Volume 4, Nomor 2, Tahun 2014
ISSN : 2086-9703
JURNAL KEPERAWATAN • Pengaruh Senam Kaki Terhadap Tingkat Peripheral Arterial Disease Pada Klien DM Tipe 2 di •
• • • • •
RSAL dr. Midiyato S dan RSUD kota Tanjungpinang Intervensi Kombinasi Positional Release Technique Dan Penerapan Microwave Diathermy Sama Dengan Myofascial Release Technique Dan Penerapan Microwaves Diathermy Dalam Meningkatkan Fleksibilitas Otot Pada Kasus Myofascial Syndrome Gastrocnemius Di RSUD Jendral Ahmad Yani Analisis Hubungan Tekanan Darah Dengan Risiko Jatuh Pada Lansia Di Rumah Bahagia Bintan Tahun 2015 Pengaruh Air Rebusan Buah Pare Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Pada Penderita DM Tipe 2 Di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjungpinang Tahun 2013 Pengaruh Jus Apel Manalagi Terhadap Penurunan Kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein) Di RT XI RW IV Kelurahan Sei Jang Tanjungpinang Tahun 2013 Pengaruh Pemberian Bawang Putih Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi Di Puskesmas Teluk Bintan Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Manajemen Diabetes Mellitus Terhadap Tingkat Pengetahuan Pada Pasien Diabetes Mellitus Di Ruang Teratai Rsud Kota Tanjungpinang Tahun 2014
Penerbit: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Tanjungpinang Kepulauan Riau, Indonesia
JURNAL KEPERAWATAN STIKES HANG TUAH TANJUNGPINANG VOLUME 4 NOMOR 2 TAHUN 2014
PENELITIAN Pengaruh Senam Kaki Terhadap Tingkat Peripheral Arterial Disease Pada Klien DM Tipe 2 di RSAL dr. Midiyato S dan RSUD kota Tanjungpinang
HAL 489-502
(Linda Widiastuti)
Intervensi Kombinasi Positional Release Technique Dan Penerapan Microwave Dan Penerapan Diathermy Sama Dengan Myofascial Release Technique Microwaves Diathermy Dalam Meningkatkan Fleksibilitas Otot Pada Kasus Myofascial Syndrome Gastrocnemius Di RSUD Jendral Ahmad Yani
503-516
(Yudistira E)
Analisis Hubungan Tekanan Darah Dengan Risiko Jatuh Pada Lansia Di Rumah Bahagia Bintan Tahun 2015
517-525
(Ernawati, Safra Ria Kurniati, Mawar Eka Putri)
Pengaruh Air Rebusan Buah Pare Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Pada Penderita DM Tipe 2 Di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjungpinang Tahun 2013
526-537
(Harpen Suryadi, Lidia Wati, Safra Ria Kurniati)
Pengaruh Jus Apel Manalagi Terhadap Penurunan Kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein) Di RT XI RW IV Kelurahan Sei Jang Tanjungpinang Tahun 2013
538-544
(Jamilah, Nur Meity , Zakiah Rahman )
Pengaruh Pemberian Bawang Putih Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi Di Puskesmas Teluk Bintan
545-557
(Kristina Harahap, Lidia wati, Safra Ria)
Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Manajemen Diabetes Mellitus Terhadap Tingkat Pengetahuan Pada Pasien Diabetes Mellitus Di Ruang Teratai Rsud Kota Tanjungpinang Tahun 2014 (Meyra Ismarlya, Lidia Wati, Komala Sari)
558-574
JURNAL KEPERAWATAN STIKES HANG TUAH TANJUNGPINANG Terbit dua kali setahun pada bulan Januari dan Juli Penanggung Jawab : Heri Priatna Penasehat : Nur meity Sulistia Ayu Penyunting : Ketua : Ernawati Sekretaris : Rian Yuliana Bendahara : Ria Muazizah Penyunting Pelaksana : Wasis Pujiati Liza Wati Yusnaini Siagian Hotmaria Julia Dolok Pasaribu Linda Widiastuti Pelaksana Tata Usaha: Siti Halimah Cian Ibnu Sina Ummu Fadhilah Distribusi dan Pemasaran : Agus Bahtiar Ade Pardi Anas Fajri
Alamat Redaksi: STIKES Hang Tuah Tanjungpinang Jl. Baru Km.8 atas Tanjungpinang 29122 Kepulauan Riau - Telp / Fax. (0771) 8038388
PRAKATA Jurnal Keperawatan STIKES Hang Tuah Tanjungpinang berfungsi untuk memfasilitasi para penulis ilmiah keperawatan dan non keperawatan menghasilkan karya-karya terbaiknya melalui penulisan karya ilmiah untuk menambah pengetahuan dan wawasan keperawatan. Bertolak dari pandangan diatas maka Stikes Hang Tuah Tanjungpinang merasa perlu memberikan wadah bagi para dosen/peneliti dalam bidang keperawatan baik dari Stikes Hang Tuah Tanjungpinang maupun dari luar untuk turut menyebarluaskan hasil penelitiannya. Diharapkan Jurnal Keperawatan yang diterbitkan oleh Stikes Hang Tuah ini mampu menambah khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang keperawatan dan menambah motivasi bagi para dosen-dosen yang lain agar melakukan penelitian. Pembaca yang budiman, semoga jurnal ini dapat menambah wawasan pengetahuan bagi pembaca. Kami mohon maaf bila ada kesalahan dan kekurangan dalam penulisan jurnal. Oleh karena itu tak lupa kami mohon saran dan kritik demi kelancaran penerbitan edisi jurnal keperawatan berikutnya.
Tanjungpinang, Juli 2014 STIKES Hang Tuah Tanjungpinang
Drs. Heri Priatna, SStFT,SKM, MM
PENGARUH SENAM KAKI TERHADAP TINGKAT PERIPHERAL ARTERIAL DISEASE PADA KLIEN DM TIPE 2 DI RSAL DR. MIDIYATO S DAN RSUD KOTA TANJUNGPINANG Linda Widiastuti1
ABSTRAK Prevalensi DM tipe 2 meningkat 40% dari tahun 2012-2013 di Tanjung Pinang. Diabetes Mellitus merupakan suatu kelainan metabolik yang dapat menimbulkan berbagai komplikasi, salah satunya Peripheral Arterial Disease (PAD) dengan pemeriksaan hasil akle brachial index (ABI) ≤0,90. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh intervensi senam kaki terhadap tingkat PAD pada klien DM tipe 2. Desain penelitian kuantitatif kuasi eksperimen pre-post test design melibatkan 66 responden terbagi 2 kelompok yaitu 1 kelompok intervensi dan kelompok kontrol masing-masing 33 responden. Hasil penelitian mayoritas responden berusia 60-74tahun(51%), perempuan(79%), tidak merokok(80%), hipertensi atau riwayat hipertensi(60%), lama menderita DM lebih dari 10 tahun(51%), mengikuti kegiatan senam diabetes (71%). Setelah intervensi selama empat minggu, hasil uji hubungan didapatkan ada hubungan yang signifikan usia (p=0,000), riwayat merokok (p=0,000), dan lama menderita DM (p=0,028) dengan tingkat PAD. Hasil uji beda berpasangan didapatkan ada perbedaan yang signifikan tingkat PAD sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok senam kaki (p=0,000). Hasil uji regresi logistik ordinal menunjukkan bahwa senam kaki memberikan pengaruh paling kuat terhadap tingkat PAD senam kaki (p=0,033) dengan kontribusi sebesar 20,6%. Kesimpulan penelitian bahwa senam kaki berpengaruh terhadap tingkat PAD klien DM tipe 2. Penelitian ini merekomendasikan perlu penelitian lebih lanjut terkait dengan faktor resiko lain yang mempengaruhi PAD seperti kadar kolesterol, kreatinin serum dan HbA1c. Prosedur pemeriksaan ABI dan penggunaan intervensi senam kaki sebagai intervensi mandiri perawat dalam asuhan keperawatan pasien DM tipe 2. Kata kunci
: senam kaki, Peripheral Arterial Disease, DM tipe 2
ABSTRACT Type 2 Diabetes Mellitus (DM) prevalence grows 40% from 2012-2013 in Tanjung Pinang. Type 2 DM is a metabolism disorders that can cause any chronic complications, such as Peripheral Arterial Disease (PAD) by examination of the results ankle brachial index (ABI) ≤ 0,90. This research aimed the effectiveness of leg exercises to PAD on type 2 DM client. The research method was quasi experimental quantitative with pre-test and post-test study involves 66 respondents divided into 2 groups: one intervention groups and one control group each of 33 respondents. The Results, the majority of respondents aged 60-74 years (51%), women (79%), never smokers (80%), hypertension or a history of hypertension (60%), suffering from diabetes more than 10 years (51%), follow exercises for diabetes (71%). After four weeks of intervention, the test results significant relationship of age (p=0,000), history of smoking (p=0,000), and suffering from diabetes (p=0,028) on the rate PAD. Significant difference in the rate of PAD before and after the intervention on the one groups: leg exercises (p = 0.000). The ordinal logistic regression test results point out that leg exercises has the strongest effect on the rate PAD (p = 0.033) with a contribution of 20.6%. The conclusion of this research is leg exercises the effectiveness to PAD on type 2 DM client. The recommends research further needs associated with other risk factors that affect PAD such as cholesterol levels, serum creatinine and HbA1c. ABI procedures inspection and the use of leg exercises as an independent nursing intervention in the nursing treatment of type 2 DM patients. Key words : leg exercises, peripheral arterial disease, type 2 Diabetes
489
Pendahuluan
2013 (Dinkes Kepri, 2013). Data rekam medis
Diabetes Melitus (DM) disebut sebagai
penderita DM tahun 2014, kunjungan rawat
the great imitator karena penyakit ini dapat
jalan di RSAL dan RSUD kota Tanjungpinang
mengenai semua organ tubuh (PB PAPDI,
sebesar 452 orang (peningkatan 23%) dari
2013). DM merupakan kelompok penyakit
tahun sebelumnya.
metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
Insiden DM mengalami peningkatan dari
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
tahun ke tahun. Dan keadaan ini akan
kerja insulin, atau keduanya (ADA, 2013).
berdampak terhadap komplikasi dari DM salah
Berdasarkan data International Diabetes
satunya adalah Peripheral Arterial Disease
Federation (IDF) (2014) pasien DM di seluruh
(PAD) yaitu terbentuknya aterosklerosis akibat
dunia mengalami peningkatan sebesar 34%
penebalan membran basal pembuluh darah
yaitu dari 285 juta (6,4% dari populasi dunia)
besar dan kecil pada aliran darah arteri perifer
tahun 2010 menjadi 382 juta (8,3% dari
di ektermitas bawah. Faktor resiko PAD pada
populasi dunia) tahun 2013. Data WHO tahun
penderita DM tipe 2 meningkat seiring dengan
2013, jumlah penderita DM di Indonesia dari 7
bertambahnya
juta tahun 2009 menjadi 8,5 juta (peningkatan
menderita DM, riwayat hipertensi, aktifitas
21%) tahun 2013 (IDF, 2014).
fisik yang rendah dan riwayat merokok serta
Laporan
RISKESDAS
tahun
2013
usia,
jenis
kelamin,
lama
hiperkolesterolnemia.
menyebutkan terjadi peningkatan prevalensi
Prevalensi PAD meningkat pada usia
pada penderita DM 1,1% pada tahun 2007
lebih dari 70 tahun atau lebih tua, usia 50-69
menjadi 1,5% pada tahun 2013, dengan jumlah
tahun dengan riwayat DM atau merokok dan
penderita DM di Kepulauan Riau sebesar 1,3%
usia kurang dari 49 tahun dengan DM yang
dari seluruh jumlah penderita DM di Indonesia
disertai dengan salah satu faktor resiko
(Depkes, 2013).
tambahan seperti merokok, hipertensi atau
Di kota Tanjungpinang, jumlah penderita DM
berdasarkan
data
Dinkes
Kota
kadar kolesterol yang tinggi (Ishida et all, 2012).
Tanjungpinang naik dari 398 orang tahun 2012
PAD merupakan faktor resiko terjadinya
menjadi 560 orang (peningkatan 40%) tahun
ulkus, gangren, dan penyembuhan luka yang 490
lambat akibat sirkulasi darah yang tidak lancar
melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh
pada ekstermitas yang dapat menyebabkan
senam kaki terhadap tingkat peripheral arterial
amputasi ektermitas bawah pada penderita DM
disease pada klien DM tipe 2 di RSAL dan
(ADA, 2006). Gejala PAD dapat dinilai dengan
RSUD kota Tanjungpinang”.
pemeriksaan hasil akle brachial index (ABI) ≤ 0,90.
Metode Penelitian Latihan
fisik
atau
olahraga
yang
Penelitian ini merupakan penelitian
direkomendasikan adalah senam kaki DM.
kuantitatif dengan rancangan kuasi eksperimen
Senam kaki DM dapat membantu memperbaiki
pre-post test design pada tiga kelompok
sirkulasi darah dan memperkuat otot-otot kecil
perlakuan
kaki dan mencegah terjadinya kelainan bentuk
acupressure,
kaki (deformitas), dan mengatasi keterbatasan
acupressure dengan senam kaki terhadap
gerak sendi (Soegondo, 2013).
tingkat peripheral arterial disease.
Penderita DM tipe 2 sering tidak
untuk
mengetahui
senam kaki,
pengaruh
dan gabungan
Penelitian ini menggunakan metode
menyadari bahwa mereka terkena PAD karena
simple
ketidaktahuan akan tanda dan gejala dari PAD.
responden
Pencegahan PAD dapat dilakukan dengan
kelompok intervensi dan kelompok kontrol
meningkatkan self care pada penderita DM.
masing-masing
Teori self care Orem bertujuan untuk melatih
dipilih berdasarkan kriteria laki-laki dan
kemandirian
melakukan
perempuan yang berusia lebih dari 40 tahun,
mempertahankan
DM tipe 2 yang mempunyai nilai ABI; ≥ 0,41
kesehatannya (Tomey & Alligood, 2010).
ABI ≤ 0,90 (PAD ringan-sedang), tidak ada
Pasien harus mampu mengatur dirinya secara
luka diabetes di ektermitas kaki.
perawatan
pasien diri
guna
dalam
mandiri sehubungan dengan kondisi sakitnya
random
sampling
terbagi
Peneliti
33
2
sebanyak
kelompok
responden.
melakukan
yaitu
66 1
Responden
analisis
uji
dengan cara mengenal tanda dan gejala, faktor
hubungan, uji beda berpasangan, uji beda
resiko terjadinya PAD dan cara penanganan
independen pada masing-masing kelompok dan
pencegahan dari PAD. Berdasarkan latar
uji pengaruh. Peneliti melakukan pengukuran
belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk
menggunakan vascullar dopller untuk uji ABI 491
sebelum dan sesudah intervensi. Responden Tidak Merokok
54
82
Merokok
3
5
yang telah disiapkan oleh tempat penelitian maupun dirumah masing-masing selama empat
1-10batang/hari
1
1
minggu. Pada prosedur senam kaki responden
11-20batang/hari
1
1
21-30batang/hari
1
1
˃ 30batang/hari
0
0
Mantan Merokok
9
11
melakukan intervensi di ruang khusus tindakan
melakukan gerakan kaki secara bergantian (8 gerakan senam kaki) selama 15-30 menit setiap tiga kali dalam seminggu.
Hasil Penelitian 4
Data diolah dengan uji univariat,
Riwayat Hipertensi
bivariat dan multivariat
Tidak ada Riwayat 24
37
43
63
6
9
Pre Hipertensi
15
23
Hipertensi (stage I)
35
53
Hipertensi (stage II)
10
15
Hipertensi 1) Uji Univariat
Ada
Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden.
No
Karakteristik
n
Riwayat
Hipertensi
% Hipertensi
1
Usia Normal
2
36 – 45 tahun
5
46 – 55 tahun
23
56 – 65 tahun
38
8 34 58
Jenis kelamin
5
Laki – laki
12
18
Perempuan
54
82
3 Riwayat Merokok
492
Lama menderita DM
˂ 10 tahun
39
59
˃ 10 tahun
27
41
6
Hipertensi Atau Riwayat
Senam Diabetes
0,487
Hipertensi 19
Tidak Senam Diabetes Senam Diabetes Total
29
47
71
66
100
Lama Menderita DM
0,028
Senam Diabetes
0,724
Berdasarkan Tabel 2. diketahui ada Berdasarkan
Tabel
1,
diketahui
hubungan
yang
signifikan
usia,
riwayat
karakteristik mayoritas responden: rentang
merokok, dan lama menderita DM dengan
usia 56-65 tahun 38 (58%), jenis kelamin
tingkat PAD dengan nilai p value < 0,05. Tidak
perempuan 54 (82%), riwayat tidak merokok
ada hubungan yang signifikan jenis kelamin,
54 (82%), riwayat hipertensi 43 (63%), lama
hipertensi atau riwayat hipertensi, dan senam
menderita DM kurang dari 10 tahun 39 (59%),
diabetes dengan tingkat PAD dengan nilai p
mengikuti kegiatan senam diabetes 47 (71%).
value >0,05.
Tabel 3. Hasil Uji Beda Berpasangan Tingkat PAD Sebelum dan Sesudah pada Kelompok
2) Uji Bivariat Tabel 2. Hasil Uji Hubungan Karakteristik
Perlakuan
Kelompok
Responden dengan Tingkat PAD
value
Tingkat Karakteristik Responden
p
PAD
Senam kaki
0,000
p value Usia
Berdasarkan Tabel 3, didapatkan nilai p
0,000
<0,005 pada kelompok. Ini menunjukkan Jenis Kelamin
0,705
Riwayat Merokok
0,000
bahwa secara statistik ada perbedaan tingkat PAD sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok senam kaki.
Tabel 4. Hasil Uji Beda Independen
493
Kelompok
Berdasarkan Tabel 6, didapatkan nilai p
p
< 0,05 pada kelompok sehingga secara statistik
value
ada pengaruh yang signifikan pada kelompok Senam kaki dengan Kontrol
0,133 senam kaki terhadap tingkat PAD (p=0,033).
Berdasarkan Tabel 4., diketahui tidak ada perbedaan yang bermakna terhadap tingkat
Pembahasan
PAD antar kelompok intervensi senam kaki dengan kelompok kontrol (p=0,133).
Senam kaki dipilih sebagai salah satu intervensi
dalam
penelitian
ini
karena
berdasarkan kajian ilmiah, pasien DM tipe 2 3) Uji Multivariat
beresiko empat kali terjadinya PAD. Menurut
Tabel 5. Uji Pseudo R-Square Antar Kelompok Intervensi
Hamburg (2011), menyatakan bahwa PAD pada pasien DM tipe 2 merupakan salah satu
Cox and Kelompok Intervensi Snell Senam kaki
komplikasi makrovaskular di pembuluh darah tungkai bawah. Hasil study oleh Wuang Li
0,206
Berdasarkan Tabel 5, disimpulkan bahwa kelompok memberikan kontribusi paling besar terhadap variabel dependen adalah kelompok
(2011) di Wuhan Central China, menyatakan bahwa prevalensi terjadinya PAD pada pasien DM tipe 2 sebesar 24,1% (484/2010 pasien) dengan nilai ABI ≤ 0,90.
intervensi senam kaki sebesar 20,6%. Artinya senam kaki secara simultan memberikan kontribusi terhadap tingkat PAD.
Hiperglikemi pada pasien DM dapat mengakibatkan disfungsi endotel di pembuluh darah arteri. Lapisan sel endotel dari arteri merupakan organ yang aktif secara biologi, oleh
Tabel 6. Perbandingan Besar Pengaruh Setiap
karena kemampuannya dalam memproduksi zat
Intervensi Terhadap PAD.
vasodilator
yang
dinamakan
endothelium
Hasil Variabel
p
derived relaxing factors (EDRF) yang dikenal
value
juga sebagai Nitric Oxide (NO). NO adalah
Parameters Independen Estimates stimulus yang penting dari vasodilatasi dan Senam Kaki
-0,698
0,033 mengurangi terjadinya peradangan melalui 494
modulasi
interaksi
pembuluh
darah
leukosit dan
dan
lebih
dinding
jauh
NO
membatasi migrasi dan proliferasi vascular
menunjukkan ada pengaruh yang signifikan senam kaki terhadap sirkulasi darah kaki dengan nilai p value = 0,000 (<0,05).
smooth muscle cell (VSMC) serta membatasi
Mayoritas responden pada penelitian ini,
aktivasi dari sel pembeku darah. Disfungsi
menyatakan
endotel pada pasien DM berhubungan dengan
senang mendapatkan pelatihan tentang senam
resistensi insulin, menunjukkan peranannya
kaki, mau dan akan melaksanakan senam kaki
sebagai
perkembangan
3 kali dalam seminggu, responden menyadari
terjadinya aterosklerosis (early atherosclerotic
pentingnya melaksanakan senam kaki untuk
cardiovascular disease) (Beckman et al., 2012).
mencegah PAD ditandai keluhan nyeri dan
Senam kaki sebagai salah satu intervensi
kram pada kaki sudah berkurang. Selama
dalam
penyebab
penelitian
awal
ini
peneliti
menyatakan
untuk
mengikuti senam kaki selama empat minggu
meningkatan sirkulasi darah di kaki untuk
responden sangat antusias, perhatian dan aktif
mencegah
dan mampu melakukan senam kaki secara
terjadinya
bertujuan
selama
PAD.
Berdasarkan
tinjauan kepustakaan yang disampaikan oleh
mandiri.
Ernawati (2013) senam kaki dapat membantu
Pencegahan
PAD
dapat
dilakukan
memperbaiki sirkulasi darah dan memperkuat
dengan meningkatkan self care pada penderita
otot-otot kecil kaki dan mencegah terjadinya
DM. Aplikasi teori self care Orem bermanfaat
kelainan
dapat
bagi penderita DM dibuktikan oleh Svartholm
meningkatkan kekuatan otot betis, otot paha,
(2010), menyatakan bahwa self care pada
dan juga mengatasi keterbatasan pergerakan
pasien DM tipe 2 merupakan faktor penting
sendi (Ernawati, 2013). Menurut Paul (2014)
melatih kemampuan mandiri pasien pada
menyatakan bahwa senam kaki sebagai salah
kepatuhan pemantauan glukosa darah mandiri,
satu latihan fisik merupakan strategi tindakan
nutrisi, aktifitas fisik dan pengobatan. Jika
intervensi yang efektif untuk mencegah PAD.
penderita
Terbukti secara signifikan pada penelitian
penatalaksanaan
Harefa (2011) terhadap 29 pasien DM tipe 2 di
berbagai komplikasi. Didukung oleh Tzu Chi
RSU Dr.Pirngadi Medan, hasil penelitian
Nursing Journal (2007) bahwa self care
bentuk
kaki.
Selain
itu
495
tidak
konsisten
diabetes,
akan
dalam muncul
sangat penting dilakukan oleh pasien DM tipe
Antonio, et all. (2009). Penyakit arteri perifer
2 untuk mencegah terjadinya PAD dan
dalam ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5.
komplikasi lain yang lebih parah.
Jakarta: Interna Publishing;
Peneliti
menggunakan
edukasi
dan
Al-Shaer et all. (2006). Effect of aging and
motivasi, merupakan komponen utama model
atherosclerosis
Orem’s yang effektif dalam kemampuan
vascular smooth muscle function in
adaptasi responden terhadap pencegahan PAD.
humans. Int J Cardiol. Diakses pada
Tingkat
tanggal 22 Desember 2014.
kemandirian
tersebut
akan
on
endothelial
and
menurunkan tingkat ketergantungan dalam
Ahmed, et all. (2012). Frequency of Peripheral
perawatan diri pasien (self care deficit Orem)
Arterial Disease in Diabetic Patients by
guna mempertahankan kesehatannya (Tomey
Ankle Brachial Index. Asstt. Prof. of
& Alligood, 2010).
Medicine Hospital, Karachi. Original Article. http://www.medforum.pk/index.
Daftar Pustaka American
php/article-database/articles/
College
of
Cardiology
Foundation/American Heart Association (ACCF/AHA).
(2011).
Diakses
pada tanggal 26 Juli 2015. Ashok Khurana et all. (2013). Peripheral
Pocket
vascular disease – a silent assassin: Its
guideline: management of patient with
rising trend in Punjab. Journal, Indian
peripheral
artery
disease
(lower
Academy of Clinical Medicine l Vol. 14,
extrimity,
renal,
mesenteric
and
No. 2 l April-June, 2013. Diakses pada
abdominal aortic). Am Coll Cardiol. ADA. (2013). Diagnosis and Classification of Diabetes
Mellitus.
Care
tanggal 20 Juli 2015. Annelies, et all. (2006). Age-related differences
Diabetes
in invasive treatment of peripheral
Journals.http://care.diabetesjournals.org
arterial
/content/36/Supplement_1/S67.full.pdf+
Psychosomatic Research 61 (2006) 739–
html. Diakses pada tanggal 22 Oktober
745. Diakses pada tanggal 14 Juli 2015.
2014.
496
disease.
Journal
of
ASH. (2014). Smoking and peripheral arterial
Christensen, P. (2009). Proses Keperawatan:
disease (PAD). ASH Research Report.
Aplikasi Model Konseptual. Jakarta:
Diakses pada tanggal 14 Juli 2015.
EGC.
Beckman et all. (2012). Diabetes Mellitus, the Metabolic
Syndrome,
Donnell, et all. (2011). Optimal Management of
and
Peripheral Arterial Disease for the Non-
Atherosclerotic Vascular Disease. In:
Specialist.
Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes
Journal. www.ums.ac.uk. Diakses pada
DP (eds). Braunwald's Heart Disease A
tanggal 17 Juli 2015.
Textbook
of
Cardiovascular
The
Ulster
Medical
Dahlan Sopiyudin (2010). Besar Sampel dan
Medicine, 9th ed. Diakses pada tanggal
Cara
10 Januari 2015.
Penelitian Kedokteran dan Kesehatan
Black,. J. (2009). Medical-Surgical Nursing: Clinical
Management
for
Pengambilan
Sampel
Dalam
Edisi 3 Seri Evidence Based Medicine 2. Jakarta. Salemba medika
Positive
Outcomes. Singapure: Saunders Elsevier.
Depkes. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
Castro Sa´nchez et all (2013). A Program of 3
(2013). Data Statistik Penderita Diabetes
Physical Therapy Modalities Improves
Melitus di Indonesia. Jakarta. Diakses
Peripheral Arterial Disease in Diabetes
pada tanggal 22 Oktober 2014.
Type
2
Controlled
Patients Trial.
A
Randomized Journal
Dachun Xu. Jue Li. Liling Zou et all. (2010).
of
Sensitivity And Specificity Of The
Cardiovascular Nursing. Diakses pada
Ankle–Brachial Index To Diagnose
tanggal 20 Juli 2015.
Peripheral Artery Disease: A Structured Review. http://vmj.sagepub.com. Diakses
CDC. (2012). Peripheral Arterial Disease in the
pada tanggal 10 Januari 2015.
Legs. National Center for Chronic Disease
Prevention
and
Health
Depkes.
(2009).
Tahun 2030 Prevalensi
Promotion. www.cdc.gov. Diakses pada
Diabetes Melitus Di Indonesia Mencapai
tanggal 20 Juli 2015.
21,3
Juta
Orang. Http://www.depkes.go.id/article/ print/414/tahun-2030-prevalensi497
diabetes-melitus-di-indonesia-mencapai213-juta-orang.html.
Diakses
Galvani. (2014). Pengaruh Foot Massage
pada
dengan Rendam Air Hangat Terhadap
tanggal 22 Oktober 2014.
Nilai ABI pada Pasien DM Tipe 2 di
Dinkes Kepri. (2013). Data penderita Diabetes
Puskesmas Kota Medan. Tesis. Program
di Kepulauan Riau. Tanjungpinang.
Studi Magister Ilmu Keperawatan. STIK
Darmilis, et all. (2013). Efektifitas Terapi Acupressure Pada telapak Kaki Terhadap
Sint Carolus. Jakarta. Harefa.
(2011).
Pengaruh
Senam
Kaki
Sensitivitas Kaki Pada Pasien Diabetes
Terhadap Sirkulasi Darah Kaki Pada
Melitus Tipe 2 di RSUD Pekanbaru.
Pasien Diabetes Melitus Di Ruang
Emil Thattassery . (2013). Hypertension
Penyakit Dalam Rsu Dr. Pirngadi
Guidelines and Adherence. Division of
Medan Tahun 2011. Tesis. Program
Cardiology Chief of Medical Specialties,
Studi Magister Ilmu Keperawatan. USU
Baltimore
Medan.
Mid-Atlantic
Permanente.http://www.measureuppress uredown.com/HCProf/Webinars/032113
Hiatt WR. (2012). Atherosclerotic peripheral
.pdf Ernawati.
arterial disease. Crager MA and Joseph (2013).
Penatalaksanaan
L. Vascular disease of the Extrimities.
Keperawatan Diabetes Melitus Terpadu
In: editors. Harrison’s principles of
Dengan Penerapan Teori Keperawatan
internal medicine, vol.2. 18th ed. New
Self Care Orem. Mitra Wacana Media.
York: mcgraw-Hill Companies.
Jakarta.
Harvard Women’s Health Watch. (2012).
Egogrova N, Ageliki GV, Jacquelyn Q,
Peripheral
artery
disease.
Stephanie G, Alan M, Michael M, et al.
www.health.harvard.edu/womenextra.
(2010).
Diakses pada tanggal 20 Juli 2015.
Analysis
of
gender-related
differences in lower extremity peripheral
Hamburg M Naomi, Gary J Balady. (2011).
arterial disease. J Vasc Surg. Diakses
Exercise Rehabilitation in Peripheral
pada tanggal 22 Desember 2014.
Artery Disease Functional Impact and Mechanisms of Benefits. Department of 498
Medicine,
Boston.
RSUP Haji Adam Malik Medan. Tesis.
Circulation
AHA. http://circ.ahajournals.org. Diakses
Program
pada tanggal 22 Desember 2014.
Keperawatan. USU Medan.
Studi
Magister
Ilmu
IWGDF (International Working Group on The
Jin Ke, et all (2009). Acupressure Therapy
Diabetic Foot).(2014). Diagnosis and
Inhibits the Development of Diabetic
treatment
Complications in Chinese Patients with
of
PAD. http://iwgdf.org.
Diakses pada tanggal 22 Oktober 2014.
IDF.
(2014).
Type 2 Diabetes. The Journal of
Atlas
Alternative
and
Complementary
Medicine.
Volume:
15
Issue
9:
Diabetes. http://www.idf.org.atlasdiabet
September 16, 2009. Department of
es. Diakses pada tanggal 22 Oktober
Pathophysiology,
2014.
College, Zhejiang, China
Ishida Akio et all. (2012). Age- and sex-related
JOWNC
(Journal
Wenzhou
Wound
Medical
Ostomy
and
effects on ankle–brachial index in a
Continence Nurses Society). (2012).
screened
the
Ankle Brachial Index Quick Reference
Okinawa Peripheral Arterial Disease
Guide For Clinicians. http://jownc.org.
Study (OPADS). Diakses pada tanggal
Diakses pada tanggal 31 Oktober 2014.
cohort
of
Japanese:
Ke Ji et all. (2009). Acupressure Therapy
20 Juli 2015. Jamal et all (2009). Microvascular and
Inhibits the Development of Diabetic
macrovascular complications in diabetic
Complications in Chinese Patients with
nephropathy
Type 2 Diabetes. Journal of Alternative
patients
referred
to
nephrology clinic. Original Article.
and
Division of Nephrology, Department of
Medicine. http://online.liebertpub.com/d
Medicine, King Saud University Riyadh,
oi/abs/10.1089/acm.
Saudi Arabia
tanggal 20 Juli 2015
Juliani.
(2010).
Pengaruh
Senam
Kaki
Complementary
Diakses
pada
Lisa Smith. (2012). Identifying and managing
Terhadap Peningkatan Sirkulasi darah
peripheral
Kaki pada Pasien Diabetes Melitus Di
Practice. 499
arterial
disease
Research
Nursing review.
Cardiovascular disease Nursing Times 23.10.12
/
Vol
108
No
Polit & Beck. (2012). Nursing Research: Principles
43
and
Philadelphia:
/ www.nursingtimes.net
Method.
Ed
9.
LipponcottWilliams
&
Wilkins
Moosa et all (2013). Peripheral arterial disease in diabetic Jordanian patients and the
PB PAPDI (Perhimpunan Dokter Spesialis
agreement between ankle brachial index
Penyakit Dalam Indonesia). (2013).
and toe brachial index. The British
Mengenal
Journal of Diabetes & Vascular Disease.
Melitus.
13(1) 37–42
Diakses pada tanggal 26 Oktober 2014
Menkes RI. (2007). Acupressure sebagai terapi komplementer
yang
secara
Perkeni
Diabetes http://www.pbpapdi.org.
(Perkumpulan
Indonesia).
legal
Endokrinologi
(2011).
Konsensus
tercantum dalam permenkes RI nomer
Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes
1109/Menkes/Per/2007.
Mellitus Tipe 2 di Indonesia Tahun 2011. http.www.perkeni.net.Diakses
NHLBI. (2004). The Seventh Report of the
tanggal 22 Oktober 2014.
Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of
pada
Paul D Loprinzi & Kalen Abbott. (2014). Of Diabetic
Peripheral
High Blood Pressure. National Institutes
Association
of Health National Heart, Lung, and
Arterial
Blood
Measured Physical Activity: NHANES
Institute. http://www.nhlbi.nih.gov/files/
2003-2004. Journal of Diabetes &
docs/guidelines/jnc7full.pdf.
Metabolic
Diakses
pada tanggal 22 Oktober 2014. Priyatno
(2012).
Pengaruh
Senam
Disease
And
Objective-
Disorders.
http://www.jdmdonline.com/content/1 3/1/63. Diakses pada tanggal 19 Januari
Kaki
2015.
Terhadap Sensitivitas Kaki dan Kadar Gula Darah Pada Aggregat Lansia DM
Susilo & Aima Havidz. (2014). Biostatistika
di Magelang. Tesis. Program Studi Magister Ilmu Keperawatan. UI Depok.
Lanjut dan Aplikasi Riset. Jakarta: TIM. Sihombing (2010). Prevalensi Penyakit Perifer Pada 500
Populasi
Penyakit
DM
di
Puskesmas
Kota
Medan.
Tesis.
Original Article Diabetes & Vascular
Departemen
Ilmu
Penyakit
Dalam.
Disease Research. Diakses pada tanggal
Fakultas Kedokteran USU Medan.
24 Juli 2015.
Sheung Yap (2014). Relationship Between Peripheral Combined
Artery
Disease
Albuminuria
And
Sastroasmoro Sudigdo &Ismael (2010). Dasar-
And
Dasar Metodologi Penelitian Klinis
Low
Edisi Ke-3. Jakarta. Sagung seto
Estimated Glomerular Filtration Rate
Sukanta Putu Oka. (2008). Pijat Akupresur
Among Elderly Patients With Type 2
untuk Kesehatan. Jakarta: EGC
Diabetes Mellitus. Original Article.
Suzuki, et all. (2010). Effects of Acupressure on
Diabetes & Vascular Disease Research
Lower Limb Ischemia. Original Article.
2014, Vol 11(1) 41–47.
Department of Plastic Surgery, Saitama
Svartholm. (2010). Self care activities of
Medical
patients with Diabetes Mellitus Type 2 in
Jepang.
University
of
Yamanashi.
Ho Chi Minh City. Thesis, 15 ECTS
Susilo Putro. (2014). Panduan Gabungan
credits. Department of Public Health and
Akupressure dan Reflexiologi Upaya
Caring sciences. Section of Caring
Penyembuhan
Sciences.
Katolik. Kalangan Sendiri. Jakarta
Soegondo. (2013). Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Terpadu
Ed.2,
Alternatif.
Wanita
Sukanta Putu Oka. (2008). Terapi pijat tangan. Jakarta: Penebar Plus.
panduan
penataksanaan diabetes melitus bagi
Tomey, A.M & Alligood, M.R. (2010). Nursing
dokter dan edukator. CV Aksara Buana
Theorists and Their Work. Six Edition.
bekerja sama dengan Lipid RSCM-
St.Louis, Mosby.
FKUI, Departemen Kesehatan RI FKUI.
Tzu
Chi
Nursing Journal. (2007).
Applying Orem’s Theory to the Care
Sheung Yap, et all. (2014). Relationship between peripheral artery disease and
of a Diabetes Patient with
combined albuminuria and low estimated
Ulcer. YongKang Veterans Hospita.
glomerular filtration rate among elderly
Supervisor of Nurse Department,
patients with type 2 diabetes mellitus.
YongKang 501
a Foot
Veterans
Hospital. http://www.nurseyongka
surgery, departement of surgery, Tokyo
ng.org. Diakses pada tanggal 16 Januari
Japan. Yu Ji Hee, et all. (2011). The Prevalence of
2015.
Peripheal Arterial Diseas Patients with
Vavra AK and Melina RK. (2009). Women and
peripheral
Arterial
Type 2 Diabetes Mellitus in Korean.
disease.
Articlen
Women’s Health.
and
sex
Metab
Journal. http://dx.doi.org/10.4093/dmj.2
Villablanca AC, Muthuvel J, Carole B. (2010). Atherosclerosis
Diabetes
011.35.5.543. Diakses pada tanggal 31
hormone:
Oktober 2014.
current concept. Clinical Science. Wuang Li, Du Fan, Mao Hong, Wang Hong-
Yang, XM, Sun K, Wei LZ, Zhang W, Hai
Xiang And Zhao Shi. (2011). Prevalence
YW, Rui TH. (2007). Prevalence and
and related risk factors of
peripheral
risk factors for peripheral arterial disease
arterial disease in elderly patients with
in the patients with hypertension among
type 2 diabetes in Wuhan, Central China.
han chinese. Journal Vas Surg.
Chinese Medical Journal. 1
Wang JC and Martin B. (2012). Aging and
Linda Widiastuti, S.Kep, Ns, M.Kep :
Dosen STIKES Hang Tuah Tanjungpinang. atherosclerosis: mechanism, functional consenquences and potential therapeutics for
cellular
senescene.
Circulation
Research. Wibisono. (2009). Senam Khusus Untuk Penderita tanggal
Diabetes. 13
Diakses
November
pada
2014
dari
http://senamkaki.com. Xiangfeng Li, et all. (2007). Effects of acupressure on lower limb blood flow for the
treatment
of
peripheal
arterial
occlusive diseases. Division of vascular 502
INTERVENSI KOMBINASI POSITIONAL RELEASE TECHNIQUE DAN PENERAPAN MICROWAVE DIATHERMY SAMA DENGAN MYOFASCIAL RELEASE TECHNIQUE DAN PENERAPAN MICROWAVES DIATHERMY DALAM MENINGKATKAN FLEKSIBILITAS OTOT PADA KASUS MYOFASCIAL SYNDROME GASTROCNEMIUS DI RSUD JENDRAL AHMAD YANI Yudistira E 1
ABSTRAK Latar belakang: Aktifitas dengan intensitas tinggi seperti lari dapat menimbulkan cidera pada jaringan, baik itu cidera berat dan cidera ringan, cidera ringan pada ekstremitas bawah sering di jumpai nyeri pada daerah betis hal tersebut berindikasi patologi myofascial syndrome M. Gastrocnemius, penanganan yang dapat dilakukan oleh fisioterapi untuk mengatasi masalah ini adalah dengan cara memberikan Positional release technique, Myofascial release technique dan Microwave diathermy. Tujuan : 1) Untuk mengetahui intervensi Positional release technique dan penerapan Microwave diathermy dapat meningkatkan fleksibilitas otot pada Myofascial syndrome Gastrocnemius. 2) Untuk mengetahui intervensi Myofacial release technique dan penerapan Microwave diathermy dapat meningkatkan fleksibilitas otot pada Myofascial syndrome Gastrocnemius. 3) Untuk mengetahui Intervensi Positional release technique dan penerapan Microwave diathermy lebih baik dalam meningkatkan fleksibilitas otot daripada Myofascial release technique dan penerapan Microwave diathermy kasus myofascial syndrome gastrocnemius.Metode : Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Pre dan Post Test Control group Design. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien fisioterapi di RS U Ahmad Yani, Kondisi sampel diambil berdasarkan dengan prosedur assesment serta kriteria insklusif dan ekslusif. Sampel dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok perlakuan 1 dan kelompok perlakuan 2. Teknik pengelompokan sampel yang digunakan pada penelitian ini menggunakan rumus Slovin. Kelompok perlakuan 1 berjumlah 14 orang dengan pemberian positional release technique dan microwave diathermy. Kelompok perlakuan 2 berjumlah 14 orang dengan myofascial release technique dan microwave diathermy.Hasil : Pada kelompok perlakuan I menggunakan uji wilcoxon rank test hasil nilai P adalah 0,016 dimana P< α (0,05) ho ditolak sehinga positional release techique dan microwave diathermy dapat meningkatkan fleksibilitas otot. Uji T Test Related pada kelompok perlakuan II menggunakan uji t-test related hasil nilai P adalah 0,001 dimana P< α (0,05) ho ditolak sehingga myofascial release technique dan microwave diathrmy dapat meningkatkan fleksibiltas otot. Pada uji Mann whintey U test hasil P adalah 0,31 dimana P > α (0,05) ho dierima, Dapat disimpulkan bahwa Intervensi kombinasi Positional release technique dan penerapan Microwave Diathermy sama dengan Myofascial release technique dan penerapan Microwave Diathermy dalam meningkatkan fleksibilitas otot Kata kunci
: positional release technique, myofascial release technique, microwave diathermy
503
penurunan aktivitas fisik juga terjadi pada
Pendahuluan Myofascial syndrome merupakan salah satu
remaja khususnya pada wanita. Selain terkait
gangguan otot yang kerap terjadi, kondisi ini
dengan usia, penurunan aktivitas fisik juga bisa
menimbulkan
otot
disebabkan karena kemajuan teknologi yang
tertentu, nyeri tersebut terlokalisasi, terkadang
sangat pesat dan hal ini membuat para remaja
menimbulkan
gerak,
putri dapat dengan mudah dan cepat apabila
penurunan aktifitas fungsional, seringkali nyeri
ingin mendapatkan sesuatu sehingga hal ini
mengakibatkan gangguan suasana hati (mood)
membuat gaya hidup para remaja putri menjadi
akibat rasa nyeri di bagian tersebut. Rasa sakit
cenderung malas. Pandean (2013) menyatakan
otot lokal, otot yang mengalami rasa sakit yang
batasan usia remaja akhir menurut Depkes RI
berkepanjangan
(2009)adalah 17-25 tahun.
nyeri
pada
keterbatasan
titik-titik
fungsi
memungkinkan
untuk
menghasilkan titik pemicu dan kemudian
Sindroma myofasial memiliki prevalensi
menghasilkan tanda-tanda klinis pada nyeri
tinggi di antara pasien umum penduduk, mulai
myofascial.
dari 30% di klinik kedokteran internal untuk
Sindroma myofasial didiagnosis dengan
lebih 83% di klinik khusus manajemen nyeri di
adanya nyeri pada sekumpulan grup otot atau
Amerika
adanya trigger point (titik nyeri) yang
merupakan
memprovokasi nyeri tersebut. Seperti teori
kecacatan, mempengaruhi sekitar 10% dari
yang di kemukakan oleh Whyte Ferguson
populasi umum di AS (Stein, et al, 2002)
Serikat.
Nyeri
penyebab
muskuloskeletal meningkatnya
myofascial pain dihasilkan oleh memicu titik
Pada otot gastrocnemius sering terjadi
sensitif, terdapat tautband di otot atau fasia
sindroma myofasial akibat kelemahan dari otot
yang biasanya menyebabkan nyeri, nyeri
tersebut, postur tubuh yang tidak baik biasanya
tekan, gerak terbatas, dan seringkali bereaksi
karena pemakaian sepatu yang ber-hak tinggi,
seketika ketika dilakukan palpasi (Ferguson,
alignment tubuh yang tidak simetris, kerja otot
2012). Gejala tambahan yang digunakan untuk
yang lama seperti berjalan berdiri lama
mendiagnosa Sindroma myofasial termasuk
bersepeda, faktor stress, pengulangan gerak
gangguan lingkup gerak, kelemahan otot dan
yang berlebihan dan terus menerus (repetitive
gangguan tidur. Tidak hanya pada lansia,
motions) dan gangguan pada sendi, dengan 504
contoh, ketika berjalan memerlukan kinerja
tehnik merilis atau melepaskan perlekatan
dan koordinasi pada otot otot tungkai bawah,
yang ada di kasus sindroma myofasial,
seperti hamstring, quadriceps, soelus dan
kemudian
gastrocnemius.
fisioterapi yaitu Microwave Diathermy.
di
tambah
dengan
modalitas
Tidak seperti quadricep dan hamstring
Positional release technique adalah
sebagai motor penggerak besar pada saat
teknik untuk meredakan ketegangan otot dan
berjalan dan lari, otot soleus dan gastrocnemius
menangani rasa nyeri gerak. Pierce meyatakan
lebih ke arah stabilitas ketika berjalan dan
bahwa
berlari, karena kerja gastrocnemius sebagai
"positional release" di
flexor ankle, stabilitas ankle dan knee, dimana
menggerakan otot dan sendi ke posisi dimana
gastrocnemius harus menjaga kestabilan gerak
pasien merasakan posisi yang paling nyaman
pada knee dengan otot antagonis dari ke empat
sehingga nyeri terasa paling minimal kemudian
otot quadriceps, dan kestabilan ankle dengan
pada tautband berikan tekanan (compression)
otot-otot antagonis ekstensor ankle dan tibialis
dengan ibu jari dengan intensitas sedang
anterior.
kemudian lakukan rilis.
Penanganan yang umum diberikan dalam masalah melepaskan
sindroma adhesi,
myofasial
adalah
management
nyeri,
PRT
didasarkan
pada
prinsip
mana fisioterapi
Positional release technique merupakan tindakan yang berlandaskan mekanisme dari muscle
spindle
yaitu
kaitannya
dengan
meningkatkan ROM dengan peningkatan
mekanisme reflek dari otot, dengan tujuan
fleksibilitas otot yang terkena, menambah
membantu normalkan reflek spindle dan
kekuatan dan endurance otot.
mengurangi ketegangan otot. Tehnik ini
Fisioterapi dapat memberikan berbagai macam
bekerja untuk mengurangi hiperaktifitas dari
intervensi untuk mengembalikan fungsional
reflek myotatik dan mengurangi impuls saraf
dari otot gastrocnemius, manual terapi berupa
aferen berlebih yang mengakibatkan rasa nyeri
macam-macam release technique dapat di
sehingga mengurangi nyeri, pengurangan
berikan pada kasus myofascial syndrome,
ketegangan
seperti positional release technique dan
gerak, membantu menormalkansirkulasi darah
myofascial
melancarkan saluran limfa, dan meningkatkan
release
technique
merupakan
505
lokal,
meningkatkan
lingkup
potensi biomekanik yang normal. (Kumaresan, 2012)
pada
Efek yang terjadi adalah kenaikan temperatur,
yaitu
berpengaruh
terhadap
Myofacial release technique mengacu
jaringan yang bersifat isolator, konduktor, dan
teknik
jaringan elektrolit. Pada jaringan yang bersifat
massage
berfungsi
untuk
peregangan fasia dan melepaskan ikatan antara
isolator
fasia dan integumen, otot, tulang, dengan
discplacment current karena dipengaruhi oleh
tujuan
nyeri,
electron yang kuat, sedangkan pada jaringan
meningkatkan ROM dan keseimbangan tubuh
yang bersifat konduktor panas terjadi akibat
(Shah,2012).
rotasi dipole karena ion-ion bersifat lebih
untuk
menghilangkan
Tujuan dari myofascial release adalah
panas
dapat
timbul
akibat
mobile
untuk melepaskan perlengketan dalam lapisan
Pada jaringan ikat terjadi perbaikan
dalam dari fasia. Hal ini dihasilkan dengan cara
sirkulasi pada jaringa tersebut, dimana terjadi
meregangan (streching) komponen otot fasia
peningkatan kadar air dan GAG pada matriks
yang
dan
sehingga viskositas matriks jaringan menurun
mengubah viskositas unsur fasia.Hasil yang
dan mobilitas kolagen meningkat yang akan
diharapkan dari tehnik ini secara langsung
meningkatkan daya regang jaringan. Karena
dapat
sifat
terjadi
abnormal
menurunkan
meningkatkan fleksibilitas
crosslink,
keluhan
kinerja, dan
lingkup
nyeri,
panas
yang
dihasilkan
dapat
meningkatkan
meningkatkan ekstensibilitas jaringan kolagen,
gerak
maka hal ini dapat membantu sebelum
sendi,
memperbaiki postur tubuh yang salah.
melakukan latihan atau treathment.
Microwave Diathermy (MWD) adalah bentuk radiasi elektromagnetik, terletak antara
Metode Penelitian
spektrum gelombang pendek dan gelombang
Rancangan
infra merah dalam spektrum elektromagnetik,
Eksperimental.
pada dunia ilmiah dan medic frekuensi yang di
menggunakan pendekatan Pre dan Post Test
pakai dan di setujui berada di kisaran 915
Control group Design. Pada penelitian ini
sampai 2,456 MHz, dengan gelombang
dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok 1
panjang dari 12 sampai 33 cm. (Delisa, 2005)
(positional release technique dan microwave 506
yang Dalam
digunakan penelitian
yaitu ini
diathermy) dan kelompok 2 (myofascial
sampel penelitian yang akan diambil oleh
release technique dan microwave diathermy).
peneliti adalah sebagai berikut:
Penelitian dilakukan selama 2 minggu. Setiap minggu diberikan treatment sebanyak 3
1. Kriteria Inklusif
kali. Peningkatan fleksibilitas ankle diukur
Kriteria
dengan menggunakan ankle dorsoflexion test
pengambilan sample adalah
pada saat sebelum penelitian dimulai dan pada
a. Pria dan wanita yang mengalami
akhir penelitian.
penerimaan
gangguan
Pengukuran denyut nadi dilakukan
dalam
nyeri
pada
gastrocnemius
setiap kali pertemuan, sebelum dan sesudah
b. Pasien yang berusia 20-30 tahun.
latihan diberikan. Nilai denyut nadi yang
c. Subyek positif menderita nyeri
dijadikan acuan pertama adalah denyut nadi
akibat
setelah latihan pertemuan pertama yang
gastrocnemius yang telah dipilih
kemudian dibandingkan dengan nilai denyut
berdasarkan prosedur assesment
nadi setelah latihan pada pertemuan terakhir
fisioterapi yang telah ditetapkan.
penelitian. Teknik
myofascial
syndrome
d. Subjek bersedia bekerjasama dan pengambilan
sampel
yang
mengikuti program terapi sebanyak
digunakan pada penelitian ini menggunakan
6 kali
rumus Slovin. Sample terdiri dar pasien fisioterapi yang berada di RSU Ahmad Yani
2. Kriteria Penolakan (exclusive criteria)
Kota Metro, Lampung dan berdasarkan
a. Subyek dengan fraktur pada lower
penghitungan
didapatkan
jumlah
sampel
extremity.
penelitian adalah 14 orang.
b. Subyek penderita athroscopy lutut.
Sampel penelitian dilakukan seleksi dengan menggunakan
assessment
c. Subyek dengan kanker kulit.
fisioterapi
d. Subyek menderita luka bakar dan
berdasarkan patologi yang terdiagnosa dan
luka terbuka.
ditambah beberapa kriteria. Adapun kriteria
e. Subyek
dengan
disebabkan 507
karena
nyeri
yang
myofascial
syndrome gastrocnemius, namun
(52%) dengan jumlah keseluruhan sampel 7
disertai penyakit lain.
orang (100%) sedangkan Pada kelompok perlakuan II sampel laki-laki sampel laki-laki
1.
Hasil dan Pembahasan
berjumlah 3 (48%) dan sampel perempuan
Deskripsi data
berjumlah 4 orang (52%) dengan jumlah
Dari hasil pelatihan pada kelompok 1 dan kelompok
2,
peneliti
keseluruhan sampel 7 orang (100%).
memberikan
deskripsi atau gambaran sampel mengenai karakteristik sampel dalam kelompok tersebut. Deskripsi sampel dibuat dalam bentuk distribusi frekuensi dan juga gambaran
berupa
grafik.
Grafik 1 Karakteristik Berdasarkan jenis kelamin
Adapun
karakteristik sampel yang dideskripsikan b. Karakteristik berdasarkan usia
antara lain : a. Karakteristik
berdasarkan
Tabel 2
jenis
Karakteristik usia
kelamin Tabel 1 Karakteristik Berdasarkan jenis kelamin
Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa sampel pada kelompok perlakuan I terdiri 5 sampel berusia 21-25 tahun (71%) dan Berdasarkan data tabel 1 karakteristik 2 sample yang berusia 26-30 tahun (29%). sampel menurut jenis kelamin. Pada kelompok Sedangkan pada kelompok perlakuan II terdiri perlakuan I sampel laki-laki berjumlah 3 (48%) dan sampel perempuan berjumlah 4 orang 508
c.
dari 6 sample berusia antara 16-20 Tahun
Karakteristik
sampel
berdasarkan
kesukaan olahraga
(85%), 1 sampel berusia 21-25 (15%).
Tabel 4 Karakteristik berdasarkan jenis olahraga
Grafik 2 Karakteristik Berdasarkan Usia
Karakteristik Berdasarkan Indeks masa tubuh Tabel 3 Karakteristik berdasarkan indeks masa tubuh
Grafik 4 Karakteristik berdasarkan jenis olah raga
Berdasarkan tabel 3 Karekteristik 2. Hasil pengukuran perlakuan
sampel
berdasarkan
indeks
masa
tubuh a. Kelompok Perlakuan I dan II
menunjukan bahwa indeks normal menempati Tabel 5
perolehan paling banyak dengan 6 orang Kelompok Perlakuan I
sampel (85 %) pada perlakuan I dan 4 orang sampel (60 %) pada perlakuan II.
Grafik 3 Karakteristik berdasarkan indeks masa tubuh
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat kelompok perlakuan I dengan jumlah sampel 7 orang, 509
mean
nilai
fleksibilitas
otot
gastrocnemius sebelum intervensi adalah 6.43 dengan standar deviasi 0.535 dan mean nilai fleksibilitas
otot
gastrocnemius
sesudah
intervensi adalah 10.14 dengan standar deviasi 0.690. Tabel 6 Grafik 5
Kelompok Perlakuan II
Perbandingan perlakuan I dan II
Peningkatan nilai fleksibilitas otot gastrocnemius
pada
kedua
perlakuan
menunjukan perubahan yang signifikan. Pada tabel 4.5 dan 4.8 kelompok perlakuan I Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat
menghitung
selisih
rata-rata
pada
awal
kelompok perlakuan II dengan jumlah sampel
pengukuran hingga pada akhir pengukuran
7
otot
memiliki angka 3.71 dengan standar deviasi
gastrocnemius sebelum intervensi adalah 7.14
0.758. Sedangkan pada kelompok perlakuan II
dengan standar deviasi 0.690 dan mean nilai
memiliki selisih rata-rata pengukuran sebelum
fleksibilitas
sesudah
dan setelah yaitu 4.14 dengan standar deviasi
intervensi adalah 11.14 dengan standar deviasi
0.690. dilihat dari rata-rata kelopok perlakuan
0.900.
I dan
orang,
mean
otot
nilai
fleksibilitas
gastrocnemius
perlakuan II tidak ada perbedaan
signifikan antara keduanya. b.
Selisih kedua perlakuan 3.
Uji Persyaratan analisis
a. Uji Normalitas Uji normalitas ini digunakan sebagai awal perhitungan untuk mengetahui sampel 510
terdistribusi
normal,
uji
normalitas
pada
penelitian
ini
b. Uji Homogenitas
menggunakan uji Shapiro-Wilk test.
Untuk mengetahui homogenitas
Dimana dikatakan normal jika data
sample antara kelompok perlakuan I dan
didapatkan nilai p>nilai α = 0,05,
kelompok perlakuan II, maka peneliti
sedangkan Ho ditolak bila nilai p<
menggunakan Levene’s test. Berikut hasil
nilai α = 0,05.
perhitungan
uji
homogenitas
dengan
Tabel 7
menggunakan Levene’s test dari data
Uji normalitas
peningkatan nilai fleksibilitas kelompok perlakuan I dan II. Tabel 8 Uji homogenitas
Berdasarkan hasil uji yang telah dilakukan dengan menggunakan perangkat Berdasarkan hasil perhitungan uji lunak komputer SPSS versi 16.0, pada sebelum homogenitas dengan menggunakan Levene’s intervensi kelompok perlakuan I dengan nilai test dari data peningkatan nilai fleksibilitas p=0.001
dan sebelum latihan kelompok kelompok perlakuan I dan II di peroleh nilai
perlakuan
II
p=0.099.
Maka
sebelum p=0.803, dimana p>0,05 dapat di simpulkan
kelompok perlakuan I nilai p<0,05) maka hasil bahwa kedua data tersebut homogen. dari
sebelum
kelompok
perlakuan
I
terdistribusi tidak normal. Sedangkan pada 4. Uji Hipotesis sebelum intervensi kelompok perlakuan II a. Uji Hipotesis I didapatkan
nilai
p>0,05
yang
berarti Pada
kelompok
perlakuan
I
terdistribusi normal. menggunakan wilcoxon rank test, untuk menguji signifikansi dua sampel yang saling
511
berpasangan
(related)
kriteria
penerimaan yang ditetapkan adalah Ho
berpasangan (related) kriteria penerimaan
diterima bila nilai p > nilai α (0,05).
yang ditetapkan adalah Ho diterima bila nilai p > nilai α (0,05).
Tabel 8 Uji
Tabel 9 Uji hipotesis II
Hipotesis I
Rata-rata pada nilai fleksibilitas Rata-rata pada nilai fleksibilitas otot sebelum diberikan intervensi adalah 6.43 dengan standar deviasi 0.535, sedangakan setelah di lakukan intervensi rata-rata nilai fleksibilitas berubah menjadi 10.14 dengan standar deviasi 0.690, dengan rata-rata selisih adalah
3.71
standar
deviasi
0.758.
Berdasarkan hasil wilcoxon rank test adalah p=0.016 dimana p<0.05, hal ini berarti Ho ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa Positional release technique dan Microwave Diathermy dapat meningkatkan fleksibiltas
sebelum diberikan intervensi pada kelompok perlakuan I adalah 7.14 dengan standar deviasi 0.690,
sedangakan
setelah
di
lakukan
intervensi rata-rata nilai stabilitas berubah menjadi 11.14 dengan standar deviasi 0.900, dengan rata-rata selisih adalah 4.14 standar deviasi 0.690.
Berdasarkan hasil
t-test
Related. adalah p=0.001 dimana p<0.05, hal ini
berarti
Ho
disimpulkan
ditolak,
bahwa
sehingga
Myofascial
dapat release
technique dan Microwave Diathermy dapat meningkatkan fleksibiltas otot.
otot. c. Uji Hipotesis III b. Uji Hipotesis II
Untuk
Pada kelompok perlakuan II
komparatif
menggunakan t test related, untuk menguji
dua
menguji sampel
signifikan yang
tidak
berpasangan pada kelompok perlakuan I
signifikansi dua sampel yang saling
dan kelompok perlakuan II dengan mann 512
whitney test. Dengan penguji hipotesa Ho
Microwave Diathermy sama baiknya dengan
diterima
α=0,05,
Myofascial release technique dan penerapan
sedangkan Ho ditolak bila p< nilai α=0,05.
Microwave Diathermy dalam meningkatkan
bila
nilai
p>nilai
fleksibilitas otot. Tabel 10
Berdasarkan hasil penelitian yang
Uji hipotesis III
telah dilakukan pada 14 orang sampel yang terbagi kedalam dua kelompok yaitu kelompok perlakuan I dan kelompok perlakuan II dengan masing-masing berjumlah 7 orang sampel. Distribusi sampel yang di dapatkan pada
Kelompok perlakuan II rata-rata 4.14 dengan stándar deviasi 0.690.
Ahmad Yani diperoleh perbandingan jenis
Setelah diuji dengan man whitney u test, maka hasil yang didapat adalah p=0.318 dimana p>0,05, dengan demikian ho diterima dan ha ditolak yang berarti
populasi pasien yang berada pada RSUD. Jend.
Intervensi
kombinasi Positional release technique dan penerapan Microwave Diathermy tidak lebih
kelamin perempuan lebih banyak ditemukan patologi myofascial gastrocnemius, hal ini di perkuat dalam teori fleksibilitas bahwa pada perempuan fleksibilitas otot lebih buruk di bandingkan
penerapan
Microwave
Diathermy
kasus
Myofascial Syndrome Gastrocnemius Dilihat perbedaan selisih rata-rata yang signifikan antara perlakuan I adalah 3.71 dengan stándar deviasi 0,758 dan perlakuan II adalah 4.14 dengan stándar deviasi 0.690,
rentan
Kemudian pada disribusi sampel menurut usia, ditemukan kondisi myofascial terdapat antara usia 21-25 tahun lebih banyak daripada usia 26-30, hal ini di karenakan usia 21-25 tahun memiiki jumlah aktivitas yang tinggi. Pada distribusi sampel menurut indeks masa
tubuh
hasil
menyatakan
tidak
mempengaruhi kondisi patologi ini.
membuktikan bahwa Intervensi kombinasi Positional release technique dan penerapan
sehingga
bermasalah pada otot.
baik dalam meningkatkan fleksibilitas otot daripada Myofascial release technique dan
laki-laki
Hasil yang telah didapatkan peneliti dalam penelitian ini adalah tidak ada perbedaan 513
signifikan antara peningkatan nilai fleksibilitas
Perubahan panas secara general
otot gastrocnemius pada kelompok perlakuan I
yang menaikkan temperatur pada daerah lokal.
yang diberikan Intervensi Positional Release
Untuk meningkatkan elastisitas jaringan ikat
Technique
Microwave
karena terjadi perbaikan sirkulasi pada jaringan
Diathermy dan kelompok perlakuan II yang
tersebut. Hal ini menyebabkan daerah patologi
diberikan
Release
dengan adanya taut band pada myofascial
Microwave
syndrome mengalami vasodilatasi terlebih
Diathermy. Dimana telah didapatkan hasil
dahulu kemudian otot sekitar telah terjadi fase
bahwa kelompok perlakuan I tidak lebih baik
rileksasi sehingga ketegangan berkurang,
daripada kelompok perlakuan II
peneliti menganalisis bahwa hal ini lah yang
dan
penerapan
intervensi
Technique
dan
Myofascial
penerapan
terhadap
peningkatan fleksibilitas otot gastrocnemius.
menyebabkan
perbandingan
antara
teori
Hal ini terjadi karena keduanya
muscle spindle yang ada pada positional
merupakan intervensi release namun hanya
release technique serta teori release dengan
teori dasar penerapan yang berbeda, release
streching pada myofascial release technique
yang di berikan pada daerah tautband memiliki
seakan akan memiliki efek yang sama pada
efek yang hampir sama karena sebelumnya
penelitian ini.
pada kedua perlakuan di berikan penerapan microwave
diathermy
merupakan
rileks dan elastis karena efek modalitas
modalitas dengan efek dapat meningkatkan
microwave diathermy, pada perlakuan II yang
panas pada jaringan tubuh.
menggunakan MRT bahwa memiliki selisih
Kondisi
yang
Di tambah dengan kondisi otot telah
tersebut
meningkatkan
rata-rata
peningkatan
fleksibilitas
otot
aliran darah di sekitar jaringan yang terpapar
gastrocnemius sedikit lebih tinggi karena efek
oleh gelombangnya. Terjadinya perubahan
streching yang di berikan pada kondisi otot yan
panas yang sifatnya lokal jaringan, yang
rileks dengan ketegangan berkurang akibat
meningkatkan metabolisme jaringan lokal,
MWD sedangkan pada perlakuan I tidak ada
meningkatkan vasomotion sehingga timbul
sama sekali streching.
homeostatik lokal yang akhirnya menimbulkan vasodilatasi. 514
Research
Kesimpulan
Rheumatology,Oregon
Berdasarkan hasil penelitian dan
Health
and
Science University,Portland, 2007
pembahasan maka kesimpulan yang dapat diambil adalah intervensi kombinasi Positional
Clinical
Borg-Stein J, Simons DG, “Focused Review:
Release Technique dan penerapan Microwave
Myofascial Pain”,
Diathermy meningkatkan fleksibilitas otot
Academy of Physical Medicine and
kasus Myofacial syndrome gastrocnemius,
Rehabilitation,America, 2002
intervensi Technique
kombinasi dan
Release
Byong-yong Hwang,“Basic Bobath Course”,
Microwave
Universitas Indonusa Esa Unggul,
Myofsacial
penerapan
Jakarta, 2006
Diathermy meningkatkan fleksibilitas otot kasus Myofacial syndrome gastrocnemius, intervensi Technique
kombinasi dan
Positional
penerapan
The American
C.B Frank, “Ligament Structure, Physiology and Function”, J Musculoskel Neuron
Release
Interact, 2004
Microwave
Diathermy sama baiknya dengan Myofascial
David J. Alvarez, Pamela G. Rockwell,
Release Technique dan penerapan Microwave
“Trigger
Diathermy dalam meningkatkan fleksibilitas
Management”, Am Fam Physician,
otot
Michigan, 2002
pada
kasus
Myofascial
syndrome
gastrocnemius.
Points:
Diagnosis
and
Dhadwal N. Hangan, Zeman R. Li J, “Tolerability and Efficacy of Long-
Daftar Pustaka
Term
A Kumaresan, GDeepthi Vaiyapuri Anandh .
Injections in Patients with Chronic
S,Prathap, “Effectiveness OfPositional
Myofascial Pain”, Departement of
Release Therapy In Treatment Of
Neuorology, New York, 2013
Trapezitis”, International Journal of
Dommerholt J. Bron C. Fransen J, “Myofascial
Pharmacutical Sciences and Health
Trigger Point: An Evidence”, The
Care, Chennai,2012
Journal of Manual and Manipulative
Bennett, Robert, “MyofascialPain Syndromes
Lidocaine
Trigger
Point
Therapy, Maney Publishing, America,
and Their Evaluation”,Best Practice &
2006 515
Evelyn C. Pearce, “Anatomy and Physiology
Peraturan
for Nurses”, PT Gramedia Pustaka
Indonesia Nomor8 Tahun 2013
Faiz Omar dan David Moffat, “At a Glande
Structure
Ferguson Whyte, and Robert Garwin, “Clinical the
treatment
of
Function: Analysis”,
A Fifth
editon, 2011 Qader,
Ari
R.,
MBChB,
FICMS,
and
Myofascial Pain”, Lippincott Williams
Shaxawan SAEB, MBChB,
& Wilkins, Maryland,2004
“The Gastrocnemius Muscle Flap
Gerald J. Tortora, “Principle of anatomy and
2006
Tibia”, 2010 Sthephen Fallon MIAPT and, MARGARET
Joel A. DeLisa. Bruce M, Gans Nicholas E. Wals,
DPRS,
Used as Cover for Exposed Upper
physiology”, John Wiley & Sons, inc,
“Physical
Rehabilitation:
Medicine Principles
WALSH (BSc.) MIAPT, “Positional
and
Release Technique;A valid technique
and
for
use
by
Physical
Therapy
Practice”, Lippincott Williams &
Practitioners”, IPTAS Conference,
Wilkins,Philadelphia, 2005
2012
Lewis Mock, “Clinical Mastery in the
Tudor O., Bompa, “Training for young
Treatment Myofascial Pain”, 2005
champion”, 2000
Lucy Whyte Ferguson, DC, and Ben Daitz, MD, “Myofascial Pain: A Manual Medicine Approach to Diagnosis and Treatment”, 2012 MCPT,
and
Comprehensive
Anatomi”, Erlangga, Jakarta, 2004
in
Kesehatan Republik
Pamela K. Levangie,Cyntia C. Norkin, “Joint
Utama, Jakarta, 2006
Mastery
Mentri
Mellbourne College Professional Therapy,
“Myofascial
Technique”,
Release Mellbourne,
Australia,2006
516
ANALISIS HUBUNGAN TEKANAN DARAH DENGAN RISIKO JATUH PADA LANSIA DI RUMAH BAHAGIA BINTAN TAHUN 2015 Ernawati1, Safra Ria Kurniati2, dan Mawar Eka Putri3
ABSTRAK Menurut UU Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia, yang dikatakan lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas. Lansia yang mengalami penuaan yang mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan baik secara fisik maupun psikologis yang bisa mempengaruhi status kesehatannya. Salah satunya adalah perubahan tekanan darah yang bisa berpengaruh terhadap perfusi jaringan otak maupun organ lain yang bisa mempengaruhi keseimbangan lansia sehingga meningkatkan risiko jatuh. Jatuh pada lansia memiliki dampak yang cukup serius dikarenakan lansia mengalami proses penuaan sehingga kemampuan jaringan untuk menyembuhkan dirinya menurun dibandingkan dengan orang dewasa. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan tekanan darah dengan risiko jatuh pada lansia di Rumah Bahagia Bintan. peneliti menggunakan alat pengumpulan data berupa teknik pengumpulan data dengan mengukur tekanan darah responden untuk variabel tekanan darah dan menyebarkan kuesioner untuk variabel risiko jatuh. Dalam penelitian ini, peneliti menetapkan 37 orang sebagai responden dari total lansia 42 orang dimana 5 lansia tidak dapat diwawancarai karena keterbatasan kemampuan berkomunikasi dan status mental. Hasil yang didapatkan dari uji statistik dengan menggunakan uji Kolmogorov Swirnov nilai asymp. Sig 0.000 yang lebih kecil dari nilai α = 0.05 sehingga Ho ditolak, artinya ada hubungan antara tekanan darah dengan risiko jatuh pada lansia di Rumah Bahagia Bintan. Kata kunci
: Tekanan darah, jatuh, lansia
ABSTRACT According to Law of the Republic of Indonesia Number 13 of 1998 on the welfare of the elderly, said the elderly are a person who has attained the age 60 years and older. Elderly who have aging that result in changes both physically and psychologically that could affect their health status. One is a change in blood pressure that can affect the brain tissue perfusion and other organs that could affect the balance of the elderly thus increasing the risk of falls. Falls in the elderly have fairly serious impact because the elderly are aging so that the network's ability to heal itself declined compared with adults. The purpose of this study was to determine the relationship of blood pressure with the risk of falls in the elderly in Rumah Bahagia Bintan. Researchers use data collection tools such as data collection techniques by measuring the blood pressure of respondents to variable blood pressure and distributing questionnaires to a variable risk of falling. In this study, researchers set 37 as the respondents of the total elderly 42 where five elderly can not be interviewed due to the limited ability to communicate and mental status. Results obtained from statistical test by using the Kolmogorov Swirnov asymp value. Sig 0000 is smaller than the value α = 0:05 so that Ho is rejected, it means that there is a relationship between blood pressure with the risk of falls in the elderly in Rumah Bahagia Bintan.
Key words : Blood pressure , falls , elderly
517
Lansia merupakan kelompok usia yang
PENDAHULUAN Lansia merupakan kelompok usia yang mengalami
peningkatan
jumlah
setiap
memiliki
risiko
tinggi
untuk
mengalami
masalah kesehatan. World Health Organization
tahunnya. Fenomena tersebut terlihat dari
(WHO)
meningkatnya jumlah lansia dari tahun ke tahun
sebagai kelompok masyarakat yang mudah
dan perbandingannya dengan kelompok usia
terserang
lain. Rendahnya angka kelahiran di negara-
(Watson, 2003). Salah satu masalah kesehatan
negara tertentu mempengaruhi hal tersebut.
yang paling sering dialami lansia adalah
Menurut Population Reference Bureau (2011),
hipertensi. Di Indonesia hipertensi merupakan
jumlah penduduk berusia 65 tahun ke atas
salah satu masalah kesehatan utama dan
diperkirakan berjumlah 2,5 kali lipat dari
penyebab pertama masalah kesehatan pada
populasi berusia 0-4 tahun pada tahun 2050.
lansia, diikuti oleh arthritis, stroke, PPOK
Kelompok usia di atas 65 tahun diperkirakan
(Penyakit
meningkat dari 601 juta pada tahun 2015
DM(Diabetes Mellitus). Prevalensi menurut
menjadi 714 juta pada tahun 2020. Pada tahun
umur 55-64 tahun sebesar 45, 9%, kelompok
2050 jumlah lansia diperkirakan mencapai 1.5
usia 65-74 tahun sebesar 57%, dan di atas 75
milyar jiwa atau 16% dari total populasi yang
tahun sebesar 63.8% (Riskesdas, 2013 dalam
hanya berkisar 5% di tahun 1950.
Pusat
Indonesia
juga
mencatat
adanya
telah
mengidentifikasikan
kemunduran
Paru
Data
dan
fisik
Obstruksif
dan
lansia
mental
Kronis,
Informasi
dan
Kementerian
Kesehatan, 2014).
peningkatan jumlah penduduk usia lanjut.
Tekanan darah merupakan tekanan di
Berdasarkan sensus penduduk pada tahun 2010,
dalam
jumlah lanjut usia di Indonesia yaitu 18,1 juta
memompakan keseluruh tubuh. Pada lansia
jiwa (7,6% dari total penduduk). Pada tahun
sistem kardiovaskuler mengalami perubahan
2014, jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia
seperti arteri yang kehilangan elastisitasnya
menjadi 18,781 juta jiwa dan diperkirakan pada
yang bisa menyebabkan peningkatan nadi dan
tahun 2025, jumlahnya akan mencapai 36 juta
tekanan
jiwa (Departemen Kesehatan, 2015).
Anagnostakos, 1990 dalam Watson, 2003).
pembuluh
sistolik
darah
darah
ketika
jantung
(Tortora
&
Salah satu masalah yang sering terjadi pada 518
lansia terkait dengan tekanan darah adalah
Selain lansia yang tinggal di komunitas,
hipertensi sehingga memperbesar risiko jatuh.
lansia yang tinggal di institusi perawatan lansia
Lebih dari separuh lansia yang pernah jatuh,
seperti Panti Wredha juga berisiko mengalami
sebagian besar terjadi di kamar tidur dan kamar
jatuh.
mandi. Lansia jatuh saat ia berpindah tanpa
institusi perawatan lansia di Kepulauan Riau
pengawasan.
yang
dengan jumlah lansia mencapai 43 orang. Dari
signifikan antara jatuh dan diagnosa medis,
wawancara dengan petugas panti didapatkan
seperti
data bahwa 3 lansia mengalami jatuh dalam 3
Terdapat
penyakit
kardiovaskuler,
hubungan
neurologis, dan
masalah
penyakit
saluran
Rumah Bahagia Kawal merupakan
bulan terakhir.
pernafasan (Watson, 2003).
Berdasarkan
fakta-fakta
yang
telah
Setiap tahunnya sekitar 30% lansia yang
dikemukakan di atas, peneliti tertarik untuk
tinggal di komunitas mengalami jatuh. Insiden
menganalisis hubungan tekanan darah dengan
jatuh di setiap tahunnya di antara lansia yang
risiko jatuh pada lansia di Rumah Bahagia
tinggal di komunitas meningkat dari 25% pada
Bintan tahun 2015.
usia 70 tahun menjadi 35% tahun setelah berusia lebih dari 75 tahun (Commodore, 1995
METODE PENELITIAN
dalam Stanley & Beare, 2007). Pengobatan
Desain
penelitian
merupakan
rencana
telah didokumentasikan dengan baik sebagai
penelitian yang disusun sedemikian rupa
faktor yang turut berperan dalam terjadinya
sehingga dapat menuntun peneliti untuk dapat
jatuh. Banyak jenis obat-obatan yang dapat
memperoleh jawaban terhadap pertanyaan
memengaruhi
tekanan
dapat
peneliti (Sastroasmoro & Ismael, 2002).
menyebabkan
rasa
pusing.
Obat-obatan
Penelitian ini merupakan penelitiandengan
vasodilator,
diuretik,
metode korelasi yaitu penelitian yang bertujuan
trisiklik,
untuk mengetahui hubungan dan tingkat
beberapa beta blocker, sedatif dan hipnotik,
hubungan antara dua variabel atau lebih tanpa
serta obat hipoglikemik dapat menurunkan
ada upaya untuk mempengaruhi variabel
tekanan darah (Stanley & Beare, 2007).
tersebut sehingga tidak terdapat manipulasi
antihipertensi, antipsikotik,
darah
antidepresan
atau
atau
variabel (Faenkel dan Wallen, 2008). Dalam 519
rancangan ini peneliti menganalisis hubungan
variabel tekanan darah dan menyebarkan
antara variabel independen (tekanan darah)
kuesioner
dengan variabel dependen (risiko jatuh) pada
Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner
responden dalam waktu yang bersamaan.
Risiko Jatuh MORSE.
untuk
variabel
risiko
jatuh.
Penelitian ini telah dilakukan di Rumah
Prosedur pengumpulan data yang peneliti
Bahagia Bintan. Kegiatan penelitian ini dimulai
lakukan pada saat pelaksanaan penelitian
dari pembuatan proposal riset sampai seminar
adalah
hasil, yaitu dari bulan Maret sampai dengan Juli
melakukan penelitian mulai bulan April sampai
2015. Populasi merupakan keseluruhan objek
dengan Juli 2015 di Rumah Bahagia Bintan
penelitian atau objek yang diteliti (Notoadmojo,
Kepulauan
2005).
pengecekan terhadap responden.
Pada penelitian ini, yang menjadi
setelah
peneliti
Riau,
diberikan
peneliti
izin
melakukan Proses
populasinya adalah seluruh lansia di Rumah
pengumpulan data dilakukan dengan cara
Bahagia Bintan.
pengukuran langsung tekanan darah lansia
Sampel merupakan sebagian yang diambil
dengan menggunakan sphygmomanometer dan
dari keseluruhan objek yang diteliti dan
stetoskop dan dilanjutkan dengan pengisian
dianggap
kuesioner.
mewakili
seluruh
populasi
(Notoatmodjo, 2005). Teknik pengambilan sampel yang dilakukan adalah total sampling,
HASIL PENELITIAN
dimana keseluruhan populasi diambil sebagai responden.
Pada bagian ini akan disajikan hasil dari
Dalam penelitian ini, peneliti
penelitian tentang “Analisis hubungan tekanan
menetapkan 37 orang sebagai responden dari
darah dengan risiko jatuh pada lansia di Rumah
total lansia 42 orang dimana 5 lansia tidak dapat
Bahagia Bintan Tahun 2015” yang telah
diwawancarai karena keterbatasan kemampuan
dilaksanakan pada bulan Maret s/d Juli 2015.
berkomunikasi dan status mental.
1. Analisis Univariat
Untuk
melakukan
pengumpulan
data,
Analisis univariat pada penelitian ini
peneliti menggunakan alat pengumpulan data
bertujuan untuk mendapatkan gambaran
berupa teknik pengumpulan data dengan
tentang distribusi tekanan darah dan risiko
mengukur tekanan darah responden untuk
jatuh pada lansia. 520
Tabel 2
a. Distribusi frekuensi tekanan darah
Distribusi frekuensi risiko jatuh pada lansia
pada lansia di Rumah Bahagia
di Rumah Bahagia Bintan
Bintan Berdasarkan
pelaksanaan
Risiko Jatuh
hasil
penelitian
yang
dilakukan
pada
Tidak Ada
responden,
maka
didapatkan
data
Risiko
Frekuensi
Persentase
5
13.5
mengenai tekanan darah responden
Risiko Rendah
25
67.6
sebagai berikut :
Risiko Tinggi
7
18.9
Total
37
100.0
Tabel 1 Distribusi tekanan darah lansia di Rumah
Berdasarkan tabel di atas, sebagian besar
Bahagia Bintan Tahun 2015
responden memiliki risiko rendah yaitu sebesar Tekanan darah
Frekuensi
Persentase
Normal
6
16.2
Hipertensi
31
83.8
Total
37
100.0
67.6%. 2. Analisis Bivariat Analisis bivariat pada penelitian ini menggunakan uji Kolmogorov Swirnov sebagai uji alternatif jika tidak memenuhi syarat uji Chi Square untuk menganalisis
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan
hubungan antara dua variabel.
bahwa sebagian besar responden mengalami hipertensi yaitu sebesar 83.8%. b. Distribusi frekuensi risiko jatuh pada lansia di Rumah Bahagia
Tabel 3
Bintan
Hubungan Tekanan Darah dengan Risiko Jatuh Pada Lansia di Rumah Bahagia Bintan Tahun 2015
521
Risiko Jatuh
Total
Berdasarkan hasil penelitian terhadap
Asymp. Sig
Tid
Risik
Risik
ak
o
o
ada
Rend
Ting
risi
ah
gi
37 responden didapatkan bahwa sebagian besar responden mengalami hipertensi yaitu sebesar 83,8%.
Hasil ini sejalan
dengan teori yang menyatakan bahwa lansia
berisiko
mengalami
hipertensi
ko
dikarenakan perubahan fisiologis terkait Teka
No
5
1
0
nan
rm
83.
16.7
.0%
Darah
al
3%
%
Hi
0
24
faktor penuaan dimana elastisitas pembuluh
100.0
darah menurun.
%
2. Risiko Jatuh
7
Berdasarkan hasil penelitian terhadap
pe r
.0%
ten
77.4
22.6
100.
37 responden didapatkan bahwa sebagian
%
%
0%
besar lansia memiliki risiko jatuh dengan
si
kategori risiko rendah yaitu sebesar 67,6%.
Total
25
7
13.
67.6
18.9
100.0
5%
%
%
%
Banyak
faktor
yang
menyebabkan
terjadinya peningkatan risiko jatuh pada 0.000
lansia yaitu kelemahan otot, tekanan darah, gangguan penglihatan, penggunaan obatobatan tertentu, dan usia. Berdasarkan tabel di atas didapatkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji Hubungan antara tekanan darah dengan Kolmogorov Swirnov nilai asymp. Sig risiko jatuh pada lansia.
0.000 yang lebih kecil dari nilai α = 0.05
Berdasarkan hasil penelitian pada 37 sehingga Ho ditolak, artinya ada hubungan responden dengan uji Kolmogorov Swirnov antara tekanan darah dengan risiko jatuh didapatkan hasil ada hubungan antara pada lansia di Rumah Bahagia Bintan. tekanan darah dengan risiko jatuh pada PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN lansia. Peningkatan tekanan darah dikaitkan 1. Tekanan darah dengan kemampuan perfusi ke jaringan522
jaringan tubuh termasuk otak sebagai pusat kontrol kesadaran dan keseimbangan.
DAFTAR PUSTAKA Acap, S, Demirbuken, I, Alqun, C, dkk (2015).Is hypertension a risk factor for poor
KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil dari
balance
control
in
elderly
adults?Accessed on March 25, 2015 from
penelitian ini adalah Lansia dengan tekanan
http://www.ncbI.nlm.nih.gov/
darah yang lebih tinggi dan arteri yang lebih
/articles/PMC4395739/
pmc
kaku kurang mampu mentranspor oksigen dan
Black, J..M & Hawks, J.H (2009). Medical
glukosa ke otak pada periode nafas berat.
surgical nursing : clinical management
Lansia dengan aliran darah 20% lebih rendah
for positives outcome. Singapore :
memiliki
Elsevier
risiko
jatuh
70%
lebih
besar
dibandingkan lansia dengan aliran darah yang baik.
Penataksanaan
penanganan
dengan
hipertensi,
Bowman, T.S, Gaziano, J.M, & Buring, J.E dkk. (2007). A prospective study of
termasuk
menurunkan
cigarette smoking and risk of incident
kadar
hypertension in women.
kolesterol bisa membantu meningkatkan aliran darah ke otak, yang dalam hal ini akan
Fuller, G.F. (2000). Falls in the elderly.
membantu menurunkan risiko jatuh pada lansia
Accessed
on
June
1,
2015
SARAN
from http://www.aafp.org/afp/2000/0401 /p2159.html
Berdasarkan temuan dan kelemahan dalam penelitian ini, ada beberapa hal yang peneliti
Hausdorff, J., Herman, T., & Baltadjieva, R.,
sarankan untuk menjadi kajian lebih lanjut yaitu
dkk. (2006). Balance and Gait in Older
sebaiknya harus pada lansia yang belum
Adults
mengalami gangguan pada sistem pendengaran
Hypertension,
dan sulit mengingat riwayat penyakitnya.
Cardiology . Accessed on June 1, 2015
Diharapkan pada lansia yang masih efektif
from
untuk berkomunikasi.
.gov/pubmed/12615286
523
With
Systemic
AmericanJournal
Of
http://www.ncbi.nlm.nih
Lemon, P & Burke, K (2004). Medical Surgical
Pietrangelo, A. (2014). The Side Effects
Nursing : critical thinking in client care.
OfHigh Blood PressureOn The Body.
New Jersey : Pearson Education Inc.
Accessed
on
July
2nd,
2015
from http://www.healthline.com/health/h
McKnights’s. (2010). Study uncovers link between elderly falls, and high blood
igh-blood-pressure-hypertension/effect-
pressure, altered blood flow in brain.
on-body.
http://www.mcknights.
Ravindran, R.M & Kutty, V. R. (2015). Risk
com/news/study-uncovers-link between-
Factors for Fall-Related Injuries Leading
elderly-falls-and-high-blood-pressure-
to Hospitalization Among Community-
altered-blood-flow-in-
Dwelling Older Persons. Asia Pac J
brain/article/170483/ pada tanggal 25
Public Health January 2016 vol. 28 no. 1
Juni 2015.
suppl 70S-76S. Accessed on March 15,
Diakses
di
2015
NIH Senior Health. (2013). Falls and Older Adults.
from http://aph.sagepub.com/content/28/
Diakses
di http://nihseniorhealth.gov/falls/aboutf alls/01.html pada tanggal 24 Juni 2015.
1_suppl/70S.full Stanley, M & Beare, P.G (2007). Buku ajar keperawatan gerontik edisi 2. Jakarta :
Novianti, S. (2014). Hubungan kekuatan otot
EGC
quadriceps femoris dengan risikojatuh Diakses
Smeltzer, S.C, Bare, B.G, Hinkle, J.L, Cheever
di http://eprints.ums.ac.id/30791/12/NA
K.H, (2012). Brunner and Suddarth’s
SKAH_PUBLIKASI.pdf pada tanggal 25
Textbook of medical surgical nursing.
Juni 2015.
Singapore : Elsevier
pada
lansia.
Oparil, S. (2006).Hypertension in the Elderly:
Tinetti,
M.E.
(2014).
Antihypertensive
Optimizing Management in the Real
Medications and Serious Fall Injuries in a
World.Diakses
Nationally Representative Sample of
di http://www.medscape.org/viewarticle/
Older Adults. Accessed on July, 2015
527792 pada tanggal 24 Juni 2015.
frommhttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc /articles/PMC4136657/ 524
Watson, R. (2003). Perawatan pada lansia. Jakarta : EGC
1
Ernawati, S.Psi, M.Si : Dosen STIKES Hang Tuah Tanjungpinang
2
Safra Ria Kurniati, S.Kep, Ns : Dosen STIKES Hang Tuah Tanjungpinang
1
Mawar Eka Putri, S.Kep, Ns : Dosen STIKES Hang Tuah Tanjungpinang
525
Pengaruh Air Rebusan Buah Pare terhadap Penurunan Kadar Gula Darah pada Penderita DM Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjungpinang Tahun 2013 Harpen Suryadi1, Lidia Wati2, Safra Ria Kurniati3
ABSTRAK Penderita DM biasanya tidak menyadari penyakitnya. Biasanya mereka baru menyadari setelah terjadinya komplikasi sehingga DM sering disebut sebagai “silent killer”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh air rebusan buah pare terhadap penurunan kadar gula darah pada penderita DM tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjungpinang Tahun 2013. Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu dengan rancangan pre and post test without control. Jumlah populasi sebanyak 424 orang dan sampel yang dipilih 10 orang menggunakan purposive sampling dengan kadar gula darah >200 mg/dL. Analisa data menggunakan uji wilcoxon dengan taraf signifikansi 0,05. Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai z hitung sebesar -2,191 dengan signifikansi 0,028 < 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa ada pengaruh air rebusan buah pare terhadap penurunan kadar gula darah pada penderita DM tipe 2. Kata kunci: Air Rebusan Buah Pare, Kadar Gula Darah, DM tipe 2
ABSTRACT Patients DM usually not aware the sick. They realized after the occurrence of complication so that DM is often called a silent killer. Objective of this study is to know the effect of balsampear boiled water to decrease blood sugar levels in patient with DM type 2 in the working area of Tanjungpinang public health center in 2013. This study is a quasy experiment with pre and post test without control design. Total population is 424 people and samples were choosen by using purposive sampling with blood sugar >200 mg/dL. Analysis of data using a wilcoxon test with significance level 0,05. Based on analysis resulting z observation -2,191 with significance of 0,028 < 0,05. These data show there is influence of balsampear boiled water to decrease blood sugar levels in patient with DM type 2. Keywords: Balsempear Boiled Water, blood sugar levels, Diabetes Mellitus
526
permasalahan kronis dan berkepanjangan,
PENDAHULUAN
pengobatan yang rumit dan mahal sehingga Semakin hari ilmu pengetahuan dan
memunculkan beban sosial ekonomi.
teknologi semakin maju dan berkembang ke
Diabetes Mellitus berasal
dari
arah kehidupan yang lebih modern, sehingga
bahasa
diikuti pula oleh perubahan pola dan gaya hidup
“tembus” atau “pancuran air”, mellitus yang
manusia. Perubahan gaya hidup tersebut
berarti “rasa manis”. Penyakit ini kemudian
ternyata
dikenal sebagai kencing manis.
diikuti
dengan
munculnya
permasalahan yang tidak sedikit. Jika masa lalu
Yunani
diabainein
Darmono
(2007)
yang
berarti
menyatakan
masalah kesehatan banyak terkait dengan
bahwa Diabetes Mellitus (DM) merupakan
higienitas atau kebersihan dan infeksi, maka
suatu penyakit menahun yang ditandai oleh
sekarang ini
kadar glukosa darah melebihi normal dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan
berubah menjadi masalah kesehatan
protein yang disebabkan oleh kekurangan
terkait gaya hidup: pola makan yang tidak
hormon insulin secara relatif maupun absolut.
seimbang, merokok, olah raga, aktifitas seksual,
Bila hal ini dibiarkan tidak terkendali dapat
lingkungan dan pekerjaan. Penyakit-penyakit
terjadi komplikasi metabolik akut maupun
itu kebanyakan muncul saat usia dewasa,
komplikasi vaskuler jangka panjang, baik
pertengahan 30 – 40 tahun, meski risiko
mikroangiopati maupun makroangiopati.
munculnya penyakit itu sudah ada sejak usia remaja.
Penyakit Diabetes Mellitus adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan
Penyakit-penyakit
gaya
peningkatan kadar gula dalam darah sebagai
hidup dampaknya sangat bermakna bagi
akibat adanya gangguan sistem metabolisme
kehidupan
keluarganya.
dalam tubuh, dimana organ pankreas tidak
Beberapa penyakit berakibat fatal seperti
mampu memproduksi insulin sesuai kebutuhan
penyakit jantung dan stroke. Beberapa penyakit
tubuh. Diabetes Mellitus adalah penyakit
seperti penyakit ginjal, kanker dan Diabetes
dimana penderitanya mengalami gangguan
Mellitus
dalam mengubah makanan menjadi energi.
seseorang
berdampak
dan
terkait
menimbulkan
527
Setelah makan, makanan diubah menjadi gula
progresif.
yang juga sering disebut sebagai glukosa.
berkembang
Glukosa akan diserap oleh usus dan diedarkan
koma. Ketika diagnosis ditegakkan, pasien
ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah. Pada
biasanya memiliki berat badan yang rendah,
orang yang mengalami diabetes, kadar gula di
hasil tes deteksi antibodi islet hanya bernilai
dalam darahnya meningkat bahkan melebihi
sekitar 50 – 80% dan kadar gula darah puasa
batas normal oleh orang sehat lainnya.
>140 mg/dL.
Jika
tidak
menjadi
diawasi
dapat
ketoasidosis
dan
b. Diabetes Mellitus tipe 2 (Non-Insulin Adapun jenis dari DM yaitu:
Dependent Diabetes Mellitus / NIDDM /
a. Diabetes mellitus tipe 1 (Insulin Dependent
tidak tergantung insulin). Diabetes ini terjadi
Diabetes Mellitus / IDDM / tergantung
karena kombinasi dari kecatatan dalam
insulin)
produksi insulin dan resistensi terhadap DM tipe 1 juga disebut sebagai
insulin
atau
berkurangnya
sensitivitas
diabetes anak-anak. Ciri-cirinya adalah
terhadap insulin yang melibatkan reseptor
hilangnya
insulin di membran sel.
sel
beta
penghasil
insulin
sehingga terjadi kekurangan insulin pada
Tahap awal abnormalitas yang paling
tubuh. Ini dapat dialami anak-anak maupun
utama adalah berkurangnya sensitifitas
dewasa.
dicegah,
terhadap insulin, yang ditandai dengan
memiliki
meningkatnya kadar insulin dalam darah.
kesehatan dan berat badan yang baik saat
Pada tahap ini, hiperglikemia dapat diatasi
penyakit ini mulai diderita. Selain itu,
dengan berbagai cara dan obat anti diabetes
sensitivitas maupun respon tubuh terhadap
sehingga meningkatkan sensitifitas terhadap
insulin
insulin atau mengurangi produksi glukosa.
Diabetes
kebanyakan
ini
sulit
penderitanya
umumnya
normal.
Penyebab
terbanyak dari tipe ini adalah kesalahan
Gejala
muncul
perlahan-lahan
dan
reaksi autoimunitas yang menghancurkan
biasanya ringan (kadang-kadang bahkan
sel β pankreas.
belum
Gejala biasanya muncul secara
menampakkan
bertahun-tahun).
mendadak, berat dan perjalanannya sangat
gejala
selama
Progresivitasnya gejala
berjalan lambat. Koma hiperosmolar dapat 528
terjadi pada kasus-kasus berat. Namun,
GDM terjadi sekitar 2 – 5% dari
ketoasidosis jarang sekali muncul kecuali
semua kehamilan. GDM bisa menyebabkan
kasus yang disertai stres atau infeksi. Kadar
permasalahan dengan kehamilan termasuk
insulin menurun (tetapi tidak sampai nol)
macrosomia, janin mengalami kecacatan
atau bahkan tinggi atau mungkin juga insulin
dan menderita penyakit jantung sejak lahir.
bekerja tidak efektif. Pengendaliannya tidak hanya berupa diet dan olah raga atau
Diabetes jenis ini biasanya muncul
pemberian obat hipoglisemik (antidiabetik
pada kehamilan trimester kedua dan ketiga.
oral/ADO), namun jika glukosa darah tetap
Kategori
tinggi dapat diberikan insulin.
terdiagnosis ketika hamil (sebelumnya tidak
c. DM tipe 3
ini
diketahui).
mencakup
Wanita
yang
DM
yang
sebelumnya
Diabetes jenis ini dulu sering
diketahui telah mengidap DM, kemudian
disebut diabetes sekunder atau DM tipe lain.
hamil, tidak termasuk ke dalam kategori ini.
Etiologi DM jenis ini adalah:
e. Diabetes Mellitus terkait malnutri-
1) Penyakit pada pankreas yang merusak sel
si (DMMal)
β seperti hemokromatosis, fibrosis kistik.
Kategori ini diusulkan oleh WHO
2)Sindrom hormonal yang mengganggu
karena kasusnya banyak sekali ditemukan di
sekresi dan atau menghambat kerja
negara-negara
insulin
terutama di wilayah tropis. Diabetes jenis ini
seperti
akromegali,
sedang
berkembang,
feokromositoma dan cushing sindrom.
biasanya menampakkan gejala pada usia
3) Obat-obat yang mengganggu sekresi
muda, antara 10 – 40 tahun (lazimnya di
insulin
(fenitoin,
dilantin)
atau
bawah
30
tahun).
Sebagian
pasien
menghambat kerja insulin (estrogen dan
mengalami nyeri perut yang menjalar ke
glukokortikoid).
daerah punggung (pola jalaran nyeri ini
4) Kondisi tertentu yang jarang terjadi
mirip
seperti kelainan pada reseptor insulin.
dengan
pankreatitis)
5) Sindrom genetik. d. Gestasional diabetes mellitus 529
pola
jalaran
akibat
Jumlah penderita Diabetes Mellitus
Ketika kadar gula darah sangat
di dunia dari tahun ke tahun mengalami
tinggi, maka pasien akan buang air kecil terus
peningkatan, hal ini berkaitan dengan jumlah
menerus, haus dan merasa tidak sehat. Namun
populasi yang meningkat, life expectancy
pasien yang memiliki gejala ini tidaklah
bertambah, urbanisasi yang merubah pola hidup
banyak. Ini sebabnya Diabetes Mellitus sering
tradisional ke pola hidup modern, prevalensi
disebut sebagai “silent killer”.
obesitas meningkat dan kegiatan fisik kurang.
Diabetes mellitus (DM) yang tidak
Diabetes Mellitus perlu diamati kerena sifat
terkontrol akan menyebabkan kelainan pada
penyakit
jumlah
berbagai organ tubuh seperti pembuluh darah
penderita semakin meningkat dan banyak
(aterosklerotik), mata (diabetik retinophaty),
dampak negatif yang ditimbulkan.
ginjal (diebetik nephropathy), saraf (diabetik
yang
Survei
kronik
progresif,
yang
oleh
neuropathy), kerusakan pada sistem saraf
organisasi kesehatan dunia atau World Health
otonom, hilangnya rasa pada kulit dan luka
Organization
yang sulit sembuh dan terjadinya gangguan
(WHO)
dilakukan
menyatakan
bahwa
jumlah penderita Diabetes Mellitus di Indonesia
leukosit sehingga mudah terinfeksi.
pada tahun 2000 berjumlah 8,4 juta orang,
Gejala yang paling sering diderita
jumlah tersebut menempati urutan ke-4 terbesar
oleh seorang penderita diabetes (diabetesi)
di dunia, sedangkan urutan pertama adalah
adalah:
India (31,4 juta), China (20,8) dan Amerika
a. Polydipsia atau banyak minum.
Serikat (17,7 juta). Diperkirakan jumlah
Penderita
penderita Diabetes Mellitus di Indonesia akan meningkat pada tahun 2030 yaitu 21,3 juta jiwa.
diabetes
akan
sering
merasa haus. b. Polyuria atau banyak buang air kecil.
Jumlah penderita Diabetes Mellitus tahun 2000
Frekuensi buang air kecil akan
di dunia termasuk Indonesia tercatat 175,4 juta
meningkat dari sebelumnya dan membuat
orang dan diperkirakan tahun 2010 menjadi
para penderita diabetes menjadi tidak
279,3 juta orang. Tahun 2020 menjadi 300 juta
nyaman. Ciri khas dari penyakit ini adalah
orang dan tahun 2030 menjadi 366 juta orang.
penderita
diabetes
lebih
banyak
mengeluarkan urine pada malam hari. 530
c. Polyphagia atau banyak makan.
kesadaran hingga mengalami koma (coma
Nafsu makan pasien meningkat
diabetikum).
seiring dengan kondisi sel dalam tubuh yang kekurangan pasokan gula.
Langkah awal yang harus dilakukan pada pengelolaan DM berupa upaya perubahan
d. Penurunan berat badan secara drastis.
pola hidup atau upaya non farmakologik, seperti
Kebanyakan dari penderita diabetes
mengatur makanan dan latihan jasmani atau
akan mengalami penurunan berat badan dan
berolahraga. Jika dengan upaya seperti ini gula
sering kali tidak disadari. Untuk itu,
darah penderita belum juga menurun, barulah
sebaiknya
diupayakan dengan pemberian obat-obatan
memang
melakukan
penimbangan berat badan secara rutin. Selain gejala tersebut, orang yang mengalami
diabetes
juga
biasanya
mengeluhkan: 1) Lemah, mudah lelah.
tertentu. Berkaitan dengan penggunaan obatobatan,
sebagian
penderita
DM
beralih
menggunakan cara herbal. Salah satu tanaman herbal
yang
dapat
digunakan
untuk
menurunkan kadar glukosa darah adalah pare.
2) Gatal. 3) Kesemutan atau mati rasa, perasaan tebaltebal pada tangan, kaki dan bagian tubuh
BAHAN
DAN
METODE
PENELITIAN
lain. 4) Luka yang lama sembuhnya. 5) Mudah mengalami infeksi terutama pada kulit.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian
eksperimental
semu
(quasy
experiment), yaitu penelitian yang menguji
6) Mata kabur
coba suatu intervensi pada sekelompok subjek
7) Disfungsi ereksi pada pria.
dengan atau tanpa kelompok pembanding
8) Prurita vulvae atau gatal pada alat kelamin
namun tidak dilakukan randomisasi untuk
wanita. Kondisi gula darah yang sangat
memasukkan subjek ke dalam kelompok perlakuan atau kontrol.
tinggi juga dapat menyebabkan gangguan
Jenis design yang digunakan dalam penelitian ini adalah pre and post test without 531
control (kontrol diri sendiri), yaitu peneliti
pare yang sudah dicuci bersih, ambil 200 gram,
hanya
satu
belah menjadi empat bagian lalu iris tipis-tipis
kelompok tanpa pembanding. Model rancangan
± 1 cm. Rebus dengan menggunakan air
ini adalah dengan melakukan dua kali observasi
matang, dari tiga gelas air sampai menjadi satu
yaitu
gelas (1 gelas ± 200 cc) . Panaskan dengan api
melakukan
sebelum
intervensi
eksperimen
pada
dan
sesudah
eksperimen.
kecil selama 15 sampai 30 menit. Biarkan
Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 10 orang yang dilakukan pre test,
dingin kemudian disaring. Hasil saringan diminum setiap hari.
perlakuan dan post test. Responden berada di wilayah
Puskesmas
Tanjungpinang
Sebaiknya kompor yang digunakan
yang
adalah kompor minyak tanah, atau bisa dengan
menderita diabetes mellitus (DM) tipe 2 dengan
menggunakan kompor gas tetapi besarnya api
usia 25 – 80 tahun, penderita dengan kadar gula
harus tetap terjaga (kecil) sehingga lamanya
darah >200 mg/dL, penderita yang bersedia
waktu merebus (15 - 30 menit) dan hasil akhir
menghentikan obat diabetik oral (ODO),
air rebusan adalah sesuai ketentuan (± 200 cc).
maupun obat diabetik injeksi, penderita DM
Selama
tipe 2 yang mampu memahami pertanyaan dan
keadaan tertutup.
proses
perebusan,
wadah
dalam
bersedia mengikuti prosedur terapi, penderita
Bagian dari pare yang berkhasiat untuk
DM tipe 2 yang bersedia mematuhi diet DM,
menurunkan kadar gula darah adalah buah serta
penderita DM tipe 2 yang hanya bersedia
bijinya, sehingga buah dan biji direbus secara
melakukan aktifitas fisik ringan (activity daily
bersamaan.
living/ADL),
responden
bersedia
untuk
Jalannya penelitian
ini
berupa
dijadikan subjek penelitian, serta responden
pengumpulan data kadar gula darah pada
tidak mempunyai gangguan baik fisik maupun
penderita DM tipe 2 sebelum dan sesudah
mental sehingga bisa untuk diwawancarai dan
dilakukan terapi air rebusan buah pare. Setiap
dilakukan pengambilan sampel darah.
responden dilakukan pemeriksaan kadar gula
Alat yang dibutuhkan adalah air
darah 2 kali sehari dengan interval waktu pre
buah
cara
dan post yaitu 6 jam, dan dilakukan selama 3
pengelolaannya yaitu sebagai berikut: buah
hari berturut-turut. Adapun kadar gula darah
rebusan
pare.
Adapun
532
yang diberikan air rebusan buah pare adalah
Kadar
Kadar
responden yang mengalami hiperglikemia
Gula
Gula
(>200 mg/dl).
Darah
Kategori
Darah
Kategori
Uji kemaknaan yang digunakan
Pre Test
Pre Test
adalah uji wilcoxon test karena skala yang
(mg/dL)
(mg/dL)
digunakan adalah nominal-ordinal (kategorik),
455
Hiper
309
Hiper
uji yang digunakan adalah non parametrik yang
377
Hiper
351
Hiper
membedakan 2 mean yang berpasangan (pre
216
Hiper
220
Hiper
dan post test) yang menghasilkan ρ, dengan α=
316
Hiper
181
Normal
0,05. Selain itu juga disebabkan oleh jumlah
230
Hiper
138
Normal
sampel yang kecil (10 sampel) sehingga
271
Hiper
254
Hiper
distribusi data tidak normal.
266
Hiper
312
Hiper
350
Hiper
198
Normal
380
Hiper
267
Hiper
201
Hiper
159
Normal
HASIL
Sebelum penelitian, responden telah
Keterangan: Hiper = Hiperglikemia
menyetujui inform consent. Responden yang
PEMBAHASAN
dipilih telah sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Penelitian ini dilakukan di rumah
Berdasarkan
hasil
pengukuran
responden masing-masing. Hasil pengukuran
kadar gula darah sebelum diberikan air rebusan
kadar gula darah pada responden dapat dilihat
buah pare dapat disimpulkan bahwa secara
pada Tabel 1.
keseluruhan
responden
mengalami
hiperglikemia (>200 mg/dl). Hiperglikemia Tabel 1. Perbandingan Kadar Gula Darah Pre dan Post Test pada Penderita DM Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjungpinang Tahun 2013
merupakan kadar gula darah yang melebihi dari normal. Kadar gula darah sewaktu yang berada dalam rentang normal adalah antara 100 – 199 mg/dl
533
Kadar gula darah responden (10 orang)
yang
pada
awalnya
a. Tujuan jangka pendek yaitu menghilangkan
tinggi
gejala / keluhan dan mempertahankan rasa
(hipeglikemia), setelah diberikan air rebusan
nyaman
buah pare sebagian besar (80% / 8 orang)
pengendalian darah.
dan
tercapainya
target
mengalami penurunan, sedangkan 20% atau 2
b. Tujuan jangka panjang yaitu mencegah
orang mengalami kenaikan dari kadar gula
komplikasi, mikroangiopati dengan tujuan
darah sebelum diberikan air rebusan buah pare.
menurunkan mortalitas dan morbiditas.
Dari 8 responden yang mengalami penurunan, 4
Prinsip pengelolaan Diabetes Mellitus
(empat) responden dengan kadar gula darah
meliputi:
normal, sedangkan 4 (empat) responden masih
1. Penyuluhan kesehatan.
hiperglikemia.
Tujuan
Walaupun
telah
diberikan
air
meningkatkan
penyuluhan
yaitu
pengetahuan
diabetesi
rebusan buah pare, 2 responden (20%)
tentang
mengalami peningkatan kadar gula darah antara
dengan tujuan dapat merawat
pre dan post test. Peningkatan kadar gula darah
sehingga mampu mempertahankan hidup
bukanlah disebabkan oleh air rebusan buah
dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
pare, tapi bisa disebabkan oleh pengaturan diet
Penyuluhan ini meliputi:
pasien yang tidak sesuai dengan pengelolaan
a. Pencegahan primer
Diabetes Mellitus.
penyuluhan
kesehatan,
atau
perencanaan
farmakologis.
4
pengelolaannya
untuk
sendiri
kelompok
resiko tinggi yakni mereka yang belum pernah menderita, tetapi berpotensi untuk
makan (diet), latihan fisik (olah raga), dan pengobatan
dan
Ditujukan
Pengelolaan DM terdiri dari 4 pilar yaitu
penyakit
menderita DM.
pilar
b. Pencegahan sekunder
pengelolaan DM ini merupakan satu kesatuan,
Ditujukan
pada
diabetesi
antara pilar yang satu dengan pilar yang lain
terutama pasien yang baru. Materi yang
tidak dapat dipisahkan.
dijelaskan meliputi pengertian Diabetes
Tujuan
pengelolaan
Diabetes
Mellitus adalah: 534
Mellitus,
gejala,
Diabetes
Mellitus,
penatalaksanaan mengenal
dan
mencegah komplikasi akut dan kronik,
(≤3000mg atau 6-7 g perhari) dan serat
perawatan dan pemeliharaan kaki dan
(±25g perhari).
lain-lain.
3. Latihan fisik (olah raga)
c. Pencegahan tersier
Tujuan olah raga adalah untuk
Ditujukan pada diabetesi lanjut
meningkatkan kepekaan insulin, mencegah
dan materi yang diberikan meliputi: cara
kegemukan, memperbaiki aliran darah,
perawatan dan pencegahan komplikasi
merangsang pembentukan glikogen baru dan
dan upaya untuk rehabilitasi.
mencegah komplikasi lebih lanjut.
2. Diet diabetes mellitus
4. Pengobatan (farmakologis)
(perencanaan makan)
Jika penderita diabetes (diabetesi)
Tujuan diet pada diabetes mellitus
telah menerapkan pengaturan makanan dan
adalah mempertahankan atau mencapai
kegiatan jasmani yang teratur namun
berat badan ideal, mempertahankan kadar
pengendalian kadar gula darah belum
glukosa darah mendekati normal, mencegah
tercapai maka dipertimbangkan pemberian
komplikasi
obat meliputi obat hipoglikemi oral (OHO)
akut
dam
kronis
serta
meningkatkan kualitas hidup.
dan insulin.
Penderita diabetes mellitus di dalam
melaksanakan
diet
harus
memperhatikan (3 J) yaitu:
Berkaitan
dengan
penggunaan
obat-obatan, sebagian penderita DM beralih
a. Jumlah kalori yang dibutuhkan.
menggunakan cara Salah satu tanaman herbal
b.Jadwal makan yang harus diikuti.
yang dapat digunakan untuk menurunkan kadar
c.Jenis makanan yang harus diperhatikan.
glukosa darah adalah pare. Pare (momordica
Komposisi
yang
charantia L) mengandung flavonoid, glikosida
dengan
cucurbitacin, charantin dan momordin (Sari,
yang
2012: 100). Flavonoid, berfungsi meningkatkan
mengandung karbohidrat (45-60%), protein
metabolisme dan imunitas tubuh, membantu
(10-15%),
mengobati komplikasi diabetes, menurunkan
dianjurkan komposisi
adalah
makanan makanan
seimbang
lemak
yaitu
(20-25%),
garam
kadar gula darah dan kadar lipid dalam darah. 535
Glikosida cucurbitacin dapat menurunkan gula
Dahlan,
M.S,
(2009):
Statistik
untuk
darah. Charantin dan momordicin yang dapat
Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta,
meningkatkan
Salemba Medika
sekresi
insulin
dan
meningkatkan sensitifitas insulin.
Dharma, K.K, (2011): Metodologi Penelitian Keperawatan: Pedoman Melaksanakan
PENUTUP
dan Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa kadar gula darah responden yang minum
Penelitian.
Dinas Kesehatan Kota Tanjungpinang, Profil 2012 Dinas Kesehatan Propinsi Kepulauan Riau,
data, dari 10 responden menunjukkan bahwa hasil uji Wilcoxon dapat dilihat nilai ρ diperoleh
Hasil
Jakarta, Trans Info Media
air rebusan buah pare terjadi penurunan. Hasil perhitungan yang diperoleh dari pengolahan
Menerapkan
Profil 2012 Gibney, M.J, dkk, (2009): Gizi Kesehatan
adalah 0,028.
Masyarakat. Jakarta, EGC Hananta, I.P.Y, (2011): Deteksi Dini dan Pencegahan
DAFTAR PUSTAKA
Diabetes
Melitus.
Yogyakarta, MedPress Andrianto, T.T, (2011): Ampuhnya Terapi Herbal Berantas
Hasdianah,
Berbagai Penyakit
Diabetes
dengan Solusi Herbal. Yogyakarta, Nuha
Arisman, (2013): Obesitas, Diabetes Mellitus & Konsep,
Mengenal
Mellitus pada Orang Tua dan Anak-Anak
Berat. Yogyakarta, Najah
Dislipidemia:
(2012):
Teori,
dan
Medika Khomsan, A, (2009): Rahasia Sehat dengan
Penanganan Aplikatif. Jakarta, EGC Badan Perencanaan Pembangunan Daerah &
Makanan Berkhasiat. Jakarta, Kompas Kurniali,
P.C,
(2013):
Hidup
Bersama
Penanaman Modal Kota Tanjungpinang,
Diabetes:
Badan
Kota
Kecerdasan Ragawi untuk Mengontrol
Tanjungpinang, (2011): Tanjungpinang
Diabetes dan Komplikasinya. Jakarta,
Dalam Angka 2011. Tanjungpinang
Gramedia
Pusat
Statistik
536
Mengaktifkan
Kekuatan
Londong, D, (2011): Dasar Penentuan Jumlah Sampel. http://dedylondong.blogspot.co
1
. H. Harpen Suryadi : Mahasiswa STIKes Hang Tuah
m.
Tanjungpinang
Prodi
S1
Keperawatan.
Diakses: 7 November 2013 Mansjoer, A, dkk, (1999): Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta, Media Aesculapius
2
. Lidia Wati, S.Kep., Ns : Ketua Prodi S1 Keperawatan
Moore, M.C, (2012): Buku Pedoman Terapi
STIKes
Hang
Tuah
Tanjungpinang.
Diet dan Nutrisi. Jakarta, Hipokrates Notoatmodjo, S, (2012): Metodologi Penelitian 3
. Safra Ria Kurniati, S.Kep.Ns : Dosen STIKes
Kesehatan. Jakarta, Rineka Cipta
Hang Tuah Tanjungpinang.
Ode, S.L, (2012): Konsep Dasar Keperawatan. Yogyakarta, Nuha Medika Priyatno, D, (2011): Buku Saku Analisis Statistik Data dengan SPSS. Jakarta, MediaKom Rizki, F, (2013): The Miracle of Vegetable. Jakarta, AgroMedia Pustaka Sari,
R.N,
(2012):
Dilengkapi
Diabetes
dengan
Mellitus:
Senam
DM.
Yogyakarta, Nuha Medika Sunarjono, H, (2013): Bertanam 36 Jenis Sayur. Jakarta, Penebar Swadaya Sunaryati, S.S, (2011): 14 Penyakit Paling Sering
Menyerang
dan
Sangat
Mematikan. Yogyakarta, FlashBooks
537
PENGARUH JUS APEL MANALAGI TERHADAP PENURUNAN KOLESTEROL LDL (LOW DENSITY LIPOPROTEIN) DI RT XI RW IV KELURAHAN SEI JANG TANJUNGPINANG TAHUN 2013 Jamilah1, Nur Meity 2, Zakiah Rahman 3
ABSTRAK Kolesterol merupakan molekul sejenis lemak dalam aliran darah, jika berlebih akan mengakibatkan hiperkolesterol yang dapat membahayakan kondisi tubuh seseorang dan menimbulkan gangguan pada tubuh manusia. Intervensi yang sering diberikan untuk mengatasi masalah tersebut dapat berupa pengobatan non farmakologis, salah satunya dengan menggunakan buah apel. Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu dengan rancangan non equivalent control group. Jumlah populasi sebanyak 20 orang dan sampel dipilih 10 orang menggunakan purposive sampling dengan kolesterol 130-190 mg/dL. Analisis data menggunakan uji wilcoxon dengan taraf signifikansi 0,05. Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai z hitung sebesar -2.000 dengan signifikansi 0,043 < 0,05. Data ini menunjukkan bahwa ada pengaruh jus apel manalgi terhadap penurunan kolesterol. Pemberian jus apel secara terus menerus dapat menurunkan kolesterol tinggi. Maka disarankan agar penggunaan jus apel dapat lebih dikenalkan lagi kepada penderita kolesterol tinggi di RT XI RW IV Kelurahan Sei Jang Tanjungpinang. Kata Kunci : Jus Apel, Penurunan Kolesterol, Kolesterol
ABSTRACT Cholesterol is a type of fat molecules in the blood stream, if excess will result in hypercholesterolemia that can harm a person's body and cause disturbances in the human body. Interventions which often given to solve the problem may be non-pharmacological treatment, one using apples This research was a quasi experimental design with non-equivalent control group. Total population of 20 people and 10 samples selected using purposive sampling with cholesterol 130-190 mg / dL. Data analysis using the Wilcoxon test with a significance level of 0.05. Based on the analysis results obtained z value count at -2000 with significance 0.043 <0.05. These data indicate that there was an influence of Manalgi apple juice to decrease cholesterol. Giving continuously apple juice could lower high cholesterol. It was recommended to use apple juice can be introduced again to the high cholesterol patients in the RT XI RW Sei Jang Tanjungpinang Key words : Apple Juice, Cholesterol Decrease, Cholesterol
538
Penelitian
PENDAHULUAN Kolesterol merupakan molekul sejenis
yang
dilakukan
oleh
“Multinational Monitoring of Trends and
lemak (lipid) dalam aliran darah, lemak ini
Determinants
apabila
mengakibatkan
(MONICA) di Indonesia, pada tahun 1988 dan
hiperkolesterol yang dapat membahayakan
1993 didapatkan kadar rata-rata kolesterol total
kondisi seseorang dan menimbulkan gangguan
pada wanita adalah 206.6 mg/dL dan laki-laki
pada tubuh manusia. Komplikasi yang serius
199,8 mg/dL. Pada tahun 1993 kadar rata-rata
dari hiperkolesterol adalah arterosklerosis,
kolesterol total telah meningkat menjadi 213,0
penyakit jantung koroner, dan stroke
mg/dL pada wanita dan 204,8 mg/dL pada laki-
berlebih
akan
yang
In
Cardiovascular
Disease”
banyak terjadi pada usia lanjut. Bentuk
laki. Maka, pada MONICA
intervensi yang diberikan untuk mengatasi
hiperkolesterolemia pada 13.4 % wanita dan
masalah tersebut dapat berupa pengobatan non
11,4 % laki-laki. Pada MONICA II pada tahun
farmakologis,
2004, hiperkolesterolemia didapati pada 16,2 %
salah
satunya
dengan
menggunakan buah apel (Brena, 2011).
wanita
Hal ini telah dibuktikan dalam peneliti
dan
14
hiperkolesterolemia
%
I didapati
laki-laki.
Prevalensi
masyarakat
perdesaan,
Hasil dari data yang di dapat dari Puskesmas
mencapai 200-248 mg/dL atas mencapai 10,9%
Pancur Kelurahan Tanjungpinang Barat jumlah
dari total populasi pada tahun 2004. Penderita
pengunjung dalam pemeriksaan kolesterol
generasi muda, yakni usia 25-34 tahun,
tahun 2012 sebanyak 634 orang dan di
mencapai 9,3%. Pada perempuan menjadi
Puskesmas Sei Jang Kelurahan Tanjungpinang
kelompok paling banyak menderita masalah ini,
Barat jumlah pengunjung dalam pemeriksaan
yakni 14,5%, atau hampir dua kali lipat
kolesterol tahun 2012 sebanyak 764 orang.
kelompok Penelitian dari data Riset Kesehatan
Berdasarkan hasil riset Pusat Medis
Dasar (2007), prevalensi penyakit stroke di
Davis Universitas California, mendapatkan
Indonesia sebesar 0.8%. Sementara menurut
antioksidan dalam jus apel mampu menurunkan
Survei Kesehatan Rumah Tangga Nasional
kadar
(SKRTN), dalam 10 tahun terakhir angka
kolesterol
jahat
Low
Lipoprotein/LDL (Suwarto, 2010).
Density
kematian di Indonesia akibat Penyakit Jantung Koroner 539
(PJK)
cenderung
mengalami
peningkatan. Penyakit stroke maupun penyakit
sebanyak 10 orang, 5 kelompok eksperimen dan
jantung koroner dapat disebabkan oleh kadar
5 kelompok kontrol. Penelitian dilakukan pada
kolesterol yang tinggi di dalam tubuh (Bahri,
tanggal 17 Juni 2013 sampai tanggal 30 Juni
2004).
2013 di RT IX RW IV Kelurahan Sei Jang Penelitian dari data Riset Kesehatan
Tanjungpinang.
Dasar (2007), prevalensi penyakit stroke di
Variabel bebas (independent variables)
Indonesia sebesar 0.8%. Sementara menurut
dalam dalam penelitian ini yaitu pengaruh jus
Survei Kesehatan Rumah Tangga Nasional
apel
(SKRTN), dalam 10 tahun terakhir angka
variables) adalah penurunan kolesterol.
kematian di Indonesia akibat Penyakit Jantung Koroner
(PJK)
cenderung
dan variabel terikatnya (dependent
Data yang diperoleh dianalisis dengan
mengalami
uji statistik wilcoxon test pada kelompok
peningkatan. Penyakit stroke maupun penyakit
eksperimen adalah dengan nilai kemaknaan p
jantung koroner dapat disebabkan oleh kadar
value 0,043 dan kelompok kontrol adalah
kolesterol yang tinggi di dalam tubuh (Bahri,
dengan nilai kemaknaan ρ value 0,500.
2004). BAHAN DAN METODE PENELITIAN
HASIL
Desain penelitian eksperimen semu (quasi
eksperimen)
dengan
menggunakan
A. Kelompok
keompok
eksperimen
pada
(post test)
dan
Tabel 5.1 Distribusi Kadar Kolesterol Kelompok
kelompok kontrol tidak dilakukan secara random atau acak (Notoatmodjo, 2010).
Eksperimen
pemeriksaan awal (pre test) dan akhir
dalam rancangan ini, pengelompokan anggota pada
DAN
PEMBAHASAN
rancangan non equivalent control group yaitu
sampel
PENELITIAN
Eksperimen Pada Pemeriksaan Awal (Pre Test) Di RT XI RW IV Kelurahan Sei Jang
Populasi yang digunakan adalah 20
Tanjungpinang Tahun 2013
orang dengan kolesterol tinggi di RT XI RW IV Kelurahan Sei Jang Tanjungpinang. sampel 540
Kolesterol
Frekuensi
Distribusi Kadar Kolesterol Kelompok
Persentasi (%)
Normal
3
30%
Tinggi
2
20%
Jumlah
5
50%
Kontrol pada Pemeriksaan Awal (Pre Test) dan Pemeriksaan Akhir (Post Test) Di RT XI RW IV Kelurahan Sei Jang Tanjungpinang Tahun 2013
Kolesterol
Pre Test
Post Test
F
F
%
Penjelasan dari tabel 5.1 menunjukkan %
bahwa sebagian besar responden kelompok eksperimen pada pemeriksaan awal (pre test) adalah menderita kolesterol normal.
Normal
2
20
3
30
Tinggi
3
30
2
20
5
50
5
50
Jumlah Tabel 5.2
Penjelasan
Analisis Kolesterol Post Test Terapi Jus
tabel 5.3 dapat diketahui
Apel Manalagi (60%) Pada Penderita Kolesterol
perbedaan kelompok kontrpl pada pemeriksaan
Kelompok Eksperimen Di RT XI RW IV
awal (pre test) dan pemeriksaan akhir (pos test).
Kelurahan Sei Jang Tanjungpinang Tahun 2013
Pada
pemeriksaan
responden Persentasi Kolesterol
awal
menderita
sebagian
kolesterol
besar tinggi,
sedangkan pada pemeriksaan akhir responden
Post Test (%)
menderita kolesterol normal.
Normal
5
50%
TinggI
0
0%
Hasil analisis kemaknaan pengaruh jus
Jumlah
5
50%
apel manalagi terhadap penurunan kolesterol di
Penjelasan tabel 5.2 menunjukkan
RT XI RW IV Kelurahan Sei Jang terhadap
bahwa pada pemeriksaan akhir (post test) pada
responden kelompok eksperimen (responden
kelompok
yang diberikan terapi jus apel manalagi) yang
eksperimen
adalah
kolesterol
didapat nilai ρ < 0,05 yaitu = 0,043,
normal.
membuktikan adanya perbedaan kolesterol Tabel 5.3
541
yang signifikan pada pemeriksaan awal (pre
KESIMPULAN
test) dan akhir (pos test).
Pemberian terapi jus apel manalagi
Hasil analisis kemaknaan pengaruh jus
pada penderita kolesterol tinggi menunjukkan
apel manalagi terhadap penurunan kolesterol di
adanya pengaruh terhadap penurunan kolesterol
RT XI RW IV Kelurahan Sei Jang pada
yaitu dapat dilihat dalam analisa uji kemaknaan
responden kontrol (responden yang tidak
yang menunjukkan adanya pengaruh jus apel
diberikan terapi jus apel manalagi) yang didapat
manalagi
nilai ρ > 0,05 yaitu = 0,500 yang membuktikan
Kolesterol pada responden yaitu normal dan
bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan
tinggi mengalami penurunan. Hal ini dibuktikan
pada pemeriksaan awal (pre test) dan akhir
dari hasil pengukuran kolesterol responden
(post test).
eksperimen yang diberikan terapi jus apel
terhadap
penurunan
kolesterol.
Hasil yang didapat di simpulkan bahwa
manalagi dan responden kontrol yang tidak
adanya perbedaan kolesterol yang signifikan
diberikan terapi jus apel manalagi. Pengukuran
terhadap
dilakukan sebelum dan sesudah terapi, dimana
kelompok
eksperimen
pada
pemeriksaan awal (pre test) dan pemeriksaan
hasilnya didapat sebagai berikut :
akhir (post test), dan tidak ada perbedaan
1.
Jus apel manalagi tidak memberikan
kolesterol yang signifikan terhadap kelompok
pengaruh pada kelompok eksperimen dan
kontrol pada pemeriksaan awal (pre test) dan
kontrol saat pemeriksaan awal (pre test).
pemeriksaan akhir (post test), yang telah
2.
Jus apel manalagi memberikan pengaruh
dibuktikan dengan menggunakan uji statistik
pada kelompok eksperimen pada penderita
wilcoxon test dimana didapat nilai ρ pada
kolesterol saad pemeriksaan akhir (post
kelompok eksperimen lebih kecil (<) dari 0,05
test).
dan nilai ρ pada kelompok kontrol lebih besar
3.
Jus apel manalagi tidak memberi pengaruh
(>) dari 0,05, maka dengan demikian Ho ditolak
pada penderita kolesterol (post test)
yang artinya adanya pengaruh jus apel manalagi
kelompok kontrol karena kelompok ini
terhadap penurunan kolesterol dan Ho gagal
tidak diberikan perlakuan.
ditolak.
542
4.
Ada pengaruh jus apel manalagi terhadap
2012.
penurunan kolesterol LDL di RT XI RW
diterbitkan STIKES Hang Tuah.
IV Kelurahan Sei Jang Tanjungpinang.
Tanjungpinang:
skripsi
tidak
Mayer, Brena H, dkk, (2011). Ilmu gizi menjadi sangat mudah edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
DAFTAR PUSTAKA
Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Metodologi Amir, Supriyadi. (2012). Ajaibnya terapi herbal penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka tumpas penyakit kolesterol.
Jakarta: Cipta.
Dunia Sehat. Sunaryati, Septi Shinta. (2011). 14 Penyakit AR, MB Rahimsyah (2011). Penyembuhan paling sering menyerang dan sangat alami dengan herbal & pijat refleksi. mematikan. Jogjakarta: FlashBooks. Surabaya: Zavana Raya Suwarto, Agus. (2010). 9 buah & sayur sakti Bangun, A.P. (2003). Terapi jus dan ramuan tangkal penyakit. Yogyakarta: Liberplus. tradisional untuk kolesterol. Jakarta: Wati, L, dkk, (2013). Panduan penyusunan Agromedia metodologi
riset
keperawatan.
, (2005). Menangkal penyakit Tanjungpinang: STIKES Hang Tuah. dengan jus buah dan sayuran. Jakarta: Wirakusumah, Emma S, (2004). Buah dan Agromedia Pustaka. sayur untuk terapi. Jakarta: Penebar Dahlan, Muhammad Sofyan. (2009). Statistik Swadaya untuk kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Yuliwar, R. (2010). Pengaruh pemberian jus Salemba Medika apel manalagi terhadap kadar kolesterol Dharma, Kelana Kusuma (2011). Metodologi total, LDL, HDL tikus putih (rattus nor penelitian keperawatan. Jakarta: Trans vegicus) galur wistar yang mendapat diet
info media.
tinggi
lemak.
Surabaya:
Hidayatullah, ridha. (2012). Pengaruh Jus University Library Surabaya Timun terhadap penurunan hipertensi di wilayah kerja puskesmas Pancur RW 3 RT 1 Kelurahan Kampung Baru tahun 543
Airlangga
1
Mahasiswa S1 Keperawatan Hang Tuah Tanjungpinang.
2
Dosen Program Studi Ilmu Keperawatn STIKES Hang Tuah Tanjungpinang.
3
Dosen Program Studi Ilmu Keperawatn STIKES Hang Tuah Tanjungpinang
544
PENGARUH PEMBERIAN BAWANG PUTIH TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PENDERITA HIPERTENSI DI PUSKESMAS TELUK BINTAN Kristina Harahap1, Lidia wati2, Safra Ria3 ABSTRAK Tekanan darah yang tinggi (hipertensi) sangat membahayakan jiwa, oleh karena itu banyak obat-obatan yang digunakan untuk menyembuhkan hipertensi. Salah satu obatnya dengan menggunakan herbal yaitu bawang putih (Allium sativum Linn). Tujuan Penelitian Untuk menilai efek bawang putih (Allium sativum Linn) dalam menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi di Puskesmas Teluk Bintan. Metode Penelitian bersifat kuasi eksperimental dengan menggunakan rancangan pre and post test without control dengan subjek penelitian sebanyak 15 orang. Hasil penelitian menunjukkan tekanan darah sebelum terapi bawang putih adalah (Hipertensi ringan 26,7% dan Hipertensi Sedang 73,3%), dan tekanan darah sesudah terapi bawang putih adalah (Hipertensi ringan 80% dan Hipertensi Sedang 20%) dengan nilai statistik (p = 0,014). Kesimpulan dari penelitian ini adalah bawang putih (Allium sativum Linn) menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi. Kata Kunci : Bawang Putih (Allium sativum Linn), Hipertensi
ABSTRACT Garlic is also used as a spice in cooking are also used as trqditional medicine.A high blood pressure (hypertension) is very hazardous for human’s body. There are a lot of medicines were created to cure hypertension. One of them is by using herbal plant namely garlic. Objective the research has an ultimate goal to examine the effect of garlic in lowering the normal blood pressure at hypertension in Community Health Center at Teluk Bintan. Method This quasi-experimental applied pre and post test without control with 15 persons as the research subjects. Furthermore, the data that had been examined were the systole and diastole blood pressure. Result of this research shows that before giving garlic is (miid blood pressure 26,7% and blood pressure moderate 73,3%), and blood pressure after giving garlic is (miid blood pressure 80% and blood pressure moderate 20% ) with statistyc p = 0,014. Conclusion of the research, the garlic can decrease the blood pressure for hypertension Keywords : Garlic, Hypertension
545
Penderita hipertensi di Indonesia PENDAHULUAN mencapai 17-21% dari populasi penduduk Hipertensi adalah kondisi medis dan kebanyakan tidak terdeteksi. Badan ketika seseorang mengalami peningkatan Kesehatan Dunia WHO (World Health tekanan darah di atas normal atau kronis Organization) menyatakan 50% penderita (dalam waktu yang lama). Secara umum hipertensi yang terdeteksi hanya 25% yang seseorang dikatakan menderita hipertensi jika mendapat pengobatan dan hanya 12,5% bisa tekanan darah sistolik/diastolik melebihi diobati dengan baik. Tercatat 90% atau lebih 140/90 mmHg atau normalnya 120/80 mmHg penderita
hipertensi
tidak
diketahui
(Sudarmoko, 2010). penyebabnya. Sisanya 10% atau kurang Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah penderita hipertensi yang disebabkan merupakan penyebab meningkatnya risiko penyakit lain seperti ginjal dan beberapa penyakit stroke, jantung, dan ginjal. Pada gangguan
kelenjar
endokrin
tubuh.
abad 20, penyakit jantung dan pembuluh (Muhammadun AS, 2010). darah menjadi penyebab utama kematian di Tiap tahunnya, 7 juta orang di seluruh negara maju dan negara berkembang. dunia meninggal akibat hipertensi. Problem Menurut data Lancet (2008), jumlah kesehatan global terkait hipertensi dirasakan penderita hipertensi di seluruh dunia terus mencemaskan
dan
menyebabkan
biaya
meningkat. India memiliki jumlah penderita kesehatan tinggi. Tahun 2000 saja hampir 1 hipertensi mencapai 60,4 juta orang pada miliar penduduk dunia menderita hipertensi. tahun 2002 dan diperkirakan 107,3 juta orang Jumlah ini diperkirakan akan melonjak pada tahun 2025. Sebanyak 98,5 juta orang di menjadi 1,5 miliar pada 2025 (Depkes Cina mengalami hipertensi dan menjadi 151,7 RI,2010). juta orang pada tahun 2025. Di bagian Asia Hasil survey kesehatan rumah tangga tercatat 38,4 juta penderita hipertensi pada tahun 2007 menunjukkan Prevalensi penyakit tahun 2000 dan diprediksi akan menjadi 67,4 hipertensi di Indonesia cukup tinggi, yaitu juta orang pada tahun 2025. 8,3% per 1.000 anggota rumah tangga. Pada umumnya lebih banyak pria menderita 546
hipertensi dibandingkan dengan perempuan.
yang paling sering dijumpai pada pasien –
Menurut Muhammadun AS (2010) wanita
pasien rawat jalan, yaitu sebanyak 123.269
pada usia 50 tahun mempunyai risiko
kasus, berjajar bersama penyakit menular
hipertensi lebih besar dibandingkan laki-laki
lainnya seperti infeksi saluran pernapasan,
pada usia yang sama, dan wanita pada usia di
diare dan lain - lainnya (Kemenkes RI, 2010).
bawah 50 tahun memiliki risiko lebih kecil
Jumlah ini meningkat drastis, mengingat pada
dibandingkan dengan laki-laki pada usia yang
tahun
sama.
termasuk dalam 10 penyakit yang paling Hasil data badan statistik penyakit di
Indonesia menunjukkan bahwa atas dasar
2007
penyakit
hipertensi
tidak
sering dijumpai pada pasien – pasien rawat jalan.
pengukuran tekanan darah yang dilakukan
Penyakit
hipertensi
merupakan
pada 34.9% penduduk Indonesia terkena
penyakit
hipertensi. Prevalensi terbesar terdapat di
menduduki peringkat pertama terbanyak di
Provinsi Kepulauan Riau sebesar 45.0%, dan
propinsi Kepulauan Riau khususnya di kota
terkecil di Papua (24.7%).
Tanjungpinang dan di kecamatan Teluk
tidak
menular
(PTM)
yang
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
Bintan penyakit yang menduduki tingkat
pada tahun 2007, diketahui hampir 24,5%
nomor satu terbanyak, dari perhitungan 10
penduduk Indonesia usia di atas 10 tahun
penyakit terbanyak yang diderita usila mulai
mengkonsumsi makanan asin setiap hari, satu
dari usia 45 tahun sampai >70 tahun dengan
kali atau lebih (Zein, 2012). Hasil Riset
jumlah 87 pasien didapat dari jumlah
Kesehatan
Dasar
keseluruhan pasien usila yaitu
hipertensi
berada pada peringkat ketiga
dalam satu tahun terakhir ini mulai bulan
penyebab kematian di Indonesia, yaitu
Januari-September 2013. Prevalensi penderita
sebanyak 10,8% (Depkes RI, 2012).
Hipertensi pada tahun 2011 adalah 49%
yang
menunjukkan
203 orang
Fakta ini juga didukung oleh hasil
kasus, di tahun 2012 (249-145) tercatat
survei Direktorat Jenderal Bina Pelayanan
sebanyak 58% kasus, dan terhitung bulan
Medik yang dilaksanakan pada tahun 2009,
September di tahun 2013 tercatat sebanyak
bahwa hipertensi termasuk dalam 10 penyakit
42,8% kasus hipertensi. Selanjutnya diikutii 547
penyakit Gastritis 7,8% kasus, dan Diabetes
mentimun, bunga rosela, buah mengkudu,
Melitus 5,4% kasus (Dinkes Bintan, 2013).
kumis kucing, daun seledri, pegagan, daun
Menurut Yuliarti (2011) penanganan hipertensi
secara
farmakologis
umum
dan
yaitu
secara
selada air, buah alpukat dan lain – lain (Wijayakusuma dan Delimantra, 2008).
nonfarmakologis.
Menurut Dian Rahmawati tahun 2012
Penatalaksanaan secara farmakologi yaitu
dari sejumlah penelitian yang dilakukan para
dengan menggunakan obat–obatan kimiawi,
ahli dan ilmuwan, disepakati bahwa bawang
beberapa jenis obat anti hipertensi yang
putih mengandung senyawa sulfur, allicin,
beredar saat ini yaitu seperti diuretik,
diallyn, dan potasium. Kandungan allicin dan
penghambat adrenergik, antagonis kalsium,
aliin yang terdapat pada bawang putih
penghambat enzim konversi angiostensin.
bermanfaat sebagai daya antikolesterol (yang
Penanganan secara nonfarmakologis meliputi
berfungsi
penurunan berat badan, olahraga secara
koroner, tekanan darah
teratur, diet rendah garam & lemak dan terapi
sebagainya).
komplementer.
Penanganan
mencegah
penyakit
jantung
tinggi, dan lain
secara
Bawang putih bisa dijadikan salah
farmakologi dianggap terlalu mahal oleh
satu solusi yang dapat digunakan untuk
masyarakat
menambah asupan kalium karena adanya
selain
itu
penanganan
farmakologi juga banyak menimbulkan efek
potasium/kalium
samping, efek samping itu bermacam –
bawang
macam tergantung jenis obatnya.
menyeimbangi
Salah
satu
cara
penanganan
putih
yang
terkandung
tersebut kadar
agar
natrium
pada dapat
sehingga
tekanan darah kita terjaga. Bawang putih ini
nonfarmakologis dalam mengatasi hipertensi
mempunyai
adalah
komplementer
401mg per 100gr. Jumlah tersebut termasuk
diantaranya adalah dengan terapi herbal.
tinggi sehingga dapat digunakan sebagai
Beberapa contoh tumbuhan dan bumbu dapur
terapi
herbal yang dipercaya dapat menurunkan
mengontrol tekanan darahnya agar tidak
tekanan darah tinggi yaitu bawang putih
terlalu tinggi.
dengan
terapi
(Allium sativum) antara lain belimbing manis, 548
pada
kandungan
pasien
kalium
hipertensi
sebesar
untuk
Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pemberian Bawang
Kategori
Putih Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada
N = 15 Persentas
NO
e (%)
Penderita Hipertensi di Puskesmas Teluk 1
Usia
Bintan Kecamatan Teluk Bintan Tanjungpinang 45 – 51 Tahun
3
20%
52
12
80%
Perempuan
12
80%
Laki-laki
3
20%
2014” –<60
Tahun METODE PENELITIAN 2
Jenis kelamin
Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimen semu (quasi experiment). Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pre and post test without control. Populasi pada penelitian ini yaitu klien
Berdasarkan table 1 menunjukkan
dengan tekanan darah tinggi di wilayah kerja
bahwa sebagian besar responden berusia 52 –
Puskesmas Teluk Bintan Tanjungpinang tahun
< 60 tahun(80%) danjenis kelamin perempuan
2013 yaitu berjumlah 87 orang dan sampel yang
lebih banyak 12 reponden (80%).
penelitian yang memenuhi kriteria inklusi penelitian (hipertensi, berusia 45 – 60 tahun, tidak minum alkohol, bersedia mengatur pola makan, tidak setres, dan bersedia berpartisipasi
2.
Analisis Univariat
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tipe Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Teluk Bintan Kecamatan Teluk Bintan
dalam penelitian) sebanyak 15 responden.
Berdasarkan tabel 2 diatas mayoritas
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan
responden tergolong dalam hipertensi sedang
observasi
(73,3%).
langsung yang
dilakukan oleh
peneliti.
3. Analisis Bivariat HASIL PENELITIAN
1.
Karakteristk Responden
Tabel 3. Distribusi Tekanan Darah Sebelum dan Sesudah Pemberian Terapi Bawang Putih Pada Penderita Hipertensi Di Wilayah Kerja
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia Penderita Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Teluk Bintan Kecamatan Teluk Bintan Tahun 2013
549
Puskesmas Teluk Bintan Kecamatan Teluk
menggunakan uji Wilcoxonmenunjukkan hasil
Bintan Tahun 2013
𝜌𝜌value0,014. Keputusannya adalah jika nilai 𝜌𝜌
Tekana Sebelu Persent Sesu Persentas Stat n Darah
m
ase (%)
da
e (%)
Tipe
istik
Terapi
Tera
(Val
(n)
pi
ue)
(n)
No
Hipertensi
1
Hipertensi
Jumlah
Persentase (%)
4
26,7%
11
73,3%
15
100
Ringan 4
Hiperte
26,7 %
12
80%
0,01 2
Hipertensi
4*
nsi
Sedang 11
Ringan
73,3%
3
20% Jumlah
Hiperte ≤ 𝛼𝛼 = 0,05, maka keputusannya adalah Ho
nsi
ditolak. Hal ini berarti ada pengaruh antara
Sedang 15
Jumlah
100%
15
100%
pemberian bawang putih terhadap tekanan darah pada pasien hipertensi di wilayah kerja puskesmas Teluk Bintan Kabupaten Teluk
Berdasarkan table 3 diatas dapat kita lihat Bintan tahun 2014. perbedaan
antara
sebelum
dan
sesudah
pemberian bawang putih.Sebelum diberikan PEMBAHASAN bawang putih terdapat 4(26,7%) responden dalam lingkup hipertensi ringan tetapi setalah Analisa Univariat diberikan terapi menjadi 12 (80%) responden, 1. Umur Responden pada hipertensi sedang ada 11 (73,3%) responden sebelum diberikan bawang putihdan
Berdasarkan tabel 1 diatas penulis
setelah diberikan bawang putih menurun mengambil
sampel
berjenis
kelamin
menjadi 3 (20%) responden. perempuan dan laki-laki dengan ruang Hasil yang didapat dari pengolahan lingkup usia>45 - < 60 tahun dan dari hasil data
terhadap
15
responden
dengan pengambilan sampel didapatkan sampel 550
yang berusia 52 – < 60 tahun(80%) lebih
2. Jenis Kelamin
banyak dari pada sampel yang berusia 45 – 51 (20%). Usia dominan responden adalah
Berdasarkan tabel 2 penulis mengambil
berusia 52 - < 60 tahun dengan jumlah
sampel berjenis kelamin perempuan dan
responden mencapai 80% dan 20% pada usia
laki-laki dengan ruang lingkup jenis kelamin
45 – 51 tahun. Dari kategori usia dapat
perempuan lebih banyak 12 reponden (80%)
dilihat bahwa yang mulai atau sudah
dibanding jenis kelamin laki-laki dengan
memasuki periode menopause memiliki
jumlah 3 responden (20%). Banyaknya
risiko
responden
atau
kemungkinan
lebih
besar
dari
kalangan
menderitahipertensi (Hidayatullah, 2012).
perempuanmenimbulkan dugaan pekerjaan
Semakin
juga
rumah yang secara terus menerus dan
mengurangi keelastisan dari pembuluh darah
monoton yang responden lakukan setiap hari
itu sendiri sehingga semakin meningkatkan
menimbulkan kejenuhan dan stress pada
kemungkinan
mereka.
bertambahnya
usia
terkena
penyakit
kerdiovaskuler, termasuk hipertensi. Usia
sangat
peningkatan
berpengaruh
tekanan
meningkatkan
terhadap
darah,
Stress
dan
kejenuhan
tekanan
darah
dapat untuk
sementara waktu karena adanya pelepasan
dengan
hormon
adrenalin
dan
nor-adrenalin
bertambahnya umur maka tekanan darahpun
(hormon
biasanya bertambah. Setelah berumur 45
vasokontriksi.Perempuan
tahun, dinding arteri akan mengalami
mengalami hipertensi ini juga dikarenakan
penebalan oleh karena adanya penumpukan
menurunnya produksi hormon estrogen yang
zat kolagen pada lapisan otot, sehingga
“melindungi” wanita, hormon estrogen ini
berangsur
darah
berperan dalam meningkatkan kadar HDL
mengalami penyempitan dan kaku (Julianti
(High Density Lipoprotein) (Hidayatullah,
dkk,2006).
2012). Efek perlindungan estrogen ini
–
angsur
pembuluh
stress)
yang lebih
bersifat banyak
adalah melindungi pembuluh darah dari proses terbentuknya aterosklorosis sehingga
551
wanita lebih jarang menderita penyakit
Setelah 3 hari berturut – turut melakukan
kardiovaskuler.
terapi
bawang
penurunan 3. Tingkat Terapi
Tekanan Bawang
Darah Putih
putih
tekanan
responden.Setelah
setelah
tampaklah
efek
darah
pada
dilakukan
posttest
didapatkan responden yang paling banyak
Terhadap
terdapat pada hipertensi sedang (80%),
Hipertensi
diikuti Penelitian ini menggunakan alat bantu
oleh
hipertensi
ringan
(20%)
sedangkan hipertensi berat (0%).
yaitu spygnomanometer dan stethoscope, peneliti menggunakan spygnomanometer
Analisa Bivariat
yang berjenis air raksa. Peneliti memerlukan waktu dua hari untuk mendapatkan sampel
Pengaruh Pemberian Terapi Bawang Putih
dan pemberian terapi yang diinginkan yaitu
Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada
dilakukan pada tanggal 15-30 Desember.
Penderita Hipertensi di Puskesmaa Teluk
Pemberian terapi dilakukan selama 3 hari
Bintan Kecamatan Teluk Bintan Tahun 2014
berturut – turut dengan cara bawang putih dibakar kemudian diiris-iris .Terapibawang
Hasil yang diperoleh dari pengolahan data
putih diantar ke rumah responden dan terapi
dengan menggunakan uji Wilcoxon dapat
ini diberikan setiap hari selama 3 hari.
disimpulkan bahwa Ho ditolak dengan nilai
Menurut Dalimartha (2005) bawang putih
signifikan 0,014 (≤ nilai α =0,05), hal ini berarti
mempunyai banyak khasiat. Dalam berbagai
ada pengaruh terapi bawang putih terhadap
uji coba yang dilakukan didapatkan bukti
penurunan tekanan darah pada penderita
ilmiah mengenai manfaat bawang putih
hipertensi
dapat
Kecamatan
berdampak
positif
untuk
di
Puskesmas
Teluk
Bintan
Teluk
Bintan
Tahun
2014.
hepatoprotektor, antitumor, antiinflamasi,
Berdasarkan tabel 5.3dapat disimpulkan bahwa
antivirus, Menyembuhkan tekanan darah
dari 15 responden sebelum diberikan terapi
tinggidan antikolesterol.
bawang
putih
yaitu,
terdapat
4(26,7%)
responden dalam lingkup hipertensi ringan 552
tetapi setelah diberikan terapi menjadi 12 (80%)
Harus diperhatikan pula penyakit degeneratif
responden, pada hipertensi sedang ada 11
lain yang menyertai darah tinggi seperti
(73,3%) responden sebelum diberikan bawang
jantung, ginjal dan diabetes mellitus.
putih dan setelah di berikan bawang putih naik menjadi 3 (20%)
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
responden, dapat dilihat
yang dilakukan oleh Alicajic F (2009) dan
terjadi penurunan tingkat tekanan darah pada
Dharmadi (2012)terhadap 30 pasien hipertensi
hipertensi sedang dan peningkatan tingkat
ringan dansedang untuk menilai efisiensi
hipertensi ringan setelah diberi terapi bawang
bawangputih sebagai tatalaksana hipertensi
putih.
ringandan sedang. 30 pasien, berusia 41–
Terjadinya penurunan tekanan darah pada responden
yang
17
laki-laki
dan
13
hipertensi
perempuanmendapat 3 siung bawang putih tiap
ringandarihipertensi sedang setelah diberikan
hari(sekitar 10 gram), selama 1 bulan. Subyek
terapi bawang putih ini disebabkan karena
tidak diperkenankan mengkonsumsi obat anti
beberapa faktor pendukung, salah satu nya
hipertensi. Ditemukan penurunan tekanan darah
dengan pengaturan gaya hidup dan pola makan.
sistolik rata-rata 9,52%, dan untuk tekanan
Gaya hidup dan pola makan yang sudah diikuti
darah diastolik rata-rata10,42%. Bahwa dengan
oleh responden yang sudah disarankan oleh
bawang putih tidak terjadi penurunan tekanan
peneliti. Hal ini sesuai dengan definisi yang
darah yang signifikan, namun dapat digunakan
diungkapkan
sebagai
oleh
mengalami
64tahun,
Julianti
(2006)
selain
pemberian obat-obatan anti hipertensi perlu
penatalaksanaan
diet
diet
sebagai
Hal
ini
juga
sesuai
dengan
yang
untuk
diungkapkan oleh Ried (2008) yaitu sebuah
membantu menurunkan tekanan darah dan
metaanalisis menyatakan bahwa bawang putih
mempertahankan
menjanjikan untuk terapi pasien hipertensi
tekanan
adalah
dari
strategitatalaksana hipertensi.
terapi dietetik dan merubah gaya hidup. Tujuan dari
bagian
darah
menuju
normal. Disamping itu, diet juga ditujukan
ringan
untuk menurunkan faktor risiko lain seperti
merekomendasikan bawang putih sebagai terapi
berat badan yang berlebih, tingginya kadar
klinis.
lemak kolesterol dan asam urat dalam darah.
suplementasi bawang putih yang memiliki efek 553
tetapi
tidak
Metaanalisis
cukup
lain
bukti
untuk
menyarankan
hipotensi pada pasien hipertensi. Didapatkan
Hal
bahwa terjadi penurunan tekanan darah sistolik
dikemukakan olehEckner MM., dkk, (2003)
sekitar 4,6 + 2,8 mmHg pada kelompok yang
bahwa air perasan bawang putih bersifat
mendapat terapi bawang putih dibandingkan
meningkatkan methemoglobin dalam darah,
plasebo (p=0,001). Penurunan tekanan darah
dapat menurunkan tekanan darah tinggi dan
sistolik pada pasien hipertensi rata-rata 8,4 + 2,8
dapat menurunkan kadar kolesterol dalam
mmHg, sementara penurunan tekanan darah
darah. Kandungan allicin dan alliin berkaitan
diastolik pada pasien hipertensi dengan terapi
dengan daya anti kolesterol. Bawang putih
bawang putih rata-rata 7,3 + 1,5 mmHg
memiliki manfaat antikolesterol yang kuat.
(p<0,00001).
Kemampuan ini membuat bawang putih
ini
sesuai
dengan
pendapat
yang
Deteksi hubungan durasi konsumsi bawang
berkhasiat mencegah penyakit jantung koroner
putih dengan perubahan tekanan darah masih
dan tekanan darah tinggi. Alicin juga bertugas
terbatas karena mayoritas peneliti melakukan
menyerap lemak. Beberapa percobaan pra klinis
penelitian hanya selama 12 minggu. Bawang
pada tikus menunjukkan paling tidak ada tiga
putih memiliki efek menurunkan tekanan darah
kelompok sulfur pada bawang putih yang
yang setara dengan obat-obat yang biasa
sanggup menghambat hingga setengah produksi
diresepkan misalnya beta blocker menurunkan
kolesterol. Ketiga grup itu adalah S-allyl
5 mmHg untuk sistolik, ACE inhibitor
cysteine,
menurunkan 8 mmHg untuk sistolik, dan
cysteine.
S-ethyl-cysteine,
dan
S-propyl
Angiotensin II type I receptor antagonists menurunkan 10,3 mmHg untuk diastolik.
PENUTUP
Penurunan 4-5 mmHg tekanan sistolik dan 2-3 mmHg tekanan diastolik dapat menurunkan
1. Kesimpulan
risiko morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler sebesar 8-20% (Ried et al, 2008).
Dari
hasil
penelitian
yang
telah
Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa
dilakukan pada bulan Desember Tahun
terapi bawang putihada pengaruh terhadap
2013–Januari 2014 di Wilayah Kerja
tingkat tekanan darah pada pasien hipertensi. 554
Puskesmas Teluk Bintan Kecamatan Teluk
Lebih menambah wawasan
Bintan, dapat disimpulkan :
dunia
herbal
serta
tentang
memperdalam
pengamatan tentang manfaat bumbu a. Sebelum diberikan perlakuan terapi bawang
putih
pada
dapur/bahan tradisionalbagi
pasien
penderita
hipertensi dan juga bermanfaat untuk
hipertensididapatkan26,7% responden
pembelajaran
pada lingkupan hipertensiringan dan
penelitian yang baik dan benar dalam
73,3% mengalami hipertensi sedang.
rangka
bagaimana
tata
meningkatkan
cara
keilmuan
penelitian dan pengembangan b. Setelahdiberikan
perlakuan
terapi
bawang putih pada pasien hipertensi didapatkan 80%
b. Untuk institusi pendidikan
responden pada
Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan
lingkupan hipertensi ringan, dan 20%
referensi bagi institusi pendidikan dalam
mengalami hipertensi sedang.
mengembangkan kontemporer
c. Ada pengaruh pemberian bawang putih
agar
ilmu dapat
herbal
dan
menambah
wawasan mahasiswa didikannya.
terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi di Puskesmas
c. Untuk puskesmas Bintan
Teluk Bintan Kecamatan Teluk Bintan
Diharapkan
tahun 2014
memperkuat
penelitian
ini
pertimbangan
dapat untuk
dikembangkannya pengobatan herbal dalam pelayanan
2. Saran
puskesmas
terkait
khususnya pada penderita hipertensi Setelah dilakukan penelitian,
bahwa bawang putih dapat menurunkan
peneliti menyimpulkan beberapa saran yaitu
tekanan darah serta murah dan mudah
:
dibuat oleh penderita di rumahnya
a. Untuk ilmu keperawatan
masing-masing.
555
Dinas Kesehatan Propinsi Kepulauan Riau,
d. Untuk peneliti selanjutnya Diharapkan peneliti selanjutnya lebih mengembangkan metodologi studi
Profil (2012). Dinas
komperatif dan melanjutkanpenelitian
Kesehatan
Kabupaten
Bintan,Profil,(2012).
eksperimen, khususnya dalam bidang pengobatan
alternatif
(herbal).Penulisberharap selanjutnya
semakin
Departemen Kesehatan RI. (2011). Profil data
peneliti kreatif
kesehatan
dalam
Indonesia
Kementerian
menemukan masalah – masalah maupun
tahun
Kesehatan
2011.
Republik
Indonesia, Jakarta
fenomena kesehatan yang terjadi dalam kehidupan sehari – hari khususnya
Hidayatullah. (2012): Pengaruh Pemberian
pengobatan hipertensi dengan herbal
Terapi
seperti mentimun / buah belimbing / air
Penurunan Tekanan Darah Penderita
kelapa muda mana yang lebih efektif
Hipertensi
dibandingkan dengan bawang putih.
Puskesmas Pancur. Skripsi STIkes
Jus
Mentimun
pada
Terhadap
Wilayah
Kerja
HANGTUAH, Tanjungpinang Hidayat, A. A. (2003): Riset keperawatan dan
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. (2006): Prosedur penelitian
teknik
(suatu pendekatan praktik). Rineka Cipta, Jakarta
ilmiah.
Salemba
Medika, Jakarta Mansjoer, A., Kuspuji, T., Rakhmi. S., Wahyu,
Dalmartha, Setiawan, dr. (2005): Tanaman Obat di Lingkungan Sekitar.
penulisan
I.W., Wiwiek, S. (2008): Kapita selekta
Puspa
kedokteran jilid 1. Media Aesculapius
Swara, Jakarta Dharma,Kelana, Kusuma, (2011): Penelitian
Fakultas Kedokteran UI, Jakarta McPhee., Stephen J., William F. Ganong.
Keperawatan: Pedoman melaksanakan
(2011):
dan menerapkan hasil penelitian. Trans
pengantar menuju kedokteran klinis.
Info Media, Jakarta
EKG, Jakarta
556
Patofisiologi
penyakit
Muniroh, (2007): Pengaruh Pemberian Jus Buah
Belimbing
dan
dan
Diastolik
Tanjungpinang
Mentimun
terhadap Penurunan Tekanan Darah Sistolik
Seijang. Skripsi STIKes Hang Tuah,
Depkes
(2013):
Khasiat
Bawang
Putih. http://grey.litbang.depkes.go.id.
Penderita
Hipertensi. Skripsi Universitas Sumatra
RI,
Yoga Bimantoro,(2013): Natrium, Kalium dan
Utara, Medan
Hipertensi. http://dietsehat.wordpress.co m
Notoatmodjo. (2003): Pendidikan dan perilaku
Londong, D (2011): Dasar Penentuan Jumlah
kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta
Sampel. http://dedylondong.blogspot.co
Notoatmodjo, (2005): Metodologi Kesehatan.
m.
Rineka Cipta, Jakarta Pangkalan Ide. (2010): Agar Jantung Sehat. PT Elex Media Komputindo, Jakarta
1.
Kristina
Harahap
Keperawatan
Sugiyono,(2007): Statistik Untuk Penelitian.
:
STIKes
Mahasiswa Hang
S1 Tuah
Tanjungpinang
Alfabeta, Bandung Smeltzer, S.C., Brenda G. Bare. (2002): Buku ajar keperawatan medikal-bedah vol 2.
2.
Lidia Wati, S.Kep., Ns : Ketua Prodi S1 Keperawatan
EGC, Jakarta
STIKes
Hang
Tuah
Tanjungpinang.
Smeltzer, S.C., Brenda G. Bare. (2007): Buku ajar keperawatan medikal-bedah vol
3
. Safra Ria Kurniati, S.Kep.Ns : Dosen
2. EGC, Jakarta
STIKes Hang Tuah Tanjungpinang.
Prasetyo, D.S., (2011): A-Z Daftar Tanaman Obat
Ampuh
di
Sekitar
Kita.
Transmedia, Jakarta. Yudith (2013): Perbandingan Keefektifan Belimbing Terhadap
Manis
dan
Mentimun
Tekanan Darah Penderita
Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas
557
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG MANAJEMEN DIABETES MELLITUS TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RUANG TERATAI RSUD KOTA TANJUNGPINANG TAHUN 2014 Meyra Ismarlya1, Lidia Wati2, Komala Sari3 ABSTRAK Diabetes Mellitus merupakan penyakit menahun membutuhkan perawatan seperti pengaturan pola nutrisi, pemberian insulin dan pengaturan pola aktivitas olah raga akan dapat berhasil jika didukung oleh beberapa faktor diantaranya adalah tingkat pengetahuan penderita tentang perawatan mandiri tersebut.Tujuan penelitian ini Untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan tentang manajemen Diabetes Mellitus terhadap tingkat pengetahuan pada pasien. Jenis penelitian: eksperimen semu (quasi experiment). Populasi penelitian: 138 dan jumlah sampel sebanyak 20 responden dengan Purposiv sampling. Analisis dengan menggunakan Uji Wilcoxon. Hasil dari penelitian tingkat pengetahuan penderita Diabetes sebelum diberikan pendidikan kesehatan adalah kurang baik (baik 0%, cukup60%, dan kurang 40%), tingkat pengetahuan penderita DM sesudah di berikan pendidikan kesehatan adalah baik (baik 65%, cukup 25%, dan kurang 10%) jadi terdapat pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan pada pasien Diabetes Mellitus tentang Manajemen Diabetes Mellitus.
Kata Kunci : Tingkat Pengetahuan, Pendidikan Kesehatan, Diabetes Mellitus
ABSTRACT Diabetes Mellitus is a kind of chronic disease and the suspect should obedient to all medical therapy program . Diabetes Mellitus therapy including nutrition pattern, insulin giving, activity pattern of sport will be reach the goal if it is supported by some factors such as suspect knowledge level about self care. The objective is to know suspect knowledge level before and after health education. It is a kind of quasi experiment, and pre and post test without control. The population are 138 respondents and for the sample 20 respondents by using purposive sampling, Researcher gets the data by spreading questionnaire to the Diabetes Mellitus suspect and analyzed by Wilcoxon. The result of the research of suspect (DM) knowledge level before giving health education are less good (good 0%, enough 60%, and less good 40%), the level of suspect (DM) knowledge after giving health education are good (good 65%, enough 25%, and less10%) so there are influence of health education to the suspect (DM) knowledge aboutmanagemen Diabetes Mellitus
Keyword : Knowledge Level, Health Education, Diabetes Mellitus
558
Jumlah penderita Diabetes Mellitus tahun 2000
PENDAHULUAN Diabetes Mellitus berasal dari bahasa
di dunia termasuk Indonesia tercatat 175,4 juta
Yunani diabainein yang berarti “tembus” atau
orang dan diperkirakan tahun 2010 menjadi
“pancuran air”, mellitus yang berarti “rasa
279,3 juta orang. Tahun 2020 menjadi 300 juta
manis”. Penyakit ini kemudian dikenal sebagai
orang dan tahun 2030 menjadi 366 juta orang
kencing
(Depkes RI, 2008).
manis (Sunaryati, 2011). Darmono
(2007) menyatakan bahwa Diabetes Mellitus
Diabetes
Mellitus
dapat
dibedakan
(DM) merupakan suatu penyakit menahun yang
menjadi 5 kelompok yaitu, DM tipe 1 (IDDM),
ditandai olehkadar glukosa darah melebihi
tipe 2 (NIDDM), tipe 3 (DM sekunder),
normal
metabolisme
Gestasional Diabetes Mellitus (GDM) dan
karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan
Diabetes Mellitus terkait malnutrisi (DMMal).
oleh kekurangan hormon insulin secara relatif
Berdasarkan WHO Study Group on Diabetes
maupun absolut. Bila hal ini dibiarkan tidak
Mellitus, 1995; DM tipe 2 menempati lebih dari
terkendali dapat terjadi komplikasi metabolik
90% kasus di negara maju. Hampir seluruh
akut maupun komplikasi vaskuler jangka
diabetesi
panjang,
tergolong sebagai penyandang DM tipe 2, dan
dan
gangguan
baik
mikroangiopati
maupun
makroangiopati (Hasdianah, 2012).
atau
berkembang
masyarakat yang terlanjur mengubah gaya hidup tradisional menjadi modern. Gaya hidup
bahwa
modern yang dapat dilihat pada keluarga di
jumlah penderita Diabetes Mellitus di Indonesia
perkotaan, sarat dengan alat bantu elektronik
pada tahun 2000 berjumlah 8,4 juta orang,
sehingga meminimalkan gerak fisik (Arisman,
jumlah tersebut menempati urutan ke-4 terbesar
2013).
(WHO)
World
sedang
Health
Organization
dunia
negara
40% diantaranya terbukti berasal dari kelompok
Survei yang dilakukan oleh organisasi kesehatan
di
menyatakan
di dunia, sedangkan urutan pertama adalah
Sekitar 20% dari penderita DM tipe 2
India (31,4 juta), China (20,8) dan Amerika
yang baru didiagnosis ternyata sudah memiliki
Serikat (17,7 juta). Diperkirakan jumlah
komplikasi mikrovaskuler. Banyak pasien yang
penderita Diabetes Mellitus di Indonesia akan
baru
meningkat pada tahun 2030 yaitu 21,3 juta jiwa. 559
terdiagnosis setelah
mereka datang
instalasi gawat darurat untuk penanganan dari
mendapatkan data yaitu berupa jumlah pasien
komplikasi diabetesnya (Kurniali, 2013).
DM di RSU Provinsi Kepri tahun 2012
Hadisaputro (2007) menyatakan bahwa
berjumlah 605 orang untuk pasien rawat inap,
Indonesia
1.724 orang untuk kunjungan pasien rawat jalan
di
berdasarkan
penelitian
epidemiologis didapatkan hasil prevalensi
(Dinkes Provinsi Kepri, 2012).
Diabetes Mellitus sebesar 1,5 – 2,3% pada
Data prevalensi DM di Kota Tanjung
penduduk yang usia lebih 15 tahun, bahkan di
yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota
daerah urban prevalensi DM sebesar 14,7% dan
Tanjungpinang, penderita DM berjumlah 1.147
daerah rural sebesar 7,2%. Prevalensi tersebut
orang. Dari 7 (tujuh) Puskesmas di Puskesmas
meningkat 2 - 3 kali lipat dibandingkan negara
Tanjungpinang menempati urutan pertama
maju, sehingga DM merupakan masalah
dengan jumlah penderita 424 orang (36,9%)
kesehatan masyarakat yang serius dan dapat
sedangkan Puskesmas Mekar Baru
terjadi pada lansia (Hasdianah, 2012).
jumlah penderita DM paling sedikit yaitu 52
Hasil
riset
dipublikasikan
kesehatan
tahun
2007
dasar
yang
menunjukkan
dengan
orang (4,5%) (Dinkes Kota Tanjungpinang, 2012).
prevalensi penyakit DM tertinggi di seluruh
Menurut Tanjungpinang Dalam Angka
Indonesia adalah DKI Jakarta sebesar 2,6%,
(TDA) 2011, dari dua rumah sakit yang ada di
sedangkan provinsi Kepulauan Riau menempati
wilayah Kota Tanjungpinang yaitu RSUD Kota
urutan ke-4 yaitu sebesar 1,4 % (Riskesdas,
Tanjungpinang dan RSAL Dr. Midiyanto S,
2007).
penyakit Diabetes Mellitus termasuk dalam 10
Prevalensi DM di Kepulauan Riau belum
penyakit terbesar pada tahun 2011. Kasus
memiliki data yang resmi karena dari 7 (tujuh)
Diabetes
kabupaten/kota, tidak semua Dinas Kesehatan
Tanjungpinang menempati urutan ke-5 pada
Kabupaten/Kota yang memberikan laporan ke
Rawat Inap dengan 128 kasus, sedangkan di
Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau. Hal
rawat jalan DM berada pada urutan ke-2 dengan
ini mengakibatkan data yang dimiliki oleh
1.577 kasus. Kasus Diabetes Mellitus di RSAL
Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau
Dr. Midiyanto S berada pada urutan ke-8 pada
menjadi
rawat inap dengan 147 kasus, sedangkan di
tidak
valid.
Penulis
hanya
560
Mellitus
di
RSUD
Kota
rawat jalan DM menempati urutan ke-10
kesakitan dan kematian akibat DM turun atau
dengan jumlah kasus sebanyak 720 orang
dikurangi (Andrianto, 2011).
(Bappeda, 2011).
Langkah awal yang harus dilakukan pada
Diabetes mellitus (DM) yang tidak
pengelolaan DM berupa upaya perubahan pola
terkontrol akan menyebabkan kelainan pada
hidup atau upaya non farmakologik, seperti
berbagai organ tubuh seperti pembuluh darah
mengatur makanan dan latihan jasmani atau
(aterosklerotik), mata (diabetik retinophaty),
berolahraga. Jika dengan upaya seperti ini gula
ginjal (diebetik nephropathy), saraf (diabetik
darah penderita belum juga menurun, barulah
neuropathy), kerusakan pada sistem saraf
diupayakan dengan pemberian obat-obatan
otonom, hilangnya rasa pada kulit dan luka
tertentu. Berkaitan dengan penggunaan obat-
yang sulit sembuh dan terjadinya gangguan
obatan,
leukosit sehingga mudah terinfeksi.
menggunakan cara herbal (Andrianto, 2011).
Ketika kadar gula darah sangat tinggi,
sebagian
Perbaikan
penderita
fungsi
DM
pankreas
beralih
dapat
maka pasien akan buang air kecil terus menerus,
ditempuh melalui penggunaan tanaman obat
haus dan merasa tidak sehat. Namun pasien
yang
yang memiliki gejala ini tidaklah banyak. Ini
pankreas, stimulan pankreas atau dapat masuk
sebabnya Diabetes Mellitus sering disebut
ke dalam meridian pankreas (Andrianto, 2011).
sebagai “silent killer” (Kurniali, 2013)
Sebagai salah satu tenaga kesehatan, selain
Pengelolaan DM terdiri dari empat pilar yaitu
edukasi,
perbaikan
terhadap
berfungsi sebagai peneliti, perawat juga bisa melakukan fungsi kolaborasi yaitu bekerjasama
raga/gerak badan dan pemberian obat-obatan
saling membantu dalam merencanakan dan
(Kariadi,
melaksanakan
Pengelolaan
makan,
daya
olah
2009).
pengaturan
memiliki
DM
dapat
program
kesehatan
secara
ditempuh dengan dua cara yaitu jangka pendek
keseluruhan
dan jangka panjang. Jangka pendek bertujuan
penyakit, peningkatan kesehatan, penyembuhan
supaya penderita merasa nyaman dan sehat
dan rehabilitasi (Ode Sharif, 2012).
karena keluhan-keluhannya hilang. Pengelolaan
yang
meliputi
pencegahan
Peneliti ingin mengetahui pengaruh
jangka panjang ditujukan untuk menghambat
pendidikan
dan mencegah komplikasi sehingga angka
Mellitus (DM) yang merupakan salah satu dari 561
kesehatan
penderita
Diabetes
empat pilar dalam pengelolaan Diabetes Mellitus
(DM).
Maka
melakukan
penelitian
Pendidikan
Kesehatan
dari
itu
berjudul
peneliti
HASIL PENELITIAN 1. Karakteristik Responden
“Pengaruh
Umur adalah masa hidup responden yang
Diabetes
dinyatakan dalam satuan tahun dan sesuai
Mellitus Terhadap Tingkat Pengetahuan Pada
dengan pernyataan responden. Umur atau usia
Pasien Diabetes Mellitus di Ruang Teratai
adalah satuan waktu yang mengatur waktu
RSUD Kota Tanjungpinang Tahun 2014.
keberadaan suatu benda atau makhluk, baik
Tentang
yang hidup maupun mati (Nastiti, 2012). Pendidikan adalah merupakan suatu cara
METODE PENELITIAN Penelitian
ini
menggunakan
desain
meningkatkan
pengetahuan
seseorang
penelitian eksperimen semu (quasi experiment).
(Notoatmodjo, 2010), berdasarkan karakteristik
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini
respoden dapat dilihat pada tabel 1 sebagai
adalah pre and post test without control yaitu
berikut :
peneliti hanya melakukan intervensi pada satu kelompok tanpa pembanding (Dharma Kelana,
Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden Pasien Diabetes Mellitus Rawat Inap di Ruang Teratai RSUD Kota Tanjungpinang Tahun 2014
2011). Populasi pada penelitian ini yaitu klien dengan Diabetes Mellitus di wilayah kerja
N
ruang Teratai RSUD Kota Tanjungpinang pada
o
bulan Januari – Oktober tahun 2013 yaitu
1.
berjumlah 138 kasus dan responden penelitian berjumlah 20 responden yang memenuhi kriteria inklusi penelitian (Menderita Diabetes
2.
Melitus, dapat berkomunikasi dengan baik, tidak
mengalami
bersedia
gangguan
mengikuti
pengumpulan
data
pendengaran,
penelitian). pada
Teknik
penelitian
Variabel
ini
3.
menggunakan metode pengamatan (observasi).
%
20 Umur (Tahun) - 30-40 Tahun
12
60
- 41-50 Tahun
8
40
- SD
5
25
- SMP
7
35
- SMA
8
40
15
75
Pendidikkan
Jenis Kelamin - Perempuan
562
n=
- Laki-laki 4.
5
dilakukan pengukuran tingkat pengetahuan
25
terhadap masin-masing responden dengan
Pekerjaan - Buruh
6
30
menggunakan pedoman kuesioner, seperti
- IRT
13
65
digambarkan pada tabel 2 :
- Wiraswasta
1
5
20
100
Total
Table 2. Distribusi Responden Menurut Tingkat Pengetahuan Pasien D.M Sebelum Diberikan Pendidikan Kesehatan Manajemen D.M DiRSUD Kota Tanjungpinang Tahun 2014
No
responden berusia 30-40
Tahun sebanyak 12 orang (60%). Sebagian besar responden tingkat pendidikan SMA
responden
bahwa
berjenis
sebagian
kelamin
%
1.
Baik
0
0
2.
Cukup
12
60
3.
Kurang
8
40
20
100
Total
sebanyak 8 orang (40%). Berdasarkan tabel 1 menunjukkan
Frekuensi
Pengetahuan
Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar
Tingkat
besar Berdasarkan tabel 2 menunjukkan
perempuan
sebanyak 15 orang (75%), dan sebagian besar responden bekerja sebagai IRT sebanyak 13
bahwa responden yang mempunyai tingkat pengetahuan cukup sebanyak 12 responden (60%), yang mempunyai tingkat pengetahuan
orang (65%).
kurang sebanyak 8 responden (40%), dan yang mempunyai pengetahuan baik sebanyak 0
2. Analisis Univariat
responden (0%). a. Tingkat Pengetahuan Sebelum Diberi Pendidikan
Kesehatan
Manajemen
Diabetes Mellitus
b. Tingkat
Pengetahuan
Sesudah
Diberi
Pendidikan Kesehatan Manajemen Diabetes Mellitus
Sebelum diberikan pendidikan kesehatan manajemen Diabetes Mellitus, 563
Sesudah kesehatan
diberi
manajemen
dilakukan
kembali
pengetahuan
terhadap
menggunakan
pendidikan
Diabetes
Mellitus,
Pengaruh Pemberian
Pendidikan
Kesehatan Manajemen Diabetes Mellitus
pengukuran
tingkat
responden
dengan
Pada Responden Pasien Diabetes Mellitus di
masin-masing
Ruang Teratai RSUD Kota Tanjungpinang
terhadap
responden dengan menggunakan pedoman
Terhadap
Tingkat
Pengetahuan
Tahun 2013
kuesioner, seperti digambarkan pada tabel 3 : Tabel 3.Distribusi Responden Menurut Tingkat Pengetahuan Pasien DM Sesudah Diberikan Pendidikan Kesehatan Manajemen DM Di RSUD Kota Tanjungpinang Tahun 2014
Mengetahui pengaruh Pemberian Pendidikan Kesehatan Manajemen Diabetes Mellitus terhadap Tingkat Pengetahuan pada Responden Pasien Diabetes Mellitus di Ruang
No
Tingkat
Frekuensi
%
Teratai RSUD Kota Tanjungpinang, digunakan uji nonparametrik yaitu uji Wilcoxon.
Pengetahuan
Berdasarkan
uji
Wilcoxon
pada
1.
Baik
13
65
2.
Cukup
5
25
lampiran hasil analisa, maka hasil pengujian
3.
Kurang
2
10
dapat dilihat dalam bentuk tabel sederhana
20
100
sebagai berikut :
Total
Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa responden
setelah
diberikan
pendidikan
kesehatan manajemen Diabetes Mellitus yang mempunyai tingkat pengetahuan baik sebanyak
Tabel 4 Pengaruh Pemberian Pendidikan Kesehatan Manajemen DM Terhadap Tingkat Pengetahuan Pada Responden Pasien DM Di RSUD Kota Tanjungping Tahun 2014
13 responden (65%), yang mempunyai tingkat pengetahuan cukup sebanyak 5 responden (25%), dan yang mempunyai pengetahuan kurang sebanyak 2 responden (10%).
3. Analisis Bivariat 564
No
Tingkat Pengetahuan
Statistik
% 1.
Baik
2.
Cukup
3.
Kurang
kesehatan
Pretest Posttest n
n
p value
0
13
0,002*
40
sebanyak
100
diberi
α = 0,05) dengan demikian Ho ditolak. Maka dapat disimpulkan ada pengaruh pendidikan
10
20
setelah
Wilcoxon menunjukkan p value 0,002 (< nilai
kesehatan Jumlah
(40%)
Uji statistik dengan menggunakan uji
2
8
Mellitus
pendidikan kesehatan manajemen Diabetes
5 25
60
Diabetes
Mellitus menurun menjadi (10%).
65 12
manajemen
responden yang memiliki tingkat pengetahuan kurang
% 0
pengetahuan cukup sebelum diberi pendidikan
tentang
manajemen
Diabetes
Mellitus terhadap tingkat pengetahuan pada
20
pasien Diabetes Mellitus di ruang Teratai
00
RSUD Kota Tanjungpinang tahun 2014.. Berdasarkan pengaruh
pendidikan
tingkat
pengetahuan
sebelum
diberi
tabel
4
analisis
kesehatan menunjukkan
pendidikan
PEMBAHASAN
terhadap bahwa
kesehatan
manajemen Diabetes Mellitus responden yang
1.
Karakteristik Responden
a. Umur
memiliki tingkat pengetahuan baik sebanyak
Berdasarkan data dari tabel 1 dapat
(0%) dan setelah diberi pendidikan kesehatan
diketahui bahwa mayoritas usia pasien
manajemen Diabetes Mellitus menjadi (65%),
Diabetes Mellitus di ruang rawat inap
sebelum
kesehatan
Teratai RSUD Kota Tanjungpinang yang
manajemen Diabetes Mellitus responden yang
tertinggi adalah usia 30-40 tahun yaitu
memiliki tingkat pengetahuan cukup sebanyak
berjumlah 12 (60%) responden, berdasarkan
(60%) setelah diberi pendidikan kesehatan
usia
manajemen Diabetes Mellitus menjadi (25%),
prevelensi Diabetes Mellitus sering terjadi
sedangkan responden yang memiliki tingkat
pada usia 30-40 tahun. Ini sesuai dengan
diberi
pendidikan
565
pada
data
responden
didapatkan
pendapat Noer (1996) yaitu bertambahnya
menimbulkan sendentary life (kurang gerak
usia mengakibatkan mundurnya fungsi alat
badan).
tubuh sehingga menyebabkan gangguan
penyakit infeksi dan kurang gizi, dan faktor
fungsi pankreas dan kerja dari insulin. Pada
yang keempat meningkatnya pelayanan
usia lanjut cenderung diabetes melitus tipe 2.
kesehatan hingga umur pasien diabetes
Makin bertambahnya usia seseorang
Faktor
ketiga
berkurangnya
menjadi lebih panjang.
maka kemungkinan besar memiliki resiko penyakit
Diabetes
Mellitus
khususnya
b. Pendidikan
sesorang yang memiliki faktor keturunan,
Data dari tabel 2 dapat diketahui
gaya hidup yang tidak sehat dan obesitas
bahwa
yang tidak dikendalikan. Hasil penelitian ini
responden
juga sesuai dengan pendapat Golberg dan
mengalami Diabetes Mellitus saat akan
dan Coon (2006) mengatakan bahwa
dilakukan
kenaikan gula darah dipengaruhi oleh faktor
berjumlah 8 orang (40%). Sebenarnya
usia jadi semakin tinggi meningkat usia jadi
tingkat pendidikan ini cukup tinggi yang
semakin tinggi tingkat gangguan kadar gula
dimiliki oleh responden. Pendidikan yang
darah.
rendah umumnya akan mengakibatkan
mayoritas
tingkat
yaitu
SMA
pendidikan
pendidikan
yang
banyak
kesehatan,
yaitu
Hal tersebut juga sesuai dengan
kurangnya pengetahuan sesorang terutama
pendapat menurut Waspadji (2005) hasil
penyakit Diabetes Mellitus, pendidikan akan
Peningkatan pasien diabetes melitus dilihat
memberikan pencerahan kepada seseorang
secara epidemiologi dikarenakan empat
terutama
dalam
faktor. Faktor yang pertama adalah faktor
Diabetes
Mellitus.
demografi,
seseorang bukanlah jaminan satu-satunya
jumlah
penduduk
yang
bertambah, penduduk usia lanjut yang
pengetahuan Tetapi
penyakit pendidikan
indikator dalam pengetahuan sesorang.
bertambah banyak, serta urbanisasi yang tak
Hal ini sesuai dengan pendapat
terkendali. Faktor kedua gaya hidup yang
Notoatmodjo
kebarat-baratan, penghasilan yang tinggi,
mempengaruhi kognitif seseorang dalam
restoran siap santap, teknologi canggih
peningkatan 566
(2010))
pendidikan
pengetahuan,
akan
karena
pengetahuan sebenarnya tidak dibentuk hanya satu sub saja yaitu pendidikan tetapi
d. Pekerjaan
ada sub bidang lain yang akan juga akan mempengaruhi
sesorang
Dari tabel 5.4 dapat diketahui bahwa
misalnya
mayoritas kategori pekerjaan responden
pengalaman, informasi, kepribadian dan
yaitu IRT yang banyak mengalami Diabetes
lainnya.
Mellitus saat akan dilakukan pendidikan Sutanegoro dan Swastika (2003)
kesehatan, yaitu berjumlah 13 orang (65%),
mengatakan bahwa pendidika merupakan
selanjutnya diikuti pekerjaan sebagai buruh
dasar utama untuk keberhasilan pengobatan.
6 orang (30%) dan wiraswasta 1 orang (5%).
Hasil
Pekerjaan sebagai IRT merupakan pekerjaan
penelitian
menunjukkan
bahwa
sebagian besar responden adalah tingkat
yang
SMA
terjadwal/jam tidak teratur juga yang
sehingga
kemampuan
serta
pemahaman manajemen Diabetes Mellitus
tidak
kenal
waktu
dan
tidak
terkadang menimbulkan stress.
dinilai tinggi ini sesuai dengan teori tersebut.
Ernest dan Hu (2008) mengatakan bahwa setiap orang yang memiliki jam kerja yang tinggi dengan jadwal yang tidak teratur
c. Jenis Kelamin Didapatkan dari tabel 3 dapat
menjadi faktor penting dalam meningkatkan
diketahui bahwa mayoritas jenis kelamin
Diabetes
responden yaitu perempuan yang banyak
lingkungan kerja yang bergiliran sehingga
mengalami Diabetes Mellitus saat akan
terganggunya jadwal makan dan tidur
dilakukan
yaitu
mengakibatkan kenaikkan berat badan dan
berjumlah 15 orang (75%) dibandingkan
berisiko terkena Diabetes Mellitus. Jam
jenis kelamin laki-laki sebanyak 5 orang
kerja yang tidak teratur mengganggu irama
(25%).
Hal penelitian ini sesuai dengan
sirkadian tubuh yang berperan dalam
hasil penelitian Creatore (2010) mengatakan
mempertahankan kadar gula darah dan
prevalensi Diabetes Mellitus lebih besar
keseimbangan energi. Dengan demikian
terjadi pada perempuan dibandingkan laki-
hasil penelitian selaras dengan teori ini yaitu
laki.
pekerjaan responden terbanyak adalah IRT
pendidikan
kesehatan,
567
Mellitus
tipe
2.
Selain
itu
yaitu pekerjaan yang tidak terjadwalyang
Bahasa Indonesia, 2003). Pengetahuan
tidak memiliki jadwal tertentu seperti
adalah hasil dari tahu dan terjadi setelah
pekerjaan
orang melakukan pengindraan terhadap
di
kantor
yang
sudah
direncanakan jadwalnya.
objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca
manusia
yaitu
indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa
1. Analisis Univariat
dan raba. Sebagian besar pengetahuan
a. Tingkat Pengetahuan Sebelum Diberi Pendidikan
indera
Kesehatan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga
Manajemen
(Notoatmodjo,2007).
Diabetes Mellitus
Nanda (2005) menjelaskan bahwa Berdasarkan Dari tabel 2 tingkat
faktor-faktor yang terkait dengan kurang
pengetahuan sebelum diberi pendidikan
pengetahuan (deficit knowledge) terdiri dari
kesehatan manajemen Diabetes Mellitus
: kurang terpapar informasi, kurang daya
dapat diketahui bahwa responden yang
ingat/hapalan, salah menapsirkan informasi,
mempunyai tingkat pengetahuan cukup
keterbatasan kognitif, kurang minat untuk
sebanyak
belajar
12
responden
(60%),
yang
dan
tidak
familiar
terhadap
mempunyai tingkat pengetahuan kurang
terhadapsumber
sebanyak 8 responden
(40%), dan yang
teori tersebut dapat disimpulkan bahwa
mempunyai pengetahuan baik sebanyak 0
pengetahuan atau knowledge seseorang
responden (0%).
ditentukan
informasi.
oleh
Berdasarkan
faktor-faktor
yaitu
Pengetahuan (knowledge) adalah
keterpaparan terhadap informasi, daya ingat,
hal – hal yang kita ketahui tentang
Interprestasi informasi, Kognitif, minat
kebenaran yang ada disekitar kita tanpa
belajar, dan kefamiliaran terhadap sumber
harus
informasi.
menguji,
kebenarannya,
didapat
melalui pengamatan yang lebih mendalam (Wasis, 2008).
b. Tingkat Pengetahuan Sesudah Diberi
Pengetahuan adalah segala sesuatu
Pendidikan
yang diketahui: kepandaian (Kamus Besar
Kesehatan
Diabetes Mellitus 568
Manajemen
Berdasarkan data dari tabel 3 tentang tingkat
Pendidikan
pengetahuan sesudah diberikan pendidikan
Gondoyoewono adalah suatu penerangan
kesehatan manajemen Diabetes Mellitus
yang menekankan pada suatu objek tertentu
dapat diketahui bahwa responden yang
dan hasil yang diharapkan adalah suatu
mempunyai
baik
perubahan
yang
sekelompok orang. Pendidikan kesehatan
mempunyai tingkat pengetahuan cukup
merupakan suatu usaha menyebarluaskan
sebanyak 5 responden
(25%), dan yang
hal-hal yang baru agar masyarakat tertarik
mempunyai pengetahuan kurang sebanyak 2
dan berminat untuk melaksanakannya dalam
responden (10%).
kehidupan mereka sehari-hari. Pendidikan
Menurut Effendy (1998) menyatakan bahwa
kesehatan juga merupakan suatu kegiatan
pendidikan
mendidik
sebanyak
tingkat 13
pengetahuan
responden
kesehatan
(65%),
adalah
kegiatan
kesehatan
perilaku
sesuatu
menurut
individu
kepada
atau
masyarakat,
pendidikan yang dilakukan dengan cara
memberi pengetahuan, informasi-informasi,
menyebarkan
menanamkan
dan kemampuan-kemampuan agar dapat
keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja
membentuk sikap dan berperilaku hidup
sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau
menurut apa yang seharusnya. Hakekatnya
dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada
penyuluhan
merupakan
hubungannya dengan kesehatan. Pendidikan
nonformal
dalam
kesehatan menurut Suliha (2002) diartikan
masyarakat menuju keadaan yang lebih baik
sebagai gabungan berbagai kegiatan dan
seperti yang dicita-citakan.
pesan,
suatu
rangka
kegiatan mengubah
kesempatan yang berlandaskan prinsipprinsip belajar untuk mencapai
suatu
2. Analisis Bivariat
keadaan, yaitu individu, keluarga, kelompok atau
masyarakat
secara
keseluruhan
Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang
menginginkan hidup sehat, tahu bagaimana
Manajemen Diabetes Mellitus terhadap
caranya dan melakukan apa yang bisa
Tingkat
dilakukan, secara perorangan maupun secara
Responden Pasien Diabetes Mellitus di
kelompok. 569
Tingkat
Pengetahuan
pada
Ruang
Teratai
RSUD
pengetahuan kurang sebanyak (40%) setelah
Kota
diberi pendidikan kesehatan manajemen
Tanjungpinang Tahun 2014
Diabetes Mellitus menjadi (10%). Dari data Hasil
yang
dari
ini dapat dilihat bahwa ada peningkatan
pengolahan data dengan menggunakan uji
tingkat pengetahuan pada pasien Diabetes
Wilcoxon dapat disimpulkan bahwa Ho
Mellitus setelah diberi pendidikan kesehatan
ditolak, hal ini berarti ada pengaruh
dengan uji Wilcoxon dengan hasil nilai
Pendidikan Kesehatan Tentang Manajemen
p=0,002 (< nilai α = 0,05), dengan
Diabetes Mellitus terhadap Tingkat Tingkat
kesimpulan bahwa ada pengaruh pendidikan
Pengetahuan
Pasien
kesehatan tentang manajemen Diabetes
Diabetes Mellitus di Ruang Teratai RSUD
Mellitus terhadap tingkat pengetahuan pada
Kota
pasien Diabetes Mellitus.
pada
diperoleh
Responden
Tanjungpinang
Tahun
2014.
Berdasarkan tabel 4, dapat disimpulkan
Terjadinya
peningkatan
bahwa sebelum diberi pendidikan kesehatan
pengetahuan ini dikarenakan pengaruh
manajemen Diabetes Mellitus responden
pendidikan kesehatan adalah penambahan
yang memiliki tingkat pengetahuan baik
pengetahuan dan kemampuan seseorang
sebanyak (0%) dan setelah diberi pendidikan
melalui teknik praktik belajar atau instruksi
kesehatan manajemen Diabetes Mellitus
dengan
menjadi (65%), sebelum diberi pendidikan
mempengaruhi perilaku manusia baik secara
kesehatan manajemen Diabetes Mellitus
individu, kelompok maupun masyarakat
responden
tingkat
untuk meningkatkan kesadaran akan nilai
pengetahuan cukup sebanyak (60%) setelah
kesehatan sehingga dengan sadar mau
diberi pendidikan kesehatan manajemen
mengubah perilakunya menjadi perilaku
Diabetes
hidup sehat (Munajaya, 2004).
yang
Mellitus
memiliki
menjadi
(25%),
sedangkan responden yang memiliki tingkat pengetahuan
cukup
sebelum
tujuan
mengubah
atau
Hasil penelitian ini juga sesuai
diberi
denga tujuan pendidikan adalah mengubah
pendidikan kesehatan manajemen Diabetes
perilaku masyarakat ke arah perilaku sehat
Mellitus responden yang memiliki tingkat
sehingga 570
tercapai
derajat
kesehatan
masyarakat
yang
optimal,
untuk
untuk manajeman diabetes dengan nilai
mewujudkannya, perubahan perilaku yang
p=0,031.
diharapkan setelah menerima pendidikan
Meningkatnya pengetahuan adalah salah
tidak dapat terjadi sekaligus, oleh karena itu
satu
pencapaian target pendidikan kesehatan
Pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa
dibagi menjadi tujuan jangka pendek yaitu
faktor
tercapainya perubahan pengetahuan, tujuan
Pendidikan kesehatan membawa perubahan
jangka menengah hasil yang diharapkan
pada pengetahuan (Rao et all, 2008).
adalah adanya peningkatan pengertian,
Pengetahuan
sikap,
akan
disebabkan oleh kemampuan belajar setiap
mengubah perilaku ke arah perilaku sehat,
orang yang berbeda-beda (Notoatmodjo,
dan tujuan jangka panjang adalah dapat
2010)
dan
keterampilan
menjalankan
perilaku
yang
sehat
Berdasarkan hasil penelitian ini, ada
pengaruh
diantaranya
yang
tujuan
tingkat
edukasi.
pendidikan.
bervariasi
dapat
dalam
kehidupan sehari-harinya (Munajaya, 2004).
diketahui
tercapainya
PENUTUP 1. Kesimpulan
pendidikan
Dari hasil penelitian yang telah
kesehatan tentang manajemen Diabetes
dilakukan pada bulan Desember Tahun 2014
Mellitus terhadap tingkat pengetahuan pada
di ruang Teratai RSUD Kota Tanjungpinang
pasien Diabetes Mellitus. Hasil uji Wilcoxon
dapat disimpulkan :
menghasilkan nilai p = 0,002 (< nilai α = 0,05). Hasil ini sejalan dengan hasil
a. Sebelum diberikan pendidikan kesehatan
penelitian Hasil ini juga sejalan dengan
manajemen Diabetes Mellitus, sebagian
penelitian Suhl dan Patricia (2006) dan
besar (60%) pasien Diabetes Mellitus di
Mubarti (2010) yang menunjukkan bahwa
RSUD
orang dewasa dengan diabetes dapat diatasi
tingkat pengetahuan cukup.
Kota
Tanjungpinang
memiliki
dengan edukasi gizi yang dirancang untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
b. Setelah diberikan pendidikan kesehatan manajemen Diabetes Mellitus, sebagian 571
besar (65%) pasien Diabetes Mellitus di RSUD
Kota
Tanjungpinang
Diharapkan bagi pihak rumah
memiliki
sakit dan perawat di RSUD Kota
tingkat pengetahuan baik.
Tanjungpinang untuk dapat memberikan pendidikan
kesehatan,
untuk
c. Ada pengaruh pendidikan kesehatan tentang
meningkatkan pengetahuan pada pasien
manajemen Diabetes Mellitus terhadap
Diabetes Mellitus dan menyediakan
tingkat pengetahuan pada pasien Diabetes
ruang pendidikan kesehatan yang bebas
Mellitus di ruang Teratai RSUD Kota
dari keluarga pasien sehingga pasien
Tanjungpinang tahun 2014.
dapat
konsentrasi
pendidikan memberikan
2. Saran
hasil
mendengarkan
kesehatan,
sekaligus
dukungan
untuk
Setelah penelitian menyimpulkan
memberikan
penelitian
seperti leaflat/famplet disetiap ruang inap
ini,
maka
peneliti
memberikan beberapa saran sebagai berikut
pendidikan
kesehatan
yang akan diberikan kepada pasien.
: c. Bagi Perawat Berdasarkan
a. Bagi Ilmu Keperawatan Hasil digunakan
penelitian
sebagai
hasil
penelitian,
ini
dapat
menyatakan
kerangka
dalam
pengaruh pendidikan kesehatan terhadap
penerapan
bahwa
ada
pengembangan ilmu keperawatan yang
tingkat
berhubungan
penggunaan
Diabetes Mellitus, sehingga perawat
pendidikan kesehatan terhadap tingkat
dapat memberikan pendidikan kesehatan
pengetahuan
pada pasien Diabetes Mellitus yang
dengan
pada
pasien
Diabetes
Mellitus.
pengetahuan
pada
pasien
dirawat di Rumah Sakit, yaitu dengan pemberian pendidikan kesehatan pada pasien Diabetes Mellitus. Sebagai sarana
b. Bagi Instansi Terkait RSUD Kota
untuk
Tanjungpinang
memberikan
pengetahuan
mengenai manfaat pendidikan kesehatan 572
pada pasien Diabetes Mellitus sehingga
Hidayat, A.Aziz Alimul. (2007): Metode
dapat dikembangkan dan diaplikasikan.
Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Rineka Cipta, Jakarta Medical Record, (2012): Laporan Tahunan
d. Bagi Peneliti Lain Hasil
penelitian
ini
dapat
Rumah Sakit Umum Daerah Kota
diajukan sebagai acuan untuk penelitian
Tanjungpinang
selanjutnya dengan menggunakan desain
Tanjungpinang
Kepulauan
Riau.
penelitian yang lain yaitu case control
Machfoedz, I., Eko, S., Sutrisno, Sabar, S.
study atau untuk penelitian lebih lanjut
(2005): Pendidikan kesehatan bagian
menggunakan
dari
materi
pendidkan
kesehatan berupa lembar balik.
promosi
kesehatan.
Edisi
I.
Penerbit Fitramaya, Yogyakarta Murti, B. (2008): Desain Dan Ukuran sampel
DAFTAR PUSTAKA
Untuk
Azwar, A. (1996): Menjaga mutu pelayanan kesehatan.
Pustaka
Sinar
________. (1983): Pengantar pendidikan
pendidikan
kesehatan. Penerbit Sastra Hudaya,
(2003): kesehatan
Pengantar dan
ilmu
____________. (2005): Metodologi penelitian
Penelitian
Keperawatan
(Panduan
kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta ____________. (2010): Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta
Melaksanakan dan Menerapkan Hasil Penelitian). Trans Info Media, Jakarta
Nursalam. (2003): Prosedur Penelitian. PT.
Gibney. J. Michael. (2009): Gizi Kesehatan
Rineka Cipta, Jakarta
Masyarakat. EGC, Jakarta A.
S.
perilaku. Andi Offset, Yogyakarta
Dharma, Kelana Kusama. (2011): Metodologi
Guyton.
dan
Mada University Press, Yogyakarta Notoadmodjo,
Jakarta
Kuantitatif
Kualitatif di Bidang Kesehatan. Gadjah
Harapan,
Jakarta
Penelitian
C,
Hall.
(2007):
, Fisiologi
(2011):
Metodelogi
Kedokteran Edisi 11. EGC, Jakarta.
Konsep
dan
Penerapan
Penelitian
Ilmu
Keperawatan edisi 2. Salemba Medika, Jakarta 573
Prayoga, Bambang, (2011): Pengaruh Terapi
Soegondo. Dkk (2009): Patofisiologi Diabetes
Musik Terhadap Tingkat Disminore
Melitus
Pada Siswi Kelas VIII Tanjungpinang
Melitus Terpadu, Edisi Kedua. Balai
Tahun 2011. Skripsi Tidak diterbitkan
Penerbit FKUI, Jakarta
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang
Diabetes
Sudoyo. Aru W, dkk (2009): Buku Ajar Ilmu
Tuah Tanjungpinang, Tanjungpinang
Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi V.
Price. Sylvia A, Wilson. Lorraine M, (2005): Pankreas: Metabolisme Glukosa dan
Penatalaksanaan
InternaPublishing, Jakarta Wati L, Sitindaon S.H & Ayu N.S (2013):
Diabetes Melitus, Konsep Klinis Proses
Panduan
Penyusunan
-Proses Penyakit, Edisi 6, Volume 2.
Riset
Keperawatan.
EGC, Jakarta
dipublikasikan. STIKes Hang Tuah,
Potter,
A.P.
&
Perry,
G.A.
Metodologi Tidak
Tanjungpinang.
(1997):
Fundamentals of nursing: consepts,
World Health Organization. (2012). BMI
process, and practice. ( Dasar-dasar
Classification. Global Database of Body
keperawatan:
Mass
konsep,
proses,
dan
Index. http://apps.who.int/bmi/index.
praktik). St Louis: Mosby Year book. Sekaran, Uma (1992): Dasar Penentuan Jumlah
Sample
Penelitian. http://dedylondong.blogspot.
1.
com.
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah
Syarifudin, (2010): Panduan keperawatan dan
Mayra Ismariya, A.Mk : Mahasiswi Pada
Tanjungpinang.
kebidanan dengan SPSS. Grafindo
2.
Litera Media, Yogyakarta.
Tinggi
Soegondo.
Dkk
(2009):
Diagnosis
dan
Lidiawati, S.Kep, Ns : Dosen Pada Sekolah Ilmu
Kesehatan
Hang
Tuah
Tanjungpinang.
Klasifikasi Diabetes Melitus Terkini
3.
Penatalaksanaan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah
Diabetes
Melitus
Terpadu, Edisi Kedua. Balai Penerbit
Komala Sari, S.Kep, Ns : Dosen Pada
Tanjungpinang.
FKUI, Jakarta 574
PEDOMAN BAGI PENULIS
JURNAL KEPERAWATAN STIKES HANG TUAH TANJUNGPINANG Umum Semua naskah yang dikirim ke Jurnal Keperawatan STIKES Hang Tuah Tanjungpinang adalah karya asli dan belum pernah di publikasikan sebelumnya. Artikel yang telah diterbitkan menjadi hak milik redaksi dan naskah tidak boleh diterbitkan dalam bentuk apapun tanpa persetujuan redaksi. Pernyataan di artikel sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Redaktur akan mempertimbangkan agar penulis memperbaiki isi dan gaya serta tehnik penulisan apabila diperlukan. Artikel yang tidak di terbitkan akan di kembalikan jika disertai perangko balasan.
Petunjuk Penulisan 1.
Jenis artikel yang di terima redaksi adalah: ulasan tentang ilmu pengetahuan, teknologi, dan riset keperawatan. Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia atau inggris dengan format essay. Format terdiri atas : : berisi latar belakang, masalah, tujuan penelitian. Pendahuluan : berisi desain penelitian, desain tempat dan waktu, populasi dan sampel, cara Metodologi pengukuran data. Hasil: dapat disajikan dalam bentuk tekstular, tabular, dan grafikal.Berikan kalimat pengantar untuk menerangkan tabel dan atau gambar yang disajikan dalam tabel atau gambar. : berisi pembahasan mengenai hasil penelitian yang di temukan, band ingkan hasil Hasil tersebut dengan penelitian lain. Dan Pembahasan : berisi pembahasan mengenai hasil penelitian yang ditemukan, bandi ngkan hasil Daftar Pustaka tersebut dengan penelitian lain. 2. Sistemika artikel hasil pemikiran adalah judul; nama penulis (tanpa gelar akademik); abstrak; kata kunci; pendahuluan (tanpa judul) yang berisi latar belakang, tujuan atau ruang lingkup tulisan; bahasan utama; kesimpulan dan saran; daftar rujukan (hanya memuat sumber yang dirujuk). 3. Halaman judul berisi judul karya tulis ilmiah, nama setiap penulis, dan lembaga afiliasi penulis, nama dan alamat korespondensi. Nomor telepon, alamat faksimile dan e-mail. Judul singkat dengan jumlah maksimal 40 karakter termasuk huruf dan spasi. Untuk laporan kasus penulis sebaiknya di batasi 4 orang. 4. Abstrak untuk artikel penelitian, tinjauan pustaka, dan laporan kasus dibuat dalam bahasa Indonesia dan inggris maksimum 200 kata. Artikel penelitian harus berisi tujuan penelitian, metode, hasil utama, dan kesimpulan utama. Abstrak dibuat jelas dan singkat sehingga memungkinkan pembaca memahami tentang aspek baru dan penting tanpa harus membaca seluruh karya tulis ilmiah. Kata kunci dicantumkan pada halaman yang sama dengan abstrak. Pilih 3-5 kata yang dapat membantu penyusun indeks.Dalam artikel yang terbit, abstrak akan diubah menjadi satu alinea. 5. Setiap tabel diketik 1 spasi. Nomor tabel berurutan sesuai dengan penyebutan tabel dalam teks. Penjelasan tabel harus singkat, jelas, dan mewakili isi tabel. Jumlah tabel maksimal 6 buah. 6. Metode statistik di jelaskan secara rinci pada bagian metode. Metode yang tidak umum di gunakan harus di lampiri referensi. 7. Perujukan dan pengutipan menggunakan teknik perujukan berkurung (nama, tahun). Pencantuman sumber pada kutipan langsung hendaknya disertai keterangan tentang nomor halaman tempat asal kutipan. Contoh: (Novia, 2009:12). 8. Daftar rujukan disusun dengan sistem APA (American Psychological Association). 9. Tata letak penulisan karya tulis ilmiah; termasuk tabel, daftar pustaka, dan gambar harus di ketik 2 spasi ukuran A4 dengan jarak dari tepi minimal 2,5cm, jumlah halaman masing-masing 20. Setiap halaman diberi nomor berurutan dimulai dari halaman judul sampai halaman terakhir. 10. Karya ilmiah yang dikirim berupa karya tulis asli dan 2 buah fotokopi termasuk foto serta soft copy dalam bentuk CD dialamatkan ke Sekretariat Redaksi , Jurnal Keperawatan STIKES Hang Tuah , Jl. Baru Bt.VIII, Tanjungpinang 29111, Kep. Riau. Karya tulis ilmiah yang dikirim ke Jurnal Keperawatan STIKES Hang Tuah di sertai tanda tangan penulis.
KRITERIA PENILAIAN AKHIR DAN PETUNJUK PENGIRIMAN
Lampirkan fotokopi format ini bersama naskah dan soft copy naskah anda. Beri tanda (√) pada setiap nomor /bagian untuk meyakinkan bahwa artikel anda telah memenuhi bentuk dan sesuai syarat-syarat dari Jurnal keperawatan STIKES Hang Tuah. Jenis Artikel
Penelitian Ulasan artikel Ringkasan Laporan kasus Penelitian klinis Tinjauan pustaka Lembar Metodologi Halaman Judul Judul Artikel Nama lengkap penulis Tingkat pendidikan penulis Asal institusi penulis Alamat lengkap penulis Abstrak Abstrak dalam Bahasa Indonesia Abstrak dalam Bahasa Inggris Kata kunci dalam Bahasa Indonesia Kata kunci dalam Bahasa Inggris Teks Artikel mengenai penelitian klinis dan dasar sebaiknya dibuat dalam urutan Pendahuluan Bahan dan Cara Hasil Diskusi Kesimpulan Kepustakaan Gambar dan Tabel Pemberian nomor gambar dan/atau tabel penomoran secara Arab Pemberian judul tabel dan/atau judul utama dari seluruh gambar
…
Nama dan alamat untuk percetakan ulang ………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………… Soft Copy Penulis menjamin bahwa: Semua penulis telah meninjau ulang naskah akhir dan telah menyetujui untuk dipublikasikan. Tidak ada naskah yang sama ataupun mirip, yang telah dibuat oleh penulis dan telah dipublikasikan dalam bentuk apapun. Menyerahkan soft copy dalam bentuk CD, naskah penulis Tanda tangan penulis utama:
……………………………….
Tgl…………………20………..
FORMULIR BERLANGGANAN JURNAL KEPERAWATAN STIKES HANG TUAH TANJUNGPINANG Nama Alamat
:……………………………………………………………………………………… Mahasiswa Individu Instansi :………………………………………………....................................................................... …………………………………………………………………............................... Telp: …………………………………………………..............................................
Akan berlangganan Jurnal Keperawatan, Vol..............: No:……………………..s/d…………………………………… Sejumlah : ………………………….Eksp./ penerbitan Uang langganan setahun Rp…………………………(2 nomor) dapat ditransfer ke Rekening No……………….., Bank……………a/n………………………………………….. Alamat Redaksi Jurnal Keperawatan STIKES Hang Tuah Tanjungpinang: Jl. Nala No.1 Tanjungpinang 29111, Kep.Riau Telp / fax (0771) 316516 Pelanggan
Tgl. Pesanan :…………………….
…………………..