Jurnal Hutan Tropis Volume 1 No. 3
November 2013
ISSN 2337-7771 E-ISSN 2337-7992
jht Berkala Ilmiah IlmuPengetahuan dan Teknologi Kehutanan
DAFTAR ISI SIFAT MEKANIS BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper) Fengky S. Yoresta
185-189
MODEL PENENTUAN DAERAH RESAPAN AIR KOTA BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN MENGGUNAKAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI Muhammad Ruslan, Syama’ani, Basuki Rahmad, M. Hardimansyah
190-199
EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN HTR DI KALIMANTAN SELATAN Rachman Effendi dan Kushartati Budiningsih
200-207
PENGARUH PUPUK NPK MUTIARA TERHADAP PERTUMBUHAN ANAKAN TANAMAN TANJUNG (Mimusops elengi L) DI SEED HOUSE FAKULTAS KEHUTANAN UNLAM BANJARBARU Ahmad Yamani, Sulaiman Bakri, Asmuri Achmad, dan Normela Rachmawati
208-214
ANALISIS KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI SEKITAR KAWASAN HUTAN DENGAN TUJUAN KHUSUS (KHDTK) SENARU DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PARTISIPATIF Andi Chairil Ichsan, RF Silamon, H Anwar, B Setiawan
215-220
ESTIMASI CADANGAN KARBON DAN EMISI KARBON DI SUB-SUB DAS AMANDIT Abdi Fithria dan Syam’ani
221-230
PERFORMAN TEGAKAN HTI AKASIA DAUN LEBAR PADA BERBAGAI ROTASI TANAM Ervayenri dan Sri Rahayu Prastyaningsih
231-235
POTENSI PRODUKSI DAUN DAN MINYAK KAYU PUTIH JENIS Asteromyrtus symhpyocarpa DI TAMAN NASIONAL WASUR Mohamad Siarudin, Aji Winara, Yonky Indrajaya, Edy Junaidi, dan Ary Widiyanto
236-241
KONTRIBUSI SISTEM AGROFORESTRI TERHADAP CADANGAN KARBON DI HULU DAS KALI BEKASI Wahyu Catur Adinugroho, Andry Indrawan, Supriyanto, dan Hadi Susilo Arifin
242-249
PENINGKATAN BOBOT ISI TANAH GAMBUT AKIBAT PEMANENAN KAYU DI LAHAN GAMBUT Yuniawati dan Sona Suhartana
250-256
ANALISIS SALURAN PEMASARAN KULIT KAYU MANIS (Cinnamomum burmannii) DI KECAMATAN LOKSADO KALIMANTAN SELATAN Arfa Agustina Rezekiah, Muhammad Helmi, dan Lolyta
257-263
MODEL ALTERNATIF PERENCANAAN PENGEMBANGAN WISATA ALAM DALAM KAWASAN HUTAN DI KABUPATEN MALANG Hilda Nuzulul Fatma, Sarwono, dan Suryadi
264-273
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih dan penghargaan diberikan kepada para penelaah yang telah berkenan menjadi Mitra Bestari pada Jurnal Hutan Tropis Volume 1 No. 2 yaitu: Prof. Dr. Hj. Nina Mindawati, MS. (Puslitbang Produktivitas Hutan, Kementerian Kehutanan) Prof.Dr.Ir. Wahyu Andayani,M.Sc (Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada) Dr. Ir. Ahmad Kurnain, M.Sc. (Fakultas Pertanian Unlam) Dr.Ir.Leti Sundawati,M.Sc (Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor) Prof. Dr. Ir. Syukur Umar, DESS (Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako) Prof. Dr. Ir. Baharuddin Mappangaja, M.Sc. (Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin) Prof.Dr.Ir.H.M.Ruslan,M.S (Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat) Dr. Ir. Satria Astana, M.Sc. (Puslitbang Perubahan Iklim dan Kebijakan, Kementerian Kehutanan) Dr.Ir. Didik Suharjito, MS (Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor) Dr. Ir. Kusumo Nugroho, MS (Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian) Dr.Ir. Cahyono Agus Dwikoranto, M.Agr. (Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada) Dr.Ir. Naresworo Nugroho, MS (Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor) Prof.Dr.Ir.Sipon Muladi (Fakultas Kehutanan, Universitas Mulawarman) Prof. Dr. Ir, Djamal Sanusi (Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin) Dr. Sc. Agr. Yusran, S.P., M.P (Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako) Dr.Ir.Hj. Darni Subari,M.S (Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat)
KATA PENGANTAR
Salam Rimbawan,
areal HTR
Jurnal Hutan Tropis Volume 1 Nomor 3 Edisi No-
Ahmad Yamani, dkk. Hasil penelitian menunjukkan
vember 2013 kali ini menyajikan 12 buah artikel ilmiah
bahwa perlakuan pupuk NPK Mutiara berpengaruh
hasil penelitian di bidang teknologi hasil hutan, mana-
sangat signifikan terhadap rata-rata pertambahan tinggi
jemen hutan dan budidaya hutan.
dan diameter batang anakan tanjung. Sedangkan pem-
Fengky S. Yoresta. Hasil penelitian menunjukkan
berian pupuk NPK tidak berpengaruh secara signifikan
bahwa posisi kulit bambu mempengaruhi nilai MOE dan
terhadap rata-rata pertambahan jumlah daun anakan
MOR. Bambu dengan posisi kulit di serat atas/daerah
tanjung. Direkomendasikan bahwa penggunaan pupuk
tekan cenderung memiliki nilai MOE dan MOR lebih
NPK dengan dosis 5 gram (perlakuan B) untuk mening-
tinggi dibandingkan bambu dengan posisi kulit di serat
katkan pertumbuhan tinggi dan diameter batang anakan
bawah/daerah tarik. Bambu dengan posisi kulit di serat
tanjumg.
2
atas memiliki nilai MOE = 62118,90 kg/cm dan MOR = 2
Andi Chairil Ichsan,dkk. Pola interkasi masya-
826,36 kg/cm , sedangkan bambu dengan posisi kulit
rakat desa senaru dibangun dengan menggunakan
2
pendekatan agroforestry, hal ini dapat dilihat dari bentuk
dan MOR = 633,38 kg/cm . Kekuatan tarik sejajar serat
penggunaan lahan yang memadukan berbagai jenis
di serat bawah memiliki nilai MOE = 51563,20 kg/cm 2
2
bambu diperoleh sebesar 2309,00 kg/cm .
tanaman, baik tanaman hutan dengan tanaman MPTS
Muhammad Ruslan, dkk. Hasil penelitian menun-
yang lebih produktif dalam suatu areal garapan. Dengan
jukan resapan air di Kota Banjarbaru dalam kondisi baik
harapaan bahwa pola-pola ini dapat memberikan nilai
(80%), sementara yang sudah dalam kondisi sangat
ekonomi lebih bagi mereka. Meskipun demikian per-
kritis (20%). Secara keseluruhan, zona resapan air Kota
masalahan juga tidak lepas dari kehidupan masayarakat
Banjarbaru dapat diklasifikasikan menjadi zona prioritas
desa senaru, mulai dari konflik sumberdaya hutan,
I sebesar 22,99%, zona prioritas II sebesar 13,90%,
sampai pada keterbatasan kapasitas dan SDM dalam
kemudian dan zona prioritas III sampai dengan V (5,13%)
mengelola lahan garapan.
sedangkan 57,96% tidak diprioritaskan sebagai zona resapan air.
Abdi Fithria dan Syam’ani. Berdasarkan hasil estimasi emisi karbon terlihat bahwa cadangan karbon
Rachman Effendi dan Kushartati Budiningsih.
di Sub-sub DAS Amandit pada periode tahun 1992,
Perkembangan terkini dari 6 kabupaten yang meng-
2000 dan 2010 mengalami penurunan. Yakni dari
implementasi HTR di Kalimantan Selatan bervariasi
8.041.050,28 ton pada tahun 1992, menjadi
yakni pengelola HTR (Koperasi) di Kabupaten Tanah
7.176.139,49 ton pada tahun 2000, dan hanya tersisa
Laut dan Tanah Bumbu sudah mendapatkan IUPHHK-
4.476.645,10 ton pada tahun 2010. Ternyata menun-
HTR, pengelola mandiri di Kabupaten Tabalong masih
jukkan bahwa emisi karbon di Sub-sub DAS Amandit
menunggu pertimbangan teknis dari BP2HP, Kabupaten
terus turun hingga tahun 2050.
Banjar sudah melewati tahap permohonan IUPHHK-
Ervayenri dan Sri Rahayu Prastyaningsih.
HTR, Kabupaten Hulu Sungai Selatam masih dalam
Performan tegakan HTI Acacia mangium diameter
tahap pengusulan pencadangan areal yang kedua dan
terbesar pada rotasi tanam V (0,24 meter), pertumbuhan
Kabupaten Kotabaru baru melewati tahap pencadangan
tinggi pada rotasi tanam III adalah 19,62 m (tinggi total)
dan 10,99 (tinggi bebas cabang).Lbds tertinggi pada
364,478% dan 291,118%; (2).Rata-rata bobot isi pada
rotasi tanam V (046 m2) potensi volume tertinggi pada
kondisi tanah gambut umur tegakan 2,3,4,5 dan 0 tahun
rotasi tanam III yaitu 0,579 m3 (volume tinggi total) dan
masing-masing yaitu 0,173 gr/cm3, 0,164gr/cm3,
0,316 m3 (volume tinggi bebas cabang). Lebar tajuk
0,155gr/cm3, 0,158 gr/cm3 dan 0,177 gr/cm3; (3).
ideal pada rotasi tanam III (3,9 m) sedangkan nilai keru-
Tingginya rata-rata bobot isi pada areal lahan gambut
sakan terbesar pada rotasi tanam ke II (10%). Tumbuhan
pada umur tegakan 0 tahun (setelah pemanenan kayu)
bawah yang dijumpai yaitu paku-pakuan sebanyak 6
mengindikasikan tingginya pemadatan tanah; dan (4).
jenis dan golongan rumput-rumputan sebanyak 2 jenis.
Hasil uji t menunjukkan bahwa t hitung = 28,723 > t tabel =
Mohamad Siarudin, dkk. Hasil penelitian menun-
2,069 artinya tolak Ho yaitu ada perbedaan bobot isi
jukkan bahwa tingkat tiang memiliki produksi daun kayu
tanah gambut pada kegiatan sebelum pemanenan kayu
putih per pohon tertinggi dibanding tingkat pertumbuhan
(umur tegakan 2,3,4 dan 5 tahun) dan sesudah
lainnya. Ketersediaan jenis A. symphyocarpa yang
pemanenan kay(umur tegakan 0 tahun)
paling potensial untuk dipanen daunnya pada saat ini
Arfa Agustina Rezekiah,dkk. Hasil penelitian
ada di tingkat pancang dan tiang berdasarkan kelim-
menunjukkan bahwa saluran pemasaran untuk kayu
pahan di alam dan produksi daun per individu. Perkiraan
manis di Kecamatan Loksado ada 4 pola yaitu: (1)
total potensi produksi daun kayu putih jenis A.
Petani-Konsumen (2) Petani-Pengumpul-Pedagang-
symphyocarpa di TN Wasur saat ini adalah 15.139,8
Konsumen (3) Petani-Pengumpul-Pedagang Besar-
ton. Rata-rata potensi minyak kayu putih dari jenis A.
Konsumen (4) Petani-Pengumpul-Pedagang Besar-
symphyocarpa adalah 17,21 liter/ha atau total seluruh
Pedagang Kecil-Konsumen. Secara keseluruhan saluran
kawasan TN Nasional Wasur saat ini mencapai
pemasaran kayu manis adalah efisien. Jika ditinjau dari
402.450,45 liter.
sudut pandang petani maka pola 1 (Petani – Konsumen)
Wahyu Catur Adinugroho,dkk. Hasil analisis
adalah yang lebih efisien karena petani mendapatkan
vegetasi menunjukkan bahwa tingkat keragaman Sh-
keuntungan yang lebih banyak, dan jika ditinjau dari
annon pada lokasi penelitian adalah rendah sampai
sudut pandang lembaga pemasaran maka pola 2 (Petani
menengah. Beberapa jenis vegetasi yang ada teriden-
– Pengumpul – Pedagang (Kandangan) – Konsumen)
tifikasi memiliki kemampuan tinggi dalam menyerap
yang lebih efisien.
karbon sehingga berpotensi untuk meningkatkan
Hilda Nuzulul Fatma, dkk. Perencanaan pengem-
cadangan karbon dan konservasi keanekaragaman
bangan wisata alam dalam kawasan hutan di wilayah
hayati. Hasil analisa struktur tegakan pada sistem
Kabupaten Malang yang difasilitasi oleh beberapa
agroforestri (Kebun campuran) di Hulu DAS Kali Bekasi
rencana yang mendukung pengembangan wisata alam
menunjukkan struktur tegakan yang menyerupai struktur
dalam kawasan hutan masih sektoral, baik perencanaan
hutan alam. Kebun campuran menghasilkan 62,34
maupun pelaksanaan dilaksanakan sendiri-sendiri oleh
tonsC / ha cadangan karbon atau setara dengan 228,79
pemangku kepentingan. Karena masih sektoral, maka
ton CO2-eq/ha.Cadangan karbon dalam sistem
koordinasi belum terbangun, masih belum melibatkan
agroforestry (Kebun campuran) sangat dipengaruhi oleh
masyarakat secara luas dan belum memanfaatkan
luas bidang dasar tegakan tetapi meskipun demi-
potensi lokal sebagai pendukung wisata alam.
kiankerapatan tegakan dan keragaman spesies memiliki korelasi rendah dengan cadangan karbon .
Yuniawati dan Sona Suhartana Hasil penelitian
Semoga hasil penelitian tersebut dapat menjadi pengetahuan yang bermanfaat bagi pembaca untuk dikembangkan di kemudian hari. Selamat Membaca.
menunjukkan bahwa : (1). Rata-rata kadar air pada kondisi tanah gambut umur tegakan 2,3,4,5 dan 0 tahun
Banjarbaru, November 2013
masing-masing yaitu 602,978%, 734,850%, 415,708%,
Redaksi
Jurnal Hutan Tropis Volume 1 No. 3
November 2013
ISSN 2337-7771 E-ISSN 2337-7992
SIFAT MEKANIS BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper) Mechanical Properties of Bamboo Betung (Dendrocalamus asper) Fengky S. Yoresta Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB Jl. Lingkar Akademik Kampus Darmaga Bogor
ABSTRACT. This research aims to determine the stiffness and maximum value of bending strength of bamboo betung (Dendrocalamus asper) with different position of its skin, as well as to determine the parallel to grain tensile strength of bamboo betung. The stiffness, maximum bending strength, and parallel to grain tensile strength are expressed in MOE (modulus of elasticity), MOR (modulus of rupture), and ótr// (maximum tensile strength) respectively. The + 4 years old of bamboo betung is used in this research. Ten specimens are used for bending test which skin position is on top side/compression area, bottom side/tensile area, and tensile test parallel to grain respectively. The laboratory testing are conducted based on ASTM D143-05. The results show that the position of bamboo skin affect the value of MOE and MOR. Bamboo, which top position of skin/compression area, tends to have higher value of MOE and MOR than the bottom one/tensile area. Bamboo, which top position of skin/ compression area, has MOE = 62118,90 kg/cm2 dan MOR = 826,36 kg/cm2, whereas bamboo which bottom position of skin/tensile area has MOE = 51563,20 kg/cm2 dan MOR = 633,38 kg/cm2. Tensile srength parallel to grain of bamboo is obtained at 2309,00 kg/cm2. Keywords: Stiffness, Bending Strength, MOE, MOR, Tensile Strength ABSTRAK. Penelitian ini bertujuan mendapatkan nilai kekakuan dan kekuatan lentur maksimum bambu betung (Dendrocalamus asper) dengan posisi kulit bambu yang berbeda, serta untuk menentukan nilai kekuatan tarik sejajar serat bambu betung. Kekakuan, kekuatan lentur maksimum, dan kekuatan tarik sejajar serat berturut-turut dinyatakan dalam MOE (modulus of elastcity), MOR (modulus of rupture), dan ótr// (maximum tensile strength). Bambu betung yang berumur +- 4 tahun digunakan dalam penelitian ini. Sepuluh spesimen uji masing-masing digunakan untuk pengujian lentur dengan posisi kulit bambu di serat atas/daerah tekan, di serat bawah/daerah tarik, dan pengujian tarik sejajar serat. Pengujian dilaboratorium dilakukan berdasarkan ASTM D143-05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa posisi kulit bambu mempengaruhi nilai MOE dan MOR. Bambu dengan posisi kulit di serat atas/daerah tekan cenderung memiliki nilai MOE dan MOR lebih tinggi dibandingkan bambu dengan posisi kulit di serat bawah/daerah tarik. Bambu dengan posisi kulit di serat atas memiliki nilai MOE = 62118,90 kg/cm2 dan MOR = 826,36 kg/ cm2, sedangkan bambu dengan posisi kulit di serat bawah memiliki nilai MOE= 51563,20 kg/cm2 dan MOR = 633,38 kg/cm2. Kekuatan tarik sejajar serat bambu diperoleh sebesar 2309,00 kg/cm2. Kata Kunci: Kekakuan, Kekuatan Lentur, MOE, MOR, Kekuatan Tarik Penulis untuk Korespondensi, surel:
[email protected]
PENDAHULUAN Pemanfaatan bambu sebagai material bangunan di Indonesia bukanlah sesuatu yang baru. Bambu telah banyak digunakan untuk konstruksi rumah tinggal dan bahkan jembatan. Pertumbuhannya yang sangat cepat dan dapat ditemukan diseluruh pelosok tanah air
merupakan salah satu faktor yang menjadikan tanaman ini sangat berpotensi untuk dikembangkan. Bambu yang telah berumur 3-5 tahun dianggap telah memiliki kualitas yang baik. Di negara-negara maju seperti Jepang dan Cina, bambu telah dimanfaatkan sebagai bangunan yang tidak 185
Jurnal Hutan Tropis Volume 1 No. 3, Edisi November 2013
lagi sekedar konstruksi sederhana namun bangunanbangunan tinggi, seperti apartemen dan bangunan mewah yang elegan sekali pun, telah banyak menggunakan bambu sebagai material konstruksi utamanya. Berbeda dengan di Indonesia, masyarakat umumnya masih beranggapan bangunan bambu identik dengan kemiskinan dan keterbelakangan. Bambu adalah material yang ringan namun memiliki kekuatan yang tinggi. Kuat tarik bambu dapat diperbandingkan dengan baja. Penelitian ini bertujuan mendapatkan nilai kekakuan dan kekuatan lentur maksimum bambu betung dengan posisi kulit bambu yang berbeda, serta untuk menentukan nilai kekuatan tarik sejajar serat bambu betung.
BAHAN DAN METODE
ΔP.L3 MOE = 4.Δ.bh3 3Pmaks .L MOR = 2bh2
.............
1)
.............
2)
MOE adalah Modulus of Elasticity (kg/cm2), ÄP adalah perubahan beban dalam batas proporsi (kg), L adalah panjang bentang pengujian (cm), Ä adalah defleksi (cm), serta b dan h masing-masing adalah lebar dan tebal contoh uji (cm). Sedangkan MOR ialah Modulus of Rupture (kg/cm2) dan Pmaks adalah beban maksimum (kg). Kekuatan tarik sejajar ditentukan menggunakan persamaan berikut. ótr// =
Pmaks A
............
3)
dimana ótr// adalah kuat tarik sejajar serat (kg/cm2),
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Rekayasa
Pmaks adalah beban maksimum (kg), dan A adalah luas
dan Desain Bangunan Kayu, Departemen Hasil Hutan,
bidang tarik (cm2). Analisis struktural dilakukan meng-
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Pengujian
gunakan metode statika sederhana.
dilakukan menggunakan UTM (Universal Testing Machine) Instron® tipe 3369 dengan kapasitas pembebanan sebesar 5 ton.
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Struktural
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Pengujian lentur bambu betung dengan pem-
Bambu Betung yang berumur + 4 tahun. Bambu Betung
bebanan terpusat ditengah bentang (one point centre
tersebut diperoleh dari daerah Ciampea Kabupaten Bogor,
loading) tergolong kedalam bentuk struktur statis
Jawa Barat. Pengambilan contoh uji pada bambu dila-
tertentu (Statically Determinate Beams). Analisis struk-
kukan pada jarak 30 cm dari pangkal. Bambu betung
tural pengujian lentur bambu betung dengan pembe-
yang sudah dipilih kemudian dipotong dan dibentuk
banan terpusat di tengah bentang (one point centre load-
menjadi masing-masing total 20 sample untuk pengujian
ing) diperlihatkan pada gambar 1.
lentur dan 10 sample untuk pengujian tarik sejajar serat.
Besarnya reaksi tumpuan di titik A dan B (RA dan
Semua contoh uji tersebut terbuat dari bagian bambu
RB) adalah sama (Gambar 1.a) karena struktur simetris
bebas buku. Dimensi sample uji mengacu pada ASTM
(one point centre loading). Sigma momen yang bekerja
D 143-05, Standard Test Methods for Small Clear Speci-
di titik A maupun B adalah nol (ÓMA = 0 dan ÓMB = 0).
men of Wood.
Sehingga besarnya gaya tumpuan yang bekerja pada
Pengujian lentur dibagi menjadi dua tipe berdasarkan posisi kulit bambu ketika pengujian dilakukan. Tipe 1 adalah pengujian dengan kulit bambu berada di bagian atas/daerah tekan dan tipe 2 adalah pengujian dengan kulit bambu berada di bagian bawah/daerah tarik. Kedua tipe pengujian ini masing-masing menggunakan 10 sample uji. Pengujian sifat mekanis lentur dilakukan dengan pembebanan terpusat di tengah bentang (one point centre loading). Dua properties mekanis lentur ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut.
titik-titik tersebut adalah: ÓMA = 0, maka - RB . L + P . ½ L RB
= 0 = ½P
dan ÓMB = 0, maka RA . L - P . ½ L RA
= 0 = ½P
Gaya internal adalah gaya yang muncul ketika struktur dipotong. Pemotongan struktur dilakukan pada setiap interval dimana terdapat perbedaan gaya. Asumsi bahwa geser dan momen lentur adalah positif, maka
186
Fengky S. Yoresta: Sifat Mekanis Bambu Betung (Dendrocalamus asper)....(1): 185-189
dapat digambarkan diagram free-body untuk pemotongan struktur di titik D (interval AC) seperti diperlihatkan pada Gambar 1.b. Gaya geser di potongan balok sebelah kiri adalah kearah atas sementara untuk potongan balok bagian kanan ke arah bawah. Kedua gaya ini saling meniadakan (ÓV = 0) bila struktur digabungkan (statik). Hal yang sama juga terjadi untuk momen lentur di titik D. Jumlah momen yang bekerja di titik D adalah sama dengan 0. Dengan kondisi ini maka diperoleh nilai geser dan momen lentur untuk interval AC masing-masing adalah V = +P/2 dan M = + Px/2, dimana x adalah jarak dari titik A ke titik dimana struktur dipotong pada interval AC. Sama halnya dengan interval AC, pemotongan struktur di interval CB diperlihatkan seperti pada Gambar 1.c. Pada interval tersebut terdapat pengaruh beban P bila ditinjau dari kiri. Sehingga diperoleh nilai geser dan momen lentur untuk interval CB masing-masing
Modulus of Elasticity (MOE) Berdasarkan tipe pembebanan Modulus Elastisitas (MOE) dapat dibagi menjadi Modulus Elastisitas Tekan, Modulus Elastisitas Lentur, Modulus Elastisitas Geser, Modulus Elastisitas Tarik, atau Modulus Elastisitas Torsi. Modulus Elastisitas merupakan kemiringan (slope) kurva tegangan-regangan selama kondisi elastis. Berdasarkan pengujian lentur bambu betung diperoleh nilai MOE sebesar 62118,90 Kg/cm2 untuk pengujian tipe 1 dan 51563,20 kg/cm2 untuk pengujian tipe 2. Nilai MOE berada pada kisaran 6102,91 – 10690,66 kg/cm2 pada pengujian sifat mekanis bambu betung dengan model kantilever tekan (Daniah, 2008). Sementara itu dari pengujian tarik, nilai MOE bambu berada pada kisaran 98070,00 – 294200,00 kg/cm2 (Tular dan Sutidjan 1961) dalam Morisco (1999)).
adalah V = – P/2 dan M = + Px/2 – P. (x – (L/2)). Nilai geser konstan baik pada interval AC maupun BC, yaitu +P/2 dan –P/2 (Gambar 1.d). Sementara itu nilai momen lentur meningkat linier dari M = 0 pada titik x = 0 hingga mencapai M = PL/4 pada titik x =L/2 dan juga menurun secara linier dari M = PL/4 pada titik x = L/2 hingga M = 0 pada titik x = L (Gambar 1.e). Hasil pengujian menunjukkan bahwa beban maksimum (Pmaks) rata-rata pengujian tipe 1 lebih besar dari pada tipe 2. Nilai Pmaks rata-rata untuk pengujian tipe 1 dan 2 berturut-turut adalah 162,75 kg dan 122,96 kg. Hal ini mengindikasikan bahwa keruntuhan balok uji berawal dari tegangan yang tinggi di daerah tekan/serat atas. Kontribusi kekuatan dari kulit bambu mencegah daerah tekan mengalami leleh lebih awal daripada pengujian dengan kulit bambu berada di bawah (pengujian tipe 2). Nilai Pmaks masing-masing sample uji menimbulkan momen lentur maksimum Mmaks dan geser maksimum Vmaks. Nilai momen lentur minimum dan maksimum dari pengujian lentur tipe 1 diperoleh berturut-turut adalah 1069,95 kg.cm dan 1222,69 kg.cm dengan rata-tata sebesar 1139,22 kg.cm, sedangkan untuk pengujian tipe 2 diperoleh 787,78 kg.cm dan 899,08 kg.cm dengan rata-tata sebesar 860,69 kg.cm. Nilai geser minimum dan maksimum dari pengujian lentur tipe 1 diperoleh berturut-turut adalah 76,43 kg dan 87,34 kg dengan ratatata sebesar 81,37 kg, sedangkan untuk pengujian tipe 2 diperoleh 56,27 kg dan 64,22 kg dengan rata-tata sebesar 61,48 kg.
Gambar 1. Analisis struktur balok dua tumpuan sederhana bambu betung. Figure 1. Structural analysis of simple beam for one point centre loading 187
Jurnal Hutan Tropis Volume 1 No. 3, Edisi November 2013
Modulus of Rupture (MOR) Kekuatan maksimum (Ultimate Strength) dapat diperoleh dari pengujian torsi maupun lentur. Pada pengujian torsi, Modulus of Rupture (MOR) merupakan nilai tegangan geser maksimum fiber/serat dari suatu elemen bulat (circular) ketika tercapai kondisi runtuh
(pangkal, tengah, dan ujung). Kuat tarik bambu betung tanpa buku dan dengan buku masing-masing adalah 1900 kg/cm2 dan 1160 kg/cm2, sedangkan berdasarkan posisinya bambu betung memiliki kuat tarik sebesar 2278 kg/cm2 (pangkal), 1770 kg/cm2 (tengah), dan 2080 kg/cm2 (ujung) (Morisco, 1999).
(failure). Sementara itu, kekuatan lentur atau Modulus of Rupture (MOR) yang diperoleh dari pengujian lentur memperlihatkan besarnya nilai tegangan maksimum serat pada kondisi runtuh (failure). Dari hasil pengujian diperoleh nilai MOR sebesar 826,36 kg/cm2 untuk pengujian tipe 1 dan 633,38 kg/ cm2 untuk pengujian tipe 2. Pengujian sifat mekanis bambu betung dengan model kantilever tekan memberikan nilai MOR berada pada kisaran 515,67 – 790,91 kg/cm2 (Daniah, 2008). Kuat Tarik Sejajar Serat
Gambar 2. Penampang melintang bambu (Janssen, 1981) Figure 2. Cross section of bamboo (Janssen, 1981)
Kekuatan tarik adalah kemampuan suatu material menahan beban aksial tarik. Dalam kasus material seperti kayu dan bambu, kekuatan tarik dapat berupa dalam arah sejajar serat ataupun tegak lurus serat. Berbeda dengan material beton dan baja, bambu sebagai material alami memiliki komposisi penyusun yang terdiri dari sekitar 40% serat, 50% parenkim, dan 10% sel penghubung. Kondisi ini menjadikan bambu berperilaku sebagai material komposit ketika menerima
Gambar 3. Posisi pengambilan sample uji bambu (Morisco, 1999) Figure 3. Location for sampling bamboo (Morisco, 1999)
beban luar sehingga memiliki kekuatan yang relatif tinggi. Gambar 2 memperlihatkan komposisi penyusun bambu. Kekuatan tarik bambu relatif tinggi dan dapat mencapai 370 Mpa (Wonlele, 2013). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kuat tarik sejajar serat bambu betung adalah 230,90 Mpa atau 2309,00 kg/cm2. Nilai ini jauh melebihi tegangan ijin tarik sejajar serat kayu kelas kuat I dan kayu jati yang masing-masingnya adalah 130 kg/cm2 dan 110 kg/cm2 (PKKI, 1961). Pengujian kuat tarik bambu betung menggunakan sample bagian dalam dan bagian luar (Gambar 3) memperlihatkan nilai tegangan berturut-turut adalah 970 kg/ cm2 dan 2850 kg/cm2 (Morisco, 1999). Perbedaan nilai ini jelas menerangkan bahwa kulit bambu memberikan kontribusi yang besar terhadap kekuatan tarik.
Hasil penelitian yang telah dilakukan memperlihatkan bahwa persentase kekuatan tarik bambu betung mencapai 60.5% dari nilai kuat tarik baja tulangan polos (BJTP 24) yaitu 380 MPa dengan regangan 24% (SNI, 2002). Hal ini memungkinkan bambu betung dapat digunakan sebagai alternatif pengganti tulangan baja yang relatif mahal untuk konstruksi rumah tinggal masyarakat. Selain mahal, baja membutuhkan energi 50 kali lebih banyak dari bambu untuk memproduksi 1 m3 per unit tegangan (Wonlele, 2013). Penelitian yang dilakukan terhadap balok beton bertulang bambu menyimpulkan bahwa bambu sangat potensial digunakan sebagai alternatif pengganti tulangan baja (Khare, 2005).
SIMPULAN
Selain itu kuat tarik bambu juga dipengaruhi oleh ada atau tidaknya buku, dan posisi pada bagian bambu 188
Nilai MOE dan MOR bambu pada pengujian lentur
Fengky S. Yoresta: Sifat Mekanis Bambu Betung (Dendrocalamus asper)....(1): 185-189
dengan posisi bagian kulit bambu berada di atas (daerah tekan) lebih besar dibandingkan bagian kulit bambu berada di bawah (daerah tarik). Nilai MOR pengujian lentur dengan posisi bagian kulit bambu berada di atas (daerah tekan) adalah 826,36 kg/cm2 sedangkan MOR dengan posisi bagian kulit bambu berada di bawah (daerah tarik) adalah 633,38 kg/cm2. Nilai MOE pengujian lentur dengan posisi bagian kulit bambu berada di atas (daerah tekan) adalah 62118,90 Kg/cm2 sedangkan MOE dengan posisi bagian kulit bambu berada di bawah (daerah tarik) adalah 51563,20 kg/cm2. Kekuatan tarik sejajar serat bambu betung adalah 2309,00 kg/cm2.
DAFTAR PUSTAKA Daniah, Monintja D.R., Puspito G., (2008), “Modulus Elastis dan Kekuatan Lentur Bambu Betung
dengan Model Cantilever Tekan Sebagai Bahan Alat Penangkapan Ikan”, J.Mangrove dan Pesisir Vol.VIII No.3 Janssen J.J.A., (1981), Bamboo in Building Structures (tesis). Netherland: TH Eindhoven. Khare, L., 2005, Performance Evaluation of Bamboo Reinforced Concrete Beams, The University of Texas, Arlington. Morisco., (1999), Rekayasa Bambu, Nafiri Offset, Yogyakarta [PKKI] Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia, 1961, PKKI 1961 NI-5, Dirjen Cipta Karya PU, Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan, Bandung. [SNI] Standar Nasional Indonesia, 2002, SNI 07 – 2052 – 2002, Baja Tulangan Beton, ICS 27.180, Badan Standarisasi Nasional Indonesia, Jakarta. Wonlele, T., Dewi, S.M., Nurlina, S., 2013, Penerapan Bambu Sebagai Tulangan Dalam Struktur Rangka Batang Beton Bertulang, Jurnal Rekayasa Sipil, Vol.7 No. 1
189