ARUH PE ERTUMB BUHAN PENDUDU P UK PENGA TER RHADAP P PERUBA AHAN LA ANSKAP P DI KAWASA K AN HULU U DAS CIL LIWUNG G
DIICKY HAR RTANTO
DEPA ARTEMEN N ARSIT TEKTUR LANSKA AP FAKU ULTAS PE ERTANIA AN IN NSTITUT T PERTA ANIAN BO OGOR 2011 1
RINGKASAN DICKY HARTANTO. Pengaruh Pertumbuhan Penduduk Terhadap Perubahan Lanskap di Kawasan Hulu DAS Ciliwung. Dibimbing Oleh TATI BUDIARTI dan SETIA HADI. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya manusia sebagai pelaku pemanfaat terhadap sumberdaya alam tersebut. Manusia sebagai penduduk dalam wilayah DAS memiliki kecenderungan untuk bertambah jumlahnya. Kebutuhan penduduk yang paling mendasar adalah lahan pemukiman dan lahan pekerjaan. Hal ini menyebabkan terjadinya alih guna lahan yang pada awalnya merupakan ruang terbuka hijau menjadi ruang terbangun yang kemudian berpengaruh terhadap fungsi hidrologi dalam kesatuan wilayah DAS. DAS Ciliwung merupakan DAS prioritas yang memiliki nilai hidrologis, ekonomis dan sosial yang sangat penting bagi kelangsungan kehidupan masyarakat di wilayah Bogor, Depok dan DKI Jakarta. Perencanaan lanskap kawasan hulu DAS Ciliwung sudah tertulis pada Keputusan Presiden No. 114 Tahun 1999 mengenai Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur (Bopunjur). Di dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa kawasan Bopunjur juga diperuntukkan sebagai hutan lindung. Hal ini bertujuan sebagai kawasan konservasi air sebagai wilayah penyangga Ibukota DKI Jakarta. Namun, seiring dengan perkembangannya, kawasan hulu DAS Ciliwung semakin mengalami peningkatan jumlah penduduk yang berimbas kepada perubahan lanskap dengan bergesernya pemanfaatan ruang di dalamnya. Oleh karena itu, studi pada lanskap kawasan hulu DAS Ciliwung perlu dilakukan untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan pertumbuhan penduduk terhadap perubahan pemanfaatan ruang dan koefisien aliran permukaan serta kemungkinan proyeksinya pada masa yang akan datang sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan pengembangan kawasan. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode dangan pendekatan sistem dinamik. Tahapan metode meliputi persiapan, pengumpulan data, analisis data dan pemodelan. Analisis dilakukan pada data kependudukan, data penutupan lahan, dan data hidrologi. Selanjutnya dilakukan pemodelan untuk mengetahui pengaruh hubungan antara pertumbuhan penduduk terhadap perubahan penggunaan ruang dan koefisien aliran permukaan menggunakan sistem dinamik. Tahapan pemodelan meliputi analisis kebutuhan, formulasi masalah, identifikasi sistem, dan pemodelan sistem. Hasil simulasi model dianalisis secara deskriptif. Rencana alternatif kebijakan dibuat berdasarkan skenario terbaik untuk meringankan masalah yang terkait dengan jumlah penduduk, luas RTH serta aliran permukaan. Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa jumlah penduduk di kawasan hulu DAS Ciliwung semakin bertambah setiap tahunnya dengan laju kenaikan penduduk sebesar 2,91%. Luas jenis tutupan lahan ruang terbangun mengalami kenaikan, sementara luas tiap jenis RTH cenderung mengalami penurunan. Nilai koefisien aliran permukaan mengalami tren kenaikan dari tahun ke tahun. Hubungan korelasi linear antara pertumbuhan penduduk terhadap luas tiap jenis RTH dan luas RTH secara keseluruhan adalah negatif. Artinya, semakin
banyak jumlah penduduk, luas hutan, kebun campuran, kebun teh, lahan terbuka, dan sawah/tegalan semakin berkurang sehingga luas total RTH juga ikut berkurang. Begitu pula hubungan luas RTH dengan nilai koefisien aliran permukaan juga berkorelasi negatif. Jadi, semakin berkurangnya luas RTH, nilai koefisien aliran permukaan di wilayah DAS Hulu Ciliwung semakin meningkat. Selanjutnya dibuat struktur model yang memperlihatkan hubungan antara pertumbuhan penduduk terhadap luas jenis tiap RTH dan RTH secara keseluruhan, dan luas RTH terhadap nilai koefisien aliran permukaan. Struktur model tersebut selanjutnya disimulasikan dengan enam skenario yang berbeda. Skenario 1 merupakan skenario agresif, skenario 2 adalah skenario semi agresif, skenario 3 merupakan skenario konservasi, sedangkan skenario 4, 5, dan 6 merupakan skenario pengandalian. Selanjutnya dilakukan simulasi model untuk kondisi 25 tahun ke depan. Simulasi model dilakukan dengan bantuan perangkat lunak STELLA 9.0.2. Dari semua skenario yang dibuat, skenario yang paling baik adalah skenario 4. Pada skenario ini, luas RTH dan nilai koefisien aliran permukaan setelah disimulasikan untuk kondisi 25 ahun mendatang adalah 7.063,14 Ha dan 0,26. Luas RTH pada skenario ini merupakan yang terbaik dibanding dengan hasil skenario lainnya dan nilai koefisien aliran permukaan pada skenario ini merupakan yang terkecil dibanding dengan skenario lain sehingga memiliki fungsi hidrologis yang lebih baik pula. Oleh karena itu, untuk mewujudkannya diperlukan penerapan kebijakan yang tegas dan konsisten dari pihak terkait (terutama dalam hal ini adalah pemerintah). Rekomendasi kebijakan yang dapat diberikan terkait dengan penurunan laju pertumbuhan penduduk antara lain adalah dengan pengendalian tingkat kelahiran yaitu dengan menggalakkan program Keluarga Berencana (KB). Selain itu, diperlukan pembatasan jumlah migrasi penduduk ke dalam kawasan hulu DAS Ciliwung ini. Kebijakan lain yang dapat diterapkan adalah pembangunan secara vertikal, sehingga ruang terbangun tidak terlalu memerlukan lahan yang luas. Namun kebijakan ini perlu mendapat perhatian khusus dalam penentuan lokasi, jumlah dan tinggi bangunannya agar tidak melebihi daya dukung lahan setempat atau dapat mempengaruhi fungsi hidrologis di lokasi tersebut. Selanjutnya, kebijakan yang dapat dibuat dengan mempertimbangkan luas lahan pertanian dan perkebunan yang semakin berkurang adalah dengan memberikan pelatihan ketenagakerjaan kepada penduduk di kawasan hulu DAS Ciliwung yang memiliki keahlian terbatas (pertanian) sehingga dapat mendapatkan pekerjaan pada bidang keahlian yang lain. Kebijakan ini diperlukan untuk mengantisipasi besarnya tingkat pengangguran dan kemiskinan pada wilayah ini. Kata kunci: DAS, koefisien aliran permukaan, pemodelan, sistem dinamik
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Pertumbuhan Penduduk Terhadap Perubahan Lanskap di Kawasan Hulu DAS Ciliwung”, adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi baik yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan pada Daftar Pustaka skripsi ini. Bogor, Maret 2011 Dicky Hartanto A44062064
PENGARUH PERTUMBUHAN PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN LANSKAP DI KAWASAN HULU DAS CILIWUNG
DICKY HARTANTO
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
© Hak cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
Judul Nama NRP Mayor
: Pengaruh Pertumbuhan Penduduk Terhadap Perubahan Lanskap di Kawasan Hulu DAS Ciliwung : Dicky Hartanto : A44062064 : Arsitektur Lanskap
Disetujui Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. Tati Budiarti, MS
Dr. Ir. Setia Hadi, MS
NIP. 19610720 198403 2 002
Diketahui
NIP. 19600424 198601 1 001
Ketua Departemen Arsitektur Lanskap
Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA NIP. 19480912 197412 2 001
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR Bismillahirahmanirahim Segala puji hanya kepunyaan Allah Swt., salawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Saw. Atas rahmat dan hidayah Allah Swt., akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Pengaruh Pertumbuhan Penduduk Terhadap Perubahan Lanskap di Kawasan Hulu DAS Ciliwung. Skripsi ini merupakan syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan penghargaan dan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Tati Budiarti, MS dan Bapak Dr. Ir. Setia Hadi, MS atas bimbingan, masukan dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini. Kepada Bapak Dr. Ir. Aris Munandar, MS atas arahan dan masukan beliau. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Ibu Vera Dian Damayanti, SP, MLA atas segala nasehat dan motivasi kepada penulis selama menjalani proses akademik di Departemen Arsitektur Lanskap. Selanjutnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada keluarga (Bapak, Mama, Mba Wien, Mas Ipung, Mas Aris dan Mas Ray) yang tidak habis-habisnya memberikan dukungan, semangat dan doa. Terima kasih penulis ucapkan juga kepada Trista Prasidya atas diskusi, motivasi dan semangat yang selalu diberikan; kepada Balqis Nailufar dan Ivong Verawaty yang membantu proses pengolahan dengan ArcView; kepada sahabat-sahabat tercinta, keluarga ARL 43 atas persahabatan dan kebersamaannya; teman-teman ARL 40, 41, 42, 44 dan 45; seluruh dosen, staff dan karyawan Departemen Arsitektur Lanskap; dan pihakpihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diperlukan oleh penulis. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang memerlukannya. Bogor, Juni 2011 Dicky Hartanto
x
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cirebon pada tanggal 24 Juli 1988. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Agus Ismadji dan Maeni. Pendidikan penulis diawali pada tahun 1994 di SDN Bakti Handayani II, Bekasi. Kemudian pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 1 Bekasi. Selanjutnya, pada tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Bekasi dan lulus pada tahun 2006. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2006 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB). Setahun setelah itu, yaitu tahun 2007, penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama menjalankan studi di IPB, penulis juga mengikuti kegiatan di luar akademik, seperti menjadi anggota dan pengurus Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap (HIMASKAP). Penulis juga aktif mengikuti beberapa sayembara seperti, Sayembara Kebon Pisang Penjaringan tahun 2010, Sayembara Taman Topi tahun 2010 dan Sayembara Taman Terasering Pondok Indah tahun 2011. Selain itu, penulis juga pernah menjadi asisten Mata Kuliah Teknik Penulisan Ilmiah.
xi
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ......................................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................ xvi I
PENDAHULUAN .................................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1 1.2 Tujuan .............................................................................................................. 2 1.3 Manfaat ............................................................................................................ 2 1.4 Kerangka Pikir Penelitian .............................................................................. 2
II
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 4 2.1 Daerah Aliran Sungai ..................................................................................... 4 2.2 Siklus Hidrologi DAS .................................................................................... 5 2.2.1 Curah Hujan ....................................................................................... 7 2.2.2 Aliran Permukaan .............................................................................. 8 2.2.3 Koefisien Aliran Permukaan .......................................................... 11 2.3 Perubahan Penggunaan dan Penutupan Lahan ......................................... 11 2.4 Ruang Terbuka Hijau ................................................................................... 12 2.5 Model ............................................................................................................. 13 2.6 Sistem Dinamik ............................................................................................ 14 2.7 Sistem Informasi Geografis ........................................................................ 15
III METODOLOGI ...................................................................................................... 18 3.1 Lokasi dan Waktu ......................................................................................... 18 3.2 Bahan dan Alat ............................................................................................. 18 3.3 Tahapan Penelitian ....................................................................................... 19 3.3.1 Persiapan ........................................................................................... 19 3.3.2 Pengumpulan Data .......................................................................... 19 3.3.3 Analisis Data .................................................................................... 20 3.3.4 Pemodelan ........................................................................................ 22 3.3.5 Penyusunan Rekomendasi .............................................................. 26 3.4 Batasan Studi ................................................................................................ 26 IV KONDISI UMUM .................................................................................................. 27 4.1 Aspek Fisik .................................................................................................... 27 4.1.1 Wilayah Administrasi ..................................................................... 27 4.1.2 Morfometri ....................................................................................... 28 4.1.3 Topografi .......................................................................................... 29 4.1.4 Iklim .................................................................................................. 32 4.1.5 Geologi dan Geomorfologi ............................................................ 32
xii
4.1.6 Tanah ................................................................................................. 33 4.2 Aspek Sosial .................................................................................................. 34 4.3 Penutupan Lahan .......................................................................................... 35 V
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 37 5.1 Data dan Analisis .......................................................................................... 37 5.1.1 Penghitungan Komponen Penduduk ............................................. 37 5.1.2 Interpretasi Penutupan Lahan Dari Citra Landsat ETM+ 2005 dan Foto Udara 2010 ..................................................................... 40 5.1.3 Pola Penutupan Lahan .................................................................... 41 5.1.4 Perubahan Penutupan Lahan .......................................................... 47 5.1.5 Pengaruh Tipe Penutupan Lahan Terhadap Fungsi Hidrologi .. 49 5.1.6 Penghitungan Komponen Hidrologi ............................................. 54 5.2 Model Dinamik ............................................................................................. 56
VI SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 77 6.1 Simpulan ........................................................................................................ 77 6.2 Saran ............................................................................................................... 77 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 79
DAFTAR TABEL Halaman
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Jenis, Cara Pengumpulan, dan Sumber Data. .............................................. 20 Parameter Morfometri DAS Ciliwung Hulu. .............................................. 29 Klasifikasi Luas Kawasan Hulu DAS Ciliwung Berdasarkan Kelas Kelerengan Lahan. ....................................................................................... 29 Curah Hujan Rata-rata Bulanan (dalam mm) Hulu DAS Ciliwung Tahun 1999-2000 ......................................................................................... 32 Formasi Geologi di Kawasan Hulu DAS Ciliwung..................................... 33 Data Kependudukan Kawasan Hulu DAS Ciliwung ................................... 35 Jumlah Penduduk di Kawasan Hulu DAS Ciliwung Menurut Desa Tahun 1993, 2000 dan 2008 ........................................................................ 38 Kepadatan Penduduk di Kawasan Hulu DAS Ciliwung Tahun 1993, 2000 dan 2008 ............................................................................................ 39 Luas Penutupan Lahan di Kawasan Hulu DAS Ciliwung Tahun 1994, 2001, 2005 dan 2010 .................................................................................. 46 Prakiraan Angka Koefisien Aliran permukaan (C) DAS Ciliwung Hulu.... 55 Jumlah Penduduk, Nilai C dan Perubahan RTH Kawasan hulu DAS Ciliwung tahun 1994, 2001, 2005 dan 2010 ................................................ 56 Nilai Koefisien Korelasi dan Persamaan Fungsi dari Hubungan Linear Variabel X dan Y ............................................................................ 59 Koefisien Laju Desakan Tiap Jenis RTH dan Laju Pertumbuhan Penduduk Per Tahun Pada Tiap Skenario ................................................... 61
DAFTAR GAMBAR Halaman
1 2 3 4 5 6 7 8
Kerangka Pikir Penelitian .............................................................................. 3 Siklus Hidrologi ............................................................................................. 5 Beberapa Macam Aliran Air .......................................................................... 9 Pengaruh Morfometri DAS Pada Hidrograf Aliran ..................................... 10 Lokasi Penelitian (Kawasan Hulu DAS Ciliwung) ..................................... 18 Alur Tahapan Penelitian .............................................................................. 19 Struktur Model Causal Loop ....................................................................... 23 (a) dan (b) Anak Sungai Ciliwung; (c) Sungai Ciliwung; (d) Bendung Katulampa (Outlet Kawasan hulu DAS Ciliwung) ..................................... 28 9 Peta Administrasi Kawasan Hulu DAS Ciliwung ....................................... 30 10 Peta Kemiringan Lahan Kawasan Hulu DAS Ciliwung .............................. 31 11 Contoh Penggunaan Lahan di Kawasan Hulu DAS Ciliwung .................... 36 12 Peta Penutupan Lahan Kawasan Hulu DAS Ciliwung Tahun 1994 (Janudianto, 2004) ....................................................................................... 42 13 Peta Penutupan Lahan Kawasan Hulu DAS Ciliwung Tahun 2001 (Janudianto, 2004) ....................................................................................... 43 14 Peta Penutupan Lahan Kawasan Hulu DAS Ciliwung Tahun 2005 ............ 44 15 Peta Penutupan Lahan Kawasan Hulu DAS Ciliwung Tahun 2010 ............ 45 16 Perubahan Luas Penutupan Lahan (Ha) di Kawasan Hulu DAS Ciliwung pada Periode Tahun 1994-2001, 2001-2005 dan 2005-2010. ..................... 48 17 Tipe Penutupan Lahan Kebun Campuran .................................................... 50 18 Kondisi Lahan Sawah yang Jenuh Air ........................................................ 51 19 Lahan Sawah yang Berteras-teras ................................................................ 51 20 Lahan Kebun Teh dengan Perakaran Homogen .......................................... 52 21 Lahan Kebun Teh dengan Perakaran Homogen .......................................... 52 22 Tipe penutupan Lahan Hutan ...................................................................... 53 23 Tipe Penutupan Lahan Terbuka ................................................................... 53 24 Pemukiman pada Bantaran Sungai .............................................................. 54 25 Grafik Perbandingan Nilai C Rata-rata DAS Ciliwung Hulu ...................... 55 26 Diagram Pencar Hubungan Linear Jumlah Penduduk (X) dan Luas Hutan (Y) ..................................................................................................... 56 27 Diagram Pencar Hubungan Linear Jumlah Penduduk (X) dan Luas Kebun Campuran (Y) .................................................................................. 57 28 Diagram Pencar Hubungan Linear Jumlah Penduduk (X) dan Luas Kebun Teh (Y) ............................................................................................. 57 29 Diagram Pencar Hubungan Linear Jumlah Penduduk (X) dan Luas Lahan Terbuka (Y) ...................................................................................... 57 30 Diagram Pencar Hubungan Linear Jumlah Penduduk (X) dan Luas Sawah/Tegalan (Y) ...................................................................................... 58
xv
31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
Diagram Pencar Hubungan Linear Jumlah Penduduk (X) dan Luas RTH (Y) ....................................................................................................... 58 Diagram Pencar Hubungan Linear Luas RTH (X) dan Koefisien Aliran permukaan (Y) .................................................................................. 58 Struktur Model Simulasi .............................................................................. 60 Grafik Hubungan Jumlah Penduduk, Luas RTH, dan Nilai Koefisien Aliran Permukaan Pada Laju Pertumbuhan Penduduk 2,91% .................... 62 Grafik Hubungan Jumlah Penduduk, Luas RTH, dan Nilai Koefisien Aliran Permukaan Pada Laju Pertumbuhan Penduduk 2,5% ...................... 63 Skenario 1 Penutupan Lahan Kawasan Hulu DAS Ciliwung ...................... 64 Skenario 2 Penutupan Lahan Kawasan Hulu DAS Ciliwung ...................... 65 Grafik Hubungan Jumlah Penduduk, Luas RTH, dan Nilai Koefisien Aliran Permukaan Pada Laju Pertumbuhan Penduduk 1% ......................... 66 Skenario 3 Penutupan Lahan Kawasan Hulu DAS Ciliwung ...................... 67 Grafik Hubungan Jumlah Penduduk, Luas RTH, dan Nilai Koefisien Aliran Permukaan Pada Laju Pertumbuhan Penduduk 2% ......................... 68 Skenario 4 Penutupan Lahan Kawasan Hulu DAS Ciliwung ...................... 69 Grafik Hubungan Jumlah Penduduk, Luas RTH, dan Nilai Koefisien Aliran Permukaan Pada Laju Pertumbuhan Penduduk 2% ......................... 70 Skenario 5 Penutupan Lahan Kawasan Hulu DAS Ciliwung ...................... 71 Grafik Hubungan Jumlah Penduduk, Luas RTH, dan Nilai Koefisien Aliran Permukaan Pada Laju Pertumbuhan Penduduk 1,5% ...................... 72 Skenario 6 Penutupan Lahan Kawasan Hulu DAS Ciliwung ...................... 73
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Tabel Hasil Simulasi Model Skenario 1 ........................................................ 78
2
Tabel Hasil Simulasi Model Skenario 2 ........................................................ 79
3
Tabel Hasil Simulasi Model Skenario 3 ........................................................ 80
4
Tabel Hasil Simulasi Model Skenario 4 ........................................................ 81
5
Tabel Hasil Simulasi Model Skenario 5 ........................................................ 82
6
Tabel Hasil Simulasi Model Skenario 6 ........................................................ 83
I
1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang
unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya manusia sebagai pelaku pemanfaat terhadap sumberdaya alam tersebut.
Manusia
sebagai
penduduk
dalam
wilayah
DAS
memiliki
kecenderungan untuk bertambah jumlahnya, sehingga dalam proses pemanfaatan ruang dan sumberdaya di dalamnya, terjadi intervensi tata guna lahan yang kemudian berpengaruh terhadap fungsi hidrologi dalam kesatuan wilayah DAS. Kebutuhan penduduk yang paling mendasar adalah lahan pemukiman dan lahan pekerjaan. Hal ini menyebabkan terjadinya alih guna lahan yang pada awalnya merupakan ruang terbuka hijau menjadi ruang terbangun. Ruang terbuka hijau selalu menjadi korban karena adanya anggapan bahwa lahan hijau tidak termasuk dalam mekanisme ekonomi pasar dan mempunyai nilai pasar yang kalah oleh harga tanah (Irwan, 2008). Sungai Ciliwung merupakan salah satu sungai besar di Jawa Barat, sedangkan DAS Ciliwung merupakan DAS prioritas yang memiliki nilai hidrologis, ekonomis dan sosial yang sangat penting bagi kelangsungan kehidupan masyarakat di wilayah Bogor, Depok dan DKI Jakarta. Pada wilayah hilir DAS Ciliwung mencakup wilayah DKI Jakarta sebagai ibukota negara serta pusat kegiatan ekonomi nasional dan internasional. Kawasan hulu merupakan kawasan pemukiman dan pertanian terbatas yang terus berkembang menjadi daerah tujuan wisata yang menarik masyarakat dan para pengembang untuk menanam investasinya. Kawasan hulu dan hilir pada DAS Ciliwung tersebut saling memiliki keterkaitan dan ketergantungan satu sama lain. Perencanaan lanskap kawasan hulu DAS Ciliwung sudah tertulis pada Keputusan Presiden No. 114 Tahun 1999 mengenai Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur (Bopunjur). Di dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa kawasan Bopunjur juga diperuntukkan sebagai hutan lindung. Hal ini bertujuan sebagai kawasan konservasi air sebagai wilayah penyangga Ibukota DKI Jakarta.
2
Namun, seiring dengan perkembangannya, kawasan hulu DAS Ciliwung semakin mengalami peningkatan jumlah penduduk yang berimbas kepada perubahan lanskap dengan bergesernya pemanfaatan ruang di dalamnya. Jumlah penduduk di kawasan hulu DAS Ciliwung menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bogor dan Kota Bogor pada tahun 2008 adalah 240.685 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 2,91% per tahun. Jumlah penduduk yang terus bertambah sedangkan luas lahan tetap menyebabkan penduduk terpaksa melakukan alih guna lahan. Beberapa kawasan yang seharusnya menjadi daerah resapan air telah beralih fungsi menjadi ruang terbangun sehingga fungsi hidrologi wilayah ini semakin menurun yang dicerminkan dalam kemampuan lahan dalam meresapkan curah hujan cenderung semakin menurun. Oleh karena itu, studi pada lanskap kawasan hulu DAS Ciliwung perlu dilakukan untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan penduduk terhadap perubahan pemanfaatan ruang dan koefisien aliran permukaan serta kemungkinan proyeksinya pada masa yang akan datang sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan pengembangan kawasan.
1.2
Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah
a.
menganalisis pengaruh petumbuhan penduduk terhadap perubahan lanskap di kawasan hulu DAS Ciliwung, dan
b.
membuat model simulasi untuk kondisi 25 tahun ke depan sebagai dasar dalam menyusun rekomendasi kebijakan.
1.3
Manfaat Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi
pemerintah daerah setempat dan pihak-pihak terkait dalam mengembangkan kawasan hulu DAS Ciliwung.
1.4
Kerangka Pikir Penelitian Kawasan hulu DAS Ciiliwung merupakan daerah resapan air. Sebagai suatu
ekosistem, kawasan ini terdiri dari aspek fisik berupa lahan dan aspek sosial berupa penduduk. Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan kebutuhan lahan
3
untuk dijadikan ruang terbangun semakin meningkat, sementara luas lahan terbatas. Sehingga terjadi konversi lahan RTH menjadi ruang terbangun. Penurunan luas RTH kemudian mempengaruhi jumlah aliran permukaan di kawasan ini. Oleh karena itu dilakukan analisis hubungan antara jumlah penduduk, penutupan lahan dan aliran permukaan dengan pendekatan sistem dinamik dan selanjutnya dilakukan simulasi pemodelan. Hasil simulasi pemodelan digunakan sebagai dasar dalam menyusun rekomendasi alternatif kebijakan. Kerangka pikir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Kawasan hulu DAS Ciliwung
Penetapan hulu DAS Ciliwung sebagai daerah resapan air
Aspek fisik
Aspek Sosial
Lahan
Penduduk
Keterbatasan Lahan
Peningkatan Jumlah Penduduk Kebutuhan lahan
Terjadi perubahan penggunaan ruang Aliran permukaan meningkat
Analisis hubungan dan pemodelan Rekomendasi kebijakan
Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian
II
2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu daerah tertentu yang bentuk dan
sifat alamnya sedemikian rupa, sehingga merupakan kesatuan dengan sungai dan anak sungai yang melaluinya dengan fungsi untuk menampung air yang berasal dari curah hujan dan sumber air lainnya. Penyimpanan serta pengalirannya dihimpun dan ditata berdasarkan hukum alam sekelilingnya dengan keseimbangan daerah tersebut (PP Nomor 33/1970 dalam Departemen Kehutanan, 1997). Sementara menurut Seyhan (1990), DAS adalah suatu wilayah daratan yang dibatasi oleh batas alam berupa topografi yang berfungsi untuk menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang diterima ke sistem sungai terdekat dan selanjutnya bermuara di waduk, danau atau laut. Suatu DAS yang sangat luas umumnya terdiri dari beberapa Sub DAS, dan Sub DAS dapat terdiri dari beberapa Sub-sub DAS. Sub DAS adalah bagian DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai utama. Soerjono (1978 dalam Wulandari, 2008) menjelaskan bahwa DAS merupakan ekosistem yang di dalamnya terjadi interaksi antara faktor-faktor fisik (tanah dan iklim) dan faktor biotik (vegetasi). Interaksi ini dinyatakan dalam bentuk keseimbangan input dan output air serta hasil sedimen yang dikeluarkannya yang mencirikan keadaan hidrologi ekosistem tersebut. Dalam mempelajari ekosistemnya, suatu DAS biasanya dibagi menjadi daerah hulu, tengah dan hilir (Asdak, 2007). Secara biogeofisik, daerah hulu DAS dicirikan oleh hal-hal berikut: merupakan daerah konservasi, mempunyai kerapatan drainase lebih tinggi, merupakan daerah dengan kemiringan lereng besar (lebih dari 15%), bukan merupakan daerah banjir, pengaturan pemakaian air ditentukan oleh pola drainase dan jenis vegetasi umumnya tegakan hutan. Sementara daerah hilir DAS dicirikan oleh hal-hal berikut: merupakan daerah pemanfaatan, kerapatan drainase lebih kecil, merupakan daerah dengan kemiringan lereng kecil sampai dengan sangat kecil (kurang dari 8%), pada beberapa tempat merupakan daerah banjir (genangan), pengaturan pemakaian air ditentukan oleh bangunan irigasi dan jenis vegetasi didominasi tanaman pertanian kecuali daerah estuaria
5
yang didominasi hutan bakau/gambut. Ekosistem DAS hulu merupakan bagian yang penting karena mempunyai fungsi perlindungan tata air terhadap seluruh bagian DAS. Suatu DAS memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Karakteristik DAS meliputi beberapa variabel yang dapat diperoleh melalui pengukuran langsung, data sekunder, peta, dan data penginderaan jauh (remote sensing). Seyhan (1990) menyatakan bahwa karakteristik DAS dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu (1) faktor lahan, yeng meliputi topografi, tanah, geologi, dan geomorfologi, serta (2) faktor vegetasi dan penggunaan lahan.
2.2
Siklus Hidrologi DAS Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari air dalam segala bentuknya
(cairan, gas atau padat) pada, dalam dan di atas permukaan tanah. Termasuk di dalamnya adalah penyebaran daur dan perilakunya, sifat-sifat fisika dan kimianya serta hubungannya dengan unsur-unsur hidup dalam air itu sendiri (Asdak, 2007). Siklus hidrologi secara sederhana adalah pergerakan permanen dari kelembaban bumi yang membentuk urutan berputar dari lautan, melewati proses penguapan (evaporasi), kemudian menjadi hujan (presipitasi) dan akhirnya melalui sungai mengalir sebagai debit (runoff) menuju kembali ke laut (Mulyanto, 2007). Siklus hidrologi memungkinkan tersedianya air di permukaan bumi yang jatuh dari lautan secara terus-menerus (Gambar 2).
Gambar 2 Siklus Hidrologi
6
Selanjutnya Asdak (2007) menjelaskan, dalam siklus hidrologi, energi panas matahari dan faktor-faktor iklim lainnya menyebabkan terjadinya proses evaporasi pada permukaan vegetasi dan tanah, laut dan badan-badan air lainnya. Uap air hasil evaporasi akan terbawa oleh angin melintasi daratan yang bergunung maupun datar, apabila keadaan atmosfer memungkinkan maka sebagian uap air tersebut akan terkondensasi dan turun sebagai hujan. Sebelum mencapai permukaan tanah, air hujan tersebut akan tertahan oleh tajuk vegetasi. Sebagian dari air hujan tersebut akan tersimpan di permukaan tajuk selama proses pembasahan tajuk, kemudian sebagian lainnya akan jatuh ke atas permukaan tanah melalui sela-sela daun (throughfall) atau mengalir ke bawah permukaan melalui permukaan batang pohon (stemflow). Sebagian air hujan yang jatuh ke tajuk dan batang tidak akan pernah sampai di permukaan tanah, melainkan terevaporasi kembali ke atmosfer selama dan setelah berlangsungnya hujan (intersepsi). Air hujan yang dapat mencapai permukaan tanah, sebagian akan terserap ke dalam tanah (infiltrasi). Sedangkan air hujan yang tidak terserap ke dalam tanah akan tertampung sementara dalam cekungan-cekungan permukaan tanah (surface detention) untuk kemudian mengalir di atas permukaan ke tempat yang lebih rendah (runoff), selanjutnya masuk ke dalam sungai. Air infiltrasi akan tertahan di dalam tanah oleh gaya kapiler yang selanjutnya akan membentuk kelembaban tanah. Apabila tingkat kelembaban air tanah telah cukup jenuh maka air hujan yang baru masuk ke dalam tanah akan bergerak secara lateral (horizontal) untuk selanjutnya pada tempat tertentu akan keluar lagi ke permukaan tanah (subsurface flow) dan akhirnya mengalir ke sungai. Alternatif lainnya, air hujan yang masuk ke dalam tanah tersebut akan bergerak vertikal ke tanah yang lebih dalam dan menjadi bagian dari air tanah (groundwater). Air tanah tersebut, terutama pada musim kemarau, akan mengalir pelan-pelan ke sungai, danau atau tempat penampungan air alamiah lainnya, Tidak semua air infiltrasi mengalir ke sungai atau tampungan air lainnya, melainkan ada sebagian air infiltrasi yang tetap tinggal dalam lapisan tanah bagian atas (top soil) untuk kemudian diuapkan kembali ke atmosfer melalui permukaan tanah (evaporasi) dan melalui permukaan tajuk vegetasi (transpirasi). Perbedaan
7
intersepsi dan transpirasi dapat dilihat dari asal air yang diuapkan ke atmosfer. Apabila air yang diuapkan berasal dari hujan yang jatuh di atas tajuk tersebut, maka proses penguapannya disebut intersepsi sedangkan jika air yang diuapkan berasal dari dalam tanah melalui aktivitas fisiologi tanaman, maka proses penguapannya disebut transpirasi. Dengan kata lain, intersepsi terjadi selama dan segera setelah berlangsungnya hujan sementara proses transpirasi berlangsung ketika tidak ada hujan. Gabungan proses evaporasi dan transpirasi disebut evapotranspirasi. 2.2.1 Curah Hujan Presipitasi adalah curahan atau jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan bumi dan laut dalam bentuk yang berbeda, yaitu curah hujan di daerah tropis dan curah hujan serta salju di daerah beriklim sedang (Asdak, 2007). Mengingat bahwa di daerah beriklim tropis presipitasi hanya ditemui dalam bentuk curah hujan, maka presipitasi dalam konteks daerah tropis adalah sama dengan curah hujan. Presipitasi adalah faktor utama yang mengendalikan proses siklus hidrologi di suatu DAS. Secara ringkas dan sederhana, terjadinya hujan terutama karena adanya perpindahan massa air basah ke tempat yang lebih tinggi sebagai respon adanya beda tekanan udara antara dua tempat yang berbeda ketinggiannya. Di tempat tersebut, karena adanya akumulasi uap air pada suhu yang rendah maka terjadilah proses kondensasi, dan pada gilirannya massa air basah tersebut jatuh sebagai air hujan. Besarnya curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu, diukur dengan menggunakan alat penakar curah hujan yang umumnya terdiri atas dua jenis yaitu alat penakar curah hujan otomatis dan alat penakar hujan tidak otomatis. Besaran curah hujan dapat dinyatakan dalam meter kubik (m3) per satuan luas atau secara lebih umum dinyatakan dalam tinggi air (mm). Besarnya curah hujan dapat dimaksudkan untuk satu kali hujan atau untuk masa tertentu seperti per hari, per bulan, per musim atau per tahun (Arsyad, 2000). Sistem jaringan kerja alat penakar hujan harus direncanakan sesuai dengan keperluan pemanfaatan data curah hujan yang akan dikumpulkan. Lokasi penempatan alat ukur harus mampu mewakili informasi daerah cakupannya.
8
Sebagai aturan umum, disarankan bahwa satu alat penakar hujan untuk daerah kepulauan kecil seluas lebih kurang 25 km² dengan pola curah hujan tidak teratur dianggap cukup memadai. Sementara untuk daerah bergunung-gunung, satu alat penakar curah hujan untuk wilayah seluas 100-250 km². Apabila daerah kajian merupakan daerah dengan topografi relatif datar, maka satu alat penakar curah hujan dapat mewakili daerah seluas 600-900 km² (WMO, 1981 dalam Asdak, 2007). 2.2.2 Aliran Permukaan Aliran permukaan (runoff) adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di atas permukaan tanah menuju ke sungai, danau dan lautan. Aliran permukaan berlangsung ketika jumlah curah hujan melampaui laju infiltrasi air ke dalam tanah. Setelah laju infiltrasi terpenuhi, air mulai mengisi cekungan-cekungan pada permukaan tanah. Setelah pengisian air pada cekungan itu selesai, air dapat mengalir di atas permukaan tanah dengan bebas. Ada bagian air yang berlangsung cepat untuk selanjutnya membentuk aliran debit. Bagian aliran permukaan lain, karena melewati cekungan-cekungan permukaan tanah sehingga memerlukan waktu beberapa hari bahkan beberapa minggu sebelum akhirnya menjadi aliran debit (Asdak, 2007). Debit atau laju aliran sungai adalah jumlah atau volume air yang mengalir pada suatu titik per detik atau per jam, dinyatakan dalam m³ per detik atau m³ per jam (Arsyad, 2000). Besarnya debit ditentukan oleh luas penampang air dan kecepatan alirannya, diformulasikan sebagai: Q=AxV Dengan Q = debit air (m³/detik atau m³/jam); A = luas penampang aliran (m²); V = kecepatan aliran (m/detik). Debit tahunan, yaitu aliran sungai sepanjang tahun merupakan gabungan dari beberapa komponen aliran, yaitu intersepsi saluran (channel interception), aliran permukaan (surface runoff), aliran air bawah permukaan (interflow/delayed runoff) dan aliran bawah tanah (groundwater/baseflow). Hujan yang turun pada
9
suatu wilayah DAS akan terdistribusi menjadi keempat komponen tersebut sebelum akhirnya menjadi aliran sungai (Gambar 3).
Gambar 3 Beberapa Macam Aliran Air Catatan : A = intersepsi saluran B = aliran permukaan C = aliran air bawah permukaan D = aliran air tanah Faktor-faktor yang mempengaruhi aliran permukaan secara umum dapat dibagi dua yaitu karakteristik hujan dan karakteristik DAS. Karakteristik hujan mencakup lama waktu hujan, intensitas dan penyebaran hujan. Pengaruh karakteristik DAS terhadap aliran permukaan adalah melalui bentuk dan ukuran (morfometri) DAS, topografi, geologi dan tataguna lahan (jenis dan kerapatan vegetasi) (Asdak, 2007). Intensitas hujan akan mempengaruhi laju dan volume aliran permukaan. Pada hujan dengan intensitas tinggi, kapasitas infiltrasi akan terlampaui dengan beda cukup besar dibandingkan dengan hujan yang kurang intensif. Dengan demikian, total volume aliran permukaan akan lebih besar pada hujan intensif dibandingkan dengan hujan kurang intensif meskipun curah hujan total kedua hujan tersebut sama besarnya. Laju dan volume aliran permukaan suatu DAS dipengaruhi oleh penyebaran dan intensitas curah hujan di DAS yang bersangkutan. Umumnya, laju aliran permukaan dan volume terbesar terjadi ketika seluruh DAS tersebut ikut berperan. Dengan kata lain, hujan turun merata di seluruh wilayah DAS yang bersangkutan. Pengaruh morfometri DAS terhadap besaran dan waktu dari hidrograf aliran yang dihasilkannya dalam hal ini terdiri atas luas, kemiringan lereng, bentuk dan kerapatan drainase DAS. Luas DAS merupakan salah satu faktor penting dalam
10
pembentukan hidrograf aliran. Semakin besar luas DAS, ada kecenderungan semakin besar jumlah curah hujan yang diterima. Tetapi, beda waktu (time lag) antara puncak curah hujan dan puncak hidrograf aliran menjadi lebih lama. Demikian juga waktu yang diperlukan untuk mencapai puncak hidrograf dan lama waktu untuk keseluruhan hidrograf aliran juga menjadi lebih panjang. Kemiringan lereng DAS mempengaruhi perilaku hidrograf dalam hal waktu. Semakin besar kemiringan lereng suatu DAS, semakin cepat laju aliran permukaan sehingga mempercepat respons DAS tersebut oleh adanya curah hujan. Bentuk topografi seperti kemiringan lereng, keadaan parit dan bentukbentuk cekungan permukaan tanah lainnya akan mempengaruhi laju dan volume aliran permukaan. DAS dengan sebagian besar bentang lahan datar atau pada daerah dengan cekungan-cekungan tanah tanpa saluran pembuangan (outlet) akan menghasilkan aliran permukaan yang lebih kecil dibandingkan dengan DAS dengan kemiringan lereng lebih besar serta pola pengairan yang dirancang dengan baik. Dengan kata lain, sebagian aliran air ditahan dan diperlambat kecepatannya sebelum mencapai lokasi pengamatan. Hal ini dapat diketahui dari bentuk hidrograf yag lebih datar.
Gambar 4 Pengaruh Morfometri DAS Pada Hidrograf Aliran
11
Bentuk DAS yang memanjang dan sempit cenderung menurunkan laju aliran permukaan daripada DAS berbentuk melebar walaupun luas keseluruhan dari dua DAS tersebut sama. Kerapatan daerah aliran (drainase) juga merupakan faktor penting dalam menetukan kecepatan aliran permukaan. Semakin tinggi kerapatan daerah aliran, semakin besar kecepatan aliran permukaan untuk curah hujan yang sama. Pegaruh vegetasi terhadap aliran permukaan dapat diterangkan bahwa vegetasi dapat memperlambat jalannya aliran permukaan dan memperbesar jumlah air yang tertahan di dalam permukaan tanah, dan dengan demikian, menurunkan laju aliran permukaan. 2.2.3 Koefisien Aliran Permukaan Koefisien aliran permukaan (C) adalah bilangan yang menunjukkan perbandingan antara besarnya aliran permukaan terhadap besarnya curah hujan. Misalnya C untuk hutan adalah 0,10, artinya 10 persen dari total curah hujan akan menjadi aliran permukaan. Secara matematis, koefisien aliran permukaan dapat dijabarkan sebagai berikut C = aliran permukaan (mm)/curah hujan(mm) Angka koefisien aliran permukaan ini merupakan salah satu indikator untuk menentukan apakah suatu DAS telah mengalami gangguan. Nilai C yang besar menunjukkan bahwa lebih banyak air hujan yang menjadi aliran permukaan. Hal ini kurang menguntungkan dari segi konservasi sumberdaya air karena besarnya air yang akan menjadi air tanah berkurang. Kerugian lainnya adalah ancaman terjadinya erosi dan banjir menjadi lebih besar. Angka C berkisar antara 0 hingga 1. Angka 0 menunjukkan bahwa semua air hujan terdistribusi menjadi air infiltrasi. Sedangkan angka 1 menunjukkan bahwa semua air hujan mengalir sebagai aliran permukaan. Di lapangan, angka koefisien aliran permukaan biasanya lebih besar dair 0 dan lebih kecil dari 1 (Asdak, 2007).
2.3
Perubahan Penggunaan dan Penutupan Lahan Istilah penggunaan lahan dan penutupan lahan dapat memiliki pengertian
yang sama untuk hal-hal tertentu, namun sebenarnya mengandung penekanan yang berbeda. Penutupan lahan berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di
12
permukaan bumi. Sedangkan penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu (Lillesand dan Kiefer, 1997 dalam Janudianto, 2004). Penggunaan lahan juga diartikan sebagai bentuk intervensi manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materil maupun spiritual (Arsyad, 2000). Penggunaan lahan dikelompokkan ka dalam dua golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian (tegalan, sawah, kebun, hutan lindung dan sebagainya) dan penggunaan lahan bukan pertanian (permukiman, industri, rekreasi, pertambangan dan sebagainya). Menurut Vink (1975 dalam Sudadi et al, 1991), perubahan atau perkembangan penggunaan dan penutupan lahan dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor alami seperti iklim, topografi, tanah atau bencana alam dan faktor manusia berupa aktivitas manusia pada sebidang lahan. Faktor manusia dirasakan berpengaruh lebih dominan dibandingkan dengan faktor alam karena sebagian besar perubahan penggunaan lahan disebabkan oleh aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhannya pada sebidang lahan yang spesifik. Leopold dan Dunne (1978 dalam Sudadi et al, 1991) menyatakan bahwa secara umum, perubahan penggunaan lahan pada DAS akan merubah: (1) karakteristik aliran sungai, (2) total aliran permukaan, (3) kualitas air dan (4) sifat hidrologi DAS. Menurut Viessman et al (1977, dalam Sudadi et al, 1991), Perubahan penutupan lahan memberikan pengaruh yang bervariasi terhadap aliran sungai dan karakteristik aliran permukaan suatu DAS. Perubahan penutupan lahan akan mempengaruhi kapasitas infiltrasi tanah dan perubahan penggunaan lahan yang merubah sifat atau ciri vegetasi dapat memberikan dampak penting terhadap waktu dan volume aliran. Lebih lanjut dinyatakan bahwa perubahan penggunaan lahan dapat meningkatkan atau menurunkan volume aliran permukaan serta laju maksimum dan waktu aliran suatu DAS.
2.4
Ruang Terbuka Hijau Ruang merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
manusia.
Menurut
Tarigan
(2006),
ruang
adalah
tempat
untuk
suatu
benda/kegiatan atau apabila kosong dapat diisi dengan suatu benda/kegiatan.
13
Sedangkan menurut Hakim dan Utomo (2003, dalam Permata, 2010), ruang dibentuk oleh tiga komponen yaitu lantai, dinding dan atap. Ruang disini dapat berupa ruang dalam atau ruang luar, yang mana ruang dalam dibatasi oleh suatu alas, dinding atau tembok dan atap. Sedangkan ruang luar dibatasi oleh alas berupa hamparan tanah, dinding dapat berupa tegakan pohon atau dinding maya dan atapnya dapat berupa kanopi pohon atau langit. Ruang Terbuka Hijau (RTH) suatu kota adalah ruang-ruang terbuka (open spaces) di berbagai tempat di suatu wilayah perkotaan yang secara optimal digunakan sebagai daerah penghijauan dan berfungsi, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk kehidupan dan kesejahteraan manusia (Nurisjah, 1997). Menurut Danoedjo (1990), RTH dapat berupa lahan dengan kepadatan bangunan sangat rendah. Ruang terbuka ini dapat berupa lahan kosong tanpa perkerasan, lahan dengan tanaman dan sebagainya. Pengadaan RTH dalam bentuk-bentuk di atas dimaksudkan agar air hujan dapat meresap ke dalam tanah (mengalami infiltrasi).
2.5
Model Suatu sistem terdiri atas elemen-elemen yang saling tergantung satu sama
lain dan bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu. Proses bekerjanya sangat kompleks sehingga untuk melihat bekerjanya hubungan ini dalam keadaan yang sebenarnya adalah mustahil. Oleh karena itu, hubungan tersebut perlu disederhanakan dengan jalan merangkum ke dalam suatu bentuk tertentu yang disebut model (Gaspersz, 1990). Model bisa diartikan sebagai penggambaran sesuatu sehingga kita menjadi lebih jelas memahaminya. Model dapat digambarkan dengan diagram dua dimensi, misalnya diagram rantai makanan atau siklus air atau miniatur tiga dimensi seperti maket ataupun model matematika (Teknik Lingkungan ITB, 2007 dalam Permata, 2010). Selanjutnya menurut Hartisari (2007), model disusun dan digunakan untuk memudahkan dalam pengkajian sistem karena sulit dan hampir tidak mungkin untuk bekerja dalam keadaan sebenarnya. Oleh sebab itu, model hanya memperhitugkan beberapa faktor dalam sistem, dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
14
Menurut Suwarto (2006, dalam Permata, 2010), model didefinisikan sebagai suatu perwakilan atau abstraksi dari sebuah objek atau situasi aktual. Model memperlihatkan hubungan-hubungan langsung maupun tidak langsung serta kaitan timbal balik dalam istilah sebab-akibat. Jadi, model adalah suatu penyederhanaan dari suatu realitas yang kompleks. Model dikatakan lengkap apabila dapat mewakili berbagai aspek dari realitas yang sedang dikaji. Menurut Hartisari (2007), model disusun untuk beberapa tujuan yaitu pemahaman proses yang terjadi dalam sistem, prediksi, serta menunjang pengambilan keputusan. Berdasarkan acuan waktu, model dapat digolongkan menjadi model statik dan model dinamik. Model statik adalah model yang mengabaikan pengaruh waktu. Biasanya model ini menggambarkan sistem dalam bentuk persamaan matematika. Untuk memperoleh hasil, perhitungan dilakukan cukup satu kali saja dan variabel yang digunakan dalam persamaan merupakan nilai rata-rata. Model dinamik menempatkan waktu sebagai variabel bebas, sehingga model jenis ini menggambarkan dinamika suatu sistem sebagai fungsi dari waktu. Untuk memperoleh hasil, perhitungan dilakukan secara berulang-ulang (iterasi) hingga tercapai nilai kesalahan (error) yang minimal (Teknik Lingkungan ITB, 2007 dalam Permata, 2010). Menurut Suwarto (2006, dalam Pemata, 2010), model dinamika lebih sulit dan mahal pembuatannya, namun memberikan kekuatan yang lebih tinggi pada analisis dunia nyata.
2.6
Sistem Dinamik Sistem merupakan gugus atau kumpulan dari kompoen yang saling terkait
dan terorganisani dalam rangka mencapai suatu tujuan atau gugus tujuan tertentu. Kajian sistem akan berhadapan dengan permasalahan yang bersifat statik atau dinamik. Permasalahan yang bersifat statik bersifat konstan, sedangkan yang bersifat dinamik selalu berubah menurut waktu. Sistem dinamik merupakan metode yang dapat menggambarkan proses, perilaku, dan kompleksitas dalam sistem (Hartrisari, 2007) Sistem dinamik adalah suatu model untuk mempelajari dan mengatur sistem-sistem umpan-balik yang kompleks, seperti yang dapat ditemukan pada bisnis dan sistem-sistem sosial lain. Faktanya, sistem dinamik telah digunakan
15
untuk memanggil secara praktis setiap jenis dari sistem umpan-balik. Ketika sistem perintah telah diaplikasikan pada tiap jenis situasi, umpan-balik adalah sebagai pendeskripsi yang membedakan. Umpan balik mengacu pada situasi dari X yang mempengaruhi Y dan Y pada gilirannya mempengaruhi X, bisa jadi melewati suatu rantai dari sebab dan akibat (System Dynamics Society, 2007 dalam Permata, 2010). Metodologi
sistem dinamik
telah
dan
sedang
berkembang
sejak
diperkenalkan pertama kali oleh Jay W. Forrester pada dekade lima puluhan, dan berpusat di MIT Amerika Serikat. Sesuai degan namanya, metode ini erat berhubungan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang tendensi-tendensi dinamika sistem-sistem yang kompleks, yaitu pola-pola tingkah laku yang dibangkitkan oleh sistem itu dengan bertambahnya waktu. Persoalan yang dapat dengan tepat dimodelkan memggunakan sistem dinamik adalah masalah yang mempunyai sifat dinamis (berubah terhadap waktu) serta struktur fenomenanya mengandung paling sedikit satu struktur umpan balik (Tasrif, 2006 dalam Permata, 2010).
2.7
Sistem Informasi Geografis Pada dasarnya, istilah Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan
gabungan dari tiga unsur pokok: sistem, informasi dan geografis. Dengan melihat unsur-usur pokoknya, maka jelas SIG merupakan salah satu sistem informasi, dengan tambahan unsur ‘geografis’. Atau, SIG merupakan suatu sistem yang menekankan pada unsur ‘informasi geografis’ (Prahasta, 2002). Pengertian SIG menurut Aronorf (1989, dalam Prahasta, 2002) adalah sistem yang berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografi. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganalisis objek-objek dan fenomena dimana lokasi geografi merupakan karakteristik penting atau kritis untuk dianalisis. Dengan demikian, SIG merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan berikut dalam menangani data yang bereferensi geografi: (a) masukan, (b) manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), (c) analisis dan manipulasi data dan (d) keluaran.
16
Teknologi SIG mengitegrasikan pengoperasian database seperti pertanyaan dan analisis statistika dengan cara menampilkan secara khas dan menganalisis secara geografis dari suatu peta. Kemampuan ini membedakan SIG dengan sistem informasi lainnya dan menjadikannya lebih bernilai dalam penggunaannya oleh umum ataupun bisnis pribadi yang bertujuan untuk menjelaskan peristiwa yang dianggap penting, memprediksi hasil serta merencanakan strategi (ESRI, 1999 dalam Prahasta, 2002). SIG dapat menyimpan dan menampilkan kembali infomasi yang diperlukan mengenai sebuah lokasi geografis dengan modifikasi warna, bentuk, ukuran simbol yang dapat memberi pemahaman yang lebih baik mengenai kondisi geografi suatu wilayah. Secara umum pengertian SIG dapat diartikan sebagai sistem yang mampu mengumpulkan data kebumian yang diperoleh dari berbagai sumber dan menyimpannya dalam suatu database, sehingga dengan mudah data tersebut diperoleh kembali untuk dilakukan analisa maupun manipulasi. Terdapat empat komponen penting yang saling berkaitan bila bekerja dengan menggunakan SIG, yaitu 1.
hardware atau perangkat keras, merupakan wadah berupa komputer untuk mengoperasikan SIG;
2.
software atau perangkat lunak yang berfungsi untuk menganalisis informasi geografi;
3.
data dan metadata. Data geografi dan data tabular dapat diperoleh melalui pengukuran langsung di lapang maupun pembelian melalui agen tertentu SIG akan mengintegrasikan data spasial dengan sumber data lainnya dan kemudian dapat mengatur dan menyimpan data dalam bentuk data spasial maupun non sapasial; dan
4.
manusia. Teknologi SIG sangat tidak bernilai jika tidak ada manusia yang dapat mengatur sistem dan membangun rencana untuk mengaplikasikan masalah-masalah yang ada (Prahasta, 2002). Salah satu aktivitas penting dalam kegiatan SIG adalah pengisian basis data
berupa digitasi dan memasukkan angka, kemudian analisa dapat dilakukan setelah basis data tersedia. Pemasukan data ke dalam sistem adalah data input dirubah menjadi format data digital agar dapat disimpan dan dimanipulasi. Data yang akan
17
dimasukkan dengan cara digitasi tersebut diperlukan peta dasar yang baku dan dapat dipercaya serta beragam. Secara sederhana SIG dapat digambarkan sebagai penampakan berbagai informasi untuk memenuhi suatu fungsi kriteria tertentu. Data SIG berupa data digital yang berformat raster dan vektor. Sumber data digital yang berupa citra satelit atau data foto udara serta foto udara yang terdigitasi atau berupa peta dasar terdigitasi. Foto udara digital dan citra satelit digunakan secara saling melengkapi. Citra Landsat EMT+ merupakan contoh data citra digital yang berformat raster.
III
3.1
METODOLOGI
Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung bagian
hulu yang meliputi wilayah administrasi Kabupaten Bogor dan Kota Bogor (Gambar 5). Penelitian akan dilaksanakan selama enam bulan efektif dimulai dari bulan Juni 2010 sampai dengan Desember 2010.
Gambar 5 Lokasi Penelitian (Kawasan Hulu DAS Ciliwung) 3.2
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu berupa data sekunder yang
berasal dari instansi-instansi terkait. Jenis data fisik yang diambil berupa data wilayah administrasi, hidrologi, topografi dan data penutupan lahan. Sedangkan data sosial yang digunakan berupa data kependudukan. Alat yang digunakan berupa kamera digital dan Global Positioning System (GPS) sebagai alat ukur untuk meninjau ulang data sekunder dengan keadaan
19
eksisting di lapang, kalkulator scientific untuk mengolah data serta seperangkat komputer dengan perangkat lunak Microsoft Office 2007, ArcView 3.2, ERDAS IMAGE 9.1, dan STELLA 9.0.2 untuk mengolah data.
3.3
Tahapan Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode dangan
pendekatan sistem dinamik (Listyanti, 2009). Tahapan penelitian dapat dilihat pada gambar 6.
Persiapan
Pengumpulan Data
Analisis Data
Pemodelan
Gambar 6 Alur Tahapan Penelitian 3.3.1 Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan awal dari penelitian, meliputi penetapan latar belakang, tujuan dan kegunaan penelitian, rencana kerja, persiapan alat dan bahan, perijinan pengambilan data serta menentukan konsep model dalam penelitian ini, yaitu hubungan antara pertumbuhan penduduk terhadap perubahan pemanfaatan ruang dan jumlah aliran permukaan di kawasan hulu DAS Ciliwung. 3.3.2 Pengumpulan Data Pada tahap ini kegiatan meliputi pengumpulan data dan informasi pembentuk tapak, serta data dan informasi lain yang mempengaruhi tapak. Pengumpulan data dan informasi dilakukan secara langsung melalui survey lapang (ground check) penutupan lahan di kawasan hulu DAS Ciliwung (data primer) dan pengumpulan data dan informasi dari instansi-instansi tekait (data sekunder) berupa data fisik dan sosial. Data sekunder yang digunakan adalah data jumlah penduduk, data hidrologi berupa curah hujan dan debit air, peta administrasi wilayah studi, peta penutupan lahan, dan peta topografi. Tabel 1 menunjukkan jenis data yang dikumpulkan termasuk cara pengumpulan dan sumber data.
20
Tabel 1 Jenis, Cara Pengumpulan, dan Sumber Data. Jenis Data Data wilayah administrasi Data hidrologi (curah hujan dan debit air) Data penutupan lahan Data topografi Data kependudukan
Pengumpulan data Studi pustaka Studi pustaka Studi pustaka dan survei lapang Studi pustaka dan survei lapang Studi pustaka
Sumber Data Bappeda Kabupaten Bogor dan literatur BPSDA Ciliwung-Cisadane BPDAS Citarum-Ciliwung, BIOTROP dan literatur Literatur BPS Kabupatan Bogor dan BPS Kota Bogor
3.3.3 Analisis Data Data yang diperoleh kemudian dianalisis sesuai tujuan yang diinginkan. Analisis dilakukan pada data kependudukan, data penutupan lahan, dan data hidrologi. 1. Jumlah penduduk Data kependudukan dianalisis dengan metode ekstrapolasi. Metode ekstrapolasi adalah melihat kecenderungan pertumbuhan penduduk di masa lalu dan melanjutkan kecenderungan tersebut untuk masa yang akan datang sebagai proyeksi. Metode ekstrapolasi mengansumsikan laju pertumbuhan penduduk di masa lalu akan berlanjut di masa yang akan datang (Tarigan, 2006). Metode ini dapat dibagi dua, yaitu teknik grafis dan metode trend. Pada penelitian ini metode ekstrapolasi yang digunakan adalah metode trend. Rumus dari metode trend adalah Log Pt = Log α + T.Log β dengan : Pt = jumlah penduduk pada tahun proyeksi t α
= intercept (penduduk pada tahun dasar)
β
= koefisien laju pertumbuhan penduduk
T
= periode waktu proyeksi
Hasil analisis data kependudukan ditabulasi untuk memperlihatkan laju pertumbuhan penduduk di wilayah Sub DAS Hulu Ciliwung.
21
2. Penutupan lahan Data penutupan lahan ditabulasi berdasarkan klasifikasi penutupan lahan agar dapat diketahui perubahan penutupan lahannya. Data penutupan lahan yang dianalisis adalah data penutupan lahan dari tahun 1994 - 2010, hasil analisis ditabulasi untuk melihat perubahannya dari tahun ke tahun. Data penutupan lahan didapat dengan cara mengolah citra Landsat kawasan hulu DAS Ciliwung (Landsat 7 EMT+, Patch/Row : 122/065) tahun 2005, foto udara tahun 2010 yang diunduh dari http:\\www.wikimapia.org dan peta penutupan lahan kawasan hulu DAS Ciliwung tahun 1994 dan 2001 hasil penelitian Janudianto (2004). Citra Landsat merupakan data digital dengan format raster dengan ketelitian satu piksel mewakili 30m² pada luas sebenarnya. Proses pengolahan citra Landsat dimulai dengan menyatukan saluran warna (band) dan selanjutnya dilakukan koreksi geometri. Tahap tersebut dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ERDAS IMAGINE 9.1. Selanjutnya dilakukan interpretasi dan digitasi tiap jenis penutupan lahan dengan menggunakan perangkat lunak ArcView 3.2. proses digitasi dilakukan secara onscreen. Pengolahan foto udara tahun 2010 juga dilakukan dengan cara koreksi geometri, interpretasi dan digitasi. Seluruh tahap tersebut dilakukan dengan bantuan perangkat lunak ArcView 3.2. 3. Komponen hidrologi Data curah hujan dan debit sungai Ciliwung diperoleh dari Balai Pendayagunaan Sumber Daya Air (BPSDA) wilayah sungai Ciliwung-Cisadane. Komponen hidrologi berupa data curah hujan dan debit aliran digunakan untuk menentukan nilai koefisien aliran permukaan (C). Koefisien aliran permukaan menunjukkan kemampuan lahan dalam menginfiltrasi curah hujan yang jatuh untuk mempertahankan kualitas lingkungannya. Selanjutnya data tersebut ditabulasi dan dibuat grafik untuk melihat perubahannya dari tahun ke tahun.
22
3.3.4 Pemodelan Pemodelan dilakukan untuk mengetahui pengaruh hubungan antara perubahan penggunaan ruang terhadap koefisien aliran permukaan menggunakan sistem dinamik. Menurut Hartrisari (2007), metodologi dalam sistem dinamik yaitu: 1.
Analisis kebutuhan Kebutuhan dari penduduk adalah ruang kehidupan, seperti tempat tinggal,
sarana sosial, ekonomi dan lain-lain. Sedangkan pemerintah harus menjaga ketersediaan ruang terbuka hijau sebagai daerah resapan air di kawasan hulu DAS Ciliwung. 2.
Formulasi masalah Pengalihfungsian RTH berhubungan dengan pertambahan penduduk dari
tahun ke tahun. Perubahan luas RTH akan mempengaruhi kemampuan infiltrasi di kawasan hulu DAS Ciliwung. Kemampuan infiltrasi lahan dapat dilihat dari koefisien aliran permukaan yang merupakan perbandingan debit aliran terhadap curah hujan 3.
Identifikasi sistem Berdasarkan mekanisme sistem yang diketahui, maka ruang lingkup model
hanya dibatasi terkait dengan hubungan antara jumlah penduduk, luas RTH dan nilai koefisien aliran permukaan. Pendekatan yang digunakan adalah dengan menyusun diagram lingkar sebab-akibat (causal loop diagram). Gambar 7 merupakan gambar struktur model causal loop berdasar hubungan antara jumlah penduduk, luas RTH dan nilai koefisien aliran permukaan. 4.
Pemodelan sistem Berdasarkan causal loop tersebut, diketahui bahwa jumlah penduduk
mempengaruhi tiap jenis RTH. Sementara luas RTH mempengaruhi nilai koefisien aliran permukaan. Dari hubungan tersebut akan dibuat suatu persamaan fungsi. Persamaan matematik yang memungkinkan kita meramal nilai-nilai satu atau variabel tak bebas dari nilai-nilai satu atau lebih variabel bebas disebut persamaan regresi (Walpole, 1995).
23
Laju Pertumbuhan Penduduk
Hutan
(-)
Kebun Campuran
(+) Jumlah Penduduk
(-) (-)
RTH
(-)
Kebun Teh
(+) Koefisien Aliran Permukaan
(-) (-)
Lahan Terbuka
Sawah/ Tegalan
Gambar 7 Struktur Model Causal Loop Sebelum membuat persamaan, perlu dibuat diagram pencar untuk melihat derajat korelasi antara variabel bebas (X) dan variabel terkait (Y). Berdasarkan Walpole (1995), analisis korelasi mecoba mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel melalui sebuah bilangan yang disebut koefisien korelasi. Koefisien korelasi linear merupakan ukuran hubungan linear antara dua variabel acak X dan Y, dan dilambangkan dengan r. Jadi, r mengukur sejauh mana titik-titik menggerombol sekitar sebuah garis lurus. Selanjutnya menurut Walpole, jika titik-titik memggerombol mengikuti sebuah garis lurus dengan kemiringan positif, maka ada korelasi positif yang tinggi antara kedua variabel. Namun, jika titik-titik menggerombol megikuti sebuah garis dengan kemiringan negatif, maka antara kedua variabel itu terdapat korelasi negatif yang tinggi. Korelasi antara variabel semakin menurun secara numerik dengan semakin memencarnya dan menjauhnya titik-titik dari suatu garis lurus. Hubungan linear sempuna antara nilai X dan Y dalam contoh, apabila r = +1 atau r = -1. Rumus koefisien korelasi linear (r) yaitu
24
r =
n∑ xy − (∑ x )(∑ y )
[n∑ x ² − (∑ x)²][n∑ y ² - (∑ y)²
Kemudian berdasarkan Walpole, hubungan X dan Y tersebut dinyatakan secara matematik dengan sebuah persamaan garis lurus yang disebut garis regresi linear. Persamaan garis lurus tersebut adalah ŷ = a + bx pada rumus di atas, a dan b dapat dihitung sebagai berikut a = y – bx dan b=
n∑ xy − (∑ x )(∑ y ) n∑ x ² - (∑ x )²
berdasarkan causal loop tersebut, diketahui bahwa hubungan antar jumlah penduduk dengan tiap jenis RTH, jumlah penduduk dengan luas RTH secara keseluruhan serta luas RTH dengan koefisien aliran permukaan. Dari hubungan tersebut akan dibuat suatu persamaan fungsi. 5.
Validasi dan uji model Berdasarkan data jumlah penduduk dan luas tiap jenis RTH tahun 1994
hingga tahun 2010 diperoleh laju pertumbuhan penduduk per tahun dan koefisien laju desakan luas tiap jenis RTH akibat penambahan jumlah penduduk. Nilai-nilai laju tersebut digunakan dalam simulasi model. Selanjutnya, nilai-nilai laju tersebut serta persamaan regresi linear luas RTH dengan nilai koefisien aliran permukaan diaplikasikan ke dalam model simulasi dengan bantuan STELLA 9.0.2. tahapan simulasi model yang dilakukan yaitu a.
membuat model simulasi;
b.
memasukkan nilai koefisien dari fungsi persamaan pada model simulasi tersebut dengan lima skenario;
c.
membuat simulasi model untuk 25 tahun ke depan;
d.
memilih skenario terbaik atau paling ideal. Terdapat enam skenario untuk memprediksi keadaan pada 25 tahun
mendatang. Dari keenam skenario tersebut akan dianalisis secara deskriptif untuk menentukan skenario terbaik sebagai dasar pertimbangan rekomendasi kebijakan. Keenam skenario tersebut adalah
25
a.
Skenario 1, merupakan skenario agresif. Pada skenario 1, diasumsikan bahwa penambahan jumlah penduduk di kawasan hulu DAS Ciliwung dengan laju pertumbuhan penduduk 2,91 %, akan mendesak semua jenis RTH. Jadi, setiap jenis RTH akan mengalami konversi penutupan lahan akibat desakan dari penambahan ruang terbangun.
b.
Skenario 2, merupakan skenario semi-agresif. Pada Skenario 2, laju pertumbuhan penduduk di kawasan hulu DAS Ciliwung diasumsikan diturunkan menjadi 2,5% dan luas hutan diproteksi sesuai dengan RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025, sehingga luas hutan tetap dari tahun ke tahun sebesar 3.042,17 Ha. Penambahan ruang terbangun hanya akan mendesak kebun campuran, kebun teh, lahan terbuka dan sawah/tegalan.
c.
Skenario 3, merupakan bentuk skenario dengan konsep konservasi. Pada skenario 3, diasumsikan bahwa laju pertumbuhan penduduk diturunkan secara drastis hingga hanya 1% dan luas RTH jenis hutan, kebun campuran, kebun teh dan sawah/tegalan diproteksi, sehingga penambahan luas ruang terbangun hanya akan mendesak lahan terbuka atau dengan kata lain, pengurangan luas RTH seluruhnya dibebankan pada lahan terbuka.
d.
Skenario 4, merupakan pengembangan dari skenario 2. Pada skenario ini diasumsikan laju pertumbuhan penduduk diturunkan lagi menjadi 2%. Luas hutan tetap diproteksi sesuai dengan RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025, sehingga penambahan ruang terbangun hanya akan mendesak kebun campuran, kebun teh, lahan terbuka dan sawah/tegalan.
e.
Skenario 5, merupakan bentuk pengembangan dari skenario 4. Pada skenario ini diasumsikan laju pertumbuhan penduduk sama dengan skenario 4 yaitu sebesar 2%. Selain hutan, luas kebun teh dan sawah/tegalan juga diproteksi dengan pertimbangan pertanian merupakan salah satu mata pencaharian utama bagi penduduk di kawasan hulu DAS Ciliwung ini. Sehingga, luas hutan, kebun teh dan sawah/tegalan tetap dari tahun ke tahun dan penambahan luas ruang terbangun hanya akan mendesak luas kebun campuran dan lahan terbuka.
f.
Skenario 6, merupakan bentuk pengembangan dari skenario 5. Pada skenario ini diasumsikan hutan, kebun teh dan sawah/tegalan tetap
26
diproteksi. Laju pertumbuhan penduduk diturunkan lagi menjadi 1,5% dengan harapan penambahan luas ruang terbangun tidak terlalu besar sehingga luas kebun campuran dan lahan terbuka dapat dipertahankan hingga tahun akhir skenario. 6.
Rencana alternatif kebijakan Berdasarkan hasil pada tahapan sebelumnya, rencana alternatif kebijakan
dibuat berdasarkan skenario terbaik, guna meringankan masalah yang terkait dengan jumlah penduduk, luas RTH serta kualitas lingkungan sebagai daerah konservasi air. 3.3.5 Penyusunan Rekomendasi Berdasarkan hasil pada tahapan sebelumnya, rencana alternatif kebijakan dibuat berdasarkan skenario terbaik guna meringankan masalah yang terkait dengan jumlah penduduk, luas RTH serta kualitas lingkungan. 3.4
Batasan Studi Penelitian ini difokuskan pada kawasan hulu DAS Ciliwung. Penekanan
pengkajian permasalahan penelitian pada aspek kependudukan, aspek penutupan lahan dan aspek kualitas hidrologi dengan asumsi adanya variabel waktu sehingga dipergunakan sistem dinamik. Aspek kualitas hidrologi yang digunakan adalah nilai koefisien aliran permukaan yaitu perbandingan debit aliran yang dihasilkan dan curah hujan yang diterima sebagai parameter kemampuan lahan dalam meresapkan air. Pada dasarnya, masing-masing tipe penutupan lahan memiliki kemampuan meresapkan air yang berbeda-beda. Namun pada penelitian ini, perubahan nilai koefisien aliran permukaan hanya dihitung berdasarkan perubahan luas ruang terbuka hijau secara keseluruhan.
IV
4.1
KONDISI UMUM
Aspek Fisik
4.1.1 Wilayah Administrasi Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung secara geografis terletak pada 6º 05’ 51” - 6º 46’ 12” Lintang Selatan (LS) dan 106º 47’ 09” - 107º 0’ 0” Bujur Timur (BT). Wilayah DAS Ciliwung di sebelah Barat dibatasi oleh DAS Cisadane dan di sebelah Timur dibatasi DAS Citarum dengan bagian hulu di sebelah Selatan yaitu berada di Gunung Gede-Pangrango dan bermuara di Teluk Jakarta. Luas wilayah DAS Ciliwung berdasarkan peta Batas DAS Ciliwung adalah seluas 49.033 Ha. Wilayah
DAS
Ciliwung
secara
administratif
berada
pada
delapan
Kabupaten/Kota, yaitu Kabupaten Bogor, Kota bogor, Kota Depok, Kota Jakarta Selatan, Kota Jakarta Barat, Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Timur dan Kota Jakarta Utara. Sungai Ciliwung mengalir dari arah Selatan menuju Utara, melintasi Wilayah Provinsi Jawa Barat (Kabupaten Bogor, Kota Bogor dan Kota Depok) dan Provinsi DKI Jakarta dengan delineasi sebagai berikut a.
bagian hulu DAS Ciliwung mulai dari hulu sampai Stasiun Pengamat Arus Sungai (SPAS) Katulampa di Kecamatan Bogor Timur;
b.
bagian tengah DAS Ciliwung mulai dari SPAS Katulampa hingga SPAS Ratujaya meliputi wilayah Kota bogor dan Kota Depok;
c.
bagian hilir sampai dengan Pintu Air Manggarai, termasuk dalam wilayah administrasi pemerintahan Kota Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat. Lebih ke hilir dari Pintu Air Manggarai, termasuk saluran buatan Kanal Banjir Barat dan Kanal Banjir Timur. Sungai Ciliwung ini melintasi wilayah Kota Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Timur dan Jakarta utara. Penelitian dilakukan di kawasan hulu DAS Ciliwung yang terletak pada
koordinat geografis 6º 37’ 48” - 6º 46’ 12” LS dan 106º 49’ 48” - 107º 0’ 0” BT. luas daerah penelitian adalah 15.191 Ha, yang meliputi wilayah Kabupaten Bogor dan Kota Bogor. Pada kabupaten Bogor mencakup beberapa kecamatan yaitu Kecamatan Ciawi, Kecamatan Cisarua, Kecamatan Megamendung, Kecamatan
28
Sukaraja, Kecamatan Babakan Madang dan kecamatan Sukamakmur. Sedangkan pada Kota Bogor hanya mencakup Kecamatan Bogor Timur. 4.1.2 Morfometri Bentuk DAS Hulu Ciliwung secara keseluruhan adalah menyerupai kipas dengan bentuk topografi umumnya bergelombang dan bentuk lereng yang agak terjal, dengan aliran air turbulen dan mengalir sepanjang tahun. Anak-anak sungai yang mengalir ke sungai utama dari bagian kiri dan kanan terkonsentrasi ke suatu titik di sekitar Katulampa, dengan bentuk outlet menyerupai leher botol.
(a)
(b)
(c) (d) Gambar 8 (a) dan (b) Anak Sungai Ciliwung; (c) Sungai Ciliwung; (d) Bendung Katulampa (Outlet Kawasan hulu DAS Ciliwung) Sub DAS yang terdapat di DAS Ciliwung Hulu adalah (1) Sub DAS Tugu, dengan anak sungai diantaranya Cilember, Cimandala, Cimegamendung, Cikoneng, Cicambana, Cicameang dan Cisampai; (2) Sub DAS Cisarua, dengan anak sungai, Citeko, Cisarua dan Cijulung; (3) Sub DAS Cibogo; (4) Sub DAS Cisukabirus; (5) Sub DAS Ciesek, dengan anak sungai pada ketiga Sub DAS tersebut adalah Cinangka, Cirangrang, Ciguntur, Ciesek dan Cipasepaban; (6) Sub
29
DAS Ciseuseupan, dengan anak sungai antara lain, Cigadog, Cijambe dan Ciseureupan; dan (7) Sub DAS Katulampa. Tabel 2 Parameter Morfometri DAS Ciliwung Hulu. No.
Nama Sub DAS
Luas (Ha)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Tugu Cisarua Cibogo Cisukabirus Ciesek Ciseuseupan Katulampa
5.028 1.522 1.843 2.429 2.453 1.120 401
Panjang Sungai (m) 10.450 11.500 10.500 12.330 10.200 9.500 5.000
Kemiringan Kemiringan Sungai DAS (%) (%) 16 36 15 32 14 34 15 34 13 36 13 31 13 25
Sumber: BPDAS Citarum-Ciliwung
4.1.3 Topografi Berdasarkan bentuk topografinya, wilayah DAS Ciliwung bagian Hulu bervariasi antara bentuk datar, landai, agak curam sampai dengan sangat curam. Pembagian wilayah DAS Ciliwung Hulu berdasarkan topografi dan bentuk wilayah diklasifikasikan ke dalam bentuk kelas lereng seperti dapat dilihat pada tabel 3. Wilayah dengan kelerengan 0-15% menyebar di bagian tengah dan barat Wilayah DAS sedangkan kelerengan lebih dari 15% menyebar di bagian Utara, Timur dan Selatan DAS. Ketinggian lokasi mulai dari 400 m dpl sampai dengan 2.640 m dpl. Tabel 3 Klasifikasi Luas Kawasan Hulu DAS Ciliwung Berdasarkan Kelas Kelerengan Lahan. No 1 2 3 4 5
Kelas kelerengan (%) 0–8 8 – 15 15 – 25 25 – 40 > 40 Jumlah
Keterangan Datar Landai Agak Curam Curam Sangat Curam
Luas (%) 35,34 21,26 17,95 12,77 12,68 100,00
30
Gambar 9 Peta Administrasi Kawasan Hulu DAS Ciliwung
31
Gambar 10 Peta Kemiringan Lahan Kawasan Hulu DAS Ciliwung
32
4.1.4 Iklim Iklim di kawasan hulu DAS Ciliwung ini termasuk ke dalam iklim tropika. Suhu berkisar antara 23-24ºC dengan kelembaban nisbi antara 73-82%. Radiasi minimum terjadi pada bulan Januari (27,36%) dan maksimum pada bulan September (81,85%). Rata-rata penguapan minimum sebesar 2,08 mm terjadi pada bulan Januari sedangkan rata-rata penguapan maksimum sebesar 3,56 mm terjadi pada bulan Oktober (Jurusan Tanah IPB, 1990) Tipe iklim hulu DAS Ciliwung menurut sistem klasifikasi Smith dan Ferguson (1951) yang didasarkan pada besarnya curah hujan (Tabel 4), yaitu Bulan Basah (> 200 mm) dan Bulan Kering (< 100 mm) adalah termasuk ke dalam zona Agroklomat A. Curah hujan rata-rata tahunan selama periode 19992009 pada stasiun pengamat Gunung Mas adalah 3.722 mm dan pada stasiun pengamat Katulampa 3.974 mm (BPSDA Ciliwung-Cisadane, 2010). Tabel 4 Curah Hujan Rata-rata Bulanan (dalam mm) Hulu DAS Ciliwung Tahun 1999-2000 No
Stasiun
Elevasi (mdpl)
J
F
M
A
M
1
Katulampa
347
486
480
362
355
291
204
1150
595
694
398
349
260
145
2
Gunung Mas
Bulan J J
Jml
A
S
O
N
D
173
127
258
389
463
386
3974
97
77
108
251
365
383
3722
Sumber : Data curah hujan BPSDA Ciliwung-Cisadane, 2010
4.1.5 Geologi dan Geomorfologi Geologi yang menyusun kawasan hulu DAS Ciliwung ini umumnya merupakan produk gunung api muda dari Gunung Salak dan Gunung GedePangrango yang terdiri dari breksi, lahar, lava dan tufa. Selain itu juga merupakan produk gunung api tua dari Gunung Limo dan Gunung Kencana berupa batuan yang sulit untuk dipisahkan seperti breksi dan lava (Riyadi, 2003 dalam Janudianto, 2004). Selanjutnya Jurusan Tanah IPB (1990) menyatakan bahwa kondisi geologi daerah penelitian dapat dibagi atas empat formasi geologi yang dapat diihat pada Tabel 5. Menurut Riyadi (2003, dalam Janudianto, 2004), jika ditinjau dari kondisi geomorfologinya, Sub DAS Hulu Ciliwung didominasi oleh dataran vulkani tua cengan bentuk wilayah bergunung, hanya sebagian kecil merupakan dataran
33
aluvial. Geomorfologi kawasan ini dibentuk oleh gunung api muda dari Gunung Salak (2.211 m) dan Gunung Gede-Pangrango (3.019 m) serta rangkaian pegunungan api tua dari Gunung Malang, Gunung Limo, Gunung Kencana dan Gunung Gedongan. Tabel 5 Formasi Geologi di Kawasan Hulu DAS Ciliwung Jenis formasi Formasi Qvu
Keterangan Terletak pada bagian atas dari Sub DAS Hulu Ciliwung yang mempunyai lereng rata-rata di atas 40%. Formasi ini merupakan endapan lahar, aliran lava, breksi gunung api dan batu pasir tufa
Formasi Qvba
Terletak pada bagian atas Sub DAS, formasi ini merupakan aliran basal dari Geger Bentang
Formasi Qvb
Terdiri dari breksi gunung api dan lahar
Formasi Qv
Formasi ini terletak pada outlet dengan luasan yang kecil, merupakan lempeng tufa, pasir tufa, konglomerat dan endapan lahar
Sumber: Jurusan Tanah IPB, 1990
Menurut Riyadi (2003, dalam Janudianto, 2004), jika ditinjau dari kondisi geomorfologinya, Sub DAS Hulu Ciliwung didominasi oleh dataran vulkani tua cengan bentuk wilayah bergunung, hanya sebagian kecil merupakan dataran aluvial. Geomorfologi kawasan ini dibentuk oleh gunung api muda dari Gunung Salak (2.211 m) dan Gunung Gede-Pangrango (3.019 m) serta rangkaian pegunungan api tua dari Gunung Malang, Gunung Limo, Gunung Kencana dan Gunung Gedongan. 4.1.6 Tanah Tanah-tanah yang terbentuk di daerah penelitian ini umumnya berasal dari bahan induk abu volkan dan batuan piroklastik. Jenis tanahnya meliputi order Inceptisol (48%), Andisol (38,9%), Ultisol (11%) dan Entisol (2,1%). Inceptisol adalah tanah yang mulai berkembang tapi belum matang yang ditandai oleh perkembangan profil yang lemah dan masih banyak menyerupai sifat bahan induknya (Rachim dan Suwardi, 1999 dalam Janudianto, 2004). Inceptisol di
34
daerah penelitian dijumpai dalm bentuk Asosiasi Andic Humitropepts-Typic Dystropepts, Konsosiasi Typic Dystropepts dan Konsosiasi Typic Eutropepts. Umumnya ditemukan di daerah lereng tengah hingga lereng bawah dari area penelitian. Andisol terbentuk dari pelapukan bahan induk volkan yang menghasilkan bahan amorf. Bahan amorf terdiri dari alofan, ferihidrit dan senyawa kompleks humus-alumunium. Tanah ini berwarna hitam kelam, berbobot isi rendah (<0,85 g/cm³) dan dikenal terasa berminyak bila diremas karena mengandung bahan organik antara 8-30%. Andisol banyak ditemukan di daerah berelevasi tinggi seperti lereng atas dan sekitar puncak Gunung Mandalawangi, Gunung Joglog, Gunung Sumbul dan Gunung Mas. Umumnya Andisol berada dalam bentuk Konsosiasi Typic Hapludands, Asosiasi Typic Haplundands dan Typic Tropopsamments. Ultisol merupakan tanah yang memiliki horison argilik dengan kejenuhan basa kurang dari 35%. Ultisol terbentuk di daerah dengan bahan induk yang berumur lebih tua, diakibatkan oleh proses liksiviasi lebih lanjut yang akan membentuk horison argilik. Di daerah penelitian, Ultisol berada dalam bentuk konsosiasi Typic Hapludults, ditemukan di bagian utara daerah penelitian. Entisol merupakan tanah-tanah yang tingkat perkembangannya relatif baru. Di daerah penelitian, entisol menyebar di sepanjang bantaran sungai Ciliwung dalam bentuk kompleks Typic Troporthents-Typic Fluvaquents (Janudianto, 2004).
4.2
Aspek Sosial Secara keseluruhan jumlah penduduk di kawasan hulu DAS Ciliwung
adalah sebanyak 240.685 jiwa (Tabel 6) yang terdiri dari 124.775 jiwa laki-laki dan 115.910 jiwa perempuan (BPS Kabupaten dan Kota Bogor, 2009). Mata pencaharian penduduk terbesar pada kawasan ini adalah sebagai petani, buruh tani dan pedagang. Mata pencaharian
lainnya adalah sebagai pedagang, Pegawai
Negeri Sipil dan TNI, Buruh Industri Kecil, sopir angkutan, peternak dan lainlain. Hal tersebut menunjukkan bahwa ketergantungan penduduk akan sumber
35
daya alam berupa tanah/lahan demikian besar dimana penghidupan penduduk didominasi oleh pemanfaatan sumber daya alam berupa pertanian. Tabel 6 Data Kependudukan Kawasan Hulu DAS Ciliwung Jumlah penduduk 1 Batu layang 8.611 2 Bojong Murni 4.737 3 Cibeureum 14.628 4 Cilember 8.816 5 Cipayung Datar 22.922 6 Cipayung Girang 9.272 7 Cisarua 8.773 8 Citeko 11.644 9 Gadog 6.650 10 Jogjogan 7.549 11 Kopo 19.595 12 Kuta 5.902 13 Leuwimalang 6.886 14 Megamendung 6.103 15 Pandansari 8.421 16 Sindang Rasa 13.657 17 Sindang Sari 8.421 18 Sukagalih 7.497 19 Sukakarya 6.571 20 Sukamahi 8.288 21 Sukamaju 6.382 22 Sukamanah 6.921 23 Sukaresmi 4.556 24 Tugu Selatan 17.372 25 Tugu Utara 10.511 Total Penduduk 240.685 Sumber : BPS Kabupaten dan Kota Bogor, 2009 No
4.3
Desa
Luas (Ha) 226 161 1.129 200 775 235 200 461 192 154 453 180 135 637 186 10.600 9.000 237 339 196 210 182 151 1.712 1.702 29.653
Kepadatan penduduk 38,10 29,42 12,96 44,08 29,58 39,45 43,86 25,26 34,63 49,02 43,26 32,79 51,01 9,58 45,27 1,29 0,94 31,63 19,38 42,29 30,39 38,03 30,17 10,15 6,17 8,12
Penutupan Lahan Penutupan lahan terkait dengan vegetasi, struktur dan fitur-fitur lain yang
menutupi lahan. Kondisi penutupan lahan di kawasan hulu DAS Ciliwung dapat diketahui melalui pengolahan citra landsat dan foto udara yang menghasilkan peta penutupan lahan. Gambar 11 merupakan contoh penggunaan lahan di kawasan hulu DAS Ciliwung yang berimplikasi pada kenampakkan penutupan lahannya.
36
(b) Ruang Terbangun
(d) Kebun Campuran
(f) Lahan Terbuka
(a) Hutan
(c) Kebun Teh
(e) Sawah/Tegalan
Gambar 11 Contoh Penggunaan Lahan di Kawasan Hulu DAS Ciliwung
V
5.1
PEMBAHASAN
Data dan Analisis
5.1.1 Penghitungan Komponen Penduduk Kependudukan merupakan salah satu komponen yang penting dalam perencanaan suatu kawasan. Faktor penduduk juga memberi pengaruh yang besar dalam perubahan kualitas lingkungan suatu DAS karena dengan bertambahnya penduduk maka turut terjadi penambahan ruang kehidupan seperti perumahan, sarana sosial, sarana ekonomi dan sarana lain yang tentunya akan mengkonversi penggunaan ruang seperti ruang terbuka hijau (RTH). Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bogor dan Kota Bogor, jumlah penduduk di kawasan hulu DAS Ciliwung mengalami kenaikan dari tahun 1993 sebesar 156.546 jiwa menjadi 240.685 jiwa pada tahun 2008 atau dengan kata lain dalam kurun lima belas tahun terjadi panambahan jumlah penduduk sebesar 84.139 jiwa. Jumlah penduduk yang dihitung berasal dari total jumlah penduduk per desa/kelurahan dengan pertimbangan bahwa desa/kelurahan tersebut wilayah administrasinya berada di dalam kawasan hulu DAS Ciliwung atau sebagian besar wilayah administrasinya masuk ke dalam kawasan hulu DAS Ciliwung. Data jumlah penduduk dan kepadatan penduduk di wilayah DAS Hulu Ciliwung dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel 8. Berdasarkan Tabel 7, laju pertumbuhan penduduk rata-rata di kawasan hulu DAS Ciliwung adalah sebesar 2,91% per tahun. Kenaikan jumlah penduduk ini berkorelasi positif terhadap kenaikan tingkat kepadatan penduduk dengan pertimbangan bahwa luas wilayah tetap, sehingga didapatkan kenaikan kepadatan penduduk dari 15,27 jiwa/Ha pada tahun 1993 menjadi 23,48 jiwa/Ha di tahun 2008 (Tabel 8). Berdasarkan nilai laju pertumbuhan penduduk setiap tahun, maka dapat dilakukan prediksi jumlah penduduk pada tahun 1994, 2001, 2005 dan 2010. Penghitungan ini menggunakan metode trend yang didasarkan atas asumsi bahwa laju pertumbuhan penduduk pada masa lalu akan berlanjut di masa yang akan datang (Tarigan,2006). Hasil dari penghitungan menunjukkan jumlah penduduk pada tahun 1994 adalah 161.100 jiwa, tahun 2001 berjumlah 196.912
38
jiwa, tahun 2005 berjumlah 220.845 jiwa dan pada tahun 2010 adalah berjumlah 254.892 jiwa. Tabel 7 Jumlah Penduduk di Kawasan Hulu DAS Ciliwung Menurut Desa Tahun 1993, 2000 dan 2008 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Nama Desa Batu layang Bojong Murni Cibeureum Cilember Cipayung Datar Cipayung Girang Cisarua Citeko Gadog Jogjogan Kopo Kuta Leuwimalang Megamendung Pandansari Sindang Rasa Sindang Sari Sukagalih Sukakarya Sukamahi Sukamaju Sukamanah Sukaresmi Tugu Selatan Tugu Utara Total Penduduk
Jumlah Penduduk (Jiwa) Tahun 1993 Tahun 2000 Tahun 2008 5.677 5.672 8.611 2.704 3.579 4.737 9.156 10.804 14.628 5.499 5.683 8.816 16.659 19.702 22.922 6.329 7.320 9.272 6.297 6.744 8.773 7.425 8.503 11.644 5.049 5.101 6.650 4.534 5.182 7.549 12.127 16.863 19.595 3.723 4.543 5.902 5.271 5.511 6.886 4.543 4.575 6.103 4.709 6.595 8.421 5.576 7.969 13.657 5.950 5.822 8.421 4.818 6.252 7.497 4.296 5.266 6.571 5.318 6.448 8.288 5.048 5.287 6.382 5.059 6.408 6.921 3.175 3.456 4.556 10.933 12.218 17.372 6.671 7.123 10.511 156.546 182.626 240.685
Sumber: BPS Kabupaten dan Kota Bogor, 2009
Salah satu masalah kependudukan yang terdapat di wilayah DAS Hulu Ciliwung adalah penyebaran penduduk yang tidak merata. Jika ditinjau dari tiap desa, dapat diamati bahwa jumlah penduduk dan kepadatan penduduk di wilayah ini belum terdistribusi secara merata. Jumlah penduduk tertinggi pada tahun 2008 berada pada desa Cipayung Datar yaitu sebesar 22.922 jiwa dan jumlah penduduk terendah pada tahun yang sama berada pada desa Sukaresmi sebesar 4.556 jiwa. Desa yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi dibandingkan dengan desa lainnya adalah desa Sindang Rasa yaitu sebesar 128,84 jiwa/Ha, sedangkan desa
39
yang memiliki kepadatan penduduk terendah adalah desa Tugu Utara sebesar 6,18 jiwa/Ha. Distribusi penduduk di kawasan hulu DAS Ciliwung relatif tetap dari tahun 1993 hingga tahun 2008, dengan laju pertumbuhan yang berbeda tiap desa. Berdasarkan penghitungan, desa yang laju pertumbuhannya paling tinggi adalah Desa Sindang Rasa yaitu dengan persentase sebesar 6,15% per tahun. Sedangkan desa yang paling rendah laju pertumbuhan penduduknya adalah Desa Leuwimalang sebesar 1,80% per tahun. Tabel 8 Kepadatan Penduduk di Kawasan Hulu DAS Ciliwung Tahun 1993, 2000 dan 2008 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Nama Desa Batu layang Bojong Murni Cibeureum Cilember Cipayung Datar Cipayung Girang Cisarua Citeko Gadog Jogjogan Kopo Kuta Leuwimalang Megamendung Pandansari Sindang Rasa Sindang Sari Sukagalih Sukakarya Sukamahi Sukamaju Sukamanah Sukaresmi Tugu Selatan Tugu Utara Total
Luas (Ha) 226 161 1.129 200 775 235 200 461 192 154 453 180 135 637 186 106 90 237 339 196 210 182 151 1.712 1.702 10.249
Sumber: BPS Kabupaten dan Kota Bogor, 2009
Kepadatan Penduduk (Jiwa/Ha) Tahun Tahun Tahun 1993 2000 2008 25,12 25,01 38,10 16,79 22,23 29,42 8,11 9,57 12,96 27,49 28,41 44,08 21,49 25,42 29,58 26,93 31,15 39,45 31,48 33,72 43,86 16,11 18,44 25,26 26,30 26,57 34,63 29,44 33,65 49,02 26,77 37,22 43,26 20,68 25,24 32,79 39,04 40,82 51,01 7,13 7,18 9,58 25,32 35,46 45,27 52,60 75,18 128,84 66,11 64,69 93,57 20,33 26,38 31,63 12,67 15,53 19,38 27,13 32,9 42,29 24,04 25,18 30,39 27,80 35,20 38,03 21,03 22,89 30,17 6,39 7,17 10,15 3,92 4,18 6,18 15,27 17,82 23,48
40
5.1.2 Interpretasi Penutupan Lahan Dari Citra Landsat ETM+ 2005 dan Foto Udara 2010 Interpretasi citra Landsat ETM+ 2005 dan foto udara 2010 dilakukan dengan melihat karakteristik dasar kenampakkan masing-masing penutupan lahan pada citra dan foto udara yang dibantu dengan unsur-unsur interpretasi. Masing-masing penutupan lahan memiliki unsur interpretasi yang unik. Pada daerah penelitian, tipe penutupan lahan dibagi menjadi enam, yaitu ruang terbangun, hutan, kebun campuran, kebun teh, lahan terbuka, dan sawah/tegalan. Ruang terbangun di dalam foto udara menunjukkan bentuk persegi/spot kecil dengan pola menyebar, memanjang di kiri-kanan jalan dengan ukuran relatif kecil. Berwarna abu-abu atau cokelat tua dengan tekstur relatif kasar. Pada citra Landsat, ruang terbangun memiliki tekstur halus sampai kasar, berwarna magenta atau ungu kemerahan, pola disekitar jalan utama. Hutan mempunyai kenampakkan bentuk dan pola yang tidak teratur dengan ukuran cukup luas, menyebar, kadang-kadang bergerombol di tengah kebun teh. Berwarna hijau gelap, tekstur relatif kasar, memiliki bayangan igir-igir puncak gunung yang menunjukkan sebaran hingga daerah yang curam, identik dengan letak di sekitar puncak gunung. Sedangkan dalam citra Landsat, ditemukan dengan bentuk, ukuran dan pola yang tidak jauh berbeda dengan di foto udara, berwarna hijau tua sampai gelap dengan tekstur relatif kasar. Kebun campuran memiliki ciri-ciri bentuk dan pola yang menyebar. Umumnya dijumpai di sepanjang aliran sungai, terkadang bercampur dengan kawasan ruang terbangun. Berwarna gelap dengan tekstur relatif kasar. Kenampakkan pada citra Landsat memiliki tekstur yang relatif kasar, berwarna hijau bercampur dengan sedikit magenta, bentuk dan pola memanjang dijumpai pada lembah dan sepanjang tanggul sungai, seringkali bercampur dengan ruang terbangun. Kebun teh memiliki kenampakkan bentuk dan pola yang lebih teratur, berwarna hijau agak kelabu dengan tekstur relati halus dan seragam pada lerenglereng yang landai hingga curam. Pada citra Landsat, kebun teh memiliki tekstur halus dan berwarna hijau muda.
41
Lahan terbuka mempunyai bentuk dan pola yang menyebar di antara ruang terbangun dan sawah/tegalan. Berwarna abu-abu terang dengan tekstur halus. Di dalam citra Landsat menunjukkan warna putih hingga merah jambu dengan tekstur halus. Keberadaannya cukup sulit dideteksi mengingat luas sebarannya relatif kecil. Sawah/tegalan memiliki warna abu-abu agak gelap, bentuk berpetak-petak dan berteras dengan pola sebaran di daerah dataran dengan lereng yang landai dan dekat dengan tubuh air. Di dalam citra Landsat menunjukkan tekstur kasar berwarna hijau tua bercampur dengan sedikit magenta, biru dan kuning. Tubuh air (sungai utama) di dalam foto udara berbentuk garis memanjang, pola berkelok-kelok berwarna abu-abu gelap. Jalan ditemui berwarna gelap dengan bentuk garis yang relatif lurus. Di dalam citra Landsat, tubuh air berwarna biru dengan bentuk berkelok-kelok, sedangkan jalan berwarna ungu dengan bentuk garis yang relatif lurus dan pola lebih teratur. Sebelum melakukan proses digitasi, saluran warna (band) citra Landsat ETM+ 2005 terlebih dahulu digabungkan dan kemudian dilakukan koreksi geometri dengan bantuan perangkat lunak ERDAS IMAGINE 9.1. proses digitasi dilakukan secara on screen dengan menggunakan perangkat lunak ARC VIEW 3.2 dan kemudian menghasilkan peta penutupan lahan kawasan hulu DAS Ciliwung. 5.1.3 Pola Penutupan Lahan Pola penutupan lahan di daerah penelitian hasil pengamatan tahun 1994, 2001, 2005 dan 2010 masing-masing digambarkan pada Gambar 12, Gambar 13, Gambar 14, dan Gambar 15. Berdasarkan gambar tersebut, daerah penelitian memiliki luas total 15.191 Ha dengan 6 tipe penutupan lahan yaitu ruang terbangun, hutan, kebun campuran, kebun teh, lahan terbuka dan sawah/tegalan. Fenomena penutupan lahan yang terjadi di wilayah DAS Hulu Ciliwung adalah adanya kecenderungan perubahan penggunaan lahan dari area tak terbangun menjadi area terbangun. Hal ini turut mempengaruhi kualitas lahan dalam menginfiltrasi curah hujan karena area resapan yang semakin berkurang. Luas masing-masing kelas dan persentase penutupan lahan tersebut disajikan pada Tabel 9.
42
Gambar 12 Peta Penutupan Lahan Kawasan Hulu DAS Ciliwung Tahun 1994 (Janudianto, 2004)
43
Gambar 13 Peta Penutupan Lahan Kawasan Hulu DAS Ciliwung Tahun 2001 (Janudianto, 2004)
44
Gambar 14 Peta Penutupan Lahan Kawasan Hulu DAS Ciliwung Tahun 2005
45
Gambar 15 Peta Penutupan Lahan Kawasan Hulu DAS Ciliwung Tahun 2010
46
Data pada tabel menunjukkan bahwa pada tahun 1994, pola penutupan lahan di wilayah DAS Hulu Ciliwung didominasi oleh lahan kebun teh dan hutan. Luas kebun teh pada tahun ini adalah 3852,51 Ha atau sama dengan 25,36% dari total luas daerah penelitian. Luas lahan hutan sebesar 3801,49 Ha atau 25,05% dari total luas. Selanjutnya adalah area sawah/tegalan, ruang terbangun dan kebun campuran yang memiliki luasan yang cukup besar dengan luas masing-masing 3166,91 Ha (20,85%), 2663,13 Ha (17,53%) dan 1655,86 Ha (10,90%). Sisanya adalah lahan terbuka yang memiliki luas lebih kecil dibanding tipe penutupan lahan lainnya yaitu sebesar 50,89 Ha atau 0,33% dari total luas keseluruhan. Tabel 9 Luas Penutupan Lahan di Kawasan Hulu DAS Ciliwung Tahun 1994, 2001, 2005 dan 2010 Klasifikasi Penutupan Lahan Ruang Terbangun
Luas 1994
Luas 2001
Luas 2005
Luas 2010
(Ha)
%
(Ha)
%
(Ha)
%
(Ha)
%
2663,13
17,53
3627,79
23,88
4244,63
27,94
4656,85
30,66
Hutan
3801,49
25,03
3204,24
21,09
3071,02
20,22
3042,17
20,02
Kebun Campuran
1655,86
10,90
1757,98
11,57
1609,22
10,59
1592,83
10,49
Kebun Teh
3852,51
25,36
3264,59
21,49
3090,63
20,34
3001,26
19,76
Lahan Terbuka
50,89
0,33
2,15
0,02
10,55
0,07
1,93
0,01
Sawah/Tegalan
3166,91
20,85
3334,02
21,95
3164,73
20,84
2895,74
19,06
15190,79
100
15190,77
100
15190,78
100
15190,78
100
Total
Pada tahun 2001, area ruang terbangun mengalami peningkatan luas yang cukup besar yaitu sebesar 964,66 Ha dari tahun 1994 sehingga menjadikannya sebagai area penutupan lahan terluas yaitu sebesar 3627,79 Ha atau 23,88% dari total luas DAS Hulu Ciliwung. Selanjutnya berturut-turut adalah lahan sawah/tegalan, kebun teh dan hutan yang memiliki luasan relatif sama yaitu sebesar 3334,02 Ha (21,95%), 3264,59 Ha (21,49%) dan 3204,24 Ha (21,09%). area lahan kebun campuran mengalami kenaikan luas yang relatif kecil dengan luas pada tahun ini sebesar 1757,98 Ha atau 11,57% dari total luas. Area lahan terbuka mengalami penurunan luas yang cukup drastis sehingga cukup sulit ditemukan, luas lahan terbuka pada tahun 2001 adalah sebesar 2,15 Ha atau 0,02 dari total luas DAS Hulu Ciliwung. Penutupan lahan pada tahun 2005 masih didominasi oleh area ruang terbangun yang terus mengalami tren peningkatan, luas area ruang terbangun yaitu
47
sebesar 4244,63 Ha atau 27,94% dari total luas, diikuti oleh sawah/tegalan, kebun teh dan hutan yang sedikit mengalami penurunan luas dengan luas masing-masing sebesar 20,84%, 20,34% dan 20,22%. Sisanya adalah kebun campuran (10,59%) dan lahan terbuka (0,07%). Pada tahun 2010, area ruang terbangun masih mendominasi sebagai area dengan luas terbesar dari tipe penutupan lahan lainnya yaitu sebesar 4656,85 Ha atau 30,66% dari total luas DAS Hulu Ciliwung. Selanjutnya adalah area hutan, kebun teh, sawah/tegalan dan kebun campuran dengan luas masing-masing 20,02%, 19,76%, 19,06% dan 10,49% dari total luas. Area lahan terbuka semakin mengalami penurunan luas sehingga keberadaannya sudah semakin sulit ditemukan. Luas lahan terbuka pada tahun ini adalah sebesar 1,93 Ha atau hanya 0,01% dari total luas keseluruhan. 5.1.4 Perubahan Penutupan Lahan Perubahan pola penutupan lahan dalam periode tahun 1994 sampai dengan 2010 dapat diamati melalui proses tumpang tindih (overlay) peta pada ArcView. Data perubahan tipe dan luas penutupan lahan dapat dilihat pada Gambar 14 dan Gambar 15. Berdasarkan data-data tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada periode 1994-2001 terjadi perubahan penutupan lahan yang cukup cepat, yaitu meningkatnya area ruang terbangun, kebun campuran dan sawah/tegalan, serta berkurangnya luas hutan, lahan terbuka dan kebun teh. Area ruang terbangun meningkat seluas 964,66 Ha atau 6,35% dari total luas keseluruhan yang merupakan hasil konversi lahan dari hutan, kebun campuran, kebun teh, lahan terbuka dan sawah/tegalan. Kebun campuran juga mengalami peningkatan luas sebesar 102,12 Ha atau 0,67% dari total luas daerah penelitian, merupakan hasil konversi lahan dari hutan, kebun teh, sawah/tegalan dan lahan terbuka. Luas area sawah/tegalan mengalami peningkatan sebesar 167,11 Ha atau 1,1% dari total luas yang merupakan hasil konversi dari lahan terbuka, hutan, kebun campuran, dan kebun teh. Di sisi lain, area hutan dan kebun teh mengalami penurunan luas yang cukup besar. Luas hutan berkurang sebesar 597,25 Ha atau 3,94% yang terkonversi menjadi kebun campuran, kebun teh, dan sawah/tegalan. Sementara luas kebun teh juga berkurang sebesar 587,92 Ha atau 3,87% dari total luas yang
48
terkonversi menjadi kebun campuran, ruang terbangun dan sawah/tegalan. Demikian juga halnya dengan lahan terbuka yang ruang terbangun, sawah/tegalan dan kebun campuran sebesar 48,74 Ha atau 0,31% dari total luas keseluruhan. 1000 800 600 Luas (Ha)
400 200 0 ‐200 ‐400 ‐600 ‐800
1994-2001
2001-2005
2005-2010
Periode Tahun
Ruang Terbangun
Hutan
Kebun Campuran
Kebun Teh
Lahan Terbuka
Sawah/Tegalan
Gambar 16 Perubahan Luas Penutupan Lahan (Ha) di Kawasan Hulu DAS Ciliwung pada Periode Tahun 1994-2001, 2001-2005 dan 2005-2010. Pada periode tahun 2001-2005 kembali terjadi peningkatan luas yang cukup besar pada area ruang terbangun dan penurunan luas pada hutan, kebun campuran, kebun teh dan sawah/tegalan, sementara lahan terbuka mengalami sedikit peningkatan luas setelah pada periode sebelumnya mengalami penurunan. Area ruang terbangun mengalami peningkatan luas sebesar 616,84 Ha atau 4,06% dari total luas wilayah DAS Hulu Ciliwung yang merupakan hasil konversi dari kebun campuran, kebun teh dan sawah/tegalan. Lahan terbuka mengalami peningkatan luas sebesar 8,4 Ha (0,05%) yang merupakan hasil konversi dari ruang terbangun, kebun campuran dan sawah/tegalan. Sementara itu, hutan terus mengalami penurunan luas sebesar 133,22 Ha atau 0,87% dari total luas keseluruhan yang terkonversi menjadi kebun campuran, sawah/tegalan dan kebun teh. Kebun campuran mengalami penurunan luas sebesar 148,76 Ha atau 0,98%, yang terkonversi menjadi ruang terbangun, sawah/tegalan dan kebun teh. Kebun teh mengalami penurunan luas sebesar 173,96 Ha atau 1,15% dari total luas, terkonversi menjadi kebun campuran,
49
sawah/tegalan dan ruang terbangun. Area lain yang mengalami penurunan luas adalah lahan sawah/tegalan sebesar 169,29 Ha atau 1,11% dari total luas yang terkonversi menjadi lahan terbuka, kebun campuran, kebun teh dan ruang terbangun. Periode tahun 2005-2010, area ruang terbangun masih terus mengalami peningkatan luas sebesar 412,22 Ha atau 2,72% dari total luas daerah penelitian yang merupakan hasil konversi dari kebun campuran, kebun teh, lahan terbuka dan sawah/tegalan. Selain ruang terbangun, tipe penutupan lahan lain yang mengalami peningkatan luas adalah kebun campuran yaitu sebesar 94,33 Ha atau 0,62% yang merupakan hasil konversi dari kebun teh, lahan terbuka, ruang terbangun dan sawah/tegalan. Pada periode ini sejumlah area penutupan lahan mengalami penurunan luas, diantaranya adalah hutan, kebun teh, lahan terbuka dan sawah/tegalan. Luas hutan berkurang sebesar 28,85 Ha atau 0,2% dari total luas yang terkonversi menjadi kebun teh dan kebun campuran. Kebun teh mengalami penurunan luas sebesar 89,37 Ha atau 0,58% dari total luas keseluruhan yang terkonversi menjadi kebun campuran, sawah/tegalan dan ruang terbangun. Lahan terbuka mengalami penurunan sebesar 8,62 Ha atau 0,06% yang terkonversi menjadi kebun campuran, ruang terbangun dan sawah/tegalan. Sementara sawah/tegalan juga mengalami penurunan luas sebesar 379,7 Ha atau 2,5% dari total luas wilayah DAS Hulu Ciliwung, terkonversi menjadi ruang terbangun, kebun campuran dan kebun teh. 5.1.5 Pengaruh Tipe Penutupan Lahan Terhadap Fungsi Hidrologi DAS merupakan suatu sistem yang di dalamnya terjadi interaksi antara komponen penyusunnya. Curah hujan dan tipe penutupan lahan sebagai salah satu komponen penyusun sistem DAS pada akhirnya akan mempengaruhi karakteristik aliran sungai. Salah satu karakteristik aliran sungai yang dapat mengalami perubahan adalah debit aliran sungai yang merupakan akumulasi dari aliran permukaan di seluruh areal DAS. Vegetasi penutup dan tipe penutupan lahan mempengaruhi besarnya aliran permukaan karena memiliki fungsi konservasi air yang berbeda-beda. Oleh karena itu, adanya konversi penutupan lahan akan berdampak pada perubahan aliran permukaan.
50
Kebun campuran merupakan lahan yang ditanami berbagai jenis tanaman baik tanaman tahunan, buah-buahan maupun tanaman semusim secara bersamasama. Kebun campuran memiliki kondisi penutupan tanah yang rapat sehingga butiran air hujan tidak langsung mengenai permukaan tanah. Kerapatan tanaman mampu mengurangi laju aliran permukaan. Tanaman tahunan mempuyai luas penutupan daun yang relatif lebih besar dalam menahan energi kinetik air hujan, sehingga air yang sampai ke tanah dalam bentuk aliran batang (stemflow) dan aliran tembus (throughfall) tidak menghasilkan dampak erosi yang begitu besar. Sedangkan tanaman semusim atau tanaman bawah mampu memberikan efek penutupan dan perlindungan tanah dari butiran hujan yang mempunyai energi perusak. Penggabungan keduanya dapat memberi keuntungan ganda baik dari tanaman tahunan maupun tanaman semusim atau tanaman bawah.
Gambar 17 Tipe Penutupan Lahan Kebun Campuran Lahan sawah pada kawasan ini umumnya dalam keadaan jenuh air (Gambar 18) sehingga jika terjadi hujan maka air hujan tersebut hampir seluruhnya akan menjadi aliran permukaan dan debit aliran sungai dengan cepat dapat meningkat. Areal tegalan memiliki tajuk tanaman semusim yang sempit sehingga membuat kemampuannya untuk mengintersepsi air rendah. Selain itu, sistem perakaran tanaman semusim yang dangkal dan terbatas tidak mampu menahan air dalam jumlah besar, sehingga menyebabkan sebagian besar jumlah air hujan yang jatuh di atasnya akan mengalir di permukaan tanah dan masuk ke dalam sungai. Kelebihan air hujan yang menjadi aliran permukaan pada areal tegalan ini akan mengalir dengan cepat karena kurangnya hambatan dari semak atau sisa-sisa tanaman. Secara umum sebagian besar lahan sawah/tegalan di kawasan ini telah
51
diteras (Gambar 19) sehingga air hujan yang jatuh akan tertahan dan tergenang pada bidang teras dan secara perlahan-lahan air akan terinfiltrasi dalam waktu yang lama.
Gambar 18 Kondisi Lahan Sawah yang Jenuh Air
Gambar 19 Lahan Sawah yang Berteras-teras Kebun Teh juga memiliki tajuk tanaman semusim yang sempit sehingga membuat kemampuannya untuk mengintersepsi air rendah. Sistem perakaran tanaman teh dangkal dan terbatas sehingga tidak mampu menahan air dalam jumlah besar. Perakaran teh yang hanya satu lapis dari vegetasi homogen tumbuhan teh sulit menahan lapisan tanah sehingga potensi terjadinya longsor cukup besar (Gambar 20). Namun pada beberapa tempat, terdapat pohon yang ditanam diatasnya agar sistem perakaran di dalam tanah tersusun berlapis-lapis (heterogen) sehingga lebih kuat mencengkeram tanah dan dapat menangkap air hujan dalam jumlah yang lebih besar (Gambar 21).
52
Gambar 20 Lahan Kebun Teh dengan Perakaran Homogen
Gambar 21 Lahan Kebun Teh dengan Perakaran Homogen Hutan pada kawasan ini merupakan hutan lindung dan sebagian merupakan hutan produksi. Dengan adanya hutan, air hujan yang jatuh akan diterima dahulu oleh tajuk hutan sebelum jatuh pada lahan hutan sehingga volume air hujan yang jatuh akan berkurang dan potensinya untuk menjadi aliran permukaan memerlukan waktu yang relatif lama. Selain itu air hujan yang jatuh pada lahan tersebut akan mengalami infiltrasi dan perkolasi. Permukaan tanah pada lahan hutan tertutup oleh serasah dan humus yang membuat tanah menjadi gembur sehingga air dengan mudah meresap ke dalam tanah dan mengisi persediaan air tanah. Dengan demikian, vegetasi hutan dapat menyimpan air dan melepaskan air tersebut ke sungai lebih terkendali di musim kering dibandingkan wilayah yang tidak berhutan.
53
Gambar 22 Tipe penutupan Lahan Hutan Pada lahan terbuka, tidak adanya vegetasi penutup membuat curah hujan seluruhnya akan langsung jatuh ke permukaan tanah. Karena tidak adanya sistem perakaran maka sebagian besar curah hujan akan langsung menjadi aliran permukaan. Pada sebagian areal memiliki vegetasi penutup berupa rumput ataupun semak. Namun, sistem perakaran yang dangkal tidak mampu menahan air dalam jumlah besar.
Gambar 23 Tipe Penutupan Lahan Terbuka Area ruang terbangun berupa pemukiman, jalan dan infrastruktur lain umumnya memiliki perkerasan yang menutupi permukaan tanah sehingga curah hujan yang jatuh seluruhnya akan menjadi aliran permukaan yang melalui sistem drainase dan selanjutnya mengalir ke sungai. Ruang terbangun berpengaruh besar terhadap jumlah aliran permukaan pada kawasan hulu DAS Ciliwung ini. Keberadaan pemukiman pada daerah bantaran sungai akan meningkatkan potensi terjadinya erosi yang dapat menyebabkan pendangkalan pada dasar sungai (Gambar 24).
54
Gambar 24 Pemukiman pada Bantaran Sungai 5.1.6 Penghitungan Komponen Hidrologi Komponen hidrologi yang menjadi parameter kualitas lingkungan pada kawasan hulu DAS Ciliwung ini adalah nilai koefisien aliran permukaan (C). Nilai C menunjukkan perbandingan antara besar debit aliran terhadap besar curah hujan. Angka koefisien aliran permukaan ini merupakan salah satu indikator untuk menentukan apakah DAS Ciliwung mengalami gangguan (fisik). Nilai curah hujan didapatkan dari stasiun pengamat Panjang, Pasir Muncang, Gunung Mas dan Katulampa. Sedangkan nilai debit aliran didapatkan dari Stasiun Pengamat Arus Sungai (SPAS) Katulampa yang merupakan outlet dari wilayah DAS Ciliwung bagian hulu ini. Berdasarkan Tabel 11 dan Gambar 25, dapat dilihat bahwa nilai koefisien aliran permukaan (C) di kawasan hulu DAS Ciliwung dari tahun ke tahun mengalami tren peningkatan. Hal ini dikarenakan banyaknya perubahan penggunaan ruang yang awalnya merupakan ruang terbuka hijau menjadi ruang terbangun. Semakin tinggi nilai C menandakan bahwa kualitas lahan di kawasan hulu DAS Ciliwung semakin berkurang. Potensi terjadinya banjir dan erosi pun menjadi semakin besar. Sehingga diperlukan adanya perbaikan lingkungan dan tata ruang (lanskap) pada area terbangun agar laju kenaikan nilai C dapat ditekan. Perbaikan lingkungan ini dapat dilakukan, salah satunya adalah dengan penanaman vegetasi terutama pepohonan dan penataan ruang pada area terbangun, sehingga area yang berfungsi sebagai daerah resapan air dapat dilestarikan untuk menjaga kualitas lingkungan secara keseluruhan.
55
Tabel 10 Prakiraan Angka Koefisien Aliran permukaan (C) DAS Ciliwung Hulu Curah hujan rata-rata (mm)
Tahun 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Volume Curah Hujan (106 m3)
4.828 4.651 3.631 4.422 3.656 3.374 3.891 4.212 2.932 3.744 3.843
552 567 521 600 441 455 487 462 321 436 448
Volume Aliran permukaan (106 m3) 28,57 41,56 21,01 51,54 77,36 11,37 45,18 64,49 8,69 33,43 82,35
Volume ET + L (106 m3) 704,43 665,44 530,99 620,46 477,64 501,63 545,82 575,51 436,31 535,57 501,65
Koefisien Aliran permukaan (C) 0,0518 0,0733 0,0403 0,0859 0,1756 0,0250 0,0929 0,1396 0,0271 0,0767 0,1837
0,2 0,18 0,16
Nilai C
0,14
y = 0,006x ‐ 11,89 R² = 0,126
0,12 0,1 0,08 0,06 0,04 0,02 0 1996
1998
2000
2002 2004 Tahun
2006
2008
2010
Gambar 25 Grafik Perbandingan Nilai C Rata-rata DAS Ciliwung Hulu Berdasarkan data nilai C tahun 1998 hingga tahun 2008 pada Tabel 11, dapat dilakukan penghitungan untuk memprediksi nilai C pada tahun 1994 dan 2010 karena data pada tahun tersebut diperlukan pada proses pemodelan. Penghitungan dilakukan dengan metode regresi linear yang memungkinkan kita meramalkan nilai-nilai variabel tak bebas (dalam hal ini adalah nilai C pada tahun 1994 dan 2010) dari nilai satu atau lebih variabel bebas (nilai C pada Tabel 11) (Walpole, 1995). Dari hasil penghitungan, diperoleh prediksi nilai C pada tahun 1994 adalah 0,0345 dan pada tahun 2010 adalah 0,1302.
56
5.2
Model Dinamik Berdasarkan struktur model casual loop yang telah dibuat, diketahui bahwa
jumlah penduduk mempengaruhi luas tiap jenis RTH serta luas RTH secara keseluruhan. Kemudian, luas RTH mempengaruhi nilai koefisien aliran permukaan. Tahapan awal pada pengujian model sistem dinamik adalah menentukan persamaan fungsi regresi linear antara variabel X dan Y unteuk melihat apakah persamaan-persamaan yang digunakan sudah benar. Sebelumnya perlu dibuat diagram pencar yang menggambarkan hubungan antara variabel X dan Y. diagram pencar antar variabel dapat dilihat pada Gambar 26, Gambar 27, Gambar 28, Gambar 29, Gambar 30, Gambar 31, dan Gambar 32. Tabel 11 Jumlah Penduduk, Nilai C dan Perubahan RTH Kawasan hulu DAS Ciliwung tahun 1994, 2001, 2005 dan 2010
Luas Hutan (Ha)
Tahun Jml Penduduk Nilai C Klasifikasi RTH Hutan Kebun Campuran Kebun Teh Lahan Terbuka Sawah/Tegalan Total RTH Luas DAS
1994 161.100 Jiwa 0.0345 Luas (Ha) 3.801,49 1.655,86 3.852,51 50,89 3.166,91 12.527,66 15.190,79
2001 196.912 Jiwa 0,0767 Luas (Ha) 3.204,24 1.757,98 3.264,59 2,15 3.334,02 11.562,98 15.190,77
2005 220.845 Jiwa 0,1008 Luas (Ha) 3.071,02 1.609,22 3.090,63 10,55 3.164,73 10.946,15 15.190,78
2010 254.892 Jiwa 0,1302 Luas (Ha) 3.042,17 1.592,83 3.001,26 1,93 2.895,74 10.533,93 15.190,78
4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 0
50.000
100.000
150.000
200.000
250.000
300.000
Jumlah Penduduk (Jiwa)
Gambar 26 Diagram Pencar Hubungan Linear Jumlah Penduduk (X) dan Luas Hutan (Y)
57
Luas Kebun Campuran (Ha)
2000 1500 1000 500 0 0
50.000
100.000
150.000
200.000
250.000
300.000
Jumlah Penduduk (Jiwa)
Gambar 27 Diagram Pencar Hubungan Linear Jumlah Penduduk (X) dan Luas Kebun Campuran (Y)
Luas Kebun Teh (Ha)
4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 0
50.000
100.000
150.000
200.000
250.000
300.000
Jumlah Penduduk (Jiwa)
Gambar 28 Diagram Pencar Hubungan Linear Jumlah Penduduk (X) dan Luas Kebun Teh (Y)
Luas Lahan Teruka (Ha)
60 50 40 30 20 10 0 0
50.000
100.000
150.000
200.000
250.000
300.000
Jumlah Penduduk (Jiwa)
Gambar 29 Diagram Pencar Hubungan Linear Jumlah Penduduk (X) dan Luas Lahan Terbuka (Y)
58
Luas Sawah/Tegalan (Ha)
3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 0
50.000
100.000 150.000 200.000 Jumlah Penduduk (Jiwa)
250.000
300.000
Gambar 30 Diagram Pencar Hubungan Linear Jumlah Penduduk (X) dan Luas Sawah/Tegalan (Y) 14000 Luas RTH (Ha)
12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 0
50.000
100.000 150.000 200.000 Jumlah Penduduk (Jiwa)
250.000
300.000
Koefisien Aliran Permukaan
Gambar 31 Diagram Pencar Hubungan Linear Jumlah Penduduk (X) dan Luas RTH (Y) 14.000 12.000 10.000 8.000 6.000 4.000 2.000 0 0
50.000
100.000
150.000 200.000 Luas RTH (Ha)
250.000
300.000
Gambar 32 Diagram Pencar Hubungan Linear Luas RTH (X) dan Koefisien Aliran permukaan (Y)
59
Berdasarkan gambar diagram pencar, diketahui bahwa hubungan linear antara jumlah penduduk dengan luas tiap jenis RTH dan luas RTH secara keseluruhan adalah negatif. Artinya, semakin banyak jumlah penduduk, luas hutan, kebun campuran, kebun teh, lahan terbuka, dan sawah/tegalan semakin berkurang sehingga luas total RTH juga ikut berkurang. Begitu pula hubungan luas RTH dengan nilai koefisien aliran permukaan juga berkorelasi negatif. Jadi, semakin berkurangnya luas RTH, nilai koefisien aliran permukaan di wilayah DAS Hulu Ciliwung semakin meningkat. Dari hubungan linear antara variabel X dan Y tersebut dapat diketahui nilai koefisien korelasi serta persamaan fungsinya yang dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 12 Nilai Koefisien Korelasi dan Persamaan Fungsi dari Hubungan Linear Variabel X dan Y Variabel Bebas (X) Jumlah Penduduk Jumlah Penduduk Jumlah Penduduk Jumlah Penduduk Jumlah Penduduk Jumlah Penduduk Luas RTH
Variabel Terikat (Y) Hutan Kebun Campuran Kebun Teh Lahan Terbuka Sawah/Tegalan Luas RTH Koefisien Aliran permukaan
r -0,999 -0,532 -0,930 -0,799 -0,677 -0,984 -0,994
r2 0,997 0,283 0,866 0,639 0,458 0,968 0,988
Persamaan y=4.945,85-7,995*10-3x y=1.862,32-9,995*10-4x y=5.180,46-9,011*10-3x y=114,83-4,723*10-4x y=3.787,6-3,105*10-3x y=15.891,06-2,15*10-2x y=0,61-4,6406*10-5x
Nilai r pada tabel tersebut menunjukkan kekuatan hubungan antara variabel X dan Y, sedangkan r² menunjukkan persentase keragaman dalam nilai-nilai Y yang dapat dijelaskan oleh hubungan linear dengan X. Jadi, nilai r yang semakin mendekati -1 atau +1 dikatakan memiliki hubungan linear yang sangat kuat. Sedangkan, nilai r² yang mendekati 1 menunjukkan hampir 100% di antara keragaman nilai-nilai Y dapat dijelaskan oleh hubungan linearnya dengan X. Oleh karena itu, berdasarkan koefisien korelasi dan persamaan regresi linear yang diperoleh, diketahui bahwa secara umum pertambahan jumlah penduduk di wilayah DAS Hulu Ciliwung berpengaruh terhadap penurunan tiap jenis RTH serta luas total RTH di wilayah tersebut. Pengaruh terkuat terjadi pada lahan hutan dan pengaruh terendah adalah pada lahan kebun campuran. Selanjutnya, diketahui pula bahwa penurunan luas total RTH berpengaruh kuat terhadap penurunan kemampuan lahan menginfiltrasi curah hujan dalam hal ini dinyatakan dalam nilai koefisien aliran permukaan.
60
Berdasarkan tabel 12, diperoleh laju pengurangan luas RTH akibat penambahan jumlah penduduk per tahun adalah sebesar 0,021256. Artinya, setiap penambahan penduduk sebesar 10.000 jiwa dibutuhkan 212,56 Ha dari luas RTH untuk dikonversi menjadi ruang terbangun seperti tempat tinggal dan infrastruktur lainnya. Selanjutnya dibuat struktur model yang memperlihatkan hubungan antara pertumbuhan penduduk terhadap luas jenis tiap RTH dan RTH secara keseluruhan, dan luas RTH terhadap nilai koefisien aliran permukaan. Berikut adalah gambar struktur model yang dibuat (Gambar 33).
Gambar 33 Struktur Model Simulasi Struktur model tersebut selanjutnya disimulasikan dengan skenario yang telah dibuat. Dasar dari simulasi penentuan daerah RTH yang terkonversi menjadi ruang terbangun diantaranya yaitu mengacu pada peta kemiringan lahan kawasan hulu DAS Ciliwung. Diasumsikan perubahan RTH menjadi ruang terbangun diprioritaskan
terjadi
pada
area
kemiringan
0-15%.
Berdasarkan
hasil
penghitungan luas melalui proses overlay peta tutupan lahan kawasan hulu DAS Ciliwung tahun 2010 dan peta kemiringan lahan, diketahui luas RTH yang berada pada kemiringan 0-15% adalah 4.382,01 Ha, sehingga alih guna lahan yang akan terjadi diharapkan tidak melebihi luasan tersebut.
61
Proporsi RTH di kawasan hulu DAS Ciliwung saat ini adalah sebesar 79,34% dari luas total. Berdasarkan RTRW Kabupaten Bogor, RTH perkotaan dialokasikan sebesar 30% dari luas kawasan. Sedangkan menurut Danoedjo (1990), sebagai kawasan resapan air diperlukan RTH yang sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan yaitu antara 40%-60% agar keseimbangan lingkungan suatu daerah/kota tetap terjaga. Asumsi yang digunakan pada simulasi adalah batas minimal RTH sebesar 40% luas kawasan atau sebesar 6.076,31 Ha pada akhir simulasi, karena keberadaan RTH sangat penting dalam proses infiltrasi curah hujan sehingga dapat meminimalisir besarnya aliran permukaan yang terjadi di kawasan hulu DAS Ciliwung ini. Proses simulasi model menggunakan program STELLA 9.0.2 yang dapat membantu penyusunan konstruksi model simulasi serta running model simulasinya. Model disimulasikan untuk melihat kondisi pada masa 25 tahun mendatang dengan skenario yang berbeda. Berdasarkan struktur model simulasi, terdapat laju penambahan dan pengurangan pada setiap veriabel. Laju penambahan dan pengurangan dipengaruhi oleh koefisien laju desakan pada tiap variabel. Pada penelitian ini, laju desakan luasan tiap jenis RTH merupakan hasil pembagian dari pengurangan luas RTH keseluruhan yang dipengaruhi oleh penambahan penduduk setiap tahun. Nilai laju desakan tiap jenis RTH didapatkan dari hasil penghitungan Tabel 14 yaitu, perbandingan proporsi luas tiap jenis RTH yang berkurang terhadap total luas RTH yang berkurang. Tabel 13 Koefisien Laju Desakan Tiap Jenis RTH dan Laju Pertumbuhan Penduduk Per Tahun Pada Tiap Skenario Skenario Ke-
Laju Pertumbuhan Penduduk per Tahun
1
Koefisien Laju Desakan Tiap Jenis RTH Hutan
Kebun Campuran
Kebun Teh
Lahan Terbuka
Sawah/ Tegalan
Total
0,0291
0,3808
0,0316
0,4270
0,0246
0,1360
1
2
0,0250
0
0,1268
0,5222
0,1198
0,2312
1
3
0,0100
0
0
0
1
0
1
4
0,0200
0
0,1268
0,5222
0,1198
0,2312
1
5
0,0200
0
0,5035
0
0,4965
0
1
6
0,0150
0
0,5035
0
0,4965
0
1
62
Berikut adalah penjelasan dari setiap skenario: A.
Skenario 1 Skenario 1 merupakan skenario agresif. Pada skenario 1, diasumsikan
bahwa penambahan jumlah penduduk di kawasan hulu DAS Ciliwung dengan laju pertumbuhan penduduk 2,91 %, akan mendesak semua jenis RTH. Jadi, setiap jenis RTH akan mengalami konversi penutupan lahan akibat desakan dari penambahan ruang terbangun. Model tersebut disimulasikan untuk keadaan 25 tahun mendatang. Berdasarkan hasil simulasi (terlampir), pada tahun ke 25 luas total RTH adalah 4.853.08 Ha (31,95%) dengan nilai koefisien aliran permukaan sebesar 0,38. Berikut adalah grafik yang menunjukkan hubungan antara jumlah penduduk, luas RTH dan nilai koefisien aliran permukaan di kawasan hulu DAS Ciliwung dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 2.91%.
Gambar 34 Grafik Hubungan Jumlah Penduduk, Luas RTH, dan Nilai Koefisien Aliran Permukaan Pada Laju Pertumbuhan Penduduk 2,91% Berdasarkan grafik, dapat dilihat bahwa luas RTH menurun sejak tahun pertama yang disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk pada kawasan ini. Nilai koefisien aliran permukaan cenderung beranjak naik seiring dengan berkurangnya luas RTH. Pada skenario ini, luas RTH 40% hanya dapat bertahan hingga tahun ke-20. Hasil simulasi secara spasial dapat dilihat pada Gambar 36. Peta penutupan lahan hasil skenario ini merupakan hasil pengolahan peta
63
penutupan lahan Kawasan Hulu DAS Ciliwung tahun 2010 yang menggambarkan kondisi penutupan lahan pada tahun ke-25 simulasi yang bersifat ilustrasi dan tidak merepresentasikan kondisi penutupan lahan sebenarnya. B.
Skenario 2 Skenario 2 merupakan skenario semi-agresif. Pada Skenario 2, laju
pertumbuhan penduduk di kawasan hulu DAS Ciliwung diasumsikan diturunkan menjadi 2,5% dan luas hutan diproteksi sesuai dengan RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025, sehingga luas hutan tetap dari tahun ke tahun sebesar 3.042,17 Ha. Penambahan ruang terbangun hanya akan mendesak kebun campuran, kebun teh, lahan terbuka dan sawah/tegalan. Struktur model yang telah dibuat tersebut kemudian disimulasikan untuk keadaan 25 tahun ke depan. Berdasarkan hasil simulasi (terlampir), pada tahun ke25 luas RTH adalah 5.907,27 Ha (38,88%) dengan nilai koefisien aliran permukaan 0,34. Gambar 35 adalah grafik yang menunjukkan hubungan antara jumlah penduduk, luas RTH dan nilai koefisien aliran permukaan di kawasan hulu DAS Ciliwung dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 2,5%.
Gambar 35 Grafik Hubungan Jumlah Penduduk, Luas RTH, dan Nilai Koefisien Aliran Permukaan Pada Laju Pertumbuhan Penduduk 2,5%
64
Gambar 36 Skenario 1 Penutupan Lahan Kawasan Hulu DAS Ciliwung
65
Gambar 37 Skenario 2 Penutupan Lahan Kawasan Hulu DAS Ciliwung
66
Berdasarkan grafik Skenario 2 pada Gambar 35, luas RTH menurun cenderung lebih lambat dari grafik Skenario 1. Luas RTH 40% hanya dapat bertahan hingga tahun ke-24. Gambar 37 merupakan Ilustrasi penutupan lahan hasil simulasi secara spasial. C.
Skenario 3 Skenario 3 merupakan bentuk skenario dengan konsep konservasi. Pada
skenario 3, diasumsikan bahwa laju pertumbuhan penduduk diturunkan secara drastis hingga hanya 1% dan luas RTH jenis hutan, kebun campuran, kebun teh dan sawah/tegalan diproteksi, sehingga penambahan luas ruang terbangun hanya akan mendesak lahan terbuka atau dengan kata lain, pengurangan luas RTH seluruhnya dibebankan pada lahan terbuka. Kemudian struktur model yang telah dibuat tersebut disimulasikan untuk kondisi 25 tahun ke depan. Berdasarkan hasil simulasi (terlampir), luas lahan terbuka tidak dapat dipertahankan untuk menahan desakan akibat penambahan luas ruang terbangun. Pada tahun ke-1 luas lahan terbuka tidak dapat memenuhi kebutuhan lahan akibat peningkatan jumlah penduduk. Hal itu diakibatkan karena lahan terbuka di kawasan hulu DAS Ciliwung ini memiliki luasan yang sangat kecil yaitu hanya 0,01% dari total luas seluruhnya. Gambar 38 adalah grafik hubungan antara jumlah penduduk, luas RTH dan nilai koefisien aliran permukaan di kawasan hulu DAS Ciliwung dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1%.
Gambar 38 Grafik Hubungan Jumlah Penduduk, Luas RTH, dan Nilai Koefisien Aliran Permukaan Pada Laju Pertumbuhan Penduduk 1%
Gambar 39 Skenario 3 Penutupan Lahan Kawasan Hulu DAS Ciliwung
67
68
Gambar 39 merupakan hasil simulasi secara spasial yang mengilustrasikan konversi lahan terbuka menjadi ruang terbangun pada tahun pertama. D.
Skenario 4 Skenario 4 merupakan pengembangan dari skenario 2. Pada skenario ini
diasumsikan laju pertumbuhan penduduk diturunkan lagi menjadi 2%. Luas hutan tetap diproteksi sesuai dengan RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025, sehingga penambahan ruang terbangun hanya akan mendesak kebun campuran, kebun teh, lahan terbuka dan sawah/tegalan. Struktur model tersebut disimulasikan untuk kondisi 25 tahun ke depan. Berdasarkan hasil simulasi (terlampir), pada tahun ke-25 luas RTH adalah sebesar 7.063,14 dengan nilai koefisien aliran permukaan 0,28. Gambar 40 adalah grafik yang menunjukkan hubungan antara jumlah penduduk, luas RTH dan nilai koefisien aliran permukaan di kawasan hulu DAS Ciliwung dengan laju pertumbuhan penduduk 2%. Ilustrasi penutupan lahan hasil simulasi secara spasial dapat dilihat pada Gambar 41.
Gambar 40 Grafik Hubungan Jumlah Penduduk, Luas RTH, dan Nilai Koefisien Aliran Permukaan Pada Laju Pertumbuhan Penduduk 2%
69
Gambar 41 Skenario 4 Penutupan Lahan Kawasan Hulu DAS Ciliwung
70
E.
Skenario 5 Skenario 5 merupakan bentuk pengembangan dari skenario 4. Pada skenario
ini diasumsikan laju pertumbuhan penduduk sama dengan skenario 4 yaitu sebesar 2%. Selain hutan, luas kebun teh dan sawah/tegalan juga diproteksi dengan pertimbangan pertanian merupakan salah satu mata pencaharian utama bagi penduduk di kawasan hulu DAS Ciliwung ini. Sehingga, luas hutan, kebun teh dan sawah/tegalan tetap dari tahun ke tahun dan penambahan luas ruang terbangun hanya akan mendesak luas kebun campuran dan lahan terbuka. Struktur model tersebut kemudian disimulasikan untuk kondisi 25 tahun ke depan. Berdasarkan hasil simulasi (terlampir), luas kebun campuran hanya dapat bertahan hingga tahun ke-16 sedangkan luas lahan tebuka sudah habis sejak tahun pertama. Hal itu berarti, kebun campuran dan lahan terbuka tidak dapat memenuhi kebutuhan lahan akibat peningkatan jumlah penduduk selama 25 tahun. Gambar 42 menujukkan grafik hubungan antara jumlah penduduk, luas RTH dan nilai koefisien aliran permukaan di kawasan hulu DAS Ciliwung dengan laju pertumbuhan penduduk 2% dengan tidak memperhatikan laju desakan dari tiap jenis RTH. Ilustrasi penutupan lahan hasil simulasi secara spasial dapat dilihat pada Gambar 43.
Gambar 42 Grafik Hubungan Jumlah Penduduk, Luas RTH, dan Nilai Koefisien Aliran Permukaan Pada Laju Pertumbuhan Penduduk 2%
71
Gambar 43 Skenario 5 Penutupan Lahan Kawasan Hulu DAS Ciliwung
72
F.
Skenario 6 Skenario 6 merupakan bentuk pengembangan dari skenario 5. Pada skenario
ini diasumsikan hutan, kebun teh dan sawah/tegalan tetap diproteksi. Laju pertumbuhan penduduk diturunkan lagi menjadi 1,5% dengan harapan penambahan luas ruang terbangun tidak terlalu besar sehingga luas kebun campuran dan lahan terbuka dapat dipertahankan hingga tahun akhir skenario. Struktur model tersebut kemudian disimulasikan untuk kondisi 25 tahun ke depan. Berdasarkan hasil simulasi (terlampir), luas kebun campuran ternyata hanya dapat dipertahankan hingga tahun ke-20 sedangkan luas lahan terbuka sudah habis sejak tahun pertama. hal itu berarti luas kebun campuran dan lahan terbuka tidak dapat memenuhi kebutuhan lahan akibat peningkatan jumlah penduduk meskipun laju pertumbuhannya diturunkan sampai 1,5%. Gambar 44 menujukkan grafik hubungan antara jumlah penduduk, luas RTH dan nilai koefisien aliran permukaan di kawasan hulu DAS Ciliwung dengan laju pertumbuhan penduduk 1,5% dengan tidak memperhatikan laju desakan dari tiap jenis RTH. Ilustrasi penutupan lahan hasil simulasi secara spasial dapat dilihat pada Gambar 45.
Gambar 44 Grafik Hubungan Jumlah Penduduk, Luas RTH, dan Nilai Koefisien Aliran Permukaan Pada Laju Pertumbuhan Penduduk 1,5%
73
Gambar 45 Skenario 6 Penutupan Lahan Kawasan Hulu DAS Ciliwung
74
Berdasarkan hasil dari skenario-skenario yang telah dibuat, dipilih skenario terbaik sebagai dasar penyusunan rekomendasi. Pada skenario 1, pertumbuhan penduduk akan menekan semua jenis RTH. Hal itu mengakibatkan luas hutan juga ikut bekurang, padahal hutan berfungsi penting dari sisi ekologi dan perlindungan tata air di kawasan hulu DAS Ciliwung ini. Pada waktu akhir simulasi, luas RTH yang tersisa pun masih dibawah harapan 40%. Sehingga skenario 1 kurang baik untuk digunakan. Pada skenario 2, luas hutan diproteksi dan laju pertumbuhan penduduk diturunkan menjadi 2,5%. Hasil dari skenario 2 lebih baik dari skenario 1 jika dilihat dari luas total RTH dan nilai koefisien aliran permukaannya. Namun, luas kebun campuran, kebun teh dan sawah/tegalan mengalami pengurangan luas per tahun yang lebih besar sehingga tidak menutup kemungkinan jenis RTH tersebut akan habis dalam jangka waktu lebih cepat. Luas RTH yang tersisa pada akhir simulasi masih di bawah harapan 40% Skenario 3 dengan konsep konservasi merupakan skenario terbaik untuk melindungi RTH sehingga fungsi hidrologis DAS Ciliwung hulu juga dapat terjaga. Namun skenario ini tidak dapat digunakan karena luas lahan terbuka tidak dapat mengakomodasi kebutuhan ruang akibat kenaikan jumlah penduduk meskipun laju pertumbuhannya dikurangi hingga hanya 1%. Skenario 4, 5 dan 6 merupakan pengembangan dari skenario 2. Pada skenario 4, luas hutan tetap diproteksi sedangkan laju pertumbuhan penduduk diturunkan menjadi 2% sehingga luas kebun campuran, kebun teh dan sawah/tegalan mengalami penurunan luas per tahun yang lebih kecil dari skenario 2 dan luas jenis RTH tersebut masih bisa dipertahankan dalam jangka waktu yang lebih lama. Luas total RTH pada tahun ke-25 juga masih berada di atas 40% dari total luas kawasan sehingga kawasan hulu DAS Ciliwung ini masih memiliki fungsi hidrologis yang lebih baik karena nilai koefisien aliran permukaannya lebih kecil dibanding dengan skenario 1 dan 2. Skenario 5 merupakan pengembangan lanjutan dari skenario 4 dimana laju pertumbuhan penduduk tetap sebesar 2%. Namun, pada skenario ini luas jenis RTH yang diproteksi ditambahkan kebun teh dan sawah/tegalan sehingga luas jenis RTH yang mengalami desakan akibat penambahan luas ruang terbangun
75
hanya dibebankan kepada kebun campuran dan lahan terbuka. Asumsi tersebut dibuat dengan mempertimbangkan lahan pertanian sebagai salah satu mata pencaharian utama bagi penduduk di kawasan hulu DAS Ciliwung. Hasil skenario menunjukkan bahwa model tersebut hanya mampu bertahan hingga tahun ke-16 sehingga skenario ini tidak dapat dipergunakan. Skenario 6 dibuat atas dasar hasil dari skenario 5 dimana laju pertumbuhan penduduk diturunkan lagi menjadi 1,5% dan luas jenis RTH yang diproteksi sama dengan skenario 5 yaitu hutan, kebun teh dan sawah/tegalan. Struktur model tersebut dibuat dengan harapan luas kebun campuran dan lahan terbuka masih dapat bertahan hingga tahun akhir skenario. Hasil dari skenario menunjukkan bahwa ternyata kedua jenis RTH tersebut hanya mampu bertahan hingga tahun ke20 sehingga skenario ini pun tidak dapat dipergunakan. Dari semua skenario yang dibuat, skenario yang paling baik adalah skenario 4. Pada skenario ini, luas RTH dan nilai koefisien aliran permukaan setelah disimulasikan untuk kondisi 25 ahun mendatang adalah 7.063,14 Ha (46,49%) dan 0,26. Luas RTH pada skenario ini merupakan yang terbaik dibanding dengan hasil skenario lainnya dan nilai koefisien aliran permukaan pada skenario ini merupakan yang terkecil dibanding dengan skenario lain sehingga memiliki fungsi hidrologis yang lebih baik. Rekomendasi kebijakan yang dapat diberikan terkait dengan penurunan laju pertumbuhan penduduk antara lain adalah dengan pengendalian tingkat kelahiran yaitu dengan menggalakkan program Keluarga Berencana (KB). Selain itu, diperlukan pembatasan jumlah migrasi penduduk ke dalam kawasan hulu DAS Ciliwung ini. Kebijakan lain yang dapat diterapkan adalah pembangunan secara vertikal, sehingga ruang terbangun tidak terlalu memerlukan lahan yang luas. Namun kebijakan ini perlu mendapat perhatian khusus dalam penentuan lokasi, jumlah dan tinggi bangunannya agar tidak melebihi daya dukung lahan setempat atau dapat mempengaruhi fungsi hidrologis di lokasi tersebut. Selanjutnya, kebijakan yang dapat dibuat dengan mempertimbangkan luas lahan pertanian dan perkebunan yang semakin berkurang adalah dengan memberikan pelatihan ketenagakerjaan kepada penduduk di kawasan hulu DAS Ciliwung
yang
memiliki
keahlian
terbatas
(pertanian)
sehingga
dapat
76
mendapatkan pekerjaan pada bidang keahlian yang lain. Kebijakan ini diperlukan untuk mengantisipasi besarnya tingkat pengangguran dan kemiskinan pada wilayah ini. Meskipun skenario 4 memiliki pencapaian hasil yang lebih baik dari skenario lainnya, ancaman bencana banjir di daerah hilir maupun di daerah hulu itu sendiri tetap dapat terjadi. Hal itu turut disebabkan oleh kondisi penutupan lahan di daerah hilir yang sangat didominasi oleh ruang terbangun dan hilangnya daerah-daerah resapan air. Oleh karena itu, untuk mewujudkan perbaikan fungsi hidrologi DAS Ciliwung secara keseluruhan diperlukan partisipasi secara keseluruhan pula dari kawasan hulu hingga hilir dalam hal ini adalah peran serta masyarakat serta penerapan kebijakan yang tegas dan konsisten dari pihak-pihak terkait (terutama dalam hal ini adalah pemerintah).
VI
6.1
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Laju pertumbuhan penduduk di kawasan hulu DAS Ciliwung sebesar
2,91% pada rentang tahun 1994 sampai 2010 memberikan pengaruh terhadap perubahan penutupan lahan di wilayah ini terutama dalam penambahan luas ruang terbangun dan penurunan luas RTH sebesar 1.993,73 Ha. Penurunan luas RTH tersebut kemudian berhubungan dengan penurunan fungsi hidrologi yang dilihat dari peningkatan nilai koefisien aliran permukaan sebesar 0,064. Berdasarkan tren pengaruh pertumbuhan penduduk terhadap penurunan luas RTH dan penurunan luas tiap jenis RTH dan selanjutnya pengaruh luas RTH terhadap nilai koefisien aliran permukaan, dibuat model simulasi untuk memprediksi kondisi 25 tahun ke depan. Struktur model yang dibuat dalam enam skenario. Beradarkan hasil simulasi, disimpulkan bahwa skenario terbaik adalah skenario 4 yang merupakan pengembangan dari skenario 2 (semi-agresif) dengan laju pertumbuhan penduduk diturunkan menjadi 2% dan luas hutan diproteksi. Luas RTH pada tahun ke-25 adalah sebesar 7.063,14 Ha (46,49%) dan nilai koefisien aliran permukaan sebesar 0,28. Rekomendasi kebijakan yang diberikan antara lain adalah dengan menggalakkan program Keluarga Berencana (KB), pembatasan migrasi penduduk, pembangunan secara vertikal dengan syarat tertentu, dan pemberian pelatihan ketenagakerjaan kepada penduduk untuk mengantisipasi semakin berkurangnya areal pertanian dan perkebunan.
6.2
Saran Meskipun skenario 4 adalah pencapaian skenario terbaik, ancaman bencana
banjir di daerah hilir dan hulu itu sendiri tetap dapat terjadi. Hal itu turut disebabkan oleh kondisi penutupan lahan di daerah hilir yang sangat didominasi oleh ruang terbangun dan hilangnya daerah-daerah resapan air. Oleh karena itu, untuk mewujudkan perbaikan fungsi hidrologi DAS Ciliwung secara keseluruhan diperlukan partisipasi secara keseluruhan pula dari kawasan hulu hingga hilir
78
dalam hal ini adalah peran serta masyarakat serta penerapan kebijakan yang tegas dan konsisten dari pihak-pihak terkait (terutama dalam hal ini adalah pemerintah). Hasil dari penelitian ini hanya dibatasi kepada pengaruh pertumbuhan jumlah penduduk di dalam kawasan hulu DAS Ciliwung terhadap perubahan luas ruang terbangun yang kemudian mendesak luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan pengaruh perubahan luas RTH terhadap nilai koefisien aliran permukaan yang menjadi indikator fungsi hidrologis pada wilayah ini. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lanjutan untuk mengetahui pengaruh dari tiap jenis RTH terhadap nilai koefisien aliran permukaan. Selain itu, indikator fungsi hidrologis dapat ditambahkan mengenai faktor erosi dan sedimentasi serta kualitas air di kawasan hulu DAS Ciliwung tersebut
DAFTAR PUSTAKA Arsyad S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Bogor. IPB Press. Asdak C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta. Gajah Mada University Press. [BPDAS] Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Wilayah Citarum-Ciliwung. 2008. Monitoring dan Evaluasi DAS Ciliwung Untuk Pengendalian Banjir Tahun 2007. Bogor [BPSDA] Balai Pendayagunaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai CiliwungCisadane. 2010. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. 2009. Kecamatan Bogor Timur Dalam Angka Tahun 2009. Bogor. _____. 2009. Kecamatan Ciawi Dalam Angka 2009. Bogor. _____. 2009. Kecamatan Cisarua Dalam Angka Tahun 2009. Bogor. _____. 2009. Kecamatan Megamendung Dalam Angka Tahun 2009. Bogor. _____. 2009. Kecamatan Sukamakmur Dalam Angka Tahun 2009. Bogor. Danoedjo S. 1990. Pemikiran Menuju Standar Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Kota dalam Rangka Melengkapi Standar Nasional Indonesia. Makalah dalam Seminar Pembinaan dan Aktualisasi Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan. Jakarta. Departemen Kehutanan, Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. 1997. Pedoman Identifikasi Penyebab Banjir Dan Kekeringan Daerah Aliran Sungai. Jakarta. Direktorat Rehabilitasi dan Konservasi Tanah. Gasperz V. 1990. Analisis Kuantitatif Untuk Perencanaan. Bandung. TARSITO. Hartrisari. 2007. Sistem Dinamik: Konsep Sistem dan Pemodelan Untuk Industri dan Lingkungan. Bogor. SEAMEO BIOTROP. Irwan ZD. 2008. Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. Jakarta. Bumi Aksara Janudianto. 2004. Analisis Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan dan Pengaruhnya Terhadap Debit Maksimum-Minimum Di Sub DAS Ciliwung Hulu [Skripsi]. Program Studi Ilmu Tanah. Departemen Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Jurusan Tanah IPB. 1990. Pengkajian Perubahan Penggunaan Lahan Daerah Sekitar Puncak dan Akibat yang Ditimbulkan [Laporan Penelitian]. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
80
Listyanti AD. 2009. Pengaruh Perubahan Penggunaan dan Penutupan Lahan Terhadap Kenyamanan di Suburban Bogor Barat [Skripsi]. Program Studi Arsitektur Lanskap. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Mulyanto HR. 2007, Sungai: Fungsi dan Sifat-Sifatnya. Yogyakarta. Graha Ilmu. Nurisjah S. 1997. Manfaat dan Perencanaan RTH Kawasan Perkotaan. Makalah dalam Seminar Nasional Upaya Pengembangan dan Pembinaan RTH Perkotaan di Masa Datang. Jakarta. Permata Y. 2010. Pengaruh Perubahan Penggunaan Ruang Terhadap Kenyamanan Lanskap Wilayah Pengembangan Bojonagara, Kota Bandung [Skripsi]. Departemen Arsitektur Lanskap. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Prahasta E. 2002. Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung. CV Informatika. Seyhan E. 1990. Dasar-Dasar Hidrologi. Yogyakarta. Gajah Mada University Press. Sudadi U, Baskoro DPT, Munibah K, Barus B, Darmawan. 1991. Kajian Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Aliran Sungai dan Penurunan Kualitas Lahan Di SubDAS Ciliwung Hulu dengan Pendekatan Model Simulasi Hidrologi [Laporan Penelitian]. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Tarigan R. 2006. Perencanaan Pembangunan Wilayah: Edisi Revisi. Jakarta. PT Bumi Aksara. Walpole RE. 1995. Pengantar Statitiska [Terjemahan]. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama. Wulandari GR. 2008. Pengaruh Penggunaan Lahan Terhadap Debit Aliran Sungai [Skripsi]. Program Studi Ilmu Tanah. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Tabel Hasil Simulasi Model Skenario 1 Tahun ke0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Final
jumlah 254.892,00 262.309,36 269.942,56 277.797,89 285.881,81 294.200,97 302.762,22 311.572,60 320.639,36 329.969,96 339.572,09 349.453,64 359.622,74 370.087,76 380.857,31 391.940,26 403.345,72 415.083,08 427.162,00 439.592,42 452.384,55 465.548,95 479.096,42 493.038,13 507.385,53 522.150,45
Penduduk penambahan 7.417,36 7.633,20 7.855,33 8.083,92 8.319,16 8.561,25 8.810,38 9.066,76 9.330,61 9.602,13 9.881,55 10.169,10 10.465,02 10.769,55 11.082,95 11.405,46 11.737,36 12.078,92 12.430,41 12.792,14 13.164,39 13.547,47 13.941,71 14.347,41 14.764,92
laju 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03
Luas 3.042,17 2.981,64 2.918,86 2.854,25 2.787,76 2.719,34 2.648,92 2.576,46 2.501,88 2.425,14 2.346,16 2.264,89 2.181,25 2.095,18 2.006,59 1.915,44 1.821,63 1.725,09 1.625,74 1.523,50 1.418,28 1.310,01 1.198,58 1.083,91 965,90 844,46
Hutan Pengurangan 60,527 62,783 64,609 66,490 68,424 70,417 72,464 74,573 76,744 78,976 81,275 83,639 86,073 88,580 91,158 93,808 96,540 99,349 102,240 105,216 108,276 111,430 114,669 118,008 121,440
Kebun Campuran Luas Pengurangan 1.592,83 5,467 1.587,36 6,125 1.581,24 6,303 1.574,93 6,487 1.568,45 6,675 1.561,77 6,870 1.554,90 7,069 1.547,83 7,275 1.540,56 7,487 1.533,07 7,705 1.525,37 7,929 1.517,44 8,160 1.509,28 8,397 1.500,88 8,642 1.492,24 8,893 1.483,35 9,152 1.474,19 9,418 1.464,78 9,692 1.455,08 9,974 1.445,11 10,265 1.434,84 10,563 1.424,28 10,871 1.413,41 11,187 1.402,22 11,513 1.390,71 11,847 1.378,86
Kebun Teh Luas Pengurangan 3.001,26 67,807 2.933,45 70,279 2.863,17 72,323 2.790,85 74,428 2.716,42 76,594 2.639,83 78,824 2.561,00 81,116 2.479,89 83,477 2.396,41 85,907 2.310,51 88,406 2.222,10 90,979 2.131,12 93,625 2.037,50 96,350 1.941,15 99,157 1.841,99 102,041 1.739,95 105,009 1.634,94 108,067 1.526,87 111,211 1.415,66 114,447 1.301,21 117,778 1.183,44 121,204 1.062,23 124,734 937,50 128,360 809,14 132,098 677,04 135,940 541,10
Lahan Terbuka Luas Pengurangan 1,93 1,93 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Sawah/Tegalan Luas Pengurangan 2.895,74 21,927 2.873,81 23,064 2.850,75 23,735 2.827,01 24,426 2.802,59 25,136 2.777,45 25,868 2.751,58 26,620 2.724,96 27,395 2.697,57 28,193 2.669,38 29,013 2.640,36 29,857 2.610,51 30,726 2.579,78 31,620 2.548,16 32,541 2.515,62 33,487 2.482,13 34,461 2.447,67 35,465 2.412,20 36,497 2.375,71 37,559 2.338,15 38,652 2.299,50 39,776 2.259,72 40,935 2.218,79 42,125 2.176,66 43,351 2.133,31 44,612 2.088,70
Luas 10.533,93 10.376,27 10.214,02 10.047,04 9.875,21 9.698,38 9.516,40 9.329,13 9.136,40 8.938,07 8.733,97 8.523,93 8.307,77 8.085,33 7.856,41 7.620,83 7.378,40 7.128,91 6.872,16 6.607,94 6.336,03 6.056,21 5.768,24 5.471,90 5.166,93 4.853,08
RTH Pengurangan 157,66 162,25 166,97 171,83 176,83 181,98 187,27 192,72 198,33 204,10 210,04 216,15 222,44 228,92 235,58 242,43 249,49 256,75 264,22 271,91 279,82 287,97 296,34 304,97 313,84
C 0,12 0,13 0,14 0,14 0,15 0,16 0,17 0,18 0,19 0,20 0,20 0,21 0,22 0,23 0,25 0,26 0,27 0,28 0,29 0,30 0,32 0,33 0,34 0,36 0,37 0,38
Keterangan: Warna Tebal Menunjukkan Umur Pencapaian Simulasi Optimal
82
83
Lampiran 2. Tabel Hasil Simulasi Model Skenario 2 Penduduk
Tahun ke-
jumlah
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Final
254.892,00 261.264,30 267.795,91 274.490,81 281.353,08 288.386,90 295.596,57 302.986,49 310.561,15 318.325,18 326.283,31 334.440,39 342.801,40 351.371,44 360.155,72 369.159,62 378.388,61 387.848,32 397.544,53 407.483,14 417.670,22 428.111,98 438.814,78 449.785,15 461.029,77 472.555,52
penambahan
6.372,30 6.531,61 6.694,90 6.862,27 7.033,83 7.209,67 7.389,91 7.574,66 7.764,03 7.958,13 8.157,08 8.361,01 8.570,04 8.784,29 9.003,89 9.228,99 9.459,72 9.696,21 9.938,61 10.187,08 10.441,76 10.702,80 10.970,37 11.244,63 11.525,74
Hutan laju 0,025 0,025 0,025 0,025 0,025 0,025 0,025 0,025 0,025 0,025 0,025 0,025 0,025 0,025 0,025 0,025 0,025 0,025 0,025 0,025 0,025 0,025 0,025 0,025 0,025 0,025
Luas 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17
Kebun Campuran
Penguranga n
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Luas 1.592,83 1.570,88 1.547,74 1.524,01 1.499,69 1.474,76 1.449,21 1.423,02 1.396,17 1.368,66 1.340,46 1.311,55 1.281,91 1.251,54 1.220,41 1.188,50 1.155,79 1.122,27 1.087,90 1.052,68 1.016,58 979,57 941,64 902,76 862,91 822,06
Pengurangan
21,946 23,149 23,727 24,319 24,928 25,551 26,190 26,845 27,515 28,204 28,909 29,631 30,371 31,132 31,910 32,707 33,526 34,363 35,223 36,104 37,006 37,931 38,880 39,852 40,847
Kebun Teh Luas 3.001,26 2.925,76 2.847,72 2.767,72 2.685,73 2.601,69 2.515,54 2.427,24 2.336,73 2.243,96 2.148,87 2.051,40 1.951,50 1.849,11 1.744,14 1.636,56 1.526,29 1.413,25 1.297,40 1.178,64 1.056,92 932,15 804,27 673,19 538,83 401,11
Pengurangan
75,496 78,046 79,997 81,992 84,044 86,146 88,299 90,508 92,768 95,090 97,468 99,901 102,398 104,961 107,586 110,273 113,033 115,855 118,756 121,724 124,765 127,885 131,083 134,360 137,716
Lahan Terbuka Lua Pengurangan s 1,93 1,93 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Sawah/Tegalan Luas 2.895,74 2.859,65 2.822,01 2.783,43 2.743,88 2.703,34 2.661,79 2.619,20 2.575,55 2.530,80 2.484,94 2.437,93 2.389,74 2.340,35 2.289,73 2.237,84 2.184,65 2.130,13 2.074,25 2.016,97 1.958,26 1.898,08 1.836,40 1.773,18 1.708,37 1.641,95
Pengurangan
36,086 37,644 38,584 39,547 40,537 41,551 42,589 43,655 44,744 45,864 47,011 48,185 49,389 50,625 51,891 53,187 54,519 55,880 57,279 58,710 60,177 61,682 63,224 64,805 66,424
RTH Luas 10.533,93 10.398,48 10.259,64 10.117,34 9.971,47 9.821,96 9.668,71 9.511,63 9.350,63 9.185,59 9.016,44 8.843,05 8.665,33 8.483,16 8.296,44 8.105,06 7.908,89 7.707,81 7.501,71 7.290,45 7.073,92 6.851,97 6.624,47 6.391,28 6.152,27 5.907,27
Pengurangan
135,45 138,84 142,31 145,86 149,51 153,25 157,08 161,01 165,03 169,16 173,39 177,72 182,16 186,72 191,39 196,17 201,08 206,10 211,26 216,54 221,95 227,5 233,19 239,02 244,99
C 0,12 0,13 0,13 0,14 0,15 0,15 0,16 0,17 0,18 0,18 0,19 0,20 0,21 0,22 0,22 0,23 0,24 0,25 0,26 0,27 0,28 0,29 0,30 0,31 0,32 0,34
Keterangan: Warna Tebal Menunjukkan Umur Pencapaian Simulasi Optimal
83
84
Lampiran 3. Tabel Hasil Simulasi Model Skenario 3 Tahun ke0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Final
jumlah 254.892,00 257.440,92 260.015,33 262.615,48 265.241,64 267.894,05 270.572,99 273.278,72 276.011,51 278.771,63 281.559,34 284.374,94 287.218.69 290.090,87 292.991,78 295.921,70 298.880,92 301.869,73 304.888,42 307.937,31 311.016,68 314.126,85 317.268,11 320.440,80 323.645,20 326.881,66
Penduduk penambahan 2.548,92 2.574,41 2.600,15 2.626,15 2.652,42 2.678,94 2.705,73 2.732,79 2.760,12 2.787,72 2.815,59 2.843,75 2.872,19 2.900,91 2.929,92 2.959,22 2.988,81 3.018,70 3.048,88 3.079,37 3.110,17 3.141,27 3.172,68 3.204,41 3.236,45
laju 0.01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01
Luas 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17
Hutan Pengurangan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Kebun Campuran Luas Pengurangan 0 1.592,83 0 1.592,83 0 1.592,83 0 1.592,83 0 1.592,83 0 1.592,83 0 1.592,83 0 1.592,83 0 1.592,83 0 1.592,83 0 1.592,83 0 1.592,83 0 1.592,83 0 1.592,83 0 1.592,83 0 1.592,83 0 1.592,83 0 1.592,83 0 1.592,83 0 1.592,83 0 1.592,83 0 1.592,83 0 1.592,83 0 1.592,83 0 1.592,83 1.592,83
Kebun Teh Luas Pengurangan 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 3.001,26
Lahan Terbuka Luas Pengurangan 1,93 1,93 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Sawah/Tegalan Luas Pengurangan 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 2.895,74
Luas 10.533,93 10.479,75 10.425,03 10.369,76 10.313,94 10.257,56 10.200,61 10.143,10 10.085,01 10.026,34 9.967,09 9.907,24 9.846,79 9.785,74 9.724,08 9.661,80 9.598,90 9.535,37 9.471,21 9.406,40 9.340,94 9.274,83 9.208,06 9.140,62 9.072,51 9.003,72
RTH Pengurangan 54,18 54,72 55,27 55,82 56,38 56,94 57,51 58,09 58,67 59,26 59,85 60,45 61,05 61,66 62,28 62,90 63,53 64,17 64,81 65,46 66,11 66,77 67,44 68,11 68,79
C 0,12 0,12 0,13 0,13 0,13 0,13 0,14 0,14 0,14 0,14 0,15 0,15 0,15 0,16 0,16 0,16 0,16 0,17 0,17 0,17 0,18 0,18 0,18 0,19 0,19 0,19
Keterangan: Warna Tebal Menunjukkan Umur Pencapaian Simulasi Optimal
84
85
Lampiran 4. Tabel Hasil Simulasi Model Skenario 4 Tahun ke0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Final
jumlah 254.892,00 259.989,84 265.189,64 270.493,43 275.903,30 281.421,36 287.049,79 292.790,79 298.646,60 304.619,54 310.711,93 316.926,16 323.264,69 329.729,98 336.324,58 343.051,07 349.912,09 356.910,34 364.048,54 371.329,51 378.756,10 386.331,23 394.057,85 401.939,01 409.977,79 418.177,34
Penduduk penambahan 5.097,84 5.199,80 5.303,79 5.409,87 5.518,07 5.628,43 5.741,00 5.855,82 5.972,93 6.092,39 6.214,24 6.338,52 6.465,29 6.594,60 6.726,49 6.861,02 6.998,24 7.138,21 7.280.97 7.426,59 7.575,12 7.726,62 7.881,16 8.038,78 8.199,56
laju 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02
Luas 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17
Hutan Pengurangan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Kebun Campuran Luas Pengurangan 1.592,83 17,423 1.575,41 18,429 1.556,98 18,797 1.538,18 19,172 1.519,01 19,556 1.499,45 19,947 1.479,50 20,346 1.459,16 20,753 1.438,40 21,168 1.417,23 21,591 1.395,64 22,023 1.373,62 22,463 1.351,15 22,914 1.328,24 23,371 1.304,87 23,839 1.281,03 24,316 1.256,71 24,801 1.231,91 25,298 1.206,61 25,803 1.180,81 26,320 1.154,49 26,847 1.127,64 27,384 1.100,26 27,931 1.072,33 28,489 1.043,84 29,059 1.014,78
Kebun Teh Luas Pengurangan 3.001,26 60,273 2.940,99 62,132 2.878,85 63,374 2.815,48 64,639 2.750,84 65,932 2.684,91 67,253 2.617,65 68,597 2.549,06 69,968 2.479,09 71,368 2.407,72 72,796 2.334,92 74,252 2.260,67 75,736 2.184,93 77,253 2.107,68 78,794 2.028,89 80,373 1.948,51 81,981 1.866,53 83,617 1.782,91 85,292 1.697,62 86,995 1.610,62 88,738 1.521,89 90,514 1.431,37 92,324 1.339,05 94,168 1.244,88 96,051 1.148,83 97,974 1.050,85
Lahan Terbuka Luas Pengurangan 1,93 1,93 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Sawah/Tegalan Luas Pengurangan 2.895,74 28,733 2.867,01 29,968 2.837,04 30,567 2.806,47 31,177 2.775,29 31,801 2.743,49 32,438 2.711,05 33,086 2.677,97 33,747 2.644,22 34,423 2.609,80 35,111 2.574,68 35,814 2.538,87 36,529 2.502,34 37,261 2.465,08 38,004 2.427,07 38,766 2.388,31 39,542 2.348,76 40,331 2.308,43 41,139 2.267,29 41,960 2.225,33 42,801 2.182,53 43,657 2.138,87 44,530 2.094,34 45,420 2.048,92 46,328 2.002,60 47,255 1.955,34
Luas 10.533,93 10.425,57 10.315,04 10.202,31 10.087,31 9.970,02 9.850,38 9.728,35 9.603,88 9.476,92 9.347,42 9.215,33 9.080,60 8.943,17 8.803,00 8.660,02 8.514,18 8.365,43 8.213,70 8.058,93 7.901,07 7.740,06 7.575,82 7.408,30 7.237,43 7.063,14
RTH Pengurangan 108,36 110,53 112,74 114,99 117,29 119,64 122,03 124,47 126,96 129,50 132,09 134,73 137,43 140,17 142,98 145,84 148,75 151,73 154,76 157,86 161,02 164,24 167,52 170,87 174,29
C 0,12 0,13 0,13 0,14 0,14 0,15 0,15 0,16 0,16 0,17 0,18 0,18 0,19 0,19 0,20 0,21 0,21 0,22 0,23 0,24 0,24 0,25 0,26 0,27 0,27 0,28
Keterangan: Warna Tebal Menunjukkan Umur Pencapaian Simulasi Optimal
85
86
Lampiran 5. Tabel Hasil Simulasi Model Skenario 5 Tahun ke0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Final
jumlah 254.892,00 259.989,84 265.189,64 270.493,43 275.903,30 281.421,36 287.049,79 292.790,79 298.646,60 304.619,54 310.711,93 316.926,16 323.264,69 329.729,98 336.324,58 343.051,07 349.912,09 356.910,34 364.048,54 371.329,51 378.756,10 386.331,23 394.057,85 401.939,01 409.977,79 418.177,34
Penduduk penambahan 5.097,84 5.199,80 5.303,79 5.409,87 5.518,07 5.628,43 5.741,00 5.855,82 5.972,93 6.092,39 6.214,24 6.338,52 6.465,29 6.594,60 6.726,49 6.861,02 6.998,24 7.138,21 7.280,97 7.426,59 7.575,12 7.726,62 7.881,16 8.038,78 8.199,56
laju 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02
Luas 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17
Hutan Pengurangan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Kebun Campuran Luas Pengurangan 1.592,83 106,43 1.486,40 110,53 1.375,87 112,74 1.263,13 114,99 1.148,14 117,29 1.030,85 119,64 911,21 122,03 789,18 124,47 664,71 126,96 537,75 129,50 408,25 132,09 276,16 134,73 141,43 137,43 4.00 140,17 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Kebun Teh Luas Pengurangan 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26
Lahan Terbuka Luas Pengurangan 1,93 1,93 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Sawah/Tegalan Luas Pengurangan 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74
Luas 10.533,93 10.425,57 10.315,04 10.202,31 10.087,31 9.970,02 9.850,38 9.728,35 9.603,88 9.476,92 9.347,42 9.215,33 9.080,60 8.943,17 8.803,00 8.660,02 8.514,18 8.365,43 8.213,70 8.058,93 7.901,07 7.740,06 7.575,82 7.408,30 7.237,43 7.063,14
RTH Pengurangan 108,36 110,53 112,74 114,99 117,29 119,64 122,03 124,47 126,96 129,50 132,09 134,73 137,43 140,17 142,98 145,84 148,75 151,73 154,76 157,86 161,02 164,24 167,52 170,87 174,29
C 0,12 0,13 0,13 0,14 0,14 0,15 0,15 0,16 0,16 0,17 0,18 0,18 0,19 0,19 0,20 0,21 0,21 0,22 0,23 0,24 0,24 0,25 0,26 0,27 0,27 0,28
Keterangan: Warna Tebal Menunjukkan Umur Pencapaian Simulasi Optimal
86
87
Lampiran 6. Tabel Hasil Simulasi Model Skenario 6 Tahun ke0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Final
Penduduk jumlah 254.892,00 258.715,38 262.596,11 266.535,05 270.533,08 274.591,07 278.709,94 282.890,59 287.133,95 291.440,96 295.812,57 300.249,76 304.753,51 309.324,81 313.964,68 318.674,15 323.454,26 328.306,08 333.230,67 338.229,13 343.302,57 348.452,10 353.678,89 358.984,07 364.368,83 369.834,36
penambahan
3.823,38 3.880,73 3.938,94 3.998,03 4.058,00 4.118,87 4.180,65 4.243,36 4.307,01 4.371,61 4.437,19 4.503,75 4.571,30 4.639,87 4.709,47 4.780,11 4.851,81 4.924,59 4.998,46 5.073,44 5.149,54 5.226,78 5.305,18 5.384,76 5.465,53
laju 0,015 0,015 0,015 0,015 0,015 0,015 0,015 0,015 0,015 0,015 0,015 0,015 0,015 0,015 0,015 0,015 0,015 0,015 0,015 0,015 0,015 0,015 0,015 0,015 0,015
Luas 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17 3.042,17
Hutan Pengurangan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Kebun Campuran Luas Pengurangan 1.592,83 79,34 1.513,49 82,49 1.431,00 83,73 1.347,27 84,98 1.262,29 86,26 1.176,03 87,55 1.088,48 88,86 999,62 90,20 909,42 91,55 817,87 92,92 724,95 94,32 630,63 95,73 534,90 97,17 437,73 98,63 339,10 100,10 239,00 101,61 137,39 103,13 34,26 104,68 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Kebun Teh Luas Pengurangan 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26 0 3.001,26
Lahan Terbuka Luas Pengurangan 1,93 1,93 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Sawah/Tegalan Luas Pengurangan 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74 0 2.895,74
Luas 10.533,93 10.452,66 10.370,17 10.286,45 10.201,46 10.115,21 10.027,66 9.938,79 9.848,60 9.757,05 9.664,12 9.569,81 9.474,07 9.376,91 9.278,28 9.178,18 9.076,57 8.973,44 8.868,76 8.762,52 8.654,68 8.545,22 8.434,12 8.321,35 8.206,89 8.090,72
RTH Pengurangan 81,27 82,49 83,73 84,98 86,26 87,55 88,86 90,20 91,55 92,92 94,32 95,73 97,17 98,63 100,10 101,61 103,13 104,68 106,25 107,84 109,46 111,10 112,77 114,46 116,18
C 0,12 0,12 0,13 0,13 0,14 0,14 0,14 0,15 0,15 0,16 0,16 0,17 0,17 0,17 0,18 0,18 0,19 0,19 0,20 0,20 0,21 0,21 0,22 0,22 0,23 0,23
Keterangan: Warna Tebal Menunjukkan Umur Pencapaian Simulasi Optimal
87