perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KAJIAN KETAKTERJEMAHAN PADA SUBTITLE BAHASA INDONESIA DVD FILM THE SIMPSONS MOVIE
TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Linguistik Minat Utama Penerjemahan
Oleh: M. ZAINAL MUTTAQIEN S130907005
PROGRAM STUDI LINGUISTIK - MINAT UTAMA PENERJEMAHAN PROGRAM PASCASARJANA - UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Tesis dengan judul: KAJIAN KETAKTERJEMAHAN PADA SUBTITLE BAHASA INDONESIA DVD FILM THE SIMPSONS MOVIE oleh: M. Zainal Muttaqien NIM: S130907005 telah disetujui dan disahkan oleh dosen pembimbing
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Kunardi Hardjoprawiro, M.Pd
Drs. Riyadi Santosa, M.Ed, Ph.D NIP: 19600328 198601 1 001
Mengetahui Ketua Program Studi Linguistik S2 Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret
Prof. Drs. MR. Nababan, M.Ed, M.A, Ph.D NIP: 19630328 199201 1 001
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN OLEH TIM PENGUJI TESIS
Tesis yang berjudul: KAJIAN KETAKTERJEMAHAN PADA SUBTITLE BAHASA INDONESIA DVD FILM THE SIMPSONS MOVIE Oleh: M. Zainal Muttaqien NIM: S130907005
Telah disetujui dan disahkan oleh Tim Penguji Tesis: Tanggal ............................ Tanda tangan
Ketua
: Prof. Drs. MR. Nababan, M.Ed, M.A, Ph.D
..................................
Sekretaris: Dr. Tri Wiratno, M.A
..................................
Anggota 1: Prof. Dr. Kunardi Hardjoprawiro, M.Pd
..................................
Anggota 2: Drs. Riyadi Santosa, M.Ed, Ph.D
..................................
Mengetahui Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret
Ketua Program Studi Linguistik S2 Universitas Sebelas Maret
Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D
Prof. Drs. MR. Nababan, M.Ed, M.A, Ph.D
NIP: 19570820 198503 1 004
NIP: 19630328 199201 1 001
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya: Nama
: M. Zainal Muttaqien
NIM
: S130907005
menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul KAJIAN KETAKTERJEMAHAN PADA SUBTITLE BAHASA INDONESIA DVD FILM THE SIMPSONS MOVIE ini adalah benar-benar merupakan karya saya sendiri. Bagian-bagian di dalam tesis ini yang bukan merupakan karya saya, telah diberi tanda/anotasi dan disebutkan sumbernya di halaman Daftar Pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Surakarta, 9 September 2011 Yang membuat pernyataan
M. Zainal Muttaqien
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan lautan menjadi tinta, ditambahkan kepadanya tujuh lautan lagi setelah keringnya, niscaya tidak akan habis-habisnya dituliskan kalimat-kalimat Allah. (QS Luqman: 27)
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Dengan tulus ikhlas kupersembahkan tesis ini untuk: - Bapak dan Ibuku yang telah merawat dan membesarkanku - Saudara-saudaraku yang telah menemaniku dalam suka maupun duka - Istri dan anakku yang telah melengkapi hidupku.
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Assalamualaikum wr. wb. Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt karena dengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul Kajian Ketakterjemahan pada Subtitle Bahasa Indonesia DVD Film The Simpsons Movie ini dengan baik dan lancar. Terselesaikannya penulisan tesis ini tak lepas dari saran, bimbingan, bantuan, dorongan dan dukungan dari berbagai pihak, baik moral maupun material, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tinginya kepada: 1. Bapak Prof. Dr. dr. H. Syamsul Hadi Sp.K.J (K), mantan Rektor UNS, Bapak Prof. Dr. Ravik Karsidi M.S sebagai Rektor UNS, dan Bapak Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana UNS yang telah berkenan memberi kesempatan kepada penulis untuk mengikuti perkuliahan di Program Pascasarjana Program Studi Linguistik S2 Minat Utama Penerjemahan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bapak Prof. Drs. MR. Nababan M.Ed, M.A, Ph.D selaku Ketua Program Studi Lingustik S2 yang telah banyak memberikan motivasi edukatif dan bantuan administratif kepada penulis, terutama rekomendasi untuk mendapatkan bantuan biaya pendidikan.
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
3. Bapak Prof.
digilib.uns.ac.id
Dr.
Kunardi Hardjoprawiro,
M.Pd selaku Dosen
Pembimbing I dan Bapak Drs. Riyadi Santosa, M.Ed, Ph.D selaku Dosen Pembimbing II yang dengan sabar dan teliti telah memberikan petunjuk, saran, dan masukan pada proses perencanaan, pelaksanaan, maupun penulisan laporan penelitian. 4. Ibu Hj. Lilik Untari, S.Pd, M.Hum, Bapak Drs. Rombe Mustajab, M.Hum, dan Bapak Danial Hidayatullah, S.S, M.Hum, masing-masing selaku narasumber penelitian yang telah berkenan untuk mengisi kuesioner dan meluangkan waktu untuk diwawancara dalam proses pengumpulan data penelitian ini. 5. Bapak dan Ibu dosen Program Pascasarjana UNS yang telah berkenan mendidik dan memberikan tambahan ilmu pengetahuan kepada penulis selama menempuh studi S2. 6. Segenap staf administrasi Program Pascasarjana UNS yang dengan sabar dan telaten telah membantu melayani penulis menyelesaikan berbagai urusan administrasi perkuliahan. 7. Semua teman-teman kuliah terutama dari Program Studi Linguistik S2 angkatan 2007 yang telah banyak membantu dalam memahami materi, mengerjakan tugas-tugas perkuliahan, dan memberikan dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan tesis ini. 8. Bapak dan Ibu dosen serta rekan-rekan mahasiswa angkatan 2007 dan 2008 yang telah menghadiri seminar proposal dan memberikan saransaran untuk perbaikan rancangan penelitian ini.
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9. Istri dan anakku tercinta yang telah memberikan dorongan dan motivasi kepada penulis untuk segera menyelesaikan penulisan tesis ini. 10. Semua pihak yang telah membantu selesainya penulisan tesis ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi perbaikan hasil penelitian ini. Wassalamualaikum wr. wb.
Surakarta, 9 September 2011 Penulis
M. Zainal Muttaqien
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI Judul/Subjudul
Halaman
Persetujuan Pembimbing
ii
Pengesahan oleh Tim Penguji Tesis
iii
Pernyataan
iv
Motto
v
Persembahan
vi
Kata Pengantar
vii
Daftar Isi
x
Daftar Bagan
xiii
Daftar Tabel
xiv
Daftar Lampiran
xvi
Daftar Singkatan
xvii
Abstrak
xviii
Abstract
xix
BAB I
BAB II
: PENDAHULUAN
1
1.1 Latar Belakang
1
1.2 Rumusan Masalah
8
1.3 Pembatasan Masalah
8
1.4 Tujuan Penelitian
9
1.5 Manfaat Penelitian
9
: KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR PENELITIAN
12
2.1 Penerjemahan
12
commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.1.1 Kesepadanan dan Ketidaksepadanan
15
2.1.2 Ketakterjemahan
20
2.2 Tata Cara Penerjemahan
24
2.2.1 Metode Penerjemahan
24
2.2.2 Prosedur Penerjemahan
26
2.2.3
28
Teknik Penerjemahan
2.3 Penerjemahan Dialog Film
34
2.3.1 Dubbing (Sulih Suara)
34
2.3.2 Subtitling
36
2.4 Media Simpan Film
42
2.4.1 Rol Film dan Videotape
42
2.4.2 Laserdisc dan VCD
43
2.4.3 DVD
44
2.5 Film Animasi
46
2.5.1 Serial The Simpsons
48
2.5.2 Film The Simpsons Movie
50
2.6 Kerangka Pikir Penelitian
53
2.7 Penelitian yang Relevan
55
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
58
3.1 Rancangan Penelitian
58
3.2 Alat Penelitian
59
3.3 Sumber Data
60
3.4 Teknik Cuplikan
63
3.5 Teknik Pengumpulan Data
63
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3.6 Validasi Data
66
3.7 Analisis Data
67
3.8 Prosedur Penelitian
70
BAB IV : TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Temuan Penelitian
4.2
72 72
4.1.1 Tabulasi Data Ketakterjemahan Leksikal
75
4.1.2 Tabulasi Data Ketakterjemahan Struktural
82
4.1.3 Tabulasi Data Ketakterjemahan Budaya
86
Pembahasan
91
4.2.1 Analisis Data Ketakterjemahan Leksikal
91
4.2.2 Analisis Data Ketakterjemahan Struktural
123
4.2.3 Analisis Data Ketakterjemahan Budaya
131
BAB V : PENUTUP
159
5.1
Simpulan
159
5.2
Implikasi
161
5.3 Saran
161
Daftar Pustaka
164
Lampiran 1: Klasifikasi Data Ketakterjemahan Lampiran 2: Rekapitulasi Data dari Narasumber
commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR BAGAN Bagan
Halaman
1: Proses penerjemahan menurut Nida dan Taber
12
2: Proses penerjemahan menurut Zuchridin dan Sugeng
13
3: Metode penerjemahan menurut Newmark
16
4: Alur penelitian ketakterjemahan
57
5: Pengkodean data penelitian
70
commit to user xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL Tabel
Halaman
1: Klasifikasi Data Ketakterjemahan
74
2: Jenis Ketakterjemahan
75
3: Teknik Penerjemahan Ketakterjemahan
75
4: Data Ketakterjemahan Leksikal 1
77
5: Teknik Penerjemahan Ketakterjemahan Leksikal 1
77
6: Data Ketakterjemahan Leksikal 2
78
7: Teknik Penerjemahan Ketakterjemahan Leksikal 2
78
8: Data Ketakterjemahan Leksikal 3
79
9: Teknik Penerjemahan Ketakterjemahan Leksikal 3
79
10: Data Ketakterjemahan Leksikal 4
80
11: Teknik Penerjemahan Ketakterjemahan Leksikal 4
80
12: Data Ketakterjemahan Leksikal 5
80
13: Teknik Penerjemahan Ketakterjemahan Leksikal 5
81
14: Data Ketakterjemahan Leksikal 6
81
15: Teknik Penerjemahan Ketakterjemahan Leksikal 6
82
16: Faktor Penyebab Ketakterjemahan Leksikal
82
17: Teknik Penerjemahan Ketakterjemahan Leksikal
83
18: Data Ketakterjemahan Struktural 1
84
19: Teknik Penerjemahan Ketakterjemahan Struktural 1
85
20: Data Ketakterjemahan Struktural 2
85
21: Teknik Penerjemahan Ketakterjemahan Struktural 2
86
22: Faktor Penyebab Ketakterjemahan Struktural
86
commit to user xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23: Teknik Penerjemahan Ketakterjemahan Struktural
86
24: Data Ketakterjemahan Budaya 1
87
25: Teknik Penerjemahan Ketakterjemahan Budaya 1
88
26: Data Ketakterjemahan Budaya 2
88
27: Teknik Penerjemahan Ketakterjemahan Budaya 2
88
28: Data Ketakterjemahan Budaya 3
89
29: Teknik Penerjemahan Ketakterjemahan Budaya 3
89
30: Data Ketakterjemahan Budaya 4
90
31: Teknik Penerjemahan Ketakterjemahan Budaya 4
91
32: Faktor Penyebab Ketakterjemahan Budaya
91
33: Teknik Penerjemahan Ketakterjemahan Budaya
92
commit to user xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1: Klasifikasi Data Ketakterjemahan
6 hlm
2: Rekapitulasi Data dari Narasumber
9 hlm
commit to user xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR SINGKATAN BSu
: Bahasa Sumber
BSa
: Bahasa Sasaran
L1 ... : (Ketakterjemahan) Leksikal 1 ... S1 ... : (Ketakterjemahan) Struktural 1... B1 ... : (Ketakterjemahan) Budaya 1... No
: Nomor
Mcm : Macam Frek
: Frekuensi
Prsn
: Persentase
Jml
: Jumlah
S
: Setuju
N
: Netral
TS
: Tidak Setuju
V
: Validitas
Y
: Ya
T
: Tidak
commit to user xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK M. Zainal Muttaqien. NIM: S130907005. Kajian Ketakterjemahan pada Subtitle Bahasa Indonesia DVD Film The Simpsons Movie. Tesis. Surakarta: Minat Utama Penerjemahan, Program Studi Linguistik, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret, September 2011 Ketakterjemahan merupakan kejadian yang umum dan bisa dikatakan sebagai masalah utama dalam proses penerjemahan dari bahasa satu ke bahasa yang lain. Catford membedakan ketakterjemahan menjadi ketakterjemahan linguistik dan ketakterjemahan budaya Kemudian, ketakterjemahan lingustik masih bisa dibedakan lagi menjadi ketakterjemahan leksikal dan ketakterjemahan struktural. Newmark, Baker, dan Zuchridin/Sugeng juga berpendapat bahwa ada sejumlah istilah/ungkapan tertentu dari satu bahasa yang tidak bisa diterjemahkan secara tepat ke dalam bahasa lain baik karena perbedaan tata bahasa maupun perbedaan budaya. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif-kualitatif dengan studi kasus terpancang yang bertujuan mendeskripsikan kejadian ketakterjemahan dalam penerjemahan dari Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia pada subtitle DVD film The Simpsons Movie berdasarkan teori-teori di atas. Secara lebih rinci, penelitian ini berupaya menemukan jenis-jenis, faktor-faktor penyebab, dan teknik penerjemahan yang diterapkan berkaitan dengan ketakterjemahan pada subjek penelitian tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua jenis ketakterjemahan muncul pada subjek penelitian. Data yang diperoleh (kata, frasa, dan kalimat) kemudian dikelompokkan ke dalam ketakterjemahan leksikal, ketakterjemahan struktural, dan ketakterjemahan budaya sesuai dengan landasan teori. Selain itu ditemukan pula berbagai faktor penyebab pada masing-masing jenis ketakterjemahan. Ketakterjemahan linguistik leksikal dan struktural masing-masing dipengaruhi oleh enam dan dua faktor penyebab, sedangkan ketakterjemahan budaya memiliki empat faktor penyebab. Hasil penelitian juga menunjukkan diterapkannya berbagai teknik penerjemahan oleh penerjemah untuk menerjemahkan istilah/ungkapan yang mengandung ketakterjemahan. Dalam hal ini penerjemah menggunakan setidaknya sebelas teknik penerjemahan sebagaimana diklasifikasikan oleh Molina dan Albir. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan andil dalam memperkaya kajian ilmu penerjemahan dan bermanfaat bagi semua pihak terutama bagi yang berminat dan yang berkecimpung di bidang penerjemahan.
commit to user xviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT M. Zainal Muttaqien. NIM: S130907005. An Analysis of Untranslatability in the Indonesian Subtitle of The Simpsons Movie Film DVD. Thesis. Surakarta: Postgraduate Program in Linguistics Majoring in Translation, Sebelas Maret University, September 2011 Untranslatability is a common phenomenon in translation. It may be the main problem in the process of translation from one language to the other. Catford distinguishes untranslatability into two types i.e. linguistic and cultural untranslatability. The former is further be subdivided into lexical and structural untranslatability. Newmark, Baker, dan Zuchridin/Sugeng also state that certain terms/utterances may be untranslatable from a language to the other due to the grammatical or cultural differences between the two. This research applies descriptive-qualitative method with an embedded case-study design aimed at describing the occurrence of untranslatability in the translation from English into Indonesian in the subtitle of The Simpsons Movie DVD film based on the theories above. It specifically attempts to find out the types appearing, the factors influencing, and the translation technique applied dealing with the untranslatability in the research subject. Research findings show that all the types of untranslatability appear on the research subject. Here, the researcher classifies all the data found (words, phrases, and sentences) into three typess i.e. lexical, structural, and cultural untranslatability in line with the underlying theories. There are also different factors causing the untranslatability within each type. Lexical and structural linguistic untranslatability are caused by six and two factors respectively. Meanwhile, cultural untranslatability has four causal factor. Another finding proves that the translator uses various translation techniques to translate the linguistic units indicating untranslatability. In this case, the translator applies at least eleven kinds of translation techniques as classified by Molina and Albir. The result of this research is expected to give contribution in enriching the studies on translation and be beneficial to all parties concerning with and involving in the translation field.
commit to user xix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Dalam menjalankan fungsinya sebagai makhluk sosial, setiap manusia
terdorong untuk melakukan interaksi dengan sesamanya, baik yang dari dalam kelompok maupun dari luar kelompoknya. Akan tetapi adanya perbedaan bahasa yang merupakan konsekuensi dari adanya pengelompokan di dalam masyarakat telah mengakibatkan timbulnya hambatan antarkelompok masyarakat yang berbeda untuk berinteraksi satu sama lain. Hal ini karena proses interaksi memerlukan komunikasi di mana bahasa menjadi instrumen utamanya, sebagaimana diutarakan oleh Keraf (1984) bahwa bahasa ialah sistem tanda bunyi yang disepakati untuk dipergunakan oleh anggota kelompok masyarakat tertentu dalam bekerja sama, berkomunikasi dan mengidentifikasi diri. Sesungguhnya hambatan dalam berinteraksi tersebut dapat diatasi apabila masing-masing atau salah satu pihak yang berkomunikasi tersebut menguasai bahasa lawan komunikasinya. Atau dengan kata lain menguasai dua atau lebih bahasa (bilingual/multilingual). Harimurti (2005: 4) menyatakan bahwa keberadaan suatu bahasa sebagai alat komunikasi dilatarbelakangi adanya kesepakatan di antara para pemakainya. Apabila ada orang di luar kelompok pemakai bahasa ini ingin ikut menggunakan maka ia harus mempelajarinya. Namun, cara demikian ini tidak dapat diharapkan sepenuhnya mengingat begitu banyak dan beranekaragamnya bahasa yang ada, atau yang harus dikuasai, sehingga tidak banyak orang yang mampu untuk mencapainya. Bahasa mempunyai variasi-variasi karena bahasa itu dipakai oleh kelompok manusia
commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
untuk bekerja sama dan berinteraksi dan karena kelompok manusia itu banyak ragamnya
yang
berinteraksi
dalam
berbagi
lapangan
kehidupan
dan
mempergunakan bahasa untuk berbagai keperluan (Harimurti, 2005: 5). Cara lain yang lebih efektif dalam upaya mengatasi masalah dalam komunikasi antar bahasa adalah dengan penerjemahan (translation), yaitu suatu proses pengubahan ucapan atau tulisan dari bahasa satu (bahasa sumber) ke bahasa lain (bahasa sasaran) (Richards dkk, 1985: 299). Penerjemahan ini bisa diibaratkan sebagai suatu jembatan komunikasi antara dua pihak yang berbeda bahasa. Proses komunikasi melalui perjemahan ini selain melibatkan dua pihak yang berkomunikasi juga melibatkan pihak ketiga, yaitu penerjemah, sebagai mediator. Melalui penerjemahan proses komunikasi tetap bisa berlangsung, di mana penerima pesan dapat menangkap isi pesan meskipun yang bersangkutan tidak menguasai bahasa yang dipakai oleh pengirim pesan. Hal demikian bisa terjadi ini karena peranan penerjemah yang telah mengubah bahasa pesan dari bahasa pengirim pesan ke bahasa penerima pesan. Keberadaan penerjemahan sebagai suatu cara mengatasi masalah komunikasi antarbahasa ini dimungkinkan karena adanya kesemestaan bahasa (language universals), yaitu kesamaan sifat antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain, sehingga unsur-unsur di antara bahasa-bahasa tersebut dapat saling dipadankan atau digantikan. Chomsky (1965) berpendapat bahwa manusia di dunia ini pada dasarnya mempunyai bahasa yang sama. Setidaknya pada waktu manusia diciptakan pertama kali, bahasanya hanyalah satu. Setelah manusia berpencar dan mendiami tempat yang berlainan di dunia, maka bentuk dan tata bahasa mereka jadi berlainan. Bukti-bukti adanya kesemestaan bahasa ini tampak
commit to user 2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pada kesamaan tahap serta alat pemerolehan bahasa pada setiap anak manusia dan memungkinkannya
pernyataan
dari
satu
bahasa
untuk
diungkapkan
(diterjemahkan) ke dalam bahasa yang lain. (Soepomo, 2008:3). Namun di sisi lain tiap-tiap bahasa juga memiliki perbedaan atau keunikan sendiri-sendiri yang diistilahkan dengan keberagaman bahasa (language variation). Secara garis besar ragam bahasa dapat dibedakan menurut pemakai (the uses) dan pemakaiannya (the users) dan dipengaruhi oleh aspek-aspek di luar bahasa, seperti kelas sosial, jenis kelamin, etnisitas, adan umur (Suhardi dan Sembiring, 2005: 48). Keberagaman bahasa ini ditandai dengan adanya unsurunsur dari bahasa satu yang tidak memiliki padanan pada bahasa lain. Kondisi semacam ini menimbulkan masalah dalam proses penerjemahan, karena inti dari penerjemahan adalah menemukan padanan kata dari bahasa satu ke bahasa yang lain. Jadi dapat dikatakan bahwa kendala dalam berkomunikasi sebagai dampak dari adanya perbedaan bahasa memang tidak dapat secara mutlak diatasi dengan penerjemahan karena ada faktor-faktor tertentu yang menyebabkan suatu unsur bahasa (kata, frasa, atau kalimat) tidak dapat diterjemahkan secara tepat ke dalam bahasa
yang
lain.
Keadaan
semacam
ini
dinamakan
ketakterjemahan
(untranslatability). Sejalan dengan perkembangan jaman dan kemajuan teknologi, proses penerjemahan pun ikut berkembang pada berbagai bidang. Penerjemahan tidak lagi hanya dilakukan pada komunikasi yang sifatnya langsung, tetapi sudah diterapkan pada berbagai media, seperti film. Di bidang perfilman penerjemahan sangat bermanfaat dalam membantu proses pemasaran dan pendistribusian karya film ke seluruh penjuru dunia. Apabila dilengkapi dengan terjemahan dialognya,
commit to user 3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
film yang diproduksi di suatu negara atau wilayah tertentu dengan dialog bahasa setempat akan dapat dinikmati oleh penonton dari negara atau wilayah lain yang bahasanya yang berbeda. Penerjemahan dialog dalam film setidaknya bisa dilakukan dengan dua cara. Cara yang pertama berupa sulih suara (dubbing), yaitu mengganti suara asli dalam bahasa sumber (BSu) dengan suara pengganti dalam bahasa sasaran (BSa). Kemudian cara yang kedua adalah subtitling, yaitu menerjemahkan dialog dalam film dengan tulisan atau teks pada bagian bawah layar. Kini, seiring dengan perkembangan teknologi dalam satu keping disc dapat disimpan subtitle dari beberapa bahasa sekaligus. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam penerjemahan secara umum seringkali juga ditemui dalam penerjemahan khusus film ini. Keadaan bisa dimaklumi karena film sendiri merupakan refleksi atau penggambaran dari kehidupan nyata (Monaco, 2000: 262). Oleh karena itu masalah-masalah yang ada dalam kehidupan nyata dengan sendirinya juga akan muncul di dalam adegan film. Masalah ketakterjemahan yang banyak dihadapi oleh penerjemah umum juga dihadapi oleh penerjemah film. Apabila yang pertama berhadapan dengan teks, buku, pidato ataupun percakapan sehari-hari maka yang kedua berhadapan dengan ungkapan-ungkapan yang diucapkan oleh karakter-karakter di dalam film. Pada intinya masalah ketakterjemahan, baik pada penerjemahan secara umum maupun penerjemahan film, dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu perbedaan tata bahasa antara BSu dengan BSa dan perbedaan budaya antara penutur BSu (karakter di film) dan penutur BSa (penonton film). Perbedaan tata bahasa
pada pokoknya terletak
pada
perbedaan
struktur
kalimat
dan
perbendaharaan kata pada tiap-tiap bahasa, sedangkan perbedaan budaya tampak
commit to user 4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dengan adanya ungkapan-ungkapan khas pada satu bahasa yang tidak dapat ditemukan pada bahasa yang lain. Munculnya ungkapan-ungkapan semacam ini sifatnya situasional dan kondisional, yaitu terkait dengan pengalaman dan lingkungan hidup penutur bahasa bersangkutan. Film-film yang diproduksi pada masa sekarang ini pada umumnya telah dilengkapi dengan subtitle, terutama apabila pemasarannya sampai ke luar negeri. Salah satu film yang memanfaatkan teknologi subtitle adalah film The Simpson Movie. The Simpson Movie adalah film animasi yang merupakan versi layar lebar dari serial televisi The Simpsons yang sangat populer pada dekade 90-an. Serial ini menceritakan kehidupan sebuah keluarga kelas menengah Amerika yang terdiri dari suami istri Homer dan Marge beserta ketiga anak mereka, yaitu Bart, Lisa, dan Maggie. Tema-tema yang diangkat The Simpsons banyak mewakili isu-isu sosial yang sedang hangat
sehingga membuat serial ini menjadi sangat popular
sekaligus kontroversial. Kepopularan serial ini ditandai banyaknya stasiun televisi yang ikut menayangkan, sementara di sisi lain ada sebagian episode yang dicekal di Negara-negara tertentu karena dikhawatirkan akan memicu kontroversi. Serial ini mengetengahkan hampir semua aspek kehidupan masyarakat Amerika, dari persoalan lingkungan, politik, kehidupan rumah tangga, ras, kesehatan, agama, kapitalisme, manipulasi media, psikologi, kekerasan, agen rahasia, mafia, bahkan masalah homoseksualitas (Danial, 2009). Kompleksitas tema ini menjadikan serial The Simpsons berbeda dengan film kartun lain yang biasanya ditujukan bagi anakanak. The Simpsons lebih cocok untuk konsumsi orang dewasa.
commit to user 5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Aktualitas serial The Simpsons (maupun The Simpsons Movie) dengan kehidupan nyata tidak hanya terletak pada tema ceritanya saja, namun juga tercermin pada bahasa yang digunakan. Dialog-dialog yang berlangsung antarkarakter dalam film tersebut juga merepresentasikan bahasa percakapan yang banyak dipakai masyarakat setempat pada saat itu. Dialog-dialog dalam film ini kadangkala menggunakan ragam bahasa Inggris-Amerika informal sehingga di dalamnya banyak terlontar ungkapan-ungkapan khas Amerika yang tidak baku, bahkan cenderung kasar, seperti misalnya: If you ask me, everybody in this theater is a giant sucker! atau Excuse me. My heinie is dipping. Ungkapan seperti giant sucker dan heinie ini tidak akan kita temukan dalam Bahasa Inggris baku. Pemakaian ragam bahasa yang tidak baku seperti di atas menimbulkan masalah tersendiri dalam pengisian subtitle film The Simpsons Movie dalam bahasa lain, termasuk Bahasa Indonesia, karena adanya ungkapan-ungkapan yang sulit atau bahkan tidak bisa diterjemahkan sama sekali sebagai akibat tidak ditemukannya kata atau ungkapan yang sepadan pada bahasa sasaran. Untuk menerjemahkan kata heinie misalnya, penerjemah akan mengalami kesulitan karena di kamus umum tidak ada entri untuk kata ini. Begitu pula untuk frasa giant sucker, meskipun terdapat padanan untuk masing-masing kata penyusunnya, apabila keduanya digabung artinya, yaitu pengisap raksasa, justru tidak berterima dalam bahasa sasaran. Demikianlah, dalam subtitle film ini terlihat adanya berbagai bentuk
ketakterjemahan.
Dalam
hal ini,
penerjemah biasanya
menggunakan teknik penerjemahan tertentu untuk menyelesaikan masalah ketakterjemahan tersebut. Hal ini akan tampak apabila kita membandingkan
commit to user 6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
subtitle film ini dengan bahasa sumbernya, yaitu dialog antarkarakter di film tersebut. Adanya fenonema di atas membuat penulis merasa tertarik dan memandang
perlu
untuk
melakukan
penelitian
mengenai
aspek-aspek
ketekterjemahan pada subtitle Bahasa Indonesia film The Simpsons Movie. Sesuai dengan tema yang diambil,
penelitian ini penulis beri judul Kajian
Ketakterjemahan pada Subtitle Bahasa Indonesia DVD Film The Simpsons Movie. Alasan lain yang mendasari pemilihan tema di atas adalah masih sedikitnya penelitian yang mengkaji masalah ketakterjemahan. Dari penelitian sebelumnya yang mengkaji masalah serupa pada terjemahan buku The Forgotten Queens of Islam karya Fatima Mernessi, ditemukan adanya fenomena ketakterjemahan linguistik dan budaya sebagaimana diungkapkan Catford. Dalam penelitian ini, peneliti berupaya mendeskripsikan ketakterjemahan dengan subjek yang berbeda, yaitu subtitle film. Selain itu, dalam penelitian ini juga akan ditelusuri hal-hal yang menyebabkan terjadinya ketakterjemahan secara lebih terperinci berikut cara-cara yang ditempuh oleh penerjemah untuk menyelesaikan masalah-masalah ketakterjemahan tersebut. Kedua hal ini belum diungkap pada penelitian tersebut. Selain itu ada juga penelitian mengenai teknik penerjemahan pada subtitle yang dilakukan oleh Fenty Kusumastuti dengan judul Analisis Kontrastif Subtitling dan Dubbing dalam film kartun Dora The Explorer: Kajian Teknik Penerjemahan dan Kualitas Terjemahan. Meskipun sama-sama mengkaji teknik penerjemahan pada subtitle, berbeda dengan penelitian ini, penelitian tersebut
commit to user 7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tidak mengkaji masalah ketakterjemahan dan lebih fokus pada perbandingan kualitas terjemahan antara subtitle dan dubbing. 1.2
Rumusan Masalah Pokok-pokok permasalahan yang menjadi pertanyaan dalam penelitian
mengenai ketakterjemahan pada subtitle Bahasa Indonesia DVD film The Simpsons Movie ini adalah sebagai berikut: 1. Jenis-jenis ketakterjemahan apa sajakah yang terdapat pada subtitle Bahasa Indonesia DVD film The Simpsons Movie? 2. Teknik penerjemahan apakah yang diterapkan penerjemah untuk berkaitan dengan adanya ketakterjemahan pada subtitle Bahasa Indonesia DVD film The Simpsons Movie? 3. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya ketakterjemahan pada subtitle Bahasa Indonesia DVD film The Simpsons Movie? 1.3
Pembatasan Masalah Agar penelitian mengenai ketakterjemahan pada subtitle Bahasa
Indonesia DVD film The Simpsons Movie ini terfokus dan terjaga validitasnya maka diperlukan pembatasan terhadap permasalahan yang akan diteliti. Dalam penelitian ini, yang dijadikan objek penelitian adalah masalah ketakterjemahan di dalam penerjemahan. Penerjemahan yang dimaksud di sini adalah penerjemahan dari Bahasa Inggris, sebagai bahasa sumber (BSu), ke dalam Bahasa Indonesia, sebagai bahasa sasarannya (BSa). Kemudian jenis materi terjemahan yang diteliti adalah subtitle, yaitu teks atau tulisan yang ditampilkan di bagian bawah layar sebagai hasil penerjemahan dari ucapan-ucapan karakter yang ada pada gambar.
commit to user 8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dalam hal ini yang menjadi subjek penelitian atau sumber data penelitian ini adalah DVD film The Simpsons Movie keluaran tahun 2007 yang diedarkan di Indonesia oleh Magix Eyes/PT Magix Tama Etika. 1.4
Tujuan Penelitian Penelitian mengenai ketakterjemahan pada subtitle Bahasa Indonesia
DVD film The Simpsons Movie ini bertujuan untuk menjawab berbagai permasalahan sebagaimana telah disebutkan dalam rumusan masalah. Tujuan penelitian ini selengkapnya adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi
adanya
ketakterjemahan
pada
subtitle
Bahasa
Indonesia DVD film The Simpsons Movie. 2. Menjelaskan teknik penerjemahan yang diterapkan oleh penerjemah berkaitan dengan adanya ketakterjemahan pada subtitle Bahasa Indonesia DVD film The Simpsons Movie. 3. Menunjukkan
faktor-faktor
yang
menyebabkan
terjadinya
ketakterjemahan pada subtitle Bahasa Indonesia DVD film The Simpsons Movie. 1.5
Manfaat Penelitian Penelitian mengenai ketakterjemahan pada subtitle Bahasa Indonesia
DVD film The Simpsons Movie diharapkan bermanfaat, baik secara teoretis maupun praktis, bagi ilmu pengetahuan, pembaca, maupun masyarakat pada umumnya umum.
commit to user 9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu penerjemahan, khususnya kajian mengenai ketakterjemahan, dengan kontribusi sebagai berikut: 1. Menambah referensi kajian penerjemahan, khususnya untuk pokok bahasan ketakterjemahan, dengan subjek berupa subtitle film di samping kajian dengan subjek buku-buku terjemahan yang sudah ada. Secara spesifik, referensi yang disumbangkan oleh penelitian ini berupa dengan contoh kasus ketakterjemahan dengan pokok bahasan mengenai jenis, teknik penerjemahan, dan faktor-faktor penyebabnya 2. Memberikan paparan yang lebih luas, terperinci, dan mendalam mengenai hal-hal yang menyebabkan terjadinya ketakterjemahan dalam penerjemahan untuk melengkapi beberapa yang sudah ada pada teoriteori terdahulu mengenai ketakterjemahan. 3. Memberikan gambaran mengenai hubungan antara ketakterjemahan, sebagai masalah, dengan teknik penerjemahan sebagai cara untuk menyelesaikannya (solusi) dalam proses penerjemahan. Kemudian, secara praktis, hasil penelitian ini juga diharapkan bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkaitan dan berkepentingan dengan bidang penerjemahan, sebagai berikut: 1. Memberikan panduan kepada praktisi penerjemah untuk lebih berhatihati dan teliti dalam menerjemahkan sehingga masalah-masalah ketakterjemahan dapat dihindari atau diselesaikan dengan baik.
commit to user 10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Memberikan bahan acuan atau perbandingan pada peneliti lain yang akan melakukan penelitian dengan topik yang sama sehingga bisa mendapatkan hasil penelitian yang lebih komprehensif. 3. Menjadi pelengkap atau penambah materi pembelajaran, khususnya pada pokok bahasan mengenai penerjemahan, yang dapat dimanfaatkan baik oleh pendidik maupun peserta didik
dalam proses belajar-
mengajar.
commit to user 11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR PENELITIAN 2.1
Penerjemahan Istilah penerjemahan atau translation bukan lagi merupakan sesuatu
yang asing. Telah banyak definisi dikemukakan untuk menjelaskan arti kata angat kompleks. Secara ringkas, Catford (1980: 20) mengartikan penerjemahan sebagai penggantian materi teks dari suatu bahasa dengan materi teks yang sepadan dari bahasa lain. Senada dengan Catford, Newmark (1995: 5) mendefinisikan penerjemahan sebagai suatu kegiatan mengubah makna suatu teks ke dalam bahasa lain sesuai dengan maksud pengarang. Dari kedua definisi ini dapat kita simpulkan bahwa penerjemahan itu adalah suatu aktivitas mengubah bahasa teks dari bahasa satu ke bahasa yang lain. Namun apabila kita kaji dari sudut pandang yang lebih luas, sesungguhnya penerjemahan tidak sesederhana itu. Menurut Nida dan Taber (1974: 33) penerjemahan itu terdiri dari tiga tahap yaitu analisis, transfer, dan restrukturisasi, sebagaimana tampak pada diagram berikut ini: A (SUMBER)
B (PENERIMA)
(ANALISIS )
X
(RESTRUKTURISASI)
(TRANSFER )
Y
Bagan 1: Proses penerjemahan menurut Nida dan Taber
commit to user 12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Oleh Zuchridin dan Sugeng (2003: 19), pendapat Nida dan Taber tersebut disempurnakan dengan ditambah satu tahapan lagi, yaitu evaluasi dan revisi, sehingga proses penerjemahan tersebut menjadi seperti di bawah ini:
EVALUASI DAN REVISI TEKS ASLI DALAM
TEKS TERJEM AHAN
BSU
DALAM
ANALISIS /
BSA
RESTRUKTURISASI/
PROSES EKSTERNAL
PEMAHAMAN
PENULISAN KEMBALI
PROSES INTERNAL
KONSEP , MAKNA, PESAN DARI TEKS BSU
KONSEP , MAKNA,
TRANSFER PADANAN
PESAN DALAM
BSA
Bagan 2: Proses penerjemahan menurut Zuchridin dan Sugeng Dari beberapa definisi di atas terdapat kesan bahwa penerjemahan adalah aktivitas yang berkaitan dengan tulisan atau teks saja. Akan tetapi sesungguhnya media yang digunakan untuk mengalihkan pesan di dalam penerjemahan selain berupa tulisan bisa juga berbentuk ucapan atau lisan sebagaimana dinyatakan oleh Brislin (1976:1), yaitu penerjemahan adalah suatu pemindahan pikiran dan gagasan dari satu bahasa (sumber), ke bahasa lain (sasaran), baik dalam bentuk
atau translation dipakai untuk menunjuk penerjemahan secara umum dan penerjemahan
tulis,
sedangkan
penerjemahan
lisan
diistilahkan
dengan
. Oleh Shuttleworth
interpreting
dan Cowie (1997: 83) istilah interpreting dipakai untuk menyebut penerjemahan yang dilakukan secara lisan dari sumber yang berbentuk ucapan ataupun tulisan.
commit to user 13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sementara Nababan (1999: 140) membedakan penerjemahan (tulis) dan pengalihbahasaan dari sifat hasilnya, yaitu terjemahan untuk dibaca sedangkan alihbahasaan untuk didengarkan. Jadi yang digunakan sebagai acuan untuk membedakan suatu kegiatan penerjemahan itu tulis dan lisan adalah cara atau hasil penerjemahannya atau dengan kata lain menurut caranya secara garis besar penerjemahan dapat dibedakan menjadi dua yaitu penerjemahan tulis (translation) dan pengalihbahasaan (interpreting). Selain menurut caranya, penerjemahan juga dapat dibedakan menurut bahasa yang digunakan. Pada umumnya, proses penerjemahan melibatkan dua bahasa yang berbeda. Akan tetapi hal ini sebetulnya tidak mutlak, sebagaimana pendapat Jakobson dalam Munday (2001: 5) tentang adanya tiga jenis penerjemahan, yaitu: 1. Penerjemahan intrabahasa (rewording), yaitu penggantian antartanda verbal dalam satu bahasa. 2. Penerjemahan antarbahasa (translation proper), yaitu penggantian antartanda verbal dari dua bahasa yang berbeda. 3. Penerjemahan intersemiotik (transmutation), yaitu penerjemahan antara tanda verbal dengan tanda non-verbal. Di sini Jakobson memandang penerjemahan dari sudut pandang yang lebih luas dengan melibatkan unsur-unsur non-verbal dan seperti tampak pada poin dua di tas, penerjemahan yang kita pahami selama ini hanyalah merupakan salah satu dari tiga jenis penerjemahan. Meskipun penerjemahan itu berada dalam ruang lingkup bahasa, dalam prosesnya unsur-unsur di luar bahasa seringkali juga berpengaruh. Bassnett-
commit to user 14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
McGuire (1991: 13) menyatakan bahwa selain pengalihan makna secara linguistik dengan menggunakan alat berupa kamus dan aturan-aturan tata bahasa, proses penerjemahan juga melibatkan unsur-unsur lain di luar bahasa. Lebih lanjut dinyatakan bahwa selain kesamaan isi (content) pesan, dalam penerjemahan juga harus dipertimbangkan kesesuaian gaya (style) atau bentuk (form) bahasa. Berkaitan dengan hal ini, Shi (2005) berpendapat bahwa di dalam bidang penulisan, istilah style dibedakan dengan content, di mana style lebih menekankan pada bentuk atau format. Dengan kata lain style content menerjemahkan juga dikemukakan oleh Nida (dalam Shi, 2005) yang menyatakan bahwa penerjemahan adalah pengungkapan kembali pesan dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dengan padanan yang sedekat dan sealamiah mungkin, pertama dalam hal makna dan kedua dalam kaitannya dengan gaya. 2.1.1
Kesepadanan dan Ketidaksepadanan Apabila kita pahami berbagai definisi penerjemahan di atas, maka
tampak bahwa kesepadanan (equivalence) antara materi sumber dengan materi sasaran merupakan salah satu unsur penting dalam penerjemahan, sebagaimana dinyatakan oleh Barnstone dalam Nababan (1999: 2003) bahwa masalah padanan merupakan bagian inti dari teori penerjemahan dan praktek menerjemahkan sebagai realisasi dari proses penerjemahan selalu melibatkan pencarian padanan. Dapat dikatakan bahwa tercapainya kesepadanan merupakan tujuan penerjemahan dan menjadi ukuran keberhasilan suatu proses penerjemahan. Kenny (dalam Munday, 2001: 49) bahkan menyatakan bahwa kesepadanan adalah definisi dari penerjemahan, begitu pula sebaliknya penerjemahan juga merupakan definisi dari
commit to user 15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kesepadanan. Meskipun demikian, definisi kesepadanan ini sesungguhnya masih merupakan
suatu
hal
yang
diperdebatkan
dan
menimbulkan
dikotomi
sebagaimana di dalam teori penerjemahan ada penerjemahan harfiah yang mengutamakan kesepadanan dengan BSu dan ada penerjemahan bebas yang lebih menekankan pada pemahaman pembaca BSa. Perbedaan tingkat kesepadanan hasil terjemahan ini sangat bergantung pada metode penerjemahan yang diterapkan. Menurut Newmark (1995: 45), metode penerjemahan dapat dibagi ke dalam dua kutub, yaitu yang berpihak kepada BSu dan yang berpihak pada BSa, sebagaimana tampak pada diagram di bawah ini: B ERPIHAK PADA BSU
BERPIHAK PADA BSA
PENERJEMAHAN KATA-PER-KATA
ADAPTASI
PENERJEMAHAN HARFIAH
PENERJEMAHAN BEBAS
PENERJEMAHAN SETIA
PENERJEMAHAN IDIOMATIS
PENERJEMAHAN SEMANTIS
PENERJEMAHAN KOMUNIKATIF
Bagan 3: Metode penerjemahan menurut Newmark Pada satu sisi, dengan mengacu pada kesemestaan bahasa, kesepadanan dalam penerjemahan adalah suatu keniscayaan. Akan tetapi, sisi lain adanya keberagaman bahasa menimbulkan anggapan bahwa kesepadanan yang mutlak antarbahasa itu tidak ada sama sekali. Dari sini muncul berbagai pendapat mengenai kesepadanan yang berujung pada mengemukanya berbagai teori mengenai kesepadanan. Dalam konteks penerjemahan bibel, Nida (dalam Hatim, 2001: 19), membagi kesepadanan menjadi dua,
yaitu kesepadanan formal (formal
equivalence) dan kesepadanan dinamis (dynamic equivalence). Kesepadanan
commit to user 16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
formal menunjuk pada suatu kecenderungan di mana penerjemahan terfokus pada isi dan bentuk pesan saja, sedangkan kesepadanan dinamis merujuk pada suatu prosedur di mana pesan sumber disesuaikan sedemikian rupa dalam bahasa sasaran sehingga apa yang dirasakan pembaca hasil terjemahan akan sama persis dengan apa yang dirasakan oleh pembaca pesan asli. Lebih lanjut Nida menyatakan bahwa
prosedur dalam kesepadanan
dinamis mencakup: 1. Menggantikan unsur-unsur teks asli yang sulit dipahami dengan unsurunsur yang lebih mudah diterima dalam budaya pembaca teks sasaran 2. Memberikan keterangan tambahan untuk memperjelas bagian teks sumber yang sifatnya implisit. 3. Menyederhanakan
penyampaian
pesan
untuk
mempermudah
pemahaman. Salah satu contoh penerapan kesepadanan dinamis ini misalnya pada penggantian istilah Lamb of God dengan Seal of God pada penerjemahan dari Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Eskimo. Sementara itu dari sudut pandang yang agak berbeda, Popovich membagi kesepadanan menjadi empat kelompok, yaitu: 1. Kesepadanan linguistik, yaitu homogenitas (kesamaan) pada tataran kebahasaan pada kedua teks (BSu dan BSa), misalnya terjemahan kata per kata. 2. Kesepadanan paradigmatik, yaitu kesepadanan dalam unsur-unsur ungkapan paradigmatik, misalnya kesepadanan unsur-unsur garamatikal, yang dianggap lebih tinggi tingkatannya daripada kesepadanan leksikal.
commit to user 17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Kesepadanan stilistik, yaitu kesepadanan fungsional antara unsur-unsur bahasa sumber dengan bahasa sasaran. 4. Kesepadanan tekstual, yaitu kesepadanan dalam penyusunan suatu teks secara sintagmatik (Bassnet-McGuire, 1991: 25). Pendapat yang kurang lebih sama dikemukakan oleh Koller melalui istilah kerangka kesepadanan (framework of equivalence). Koller dalam Hatim (2001: 28) berpendapat bahwa kesepadanan dalam penerjemahan dapat dicapai apabila kata bahasa sumber dan kata bahasa sasaran memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. memiliki kesamaan ciri dalam penulisan ataupun pengucapan (formal equivalence) 2. menunjuk pada benda yang sama di dunia nyata (referential/denotative equivalence) 3. menimbulkan asosiasi yang sama pada benak penutur kedua bahasa (connotative equivalence) 4. digunakan dalam konteks yang sama pada masing-masing bahasa (textnormative equivalence) 5. memiliki
pengaruh
yang
sama
pada
masing
pembacanya
(pragmatic/dynamic equivalence). Sementara itu, dalam bukunya In Other Words, Baker (1995) membedakan kesepadanan secara struktural menjadi kesepadanan pada tingkat kata (equivalence at the world level) dan kesepadanan di atas tingkat kata (equivalence above the world level). Selain itu, Baker juga mengemukakan adanya kesepadanan gramatikal, tekstual, dan pragmatik dalam penerjemahan.
commit to user 18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Ketidaksepadanan yang terkait dengan perbedaan tata bahasa BSu dan BSa banyak terjadi pada aspek jumlah (tunggal/jamak), gender (laki-laki/perempuan), kata ganti (pronomina), dan kala (tense). Sementara kesepadanan tekstual berkaitan dengan kohesi, yaitu rangkaian hubungan leksikal, gramatikal, dan lainlain yang menyatukan bagian-bagian teks, sedangkan kesepadanan pragmatik merujuk
pada
koherensi,
yaitu
rangkaian
hubungan
konseptual
yang
melatarbelakangi apa yang tampak pada teks. Oleh Zuchridin dan Sugeng (2003: 108), ketidaksepadanan disebut suatu keadaan di mana
dengan istilah
padanan dalam bentuk satu kata atau ungkapan (one-to-one equivalent) tidak bisa ditemukan dalam bahasa sasaran. Lebih lanjut mereka menyatakan bahwa kasus tanpadan ini sering hadir dalam penerjemahan kata majemuk, lakuran, penggalan, dan akronim. Dalam penerjemahan kata majemuk misalnya, ketiadaan padanan sering terjadi pada kata majemuk buram, yaitu kata majemuk yang maknanya tidak bisa ditelusuri dari kata-kata penyusunnya. Misalnya kata hotdog yang tidak mungkin grasshopper blending) misalnya terjadi pada kata-kata motel (motorway hotel), brunch (breakfast lunch) dan smog (smoke fog). Kemudian kata-kata penggalan (clipping) seperti pub (public bar), dorm (dormitory) serta akronim yang sudah umum semacam CIA, VIP dan AIDS cenderung tidak memiliki padanan tertentu dalam bahasa Indonesia.
commit to user 19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sementara itu berkenaan dengan penerjemahan yang terkait dengan kebudayaan, Newmark (1995: 95) menemukan banyaknya ketidaksepadanan istilah pada bidang-bidang berikut: 1. Ekologi, misalnya flora dan fauna 2. Budaya materi (artefak), meliputi makanan, pakaian, tempat tinggal, alat transportasi 3. Budaya sosial, seperti pekerjaan dan pariwisata 4. Organisasi, kebiasaan, aktifitas, prosedur, konsep, termasuk politik, administrasi, dan seni 5. Gestur dan adat istiadat. Banyak istilah pada bidang-bidang tersebut di atas yang memiliki ciri khas budaya lokal sehingga sulit ditemukan padanan istilahnya dalam bahasa lain. Nama pakaian, sari (India) dan kimono (Jepang) contohnya, tidak ada istilah untuk menyebutnya dalam bahasa lain. 2.1.2 Ketakterjemahan
(untranslatability). Menurut Nababan (1999: 93), pencarian padanan dalam proses penerjemahan akan menggiring penerjemah ke dalam konsep keterjemahan (translatability) dan ketakterjemahan (untranslatability). Hubungan antara ketakterjemahan dengan keterjemahan sendiri bersifat antonimi atau berlawanan. Apabila keterjemahan didefinisikan sebagai sejauh mana suatu kata, frasa, atau teks secara keseluruhan dapat dialihkan dari satu bahasa ke bahasa lain, seperti pendapat
Shuttleworth dan Cowie
(1997:
179),
maka
secara
analogi
commit to user 20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ketakterjemahan dapat kita artikan sejauh mana suatu kata, frasa, atau teks tidak dapat diterjemahkan secara utuh dari satu bahasa ke bahasa lain. Dalam bukunya A Linguistic Theory of Translation, Catford (1980: 9499) membagi ketakterjemahan ini secara lebih spesifik menjadi dua yaitu, ketakterjemahan linguistik (linguistic untranslatability) dan ketakterjemahan budaya (cultural untranslatability). Ketakterjemahan linguistik terjadi karena adanya perbedaan antara bahasa sumber dan bahasa sasaran. Hal ini terjadi misalnya pada kasus ketaksaan (ambiguitas), polisemi, dan oligosemi. Ketakterjemahan yang berkaitan dengan ketaksaan bisa terjadi secara struktural dan leksikal. Dalam tataran struktur, misalnya terjadi pada penambahan akhiran -s dalam tata bahasa Inggris untuk bentuk jamak (plural) dan kata kerja (verb) simple present dengan subjek orang ketiga tunggal, seperti pada kata cats (kucing-kucing) dan eats (makan). Secara umum, kesamaan pembentukan kata ini tidak menimbulkan masalah. Tetapi pada situasi tertentu, hal ini bisa menimbulkan ketakterjemahan, misalnya pada kalimat Time flies. Tanpa melihat konteksnya, kita tidak akan tahu makna kalimat
lalat-lal Sementara itu ketaksaan pada tataran leksikal misalnya terjadi pada kata bank dalam Bahasa Inggris yang menunjuk pada dua hal yang berbeda, yaitu
ke dalam Bahasa Prancis, tanpa melihat konteksnya dalam suatu kalimat tidak dapat diterjemahkan. Ini karena dalam Bahasa Prancis terdapat dua kata yang berbeda untuk merujuk kedua makna di atas, yaitu banque dan rive.
commit to user 21
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kemudian ketakterjemahan yang disebabkan polisemi contohnya pada istilah Bahasa Rusia s verxu Istilah ini dalam Bahasa Inggris artinya bisa bermacam-macam, misalnya from above, from upstairs, from upriver dan seterusnya, tergantung konteks situasinya dan tidak mungkin diterjemahkan secara lepas. Lebih lanjut, Catford mencontohkan ketakterjemahan linguistik leksikal karena faktor oligosemi pada istilah Bahasa Rusia prisla yang memiliki
padanan yang sesuai, sehingga kata tersebut hanya dapat diterjemahkan secara umum menjadi came atau arrived saja. Sementara itu, ketakterjemahan budaya muncul apabila ada suatu unsur fungsional di dalam BSu yang tidak terdapat di dalam budaya BSa. Contohnya pada kata sauna yaitu sejenis tempat untuk mandi dalam budaya masyarakat Finlandia, yang tidak bisa diterjemahkan secara tepat ke dalam Bahasa Inggris baik dengan kata bath, bathhouse maupun bathroom. Selain itu ketakterjemahan budaya juga terjadi pada istilah Bahasa Jepang yukata yang bisa dideskripsikan -laki maupun perempuan dan disediakan oleh penginapan atau hotel Jepang, dipakai pada malam hari di dalam atau di luar rumah, di jalan dan di kafe, dipakai saat tidur...
mencakup keseluruhan makna tersebut, sehingga istilah yukata dapat dikatakan mengalami ketakterjemahkan karena faktor budaya. Dalam hal ini, De Pedro (1999: 552) juga sependapat, bahwa ketekterjemahan budaya sering terjadi dalam penerjemahan nama-nama lembaga, pakaian, dan makanan.
commit to user 22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Oleh Popovic (dalam Bassnet-McGuire 1991: 34) ketakterjemahan juga dibedakan menjadi dua. Pertama ketakterjemahan didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana unsur-unsur linguistik dari bahasa sumber tidak dapat digantikan secara tepat baik secara struktural, linier, fungsional ataupun semantik sebagai akibat tidak adanya ungkapan untuk menyebutnya pada bahasa sasaran. Meski tidak disebutkan secara eksplisit, definisi yang pertama ini paralel dengan ketakterjemahan linguistiknya Catford. Kemudian, definisi yang kedua
lebih
berkaitan dengan unsur non-linguistik. Di sini ketakterjemahan diartikan sebagai suatu keadaan di mana hubungan antara subjek dengan ungkapannya dalam bahasa sumber tidak dapat dinyatakan secara lengkap di dalam bahasa sasaran. Selain pendapat Cartford dan Popovic, ada pula pendapat lain yang bertentangan mengenai ketakterjemahan sebagaimana diungkapkan oleh Keenan dan Wilss. Keenan (dalam Nababan, 1999: 94) mengajukan hipotesis yang bunyinya sesuatu yang dapat diungkapkan dalam satu bahasa dapat diterjemahkan secara tepat ke dalam bahasa yang lain. Hipotesis ini secara tidak langsung didukung oleh Wilss (1982: 49) yang berpendapat bahwa yang menyebabkan terjadinya ketakterjemahan semata-mata adalah ketidakmampuan penerjemah. Kesemestaan bahasa (language universals) dalam sintaksis, semantik, dan logika alamiah menjamin bahwa semua teks dapat diterjemahkan. Kalaupun proses penerjemahan ternyata gagal, penyebabnya bukan karena ketiadaan padanan leksikal
maupun
sintaksis
pada
bahasa
sasaran,
melainkan
karena
kekurangmampuan penerjemah dalam menerjemahkan teks terkait.
commit to user 23
perpustakaan.uns.ac.id
2.2
digilib.uns.ac.id
Tata Cara Penerjemahan Di dalam ilmu penerjemahan dikenal ada beberapa cara yang dapat
dipakai oleh penerjemah untuk untuk mendapatkan hasil penerjemahan yang baik dan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi dalam proses penerjemahan.
Ada
beberapa
istilah
yang
berkaitan dengan
tata cara
menerjemahkan, yaitu metode penerjemahan, prosedur penerjemahan, strategi penerjemahan, dan teknik penerjemahan. Beberapa ahli penerjemahan berbeda pendapat mengenai penggunaan ketiga istilah ini, sehingga kadangkalan terjadi tumpang tindih dan kerancuan antara satu dengan yang lain. 2.2.1 Metode Penerjemahan Menurut Newmark (1988: 81), metode penerjemahan adalah cara menerjemahkan yang berlaku pada keseluruhan teks. Metode penerjemahan ini dapat dibedakan menjadi: 1. Penerjemahan kata-per-kata (word-for-word translation) Penerjemahan kata-per-kata adalah suatu metode penerjemahan di mana urut-urutan kata dipertahankan dan setiap kata diterjemahkan sendirisendiri dengan arti yang paling umum tanpa memperhatikan konteks. 2. Penerjemahan harfiah (literal translation) Dalam penerjemahan harfiah struktur tata bahasa sumber diubah menjadi sedekat mungkin dengan struktur tata bahasa sasaran, namun kata-kata penyusunnya masih diterjemahkan satu per satu tanpa memperhatikan konteks. 3. Penerjemahan setia (faithful translation)
commit to user 24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Metode penerjemahan setia berupaya menghasilkan makna kontekstual setepat mungkin dengan aslinya dengan menggunakan struktur tata bahasa sasaran. 4. Penerjemahan semantik (semantic translation) Metode ini hampir sama dengan penerjemahan setia, hanya saja dalam penerjemahan semantik nilai estetik dari Bsu dipertimbangkan secara lebih mendalam. 5. Adaptasi (adaptation) Adaptasi merupakan metode penerjemahan yang paling bebas, biasanya diterapkan pada naskah drama (komedi) atau puisi. Tema, tokoh, dan jalan cerita biasanya dipertahankan, budaya sumber diubah ke dalam budaya sasaran dan teks asli ditulis ulang. 6. Penerjemahan bebas (free translation) Metode
penerjemahan
bebas
mengasilkan
terjemahan
yang
menghilangkan gaya, bentuk maupun isi teks sumber. 7. Penerjemahan idiomatis (idiomatic translation) Pada penerjemahan idiomatis ada kecenderungan distorsi makna dari teks sumber ke dalam teks sasaran karena
digunakannya bentuk-bentuk
kolokial dan idiom yang tidak dimiliki BSu. 8. Penerjemahan komunikatif (communicative translation) Metode ini bertujuan untuk menghasilkan makna kontekstual setepat mungkin dari teks sumber, sehingga baik isi maupun bahasanya dapat terima dan dipahami oleh pembaca.
commit to user 25
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Metode penerjemahan ini biasanya sudah ditentukan sebelum penerjemah mulai melakukan proses penerjemahan. 2.2.2 Prosedur Penerjemahan Berbeda dengan
metode penerjemahan,
ruang
lingkup prosedur
penerjemahan hanya terbatas pada kalimat dan unsur-unsur di bawahnya (Newmark, 1995: 81). Prosedur penerjemahan ini meliputi: 1.
Transferensi (transference), yaitu proses pengalihan suatu kata BSu ke dalam teks sasaran. Transliterasi juga termasuk dalam kelompok ini.
2.
Naturalisasi, yaitu penyesuaian kata BSu dengan lafal BSa kemudian disusul dengan penyesuaian morfologinya.
3.
Padanan budaya (cultural equivalent), yaitu mengganti kata yang bernuansa budaya dari BSu ke BSa, meskipun hasilnya tidak akurat.
4.
Padanan fungsional (functional equivalent), yaitu penggunaan kata yang tidak terkait budaya
5.
Padanan deskriptif (descriptive equivalent), yaitu prosedur di mana makna istilah yang terikat budaya BSu diterangkan dengan beberapa kata
6.
Analisis komponensial (componential analysis), yaitu membandingkan kata BSu dengan kata BSa yang maknanya sama namun bukan merupakan padanan yang tepat, dengan cara menunjukkan persamaan dan perbedaan unsur masing-masing
7.
Sinonimi, yaitu penggunaan kata yang sedekat mungkin dengan padanannya pada BSa.
commit to user 26
perpustakaan.uns.ac.id
8.
digilib.uns.ac.id
Penerjemahan menyeluruh (through-translation), yaitu penerjemahan harfiah untuk kolokasi, nama-nama organisasi, kata majemuk. Istilah lainnya adalah calque atau loan translation.
9.
Transposisi atau shift, yaitu prosedur yang melibatkan perubahan bentuk gramatikal dari BSu ke BSa, misalnya dari jamak menjadi tunggal.
10. Modulasi, yaitu penyesuaian dengan aturan yang berlaku pada bahasa sasaran dalam pengalihan pesan karena adanya perbedaan sudut pandang antara BSu dengan BSa. 11. Penerjemahan baku (recognized translation), yaitu penggunaan istilahistilah kelembagaan yang sudah resmi (baku) atau diterima secara umum 12. Kompensasi, yaitu apabila hilangnya makna pada suatu bagian diganti pada bagian lain 13. Parafrase, yaitu perosedur menerangkan makna istilah yang berkaitan dengan budaya namun dengan cara yang lebih rinci daripada padanan deskriptif 14. Couplet, yaitu penggunaan dua prosedur penerjemahan yang berbeda 15. Catatan (notes), yaitu pemberian keterangan tambahan pada hasil terjemahan (Newmark 1995: 82-86). Zuchridin dan Sugeng juga beranggapan bahwa prosedur penerjemahan juga berlaku pada tataran kata dan kalimat, meskipun mereka menyebutnya dengan istilah strategi penerjemahan. Prosedur penerjemahan menurut Zuchridin dan Sugeng (2003: 67) adalah taktik penerjemah untuk menerjemahkan kata atau kelompok kata atau mungkin kalimat penuh bila kalimat tersebut tidak bisa dipecah lagi menjadi unit yang lebih kecil untuk diterjemahkan.
commit to user 27
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dari sudut pandang yang lain, Nida (dalam Zainurrahman, 2009: 120) memandang prosedur penerjemahan sebagai langkah-langkah yang harus diiikuti oleh penerjemah dalam proses penerjemahan yang mencakup dua hal, yaitu: 1. Prosedur teknik (technical procedure), meliputi menganalisis bahasa sumber dan bahasa sasaran, mengkaji teks sumber secara menyeluruh sebelum mulai menerjemahkan, dan menilai kesesuaian makna dan susunan kalimat. 2. Prosedur
organisasional
mengevaluasi
secara
(organizational terus
menerus
procedures), hasil
meliputi
penerjemahan,
membandingkannya dengan hasil terjemahan penerjemah lain untuk teks yang sama, dan menguji keefektifan komunikasi teks dengan cara meminta pembaca bahasa sasaran untuk menilai keakuratan dan keefektifannya serta mempelajari bagaimana reaksi mereka. 2.2.3
Teknik Penerjemahan Dari pembahasan mengenai metode dan prosedur penerjemahan di atas
terlihat adanya kesamaan antara metode dan prosedur penerjemahan, yaitu keduanya bersifat normatif. Hal ini berbeda dengan teknik penerjemahan yang cenderung bersifat praktis, yaitu berkaitan langsung dengan permasalahan penerjemahan dan pemecahannya daripada dengan norma pedoman penerjemahan tertentu. (Rochayah, 2000: 77). Melihat adanya kesimpangsiuran dalam pemahaman dan pemakaian istilah metode, strategi, dan teknik penerjemahan, Molina dan Hurtado (2002) berupaya mempertegas perbedaan di antara ketiganya, dengan tekanan khusus pada teknik penerjemahan.
commit to user 28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Menurut keduanya, metode penerjemahan adalah cara yang ditempuh oleh penerjemah dalam melakukan suatu proses penerjemahan sesuai dengan tujuan penerjemahan. Metode penerjemahan ini berdampak pada keseluruhan teks terjemahan. Beberapa contoh metode penerjemahan misalnya penerjemahan interpretatif-komunikatif,
penerjemahan
literal,
penerjemahan
bebas,
dan
penerjemahan filologis. Sementara strategi penerjemahan adalah cara yang digunakan oleh penerjemah untuk menyelesaikan masalah penerjemahan karena metode apapun yang diterapkan oleh penerjemah tidak menjamin suatu proses penerjemahan terbebas dari masalah. Kemudian, teknik penerjemahan sendiri merupakan implementasi dari strategi penerjemahan. Jika strategi penerjemahan terjadi pada proses penerjemahan, maka teknik penerjemahan tampak pada hasil penerjemahan. Secara ringkas, teknik penerjemahan dapat didefinisikan sebagai suatu prosedur dalam menganalisis dan mengklasifikasi sejauh mana kesepadanan penerjemahan bisa tercapai. Teknik penerjemahan ini memiliki lima karakteristik utama, yaitu: 1. mempengaruhi hasil penerjemahan 2. dikelompokkan berdasarkan perbandingan dengan teks sumber 3. berlaku pada satuan-satuan kecil dari teks 4. bersifat kontekstual dan dengan sendirinya tidak saling terkait 5. memiliki fungsi tertentu. Bentuk-bentuk teknik penerjemahan selengkapnya menurut Molina dan Albir (2002: 510-511) adalah sebagai berikut:
commit to user 29
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Adaptasi Yaitu mengganti unsur budaya teks sumber dengan unsur budaya teks sasaran, misalnya pada penggunaan istilah kasti untuk menggantikan kata baseball pada penerjemahan dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia. Istilah lain adaptasi adalah padanan budaya. 2. Amplifikasi Yaitu memberikan perincian yang tidak dirumuskan dalam teks sumber, berupa keterangan atau penjelasan, misalnya untuk kata Halloween, dalam teks sasaran diberi tambahan keterangan sehingga menjadi Halloween, malam tanggal 31 Oktober di mana orang-orang berpakaian Amplifikasi ini merupakan kebalikan dari reduksi. 3. Peminjaman (borrowing) Yaitu mengambil kata atau ungkapan dari bahasa lain secara langsung. Kata atau ungkapan yang diambil ini bisa dipertahankan seperti aslinya atau diubah sesuai dengan karakteristik bahasa sasaran. Apabila dilakukan perubahan maka istilahnya adalah naturalisasi. Bentuk peminjaman tanpa mengubah kata asli misalnya pada penggunaan istilah
computer. 4. Calque Yaitu penerjemahan harfiah suatu kata atau frasa asing, baik leksikal mauapun struktural, misalnya kata elementary school diterjemahkan
commit to user 30
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. Kompensasi Yaitu menempatkan aspek informasi atau gaya dari teks sumber di bagian lain teks sasaran karena aspek tersebut tidak dapat diungkapakan pada bagian yang sama seperti pada teks sumber. Pada ungkapan Thou shalt hear their advice, contohnya, dapat diterjemahakan menjadi Sebaiknya engkau
mendengarkan
nasihat
mereka
wahai Sang
thou yang bernuansa lampau dikompensasi
Pemimpin
dengan frasa wahai Sang Pemimpin. Nama lain dari kompensasi adalah konsepsi. 6. Deskripsi Yaitu menggantikan suatu istilah atau ungkapan dengan penjelasan mengenai bentuk dan/atau fungsinya, contohnya kata kilt yang dapat -kotak yang biasa
diterjemahkan menjadi dipakai pria 7. Discursive creation
Menciptakan padanan sementara untuk penerjemahan tertentu di mana padanan tersebut tidak berlaku sama sekali di luar konteks, contohnya pemadanan tokoh Don Juan dengan Arjuna dalam suatu ungkapan cinta. 8. Padanan baku (established equivalent) Menggunakan suatu istilah atau ungkapan yang terdapat di dalam kamus atau dalam penggunaan sehari-hari sebagai padanan pada teks sasaran, misalnya
istilah
memorandum
of
understanding
yang
selalu
commit to user 31
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9. Generalisasi Yaitu menggunakan istilah yang lebih umum atau netral. Generalisasi merupakan kebalikan dari partikularisasi. Contoh teknik ini misalnya pada penerjemahan kata cap dan hat 10. Amplifikasi linguistik Yaitu menambahkan unsur-unsur linguistik, misalnya ungkapan Nothing is impossible! diterjemahkan m
mustahil di dunia dan
dubbing. Amplifikasi linguistik merupakan lawan dari kompresi linguistik. 11. Kompresi linguistik Yaitu menyerasikan unsur-unsur linguistik pada teks sasaran, misalnya . Teknik ini banyak dipakai dalam pengalihbahasaan simultan dan subtitling. 12. Penerjemahan harfiah Yaitu menerjemahkan suatu kata atau ungkapan kata per kata, misalnya kalimat Every morning my mother goes to the market to buy vegetables pergi ke pasar itu untuk membeli sayur13. Modulasi Yaitu mengubah sudut pandang, fokus atau kategori kognitif bekaitan dengan teks sumber baik secara leksikal ataupun struktural, misalnya
commit to user 32
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ungkapan You are going to have a child diterjemahkan menjadi
14. Partikularisasi Yaitu menggunakan istilah yang lebih spesifik atau konkret, contohnya pada pemadanan kata rice Partikularisasi merupakan lawan dari generalisasi. 15. Reduksi Yaitu mengurangi informasi yang ada pada teks sumber pada teks sasaran, misalnya pada ungkapan mitoni, a ceremony for celebrating seventh month of pregnancy
Teknik ini
merupakan kebalikan dari amplifikasi. 16. Substitusi (linguistik, paralinguistik) Yaitu mengubah unsur linguistik menjadi unsur paralinguistik (intonasi, gestur) atau sebaliknya, contohnya menggelengkan kepala diterjemahkan goodbye disimbolkan dengan melambaikan tangan dan seterusnya. 17. Transposisi Yaitu mengubah kelas kata dalam penerjemahan. Dalam penerjemahan frasa deadly sting sifat (adjective) deadly 18. Variasi Yaitu mengubah unsur linguistik atau paralinguistik (intonasi, gestur) yang berpengaruh pada aspek variasi bahasa, seperti perubahan nada,
commit to user 33
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
gaya bicara dan dialek. Contoh penerapan teknik ini misalnya pada penerjemahan naskah dalam pementasan drama. Penjelasan dari Molina dan Albir ini tampaknya sudah cukup mewakili dan mengakomodasi berbagai silang pendapat mengenai teknik penerjemahan. 2.3
Penerjemahan Dialog Film Dalam hubungannya dengan perfilman dan pertelevisian, dikenal adanya
dua cara untuk menerjemahkan dialog film atau acara, yaitu dubbing dan subtitling. Kedua bentuk penerjemahan ini memang sering dibandingkan satu sama lain, karena masing-masing memiliki persamaan dan perbedaan serta kelebihan dan kekurangan. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa, baik dubbing maupun subtitling sama-sama merupakan bentuk penerjemahan yang melibatkan bahasa lisan. Perbedaannya, jika pada dubbing baik sumber maupun hasil terjemahannya berupa bahasa lisan, maka dalam subtitling hanya sumbernya saja yang berbentuk lisan, sementara produknya berupa tulisan atau teks. 2.3.1
Dubbing (Sulih Suara) Dubbing, yang disebut juga dengan istilah looping, dalam Bahasa
Indonesia dikenal dengan nama
. Menurut Ameri (2009), dubbing
adalah suatu proses perekaman atau penggantian suara pada gambar bergerak (film). Dubbing ini biasanya diasosiasikan dengan penggantian suara asli pada film dengan suara lain dari bahasa yang berbeda. Namun istilah dubbing ini sebenarnya juga dapat dipakai untuk menyebut proses perekaman atau pengisian suara pada film oleh pemain film bersangkutan, yang secara teknis dikenal dengan istilah ADR (Additional Dialog Recording/Automated Dialog Replacement).
commit to user 34
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dalam proses dubbing, gambar-gambar hasil syuting disusun secara berurutan untuk kemudian diputar secara berulang-ulang di studio rekam suara sehingga pemain film/pengisi suara dapat menyesuaikan ucapannya dengan adegan film.(Monaco, 2000: 133). Teknik dubbing sangat berguna dan telah banyak dimanfaatkan oleh produsen dalam penerjemahan dialog film karena dengan cara ini penonton sasaran akan lebih mudah memahami isi film. Penonton dapat berkonsentrasi pada adegan di layar tanpa harus membaca teks terjemahan secara bersamaan. Bahkan penonton yang tidak bisa membaca pun tetap akan bisa memahami jalan cerita film. Hanya saja dialog hasil sulih suara biasanya terdengar kaku dan tidak alami sehingga mengganggu kenyamanan menonton. Hal ini antara lain disebabkan oleh adanya unsur bahasa maupun aspek budaya sumber yang tidak bisa digantikan di dalam bahasa sasaran. Teknik dubbing ini kadangkala juga dimanfaatkan oleh pemerintah, atau pihak lain yang berkepentingan, sebagai sarana untuk melakukan sensor pada dialog film, yang dalam ilmu penerjemahan dikenal dengan istilah lokalisasi (domestication). Dari sisi produksi, proses dubbing ini juga membutuhkan lebih banyak pekerja maupun biaya jika dibandingkan dengan proses subtitling. Secara lebih lengkap, Ameri (2009) memerinci karakteristik dubbing seperti di bawah ini: 1. mahal 2. dialog asli hilang 3. membutuhkan waktu lebih lama 4. tampak seperti produk lokal
commit to user 35
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. lebih akrab 6. ucapan pengisi suara kadangkala hanya pengulangan 7. cocok untuk penonton yang berpendidikan rendah 8. mempertahankan gambar asli 9. pemahaman lebih utuh 10. memungkinkan terjadinya overlapping dialog 11. penonton dapat berkonsentrasi pada gambar 12. penonton dapat mengikuti alur meskipun tidak sedang memperhatikan layar 13. terikat pada gerak bibir pemain film 14. hanya menggunakan satu kode linguistik 15. dapat menimbulkan ilusi sinematis 16. cenderung otoriter 17. menyenangkan 2.3.2
Subtitling Subtitling sering disebut pula dengan istilah captioning. Istilah subtitling
sendiri berakar dari kata subtitle, yaitu bentuk tertulis atau teks dari ucapan karakter di dalam film yang ditempatkan pada bagian bawah layar. Bahasa yang dipakai subtitle bisa sama atau berbeda dengan bahasa sumbernya. Subtitle yang sebahasa dengan dialognya biasanya digunakan sebagai alat bantu bagi penonton yang berkebutuhan khusus pada pendengarannya, sedangkan subtitle dengan bahasa yang berlainan dengan dialognya adalah suatu bentuk penerjemahan. Dalam hal ini subtitle dapat dianggap sebagai produk penerjemahan sedangkan subtitling adalah prosesnya.
commit to user 36
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Cikal-bakal subtitle sendiri sebetulnya sudah lebih dulu ada sebelum teknik dubbing diperkenalkan. Menurut Ivarsson (2004), pada masa film hanya berupa gambar bergerak tanpa disertai suara, untuk menyampaikan jalan cerita atau dialog antarkarakter biasanya digunakan teks yang diselipkan di antara adegan satu dengan adegan yang lain. Teks pengganti dialog film semacam ini dinamakan intertitle. Teknik intertitle diperkenalkan oleh kartunis sekaligus pembuat film J. Stuart Blackton dan digunakan pertama kali pada tahun 1903 garapan Edwin S Porter. Cara intertitling ini
melalui film
pada awalnya hanya ditujukan untuk menggantikan suara pemain film yang karena alasan teknis tidak bisa dimunculkan dan bukan untuk keperluan penerjemahan. Meski demikian, penerjemahan pada era intertitle ini dapat dilakukan dengan mudah karena tinggal mengganti intertitle yang asli dengan intertitle bahasa yang diinginkan. Mulai tahun 1909 dan seterusnya secara perlahan istilah intertitle diganti menjadi sub-title karena letak teksnya dipindah sehingga menyatu dengan gambar. Teknik subtitling dalam pengertian modern baru muncul ketika era film bisu berakhir dan digantikan oleh film-film yang dilengkapi dengan suara sekitar tahun 1927.
Dengan sudah dapat ditampilkannya suara pada film membuat
intertitle tidak dibutuhkan lagi. Akan tetapi di sisi lain, keadaan ini menimbulkan kesulitan tersendiri dalam proses penerjemahan film. Pada awalnya, ada gagasan untuk mengganti suara dengan suara pula, yang dikenal dengan istilah dubbing. Namun mengingat proses dubbing cukup kompleks dan memerlukan biaya besar, muncullah ide untuk menggunakan teks seperti pada masa film bisu dulu. Bedanya, kali ini teks ditempatkan pada bagian bawah layar mengikuti pergerakan
commit to user 37
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
adegan film. Jadi tidak berselang-seling dengan adegan seperti pada intertitle. The Jazz Singer (1927) adalah film pertama yang dilengkapi dengan subtitling era modern. Film produksi Amerika ini ketika diluncurkan di Paris diberi subtitle bahasa Prancis. Jenis subtitle dapat kita bedakan dari segi teknis dan bahasa. Secara teknis, subtitle dapat dibedakan menjadi subtitle terbuka (open subtitle/hardsubs) dan tertutup (closed subtitle/softsubs), sedangkan menurut bahasa yang digunakan ada subtitle intrabahasa dan subtitle antarbahasa (Ameri, 2008). Subtitle terbuka adalah subtitle yang menyatu atau dengan gambar atau satu paket dengan produknya sehingga tidak dapat dihilangkan dari layar, sedangkan subtitle tertutup sifatnya tambahan. Subtitle ini dihasilkan oleh pesawat televisi yang dilengkapi dengan peralatan tertentu dan hanya bisa ditampilkan apabila penonton menghendaki. Menurut Ida (2008: 1), ada sejumlah aturan yang harus ditaati oleh penerjemah dalam mengerjakan subtitling. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Dalam satu adegan (scene) maksimal terdiri dari 2 baris subtitle. 2. Subtitle ditempatkan pada bagian bawah layar dengan posisi di tengah. 3. Apabila di bagian bawah layar terdapat tulisan (misalnya: credit title, nama tokoh, nama lokasi atau subtitle bahasa lain), maka letak subtitle harus dinaikkan agar tidak tumpang tindih dengan tulisan tersebut. 4. Satu baris subtitle maksimum terdiri dari 40 karakter termasuk spasi dan tanda baca (35 karakter untuk negara-negara Eropa).
commit to user 38
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. Apabila ada dua baris subtitle di munculkan secara bersama-sama, baris kedua diusahakan lebih pendek daripada baris pertama. 6. Durasi penayangan 1 baris subtitle minimal 3 detik dan maksimal 5 detik (2,5-5 detik di negara-negara Eropa); 2 baris subtitle minimal 7 detik dan maksimal 8 detik (5-6 detik di negara-negara Eropa). Dalam penayangan subtitle,
sinkronisasi
dengan
gambar
dan
suara
tetap
harus
dipertimbangkan. 7. Jika suatu kalimat subtitle harus dipenggal, kalimat penggalan harus dipahami oleh penonton/pembaca meskipun penggalan tersebut berdiri sendiri. Dengan demikian penonton/pembaca tetap dapat memahami maksud pembicaraan. Kemudian berkaitan dengan bahasa dan penerjemahan, ada beberapa aturan yang harus ditaati dalam proses subtitling, sebagaimana dinyatakan oleh Caroll dan Ivarsson (1998): 1. Pengisi subtitle sebaiknya melengkapi diri transkrip dialog dan daftar kata-kata sukar, nama, dan rujukan khusus 2. Pengisi subtitle bertanggung jawab pada penerjemahan dan penulisan istilah asing yang diperlukan 3. Hasil penerjemahan harus berkualitas dengan mempertimbangkan unsur idiomatis dan nuansa budaya 4. Harus menggunakan satuan-satuan semantik yang gamblang (sederhana dan langsung) 5. Apabila dilakukan pemadatan dialog, hasilnya harus koheren
commit to user 39
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6. Pedistribusian teks perbaris maupun halaman harus memperhatikan satuan-satuan gramatikal 7. Tiap-tiap subtitle diusahakan memiliki makna sendiri 8. Register bahasa subtitle harus tepat dan sesuai dengan register dialog subtitle
9. Bahasa yang digunakan merepresentasikan intelektualitas
10. Seluruh informasi tertulis (misalnya: tanda dan pengumuman) pada gambar yang dianggap penting sedapat mungkin juga diterjemahkan dan dirangkaikan 11. Nama dan frase yang sering muncul tidak harus selalu dituliskan pada subtitle 12. Subtitle
harus
mencakup
ekspresi-ekspresi
emosional (misalnya
ketakjuban dan kekagetan) 13. Harus ada kedekatan hubungan antara dialog dengan isi subtitle. Harus diusahakan agar ada kesesuaian antara BSu dan BSa. Salah satu kekurangan teknik subtitling adalah terbatasnya ruang dan waktu untuk menampilkan baris-baris subtitle sebagai hasil transkripsi atau penerjemahan dialog yang menjadi sumbernya. Oleh karena itu dalam subtitling, penerjemah dituntut untuk memparafrase, meringkas, atau bahkan menghilangkan sebagian ucapan pemain. Kovacic (dalam Ameri, 2008) menyatakan bahwa seorang penerjemah film harus tahu bagian mana yang harus dan yang tidak perlu diterjemahkan. Subtitle lebih
bertujuan untuk menyampaikan apa yang
dimaksudkan oleh pembicara daripada bagaimana ungkapan itu disampaikan. Atau dengan kata lain makna lebih penting daripada bentuk (Ameri, 2008).
commit to user 40
perpustakaan.uns.ac.id
Dibandingkan
digilib.uns.ac.id
dubbing,
teknik
subtitling
lebih
murah
sekitar
sepersepuluh hingga seperduapuluhnya. Selain itu pengerjaannya juga lebih cepat. Kelebihan lainnya, keaslian dialog film dan warna suara pemain dapat terjaga. Namun bagi penonton film, penggunaan subtitle mungkin akan sedikit mengganggu konsentrasi menonton karena pada saat yang bersamaan mereka harus menyaksikan adegan film sambil membaca teks terjemahannya. Jika teknik dubbing dianggap sebagai salah satu bentuk lokalisasi atau domestication dalam penerjemahan, maka subtitling adalah salah satu bentuk foreignization, yaitu upaya mempertahankan keaslian aspek-aspek bahasa sumber dalam penerjemahan. Selain itu masih ada aspek-aspek lain yang membedakan subtitling dan dubbing, sebagaimana diungkapkan Ameri (2008): 1. murah 2. keutuhan dialog asli tetap terjaga 3. lebih cepat 4. membantu pembelajaran bahasa asing 5. kurang akrab 6. kualitas suara sesuai dengan aslinya 7. cocok bagi para imigran dan yang berkebutuhan khusus dalam pendengaran 8. mengganggu gambar 9. pemahaman cenderung terputus-putus 10. tidak memungkinkan terjadinya overlapping dialog 11. mengacaukan perhatian 12. penonton tidak akan mengerti apabila tidak memperhatikan layar
commit to user 41
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13. terbatasi oleh ruang dan waktu 14. melibatkan dua kode bahasa sehingga dapat menimbulkan kerancuan 15. dapat mengurangi ilusi sinematis 16. lebih demokratis 17. menimbulkan kelelahan 2.4
Media Simpan Film Kemunculan DVD sebagai media simpan/rekam film tidak bisa
dilepaskan dari media simpan film yang lain, karena DVD merupakan penyempurnaan dari teknologi yang sudah ada sebelumnya. Menurut bentuknya media simpan film ini secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu pita dan cakram, sedangkan enurut perkembangannya, yang pertama dapat dibedakan menjadi rol film dan videotape, sedangkan yang kedua dapat dibedakan menjadi laserdisc, VCD dan DVD. 2.4.1 Rol Film dan Videotape Awal mulanya, dalam pembuatan suatu film, media yang dipakai untuk menyimpan gambar-gambar hasil syuting adalah berupa lembaran pita tipis
ukuran film menurut lebar pitanya, yaitu 16 mm, 35 mm, dan 75 mm. Dari ketiga jenis ini, pita film berukuran 35 mm yang paling dipakai dalam produksi film. Untuk satu judul film biasanya dibutuhkan beberapa gulungan (roll) film. Rol-rol inilah yang didistribusikan ke bioskop-bioskop untuk diputar dan diproyeksikan ke layar
bioskop.
Meskipun sudah ditemukan
beraneka ragam media
penyimpanan, hingga saat ini pita seluloid masih banyak dipakai dalam
commit to user 42
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pembuatan film karena dianggap memiliki kelebihan dibandingkan media yang lain. Dengan adanya pesawat televisi, kegiatan menonton film tidak lagi hanya bisa dilakukan di bioskop, namun bisa juga di rumah. Namun tentu saja peralatan yang dipakai berbeda dengan yang ada di bioskop. Untuk keperluan ini digunakan alat putar (player) dengan layar televisi sebagai media untuk menampilkan gambar.
Gambar-gambar ini disimpan di atas segulungan pita
magnetis berukuran kurang dari 1 inci yang ditempatkan dalam kotak persegi panjang. Media simpan film portable ini dinamakan kaset video (video cassette) sedangkan pemutarnya dinamakan VCP (video cassette player) atau (VCR (video cassette recorder). Cara kerja video kaset ini mirip dengan dengan kaset audio dengan tape recorder sebagai alat pemutarnya. Resolusi gambar yang dihasilkan dari VCR ini kurang dari 250 garis horisontal sehingga masih belum memuaskan. Sejak diperkenalkan pada pertengahan tahun 1970 ada dua format video yang popular, yaitu Betamax milik Sony dan VHS keluaran JVC. 2.4.2 Laserdisc dan VCD Pada perkembangan selanjutnya, media penyimpanan film tidak lagi hanya berbahan pita seluloid atau magnetis dengan diciptakannya cakram optis (optical disc). Sesuai namanya, media ini berbentuk piringan dan memanfaatkan sinar dalam teknologinya. Penggunaan piringan sebagai alat perekam sebenarnya sudah lama dilakukan, seperti pada piringan hitam, meski hanya terbatas untuk menyimpan suara saja. Cakram optis yang mula-mula populer adalah laserdisc, yang muncul sekitar tahun 1978. Berbeda dengan piringan hitam yang masih menggunakan jarum, laserdisc ini menggunakan teknologi sinar laser untuk
commit to user 43
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
membaca informasi berupa milyaran titik yang tercetak permukaan piringan. Informasi ini kemudian diubah ke dalam bentuk gelombang dan diproyeksikan menjadi gambar di layar televisi. Meski diameternya cukup besar (8 dan 12 inci) laserdisc lebih praktis dan awet dibandingkan kaset video karena bentuknya lebih tipis, ringan dan permukaannya tidak mudah tergores. Selain itu, gambar yang dihasilkan
laserdisc juga lebih tajam karena sudah tersusun dari 425 garis
horisontal. Media simpan data berbentuk piringan ini semakin berkembang dengan diperkenalkannya compact disc read only memory (CD-ROM) pada tahun1985 oleh Sony dan Philips. Cakram padat atau CD ini berbeda dengan pendahulunya baik dalam hal ukuran maupun teknologi yang diterapkan. Kepingan CD memiliki diameter 5 inci atau kira-kira setengah ukuran laserdisc.. Meskipun demikian, kapasitas CD justru lebih besar daripada kapasitas laserdisc. Satu keping CD dapat memuat file hingga sebesar 750 MB. Selain itu, CD sudah menggunakan teknologi digital untuk menggantikan sistem analog yang dipakai pada laserdisc. Menurut isinya, CD dapat dibedakan menjadi audio CD, yang hanya menyimpan suara saja dan video compact disc (VCD) yang berisi gambar dan suara. VCD inilah yang kemudian menggantikan peran kaset video dan laserdisc sejak pertengahan tahun 1990. 2.4.3 DVD Popularitas VCD mulai menurun sejak diperkenalkankannya DVD pada tahun 1995. Meski secara fisik, dari segi bentuk dan ukuran tidak ada perubahan yang mencolok, DVD menawarkan teknologi terbaru yang tidak dimiliki CD maupun VCD. Dari segi kapasitas, misalnya, sekeping DVD mampu menyimpan
commit to user 44
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
data hingga sebesar 18 GB, atau hampir 24 kali kapasitas CD, karena kedua sisinya bisa dipakai untuk menyimpan data (double layer disc). Sehingga dalam satu keping DVD dapat dimuat beberapa judul film sekaligus. Selain itu, berbeda dengan CD yang banyak dipakai untuk audio, DVD sangat identik sebagai media penyimpan film. Pada mulanya DVD merupakan singkatan dari digital video disc. Namun beberapa kalangan menyarankan agar kepanjangannya diubah menjadi digital versatile disc untuk menunjukkan bahwa format DVD bukan hanya untuk menyimpan gambar atau video saja. Karena tidak ada kesepakatan antara kedua belah pihak, akhirnya diputuskan bahwa DVD hanya sebuah nama dan bukan merupakan singkatan dari apapun (DVD, 2008). Sebagai pendatang baru, tentu saja DVD memiliki beberapa keunggulan jika dibandingkan VCD dalam hal kenyamanan untuk menonnton film. Dari segi tampilan, gambar yang dihasilkan DVD jauh lebih tajam karena resolusinya lebih tinggi daripada VCD, yaitu sekitar 480 garis horisontal (Monaco, 2000: 456). Sementara itu untuk tata suara, jika teknologi CD hanya memungkinkan untuk dua saluran kiri-kanan saja (stereo), maka pada DVD terdapat enam saluran (5.1) atau surround, masing-masing kiri-kanan depan, kiri-kanan belakang, tengah, dan subwoofer. juga Yang lebih penting lagi, DVD memberikan keleluasaan kepada penonton untuk dapat memilih adegan (scene) tertentu maupun subtitle sesuai keinginan. Jadi berbeda dengan VCD yang hanya dapat menampilkan satu subtitle saja, film DVD biasanya dilengkapi dengan subtitle dari berbagai bahasa yang bisa dipilih sesuai dengan kebutuhan. Beberapa kelebihan DVD sebagaimana diungkapkan Jack dan Tsatsulin (2000: 97-98) adalah sebagai berikut:
commit to user 45
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. menampilkan gambar video bermutu tinggi sepanjang lebih dari 2 jam 2. memiliki tak kurang dari 8 jalur suara digital yang masing-masing terdiri dari 8 saluran 3. memiliki tak kurang dari 32 jalur subtitle/karaoke 4. memungkinkan pencabangan gambar video
otomatis dan tanpa
sambungan 5. dilengkapi dengan menu dan fitur interaktif yang mudah 6. dapat memutar maju maupun memutar balik gambar secara cepat 7. dapat menampilkan judul, bab, urutan lagu, dan posisi waktu secara cepat 8. keluaran suara digital (PCM Stereo dan Dolby Digital) 9. bisa memainkan CD Audio 10. berbiaya rendah. 2.5
Film Animasi Film atau movie telah menjadi suatu cabang seni dan budaya yang
berkembang pesat pada jaman modern ini. Mula-mula istilah film dipakai untuk menyebut suatu lembaran tipis (pita) yang terbuat dari seluloid dan digunakan sebagai media menyimpan gambar dalam bentuk negatif. Apabila gambarnya berjumlah banyak dan berurutan kemudian diputar dan diproyeksikan pada layar maka akan jadilah gambar hidup (moving pictures). Gambar hidup inilah yang kemudian populer dengan sebutan film dalam tataran seni. Monaco (2000: 38) berpendapat bahwa pada awalnya film dan fotografi bersifat netral, keduanya merupakan media yang sudah ada sebelum seni terkait muncul dan berkembang.
commit to user 46
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Di jaman modern ini, film bukan hanya merupakan salah satu cabang seni, tetapi juga suatu bentuk hiburan dan bisnis. Karakter atau tokoh di dalam film bisa diperankan oleh orang maupun berupa rekaan gambar. Film yang tokoh maupun latarnya berupa gambar semacam ini disebut film kartun atau animasi. (animation biasanya bergerak, sehingga tampak hidup.
cartoon)
erat karena pada dasarnya objek yang bergerak pada film animasi berasal dari
serangkaian gambar dua dimensi secara cepat sehingga menghasilkan bayangan yang bergerak. Secara teknis Dirks (1996) mendefinisikan film animasi sebagai serangkaian gambar, lukisan atau ilustrasi yang dipotret dalam frame-frame terpisah. Gambar-gambar pada frame yang berurutan biasanya sedikit berbeda, sehingga akan menimbulkan bayangan bergerak apabila frame-frame tersebut diproyeksikan secara berurutan dengan kecepatan 24 frame per-detik.
dulu eksis untuk menyebut gambar lucu yang terdapat di koran atau majalah mengenai orang dan peristiwa (Hornby, 1990).
Karena menceritakan suatu
kejadian, kartun ini biasanya terdiri dari beberapa gambar berurutan. Dari sini kemudian muncul istilah komik (comic). Enclycopedia Americana (1975: 370) menyebut komik sebagai kartun yang diletakkan pada satu atau beberapa bidang persegi panjang/bujursangkar (yang kemudian disebut comic-strips) yang telah menjadi sajian popular koran-koran Amerika. Komik dapat dianggap sebagai
commit to user 47
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
nama spesifik untuk kartun. Jika panjang kartun hanya satu atau beberapa kotak gambar saja dinamakan comic-strips, sedangkan jika panjangnya mencapai satu jilid disebut buku komik (comic book) atau komik saja. Dari beberapa pengertian di atas dapat kita simpulkan bahwa film animasi merupakan pengembangan dari kartun atau komik. Jika kartun hanya berupa gambar mati yang dimuat di media cetak, maka gambar film animasi sudah bergerak dan menggunakan media mekanik maupun elektronik (bioskop/televisi). Asal muasal film animasi adalah comic-strips di koran yang muncul pada tahun 1890. Film animasi pertama dibuat oleh J. Stuart Blackton pada tahun1906 dengan judul Humorous Phases of Funny Faces. Jenis film ini kemudian terus berkembang menjadi industri dan melahirkan figur-figur kartun terkenal semacam Mickey Mouse, Scooby-Doo, The Flintstone, hingga Superman. Industri film animasi ini juga telah melahirkan seniman-seniman berbakat
seperti
Walt
Disney, Hanna-Barbera dan Stan Lee. 2.5.1 Serial The Simpsons The Simpsons adalah serial kartun ber-genre komedi situasi yang diputar di saluran televisi Fox dan sangat popular pada dekade tahun 90-an. Film kartun ini merupakan hasil kreasi Matt Groening yang bercerita tentang sebuah keluarga kelas menengah Amerika yang tinggal di kota Springfield. Keluarga ini terdiri dari suami-istri Homer dan Margie Simpson dengan tiga orang anak, masingmasing Bart, Lisa, dan Maggie. Keluarga The Simpsons ini memiliki karakter yang unik. Homer, bekerja sebagai pemeriksa keamanan pada Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Springfield. Sesuatu yang aneh mengingat sifatnya yang ceroboh dan konyol. Homer
commit to user 48
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
beristrikan Marge, seorang wanita yang mewakili stereotipe istri dan ibu rumah tangga Amerika. Bart, anak pertama yang masih berusia 10 tahun, sering membuat masalah dengan kenakalannya, sedangkan anak kedua, Lisa, yang berumur 8 tahun, adalah seorang aktivis yang cukup rewel. Kemudian si bungsu Maggie, meski belum bisa bicara, sudah dapat melakukan komunikasi dengan
Little Helper dan seekor kucing bernama Snowball II. Yang membedakan serial ini dengan film-film sejenis adalah segmentasi penontonnya. Jika film kartun pada umumnya ditujukan untuk anak-anak, maka film The Simpsons ini justru membidik pemirsa dewasa (adult oriented). Oleh karena itu, film ini banyak mengambil tema isu-isu yang sedang hangat di Amerika Serikat. Permasalahan- permasalahan yang tidak pernah kita bayangkan untuk diangkat dalam sebuah film kartun, seperti lingkungan, politik, kehidupan keluarga, ras, kesehaatan, agama, kapitalisme, kebohongan media, psikologi, kekerasan, agen rahasia, mafia, dan bahkan homoseksualitas ditampilkan di depan penonton. Inilah mungkin yang membuat serial ini sangat kontroversial (Danial, 2009). Sejak diputar pertama kali pada tanggal 17 Desember 1989 serial ini mendapatkan sambutan yang cukup baik dari penonton. Hingga saat ini telah tercapai tak kurang dari 19 periode penayangan atau 404 episode dengan durasi kira-kira 30 menit per-episode . Kesuksesan serial ini juga ditandai dengan diperolehnya berbagai penghargaan di bidang perfilman/pertelevisian, seperti 23 piala Emmy Award, 26 piala Annie Award dan satu piala Peabody Award. Selain itu, pada 30 Desember 1999 serial ini juga dinobatkan oleh majalah Time sebagai
commit to user 49
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
serial televisi terbaik abad ke-20 dan dianugerahi satu bintang di Holywood Walk of Fame pada 14 Januari 2000. The Simpsons juga merupakan serial animasi dan komedi situasi yang bertahan paling lama di televisi (The Simpson, 2008). 2.5.2 Film The Simpsons Movie Kesuksesan serial The Simpsons di televisi mengilhami diproduksinya The Simpsons versi layar lebar. Versi layar lebar ini diberi judul The Simpsons Movie dengan lama putar sekitar 100 menit. Film ini merupakan produksi bersama antara 20th Century Fox, Gracie Films dan Film Roman, dengan sutradara David Silverman dan tim penulis cerita yang terdiri dari Matt Groening, James L Brooks, Al Jean, George Meyer, Mike Reiss, John Swrtzwelder, John Vitti, David Mirkin, Mike Scully, Max Selman dan Ian Maxtone Graham. Mengikuti jejak versi serialnya, The Simpsons versi layar lebar ini juga menangguk untung cukup besar sejak diluncurkan pada tanggal 26 Juli 2007. Pada minggu pertama pemutaran, film ini mengumpulkan total pendapatan 74 juta dolar di Amerika Serikat, menempatkan diri sebagai box office dan memecahkan rekor sebagai film berbasis serial televisi terlaris mengalahkan Mission Impossible II. Di luar Amerika film ini juga langsung menjadi box office dengan membukukan pendapatan awal sebanyak 98 juta dolar dari 71 negara (The Simpsons, 2008). Kesuksesan The Simpson Movie ini menghasilkan total pendapatan hingga 500 juta dolar di seluruh dunia. Film
The
Simpsons
Movie
sendiri
mengangkat
tema
seputar
penyelamatan lingkungan. Cerita film ini dibuka dengan konser musik rock di tengah Danau Springfield yang menampilkan grup musik rock Green Day. Konser ini berakhir tenggelamnya panggung band tersebut akibat banyaknya sampah yang
commit to user 50
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mencemari danau. Melihat kejadian ini Lisa aktif mengimbau warga Springfield untuk membersihkan dan menjaga Danau Springfield dari sampah dan kotoran. Namun imbauan Lisa ini tidak mendapat tanggapan semestinya dari warga. Pada saat keluarga Simpsons sedang mengikuti kebaktian di gereja untuk mendoakan anggota band yang baru saja meninggal, tiba-tiba Kakek mengigau memperingatkan akan terjadinya suatu bencana berkaitan dengan ekor terpilin, mata seribu, dan terperangkap selamanya. Hal ini membuat Marge menjadi khawatir. Homer sendiri tidak begitu peduli dengan kejadian yang menimpa Kakek. Hari berikutnya, ketika sedang memperbaiki atap rumah, Homer menantang Bart untuk naik skateboard dengan telanjang ke Krusty Burger. Bart memenuhi tantangan tersebut, tetapi sebagai akibatnya ia ditangkap polisi dan mendapatkan hukuman. Alih-alih membantu, Homer justru tampak tidak peduli dengan keadaan Bart. Sikap Homer ini membuat Bart kecewa dan merasa tidak diperhatikan oleh ayahnya. Untunglah ada Ned Flanders tetangga yang dengan sukarela membantu. Bart merasa menemukan figur seorang ayah yang baik pada Ned dn mereka berdua jadi semakin akrab. Di restoran Krusty Burger tersebut, Homer melihat seekor anak babi yang tidak mau disembelih untuk dijadikan hidangan di restoran tersebut. Ia kemudian menyelamatkan dan membawa pulang anak babi tersebut dan menamainya Spider Pig. Marge tidak suka Homer memelihara anak babi tersebut karena membuat rumah jadi kotor. Marge juga memiliki firasat kalau keberadaan anak babi tersebut ada hubungannya dengan bencana yang diramalkan Kakek begitu melihat ekor anak babi itu terpilin.. Hanya dalam waktu dua hari, kotoran
commit to user 51
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Spider Pig sudah memenuhi silo. Homer kemudian membuang silo berisi kotoran ini ke danau sehingga menambah pencemaran. Keadaan ini membuat Russ Cargill boss EPA, sebuah lembaga perlindungan lingkungan, berang dan menganggap kota Springfield sudah sangat membahayakan sehingga harus diambil suatu tindakan. Ia kemudian berhasil mendesak Presiden Arnold Schwarzennegger untuk menutup kota Springfield dengan kubah guna mencegah segala sesuatu keluar atau masuk kota tersebut. Penduduk Springfield menjadi sengsara karena hubungan mereka dengan dunia luar terputus. Dalam upaya mencari biang keladi diisolasinya Kota Springfield, tibatiba dari dasar danau ditemukan silo milik Homer. Mengetahui hal ini, warga jadi marah dan berniat menggantung Homer sekeluarga beramai-ramai. Namun Homer sekeluarga berhasil melarikan diri keluar dari kubah melalui lubang yang sering dipakai bermain Maggie. Merasa sudah kehilangan tempat tinggal, Homer mengajak keluarganya untuk pindah ke Alaska. Mereka berangkat ke sana dngan menggunakan truk yang dimenangkan Homer dari sebuah permainan di pasar malam. Mereka merasa bahagia hidup di Alaska sebelum tiba-tiba mengetahui dari siaran televisi bahwa Kota Springfield akan segera dihancurkan. Melihat situasi ini, Marge memutuskan untuk kembali pulang menyelamatkan kota asalnya. Homer tidak setuju dengan keinginan Marge sehingga ia ditinggal sendirian oleh istri dan kedua anaknya. Hidup sendiri di Alaska membuat Homer jadi merana hingga sempat tak sadarkan diri. Dalam keadaan tidak sadar Homer ditolong oleh seorang wanita Indian yang kemudian membuat Homer menyadari kekeliruannya. Akhirnya
commit to user 52
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Homer memutuskan untuk kembali ke Springfield ikut menyelamatkan kota dari kehancuran. Bertemunya kembali Homer dan keluarganya menjadi momen yang merekatkan kembali hubungan bapak-anak antara Homer dan Bart. Homer meminta Bart untuk membantunya menyelamatkan kota. Dengan berboncengan naik sepeda motor, akhirnya Homer dan Bart berhasil melemparkan bom waktu keluar dari kubah sekaligus menyelamatkan kota mereka dari kehancuran. Terhindarnya Kota Springfield dari kehancuran sekaligus menandai kembalinya keharmonisan Keluarga Simpson. 2.6
Kerangka Pikir Penelitian Pokok permasalahan yang melatarbelakangi dilakukannya penelitian ini
adalah adanya ketakterjemahan dalam proses penerjemahan, yaitu suatu keadaan di mana suatu unsur dari bahasa sumber tidak bisa digantikan secara tepat atau langsung dengan unsur dari bahasa sasaran, sehingga diperlukan suatu upaya untuk mengatasinya. Secara garis besar, kerangka pikir penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut (lihat Bagan 4). Pertama-tama peneliti membandingkan dialog dan subtitle DVD film The Simpsons Movie untuk menemukan ketidaksepadanan antara unsur-unsur pada bahasa sumber (dialog dalam bahasa Inggris) dan unsur-unsur bahasa sasaran (subtitle dalam bahasa Indonesia). Dalam menentukan ketidaksepadanan ini penulis melakukan pemeriksaan silang (cross check) dengan narasumber maupun sumber lain, terutama kamus. Apabila hasil pemeriksaan menunjukkan adanya ketidaksepadanan maka unsur terkait dijadikan data penelitian sebagai suatu bentuk ketakterjemahan.
commit to user 53
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Selanjutnya, seluruh karakteristiknya
dan
data ini diperiksa satu persatu untuk dikenali
dikelompokkan
sesuai
jenisnya,
apakah
termasuk
ketakterjemahan linguistik ataukah ketakterjemahan budaya. Khusus untuk ketakterjemahan linguistik akan dibedakan lagi menjadi ketakterjemahan leksikal dan ketakterjemahan struktural.
NARASUMBER
KAM US
DIALOG
PADANAN ?
(BSU)
LEKSIKAL
SUBTITLE
(BSA)
× LINGUISTIK
STRUKTURAL
KETAKTERJEMAHAN
BUDAYA
STRATEGI PENERJEM AHAN
TEKNIK PENERJEMAHAN
Bagan 4: Alur penelitian ketakterjemahan
Selanjutnya, dengan membandingkan dan menganalisis bahasa sumber dengan bahasa sasaran dari data tersebut, peneliti berusaha mengetahui teknik penerjemahan yang diterapkan oleh penerjemah untuk mengatasi masalah
commit to user
54
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ketakterjemahan yang dihadapinya sehingga proses penerjemahan (subtitling) bisa terselesaikan. Di samping itu, secara terperinci juga akan dicari hal-hal yang menyebabkan terjadinya berbagai jenis ketakterjemahan tersebut. 2.7
Penelitian yang Relevan Dari penelusuran pustaka yang dilakukan peneliti, setidaknya ada dua
penelitian dengan topik yang hampir sama dengan penelitian ini. Yang pertama dilakukan oleh Sri Isnani Setiyaningsih, mahasiswa Program Studi S2 Linguistik Penerjemahan Pascasarjana UNS pada tahun 2003 dan hasilnya dituliskan dalam bentuk tesis dengan judul Analisis Kontrastif Ketakterjemahan dalam Buku The Forgotten Queens of Islam Karya Fatima Mernessi. Ada beberapa persamaan maupun perbedaan antara penelitian di atas dengan penelitian ini. Pertama, kedua penelitian sama-sama mengambil tema ketakterjemahan sebagai objek kajian dan menggunakan teori ketakterjemahan Catford tentang ketakterjemahan linguistik dan ketakterjemahan budaya sebagai landasan teori. Kemudian, berkenaan dengan pendekatan penelitian, meskipun tidak disebutkan secara spesifik pada judul, seperti penelitian di atas, penelitian ini juga menggunakan analisis kontrastif sebagai salah satu metode analisis. Meskipun demikian, pendekatan dalam bentuk lain juga diterapkan sesuai kebutuhan untuk menyempurnakan hasil penelitian ini. Berkaitan dengan tujuan penelitian, kedua penelitian bertujuan mendeskripsikan satuan-satuan linguistik (kata, frasa, dan kalimat) yang tidak dapat diterjemahkan dan menemukan faktor-faktor penyebabnya. Tetapi, tidak seperti penelitian pertama yang berupaya menjelaskan pengaruh ketakterjemahan
commit to user 55
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
terhadap pemahaman makna secara keseluruhan, penelitian ini lebih menekankan pada penjelasan mengenai upaya (strategi dan teknik penerjemahan) yang dilakukan oleh penerjemah dalam mengatasi masalah ketekterjemahan yang ada. Sistematika pembahasan yang diterapkan dalam penelitian di atas juga berbeda
jika
dibandingkan
dengan
penelitian
ini.
Penelitian
di
atas
mengklasifikasikan pembahasan menurut bahasa sumbernya, yaitu Bahasa Inggris, Prancis, Jerman, dan Arab, sementara penelitian ini hanya difokuskan pada Bahasa Inggris saja. Selain itu, khusus untuk ketakterjemahan linguistik, pembahasan pada penelitian pertama dikelompokkan dalam tataran leksikal (kata), frasa, dan klausa, sedangkan dalam penelitian ini sistematika pembahasan dikelompokkan menurut jenis-jenis ketakterjemahan, yaitu ketakterjemahan lingustik (leksikal dan struktural) dan ketakterjemahan budaya yang selanjutnya diperinci berdasarkan faktor-faktor penyebabnya. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya ketakterjemahan karena ketiadaan padanan linguistik sebanyak 2,1% dan tidak adanya padanan budaya sebanyak 97,9%. Ketakterjemahan budaya lebih dominan karena buku yang dijadikan subjek penelitian bertemakan agama Islam dan berlatar budaya Arab. Sementara itu dari sisi kualitas terjemahan, hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum teks terjemahan buku The Forgotten Queens of Islam karya Fatima Mernessi bisa dipahami dengan baik oleh pembaca. Kemudian, penelitian lain yang juga serupa dengan penelitian ini dilakukan oleh Fenty Kusumastuti, untuk penulisan tesisnya di Program Studi Linguistik S-2 Minat Utama Penerjemahan Program Pascasarjana UNS pada tahun 2011 dengan judul Analisis Kontrastif Subtitling dan Dubbing dalam Film
commit to user 56
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kartun Dora the Explorer Seri Wish Upon a Star (Kajian Teknik Penerjemahan dan Kualitas Terjemahan). Persamaan penelitian Fenty dengan penelitian ini terletak pada sebagian permasalahan yang dikaji dan subjek penelitian, di mana kedua-duanya membahas mengenai teknik penerjemahan pada subtitle film kartun, sehingga kedua penelitian ini setidaknya memiliki kerangka pikir yang hampir sama. Kemudian perbedaannya terletak pada fokus utama penelitian, di mana penelitian di atas berupaya membandingkan kualitas penerjemahan antara subtitling dan dubbing, sedangkan penelitian ini lebih menekankan pada pendeskripsian masalah ketakterjemahan pada subtitle saja. Hasil penelitian di atas menunjukkan adanya 13 teknik penerjemahan yang diterapkan oleh penerjemah dalam subtitling film Dora The Explorer: Wish Upon a Star. Selain itu juga ditemukan adanya perbedaan dominasi teknik penerjemahan yang diterapkan antara versi subtitling dan dubbing dari film di atas meskipun kedua-duanya sama-sama mengalami reduksi (lingiuistic compression) dalam proses penerjemahan. Penerjemahan dengan subtitle cenderung memakai teknik literal, sedangkan dubbing banyak menggunakan teknik peminjaman (borrowing). Dari sisi kualitas terjemahan, media subtitling dianggap lebih berkualitas dibandingkan dubbing, terutama dalam hal keakuratan dan keberterimaan. Meskipun demikian hasil terjemahan dubbing cenderung lebih mudah dipahami daripada subtitle.
commit to user 57
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1
Rancangan Penelitian Penelitian mengenai ketakterjemahan dalam subtitle Bahasa Indonesia
DVD film The Simpsons Movie dari Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia ini merupakan penelitan kualitatif dengan jenis penelitian dasar (basic research) pada tingkat studi kasus tunggal dan terpancang. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menekankan pada analisis induktif, dengan deskripsi yang kaya dengan beragam nuansa, dan juga penelitian tentang manusia (Bogdan & Biklen, 1982). Sementara penelitian dasar, atau penelitian akademis, adalah penelitian murni yang hanya bertujuan untuk memahami suatu masalah yang mengarah pada manfaat teoretik dan bukan pada manfaat praktis. Rancangan penelitian kualitatif pada dasarnya adalah studi kasus, yaitu pendeskripsian secara rinci dan mendalam mengenai potret kondisi dalam suatu konteks, tentang apa
yang sebenarnya
terjadi dan menurut apa adanya di lapangan studi. Studi kasus tunggal mengarahkan sasaran penelitian pada satu karakteristik, sedangkan sifat terpancang menunjukkan bahwa penelitian bersifat terbatas dan sudah terfokus pada subjek/objek tertentu (Sutopo, 2006). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan mendeskripsikan masalah-masalah ketakterjemahan yang dijumpai pada subtitle Bahasa Indonesia DVD
film
The
Simpsons
Movie,
yaitu
bagaimanakah
bentuk-bentuk
ketakterjemahan yang terdapat pada subtitle tersebut, mengapa hal itu terjadi, dan bagaimanakah penyelesaian masalah ketakterjemahan tersebut. Sebagai suatu
commit to user 58
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
penelitan kualitatif, penelitian ini juga melibatkan persepsi manusia, dalam hal ini persepsi peneliti sendiri dan persepsi narasumber penelitian. Selanjutnya, metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode etnografi, yaitu suatu metode penelitian yang melibatkan empat tahap analisis, yaitu analisis domain, taksonomi, komponensial dan tema budaya (Sadewo, 2008: 192). Kemudian pendekatan yang digunakan adalah pendekatan semantik, terutama dengan analisis komponen makna, dan pendekatan budaya, karena objek penelitian berupa fenomena kebahasaan yang dipengaruhi oleh faktor budaya. Fokus penelitian ini sendiri adalah masalah ketakterjemahan dalam penerjemahan dengan batasan pada satu judul film di atas. 3.2
Alat Penelitian Dalam penelitian kualitatif, dimungkinkan untuk menggunakan alat
pengumpulan data sebagai kelengkapan penunjang. Meskipun demikian, alat utama penelitian dalam penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri. Bogdan dan Bikklen (1982: 27) menyatakan bahwa penelitian kualitatif menggunakan ruang lingkup netral sebagai sumber data langsung di mana peneliti merupakan alat penelitian yang utama. Sesuai dengan pernyataan di atas, karena penelitian ini sifatnya kualitatif maka di sini peneliti menjadi alat utama penelitian. Di samping itu digunakan pula alat penelitian lain sebagai penunjang, meliputi keping DVD film The Simpsons Movie, alat pemutar DVD, laptop, buku-buku acuan (termasuk kamus), lembar kuesioner, beberapa orang narasumber, alat perekam suara, dan seperangkat alat tulis menulis.
commit to user 59
perpustakaan.uns.ac.id
3.3
digilib.uns.ac.id
Sumber Data Dalam penelitian kualitatif data yang digunakan juga berupa data
kualitatif. Bogdan dan Biklen (1982: 23) menyatakan bahwa dalam metode deskriptif kualitatif data yang digunakan berbentuk kata atau gambar dan bukan berupa angka-angka. Secara lebih spesifik Lexy (2002: 112) membagi data penelitian kualitatif menjadi kata-kata dan tindakan, sumber data tertulis, foto dan statistik. Data penelitian diperoleh dari sumber data. Lexy (2002: 112) membagi sumber data menjadi dua yaitu sumber data utama, berupa kata-kata dan tindakan orang orang yang diamati dan diwawancarai, dan sumber data tambahan berupa buku, majalah ilmiah, arsip, dokumen pribadi dan dokumen resmi. Ketepatan dalam memilih dan menentukan sumber data akan menentukan ketepatan dan kekayaan data atau kedalaman informasi yang diperoleh. Data tidak akan bisa diperoleh tanpa adanya sumber data. Sumber data dalam penelitian kualitatif ada beberapa jenis, bisa berupa manusia, peristiwa, aktivitas, perilaku, tempat, benda, gambar, rekaman, serta dokumen. Salah satu sumber data yang cukup penting adalah rekaman baik yang berbentuk audio maupun visual (Sutopo, 2006: 61). Sebagai suatu bentuk penelitian kualitatif, data penelitian ini berupa kata, frasa, dan kalimat yang merepresentasikan terjemahan dialog film The Simpsons Movie. Sementara itu, sumber datanya terdiri dari tiga jenis, yakni: rekaman, dokumen, dan narasumber. 1. Rekaman Rekaman menjadi sumber data utama karena subjek penelitian ini berupa gambar bergerak (animated pictures) yang disimpan atau direkam pada
commit to user 60
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
piringan. Rekaman ini berupa rangkaian gambar dan suara (audiovisual) film The Simpsons Movie yang disimpan dalam sebuah piringan dengan format DVD. Baik rekaman gambar maupun suara ini akan dijadikan sumber data penelitian. Dari rekaman gambar, yang diambil sebagai data adalah bagian subtitle, sedangkan dari rekaman suara, yang digunakan sebagai data adalah dialog antarkarakter film. Adegan-adegan di dalam film juga digunakan sebagai data pelengkap untuk menunjukkan konteks situasi yang melatar belakangi terjadinya dialog. 2. Dokumen Penggunaan dokumen dalam penelitian ini ditujukan untuk memberikan data tambahan untuk melengkapi data yang berasal dari sumber data utama (rekaman). Dokumen yang dipakai sebagai sumber data di sini berupa bukubuku acuan, terutama buku-buku teori penerjemahan, naskah-naskah yang isinya berkaitan dengan topik penelitian, baik dalam bentuk hardcopy maupun softcopy, dan sejumlah kamus. Penggunaan dokumen-dokumen ini ditujukan untuk membangun landasan teori dan mendukung validitas penelitian. Khusus untuk keperluan validasi data, dalam penelitian ini setidaknya digunakan lima jenis kamus yang berbeda. Masing-masing adalah: a. Longman Dictionary of American English, terbitan Pearson Education Limited., Essex, tahun 2008 (selanjutnya disebut Kamus A) b. Kamus Inggris-Indonesia, karangan John M. Echols dan Hassan Shadily, terbitan PT Gramedia, Jakarta, tahun 2000 (selanjutnya disebut Kamus B) c. Kamus Bahasa Indonesia, terbitan Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, tahun 2008 (selanjutnya disebut Kamus C)
commit to user 61
perpustakaan.uns.ac.id
d.
digilib.uns.ac.id
karangan Richard Spears, terbitan NTC Publishing Group, tahun 2000 (selanjutnya disebut Kamus D) karangan
e.
Richard Spears, terbitan NTC Publishing Group, tahun 2000 (selanjutnya disebut Kamus E). 3. Narasumber Fungsi narasumber (informan) hampir sama dengan fungsi dokumen, yaitu sebagai sumber data pendukung dalam penelitian. Data yang berasal dari narasumber ini berfungsi untuk menguji dan menilai validitas data yang diperoleh dari sumber data utama, sehingga akan tercapai kemantapan penelitian. Narasumber yang akan dilibatkan dalam pengambilan data tambahan ini memiliki latar belakang yang berbeda-beda, sehingga akan diperoleh pendapat yang objektif dari berbagai sudut pandang. Pihak-pihak yang akan dijadikan narasumber penelitian ini meliputi ahli penerjemahan, praktisi penerjemahan, dan penonton film terkait. Tiga orang narasumber penelitian ini masing-masing adalah: a. Lilik Untari, S.Pd, M.Hum, dosen/akademisi penerjemahan dari Jurusan Bahasa dan Sastra STAIN Surakarta (selanjutnya disebut Narasumber 1) b. Drs. Rombe Mustajab, M.Hum, praktisi penerjemahan sekaligus kepala cabang Lembaga Pendidikan Bahasa Inggris IEC Surakarta (selanjutnya disebut Narasumber 2) c. Danial Hidayatullah, SS, MA, penonton film The Simpsons Movie dan merupakan dosen Jurusan Sastra Inggris Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (selanjutnya disebut Narasumber 3).
commit to user 62
perpustakaan.uns.ac.id
3.4
digilib.uns.ac.id
Teknik Cuplikan Cuplikan (sampling) berkaitan dengan pemilihan dan pembatasan jumlah
serta jenis dari sumber data yang akan digunakan dalam penelitian. Dalam penelitian kualitatif cuplikan yang diambil lebih bersifat selektif (purposive sampling). Cuplikan tidak digunakan dalam usaha untuk melakukan generalisasi statistik atau mewakili populasinya, tetapi lebih mengarah pada generalisasi teoretis atau mewakili informasinya (Sutopo, 2006: 62-64). Menurut Spradley (2007), sebagian kriteria dalam pengambilan sampel adalah dengan memilih situasi sosial yang relatif banyak merangkum informasi tentang domain-domain yang tercakup dalam topik penelitian (organizing domain) dan berlangsung relatif sering atau berulang (frequently recurring activities). Populasi penelitian ini adalah seluruh caption (baris) subtitle Bahasa Indonesia dari DVD film The Simpson Movie, sedangkan cuplikannya berupa subtitle yang memperlihatkan adanya ketidaksepadanan arti dengan bahasa sumbernya, yaitu Bahasa Inggris yang diucapkan oleh karakter-karakter maupun yang tergambar di dalam film tersebut. Cuplikan ini ditujukan untuk menunjukkan adanya ketakterjemahan dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia pada subtitle DVD film The Simpson Movie. 3.5
Teknik Pengumpulan Data Secara umum teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif dapat
dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu interaktif dan non-interaktif. Dalam teknik interaktif, ada kemungkinan saling mempengaruhi antara peneliti dan sumber datanya, sedangkan dalam teknik non-interaktif sama sekali tidak ada saling mempengaruhi antara peneliti adan sumber data (Sutopo, 2006: 66).
commit to user 63
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sumber data penelitian ini ada dua yaitu sumber data utama (primer) dan sumber data tambahan (sekunder). Mengingat sumber data utama penelitian ini berupa benda mati (cakram DVD) maka teknik pengumpulan data utama dalam penelitian ini bersifat non-interaktif berupa analisis isi (content analysis). Hal ini juga berlaku pada sumber data tambahan yang berupa dokumen. Kemudian untuk sumber data tambahan lainnya, yang berupa manusia, digunakan teknik pengumpulan data interaktif, dalam hal ini digunakan teknik penyebaran kuesioner (angket) dan melakukan wawancara (interview). Berikut ini penjelasan mengenai ketiga teknik pengumpulan data tersebut: 1. Analisis isi Rekaman yang menjadi sumber data utama penelitian ini memiliki karakteristik yang sama dengan dokumen, sehingga teknik pengumpulan data yang digunakan adalah analisis isi (content analysis), yakni mengkaji dokumen atau arsip untuk memperoleh data. Proses analisis isi rekaman ini dilakukan secara simultan dengan analisis isi dokumen yang merupakan sumber data tambahan untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam analisis. Langkah-langkah yang ditempuh dalam pengumpulan data utama ini selengkapnya adalah sebagai berikut: a. memutar DVD film The Simpsons Movie dan menyimak dialog beserta subtitle-nya dengan seksama b. mentranskrip seluruh dialog beserta subtitle-nya ke dalam tabel secara berpasangan, dialog sebagai BSu dan subtitle sebagai BSa
commit to user 64
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. menyeleksi dialog dan subtitle yang menunjukkan adanya hubungan ketakterjemahan untuk dijadikan data penelitian. Setelah data penelitian terkumpul, dilakukan identifikasi untuk mengetahui karakteristik masing-masing data dan menemukan persamaan dan perbedaan di antara data-data tersebut. Selanjutnya, berdasarkan persamaan dan perbedaan ini, data diklasifikasikan dan dianalisis lebih lanjut untuk disajikan dalam laporan. 2. Menyebar kuesioner Penggunaan kuesioner dalam penelitian ini merupakan bagian dari proses validasi
data
penelitian
yang
bertujuan
untuk
menguji
reliabilitas
(keterpercayaan) dan validitas (keshahihan) data yang diperoleh dari analisis isi. Jenis kuesioner yang digunakan di sini berupa kuesioner tak berstruktur (terbuka), di mana narasumber dapat memberikan jawaban secara bebas dalam bentuk isian, dan kuesioner berstruktur (tertutup), di mana narasumber tinggal memilih jawaban yang telah disediakan. Jawaban-jawaban yang diberikan oleh narasumber melalui kuesioner ini kemudian dibandingkan dengan hasil analisis atau persepsi peneliti. Apabila terdapat kesamaan maka data yang diperoleh dinyatakan reliabel dan valid. 3. Melakukan wawancara Wawancara ini merupakan tindak lanjut dari penyebaran kuesioner dalam upaya mendapatkan kemantapan jawaban atau data yang berasal dari kuesioner. Jenis wawancara yang diterapkan di sini adalah wawancara bebas terpimpin, di mana pertanyaan didasarkan pada jawaban-jawaban tertentu
commit to user 65
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pada kuesioner dengan kemungkinan pertanyaan yang berbeda antara narasumber yang satu dengan narasumber yang lain. 3.6
Validasi Data Validitas (kesahihan) dan reliabilitas (keterpercayaan) data merupakan
jaminan bagi kemantapan simpulan dan tafsir makna sebagai hasil penelitian (Sutopo, 2006: 92). Agar hasil penelitian sahih dan terpercaya perlu dilakukan triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan penegecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Secara keseluruhan ada empat acuan yang bisa dimanfaatkan oleh peneliti untuk melakukan triangulasi, yaitu sumber, metode, penyidik, dan teori (Denzin dalam Moleong, 2002: 178). Untuk keperluan triangulasi dalam penelitian ini peneliti menggunakan sumber (data) dan metode sebagai acuan. Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif, sedangkan triangulasi dengan metode pada dasarnya adalah pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian dengan beberapa teknik pengumpulan data atau dengan beberapa sumber data dengan metode yang sama (Patton dalam Moleong, 2002: 178). Penerapan triangulasi sumber dalam penelitian ini dilakukan dengan cara membandingkan data inti yang berasal dari sumber data utama (rekaman) dengan data pendukung yang diperoleh dari sumber data tambahan, terutama dari beberapa kamus yang relevan. Kemudian, triangulasi dengan metode dilakukan dengan meminta pendapat beberapa narasumber mengenai kesahihanhan dan keterpercayaan data tersebut, baik dengan menggunakan kuesioner maupun
commit to user 66
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
melalui wawancara. Jenis kamus yang dipakai dan narasumber yang dilibatkan dalam proses validasi data penelitian ini selengkapnya dapat dilihat pada subbab sebelumnya, yaitu bagian Sumber Data. 3.7
Analisis Data Setelah proses validasi data selesai dilakukan, tahap berikutnya adalah
analisis data. Menurut Spradley (2007), ada empat tahapan analisis data dalam penelitian yang berkaitan dengan kebudayaan, yaitu analisis domain, analisis taksonomi, analisis komponensial, dan analisis tema budaya. Tahap pertama adalah analisis domain, yaitu menganalisis gambaran objek penelitian secara umum atau di tingkat permukaan, namun relatif utuh (Burhan, 2008: 85). Pada tahap ini akan pertama-tama dipisahkan antara ungkapan yang sepadan dan yang tidak sepadan dari BSu ke BSa. Hubungan semantik yang digunakan sebagai dasar analisis ini adalah hubungan jenis (strict inclusion), di mana seluruh ungkapan yang ada akan dikelompokkan ke dalam dua domain yang berbeda. Ungkapanakan direduksi atau tidak dipakai sebagai data penelitian, sedangkan ungkapan-
dan dianalisis lebih lanjut karena ketidaksepadanan mengindikasikan adanya ketakterjemahan. Selanjutnya, masih dengan analisis domain, data penelitian yang diperoleh dianalisis dan dikelompokkan dengan metode hubungan ruang (spatial). Di sini ungkapan-ungkapan yang menunjukkan adanya ketakterjemahan tersebut dianalisis dan diklasifikasikan ke dalam kelompok-kelompok menurut jenisnya, yaitu ketakterjemahan linguistik dan ketakterjemahan budaya. Ketakterjemahan
commit to user 67
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang pertama kemudian dibedakan lagi menjadi ketakterjemahan linguistik leksikal dan ketakterjemahan linguistik struktural. Setelah analisis domain selesai dan diperoleh tiga jenis ketakterjemahan, dilakukan analisis taksonomi. Teknik analisis taksonomi terfokus pada domaindomain tertentu, kemudian memilih domain-domain tersebut menjadi subsubdomain serta bagian-bagian yang lebih khusus dan terperinci yang umumnya merupakan rumpun yang memiliki kesamaan (Burhan, 2008: 90). Pada tahap ini keempat bentuk ketakterjemahan tersebut akan diklasifikasikan menurut teknik penerjemahan yang diterapkan, misalnya peminjaman, naturalisasi, deskripsi, generalisasi dan lain-lain. Tahap analisis selanjutnya adalah analisis komponensial, yaitu teknik yang digunakan untuk menganalisis unsur-unsur yang memiliki hubungan kontras satu sama lain dalam domain yang telah ditentukan untuk dianalisis secara terperinci
(Burhan,
2008,
95).
Di
sini,
ketakterjemahan
yang
sudah
diklasifikasikan menurut jenis dan teknik penerjemahannya dibedakan atau dipilah-pilah berdasarkan faktor-faktor penyebabnya secara lebih terperinci. Setelah diperoleh data yang terperinci dari ketiga tahap analisis di atas, kemudian dilakukan analisis tema budaya, yaitu upaya menemukan hubungan yang terdapat pada domain-domain yang dianalisis sehingga akan membentuk satu kesatuan yang holistik yang terpola secara kompleks dan menunjukkan faktor-faktor atau tema-tema yang dominan dan tidak (Burhan, 2008: 98). Pada tahap ini akan dicari keterkaitan antara bentuk, teknik penerjemahan, dan faktor penyebab ketakterjemahan yang ditemukan pada subjek penelitian. Selain itu juga
commit to user 68
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
akan ditemukan nilai atau tema budaya yang melatar belakangi atau melingkupi peristiwa ketakterjemahan tersebut. Pada tahap analisis data ini juga dilakukan pemberian kode pada seluruh data penelitian, sehingga masing-masing dapat diketahui urutan, letak, maupun kelompoknya. Bentuk pengkodean selengkapnya adalah sebagai berikut: URUTAN CAPTION URUTAN DATA
KELOMPOK DATA
TIMELINE
TEKNIK PENERJEMAHAN
DATA BSU-BS A
23/49/00:05:02-00:05:04/L1/gay-gay (peminjaman) Saat kebaktian di gereja, pendeta meminta peserta untuk mengakui sesuatu. Ned Flanders menanggapi dan ingin mengutarakan sesuatu. Sebelum Ned mulai bicara, Homer mencoba menebak-nebak perbuatan apa yang akan diakui oleh Ned. BSu BSa
: Gay, gay, gay, gay, gay, gay, gay... : Gay, gay, gay (pria homoseks).
KONTEKS SITUASI DIALOG-SUBTITLE
Bagan 5: Pengkodean data penelitian Contoh di atas menunjukkan data nomor 23 yang merupakan caption ke49 dari seluruh subtitle. Data tersebut berada pada posisi waktu antara lima menit lebih dua hingga empat detik dari durasi film dan termasuk dalam kelompok ketakterjemahan leksikal yang disebabkan katrena tidak ada istilah BSa untuk menyebut referen terkait. Kemudian istilah yang dijadikan data tersebut adalah istilah BSu dalam Bahasa Inggris, gay, yang diterjemahkan ke dalam BSa dalam
Kemudian, konteks situasi kejadian dan ungkapan selengkapnya dapat dilihat di bawah data.
commit to user 69
perpustakaan.uns.ac.id
3.8
digilib.uns.ac.id
Prosedur Penelitian Penelitian kualitatif dibagai ke dalam empat tahap, yaitu tahap sebelum
ke lapangan, pekerjaan lapangan, analisis data, dan penulisan laporan (Moleong, 2002: 109). Mengacu pada pendapat di tersebut dan disertai dengan sedikit penyesuaian peneliti membagi kegiatan penelitian ini ke dalam tiga tahapan, yaitu: persiapan penelitian, pengumpulan dan analisis data, dan penyusunan laporan. Prosedur penelitian selengkapnya adalah sebagai berikut: 1. Persiapan penelitian Persiapan penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu penentuan judul dan penyusunan proposal. Penentuan judul penelitian di mulai dengan menentukan topik penelitian yang menarik, layak (ilmiah) dan memungkinkan untuk diteliti. Setelah topik penelitian diperoleh, lengkap dengan subjek maupun objeknya, dilakukan penentuan judul penelitian. Judul penelitian ini dibuat sedemikian
rupa
sehingga
bersifat
singkat,
jelas,
ilmiah,
dan
merepresentasikan penelitian yang akan dilaksanakan. Tahap selanjutnya adalah penyusunan proposal. Proposal penelitian disusun dalam tiga bab dengan mengikuti kaidah-kaidah metodologi penelitian. Setelah selesai disusun, proposal ini kemudian diajukan kepada dosen pembimbing untuk dinilai kelayakannya secara ilmiah. Apabila dianggap layak, penelitian akan dilaksanakan, jika masih dianggap kurang layak, akan dilakukan perbaikan semestinya. 2. Pengumpulan dan analisis data Tahap pengumpulan data, secara garis besar meliputi mentranskrip dan mengelompokkan ucapan-ucapan karakter dan baris-baris subtitle film,
commit to user 70
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menyebar kuesioner, dan melakukan wawancara dengan narasumber. Kemudian
tahap
analisis
data
mencakup
mereduksi,
menyajikan,
memverifikasi data dan menarik kesimpulan secara simultan. 3. Penyusunan laporan Laporan penelitian disusun dalam lima bab sesuai dengan kaidah yang terdapat pada metode penelitian. Laporan penelitian ini merupakan tindak lanjut atau pengembangan dari proposal penelitian dan merupakan tahap akhir dari penelitian. Bersamaan dengan penyusunan laporan juga dilakukan konsultasi dengan dosen pembimbing untuk memperbaiki kesalahan dan melengkapi kekurangan yang ada pada laporan.
commit to user 71
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Temuan Penelitian Dari proses pengumpulan data penelitian diperoleh hasil bahwa dari seluruh 1014 caption subtitle Bahasa Indonesia DVD film The Simpson Movie ditemukan setidaknya ada 194 caption atau 19% yang memperlihatkan gejala ketakterjemahan. Dari sini diperoleh data penelitian berupa istilah (kata/frasa) dan ungkapan (frasa/kalimat) yang tidak dapat diterjemahkan, baik sebagian maupun seluruhnya. Kemudian, hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa ketiga jenis ketakterjemahan, sebagaimana diuraikan pada landasan teori penelitian ini, seluruhnya muncul atau ditemukan pada subjek penelitian. Masing-masing jenis ketakterjemahan ini terjadi dengan faktor penyebab yang berbeda-beda. Penerjemah juga menerapkan berbagai macam teknik penerjemahan untuk menyelesaikan masalah ketakterjemahan ini. Hasil tabulasi data mengenai jenis, teknik penerjemahan, dan faktor penyebab ketakterjemahan subtitle Bahasa Indonesia DVD film The Simpsons Movie ini selengkapnya dapat dilihat pada tabel-tabel di bawah ini.
commit to user 72
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 1: Klasifikasi Data Ketakterjemahan Jenis
Leksikal (L)
Struktural (S)
Budaya (B)
Teknik Peminjaman Naturalisasi Generalisasi Transposisi Deskripsi Naturalisasi Generalisasi Generalisasi Modulasi Kompensasi Generalisasi Peminjaman Peminjaman Naturalisasi Generalisasi Modulasi Deskripsi Reduksi Modulasi Generalisasi Modulasi Deskripsi Calque Peminjaman Naturalisasi Generalisasi Peminjaman Naturalisasi Amplifikasi Adaptasi Peminjaman Naturalisasi Peminjaman Naturalisasi Generalisasi Deskripsi Kompensasi Calque Adaptasi
Faktor Penyebab (1) Adanya kesenjangan kosa kata antara BSu dan BSa (2) Istilah BSu merupakan istilah teknis/ilmiah (3) Istilah BSu merupakan istilah tidak baku (4) Tidak ada unsur gender pada istilah BSa (5) Istilah BSu berbentuk akronim
(6) Referen merupakan hal/temuan baru
(1) Tidak adanya unsur kala pada struktur kalimat BSa (2) Istilah/ungkapan BSu sudah dimodifikasi (1) Istilah BSu merupakan istilah ekologi di lingkungan penutur BSu (2) Referen merupakan budaya materi penutur BSu (3) Istilah BSu terkait budaya sosial penutur BSu
(4) Istilah/ungkapan BSu merupakan budaya tutur penutur BSu
commit to user 73
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dari ketiga jenis ketakterjemahan yang ada, apabila kita lihat dari jumlah kejadiannya, maka akan diperoleh komposisi data sebagai berikut: Tabel 2: Jenis Ketakterjemahan No 1 2 3 Jml
Jenis Ketakterjemahan leksikal Ketakterjemahan struktural Ketakterjemahan budaya 3
Mcm 69 7 57 133
Prsn 51,9 5,3 42,9 100,0
Frek 113 11 80 204
Prsn 55,4 5,4 39,2 100,0
Dari tabel di atas tampak bahwa frekuensi kemunculan ketakterjemahan leksikal lebih tinggi jika dibandingkan dua jenis ketakterjemahan lainnya. Meskipun demikian, apabila kita lihat dari macam istilahnya komposisinya cukup berimbang dengan ketakterjemahan budaya. Kemudian apabila kita lihat dari teknik penerjemahan yang diterapkan oleh penerjemah untuk menerjemahkan istilah/ungkapan yang takterjemahkan tersebut, diperoleh perbandingan sebagaimana tampak pada tabel di bawah ini. Tabel 3: Teknik Penerjemahan Ketakterjemahan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Jml
Teknik Naturalisasi Peminjaman Generalisasi Adaptasi Deskripsi Kompensasi Modulasi Reduksi Calque Amplifikasi Transposisi 11
Frek 77 46 33 17 13 4 4 4 3 2 1 204
Prsn 37,7 22,5 16,2 8,3 6,4 2,0 2,0 2,0 1,5 1,0 0,5 100,0
commit to user 74
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Seperti tampak pada tabel, teknik penerjemahan yang dipakai untuk menerjemahkan bagian-bagian yang menunjukkan adanya ketakterjemahkan didominasi secara berturut-turut oleh teknik naturalisasi, peminjaman, dan generalisasi. Selanjutnya, masing-masing jenis ketakterjemahan berikut teknik penerjemahan di atas masih dapat dikelompokkan lagi secara lebih spesifik menurut faktor-faktor penyebab kejadiannya sebagaimana dipaparkan di bawah ini. 4.1.1 Tabulasi Data Ketakterjemahan Leksikal Ketakterjemahan leksikal adalah suatu bentuk ketakterjemahan dalam tataran linguistik yang secara umum disebabkan oleh perbedaan bahasa, baik perbedaan dalam tataran kata maupun struktur kalimat. Ketakterjemahan pada tingkatan kata disebut ketakterjemahan (linguistik) leksikal. Lebih lanjut, ketakterjemahan leksikal yang ditemukan pada subjek penelitian dapat dibedakan menurut hal-hal yang menyebabkannya seperti di bawah ini. 1. Adanya kesenjangan kosa kata antara BSu dan BSa Salah satu penyebab terjadinya ketakterjemahan leksikal adalah karena adanya perbedaan jumlah kosa kata BSu dengan BSa. Selisih kosa kata ini menyebabkan adanya beberapa istilah BSa yang tidak memiliki padanan kata pada BSa. Bahasa Inggris cenderung lebih kaya kosa kata dibandingkan dengan Bahasa Indonesia, sehingga banyak istilah dalam Bahasa Inggris yang tidak dapat diterjemahkan secara leksikal ke dalam Bahasa Indonesia. Data yang ditemukan
commit to user 75
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
untuk kategori ini seluruhnya ada 22 macam istilah dengan jumlah kejadian sebanyak 37 kali. Tabel 4: Data Ketakterjemahan Leksikal 1 No
Istilah
1 2
epiphany/epipha name, jab/jabbity, silo, agency myth, super, depot preachy, version, gay, compound, tank, club, simulation, selfish, mascot, national, operation, sponsor, classic, sequel 22
3 4
Jml Kemudian penerjemah
rincian
berkaitan
teknik
dengan
Frek 5 3
13,5 @ 8,1
2 1
@ 5,4 @ 2,7
37
100,0
penerjemahan
ketakterjemahan
Prsn
yang
yang
diterapkan
disebabkan
oleh karena
kesenjangan kosa kata ini adalah sebagai berikut: Tabel 5: Teknik Penerjemahan Ketakterjemahan Leksikal 1 No 1 2 3 4 5 Jml
Teknik Naturalisasi Peminjaman Generalisasi Deskripsi Transposisi 5
Frek 22 7 4 3 1 37
Prsn 59,5 18,9 10,8 8,1 2,7 100,0
Dari komposisi di atas terlihat bahwa penerjemah paling sering menerapkan teknik naturalisasi untuk mengatasi ketakterjemahan yang disebabkan karena kesenjangan kosa kata antara BSu dengan BSa. Sementara teknik lain digunakan kurang dari separuhnya.
commit to user 76
perpustakaan.uns.ac.id
2.
digilib.uns.ac.id
Istilah BSu merupakan istilah ilmiah/teknis Ketakterjemahan leksikal juga bisa terjadi karena istilah BSu bersifat
ilmiah atau teknis, yaitu istilah yang hanya digunakan pada bidang tertentu. Data ketekterjemahan yang termasuk dalam kelompok ini seluruhnya berjumlah 5 macam istilah di mana masing-masing istilah muncul 1 kali. Tabel 6: Data Ketakterjemahan Leksikal 2 No 1
Istilah mercury, energy, action, potassium, ground Jml 5
Frek 1
Prsn @ 20
5
100,0
Data di atas juga menunjukkan adanya dua teknik penerjemahan yang dipakai penerjemah untuk menerjemahkan istilah ilmiah/teknis. Perbandingan penggunaan kedua teknik tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 7: Teknik Penerjemahan Ketakterjemahan Leksikal 2 No 1 2 Jml
Teknik Naturalisasi Generalisasi 2
Dari tabel di atas menggunakan
teknik
Frek 4 1 5
Prsn 80,0 20,0 100,0
diketahui bahwa penerjemah
naturalisasi
daripada
teknik
lebih
sering
generalisasi
dalam
menerjemahkan istilah ilmiah/teknis. 3.
Istilah BSu merupakan istilah tidak baku Penyebab lain suatu istilah BSu tidak dapat diterjemahkan adalah
apabila istilah tersebut merupakan istilah tidak baku (non-standard). Di sini ketakterjemahnnya biasanya bersifat parsial atau sebagian, yaitu hanya unsur tidak
commit to user 77
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bakunya yang tak terjemahkan, sedangkan maknanya masih dapat diterjemahkan. Data untuk kelompok ini ada sebanyak 8 istilah dan setiap istilah muncul 1 kali. Tabel 8: Data Ketakterjemahan Leksikal 3 No 1 Jml
Istilah Frek heinie, binge, thou, shalt, thy, 1 nope, booze, lookie 8 8
Prsn @ 12,5 100,0
Untuk menerjemahkan kedelapan istilah tersebut, penerjemah hanya menggunakan 3 macam teknik penerjemahan dengan perbandingan sebagaimana tampak pada tabel ini: Tabel 9: Teknik Penerjemahan Ketakterjemahan Leksikal 3 No 1 2 3 Jml
Teknik Generalisasi Kompensasi Modulasi 3
Frek 5 2 1 8
Prsn 62,5 25,0 12,5 100,0
Di sini terlihat bahwa teknik generalisasi adalah yang paling dominan dipakai untuk menerjemahkan istilah tidak baku. 4.
Tidak ada unsur gender pada istilah BSa Sejumlah kata Bahasa Inggris memiliki unsur gender yang membedakan
pemakaiannya untuk laki-laki dan perempuan, sedangkan kosa kata Bahasa Indonesia tidak selalu demikian. Hal ini juga menjadi penyebab terjadinya ketakterjemahan leksikal, meski sifatnya hanya sebagian saja. Data yang mewakili kejadian semacam ini hanya terdiri dari 3 macam istilah dengan jumlah kejadian sebanyak 15.
commit to user 78
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 10: Data Ketakterjemahan Leksikal 4 No 1 2 3 Jml
Istilah son boy/boys boyfriend 3
Frek 7 6 2 15
Prsn 46,7 40,0 13,3 100,0
Kemudian, dalam menerjemahkan istilah yang mengandung unsur gender ini, penerjemah hanya menerapkan satu teknik penerjemahan saja yaitu generalisasi. Tabel 11: Teknik Penerjemahan Ketakterjemahan Leksikal 4 No 1
Teknik Generalisasi
Jml
5.
1
Frek 15
Prsn 100,0
15
100,0
Istilah BSu berbentuk akronim Pada penerjemahan istilah yang bentuknya akronim (singkatan), pada
umumnya singkatan BSu tersebut diambil apa adanya atau tidak diubah ke dalam akronim BSa, sehingga bentuk akronim ini juga menjadi salah satu penyebab terjadinya ketakterjemahan leksikal. Data yang termasuk ke dalam kelompok ini ada 3 bentuk akronim dengan jumlah kejadian sebanyak 6 kali. Tabel 12: Data Ketakterjemahan Leksikal 5 No 1 2 3 Jml
Istilah VCR TV EPA 3
Frek 1 2 3 6
Prsn 16,7 33,3 50,0 100,0
commit to user 79
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Penggunaan akronim BSu untuk dipakai pada BSa seperti di atas termasuk ke dalam teknik peminjaman. Teknik ini merupakan satu-satunya yang diterapkan oleh penerjemah untuk mengatasi ketakterjemahan yang disebabkan karena istilah BSu berupa akronim. Tabel 13: Teknik Penerjemahan Ketakterjemahan Leksikal 5 No 1 Jml
6.
Teknik Peminjaman 1
Frek 6 6
Prsn 100,0 100,0
Referen merupakan hal/temuan baru Faktor lain yang menjadi penyebab terjadinya ketakterjemahan leksikal
adalah karena objek atau referen yang dimaksud oleh istilah BSu merupakan hal atau temuan baru. Data yang termasuk dalam kelompok ini terdiri dari 26 istilah yang berbeda dengan jumlah kejadian sebanyak 42 kali. Tabel 14: Data Ketakterjemahan Leksikal 6 No 1 2 3
Frek 4 3 2
4
Istilah movie(s), bomb video planet, book, film, filming of movie, truck nuclear, cell-phone, antennae, thermostat, skateboard, bugzapper, lift, scissor-lift, glass, Botox, motor, generator, poster, alcohol, cam, conductor, android, card, comic, robot, wire
Prsn @ 9,5 7,1 @ 4,8
1
@ 2,4
Jml
29
42
100,0
Apabila data di atas dikelompokkan menurut teknik penerjemahan yang digunakan maka akan diperoleh sebaran seperti berikut ini:
commit to user 80
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 15: Teknik Penerjemahan Ketakterjemahan Leksikal 6 No 1 2 3 4 5 Jml
Teknik Naturalisasi Peminjaman Generalisasi Modulasi Deskripsi 5
Frek 20 16 4 1 1 42
Prsn 47,6 38,1 9,5 2,4 2,4 100,0
Tabel di atas memperlihatkan seringnya penerjemah menempuh teknik naturalisasi dan peminjaman untuk mengatasi ketakterjemahan yang disebabkan karena referen merupakan hal atau temuan baru. Selanjutnya, jika seluruh data ketakterjemahan leksikal di atas dihitung menurut keenam faktor penyebabnya maka akan diperoleh komposisi sebagai berikut: Tabel 16: Faktor Penyebab Ketakterjemahan Leksikal No 1 2 3 4 5 6 Jml
Faktor Penyebab Adanya kesenjangan kosa kata antara BSu dengan BSa Istilah BSu merupakan istilah ilmiah/teknis Istilah BSu merupakan istilah tidak baku Tidak ada unsur gender pada istilah BSa Istilah BSu berbentuk akronim Referen merupakan hal/temuan baru 6 Dari
rekapitulasi
data
di
Mcm
Prsn
Frek
Prsn
22
31,4
37
32,7
5
7,1
5
4,4
8
11,4
8
7,1
3
4,3
15
13,3
3
4,3
6
5,3
29
41,4
42
37,2
70
100,0
113
100,0
bahwa
terjadinya
atas
diketahui
ketakterjemahan leksikal sebagian besar disebabkan karena referen yang ditunjuk istilah terkait merupakan hal atau penemuan baru. Jumlah kejadiannya hampir
commit to user 81
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berimbang dengan ketakterjemahan yang disebabkan karena adanya kesenjangan kosa kata antara BSu dan BSa. Sementara itu, ketakterjemahan yang paling jarang ditemui, jika dilihat dari macamnya, adalah yang disebabkan karena karena tidak adanya unsur gender pada istilah BSa dan istilah BSu berbentuk akronim. Tetapi, jika dihitung dari frekuensi kemunculannya, ketakterjemahan yang disebabkan karena istilah BSu merupakan istilah ilmiah/teknis adalah yang paling sedikit. Sementara itu, komposisi teknik penerjemahan yang diterapkan oleh penerjemah untuk mengatasi ketakterjemahan leksikal ini beserta frekuensi penerapannya secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 17: Teknik Penerjemahan Ketakterjemahan Leksikal No 1 2 3 4 5 6 7 Jml
Teknik Naturalisasi Generalisasi Peminjaman Deskripsi Kompensasi Modulasi Transposisi 7
Frek 46 29 29 4 2 2 1 113
Prsn 40,7 25,7 25,7 3,5 1,8 1,8 0,9 100,0
Dari data di atas diketahui bahwa penerjemah paling sering menggunakan teknik naturalisasi untuk menerjemahkan istilah-istilah yang takterjemahkan secara leksikal. Teknik lain yang juga sering dipakai adalah generalisasi dan peminjaman. 4.1.2 Tabulasi Data Ketakterjemahan Struktural Ketakterjemahan struktural adalah bentuk lain ketakterjemahan dalam ranah linguistik selain ketakterjemahan leksikal. Ketakterjemahan jenis ini dilatarbelakangi oleh perbedaan struktur atau tata bahasa antara BSu dan BSa.
commit to user 82
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Secara lebih spesifik, sebab-sebab terjadinya ketakterjemahan struktural ini dapat dibedakan menjadi dua seperti diuraikan di bawah ini. 1.
Tidak adanya unsur kala pada struktur kalimat BSa Salah satu perbedaan struktural antara Bahasa Inggris dan Bahasa
Indonesia adalah tidak adanya unsur kala atau tense dalam struktur kalimat Bahasa Indonesia. Keadaan ini menyebabkan timbulnya ketakterjemahan pada proses penerjemahan kalimat-kalimat tertentu di antara kedua bahasa tersebut, meskipun hanya pada bagian penanda waktunya saja dan bukan maknanya. Pada beberapa bentuk kalimat, unsur kala pada BSu bisa diakomodasi ke
untuk bentuk past
uk continuous. Namun pada beberapa
bentuk kalimat hal ini sulit dilakukan dan bila dipaksakan hasil penerjemahan akan janggal atau tidak berterima, contohnya pada bentuk perfect tertentu dan bentuk perfect continuous Tabel 18: Data Ketakterjemahan Struktural 1 No Kala 1 Present perfect continuous 2 Present perfect Jml 2
Frek 3 2 5
Prsn 60,0 40,0 100,0
Dari sejumlah ketekterjemahan yang berkaitan dengan kala ini juga dijumpai adanya berbagai macam teknik penerjemahan yang dipakai oleh penerjemah dalam proses penerjemahannya, sebagaimana terlihat pada tabel berikut ini:
commit to user 83
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 19: Teknik Penerjemahan Ketakterjemahan Struktural 1 No 1 2 Jml
Teknik
Frek 4 1 5
Reduksi Modulasi 2
Prsn 80,0 20,0 100,0
Di sini terlihat dominasi generalisasi dan reduksi sebagai teknik penerjemahan yang dipakai untuk menerjemahkan bagian kalimat yang mengandung unsur kala. 2.
Ungkapan BSu sudah dimodifikasi Ada beberapa kejadian di mana istilah BSu merupakan hasil modifikasi
(plesetan) dari istilah tertentu. Istilah hasil modifikasi ini biasanya memiliki kemiripan struktur morfologi atau fonologi dengan istilah asal. Dalam proses penerjemahan, kemiripan struktur ini hampir tidak mungkin diakomodasi ke dalam
BSa
meskipun
diterjemahkan. Dalam
makna
istilahnya
masih
situasi seperti ini dapat
memungkinkan
untuk
dikatakan telah terjadi
ketakterjemahan struktural. Data yang mewakili ketakterjemahan jenis ini ada 4 macam istilah dengan 5 kejadian. Tabel 20: Data Ketakterjemahan Struktural 2 No 1 2
Istilah sop ,
Frek Prsn 2 33,3 1 @16,7
yello, wiener Jml
5
6
100,0
Dari kelima data di atas, didapat perbandingan pemakaian yang merata dari setidaknya 4 teknik penerjemahan, seperti tampak pada tabel:
commit to user 84
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 21: Teknik Penerjemahan Ketakterjemahan Struktural 2 No 1 2 3 4 Jml
Teknik Deskripsi Generalisasi Calque Modulasi 4
Frek 2 2 1 1 6
Prsn 33,3 33,3 16,7 16,7 100,0
Kemudian apabila keseluruhan data ketakterjemahan struktural ini dikalkulasikan menurut penyebabnya, maka akan diperoleh sebaran data seperti di bawah ini: Tabel 22: Faktor Penyebab Ketakterjemahan Struktural No 1
Faktor Penyebab Mcm Tidak adanya unsur kala 2 pada struktur kalimat BSa 2 Ungkapan BSu sudah 5 dimodifikasi Jml 2 7
Prsn
Frek
Prsn
28,6
5
45,5
71,4
6
54,5
100,0
11
100,0
Tabel di atas menunjukkan sedikitnya kejadian ketakterjemahan yang disebabkan karena perbedaan struktur kalimat atau struktur kata. Sementara itu, apabila ketakterjemahan struktural ini diklasifikasikan menurut teknik penerjemahan yang digunakan, maka akan didapatkan sebaran data seperti di bawah ini: Tabel 23: Teknik Penerjemahan Ketakterjemahan Struktural No 1 2 3 4 5 Jml
Teknik Reduksi Deskripsi Generalisasi Modulasi Calque 5
Frek 4 2 2 2 1 11
Prsn 36,4 18,2 18,2 18,2 9,1 100,0
commit to user 85
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sebagaimana tampak pada tabel di atas,, penerjemah paling sering menggunakan teknik reduksi dalam menerjemahkan bagian-bagian kalimat yang secara struktural tidak bisa diterjemahkan, sedangkan untuk teknik yang lain penerapannya cenderung merata. 4.1.3 Tabulasi Data Ketakterjemahan Budaya Ketakterjemahan budaya adalah ketakterjemahan yang timbul akibat perbedaan budaya antara penutur BSu dan penutur BSa. Secara lebih rinci, perbedaan budaya yang dimaksud dapat dibedakan seperti di bawah ini: 1. Istilah BSu merupakan istilah ekologi di lingkungan penutur BSu Objek-objek tertentu yang berkaitan dengan ekologi, seperti flora dan fauna, cenderung memiliki nama atau sebutan yang khas sesuai dengan lingkungan hidupnya dan tidak memiliki padanan istilah di tempat lain di mana objek tersebut tidak hidup atau tidak dapat dijumpai. Dari data yang diperoleh, setidaknya terdapat 5 nama ekologi di mana masing-masing nama muncul 1 kali. Tabel 24: Data Ketakterjemahan Budaya 1 No 1 2 3 4 5 Jml
Istilah strawberry monster hound coffee walrus 5
Frek 1 1 1 1 1 5
Prsn 20,0 20,0 20,0 20,0 20,0 100,0
Untuk menerjemahkan nama-nama yang berkaitan dengan ekologi di atas, penerjemah menggunakan 3 teknik penerjemahan yang berlainan, seperti tampak pada tabel berikut:
commit to user 86
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 25: Teknik Penerjemahan Ketakterjemahan Budaya 1 No 1 2 3 Jml
Teknik Naturalisasi Peminjaman Generalisasi 3
Frek 2 2 1 5
Prsn 40,0 40,0 20,0 100,0
2. Referen merupakan budaya materi penutur BSu Salah satu bentuk perbedaan budaya di antara kelompok masyarakat ditunjukkan dengan adanya materi atau benda tertentu di suatu tempat namun tidak dijumpai di tempat lain sehingga istilah yang dipakai untuk menyebutnya pun tidak ada pada setiap bahasa. Data yang menunjukkan kejadian semacam ini terdiri dari 11 macam dengan total kejadian sebanyak 15 kali. Tabel 26: Data Ketakterjemahan Budaya 2 No 1 2
Istilah Frek waffle, sandwich, donut, ice cream 2 beer, barge, syrup, gallon, bar, 1 whiskey, pizza
Jml
11
15
Prsn 13,3 @ 6,7 100,0
Sementara teknik penerjemahan yang diterapkan oleh penerjemah untuk menerjemahkan istilah-istilah di atas setidaknya ada 4 macam dengan perbandingan sebagaimana tampak pada tabel. Tabel 27: Teknik Penerjemahan Ketakterjemahan Budaya 2 No 1 2 3 4 Jml
Teknik Naturalisasi Peminjaman Amplifikasi Adaptasi 4
Frek 8 4 2 1 15
Prsn 53,3 26,7 13,3 6,7 100,0
commit to user 87
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Komposisi di atas memperlihatkan seringnya penerjemah menerapkan teknik naturalisasi dan peminjaman untuk menerjemahkan istilah yang mewakili budaya materi penutur BSu. 3.
Istilah BSu terkait budaya sosial penutur Bsu Selain budaya materi, istilah-istilah yang berkaitan dengan budaya sosial
penutur BSu juga seringkali takterjemahkan. Dapat dicontohkan di sini misalnya istilah-istilah yang berkaitan dengan pekerjaan, pariwisata, organisasi, politik. administrasi, agama, dan seni. Data yang mewakili ketakterjemahan jenis ini ada 18 macam istilah dengan jumlah kejadian sebanyak 24 kali. Tabel 28: Data Ketakterjemahan Budaya 3 No 1 2 3 4
Jml
Istilah dollar/$ president school rock band, musician, piano, trumpet, guitar, bass, drum, amen, peso, federal, comedies, general, tic-tactoe, baseball, assistant manager 18
Frek 4 3 2 1
Prsn 16,7 12,5 8,3 @ 4,2
24
100,0
Kemudian apabila dilihat dari teknik penerjemahan yang diterapkan oleh penerjemah dalam hal ini diperoleh perbandingan sebagai berikut: Tabel 29: Teknik Penerjemahan Ketakterjemahan Budaya 3 No 1 2 Jml
Teknik Naturalisasi Peminjaman 2
Frek 14 10 24
Prsn 41,7 58,3 100,0
commit to user 88
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dari tabel di atas terlihat bahwa penerjemah secara berimbang menggunakan dua macam teknik penerjemahan untuk menerjemahkan istilahistilah yang berkaitan dengan budaya sosial penutur BSu. 4. Istilah/ungkapan BSu merupakan budaya tutur penutur BSu Unsur budaya lain yang juga menyebabkan terjadinya ketakterjemahan adalah adat kebiasaan, dalam hal ini termasuk kebiasaan bertutur. Beberapa bentuk tuturan yang terkait erat dengan budaya masyarakat penuturnya misalnya terjadi pada sistem sapaan, seruan (umpatan dan makian), serta idiom. Data yang menunjukkan
ketakterjemahan
demikian
ini
ditemukan
sebanyak
23
istilah/ungkapan dengan banyaknya kejadian seluruhnya 36. Tabel 30: Data Ketakterjemahan Budaya 4 No 1 2 3 4
Jml
Istilah/Ungkapan honey hello, hi suck, why you little, chicken, what the hell, oh man giant sucker, whoa nelly, piece of cake, fourth base, officers, off the hook, whoa mama, code black, chief, kick some ass, single handedly, hustle your bustle, bingo, sweetheart, hey 23
Frek 5 3 2
Prsn 13,9 @ 8,3 @ 5,6
1
@ 2,8
36
100,0
Untuk menerjemahkan istilah/ungkapan di atas, ternyata penerjemah menerapkan berbagai teknik penerjemahan yang sebagian besar berupa adaptasi, seperti tampak pada tabel di bawah ini:
commit to user 89
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 31: Teknik Penerjemahan Ketakterjemahan Budaya 4 No 1 2 3 4 5 6 7 Jml
Teknik
Frek 16 7 7 2 2 1 1 36
Adaptasi Deskripsi Naturalisasi Calque Kompensasi Generalisasi Peminjaman 7
Prsn 44,4 19,4 19,4 5,6 5,6 2,8 2,8 100,0
Setelah seluruh kejadian ketakterjemahan budaya ini dibandingkan menurut penyebabnya, diperoleh hasil perhitungan sebagai berikut: Tabel 32: Faktor Penyebab Ketakterjemahan Budaya No
Faktor Penyebab
1
Istilah BSu merupakan istilah ekologi di lingkungan penutur BSu Referen merupakan budaya materi penutur BSu Istilah BSu terkait budaya sosial penutur BSu Istilah /ungkapan BSu merupakan budaya tutur penutur BSu 4
2 3 4 Jml
Mcm
Prsn
Jml
Prsn
5
8,8
5
6,3
11
19,3
15
18,8
18
31,6
24
30,0
23
40,4
36
45,0
57
100,0
80
100,0
Komposisi di atas memperihatkan adanya dominasi ketakterjemahan budaya yang disebabkan karena istilah/ungkapan merupakan budaya tutur khas di lingkungan penutur BSu. Sementara kejadian yang paling sedikit adalah ketakterjemahan yang disebabkan karena istilah BSu merupakan nama unsur ekologi di lingkungan penutur BSu. Kemudian, apabila ketakterjemahan budaya ini dilihat dari sudut pandang teknik penerjemahan yang digunakan, didapatkan perbandingan sebagai berikut:
commit to user 90
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 33: Teknik Penerjemahan Ketakterjemahan Budaya No 1 2 3 4 5 6 7 8 Jml
Teknik Naturalisasi Adaptasi Peminjaman Deskripsi Amplifikasi Calque Generalisasi Kompensasi 8
Frek 31 17 17 7 2 2 2 2 80
Prsn 38,8 21,3 21,3 8,8 2,5 2,5 2,5 2,5 100,0
Dari tabel di atas, terlihat bahwa penerjemah paling sering menggunakan naturalisasi, kemudian disusul peminjaman, dan adaptasi dalam menerjemahkan istilah/ungkapan yang tidak bisa diterjemahkan karena pengaruh budaya. Sementara teknik yang lain jarang diterapkan. 4.2
Pembahasan Berikut adalah pembahasan atau analisis terhadap data penelitian yang
telah disajikan di atas. Mengingat banyaknya data dan terbatasnya ruang, di sini hanya akan diuraikan hasil analisis pada data tertentu saja sebagai sampel atau representasi dari masing-masing kelompok, sedangkan data selengkapanya dapat dilihat pada halaman Lampiran 1. 4.2.1 Analisis Data Ketakterjemahan Leksikal Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, teori mengenai adanya ketakterjemahan karena faktor linguistik dikemukakan oleh Catford (1995: 9499), di mana ia kemudian membedakannya menjadi dua, yaitu ketakterjemahan leksikal dan ketakterjemahan struktural. Ketakterjemahan leksikal berhubungan dengan kosa kata. Pada DVD film The Simpsons Movie ada berbagai situasi yang menyebabkan suatu kata/frasa
commit to user
91
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dalam Bahasa Inggris tidak bisa digantikan secara tepat dengan kata/frasa asli Bahasa Indonesia dengan sebab-sebab sebagaimana diuraikan di bawah ini. 1. Adanya kesenjangan kosa kata antara BSu dengan BSa Adanya perbedaan jumlah dan jenis kosa kata antara bahasa satu dengan bahasa lain menyebabkan tidak memungkinkannya setiap kata memiliki pasangan sendiri-sendiri. Ada sebagian kata yang tidak memiliki pasangan, atau dengan kata
lain,
tidak
memiliki
padanan
sehingga
menimbulkan
terjadinya
ketakterjemahan yang sifatnya leksikal dalam penerjemahan. Hal ini terjadi pula antara Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia, di mana bahasa yang disebut pertama cenderung memiliki perbendaharaan kata yang lebih banyak dan beragam dibandingkan dengan bahasa yang kedua. Ketiga narasumber juga sepakat mengenai hal ini. Mereka membenarkan bahwa perbedaan perbendaharaan kata antara Bahasa Inggris dengan Bahasa Indonesia bisa menyebabkan terjadinya ketakterjemahan pada kata-kata tertentu. Pada subtitle DVD film The Simpsons Movie terdapat beberapa kejadian semacam ini, sebagaimana dicontohkan di bawah ini. a. gay 21/49/00:05:02-00:05:04/L1/gay-gay (peminjaman) Saat kebaktian di gereja, pendeta meminta peserta untuk mengakui sesuatu. Ned Flanders menanggapi dan ingin mengutarakan sesuatu. Sebelum Ned mulai bicara, Homer mencoba menebak-nebak perbuatan apa yang akan diakui oleh Ned. BSu : Gay, gay, gay, gay, gay, gay, gay... BSa : Gay, gay, gay (pria homoseks). Pada penerjemahan di atas terjadi ketakterjemahan leksikal pada kata gay. Dalam Kamus A (Longman Dictionary of American English, 2008: 424),
commit to user 92
perpustakaan.uns.ac.id
kata gay
digilib.uns.ac.id
ara seksual tertarik pada orang dengan kelamin homosexual. Kata gay ini tidak
memiliki padanan dalam Bahasa Indonesia. Dalam Kamus B (Kamus InggrisIndonesia, 2000: 264), kata gay . Padanan terakhir (homoseksuil) inilah yang dirujuk kata gay di atas. Kata ini bukan merupakan istilah asli Bahasa Indonesia, tetapi hasil naturalisasi dari istilah Bahasa Inggris homosexual, yang merupakan sinonim dari kata gay, sebagaimana disebutkan di atas. Dalam Kamus C (Kamus Bahasa Indonesia, 2008) juga tidak ditemukaan istilah lokal yang semakna dengan kata ini. Dari pihak narasumber, ketiga-tiganya sepakat bahwa tidak ada istilah lokal Bahasa Indonesia untuk menggantikan kata gay. Hal ini dibukatikan dengan jawaban mereka di mana Narasumber 1 dan 3 menerjemahkannya dengan mengambil istilah aslinya, sedangkan Narasumber 2 menerjemahkannya secara ejenis untuk perempuan. Untuk mengatasi ketakterjemahan ini penerjemah menggunakan dua teknik, yaitu peminjaman dan deskripsi. Penerjemah mengambil kata BSu (gay) dan menambahkan keterangan dalam tanda kurung (pria homoseks). b. epiphany 150/755/00:56:05-00:56:06/L1/epiphany-epifani (naturalisasi) Dalam upaya menolong Homer, Si Indian Inuit meminta Homer untuk melakukan nyanyian tenggorokan. Orang Indian itu juga menjawab pertanyaan Homer mengenai berapa lama Homer harus bernyanyi tenggorokan. BSu : -Until you have an epiphany. -Okay. BSa : -Sampai kau mengalami epifani. -Baik
commit to user 93
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tampaknya kata epiphany bukan merupakan kata yang populer dalam Bahasa Inggris. Hal ini tampak pada konteks cerita di atas, di mana Homer tidak tahu arti kata tersebut. Dalam Kamus A (176) kata epiphany dimaknai sebagai munculnya secara tiba-tiba perasaan yang sangat kuat ketika seseorang baru saja menyadari/memahami sesuatu. Dalam Kamus B maupun Kamus C tidak ada lema untuk kata ini. sehingga bisa dipastikan kata ini tidak ada padanannya dalam Bahasa Indonesia. Secara umum ketiga narasumber juga berpendapat demikian. Namun, Narasumber 3 menambahkan bahwa kata ini semakna dengan istilah wangsit dalam Bahasa Jawa. Jadi telah terjadi ketakterjemahan leksikal
pada kata epiphany,
sebagaimana tampak di atas, di mana penerjemah menempuh teknik naturalisasi untuk menerjemahkan kata tersebut. Selain itu kata epiphany dalam cerita ini memang seharusnya tidak diterjemahkan mengingat ada satu bagian dialog yang mempertanyakan arti kata ini, karena apabila diterjemahakan justru akan mengganggu pemahaman penonton. Data lain dengan istilah epiphany ini terdapat pada nomor 151, 152, 153, dan 179. c. classic 192/953/01:12:00-01:12:01/L1/classic-bagus sekali (deskripsi) Homer dan Bart berhasil memperdaya Russ yang menodong mereka dengan senapan. BSu : Classic. BSa : Bagus sekali.
commit to user 94
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kata classic dapat berfungsi sebagai kata sifat maupun kata benda. Pada angka : 338). Umumnya kata ini dipakai untuk menerangkan suatu hasil karya (buku, film, dan sebagainya). Jadi selain bermakna classic Dalam Kamus B terdapat dua padanan untuk kata ini, yaitu bentuk
Dari berbagai definisi kata classic di atas, setidaknya ada dua unsur yang melekat pada kata ini yaitu bermutu dan berumur (sudah lama ada). Dalam kosa kata Bahasa Indonesia tidak ada kata yang memiliki arti demikian. Pada kata
-nya tidak begitu tampak. Jadi kedua kata ini tidak bisa dianggap sebagai padanan yang sesuai untuk kata classic. Pendapat ketiga narasumber juga menguatkan ketiadaan padanan kata classic dalam Bahasa Indonesia, sehingga terjadi ketakterjemahan linguistik leksikal pada kata ini. Mereka menyatakan bahwa istilah Bahasa Indonesia untuk
Untuk mengatasi ketakterjemahan ini sebenarnya bisa dipakai bentuk
Namun pada contoh di atas penerjemah memilih menggunakan teknik deskripsi dengan menjelaskan makna kata classic
commit to user 95
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Perbedaan jumlah kata antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain, sebagaimana diuraikan di atas, kadangkala berkaitan dengan kata umum (hipernim) dan kata khusus (hiponim). Kata umum pada suatu bahasa seringkali memiliki kata khusus atau bawahan yang lebih beragam daripada bahasa lain, sehingga meski istilah umumnya bisa diterjemahkan, tidak demikian dengan istilah khususnya. Dalam penerjemahan dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia, hal semacam ini terjadi misalnya pada kata armchair, bench, seat, dan stool sebagai turunan kata chair. Kata-kata ini akan sulit diterjemahkan secara tepat karena dalam kosa kata bahasa Bahasa Indonesia hanya ada kata
Adanya situasi demikian ini dibenarkan oleh ketiga narasumber. Bahwa suatu kata dalam Bahasa Inggris kadangkala tidak dapat diterjemahkan secara tepat karena tidak adanya istilah khusus yang sepadan, meski istilah umumnya tersedia. Pada subtitle DVD The Simpsons Movie ada beberapa contoh kasus seperti di atas, sebagaimana diuraikan di bawah ini. d. silo 76/300/00:21:45-00:21:48/L1/silo-gudang (generalisasi) Marge merasa gusar dengan keberadaan babi peliharaan Homer di dalam rumah. Dia khawatir kotorannya akan mengganggu. Namun Homer sudah menyiapkan tempat untuk menampung kotoran babi tersebut dan ternyata baru dua hari tempat itu sudah penuh. Marge jadi keheranan. BSu : He filled up the whole silo in just two days? BSa : Ia memenuhi gudangnya hanya dalam waktu dua hari? Dalam Kamus A (946) silo
g
yang kurang lebih sama dikemukakan dalam Kamus B (527), yaitu silo adalah
commit to user
96
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tidak terdapat entri untuk kata ini atau dengan kata lain istilah ini belum diserap ke dalam Bahasa Indonesia. Ketiga narasumber juga tidak ada yang tahu makna dan terjemahan kata silo ini. Dalam film ini, kata silo tampaknya telah mengalami pergeseran makna,. Meskipun silo dalam film ini bentuknya sama dengan yang disebutkan dalam kamus (tinggi dan bundar) namun bukan merupakan bangunan. Silo ini ukurannya lebih kecil, terbuat dari bahan semacam seng dan dapat diangkat atau dipindahkan. Sementara fungsinya juga sama untuk menyimpan, meskipun di sini yang disimpan bukan makanan ternak tetapi justru kotoran. Secara umum, kata silo ini mungkin dapat dipadankan dengan
konteks cerita film di atas hal ini tidak berlaku, karena lumbung berbentuk bangunan yang tidak bisa dipindah-pindahkan. Selain itu lumbung juga tidak umum untuk menyimpan kotoran. Jadi dapat dikatakan bahwa istilah silo di film ini tidak memiliki padanan yang sesuai dalam Bahasa Indonesia sehingga terjadi ketakterjemahan leksikal pada kata ini. Ketakterjemahan kata silo ini juga tampak dari pendapat ketiga narasumber di mana tidak ada satupun yang mengetahui terjemahan kata ini. Oleh penerjemah, ketakterjemahan ini diselesaikan dengan teknik generalisasi dan deskripsi. Sebagaimana terlihat pada data yang diperoleh, terdapat terjemahan yang berbeda-beda untuk kata silo pen
commit to user 97
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Istilah silo ini juga terdapat pada data penelitian dengan nomor 101 dan 111. e. jab/jabbity 82/330/00:24:29-00:24:31/L1/jab-pukul (generalisasi) Di tepi Danau Springfield Bart bersama Ned melihat seekor hewan yang bentuknya aneh (bermata banyak) karena mengalami mutasi sebagai akibat dari pencemaran danau tersebut. Bart merasa penasaran dan mencoba memukul-mukul hewan tersebut. BSu : Jabbity, jabbity, jab, jab, jab! BSa : Pukul, pukul, pukul! Secara umum jab A: 550). Sementara yang dimaksudkan jab pada kejadian di atas adalah salah satu jenis pukulan yang populer dalam olahraga tinju. Jab berarti pukulan yang arahnya lurus atau menusuk sebagaimana makna umum jab di atas. Kata ini merupakan kata khusus (hiponim) dari kata punch atau hit, hook (pukulan menyamping) dan upper cut (pukulan dari bawah ke atas). Dalam Bahasa Indonesia tidak dikenal pembagian jenis-jenis pukulan seperti ini. Dalam Kamus B jab. Kata ini lebih merupakan
hit atau punch. Berkenaan dengan istilah ini, Narasumber 3 membenarkan bahwa jab adalah salah satu jenis pukulan dalam olah raga tinju dan dalam penerjemahan tidak bisa secara tepat diganti dengan istilah lokal, sehingga harus mengambil kata sumbernya. Sementara dua narasumber lainnya tidak memberikan jawaban mengenai arti kata jab ini dalam Bahasa Indonesia.
commit to user
98
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dari uraian di atas dapat
kita simpulkan adanya ketakterjemahan
linguistik dalam tataran leksikal pada kata jab. Untuk mengatasi masalah ini penerjemah menggunakan teknik generalisasi dengan memadankan kata jab dengan
Setidaknya terdapat dua data lain yang serupa, yaitu data bernomor 81 dan 83. f. depot 99/405/00:29:53-00:29:55/L1/depot-depot (peminjaman) Di layar televisi muncul iklan yang menawarkan berbagai kebutuhan yang berkaitan dengan kubah. BSu : ...at Dome Depot, located at the 105 and the dome. BSa : Di depot kubah, terletak di No 105 dan kubah Menurut Kamus A (271) kata depot salah satunya bera
(Kamus B: 175). Dalam Kamus C (342), -barang (dagangan ti Tampaknya makna yang kedua ini yang dirujuk oleh contoh di atas, yaitu kata depot Indonesia tidak terdapat kata yang secara khusus maknanya demikian ini, sehingga terjadi ketakterjemahan dalam tataran leksikal pada kata ini. Ketiga narasumber juga memiliki persepsi yang sama bahwa kata depot tidak memiliki padanan kata dalam Bahasa Indonesia. Ini tampak dari jawaban yang mereka berikan yang sama dengan istilah aslinya.
commit to user 99
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kata depot
tempat berjualan), sedangkan toko hanya berarti tempat berjualan (bukan tempat penyimpanan). Depot juga dapat dipandang sebagai suatu jenis tempat berjualan dan merupakan kata khusus (hiponim) dari store. Istilah lain yang sekelompok dengan kata ini misalnya outlet, kiosk, dan shop. Bahasa Indonesia tidak memiliki kosa kata sebanyak ini untuk menyebut jenis-jenis tempat berjualan. Sehingga seringkali timbul masalah ketakterjemahan apabila kata-kata ini diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Untuk mengatasi masalah demikian ini biasanya dilakukan teknik peminjaman atau naturalisasi. Pada contoh di atas penerjemah menggunakan teknik peminjaman, yaitu menggunakan kata BSu apa adanya untuk dipakai pada teks terjemahan dan secara kebetulan ejaannya dapat diterima dalam Bahasa Indonesia, sehingga tidak diperlukan teknik naturalisasi. Kesenjangan kosa kata antara Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia terjadi pada tingkatan jenis atau kelas kata, di mana bahasa yang pertama cenderung memiliki kelas kata yang lebih bervariasi daripada bahasa yang kedua. Salah satu contohnya dalam Bahasa Inggris ada perbedaan bentuk untuk kelas kata yang berbeda, seperti penggunaan akhiran -ly untuk membedakan antara adverb dengan adjective. Dalam Bahasa Indonesia, perbedaan ini tidak begitu jelas sehingga satu kata bisa dipakai pada kelas kata yang berlainan, misalnya kata kerja merangkap kata sifat, kata benda dapat dipakai juga sebagai kata kerja dan seterusnya.
commit to user 100
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pada subtitle DVD The Simpsons Movie terdapat beberapa bagian yang menunjukkan adanya ketidaksepadanan pada kelas kata antara BSa dengan BSu karena situasi di atas, sebagaimana contoh-contoh berikut ini. Istilah depot ini juga dapat dijumpai pada data dengan nomor 100. g. preachy 13/26/00:03:24-00:03:27/L1/preachy-berkhotbah (transposisi) Penonton merasa tidak suka ketika band Green Day berbicara mengenai lingkungan dalam konser . Sehingga mereka meneriaki band tersebut. BSu : Preachy! We're not being preachy! BSa : Berkhotbah! Kami tidak sedang berkhotbah. Pada contoh di atas, kata preachy Sebenarnya ini kurang tepat me
(verb) dan
padanannya adalah preach. Dari asal katanya, secara analogi istilah preachy dapat preachy adalah bentuk kata sifat (adjective) tidak baku yang makn membujuk orang-orang untuk menerima suatu pendapat dengan cara yang agak
(informal) pada kata preachy. Meskipun dalam Bahasa Indonesia padanan akar kata ini (dalam bentuk kata kerja) ada, bentuk derivatifnya sebagai kata sifat tidak ada. Dalam Kamus B (442) terdapat entri untuk kata preach, yang diartikan
kata preachy. Begitu pula dalam Kamus C (718), tidak ada keterangan mengenai
Pendapat narasumber dalam hal ini juga berbeda-beda. Narasumber 1 tidak memberikan jawaban, sedangkan jawaban Narasumber 2 sama dengan
commit to user
101
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
endapat yang agak berbeda dinyatakan oleh Narasuber 3 yang menganggap terjemahan preachy
-ngatai, dsb), banyak mulut, : 282). Jadi pada kata ini tidak terkandung unsur menasihati atau atau membujuk. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada padanan untuk kata preachy dalam Bahasa Indonesia. Dengan kata lain, telah terjadi ketakterjemahan linguistik leksikal pada kata ini, setidaknya pada aspek jenis kata dan unsur informal. Pada contoh di atas, penerjemah mengatasi masalah ketakterjemahan pada kata preachy tersebut dengan menggunakan teknik transposisi, yaitu mengubah jenis kata sumber dari adjective (preachy) menjadi verb (berkhotbah) pada teks sasaran. h. national 146/736/00:55:02-00:55:03/L1/national-nasional (naturalisasi) BSu : NATIONAL SECURITY AGENCY BSa : DEPARTEMEN KEAMANAN NASIONAL Kata national bentuk kata sifat dari kata benda nation. Dalam Kamus A
sebenarnya memiliki padanan untuk kata nation
Kamus B: 391).
Tetapi padanan untuk istilah national tidak begitu jelas keberadaannya. Pada
commit to user 102
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dan bukan kata sifat. Jadi tidak sepenuhnya bisa dipadankan dengan kata national.
alternatif istilah lokal untuk kata ini. Kesimpulannya, kata national mengalami ketakterjemahan yang disebabkan karena tidak adanya padanan dari kelas kata terkait, meskipun terdapat padanan untuk akar katanya. Untuk mengatasi masalah ketakterjemahan ini, pada contoh di atas penerjemah menerapkan teknik naturalisasi, yaitu dengan meminjam dan menyesuaikan kata sumber untuk dipakai pada teks terjemahan. Data lain yang masuk ke dalam kelompok ketakterjemahan linguistik leksikal akibat kesenjangan kosa kata ini adalah data dengan nomor: 19, 35, 36, 46, 88, 90, 93, 94, 96, 108, 131, 138, 139, 144, 147, 159, 163, 181, 198, dan 201. 2. Istilah BSu merupakan istilah ilmiah/teknis Beberapa referen tertentu memiliki nama ilmiah yang biasa dipakai secara khusus di bidang ilmu pengetahuan. Referen-referen demikian ini memiliki padanan dalam BSa untuk nama umumnya. Namun apabila yang digunakan dalam BSu adalah nama ilmiahnya, maka nama ini menurut aturan tidak perlu diterjemahkan. Apabila dipaksakan maka unsur ilmiahnya akan hilang pada hasil terjemahan. Dapat dicontohkan di sini misalnya pada BSu ada penyebutan harimau dengan menggunakan nama
ilmiahnya
dalam Bahasa Latin yaitu
Pantera tigris, maka pada teks terjemahannya, dalam bahasa apapun, tetap harus menggunakan nama Latin ini karena ada unsur ilmiah yang terkandung di
commit to user 103
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dalamnya. Dengan kata lain, nama atau istilah ilmiah berpotensi menyebabkan terjadinya ketakterjemahan. Dalam fim The Simpsons Movie ada beberapa istilah ilmiah yang diucapkan oleh karakter film, terutama pada bagian-bagian yang berkaitan dengan lingkungan hidup. a. mercury 33/108/00:08:44-00:08:48/L2/mercury-merkuri (naturalisasi) Lisa berupaya untuk membantu menyelamatkan lingkungan dengan mendatangi rumah warga dan menyampaikan fakta mengenai adanya pencemaran di Danau Springfield. BSu : Lake Springfield has higher levels of mercury BSa : Danau Springfield memiliki kandungan merkuri yang tinggi. Dalam kalimat di atas terdapat ketakterjemahan linguistik pada kata mercury. Kata ini termasuk dalam istilah bidang kimia dan secara umum dapat
(Kamus A: 634). Sebenarnya ada padanan untuk kata ini dalam Bahasa Indonesia, Kamus B: 378). Meskipun demikian ada perbedaan di antara
raksa yang terkandung pada suatu benda. Kemudian, selain merujuk pada satu jenis zat cair, istilah mercury juga berasosiasi dengan suatu jenis lampu (Kamus C: 946). Dala
Dari ketiga narasumber, dua orang, yaitu Narasumber 2 dan 3, sepakat bahwa terjemahan mercury
commit to user 104
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tidak memungkinkannya mercury tertentu misalnya:
Dalam
hal
This cosmetic contains mercury
ini,
penerjemah
menggunakan
teknik
naturalisasi
menerjemahkan kata mercury di atas. Teknik naturalisasi ini juga merupakan teknik yang sudah baku atau umum dipakai untuk menerjemahkan istilah tersebut ke dalam Bahasa Indonesia. b. potassium 154/766/00:56:55-00:56:58/L2/potassium-potasium (naturalisasi) Dalam kondisi setengah sadar Homer mengigau. BSu : Bananas are an excellent source of potassium. BSa : Pisang adalah sumber potasium yang bagus. Potassium adalah suatu unsur logam lunak berwarna putih keperakan yang biasa dipakai untuk membuat sabun dan pupuk (Kamus A: 781). Istilah ini merupakan istilah ilmiah, tepatnya dalam bidang kimia. Secara khusus tidak ada istilah Bahasa Indonesia untuk menyebut nama-nama kimia zat atau unsur, sehingga nama-nama tersebut cenderung takterjemahkan. Kalaupun ada istilah lokal untuk menyebut suatu zat, biasanya memiliki makna yang bersifat umum (non-ilmiah), sehingga apabila dipakai untuk menggantikan istilah yang ilmiah, pada hasil terjemahan unsur ilmiahnya akan hilang. Dalam Kamus B (2000: 440), kata potassium tergolong ilmiah. Narasumber 1 juga berpandangan bahwa kata potassium tidak bisa diganti dengan istilah lokal, sedangkan Narasumber 2 tidak memberikan jawaban. Sementara Narasumber 3 berpendapat bahwa kata potassium sama dengan
commit to user 105
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kamus C. Jadi kata potassium di atas mengalami ketakterjemahan linguistik yang sifatnya leksikal karena kata tersebut termasuk dalam istilah ilmiah. Untuk mengatasi ketakterjemahan ini, penerjemah menempuh teknik naturalisasi, yaitu menyesuaikan kata asli dengan ejaan Bahasa Indonesia untuk kemudian dipakai pada teks terjemahan. c. ground 177/896/01:07:07-01:07:11/L2/ground-pangkal (generalisasi) Dalam upayanya menjinakkan bom, Si robot mencoba mengira-ira kabel mana yang harus dipotong agar bom tidak jadi meledak. BSu : Red wire. Blue wire. Black is usually the ground. BSa : Kabel merah. Kabel biru. Hitam biasanya pangkalnya. Pada penerjemahan di atas terjadi ketakterjemahan lingustik leksikal pada kata ground. Secara umum kata ground Kamus B: 281). Tetapi kata ground di sini merupakan istilah khusus
Kamus A: 453). Kabel ground ini disebut juga kabel netral atau 0 (jenis kabel selain kabel + dan -). Sebagaimana umumnya istilah ilmiah, istilah ini tidak memiliki padanan yang spesifik dalam Bahasa Indonesia, sehingga terjadi ketakterjemahan leksikal pada kata ini. Dari Narasumber 1 dan 3 juga diperoleh jawaban bahwa terjemahan kata ground ini sama dengan kata sumbernya, sedangkan Narasumber 2 tidak memberikan pendapat. Pada contoh di atas, untuk mengatasi ketakterjemahan pada kata ground penerjemah menerapkan teknik generalisasi dengan memadankan istilah tersebut
commit to user
106
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dengan ka
ground biasanya menuju ke
mewakili makna kata ground. Sebenarnya kata ini bisa diterjemahkan secara lebih akurat dengan teknik amplifikasi misalny Data lain yang mewakili ketakterjemahan linguistik leksikal karena istilah BSu merupakan istilah teknis ada pada nomor 38 dan 59. 3. Istilah BSu merupakan istilah tidak baku Dalam ilmu bahasa dikenal adanya bentuk bahasa baku (standard) atau resmi (formal) dan bahasa tidak baku (non-standard) atau tidak resmi (informal). Kata atau ungkapan tidak baku pada suatu bahasa seringkali mengakibatkan terjadinya ketakterjemahan dalam penerjemahan. Hal ini karena kata atau ungkapan tersebut seringkali tidak dapat ditemukan padanan atau artinya di dalam kamus. Kalaupun ada biasanya hanya terdapat pada kamus-kamus khusus yang jumlahnya terbatas. Itupun padanan yang ada biasanya dalam bentuk deskripsi makna atau padanan bentuk bakunya. Apabila bentuk baku ini yang dipakai, maka pada hasil terjemahan akan hilang unsur informal yang melekat pada kata sumber. Dalam film The Simpson Movie yang memotret realita kehidupan seharihari masyarakat Amerika, juga seringkali muncul ungkapan-ungkapan tidak baku atau informal dalam percakapan antarkarakter film. a. heinie 8/20/00:02:51-00:02:54/L3/heinie-celana (modulasi) Pada sebuah konser seorang penonton diangkat hingga di atas kepala dan kemudian dilantur-lanturkan secara beramai-ramai oleh penontonpenonton lainnya. BSu : Excuse me, my heinie is dipping! BSa : Maaf celanaku basah.
commit to user 107
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pada ungkapan di atas terdapat satu kata yang sulit untuk diterjemahkan secara tepat, yaitu kata heinie. Dalam kamus standar tidak ditemukan entri untuk kata heinie. Sementara menurut kamus Kamus E ( Slang and Colloquial Expression, 2000: 200) kata ini sama artinya dengan kata Jadi heinie merupakan istilah slang untuk menyebut pantat
buttock
dalam Bahasa Inggris. Namun apabila kata heinie ini diterjemahkan menjadi
dalam Bahasa Indonesia sendiri tidak begitu jelas ada atau tidaknya bentuk tidak
Dari pihak narasumber juga tidak diperoleh padanan yang sesuai, yang mengakomodasi bentuk slang dari kata heinie ini. Sebagaimana terjemahan kamus heinie ini, sedangkan 2 narasumber lainnya tidak memberikan jawaban sama sekali. Sebenarnya ada istilah yang mungkin cocok sebagai terjemahan kata (91)
buttock buttock juga d
. Begitu pula dalam Kamus C
demikian tidak ada keterangan bahwa kata ini merupakan bentuk slang. Selain itu kata ini juga bukan istilah asli Bahasa Indonesia tetapi merupakan pinjaman dari Bahasa Jawa. Untuk mengatasi masalah ketakterjemahan pada kata heinie ini, pada contoh di atas penerjemah menerapkan teknik modulasi, yaitu dengan menerjemahkan kata heinie
commit to user 108
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
celana sendiri sesungguhnya merujuk pada sejenis perlengkapan untuk menutup atau membungkus pantat. b. thou, shalt, thy 15/31/00:03:56-00:03:59/L3/thou-kau (kompensasi) 16/31/00:03:56-00:03:59/L3/shalt-hendaklah (kompensasi) 18/31/00:03:56-00:03:59/L3/thy-mu (generalisasi) Di halaman Gereja Spingfield terdapat papan nama bertuliskan: BSu : First Church of Springfield THOU SHALT TURN OFF THY CELL PHONE BSa : Gereja Utama Springfield HENDAKLAH KAU MATIKAN HP-MU Kalimat BSa Thou shalt turn off thy cell phone di atas secara harfiah sudah terjemahkan dengan baik pada kalimat BSa. Namun kalimat tersebut menggunakan beberapa kata yang tidak baku untuk saat ini, yaitu thou (you), shalt (shall), dan thy (your). Kata-kata ini berasal dari Bahasa Inggris Kuno (Old English) yang sudah tidak dipakai lagi pada masa sekarang. Dalam Kamus A juga sudah tidak ada lagi lema untuk ketiga kata ini. Penggunaan istilah-istilah demikian ini memberikan nuansa lama, kuno (ancient) dan kesan relijius pada kalimat BSu. Unsur ini tentu saja tidak dapat diakomodasi ke dalam BSa karena tidak dikenal adanya Bahasa Indonesia Kuno. Narasumber 2 dan 3 tidak memberikan jawaban mengenai padanan untuk ketiga kata di atas, sedangkan Narasumber 2 menerjemahkannya secara thou
shalt
thy). Namun
ketiganya sepakat bahwa unsur kuno maupun relijius pada ketiga kata tersebut tidak bisa diakomodasi ke dalam Bahasa Indonesia. Untuk mengatasi ketakterjemahan ini, pada contoh di atas penerjemah menggunakan teknik kompensasi, yaitu menyusun kalimat terjemahan dengan
commit to user 109
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
gaya puitis untuk mengakomodasi kesan kuno yang ada pada kalimat BSu. Gaya puitis tersebut tampak dari pemilihan kata kau dan hendaklah pada teks sasaran. c. booze 123/570/00:42:51-00:42:54/L3/booze-minuman (generalisasi) Ketika listrik menyala setelah padam beberapa saat, Moe baru menyadari bahwa seluruh minuman keras di barnya telah hilang semua. BSu : When they come back on, I want all my booze back the way it was. BSa : Saat lampu menyala aku ingin minumanku tetap seperti semula. Booze adalah istilah tidak baku untuk minuman beralkohol ( Kamus A, 106). Sementara menurut Kamus E (47) booze adalah istilah slang yang sudah ada sejak tahun 1500). Dalam Kamus B kata ini diterjemahkan secara umum menjadi wi penerjemahan ini sudah tepat, tetapi secara parsial ada unsur yang takterjemahkan di sini, yaitu unsur informal kata tersebut. Ketidakbakuan ini menyebabkan kata booze jadi kurang populer, sehingga dari ketiga narasumber tidak ada satupun yang tahu arti kata ini. Berbeda dengan istilah bakunya, yaitu alcoholic drink yang sudah cukup dikenal. Pada kasus di atas penerjemah menggunakan teknik generalisasi untuk mengatasi masalah ketakterjemahan pada kata booze dengan menggantinya
Istilah lain yang menunjukkan ketakterjemahan leksikal karena istilah BSu tidak baku dapat dilihat pada data dengan nomor 10, 112, dan 165. 4. Tidak adanya unsur gender pada istilah BSa Salah satu kelebihan kosa kata Bahasa Inggris jika dibandingkan dengan Bahasa Indonesia yaitu adanya unsur gender yang melekat pada kata-kata tertentu
commit to user
110
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sehingga penggunaannya dapat dibedakan antara laki-laki dan perempuan. Hal seperti ini tidak selalu kita jumpai pada kata-kata Bahasa Indonesia. Sehingga dalam penerjemahan untuk kata-kata yang mengandung unsur gender sering terjadi ketakterjemahan yang sifatnya parsial di mana sifat laki-laki atau perempuan tidak terakomodasi pada istilah sasaran. Adanya ketidaksepadanan dalam penerjemahan istilah yang mengandung unsur gender semacam ini juga diungkapkan oleh Baker (1995). Ketakterjemahan unsur gender semacam ini juga banyak terjadi pada penerjemahan dialog film The Simpsons Movie, seperti dicontohkan oleh kata-kata berikut ini. a. boyfriend 7/19/00:02:47-00:02:49/L4/boyfriend-pacar (generalisasi) Pada konser Green Day, tampak seorang penonton perempuan dipanggul seorang laki-laki. Perempuan ini membuka jaketnya sehingga tampak sebuah tulisan pada kaos yang dikenakannya. BSu : NOT MY BOYFRIEND BSa : BUKAN PACARKU -laki atau
Menurut Kamus A (111) boyfriend pemuda di mana seorang perempuan memiliki hubungan romantis
.
Secara umum penerjemahan di atas sudah sepadan, karena kata boyfriend memang Kamus B: 77). Tetapi sebenarnya ada unsur yang tak terjemahkan pada pasangan kata di atas. Pada kata boyfriend terkandung unsur makna laki-laki sebagaimana terlihat pada definisi dari Kamus A lain, kata ini berlaku baik untuk laki-laki maupun perempuan.
commit to user 111
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Jawaban dari narasumber juga hampir sama. Narasumber 1 dan 2 sepakat bahwa terjemahan kata boyfriend
segi makna lebih akurat, penggunaannya di dalam kalimat tidak umum atau janggal. Ketakterjemahan unsur gender di atas cenderung tidak bisa diatasi. Penerapan teknik amplifikasi, sebagaimana pendapat Narasumber 3 juga tidak memungkinkan. Oleh karena itu penerjemah menempuh teknik generalisasi dengan menggunakan kata BSa yang memiliki makna yang lebih umum daripada kata BSu. Kata boyfriend ini juga muncul pada data nomor 7. b. son 58/173/00:13:15-00:13:17/L4/son-nak (generalisasi) Setelah Bart terbebas dari hukuman karena ber-skateboard telanjang, Homer mengajaknya untuk makan siang di restoran Krusty Burger. BSu : Okay son, let's get some lunch. BSa : Baik nak, mari kita makan siang. son pada penerjemahan di atas sudah tepat, karena sebagaimana son merupakan sapaan untuk anak-anak. Dalam Kamus A (970-971) kata son lebih tua untuk
berbicara secara akrab dengan seorang anak laki-laki atau son
-
commit to user
son, pada kata
112
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berlaku baik untuk jenis kelamin laki-laki maupun perempuan. Sebenarnya ada padanan kata sejenis yang di dalam maknanya terkandung pengertian laki-laki, yaitu
Kamus B: 540). Namun kata ini bukan merupakan kata sapaan
atau tidak bisa digunakan untuk menyapa. kata son. Sementara sebagai kata sapaan, Narasumber 1 menerjemahkannya
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa secara parsial terdapat ketakterjemahan linguistik leksikal pada kata son, khususnya yang berfungsi sebagai sapaan, di mana unsur gender (laki-laki) pada kata sumber tidak dapat diterjemahkan ke dalam BSa. Dalam hal ini penerjemah menempuh teknik generalisasi, dengan menggantikan kata yang memiliki makna sepesifik pada BSu dengan kata yang maknanya lebih umum pada BSa. Sapaan son ini juga terdapat pada data dengan nomor 63, 116, 137, 173, 182, dan 185. Sementara istilah lain yang termasuk ke dalam ketekterjemahan linguistik leksikal akibat tidak adanya unsur gender pada BSa ini dapat dilihat pada data bernomor 31, 48, 53, 172, 188, dan 196. 5. Istilah BSu berbentuk akronim Pada umumnya akronim atau singkatan tidak bisa diterjemahkan. Ini sesuai dengan pendapat Zuchridin dan Sugeng (2003: 108), di mana salah satu bentuk ketidaksepadanan sering terjadi dalam penerjemahan akronim. Dalam penerjemahan akronim, khususnya yang belum dibakukan dalam BSa, yang diterjemahkan adalah kepanjangannya atau bentuk lengkapnya, sementara
commit to user 113
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
akronimnya tetap. Membuat akronim baru dari hasil terjemahan juga tidak dibenarkan. Jadi singkatan adalah salah satu bentuk ketakterjemahan di mana penerjemah harus mengambil dari BSu apa adanya. Penerjemahan dapat dilakukan dengan memberi keterangan di dalam kurung pada singkatan terkait. Singkatan
ASEAN
(Perhimpunan BangsaDalam penerjemahan dialog film The Simpsons Movie juga terdapat kasus serupa, sebagaimana dicontohkan di bawah ini. a. EPA 85/333/00:24:45-00:24:48/L5/EPA-EPA (peminjaman) Untuk membicarakan masalah pencemaran di Danau Springfield, Russ Cargill menghadap Presiden AS, Arnold Schwarzenegger. BSu : Russ Cargill, head of the EPA, here to see the president. BSa : Russ Cargill, kepala EPA datang untuk bertemu Presiden. Pada ungkapan di atas, meski Environmental Protection Agency dapat
EPA tidak bisa begitu saja diterjemahkan menjadi BPL. Apabila dipaksakan justru akan menimbulkan kebingungan pembaca. Jadi ada gejala ketakterjemahan leksikal di sini, di mana singkatan nama lembaga tidak bisa diganti dengan singkatan yang dibentuk dari terjemahannya. Dari ketiga narasumber, tidak ada satupun yang memberikan jawaban berupa singkatan dari istilah lokal untuk menerjemahkan EPA meskipun telah diberikan pula keterangan mengenai kepanjangan dari singkatan ini.. Pada contoh di atas, penerjemah mengambil singkatan yang ada pada BSa apa adanya, atau dengan kata lain menerapkan teknik peminjaman. Penerjemahan singkatan sebenarnya juga dapat dilakukan dengan teknik
commit to user
114
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
amplifikasi linguistik, yaitu menambahkan keterangan di belakang singkatan terkait. Pada kasus di atas pada penerjemahan EPA yang pertama kali seharusnya berbentuk Ketakterjemahan akronim EPA ini juga ditunjukkan pada data dengan nomor 89 dan 95. b. VCR 142/705/00:52:16-00:52:18/L5/VCR-VCR (peminjaman) Sebelum meninggalakan Homer sendirian di Alaska, Marge sempat meninggalkan pesan dalam bentuk rekaman video. BSu : Play Me In VCR BSa : Mainkan di VCR VCR merupakan singkatan dari video cassette recorder atau alat perekam atau pemutar video, yaitu alat yang digunakan untuk merekam acara televisi atau menonton kaset video (Kamus A: 1116). Video sediri termasuk penemuan baru, sehingga tidak ada istilah lokal Bahasa Indonesia untuk menyebutnya. Meskipun kepanjangan dari akronim di atas dapat diterjemahkan tetap saja tidak bisa dibentuk menjadi singkatan (misalnya PKV) untuk menggantikan istilah VCR karena hasilnya tidak akan berterima. Narasumber 1 dan 2 juga berpendapat sama dalam hal ini, bahwa singkatan VCR tidak bisa diterjemahkan. Narasumber 3 tidak memberikan jawaban untuk poin ini. Meskipun demikian secara umum ia setuju bahwa singkatan cenderung tidak bisa diterjemahkan dengan singkatan pula.
commit to user 115
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Jadi kesimpulannya, singkatan VCR di atas tidak bisa diterjemahkan. Sebagai solusinya, penerjemah melakukan teknik peminjaman, yaitu mengambil kata sumber apa adanya untuk digunakan pada teks sasaran. Data lain yang merepresentasikan ketakterjemahan karena istilah BSu berbentuk akronim adalah data dengan nomor 3 dan 28. 6. Referen merupakan hal/temuan baru Kemunculan bahasa-bahasa di dunia ini pada umumnya bersamaan waktunya dengan keberadaan atau peradaban masyarakat penuturnya. Hal ini karena bahasa tersebut dipakai oleh anggota masyarakat untuk berkomunikasi satu sama lain. Seiring dengan perkembangan jaman, ada hal-hal baru, yang dialami oleh masyarakat penutur bahasa ini, misalnya diciptakannya suatu alat tertentu yang belum pernah ada sebelumnya, sehingga menuntut diciptakannya istilah atau kata baru untuk menyebutnya. Meskipun demikian, penambahan istilah ini tidak selalu diikuti dengan kejadian serupa pada bahasa-bahasa lain, karena referen istilah tersebut mungkin tidak atau belum dikenal oleh masyarakat penutur bahasa tersebut. Situasi ini menimbulkan terjadinya ketakterjemahan leksikal, di mana sejumlah istilah dari satu bahasa tidak memiliki padanan atau tidak dapat diterjemahkan ke dalam bahasa lain karena referen kata tersebut merupakan hal/barang baru bagi penutur bahasa sasaran. Dalam
film
The
Simpsons
Movie
terdapat
beberapa
kasus
ketakterjemahan leksikal semacam ini.
commit to user 116
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. nuclear 1/6/00:01:38-00:01:40/L6/nuclear-nuklir (naturalisasi) Pada bagian awal film divisualisasikan Homer sekeluarga sedang menonton film di bioskop yang menceritakan mengenai aksi Itchy (tikus) dan Scratchy (kucing). Pada salah satu adegan tampak Itchy menghadapi panel kontrol senjata nuklir dengan beberapa perintah di atasnya. BSu : NUCLEAR MISSILE LAUNCH BSa : PELUNCURAN RUDAL NUKLIR Pada pasangan kalimat di atas terjadi ketakterjemahan yang sifatnya leksikal pada kata nuclear. Dalam Kamus A (688), nuclear didefinisikan sebagai sesuatu yang berkaitan dengan senjata, energi, dan inti atom. Istilah ini berkaitan erat dengan bidang fisika, karena akar katanya adalah nucleus (Bahasa Latin) . Meskipun sekarang sudah dikenal luas, energi nuklir termasuk temuan baru. Kajian mengenai energi nuklir ini baru muncul pada 1896, ketika Henri Becquerel menemukan radioaktifitas (Henri Becquerel, 2011). Karena merupakan sesuatu yang baru, tidak ada istilah lokal untuk menyebut nuclear
ini,
sehingga
diperlukan
strategi
atau
teknik
tertentu
untuk
menerjemahkannya dalam Bahasa Indonesia. Dalam Kamus B (398) dinyatakan bahwa padanan kata nuclear adalah Kamus C (1009) an atau menggunakan Ketiadaan padanan untuk kata nuclear ini diperkuat oleh pendapat
Kata
merupakan hasil naturalisasi dari kata aslinya. Teknik
naturalisasi ini pulalah yang ditempuh oleh penerjemah untuk mengatasi ketakterjemahan pada satuan terjemahan di atas.
commit to user 117
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. planet 34/114/00:09:17-00:09:20/L6/planet-planet (peminjaman) Untuk menarik perhatian Lisa yang sedang mengimbau warga kota untuk peduli lingkungan, Milhouse menyatakan pendapatnya. BSu BSa
: Hey! I am very passionate about the planet! : Hei. Aku sungguh peduli soal planet ini.
Kata planet berukuran besar di ruang angkasa yang bergerak mengelilingi sebuah bintang, kosa kata Bahasa Inggris. Kata planet sebenarnya berasal dari istilah Bahasa Prancis Kuno (11001200M) planete, kemudian dari Bahasa Latin planeta, dan Bahasa Yunani planes Kamus A: 761). Jadi, pada awalnya tidak ada istilah untuk menyebut referen yang kini dikenal dengan nama planet, karena pada awalnya benda ini tidak diketahui keberadaannya. Ketika kemudian diketahui keberadaannya di alam semesta, diberikanlah nama untuk benda ini dalam Bahasa Inggris. Nama ini diambil dari istilah bahasa lain (Prancis Kuno, Latin, dan Yunani) yang sudah ada, yang meskipun referennya berbeda tetapi memiliki kesamaan sifat. Dapat dikatakan bahwa istilah planet dalam Bahasa Inggris termasuk istilah baru karana referennya juga merupakan hasil penemuan baru. Karena merupakan temuan dan istilah baru, maka bisa dipastikan tidak ada padanan untuk kata planet ini dalam bahasa-bahasa selain Bahasa Inggris (kecuali apabila diciptakan/diperkenalkan istilah baru untuk menyebutnya). Dengan kata lain, telah terjadi ketakterjemahan linguistik leksikal pada kata ini, termasuk dalam Bahasa Indonesia. Dalam Kamus Indonesia Inggris Kamus B: 433). Kata yang pertama merupakan bentuk naturalisasi dari kata aslinya sedangkan
commit to user 118
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
istilah yang kedua lebih merupakan deskripsi yang tidak umum dipakai untuk menyebut planet. Ketiga narasumber juga sepakat mengenai tidak adanya istilah lokal untuk kata planet, di mana mereka memberikan jawaban yang sama untuk terjemahan
Untuk mengatasi ketakterjemahan kata planet ini,
dalam Bahasa
Indonesia biasanya diterapkan teknik peminjaman, yaitu mengambil kata sumber apa adanya untuk dipakai pada hasil terjemahan. Sebagaimana terlihat pada contoh di atas, penerjemah menggunakan kata yang sama antara teks BSu dan BSa untuk kata planet. Istilah planet ini juga muncul pada data dengan nomor 97. c. thermostat 39/123/00:09:41-00:09:43/L6/thermostat-termostat (naturalisasi) Ketika sedang berbicara dengan Lisa mengenai lingkungan, Colin memberikan lagi satu contoh mengenai penghematan energi BSu : And if we kept our thermostats BSa : Jika kita nyalakan termostat 68 derajat Fahrenheit di musim
Kata thermostat merujuk pada suatu alat untuk menjaga ruangan, mesin dan sebagainya berada pada suhu tertentu (Kamus A: 1052). Benda ini termasuk peralatan modern atau temuan baru karena baru ditemukan di Amerika Serikat pada tahun 1883 oleh Warren S Johnson (Zwaniecki, 2008). Pada awalnya alat ini tidak dikenal oleh masyarakat di luar penutur Bahasa Inggris, sehingga tidak ada pula istilah lokal untuk menyebutnya. Dalam Kamus B (586), tidak ditemukan istilah lokal untuk thermostat pengatur/pengimbang pana . Untuk menggantikan kata ini dalam penerjemahan
commit to user 119
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
umumnya ditempuh teknik naturalisasi. Dalam Kamus C (1511), sudah ada lema
bekerja secara otomatis yang bekerja karena perub Dari ketiga narasumber tidak ada satupun yang menyatakan adanya istilah
Bahasa
Indonesia
untuk
kata
thermostat
ini.
Narasumber
1
memberikan jawaban. Jadi kesimpulannya, tidak ada istilah lokal yang sesuai untuk kata thermostat. Dengan kata lain, telah terjadi ketakterjemahan leksikal pada kata ini, sehingga dibutuhkan teknik tertentu untuk mengatasinya. Pada contoh di atas, penerjemah menerapkan teknik naturalisasi dengan menyesuaikan ejaan BSu, dan pendapat
thermostat, Narasumber 1. d. video 106 /460/00:33:56-00:33:58/L6/video-video (peminjaman)
Ketika akan melarikan diri dari kejaran orang-orang yang marah pada Homer, Marge merasa ada sesuatu yang ketinggalan dan ia ingin mengambilnya. BSu : -What'd you get? -Our wedding video. BSa : -Apa yang kau ambil? -Video pernikahan kita. Istilah video bisa berarti rekaman film atau acara televisi yang disimpan pada videotape. Sementara videotape sendiri berupa pita magnetis kecil dan panjang yang ditempatkan di dalam sebuah kotak plastik dan bisa dipakai untuk merekam/menyimpan film, acara televisi dan sebagainya (Kamus A: 1120-1121).
commit to user 120
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Jadi yang dimaksudkan dengan istilah video di atas adalah tayangan yang direkam pada alat videotape. Videotape ini tergolong peralatan
yang masih
baru.
Alat ini
diperkenalkan oleh Charles Ginsburg pada tahun 1951 dan baru dijual untuk umum pada tahun 1971 oleh Sony (Video, 2011). Karena merupakan barang baru, pada awal kemunculannya video ini tidak dikenal di lingkungan penutur Bahasa Indonesia. Dengan sendirinya tidak ada pula istilah khusus untuk menyebut video maupun videotape dalam Bahasa Indonesia. Dalam Kamus B (629), kata video diartikan sebag videotape
.
Dalam Kamus C
yang memancarkan gambar pada pesawat televi atau program televisi untuk ditayangkan lewat pesawat televisi. Dari ketiga narasumber, tidak ada yang memberikan alternatif istilah lokal Bahasa Indonesia untuk kata video ini. Mereka berpendapat bahwa untuk menerjemahkan kata ini memang kita harus meminjam istilah sumbernya. Jadi bisa disimpulkan telah terjadi ketakterjemahan linguistik leksikal pada kata video ini. Untuk mengatasi ketakterjemahan ini dilakukanlah teknik peminjaman, yaitu mengambil kata asli untuk dipakai pada teks terjemahan. Sebagaimana terlihat pada contoh di atas, penerjemah menggunakan kata yang sama dengan BSu pada kata video. Data lain yang merepresentasikan ketakterjemahan kata video ini adalah data dengan nomor 107 dan 143.
commit to user 121
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
e. robot 175/895/01:07:03-01:07:07/L6/robot-robot (naturalisasi) Sejumlah petugas kepolisian mencoba menjinakkan bom waktu yang ditujukan untuk menghancurkan Kota Springfield. Mereka menggunakan robot penjinak bom untuk melakukan tugas ini. BSu : Come on, bomb-disarming robot. You're our last hope. BSa : Ayo, robot penjinak bom. Kau harapanku yang terakhir. Robot adalah sejenis mesin yang bisa bergerak serta melakukan beberapa pekerjaan manusia dan dikendalikan dengan komputer (Kamus A: 879). Definisi ini memperlihatkan bahwa robot termasuk peralatan modern atau temuan baru sehingga istilah yang dipakai untuk menyebutnya juga baru. Istilah robot, berasal robot ini pertama kali
dari Bahasa Ceko robota
muncul pada tahun 1920 dalam sebuah drama berjudul R.U.R ( Universal Robots
-
(Robot, 2011). Istilah ini kemudian diserap dalam Bahasa Inggris dengan definisi di atas. Tidak ada istilah lokal dalam Bahasa Indonesia untuk menyebut robot, karena objek ini merupakan sesuatu yang baru dan belum pernah ada sebelumnya. Dalam Kamus B (189), kata robot
padanan lokal untuk kata robot. Dalam Kamus C (1215) juga sudah terdapat lema
menjadi padanannya. Pada kamus ini robot didefinisikan sebagai alat dapat berupa orang-orangan dan sebagainya yang bisa bergerak (berbuat seperti manusia) yang dikendalikan oleh mesin.
commit to user 122
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tidak adanya padanan untuk istilah robot ini juga dikuatkan dengan pendapat ketiga narasumber yang memberikan jawaban yang sama dengan mengambil kata BSu (robot) sebagai terjemahan kata ini. Jadi secara ringkas dapat dikatakan telah terjadi ketakterjemahan linguistik dalam tataran leksikal pada kata robot. Untuk mengatasi masalah ini kemudian dilakukan peminjaman kata sumber untuk dipakai pada teks sasaran seperti yang dilakukan oleh penerjemah pada contoh di atas. Istilah lain yang merepresentasikan ketakterjemahan leksikal karena referen merupakan hal atau temuan baru ini dapat dilihat pada data bernomor 2, 5. 6, 17, 29, 47, 49, 65, 70, 71,72, 98, 117, 118, 121, 125, 126, 130, 132, 134, 145, 160, 167, 169, 170, 171, 174, 176, 183, 187,197, 199, 200, dan 203. 4.2.2 Analisis Data Ketakterjemahan Struktural Sebagaimana telah disebutkan di atas, ketakterjemahan linguistik struktural merupakan bentuk lain dari ketakterjemahkan yang disebabkan karena faktor linguistik selain ketakterjemahan linguistik leksikal dalam teori Catford (1980: 94-99). Ketakterjemahan ini terjadi karena adanya perbedaan aturan tata bahasa antara BSu dengan BSa. Dalam subtitle DVD film The Simpsons Movie ada beberapa kejadian di mana struktur kalimat maupun struktur morfologi kata Bahasa Inggris tidak dapat diakomodasi ke dalam Bahasa Indonesia dengan sebab-sebab seperti di bawah ini. 1. Tidak adanya unsur kala pada struktur kalimat BSa Salah satu perbedaan struktur tata bahasa Bahasa Inggris dan struktur tata Bahasa Indonesia terletak pada aspek kala atau tense. Dalam setiap kalimat
commit to user 123
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Bahasa Inggris selalu terdapat unsur kala yang menunjukkan waktu kejadian yang seluruhnya ada 16 macam. Perbedaan kala ini ditandai dengan perbedaan bentuk verb (kata kerja) atau penambahan auxiliary verb (kata bantu kata kerja). Sementara dalam Bahasa Indonesia aturan semacam ini tidak ada. Penanda waktu dalam kalimat Bahasa Indonesia hanya ditunjukkan secara leksikal dengan kata bantu kata kerja (modal) atau dengan keterangan waktu (adverb of time). Akibatnya, dalam penerjemahan dari Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia, unsur kala ini sering hilang atau mengalami ketakterjemahan. Ketiga narasumber secara umum membenarkan kemungkinan adanya ketakterjemahan pada unsur kala dalam penerjemahan kalimat
dari Bahasa
Inggris ke dalam Bahasa Indonesia. Meskipun demikian, pada situasi tertentu penanda waktu pada kalimat BSu ini kadangakala sudah diakomodasi pada bagian lain kalimat BSa atau konteks situasi yang melatarbelakangi teks. Ketakterjemahan kala ini juga terjadi pada beberapa bagian subtitle Bahasa Indonesia DVD film The Simpsons Movie. Unsur-unsur kala yang mengalami ketakterjemahan struktural ini terutama berlaku pada jenis kala yang agak kompleks, seperti bentuk perfect tertentu dan bentuk present atau past perfect continuous tense. Contoh ketakterjemahan pada kala present perfect dapat dilihat pada contoh berikut ini. a. have been 56/164/00:12:41-00:12:44/S1/have ... been-..... (reduksi) Ketika Nelson sedang menertawai Bart yang dihukum dalam keadaan telanjang, Mrs Muntz (ibu Nelson) menemuinya. BSu : Nelson, honey, where have you been? BSa : Nelson sayang, di mana kau?
commit to user
124
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pada penerjemahan di atas terjadi ketakterjemahan struktural di mana unsur kala present perfect pada BSu yang diwakili oleh struktur kata kerja have + past participle
tidak terakomodasi pada BSa.
kalimat sumber tidak terserap pada hasil terjemahan. Pada kalimat BSa, penanda waktunya cenderung bersifat umum dan tidak secara spesifik menunjukkan bahwa kejadiannya sudah berlangsung. Dalam
menerjemahkan
ungkapan
di
atas,
penerjemah
tidak
mengakomodasi kala present perfect dari kalimat BSu ke dalam kalimat BSa yang tindakan ini justru benar karena apabila
sudah Ketakterjemahan kala present perfect ini juga ditunjukkan oleh data dengan nomor 186. b. have been taking 184/927/01:09:07-01:09:12/S1/have been taking-membiarkan (modulasi) Ketika sedang mencoba menyelamatkan kota Springfield berdua, Bart mengungkapkan isi hatinya kepada Homer. BSu : I've been taking your crap all my life! BSa : Aku telah membiarkanmu mengelabuiku seumur hidupku. Kalimat BSu pada satuan terjemahan di atas berkala present perfect yang menyiratkan makna bahwa kejadian sudah dan sedang berlangsung. Namun pada teks terjemahan makna ini tidak sepenuhnya tercakup. Apabila kita perhatikan,
menyatakan bahwa kejadian masih atau sedang berlangsung.
commit to user 125
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Secara umum, penerjemahan kalimat dengan kala perfect continuous me diterima dalam struktur kalimat Bahasa Indonesia, sehingga dalam penerjemahan kalimat dengan struktur perfect continuous biasanya digantikan dengan kala lain yang lebih berterima dalam Bahasa Indonesia, yaitu perfect tense yang bermakna -nya tidak terserap. Pada penerjemahan di atas, penerjemah menerapkan teknik modulasi dengan mengartikan kata taking dari sudut pandang yang berbeda menjadi Selain contoh di atas, data nomor 11 juga menunjukkan ketakterjemahan kala present perfect continuous. c. had been talking 178/899/01:07:20-01:07:23/S1/had been talking-telah mengatakan (reduksi) Polisi yang bertugas menjinakkan bom merasa menyesal mendapati robot penjinak bomnya bunuh diri karena merasa kesulitan menentukan kabel mana yang akan memicu ledakan. BSu : He'd been talking about it, but I didn't take him seriously. BSa : Dia telah mengatakannya, tapi aku tak menganggapnya serius. Struktur kala past perfect continuous yang mengandung makna bahwa kejadian sudah dan sedang berlangsung pada masa lampau juga cenderung sulit diakomodasi secara tepat dalam Bahasa Indonesia sehingga menimbulkan ketakterjemahan yang sifatnya struktural. Pada contoh di atas, penerjemah menerjemahkan kata kerja had been kala
talking
yang lain, yakni present perfect. Hal ini terjadi karena jika kata kerja BSu
commit to user 126
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
diterjemahkan tepat sesuai kalanya
dulu te
terjemahan justru tidak berterima. Dalam hal ini penerjemah menempuh teknik reduksi dengan tidak
2. Ungkapan BSu sudah dimodifikasi Salah satu kecenderungan berbahasa yang terjadi akhir-akhir ini adalah adanya bentuk modifikasi (plesetan). Dengan tujuan untuk menciptakan kelucuan, para penutur bahasa seringkali memodifikasi suatu kata dengan mengganti sebagian fonem atau huruf kata tersebut sehingga maknanya berubah namun ejaan dan pelafalannya masih berasosiasi dengan kata aslinya. Dalam
penerjemahan,
bentuk-bentuk
modifikasi
semacam
ini
mengakibatkan terjadinya ketakterjemahan struktural. Hal ini karena selain mempertimbangkan makna, dalam menerjemahkan ungkapan yang berbentuk modifikasi penerjemah juga harus mempertimbangkan kemiripan struktur morfologi atau fonologi ungkapan tersebut dengan ungkapan aslinya. Padahal untuk mengakomodasi atau mempertahankan kemiripan struktur semacam ini pada BSa hampir tidak mungkin. Dengan kata lain struktur ungkapan hasil modifikasi cenderung tidak bisa diterjemahkan secara lengkap. Kejadian ini mirip dengan pernyataan Zuchridin dan Sugeng (2003: 108) mengenai kecenderungan tidak adanya padanan pada istilah yang berbentuk penggalan. Berkenaan dengan hal ini, Narasumber 1 dan 3 setuju dengan pendapat di atas bahwa ungkapan yang sudah dimodifikasi seringkali tidak bisa diterjemahkan. Sementara Narasumber 2 berpendapat sebaliknya.
commit to user 127
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pada subtitle film The Simpsons Movie dapat kita jumpai adanya beberapa kasus demikian ini. a. nome sweet nome 129//616/00:46:32-00:46:34/S2/nome sweet nome-nome rumah yang nyaman (deskripsi) Di dalam kamarnya di Alaska, Marge mengisi waktunya dengan menyulamkan sebuah tulisan pada selimut. BSu : NOME SWEET NOME BSa : NOME RUMAH YANG NYAMAN Ungkapan nome sweet nome dia atas sulit untuk diterjemahkan karena merupakan sebuah idiom yang diplesetkan. Ungkapan di atas berasal dari idiom home sweet home yang memiliki makna bahwa rumah sendiri adalah tempat yang paling nyaman. Sebenarnya ada ungkapan idiomatis sejenis dalam Bahasa Tetapi bentuk modifikasi dari ungkapan home sweet home di atas, yang memiliki struktur rima tertentu, sulit untuk dipadankan. Tidak jelas apa makna kata nome di atas yang merupakan modifikasi dari home, karena baik dalam kamus umum maupun kamus slang tidak terdapat entri untuk kata ini. Yang pasti perubahan struktur dari home ke nome ini sulit untuk diterapkan pada ungkapan BSa. Dari tiga orang narasumber juga tidak ada satupun yang memberikan jawaban mengenai terjemahan idiom modifikasi nome sweet nome ini. Hal ini semakin menguatkan indikasi ketakterjemahan pada ungkapan tersebut. Situasi yang sama tampaknya dialami penerjemah, sehingga ia menggunakan dua teknik penerjemahan sekaligus, yaitu teknik peminjaman pada kata nome, dan teknik deskripsi pada kata sweet nome (rumah yang nyaman).
commit to user 128
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. sop 155/812/01:00:28-01:00:30/S2/sop-berhenti (generalisasi) Dua orang petugas polisi yang sedang berpatroli dengan mobil menjumpai rambu-rambu yang tidak seperti biasanya. BSu : There's something strange about that "sop" sign. berhenti BSa Kata sop pada ujaran di atas sebenarnya berasal dari kata stop yang -nya. Meski arti kata stop penerjemahan kata sop di atas menimbulkan kesulitan tersendiri, karena kita tidak
makna yang sama dengan kata sop. Jadi dapat dikatakan telah terjadi ketakterjemahan struktur pada kata sop. Situasi yang sama tampaknya juga dialami narasumber, sehingga dua orang narasumber tidak memberikan pendapat mengenai terjemahan kata sop ini.
Tetapi kata ini juga masih sulit diterima sebagai padanan dari sop. Pada teks terjemahan di atas, tampaknya penerjemah tidak berupaya untuk menerjemahkan bentuk modifikasi kata stop tersebut, sehingga kata ini hanya diterjemahkan sesuai dengan makn
gan kata
lain, penerjemah menerapkan teknik generalisasi, yaitu menggantikan kata yang memiliki makna khusus dengan kata yang maknanya lebih umum. Istilah sop ini juga muncul pada data nomor 156.
commit to user 129
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. 191/952/01:11:57-01:11:58/S2/
-aku seorang wiener (calque)
Ketika Homer ditodong senapan oleh Russ, Bart mencoba menghalangi dengan mengatakan kalau Russ membunuh Homer, ia tidak akan mengetahui di mana harta karun Imawiener disimpan. Russ ingin tahu tentang harta karun itu dan bertanya pada Bart, tetapi ternyata ia telah salah dengar. BSu : I'm a wiener? BSa : Aku seorang wiener (=sosis)? Menurut Kamus B (647), wiener adalah semacam sosis Namun pada kalimat di atas kata wiener tidak bisa diterjemahkan. Hal ini bukan karena tidak adanya padanan untuk kata tersebut, tetapi karena konteks pembicaraan di mana kata wiener berkaitan dengan ucapan sebelumnya yang merujuk pada referen lain.
justru tidak berterima
The treasure of lmawiener
Di sini kejadiannya pendengar salah dengar dan salah mengerti karena mengira .
nama orang (Imawiener) adalah sebuah kalimat yang bunyinya Kalimat
ini tidak bisa diterjemahkan secara konvensional, karena
sifat asosiatif dengan nama Imawiener yang disebutkan sebelumnya akan hilang. Ketiga narasumber juga tidak ada yang dapat menerjemahkan baik kata/nama Imawiener maupun kalimat
mengingat sulitnya
menyesuaikan struktur kedua istilah ini dalam BSa. Sementara itu, penerjemah sendiri menerjemahkan ungkapan di atas dengan menerapkan teknik calque, yaitu menerjemahkan kata
perkata apa
adanya, kecuali pada kata wiener. Pada kata ini penerjemah menggunakan teknik
commit to user 130
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
peminjaman. Hal ini tentu saja untuk mengakomodasi kesamaan struktur sesuai konteks situasi yang melatari ungkapan BSu. Data lain yang memperlihatkan ketakterjemahan linguistik struktural karena istilah BSu sudah dimodifikasi adalah data dengan nomor 64 dan 77. 4.2.3 Analisis Data Ketakterjemahan Budaya Selain faktor linguistik, Catford (1980: 94-99) juga menyatakan bahwa ketakterjemahan juga dapat disebabkan oleh faktor budaya. Jadi perbedaan budaya antara penutur BSu dan BSa dapat menyebabkan suatu ungkapan tidak bisa diterjemahkan dengan tepat. Pendapat ini dikuatkan oleh Newmark (1995: 95) yang kemudian membuat perincian mengenai unsur-unsur budaya yang tidak memiliki padanan atau tidak dapat diterjemahkan. Pada penerjemahan dialog DVD film The Simpsons Movie ada beberapa kasus di mana istilah atau ungkapan pada dialog film yang berkaitan erat dengan budaya penutur BSu (Bahasa Inggris) tidak dapat diterjemahkan dengan tepat dalam Bahasa Indonesia. Kejadian ini antara lain disebabkan oleh faktor-faktor berikut ini. 1. Istilah BSu merupakan istilah ekologi di lingkungan penutur BSu Menurut Newmark (1995: 96-97), istilah ekologi, seperti nama-nama flora dan fauna, cenderung khas pada tiap-tiap daerah sehingga menyebabkan terjadinya ketakterjemahan budaya. Apalagi jika objek tersebut hanya terdapat di lingkungan terkait. Nama-nama bunga tertentu, seperti tulip, edelweiss, dan sakura, misalnya, cenderung tidak memiliki padanan di luar wilayah di mana bunga-bunga tersebut tumbuh. Kejadian semacam ini juga terdapat pada beberapa
commit to user 131
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bagian subtitle Bahasa Indonesia film The Simpsons Movie. Beberapa contohnya dapat dilihat di bawah ini. a. strawberry
25/71/00:06:19-00:06:20/B1/strawberry-strawberi (naturalisasi) Selain kue wafel Bart dan Lisa juga menginginkan minuman. BSu BSa
: I want syrup! I want strawberry! : Aku mau sirup! Aku mau strawberi!
Kata strawberry merupakan gabungan antara kata straw dan berry. Berry sendiri adalah sejenis buah yang berukuran kecil, lunak, dan berbintik-bintik (Kamus A: 86). Jadi strawberry adalah salah satu jenis buah berry. Jenis-jenis yang lain di antaranya cranberry, blueberry, redberry dan raspberry. Jadi, kata strawberry memiliki hubungan hiponimi dengan kata berry. Menurut Kamus Inggris-Indonesia, kata berry ini berpadanan dengan Kamus B: 61). Namun, nama-nama khusus untuk buah berry, termasuk strawberry, tidak memiliki sebutan yang spesifik dalam Bahasa Indonesia. Ini karena, buah berry tidak secara alami tumbuh di Indonesia sehingga tidak ada istilah lokal untuk menyebut masing-masing jenis buah berry. Bahkan nama nan besar juga diambil dari nama aslinya, karena ada kemiripan di antara keduanya. Ketakterjemahan kata strawberry ini dapat dimasukkan ke dalam ketakterjemahan budaya, karena istilah terkait merupakan istilah ekologi, atau tepatnya nama tumbuhan, yang hidup di lingkungan penutur BSu dan tidak begitu dikenal di lingkungan penutur BSa, sehingga tidak terdapat istilah lokal untuk menyebutnya.
commit to user 132
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Ketiga narasumber juga sepenuhnya sepakat bahwa tidak ada istilah lokal untuk kata strawberry. Hanya mereka berbeda pendapat mengenai ejaan untuk kata ini dalam Bahasa Indonesia. Narasumber 1 menyatakan ejaannya sama persis dengan ejaan BSu, sedangkan Narasumber 2 dan 3 masing-masing menjawab
kata strawberry. Untuk mengatasi masalah ketakterjemahan ini, pada contoh di atas penerjemah menempuh teknik naturalisasi dengan memodifikasi kata BSu agar
bentuk naturalisasi ya
.
b. hound
124/590/00:44:22-00:44:27/B1/hound-anjing (generalisasi) Russ memberitahukan mengenai cara kerja sebuah alat di ruang kerjanya. BSu BSa
: One will supply your town with power, the other releases the hounds. : Satu untuk mencukupi listrik di kotamu, yang lain untuk melepaskan anjing.
Anjing merupakan binatang yang umum dijumpai di berbagai tempat, termasuk di Indonesia. Oleh karena itu sudah ada istilah lokal untuk hewan ini. Namun
adanya
perbedaan
persepsi
masyarakat
terhadap
anjing
telah
menyebabkan munculnya nama-nama lain yang lebih spesifik untuk menyebut binatang ini. Masyarakat penutur Bahasa Inggris cenderung menganggap istimewa hewan ini, sehingga terdapat banyak istilah spesifik untuk menyebut anjing, misalnya herder, puddle, bulldog, dan dalmatian. Ini berbeda dengan masyarakat penutur Bahasa Indonesia yang cenderung menganggap anjing sebagai hewan yang najis dan menjijikkan. Oleh karena itu, sebutan untuk hewan ini dalam
commit to user 133
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Bahasa Indonesia juga tidak sebanyak yang dari Bahasa Inggris. Situasi ini menimbulkan ketakterjemahan budaya yang berkaitan dengan istilah ekologi yang merujuk pada anjing. Salah satu di antaranya adalah kata hound. Dalam Kamus A (498) hound diartikan sebagai berb
karena
alasan uyang telah dikemukakan di atas. Tetapi sebenarnya ada sebutan khusus untuk untuk hound (dog) istilah ini tidak ada dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, karena istilah ini lebih merupakan hasil strategi penerjemahan dengan menggunakan teknik deskripsi, yaitu menerjemahkan kata atau frasa dengan menjelaskan maknanya. Kata hound d Dari pihak narasumber tidak diperoleh pendapat apapun berkaitan dengan terjemahan kata hound ini karena ketiga-tiganya mengosongkan kolom jawaban yang disediakan. Untuk mengatasi masalah ketakterjemahan pada kata ini, penerjemah tidak menggunakan teknik deskripsi sebagaimana dijelaskan di atas, tetapi lebih memilih menggunakan teknik generalisasi, yaitu mengganti kata hound dengan
c. walrus
141/702/00:51:41-00:51:43/B1/walrus-walrus (peminjaman) Di Alaska Homer meluangkan waktunya untuk bermain video game. Di layar video game terlihat judul permainan yang akan dimainkan Homer. BSu BSa
: GRAND THEFT WALRUS : WALRUS PENCURI BESAR
commit to user 134
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
inatang laut berbadan besar dengan dua gading yang Kamus A: 1130). Hewan ini hanya hidup di wilayah yang memiliki musim dingin, khususnya di laut es, sehingga tidak dikenal di wilayah Indonesia yang hanya memiliki musim panas dan musim hujan. Oleh karena itu, tidak ada istilah lokal untuk menyebut binatang ini. Dalam Kamus B . Sementara dalam Kamus C (1615) kata ini sudah diserap dan diterangkan seb Jadi dapat kita tarik kesimpulan bahwa telah terjadi ketakterjemahan budaya kata walrus. Ketakterjemahan ini disebabkan karena referen merupakan anggota ekologi (fauna) di lingkungan penutur BSu yang tidak dikenal oleh masyarakat penutur BSa, sehingga tidak terdapat istilah untuk menyebutnya. Ketiga narasumber memberikan pendapat yang berbeda mengenai terjemahan untuk istilah walrus ini. Narasumber 2 menerjemahkan kata ini dengan mengambil istilah aslinya, sedangkan Narasumber 3 berpendapat walrus sepadan
Pendapat Narasumber 3 mungkin didasari persamaan bentuk antara kedua hewan yang dimaksud. Tetapi sesungguhnya walrus berbeda dengan anjing laut yang dalam Bahasa Inggris disebut dengan istilah seal juga lebih merupakan deskripsi daripada nama lokal untuk seal. Untuk mengatasi masalah ketakterjemahan pada kata walrus ini penerjemah menerapkan teknik peminjaman. Sebagaimana terlihat pada contoh di atas, penerjemah menggunakan kata BSu apa adanya untuk dipakai pada teks terjemahan.
commit to user 135
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dua data lain yang mewakili ketakterjemahan budaya karena istilah BSu merupakan istilah ekologi di lingkungan penutur BSu adalah data dengan nomor 103 dan 133.
2. Referen merupakan budaya materi penutur BSu Ada benda-benda atau hal-hal yang hanya terdapat di wilayah tertentu, sehingga menjadi semacam budaya khas dari masyarakat setempat. Pada umumnya, benda atau hal semacam ini diberi nama dengan bahasa setempat dan karena tidak dikenal dalam budaya lain, maka tidak ada pula istilah untuk menyebutnya pada bahasa lain. Oleh Newmark (1995: 97-98), benda-benda semacam ini diistilahkan sebagai materi budaya setempat, yang bentuknya bisa berupa makanan, minuman, pakaian dan lain sebagainya. Yang termasuk dalam materi budaya ini, dapat dicontohkan di sini misalnya, steak, yang merupakan makanan khas orang barat. Makanan ini tidak ada sebutannya dalam Bahasa Indonesia sehingga istilah ini tidak dapat diterjemahkan. Meskipun pada perkembangan selanjutnya benda atau hal tersebut dikenal dan popular di tempat lain, tidak berarti kemudian diciptakan istilah lokal untuk menyebutnya. Untuk mengatasi masalah ketiadaan padanan demikian ini, biasanya kemudian dilakukan peminjaman kata baik secara mentah-mentah (borrowing) ataupun dengan penyesuaian (naturalisasi). Dari tiga orang narasumber, dua di antaranya setuju dengan pendapat adanya ketakterjemahan yang disebabkan oleh perbedaan budaya, sedangkan seorang lagi (Narasumber 2) tidak memberikan pendapat.
commit to user 136
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dalam subtitle Bahasa Indonesia DVD film The Simpsons Movie terdapat banyak contoh kata atau frasa yang membuktikan adanya kejadian di atas. a. beer
9/21/00:03:01-00:03:03/B2/beer-bir (naturalisasi) Ketika konser Green Day sedang berlangsung, terlihat ada balon sponsor melayang di udara. BSu BSa
: Duff BEER BINGE RESPONSIBLY : BIR Duff MINUM DENGAN BERTANGGUNG JAWAB
Dalam Kamus A (81) kata beer
ejenis minuman beer
beralkohol yang terbuat dari biji-
adalah salah satu di antara berbagai jenis minuman beralkohol atau minuman keras yang memabukkan. Minuman keras hampir dikenal di setiap negara dengan nama dan ciri khasnya masing-masing, misalnya vodka (Rusia), sake (Jepang),
materi budaya setempat dan cenderung tidak memiliki sebutan yang sesuai dalam bahasa lain. Dalam Kamus B, tidak ditemukan istilah lokal untuk kata ini. Yang ada Kamus B: 59). Begitu pula dalam Kamus C (2 alkohol yang dibuat dengan peragian lambat dan dapat Ketiga narasumber juga setuju bahwa kata beer ini tidak dapat diganti dengan istilah lokal. Mereka menyatakan bahwa terjemahan untuk istilah tersebut
commit to user 137
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Untuk mengatasi masalah ketakterjemahan kata beer ini, pada contoh di atas penerjemah menempuh teknik naturalisasi dengan mengambil kata asli dan menyesuaikannya dengan ejaan BSa. b. waffle
23/68/00:06:14-00:06:16/B2/waffle-kue wafel (amplifikasi) Sepulang dari gereja, di dalam mobil, Homer menawari anggota keluarganya untuk membeli makanan BSu : Okay! Who want waffles? BSa : Baik, siapa mau kue wafel? Waffle adalah sejenis roti yang bentuknya lebar dan rata memiliki lubang-lubang persegi empat dan biasa disantap untuk sarapan pagi (Kamus A: 1127). Dari kegunaannya untuk sarapan pagi ini, dapat kita simpulkan bahwa waffle ini adalah makanan khas di negara-negara barat yang makanan pokoknya roti. Makanan ini tidak dikenal atau tidak popular di negara-negara yang makanan pokoknya selain roti, termasuk di Indonesia. Dalam Kamus B (634), waffle ini
naturalisasi dari istilah aslinya, sedangkan yang pertama, meski istilahnya asli Bahasa Indonesia, tetapi tidak begitu popular penggunaannya. Bahkan dalam Kamus C (1323)
direnggangkan (dibuka) dan dijepitkan (seperti
g pembuatannya dilakukan dengan cara dipanggang dalam oven, di mana cara
commit to user
138
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
memasukkan dan mengeluarkannya menggunakan sepit atau jepitan. Tetapi sekali lagi istilah kue sepit tidak baku dan kurang berterima. Ketidakpopularan kue ini juga dikuatkan oleh narasumber. Dari ketiga narasumber tidak ada satupun yang tahu arti kata waffle. Narasumber 2 dan 3 tidak memberikan jawaban, sedangkan Narasumber 1 mengartikannya secara
Dari bukti-bukti di atas dapat kita tarik kesimpulan tidak ada padanan dalam Bahasa Indonesia untuk kata waffle karena referen merupakan materi budaya, atau lebih spesifiknya, makanan khas di lingkungan penutur BSu yang tidak dikenal oleh penutur BSa sehingga menimbulkan peristiwa ketakterjemahan budaya. Istilah yang umum digunakan untuk menyebut referen tersebut dalam
memilih bentuk kedua yang merupakan kombinasi antara teknik naturalisasi dan amplifikasi. Di sini selain menyesuaikan ejaan istilah sumber dengan ejaan BSa,
yang dimaksud. Istilah waffle ini juga muncul pada data bernomor 26. c. donut
78/311/00:22:34-00:22:38/B2/donut-donat (naturalisasi) Dalam perjalanan pada waktu akan membuang kotoran babinya, Homer diberitahu seseorang kalau ada toko donat yang baru saja ditutup oleh petugas kesehatan. BSu BSa
: The health inspector just shut down the donut store and they're giving out free donuts! : Petugas kesehatan menutup toko donat, mereka berikan donat cuma- cuma!
commit to user 139
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pasangan kalimat BSu dan BSa di atas mengandung ketakterjemahan pada kata donut. Donut atau doughnut adalah kue bulat kecil yang biasanya berbentuk seperti cincin (Kamus A: 302). Kue ini adalah makanan khas Amerika yang pada mulanya tidak dikenal di lingkungan penutur Bahasa Indonesia sehingga tidak ada istilah lokal untuk menyebutnya. Dengan kata lain, terjadi ketekterjemahan karena referen merupakan suatu bentuk materi budaya penutur BSu. Untuk menyebut kata donut ini dalam Bahasa Indonesia kemudian digunakan teknik naturalisasi dengan menyesuaikan ejaan dengan lafalnya . Hal ini sesuai dengan yang terdapat pada Kamus B (195) di Kamus
mana kata doughnut
ini yang diartikan sebagai
C (
Ketiga narasumber juga sepakat bahwa kata donut tak terjemahkan dalam Bahasa Indonesia sehingga harus dilakukan naturalisasi dari kata aslinya menjadi
Ketakterjemahan kata donut ini juga ditunjukkan oleh data bernomor 79. Sementara data lain yang merepresentasikan ketakterjemahan budaya materi penutur BSu ini dapat dilihat pada data dengan nomor 14, 24, 37, 60,61, 92, 110, 149, 194 , dan 195. 3. Istilah BSu terkait dengan budaya sosial penutur BSu Selain dari budaya materi, menurut Newmark (1995: 98-102), istilahistilah yang merujuk pada budaya sosial suatu masyarakat juga seringkali tak
commit to user 140
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
terjemahkan. Bidang-bidang yang termasuk ke dalam kelompok ini meliputi pekerjaan, hiburan, organisasi, politik, administrasi, agama, seni dan lain-lain. Pada ketakterjemahan
subtitle
film
The
Simpsons
istilah
yang
berkaitan
Movie
dengan
terdapat
sejumlah
budaya/organisasi sosial
masyarakat semacam ini. a. rock band 33/00:04:06-00:04:09/B2/rock band-band musik rock (peminjaman) Pada kebaktian di gereja Springfield, pendeta memimpin para hadirin untuk memanjatkan doa bagi band musik rock Green Day yang baru saja tenggelam Danau Springfield. BSu BSa
: For the latest rock band to die in our town. : Bagi band musik rock terbaru yang mati di kota kami.
Rock adalah salah satu jenis musik populer masa kini dengan hentakan yang kuat dan keras dan biasa dimainkan dengan gitar dan drum (Kamus A: 879). Musik rock ini adalah salah satu bentuk budaya khas masyarakat penutur Bahasa Inggris. Oleh karena itu tidak ada istilah lokal untuk menyebut jenis musik ini. Dalam Kamus B (489), kata rock, dalam konteks musik, diartikan secara tidak -ngik-
amus C tidak terdapat
entri untuk kata ini. Sementara kata band dalam konteks frasa di atas menurut Kamus A (71)
ada istilah Bahasa Indonesia untuk menggantikan kata ini. Dalam Kamus B (52) kata band pertama dan kedua merupakan hasil naturalisasi dari Bahasa Inggris, sementara yang terakhir lebih merupakan deskripsi dari kata terkait.
commit to user 141
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dari pihak narasumber diperoleh jawaban yang berbeda-beda, tetapi tidak satupun yang merupakan istilah lokal. Narasumber 1 menerjemahkan rock band -masing
Dari uraian di atas terlihat adanya ketakterjemahan budaya pada frasa rock band, karena masing-masing kata penyusunnya tidak memiliki padanan lokal. Untuk mengatasi ketakterjemahan ini, pada contoh di atas, setidaknya penerjemah menerapkan tiga teknik penerjemahan, yaitu (1) peminjaman (mengambil kata sumber apa adanya), (1) transposisi (menukar posisi kata sesuai dengan kaidah
at kita lihat pada contoh di atas. b. amen 54/159/00:12:15-00:12:16/B3/amen-amin (naturalisasi) Ned dan anak-anaknya mengakhiri doa sebelum makan. BSu BSa
: Amen. : Amin.
Amen ungkapan persetujua (Kamus A: 31).
Dalam kamus ini juga disebutkan bahwa kata ini bukan
merupakan kata asli Bahasa Inggris, tetapi merupakan pinjaman dari istilah pada awalnya kata amen merupakan suatu bentuk ketakterjemahan dari Bahasa Ibrani ke dalam Bahasa Inggris.
commit to user 142
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Di lingkungan penutur Bahasa Indonesia kata ini juga sering dipakai, Kamus B:
tetapi
26). Dalam Kamus C (53) dinyatakan bahwa makna dan fungsi ungkapan ini pun juga sama dengan di atas,
kemiripan, tetapi versi Bahasa Indonesia ini tidak berasal dari Bahasa Inggris,
Islam. Ketiga narasumber juga sepakat dalam hal ini, yaitu tidak ada istilah lokal untuk menggantikan kata amen. Mereka memberikan pendapat yang sama bahwa
Jadi telah terjadi ketakterjemahan pada kata amen, di mana istilah ini tidak dapat digantikan dengan istilah lokal. Hal ini disebabkan karena ungkapan amen ini berkaitan erat dengan budaya sosial khususnya religi di mana istilah-istilah yang dipakai cenderung menggunakan bahasa di mana agama tersebut berasal. Meskipun ada istilah lokal yang maknanya mirip amen isa dipakai untuk menggantikan dan apabila dipaksakan aspek religi pada istilah BSu akan hilang pada teks BSa. Pada contoh di atas penerjemah juga menempuh teknik naturalisasi untuk menerjemahkan istilah amen. c. federal 84/331/00:24:31-00:24:33/B3/federal-federal (peminjaman) Petugas kepolisian memperingatkan Bart akan perbuatannya memukuli hewan aneh di dekat Danau Springfield. BSu BSa
: Hey! Jab one more eye and it's a federal crime. : Hei, memukul satu mata lagi maka merupakan kejahatan federal.
commit to user
143
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kata federal merupakan bentuk adjective atau kata sifat dari federation. Kata federal merujuk pada hal-hal yang berkaitan dengan pemerintahan pusat yang terdiri dari negara-negara bagian, sedangkan federation adalah sekumpulan negara bagian, negara, atau organisasi yang secara bersama-sama bergabung membentuk satu kelompok (Kamus A: 372). Sesungguhnya
federation
merupakan
suatu
bentuk
organisasi
(pemerintahan) modern yang diciptakan dan berkembang di negara-negara maju (barat). Kamus C perhimpunan
yang
bekerjasama
seakan-akan
satu
badan,
tetapi setiap
dikoordinasi oleh pemerintah pusat yang mengurus hal-hal mengenai kepentingan nasion
bagian membentuk kesatuan dan setiap negara bagian memiliki kebebasan dalam mengurus persoalan di dalam n Karena merupakan suatu bentuk organisasi atau administrasi pemerintahan dalam budaya barat, pada mulanya sistem ini tidak dikenal oleh masyarakat penutur Bahasa Indonesia. Sebenarnya di lingkungan mereka juga terdapat berbagai bentuk perkumpulan atau organisasi, tetapi sifatnya berbeda. Situasi ini menyebabkan tidak adanya satu kata atau istilah lokal untuk menyebut federation atau federal, sehingga menyebabkan terjadinya ketakterjemahan karena faktor budaya pada kata ini. Dua di antara tiga orang narasumber (Narasumber 1 dan 2) juga sepakat bahwa istilah federal tidak memiliki padanan istilah dalam Bahasa Indonesia,
commit to user 144
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sehingga untuk menerjemahkan kata ini kita harus mengambil istilah aslinya. Sementara Narasumber 3 tidak memberikan jawaban. Untuk mengatasi ketakterjemahan ini, dilakukan naturalisasi pada kata federation dan teknik peminjaman untuk kata federal, sebagaimana terdapat dalam Kamus B (236) di mana federation istilah federal tetap atau tidak berubah. Khusus untuk kata federasi sendiri pada
lebih merupakan deskripsi daripada padanan lokal untuk istilah terkait. Pada contoh di atas, penerjemah juga menerapkan teknik peminjaman untuk menerjemahkan kata federal. d. president 86/333/00:24:45-00:24:48/B3/president-presiden (naturalisasi) Russ datang untuk menemui Presiden Arnold. BSu BSa
: Russ Cargill, head of the EPA, here to see the president. : Russ Cargill, kepala EPA datang untuk bertemu Presiden.
Dalam Longman Dictionary of American English (2009:
792) istilah
president
yan
president bisa dianggap
sebagai salah satu sebutan untuk kepala negara, sejajar dengan king (raja) dan queen (ratu). Dalam kosa kata Bahasa Indonesia istilah president ini tidak dikenal karena sistem pemerintahan republik merupakan suatu bentuk organisasi dalam budaya barat. Dengan kata lain, kata president ini dapat diklasifikasikan ke dalam ketakterjemahan sosial budaya, khususnya berkaitan dengan administrasi
commit to user 145
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pemerintahan masyarakat penutur BSu. Untuk mengatasi masalah ini, dilakukan naturalisasi istilah. Dalam Kamus B (445) juga dinyatakan bahwa terjemahan rganisasi bisa berarti
untuk president .
Ketakterjemahan kata president ini juga dibenarkan oleh ketiga narasumber, di mana tidak ada satupun narasumber yang memberikan alternatif Teknik naturalisasi ini pula yang diterapkan oleh penerjemah dalam menerjemahkan kata president pada contoh di atas. Ketakterjemahan istilah president ini juga ditunjukkan data dengan nomor 87 dan 162. e. tic-tac-toe 166/871/01:05:3701:05:42/B2/tic-tac-toe-tik-tak-to (naturalisasi) Upaya Russ menurunkan bom dari helikopter ke dalam kubah gagal karena Homer tiba-tiba menyerobot turun melalui tali sehingga bom terlepas. Russ menjadi jengkel dan merasa dikerjai oleh seorang idiot. Cletus yang sedang berusaha keluar dari kubah kemudian menanggapinya. BSu : Hey, I know how you feel. I was beat in tic-tac-toe by a chicken. BSa : Aku tahu perasaanmu, aku pernah kalah bermain tik-tak-to dengan cewek. Pada kalimat di atas terjadi ketakterjemahan pada kata tic-tac-toe. Tictac-toe adalah suatu jenis permainan anak-anak di mana dua pemain menuliskan tanda X atau O pada sebuah pola yang terdiri dari sembilan bujur sangkar dan dengan tujuan membuat tiga tanda yang sama secara berurutan (Kamus A: 1060). Permainan ini adalah permainan khas masyarakat penutur Bahasa Inggris dan tidak begitu dikenal oleh masyarakat penutur Bahasa Indonesia. Oleh karena itu, tidak ada istilah lokal untuk menyebutnya. Dalam Kamus B (591), istilah tic-tac-
commit to user
146
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
toe
-tebakan dengan an
Sementara dalam Kamus C tidak terdapat lema untuk kata ini. Ketiga narasumber tampaknya juga tidak begitu mengenal permainan tic-tac-toe ini, sehingga mereka tidak memberikan pendapat mengenai nama permainan ini dalam Bahasa Indonesia. Kesimpulannya, telah terjadi ketakterjemahan yang disebabkan oleh faktor sosial budaya, khususnya berkaitan dengan leisure (aktivitas di waktu senggang/permainan)
pada kata tic-tac-toe ini, sehingga diperlukan strategi
khusus untuk menerjemahkannya. Pada contoh di atas, penerjemah menerapkan teknik naturalisasi, yaitu menyesuaikan ejaan BSu untuk dipakai pada teks sasaran. Ia mengambil kata asli tic-tac-toe dan menyesuaikan ejaannya menjadi -tak-
pada BSa. Ketakterjemahan yang berkaitan dengan budaya sosial penutur BSu ini
juga dapat dilihat pada data dengan nomor 40, 41, 42, 43, 45, 54, 75, 84, 119, 129, 127, 128, 135,161,168, 190, 202 dan 204. 4. Ungkapan BSu merupakan budaya tutur penutur BSu Unsur
budaya
lain
yang
berpotensi
menyebabkan
terjadinya
ketakterjemahan, menurut Newmark (1995: 102), adalah gestur (bahasa tubuh) dan adat kebiasaan. Beberapa kebiasaan dalam bertutur atau berbicara masyarakat penutur bahasa tertentu cenderung tak terjemahkan karena sifatnya yang khas dan unik serta dipengaruhi oleh pandangan atau budaya masyarakat bersangkutan. Hal ini terjadi misalnya pada kebiasaan menyapa, mengumpat dan membuat perumpamaan (idiom). Berbagai bentuk sapaan, seruan, dan idiom dalam Bahasa Inggris tidak dapat diterjemahkan secara harfiah ke dalam Bahasa Indonesia
commit to user 147
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
karena adanya perbedaan pandangan atau budaya di antara penutur kedua bahasa tersebut. Pada dialog film The Simpsons Movie juga terdapat sejumlah sapaan, seruan dan maupun idiom khas penutur Bahasa Inggris yang dilontarkan oleh karakter-karakter dalam film tersebut. Beberapa di antaranya yang berupa sapaan seperti terlihat di bawah ini. a. hello 32/106/00:08:31-00:08:34/B4/hello-halo (naturalisasi) Dalam upayanya menyelamatkan Danau Springfield dari pencemaran, Lisa mendatangi tiap-tiap rumah penduduk untuk memberikan saransaran. BSu : Hello BSa : Halo, Meski sudah umum digunakan di lingkungan penutur Bahasa Indonesia, (
merupakan sapaan atau ucapan salam khas
dalam budaya penutur Bahasa Inggris. Menurut Kamus A (479), kata hello adalah seruan yang diucapkan pada saat bertemu dengan seseorang atau menyapa seseorang. Sementara hi adalah bentuk informal dari hello (483). Sapaan hi ini kadangkala juga dieja dengan hey. Sementara itu, dalam Kamus B (296-297), kata hello sebagai kata be Arab) dan juga sebagai suatu bentuk kata seru bersama-sama dengan kata hi. Sebenarnya dalam budaya asli masyarakat Indonesia tidak ada sapaan ketakterjemahan budaya pada kedua kata ini. Ketiga Narasumber juga berpendapat sama. Mereka tidak menemukan terjemahan untuk hallo dan hi kecuali dengan mengambil istilah aslinya. Untuk menyapa orang pada waktu bertemu, orang Indonesia cenderung
commit to user 148
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menggunaka
Sapaan
Indonesia hanya dipakai pada situasi informal. Untuk menerjemahkan sapaan hello ini, penerjemah menerapkan teknik naturalisasi dengan mengambil dan mengubah ejaan BSu agar sesuai dengan ejaan BSa. Data lain yang menunjukkan ketakterjemahan sapaan hello ini ada pada nomor 136 dan 189. b. honey 55/164/00:12:41-00:12:44/B4/honey-sayang (adaptasi) Ketika Nelson sedang menertawai Bart yang dihukum dalam keadaan telanjang, Mrs Muntz (ibu Nelson) menemuinya. BSu : Nelson, honey, where have you been? BSa : Nelson sayang, di mana kau? Setiap bahasa pada umumnya memiliki sapaan yang menunjukkan ungkapan kasih sayang. Sapaan ini kadangkala berupa metafora atau kiasan, sebagaimana ungkapan honey di atas. Makna dasar kata ini sebenarnya adalah
kata ini dalam kemudian dipakai untuk menyapa orang yang dicintai (Kamus A: 494). Dalam Bahasa Indonesia kata honey
Kamus
B: lingkungan penutur Bahasa Indonesia. Bahkan kata ini bisa memiliki arti yang berlawanan, yaitu C: 892).
commit to user 149
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dari uraian di atas ternyata untuk makna kiasan atau makna konotatif, inan dan tidak bisa saling
kata honey dan
menggantikan. Hal ini disebabkan karena perbedaan budaya di antara penutur kedua bahasa dalam membuat perumpamaan. Jadi ungkapan honey sebagai sapaan mengalami ketakterjemahan karena faktor budaya, di mana kata ini tidak dapat diganti secara langsung dengan padanannya (madu). Pendapat narasumber juga menguatkan pernyataan di atas, di mana ketiganya menyatakan bahwa kata yang tepat untuk menggantikan sapaan honey -sama sebagai sapaan untuk orang
sebagaimana terdapat pada kata honey. Dalam hal ini penerjemah sepaham dengan narasumber, dengan menerapakan
teknik
adaptasi dalam
menerjemahkan
kata
honey
yaitu
menggantinya dengan istilah BSa yang miliki fungsi yang sama, meski makna asalnya berbeda sebagaimana terlihat pada contoh di atas. Data lain yang merepresentasikan ketakterjemahan budaya pada sapaan honey ini ada pada nomor 66, 69, 104, dan 115. c. officers 57/165/00:12:48-00:12:51/B4/officers-bapak-bapak (adaptasi) Pada saat Bart mendapat hukuman dari polisi karena telanjang di tempat umum. Homer datang untuk menanyakan pokok permasalahannya. BSu : -Dad! -What seems to be the problem, officers? BSa : -Yah! -Ada masalah apa Bapak-bapak?
commit to user 150
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Ungkapan di atas memperlihatkan adanya ketakterjemahan pada kata officers. Menurut Kamus B (403), secara umum officer police officer). Kata ini juga berfungsi sebagai sapaan. Dalam budaya masyarakat Indonesia, menyapa dengan menggunakan jenis profesi tidak umum. Hanya profesi-profesi tertentu yang bisa digunakan untuk menyapa misalnya dokter dan profesor. Untuk profesiprofesi lain apabila dipakai untuk menyapa har
dipakai untuk berbagai situasi. Oleh karena itu apabila kata officers di atas hasilnya tidak akan berterima. Masih dalam Kamus B (403), selain beberapa istilah yang telah disebutkan di atas, juga terdapat alternatif makna untuk kata officer . Pernyataan ini didukung oleh pendapat narasumber di mana Narasumber 1 dan 2 juga beranggapan bahwa ungkapan officer. Sementara Narasumber 3 tidak memberikan pendapat dalam hal ini. Teknik adaptasi demikian ini pula yang diterapkan oleh penerjemah di atas untuk mengatasi ketaktejemahan karaena perbedaan budaya antara penutur BSu dan BSa. Penerjemah menggunakan ungkapan
-
untuk
menggantikan kata officers. Meskipun maknanya berbeda, kedua kata ini memiliki kesamaan secara fungsional sebagai ungkapan untuk menyapa.
commit to user 151
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kemudian beberapa bentuk ketakterjemahan yang disebabkan karena ungkapan BSu berupa seruan, termasuk umpatan dan makian, dapat dilihat pada contoh di bawah ini. d. giant sucker 4/12/00:02:08-00:02:11/B4/giant sucker-sungguh payah (adaptasi) Ketika sedang menonton film di dalam gedung bioskop, Homer merasa tidak puas dengan film yang diputar. Ia kemudian berdiri dan berkata kepada penonton di sekelilingnnya. BSu : If you ask me everyone in this theatre is a giant sucker. BSa : Jika kau tanya aku, semua orang di teater ini sungguh payah. Pada ungkapan di atas terdapat ketidaksepadanan yang sangat mencolok Giant sucker
antara frasa giant sucker
adalah suatu bentuk makian khas Amerika yang apabila diterjemahkan secara kata-per-kata,
tidak akan berterima pada BSa.
Dalam kamus tidak terdapat lema untuk frasa giant sucker. Tetapi khusus untuk kata sucker terdapat makna informal atau slang yang berarti Kamus A: 1018) Kamus E: 410). Dalam Kamus B (567) kata sucker juga dinyatakan
giant sucker di atas, yaitu Homer mengata-ngatai bahwa para penonton sudah ditipu oleh pembuat film dan mereka hanyalah orang-orang yang kecanduan menonton film. Karena ungkapan giant sucker bentuknya tidak baku dan maknanya konotatif, maka tidak bisa diterjemahkan secara harfiah ke dalam Bahasa Indonesia karena memang maknanya berbeda dengan kata-kata penyusunnya.
commit to user 152
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kejadian semacam ini adalah salah satu bentuk ketakterjemahan budaya, di mana jenis makian di satu negara (Amerika) berbeda dengan umpatan di negara lain (Indonesia), sehingga penerjemahannya tidak bisa dilakukan dengan mengacu pada makna kata-kata penyusunnya. Ketiga narasumber penelitian juga tidak ada yang mengenal ungkapan ini, sehingga mereka tidak memberikan pendapat mengenai terjemahan ungkapan ini dalam Bahasa Indonesia. Untuk
mengatasi
masalah
ketakterjemahan
ini,
penerjemah
menggunakan teknik adaptasi dengan mengganti ungkapan BSu dengan ungkapan BSa yang secara kultural memiliki fungsi sama sebagai suatu bentuk makian, meskipun makna katanya berbeda sama sekali. e. whoa nelly 22/57/00:05:30-00:05:31/B4/whoa nelly-minta ampun (adaptasi) Ketika mengikuti kebaktian di gereja tiba-tiba Kakek kesurupan dan berteriak-teriak tak karuan. BSu : Whoa, nelly! BSa : Minta ampun! Ungkapan Whoa nelly! adalah suatu bentuk seruan personal orang Amerika. Kata-kata penyusun ungkapan ini tidak dapat kita temukan di dalam kamus standar, sehingga ungkapan ini tidak memiliki makna tertentu kecuali berfungsi sebagai seruan. Ketidakjelasan makna kata ungkapan ini menyebabkan tidak adanya padanan yang spesifik dalam Bahasa Indonesia dan menimbulkan ketakterjemahan yang terkait dengan aspek budaya. Dari ketiga narasumber juga tidak ada satupun yang mengetahui terjemahan dari seruan Whoa nelly! Ini, sehingga ketiganya mengosongkan jawaban untuk terjemahan ungkapan ini.
commit to user 153
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Untuk mengatasi masalah ketakterjemahan ini, pada contoh di atas penerjemah menerapkan teknik adaptasi, yaitu mengganti ungkapan BSu Whoa ungsi sama
nelly! meski makna kata-kata penyusunnyanya berlainan. f. bingo 113/523/00:39:43-00:39:45/B4/bingo-bingo (peminjaman)
Setelah berpikir agak lama, Homer menemukan ide bagus tentang ke mana mereka harus pergi untuk menghindari kemarahan penduduk Springfield. BSu : Bingo. BSa : Bingo. Dalam Kamus A (91) kata bingo hanya diartikan sebagai suatu permainan untuk mendapatkan uang atau hadiah di mana pemenangnya adalah yang serangkaian angka tebakannya sama dengan satu baris angka pada kartunya. Begitu pula dalam Kamus B (65)
atau menang biasanya langsung berteriak Bingo!. Dalam budaya penutur Bahasa Inggris, seruan Bingo! ini kemudian berkembang menjadi ungkapan untuk mengekspresikan keberhasilan dalam melakukan sesuatu dan tidak hanya terbatas pada permainan bingo saja. Dalam Kamus E (32), seruan Bingo! Dianggap sepadan dengan ungkapan Yes! dan dan seruan tersebut dinyatakan berasal dari permainan bingo. Karena perbedaan budaya penutur, di mana permainan bingo kurang dikenal oleh masyarakat Indonesia, seruan semacam ini tidak dapat kita temukan padanan
istilahnya
dalam
Bahasa
Indonesia.
Oleh
karena
itu
terjadi
ketakterjemahan budaya dalam hal ini.
commit to user 154
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pendapat narasumber dalam hal ini berbeda-beda. Narasumber 1 berpendapat bahwa kata bingo Narasumber 2 beranggapan untuk menerjemahkan kata tersebut adalah dengan mengambil kata aslinya. Sementara Narasumber 3 tidak memberikan jawaban.
, makna kedua kata terakhir ini sifatnya lebih umum karena tidak secara spesifik merujuk pada permainan tertentu. Oleh karena itu, pada satuan terjemahan di atas, penerjemah menerapkan teknik peminjaman dengan mengambil kata asli apa adanya untuk dipakai pada teks terjemahan guna mempertahankan keseluruhan makna kata BSu. Sementara itu, ketakterjemahan yang berkaitan dengan kebiasaan membuat perumpamaan atau idiom misalnya terdapat pada ungkapan-ungkapan di bawah ini. g. piece of cake 30/98/00:07:57-00:07:59/B4/piece of cake-sepotong kue (calque) Bart meladeni tantangan Bapaknya untuk melakukan suatu pekerjaan yang sulit. Dengan mudah ia memanjat antena. BSu : -Piece of cake. -Earthquake! Earthquake! BSa : -Sepotong kue. -Gempa bumi! , 2000: 313) piece
Dalam Kamus D (
of cake adalah suatu bentuk idiom slang dalam budaya penutur Bahasa Inggris yan
. Berdasarkan maknanya, ungkapan ini dapat
Tetapi jika demikian, unsur idiomatis dari ungkapan tersebut hilang atau tak terjemahkan. Agar hasil terjemahan sempurna, seharusnya ungkapan BSa juga
commit to user
155
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dalam bentuk idiom. Tetapi permasalahannya tidak ada idiom serupa dalam budaya masyarakat penutur Bahasa Indonesia, sehingga ungkapan tersebut hanya bisa diterjemahkan menurut maknanya saja, sedangkan secara idiomatis terjadi ketakterjemahan. Pendapat narasumber mengenai hal ini juga berbeda-beda, namun tidak ada satupun yang menyatakan adanya idiom serupa dalam Bahasa Indonesia. Narasumber 3 menerjemahkan piece of cake Narasumber 1 mengartik sedangkan Narasumber 2 tidak memberikan jawaban. Sebagaimana terjadi pada Narasumber 1, pada contoh di atas, idio m piece of cake telah mengakibatkan terjadinya kesalahan penerjemahan, di mana Ini karena penerjemah
penerjemah mengartikannya
menggunakan teknik calque, yaitu menerjemahkan suatu ungkapan berdasarkan makna tiap-tiap kata, yang sebenarnya tidak cocok untuk diterapkan dalam penerjemahan idiom. h. off the hook 62/209/00:15:34-00:15:36/B4/off the hook-lepas dari persoalan (deskripsi) Ketika memperkenalkan babi yang baru saja dibawanya pulang sebagai anggota baru Keluarga Simpson, Homer melihat Marge tersenyum sehingga ia merasa tidak ada masalah dengan keberadaan babi tersebut di rumah. BSu : You smiled, I'm off the hook! BSa : Tersenyum dan aku lepas dari persoalan. Frasa off the hook Kamus D: 289). Dalam Bahasa Indonesia tidak ada idiom semacam ini. Dalam Kamus B (303) idiom ini hanya
commit to user 156
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
makna ungkapan off the hook ini dapat diterjemahkan, unsur idiomatis yang melekat di dalamnya tidak dapat diterjemahkan. Ketakterjemahan ini berkaitan erat dengan faktor budaya, di mana dalam budaya tutur Bahasa Indonesia tidak ada perumpamaan dengan makna serupa. Ketiga narasumber juga tidak ada yang menyatakan adanya idiom yang searti dengan off the hook. Pendapat mereka mengenai terjemahan dari idiom ini berbeda sama sekali dengan maknanya. Narasumber 1 mengartikannya sebagai
sekali. Penerjemah sendiri pada contoh di atas menerapkan teknik deskripsi dengan menjelaskan makna off the hook dan mengabaikan unsur idiomatis ungkapan ini. Ini dilakukan, sekali lagi, karena tidak adanya idiom yang serupa dalam budaya penutur BSa. i. hustle your bustle 105/453/00:33:09-00:33:11/B4/hustle your bustle-bergegaslah (deskripsi) Ketika sedang berusaha keluar dari rumah untuk menghindari kejaran massa yang sedang marah, tiba-tiba Ned muncul dan memberikan pertolongan. BSu : Point taken. Now, hustle your bustles. BSa : Paham. Sekarang bergegaslah. Pada penerjemahan di atas terdapat ketidaksepadanan antara hustle and idiom diterjemahkan
bustle
menurut maknanya. Hustle and bustle adalah satu ungkapan yang bermakna 504). Frasa ini juga merupakan suatu idiom yang
commit to user 157
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dalam Kamus D (215) diartikan sebagai 'ramai, ruwet, buru-buru, dan
semacam ini, sehingga tidak mungkin untuk menerjemahkan ungkapan di atas secara idiomatis. Dari pihak narasumber, hanya Narasumber 3 yang mengenal idiom hustle your bustle ini. Tetapi di sini idiom tersebut juga hanya diartikan menurut dua narasumber lain tidak memberikan jawaban sama sekali. Dari bukti-bukti di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa secara parsial telah terjadi ketakterjemahan budaya pada frasa hustle your bustles karena tidak adanya idiom sejenis, dalam Bahasa Indonesia. Oleh karena itu, untuk satuan terjemahan di atas, mau tidak mau penerjemah harus menerapkan teknik deskripsi, yaitu menerjemahkan kata sumber menurut maknanya saja dengan mengabaikan unsur idiomatis yang dikandungnya. Data lain yang termasuk ke dalam ketakterjemahan budaya karena istilah/ungkapan BSu merupakan budaya tutur khas penutur BSu adalah data dengan nomor 12, 27, 50, 51, 52, 67, 68, 73, 74, 80, 91, 102, 114, 122,140, 148, 157, 158, 164,180, dan 193. Demikianlah beberapa contoh analisis ketakterjemahan yang terdapat pada subtitle DVD film The Simpsons Movie. Data selengkapanya mengenai ketakterjemahan ini dapat dilihat pada Lampiran 1.
commit to user 158
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari hasil analisis data penelitian sebagaimana diuraikan pada Bab IV, dapat kita tarik kesimpulan bahwa pada subtitle DVD film The Simpsons Movie terdapat bentuk-bentuk ketakterjemahan dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia yang disebabkan karena faktor linguistik (baik leksikal maupun struktural) dan budaya sebagaimana dinyatakan Catford. Selain itu, dari hasil analisis juga ditemukan berbagai faktor penyebab terjadinya tiap-tiap jenis ketakterjemahan tersebut. Penyebab ketakterjemahan lingustik dalam tataran leksikal dapat diperinci sebagai berikut: 1. Adanya kesenjangan kosa kata antara BSu dengan BSa 2. Istilah BSu merupakan istilah ilmiah/teknis 3. Istilah BSu merupakan istilah tidak baku 4. Tidak ada unsur gender pada istilah BSa 5. Istilah BSu berbentuk akronim 6. Referen merupakan hal/temuan baru Kemudian pada tataran struktural, ketakterjemahan linguistik yang terjadi dapat dibedakan berdasarkan dua sebab, yaitu: 1. Tidak adanya unsur kala pada struktur kalimat BSa 2. Istilah/ungkapan BSu sudah dimodifikasi Sementara itu, untuk kejadian ketakterjemahan yang berkaitan dengan faktor budaya, setidaknya terdapat empat hal yang menjadi penyebabnya, yaitu karena:
commit to user 159
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. Istilah BSu merupakan istilah ekologi di lingkungan penutur BSu 6. Referen merupakan budaya materi penutur BSu 7. Istilah BSu terkait budaya sosial penutur BSu 8. Istilah/ungkapan BSu merupakan budaya tutur penutur BSu Dari sudut pandang yang berbeda, ketakterjemahan-ketakterjemahaan tersebut juga dapat dibedakan menjadi ketakterjemahan menyeluruh (total) dan ketakterjemahan sebagian (parsial). Ketakterjemahan dikatakan menyeluruh yaitu apabila seluruh makna kata BSu tidak dapat diakomodasi ke dalam istilah lokal, sedangkan ketekterjemahan sebagian terjadi jika hanya sebagian dari unsur makna BSu yang tidak bisa diterjemahkan. Temuan-temuan di atas pada umumnya merupakan ketakterjemahan menyeluruh, kecuali pada istilah/ungkapan yang mengandung unsur tidak baku, gender, kala, dan idiom.yang dapat dikategorikan ke dalam ketekterjemahan sebagian. Pada istilah/ungkapan jenis ini hanya pesannya saja yang dapat diterjemahkan, sedangkan unsur-unsur lain yang menyertainya tidak dapat diakomodasi ke dalam bahasa sasaran. Khusus dari sudut pandang budaya, tema budaya tampak dari kasus ketakterjemahan pada subtitle The Simpsons Movie ini ialah bahwa perbedaan budaya antara penutur Bahasa Inggris sebagai BSu, dan penutur Bahasa Indonesia sebagai BSa, berpotensi menyebabkan terjadinya ketakterjemahan pada istilahistilah atau ungkapan-ungkapan tertentu, sehingga diperlukan teknik-teknik khusus untuk menerjemahkannya. Untuk penerjemah
mengatasi
(subtitler)
telah
masalah-masalah menerapkan
ketakterjemahan
berbagai
teknik
tersebut,
penerjemahan
sebagaimana diklasifikasikan oleh Molina dan Albir, dari teknik peminjaman
commit to user 160
perpustakaan.uns.ac.id
(borrowing),
digilib.uns.ac.id
naturalisasi,
generalisasi,
transposisi,
modulasi,
amplifikasi,
deskripsi, calque, kompensasi, adaptasi, hingga reduksi. 5.2
Implikasi Dengan adanya temuan-temuan di atas, maka ada beberapa hal baru
yang layak dipertimbangkan untuk ditambahkan dalam pembahasan mengenai masalah ketakterjemahan dalam penerjemahan, khususnya berkaitan dengan faktor-faktor penyebab terjadinya ketakterjemahan Dalam ketidaksepadanan
buku-buku
yang
membahas
ketakterjemahan
atau
sudah banyak diungkap mengenai berbagai hal yang
menyebabkan terjadinya ketakterjemahan seperti teori Newmark serta pendapat Zuchridin dan Sugeng. Dalam penelitian ini telah ditemukan adanya faktor-faktor lain penyebab ketakterjemahan yang belum disebutkan dalam teori-teori tersebut, seperti pada situasi di mana istilah BSu berupa istilah tidak baku, istilah BSu sudah dimodifikasi, referen merupakan hal/temuan baru, serta istilah/ungkapan BSu merupakan budaya tutur penutur BSu. Dengan adanya temuan tersebut, maka dipandang perlu untuk memperbarui teori yang sudah ada dengan menambahkan keempat faktor penyebab ketakterjemahan di atas yang belum pernah diungkapkan sebelumnya. 5.3
Saran Dari penelitian ini, ada beberapa hal yang menurut peneliti layak untuk
dijadikan bahan pertimbangan oleh pihak-pihak berikut ini:
commit to user 161
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Akademisi Baik para pendidik maupun peserta didik diharapkan dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai salah satu materi dalam proses belajarmengajar untuk memperkaya dan melengkapi materi yang sudah ada., khususnya pada pokok bahasan yang berkaitan dengan ketakterjemahan, dalam penerjemahan. 2. Peneliti lain Bagi pihak lain yang bermaksud melakukan penelitian dengan topik yang sama dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai acuan sehingga memperoleh gambaran yang lebih luas, lebih beragam dan lebih lengkap mengenai fenomena ketakterjemahan dalam penerjemahan. 3. Praktisi penerjemahan Dalam
proses
penerjemahan
apabila
memungkinkan
hendaknya
penerjemah memprioritaskan penggunaan istilah lokal pada teks BSa sehingga inti dari kegiatan menerjemahkan itu sendiri tidak hilang. Baru kemudian apabila tidak ditemukan adanya istilah lokal, bisa diterapkan teknik penerjemahan yang sesuai. 4. Masyarakat umum Masyarakat
umum,
terutama
yang
memiliki
minat
di
bidang
penerjemahan, juga dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai sarana untuk lebih mengenal dan memahami konsep ketakterjemahan dalam penerjemahan berikut contoh-contoh kejadiannya.
commit to user 162
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Demikian kesimpulan, implikasi, dan saran sebagai penutup dari laporan penelitian ini. Mudah-mudahan hasil penelitian ini membawa manfaat baik bagi ilmu pengetahuan maupun bagi masyarakat luas.
commit to user 163