Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Sekretariat Nasional Kerjasama Ekonomi Sub Regional
KAJIAN AKADEMIS KERJASAMA EKONOMI SUB REGIONAL IMT-GT DAN BIMP EAGA I.
Kebijakan Luar Negeri Indonesia dalam rangka Kerjasama Ekonomi Sub-Regional (KESR)
1. Pemerintah Indonesia telah memberlakukan UU No. 37/1999 tentang Hubungan Luar Negeri dan UU No. 24/2000 tentang Perjanjian Internasional. Kedua UU tersebut merupakan landasan konstitusional bagi Pemerintah dan para pelaku hubungan luar negeri lainnya dalam upaya memperjuangkan kepentingan nasional di berbagai forum internasional baik pada tingkat bilateral, regional dan multilateral, termasuk dalam kerangka Kerjasama Ekonomi Sub-Regional. 2. Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut di atas, partisipasi Indonesia dalam KESR antara lain dimaksudkan untuk : a. mendorong terjadinya peningkatan kerjasama ekonomi antara daerahdaerah di Indonesia dengan daerah-daerah di wilayah negara lain yang secara geografis saling berbatasan; b. memacu pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan serta membantu program pengentasan kemiskinan di daerah; c. meningkatkan kualitas pemanfaatan sumber daya yang tersedia di daerah (baik sumberdaya alam maupun manusia); d. seiring dengan diberlakukannya UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah, KESR diharapkan dapat menjadi salah satu modalitas untuk mendorong prakarsa dan partisipasi aktif masyarakat daerah dalam meningkatkan pemberdayaan potensi ekonomi di wilayah masing-masing; dan c. menunjang kesiapan Daerah dalam menghadapi era liberalisasi ekonomi dan perdagangan dunia, baik dalam rangka AFTA, APEC maupun perdagangan dunia dalam lingkup yang lebih luas yang didorong oleh persetujuan perdagangan dunia WTO. 3. Mekanisme Koordinasi Kerjasama Ekonomi Sub-Regional (KESR) pada mulanya diatur dalam Surat Keputusan Presiden (Keppres) No. 184 Tahun 1998 tentang Tim Koordinasi dan Sub-Tim Koordinasi Kerjasama Ekonomi Sub-Regional (KESR). Keppres No. 184 Tahun 1998 dimaksud antara lain menegaskan bahwa Kerjasama Ekonomi Sub-Regional antar daerah-daerah/propinsi dengan negara-negara bertetangga yang meliputi kerjasama Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT), Indonesia-Malaysia-Singapore Growth Triangle (IMS-GT), Brunei-Indonesia-Malaysia-Phillipines - East ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA) serta Australia-Indonesia Development Area (AIDA) perlu terus
1
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Sekretariat Nasional Kerjasama Ekonomi Sub Regional
didorong dan ditingkatkan serta dikoordinasikan secara lebih efektif dan efisien agar dapat lebih memacu pembangunan ekonomi daerah. 4. Kemudian pada bulan Pebruari 2001, Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Keppres No. 13 Tahun 2001 tentang Tim Koordinasi Kerjasama Ekonomi Sub-Regional. Keppres ini dimaksudkan untuk menggantikan Keppres No. 184 Tahun 1998. Keppres No.13 Tahun 2001 pada intinya mempertegas kembali mengenai pentingnya partisipasi daerah dalam Kerjasama Ekonomi Sub-Regional khususnya di era otonomi daerah dan sehubungan dengan itu, maka dipandang perlu untuk memantapkan pengkoordinasian agar KESR dapat dimanfaatkan Indonesia secara lebih efektif dan efisien. Dalam Surat Keputusan tersebut telah ditetapkan bahwa Menko Perekonomian sebagai Ketua Tim-Koordinasi KESR. 5.
Susunan keanggotaan Tim Koordinasi KESR adalah terdiri dari:
Menko Perekonomian, Menlu, Menperindag, Menhubtel, Menkeu, Menbudpar, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Kimpraswil, Menhut, Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral, Mendiknas, Mentan, Menakertrans, Meneg LH, Menmud urusan Percepatan Pembangunan KTI, Kepala Bappenas, Gubernur Aceh, Sumut, Sumbar, Riau, Jambi, Bengkulu, Bangka-Belitung, Lampung, Kalbar, Kaltim, Kalteng, Kalsel, Sulut, Sulteng, Sulsel, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Irian Jaya, NTB, NTT serta Ketua Kadin Indonesia.
II.
Kerjasama Sub Regional Kesepakatan ASEAN
Dalam
Mendorong
Implementasi
6. Wilayah pertumbuhan ini memiliki potensi untuk berkembang menjadi “Asosiasi Pertumbuhan Asia” yang pada saatnya nanti mungkin saja berintegrasi dengan kelompok regional lainnya, atau bahkan berkembang menjadi liga ekonomi terbuka dengan skala global, seperti halnya WTO. 7. Dalam berbagai pernyataan resmi pimpinan Negara anggota KESR, untuk kesekian kali diingatkan bahwa kerjasama sub regional dinilai mendorong integrasi ekonomi ASEAN dan ditujukan untuk mendorong berbagai bentuk strategi integrasi ASEAN, termasuk AFTA. Ada beberapa hubungan penting antara AFTA dan segitiga pertumbuhan yaitu: Pertama, kawasan pertumbuhan dapat memainkan peran penting untuk mempercepat pelaksanaan program liberalisasi perdagangan dan investasi AFTA. Kedua, kawasan pertumbuhan dapat digunakan secara efektif untuk menurunkan hambatan non-tarif yang mungkin lebih penting daripada hambatan perdagangan dalam mencapai regionalisme terbuka karena mereka melibatkan faktor-faktor ekonomi dan non-ekonomi. Dampak perubahan sosial-ekonomi dari kawasan pertumbuhan akan lebih kecil bila dibandingkan dengan dampak perubahan sosial ekonomi yang ditimbulkan oleh kerjasama perdagangan antar negara - atau NAFTA - karena mereka hanya mencakup wilayah yang kecil.
2
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Sekretariat Nasional Kerjasama Ekonomi Sub Regional
Ketiga, kawasan pertumbuhan dapat mengurangi resiko politik-ekonomi dari liberalisasi perdagangan di bawah kerangka GATT-WTO dan AFTA-CEPT karena areanya dibatasi di bawah kerangka kawasan pertumbuhan yang lebih fleksibel dibanding AFTA. Keempat, kawasan pertumbuhan Asia secara potensial dapat menyediakan mekanisme pragmatis dan efektif untuk menghubungkan beberapa wilayah yang relatif tertinggal di negara-negara ASEAN. Yang juga penting berkaitan dengan ASEAN sebagai suatu institusi ialah bahwa partisipasi negara-negara dalam kerjasama sub-regional ini meliputi bidang ekonomi dalam transisi yang tidak hanya bersifat domestik tetapi juga dalam kaitannya dengan wilayah ASEAN. Kelima, skema kerjasama industri ASEAN akan dapat dicapai secara lebih efektif melalui pengembangan kawasan pertumbuhan yang dapat dibentuk melalui kesepakatan bilateral atau multilateral tergantung wilayah dimana kawasan pertumbuhan itu akan dibentuk. 9. Untuk konsep internal IMT-GT dan BIMP EAGA, kerjasama wilayah ini dipandang sebagai wadah untuk mengimplementasikan kesepakatan yang telah ada di ASEAN (test-bed). Hal ini dipraktekkan dengan mengadopsi berbagai kesepakatan ASEAN dan membahasnya di tingkat sub regional untuk mengimplementasikan di berbagai point tertentu dalam bentuk pilot based (contoh: Mutual Recognition Arrangement/MRA di IMT-GT dan 5th Freedom Traffic Rights di BIMP EAGA). 10. Selain itu pada beberapa kerjasama sektoral yang terkait sangat erat dengan kesepakatan ASEAN, Cluster/Working Group tersebut akan melaporkan perkembangan Kerjasama Sub Regional pada level Working Group ASEAN. 11. Secara singkat dapat dikatakan bahwa IMT-GT dan BIMP EAGA selalu mengidentifikasi dan menemukan cara untuk mengambil keuntungan sebesarbesarnya dari hasil-hasil globalisasi dan inisiatif integrasi ekonomi ASEAN untuk konteks regional yang lebih implementatif.
III.
Kerjasama Ekonomi Sub Regional Indonesia-Malaysia-Thailand – Growth Triangle (KESR IMT-GT)
12. IMT-GT merupakan salah satu bentuk Kerjasama Ekonomi Sub-Regional (KESR) yang keanggotaannya melibatkan tiga negara di kawasan Asia Tenggara yaitu Indonesia, Malaysia dan Thailand. Kerjasama dimaksud diresmikan melalui penandatanganan ‘Agreed Minutes’ pada Pertemuan ke-1 Tingkat Menteri IMT-GT di Langkawi, Malaysia, tanggal 20 Juli 1993. 13. Pada awalnya Kerjasama IMT-GT melibatkan 13 (tiga belas) propinsi yaitu: 4 (empat) Propinsi di Indonesia (Aceh, Sumut, Riau dan Sumbar); 4 (empat) Negara Bagian di Malaysia (Perlis, Kedah, Penang, Perak) serta 5 (lima) Propinsi di Thailand
3
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Sekretariat Nasional Kerjasama Ekonomi Sub Regional
(Satun, Yala, Songkhla, Narathiwat, Pattani). Pada Pertemuan ke-9 SOM/MM IMTGT di Medan, 7-9 Juni 2001, keanggotaan IMT-GT bertambah lagi dengan masuknya Propinsi Jambi dan Bengkulu. Sedangkan pada Pertemuan ke-10 SOM/MM IMT-GT di Kangar, Perlis, Malaysia, Propinsi Sumatera Selatan dan Negara Bagian Selangor menjadi anggota IMT-GT. Pada Pertemuan ke-11 SOM/MM IMTGT di Pattani, Thailand, 23-26 Agustus 2004 keanggotaan IMT-GT bertambah lagi dengan masuknya Negara Bagian Kelantan dan Melaka (Malaysia), Trang, Phattalung dan Nakhon Si Thammarat (Thailand) menjadi anggota baru IMT-GT. 14. Kemudian pada SOM/MM ke-13 di Selangor, Malaysia pada tanggal 13 – 14 September 2006, keanggotaan IMT-GT bertambah dengan masuknya Provinsi Lampung di Indonesia dan Negeri Sembilan di Malaysia. Pada SOM/MM ke 14 d Propinsi Songkhla, Thailand, diterima pula penambahan enam provinsi di Thailand ke dalam wilayah keanggotaan di IMT-GT yaitu Chumporn, Krabi, Phangnga, Phuket, Ranong and Suratthani. Saat ini provinsi di Indonesia, Malaysia dan Thailand yang masuk dalam Kerjasama IMT-GT berjumlah 32 propinsi. 15. Setiap tahun IMT-GT menyelenggarakan Pertemuan Tingkat Menteri (MM) yang didahului dengan Pertemuan Tingkat Pejabat Senior (SOM). Saat ini IMT-GT terdiri dari 6 kelompok sub-sektor yang disebut dengan Working group (WG). Masing-masing WG tersebut merupakan kelompok kerja yang secara khusus dibentuk untuk menyeleksi program dan proyek yang diajukan oleh sektor swasta di kawasan IMT-GT serta mengkoordinasikan pelaksanaannya dengan pihak-pihak terkait. 16.
Keenam WG beserta Lead Country-nya tersebut adalah: a. b. c. d. e. f.
WG on Infrastructure and Transportation (Malaysia) WG on Trade and Investment (Malaysia) WG on Tourism (Thailand) WG on Halal Product and Services (Thailand) WG on Human Resources Developmen (Indonesia) WG on Agriculture, Agro-Industry and Environment (Indonesia)
17. Dalam perkembangannya, sektor swasta dilibatkan dan bahkan diharapkan menjadi “engine of growth” dalam kerjasama sub-kawasan dimaksud. Selanjutnya para pengusaha di kawasan IMT-GT membentuk suatu wadah yang disebut Joint Business Council (JBC) dan telah secara aktif melakukan kegiatannya termasuk ikut serta dalam rangkaian SOM/MM. Selain itu JBC juga membentuk working group-nya sendiri untuk dapat secara teknis melakukan interaksi dengan struktu pemerintah yang ada KESR.
4
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Sekretariat Nasional Kerjasama Ekonomi Sub Regional
A.
Manfaat, Capaian dan Tantangan dalam Kerjasama IMT-GT
18. Walaupun masih ditemui berbagai kendala dalam mengembangkan kerjasama IMT-GT, terutama masalah utama yang dihadapi seperti kapasitas sektor swasta dan sektor publik sendiri, namun kerjasama ini cukup prospektif dalam mempercepat pembangunan ekonomi sub kawasan. Kendala lain yang ditemui dalam pelaksanaan kerjasama IMT-GT adalah lemahnya koordinasi antar instansi di dalam negeri. Untuk itu, dalam rangka memanfaatkan kerjasama tersebut secara maksimal, perlu terus diupayakan peningkatan kapasitas aparat dan koordinasi tersebut, baik antar pemerintah pusat, antar pemerintah daerah dan antar pemerintah pusat dan daerah serta peran yang lebih kuat lagi dari sektor swasta. 19. Untuk memperkuat peranan pemerintah daerah IMT-GT, sejak tahun 2005 telah lahir inisiatif untuk memberikan forum khusus bagi pemerintah daerah IMT-GT yang disebut Chief Ministers and Governors’ Forum (CMGF) IMT-GT dimana bersamaan dengan SOM – MM ke 15 tahun 2008 di Palembang, Sumatera Selatan, Indonesia, forum ini telah melaksanakan pertemuannya yang ke 5. Forum ini juga ditujukan agar pemerintah daerah mengetahui secara formal tentang perkembangan sektoral IMT-GT termasuk proyek, program, aktifitas dan kerjasama yang sedang dan akan berlangsung di daerahnya masing-masing. 20. Sesuai dengan keputusan SOM di Selangor, Malaysia tahun 2006, Negara Bagian Selangor akan membiayai pembentukan dan operasional sekretariat bersama IMT-GT selama 5 tahun ke depan. Sekretariat ini adalah Centre of IMT-GT Sub Regional Cooperation atau disingkat CIMT. Namun demikian masing-masing negara anggota turut memberikan kontribusi non finansial demi maksimalisasi operasional dan mekanisme CIMT. Indonesia secara khusus telah menyarankan agar sekretariat ini juga menfasilitasi Forum Gubernur IMT-GT yang saat ini belum terkoordinir dengan baik. 21. Dalam mencapai kapasitas maksimal dari CIMT yang saat ini hanya diopersionalkan oleh 2 orang pegawai, IMT-GT berkeinginan untuk meningkatkan peranan sekretariatnya dengan menambah pegawai sehingga mampu berperan secara maksimal dalam mengkoordinasikan kegitan pada KESR IMT-GT, memonitor kinerja sektoral dalam implementasi program dan proyek yang diinsiatifkan melalui Roadmap IMT-GT serta mengusulkan berbagai inisiatif dalam menunjang kerjasama ini dalam bentuk inisiatif program dan proyek atau mencari sumber pendanaan dari luar IMT-GT yang ditujukan untuk mempercepat pelaksanaan program dan proyeknya. Saat ini IMT-GT sedang melakukan proses finalisasi kesepakatan ketiga negara untuk memberikan status sebagai Organisasi Internasional untuk CIMT yang diusulkan untuk ditandatangani pada tahun 2009. 22. Sejak pembentukannya pada tahun 1993, IMT-GT telah tumbuh secara cakupan geografis dan aktifitas. Selama sekitar 15 tahun keberadaannya, wilayah IMT-GT telah menghadapi banyak hambatan dan melewati banyak tantangan. Selama itu, kekuatan dan dinamika sektor swasta telah terlihat, dengan banyaknya
5
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Sekretariat Nasional Kerjasama Ekonomi Sub Regional
kemitraan dan aliansi yang telah dibangun. Hubungan orang-per-orang meningkat dan hal ini sangat membantu upaya membangun kepercayaan dan rasa percaya diri dan membangkitkan rasa kebersamaan sebagai sebuah komunitas di wilayah IMTGT. Selain itu, kedekatan kultur, bahasa dan latar belakang budaya sangat mendukung adanya proses yang ada. 23. Lima belas tahun pertama IMT-GT juga ditandai dengan pencapaian penting di berbagai sektor kerjasama. Peningkatan signifikan telah terjadi di bidang perjalanan dan pariwisata, dengan pertumbuhan yang cepat dari jumlah turis di dalam dan dari luar wilayah IMT-GT, pengoperasian maskapai penerbangan yang lebih banyak, peningkatan frekuensi penerbangan ke wilayah IMT-GT, dan peningkatan jumlah hotel, terutama di Medan, Hat Yai dan Sadao. Dibandingkan dengan tiga kali penerbangan mingguan antara Penang dan Medan pada awal inisiatif IMT-GT dibuat, saat ini telah ada beberapa maskapai penerbangan yang melakukan beberapa kali penerbangan dalam seminggu tidak hanya antara Medan dan Penang tetapi juga bandara IMT-GT yang lain seperti Pekanbaru, NAD dan Palembang di Indonesia. 24. Faktor kunci yang secara pasti meningkatkan mobilitas manusia di wilayah IMT-GT adalah penghapusan fiskal oleh Pemerintah Indonesia untuk warga negara Indonesia yang berangkat dari wilayah Indonesia yang termasuk kerjasama IMT-GT ke wilayah Malaysia dan Thailand yang juga termasuk dalam kerjasama ini. Hal ini berdampak terhadap peningkatan jumlah pekerja Indonesia di Malaysia dan juga peningkatan jumlah orang Indonesia yang melakukan medical tourism dari Sumatera ke Malaysia, terutama di Penang yang menerima hampir 200.000 pengunjung dari Indonesia setiap tahunnya. 25. Di bidang transportasi laut, empat rute baru telah dibuka untuk memberangkatkan manusia dan barang dari pelabuhan-pelabuhan di Sumatera seperti Belawan, Pekanbaru dan Dumai ke Penang dan Melaka di Malaysia. Satu rute telah dibuat untuk melayani jalur antara Satun di Thailand Selatan dan Langkawi di Malaysia. Pelayanan kapal fery Ro-ro telah dimulai untuk melayani jalur Belawan dan Penang. Namun demikian, ro-ro ferry antara Sumatera dan Malaysia sedang mengalami kendala operasional yang lebih disebabkan permasalahan internal Indonesia yang harus segera ditangani. 26. Di bidang telekomunikasi, jalur hubungan kabel fiber optik bawah laut antara Semenanjung Malaysia dan Sumatera telah dibangun melalui kerjasama antara 2 perusahaan telekomunikasi di kedua wilayah, serta berbagai kesepakatan penurunan tarif telekomunikasi selular. 27. Selain itu, ada juga beberapa progress di bidang perdagangan dan investasi, seperti pembangunan pasar perbatasan, perdagangan barter di dalam wilayah kerjasama. Volume perdagangan barter antara Indonesia dan Malaysia juga meningkat secara signifikan. Di bidang investasi, sektor swasta Malaysia telah menanamkan investasi di bidang pertanian komersial di Sumatera, terutama di
6
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Sekretariat Nasional Kerjasama Ekonomi Sub Regional
sektor kelapa sawit dan penanaman pisang. Investasi juga telah dilakukan dalam mengembangkan dan memperluas fasilitas-fasilitas pariwisata terutama resortresort dan hotel bintang tiga di wilayah IMT-GT. 28. Di sektor perdagangan dan investasi IMT-GT Plaza yang pertama telah dibangun pada tahun 2006 di Propinsi Trang, Thailand dan IMT-GT plaza lainnya di Phatthalung, Thailand, di Port Dickson, Malaysia dan di Propinsi Riau selama kurun waktu 2007-2008. 29. Di bidang pengembangan sumber daya manusia, IMT-GT telah membentuk UNINET (University Network), yang merupakan bentuk kerjasama pendidikan, penelitian dan pertukaran antara institusi-institusi pendidikan, penelitian dan pelatihan di wilayah IMT-GT. Program peningkatan SDM seperti pelatihan di bidang jasa keperawatan dan rumah sakit juga telah dilakukan. 30. Implementasi konsep IMT-GT Connectivity Corridor di 5 koridor ekonomi yang dipandang paling potensial dan telah memiliki traffic yang relatif tinggi dan perlu ditingkatkan yaitu: (i) koridor ekonomi Songkhla-Penang-Medan Economic Corridor, (ii) Koridor ekonomi Selat Melaka, (iii) Koridor ekonomi Banda AcehMedan-Dumai-Palembang, (iv) koridor ekonomi Melaka-Dumai dan (v) koridor ekonomi Ranong-Phuket-Aceh.
B.
IMT-GT Roadmap for Development
Sejak tahun 2007 IMT-GT telah menetapkan Roadmap for Development 2007 – 2011 pada saat KTT ke-2 IMT-GT di Cebu, Filipina, 12 Januari 2007. Roadmap tersebut memuat berbagai program dan rencana aksi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di kawasan yang berbatasan. Visi dari IMT-GT Roadmap sendiri adalah “a seamless, progressive, prosperous and peaceful sub 31.
region”. 32. Program-program tersebut terbagi ke dalam lima moda pendorong pertumbuhan IMT-GT, yaitu:
a. Facilitate and Promote Intra- and Inter-IMT-GT trade and investment, b. Promote growth in agriculture, agro-industry and tourism, c. Strengthen infrastructure linkages and support to the integration of the IMTGT region, d. Address cross-sectoral concerns, specifically to develop human resources and skills competencies, enhance the mobility of labor, and strengthen, environment and natural resource management in the IMT-GT region, dan e. Strengthen institutional arrangements and mechanisms for cooperation in IMT-GT region, including public-private sector collaboration, participation of
7
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Sekretariat Nasional Kerjasama Ekonomi Sub Regional
stakeholders at the local level and mobilization of support from development partners. Moda pendorong pertama, facilitate and promote intra and inter IMT-GT trade and investment jelas-jelas ditujukan untuk memfasilitasi perdagangan dan investasi , yang pada akhirnya akan mendorong laju pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan ekspor negara-negara IMT-GT. Secara spesifik, moda ini mencantumkan kelompok-kelompok program sebagai berikut: 33.
a. fasilitasi perdagangan lintas batas antar negara, b. promosi perdagangan dan investasi, dan c. penyebarluasan informasi bisnis dan investasi di kawasan IMT-GT. 34. Hal tersebut didukung dengan program pengembangan infrastruktur dan transportasi untuk meningkatkan laju pergerakan barang dan orang di dalam kawasan. Sementara kerjasama yang lain yang juga merupakan pendorong meliputi pula, antara lain, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, peningkatan kapasitas sektor pertanian, pariwisata dan industri pendukung pertanian.
C.
Implementation Blueprint IMT-GT 2012-2016
35. Setelah Roadmap tersebut selesai pada tahun 2011, maka untuk memberikan acuan dalam implementasinya telah disusun Implementation Blueprint 2012-2016. Dalam Implementation Blueprint ini memuat berbagai program dan project yang akan dilaksanakan selama periode 2012-2016 guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 36. Kerangka kerjasama IMT-GT harus difokuskan kembali, serta guna merealisasikan tujuan tersebut perlu disiapkan suatu Roadmap untuk jangka waktu lima tahun, dengan tujuan membantu upaya-upaya kerjasama IMT-GT seta untuk memastikan kesinambungan, kelayakan dan vitalitasnya. 37. Tujuh rekomendasi bagi percepatan pertumbuhan dan implementasi kesepakatan dalam IMT-GT yang meliputi: a. Meningkatkan daya saing investasi dengan menciptakan kebijakan bersama dalam mendukung sektor swasta; b. Menyiapkan roadmap yang dapat mengintegrasikan sistem, kebijakan dan strategi; c. Perlu dibentuk database komprehensif mengenai perdagangan, investasi dan pariwisata di kawasan IMT-GT; d. Membangun infrastruktur yang dibutuhkan; e. Mencari dukungan partner pembangunan seperti ADB; f. Memperkuat peranan sektor swasta sebagai engine of growth (melalui JBC); dan
8
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Sekretariat Nasional Kerjasama Ekonomi Sub Regional
g. Mendorong intensifikasi hubungan antar masyarakat IMT-GT. 38. Selain itu juga disadari akan pentingnya menggandeng development partner seperti China dan Jepang; identifikasi lebih lanjut potensi yang ada untuk kemudian dikembangkan secara optimal; dan diseminasi informasi mengenai potensi ekonomi yang ada di kawasan dengan melibatkan pihak swasta. 39. Para pemimpin negara IMT-GT menyepakati beberapa point penting dalam perkembangan kerjasama IMT-GT sebagai berikut: a. Menegaskan pentingnya IMT-GT dalam proses integrasi dan pembangunan ASEAN guna memperkecil kesenjangan pembangunan. b. Mendukung peran JBC sebagai engine of growth IMT-GT dan mendorong JBC untuk lebih aktif dalam melaksanakan kerjasama IMT-GT. c. Mendorong para Menteri terkait dengan kerjasama IMT-GT untuk merumuskan kebijakan yang mendukung dan harmonisasi kebijakan untuk pelaksanaan kerjasama IMT-GT. d. Mendukung penggunaan pendekatan pragmatis dalam implementasi kerjasama IMT-GT, seperti pembuatan database, penyusunan roadmap dan institusionalisasi forum Gubernur IMT-GT. e. Menyambut baik peran pembangunan IMT-GT. f.
serta
ASEAN
Dialogue
Partner
dan
mitra
Serta menyetujui penyelenggaraan KTT IMT-GT sekali dalam satu tahun bersamaan dengan KTT ASEAN.
40. Dalam perkembangannya, kerjasama IMT-GT telah mengalami kemajuan yang signifikan. Namun demikian, masih ada harapan agar IMT-GT tetap mempertahankan dan meningkatkan capaiannya dengan memanfaatkan segenap potensi yang dimilikinya. Beberapa langkah yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan sumber daya alam secara berkesinambungan, pembangunan sumber daya manusia, dan perlindungan tenaga kerja migran. 41. Sektor UKM merupakan tulang punggung ekonomi negara-negara berkembang, karena itu perlu diupayakan penguatan serta pemberian fasilitasi untuk upaya mereka guna memasuki akses pasar global. 42. Komitmen politik yang telah diberikan oleh para Kepala Negara/Pemerintahan hendaknya dapat diterjemahkan dalam berbagai pelaksanaan program-program yang telah ditetapkan. Komitmen politik untuk meningkatkan kerjasama IMT-GT merupakan kesempatan bagi seluruh pemangku kepentingan dan merupakan tantangan bagi instansi terkait untuk memberikan berbagai fasilitasi dalam rangkat kegiatan ekonomi bersama.
9
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Sekretariat Nasional Kerjasama Ekonomi Sub Regional
D.
Center of IMT-GT Sub Regional Cooperation-CIMT
43. Guna lebih mendorong penguatan kerjasama antara pemerintah dan swasta, peningkatan peran sektor swasta dalam berbagai program serta penguatan institusionalisasi IMT-GT maka dibentuk Coordination and Monitoring Center (CMC) untuk melakukan kajian dan memberikan berbagai program IMT-GT. Dalam perkembangannya, CMC ini kemudian berganti nama menjadi Center of IMT-GT Sub Regional Cooperation-CIMT. 44.
Proses legalisasi CIMT memerlukan 3 (tiga) draft agreements:
a. Agreement on the Establishment of the Centre for IMT-GT Sub-Regional Cooperation. b. Agreement between the Government of Malaysia and the Centre for IMT-GT Sub-Regional. Cooperation relating to the Privileges and Immunities of the Centre for IMT-GT Sub-Regional Cooperation. c. Agreement on the Use and Maintenance of the Premises of the Centre
for IMT-GT Sub-Regional Cooperation. 45.
Agreements menetapkan bahwa Pemerintah Malaysia akan tetap membiayai
Centre secara penuh sampai dengan tanggal 31 Juli 2012, sehingga kedua negara anggota lainnya yakni Indonesia dan Thailand, tidak akan dikenakan kontribusi tahunan sampai dengan tanggal tersebut.
IV.
Brunei-Indonesia-Malaysia-Philippines (BIMP-EAGA)
46. BIMP-EAGA dibentuk di Davao, Filipina pada tanggal 26 Maret 1994 oleh para kepala negara Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Filipina. Keanggotaan BIMPEAGA terdiri atas provinsi-provinsi dan negara bagian, yang meliputi: a. Seluruh wilayah Brunei Darussalam; b. Seluruh provinsi di Sulawesi, Kalimantan, Maluku dan Irian Jaya, Indonesia; c. Wilayah negara bagian Sabah, Sarawak dan Labuan, Malaysia; d. Wilayah Mindanao dan Palawan, Filipina. 47. Kerjasama BIMP-EAGA memiliki karakteristik-karakteristik market driven, penekanan kepada peran sektor swasta, struktur organisasi desentralistik, tanpa secretariat pusat, dan tidak diperlukan konsensus empat pihak. BIMP-EAGA tidak membatasi keputusan atau kesepakatan kepada hanya yang dicapai oleh keempat pihak, namun juga mengenali dan mengakui pengaturan kerjasama bilateral dan trilateral termasuk kerjasama dengan negara atau organisasi di luar BIMP-EAGA. Kesepakatan kerjasama tersebut akan dipertimbangkan menjadi program BIMPEAGA.
10
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Sekretariat Nasional Kerjasama Ekonomi Sub Regional
48. Cakupan kerjasama BIMP-EAGA dikelompokkan dalam empat cluster dan satu Task Force, yaitu: a. Natural Resources Development (Cluster NRD, diketuai Indonesia, membawahi kerjasama di bidang agro-industri, perikanan, kehutanan, lingkungan hidup, energi dan sumber daya mineral). Working Group yang berada di bawah Cluster ini adalah:
WG on Forestry and Environment WG on Agro Industry WG on Energy and Mineral Resources WG on Fishery
b. Transport, Infrastructures and Information/Communication Technology Development (Cluster TIICTD, diketuai Brunei Darussalam, membawahi kerjasama telekomunikasi, perhubungan udara, laut, dan udara serta konstruksi). Working Group yang berada di bawah Cluster ini adalah:
WG on Construction and Construction Materials; WG on Air Linkage WG on Sea Linkage WG on Information and Communication Technology Interim WG on Land Transport
c. Joint Tourism Development (Cluster JTD, diketuai Malaysia, membawahi kerjasama bidang pariwisata, termasuk keterkaitan sektor pariwisata dengan angkutan wisata, pergerakan wisatawan antar perbatasan serta keamanan perjalanan wisatawan). d. Small & Medium Enterprises Development (Cluster SMED diketuai Filipina, membawahi kerjasama pengembangan UKM, termasuk keterkaitan sektor UKM dengan pergerakan pebisnis dan barang dagang antar perbatasan serta keamanan aktifitas bisnis). e. Taks Force on Custom, Imiigration, Quarnatine and Secutiry (CIQS TF, diketuai oleh Filipina dan berkoordinasi dengan seluruh Cluster dan Working yang ada dalam rangka fasilitasi pergerakan orang dan barang) 49. Bersamaan dengan SOM/MM ke 14 di Kota Kinabalu, Malaysia tahun 2006, juga telah dibentuk forum pemerintah daerah BIMP EAGA dengan nama BIMP EAGA Governors’, Chief Ministers and Local Government Forum yang pada tahun 2008 ini juga telah menyelenggarakan pertemuannya yang ke-3 bersamaan dengan SOM/MM ke 17 di Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia. 50. Pada pertemuan Forum Gubernur BIMP EAGA yang ke-2, Indonesia telah menyampaikan usulan tentang peranan pemerintah daerah dalam mekanisme kerjasama BIMP EAGA sekaligus pentingnya keterlibatan seluruh daerah dalam kegiatan Cluster dan Working secara teknis. Hal ini dikhususkan dalam mendorong
11
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Sekretariat Nasional Kerjasama Ekonomi Sub Regional
dan menfasilitasi kegiatan dan kerjasama sektor swasta yang pada prakteknya dilakukan antar daerah-daerah yang masuk dalam kawasan EAGA dan juga untuk mendorong peran aktif pelaku swasta daerah. 51. Sementara pada Forum Gubernur terakhir BIMP EAGA ke-3, selain paparan potensi dan tawaran produk dan kerjasama antara daerah/provinsi/Negara bagian di BIMP EAGA, juga telah diadakan dialog bilateral antara daerah/provinsi/Negara bagian di keempat Negara anggota untuk secara intensif menginisiatifkan kegiatan dan aktifitas sebagai bentuk tindak lanjut di periode tahun 2009.
A.
Manfaat, Capaian dan Tantangan dalam Kerjasama BIMP EAGA
Untuk Working Group on Construction and Constructions Materials (CCM), Project platform dari partisipasi sektor swasta EAGA, yaitu : a. Proyek perumahan di Rambungan, Kuching, Sarawak dan Miri, Sarawak; b. Bitung International Hub Port bersamaan dengan strategi pengembangan economic corridor (Greater Sulu-Sulawesi Triangle) dari Rencana pengembangan ADB Transport c. Davao Food Exchange Complex dan dukungan bagi pengembangan komponen perumahan 52.
Pada tahun 2008 telah ditandatangani kesepakatan dalam bentuk MoU on Expansion on Air Linkage BIMP EAGA yang secara khusus menyepakati pemberian hak penerbangan kelima dengan rekomendasi dari kesepakatan ASEAN tentang Open Sky Policy. Sesuai dengan kesepakatan tersebut akan ditambahkan entry point untuk Fifth Freedom Traffic Rights di beberapa pelabuhan udara EAGA (kecual Brunei DS) sebagai berikut: 53.
-
Indonesia (Manado & Tarakan) Malaysia (Labuan & Miri) Philippines (Puerto Princesa & General Santos)
Pada tanggal 2 November 2007 telah ditandatangani 2 Memorandum of Understanding (MoU) antar negara BIMP EAGA, bersamaan dengan pertemuan 54.
Menteri Transport ASEAN ke-13 di Singapore. Kedua Mou tersebut adalah: (i) MoU on Establishing an Efficient and Integrated Sea Linkages in BIMP-EAGA; dan (ii) MoU on Cross-Border Movement of Commercial Buses and Coaches. 55. Saat ini implementasi dari MoU on Cross-Border Movement of Commercial Buses and Coaches telah memasuki tahap implementasi dengan uji coba pertama pada tanggal 26 September 2008 operasional inter-state bus antara Pontianak ke Bandar Seri Begawan melalui Kuching dan Miri di Sarawak, Malaysia. Untuk Indonesia, ijin operasional bis komersial telah diberikan kepada DAMPRI. Bis antara Negara tersebut akan dioperasionalkan secara komersial dengan harga RP. 500.000 dan di Brunei dengan nominal yang sama dalam mata uang Dollar Brunei Darussalam.
12
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Sekretariat Nasional Kerjasama Ekonomi Sub Regional
56. Review dari Action Plan berkaitan dengan BIMP-EAGA Roadmap dan telah menyetujui beberapa hal sebagai berikut: a. Mengaktifkan kembali Shipping Association (SA) dan menggunakannya sebagai forum bagi shipping operators untuk mendukung inisiatif perhubungan laut b. Mempercepat pengembangan infrastruktur seperti fasilitas penanganan kontainer di pelabuhan Kariangau di Balikpapan dan pembuatan serta pengembangan dermaga di pelabuhan Jayapura, Indonesia dan Pelabuhan Terminal Kontainer Sepanggar, Sabah, Malaysia. c. Revitalisasi rute General Santos – Bitung. d. Menghapus pelabuhan Tahuna dari daftar pelabuhan yang ditunjuk karena pelabuhan belum dibuka untuk perdagangan internasional 57. Flaship project yang masing berjalan di BIMP EAGA adalah Palm Oil, VCO, Halal Poultry. Selain itu dalam tahun 2008, Indonesia menginisiatifkan pengembangan produk (yang selanjutnya untuk diperdagangkan) yaitu Temu Lawal/Wild Ginger. 58. Dalam program pelestarian lingkungan dan sumber daya alam, Coral triangle merupakan proyek lanjutan dari SSME, dimana inisiatif proyek ini akan melibatkan wilayah perairan bagian timur BIMP EAGA. Semua Negara juga telah menyetujui untuk mempelajari terlebih dahulu program ini sebelum diadopsi menjadi program BIMP EAGA. 59. Atas arahan pada Summit ke 3 BIMP EAGA, deklarasi Heart of Borneo HOB) telah ditandatangani pada tanggal 12 Februari 2007 yang lalu di Bali, Indonesia oleh masing-masing Meteri Kehutanan Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam. Program ini menjadi terkait dengan BIMP EAGA karena berada di wilayah kerjasama BIMP EAGA. Program ini dalam proses finalisasi dokumen nasional, yaitu dokumen rencana tindak masing-masing Negara dalam rangka implementasi inisiatif HOB. 60. BIMP EAGA telah menyetujui studi ADB tentang sektor energi dan telah disusun “Strategic Action Plan of BIMP EAGA Energy Sector”. 61. Untuk kerjasama di bidang oil and gas, pada umumnya kemajuan proyekproyek kilang minyak swasta masih pada tahap studi kelayakan, penyusunan AMDAL, penjajakan pendanaan dan penyediaan minyak mentah. 62. Perkembangan electricity interconnection project yaitu masih dalam tahap akan dilakukannya finalisasi kesepakatan antara PLN dengan SESCO Sabah tentang (i) transmisi listrik di Kalimantan dan (ii) listrik pedesaan di daerah perbatasan. Berkaitan dengan kerjasama pembangunan transmisi kelistrikan di Kalimantan, pembicaraan dengan SESCO masih dalam konteks komersialisasi yang sangat ditentukan oleh kebutuhan listrik. Sementara itu untuk pemenuhan kebutuhan listrik di Kalimantan barat, direncanakan pembangunan PLTU sebesar 2 x 25 MW di
13
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Sekretariat Nasional Kerjasama Ekonomi Sub Regional
Singkawang. Perubahan-perubahan kebutuhan konsumsi ini sangat berpengaruh di dalam negosiasi bisnis antara PLN dan SESCO. 63. Dalam kaitan dengan Cooperation on Bio Fuel Development and Production, program bio fuel di Indonesia khusunya pada 4 komoditas utama yaitu minyak kelapa sawit, Jathropha, Cassava dan Tebu. Indonesia akan mengembangkan Nipa sebagai bentuk lain dari Bio Fuel. 64. CIQS (Custom, Immigration, Quarantine and Security) BIMP EAGA akan membuat suatu pengukuran yang jelas untuk meningkatkan intensitas kerjasama regional dalam memberikan fasilitas bagi perdagangan lintas batas, pariwisata dan investasi dengan mendirikan one-stop CIQS facilities pada point yang telah ditentukan. Pada bulan November 2008, keempat negara sedang menyusun dokumen kesepakatan harmonisasi dan simplifikasi peraturan CIQS di beberapa point partner di BIMP EAGA yaitu: Brunei Darussalam: Muara/Labuan Indonesia: Entikong-Tebedu; Bitung-General Santos Malaysia: Sandakan-Zamboanga; Tebedu-Entikong Philippines: Zamboanga-Sandakan; General Santos-Bitung 65. Development partner BIMP EAGA saat ini adalah Pemerintah Northern Territory (Australia) dan dua Negara lain yang sedang dalam proses penjajakan untuk menjadi Development Partner BIMP EAGA adalah Cina dan Jepang. Framework of Economic Cooperation antara BIMP EAGA dengan China masih dalam finalisasi dan direncanakan untuk ditandatangani pada tahun 2009. 66. Di samping itu, tantangan-tantangan lain yang harus dihadapi oleh BIMP EAGA terutama dalam melaksanakan proyek kerjasamanya, antara lain: a. Kendala umum dalam proyel oil and gas yang dihadapi sejumlah perusahaan yang telah mendapatkan izin usaha sementara umumnya adalah masalah kesulitan membuat kesepakatan dengan investor, mendapatkan lokasi/lahan yang sesuai dan mengharapkan insentif/dukungan dari pemerintah seperti tax holiday, pembebasan bea masuk impor barang proyek, fasilitas KAPET/Bonded Zone, dll. b. Keterbatasan infrastruktur dan sarana dasar pelabuhan lainnya baik, termasuk fasilitasi perdagangan di pelabuhan seperti bea an cukai yang sering dianggap menjadi kendala bagi lalu lintas barang antar perbatasan.
B.
BIMP-EAGA Roadmap for Development 2006 - 2010
67. BIMP-EAGA Roadmap for Development 2006 – 2010 ditetapkan pada saat KTT ke-2 BIMP-EAGA di Kuala Lumpur, 11 Desember 2005. Tujuan dari penetapan Roadmap tersebut adalah untuk memberikan arah kerjasama BIMP-EAGA untuk
14
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Sekretariat Nasional Kerjasama Ekonomi Sub Regional
periode lima tahun guna mewujudkan tujuan pembangunannya, khususnya dalam peningkatan perdagangan, investasi dan pariwisata baik antar Negara BIMP maupun dengan negara-negara lainnya. 68. Implementasi Roadmap tersebut memerlukan komitmen dari seluruh pemangku kepentingan, pemerintah, pihak swasta maupun seluruh komunitas di seluruh sub-kawasan. 69. Dalam hal ini, peran Pemerintah memiliki peran yang paling penting untuk mendukung dana mengkoordinasikan mekanisme kerjasama, memastikan adanya kerjasama yang saling menguntungkan, dan dapat menyelesaikan perbedaan yang ada sekaligus memfasilitasi hal-hal yang diperlukan untuk mendorong kerjasama tersebut. 70. Roadmap BIMP-EAGA juga memuat berbagai program dan rencana kegiatan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di kawasan EAGA. Secara spesifik, Roadmap BIMP-EAGA mencantumkan bahwa tujuan pembangunan BIMP-EAGA adalah untuk mempersempit celah pembangunan antar negara-negara EAGA dan dengan negara ASEAN lainnya. Sasaran jangka pendek BIMP-EAGA adalah untuk meningkatkan perdagangan, investasi dan pariwisata di dalam EAGA. Secara khusus, Roadmap BIMP-EAGA ditujukan untuk a. Meningkatkan perdagangan antar dan inter EAGA sebesar 10% sampai dengan tahun 2010; b. Meningkatkan investasi di kawasan EAGA sebesar 10% sampai dengan tahun 2010; dan c. Meningkatkan investasi pariwisata di kawasan EAGA sebesar 20% sampai dengan tahun 2020. 71. Untuk mewujudkannya, Roadmap mengidentifikasikan program-program yang dikelompokkan ke dalam: a. Pemajuan perdagangan, investasi, pariwisata antar negara EAGA dan negara lain, khususnya dalam sektor-sektor terpilih yang meliputi: agroindustri, sumber daya alam, pariwisata, perhubungan, infrastruktur dan teknologi informasi dan komunikasi, dengan penekanan khusus kepada pengembangan UKM pada tiap-tiap sektor. b. Mengkoordinasikan pengaturan sumber daya alam bagi pembangunan berkelanjutan di kawasan EAGA. c. Mengkoordinasikan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan infrastruktur untuk mendukung integrasi ekonomi dengan peran aktif sektor swasta. 72. Dari seluruh kelompok tersebut, terdapat beragam program implementasi untuk mendorong tujuan pertumbuhan ekonomi kawasan EAGA.
15
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Sekretariat Nasional Kerjasama Ekonomi Sub Regional
73. Sesuai dengan arahan para kepala negara BIMP EAGA pada pertemuannya yang ke 4 di Singapura tahun 2007, Mid Term Review Roadmap telah dilakukan yang memberikan beberapa rekomendasi untuk tujuan memprioritaskan dan menfokuskan kembali berbagai program dan proyek pembanguna di kawasan kerjasama BIMP EAGA. 74.
Beberapa rekomendasi tersebut adalah: a. Mempercepat implementasi kesepakatan di bidang perhubungan dan berbagai ukuran untuk fasilitasi perdagangan. b. Menformulasikan kesepakatan untuk implementasi Facilitation of Goods in Transit (AFAGIT) dengan basis test-bed c. Menginisiatifkan langkah kerja untuk mengembangkan EAGA sebagai sumber penghasil makanan dengan istilah “Food Basket” untuk wilayah ASEAN dan wilayah Asia lainnya d. Mengimplementasikan langkah kerja untuk meningkatkan daya saing EAGA sebagai suatu tujuan wisata e. Mengintensifkan aktifitas Business Matching f.
C.
Memperkuat pengaturan implementasi proyek dan mekanisme monitor.
Sektor Prioritas dalam Kerjasama BIMP-EAGA
75. Kerjasama BIMP-EAGA memberikan prioritas pada sektor-sektor yang juga menjadi prioritas negara anggota yaitu: a. Sektor energi, yang meliputi security of supply dan pengembangan energi baru dan terbarukan. b. Sektor transportasi merupakan pendukung vital kegiatan ekonomi, terutama di wilayah perbatasan serta akan mendorong pertumbuhan sektor pariwisata. BIMP-EAGA diharapkan bisa menjadi suatu single eco tourism destination mengingat kekayaan hayati dan tujuan pariwisata yang dimiliki oleh masing-masing negara anggota c. Penguatan dan peningkatan kapasitas ekonomi usaha kecil menengah (UKM) merupakan hal yang penting bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi secara makro. Hal tersebut didasarkan atas kenyataan bahwa bahwa sektor ini pada umumnya merupakan tulang punggung ekonomi negara berkembang, serta memiliki kekuatan yang lebih apabila disbanding korporasi. d. Fasilitasi perdagangan dan lintas batas melalui simplifikasi dan harmonisasi peraturan custom, immigration, quarantine and security (CIQS) merupakan suatu hal yang mendesak untuk diaplikasikan.
16
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Sekretariat Nasional Kerjasama Ekonomi Sub Regional
e. Sektor perhubungan darat masih perlu ditingkatkan. Ia juga menyinggung isu pentingnya kerjasama dalam bidang energi terutama untuk menemukan sumber energi baru. f. 76.
Penguatan peran dan pelibatan pemuda dalam pelaksanaan berbagai kegiatan.
Hal-hal lain yang masih perlu dilakukan adalah sebagai berikut: a. Melaksanakan review pertengahan periode Roadmap atau Mid-Term Review of the BIMP-EAGA Roadmap to Development; b. Membuat berbagai ukuran kesepakatan ASEAN lainnya;
untuk
men-pilot-test-kan
kesepakatan-
c. Mengifisienkan dan mengharmonisasi formalitas antar daerah perbatasan; d. Membangun perhatian dunia terhadap BIMP EAGA sebagai satu tujuan wisata; e. Mengintensifkan kerjasama dalam konservasi hutan dan sumberdaya laut yang berkelanjutan; f.
Mempromosikan dan memperluas pembangunan yang strategis;
kerjasama
dengan
partern-partner
g. Menfinalkan legalisasi BIMP-EAGA Facilitation Center.
E.
Implementation Blueprint 2012 – 2016
77. Untuk meningkatkan implementasi rencana strategik dalam BIMPEAGA Roadmap 2010, pada Pertemuan ke-8 BIMP-EAGA Summit di Phnompenh telah di-endorse BIMP-EAGA Implementation Blueprint 2012 – 2016, dimana fokusnya adalah pada implementasi proyek yang akan menghasilkan output yang kongkrit. 78. Dalam Implementation Blueprint 2012-2016, terdapat 4 (empat) pillar yaitu: a) Meningkatkan konektivitas dalam BIMP-EAGA dan juga dengan kawasan di luar BIMP-EAGA. b) Menetapkan BIMP-EAGA sebagai food-basket untuk ASEAN and Asia. c) Mempromosikan BIMP-EAGA sebagai suatu “premier” tujuan turis regional. d) Memastikan terlaksananya berkesinambungan.
manajemen
lingkungan
yang
17
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Sekretariat Nasional Kerjasama Ekonomi Sub Regional
79. Implementasi ke- 4 (empat) pillar tersebut akan dilaksanakan melalui Cluster dan Working Group. Terdapat 7 (tujuh) Cluster dan 7 (tujuh) Working Group (WG), dimana masing-masing Cluster dan WG dipimpin oleh wakil dari negara BIMP-EAGA sebagai berikut: a) Food Basket Pillar (1 Cluster dan 2 WGs) (i) Agribusiness Cluster (Filipina); yang membawahi 2(dua) WG yaitu, Agro-Industry WG (Filipina) dan Fisheries WG (Filipina. b) Connectivity Pillar (4 Cluster dan 5 WGs) (ii) Transport Cluster (Brunei); membawahi 3(tiga) WG yaitu Air Transport WG (Brunei) WG, Sea Transport WG (IndonesiaKementerian Perhubungan) dan Land Transport WG (Malaysia). (iii) Trade and Investment Facilitation Cluster (IndonesiaKementerian Perdagangan); terdiri dari SME Development WG dan Customs, Immigration, Quarantine and Security (CIQS) WG. (iv) Power Infrastructure Cluster (Malaysia); (v) ICT Infrastructure Cluster ( Brunei); c) Tourism Pillar (1 Cluster) (vi) Tourism Cluster (Malaysia); d) Environment Pillar (1 Cluster) (vii) Environment Cluster (Indonesia-Kementerian Kehutanan) 80. Joint Statement KTT BIMP-EAGA di Phnom Penh bulan April 2012, Pertemuan Summit Kerjasama Sub Regional (BIMP-EAGA dan IMT-GT) akan dilaksanakan dua kali dalam setahun. Hal ini membuktikan semakin besarnya perhatian para Leaders terhadap kerjasama ekonomi sub-regional.
F.
BIMP Facilitation Center (BIMP-FC)
81. Dalam rangka memperkuat koordinasi antar anggota maka disepakati akan dibentuk BIMP Facilitation Center (BIMP-FC). Saat ini telah ada draft Agreement the Establishment of BIMP-FC, yang saat ini berada pada tahap legal scrubbing sebagai bagian dari proses formalisasi institusi dan penguatan dari BIMP-FC. Pada BIMP-EAGA Summit, tanggal 4 April 2012 di Phnom Penh, Leaders mengharapkan penyelesaian proses formalisasi dari BIMP-FC. Untuk itu negara anggota agar dapat melaksanakan domestic
18
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Sekretariat Nasional Kerjasama Ekonomi Sub Regional
clearance terhadap agreement sebelum dilakukan penandatanganannya pada BIMP-EAGA Summit bulan April 2013. Konsekuensi dari formalisasi BIMP-FC adalah kewajiban untuk memberikan dana kontribusi tahunan kepada BIMP-FC. Karena tertundanya masalah formalisasi ini, maka sejak tahun 2010 belum ada dana kontribusi yang diperoleh dari negara anggota. Selama ini BIMP-FC memperoleh dukungan pendanaan dari ADB dan Malaysia.
19