Jurnal Hutan Tropis Volume 3 No. 2
Juli 2015
ISSN 2337-7771 E-ISSN 2337-7992
Berkala Ilmiah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kehutanan
DAFTAR ISI ANALISIS VEGETASI DAN VISUALISASI STRUKTUR VEGETASI HUTAN KOTA BARUGA, KOTA KENDARI Zulkarnain, S.Kasim, & H. Hamid
99-109
PENGARUH NAUNGAN TERHADAP PERTAMBAHAN TINGGI BIBIT BUAH JENTIK (Baccaurea polyneura) Basir Achmad, Muchtar Effendi, & Muhammad Fajri Haika
110-115
PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PENYARADAN KAYU Acacia crassicarpa MELALUI PENERAPAN TEKNIK RAMAH LINGKUNGAN Sona Suhartana & Yuniawati
116-123
ANALISIS FINANSIAL USAHA HUTAN RAKYAT POLA MONOKULTUR, CAMPURAN DAN AGROFORESTRI DI KABUPATEN TANAH LAUT, KALIMANTAN SELATAN Sutisna
124-132
ANALISIS GENDER DALAM PENGELOLAAN AGROFORESTRI DUKUH DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI DESA KERTAK EMPAT KECAMATAN PENGARON KABUPATEN BANJAR Hafizianor, Rina Muhayah N.P, & Siti Zakiah
133-144
PENGAYAAN VEGETASI PENUTUPAN LAHAN UNTUK PENGENDALIAN TINGKAT KEKRITISAN DAS SATUI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Syarifuddin Kadir & Badaruddin
145-152
UPAYA PENCEGAHAN KEBAKARAN LAHAN DI DESA GUNTUNG UJUNG KECAMATAN GAMBUT, KALIMANTAN SELATAN Normela Rachmawati
153-157
IDENTIFIKASI KESEHATAN BIBIT SENGON (Paraserianthes falcataria L) DI PERSEMAIAN Dina Naemah, & Susilawati
158-165
POTENSI TEGAKAN KAYU BAWANG (Dysoxylum mollissimum Blume) PADA SISTEM AGROFORESTRI SEDERHANA DI KABUPATEN BENGKULU UTARA Efratenta Katherina Depari, Wiryono, & A. Susatya
166-172
PERSEPSI MASYARAKAT SUKU DAYAK HANTAKAN BARABAI TERHADAP KEGIATAN IPTEKS BAGI MASYARAKAT (IbM) ANEKA OLAHAN BUAH DURIAN Arfa Agustina Rezekiah, Rosidah, & Siti Hamidah
173-178
JENIS, PERILAKU, DAN HABITAT TURPEPEL (Coura amboinensis amboinensis) DI SEKITAR SUNGAI WAIRUAPA DESA WAIMITAL, KECAMATAN KAIRATU, SERAM BAGIAN BARAT Dwi Apriani, E. Badaruddin, & L. Latupapua
179-191
PENILAIAN KINERJA PEMBANGUNAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG RINJANI BARAT, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Andi Chairil Ichsan & Indra Gumay Febryano
192-198
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih dan penghargaan diberikan kepada para penelaah yang telah berkenan menjadi Mitra Bestari pada Jurnal Hutan Tropis Volume 3 No. 2 Edisi Juli 2015 yaitu: Dr. Satyawan Pudyatmoko,S.Hut,M,Sc (Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada) Prof.Dr.Ir. Wahyu Andayani,M.Sc (Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada) Prof.Dr.Hj.Nina Mindawati,M.S (Puslitbang Produktivitas Hutan, Kementerian Kehutanan RI) Prof. Dr. Ir. Syukur Umar, DESS (Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako) Prof. Dr. Ir. Baharuddin Mappangaja, M.Sc. (Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin) Prof.Dr.Ir.H.M.Ruslan,M.S (Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat) Dr.Ir. Satria Astana, M.Sc (Puslitbang Perubahan Iklim dan Kebijakan, Kementerian Kehutanan RI) Dr. Ir. Purwadi, M.S (Institut Pertanian STIPER Yogyakarta) Dr.Ir. Cahyono Agus Dwikoranto, M.Agr. (Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada) Prof. Dr. Ir, Djamal Sanusi (Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin) Dr. Sc. Agr. Yusran, S.P., M.P (Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako)
KATA PENGANTAR
Hafizianor, Rina Muhayah N.P, & Siti Zakiah
Salam Rimbawan, Jurnal Hutan Tropis Volume 3 Nomor 2 Edisi Juli 2015 menyajikan 12 buah artikel ilmiah hasil penelitian kehutanan. Analisis Vegetasi dan Visualisasi Struktur Vegetasi Hutan Kota Baruga, Kota Kendari diteliti Zulkarnain, S.Kasim, & H. Hamid. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi vegetasi disusun oleh 76 spesies yang terkelompok dalam 29 famili dengan jumlah total 8.296 individu untuk semua spesies. Alstonia macrophylla, Gironniera subaequalis dan Nephelium lappaceum adalah spesies yang mendominasi komunitas vegetasi. Pengaruh Naungan terhadap pertambahan tinggi bibit buah Jentik (Baccaurea polyneura) ditulis Basir Achmad, Muchtar Effendi, & Muhammad Fajri Haika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat naungan 85% atau intensitas cahaya 15% memberikan pertumbuhan tinggi paling optimum (1,15 cm) bagi bibit buah jentik. Sona
Suhartana
Peningkatan
&
Produktivitas
Yuniawati Penyaradan
meneliti Kayu
Acacia Crassicarpa melalui Penerapan Teknik Ramah Lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan RIL dalam penyaradan kayu A. crassicarpa dapat meningkatkan produktivitas 11,59% dan menurunkan biaya sarad sebesar 10,59%. Analisis Finansial Usaha
Hutan Rakyat
Pola Monokultur, Campuran dan Agroforestri Di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan diteliti Sutisna. Secara finansial usaha hutan rakyat
di
lokasi penelitian dapat memberikan dampak positif dan
layak
untuk dikembangkan
dengan Nilai
NPV pola monokultur Rp. 7,674,98, campuran Rp. 20,668,993 dan agroforestry Rp. 46,011,857 dan BCR pola monokultur 2,38,campuran 1,54dan agroforestry 1,76.
meneliti
Analisis
Gender
dalam
Pengelolaan
Agroforestri Dukuh dan Kontribusinya terhadap Pendapatan Rumah Tangga di Desa Kertak Empat Kecamatan Pengaron Kabupaten Banjar. Dukuh memberikan kontribusi terhadap pendapatan rumah tangga sebesar 14% dan dari luar dukuh sebesar 86%. Pengayaan untuk
Vegetasi
Pengendalian
Penutupan
Tingkat
Kekritisan
Lahan DAS
Satui Provinsi Kalimantan Selatan ditulis oleh Syarifuddin Kadir & Badaruddin. Arahan penuruan tingkat kekritisan lahan; a) pengayaan tutupan vegetasi hutan menjadi seluas 66.975,57 ha (44 %), sedangkan lahan terbuka, semak belukar dan pertambangan berkurang seluas 17.782,99 ha (12 %); b) berdasarkan adanya pengayaan vegetasi menurunkan tingkat kekritisan lahan menjadi lahan kritis 1.536,82 ha (1, 01%). Upaya Pencegahan Kebakaran Lahan di Desa Guntung Ujung Kecamatan Gambut, Kalimantan Selatan ditulis oleh Normela Rachmawati. Upayaupaya pencegahan kebakaran lahan yang dilakukan masyarakat di desa Guntung Ujung dengan nilai tertinggi adalah Pembersihan Bahan Bakar Bawah Tegakan yaitu sebesar 65,75 % (48 responden) dan Pembuatan Sekat Bakar 34,25 % (25 responden) Dina
Naemah,
&
Susilawati
melakukan
Identifikasi Kesehatan Bibit Sengon (Paraserianthes falcataria L) di persemaian. Hasil yang diperoleh bahwa penyebab kerusakan yang paling dominan adalah penyakit pada faktor abiotik sebesar 71,55%, tipe kerusakan yang dominan yaitu perubahan warna daun yang ditandai dengan daun menjadi berwarna
kuning
sebesar
73,77%,
intensitas
serangan keseluruhan sebesar 85,33%. Potensi Tegakan Kayu Bawang (Dysoxylum mollissimum Blume) Pada Sistem Agroforestri
Sederhana Di Kabupaten Bengkulu Utara ditulis
atau batok yang keras dengan warna karapas hitam
oleh Efratenta Katherina Depari, Wiryono, & A.
kecokelatan, hitam keabu-abuan, serta hitam pekat,
Susatya. Kayu bawang yang ditanam dengan kopi
dan plastron yaitu susunan lempengan kulit keras
cenderung memiliki pertumbuhan yang lebih baik
pada bagian perut dengan warna plastron putih
dibanding kayu bawang yang ditanam dengan kopi
dan memiliki corak acak berwarna hitam. Turpepel
dan karet. Kayu bawang yang ditanam dengan
menyukai jenis tempat yang lembab gelap dan
kopi memiliki volume sebesar 43,88 m /ha (umur 3
tempat yang kering gelap, karena jenis tempat
tahun), 82,99 m /ha (umur 7 tahun), 116,13 m /ha
tersebut adalah tipe habitat semi akuatik yaitu tipe
(umur 9 tahun), sedangkan yang ditanam dengan
habitat campuran antara daratan (tanah) dan air,
kopi dan karet memiliki volume sebesar 15,15 m /
yang merupakan habitat dari Turpepel.
3
3
3
3
ha (umur 3 tahun), 82,8 m /ha (umur 7 tahun), 79,44 3
m3/ha (umur 9 tahun).
Penilaian Kinerja Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Rinjani Barat, Provinsi
Persepsi Masyarakat Suku Dayak Hantakan
Nusa Tenggara Barat diteliti oleh Andi Chairil
Barabai Terhadap Kegiatan Ipteks Bagi Masyarakat
Ichsan & Indra Gumay Febryano. Hasil penilaian
(IbM) aneka olahan buah durian diteliti oleh Arfa
menunjukkan rata-rata keseluruhan dari kriteria
Agustina Rezekiah, Rosidah, & Siti Hamidah. Faktor-
yang dinilai berada pada rentang cukup, yang berarti
faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat
KPH Rinjani sudah cukup siap untuk mewujudkan
dayak adalah tingkat pendidikan, pengetahuan yang
fungsinya sebagai unit pengelola hutan di tingkat
turun temurun serta mata pencaharian masyarakat
tapak.
dayak sebagai petani.
Semoga hasil penelitian tersebut dapat menjadi
Dwi Apriani, E. Badaruddin, & L. Latupapua
pengetahuan yang bermanfaat bagi pembaca untuk
meneliti Jenis, Perilaku, dan Habitat Turpepel
dikembangkan di kemudian hari. Selamat Membaca.
(Coura
amboinensis
amboinensis)
Di
Sekitar
Sungai Wairuapa Desa Waimital, Kecamatan Kairatu, Seram Bagian Barat. Turpepel yang diteliti tersusun atas karapas (carapace) yaitu tempurung
Banjarbaru, Juli 2015 Redaksi,
Jurnal Hutan Tropis Volume 3 No. 2
Juli 2015
ISSN 2337-7771 E-ISSN 2337-7992
ANALISIS VEGETASI DAN VISUALISASI STRUKTUR VEGETASI HUTAN KOTA BARUGA, KOTA KENDARI Vegetation Analysis and Visualization of vegetation Structure Baruga Urban Forest, Kendari City
Zulkarnain, S.Kasim, & H. Hamid Jurusan Kehutanan, Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan Universitas Haluoleo Jalan Mayjen S. Parman Kampus Kemaraya Kendari
ABSTRACT. This research aims to know the composition, condition of structure and diversity level of vegetation in the Urban Forest Baruga, Kendari City. Data was collected by using sensus method. The data were analyzed to obtain Important Value Index (IVI) and Shannon-Wiener Variety Index (H’). Sexi-FS software was used to obtain visualization of vegetation distribution and stratification of crown layer which was in line with field situation. The result shows that vegetation composition was made up by 76 species classified to 29 families with total amount of 8296 individuals for all species. Alstonia macrophylla, Gironniera subaequalis and Nephelium lappaceum are species that dominate vegetation communities. Distribution of vegetation indicates clustered distribution patterns (clumped), with stratification consists 4 canopy layer, which indicates that the location-study prepared by vegetation canopy layer of relatively complete. Variety index is in high level, with a value of more than 3 at the rate of growth of the tree, pole and sapling, except at the level of seedling with H ‹= 2.89. This result indicates that the forest ecosystem’s resilience is large enough. Key words: Vegetation composition, Diversity, Vegetation structure, Urban Forest ABSTRAK. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi, struktur dan tingkat keragaman vegetasi di Hutan Kota Baruga, Kota Kendari. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode sensus. Data dianalisis untuk memperoleh Indeks Nilai Penting (INP) dan Index Keanekaragaman Shannon-Wiener (H›). Software Sexi-FS digunakan untuk mendapatkan visualisasi distribusi vegetasi dan stratifikasi lapisan tajuk yang menyerupai kondisi lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi vegetasi disusun oleh 76 spesies yang terkelompok dalam 29 famili dengan jumlah total 8.296 individu untuk semua spesies. Alstonia macrophylla, Gironniera subaequalis dan Nephelium lappaceum adalah spesies yang mendominasi komunitas vegetasi. Distribusi vegetasi menunjukkan pola distribusi mengelompok, dengan stratifikasi terdiri 4 lapisan tajuk, yang menunjukkan bahwa lokasi-studi disusun oleh lapisan tajuk yang relatif lengkap. Indeks keragaman tergolong tinggi, dengan nilai lebih dari 3 pada tingkat pertumbuhan pohon, tiang dan pancang, kecuali pada tingkat semai dengan H›= 2,89. Hasil ini menunjukkan bahwa ketahanan ekosistem hutan cukup baik. Kata Kunci: Komposisi vegetasi, Keanekaragaman, Struktur vegetasi, Hutan Kota. Penulis untuk korespondensi, surel;
[email protected]
99
Jurnal Hutan Tropis Volume 3 No. 2, Edisi Juli 2015
PENDAHULUAN
jenis tanaman dengan menambahkan beberapa
Kota
Kendari
merupakan
di
Sulawesi
Tenggara
kota
berkembang.
salah yang
satu sedang
Sebagai ibu kota provinsi dengan
luas ± 295.89 km2, Kota Kendari menjadi pusat pemukiman, pendidikan dan bisnis, yang dari waktu ke waktu menjadi semakin padat. Tahun 2005 tercatat jumlah penduduk Kota Kendari 226.056 jiwa dan tahun 2013
jumlah penduduk
Kota Kendari menjadi 314.126 jiwa dengan laju pertumbuhan
penduduk sebesar 3,04 %. Selain
itu pertambahan jumlah kendaraan bermotor juga terus meningkat tercatat hingga tahun 2013, jumlah kendaraan bermotor yang telah diregistrasi telah mencapai 17.311 unit (BPS Kota Kendari, 2014). Pancawati, (2010), mengemukakan bahwa salah satu pertanda perkembangan kota dapat dilihat dari jumlah kepemilikan kendaraan bermotor dan perkembangan industri. Dilain pihak pembangunan fisik, sarana dan prasarana untuk memenuhi kebutuhan warga telah mengubah landskap dan tata ruang wilayah kota yang mengakibatkan menurunnya daya dukung lingkungan dan jasa lingkungan (Wu,2008 dalam Cuak Ardani, dkk, 2013. Indikasi penurunan kualitas lingkungan di Kota Kendari sudah mulai terlihat, misalnya fenomena banjir yang semakin sering terjadi pada musim hujan dan suhu kota yang terasa lebih panas beberapa waktu terakhir. Hal ini semakin menunjukan bahwa keberadaan hutan kota menjadi sangat penting, sebagai komponen perkotaan yang berfungsi memperbaiki dan menjaga iklim mikro, meresapkan air, menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik di wilayah perkotaan. Optimalisasi fungsi hutan kota dipengaruhi oleh
banyak
Nowak & Crane, (2002) juga mengemukakan bahwa Intensifikasi pemberdayaan RTH juga dapat dilakukan dengan meningkatkan kepadatan pohon per hektar. Hutan Kota Baruga adalah salah satu kawasan hutan kota yang telah ditetapkan oleh pemerintah Kota Kendari dengan luas ±3 ha. Hingga saat ini belum ada informasi mengenai komposisi dan penyusun vegetasi yang ada di wilayah tersebut. Padahal tersedianya daftar floristik sangat berguna sebagai salah satu parameter vegetasi untuk mengetahui keanekaragaman tumbuhan dalam ekosistem tersebut. Hutan kota dengan komposisi vegetasi pohon yang variatif dan bebungaan dapat menambah nilai keindahan kota. Tajuk pohon dan vegetasi lainnya dapat memberi kesan lembut pada bangunan yang sering mendominasi ruang kota yang menimbulkan kesan kaku, silau dan panas. Sehingga dengan adanya informasi floristik Hutan Kota Baruga diharapkan dapat membantu dalam mengoptimalkan peran Hutan Kota Baruga dalam menjaga keseimbangan lingkungan kota khususnya di Kota Kendari. Untuk mendukung hal tersebut maka perlu dilakukan analisis komposisi vegetasi pada hutan kota Baruga Kota Kendari dengan maksud untuk mengetahui keragaman jenis tumbuhan dan komposisi vegetasinya.
METODE PENELITIAN Penelitian
ini
dilaksanakan
di
Hutan
Kota Baruga Kota Kendari dengan luas 3 ha, menggunakan peralatan dan bahan sebagai berikut
keanekaragaman jenis penyusun hutan kota dan
: Tali rafiah, tally sheet pengukuran, pita meter,
kepadatannya. Soegianto (1994) dalam Indriyanto
haga meter, GPS, golok, alat tulis, kamera digital
(2006) mengemukakan bahwa keanekaragaman
dan seperangkat komputer yang dilengkapi aplikasi
ekosistem
mengukur
Microsoft Office 2007, software Spacially Explicit
Hutan kota yang disusun
Individual-based Forest Simulator (SexI-FS) versi
oleh jumlah jenis yang lebih beragam cenderung
2.1.0. Pengambilan data dilakukan secara sensus
akan memberikan manfaat yang lebih optimal.
mengingat lokasi studi relatif tidak terlalu luas dan
Rijal, (2008) mengemukakan, pemberdayaan RTH
waktu yang cukup, sehingga pencacahan dapat
dapat
dilakukan pada semua anggota populasi.
digunakan
stabilitas komunitas.
100
dilakukan
diantaranya
sehingga jumlah stratifikasi vegetasi bertambah.
adalah
dapat
faktor,
jenis tanaman yang menempati stratum tertentu
dengan
untuk
penaganekaragaman
Iin Zulkarnain, S.Kasim, & H. Hamid: Analisis Vegetasi dan………..(3): 99-109 Analisis vegetasi pada Hutan Kota Baruga
Visualisasi struktur vegetasi menggunakan
dilakukan dengan perhitungan terhadap parameter
software Spacially Explicit Individual-based Forest
kuantitatif vegetasi sebagai berikut :
Simulator (SexI-FS) versi 2.1.0. Program aplikasi
a.
Densitas (K) (ind/ha) =
b.
Densitas Relatif (K) (ind/ha) =
c.
Frekuensi (F) =
d.
Frekuensi Relatif (FR) (%) =
e.
Dominansi (D) ) (m2/ha) =
f.
Dominansi Relatif (DR) (%) =
g.
Indeks Nilai Penting (INP) =
Jumlah Individu Suatu Jenis
tersebut merupakan software yang dikembangkan
Luas Plot
sebagai simulator hutan yang berfokus pada
Kerapatan Suatu Jenis Kerapatan Seluruh Jenis
x 100%
interaksi antar pohon dalam suatu areal hutan yang dapat direpresentasikan secara visual yang
Jumlah jenis (i) yang ditemukan di lokasi studi
menggambarkan kondisi nyata struktur, sebaran
Jumlah Seluruh jenis yang ditemukanPlot
dan stratifikasi komunitas vegetasi dalam suatu
Frekuensi Suatu Jenis Frekuensi Seluruh Jenis
x 100%
petak atau transek pengamatan. (Hardja dan Gregoire, 2008).
Luas bidang dasar suatu jenis
HASIL DAN PEMBAHASAN
Luas Plot Dominansi Suatu Jenis Dominansi Seluruh Jenis
x 100%
KR + FR + DR …………(7)
Rekapitulasi Jenis vegetasi Berdasarkan hasil pencacahan pada lokasi penelitian terkoleksi sebanyak 8296 individu yang
h.
Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H’) = -∑{(n.i/N) ln (n.i/N)}
Dengan :
terkelompok dalam 76 jenis dan 29 famili diperoleh
H
= Indeks keanekaragamn Shannon-Wiener
data jenis vegetasi penyusun Hutan Kota Baruga
N
= Total nilai penting
n.i
= Nilai penting dari tiap spesies (Indriyanto, 2006).
Kota Kendari sebagai berikut :
Tabel 1. Rekapitulasi Jenis Vegetasi dan Kemunculannya pada Tiap tingkat Pertumbuhan Table 1. Summary of Species and Appearance at Each level of vegetation growth NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Nama Jenis Jambu mete Kedondong Kesturi Mangga Terotasi Sirsak Jelutung Pulai Palem Pinang Spathodea Durian Kapuk Ketapang Singi Terap Belimbing Koleuhu Pangindehu Holea Tandangolu Walahopa Akasia Asam
Nama Latin Anacardium occidentale Spondias dulcis Forst. Mangifera casturi Kosterm Mangifera indica L. Alstonia macrophylla Annona muricata L. Dyera costulata Hook. f. Alstonia scholaris Caryotha sp Areca catechu L. Spathodea campanulata Durio zibhentinus Ceiba petandra Terminalia catapa Dillenia serrata Dolichandrone spathacea Aceratium oppositifolium DC. Elaeocarpus sphaericus Elaeocarpaceae sp1 Cleistanthus sumatranus Breyrnia cernua Aporosa Acacia mangiumWild Tamarindus indica
FAMILI Anacardiaceae Anacardiaceae Anacardiaceae Anacardiaceae Anacardiaceae Annonaceae Apocynaceae Apocynaceae Arecaceae Arecaceae Bignoniaceae Bombacaceae Bombacaceae Combretaceae Dilinacea Dilinacea Elaeocarpaceae Elaeocarpaceae Elaeocarpaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Euphorbiace Fabaceae Fabaceae
P * * * * * * * * * * * * * *
T * * * * * * * * * * * * * * *
Pc * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *
S * * * * * * * * * *
101
Jurnal Hutan Tropis Volume 3 No. 2, Edisi Juli 2015 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76
Ki hujan Merbau Pololi Melinjo Sisio Nona Ulin Potolai Oputa Sengon Kulahi Bungur Coklat Waru Langsat Mahoni Beringin Nangka Sukun Tipulu Toho Kamanu-manu Kalawak Kolaka Rambutan Ruruhi Angsana Kayu kuku Kayu cina Hokio Kopi Kopi-kopian Longkida Jeruk Cendana Kesambi Kuma Nyatoh Sawo Kecik Windonu Owunu Bolo-bolo putih Kalu-kaluku Bitti Jati putih Wurogo Lowindahi Obaka Olowi Ongohi Owako Taalu-alu
Samanea saman Intsia bijuga Lithocarpus cf. Pseudomolucca Gnetum gnemon Cratoxilon formosum Litsea firma Eusideroxylon zwagerii Crytocaria Barringtonia reticullata Paraserianthes falcataria Fragrae fragran Lagerstomia speciosa Auct Theobroma cacao Hibiscus tiliaceus L Aglaia acida Swietenia macrophylla Ficus benjamina Artocarpus heterophyllus Artocarpus communis Artocarpus elatica Moraceae sp1 Ficus ampelas Eugenia sp. Syzigium Nephelium lappaceum L. Syzygium subglauca Pterocarpus indicus Pericopsis mooniana Podocarpus neriifolius Prunus arborea Cofee Arabica Nauclea sp. Nauclea orientalis Citrus sinensis Santalum album Schleichera oleosa Planchonella firma Palaquium spp. Manilkara kauki Melochia umbellata Microcos sp. Thea lanceolata Gironniera subaequalis Vitex coffasus Gmelina arborea Premna sp.
Fabaceae Fabaceae Fabaceae Gnetaceae Hypericaceae Lauraceae Lauraceae Lauraceae Lecythidaceae Leguminaceae Loganiaceae Lythraceae Malvaceae Malvaceae Meliaceae Meliaceae Moraceae Moraceae Moraceae Moraceae Moraceae sp Moraceae Myrtaceae Myrtaceae Myrtaceae Myrtaceae Papilionaceae Papilionaceae Podocarpaceae Rosaceae Rubiaceae Rubiaceae Rubiaceae Rutaceae Santalaceae Sapindaceae Sapotaceae Sapotaceae Sapotaceae Sterculiaceae Tiliaceae Theaceae Ulmaceae Verbenaceae Verbenaceae Verbenaceae
Keterangan : *) ditemukan , P = Pohon, T = Tiang, Pc = Pancang, S = Semai Sumber : Data primer setelah diolah, 2013
102
* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *
* * * * * * * * * * * * * * * * * * *
* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *
* * * * * * * * * * * * * * * * * * * *
Iin Zulkarnain, S.Kasim, & H. Hamid: Analisis Vegetasi dan………..(3): 99-109 Tabel di atas menunjukkan bahwa Hutan Kota
pada satu tingkatan vegetasi, misalnya jenis Ficus
Baruga disusun oleh komposisi jenis yang cukup
benjamina yang terdapat pada tingkatan pohon
banyak, hal ini menunjukan bahwa kondisi hutan kota
tetapi tidak terdapat pada tingkatan tiang, pancang
cukup baik. Famili Fabaceae dan Anacardiaceae
maupun semai.
merupakan famili dengan jumlah spesies terbanyak, yang
mengindikasikan
bahwa
famili
tersebut
merupakan famili yang mempunyai individu dengan daya toleransi dan adaptasi yang paling tinggi terhadap faktor lingkungan di lokasi penelitian. Menurut Odum (1993) dalam Indriyanto (2006) bahwa akibat dari interaksi ada spesies dengan pengaruh terbesar (spesies pesaing yang kuat) yang akan membatasi, mengusir atau melenyapkan spesies lain dari tempat hidup tersebut.
Salah satu faktor yang berpengaruh dalam kompetisi pertumbuhan tanaman yaitu intensitas cahaya matahari. Peningkatan intensitas cahaya meningkatkan proses fotosintesis pada tanaman, karena
cahaya
matahari
merupakan
sumber
energi bagi fotosintesis. Apabila dihubungkan dengan pertumbuhan diameter dan tinggi, terdapat kecenderungan bahwa untuk tingkat pohon dan tiang, pada kondisi tanpa naungan memiliki tinggi dan diameter yang lebih dibandingkan dengan
Jika dihubungkan dengan kemapuan spesies
tingkat naungan sedang atau ringan. Namun, kondisi
dalam menyerap karbon, dari 10 jenis paling baik
demikian tidak dijumpai pada tingkat sapihan dan
dalam hal menyerap CO2 yang dikemukakan oleh
semai. (Widiastuti et al., 2004).
Dahlan (1992) dalam Fandeli dkk. (2004), maka pada Hutan Kota Baruga terdapat 4 jenis vegetasi yang mempunyai daya serap karbon yang sangat baik yaitu jenis Ki hujan (Samanea saman), Beringin (Ficus benjamina), Mahoni (Swietenia macrophylla), dan
Bungur
(Lagerstomia
speciosa).
Hal
ini
Selanjutnya berdasarkan tingkatan vegetasinya maka rekapitulasi jumlah jenis dan jumlah individu jenis pada tiap tingkat pertumbuhan dapat dilihat pada Tabel 2 Tabel 2. Rekapitulasi Jumlah spesies dan jumlah individu yang ditemukan pada tiap tingkat
menunjukkan bahwa dalam konteks penyerapan CO2, komposisi vegetasi yang ada di Hutan Kota Baruga dapat berperan dengan cukup baik.
pertumbuhan vegetasi Table 2. Summary of Number of species and number of individuals that found at each level of
Tabel di atas juga menunjukan bahwa hanya 11 Jenis yang ditemukan pada semua tingkatan vegetasi, yaitu Gironniera subaequalis, Eugenia sp, Terminalia catapa, Nauclea orientalis, Swietenia macrophylla, Mangifera indica, Nephelium lappaceum, Dillenia serrata, Breyrnia cernua, Dolichandrone spathacea, dan
Alstonia
macrophylla.
Ini
menunjukan
bahwa jenis-jenis tersebutlah yang mempunyai regenerasi yang paling baik di lokasi penelitian. Adapun jenis-jenis lainnya hanya ditemukan pada sebagian tingkatan saja, bahkan terdapat beberapa jenis yang hanya ditemukan pada satu tingkat pertumbuhan saja. Hal ini mengindikasikan adanya suatu kompetisi antara individu pada berbagai tingkat pertumbuhan, dimana kompetisi merupakan indikator yang menggambarkan persaingan antar tingkatan vegetasi pada suatu wilayah. Sehingga ada beberapa jenis tumbuhan yang tidak terdapat
vegetation growth No Tingkat
Jumlah
Jumlah
Vegetasi 1. Pohon 2. Tiang 3. Sapihan 4. Semai Jumlah
Jenis 38 37 64 31
Individu 159 111 1465 6561 8296
Tabel di atas menunjukan bahwa jumlah jenis terbanyak pada lokasi penelitian terdapat pada tingkatan sapihan, sedangkan untuk jumlah individu terbanyak terdapat pada tingkatan semai. Perbedaan ini diduga berkaitan erat dengan kondisis habitat yang memberikan pengaruh terhadap semua
jenis
pada
masing-masing
tingkatan
pertumbuhan. Whitmore,1986 dalam Septiyani, 2010 mengemukakan, jika tingkat sapihan maupun
103
Jurnal Hutan Tropis Volume 3 No. 2, Edisi Juli 2015 semai yang paling banyak mendominasi di lokasi
Komposisi Vegetasi
penelitian, maka dapat meningkatkan regenerasi yang baik pada ekosistem tersebut.
Rekapitulasi hasil analisis kuantitatif semua
tingkat pertumbuhan vegetasi,
pada
disajikan
pada Tabel 3. Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Analisis Vegetasi pada Semua Tingkat Pertumbuhan Vegetasi Table 3. Summary of Vegetation Analysis Results at all levels of vegetation growth
Kerapatan (Indv/Ha)
Frekuensi
Tertinggi
Terendah
Tertinggi
8,33
0.33
Nilai P O H O
Jenis
Alstonia macrophylla
N
Nilai T I
G
Indeks Nilai Penting
H’
Terendah
Tertinggi
Tertinggi
Terendah
0.16
0,01
1.69
47.27
1.39
3.07
• Ficus benjamina
Alstonia macrophylla
• Samanea saman
Eugenia spp.
• Lagerstomia speciosa
Alstonia macrophylla
• Lagerstomia speciosa
• Lagerstomia speciosa
• Fragrae fragran
• Artocarpus communis
• Artocarpus communis.
• Dyera costulata
• Manilkara kauki
Dan 11 Jenis lainnya.
Dan 17 jenis lainnya.
Terendah 0.01
6.33
0.33
0.17
0.01
0.12
0.003
56.28
2.30
3.17
Nephelium lappaceum
• Acacia mangium
Nephelium lappaceum
• Acacia mangium
Nephelium lappaceum
• Acacia mangium
Nephelium lappaceum
Thea lanceolata
• Aceratium oppositifolium
• Aceratium oppositifolium
• Aceratium oppositifolium
• Thea lanceolata
• Thea lanceolata
• Thea lanceolata
Dan 11 jenis lainnya
• Syzigium sp1
A N
Dominansi (M2/Ha)
Jenis
Dan 11 jenis lainnya
• Areca catechu P
Nilai
A
A
0.33
0.11
0.001
0.12
0.0001
36.53
0.15
3.21
Kalu-Kaluku
• Tamarindus indica
• Kalu-Kaluku
• Aceratium oppositifolium
Mangifera casturi
• Pericopsis mooniana
Mangifera casturi
• Pericopsis mooniana
N C
54.33
• Gmelina arborea
Jenis
N G Nilai
• Mangifera casturi
• Lagerstomia speciosa
• Palaquium spp
• Palaquium spp
• Pericopsis mooniana
• Tamarindus indica
Dan 12 jenis lainnya
Dan 12 jenis lainnya
346.33
1.33
0.16
0.001
31.67
0.12
2.86
Intsia bijuga
• Mangifera indica
Nephelium lappaceum
Intsia bijuga
Nephelium lappaceum
E
Nephelium lappaceum
M
• Breyrnia cernua
• Intsia bijuga
S
A
Jenis
I
H’ = indeks keanekaragaman, Sumber : Data Primer setelah diolah, 2013
Tabel
terdapat
tiang ; Nephelium lappaceum, tingkat pancang ;
beberapa jenis yang merupakan penciri komunitas
Kalu-kaluku. dan pada tingkat semai ; Nephelium
pada wilayah tersebut, yang di indikasikan oleh
lappaceum.
kerapatannya yang tinggi atau jumlahnya individu
Lingkungan (Kepmen KLH No.02/1988 dalam
yang banyak jika dibandingkan dengan jenis lain,
Fandeli, 2000), Kerapatan total vegetasi pada
yaitu pada tingkat pohon ; Alstonia macrphylla,
tingkat pohon dan tiang tergolong sedang yaitu 53
104
3.
Menunjukkan
bahwa
Selanjunya berdasarkan Baku Mutu
Iin Zulkarnain, S.Kasim, & H. Hamid: Analisis Vegetasi dan………..(3): 99-109 indv.ha-1 dan 37 indv.ha-1, sedangkan pada tingkat
ukuran pohon yang besar. Secara umum, tumbuhan
pancang dan semai tergolong sangat rapat yaitu
dengan INP tinggi mempunyai daya adaptasi, daya
488 indv.ha dan 2187 indv.ha .
kompetisi dan kemampuan reproduksi yang lebih
-1
-1
Selanjutnya
vegetasi
dengan
kemampuan
penyebaran paling luas pada lokasi studi adalah jenis Alstonia macrphylla, pada tingkat pohon, Nephelium lappaceum pada tingkat tiang dan semai serta jenis Kalu-kaluku dan pada tingkat pancang. Jenis-jenis tersebut merupakan jenis dengan nilai frekuensi tertinggi pada setiap tingkat vegetasi, yang mengindikasikan kemampuan penyebaran paling
baik dibandingkan dengan tumbuhan yang lain dalam satu lahan tertentu (Irwan, 2009). Sebaliknya dengan INP yang rendah mengindikasikan bahwa jenis-jenis tersebut sangat potensial untuk hilang dari ekosistem tersebut jika terjadi tekanan karena jumlahnya
yang
sangat
sedikit,
kemampuan
reproduksi yang rendah dan penyebaran yang sempit dalam ekosistem tersebut.
baik dibandingkan jenis yang lain. Fachrul (2007),
Tingkat keanekaragaman pada tingkat pohon,
menyatakan bahwa frekuensi dipakai sebagai
tiang dan pancang berada pada kisaran nilai di atas
parameter vegetasi yang dapat menunjukkan
3, atau termasuk kategori tinggi kecuali tingkat semai
distribusi atau sebaran jenis tumbuhan dalam
yang mempunyai nilai indeks keanekaragaman
ekosistem. Sejalan dengan itu Indriyanto (2006)
2.86 atau sedang.
mengemukakan, frekuensi dapat menggambarkan
dalam Indriyanto (2006) bahwa keanekaragaman
tingkat penyebaran spesies dalam habitat yang
spesies dapat digunakan untuk mengukur stabilitas
dipelajari, meskipun belum dapat menggambarkan
komunitas, yaitu kemampuan komunitas untuk
tentang pola penyebarannya.
menjaga dirinya tetap stabil meskipun ada gangguan
Kemampuan suatu jenis untuk mempengaruhi dan melaksanakan kontrol terhadap komunitas dengan cara banyaknya jumlah jenis, besarnya ukuran serta penguasaan ruang, tercermin dari nilai dominansinya.
Beberapa jenis dengan nilai
dominansi terbesar pada tingkat pohon, tiang dan pancang masing-masing adalah Eugenia spp, Nephelium lappaceum dan Mangifera casturi. Smith, (1997) dalam Sabara (2010) mengemukakan bahwa spesies dominan adalah spesies yang dapat
Menurut Sugianto (1994)
terhadap komponen-komponennya.
Konsep ini
dapat digunakan untuk mengukur kemampuan suatu
komunitas
menyeimbangkan
pada
suatu
habitat
komponennya
dari
dalam
berbagai
gangguan yang timbul (Soegianto, 1994 dalam Setyo Antoko B., dkk, 2008). Kemantapan habitat merupakan faktor yang mengatur keanekaragaman spesies (Heriyanto, 2004).
Struktur dan sebaran vegetasi
ditempatinya
Struktur suatu vegetasi terdiri dari individu-
secara efisien daripada spesies lainnya dalam
individu yang membentuk tegakan dalam suatu
tempat yang sama.
ruang.
memanfaatkan
lingkungan
yang
Beberapa vegetasi mempunyai berpengaruh yang besar terhadap kestabilan ekosistem pada komunitas tersebut yang ditandai dengan nilai INP terbesar yaitu pada tingkat pohon Alstonia macrophylla (INP = 47.27), tingkat tiang Nephelium lappaceum
(INP
=
56.28),
tingkat
pancang
Mangifera casturi (INP = 36.53) dan pada tingkat semai yaitu jenis Nephelium lappaceum (INP = 31.67). Besarnya peranan Jenis-jenis tersebut terhadap kestabilan ekosistem diindikasikan oleh kerapatan yang tinggi, penyebaran yang luas, dan
Struktur tegakan dapat ditinjau dari dua
arah, yaitu: struktur tegakan horizontal dan vertikal. Struktur
tegakan
horizontal
menggambarkan
distribusi atau penyebaran Individu-individu spesies di dalam habitatnya. Sedangkan struktur tegakan vertikal dinyatakan sebagai sebaran jumlah pohon dalam berbagai lapisan tajuk. Berdasarkan Hasil pengukuran di Hutan Kota Baruga dengan luas 3 Ha dan memanfaatkan kemampuan software SexI-FS, visualisai profil struktur dan sebaran vegetasi tingkat pohon hingga pancang disajikan pada gambar di bawah ini :
105
Jurnal Hutan Tropis Volume 3 No. 2, Edisi Juli 2015
Gambar 1. Visualisasi Stuktur Horizontal Figure 1. Visualization of Horizontal Structure
Odum (1993) mengemukakan
dalam
bahwa
Indriyanto (2006)
Heddy dkk. (1986)
dalam
yang
Indriyanto (2006) mengatakan bahwa pohon-pohon
ada di dalam populasi mengalami distribusi atau
yang tinggi hampir mempunyai distribusi seragam.
penyebaran di dalam habitatnya mengikuti salah
Pohon-pohon dominan di hutan demikian jaraknya
satu di antara tiga penyebaran yang disebut pola
teratur karena kompetisi yang sangat kuat untuk
distribusi intern. Tiga pola distribusi intern yang
mendapatkan cahaya dan unsur hara. Selanjutnya
dimaksudkan
acak
(random),
menurut Vickery (1984) dalam Indriyanto (2006)
dan
distribusi
bahwa jarak antar tumbuhan merupakan hal yang
Berdasarkan gambar…
sangat penting dalam persaingan. Persaingan
..,jika dihubungkan dengan penjelasan di atas maka
yang paling keras itu terjadi antar tetumbuhan yang
dapat diketahui bahwa pada Hutan Kota Baruga
berspesies sama, sehingga tegakan besar dari
memiliki pola distribusi seragam (uniform), dimana
spesies tunggal sangat jarang ditemukan di alam.
distribusi seragam terjadi apabila kondisi lingkungan
Namun perlu juga diingat bahwa pola distribusi
cukup seragam di seluruh area dan ada kompetisi
seragam pada Hutan Kota Baruga juga terbentuk
yang kuat antar individu anggota populasi.
oleh karena adanya introduksi manusia, karena
distribusi
yaitu
Individu-individu
ruang yang sama.
seragam
distribusi (uniform),
bergerombol (clumped).
Kompetisi yang kuat antar individu anggota populasi akan mendorong terjadinya pembagian
106
beberapa jenis tanaman yang ada di lokasi tersebut adalah jenis-jenis yang sengaja ditanam.
Iin Zulkarnain, S.Kasim, & H. Hamid: Analisis Vegetasi dan………..(3): 99-109
Tampak sisi Kanan
Tampak sisi Kiri
Gambar 2. Visualisasi Stuktur Vertikal Figure 1. Visualization of vertical Structure
Gambar di atas stratifikasi
hutan
Stratifikasi
ini
menunjukkan visualisasi
pada
Hutan
dilakukan
Kota
dengan
Baruga.
melakukan
pengukuran langsung pada lokasi pengamatan dengan
menggunakan
metode
diagram
profil
dengan panjang 200 m dan lebar 150 m (luas lokasi penelitian). Soeryanegera dan Indrawan, (1988) dalam Indriyanto, (2006) mengemukakan bahwa stratifikasi tajuk dibagi dalam beberapa kategori yaitu sebagai berikut : (1) Stratum A : Lapisan teratas, terdiri dari pohon-pohon yang tinggi totalnya 30 m keatas. Biasanya mempunyai tajuk diskontinu, batang pohon tinggi dan lurus, batang bebas cabang (clear bole) tinggi. Jenis-jenis pohon dari stratum ini pada waktu mudanya, tingkat semai hingga sapihan perlu naungan sekedarnya, tetapi cukup untuk pertumbuhan selanjutnya perlu cahaya yang cukup banyak. (2) Stratum B : Terdiri dari pohon-pohon yang tingginya 20-30 m, tajuknya kontinu, batang pohon bisanya banyak bercabang, batang bebas cabang tidak terlalu tinggi. Jenis-jenis pohon dari stratum ini kurang memerlukan cahaya atau tahan naungan (toleran). (3) Stratum C : Terdiri dari pohon-pohon yang tingginya 4-20 m, tajuknya kontinu. Pohon-pohon dalam stratum ini rendah, kecil, banyak bercabang. (4) Stratum D : Lapisan perdu dan semak. Tingginya 1-4 m. dan (5) Stratum E : Lapisan tumbuh-tumbuhan penutup tanah
(ground cover), tingginya 0-1 m. Berdasarkan kategori yang dikemukakan diatas, maka pada Hutan Kota Baruga terdapat 4 stratifikasi tajuk yakni Stratum B, C, D dan E. Pada stratum B hanya ditemukan satu jenis yaitu Kalawak (Eugenia sp.) yang mencapai tinggi 20 m. Pada stratum C, hampir semua vegetasi tingkat pohon, tiang dan pancang dilokasi penelitian masuk dalam kategori stratifikasi ini. Kemudian pada stratum D terdapat 2 jenis yaitu Owako dan Coklat (Theobrema cacao) dengan tinggi masing – masing 4 m serta vegetasivegetasi tingkat semai. Sedangkan pada stratum E diisi oleh jenis tumbuhan pebutup tanah yang didominasi oleh rumput-rumputan. Soeryanegera dan Indrawan, (1988) dalam Indriyanto, (2006) mengemukakan bahwa umumnya pada daerah tropis, stratifikasi itu terkenal lengkap namun tidak semua hutan tropika memiliki secara lengkap ketiga strata teratas. Hal tersebut kemungkinan sangat dipengaruhi oleh kondisi pertumbuhan dan jenis tumbuhan yang ada. Gambaran mengenai startifikasi tajuk pada Hutan Kota Baruga juga sekaligus menujukkan perannya dalam aspek hidrologis dalam hal ini kemampuannya
untuk
mengintersepsikan
air
yang merupakan salah satu fungsi hutan kota. Hal ini sejalan dengan pendapat Asdak, (2007)
107
Jurnal Hutan Tropis Volume 3 No. 2, Edisi Juli 2015 yang
mengemukakan
bahwa
vegetasi
hutan
dengan dengan struktur dan komposisi serta penyebarannya yang luas, akan mempunyai peran penting dalam pengendalian daur air (Asdak, 2007). Fungsi hidrologi hutan yang penting salah satunya adalah
kemampuan
dalam
mengintersepsikan
air. Besarnya intersepsi hujan suatu vegetasi juga dipengaruhi oleh umur tegakan vegetasi yang bersangkutan. (Seyhan, 1990 dalam Pelawi, 2009).
SIMPULAN Komposisi
vegetasi
pada
Hutan
Kota
Baruga Kota Kendari tersusun atas 76 jenis yang terkelompok dalam 29 famili yang menyebar pada semua tingkatan vegetasi. Famili Fabaceae dan Anacardiaceae merupakan famili dengan jumlah jenis terbanyak yang ditemukan dilokasi penelitian. Jenis yang mendominasi adalah jenis Alstonia macrophylla, Gironniera subaequalis dan Nephelium lappaceum.
Tingkat
keanekaragaman
pada
kawasan Hutan Kota Baruga secara keseluruhan tergolong tinggi, yang mengindikasikan kondisi ekosistem hutan pada lokasi tersebut relatif stabil dan memiliki daya lenting yang cukup baik. Pola penyebaran vegetasi menunjukan pola distribusi seragam (uniform). Stratifikasi tajuk menunjukan bahwa pada lokasi studi terdapat 4 stratifikasi tajuk yakni stratum B, C, D dan E. Stratum B diisi oleh satu jenis yaitu Kalawak (Eugenia sp), pada stratum C diisi oleh hampir semua jenis pada tingkat pohon, tiang dan pancang. Stratum D terdapat jenis Owako dan Coklat (Theobrema cacao) dengan tinggi masing – masing 4 m serta vegetasi-vegetasi tingkat semai. Sedangkan pada stratum E diisi oleh jenis tumbuhan penutup tanah
Kebutuhan Oksigen di Kota Palangkaraya. Jurnal Hutan Tropis Volume 1 no.1 Edisi Maret 2013: 32-32, 2013. BPS Kota Kendari, 2014. Statistik Daerah Kota Kendari 2014. Badan Pusat Statiskik ota Kendari Fandeli, C. 2000. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Prinsip Dasar dan Penerapannya Dalam Pembangunan. Liberty. Jogyakarta. Fandeli,C, Kaharuddin & Mukhlison. 2004. Perhutanan Kota. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Bulaksumur, Jogyakarta. Ferianita Fachrul M., 2007. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara, Jakarta. Hardja D dan Gregoire V. 2008. SexI - FS: User Guide and Software version 2.1.0. world Agroforestry Centre and Institut de Recherche Pour Le Developpement (IRD) Herianto, NM. 2004. Suksesi hutan bekas Tebangan di Kelompok Hutan Sungai Lekawai_Sungai Jengonoi, Kabupaten Sintang Kalimantan Barat. Jurnal Penelitian Kehutanan dan Konservasi Alam. . Vol 1 No.2. ISSn : 02160439. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor indonesia Indriyanto, 2006. Ekologi Hutan. Bumi Aksara. Jakarta Irwan, T. D. 2009. Komposisi Jenis dan Struktur Tegakan Hutan Di Taman Nasional Gunung Ciremai Jawa Barat. [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor
DAFTAR PUSTAKA
Nowak, J., Crane, D.E., 2002. Carbon Storage and Sequestration by Urban Trees in the USA Urban Forest Resources. Environmental Pollution 116 ; 318 - 389
Asdak, C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yokyakarta: Gajah mada University Press.
Pancawati, J., 2010. Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota tenggerang. [Tesis] PPS IPB, Bogor.
Ardani, C., Hanafi N., & Pribadi T., 2013. Perkiraan Luas Ruang Terbuka Hijau untukMemenuhi
Pelawi, Sonita F., 2009. Intersepsi Berbagai Kelas umur tegakan kepa sawit ( Elaegis Guinensi)
yang didominasi oleh rumput-rumputan.
108
Iin Zulkarnain, S.Kasim, & H. Hamid: Analisis Vegetasi dan………..(3): 99-109 repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/ 7640/1/09E00883.pdf. Diakses 10 Februari 2014. Rijal, S. 2008. Kebutuhan ruang terbuka hijau di Kota Makasar tahun 2017. J Hutan dan Masyarakat 3(1); 65-77. Sabara N., 2010. Tingkat Keanekaragaman dan Komposisi Vegetasi pada Kawasan Hutan Lindung Nanga-Nanga Papalia Kelurahan Anduonohu Kota Kendari. [Skripsi]. Faperta Unhalu. Kendari Septiyani, Y. 2010. Struktur Komunitas dan Regenerasi Tegakan Hutan di Kawasan Konservasi Taman Margasatwa Ragunan Jakarta Selatan. [Skripsi] Jakarta: Fakultas Biologi Universitas Nasional Setyo Antoko B., Sanudin & Sukmana A., 2008. Perubahan Fungsi Hutan di Kabupaten Asahan, Sumatera Utara. Info Hutan Vol. V No. 4: 307-316, 2008. Widiastuti, L., Tohari dan E. Sulistyaningsih. 2004. Pengaruh Intensitas Cahaya dan Kadar Daminosida Terhadap Iklim Mikro dan Pertumbuhan Tanaman Krisan Dalam Pot. Jurnal Ilmu Pertanian Vol. 11, No. 2, 2004. Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
109