Jurnal Hutan Tropis Volume 2 No. 1
Maret 2014
ISSN 2337-7771 E-ISSN 2337-7992
jht Berkala Ilmiah IlmuPengetahuan dan Teknologi Kehutanan
DAFTAR ISI HASIL AIR PENGGUNAAN LAHAN HUTAN DALAM MENYUMBANG ALIRAN SUNGAI Edy Junaidi KAYU SISA PENJARANGAN DAN TEBANG HABIS HUTAN TANAMAN JATI Ahmad Budiaman, Devi Muhtariana, dan Nensi Yunita Irmawati
1-8
9-15
PERENCANAAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SEKITAR HUTAN MELALUI ANEKA USAHA KEHUTANAN (Studi di Dinas Kehutanan Kabupaten Malang) Hari Wijayanto, Agus Suryono dan Tjahjanulin Domai
16-23
KINERJA INDUSTRI KAYU LAPIS DI KALIMANTAN SELATAN MENUJU EKOEFISIENSI Darni Subari
24-34
KARAKTERISTIK JENIS POHON PADA BERBAGAI TIPE LOKASI HUTAN KOTA DI PEKANBARU PROPINSI RIAU Anna Juliarti
35-39
KAJIAN DINAMIKA HARA TANAH PADA EMPAT PERLAKUAN Ary Widiyanto
40-46
STRUKTUR DAN DIMENSI SERAT PELEPAH KELAPA SAWIT Lusita Wardani, Faisal Mahdie, dan Yusuf Sudo Hadi
47-51
KAJIAN BENTANG LAHAN EKOLOGI FLORISTIK HUTAN RAWA GAMBUT BERBASIS CITRA PENGINDERAAN JAUH DI SUB DAS SEBANGAU Raden Mas Sukarna
52-59
PENGARUH TEKNIK PENGENDALIAN PENYAKIT BENIH TERHADAP VIABILITAS BENIH TEMBESU (Fagraea fagrans Roxb) Tati Suharti, Yulianti Bramasto dan Naning Yuniarti
60-64
KERUSAKAN TANAH YANG TERJADI AKIBAT SLIP PADA KEGIATAN PENGANGKUTAN KAYU Yuniawati dan Sona Suhartana
65-70
UJI VIABILITAS DAN SKARIFIKASI BENIH BEBERAPA POHON ENDEMIK HUTAN RAWA GAMBUT KALIMANTAN TENGAH Siti Maimunah
71-76
ANALISA USAHA LEBAH MADU HUTAN DAN KUALITASNYA Fatriani, Arfa Agustina Rezekiah, Adistina Fitriani
77-81
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih dan penghargaan diberikan kepada para penelaah yang telah berkenan menjadi Mitra Bestari pada Jurnal Hutan Tropis Volume 2 No. 1yaitu: Prof. Dr. Ir. M. Lutfhi Rayes,M.Sc (Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya) Prof.Dr.Ir. Wahyu Andayani, M.Sc (Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada) Prof.Dr.Hj. Nina Mindawati, M.S (Puslitbang Produktivitas Hutan, Kementerian Kehutanan RI) Prof. Dr. Ir. Syukur Umar, DESS (Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako) Prof. Dr. Ir. Baharuddin Mappangaja, M.Sc. (Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin) Prof.Dr.Ir.H.M. Ruslan, M.S (Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat) Dr.Ir. Satria Astana, M.Sc. (Puslitbang Perubahan Iklim dan Kebijakan, Kementerian Kehutanan RI) Dr. Ir. KusumoNugroho, MS (Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian) Dr.Ir. Cahyono Agus Dwikoranto, M.Agr. (Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada) Prof.Dr.Ir. Sipon Muladi (Fakultas Kehutanan, Universitas Mulawarman) Prof. Dr. Ir, Djamal Sanusi (Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin) Dr. Sc. Agr. Yusran, S.P., M.P (Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako)
KATA PENGANTAR
Salam Rimbawan,
masing adalah 2328,3-2486,0 ìm; 26,2-27.0 ìm; 598,3-
Jurnal Hutan Tropis Volume 1 Nomor 3 Edisi Novem-
792,51ìm, and 21,65-26,65 ìm.
ber 2013 kali ini menyajikan 12 buah artikel ilmiah hasil penelitian kehutanan.
Raden Mas Sukarna meneliti klasifikasi struktur hutan rawa yang akurat melalui model Forest Canopy Density
Edy Junaidi meneliti peranan hidrologi hutan (hutan
Citra Landsat, dan model distribusi floristik hutan pada
alam dan hutan tanaman) terhadap aliran sungai ditinjau
satuan bentang lahan berdasarkan integrasi spasial
dari neraca air dengan membandingkan penggunaan
antara variasi struktur hutan dan tipe bentuk lahan.
lahan hutan dan penggunaan lahan lain. Ahmad Budiaman, dkk meneliti besarnya kayu sisa dari kegiatan tebang habis kelas umur (KU) VII dan penjarangan KU VI Kayu jati (Tectona grandis) yang dikelola oleh Perum Perhutani.
Tati Suharti, dkk meneliti teknik pengendalian penyakit benih terhadap viabilitas benih tembesu (Fagraea fragrans Roxb). Yuniawati dan Sona Suhartana meneliti kerusakan tanah yang terjadi akibat terjadinya slip pada saat kegiatan
Hari Wijayanto, dkk meneliti pemberdayaan
pengangkutan kayu di wilayah Resort Pemangkuan Hutan
masyarakat sekitar hutan melalui aneka usaha kehutanan.
(RPH) Ciguha, BKPH Cikawung, KPH Sukabumi Perum
Hasil penelitian ini menunjukkan proses perencanaan
Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten.
aneka usaha kehutanan sebagai usaha memberdayaan masyarakat sekitar hutan masih kurang maksimal.
Siti Maimunah meneliti indeks viabilitas benih untuk jenis-jenis yang tumbuh di hutan rawa gambut. Hasil
Darni Subari meneliti kinerja industri kayu lapis di
penelitian menunjukkan bahwa besarnya indeks viabilitas
Kalimantan Selatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
dipengaruhi oleh tingkat kemasakan buah dan ketepatan
industri kayu lapis umumnva memiliki kesamaan dalam
cara skarifikasi benihnya. Tumih dan pulai adalah jenis
proses dan mesin produksinya
yang direkomendasikan untuk dikembangkan di lahan
Anna Juliarti meneliti jenis-jenis pohon yang ditanam
gambut terdegradasi.
di lokasi Hutan Kota di Pekanbaru. Hasil penelitian
Fatriani, dkk meneliti biaya, pendapatan dan
menunjukkan bahwa ditemukan 7 spesies, 5 famili yang
keuntungan usaha lebah madu serta menganalisa
terdapat di median jalan, 12 spesies , 11 famili yang berada
kualitas madu yang dihasilkan oleh usaha lebah madu.
di pinggir jalan dan 26 spesies, 17 famili yang terdapat di
Lokasi penelitian berada di Desa Telaga Langsat
taman-taman kota
Kecamatan Tangkisung Kabupaten Tanah Laut
Ary Widiyanto meneliti dinamika hara pada lahan
Semoga hasil penelitian tersebut dapat menjadi
agroforestri sengon-kapulaga dengan pemberian empat
pengetahuan yang bermanfaat bagi pembaca untuk
perlakuan yang berbeda. Hasil penelitian menunjukan
dikembangkan di kemudian hari. Selamat Membaca.
bahwa jenis perlakuan dan kedalaman tanah tidak berpengaruh secara nyata terhadap kadar C, N dan P
Banjarbaru, Maret 2014
tanah, sedangkan waktu pengukuran berkorelasi dengan
Redaksi,
kadar C, N dan P tanah. Lusita Wardani, dkk mengidentifikasi beberapa sifat anatomi pelepah sawit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tebal serat, diameter serat pelepah sawit serta diameter metaxylem dan tebal dinding selnya masing-
sdsadsa
Jurnal Hutan Tropis Volume 2 No. 1
Maret 2014
ISSN 2337-7771 E-ISSN 2337-7992
KAJIAN BENTANG LAHAN EKOLOGI FLORISTIK HUTAN RAWA GAMBUT BERBASIS CITRA PENGINDERAAN JAUH DI SUB DAS SEBANGAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Study of Landscape Ecology Floristic on Peat Swamp Forest Based on Remote Sensing Imagery at Sebangau Sub Catchment Area Central Kalimantan Raden Mas Sukarna Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya ABSTRACT. This research was conducted in peat swamp forest of Sebangau Sub Catchment Area of Central Kalimantan Province, whose objectives were (1) to obtain forest structure classification accurately using Forest Canopy Density (FCD) model Landsat Imagery, (2) to produce floristic distribution model in landscape unit based on spatial integration between both variations of forest structures and landforms. The research used multi-level remote sensing method, namely, application of FCD model to determine forest canopy density, identification of forest structure using aerial photography, ground survey and spatial analysis of landscape unit. The research found that determination of spectral classification of peat swamp forest could be conducted maximally by FCD model Landsat Imagery. Spatial integration between both variations of forest structures and land forms produced specific floristic distribution patterns of each landscape unit. Dense forest structure of swamp landscape unit illustrated high floristic diversity; on the other hand, open forest structure of landscape unit illustrated low floristic diversity. Keywords: Spectral Variation, Forest Canopy Density, Forest Structure, Floristic, Swamp Landscape ABSTRAK. Penelitian ini dilaksanakan di Sub Das Sebangau Provinsi Kalimantan Tengah, yang bertujuan (1) untuk mendapatkan klasifikasi struktur hutan rawa yang akurat melalui model Forest Canopy Density Citra Landsat, (2) untuk menghasilkan model distribusi floristik hutan pada satuan bentang lahan berdasarkan integrasi spasial antara variasi struktur hutan dan tipe bentuk lahan. Penelitian ini menggunakan metode penginderaan jauh multi-tingkat, yaitu aplikasi model FCD Citra Landsat untuk menentukan kerapatan kanopi hutan, foto udara format kecil untuk mengidentifikasi struktur hutan, survai lapangan untuk menentukan nilai floristik dan analisis spasial satuan bentang lahan. Hasil penelitian ini menemukan bahwa penentuan klasifikasi kerapatan struktur kanopi hutan rawa gambut dapat dilakukan secara maksimal melalui model FCD. Integrasi spasial antara variasi struktur hutan dengan variasi bentuk lahan rawa menghasilkan pola distribusi floristik yang spesifik pada masing-masing satuan bentang lahannya. Struktur hutan yang rapat pada satuan bentang lahan rawa menggambarkan keragaman floristik yang tinggi, sebaliknya pada struktur hutan yang jarang pada satuan bentang lahan menggambarkan keragaman floristik yang rendah. Kata Kunci : Variasi Spektral, Kerapatan Kanopi Hutan, Struktur Hutan, Floristik, Bentang Lahan Rawa Penulis untuk korespondensi, surel:
[email protected]
PENDAHULUAN Ekosistem gambut merupakan bentukan alam baru yang terjadi pada akhir zaman es (kurang dari 11.000 tahun yang lalu) dan sangat dipengaruhi oleh keadaan geologi, hidrologi dan topografinya. Berdasarkan proses pembentukannya Ekosistem gambut dapat dikategorkan kedalam dua sub wilayah, pertama adalah wilayah yang terbentuk berdasarkan pengaruh proses fluvial yang letaknya 52
dekat dengan sungai/danau dan mempunyai ketebalan gambut yang tipis dan kedua, adalah wilayah cembungan gambut (peat dome) merupakan daerah endapan bahan organik, yang biasanya letaknya relatif jauh dari sungai dengan kondisi lapisan gambut yang tebal (Hadisuparto, 2004). Rawa adalah kawasan sepanjang pantai, aliran sungai, danau atau lebak yang menjorok masuk (intake) ke pedalaman sekitar 100 km atau sejauh dirasakannya
Raden Mas Sukarna: Kajian Bentang Lahan Ekologi Floristik Hutan ... (2): 52-59
pengaruh gerakan pasang (Noor, 2004). Jadi lahan rawa
Bahan dan Peralatan yang digunakan
dapat dikatakan sebagai lahan yang mendapatkan pengaruh
Citra Penginderaan Jauh
pasang surut air laut atau sungai sekitarnya. Terjadinya degradasi dan deforestasi pada kawasan rawa gambut yang relatif cepat akan memberikan dampak ekologi baik untuk waktu sekarang maupun waktu yang akan datang. Dampak ekologi tersebut dapat dipelajari melalui pendekatan kajian ekologi bentang lahan (landscape ecology). Studi bentang lahan dimaksudkan untuk mempelajari berbagai hubungan antara proses-proses dan penomena bentang lahan (geosphere) yang mencakup komunitas manusia, binatang dan tumbuhan, termasuk mempelajari struktur dari berbagai perubahan dan fungsi interaksi ekosistem dalam kawasan lahan yang heterogen (Vink, 1983; Forman dan Gordon, 1986; Farina, 1998). Secara umum ekologi bentang lahan terutama mempertimbangkan pembagian luasan dari suatu wilayah kedalam karakteristik yang relatif homogen dan digunakan untuk memudahkan mengetahui tipe hubungan antara elemen-elemen fungsional dan struktural yang terjadi pada bentang alam tersebut. Perubahan bentang lahan dari waktu ke waktu terjadi melalui proses proses alamiah maupun sebagai akibat campur tangan manusia. Kondisi demikian akan menghasilkan bentuk regionalisai alamiah dan bentuk regionalisasi budaya manusia. Perubahan yang terjadi terhadap bentang lahan sebagai hasil interaksi manusia dan
a) Citra Landsat 7 ETM+ dan Citra Landsat 5 Citra penginderaan jauh satelit yang digunakan dalam penelitian ini adalah Citra Landsat 7 ETM+ Path/Row 118/062 hasil perekaman tanggal 05 Agustus 2007 dan Citra Landsat 5 hasil perekaman bulan Agustus 2010 pada tingkat (level) 1G yang secara radiometrik dan geometrik telah terkoreksi. b) Citra Shuttle Radar Topography Mission (SRTM) Citra SRTM digunakan dalam penelitian digunakan untuk membantu mempelajari kondisi topografi wilayah. Selain itu juga digunakan untuk mempelajari perbedaan elevasi kawasan penelitian. c) Foto Udara Digital Format Kecil Foto udara yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil survai udara yang dilakukan pada tanggal 16 Juli 2004 d) Peta Dasar dan Peta Tematik •
1 : 250.000, dari Bakosurtanal • •
1: 250.000. Pusat Penelitian dan Pengambangan Geologi Bandung, Tahun 1995
terjadinya perubahan sistem interaksi antar komponen
kondisi ekologi bentang lahan. Untuk mengetahui kondisi ekologi pada lahan rawa gambut perlu dilakukan pengelompokan kawasan kedalam satuan-satuan lahan berdasarkan aspek geomorfologi, hidrologi, topografi dan vegetasi.
METODE PENELITIAN
Peta Digital Geologi Kalimantan Tengah Lembar Palangka Raya (Sheet 1613) Skala
dan dipelajari, karena perubahan tersebut menyebabkan
biofisik suatu kawasan perlu dilakukan untuk memahami
Peta Digital Sistem Lahan Skala 1 : 250.000 yang dibuat oleh RePPProT tahun 1985.
lingkungan menjadi sesuatu yang penting untuk dicermati
penyusun lingkungan. Perubahan dan perkembangan aspek
Peta Digital Rupa Bumi Indonesia (RBI) Skala
Peralatan Penelitian a) Komputer b) Kamera Digital c) Global Positioning System (GPS) receiver Garmin 12 XL d) Altimeter untuk mengukur ketinggian tempat e) Alat pengukur Suhu dan Kelembaban f) Hagameter untuk mengukur tinggi pohon g) Phiband untuk mengukur diameter batang
Secara umum metode yang digunakan dalam
h) Program-program pendukung yang digunakan untuk
penelitian ini adalah metode penginderaan jauh multi-
analisis citra digital dan pemetaan adalah ENVI
tingkat, yaitu perpaduan antara analisis Citra Landsat sebagai sumber data utama, identifikasi dan interpretasi foto udara, peta tematik dan survai lapangan. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Sub Das Sebangau Provinsi kalimantan Tengah selama ± 4 bulan yaitu antara bulan April – bulan Agustus 2011
Versi 4.4, FCD Mapper Versi 2.0, dan ArcView Versi 3.3. Arc Gis Versi 10.1 Analisis Data Analisis data dimulai dengan melakukan analisis spektral Citra Landsat 7 ETM+ menggunakan formulasi Forets Canopy Density (FCD) = (VD x SSI +1)1/2 -1 (Rikimaru,1996; Roy et al., 1997). 53
Jurnal Hutan Tropis Volume 2 No. 1, Edisi Maret 2014
meliputi (1) kawasan hutan yang sangat rapat, (2) kawasan hutan yang rapat, (3) Kawasan hutan yang agak rapat, (4) kawasan hutan yang agak jarang, (5) kawasan hutan yang jarang. Pada masing-masing satuan lahan tersebut dibuat petak ukur sejumlah 90 buah yang dilakukan secara purposive sampling, yaitu penentuan areal contoh lapangan yang ditentukan sesuai dengan tujuan penelitian dengan menggunakan ukuran petak ukur (PU) 250 m2 untuk tingkat pohon, PU 64 m2 untuk tingkat tiang. Beberapa parameter tegakan yang diukur dan dicatat antara lain adalah diameter batang, diameter tajuk, tinggi pohon, nama jenis dan Gambar 1. Diagram Alir Analisis Spektral Citra Landsat Menggunakan Model FCD (Rikimaru dan Miyatake,1997; Rikimaru et al,1998) Figure 1. Flow Chart of Landsat Imagery Analysis using FCD Model (Rikimaru dan Miyatake, 1997; Rikimaru et al,1998) Berdasarkan hasil klasifikasi spektral model FCD Citra Landsat, maka distribusi spasial kerapatan tajuk hutan dapat ditentukan piksel per piksel seperti ditunjukkan pada Gambar 2.
jumlah jenis. Kriteria tingkat pohon dalam penelitian ini adalah tumbuhan berkayu berdiameter >20 cm, tingkat tiang berdiameter 10 -19 cm. Untuk mengetahui kondisi floristik hutan rawa pada masing-masing unit penutupan lahan, dilakukan analisis vegetasi melalui formulasi yang dikembangkan oleh Dombois dan Ellenberg (1974) sebagai berikut:
INP (%) = KR (%) + FR (%) + DR (%) Berdasarkan nilai Indeks Nilai Penting (INP) dilakukan perhitungan nilai Indek Keanekaragaman Jenis (H’) menggunakan Indeks Shannon (Ludwig dan Reynolds, 1988).
n H' = − ∑ pi ln pi i= 1 Dimana :
pi = ni/N ; ni =INP suatu jenis ; N=INP seluruh jenis ; ln = logaritma natural ; e : bilangan alam = 2,714
Pemodelan keterkaitan spasial antar penutupan lahan dilakukan untuk memahami fenomena keterkaitan antar penutupan lahan (spatial interlocking) yang satu dengan yang lainnya yang saling berinteraksi dan membentuk suatu sub sistem lahan rawa gambut tertentu (Van Gils dan van Wijngaarden, 1984). Untuk menentukan distribusi sub sistem hutan rawa gambut, dilakukan dengan mengintegrasikan antara Gambar 2. Model Klasifikasi Kerapatan Kanopi Hutan Citra Landsat (ITTO/JOFCA, 2003) Figure 2. Classification Model of Forets Canopy Density Landsat Imagery (ITTO/JOFCA, 2003)
variasi spasial tipe penutupan hutan rawa dengan variasi
Setelah analisis spectral citra satelit model FCD,
Table 1. Determination of Landscape Ecology Distribu-
langkah selanjutnya adalah melakukan identifikasi dan
spasial tipe bentuk lahan rawa (landform). Tabel 1. Penentuan Model Distribusi Landscape Ecology (LE) Hutan Rawa Gambut tion Models of Peat Swamp Forest
interpretasi foto udara yang dimaksudkan untuk mengetahui secara lebih detil fenomena struktur hutan rawa gambut. Berdasarkan peta struktur hutan rawa tersebut dilanjutkan dengan kegiatan survai. Pengukuran di lapangan dilakukan menggunakan acuan peta bentuk lahan rawa dan peta FCD citra landsat 7 ETM+ yang 54
Landform Type Cembungan Gambut Rawa Gambut Tergenang Rawa Gambut Berpasir
Forest Canopy Density Classification Sangat Agak Agak Rapat Jarang Rapat Rapat Jarang LE1
LE2
LE3
LE4
LE5
LE6
LE7
LE8
LE9
LE10
LE11
LE12
LE13
LE14
LE15
Raden Mas Sukarna: Kajian Bentang Lahan Ekologi Floristik Hutan ... (2): 52-59
Berdaasarkan hasil analisis pada Tabel 1, selanjutnya
penelitian berkisar antara 5 – 50 m di atas permukaan
ditentukan satuan bentang lahan menggunakan kriteria
laut (RePPProT, 1985). Berdasarkan profil lahan rawa
yang dikembangkan oleh young et al. (1993), Wostern
pada Gambar 3, kawasan bagian Utara merupakan areal
dan Idris (2005) sebagai berikut.
yang berbatasan langsung dengan pegunungan Muller-
1) Bentang lahan alamiah (natural landscape), adalah
Schwaner yang didominasi jenis tanah oxisol dan ultisol
suatu satuan bentang lahan rawa yang memiliki
yang dilanjutkan dengan teras berpasir (sandy terrace) di
kondisi floristik yang baik dengan jumlah dan
bagian Selatannya dengan jenis tanah podsol. Semakin
kekayaan jenis pohon yang masih melimpah ( >
ke arah Selatan terlihat bahwa sebagian teras berpasir
30 jenis per ha).
telah ditutupi oleh lapisan gambut, dan akumulasi ketebalan
2) Bentang lahan sub-alamiah (sub-natural landscape), adalah suatu satuan bentang lahan yang
gambut membentuk cembungan gambut (peat dome) dan mengalami penipisan pada bagian muara sungai.
memiliki kondisi floristik yang cukup baik dengan jumlah dan kekayaan jenis pohon yang masih cukup banyak (20 – 30 jenis per ha). 3) Bentang lahan semi-alamiah (semi natural landscape) adalah suatu satuan bentang lahan yang sudah cukup banyak berubah akibat aktivitas manusia, sehingga jumlah dan kekayaan jenis pohonnya sudah berkurang dan bahkan formasi vegetasinya mulai berubah dari vegetasi aslinya, dimana jumlah jenis untuk tingkat pohon berkisar antara 10 – 20 jenis per ha 4) Bentang lahan yang yang tidak alamiah (non natural landsacpe), adalah suatu satuan bentang lahan yang umumnya sudah banyak berubah dari kondisi alamiahnya. Jumlah jenis untuk tingkat pertumbuhan
Gambar 3. Profil Memanjang (Utara – Selatan) Kawasan Rawa Sebangau Kalimantan Tengah (Sieffermann et al., 1990 dalam Hirakawa dan Kurashige, 2000) Figure 3. Longitudinal Profile (North – South) of Sebangau Swamp Area Central Kalimantan (Sieffermann et al., 1990 dalam Hirakawa dan Kurashige, 2000)
pohon < 10 jenis per ha.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kondisi Geologi, Topografi dan Tanah
Kondisi Hidrologi Kondisi tata air di kawasan lahan atau hutan rawa lokasi penelitian saat ini relatif bervariasi menurut musim,
Berdasarkan Peta Geologi Kalimantan Tengah
kondisi tipologi lahan, dan kondisi penutupan hutannya.
Lembar Palangkaraya Skala 1 : 250.000 tahun 1995, jenis
Kawasan rawa yang relatif sudah terbuka seperti pada
batuan yang terdapat di areal penelitian adalah endapan
areal-areal bekas PLG yang terletak antara sungai
undak Aluvium yang terdiri dari pasir kwarsa, kerikil dan
Kahayan dan sungai Sebangau memberikan fluktuasi
bongkah yang berasal dari batuan malihan, dimana
yang tinggi. Artinya pada musim hujan kawasan tersebut
batuannya bersifat granit dan kwarsit. Endapan undak
umumnya tumpah air dan pada musim kemarau
aluvium umumnya memiliki ketebalan 5 – 10 meter yang
mengalami kekeringan yang tinggi. Hasil penelitian
di dalamnya mengandung sisa tumbuh-tumbuhan.
Takahashi, et al. (2003) dan Boehm, et al. (2006)
Formasi lainnya yang terdapat pada lokasi penelitian
menunjukan bahwa tingkat fluktuasi permukaan air tanah
adalah formasi Dahor yang terdiri dari batu pasir kwarsa
pada kawasan hutan rawa yang telah terbuka dapat
berbutir halus sampai kasar dengan masa dasar lempung
mengalami penurunan lebih dari 150 cm pada musim
berwarna kelabu. Lapisan batubara dengan ketebalan 0,3
kemarau. Hal ini menunjukkan bahwa kawasan hutan
sampai 3 meter terdapat di bawah lapisan batu pasir
yang sudah terbuka umumnya memiliki kondisi hidrologi
berbutir kasar.
yang relatif kurang stabil dibandingkan dengan kawasan
Topografi lokasi penelitian secara umum datar dengan
yang masih memiliki vegetasi hutan yang cukup rapat.
kelerengan antara 0 – 2 %. Ketinggian tempat lokasi
Hasil penelitian Page et al. (1999) menunjukan bahwa 55
Jurnal Hutan Tropis Volume 2 No. 1, Edisi Maret 2014
kedalaman air tanah pada hutan rawa gambut kawasan
Tabel 2. Klasifikasi Kerapatan Kanopi Hutan dan Nilai
Sebangau yang memiliki penutupan vegetasi hutan yang masih baik secara umum berkisar antara 24 cm – 39
Indeks Keragaman Jenis Table 2. Classification of Forets Canopy Density and Di-
cm. Hal ini menjelaskan bahwa kondisi hidrologi pada kawasan hutan relatif lebih stabil dibandingkan dengan kawasan rawa yang sudah terbuka. Kondisi Penutupan Tajuk Hutan Rawa Gambut Berdasarkan hasil analisis klasifikasi spektral citra
versity Index Value Kerapatan Kanopi Hutan
Indeks Keragaman Jenis
Rapat ≥2,75 – <3,5 Cukup Rapat
Landsat 7 ETM+ menggunakan model FCD, diketahui
Agak Rapat
≥2,25 - < 2,75
bahwa luas seluruh areal penelitian adalah ± 226.292,40
Agak Jarang
≥2,00 - <2,25
ha yang dapat dikelompokkan enam tipe kerapatan
Jarang
≥1,5 – <2,0
penutupan tajuk hutan seperti Gambar 4 di bawah ini.
Analisis Sd Mean Sd Mean Sd Mean Sd Mean Sd Mean
Jumlah Seluruh Jenis Vegetasi yang ditemukan pada Areal Contoh Penelitian Pohon Tiang 7.77 10.41 23.67 26.67 9.50 8.96 21.67 26.33 4.04 9.24 15.33 22.67 7.00 5.51 15.00 14.67 4.00 3.79 11.00 13.67
Keterangan : Sd = Standar Deviasi; Mean= nilai tengah Berdasarkan hasil analisis vegetasi juga diketahui bahwa semakin rapat kondisi kerapatan tajuk pohon akan diikuti oleh semakin meningkatnya nilai keragaman jenis vegetasi hutan rawa. Hasil penelitian pada Tabel 2 menunjukkan bahwa pada kawasan hutan rawa yang cukup rapat dan rapat secara umum memiliki nilai indek keragaman jenis (H’) yang cukup tinggi yaitu antara 2,25 – 3,50. Kisaran nilai H’ yang tinggi merupakan refleksi dari tingginya ditemukan jumlah jenis, tingginya nilai dominansi tegakan dan tingginya nilai kerapatan tegakan hutan. Sebaliknya pada kawasan hutan rawa yang jarang, agak jarang dan kawasan yang agak rapat terlihat bahwa nilai H’ berkisar antara 1,50 – 2,25. Hal ini juga
Gambar 4. Peta Klasifikasi Kerapatan kanopi Hutan Rawa pada Lokasi Penelitian Figure 4. Classification Map of Swamp Forest Canopy Density on Research Area Keterangan : (FCD 0%) Lahan rawa yang ditutupi padang rumput dan semak rendah yang rapat dengan tinggi antara 50 – 100 cm (FCD 1 – 20%) Padang rumput, semak tinggi dan pohon pohon berdiameter ± 10 cm yang relatif masih jarang (FCD 21 – 40%) Semak tinggi dan hutan belukar muda yang agak rapat dengan pohon-pohon berdiameter antara 10 – 15 cm (FCD 41 – 60%) Semak tinggi dan Hutan belukar muda yang rapat dengan pohon -pohon berdiameter antara 10 – 20 cm (FCD 61 – 80%) Campuran hutan belukar muda dan belukar tua dengan pohon -pohon ya ng berdiameter antara 10 – 40 cm (FCD 81 – 100%) Campuran belukar muda dan hutan primer dengan pohon -pohon yang rapat dengan diameter antara 10 – 60 cm
56
menggambarkan bahwa kawasan tersebut mempunyai kondisi kerapatan tegakan yang rendah, dominansi yang rendah dan jumlah jenis yang rendah. Pemodelan Distribusi Floristik Hutan pada Satuan Bentang Lahan Vegetasi pada masing-masing bentang lahan umumnya berbeda menurut kondisi setempatnya. Oleh karena itu karakteristik vegetasi memberikan sarana yang mudah dan dapat menjadi bukti untuk membedakan bentuk lahan (landform) dari ciri-ciri tempat lainnya yang menyusun suatu bentang lahan dan membantu memberikan interpretasi dan nilai ekologisnya.
Raden Mas Sukarna: Kajian Bentang Lahan Ekologi Floristik Hutan ... (2): 52-59
bentuk lahan pada lokasi penelitian sebagai berikut. (A) Kawasan cembungan gambut secara umum memiliki lapisan gambut yang masih relatif tebal. Pada kawasan ini kondisi lahannya agak lembab sampai agak kering pada waktu musim kemarau, dan berair pada waktu musim hujan. Kondisi hidrologi terlihat lebih stabil dengan karaktersitik air sungainya yang berwarna kecoklat-coklatan (brownes). (B) Kawasan rawa gambut tergenang pada lokasi penelitian umumnya adalah merupakan kawasan rawa yang hampir sepanjang musim hujan selalu tergenang, dan menjadi kawasan lembab dan jenuh air pada waktu musim kemarau. Kawasan ini juga memiliki karakteristik air sungainya yang berwarna coklat tua. Pada kawasan ini juga masih ditemukan lapisan gambut, namun relatif tipis dibandingkan dengan kawasan cembungan gambut. Gambar 5. A) Peta Bentuk Lahan Rawa, B) Profil Melintang Tipe Bentuk Lahan Rawa pada Lokasi Penelitian Figure 5. A) Map of Swamp Landform, B) Longitudinal Profile of Swamp Landform Type on Reseach Area
(C) Kawasan rawa gambut berpasir, secara umum
Hasil kajian terhadap variasi bentuk lahan rawa pada
wahnya. Kawasan ini dapat dikategorikan sebagai
lokasi penelitian yang dilakukan melalui peta geologi, peta
kawasan peralihan antara kawasan rawa bergambut
sistem lahan, sumber data sekunder dan hasil penge-
dan kawasan rawa berpasir (kerangas). Ciri-ciri yang
cekan di lapangan diketahui bahwa kawasan penelitian
spesifik kawasan ini adalah masih terlihat dari warna
terdiri dari 3 macam bentuk lahan, yaitu (1) kawasan cem-
air sungai yang kecoklat-coklatan.
bungan/cekungan gambut, (2) kawasan rawa pasir
Untuk mendapatkan model distribusi floristik pada
bergambut, dan (3) kawasan rawa bergambut yang secara
masing-masing satuan bentang lahan, adalah dengan
relatif selalu tergenang air. Kawasan tanggul alam yang
melakukan integrasi antara variasi spasial satuan struktur
terdiri dari dataran aluvial dan meander tidak termasuk
hutan rawa dan variasi spasial satuan bentuk lahan rawa.
dalam kawasan rawa, karena kawasan ini memiliki kondisi
Hasil yang diperoleh dari integrasi antara tipe struktur
lahan yang kering.
hutan dan tipe bentuk lahan menghasilkan 15 satuan
Untuk mengetahui distribusi floristik secara spesifik
merupakan kawasan rawa agak tinggi, dengan kondisi yang relatif kering pada waktu musim kemarau dan sedikit agak basah pada waktu musim hujan. Lapisan gambut pada kawasan ini relatif tipis dengan lapisan pasir kwarsa berada di bagian ba-
bentang lahan.
pada masing-masing satuan bentang lahan rawa, dalam
Hasil analisis menunjukkan bahwa pada satuan
penelitian ini dilakukan dengan mengitegrasikan antara
bentang lahan cembungan/cekungan gambut yang masih
variasi spasial struktur hutan dengan variasi spasial tipe
alamiah dimana penutupan kanopi hutan
bentuk lahan rawa. Berdasarkan Peta bentuk Lahan pada
diketahui bahwa kelompok famili Annonaceae seperti
Gambar 5a dan hasil survai lapangan dapat digambarkan
jangkau (Xylopia fusca), famili Dipterocarpacea seperti
sebaran tipe bentuk lahan rawa secara melintang dari
meranti rawa (Shorea platicarpa) dan famili Thymeleacea
arah Timur ke arah Barat (sungai Kahayan–sungai
seperti ramin (Gonistylus bancanus) mendominasi
Sebangau – sungai Bulan) seperti pada Gambar 5b.
kawasan ini. Pada kawasan cembungan/cekungan
60%,
Berdasarkan hasil survai lapangan, dapat dijelaskan
gambut sub alamiah, semi alamiah dan areal transisi non
kondisi dan karakteristik fisikal masing-masing tipe
alamiah, terlihat bahwa jenis tumeh (combretucarpus 57
Jurnal Hutan Tropis Volume 2 No. 1, Edisi Maret 2014
rotundatus) dari famili Anishopylleacea sangat dominan
pemodelan distribusi spasial struktur kanopi hutan rawa
pada areal ini, yang diikuti oleh jenis jenis seperti jambu-
gambut secara maksimal.
jambu (Eugenia spp) dari famili Myrtaceae, manggis hutan
Integrasi spasial antara tipe struktur hutan dengan
(Garcenia spp) dari famili Gutiferaceae dan kayu asam
tipe bentuk fisik lahan memberikan informasi baru
(Mangifera spp.) dari famili Anacardiaceae. Selanjutnya
mengenai pola distribusi floristik hutan rawa yang spesifik
pada kawasan cembungan-cekungan gambut yang non
pada masing-masing satuan bentang lahan. Struktur hutan
alamiah, umumnya didominasi oleh jenis-jenis tumbuhan
yang rapat dengan tingkat keragaman floristik yang tinggi
bawah seperti kelakai (Stenochlaena palutris) dan jenis
memiliki karakteristik bentang lahan alamiah dengan
pakis (Osmanda cinnamomea) yang diikuti oleh rumput
dominasi jenis endemik, dan sebaliknya untuk struktur
rawa dan perdu.
hutan yang jarang dengan tingkat keragaman floristik
Hasil analisis floristik pada bentang lahan rawa gambut
yang rendah memiliki karakteristik bentang lahan semi-
tergenang yang alamiah dan sub alamiah umumnya
alamiah sampai non-alamiah dengan dominasi jenis
didominasi oleh jenis belangeran (Shorea blangeran) famili
pioner.
Dipterocarpacea, jenis bintangur (Calophyllum spp.) dan
Model spektral struktur hutan dan model distribusi
geronggang (Cratoxylon arborescens) dari famili
floristik hutan yang dihasilkan dalam penelitian ini
Guttiferae. Untuk kawasan semi alamiah dan transisi non
direkomendasikan hanya untuk tipe hutan rawa, dan
alamiah umumnya didominasi oleh tumeh (Combretucar-
belum dapat digunakan untuk tipe hutan yang lain, hal ini
pus rotundatus), gelam (Melaluca leucadendron) dan
karena memerlukan adaptasi dan modifikasi yang hati-
geronggang (Cratoxylon arborescens). Sementara itu
hati.
untuk kawasan yang non-alamiah umumnya didominasi
Model spasial struktur dan distribusi floristik hutan
oleh tumbuhan bawah dan perdu seperti purun (Lepironia
rawa yang dihasilkan dalam penelitian dianjurkan untuk
articulata), rasau (Pandanus helicopus), dan perdu rawa
dapat diterapkan sebagai model dasar untuk menentukan
(Thorachostachyum bancanum).
karakteristik dan tingkat kestabilan ekosistem hutan rawa,
Hasil analisis floristik menunjukkan bahwa pada
penentuan tingkat degradasi hutan, penentuan potensi
bentang lahan rawa pasir bergambut yang alamiah dan
tegakan hutan (standing stock), rencana pelepasan
sub alamiah umumnya didominasi oleh famili Sapotaceae
kawasan hutan dan penentuan zona kekeringan lahan
seperti jenis nyatoh (Palaquium spp.), famili Ebenaceae
rawa maupun penentuan zona lahan kritis.
seperti kayu malam (Diospyros sp.), famili Apocynaceae seperti jelutung (Dyra lowii) dan famili Anacardiacea seperti
UCAPAN TERIMA KASIH
terentang (Camnosperma sp.). Perubahan jenis floristik
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Prof. Dr.
mulai terjadi pada kawasan semi alamiah dan transisi
Hartono, DEA, DESS., dosen Fakultas geografi UGM,
non alamiah dimana famili Anishopylleacea dengan jenis
Prof. Dr. Ir. Hasanu Simon (Almarhum) dosen Fakultas
tumeh (combretucarpus rotundatus) sangat dominan.
Kehutanan UGM, dan Prof. Dr. Dulbahri., dosen Fakultas
Jenis lain yang cukup dominan antara lain adalah jenis
Geografi UGM.
gelam (Melaleuca leucadendron), jenis geronggang (Cratoxylon arborescens.) dari famili Guttiferae dan famili myrtaceae seperti jenis jambu-jambu (Eugenia spp.). Pada kawasan yang non alamiah umumnya sudah didominasi oleh jenis tumbuhan dan perdu seperti alangalang (Imperata cylindrica), melastoma (Melastoma melabothricum), dan keramunting (Rhodomytus tomentosa).
KESIMPULAN DAN SARAN Klasifikasi spektral melalui model Forest Canopy Density (FCD) Citra Landsat, mampu memberikan hasil 58
DAFTAR PUSTAKA Boehm, H.D.V. , Siegert, F. and Liews, S.C., 2002. Remote Sensing and Aerial Survey of Vegetation Cover Change in Lowland Peat Swamp of Central Kalimantan during the 1997 and 2002 Fires. Proceeding of the International Symposium on Land Management and Biodiversity in Southeast Asia. Research Centre for Biology, The Indonesia Institute of Sciences, Bogor, Indonesia. Dombois M. and Elenberg H., 1974. Aims and Methos of Vegetation Ecology. Wiley International Edition. John
Raden Mas Sukarna: Kajian Bentang Lahan Ekologi Floristik Hutan ... (2): 52-59
Wiley and Sons, New York. Farina, A., 1998. Principles and Methods in Landscape Ecology. Chapman & Hall. London. Forman, R.T., and Gordon, M., 1986. Landscape Ecology. John Wiley and Son. New York. Hadisuparto, H., 2004. Peat Swamp Forest as a Natural Resources and Enviromental Guardianship. Makalah Lokakarya Penangan Kawasan Eks PLG Kalimantan Tengah. Hirakawa, K., and Kurashige, 2000. Preliminary Study of Landform a Long The Kahayan River and The Uppermost Area of The Sebangau River With Special Reference to The Tropical Peat Formation. Environmental Conservation and Land Use Management of Wet Land Ecosystem in Southeast Asia. ITTO / JOFCA, 2003. FCD Mapper Versi-2 User Guide, International Tropical Timber Organization and Japan Overseas Forestry Consultants Association. Ludwig, J.A., and Reynolds, J.F. 1988. Statistical Ecology, A Primer on Method and Computing. John Wiley and Sons. New York. Noor, M. 2004. Lahan Rawa. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Page, S.E., Rieley, J.O. Shotyk, O.W. and Weiss, D., 1999. Interdependence of Peat and Vegetation in a Tropical Peat Swamp Forest. Biological Sciences Vol 34 No. 1391, 1885 – 1897. Rikimaru, A., 1996. LANDSAT TM Data Processing Guide for Forest Canopy Density Mapping and Monitoring Model pp 1 – 8. ITTO Workshop on Utilization of Remote Sensing in Site Assessment and Planting of Logged-over Forest. Bangkok. Rikimaru, A and Miyatake, S., 1997. Development of Forest Canopy Mapping and Monitoring Model using Indices of Vegetation, Bare soil and Shadow pp. Proceeding of the 18th Asian Conference on Remote Sensing, E6. 1 – 6, Kuala Lumpur, Malaysia.
Rikimaru, A., Utsuki, Y., and Yamashita, S. 1998. The Basic Study of Maximum Logging Volume Estimation for Consideration of Forest Resources Using Time Series FCD Model. College of Engineering, Hosei University. Roy P.S., Rikimaru, A., and Miyatake, S., 1997. Biophysical Spectral Response Modeling Approach for Forest Density Stratification. Proceeding of the 18th Asian Conference on Remote Sensing, pp JSB 1– 6. Kuala Lumpur, Malaysia. Takahashi, H., Usup, A., Hayasaka, H., and Limin S., 2003, Estimation of Ground Water Level in a Peat Swamp Forest as an Index of Peat/Forest Fire. In: Proceedings of the International Symposium on Land Management and Biodiversity in Southeast Asia, held at Bali, Indonesia, 17–20 September 2002, 311–314. Van Gils, H.A.M.J. and Van Wijngaarden, W., 1984. Vegetation Structure in Reconnaissance and Semi-detailed Vegetation Surveys. ITC Journal 3 Department of Rural and Land Ecology Survey, 213- 218. Vink, A.P.A., 1983. Landscape Ecology and Land Use. Longman Inc. New York. Wösten J.H.M and Idris, A., 2005. Interdependencies Between Hydrology and Ecology in Tropical Peat land. Proceedings of the session on The Role of Tropical Peat lands and Global Change Processes, 27 – 29 November 2005, Yogyakarta. Young, R.H., Green D.R. and Cousins, S., 1993. Landscape Ecology and Geographic Information System. Taylor and Francis, London.
59