KAJIAN EKONOMI PENGOLAHAN JATI DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR Oleh : Bambang Tejo Premono1), Nur Arifatul Ulya1), Edwin Martin1), Andi Nopriansyah2) ABSTRAK Tanaman jati (Tectona grandis) banyak dikembangkan di Propinsi Lampung terutama Kabupaten Lampung Timur dan juga usaha pengolahan kayu jatinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variasi produk yang dihasilkan dan nilai tambah dari industri pengolahan kayu jati Penelitian ini dilakukan dengan metode snowball samping pada industri pengolahan kayu jati di Kabupaten Lampung Timur. Pemasaran jati rakyat sebagian besar dalam bentuk kayu bulat (log) belum mengalami pengolahan menjadi produk lanjut. Untuk meningkatkan nilai tambah suatu barang dilakukan dengan menambahkan input tenaga kerja, modal, dan teknologi. Pengolahan kayu jati dapat meningkatkan nilai tambah produk yang dihasilkan dan variasi produk yang dihasilkan. Kayu jati di Kabupaten Lampung Timur diolah menjadi berbagai produk seperti pintu, jendela, lemari 2 pintu, lemari 3 pintu, buffet dan tempat tidur. Nilai tambah terbesar pada produk jendela dan buffet yang masing-masing Rp. 2.450.000,00/m3 (1,87%) dan Rp. 2.350.000,00/m3 ( 1,81 %). Kata kunci : jati, nilai tambah, pengolahan kayu, I. Pendahuluan A. Latar Belakang Jati (Tectona grandis) merupakan salah satu tanaman yang memiliki kualitas sangat bagus dan bernilai ekonomis sangat tinggi. Pernyebaran jati meliputi Jawa, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat (Sumbawa), Maluku, dan Lampung (Martawijaya et al., 1989). Jati di Jawa telah dikembangkan sejak jaman Belanda sampai sekarang secara komersial industri oleh PERHUTANI di Jawa dan secara komersial tradisional oleh masyarakat dalam bentuk hutan rakyat. Kayu jati merupakan jenis kayu indah (fancy wood) sehingga banyak dimanfaatkan untuk bahan bangunan dan perabotan seperti meubel, kursi, pintu, jendela dan semacamnya. Secara teknis, kayu jati memiliki kelas kuat I dan kelas awet I (Heyne, 1987). Meskipun keras dan kuat, kayu jati mudah dipotong dan dikerjakan, sehingga disukai untuk membuat furniture dan ukir-ukiran. Kayu yang diampelas halus memiliki permukaan yang licin dan seperti berminyak. Pola-pola lingkaran tahun pada kayu teras nampak jelas, sehingga menghasilkan gambaran yang indah. Karena keindahan dan kekuatannya kayu jati banyak dimanfaatkan dalam industri perkayuan. 1) 2)
Peneliti Balai Penelitian Kehutanan Palembang Teknisi Litkayasa Balai Penelitian Kehutanan Palembang
Kajian ekonomi pengolahan jati (B. Tejo Premono, Nur Arifatul Ulya., Edwin Martin, Andi Nopriansyah)
249
Perkembangan jati di Provinsi Lampung telah lama, hal ini dibuktikan dengan banyaknya masyarakat yang mengembangkan tanaman jati di lahan milik sebagai tanaman pagar, tanaman pengisi (sela) di antara tanaman pokok. Konon jati tersebut dibawa oleh orang-orang dari jawa yang bertransmigrasi ke Lampung. Propinsi Lampung sendiri sampai saat ini menjadi pemasok kayu jati untuk memenuhi industri furniture di Jawa. Selama ini sebagian besar kayu jati yang kirim ke jawa dalam bentuk kayu bulat (log). Hal ini terkendala masalah perijinan dan rendahnya rendemen sortimen jati di Lampung. Pengolahan kayu jati lebih lanjut menjadi produk setengah jadi dan produk jadi sebenarnya dapat meningkatkan nilai tambah terhadap kayu itu sendiri Industri pengolahan kayu jati dapat memberikan peluang dan kesempatan lapangan kerja yang besar bagi masyarakat sekitar di samping dapat memberikan nilai tambah terhadap kayu jati dengan produk yang dihasilkan namun belum banyak informasi mengenai hal tersebut terutama di Lampung Timur. Untuk itulah perlu adanya penelitian mengenai nilai tambah dari pengolahan jati lebih lanjut. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui variasi produk yang dihasilkan dalam industri pengolahan kayu jati di Lampung Timur dan untuk mengetahui nilai tambah dari variasi produk yang dihasilkan oleh industri pengolahan kayu jati. II. Metodologi Penelitian A. Lokasi Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur Propinsi Lampung pada wilayah yang menjadi sentra pengolahan jati rakyat yang meliputi Kecamatan Sekampung Udik dan Kecamatan Sekampung. 2 Propinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km termasuk pulaupulau yang terletak pada bagian sebelah paling ujung tenggara pulau Sumatera. Berdasarkan topografinya daerah Lampung memiliki 5 (lima) tipe atau jenis topografi, yaitu berbukit sampai bergunung, berombak sampai bergelombang, dataran aluvial, dataran rawa pasang surut dan muara sungai (river basin). Secara umum jati banyak ditanam oleh masyarakat yang tinggal di daerah dengan topografi berombak sampai bergelombang seperti di Kabupaten Lampung Selatan dan Tanggamus, dan topografi aluvial yang merupakan daerah paling luas di propinsi Lampung meliputi Lampung Tengah sampai mendekati pantai di Lampung Timur (merupakan daerah bagian hilir sungai-sungai besar seperti Way Sekampung, Way Tulang Bawang dan Way Mesuji ) Secara administrasi pemerintahan Provinsi Lampung dibagi dalam 10 (sepuluh) Kabupaten/Kota. Penduduk Provinsi Lampung tahun 2000 sebanyak 6.659.869 2 orang dengan rata-rata kepadatan penduduk per kabupaten/kota 189 jiwa per Km . Propinsi Lampung memiliki luas daratan total 3.528.835 ha dan 1.004.735 ha diantaranya merupakan kawasan hutan. Sumberdaya hutan Lampung selama ini tidak saja dikenal sebagai penghasil kayu, tetapi juga hasil hutan lainnya seperti damar, arang, nibung dan rotan. Berdasarkan data Dinas Kehutanan Propinsi Lampung tahun 2003 didapatkan bahwa produksi kayu bulat sebanyak 166.752,75 m3, kayu gergajian 120.975.31 m3 dan 250
Vol. 7 No. 4 Desember Th. 2007, 245 - 259
kayu lapis 65.406 m3. Dari sejumlah 166.752,75 m3 kayu bulat tersebut sebanyak 19.404.19 m3 (11,6%) berasal dari jenis jati yang ditanam oleh masyarakat. B. Pengumpulan data Pengumpulan data dilakukan dengan metode survei pada 3 (tiga) sentra pengolahan produk kayu jati di Propinsi Lampung. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh di lapangan dari responden melalui wawancara dengan menggunakan kuisioner terstruktur dan semi terstruktur. Data primer berupa harga kayu jati bulat, harga bahan baku kayu jati rakyat, variasi produk yang dihasilkan, harga produk kayu jati setengah jati, harga produk kayu jati, pemasaran hasil, biaya produksi, dan biaya investasi. Penentuan responden dilakukan melalui metode snowball sampling dimulai dari tingkat petani (produsen) hingga ke pedagang produk akhir kayu jati. Responden meliputi industri pengolahan kayu jati rakyat, pengrajin kayu jati rakyat, dan pedagang kayu jati rakyat pada lokasi yang terpilih Data sekunder diperoleh dari instansi kehutanan dan pemerintah daerah setempat berupa produksi kayu jati di propinsi Lampung dan data produksi kayu di kabupaten Lampung Timur. C. Analisis Data Untuk mengetahui nilai tambah produk olahan kayu jati, data primer akan dianalisis melalui formula: 1. Menghitung volume kayu jati q1 + q 2 Q= 2
V = Q 2 x 0,875 x L Dimana : q1 dan q2 : diameter pangkal dan ujung (m) Q : diameter (m) L : panjang (m) 2. Biaya produksi TC = FC + VC TC : Total cost (biaya total) (Rp./m3) FC : Biaya penyusutan alat, atau sewa, pajak, asuransi. (Rp./m3) VC: Biaya operasional alat, gaji/upah. (Rp./m3) 3. Nilai tambah merupakan selisih antara harga bahan baku kayu jati ditambah biaya produksi (harga pokok produksi) dengan harga jual (nilai jual). Mengkaji besaran nilai tambah pemanfaatan kayu jati menjadi barang setengah jadi atau barang jadi dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Prahasto dan Purnama, 1994) : Kajian ekonomi pengolahan jati (B. Tejo Premono, Nur Arifatul Ulya., Edwin Martin, Andi Nopriansyah)
251
NT =
No - Ni Vi 3
NT : Nilai tambah (Rp/m ) 3 Vi : Volume input (m )
No : Nilai output (Rp) Ni : Nilai input (Rp)
4. Mengkaji besarnya tambahan keuntungan dari pengolahan kayu jati mulai dari kayu bulat menjadi produk setengah jadi dan produk jadi. Hasil analisis ditampilkan dalam bentuk tabel. III. Hasil dan Pembahasan A. Kondisi Jati di Lampung Budidaya jati masyarakat di Provinsi Lampung dilaksanakan dengan pola campuran baik sebagai tanaman pagar maupun tanaman sela di tegalan, kebun maupun pekarangan rumah. Tidak banyak masyarakat yang menanam jati dengan pola monokultur (khusus jati). Masyarakat yang membudidayakan jati secara monokultur biasanya merupakan kelompok masyarakat yang tidak memiliki ketergantungan sosial ekonomi terhadap sumber daya lahan dan memiliki lahan yang luas. Sampai dengan saat ini, tidak ada data (sekunder) kuantitatif yang menginformasikan sebaran jati di masyarakat. Jika mengacu kepada Kepmenhut No. 101/Kpts-II/1996 bahwa hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik atau maupun hak lainnya dengan ketentuan luas minimum 0,25 ha dan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan lebih dari 50% maka kebanyakan jati milik masyarakat di Provinsi Lampung tidak masuk dalam kategori hutan rakyat. Meskipun dibudidayakan dalam skala kecil oleh masyarakat, fakta menunjukkan bahwa jati asal Propinsi Lampung telah cukup dikenal dalam perdagangan kayu jati nasional. Tabel 1 produksi kayu jati di Propinsi Lampung. Tabel 1. Perkembangan Produksi Kayu Bulat Jenis Jati di Propinsi Lampung pada tahun 2003 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Kabupaten Lampung Selatan Lampung Tengah Lampung Utara Lampung Barat Lampung Timur Tanggamus Tulang Bawang Way Kanan
Jumlah Produksi (m 3) 2.125 889.91 3.854,74 11.724,56 379,16 40.25 390.58
Sumber: Statistik Dinas Kehutanan Propinsi Lampung, 2003
Tabel 1 menunjukkan bahwa jati dapat ditemukan pada hampir semua kabupaten di wilayah Provinsi Lampung. Kabupaten Lampung Timur pada tahun 2003 memproduksi paling banyak kayu bulat jati diikuti Kabupaten Lampung Utara, 252
Vol. 7 No. 4 Desember Th. 2007, 245 - 259
Selatan, dan Tengah. Berdasarkan Tabel 1 dapat dinyatakan bahwa Kabupaten Lampung Timur sebagai sentra jati rakyat di Provinsi Lampung. Berdasarkan informasi yang diperoleh dapat diketahui bahwa masyarakat yang paling umum membudidayakan jati ada di Kabupaten Lampung Timur. Data yang diperoleh juga menunjukan bahwa produksi kayu jati rakyat mencapai 96.38 % dari total produksi kayu rakyat di Kabupaten Lampung Timur. Tabel 2. Produksi Kayu Bulat dari Hutan Rakyat di Kabupaten Lampung Timur Tahun 2004 No
1 2 3 4 5
Jenis K ayu Bulat
Rimba Campuran Kel. Meranti Sengon Acacia Jati
Jumlah produksi
Persentase
(m3)
(%) 526.62 144.56 80.26 16.17 21,403.25
2.37 0.65 0.36 0.07 96.39
Sumber : Dinas kehutanan Lampung Timur tahun, 2004
B. Harga dan Ukuran Kayu Jati Sebagian besar petani menjual kayu jatinya dalam bentuk pohon masih berdiri karena dipandang praktis tanpa harus mengeluarkan biaya penebangan dan pengangkutan. Di sini tengkulak berperan penting dalam jalur pemasaran. Untuk kayu dengan ukuran diameter 15-30 cm dijual secara borongan kepada tengkulak dan harga kayu jati ditentukan oleh pembeli (tengkulak). Konsekuensinya para petani mempunyai daya tawar (bargaining power) yang rendah. Harga jati di Lampung Timur sangat rendah dibandingkan harga kayu jati dari Perhutani. Harga kayu jati di Lampung Timur dapat dilihat dari tabel 3 berikut. Tabel 3. Harga pohon jati pada beberapa kelas diameter di Lampung Timur Keliling (cm) 60 70 80 90 100 >100
Diameter (m) 0,19 0,23 0,26 0,29 0,32 0,35
Perkiraan Volume (m3) 0,16 0,24 0,34 0,43 0,53 0,64
Harga (Rp/Pohon) 35.000 50.000 60.000 80.000 120.00 300.000 -350.000
Sumber : Data primer, 2006
Harga kayu jati Perhutani memiliki harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga jati rakyat di Lampung Timur karena kualitas kayu yang lebih baik. Harga jati Perhutani dapat dilihat pada Tabel 4.
Kajian ekonomi pengolahan jati (B. Tejo Premono, Nur Arifatul Ulya., Edwin Martin, Andi Nopriansyah)
253
Tabel 4. Harga kayu jati Perhutani No
Bentuk Kayu
Satuan
Pertukangan
Tahun 2002
2003
2004
3
1
Kayu jati b ulat
Rp/m
1.364.471
1.395.102
1.917.332
2
Kayu Jati gergajian
Rp/m3
2.317.069
3.114.906
3.329.031
Sumber : Perum Perhutani 2002
Penjualan kayu jati dalam bentuk pohon berdiri mempunyai 3 keuntungan yakni : (1) Petani tidak perlu mendatangi pembeli (tengkulak) karena secara aktif pembeli mendatangi para petani yang ingin menjual pohon jatinya; (2) Pembagian batang dilakukan di tempat penebangan sehingga mengurangi biaya pengangkutan dan petani dapat memperoleh bagian batang yang tidak dimanfaatkan oleh pembeli; (3) Petani tidak perlu mengeluarkan biaya penebangan dan biaya lainnya seperti biaya ijin pemanfaatan kayu. Berdasarkan wawancara dengan tengkulak penjualan kayu jati dalam bentuk log (kayu bulat) ke Jawa lebih menguntungkan dan mudah dibandingkan dalam bentuk papan (olahan) karena (1) Rumitnya perijinan untuk pengiriman kayu olahan dibanding kayu bulat; (2) Harga kayu jati olahan yang berasal dari Lampung lebih rendah dibandingkan harga kayu bulatnya, karena kualitas kayu jati dari Lampung kurang baik sehingga hanya digunakan sebagai campuran pada industri meubel di Jawa; (3) Rendemen kayu jati Lampung sangat rendah bila langsung diolah dalam bentuk papan. Selama ini para tengkulak lebih banyak mengirim jati dalam bentuk sortimen ke Pulau Jawa (Jakarta, Jepara) karena tingginya harga di Jawa dibandingkan dengan harga di Lampung. Selain itu pangsa pasarnya masih sangat terbuka, sebagai barang komplementer pada saat Perhutani tidak melakukan lelang kayunya. Perbandingan harga kayu jati bulat pada tingkat petani di Lampung sampai harga pada tingkat konsumen di Jawa dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Perbandingan harga kayu jati berdasarkan sortimennya Ukuran A1 A2 A3
Diameter (cm) 10-13 16-19 22-28 30-39 40-49
Lampung 150 -200 rb 400 -500 rb 750 -900 rb 1,80jt – 2 jt
Harga (Rp/M3) Jepara 450 rb 950 rb 1,65 jt 2,65 jt 3,2 jt
Jakarta 650 rb 950 rb 1,25 jt 2,25 jt
Sumber : Data primer, 2006
C. Pengolahan Kayu Jati Pengolahan dapat diartikan suatu proses untuk mengubah bahan baku menjadi barang jadi dan atau barang setengah jadi. Barang setengah jadi adalah barang yang telah mengalami proses sampai akhir sehingga dapat langsung dipergunakan, sedangkan barang setengah jadi adalah barang yang perlu dilakukan proses lebih lanjut untuk meningkatkan nilai gunanya. Pengolahan kayu jati merupakan suatu upaya untuk meningkatkan nilai guna dan nilai tambah dari bahan baku kayu jati (bulat/log) 254
Vol. 7 No. 4 Desember Th. 2007, 245 - 259
menjadi barang jadi dan atau barang setengah jadi. Dengan adanya pengolahan akan mengasilkan produk yang bervariasi (diversifikasi produk). Adanya penambahan input tenaga kerja, modal (kapital) dan teknologi dalam pengolahan akan kayu jati akan mmberikan nilai tambah terhadap barang yang dihasilkan. Industri pengolahan kayu jati di Lampung Timur merupakan industri yang sifatnya usaha rumah tangga (skala kecil) karena orientasi pasarnya bersifat lokal, tenaga kerja yang dibutuhkan sedikit dan modal yang terbatas. Kebutuhan bahan baku berupa kayu jati untuk industri pengolahan kayu dipenuhi dari kayu jati masyarakat sekitar yang jumlahnya cukup banyak. Produk yang dihasilkan jumlahnya masih sangat terbatas, begitu pula variasi produknya Variasi produk yang dihasilkan antara lain pintu, jendela, tempat tidur, lemari 2 pintu, lemari 3 pintu, dan buffet. Kebutuhan kayu jati sangat tergantung dengan produk yang dihasilkan, hal ini dapat dilihat dalam Tabel 6. Tabel. 6. Besarnya input dan output pengolahan jati pada beberapa variasi produk jati No 1 2 3
Jenis Produk Jati Pintu Lemari 2 pintu Lemari 3 pintu
Ongkos Biaya (Rp)
Kebutuhan Kayu (m 3)
Harga Kayu (Rp)
Harga jual Produk (Rp)
Margin Keuntungan (Rp)
125 .000
0,0286
150 .000
400 .000
125 .000
250 .000
0,25
350 .000
900 .000
300 .000
325 .000
0,33
466 .667
1.250.000
458 .333
4
Buffet
500 .000
0,33
466 .667
1.750.000
783 .333
5
Tempat Tidur
225 .000
0,2
280 .000
950 .000
445 .000
6
Jendela
50.000
150 .000
60.000
40.000
0,0025
Sumber data : hasil pengolahan data primer, 2006
Diversifikasi produk kayu jati dimaksudkan untuk meningkatkan nilai tambah (added value) baik dari segi nilai maupun macam barang yang dihasilkan. Pemanfaatan kayu jati dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan memberi kesempatan kerja bagi masyarakat lokal dan menaikkan nilai dari kayu jati itu sendiri dengan variasi produk yang dihasilkan. Dengan diversifikasi produk ini setidaknya dapat menyerap 4 sampai 7 tenaga kerja lokal masyarakat untuk setiap pengrajin kayu jati yang ada dalam skala rumah tangga. Sehingga apabila diasumsikan ada 20 sampai 25 industri pengrajin kayu jati skala rumah tangga maka tenaga kerja yang dapat diserap sebesar 100 sampai 125 tenaga kerja. Kayu jati Lampung mempunyai rendemen yang cukup rendah karena kualitas kayu yang kurang baik, baik dari segi umur dan cacat pada kayu. Besar kecilnya rendemen kayu tergantung dengan kualitas kayu (umur, cacat), alat atau mesin pengolah (gergaji) yang digunakan. Alat yang digunakan untuk pengolahan kayu jati pada industri pengrajin rumah tangga masih bersifat tradisional sehingga perlu adanya modernisasi untuk meningkatkan rendemen dari kayu, memudahkan pekerjaan, dan mempercepat pekerjaan itu sendiri. Hasil dari pengolahan dengan mesin yang modern (canggih) juga lebih baik. Kualitas mesin pemotong (pengolah) yang baik akan memberikan sisa pengolahan (waste of production) yang rendah. Alat ini dapat memanfaatkan kayu sampai ukuran yang terkecil sekalipun. Alat tersebut meliputi mesin serut elektrik, alat pemotong, alat penghalus dan pahat. Kajian ekonomi pengolahan jati (B. Tejo Premono, Nur Arifatul Ulya., Edwin Martin, Andi Nopriansyah)
255
Rendemen kayu jati olahan (papan) di Lampung dengan menggunakan mesin pemotong gergaji pita dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Besarnya rendemen kayu jati berdasarkan sortimennya Jenis ukuran
Diameter (cm)
Rendemen Kayu
A1
10,13,16 -19
50%
A2
22,25 -28
70%
A3
30 up
75-85%
Sumber data : hasil pengolahan data primer, 2006
D. Nilai Tambah Kayu Jati Pemasaran kayu jati ke Jawa selama ini lebih banyak dalam bentuk log (kayu bulat) sehingga kurang memberikan nilai tambah baik segi nilai jual maupun manfaat bagi masyarakat setempat. Pengolahan kayu jati lebih lanjut dengan diversifikasi produk diharapkan dapat menaikkan nilai tambah dari kayu jati tersebut. Kayu jati dapat dikerjakan dengan variasi produk yang lebih beragam dan design yang cukup menarik. Tidak hanya dijadikan produk seperti pintu, meubel, buffet, tempat tidur dan lainnya, namun dengan daya kreatifitas dapat dimanfaatkan untuk kerajinan lainnya. Limbah kayu jati dari pengolahan tersebut dapat dimanfaatkan untuk membuat kerajianan kecil seperti jam dinding, tempat rokok, tempat tissue dan lain sebagainya. Selama ini kayu jati di daerah Lampung hanya digunakan untuk membuat produk seperti jendela, lemari, buffet, pintu belum dimanfaatkan untuk jenis pekerjaan lainnya. Adapun nilai tambah dari pengolahan kayu jati dari log (kayu bulat) menjadi barang seperti pintu, papan, lemari, ”buffet” (lemari pajangan), dan lain-lain dapat dilihat pada Tabel 8 berikut. Tabel 8. Nilai tambah kayu jati untuk variasi produk yang dihasilkan Jenis Produk Jati Papan
Total Biaya (Rp m3/)
Harga Jual Produk (Rp m3/)
Nilai Tambah (Rp/m3)
Added V alue (%) 1,06
250 .000
1.750.000
100.000
Pintu Lemari 2 pintu
1.458.333 1.000.000
4.666.667 3.600.000
1.808.333 1.200.000
1,63
Lemari 3 pintu
975 .000
3.750.000
1.375.000
1,58
Buffet
1.500.000
5.250.000
2.350.000
1,81
Tempat Tidur
1.125.000
4.250.000
1.725.000
1,68
Jendela
1.400.000
5.250.000
2.450.000
1,87
1,50
Sumber data : hasil pengolahan data primer, 2006
Pengolahan kayu jati bulat menjadi barang setengah jadi maupun barang jadi dapat memberikan nilai tambah bagi suatu produk. Kenaikan terbesar dalam pengolahan lebih lanjut dari kayu jati bulat menjadi produk jadi maupun produk setengah jadi pada produk jendela dan buffet sebesar 1,87 % dan 1,81 %. Adanya input 256
Vol. 7 No. 4 Desember Th. 2007, 245 - 259
tenaga, modal dan teknologi dapat memberikan nilai tambah (added value) yang cukup signifikan terhadap pengolahan kayu bulat jati. Untuk lebih meningkatkan nilai tambah kayu jati olahan pada tingkat pengrajin rumah tangga perlu adanya : 1. Modernisasi peralatan pengolahan yang digunakan Sebagian besar pengrajin di tingkat rumah tangga masih mengunakan alat yang sifatnya masih tradisional sehingga produk yang dihasilkan mempunyai kualitas yang kurang dan rendemen kayu yang rendah. 2. Mengembangkan design produk olahan Nilai tambah suatu produk terutama produk kayu olahan akan sangat ditentukan oleh design produk yang ada. Para pengrajin perlu untuk mengembangkan design produk kayu olahan, menciptakan suatu trend setter ( patokan) agar mempunyai nilai jual lebih dibandingkan yang lain. Pengrajin perlu membuat design yang cenderung diluar pakem yang ada disamping membuat design (model) yang ada dan laku di masyarakat. 3. Pengembangan teknik pengawetan kayu jati Kayu jati Lampung dari segi kualitas kalah dengan jati Perhutani, namun dengan teknik pengawetan kayu dan pengerjaan yang baik akan memberikan nilai tambah tersendiri. Pengrajin di Lampung belum banyak yang menerapkan teknik pengawetan kayu yang sesuai standard sehingga perlu adanya pembinaan dari dinas kehutanan dan dinas perdagangan mengenai teknik pengawetan kayu. 4. Peningkatkan kualitas produk akhir kayu jati Finishing kayu kerajinan digunakan untuk meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan. Para pengrajin di Lampung masih menggunakan teknik finishing yang sederhana dengan memoles produk dengan politur. Kualitas produk kerajianan harus diikuti juga dengan finishing yang tepat pula untuk meningkatkan harga dan nilai tambah barang. Sehingga konsumen akan tertarik dengan barang kerajian yang dihasilkan. IV. Kesimpulan 1. Pengolahan kayu dengan menambahkan input tenaga, modal (kapital) dan teknologi dapat memberikan nilai tambah yang bervariasi tergantung dengan produk yang dihasilkan. 2. Nilai tambah terbesar untuk produk kayu jati jendela dan buffet yang masingmasing sebesar Rp. 2.450.000,00/m3 (1,87%) dan Rp. 2.350.000,00/m3 ( 1,81 %) 3. Untuk meningkatkan nilai tambah (harga jual) suatu produk hasil oleh pengrajin perlu adanya pembinaan mengenai pengembangan produk yang dihasilkan seperti peningkatan dan pengembangan design, teknik pengawetan kayu, peningkatan kualitas produk akhir kayu jati.
Kajian ekonomi pengolahan jati (B. Tejo Premono, Nur Arifatul Ulya., Edwin Martin, Andi Nopriansyah)
257
DAFTAR PUSTAKA Achmad B., S. Mulyana, U. Supriyadi dan D. S. Rachmat,. 2004. Kajian Tataniaga Kayu Rakyat di Kabupaten Kuningan. Prosiding Ekspose Terpadu Hasil-Hasil Penelitian Dengan Tema Menuju Pembangunan Hutan Tanaman Produktivitas Tinggi dan Ramah Lingkungan, Yogyakarta 11 - 12 Oktober 2004. Pusat Litbang Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Badan Litbang Kehutanan. Dephutbun, 2000. Pedoman Survei Sosial Ekonomi Kehutanan Indonesia. Jakarta. Dirjen RRL Departemen Kehutanan. 1996. Hutan Rakyat dan Perannya Dalam Pembangunan Daerah. Dalam Majalah Kehutanan Indonesia Edisi No. 06 Tahun 1995/1996. Departemen Kehutanan. Jakarta. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia III. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan Martawaijaya, A.,I.Kartasujana., Y.I.Mandang, S. Amongprawira, K.Kadir.1989. Atlas Kayu Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor. Martin, E. dan B. Winarno,. 2004. Potensi dan Hambatan Pengembangan Jati Rakyat: Kasus di Kabupaten Kaur Propinsi Bengkulu.Makalah Dipresentasikan Pada Pertemuan Forum Komunikasi Jati, Yogyakarta 24 September 2004. Martin, E., B. Winarno, A. Nopriansyah, M. Suparman,. 2005. Kajian Teknologi dan Kelembagaan Hutan Rakyat. Laporan Kegiatan Penelitian. Balai Litbang Hutan Tanaman Palembang. Tidak diterbitkan. Prahasto, H dan B.M. Purnama,. 1994. Nilai Tambah Industri Pengolahan Kayu Jati Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 2 No 1. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan. Bogor. Purwanto, S. Ekawati dan S.A. Cahyono,. 2004. Kelembagaan Untuk Mendukung Pengembangan Hutan Rakyat Produktivitas Tinggi. Makalah Dipresentasikan Pada Ekspose Terpadu Hasil-Hasil Penelitian, Yogyakarta 11-12 Oktober 2004. Soekartawi, 1991. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. Manajemen PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta. Sumarna, Y. 2003. Budidaya Jati. Cetakan III. Penebar Swadaya. Jakarta. Sylviani, B.M.Purnama dan A. Saiban. 1996. Nilai Ekonomi Kayu Dari Hutan Rakyat Di Sukabumi Jawa Barat. Buletin Penelitian Hasil Hutan Vo. 14 No. 9 pp 344354. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan dalam Prahasto, H dan B. Purnama.1994. Nilai Tambah Industri Pengolahan Kayu Jati Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 12 No. 1. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan. Bogor.
258
Vol. 7 No. 4 Desember Th. 2007, 245 - 259
Tim Fakultas Pertanian UNS. 1999. Kajian Pembangunan Hutan Rakyat dalam Pemberdayaan Kelembagaan Sosial Ekonomi di Jawa Tengah. Universitas Negeri Sebelas Maret. Surakarta. Tini, Nia dan K. Amri. 2003. Mengebunkan Jati Unggul Pilihan Investasi Prospektif. AgroMedia Pustaka. Jakarta. Umar H,. 1999. Metodologi Penelitian : Aplikasi dalam Pemasaran. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Wibowo S., B.S. Dewi, Indriyanto. 2003. Kajian daur finansial dan kelestarian hasil hutan Rakyat Jati di Desa Tambak Rejo dan Wates Kecamatan Gading Rejo Kab. Tanggamus. Jurnal Hutan Rakyat Volume V Nomor 1. Pustaka Hutan Rakyat. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Kajian ekonomi pengolahan jati (B. Tejo Premono, Nur Arifatul Ulya., Edwin Martin, Andi Nopriansyah)
259