Jurnal Hutan Tropis Volume 2 No. 2
Juli 2014
ISSN 2337-7771 E-ISSN 2337-7992
Berkala Ilmiah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kehutanan
DAFTAR ISI PEMECAHAN DORMANSI DAN PERKECAMBAHAN ASAM KURANJI (Dialium indum L.) SECARA MEKANIS DAN KIMIAWI Bakti Nur Ismuhajaroh
82-87
PENGGUNAAN KAYU BAKAR SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DI MAMBERAMO HULU, PAPUA Agustina Y.S. Arobaya, Maria J. Sadsoeitoeboen & Freddy Pattiselanno
88-93
KERAGAMAN JENIS SATWA BURUNG BERDASARKAN KETINGGIAN TEMPAT PADA HUTAN DESA RAMBATU KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT PROVINSI MALUKU Anthonia Tuhumury, dan L. Latupapua
94-106
KONDISI DAN POTENSI WISATA ALAM DI WILAYAH GUNUNG SAWAL KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT Dian Diniyati
107-118
PERSEPSI WISATAWAN DAN MASYARAKAT TERHADAP WISATA ALAM DI AREAL HUTAN PENDIDIKAN UNLAM MANDIANGIN, KALIMANTAN SELATAN Khairun Nisa, Hamdani Fauzi, dan Abrani
119-126
REKONSTRUKSI MODEL PENYULUHAN PERTANIAN DAN KEHUTANAN BERBASIS PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU [STUDI KASUS DI TIGA DESA DI WILAYAH KABUPATEN MALANG] Sugiyanto
127-137
STRATEGI PENGEMBANGAN GETAH JELUTUNG SEBAGAI HHBK UNGGULAN Marinus Kristiadi Harun
138-145
ESTIMASI JUMLAH KARBON VEGETASI YANG HILANG AKIBAT KEGIATAN PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM TROPIS Ajun Junaedi
146-151
SIFAT FISIKA MEKANIKA PAPAN PARTIKEL DARI PELEPAH NIPAH (Nyfa fruticans Wurmb) DAN SERBUK GERGAJI DENGAN PEREKAT UREA FORMALDEHYDE Noor Mirad Sari, Violet Burhanuddin, Diana Ulfah, Lusyiani, & Rosidah
152-162
EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN UJI KLON JATI PADA UMUR 10 TAHUN DI WONOGIRI, JAWA TENGAH Hamdan Adma Adinugraha dan S. Pudjiono
163-169
MODEL ARSITEKTUR POHON JENIS BINTANGUR (Calophyllum inophyllum L.) DI TAMAN HUTAN RAKYAT (TAHURA) SULTAN ADAM Dina Naemah, Payung D., Zairin Noor, M, Yuniarti
170-175
USAHA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA DAN NILAI TAMBAH KERAJINAN PURUN Magdalena Yoesran, Gunawansyah, Arfa Agustina R
176-188
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih dan penghargaan diberikan kepada para penelaah yang telah berkenan menjadi Mitra Bestari pada Jurnal Hutan Tropis Volume 2 No. 2 yaitu: Prof. Dr. Drs. Adi Santoso,M.Si (Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan, Kemenhut) Prof.Dr.Ir. Wahyu Andayani,M.Sc (Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada) Prof.Dr.Hj.Nina Mindawati,M.S (Puslitbang Produktivitas Hutan, Kementerian Kehutanan RI) Prof. Dr. Ir. Syukur Umar, DESS (Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako) Prof. Dr. Ir. Baharuddin Mappangaja, M.Sc. (Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin) Prof.Dr.Ir.H.M.Ruslan,M.S (Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat) Dr.Ir. Satria Astana, M.Sc (Puslitbang Perubaha nIklim dan Kebijakan, Kementerian Kehutanan RI) Dr. Ir. Kusumo Nugroho, MS (Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian) Prof. Dr.Ir.Totok Mardikanto (Universitas Sebelas Maret Surakarta) Prof.Dr.Ir.Sipon Muladi (Fakultas Kehutanan, Universitas Mulawarman) Prof. Dr. Ir, Djamal Sanusi (Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin) Dr. Sc. Agr. Yusran, S.P., M.P (Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako)
KATA PENGANTAR
Sifat fisika mekanika papan partikel dari
Salam Rimbawan, Jurnal Hutan Tropis Volume 2 Nomor 2 Edisi Juli 2014 kali ini menyajikan 12 buah artikel ilmiah hasil penelitian kehutanan. Bakti Nur Ismuhajaroh meneliti pemecahan dormansi dan pertumbuhan kecambah Asam kuranji secara mekanis dengan pengapelasan dan kimiawi dengan perendaman asam sulfat (H2SO4). Agustina Y.S. Arobaya, Maria J. Sadsoeitoeboen &
Freddy
Pattiselanno
meneliti
penggunaan
kayu bakar sebagai sumber energi alternatif di Mamberamo Hulu, Papua. Keragaman jenis satwa burung berdasarkan ketinggian tempat pada hutan desa Rambatu Kabupaten Seram bagian barat Provinsi Maluku diteliti oleh Anthonia Tuhumury, dan L. Latupapua. Dian Diniyati meneliti Kondisi Dan Potensi Wisata Alam Di Wilayah Gunung Sawal Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Sementara itu Khairun Nisa dkk meneliti persepsi wisatawan dan masyarakat terhadap wisata alam di areal hutan pendidikan Unlam Mandiangin, Kalimantan Selatan. Model penyuluhan berbasis pengelolaan DAS terpadu dengan pendekatan embedded case study research seperti yang dilaksanakan oleh program FEATI. Program FEATI (Farmer Empowerment Throught Agricultural Technology and Information) diteliti oleh Sugiyanto. Marinus Kristiadi Harun menganalisis aspek sosial-ekonomi
pengembangan
getah
jelutung
sebagai Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) unggulan Provinsi Kalimantan Tengah. Ajun Junaedi membuat estimasi jumlah karbon vegetasi yang hilang akibat kegiatan pemanenan kayu di Hutan Alam Tropis. Jumlah karbon yang hilang pada vegetasi tingkat pohon lebih tinggi (78,38%) dibandingkan tingkat tiang, pancang dan semai.
pelepah nipah (nyfa fruticans wurmb) dan serbuk gergaji dengan perekat urea formaldehyde diteliti oleh Noor Mirad Sari dkk. Hamdan Adma Adinugraha dan S. Pudjiono melakukan Evaluasi Pertumbuhan Tanaman Uji Klon Jati Pada Umur 10 Tahun Di Wonogiri, Jawa Tengah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase hidup tanaman bervariasi 20-84%, ratarata tinggi pohon 12,38 m, dbh 18,54 cm, tinggi batang bebas cabang 4,22 m, skor bentuk batang 2,38 dan taksiran volume pohon
0,258 m3.
Dina Naemah dkk meneliti model arsitektur pohon jenis Bintangur (calophyllum inophyllum l.) yang diketahui deskripsi mengenai unit arsitektur tampak batang pokok tumbuh monopodial dan orthotropik. Percabangan tumbuh orthotropik. Buah terletak di samping batang atau di ketiak daun yang di sebut bunga axial (flos axillaris atau flos lateralis). Bentuk daun pada pohon Bintangur
berbentuk
jorong (ovalis atau elipticus). Pohon dengan sifatsifat tumbuh seperti ini sama dengan kriteria dari model arsitektur Rauh. Magdalena
Yoesran
dkk
meneliti
usaha
peningkatan produktivitas tenaga kerja dan nilai tambah kerajinan purun Semoga hasil penelitian tersebut dapat menjadi pengetahuan yang bermanfaat bagi pembaca untuk dikembangkan di kemudian hari. Selamat Membaca. Banjarbaru, Juli 2014 Redaksi,
Jurnal Hutan Tropis Volume 2 No. 2
Juli 2014
ISSN 2337-7771 E-ISSN 2337-7992
KONDISI DAN POTENSI WISATA ALAM DI WILAYAH GUNUNG SAWAL KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT Conditions and Potency of Ecotourism in Sawal Mountains Region Ciamis Regency, West Java Dian Diniyati Balai Penelitian Teknologi Agroforestri Jl. Raya Ciamis Banjar Km 4 Dsn Pamalayan Ciamis
ABSTRACT. The purpose of the research is to describe the condition and the potency of ecotourism surrounding Sawal Mountain Sanctuary (SMGS) forest. The research was conducted on January 2008 at Sanding Taman village, Panjalu sub district, Pasir Tamiang village Cihaurbeuti sub district and Darmacaang village Cikoneng sub district. The respondents consisted of 76 tourists and 48 communities who were selected purposively, took census to 22 traders. Data were collected by interview using questionnaires and by observation. Collected data were analyzed by quantitative and qualitative descriptive. The result showed that the infrastructures which supported all studied objects were very limited. Tourism attractions proposed still origin, less artificial additions, such as natural scenery (water fall and forest), champing, clean and fresh air, and swimming. The visitors were dominated by young, small families and foreigners. Each year, the three tourism objects were estimated earned 3,016,000 IDR, 27,300,000 IDR and 2,880,000 IDR for Curug Tilu, Curug Tujuh and Batu Cakra respectively. These financial values could be increased if the three tourism objects were managed well. One of the urgent efforts has to be considered was deciding the form of management and who will manage for. Keywords: Sawal Mountain Sanctuary (SMGS), ecotourism, tourist characteristic, financial value. ABSTRAK. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguraikan kondisi dan potensi wisata alam yang berada di sekitar hutan SMGS. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2008 di Kecamatan Panjalu Desa Sanding Taman, Kecamatan Cihaurbeuti Desa Pasir Tamiang dan Kecamatan Cikoneng Desa Darmacaang. Responden penelitian yaitu 76 wisatawan dan 48 masyarakat yang dipilih secara sengaja, dan sensus terhadap 22 pedagang. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara menggunakan kuisioner dan observasi. Data yang terkumpul dianalisis secara diskriptif kualitatif dan kuantitatif. Hasil kajian menunjukkan bahwa infrastruktur pendukung seluruh obyek kajian masih sangat terbatas. Atraksi wisata yang ditawarkan masih berupa obyek asli, belum ada tambahan obyek buatan manusia, antara lain pemandangan alam (air terjun dan hutan), kemping, menikmati udara bersih dan segar serta berenang. Pengunjung obyek wisata didominasi oleh pemuda dan sebagian kecil keluarga dan wisatawan asing. Ke-tiga obyek wisata kajian ini diperkirakan telah memberikan nilai finasial Rp 3.016.000/tahun (Curug Tilu), Rp 27.300.000/tahun (Curug Tujuh) dan Rp. 2.880.000/ (Batu Cakra). Nilai finansial ini dapat ditingkatkan dengan syarat ke tiga obyek tersebut harus dikelola dengan baik. Salah satu upaya mendesak yang harus dilakukan adalah menentukan bentuk dan siapa pengelola obyek wisata tersebut. Kata kunci: Hutan Suaka Margasatwa Gunung Sawal (SMGS), wisata alam, karakteristik wisatawan, nilai finasial. Penulisan untuk korespondensi :
[email protected] , telp 081313905684.
107
Jurnal Hutan Tropis Volume 2 No. 2, Edisi Juli 2014
PENDAHULUAN
pardus), Surili (Presbytis aygula), dan sebagainya
Hutan mempunyai manfaat baik langsung (tangible) berupa hasil kayu dan non kayu yang dapat secara langsung dinilai oleh mekanisme pasar dan manfaat tidak langsung (intangible) seperti rekreasi, kesuburan tanah, pencegahan erosi, perlindungan dan pengaturan tata air, penelitian ilmiah, regulasi iklim, dan sebagainya yang memiliki nilai guna tetapi tidak mempunyai nilai pasar sehingga nilai barang tersebut tidak dapat diukur dengan harga pasar. Salah satu manfaat intangible yaitu kegiatan wisata/rekreasi. Kegiatan wisata yang umumnya ditawarkan di alam/hutan adalah kegiatan wisata alam yaitu kegiatan menikmati keindahan alam secara bijaksana dengan tidak merusak alam serta ada upaya untuk memberdayakan masyarakat sekitar
hutan.
Seperti
dikemukan
oleh
The
Ecotourism Society (1990) dalam Fandeli (2014) ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi
lingkungan
dan
melestarikan
kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat. Umumnya kegiatan berwisata di alam terbuka terbagi menjadi dua bentuk yaitu wisata khusus (ekotorisme) dan wisata masal (mass tourisme), kedua bentuk wisata tersebut akan memberikan dampak terhadap para pelaku wisata yaitu wisatawan, ekosisitem, pengelola dan masyarakat lokal, bentuk yang tercipta tersebut dapat memberikan dampak positif ketika para pelaku wisata mendapatakan manfaat berwisata alam/rekreasi dan ketika areal wisata tidak
mengalami
gangguan/kerusakan
secara
ekologis (Siswantoro, 2012). Obyek wisata alam yang terdapat di Kabupaten Ciamis sangat banyak dan cukup bervariasi. Wilayah
potensial
yang
dapat
dikembangkan
sebagai salah tujuan wisata alam adalah di bagian Utara Kabupaten Ciamis. Obyek wisata di wilayah tersebut sangat beragam dan cukup potensial untuk dikembangkan, salah satunya adalah obyek wisata alam di hutan Suaka Marga Satwa Gunung Sawal (SMGS), kawasan ini memiliki potensi keanekaragaman hayati yang tinggi seperti flora (anggrek), fauna seperti Macan Tutul (Panthera
108
(BKSDA Jabar 2, 2004). Hasil laporan identifikasi kawasan konservasi untuk kegiatan wisata alam tahun 2002 oleh BKSDA Jabar 2 diketahui bahwa obyek yang menonjol adalah air terjun dan sudah ada peminatnya terutama kalangan remaja yang tergabung dalam kelompok pecinta alam. Krisis moneter dan krisis ekonomi yang berkepanjangan di Indonesia telah memberikan pengaruh terhadap peningkatan laju degradasi hutan. Kegiatan perekonomian telah mengabaikan prinsipprinsip kelestarian hutan sehingga memberikan tekanan terhadap hutan cukup tinggi. Mobilisasi penduduk memasuki kawasan hutan cukup tinggi tidak hanya di kawasan hutan produksi tapi juga di kawasan konservasi seperti taman nasional, suaka margasatwa, dan sebagainya. Demikian halnya dengan SMGS juga mendapat gangguan seperti perburuan liar, penebangan liar, dan sebagainya yang dapat mengancam kelestariannya. Meskipun gangguan ini masih tergolong rendah, apabila tidak segera diatasi dikhawatirkan akan semakin meluas (BKSDA Jabar 2, 2003). Untuk mencegah dan mengurangi ancaman serta
gangguan
terhadap
kelestarian
SMGS
diperlukan upaya-upaya baik preventif maupun reprensif. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah
melalui
pemberdayaan
masyarakat
sekitar SMGS secara partisipatif. Pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk meningkatkan potensi masyarakat agar mampu meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik melalui kegiatan-kegiatan swadaya.
Salah
satu
bentuk
pemberdayaan
masyarakat yaitu dengan melibatkan secara aktif dalam kegiatan wisata alam di hutan SMGS. Dengan pemberdayaan masyarakat diharapkan perilaku masyarakat akan mengarah pada partisipasi dimana masyarakat berperan aktif dalam pengelolaan SMGS. Namun sayangnya obyek wisata alam di sekitar hutan SMGS ini belum dikelola secara maksimal, sehingga manfaat yang dirasakan oleh masyarakat belum maksimal. Untuk itulah maka tulisan ini ingin mencoba untuk mengguraikan kondisi dan potensi wisata alam yang berada
Dian Diniyati: Kondisi dan Potensi Wisata Alam di Wilayah Gunung ...: 107-118 di sekitar hutan SMGS, supaya dapat dijadikan
yaitu data yang sudah tersedia pada laporan-laporan
sebagai bahan informasi yang dapat dipergunakan
intansi terkait yang berhubungan dengan kegiatan
untuk pengembangan obyek wisata dimaksud.
penelitian. Data primer dikumpulkan dengan cara wawancara menggunakan kuisioner yang telah
METODE PENELITIAN
dipersiapkan terlebih dahulu serta survei lapangan untuk melakukan verifikasi terhadap obyek wisata.
Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan Kabupaten
penelitian Ciamis
ini
Wilayah
Data primer yang dikumpulkan dari responden dilaksanakan
di
Pengembangan
Bagian Utara, yaitu di Kabupaten Panjalu Desa Sanding Taman, Desa Pasir Tamiang Kecamatan Cihaurbeuti dan Desa Darmacaang Kecamatan Cikoneng. Seluruh wilayah kecamatan tersebut termasuk pada wilayah Suaka Margasatwa Gunung Sawal (SMGS). Pengambilan data dilakasanakan
pengunjung diantaranya yaitu data mengenai identitas pengunjung, biaya yang dikeluarkan selama berwisata, harapan pengunjung terhadap obyek wisata serta alasan berkunjung. Data yang dikumpulkan dari responden masyarakat yaitu: identitas, kondisi pendapatan, kondisi wisata, harapan dan keinginan terhadap kemajuan obyek wisata. Data yang dikumpulkan dari responden
pada bulan Januari 2008.
pedagang
Pengambilan Sampel Penelitian
obyek wisata.
Sampel penelitian terdiri dari pengunjung (wisatawan), pedagang dan masyarakat. Pemilihan responden pengunjung menurut Purnamasari et al. (2005) ditentukan berdasarkan faktor waktu yaitu hari biasa, akhir minggu dan waktu liburan sekolah/ lebaran (waktu puncak). Total jumlah responden wisatawan sebanyak 76 orang (wisatawan Curug
terdiri
dari
identitas,
pendapatan,
harapan dan keinginan terhadap pengembangan Data primer dan sekunder yang terkumpul selanjutnya diolah dengan menggunakan tabulasi dan dianalisis secara diskriptif kualitatif dan statistik untuk
menganalisis
hasil
wawancara
dengan
pengunjung, masyarakat dan pedagang.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tujuh 32 orang, wisatawan Curug Tilu 29 orang dan wisatawan Batu Cakra 15 orang). Pemilihan responden masyarakat dilakukan secara sengaja yaitu masyarakat yang berada/tinggal disekitar obyek wisata, total responden sebanyak 48 orang (masyarakat disekitar obyek wisata Curuh Tujuh 14 orang, masyarakat disekitar obyek wisata Curug Tilu 23 orang dan masyarakat sekitar obyek wisata Batu Cakra 11 orang). Responden pedagang yang ada di sekitar obyek wisata dipilih secara sensus
Kondisi Wisata Wisata yang menjadi obyek penelitian adalah obyek wisata Curug Tilu di Desa Pasirtamiang Kecamatan Cihaurbeuti, obyek wisata Curug Tujuh di Desa Sanding Taman Kecamatan Panjalu dan obyek wisata Batu Cakra di Desa Darmacaang Kecamatan
Cikoneng.
Kondisinya
seperti
ditunjukkan oleh Tabel 1.
yaitu sebanyak 22 orang (pedagang disekitar obyek wisata Curug Tujuh 11 orang, pedagang disekitar obyek wisata Curug Tilu 7 orang dan pedagang disekitar Batu Cakra 4 orang).
Jenis, Pengumpulan dan Analisis Data Data yang dikumpulkan untuk menjawab tujuan penelitian ini berupa data primer yang langsung dikumpulkan dari responden, serta data sekunder
109
Jurnal Hutan Tropis Volume 2 No. 2, Edisi Juli 2014 Tabel 1. Kondisi Obyek Wisata Alam
yang sudah jelas pengelolanya yaitu obyek wisata Curug Tujuh.
Table 1. Conditions of Ecotourism Kondisi (Conditions) Jalan (road) Atraksi yang ada (Do existing)
Jenis pengunjung (Types of visitors) Asal pengunjung (Origin of visitors) Pengelola (Manager) Fasilitas yang ada (Existing facilities) Waktu berkunjung (time of visit) Lama kunjungan (long visit)
Obyek Wisata Alam (Ecoturism attractions) Curug Tilu Curug Tujuh Batu Cakra Jelek Kurang bagus Bagus Melihat Melihat Melihat pemandangan pemandangan pemandangan alam (air terjun alam (air terjun alam (hutan dan hutan), dan hutan), pinus), berenang berenang, melihat rusa, bercamping bercamping, melihat situs Batu Cakra Pelajar, Pelajar, pemuda- Pelajar, pemudapemudi dan pemuda-pemudi pemudi dan pecinta alam, dan pecinta pecinta alam keluarga, turis alam, keluarga, asing turis asing Ciamis, Ciamis, Ciamis, Tasikmalaya Tasikmalaya Tasikmalaya, Banjar
Segmen Pasar Wisata SMGS Obyek wisata yang secara resmi belum memiliki pengelola yaitu obyek wisata Batu Cakra Di Kecamatan Cikoneng dan Air Terjun Curug Tilu di Kecamatan Cihaurbeuti, namun pada kedua obyek tersebut sudah banyak didatangi oleh wisatawan yang berasal dari daerah sekitar obyek, bahkan ada yang berasal dari luar Kabupaten Ciamis. Lain halnya dengan obyek wisata Air Terjun Curug Tujuh yang ada di Kabupaten Panjalu, sudah dikelola secara resmi oleh Perum Perhutani sehingga wisatawannya sudah banyak berkunjung dan
Desa
Perum Perhutani Belum jelas
berasal dari beberapa daerah baik dari sekitar
Tidak ada fasilitas
WC, tempat ganti pakaian, musolah, tempat parkir Hari libur, lebaran, tahun baru Satu hari
obyek wisata maupun berasal dari luar Kabupaten
Hari libur, lebaran, tahun baru Satu hari
WC, tempat parkir, musolah
Hari libur, lebaran, tahun baru Satu hari
Ciamis. Kondisi wisatawan untuk setiap obyek wisata seperti ditunjukkan oleh Tabel 2.
Tabel 2. Segmentasi Pasar Obyek Wisata Alam Table 2. Market Segmentation Ecotourism
Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel
No.
1 diketahui bahwa fasilitas dan kondisi yang ada di seluruh obyek wisata kajian masih terbatas dan memerlukan
penatanaan.
Dengan
keterbatasan
1.
fasilitas tersebut ternyata tidak menghalangi wisatawan untuk berkunjung ke tempat tersebut. Berdasarkan hasil wawancara dengan para pelaku wisata, diketahui
2.
karakteristik wisatawan untuk seluruh obyek wisata pada umumnya didominasi oleh para pelajar, pemudapemudi,
pencinta
alam,
sedangkan
wisatawan
keluarga dan wisatawan asing hanya sedikit sekali
3.
Obyek Karaktersitik Pengunjung (Characteristic Visitors) Wisata Usia (age) Pekerjaan Pendidikan Daerah Asal (Job) (Education) Pengunjung (Tourism (tahun/ year) (Origin objects) affluent visitors) Curug 11-58 Pelajar SD Ciamis tilu Buruh SMP Tasikmalaya Pedagang SMA Garut Pensiunan Curug 15 – 37 Pelajar SMP Ciamis tujuh Pedagang SMA Tasikmalaya Wiraswasta Mahasiswa Banjar Kuningan Batu 11 – 47 Pelajar SD Ciamis Cakra Petani SMP Tasikmlaya Wiraswasta SMA Banjar PNS
jumlahnya. Berkaitan dengan kondisi wisatawan maka waktu kunjungan yang ramai di tempat obyek wisata adalah pada saat hari libur, hari raya dan tahun baru. Pangsa pasar seluruh obyek wisata kajian masih terbatas pada pelajar dan pemuda dengan wilayah pengunjung masih sekitar Ciamis, Tasikmalaya, dan Bajar. Pada saat dilakukan penelitian pengelolaan obyek wisata masih banyak yang belum jelas bentuk dan badan pengelolanya, hanya satu obyek wisata
110
Data dari Tabel 2 lebih menjelaskan mengenai kondisi karakteristik wisatawan yang sering berkunjung ke obyek wisata adalah pelajar dan pemuda. Dimana usia wisatawan termasuk pada selang kondisi usia produktif yaitu 11 – 58 tahun. Dimana pada usia tersebut termasuk pada usia yang masih aktif baik itu sebagai pelajar maupun sebagai pegawai. Oleh karena itu tujuan utama berkunjung adalah ingin berdarma wisata dengan melihat pemandangan, berenang
Dian Diniyati: Kondisi dan Potensi Wisata Alam di Wilayah Gunung ...: 107-118 dan menikmati udara bersih dan sejuk. Seperti
Hal ini menunjukkan bahwa wisatawan lebih
disampaikan oleh Fandeli (2000) dalam Purnomo et
menyukai melihat pemandangan air terjun dan
al, (2013) wisatawan yang berkunjung ke obyek daya
melakukakn aktivitas berenang (obyek wisata Curug
tarik wisata alam (ODTWA) telah tersegmentasi. Pada
Tujuh dan Curug Tilu) dibandingkan hanya menikmati
umumnya mereka terdiri atas wisatawan remaja,
pemandangan, melihat situs Batu Cakra dan udara
suka berpetualang, tantangan, memiliki motivasi
segar serta sejuk (obyek wisata Batu Cakra).
fisik, kesehatan, pendidikan dan penelitian, sehingga ukuran yang diperoleh wisatawan yang melakukan perjalan wisata alam berbeda dengan wisata lain. Kepuasan akan diperoleh justru apabila wisatawan dalam berwisata ke alam memperoleh tantangan dan beresiko tinggi. Memang atraksi yang ditawarkan oleh obyek wisata kajian masih terbatas pada kegiatan alam saja seperi melihat pemandangan, berenang dan bercamping, selain itu pada seluruh obyek wisata belum ada sentuhan artifisial dari pengelolanya, sehingga apa yang ditawarkan kepada wisatawan
Tabel 3. Jarak dan Sebaran Wilayah Pasar Wisata Alam Table 3. Distance and Distribution of Market Area Ecoturism No. Obyek wisata (Tourism objects) 1 Curug tilu 2 Curug tujuh 3 Batu Cakra
Jarak Maksimum (km) (Maximum distance) 30 km 50 km 15 km
Jumlah Daerah Asal (Number of Places of Origin) 3 4 3
Kondisi Wisata yang Diinginkan
masih betul-betul murni buatan alam. Dengan
Untuk lebih meningkat nilai jual dari obyek
kondisi yang demikian sebenarnya pengelola tinggal
wisata tersebut maka ada beberapa fasilitas yang
memberikan sentuhan akhir supaya obyek tersebut
diinginkan oleh masyarakat dan wisatawan seperti
benar-benar layak untuk dikunjungi. Sentuhan akhir
ditunjukkan oleh tabel 4 di bawah ini:
ini biasanya jadi penentu apakah obyek dimaksud akan menjadi obyek wisata terbatas atau obyek wisata masal. Melihat segmen pasar yang telah ada maka obyek wisata kajian dapat diarahkan menjadi obyek wisata masal, hal ini sesuai dengan keinginan masyarakat, bahwa obyek tersebut harus dibangun menjadi obyek wisata yang spektakuler sesuai dengan kondisi setempat, seperti tercantum pada Tabel 4. Apabila
berdasarkan
jarak
dan
sebaran
pengunjung yang datang ke obyek wisata terlihat bahwa obyek wisata Curug Tujuh paling populer, hal ini terlihat dari jarak maksimum daerah asal pengunjung yaitu sejauh 50 km dengan jumlah daerah asal ada 4 kabupaten, demikian juga dengan obyek wisata Curug Tilu wisatawan yang berkunjung paling jauh berjarak 30 km dan wisatawan yang berkunjung berasal dari 3 kabupaten, lain halnya dengan wisatawan yang berkunjung ke obyek wisata Batu Cakra berasal dari 3 kabupaten tapi masih sekitar Kabupaten Ciamis dengan jarak
Tabel 4. Kondisi yang diinginkan oleh Stakeholder Table 4. Conditions wanted by stakeholders Kondisi (Condition) Jalan (Road)
Obyek Wisata Alam (natural attractions) Curug Tilu Curug Tujuh Batu Cakra Diperbaiki Diperbaiki dan Diperlebar diperlebar supaya mobil dapat bersimpangan Jenis atraksi Panjat tebing, Panjat tebing, Renang, (type of renang, renang, wisata petik attraction) camping, camping, sayuran dan menikmati menikmati buah, tempat peninggalan peninggalan pertandingan sejarah sejarah, burung permainan peliharaan, anak-anak joging tracking Fasilitas Penginapan, Penginapan, Musola, WC (facilities) musola, WC, musola, WC, Pengelola Kolaborasi Kolaborasi Kolaborasi (manager) antara instansi antara instansi antara instansi (Perum, (Perum, (Perum, BKSDA, dan BKSDA, dan BKSDA, dan Desa) Desa) Desa) Pembinaan Perlu dilakukan Perlu dilakukan Perlu dilakukan masyarakat penyuluhan penyuluhan penyuluhan dan pedagang sadar wisata sadar wisata sadar wisata (Community development and traders)
terjauh hanya 15 km.
111
Jurnal Hutan Tropis Volume 2 No. 2, Edisi Juli 2014 Masyarakat menyadari bahwa dengan adanya
wisata. Umumnya pengunjung yang datang ke
obyek wisata di desanya dapat mendatangkan
obyek wisata kajian yaitu untuk berkemah, biasanya
dampak ekonomi postif, yaitu dapat menyediakan
dalam mendirikan tenda suka merusak pepohonan
lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitarnya,
atau adakalanya suka membakar sampah di bawah
diantaranya
pedagang,
pohon yang ada di lokasi obyek wisata. Kegiatan ini
penyedian sarana makanan dan minuman (rumah
yang di kawatirkan oleh masyarakat karena dapat
makan), menyewakan alat perlengkapan berwisata
merusak hutan. Hal ini harus menjadi perhatian
seperti tikar, penjaga karcis, petugas kebersihan,
dari pengelola, dengan menyediakan sarana dan
penjaga keamanan, menyewakan hiburan seperti
prasaran yang mendukung kegiatan berwisata
menunggang kuda, menjual cindera mata seperti:
tanpa harus merusak lingkungan. Dampak sosial
tanaman hias, dan juga masyarakat dapat dilatih
yang bersifat negatif lainnya yang dirasakan oleh
sebagai pemandu wisata.
masyarakat terutama tokoh agama adalah adanya
sebagai
juru
parkir,
Kondisi tersebut akan berdampak langsung terhadap pendapatan masyarakat dan kesejahtera annya. Keuntungan lain dengan adanya kegiatan wisatawan di wilayah tersebut yaitu kondisi hutan yang ada di sekitar Suaka Marga Satwa Gunung Sawal (SMGS) dapat terjaga dengan aman karena tidak ada pengrusakan yang dilakukan oleh masyarakat seperti pencurian dan okupasi lahan (BKSDA Jabar II, 2004), kalaupun ada kerusakan hanya sebatas kerusakan terhadap satu atau dua pohon saja, hal ini umumnya dilakukan oleh pengujung yang melakukan kegiatan bercamping, yaitu karena kurangnya informasi dan penyuluhan
kehawatiran bahwa obyek wisata tersebut dapat dijadikan sebagai tempat yang tidak baik (maksiat), karena seperti diketahui bahwa obyek wisata yang ada berada di hutan sehingga banyak tempat-tempat yang rimbun oleh pepohonan, selain itu pengunjung yang datang adalah para pelajar dan pemuda. Untuk mencegah hal tersebut pihak pengelola sudah mengantisipasi yaitu diberlakukannya waktu berkunjung mulai jam 7.00 – 17.00 WIB, selain itu ada petugas yang meronda untuk berkeliling melihat situasi dan kondisi obyek wisata sehingga peluang wisatawaan melakukan tindakan tidak baik dapat dihindari.
tentang sadar lingkungan maka masih banyak
Melihat adanya dampak positif dan negatif
peserta camping yang melakukan pembakaran
yang dirasakan oleh masyarakat dengan adanya
sampah di bawah pohon.
obyek wisata alam, namun demikian masyarakat
Selain dampak ekonomi, masyarakat juga merasakan adanya dampak sosial yang positi, seperti arus informasi yang cepat diterima karena adanya kontak antara masyarakat setempat dengan wisatawan
sehingga
pengetahuan
bertambah.
Seperti diuraikan dalam http://jurnal-sdm.blogspot. com/2009/08/dampak-pengembangan-onyekwisata-dampak.html.
(2010)
bahwa
dampak
pengembangan suatu obyek wisata diantaranya yaitu dampak ekonomi yang besifat positif dan negatif serta dampak sosial yang bersifat positif dan negatif. Akan tetapi pengembangan obyek wisata juga dapat berdampak negatif, dari hasil wawancara diketahui bahwa masyarakat sangat menghawatirkan tentang kondisi sosial adanya pengembangan obyek
112
sangat mengharapkan kalau obyek wisata tersebut dapat terus dikembangkan sehingga berdampak langsung terhadap perekonomian masyarakat dan wilayah sekitar, walaupun disadari pasti ada dampak negatifnya, namun hal ini dapat dieliminir dengan adanya kesepakatan antara para stakeholder di wilayah tersebut dalam mengelola obyek wisata tersebut.
Rekapitulasi Nilai Manfaat Wisata Sekitar SMGS Dari hasil survei diketahui bahwa kesedian membayar wisatawan setiap kali berkunjung ke obyek wisata, seperti ditunjukan pada Tabel 5 di bawah ini.
Dian Diniyati: Kondisi dan Potensi Wisata Alam di Wilayah Gunung ...: 107-118 Tabel 5. Besar Pungutan dan Kesediaan Membayar Table 5. Large Charges and Willingness To Pay No. Obyek Wisata (Tourism objects) 1. Curug Tilu 2. Curug Tujuh 3. Batu Cakra
Karcis Masuk (entry ticket) (Rp/orang kunjunganRp/ visit of person ) Belum ada 3.500 1.000
Kesedian Membayar (Willingness to pay) (Rp/orang kunjunganRp/ visit of person) 2 000 3.500 2.000
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa wisatawan yang berkunjung ke obyek wisata Curug Tilu bersedia membayar karcis masuk sebesar Rp 2.000, walaupun pada saat dilakukan penelitian belum ada penarikan karcis secara resmi. Demikian juga dengan pengunjung yang berwisata ke
finansial bagi pengelola. Perkiraan pendapatan yang dapat diterima oleh masing-masing pengelola obyek wisata yaitu sebesar Rp 3.016.000/tahun (Curug Tilu), Rp 27.300.000/tahun (Curug Tujuh) serta Rp 2.880.000/tahun (Batu Cakra). Tabel 6. Perkiraan Nilai pendapatan Obyek Wisata Alam Table 6. Estimated revenue Value of Ecoturism No. Obyek Wisata Kesedian (Tourism Membayar objects) (Willingness to pay) 1. Curug tilu 2.000 2. Curug tujuh 3.500 3. Batu cakra 2.000
JK/thn (HOK)
TWTP (Rp)
1.508 7.800 1.440
3.016.000 27.300.000 2.880.000
Batu Cakra bersedia membayar jauh lebih mahal dibandingkan harga karcis yang sudah ditetapkan
Keterangan:
yaitu sebesar Rp 2.000. Namun bagi pengunjung
JK = jumlah kunjungan, HOK = hari orang kunjungan,
di obyek wisata Curug Tujuh sudah merasa cukup
TWTP = kesediaan membayar total.
dengan harga karcis yang sudah ditentukan oleh pengelola sehingga tidak ada keinginan untuk membayar lebih mahal dari harga karcis yang sudah ditentukan. Besarnya kesedian membayar karcis dari wisatawan untuk menikmati obyek wisata kajian didasarkan oleh kondisi serta sarana dan prasarana yang tersedia di obyek tersebut. Wisatawan sudah merasa cukup dengan nilai tersebut, dan belum ada keinginan untuk membayar lebih mahal lagi, karena wisatawan berpendapat bahwa nilai yang dibayarkan tersebut sudah sesuai dengan kepuasan untuk menikmati obyek wisata tersebut. Adanya kesedian membayar dari wisatawan terhadap obyek wisata, ini menunjukkan bahwa obyek wisata tersebut memiliki potensi ekonomi bagi pihak pengelola berupa nilai pendapatan yang cukup tinggi. Apabila diperkirakan ramainya kunjungan di obyek wisata tersebut terjadi pada hari minggu, libur dan lebaran maka perkiraan pendapatan yang diperoleh oleh pengelola seperti tercantum pada Tabel 6 di bawah ini.
Dari hasil perhitungan ternyata nilai finansial yang paling tinggi dihasilkan oleh obyek wisata Curug Tujuh, hal ini sangat wajar mengingat bahwa obyek tersebut merupakan satu-satunya yang sudah ada pengelolanya. Walaupun dua obyek lainnya (Curug Tilu dan Batu Cakra) belum jelas siapa pengelolanya akan tetapi sudah memberikan nilai finansial walaupun masih kecil, ini menunjukkan bahwa obyek wisata tersebut dapat dikomersialkan dan telah memberikan dampak ekonomi positif bagi masyarakat sekitar. Nilai finansial yang dihasilkan oleh ke tiga obyek wisata kajian tersebut dapat terus ditingkatkan, karena setiap obyek wisata kajian tersebut memiliki potensi yang belum dikelola secara maksimal. Untuk itulah diperlukan dukungan pemasaran wisata seperti disampaikan oleh Salah Wahab (1989) dalam Sari (2009) pemasaran wisata adalah proses manajemen dimana organisasi pariwisata nasional dan badan-badan usaha wisata dapat mengidentifikasi wisata pilihannya baik yang aktual
Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa
maupun potensial, dapat berkomunikasi dengan
obyek wisata kajian, walaupun belum dikelola
mereka untuk meyakinkan dan mempengaruhi
dengan baik, namun sudah memberikan keuntungan
kehendak, kebutuhan, motivasi, kesukaan dan
113
Jurnal Hutan Tropis Volume 2 No. 2, Edisi Juli 2014 hal yang tidak disukai, baik pada lokal, regional, nasional atau internasional, serta merumuskan dan menyesuaikan produk wisata mereka secara tepat, dengan maksud mencapai kepuasan optimal wisatawan sehingga dengan begitu mereka dapat meraih saran-sarannya.
di Sekitar Hutan SMGS dapat berdampak positif dan negatif, namun jika obyek tersebut dapat dikelola dengan baik dan melibatkan semua pemangku kepentingan (Subarudi, 2009) maka dampak negatif dapat di eleminasi, sedangkan dampak positinya dapat seperti
dikemukakan
oleh
Joyosuharto (1995) dalam Soebagyo (2012), bahwa pengembangan pariwisata memiliki tiga fungsi yaitu: (1) menggalakkan ekonomi; (2) memelihara kepribadian bangsa dan kelestarian fungsi dan mutu lingkungan hidup; (3) memupuk rasa cinta tanah air dan bangsa. Untuk itulah perlu dibentuk kelembagaan pengelolaan obyek wisata alam di sekitar Hutan SMGS, seperti disampaikan oleh Subarudi (2009) bahwa pengelola ekowisata dapat juga belajar banyak dari Taman Nasional Bunaken terkait dengan penerapan
manajemen
kolaboratifnya
dengan
melibatkan semua para pemangku kepentingan di wilayahnya. Lebih jauh dikatakan oleh Subarudi (2009) bahwa pengertian manajemen kolaborasi lebih menekankan kerjasama dengan pihak lain yang disesuaikan dengan kapasitas dan kapabilitas pihak tersebut dan jika ada masalah yang muncul akan dicarikan penyelesainnya sesuai dengan beban dan tanggung jawab masing-masing pihak yang berkolaborasi. Untuk mencapai itu maka di bawah ini akan diuraikan beberapat tindakan yang dapat dilakukan oleh semua pemangku kepentingan, supaya obyek wisata kajian dapat meningkat dan dapat dijadikan sebagai salah satu destinasi tujuan wisata alam di Kabupaten Ciamis.
positif bagi semua lapisan masyarakat yang ada di sekitarnya apabila dikelola dengan baik dan benar. Salah satu hal penting supaya obyek tersebut dapat pengelolaan obyek tersebut. Oleh karena itu harus segera ditentukan siapa pengelola obyek tersebut baik itu perorangan, lembaga atau koperasi serta
Adanya kegiatan obyek wisata di suatu daerah
ditingkatkan,
Suatu obyek wisata akan memberikan manfaat
berkembang adalah siapa dan bagaimana bentuk
Upaya Pengembangan Obyek Wisata Alam
terus
Pemerintah
harus segera dirancang bentuk pengelolaan yang tepat untuk obyek wisata kajian tersebut. Hal ini dapat dilakukan oleh pemerintah, karena berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa ketiga obyek wisata kajian tersebut termasuk berada
pada
wilayah
hutan
SMGS. Adapun
beberapa kebijakan/tindakan yang dapat dilakukan untuk pengembangan obyek wisata kajian oleh pemerintah diantaranya adalah:
Pengembangan obyek wisata Curug Tilu Tindakan/kebijakan pemerintah di obyek wisata ini diantaranya yaitu menetapkan terlebih dahulu bagaimana bentuk pengelolaan obyek wisata ini. Dari hasil wawancara dengan narasumber diketahui bahwa cukup banyak stakeholder yang berperan yaitu pemerintahan desa, LSM, Perum Perhutani, BKSDA atau swasta lainnya. Penentuan bentuk pengelolaan obyek wisata ini sangat penting supaya tahapan
pengembangan
obyek
wisata
dapat
dilakukan seperti memperbaiki sarana dan prasarana penunjuang kegiatan berwisata diantaranya yaitu jalan, tempat parkir, papan informasi, ramburambu wisata dan fasilitas fisik lainnya. Selain itu menurut Subarudi (2009) strategi pengembangan ekowisata yang lebih spesifik di satu lokasi ekowisata merupakan strategi pengembangan yang seharusnya dipilih guna memenangkan persaingan yang ada. Selain obyek wisata Curug Tilu yang harus dikembangkan
tidak
ketinggalan
juga
harus
dipersiapan masyarakat yang berada di sekitar obyek wisata. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan terus menerus melakukan penyuluhan tentang sadar wisata. Selain itu juga perlu dilakukan
114
Dian Diniyati: Kondisi dan Potensi Wisata Alam di Wilayah Gunung ...: 107-118 pemberdayaan masyarakat disekitar obyek tersebut
Dari hasil kajian diketahui bahwa wisatawan
dengan cara melibatkan secara langsung terhadap
yang
pengembangan obyek wisata.
melakukan kegiatan wisata karena suatu kebutuhan
Hal penting yang harus diperhatikan oleh pemerintah adalah tentang sharing hasil dari obyek wisata. Penentuan sharing ini sangat rawan karena dapat memunculkan pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh karena itu perlu adanya keterbukaan
berkunjung
adalah
para
pelajar
yang
yaitu bercamping dan berenang, ini sejalan dengan pendapatan dari Nur Hayati (2012) bahwa kegiatan ekowisata di wana wisata Kopeng merupakan suatu kebutuhan bukan kemewahan bagi pengunjung yang berkunjung ke obyek wisata tersebut.
dan kebersamaan semua pemangku kepentingan
Walaupun sudah jelas pengelola obyek wisata
di wilayah obyek wisata tersebut, maka distribusi
Curug Tujuh, namun untuk pengembangan obyek
hasil harus jelas kemana saja akan dibagi dan yang
wisata ini perlu dilibatkan juga para pemangku
paling penting distribusi harus ada untuk program
kepentingan, seperti pemerintah desa, masyarakat,
pengembangan Curug Tilu dan konservasi alam
Lembaga
sekitarnya.
stakeholders lainnya, seperti disampaikan oleh
Swadaya
Masyarakat
(LSM)
dan
Tri Atmoko (2010) bahwa dalam pengembangan
Pengembangan Obyek wisata Curug Tujuh Pada obyek wisata ini sudah jelas pengelolanya
ekowisata perlu diperhatikan beberapa aspek diantaranya
adalah
1)
Status
hukum
dan
adalah Perum Perhutani, sehingga peranan Perum
kelembagaan, 2) Kegiatan di obyek wisata, 3)
Perhutani sangat dominan. Pada saat dilakukan
Pemberdayaan masyarakat dan 4) promosi.
penelitian kondisi obyek wisata ini masih sederhana, padahal dari ke tiga obyek wisata yang dikaji, obyek wisata ini paling banyak pengunjungnya. Umumnya wisatawan berkunjung ke obyek wisata Curug Tujuh adalah berharap mendapatkan kepuasaan untuk menikmati atraksi wisata seperti menikmati pemadang alam, udara segar dan bercamping, namun kepuasan menikmati atraksi wisata tersebut akan berkurang jika fasilitas pendukungnya tidak memadai. Untuk itu ada beberapa tidakan yang perlu dilakukan diantaranya yaitu penambahan fasilitas fisik seperti kamar mandi umum, sarana jalan, kamar ganti pakaian, tempat pembuangan sampah. Fasilitas obyek wisata harus ditambah jangan hanya mengandalkan obyek wisata alam yang sudah ada saja. Atraksi wisata yang dapat ditambah diantaranya yaitu dengan membuat kompleks taman bunga sebagai atraksi dan sarana sebagai jual beli tanaman hias, akan tetapi perlu diwaspadai jangan sampai tanaman hias yang dijual berasal dari hutan dengan cara merusak habitat
Batu cakra Diantara ke tiga obyek wisata kajian maka obyek wisata Batu Cakra pengelolaannya yang paling sederhana. Karena tidak ada kejelasan siapa pengelola obyek tersebut. Ketidakjelasan pengelola
disebabkan
karena
banyaknya
pemangku kepentingan di wilayah tersebut, yaitu Perum Perhutani, BKSD dan LSM, Pemerintah Desa (Desa). Walaupun kondisi obyek tersebut masih sederhana, akan tetapi obyek tersebut sudah dapat dijual, ini dibuktikan adanya wisatawan yang berkunjung untuk menikmati keindahan alam disekitar obyek wisata Batu Cakra. Wisatawan yang berkunjung tersebut dikenai tiket masuk sebesar Rp 1.000/0rang/kunjungan. Pada saat dilakukan penelitian pengelolaan masih dilakukan oleh pemerintahan desa, namun demikian perlu segera dibentuk kelembagaan pengelolaan obyek wisata ini. Karena banyaknya stakeholders yang berkepentingan.
aslinya, selain itu sarana berjualan dan bercamping
Selain keindahan alam yang dapat ditawarkan
harus menjadi perhatian dari pengelola supaya
sebagai atraksi di obyek wisata Batu Cakra, ada
dapat lebih diperbaiki sehingga dapat menarik minat
keunikan tersendiri di obyek ini yaitu wisatawan
wisatawan.
dapat melihat dan mendengarkan cerita tentang
115
Jurnal Hutan Tropis Volume 2 No. 2, Edisi Juli 2014 situs sejarah batu cakra. Atrasi wisata ini tidak
Diniyati (2014) bahwa salah satu metode yang
terdapat di dua obyek wisata kajian lainnya. Hal ini
digunakan pencegahan kerusakan hutan SMGS
menjadi daya tarik tersendiri dari obyek wisata Batu
dapat dilakukan dengan menggunakan teori social
Cakra.
fencing yaitu melibatkan seluruh stakeholder yang
Untuk itulah peran pemerintah di obyek ini sangat menentukan dengan cepat mengambil keputusan bagaimana bentuk pengelolaan obyek
berkepentingan dengan kondisi hutan SMGS.
Pedagang
dapat
Pada umumnya pedagang yang berlokasi di
dilakukan yaitu membangun fasilitas fisik dan
obyek wisata merupakan masyarakat sekitar. Oleh
menambah atraksi obyek wisata.
karena itu terhadap para pedagang inipun harus
wisata
ini.
Langkah
selanjutnya
yang
Fasilitas fisik yang dapat dibangun diantaranya yaitu sarana jalan, tempat sampah, rambu-rambu wisata, dll, sedangkan jenis atraksi yang dapat dibangun oleh pengelola diantaranya yaitu sarana bercamping, areal tempat pertandingan/kompetisi
diberi penyuluhan tentang sadar wisata, sehingga dapat memperlakukan wisatawan dengan baik dan tidak membohongi. Karena kemajuan obyek wisata ini sangat tergantung pada samua pemangku kepenting di wilayah tersebut. Jika ada wisatawan yang kurang puas atas
burung dan lain-lain.
sikap masyarakatnya atau pedagangnya maka tidak
Masyarakat Dampak
mustahil wisatawan tersebut akan memberikan langsung
dari
adanya
obyek
wisata adalah masyarakat sekitar obyek wisata. Pemberdayaan
masyarakat
sekali
mereka
supaya
sangat
diperlukan
memperoleh
manfaat
langsung dengan berkembangnya kegiatan wisata.
gambaran
negatif
kepada
calon
wisatawan
lainnya, kondisi ini sangat merugikan masayarakat, pedagang dan obyek wisata itu sendiri.
SIMPULAN DAN SARAN
Selain itu dengan dilibatkannya masyarakat pada kegiatan ekowisata ini dapat dijadikan sebagai upaya pencegahan terjadi kerusakan kawasan hutan SMGS.
Simpulan Karakteristik pengunjung di ketiga obyek wisata kajian memiliki kesamaan yaitu umumnya adalah
Salah satu dampak yang dirasakan oleh
para pemuda yang berstatus sebagai pelajar, dan
masyarakat adalah terbukanya lapangan pekerjaan
wisatawan asing serta keluarga dalam jumlah yang
dengan menyediakan jasa bagi kegiatan wisatawan,
sedikit. Daerah asal wisatawan masih di sekitar
oleh karena itu diperlukan kreatifitas dari masyarakat
Kabupaten Ciamis. Lama kunjungan wisatawan
supaya wisatawan dapat terus berdatangan ke
hanya satu hari. Jenis atraksi yang tersedia di obyek
obyek tersebut. Kreatifitas tersebut dapat tumbuh
wisata sekitar hutan SMGS masih alami belum ada
karena adanya pembinaan lewat penyuluhan yang
sentuhan buatan manusia. Atraksi yang tersedia
dilakukan oleh pemerintah atau melalui informasi
di ketiga obyek kajian sama yaitu menikmati
langsung karena adanya kontak antara masyarakat
pemandangan alam (air terjun dan hutan), berenang,
dengan wisatawan.
camping dan menikmati/menghirup udara bersih
Keterlibatan masyarakat dalam pengembangan wisata alam akan meningkatkan pendapatan, dengan
demikian
dikelola secara sederhana, hal ini dilihat dari belum
tergantung dengan kondisi obyek wisata tersebut.
jelasnya kelembagaan pengelolaan obyek wisata,
Sudah
masih minimnya sarana dan prasarana serta belum
karena
akan
Obyek wisata di sekitar hutan SMGS masih
sangat
pasti
masyarakat
dan segar.
menyangkut
pendapatan
maka masyarakat akan turut menjaga sumber pendapatannya tersebut, seperti disampaikan oleh
116
ada kejelasan distribusi hasilnya.
Dian Diniyati: Kondisi dan Potensi Wisata Alam di Wilayah Gunung ...: 107-118 Masyarakat sekitar sangat tergantung sekali terhadap jasa wisata yang dihasilkan oleh SMGS karena menyangkut dengan tingkat pendapatan masyrakat. Nilai finansial obyek wisata kajian masih dapat terus ditingkatkan karena belum dikelola secara maksimal. Pada saat ini nilai finansial yang dihasilkan oleh ketiga obyek wisata kajian diperkirakan sebesar Rp 3.016.000/tahun (Curug Tilu), Rp 27.300.000/tahun (Curug Tujuh) serta Rp 2.880.000/tahun (Batu Cakra).
Saran Obyek wisata alam disekitar hutan SMGS dapat dijadikan
sebagai
salah
satu
tujuan
utama
kegiatan berwisata di Kabupaten Ciamis. Namun untuk mencapai itu diperlukan kerjasama semua pemangku
kepentingan.
Caranya
dengan
melakukan pembinaan kepada para pelaku wisata (masyarakat, pedagang dan pengelola). Pembinaan dapat dilakukan melalui pelatihan, penyuluhan dan kebijakan.
DAFTAR PUSTAKA BKSDA Jabar II. 2002. Laporan Identifikasi Kawasan Konservasi Untuk Kegiatan Wisata Alam di Kawasan Suaka Margasatwa Gunung Sawal. Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat II. Ciamis. BKSDA Jabar II. 2003 Laporan Pelaksanaan Kegiatan Inventarisasi Gangguan Hutan di Kawasan Suaka Margasatwa Gunung Sawal. Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat II. Ciamis. BKSDA Jabar II. 2004. Pengembangan Pengelolaan Terpadu Suaka Margasatwa Gunung Sawal. Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat II. Ciamis. Diniyati, D. 2014. Faktor-faktor Penyebab Kerusakan Anthropogenik Di Kawasan Hutan Suaka Margasatwa Gunung Sawal Kabupaten Ciamis. Tidak diterbitkan Fandeli, C. 2014. Pengertian dan Konsep Dasar
Ekowisata. Website http://www.saveforest. webs.com/konsep_ekowisata.pdf diakses pada tanggal 5 Mei 2014. http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/08/dampakpengembangan-onyek-wisata-dampak. html. 2010. Dampak Pengembangan Obyek Wisata: Dampak Positif dan Negatif. Diakses pada tanggal 2 Juni 2014. Nur Hayati. 2012. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kunjungan Wisatawan Di Wana Wisata Kopeng. Halm 140 -148. Jurnal Penelitian Sosial Dan Ekonomi Kehutanan. Volume 9 Nomor 3, September Tahun 2012. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Kementerian Kehutanan. Bogor. Purnomo, H., B. Sulistyantara dan A. Gunawan. 2013. Peluang Usaha Ekowisata Di Kawasan Cagar Alam Pulau Sempu, Jawa Timur. Hlm 247 – 263. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan. Volume 10 Nomor 4. Desember tahun 2013. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kehutanan. Kementerian Kehutanan. Bogor. Sari, Y. A. M. 2009. Peran Promosi Dan Pemasaran Dalam Meningkatkan Jumlah wisatawan Di Objek Wisata nDayuAlamAsri. Laporan Tugas Akhir. Diploma III Usaha Perjalanan Wisata. Fakultas Sastra Dan Seni Rupa. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. http://eprints. uns.ac.id/8177/1/80242107200905471.pdf. Diakses pada tanggal 4 juni 2014. Siswantoro, H. 2012. Kajian Daya Dukung Lingkungan Wisata Alam Taman Wisata Alam Grojogan Sewu Kabupaten Karanganyar. Tesis. Program Magister Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana. Universitas Diponegoro. Semarang. Tidak Diterbitkan. Soebagyo. 2012. Strategi Pengembangan Pariwisata di Indonesia. Jurnal Liquidity Vol. 1, No. 2, Juli – Desember 2012. hlm.
117
Jurnal Hutan Tropis Volume 2 No. 2, Edisi Juli 2014 153 – 158. Fakultas Ekonomi Universitas Pancasila. http://www.liquidity.stiead.ac.id/ wp-content/uploads/2012/10/8-_SoebagyoLiquidity-STIEAD.pdf. Diakses pada tanggal 28 Mei 2014. Subarudi. 2009. Prospek Bisnis Ekowisata Di Taman Nasional. Hlm 104 – 143. Departemen Kehutanan. Badan Penelitian dan Pengembangan kehutanan. Pusat Penelitian Sosial Ekonpmi dan Kebijakan Kehutanan. Bogor. Tri
Atmoko. 2010. Strategi Pengembangan Ekowisata Pada Habitat Bekatan (Nasalis larvatus Wurmb.) Di Kuala Samboja, Kalimantan Timur. Hlm 425 – 437. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. Volume VII Nomor 4 Tahun 2010. Pusat Penelitian Dan Pengambangan Hutan Dan Konservasi Alam. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kehutanan. Kementerian Kehutanan. Bogor.
118