Jurnal Hutan Tropis Volume 3 No. 2
Juli 2015
ISSN 2337-7771 E-ISSN 2337-7992
Berkala Ilmiah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kehutanan
DAFTAR ISI ANALISIS VEGETASI DAN VISUALISASI STRUKTUR VEGETASI HUTAN KOTA BARUGA, KOTA KENDARI Zulkarnain, S.Kasim, & H. Hamid
99-109
PENGARUH NAUNGAN TERHADAP PERTAMBAHAN TINGGI BIBIT BUAH JENTIK (Baccaurea polyneura) Basir Achmad, Muchtar Effendi, & Muhammad Fajri Haika
110-115
PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PENYARADAN KAYU Acacia crassicarpa MELALUI PENERAPAN TEKNIK RAMAH LINGKUNGAN Sona Suhartana & Yuniawati
116-123
ANALISIS FINANSIAL USAHA HUTAN RAKYAT POLA MONOKULTUR, CAMPURAN DAN AGROFORESTRI DI KABUPATEN TANAH LAUT, KALIMANTAN SELATAN Sutisna
124-132
ANALISIS GENDER DALAM PENGELOLAAN AGROFORESTRI DUKUH DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI DESA KERTAK EMPAT KECAMATAN PENGARON KABUPATEN BANJAR Hafizianor, Rina Muhayah N.P, & Siti Zakiah
133-144
PENGAYAAN VEGETASI PENUTUPAN LAHAN UNTUK PENGENDALIAN TINGKAT KEKRITISAN DAS SATUI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Syarifuddin Kadir & Badaruddin
145-152
UPAYA PENCEGAHAN KEBAKARAN LAHAN DI DESA GUNTUNG UJUNG KECAMATAN GAMBUT, KALIMANTAN SELATAN Normela Rachmawati
153-157
IDENTIFIKASI KESEHATAN BIBIT SENGON (Paraserianthes falcataria L) DI PERSEMAIAN Dina Naemah, & Susilawati
158-165
POTENSI TEGAKAN KAYU BAWANG (Dysoxylum mollissimum Blume) PADA SISTEM AGROFORESTRI SEDERHANA DI KABUPATEN BENGKULU UTARA Efratenta Katherina Depari, Wiryono, & A. Susatya
166-172
PERSEPSI MASYARAKAT SUKU DAYAK HANTAKAN BARABAI TERHADAP KEGIATAN IPTEKS BAGI MASYARAKAT (IbM) ANEKA OLAHAN BUAH DURIAN Arfa Agustina Rezekiah, Rosidah, & Siti Hamidah
173-178
JENIS, PERILAKU, DAN HABITAT TURPEPEL (Coura amboinensis amboinensis) DI SEKITAR SUNGAI WAIRUAPA DESA WAIMITAL, KECAMATAN KAIRATU, SERAM BAGIAN BARAT Dwi Apriani, E. Badaruddin, & L. Latupapua
179-191
PENILAIAN KINERJA PEMBANGUNAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG RINJANI BARAT, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Andi Chairil Ichsan & Indra Gumay Febryano
192-198
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih dan penghargaan diberikan kepada para penelaah yang telah berkenan menjadi Mitra Bestari pada Jurnal Hutan Tropis Volume 3 No. 2 Edisi Juli 2015 yaitu: Dr. Satyawan Pudyatmoko,S.Hut,M,Sc (Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada) Prof.Dr.Ir. Wahyu Andayani,M.Sc (Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada) Prof.Dr.Hj.Nina Mindawati,M.S (Puslitbang Produktivitas Hutan, Kementerian Kehutanan RI) Prof. Dr. Ir. Syukur Umar, DESS (Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako) Prof. Dr. Ir. Baharuddin Mappangaja, M.Sc. (Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin) Prof.Dr.Ir.H.M.Ruslan,M.S (Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat) Dr.Ir. Satria Astana, M.Sc (Puslitbang Perubahan Iklim dan Kebijakan, Kementerian Kehutanan RI) Dr. Ir. Purwadi, M.S (Institut Pertanian STIPER Yogyakarta) Dr.Ir. Cahyono Agus Dwikoranto, M.Agr. (Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada) Prof. Dr. Ir, Djamal Sanusi (Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin) Dr. Sc. Agr. Yusran, S.P., M.P (Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako)
KATA PENGANTAR
Hafizianor, Rina Muhayah N.P, & Siti Zakiah
Salam Rimbawan, Jurnal Hutan Tropis Volume 3 Nomor 2 Edisi Juli 2015 menyajikan 12 buah artikel ilmiah hasil penelitian kehutanan. Analisis Vegetasi dan Visualisasi Struktur Vegetasi Hutan Kota Baruga, Kota Kendari diteliti Zulkarnain, S.Kasim, & H. Hamid. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi vegetasi disusun oleh 76 spesies yang terkelompok dalam 29 famili dengan jumlah total 8.296 individu untuk semua spesies. Alstonia macrophylla, Gironniera subaequalis dan Nephelium lappaceum adalah spesies yang mendominasi komunitas vegetasi. Pengaruh Naungan terhadap pertambahan tinggi bibit buah Jentik (Baccaurea polyneura) ditulis Basir Achmad, Muchtar Effendi, & Muhammad Fajri Haika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat naungan 85% atau intensitas cahaya 15% memberikan pertumbuhan tinggi paling optimum (1,15 cm) bagi bibit buah jentik. Sona
Suhartana
Peningkatan
&
Produktivitas
Yuniawati Penyaradan
meneliti Kayu
Acacia Crassicarpa melalui Penerapan Teknik Ramah Lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan RIL dalam penyaradan kayu A. crassicarpa dapat meningkatkan produktivitas 11,59% dan menurunkan biaya sarad sebesar 10,59%. Analisis Finansial Usaha
Hutan Rakyat
Pola Monokultur, Campuran dan Agroforestri Di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan diteliti Sutisna. Secara finansial usaha hutan rakyat
di
lokasi penelitian dapat memberikan dampak positif dan
layak
untuk dikembangkan
dengan Nilai
NPV pola monokultur Rp. 7,674,98, campuran Rp. 20,668,993 dan agroforestry Rp. 46,011,857 dan BCR pola monokultur 2,38,campuran 1,54dan agroforestry 1,76.
meneliti
Analisis
Gender
dalam
Pengelolaan
Agroforestri Dukuh dan Kontribusinya terhadap Pendapatan Rumah Tangga di Desa Kertak Empat Kecamatan Pengaron Kabupaten Banjar. Dukuh memberikan kontribusi terhadap pendapatan rumah tangga sebesar 14% dan dari luar dukuh sebesar 86%. Pengayaan untuk
Vegetasi
Pengendalian
Penutupan
Tingkat
Kekritisan
Lahan DAS
Satui Provinsi Kalimantan Selatan ditulis oleh Syarifuddin Kadir & Badaruddin. Arahan penuruan tingkat kekritisan lahan; a) pengayaan tutupan vegetasi hutan menjadi seluas 66.975,57 ha (44 %), sedangkan lahan terbuka, semak belukar dan pertambangan berkurang seluas 17.782,99 ha (12 %); b) berdasarkan adanya pengayaan vegetasi menurunkan tingkat kekritisan lahan menjadi lahan kritis 1.536,82 ha (1, 01%). Upaya Pencegahan Kebakaran Lahan di Desa Guntung Ujung Kecamatan Gambut, Kalimantan Selatan ditulis oleh Normela Rachmawati. Upayaupaya pencegahan kebakaran lahan yang dilakukan masyarakat di desa Guntung Ujung dengan nilai tertinggi adalah Pembersihan Bahan Bakar Bawah Tegakan yaitu sebesar 65,75 % (48 responden) dan Pembuatan Sekat Bakar 34,25 % (25 responden) Dina
Naemah,
&
Susilawati
melakukan
Identifikasi Kesehatan Bibit Sengon (Paraserianthes falcataria L) di persemaian. Hasil yang diperoleh bahwa penyebab kerusakan yang paling dominan adalah penyakit pada faktor abiotik sebesar 71,55%, tipe kerusakan yang dominan yaitu perubahan warna daun yang ditandai dengan daun menjadi berwarna
kuning
sebesar
73,77%,
intensitas
serangan keseluruhan sebesar 85,33%. Potensi Tegakan Kayu Bawang (Dysoxylum mollissimum Blume) Pada Sistem Agroforestri
Sederhana Di Kabupaten Bengkulu Utara ditulis
atau batok yang keras dengan warna karapas hitam
oleh Efratenta Katherina Depari, Wiryono, & A.
kecokelatan, hitam keabu-abuan, serta hitam pekat,
Susatya. Kayu bawang yang ditanam dengan kopi
dan plastron yaitu susunan lempengan kulit keras
cenderung memiliki pertumbuhan yang lebih baik
pada bagian perut dengan warna plastron putih
dibanding kayu bawang yang ditanam dengan kopi
dan memiliki corak acak berwarna hitam. Turpepel
dan karet. Kayu bawang yang ditanam dengan
menyukai jenis tempat yang lembab gelap dan
kopi memiliki volume sebesar 43,88 m /ha (umur 3
tempat yang kering gelap, karena jenis tempat
tahun), 82,99 m /ha (umur 7 tahun), 116,13 m /ha
tersebut adalah tipe habitat semi akuatik yaitu tipe
(umur 9 tahun), sedangkan yang ditanam dengan
habitat campuran antara daratan (tanah) dan air,
kopi dan karet memiliki volume sebesar 15,15 m /
yang merupakan habitat dari Turpepel.
3
3
3
3
ha (umur 3 tahun), 82,8 m /ha (umur 7 tahun), 79,44 3
m3/ha (umur 9 tahun).
Penilaian Kinerja Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Rinjani Barat, Provinsi
Persepsi Masyarakat Suku Dayak Hantakan
Nusa Tenggara Barat diteliti oleh Andi Chairil
Barabai Terhadap Kegiatan Ipteks Bagi Masyarakat
Ichsan & Indra Gumay Febryano. Hasil penilaian
(IbM) aneka olahan buah durian diteliti oleh Arfa
menunjukkan rata-rata keseluruhan dari kriteria
Agustina Rezekiah, Rosidah, & Siti Hamidah. Faktor-
yang dinilai berada pada rentang cukup, yang berarti
faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat
KPH Rinjani sudah cukup siap untuk mewujudkan
dayak adalah tingkat pendidikan, pengetahuan yang
fungsinya sebagai unit pengelola hutan di tingkat
turun temurun serta mata pencaharian masyarakat
tapak.
dayak sebagai petani.
Semoga hasil penelitian tersebut dapat menjadi
Dwi Apriani, E. Badaruddin, & L. Latupapua
pengetahuan yang bermanfaat bagi pembaca untuk
meneliti Jenis, Perilaku, dan Habitat Turpepel
dikembangkan di kemudian hari. Selamat Membaca.
(Coura
amboinensis
amboinensis)
Di
Sekitar
Sungai Wairuapa Desa Waimital, Kecamatan Kairatu, Seram Bagian Barat. Turpepel yang diteliti tersusun atas karapas (carapace) yaitu tempurung
Banjarbaru, Juli 2015 Redaksi,
Jurnal Hutan Tropis Volume 3 No. 2
Juli 2015
ISSN 2337-7771 E-ISSN 2337-7992
JENIS, PERILAKU, DAN HABITAT TURPEPEL (Coura amboinensis amboinensis) DI SEKITAR SUNGAI WAIRUAPA DESA WAIMITAL, KECAMATAN KAIRATU, SERAM BAGIAN BARAT Types, Behavior and Habitat Turpepel (Cuora amboinensis amboinensis) Around River Wairuapa Waimital Village, District Kairatu, West Seram Dwi Apriani, E. Badaruddin, & L. Latupapua Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Pattimura
ABSTRACT. In Moluccas, reptiles live in water and land are Crocodiles and Turtles. In contrast to the sea turtles that have been getting a lot of attention of governments and scientists, it was kind of tortoises by some Central Maluku society called Turpepel (Coura amboinensis amboinensis) has not been known and studied. This study aimed to describe the species, behavior, and habitat conditions suitable for turpepel. The data obtained will be analyzed for species, behavior, and habitat turpepel using descriptive methods.Results from the study showed that the behavior of this turpepel were behavior of eating and drinking, sleeping, breeding, and sunbathing. The time needed for each behavior include: Behavioral eating and drinking, in the morning at 07:00 or 07:30 CET; Behavior breaks, the length of rest time (noon) Turpepel uncertain, because Turpepel rest when they are not doing any activity; Sleep behavior, in the evening or at night at 18:30 or 19:00 CET; Behavior breed, the breeding season; and Behavior sunbathing, on the morning at 7:00 or 07:30 CET and just bask 15 to 20 minutes. Turpepel like damp dark and dry place dark, because Turpepel live in semiaquatic habitat types, namely a mixture of mainland habitat type (ground) and water. Keywords: Turpepel, Type, Behavior, Habitat ABSTRAK. Di Maluku, reptil yang tergolong hidup di perairan dan daratan adalah Buaya dan Penyu. Berbeda dengan penyu laut yang telah mendapatkan banyak perhatian pemerintah dan ilmuwan, ternyata kura-kura darat yang oleh sebagian masyarakat Maluku Tengah disebut Turpepel (Coura amboinensis amboinensis) belum banyak diketahui dan diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan jenis, perilaku, dan kondisi habitat yang sesuai bagi turpepel. Data yang diperoleh akan dianalisis untuk jenis, perilaku, dan habitat turpepel dengan menggunakan metoda deskriptif. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa perilaku turpepel ini adalah perilaku makan dan minum, tidur, berkembang biak, dan berjemur. Waktu yang dibutuhkan untuk setiap perilaku antara lain : Perilaku makan dan minum, pada pagi hari pukul 07.00 atau 07.30 WIT; Perilaku istirahat, lamanya waktu istirahat (siang) Turpepel tidak menentu, karena Turpepel beristirahat ketika mereka tidak melakukan aktivitas apapun; Perilaku tidur, pada petang atau malam hari pukul 18.30 atau 19.00 WIT; Perilaku berkembang biak, pada musim kawin; dan Perilaku berjemur, pada pagi hari pukul 07.00 atau 07.30 WIT dan hanya berjemur 15 sampai 20 menit. Turpepel menyukai tempat yang lembab gelap dan tempat yang kering gelap, sebab Turpepel hidup pada tipe habitat semi akuatik yaitu tipe habitat campuran daratan (tanah) dan air. Kata Kunci : Turpepel, Jenis, Perilaku, Habitat Penulis untuk korespondensi, surel:
[email protected];
[email protected]; ernywatibadaridin@ gmail.com
179
Jurnal Hutan Tropis Volume 3 No. 2, Edisi Juli 2015
PENDAHULUAN Maluku
sebagai
hewani apabila kebutuhan akan daging hewan daerah
kepulauan
yang
didominasi oleh pulau-pulau kecil memiliki nilai keunggulan karena pemisahan oleh lautan ini menyebabkan terbentuk spesiasi flora dan fauna serta ekosistem antara satu pulau dengan pulau lainnya.
Hal ini menyebabkan dapat saja terjadi
setiap pulau memiliki keanekaragaman jenis yang berbeda dengan pulau lainnya, sehingga perlu dikelola dengan baik dan benar untuk membentuk keseimbangan antara berbagai komponen yang ada didalamnya agar terbentuk kelestarian lingkungan. Pulau yang terbesar di Maluku adalah pulau Seram dengan kawasan hutan yang didominasi oleh hutan hujan tropis (Tropical Rain Forest) memiliki potensi keanekaragaman hayati berupa flora dan fauna yang sangat tinggi bila dibandingkan dengan luas pulaunya. Satwaliar kelompok Reptil merupakan jenis yang keragaman spesiesnya tergolong rendah di Maluku yaitu Ular (Phyton spp.), Soa-soa (Hydrozaurus amboinensis), Biawak (Varanus indacus), Panana (Tiliqua gigas), Kadal (Mabouya sp), Bunglon (Bronchocela jubata), Tokek (Gekko gecko) dan Buaya (Crocodylus spp.). Reptil yang tergolong hidup dalam dua (2) tipe habitat yaitu perairan dan daratan adalah Buaya dan Penyu juga terdapat di Maluku. Penyu Laut seperti Penyu Hijau (Chelonia mydas), Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata), Penyu Belimbing (Dermochelys cariacea), Penyu Tempayan
(Caretta
caretta),
Penyu
Lekang
(Lepidochelys olivacea) dan Penyu Pipih (Natator deppresus) memiliki populasi dan sebaran yang sangat tinggi di perairan laut diseluruh Maluku. Berbeda
dengan
penyu
laut
yang
telah
mendapatkan banyak perhatian pemerintah dan ilmuan, ternyata penyu darat atau kura-kura darat yang oleh sebagian masyarakat Maluku Tengah disebut sebagai Turpepel dengan nama latin Coura amboinensis amboinensis belum banyak diketahui dan diteliti. Kura-kura Darat atau Turpepel oleh masyarakat lokal dijadikan sebagai salah satu sumber protein
180
yang dikonsumsi atau ikan mengalami kesulitan. Masyarakat tertentu khususnya dari Cina, Thailand, Korea dan Jepang terutama yang berprofesi sebagai pelaut selalu berupaya untuk mendapatkan Turpepel untuk dikonsumsi dagingnya karena berkhasiat untuk kesehatan. Seperti, menambah stamina (bagi kaum pria), dan mengobati tulangtulang sakit. Di Kecamatan Kairatu sejak beberapa tahun terakhir berdatangan para pedagang untuk membeli Turpepel dalam bentuk hidup untuk diperdagangkan dengan nilai beli minimal Rp. 10.000 per ekor khusus untuk yang berukuran lebar dada minimal 8cm. Berkaitan dengan terjadi fluktuasi harga oleh pedagang pengekspor maka pedagang pengumpul tidak lagi melakukan pembelian dari masyarakat. Dampak positif dari tidak diperdagangkannya Turpepel mengakibatkan terjadi ledakan populasi sehingga dalam areal persawahan dan perumahan masyarakat desa Waimital berkeliaran Turpepel tanpa
adanya
gangguan
yang
berarti
dari
masyarakat. Hal ini disebabkan karena masyarakat desa
Waimital
tidak
mengkonsumsi
Turpepel
sebagai bahan makanan protein hewani. Masyarakat desa Waimital yang berprofesi sebagai petani sawah yang mengusahakan berbagai jenis tanaman hortikultura sering terganggu dengan kehadiran Turpepel karena merupakan hama bagi tanaman dan binatang peliharaan.Turpepel memakan berbagai jenis tanaman yang diusahakan terutama yang memerlukan lahan setengah basah seperti Kangkung (Ipomoea aquatica), Petatas (Ipomoea batasas), Kacang-kacangan (Arachis sp.) juga sering memangsa anak ayam dan atau anak itik yang diternakan. Balai Konservasi Sumberdaya Alam Wilayah VIII Maluku belum memiliki data mengenai
Turpepel
sehingga
berbagai
data
mengenai kehidupan satwaliar yang hidup di dua (2) habitat ini sangat diperlukan. Tujuan penelitian ini adalah mendiskripsikan jenis Turpepel di Sekitar Sungai Wairuapa Desa Waimital Kecamatan Kairatu Seram Bagian Barat, perilaku
Turpepel
dalam
melakukan
aktivitas
Dwi Apriani, E. Badaruddin, & L. Latupapua: Jenis, Perilaku, Dan Habitat Turpepel …….…....(3):179-191 hariannya dan kondisi habitat yang sesuai bagi
areal Desa Waimital yang digunakan sebagai
Turpepel untuk melakukan aktivitas hidupnya
daerah persawahan.
setiap hari. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada Pemerintah Provinsi Maluku khususnya Balai Konservasi Sumberdaya Alam Wilayah VIII Maluku agar dapat mengupayakan tindakan konservasi jenis terhadap Kura-kura Darat atau Turpepel (Coura amboinensis amboinensis) sehingga dapat terkelola dengan memperhatikan aspek
berkelanjutan
serta
bagi
masyarakat
desa Waimital untuk dapat diberdayakan melalui penangkaran
Turpepel
sehingga
tidak
terjadi
kelebihan populasi dan hama di sawah petani desa Waimital dan sekitar sungai Wairuapa.
Alat
dan
bahan
yang
digunakan
untuk
melakukan penelitian ini antara lain GPS untuk menentukan posisi lokasi objek (situs) tertentu, Kamera
untuk
mendokumentasikan
kegiatan
penelitian, Handphone untuk merekam wawancara dengan
responden, Alat
tulis
menulis
untuk
melakukan pencatatan data yang diperoleh, Mistar untuk mengukur bagian tubuh Turpepel, Waskom untuk memelihara sampel Turpepel selama di lokasi penelitian, Peta thematic lokasi penelitian untuk menentukan tata letak di sekitar Sungai Wairuapa di Desa Waimital Kecamatan Kairatu Seram Bagian Barat,
METODOLOGI PENELITIAN
Panduan
wawancara
untuk
digunakan
sebagai panduan dalam melakukan wawancara
Penelitian ini telah dilakukan di sekitar Sungai Wairuapa Desa Waimital, Kecamatan Kairatu, Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku. Penelitian berlangsung selama bulan Februari
dengan setiap responden dan Sayuran dan buah segar untuk pakan Turpepel
METODE PENELITIAN
2015..
Penentuan Lokasi Penelitian Sungai
Wairuapa
merupakan
salah
satu
sungai terbesar di Kabupaten Seram Bagian Barat sehingga mampu mengairi areal persawahan di lembah Gemba di Kecamatan Kairatu sejak ditempatkan transmigrasi tahun 1950 sampai sekarang ini. Berkaitan dengan informasi dari pedagang pengumpul bahwa di sungai Wairuapa terdapat populasi Turpepel dalam jumlah besar Gambar 1. Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Seram Bagian Barat Figure 1. Map of Administration Area Regency West Part Ceram Sungai Wairuapa bermuara di pantai selatan pulau Seram yang terletak di perbatasan Desa Kairatu dengan Desa Waimital.
Hulu sungai
Wairuapa berada di pegunungan di Desa Manusa (sekitar 50 km dari pantai Kairatu) yang membagi kawasan Seram Barat Bagian Utara dan Seram Barat Bagian Selatan.
Berkaitan dengan luas
wilayah di sekitar sungai Wairuapa maka penelitian ini hanya dibatasi untuk sungai yang berada pada
maka areal ini dijadikan sebagai lokasi penelitian. Sungai Wairuapa bermuara di bagian selatan pulau Seram Bagian Barat pada perbatasan antara desa Kairatu dengan desa Waimital. Hasil pengukuran langsung di lapangan menunjukkan bahwa lebar sungai rata-rata 86 meter, lebar aliran air terlebar 48 meter, kedalaman air tertinggi 1,20 cm dan kecepatan arus rata-rata 12 m3/detik.
Penataan Areal Penelitian Sungai Wairuapa membentuk pola aliran dendritik
sehingga
penentuan
petak-petak
pengamatan hanya mengikuti aliran sungai utama. Dengan
mempertimbangkan
berbagai
faktor
181
Jurnal Hutan Tropis Volume 3 No. 2, Edisi Juli 2015 pembatas diantaranya biaya penelitian dan waktu penelitian maka areal sepanjang sungai Wairuapa dibagi atas tiga (3) blok penelitian, yaitu: 1) Blok A yaitu Daerah Dekat Muara Sungai Setelah
dilakukan
wawancara
dengan
beberapa informan, maka disepakati untuk Blok A berada di bagian selatan jembatan Waimital pada koordinat :
A1 : 3°20′35.14′′S - 128°21′33.92′′T
A2 : 3°20′40.28′′S -128°21′41.44′′T
2) Blok B yaitu Daerah Bagian Tengah Sungai
Penentuan blok tengah sungai dilakukan dengan membagi panjang sungai atas 3 bagian yaitu bagian tengah sebagai Blok B dengan jarak dari Blok A sepanjang 3 km pada koordinat:
Gambar 3. Tata Letak Petak Penelitian Figure 3. Layout of Research Plot Areal di sebelah barat sungai Wairuapa
B1 : 3°20′11.25′′S - 128°21′57.96′′T
merupakan areal persawahan sehingga komposisi
B2 : 3°20′16.36′′S - 128°22′5.72′′T
jenis tanaman yang ada adalah seragam yaitu
3) Blok C yaitu Daerah Hulu Sungai
padi sawah (Oryza sativa) dengan berbagai jenis
Penentuan Blok C di daerah hulu pada areal
tanaman tumpangsari dan tanaman pelindung.
desa Waimital dibuat dengan jarak dari Blok B
Jenis tanaman tumpangsari dan tanaman pelindung
sejauh 3 km pada koordinat :
akan diinventarisir jenisnya secara umum karena
C1 : 3°19′50.69′′S - 128°22′24.29′′T
berperan sebagai salah satu komponen habitat bagi
C2 : 3°19′58.40′′S - 128°22′32.55′′T
satwaliar termasuk Turpepel. Selain itu buahnya juga yang gugur ke tanah merupakan bahan pakan bagi Turpepel. Areal
sebelah
timur
merupakan
kebun
campuran (Dusung) yang ditanami dengan berbagai jenis tanaman umur panjang dan ditumbuhi semak belukar karena kurangnya pemeliharaan oleh pemilik.
Jenis tanaman akan diinventarisir dari
tingkat semai dan sapihan untuk mengetahui kondisi habitat yang digunakan oleh Turpepel terutama untuk berlindung pada waktu siang hari. Pendataan dilakukan pada 3 petak ukur memanjang
sungai
(Utara-Selatan)
dengan
ukuran 60 x 20 meter secara berkelajutan untuk memperoleh Indeks Nilai Penting (INP) dengan menghitung nilai Kerapatan, Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi, Frekuensi Relatif (FR), Gambar 2. Letak Lokasi Penelitian (melalui Google Earth) Figure 2. Research Location
182
Dominansi Relatif (DR)
Dominansi,
Dwi Apriani, E. Badaruddin, & L. Latupapua: Jenis, Perilaku, Dan Habitat Turpepel …….…....(3):179-191
Pendataan Diskripsi Turpepel Diskripsi jenis Turpepel dilakukan secara langsung di lapangan dengan mengacu pada “Buku saku pengenalan jenis satwa liar Reptilia” oleh Direktorat Perlindungan Hutan (1992) dan berbagai referensi lainnya. Ciri-ciri yang diidentifikasi, adalah: Bentuk karapas (carapace) seperti kotak, Warna kekuningan sekitar wajah sampai leher dengan diselingi garis hitam pada wajah, Tipe habitat air
Gambar
tawar dan darat, dan Bagian cangkang kura-kura
amboinensis)
disebut karapas (carapace) dan plastron. Karapas
Figure 6. Turpepel (Coura amboinensis amboinensis)
(carapace) adalah bagian atas cangkang dan
Pengukuran anatomi tubuh Turpepel dilakukan
plastron adalah bagian bawah cangkang. Bagianbagian tersebut pun dibagi lagi menjadi beberapa nama. Lihat pada gambar di bawah :
6.
Turpepel
(Coura
amboinensis
secara langsung di lapangan untuk yang tertangkap khususnya yang berukuran terbesar. Bagian tubuh yang diukur, adalah : Panjang dan lebar karapas (carapace), Panjang dan lebar plastron, Panjang dan lebar kepala, Panjang dan lebar kaki depan, Panjang dan lebar kaki belakang, Panjang dan lebar telapak kaki depan dan belakang dan Panjang ekor.
Gambar 4. Bentuk Karapas (Carapace) dan Plastron
Carapace
Figure 4. Shape of Carapas and Plastron
Plastron
Gambar 7. Teknik Pengukuran Panjang Karapas (Carapace) dan Plastron Figure 7. Meansuring Technic of Carapas and Plastorn Length Gambar 5. Kunci Identifikasi Jenis Turpepel Figure 5. Identification Key of Turpepel
Perilaku Turpepel Perilaku (Behavior) Turpepel diketahui melalui Pengamatan
Langsung
dengan
melakukan
Apabila jenis Turpepel yang diidentifikasi
pengamatan secara langsung perilaku Turpepel
sesuai dengan ciri-ciri yang diprasyaratkan maka
pada habitat alaminya baik di alam ataupun
dapat disimpulkan bahwa Turpepel di sekitar Sungai
penangkaran, Wawancara dengan masyarakat
Wairuapa Desa Waimital adalah Turpepel jenis
umum yang pernah berhubungan dengan Turpepel
Coura amboinensis amboinensis.
serta
Studi
Literatur.
Perilaku
yang
diamati
antara lain Perilaku makan dan minum, Perilaku berkembang biak, Perilaku istirahat, Perilaku tidur dan Perilaku berjemur.
183
Jurnal Hutan Tropis Volume 3 No. 2, Edisi Juli 2015 Habitat Turpepel Kondisi habitat Turpepel diketahui melalui: Pengamatan
Langsung
dengan
pengamatan
secara langsung kondisi habitat Turpepel pada habitat alaminya baik di alam ataupun penangkaran, Wawancara dengan masyarakat umum yang pernah berhubungan dengan Turpepel serta Studi Literatur. Analisis Data Data yang diperoleh akan dianalisis untuk jenis, perilaku, dan habitat Turpepel dilakukan menggunakan Metoda Disktiptif yaitu melakukan kajian dan telaah secara sistematis, aktual dan akurat sesuai dengan fakta yang ditemui di
Gambar 8. Turpepel Betina dan Turpepel Jantan
lapangan serta mengkaji secara mendalam peranan
Figure 8. Female and Male Turpepel
yang
diberikan
dalam
melaksanakan
bentuk-
bentuk konservasi tradisional oleh masyarakat terhadap pelestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistem khususnya untuk satwa Turpepel (Coura amboinensis amboinensis).
Pelaksanaan diskripsi dilakukan pada lokasi penelitian dan juga di rumah sebagai penelitian melakukan
Table 1. Meansuring Result of Female and Male
No.
Diskripsi Jenis Turpepel
dengan
dan Jantan Turpepel Body
HASIL DAN PEMBAHASAN
tambahan
Tabel 1. Hasil Pengukuran Tubuh Turpepel Betina
perbandingan
dengan kunci identifikasi yang terdapat dalam “Kamus Satwa Liar Jenis Reptilia”, maka diperoleh hasil pengukuran untuk Turpepel Betina terbesar yang tertangkap di Sekitar sungai Wairuapa dapat dilihat dalam gambar dan tabel berikut :
Bagian Tubuh Turpepel
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Panjang Kepala Lebar Kepala Panjang Leher Panjang Karapas (carapace) Lebar Karapas (carapace) Panjang Plastron Lebar Plastron Panjang Kaki Depan Lebar Kaki Depan Panjang Kaki Belakang Lebar Kaki Belakang Panjang Telapak Kaki Depan & 12. Belakang 13. Lebar Telapak Kaki Depan & Belakang 14. Panjang Ekor
Ukuran (Cm) Betina Jantan 3 3 2 2 8 10 18 15,5 16 11,5 16 13 13,5 10 6,5 11 2,5 3 7,5 9 3 4 4,5
5,5
2 2
3 4,5
Pengukuran berat tubuh Turpepel betina dan jantan
juga
menambahkan
pengukuran
berat
(gram) dari masing-masing Turpepel. Berikut hasil pengukuran berat tubuh Turpepel dan gambar pengukuran berat tubuh Turpepel, antara lain : a. Berat Turpepel Betina : 800-850 gram b. Berat Turpepel Jantan : 500-550 gram
184
Dwi Apriani, E. Badaruddin, & L. Latupapua: Jenis, Perilaku, Dan Habitat Turpepel …….…....(3):179-191 •
Plastron juga tersusun atas lempengan kulit keras yang bergaris kotak-kotak pada bagian bawah atau bagian perut Turpepel
• Bagian kepala, wajah, sampai leher, setiap Turpepel berwarna hitam dan diselingi garis kuning berjumlah tiga (3) sebagai ciri khasnya dan bagian atas kepala sampai atas hidung
(a) (b) (c) Gambar 9. Pengukuran Berat Turpepel (a) Betina, (b) Betina, (c) Jantan
berbentuk panah • Bentuk karapas (carapace) Turpepel betina lebih cembung
Figure 9. Meansuring of Turpepel Weight (a) Female,
• Bentuk karapas (carapace) Turpepel jantan
(b) Female, (c) Male
datar dan bagian sisi-sisi samping karapasnya melengkung keluar •
Tubuh Turpepel memiliki sisik
•
Ukuran tubuh Turpepel betina lebih besar sedangkan ukuran tubuh Turpepel jantan tidak terlalu besar
•
Bentuk kaki depan Turpepel sedikit lebar dibandingkan bentuk kaki belakang yang cukup panjang
•
Turpepel betina memiliki cakar depan yang lebih pendek daripada jantan
•
Jari-jari kaki Turpepel terdapat selaput diantara jari-jarinya yang bertujuan untuk membantu Turpepel ketika berada di air, namun selaput pada jari-jari Turpepel ini tidak seperti kaki
Gambar
10.
Turpepel
(Coura
amboinensis
amboinensis) Figure
10.
kura-kura lainnya •
Bentuk ekor Turpepel betina kecil dan pendek, sedangkan bentuk ekor Turpepel jantan panjang
Turpepel
(Coura
amboinensis
amboinensis)
dan besar juga sedikit lebar pada pangkal ekornya, serta kloaka (saluran pembuangan) lebih dekat dengan pangkal.
Ciri khusus Turpepel : •
Turpepel memiliki warna karapas (carapace) adalah hitam kecoklatan, hitam keabu-abuan,
•
pengamatan
yang
dilakukan
di
lapangan dan pengamatan tambahan di rumah
Karapas (carapace) tersusun atas lempengan
peneliti, dapat dilihat bahwa perilaku Turpepel
kulit keras berbentuk segi enam yang tersusun
sehari-hari adalah sebagai berikut:
Karapas (carapace) atau tempurung Turpepel berbentuk nyaris kotak dan bila dilihat dari
•
Menurut
dan hitam pekat
secara simetris •
Perilaku Turpepel
Perilaku Makan dan Minum Turpepel termasuk dalam jenis hewan berdarah
samping berbentuk membulat tinggi
dingin dan jenis hewan omnivora yaitu hewan
Plastron berwarna putih dan memiliki corak
pemakan segala atau hewan pemakan tumbuh-
acak berwarna hitam
tumbuhan dan daging.
Tumbuh-tumbuhan dan
185
Jurnal Hutan Tropis Volume 3 No. 2, Edisi Juli 2015 atau buah-buahan yang dimakan Turpepel adalah
akan langsung membuka buah pisang tersebut
pisang 40 hari, daun seledri, kangkung, daun
dari kulitnya untuk mendapat isi atau daging buah
selada, pepaya. Sedangkan daging yang dimakan
pisang tersebut dengan cara menahan buah pisang
Turpepel adalah ikan, udang, cacing, jangkrik, anak
tersebut dengan salah satu kaki depan mereka,
ayam ataupun anak itik. Waktu makan bagi para
dan kaki depan yang satunya lagi bertugas untuk
Turpepel ialah pada pagi hari ketika matahari terbit
membuka kulit pisang tersebut.
pukul 07.00 atau 07.30 WIT.
Saat bangun dari
Turpepel tersebut sedang beraktivitas, mereka
waktu tidur, sebelum mencari makan maka Turpepel
melakukan aktivitas secara berkelompok, ketika
akan langsung mencari sumber air untuk minum
dalam aktivitas mereka mendapat lagi sumber
dan mengurangi rasa haus atau dehidrasi mereka
makanan seperti anak ayam maka dengan segera
selama tidur. Setelah minum, maka Turpepel akan
Turpepel tersebut secara berkelompok memakan
langsung mencari makan.
anak ayam tersebut.
Turpepel yang berkelamin jantan mereka lebih banyak minum atau mengkonsumsi air. Perilaku ini
Adapun saat
Perilaku Istirahat
diketahui melalui pengamatan langsung di lapangan
Turpepel biasanya beristirahat ketika hasrat
dan pengamatan tambahan yang dilakukan peneliti
makan mereka telah terpenuhi. Biasanya Turpepel
di rumah dengan membawa sampel atau objek
ketika di siang hari, mereka beristirahat dibawah
penelitian yaitu Turpepel ke rumah. Pengamatan
dedaunan pohon yang jatuh. Biasanya Turpepel
tambahan ini bertujuan untuk melihat lebih dekat
juga beristirahat siang di sekitar tanaman semak dan
lagi keseharian Turpepel dengan mengkondisikan
belukar. Fungsinya ialah untuk melindungi Turpepel
lingkungan rumah selayaknya habitat Turpepel
tersebut dari ancaman predator ataupun manusia.
tersebut.
rumah
Waktu istirahat dan lamanya waktu istirahat Turpepel
seperti habitat Turpepel tidaklah semudah yang
tidak menentu, karena Turpepel akan beristirahat
dibayangkan. Peneliti harus melihat dan mengamati
ketika mereka tidak melakukan aktivitas apapun.
dengan baik perilaku dari Turpepel. Sehingga dapat
Turpepel juga biasanya beristirahat di bawah atau di
mengkondisikan lingkungan rumah seperti habitat
dalam karapas atau tempurung atau batok mereka
asli Turpepel.
sendiri. Hal itu bisa terjadi ketika Turpepel berada
Mengkondisikan
lingkungan
cepat
di daerah atau di tempat yang jauh dari wilayahnya.
mengkondisikan perilaku mereka yang di habitat
Turpepel melakukan hal tersebut sebagai
aslinya dengan di lingkungan rumah. Seperti contoh,
cara untuk melindungi diri mereka dari pemangsa.
di habitat aslinya Turpepel ini suka menggali-gali
Akan tetapi, pemangsa (hewan) akan sulit untuk
serasah-serasah tanah maupun dedaunan yang
memangsa
jatuh untuk mencari tempat yang sejuk, lembab, dan
atau batok Turpepel sangat keras, berbeda jika
gelap untuk beristirahat ketika di siang hari, ketika
pemangsa (manusia) yang mungkin dengan mudah
di lingkungan rumah dikondisikan habitat tersebut
dapat merusak karapas Turpepel dengan cara
dengan menggelarkan kain-kain yang dibasahi
dihancurkan dengan alat yang keras seperti batu
air sebelumnya atau kain-kain yang kering maka
atau palu dan dihancurkan dengan cara dibanting.
dengan naluri Turpepel tersebut mulai menggali-
Alasan lain mengapa pemangsa (hewan) akan sulit
gali dibawah kain-kain tersebut selayaknya mereka
memangsa Turpepel ialah karena ketika Turpepel
menggali di bawah serasah dedaunan.
dalam keadaan atau posisi terancam maka dengan
Turpepel
ternyata
bisa
dengan
Turpepel mencari makan di daerah dan atau di wilayah teritori mereka. Dimana, apabila saat mencari makan Turpepel mendapat sumber makanan seperti buah pisang maka dengan segera
186
Turpepel
dikarenakan
tempurung
cepat Turpepel akan memasukkan kepala dan keempat kaki-kakinya kedalam karapasnya.
Hal
tersebut berlangsung sampai Turpepel merasa hidup atau nyawanya tidak terancam lagi, maka
Dwi Apriani, E. Badaruddin, & L. Latupapua: Jenis, Perilaku, Dan Habitat Turpepel …….…....(3):179-191 Turpepel akan kembali mengeluarkan kepala dan
kepala kedalam tempurung atau batok dan ada juga
keempat kaki-kakinya dan akan segera beranjak
yang hanya memasukkan leher saja dan kepalanya
atau pergi untuk mencari tempat yang aman.
hanya keluar sedikit.
Perilaku Tidur
Perilaku Berkembang Biak
Semua satwaliar biasanya menandai daerah
Proses Turpepel berkembang biak seperti
atau wilayah teritorinya dengan urine, sama halnya
halnya satwa lainnnya yaitu sang jantan lebih banyak
dengan Turpepel. Turpepel melakukan aktivitas
melakukan gerak-gerik dengan tujuan menarik
harian mereka di daerah atau wilayah teritori mereka
perhatian sang betina.
dan juga di luar atau sekitar wilayah teritori mereka.
Turpepel jantan biasanya hanya berdiam diri di
Biasanya wilayah teritori tersebut ditandai dengan
suatu tempat yang tenang dan bahkan lebih sering
urine, feses (kotoran), dan juga jejak kaki atau cakar
istirahat(siang) atau tidur(malam). Namun, ketika
Turpepel.
musim kawin tiba perilaku Turpepel jantan menjadi
Urine Turpepel berfungsi untuk menandai wilayah teritorinya dan bisanya ketika daerah atau wilayah teritori tersebut sudah dipenuhi dengan aroma atau bau dari urine Turpepel maka dengan sendirinya ketika Turpepel tersebut melakukan aktivitas yang jauh dari daerah atau wilayah teritorinya saat mendekati waktu tidur malam hari maka Turpepel akan segera bergegas kembali ke daerah atau wilayah tersebut untuk tidur malam. Feses (kotoran) Turpepel juga bisa sebagai penanda daerah atau wilayah teritori. Namun, feses Turpepel memiliki kelemahan yaitu dapat dengan cepat diketahui oleh predator dimana Turpepel berada. Oleh karena itu ketika atau setiap Turpepel ingin mengeluarkan fesesnya maka Turpepel akan mencari atau berjalan mendekati sumber air. Ini bertujuan untuk ketika feses telah keluar maka akan langsung terbawa oleh air dan kloaka Turpepel juga akan bersih. Daerah atau wilayah teritori dari Turpepel salah satunya adalah tempat untuk tidur. Tempat untuk tidur Turpepel biasanya tempat yang gelap, sedikit lembab, dan tersembunyi di bawah dedaunan atau semak belukar. Perilaku
tidur
Turpepel
Menurut pengamatan,
lebih agresif atau aktif dari biasanya. Turpepel jantan menjadi tidak tenang dan lebih sering berjalan-jalan di sekitar wilayah teritorinya.
Perilaku berjalan-
jalan Turpepel jantan ialah dengan berjalan-jalan mengikuti Turpepel betina, kemudian Turpepel jantan mengeluarkan kepala dan lehernya untuk mencium bagian ekor Turpepel betina, bahkan sampai kepala Turpepel jantan masuk ke bagian bawah plastron dari Turpepel betina. Perilaku lain Turpepel jantan dalam masa kawin ialah ekor dari Turpepel jantan bergerak-gerak ketika berjalan untuk menarik perhatian Turpepel betina agar mau mengikutinya. Selain itu ada juga perilaku seperti badan bagian belakang turpepel jantan terangkat, ekornya keluar cukup panjang cairan, dan jalannya menjadi cepat dari biasanya. Hal tersebut dilakukan untuk menarik perhatian dari Turpepel betina. Selama masa kawin Turpepel jantan akan melakukan hal tersebut sampai ada Turpepel betina yang merasa tertarik dan mulai mengikuti Turpepel jantan. Perilaku lain dari Turpepel jantan ataupun Turpepel betina ialah dapat saling menggigit satu
terlihat
sebelum
Turpepel tidur. Biasanya sebelum tidur, Turpepel akan menggali-gali dibawah dedaunan atau semak belukar untuk mencari posisi aman, nyaman, teduh, dan sejuk untuk tidur. Ketika tidur, Turpepel menutup mata, memasukkan keempat kakinya kedalam tempurung atau batok mereka. Dan untuk kepala ada beberapa Turpepel yang memasukkan
sama lain. Hal itu terjadi ketika saat semua Turpepel berkumpul dalam satu tempat, ataupun ketika saat lapar dan haus, bahkan ketika dalam proses kawin.
Perilaku tersebut terlihat sangat saling
mengintimidasi satu dengan yang lainnya. Turpepel memang tidak memiliki gigi, namun cengkraman mulut atau moncong Turpepel yang keras dan kuat dapat melukai Turpepel lainnya. Pada pengamatan
187
Jurnal Hutan Tropis Volume 3 No. 2, Edisi Juli 2015 memang tidak tampak adanya Turpepel yang terluka parah namun ketika dilihat ada beberapa kaki Turpepel yang merah akibat gigitan atau cengkraman mulut atau moncong tersebut.
Hal
ini dapat mengakibatkan Turpepel stres dan yang terjadi ialah Turpepel tersebut akan memasukan kepala dan kaki-kakinya ke dalam karapas dalam waktu yang cukup lama dan tidak mau makan.
Perilaku Berjemur Di
habitatnya
Turpepel
sinar matahari pagi. terkena
sinar
sangat
menyukai
Karena ketika Turpepel
matahari
pagi,
Turpepel
akan
segera berada dibawah sinar matahari dengan tujuan untuk berjemur.
Berjemur bagi Turpepel
bertujuan untuk menguatkan tempurung para Turpepel, meningkatkan daya tahan tubuh, proses metabolisme pencernaan, dan sintesa kalsium bagi tulang dan tempurung. Komponen yang dibutuhkan saat berjemur di bawah sinar matahari bagi
Gambar 11. Diagram Lingkaran Perilaku Turpepel Figure 11. Diagram of Turpepel Behavior
Habitat Turpepel Habitat
Turpepel
(Coura
amboinensis
Turpepel adalah UV-A diperlukan untuk membantu
amboinensis) adalah tipe habitat Semi Akuatik.
penglihatan Turpepel, UV-B diperlukan untuk proses
Habitat semi akuatik adalah tipe habitat campuran
sintesa dan metabolisme ditubuh (Anonim, 2015).
yaitu daratan (tanah) dan air. Turpepel menyukai
Di alam atau habitat asli Turpepel memperoleh semua kebutuhan vitamin D3 dari hasil reaksi kimia pada kulitnya, setelah terkena sinar spektrum matahari UV-B. Satu senyawa terbentuk yang dikenal D(7
dehydroxycholesterol-
dua (2) tipe habitat tersebut yaitu daratan (tanah) dan air. Di habitatnya, Turpepel ini tinggal di dekat sungai dan atau sawah dengan berlindung pada rerumputan atau tanaman semak dan belukar atau tumbuhan yang ada di sepanjang sungai.
sebagai
provitamin
7DCH).
Setelah itu diubah menjadi vitamin D
Tipe habitat semi akuatik ini memiliki suhu yang
oleh suhu. Penyediaan UV-B dengan suhu jemur
cukup lembab karena berada di daratan (tanah)
(basking) yang cukup sangat penting jika proses ini
yang rerumputan, ditumbuhi tanaman semak dan
berjalan dengan baik (Anonim, 2015).
belukar, dedaunan pohon yang jatuh ke tanah, dan
Sinar matahari harus langsung kena pada tubuh Turpepel karena apabila melalui suatu media seperti kaca atau plastik maka proses penyinaran UV-A dan UV-B tidak akan berlangsung dengan baik. Biasanya Turpepel berjemur dengan waktu 15-20 menit karena jika terlalu lama dapat menyebabkan Turpepel dehidrasi atau bahkan kematian. Setelah berjemur Turpepel akan segera langsung mencari air untuk minum dan menghilangkan rasa haus dan dehidrasinya (Anonim, 2015).
dekat dengan sungai sehingga tanahnya juga cukup lembab sehingga sangat cocok bagi Turpepel untuk hidup dan berkembang biak. Habitat semi akuatik ini tergolong salah satunya adalah sawah. Di sawah terdapat tanah berlumpur yang mana tanah tersebut ditumbuhi tanaman persawahan seperti padi, sayursayuran (kangkung), dan juga terdapat hewanhewan kecil seperti cacing, siput, jangkrik. Hal ini juga yang menjadi ciri khas dari habitat atau tempat hidup Turpepel. Turpepel tidak begitu suka dengan hawa yang panas, sehingga ketika di siang hari Turpepel akan
188
Dwi Apriani, E. Badaruddin, & L. Latupapua: Jenis, Perilaku, Dan Habitat Turpepel …….…....(3):179-191 mencari air untuk mendinginkan suhu badannya dan
(Alstonia spectabilis), Samama (Anthocephalus
minum untuk menghilangkan rasa haus, setelah itu
macrophyllus), Salawaku (Paraseriantes falcataria),
kembali lagi ke daratan untuk mencari tempat yang
Sirih Hutan (Piper caducibracteum), Sirih Popar
teduh, lembab, dan gelap untuk beristirahat.
(Ficus septicum Burn. b.), Sukun (Arthocarpus
Turpepel menyukai tempat yang lembab gelap dan tempat yang kering gelap. Tempat yang gelap dapat membantu Turpepel untuk melindungi diri mereka dari pemangsa. Turpepel menyukai tempat yang bersuhu lembab karena suhu yang lembab dapat menyesuaikan dengan kondisi tubuh mereka. Penyesuaian ini dilakukan karena Turpepel adalah jenis hewan yang berdarah dingin yang harus menyesuaikan suhu tubuh dengan lingkungan. Sedangkan untuk tempat kering gelap dimanfaatkan Turpepel untuk istirahat tidur di siang hari.
sekitar Sungai Wairuapa ditemukan beberapa jenis vegetasi dari tingkat pohon, tingkat tiang, tingkat semai dan tingkat sapihan.
Vegetasi-
vegetasi ini diamati dengan tujuan untuk melihat apakah vegetasi-vegetasi tersebut memiliki fungsi dalam menaungi habitat Turpepel dan dalam menghasilan pakan bagi Turpepel.
Berikut ini
adalah jenis-jenis vegetasi yang terdapat pada lokasi penelitian, antara lain : Alpukat (Persea americana), Ananas/Nenas (Ananas comosus), Beringin (Ficus Benjamin), Biroro (Melastoma malabathricum), Buah Rao (Dracontomelon dao), Cempedak (Artocarpus champeden), coklat/kakao (Theobroma cacao), Gamal (Gliricidia sepium), Gondal (Ficus septica), Haleki (Litsia firma), Hanua (Macaranga tananus), Kayu Marsegu (Neuclea orientalis), Kayu Merah (Eugenia sp.), Kayu Raja/ Trengguli (Cassia fistula), Kedondong (Spondias pinnata), Kelapa (Cocos nucifera), Kelor (Moringa oleifera), Ketapang (Terminalia catappa), kiker, Kinar (Cinchona succruba), Langsat (Lansium (Pterocarpus
indicus),
Mangga (Mangifera indica), Makaranga (Mcaranga sp),
Mayang/Enau/Aren
(Charmolaena
odorata), Tebu (Saccharum officinarum) dan Terong Hutan (Solanium rudappanum).
SIMPULAN Turpepel yang diteliti adalah jenis Kura-kura Darat yang dikenal pula dengan nama Kura-kura Ambon, Kura-kura Batok, Kura-kura Dada, Kurakura Kotak, dengan nama latin Coura amboinensis amboinensis. Turpepel tersusun atas karapas dengan warna karapas hitam kecokelatan, hitam
Analisis vegetasi pada lokasi penelitian di
Linggua
Sungga-sungga
(carapace) yaitu tempurung atau batok yang keras
Analisis Vegetasi
domesticum),
communis),
(Arenga
pinnata),
Melinjo (Gnetum gnemon), Palaka (Octomels sumatrana), Pulai (Alstonia scholaris), Pulai Batu
keabu-abuan, serta hitam pekat, dan plastron yaitu susunan lempengan kulit keras pada bagian perut dengan warna plastron putih dan memiliki corak acak berwarna hitam. Waktu yang dibutuhkan untuk setiap perilaku antara lain: Perilaku makan dan minum, pada pagi hari ketika matahari terbit pukul 07.00 atau 07.30 WIT; Perilaku istirahat, lamanya waktu istirahat (siang) Turpepel tidak menentu, karena Turpepel beristirahat ketika mereka tidak melakukan aktivitas apapun; Perilaku tidur, pada petang atau malam hari pukul 18.30 atau 19.00 WIT; Perilaku berkembang biak, pada musim kawin; Perilaku berjemur, pada pagi hari ketika matahari terbit pukul 07.00 atau 07.30 WIT dan hanya berjemur 15 sampai 20 menit. Turpepel menyukai jenis tempat yang lembab gelap dan tempat yang kering gelap, karena jenis tempat tersebut adalah tipe habitat semi akuatik yaitu tipe habitat campuran antara daratan (tanah) dan air, yang merupakan habitat dari Turpepel.
DAFTAR PUSTAKA Alikodra, Hadi S. 1979. Dasar Dasar Pembinaan Margasatwa. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Diktat kuliah. _______________. 1990. Pengelolaan Satwa Liar. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Diktat kuliah.
189
Jurnal Hutan Tropis Volume 3 No. 2, Edisi Juli 2015 _______________. 2002. Pengelolaan Satwa Liar. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor. _______________. 2010.Teknik Pengelolaan Satwa Liar Dalam Rangka Mempertahankan Keanekaragaman Hayati indonesia. PT. Penerbit IPB Bogor. Bogor. _______________. 2012. Pengelolaan Satwa Liar Berkelanjutan Di Daerah Tropis. Kementerian Lingkungan Hidup. Jakarta. Anonim, 2008. www. reptilx. com/forum/showthread. php/1247-Pengelolaan-Dasar-TentangKura-Kura/ _______________. 2009. Tortoise-Satwa UnikPart-2.http://www. Satwaunik. com/ tag/ tortoise/ page/2/ _______________.
2010.
Kura
Kura.
http://
cheloniapolys. blogspot. com/2010/07/ nama-kura-kura-batok-nama-latin-cuora. html?m=1/ _______________. 2010. Cuora amboinensis. Yudha Karyai. http://www.yudhakaryadi. com/2010/07/cuora-amboinensis/ _______________. 2010. Ciri-ciri Fisik Kurakura dan Menentukan Jenis Kelamin | Polychrome Interest. http://bokunosekae. wordpress.com/2010/11/22/ciri-ciri-fisikkura-kura-dan-menentukan-jenis-kelamin/ _______________. 2012.http://se-no-arigatou. blogspot.com/2012/05/fakta-tentang-kurakura.html/ _______________. 2012. Kura-kura bazil atau RES (Red Ear Slider). Andi Share. http:// andiprazt.blogspot.com./2012/12/kura-kurabazil-atau-res-red-ear-slider.html?m=1/ _______________. 2013.Budiyantoro’s.Blog.http:// lintangbudi.blogspot.com/2013/05/01/ archive.html?1/ _______________. 2014. Kura-kura Ambon. Batok Lumpat. Tomi Pranata. http://batoklumpat. blogspot.com/2014/09/kura-kura-ambon. html?m=1/
190
_______________. 2014. Mengenal Kura-Kura Ambon. Anneahira.com. http://www. anneheira.com/kura-kura-ambon.htm/ _______________. 2015. wiki/Kura-kura/
http://id.wikipedia.org/
_______________. 2015.http://Your.Pets. Community/Pengetahuan-Dasar-TentangKura-Kura.html/ _______________. 2015. Upaspesies. Wikipedia Bahasa Indonesia. Ensiklopedia bebas. http://id.m.wikipedia.org/wiki/Subspesies/ _______________. 2015. Semi-Akuatik. id.m.termwiki.com/ID/semi-aquatic/
http://
_______________. 2015.Matematika IPB. Seminar Tugas Akhir. Tri Agung Permana.http://math. ipb.ac.id/components/com_events/images/ transp.gif.http://math.ipb.ac.id/index. php?option=com_events&task=view_detail &agid=1316&year=2015&month=05&day=1 2&Itemid=204&catids=22%7C25/ Bailey, J.A. 1984. Principles of Wildlife Management. John Wiley & Sons. Network. Delany, M.J. 1982. Mammal Ecology. Chapman & Hal, New York. Deden, 2008. Tingkah Laku Rusa Jawa (Cevrus timorensis) di Penangkaran Rusa Cariu dan Ronca Upas – Propinsi Jawa Barat. Maz Deden Blog. http://earth4wildlife.blogspot. com/13/08/2008.html/ Direktorat Perlindungan Hutan, 1992. Buku Saku Pengenalan Jenis Satwaliar Reptilia. Fritz, 1991. Identifikasi Jenis Turpepel. Ismanto, 2007. Anggana, 2007. Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem. Mace, G.M., P.H. Harvey and T.H. Clutton-Brock. 1983. Vertebrate Home Range Size and Energetic Requiremenst. In: The Ecology Of Animal Movements (I.R. Swingland and P.J. Greenwood eds.), pp: 32 – 53. Oxford University Press. Oxford. Mc. Cord, 1998. Philippen, 1998. Rummler, 1991. Identifikasi Jenis Turpepel
Dwi Apriani, E. Badaruddin, & L. Latupapua: Jenis, Perilaku, Dan Habitat Turpepel …….…....(3):179-191 Noordwijk, M.A. van. 1985. The Socio-Ecology Of Sumatran Long-Tailed Macaques (Macaca Fascicularis): The Behaviour Of Individuals. Drukkerij Elinkwijk BV. Utrecht. Primack, R.B, dkk. 1998. Biologi Konservasi. Yayasan Obor Indonesia : Jakarta Pyke, G.H. 1983. Animal Movemenst: An Optimal Foraging Approach. In: The Ecology of Animal Movemenst (I.R. Swingland and P.J. Greenwood eds.), pp: 7 – 31. Oxford University Press. Oxford. Sujatnika, Paul Jepson, Tonny R, Soehartono, Mike J. Crosby dan Ani Mardiastuti. 1995. Melestarikan keanekaragaman hayati Indonesia : Pendekatan daerah burung endemik. Departemen Kehutanan, Bird Life Internasional Indonesia Program. Bogor. Suratmo, G. 1978. Tingkah Laku Marga Satwa. Sekolah Pasca Sarjana. IPB. Bogor. Tinbergen, 1979. Perilaku Satwaliar Wiersum, K F. 1973. Syllabus Wildlife Utilization And Management in Tropical Region Agric Univ Nature Conservation Dept. Wageningen. The Netherlands. pp: 33 – 45. Whitten, A.J. 1982. Home Range Use by Kloss Gibbons (Hylobates klossii) on Siberiut Island, Indonesia. Anim. Behav., 30: 182 – 198.
191