perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENERAPAN MODEL SINEKTIK DAN MEDIA FILM ANIMASI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS NARASI PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 2 PULUTAN WETAN WURYANTORO WONOGIRI TAHUN AJARAN 2012/2013
TESIS Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia
OLEH : Miranti Sudarmaji NIM S841108015
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013
commiti to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commitii to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
iii to user commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa: 1. Tesis yang berjudul: “Penerapan Model Sinektik dan Media Film Animasi untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Narasi pada Siswa Kelas V SD Negeri 2 Pulutan Wetan Wuryantoro Wonogiri Tahun Ajaran 2012/2013” ini adalah karya penelitian saya sendiri dan bebas plagiat, serta tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali tertulis digunakan sebagaimana acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber acuan serta daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dala m karya ilmiah ini maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peratuaran perundang-undangan (Permendiknas No. 17, ahun 2010). 2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah la in harus seizin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author dan PPs UNS sebagai institusinya. Apabila dalam wa ktu sekurang-kurangnya satu semester (enam bulan sejak pengesahan tesis) sa ya tidak melakukan publikasi dari sebagian atau keseluruhan tesis ini maka Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia UNS berhak memublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia PPs-UNS. Apabila saya melakukan
pelanggaran
dari
ketentuan
publikasi
ini,
saya bersedia
mendapatkan sanksi akademik yang berlaku. Surakarta, 14 Januari 2013 Mahasiswa,
Miranti Sudarmaji S841108015
commitiv to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Miranti Sudarmaji. 2012. Penerapan Model Sinektik dan Media Film Animasi untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Narasi pada Siswa Kelas V SD Negeri 2 Pulutan Wetan Wuryantoro Wonogiri Tahun Ajaran 2012/2013. TESIS. Pembimbing I: Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M. Pd, II: Prof. Dr. St. Y. Slamet, M. Pd. Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta. ABSTRAK Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk: (1) meningkatkan kualitas proses pembelajaran menulis narasi dengan menerapkan model sinektik dan media film animasi; dan (2) meningkatkan kualitas hasil pembelajaran menulis narasi dengan menerapkan model sinektik dan media film animasi pada siswa kelas V SD Negeri 2 Pulutan Wetan. Penelitian dilaksanakan di SD Negeri 2 Pulutan Wetan pada awal bulan Juli 2012 hingga pertengahan Desember 2012. Pendekatan penelitian adalah penelitian tindakan kelas. Subjek penelitian adalah guru dan siswa kelas V SD Negeri 2 Pulutan Wetan. Data berupa RPP, foto, hasil tes, catatan lapangan, angke, daftar nilai, dan catatan hasil wawancara. Sumber data meliputi: tempat dan proses pembelajaran, informan, dan dokumen. Teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dokumen, angket, dan tes. Uji validitas data menggunakan triangulasi teknik dan triangulasi sumber. Teknik analisis data dengan teknik analisis kritis dan teknik deskriptif komparatif. Indikator ketercapaian sebesar 75%. Prosedur penelitian meliputi persiapan, survei awal, pelaksanaan siklus, pengamatan, dan pelaporan. Hasil penelitian menunjukkan penerapan model sinektik dan media film animasi mampu meningkatkan kualitas proses pembelajaran menulis narasi ditandai meningkatnya kedisiplinan siswa, motivasi siswa, dan keaktifan siswa dala m merespon setiap tindakan yang dilakukan dalam pembelajaran menulis narasi. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa dengan menerapkan model sinektik dan media film animasi dapat meningkatkan hasil pembelajaran menulis narasi pada siswa kelas V SD Negeri 2 Pulutan Wetan. Hal ini dapat dilihat dari hasil pretes dan postes yang dilakukan selama tiga siklus. Pada uji pratindakan jumlah siswa yang memperoleh nilai di atas KKM (67) empat siswa (25%) dengan nilai rata-rata sebesar 61,69. Pada siklus I siswa yang memperoleh nilai di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) meningkat menjadi 11 siswa (69%) kenaikan sebesar 44%. Nilai rata-rata kelas sebesar 66,25 belum mencapai KKM. Pada siklus II sebanyak 15 siswa (94%) sudah mencapai KKM atau meningkat sebesar 25% dari siklus I, dengan nilai ratarata kelas naik menjadi 71,19. Peningkatan ini telah mencapai ketuntasan klasikal secara kualitas hasil namun kualitas prosesnya belum mencapai 75%. Dengan demikian, apresiasi menulis narasi dilanjutkan pada siklus III. Setelah dilakukan uji kompetensi siklus III, siswa yang dapat mencapai nilai KKM sebanyak 16 siswa (100%) dengan nilia rata-rata 73,90. Pada siklus III ini pencapaian nilai baik secara kualitas proses maupun hasil telah mencapai ketuntasan yang lebih dari 75%. Selanjutnya, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran menulis narasi dengan model sinektik dan media film animasi dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran menulis narasi.
Kata kunci: menulis narasi, sinektik, film animasi
commitv to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Miranti Sudarmaji. 2012. The Application of Synectic Model and Animation Movie Media to Improve the Narrative Writing Ability for Student Class V SD Negeri 2 Pulutan Wetan Wuryantoro Wonogiri in The School Year 2012/2013. THESIS. First Counselor: Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd, Second Counselor: Prof. Dr. St. Y. Slamet, M.Pd. Indonesian Language Education Study Program, Postgraduate Program, Surakarta Sebelas Maret University. ABSTRACT This classroom action research aims: (1) to improve the quality of narrative writing learning process by applying animation movie model and media; and (2) to improve the quality of narrative writing learning outcome by applying synectic model and animation movie media in the V graders of SD Negeri 2 Pulutan Wetan. The subjects of research were teacher and students in the V grade of SD Negeri 2 Pulutan Wetan. The object of research was the use of synectic model and animation movie media in Indonesia language and letters learning as the attempt of improving the students’ narrative ability. The data source included: (1) place and learning process; (2) informant; and (3) document. Techniques of collecting data used were: (1) observation; (2) interview; (3) document, (4) questionnaire; and (5) test. The data was validated using triangulation technique including: (1) technique; and (2) source triangulations. Techniques of analyzing data used were critical analysis and descriptive comparative techniques. The result of research showed that the application of synectic model and animation movie media could improve the quality of narrative writing learning process characterized by the improvement of: (1) student discipline in attending the narrative writing learning process; (2) students motivation in attending narrative writing learning; and (3) student activeness in responding to every activity conducted in narrative writing learning. This study also showed that the application of synectic model and animation movie media could improve the narrative writing learning achievement in the V graders of SD Negeri 2 Pulutan Wetan. It could be seen from the pretest and posttest results conducted in three cycles. In the pre-cycle, four students (25%) obtained score higher than KKM [maximum passing criteria) (67) with the mean score of 61.69. In cycle I, 11 students (69%) obtained score higher than KKM; it increased by 44%. The mean class score of 66.25 had not achieved KKM yet. In cycle II, 15 students (94%) had achieved KKM or increased by 25% from cycle I, with the mean class score increased to 71.19. This increase had achieved classical passing from the outcome quality but the process quality had not achieved 75% yet. Thus, the appreciation of narrative writing was continued in cycle II. Having conducted competency test in cycle III, 16 students (100%) could achieve KKM with the mean score of 73.90. In this cycle, the score achievement, either in process or outcome qualities, had achieved more than 75% passing. Then, it could be concluded that the narrative writing learning using synectic and animation movie media could improve the narrative writing learning process and outcome quality. Keywords: narrative writing, synectic, animation movie
commitvi to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
“Tuhanmulah yang melayarkan kapal-kapal di lautan untukmu agar kamu mencari karunia-Nya. Sungguh, Dia Maha Penya yang terhadapmu.” (QS. Al-Isra’: 66)
Setiap usaha belum tentu mewujudkan keberhasilan, tetapi keberhasilan tidak terwujud tanpa usaha. (Penulis)
viito user commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Karya ini dipersembahkan kepada: 1. Bapak Jumiran dan Ibu Sayekti tercinta; 2. Idam Juari Sudarmaji tersayang; dan 3. Nenekku terkasih.
viiito user commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allloh SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan lancar. tesis ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Magister Pendidikan Bahasa Indonesia, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret. Penelitian dan Penulisan tesis ini dapat diselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam ke sempatan ini, peneliti menyampaika n terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada semua pihak yang telah turut membantu, terutama kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, MS selaku Direktur Program Pascasarjana UNS yang telah memberikan persetujuan pengesahan tesis ini; 2. Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd. selaku Ketua Program Pendidikan Bahasa Indonesia Program Pascasarjan UNS dan pembimbing tesis yang telah memberikan persetujuan pengesahan serta memberikan bimbinga n sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan la ncar; 3. Prof. Dr. St. Y. Slamet, M.Pd, selaku pembimbing tesis yang telah meluangkan waktu memberikan bimbingan dan arahan sehingga tesis ini dapat terselesaikan tepat waktu; dan 4. Ibu Warinem, S. Pd., selaku Kepala SD Negeri II Pulutan Wetan yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melaksanakan PTK di SD Negeri 2 Pulutan Wetan; 5. Ibu Ardiyana Diyah P, S.Pd., selaku guru kelas V SD Negeri 2 Pulutan Wetan yang telah banyak membantu dan berpartisipasi aktif dalam proses penelitian ini; 6. Siswa-siswi kelas V SD Negeri 2 Pulutan Wetan yang telah berpartisipasi aktif sebagai subjek penelitian dan membantu pelaksanaan penelitian ini;
commitix to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7. Bapak Jumiran, Ibu Sayekti, Adik Idam Juari Sudarmaji, dan seluruh keluarga besar yang telah memberikan doa restu dan sem angat untuk menyelesaikan tesis ini. Peneliti menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat peneliti harapkan. Akhirnya, semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi pembacanya.
Surakarta, Desember 2012
Peneliti
commitx to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI Halaman JUDUL……………………………………………………………….....
i
PERSETUJUAN……………………………………………………….
ii
PENGESAHAN………………………………………………………..
iii
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIK ASI TESIS………
iv
ABSTRAK……………………………………………………………..
v
ABSTRACT…………………………………………………………...
vi
MOTTO…………………………………………………………………
vii
PERSEM BAHAN……………………………………………………...
viii
KATA PENGANTAR………………………………………………….
ix
DAFTAR ISI…………………………………………………………...
xi
DAFTAR GAM BAR …………………………………………………..
xiv
DAFTAR TABEL……………………………………………………...
xv
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………..
xvii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah…………………..…………………….
1
B. Rumusan Masalah……………………………………………….
9
C. Tujuan Penelitian………………………………………………..
9
D. Manfaat Penelitian………………………………………………
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori….………………………………………………….
commitxi to user
11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Hakikat Pembelajaran Menulis Narasi ……….…………….
11
2. Hakikat Kemampuan Menulis Narasi ………..………………
26
3. Hakikat Model Pembelajaran Sinektik..……...……………....
39
4. Hakikat Film Animasi sebagai Media Pembelajaran…………
47
5. Penerapan Model Pembelajaran Sinektik dan Media Film Animasi dalam
Pembelajaran
Menulis
Narasi
Siswa....………………………………………………………
57
6. Penerapan Model Pembelajaran Sinektik dan Media Film Animasi Dapat Meningkatkan Kualitas Proses Pembelajaran
Menulis
Narasi Siswa……………………...............................
60
7. Penerapan Model Pembelajaran Sinektik dan Media Film Animasi Dapat
Meningkatkan
Kemampuan
Menulis
Narasi
Siswa…………….....................................................................
65 B. Penelitian yang Relevan….……………...…………………….....
66
C. Kerangka Berpikir ……………………………………………….
68 1. Penerapan Model Pembelajaran Sinektik dan Media Film Animasi untuk Meningkatkan Kualitas Proses Pembelajaran Menulis Narasi
70
Siswa……………………………………….. 2. Penerapan Model Pembelajaran Sinektik dan Media Film Animasi Dapat
Meningkatkan
Kemampuan
Menulis
Narasi
72 Siswa…………………………………………………………. D. Hipotesis Tindakan……………………………………………….
74
BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian…………………………………….
75 76
B. Pendekatan Penelitian…………………………………………….
xiito user commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Subjek Penelitian…………………………………………………
77
D. Data dan Sumber Data …………………….……………………..
78
E. Teknik Pengumpulan Data ………..……………………………..
78
F. Uji Validitas Data..……………………………………….……….
81
G. Teknik Analisis Data……………………………………………..
82
H. Indikator Ketercapaian Tujuan Belajar …….………………….....
82
I.
85
Prosedur Penelitian……………………………………………….
BAB IV HASIL PENELITIAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Kondisi Awal…………………………………………. B. Pelaksanaan Tindakan ………………………………………….. C. Hasil Penelitian………………………………………………….
89 98 141
D. Pembahasan Hasil Penelitian…………………………………….
153 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan…………………………………………………………
160 161
B. Implikasi………………………………………………………….
169 C. Saran……………………………………………………………... DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….
171
LAMPIRAN……………………………………………………………..
175
xiiito user commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Halaman Alur
Kerangka
Berpikir
Peningkatan
Kuaitas
Proses
Pembelajaran …………………………………………….. 2
72
Alur Kerangka Berpikir Peningkatan Kemampuan Menulis Narasi ……….……………………………..……
74
3
Prosedur Penelitian Tindakan Kelas…………………….
77
4
Diagram Peningkatan Kualitas Proses Pembelajaran Menulis Narasi Siswa …………………………………..
5
Diagram
Peningkatan
Nilai
Akhir
Kualitas
147 Proses
Pembelajaran Menulis Narasi …………………………..
149
6
Diagram Peningkatan Nilai Narasi Siswa …………........
150
7
Diagram Rekapitulasi Kemampuan Guru Menerapkan Model Sinektik dan Media Film Animasi ……………..
xivto user commit
152
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1
Format Penilaian Sikap Siswa …………….……………...
23
2
Rubrik Penilaian M enulis Narasi….. ……………………..
24
3
Kriteria Tingkat Capaian Kerja……………………………
25
4
Perbedaan Pokok antara Narasi Eksposisi dan Sugertif …
37
5
Strategi Sinektik I: Menciptakan Sesuatu yang Baru……
46
6
Strategi Sinektik II: M elazimkan Sesuatu yang Asing ….
47
7
Rincian W aktu dan Jenis Kegiatan Penelitian ……
75
8
Indikator Ketercapaian Proses Pembelajaran……….……
84
9
Indikator Ketercapaian Hasil Pembelajaran …………..…
84
10
Nilai Kemampuan Menulis Narasi Siswa Pratindakan……
96
11
Lembar Penilaian Rencana Pelaksanaan Pembelajaran…..
106
12
Lembar Penilaian Kinerja Guru…………………………..
107
13
Lembar Penilaian Proses Pembelajaran………………….
109
14
Daftar Nilai M enulis Narasi Siswa……………………….
112
15
Rekapitulasi Hasil Penilaian Proses Pembelajaran Menulis Narasi Siswa dalam Pelaksanaan Tindakan Siklus I, II, dan III…..…………………………………………………
16
Rekapitulasi
Peningkatan
Nilai
Akhir
Kualitas
Proses
Pembelajaran Menulis Narasi …………………………….
xvto user commit
147
148
perpustakaan.uns.ac.id
17
digilib.uns.ac.id
Rekapitulasi Peningkata n Kemampuan Siswa Menulis Narasi Siswa ……………………………………………..
18
150
Rekapitulasi Peningkatan Kemampuan Guru Menerapkan Model Sinektik dan Media Film Anima si ………….……..
xvito user commit
152
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Pratindakan
175
2. Siklus I
215
3. Siklus II
254
4. Siklus III
298
5. Lain-la in
xviito user commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dalam kurikulum yang secara teknis tertuang dalam Permendiknas nomor 22 dan 23 tahun 2006 tentang Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah bahwa standar kompetensi (SK) mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki dua kemampuan utama, yaitu kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra. Kemampuan
berbahasa
mencakup
kemampuan
mendengarkan,
berbicara,
membaca, dan menulis. Kemampuan bersastra mencakup kemampuan apresiasi (penghayatan) dan kemampuan ekspresi (penampilan). Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa keterampilan berbahasa ada empat aspek yaitu menyimak, membaca, berbicara, dan menulis. Dari keempat aspek tersebut dapat dibagi menjadi dua kegiatan yaitu kegiatan produktif dan reseptif. Menyimak dan membaca merupakan kegiatan yang reseptif yaitu kegiatan yang dilakukan seseorang dalam menerima pesan dari pembicara atau penulis. Berbicara dan menulis merupakan kegiatan yang produktif. Suparno dan M. Yunus (2011: 1.6) berpendapat bahwa aktif reseptif (menerima pesan) menyimak dan membaca, sedangkan aktif produktif (menyampaikan pesan) berbicara dan menulis. Uraian di atas menunjukkan bahwa kemampuan menulis sebagai kemampuan aktif produktif menduduki tataran yang tertinggi. Hal ini dikarenakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
keterampilan menulis dikuasai seseorang sesudah mengusai keterampilan bahasa lain.
Dengan demikian, keterampilan menulis merupakan salah satu dari
keterampilan berbahasa yang dikusai seseorang sesudah menguasai keterampilan menyimak, berbicara, dan membaca (Slamet, 2009: 96). Kemampuan menulis memerlukan ketiga keterampilan sebelumnya dikarenakan kemampuan ini membutuhkan beberapa kemampuan, yakni (1)menemukan gagasan yang ingin disampaikan atau ditulis, (2) mengorganisasikan gagasan dengan kata-kata, (3) memilih kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan gagasan yang telah dipilih, (4) memulai mengungkapkan gagasan, dan (5) mengakhiri atau menutup tulisan. Serumit apapun kemampuan menulis, tetap saja setiap siswa harus menguasainya. Hal ini dikarenakan kemampuan menulis memiliki berbagai keuntungan.
Keuntungan yang
diperoleh siswa
antara
lain: (1)
dapat
mengungkapkan dan mengomunikasikan gagasan melalui tulisan, (2) dapat berlatih mencari dan menemukan gagasan, (3) dapat mengungkapkan kembali pengalaman dan pengetahuan yang telah diperolehnya ke dalam tulisan, (4) dapat merangkaikan gagasan sehingga membentuk satu kesatuan pikiran, (5) penulis terdorong untuk terus belajar demi kesempurnaan tulisannya, (6) dengan kegiatan menulis yang terencana, penulis membiasakan berpikir dan berbahasa secara teratur, (7) penulis dapat mengungkapkan gagasannya sesuai dengan tujuan yang diinginkan, dan (8) penulis dapat mengungkapkan gagasan sesuai dengan kebutuhan dan ada manfaatnya bagi pembaca (Sugiran, 2008: 55). Beberapa alasan di atas telah menjadi dasar yang kuat bahwa kemampuan menulis wajib untuk diterapkan dan dimiliki setiap siswa. Dalam kurikulum
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
satuan pendidikan kemampuan menulis diterapkan di setiap jenjang pendidikan termasuk di sekolah dasar (SD). Pembelajaran menulis tingkat SD merupakan tahap awal kemampuan menulis siswa. Oleh karena itu, siswa SD seharusnya memiliki kemampuan yang awal cukup mumpuni terutama di bidang menulis wacana sederhana yang berupa karangan deskripsi, narasi, dan eksposisi. Semua jenis karangan itu diberikan secara bertahap saat siswa berada di SD. Penulisan karangan narasi yang diterapkan pada kelas V merupakan kelanjutan pembelajaran karangan di kelas sebelumnya. Pembelajaran karangan ini seharusnya menjadi pembelajaran yang menyenangkan karena karangan narasi pada jenjang ini mengharapkan siswa mampu menceritakan pengalaman yang telah dilihat atau dialaminya. Dengan demikian, siswa bisa menuangkan ide dengan runtut dan mudah. Hal ini sesuai dengan standar kompetensi mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan pengalaman secara tertulis dalam bentuk karangan, surat undangan, dan dialog tertulis. Dalam pembelajaran ini diharapkan siswa mampu menulis karangan berdasarkan pengalaman dengan memperhatikan pilihan kata dan penggunaan ejaan. Secara khusus, indikator yang diharapkan adalah siswa dapat menentukan judul karangan, dapat menulis karangan berdasarkan pengalaman, dan membaca karangan yang dibuat. Akan tetapi, pada kenyataan di lapangan jauh dari keadaan yang diharapkan. Beberapa siswa di sekolah dasar kesulitan untuk menuliskan pengalaman dalam bentuk karangan narasi. Mereka sering mengalami kesulitan, yaitu (1) menemukan gagasan yang ingin disampaikan atau ditulis, (2) mengorganisasikan gagasan dengan kata-kata, (3) memilih kata-kata yang tepat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
untuk mengungkapkan gagasan yang telah dipilih, (4) memulai mengungkapkan gagasan, dan (5) mengakhiri atau menutup tulisan. Hambatan kemampuan menulis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor itu berasal dari dalam dan luar siswa. Faktor dari dalam siswa biasanya berasal dari rendahnya kompetensi siswa dalam menuangkan gagasan dan rendahnya minat siswa dalam menulis. Faktor dari luar lebih pada pembelajaran menulis yang cinderung dihindari guru karena dianggap sulit. Pelajaran mengarang sebagai salah satu aspek dalam pelajaran bahasa Indonesia yang kurang ditangani secara sungguh-sungguh. Hal ini sesuai dengan pendapat Brookers dan Grundy (2000: 10) beberapa tahun terakhir pembelajaran menulis terabaikan karena terfokus pada budaya bicara/ oral. Hambatan dan kesulitan menulis narasi yang telah dijelaskan di atas juga dialami oleh siswa kelas V SD Negeri 2 Pulutan Wetan Wuryantoro Wonogiri. Pembelajaran menulis narasi sampai saat ini masih menjadi masalah secara umum karena kemampuan menulis narasi di kelas V masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari proses maupun hasil pembelajaran. Ketidaksesuaian ini dapat diindikatori oleh: siswa belum mampu menemukan gagasan yang ingin disampaikan atau ditulis, mengorganisasikan gagasan dalam bentuk kalimat, memilih kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan gagasan yang telah dipilih, memulai mengungkapkan gagasan, dan mengakhiri atau menutup tulisan. Berdasarkan wawancara dengan guru, diketahui bahwa kemampuan menulis narasi pada siswa kelas V SD Negeri 2 Pulutan Wetan selama ini masih rendah. Hasil tes kemampuan menulis narasi hanya sekitar 25% siswa yang berhasil mendapat nilai yang baik dan memenuhi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
standar kelulusan minimal dengan nilai 67 ke atas pada pembelajaran menulis narasi. Dari hasil wawancara mendalam dengan guru dapat disimpulkan bahwa bagian yang paling sulit adalah bagian memulai menuangkan ide. Pada bagian ini, masih banyak siswa yang kebingungan untuk memulai menuangkan gagasannya yang akhirnya menghambat mereka untuk memilih diksi, mengurutkan gagasan, dan bagaimana mengakhiri ceritanya. Bertolak dari kegiatan wawancara yang dilakukan pada guru pengampu bahasa Indonesia kelas V, diketahui bahwa pembelajaran menulis narasi kelas V menggunakan metode caramah dengan penyampaian teori menulis narasi yang lebih banyak daripada kegiatan praktiknya. Langkah-langkah pembelajarannya adalah guru memberikan materi menulis narasi, kemudian siswa diberi tugas untuk menulis narasi. Dari langkah pembelajaran yang diterapkan, guru terkesan mendominasi proses pembelajaran dan metodenya juga kurang inovatif. Selain itu, banyak siswa yang masih bingung mengenai cara menuangkan ide ke dalam karangan. Kegiatan pembelajaran yang demikian membuat siswa kurang tertarik untuk mengikuti pembelajaran menulis narasi. Mereka merasa bosan dalam belajar karena merasa bahwa sistem pembelajaran selalu sama. Menurut hasil wawancara dengan siswa diperoleh informasi bahwa siswa sering merasa bosan pada saat pembelajaran menulis narasi. Hal ini dikarenakan guru selalu berceramah yang membuat mereka mengantuk. Teori menulis narasi yang diajarkan guru sebenarnya bisa mereka pahami di buku, tetapi bagaimana kiat praktis dalam menulis tidak disampaikan guru.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan di SD Negeri 2 Pulutan Wetan, peneliti mencoba mengidentifikasikan permasalahan. Permasalahan yang ada adalah bahwa dalam pembelajaran menulis narasi yang selama ini berlangsung di SD Negeri 2 Pulutan Wetan, (1) masih bersifat teoritis dan (2) minimnya umpan balik dari guru. Juga diperoleh data bahwa kemampuan siswa dalam menulis narasi masih kurang, hal ini diketahui dari data berupa hasil siswa. Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa juga didapatkan informasi bahwa sebenarnya siswa cukup tertarik pada pelajaran tentang menulis narasi, tetapi kurang tertarik karena cara penyampaian guru yang terkesan membosankan. Hal ini dapat diketahui ketika siswa disuruh oleh guru untuk menuliskan pengalamannya hasilnya jauh dari yang diharapkan guru baik dari kualitas maupun kuantitas. Keadaan ini dapat disebabkan oleh siswa itu sendiri yang belum mempunyai kemampuan menulis, dapat juga karena siswa enggan. Masalah-masalah yang muncul dalam proses pembelajaran menulis narasi membutuhkan penerapan metode pembelajaran yang inovatif oleh guru untuk memperbaiki kualitas pembelajaran. Berkaitan dengan hal tersebut, guru Bahasa dan Sastra Indonesia mampu membuat pembelajaran yang menarik dan sesuai dengan usia siswa. Salah satu usaha yang dilakukan adalah dengan menerapkan metode pembelajaran yang sesuai dengan materi dan usia serta menarik dan juga mempermudah pemahaman yang pada akhirnya bermuara pada peningkatan kualitas pembelajaran. Berdasarkan diskusi dengan guru mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di kelas V SD Negeri 2 Pulutan Wetan disepakati masalah pembelajaran
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
tersebut diperbaiki dengan penerapan model sinektik. Model pembelajaran sinektik diambil karena dianggap sesuai untuk menyelesaikan masalah menulis. Sinektik dirancang untuk membantu guru memecahkan masalah menulis berbagai aktivitas, serta memperoleh perspektif-perspektif baru dalam membuat topik dari berbagai bidang (Joyce, Weil, dan Calhoun, 2009: 34). Selain itu, pembelajaran model sinektik juga sesuai dengan usia siswa SD. Hal ini sesuai apa yang dilakukan William Gordon (1961) yang telah mengadaptasi model ini untuk diterapkan pada pendidikan sekolah dasar (SD) sekolah menengah pertama (SMP). Hal inilah yang menjadi dasar model pembelajaran ini tepat untuk pembelajaran menulis narasi. Model ini diperkenalkan pada siswa dalam bentuk workshop hingga mereka bisa lebih mudah menerapkan prosedur-prosedurnya dan kelompok. Joyce, Weil, dan Calhoun (2009: 34) mengungkapkan walaupun dirancang sebagai rangsangan langsung untuk berpikir kreatif, sinektik memiliki pengaruh yang juga positif, yaitu mampu memperkenalkan kerja kolaboratif, keterampilan belajar, dan rasa persabatan dengan siswa hal inilah yang membuat metode ini menarik. Konsep dasar pembelajaran dengan model sinektik merupakan seni berpikir kreatif. Model ini mengarahkan siswa untuk menemukan dan menuangkan ide dengan runtut dan menyenangkan. Untuk meningkatkan motivasi dan pengantar gagasan siswa, guru menemukan solusi dengan menggunakan media film animasi saat pembelajaran berlansung. Media film animasi digunakan karena dianggap mampu memberikan gambaran tentang keadaan sebuah peristiwa sehingga mampu membuka imajinasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
siswa
dalam
menceritakan pengalamannya.
Film
animasi juga
mampu
merangsang siswa dalam berekspresi dan memberikan contoh kepada siswa secara konkret bagaimana bercerita secara runtut. Film animasi juga merupakan film animasi yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa sekolah dasar. Penelitian tentang penerapan model pembelajaran sinektik dan media film animasi untuk meningkatkan kemampuan menulis narasi belum pernah dilakukan di SD Negeri 2 Pulutan Wetan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan penelitian tindakan kelas. Hal ini dipilih karena kelas merupakan unit terkecil dalam sistem pembelajaran, sehingga guru perlu mendalami dan berperilaku kritis terhadap apa yang sebenarnya dilakukan siswa maupun guru. Dengan demikian, guru dapat mengubah sendiri strategi pembelajaran untuk memecahkan permasalahan yang ada sekaligus mengubah proses pembelajaran yang lebih efektif. Berdasarkan pertimbangan tersebut, peneliti memilih tema penerapan model pembelajaran sinektik dan media film animasi untuk meningkatkan kemampuan menulis narasi siswa kelas V SD Negeri 2 Pulutan Wetan Wuryantoro Wonogiri berbentuk penelitian tindakan kelas (PTK). Diharapkan dengan menerapkan model ini dapat meningkatkan kreativitas siswa dan mengurangi kebosanan siswa sehingga dapat membangun motivasi siswa untuk meningkatkan kemampuan menulis narasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
B. Rumusan Masalah Rumusan masalah yang dapat diungkapkan berdasarkan latar belakang masalah yang ada sebagai berikut. 1. Apakah penerapan model pembelajaran sinektik dan media film animasi dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran menulis narasi siswa kelas V SD Negeri 2 Pulutan Wetan? 2. Apakah penerapan model pembelajaran sinektik dan media film animasi dapat meningkatkan kemampuan menulis narasi siswa kelas V SD Negeri 2 Pulutan Wetan?
C. TujuanPenelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini untuk: 1. meningkatkan kualitas proses pembelajaran menulis narasi siswa kelas V SD Negeri 2 Pulutan Wetan melalui penerapan model pembelajaran sinektik dan media film animasi; dan 2. meningkatkan kemampuan menulis narasi siswa kelas V SD Negeri 2 Pulutan Wetan melalui penerapan model pembelajaran sinektik dan media film animasi.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam kegiatan belajar mengajar Bidang Studi Bahasa Indonesia, yaitu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
dalam pembelajaran menulis narasi sehingga dapat memperkaya dan melengkapi penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. 2. Manfaat Praktis a. Siswa 1) Sebagai sarana meningkatkan kemampuan menulis narasi. 2) Sebagai sarana untuk meningkatkan motivasi dan kesungguhan belajar terutama dalam pembelajaran menulis narasi. b. Guru 1) Memberikan solusi pada kesulitan pelaksanaan pembelajaran menulis narasi. 2) Sebagai salah satu pilihan untuk menerapkan salah satu model pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan proses pembelajaran menulis narasi. c. Sekolah 1) Sebagai
gambaran
penerapan
kegiatan
pembelajaran
tentang
problematika pembelajaran menulis narasi dan cara penyelesaiannya. 2) Digunakan sebagai alternatif model pembelajaran menulis narasi. 3) Memberikan pengalaman pada sekolah berkaitan dengan penelitian tindakan kelas d. Peneliti lain Sebagai landasan untuk melakukan kajian-kajian lebih lanjut mengenai suatu rancagan pembelajaran menulis dengan model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi sekolah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori 1.
Hakikat Pembelajaran Menulis Narasi di Sekolah Dasar Proses belajar-mengajar merupakan sistem yang terdiri dari beberapa
komponen yang saling berinteraksi dan berhubungan satu sama lain. Komponen yang dimaksud adalah perencanaan, pelaksaan pembelajaran, dan penilaian. Ketiga komponen tersebut harus selalu berkaitan sehingga mampu menciptakan proses belajar-mengajar yang berkualitas. Dalam proses belajar mengajar selalu melibatkan guru dan siswa. Keterlibatan keduanya menyebabkan adanya interaksi antara guru dan siswa pada saat proses belajar-mengajar berlangsung. Guru sebagai pengajar tidak lagi sebagai orang yang menguasai kelas dan orang yang serba tahu segala-galanya. Juga guru bukan orang yang harus ditakuti di dalam kelas, tetapi guru sebagai patner yang membimbing dalam pemecahan masalah. Guru lebih banyak sebagai fasilitator, yaitu memberikan kemudahan siswa untuk belajar. Kegiatan belajar mengajar yang merupakan kegiatan yang penuh arti pastilah mempunyai tujuan, fungsi, dan manfaat pembelajaran. Begitu pula dengan kegiatan pembelajaran menulis khususnya menulis narasi. Untuk mencapai tujuan, fungsi, maupun manfaat pembelajaran tersebut, dalam pembelajaran diperlukan strategi dan metode penilaian pembelajaran menulis.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
Tujuan, fungsi, manfaat, dan strategi menulis narasi akan dijelaskan sebagai berikut. a. Tujuan Pembelajaran Menulis di Sekolah Dasar Kemampuan menulis merupakan salah satu kemampuan bahasa yang penting untuk dikuasai. Pembinaan dan peningkatan kemampuan menulis diharapkan dapat bermanfaat untuk keperluan masyarakat. Tujuan yang ingin dicapai dalam kemampuan menulis ini, antara lain: memberitahukan, meyakinkan, menghibur, dan mencurahkan perasaan. Tujuan-tujuan tersebut lebih lazim disebut
sebagai tujuan:
memberitahukan/mengajar,
meyakinkan/mendesak,
menghibur/menyenangkan, dan ekspresif diri (Tarigan, 2008: 23). Pendapat yang mirip juga disampaikan oleh Imam Koernen (dalam Budinuryanta, dkk.,1997; 12.1) mengemukakan beberapa tujuan pembelajaran menulis,
antara
lain:
memberitahukan,
mengintruksikan,
meyakinkan
(mempersuasifkan), dan menghibur (menyenangkan). Tujuan-tujuan tersebut lazim disebut sebagai tujuan informatif, persuasif, literer, dan ekspresif diri. Keempat tujuan tersebut diharapkan membawa manfaat yang besar bagi masyarakat. Secara khusus, Sabarti Akhadiah, dkk (1994: 81) menyampaikan tujuan pengajaran menulis di sekolah dasar adalah siswa diharapkan memiliki kemampuan menulis, baik menulis permulaan maupun menulis lanjut. Pengajaran kemampuan menulis di sekolah dasar merupakan dasar untuk menulis di sekolah lanjutan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran menulis di sekolah dasar dibagi menjadi empat, yaitu: (1) tujuan informatif, penulis berusaha memberikan informasi sejelas-jelasnya kepada pembaca agar pesan yang ingin disampaikannya dapat dimengerti pembaca; (2) tujuan persuasif, penulis berusaha memengaruhi pembaca agar dapat mengikuti seperti apa yang dikehendaki penulis dan berusaha untuk dapat melaksanakan pesan itu dengan penuh kesadaran; (3) tujuan literer, penulis berusaha menghibur dan menyenangkan pembaca sehingga pembaca bisa memperoleh kesan kuat terhadap pesan yang disampaikan penulis; (4) tujuan ekspresif, penulis berusaha mencurahkan perasaan sedalam-dalamnya kepada pembaca yang kesemuanya berada dalam kemampuan tingkat dasar yang menjadi landasan kemampuan di sekolah lanjutan. Berdasar pada keempat tujuan di atas kiranya dapat dikerucutkan yang tujuan pembelajaran menulis narasi di sekolah dasar adalah memberikan kemampuan dasar menulis narasi dengan tujuan informatif, literer, dan ekspresif. b. Fungsi dan Manfaat Pembelajaran Menulis Narasi di Sekolah Dasar Fungsi utama tulisan adalah sebagai alat komunikasi tidak langsung. Menulis sangat penting dalam dunia pendidikan karena merupakan sarana berpikir kritis. Menulis dapat memperdalam resepsi, memecahkan masalah, dan menjelaskan pikiran. Tujuan mempelajari kemampuan menulis tiada lain agar seseorang memiliki kemampuan dan pengalaman menulis serta memanfaatkan kemampuan itu dalam berbagai keperluan. Kemampuan menulis menurut Sugiran (2008: 55) antara lain: (1) dapat mengungkapkan dan mengomunikasikan gagasan melalui tulisan, (2) dapat berlatih mencari dan menemukan gagasan, (3) dapat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
mengungkapkan kembali pengalaman dan pengetahuan yang telah diperolehnya ke dalam tulisan, (4) dapat merangkaikan gagasan sehingga membentuk satu kesatuan pikiran, (5) penulis terdorong untuk terus belajar demi kesempurnaan tulisannya, (6) dengan kegiatan menulis yang terencana, penulis membiasakan berpikir dan berbahasa secara teratur, (7) penulis dapat mengungkapkan gagasannya sesuai dengan tujuan yang diinginkan, dan (8) penulis dapat mengungkapkan gagasan sesuai dengan kebutuhan dan ada manfaatnya bagi pembaca. Sabarti Akhadih (1994: 82) mengungkapkan pembelajaran menulis sekolah dasar dapat membekali siswa dengan kemampuan dasar menulis. Pembelajaran ini mencakup pengajaran kemampuan menulis permulaan dan menulis lanjut. Pengajaran menulis permulaan berakhir pada kelas II sedangkan kelas berikutnya dilanjutkan dengan pengajaran menulis lanjutan. Secara khusus, pengajaran menulis dalam arti mengarang yang sebenarnya dimulai dari kelas IV. Semua pengajaran menulis di tingkat sekolah dasar dimanfaatkan guru untuk latihan penerapan ejaan. Berdasar pada uraian di depan dapat disimpulkan bahwa kemampuan menulis sekolah dasar memberikan manfaat pada siswa untuk melatih kemampuan mengembangkan
gagasan,
menuangkan
gagasan
dalam
bentuk
tulisan,
membiasakan diri berpikir teratur, mengungkapkan gagasan sesuai dengan kebutuhan dan ada manfaatnya bagi pembaca, dan menerapkan ejaan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
c. Materi Pembelajaran Kemampuan Menulis di Sekolah Dasar Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang harus dikuasai siswa di dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Kemampuan menulis narasi merupakan salah satu bagian dari pembelajaran kemampuan menulis secara keseluruhan di sekolah dasar. Menulis narasi ini menjadi salah satu penjabaran dari garis besar pokok bahasan mengenai kemampuan menulis karangan yang harus diajarkan di sekolah dasar. Dalam KTSP tertulis bahwa menulis cerita (narasi) menjadi salah satu materi pembelajaran keterampilan menulis yang harus diajarkan guru kepada siswa sekolah dasar. Dalam KTSP juga disebutkan bahwa setelah siswa memiliki kemampuan menulis permulaan dan penerapan ejaan, dilanjutkan dengan menulis lanjut. Menulis lanjut dimulai pada kelas IV. Pada awal siswa mulai mengarang pada menulis lanjut ini, siswa sudah dituntut mampu melahirkan gagasan dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar atau mengungkapkan ide dengan ejaan yang benar, kosakata tepat, kalimat yang efektif, dan paragraf yang baik. Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa siswa sekolah dasar hendaknya mampu menggunakan ejaan dan kosakata yang tepat, membuat kalimat yang efektif, dan dan merangkai kalimat dalam paragraf yang baik sesuai dengan tingkat kemampuannya. Pokok bahasan menulis narasi di sekolah dasar khususnya kelas V (subjek penelitian ini) merupakan tahap menulis tingkat lanjut. Pokok bahasan ini memiliki indikator memilih judul karangan, menyusun kerangka karangan, dan mengembangkan kerangka karangan menjadi karangan yang utuh. Dalam memilih
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
judul karangan hendaknya siswa diperkenalkan keempat sumber topik yaitu sumber pengalaman, pengamatan, imajinasi, dan pendapat/penalaran. Terlebih lagi mereka sudah diperkenalkan dengan bentuk karangan narasi, eksposisi, deskripsi, dan argumentasi (Sabarti Akhadiah, dkk, 1994: 73). Terkat dengan materi menulis narasi, kegemaran anak mendengarkan cerita merupakan potensi yang dapat dikembangkan untuk kegiatan menulis (Sabarti Akhadah, dkk, 1994: 95). Para siswa yang sangat gemar mendengarkan cerita atau bercerita dapat dimanfaat untuk kegiatan menulis dengan berbagai macam cara. Pemanfaatannya dapat dimulai dengan mendengarkan atau membaca cerita, kemudian siswa disuruh menceritakan dengan kalimat sendiri dalam bentuk tulisan atau disebut juga dengan paraphrase (Sabarti Akhadiah, dkk., 1994: 82). Fokus perhatian menulis karangan narasi yang paling awal hendaknya dimulai dari lingkungan siswa itu sendiri. Sesuai dengan prinsip narasi yang bercerita atau berkisah tentang sesuatu, tentu setiap saat selalu ada yang diceritakan siswa. Misalnya tentang pengalamannya sehari-hari, baik di rumah maupun di sekolah. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah penggunaan bahasa yang perludiperhatikan adalah penggunaan bahasa dan bagaimana siswa menghubungkan antara satu peristiwa dengan peristiwa lain sehingga menjadi sebuah cerita (Sabarti Akhadiah, 1994: 95). Sumber topik imajinasi dari cerita yang didengarkan sangat merangsang kreativitas siswa untuk bercerita. Temple, ddkk. (1988: 142) mengungkapkan bahwa pembelajaran menulis karangan narasi pada sekolah dasar terbagi menjadi narasi pribadi dan narasi cerita. Narasi pribadi disebut juga cerita meskipun tidak terdapat plot dan pelaku
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
yang dikembangkan. Anak-anak menentukan topiknya sendiri dari peristiwa hidup dan pengalamannya (Tompkins, 1993: 156). Temple, dkk. (1988: 144) mengungkapkan cerita adalah gambaran dunia baru yang diciptakan penulis. Kadang-kadang dunia yang digambarkan sungguh berbeda khususnya pada fiksi untuk anak-anak. Setting dan karakter biasa bersifat khayal dan aneh-aneh. Dalam KTSP materi pembelajaran menulis narasi untuk kelas V SD dituangkan dalam standar kompetensi mengenai mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan pengalaman secara tertulis dalam bentuk karangan, surat undangan, dan dialog tertulis. Agar lebih jelas, berikut akan disampakan standar kompetensi dan kompetensi dasarnya berdasarkan kurkulum 2006 atau KTSP. Tabel 1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Pembelajaran Menulis Narasi Kelas V Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Menulis 4. Mengungkapkan pikiran, perasaan, 4.1 Menulis
karangan
berdasarkan
informasi, dan pengalaman secara
pengalaman dengan memperhatikan
tertulis dalam
pilihan kata dan penggunaan ejaan
bentuk karangan,
surat undangan, dan dialog tertulis
d. Proses Pembelajaran Menulis Narasi di Sekolah Dasar Dalam rangkaian kegiatan pembelajaran, proses pembelajaran memegang peranan penting guna mendukung keberhasilan belajar. Proses pembelajaran yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
baik akan menghasilkan pembelajar yang berkualitas. Proses belajar yang baik ditentukan oleh beberapa faktor pendukung.
Agar proses belajar lancar, ada tiga faktor yang harus menjadi perhatian para guru di dalam menyelenggarakan pembelajaran, yaitu (1) pentingnya memahami struktur mata pelajaran, (2) pentingnya belajar aktif supaya seseorang dapat menemukan sendiri konsep-konsep sebagai dasar untuk memahami dengan benar, dan (3) pentingnya nilai dari berpikir induktif (Bruner dalam Rusmono, 2012: 15)
Berdasar pendapat Bruner di atas seakan proses pembelajaran hanya berfokus pada kegiatan seorang guru. Bruner menyoroti bahwa kelancaran proses pembelajaran ditentukan oleh kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dan berperan sebagai fasilitator dalam pembelajaran.
Berbeda halnya dengan
Bruner, dalam hal menciptakan keberhasilan proses belajar Pannen lebih menyoroti pada segi siswa. Menurut Pannen (dalam Rusmono, 2012: 15) ada empat aspek utama yang harus menjadi perhatian dalam pembelajaran, yaitu pentingnya: struktur mata pelajaran, kesiapan, intuisi, dan motivasi. Di lain pihak, Dunne dan Harvard (dalam Dunne dan Wragg, 1996: 22) mengemukakan sembilan dimensi pembelajaran, yaitu ethos, pembelajaran langsung, pengelolaan
bahan, praktik
terpimpin,
percakapan
terstruktur,
memantau (monitoring), pengelolaan tata tertib, perencanaan dan persiapan, serta penilaian tertulis. Pendapat Dunne dan Harvard ini juga memiliki acuan yang sama dengan pendapat Brunner yang menitikberatkan proses pembelajaran pada kemampuan guru dalam mengelola kelas dan memfasilitasi proses belajar siswa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
Dalam proses pembelajaran: (1) siswa harus berperan secara aktif membentuk pengetahuan dan pengertian melalui proses asimilasi, akomodasi, dan equilibrasi agar perkembangan kognitifnya dapat berjalan teratur bukan hanya menerima secara pasif dari guru; (2) siswa perlu diberi tantangan dan bantuan yang sesuai dari guru atau teman sebaya yang lebih mampu sehingga ia (siswa) bergerak maju ke dalam zona perkembangan terdekat mereka
tempat terjadinya
pembelajaran baru; dan (3) siswa harus dipandang sebagai subjek yang memiliki potensi untuk dikembangkan sesuai dengan penalarannya, sehingga dapat menemukan sendiri konsep-konsep sebagai dasar untuk memahami pengetahuan yang benar (Rusmono, 2012: 17).
Proses pembelajaran yang ideal menurut Rusnowo di atas terlihat lebih menyeluruh dengan memandang siswa sebagai subjek pembelajaran yang perlu mendapatkan fasilitas oleh guru untuk meningkatkan kopetensi mereka. Menurut Rusnowo guru dalam proses pembelajaran hanya sebagai fasilitator belajar bukan sebagai subjek pembelajaran. Dunne dan Wragg (1996: 12-13) mengemukakan bahwa pembelajaran yang efektif mempunyai dua karakteristik, yaitu (1) memudahkan murid dan memberi manfaat, seperti fakta, keterampilan, nilai, konsep, dan bagaimana hidup serasi dengan sesama; (2) keterampilan yang dimiliki siswa diakui oleh mereka yang berkompeten penilaian, seperti guru, pelatih guru, pengawas, tutor, dan pemandu mata pelajaran atau murid itu sendiri. Pendapat Dunne dan Wragg tentang karakteristik pembelajaran efektif ini lebih mengacu pada hasil pembelajaran daripada proses pembelajaran yang berlangsung. Menurut mereka
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
pembelajaran yang efektif adalah memberikan manfaat dan keterampilan yang mumpuni bagi peserta didiknya. Di sisi lain Aunurrahman (2011: 3-6) mengungkapkan beberapa hal yang mendukung keefektifan proses pembelajaran, yaitu (1) pengembangan suasana belajar yang memberi kesempatan luas bagi peserta didik untuk berdialog dan mempertanyakan berbagai hal yang berhubungan dengan pengembangan diri dan potensinya; (2) kemampuan guru dalam mengajarkan pengetahuan berkenaan dengan bidang studi yang diajarkan dan menciptakan pembelajaran secara holistik yang mendukung terwujudnya pengembangan potensi-potensi peserta didik; dan (3) dalam pembelajaran guru menempatkan diri sebagai fasilitator dan agen pembelajaran sehingga peserta didik dapat memiliki akses seluas-luasnya kepada beragam media untuk kepentingan pendidikan. Pendapat Aunurrahman ini mirip dengan pendapat Brunner serta Dunne dan Harvard yang berpendapat bahwa kemampuan guru dalam mengorganisasikan proses pembelajaran dengan baik dapat memberikan pengaruh yang besar dalam menciptakan proses pembelajaran efektif. Ian James Michell (dalam Suyono dan Hariyanto, 2011: 209-210) mengungkapkan pembelajaran yang efektif lebih dititikberatkan pada perilaku belajar siswa. Ia memberikan kriteria pembelajaran efektif, antara lain: (1) perhatian siswa yang aktif dan terfokus pada pembelajaran, (2) berupaya dan menyelesaikan tugas dengan benar, (3) siswa mampu menjelaskan hasil belajarnya, (4) siswa difasilitasi untuk berani menyatakan kepada guru apa-apa yang belum dipahami, (5) siswa berani menyatakan ketidaksetujuan, (6) siswa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
dimotivasi untuk berani meminta informasi yang relevan dengan topik bahasan lebih lanjut, (7) setelah selesai mengerjakan tugas, siswa terbiasa melakukan cek terhadap hasil kerja, jika mempunyai kesalahan segera memperbaiki kesalahan, (8) siswa didorong untuk terbiasa mencari alasan mengapa hasil kerja menjadi salah, (9) dalam mencoba menyelesaikan masalah siswa dibiasakan mengambil sebagai contoh pengalaman pribadi atau kehidupan nyata maupun anekdot, (10) siswa dibiasakan bertanya dengan pertanyaan yang mencerminkan keingintahuan, (11) siswa dimotivasi untuk mengembangkan isu yang muncul di kelas, (12) siswa dibiasakan membentuk atau mengembangkan kaitan antara topik dan subjek yang berbeda, atau antara kehidupan nyata dengan tugas-tugas sekolah, (13) bila menghadapi jalan buntu, siswa difasilitasi untuk mengacu hasil kerja terdahulu sebelum meminta bantuan kepada orang lain (guru atau siswa lain), (14) doronglah siswa agar mampu berinisiatif mewujudkan sejumlah kegiatan yang relevan, (15) fasilitasi agar siswa terbentuk sebagai pribadi yang tabah, tahan uji, tangguh, tidak mudah menyerah, (16) siswa diakomodasi untuk mampu bekerja sama selayaknya (bukan dalam ujian), (17) tawarkan kepada siswa gagasan alternatif atau pemahaman baru, (18) pertimbangkan
semua gagasan atau
alternatif pemecahan masalah, dan (19) lihatlah kemungkinan untuk memperluas pemahaman. Secara ringkas pembelajaran yang ideal menurut Ian James Michell terletak pada perilaku belajar siswa yang aktif, bermotivasi tinggi, ulet, mempunyai keingintahuan yang besar, dan mampu bekerja dengan baik dalam kelompok maupun secara individu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disintesiskan bahwa proses pembelajaran yang berkualitas adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa, siswa harus berperan aktif dalam pembelajaran, memiliki kesungguhan untuk memahami konsep, dan mempunyai motivasi yang tinggi dalam belajar. Dalam proses pembelajaran yang berkualitas, guru berperan sebagai fasilitator dan agen pembelajaran yang mendukung pengembangaan potensi siswa serta merancang pembelajaran agar berada dalam suasana menyenangkan. Konsep pembelajaran efektif di atas harus diaplikasikan dalam pembelajaran menulis. Dalam pembelajaran menulis guru selain sebagai penyampai materi, juga sebagai pembimbing metode dalam menulis. Oleh karena itu, strategi pembelajaran menulis yang tidak lagi sesuai dengan peran anak didik dalam proses belajar mengajar hendaknya diubah. Pengajaran mengarang menurut Baraja (dalam Slamet, 2008: 105) terdiri atas lima tahap, yaitu (1) mencontoh, (2) mereproduksi, (3) rekomendasi dan transformasi, (4) mengarang terpimpin, dan (4) mengarang bebas. Proses pengajaran mengarang menurut Baraja dimulai dari mengeja, menulis ulang sebuah tulisan, menggabungkan beberapa karangan menjadi satu, menulis karangan sesuai dengan kerangka yang dibuat guru, dan mengarang bebas sesuai kemauan siswa walaupun masih membutuhkan arahan guru. Dalam hal ini pembelajaran menulis menurut Baraja dimulai dari konsep dasar siswa agar kemampuan menulis benar-benar melekat pada diri siswa. Silvia (dalam Brookes dan Grundy, 2000: 8-9) berpendapat dalam proses pembelajaran menulis lebih menyoroti peran guru dalam proses pembelajaran. Silvia mengungkapkan peran
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
guru dalam pembelajaran menulis adalah membantu siswa mengembangkan strategi yang layak dalam prapenulisan (menemukan topik, menghasilkan ide-ide dan informasi, fokus, serta perencanaan struktur dan prosedur), dalam penyusunan draft (mendorong pembentukan draft ganda), dalam merevisi (menambah, menghapus, mengubah, dan menata ulang ide-ide) dan dalam mengedit (memperhatikan kosa kata, tata bahasa, struktur kalimat, dan mekanisme). Seolah
mendukung pendapat Silvia
di atas, Kroll (1997:
10)
mengungkapkan dalam pembelajaran menulis guru kelas dapat dimengerti jika terkait dengan membantu meningkatkan kemampuan menulis dan mendorong kemampuan menulis siswa agar lebih maju. Dalam hal ini menurut Kroll guru dalam pembelajaran menulis hanya berlaku sebagai motivator siswa untuk menulis. Pembelajaran menulis menurut pandangan modern sebagai berikut: (1) topik dipilih oleh siswa sendiri secara individu, (2) mementingkan bimbingan proses melalui tahap-tahap menulis, (3) ada umpan balik dari guru, dan sharing tulisan dengan teman sejawat atau dalam kelompok, dan (4) dalam menyelesaikan tulisan dapat memakan waktu lama. e. Penilaian Pembelajaran Menulis Narasi d Sekolah Dasar 1) Penilaian Proses Pembelajaran Menulis Narasi Telah disebutkan sebelumnya bahwa pembelajaran menulis tidak hanya memperhatikan hasil akhir siswa, tetapi juga memperhatikan prosesnya. Hal ini dikarenakan hasil pembelajaran yang maksimal tidak dapat dilepaskan dari proses pembelajaran yang berkualitas. Guru harus memperhatikan keadaan siswa selama proses pembelajaran berlangsung agar pembelajaran yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
dilakukan berjalan efektif dan tidak sia-sia. Nana Sudjana (1991: 56-57) mengungkapkan bahwa hasil belajar yang dicapai siswa melalui proses belajar mengajar yang optimal cenderung menunjukkan hasil yang berciri sebagai berikut. a) Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar intrinsik pada siswa. Motivasi belajar intrinsik siswa dapat diamati dari sikap yang tidak mengeluh dari hasil belajar yang rendah dan akan berjuang keras untuk memperbaikinya. b) Menambah keyakinan akan kemampuan dirinya. Siswa akan merasa percaya diri akan kemampuannya untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru. c) Merasa hasil belajar yang dicapainya bermakna bagi dirinya. Dapat dilihat dari siswa mampu mengingat pelajaran dalam jangka waktu lama, membentuk perilaku, bermanfaat untuk mempelajari aspek lain, kemauan dan kemampuan untuk belajar sendiri serta mengembangkan kreativitasnya. d) Hasil belajar diperoleh siswa menyeluruh (komprehensif) mencakup ranah afektif, kognitif, dan psikomotorik. e) Siswa mampu mengontrol dan mengendalikan dirinya dalam penilaian hasil dan proses belajar mengajar. Dapat dilihat dari kesadaran siswa bahwa hasil belajar ditentukan dari motivasi dan usahanya dalam belajar. Menurut Nana Sudjana (1991: 57) proses pembelajaran yang baik dapat dinilai dari dari aspek efisien dan kefektifan pencapaian tujuan instruksional, keefektifan dan relevansi bahan pengajaran, produktivitas kegiatan belajar mengajar, keefektifan sumber dan sarana pengajaran, dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
keefektifan penilaian hasil dan proses belajar mengajar. Berdasar pendapat Nana Sudjana tersebut berarti komponen pembelajaran yang perlu diamati dalam proses belajar mengajar meliputi tujuan pengajaran, bahan pengajaran, kondisi siswa dan kegiatan belajarnya, kondisi guru dan kegiatan mengajarnya, alat dan sumber belajar yang digunakan, serta teknik dan cara pelaksanaan penilaian. Komponen yang diamati dalam penelitian ini lebih pada komponen kondisi siswa dan kegiatan pembelajarannya. Masih mengacu pada pendapat Nana Sudjana (1991: 60-61), kondisi siswa dan kegiatannya dapat diamati dari keterlaksaan belajar oleh siswa, motivasi belajar oleh siswa, dan keaktifan para siswa dalam kegiatan belajar. Keterlaksanaan oleh siswa dapat dilihat dalam hal memahami dan mengikuti petunjuk yang diberikan guru, semua siswa turut serta melakukan kegiatan belajar mengajar, tugas-tugas belajar dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Dalam hal motivasi siswa dapat dilihat dari minat dan perhatian siswa dalam pelajaran, semangat siswa melakukan tugas-tugas belajar, tanggung jawab siswa dalam melaksanakan tugas-tugasnya, reaksi yang ditunjukkan siswa terhadap stimulus yang diberikan guru. Keaktifan siswa dapat diamati melalui kegiatan siswa dalam melaksanakan tugas, terlibat dalam pemecahan masalah, bertanya kepada guru atau siswa lain dalam menghadapi persoalan yang dihadapinya, berusaha mencari informasi pemecahan masalah, menilai diri, melatih diri dalam memecahkan soal, kesempatan menerapkan apa yang telah diperoleh dalam menyelesaikan tugas.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
Menurut Sarwiji Suwandi (2011: 95) keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar dapat dinilai dengan mengadakan observasi perilaku siswa dalam kegiatan tersebut. Penilaian observasi perilaku ini dapat dilakukan dengan menggunakan daftar cek yang memuat perilaku-perilaku tertentu yang diharapkan muncul dari peserta didik. Berikut ini peneliti sampaikan format penilaian perilaku siswa dalam proses pembelajaran menulis narasi. Tabel 2. Format Penilaian Sikap Siswa No
Nama
Perilaku siswa Kedisiplinan
Motivasi
Nilai
Ket
Keaktifan
Rata-rata nilai Persentase keberhasilan (Diadopsi dari Sarwiji Suwandi, 2011:29) Catatan: a. Kolom perilaku diisi dengan angka yang sesuai dengan kriteria berikut. 1 = tidak baik 2 = kurang baik 3 = baik 4 = amat baik b. Nilai merupakan jumlah skor-skor tiap indikator perilaku c. keterangan diisi dengan kriteria berikut
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
1) Nilai 26-32 berarti amat baik 2) Nilai 20-25 berarti baik 3) Nilai 14-19 berarti kurang baik 4) Nilai 8-13 berarti tidak baik 2) Penilaian Hasil Pembelajaran Menulis Narasi Penilaian yang dilakukan pada karangan siswa biasanya bersifat holistik, impresif, dan selintas. Maksudnya adalah penilaian tersebut bersifat menyeluruh berdasarkan kesan yang diperoleh dari membaca karangan secara selintas. Guru cenderung melakukan penelitian yang bersifat analitis karena guru memerlukan penilaian secara lebih objektif dan terinci mengenai kemampuan siswa untuk keperluan diagnostik-edukatif. Penilaian atau tugas menulis haruslah mampu mengukur kompetensi peserta didik. Hal ini sesuai dengan pendapat Burhan Nurgiyantoro (2010: 427) tugas menulis untuk benarbenar menghasilkan karya tulis, apapun bentuknya, haruslah mendapat prioritas dalam rangka mengukur kompetensi menulis peserta didik. Dalam penilaian hasil karangan peserta didik seharusnya menggunakan rubrik penilaian dengan skala interval. Penilaian ini harus mencakup komponen isi dan bahasa yang ada dalam karangan peserta didik. Burhan Nurgiyantoro (2010: 439) menyatakan penilaian terhadap hasil karangan peserta didik sebaiknya juga menggunakan rubrik penilaian yang mencakup komponen isi dan bahasa
masing-masing dengan subkomponennya. Rubrik penilaian
disampaikan sebagai berikut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
Table 3. Rubrik Penilaian Menulis Narasi No
Nama siswa
Tingkat Capaian Kinerja
nilai Ket
…………… ……………
Rata-rata nilai Persentase keberhasilan (Diadopsi dari Burhan Nurgiyantoro, 2010: 441-442) Catatan: Kolom tingkat capaian kinerja diisi sesuai dengan kriteria Tabel 4. Kriteria Tingkat Capaian Kerja skor kriteria 27 – 30 Sangat baik – sempurna 22 – 26 Cukup – baik 17 – 21 Sedang – cukup 13 – 16 Sangat kurang 18 – 20 Sangat baik – sempurna 14 – 17 Cukup – baik 10 – 13 Sedang – cukup 7–9 Sangat kurang 18 – 20 Sangat baik – sempurna 14 – 17 Cukup – baik 10 – 13 Sedang – cukup 7–9 Sangat kurang 22 – 25 Sangat baik – sempurna 18 – 21 Cukup – baik 11 – 17 Sedang – cukup 5 – 10 Sangat kurang 5 Sangat baik – sempurna 4 Cukup – baik 3 Sedang – cukup 2 Sangat kurang (Diadopsi dari Burhan Nurgiyantoro, 2010: 441-442)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
2. Hakikat Kemampuan Menulis Narasi a. Hakikat Kemampuan Kemampuan didefinisikan sebagai penampilan maksimum yang dilakukan seseorang dalam beberapa pekerjaan. Apabila kemampuan maksimum tersebut diukur, orang tersebut akan cinderung melakukan pekerjaan tersebut sebaikbaiknya dengan harapan akan mencapai hasil yang paling besar (Cornbach, 1984: 29). Dalam hal ini seseorang dikatakan mempunyai kemampuan jika dia sudah menampilkan pekerjaannya dengan maksimum apabila dia belum maksimum maka belum dianggap menampilkan kemampuan yang sebenarnya. Gagne dan Briggs (1979: 40-50) mengungkapkan bahwa terdapat lima kategori keluaran belajar, yakni (1) kemampuan intelektual, (2) pengaturan kegiatan kognitif, (3) informasi verbal, (4) kemampuan motorik, dan (5) sikap. Kata “kemampuan” yang melekat pada frasa “kemampuan menulis narasi” pada penelitian ini memiliki acuan pengertian yang sepadan dengan salah satu kategori keluaran belajar yang disebutkan Gagne dan Briggs di atas, yaitu kemampuan intelektual. Pendapat Gagne dan Briggs dapat disimpulkan kemampuan menulis adalah merupakan salah satu keluaran hasil belajar yang lebih bersifat intelektual cinderung mengedepankan kemampuan kognitif daripada motorik. Winkel (1991: 73) menjelaskan bahwa yang dimaksud kemampuan intelektual ialah kemampuan untuk berhubungan dengan lingkungan hidup dan dirinya sendiri dalam bentuk representasi, khususnya konsep dan berbagai lambang/ simbol (huruf, angka, kata, gambar). Dalam hal ini Winkel berpendapat bahwa
kemampuan
intelektual
lebih
pada
commit to user
pemahaman
konsep
yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
menghubungkan diri sendiri dengan lingkungan. Dengan demikian konsep kemampuan intelektual yang dikemukakan antara Gagne dan Briggs dengan Winkel saling mendukung. Berdasarkan pendapat di atas, hakikat kemampuan menulis narasi di sini diartikan sebagai kecekatan seseorang (siswa) dalam hubungannya dengan bagaimana
dia mendayagunakan semua
fungsi mental/kognitifnya
untuk
menuangkan buah pikiran dan imajinasinya secara terorganisasi ke dalam sebuah karangan yang berbentuk narasi. b. Hakikat Menulis 1) Pengertian Menulis Crimmon (1963: 3) mengungkapkan bahwa menulis merupakan usaha komunikasi seseorang untuk menyampaikan
ide-ide, fakta, atau kejadian
dengan maksud tertentu kepada orang lain. Lebih lengkap lagi, Tarigan (2008: 3-4) mengemukakan bahwa menulis merupakan keterampilan berbahasa produktif dan ekspresif yang digunakan dalam komunikasi tidak langsung. Dalam kegiatan menulis dibutuhkan keterampilan grafologi, struktur bahasa, dan kosakata. Jadi menulis merupakan suatu kegiatan mengungkapkan informasi kepada pembaca dengan media
kertas dan tinta
dengan
menggambarkan huruf-huruf (lambang-lambang grafik) sebagai sistem tanda. Dalam hal ini Tarigan lebih menekankan pada wujud grafis terlepas pada penyampaian ide dari penulis maupun bukan. Sejalan dengan pendapat di atas, Suparno dan M. Yunus (2011: 1.3) mengemukakan bahwa
menulis
didefinisikan sebagai suatu kegiatan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
penyampaian pesan (komunikasi) dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat atau medianya. Hal ini sama dengan pendapat Henry Guntur Tarigan yang lebih mengedepankan wujud tulisannya daripada sumber tulisannya. Slamet (2009: 97) berpendapat bahwa pada dasarnya, menulis itu bukan hanya berupa melahirkan pikiran atau perasaan, melainkan juga merupakan pengungkapan ide, pengetahuan, ilmu, dan pengalaman hidup seseorang dalam bahasa tulis. Dengan demikian Slamet megemukakan bahwa menulis bukan hanya menyampaikan informasi dalam bentuk grafis, melainkan juga menulis merupakan penyampaian ide penulis yang berwujud pengetahuan, ilmu, maupun pengalaman hidupnya. Menurut pendapat Brookes dan Grundy (2000: 1-2) menulis lebih ‘menghadirkan’ daripada berbicara. Kita lebih memahami apa yang kita lakukan dan cenderung lebih mementingkan cara yang benar di setiap jenisnya, pembaca lebih memperoleh keuntungan daripada kita, dan kita tidak dapat meralat dengan mudah keasalahpahaman pembaca. Pendapat tersebut bermakna bahwa kegiatan menulis lebih kompleks dari kegiatan berbicara karena kita harus memperhatikan cara penulisan, memberikan manfaat melalui tulisan kita, dan menulis merupakan komunikasi tidak langsung sehingga kita tidak mudah untuk meralat jika terjadi kesalahpahaman. Beberapa pendapat ahli di atas dapat disintesiskan bahwa menulis merupakan kegiatan penyampaian ide, gagasan, perasaan, dan pengetahuan melaui tulisan dengan memperhatikan grafologi, struktur bahasa, dan kosakata.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
2) Manfaat Menulis Narasi Setiap kegiatan yang baik pastilah membawa manfaat bagi pelakunya, begitu pula kegiatan menulis ini memiliki berbagai manfaat yang tidak bisa diabaikan. Menulis memberikan manfaat dalam pembelajaran tingkat dasar sampai lanjut. Hal ini sesuai dengan pendapat Casell (dalam Wong, 2010:1) yang menyatakan bahwa membaca dan menulis merupakan pondasi pendidikan, dan kebutuhan dasar semua disiplin ilmu, termasuk matematika dan ilmu alam. Dengan demikian menurut Casell seorang anak tidak mampu memahami disiplin ilmu lain sebelum bisa menulis. Brookes dan Grundy (2000: 3) mengemukakan bahwa menulis dapat dijadikan sarana memberikan informasi kepada seseorang saat kita tidak berkesempatan berbicara, untuk memecahkan masalah kapasitas daya ingat otak kita, dan dapat dijadikan alat penyimpan pengalaman kita. Slamet (2009: 104) mengemukakan bahwa banyak manfaat yang dapat dipetik dari kegiatan menulis, yakni (a) peningkatan kecerdasan, (b) pengembangan daya inisiatif dan kreativitas, (c) penumbuhan keberanian, dan (d) mendorong kemauan dan kemampuan
mengumpulkan
informasi.
Dengan
kata
lain
Slamet
mengeedepankan manfaat menulis mendukung pada kematangan intelektual untuk
meningkatkan
kecerdasan,
daya
imajinatif,
dan
peningkatan
pengetuahan atau informasi pada pelakunya. Lebih
lengkap
lagi,
Sabarti
Akhadiayat,
dkk
(1994:
1-2)
menyampaikan beberapa keuntungan dari menulis, antara lain dapat mengenali kemampuan dan potensi diri kita; mengembangkan berbagai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
gagasan; menulis memaksa penulis untuk menyerap, mencari, serta menguasai informasi sehubungan dengan topik yang kita tulis; dapat mengorganisasikan tulisan dengan sistematis serta mengungkapkannya secara tersirat; dapat meninjau serta menilai gagasan sendiri secara lebih objektif; dapat mempermudah menyelesaikan masalah; dan membiasakan berpikir serta berbahasa secara tertib. Sabarti Akhadiayat, dkk mengemukakan manfaat penulis selain memberikan peningkatan kemampuan intelektual pelakunya juga membantu penulis untuk menyampaikan apa yang didapat dengan runtut dan mudah dipahami. Kemanfaatan yang diberikan oleh kegiatan menulis menurut Suparno dan M. Yunus (2011: 1.4) ada empat, yaitu bermanfaat pada peningkatan kecerdasan, pengembangan daya inisiatif dan kreativitas, penumbuhan keberanian, dan pendorong kemauan kemampuan mengumpulkan informasi. Pendapat
Sabarti Akhadiayat, dkk sama dengan pendapat Slamet yang
mengedepankan kemampuan penyerapan materi tanpa
memperhatikan
manfaat penyampaian informasi yang telah didapat. Tarigan (2008: 22-23) secara singkat mengemukakan fungsi menulis ada beberapa, yakni sebagai alat komunikasi yang tidak langsung, memudahkan para pelajar berpikir, membantu menjelaskan pikiran-pikiran kita, serta mempermudah dalam merasakan dan menikmati hubunganhubungan, memperdalam daya tanggap dan persepsi, memecahkan masalahmasalah yang dihadapi, menyusun urutan bagi pengalaman. Pendapat Henry Guntur Tarigan sejalan dengan pendapat Sabarti Akhadiayat, dkk di atas yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
selain
meningkatkan
pemahaman
dan
kemampuan
intelektual
juga
meningkatkan kemampuan komunikasi penulis. Secara ringkas, manfaat menulis adalah mempertajam kemampuan berpikir
seseorang,
meningkatkan
kemampuan
berkomunikasi
secara
langsung, dan mendorong seseorang untuk memperluas pengetahuan yang dijadikan sebagai bahan tulisan sehingga gagasan yang diampaikan runtut dan mudah dipahami. 3) Tahapan Menulis Narasi Menulis merupakan suatu proses baik proses kognitif maupun fisik. Sabarti Akhadiah (1994: 2-5) menyatakan bahwa menulis ialah suatu proses. Berarti bahwa kita melakukan kegiatan menulis dalam beberapa tahap, yakni tahap prapenulisan, tahap penulisan, dan tahap revisi. Tahap prapenulisan meliputi penentuan topik, penentuan tujuan, dan pemilihan bahan. Tahap penulisan meliputi penyusunan paragraf dan kalimat, pemilihan kata, dan penentuan teknik penulisan. Tahap terakhir yang merupakan tahap revisi meliputi perbaikan buram pertama dan pembacaan ulang. Pendapat Sabarti Akhadiah sejalan dengan pendapat Brookers dan Grundy (2000: 18) mengemukakan proses menulis secara sederhana adalah merencanakan,
menentukan target, mengorganisasikan,
membuat draf,
mengevaluasi, mengedit, dan memperbaiki tulisan. Dengan konsep yang hampir mirip, Flower dan Hayes (dalam Brookers dan Grundy, 2000: 9) mengemukakan tahapan menulis dalam tiga garis besar tahapan menulis dengan beberapa subbab yang melingkupinya. Pertama, perencanaan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
melibatkan tiga subproses, yakni (1) pengambilan item dari memori dan dari lingkungan (termasuk perpustakaan), (2) mengorganisasi, pemilihan bahan yang akan diambil, dan (3) penetapan tujuan, penentuan bahan diambil dengan pertimbangan
apakah
penerjemahan
memenuhi tujuan penulisan
melibatkan
mengambil
bahan
saat
ini.
dikumpulkan
Kedua, dan
diselenggarakan selama perencanaan dan mengubahnya menjadi kalimat berterima. Ketiga, meninjau meliputi meningkatkan kualitas bahan dijabarkan dengan menggunakan dua sub-proses membaca (membaca) dan mendeteksi dan koreksi pelanggaran tata aturan tertulis, ketidakakuratan makna, dan evaluasi bahan sehubungan dengan tujuan menulis. Suparno
dan
M.
Yunus
(2011:
4.50-4.51)
secara
khusus
mengemukakan langkah-langkah menulis narasi, yakni (1) menentukan tema dan amanat yang ingin disampaikan, (2) menetapkan sasaran membaca, (3) merancang peristiwa-peristiwa utama yang akan ditampilkan dalam bentuk skema alur, (4) membagi peristiwa utama ke dalam bagian awal, perkembangan, dan akhir cerita, (5) merinci peristiwa-peristiwa utama ke dalam detail-detail peristiwa sebagai pendukung cerita, dan (6) menyusun tokoh dan perwatakan, latar, dan sudut pandang. Apabila diamati lebih mendalam,
proses
menulis
terutama
menulis karangan
narasi yang
disampaikan Suparno dan M. Yunus hanya mencakup kegiatan prapenulisan dan penulisan. Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disintesiskan proses menulis terdiri dari tiga tahapan, yakni prapenulisan, penulisan, dan revisi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
Tahap prapenulisan meliputi pemilihan tema, penetapan sasaran, dan pencarian bahan. Tahap penulisan meliputi teknik penulisan, penyusunan paragraf, dan pemilihan kata. Tahap revisi meliputi kegiatan mengevaluasi, mengedit, dan memperbaiki tulisan. c. Hakikat Menulis Narasi 1) Pengertian Narasi Atar Semi (1990: 32) mengungkapkan bahwa narasi merupakan bentuk percakapan atau tulisan yang bertujuan menyampaikan atau menceritakan pengalaman manusia berdasarkan perkembangan dari waktu ke waktu. Cerita dapat berupa pengalaman dan pengetahuan penulis. Dapat juga berupa khayalan penulis. Cerita tentang pengalaman dapat berupa pengalaman langsung dan tidak langsung. Pengalaman langsung menunjukkan bahwa penulis mengalami secara langsung peristiwa atau kejadian yang ditulis dalam tulisannya. Penulis menuliskan kejadian tersebut secara secara runtut mulai dari awal sampai akhir kejadian. Sedangkan pengalaman tidak langsung diperoleh dari cerita seseorang atau sumber lainnya. Pengalaman berdasarkan dua
sumber
(cerita
orang
dan
sumber
lain)
ini
dapat
juga
dipertanggungjawabkan keakuratan objeknya. Jadi menurut Atar Semi menulis narasi berisi cerita baik khayal maupun kenyataan baik pengalaman yang dialami oleh penulis maupun bukan. Dalam hal ini Atar Semi lebih menyoroti penulisan narasi pada segi isi dan maksud tersurat bukan pada segi struktur maupun maksud tersirat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
Slamet (2008: 103) mendefinisikan narasi lebih pada sasaran penulisannya. Menurutnya narasi (penceritaan atau pengisahan) adalah ragam wacana yang menceritakan proses kejadian suatu peristiwa. Sasarannya adalah memberikan gambaran yang sejelas-jelasnya kepada pembaca mengenai fase, urutan, langkah, atau rangkaian terjadinya sesuatu hal. Jadi dalam hal ini menulis narasi difokuskan pada urutan kejadian dan sasarannya lebih pada menjelaskan urutan kejadian itu. Lebih lengkap lagi Suparno dan M. Yunus (2011: 4.31) berpendapat bahwa karangan yang disebut narasi menyajikan serangkaian peristiwa. Karangan ini berusaha menyampaikan serangkaian kejadian menurut urutan kejadaiannya (kornologis), dengan maksud memberi arti kepada sebuah atau serentetan kejadian, sehingga pembaca dapat memetik hikmah dari cerita itu. Dengan demikian Suparno dan M. Yunus selain memperhatikan isi tulisan narasi juga memperhatikan struktur penulisannya dan tujuan penulisan narasi dengan jelas. Gorys Keraf (2003: 136) menyatakan narasi adalah suatu bentuk wacana yang sasaran utamanya adalah tindak-tanduk yang dijalin dan dirangkaikan untuk sebuah peristiwa yang terjadi dalam satu kesatuan waktu. Jadi Gorys Keraf mendefinisikan tulisan narasi dari segi struktur yang dibentuk dari rangkaian peristiwa tanpa memperhatikan tujuan penulisan. Derewianka (dalam Wong, 2010:2) lebih menyoroti tujuan dasar menulis narasi, yakni menghibur pembaca dan menumbuhkan ketertarikan pembaca pada sebuah cerita. Naratif juga berusaha untuk mengajari dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
memberi informasi, untuk mewujudkan refleksi atau percobaan penulis, dan memelihara dan menumbuhkan imajinasi pembaca. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan narasi adalah sebuah wacana yang menceritakan tentang pengalaman atau pengetahuan penulis yang dijalin dalam rangkaian peristiwa yang terjadi dalam satu kesatuan waktu. Narasi bertujuan pemberi informasi ataupun penumbuh imajinasi pembaca serta menyampaikan amanat kepada pembaca. 2) Ciri-ciri Narasi Atar Semi (1990: 33-34) menjelaskan ciri-ciri penanda narasi, diantaranya: (a) berupa cerita tentang peristiwa atau pengalaman manusia; (b) kejadian atau peristiwa yang disampaikan dapat berupa peristiwa yang benarbenar terjadi atau semata-mata imajinasi; (c) berdasarkan konflik; (d) memiliki nilai estetika karena isi dan cara penyampaiannya bersifat sastra khususnya narasi yang berbentuk fiksi; (e) menekankan susunan kronologis; dan (f) biasanya memiliki dialog. 3) Pengembangan Narasi Gorys Keraf (2003: 136-139) membagi narasi menjadi dua yang akan dijelaskan sebagai berikut. a) Narasi ekspositoris Narasi ekspositori pertama-tama bertujuan untuk menggugah pikiran para pembaca untuk mengetahui apa yang dikisahkan. Sasaran utamanya adalah rasio, yaitu berupa perluasan pengetahuan para pembaca sesudah membaca kisah tersebut. Narasi ini mempersoalkan tahapan-tahaan kejadian,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
rangkaian-rangkaian perbuatan kepada para pembaca atau pendengar. Runtutan kejadian atau peristiwa tersebut digunakan untuk menyampaikan informasi untuk memperluas pengetahuan atau pengertian pembaca. Narasi ekspositoris masih dibagi lagi menjadi narasi ekspositoris yang bersifat khusus dan yang bersifat general. Menurut Suparno dan M. Yunus (2011: 4.32) narasi ekspositori disebut juga dengan narasi informasional. b) Narasi sugestif Narasi sugestif menceritakan suatu kejadian yang sasaran utamanya berusaha memberikan makna atas peristiwa suatu kejadian itu sebagai suatu pengalaman. Karena sasaran adalah makna peristiwa, maka narasi sugestif selalu melibatkan daya khayal. Menurut Suparno dan M. Yunus (2011: 4.32) narasi sugestif disebut juga dengan narasi artistik. Tabel 5. Perbedaan Pokok antara Narasi Ekspositoris dan Sugestif Narasi ekspositoris 1. Memperluas pengetahuan
Narasi sugestif 1. Menyampaikan suatu makna atau suatu amanat yang tersirat
2. Menyampaikan informasi
2. Menimbulkan daya khayal
mengenai suatu kejadian 3. Didasarkan pada penalaran untuk mencapai kesepakatan rasional 4. Bahasanya lebih condong ke
3. Penalaran hanya dijadikan sebagai fungsi menyampaikan makna 4. Bahasanya
lebih
condong
ke
bahasa informatif dengan titik
bahasa figuratif dengan titik berat
berat pada kata-kata denotative
pada kata-kata konotatif
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan pengembangan narasi berdasarkan tujuannya dibagi menjadi dua, yakni narasi ekspositoris atau narasi informatif dan narasi sugestif atau narasi artistik. Narasi ekspositoris bertujuan memberikan informasi atau wawasan dan memperluas pengetahuan pembaca. Narasi sugestif atau narasi artistik bertujuan memberikan pengalaman estetis pembacanya. Dalam menceritakan pengalaman pribadi, lebih dekat pada pengembangan narasi ekspositoris atau informatif. 4) Unsur-unsur Narasi Gorys Keraf (2003: 145-154) menyatakan bahwa unsur-unsur narasi terdiri dari tema, latar, penokohan, alur, sudut pandang, amanat. a) Tema Tema adalah suatu pokok cerita yang mendasari terbentuknya sebuah cerita yang dapat disebut sebagai makna yang terkandung dalam cerita. b) Latar/ setting Latar cerita adalah waktu, tempat, dan suasana yang menyertai sebuah cerita. c) Penokohan Penokohan adalah watak yang dimiliki oleh pelaku dalam sebuah cerita. d) Alur/plot Alur atau plot sering juga disebut kerangka cerita, yaitu jalinan cerita yang disusun dalam urutan waktu yang menunjukkan hubungan sebab dan akibat dan memiliki kemungkinan agar pembaca menebak-nebak peristiwa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
yang akan datang. Sebutan alur cerita sebagai kerangka cerita memang beralasan karena secara sederhana alur cerita berarti rangkaian peristiwa dalam cerita. e) Sudut pandang Sudut pandang adalah cara pengarang menampilkan para pelaku yang dipaparkannya. f) Amanat Amanat adalah pesan, makna, atau maksud yang ingin disampaikan pengarang melalui ceritanya.
3.
Hakikat Model Pembelajaran Sinektik
a. Pengertian Model Pembelajaran Sinektik Istilah sinektik berasal dari bahasa Yunani yang berarti penggabungan unsur-unsur atau gagasan-gagasan yang berbeda-beda yang tampaknya tidak relevan. Menurut William J.J. Gordon (dalam Joyce, Weil, dan Calhoun, 2009: 135), sinektik berarti strategi mempertemukan berbagai macam unsur, dengan menggunakan kiasan untuk memperoleh satu pandangan baru. Selanjutnya Metode Sinektik yang ditemukan dan dirancang oleh William JJ Gordon ini berorientasi meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, ekspresi kreatif, empati dan wawasan dalam hubungan sosial. Metode ini dikembangkan karena berbagai asumsi Gordon tentang kreativitas, yakni: kreativitas penting bagi kehidupan sehari-hari; proses kreatif tidak selamanya misterius; penemuan atau
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
inovasi yang dianggap kreatif sama rata di semua bidang dan ditandai oleh proses intelektual yang sama (Joyce, Weil, dan Calhoun, 2009: 252-253). Menurut Lin (2012: 21) sinektik adalah sebuah pendekatan penyelesaian masalah yang mestimulasi proses gagasan subjek yang biasanya disadari. Metode ini, dikemukakan oleh Gordon, yang memiliki prinsip utama: berpikir sesuatu yang asing dan mengasingkan pikiran yang dipercaya. Mendorong di salah satu pihak menganalisis masalah fundamental dan di salah satu pihak pengasingan masalah yang sebenarnya untuk dianalogikan. Hal ini memungkinkan untuk memberikan solusi baru dan mengejutkan. Sinektik lebih menuntut subjek daripada pengungkapan pendapat, beberapa langkah dilibatkan maksud yang prosesnya lebih rumit dan membutuhkan waktu serta usaha lebih. Metode sinektik menstimulasi siswa untuk melihat dan merasakan gagasan orisinil dengan cara-cara baru yang lebih segar (Joyce, Weil, dan Calhoun, 2009: 264). Joyce, Weil, dan Calhoun (2009: 135) mengemukakan metode sinektik mengandung unsur metode :(1) orientasi metode, (2) urutan kegiatan (syntax), sistem sosial (social system), (4) prinsip reaksi (principle of reaction), (5) sistem penunjang (support system), dan (6) dampak instruksional dan penyerta (instructional and nurturant effect). Gordon (dalam Lin, 2012:21) mengungkapkan tiga aturan penting dalam sinektik, antara lain: (1) meningkatkan kreativitas seseorang sehingga sadar pada proses kebiasaan psikologi yang terkontrol, (2) komponen emosi kreatif lebih penting daripada komponen kecerdasan; sesuatu yang irasional lebih penting dari pada komponen kecerdasan, (3) komponen emosional dan irasional harus
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
dimengerti dan digunakan sebagai alat ketelitian dalam urutan meningkatkan kreativitas. Menurut Paltasingh (2008) sinektik merupakan pendekatan pembelajaran yang dilakukan secara sadar untuk meningkatkan kreativitas siswa. Penerapan metode ini dengan mengadakan metafora membandingkan antara satu objek dengan objek yang lain. Dengan cara ini siswa dapat membuat sesuatu yang asing menjadi familiar atau membuat sesuatu yang familiar menjadi hal baru. Guru dalam proses ini hanya memonitor agar proses analogi dan metafora tidak prematur. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model sinektik merupakan model pembelajaran yang mengajak para siswa untuk berpikir kreatif dalam menuangkan gagasan melalui cara simpatik (melihat dan merasakan) terhadap suatu benda atau peristiwa lain yang kemudian dianalogikan pada benda atau peristiwa yang mereka pelajari. b. Aktivitas Metaforis Melalui aktivitas metaforis dalam metode sinektik, kreativitas menjadi proses yang dapat dilakukan secara sadar. Metafora-metafora membangun hubungan perumpamaan, perbandingan satu objek atau gagasan dengan objek atau gagasan lain, dengan cara menukarkan posisi keduanya. Melalui subtitusi ini, proses kreatif muncul, yang dapat menghubungkan sesuatu yang familiar dengan yang tidak familiar atau membuat gagasan baru dari gagasan-gagasan yang biasa. Joyce, Weil, dan Calhoun (2009: 254) menyatakan bahwa tiga jenis analogi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
digunakan sebagai basis latihan sinektik. Ketiga basis latihan tersebut akan dijelaskan sebagai berikut. 1) Analogi personal Membuat analogi personal mengharuskan siswa untuk berempati pada gagasan-gagasan atau subjek-subjek yang dibandingkan. Siswa harus merasa bahwa mereka menjadi bagian dari unsur fisik dari masalah tersebut. Indentifikasi untuk analogi ini dapat diterapkan pada manusia, hewan, tumbuhan, atau bendabenda mati. Kleiner (dalam Rahmat Azis, 2008: 8) menyatakan bahwa analogi personal yaitu kegiatan untuk melakukan analogi antara objek analogi dengan dirinya sendiri. Pada analogi ini siswa diminta menempatkan dirinya sebagai objek itu sendiri. Untuk melihat efektivitas analogi personal bisa dilihat dari banyaknya ungkapan yang dikemukakan, semakin banyak ungkapan yang dikemukakan maka semakin tinggi skor analogi personalnya. Dalam kegiatan membuat analogi personal, siswa melibatkan dirinya sebagai objek atau gagasan yang dibandingkan. Misalnya siswa disuruh untuk membandingkan dirinya dengan sebuah mesin, kemudian ditanyakan bagaimana perasaannya seandainya itu terjadi? Apa yang dirasakan seandainya mesin itu dihidupkan? Dan kapan kira-kira akan berhenti? Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengarahkan jarak konseptual terbentuk dengan baik, semakin besar jarak konseptual maka akan semakin besar kemungkinan diperoleh gagasan baru. Gordon mengidentifikasi empat kerterlibatan dalam analogi personal: (a) deskripsi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
orang pertama terhadap fakta-fakta, (b) identifikasi orang pertama terhadap emosi, dan (c) identifikasi empatik terhadap makhluk hidup 2) Analogi langsung Analogi langsung merupakan perbandingan dua objek atau konsep. Perbandingan tidak selalu identik dengan segala hal. Fungsinya cukup sederhana, yaitu untuk mentransposisikan kondisi-kondisi topik atau situasi permasalahan yang asli pada situasi lain untuk menghadirkan pandangan baru tentang gagasan atau masalah lain. Hal ini melibatkan identifikasi pada orang, tumbuhan, hewan, atau benda mati. Kleiner (dalam Rahmat Azis, 2008: 7) menyatakan bahwa analogi langsung yaitu kegiatan perbandingan sederhana antara dua objek atau gagasan, dalam pembandingan ini dua objek yang dibandingkan tidak harus sama dalam semua aspek, karena tujuan sebenarnya adalah untuk mentranformasikan kondisi objek atau situasi masalah nyata pada situasi masalah lain sehingga terbentuk suatu cara pandang baru. Pada analogi ini siswa diminta untuk menemukan situasi masalah yang sejajar dengan situasi kehidupan nyata. Misalnya bagaimana cara untuk memindahkan perabot yang berat kedalam ruang kelas, bisa dianalogikan dengan bagaimana cara hewan membawa anak-anaknya. Untuk melihat efektifitas suatu analogi langsung dilihat dari jarak konseptualnya, semakin jauh jarak konseptualnya, maka semakin tinggi skor analoginya. 3) Konflik padat Bentuk metafora ketiga adalah konflik padat, yang secara umum diidentifikasi sebagai frasa yang terdiri dari dua kata dimana kata-kata tersebut
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
tampak berlawanan dengan kata yang lain (Joyce, Weil, dan Calhoun, 2009:254256). Kleiner (dalam Rahmat Azis, 2008: 8) menyatakan bahwa analogi konflik padat yaitu kegiatan untuk mengkombinasikan titik pandang yang berbeda terhadap suatu objek sehingga terlihat dari dua kerangka acuan yang berbeda. Hasil kegiatan ini berupa deskripsi tentang suatu objek atau gagasan berdasarkan dua kata atau frase yang kontradiktif, misalnya: bagaimana komputer itu dianggap sebagai pemberani atau penakut? Bagaimanakah mesin mobil dapat tertawa atau marah? Tujuan kegiatan ini adalah untuk memperluas pemahaman tentang gagasan-gagasan baru dan untuk memaksimalkan unsur kejutan, karena itu maka kegiatan analogi ini dianggap sebagai kegiatan mental tingkat tinggi. Pada analogi ini siswa diminta diminta menyebutkan suatu objek secara berpasangan. Semakin banyak pasangan yang disebutkan, semakin tinggi skor yang diperoleh. Berdasarkan pasangan kata tersebut, siswa diharapkan mengemukakan objek sebanyak-banyaknya yang bersifat kontradiktif, kemudian diminta menjelaskan mengapa benda tersebut bersifat kontradiktif. c. Tahap-tahap Mengajar Model Sinektik Unsur kegiatan atau sintaksis merujuk pada rincian atau tahapan kegiatan model sehingga fase-fase kegiatan model tersebut teridentifikasi dengan jelas. Unsur kedua pembangun metode sinektik ini adalah proses belajar mengajar sebagai struktur model pembelajaran. Humel (2006) menyatakan bahwa dalam praktiknya terbagi menjadi tujuh tahapan yaitu: 1) Masukan substansial yaitu guru mengemukakan permasalahan pada siswa untuk diselesaikan; 2) Pembuatan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
analogi langsung dengan cara guru menyuruh siswa untuk membuat analogi langsung dan siswa melakukannya; 3) Guru mengidentifikasi hasil analogi yang telah dibuat siswa; 4) Siswa menjelaskan kemiripan antara sesuatu yang asing dengan yang lazim; 5) Siswa menjelaskan perbedaan antara sesuatu yang asing dengan yang lazim; 6) Siswa mengeksplorasi topik yang bersifat original; dan 7) Siswa menghasilkan suatu produk melalui analogi langsung. Secara ringkas tahapan sinektik menurut Humel ini terdiri dari tahap eksploitasi (penjelasan) guru, tahap analogi oleh siswa, tahap identifikasi analogi yang dilakukan oleh guru, siswa menjelaskan kemiripan antara yang lazim dan yang asing, siswa menjelaskan perbedaan antara yang lazim dan yang asing, siswa mengeksploitasi topik secara aslinya, dan siswa menghasilkan simpulan atau produk dengan analogi langsung. Aunurrahman (2011: 163) berpendapat bahwa enerapan model sinektik di dalam proses pembelajaran dilakukan melalui enam tahap; (1) guru menugaskan siswa
untuk
mendeskripsikan
situasi
yang
ada
sekarang,
(2)
siswa
mengembangkan berbagai analogi, kemudian memilih satu di antara analogi tersebut kemudian mendeskripsikan dan menjelaskannya secara mendalam, (3) siswa menjadi bagian dari analogi yang dipilihnya pada tahap sebelumnya, (4) siswa mengembangkan pemikiran dalam bentuk deskripsi-deskripsi dari yang dihasilkannya dalam tahap dua dan tiga, kemudian menemukan pertentanganpertentangan, (5) siswa menyimpulkan dan menentukan analogi-analogi tidak langsung lainnya, (6) guru mengarahkan agar siswa kembali pada tugas dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
masalah semula dengan menggunakan analogi-analogi terakhir atau dengan menggunakan seluruh pengalaman sinektik Pendapat Aunurrahman ini sedikit berbeda dengan pendapat Humel pada tahap awal guru yang melakukan deskripsi materi tetapi oleh Aunurrahman siswalah yang harus melakukan eksploitasi materi sejak awal. Dalam tahapan yang disajikan Humel guru mempunyai peran sebagai pengantar pemahaman dan fasilitator dalam melakukan penarikan kesimpulan sedangkan oleh Aunurrahman guru hanya sebagai fasilitator dan penyemangat dalam proses pembelajaran tanpa memberikan deskripsi materi siswalah yang sejak awal aktif dalam kegiatan eksploitasi materi. Dalam pembelajaran menulis narasi di sekolah dasar peneliti menerapkan beberapa tahap pembelajaran menulis narasi menggunkan model sinektik, yakni (1) guru menjelaskan tentang konsep menulis narasi, (2) siswa diberi tayangan film animasi sebagai contoh cerita narasi yang kemudian disuruh dianalogikan cerita yang ada dalam film itu ke dalam kehidupan sehari hari mereka, (3) guru dan siswa menyeleksi hasil analogi yang telah dilakukan, (4) hasil anologi itu kemudian dijadikan landasan untuk menyusun karangan narasi. Joyce, Weil, dan Calhoun (2009: 257) menyatakan ada dua strategi dari metode pembelajaran sinektik, yaitu strategi pembelajaran untuk menciptakan sesuatu yang baru (creating something new) dan strategi pembelajaran untuk melazimkan terhadap sesuatu yang masih asing (making the strange familiar). Adapun pelaksanaan kedua metode tersebut akan dijelaskan dalam tabel berikut ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
Tabel 6. Strategi Sinektik I: Menciptakan Sesuatu yang Baru Tahap Pertama:
Tahap Kedua:
Mendeskripsikan kondisi nyata pada
Analogi langsung
saat itu. Guru mengharapkan siswa Siswa
mengajukan analogi langsung,
mampu mendeskripsikan situasi atau memilih salah satu, dan menjelaskan topik sebagaimana yang dilihat pada lebih lanjut saat itu Tahap Ketiga:
Tahap Keempat:
Analogi personal
Konflik padat
Siswa
melakukan
analogi Siswa membuat deskripsi sesuai tahap I
sebagaimana yang mereka pilih pada dan II, dan mengembangkan konflik tahap kedua
padat, dan memilih salah satu
Tahap Kelima:
Tahap Keenam:
Analogi langsung
Uji coba terhadap tugas semula
Siswa
mengembangkan
dan Guru meminta siswa meninjau kembali
menyeleksi analogi langsung lainnya tugas semula dan menggunakan analogi berdasarkan analogi konflik padat
terakhir
dan
atau
pengalaman sinektik
commit to user
memasukkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
Tabel 7. Strategi Sinektik II: Melazimkan Sesuatu yang Asing Tahap Pertama:
Tahap Kedua:
Input Substantif
Analogi Langsung
Guru memberi informasi topik baru
Guru mengajukan analogi langsung dan meminta siswa mendeskripsikan analogi tersebut
Tahap Ketiga:
Tahap Keempat:
Analogi Personal
Membandingkan Analogi
Guru meminta siswa membuat analogi Siswa mengidentifikasi dan personal
Menjelaskan butir-butir yang sama di antara materi sedang dibahas dan analogi langsung
Tahap Kelima:
Tahap Keenam:
Menjelaskan berbagai perbedaan
Eksplorasi
Siswa
menjelaskan
analogi-analogi Siswa menjelaskan kembali topik semula
yang salah atau berbeda
menurut bahasanya sendiri
Tahap Ketujuh: Memunculkan Analogi Baru
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
4. Hakikat Film Animasi sebagai Media Pembelajaran a. Pengertian Media Pembelajaran Sri Anitah (2008:1) mendefinisikan media pembelajaran sebagai sesuatu yang mengantarkan pesan pembelajaran antara pemberi pesan dengan penerima pesan. Pendapat Sri Anitah hanya mendefinisikan media pembelajaran sebagai fasilitas belajar yang mempermudah dalam menyampaikan materi tidak memperhatikan dampak, pengiring lain. Sejalan dengan pendapat Sri Anitah, Yudi Munadi (2010:7-8) mengatakan bahwa media pembelajaran dapat dipahami sebagai segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif dimana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efektif dan efisien. Pendapat Yudi Munandi ini lebih luas daripada pendapat Sri Anitah. Selain dipandang sebagai fasilitas dalam menyampaikan materi juga media pembelajaran mampu mendukung terciptanya proses pembelajaran yang kondusif, efektif, dan efisien. Pendapat Azhar Arsyad (2011: 4-5) mendukung pernyataan di atas. Ia berpendapat bahwa media pembelajaran adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung meteri instruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Pendapat Azhar Arsyad ini sama dengan pendapat Yudhi Munandi. Media pembelajaran merupakan fasilitas sekaligus perangsang motivasi siswa dalam belajar. Dari uraian tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa media pembelajaran adalah sesuatu yang dapat mempermudah komunikasi antara pelajar dan pengajar agar hasilnya membaik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
b. Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran Hamalik (dalam Azhar Arsyad, 2011: 15) mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses
belajar
mengajar dapat
membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Hamalik berpendapat bahwa media pembelajaran sangat berpengaruh pada psikologi siswa, diantaranya meningkatkan minat dan motivasi. Ia hanya bertumpu pada siswa tanpa melihat manfaat yang lain dalam proses pembelajaran. Pendapat di atas dikuatkan dengan pendapat Arief S. Sadiman (2007: 13) bahwa media pendidikan sebagai salah satu sumber belajar yang dapat membantu mengatasi perbedaan gaya belajar, minat, intelegensi, keterbatasan daya ingat, cacat tubuh atau hambatan jarak geografis, jarak waktu, dan lainlain. Pendapat Arief S. Sadiman ini juga menitikberatkan manfaat media pembelajaran pada siswa. Ia seakan mengemukakan bahwa hadirnya media pembelajaran manfaatnya hanya dapat dirasakan oleh siswa, tanpa berpengaruh pada faktor pembelajaran yang lain. Azhar Arsyad (2011: 25-27) menyatakan beberapa manfaat media pembelajaran, antara lain (1) dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga dapat memperlancar dan hasil belajar, (2) dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak, (3) dapat mengatasi kekurangan ruang dan waktu, dan (4) dapat memberikan kesamaan pengalaman belajar kepada siswa tentang lingkungan-lingkungan dan peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka. Pendapat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
Azhar Arsyad ini lebih lengkap, selain memberikan manfaat pada psikologi siswa, media pembelajaran juga berpengaruh pada kelancaran proses belajar baik dari kefektifan waktu maupun kekondusifan lingkungan belajar.
Manfaat media bagi pengajar, yaitu: (1) memberikan pedoman, arah untuk mencapai tujuan; (2) menjelaskan struktur dan urutan pengajaran secara baik; (3) memberikan kerangka sistematis mengajar secara baik; (4) memudahkan kendali pengajar terhadap materi pelajaran; (5) membantu kecermatan, ketelitian dan penyajian materi pelajaran; (6) membangkitkan rasa percaya diri pengajar; dan (7) meningkatkan kualitas pengajaran. Manfaat media pembelajaran bagi pembelajar, yaitu: (1) meningkatkan motivasi belajar; (2) memberi dan meningkatkan variasi belajar; (3) memberi struktur materi pelajaran dan memudahkan belajar; (4) merangsang pembelajaran untuk berpikir kritis dan beranalisis; (5) menciptakan kondisi dan situasi belajar tanpa tekanan; dan (6) dapat memahami materi pelajaran secara sistematis (Hujair AH Sanaky, 2010: 5).
Berdasar pengamatan pada pendapat para ahli sebelumnya, sekiranya pendapat Hujair AH Sanaky ini lebih lengkap. Selain media pembelajaran bermanfaat pada pembelajar juga bermanfaat pada pengajar. Bagi pengajar, dapat mempermudah menyampaikan materi sehingga pembelajaran dapat berjalan efektif dan efisien yang membuat tujuan pembelajaran mudah untuk diwujudkan. Bagi pembelajar, media pembelajaran dapat meningkatkan motivasi, minat, dan kemampuan berpikir mereka sehingga dapat memahami materi secara sistematis.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
Bedasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran berfungsi sebagai sarana memotivasi belajar siswa, mempermudah proses belajar-pembelajaran, menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan, dan mengatasi masalah-masalah keterbatasan waktu dan tempat. c. Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran Proses penerapan media pembelajaran dalam kelas harus memperhatikan beberapa faktor yang melingkupi proses pembelajaran itu agar media pembelajaran benar-benar membantu proses pembelajaran tidak malah mempersulit proses pembelajaran. Yudhi Munadi (2010: 187) mengungkapkan kriteria-kriteria yang menjadi fokus dalam pemilihan media pembelajaran antara lain karakteristik siswa, tujuan pembelajaran, bahan ajar, karakteristik medianya itu sendiri, dan sifat pemanfaatan media. Yudhi Munandi menyarankan yang menjadi kriteria pemilihan media pembelajaran meliputi aspek siswa, materi pembelajaran, tujuan pembelajaran, dan media pembelajaran itu sendiri. Sementara itu, Arief S. Sadiman dkk (2007: 83) mengemukakan kriteria pemilihan media harus dikembangkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, kondisi dan keterbatasan yang ada dengan mengingat kemampuan dan sifat-sifat khususnya (karakteristik) media yang bersangkutan. Jika Yudhi Munandi menyendirikan antara aspek siswa, bahan ajar, dan tujuan pembelajaran maka Arief S. Sadiman dkk menggabungkan ketiga unsur tersebut menjadi satu unsur yakni kondisi dan keterbasan yang ada di lingkungan pembelajaran yang menyangkut siswa, guru, serta tujuan dan bahan ajar.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
Selain hal-hal di atas, Hujair AH Sanaky menambahkan metode pembelajaran menjadi pertimbangan dalam kriteria memilih media. Dalam buku berjudul Media Pembelajaran Hujair AH Sanaky (2011: 6) mengungkapkan keterkaitan antara media pembelajaran dengan tujuan, materi, metode, dan kondisi pembelajar, harus menjadi perhatian dan pertimbangan pengajar untuk memilih dan menggunakan media dalam proses pembelajaran di kelas. Azhar Arsyad (2011: 75-76) secara lebih terperinci menyebutkan kriteria pemilihan media pembelajaran, antara lain: (1) sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, (2) tepat untuk mendukung isi pelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip, atau generalisasi, (3) praktis, luwes, dan bertahan, (4) guru terampil menggunakannya, (5) pengelompokan sasaran, dan (6) mutu teknis. Dalam memberikan kriteria pemilihan media, Azhar Arsyad lengkap daripada para ahli sebelumnya. Azhar Arsyad memperhatikan dari segi tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, karakter media yang digunakan, mutu dan ketahanan media pembelajaran, keadaan siswa, hingga
kemampuan guru dalam
menggunakan media. Secara khusus Wittich dan Schuller (1990: 234-236) menginstruksikan kriteria film sebagai media pembelajaran dengan mengungkapkan beberapa hal yaitu film memiliki berbagai format, reputasi produsen penting dalam memilih film, maksud dan tujuan pembuatan film penting, tingkat usia film ditujukan juga penting, deskripsi singkat tentang isi dari sebuah film akan menjadi isyarat yang berharga dalam membuat keputusan tentang menggunakan film.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
d. Media Film Animasi sebagai Media Pembelajaran Media film
merupakan salah satu jenis media audio-visual. Dengan
media audio visual siswa tidak hanya melihat materi ataupun mendengar materi secara
terpisah, tetapi siswa dapat melihat gambar dengan mendengarkan
penjelasan sekaligus. Media film merupakan alat yang ampuh sekali di tangan orang yang mempergunakan secara efektif untuk sesuatu maksud terutama sekali terhadap masyarakat kebanyakan dan juga anak-anak yang lebih banyak menggunakan aspek emosinya dibanding aspek rasionalnya (Yudhi Munandi, 2010: 114). Azhar Arsyat (2011: 49) berpendapat bahwa film atau gambar hidup merupakan
gambar-gambar
dalam
frame
dimana
frame
demi
frame
diproyeksikan melalui lensa proyektor secara mekanis sehingga pada layar terlihat gambar itu hidup. Film bergerak dengan cepat dan bergantian secara mekanis sehingga pada layar terlihat gambar itu hidup. Gambar hidup (film) (Hujair AH Sanaky, 2010: 45) adalah rangkaian gambar yang dapat diproyeksikan ke layar dengan kecepatan tertentu. Rangkaian suatu gambar dan suara yang menampilkan cerita dan gambar yang mudah dipahami. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa film adalah gambar yang menampilkan cerita diproyeksikan dengan kecepatan tertentu sehingga memudahkan gambar dan cerita itu mudah dipahami. Kata animasi berasal dari bahasa latin animare yang berarti ‘meniupkan hidup ke dalam’. Dalam bahasa Inggris disebut animation yang berarti ilusi dari gerakan. Dalam bahasa Indonesia animasi lazim disebut film kartun (Ranang,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
Basendar, dan Asmoro, 2010: 9). Wittich dan Schuller (1990: 228) menjelaskan animasi adalah metode simulasi yang nyaman pada saat film sulit atau tidak mungkin untuk memotret sebuah kejadian. Jadi menurutnya animasi adalah alternatif untuk memunculkan media pembelajaran saat media pembelajaran yang asli sulit diwujudkan. Mayer dan Moreno (2002: 88) menyatakan bahwa animasi merupakan penyajian gambar yang sangat menarik. Animasi mengacu pada salah satu gambar hidup. Dalam animasi terdapat tiga komponen penting, yakni (1) gambaran, berarti animasi adalah sajian berupa gambar, (2) gerakan, berarti gerakan yang ada dalam animasi melukiskan gerakan nyata, dan (3) menirukan, berarti animasi diciptakan sebagai simulasi keadaan nyata. Dari uraian tentang film dan animasi di atas dapat dikolaborasikan bahwa film animasi adalah serangkaian gambar yang digerakkan secara cepat sehingga menimbulkan ilusi gerakan. Yudhi Munandi (2010:117-119) menyebutkan bahwa film
untuk
konteks pembelajaran mempunyai banyak jenis bervariatif, diantaranya: film dokumenter, film
dokudrama, serta film
drama dan semidrama. Film
dokumenter menurut Heinich dkk (dalam Yudhi Munandi, 2010:117) adalah film
yang dibuat berdasarkan fakta dan bukan fiksi dan bukan pula
memfiksikan yang fakta. Film dokudrama adalah film -film dokumenter yang membutuhkan pengadegan (Yudhi Munandi, 2010:118). Film
drama dan
semidrama, kedua melukiskan human relation. Tema-temanya bisa dari kisah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
nyata dan bisa juga tidak yakni nilai-nilai kehidupan yang kemudian diramu menjadi sebuah cerita (Yudhi Munandi, 2010:118). Ranang, Basendar, dan Asmoro, (2010: 44-49) menyebutkan bahwa animasi terbagi menjadi tiga jenis, yaitu animasi diam, animasi tradisional, dan animasi komputer. Animasi diam adalah animasi yang sering menggunakan tanah liat (clay) sebagai objek yang digerakkan. Animasi tradisional adalah gambar-gambar dua dimensi yang dikerjakan pada celluloid transparent. Animasi komputer adalah animasi yang secara keseluruhan dikerjakan dengan komputer dan objeknya diperlihatkan secara tiga dimensi. Dalam pembelajaran menulis narasi digunakan film animasi jenis komputer dengan variasi drama atau semidrama. Film yang digunakan merupakan film berdurasi pendek dengan satu tema atau satu bagian pembahasan. Penggunaan film jenis drama atau semidrama digunakan karena diharapkan mampu mengantarkan imajinasi siswa untuk menulis. Durasi film yang pendek diharapkan tidak banyak menyita waktu. Selain itu, penggunaan satu tema cerita agar imajinasi siswa tidak terlalu meluas dan tidak terkendali. Azhar Arsyad (2011: 49-50) mengemukakan keuntungan penggunaan film dalam pembelajaran antara lain: (1) dapat melengkapi pengalamanpengalaman dasar dari siswa ketika mereka membaca, berdiskusi, berpraktik, dan lain-lain; (2) dapat menggambarkan suatu proses secara tepat yang dapat disaksikan secara berulang-ulang jika dipandang perlu; (3) mendorong dan meningkatkan motivasi; (4) menanamkan sikap dan segi-segi afektif lainnya; (5) mengandung
nilai-nilai positif dapat
commit to user
mengundang pemikiran dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
pembahasan dalam kelompok siswa; (6) dapat menyajikan peristiwa yang berbahaya jika dilihat langsung, seperti lahar gunung berapi atau perilaku binatang buas; (7) dapat ditunjukkan kepada kelompok yang heterogen atau perorangan; (8) dengan kemampuan dan teknik pengambilan gambar frame demi frame, film yang dalam kecepatan normal memakan waktu satu minggu dapat ditampilkan dalam satu atau dua menit. Berdasarkan pendapat Azhar Arsyad media film yang juga disetarakan dengan media video karena sama-sama bersifat audio visual memliki beberapa kelebihan. Menurutnya film mampu meningkatkan minat dan motivasi siswa, mempermudah pemahaman materi, memperluas pengalaman, dapat digunakan secara berulang-ulang, dan dapat diterapkan dalam pembelajaran kelompok maupun individu. Arief S. Sadiman, dkk (2008: 68-69) juga mengemukakan keunggulankeunggulan film antara lain: (1) merupakan suatu denominator belajar yang umum; (2) sangat bagus untuk menerangkan suatu proses; (3) dapat menampilkan kembali masa lalu dan menyajikan kembali kejadian-kejadian sejarah yang lampau; (4) dapat mengembara dengan lincahnya dari satu negara ke negara lain, horizon menjadi amat besar, dapat dibawa masuk kelas; (5) dapat menyajikan baik teori maupun praktik dari yang bersifat umum ke yang khusus atau sebaliknya; (6) dapat mendatangkan seorang ahli dan memperdengarkan suaranya di kelas; (7) dapat menggunakan teknik-teknik seperti warna, gerak lambat, animasi, dan sebagainya untuk menampilkan butir-butir tertentu; (8) memikat perhatian anak; (9) lebih realistis, dapat diulang-ulang, dihentikan, dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
sebagainya sesuai dengan kebutuhan; (10) dapat mengatasi keterbatasan daya indra kita (penglihatan); dan (11) dapat merangsang atau memotivasi kegiatan anak-anak. Pendapat Arief S. Sadiman, dkk di atas ada beberapa kemiripan dengan pendapat Azhar Arsyad. Perbedaan kedua pendapat di atas hanya penambahan pada manfaat media film dapat menghilangkan kesenjangan antara siswa yang mempunyai kemampuan tinggi dengan yang rendah dengan penyebutan denominator. Berdasarkan pendapat kedua ahli di atas dapat memperkuat alasan penelitian ini bahwa pemilihan media film dalam pembelajaran narasi dapat meningkatkan minat dan motivasi siswa, meningkatkan daya imajinasi siswa, menghilangkan kesenjangan antara siswa yang memiliki kemampuan belajar yang tinggi dengan yang rendah, dan meningkatkan pemahaman siswa tentang konsep menulis narasi.
5. Penerapan Model Pembelajaran Sinektik dan Media Film Animasi dalam Pembelajaran Menulis Narasi Siswa Menurut Godon (dalam Joyce, Weil, dan Calhoun, 2009: 257) ada dua strategi atau model pengajaran yang didasarkan pada prosedur-prosedur sinektik. Pertama, membuat sesuatu menjadi baru (creating something new), dirancang untuk membuat hal-hal yang familiar menjadi asing, untuk membantu siswa melihat masalah-masalah, gagasan-gagasan, dan hasil-hasil yang lama dengan cara yang baru, pandangan yang lebih kreatif. Kedua, membuat yang asing
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
menjadi familiar (making the strange familiar) dirancang untuk membuat gagasan yang baru dan tidak familiar menjadi lebih bermakna. Kedua prosedur tersebut berbeda disesuaikan dengan tujuannya. Berdasarkan kajian teori yang ada, pembelajaran menulis narasi ini menggunakan strategi pertama, yakni membuat sesuatu menjadi baru. Strategi ini membantu siswa melihat sesuatu yang biasa dengan cara-cara yang tidak biasa. Dengan menggunakan strategi ini kreativitas siswa akan muncul. Siswa akan tertarik untuk menuliskan pengalaman pribadi mereka dalam karangan narasi dengan cara dan gaya bahasa yang lebih kreatif. Berikut ini akan dijelaskan satusatu struktur pengajaran sinektik dengan strategi membuat sesuatu menjadi baru dalam pembelajaran menulis narasi dengan menggunakan media film animasi. a. Mendeskripsikan situasi saat ini Guru meminta siswa mendeskripsikan situasi atau topik yang mereka lihat saat ini. Pada awalnya dipilihlah tema “Hari Raya” karena disesuaikan dengan film animasi yang diputarkan oleh guru. Siswa dan guru kemudian menyebutkan hal-hal yang mereka rasakan saat situasi lebaran, mulai dari kegiatannya, orangorang yang ditemui, makanan yang dimakan, sampai barang-barang yang dipakai. b. Analogi langsung Guru
dan
siswa
setelah
mengemukakan
keadaan
menemukan
permasalahan yakni merasa monoton dalam penceritaan. Guru kemudian meminta siswa mengajukan analogi langsung agar penceritaan lebih menarik dan kreatif.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
c. Analogi personal Guru meminta siswa membuat analogi personal. Dalam kegiatan ini masih dibantu dengan film animasi yang ditampilkan. Para siswa disuruh memilih dari tokoh yang disampaikan, dia memilih yang mana. Setelah itu, dia menceritakan dalam tokoh itu apa yang ia rasakan dan ia lakukan. Guru mengendalikan proses analogi agar para siswa tidak keluar dari perannya. d. Konfllik padat Guru dan siswa kemudian mengeksploitasi kata-kata yang bertentangan yang berhubungan dengan peristiwa hari lebaran. Kata-kata ini misalnya keramaian yang sepi, kekurangan tapi bahagia, jauh tapi dekat, dan lain-lain. Konflik padat ini akan membantu siswa untuk menyusun karangan dengan menarik karena menambah kosakata dan bahan pembicaraan. e. Analogi langsung Siswa mengadakan analogi langsung yang kedua dengan menganalogikan lebaran seperti saat merayakan kemenangan sebuah permainan yang mereka lakukan. Siswa laki-laki biasanya menganalogikan seperti saat memenangkan permainan sepak bola. Anak perempuan menganologikan lebaran seperti saat memainkan permainan monopoli. Guru membebaskan siswa untuk memilih analogi yang mereka inginkan asal benar-benar mereka mampu menghayati dan sering dilakukan serta menghasilkan sesuatu yang kreatif. f. Memeriksa kembali tugas awal Guru kemudian mengajak melakukan perbandingan-perbandingan kembali pada tugas awal. Guru mengajak siswa untuk memilih perbandingan-
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
perbandingan itu yang paling sesuai untuk siswa. Setelah itu mengantarkan siswa membuat karangan dengan menggunakan analogi yang telah mereka lakukan.
6. Penerapan Model Pembelajaran Sinektik dan Media Film Animasi Dapat Meningkatkan Kualitas Proses Pembelajaran Menulis Narasi Siswa Proses pembelajaran merupakan salah satu komponen system pendidikan yang dapat menentukan keberhasilan pembelajaran dan mutu pendidikan. Oleh kareena itu, untuk mendapatkan mutu pendidikan yang baik diperoleh proses pembelajaran yang berkualitas pula (Nana Syaodih Sukmadinata, dkk. 2006: 7). Menurut Permendiknas nomor 14 tahun 2007 proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Pembelajaran
yang
berkualitas
dapat
terwujud
menurut
Furqon
Hidayatullah (2009: 152) diperlukan Susana pembelajaran yang memadai. Suasana ini menyebabkan baik guru maupun murid merasa nyaman untuk belajar. Untuk mewujudkan suasana pembelajaran yang baik, setidak-tidaknya ada tiga indikator, yaitu: 1) menyenangkan atau membahagiakan, 2) lingkungan kondusif (fisik dan nonfisik), dan 3) layanan dan penampilan prima. Suasana pembelajaran hendaknya bukan hanya mentransfer pengetahuan (knowledge) dari guru kepada peserta didik, tetapi melakukan pendidikan dalam arti keseluruhan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
Selain itu menurut Furqon Hidayatullah (2009: 155-163) pembelajaran yang berkualitas setidak-tidaknya memiliki beberapa indikator, yaitu sebagai berikut. Pertama, pembeajaran yang menantang. Pembelajaran yang menantang atau pembelajaran yang memberikan tantangan kepada peserta didik untuk melakukan dan menyelesaikan, akan membuat anak: muncul rasa ingin tahu, ingin mencoba, ingin melakukan, ingin menyelesaikan tugas guru, ataupun ingin menyelesaikan masalah. Kedua, pembelajaran yang menyenangkan. Pembelajaran sebaiknya diselenggarakan secara menyenangkan. Pembelajaran yang menyenangkan akan mendorong peserta didik untuk belajar dan menyebabkan peserta didik tertarik terhadap pembelajaran tersebut. Agar pembelajaran dapat menyenangkan peserta didik, guru harus pandai-pandai mengemas sehingga peserta didik tertarik pada pembelajaran tersebut. Salah satu upayanya adalah guru memiliki metode pembelajaran yang bervariasi. Ketiga, pembelajaran yang mendorong eksplorasi. Pembelajaran yang disajikan dengan menyenangkan dan menantang akan menyebabkan peserta didik terdorong untuk mengeksploitasi dan mengembangkan sendiri pembelajaran yang telah disajikan guru sebagai tindak lanjutnya. Keempat, pembelajaran yang memberi pengalaman sukses. Pembelajaran yang berkualitas harus mampu memberikan pengalaman sukses kepada peserta didiknya.
Pengalaman
sukses
yang
dimaksud
adalah
adanya
perasaan
menyenangkan dan membanggakan dari peserta didik sebagai akibat telah berhasil menyelesaikan
atau
memecahkan
sesuatu.
commit to user
Pengalaman
sukses
akan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
menumbuhkan percaya diri. Pengalaman sukses juga akan menumbuhkan motivasi peserta didik untuk belajar lebih lanjut. Kelima,
pembelajaran
yang
mengembangkan
kecakapan
berpikir.
Pembelajaran yang berkualitas akan berdampak pada pengembangan kecakapan berpikir. Kemampuan berpikir akan berdampak pada kreativitas peserta didik. Oleh karena itu, pembelajaran yang disajikan kepada peserta didik harus dikemas sedemikian rupa sehingga mampu merangsang peserta didik untuk berpikir. Nunan dan Lamb (1996: 9) menyatakan bahwa pembelajaran yang baik, yaitu pertama, pembelajaran yang berpusat kepada peserta didik dimana pendidik melibatkan peserta didik dalam proses pembelajaran. Kedua, meningkatkan pembelajaran bagi peserta didik. Ketiga, membuat pembelajaran menarik yang berdasar
pada
tugas-tugas
yang
berkesinambungan.
Brown (2008:
20)
mengungkapkan dalam pembelajaran bahasa, guru tidak sekadar memperkenalkan kaidah, pola, definisi, dan pengetahuan lain tentang bahasa, tetapi juga mengajar para siswa untuk berkomunikasi secara lugas, spontan, dan bermakna pada bahasa kedua. Menurut Enco Mulyasa (2006: 101) dari segi proses, pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruh atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%) peserta didik terlibat aktif, baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran, di samping menunjukkan kegairahan belajar yang tinggi, semangat belajar yang besar, dan rasa percaya diri sendiri. Pada subbab sebelumnya telah disampaikan bahwa proses pembelajaran yang berkualitas adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa, siswa harus berperan aktif dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
pembelajaran, memiliki kesungguhan untuk memahami konsep, dan mempunyai motivasi yang tinggi dalam belajar sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan agen pembelajaran yang mendukung pengembangaan potensi siswa serta merancang pembelajaran agar berada dalam suasana menyenangkan. Kualitas
proses
pembelajaran di atas
dapat
diwujudkan dengan
memperhatikan beberapa faktor pendukung pembelajaran. Faktor pendukung tersebut berasal dari dalam maupun dari luar diri siswa. Faktor luar diri siswa adalah faktor yang lebih mudah untuk diubah. Faktor luar yang memberi dukungan besar dalam pembelajaran adalah model dan media pembelajaran. Model pembelajaran yang merupakan cara untuk mengajar memberikan pengaruh besar pada keberhasilan penyampaian materi. Model pembelajaran yang tepat akan mampu memperlancar proses belajar begitu pula sebaliknya. Media pembelajaran merupakan sarana untuk mempermudah proses pembelajaran. Bardasarkan kajian teoretik sebelumnya telah disebutkan bahwa model pembelajaran sinektik dan media pembelajaran film animasi sesuai untuk mendukung meningkatkan kualitas proses pembelajaran. Berikut ini akan dijelaskan peranan model pembelajaran sinektik dan media pembelajaran film animasi dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran. 1. Kedisiplinan Siswa Model pembelajaran sinektik dan media film animasi dapat membantu guru untuk mengendalikan aktivitas siswa dengan menyenangkan. Model pembelajaran sinektik yang mengajak siswa berpikir kreatif secara runtut mengajarkan pada siswa bahwa kreativitas tidak langsung membuat orang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
keluardari jalur yang telah ditentukan. Proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran sinektik yang menerapkan struktur analogi yang berurutan membuat siswa mengikuti proses itu dengan disiplin. Model
pembelajaran
sinektik
juga
mengajarkan
siswa
untuk
mempersiapkan diri sebelum melakukan aktivitas belajar sehingga membuat siswa siap mengikuti pembelajaran sebagai salah satu indikator kedisiplinan siswa dalam belajar. Media pembelajaran yang menarik mampu mengendalikan perilaku siswa sehingga siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan tertib. Salah satu media pembelajaran yang menarik perhatian siswa adalah media film animasi yang tingkat kesulitan maupun tampilannya sesuai dengan keadaan siswa sekolah dasar. 2. Motivasi siswa Menurut beberapa ahli, motivasi belajar siswa ditentukan oleh faktor dari dalam dan dari luar siswa. Faktor dari luar bisa dipengaruhi dengan penerapan model dan media pembelajaran yang menarik. Model pembelajaran sinektik mampu memberikan daya tarik siswa untuk mengikuti pembelajaran menulis narasi. Hal ini dikarenakan model pembelajaran sinektik mengajarkan kepada siswa untuk berpikir kreatif dengan cara yang cukup mudah diikuti melalui aktivitas analogi yang diterapkan. Selain itu, model pembelajaran sinektik merupakan model pembelajaran yang jarang diterapkan oleh guru sehingga merupakan hal baru yang ditemukan siswa. Bagi siswa, hal-hal yang baru akan lebih menarik perhatian mereka. Rasa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
kertertarikan ini akan membuat siswa termotivasi untuk mengikuti pembelajaran menulis narasi. Media film animasi juga berpengaruh dalam meningkatkan motivasi belajar siswa. Film animasi merupakan film yang paling sesuai dengan pribadi ana-anak sehingga anak-anak suka menontonnya. Dengan penggunaan film animasi
selain
mempermudah
visualisasi
juga
membuat
pembelajaran
menyenangkan. Para siswa akan merasa belajar itu menyenangkan seperti mereka melihat film di rumah. Rasa senang dan menarik inilah yang perlu diciptakan dalam proses pembelajaran sehingga siswa mempunyai motivasi yang besar saat belajar. 3. Keaktifan Siswa Keaktifan siswa dapat ditingkatkan dengan penerapan model pembelajaran sinektik dan penggunaan media film animasi pada pembelajaran menulis narasi. Model pembelajaran sinektik yang mengajarkan berpikir kreatif dengan menerapkan analogi secara runtut dan mudah menuntut keaktifan siswa untuk berpikir sehingga membantu siswa untuk aktif dalam pembelajaran. Media pembelajaran film animasi yang menarik minat siswa merangsang siswa untuk berpikir aktif dan menganalogikan isi film ke dalam kehidupan nyata mereka.
7. Penerapan Model Pembelajaran Sinektik dan Media Film Animasi Dapat Meningkatkan Kemampuan Menulis Narasi Siswa Menurut Burhan Nurgiyantoro (2010: 427) kemampuan menulis siswa dapat diwujudkan dengan hasil karya mereka. Kualitas tulisan yang dihasilkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
dengan menilai isi dan strukutur penulisan yang melingkupinya. Model pembelajaran sinektik yang dirancang untuk meningkatkan keativitas siswa mampu mendorong siswa untuk membuat karangan narasi dengan lebih variatif. Model pembelajaran sinektik membantu siswa untuk berpikir kreatif menuangkan gagasan dalam karangan tidak monoton. Siswa mampu menulis narasi dengan kosa kata yang bervariasi, tata kalimat yang baik, dan tema yang beragam. Selain itu, model sinektik juga mampu memberikan rangsangan siswa untuk menggunakan kosakata yang variatif dengan penerapan konflik padatnya. Proses analogi langsung dan analogi personalnya mampu membimbing siswa untuk berpikir secara runtut dan menuangkan gagasan dengan lebih ekspresif dan menarik. Media film animasi yang digunakan mampu membatu siswa untuk meningkatkan daya imajinasi siswa. Media ini juga memberikan bantuan kepada siswa saat melakukan proses analogi langsung maupun analogi personal. Secara singkat model pembelajaran sinektik dan media film animasi dapat meningkatkan kemampuan menulis narasi siswa. Hal ini diwujudkan dengan meningkatkan
daya
imajinasi siswa,
peningkatan
kosakata,
peningkatan
kreativitas siswa, dan kemudahan siswa dalam menuangkan gagasan ke wujud tulisan.
B. Penelitian yang Relevan Penyusunan penelitian ini melakukan kajian terhadap penelitian yang relevan. Hal ini dilakukan agar tidak ada dugaan duplikasi dan untuk menambah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
kedalaman materi. Hasil penelitian tindakan mengenai peningkatan kemampuan menulis diungkapkan oleh Marsden dan Piggot-Irvine (2012: 30-47) dalam Australasian Journal of Educational Technology yang berjudul “Using Blogging and Laptop Computers to Improve Writing Skills on A Vocational Training Course”. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa penggunaan blog dapat meningkatkan kualitas menulis siswa kelas tiga jurusan otomotif, selain itu juga mendorong peningkatan kualitas proses menulis. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian tesis ini adalah terletak pada variabel metode dan media pembelajarannya. Penelitian ini menggunakan media blog dan laptop sedang penelitian tesis ini menggunakan media film . Metode pembelajaran dalam penelitian ini menggunakan metode drill sedangkan tesis ini menggunakan metode sinektik. Adapun persamaannya terdapat pada metode penelitiannya, yakni penelitian tindakan kelas. Selain itu, kedua penelitian ini sama-sama menggunakan variabel menulis. Penelitian mengenai peningkatan kemampuan menulis narasi juga dilakukan oleh Ruth Mei Fen Wong dan Khe Foon Hew (2010:1-17) dalam International Journal of Web-Based Learning and Teaching Technologies. Penelitian ini meneliti tentang pengaruh penggunaan blog dan kerangka dalam kemampuan menulis narasi pada siswa kelas lima sekolah dasar. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan nilai yang signifikan dalam ukuran sedang antara kedua nilai menulis narasi. Nilai menulis narasi menggunakan blog dan kerangka lebih tinggi daripada yang tidak menggunakan keduanya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
Perbedaan kedua penelitian ini terletak pada metode penelitiannya yang menggunakan metode studi kasus pada siswa kelas V sekolah dasar di Singapura, sedangkan penelitian tesis ini mengggunakan metode penelitian tindakan kelas pada siswa kelas V di SD Negeri 2 Pulutan Wetan. Persamaan kedua penelitian ini terletak pada salah satu variabelnya, yaitu menulis narasi dan objek penelitian sama-sama siswa kelas V sekolah dasar. Penelitian mengenai penggunaan metode sinektik dilakukan oleh Shreyashi
Paltasingh (2008) dalam E-journal of All India Association for
Educational Research (EJAIAER) yang diterapkan pada siswa kelas IX untuk meningkatkan kreativitas siswa. Penelitian ini menghasikan beberapa hal, yakni (1) ada perbedaan yang signifikan antara siswa yang diajar menggunakan model sinektik dengan yang diajar menggunakan model tradisional pada pembelajaran ilmu kehidupan pada peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa; (2) nilai kreativitas siswa yang diajar menggunakan model sinektik lebih tinggi daripada siswa yang diajar menggunakan model tradisional; (3) pelatihan kreativitas menggunakan model sinektik menghasilkan prestasi yang tinggi dalam ilmu pengetahuan; dan (4) kelompok eksperimental yang menggunakan model sinektik memperoleh kemajuan hasil pembelajaran yang lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Perbedaan penelitian ini dengan tesis ini terletak pada metode penelitian. Metode penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen sedangkan tesis ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas. Persamaannya terdapat salah satu variabel yang menggunakan metode/ model pembelajaran sinektik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
Penelitian tentang penggunaan model sinektik dalam pembelajaran dilakukaan juga oleh Prin. Dr. Rajendrakumar Patil (2012: 1-4) dalam Indian Streams Research Journal. Penelitian dilaksanakan pada siswa sekolah menengah. Penelitian ini menghasilkan beberapa hal, yakni: (1) tidak ada perbedaan yang signifikan antara kemampuan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol saat dilakukan pretes; (2) ada perbedaan yang signifikan antara kemampuan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol saat dilakukan postes; dan (3) selama percobaan dilakukan siswa menunjukkan ketertarikan belajar saat diajar menggunakan model sinektik. Perbedaan penelitian ini dengan tesis ini terletak pada metode penelitian. Metode penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen sedangkan tesis ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas. Selain itu subjek penelitian tersebut adalah siswa sekolah menengah sedangkan tesis ini menggunakan subjek penelitian siswa sekolah dasar. Persamaannya terdapat salah satu variabel yang menggunakan model pembelajaran sinektik. Penelitian mengenai metode sinektik lainnya juga dilakukan oleh Muh. Khalifah Mustami (2007: 173-184) dalam Jurnal Lentera Pendidikan. Penelitian ini memperoleh simpulan bahwa penggunaan model pembelajaran synectics dipadu mind maps memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan berpikir kreatif, sikap kreatif, dan penguasaan materi pelajaran pada siswa. Perbedaan penelitian ini dengan tesis ini terletak pada metode penelitian. Metode penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen sedangkan tesis ini
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
menggunakan metode penelitian tindakan kelas. Persamaannya terdapat salah satu variabel yang menggunakan metode/ model pembelajaran sinektik. Penelitian mengenai penggunaan film animasi dalam pembelajaran dilakukan oleh A.A. Eman dan F.K. Naglaa yang dimuat dalam World Journal of Sport Sciences (2010: 359-376). Penelitian ini diterapkan pada siswa sekolah senam yang berusia di bawah enam tahun. Penelitian menghasilkan penemuan bahwa siswa yang diajar menggunakan media film animasi menunjukkan motivasi yang tinggi dan kemampuan gerak senam yang lebih baik daripada siswa yang diajar menggunakan media buku panduan. Perbedaan penelitian ini dengan tesis ini terletak pada metode penelitian. Metode penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen sedangkan tesis ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas. Selain itu subjek penelitian tersebut adalah siswa berusia dibawah enam tahun sedangkan tesis ini menggunakan subjek penelitian siswa kelas V sekolah dasar yang berusia sekitar sepuluh tahun. Persamaannya terdapat salah satu variabel yang menggunakan media film animasi dalam proses pembelajarannya.
C. Kerangka Berpikir 1. Penerapan Model Pembelajan Sinektik dan Media Film Animasi untuk Meningkatkan Kualitas Proses Pembelajaran Menulis Narasi Siswa Siswa SD Negeri 2 Pulutan Wetan mengalami permasalahan belajar terutama di bidang pembelajaran menulis narasi. Hal ini dikarenakan siswa merasa bosan, tidak tertantang, kurang tertarik dengan pembelajaran, dan motivasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
belajar kurang yang membuat siswa enggan untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Selain dari faktor siswa juga dari faktor guru yang mengajar dengan model pembelajaran monoton yang membuat pembelajaran menulis narasi terasa sulit bagi siswa. Penggunaan media pembelajaran juga sangat minim bahkan hampir tidak digunakan. Hal ini membuat siswa enggan belajar sehingga kedisiplinan mereka rendah, motivasi belajar yang kurang, dan keaktivan belajar seakan tidak tercipta. Untuk mengatasi hal-hal di atas, guru perlu menerapkan suatu model pembelajaran yang menyenangkan. Model pembelajaran tersebut adalah model pembelajaran sinektik. Model pembelajaran ini dianggap memberikan kesenangan instan dalam proses pelatihan termasuk proses pembelajaran menulis yang cinderung merupakan pelatihan menulis. Melalui model pembelajaran ini siswa diajak menuangkan ide kreatif dengan cara yang ringan dan menyenangkan. Proses pembelajaran ini mengajak siswa beranalogi sehingga menulis dengan cara yang lebih menarik. Proses pembelajaran juga dibantu dengan media film animasi yang disesuaikan dengan perkembangan anak. Media ini diharapkan mampu menarik perhatian siswa dan mempermudah penerapan model pembelajaran sehingga siswa akan antusias mengikuti pelajaran, termotivasi mengikuti pelajaran, dan aktif dalam proses pembelajaran. Hal ini dikarenakan siswa merasa proses pembelajaran menulis merupakan aktivitas yang menyenangkan dan tidak monoton. Adapun alur kerangka berpikir ini dapat dilihat pada gambar berikut ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
Proses pembelajaran menulis narasi kurang efektif
Kedisiplinan siswa rendah
Motivasi siswa rendah
Keaktifan siswa rendah
metaforis
Model Sinektik
analogi
Media Film Animasi
Proses pembelajaran menulis Gambar 1. Alur Kerangka Berpikir Peningkatan Kualitas Proses Pembelajaran
2. Penerapan Model Pembelajan Sinektik dan Media Film Animasi untuk Meningkatkan Kemapuan Menulis Narasi Siswa SD Negeri 2 Pulutan Wetan mengalami kesulitan belajar terutama di bidang kemampuan menulis narasi. Hal ini dikarenakan siswa kesulitan menemukan gagasan yang ingin disampaikan atau ditulis, mengorganisasikan gagasan dengan kata-kata, memilih kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan gagasan yang telah dipilih, memulai mengungkapkan gagasan, dan mengakhiri atau menutup tulisan. Untuk mengatasi hal-hal di atas, maka guru dan peneliti mencoba untuk menerapkan model pembelajaran baru dalam pembelajaran menulis narasi. Model
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
pembelajaran tersebut adalah metode sinektik. Model sinektik yang dianggap cukup tepat dan baik diterapkan pada siswa sekolah dasar karena model pembelajaran
ini
memang
dirancang
khusus untuk
mengatasi
masalah
pembelajaran di bidang seni berpikir kreatif terutama untuk kegiatan menulis. Selain itu, model ini cocok jika diterapkan pada anak usia sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP). Melalui model ini siswa dapat menuangkan gagasan dengan baik karena alur berpikir kreatif mereka dituntun untuk dituangkan dalam bentuk bahasa metafora secara runtut dan menggunakan analogi yang disukai siswa. Selain itu, model ini juga menuntun siswa untuk memilih kata-kata yang sesuai dan lebih ekspresif. Dengan sistem ini siswa tidak akan kesulitan menuangkan gagasannya dengan kreatif, sehingga kemampuan menulis narasi meningkat. Proses imajinatif dan berpikir kreatif siswa dapat dibantu dengan adanya media film animasi. Dengan media film animasi diharapkan mampu mempercepat menggiring siswa untuk berimajinasi dengan menggunakan kata-kata yang kreatif. Adapun alur kerangka berpikir ini dapat dilihat pada gambar berikut ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
Pembelajaran menulis narasi kurang berhasil
Kesulitan mengorganisasikan gagasan
metaforis
kesulitan memilih diksi yang tepat
Model Sinektik
Media
analogi
Film
Hasil pembelajaran menulis narasi meningkat
Gambar 2. Alur Kerangka Berpikir Peningkatan Kemampuan Menulis Narasi
D. Hipotesis Tindakan Penerapan metode pembelajaran sinektik meningkatkan pembelajaran bahasa Indonesia yang berhubungan dengan menulis narasi. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut. 1. Penggunaan model pembelajaran sinektik dan media film animasi dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran menulis narasi. 2. Penggunaan
model pembelajaran sinektik dan media film animasi dapat
meningkatkan kemampuan menulis narasi pada siswa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi yang dipilih dalam penelitian ini adalah kelas V SD Negeri 2 Pulutan Wetan Wuryantoro Wonogiri. Pemilihan tempat itu didasarkan pada pertimbangan (1) di lokasi terjadi permasalahan mengenai pembelajaran menulis narasi, (2) lokasi dekat dengan peneliti, dan (3) peneliti sudah kenal dekat dengan guru sehingga lebih mudah untuk melakukan kolaborasi. Tahap persiapan hingga tahap pelaporan, penelitian ini membutuhkan waktu kurang lebih enam bulan. Waktu terhitung sejak awal Juli 2012 hingga pertengahan Desember 2012. Rincian jadwal kegiatan penelitian tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 8. Rincian Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian No
Kegiatan
Bulan Juli
Agust
Sept.
Persiapan proposal dan Instrumen Perizinan Pelaksanaan penelitian Analisis data Penyusunan laporan
commit to user
Okt
Nov.
Des.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
B. Pendekatan Penelitian Penelitian ini berbentuk penelitian tindakan kelas (classroom action research). Menurut Suharsimi Arikunto (2008: 2) penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersamaan. Penelitian tindakan kelas merupakan penelitian yang bersifat reflektif, yang berangkat dari permasalahan riil yang dihadapi oleh guru kemudian direfleksikan alternatif permecahan masalahnya dan ditindak lanjuti dengan tindakan-tindakan nyata yang terncana dan terukur (Sarwiji Suwandi, 2011: 12). Penelitian tindakan kelas merupakan penelitian yang didasarkan adanya masalah yang dihadapi oleh guru dan siswa pada proses pembelajaran. Pada penelitian ini diterapkan solusi yang berusaha untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi dalam kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, dalam penelitian ini melibatkan partisipasi aktif peneliti, guru, dan siswa. Prosedur penelitian tindakan kelas mencakup langkah-langkah: (1) persiapan, (2) studi/survei awal, (3) pelaksanaan siklus, dan (4) penyusunan laporan. Banyaknya pelaksanaan siklus pada penelitian ini adalah tiga siklus. Hal ini dikarenakan syarat siklus minimal adalah dua siklus. Melihat situasi dan kondisi yang ada di lapangan, penerapan tiga siklus pada penelitian ini dianggap sudah cukup untuk mengatasi permasalahan yang terjadi. Prosedur penelitian tindakan kelas secara rinci dapat dilihat pada gambar berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
Permasa lahan
Perenc
Pelaks
anaan tindakan
anaan tindakan
Reflek
siklus I
Pengamatan/ mengumpulkan data I
Permasa lahan baru hasil
Perenc pelaks
anaan tindakan
anaan tindakan
Reflek
siklus II
Apabila permasalahan
si II
Pengamatan/ mengumpulkan data II
Dilanjutkan ke siklus berikutnya
belum
Gambar 3. Prosedur Penelitian Tindakan Kelas (Suharsimi Arikunto, Suhardjono, dan Supardi, 2007: 74)
C. Subjek Penelitian Menurut Sarwiji Suwandi (2011: 60) subjek penelitian tindakan kelas adalah siswa dan guru yang terlibat dalam pembelajaran. Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD Negeri 2 Pulutan Wetan tahun ajaran 2011/2012. Siswa kelas ini berjumlah 16 orang yang terdiri dari 7 putri dan 9
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
putra. Subjek penelitian kedua adalah guru pengampu Mata Pelajaran Bahasa Indonesia kelas V SD Negeri 2 Pulutan Wetan.
D. Data dan Sumber data Data yang dikumpulkan, antara lain: rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), foto kegiatan pembelajaran menulis narasi, hasil tes siswa, catatan lapangan, angket, daftar nilai, serta catatan lapangan hasil wawancara dengan guru pengampu kelas V dan siswa kelas V. Sumber data penelitian ini adalah: 1. Tempat dan peristiwa proses pembelajaran menulis narasi yang berlangsung di kelas V SD Negeri 2 Pulutan Wetan. 2. Informan penelitian ini adalah guru pengampu kelas V dan seluruh siswa kelas V SD Negeri 2 Pulutan Wetan. 3. Dokumen
E. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini menerapkan teknik pengumpulan data sebagai berikut: 1. Observasi Observasi
dilakukan
bersamaan
dengan
pelaksanaan
kegiatan
pembelajaran menulis narasi. Observasi dilakukan di dalam kelas tanpa mempengaruhi kegiatan pembelajaran. Observasi ini dilakukan dengan melakukan pengamatan terhadap guru, kelas, dan siswa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
Observasi dalam penelitian ini, peneliti melakukan partisipasi pasif dengan duduk di tempat duduk paling belakang (Sarwiji Suwandi, 2011: 61). Peneliti menggunakan alat Bantu observasi berupa cacatan lapangan, draf observasi, dan kamera. Segala hasil observasi yang diperoleh peneliti didiskusikan dengan guru pengampu. Hal ini ditujukan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan dalam pembelajaran menulis narasi dan kemudian dicari solusinya. Observasi terhadap guru difokuskan dalam kemampuan guru mengelola kelas dan kemampuan memahamkan siswa dalam menyerap materi. Observasi terhadap siswa difokuskan pada kedisiplinan, minat, keaktifan, dan kesungguhan siswa dalam mengikuti pembelajaran menulis narasi. 2. Teknik wawancara Denzin (dalam Rochiati Wiraatmadja, 2007: 117) wawancara merupakan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara verbal kepada orang-orang yang dianggap dapat memberikan informasi atau penjelasan hal-hal yang dipandang perlu. Teknik wawancara dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran menulis narasi. Wawancara dilakukan setelah dan atas dasar hasil pengamatan di kelas maupun kajian dokumen (Sarwiji Suwandi, 2011: 62). Wawancara ditujukan kepada guru pengampu maupun beberapa siswa untuk menggali kesulitan dalam pembelajaran menulis narasi dan faktor penyebabnya. Selain itu, peneliti juga melakukan wawancara dengan siswa untuk mengetahui tanggapan mereka terhadap metode sinektik dan media film yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 83
diterapkan dalam pembelajaran menulis narasi. Teknik wawancara dipandu dengan menggunakan protocol wawancara yang berupa rambu-rambu wawancara. 3. Kajian dokumen Kajian dokumen dalam penelitian ini dilakukan terhadap berbagai dokumen yang mendukung penelitian (Sarwiji Suwandi, 2011: 64). Peneliti mengkaji beberapa dokumen berupa kurikulum, silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran yang dibuat guru, buku, dan LKS yang digunakan dalam pembelajaran narasi, hasil karangan narasi siswa, dan nilai yang diberikan oleh guru. Kajian dokumen ini menggunakan instrumen yang berupa daftar pertanyaan untuk memandu analisis. 4. Angket Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan cara meminta siswa menjawab beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan pelaksanaan penelitian. Sarwiji Suwandi (2011: 64) dengan menganalisis informasi yang diperoleh melalui angket dapat diketahui peningkatan proses atas kegiatan siswa serta dapat diketahui ada tidaknya peningkatan motivasi siswa. Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data dari informan yang
jumlahnya
banyak dan tidak
memungkinkan untuk diwawancarai satu per satu. Teknik angket dilakukan dengan menyiapkan angket yang ditujukan pada siswa. Angket dalam penelitian ini diterapkan pada siswa kelas V yang berjumlah 16 siswa. 5. Teknik tes Tes disusun dan dilakukan untuk mengetahui tingkat perkembangan kemampuan menulis siswa sesuai dengan siklus yang ada (Sarwiji Suwandi, 2011:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 84
64). Teknik tes ini dilakukan untuk mengetahui perubahan hasil belajar siswa setelah diadakan pembelajaran menulis narasi dengan menggunakan metode pembelajaran sinektik dan media film. Langkah-langkah yang ditempuh peneliti dalam pengambilan data menggunakan tes adalah dengan menyiapkan instrumen tes, menilainya, dan mengolah data yang diperoleh. Tes dilakukan dua kali yakni, pretes untuk mengetahui kemampuan awal siswa dan posttes untuk mengetahui kemampuan siswa yang telah mengalami perlakuan. Bentuk tes yang diberikan berupa tes perbuatan. Tes perbuatan berupa tes kemampuan siswa dalam menulis narasi.
F. Uji Validitas Data Uji validitas data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan triagulasi teknik dan triangulasi sumber. Menurut Moleong (dalam Sarwiji Suwandi, 2011: 65) triangulasi adalah teknik pemeriksaan validitas data dengan memanfaatkan sarana di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau pembandingan data itu. Triangulasi teknik dilakukan dengan mengecek data yang telah diperoleh melalui sumber yang sama dengan teknik yang berbeda yakni dicek dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Sedangkan triangulasi sumber adalah uji validitas data dengan mengecek data dari berbagai sumber, yaitu guru, siswa, kepala sekolah, dan dokumen. Selain itu juga menggunakan review informan kunci yakni mengonfirmasikan data kepada informan kunci sehingga diperoleh kesepakatan antara peneliti dan informan tentang data atau interpretasi temuan tersebut (Sarwiji Suwandi, 2011: 65) .
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 85
G. Teknik Analisis Data Data yang berupa hasil pengamatan atau observasi dan wawancara diklasifikasikan sebagai data kualitatif. Data ini diinterpretasikan kemudian dihubungkan dengan data kuantitatif (tes) sebagai dasar untuk mendeskripsikan keberhasilan pelaksanaan pembelajaran. Data kualitaif dianalisis dengan Teknik analisis kritis. Teknik analisis kritis mencakup kegiatan untuk mengetahui hasil dari tindakan tiap siklus dengan indikator ketercapaian yang telah ditetapkan sekaligus mengungkap kelemahan dan kelebihan kinerja guru dan siswa dalam proses belajar mengajar (Sarwiji Suwandi, 2011: 66). Analisis data interaktif juga dilakukan pada penelitian ini. Analisis data interaktif dilakukan dengan mereduksi data yang ada kemudian didisplay untuk diambil kesimpulannya. Data yang berupa tes diklasifikasikan sebagai data kuantitatif. Data tersebut dianalisis secara deskriptif komparatif, yakni membandingkan nilai tes antarsiklus dengan indikator pencapaian (Sarwiji Suwandi, 2011: 66). Analisis dilakukan terhadap nilai yang diperoleh pada tiga siklus yang telah dilakukan. Data yang berupa nilai tes antarsiklus tersebut dibandingkan, sehingga hasilnya dapat mencapai batas ketercapaian yang telah ditetapkan.
H. Indikator Ketercapaian Tujuan Pembelajaran Indikator yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah meningkatnya kualitas proses dan hasil pembelajaran menulis narasi. Enco Mulyasa (2005: 131) berpendapat bahwa kualitas pembelajaran dapat dilihat dari segi proses dan segi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 86
hasil. Proses pembelajaran dikatakan berhasil jika seluruhnya atau setidaktidaknya sebagian besar (75%) peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental, sosial selama proses pembelajaran. Dilihat dari segi hasil, pembelajaran dikatakan berhasil jika sebagian besar (75%) siswa mengalami perubahan positif dan output yang bermutu tinggi serta mendapatkan ketuntasan sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Selain pertimbangan pendapat
Enco
Mulyasa
di
atas,
indikator
ketercapaian pembelajaran penelitian ini di tentukan berdasarkan diskusi guru dengan peneliti. Keputusan diskusi diputuskan dengan mempertimbangkan keadaan awal siswa sebelum tindakan. Kualitas proses yang diukur dalam penelitian ini meliputi kedisiplinan, minat, keaktifan, kerja sama, dan kesungguhan siswa. Kualitas hasil penilaian dari kemampuan siswa dalam menulis narasi. Siswa dikatakan berhasil dalam menulis narasi jika mendapatkan nilai dinyatakan belum lulus (KKM yang ditetapkan adalah ketercapaian tujuan pembelajaran dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.
commit to user
ator
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 87
Tabel 9. Deskripsi Indikator Ketercapaian Proses Pembelajaran No
Indikator
Persentase
Kedisiplinan
75%
Keterangan Diamati ketika proses belajar mengajar
siswa
sedang
berlangsung
dengan
lembar
observasi dihitung dari jumlah siswa tertib melaksanakan tugas guru, tanggung jawab terhadap tugas, dan mengikuti petunjuk guru Motivasi siswa
75%
Diamati ketika proses belajar mengajar sedang
berlangsung
dengan
lembar
observasi dihitung dari jumlah siswa yang tertarik, antusias, dan semangat mengikuti pembelajaran Keaktifan siswa
75%
Diamati ketika proses belajar mengajar sedang
berlangsung
dengan
lembar
observasi dihitung dari jumlah siswa aktif bertanya dan memecahkan masalah dalam proses pembelajaran
Tabel 10. Deskripsi Indikator Ketercapaian Hasil Pembelajaran No
Indikator
Persentase
Kemampuan
75%
menulis narasi
Keterangan Dihitung dari jumlah siswa yang mampu mendapatkan nilai 67 ke atas
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 88
I. Prosedur Penelitian Untuk memperoleh hasil penelitian yang diharapkan, maka peneliti menggunakan prosedur penelitian sebagai berikut: 1. Persiapan Pada tahap ini peneliti berkunjung ke V SD Negeri 2 Pulutan Wetan dan menemui kepala sekolah. Peneliti meminta izin kepada kepala sekolah untuk mengadakan penelitian di sekolah yang beliau pimpin. Peneliti meminta izin dengan disertai surat izin penelitian dari Direktur Program Pascasarjana UNS yang dilampiri proposal penelitian. Pada tahap ini peneliti juga menemui guru pengampu kelas V untuk mempersiapkan kegiatan survei awal. 2. Studi/Survei Awal Pada tahap ini peneliti melakukan survei awal pada siswa kelas V untuk mengenal kemampuan siswa dalam proses pembelajaran menulis narasi. Survei ini dilakukan dengan mengamati proses pembelajaran menulis narasi dan memeriksa hasil pretes yang dilakukan guru. 3. Pelaksanaan Siklus Pelaksanaan penelitian ini, diwujudkan dalam bentuk siklus (direncanakan tiga siklus), yang setiap siklus mencakup empat kegiatan, yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) observasi dan interpretasi, dan (4) analisis dan refleksi. Adapun secara rinci empat tahap pelakasanaan diuraikan sebagai berikut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 89
a. Rancangan Siklus I 1) Tahap perencanaan tindakan Pada tahap perencanaan tindakan ini, peneliti dan guru menyusun rencana penerapan metode sinektik dalam pembelajaran menulis khususnya pada menulis narasi yang terdiri dari kegiatan-kegiatan berikut ini: a) guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) bahasa Indonesia sesuai dengan silabus yang telah disusun oleh guru; b) guru merancang skenario pembelajaran menulis narasi dengan menerapkan metode sinektik dan media film, yakni dengan langkah-langkah: (1) guru membuka pelajaran dan melakukan apersepsi kepada siswa dengan menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan menulis narasi; (2) guru kemudian menjelaskan meteri mengenai unsur-unsur menulis narasi, jenisjenis menulis narasi, dan langkah-langkah menulis narasi; (3) guru menjelaskan sistem pembelajaran menulis narasi dengan metode sinektik kepada siswa; (4) guru memutarkan sebuah film animasi; (5) guru menjelaskan tulisan narasi dengan menggunakan media film animasi (input substantif); (6) guru merangsang siswa untuk berada dalam situasi tersebut (analogi langsung) ; (7) siswa diberi kesempatan untuk bercerita bagaimana perasaannya jika berada dalam situasi itu (analogi personal); (8) guru memberi gambaran situasi-situasi yang bertentangan dalam film animasi yang diputar (konflik padat); (9) guru dan siswa menyimpulkan hasil diskusi menjadi karangan yang utuh (analogi langsung); dan (10) guru
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 90
menyuruh siswa menceritakan pengalaman mereka dengan cara yang sama (kembali ke tugas awal); c) guru menyusun sistem penilaian yang meliputi penilaian proses dan hasil. Penilaian proses dengan menggunakan lembar penilaian sikap (afektif) yang terdiri dari aspek: (1) kedisiplinan; (2) minat; (3) keaktifan;; dan (4) kesungguhan. Penilaian hasil bentuk tes perbuatan. Tes perbuatan berisi tentang kemampuan siswa untuk menulis narasi, meliputi aspek: (1) keruntutan logika cerita; (2) ketepatan makna; (3) ketepatan kata; (4) ketepatan kalimat; dan (5) ketepatan ejaan dan tata tulis. 2) Tahap pelaksanaan tindakan Pada tahap pelaksanaan tindakan ini, guru melaksanakan pembelajaran menulis narasi sesuai dengan RPP yang telah disusun bersama peneliti dengan menerapkan metode sinektik dan memanfaatkan media film animasi untuk meningkatkan kemampuan menulis narasi. 3) Tahap observasi Tahap
observasi
dilakukan
dengan
mengamati
proses
pembelajaran (aktivitas guru dan siswa). Kegiatan ini diarahkan pada pokok-pokok penting yang telah ditetapkan pada pedoman observasi. Selain itu, peneliti juga melakukan wawancara dengan guru dan siswa agar data lebih lengkap dan akurat. 4) Refleksi Refleksi dilakukan oleh peneliti dan guru dengan cara menganalisis hasil observasi, hasil pekerjaan siswa, serta hasil wawancara. Dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 91
demikian, analisis dilakukan terhadap proses dan hasil pembelajaran yang dilakukan. Berdasarkan hasil analisis tersebut akan didapatkan kekurangankekurangan yang masih terjadi dalam pembelajaran menulis narasi. Hasil analisis ini digunakan sebagai dasar penerapan siklus berikutnya agar mengalami perbaikan. b. Rancangan Siklus II Pada siklus II perencanaan tindakan dilakukan dengan bercermin pada hasil yang telah dicapai pada tindakan siklus I sebagai upaya perbaikan dari upaya siklus tersebut. c. Rancangan Siklus III Pada siklus III perencanaan tindakan dilakukan dengan bercermin pada hasil yang telah dicapai pada tindakan siklus II sebagai upaya perbaikan dari upaya siklus tersebut. 4. Tahap Pengamatan Pada tahap ini peneliti melakukan pengamatan pada proses pembelajaran di setiap siklus yang diterapkan oleh guru. Peneliti mengamati perilaku guru dan siswa saat pembelajaran menulis narasi berlangsung. 5. Tahap Pelaporan Pada tahap ini peneliti menyusun laporan dari semua kegiatan yang telah dilakukan selama penelitan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 92
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Uraian mengenai hasil penelitian sebagai jawaban atas rumusan masalah yang diungkapkan Bab I akan disajikan dalam Bab IV ini. Sebelum hasil penelitian dipaparkan, pada bab ini diuraikan terlebih dahulu mengenai kondisi awal (pratindakan) pembelajaran menulis narasi siswa kelas V SD Negeri 2 Pulutan Wetan. Dengan demikian, pada bab ini akan dikemukakan tentang: (1) kondisi awal pembelajaran serta kemampuan menulis narasi siswa kelas V SD Negeri 2 Pulutan Wetan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) hasil penelitian, dan (4) pembahasan hasil penelitian.
Penelitian tindakan kelas dilakukan dalam tiga
siklus dengan empat tahap dalam setiap siklusnya, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, serta analisis dan refleksi.
A. Deskripsi Kondisi Awal Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti melakukan survei awal. Survei awal ini dimaksud untuk mengetahui kondisi awal pembelajaran menulis narasi serta kemampuan siswa dalam menulis narasi. Kondisi awal ini menjadi acuan untuk menentukan tindakan apa saja yang akan dilakukan pada pembelajaran dalam siklus selanjutnya. Survei awal dilakukan pada hari Sabtu tanggal 15 September 2012. Pada hari Sabtu tanggal 15 September 2012 diadakan wawancara dengan kepala sekolah, guru, dan siswa. Observasi kelas diadakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 93
pada hari Selasa 25 September 2012. Dalam observasi kelas, peneliti mengamati tentang proses pembelajaran menulis narasi dan pretes menulis narasi. Kegiatan pratindakan merupakan kegiatan yang dilaksanakan untuk mengawali penelitian tindakan kelas ini. Kegiatan pratindakan meliputi: (a) pembahasan tentang permasalahan dalam proses pembelajaran menulis narasi, (b) pelaksanaan uji pratindakan, dan (c) pembahasan tentang upaya peningkatan kualitas proses pembelajaran khususnya pada menulis narasi. 1. Permasalahan dalam Proses Pembelajaran Menulis Narasi Sebelum proses penelitian dilaksanakan, peneliti melakukan survei awal. Survei awal ini bertujuan untuk mengetahui kondisi awal pembelajaran menulis narasi dan mengetahui kemampuan awal siswa dalam menulis narasi. Kondisi awal ini menjadi acuan untuk menentukan tindakan perbaikan.Survei awal dilakukan pertama pada hari Sabtu 15 September 2012. Hal pertama yang dilakukan saat survei adalah melakukan wawancara dengan kepala sekolah, guru mata pelajaran bahasa Indonesia (wali kelas V), dan beberapa siswa kelas V SD Negeri 2 Pulutan Wetan. Survei awal yang kedua dilaksanakan dengan mengadakan observasi kelas saat pembelajaran menulis narasi berlangsung. Survei ini dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 25 September 2012. Observasi kelas dilakukan pada saat jam pelajaran bahasa Indonesia dengan materi menulis narasi. Observasi ini berlangsung selama tiga jam pelajaran yang dilaksanakan pada jam pertama samai jam ketiga (pukul 07.15 sampai 09.00). Saat observasi, peneliti mengambil peran sebagai partisipan pasif yang duduk di kursi paling belakang sambil mengamati dan mencatat proses
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 94
pembelajaran. Peneliti mengambil peran sebagai partisipan pasif dan duduk di kursi paling belakang agar tidak mengganggu jalannya proses pembelajaran dan konsentrasi siswa. Adapun hasil observasi yang dilakukan peneliti menunjukkan keadaan sebagai berikut. a. Kedisiplinan dan kesiapan siswa mengikuti pembelajaran menulis narasi Berdasarkan
pengamatan
yang
dilakukan
peneliti
selama
proses
pembelajaran berlangsung, terungkap bahwa kedisiplinan dan kesiapan siswa kurang terhadap pelajaran. Hal ini terlihat dari adanya siswa yang masih bercanda dengan teman sebangkunya saat proses pembelajaran berlangsung. Ketidaksiapan siswa sangat terlihat pada waktu guru memulai pelajaran bahasa Indonesia di jam pertama, ada siswa yang belum menyiapkan buku. b. Minat siswa dalam mengikuti pembelajaran menulis narasi Selama proses pembelajaran, siswa kurang berminat terhadap pelajaran menulis narasi. Hal tersebut terindikasi dari sikap siswa selama mengikuti pelajaran, yaitu perhatian siswa banyak yang tidak fokus pada pelajaran, ada siswa yang sibuk dengan kegiatannya melipat kertas, ada yang berbicara dengan temannya, ada yang melamun, menunduk, menoleh-noleh, dan mengantuk. Lemahnya minat siswa juga terlihat dari hasil wawancara dengan siswa yang menyatakan, mereka sedikit bosan dan kurang paham dengan pembelajaran menulis narasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 95
c. Keaktifan siswa selama mengikuti pembelajaran menulis narasi Pada waktu proses pembelajaran berlangsung, peneliti menyimpulkan bahwa siswa kurang aktif dalam mengikuti proses pembelajaran menulis narasi. Hal ini terlihat dari sedikitnya siswa yang berani bertanya atau menyampaikan pendapat/sikap secara individu kepada guru. Mereka menjawab pertanyaan guru secara bersama-sama. Kekurangaktifan siswa juga terlihat saat mendapatkan pertanyaan dari guru tidak ada satu pun siswa yang angkat tangan untuk menjawab. Mereka hanya bergumam kepada teman sebangku. d. Perhatian dan kesungguhan siswa dalam mengikuti pembelajaran menulis narasi Perhatian dan kesungguhan siswa cukup bagus. Siswa selalu berusaha menyelesaikan tugas yang diberikan guru pada mereka dengan baik dan tepat waktu. Akan tetapi di tengah-tengah pembelajaran kadang masih terdapat beberapa siswa yang terlihat kurang konsentrasi. Ada beberapa yang melamun dan berbicara sendiri dengan teman sebangku. e. Penggunaan media dalam Pembelajaran menulis narasi Berrdasarkan hasil observasi yang dilakukan, diketahui bahwa media pembelajaran yang dilakukan guru adalah buku LKS siswa dan papan tulis. Walaupun di sekolah itu sudah tersedia LCD dan laptop guru mengaku belum pernah menggunakan kedua media ini dalam pembelajaran menulis narasi. Berdasarkan hasil wawancara guru mengaku masih bingung bagaimana memanfaatkan media LCD dan laptop dalam pembelajaran menulis narasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 96
Selama ini kedua media itu baru dimanfaatkan dalam pembelajaran sains (ilmu pengetahuan alam). f. Penggunaan model dalam pembelajaran menulis narasi Berdasarkan pembelajaran yang
observasi
yang
digunakan guru
dilakukan
peneliti
diketahui
masih bersifat konvensional.
bahwa Guru
menggunakan metode ceramah yang merupakan sistem pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered). Interaksi yang dilakukan guru dengan siswa masih sebenarnya cukup bagus, usaha guru menghidupkan proses pembelajaran dengan memberikan pertanyaan pada siswa tidak ditanggapi dengan antusias. g. Penguasaan kelas Penguasaan kelas yang dilakukan guru sudah bagus. Guru telah mampu mengendalikan siswa cukup bagus. Saat siswa menyelesaikan tugas, guru berkeliling kelas untuk mengecek pekerjaan siswa. Sesekali guru juga menanyakan kesulitan yang dihadapi siswa dan memberi motivasi. Berdasarkan hasil wawancara guru merasa kesulitan untuk mengajarkan materi menulis. Hal ini dikarenakan siswa sudah merasa takut untuk memulai menulis. Siswa juga merasakan keterbatasan dalam koleksi kosakatanya sehingga mereka kesulitan untuk berekspresi. Menurut pengamatan guru, siswa selalu merasa kesulitan untuk memulai menuangkan idenya. Mereka juga kesulitan untuk menyusun alur cerita yang akan mereka tulis. Untuk mengatasi permasalahan yang dialami, guru selama ini hanya menggunakan model pembelajaran yang konvensional dengan metode ceramah dan pemberian tugas. Hal ini dikarenakan guru merasa belum bisa menemukan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 97
model pembelajaran yang lain yang dianggapnya cocok walaupun beliau sadar bahwa usaha selama ini belum berhasil. Berdasarkan hasil wawancara tidak berstruktur dengan siswa dapat diketahui bahwa siswa tidak terlalu tertarik dengan pelajaran bahasa Indonesia. Mereka merasa pembelajaran bahasa Indonesia membosankan dan cinderung membuat mengantuk. Mereka merasa pembelajarannya sedikit monoton. Dari keempat keterampilan berbahasa
yang diajarkan, mereka merasa
bahwa pembelajaran mengarang adalah hal yang susah dan bahkan “menakutkan”. Kesulitan yang mereka hadapi dalam menulis terutama menulis narasi adalah memulai menuangkan gagasan dan merangkai kata. Mereka merasakan keterbatasan kosakata yang mereka miliki. Mereka berharap guru mampu mengantarkan mereka untuk mempermudah membuat tulisan narasi. Wawancara dengan siswa juga menginformasikan bahwa para siswa menyukai film animasi. Menurut mereka film animasi sangat menyenangkan untuk diikuti karena lucu dan ceritanya menarik sesuai dengan dunia anak-anak. Mereka juga sangat senang jika pembelajaran menulis narasi menggunakan media film animasi. Berdasarkan data angket yang diisi siswa dapat diketahui bahwa hampir semua siswa menyukai pembelajaran menulis narasi. Akan tetapi siswa masih mengalami beberapa kesulitan, antara lain dalam menyusun kerangka, memilih kata (diksi), dan menentukan gagasan. Berdasarkan angket yang dibagikan kepada siswa juga diketahui bahwa siswa menyukai pembelajaran menggunakan media film.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 98
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang dihadapi guru dalam pembelajaran menulis narasi adalah penggunaan model pembelajaran yang masih konvensional dan belum memanfaatkan media pembelajaran yang tersedia dengan maksimal. 2. Kemampuan Menulis Narasi pada Uji Pratindakan Pelaksanaan uji pratindakan bertujuan untuk mengetahui kondisi awal kemampuan menulis narasi 16 siswa kelas V di SD Negeri 2 Pulutan Wetan tahun pelajaran 2012/2013. Uji coba dilaksanakan pada hari Selasa, 25 September 2012. Materi uji pratindakan adalah membuat tulisan narasi dengan tema pengalaman menarik. Dalam uji pratindakan ini siswa diberi tugas untuk membuat kerangka karangan narasi dengan tema pengalaman menarik kemudian dikembangkan menjadi karangan narasi secara utuh. Dari hasil uji pratindakan, hanya 4 siswa (25%) yang memperoleh nilai di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 67, sedangkan 12 siswa (75%) yang lain memperoleh nilai di bawah KKM. Nilai rata-rata yang dicapai juga rendah, yaitu 61,69 yang berarti masih di bawah KKM yang ditetapkan di sekolah (KKM = 67). Berdasarkan tes yang dilakukan tersebut diketahui kemampuan menulis narasi siswa masih rendah. Siswa masih merasa kesulitan dalam menuangkan gagasan, memilih diksi yang tepat, membuat kerangka karangan, dan menyusun kalimat sebagai wujud pengembangan kerangka karangan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 99
Tabel 11. Nilai Kemampuan Menulis Narasi Pratindakan No
Nama
Nilai
Keteranggan
1
Mohamad Indriyan
63
Tidak Lulus
2
Dewi Nilam Sari
63
Tidak Lulus
3
Rizqy Noviyanto
56
Tidak Lulus
4
Alfiani Widyastuti
59
Tidak Lulus
5
Arga Aditya
58
Tidak Lulus
6
Ayud Diah Hapsari
54
Tidak Lulus
7
Deandra Vania Prasetya
61
Tidak Lulus
8
Dendy Tegar Saputro
61
Tidak Lulus
9
Dhian Aprilia Susanti
64
Tidak Lulus
10
Mawarti
55
Tidak Lulus
11
Muhamad Agustian
67
Lulus
12
Restu Pujianto
70
Lulus
13
Sandy Nur Salim P
67
Lulus
14
Siska Nurul Janah
68
Lulus
15
Surya Aji
61
Tidak Lulus
16
Octavia Nela Sari
60
Tidak Lulus
Rata-rata
61,69
Jumlah ketuntasan (nilai
4 (25%)
3. Pembahasan tentang Upaya Peningkatan Proses Pembelajaran Menulis Narasi Dari hasil kegiatan observasi, wawancara, dan uji pratindakan yang dilakukan pada survei awal, diketahui bahwa kemampuan siswa menulis narasi masih rendah. Sebagian siswa merasa kesulitan dalam memilih diksi, menuangkan gagasan, dan menyusun kalimat yang tepat. Adapun penyebab rendahnya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 100
kemampuan menulis narasi dalam proses pembelajaran yang berlangsung sebagai berikut: a. pembelajaran masih terpusat pada guru; b. model pembelajaran masih didominasi dengan model ceramah dan tanya jawab; dan c. media yang digunakan guru masih menggunakan papan tulis belum memanfaatkan teknologi yang tersedia saat ini seperti laptop atau gambar. Dari pretes yang dilakukan pada survei awal diketahui bahwa kemampuan menulis narasi siswa kelas V SD Negeri 2 Pulutan Wetan masih tergolong rendah. Rendahnya kemampuan menulis narasi tersebut tampak pada indikator berikut ini. a. Siswa belum mampu memuat isi tulisan dengan baik. b. Siswa belum mampu menyusun urutan peristiwa dalam menulis narasi. c. Penguasaan kosakata siswa masih rendah. d. Pengusaan bahasa dan ejaan siswa masih kurang. Dari hasil uji pratindakan di atas, perlu segera diambil solusi sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan peningkatan kemampuan menulis narasi. Peneliti berasumsi bahwa tindakan perlu dilakukan untuk mengatasi keadaan tersebut. Pada saat diskusi dengan guru, peneliti menawarkan model pembelajaran sinektik dengan memanfaat media film animasi. Alasan pemilihan model dan media ini karena diprediksi mampu mengatasi yang dialami siswa. Konsep dasar pembelajaran dengan model sinektik merupakan seni berpikir kreatif. Model ini mengarahkan siswa untuk menemukan dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 101
menuangkan ide dengan runtut dan menyenangkan. Model sinektik juga mampu membantu siswa dalam menambah penguasaan diksi pada siswa. Tahapan dalam pembelajan menggunakan model sinektik mampu mempermudah siswa dalam berimajinasi, berekspresi, menungkan gagasan, dan memilih diksi. Tahap input substantif mampu memberikan gambaran siswa dalam merangkai peristiwa dalam menulis narasi. Tahap analogi langsung dan analogi personal mampu membawa siswa dalam situasi yang akan ditulis sehingga memudahkan siswa untuk berekspresi. Konflik padat yang dimunculkan guru membuka pengetahuan dan kesadaran siswa dalam memilih diksi yang tepat. Untuk meningkatkan motivasi dan pengantar gagasan siswa, guru menemukan solusi dengan menggunakan media film animasi saat pembelajaran berlansung. Film animasi digunakan pada model pembelajaran sinektik terutama tahap input substantif dan analogi langsung. Media film animasi digunakan karena dianggap mampu memberikan gambaran tentang keadaan sebuah peristiwa sehingga mampu membuka imajinasi siswa dalam menceritakan pengalamannya. Film animasi juga mampu merangsang siswa dalam berekspresi dan memberikan contoh kepada siswa secara konkrit bagaimana bercerita secara runtut. Film animasi juga merupakan film animasi yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa sekolah dasar.
B. Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan tindakan kelas yang dilakukan melalui tiga siklus yang berkelanjutan dari siklus pertama, kedua, dan ketiga. Setiap siklus terdiri dari
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 102
empat tahap: (a) tahap perencanaan (planning), (b) tahap implementasi tindakan (acting), (c) tahap observasi (observing), dan (d) tahap refleksi (reflecting). 1. Siklus I a. Perencanaan Tindakan Berdasar pada survei awal yang dilakukan pada kegiatan pratindakan, diketahui bahwa ada dua permasalahan utama dalam pembelajaran menulis narasi,
yaitu
proses
pembelajaran
yang
masih
menggunakan
model
pembelajaran konvensional serta keterbatasan penggunaan media dan masih rendahnya kemampuan siswa dalam menulis narasi. Sesuai dengan penawaran peneliti tentang pemilihan model pembelajaran sinektik dengan memanfaatkan media film animasi untuk meningkatkan kemampuan menulis narasi yang sudah disepakati oleh guru, maka dirancang Penelitian Tindakan Kelas, pada siklus I. Kegiatan ini dilaksanakan oleh guru dan peneliti pada hari Jumat tanggal 28 September 2012 dan hari Sabtu tanggal 29 September 2012, bertempat di kantor guru. Pada saat peneliti berdiskusi dengan guru, hal-hal yang didiskusikan antara lain: 1) peneliti menyamakan persepsi dengan guru mengenai penelitian yang dilakukan; 2) berdasar kesepakatan pada pertemuan diskusi pratindakan yang akan diterapkan model pembelajaran sinektik dan media film animasi; 3) guru dan peneliti mendiskusikan proses pembelajaran menulis narasi dengan menggunakan model sinektik dan media film animasi; 4) peneliti dan guru mendiskusikan RPP untuk siklus I yang telah disusun guru;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 103
5) peneliti dan guru mendiskusikan judul film animasi yang akan digunakan dalam pembelajaran siklus I; 6) penelliti dan guru mendiskusikan soal uji kemampuan menulis narasi beserta instrument penilaian hasil dan proses yang telah disusun guru; dan 7) menentukan jadwal pelaksanaan tindakan. Adapun urutan tindakan yang sudah direncanakan dan akan diterapkan dalam siklus I sebagai berikut: 1) guru mengadakan kegiatan awal dengan: a) memimpin siswa berdoa bersama, mengucapkan salam, dan absensi; b) memberikan
motivasi,
mengkondisikan
siswa
untuk
mengikuti
pembelajaran, dan menjelaskan tujuan pembelajaran; c) tanya jawab tentang materi pelajaran yang akan dipelajari; d) mengajukan
pertanyaan
tentang
menulis
karangan
berdasarkan
pengalaman yang pernah dibuat; 2) guru mengadakan kegiatan inti yang terdiri dari eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Ketiga kegiatan tersebut dijelaskan sebagai berikut: a) eksplorasi (1) guru memutar film animasi upin dan ipin berjudul ”Berkebun”; (2) guru mengulas film yang diputar sebagai contoh pengalaman pribadi; b) elaborasi (1) guru
menjelaskan
mengenai
mengenai
materi
menceritakan
pengalaman pribadi yang disertai dengan pemutaran kembali film Upin dan Ipin berjudul ”Berkebun” (input substantif);
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 104
(2) guru
membantu
siswa
mengadakan
analogi
langsung
dan
mendiskusikan lebih jauh (analogi langsung); (3) guru meminta siswa untuk ”menjadi” bagian dari analogi langsung yang telah mereka pilih tersebut (analogi personal); (4) guru meminta siswa mengambil deskripsi-deskripsi tahap kedua dan ketiga, mengusulkan beberapa analogi konflik padat dan memilih salah satunya (konflik padat); (5) guru menyuruh siswa membuat dan memilih analogi yang lain yang didasarkan pada analogi konflik padat (analogi langsung); (6) guru meminta siswa kembali pada tugas atau masalah awal dan menggunakana analogi terakhir atau seluruh pengalaman sinektiknya untuk bahan dasar menulis pengalaman pribadi (memeriksa kembali tugas awal); (7) guru menugaskan siswa untuk menentukan tema karangan berdasarkan pengalamannya; (8) guru menyuruh siswa membuat kerangka karangan berdasarkan tema yang telah mereka tentukan; (9) guru menyuruh dan memantau siswa menulis karangan berdasarkan kerangka karangan yang telah dibuat; (10) guru memanggil beberapa siswa membaca karangan yang dibuat; c) konfirmasi (1) guru bertanya jawab tentang materi yang belum diketahui siswa;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 105
(2) guru
bersama
siswa
bertanya
jawab
meluruskan
kesalahan
pemahaman, memberikan penguatan, dan penyimpulan; (3) guru memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi belajar; 3) guru menutup pembelajaran dengan: a) membuat simpulan materi yang dipelajari bersama siswa; b) melakukan refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan; c) berdoa bersama sesuai agama dan kepercayaan masing-masing. Dari kegiatan diskusi tersebut disepakati pula bahwa tindakan dalam siklus I dilaksanakan dalam satu kali pertemuan selama tiga jam pelajaran (pukul 07.15 – 09.00). pelaksanaan dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 4 Oktober 2012. b. Pelaksanaan Tindakan Siklus I Sesuai dengan perencanaan, tindakan siklus I dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 4 Oktober 2012 selama 3 X 35 menit, yaitu pada jam pelajaran pertama sampai jam pelajaran ketiga. Pada pertumuan ini, guru akan menerapkan model pembelajaran menggunakan model sinektik dan media film animasi dalam pembelajaran menulis narasi yang sekaligus dilanjutkan pemberian tugas sebagai bahan evaluasi untuk mengetahui tingkat kemampuan menulis narasi siswa. Pada pertemuan ini guru akan mengajak siswa untuk menulis narasi dengan tema berkebun. Guru menyampaikan kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa melalui beberapa indikator. Guru menjelaskan kepada siswa bahwa model pembelajaran yang akan digunakan adalah model sinektik. Agar
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 106
menarik perhatian siswa, guru menjelaskan bahwa pelajaran menulis narasi aka dimulai dengan melihat film animasi. Guru juga menambahkan bahwa film yang diputar tidak asing bagi siswa yakni film “Upin dan Ipin”. Langkah-langkah yang dilakukan guru dalam pembelajaran menulis narasi pada tindakan siklus I sebagai berikut: a) guru membuka pelajaran dengan memberi salam dan melakukan presesi. Presensi dilakukan guru juga untuk mengondisikan siswa agar kondusif; b) guru kemudian menjelaskan tujuan pembelajaran dengan membacakan tujuan pembelajaran yang tercantum dalam RPP; c) guru kemudian me-review pelajaran menulis narasi yang telah dilakukan sebelumnya; d) guru mengadakan eksplorasi dengan memutarkan film animasi Upin Ipin berjudul “Berkebun”. Siswa memperhatikan dengan antusias film yang ditayangkan oleh guru; e) guru mengulas film animasi yang telah ditayangkan. Guru menyatakan bahwa film animasi merupakan contoh penceritaan pengalaman pribadi; f) elaborasi dilakukan guru dengan menerapkan model pembelajaran sinektik; g) guru memutar kembali film animasi Upin Ipin yang telah diputar sebelumnya; h) guru menjelaskan kembali dasar-dasar menulis narasi dengan pemutaran kembali film animasi; i) guru menjelaskan bahwa kegiatan berkebun sama halnya dengan kegiatan berladang dan bersawah yang biasa para siswa dan para orang tua siswa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 107
lakukan. Guru juga menjelaskan apabila menceritakan kegiatan berkebun tidak hanya kegiatan menanam, tetapi termasuk merawat sampai memanen; j) guru membimbing siswa untuk menentukan tema menulis narasi siswa yang bertema dasar berkebun; k) guru membimbing para siswa untuk menentukan tema, menuangkan ide, dan memotivasi siswa untuk segera menulis; l) ketika siswa menulis, guru berkeliling kelas untuk memeriksa pekerjaan siswa. Guru terus membimbing siswa saat mengarang terutama selalu mengingatkan mekanika penulisan siswa, seperti penggunaan tanda baca dan penggunaan huruf kapital; m) guru kemudian menyuruh siswa untuk membacakan hasil karya mereka. Guru menunjuk salah satu siswa untuk memublikasikan hasil karyanya. Ada tiga siswa yang ditunjuk guru untuk maju membacakan karya mereka; n) guru kemudian bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui siswa dan membenarkan kesalahan yang dilakukan siswa dalam menulis terutama dalam hal ejaan; o) guru juga memotivasi siswa utuk selalu berlatih menulis; p) pelajaran ditutup guru dengan merefleksi dan menyimpulkan pelajaran yang telah dilakukan. Pelajaran diakhiri saat bel berbunyi menunjukkan bahwa waktu jam pelajaran ketiga telah selesai. Guru menyuruh siswa untuk mengumpulkan hasil menulis narasi siswa. Dalam tahap ini, guru bertindak sebagai pemimpin
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 108
jalannya kegiatan pembelajaran menulis narasi di kelas, sedangkan peneliti hanya bertindak sebagai partisipan pasif.
c. Observasi pada Siklus I Observasi dilaksanakan saat pembelajaran menulis narasi dengan model pembelajaran sinektik dan media film animasi yang berlangsung pada hari Kamis, 4 Oktober 2012 pukul 07.15 – 09.00 (jam pertama sampai jam ketiga). Observasi terfokus pada situasi pelaksanaan pembelajaran, kegiatan yang dilaksanakan guru serta aktivitas siswa dalam pembelajaran menulis narasi dengan menerapkan model sinektik dan media film animasi. Dalam observasi ini, peneliti menggunakan pedoman observasi (terlampir pada lampiran siklus I). Pada saat observasi, peneliti bertindak sebagai partisipan pasif dan duduk di bangku paling belakang. 1) Kualitas proses pembelajaran a) Pengamatan terhadap guru Pengamatan terhadap guru dalam penelitian ini dimulai sejak penilaian RPP hingga penilaian kinerja guru. Secara lebih jelas berikut perincian pelaksanaan yang dilakukan peneliti terhadap guru. (1) Penilaian rencana pelaksanaan pembelajaran, meliputi: (a) kejelasan perumusan tujuan pembelajaran/ kompetensi dasar (tidak menimbulkan penafsiran ganda dan mencerminkan perilaku hasil belajar);
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 109
(b) pemilihan materi ajar (sesuai dengan tujuan dan karakteristik peserta didik) (c) pengorganisasian materi ajar (keruntutan, sistematika materi, dan kesesuaian dengan alokasi waktu) (d) pemilihan sumber/media pembelajaran (sesuai dengan tujuan, materi, dan karakteristik peserta didik) (e) kejelasan skenario pembelajaran (langkah-langkah pembelajaran: awal, inti, dan penutup) (f) kerincian
skenario
pembelajaran
(setiap
langkah
tercermin
strategi/metode dan alokasi waktu pada setiap tahap) (g) kesesuaian teknik assesmen dengan tujuan pembelajaran (h) kelengkapan
instrumen
assesmen
(soal,
kunci,
pedoman
penskoran) Tabel 12. Lembar Penilaian Rencana Pelaksanaan Pembelajaran No. Indikator/ Aspek yang Dinilai Skor
Skor total Skor akhir = (skor total 40) Keterangan:
Penilaian :
1 = sangat tidak baik
Skor 31 – 40 = baik
2 = tidak baik
Skor 21 – 30 = cukup
3 = cukup baik
Skor 10 – 20 = kurang
4 =baik
Skor 1 – 10= sangat tidak baik
5 = baik sekali
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 110
Berdasarkan lembar pengamatan dan penilaian, diperoleh hasil bahwa rencana pelaksanaan pebeajaran siklus I mencapai skor 32 (80%). Skor tersebut mengindikasikan bahwa kemampuan guru dalam menyusun RPP telah baik. Hal ini berdasarkan indikator yang telah ditentukan diketahui bahwa guru sudah pada posisi jawaban “baik” dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran menulis narasi menggunakan model sinektik
dan
media
film
animasi.
Penilaian rencana
pelaksanaan
pembelajaran siklus I secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 2. 3. (2) Penilaian kinerja guru, meliput: (a) prapembelajaran; (b) membuka pelajaran; (c) kegiatan inti pembeajaran, meliputi: penguasaan materi pelajaran, pendekatan/ strategi pembelajaran, pemanfaatan sumber belajar/ media pembelajaran, pembelajaran memicu dan memelihara keterlibatan siswa, peniaian proses dan hasil belajar (d) penutup Tabel 13. Lembar Penilaian Kinerja Guru No. Indikator/ Aspek yang Dinilai
Skor
SKOR TOTAL SKOR AKHIR= (skor total: 128) X 100 Keterangan: 1 = tidak baik; 2 = cukup baik; 3 = baik; 4 = sangat baik
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 111
Berdasarkan lembar pengamatan dan penilaian yang telah diisi peneliti penilaian kinerja guru (lampiran 2.4) diperoleh skor total 87 (68%). Hal ini berarti bahwa kinerja guru masih dalam kondisi cukup. Dari indikator yang ditentukan diketahui bahwa guru pada posisi jawaban “tidak baik”, “cukup”, dan “baik”. Keadaan ini merupakan hal yang wajar karena guru belum terbiasa untuk menggunakan model sinektik. Guru belum memahami secara utuh penggunaan model pembelajaran ini di dalam kelas. Pada proses pembelajaran siklus I guru telah berusaha melaksanakan pembelajaran menulis narasi menggunakan model sinektik dan film animasi sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah disusun. Guru telah mampu menggunakan media film animasi dengan dengan baik. Penggunaan film animasi mampu mempermudah guru untuk memberikan contoh kepada siswa mengenai menulis narasi. Pengelolaan waktu yang digunakan guru telah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Guru mampu memprediksi waktu dengan tepat dan teliti. Salah satu cara guru mengefektifkan waktu adalaah mengatur media pembelajaran seperti LCD dan laptop sebelum bel masuk berbunyi sehingga tidak menyita waktu pembelajaran. Akan tetapi, secara keseluruhan guru belum mampu menggunakan menggunakan model sinektik dengan baik. Guru masih melewatkan beberapa langkah pembelajaran, seperti analogi langsung, analogi personal, dan konflik padat. Penggunaan strategi bertanya juga belum maksimal. b) Pengamatan terhadap siswa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 112
Pada siklus I yang dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 4 Oktober 2012, siswa tampak belum aktif dan masih bingung saat memulai menulis narasi. Hal ini karena baik guru atau siswa belum terbiasa dengan pembelajaran menggunakan model sinektik. Pada saat pembelajaran menulis narasi berlangsung, siswa banyak yang belum aktif. Saat guru memberikan pertanyaan kebanyakan siswa hanya diam atau menjawab jika ditunjuk oleh guru. Ketika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk maju membacakan hasil kerjanya tidak ada siswa yang sukarela maju tanpa ditunjuk. Kedisiplinan siswa dalam pembelajaran menulis narasi sudah bagus. Semua siswa telah disiplin melaksanakan tugas mereka. Motivasi siswa juga sudah bagus. Penilaian tentang kedisiplinan, motivasi, dan keaktifan siswa dinilai dalam lembar observasi siswa. Penilaian proses individu berdasarkan lembar penilaian proses sebagai berikut. Tabel 14. Lembar Penilaian Proses Pembelajaran
No
Nama
Perilaku siswa Kedisiplinan
Motivasi
Nilai
Ket
Keaktifan
Rata-rata nilai Presentasi keberhasilan ( Diadopsi dari Sarwiji Suwandi, 2011:29)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 113
Catatan: a. Kolom perilaku diisi dengan angka yang sesuai dengan kriteria berikut. 1 = tidak baik 2 = kurang baik 3 = baik 4 = amat baik b. Nilai merupakan jumlah skor-skor tiap indikator perilaku c. keterangan diisi dengan kriteria berikut 1) Nilai 26-32 berarti amat baik 2) Nilai 20-25 berarti baik 3) Nilai 14-19 berarti kurang baik 4) Nilai 8-13 berarti tidak baik Berdasarkan penilaian proses pembelajaran yang dilakukan pada siklus I diperoleh kualitas proses pembelajaran menulis narasi siswa 10 siswa (63%) berada pada dalam kriteria kurang dan 6 siswa (37%) dalam keadaan baik. Dengan nilai rata-rata 19,2. Secara keseluruhan keberhasilan kualitas proses pembelajaran baru mencapai 60% (Penilaian lengkap terlampir pada lampiran 2.12 Siklus I). Berikut disampaikan uraian mengenai pengamatan proses pembelajaran pada siswa. (1) Kedisiplinan Kedisiplinan siswa dalam mengikuti pembelajaran menulis narasi dilihat dari tanggung jawab melaksanakan tugas, mengikuti petunjuk guru, dan melaksanakan tugas belajar. Dalam siklus I ini semua siswa telah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 114
melaksanakan
tugas
dengan
baik.
Tanggung
jawab
siswa
dalam
melaksanakan tugas juga baik terindikasi dari kemampuan siswa dalam menyelesaikan tugas tepat waktu sesuai dengan alokasi waktu yang telah ditentukan. Seluruh siswa telah mengkuti petunjuk guru walaupun dalam tingkat sedang karena ada beberapa langkah model sinektik belum dilaksanakan. Tingkat kedisiplinan siswa berada dalam kriteria kurang dengan nilai rata-rata 2,7 dan tingkat keberhasilan mencapai 68%. Dengan demikian kedisiplinan siswa dalam pembelajaran menulis narasi belum tercapai pada siklus I. (2) Motivasi Siswa terlihat lebih antusias terhadap pembelajaran menulis narasi dengan model sinektik dan media film animasi dibandingkan dengan metode konvensional. Motivasi siswa peneliti nilai dari sikap siswa yang berminat dan perhatian dalam pembelajaran serta semangat dalam melaksanakan tugas. Minat dan perhatian siswa terhadap pembelajaran masih berada ada tingkat sedang. Hal ini dikarenakan siswa terlihat antusias di awal pembelajaran (saat eksplorasi), namun saat di tengah-tengah pembelajaran siswa merasa berat terutama saat diminta membacakan hasil karya mereka. Akan tetapi, semangat mengerjakan tugas siswa termasuk baik. Hal ini karena siswa merasa membutuhkan nilai yang tinggi sehingga berusaha melaksanakan tugas dengan baik. Akan tetapi, secara keseluruhan motivasi siswa masih berada pada keadaan kurang dengan nilai rata-rata 2,4. Tingkat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 115
keberhasilannya baru mencapai 60%. Hal ini berarti motivasi siswa pada siklus I belum mencapai target yang diinginkan. (3) Keaktifan Keaktifan siswa pada waktu proses pembelajaran menulis narasi dilihat dari tanggapan siswa terhadap stimulus guru, keterlibatan dalam menyelesaikan masalah, dan keaktifan siswa dalam bertanya. Tanggapan siswa terhadap stimulus guru berada pada tingkat kurang, sedang, hingga baik. Siswa yang memiliki tingkat tanggapan kurang adalah siswa yang tidak menjawab ketika ditanya dan diberi stimulus oleh guru. Keterlibatan penyelesaian masalah berada pada tingkat sedang dan baik. Umumnya siswa terlibat dalam penyelesaian masalah yang diutarakan oleh guru. Siswa yang aktif bertanya dalam siklus I masih rendah sehingga pada siklus ini keaktifan bertanya siswa berada pada tingkat sangat kurang, sedang, hingga baik. Keaktifan siswa dikriteriakan pada tingkat kurang dengan nilai rata-rata 2,1 dan tingkat keberhasilan baru 58%. Hal ini berarti usaha guru dan peneliti untuk mengaktifkan siswa pada siklus I dinilai belum berhasil. 2) Kemampuan Menulis Narasi Penilaian kemampuan menulis narasi siswa dilakukan dengan menilai hasil menulis narasi siswa. Dalam menilai guru memperhatikan isi, organisasi, kosakata, penguasaan bahasa, dan mekanik penulisan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 116
Tabel 15. Daftar Nilai Menulis Narasi Siswa Nama siswa
No
Tingkat Capaian Kinerja
Nilai Ket
…………… ……………
(Diadopsi dari Burhan Nurgiyantoro, 2010: 441-442) Berdasarkan lembar penilaian kemampuan menulis narasi siswa pada siklus I diperoleh nilai rata-rata 66,25 dengan nilai yang tertinggi 72 dan nilai terendah 59 (terlampir dilampiran 2.15 siklus I). Berdasarkan penilaian tersebut terdapat 11 siswa (69%) siswa berada di atas KKM sedangkan 5 siswa (31%) berada di bawah KKM. Dengan demikian nilai persentase ketuntasan siswa pada siklus I belum memenuhui kriteria. (Penilaian lengkap terlampir pada lampiran 2.13 Siklus I) d. Analisis dan Refleksi pada Siklus I Berdasarkan hasil pengamatan penelitian pada siklus I, dapat dikatakan bahwa kualitas pembelajaran menulis narasi belum mengalami peningkatan yang cukup berarti. Hal ini ditandai oleh beberapa hal berikut. 1) Guru belum mampu menerapkan model sinektik dengan baik masih ada beberapa tahap pembelajaran dengan model sinektik yang belum dilakukan guru, seperti analogi personal dan konflik padat. Selan itu, guru juga melewatkan tahapan menulis narasi pada siswa, yakni pada pembuatan kerangka karangan. Penyampaian tujuan yang dilakukan guru dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 117
membacakan secara langsung dari RPP tanpa mengaitkaan dengan kehidupan nyata membuat siswa kurang tertarik. 2) Kemampuan siswa dalam menulis narasi belum sesuai kriteria. Siswa yang mendapatkan nilai mencapai KKM baru 11 siswa (69%) sedangkan 5 siswa (31%) yang lain masih berada di bawah KKM. 3) Kedisiplinan siswa masih berada pada kriteria kurang hal ini karena siswa masih belum melaksanakan proses menulis narasi dengan runtut. Siswa belum membuat kerangka karangan dalam proses menulis narasi. 4) Motivasi siswa yang besar baru tampak pada saat pembukaan sampai eksplorasi sedangkan pada saat pertengahan pembelajaran beberapa konsentrasi siswa agak menurun. Saat pembacaan hasil karya, siswa tidak bersedia maju secara sukarela. Hal ini menunjukkan motivasi siswa untuk memublikasikan hasil karyanya masih kurang. 5) Keaktifan siswa masih kurang. Masih ada beberapa siswa tidak merespon stimulus dari guru. Keaktifan bertanya siswa juga masih rendah, umumnya siswa malu untuk bertanya atau menjawab pertanyaan guru dengan inisiatif sendiri. Berdasarkan hasil analisis tersebut, tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan pembelajaran belum terpenuhi. Suasana pembelajaran melalui penerapan model sinetik dan media film animasi belum dapat berjalan sesuai dengan rencana. Berdasarkan analisis tersebut, berikut ini dikemukakan refleksi dari kekurangan yang telah ditemukan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 118
1) Guru
diharapkan
melaksanakan
setiap
tahap
pembelajaran
narasi
menggunakan model sinektik. Selain itu guru seharusnya menyampaikan semua materi pembelajaran menulis narasi mulai dari penentuan tema, penyusunan kerangka karangan, hingga pengembangan kerangka karangan menjadi karangan utuh. Dengan penerapan setiap tahap pembelajaran model sinektik diharapkan mampu meningkatkan motivasi, keaktifan, dan kemampuan menulis narasi siswa. Penyampaian tujuan pembelajaran hendaknya disesuaikan dengan bahasa siswa agar mudah dipahami dan mampu mendongkrak tingkat kedisiplinan, motivasi, dan keaktifan siswa. 2) Siswa seharusnya terus menjaga motivasi belajar yang mereka miliki sehingga mereka bisa mendapatkan hasil beajar yang memuaskan. Guru sudah seharusnya lebih keras lagi memberi motivasi belajar kepada siswa di setiap sesi pembelajaran. 3) Siswa diharapkan lebih aktif dalam proses pembelajaran yang berlangsung, dengan aktif bertanya, menjawab pertanyaan guru, dan selalu merespon stimulus yang diberikan guru. Berdasarkan hasil analisis dan refleksi di atas, tindakan pada siklus I dikatakan belum berhasil karena belum mencapai hasil maksimal. Peningkatan memang terjadi pada beberapa indikator yang telah ditentukan pada survei awal. Akan tetapi nilai rata-rata menulis narasi siswa masih di bawah batas minimal ketuntasan hasil belajar (KKM=67). Oleh karena itu, siklus II sebagai perbaikan proses pembelajaran pada siklus I perlu dilaksanakan. Pelaksanaan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 119
siklus II ini disetujui oleh guru pada hari Kamis, 18 Oktober 2012 setelah peneliti berdiskusi dan mengajukan hasil analisis dan refleksi siklus I.
2. Siklus II a. Perencanaan Tindakan Siklus II Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I, disepakati bahwa siklus II perlu dilakukan. Perencanaan dan persiapan tindakan dilakukan pada hari Sabtu, 13 Oktober 2012 di ruang guru SD Negeri 2 Pulutan Wetan. Peneliti menyampaikan kembali isi observasi dan refleksi terhadap pembelajaran menulis narasi dengan menerapkan model sinektik dan media fim animasi yang dilakukan pada siklus I. Kepada guru yang bersangkutan disampaikan segala kelebihan dan kekurangan proses pembelajaran menulis narasi yang telah dilakukan. Untuk mengatasi kekurangan pada siklus I, disepakati hal-hal yang sebaiknya dilakukan oleh guru sebagai upaya perbaikan yang akan dilaksanakan pada siklus II. Hal-hal yang harus diakukan antara lain: dalam menyampaikan tujuan hendaknya guru menggunakan bahasa yang mudah dipahami siswa agar mampu meningkatkan motivasi belajar mereka; guru harusnya melaksanakan setiap tahap pembelajaran menggunakan model sinektik seperti analogi langsung, analogi personal, dan konflik padat; guru agar lebih memberikan motivasi pada siswa di setiap kesempatan agar motivasi siswa tidak turun di tengah-tengah pembelajaran; penerapan setiap tahap menulis narasi seharusnya dilakukan termasuk dalam membuat kerangka karangan; dan guru seharusnya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 120
terus berusaha maksimal meningkatkan kedisiplinan dan keaktifan siswa selama pembelajaran. Pada perencanan tindakan ini, guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pembelajaran menulis narasi dengan menerapkan model sinektik dan media film animasi. Dalam diskusi antara guru dan peneliti disepakati bahwa judul film yang akan digunakan adalah “Basikal Baru”. Pada siklus II, proses penilaian masih ditekankan pada penilaian proses dan hasil. Penilaian proses pembelajaran dengan menggunakan lembar penilaian sikap (afektif) yang terdiri dari aspek: (1) disiplin; (2) motivasi; dan (3) keaktifan. Penilain hasil dilakukan dengan menilai hasil menulis narasi siswa dengan mmenilai aspek isi, organisasi, kosakata, pengusaan bahasa, dan ejaan. Lembar penilaian tersebut akan dipegang peneliti dan guru. Dalam diskusi perencanaan ini juga disepakasi pelaksanaan siklus II dilaksanakan pada hari Kamis, 18 Oktober 2012 di ruang kelas V SD Negeri 2 Pulutan Wetan. Adapun urutan tindakan yang sudah direncanakan dan akan diterapkan dalam siklus II sebagai berikut. 1) Guru mengadakan kegiatan awal dengan: a) memimpin siswa berdoa bersama, mengucapkan salam, dan absensi; b) memberikan
motivasi,
mengkondisikan
siswa
untuk
pembelajaran, dan menjelaskan tujuan pembelajaran; c) tanya jawab tentang materi pelajaran yang akan dipelajari; d) guru mengulas tentang tulisan yang telah dibuat pada siklus I;
commit to user
mengikuti
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 121
2) Guru mengadakan kegiatan inti yang terdiri dari eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Ketiga kegiatan tersebut dijelaskan sebagai berikut: a) eksplorasi (1) guru memutar film animasi Upin dan Ipin berjudul ”Basikal Baru”; (2) guru mengulas film yang diputar sebagai contoh pengalaman pribadi; b) elaborasi (1) guru
menjelaskan
mengenai
mengenai
materi
menceritakan
pengalaman pribadi yang disertai dengan pemutaran kembali film Upin dan Ipin berjudul ”Basikal Baru” (input substantif); (2) guru menyuruh siswa memosisikan diri sebagai salah satu tokoh dalam film animasi (analogi langsung); (3) guru meminta siswa untuk ”menjadi” bagian dari analogi langsung yang telah mereka pilih tersebut sehingga merasakan apa yang dialami tokoh (analogi personal); (4) guru membantu siswa mengambil deskripsi-deskripsi tahap kedua dan ketiga, mengusulkan beberapa analogi konflik padat dan memilih salah satunya (konflik padat). Siswa dibantu guru menemukan katakata yang bertentangan dalam film untuk menambah kosakata; (5) guru membimbing siswa membuat dan memilih analogi yang lain yang didasarkan pada analogi konflik padat (analogi langsung). Analogi dipilih yang dekat dengan kehidupan siswa saat ini; (6) guru meminta siswa kembali pada tugas atau masalah awal dan menggunakana analogi terakhir atau seluruh pengalaman sinektiknya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 122
untuk bahan dasar menulis pengalaman pribadi (memeriksa kembali tugas awal). (7) guru menyuruh siswa menentukan tema karangan berdasarkan pengalamannya; (8) guru menyuruh membuat kerangka karangan berdasarkan tema yang telah mereka tentukan; (9) guru menyuruh dan memantau siswa menulis karangan berdasarkan kerangka karangan yang telah dibuat; (10)
guru menyuruh siswa membaca karangan yang dibuat.
c) konfirmasi (1) guru bertanya jawab tentang materi yang belum diketahui siswa. (2) guru
bersama
siswa
bertanya
jawab
meluruskan
kesalahan
pemahaman, memberikan penguatan, dan penyimpulan. (3) guru memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi belajar. 3) Guru menutup pembelajaran dengan: a) membuat simpulan materi yang dipelajari bersama siswa; b) melakukan refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan. c) berdoa bersama sesuai agama dan kepercayaan masing-masing. b. Pelaksanaan Tindakan Siklus II Sesuai dengan yang telah direncanakan, maka tahap tindakan siklus II dilaksanakan pada hari Kamis, 18 Oktober 2012 di ruang kelas SD Negeri 2 Pulutan Wetan. Siklus II dilaksanakan mulai pukul 07.15 WIB – 09.00 WIB
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 123
(jam pertama sampai jam ketiga). Langkah-langkah yang dilaksanakan guru dalam pembelajaran menulis narasi pada tindakan siklus II ini sebagai berikut: a) guru membuka perlajaran dengan memberi salam dan melakukan presensi. Presensi dilakukan guru juga untuk mengondisikan siswa agar kondusif; b) guru kemudian menjelaskan tujuan pembelajaran dengan menggunakan kalimat yang sesuai usia siswa; c) guru kemudian me-review pelajaran menulis narasi yang telah dilakukan sebelumnya dengan mengulas sebentar hasil karya siswa pada siklus I; d) guru menyampaikan tentang film animasi merupakan salah satu cara untuk menceritakan pengalaman pribadi; e) uru mengadakan eksploitasi dengan memutarkan film animasi Upin Ipin berjudul “Basikal Baru”. Siswa memerhatikan dengan antusias film yang ditayangkan oleh guru; f) guru mengulas film animasi yang telah ditayangkan. Guru menjelaskan tentang kesamaan film animasi dengan tulisan narasi; g) elaborasi dilakukan guru dengan menerapkan model pembelajaran sinektik; h) guru memutar kembali film animasi Upin Ipin yang telah diputar sebelumnya; i) guru menjelaskan kembali dasar-dasar menulis narasi dengan pemutaran kembali film animasi (input substansi); j) guru menjelaskan bahwa dalam menginginkan sesuatu siswa harus bersabar dan berusaha seperti dalam film animasi yang ditayangkan. Guru juga
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 124
menekankan bahwa setiap keinginan tidak harus langsung didapatkan (analogi langsung); k) guru kemudian mengajak siswa untuk melakukan analogi personal. Siswa disuruh memilih salah satu tokoh dalam film animasi yang diputar dan disuruh merasakan bagaimana jika menjadi tokoh tersebut. Dengan antusias siswa memilih tokoh yang mereka inginkan dan mengatakan apa yang mereka rasakan. Ada yang memilih menjadi tokoh Upin Ipin yang merasakan jengkel, sedih, bersabar pasrah dengan keadaan, bahkan ada yang mengaku iri dengan teman-temannya. Guru kemudian mengatakan itulah yang seharusnya ada dalam karangan narasi siswa, ekspresi dalam cerita diperlukan; l) guru kemudian menggiring siswa pada analogi langsung kedua. Siswa diaak membayangkan
menginginkan
sesuatu
itu
sama
halnya
dengan
menginginkan apa. Ada beberapa siswa yang menjawab seperti bercita-cita, seperti berpuasa yang menunggu berbuka karena mereka kebanyakan harus banyak menabung saat ingin membeli barang yang diinginkan; m) setelah tahap input substansi sampai analogi langsung guru dilaksanakan, guru kemudian kembali ke tugas awal siswa; n) guru membimbing siswa untuk menentukan tema menulis narasi siswa yang bertema dasar menginginkan suatu barang; o) siswa yang telah menentukan tema kemudian membuat kerangka karangan. Tema yang digunakan saat ini adalah benda impian;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 125
p) kerangka karangan yang dibuat siswa kemudian dikembangkan menjadi karangan yang utuh; q) guru membimbing para siswa yang kesulitan untuk menentukan tema, menuangkan ide, dan memotivasi siswa untuk segera menulis; r) guru terus membimbing siswa saat mengarang terutama selalu mengingatkan mekanika penulisan siswa, seperti penggunaan tanda baca dan penggunaan huruf kapital; s) setelah tiga puluh menit berlalu, siswa telah menyelesaikan tugas mereka t) guru kemudian menyuruh siswa untuk membacakan hasil karya mereka dengan terus memotivasi siswa agar mempunyai keberanian untuk mempresentasikan hasil karya mereka, namun tidak ada satu siswa pun yang bersedia maju. Kemudian guru menunjuk salah satu siswa untuk memublikasikan hasil karyanya. Setelah ada salah satu siswa ditunjuk kemudian ada tiga siswa lain maju secara suka rela tanpa ditunjuk oleh guru. Setiap siswa yang selesai membacakan hasil karyanya medapatkan tepuk tangan dari guru dan teman-temannya sebagai wujud penghargaan dan perayaan atas usahanya. Setelah pembacaan hasil karya selesai, para siswa mengumpulkan hasil karya masing-masing; u) guru dan siswa bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui siswa dan membenarkan kesalahan yang dilakukan siswa dalam menulis terutama dalam hal ejaan; v) guru memotivasi siswa untuk selalu berlatih menulis;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 126
w) guru menganjurkan siswa untuk berusaha merangkum salah satu judul film animasi yang ditonton siswa saat di rumah sebagai bahan latihan; x) Pelajaran ditutup guru dengan merefleksi dan menyimpulkan pelajaran yang telah dilakukan. Pelajaran diakhiri saat bel berbunyi menunjukkan bahwa waktu jam pelajaran ketiga telah selesai. Guru menyuruh siswa untuk mengumpulkan hasil menulis narasi siswa. Dalam tahap ini, guru bertindak sebagai pemimpin jalannya pembelajaran menulis narasi di dalam kelas, sedangkan peneliti hanya bertindak sebagai partisipan pasif. c. Observasi dalam Siklus II Observasi dilaksanakan saat pembelajaran menulis narasi dengan model sinektik dan media film animasi berlangsung pada hari Kamis, 18 Oktober 2012 pukul 07.15 WIB – 09.00 (jam pertama sampai jam ketiga). Observasi difokuskan pada situasi pelaksanaan pembelajaran menulis narasi dengan menerapkan model sinektik dan media film animasi. Pada saat observasi, peneliti bertindak sebagai partisipan pasif dan duduk di bangku paling belakang. 1) Kualitas Proses Pembelajaran a) Pengamatan terhadap guru Pengamatan kepada guru dilakukan dengan menggunakan lembar penilaian dan observasi yang sama seperti pada siklus I. Observasi kepada guru dibagi menjadi dua yaitu penyusunan rencana pembelajaran dan kinerja guru. (1) Penilaian rencana pelaksanaan pembelajaran
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 127
Dari hasil penilaian rencana pelaksanaan pembelajaran guru mendapatkan skor 36 (90%) ini berarti bahwa rencana pelaksanaan pebelajaran guru pada siklus dua termasuk dalam kriteria “baik” dengan kegiatan yang dilakukan dalam skor “baik” dan “baik sekali”. Penilaian rencana pelaksanaan pembelajaran siklus II secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 3. 3 siklus II. (2) Penilaian kinerja guru Hasil penilaian kinerja guru, mendapatkan skor 105 yang berarti mendapatkan nilai 82 (lampiran 3.4 siklus II). Hal ini menunjukkan bahwa kinerja guru telah dalam tahap baik. Dari indikator yang ditentukan diketahui bahwa guru pada posisi jawaban “cukup”, “baik” dan “sangat baik”. Keadaan ini menunjukkan guru telah mampu dan mulai terbiasa menggunakan model sinektik walupun memang belum sempurna. Pada
proses
pembelajaran
siklus
II
guru
telah
berusaha
melaksanakan pembelajaran menulis narasi menggunakan model sinektik dan film animasi sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah disusun. Guru telah mampu menggunakan media film animasi dengan dengan sangat baik. Penggunaan film animasi mampu mempermudah guru untuk memberikan contoh kepada siswa mengenai menulis narasi. Pengelolaan waktu yang digunakan guru telah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Guru mampu memprediksi waktu dengan tepat dan teliti. Salah satu cara guru mengefektifkan waktu adalah mengatur media
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 128
pembelajaran seperti LCD dan laptop sebelum bel masuk berbunyi sehingga tidak menyita waktu pembelajaran. Kemampuan guru dalam menggunakan model sinektik memang telah meningkat, tetapi guru masih melewatkan langkah konflik padat yang merupakan sarana siswa untuk meningkatkan kemampuan penggunaan kosakata. Penggunaan strategi bertanya sudah bagus, tetapi tanggapan siswa belum maksimal terhadap stimulus guru. Pemberian motivasi yang secara kontinu oleh guru juga telah mampu meningkatkan motivasi siswa daripada siklus I. b) Pengamatan terhadap Siswa Pada pertemuan siklus II yang dilaksanakan pada hari Kamis, 18 Oktober 2012, siswa tampak lebih aktif daripada pelaksanaan tindakan pada siklus I walaupun belum sesuai dengan target. Motivasi siswa lebih stabil berkat usaha guru untuk terus memberikan semangat kepada mereka. Kesadaran siswa akan tugas mereka bagus sehingga mampu meningkatkan kedisiplinan. Observasi terhadap siswa pada siklus II hampir sama dengan siklus I. Pada siklus II ini siswa juga diamati dari segi proses dan hasil. Demikian pula dengan instrumen penilaiannya juga sama dengan siklus I. Berdasarkan penilaian proses pembelajaran yang dilakukan pada siklus II diperoleh data sebagai berikut. (Penilaian lengkap terlampir pada lampiran 3.12 Siklus II) (1) Kedisiplinan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 129
Tingkat kedisiplinan siswa sudah baik. Semua siswa telah melaksanakan tugas belajar dengan baik, mengikuti petunjuk guru, dan tanggung jawab terhadap tugas yang diindikasi dengan mengumpulkan tugas tepat waktu. Secara keseluruhan nilai rata-rata siswa mencapai 3 yang berarti berada pada kriteria baik dan persentase keberhasilan mencapai 75%. Hal ini mengindikasikan tingkat kedisiplinan siswa sudah mencapai indikator yang ditetapkan. (2) Motivasi Pada siklus II ini siswa terlihat lebih antusias terhadap pembelajaran menulis narasi dengan model sinektik dan media film animasi dibandingkan dengan siklus I. Motivasi siswa peneliti nilai dari antusias siswa untuk mengikuti setiap proses pembelajaran menulis narasi. Secara rata-rata motivasi belajar siswa berada dalam keadaan baik dengan nilai 3 dan persentase keberhasilan mencapai 75%. Keadaan ini menunjukkan motivasi siswa pada siklus II lebih baik daripada siklus sebelumnya. (3) Keaktifan Keaktifan siswa pada waktu proses pembelajaran menulis narasi dilihat dari kemampuan siswa untuk terlibat aktif menyelesaikan masalah, bertanya pada guru, dan menjawab pertanyaan guru secara lisan. Siswa yang sudah menunjukkan keaktifan dengan mengungkapkan pendapat, bertanya, menjawab pertanyaan, dan aktif dalam kegiatan diskusi lebih banyak. Keaktifan siswa pada siklus ini masih dianggap kurang karena rata-rata keaktifan siswa baru mencapai 2,7 dengan persentase keberhasilan 68%.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 130
Keaktifan pada siklus II ini menunjukkan peningkatan walaupun hanya 10% dibandingkan dengan siklus I. Nilai proses pembelajaran siswa pada siklus II secara keseluruhan telah berada pada kriteria baik. Nilai rata-rata proses pembelajaran mencapai poin 23 dengan tingkat keberhasilan 72%. Dengan demikian nilai proses pembelajaran siswa telah mengalami peningkatan daripada siklus I, tetapi belum mencapai indikator ketuntasan (75%). 2) Kemampuan Menulis Narasi Sistem penilaian kemampuan menulis narasi sama dengan sistem penilaian siklus I, yaitu menilai hasil tulisan narasi siswa. Dalam tes kali ini siswa diminta menulis narasi dengan tema benda impian. Berdasarkan lembar penilaian kemampuan menulis narasi pada siklus II diperoleh nilai rata-rata 71,19 (sudah mencapai KKM) dengan nilai yang tertinggi 78 dan nilai terendah 63 (terlampir dilampiran 3.14 siklus II). Siswa yang mampu memperoleh nilai di atas kriteria ketuntasan minimal (KKM) sebanyak 15 siswa atau 94% dari jumlah seluruh siswa kelas V SD Negeri 2 Pulutan Wetan. d. Analisis dan Refleksi pada Siklus II Berdasarkan hasil pengamatan penelitian pada siklus II, dapat dikemukakan bahwa kualitas pembelajaran menulis narasi sudah mengalami peningkatan yang cukup berarti, tetapi belum sesuai yang diharapkan. Hal ini ditandai dengan beberapa hal berikut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 131
1) Keaktifan siswa dalam pembelajaran sudah mengalami peningkatan tetapi belum maksimal. Keaktifan dalam pembelajaran belum mencapai 75% ketuntasan kelas. Keaktifan siswa baru 68%. 2) Dari angket yang diisi siswa, masih ada siswa yang merasa kesulitan dalam menulis narasi. 3) Kemampuan guru dalam mengajar menggunakan model sinektik dan media film animasi telah lebih baik. Meskipun demikian, guru masih belum maksimal dalam menerapkan model sinektik. Guru masih meninggalkan satu langkah pembelajaran, yaitu konflik padat. Guru telah berusaha menciptakan situasi pembelajaran yang mendukung siswa untuk aktif, berkonsentrasi, serta termotivasi untuk belajar. Kontrol dan pengawasan guru cukup baik, guru sudah berkeliling di kelas, dan memberi pengarahan kepada siswa yang mengalami kesulitan. Berdasarkan analisis tersebut, dapat diungkapkan bahwa kualitas pembelajaran sudah cukup baik. Kekurangan ditemui pada sikap siswa yang masih kurang aktif dalam pembelajaran. Siswa yang belum tuntas dalam pembelajaran menulis narasi tinggal 1 siswa (6%). Keaktifan siswa masih perlu ditingkatkan. Berdasarkan analisis di atas, berikut ini dikemukakan refleksi dari kekurangan yang ada. 1) Guru harus menekankan kembali keaktifan siswa dengan terus memberikan gambaran tentang manfaat keaktifan dalam belajar. 2) Guru memberikan bimbingan lebih pada siswa yang belum mencapai KKM.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 132
3) Guru seharusnya melaksanakan semua tahap pembelajaran dengan model sinektik agar mendapatkan hasil yang maksimal. Berdasarkan hasil analisis dan refleksi di tersebut, tindakan siklus II dikatakan berhasil tetapi belum mencapai hasil yang maksimal. Peningkatan terjadi di beberapa indikator dibandingkan siklus I, tetapi masih ada kekurangan seperti yang disebutkan di atas. Oleh karena itu, siklus III sebagai proses perbaikan pembelajaran pada siklus II perlu dilaksanakan. Pelaksanaan siklus III ini lebih diminta oleh guru setelah peneliti mengajukan hasil analisis dan refleksi siklus II pada Sabtu, 20 Oktober 2012.
3. Siklus III a. Perencanaan Tindakan Siklus III Berdasarkan hasil refleksi siklus II, disepakati bahwa siklus III perlu dilaksanakan. Persiapan dan perencanaan tindakan dilakukan pada hari Senin, 22 Oktober 2012 di ruang guru SD Negeri 2 Pulutan Wetan, setelah peneliti menyampaikan hasil observasi dan refleksi terhadap pembelajaran yang dilakukan pada siklus II. Peneliti menyampaikan kelebihan dan kekurangan proses pembelajaran menulis narasi yang telah dilakukan. Pada perencanaan tindakan ini, guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pembelajaran menulis narasi dengan menerapkan model sinektik dan media film animasi. Dalam diskusi antara guru dan peneliti disepakati bahwa film animasi yang akan digunakan berjudul “Nikmatnya Hari
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 133
Raya”. Pada siklus III, proses penilaian tetap ditekankan pada penilaian proses dan penilaian hasil. Lembar penilaian yang digunakan pada siklus III, masih sama dengan lembar penilaian pada siklus-siklus sebelumnya. Indikator penilaian proses dengan menggunakan lembar penilaian sikap (afektif) yang terdiri dari aspek: (1) kedisiplinan; (2) motivasi; dan (3) keaktifan. Penilaian hasil menulis narasi digunakan untuk mengetahui kompetensi siswa dalam menulis narasi. Penilaian hasil menulis narasi siswa dengan memperhatikan isi, organisasi, kosakata, penggunaan bahasa, dan ejaan. Disepakati bahwa tindakan siklus III diaksanakan pada hari Sabtu tanggal 27 Oktober 2012 di ruang kelas V SD Negeri 2 Pulutan Wetan. Adapun urutan tindakan hampir sama dengan siklus-siklus sebelumnya. Secara runtut, tindakan yang dilakukan sebagai berikut. 1) Guru mengadakan kegiatan awal dengan: a) berdoa bersama siswa, mengucapkan salam, dan absensi. b) memberikan
motivasi,
mengkondisikan
siswa
untuk
mengikuti
pembelajaran, dan menjelaskan tujuan pembelajaran; c) mengulas tentang tulisan yang telah dibuat pada siklus II; d) meminta beberapa siswa menceritakan salah isi film animasi yang telah dilihat di rumah. 2) Guru mengadakan kegiatan inti yang terdiri dari eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Ketiga kegiatan tersebut dijelaskan sebagai berikut: a) eksplorasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 134
(1) guru memutar film animasi Upin dan Ipin berjudul ”Nikmatnya Hari Raya”. (2) guru mengulas film yang diputar sebagai contoh pengalaman pribadi; b) elaborasi (1) guru
menjelaskan
mengenai
mengenai
materi
menceritakan
pengalaman pribadi yang disertai dengan pemutaran kembali film Upin dan Ipin berjudul ”Nikamatnya Hari Raya” (input substantif); (2) guru meminta siswa memosisikan diri sebagai salah satu tokoh dalam film animasi. Guru juga menghubungkan keadaan sekitar siswa dengan film animasi yang diputar (analogi langsung); (3) guru meminta siswa untuk ”menjadi” bagian dari analogi langsung yang telah mereka pilih tersebut sehingga merasakan apa yang dialami tokoh (analogi personal); (4) guru menyuruh siswa mengambil deskripsi-deskripsi tahap kedua dan ketiga, mengusulkan beberapa analogi konflik padat dan memilih salah satunya
(konflik
padat).
Guru
dan
siswa
melakukan
perbandingan antara hari biasa dengan hari raya. Guru juga mengadakan hal-hal yang biasa terjadi dalam hari raya; (5) guru membantu siswa membuat dan memilih analogi yang lain yang didasarkan pada konflik padat (analogi langsung). Analogi dipilih yang dekat dengan kehidupan siswa saat ini seperti permainan yang sering dimainkan siswa;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 135
(6) guru meminta siswa kembali pada tugas atau masalah awal dan menggunakana analogi terakhir atau seluruh pengalaman sinektiknya untuk bahan dasar menulis pengalaman pribadi (memeriksa kembali tugas awal); (7) guru meminta siswa menentukan tema karangan berdasarkan pengalamannya; (8) guru menyuruh siswa membuat kerangka karangan berdasarkan tema yang telah mereka tentukan; (9) guru memantau siswa menulis karangan berdasarkan kerangka karangan yang telah dibuat; (10) guru meminta siswa membaca karangan yang dibuat. c) konfirmasi (1)
Guru bertanya jawab tentang materi yang belum diketahui siswa.
(2)
Guru bersama
siswa
bertanya
jawab meluruskan kesalahan
pemahaman, memberikan penguatan, dan penyimpulan. (3)
Memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi belajar.
3) Guru menutup pembelajaran dengan: a) membuat simpulan materi bersama yang dipelajari. b) melakukan refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan. c) Berdoa bersama sesuai agama dan kepercayaan masing-masing. b. Pelaksanaan Tindakan Siklus III Sesuai yang telah direncanakan, maka tahap tindakan siklus III dilaksanakan pada hari Sabtu, 27 Oktober 2012 di ruang kelas V SD Negeri 2
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 136
Pulutan Wetan. Siklus III dilaksanakan pada Sabtu, 27 Oktober 2012 mulai pukul 07.15 – 09.00 (jam pertama sampai ketiga). Langkah-langkah yang dilaksanakan guru dalam pembelajaran menulis narasi pada siklus III sebagai berikut. a) Guru membuka perlajaran dengan memberi salam dan melakukan presensi. Presensi dilakukan guru juga untuk mengondisikan siswa agar kondusif. b) Guru kemudian menjelaskan tujuan pembelajaran dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti siswa (tidak sama persis dengan kalimat yang tercantum dalam RPP). c) Guru menyampaikan manfaat bagi siswa mempelajari menulis narasi dalam kehidupan siswa sehingga siswa lebih termotivasi untuk mengikuti pelajaran menulis narasi. d) Guru kemudian me-review pelajaran menulis narasi yang telah dilakukan sebelumnya dengan mengulas sebentar hasil karya siswa pada siklus II. e) Guru kemudian menanyakan film animasi apa yang telah ditonton siswa di rumah. Semua siswa antusias untuk menjawab dilanjutkan ada tiga siswa yang menceritakan salah satu isi film animasi yang mereka lihat. f) Guru mengadakan eksploitasi dengan memutarkan film animasi Upin Ipin berjudul “Nikmatnya Hari Raya”. Siswa memerhatikan dengan antusias film yang ditayangkan oleh guru. g) Guru mengulas film animasi yang telah ditayangkan. h) Guru menjelaskan tentang kesamaan isi film animasi dengan apa yang pernah dialami siswa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 137
i) Elaborasi dilakukan guru dengan menerapkan model pembelajaran sinektik. Guru memutar kembali film animasi Upin Ipin yang telah diputar sebelumnya. j) Guru menjelaskan kembali dasar-dasar menulis narasi dengan pemutaran kembali film animasi (input substansi). k) Guru menjelaskan bahwa setiap agama memiliki hari besar. Hari besar dalam salah satu agama tidak hanya satu, tetapi banyak. Setiap hari raya para pemeluk agama akan bahagia. Guru juga mengatakan bahwa hari raya memiliki
banyak
manfaat,
seperti
mempererat
persaudaraan
dan
meningkatkan kuantitas serta kualitas ibadah (analogi langsung). l) Guru kemudian mengajak siswa untuk melakukan analogi personal. Siswa disuruh memilih salah satu tokoh dalam film animasi yang diputar dan disuruh merasakan bagaimana jika menjadi tokoh tersebut. Dengan antusias siswa memilih tokoh yang mereka inginkan dan mengatakan apa yang mereka rasakan. Ada yang memilih menjadi tokoh Upin Ipin yang merasakan kesedihan, kebahagiaan, rasa bersalah, dan keberanian untuk meminta maaf serta memaafkan. Guru kemudian mengatakan itu bisa ditulis dalam karangan narasi sebagai wujud ekspresi siswa. m) Siswa
diajak
melakukan
analogi
langsung
yang
kedua
dengan
membayangkan bahwa kebahagiaan di hari raya seperti kita telah memenangkan pertandingan atau permainan karena kita telah menyelesaikan ibadah yang diperintah Tuhan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 138
n) Guru mengajak siswa untuk melakukan konflik padat dengan cara membandingkan keadaan hari raya dengan hari-hari biasa. Kegaiatan konflik padat ini mampu membantu siswa untuk menambah kosakata dalam karangan mereka. o) Guru membimbing siswa untuk menentukan tema menulis narasi siswa yang bertema dasar hari raya. p) Siswa yang telah menentukan tema kemudian diminta membuat kerangka karangan. q) Siswa mengembangkan kerangka karangan menjadi karangan yang utuh. r) Guru membimbing para siswa untuk menentukan tema, menuangkan ide, dan memotivasi siswa untuk segera menulis. s) Guru
terus
membimbing
siswa
saat
mengarang
terutama
selalu
mengingatkan mekanika penulisan siswa, seperti penggunaan tanda baca dan penggunaan huruf kapital. t) Guru kemudian menyuruh siswa untuk membacakan hasil karya mereka sambil terus memotivasi siswa agar mempunyai keberanian untuk mempresentasikan hasil karya mereka. u) Setiap siswa yang selesai membacakan hasil karyanya medapatkan tepuk tangan dari guru dan teman-temannya sebagai wujud penghargaan dan perayaan atas usahanya. v) Para siswa mengumpulkan hasil karya masing-masing.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 139
w) Guru dan siswa bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui siswa dan membenarkan kesalahan yang dilakukan siswa dalam menulis terutama dalam hal ejaan. x) Guru juga memotivasi siswa utuk selalu berlatih menulis. Untuk menambah pengetahuan siswa tentang menulis narasi sekaligus menambah kosakata yang dimiliki siswa, guru menganjurkan siswa banyak membaca buku cerita di perpustakaan saat istirahat sekolah. y) Pelajaran ditutup guru dengan merefleksi dan menyimpulkan pelajaran yang telah dilakukan. Guru dapat menyelesaikan semua langkah sesuai dengan waktu yang tersedia. Begitu bel tanda pergantian jam berbunyi, guru sudah pada tahap menutup pelajaran. Dalam tahap ini guru bertindak sebagai pemimpin jalannya kegiatan pembelajaran menulis narasi di dalam kelas, sedangkan peneliti hanya bertindak sebagai pertisipan pasif. c. Observasi Siklus III Observasi dilaksanakan saat pembelajaran menulis narasi dengan menggunakan model sinektik dan media film animasi berlangsung pada hari Sabtu, 27 Oktober 2010 pukul 07.15 – 09.00 (jam pertama sampai jam ketiga). Seperti pada siklus II, observasi difokuskan pada situasi pelaksanaan pembelajaran menulis narasi dengan menerapkan model sinektik dan media film animasi, kegiatan yang dilaksanakan guru, serta aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Dalam observasi ini, peneliti menggunakan pedoman observasi (terlampir pada lampiran) serta ikut melakukan penilaian dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 140
memegang lembar penilaian proses. Pada saat observasi, peneliti bertindak sebagai partisipan pasif dan duduk di bangku paling belakang. 1) Kualitas Proses Pembelajaran a) Pengamatan terhadap guru (1) Penilaian rencana pelaksanaan pembelajaran Pengamatan kepada guru dilakukan dengan menggunakan lembar penilaian dan observasi yang sama seperti pada siklus-siklus sebelumnya. Observasi kepada guru dibagi menjadi dua yaitu penyusunan rencana pembelajaran dan kinerja guru. Dari hasil penilaian rencana pelaksanaan pembelajaran guru mendapatkan skor 40 (100%) ini berarti bahwa rencana pelaksanaan pembelajaran guru pada siklus III termasuk dalam kriteria “sangat baik” dengan semua poin termasuk dalam skor “baik sekali”. Penilaian rencana pelaksanaan pembelajaran siklus III secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 4. 3. (2) Penilaian kinerja guru Hasil penilaian kinerja guru, mendapatkan skor 116 yang berarti mendapatkan nilai 90 (lampiran 4.4 siklus III). Hal ini menunjukkan bahwa kinerja guru telah dalam tahap baik. Dari indikator yang ditentukan diketahui bahwa guru pada posisi jawaban “baik” dan “sangat baik”. Keadaan ini menunjukkan guru telah mampu menggunakan model sinektik. Guru telah melaksanakan seluruh tahapan pembelajaran menulis narasi dengan model sinektik dan media film animasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 141
Guru sudah melaksanakan pembelajaran sesuai dengan rencana pelaksanaan menciptakan
yang telah
disusun
pembelajaran
yang
bersama
peneliti.
kondusif.
Guru
Guru telah
sudah mampu
membangkitkan kedisiplinan, motivasi, dan keaktifan siswa. Guru terlihat lebih aktif dalam memantau kinerja setiap siswa. Guru menekankan kepada siswa bahwa mereka memiliki kemampuan untuk menulis narasi dengan lebih baik dari pertemuan sebelumnya.
Sewaktu para siswa
sedang bekerja guru berkeliling kelas, memberi pujian, dan kadang guru meberikan bimbingan kepada siswa. b) Pengamatan terhadap siswa Pada pertemuan III yang dilaksanakan pada hari Sabtu, 27 Oktober 2012, siswa tampak lebih aktif daripada pelaksanaan tindakan siklus II. Proses pembelajaran pada siklus III ini situasi kelas jadi lebih kondusif. Kedisiplinan dan motivasi siswa selalu terjaga dari awal hingga akhir pelajaran. Observasi terhadap siswa pada siklus III hampir sama dengan siklus sebelumnya. Pada siklus III ini siswa juga diamati dari segi proses dan hasil. Demikian pula dengan instrumen penilaiannya juga sama dengan siklus I dan siklus II. Berdasarkan penilaian proses pembelajaran yang dilakukan pada siklus III diperoleh data sebagai berikut. (Penilaian lengkap terlampir pada lampiran 4.15 Siklus III) (1) Kedisiplinan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 142
Pada siklus III tingkat kedisiplinan siswa dalam mengikuti pembelajaran menulis narasi dengan model sinektik dan media film animasi mencapai 83%. Skor rata-rata siswa rata-rata 3,3 yang berarti berada dalam keadaan baik. Jumlah tersebut sudah lebih baik jika dibandingkan dengan siklus II mengalami kenaikan 8%. Penilaian kedisiplinan masih tetap sama dengan siklus II diperoleh dari penilaian sikap siswa yang sudah menunjukkan kedisiplinan di kelas, seperti kedisiplinan dalam kesiapan pelajaran dan menepati waktu dalam melakukan langkah. (2) Motivasi Pada siklus III ini siswa terlihat mempunyai antusias yang setara dengan siklus II terhadap pembelajaran menulis narasi dengan model sinektik dan media film animasi dibandingkan dengan siklus sebelumnya. Motivasi siswa, peneliti nilai dari antusias siswa untuk mengikuti setiap langkah dalam pembelajaran menulis narasi. Siswa juga terlihat lebih tekun mengerjakan tugas yang diberikan guru. Motivasi siswa secara keseluruhan berada pada kriteria baik dengan poin 3,2 dan tingkat keberhasilan mencapai 80%. Keadaan ini menunjukkan motivasi siswa pada siklus III lebih baik daripada siklus sebelumnya. (3) Keaktifan Keaktifan siswa pada waktu proses pembelajaran menulis narasi dilihat dari kemampuan siswa untuk terlibat aktif mendiskusikan masalah, bertanya pada guru, dan menjawab pertanyaan guru secara lisan. Keaktifan siswa pada siklus ini mencapai poin 3 yang menunjukkan pada kriteria baik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 143
Tingkat ketercapaian keaktifan siswa mencapai 75%. Keaktifan pada siklus III menunjukkan peningkatan sebanyak 7% dibandingkan dengan siklus II. Secara keseluruhan nila proses pembelajaran siswa berada pada tingkat baik dan sangat baik. Siswa yang berada pada kriteria baik sebanyak 10 siswa (63%) dan berada pada kriteria sangat baik sebanyak 6 siswa (37%). Persentase keberhasilan tingkat proses pembelajaran siswa mencapai 79%. 2) Kemampuan Menulis Narasi Penilaian kemampuan menulis narasi dengan sistem penilaian yang sama dengan siklus II, yaitu menggunakan instrumen tes perbuatan. Dalam tes tersebut siswa diberikan tugas agar membuat tulisan narasi dengan tema hari raya. Penilaian didasarkan pada isi, organisasi, penguasaan bahasa, kosakata, dan ejaan. Berdasarkan lembar penilaian kemampuan menulis narasi pada siklus III diperoleh nilai rata-rata 73,9 (sudah mencapai KKM) dengan nilai yang tertinggi 80 dan nilai terendah 70 (terlampir dilampiran 4.16 siklus III). d. Analisis Refleksi Siklus III Berdasarkan hasil pengamatan penelitian pada siklus III, dapat dikemukakan bahwa pembelajaran menulis narasi dengan menerapkan model sinektik dan media film animasi sudah mengalami peningkatan yang baik. Proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar, bahkan lebih baik jika dibandingkan dengan pembelajaran siklus sebelumnya. Hal ini ditandai dengan beberapa hal berikut. 1) Siswa yang memperoleh nilai di atas ketuntasan minimal (KKM) sudah mencapai 100% atau 16 siswa, dengan nilai rata-rata 73,9.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 144
2) Keaktifan siswa dalam pembelajaran sudah mengalami peningkatan. Partisipasi seluruh siswa dalam tukar pendapat, bertanya, dan menjawab pertanyaan sudah bagus, hal ini dilihat dari pengamatan dan penilaian yang telah memenuhi indikator ketercapaian, yaitu 75%. 3) Keterampilan guru dalam mengelola kelas dan menjelaskan meteri dengan menerapkan model sinektik dan media film animasi sudah baik. Guru telah mampu menciptakan situasi pembelajaran yang mendukung siswa untuk aktif, berkonsentrasi, serta termotivasi untuk belajar. Seluruh langkah pembelajaran menggunakan model sinektik telah dilaksanakan guru. Berdasarkan hasil analisis di atas, tindakan pada siklus III dikatakan berhasil. Nilai rata-rata kelas sudah mencapai batas ketuntasan. Dengan demikian, penelitian pembelajaran menulis narasi menggunakan model sinektik dan media film animasi dipandang sudah berhasil diterapkan di kelas V SD Negeri 2 Pulutan wetan.
C. Hasil Penelitian Berdasarkan hasil pengamatan tindakan yang dilakukan oleh peneliti, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model sinektik dan media film animasi dapat meningkatkan kualitas proses maupun hasil pembelajaran menulis narasi pada siklus I, siklus II, dan siklus III. Secara garis besar penelitian ini telah berhasil menjawab rumusan masalah yang telah dikemukakan peneliti pada bab I, yaitu apakah penerapan model sinektik dan media film animasi dapat meningkatkan kualitas proses dan kualitas hasil pembelajaran menulis narasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 145
siswa kelas V SD Negeri 2 Pulutan Wetan tahun ajaran 2012/2012? Adapun jawaban untuk perumusan masalah di atas adalah: Penelitian tindakan kelas pada siswa kelas V SD Negeri 2 Pulutan Wetan dapat meningkatkan kemampuan menulis narasi. Data ini dapat dinilai dari peningkatan kualitas proses dan hasil. Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga siklus, dengan uraian kegiatan sebagai berikut: peneliti mengadakan survei awal sebelum mengadakan siklus I. Survei awal ini dilakukan oleh peneliti dalam rangka untuk mengetahui permasalahan yang terjadi di lapangan. Berdasarkan survei awal tersebut, peneliti mengetahui ada masalah dalam pembelajaran Bahasa Indonesia kelas V SD Negeri 2 Pulutan Wetan. Rendahnya kualitas proses dan hasil pada pembelajaran kemampuan menulis narasi adalah masalah yang paling menonjol di antara masalah lainnya. Oleh karena itu, peneliti dan guru berkolaborasi untuk menemukan solusi, yakni dengan menerapkan model sinektik dan media film animasi dalam pembelajaran menulis narasi. Setelah itu, guru menyusun rencana pembelajaran guna melaksanakan siklus I. Pada siklus I ini, guru menerapkan model sinektik sebagai model pembelajaran dan media film animasi sebagai media pembelajaran dalam pembelajaran menulis narasi. Pembelajaran ini berdasar pada kompetensi dasar yang disesuaikan dengan silabus, yaitu “menulis karangan berdasarkan pengalaman dengan memperhatikan pilihan kata dan penggunaan ejaan”. Film animasi yang disepakati sebagai media pembelajaran dalam siklus ini adalah film Upin Ipin dengan judul ”Berkebun”. Adapun tugas yang harus dikerjakan siswa adalah menulis narasi dengan tema berkebun.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 146
Deskripsi hasil pembelajaran menyatakan bahwa masih terdapat beberapa kekurangan atau kelemahan di dalam pelaksanaan tindakan pembelajaran menulis narasi dengan menerapkan model sinektik dan media film animasi pada pelaksanaan siklus I. Kelemahan tersebut berasal dari guru, maupun siswa. Kelemahan yang ditemukan dari guru, yaitu: (1) guru belum mampu menerapkan model sinektik dengan baik, masih ada tahapan pembelajaran yang terlewat; (2) guru tidak menyampaikan tujuan pembelajaran kepada siswa dengan bahasa yang udah dipahami; (3) guru belum mampu mempertahankan motivasi siswa pada tengah pembelajaran; (4) guru belum melaksanakan tahapan menulis narasi dengan lengkap, yakni tidak mengajarkan membuat kerangka karangan; dan (5) guru belum mampu mendukung siswa untuk aktif dalam kelas. Kelemahan yang ditemukan dari siswa, yaitu: (1) siswa kurang disiplin pada waktu mengikuti pelajaran menulis narasi; (2) masih banyak siswa yang tidak aktif pembelajaran; (3) siswa masih kurang tanggap terhadap stimulus yang diberikan guru; (4) siswa tidak mempertahankan motivasi belajar, terutama di tengah-tengah pembelajaran; (5) saat guru melakukan tanya jawab dengan siswa pada waktu pembelajaran, hanya beberapa siswa yang aktif memberikan pertanyaan dan menanggapinya; dan (6) saat siswa diminta membacakan hasil karyanya, tidak ada yang bersedia maju dengan sukarela. Kelemahan dari penerapan model sinektik, yaitu: guru belum memahami cara menerapkan model sinektik sehingga ada beberapa langkah pembelajaran yang terlewatkan, yakni analogi langsung, analogi personal, dan konflik padat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 147
Siklus II dilaksanakan untuk mengatasi kekurangan atau kelemahan yang terjadi selama proses pembelajaran siklus I. Pada siklus II ini, guru masih menerapkan model sinektik dan media film animasi. Film animasi yang digunakan masih menggunakan film Upin Ipin tetapi berbeda dengan judul dan tema dari siklus I. Judul film animasi yang diberikan pada siklus II adalah “Basikal Baru”. Rancangan pembelajaran yang dibuat oleh guru dan peneliti berdasarkan kompetensi dasar yang sama dengan siklus I, yaitu “menulis karangan berdasarkan pengalaman dengan memperhatikan pilihan kata dan penggunaan ejaan”. Tugas yang diberikan kepada siswa masih sama dengan siklus I, yaitu membuat karangan narasi. Berdasarkan hasil deskripsi tindakan masih terdapat beberapa kekurangan dalam pelaksanaan siklus II. Kekurangan yang ada pada siklus II berasal dari guru maupun siswa. Kekurangan guru adalah guru masih melompati tahapan pada pembelajaran menulis narasi menggunakan model sinektik, yakni pada tahap konflik padat. Dalam siklus II ini siswa mempunyai beberapa kekurangan antara lain: (1) siswa kurang aktif dalam pelaksanaan pembelajaran dan (2) masih ada siswa yang belum mencapai nilai KKM. Siklus III dilaksanakan untuk mengatasi kelemahan siklus II. Pada siklus ini masih diajarkan mengenai kompetensi dasar “menulis karangan berdasarkan pengalaman dengan memperhatikan pilihan kata dan penggunaan ejaan”. Guru menggunakan film animasi Upin Ipin berjudul ”Nikmatnya Hari Raya”. Tugas yang diberikan juga sama dengan tugas yang diberikan pada siklus sebelumnya. Pada siklus ini dapat dikatakan sudah berhasil mencapai target yang diinginkan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 148
Hal ini terlihat dari kemampuan guru yang sudah berhasil menerapkan model pembelajaran sinektik. Kedisiplinan, motivasi, dan keaktifan siswa sudah baik. Selain itu, semua siswa telah mampu menulis narasi dengan baik terbukti dengan semua siswa telah mencapai nilai KKM. Berdasarkan tindakan-tindakan yang telah dilakukan, guru dapat dikatakan telah berhasil melaksanakan pembelajaran menuis narasi dengan menggunakan model sinektik dan media film animasi, sehingga mampu menarik motovasi siswa yang membuat meningkatnya hasil kemampuan menulis narasi siswa. Dengan model sinektik dan media film animasi, siswa lebih mudah menulis narasi terutama dalam mencari gagasan, menyusun gagasan secara runtut, dan menentukan kosakata. Keberhasilan penerapan model sinektik dan media film animasi dalam meningkatakan kualitas proses dan hasil pembelajaran menulis narasi dapat dilihat dari indikator-indikator sebagai berikut. 1. Peningkatan Kualitas Proses dalam Pembelajaran Menulis Narasi Siswa a.
Meningkatnya Kedisiplinan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran menulis narasi Pada waktu survei awal atau pada waktu tindakan belum dilakukan, siswa
kurang disiplin dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini tampak pada ketidaksiapan siswa mengikuti pembelajaran. Setelah pelaksanaan tindakan, maka diperoleh kesimpulan bahwa kesiapan atau kedisiplinan siswa dalam mengikuti setiap prosedur pembelajaran meningkat. Nilai rata-rata kedisiplinan siswa siklus I 2,7 dengan tingat keberhasilan 68%, siklus II 3 dengan tingkat keberhasilan 75%, dan siklus III 3,3 dengan tingkat keberhasilan 83%.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 149
b.
Meningkatnya motivasi siswa dalam mengikuti proses pembelajaran menulis narasi. Pada waktu survei awal kurang bersemangat, terlihat gelisah, dan
melamun waktu guru menjelaskan materi menulis narasi. Siswa juga bingung dan enggan untuk memulai saat guru menyuruh mereka membuat karangan narasi. Setelah dilakukan tindakan, siswa terlihat lebih antusias dalam proses pembelajaran di kelas. Rasa antusias siswa terlihat pada waktu siswa meliha film animasi dan melaksanakan setiap tahapan pembelajaran. Mereka penasaran film animasi apa yang akan diputarkan guru pada pertemuan berikutnya. Peningkatan motivasi siswa dapat dilihat dari perbandingan persentase motivasi siswa antarsiklus, yaitu 60% (siklus I), 75% (siklus II), dan 80% (siklus III). c.
Meningkatnya keaktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran menulis narasi Keaktifan
siswa
di setiap
siklus
semakin
menunjukkan adanya
peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat dari perbandingan keaktifan siswa antarsiklus, yaitu 58% (pada siklus I) menjadi 68% (pada siklus II), dan 75% (pada siklus III). Pada waktu survei awal, tidak ada siswa yang tunjuk jari untuk menjawab setiapa pertanyaan guru. Mereka harus ditunjuk oleh guru untuk menjawab. Setelah dilakukan tindakan, siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran keterampilan menulis narasi. Hal ini dapat dibuktikan dari meningkatnya jumlah siswa yang bertanya dan mengeluarkan pendapat serta meningkatnya keberanian siswa membacakan hasil karya mereka di depan kelas. Model sinektik dan media
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 150
film animasi dapat mendorong siswa untuk selalu aktif dalam proses pembelajaran. Adapun peningkatan kualitas proses pembelajaran menulis narasi pendek dalam pelaksanan tindakan siklus I, siklus II, dan siklus III dapat digambarkan pada rekapitulasi data dalam bentuk tabel dan diagram berikut ini. Tabel 16. Rekapitulasi Hasil Peningkatan Kualitas Proses Pembelajaran menulis dalam Pelaksanaan Tindakan Siklus I, II, dan III No
1
Indikator
Persentase
Kedisiplinan siswa dalam mengikuti
Siklus I
Siklus II
Siklus III
68%
75%
83%
60%
75%
80%
58%
68%
75%
pembelajaran menulis narasi 2
Motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran menulis narasi
3
Keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran menulis narasi
90% 80% 70% 60% 50%
Siklus 1
40% 30% 20% 10%
Siklus 2 Siklus 3
0% kedisiplinan
motivasi
keaktifan
Gambar 4. Diagram Peningkatan Kualitas Proses Pembelajaran Menulis Narasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 151
Secara keseluruhan, kualitas proses pembelajaran menulis narasi siswa setiap siklus mengalami kenaikan. Pada siklus I poin rata-rata siswa sebesar 19,2 dengan menunjukkan persentase keberhasilan siswa sebesar 60%. Kriteria kualitas proses pembelajaran siswa pada siklus ini ada 10 siswa (63%) dinyatakan kurang dan 6 siswa (37%) dinyatakan baik. Pada siklus II poin rata-rata siswa sebesar 23 dengan persetase keberhasilan 72%. Pada siklus ini seluruh siswa (100%) dinyatakan mempunyai nilai proses pembelajaran yang baik. Pada siklus III poin rata-rata siswa mencapai 25,1 dengan persentase keberhasilan 79%. Pada siklus ini 10 siswa (63%) dinyatakan memiliki kualitas proses pembelajaran yang baik dan 6 siswa (37%) memiliki kualias pembelajara yang sangat baik. Berikut disampaikan rekapitulasi data dalam bentuk tabel dan diagram hasil nilai proses siswa secara keseluruhan. Tabel 17. Rekapitulasi Peningkatan Nilai Akhir Kualitas Proses Pembelajaran menulis dalam Pelaksanaan Tindakan Siklus I, II, dan III No Indikator Persentase
1
Kualitas proses pembelajaran siswa dalam mengikuti pembelajaran menulis narasi
Siklus I
Siklus II
Siklus III
60%
72%
79%
80% 60% 40% 20%
Nilai Proses Pembelajaran
0% Siklus I
Siklus II
Siklus III
Gambar 5. Diagram Peningkatan Nilai Akhir Kualitas Proses Pembelajaran Menulis Narasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 152
2. Peningkatan Kualitas Hasil dalam Pembelajaran Menulis Narasi Peningkatan kualitas hasil dalam pembelajaran menulis narasi ini dinilai dari penilaian perbuatan (hasil tulisan siswa). Sebelum diadakan tindakan kemampuan siswa dalam menulis narasi tergolong rendah. Siswa mengaku susah untuk memulai membuat karangan narasi, mereka merasa kesulitan dalam menentukan diksi, dan menyusun kalimat dalam karangan (menyusun gagasan. Berdasarkan hasil tes pratindakan, kemampuan siswa dalam menulis narasi 4 siswa atau 25% yang mendapat nilai
sedangkan 12 siswa yang lain
mendapat nilai < 67. Setelah dilakukan tindakan, kemampuan siswa dalam menulis narasi meningkat. Pada siklus I siswa yang mendapatkan nilai atau 69%. Tindakan siklus II mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis narasi, yakni siswa yang mendapat nilai 94% dari jumlah siswa kelas V SD Negeri II Pulutan Wetan. Pada siklus III kemampuan siswa dalam menulis narasi yang mencapai nilai menjadi 16 siswa atau 100%. Secara ringkas kemampuan siswa dalam menulis narasi dapat dilihat dari tabel dan diagram berikut ini. Tabel 18. Rekapitulasi Peningkatan Kemampuan Siswa Menulis Narasi Indikator Persentase
Kemampuan siswa dalam menulis
Pratindakan
Siklus I
Siklus II
Siklus III
25%
69%
94%
100%
narasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 153
Nilai Menulis Narasi 120% 100% 80% 60%
Nilai Menulis Narasi
40% 20% 0% Pratindakan
Siklus I
Siklus II
Siklus III
Gambar 6. Diagram Peningkatan Nilai Menulis Narasi Siswa
3. Kemampuan Guru dalam Menerapkan Model Sinektik dan Media Film Animasi Kemampuan guru menerapkan model sinektik dan media film animasi dalam menulis narasi dinilai mulai dari penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran hingga pelaksanaan pembelajaran. Kedua kemampuan guru dinilai melalui rubrik penilaian rencana pelaksanaan dan penilaian kinerja guru. Di bawah ini disampaikan perbandingan nilai kemampuan guru dalam menerapkan model sinektik dan media film animasi. a. Kemampuan menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran menulis narasi Rencana pelaksanaan pembelajaran dinilai dari segi perumusan tujuan, pemilihan dan pengorganisasian materi ajar, pemilihan media, serta kesesuaian dan kelengkapan asessmen. Berdasarkan lembar pengamatan yang dilakukan pada siklus I, siklus II, dan siklus III kemampuan guru dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran semakin baik. Pada siklus I guru mendapatkan skor 32
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 154
(80%). Pada siklus II skor rencana pelaksanaan pembelajaran mencapai 36 (90%). Pada siklus III skor rencana pelaksanaan pembelajaran guru meningkat menjadi 40 (100%). b. Kinerja guru dalam melaksanakan pembelajaran menulis narasi Kinerja guru dalam melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model sinektik dan media film animasi setiap siklus selalu mengalami kenaikan. Kinerja guru dinilai berdasarkan pelaksanaan prapembelajaran, membuka pelajaran,
kegiatan
inti
yang
meliputi
pengusaan
materi
pelajaran,
pendekatan/strategi pembelajaran, memicu dan memelihara keterlibatan siswa, penilaian proses dan hasil pembelajaran, serta kemampuan guru dalam menutup pebelajaran. Pada siklus I penilaian kinerja guru diperoleh skor 87 (68%). Hal ini berarti kinerja guru masih dalam kondisi cukup. Pada siklus II kinerja guru mendapatkan skor 105 berarti mencapai persentase 82%. Hal ini berarti dapat dikatakan bahwa kinerja guru dalam pembelajaran telah baik. Pada siklus III skor guru sebanyak 116 jika dipersentasekan menjadi 90%. Hal ini menunjukkan kinerja guru dalam pelaksanaan pembelajaran menulis narasi menggunakan model sinektik dan film animasi sangat baik. Agar lebih jelas, berikut disampaikan tabel dan diagram perbandingan kemampuan guru dalam menerapkan model sinektik dan media film animasi antarsiklus.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 155
Tabel 19. Rekapitulasi Peningkatan Kemampuan Guru Menerapkan Model Sinektik dan Media Film Animasi Indikator
Siklus I
Siklus II
Siklus III
Kemampuan menyusun rencana pelaksanaan
80%
90%
100%
68%
82%
90%
pembelajaran menulis narasi Kinerja
pelaksanaan
pembelajaran
menulis
narasi
120% 100% 80% Siklus I
60%
Siklus II Siklus III
40% 20% 0% Penyusunan RPP
Kinerja Guru
Gambar 7. Diagram Rekapitulasi Kemampuan Guru Menerapkan Model Sinektik dan Media Film Animasi
D. Pembahasan Hasil Penelitian Keberhasilan pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa hal mulai dari siswa, guru, fasilitas belajar, hingga lingkungan belajar. Menurut Sarwiji Suwandi (2011: 133) guru memiliki peran yang sangat besar dalam demi tercapainya tujuan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 156
pendidikan dan pengajaran. Agar pembelajaran berhasil, guru harus mampu mengelola kelas dengan baik, mengorganisasikan elemen-elemen pembelajaran dengan tepat, dan menyampaikan materi dengan mudah dipahami siswa. Dengan demikian, kemampuan guru untuk menerapkan model pembelajaran dengan baik. Guru tidak hanya memahami model yang telah ditemukan para pakar, tetapi juga harus mampu menerapkannya dalam pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Rajendrakumar Patil (2012: 1) teori-teori model pembelajaran yang ditemukan oleh para pakar tidak mempunyai fungsi apapun bagi keberhasilan pendidikan jika para guru tidak menerapkannya dalam pembelajaran mereka. Dari uraian di atas nyatalah bahwa keberhasilan aktivitas pembelajaran dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam menyampaikan pelajaran. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara yang telah disampaikan sebelumnya pada penelitian menyatakan bahwa hal yang berpengaruh pada rendahnya kemampuan siswa dalam menulis narasi disebabkan pengajaran guru yang menggunakan model konvensional dan tanpa memanfaatkan media yang menarik tidak mampu membantu siswa untuk mengasah kemampuan menulis mereka. Untuk mengatasi dan meningkatkan kualitas KBM perlu diadakan PTK. Penelitian ini merupakan hasil kolaboratif antara guru dan peneliti. PTK penting dilaksanakan karena menurut Hopkins (2011: 1) PTK mampu mendorong guru memperluas perannya dengan merefleksi proses pengajarannya secara kritis agar dapat ditingkatkan semaksimal mungkin. Dengan demikian penelitian ini bertujuan meningkatkan kualitas proses pembelajaran menulis narasi dan hasil menulis narasi siswa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 157
1. Pembahasan Kualitas Proses Pembelajaran Menulis Narasi Siswa Kualitas siswa terhadap pembelajaran menulis narasi siswa berhasil ditingkatkan dengan penerapan model sinektik dan media film animasi. Tindakan dengan cara menerapkan model sinektik dan media animasi menjadikan siswa semakin bersemangat dalam mengikuti pembelajaran menulis narasi. Kualitas proses pembelajaran menulis narasi siswa dinilai dari beberapa aspek mencakup (1) kedisiplinan, (2) motivasi, dan (3) keaktifan siswa. Upaya peningkatan kualitas pembelajaran menulis narasi pada penelitian ini telah berhasil. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya kedisiplinan, motivasi, dan keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran baik dalam mendengarkan penjelasan guru maupun melaksanakan tugas. Siswa melaksanakan tugas, mengikuti petunjuk guru, dan bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan. Minat dan perhatian dalam pembelajaran dan semangat dalam melaksanakan tugas yang dimiliki siswa sudah baik bahkan beberapa siswa telah berada pada level yang sangat baik. Keaktifan siswa dalam menanggapi stimulus guru, terlibat dalam menyelesaikan masalah, dan bertanya juga sudah baik. Peningkatan kualitas proses pembelajaran menulis narasi siswa di dalam penilitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan Rajendrakumar Patil yang berjudul Effectiveness of Synectics Model (SM) pada siswa kelas VI di India. Penelitian mempelajari tentang pengaruh model sinektik terhadap motivasi dan partisipasi siswa dalam pembelajaran. Hasil penelitian Rajendrakumar Patil menyimpulkan model sinektik dapat memberikan pengaruh yang efektif dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 158
meningkatkan motivasi siswa untuk belajar dan berpartisipasi aktif menghasilkan karya. Selain menggunakan model sinektik untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran, penelitian tesis ini juga menggunakan media film animasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa media film animasi mampu memberikan andil dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran menulis narasi pada siswa. Penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Barak, Ashkar, dan Dori dalam penelitian berjudul Teaching Science via Animated Movies: Its Effect on Students' Learning Outcomes and Motivation yang menyatakan bahwa film animasi mampu meningkatkan motivasi siswa dalam pembelajaran sain. Dalam penelitian mereka menyebutkan bahwa film animasi mampu meningatkan motivasi belajar siswa kelas IV dan V SD di Israel. Menurut penelitian ini kualitas proses pembelajaran sain dapat ditingkatkan dengan memanfaatkan media film animasi. Media film animasi merupakan media yang sangat familiar dengan keadaan siswa sekolah dasar. Dengan mengembangkan media baru dari sesuatu yang familiar dengan siswa mampu meningkatkan kualitas proses pembelajaran. Pembelajaran penggunaan media yang tepat bagi siswa mampu meningkatkan kualitas proses pembelajaran siswa. Hal ini dikarenakan media pembelajaran mampu menjadi medium dalam pembelajaran. Dengan media guru mampu mengadakan struktur, memformasikan, serta memodifikasi model pembelajaran (Kozma, 1991: 179).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 159
2. Pembahasan Peningkatan Kemampuan Menulis Narasi Siswa Kemampuan siswa dalam menulis narasi pada penelitian ini meningkat setelah siswa mengikuti pembelajaran dengan menerapkan model sinektik dan media film animasi. Peningkatan keterampilan menulis narasi siswa dalam penelitian ini dinilai berdasarkan isi, organisasi, kosakata, penguasaan bahasa, dan mekanik. Model sinektik meningkatkan kemampuan menulis siswa mendorong siswa untuk berpikir kreatif dan logis serta mampu meningkatkan penguasaan kosakata. Model sinektik mampu membantu guru mengarahkan siswa untuk menghasilkan tulisan yang baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Joyce, Weil, dan Calhoun (2009: 34) sinektik dirancang untuk membantu guru memecahkan masalah dan menulis berbagai aktivitas, serta memperoleh perspektif-perspektif baru dalam membuat topik dari berbagai bidang. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa model sinektik mampu mengatasi kesulitan siswa dalam menulis narasi yang meliputi penyampaian gagasan, penyusunan struktur kalimat, dan keterbatasan kosakata. Secara keseluruhan masalah tersebut dapat diatasi melalui semua tahap pembelajaran model sinektik. Akan tetapi, setiap langkah memiliki hal yang menonjol yang bisa diambil. Kesulitan dalam menuangkan gagasan dapat diatasi dengan tahap input subtantif. Masalah penyusunan kalimat dapat diatasi dengan tahap analogi personal maupun analogi langsung. Kosakata siswa dapat ditingkatkan melalui kegiatan konflik padat. Hal ini sesuai dengan pendapat Lin (2012: 21) yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 160
menyatakan sinektik merupakan sebuah pendekatan yang mampu menyelasaikan masalah pembelajaran dengan menstimulasi proses gagasan subjek. Keberhasilan penelitian ini dalam meningkatkan menulis narasi juga ditunjukkan dengan meningkatnya kreativitas siswa. Hal ini karena penerapan model sinektik mampu mengantarkan siswa berpikir kreatif. Desain pembelajaran dalam
model sinektik
diarahkan untuk
meningkatkan kreativitas siswa
(Paltasingh, 2008). Penelitian ini juga didukung penelitian yang dilakukan Rajendrakumar Patil yang berjudul Effectiveness of Synectics Model (SM) pada siswa kelas VI di India juga menyatakan bahwa penerapan model sinektik mampu meningkatkan kinerja siswa sehingga hasil belajar mereka meningkat. Dalam peningkatan kemampuan menulis narasi siswa guru tidak hanya menggunakan model sinektik, tetapi juga menggunakan media pembelajaran. Pemilihan media pembelajaran yang tepat mampu memudahkan siswa dalam menyelesaikan tugasnya. Masing-masing media pembelajaran memberikan pengaruh tersendiri dalam proses penyelesaian tugas siswa (Kozma, 1991: 179). Dalam penelitian ini film animasi dipilih karena dianggap sesuai dengan keadaan siswa dan mampu meningkatkan kemampuan menulis narasi siswa. Media film animasi sangat mampu membantu siswa dalam melakukan visualisasi dan memahami konsep pembelajaran. Visualisasi ini mengantarkan siswa untuk berekspresi dan memberikan gambaran nyata contoh narasi. Dengan menggunakan visualisasi ini membuat siswa menghasilkan tulisan narasi yang lebih baik. Hal ini karena penggunaan film animasi yang diperankan oleh tokoh-
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 161
tokoh animasi favorit siswa mampu membantu siswa memahami pembelajaran yang disampaikan guru (Eman dan Naglaa, 2010: 374). Hasil penelitian tesis ini yang mampu meningkatkan kemampuan menulis siswa dengan menggunakan media film animasi sejalan dengan penelitian Barak, Ashkar, dan Dori dalam penelitian berjudul Teaching Science via Animated Movies: Its Effect on Students' Learning Outcomes and Motivation yang menyatakan bahwa film animasi mampu meningkatkan hasil akhir pembelajaran sain pada siswa kelas IV dan V SD di Israel. Penelitian sebelumnya juga dilakukan oleh Eman dan Naglaa yang menyatakan bahwa penggunaan film animasi mampu mengantarkan siswa di bawah enam tahun untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam meningkatkan kemampuan kognitif siswa. Kedua uraian mengenai peningkatan kualitas proses pembelajaran menulis narasi siswa dan peningkatan kemampuan menulis narasi di atas menunjukkan bahwa tindakan-tindakan dalam penelitian ini dapat dipertanggujawabkan secara teoritik maupun empirik. Secara teoritis, penelitian ini mengacu pada pendapat para ahli dan hasil penelitian sebelumnya. Secara empirik, tindakan dalam penelitian ini telah membuahkan hasil.
3. Keterbatasan Penelitian Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kualitas proses pembelajaran menulis narasi siswa dan kemampuan menulis narasi siswa telah berhasil ditingkatkan. Akan tetapi, sebagai manusia biasa peneliti menyadari bahwa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 162
penelitian ini memiliki berbagai keterbatasan. Keterbatasan ini mencakup beberapa hal yang dijelaskan di bawah ini. a. Keterbatasan waktu. Keterbatasan waktu dan biaya yang ada membuat peneliti membatasi pelaksanaan siklus walaupun seharusnya kemampuan menulis siswa dipantau dalam waktu yang lama. Idealnya kemampuan menulis siswa dipantau secara portofolio minimal satu semester tetapi tidak dilaksanakan kaerna pertimbangan waktu. Peneliti juga menyadari bahwa masih terdapat penyimpangan dalam penggunaan bahasa dan kekeliruan struktur kalimat siswa perlu disikapi secara wajar. b. Keterbatasan media Ketersediaan media pembelajaran di sekolah terutama LCD yang belum dipasang setiap kelas membuat persiapan pembelajaran menulis narasi lebih lama. Guru harus memasang LCD terlebih dahulu yang membuat beliau meluangkan waktu khusus. Selain itu juga terbatasnya film-film animasi di pasaran yang memuat nilai didik sehingga peneliti maupun guru agak susah mencari referensi film animasi. c. Keterbatasan pengetahuan terhadap model pembelajaran. Pemahaman dan pengetahuan guru terhadap model pembelajaran terutama model sinektik membuat proses pembelajaran membuat guru dan siswa membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri. Hal ini membuat kualitas proses maupun hasil pembelajaran menulis narasi pada siklus awal belum maksimal.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 163
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan kajian teori, hasil penelitian, dan pembahasan yang telah dilakukan dapat ditarik simpulan sebagai berikut. 1. Penerapan model sinektik dan media film animasi dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran menulis narasi siswa kelas V SD Negeri 2 Pulutan Wetan terbukti dengan adanya peningkatan proses pembelajaran sebagai berikut: a. Meningkatnya kedisiplinan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran menulis narasi Pernyataan di atas terbukti dengan meningkatnya kedisiplinan siswa selama mengikuti kegiatan proses pembelajaran menulis narasi pada siklus I, siklus II, dan siklus III. Persentase keberhasilan kedisiplinan siswa 68% (pada siklus I), menjadi 75% (pada siklus II), dan 83% (pada siklus III). b. Meningkatnya motivasi siswa dalam mengikuti proses pembelajaran menulis narasi Pernyataan di atas terbukti dengan meningkatnya motivasi siswa selama mengikuti kegiatan proses pembelajaran menulis narasi pada siklus I, siklus II, dan siklus III. Peningkatan motivasi siswa dapat dilihat dari perbandingan rata-rata persentase keberhasilan motivasi siswa antarsiklus, yaitu 60% pada siklus I, 75% pada siklus II, dan 80% pada siklus III.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 164
c. Meningkatnya keaktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran menulis narasi Hal tersebut dapat dilihat dari perbandingan rata-rata persentase keberhasilan keaktifan siswa antarsiklus, yaitu 58% pada siklus I, menjadi 68% pada siklus II, dan 75% pada siklus III. 2. Penerapan model sinektik dan media film animasi dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis narasi. Hal ini ditandai dengan nilai rata-rata siswa yang mengalami peningkatan pada tiap siklusnya. Pada siklus I jumlah siswa yang mencapai KKM masih belum mencapai 75%. Namun ada peningkatan dari survei awal, yaitu 4 siswa (25%) yang mencapai nilai di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) meningkat menjadi 11 siswa (69%). Kenaikan sebesar 44%. Nilai rata-rata kelas sebesar 66,25 juga belum mencapai KKM. Pada siklus II meningkat sebanyak 15 siswa (94%) sudah mencapai KKM atau peningkatan sebesar 25% dari siklus I. Peningkatan ini sudah mencapai 75% nilai ketuntasan klasikal, walaupun demikian masih perlu dilanjutkan dengan siklus III untuk meningkatkan kualitas hasil dan proses yang maksimal. Setelah dilakukan uji kompetensi siklus III semua siswa telah mampu mencapai KKM. Pada siklus III ini ketuntasan maksilmal mencapai 100% dengan nilai rata-rata 73,9.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 165
B. Implikasi Dalam
pendidikan
dan
pembelajaran,
baik
buruknya
mutu
lulusan/tamatan sangat ditentukan oleh salah satunya adalah proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Proses pembelajaran yang baik yang difasilitasi oleh guru mampu mengantarkan siswa untuk mudah memahami materi yang disampaikan. Guru yang dianggap berhasil dalam pembelajaran adalah yang bisa mengantarkan siswa untuk belajar secara disiplin, aktif, dan bermotivasi tinggi. Siswa yang mempunyai kedisiplinan, keaktifan, dan motivasi yang tinggi mudah menerima materi pelajaran yang disampaikan guru. Proses pembelajaran yang menuntut kemampuan guru untuk menciptakan suasana belajar yang disiplin, aktif, dan bermotivasi tinggi juga dibutuhkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia khususnya menulis narasi. Kemampuan menulis narasi bukan merupakan kemampuan yang dimiliki secara tiba-tiba, melainkan membutuhkan latihan yang berkesinambungan. Proses latihan inilah yang membutuhkan dorongan dan arahan guru kepada siswa agar disiplin, aktif, dan mempunyai motivasi untuk belajar dan berlatih. Kemampuan siswa dalam menulis narasi dapat dipengaruhi oleh bagaimana guru mengajarkan narasi kepada para siswa di depan kelas. Proses pembelajaran menulis narasi yang berjalan dengan baik, efektif sesuai dengan ketentuan yang tepat dalam pembelajaran menulis narasi, tentunya akan menggiring atau mengantarkan anak didik ke arah pemilikan kompetensi menulis (dalam hal ini kemampuan menulis narasi) yang baik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 166
Pada hakikatnya pembelajaran menulis narasi dilaksanakan dengan tujuan siswa memiliki kemampuan untuk menuangkan gagasan secara tertulis dengan menggunakan kalimat efektif, kosakata yang tepat, dan penggunaan ejaan yang benar sehingga
mampu berkomunikasi dengan
baik. Oleh karena
itu,
pembelajaran menulis narasi di sekolah merupakan salah satu aspek penting yang harus diperhatikan implementasinya. Sebab dengan implementasi pembelajaran yang baik, maksud pembelajaran menulis narasi di atas bisa diwujudkan secara nyata sehingga dengan menulis narasi kemampuan berbahasa siswa. Dengan siswa memiliki kemampuan menulis narasi yang baik, siswa terbiasa berpikir secara logis, kritis, dan sistematis. Guna meningkatkan kemampuan menulis narasi sebagai salah satu kemampuan berbahasa, kegiatan-kegiatan yang menuntut langsung siswa mengakrabi kegiatan menulis narasi perlu diciptakan. Misalnya, guru tidak bosanbosannya memberi tugas pada siswa untuk membuat atau mengumpulkan karangan narasi kemudian dipublikasikan melalui mading; meminta siswa membaca contoh-contoh karangan narasi di buku cerita, majalah, surat kabar, atau media lain. Memberi motivasi agar siswa mencoba berlatih terus menulis narasi, membuat tulisan sederhana, missal di buku harian. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau Kurikulum 200 mengarahkan bahwa dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia guru perlu diterapkan pendekatan komunikatif, sedangkan dalam pembelajaran sastra, termasuk di dalamnya puisi, guru perlu menggunakan pendekatan apresiatif. Dengan arah yang jelas seperti itu, pembelajaran menulis narasi yang dilaksanakan oleh guru
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 167
harus banyak menekankan aspek komunikatif dengan terus berlatih, bukan aspek kognitif. Untuk itulah, supaya guru mampu menerapkan pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa pada umumnya, dan pembelajaran menulis narasi pada khususnya, guru perlu memperhatikan konsep-konsep dalam pembelajaran menulis narasi. Konsep-konsep itu meliputi: (1) pembelajaran menulis narasi diupayakan tidak hanya mengarah pada pengetahuan tentang teori menulis narasi, (2) pembelajaran hendaknya melibatkan secara langsung pada siswa dalam proses menulis narasi, (3) guru hendaknya memberi kesempatan kepada siswa untuk erus berlatih mencoba mengasah kemampuannya dalam menulis narasi, dan (4) pembelajaran diarahkan pada perolehan pengalaman siswa dalam proses menemukan gagasan, menuangkan gagasan, menyusun gagasa menjadi karangan yang runtut, dan menerapkan kemampuannya dalam menggunakan ejaan, memilih kosakata, serta menyusun kalimat efektif. Keberhasilan pembelajaran menulis narasi yang menekankan aspek komunikasi dapat diindikatori melalui: (1) kemampuan siswa menentukan tema karangan narasi, (2) kemampuan siswa menyusun kerangka karangan dengan runtut; (3) kemampuan mengembangkan kerangka karangan menjadi karangan yang utuh, dan (4) kemampuan siswa menggunakan ejaan, memilih kosakata, serta membuat kalimat efektif. Pelaksanaan
proses
pembelajaran
yang
berkualitas
sehingga
menghasilkan kemampuan menulis naras yang baik sangat didukung oleh rencana pelaksanaan pembelajaran yang terarah, pemilihan model pembeajaran yang tepat, serta penggunaan media pembelajaran yang sesuai. Dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang terarah, membuat guru mudah untuk mengelola kelas sehingga
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 168
pelaksanaan langkah pembelajaran teratur dan pengaturan waktu sesuai. Materi pembeajaran yang bagus tidak akan pernah diserap oleh siswa dengan baik apabila guru tidak menggunakan model pembelajaran yang tepat. Selain mempermudah pemahaman materi, penggunaan media pembelajaran yang sesuai dengan situasi dan keadaan siswa akan menambah motivasi siswa untuk belajar. Penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran meliputi penentuan materi pembelajaran, indikator pembelajaran, penentuan media pembelajaran, pemilihan metode, langkah-langkah pembelajaran, hingga evaluasi pembelajaran. Dengan perencanaan yang matang diharapkan guru mampu mengusai kelas dengan baik sehingga pembelajaran terarah tujuannya. Dengan pelaksanaan pembelajaran mampu mempermudah guru untuk mengantisipasi apa yang akan terjadi dalam proses pembelajaran yang akan dilaksanakan. Model pembelajaran yang tepat mempermudah guru menyampaikan materi dan mempercepat siswa untuk memahami materi yang akan disampaikan. Pemilihan model pembelajaran harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi pembelajaran. Guru harus mempertimbangkan materi pelajaran apa yang akan disampaikan, keadaan intelektual siswa, usia siswa, dan keadaan lingkungan baik fasilitas maupun masyarakat. Media pembelajaran yang sesuai dapat mempermudah siswa dalam memahami materi pelajaran dan meningkatkan motivasi siswa sehingga kedisiplinan dan keaktifan siswa meningkat. Media pembelajaran yang digunakan juga harus mempertimbangkan kondisi yang ada di lingkungan belajar. Hal yang dipertimbangkan meliuti usia siswa, ketersediaan fasilitas belajar, dan materi yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 169
akan disampaikan. Dengan demikian, penggunaan media pembelajaran benarbenar mempermudah pembelajaran dari segi siswa maupun guru. Dalam penelitian ini guru dan peneliti memutuskan untuk memilih model sinektik dan media film animasi digunakan untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan hasil menulis narasi siswa. Model sinektik dipilih berdasarkan pertimbangan model ini sesuai dengan materi menulis narasi yang memerlukan kreatifitas dalam pengembangan gagasan. Media film animasi merupakan contoh konkret carita narasi dan sesuai dengan perkembangan psikologis serta usia siswa. Berdasarkan simpulan yang disampaikan dalam penelitian ini, dinyatakan bahwa pelaksanaan pembelajaran menulis narasi di kelas V SD Negeri 2 Pulutan Wetan dapat berjalan dengan efektif dengan menerapkan model sinektik dan media film animasi. Kualitas proses pembelajaran menulis narasi dan kemampuan menulis narasi dapat meningkat setelah dilakukan tindakan-tindakan penelitian yang dilakukan pada masing-masing siklus. Pemberian
tindakan
pada
siklus
I,
siklus
II,
dan
siklus
III
menggambarkan bahwa model dan media pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan menulis narasi. Dari kegiatan analisis dan refleksi yang dilaksanakan setelah tindakan, diketahui terdapat peningkatan baik kualitas proses maupun hasil berupa kemampuan siswa dalam menulis narasi. Dari segi proses, terdapat peningkatan pada kinerja guru dalam mengelola kelas serta kedisiplinan, keaktifan, dan motivasi siswa dalam pembelajaran. Adapun dari segi hasil, terdapat peningkatan nilai rata-rata siswa dari siklus I sampai siklus III. Dari pemaparan tersebut menunjukkan bahwa model sinektik dan media film animasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 170
merupakan perpaduan yang sangat baik diterapkan oleh guru dalam proses pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas untuk memberi inovasi dalam proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Keefektifan model sinektik dan media film animasi menunjukkan bahwa model dan media yang diterapkan dalam proses pembelajaran mampu merangsang siswa untuk menumbuhkan daya kreativitasnya dalam menulis narasi yang menjadi fokus materi dalam penelitian ini. Dalam hal ini prosedur penerapan model sinektik dan media
film animasi lebih tepat digunakan untuk
mengembangkan kemampuan menulis narasi siswa yang berkaitan dengan menuangkan gagasan, menyusun struktur kalimat, dan penguasaan kosakata. Dengan model sinektik dan media film animasi, kemampuan siswa menuangkan gagasan secara runtut, berekspresi, menyusun kalimat dengan mudah, dan meningkatkan penguasaan kosakata. Dalam model sinektik dengan menggunakan media film animasi siswa diarahkan untuk berekspresi secara mandiri berdasarkan pengalaman sendiri dianalogikan pada film animasi yag dilihat. Dengan latar ini, memungkinkan terjadinya interaksi antara apa yang dilihat siswa dengan apa yang dimiliki siswa. Dengan cara demikian dapat mempermudah siswa dalam menuangkan pengalamannya dalam bentuk tulisan narasi. Hasil temuan dalam penelitian ini
mengindikasikan bahwa dengan
melibatkan siswa untuk mengembangkan sendiri potensi kreativitasnya melalui menulis narasi dapat menghasilkan suatu proses pembelajaran yang lebih efektif. Hal ini dapat dilihat dari kedisiplinan, motivasi, keaktifan, dan kemampuan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 171
menulis narasi siswa dapat mencapai hasil yang diharapkan sehingga penerapan model sinektik dan media film animasi dalam proses pembelajaran merupakan suatu alternatif yang patut dipertimbangkan. Model pembelajaran yang disajikan dalam media audio visual dan dikaitkan dengan kehidupan nyata dirasakan lebih menarik dan lebih mudah dicerna karena berorientasi kepada kebermaknaan dan berpusat kepada siswa sebagai subjek pembelajaran. Implikasinya bahwa dalam proses pembelajaran di dalam kelas perlu dirancang suatu model pembelajaran yang mampu melibatkan secara aktif subjek pembelajaran dan tidak hanya mengutamakan hasil, tetapi juga pada proses dalam belajar. Selain itu, pemilihan media pembelajaran yang sesuai dengan situasi dan kondisi siswa sebagai subjek pembelajaran juga perlu diperhatikan agar pembelajaran berlangsung efektif. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa proses pembelajaran yang memberikan tanggung jawab siswa terhadap apa yang sedang dipelajari dapat mendorong mereka untuk berbuat lebih optimal. Dengan cara ini kemampuan menulis narasi siswa meningkat dibandingkan model konvensional yang penekanannya lebih banyak membuat siswa pasif. Dalam penelitian ini juga ada beberapa hal yang bisa diterapkan guru untuk memberikan dorongan kepada siswa agar lebih disiplin, aktif, dan termotivasi sebagai salah satu implikasi hasil penelitian. (1) Guru dapat melibatkan emosi siswa dalam pembelajaran menuis narasi. Kegiatan menulis narasi tidak hanya berurusan dengan masalah logika (perencanaan, outline, tata bahasa, penyuntingan, penulisan kembali, dan ejaan), tetapi juga berkaitan dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 172
emosi (semangat emosi, warna, imajinasi, gairah, unsur kebaruan, dan ekspresi). Dengan demikian, peran emosi harus didahulukan karena dari emosi inilah sumber munculnya gairah dan gagasan-gagasan baru muncul. (2) guru lebih meningkatkan kemampuan reflektif. Dengan adanya reflektif, guru akan mengetahui kemajuan dan kekurangan siswa dala hal kemajuan belajar mereka. Dengan mengetahui perkembangan belajar siswa guru lebih tepat dalam memberikan jalan keluar bagi siswa yang menghadapi masalah dan memberikan dorongan bagi siswa yang telah menulis dengan baik. (3) Guru perlu memberikan dorongan kepada siswa untuk terus berlatih menulis dengan cara menuliskan pengalaman, kejadian, atau peristiwa berkesan bagi mereka. Jika guru terus memberikan motivasi, siswa akan terbiasa menulis yang pada akhirnya tdak mustahil akan menjadi seorang penulis. Hasil temuan memberikan implikasi bahwa dengan model sinektik dan media film animasi menuntun siswa agar lebih mampu menangani dan mengarahkan belajar secara mandiri, menciptakan kemungkinan-kemungkinan untuk memecahkan masalah, menimbulkan kepuasan dan kegairahan dalam belajar. Hal ini didasarkan pada proses sinektik yang meliputi input substansi, analogi langsung, analogi personal, analogi langsung kedua, konflik padat, dan kembali ke tugas awal. Proses ini memberikan implikasi bahwa dalam pembelajaran perlu model yang memperhatikan prosedur yang lebih sistematis dan melibatkan subjek belajar secara aktif sehingga mereka dapat memahami kemampuan yang dimiliki dan belajar bertanggung jawab terhadap tugas mereka.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 173
Kekuatan
model
sinektik
terletak
pada
serangkaian
prosedur
pembelajaran yang mampu memberikan stimulus pembelajaran dan mampu mengembangkan kemampuan siswa yang dapat diwujudkan dalam tingginya aktivitas siswa. Dengan demikian, proses belajar mengajar menulis narasi akan berpusat kepada siswa sedangkan guru lebih berperan sebagai fasilitator yang memberikan sarahan dan bimbingan kepada siswa. Sebagai suatu model pembelajaran, model sinektik memiliki karakteristik urutan pembelajaran dan penggunaan media pembelajaran. Pemanfaat urutan pembelajaran dan pemilihan media pembelajaran yang tepat akan dapat merangsang perubahan internal pada diri siswa, peningkatan kemampuan menulis narasi, kedisiplinan, motivasi, dan keaktifan siswa. Jelasnya, model sinektik dan media film animasi dapat meningkatkan kemampuan menulis narasi siswa dan kualitas pembelajarannya. Proses belajar mengajar menulis narasi tidak hanya sebagai asosiasi stimulus respons, tetapi proses internalisasi pada setiap tahap penerimaan, pengeloaan informasi, dan pengungkapan gagasan. Proses belajar mengajar yang menerapkan model sinektik diarahkan untuk mengembangkan kemampuan diri seoptimal mungkin. Upaya ini direalisasikan melalui tahap-tahap pembelajarannya antara lain input subtansi, analogi langsung, analogi personal, analogi langsung kedua, konflik padat, dan kembali ke tugas awal. Input substansi yang merupakan langkah awal guru untuk mengajarkan siswa cara menuangkan gagasan menulis narasi dengan runtut. Proses analogi yang melibatkan kegiatan metafora mengantarkan siswa untuk mudah berekspresi. Konflik padat yang dilakukan agar siswa memiliki kosakata
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 174
yang banyak sehingga tidak monoton dalam menulis narasi. Dengan menerapkan prosedur ini siswa akan dapat kemudahan dalam menulis narasi dengan menginterpretasikan hasil analogi dan konflik padatnya dalam tulisan mereka. Media pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini berupa film animasi memberikan gambaran tentang cerita narasi yang sesuai dengan kemampuan dan tingkat usia siswa. Media ini akan menarik perhatian siswa dan mempermudah siswa dalam memahami tulisan narasi. Dengan model sinektik guru lebih kreatif dan aktif dalam proses belajar mengajar, menentukan dan memilih bahan pembelajaran, memproyeksikan waktu, menyusun langkah kerja pembelajaran menulis narasi. Selain itu, guru juga memilih judul film animasi yang sesuai dengan situasi dan kondisi siswa yang akan membawa konsekuensi pada proses pembelajaran. Model sinetik menggunakan latihan untuk meningkatkan kreativitas siswa. Siswa diberi kesempatan berempati merasakan keadaan yang dialami tokoh dalam film animasi. Kegiatan ini tepat digunakan untuk mengembangkan kreativitas dan keberanian siswa untuk mencobakan dan menerapkan idenya. Aktivitas metaforik siswa dapat dipacu dan ditumbuhkembangkan, siswa dilatih untuk menyusun karangan narasi yang bisa dengan cara yang baru, yang kesemuanya
bertujuan
untuk
meningkatkan
kemampuan
siswa
dalam
menyelesaikan karangan narasi dengan efektif dan efisien. Keterampilan menulis termasuk menulis narasi merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang paling tinggi. Keterampilan ini selain membutuhkan kemampuan wawasan yang luas juga membutuhkan perbendaharaan kosakata,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 175
kemampuan struktur bahasa, dan ejaan yang mumpuni. Dalam menulis narasi juga diperlukan kreativitas untuk berekspresi agar tulisan lebih hidup dan menarik. Kemampuan menulis narasi sangat diperlukan siswa dalam kehidupan sehari-hari. Siswa yang mampu menulis narasi dengan baik biasanya mampu berpikir secara logis dan runtut sehingga jalan pikirannya mudah dipahami orang lain. Oleh karena itu, pembelajaran menulis narasi tidak hanya bersifat teoritis, tetapi menekankan pada segi psikomotor dan afektif agar meningkatkan keakraban siswa dalam dunia tulisan. Budaya tulis siswa dapat dikembangkan dengan keakraban siswa dengan tulisan dan kebiasaan menulis. Dengan cara itu siswa dapat terbiasa menulis sehingga kemampuan mereka terasah. Pengajaran menulis narasi yang berorientasi pada aspek teoritis kiranya perlu dilengkapi dengan kegaiatan latihan menulis. Hasil penelitian ini telah menunjukkan bahwa dengan memberi stimulus dan tanggung jawab kepercayaan siswa untuk mengerjakan tugas dapat menjadi motivasi dalam meningkatkan kemampuan menulis narasi mereka. Hal ini menujukkan bahwa penerapan model sinektik dan media film animasi merupakan salah satu alternatif pembelajaran yang dapat dipilih untuk diterapkan dalam rangka menyempurnakan proses belajar mengajar menulis narasi. Sebagai suatu inovasi, model sinektik dan media film animasi ini layak untuk diadopsi. Kelayakan itu dirasakan pada: 1) mampu meningkatkan kemampuan siswa, 2) walaupun terlihat agak sulit dalam penerapannya, mudah dipahami dan diikuti siswa, 3) sepadan dengan kebutuhan akan inovasi yang dapat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 176
meningkatkan aktivitas belajar siswa, 4) meningkatkan interaksi antara guru dan siswa. Kendala yang mungkin timbul dalam penerapan model sinektik dan media film animasi dalam proses belajar dapat timbul dari segi pengadopsian inovasi dan dari segi kemampuan guru mengajar. Hal ini disebabkan oleh kekurangan informasi tentang inovasi model pembelajaran sinektik, kekurangan referensi film animasi, kurangnya waktu dan biaya, keengganan dan sulitnya mengubah gaya mengajar, dan sikap kurang inovatif sebagai guru. Dengan menyadari kelayakan dan kendala dari segi adopsi inovasi, pendekatan sinektik merupakan pendekatan pembelajaran yang dapat diterapkan untuk meningkatkan kemampuan menulis narasi. Upaya ini dapat dilakukan oleh guru yang diawali dari sebuah ruang kelas dengan menekankan pada pentingnya meningkatkan aktvitas belajar siswa, khususnya dalam menulis narasi secara mandiri dan meningkatkan potensi kreatif siswa. Secara keseluruhan temuan dalam penelitian ini memberikan implikasi bahwa untuk meningkatkan kemampuan menulis narasi bagi siswa pendekatan sinektik dan media film animasi dapat dijadikan salah satu alternatif model dan media pembelajaran di dalam kelas menggantikan model dan media konvensional. Dalam praktiknya perlu diperhatikan prosedur kerjanya secara sistematis, mengutamakan proses dalam pemecahan permasalahan, melibatkan siswa dalam pengambilan keputusasn, dan melatih melahirkan ide-ide dan kerja secara mandiri, sehingga pada titik tertentu unsur kreatif yang dimiliki dapat dikembangkan dan dihidupkan pada setiap proses belajar berlangsung.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 177
C. Saran Berdasarkan simpulan dan implikasi hasil penelitian di atas perlu diperhatikan beberapa hal untuk perbaikan dan pengembangan pembelajaran menulis narasi di tingkat SD/MI. Penulis menyarankan sebagai berikut. 1. Bagi siswa a. Siswa harus menyadari bahwa mempelajari menulis khususnya menulis narasi penting dan bermanfaat bagi kehidupan karena membantu berpikir logis dan runtut. b. Siswa sebaiknya banyak berlatih menulis walaupun sekedar menulis buku harian untuk memupuk jiwa menulis mereka sejak dini. c. Siswa harus banyak berlatih untuk menambah wawasan dengan sering membaca buku dan tidak segan-segan untuk meminta bimbingan kepada guru. 2. Bagi guru a. Para guru sebaiknya membuat perencanaan dan persiapan mengajar yang jelas dan matang sebelum proses pembelajaran dilaksanakan. b. Para guru perlu mengembangkan pembelajaran menulis narasi dengan model, teknik, dan strategi secara bervariasi. c. Guru sebaiknya sering memberikan motivasi kepada siswa, misalnya dengan memberikan penghargaan kepada siswa yang kemampuannya tinggi dan juga memberikan bimbingan kepada siswa yang kemampuannya rendah. d. Para guru harus tanggap adanya berbagai bentuk hambatan yang terjadi selama proses pembelajaran dan mampu untuk mengatasinya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 178
e. Guru harus membuat evaluasi dan sistem penilaian yang tepat untuk mengetahui keberhasilan proses belajar mengajar yang dilakukan. 3. Bagi sekolah a. Membuat kebijakan untuk meningkatkan kompetensi guru, misalnya mengikutsertakan guru
dalam
forum-forum
ilmiah
seperti seminar
pendidikan, diklat, dan sebagainya. b. Memotivasi guru untuk aktif melakukan inovasi dalam pembelajaran, misalnya dengan melakukan Penelitian Tindakan Kelas. 4. Bagi peneliti lain a. Peneliti yang lain hendaknya mampu meningkatkan kualitas pembelajaran dengan model sinektik dan media film animasi dengan mengembangkan strategi pembelajaran yang berbeda, dan dapat berkolaborasi dengan guru secara optimal. b. Peneliti
lain
diharapkan
mampu
menciptakan
model
dan
media
pembelajaran baru yang dapat menggali bakat, potensi, memacu keaktifan serta kreativitas siswa.
commit to user