Volume 2, Nomor 2, Tahun 2012
ISSN : 2086-9703
JURNAL KEPERAWATAN • • • • •
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Klien HIV/ AIDS Dalam Mengkonsumsi Tablet ARV Di Klinik Kemuning Rs-Blud Kota Tanjungpinang Tahun 2010. Hubungan Perilaku Hidup Sehat Penderita TB Paru Dengan Kejadian Penularan Penyakit TB Paru Dalam Keluarga Di Tanjung Uban Kecamatan Bintan Utara Tahun 2010. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Kader Posyandu Di Kelurahan Kijang Kota Kecamatan Bintan Timur Tahun 2010. Hubungan Pengetahuan, Sikap Dengan Aktivitas Merokok Tenaga Kesehatan Laki-Laki Di Rumah Sakit Umum Daerah Tanjung Uban Provinsi Kepulauan Riau. Hubungan Komunikasi Terapeutik Keperawatan Terhadap Kepuasan Pasien Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Tanjung Uban 2010.
Penerbit: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Tanjungpinang Kepulauan Riau, Indonesia
JURNAL KEPERAWATAN STIKES HANG TUAH TANJUNGPINANG VOLUME 2 NOMOR 2 TAHUN 2012
PENELITIAN Penggunaan Teknologi Personal Digital Assistance Meningkatkan Kualitas Pelayanan Keperawatan. (Nur Meity Sulistia Ayu)
HAL (PDA) Dalam
145 - 198
Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Terhadap Pemberian Imunisasi DPT Pada Bayi Umur 2 – 11 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjungpinang Tahun 2012. (Nazrika Febriyanti, Wasis Pujiati, Hotmaria Julia)
199 - 208
Hubungan Antara Merokok Dengan Kejadian Insomnia Pada Mahasiswa Laki-Laki Di Sekolah Tinggi Teknologi Indonesia Tanjungpinang Tahun 2012 (Risa Marshalia, Liza Wati, Irma Yuni.)
209 - 216
Hubungan Antara Peran Orangtua Dengan Kemandirian Anak Retardasi Mental Usia 7-12 Tahun Di SDLB Negeri Kota Tanjungpinang Tahun 2012 (Riza Wardini, Wasis Pujiati, Meily Nirnasari)
217 - 224
JURNAL KEPERAWATAN STIKES HANG TUAH TANJUNGPINANG Terbit dua kali setahun pada bulan April dan Oktober Penanggung Jawab : Prof. Elly Nurachmah, D.N.Sc.,RN Letkol (Purn) Endang Abdullah, S.Kp, M.Si Penasehat : Wakil Ketua I Stikes Hang Tuah Wakil Ketua II Stikes Hang Tuah Wakil Ketua III Stikes Hang Tuah Ketua Program Studi S1 Ilmu Keperwatan Stikes Hang Tuah Ketua Program Studi D-III Ilmu Keperwatan Stikes Hang Tuah Penyunting : Ketua : Ernawati Sekretaris : Wasis Pujiati,S.Kep.Ns Hotmaria Julia Dolok Saribu,S.Kep.Ns Bendahara : Lili Sartika, S.Farm, Apt Penyunting Pelaksana : Ikha Rahardiantini,S.Si,Apt, Ummu Fadhilah, S.pd Lidia Wati, S.Kep, Ns Liza Wati, S.Kep, Ns Meyli Nirna Sari, S.Kep, Ns Irma Yuni, S.Kep, Ns Pelaksana Tata Usaha: Siti Halimah Cian Ibnu Sina Ummu Fadhilah Distribusi dan Pemasaran : Ade Pardi Anas Fajri Ahmad Hiyari Alamat Redaksi: STIKES Hang Tuah Tanjungpinang Jl. Baru Km.8 atas Tanjungpinang 29122 Kepulauan Riau - Telp / Fax. (0771) 8038388
PRAKATA Jurnal Keperawatan STIKES Hang Tuah Tanjungpinang berfungsi untuk memfasilitasi para penulis ilmiah keperawatan dan non keperawatan menghasilkan karya-karya terbaiknya melalui penulisan karya ilmiah untuk menambah pengetahuan dan wawasan keperawatan. Bertolak dari pandangan diatas maka Stikes Hang Tuah Tanjungpinang merasa perlu memberikan wadah bagi para dosen/peneliti dalam bidang keperawatan baik dari Stikes Hang Tuah Tanjungpinang maupun dari luar untuk turut menyebarluaskan hasil penelitiannya. Diharapkan Jurnal Keperawatan yang diterbitkan oleh Stikes Hang Tuah ini mampu menambah khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang keperawatan dan menambah motivasi bagi para dosen-dosen yang lain agar melakukan penelitian. Pembaca yang budiman, semoga jurnal ini dapat menambah wawasan pengetahuan bagi pembaca. Kami mohon maaf bila ada kesalahan dan kekurangan dalam penulisan jurnal. Oleh karena itu tak lupa kami mohon saran dan kritik demi kelancaran penerbitan edisi jurnal keperawatan berikutnya.
Tanjungpinang, Maret 2012 STIKES Hang Tuah Tanjungpinang
Endang Abdullah, S.Kp, M.Si Letkol Purn
PENGGUNAAN TEKNOLOGI PERSONAL DIGITAL ASSISTANCE (PDA) DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PELAYANAN KEPERAWATAN Nur Meity Sulistia Ayu1
ABSTRAK Keperawatan adalah sebuah profesi yang kompleks yang mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan dan kompetensi untuk memberikan perawatan pasien dan meningkatkan kualitas pelayanan. Berbagai upaya dilakukan untuk dapat memberikan pelayanan yang aman dan berkualitas, salah satunya adalah pemanfaatan teknologi informasi.Salah satu manfaat penggunaan teknologi informasi diharapkan dapat meningkatkan patient safety. Akses ke catatan pasien, pemesanan obat, dan sumber daya pendidikan melalui internet atau intranet untuk transfer pengetahuan dan keunggulan klinis dalam pemberian perawatan. Salah satu bagian dari perkembangan teknologi dibidang informasi yang sudah mulai dipergunakan oleh kalangan perawat di dunia internasional adalah teknologi PDA (personal digital assistance). Perawat, dokter, bahkan pasien akan lebih mudah mengakses data pasien serta informasi perawatan terakhir.PDA ada yang menyebutnya palmtops, komputer genggam(hand-held computers), atau komputer saku(pocket computer)merupakan alat yang mampu dipegang tangan yang mengombinasikan fungsi komputer, telepon, fax, internet dan networking system. Umumnya PDA memiliki fungsi sebagai ponsel, pengirim fax, web browser, dan personal organizer. Produktivitas meningkat, kesalahan serta kelalaian dapatdikurangi, mutu perawatan kepada pasien, dan kepuasan kerja perawatjugameningkat. Kata kunci : teknologi informasi, kualitas pelayanan keperawatan, PDA
ABSTRACT Nursing is a complex profession that integrates knowledge, skills and competence to provide patient care and improve quality of care . Various attempts were made to provide safe and quality services, one of which is the use of information technology. One of the benefits of the use of information technology is expected to improve patient safety. Access to patient records, ordering medications , and educational resources through the Internet or an intranet for knowledge transfer and clinical excellence in care delivery . One part of the development of the field of information technology has begun to be used by the nurse in the international world is technology PDA (personal digital assistance). Nurses, doctors , and even patients will more easily access patient data and treatment information last . Some call PDA palmtops , handheld computers, or pocket computer is a tool that is able to combine the functions of a hand-held computer, telephone, fax, Internet and networking systems. PDAs generally have a function as a phone , fax sender , web browser and personal organizer. Increased productivity, errors and omissions can be reduced, the quality of care to patients, nurses and job satisfaction also increased. Key word: information technology, the quality of nursing services, PDA
145
PENDAHULUAN Perkembangan
perawat. Komputer genggam (Personal teknologi
informasi
Digital Assistants/PDA)menjadi hal yang
semakin maju seiring dengan kebutuhan
semakin lumrah di kalangan medis.. PDA
manusia akan informasi . Penggunaan
dapat
teknologi informasi sudah merambah luas
berbagai data klinis pasien, informasi obat,
di semua bidang, dapat dikatakan bahwa
maupun panduan terapi/penanganan klinis
perkembangan teknologi
tertentu.
informasi akan
menyebabkan fenomena dalam cara hidup manusia.
Manusia
dalam
digunakan
untuk
Pemanfaatan
memenuhi
disertai
menyimpan
PDA
dengan
yang
jaringan
sudah telepon
kebutuhannya cenderung menginginkan
memungkinkan perawat
kemudahan,
penggunaan
memiliki akses terhadap database pasien di
ini dapat
rumah sakit melalui jaringan Internet. Salah
termasuk
teknologi informasi.
Hal
dibuktikan bahwa teknologi informasi ini
satu
sudah masuk
telemedicine
kehidupan
ke hampir semua bidang
termasuk
penerapan adalah
teknologi
pengiriman
data
kesehatan.
radiologis pasien yang dapat dikirimkan
Teknologi sistem informasi kesehatan
secara langsung melalui jaringan GSM.
diartikan sebagai teknologi yang digunakan
Selanjutnya dokter dapat memberikan
oleh
untuk
interpretasinya secara langsung melalui
memfasilitasi komunikasi, mengintegrasi
PDA, dan memberikan feedback kepada
informasi,
intervensi
perawat dirumah sakit. Dengan adanya
perawatan kesehatan, menyimpan catatan
komputer dan PDA di tempat kerja perawat,
tindakan dan mendukung fungsi organisasi
dapat
(Szydlowski S & Smith, C.2009)
mengurangi
organisasi
dunia
contoh
tetap dapat
kesehatan
dokumentasi
Salah
satuteknologi
system
meningkatkan
produktivitas,
kesalahan
serta
kelalaian/negligence, meningkatkan mutu
informasi yang saat Ini berkembang adalah
perawatan
penggunaan
meningkatkan juga kepuasan kerja perawat.
Assisten).
PDA Dale
&
(Personal
Digital
LeFlore
(2007)
kepada
menjelaskan PDA sebagai "suatu metode
KAJIAN LITERATUR
penyampaian
DEFINISI
untuk
perawatandanPDA
titik
dan
Digital
PDA (Personal Digital Assistants) adalah
Assistants) merupakan satu alat berupa
satu alat berupa portable, yang merupakan
portable,
komputer
komputer genggam dan sering ditemui di
genggam dan sering ditemui di rumah sakit,
rumah sakit, terutama digunakan oleh para
terutama digunakan oleh para dokter atau
dokter dan perawat.Sebuah alat komputer
yang
(Personal
informasi
pasien,
merupakan
146
genggam portable, dan dapat dipegang
perhitungan kalkulasi obat atau perhitungan
tangan yang didesain sebagai organizer
cairan
individu,
menyimpan
namun
terus
berkembang
IV
fluid/infus. data
Perawat
pasien,
dapat
membuat
sepanjang masa. PDA memiliki fungsi
grafik/table, mengefisiensikan data dan
antara
menyebarluaskannya.
lain
sebagai
kalkulator,
jam,
Perawat
dapat
kalender, games, internet akses, mengirim
mengorganisasikan
data,
dan menerima email, radio, merekam
mendokumentasikan
gambar/video, membuat catatan, sebagai
keperawatan dan membuat rencana asuhan
address book, dan juga spreadsheet. PDA
keperawata.
intervensi
terbaru bahkan memiliki tampilan layar berwarna dan kemampuan audio, dapat
PDA dapat menyimpan daftar nama, email,
berfungsi
bergerak,
alamat website, dan diary/agenda harian.
HP/ponsel, browser internet dan media
Ditambah dengan kemampuan dokumentasi
players. Saat ini banyak PDA dapat
naskah menggunakan MS word dan power
langsung mengakses internet, intranet dan
point. Alat ini juga dilengkapi dengan
ekstranet melalui Wi-Fi, atau WWAN
games, penyimpanan e-book, musik dan
(Wireless Wide-Area
photo/gambar, serta video yang terkait
sebagai
telepon
Networks). Dan
terutama PDA memiliki kelebihan hanya menggunakan
sentuhan
layar
dengan bidang kesehatan dan keperawatan
dengan PDA sangat berguna untuk program
pulpen/ touch screen) Personal Digital
pembelajaran keperawatan. Seperti telah
Assistants disebut juga sebagai komputer
dilakukan di Duke University School of
genggam, komputer saku. Yang tergolong
Nursing and Arizona Health Sciences dan
PDAs antara lain: pager, perangkat internet, dan
berbagai
komputer
Robert Morris University School of Nursing
seukuran
(2004) di Amerika Serikat, Penggunaan
genggaman tangan. Dengan perkembangan
PDA
teknologi, informasi yang kita butuhkan
berukuran
membawa kecil
dan
komputer mudah
kepada
dosen
dan
mahasiswa keperawatan dalam rangka
dapat kita akses dengan mudah hanya dengan
diwajibkan
pembelajaran mata kuliah keperawatan.
yang dibawa
Meningkatkan keterlibatan dan hubungan
kemana-mana. (Wiggins, 2004).
pasien-perawat. Apabila pasien dan perawat memiliki
FUNGSI PDA BAGI PERAWAT
PDA,
keperawatan
Perawat dapat mengakses secara cepat
aplikasi
tingkat
komunikasi
mutahir
dapat
diterapkan, yang tidak lagi menonjolkan
informasi tentang obat, penyakit, dan 147
peran tatap muka hubungan interaksi
(Williams & Dittmer, 2009).
perawat-pasien (telenursing). Sinkronisasi PDA dapat menunjang pengumpulan data
PDAs mempunyai kemampuan sinkronisasi
base pasien dan RS, yang berguna untuk kepentingan
riset
dalam
penyimpanan
bidang
data
seperti
yang
bisa
dilakukan juga oleh komputer PC, seperti
keperawatan. (Zurmehly, 2010)
kemampuan mengakses Microsoft word dan outlook. Ini menjadi suatu kelebihan
MACAM DAN JENIS PDA
bagi PDAs untuk dapat dijadikan komputer
Perusahaan Apple Computer-lah yang
pribadi yang mudah dibawa dan bermanfaat
pertama kali mengenalkan PDAmodel
untuk mengakses informasi penting.
Newton MessagePad di tahun1993. Setelah itu kemudian muncul beragam perusahaan
Display
yang menawarkan produk serupa seperti
Layar yang digunakan pada PDAs telah
yang terpopuler adalah PalmOne (Palm)
berkembang seperti juga pada komputer
yang mengeluarkan seri Palm Pilots from
dengan kemampuan memuat 16 karakter
Palm, Inc dan Microsoft Pocket PC
dengan cakupan warna hingga 640 x 240
(Microsoft). Palm menggunakan Palm
pixel.
Operating System (OS) dan melibatkan beberapa perusahaan seperti Handspring, Sony, and TRG dalam produksinya . Microsoft
Pocket
PC
lebih
banyak
menggunakan MS produk, yang banyak diproduksi oleh Compaq/Hewlett-Packard and Casio. 9) Bahkan saat ini juga telah muncul Linux PDA, dan smart phone. http://www.mobiletechreview.com/ GambarAksesPDA
SPESIFIKASI
DALAM
PDA
(ZURMEHLY, 2010) Data
input
beberapa
jenis
PDAs
mempunyai kemampuan untuk menyimpan data. Hal ini memerlukan latihan dan waktu tersendiri
untuk
mempelajari
penggunaannya 148
untuk menggunakan PDA. Sebuah metode penelitian cross-sectional yang terdiri 51 peserta dari kedua rumah sakit dan lingkungan
rumah
perawatan
jompo.
Sampling dan kelompok fokus digunakan untuk mengumpulkan data untuk analisis. Sumber daya elektronik yang paling sering diakses dalam pengaturan rumah sakit termasuk obat informasi referensi dan pedoman kompatibilitas. Doran (2007) menyimpulkan bahwa teknologi mobile Contoh menu dalamPDA
memberikan kesempatan "untuk mengakses informasi yang relevan pada saat perawat-
PENELITIAN PENGGUNAAN PDA Penelitian padatahu
yang 2007
pasien kontak".
dilakukanolehDoran menemukan
bahwa
Saat ini ada penelitian lain yang sedang
PDAadalah tantangan bagi perawat untuk
berlangsung
mengakses informasi yang up to date, saat
penggunaan PDA pada titik perawatan
ini, dan tepat waktu, karena sifat tugas-
untuk perawat. Tujuannya adalah untuk
didorong praktek mereka dan beban kerja
mempelajari dampak pada keselamatan
berat yang mereka alami. Dia menemukan
pasien dan kualitas pelayanan perawat
bahwa
mencari
menggunakan PDA nirkabel (Roberts &
informasi jauh dari titik perawatan, dalam
Ward, 2007). Proyek 3-tahun saat ini
sistem informasi klinis dan manual, dan
sedang dalam tahap implementasi.
perawat
seringkali
di
Australia
menyelidiki
"sumber informasi yang paling sering Studi
adalah rekan seorang perawat". Tujuan
yang dilakukan dalam pendidikan
keperawatan telah menemukan bahwaPDA
studinya meliputi: identifikasi sumber daya
adalah merupakan bahan referensi, selama
perawat ingin mengakses menggunakan
mahasiswa
PDA pada titik pelayanan; penentuan data
keperawatan
yang
sedang
melaksanakan praktik klinik (Miller et al,
hasil pasien dan data penilaian yang harus
2005.), dan PDA dapat memfasilitasi
dikumpulkan dengan menggunakan PDA,
penerapan pengetahuan berbasis penelitian
identifikasi tentang bagaimana perawat
untuk praktek klinis .
mengumpulkan dan menggunakan data; dan penciptaan sistem perangkat lunak
HAMBATAN PENGGUNAAN PDA 149
Ada hambatan yang menghambat adopsi
literacy/gaptek di kalangan perawat, dan
PDA
minimnya
oleh
perawat
dalam
praktek.
penggunaan
IT
(Tehnologi
Bukannya dipuji karena inovasi mereka
Informasi) dalam mengelola informasi
dalam
untuk
kesehatan - menyebabkan penggunaan
meningkatkan praktek, perawat sering
PDA di kalangan perawat Amerika masih
bertemu dengan kecurigaan oleh para
rendah.
mengadopsi
teknologi
manajer dan kolega mereka: "Apakah itu
IMPLIKASI PDA MASA DEPAN
telepon? Apakah Anda bermain game pada "Selain
itu?,Tidak
ada
Sebuah generasi baru dari ponsel pintar
penggantian
dengan cepat mengganti model PDA
keuangan untuk biaya PDA bila digunakan untuk
mendukung
praktek
tradisional. "Penjualan PDA tradisional
klinis.
menurun karena permintaan untuk PDA
Paradoksnya, jumlah besar informasi yang
kombinasi / perangkat telepon seluler, yang
dapat diakses melalui PDA nirkabel dapat
disebut Smart-ponsel, meningkat tajam"
banyak dan sulit bagi perawat untuk
(Dale & LeFlore, 2007, hal 339).
menyortir dan menganalisa ketika mencoba untuk mendapatkan jawaban cepat untuk pertanyaan
tertentu.
Bahkan
Bagaimana
dalam
menggunakan
organisasi di mana PDA didukung, kadang-
melihat
perangkat
perawat
genggam
di
samping tempat tidur? Salah satu elemen
kadang ada kurangnya pelatihan dan
kunci
dukungan teknis. Isu-isu lain yang potensial
yang
terkait
dengan
adopsi
keperawatan PDA yang tidak dibahas
hambatan secara langsung berhubungan
dalam makalah ini adalah respon pasien.
dengan perangkat itu sendiri: kehidupan
Satu
baterai, layar kecil, dan memori yang
studi
kecil
di
Hong
Kong
menunjukkan bahwa meskipun "pasien
terbatas. Data
pasien
merasa bahwa menggunakan PDA dapat dari
Forrester's
Consumers
meningkatkan efisiensi perawat dalam
Technographics 2003 North American
pengambilan
Bench Mark Study mengungkapkan telah
terkadang pasien khawatir tentang akurasi
banyak perawat di Amerika Serikat yang
data dan privasi, dan lebih disukai bahwa
telah menggunakan PDA (59.800 perawat
perawat
di tahun 2003), namun ternyata masih
menggunakan
banyak
yang kesulitan
"dihargai asuhan keperawatan melalui
penggunaannya. Menurut Hebert, 1997
teknologi" (Lee, 2007, hal 109). Perawat
budaya perawat/nursing culture, computer
menggunakan PDA di samping tempat tidur
pula
perawat
150
data
dan
menjelaskan PDA,"
perhitungan,
alasan-alasan mereka
masih
harus siap menjawab pertanyaan pasien
pasien,
bahkan
memberikan
akses
mereka 'dan mungkin untuk menunjukkan
komunikasi ke sesama perawat maupun
bagaimana PDA dapat mengakses sumber
medis untuk melakukan konsultasi dan
daya elektronik.
pembuatan keputusan terkait perawatan pasien.
KESIMPULAN DAN SARAN
SARAN
KESIMPULAN
Pemanfaatan PDA dan tehnologi pada
Sebagai teknologi yang maju, adopsi PDA akan
menjadi
lebih menonjol
akhirnya berpulang kepada perawat itu
dalam
sendiri.
keperawatan dan aspek lain dari kesehatan.
dan
pendidikan
sumber daya berbasis
sudah
semestinya
diharapkan keterlibatan institusi rumah
Penyediaan perangkat, pelatihan dalam penggunaan,
Namun
sakit atau pendidikan keperawatan, agar
tentang
mampu merangsang pemanfaatan tehnologi
penelitian yang
informasi/nursing computer secara luas di
tersedia akan memfasilitasi penggunaan
negara kita. Di Indonesia seyogyanya akan
PDA keperawatan.
lebih baik jika dosen/CI (clinical instructor)
Penggunaan PDAs merupakan suatu bentuk
dari
kemajuan
pendidikanAKPER/STIKES/FIK
mulai
dimanfaatkan dalam bidang keperawatan.
mengenal
dalam
Banyak keuntungan yang diperoleh dari
interaksi belajar mengajar. Misalnya saja
penggunaan
dalam
saat pre/post conference pembahasan kasus
pemberian asuhan keperawatan kepada
praktek mahasiswa di RS apabila terdapat
pasien, salah satunya adalah mempermudah
obat/tindakan keperawatan yang rumit,
akses informasi terkait perkembangan
maka dosen dan mahasiswa dapat langsung
pasien baik hasil rekaman alat-alat medis di
akses browser internet.
teknologi
PDAs,
yang
terutama
dapat
tempat tidur pasien maupun dari hasil
keperawatan
oleh perawat untuk kemudian diteruskan ke
obat-obatan
bidang
pekerjaan perawat dalam peran sebagai manajer.
informasi ke berbagai literatur, informasi pemberian
Kepala
smart phone dapat membantu bidang
akses
informasi perawat terkait perawatan pasien,
terkait
setingkat
pun demikian. PDA sebagai organizer, dan
keuntungan dari penggunaan PDAs bagi mempermudah
PDA,
Keperawatan/supervisor keperawatan di RS
nurse station dan bagian medis. Selain itu
adalah
pemanfaatan
Demikian pula halnya di level manajer
laboratorium yang dapat langsung diakses
perawat
institusi
pengambilan
kepada 151
Setiap
kegiatan
keputusan,
rapat,
penggunaan
analisa data dan teori keperawatan dapat
hand: Development of an outcomes-
diakses segera melalui PDA.
focused
knowledge
intervention.
Setiap data yang ada di RS dapat pula
translation
Worldviews
on
Evidence-Based Medicine.69-77.
bermanfaat untuk bahan analisa riset keperawatan, masukkan untuk perumusan
McCord, L. (2003). Using a personal digital
kebijakan/policy dan penunjang sistem TI
assistant
(tehnologi informasi) di RS. Sehingga
memberikan
pertukaran
online
tanpa
mengenal
J. J. (2006). An investigation of
batas
handheld device use by older adults
geografis.
with
Akan ada saatnya dimana keperawatan,
dengan
dan
berjalan
perkembangan
age-related
macular
degeneration. [Article]. Behaviour &
perawat, klien, asuhan keperawatan akan bersinggungan
OR
Leonard, V. K., Jacko, J. A., & Pizzimenti,
informasi data dan program kesehatan secara
the
Room Nurses Journal, 78, 996-1001.
network (jaringan keperawatan online) dapat
streamline
workload. Association of Operating
bukan tidak mungkin akan tercipta nursing
yang
to
Information Technology, 25(4), 313-
seiringan
332.
percepatan
tehnologi. Sentuhan asuhan keperawatan dimasa mendatang bukan tidak mungkin,
Roberts, D. W., & Ward, C. L. (2007)
akan semakin banyak berkembang pesat.
Summer
Institute
for
Nursing
Informatics 2007: Skills and systems
DAFTAR PUSTAKA
for
Dale, J. C., &LeFlore J. (2007). Personal
today and
tomorrow.
CIN:
Computers, Informatics Nursing, 25,
digital assistants: Making the most
307-313.
use of them in clinical practice. Journal of Pediatric Health Care, 21,
Wiggins, R. H., 3rd. (2004). Personal
339-342.
digital assistants. Journal Of Digital Imaging: The Official Journal Of The
Doran, D. M., Myopoulos, J., Kuchniruk,
Society For Computer Applications In
A., Nagle, L., Laurie-Shaw, B.,
Radiology, 17(1), 5-17.
Sidani, S., Tourangeau, A., Lefebre, N., Reid-Haughian, C., Carryer, J., Cranley, L. M. & McArthur, G.
Wu, C.-C., & Lai, C.Y. (2009).Wireless
(2007). Evidence in the palm of your
Handhelds 152
to
Support
Clinical
Nursing
Practicum.Educational
Technology & Society,12 (2), 190– 204.
Safran, C., Reti, S., Marin, H., & Fernando, J. (2010). Clinicians, security and information
technology
support
services in practice settings - a pilot study. Studies in Health Technology & Informatics, 160, 228-232.
Szydlowski
S
&
Smith,
C.(2009).
Perspectives From Nurse Leaders and Chief Information Officers on Health Information
Technology
Implementation.
Hospital
Topics.
Diakses dari: http://proquest.umi.com tanggal 1 November 2011. Zurmehly, J. (2010). Personal Digital Assistants
(PDAs):
Evaluation.
Review
Nursing
and
Education
Perspectives, 31(3), 179-182.
1. Nur MeitySulistiaayu, S.Kep.,Ns., M.Kep : Dosen pada Departemen Ilmu
Dasar
Keperawatan
dan
Keperawatan Dasar Program Studi Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan
HangtuahTanjungpinang.
153
PENERAPAN METODE PEER EDUKASI DALAM PENCEGAHAN PERILAKU SEKSUAL PRA NIKAH PADA REMAJA DI KELURAHAN PASIR GUNUNG SELATAN, DEPOK Ari Pristiana Dewi1, Wiwin Wiarsih2 ABSTRAK Remaja merupakan aset bangsa yang potensial dalam rangka menghadapi persaingan global. Peer edukasi adalah program pemberdayaan teman sebaya untuk dapat memberikan informasi dan pengetahuan kesehatan bagi remaja. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh peer edukasi terhadap perilaku seksual pra nikah remaja. Desain penelitian ini quasi-experimental dengan model one group (pretest-postest) design dengan jumlah sampel 22 remaja. Hasil penelitian menunjukkan karakteristik remaja dengan usia terbanyak adalah remaja usia pertengahan (15-17 tahun) dan sebagian besar (55.5%) berjenis kelamin laki-laki. Analisis bivariat menyatakan ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata perilaku seksual pra nikah remaja sebelum dan setelah pelaksanaan peer edukasi (ρ<0.05). Disarankan bagi Puskesmas untuk dapat mengembangkan program PKPR sebagai perpanjangan peer edukator sehingga usaha peningkatan kesehatan reproduksi remaja dapat berjalan optimal.
Kata Kunci
: peer edukasi, perilaku seksual pra nikah, remaja
ABSTRACT Adolescents are national asset which are potential in order to face global competition. Peer education is a peer empowerment program to provide information and health knowledge for adolescents. The purpose of this study was to determine the effect of peer education on adolescents’ sexual behavior before marriage. The research design was quasi-experimental with one group model (pretest-posttest), with a sample of 22 adolescents. The results showed the characteristics of adolescents with majority of age are middle age (15-17 years) and most of them (55.5%) are male sex. Bivariate analysis showed that there is a significant difference between the average of adolescent premarital sexual behavior before and after the implementation of peer education (ρ <0.05). It is recommended for community health centers to develop the PKPR program as an extension of peer educator so that efforts to improve adolescent reproductive health can run optimally.
Keywords: peer education, premarital sexual behavior, adolescents
PENDAHULUAN
identitas
diri
(Erikson,
1996;
dalam
McMurray, 2003). Remaja selama fase ini Remaja adalah periode perkembangan
mengalami perubahan secara fisik dan
selama individu mengalami perubahan dari
psikologis, serta sosial terutama dalam hal
masa kanak-kanak menuju dewasa (Potter
persepsi diri dan ekspektasi kehidupan
& Perry, 2005). Remaja sebagai salah satu
sosial remaja (WHO, 2008).
kelompok berisiko memiliki beberapa
Remaja dalam pencarian identitas diri akan
karakteristik
kehidupan di
komunitas.
mencoba
Karakteristik
kehidupan
remaja
digambarkan
sebagai
fase
sesuatu
mengembangkan
pencarian
yang perilaku
baru
dan dalam
kehidupannya. Masa pencarian identitas 154
diri merupakan masa yang kritis, yaitu saat
Perilaku seksual adalah segala tingkah laku
untuk berjuang melepaskan ketergantungan
yang didorong oleh hasrat seksual, baik
kepada orang tua dan berusaha mencapai
dengan lawan jenis maupun sesama jenis
kemandirian sehingga dapat diterima dan
(Sarwono, 2011). Seehafer dan Rew (2000)
diakui sebagai orang dewasa (Friedman,
menyatakan perilaku seksual pra nikah
Bowden & Jones, 2003). Masa transisi ini
merupakan segala bentuk perilaku atau
menjadikan remaja beresiko mengalami
aktivitas seksual yang dilakukan tanpa
berbagai
serta
adanya ikatan perkawinan. Perilaku seksual
berperilaku seksual bebas (pra nikah) yang
pra nikah dikaitkan dengan perilaku seksual
mengakibatkan kehamilan, perkawinan usia
yang dilakukan remaja. Notoatmojo (2010)
muda
menyatakan perilaku seksual remaja adalah
masalah
dan
misalnya
kesehatan
penyakit HIV
menular
AIDS
seksual
(Stanhope
&
tindakan yang dilakukan oleh remaja yang
Lancaster, 2004).
berhubungan dengan dorongan seksual yang datang baik dalam dirinya maupun
Hasil penelitian Frost et al tahun 2001
dari luar dirinya. Perilaku seksual remaja
melaporkan bahwa sebanyak 42.6% remaja
dikelompokkan menjadi dua yaitu perilaku
perempuan dan 45.6% remaja laki-laki
seksual berisiko dan tidak berisiko. Perilaku
yang
seksual berisiko dimulai dari remaja dan
berusia
16
tahun
mempunyai
kebiasaan
melakukan
hubungan
Aktivitas
hubungan
seksual
meningkat
bersamaan
seks.
pasangan melakukan ciuman bibir, petting,
remaja
oral seks, anal seks dan berhubungan seks
dengan
baik
menggunakan
maupun
terdapat 75 % remaja laki dan 70 % remaja
Sedangkan perilaku seksual tidak berisiko
wanita
terjadi
mempunyai
kebiasaan
dimana
penghalang
lateks
bertambahnya umur. Sampai usia 18 tahun
yang
tanpa
penghalang
remaja
lateks.
dan pasangan
melakukan hubungan seks. Hasil survei ini
melakukan pelukan dan gandengan tangan
didukung oleh hasil survey National
serta perilaku lain yang tidak menimbulkan
Campaign to Prevent Teen Pregnancy
resiko masalah kesehatan bagi remaja.
(NTPCP) tahun 2002 di Amerika Serikat dengan didapatkan sebanyak 20 % remaja
Angka perilaku seksual pra nikah remaja di
baik laki-laki maupun perempuan sudah
Indonesia tidak jauh berbeda. Survei
melakukan hubungan seks sebelum usia 15
tentang pergaulan bebas remaja yang
tahun.
dilakukan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia tahun 2007 di 12 Kota besar di Indonesia terdapat 62.7% siswi SMP 155
mengaku sudah tidak perawan lagi, 63%
dunia). Di Amerika Serikat, 45% remaja
remaja
melakukan
perempuan yang berusia kurang dari 17
hubungan seks sebelum menikah dan
tahun telah melakukan seks pra nikah, 34%
sekitar 21.2% remaja SMA mengaku
remaja perempuan mengalami kehamilan
pernah melakukan aborsi. Studi dari Annisa
yang tidak diinginkan, dan 57% dari remaja
Foundation (2007) melaporkan lebih dari
yang hamil melahirkan anaknya dengan
60% remaja telah melakukan kegiatan seks
atau tanpa pernikahan (NCPTP, 2005). Data
dan 12% remaja putri menggunakan alat
BKKBN-LDFEUI (2000) yaitu sebanyak
kontrasepsi
21% remaja melakukan aborsi,
mengaku
yang
sudah
dijual
bebas
di
masyarakat.
11%
kelahiran terjadi pada usia remaja, dan 43% remaja yang melahirkan anak pertama
Laporan BKKBN (2008) menyatakan 63%
dengan usia pernikahan kurang dari 9 bulan.
remaja di beberapa kota besar di Indonesia telah melakukan seks pranikah. Data ini
Meningkatnya kejadian kehamilan yang
ditunjang oleh hasil Riset Kesehatan Dasar
tidak diinginkan dapat berakibat pada upaya
tahun 2010 yang menyatakan bahwa umur
pengguguran
pertama melakukan hubungan seksual pada
sehingga
usia 8 tahun, untuk laki-laki sebesar 0.1%
Dampak yang lain adalah meningkatnya
dan perempuan sebesar 0.5% (Riskesdas,
kejadian penyakit akibat hubungan seksual,
2010). Hasil survei terbaru tentang perilaku
diantaranya
seksual oleh Yayasan DKT Indonesia tahun
Kompleksitas perilaku seksual beresiko
2011
remaja dan dampak yang ditimbulkan
di
Yogyakarta,
Jabodetabek, Surabaya
Bandung, dan
Bali
kandungan
(abortus)
mengakibatkan
kematian.
penyakit
membutuhkan
keseriusan
HIV/AIDS.
penanganan
menunjukkan sebanyak 39% remaja pernah
melalui keterlibatan semua komponen
berhubungan seksual saat berusia 15-19
khususnya dari unit pelayanan kesehatan
tahun, sisanya 61% berusia 20-25 tahun.
terutama perawat yang bekerja di Dinas Kesehatan
Perilaku seksual beresiko yang dilakukan
dan
Puskesmas
(perawat
komunitas).
remaja akan berdampak pada remaja perempuan terutama terjadinya kehamilan.
Perawat komunitas sebagai bagian dari
Berdasarkan data WHO (2008) terdapat 16
tenaga kesehatan berperan penting untuk
juta remaja perempuan usia 15-19 tahun
meningkatkan
yang melahirkan setiap tahunnya (atau
masyarakat (Nies & McEwen, 2001).
sekitar 11% dari seluruh kelahiran di
Program proteksi pada remaja ditujukan 156
derajat
kesehatan
untuk mendeteksi masalah kesehatan pada
Grove, 2009). Integrasi teori dan model
remaja sedini mungkin dan program
yang diaplikasikan terhadap pencegahan
promosi
untuk
perilaku seksual pra nikah remaja adalah
mencegah perilaku menyimpang pada
preceede model, interaction model of client
remaja (Allender & Spradley, 2001). Salah
health behavior (IMCHB) dan family
satu program promosi dan prevensi yang
centered
nursing.
dapat dilakukan adalah peer edukator.
sebanyak
22
Peneliti merumuskan pertanyaan penelitian
penelitian yang digunakan yaitu anonimity,
yaitu adakah pengaruh penerapan metode
beneficence & maleficence, respect for
peer edukasi dalam pencegahan perilaku
human dignity, dan justice (Burn & Grove,
seksual pra nikah pada remaja. Penelitian
2009). Analisa data menggunakan univariat
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
dan bivariat yaitu uji Dependent Simple T
penerapan metode peer edukasi dalam
Test. Pengolahan data meliputi langkah-
pencegahan perilaku seksual pra nikah pada
langkah editing, coding, processing dan
remaja di Kelurahan Pasir Gunung Selatan.
cleaning.
BAHAN DAN METODE
HASIL
PENELITIAN
Karakteristik Remaja
kesehatan
bertujuan
Jumlah
responden
remaja. Pedoman etika
Desain penelitian adalah bentuk rancangan Tabel 1. Karakteristik responden berdasarkan usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan asal sekolah
yang digunakan dalam melakukan prosedur penelitian (Hidayat, 2007). Penelitian ini
No
merupakan penelitian kuantitatif dengan rancangan
penelitian
yang
Usia 1 10-14 tahun 2 15-17 tahun 3 18-19 tahun Jumlah Jenis Kelamin 1 Laki-laki 2 Perempuan Jumlah Tingkat Pendidikan 1 SMP 2 SMA Jumlah Asal Sekolah 1 Negeri 2 Swasta Jumlah
digunakan
adalah quasi-experimental dengan model one
group
(pretest-postest)
design.
Rancangan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh yang ditimbulkan dari sebuah intervensi pada suatu kelompok remaja.
Dalam
rancangan
ini,
kelompok
eksperimen tersebut diberi intervensi yang diawali
dengan
pengukuran
Karakteristik
sebelum
pemberian intervensi (pretest) dan setelah pemberian intervensi (post test) (Burn & 157
Frekuensi
Persentase
5 14 3 22
22.7% 63.6% 13.7% 100%
12 10 22
54.5% 45.5% 100%
8 14 22
36.4% 63.6% 100%
3 19 22
13.6% 86.4% 100%
Tabel 1 menunjukkan bahwa karakteristik
Tabel 3 memperlihatkan bahwa perilaku
responden terdiri dari usia, jenis kelamin,
seksual pra nikah responden sebelum
tingkat pendidikan dan asal sekolah. Usia
intervensi dengan perilaku seksual tidak
terbanyak adalah remaja menengah (15-17
berisiko sebanyak 14 responden (63.6%),
tahun) yaitu sebanyak 14 responden
sementara
(63.6%), sedangkan jenis kelamin hampir
sebanyak 8 responden (36.4%).
perilaku
seksual
berisiko
sama dimana perempuan sebanyak 10 responden (54.5%) dan laki-laki sebanyak
Analisis Perilaku Seksual Pra Nikah
12 responden (45.5%). Tingkat pendidikan
Sebelum dan Sesudah Intervensi
terbanyak adalah SMA yaitu 14 responden
Berikut ini akan kami paparkan hasil
(63.6%), dan mayoritas responden berasal
analisis perilaku seksual pra nikah remaja di
dari sekolah swasta yaitu 19 orang (86.4%).
Kelurahan Pasir Gunung Selatan, Depok sebelum dan setelah dilakukan penerapan
Karakteristik Perilaku
Seksual
metode peer edukasi sebagai berikut :
Pra
Nikah Remaja Tabel 4. Perilaku seksual pra nikah sebelum dan setelah intervensi (n=22)
Tabel 2. Karakteristik perilaku seksual pra nikah responden sebelum intervensi
Perilaku Seksual Pra Nikah Tidak Berisiko Berisiko Jumlah
Frekuensi 8 14 22
Variabel
Mean
SD
Mean Per
SD Per
ρ
Perilaku Seksual Pra Nikah Sebelum Sesudah
11 9.27
2.4 1.6
1.73
0.86
0.002
Persentase (%) 36,4% 63.6% 100%
Tabel 2 memperlihatkan bahwa perilaku seksual pra nikah responden sebelum
Berdasarkan tabel 4 di atas, dari hasil uji
intervensi dengan perilaku seksual berisiko
statistik paired sample T-Test didapatkan
sebanyak 14 responden (63.6%), sementara
rata-rata (mean) perilaku seksual pra nikah
perilaku seksual tidak berisiko sebanyak 8
responden sebelum diberikan intervensi
responden (36.4%).
adalah 11 dengan standar deviasi 2,4. Setelah diberikan intervensi, didapat rata-
Tabel 3. Karakteristik perilaku seksual pra nikah responden setelah intervensi
rata perilaku seksual pra nikah remaja
Perilaku Seksual Pra Nikah Tidak Berisiko Berisiko Jumlah
adalah 9.27 dengan standar deviasi 1.6.
Frekuensi
Persentase
Terlihat penurunan nilai rata-rata antara
14 8 22
63.6% 36.4%
pengukuran sebelum dan setelah intervensi sebesar 1.73 dengan standar deviasi 0.86.
100% 158
Nilai p= 0,002 pada alpha 5%, maka dapat
salah satunya perilaku seksual pra nikah
disimpulkan ada perbedaan yang signifikan
remaja.
antara rata-rata perilaku seksual pra nikah
Remaja usia pertengahan membutuhkan
remaja sebelum dan setelah penerapan
informasi kesehatan seksual yang benar
metode peer edukasi yang dilakukan pada
untuk menghindari perilaku seksual pra
sampel sebanyak 22 orang.
nikah remaja. Namun, Moeilono (2003) menyatakan bahwa pemberian informasi
PEMBAHASAN
dan pelayanan bagi remaja masih sangat
Karakterisik Responden
sedikit. Hal ini mungkin disebabkan karena
Hasil
penelitian
tentang
karakteristik
sudut
pandang
masyarakat
Indonesia
responden menunjukkan bahwa rentang
menganggap bahwa usia tersebut masih
usia responden bervariasi yang berkisar 13-
terlalu muda untuk dikatakan dewasa.
18 tahun dengan usia terbanyak adalah
Masyarakat Indonesia juga menganggap
remaja menengah (15-17 tahun) yaitu
tabu pemberian informasi tentang seks bagi
sebanyak 14 responden (63.6%). Remaja
remaja. Metcalfe (2004) bahwa masalah
usia pertengahan secara psikososial mampu
kesehatan seksual remaja dapat terjadi
membangun nilai, norma dan moralitas
karena
serta mampu berpikir independen terhadap
kurangnya
permasalahan dirinya (Santrock, 2005). Di
tentang seksualitas remaja yang sehat.
ketidaktahuan sumber
remaja
informasi
dan remaja
sisi lain, remaja usia pertengahan memiliki kemauan
yang
sulit
dikompromikan
Ditilik
dari
pertumbuhan
dan
sehingga mungkin berlawanan dengan
perkembangannya, remaja mengalami masa
kemauan orangtua. Hal ini menyebabkan
pubertas yang menandakan pematangan sel
remaja cenderung melepaskan diri dari
reproduksi untuk berfungsi. Masa ini sangat
ikatan orangtuanya dan lebih banyak
rentan terhadap berbagai perilaku seksual
menghabiskan waktu dengan teman sebaya.
beresiko
Berbeda dengan remaja usia akhir yang
melakukan seks pra nikah dan bersiko
memiliki emosi lebih stabil, minat dan
terjadi HIV, kehamilan dan aborsi.
yang
mengakibatkan
remaja
konsentrasi semakin baik dan kemampuan menyelesaikan berkembang. disimpulkan
masalah
sudah
mulai
Lebih
Dari uraian diatas, dapat remaja
usia
lanjut,
masa
pubertas
remaja
dihubungkan dengan perkembangan dan
pertengahan
pematangan fungsi seksualitas remaja.
dengan emosi yang belum stabil lebih
Remaja mengalami masa pubertas yaitu
beresiko terhadap perilaku tidak sehat,
fase pematangan organ-organ reproduksi 159
yang
ditandai
(menstruasi
dengan
pertama)
menarche
pada
(Hofmann & Greydanus, 1997; dalam APA,
remaja
2002).
Pertumbuhan
fisik
remaja
perempuan dan mimpi basah pada remaja
merupakan bagian dari kemunculan tanda-
laki-laki (Potter & Perry, 2003). Masa
tanda pubertas.
pubertas juga diikuti dengan perubahan hormonal remaja yaitu progesteron dan
Pubertas pada remaja perempuan ditandai
estrogen pada remaja perempuan; hormon
dengan pertumbuhan buah dada yang
androgen dan testoteron pada remaja laki-
dialami pada usia 10 tahun atau lebih awal
laki (Sarwono, 2011). Perubahan hormonal
dan menstruasi yang biasanya terjadi pada
pada remaja menimbulkan hasrat dan
umur 12 atau 13 tahun. Pubertas remaja
dorongan seksual. Remaja yang merasa
laki-laki ditandai dengan pembesaran testis
ragu-ragu menghadapi masa pubertasnya
pada umur 11 atau 12 dan ejakulasi atau
untuk mengontrol dorongan seks yang
mimpi basah terjadi pada umur 12-14 tahun.
sedang dialaminya, maka ia lebih berisiko
Pubertas sekunder remaja laki-laki ditandai
untuk melakukan perilaku seksual berisiko
dengan pertumbuhan bulu badan dan
dibanding dengan remaja yang tidak tahu
perubahan suara (Allender & Spradley,
sejauh
2001).
mana
keyakinan
dia
dalam
mengontrol dorongan seks. Bila tidak mampu beradaptasi dengan perubahan dan
Hasil
keragu-raguan tersebut, remaja berisiko
perempuan
terjadi masalah kesehatan diantaranya
terhadap perubahan fisik dan emosional
perilaku
selama
seksual
pra
nikah
remaja
(Stanhope & Lancaster, 2004).
penelitian yang
pubertas
menunjukkan tidak
akan
remaja
dipersiapkan
mengalami
permasalahan dengan kesehatan reproduksi (Koff & Rierdan, 1995 dalam APA, 2002).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis
Remaja perempuan juga mengungkapkan
kelamin hampir sama dimana perempuan
bahwa seorang ayah tidak banyak berperan
sebanyak 10 responden (45.5%) dan laki-
terhadap perubahan fisik yang dialami oleh
laki sebanyak 12 responden (54.5%).
remaja perempuan, dan ibu tidak pernah
Pertumbuhan
perempuan
berdiskusi dengan ayah dengan melibatkan
diawali pada usia 10-14 tahun dan berakhir
anaknya tentang apa yang dialami remaja
pada usia 17-19 tahun. Sedangkan remaja
(Koff & Rierdan, 1995; dalam APA, 2002).
laki-laki
permulaan
Hal yang tidak berbeda dengan remaja
pertumbuhan fisik dimulai pada usia 12-14
perempuan, dimana remaja laki-laki yang
tahun dan berakhir pada umur 20 tahun
tidak dipersiapkan selama masa pubertas
fisik
remaja
mengalami
160
akan mengalami perasaan cemas dan
Condry et al (1968 dalam Santrock, 2005)
terkejut tentang pengeluaran sperma selama
menyatakan remaja menghabiskan waktu
ejakulasi pada saat mimpi basah atau
dua kali lebih banyak dengan teman sebaya
masturbasi atau onani (Stein & Reiser,
daripada dengan orang tuanya. Teman
1994; dalam APA, 2002). Kondisi ini
sebaya adalah sekelompok remaja yang
ditunjang oleh minimnya informasi seksual
nilai-nilainya dianut oleh remaja lain (Rice,
remaja dari orang yang dipercaya baik
2005). Santrock (2005) menyatakan teman
petugas
orangtua
sebaya berfungsi sebagai tempat bagi
remaja. Akibatnya remaja mengalihkan
remaja berbagi dan sering perubahan
mencari informasi dari sumber yang tidak
perilaku
dapat dapat dipercaya yaitu teman dan
perilaku sesama teman sebaya. Teman
media massa. Media massa cenderung
sebaya sebagai kelompok acuan untuk
memberikan
justru
berhubungan dengan lingkungan sosial,
menjerumuskan remaja pada perilaku seks
dimana remaja menyerap norma dan nilai-
pra nikah. Wallmyr dan Welin (2006)
nilai yang akhirnya menjadi standar nilai
mengemukakan
yang mempengaruhi pribadi remaja.
kesehatan
maupun
informasi
remaja
yang
lebih
mudah
remaja
disebabkan
transfer
terpengaruh media dalam hal berperilaku seksual pra nikah dibandingkan dewasa
BKKBN (2010) menyatakan remaja lebih
disebabkan remaja meniru adegan-adegan
nyaman
dari yang di lihat.
masalah perilaku seksual dengan teman sebaya
dan
terbuka
daripada
mendiskusikan
orangtua.
Hal
ini
Perilaku Seksual Pra Nikah Remaja
dibuktikan oleh hasil penelitian
Hasil penelitian perilaku seksual remaja
(2006) yang menunjukkan sebanyak 56.3%
menunjukkan
remaja
ada
perbedaan
yang
lebih
senang
Arianti
mendiskusikan
signifikan antara rata-rata perilaku seksual
masalah pribadi termasuk seks dengan
remaja sebelum dan setelah penerapan
teman sebaya. Alasan yang diungkapkan
metode peer edukasi. Remaja dalam
remaja lebih senang berdiskusi dengan
perkembangan kehidupan sosial sangat
teman sebaya karena cenderung dapat
tergantung
(peer),
menyimpan rahasia, lebih terbuka dalam
sehingga pendekatan pendidikan kesehatan
membicarakan teman lawan jenis serta
remaja lebih efektif dilakukan melalui peer
dapat
group remaja (WHO, 2002; dalam UNPFA,
dihadapinya dengan orangtua/keluarga.
2009).
Peer berperan dalam rangka pemberdayaan
dari
kelompoknya
memecahkan
masalah
yang
teman sebaya dari remaja. Program yang 161
menggunakan model peer salah satunya
penelitian Smith dan Diclemente (2000)
diwujudkan dalam program Pelayanan
terhadap perilaku remaja perempuan untuk
Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) melalui
mencegah kehamilan diketahui bahwa
teman sebaya adalah peer edukasi dalam
perilaku
rangka upaya promosi kesehatan pada
dipengaruhi oleh teman sebayanya.
remaja
perempuan
sangat
remaja. Peer edukasi berasal dari remaja yang telah berikan pengetahuan dan
Teman
pelatihan tentang kesehatan reproduksi
perilaku positif, seperti : saling tukar
remaja, seperti: perkembangan remaja,
pengalaman positif dan olah raga (Monks,
kesehatan reproduksi, dan bahaya seks pra
Knors, & Haditono, 2004). Menurut
nikah (seks bebas). UNESCO (2003)
penelitian Bosma (1983, dalam Monks,
tentang penerapan peer edukasi pada
Knors,
remaja dalam rangka mencegah HIV/ AIDS
perilaku
terdapat
positif pada remaja dengan sebaya, seperti:
peningkatan
kesehatan
sebaya
&
remaja
Haditono,
remaja
mempengaruhi
2004)
terhadap
menemukan
kegiatan
pengetahuan, dan keterampilan. Teman
komitmen
untuk
sekolah,
organisasi,
sebaya berperan memberikan pendidikan
bekerja, dan mengisi waktu luang dengan
kesehatan kepada teman sebayanya untuk
olah raga. Melalui pemberian pendidikan
meningkatkan kesehatan secara efektif.
kesehatan dalam rangka menolak kegiatan negatif yang beresiko terhadap kehamilan
Teman sebaya saling mempengaruhi dan
remaja
mengatur satu sama lainnya. Kim dan Free
mengembangkan sikap dan perilaku positif
(2008)
pada remaja lain (WHO, 2002). Adanya
menyatakan
mengenai
kesehatan
bahwa
informasi
teman
sebaya
dapat
dan
peer edukasi melalui teman sebaya dapat
hubungan seksual yang diperoleh dari
meningkatkan pengetahuan, sikap dan
teman sebaya telah memberikan dorongan
tindakan remaja dalam pencegahan masalah
untuk menentukan sikap remaja dalam
kesehatan yang berkaitan dengan kesehatan
melakukan
dengan
reproduksi remaja. Pada akhirnya, perilaku
pasangan. Berdasarkan penelitian Allen,
seksual remaja secara sehat dapat tercipta
Hape, dan Miga (2008) tentang perilaku
dengan adanya dukungan dan keterbukaan
remaja, dari 184 sampel yang telah
dengan teman sebaya serta sharing info
dilakukan wawancara pada remaja yang
(bertukar informasi) mengenai kesehatan
berusia 13 sampai 20 tahun terdapat hasil
seksual bagi remaja.
aktivitas
reproduksi
melalui
seksual
bahwa anak remaja sangat dipengaruhi oleh teman sebaya. Hal ini sama dengan hasil 162
Implikasi Penelitian
ikatan orangtuanya dan lebih banyak
Bagi pelayanan keperawatan komunitas,
menghabiskan waktu dengan teman sebaya.
perlu menyusun program promosi lainnya, kegiatan
konseling,
terapeutik
dan
komunikasi
Hasil penelitian menyatakan jenis kelamin
serta sistem rujukan pada
hampir sama dimana perempuan sebanyak
Puskesmas dan sarana kesehatan lainnya
10
yang
sebanyak 12 responden (54.5%). Remaja
memiliki
fasilitas
penanganan
responden
dan
laki-laki
menyusun program promosi dan prevensi
kesempatan yang sama untuk mendapatkan
melalui
dalam
informasi kesehatan reproduksi remaja
kegiatan peer konselor dan peer edukator
dikarenakan ketidaktahuan remaja terdapat
terhadap
persiapan
remaja
kesehatan reproduksi
remaja
perempuan
laki-laki
kesehatan remaja. Perawat komunitas dapat
pemberdayaan
dan
(45.5%)
mereka
mempunyai
mengalami
masa
secara berkelanjutan dan teratur.
pubertas dan memiliki dorongan seksual
Bagi perkembangan ilmu keperawatan,
yang besar sehingga perlu manajemen
penelitian selanjutnya perlu dikembangkan
penyaluran energi secara tepat.
penelitian kualitatif berupa action research dalam pemanfatan media audio-visual
Hasil
dalam peningkatan perilaku kesehatan
perbedaan yang signifikan antara rata-rata
reproduksi
perilaku seksual pra nikah remaja sebelum
remaja
dalam
pencegahan
penelitian
menunjukkan
ada
perilaku seks bebas.
dan setelah pelaksanaan program promotif
.
peer edukasi. Peer edukasi dilakukan
PENUTUP
dengan mengadakan pelatihan kesehatan
Hasil
penelitian
karakteristik
menunjukkan
responden
bahwa
dengan
reproduksi remaja dengan beberapa sesi dan
usia
responden
mampu
menunjukkan
terbanyak adalah remaja usia pertengahan,
peningkatan perilaku positif dalam perilaku
dimana
mampu
kesehatan reproduksi. Disarankan bagi
membangun nilai, norma dan moralitas
Puskesmas untuk dapat mengembangkan
serta mampu berpikir independen terhadap
program PKPR sehingga usaha peningkatan
permasalahan dirinya (Santrock, 2005). Di
kesehatan reproduksi remaja dapat berjalan
sisi lain, remaja usia pertengahan memiliki
optimal.
kemauan
secara
yang
psikososial
sulit
dikompromikan
sehingga mungkin berlawanan dengan
DAFTAR PUSTAKA
kemauan orangtua. Hal ini menyebabkan
Allen, S.T., Hape, M., & Miga, D.S. (2008).
remaja cenderung melepaskan diri dari
Lack of Education Does Not Account 163
for Heightened Sexual Risk Found
Factor approach. Journal of Marriage
Among
and The Family, 2011p. 181-192.
African
Orphans.
International Perspectives on Sexual and Reproductive Health; Sep 2008;
Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak-
35, 3; ProQuest Nursing & Allied
Hak Reproduksi BKKBN. (2008).
Health Source.
Materi
Pelayanan
Reproduksi Allender, J.A. & Spardley, B.W. (2001). Community
Health
Promoting
and
Public’s
Health.
Remaja.
Jakarta
:
Direktorat Remaja dan Perlindungan
Nursing:
Protecting
Kesehatan
Hak-Hak Reproduksi BKKBN
the
Philadelpia:
_______. (2008). Menengok Remaja dan
Lippincott Williams & Wilkins.
Permasalahan
Kesehatannya.
Diakses dari ceria.bkkbn.go.id pada APA
(American
Psychological
tanggal 12 Februari 2012.
Assosiations). (2002). Developing Adolescents:
A
References
For
Moeliono, L. (2003). Proses Belajar Aktif
Professionals. APA Washington, DC.
Kesehatan
Reproduksi
Diakses
Bahan
Pegangan
dari
www.apa.org/pi/pii/develop.pdf
Remaja: Untuk
Memfasilitasi Kegiatan Belajar Aktif Untuk Anak & Remaja Usia 10-14
Burns, N & Grove, S.K. (2009). The
Tahun.
Jakarta: Berencana
Perkumpulan
Practice of Nursing Research :
Keluarga
Indonesia
Appraisal, Synthesis, and Generation
(PKBI), Badan Koordinasi Keluarga
of Evidence. 6th Edition. St Louis :
Berencana Nasional (BKKBN), dan
Saunders Elseiver
United Nations Population Fund (UNFPA).
Christopherson,
T.M.
&
Conner,B.T.
(2012). Mediation of Late Adolescent
Nies, M.A., and McEwan, M. (2001).
Health Risk Behaviors and Gender
Community
Influences. The Journal of Public
promoting the health of population.
Health Nursing. 10(4). 410-413
(3rd
Ed.),
Company. Davis, F.K. & Friel, F. (2011). Adolescent Sexual Activity: An Ecological, Risk164
health
Philadelphia:
nursing:
Davis
Notoatmojo, Soekidjo. (2007). Promosi
to The Interagency Field Manual on
Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta
Reproductive
: Rineka Cipta
Humanatarian Setting.
Potter & Perry (2003). Fundamentals Of
Health
in
WHO (2002).Adolescent Friendly Health
Nursing : Concepts, Proccess, And
Services.Geneva: WHO.
Practice. St.Louis: Mosby Year Book Inc.
Yayasan DKT Indonesia. (2012). Sexual Behavior Survey Indonesia 2011.
Santrock.
(2005).
Adolescent.
Tenth
Diakses dari www.dktindonesia.org
edition. New York; The McGraw 1
Hill.Co.Inc.
. Ari Pristiana Dewi, Ns., M.Kep : Dosen pada
Sarwono, Sarlito W. (2011). Psikologi
Departemen
Komunitas
Remaja. Edisi Revisi. Jakarta :
Program
Keperawatan Studi
Ilmu
Keperawatan, Universitas Riau.
Rajawali Pers 2
. Wiwin Wiarsih, MN : Dosen pada
Smith & DiClemente. (2000). High Risk
Departemen
Keperawatan
Komunitas
For Contracting HIV Virus in Rural
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Teens. Diakses dari
Indonesia.
http://sagepub.com/content
Stanhope, M., & Lancaster, J. (2004). Community
and
Public
Health
Nursing: 5th edition. St. Louis: Mosby-Year Book, Inc.
UNESCO. (2003). Peer Approach in Adolescent
Reproductive
Health
Education: Some Lessons Learned. UNESCO Bangkok. UNPFA. (2009). Adolescent Sexual and Reproductive Health Toolkit For Humanitarian Settings: A Companion 165
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Motivasi Mahasiswa D3 Tingkat III untuk Melanjutkan ke S1 Keperawatan di Stikes Hang Tuah Tanjungpinang Tri Arianingsih1, Lidia Wati2, Nia Aprilla3 ABSTRAK Profesi keperawatan di Indonesia mengalami perkembangan yang demikian pesat, dari pelayanan vokasional menjadi professional. Hal ini merupakan tantangan bagi profesi keperawatan dalam mengembangkan profesionalisme. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan motivasi mahasiswa D3 Tingkat III untuk melanjutkan ke S1 keperawatan di STIKES Hang Tuah Tanjungpinang 2012. Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif analitik, dengan pendekatan atau desain cross sectional. Hasil penelitian didapatkan bahwa ada hubungan antara cita-cita dan motivasi mahasiswa D3 tingkat III dengan nilai pvalue = 0,002, tidak ada hubungan antara kemampuan peserta didik dengan motivasi mahasiswa D3 tingkat III dengan nilai pvalue = 0,990, ada hubungan antara kondisi lingkungan belajar dengan motivasi mahasiswa D3 tingkat III dengan nilai pvalue = 0,005, dan ada hubungan antara upaya pengajar dalam membelajarkan peserta didik dengan motivasi mahasiswa D3 tingkat III dengan nilai pvalue = 0,000. Sebaiknya pihak institusi memberikan dukungan dan memperhatikan kondisi lingkungan belajar dengan berbagai fasilitasnya.
Kata Kunci : Motivasi, Faktor-faktor, Mahasiswa, Pendidikan Keperawatan
ABSTRACT Nursing profession in Indonesia has developed so rapidly from vocational service to professional. It is a challenge for the nursing profession in developing professionalism. This study aims to determine and identify the Factors Associated With Student Motivation Level III D3 for Nursing Continuing To In STIKES Hang Tuah Tanjungpinang Year 2012. This research uses descriptive analytic study design, the approach cross-sectional design. Based on the result showed that there is a relationship between ideals and motivations of students D3 level III with of pvalue = 0.002, no relationship between ability of learners with student motivation D3 level III with of pvalue = 0.990, there is a relationship learning environment with student motivation D3 level III with of pvalue = 0.005, and there is a relationship between teacher effort in providing teaching with student motivation D3 level III with pvalue = 0.000. The institution give support and considering learning environment with variety of facilities. Keyword : Motivation, factors, student, nursing education
PENDAHULUAN
penting dalam upaya mengembangkan
Dari berbagai aspek pembangunan nasional,
pembangunan
dalam
manusia Indonesia seutuhnya, yaitu sumber
bidang
daya mausia yang memiliki keunggulan
pendidikan merupakan bagian yang paling
tertentu serta kreatifitas-kreatifitas cipta
mendasar dalam pengembangan sumber
karya yang bernilai tinggi (Nursalam &
daya manusia (SDM). Hal ini berarti bahwa
Efendi, 2008).
pendidikan merupakan sarana yang paling 166
Sektor kesehatan merupakan salah
meningkatkan
sektor
pada
keperawatan salah satu diperlukan adalah
era
motivasi. Tujuan penelitian ini untuk
globalisasi, dimana diberlakukannya pasar
mengetahui dan mengidentifikasi faktor-
bebas dan semakin berkembangnya ilmu
faktor yang berhubungan dengan motivasi
pengetahuan
mahasiswa
satu
tersedianya
yang
bergantung
SDM.
dan
Menghadapi
tekhnologi
dibidang
pendidikan
D3
tingkat
tinggi
III
untuk
kesehatan, serta meningkatnya persaingan
melanjutkan ke S1 keperawatan di STIKES
antar rumah sakit, dibutuhkan SDM yang
Hang Tuah Tanjungpinang 2012.
berkualitas dan professional dibidangnya, khususnya tenaga kesehatan contohnya
BAHAN DAN METODE
tenaga keperawatan. Dengan demikian
Pada penelitian ini menggunakan
tantangan utama dalam meningkatkan
desain penelitian deskriptif analitik, dengan
pelayanan kesehatan sebaik-baiknya adalah
pendekatan atau desain cross sectional
pengembangan
observasi atau pengumpulan data sekaligus
SDM
dalam
bidang
keperawatan (Sumantri, 2002).
pada suatu saat (point time approach).
Profesi keperawatan di Indonesia
Artinya tiap subjek penelitian hanya
mengalami perkembangan yang demikian
diobservasi sekali saja dan pengukuran
pesat. Perkembangan ini memberi dampak
dilakukan terhadap status karakter atau
berupa
pelayanan
variabel subjek pada saat pemeriksaan. Hal
keperawatan dari pelayanan vokasional
ini tidak berarti bahwa semua subjek
menjadi profesional yang berpijak pada
penelitian diamati pada waktu yang sama.
perubahan
sifat
penguasaan IPTEK keperawatan termasuk
Penelitian ini dilakukan di STIKES
dalam pelayanan keperawatan. Dalam
Hang Tuah Tanjungpinang pada bulan
mengembangkan
profesionalisme
Februari – Maret 2012. Populasi dalam
keperawatan, langkah awal yang perlu
penelitian ini adalah semua mahasiswa D3
ditempuh
penataan
tingkat III keperawatan STIKES Hang Tuah
pendidikan keperawatan dan memberikan
Tanjungpinang yang berjumlah 63 orang
kesempatan
untuk
Tahun 2012. Pengambilan sampel dalam
melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.
penelitian ini adalah sampling jenuh.
Pengembangan sistem pendidikan tinggi
Berarti dalam penelitian ini sampel yang
keperawatan sangat penting dan berperan
diambil adalah semua mahasiswa D3
dalam
tingkat
adalah
kepada
dengan
perawat
pengembangan
pelayanan
III
STIKES
Hang
Tuah
keperawatan professional, pengembangan
Tanjungpinang Tahun 2012 yang berjumlah
teknologi keperawatan. Selama proses
63 orang. 167
Instrument
pada
penelitian
ini
19 - 21
46
73%
adalah menggunakan kuesioner yang terdiri
22 - 24
12
19%
dari 27 pertanyaan dengan alternative
25 - 30
5
8%
jawaban dari likert scale, yaitu sangat tidak
Jenis Kelamin Laki-laki
20
31,7%
Perempuan
43
68,2%
setuju (STS), tidak setuju (TS), setuju (S), sangat setuju (SS). Pilihan jawaban yang
Kemudian
bervariasi, dan responden memilih jawaban
dari
hasil
analisis
univariat dapat diketahui bahwa sebagian
yang telah tersedia.
besar responden memiliki cita-cita, dengan jumlah 45 orang (71,4%), memiliki nilai
HASIL
IPK yang tinggi dengan jumlah 33 orang
Hasil pengumpulan data pada 63
(52,4%) dari 63 orang. Kemudian sebagian
orang mahasiswa D3 tingkat III bahwa
besar responden yaitu 39 orang (61,9%)
sebagian besar responden berumur 19-21
menyatakan kondisi lingkungan belajar di
dengan jumlah 46 orang (73%) dari 63
STIKES
orang. Dan sebagian besar responden
Tanjungpinang
orang menyatakan upaya pengajar dalam
43 orang (68,2%) dari 63 orang. Frekuensi
Tuah
mendukung, dan 45 orang (71,4%) dari 63
berjenis kelamin perempuan dengan jumlah
Distribusi
Hang
membelajarkan peserta didik tinggi. Selain
Responden
itu juga didapatkan hasil dari tabel di atas
Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin
sebagian besar responden yaitu 41 orang
Di STIKES Hang Tuah Tanjungpinang
(65,1%) dari 63 orang memiliki motivasi
Tahun 2012 Umur
Frekuensi
yang tinggi.
%
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Cita-cita, IPK, Kondisi lingkungan Belajar, Upaya Pengajar, dan Motivasi Di STIKES Hang Tuah Tanjungpinang Tahun 2012 Cita-cita
Frekuensi
%
Ada
45
71,4%
Tidak Ada
18
28,6%
IPK Tinggi
33
53,4%
Rendah
30
47,6%
39
61,9%
Kondisi Lingkungan Belajar Mendukung
168
Tidak Mendukung
24
38,1%
Tinggi
45
71,4%
Rendah
18
28,6%
Tinggi
41
65,1%
Rendah
22
34,9%
Upaya Pengajar
Motivasi
Dari
hasil
analisis
bivariat
Hang Tuah Tanjungpinang dengan nilai p
didapatkan hasil bahwa ada hubungan
value = 0,002.
bermakna cita-cita dan aspirasi dengan motivasi mahasiswa D3 tingkat III. untuk melanjutkan ke S1 keperawatan di STIKES Hubungan Cita-cita dan Aspirasi dengan Motivasi Mahasiswa D3 Tingkat III untuk Melanjutkan ke S1 Keperawatan di STIKES Hang Tuah Tanjungpinang Tahun 2012. Cita-
Motivasi Mahasiswa D3
cita dan
Tingkat III Untuk
Aspirasi
Melanjutkan ke S1
Jumlah
Keperawatan Rendah
Tinggi F
P Value
9,305
0,002
%
F
%
F
%
12
66,7%
6
33,3%
18
100%
Ada
10
22,2%
35
77,8%
45
100%
Jumlah
22
34,9%
41
65,1%
63
100%
Tidak
X2
Ada
Tidak ada hubungan kemampuan
keperawatan di STIKES Hang Tuah
peserta didik dengan motivasi mahasiswa
Tanjungpinang dengan nila p value = 0,990.
D3 tingkat III untuk melanjutkan ke S1
169
Hubungan Kemampuan Peserta Didik dengan Motivasi Mahasiswa D3 Tingkat III untuk Melanjutkan ke S1 Keperawatan di STIKES Hang Tuah Tanjungpinang Tahun 2012.
Kemam
Motivasi Mahasiswa D3
puan
Tingkat III Untuk
Peserta
Melanjutkan ke S1
Didik
Keperawatan
(IPK)
Rendah
Jumlah
Tinggi F
X2
P Value
0,000
0,990
%
F
%
F
%
Rendah
11
36,7%
19
63,3%
30
100%
Tinggi
11
33,3%
22
66,7%
33
100%
Jumlah
22
34,9%
41
65,1%
63
100%
Ada hubungan bermakna antara kondisi
keperawatan di STIKES Hang Tuah
lingkungan belajar dengan motivasi
Tanjungpinang dengan nilai p value =
mahasiswa D3 tingkat III untuk
0,005.
melanjutkan ke S1 Hubungan Kondisi Lingkungan Belajar dengan Motivasi Mahasiswa D3 Tingkat III untuk Melanjutkan ke S1 Keperawatan di STIKES Hang Tuah Tanjungpinang Tahun 2012. Kondisi
Motivasi Mahasiswa D3
Lingku
Tingkat III Untuk
ngan
Melanjutkan ke S1
Belajar
Keperawatan Rendah
Tidak
Jumlah
Tinggi F
%
F
%
14
58,3%
10
41,7%
24
100%
8
20,5%
31
79,5%
39
100%
22
34,9%
41
65,1%
63
100%
ung
ung Jumlah
P Value
7,761
0,005
%
F
Menduk
Menduk
X2
170
Ada hubungan bermakna antara upaya
untuk melanjutkan ke S1 keperawatan di
pengajar dalam membelajarkan peserta
STIKES Hang Tuah Tanjungpinang Tahun
didik dengan motivasi mahasiswa D3
2012 dengan nilai p value = 0,000.
tingkat III Hubungan Upaya Pengajar Dalam Membelajarkan Peserta Didik dengan Motivasi Mahasiswa D3 Tingkat III untuk Melanjutkan ke S1 Keperawatan di STIKES Hang Tuah Tanjungpinang Tahun 2012. Upaya
Motivasi Mahasiswa D3
Pengaja
Tingkat III Untuk
r
Melanjutkan ke S1
Jumlah
Keperawatan Rendah
Tinggi F
P Value
13,216
0,000
%
F
%
F
%
Rendah
13
72,2%
5
27,8%
18
100%
Tinggi
9
20,0%
36
80,0%
45
100%
Jumlah
22
34,9%
41
65,1%
63
100%
171
X2
PEMBAHASAN
tetapi mereka memiliki motivasi yang
Dari hasil penelitian yang telah
tinggi. Hal ini berbeda dengan teori dalam
dilakukan hubungan antara cita-cita dan
buku Nursalam (2008) yang menyatakan
aspirasi dengan motivasi mahasiswa D3
bahwa kemampuan peserta didik akan
tingkat III untuk melanjutkan ke S1
mempengaruhi atau memperkuat motivasi
keperawatan
seseorang.
di
STKES
Hang
Tuah
Tanjungpinang Tahun 2012 menunjukkan
Dan
untuk
penelitian
bahwa ada hubungan cita-cita dan aspirasi
hubungan
dengan motivasi mahasiswa D3 tingkat III
dengan motivasi mahasiswa D3 tingkat III
untuk melanjutkan ke S1 keperawatan di
untuk melanjutkan ke S1 keperawatan di
STIKES Hang Tuah Tanjungpinang dengan
STIKES Hang Tuah Tanjungpinang yaitu
р value = 0,002. Adanya hubungan antara
ada hubungan kondisi lingkungan belajar
cita-cita dan aspirasi dengan motivasi
dengan motivasi mahasiswa D3 tingkat III
mahasiswa
untuk
untuk melanjutkan ke S1 keperawatan di
melanjutkan ke S1 keperawatan di STIKES
STIKES Hang Tuah Tanjungpinang dengan
Hang Tuah Tanjungpinang dikarenakan
nilai р value = 0,005 (0,005<0,05). Hal ini
sebagian besar responden yang tidak
sesuai
memiliki/ada cita-cita yaitu sebanyak 35
lingkungan belajar yang dapat berupa
orang (77,8%) memiliki motivasi yang
keadaan alam, lingkungan tempat tinggal,
tinggi.
dan yang paling utama yaitu lingkungan
D3
tingkat
III
kondisi
hasil
dengan
lingkungan
teori
bahwa
belajar
kondisi
Kemudian didapatkan hasil bahwa
institusi penyelenggara pendidikan itu
tidak ada hubungan kemampuan peserta
sendiri sangat penting untuk diperhatikan,
didik dengan motivasi mahasiswa D3
karena
tingkat III untuk melanjutkan ke S1
mempengaruhi
keperawatan di STIKES Hang Tuah
seseorang (Nursalam, 2008).
Tanjungpinang. Tidak adanya hubungan
lingkungan
juga
motivasi
turut
dan
minat
Dari hasil penelitian yang telah di
antara kemampuan peserta didik dengan
lakukan
motivasi mahasiswa D3 tingkat III untuk
hubungan
melanjutkan ke S1 keperawatan di STIKES
membelajarkan
Hang Tuah Tanjungpinang Tahun 2012
motivasi mahasiswa D3 tingkat III untuk
dikarenakan sebagian besar responden yang
melanjutkan ke S1 keperawatan di STIKES
kemampuan peserta didiknya (IPK) rendah 172
didapatkan upaya
pula
hasil
pengajar
peserta
didik
ada dalam
dengan
Hang Tuah Tanjungpinang dengan nilai р
tingkat III untuk melanjutkan ke S1
value = 0,000 (0,000>0,05).
keperawatan di STIKES Hang Tuah
Adanya hubungan tersebut diperkuat
Tanjungpinang Tahun 2012 dengan nilai p
dengan adanya teori menurut Suciati dan
value = 0,002. Tidak ada hubungan antara
Prasetya (2001) (cit Nursalam, 2008)
kemampuan peserta didik dengan motivasi
bahwa pengajar merupakan salah satu
mahasiswa
stimulus yang sangat besar pengaruhnya
melanjutkan ke S1 keperawatan di STIKES
dalam memotivasi peserta didik.
Hang Tuah Tanjungpinang Tahun 2012
D3
tingkat
III
untuk
dengan nilai p value = 0,990. 7.1.8 Ada KESIMPULAN DAN SARAN
hubungan antara kondisi lingkungan belajar
SIMPULAN
dengan motivasi mahasiswa D3 tingkat III
Dari hasil penelitian yang telah
untuk melanjutkan ke S1 keperawatan di
dilakukan kepada 63 responden di STIKES
STIKES Hang Tuah Tanjungpinang Tahun
Hang Tuah Tanjungpinang pada bulan
2012 dengan nilai p value = 0,005. Ada
Maret 2012, maka peneliti dapat menarik
hubungan antara upaya pengajar dalam
kesimpulan
bahwa
membelajarkan
responden
memiliki
:
Sebagian
peserta
didik
dengan
dengan
motivasi mahasiswa D3 tingkat III untuk
jumlah 45 orang (71,4%) dari 63 orang.
melanjutkan ke S1 keperawatan di STIKES
Kemudian
Hang Tuah Tanjungpinang Tahun 2012
sebagian
cita-cita,
besar
besar
responden
memiliki nilai IPK yang tinggi dengan
dengan nilai p value = 0,000.
jumlah 33 orang (52,4%) dari 63 orang. Selain itu didapatkan hasil sebagian besar responden
yaitu
39
orang
(69,8%)
menyatakan kondisi lingkungan belajar di STIKES
Hang
Tuah
SARAN
Tanjungpinang
Dengan adanya hasil penelitian ini,
mendukung. Sebagian besar responden
diharapkan pada peneliti selanjutnya untuk
yaitu 45 orang (71,4%) dari 63 orang
mengadakan
menyatakan
mendalam mengenai faktor-faktor lain yang
upaya
pengajar
dalam
penelitian
yang
berhubungan
lebih
membelajarkan peserta didik tinggi. Dan
kemungkinan
dengan
sebagian besar responden yaitu 41 orang
motivasi mahasiswa D3 tingkat III untuk
(71,4%) dari 63 orang memiliki motivasi
melanjutkan ke S1 keperawatan di STIKES
yang tinggi.
Hang Tuah Tanjungpinang, agar nantinya
Ada hubungan antara cita-cita dan
hasil penelitian tersebut dapat diajukan
aspirasi dengan motivasi mahasiswa D3
sebagai saran bagi pihak institusi untuk 173
meningkatkan kualitas baik dari segi tim
yang memungkinkan udara bisa masuk
pengajar maupun peserta didik itu sendiri.
sepenuhnya, dan dapat terbuka lebar. Serta
Dari hasil penelitian ada beberapa saran
diharapkan juga kepada para pengajar agar
yang
lokasi
lebih meningkatkan upaya mengajar dalam
penelitian/pihak institusi yaitu diharapkan
rangka menumbuhkan motivasi yang besar
agar pihak institusi bisa lebih memberikan
bagi mahasiswa untuk melanjutkan ke S1,
dukungan, motivasi, dan perhatian yang
seperti merubah atau memodifikasi metode
lebih bagi mahasiswa yang benar-benar
pembelajaran, tidak hanya metode ceramah,
memiliki cita-cita untuk menjadi perawat
melainkan dengan metode yang lainnya
yang profesional agar dapat meningkatkan
seperti memutar video yang berkaitan
prestasi belajarnya, seperti memberikan
dengan bahan ajar yang akan di ajarkan,
reward pada mahasiswa yang berprestasi
seperti bagaimana cara pemasangan infus,
disetiap semesternya,. Selain itu pihak
memandikan
institusi sebaiknya lebih memperhatikan
sehingga
kondisi lingkungan belajar di kampus serta
menangkap
fasilitasnya yang masih kurang lengkap,
tindakan dalam memori mereka, yang
seperti ketersediaan alat-alat praktikum di
nantinya dapat di aplikasikan pada saat
laboraturium,
yang
praktek mandiri di laboraturium maupun di
jumlahnya belum memadai dengan jumlah
klinik. Selain itu pengajar juga bisa
kelas yang ada. Sebagian mahasiswa
menerapkan pembelajaran di luar ruangan
mengatakan
kelas, agar peserta didik mendapat suasana
peneliti
ajukan
kemudian
bahwa
untuk
infocus
mereka
kesulitan
peserta dan
didik
lebih
merekam
mudah tindakan-
bacaan,
yang
diharapkan juga agar pengajar disela-sela
diberikan oleh dosen, dan terutama dalam
waktu mengajar memberikan masukan
penyusunan tugas akhir. Oleh karena itu
tentang
diharapkan kepada pihak kampus agar
keperawatan, sehingga nantinya pihak
menambah jumlah dan jenis buku-buku
institusi dapat menghasilkan SDM perawat
yang dapat membantu para mahasiswa
yang professional dan siap pakai.
dalam
merasa
luka,
baru
tugas-tugas
tidak
perawatan
mencari referensi baik itu untuk bahan membuat
dan
pasien,
pentingnya
bosan.
pendidikan
Dan
S1
menyelesaikan tugas-tugas yang
diberikan oleh para dosen ataupun tugas
DAFTAR PUSTAKA
akhir.
Abdullah E (2009). Profil Stikes Hang Tuah
belajar
Untuk
menambah
sebaiknya
kenyamanan
disediakan
fasilitas
Tanjungpinang.
kesejukan udara yang memadai, sebagai
Tanjungpinang:
Stikes Hangtuah Tanjung Pinang.
contoh sederhananya ventilasi ruangan 174
DEPKES. 2011. Perawat Mendominasi Tenaga
Maulana, I. 2003. Faktor-faktor yang
Kesehatan.
Berhubungan
dengan untuk
Motivasi
http://manajemen-
Perawat
rs.net/index.php?option=com_conten
Pendidikan pada Jenjang Pendidikan
t&view=article&id=185:perawat-
Tinggi Keperawatan. Skripsi FK-
mendominasi-tenaga-
STIKES
kesehatan&catid=51:berita&Itemid=
Universitas Airlangga, Banjarmasin.
Fakultas
Melanjutkan
Kedokteran
95. Diakses tanggal 23 Oktober 2011. Jam : 13.20 Notoatmodjo, Penelitian
Djamarah, S.B. 2008. Psikologi Belajar
2006.
Dasar-Dasar
Nurhidayah,
Ilmu
Kurniawan, A. 2009. Belajar Mudah SPSS Pemula.
Kesehatan.
Metodologi Jakarta
:
Yogyakarta
R.E.
2011.
Pendidikan
Keperawatan. Medan : USU Pers
Pendidikan. Jakarta : Rajawali Pers
untuk
2010.
Rineka Cipta.
Edisi 2. Jakarta : Rineka Cipta
Hasbullah.
S.
Nursalam & Efendi. 2008. Pendidikan
:
Dalam
MediaKom
Keperawatan.
Jakarta
:
Slameba Medika
Kusnanto. 2004. Pengantar Profesi & Nursalam. 2009. Konsep dan Penerapan
Praktik Keperawatan Profesional.
Metodologi
Jakarta : EGC
Penelitian
Ilmu
Keperawatan Edisi 2. Jakarta : Salmeba Medika. Marziati.
2009.
Motivasi
Mahasiswa
Akademi Keperawatan Pemerintah untuk
Putri, H.T & Fanani, A. 2010. Etika profesi
Melanjutkan Pendidikan ke Tingkat
Keperawatan. Yogyakarta : Cipta
Sarjana
Pustaka
Kabupaten
Aceh
Selatan
Keperawatan.
Skripsi
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatra Utara.
175
Sardiman. 2011. Interaksi & Motivasi
WR.
2011.
Pendidikan
Dalam
Belajar Mengajar. Jakarta : Rajawali
Keperawatan.
Pers
http://dhanwaode.wordpress.com/20 11/01/26/pendidikan-dalamkeperawatan/. Diakses tanggal 12
Setiadi. 2007. Konsep & Penulisan Riset
Desember 2011. Jam : 13.30
Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu
Wuryanto, E. 2007. Menata Pendidikan Perawat.
Suara,
dkk.
2007.
Konsep
Dasar
http://www.suaramerdeka.com/haria
Keperawatan. Jakarta : TIM
n/0707/16/opi05.htm.
Diakses
tanggal 13 Desember 2011. Jam : Suarli, S & Bahtiar, Y. Manajemen
11.53
Keperawatan. Jakarta : Erlangga 1 Mahasiswa S1 Keperawatan Hang Tuah Sumantri. 2002. Tantangan Pengembangan
Tanjungpinang.
Tenaga Kesehatan Masa Depan.
2 Dosen Program Studi Ilmu Keperawatn
Majalah Bina Diknakes. Edisi 42.
STIKES Hang Tuah Tanjungpinang. 3 Dosen Program Studi Ilmu Keperawatn
Syarifudin.
2010.
Panduan
TA
STIKES Hang Tuah Tanjungpinang.
Keperawatan dan Kebidanan dengan SPSS.Yogyakarta : Grafindo Litera Media.
Uno, H.B. 2010. Teori Motivasi & Pengukurannya.
Jakarta
:
Bumi
Aksara
Wati, L, dkk. 2011. Buku Panduan Penyusunan Proposal dan Skripsi. Tanjungpinang : STIKES Hang Tuah Tanjungpinang.
176
Efektivitas Terapi Musik Klasik Mozart Dalam Meningkatkan Durasi Konsentrasi Belajar Pada Anak Autisme Utari Yunie Atrie1, Yusnaini Siagian2, Meily Nirnasari3
ABSTRAK Penyandang autis umumnya mengalami gangguan pada konsentrasi. Salah satu terapi untuk meningkatkan konsentrasi dan daya ingat anak autisme adalah terapi musik.Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas terapi musik klasik Mozart dalam meningkatkan durasi konsentrasi belajar pada anak autisme di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Tanjungpinang tahun 2012. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen semu khususnya Non Equivalent Control Group Design.Analisis data yang digunakan adalah uji Paired Samples T Test dan uji Independent Samples T Test. Berdasarkan uji statistik Paired Samples T Test diperoleh p value sebesar 0,007 yang artinya bahwa ada perbedaan antara rata-rata durasi konsentrasi belajar pada kelompok eksperimen sebelum dengan setelah terapi musik klasik Mozart. Berdasarkan uji statistik Independent Samples T Test didapatkan p value sebesar 0,014 yang artinya ada perbedaan rata-rata durasi konsentrasi belajar antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Ternyata terapi musik klasik Mozart memberikan peningkatan terhadap durasi konsentrasi belajar anak autisme.
Kata kunci: terapi musik, mozart, konsentrasi belajar, autisme ABSTRACT Persons with autism generally experience impaired concentration. One of therapies are used to stimulate a concentration and memory of children with autism is music therapy. The research was conducted to determine the effectiveness of the Mozart classic music therapy in improving the concentration duration of study children with autism at Special School (SLB) Tanjungpinang in 2012. This research uses quasy-experimental methods especially Non Equivalent Control Group Design. Analysis of the data used were Paired Sample T test and Independent Sample T Test. Based on the Paired Sample T Test obtained for 0.007 p value which means that there is a difference between the average concentrations duration of studied in the experimental group before and after treatment of the Mozart classic music. For statistical tests of the Independent Sample T Test obtained p value of 0.014 which means that there are differences in the average concentration duration of study between experimental groups with control groups. It turns the Mozart classic music therapy give an improvement to the concentration duration of children with autism.
Keywords: music teraph, mozart, concentrate of study, autism
PENDAHULUAN
Bermacam anggapan terjadi di
Istilah autisme telah dikemukakan
kalangan masyarakat saat ini dengan
sejak tahun 1943 oleh Leo Kanner, seorang
landasan pemikiran yang berbeda-beda
psikiater dari Harvard. Namun hingga hari
(Mulyadi, 2011).
ini,
masih
belum
banyak
yang
Autisme yang menurut istilah
memahaminya secara benar.
ilmiah Kedokteran, Psikiatri, dan Psikologi termasuk
177
dalam
gangguan
pervasive
(Pervasive dimana
Developmental
secara
khas
Disorders),
gangguan
gangguan ini tertinggal dengan anak-anak
yang
yang
lain
dalam
memahami
dan
termasuk dalam kategori ini ditandai
menstimulasi materi yang diberikan oleh
dengan
guru sekolah, hal ini diakibatkan oleh
gangguan-gangguan
dalam
kemampuan interaksi sosial, kemampuan
ketidakmampuan
komunikasi dan berbahasa, perilaku tak
gangguan ini dalam memusatkan perhatian
lazim dan terbatasnya minat atau aktivitas
dan memfokuskan konsentrasi terhadap
(Ningsih, 2008:1). Hal yang perlu diketahui
stimulasi yang diberikan, padahal perhatian
lainnya adalah bahwa penyandang autis
dan konsentrasi adalah suatu hal yang
umumnya
gangguan
sangat penting dalam proses penyimpanan
konsentrasi, karena itu mereka seringkali
informasi ke dalam ingatan sehingga anak
kesulitan berkonsentrasi dalam belajar
lebih cerdas (Yuliasari, 2010:2).
mengalami
maupun pada saat berinteraksi dengan lingkungan
masyarakat
anak-anak
dengan
Kini jumlah penderita autis di
(Nurrachmat,
seluruh dunia terus meningkat dari tahun ke
2009:1).
tahun. Laporan terakhir Badan Kesehatan Dari sejumlah penelitian yang
Dunia (WHO) tahun 2005 menyatakan
dilakukan oleh para pakar autis telah
bahwa perbandingan anak autisme dengan
disepakati bahwa dijumpai suatu kelainan
anak normal di seluruh dunia, termasuk
pada otak anak autis. Dugaan tentang
Indonesia telah mencapai 1 berbanding 100
adanya kelainan otak pada anak autis ini
anak (Jody, 2010). Padahal pada tahun 1987
dinyatakan juga oleh 17 penelitian yang
prevalensi penyandang autis hanya 1 anak
dilakukan di sepuluh pusat penelitian,
per 10.000 kelahiran. Namun sepuluh tahun
antara lain di Kanada, Perancis dan Jepang
kemudian mulai terjadi boom autis dimana
yang melibatkan 250 penyandang autisme
penderita autis meningkat menjadi 1 anak
dimana pada kebanyakan dari mereka
per 500 kelahiran. Dan pada tahun 2000
ditemukan
daerah
meningkat lagi menjadi 1 anak per 250
cerebellum yang menyebabkan kacaunya
kelahiran (Ningsih, 2008:2). Penelitian
lalu lalang impuls di otak. Cerebellum
terakhir dari Autism Research Centre of
bukan saja mengatur keseimbangan, tapi
Cambridge University menyebutkan ada 58
juga ikut berperan dalam proses sensorik,
anak autis per 10.000 kelahiran di dunia
berfikir, daya ingat, belajar, berbahasa dan
(Ryan, 2010).
pengecilan
pada
juga perhatian (Ningsih, 2008:3).
Di Indonesia, hingga saat ini
Adanya gangguan pada autisme mengakibatkan
anak-anak
jumlah anak autis belum diketahui secara
dengan
pasti. 178
Namun
diperkirakan
prevalensi
penyandang autisme terus menunjukkan
anak autisme (35,9%) dengan rentang usia
peningkatan
tinggi.
8-13 tahun, tempat terapi anak Special Kids
Diperkirakan di Indonesia, dari kelahiran
berjumlah 13 anak autisme (33,34%)
4,6 juta bayi tiap tahun, 9.200 dari mereka
dengan rentang usia anak 1,5-7 tahun, dan
mungkin adalah penyandang autis. Mantan
di sekolah PUTRAKAMI berjumlah 12
Menteri Kesehatan, Siti Fadillah Supari
anak autisme (30,76%) dengan rentang usia
dalam pembukaan rangkaian Expo Peduli
4-12 tahun. Dari data di atas dapat kita lihat
Autis 2008 lalu mengatakan, jumlah
bahwa SLB Negeri Jl. Kijang Lama
penderita autis di Indonesia di tahun 2004
Tanjungpinang memiliki
tercatat sebanyak 475.000. Peningkatan
autisme yang lebih banyak dibandingkan
semakin tinggi pada tahun 2005, yaitu
dengan sekolah lainnya, selain itu anak
terdapat 1 per 160 anak (Tanjung, 2010:2).
autisme yang bersekolah pada SLB Negeri
yang
Di
makin
Kepri
jumlah
anak
khususnya
Jl. Kijang Lama ini rata-rata terdiri dari
Tanjungpinang, sampai saat ini belum ada
anak autisme dengan umur yang besar dan
data resmi tentang penderita autisme.
hanya termasuk ke dalam satu kategori
Walaupun belum ada data yang pasti,
umur saja, yaitu anak sekolah.
namun jumlah kasus autisme diperkirakan juga
mengalami
peningkatan
Seiring
dengan
meningkatnya
di
jumlah kasus autisme, semakin bervariasi
Tanjungpinang. Dimana pada awalnya di
pula pendekatan yang digunakan untuk
Tanjungpinang hanya mempunyai SLB
menangani gangguan autisme ini. Banyak
Negeri untuk menangani anak dengan
terapi yang digunakan untuk merangsang
berkebutuhan
otak anak untuk meningkatkan konsentrasi
khusus
seperti
autisme.
Namun beberapa tahun belakangan muncul
dan
sekolah dan tempat terapi lainnya di
penyandang
Tanjungpinang
sekolah
terdiagnosis mempunyai intelegensi di
terapi
bawah normal (Yuliasari, 2010:3). Salah
“Special Kids”. Dari hasil survey langsung
satu bentuk alternatif terapi yang digunakan
ke beberapa sekolah yang menangani anak
saat ini adalah terapi musik. Terapi musik
autis ini, didapatkan bahwa jumlah anak
merupakan
autisme di Tanjungpinang pada Tahun 2010
menangani anak autis yaitu memberikan
berjumlah 30 anak. Jumlah ini meningkat
musik untuk menggugah konsentrasi anak
pada tahun 2011 dan tahun 2012 yaitu
autis (Hotman, 2009:3). Karena musik
menjadi 39 anak autisme dengan rincian di
dapat
SLB Negeri Jl. Kijang Lama berjumlah 14
menyenangkan, musik juga diketahui dapat
“PUTRAKAMI”
seperti dan
tempat
179
daya
ingat
anak
autisme
salah
satu
menciptakan
autis, sebagian
metode
suasana
dimana besar
untuk
yang
mempengaruhi fungsi kognitif. Penggunaan
telah diketahui juga bahwa SLB Negeri Jl.
musik dalam belajar bukanlah hal yang
Kijang Lama belum memiliki program
baru, musik dalam jenis tertentu diketahui
terapi
dapat merangsang otak sehingga otak
menggugah konsentrasi anak autisme, maka
menjadi terbuka dan reseptif terhadap
dari itu peneliti tertarik untuk melakukan
informasi (Yuliasari, 2010:3).
penelitian
musik
yang
dilakukan
mengenai
efektivitas
untuk
terapi
Penelitian tentang terapi musik
musik klasik Mozart dalam meningkatkan
juga telah benyak dilakukan. Misalnya saja
durasi konsentrasi belajar pada anak
penelitian terapi musik untuk meningkatkan
autisme di Sekolah Luar Biasa (SLB)
konsentrasi membaca dan berhitung pada
Negeri Tanjungpinang tahun 2012.
anak autis yang dilakukan oleh Hotman di salah satu tempat terapi anak “Special
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Kids” di Pekan Baru. Pada penelitiannya, ia
Penelitian ini merupakan penelitian
melibatkan 20 anak autisme sebagai subjek
kuantitatif dengan desain penelitian yang
penelitian, yaitu 10 anak sebagai kelompok
digunakan
eksperimen dan 10 anak sebagai kelompok
Design khususnya Non Equivalent Control
kontrol. Pada kelompok eksperimen, ia
Group Design. Populasi pada penelitian ini
memberikan perlakuan berupa terapi musik
adalah seluruh anak autisme di Sekolah
klasik selama 10 hari sedangkan pada
Luar Biasa (SLB) Negeri Tanjungpinang
kelompok
diberikan
yang berjumlah 14 anak autisme. Sampel
perlakuan. Hasilnya didapatkan bahwa anak
penelitian ditentukan secara Purposive
autisme yang diberikan terapi musik klasik
sampling dan didapatkan sebanyak 10
mengalami peningkatan konsentrasi selama
responden, dibagi menjadi
belajar (Hotman, 2009).
eksperimen (diberikan perlakuan berupa
kontrol
tidak
adalah
Quasy-Experiment
kelompok
Berangkat dari beberapa fakta
terapi mendengarkan musik klasik Mozart
yang telah diungkapkan di atas terkait
selama 15 kali pertemuan dan 10 menit
dengan gangguan autisme dan terapi musik,
setiap
dan berdasarkan studi pendahuluan yang
kontrol
telah dilakukan, dimana diketahui bahwa
mendengarkan
SLB Negeri Jl. Kijang Lama memiliki
dengan jumlah sampel pada masing-masing
jumlah
terbanyak
kelompok sebanyak 5 orang. Penelitian ini
dibandingkan dengan sekolah dan tempat
dilaksanakan amulai tanggal 1 Maret
terapi lainnya dengan hanya terdiri dari satu
sampai dengan 26 Maret 2012 di SLB
kategori umur yaitu anak sekolah, serta
Negeri Jl. Kijang Lama Tanjungpinang.
anak
autisme
180
pertemuannya) (tidak
dan
diberikan
musik
klasik
kelompok terapi Mozart)
Variabel bebas pada penelitian ini
klasik Mozart (posttest) dengan nilai
adalah terapi musik klasik Mozart dan
signifikansi p=0,071 (lebih besar dari 0,05).
variabel
terikatnya
adalah
durasi
Kemudian
terdapat
perbedaan
konsentrasi belajar. Teknik pengumpulan
antara rata-rata (mean) durasi konsentrasi
data melalui observasi dan instrumen
belajar anak autisme kelompok eksperimen
pengumpulan data yang digunakan adalah
dengan rata-rata (mean) durasi kelompok
lembar observasi.
kontrol
Data yang diperoleh, dianalisis
pada
saat
posttest
dengan
menggunakan uji Independent Samples T
dengan menggunakan uji statistik Paired
Test (p=0,014).
Samples T Test dan uji Independent
Tabel 1 Perbedaan Rata-Rata (Mean) Durasi Konsentrasi Belajar Anak Autisme Kelompok Eksperimen dan Kontrol Pada Saat Pretest dan Posttest di SLB Negeri Jl. Kijang Lama Tanjungpinang Tahun 2012
Samples T Test dengan menggunakan bantuan paket program komputer pada taraf signifikan 5% (
= 0,05).
No. Res
HASIL PENELITIAN
1. 2. 3. 4. 5. Jumlah Mean Hasil Analisis Statistik
Pada tabel 1, dapat dilihat hasil analisis data-data durasi konsentrasi belajar kelompok eksperimen pada saat pretest dan posttest menggunakan uji Paired Samples T Test menunjukkan bahwa ada perbedaan antara rata-rata (mean) durasi konsentrasi belajar pada kelompok eksperimen sebelum terapi musik klasik Mozart (pretest) dengan rata-rata (mean) durasi konsentrasi belajar setelah
terapi
musik
klasik
Kelompok Eksperimen Pretest Posttest 86 144 173 402 198 491 246 518 267 555 970 2110 194 422 Paired Samples T Test: t = -5,186 df = 4 p value atau Sig. (2-tailed) = 0,007
Kelompok Kontrol Pretest Posttest 157 146 165 165 177 173 228 209 238 232 965 925 193 185 Paired Samples T Test: t = 2,446 df = 4 p value atau Sig. (2-tailed) = 0,071
Keterangan: P= Derajat kemaknaan
Mozart
(posttest) dengan nilai signifikansi p=0,007 PEMBAHASAN
(lebih kecil dari 0,05), sedangkan pada
Dari hasil analisis menggunakan uji Paired
kelompok kontrol menunjukkan bahwa
Samples T Test kelompok eksperimen pada
tidak ada perbedaan antara rata-rata (mean)
saat pretest dan posttest didapatkan hasil
durasi konsentrasi belajar pada kelompok
bahwa ada perbedaan antara rata-rata
kontrol sebelum terapi musik klasik Mozart
(mean) durasi konsentrasi belajar pada
(pretest) dengan rata-rata (mean) durasi
kelompok
konsentrasi belajar setelah terapi musik
eksperimen
sebelum
terapi
musik klasik Mozart (pretest) dengan rata181
K E
p
rata (mean) durasi konsentrasi belajar
perbedaan antara rata-rata (mean) durasi
setelah
konsentrasi belajar pada kelompok kontrol
terapi
musik
klasik
Mozart
(posttest). Hal ini terbukti dari rata-rata
sebelum
(mean) durasi konsentrasi belajar kelompok
(pretest) dengan rata-rata (mean) durasi
eksperimen untuk sebelum terapi musik
konsentrasi belajar setelah terapi musik
klasik Mozart (pretest) adalah 194 detik dan
klasik Mozart (posttest). Dengan kata lain
rata-rata (mean) durasi konsentrasi belajar
tidak
setelah
Mozart
konsentrasi belajar pada kelompok kontrol
(posttest) adalah 422 detik. Artinya bahwa
yang tidak diberikan terapi musik. Hal ini
rata-rata setelah terapi musik klasik Mozart
terbukti dari adanya penurunan rata-rata
lebih tinggi 2,17 kali dari pada rata-rata
(mean) durasi konsentrasi belajar dari 193
sebelum terapi musik klasik Mozart.
detik menjadi 185 detik. Tidak adanya
Dengan kata lain terjadi peningkatan yang
perubahan yang signifikan dalam arti
signifikan dari durasi konsentrasi belajar
konsentrasi responden tidak jauh berbeda
pada
walaupun
terapi
musik
klasik
kelompok eksperimen yang
mendapatkan perlakuan terapi musik.
terapi
musik
terdapat
klasik
Mozart
peningkatan
telah
dilakukan
durasi
2
kali
pengukuran yaitu pengukuran pertama pada
Adanya penyembuhan konsentrasi
saat pretest dan pengukuran kedua pada
belajar anak autisme akibat terapi musik
saat
sesuai dengan pendapat Aizid (2011:128-
konsentrasi anak autisme memang sangat
129) yang menyatakan bahwa terapi musik
rendah dan semakin memperkuat pendapat
diyakini dapat menjadi salah satu alternatif
Howlin (1998) (cit Hotman, 2009:12), yang
untuk menyembuhkan gangguan autis.
menyatakan bahwa konsentrasi anak autis
Dalam hal ini, musik berguna untuk melatih
ditandai
auditori, menekan emosi, serta melatih
pembelajaran yang hanya bertahan kurang
kontak mata dan konsentrasi anak. Jenis
lebih 3 menit. Dimana jika pada hasil rata-
terapi ini merupakan salah satu alternatif
rata (mean) tersebut kita perhitungkan
yang sangat baik bagi anak-anak maupun
dalam satuan menit maka didapatkan bahwa
orang dewasa yang mengalami gangguan
konsentrasi belajar kelompok kontrol pada
pertumbuhan,
saat pretest hanya bertahan 3 menit 13 detik
komunikasi
belajar,
keterbelakangan mental, dan autisme. Sedangkan
dari
hasil
posttest,
membuktikan
dengan
fokus
bahwa
terhadap
sedangkan pada saat posttest hanya 3 menit
analisis
5 detik.
menggunakan uji Paired Samples T Test
Konsentrasi yang rendah pada anak
kelompok kontrol pada saat pretest dan
autisme dalam penelitian ini mungkin
posttest didapatkan hasil bahwa tidak ada
disebabkan oleh kelainan pada otaknya. 182
Seperti sejumlah penelitian yang dilakukan
rata-rata (mean) durasi konsentrasi belajar
oleh para pakar autis, dimana telah
kelompok
disepakati bahwa dijumpai suatu kelainan
eksperimen adalah 1:2,28 yang artinya
pada otak anak autis. Dugaan tentang
bahwa durasi konsentrasi belajar anak
adanya kelainan otak pada anak autis ini
autisme kelompok eksperimen 2,28 kali
dinyatakan juga oleh 17 penelitian yang
lebih tinggi dari pada kelompok kontrol
dilakukan di sepuluh pusat penelitian,
setelah mendapatkan terapi musik.
antara lain di Kanada, Perancis dan Jepang
kontrol
Dengan
dengan
adanya
perbedaan
yang melibatkan 250 penyandang autisme
konsentrasi
dimana pada kebanyakan dari mereka
diberikan terapi musik dengan yang tidak
ditemukan
daerah
diberikan terapi musik membuktikan bahwa
cerebellum yang menyebabkan kacaunya
terapi musik efektif dalam meningkatkan
lalu lalang impuls di otak. Cerebellum
konsentrasi anak autisme. Efektivitas terapi
bukan saja mengatur keseimbangan, tapi
musik klasik Mozart dalam meningkatkan
juga ikut berperan dalam proses sensorik,
konsentrasi belajar pada penelitian ini,
berfikir, daya ingat, belajar, berbahasa dan
sesuai dengan kajian teori pada bab
juga perhatian (Ningsih, 2008:3).
sebelumnya dimana Campbell (2002:10-
pengecilan
pada
antara
kelompok
kelompok
yang
Independent
11) dalam bukunya “Effect Mozart”
kelompok
memakai ungkapan ini untuk mencakup
eksperimen dan kelompok kontrol pada saat
berbagai fenomena seperti kemampuan
posttest
musik
Berdasarkan samples
T
Test
maka
uji antara
diketahui
perbedaan
rata-rata
konsentrasi
belajar
bahwa
(mean) antara
ada durasi
Mozart
untuk
meningkatkan
kesadaran ruang dan kecerdasan untuk
kelompok
beberapa
waktu,
kekuatannya
untuk
eksperimen dengan rata-rata (mean) durasi
meningkatkan konsentrasi dan kemampuan
konsentrasi
kontrol
bicara pada pendengarnya, kecenderungan
setelah terapi musik klasik Mozart. Adanya
untuk memungkinkan lompatan cukup jauh
perbedaan ini dibuktikan dari perbedaan
dalam
rata-rata (mean) durasi konsentrasi belajar
berbahasa dikalangan anak-anak yang
antara kelompok eksperimen dan kelompok
menerima instruksi musik secara teratur,
kontrol, dimana rata-rata (mean) durasi
dan luar biasa meningkatnya skor SAT di
konsentrasi belajar kelompok eksperimen
kalangan para siswa yang gemar menyanyi
adalah 422 detik dan untuk kelompok
atau memainkan alat musik.
belajar
kelompok
keterampilan
membaca
dan
kontrol adalah adalah 185 detik. Apabila
Selain itu, hal ini juga sejalan
kita perbandingkan, maka perbandingan
dengan penelitian yang dilakukan oleh 183
Azbell dan Laking (2006) (cit Hotman,
pengolahan data yang telah dilakukan dan
2009:28), yang mengungkapkan bahwa
disajikan dalam bentuk tabel pada bab
klien dengan gangguan autis didapati emosi
sebelumnya.
menjadi lebih stabil serta kecemasannya
Berdasarkan pembahasan di atas,
berkurang hampir 50% setelah mendapat
maka diketahui bahwa konsentrasi anak
terapi musik. Emosi yang stabil serta
autisme yang ada di tempat penelitian sama
kecemasan
dapat
dengan konsentrasi yang ada di teori
meningkatkan konsentrasi belajar pada
dimana rata-rata durasi konsentrasi anak
anak
penelitian-penelitian
autisme sebelum diberikan terapi musik
tersebut dapat menerangkan bahwa musik
adalah rendah yaitu sebesar 194 detik.
klasik memiliki pengaruh positif dan
Sedangkan setelah diberikan terapi musik
signifikan terhadap konsentrasi dan emosi
selama 15 sesi dan setiap sesinya selama 10
seseorang.
yang
menit durasi konsentrasi anak autisme
dihasilkan musik mempengaruhi secara
meningkat signifikan menjadi 422 detik.
fisik, sedangkan harmoni yang dihasilkan
Hal ini membuktikan bahwa terapi musik
mempengaruhi secara psikis. Padahal fisik
klasik
dan psikis memiliki hubungan yang timbal
pengaruh
balik.
musik
meningkatkan durasi konsentrasi belajar
keadaan fisik dan psikis seseorang dapat
anak autisme. Selain itu pada penelitian ini,
dipengaruhi. Jika vibrasi dan harmoni
guru dan sebagian besar orang tua
musik yang digunakan tepat, pendengar
responden menyatakan bahwa anak mereka
akan merasa nyaman. Jika pendengar
dapat belajar lebih baik dan lebih lama
merasa nyaman ia akan merasa tenang. Jika
setelah mendengarkan musik klasik Mozart.
ia merasa tenang metabolisme tubuhnya
Dengan adanya hasil penelitian ini,
autis.
yang
berkurang
Hasil
Selain
Dengan
itu,
vibrasi
menggunakan
Mozart yang
mempunyai
signifikan
maka
tubuhnya berfungsi maksimal ia akan
kemampuan konsentrasi belajar responden
merasa lebih bugar, sistem pertahanan
kelompok eksperimen yang diberikan terapi
tubuhnya akan bekerja lebih sempurna, dan
musik klasik Mozart menjadi lebih baik dari
kemampuan kreatifnya akan berkembang
sebelumnya sedangkan kelompok kontrol
lebih baik. Adanya peningkatan konsentrasi
yang tidak diberikan terapi musik klasik
anak autisme telah terbukti berdasarkan
Mozart tidak mengalami perbaikan dalam
perolehan
secara
hal konsentrasinya. Sehingga dapat ditarik
keseluruhan baik pada pelaksanaan pretest
kesimpulan bahwa mendengarkan musik
maupun posttest dan hasil analisis dari
klasik Mozart efektif dalam meningkatkan
konsentrasi
184
membuktikan
dalam
akan berfungsi maksimal. Jika metabolisme
durasi
telah
memang
bahwa
durasi konsentrasi belajar anak autisme.
pengaruh
yang
positif
Dengan kata lain, hipotesis alternatif (Ha)
penyandang autisme.
bagi
anak
pada bab sebelumnya yang menyatakan bahwa ”Terapi Musik Klasik Mozart dapat
Saran
Meningkatkan Durasi Konsentrasi Belajar
Penulis menyarankan agar: 1) Terapi musik
pada Anak Autisme di Sekolah Luar Biasa
klasik Mozart ini dapat ditindaklanjuti di
(SLB) Negeri Tanjungpinang Tahun 2012”
sekolah yang bersangkutan (SLB Negeri Jl.
terbukti benar dari hasil penelitian.
Kijang
Lama
Tanjungpinang) sebagai
media intervensi dan program terapi tetap, KESIMPULAN DAN SARAN
khususnya bagi anak penyandang autisme
Kesimpulan
untuk dapat mengoptimalkan konsentrasi
Pada penelitian ini dapat disimpulkan
dalam belajarnya. 2) Pihak orang tua dapat
bahwa: 1) Ada perbedaan yang signifikan
melanjuti terapi musik dan melakukan
antara rata-rata (mean) durasi konsentrasi
secara rutin selama di rumah sebagai
belajar pada kelompok eksperimen sebelum
program relaksasi musik untuk dapat
terapi musik klasik Mozart (pretest) dengan
meningkatkan konsentrasi anak autisme
rata-rata (mean) durasi konsentrasi belajar
dalam belajar maupun dalam mengerjakan
setelah
Mozart
aktivitas sehari-hari. 3) Bagi institusi
(posttest). 2) Tidak ada perbedaan antara
kesehatan dan keperawatan, diharapkan
rata-rata (mean) durasi konsentrasi belajar
hasil penelitian ini dapat disosialisasikan
pada kelompok kontrol sebelum terapi
lebih lanjut kepada masyarakat untuk
musik klasik Mozart (pretest) dengan rata-
dijadikan alternatif atau komplementer
rata (mean) durasi konsentrasi belajar
dalam pemberian terapi pada anak autisme
setelah
sehingga anak autisme dapat hidup dengan
terapi
terapi
musik
musik
klasik
klasik
Mozart
(posttest). 3) Ada perbedaan rata-rata
normal
di
masyarakat.
4)
(mean) durasi konsentrasi belajar antara
selanjutnya
yang
mengangkat
kelompok eksperimen dengan rata-rata
penelitian serupa disarankan agar lebih
(mean) durasi konsentrasi belajar kelompok
mempertimbangkan soal waktu pemberian
kontrol setelah terapi musik klasik Mozart,
terapi
sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa
perlakuan setiap hari secara rutin tanpa
mendengarkan musik klasik Mozart efektif
terputus agar pemberian terapi menjadi
dalam meningkatkan durasi konsentrasi
lebih efektif dan perubahan yang terjadi
belajar anak autisme dan memberikan
lebih
musik
tampak.
dan
ingin
dapat
Selain
itu
Peneliti
memberikan
diharapkan
kedepannya dapat melaksanakan penelitian 185
dengan jumlah sampel yang lebih besar lagi
Djohan, (2006). Terapi Musik: Teori dan
agar hasil penelitian menjadi lebih optimal
Aplikasi.
dan dapat digeneralisasikan.
Galangpress.
DAFTAR PUSTAKA A’la,
Miftahul,
______.
(2010).
Tips
Asah
Yogyakarta:
(2005).
Psikologi
Musik.
Yogyakarta: Best Publisher
Ketajaman Konsentrasi Belajar Anak Setajam Silet. Jogjakarta:
Fajar, dkk, (2009). Statistika untuk Praktisi
FlashBooks
Kesehatan.
Yogyakarta: Graha
Ilmu. Aizid, Rizem, (2011). Sehat dan Cerdas dengan Terapi Musik. Jogjakarta:
Familia, Tim Pustaka, (2010). Warna-
Laksana.
Warni
Kecerdasan Anak
Pedampingannya. Campbell, Don, (2002a). Efek Mozart Bagi
dan
Yogyakarta:
Kanisius.
Anak-Anak: Meningkatkan Daya Pikir, Kesehatan, dan Kreativitas
-------
Hakim,
Thursan,
(2003).
Mengatasi
Anak Melalui Musik. Jakarta: PT
Gangguan Konsentrasi. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Puspa Swara.
(2002b),
Efek
Mozart:
Hidayat, Alimul Aziz, (2009). Metode
Memanfaatkan Kekuatan Musik
Penelitian
untuk
Teknik Analisa Data. Jakarta:
Mempertajam
Pikiran,
Meningkatkan Kreativitas, dan
Keperawatan
dan
Salemba Medika.
Menyehatkan Tubuh. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Mulyadi,
Kresno,
(2011).
Autism
Is
Treatable. Jakarta: PT Elex Media Christie,
dkk, (2011). Langkah Awal
Komputindo.
Berinteraksi dengan Anak Autis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Najmah, (2011). Managemen dan Analisa
Utama.
Data Kesehatan: Kombinasi Teori dan Aplikasi SPSS. Yogyakarta:
Djamarah, Syaiful Bahri, (2008). Psikologi
Nuha Medika.
Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta. 186
Notoatmodjo,
Soekidjo,
(2010).
Sardiman, (2006). Interaksi dan Motivasi
Metodologi Penelitian Kesehatan.
Belajar
Jakarta: PT Rineka Cipta.
RajaGrafindo Persada: Jakarta.
Nursalam, (2010). Konsep dan Penerapan Metodologi
Penelitian
Mengajar.
PT
Sarwono, Jonathan, (2012). Mengenal SPSS
Ilmu
Statistics 20 (Aplikasi untuk Riset
Keperawatan: Pedoman Skripsi,
Eksperimental). Jakarta: PT Elex
Tesis, dan Instrumen Penelitian
Media Komputindo.
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Satiadarma, Monty. P & Roswiyani P. Zahra, (2004). Cerdas dengan
Peeters, Theo, (2009). Panduan Autisme
Musik. Jakarta: Puspa Swara.
Terlengkap: Hubungan Antara Pengetahuan Intervensi
Teoritis
dan
Sintowati, Retno, (2009). Autisme. Jakarta:
Pendidikan
Bagi
PT Sunda Kelapa Pustaka.
Penyandang Autis. Jakarta: Dian Rakyat.
Subini, Nini, (2011). Mengatasi Kesulitan Belajar Pada Anak. Jogjakarta:
Prasetyono, d.s, (2008). Serba-serbi Anak
Javalitera.
Autis (Autisme dan Gangguan Psikologis Lainnya).Yogyakarta:
Syarifudin,
Diva Press.
(2010).
Keperawatan dengan
Priyatna, Andri, (2010). Amazing Autism: Memahami.
Mengasuh,
Yogyakarta:
Veskarisyanti, Galih. A, (2008). 12 Terapi Autis Paling Efektif & Hemat untuk
Priyatno, Duwi, (2010). Paham Analisa dengan
SPSS.
Kebidanan
dan
Elex Media Komputindo.
Data
dan
TA
Grafindo Litera Media.
Mendidik Anak Autis. Jakarta: PT
Statistik
Panduan
Autisme, Hiperaktif, dan
Retardasi Mental. Yogyakarta:
SPSS.
Pustaka Anggrek.
Yogyakarta: Mediakom. Walgito,
Bimo,
(2002).
Pengantar
Psikologi Umum. Yogyakarta : Andi. 187
Yuwono, Joko, (2009). Memahami Anak Autistik
(Kajian
Teoritik
Ningsih, Ike Sulistia, (2008). Efektivitas
dan
Terapi
Empirik). Bandung: Alfabeta.
Musik
untuk
Mengoptimalkan Fungsi Sensori Integrasi pada Anak Autis di Pusat
Aulia, Apriani Nur, (2010). Aplikasi Ergonomi
Mengenai
Terapi Terpadu A-Plus Malang,
Evaluasi
dalam http://lib.uin-malang.ac.id,
Terapi Musik Bagi Perkembangan
di akses tanggal 04 Oktober 2011
Kognitif
pukul 16.00 WIB
Anak
Autis,
http://digilib.its.ac.id,
dalam diakses
tanggal 10 November 2011 pukul
Nurrachmat,
13.00 WIB
Devia
Indah,
(2010).
Mengatasi Konsentrasi Belajar Penyandang
Hadi, Edia Yanwar, (2010). Efektivitas Pendekatan
Relaksasi
Autis Tingkat
Asperger Melalui Belajar Piano
Melalui
di Elsa Musik Studio, dalam
Musik
Instrumental Berirama
http://Repository.Upi.Edu,
Tenang
untuk
akses tanggal 20 November 2011
Durasi Anak
Meningkatkan Konsentrasi
ADHD
Mewarnai Eksperimen Research
pada
pukul 17.00 WIB
Kegiatan
Gambar
(Studi
Single
Subject
terhadap
di
Ryan, Febryansyah, (2010). Artikel Anak Khusus,
Siswa
dalam
http://wartawarga.gunadarma.ac.i
ADHD kelas IV SDLB C di SLB
d, di akses tanggal 06 Oktober
Pambudi Dharma I Kota Cimahi,
2011 pukul 11.30 WIB
dalam http://repository.upi.edu.id, diakses tanggal 13 Desember 2011
Sumekar, Inggin, (2007). Pengaruh Terapi
pukul 19.00 WIB
Musik
Klasik
Kemampuan Jody, (2010). Meningkatnya Kasus Autis Pada
Anak
Terhadap
Berbahasa
Autis di
Pusat
pada Terapi
Anak,
Terpadu A Plus Jalan Imam
dalam www.dradio1034fm.or.id,
Bonjol Batu, dalam http://lib.uin-
di akses tanggal 04 Oktober 2011
malang.ac.id, di akses tanggal 04
pukul 15.00 WIB
Oktober 2011 pukul 16.30 WIB
188
Tanjung,
Rona
Marisca,
(2010).
3
Ilmu
Anak
Tanjungpinang
Autis,
dalam di
pukul 20.30 WIB
Tanjung, Zahro s, (2010). Pentingkah Konsentrasi
dalam
dalam
Belajar?,
http://edukasi.
kompasiana.Com, di akses tanggal 17 Februari 2012 pukul 09.30 WIB
Yuliasari,
Eka,
(2010).
Pengaruh
Pemberian Terapi Musik Klasik (Mozart) Terhadap Peningkatan Daya Ingat Anak Autisme di Rumah Autis Bekasi Tahun 2010, dalam http://library.upnvj. ac.id, di akses tanggal 09 Oktober 2011 pukul 21.00 WIB
Dion,
(2009).
Peningkatan
Konsentrasi Belajar Membaca dan Berhitung Anak Autis dengan Terapi
Musik
Klasik.
Skripsi
PSIK-UNRI, Pekan Baru.
Mahasiswa S1 Keperawatan Hang Tuah Tanjungpinang.
2
Studi
Keperawatn STIKES Hang Tuah
akses tanggal 09 Oktober 2011
1
Program
Kebahagiaan Saudara Kandung
http://etd.eprints.ums.ac.id,
Hotman,
Dosen
Dosen
Program
Studi
Ilmu
Keperawatn STIKES Hang Tuah Tanjungpinang. 189
Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dan Petugas Kesehatan Dengan Pemanfaatan Posyandu Lansia di Kelurahan Kota Baru Wilayah Kerja Puskesmas Teluk Sebong Kabupaten Bintan Tahun 2012. Wasis Pujiati1, Lidya Maulina2
ABSTRAK Jumlah lansia di Indonesia menduduki rangking ke-4 di dunia dengan jumlah lansia 24 juta jiwa yang belum mendapat perhatian secara optimal.Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional, dengan menggunakan teknik pengambilan sampel yaitu simple Random Sampling,dengan jumlah sampel 109 lansia dengan menggunakan instrumen berupa kuisioner dan analisa dilakukan secara univariat dan bivariat kemudian ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Hasil penelitian didapatkan ada hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan pemanfaatan posyandu lansia di Kelurahan Kota Baru, menggunakan uji chi-square dengan hasil p value=0,001. Sementara, hasil penelitian didapatkan ada hubungan antara dukungan petugas kesehatan dengan pemanfaatan posyandu lansia di Kelurahan Kota Baru,dengan hasil P value=0,002. diharapkan kepada keluarga untuk selalu memberi motivasi dan meluangkan waktu menemani lansia dalam memanfaatkan posyandu lansia. Serta peran petugas kesehatan berpengaruh memotivasi lansia untuk memanfaatkan posyadu lansia dengan melakukan kegiatan pemeriksaan kesehatan, senam lansia, serta kunjungan rumah Sehingga, lansia termotivasi untuk memanfaatkan posyandu lansia sebagai pelayanan kesehatan untuk memantau status kesehatan secara optimal. Kata kunci: Pemanfaatan posyandu lansia, dukungan sosial keluarga dan petugas kesehatan.
ABSTRACT Total population of elderly in Indonesia ranks 4th in the world with 24 million elderly are much less attention optimally .The purpose of this study to determine the relationship of social support for families and health workers with the utilization of the posyandu elderly of Kota Baru in Health centers area Teluk Sebong Bintan regency in 2012.This study used cross-sectional study design, using a sampling technique that is simple random sampling, a sample of 109 elderly. an instrument in the form of questionnaires and analysis carried out unvaried and bivariet and then displayed as a frequency distribution table.The study found no association between social support for families with posyandu elderly in Kota Baru, using chi-square test with the p value = 0.001. Meanwhile, the research found no relationship between support for the utilization of health care workers with elderly people in posyandu elderly of Kota Baru, with the p value = 0.002. Expected to motivate the family take the time to accompany the elderly and the use of posyandu elderly. Meanwhile health workers motived the elderly to take advantage of posyadu elderly by conducting health checks, exercise elderly, as well as home visits to elderly people who have health problems. Thus, older adults are motivated to take advantage in the posyandu elderly as health care for optimal health status monitor.
Keywords: posyandu elderly Utilization, family social support and health workers.
PENDAHULUAN Posyandu
khususnya atau
pos
balita, wanita
usia
subur,
pelayanan
maupun lansia. Kegiatan posyandu lansia
terpadu merupakan program Puskesmas
yang berjalan dengan baik akan memberi
melalui kegiatan peran serta masyarakat
kemudahan bagi lansia dalam mendapatkan
yang ditujukan pada masyarakat setempat,
pelayanan 190
kesehatan
dasar,
sehingga
kualitas hidup masyarakat di usia lanjut
Penelitian
ini
dilakukan
untuk
tetap terjaga dengan baik dan optimal
mengetahui Hubungan Dukungan Sosial
(Komite Nasional Lansia, 2010).
Keluarga dan Petugas Kesehatan Dengan
Penyuluhan dan sosialisasi tentang manfaat
posyandu
lansia
Pemanfaatan Posyandu Lansia di Kelurahan
perlu terus
Kota Baru Wilayah Kerja Puskesmas Teluk
ditingkatkan dan perlu mendapat dukungan
Sebong Tahun 2012.
berbagai pihak, baik keluarga, pemeritah maupun masyarakat itu sendiri. Menurut
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
data dari Dinas Kesehatan Kabupaten
penelitian ini menggunakan desain
Bintan (Januari-September 2011) data
penelitian
kehadiran lansia ke pelayanan kesehatan
pengambilan sampel menggunakan teknik
dan kegiatan lansia terendah berdasarkan
sampling acak sederhana (Simple Random
wilayah kerja Puskesmas di Kabupaten
Sampling). Populasi
Bintan adalah puskesmas Teluk Sebong
adalah lansia yang berada di Kelurahan
yang mempunyai persentase kehadiran
Kota Baru, wilayah kerja Puskesmas Teluk
terendah dibandingkan dengan puskesmas
Sebong
lainnya yang berada di Kabupaten Bintan
dengan jumlah lansia 150 orang. Variabel
dengan persentase kehadiran 20,7%, dari
dependen
jumlah 611
pemanfaatan posyandu lansi dan variabel
Lansia.
dari
data
yang
cross-sectional.
Teknik
dalam penelitian ini
Kabupaten Bintan tahun 2012,
pada
penelitian
independen
Kelurahan Kota Baru di Kecamatan Teluk
keluarga dan dukungan petugas kesehatan.
Sebong. Faktor-faktor yang menyebabkan
Kriteria inklusi penelitian ini sebagai
masyarakat berkunjung ke posyandu, bisa
berikut 1) Seluruh lansia yang terdaftar
berasal dari dalam dan luar diri individu,
sebagai
faktor dukungan keluarga mempunyai
Kelurahan
pengaruh yang besar dalam kehidupan
Puskesmas Teluk Sebong, 2) Bersedia
lansia,
menjadi responden.
dukungan
merasa
keluarga,
secara
memperoleh
anggota Kota
posyandu Baru
emosional
karena merasa diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada
HASIL PENELITIAN
dirinya dan perilaku suatu kegiatan atau aktifitas yang dapat diamati maupun tidak.
191
dukungan
adalah
diperoleh, kehadiran terendah terdapat di
karena
adalah
ini
sosial
lansia
wilayah
di
kerja
Tabel 1.1
Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan Pemanfaatan Posyandu Lansia di Kelurahan Kota Baru Tahun 2012.
Dukungan Keluarga
Pemanfaatan Posyandu Lansia
Total
OR 95%
Pvalue
Tidak Aktif
Aktif
N
%
n
%
Kurang
75
84,3
14
15,7
89 100
Baik
9
45
11
55
20 100
Total
84
77,1
25
22,9
109 100
n
%
6,548 2,2-18,7
0,001
Berdasarkan tabel 5.4 menunjukkan
dengan pemanfaatan posyandu lansia di
bahwa dari 89 responden yang mendapat
Kelurahan Kota Baru Wilayah Kerja
dukungan keluarga kurang, diantaranya ada
Puskesmas
sebanyak 75 (84,3%) responden dengan
Bintan Tahun 2012.
pemanfaatan posyandu lansia tidak aktif dan
14
(15,7%)
pemanfaatan Sedangkan
responden
posyandu dari
mendapat
20
responden
dukungan
Sebong
Kabupaten
Hasil analisis diperoleh pula hasil nilai
dengan
lansia
Teluk
OR=6,548
artinya
responden
yang
aktif.
mendapat dukungan sosial keluarga kurang
yang
mempunyai peluang 6,5 kali tidak aktif
keluarga
dalam
pemanfaatan
posyandu
baik,diantaranya ada sebanyak 9 (45%)
dibanding
responden dengan pemanfaatan posyandu
dukungan sosial keluarga baik.
lansia tidak aktif dan 11 (55%) responden
responden
yang
lansia
mendapat
Instrumen yang digunakan dalam
dengan pemanfaatan posyandu lansia aktif.
pengumpulan
Hasil uji chi square diperoleh nilai p
Analisis
=0,001.
menggunakan Chi Square dengan nilai
Hal
ini
menunjukan
adanya
perbedaan proporsi dalam pemanfaatan
mendapatkan
dukungan
sosial
keluarga baik dengan responden yang mendapat dukungan sosial keluarga kurang. Maka
dapat
disimpulkan
bahwa
ada
hubungan antara dukungan sosial keluarga
192
adalah
dalam
kemaknaan p=0,05.
posyandu lansia aktif antara responden yang
data
data
kuesioner.
penelitian
ini
Tabel 1.2 Hubungan Dukungan Petugas Kesehatan dengan Pemanfaatan Posyandu Lansia di Kelurahan Kota Baru Tahun 2012 Dukungan Keluarga
Pemanfaatan Posyandu Lansia Tidak Aktif
Total
OR 95%
p-value
Aktif n
%
N
%
n
%
Kurang
77
82,8
16
17,2
93 100
Baik
7
43,8
9
56,3
16 100
Total
84
77,1
25
22,9
109 100
193
6,188 2,01-19,06
0,002
Berdasarkan tabel 5.5 menunjukkan
dibanding
responden
bahwa dari 93 responden yang mendapat
dukungan
petugas
dukungan
diperhatikan. Karena kesibukan tersendiri,
petugas
kesehatan
diantaranya ada sebanyak
kurang,
77 (82,8%)
anggota
keluarga
yang
mendapat
kesehatan
jarang
baik
meluangkan
responden dengan pemanfaatan posyandu
waktunya jika jadwal pelayanan posyandu
lansia tidak aktif dan 16 (17,2%) responden
tiba.
dengan pemanfaatan posyandu lansia aktif. Sedangkan
dari
16
responden
yang
PEMBAHASAN
mendapat dukungan petugas kesehatan
Hubungan dukungan sosial keluarga
baik, diantaranya sebanyak 7 (43,8%)
dengan pemanfaatan posyandu lansia di
responden dengan pemanfaatan posyandu
Kelurahan Kota Baru Wilayah Kerja
lansia tidak aktif dan 9 (56,3%) responden
Puskesmas Teluk Sebong Kabupaten
dengan pemanfaatan
Bintan Tahun 2012.
posyandu lansia tidak aktif dan 9 (56,3%)
Hasil analisis diperoleh
responden dengan pemanfaatan posyandu
hubungan antara dukungan sosial keluarga
lansia aktif.
dengan pemanfaatan posyandu lansia di
Hasil uji chi square diperoleh nilai p =0,002.
Hal
ini
bahwa ada
Kelurahan Kota Baru Wilayah Kerja
menunjukan adanya
Puskesmas
Teluk
Sebong
Kabupaten
perbedaan proporsi dalam pemanfaatan
Bintan Tahun 2012.
posyandu lansia aktif antara responden
dukungan sosial keluarga dan pemanfaatan
yang
petugas
posyandu lansia di Kelurahan Kota Baru
kesehatan baik dengan responden yang
adalah dikarenakan dari 109 responden
mendapat dukungan petugas kesehatan
lansia sebagian besar kurang mendapat
kurang. Maka, dapat disimpulkan bahwa
dukungan sosial keluarga sebanyak 89
ada hubungan antara dukungan petugas
responden (81,7%). Kurangnya dukungan
kesehatan dengan pemanfaatan posyandu
sosial keluarga dapat terjadi dari anggota
lansia di Kelurahan Kota Baru Wilayah
keluarga seperti anak, istri maupun suami.
Kerja Puskesmas Teluk Sebong Kabupaten
Kurangnya dukungan ini terjadi karena
Bintan Tahun 2012.
kurangnya kepedulian keluarga dalam
mendapatkan
dukungan
Hasil analisis diperoleh pula hasil nilai OR=6,188
artinya
responden
memotivasi lansia untuk memanfaatkan
yang
posyandu lansia.
mendapat dukungan petugas kesehatan
Hubungan dukungan petugas kesehatan
kurang mempunyai peluang 6,1 kali tidak
dengan pemanfaatan posyandu lansia di
aktif dalam pemanfaatan posyandu lansia
Kelurahan Kota Baru Wilayah Kerja 194
Puskesmas Teluk Sebong Kabupaten
kesehatan di posyandu lansia. Seharusnya
Bintan Tahun 2012.
para lansia berupaya memanfaatkan adanya
Hasil
analisis
hubungan
diperoleh
antara
dukungan
bahwa
posyandu tersebut sebaik mungkin, agar
petugas
kesehatan para lansia dapat terpelihara dan
kesehatan dengan pemanfaatan posyandu
terpantau secara optimal.
lansia di Kelurahan Kota Baru Wilayah
Nugroho (2008) mengemukakan bahwa,
Kerja Puskesmas Teluk Sebong Kabupaten
peran serta para lansia juga harus didukung
Bintan Tahun 2012. Adanya hubungan
oleh peran serta petugas kesehatan yang
antara dukungan petugas kesehatan dengan
mengunjungi posyandu lansia tersebut.
pemanfaatan posyandu lansia di Kelurahan Kota Baru adalah dikarenakan dari 109
KESIMPULAN
responden lansia sebagian besar kurang
Berdasarkan
hasil
penelitian
yang
mendapat dukungan petugas kesehatan
dilakukan kepada 109 responden lansia di
sebanyak
(85,3%).
posyandu lansia Kelurahan Kota Baru pada
Kurangnya dukungan petugas kesehatan
bulan Februari-Maret 2012, maka peneliti
dikarenakan kurangnya peran aktif petugas
dapat menarik kesimpulan bahwa: 1)
dalam
distribusi
93
responden
memotivasi
lansia
dalam
frekuensi
responden
yang
memanfaatkan posyandu lansia dengan
memiliki dukungan sosial keluarga baik
Melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat
adalah
meningkatkan kesehatan lansia seperti
responden yang memiliki dukungan sosial
senam lansia, rekreasi maupun kunjungan
keluarga kurang adalah 81,7% responden,
petugas kerumah para lansia yang kurang
2) distribusi frekuensi responden yang
aktif memanfaatkan posyandu lansia. Selain
memiliki dukungan petugas kesehatan baik
itu, kurangnya sarana dan prasarana seperti
adalah
alat pemeriksaan gula darah, pemeriksaan
responden
urine,pemeriksaan kadar kolesterol dan
petugas kesehatan kurang adalah 85,3%
lainnya,
responden,
juga
penghambat
menjadi
keaktifan
salah lansia
satu dalam
18,3%responden
14,7%
sedangkan
responden
yang
sedangkan
memiliki
3)
hasil
dukungan
pengolahan
menggunakan uji chi square diperoleh nilai
memanfaatkan pelayanan posyandu lansia.
p=0,001.
Kesinambungan tujuan antara petugas
(0,001<0,005), maka ada hubungan antara
kesehatan
dukungan
dengan
lansia,
sangat
Oleh
karena
sosial
nilai
keluarga
p<0,005
dengan
berpengaruh. Karena semakin baik motivasi
pemanfaatan posyandu lansia di Kelurahan
kerja dari petugas kesehatannya, semakin
Kota Baru Wilayah Kerja Puskesmas Teluk
besar pula tercapainya tujuan pelayanan
Sebong Kabupaten Bintan Tahun 2012, 4) 195
hasil pengolahan menggunakan uji chi
kelengkapan alat pemeriksaan gula darah,
square diperoleh nilai
pemerikasaan
p=0,002. Oleh
urine
dan
pemeriksaan
karena nilai p<0,005 (0,001<0,005), maka
kolesterol secara rutin maupun berkala. 2)
ada hubungan antara dukungan petugas
bagi
kesehatan dengan pemanfaatan posyandu
ditingkatkannya dukungan keluarga dalam
lansia di Kelurahan Kota Baru Wilayah
memotivasi lansia dalam memanfaatkan
Kerja Puskesmas Teluk Sebong Kabupaten
posyandu lansia, dengan Meningkatkan
Bintan Tahun 2012.
kepedulian
Keluarga
Lansia,
Perlu
terhadap kesehatan lansia,
terutama dalam memanfaatkan posyandu SARAN
sebagai pelayanan kesehatan bagi lansia
Dari hasil penelitian ini peneliti menyarankan
agar:
1)
petugas
Meluangkan waktu untuk memperhatikan
kesehatan, Perlu ditingkatkannya peran
masalah yang dialami lansia, mengenai
petugas dalam memotivasi lansia dalam
masalah kesehatan fisik maupun psikologis
memanfaatkan posyandu lansia dalam
lansia, 3) bagi peneliti selanjutnya agar
upaya peningkatan taraf kesehatan lansia,
penelitian selanjutnya dilakukan dengan
dengan
penyuluhan
menggunakan metode penelitian dengan
berkaitan dengan masalah kesehatan dalam
metode case control, dan variabel yang
pelayanan posyandu lansia sehingga dapat
lebih kompleks seperti variabel yang
mengerti pada masalah kesehatan dan
mempengaruhi
memotivasi lansia untuk memanfaatkan
lansia antara lain seperti, jarak tempuh
posyandu lansia, dengan cara melakukan
lansia menuju posyandu, kualitas pelayanan
kegiatan puskesmas keliling ke rumah
kesehatan serta lokasi posyandu.
meningkatkan
bagi
yang rutin dilakukan setiap bulannya,
pemanfaatan
posyandu
lansia, terutama lansia yang mengalami masalah kesehatan, mengadakan kegiatan
DAFTAR PUSTAKA
dalam upaya peningkatan taraf kesehatan
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian
lansia seperti mengadakan senam lansia dan
Suatu
Pendekatan
rekreasi bagi kelompok lansia, mengadakan
Jakarta: Rineka Cipta.
Praktek.
kegiatan posyandu pada waktu yang tepat, pada sore hari. Agar para lansia dapat hadir
Dahlan, Sopiyudin. (2011). Statistik Untuk
tanpa mengganggu rutinitas dan aktifitas
Kedokteran
keluarga yang biasanya dilakukan pada pagi
Jakarta : Salemba Medika.
hari, mengupayakan kelengkapan sarana dan
prasarana
kesehatan
seperti 196
dan
Kesehatan.
Depkes RI. (2003). Pedoman Pengelolaan
Lukluk, A.Zuyina dan Badiyah, Siti.
Kegiatan Kesehatan di Kelompok
(2008).
Usia Lanjut. Jakarta: Depkes RI
Jogjakarta : Mitra Cendikia.
Depsos. (2008). Mencapai Optimum Aging
Psikologi
Kesehatan.
Niven, N. (2002). Psikologi Kesehatan :
pada Lansia. www.depsos.go.id.
Pengantar
untuk
Perawat
On
Profesional Kesehatan Lain Edisi
Line: 13 Desember 2011. Jam 23.19 WIB
Noorkasiani, S.Tamher. (2009). Kesehatn Usia Lanjut dengan Pendekatan
Dahlan, Sopiyudin. (2010). Besar Sampel dan
Cara
Penelitian
Asuhan Keperawatan. Jakarta :
PengambilanDalam Kedokteran
Salemba Medika.
dan
Kesehatan. Jakarta : Salemba
Notoatmodjo,Soekidjo. (2002). Metodelogi
Medika.
Penelitian
Kesehatan
(Edisi
Revisi). Jakarta : Rineka Cipta. Erviana,
R.
(2011).
Pengetahuan
Lansia
Gambaran tentang
. (2005). Promosi
Posyandu Lansia di Kelurahan
Kesehatan:
Tembeling Tanjung Wilayah Kerja
Aplikasi.
Puskesmas Teluk Bintan Kabupaten
Cipta.
Bintan.
Teori Jakarta:
Dan Rineka
KTI-POLTEKES,
Tanjungpinang.
. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku.
Gunarsa, Singgih D. (2011). Psikologi
Jakarta: Rineka Cipta.
Praktis : Anak, Remaja dan Keluarga. Jakarta : Penerbit
. . (2010). Metodelogi
Libri.
Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Kemenkes RI. (2011). Buku panduan Kader Posyandu.
Nugroho. (2008). Keperawatan Gerontik
Jakarta:
dan Geriatrik Edisi 3.Jakarta :
Kemenkes RI
EGC
197
Mariam, Siti dkk. (2011). Mengenal Usia
2
Lanjut dan Perawatannya. Jakarta
Tuah Tanjungpinang.
: Salemba Medika.
Pieter, Herri Zan & Lubis, Lumongga. (2010). Pengantar Psikologi dalam Keperawatan. Jakarta : Kencana.
Rakcmat,2004.DukunganSosial.www.duku ngansosial.com.
Online:
20
Oktober 2011. Jam 19.32 wib. Smet,Bart. (2004). Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT.Gramedia Sindo Syarifudin,
B.
(2010).
Panduan
Keperawatan dan kebidanan dengan SPSS. Yogyakarta: Grafindo Litera Media. Hardiko. (2007). Mengawal Kebutuhan Sibuah Hati. Klaten : Cempaka Putih.
Wahyono, Hesthi. (2010). Analisis Faktorfaktor yang Mempengaruhi Posyandu digantungan
Lansia Makamhaji.
FIK-UMY, Surakarta.
Walgito, B. (2003). Psikologi Sosial (Suatu Pengantar) Edisi 3. Yogyakarta : Andi Offset.
1
Dosen
STIKES
Hang
Mahasiswa S1 Keperawatan Hang
Tuah
Tanjungpinang.
198
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TERHADAP PEMBERIAN IMUNISASI DPT PADA BAYI UMUR 2 – 11 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TANJUNGPINANG TAHUN 2012 Nazrika Febriyanti1Wasis Pujiati 2 Hotmaria Julia 3 ABSTRAK Hingga kini imunisasi masih menjadi andalan dalam mengendalikan penyebaran berbagai penyakit infeksi, khususnya penyakit yang banyak menjangkiti anak-anak. Menurut para pakar imunisasi dunia, sedikitnya sebanyak 10 (sepuluh) juta jiwa dapat diselamatkan pada tahun 2006 melalui kegiatan imunisasi.Imunisasi DPT adalah upaya untk mendapatkan kekebalan penyakit dengan cara memasukkan kuman difteri, pertusis tetanus yang telah dilemahkan dan dimatikan kedalam tubuh, sehingga tubuh dapat menghasilkan zat anti yang pada saatnya nanti digunakan tubuh untuk melawan kuman atau bibit penyakit tersebut. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Tanjungpinang.Populasi penelitian adalah seluruh ibu yang memiliki bayi umur 2 – 11 bulan pada pemberian imunisasi DPT di Puskesmas Tanjungpinang yang berjumlah 40 orang. Jika tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi DPT baik atau tinggi, maka sikap ibu terhadap pemberian imunisasi DPT akan baik pula. Begitu juga sebaliknya jika tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi DPT buruk atau rendah, maka sikap ibu terhadap pemberian imunisasi DPT akan buruk pula.
Kata kunci :Pengetahuan, Sikap, Pemberian Imunisasi DPT
ABSTRACT Until now, immunization is still a mainstay in controlling the spread of various infectious diseases, especially diseases that plague many children. Immunization experts say the world, at least 10 (ten) million lives could be saved by 2006 through immunization. DPT is an effort to get sufficient immunity to the disease germs entering difteri, pertussis tetanus that have been weakened and off the body, so the body can produce substances that one day, anti the body uses to fight germs or seeds of disease. The research was conducted at the health center Tanjungpinang. The study population was all mothers with infants aged 2-11 months on a DPT immunization at the health center Tanjungpinang totaling 40 people. If the mother's level of knowledge about either DPT or higher, then the mother's attitude toward the DPT immunization would be good too. Vice versa if the level of maternal knowledge about immunization DPT bad or low, then the mother's attitude toward the DPT immunization would be bad anyway Key words:Knowledge, Attitude, Giving DPT Immunization
PENDAHULUAN Hingga kini imunisasi masih menjadi
tahun 2015 sebanyak 70 (tujuh puluh) juta
andalan dalam mengendalikan penyebaran
jiwa anak-anak di negara miskin dapat
berbagai
diselamatkan dari penyakit-penyakit infeksi
penyakit
infeksi,
khususnya
penyakit yang banyak menjangkiti anak-
yang umumnya menjangkiti mereka.
anak. Menurut para pakar imunisasi dunia,
Pada tahun 2005 DEPKES RI menyatakan
sedikitnya sebanyak 10 (sepuluh) juta jiwa
bahwa lebih dari 10 (sepuluh) juta balita
dapat diselamatkan pada tahun 2006
meninggal tiap tahun, dengan perkiraan 2,5
melalui kegiatan imunisasi.Bahkan hingga
(dua setengah) juta meninggal (25%) akibat 199
penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin
bayinya. Selebihnya, yaitu sebanyak 7
yang kini ada maupun yang terbaru. Oleh
(tujuh) orang ibu tidak rutin memberikan
karena itu sangat jelas bahwa imunisasi
imunisasi DPT 1-3 pada bayinya. Ibu bayi
sangat penting untuk mengurangi seluruh
mengatakan bahwa jika bayinya mengalami
kematian anak.Dalam era globalisasi dan
demam, bayinya tersebut tidak dibawa lagi
komunikasi tanpa batas, yang berdampak
ke
pada
dalam
imunisasi DPT selanjutnya. Begitu pula
peran
dengan pengetahuan dan sikap ibu terhadap
imunisasi semakin vital (DEPKES RI,
pemberian imunisasi DPT pada bayinya
2006).
sangat kurang, yaitu kurang mengetahui apa
Hasil perolehan data yang didapat dari
itu imunisasi DPT, manfaat, dan waktu
Dinas Kesehatan Kota Tanjungpinang
pemberiannya.
peningkatan
penyebaran
kerentanan
penyakit,
membuat
Puskesmas
untuk
mendapatkan
tahun 2011, sasaran bayi yang akan diimunisasikan DPT 1-3 yang paling rendah
BAHAN DAN METODE
yaitu terdapat di Puskesmas Tanjungpinang
PENELITIAN
dengan sasaran bayi sebanyak 1564 bayi.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan
Pada DPT-1 dengan jumlah sasaran bayi
jenis
sebanyak 1564 bayi dengan jumlah cakupan
mengunakan pendekatan cross sectional
sebesar 1248 bayi (79,8%). Pada DPT-2
dimana penelitian ini memecahkan atau
dengan jumlah sasaran bayi sebanyak 1564
menjawab permasalahan yang ada pada saat
bayi dengan jumlah cakupan sebesar 1212
ini dan dikumpulkan secara sesaat, atau satu
bayi (77,5%). Pada DPT-3 dengan jumlah
kali saja dalam satu kali waktu (dalam
sasaran
waktu yang bersamaan).
bayi sebanyak 1564 bayi dengan cakupan
Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal
sebesar 1192 bayi (76,2%).Berdasarkan
1 sampai 16 Mei tahun2012 , lokasi
data tersebut, antara pemberian DPT 1-3
penelitian
mengalami penurunan.
Tanjungpinang.Populasi
Berdasarkan survei yang dilakukan peneliti
adalah seluruh ibu yang memiliki bayi umur
di
2-11 bulan pada pemberian imunisasi DPT
Puskesmas
Tanjungpinang
dengan
penelitian
di
dengan
Puskesmas penelitian
Tanjungpinang
ini
melakukan observasi terhadap KMS (Kartu
di
Menuju Sehat) yang dimiliki oleh 10
sebanyak 40 orang ibu.Sampel penelitian
(sepuluh) orang ibu didapatkan bahwa
adalah sebagian dari keseluruhan objek
hanya 3 (tiga) orang ibu yang rutin
yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh
memberikan imunisasi DPT 1-3 pada
populasi (Notoatmojo cit Setiadi,2007). 200
Puskesmas
deskritif
yaitu
Sampel dari penelitian ini adalah ibu yang
DPT. Variabel independent pada penelitian
mempunyai bayi umur 2-11 bulan pada
ini adalahpengetahuan dan sikap. Alat
pemberian imunisasi DPT.Pada penelitian
pengumpulan data yang di gunakan berupa
ini, peneliti mengunakan teknik Total
instrument mengunakan kuesioner. Analisis
sampling.
data dalam penelitian ini menggunakan Chi
Variabel
dependent
pada
penelitian ini adalah pemberian imunisasi
Square dengan nilai kemaknaan p=0,05.
HASIL PENELITIAN
Analisa Univariat Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Ibu Terhadap Pemberian Imunisasi DPT Pada Bayi Umur 2-11 Bulan Di Wilayah Kerja PuskesmasTanjungpinang Tahun 2012
Pengetahuan Buruk Baik
Frekuensi 26 14
Persentase 63.4 34.1
Total
40
97.6
Berdasarkan
Tabel
5.4
menunjukkan
dan yang mempunyai tingkat pengetahuan
bahwa sebagian besar mempunyai tingkat
buruk 26 responden (63,4%).
pengetahuan baik 14 responden (34,1%)
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap Ibu Terhadap Pemberian Imunisasi DPT Pada Bayi Umur 2-11 Bulan Di Wilayah Kerja PuskesmasTanjungpinang Tahun 2012
Berdasarkan
Sikap Buruk Baik
Frekuensi 27 13
Persentase 65.9 31.7
Total
40
97.6
Tabel
5.5
menunjukkan
mempunyai sikap buruk 27 responden
bahwa sebagian besar mempunyai sikap baik 13
(65,9%).
responden (31,7%) dan yang
201
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pemberian Imunisasi DPT Pada Bayi Umur 2-11 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjungpinang Tahun 2012
Pemberian Imunisasi DPT Tidak Ya Total
Berdasarkan
Tabel
5.6
Frekuensi
Persentase
22 18 40
53.7 43.9 97.6
menunjukkan
responden yang memberikan imunisasi
bahwa sebagian besar responden tidak
DPT 18 (43,9%).
memberikan imunisasi DPT 22 (53,7%) dan
Analisa Bivariat Tabel 5.7 Hubungan Pengetahuan Ibu Terhadap Pemberian Imunisasi DPT Pada Bayi Umur 2-11 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjungpinang Tahun 2012
Pengetahuan
BURUK BAIK TOTAL
Pemberian Imunisasi DPT Ya Tidak F % F % 8 30.8 18 69.2 10 71.4 4 28.6 18 45.0 22 55.0
Jumlah
F 26 14 40
202
% 100 100 100
OR 95%
5.625
HASIL X2
ρ
6.078
0.021
Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui
DPT pada bayi umur 2-11 bulan di wilayah
bahwa dari 40 responden terdapat 4 (28,6%)
kerja Puskesmas Tanjungpinang. Nilai odd
ibu memiliki tingkat pengetahuan baik tidak
rasio diperoleh sebesar 5,625 mempunyai
memberikan imunisasi DPT, sedangkan ada
arti bahwa responden dengan tingkat
18
pengetahuan
(69,2%)
ibu
memiliki
tingkat
buruk
memiliki
tingkat
pengetahuan buruk tidak memberikan
peluang sebesar 5,625 kali untuk tidak
imunisasi DPT pada bayi umur 2-11 bulan.
memberikan imunisasi DPT pada bayi umur
Maka
2-11 bulan.
dapat
hubungan
disimpulkan bahwa
antara
tingkat
ada
pengetahuan
responden terhadap pemberian imunisasi Tabel 5.8 Hubungan Sikap Ibu Terhadap Pemberian Imunisasi DPT Pada Bayi Umur 2-11 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjungpinang Tahun 2012
Sikap
BURUK BAIK TOTAL
Pemberian Imunisasi DPT Ya Tidak F % F % 9 33.3 18 66.7 9 69.2 4 30.8 18 45.0 22 55.0
Jumlah
F 27 13 40
% 100 100 100
OR 95%
4.500
HASIL X2
ρ
4.569
0.046
Berdasarkan tabel 5.8 dapat diketahui
untuk tidak memberikan imunisasi DPT
bahwa dari 40 responden terdapat 4 (30,8%)
pada bayi umur 2-11 bulan dibandingkan
ibu memiliki sikap baik tidak memberikan
dengan responden yang memiliki sikap
imunisasi DPT, sedangkan ada 18 (66,7%)
baik.
ibu memiliki sikap buruk tidak memberikan
PEMBAHASAN
imunisasi DPT pada bayi umur 2-11 bulan.
Analisa Univariat
Hasil uji statistik diperoleh nilai ρ-value
1.
sebesar 0,046, maka dapat disimpulkan
Terhadap Pemberian Imunisasi DPT
bahwa
Pada Bayi Usia 2-11 Bulan
ada
hubungan
antara
sikap
Tingkat
Pengetahuan
Ibu
responden terhadap pemberian imunisasi
Dari tabel 5.4 didapatkan bahwa tingkat
DPT pada bayi umu 2-11 bulan di wilayah
pengetahuan
kerja Puskesmas Tanjungpinang. Nilai odd
imunisasi DPT yang tertinggi adalah tingkat
rasio diperoleh sebesar 4,500 mempunyai
pengetahuan buruk yaitu 26 (63,4%),
arti bahwa responden dengan sikap buruk
sedangkan yang terendah adalah tingkat
memiliki tingkat peluang sebesar 4,500 kali
pengetahuan
203
ibu
baik
tentang
yaitu
14
pemberian
(34,1%).
Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh
tertinggi adalah sikap buruk yaitu 27
faktor pendidikan formal. Pengetahuan
(65,9%) sedangkan yang terendah adalah
sangat erat hubunganya dengan pendidikan,
sikap baik yaitu 13 (31,7%). Sikap
dimana
dengan
(attitude) merupakan konsep paling penting
pendidikan yang tinggi maka orang tersebut
dalam psikologi sosial yang membahas
akan semakin luas pula pengetahuannya.
unsur sikap baik sebagai individu maupun
Pengetahuan ibu tentang imunisasi akan
kelompok.Menurut pandangan Bem
diharapkan
bahwa
membentuk sikap positif terhadap kegiatan imunisasi.
Imunisasi
tanpa
didukung
dalamSelf
Perception
Theory
orang
dengan kesadaran masyarakat tidaklah akan
bersikap positif atau negatif terhadap
berarti. Pengetahuan dapat menyangkut
sesuatu obyek sikap dibentuk melalui
ilmu atau bahan yang luas atau sempit
pengamatan
seperti fakta (sempit) dan teori (luas).
sendiri.Berdasarkan hasil penelitian yang
Namun apa saja yang diketahui hanya
didapatkan
sekedar informasi yang dapat diingat saja
dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan
(Notoatmodjo, 2003).
sehingga kurangnya informasi yang didapat
Tingkat pengetahuan ibu dipengaruhi oleh
mengenai pemberian imunisasi DPT.
pada
bahwa
perilaku
sikap
buruk
dia
ibu
beberapa hal, salah satu diantaranya adalah pendidikan formal dari ibu. Berdasarkan
3. Pemberian Imunisasi DPT Pada Bayi
hasil penelitian yang didapatkan sebagian
Usia 2-11 Bulan
besar pendidikan responden adalah SD
Dari tabel 5.6 didapatkan bahwa pemberian
yaitu
ini
imunisasi DPT tertinggi yaitu responden
memungkinkan penerimaan informasi yang
yang tidak memberikan umunisasi DPT
kurang
mengingat
yaitu 22 (53,7%) dan yang terendah adalah
informasi yang telah dipelajari. Dapat
yang memberikan imunisasi DPT yaitu 18
dikatakan
rendah
(43,9%). Pemberian vaksin DPT dilakukan
pendidikan seseorang semakin rendah pula
tiga kali mulai bayi umur 2 bulan sampai 11
tingkat pengetahuan seseorang.
bulan dengan interval 4 minggu.Pemberian
sebanyak
serta
21
tidak
bahwa
(51,2%)
dapat
semakin
hal
imunisasi 2. Sikap
Ibu
Terhadap
Pemberian
memberikan
DPT
bertujuan
kekebalan
aktif
untuk terhadap
Imunisasi DPT Pada Bayi Usia 2-11
penyakit difteri, pertusis dan tetanus.
Bulan
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
Dari tabel 5.5 didapatkan bahwa sikap ibu
bahwa ibu-ibu tidak melakukan imunisasi
terhadap pemberian imunisasi DPT yang
DPT. karena kurangnya informasi tentang 204
pemberian imunisasi DPT yaitu tanpa
2. Hubungan Sikap Ibu Terhadap
mengetahui apa itu manfaat dari imunisasi
Pemberian Imunisasi DPT Pada
DPT,
Bayi Umur 2-11 Bulan
tujuan,
dan
waktu
pemberian
imunisasi DPT.
Dari tebel 5.8 didapatkan bahwa sikap ibu berhubungan
Analisa Bivariat
terhadap
pemberian
imunisasi DPT pada bayi umur 2-11 bulan Ibu
(ρ-value < α). Sikap (attitude)merupakan
Terhadap Pemberian Imunisasi DPT
konsep paling penting dalam psikologi
pada Bayi Umur 2-11 Bulan
sosial yang membahas unsur sikap baik
1. Hubungan
Dari
tabel
Pengetahuan
5.7
didapatkan
bahwa
sebagai
individu
maupun
pengetahuan ibu berhubungan terhadap
kelompok.Berdasarkan
pemberian imunisasi DPT pada bayi umur
yang didapatkan bahwa sikap buruk ibu
bulan
dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan
pengetahuan ibu dipengaruhi oleh beberapa
sehingga kurangnya informasi yang didapat
hal,
mengenai pemberian imunisasi DPT.
salah
satu
<
penelitian
α).Tingkat
2-11
(ρ-value
hasil
diantaranya
adalah
pendidikan formal dari ibu. Pengetahuan sangat erat hubunganya dengan pendidikan,
KESIMPULAN
dimana
dengan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan
pendidikan yang tinggi maka orang tersebut
dapat diambil kesimpulan bahwa ada
akan semakin luas pula pengetahuannya.
hubungan antara pengetahuan dan sikap ibu
Berdasarkan hasil penelitian didapat 21
terhadap pemberian imunisasi DPT pada
(51,2%) responden berpendidikan SD, hal
bayi umur 2-11 bulan sebagai berikut :
ini memungkinkan responden tidak dapat
1. Pengetahuan ibu terhadap pemberian
menerima informasi tentang pemberian
imunisasi DPT pada bayi umur 2-11 bulan
imunisasi DPT secara baik. Meskipun
dari hasil penelitian yang dilakukan adalah
pendidikan formal bukan satu-satunya
buruk (63,4%).
sumber
responden
2. Sikap ibu terhadap pemberian imunisasi
mempunyai pengetahuan yang baik namun
DPT pada bayi umur 2-11 bulan dari hasil
hal ini akan sangat mempengaruhi perilaku
penelitian yang dilakukan adalah buruk
seseorang.
(65,9%).
Menurut Syafrudin (2008), pengetahuan
3. Pemberian imunisasi DPT dari hasil
yang
penelitian yang dilakukan terdapat (53,7%)
diharapkan
informasi
bahwa
untuk
setengah-setengah
justru
lebih
berbahaya dari pada tidak
yang tidak memberikan imunisasi DPT.
tahu sama sekali. 205
4. Pengetahuan ibu terhadap pemberian
Diharapkan agar lebih mengembangkan
imunisasi DPT pada bayi umur 2-11 bulan
penelitian yang lebih lanjut tentang sikap
ada hubungan dengan nilai ρ-value < α,
ibu terhadap pemberian imunisasi DPT.
berarti H0 ditolak. 5. Sikap ibu terhadap pemberian imunisasi
DAFTAR PUSTAKA
DPT pada bayi umur 2-11 bulan ada Ali, Muhammad. (2010). Pengetahuan,
hubungan dengan nilai ρ-value, berarti H0
Sikap Dan Perilaku Ibu Bekerja
ditolak.
Dan IbuTidak Bekerja Tentang Imunisasi.
SARAN Berdasarkan
kesimpulan
dari
Sumatera
hasil
1.14:00.
saran sebagai berikut: 1.Bagi Institusi Pendidikan pendidikan
Utara
http://jurnalskripsi.com/20/11/201
penelitian diatas peneliti menyampaikan
Institusi
Jakarta: Universitas
Azis, Asnan. (2011).Pentingnya Imunisasi
hendaknya
lebih
Pada
banyak menyediakan buku-buku tentang
Anak.
Jakarta.
http://www.scribd.com/doc/ASKE
imunisasi untuk memperluas pengetahuan
P-IMUNISASI/06/02/2012/16:00
mahasiswa dalam penelitian. DEPKES.(2005).
2.Bagi Masyarakat Diharapkan
masyarakat
meningkatkan
pengetahuan
dan
Pemberian
Imunisasi
dapat
Pada
sikap
Anak.www.depkes.go,id/28/11/20 11.15:00.
terhadap pemberian imunisasi DPT karena pemberian imunisasi DPT sangat penting
. (2006). Pemberian Imunisasi
bagi bayi.
DPT.
3.Bagi Puskesmas
www.depkes.go,id/28/11/2011.14:
Diharapkan dapat lebih meningkatkan
30.
penyuluhan kesehatan kepada masyarakat Donna, L.Wong. (2003). Keperawatan
tentang pemberian imunisasi DPT, agar
Pediatrik Edisi 4. Jakarta: EGC
ketidaktahuan masyarakat terhadap suatu hal tentang imunisasi pada bayi dapat terjawab,
sehingga
sikap
Hidayat, A.Aziz. (2005). Pengantar Ilmu
terhadap
Keperawatan Anak 1. Jakarta:
pemberian imunisasi DPT pada bayi akan
EGC
semakin baik. 4.Peneliti Selanjutnya 206
Notoatmodjo, Soekidjo (2003). Metodologi Penelitian
Kesehatan.
Supartini, Yupi. (2004). Konsep Dasar
Jakarta:
Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.
Rineka Cipta. Nursalam
&
Usman & Husaini.(2006). Manajemen
Ferry
Efendi.(2008).
Teori,
Riset
Pendidikan. Jakarta: PT bumi
Jakarta: Salemba Medika.
aksara.
Vaksinasi.
Yogyakarta:
Usman & Purnomo.(2006). Pengantar
Nuha
Statitika edisi ke 2. Jakarta: PT
Medika.
bumi aksara.
(2010).
Hubungan
Pengetahuan
Tingkat
Ibu
Wawan
Tentang
&
Dewi.(2010).
Teori
dan
Pasca Pemberian Imunisasi Polio.
Yogyakarta: Nuha Medika
Universitas
Sumatera
Wilson,
Utara.
Keperawatan
(2008).
Samping Imunisasi DPT I Di Puskesmas
Metodologi
Kesehatan.
Penelitian
Yogyakarta:
Ajar
Pengetahuan Ibu Tentang Efek
Anak.
Yogyakarta: Graha Ilmu. Saryono.(2009).
Buku
Wulan, Citra. (2010). Tingkat Pengetahuan
Asuhan
Pada
David.
Jakarta: EGC.
2.20:00 (2009).
PerilakuManusia.
Keperawatan Pediatrik Volume 1.
http://jurnalskripsi.com/02/05/201
Sujono.
dan
Pengukuran Pengetahuan, Sikap
Imunisasi Polio Dengan Perilaku
Jakarta:
Riyadi,
dan
Pendidikan Dalam Keperawatan.
Proverawati, Atikah. (2010). Imunisasi dan
Renata.
Praktik
Parijatah
Kecaman
Mitra
Kulon
SronoKabupaten
Banyuwangi. Jakarta: Universitas
Cendikia.
Islam
Syarif
Hidayatullah
http://www.jurnalskripsi.com/25/1
Setiadi.(2007). Konsep dan Penulisan Riset
1/2011.20:00.
Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Suharsimi, Arikunto. (2002). Prosedur Penelitian Praktek
Suatu Edisi
1
Pendekatan revisi
Mahasiswa S1 Keperawatan Hang Tuah Tanjungpinang.
V.
Yogyakarta: PT, Rineka Cipta. 207
2
Dosen
Program
Studi
Ilmu
Keperawatn STIKES Hang Tuah Tanjungpinang. 3
Dosen
Program
Studi
Ilmu
Keperawatn STIKES Hang Tuah Tanjungpinang
208
HUBUNGAN ANTARA MEROKOK DENGAN KEJADIAN INSOMNIA PADA MAHASISWA LAKI-LAKI DI SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDONESIA TANJUNGPINANG TAHUN 2012
Risa Marshalia 1,Liza Wati 2,Irma Yuni 3
ABSTRAK Insomnia adalah salah satu fenomena umum dalam gangguan pola tidur, salah satu faktor resiko terjadinya gangguan pola tidur (insomnia) adalah kebiasaan merokok, dimana pada penelitian sebelumnya diperoleh data bahwa seseorang yang memiliki kebiasaan merokok beresiko menderita insomnia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan antara merokok dengan kejadian insomnia pada mahasiswa laki-laki di Sekolah Tinggi Teknologi Indonesia Tanjungpinang Tahun 2012.Desain penelitian ini menggunakan studi Croossectional. Populasi di dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa laki-laki Sekolah Tinggi Teknologi Indonesia yang berjumlah 388 orang, sedangkan jumlah sampelnya sebanyak 77 orang. Data yang digunakan adalah data primer dan teknik sampling yang digunakan adalah accidental sampling.Analisis yang digunakan adalah Chi Square dengan kejadian insomnia sebagai variabel dependen dan variabel independennya adalah merokok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden (53,2%) perokok sedang, dan sebagian besar responden (63,6%) mengalami insomnia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara merokok dengan kejadian insomnia pada mahasiswa di Sekolah Tinggi Teknologi Indonesia Tanjungpinang yang ditunjukkan hasil Uji Chi-square dengan nilai p value 0,044 (< 0,05). Kata Kunci : Merokok,,Insomnia
ABSTRACK Insomnia is one of the common phenomenon in disorders of sleep patterns, one of the factors of risk of interference pattern of sleep (insomnia) is the habit of smoking, which in previous studies retrieved data that someone who has a habit of smoking at risk of suffering from insomnia. The goal of this research is to know a connection between smoking and incidence of insomnia on male students in the high school of Technology in southern Tanjungpinang Indonesia year 2012 .This research study design using Cross-sectional. The population in this research is the entire male freshman high school Technology Indonesia totalling 388 people, while the number of sample as much as 77 people. The Data used are the primary data and the sampling technique used is accidental sampling.The analysis is used with Gen. Chi Square as the dependent variable and insomnia variable independennya is smoking .The results showed that most respondents (53.2%) are smokers, and most of the respondents (63,6%) experiencing insomnia. The results showed that there was a meaningful relationship between smoking with insomnia on students in the high school of technology in southern tanjungpinang shown test results Chi-square with a value of p value 0,044 (< 0.05). Keywords: Smoking, Insomnia
PENDAHULUAN
dan Amerika Serikat. Padahal dari jumlah
Data dari WHO menyebutkan, Indonesia
dinobatkan
sebagai
penduduk, Indonesia berada di posisi ke-4
negara
yakni setelah China, India dan Amerika
dengan konsumsi rokok terbesar nomor 3
Serikat. Berbeda dengan jumlah perokok
setelah China dan India dan diatas Rusia
Amerika yang cenderung menurun, jumlah 209
perokok Indonesia justru bertambah dalam
pendahuluan yang dilakukan pada tanggal
9 tahun terakhir. Pertumbuhan rokok
02 Januari 2011 di Sekolah Tinggi
Indonesia pada periode 2000-2008 adalah
Teknologi
0.9 % per tahun (Nusantaranews, 2009).
dengan metode wawancara diketahui 20
Sementara
2007)
Mahasiswa adalah perokok aktif, dan
menyebutkan bahwa 20% dari total perokok
sebagian dari itu 10 Mahasiswa mengalami
di Indonesia adalah remaja dengan rentang
gejala gangguan sulit tidur (Insomnia).Dari
usia 15 hingga 21 tahun. Di Indonesia
beberapa mahasiswa diketahui penyebab
prevalensi penderita insomnia mencapai
mereka mengalami sulit tidur (insomnia)
70% paling sedikit seminggu sekali dan 30
karena faktor stress, sering bergadang
juta orang sulit tidur setiap malamnya
disertai dengan kebiasaan merokok, tetapi
(Subandi, 2008). Penyebab gangguan sulit
sebagian mahasiswa menganggap insomnia
tidur selain stres juga kebiasaan merokok,
merupakan hal yang biasa terjadi, dan ada
banyak ditemukan dibelahan dunia yaitu
juga
perilaku merokok yang sudah menjadi
insomnia
kebiasaan bagi masyarakat di banyak
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik
negara. Merokok menyebabkan masalah
untuk mengetahui tentang Merokok dan
tidur, salah satunya karena nikotin dalam
Gangguan pola tidur Mahasiswa di Sekolah
rokok yang merupakan stimulan otak
Tinggi Teknologi Indonesia. Dan alasan
(Widya, 2010). Menurut data dari IPKM
tersebut menambah motivasi peneliti untuk
(Indeks
melakukan penelitian yang berjudul “
Masyarakat)
itu
(Nasution,
Pembangunan
Kesehatan
menyebutkan
bahwa
di
Indonesia
yang merasa
Hubungan
yang
di
antara
Tanjungpinang
terganggu dengan alami
mahasiswa.
Merokok
dengan
Provinsi KEPRI masalah perilaku merokok
Kejadian Insomnia Pada Mahasiswa Laki-
menduduki
Laki
urutan
pertama
di
kota
di
Sekolah
Tinggi
Teknologi
Tanjungpinang dengan persentase sebesar
Indonesia kota Tanjungpinang Tahun 2012
29,66% dan diurutan kedua di kota Batam
“.
sebesar 29,04% (IPKM,2010).Penelitian
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
sebelumnya
di
Desain penelitian ini menggunakan
Surakarta
studi Croossectional. Populasi di dalam
diketahui mahasiswa laki-laki sebagai
penelitian ini adalah seluruh mahasiswa
perokok aktif sebanyak 66,6% dari jumlah
laki-laki
30 mahasiswa laki-laki, 42% dari 30
Indonesia yang berjumlah 388 orang,
mahasiswa laki-laki mengalami gangguan
sedangkan jumlah sampelnya sebanyak 77
sulit tidur (Dian,2010). Berdasarkan studi
orang. Data yang digunakan adalah data
Universitas
pernah
dilakukan
Muhammadiyah
210
Sekolah
Tinggi
Teknologi
primer dan teknik sampling yang digunakan
Indonesia 2) Mahasiswa yang bersedia di
adalah accidental sampling dan juga
wawancarai 3) Mahasiswa yang bersedia
Analisis yang digunakan adalah Chi Square
menjadi responden.
dengan kejadian insomnia sebagai variabel
Instrumen
dependen dan variable independennya
pengumpulan
adalah merokok.
Analisis
Kriteria Inklusi dalam penelitian adalah:
menggunakan Chi Square.
yang
digunakan
data
data
adalah
dalam
dalam
kuesioner.
penelitian
1) Mahasiswa laki-laki yang masih aktif study
di
Sekolah
Tinggi
Teknologi
HASIL PENELITIAN Tabel 5.4
Hubungan Antara Merokok Dengan Kejadian Insomnia Pada Mahasiswa Di Sekolah Tinggi Teknologi Indonesia Tanjungpinang Tahun 2012
Kejadian Insomnia Merokok
Total Insomnia
Tidak
Value x²
Insomnia
F
Perokok Berat
%
F
%
7
38.9
11
Perokok Sedang
29
70.7
12 29.3
Perokok Ringan
13
72.2
5 27.8
18 100
49
63.6
28 36.4
77 100
Total
61.1
F
211
%
18 100 41 100 6.229 0.044
p
ini
Dari tabel 5.4 Hubungan antara
mengalami insomnia (38.9%) dan yang
merokok dengan kejadian insomnia pada
tidak mengalami insomnia dengan jumlah
mahasiswa laki-laki di Sekolah Tinggi
11 mahasiswa (61.1%), sedangkan perokok
Teknologi Indonesia menunjukkan bahwa
sedang sebanyak 29 mahasiswa (70,7%)
Mahasiswa yang perokok berat dengan
yang mengalami insomnia, dan yang tidak
jumlah 18 responden yang mengalami
mengalami
insomnia sebanyak 7 (38,9%) responden
kemudian pada perokok ringan dengan
dan yang tidak insomnia sebanyak 11
jumlah 13 mahasiswa
(61,1%)
responden.
yang
mengalami insomnia dan yang tidak
perokok
sedang
41
mengalami insomnia hanya 5 mahasiswa
responden
Mahasiswa
dengan
yang
jumlah
mengalami
insomnia
12
(27,8%).
Dari
mahasiswa
(29,3%),
(72,2%)
hasil
diatas
yang
dapat
sebanyak 29 (70,7%) responden dan yang
disimpulkan bahwa mahasiswa perokok
tidak insomnia sebanyak 12 (29,3%)
sedang dan ringan lebih banyak mengalami
responden. Sedangkan mahasiswa yang
insomnia
perokok
18
perokok berat. Berdasarkan hasil analisa
insomnia
dengan menggunakan metode chi square
sebanyak 13 (72,2%) responden dan yang
didapatkan hasil bahwa p value=0,044 yang
tidak
artinya p value < 0,05 menunjukkan adanya
sedang
responden
dengan
yang
insomnia
jumlah
mengalami
sebanyak
5
(27,8%)
dibandingkan
responden. Hasil uji statistik diperoleh nilai
hubungan
p=0.044
independent
(p≤0.05),
maka
disimpulkan
proporsi dan
dengan
antara
variabel
yang
variabel dependent,
bahwa ada hubungan antara merokok
dengan kata lain Ho ditolak. Sehingga
dengan kejadian insomnia pada mahasiswa
ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan
di Sekolah Tinggi Teknologi Indonesia
antara merokok dengan kejadian insomnia.
Tanjungpinang Tahun 2012.
Hal ini sejalan dengan penelitian Punjabi dkk (2002) seperti yang diungkapkan
PEMBAHASAN Hubungan
Prasadja (2009) bahwa pada perokok usia Merokok
dengan
muda atau perokok pemula cenderung
kejadian Insomnia di Sekolah Tinggi
mengalami insomnia akibat efek menagih
Teknologi
dari rokok yang tak tertahankan.Hal ini
Indonesia
Tanjungpinang
Tahun 2012
mendukung dengan penelitian sebelumnya Aisya (2010) yang menyatakan bahwa
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.4 didapatkan hasil bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara
pada
beratnya kebiasaan merokok dengan derajat
perokok berat hanya 7 mahasiswa yang
insomnia. Perokok ternyata membutuhkan 212
waktu lebih lama untuk tertidur dibanding
masih mengantuk saat bangun tidur pada
orang yang tidak merokok. Secara teoritis,
perokok adalah 4 kali lipat dibandingkan
nikotin akan hilang dari otak dalam waktu
orang yang tidak merokok (Prasadja,2009).
30 menit. Tetapi reseptor di otak seorang pecandu
seolah
KESIMPULAN
menagih nikotin lagi,
Berdasarkan dari hasil penelitian
sehingga mengganggu proses tidur. Pada pecandu akut yang baru mulai kecanduan
yang
rokok, selain lebih sulit tidur, mereka juga
disimpulkan hal-hal sebagai berikut :1.
dapat terbangun oleh keinginan kuat untuk
Sebagian besar responden (53,2%) adalah
merokok setelah tidur kira-kira 2 jam.
perokok
Setelah merokok mereka akan sulit untuk
responden (63,6%) adalah insomnia 3. Ada
tidur kembali karena efek stimulan dari
hubungan antara merokok dengan kejadian
nikotin. Saat tidur, proses ini akan berulang
insomnia pada mahasiswa di Sekolah
dan ia terbangun lagi untuk merokok
Tinggi Teknologi Indonesia Tanjungpinang
sedangkan pada tahap lanjut, perokok
Tahun 2012.
mengalami gangguan kualitas tidur yang
telah
dilakukan,
sedang
2.
maka
dapat
Sebagian
besar
SARAN
dipicu oleh efek ‘menagih’ dari kecanduan
Adapun saran yang dapat diberikan
nikotin.
berkaitan dengan penelitian ini adalah Punjabi, dkk (2006) yang meneliti
sebagai berikut :
efek nikotin pada pola tidur seseorang. Perokok ternyata membutuhkan waktu
1. Bagi
lebih lama untuk tertidur dibanding orang
Indonesia, Perguruan tinggi merupakan
yang tidak merokok. Mereka jadi sulit tidur.
sarana
Pada
mahasiswa untuk itu diharapkan adanya
penelitian
selanjutnya
yang
Sekolah
Tinggi
pendidikan
pihak
efektif
sosialisasi
dan kawan-kawan lebih menyoroti efek
bekerjasama
kecanduan rokok pada pola tidur. Secara
kesehatan tentang bahayanya merokok bagi
teoritis, nikotin akan hilang dari otak dalam
kesehatan
waktu 30 menit. Tetapi reseptor di otak
kebiasaan merokok pada mahasiswa. 2.
seorang pecandu seolah ‘menagih’ nikotin
Bagi Instansi Pendidikan, Sehubungan
lagi, sehingga mengganggu proses tidur.
dengan adanya penelitian ini tentang
Dari penelitian tersebut didapatkan, jumlah
hubungan
orang yang melaporkan rasa tak segar atau
insomnia dapat memberikan informasi
dengan
agar
pihak
dapat
merokok
instansi
bagi
dipublikasikan pada Februari 2008, Punjabi
213
dari
yang
Teknologi
untuk instansi
meminimalkan
dengan
kejadian
dengan mengadakan pendidikan kesehatan
Depkes RI (2009). Advokasi Sebagai Alat
atau penyuluhan tentang merokok dengan
Perubahan,
kejadian insomnia hal ini juga terkait
Kerja,Jakarta.
dengan
Tanggal 25/03/2011.
permasalahan
rokok
dengan
Pusat
Kesehatan
Online
:
Pada
insomnia di Sekolah Tinggi Teknologi Indonesia Tanjungpinang. 3. Bagi Peneliti Lain,
Dian, (2010). Hubungan Perilaku Merokok
Dalam penelitian ini membahas
dan Stres dengan Insomnia Pada
tentang hubungan antara merokok dengan
Mahasiswa
kejadian
Kesehatan
(insomnia).
Diharapkan bagi
Fakultas
Ilmu
Universitas
peneliti lain agar dapat dijadikan bahan
Muhammadiyah
Surakarta.
pertimbangan untuk mengadakan penelitian
Surakarta.http/www.jurnalskripsi.c
terkait kebiasaan merokok dan insomnia
om/20/10/2011
dengan efek negative lain yang mungkin ditimbulkan.
Hanun, Mukhlidah,
(2011). Mengenal
Sebab-Sebab, Akibat-Akibat, dan DAFTAR PUSTAKA
Cara Terapi Insomnia. Jakarta: Flash Books
Adesla, Veronica. (2009). Gejala-gejala Insomnia. www.e – psikologi.com.
Hidayat,
Online: 20 Mei 2012. Jam 10.00
Jakarta : Salemba Medika
Mode. Bandung : Mujahid
Jhony,
Untuk
Hubungan
Perilaku
Remaja
Keperawatan.
Desa
Jakarta:Cv Trans Infomedia, hal 11
Teknik
(2009).
Merokok dengan Insomnia Pada
Ali, Zaidin, (2010). Pengantar Metode
(2008).
Pengantar
Konsep,dan Proses Keperawatan).
Alghifari, Abu. (2003). Remaja Korban
Asmadi,
(2009).
Kebutuhan Dasa Manusia (Aplikasi
WIB
Statistik
AA,
Kenduren.
Jogyakarta:
http/www.jurnalskripsi.com.8/12/2 011
Prosedural
Keperawatan (Konsep dan Aplikasi
Joewana, Satya,
Kebutuhan Dasar Klien). Jakarta :
Insomnia,
Salemba Medika
Kedokteran
214
(2006). Psikopatologi Cermin
Dunia
No.53, www.kalbe.co.id. Online:
Anonim, (2009). 10 Negara dengan Jumlah
20/8/2011. Jam 14.00 WIB
Perokok
Terbesar
di
Dunia.
http://nusantaranews.wordpress.com Kusmana, Dede. (2007). Rokok Dan
/2009/05/31/10.On
Kesehatan Jantung, Pusat Jantung
Line:
28/12/2011. Jam 13.00 WIB
Nasional Harapan kita. Diambil Pada Tanggal
Potter & Perry,
17 Desember 2009.
(2005) . Buku Ajar
Fundamental
Keperawatan
Konsep,Proses, dan Lumbantobing. (2004). Gangguan tidur. Jakarta
:
Fakultas
:
Praktik,
vol.1,E/4. Jakarta : Buku Kedokteran
Kedokteran
EGC
Universitas Indonesia.www.yahoo.co.id.
Prasadja, Andreas, ( 2006). Kesehatan
Online:20/08/2011. Jam 14.30 WIB
Tidur dan Kebiasaan Merokok. http://sleepclinicjakarta.tblog.com.
Maman, (2009). Teori Perilaku Merokok,
Online: 6/01/2011.
www.yahoo.co.id. Online: 20/8/2011. Jam 14.20 WIB
Qimi. 20 Juni (2009). Gangguan Pola Tidur. http://www.kaltimpost.co.id.
Matsum,
Iwan,
(2008).
Determinan
Online: 6 /03/2011. Jam 13.00 WIB.
Perilaku, www.yahoo.co.id. Online: 22/September/2011. Jam 22.00 WIB
Riawita, J.K. (2009). Pengaruh kopi dan rokok terhadap gangguan tidur
Mu’tadin, Zainun,
(2002). Remaja Dan
insomnia. Skripsi. FK. Unisula
Rokok, www.e-psikolgi.com. Online: 28/12/2011. Jam 16.00 WIB
Rosy, (2010). Hubungan Antara Tingkat Kecemasan dengan Insomnia Pada
Notoatmodjo,
Soekidjo,
(2010).
Mahasiswa Keperawatan Sebelum
Metodologi Penelitian Kesehatan.
Menghadapi
Jakarta: Rineka Cipta
Rumah
Praktik
Sakit.
Klinik
di
Muhammadiyah
Surakarta.http/www.jurnalskripsi.co Notoatmodjo, Soekidjo, (2007). Promosi Kesehatan
dan
Ilmu
m/20/10/2011
Perilaku.
Jakarta: Rineka Cipta 215
Sanchi, (2009). Kesehatan Tidur dan Kebiasaan
Merokok.
1 Mahasiswa S1 Keperawatan Hang Tuah
http://sleepclinicjakarta.tblog.com/p
Tanjungpinang.
ost/1969996595. Online: 25/02/2011
2 Dosen Program Studi Ilmu Keperawatn STIKES Hang Tuah Tanjungpinang.
Setiadi , (2007). Konsep dan penulisan riset
3 Dosen Program Studi Ilmu Keperawatn
keperawatan. Yogyakarta: Graha
STIKES Hang Tuah Tanjungpinang
ilmu
Soamole, Iqbal. (2006). Hubungan Antara Sikap Terhadap Merokok Dengan Kebiasaan Merokok Pada Remaja . Skripsi
S1.
NEGERI
UNIVERSITAS
SEMARANG
2006.
www.google.com. Online:12/02/2011
Syah,
Tantur.
(2008).
Merokok
Dan
Masalahnya, www.yahoo.co.id. On line: Pada Tanggal 16/10/ 2011. Syarifudin,
B,
(2010).
Panduan
keperawatan dan kebidanan dengan SPSS. Yogyakarta: Grafindo Litera Media.
Sugeng, Hariyadi. (1997). Perkembangan Peserta
Didik.
Semarang.
IKIP
Semarang.
Waney, Agnes Tineke. (2008). Saatnya Lepas
dari
jeratan
Rokok,
www.medicastore.com.Online: Pada Tanggal 12/02/ 2011 216
HUBUNGAN ANTARA PERAN ORANG TUA DENGAN KEMANDIRIAN ANAK RETARDASI MENTAL USIA 7-12 TAHUN DI SDLB NEGERI KOTA TANJUNGPINANG TAHUN 2012 Riza Wardini 1 , Wasis Pujiati 2, Meily Nirnasari 3
ABSTRAK Salah satu hambatan perkembangan seorang anak adalah tunagrahita atau yang sering dikenal dengan istilah retardasi mental atau cacat mental. Di provinsi KEPRI masalah kecacatan mental menduduki urutan pertama di kota Tanjungpinang dengan persentase sebesar 7,55 % . Data persemester di SDLB (Sekolah Dasar Luar Biasa) Negeri Kota Tanjungpinang menyatakan bahwa setiap tahunnya jumlah anak retardasi mental selalu mengalami peningkatan. Populasi penelitian ini adalah seluruh anak retardasi mental usia 7-12 tahun yang berjumlah 56 orang di SDLB Negeri Kota Tanjungpinang. Sampel yang diambil total sampling. Analisis data menggunakan uji statistik chi square (χ²). Berdasarkan hasil analisis hubungan antara peran orang tua dengan kemandirian anak retardasi mental usia 7-12 tahun di SDLB Negeri kota Tanjungpinang Tahun 2012 diperoleh nilai P 0,022 karena P lebih besar dari 0,05, maka Ho ditolak, sehingga menunjukkan adanya hubungan antara peran orang tua dengan kemandirian anak retardasi mental usia 7-12 tahun di SDLB Negeri Kota Tanjungpinang Tahun 2012.Diharapkan para guru agar dapat mengajarkan hal-hal yang dapat meningkatkan kemandirian anak retardasi mental terutama dalam hal kecerdasan emosi, dan penyesuaian diri anak retardasi mental selama berada di sekolah, dan bagi kedua orang tuanya sebagai pendorong dalam kehidupannya kelak. Kata kunci: Peran Orang Tua, Kemandirian Anak Retardasi Mental
ABSTRACK One obstacle to the development of a child is Tunagrahita, sometimes referred to as mental retardation or mental disability. In the province of Riau mental disabilities ranked first in the city Tanjungpinang with a percentage of 7.55%. Data persemester in SDLB (Extraordinary Primary School) City State Tanjungpinang states that each year the number of mentally retarded children are always on the increase. This type of correlational study with a cross sectional study design. The study population was all mentally retarded children aged 7-12 years, amounting to 56 people in the City State SDLB Tanjungpinang. Samples taken total sampling. Statistical data analysis using chi square test (χ ²) Based on the analysis of the relationship between the role of older people with mental retardation independence of children aged 7-12 years in the State SDLB Tanjungpinang In 2012 the city obtained a P value of 0.022 for P greater than 0.05, then Ho is rejected, suggesting a link between the role of parents independence of children with mental retardation aged 7-12 years in City State SDLB Tanjungpinang 2012.Expected teachers to teach things that can increase the child's independence, especially in the case of mental retardation, emotional intelligence, and the adjustment of the mentally retarded child while in school, and for both parents as a driving force in later life.
Key words: The Role of Parents, Mental Retardation Children Independence
PENDAHULUAN Undang
–
undang
No.4/1997
cacat adalah setiap orang yang mempunyai
menyebutkan tentang penyandang cacat,
kelainan fisik dan atau mental, yang dapat
Pasal I menyebutkan bahwa penyandang
menggangu atau merupakan hambatan 217
baginya untuk melakukan kegiatan secara
tersebut,
selayaknya, yang terdiri dari penyandang
pemahaman yang mendalam mengenai
cacat fisik, penyandang cacat mental, serta
pribadi
penyandang cacat fisik dan mental (ganda)
pemahaman pribadi anak, orang tua dapat
(Komite Hak-Hak Anak, 2008).
membantu anak memiliki kepercayaan diri
Lombanotobing
(2001),
selain
itu
juga
anak.Dengan
diperlukan
kesabaran
dan
sehingga anak mampu menyesuaikan diri
berpendapat bahwa retardasi mental adalah
dengan
suatu keadaan perkembangan mental yang
diperlukan
terhenti atau tidak lengkap, ditandai oleh
keterlibatan orang tua agar anak retardasi
adanya
mental dapat berkembang secara optimal
kelemahan
(impairment)
keterampilan atau kecakapan (skills) selama
lingkungan.Oleh penanganan
sebab
itu,
khusus
dan
(bisono, 2003).
masa perkembangan sehingga berpengaruh
Penelitian
ini
dilakukan
untuk
pada semua tingkat intelegensia, yaitu
mengetahui Hubungan Antara Peran Orang
kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan
Tua Dengan Kemandirian Anak Retardasi
sosial.
Mental Usia 7-12 Tahun di SDLB Negeri Di provinsi KEPRI sendiri masalah
kecacatan
mental
menduduki
Kota Tanjungpinang Tahun 2012.
urutan BAHAN DAN METODE PENELITIAN
pertama di kota Tanjungpinang dengan
Penelitian
persentase sebesar 7,55 % (IPKM, 2010). Menurut
data
persemester
di
untuk menelaah hubungan antara dua variabel pada situasi atau
yang mengalami retardasi mental sebanyak
sekelompok objek untuk melihat hubungan
82 anak (57,34%), dan pada tahun 2010-
antara variabel satu dengan yang lain .
yang mengalami
Dalam penelitian ini populasi adalah semua
retardasi mental mengalami peningkatan
orang tua yang memiliki anak retardasi
sebanyak 85 anak (57,82%), kemudian pada
mental usia 7-12 tahun di SDLB Negeri
tahun 2011-2012 anak yang mengalami mental
meningkat
Tanjungpinang dengan total jumlah 56
kembali
orang. Teknik sampling yang digunakan
jumlahnya menjadi 91 anak (56,53%) (SLB
pada penelitian ini yaitu teknik sampling
Negeri Tanjungpinang).
jenuh atau Total Sampling.Instrumen yang
Orang tua yang mempunyai anak cacat
fisik
kesabaran
atau dalam
mental
metode
cross-sectional. Penelitian ini bertujuan
Tanjungpinang, tahun pelajaran 2009-2010
retardasi
menggunakan
deskriptif korelasi dengan pendekatan
SDLB
(Sekolah Dasar Luar Biasa) Negeri Kota
2011 jumlah siswa
ini
digunakan dalam pengumpulan data adalah
memerlukan
membimbing
kuesioner. Analisis data dalam penelitian
anak 218
ini menggunakan Chi Square dengan nilai kemaknaan p=0,05. HASIL PENELITIAN Tabel 5.4 Hubungan Peran Orangtua Dengan Kemandirian Anak Retardasi Mental Usia 7-12 Tahun Di SDLB Negeri Kota Tanjungpinang Tahun 2012
Peran
Kemandirian
Anak
Jumlah
Orang
Retardasi Mental
95%
Tua
Tidak
CI
Mandiri
Mandiri
F
%
F
%
F
%
24
68,6%
11
31,4%
35
100%
Baik
7
33,3%
14
66,7%
21
100%
Jumlah
31
55,4%
25
44,6%
56
100%
TidakBaik
219
OR
4,364
X2
P Value
5,246
0,022
Berdasarkan tabel 5.4 menunjukkan bahwa
mandiri dan ketergantungan pada orang
sebagian besar orang tua yang perannya
lain.
tidak baik memiliki anak retardasi mental
Lingkungan
keluarga
berpengaruh
secara
tidak mandiri sebanyak 68,6%, tetapi juga
langsung
dijumpai yang memiliki anak retardasi
mendidik seorang anak karena pada saat
mental yang mandiri sebanyak 31,4%.
lahir dan untuk masa berikutnya yang
Hasil olah data menggunakan uji chi square
cukup panjang anak memerlukan bantuan
dan ρ value 0,022. Oleh karena nilai ρ lebih
dari
kecil dari α 0,05 (Ho ditolak) maka dapat
untuk melangsungkan hidupnya (Nelson,
disimpulkan bahwa ada hubungan antara
2000).
peran orang tua dengan kemandirian anak
anak retardasi mental akan memberikan
retardasi mental usia 7-12 tahun di SDLB
suatu perlindungan yang berlebihan pada
Negeri kota Tanjungpinang tahun 2012.
anaknya. Semakin bertambahnya umur
keluarga
dan
Keluarga
dalam
orang
yang
lain
mempunyai
anak retardasi mental maka para orang tua PEMBAHASAN
orang
harus mengadakan penyesuaian terutama
Adanya hubungan antara peran
dalam pemenuhan kebutuhan anak tersebut
tua
sehari-harinya. Agar nantinya mereka tidak
dengan
kemandirian
anak
retardasi mental di SDLB Negeri Kota
mempunyai
Tanjungpinang Tahun 2012 menunjukkan
berkepanjangan
bahwa subjek yang diteliti memiliki peran
sehinggaakanmenimbulkan permasalahan
tidak baik dalam memandirikan anak
baik mengenai isolasi sosial yang tidak
retardasi mental. Hal ini sesuai dengan yang
menyenangkan
dikatakan Soetjiningsih bahwa perhatian
Veskarisyanti,2008). Peran orang tua akan
dan
sangat
mempengaruhi perkembangan kemandirian
mempengaruhi keberhasilan anak dalam
anak. Orang tua yang terlalu banyak
mencapai apa yang diinginkan. Anak
melarang tanpa penjelasan yang rasional
memerlukan kasih sayang dan perlakuan
dapat
yang adil dari orang tuanya. Tapi, kasih
kemandirian anak.Sebaliknya orang tua
sayang yang diberikan secara berlebihan
yang menciptakan suasana aman dalam
akan mengarah memanjakan, bahkan dapat
interaksi
menghambat
dan
kelancaran perkembangan dan kemandirian
perkembangan
kepribadian
kedekatan
orang
tua
mematikan anak.
ketergantungan
(Soetjiningsih
menghambat
keluarga
yang
cit
perkembangan
dapat
mendorong
anak (Nursalam, 2008).
Akibatnya anak menjadi manja, kurang
Hal ini sangat sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Darwis, 2010, yang 220
menyatakan adanya hubungan peran orang
Berdasarkan hasil penelitian hubungan
tua dengan tingkat kemandirian anak
antara peran orang tua dengan kemandirian
retardasi mental usia 10-14 tahun di SDLB
anak retardasi mental usia 7-12 tahun di
Prof. DR. Sri Soedewi Masjchun Sofwan,
SDLB Negeri Kota Tanjungpinang Tahun
SH Kota Jambi Tahun 2010.
2012 yang dimulai pada bulan Maret 2012
Setiap orang tua yang menjadi subjek
terhadap 56 responden.
penelitian ini mengaku mereka melakukan
1. Sebagian besar responden berusia
pengawasan yang berlebihan terhadap anak
20-35 tahun yaitu 39 orang (69,6%).
mereka dengan alasan bahwa anak mereka
2. Sebagian
besar
responden
berbeda dengan anak normal lainnya.
berpendidikan terakhir SD dan
Orang tua tidak memberi kesempatan
SLTA yaitu 19 orang (33,9%).
kepada
anak
mereka
untuk
dapat
3. Sebagian
besar
responden
menyesuaikan diri dengan lingkungannya,
pekerjaannya swasta yaitu 27 orang
sifat ketergantungan yang dimiliki anak
(48,2%).
mereka selama berada di rumah dan di
4. Sebagian besar responden perannya
sekolah membuat mereka tidak mempunyai
sebagai orang tua memiliki peran
kesempatan dalam mengembangkan pola
tidak baik yaitu 35 orang (62,5%).
kemandirian diri mereka.Dikaitkan dengan
5. Sebagian besar responden memiliki
penelitian ini maka hubungan peran orang
anak retardasi mental yang tidak
tua terhadap anak mereka yang menderita
mandiri yaitu 31 orang (55,4%).
retardasi mental sangatlah penting. Adanya
Hasil statistik menunjukkan bahwa orang
pengawasan berlebihan yang diberikan
tua mempunyai peran yang penting untuk
orang tua kepada anaknya akan sangat
kemandirian anak retardasi mental usia 7-
menjadikan
12
anak
memiliki
rasa
ketergantungan kepada orang tuanya salah
tahun
di
SDLB
Negeri
Kota
Tanjungpinang Tahun 2012.
satunya dalam mengembangkan potensi kemandirian yang dimiliki oleh seorang
SARAN
anak. Dalam kasus ini anak retardasi mental
1. Bagi
berusia 7-12 tahun yang masih amat sangat
SDLB
Negeri
Kota
Tanjungpinang
bergantung dengan orang tuanya.
Dalam kehidupan sehari-hari di sekolah hendaknya ada kelas khusus dimana para
KESIMPULAN DAN SARAN
guru mengajarkan keterampilan pokok
KESIMPULAN
terutama keterampilan hidup mandiri, dan diharapkan agar anak dapat menerapkannya 221
didalam kehidupan sehari-hari. Sehingga
dan juga diharapkan agar para orang tua
walaupun
dapat memberikan kepercayaan kepada
anak
tersebut
mengalami
kekurangan dari segi kognitif, dia tetap
anak
dapat
dalam
kemandiriannya dengan lingkungan karena
lingkungannya.diharapkan sumber daya
peran kedua orang tua sebagai pendorong
guru di SDLB lebih ditingkatkan, dan
dalam kehidupan anak-anak mereka kelak.
bertahan
mereka
dalam
pengembangan
menambah jumlah tenaga pengajar. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Studi ini hanya meneliti aspek peran orang
1. Bagi Instansi Pendidikan
tua
Dapat digunakan sebagai referensi kepada mahasiswa terhadap
tentang
peran
kemandirian
mental.Hendaknya
orang
anak
selanjutnya perlu diteliti juga faktor-faktor
dapat
eksternal lainnya yang lebih dominan dalam memandirikan anak retardasi mental. Perlu
berkebutuhan khusus dalam segala aspek
dilakukan
yang dapat menghambat mereka dalam
belum
berharap
kedepannya
dapat
menambah
dan
melengkapi
materi
keperawatan
anak
terutama
anak
dengan
Balitbang Depkes.(2010). Riset Kesehatan
instansi
pendidikan
Dasar. Jakarta. Hal 174.
Darwis. (2011). Hubungan Peran Orang
berkebutuhan
Tua Dengan Tingkat Kemandirian
khusus.
Anak Retardasi Mental Usia 10-14 Tahun di SDLB
2. Bagi Orang Tua
Jambi Tahun 2010. Akper Telanai
para orang tua yang memiliki anak retardasi
Bhakti, Jambi.
mental. Orang tua dan pendidik di harapkan dapat saling bekerja sama untuk membantu dalam
Prof. Dr. Sri
Soedewi Masjchun Sofwan, SH
Penelitian ini dapat menjadi masukan untuk
anak
dengan
DAFTAR PUSTAKA
mendapatkan pengajaran yang memadai, peneliti
serupa
dan dapat digunakan sebagai referensi.
mereka.Peneliti merasa saat mendapat anak
penelitian
memasukkan variabel-variabel yang lain
menyesuaikan diri dengan lingkungan
keperawatan
kemandirian
ini lebih luas, maka dalam penelitian
mengembangkan penelitian mengenai anak
materi
terhadap
anak.Diharapkan ruang lingkup penelitian
tua
retardasi
mahasiswa
saja
Dinsos Kota Tanjungpinang, (2009).Data
mengembangkan
tidak dipublikasikan.
kemandiriannya selama berada di sekolah, 222
Provinsi Tanjungpinang, (2010).
Notoatmodjo, Soekidjo. (2007). Promosi
Data tidak dipublikasikan.
Kesehatan
dan
Ilmu
Perilaku.Jakarta : Rineka Cipta. Dirjen Kemenkes RI. (2010). Pedoman Pelayanan
Kesehatan
Sekolah
Anak
Luar
di
(2010).
Biasa
Penelitian
(SLB).www.gizikia.depkes.go.id.
Metodologi
Kesehatan.Jakarta
:
Rineka Cipta.
Diakses pada tanggal 26 Oktober 2011. Jam 11.09 WIB.
Nursalam, (2003).Konsep dan Penerapan Metodologi
Fadhli,
Aulia. Kesehatan
(2010).
Buku
Pintar
Anak.Yogyakarta
Pustaka
Penelitian
Ilmu
Keperawatan. Jakarta : Salemba
:
Medika. hal 93-106.
Anggrek. hal 33. Riyadi, Sujono & Sukarmin.(2009). Asuhan
Geniofam.(2010).
Mengasuh
&
Keperawatan
Pada
Anak.
Mensukseskan Anak Berkebutuhan
Yogyakarta : Graha Ilmu. Hal 39-
Khusus.Yogyakarta : Graha ilmu.
40.
Kemenkes
RI
.(2010).
Pembangunan Masyarakat. Jakarta.
Indeks
Rusydian Noor. (2002). Studi Tentang
Kesehatan
Peran
hal 37-39.
Orang
Memandirikan
Tua Anak
Dalam Retardasi
Mental Sedang Di SDLBN Keraton Mangunsong, F. (2009).Psikologi dan pendidikan
anak
Martapura. Fakultas Kedokteran
berkebutuhan
Universitas Airlangga, Surabaya.
khusus. Depok: LPSP3 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. www.lpsp3.com.
Setiadi.(2007). Konsep dan Penulisan Riset
Diakses pada
Keperawatan.Jakarta : Graha Ilmu.
tanggal 26 Oktober 2011. Jam 11.37
hal 181.
WIB. Soetjiningsih. (1995).Tumbuh Kembang Nelson. (2000).Ilmu Kesehatan Anak. Alih
Anak. Bagian Kesehatan Anak
Bahasa Mulia Raja Siregar. Edisi
FKUdayana. Jakarta : EGC.
15, vol 1.Jakarta : EGC. hal 161164. 223
Supartini, Yupi. (2004). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak.Jakarta :
1. Mahasiswa S1 Keperawatan Hang
EGC. hal 35-39.
Tuah Tanjungpinang. 2. Dosen
United Nations Indonesia.(2008). Komite
Negara
Dan
3. Dosen
Keempat
Pihak
Tanjungpinang
men/laporankha/KHA3dan4.pdf. Diakses pada tanggal 10 November. Jam 17.39 WIB.
Utami, Yuniara.R (2009). Penyesuaian Diri dan Pola Asuh Orang Tua Yang Memiliki Anak Retardasi Mental Psikologi
Universitas
Muhamadiyah, Surakarta.
Veskarisyanti, Galih A. (2008). 12 Terapi Autis
Paling
&Hemat.Yogyakarta
Efektif :
Pustaka
Anggrek. hal 27-32.
Wong, Donna L. (2009). Buku Ajar Keperawatan
pediatrik.
Program
Studi
Ilmu
Keperawatn STIKES Hang Tuah
Tahun
2007.www.kotalayakanak.org/doku
Fakultas
Ilmu
Tanjungpinang.
Pihak Sesuai Pasal 44 Konvensi Ketiga
Studi
Keperawatn STIKES Hang Tuah
Hak-hak Anak Laporan Negara
Laporan
Program
Alih
Bahasa
Agus Sutarna, Neti Juniarti, H.Y.Kuncara ; editor edisi bahasa Indonesia, Egi Komara Yudha. Edisi 6.Jakarta : EGC.
224
PEDOMAN BAGI PENULIS Jurnal Keperawatan adalah publikasi ilmiah yang terbit setiap 6 bulan (Oktober dan April) dan menerima artikel ilmiah yang orisinil dan relevan dibidang keperawatan dan kesehatan berupa hasil penelitian dan laporan kasus dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Untuk penelitian Ilmiah a. JUDUL harus ringkas, jelas, dan tidak lebih dari 12 kata (tidak termasuk kata penghubung) b. NAMA PENULIS (atau para penulis) dicantumkan lengkap dibawah judul (tanpa singkatan ataupun gelar) dengan institusi dan alant institusi lengkap. Untuk alamat korespondensi termasuk kode pos, telepon dan alamat e-mail dicantumkan lengkap dibawah kata kunci. c. ABSTRAK ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris, tidak lebih dari 300 kata. Merupakan intisari dari seluruh, meliputi ; masalah, tujuan, metode, hasil dan simpulan. Hindari singkatan kecuali telah diuraikan sebelumnya. d. KATA KUNCI (keywords) sebanyak 3-6 kata disusun menurut urutan kepentingannya e. PENDAHULUAN meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah serta tujuan penelitian dan harapan tentang manfaat hasil penelitian f. METODE PENELITIAN memuat desain, sampel dan cara pengambilan sapel, cara kerja penelitian, parameter yang diamati, rancangan yang digunakan, serta teknik analisis yag dipakai. g. HASIL DAN PEMBAHASAN memuat hasil penelitian ( sesuai dengan parameter yang diamati), disertai pembahasan imiahdan argumentasi yang mendukung. h. SIMPULAN memeuat pernyataan singkat, tentang hasil yang diperoleh dikaitkan dengan tujuan dan hipotesis (kalau ada) yang telah diajukan. i. SARAN berkaitan dengan hasil penelitian yang dihubungkan dengan pengembangannya lebih lanjut. Atau masukan bagi para pelaksana agar memperoleh manfaat lebih jauh dari penelitian ini. j. DAFTAR PUSTAKA minimal terdapat 10 referensi dengan rujukan primer (25-50%) pada jurnal dalam dan luar negeri. Ditulis berdasarkan sistem Harvard (nama dan tahun) dan disusun menurut abjad Untuk Laporan Kasus a. b. c.
d. e. f.
JUDUL, NAMA PENULIS, ABSTRAK, KATA KUNCI, DAN DAFTAR PUSTAKA sama dngan ketentuan untuk penelitian ilmiah. PENDAHULUAN yang berisi latar belakang masalah, analisis terhadap literature review dan pernyataan singkat yang menegaskan bahwa kasus tersebut tidak lazim dan penting. LAPORAN KASUS yang merupakan pusat perhatian dari artikel ini, berisi pengenalan pasien, sejarah penyakit, situasi sekarang, penjelsan terinci mengenai pemeriksaan fisik dan hasil beberapa uji berkaitan, diagnosis awal, treatment dan rencana follow-up . Dapat disertai tabel, flowchart, foto hasil pemeriksaan radiologi. DISKUSI berisi justifikasi dan outcome laporan kasus KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA (hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk)
Ketentuan 1. Karangan yang dikirim kepada Redaksi adalah karya asli dan belum pernah di publikasikan sebelumnya. 2. Artikel yang telah diterbitkan menjadi hak milik redaksi dan naskah tidak boleh diterbitkan dalam bentuk apapun tanpa persetujuan redaksi. Pernyataan di artikel sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. 3. Artikel yang tidak di terbitkan akan di kembalikan jika disertai perangko balasan 4. Naskah dikirim dalambentuk hard copy 2 eksemplar dan soft copy (CD) ke alamat redaksi. 5. Naskah diketik dengan huruf Times New Roman ukuran font 12 pt. 1,5 spasi kecuali abstrak 1 spasi pada halaman kertas berukuran A4, sebanyak maksimal 15 halaman. Margin atau batas tulisan dari pinggir kertas 2,5 cm pada keempat sisi. 6. Judul, dicetak tebal dan berukuran 14 pt 7. Nama penulis ditulis tanpa gelar dengan ukuran fonts 10 pt . nama penulis paling banyak 5 (lima) orang. Nama, alamat lembaga dan kode pos penulis bekerja ditulis dengan ukuran font 9 pt. 8. Abstrak ditulis dalam satu alenia, ditulis dengan ukuran font 10 pt, maksimal terdiri dari 300 kata 9. Tabel dan gambar dibuat sesederhana mungkin, bagus dan jelas. Judul tabel ditempatkan diatas tabel, sedangkan judul gambar ditempatkan dibawah gambar. Judul tabel dan gambar ditulis dengan ukuran font 9 pt. Jumlah tabel dan gambar maksimal masing-masing 6 buah.
KRITERIA PENILAIAN AKHIR DAN PETUNJUK PENGIRIMAN Lampirkan fotokopi format ini bersama naskah dan soft copy naskah anda. Beri tanda (√) pada setiap nomor /bagian untuk meyakinkan bahwa artikel anda telah memenuhi bentuk dan sesuai syarat-syarat dari Jurnal keperawatan STIKES Hang Tuah.
Jenis artikel Penelitian Laporan kasus Halaman judul Judul Artikel Nama lengkap penulis Tingkat pendidikan penulis Asal institusi penulis Alamat lengkap penulis Abstrak Abstrak dalam Bahasa Indonesia Abstrak dalam Bahasa Inggris Kata kunci dalam Bahasa Indonesia Kata kunci dalam Bahasa Inggris
Teks Artikel mengenai penelitian klinis dan dasar sebaiknya dibuat dalam urutan Pendahuluan Metode Penelitian Hasil dan Pembahasan Kesimpulan dan Saran Daftar Pustaka Gambar dan Tabel Pemberian nomor gambar dan/atau tabel penomoran secara Arab Pemberian judul tabel dan/atau judul utama dari seluruh gambar Soft Copy
Penulis menjamin bahwa:
Semua penulis telah meninjau ulang naskah akhir dan telah menyetujui untuk dipublikasikan. Tidak ada naskah yang sama ataupun mirip, yang telah dibuat oleh penulis dan telah dipublikasikan dalam bentuk apapun. Menyerahkan soft copy dalam bentuk CD, naskah penulis
Tanda tangan penulis utama: ……………………………….
Tgl…………………20..