Jurnal Hutan Tropis Volume 1 No. 2
Juli 2013
ISSN 2337-7771 E-ISSN 2337-7992
jht Berkala Ilmiah IlmuPengetahuan dan Teknologi Kehutanan
DAFTAR ISI KOMPOS BERBAHAN ORGANIK LOKAL SEBAGAI AMELIORAN ALTERNATIF SUBTITUSI ABU DI LAHAN GAMBUT Marinus Kristiadi Harun
92-97
STUDI PERAN WANITA PERDESAAN HUTAN DALAM UPAYA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA DI DESA TELAGA LANGSAT KABUPATEN TANAH LAUT Asysyifa, Fonny Rianawati, dan Yuniarti
98-105
KAJIAN PEMASARAN HASIL HUTAN NON KAYU DARI HUTAN RAKYAT POLA AGROFORESTRY DI DESA KERTAK EMPAT KABUPATEN BANJAR Adnan Ardhana dan Syaifuddin
106-114
PEMULIHAN DAN PENCEGAHAN SEMAI TUSAM (Pinus merkusii Jungh. et de Vriese) DARI GEJALA KLOROSIS Ari Darmawan dan M. Mandira Budi Utomo
115-122
TINGKAT BAHAYA EROSI KAWASAN HUTAN ILE MANDIRIKABUPATEN FLORES TIMUR Mariany Magdalena da Silva
123-130
PROSES TRANSFORMASI AGRARIA DAN KONFLIK SUMBERDAYA ALAM DI DAERAH PEDALAMAN: STUDI KASUS DI KECAMATAN LONG BAGUN KABUPATEN KUTAI BARAT, KALIMANTAN TIMUR Eddy Mangopo Angi dan C. B. Wiati
131-142
EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN TANAMAN HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN BIREUEN-ACEH Halus Satriawan, Z. Fuady, dan Romainur
143-150
KARAKTERISTIK PENGGERGAJIAN KAYU GANITRI (Elaeocarpus ganitrus Roxb.) DARI HUTAN RAKYAT DENGAN POLA AGROFORESTRI Mohamad Siarudin & Ary Widiyanto
151-157
PENGENDALIAN MUTU KAYU LAPIS PADA PT WIJAYA TRI UTAMA PLYWOOD INDUSTRY DI KALIMANTAN SELATAN Zainal Abidin, Agus Sulistyo Budi, Bandi Supraptono, dan Edy Budiarso
158-165
PENGARUH TRICHODERMA SP. PADA MEDIA BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT JABON PUTIH (Anthocepalus cadamba) Tati Suharti, Yulianti Bramasto, dan Naning Yuniarti
166-169
PENYARADAN KAYU RAMAH LINGKUNGAN DI HUTAN TANAMAN DI KALIMANTAN TIMUR Sona Suhartana dan Yuniawati
170-175
MODEL INTERAKSI ANTARA MASYARAKAT DENGAN HUTAN KOTA DI KOMPLEKS BUMI PERKEMAHAN BONGOHULAWA KECAMATAN LIMBOTO KABUPATEN GORONTALO Daud Sandalayuk, dan Samsudin.D
176-184
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih dan penghargaan diberikan kepada para penelaah yang telah berkenan menjadi Mitra Bestari pada Jurnal Hutan Tropis Volume 1 No. 2 yaitu: Prof. Dr. Ir. Ainin Niswati, M.S., M.Agr.Sc. (Fakultas Pertanian Universitas Lampung) Prof.Dr.Ir. Wahyu Andayani,M.Sc (Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada) Prof.Ir. Erry Purnomo,Ph.D (Fakultas Pertanian Universitas Borneo Tarakan) Dr.Ir.Leti Sundawati,M.Sc (Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor) Prof. Dr. Ir. Syukur Umar, DESS (Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako) Prof. Dr. Ir. Baharuddin Mappangaja, M.Sc. (Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin) Prof.Dr.Ir.H.M.Ruslan,M.S (Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat) Dr. Ir. Kusumo Nugroho, MS (Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian) Dr.Ir. Cahyono Agus Dwikoranto, M.Agr. (Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada) Prof.Dr.Ir.Sipon Muladi (Fakultas Kehutanan, Universitas Mulawarman) Prof. Dr. Ir, Djamal Sanusi (Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin) Dr. Sc. Agr. Yusran, S.P., M.P (Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako) Dr.Ir.Hj. Darni Subari,M.S (Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat)
KATA PENGANTAR
Salam Rimbawan,
Long Bagun Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur
Jurnal Hutan Tropis Volume 1 Nomor 2 Edisi Juli
diteliti oleh Eddy Mangopo Angi dan C. B. Wiati. Hasil
2013 kali ini menyajikan 12 buah artikel ilmiah hasil
penelitian menunjukkan bahwa: masyarakat asli
penelitian di bidang teknologi hasil hutan, manajemen
maupun pendatang pada wilayah Kecamatan Long
hutan dan budidaya hutan.
Bagun mendapatkan akses atas tanah melalui proses-
Marinus Kristiadi Harun meneliti dampak negatif
proses yang sah menurut aturan hukum mereka (kese-
praktek besik-bakar dan prospek kompos berbahan
pakatan adat/lokal) untuk dapat menguasai tanah yang
organik lokal sebagai substitusi abu untuk amelioran di
dimiliki oleh pemilik sebelumnya. Konflik penguasaan
lahan gambut.
tanah di Kecamatan Long Bagun terjadi dikarenakan
Asysyifa, dkk meneliti besarnya pendapatan wanita,
ketidakmampuan Pemerintah Kabupaten Kutai Barat
kontribusi pendapatan wanita terhadap pendapatan
untuk menyelesaikan konflik tata batas, terutama sejak
keluarga dan peran wanita dalam meningkatkan kese-
adanya pemberian izin HPHH seluas 100 ha dan IUKhM.
jahteraan keluarga serta menggali potensi sumber daya
Halus Satriawan, dkk meneliti kesesuaian lahan
alam yang dapat dikembangkan kaum wanita di Desa
untuk pengembangan tanaman hutan Rakyat di kabu-
Telaga Langsat Kabupaten Tanah Laut.
paten bireuen-aceh.
Adnan Ardhana dan Syaifuddin meneliti saluran
Karakteristik penggergajian kayu ganitri (Elaeo-
pemasaran, margin pemasaran dan efisiensi pemasaran
carpus ganitrus Roxb.) dari hutan rakyat dengan pola
hasil hutan non kayu hutan rakyat pola agroforestri di
agroforestri diteliti Mohamad Siarudin & Ary Widiyanto.
desa Kertak Empat, Kabupaten Banjar, Propinsi Kali-
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola penggergajian
mantan Selatan.
satu sisi dan pola penggergajian semi perempatan meng-
Pemulihan dan Pencegahan Semai Tusam (Pinus
hasilkan rendemen dan produktifitas yang relatif sera-
merkusii Jungh. et de Vriese) dari Gejala Klorosis diteliti
gam, namun berbeda sangat nyata pada efesiensi meng-
oleh Ari Darmawan dan M. Mandira Budi Utomo yang
gergaji dan lebar papan rata-rata, serta berbeda nyata
menghasilkan plot penelitian pemulihan, persentase
pada penggunaan bahan bakar.
kematian semai terendah adalah kombinasi antara pu-
Pengendalian Mutu Kayu Lapis Pada PT Wijaya
puk lambat tersedia dan pelet T. reesei. Pertumbuhan
Tri Utama Plywood Industry di Kalimantan Selatan diteliti
tinggi dan diameter semai terbaik adalah substitusi
Zainal Abidin, dkk. Dari kelima jenis ketebalan kayu
media dengan pelet T. reesei tanpa pupuk lambat terse-
lapis yang diteliti (2,4 mm, 2,7 mm, 3,2 mm, 3,7 mm
dia.
dan 5,2 mm), terlihat bahwa relatif ada perbedaan jenis Mariany Magdalena da Silva meneliti Tingkat Baha-
cacat yang terjasi serta prosentasenya.
ya Erosi Kawasan Hutan Ile Mandiri Kabupaten Flores
Tati Suharti, dkk meneliti pengaruh trichoderma
Timur. Hasil perhitungan menunjukan bahwa tingkat
sp. pada media bibit terhadap pertumbuhan Bibit Jabon
bahaya erosi yang terjadi cukup bervariasi meliputi erosi
Putih (Anthocepalus cadamba). Kombinasi pengen-
sangat ringan, berat dan sangat berat.
dalian fisik (tanah:kompos:sekam 1:1:1) dan pengen-
Proses transformasi agraria dan konflik sumberdaya alam di daerah pedalaman: Studi Kasus di Kecamatan
dalian biologi (Trichoderma sp), signifikan dapat meningkatkan pertumbuhan bibit (tinggi, diameter).
Penyaradan kayu ramah lingkungan di hutan ta-
pleks bumi perkemahan Bongohulawa Kecamatan Lim-
naman di Kalimantan Timur diteliti Sona Suhartana dan
boto Kabupaten Gorontalo yang meliputi pimpinan,
Yuniawati. Penelitian menunjukkan penggunaan teknik
kelompok minat,kepala keluarga, wanita, pemuda diper-
RIL dalam kegiatan penyaradan kayu dapat mening-
oleh skor rata-rata skor capaian responden diperoleh
katkan produktivitas sebesar 14,72%, menurunkan
sebesar 56,44% dengan kualitas yang cukup
biaya produksi sebesar 17,53% dan meminimalkan ter-
Semoga hasil penelitian tersebut dapat menjadi
jadinya kerusakan lapisan tanah atas sebesar 26,89%.
pengetahuan yang bermanfaat bagi pembaca untuk
Model interaksi antara masyarakat dengan hutan
dikembangkan di kemudian hari. Selamat Membaca.
kota di Kompleks Bumi Perkemahan Bongohulawa diteliti Daud Sandalayuk, dan Samsudin D. Keseluruhan
Banjarbaru, Juli 2013
interaksi antara masyarakat dengan hutan kota di kom-
Redaksi,
a Z X X z x z x s d a s d a s
Jurnal Hutan Tropis Volume 1 No. 2
Juli 2013
ISSN 2337-7771 E-ISSN 2337-7992
KOMPOS BERBAHAN ORGANIK LOKAL SEBAGAI AMELIORAN ALTERNATIF SUBTITUSI ABU DI LAHAN GAMBUT Compost Made from Local Organic Matter as Alternative Amelioran for Dust Subtitution In Peatland Marinus Kristiadi Harun Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru, Jl. A. Yani Km. 28,7 Landasan Ulin, Banjarbaru, Kalimantan Selatan
ABSTRACT. Local method for produce ameliorant called “besik-bakar” that had been practiced by local farmers in peat land should immediately look for other alternatives. This research was conducted in three villages representing some peatland typologies (Mantaren, Tumbangnusa and Kalampangan). The aims of this paper is to determine the negative impacts of “besik-bakar” practices and prospects for local organic compost made from ash as a substitute for ameliorant in peatlands. Analysis of the negative impacts of “besik-bakar” made by measuring the thickness and weight of peat that carryout. Ameliorant alternatives to be promate in this paper is the decomposition of organic matter. Ash from the “besik-bakar” and compost was analyse to determine the content of soil fertility. The nutrient content compared to SNI for compost. The results showed that the subsidence of peatland caused by “besik-bakar” is around 1.84 to 8.45 cm. The laboratory analysis result showed that compost made from local organic matter was fullfiled SNI so its can be substitute ash as an ameliorant in peatlands ameliorant. Keywords: compost, dust, ameliorant, peatland, subsidence, irreversible drying ABSTRAK. Besik-bakar untuk memperoleh abu sebagai amelioran yang selama ini dipraktekkan oleh petani lokal di lahan gambut perlu segera dicarikan alternatif lain yang lebih ramah lingkungan. Penelitian ini dilakukan di tiga desa yang mewakili beberapa tipologi lahan gambut (Desa Mantaren II, Desa Tumbangnusa dan Kelurahan Kalampangan, Provinsi Kalimantan Tengah). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak negatif praktek besik-bakar dan prospek kompos berbahan organik lokal sebagai substitusi abu untuk amelioran di lahan gambut. Analisis dampak negatif besik-bakar dilakukan dengan mengukur ketebalan dan berat gambut yang terbawa. Amelioran alternatif yang ditawarkan pada penelitian ini adalah kompos hasil dekomposisi bahan organik lokal. Abu hasil besik-bakar dan kompos dianalisis secara laboratorium untuk mengetahui kandungan haranya. Kandungan hara keduanya selanjutnya dibandingkan dengan SNI untuk kompos. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cara besik-bakar menyebabkan terjadinya penurunan permukaan gambut. Hal ini dibuktikan dengan ketebalan gambut yang diukur dari bongkahan hasil pembesikan yang berkisar antara 1,84 – 8,45 cm. Banyaknya gambut yang terbawa sebanyak 159,15 ton/ha pada kondisi lahan basah dan 214,8 ton/ha pada saat kondisi lahan gambut kering. Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa kompos berbahan organik lokal mempunyai kandungan hara yang memenuhi SNI sehingga dapat digunakan untuk mensubtitusi abu sebagai bahan amelioran di lahan gambut. Kata kunci: kompos, abu, amelioran, gambut, amblesan, kering tak balik Penulis untuk korespondensi, surel:
[email protected]
92
Marinus Kristiadi Harun: Kompos Berbahan Organik ……….(1): 92-97
PENDAHULUAN Pemanfaatan fungsi produksi lahan rawa gambut untuk kegiatan budidaya tanaman (pertanian, perkebunan dan kehutanan) saat ini mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan oleh potensi lahan rawa gambut yang luasnya mencapai 426,2 juta ha atau 2% luas daratan dunia, yang tersebar pada 80 negara (Euroconsult, 1984). Indonesia mempunyai lahan gambut seluas 17,2 juta ha atau 10% dari luas daratan. Hal ini menempatkan Indonesia sebagai negara yang memiliki lahan gambut tropis terluas di dunia dan peringkat keempat untuk gambut secara umum (Noor, 2001). Pemanfaatan lahan gambut untuk budidaya tanaman harus memperhatikan keseimbangan antara fungsi produksi dan fungsi perlindungan lingkungan agar dapat berkelanjutan. Dua hal mendasar yang harus diperhatikan dalam kegiatan budidaya tanaman di lahan rawa gambut agar keseimbangan kedua fungsi tersebut dapat dicapai adalah meminimalisir terjadinya amblesan atau penurunan permukaan lahan gambut (subsidence) dan kering tak balik (irreversible drying). Oleh karena itu, perlu dilakukan perbaikan terhadap beberapa praktek budidaya tanaman di lahan gambut oleh petani setempat
terjadinya kebakaran hutan dan lahan gambut. Hal ini disebabkan oleh gambut yang telah dibuka akan cenderung untuk kering tak balik dan mudah terbakar. Kebakaran di lahan gambut akan sulit untuk dipadamkan bila berupa api bawah tanah yang tidak terlihat dari atas tetapi dapat menjalar ke tempat-tempat di sekitarnya tanpa disadari. Akbar dan Priyanto (2008) yang mengkaji dampak pembakaran terkendali terhadap produktifitas lahan gambut menyatakan bahwa ladang-ladang masyarakat yang dilakukan pembakaran akan mengalami penurunan produktifitas setelah tahun ketiga. Penelitian serupa yang dilakukan oleh Junaidah et al (2010) menunjukkan bahwa produktivitas jenis tanaman pertanian yang diujicobakan mengalami penurunan, yakni tanaman jagung sebesar 42,5% dan cabe sebesar 9,86%. Penurunan produktivitas ini mengindikasikan terjadinya penurunan kualitas lahan. Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui dampak negatif praktek besik-bakar dan prospek kompos berbahan organik lokal sebagai substitusi abu untuk bahan amelioran di lahan gambut.
METODE PENELITIAN
yang dianggap dapat menyebabkan terjadinya kedua hal di atas. Salah satu praktek yang perlu dicarikan
Alat yang diperlukan pada penelitian ini adalah:
alternatif lain adalah kegiatan besik-bakar untuk
mesin pencacah bahan organik, termometer tanah untuk
memperoleh abu sebagai bahan amelioran. Proses
mengukur suhu kompos, parang, dan cangkul. Bahan
pembuatan abu sebagai bahan amelioran oleh petani
yang diperlukan pada penelitian ini adalah: kotoran sapi,
lokal dapat dijelaskan sebagai berikut: (a) lahan
serasah daun jelutung, serasah daun rambutan, jerami
diberakan setelah panen selama 1 – 6 bulan agar ditum-
padi, akar pakis, Leptaspis urceolata, aktivator EM4,
buhi rerumputan, (b) rumput dicangkul tipis-tipis dengan
dedak, larutan gula dan khemikalia untuk analisis kan-
menyertakan gambut yang menempel pada perakaran
dungan hara di laboratorium.
rerumputan (dibesik), (c) hasil pembesikan selanjutnya
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari – April
dikumpulkan dalam gundukan kecil-kecil dan dibakar
2011 di tiga (3) lokasi, yakni: Desa Mantaren II dan
dalam kondisi rerumputan masih segar (basah) sampai
Desa Tumbangnusa, Kabupaten Pulangpisau serta
menjadi abu, (d) pendangiran tanah dan pembuatan
Kelurahan Kalampangan, Kota Palangkaraya, Provinsi
bedeng tanam dan (e) pemberian abu sebagai bahan
Kalimantan Tengah.
amelioran dilakukan pada dalam lubang tanam untuk tanaman semusim.
Analisis dampak negatif cara besik-bakar untuk memperoleh abu sebagai bahan amelioran yang selama
Praktek besik-bakar untuk memperoleh abu
ini dipraktekkan oleh petani lokal dilakukan dengan
sebagai bahan amelioran tersebut harus segera
prosedur sebagai berikut (Gambar 1). Pertama,
dicarikan alternatif cara lain yang lebih ramah ling-
mengukur ketebalan gambut yang terbawa pada kegiatan
kungan. Menurut Najiyati et al. (2005), pembakaran
pencangkulan gulma pertanian (besik), dengan ulangan
lahan gambut dinilai berbahaya karena dapat memicu
sebanyak 6 orang. Hasil pencangkulan keenam petani
93
Jurnal Hutan Tropis Volume 1 No. 2, Edisi Juli 2013
tersebut secara acak diambil sebanyak 10 bongkah
serasah daun jelutung, 100 kg kotoran sapi, 10 kg
untuk diukur ketebalannya. Kedua, membuat ubinan
dedak, 10 kg kapur pertanian, 10 sendok makan (sdm)
ukuran 2 m x 2 m untuk dilakukan pencangkulan sesuai
gula pasir, 20 sdm EM4 dan air secukupnya, (c) Kode
kegiatan yang petani setempat lakukan untuk mem-
BK terdiri atas 200 kg rumput Leptaspis urceolata, 100
peroleh abu. Petani yang melakukan kegiatan ini adalah
kg serasah daun rambutan, 100 kg serasah daun
satu orang dipilih secara acak dari 6 petani yang telah
jelutung, 100 kg kotoran sapi, 10 kg dedak, 10 kg kapur
ditentukan di atas. Ubinan diulang sebanyak 5 kali
pertanian, 10 sendok makan (sdm) gula pasir, 20 sdm
dengan jenis gulma yang berbeda-beda. Ketiga, memi-
EM4 dan air secukupnya. Keempat, larutan EM4 + gula
sahkan gambut yang terbawa pada proses pencangkulan
+ air dicampur merata. Kelima, bahan sesuai dengan
dengan bagian tumbuhan gulma dan masing-masing
kode masing-masing dicampur secara merata.
bagian dicatat beratnya. Keempat, gambut dan tum-
Keenam, campuran larutan pada tahap keempat
buhan gulma hasil pencangkulan dijadikan satu untuk
disiramkan pada campuran bahan pada tahap kelima.
selanjutnya dibakar agar menjadi abu sebagai sumber
Pencampuran dilakukan secara perlahan-lahan dan
amelioran. Kelima, mencatat berat abu yang dihasilkan.
merata hingga kandungan air ± 30 – 40%. Kandungan
Keenam, membawa sampel abu kurang lebih seberat
air yang diinginkan diuji dengan cara menggenggam
1 kg untuk dianalisis kandungan unsur haranya di labo-
bahan. Kandungan air 30 – 40% ditandai dengan tidak
ratorium.
menetesnya air bila bahan digenggam dan akan mekar
Analisis amelioran alternatif dilakukan dengan
bila genggaman dilepaskan. Ketujuh, bahan yang telah
membuat kompos yang berasal dari bahan organik
dicampur sesuai dengan kodenya masing-masing di
lokal. Kompos yang dibuat berbahan baku sebagai
letakkan kedalam terpal plastik yang dilipat dengan rapat
berikut. Pertama, kompos untuk lokasi Desa Mentaren
pada keempat sisinya dan ditutup rapat. Kedelapan,
II (kode BM) terdiri atas jerami padi, serasah daun ram-
suhu bahan kompos dipertahankan antara 40 – 50 0C
butan, serasah daun jelutung dan kotoran sapi. Kedua,
dengan cara melakukan pembalikan bahan kompos 3
kompos untuk lokasi Desa Tumbang Nusa (kode BT)
hari sekali selama 21 hari. Analisis kandungan hara di
terdiri atas akar pakis, serasah daun jelutung, serasah
laboratorium dilakukan terhadap abu hasil besik-bakar
daun rambutan dan kotoran sapi. Ketiga, kompos untuk
dan kompos berbahan organik lokal.
lokasi Kelurahan Kalampangan (Kode BK) terdiri atas rumput Leptaspis urceolata, serasah daun rambutan, serasah daun jelutung dan kotoran sapi. Proses pembuatan kompos melalui tahapan berikut. Pertama, bahan organik berupa daun jelutung, daun rambutan, jerami padi, akar pakis, rumput Leptaspis urceolata dan kotoran sapi dihaluskan dengan cara dimasukkan ke dalam mesin pencacah, seperti pada Gambar 2. Kedua, bahan yang telah halus selanjutnya dimasukkan ke dalam karung sesuai dengan jenisnya masing-masing untuk memudahkan dalam proses pencampuran. Ketiga, membuat kompos sebanyak 500 kg untuk masing-masing kode dengan campuran bahan sebagai berikut: (a) Kode BM terdiri atas 200 kg jerami, 100 kg serasah daun rambutan, 100 kg serasah daun jelutung, 100 kg kotoran sapi, 10 kg dedak, 10 kg kapur pertanian, 10 sendok makan (sdm) gula pasir, 20 sdm EM4 dan air secukupnya, (b) Kode BT terdiri atas 200 kg akar pakis, 100 kg serasah daun rambutan, 100 kg 94
Gambar 1 Proses besik-bakar untuk memperoleh abu sebagai amelioran Figure 1 The traditional land preparation producing ashes as ameliorant
Marinus Kristiadi Harun: Kompos Berbahan Organik ……….(1): 92-97
memperlihatkan berat gulma/serasah, berat gambut dan berat abu yang dihasilkan. Berdasarkan data tersebut maka diketahui bahwa berat gambut yang terbawa pada proses besik-bakar adalah 159,15 ton/ha pada kondisi lahan basah dan 214,8 ton/ha pada saat kondisi lahan gambut kering. Pada kondisi lahan gambut kering ketebalan gambut yang terbawa saat mencangkul akan lebih besar dibandingkan dengan saat lahan basah. Praktek besik-bakar untuk memperoleh abu sebagai bahan amelioran harus segera dihentikan dan diganti dengan sumber amelioran alternatif, yakni pengkomposan bahan organik setempat.
HASIL DAN PEMBAHASAN Ameliorasi lahan gambut merupakan salah satu cara yang efektif untuk memperbaiki tingkat kesuburan. Bahan amelioran yang sering digunakan dalam budidaya tanaman di lokasi penelitian adalah abu hasil pembakaran gambut dan tumbuhan gulma (metode besik-bakar). Persoalan utama yang muncul sebagai akibat praktek besik-bakar adalah terjadinya amblesan, yakni menyusutnya gambut dan menurunnya permukaan lahan. Tabel 1 menyajikan data ketebalan gambut
Gambar 3 Rata-rata berat serasah/gulma, gambut dan abu yang dihasilkan pada kondisi lahan gambut basah dan kering dari 5 ulangan Figure 3 Mean weight of litter (weed), peat and ash resulted from wet and dry condition of peatland with 5 replications
yang terbawa pada praktek besik-bakar. Hasil analisis laboratorium terhadap kandungan
Tabel 1. Ketebalan gambut yang terbawa pada proses
hara kompos berbahan baku bahan organik setempat
pembesikan lahan Table 1. Peat thickness that were washed away by
seperti tercantum pada Tabel 2.
traditional land preparation No
Nama
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Sauji Paijan Slamet Sukino Tiyo Tukijo
1 1,7 0,9 0,9 1,2 0,8 6,9
2 3,8 0,6 2,6 2,9 0,5 10,8
Ulangan Tebal Besik (cm) 3 4 5 6 7 8 2,2 1,4 1,5 2,1 2,8 1,8 1,7 1,6 0,8 2,4 0,4 1,0 1,2 0,9 2,1 1,1 1,0 4,0 2,7 5,2 0,5 1,1 1,0 3,7 0,9 0,5 1,1 0,6 1,1 1,5 5,8 7,8 10,9 7,3 7,6 11,6
9 0,3 1,3 0,9 0,9 1,6 8,5
10 0,8 1,5 1,0 1,7 1,4 7,3
Ratarata 1,84 1,22 1,57 2,09 1,00 8,45
Catatan: Ukuran besik untuk nomor 1-5 seukuran mata cangkul (15 cm x 20 cm). Pada nomor 6 biasa dilakukan pada pertanaman jagung dengan cara mencabut batang jagung sisa panen dengan ukuran diameter 11,5 – 18,5 cm.
Tabel 2
Kandungan unsur hara pada abu, tiga macam kompos dan SNI
Table 2 The nutrient content of three composts compared with INS No
Kandungan Unsur
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
pH H2O Karbon (C) (%) Nitrogen (N) (%) C/N Phospor (P2O5) Kalium (K2O) (%) Kalsium (Ca) (%) Magnesium (Mg) (%) Besi (Fe) (%) Sulfur (S) (%)
Amelioran Lokal 6,42 42,64 0,85 50,36 0,14 0,34 6,25 2,75 0,77 0,49
Kompos Hasil Penelitian BKK BKT BKM 6,41 6,34 6,47 39,48 42,13 36,65 0,90 1,23 1,09 76,97 36,41 33,89 0,50 0,55 0,55 0,30 0,36 0,43 3,48 3,30 4,50 1,88 1,59 2,22 0,26 1,39 0,10 0,33 0,35 0,18
SNI 19-70302004 6,8 – 7,49 9,8 – 32 0,4 (min) 10 – 20 0,1 (min) 0,2 (min) 25,5 (maks) 0,6 (maks) 2 (maks) Na
Menunjukkan bahwa kompos hasil penelitian dapat Tabel 1 menunjukkan ketebalan gambut yang
digunakan untuk menstubtitusi abu hasil pembakaran
terbawa pada kegiatan besik berkisar antara 1 – 8,45
gambut sebagai bahan amelioran. Kompos hasil
cm dengan ukuran besik seukuran mata cangkul (15x20
penelitian mampu meningkatkan pH dan memiliki
cm) dan ukuran diameter 11,5 –18,5 cm. Gambar 3
kandungan unsur hara yang mencukupi. Hal ini sangat 95
Jurnal Hutan Tropis Volume 1 No. 2, Edisi Juli 2013
diperlukan mengingat lahan gambut memiliki kandungan
penelitian ini melebihi SNI. Tingginya nisbah C/N pada
beberapa unsur hara makro dan mikro yang rendah
kompos hasil penelitian diduga karena bahan organik
(Najiyati et al. 2005). Pengunaan kompos sebagai bahan
yang digunakan sebagai bahan kompos mempunyai
amelioran akan memberikan hasil yang optimal apabila
kandungan hijauan yang mengandung unsur tinggi,
ditambah dengan bahan amelioran lain seperti kotoran
tetapi kemudian menguap menjadi amoniak pada saat
ayam sebagai sumber unsur P dan K (Buckman dan
proses pengkomposan. Banyaknya N yang hilang
Brady, 1969), zeolit sebagai pengikat N (Suryapratama,
menyebabkan unsur N dalam kompos rendah sehingga
2004), batuan fosfat alam (rock phosfat) sebagai sumber
nisbah C/N kompos menjadi tinggi (Wahyuningtyas et
unsur P (Moersidi, 1999) dan kapur dolomit sebagai
al., 2010). Rendahnya kandungan unsur N pada
sumber unsur Ca dan Mg (Winarso, 2005).
kompos hasil penelitian diduga disebabkan oleh bahan
Kompos hasil penelitian yang berasal dari jenis
baku kompos yang berasal dari hijauan dedaunan yang
bahan organik yang berbeda menunjukkan kualitas yang
menyebabkan pertumbuhan mikroba sangat cepat
berbeda pula. Hal ini menunjukkan bahwa jenis bahan
sehingga sebagian dari nitrogen akan berubah menjadi
organik yang akan dikomposkan berpengaruh terhadap
gas amoniak. Hal ini menyebabkan Nitrogen yang diper-
proses pengkomposan dan kualitas kompos yang
lukan akan hilang. Mengatasi hal ini Samekto (2006)
dihasilkan. Tabel 2 menunjukkan bahwa kompos berba-
menyarankan untuk kompos dari gulma yang banyak
han baku bahan organik setempat mempunyai kan-
mengandung bahan hijauan agar dicampur dengan
dungan hara yang tidak kalah dengan abu dan secara
bahan-bahan yang mengandung C seperti limbah
umum telah memenuhi syarat SNI untuk kompos. Kan-
serutan kayu. Pencampuran bahan baku yang mengan-
dungan unsur kompos dapat dijelaskan lebih lanjut
dung C dan N sebesar 30:1 (berdasarkan berat) mampu
sebagai berikut.
membuat kandungan unsur-unsur penyusun proses
Pertama, derajat keasaman/pH (Potential of
pembuatan kompos seimbang.
Hidrogen). Salah satu indikator kompos yang baik adalah
Ketiga, kandungan unsur Mineral Kation (K, P, Mg,
mempunyai pH mendekati netral. Nilai pH kompos hasil
Fe, S). Kandungan P kompos hasil penelitian berkisar
penelitian berkisar antara 6,34 – 6,47, sedangkan abu
antara 0,5% - 0,55% sedangkan abu hasil besik-bakar
hasil besik-bakar 6,42. Nilai pH kompos dalam penelitian
0,14%. Kandungan unsur K kompos hasil penelitian
ini masih di bawah SNI. Berdasarkan hasil tersebut maka
berkisar antara 0,3% - 0,43% sedangkan abu hasil besik-
peningkatan pH agar memenuhi SNI dapat dilakukan
bakar 0,34%. Samekto (2006) menyatakan bahwa
dengan menambahkan dolomit dan/atau pupuk kandang
kompos yang baik mengandung unsur hara makro N >
pada saat aplikasi di lapangan.
1,5%, P2O5 (Phosfat) > 1% dan K2O (Kalium) > 1,5%.
Kedua, kandungan unsur C, N, dan C/N. Nitrogen
Kandungan unsur K, P, Mg, Fe dan S kompos hasil
merupakan unsur kunci dalam asam amino dan asam
penelitian menunjukkan telah memenuhi SNI sehingga
nukleat, dan ini menjadikan nitrogen penting bagi semua
telah memenuhi syarat untuk kecukupan unsur hara.
kehidupan. Protein disusun dari asam-asam amino, sementara asam nukleat menjadi salah satu komponen
KESIMPULAN
pembentuk DNA dan RNA. Kandungan unsur N kompos
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat dibuat
hasil penelitian berkisar antara 0,9% - 1,23% sedangkan
simpulan sebagai berikut. Pertama, praktek besik-bakar
abu hasil besik-bakar 0,85%. Kandungan unsur N
oleh petani lokal di lahan gambut untuk memperoleh
kompos telah memenuhi syarat SNI. Nisbah C/N
abu sebagai bahan amelioran menyebabkan terjadinya
kompos hasil penelitian berkisar antara 36,41 – 76,97
penurunan permukaan gambut (subsidence). Hal ini
sedangkan abu hasil besik-bakar 50,36. Nisbah C/N
dibuktikan dengan tebal gambut yang terbawa pada
adalah salah satu parameter penting untuk mengetahui
kegiatan pembesikan per musim tanam berkisar 1,84
kualitas kompos. Nisbah ini digunakan untuk menge-
– 8,45 cm, dengan berat gambut yang hilang sebanyak
tahui apakah kompos sudah cukup ‘matang’ atau belum
159,15 ton/ha pada kondisi lahan basah dan 214,8 ton/
(Wahyuningtyas et al., 2010). Nisbah C/N kompos pada
ha pada saat kondisi lahan gambut kering. Kedua,
96
Marinus Kristiadi Harun: Kompos Berbahan Organik ……….(1): 92-97
kompos berbahan organik lokal mempunyai kandungan hara yang tidak kalah dengan abu dan telah memenuhi standart SNI untuk kompos, sehingga dapat digunakan sebagai bahan amelioran alternatif sebagai substitusi abu.
DAFTAR PUSTAKA Akbar, A. dan Priyanto, E. 2008. Dampak pembakaran terkendali pada ladang terhadap produktifitas lahan di rawa gambut. In: Udiansyah et al. (Eds.). Prosiding Seminar Optimasi Tata Kelola Kehutanan untuk Mendukung Rehabilitasi Hutan Rawa Gambut. Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru, Palangkaraya, 30 Oktober 2008. pp 131150. Buckman , H.O. dan N. C. Brady. 1969. The Nature and Properties of Soils. The Mac Millan Company, New York. Euroconsult. 1984. Nationwide study of coastal and near coastal swamp-land in Sumatra, Kalimantan, and Irian Jaya. Vol. I and II, Arnhem. Junaidah, Alimah, D. dan Effendy, M. 2010. Pola Agroforestri Penghasil Kayu Pertukangan di Lahan Gambut. Laporan Kegiatan Penelitian Tahun 2010. Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru. (tidak
dipublikasikan). Moersidi, S. 1999. Phosfat alam sebagai bahan baku dan pupuk Phosfat. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor .82p. Najiyati, S., A. Asmana, I.N. N. Suryadiputra. 2005. Pemberdayaan masyarakat di lahan gambut. Proyek Climate Change, Forest and Peatlands in Indonesia. Wetlands International-Indonesia Programme and Wildlife Habitat Canada. Bogor, Indonesia. Noor, M. 2001. Pertanian Lahan Gambut: Potensi dan Kendala. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Samekto, R. 2006. Pupuk Kompos. Penerbit PT Citra Aji Parama. Yogyakarta. 44 halaman. Suryapratama,W. 2004. Peranan zeolit dalam bidang peternakan. 8P. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional dan Pertemuan Nasional Luar Biasa Forum Komunikasi Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah (FOKUSHIMITI), pada tanggal 10 Mei 2004. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto. Wahyuningtyas, R.S., Susanti, P.D. dan Adhana, A. 2010. Pemanfaatan Gulma Lahan Gambut untuk Kompos. Laporan Penelitian Ristek. (tidak dipublikasikan). Winarso, S. 2005. Kesuburan Tanah. Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah. Penerbit Gava Media. Yogyakara.
97