perkerasan (SBE = 20)
61% – 80 % Perkerasan (SBE = 12)
Gambar 12. Contoh Lanskap berdasarkan Kisaran Persentase Elemen Perkerasan
Contoh lanskap dengan berbagai kategori persentase elemen perkerasan dapat dilihat pada Gambar 12. Kisaran 1% – 20% elemen perkerasan, umumnya dijumpai pada kawasan pemukiman dengan kualitas estetika rendah, sedang, maupun tinggi. Pada lanskap yang masih alami, seperti halnya pada kawasan ruang terbuka hijau atau lahan pertanian, tidak dijumpai elemen perkerasan berupa jalan setapak. Pada beberapa lanskap ditemukan jalan setapak yang masih bersifat alami, yang artinya tidak menggunakan material perkerasan seperti semen, batu, beton atau aspal. Pada studi ini jalan setapak alami juga dimasukkan ke dalam kategori elemen perkerasan. Sama dengan elemen bangunan, jarang sekali ditemukan lanskap yang hanya terdiri dari elemen perkerasan. Elemen perkerasan tidak dapat berdiri sendiri dalam suatu lanskap. Dimana ada elemen perkerasan, selalu ditemukan elemen bangunan maupun elemen lanskap lain di sekitarnya. Elemen perkerasan sebagai sarana pejalan kaki maupun lalu lintas kendaraan pada suatu lanskap, diharapkan dapat menunjang berbagai aktivitas di kawasan perkotaan. Hal ini didukung oleh pernyataan Branch (1995) bahwa jalur sirkulasi sebagai elemen perkerasan dapat berfungsi produktif, dan bermanfaat bila jalur tersebut melayani kegiatan yang ada disekitarnya.
Elemen Air Gambar 6 terlihat bahwa, lanskap dengan kualitas estetika tinggi memiliki rata-rata persentase elemen air sebesar 10% dan paling dominan diantara ketiga kelompok kualitas estetika. Elemen air memiliki karakter yang cukup unik sehingga hal tersebut mempengaruhi penilaian kualitas estetika. Karakteristik berupa plastisitas, pergerakan, suara dan refleksivitas menjadi daya tarik yang menjadi ciri khas dari elemen air (Booth, 1983). Namun demikian, peningkatan persentase elemen air pada lanskap kawasan kota tidak memperlihatkan trend yang jelas. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor luar seperti kebersihan, keberadaan elemen vegetasi, bangunan, atau perkerasan di sekitarnya. Menurut Meliawati (2003), secara visual, air yang tampak tidak jernih dan tercemar oleh sampah sangat mengganggu pemandangan.
Gambar 13 memperlihatkan pembagian kisaran elemen air berdasarkan kualitas estetika. Secara keseluruhan elemen air berkisar 0% hingga 80%. Lanskap yang memiliki elemen air umumnya dijumpai di kawasan ruang terbuka. Pada kawasan ini terdapat badan air berupa danau, kolam, dan sungai. Lanskap dengan kualitas estetika tinggi, memiliki elemen air hingga 60%. Lanskap kualitas estetika sedang mencapai 40%. Pesentase elemen air pada lanskap kualitas estetika rendah mencapai hingga 80%, namun karakter visual air sangat keruh dan tercemar oleh sampah (Gambar 14).
Kualitas Estetika Rendah
Kualitas Estetika Sedang 3%
8%
11%
92%
86%
Kualitas Estetika Tinggi 7% 13%
0% Air 1% - 20% Air 20%
60%
21% - 40% Air 41% - 60% Air 61% - 80% Air 81% - 100% Air
Gambar 13. Frekuensi Kisaran Persentase Elemen Air
Lanskap tanpa elemen air sangat mendominasi. Hal ini menunjukkan bahwa elemen air sulit ditemukan pada lanskap perkotaan. Elemen air hanya dijumpai di kawasan ruang terbuka yang masih bersifat alami dan sedikit buatan manusia. Berdasarkan data pada tabel (Lampiran 5), hanya 17% dari seluruh lanskap yang ditampilkan memiliki elemen air. Hal ini mencerminkan adanya pembangunan yang cenderung mengutamakan sarana pemukiman, perkantoran dan perdagangan. Elemen air pada lanskap kota tidak hanya berupa badan air yang
bersifat alami seperti danau, kolam, dan sungai. Namun demikian elemen air dapat berupa air mancur dan sejenisnya. Gambar 14 menampilkan beberapa lanskap yang memiliki elemen air pada kawasan ruang terbuka. Pada gambar 61% – 80% elemen air, terlihat adanya genangan sampah. Secara visual, hal ini sangat mengganggu keindahan lanskap sekitar sehingga mengakibatkan penurunan kualitas estetika. Hal ini terbukti dengan perolehan nilai SBE sebesar - 60.
1% – 20% Air (SBE = -13)
21% – 40% Air (SBE = 4)
41% – 60% Air (SBE = 135)
61% – 80% Air (SBE = -60)
Gambar 14. Contoh Lanskap berdasarkan Kisaran Persentase Elemen Air
Hubungan Elemen Vegetasi dengan Kualitas Estetika Tingkat keeratan hubungan antara elemen lanskap dengan kualitas estetika dapat diketahui melalui analisis korelasi. Nilai korelasi ditunjukkan oleh nilai korelasi r. Elemen lanskap yang dianalisis adalah elemen vegetasi, elemen
bangunan, elemen perkerasan, dan elemen air. Selain elemen lanskap, dianalisis pula hubungan faktor kerapihan dan kebersihan dengan kualitas estetika. Persentase elemen vegetasi dan nilai SBE memiliki nilai korelasi (r) sebesar 0.227 pada taraf signifikansi 0.05 (a = 5%) dan nilai korelasi positif. Artinya, kedua variabel tersebut memiliki hubungan yang rendah dan searah. Kedua variabel tersebut mempengaruhi satu sama lain, namun peningkatan elemen vegetasi tidak mutlak diikuti dengan peningkatan nilai SBE (Gambar 15). Meliawati (2003) menyatakan bahwa peningkatan persentase elemen vegetasi tidak mutlak selalu berakibat naiknya nilai SBE. Hal ini mungkin disebabkan oleh pengaruh faktor luar seperti kerapihan vegetasi, jenis vegetasi, warna vegetasi, serta kerapihan dan kebersihan pada lanskap sekitar. Namun bilamana suatu lanskap memiliki penutupan vegetasi yang tinggi dan didukung dengan faktorfaktor luar yang cukup baik, maka lanskap tersebut dapat dianggap indah atau memiliki kualitas estetika tinggi.
150.00
100.00
SBE
50.00
0.00
-50.00
-100.00
r = 0.227*
-150.00
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
vegetasi
Gambar 15. Hubungan Elemen Vegetasi dengan Nilai SBE
Hubungan Elemen Bangunan dengan Kualitas Estetika Nilai korelasi (r) antara persentase elemen bangunan dengan nilai SBE adalah sebesar -0.442 pada taraf signifikansi 0.01 (a = 1%). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa elemen bangunan dan nilai SBE memiliki hubungan yang cukup erat yang bersifat berlawanan karena korelasi bernilai negatif. Semakin tinggi persentase elemen bangunan dalam suatu lanskap, semakin rendah nilai SBE. Semakin tinggi nilai SBE maka semakin rendah persentase elemen bangunan. Hal ini didukung oleh penelitian Meliawati (2003) dan Afrianita (2005), bahwa peningkatan persentase elemen bangunan dalam lanskap mengakibatkan penurunan nilai SBE. Hal ini mungkin disebabkan oleh lanskap yang bersifat alami atau sedikit campur tangan manusia cenderung lebih disukai. Elemen bangunan memberi kesan kaku dan keras. Untuk itu, lanskap yang dianggap indah umumnya memiliki elemen lunak seperti vegetasi dan air. Hubungan linier negatif elemen bangunan dan kualitas estetika dapat dilihat pada Gambar 16, dimana plot-plot antara variabel SBE dan bangunan cenderung menurun ke arah kanan.
150.00
100.00
SBE
50.00
0.00
-50.00
-100.00
-150.00
r = -0.442** 0.00
20.00
40.00
bangunan
60.00
80.00
Gambar 16. Hubungan Elemen Bangunan dengan Nilai SBE
Hubungan Elemen Perkerasan dengan Kualitas Estetika Nilai korelasi antara persentase elemen perkerasan dengan nilai SBE adalah sebesar 0.117 dengan derajat asosiasi sangat rendah atau dapat dikatakan tidak ada korelasi antar kedua variabel. Gambar 17 terlihat, plot-plot menyebar dan tidak memperlihatkan pola yang jelas. Artinya, persentase elemen perkerasan tidak mempengaruhi penurunan maupun peningkatan nilai SBE. Hal ini sesuai dengan penelitian Afrianita (2005) bahwa elemen perkerasan tidak memiliki keterkaitan yang signifikan terhadap kualitas estetika lanskap. Meliawati (2003) juga menyatakan bahwa peningkatan persentase elemen perkerasan tidak mutlak selalu berakibat turunnya nilai SBE. Hal ini dikarenakan umumnya elemen perkerasan hanya berbentuk jalan setapak dengan karakter yang monoton sehingga responden cenderung memperhatikan elemen lanskap di sekitarnya, seperti penutupan elemen vegetasi dan bangunan. Namun demikian, bilamana suatu jalan setapak bermotif atau menggunakan kombinasi beberapa material seperti paving block, dapat mempengaruhi penilaian kualitas estetika.
150.00
100.00
SBE
50.00
0.00
-50.00
-100.00
r = 0.117
-150.00
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
perkerasan
Gambar 17. Hubungan Elemen Perkerasan dengan Nilai SBE
Hubungan Elemen Air dengan Kualitas Estetika Nilai korelasi antara persentase elemen air dengan nilai SBE adalah sebesar 0.636 pada taraf signifikansi 0.05 (a = 5%), maka hubungan kedua variabel tersebut adalah sedang. Peningkatan persentase elemen air selalu diikuti dengan peningkatan nilai SBE. Hal ini sesuai dengan penelitian Meliawati (2003) bahwa, semakin besar proporsi elemen air dalam suatu lanskap akan meningkatkan kualitas estetika lanskap tersebut. Air merupakan elemen lanskap yang cukup unik dan disenangi oleh manusia. Karakteristik berupa plastisitas, pergerakan, suara dan refleksivitas menjadi daya tarik yang menjadi ciri khas elemen air (Booth, 1983). Oleh karenanya dari segi karakteristiknya, elemen air sangat mempengaruhi penilaian keindahan. Gambar 18 memperlihatkan korelasi kedua variabel membentuk garis yang mengarah ke kanan atas.
150.00
SBE
100.00
50.00
0.00
r = 0.636 *
-50.00
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
Air
Gambar 18. Hubungan Elemen Air dengan Nilai SBE
Analisis Regresi Elemen Lanskap terhadap Nilai SBE Untuk mengetahui besarnya perubahan variabel nilai SBE yang disebabkan oleh perubahan yang terjadi pada variabel persentase elemen lanskap, digunakan analisis regresi berganda (Rahayu, 2005). Adapun data hasil analisis regresi dapat dilihat pada Lampiran 7. Berdasarkan Tabel 3, diketahui koefisien korelasi R sebesar 0.426, hal ini berarti hubungan variabel elemen vegetasi (X1 ), elemen perkerasan (X2 ), serta elemen air (X3 ) dengan variabel nilai SBE (Y) rendah. Nmun demikian, berdasarkan uji ANOVA atau uji F (Lampiran 7) diperoleh nilai Sig F sebesar 0.000 yang jauh lebih kecil dari 0.05, maka model regresi yang diperoleh dapat dipakai untuk memprediksi kualitas estetika (nilai SBE). Koefisien determinasi (R2 ) pada persamaan regresi yang diperoleh adalah sebesar 0.182 yang artinya kemampuan variabel elemen lanskap untuk menjelaskan variasi pada variabel
nilai SBE adalah sebesar 18.2 persen, selebihnya dijelaskan oleh faktor lain yang tidak dapat dijelaskan dalam model regresi yang diperoleh.
Tabel 3. Hasil Analisis Regresi Berganda Variabel Konstanta X1 (ElemenVegetasi) X2 (Elemen Perkerasan) X3 (Elemen Air) Koefisien Korelasi (R) Koefisien Determinasi (R2 )
Koefisien Regresi -91.752
STD Error 25.071
Sig.t 0.000
0.972
0.260
0.000
1.726
0.534
0.002
1.967
0.526
0.000
0.426 0.182
Pengaruh variabel persentase elemen vegetasi (X1 ), elemen perkerasan (X2 ), dan elemen air (X3 ) terhadap perubahan nilai SBE (Y) ditunjukkan dalam suatu persamaan regresi sebagai berikut:
Y = -91.752 + 0.972 X1 + 1.726 X2 + 1.967 X3 Dimana: Y = Nilai SBE X1 = Persentase elemen vegetasi (0% = X1 = 100%) X2 = Persentase elemen perkerasan (0% = X2 < 100%) X3 = Persentase elemen air (0% = X3 < 100%) Untuk mengetahui kelompok kualitas estetika, dapat digunakan klasifikasi kualitas estetika menurut Daniel dan Boster (1976), yaitu SBE lebih kecil dari -20 termasuk kedalam kualitas rendah, SBE berada diantara -20 dan 20 adalah kualitas estetika sedang, sedangkan SBE lebih besar dari 20 adalah kualitas estetika tinggi.
Persamaan regresi yang diperoleh diatas dapat diinterpretasikan sebagai berikut: 1. Harga koefisien konstanta = -91.752. Artinya apabila persentase elemen vegetasi (X1 ), persentase elemen perkerasan (X2 ), serta elemen air (X3 ) tetap atau tidak mengalami penambahan atau pengurangan maka nilai SBE sebesar nilai konstanta yaitu -91.752. 2. Harga koefisien X1 = 0.972. Artinya apabila persentase elemen vegetasi (X1 ) mengalami kenaikan sebesar satu persen, sementara variabel lainnya bersifat tetap, maka nilai SBE akan meningkat sebesar 0.972 satuan. 3. Harga koefisien X2 = 1.726. Artinya apabila persentase elemen perkerasan (X2 ) mengalami kenaikan sebesar satu persen, sementara variabel lainnya bersifat tetap, maka nilai SBE akan meningkat sebesar 1.726 satuan. 4. Harga koefisien X3 = 1.967. Artinya apabila elemen air (X3 ) mengalami kenaikan sebesar satu point, sementara variabel lainnya bersifat tetap, maka nilai SBE akan meningkat sebesar 1.967 satuan.
Sesuai dengan persamaan garis regresi yang diperoleh, maka perubahan nilai SBE akan searah dengan perubahan yang terjadi pada persentase elemen vegetasi, elemen perkerasan dan elemen air. Hal ini karena koefisien regresi yang ada seluruhnya bertanda positif. Oleh karena itu penurunan persentase elemen vegetasi, elemen perkerasan, dan elemen air akan mengakibatkan penurunan pada nilai SBE, demikian juga peningkatan persentase elemen vegetasi, elemen perkerasan dan elemen air akan mengakibatkan peningkatan nilai SBE. Berdasarkan hasil uji t-statistik (Tabel 4), koefisien regresi variabel elemen vegetasi, elemen perkerasan, dan elemen air berpengaruh nyata terhadap nilai SBE. Dilihat dari besar nilai koefisien regresi, elemen air memberi pengaruh yang paling besar terhadap pendugaan kualitas estetika lanskap kota.
Tabel 4. Signifikansi Koefisien Regresi Variabel
Sig t
Alpha
Kondisi
Kesimpulan
Konstanta
0.000
0.05
Sig t < a
Nyata
Vegetasi (X1 )
0.000
0.05
Sig t < a
Nyata
Perkerasan (X2 )
0.002
0.05
Sig t < a
Nyata
Air (X3 )
0.000
0.05
Sig t < a
Nyata
Nilai SBE tertinggi akan diperoleh pada lanskap dominansi elemen air dengan kisaran elemen air hingga 100% dari total luas elemen lanskap, yaitu SBE sebesar 105. Namun demikian, berdasarkan pengamatan, kisaran elemen air 100% sangat jarang ditemukan pada lanskap kota. Pada pembahasan pengaruh elemen air terhadap kualitas estetika, diketahui bahwa lanskap dengan kualitas estetika tinggi, sedang maupun rendah memiliki persentase elemen air tidak melebihi 80% dari total elemen lanskap. Elemen air umumnya dijumpai pada kawasan ruang terbuka hijau. Dengan demikian dapat diduga, lanskap dengan kualitas estetika tertinggi dimiliki oleh kawasan ruang terbuka hijau dengan dominansi elemen air dan penutupan vegetasi yang cukup rindang. Hal ini sesuai dengan hasil evaluasi SBE, bahwa nilai SBE tertinggi khususnya di Kecamatan Beji, diperoleh pada kawasan ruang terbuka hijau. Nilai SBE terendah diperoleh pada lanskap yang hanya didominasi oleh elemen bangunan (tanpa vegetasi, tanpa elemen air, dan tanpa perkerasan), sehingga SBE sebesar -92. Bangunan pada lanskap kualitas rendah dapat berupa bangunan dengan arsitektur yang sangat sederhana dan tidak menarik. Berdasarkan pengamatan, lanskap dengan dominansi elemen bangunan dijumpai pada kawasan pemukiman padat. Berdasarkan pembahasan pengaruh elemen lanskap terhadap kualitas estetika, diketahui bahwa persentase elemen vegetasi berkisar dari 0% hingga 100%, maka batasan nilai untuk X1 adalah 0% = X1 = 100%. Elemen perkerasan adalah 0% hingga 80% dan tidak ditemukan lanskap yang hanya didominasi oleh elemen perkerasan, maka batasan nilai X2 adalah 0% = X2 < 100%. Elemen air sama halnya dengan elemen perkerasan, berdasarkan pengamatan, tidak ditemukan lanskap yang meiliki persentase elemen air melebihi 80% dari total elemen lanskap dan tidak ditemukan lanskap dengan dominansi hanya elemen air, sehingga batasan nilai X3 adalah 0% = X3 < 100%.
Dalam analisis regresi ini, ditemukan multikolinieritas pada variabel elemen bangunan. Artinya, elemen tersebut mempunyai hubungan linier yang cukup signifikan terhadap elemen vegetasi, elemen perkerasan, dan elemen air. Hal ini karena elemen bangunan dalam suatu lanskap tidak dapat berdiri sendiri. Selalu dipengaruhi oleh elemen vegetasi, elemen perkerasan atau elemen air. Salah satu kasus tersebut sesuai dengan penelitian Siregar (2004) bahwa semakin meningkatnya persentase penutupan vegetasi pada kawasan yang didominasi oleh elemen bangunan, kualitas estetika cenderung meningkat, kecuali pada bangunan yang berkualitas tinggi dengan arsitektur yang menarik, persentase penutup an vegetasi yang paling optimum adalah 40%. Jika penutupan vegetasi melebihi 60%, maka kualitas estetika semakin menurun, karena menutup i arsitektur bangunan yang dinilai mempunyai kualitas tinggi. Berdasarkan hasil analisis regresi (Lampiran 7), dapat disimpulkan bahwa variabel elemen lanskap yang dapat dijadikan sebagai variabel penduga kualitas estetika (nilai SBE) adalah variabel persentase elemen vegetasi, elemen perkerasan, dan elemen air. Variabel persentase elemen bangunan tidak signifikan sebagai variabel penduga nilai SBE. Pengaruh Kerapihan dan Kebersihan terhadap Kualitas Estetika Agar tercipta keadaan lingkungan perkotaan yang nyaman, estetik dan proporsional, diperlukan suatu upaya pelestarian lingkungan. Salah satu upayanya adalah menjaga kebersihan lingkungan kota. Kebersihan adalah lingkungan kota yang bersih dari pencemaran udara, pencemaran air dan sampah. Dalam beberapa kawasan lanskap yang ditampilkan, ditemukan adanya sampah. Gambar 19 menampilkan beberapa kawasan yang tercemar oleh sampah. Kedua lanskap tersebut memiliki nilai SBE yang relatif rendah yaitu –88 (Lanskap 25) dan –60 (Lanskap 51). Kualitas estetika lanskap kota tidak hanya dapat diduga dari proporsi elemen lanskap saja, tetapi kerapihan setiap elemen juga sangat menentukan penilaian kualitas estetika. Semakin rapi suatu kawasan, semakin indah untuk dilihat. Sesuai dengan hasil pengamatan dan pembahasan tiap elemen lanskap, diketahui bahwa kualitas estetika tidak mutlak dipengaruhi oleh persentase elemen lanskap. Apabila suatu kawasan memiliki elemen lanskap dengan proporsi yang
sesuai dengan lanskap sekitar namun jika penataan dan kualitas fisik elemen lanskap tersebut kurang baik, maka kualitas estetika cenderung menurun. Oleh karena itu, proporsi elemen lanskap dengan faktor kerapihannya dapat mempengaruhi kualitas estetika.
Lanskap 25 (SBE = -88)
Lanskap 51 (SBE = -60)
Gambar 19. Contoh Lanskap yang Tercemar oleh Sampah
Kerapihan elemen lanskap sebagai salah satu faktor penentu kualitas estetika memiliki peranan yang cukup besar. Kerapihan elemen lanskap dapat dilihat dari penataan vegetasi, tekstur perkerasan, penataan bangunan, kualitas fisik bangunan yang meliput i arsitektur, warna, tekstur dan sebagainya. Hal ini sesuai dengan penelitian Meliawati (2003) bahwa penggunaan elemen lanskap harus disertai dengan penataan dan pemeliharaan yang baik agar lanskap tampak indah dan lestari secara berkelanjutan. Kondisi fisik elemen lanskap menentukan kualitas estetika dimana elemen tersebut berada. Kerapihan elemen vegetasi dapat dilihat dari bentuk, tekstur, warna daun dan bunga, serta penataan vegetasi. Berdasarkan penelitian Lestari (2005), bentuk tajuk pohon merupakan karakter utama pohon yang paling berpengaruh terhadap penilaian kualitas estetika. Bentuk tajuk skala horizontal lebih disukai daripada skala vertikal, karena tajuk yang menyebar horizontal memberi kesan teduh pada area yang lebih luas. Maharta (2004) menambahkan, komposisi vegetasi berupa
stratifikasi, rumpun, serta ukuran juga mempengaruhi kualitas estetika. Semakin tinggi stratifikasi tanaman semakin tinggi keindahan visual. Kerapihan elemen bangunan dapat dilihat dari keteraturan penataannya, kerapatan antar bangunan, kualitas fisik bangunan, serta arsitektur bangunan. Siregar (2004) menyatakan bahwa bangunan dengan arsitektur yang menarik dapat memperkuat karakter lanskap sekitar, sehingga dapat mempengaruhi kualitas estetikanya. Sadik (2004) juga menambahkan bahwa perbaikan kualitas fisik bangunan khususnya pemberian warna pada tembok maupun atap bangunan, dapat mempengaruhi penilaian kualitas estetika yang cenderung meningkat. Sama halnya dengan elemen bangunan, kerapihan elemen perkerasan juga dapat dilihat dari kualitas fisik perkerasan, khususnya pada tesktur perkerasan. Hasil penilaian kerapihan dan kebersihan, serta karakteristik masingmasing tingkat kerapihan dan kebersihan dapat dilihat pada Tabel 5. Lanskap dengan kerapihan dan kebersihan rendah (nilai 1) sebanyak 29, kerapihan dan kebersihan sedang (nilai 2) sebanyak 49, sedangkan kerapihan dan kebersihan tinggi hanya berjumlah 16. Artinya, kawasan lanskap kota khususnya Kecamatan Beji secara umum, masih didominasi oleh kawasan dengan kerapihan dan kebersihan sedang. Kerapihan elemen vegetasi, bangunan, perkerasan serta elemen air cukup baik, namun masih ada beberapa kawasan yang memerlukan perbaikan maupun pemeliharaan fisik elemen lanskap serta perbaikan dan pemeliharaan kebersihan kota.
Tabel 5. Hasil Penilaian Kerapihan dan Kebersihan Kerapihan dan Kebersihan
1 (Rendah)
Lanskap
Karakteristik
9, 17, 21, 22, 24, 25, 27,
a. Vegetasi tidak tertata dengan baik
34, 35, 36, 37, 38, 41, 48,
b. Penataan bangunan tidak baik
49, 51, 53, 56, 58, 60, 61, 64, 69, 71, 75, 81, 85, 87,
c. Kualitas fisik bangunan sangat sederhana (segi warna, arsitektur dan sebagainya )
91
d. Tekstur perkerasan tidak baik e. Terdapat sampah- tidak terdapat
sampah 1, 2, 6, 7, 8, 10, 11, 12, 13, 14, 16, 19, 20, 26, 30, 31, 39, 40, 43, 45, 50, 52, 2 (Sedang)
54, 55, 57, 59, 62, 63, 65,66, 68, 70, 72, 73, 74, 76, 77, 78, 79, 80, 82, 83, 86, 88, 89, 90, 92, 93, 94
a. Vegetasi tertata dengan cukup baik b. Penataan bangunan cukup baik c. Kualitas fisik bangunan cukup baik d. Tekstur perkerasan cuk up baik e. Tidak terdapat sampah
a. Vegetasi tertata dengan sangat baik b. Penataan bangunan sangat baik 3 (Tinggi)
3, 4, 5, 15, 18, 23, 28, 29, 32, 33, 42, 44, 46, 47, 67, 84
c. Kualitas fisik bangunan menarik dan sangat baik d. Tekstur perkerasan sangat baik (contoh: aspal, paving block berpola) e. Tidak terdapat sampah
Hubungan Kerapihan dan Kebersihan dengan Kualitas Estetika Nilai korelasi antara kerapihan dan kebersihan dengan nilai SBE adalah sebesar 0.799 bersifat positif pada taraf signifikansi 0.01 (a = 1%), maka korelasi kedua variabel tersebut adalah tinggi dan searah. Artinya, peningkatan kerapihan dan kebersihan suatu lanskap selalu mutlak mengakibatakan peningkatan kualitas estetika lanskap tersebut (Gambar 20). Keberadaan sampah serta penataan dan struktur elemen lanskap yang kurang baik pada suatu lanskap akan mengakibatkan penurunan kualitas estetika.
150.00
100.00
SBE
50.00
0.00
-50.00
-100.00
r = 0.799 **
-150.00
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
kerapihan_dan_kebersihan
Gambar 20. Hubungan Kerapihan dan Kebersihan dengan Nilai SBE
Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa, faktor kerapihan dan kebersihan sangat mempengaruhi kualitas estetika suatu lanskap. Keindahan kota adalah keadaan lingkungan perkotaan yang nyaman, estetik dan proporsional. Agar tercipta kota yang estetik, lingkungan kota harus bersih dari pencemaran udara, pencemaran air dan sampah. Kerapihan elemen lanskap dapat dilihat dari bentuk, warna dan penataannya. Analisis regresi menunjukkan, kualitas estetika untuk lanskap dengan kerapihan dan kebersihan rendah dapat diduga dengan menilai persentase elemen vegetasi. Adapun persamaan regresinya adalah Y1 = -68,166 + 0.436 X1 , dengan R2 = 0.316, dimana Y1 adalah nilai SBE pada lanskap dengan tingkat kerapihan dan kebersihan rendah, dan X1 adalah persentase elemen vegetasi. Lanskap tanpa vegetasi akan menghasilkan nilai SBE terendah yaitu sebesar -68, sedangkan SBE tertinggi sebesar -25 diperoleh pada lanskap dengan dominansi vegetasi 100% dari total elemen lanskap. Hal ini dapat diartikan, kualitas estetika untuk lanskap dengan kerapihan dan kebersihan rendah, hanya dapat ditingkatkan atau
diperbaiki dengan penambahan penutupan vegetasi. Lanskap dengan kerapihan dan kebersihan rendah dicirikan oleh elemen bangunan dengan arsitektur sederhana dan tidak menarik, tekstur perkerasan tidak baik dan terdapat sampah maupun tidak, sehingga dengan penutupan vegetasi, dapat mengurangi pengaruh buruk visual dan meningkatkan penilaian terhadap lanskap tersebut. Pendugaan kualitas estetika untuk lanskap dengan tingkat kerapihan dan kebersihan sedang, juga dipengaruhi oleh elemen vegetasi. Persamaan regresi dapat dinyatakan dengan Y2 = -8.352 + 0.253 X1 , dengan R2 = 0.077, dimana Y2 adalah SBE pada lanskap dengan tingkat kerapihan dan kebersihan sedang, dan X1 adalah persentase elemen vegetasi. SBE tertinggi sebesar 17 diperoleh pada lanskap dengan penutupan vegetasi 100% dari total luas elemen lanskap. Lanskap tanpa vegetasi menghasilkan nilai SBE sebesar -8. Berdasarkan pengelompokan Daniel dan Boster (1976), kedua nilai SBE tersebut tergolong ke dalam lanskap dengan kualitas estetika sedang. Sama halnya dengan lanskap dengan kerapihan dan kebersihan rendah, kualitas estetika lanskap dengan kerapihan dan kebersihan sedang, dapat ditingkatkan dengan penambahan vegetasi. Kualitas estetika untuk lanskap dengan kerapihan dan kebersihan tinggi dicirikan oleh penataan dan kualitas fisik elemen bangunan yang sangat baik, tekstur perkerasan sangat baik dan memiliki penataan vegetasi yang sangat baik pula serta lanskap sekitar bersih dari sampah (Tabel 5). Berdasarkan analisis regresi, peningkatan elemen perkerasan dapat menurunkan kualitas estetika. Adapun persamannya adalah Y3 = 110.084 – 1.522 X2 , dengan R2 = 0.347, dimana Y3 adalah nilai SBE pada lanskap dengan tingkat kerapihan dan kebersihan tinggi, dan X2 adalah persentase elemen perkerasan. Elemen perkerasan pada lanskap dengan kerapihan dan kebersihan tinggi memberi pengaruh visual yang buruk, bila pada perkerasan ditemukan kerusakan tekstur maupun sebaran sampah. Secara visual, hal ini cukup mengganggu, sehingga mempengaruhi penurunan kualitas estetika. Adapun nilai SBE tertinggi sebesar 110 akan diperoleh pada lanskap tanpa perkerasan, dengan memiliki penataan vegetasi yang baik, kualitas fisik bangunan menarik dan lanskap sekitar bersih dari sampah.
Aplikasi dalam Evaluasi Kualitas Estetika Lanskap Kota Berdasarkan hasil analisis pengaruh elemen lanskap terhadap kualitas estetika lanskap kota, elemen vegetasi, bangunan, air dapat mempengaruhi penilaian kualitas estetika kota. Setiap elemen memberi pengaruh yang berbedabeda tergantung daripada karakteristik yang dimiliki oleh masing- masing elemen lanskap. Kualitas estetika juga dapat ditingkatkan dengan memeperhatikan faktor kerapiah dan kebersihan lanskap. Elemen vegetasi, elemen perkerasan dan elemen air dapat dijadikan sebagai variabel penduga kualitas estetika lanskap kota (SBE). Selain elemen tersebut, faktor kerapihan elemen-elemen lanskap yang ada pada suatu gambaran lanskap serta faktor kebersihan lingkungan sekitar juga dapat menjadi variabel penduga kualitas estetika lanskap kota. Persamaan regresi yang telah diperoleh dapat digunakan untuk menduga kualitas estetika lanskap kota melalui foto- foto segmen kota. Adapun proses pendugaan kualitas estetika adalah: (1) Perhitungan luasan elemen lanskap dengan program digitasi AutoCAD, (2) Penentuan persentase elemen vegetasi, elemen perkerasan, dan elemen air dari total luasa elemen lanskap, serta penentuan nilai kerapihan dan kebersihan, (3) Perhitungan nilai SBE dengan model pendugaan kualitas estetika. Dengan demikian proses evaluasi kua litas estetika lanskap kota dapat berlangsung lebih efisien, baik dari segi waktu maupun tenaga, tanpa melakukan tahap presentasi foto terhadap responden. Contoh kasus pada kawasan pemukiman (Gambar 21). Lanskap terdiri dari elemen bangunan, vegetasi, dan perkerasan. Pada kasus ini, persentase elemen lanskap yang dipakai adalah elemen vegetasi saja. Bila pada suatu lanskap terdapat elemen air, maka perlu dicari persentasenya. Berdasarkan hasil digitasi menggunakan AutoCAD, diketahui persentase elemen vege tasi sebesar 55% dari total luas elemen lanskap. Gambar hasil digitasi dapat dilihat pada Gambar 22.
Gambar 21. Foto Eksisting Lanskap Pemukiman
Gambar 22. Hasil Digitasi AutoCAD Pemukiman termasuk pemukiman elit karena kualitas elemen bangunan cukup baik dan arsitektur menarik. Penataan bangunan dan vegetasi cukup baik, serta elemen perkerasan berupa aspal dalam kondisi yang sangat baik. Lingkungan sekitar kawasan tersebut bersih dari sampah. Oleh karena itu, nilai kerapihan dan kebersihan untuk lanskap pada Gambar 21 adalah 3. Klasifikasi nilai kerapihan
dan kebersihan dapat dilihat pada Tabel 1. Adapun persentase masing- masing variabel penduga dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Data Hasil Perhitungan
Luasan Persentase (%)
Elemen lanskap Perkerasan (X2 ) Langit
Nilai Kerapihan Kebersihan
Vegetasi (X1 )
Bangunan
35.6
8.1
20.5
15
64.2
79.2
55
13
32
-
100
-
Total Elemen
Total Gambar
Data hasil perhitungan kemudian dimasukkan ke model regresi pendugaan kualitas estetika lanskap kota, sebagai berikut: Y = -91.752 + 0.972(X1 ) + 1.726(X2 ) + 1.967(X3 ) Y = -91.752 + 0.972(55) + 1.726(32) + 1.967(0) Y = -91.752 + 53.46 + 55.232+0 Y = 16,94 SBE = 17 Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh SBE sebesar 17. Berdasarkan pengelompokan Daniel dan Boster (1976), lanskap kawasan pemukiman pada Gambar 21 dapat dikategorikan ke dalam lanskap dengan kualitas estetika sedang karena -20 = SBE = 20. Data hasil aplikasi pendugaan SBE terhadap 94 lanskap dapat dilihat pada Lampiran 11.
3
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, elemen vegetasi, elemen bangunan dan elemen air adalah elemen dasar pembentuk la nskap yang dapat mempengaruhi kualitas estetika lanskap kota, khusunya di Kecamatan Beji, Kota Depok. Kualitas estetika lanskap kota juga dapat ditingkatkan bila lanskap memiliki kerapihan yang baik dan lingkungan sekitar yang bersih dari sampah. Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa, nilai kerapihan dan kebersihan memiliki pengaruh yang paling tinggi terhadap nilai SBE. Elemen bangunan dan elemen air memiliki korelasi yang cukup substansial terhadap nilai SBE, dimana elemen bangunan bersifat negatif sedangkan elemen air bersifat positif terhadap nilai SBE. Elemen vegetasi memiliki korelasi yang relatif rendah terhadap nilai SBE. Eleme n perkerasan tidak memiliki korelasi yang nyata terhadap nilai SBE. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa, elemen vegetasi, elemen perkerasan dan elemen air dapat dijadikan sebagai variabel penduga kualitas estetika. Adapun persamaan regresi berganda yang diperoleh pada penelitian ini adalah Y = -91.752 + 0.972X1 + 1.726X2 + 1.967X3 , dengan nilai R2 = 0.182, dimana Y = Nilai SBE, X1 = Persentase elemen vegetasi, X2 = Persentase elemen perkerasan, dan X3 = Persentase elemen air. Pada penelitian ini variabel elemen bangunan tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan sebagai variabel penduga kualitas estetika lanskap kota. Berdasarkan tingkat kerapihan dan kebersihan, diperoleh tiga jenis persamaan pendugaan kualitas estetitka. Lanskap dengan kerapihan dan kebersihan rendah adalah Y1 = -68.166 + 0.436X1 dengan R2 = 0.316, dimana Y1 = Nilai SBE dan X1 = Persentase elemen vegetasi. Lanskap dengan kerapihan dan kebersihan sedang adalah Y2 = -8.352 + 0.253X1 dengan R2 = 0.077, dimana Y2 = Nilai SBE dan X1 = Persentase elemen vegetasi. Lanskap dengan kerapihan dan kebersihan tinggi adalah Y3 = 110.084 – 1.522X2 dengan R2 =0.347, dimana Y3 = Nilai SBE dan X2 = Persentase elemen perkerasan.
Saran Analisis pengaruh elemen lanskap terhadap kualitas estetika dalam penelitian ini, hanya terbatas pada persentase elemen vegetasi, bangunan, perkerasan, air serta faktor kerapihan dan kebersihan. Elemen lanskap yang dapat dijadikan sebagai variabel penduga kualitas estetika (SBE) secara signifikan adalah elemen vegetasi, elemen perkerasan, serta elemen air. Oleh karena itu, perlu dilakukan perluasan batasan analisis lebih lanjut denga n menambahkan jumlah variabel elemen lanskap, atau membagi kategori variabel yang lebih rinci. Pada proses pengumpulan data, perlu diperhatikan jumlah keterwakilan data untuk setiap elemen lanskap. Hal ini perlu dilakukan agar diperoleh data yang berdistribusi normal sehingga hasil analisis dapat diterima pada tingkat kepercayan (R2 ) yang lebih tinggi. Analisis terhadap kualitas estetika lanskap kota juga perlu dilakukan pada waktu malam hari karena keindahan lanskap pada malam hari tentunya akan berbeda dengan keindahan pada siang hari khususnya pada pencahayaan. Dengan demikian, elemen lanskap yang mempengaruhi kualitas estetika malam hari akan berbeda dengan lanskap pada waktu siang hari. Penggunaan simulasi komputer juga dapat mendukung evaluasi kualitas estetika guna mengetahui kebenaran model pendugaan yang diperoleh. Manipulasi dilakukan untuk memudahkan responden dalam menilai dan mengetahui perubahan yang terjadi secara visual pada lanskap.
DAFTAR PUSTAKA Afrianita, N. 2005. Pemetaan Estetika Lanskap Sekitar Kebun Raya Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Booth, N. K. 1983. Basic Elements of Landscape Architecture Design. Waveland Press Inc., Illnois. 315 p. Branch, M. C. 1995. Perencanaan Kota Komprehensif, Penga ntar dan Penjelasan (terjemahan). Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 293 hal. Daniel T.C. 2001. Whiter Scenic Beauty Visual Landscape Quality Assessment in 21st Century. Landscape Urban Plann, 56. p. 267-281. Daniel, T. C. and R. S. Boster. 1976. Measuring Landscape Aesthetic: The Scenic Beauty Estimation Method. US For., Serv., Res., Pap., RM-167. Eckbo, G. 1964. Urban Landscape Design. McGraw Hill Book Co. New York. 284 p. Gunawan, A. 2005. Evaluasi Kualitas Estetika Lanskap Kota Bogor. Jurnal Lanskap Indonesia Vol 1 Nomor 1. Gunawan, A. and H. Yoshida. 1994. Visual Judgment on Landscapes and Land Uses of Bogor Municipality. Buletin of Kyoto University Forest. (66). P 119-131. Hidayat, J. T. 2004. Kajian Gejala Urban Sprawl di Tiga Koridor Utama Pinggiran Kota Wilayah Jabotabek [tesis]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kaplan, S. 1988. Where Cognition and Affect Meet: A Theoretical Analysis of Preference. P 56-63. In Jack L. N, ed. Environmental Aesthetics. Cambridge University Press. New York. Laila, R. A. N. 2003. Evaluasi Estetik Lanskap Jalan Utama Kota Serang Menggunakan Simulasi Komputer [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Laurie, M. 1984. An Introduction to Landscape Architecture (terjemahan). American Elseveir Publising Co. Ltd., NewYork.130 p. Lestari, G. 2005. Evaluasi Kualitas Estetika Visual Pohon pada Lanskap Jalan [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Maharta. E. W. 2004. Pengaruh Komposisi Elemen Tanaman terhadap Kualitas Estetika Taman Rumah dengan Menggunakan Simulasi Komputer [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Meliawati. 2003. Kajian Karakteristik dan Elemen-Elemen Pembentuk Kualitas Estetika Lanskap Kota Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Nasar, J. L. 1988. Environmental Aesthetics. Cambridge University Press. NewYork. 529 p. Pratisto, A. 2004. Cara Mudah Mengatasi Masalah Statistik dan Rancangan Percobaan dengan SPSS 12. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, Gramedia. Rahayu, S. 2005. Aplikasi SPSS Versi 12.00 dalam Riset Pemasaran. Bandung: Alfabeta. 294 p. Rahmawati, P. 2002. Studi Kualitas Estetika Lanskap Kawasan Central Business Distric (CBD) Sabang, Jakarta Pusat [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sadik, F. 2004. Evaluasi Perbaikan Kualitas Estetik Lanskap Pemukiman Kumuh di Kota Bogor dengan Simulasi Komputer [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Santoso, S. 2000. SPSS Statistik Parametrik. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. 390 p. Simonds, J.O. 1983. Landscape Architecture. McGraw-Hill Company. New York. 331 p. Siregar, F. 2004. Pengaruh Penutupan Vegetasi terhadap Kualitas Estetika pada Lanskap Pemukiman [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sudarmanto, R. G. 2005. Analisis Regresi Linear Ganda dengan SPSS. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu. 230 p. Sulaiman, W. 2002. Jalan Pintas Menguasai SPSS 10. Yogyakarta: Penerbit Andi. 170 p. Walpole, R. E. 1990. Pengantar Statistika. Jakarta: PT. Gramedia. 515 p.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto Hasil Pemotretan
Lanskap 1
(SBE = 9)
Lanskap 2
(SBE = 72)
Lanskap 3
(SBE = 110)
Lanskap 4
(SBE = 135)
Lanskap 5
(SBE = 119)
Lanskap 6
(SBE = 47)
Lanskap 7
(SBE = 20)
Lanskap 8
(SBE = -2)
Lanskap 9
(SBE = -23)
(SBE = 3)
Lanskap 10
(SBE = -28)
Lanskap 11
(SBE = 12)
lanskap 12
Lanskap 13
(SBE = 54)
Lanskap 14
(SBE = -51)
Lanskap 15
9SBE = 92)
Lampiran 1. Lanjutan
Lanskap 16
(SBE = 53)
Lankskap 17
(SBE = -23)
Lanskap 18
(SBE = 52)
Lanskap 19
(SBE = -8)
Lanskap 20
(SBE = -18)
Lanskap 21
(SBE = -53)
Lanskap 22
(SBE = -57)
Lanskap 23
SBE = 99)
Lanskap 24
(SBE = -58)
Lanskap 25
(SBE = -88)
Lanskap 26
(SBE = 8)
Lanskap 27
(SBE = -142)
Lanskap 28
(SBE = 107)
Lanskap 29
(SBE = 126)
Lanskap 30
(SBE = -1)
Lampiran 1. Lanjutan
Lanskap 31
(SBE = -17)
Lanskap 32
(SBE = 73)
Lanskap 33
(SBE = 86)
Lanskap 34
(SBE = -20)
Lanskap 35
(SBE = - 47)
Lanskap 36
(SBE = -36)
Lanskap 37
(SBE = -73)
Lanskap 38
(SBE = -65)
Lanskap 39
(SBE = -15)
Lanskap 40
(SBE = 4)
Lanskap 41
(SBE = -30)
Lanskap 42
(SBE = 36)
Lanskap 43
(SBE = 17)
Lanskap 44
(SBE = 55)
Lanskap 45
(SBE = 4)
Lampiran 1. Lanjutan
Lanskap 46
(SBE = 44)
Lanskap 47
(SBE = 6)
Lanskap 48
(SBE = 0)
Lanskap 49
(SBE = - 40)
Lanskap 50
(SBE = -11)
Lanskap 51
(SBE = -60)
Lanskap 52
(SBE = 8)
Lanskap 53
(SBE = - 40)
Lanskap 54
(SBE = -74)
Lanskap 55
(SBE = -13)
Lanskap 56
(SBE = -31)
Lanskap 57
(SBE = -18)
Lanskap 58
(SBE = -61)
Lanskap 59
(SBE = 23)
Lanskap 60
(SBE = -61)
Lampiran 1. Lanjutan
Lanskap 61
(SBE = -15)
Lanskap 62
(SBE = -18)
Lanskap 63
(SBE = 7)
Lanskap 64
(SBE = -54)
Lanskap 65
(SBE = -7)
Lanskap 66
(SBE = 0)
Lanskap 67
(SBE = 18)
Lanskap 68
(SBE = -7)
Lanskap 69
(SBE = -30)
Lanskap 70
(SBE = -7)
Lanskap 71
(SBE = -24)
Lanskap 72
(SBE = 22)
Lanskap 73
(SBE = -5)
Lanskap 74
(SBE = 19)
Lanskap 75
(SBE = -16)
Lampiran 1. Lanjutan
Lanskap 76
(SBE = 3)
Lanskap 77
(SBE = 33)
Lanskap 78
(SBE = 5)
Lanskap 79
(SBE = 19)
Lanskap 80
(SBE = 22)
Lanskap 81
(SBE = -37)
Lanskap 82
(SBE = 27)
Lanskap 83
(SBE = -17)
Lanskap 84
(SBE = 90)
Lanskap 85
(SBE = - 44)
Lanskap 86
(SBE = 66)
Lanskap 87
(SBE = -5)
Lanskap 88
(SBE = 6)
Lanskap 89
(SBE = 35)
Lanskap 90
(SBE = -14)
Lampiran 1. Lanjutan
Lanskap 91
(SBE = -26)
Lanskap 94
(SBE = 57)
Lanskap 92
(SBE = -8)
Lanskap 93
(SBE = -19)
Lampiran 2. Format Kuisioner KUISIONER Analisis Pengaruh Elemen Lanskap terhadap Kualitas Estetika Lanskap Kota Oleh : Medyuni Ruswan A34201045 (Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor) Penilaian: Rendah 1 LANSKAP
2 NILAI
Sedang 3
4
LANSKAP
5 NILAI
6
Tinggi 7
LANSKAP
8
9
NILAI
10 LANSKAP
1
26
51
76
2
27
52
77
3
28
53
78
4
29
54
79
5
30
55
80
6
31
56
81
7
32
57
82
8
33
58
83
9
34
59
84
10
35
60
85
11
36
61
86
12
37
62
87
13
38
63
88
14
39
64
89
15
40
65
90
16
41
66
91
17
42
67
92
18
43
68
93
19
44
69
94
20
45
70
21
46
71
22
47
72
23
48
73
24
49
74
25
50
75
NILAI
Komentar Bebas :…………………………………………………………………............. ……………………………………………………………………………………................ ……………………………………………………………………………………………… Data Responden
Umur : Jenis Kelamin :
Lampiran 3. Contoh Perhitungan Nilai SBE Lanskap 1 rating
f 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Lanskap2 rating
0 0 1 5 11 9 8 2 0 0 36
f 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Lanskap 72 rating
0 0 0 1 1 5 16 12 1 0 36
f 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0 0 3 5 4 15 8 1 0 0 36
cf 36 36 36 35 30 19 10 2 0 0
cf 36 36 36 36 35 34 29 13 1 0
cf 36 36 36 33 28 24 9 1 0 0
cp 1.00 1.00 1.00 0.97 0.83 0.53 0.28 0.06 0.00 0.00
cp 1.00 1.00 1.00 1.00 0.97 0.94 0.81 0.36 0.03 0.00
cp 1.00 1.00 1.00 0.92 0.78 0.67 0.25 0.03 0.00 0.00
z 2.20 2.20 1.91 0.97 0.07 -0.59 -1.59 -2.20 -2.20 0.77
z 2.20 2.20 2.20 1.91 1.59 0.86 -0.36 -1.91 -2.20 6.50
z 2.20 2.20 1.38 0.76 0.43 -0.67 -1.91 -2.20 -2.20 -0.01
rata-rata z
SBE
0.09
9
rata-rata z
SBE
0.72
72
rata-rata z
SBE
-0.0012
0
Lampiran 4. Sebaran Normal Nilai SBE
Histogram
25
Frequency
20
15
10
5
Mean = 3.0532 Std. Dev. = 50.23073 N = 94
0 -150
-100
-50
0
SBE
50
100
150
Lampiran 5. Persentase Elemen Lanskap Hasil Digitasi AutoCAD dan Nilai SBE Persentase elemen lanskap (%) Lanskap
Z
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
0.09 0.72 1.10 1.35 1.19 0.47 0.19 -0.02 -0.23 -0.28 0.12 0.03 0.54 -0.51 0.91 0.53 -0.23 0.52 -0.09 -0.18 -0.54 -0.58 0.98 -0.58 -0.88 0.08 -1.42 1.07 1.25 -0.01 -0.17 0.73 0.85 -0.20 -0.47 -0.36 -0.73 -0.65 -0.15 0.04 -0.30 0.36 0.17 0.55 0.04
SBE 9 72 110 135 119 47 19 -2 -23 -28 12 3 54 -51 91 53 -23 52 -8 -18 -53 -57 99 -58 -88 8 -142 107 126 -1 -17 73 86 -20 -47 -36 -73 -65 -15 4 -30 36 17 55 4
Vegetasi
bangunan
perkerasan
air
88 85 65 28 64 50 28 39 92 9 6 3 84 34 55 67 34 28 8 8 7 5 63 61 1 8 0 62 90 86 100 95 48 100 100 94 28 97 84 71 100 70 18 58 99
0 4 0 12 5 9 16 38 8 55 24 57 13 33 0 0 29 45 57 57 48 74 11 2 63 59 72 13 10 0 0 0 31 0 0 0 47 3 0 0 0 10 51 14 1
0 0 0 0 2 41 55 23 0 36 70 40 0 32 45 33 37 27 35 35 45 21 26 38 36 33 28 25 1 14 0 5 21 0 0 0 25 0 0 0 0 20 30 28 0
12 11 35 59 29 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 0 0 16 29 0 0 0 0 0
Kerapihan dan kebersihan 2 2 3 3 3 2 2 2 1 2 2 2 2 2 3 2 1 3 2 2 1 1 3 1 1 2 1 3 3 2 2 3 3 1 1 1 1 1 2 2 1 3 2 3 2
Kualitas Estetika Sedang Tinggi Tinggi Tinggi *) Tinggi Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Tinggi Rendah Tinggi Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Rendah Rendah Tinggi Rendah Rendah Sedang Rendah**) Tinggi Tinggi Sedang Sedang Tinggi Tinggi Sedang Sedang Sedang Rendah Rendah Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Tinggi Sedang
Lampiran 5. Lanjutan Persentase elemen lanskap (%) Lanskap
Z
46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90
0.43 0.06 0.00 -0.39 -0.11 -0.59 0.08 -0.40 -0.74 -0.13 -0.31 -0.18 -0.62 0.23 -0.61 -0.15 -0.18 0.07 -0.54 -0.07 0.00 0.18 -0.07 -0.30 -0.07 -0.24 0.22 -0.05 0.19 -0.16 0.03 0.33 0.05 0.19 0.22 -0.37 0.27 -0.17 0.90 -0.45 0.66 -0.05 0.06 0.35 -0.14
SBE 44 6 0 -39 -11 -59 8 -39 -74 -13 -31 -18 -61 23 -61 -15 -18 7 -54 -7 0 18 -7 -30 -7 -24 22 -5 19 -16 3 33 5 19 22 -37 27 -17 90 -44 66 -5 6 35 -14
Vegetasi
bangunan
perkerasan
air
39 40 69 37 21 32 34 100 54 94 48 47 13 45 16 91 52 50 100 67 100 31 99 55 58 49 79 45 64 88 94 45 60 51 100 58 83 23 30 13 100 75 90 36 32
23 33 1 38 56 5 31 0 29 0 43 33 65 24 53 0 17 23 0 12 0 31 1 33 21 21 0 33 12 0 6 15 12 27 0 26 2 51 36 66 0 0 10 39 48
38 27 0 25 23 0 35 0 17 0 9 20 22 32 31 0 31 27 0 21 0 39 0 12 21 30 21 22 24 0 0 40 28 22 0 16 0 27 34 21 0 25 0 25 20
0 0 29 0 0 63 0 0 0 6 0 0 0 0 0 9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 12 0 0 0 0 0 0 15 0 0 0 0 0 0 0 0
Kerapihan Dan kebersihan 3 3 1 1 2 1 2 1 2 2 1 2 1 2 1 1 2 2 1 2 2 3 2 1 2 1 2 2 2 1 2 2 2 2 2 1 2 2 3 1 2 1 2 2 2
Kualitas Estetika Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Rendah Sedang Sedang Rendah Sedang Sedang Sedang Rendah Sedang Rendah Sedang Sedang Sedang Rendah Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Tinggi Sedang Tinggi Sedang Sedang Sedang Sedang
Lampiran 5. Lanjutan Persentase elemen lanskap (%) Lanskap
Z
91 92 93 94
-0.26 -0.08 -0.19 0.57
*) **)
nilai SBE tertinggi nilai SBE terendah
SBE -26 -8 -19 57
Vegetasi
bangunan
perkerasan
air
92 54 47 90
0 2 16 0
8 44 37 0
0 0 0 10
Kerapihan Dan kebersihan 1 2 2 2
Kualitas Estetika Sedang Sedang Sedang Tinggi
Lampiran 6. Data Korelasi Pearson Elemen Lanskap dengan Nilai SBE
Korelasi Elemen Vegetasi dengan Nilai SBE
SBE
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Vegetasi
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
SBE
Vegetasi
1
.227(*)
.
.027
94
94
.227(*)
1
.027
.
94
94
* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Korelasi Elemen Bangunan dengan Nilai SBE
SBE
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Bangunan
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
SBE
Bangunan
1
-.422(**)
.
.000
94
94
-.422(**)
1
.000
.
94
94
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Korelasi Elemen Perkerasan dengan Nilai SBE
SBE
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Perkerasan
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
SBE
Perkerasan
1
.117
.
.355
65
65
.117
1
.355
.
65
65
Lampiran 6. Lanjutan
Korelasi Elemen Air dengan Nilai SBE
SBE
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Air
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
SBE
Air
1
.636(*)
.
.011
15
15
.636(*)
1
.011
.
15
15
* Correlation is significant at the 0.05 level (2-ta iled).
Korelasi Kerapihan dan Kebersihan dengan Nilai SBE
SBE
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Rapi_Bersih
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
SBE
Rapi_Bersi h
1
.799(**)
.
.000
94
94
.799(**)
1
.000
.
94
94
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Lampiran 7. Data Hasil Analisis Regresi
Variables Entered/Removedb Model 1
Variables Entered Air, Vegetasi, Perkerasa n, a Bangunan
Variables Removed
Method
.
2
.
Bangunan
Enter
Backward (criterion: Probabilit y of F-to-remo ve >= . 100).
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: SBE
Model Summaryc Change Statistics Model 1 2
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
R Square Change
F Change
a
.427 .182 .146 46.42637 .182 b .426 .182 .154 46.18818 -.001 a. Predictors: (Constant), Air, Vegetasi, Perkerasan, Bangunan
df1
4.967 .079
df2 4 1
Sig. F Change 89 89
.001 .779
b. Predictors: (Constant), Air, Vegetasi, Perkerasan c. Dependent Variable: SBE
ANOVAc Model 1
2
Regression Residual Total Regression Residual Total
Sum of Squares 42819.440
df 4
191831.3 234650.7 42649.458 192001.3
89 93 3 90
234650.7
93
Mean Square 10704.860
F 4.967
Sig. .001a
6.664
.000b
2155.408 14216.486 2133.348
a. Predictors: (Constant), Air, Vegetasi, Perkerasan, Bangunan b. Predictors: (Constant), Air, Vegetasi, Perkerasan c. Dependent Variable: SBE
Excluded Variablesb
Model 2
Bangunan
Beta In 1.843 a
t .281
Sig. .779
Partial Correlation .030
a. Predictors in the Model: (Constant), Air, Vegetasi, Perkerasan b. Dependent Variable: SBE
Collinearity Statistics Minimum Tolerance VIF Tolerance .000 4689.913 .000
DurbinWatson 1.701
Lampiran 7. Lanjutan
Coefficientsa
Model 1
Unstandardized Coefficients B Std. Error (Constant) Vegetasi Bangunan Perkerasan Air (Constant) Vegetasi
2
Perkerasan Air
Standardized Coefficients Beta
t
Sig.
Collinearity Statistics Tolerance VIF
-520.891 5.260
1528.342 15.273
3.225
-.341 .344
.734 .731
.000
9543.400
4.293 6.018 6.294
15.286 15.293 15.417
1.843 1.950 1.368
.281 .394 .408
.779 .695 .684
.000 .000 .001
4689.913 2672.300 1222.982
-91.752 .972
25.071 .260
.596
-3.660 3.736
.000 .000
.358
2.797
1.726 1.967
.534 .526
.559 .428
3.230 3.741
.002 .000
.303 .696
3.297 1.437
a. Dependent Variable: SBE
a Collinearity Diagnostics
Model 1
Condition Index
(Constant)
3.009 1.156
1.000 1.613
.00 .00
.00 .00
.00 .00
.00 .00
.00 .00
5 1 2
.623 .211 .000
2.198 3.773 695.424
.00 .00 1.00
.00 .00 1.00
.00 .00 1.00
.00 .00 1.00
.00 .00 1.00
2.494 1.008
1.000 1.573
.01 .00
.01 .00
.01 .03
.02 .47
3 4
.476 .022
2.288 10.702
.00 .99
.07 .92
.11 .85
.22 .29
3 4 2
Variance Proportions Vegetasi Bangunan Perkerasan
Eigenvalue
Dimension 1 2
a. Dependent Variable: SBE
Residuals Statisticsa Minimum -50.6407 -122.251 -2.507
Maximum 63.2509 128.55775 2.811
Mean 3.0532 .00000 .000
Std. Deviation 21.41486 45.43710 1.000
-2.647 a. Dependent Variable: SBE
2.783
.000
.984
Predicted Value Residual Std. Predicted Value Std. Residual
N 94 94 94 94
Air
Lampiran 7. Lanjutan
Uji Asumsi Regresi Berganda Normalitas
Dependent Variable: SBE 1.0
Expected Cum Prob
0.8
0.6
0.4
0.2
64
32 4 28 5 13 89 18 94 2 86 15 43 46 44 26 42 16 79 80 59 90 867 6 12 82 74 63 8847 85 83 73 70 10 45 69 7 1 65 7857 31 55 49 930 48 62 81 11 93 6187 92 75 14 3660
38 37 51 54
0.0 0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
Observed Cum Prob
Uji Asumsi Regresi Berganda Heteroskedastisitas
Dependent Variable: SBE 29
Regression Studentized Residual
3
4
28
33 84 2
5
3 2 23 86 46 44 94 26 42 12 16 15 79 50 19 80 90 8 88 77 67 82 73 83 72 6 59 22 85 56 1 47 63 30 58 20 9 31 45 49 61 87 48 11 57 10 70 81 14 34 92 17 55 25 39 0 53 21 36 37 35 54 38 1 27 24 18
89
43
1
0
-1
-2
13 32
-3
51
-4 -3
-2
-1
0
1
2
Regression Standardized Predicted Value
3
Lampiran 8. Data Hasil Analisis Regresi berdasarkan Kerapihan dan Kebersihan Rendah b
Variables Entered/Removed Model 1
Variables Entered Air, Veg, a Prkrsan
Variables Removed
Method .
Enter
2
.
Prkrsan
.
Air
Backward (criterion: Probabilit y of F-to-remo ve >= . 100). Backward (criterion: Probabilit y of F-to-remo ve >= . 100).
3
a. Tolerance = .000 limits reached. b. Dependent Variable: SBE
Model Summaryd Change Statistics Model 1 2 3
R R Square .597a .356 .572b .327 .562c .316
Adjusted R Square .279 .275 .291
Std. Error of the Estimate 23.89129 23.94611 23.68385
R Square Change .356 -.029 -.011
F Change 4.604 1.119 .412
df1
df2 3 1 1
25 25 26
a. Predictors: (Constant), Air, Veg, Prkrsan b. Predictors: (Constant), Air, Veg c. Predictors: (Constant), Veg d. Dependent Variable: SBE
ANOVAd Model 1
Regression
2
Residual Total Regression
3
Residual Total Regression Residual Total
Sum of Squares 7884.361 14269.846
df 3 25
Mean Square 2628.120 570.794
F 4.604
Sig. .011 a
22154.207 7245.385 14908.822
28 2 26
3622.692 573.416
6.318
.006 b
22154.207 7009.244 15144.963
28 1 27
7009.244 560.925
12.496
.001 c
22154.207 a. Predictors: (Constant), Air, Veg, Prkrsan
28
b. Predictors: (Constant), Air, Veg c. Predictors: (Constant), Veg d. Dependent Variable: SBE
Residuals Statisticsa
Predicted Value Residual Std. Predicted Value Std. Residual
Minimum -68.1656
Maximum -24.6126
Mean -43.3103
Std. Deviation 15.82183
-73.83444 -1.571
38.11403 1.182
.00000 .000
23.25707 1.000
29 29
-3.118
1.609
.000
.982
29
a. Dependent Variable: SBE
N 29
Sig. F Change .011 .300 .527
DurbinWatson
1.209
Lampiran 8. Lanjutan Coefficientsa
Model 1
2
3
(Constant) Veg Prkrsan Air (Constant) Veg Air (Constant) Veg
Unstandardized Coefficients B Std. Error -90.046 21.454 .629 .220 .600 .567 .472 .422 -69.215 8.543 .438 .125 .227 .354 -68.166 8.293 .436 .123
Standardized Coefficients Beta .813 .318 .215 .565 .103 .562
t -4.197 2.863 1.058 1.118 -8.102 3.512 .642 -8.219 3.535
Sig. .000 .008 .300 .274 .000 .002 .527 .000 .001
Collinearity Statistics Tolerance VIF .320 .285 .699
3.128 3.508 1.430
.999 .999
1.001 1.001
1.000
1.000
a. Dependent Variable: SBE
d Excluded Variables
Model 1
Beta In
t
Partial Correlation
Sig.
Collinearity Statistics Minimum Tolerance VIF Tolerance
Bangunn
-39.583a
-2.298
.031
-.425
.000 13492.195
.000
2
Bangunn Prkrsan
-.615b .318b
-1.123 1.058
.272 .300
-.219 .207
.085 .285
11.706 3.508
.085 .285
3
Bangunn Prkrsan
-.492c .134c .103c
-1.277 .530 .642
.213 .600 .527
-.243 .103 .125
.167 .407 .999
6.001 2.455 1.001
.167 .407 .999
Air
a. Predictors in the Model: (Constant), Air, Veg, Prkrsan b. Predictors in the Model: (Constant), Air, Veg c. Predictors in the Model: (Constant), Veg d. Dependent Variable: SBE
a Collinearity Diagnostics
Model Dimension Eigenvalue 1 1 2.362 2 1.012 3 .601 4 .025 2 1 2.004 2 .846 3 .150 3 1 1.848 2
.152
a. Dependent Variable: SBE
Variance Proportions Veg Prkrsan
Condition Index
(Constant)
1.000 1.528 1.982 9.732
.01 .00 .00 .99
.01 .00 .06 .92
1.000 1.539 3.658 1.000 3.484
.06 .02 .93 .08 .92
.06 .03 .91 .08 .92
.01 .04 .09 .86
Air .02 .45 .21 .32 .06 .92 .02
Lampiran 9. Data Hasil Analisis Regresi berdasarkan Kerapihan dan Kebersihan Sedang Variables Entered/Removedb Model 1
Variables Entered
Variables Removed
Air, Veg, Prkrsn,a Bngnn
Method .
2
.
Backward (criterion: Probabilit y of F-to-remo ve >= . 100).
Bngnn
3
.
Residuals Statisticsa Predicted Value
Backward (criterion: Probabilit y of F-to-remo ve >= . 100). Backward (criterion: Probabilit y of F-to-remo ve >= . 100).
Air
4
.
Enter
Prkrsn
Residual Std. Predicted Value Std. Residual
Minimum -7.5932
Maximum 16.9346
Mean 6.0408
Std. Deviation 7.70733
N
-79.30286 -1.769
58.85833 1.413
.00000 .000
26.73036 1.000
49 49
-2.936
2.179
.000
.990
49
49
a. Dependent Variable: SBE
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: SBE
Model Summarye Change Statistics R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
R Square Change
F Change
.135 .131
.057 .073
27.01839 26.77948
.135 -.004
1.722 .208
4 1
44 44
.162 .651
.327 .107 .068 26.85364 .277 d .077 .057 27.01323 a. Predictors: (Constant), Air, Veg, Prkrsn, Bngnn
-.024 -.030
1.255 1.560
1 1
45 46
.269 .218
Model 1 2 3 4
R .368 a .362 b c
df1
df2
b. Predictors: (Constant), Air, Veg, Prkrsn c. Predictors: (Constant), Veg, Prkrsn d. Predictors: (Constant), Veg e. Dependent Variable: SBE
ANOVAe Model 1
2
3
4
Regression Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total
Sum of Squares 5028.205 32119.714
df 4 44
37147.918 4876.604 32271.314 37147.918 3976.480 33171.439 37147.918
48 3 45 48 2 46 48
2851.343 34296.575 37147.918
1 47 48
Mean Square 1257.051 729.993
F 1.722
Sig. .162a
1625.535 717.140
2.267
.094b
1988.240 721.118
2.757
.074c
2851.343 729.714
3.907
.054d
a. Predictors: (Constant), Air, Veg, Prkrsn, Bngnn b. Predictors: (Constant), Air, Veg, Prkrsn c. Predictors: (Constant), Veg, Prkrsn d. Predictors: (Constant), Veg e. Dependent Variable: SBE
Sig. F Change
DurbinWatson
1.249
Lampiran 9. Lanjutan
a
Coefficients
Model 1
2
Unstandardized Coefficients B Std. Error (Constant) Veg Bngnn Prkrsn Air (Constant) Veg Prkrsn Air (Constant) Veg Prkrsn
3
4
(Constant) Veg
Standardized Coefficients Beta
-598.467 6.109 5.583 6.286 6.472 -39.456 .521
1226.871 12.264 12.252 12.312 12.316 21.643 .228
.679 .871 -32.051 .487 .501 -8.352
.430 .777 20.666 .227 .401 8.240
.420 .176
.128
.277
.253 a. Dependent Variable: SBE
t
6.693 4.044 3.895 1.309 .571
.534 .310
Collinearity Statistics Tolerance VIF
Sig.
-.488 .498 .456 .511 .526 -1.823 2.284
.628 .621 .651 .612 .602 .075 .027
1.578 1.120 -1.551 2.150 1.249 -1.014
.122 .269 .128 .037 .218 .316
1.977
.054
.000 .000 .000 .003
9188.016 4006.930 2961.648 315.785
.309
3.233
.272 .781
3.679 1.281
.315 .315
3.177 3.177
1.000
1.000
Collinearity Diagnosticsa
Model 1
Dimension 1 2 3
Condition Index
(Constant)
3.066 1.254
1.000 1.564
.00 .00
.00 .00
.00 .00
.00 .00
.00 .00
.476 .203
2.538 3.882
.00 .00
.00 .00
.00 .00
.00 .00
.00 .00
1.00
4 5 2
3
4
Variance Proportions Veg Bngnn Prkrsn
Eigenvalue
Air
.000
697.724
1.00
1.00
1.00
1.00
1 2
2.558 1.039
1.000 1.569
.00 .00
.01 .00
.01 .03
.02 .42
3
.47 .08
4 1
.384 .019
2.581 11.682
.00 .99
.07 .92
.09 .86
2.409
1.000
.01
.01
.01
2 3
.570 .020
2.055 10.886
.00 .99
.05 .94
.13 .85
1
1.884 .116
1.000 4.022
.06 .94
.06 .94
2
a. Dependent Variable: SBE Excluded Variablesd Collinearity Statistics Model 2
t
Partial Correlation .069
Tolerance .000
VIF 4006.930
Minimum Tolerance .000
Bngnn
Beta In 4.044 a
.456
Sig. .651
3
Bngnn Air
-.610b .176 b
-1.088 1.120
.282 .269
-.160 .165
.062 .781
16.252 1.281
.027 .272
4
Bngnn Air
-.500c .085 c
-1.659 .569
.104 .572
-.238 .084
.209 .904
4.791 1.106
.209 .904
Prkrsn
.310 c
1.249
.218
.181
.315
3.177
.315
a. Predictors in the Model: (Constant), Air, Veg, Prkrsn b. Predictors in the Model: (Constant), Veg, Prkrsn c. Predictors in the Model: (Constant), Veg d. Dependent Variable: SBE
Lampiran 10. Data Hasil Analisis Regresi berdasarkan Kerapihan dan Kebersihan Tinggi b Variables Entered/Removed
Model 1
Variables Entered
Variables Removed
Air, Veg, Bngnn,a Prkrsn
Method
.
Enter
Descriptive Statistics
2
Backward (criterion: Probabilit . Air y of F-to-remo ve >= . 100). 3 Backward (criterion: Probabilit . Veg y of F-to-remo ve >= . 100). 4 Backward (criterion: Probabilit . Bngnn y of F-to-remo ve >= . 100). a. All requested variables entered.
SBE Veg Bngnn Prkrsn Air
Mean 77.9375
Std. Deviation 39.03070
N
54.1250 17.1250
20.86424 14.19800
16 16
21.1250 7.6875
15.09912 17.51464
16 16
16
Residuals Statistics Predicted Value Residual Std. Predicted Value Std. Residual
a
Minimum 41.6066
Maximum 110.0837
Mean 77.9375
Std. Deviation 22.97651
-62.99744 -1.581 -1.929
49.39338 1.399 1.512
.00000 .000 .000
31.55116 1.000 .966
N 16 16 16 16
a. Dependent Variable: SBE
b. Dependent Variable: SBE
ANOVA Sum of Squares
Model 1
2
3
Mean Square
F
Sig.
Regression Residual
10641.770 12209.168
4 11
2660.442 1109.924
2.397
.113 a
Total Regression
22850.938 10636.127
15 3
3545.376
3.483
.050 b
Residual Total
12214.810 22850.938
12 15
1017.901
Regression Residual
9567.135 13283.802 22850.938
2 13 15
4783.568 1021.831
4.681
.029 c
7918.800 14932.138
1 14
7918.800 1066.581
7.424
.016 d
22850.938
15
Sig. F Change
DurbinWatson
Total Regression
4
df
e
Residual Total
a. Predictors: (Constant), Air, Veg, Bngnn, Prkrsn b. Predictors: (Constant), Veg, Bngnn, Prkrsn c. Predictors: (Constant), Bngnn, Prkrsn d. Predictors: (Constant), Prkrsn e. Dependent Variable: SBE Model Summarye Change Statistics R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
R Square Change
F Change
.466 .465
.271 .332
33.31553 31.90456
.466 .000
2.397 .005
4 1
11 11
.113 .944
.647 .419 .329 31.96609 .589 d .347 .300 32.65856 a. Predictors: (Constant), Air, Veg, Bngnn, Prkrsn
-.047 -.072
1.050 1.613
1 1
12 13
.326 .226
Model 1 2 3 4
R a
.682 .682 b c
b. Predictors: (Constant), Veg, Bngnn, Prkrsn c. Predictors: (Constant), Bngnn, Prkrsn d. Predictors: (Constant), Prkrsn e. Dependent Variable: SBE
df1
df2
1.063
Lampiran 10. Lanjutan a
Coefficients Unstandardized Coefficients Model B Std. Error 1 (Constant) 340.728 2485.474 Veg -2.381 24.756 Bngnn -3.177 24.756 Prkrsn -3.109 24.992 Air -1.800 25.244 2 (Constant) 163.547 48.140 Veg -.616 .601 Bngnn -1.413 .866 Prkrsn -1.327 .639 3 (Constant) 116.649 14.964 Bngnn -.835 .657 Prkrsn -1.156 .618 4 (Constant) 110.084 14.347 Prkrsn -1.522 .558 a. Dependent Variable: SBE
Standardized Coefficients Beta
t .137 -.096 -.128 -.124 -.071 3.397 -1.025 -1.633 -2.078 7.795 -1.270 -1.871 7.673 -2.725
-1.273 -1.156 -1.203 -.808 -.329 -.514 -.514 -.304 -.447 -.589
Sig. .893 .925 .900 .903 .944 .005 .326 .128 .060 .000 .226 .084 .000 .016
Collinearity Statistics Tolerance VIF .000 .001 .001 .000
3605.405 1669.593 1924.454 2641.837
.431 .449 .729
2.321 2.226 1.372
.783 .783
1.278 1.278
1.000
1.000
a
Collinearity Diagnostics
Model 1
Dimension Eigenvalue 1 3.387 2 1.059 3 .404 4 .149 5 .000 2 1 3.301 2 .499 3 .183 4 .017 3 1 2.606 2 .222 3 .172 4 1 1.822 2 .178 a. Dependent Variable: SBE
Condition Index
(Constant)
1.000 1.788 2.894 4.760 668.416 1.000 2.572 4.248 13.782 1.000 3.429 3.894 1.000 3.202
.00 .00 .00 .00 1.00 .00 .00 .00 .99 .04 .50 .47 .09 .91
Variance Proportions Veg Bngnn Prkrsn .00 .00 .00 .00 1.00 .00 .05 .00 .95
.00 .00 .00 .00 1.00 .01 .13 .34 .52 .04 .82 .14
Air
.00 .00 .00 .00 1.00 .02 .06 .80 .12 .03 .02 .94 .09 .91
.00 .00 .00 .00 1.00
Excluded Variablesd Collinearity Statistics Model 2 3 4
Air Air Veg Air Veg Bngnn
Beta In -.808a
t -.071
Sig. .944
Partial Correlation -.021
.281 b -.329b
1.022 -1.025
.327 .326
.283 -.284
.588 .431
1.700 2.321
.519 .431
.300 c .013 c
1.072 .051
.303 .960
.285 .014
.590 .751
1.695 1.332
.590 .751
-.304c
-1.270
.226
-.332
.783
1.278
.783
a. Predictors in the Model: (Constant), Veg, Bngnn, Prkrsn b. Predictors in the Model: (Constant), Bngnn, Prkrsn c. Predictors in the Model: (Constant), Prkrsn d. Dependent Variable: SBE
Tolerance .000
VIF 2641.837
Minimum Tolerance .000
Lampiran 11. Hasil Aplikasi Pendugaan SBE
Lanskap 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
Persentase Elemen Lanskap (%) X1 X2 X3 88 0 12 85 0 11 65 0 35 28 0 59 64 2 29 50 41 0 28 55 0 39 23 0 92 0 0 9 36 0 6 70 0 3 40 0 84 0 3 34 32 0 55 45 0 67 33 0 34 37 0 28 27 0 8 35 0 8 35 0 7 45 0 5 21 0 63 26 0 61 38 0 1 36 0 8 33 0 0 28 0 62 25 0 90 1 0 86 14 0 100 0 0 95 5 0 48 21 0 100 0 0 100 0 0 94 0 6 28 25 0 97 0 0 84 0 16 71 0 29 100 0 0 70 20 0 18 30 0 58 28 0 99 0 0
SBE 9 72 110 135 119 47 19 -2 -23 -28 12 3 54 -51 91 53 -23 52 -8 -18 -53 -57 99 -58 -88 8 -142 107 126 -1 -17 73 86 -20 -47 -36 -73 -65 -15 4 -30 36 17 55 4
Kualita* Estetika sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang sedang rendah rendah sedang sedang tinggi rendah tinggi tinggi rendah tinggi sedang sedang rendah rendah tinggi rendah rendah sedang rendah tinggi tinggi sedang sedang tinggi tinggi rendah rendah rendah rendah rendah sedang sedang rendah tinggi sedang tinggi sedang
Pendugaan SBE 18 13 40 52 31 28 31 -15 -3 -21 35 -20 -4 -2 39 31 5 -18 -23 -23 -7 -50 14 32 -28 -27 -44 12 -3 16 5 9 -9 5 5 11 -21 3 21 34 5 11 -22 13 5
Kualitas* Estetika sedang sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang sedang rendah tinggi rendah sedang sedang tinggi tinggi sedang sedang rendah rendah sedang rendah sedang tinggi rendah rendah rendah sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang rendah sedang tinggi tinggi sedang sedang rendah sedang sedang
Lampiran 11. Lanjutan
Lanskap 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90
Persentase Elemen Lanskap (%) X1 X2 X3 39 38 0 40 27 0 69 0 29 37 25 0 21 23 0 32 0 63 34 35 0 100 0 0 54 17 0 94 0 6 48 9 0 47 20 0 13 22 0 45 32 0 16 31 0 91 0 9 52 31 0 50 27 0 100 0 0 67 21 0 100 0 0 31 39 0 99 0 0 55 12 0 58 21 0 49 30 0 79 21 0 45 22 0 64 24 0 88 0 12 94 0 0 45 40 0 60 28 0 51 22 0 100 0 0 58 16 0 83 0 15 23 27 0 30 34 0 13 21 0 100 0 0 75 25 0 90 0 0 36 25 0 32 20 0
SBE 44 6 0 -39 -11 -59 8 -39 -74 -13 -31 -18 -61 23 -61 -15 -18 7 -54 -7 0 18 -7 -30 -7 -24 22 -5 19 -16 3 33 5 19 22 -37 27 -17 90 -44 66 -5 6 35 -14
Kualitas* Estetika tinggi sedang sedang rendah sedang rendah sedang rendah rendah sedang rendah sedang rendah tinggi rendah sedang sedang sedang rendah sedang sedang sedang sedang rendah sedang rendah tinggi sedang sedang sedang sedang tinggi sedang sedang tinggi rendah tinggi sedang tinggi rendah tinggi sedang sedang tinggi sedang
Pendugaan SBE 12 -7 33 -13 -32 64 2 5 -10 12 -29 -12 -42 6 -23 14 12 4 5 10 5 5 4 -17 1 8 21 -10 12 17 -1 21 15 -5 5 -8 19 -24 -3 -43 6 25 -4 -14 -26
Kualitas* Estetika sedang sedang tinggi sedang rendah tinggi sedang sedang sedang sedang rendah sedang rendah sedang rendah sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang tinggi sedang sedang sedang sedang tinggi sedang sedang sedang sedang sedang rendah sedang rendah sedang tinggi sedang sedang rendah
Lampiran 11. Lanjutan
Lanskap 91 92 93 94
Persentase Elemen Lanskap (%) X1 X2 X3 92 8 0 54 44 0 47 37 0 90 0 10
SBE -26 -8 -19 57
X1 = Elemen vegetasi X2 = Elemen perkerasan X3 = Elemen Air *Berdasarkan pengelompokan Daniel dan Boster (1976)
Kualitas* Estetika rendah sedang sedang tinggi
Pendugaan SBE 12 36 18 15
Kualitas* Estetika sedang tinggi sedang sedang