Jurnal GOOD GOVERNANCE Vol. 10 No.1. Maret 2014
|
Jurnal GOOD GOVERNANCE ISSN 1412-4246 Jurnal GOOD GOVERNANCE terbit dua kali setahun (bulan Maret dan September) berisi artikel berupa hasil penelitian dan hasil pemikiran/nonpenelitian (kajian analisis, aplikasi teori, review, research comment) dalam lingkup keilmuan ilmu administrasi (administrative sciences) (termasuk di dalamnya administrasi negara, administrasi pembangunan, kebijakan publik, dan pengelolaan badan usaha milik negara, dll). Penerbitan Jurnal GOOD GOVERNANCE dimaksudkan sebagai salah satu media pengembangan ilmu administrasi melalui penyebarluasan dan diskusi hasil penelitian dan gagasan/hasil pemikiran bagi para dosen, penelitian, praktisi, mahasiswa, dan pemerhati bidang administrasi.
Penanggung jawab: Ketua STIA LAN Jakarta Ketua Penyunting: DR. Asropi, M.Si. Anggota Penyunting: Drs. R.N. Afsdy Saksono,M.Sc., DR. A. Rina Herawati Penyunting Ahli/Mitra Bestari: Prof. Dr. Prijono Tjitoherijanto (Universitas Indonesia) Prof. Dr. J. Basuki (STIA LAN Jakarta), Prof. Dr. A. Aziz Sanapiah, MPA (STIA LAN Jakarta) Anwar Sanusi, Ph.D. (Pusat Kaijan Kinerja Kelembagaan, LAN) Penyunting Pelaksana: Neneng Sri Rahayu, ST, M.Si., Fida Faridanti, S.IP. Pelaksana Sekreatriat/Tata Usaha: Dra. Lilik Suprihatin, M.,Si. Lucia Sukartini, S.Sos.
Diterbitkan oleh : Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Lembaga Administrasi Negara Jakarta Jl. Administrasi II, Pejompongan, Jakarta Pusat 10260
Tel. : (021) 532-6726, 532-9996, Fax : (021) 5367-4562 Email : j ur na l g g@ s ti a l a n. a c . i d Website : www.s ti a l a n. a c . i d
i
ii
| Jurnal GOOD GOVERNANCE Vol. 10 No.1. Maret 2014
Jurnal GOOD GOVERNANCE ISSN 1412-4246
Volume 10 Nomor 1, Maret 2014
DAFTAR ISI Pertumbuhan Ekonomi: Efektifkah untuk mengurangi kemiskinan? Analisis kuantitatif dan kualitatif. > Eli Dinayanti
1
Efektivitas Pelayanan Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan Besar di Provinsi DKI Jakarta. > Sadiyanto dan Subandi
17
Manfaat Pendanaan Program Tabungan Hari Tua Pegawai Negeri Sipil > Hermawan Wahidin dan Siti Noor Amani
27
Efektivitas Program Alokasi Dana Nagari Satu Miliar Per Nagari (AND SMpN) Di Kabupaten Pasaman Barat > Haryadan dan Hamidah R. S.
52
Transformasi Organisasi Kecamatan Di Kabupaten Majalengka > Gering Supriyadi
73
Desentralisasi Pemberian Izin Pertambangan Batubara Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah Di Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur > H. Isran Noor
93
Pertumbuhan Ekonomi, Efektifkah untuk Mengurangi Kemiskinan?
|
1
PERTUMBUHAN EKONOMI, EFEKTIFKAH UNTUK MENGURANGI KEMISKINAN? ANALISIS KUANTITATIF DAN KUALITATIF Ely Dinayanti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Email:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini unutk mengetahui permasalahan kemiskinan di Jakarta, khususnya apakah pertumbuhan perekonomian Provinsi DKI Jakarta merupakan pertumbuhan yang menguntungkan masyarakat miskin kota. Apakah penurunan angka kemiskinan di DKI Jakarta karena pertumbuhan (kemiskinan dihilangkan) atau karena orang miskin yang “dihilangkan” (baik melalui penggusuran maupun tidak terdatanya mereka dalam regristasi penduduk). Penelitian mengunakan dua pendekatan: kuantitatif untuk pengukuran pro poor growth menggunakan Growth Incidence Curves (GIC) dan kualitatif menggunakanwawancara dengan panduan kuesioner, diskusi kelompok terfokus (FGD) dan Participatory Rural Appraisal (PRA) terhadap masyarakat miskin yang tinggal di bawah kolong jembatan di jalan M.T. Haryono yang berjumlah 30 KK. Kata Kunci: Provisni DKI Jakarta, kemiskinan, pro poor growth, Growth Incidence Curve, Participatory Rural Appraisal
PENDAHULUAN Provinsi DKI Jakarta merupakan salah satu dari 2 provinsi di Indonesia yang tidak memiliki daerah tertinggal. Jika dibandingkan dengan angka kemiskinan nasional, angka kemiskinan di DKI Jakarta jauh lebih kecil. Pada tahun 1999 angka kemiskinan nasional mencapai 23,5%, sedangkan angka kemiskinan di DKI Jakarta pada tahun yang sama hanya 3.99%. Angka kemiskinan yang terendah di DKI Jakarta pada tahun 2001 yakni 3.14%, sedangkan angka kemiskinan nasional mencapai 18.4%. Jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta pada bulan Maret 2007 sebesar 405,7 ribu (4,48 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada bulan Maret 2006 yang berjumlah 407,1 ribu (4,57 persen), berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 1,4 ribu. Pada periode Maret 2006-Maret 2007, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan menurun. P1 turun dari 0,75 menjadi 0,43. P1 merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap Garis Kemiskinan.
P2 yang memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin, turun dari 0,19 menjadi 0,10. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk Penurunan tingkat kemiskinan seperti disebutkan di atas, sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta. Perekonomian DKI Jakarta pada tahun 2007 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 meningkat 6,39 persen dibandingkan tahun 2006. Semua sektor ekonomi mengalami pertumbuhan positif, dengan pertumbuhan tertinggi di sektor pengangkutan dan komunikasi (14,65 persen) dan terendah di sektor pertambangan dan penggalian (0,46 persen)1. Agak ironis rasanya, bahwa berita baik dari angka statistik di atas tidak seindah dengan apa yang terjadi di lapangan. Sebagian besar kaum miskin di Jakarta hidup dalam kondisi yang lebih tidak layak daripada sebagian besar masyarakat miskin di luar DKI Jakarta. Mereka 1
http://bps.jakarta.go.id/BRS/PDRB/PDRB_0704.PDF.
2
|
Jurnal Good Governance Vol. 10 No. 1. Maret 2014
tinggal di kawasan kumuh, penghuni bantaran kali, pinggiran rel kereta api, dan kolong jalan layang. Menurut data BPS, untuk tahun 2005 jumlah penduduk Jakarta yang menempati lokasi tak layak huni itu ada sekitar 33.230 jiwa. Data Ecosoc yang dipaparkan dalam "Lokakarya Nasional Merumuskan Kota sebagai Ruang Publik", 24 Juli 2007 di Jakarta, menunjukkan bahwa dalam periode 2001-2003 di Ibu Kota terjadi 86 kasus penggusuran permukiman miskin, 74 kasus penggusuran pedagang kaki lima (PKL), 424 kasus pembakaran/kebakaran permukiman miskin, dan 168 kasus pembakaran/kebakaran tempat usaha kaum miskin, termasuk pasar tradisional2. Diperkirakan, sekitar 75.000 manusia kehilangan tempat tinggal. Pembakaran, yang oleh Kepala Sudin Tramtib Jakarta Utara Toni Budiono disebut sebagai "bumi hangus" sudah menjadi salah satu kiat operasi penertiban. Dengan dalih "dalam keadaan terpaksa", pembakaran bangunan ditempuh untuk memudahkan pembongkaran bangunan liar, seperti di bantaran kali (Kompas, 21 November 2001). Penggusuran, pembakaran, dan operasi yustisi terhadap kaum miskin mencerminkan kebijakan pemprov DKI Jakarta yang tidak berpihak kepada masyarakat miskin kota. Ketidakberpihakan pemerintah terhadap masyarakat miskin kota juga terlihat dalam APBD. Alokasi anggaran penertiban (penggusuran) rakyat miskin, daerah DKI Jakarta mencapai Rp 303,2 milyar jauh lebih besar dari dinas pendidikan dasar sebesar Rp 188 milyar. Bahkan lebih jauh lagi dibandingkan anggaran Puskesmas seluruh sebesar Rp 200 milyar dan seluruh rumah sakit sebesar Rp 122,4 milyar (Sucipto, 2007). Walaupun angka kemiskinan turun dan pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta meningkat, namun disisi lain kebijakan pemprov DKI Jakarta banyak yang merugikan masyarakat miskin kota, lalu apakah pertumbuhan perekonomian DKI Jakarta merupakan pertumbuhan yang menguntungkan masyarakat miskin kota (pro poor growth)? Pro poor 2
BE Julianery Tak Ada Ruang Kota bagi Kaum Miskin Jakarta http://www.kompascetak.com/kompascetak/0708/10/nasional/3751020.htm Jumat, 10 Agus tus 2007
growth tidak selalu bisa dilihat hanya dengan menggunakan statistik. Kelemahan metode bisa menjadi penyebabnya. Penduduk miskin kota yang tidak mempunyai tempat tinggal yang layak seperti „di bawah kolong jembatan‟, emperan toko, sering berpindah-pindah, tidak mempunyai KTP, sering tidak diperhitungkan dalam statistik. Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan di atas, didapati bahwa pertumbuhan tinggi, kemiskinan berkurang, kesenjangan berkurang. Lalu untuk apa dana “Bumi Hangus” 303.2 M? Apakah Pertumbuhan dan program penanggulangan kemiskinan yang menyebabkan berkurangnya kemiskinan dan kesenjangan atau karena faktor lainnya seperti “Bumi Hangus”? Penelitian ini bertujuan untuk melihat lebih jauh dan dalam, dibalik penurunan angka kemiskinan di DKI Jakarta. Apakah penurunan angka kemiskinan di DKI Jakarta karena Pertumbuhan (kemiskinan dihilangkan) atau karena orang miskin yang “dihilangkan” (baik melalui penggusuran maupun tidak terdatanya mereka dalam regristasi penduduk). Lebih khusus, penelitian ini mengetahui apakah pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta, Pro Poor Growth dan memperoleh informasi apakah kebijakan penanggulangan kemiskinan dapat diakses oleh penduduk miskin Penelitian ini berangkat dari pemikiran bahwa semua orang (warga negara) mempunyai hak akan penghidupan yang layak dan bebas dari kemiskinan sesuai dengan UUD 1945 Pasal 28 H (Ayat 1)3 dan Undang-Undang Dasar 1945 Ayat 28 I Ayat (4)4 dan Pasal 8 UndangUndang No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia5 membebankan kewajiban pemenuhan hak kepada pemerintah. UUD 1945 Amandemen keempat pasal 28 H Ayat (1) : Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan medapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. 4 UUD 1945 Amandemen keempat pasal 28 I Ayat (4) : Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah. 5 UU NO 39 Tahun 1999 Tentang HAM Pasal 8: Perlindungan, pemajuan, penegakkan, dan pemenuhan hak asasi manusia terutama menjadi tanggung jawab Pemerintah. 3
Pertumbuhan Ekonomi, Efektifkah untuk Mengurangi Kemiskinan?
Hipotesis Penelitian Dalam kerangka pikir analisis digambarkan bahwa, dalam pemenuhan hak warga negara terutama hak untuk bebas dari kemiskinan, pemerintah selaku pemangku kewajiban melakukan dalam 2 cara: secara tidak langsung, yang diukur dengan pertumbuhan dan langsung melalui program penanggulangan kemiskinan. Hipotesis pertama: Cara penanggulangan kemiskinan melalui pertumbuhan ekonomi makro, yang bertujuan untuk kesejahteraan rakyat tidak sepenuhnya tepat karena pertumbuhan tidak dinikmati oleh orang miskin, tetapi lebih dinikmati oleh orang kaya. Hipotesis kedua: Program penanggulang kemiskinan juga tidak tepat sasaran, karena penduduk yang tinggal di daerah terlarang yang merupakan penduduk yang berada di jurang kemiskinan terdalam tidak merasakan manfaat program penanggulangan kemiskinan. Bahkan bukan hanya tidak melakukan pemenuhan hak,
|
3
pemerintah malah semakin “mempersulit” kehidupan rakyat miskin yang berada di daerah terlarang. METODOLOGI Kuantitatif: Mengukur Pro Poor Growth Pengukuran pro poor growth dalam penelitian ini menggunakan Growth Incidence Curves (GIC). GIC menunjukkan tingkat pertumbuhan dalam periode tertentu pada setiap percentile dari distribusi (yang diurut dari pendapatan atau konsumsi percapita), Ravallion and Chen (2003)3. dalam penelitian ini periode yang digunakan adalah tahun 1999, 2002 dan tahun 2005. Dengan mengukur pertumbuhan pada periode tahun1999 - 2002, 2002 – 2005 (Persamaan 1) Jika Growth Incidence Curves seperti huruf „u‟ terbalik maka pertumbuhan DKI Jakarta pada periode tesebut termasuk pro poor growth. Namun jika kurva menunjukkan peningkatan pada percentil akhir dengan kata lain Growth Incidence Curves tidak berbentuk seperti huruf „u‟ terbalik maka pertumbuhan dikategorikan non pro poor growth karena orang yang pendapatannya lebih besar
4
|
Jurnal Good Governance Vol. 10 No. 1. Maret 2014
Persamaan 1
menikmati pertumbuhan lebih banyak dari pada orang dengan pendapatan rendah. Untuk menentukan pro poor growth suatu periode, analisis tidak berhenti pada bentuk kurva, apakah berbentuk seperti „u‟ terbalik atau tidak tetapi juga dibandingkan antara 2 periode yakni tahun 1999 – 2002 sebagai periode yang pertumbuhannya rendah, dengan periode 2002 – 2005 sebagai periode yang pertumbuhannya tinggi. Hal ini dilakukan untuk memperoleh gambaran, manakah periode yang paling pro poor, periode pertumbuhan rendah ataupun periode pertumbuhan tinggi. Analisis GIC juga dilakukan terhadap masing-masing 5 Kota Administrasi yang terdapat di Provinsi DKI Jakarta yakni Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Barat dan Jakarta Utara. Sehingga akan didapati keseluruhan gambaran, apakah pertumbuhan perbanding lurus dengan pro poor growth ataukan sebaliknya, pertumbuhan berbanding terbalik dengan pro poor growth.
Kurva yang dihasilkan dari perhitungan GIC juga akan diperbandingkan dengan tingkat pertumbuhan pada setiap periode di masingmasing Kota Administrasi (Persamaam 2 dan 3) Tujuan akhir dari analisis GIC adalah untuk mengetahui, Pertama, apakah pertumbuhan sebagai salah satu cara pemerintah dalam melaksanakan kewajibannya yakni pemenuhan hak terhadap warga negara terutama hak untuk bebas dari kemiskinan, adalah benar (pro poor growth). Kedua, Atau peningkatan pertumbuhan malah semakin merenggut hak warga Negara untuk bebas dari kemiskinan (tidak pro poor growth), dan yang Ketiga, pertumbuhan sangat relative terhadap pengurangan kemiskinan.
Persamaan 2 dan 3
Pertumbuhan Ekonomi, Efektifkah untuk Mengurangi Kemiskinan?
Kualitatif Pendekatan kualitatif dilakukan dengan wawancara dengan panduan kuesioner, diskusi kelompok terfokus dan Participatory Rural Appraisal (PRA) terhadap masyarakat miskin yang tinggal di bawah kolong jembatan M.T. Haryono yang berjumlah 30 KK. Selain itu peneliti juga melakukan dept interview (wawancara mendalam) terhadap beberapa orang yang mempunyai informasi kunci mengenai sejarah tempat ini dan berbagai kebijakan pemerintah terhadap masyarakat yang tinggal di bawah kolong jembatan ini, seperti ketua RT dan beberapa orang yang telah berada di tempat ini sejak lama. Keseluruhan metode dipilih untuk memperoleh informasi; 1. Memperoleh informasi apakah kebijakan penanggulangan kemiskinan dapat diakses oleh penduduk miskin 2. Mengenai manfaat kebijakan penanggulangan kemiskinan yang dirasakan oleh penduduk miskin 3. Mengenai tindakan pemerintah terhadap penduduk miskin baik tindakan positif (memberi bantuan) maupun tindakan negatif (mengancam keberadaan masyarakat miskin yang tinggal di daerah terlarang). Jenis dan Sumber data Penelitian ini di lakukan dengan mengolah data sekunder dari hasil Susenas tahun 1999, 2002 dan 2005 terhadap propinsi DKI Jakarta yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), maupun data statistik lainnya. Data-data sekunder meliputi; Konsumsi perkapita Indeks Harga Konsumen (1999 = 100) PDRB DKI Jakarta, Kota Administrasi Jakarta Timur, Kota Administrasi Jakarta Barat, Kota Administrasi Jakarta Selatan, Kota Administrasi Jakarta Utara, Kota Administrasi Jakarta Pusat tahun 1999, 2002, dan 2005. Tahapan Analisis data Untuk melihat manfaat pertumbuhan, apakah lebih dirasakan oleh orang miskin atau tidak digunakan dengan GIC. Kurva yang merupakan hasil dari GIC DKI Jakarta dari masing-masing periode yakni tahun 1999 – 2002 dan tahun 2002 -2005 akan menunjukkan
|
5
periode mana yang pro poor growth dan periode mana yang tidak pro poor growth. Selain itu, peneliti juga akan membandingkan GIC periode 1999 – 2002 dan tahun 2002 2005 di 5 Kota Administrasi di DKI Jakarta (Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Timur dan Jakarta Barat). GIC tidak hanya diperbandingkan antara periode tetapi juga melihat hubungan dengan masing masing PDRB, yakni pertumbuhan rata-rata pertahun dan pertumbuhan sepanjang tahun periode. Untuk melihat program penanggulangan kemiskinan apakah memberi manfaat untuk masyarakat miskin dilakukan dengan metode kualitatif, yakni Obsevasi, wawancara, Fokus Group Discussion (FGD) dan depth interview terhadap masyarakat miskin yang tinggal dibawah kolong jembatan Jl. M. T. Haryono yang mulai dilakukan sejak Mei 2008.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kuantitatif Penentuan apakah pertumbuhan yang terjadi bersifat pro poor (pro poor growth) dalam penelitian ini digunakan Growth Incidence Curves (GIC). GIC menunjukkan tingkat pertumbuhan dalam periode tertentu pada setiap percentile dari distribusi yang diurut dari pendapatan atau konsumsi percapita, (Ravallion dan Chen :2003). Pemilihan 3 periode sebagai waktu penelitian untuk membandingkan periode pertumbuhan rendah dan periode pertumbuhan tinggi. Tahun 1999 – 2002 sebagai periode pertumbuhan rendah, Tahun 2002 – 2005 sebagai periode pertumbuhan tinggi. Sedangkan periode 1999 – 2005 digunakan untuk melihat karakteristik pertumbuhan sepanjang periode penelitian. Tahun 1999 – 2005 sebagai periode pertumbuhan rendah dimana pertumbuhan ratarata pertahun tertinggi dicapai oleh Jakarta Pusat sebesar 4,12% dan terendah di Jakarta Timur sebesar 3,51%. Begitu juga dengan pertumbuhan sepanjang periode 1999 – 2002, pertumbuhan tertinggi tetap di Jakarta Pusat, sebesar 12,84% dan terendah di Jakarta Utara, sebesar 10,74%. Sedangkan tahun 2002 – 2005 sebagai periode pertumbuhan tinggi, dimana
6
|
Jurnal Good Governance Vol. 10 No. 1. Maret 2014
pertumbuhan rata-rata pertahun tertinggi dicapai oleh Jakarta Pusat sebesar 5,75% dan terendah di Jakarta Barat sebesar 5,59%. Begitu juga dengan pertumbuhan sepanjang periode 1999-2002, pertumbuhan tertinggi tetap di Jakarta Pusat, sebesar 18,27% dan terendah di Jakarta Barat, sebesar 17,76%.
rata-rata (32%-39%). Sedangkan kelompok menengah atas, percentil 86-95, menikmati pertumbuhan diatas rata-rata, yakni 32%-39% sama dengan kelompok percentil terbawah. Namun kelompok percentil atas (96- 100) menikmati pertumbuhan di bawah rata-rata 35%– 39%.
Tabel 1. Pertumbuhan Pertahun dan Pertumbuhan Sepanjang Tahun di 5 Kota Administrasi di DKI Jakarta pada tahun 1999-2005
GIC DKI Jakarta Growth Incidence Curves di DKI Jakarta pada tahun 1999-2002 (Gambar 2) menunjukkan pertumbuhan konsumsi di DKI Jakarta sampai dengan 48% dengan rata-rata pertumbuhan 39%. PDRB sepanjang tahun 1999-2002, meningkat sampai 11,67%. Dan angka kemiskinan pada periode ini berkisar antara 3,1 % sampai 4,9% dari total penduduk DKI Jakarta. Pertumbuhan di DKI Jakarta pada tahun 1999 – 2002 bisa dikategorikan tidak pro poor growth, dimana Growth Incidence Curves tidak berbentuk seperti huruf „u‟ terbalik. Selain itu garis trend menunjukkan slope positif, dimana pertumbuhan lebih menguntungkan orang kaya daripada orang miskin. 8% penduduk yang berada dipercentil paling bawah merasakan manfaat pertumbuhan diatas rata-rata yakni 39%–48%. Sedangkan penduduk menengah, yakni pada percentil 7-85 berada di bawah garis
Growth Incidence Curves di DKI Jakarta pada tahun 2002-2005 (Gambar 3) menunjukkan pertumbuhan konsumsi di DKI Jakarta sampai dengan 27% dengan rata-rata pertumbuhan 9%. PDRB sepanjang tahun 2002 - 2005, meningkat sampai 18.04%, namun peningkatan konsumsi mencapai 27%. Dan angka kemiskinan pada periode ini setiap tahunnya berkisar antara 3,18% sampai 3,61% dari total penduduk DKI Jakarta. Pertumbuhan di DKI Jakarta pada tahun 2002 - 2005 dikategorikan tidak pro poor growth, dimana Growth Incidence Curves berbentuk tidak seperti huruf „u‟ terbalik. Selain itu garis trend menunjukkan slope positif, dimana pertumbuhan lebih menguntungkan orang kaya daripada orang miskin. 8% penduduk yang berada dipercentil paling bawah merupakan kelompok yang paling tidak merasakan manfaat pertumbuhan (Pertumbuhan negatif) yakni, ((-16%)-(-5%)) Sedangkan penduduk menengah, yakni pada
Pertumbuhan Ekonomi, Efektifkah untuk Mengurangi Kemiskinan?
|
7
Gambar 2 GIC DKI Jakarta Tahun 1999 – 2002 Sumber: Diolah dari data Susenas 1999, 2002, dan 2005.
Gambar 3 GIC DKI Jakarta Tahun 2002 – 2005 Sumber : Diolah dari data Susenas 1999, 2002, dan 2005. percentil 9 - 80 masih merasakan pertumbuhan negatif namun sedikit meningkat dari percentil terbawah ((-5%)-0%). Sedangkan kelompok menengah atas, percentil 80 – 94, menikmati pertumbuhan sampai dengan garis rata-rata, yakni 0% – 9%. Namun kelompok percentil
atas (93 – 100) menikmati pertumbuhan jauh diatas kelompok lainnya yakni 10% – 27%. Growth Incidence Curves di DKI Jakarta pada tahun 1999 - 2005 (Gambar 4) menunjukkan pertumbuhan konsumsi di DKI Jakarta sampai dengan 73% dengan rata-rata pertumbuhan konsumsi 50%.
8
|
Jurnal Good Governance Vol. 10 No. 1. Maret 2014
Gambar 4 GIC DKI Jakarta Tahun 1999 - 2005 Sumber: Diolah dari data Susenas 1999, 2002, dan 2005. Pertumbuhan di DKI Jakarta pada tahun 1999 - 2005 dikategorikan tidak pro poor growth, dimana Growth Incidence Curves berbentuk tidak seperti huruf „u‟ terbalik. Selain itu garis trend menunjukkan slope positif, dimana pertumbuhan lebih menguntungkan orang kaya daripada orang miskin. 90 percen penduduk yang berada dipercentil terbawah merasakan pertumbuhan di bawah garis ratarata, yakni 27% - 50%. Sedangkan 10% penduduk dengan konsumsi tertinggi merasakan pertumbuhan 50% - 73%. Dari GIC DKI Jakarta, dapat disimpulkan: 1. Walaupun secara keseluruhan kedua periode tersebut dikategorikan tidak pro poor growth. Namun, periode krisis (1999 – 2002) dengan PDRB rata – rata pertahun 3.7%, lebih Pro poor growth dibandingkan periode tahun 2002 – 2005 dengan PDRB rata – rata pertahun 5.6%. Dan jika digabungkan, menunjukkan periode pertumbuhan tinggi lebih dominan daripada periode pertumbuhan rendah, yang mana periode 1999 – 2005 sangat tidak pro poor growth. 2. Terpenuhinya hipotesis pertama; cara penanggulangan kemiskinan melalui pertumbuhan ekonomi makro, tidak
sepenuhnya tepat karena pertumbuhan tidak dinikmati oleh orang miskin, tetapi lebih dinikmati oleh orang kaya. 3. Pada periode 1999 - 2002, dengan PDRB sepanjang periode 11.6% peningkatan konsumsi naik sampai 48%, namun periode 2002 – 2005 dengan pertumbuhan selama periode mencapai 18%, konsumsi hanya naik 27% itupun hanya dinikmati oleh 20 % penduduk sedangkan sisanya harus merasakan pertumbuhan negatif. Selama periode penelitian (1999 – 2005) konsumsi naik mencapai 73% namun hanya dinikmati oleh 10% penduduk terkaya.
Kualitatif Daerah Penelitian (Provini DKI Jakarta) DKI Jakarta merupakan salah satu dari 2 provinsi di Indonesia yang tidak memiliki daerah tertinggal. Jika dibandingkan dengan angka kemiskinan nasional, angka kemiskinan di DKI Jakarta jauh lebih kecil. Pada tahun 1999 angka kemiskinan nasional mencapai 23,5%, sedangkan angka kemiskinan di DKI Jakarta pada tahun yang sama hanya 3.99%. Angka kemiskinan yang terendah di DKI Jakarta pada tahun 2001 yakni 3.14%,
Pertumbuhan Ekonomi, Efektifkah untuk Mengurangi Kemiskinan?
|
9
Tabel 2. Jumlah penduduk miskin, persentase penduduk miskin dan Indeks harga Konsumen di DKI Jakarta Tahun 1999 – 2005
sedangkan angka mencapai 18.4%.
kemiskinan
nasional
Kolong Jembatan Cawang Penelitian berlokasi di pinggiran Sungai Ciliwung Cawang tepatnya di bawah kolong jembatan Jl. M.T Haryono, Cawang Jakarta Timur, (untuk selanjutnya cukup ditulis dengan warga kolong). Warga kolong tinggal di bawah kolong jembatan aliran Sungai Ciliwung, tepatnya di perbatasan Kelurahan Cawang dan Kelurahan Bidara Cina. Disini terdapat 26 gubuk yang dihuni oleh 100 – 150 orang yang dibangun dalam 2 baris dan dipisahkan oleh jalan kecil dengan ukuran 1 Meter. Gubuk ini berlantai 2 dengan luas 2 x 3 m dan ketinggian lantai dasar 1 meter, dan ketinggian lantai berikutnya, 2 meter dan langsung berantapkan bangunan jembatan. Bangunan didirikan dengan potongan-potongan papan dan triplek. Penelitian dilakukan sejak Mei 2008, memalui tahapan, observasi, wawancara mendalam, Focus Group Discussion dan Participatory rural appraisal (PRA). Temuan lapangan Deskripsi Responden Dari 30 keluarga yang diwawancarai oleh peneliti, 10 keluarga diwakili oleh perempuan dan 20 keluarga diwakili oleh lakilaki. Untuk menyeimbangkannya, peneliti melaksanakan FGD khusus untuk perempuan. Sebagian besar responden berasal dari Jawa Barat (13 KK) dan Jawa Tengah (9 KK).
Hanya 5 KK yang bukan berasal dari luar DKI Jakarta. Sedangkan sisanya, Jawa Timur (2 KK), dan Banten (1 KK). Walaupun sebagian besar warga kolong berasal dari luar daerah namun, mereka telah menetap di kolong jembatan Cawang, lebih dari setahun. Jika Susenas yang didasarkan pada seluruh penduduk dengan konsep yaitu sudah 6 bulan (atau kurang tetapi menyatakan akan tinggal) dalam suatu wilayah. Maka sebagian besar warga kolong yang tinggal di kolong jembatan M.T. Haryono Cawang masuk dalam data Susenas. Pekerjaan dan Penghasilan Sebagian besar laki-laki (64%) yang tinggal di kolong jembatan ini bekerja sebagai pemulung yang mengumpulkan barang-barang bekas hasil pulungan di rumah mereka dan jual seminggu sekali dengan harga RP 40.000 – Rp. 150.000/ orang. Setiap keluarga biasanya yang menjadi pemulung lebih dari 1 orang, yaitu anak laki-laki yang tidak lagi bersekolah. Sedangkan perempuan bekerja sebagai pembantu rumah tangga di rumah sekitar pemukiman mereka. Pekerjaan dominan lainnya adalah petugas kebersihan pemerintah daerah DKI Jakarta (17%), misalnya Agus Kurniawan (36 tahun), bapak dua orang anak ini bekerja outsourching di Dinas Kebersihan DKI Jakarta yang betugas mengangkut sampah, dengan penghasilan Rp 600.000 per bulan. Untuk menutupi kebutuhan sehari-hari, biasanya
10
|
Jurnal Good Governance Vol. 10 No. 1. Maret 2014
Agus mencari tambahan penghasilan sebagai pemulung. Sebelum tinggal di kolong jembatan, Agus mengontrak di “atas” Kelurahan Cawang. Namun paska tahun 1999, Agus tidak sanggup membayar uang kontrakan sehingga membangun gubuk dan menetap di kolong jembatan. namun, meskipun telah menjalani dua pekerjaan, Kedua anaknya, yang berumur 6 tahun dan 12 tahun tidak bersekolah karena ketiadaan biaya. Pekerjaan lainnya adalah pembantu rumah tangga (7%), pedagang (3%), supir pribadi (3%), dan pengemis (3%). Pekerjaan pengemis dilakukan oleh Ibu Munjanah (60 tahun). Ibu yang mempunyai 3 putra ini tinggal sendirian di gubuknya. Untuk makan seharihari, biasanya Ibu Munjanah dibantu oleh tetangganya. Sedangkan ketiga putranya yang tinggal tidak jauh dari kolong tidak bisa dimintai pertolongan karena telah berkeluarga dan mempunyai kehidupan masing-masing yang pas-pasan. Ibu yang meskipun mempunyai KTP dengan alamat rumah anaknya ini juga tidak mendapatkan bantuan dari program pemerintah. Berikut Gambar pekerjaan dan penghasilan warga kolong. Sebagian besar warga kolong (20 KK) berpendapatan Rp. 300.000 – Rp 700.000. Sementara ada 3 KK yang berpenghasilan antara Rp 700.000 – Rp 900.000. Dan 3 KK lagi yang berpenghasilan lebih dari Rp 900.000. Sementara 3 KK berpenghasilan rendah antara Rp 100.000 – Rp 300.000 merupakan pemulung yang berusia lanjut. Dan ada 1 orang yang berpenghasilan dibawah Rp 100.000 merupakan perempuan usia lanjut yang berusia 65 tahun yang tidak memiliki pekerjaan tetap. Hal ini menunjukkan bahwa usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah penghasilan, sedangkan keluarga yang berpenghasilan di atas rata-rata biasanya memiliki dua pengahasilan dari pekerjaan yang berbeda. Identitas Kependudukan Dari 30 orang yang diwawancai di kolong jembatan ini, hanya 5 orang yang memiliki KTP tetap. Mereka adalah keluarga yang berasal dari warga sekitar yang mengontrak di salah satu rumah “di atas” namun karena tidak sanggup membayar biaya kontrakan akhirnya mereka pindah dan tinggal di bawah kolong jembatan ini.
Sedangkan keluarga lain yang tidak mempunyai KTP DKI Jakarta beralasan bahwa pengurusan KTP mahal dan rumit. Harga pengurusan KTP, sebesar 250.000-Rp.300.000. Sedangkan ketua RT mengatakan harga pengurusan KTP tidak akan semahal itu namun warga tidak bisa mengurus KTP karena tidak memiliki surat pindah dari daerah asalnya. Tanpa KTP, warga yang tinggal di bawah kolong jembatan ini tidak terdata sebagai penduduk di Keluruhan Cawang. Akibatnya, mereka tidak bisa untuk mengakses bantuanbantuan dari pemerintah. Sepeti Raskin, BLT, Jamkesmas, dll. Dari 30 responden, 7 orang memiliki KTP musiman. Ketua RT 06 Agus Suhana menjelaskan bahwa KTP musiman merupakan inisiatif darinya, “Kalau sesuatu terjadi di jalan, mereka tahu harus diantar kemana” Pak RT menjelaskan. Dia menambahkan bahwa masyarakat yang memiliki KTP musiman ini tidak terdata sebagai penduduk di Kelurahan Cawang. Sehingga walaupun warga kolong memiliki KTP musiman, mereka tidak dapat mengakses bantuan. Padahal ketua RT 06, telah mengusulkan data penduduk yang tinggal di bawah kolong jembatan Cawang kepada kelurahan, agar mereka dapat mengakses program bantuan penanggulangan kemiskinan dari pemerintah, namun dalam data program bantuan setiap tahun, nama mereka tetap tidak tercantum. Lima koresponden yang memiliki KTP, semuanya dapat mengakses salah satu program. Sebaliknya, responden yang tidak memiliki KTP tidak satupun dapat mengakses program penanggulangan kemiskinan. Begitu juga dengan warga kolong yang memiliki KTP musiman. Sedangkan 9 responden yang memiliki KTP daerah asal, hanya 1 KK yang dapat mengakses program yakni program raskin, itupun karena kedekatannya dengan Ketua RW Kelurahan Cawang. Pendidikan Untuk pendidikan, hampir sebagian besar warga kolong hanya berpendidikan sampai SD (15), bahkan sebagian besarnya tidak tamat. Untuk SMP, hanya 10 orang. Hanya 1 orang yang mengaku berpendidikan SMA. Untuk anak-anak usia sekolah biasanya mereka mengenyam pendidikan hanya sampai SD. Alasannya sekolah gratis hanya sampai SD, kebanyakan dari mereka tidak mengetahui SMP
Pertumbuhan Ekonomi, Efektifkah untuk Mengurangi Kemiskinan?
yang juga memberikan pendidikan gratis. Beberapa anak yang sangat berminat untuk melanjutkan ke SMP biasanya di sekolahkan di kampung. Tingkat pendidikan tidak mempengruhi jumlah penghasilan. Yang memiliki penghasilan tertinggi bukanlah orang yang memiliki pendidikan tertinggi. Penghasilan tertinggi malah dinikmati oleh orang dengan tingkat pendidikan hanya sampai SD dan SMP. Hal ini menunjukkan pekerjaan tidak berkorelasi dengan pendidikan. Meskipun tamatan SMA, tetapi karena usia yang telah lanjut membuat pendapatan menjadi kecil. Hal ini dikarenakan pekerjaan mereka lebih mengandalkan tenaga dari pada status pendidikan. Tidak adanya korelasi antara pekerjaan dan penghasilan membuat warga kolong merasa pendidikan tidaklah penting. Mereka beranggapan, menyelesaikan sekolah sampai bangku SMP atau tidak menamatkan SD, penghasilannya sama saja. Walaupun hampir 50 % memiliki anak-anak usia sekolah namun hanya 3 keluarga yang menyekolahkan anakanak mereka, keluarga Maman memiliki anak di bangku SMP (kelas 3) dan SD (kelas 1) dan keluarga Ntin memiliki 1 orang anak (5 SD) dan 1 orang cucu (1 SD) . kedua keluarga ini berpenghasilan diatas Rp 900.000. Apalagi ditambah dengan mahalnya biaya pendidikan, walaupun biaya sekolah gratis, namun biaya yang dikeluarkan untuk seragam, buku, ekstrakurikuler, transport, jajan dll, tidaklah sedikit. Misalnya saja Maman yang menyekolahkan anaknya di SMP 154 harus mengeluarkan biaya Rp. 10.000 – Rp. 15.000 perhari untuk ongkos dan makan siang. Dan setahun sekali Maman membeli seragam anakanaknya Rp 45.000 untuk setiap seragam, dimana untuk SMP memiliki 6 seragam (putihputih, putih-biru/merah, batik, pramuka, muslim dan olahraga). Ekstrakurikuler Rp.100.000/bulan, dan biaya buku Rp 25.000 /buku. Tidak adanya korelasi langsung antara pendidikan dan penghasilan serta mahalnya biaya pendidikan membuat warga kolong banyak yang tidak menyekolahkan anaknya. Mereka berharap tidak hanya sekolah yang gratis namun juga biaya-biaya lainnya seperti seragam, buku, ekstrakurikuler juga gratis.
|
11
Kesehatan Warga kolong Jembatan Cawang memiliki 2 puskemas, 1 Klinik dan 1 Rumah Sakit yang bisa diakses, yakni puskesmas Bendungan untuk Kelurahan Cawang dan Puskesmas Kp. Dalam untuk Kelurahan Bidara Cina, Klinik Yakrida, dan Rumah Sakit Tebet. Dari keempat fasilitas ini, Puskesmas Kp. Dalam yang paling sering diakses warga karena letaknya yang paling dekat dengan kolong. Walaupun, fasilitas kesehatan dekat dan mudah dijangkau, warga kolong mengaku jarang berobat ke Puskesmas, selain masalah biaya, urusan administrasi yang berbelit-belit membuat warga malas berobat. Untuk berobat ke Puskesmas warga membayar Rp. 1000 untuk kartu puskesmas dan Rp.2.000 – 15.000/ kunjungan. Jika mempunyai Jamkesmas, maka seluruh pengobatan gratis. Namun demikian, mendapat Jamkesmas tidaklah mudah. Warga mengaku harus mengeluarkan minimal Rp 10.000. untuk setiap tandatangan. Dari 30 KK yang diwawancarai, hanya 1 orang yang memiliki Jamkesmas. Jamkesmas ini diperoleh oleh Tina Rahmawati (17 tahun) ketika persalinan anak pertamanya yang mengharuskan ia melahirkan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Namun karena ketiadaan biaya akhirnya keluarga berusaha mengurus Jamkesmas, untungnya keluarga ini dulunya merupakan salah satu keluarga yang mengontrak “diatas” dan memiliki KTP. Warga kolong berharap, mereka dapat mengakses pelayanan kesehatan dasar secara gratis tanpa dihalangi masalah administrasi. “Harusnya dengan surat keterangan miskin dari RT, ga kena biaya tapi tetap aja disuruh bayar” ujar Suwirman. Hak atas kesehatan warga kolong tidak terpenuhi karena mereka tidak mempunyai KTP. Untuk berobat gratis, mereka harus mengurus Kartu Jamkesmas yang membutuhkan KTP. Surat keterangan miskin atau KTP sementara tetap tidak bisa membantu mereka mengakses fasilitas kesehatan secara gratis. Sosial Capital Secara umum warga kolong jembatan ini memiliki kehidupan terpisah dari masyarakat sekitar. Warga kolong jembatan ini yang kebanyakan berasal dari Jawa Barat mempunyai kumpulan pengajian yang
12
|
Jurnal Good Governance Vol. 10 No. 1. Maret 2014
diadakan seminggu sekali di rumah warga. Setiap pertemuan ini mereka masing-masing mengumpulkan uang RP 3000/KK untuk digunakan sebagai pinjaman jika warga membutuhkan, misanya sakit, melahirkan dll. Namun karena ketidakpercayaan mereka kepada koordinator warga yang menurut mereka sering menggelapkan uang dan bantuan, akhirnya aktifitas ini dihentikan. Bahkan sampai sekarang mereka tidak mempunyai pemimpin dan mengandalkan ketua RT untuk mendapatkan bantuan jika terkena banjir Aksesibilitas Program Pemerintah Bantuan melalui program penanggulangan kemiskinan seharusnya juga diperoleh warga kolong jembatan Cawang Jakarta Timur, namun dari hasil wawancara dan FGD terhadap keluarga yang tinggal di bawah kolong jembatan, hanya sebagian kecil yang tahu (apalagi mendapatkan) program pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan. Berbagai kebijakan penanggulangan kemiskinan yang dilakukan pemerintah hampir tidak menyentuh warga kolong jembatan Cawang Jakarta Timur. Begitu juga dengan program penanggulangan kemiskinan yang dilakukan oleh Pemda di daerah asal mereka. Dari 30 orang yang diwawancarai, hanya 1 orang yang merasa terbantu oleh pemerintah. Alasannya Mereka tidak dianggap sebagai penduduk Jakarta, karena walaupun sebagian kecil dari mereka mempunyai KTP DKI Jakarta, lokasi tempat tinggal mereka tidak masuk kedalam wilayah administrasi daerah manapun. Walaupun mereka berinteraksi dengan 2 RT setempat namun itu dilakukan di luar wilayah formal misalnya kutipan Rp 10.000/bulan untuk biaya listrik, kutipan jika ada warga „atas‟ yang hajatan, dll. Sedangkan dengan Kelurahan Bidara Cina, interaksi yang dilakukan dengan warga adalah interaksi negatif yakni berupa ancaman penggusuran. Sedangkan program bantuan seperti BLT, Kredit Usaha Menengah, JPS, Jamkesmas dan Raskin asing di telinga mereka. Hanya Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dapat dinikmati oleh keluarga yang menyekolahkan anak mereka. Begitu
juga dengan daerah asal mereka. Walaupun sebagian besar masih memiliki KTP aktif di daerah asalnya masing-masing namun mereka tidak terdata untuk mendapatkan bantuan seperti BLT, dan lain-lain. 23 responden menganggap hidup setelah tahun 1998 lebih buruk daripada tahun-tahun sebelumnya. Bahkan beberapa keluarga yang dulunya masih mampu mengontrak di „atas‟ Kelurahan Cawang terpaksa pindah dan tinggal di bawah kolong. Berapapun angka pertumbuhan, baik dalam masa krisis maupun pada masa pertumbuhan tinggi tidak memiliki efek apapun terhadap warga kolong. Begitu juga dengan program penanggulangan kemiskinan, sebanyak apapun program penanggulangan kemiskinan yang dicanangkan oleh pemerintah tidak dapat diakses dan dirasakan manfaatnya oleh warga kolong. Dari temuan diatas dapat disimpulkan bahwa permasalah admistrasi membuat program pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan tidak berdampak apapun terhadap warga kolong. Berbagai bantuan pemerintah yang pemberiannya melalui RT/RW tidak dapat diakses oleh warga kolong karena secara administrasi mereka dianggap tidak ada Dari perspektif pemerintah, pemerintah menganggap mereka tidak ada karena tempat tinggal mereka bertentangan dengan Perda DKI Jakarta No 11 tahun 1988 Tentang Ketertiban Umum Dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Sehingga tidak aneh jika pemerintah tidak ikut berperan aktif meningkatkan taraf hidup mereka. Jikapun pemerintah, ikut campur tangan, maka yang dilakukan oleh pemerintah pertama kalinya adalah menggusur mereka. Menggusur mereka tanpa skema penyelesaian masalah maka hanya akan menjadi aksi pencabutan hak warga. Namun jika pemerintah menganggap mereka tidak ada, kenyataan dilapangan, penduduk yang tinggal di kolong jembatan ini tidak sendiri, menurut data BPS, untuk tahun 2005 jumlah penduduk Jakarta yang menempati lokasi tak layak huni seperti kawasan kumuh, penghuni bantaran kali, pinggiran rel kereta api, dan kolong jalan layang mencapai 33.230 jiwa. Oleh pemerintah DKI Jakarta, penyelesaian permasalahan ini terlihat dari alokasi anggaran penertiban (penggusuran)
Pertumbuhan Ekonomi, Efektifkah untuk Mengurangi Kemiskinan?
rakyat miskin, daerah DKI Jakarta mencapai Rp 303,2 milyar jauh lebih besar dari dinas pendidikan dasar sebesar Rp 188 milyar. Bahkan lebih jauh lagi dibandingkan anggaran Puskesmas seluruh sebesar Rp 200 milyar dan seluruh rumah sakit sebesar Rp 122,4 milyar (Sucipto, 2007). Tindakan pemerintah yang melakukan penggusuran warga yang tinggal di daerah terlarang. Membuat statement „kewajiban pemerintah untuk mengeluarkan masyarakat dari kemiskinan‟ menjadi “wacana aneh” bagi warga kolong. Jangankan berharap untuk dibantu oleh pemerintah, tidak digusur saja sudah merupakan hal yang sangat disyukuri oleh warga kolong. Jika warga kolong dan warga yang tinggal di daerah terlarang lainnya dianggap ilegal, seharusnya tidak terlihat dalam GIC karena mereka tidak terdata dalam BPS. Namun disinilah terletak kerancuan program penanggulangan kemiskinan. Jika GIC berasal dari Susenas yang didasarkan pada seluruh penduduk dengan konsep yaitu sudah 6 bulan (atau kurang tetapi menyatakan akan tinggal) dalam suatu wilayah. Sedangkan program penanggulangan kemiskinan berdasarkan hasil registrasi penduduk yang tercatat dikelurahan. Dimana kedua data ini dikeluarkan oleh BPS. Hal ini bisa dilihat dalam Jumlah penduduk DKI Jakarta di Sensus 2000 tercatat 8,4 juta jiwa sedangkan dari registrasi penduduk 2003 hanya mencapai sekitar 7,5 juta jiwa berarti ada perbedaan sekitar 1 juta jiwa (11%). Yang tidak tercatat di kelurahan hampir sebagian besar adalah orang miskin. Sehingga menanggulangi kemiskinan dengan data yang tidak memunculkan orang miskin sama saja seperti membuang garam kedalam laut, sia-sia. Selain permasalahan data, argumentasi yang menyatakan „pemerintah tidak memenuhi hak warganegara yang tinggal di daerah terlarang karena bertentangan dengan Perda‟ juga tidak bisa diterima. Dalam Tata Urut Peraturan Perundang-Undangan (Asshiddiqie, 2006)6 Jelas terlihat Perda DKI Jakarta No. 11 6
Menurut UU No. 10 Tahun 2004, tata urut peraturan perundang-undangan adalah 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 2. Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
|
13
tahun 1988 jauh berada di bawah UUD 1945, UU No. 39 tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 2004, yang memuat dasar dari RPJM 2004 – 2009. Dimana menurut Tata Urut Peraturan Perundang-Undangan, peraturan yang berada diurutan bawah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan berada di atas urutannya. Sehingga, tidak benar, dengan alasan penegakan Perda DKI Jakarta No.11 tahun 1988, pemerintah bebas dari kewajibannya untuk memenuhi hak warga Negara. KESIMPULAN Dari GIC di DKI Jakarta dan 5 kota administrasi, dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan tidak selamanya berbanding terbalik (atau bersifat relatif) dengan tingkat kemiskinan. Bahkan dari GIC di 5 DKI Jakarta periode 1999 – 2005, periode pertumbuhan rendah lebih pro poor growth daripada periode pertumbuhan tinggi, sehingga memenuhi hipotesis pertama yakni; “cara penanggulangan kemiskinan melalui pertumbuhan ekonomi makro, tidak sepenuhnya tepat karena pertumbuhan tidak dinikmati oleh orang miskin, tetapi lebih dinikmati oleh orang kaya”. Penduduk miskin di kolong jembatan Cawang tidak menikmati program penanggulangan kemiskinan karena mereka tidak terdata secara administrasi di Kelurahan Cawang Jakarta Timur. Tindakan pemerintah yang diwakili oleh Kelurahan Bidara Cina adalah ancaman pengusiran, walaupun pengusiran ini belum direalisasikan namun menunjukkan sikap pemerintah terhadap warga kolong. Ini bertentangan dengan tindakan RT 6 Kelurahan Cawang yang „memfasilitasi‟ keberadaan mereka. Hal ini karena hubungan RT dan warga saling menguntungkan. Sedangkan Kelurahan memandang keberadaan warga kolong adalah ilegal. Pemenuhan hak warga negara yang diamanatkan UUD 1945, UU No. 39 tahun 3. Peraturan Pemerintah 4. Peraturan Presiden 5. Peraturan Daerah (Perda) meliputi Perda Provinsi, Perda Kab/Kota dan peraturan desa/setingkat
14
|
Jurnal Good Governance Vol. 10 No. 1. Maret 2014
1999 dan yang diterjemahkan kedalam RPJM 2004 – 2009 dan SNPK tidak dilaksanakan dan dieliminir oleh Perda DKI Jakarta No. 11 tahun 1988. Padahal menurut hierarki perundangundangan, peraturan yang berada diurutan bawah tidak boleh bertentangan dengan peraturam perundangan diatasnya. Pertumbuhan dan kebijakan penanggulangan kemiskinan tidak efektif mengurangi kemiskinan karena kebijakan penanggulangan kemiskinan menggunakan data dari registrasi penduduk. Padahal hampir sebagian besar penduduk miskin terutama yang tinggal di perkotaan tidak akses untuk mendaftarkan dirinya di kelurahan. Padahal perhitungan angka kemiskinan (yang juga dipakai dalam MDG`s) adalah survei seluruh penduduk. Rekomendasi Pemerintah sebaiknya melakukan perbaikan data. Program penanggulangan kemiskinan menjadi tidak tepat sasaran karena data registrasi penduduk yang digunakan sebagai dasar program tidak memunculkan orang miskin dipercentil terbawah.. Oleh karena itu sebaiknya pemerintah menggunakan data yang sama dengan data kriteria SUSENAS, 6 bulan (atau kurang tetapi menyatakan akan tinggal) dalam suatu wilayah). sehingga program akan tepat sasaran dan pada akhirnya MDG`s dapat tercapai. Karena pertumbuhan tidak selamanya berbanding terbalik dalam pengurangan angka kemiskinan maka sebaiknya pertumbuhan tidak dijadikan “tujuan” namun merupakan “salah satu jalan” artinya pertumbuhan tidak menjadi tolak ukur kemajuan suatu pemerintahan tetapi juga harus melihat indeks pemenuhan hak (Human Right Index). Seharusnya pemerintah menggunakan pendekatan penanggulangan kemiskinan berbasis hak (untuk seluruh warga negara) bukan berbasis registrasi penduduk. Setiap warga Indonesia berhak memperoleh kehidupan yang lebih baik (UUD 1945 pasal 28). Tidak terdaftar sebagai penduduk setempat tidak menghilangkan kewajiban negara untuk memenuhi hak warga negara7. 7
Pasal 28 I ayat (4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia
Pertumbuhan dan program penanggulangan kemiskinan tidak memberi perbaikan hidup bagi masyarakt di percentil terbawah, secara makro yang mereka butuhkan bukan pertumbuhan, namun stabilisasi harga terutama harga kebutuhan pokok dan BBM. Selama pemerintah, baik Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat tidak mampu memenuhi hak warga negara. Maka pemerintah, sebaiknya tidak mengusik kehidupan masyarakat yang tinggal di daerah terlarang. Sedangkan program penanggulangan kemiskinan akan tepat sasaran dan akan lebih mudah diakses jika diberikan bukan berdasarkan kepada registrasi penduduk tetapi kepada objek fasilitasnya. Misalnya pendidikan, langsung menjadi sekolah gratis, kesehatan terutama kesehatan dasar tidak diberikan berdasarkan kartu tetapi langsung menjadi “puskesmas gratis” begitu juga dengan kebutuhan pokok tidak berdasarkan KTP tetapi langsung “sembako murah”.
DAFTAR PUSTAKA Adam Jr, Richard H. (2004) “Economic Growth, Inequality and poverty: Estimating the Growth Elasticity of Poverty” World Development. Ahluwalia, Montek S. (1976) “Inequality, Poverty, and Development “ Journal of Development Economic, 3 (4) Asshiddiqie, Jimly (2006) “Konstitusi & Konstitualisme Indonesia” Mahkamah Konstitusi RI, hal 344 – 358. Baehr,
Peter et al,(1990) ” Instrumen Internasional Pokok Hak-Hak Asasi Manusia” Yayasan Obor Indonesia hal. 335.
BE Julianery (2007) ”Tak Ada Ruang Kota bagi Kaum Miskin Jakarta” (http://www.kompascetak.com/kompasc etak/0708/10/nasional/3751020.htm) Bourjuignon, Francois (2002) ”The Growth Elasticity of Poverty reduction Explaining Heterogencity across adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.
Pertumbuhan Ekonomi, Efektifkah untuk Mengurangi Kemiskinan?
countries and time periods” Delta and The World Bank. Bowles, Samuel (2006) “Poverty Traps” Russel Sage Foundation, Newyork BPS (2004) “Statistik Indonesia dan Data & Informasi Kemiskinan” (http://bps. jakarta.go.id/BRS/PDRB/PDRB_0704.P DF) Fuentes, Ricardo (2005) “Poverty, Pro Poor Growth and Simulated in Equality Reduction” Human Development Report. Green, Gary Paul & Annas Haines (2002) “ Asset Building & Community Development” Sage Publication Inc, California. Harmadi, Sonny Harry B (2007). “Penggangguran, Kemiskinan, dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia” Warta Demografi Tahun 3, No. 3 Hidayat, Saeful & Arianto A (2007) “Pertumbuhan Ekonomi, Ketidakmerataan Pendapatan, dan Kemiskinan : Estimasi Parameter Elastisitas Kemiskinan Tingkat Provinsi Di Indonesia Tahun 1996 – 2005” MPKP FE UI
|
15
LBH APIK Jakarta, (2000-an) “Hak Asasi Kaum Perempuan, Langkah demi Langkah” Lin. Bo Q. (2003) “Economic Growth, Income Inequality and Poverty reduction in People`s Republik of China” Asia Review Vol 20 (2) hal 105-124 McCulloch, Nei and Bob “Assesing the Poverty Methodology and an Andhra Pradesh and IDS
Baulch (1998) Bias of growth Application to Uttar Pradesh”
Moeis, Jossy (2008)”Kebijakan Publik:History, Lesson, and issues” Mukhtar (2003) ”Strategi Pemberdayaan Berbasis Kelembagaan Lokal dalam Penanganan Kemiskinan Perkotaan: Kasus Implementasi P2KP di Desa Sukadanau” Pemerintah Republik Indonesia, UndangUndang 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Pemerintah Republik Indonesia, UndangUndang Nomor 25 tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (http: dataristek.go.id/ hukum/?q=konten/uu-25-2004)
Kakwani, Nanak & Hyun H. Son (2004) ” Poverty Equivalent Growth Rate: with applications to Korea and Thailand. UNDP
Rahardja, Pratama dan Mandala Manurung (2005) “Teori Ekonomi Makro” Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Kakwani, Nanak & Hyun H. Son (2004) ”Pro poor Growth Concepts and Measurement with Country Case Studies” UNDP
Ravallion, Martin (2003) “Pro Poor growth : a Primer” World Bank
Kakwani, Nanak dan Ernesto M. Pernia (2000) “What is Pro Poor Growth.” Asia Development Review. Kimenyi, Mwangi S. (2006) “Economic Reform and Pro Poor Growth: Lesson for Africa and Other Developing Regions and Economies in Transition” University of Connecticut Kompas Online (2006) “Pemerintah sudah prediksi naiknya angka kemiskinan” (http:www.kompas.co.id/ver1/nasional/0 609/02/111127.htm.
Ravallion, Martin dan Shaohua Chen (2001) ”Measuring Pro Poor Growth” Development Reseach Group, World Bank. Sachs, Jeffrey (2005) “The End Of Poverty, how we can make it happen in our life time” Penguin Books. Todaro, Micheal P dan Stephen C Smith. (2002) “Pembangunan ekonomi di dunia ketiga” edisi Kedelapan Jilid 1, Erlangga. Vandana Shiva, (1997) “Bebas Dari Pembangunan: Perempuan, Ekologi, dan Perjuangan Hidup di India”Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, hal. 13-18.
16
|
Jurnal Good Governance Vol. 10 No. 1. Maret 2014
Wirutomo, Paulus (2003) diktat kuliah Teori Sosial Pembangunan pada Magister Administrasi dan Kebijakan Publik Univ. Indonesia, Jakarta. Wodon, Quentin (1999) “Growth, Poverty, and Inequality: A Region Panel for Bangladesh.“ Policy Reseach Working Paper No 2072, World Bank South Asia Region
Efektivitas Pelayanan Penerbitan SIUP Besar Di Provinsi DKI Jakarta
|
17
EFEKTIVITAS PELAYANAN PENERBITAN SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN BESAR DI PROVINSI DKI JAKARTA Sadiyanto Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Subandi STIA Lembaga Administrasi Negara, Jakarta
Email:
[email protected]
ABSTRAK
Paper ini menyajikan hasil penelitian efektivitas pelayanan penerbitan SIUP Besar di Provinsi DKI Jakarta yang dinilai secara kualitatif dari aspek penelitian prosedur pelayanan, waktu pelayanan, saran dan prasarana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja pelayanan penerbitan SIUP Besar pada Dinas KUMKMP dan Unit PTSP Bidang Penanaman Modal Provinsi DKI Jakarta masih belum efektif, sehingga masih perlu ditingkatkan lagi untuk kedepannya. Hal-hal yang perlu mendapat perhatian dalam upaa peningkatan efektivitas pelayanan antara lain evaluasi komprehensif terhadap pengunaan sistem informasi dalam pelayanan perizinan SIUP Besar dan mengembangkan sistem informasi pelayanan perizinan secara online, standarisasi sarana dan prasarana pelayanan perizinan. Kata Kunci: PTSP, Kinerja, Pelayanan perijinan, Prosedur Pelayanan, Waktu Pelayanan
PENDAHULUAN Pelayanan perizinan dibidang perdagangan berupa Surat Ijin Usaha Perdaganan (SIUP) di Provinsi DKI Jakarta dilaksanakan oleh Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil Menengah dan Perdagangan (KUMKMP). Untuk meningkatkan pelayanan perizinan SIUP, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membentuk unit Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Bidang Penanaman Modal dan PTSP Kota Administrasi. Unit PTSP Bidang Penanaman Modal merupakan Unit Pelaksana Teknis pada Badan Penanaman Modal dan Promosi (BPMP) di Bidang Pelayanan Perizinan/Nonperizinan dan Fasilitas Penanaman Modal dimana salah satu tugas dan fungsinya menerima, meneliti, dan memproses berkas permohonan perizinan/nonperizinan bidang penanaman modal khususnya SIUP Besar, yaitu SIUP yang wajib dimiliki oleh perusahaan perdagangan yang kekayaan bersihnya lebih dari Rp10 Milyar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Hasil pengujian data dan telaah/review dokumen penerbitan SIUP Besar selama periode bulan Januari s.d. Juni 2013 pada Unit PTSP Bidang Penanaman Modal diketahui
bahwa jumlah permohonan SIUP Besar yang diajukan pemohon izin melalui Unit PTSP Bidang Penanaman Modal sebanyak 1.653 berkas. Adapun rincian permohonan SIUP Besar per bulan tersebut dapat dijelaskan dalam tabel di bawah ini: Tabel 1 Jumlah Permohonan Siup Besar Periode Januari - Juni 2013 No.
Bulan
Permohonan SIUP Besar
1.
Januari
231
2.
Februari
261
3.
Maret
286
4.
April
318
5.
Mei
300
6.
Juni
257
Jumlah
1.653
18
|
Jurnal Good Governance Vol. 10 No. 1. Maret 2014
Unit PTSP Kota Administrasi mempunyai tugas melaksanakan koordinasi dan menyelenggarakan pelayanan administrasi di bidang perizinan dan nonperizinan secara terpadu dengan prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi, simplifikasi, keamanan dan kepastian serta salah satu fungsinya adalah menerima, meneliti, dan memproses berkas permohonan perizinan/nonperizinan khususnya SIUP Mikro, Kecil dan Menengah. Penyelenggaraan pelayanan publik khususnya dalam pelayanan penerbitan SIUP di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum maksimal, ungkapan ini tidaklah berlebihan ketika melihat fakta bahwa hak sipil warga sering dilanggar dalam proses pengurusan identitas penduduk seperti SIUP. Pengurusan SIUP yang seharusnya mudah, namun dipersulit dengan banyaknya meja dan rangkaian prosedur yang harus dilalui. Keluhan-keluhan seperti inilah yang sering muncul dari masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik terutama dari rendahnya kualitas penyelenggaraan pelayanan publik. Survey Litbang Kompas tanggal 28 Februari-1 Maret 2007, memperoleh hasil bahwa birokrasi Indonesia gagal menjalankan fungsi pelayanan publiknya, dimana 62,9% responden menyatakan bahwa ketidaktepatan waktu menjadi problem bagi masyarakat ketika berurusan dengan birokrasi, 58% responden menganggap aparat birokrasi mudah disuap, dan 65,3% responden menyatakan aparat tidak disiplin atau lambat dalam melayani urusan publik. Pelayanan penerbitan SIUP di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang belum optimal juga terlihat dari berbagai pemberitaan baik melalui media cetak atau elektronik. Harian Tempo, 08 April 2011, Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta mengatakan bahwa “Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah melakukan langkahlangkah untuk meningkatkan layanan publik, diantaranya mengubah layanan satu atap untuk pengurusan SIUP menjadi layanan satu pintu. Selain itu, prosedur SIUP juga disederhanakan sehingga yang tadinya butuh waktu 30 hari menjadi dua minggu sampai 20 hari di BPMP agar dapat meningkatkan investasi”. Gambaran faktual permasalahan pelayanan SIUP di Provinsi DKI Jakarta disampaikan oleh banyak pihak. Ketua YLKI mengatakan “pelayanan seperti pembuatan
SIUP di Jakarta belum memenuhi standar pelayanan maksimal. Masih terdapat kekurangan disana sini, misalnya untuk SIUP selama ini nyaris tidak ada sosialisasi kepada masyarakat oleh dinas terkait tentang tata cara membuat SIUP. Akhirnya masyarakat kebingungan dan kerap menggunakan jasa perantara atau calo yang tentu saja memerlukan biaya yang jauh lebih besar daripada mengurus sendiri” (Indopos, 10 April 2011). Andrinof Chaniago, menyebutkan “tingkat pelayanan publik di DKI Jakarta masih tergolong buruk. Buruknya pelayanan itu disebabkan karena petugas yang tidak tepat waktu dan lamban, bahkan ada pelayanan yang dikorupsikan dan dibisniskan” (Tempo, 23 Oktober 2012) Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo menegaskan perlunya pembenahan pelayanan dengan mengatakan“salah satu sektor yang disoroti Pemprov DKI Jakarta ialah pelayanan publik, karena sektor tersebut paling dirasakan langsung oleh masyarakatdan masih rawan dari penyelewengan pejabat-pejabat pemerintahan daerah. Oleh karena itu, perlu pembenahan dan perbaikan total atas tempat-tempat yang berkaitan dengan tempat pelayanan publik, perizinan, atau yang berhubungan langsung dengan masyarakat” (Harian Nasional, 27 Nopember 2012) Kekecewaan terhadap pelayanan public juga disampaikan oleh Deputi Bidang Pelayanan Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Dinyatakan “pelayanan publik yang ada di Indonesia masih mengecewakan. Hal tersebut dapat dilihat dari berbagai hasil survey yang diselenggarakan baik oleh lembaga non-profit dalam dan luar negeri. Padahal aturan untuk memberikan layanan publik yang baik sudah terangkum dalam aturan resmi, baik itu dari undang-undang dan peraturan pemerintah” (Portalkbr, 12 Maret 2013). Masyarakat mengharapkan agar pemerintah sebagai organisasi publik, selain berfungsi memberikan pelayanan kepada masyarakat juga berperan untuk menciptakan good governance sehingga sudah semestinya menciptakan pelayanan yang transparan, sederhana, murah, tanggap dan akuntabilitasnya dapat dipertanggungjawabkan ke publik. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif guna mendorong peningkatan investasi, sehingga
Efektivitas Pelayanan Penerbitan SIUP Besar Di Provinsi DKI Jakarta
perlu didukung dengan penyelenggaraan pelayanan penerbitan SIUP yang prima kepada dunia usaha.
Pertanyaan yang perlu diajukan adalah bagaimanakah efktivitas elayanan perijinan SIUM besar di DKI Jakarta? Efektivitas terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya dicapai (Mahmudi, 2010:86). Efektivitas merupakan hubungan antara output dengan tujuan, dimana semakin besar kontribusi output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program, atau kegiatan. Selain itu, dalam usaha pencapaian tujuan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti sumberdaya manusia dan sarana prasarana. Karena dengan tercapainya tujuan dalam sebuah organisasi maka dapat dikatakan organisasi tersebut telah mencapai efektivitas. Menurut Lembaga Administrasi Negara (2003:17), kualitas pelayanan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan terpenuhinya harapan/kebutuhan pelanggan, dimana pelayanan dikatakan berkualitas apabila dapat menyediakan produk dan jasa (pelayanan) sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan. Sedangkan Mahmudi (2010:230) menyatakan bahwa cakupan standar pelayanan publik yang harus ditetapkan sekurangkurangnya meliputi prosedur pelayanan; waktu penyelesaian; biaya pelayanan; produk pelayanan; sarana dan prasarana; dan kompetensi petugas pemberi pelayanan. Standar pelayanan publik menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003, sekurang-kurangnya meliputi: prosedur pelayanan; waktu penyelesaian; biaya pelayanan; produk pelayanan; sarana dan prasarana; kompetensi petugas pelayanan. Selain itu, berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/ 2003 disebutkan bahwa penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi beberapa prinsip sebagai berikut, kesederhanaan; kejelasan; kepastian waktu; akurasi; keamanan; tanggung jawab; kelengkapan sarana dan prasarana; kemudahan akses. Menurut Ratminto, (2005:5) pelayanan administrasi pemerintahan atau pelayanan perizinan adalah segala bentuk jasa pelayanan yang pada prinsipnya manjadi tanggung jawab
|
19
dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di pusat, di daerah, dan lingkungan BUMN atau BUMD, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan pelayanannya. Jadi pelayanan perizinan adalah segala bentuk tindakan yang dilakukan oleh pemerintah kepada masyarakat yang bersifat legalitas atau melegalkan kepemilikan, hak, keberadaan, dan kegiatan individu atau organisasi. Memperhatikan berbagai pandangan tentang efektiivtas pelayanan maka dalam menilai efektivitas pelayanan penerbitan SIUP Besar digunakan tiga aspek yaitu prosedur pelayanan, waktu pelayanan dan sarana dan prasarana.
METODOLOGI Penelitian evaluatif ini dilakukan ini dengan pendekatan kualitatif dengan metode pengumpulan data berupa wawancara kepada berbagai pihak, telaah dokume dan observasi. Analisis data dilakukan dengan memenuhi kaidah-kaidah penelitian evaluatif-kualitatif sehingga penyimpulan tentang tingkat efektivitas juga dalam bentuk tingkat/nilai kualitatif.
HASIL DAN PEMBAHASAN Prosedur Pelayanan Untuk mewujudkan kepastian persyaratan, proses, waktu, biaya dan tertib penyelenggaraan pelayanan penerbitan SIUP di Provinsi DKI Jakarta termasuk dalam rangka mendukung upaya percepatan layanan perizinan dan non perizinan melalui PTSP, Dinas KUMKMP telah menyusun dan menetapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) berdasarkan Keputusan Kepala Dinas KUMKMP Nomor 75/2012 tentang Prosedur Tetap Pelayanan Penerbitan SIUP dan TDP di Lingkungan Provinsi DKI Jakarta. SOP tersebut dimaksudkan untuk menjadi acuan bagi pejabat maupun petugas di tingkat dinas maupun suku dinas dalam proses pelaksanaan tugas memberikan pelayanan SIUP mulai dari permohonan SIUP diterima sampai dengan diterbitkannya SIUP tersebut. Lima temuan dalam prosedur pelayanan: Pertama, tidak Semua Berkas Permohonan SIUP Besar Diajukan Melalui Unit PTSP
20
|
Jurnal Good Governance Vol. 10 No. 1. Maret 2014
Bidang Penanaman Modal. Dari hasil analisis data permohonan SIUP Besar tersebut diketahui bahwa sebanyak 476 (28,80%) berkas permohonan diajukan langsung oleh pemohon SIUP Besar melalui Unit PTSP Bidang Penanaman Modal, dan sebanyak 1.177 (71,20%) berkas permohonan SIUP Besar diajukan pemohon tidak secara langsung melalui Unit PTSP Bidang Penanaman Modal. Pengajuannya dilakukan melalui loket yang ada di Dinas KUMKMP atau melalui petugas Back Office Dinas KUMKMP, selanjutnya berkas permohonan tersebut dibawa ke Unit PTSP Bidang Penanaman Modal untuk disampaikan kepada Petugas Front Office Unit PTSP untuk dilakukan proses lebih lanjut terkait dengan penerbitan SIUP Besar. Hasil wawancara dengan Dinas KUMKMP dikatakan bahwa dalam pengurusan SIUP Besar, pemohon mendaftar melalui Unit PTSP Penanaman Modal yang melibatkan petugas front office dan back office. Apabila berkas sudah dinyatakan lengkap, dibuatkan surat pengantar kepala Unit PTSP berkas dikirim ke Dinas KUMKMP untuk diproses lebih lanjut sampai diterbitkannya SIUP Besar dan dikirim kembali ke PTSP untuk disampaikan kepada pemohon. Akan tetapi sampai saat ini, masih ada pemohon yang mengajukan permohonan SIUP Besar langsung ke Dinas KUMKMP dan tetap diproses tanpa melalui unit PTSP Penanaman Modal. Hal tersebut tetap dilakukan oleh Dinas KUMKMP karena dirasa lebih efektif, daripada melalui Unit PTSP, dan dinas masih mempunyai kewenangan untuk melakukan pengurusan serta karena keinginan dari pemohon sendiri. Hasil wawancara dengan pemohon, yang mengurus perpanjangan SIUP Besar di Dinas KUMKMP diketahui bahwa: “persyaratan perpanjangan SIUP Besar dari baliho, prosedurnya tidak sulit sepanjang persyaratan memenuhi standar dan dokumen lengkap. Saya mengurus perpanjang SIUP Besar yang sudah habis masa berlakunya. Setahu saya pengurusannya langsung ke Dinas KUMKMP dan saya belum mengetahui apa itu PTSP. Kemarin dokumen persyaratan perpanjangan sudah saya masukkan ke Dinas KUMKMP, karena belum lengkap saya datang kesini lagi untuk melengkapi”. Hasil wawancara dengan petugas Front Office di Unit PTSP Bidang Penanaman Modal
dikatkan bahwa, tidak semua permohonan SIUP Besar masuk melalui PTSP Bidang Penanaman Modal, namun ada sebagian permohonan yang dibawa Tim teknis/Back Office dari Dinas KUMKMP yang sebelumnya telah diterima melalui Dinas KUMKMP. Selanjutnya permohonan tersebut diproses seperti biasa disini, dicatat melalui petugas Front Office dan prosesnya sama dengan permohonan SIUP Besar yang dilakukan pemohon langsung. Hasil wawancara dengan Tim Teknis/ Petugas Back Office, yang ditempatkan di Unit PTSP diketahui bahwa: “Memang pelayanan melalui Unit PTSP telah dilaksanakan, namun masih ada pemohon yang mengajukan langsung ke Dinas KUMKMP. Petugas Back Office Dinas KUMKMP yang ditempatkan di Unit PTSP Penanaman Modal juga masih menerima pendaftaran yang langsung ke Dinas dan selanjutnya dokumen permohonan tersebut dibawa ke Unit PTSP untuk didaftarkan melalui petugas Front Office Unit PTSP. Kedua, database SIUP Besar antara Unit PTSP dan Dinas KUMKMP belum Terkoneksi. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa Unit PTSP telah memiliki sistem pengelolaan database SIUP Besar, namun sistem tersebut belum terkoneksi secara internal di Unit PTSP itu sendiri, khususnya antar bagian yang terlibat dalam proses penerbitan SIUP Besar ataupun terkoneksi secara eksternal dengan Dinas KUMKMP. Sistem ini baru terkoneksi antara bagian Front Office dengan bagian Administrasi, belum terkoneksi dengan bagian Back Office masing-masing SKPD yang bertugas di Unit PTSP maupun bagian penyerahan SIUP Besar yang sudah diterbitkan. Pada Dinas KUMKMP pengelolaan database SIUP Besar masih dilakukan secara manual dan baru sebatas disimpan pada file microsoft excel. Terkait dengan kondisi tersebut di atas, maka berdasarkan data penerbitan SIUP Besar periode Januari s.d. Juni 2013 terdapat perbedaan data jumlah SIUP Besar yang terbitkan, antara data SIUP Besar yang ada pada Unit PTSP dengan data di Dinas KUMKMP, yang dapat dijelaskan sebagaimana tabel di bawah ini:
Efektivitas Pelayanan Penerbitan SIUP Besar Di Provinsi DKI Jakarta
|
21
Tabel 2 Data SIUP Besar Yang DiterbitkanPeriode Januari - Juni 2013
1.
Januari
Data SIUP di Unit PTSP 225
2.
Februari
256
241
15
3.
Maret
280
299
19
4.
April
317
255
62
5.
Mei
295
215
80
6.
Juni
249
262
13
1622
1463
No.
Jumlah
Bulan
Data penerbitan SIUP Besar sebagaimana disajikan pada tabel di atas diketahui bahwa terdapat perbedaan data jumlah SIUP Besar yang diterbitkan. Adapun penyebab terjadinya perbedaan data SIUP Besar antara Unit PTSP dengan Dinas KUMKMP adalah tidak pernah dilakukan proses rekonsiliasi mengenai jumlah permohonan dan jumlah SIUP Besar yang diterbitkan. Selain itu Dinas KUMKMP hanya mencatat SIUP Besar yang diterbitkan baru, sedangkan yang perubahan/daftar ulang tidak dicatat melainkan hanya dilakukan perubahan nomornya saja. Sedangkan pada Unit PTSP, setiap permohonan SIUP Besar, baik berupa permohonan baru maupun daftar ulang/ perubahan dilakukan pencatatan, termasuk berkas SK SIUP Besar yang diterbitkan Dinas KUMKMP (baik asli atau foto copy). Hasil wawancara staf administrasi pada Unit PTSP Bidang Penanaman Modal diketahui bahwa pencatatan SIUP Besar pada Unit PTSP sudah tersimpan dalam database, dimana data permohonan SIUP Besar yang ada pada bagian Front Office telah terkoneksi dengan bagian Administrasi, namun belum terkoneksi dengan bagian Back Office ataupun dengan Dinas KUMKMP. Jadi sifatnya masih internal di Unit PTSP saja. Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri Dinas KUMKMP dan Kepala Unit PTSP Bidang Penanaman Modal, menyatakan dalam wawancara “Dinas masing-masing sudah mempunyai database SIUP Besar namun masih manual dan disimpan dalam bentuk file excel dan belum online sehingga belum terkoneksi. Selama ini baru bagian administrasi dan bagian
Data SIUP di Dinas KUMKMP 191
Selisih 34
front office yang datanya terkoneksi, sedangkan dengan Dinas KUMKMP data tersebut juga belum terkoneksi”. Ketiga, Adanya Berkas Permohonan yang Terpending dan Belum Dilengkapi oleh Pemohon Sehingga Tidak DapatDiperoses di Unit PTSP. Mengacu pada SOP Pelayanan SIUP diketahui bahwa setelah pemohon menyerahkan berkas permohonan SIUP Besar maka petugas Front Office memeriksa kelengkapan permohonan, dan langsung mengembalikan kepada pemohon apabila berkas tersebut dinyatakan belum lengkap. Apabila permohonan dinyatakan lengkap maka berkas permohonan diteruskan ke petugas Back Office. Dari hasil pengamatan dan pemeriksaan dokumen permohonan SIUP Besar periode bulan Januari s.d. Juni 2013 terdapat tiga berkas permohonan SIUP Besar yang sampai dengan penelitian ini dilaksanakan statusnya masih terpending di Unit PTSP Bidang Penanaman Modal sehingga tidak dapat diproses lebih lanjut untuk penerbitan SIUP Besar. Penyebab berkas permohonan tidak dapat diproses untuk penerbitan SIUP Besar, adalah karena kondisi berkas permohonan yang sudah dinyatakan lengkap oleh petugas Front Office maupun Back Office setelah disampaikan ke Dinas KUMKMP ternyata masih ada persyaratan yang tidak lengkap/tidak sesuai sehingga dikembalikan lagi ke Unit PTSP agar disampaikan kepada pemohon izin untuk dilengkapi. Dalam kondisi seperti ini terkadang komunikasi dengan pemohon izin sulit dilakukan atau pemohon izin tidak segera
22
|
Jurnal Good Governance Vol. 10 No. 1. Maret 2014
melengkapi kekurangannya sehingga proses penerbitan SIUP Besar tidak dapat diteruskan. Hasil wawancara dengan staf administrasi Unit PTSP Bidang Penanaman Modal dan Seksi Usaha Perdagangan, diketahui bahwa: “berkas permohonan yang masing terpending prosesnya di Unit PTSP disebabkan karena pada saat permohonan dinyatakan lengkap oleh petugas Front Office ternyata pada saat dilakukan pengecekan oleh petugas Back Office masih ditemukan persyaratan belum lengkap, namun pemohon sudah tidak ada di Unit PTSP. Selain itu juga disebabkan dari hasil pengecekan yang dilakukan petugas Dinas KUMKMP terhadap berkas yang sudah dikirim ke Dinas KUMKMP untuk diproses lebih lanjut ternyata masih ada kekurangan persyaratan”. Keempat, Petugas Back OfficeTidak Menyusun Konsep Draft SK SIUP. Berdasarkan SOP pelayanan penerbitan SIUP, diketahui bahwa tim teknis/petugas Back Office membuat konsep draft SK SIUP dan menyampaikan berkas permohonan & konsep draft SK SIUP kepada petugas administrasi unit PTSP untuk proses lebih lanjut atas penerbitan SIUP Besar di dinas KUMKMP. Selanjutnya petugas SIUP Besar di Dinas KUMKMP melakukan verifikasi konsep draft SK SIUP dan merevisi (jika perlu) konsep draft SK SIUP dan mencetak draft SK SIUP untuk diproses lebih lanjut. Dari hasil pengamatan yang dilakukan di Unit PTSP diketahui bahwa petugas Back Office yang ditempatkan di Unit PTSP tidak membuat konsep draft SK SIUP Besar. Hal tersebut terjadi karena belum ada sistem database permohonan SIUP Besar yang menghubungkan antara Unit PTSP dengan Dinas KUMKMP. Petugas Back Office sudah disediakan fasilitas kerja berupa seperangkat komputer namun pada kenyataannya peralatan tersebut tidak digunakan secara maksimal dalam bekerja, karena pekerjaan lebih banyak dilakukan secara manual sehingga petugas Back Office tidak mempunyai database permohonan SIUP Besar. Setelah selesai memeriksa kelengkapan dan kebenaran persyaratan berkas permohonan SIUP Besar, maka berkas yang dinyatakan lengkap disampaikan kepada petugas administrasi PTSP untuk proses lebih lanjut di dinas KUMKMP. Dari hasil pengamatan di Dinas KUMKMP diketahui bahwa setelah berkas
permohonan SIUP Besar diterima oleh staf seksi Usaha Perdagangan dan Pendaftaran Perusahaan, selanjutnya dilakukan pemeriksaan ulang terhadap berkas permohonan tersebut dan setelah dinyatakan lengkap langsung dibuatkan draft SK SIUP. Hasil wawancara dengan petugas Back Office di Unit PTSP, diketahui bahwa: “draft SK SIUP dibuat di Dinas KUMKMP karena hal tersebut menjadi kewenangan Dinas. Setelah selesai memeriksa kelengkapan persyaratan berkas permohonan, saya tidak membuat konsep draft SK SIUP melainkan langsung meneruskan berkas permohonan tersebut ke bagian administrasi Unit PTSP untuk diproses lebih lanjut”. Dalam wawancara Kepala Seksi Usaha Perdagangan dan Pendaftaran Perusahaan Bidang PDN Dinas KUMKMP menyatakan “setelah berkas permohonan SIUP Besar diterima oleh staf seksi Usaha Perdagangan dan Pendaftaran Perusahaan maka dilakukan pengecekan ulang dan mengkonsultasikanya kepada pimpian, setelah dinyatakan lengkap langsung dibuatkan draft SK SIUP”. Kelima, Tidak Semua SIUP yang Diterbitkan Disampaikan ke Pemohon Melalui Unit PTSP. Berdasarkan SOP Pelayanan Penerbitan SIUP, diketahui bahwa setelah proses penerbitan SK SIUP Besar selesai dilakukan di Dinas KUMKMP maka terhadap SK SIUP Besar yang asli, oleh Petugas SIUP Dinas KUMKMP diserahkan kepada petugas adminsitrasi/Front Office Unit PTSP untuk diserahkan kepada Pemohon. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa tidak semua SK SIUP Besar yang sudah selesai proses penerbitan di Dinas KUMKMP diserahkan ke Unit PTSP, namun ada yang diserahkan langsung kepada pemohon izin tanpa melalui Unit PTSP. Terhadap SIUP yang permohonannya langsung dilakukan di Unit PTSP maka SK SIUP Besar asli yang diserahkan ke Unit PTSP, namun apabila permohonan tidak dilakukan secara langsung melalui Unit PTSP maka salinan/foto copy SK SIUP Besar yang diserahkan ke Unit PTSP. Dari data penerbitan SIUP Besar yang diperoleh dari Unit PTSP periode Januari s.d. Juni 2013 diketahui bahwa jumlah SIUP Besar yang diterbitkan adalah sebanyak 1.622 lembar. Dari hasil penelitian terhadap berkas SK SIUP Besar yang diterima oleh Unit PTSP (baik asli
Efektivitas Pelayanan Penerbitan SIUP Besar Di Provinsi DKI Jakarta
maupun foto copy) diketahui bahwa sebanyak 444 (27,37%) lembar SK SIUP Besar diterima asli dari Dinas KUMKMP yang dibawa oleh petugas pengiriman berkas permohonan SK SIUP Besar, sedangkan sisanya sebanyak 1.178 (72,63%) tidak diterima dalam bentuk asli SK SIUP Besar melainkan berupa foto copy/salinan SK SIUP Besar. Hal tersebut disebabkan karena SK SIUP Besar yang asli langsung diserahkan kepada pemohon tanpa melalui Unit PTSP. Hasil wawancara dengan Staf Seksi Usaha Perdagangan dan Pendaftaran PerusahaanBidang PDN Dinas KUMKMP diketahui bahwa: “Setelah SK SIUP Besar diterbitkan selanjutnya SK tersebut diambil oleh petugas Unit PTSP tetapi masih ada pemohon yang mengambil langsung ke Dinas KUMKMP, tetapi mereka harus melapor ke Unit PTSP”. Hasil wawancara dengan Kepala Seksi Usaha Perdagangan dan Pendaftaran PerusahaanBidang PDN Dinas KUMKMP diketahui bahwa: “Terhadap SIUP Besar yang sudah diterbitkan, sampai saat ini masih ada pemohon yang mengambil langsung ke Dinas KUMKMP, selanjutnya foto copy SK SIUP Besar tersebut dikirim ke Unit PTSP tetapi jumlahnya sudah berkurang”. Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Perdagangan Dalam NegeriDinas KUMKMP diketahui bahwa: “Kadang-kadang masih ada pemohon yang mengambil langsung SK SIUP Besar asli di Dinas KUMKMP karena terkadang petugas pengiriman berkas permohonan SIUP Besar dari Unit PTSP tidak datang padahal saat itu pemohon membutuhkan SIUP Besar tersebut untuk mengurus usahanya, tapi itu tidak banyak”. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan secara langsung selama proses pelayanan perizinan SIUP Besar baik di Dinas KUMKMP atau di Unit PTSP provinsi DKI Jakarta, telaah dokumen serta wawancara yang dilakukan kepada pihak-pihak terkaitdiketahuiDinas KUMKMP maupun Unit PTSP sudah mempunyai SOP yang dijadikan dasar/acuan dalam proses pelayanan perizinan, khususnya dalam pembuatan SIUP Besar, namun prosedur pelayanan penerbitan SIUP yang sudah berlaku di Dinas KUMKMP dan di Unit PTSP Bidang Penanaman Modal belum dilaksanakan sesuai SOP yang sudah ada karena pada kenyataannya masih dijumpai
|
23
beberapa prosedur yang seharusnya dilaksanakan sesuai SOP namun pada kenyataaannya SOP tersebut tidak dijalankan. Kondisi tersebut tidak sesuai dengan pendapat Mahmudi (2010:228) yang dinyatakan bahwa dalam memberikan pelayanan publik maka instansi penyedia pelayanan publik harus memperhatikan prinsip-prinsip pelayanan publik diantaranya adalah kesederhanaan prosedur. Selain itu, menurut LAN (1998) dan keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M/PAN/07/2003 menyatakan bahwa standar pelayanan publik yang baik sekurang-kurangnya meliputi adanya prosedur pelayanan. Oleh karena itu, terkait dengan prosedur pelayanan penerbitan SIUP Besar yang ada di Dinas KUMKMP serta Unit PTSP Bidang Penanaman Modal Provinsi DKI Jakarta menunjukkan bahwa pelayanan penerbitan SIUP Besar belum efektif. Waktu Pelayanan Berdasarkan data penerbitan SIUP Besar yang ada di Unit PTSP Bidang Penanaman Modal periolde bulan Januari s.d. Juni 2013 diketahui bahwa terdapat sebanyak 1.622 SK SIUP Besar yang diterbitkan oleh Dinas KUMKMP. Dari total SIUP Besar yang diterbitkan tersebut, sebanyak 1.178(72,63%) lembar SIUP Besar diserahkan kepada pemohon tidak melewati Unit PTSP Bidang Penanaman Modal sedangkan sebanyak 444 (27,37%) SIUP Besarditerima Unit PTSP Bidang Penanaman Modal dari Dinas KUMKMP untuk selanjutnya disampaikan kepada pemohon izin. Selanjutnya dari sebanyak 444 SK SIUP Besar yang disampaikan oleh Dinas KUMKMP ke Unit PTSP Bidang Penanaman Modal dilakukan pengukuran jangka waktu pelayanan penerbitan SIUP Besar tersebut,dan diketahui bahwa rata-rata waktu pelayanan yang dibutuhkan untuk penerbitan satu SIUP Besar yang dihitung sejak permohonan dinyatakan lengkap oleh petugas Front Office/Back Office sampai dengan dokumen SIUP Besar tersebut disampaikan kepada Unit PTSP untuk diserahkan kepada pemohon adalah selama 8,97 hari. Adapun rincian jangka waktu yang dibutuhkan untuk penerbitan SIUP Besar tersebut dapat dijelaskan dengan tabel sebagai berikut:
|
24
Jurnal Good Governance Vol. 10 No. 1. Maret 2014
Tabel 3 Rata-Rata Jangka Waktu Penerbitan SIUP Besar Periode Januari - Juni 2013 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Rata-rata
Rata-Rata waktu yang dibutuhkan (hari) 7,59 9,13 8,32 9,81 9,37 9,57 8,97
Dalam wawancara, Staf Administrasi Unit PTSP Bidang Penanaman Modal dan petugas Back Office/front office menyatakan “waktu yang dibutuhkan untuk pengurusan SIUP Besar seharusnya tiga hari sejak dokumen dinyatakan lengkap oleh petugas Front Office atau Back Office sampai dengan SIUP diterima oleh PTSP, namun pada kenyataannya dibutuhkan waktu antara 7-14 hari untuk proses pengurusan SIUP Besar”. Hasil wawancara dengan beberapa Pemohon, yang sedang mengambil SIUP Besar diketahui bahwa: “jangka waktu yang dibutuhkan untuk pengurusan SIUP Besar sejak permohonan disampaikan ke PTSP sampai dengan SIUP Besar diambil oleh pemohon sudah cepat karena setahu saya dibutuhkan waktu 14 hari untuk mengurusnya, tetapi ternyata dalam 10 hari kerja sudah selesai prosesnya. Setiap seminggu sekali saya telepon ke PTSP untuk menanyakan sudah selesai atau belum prosesnya. Kalau bisa jangka waktu untuk proses penerbitan SIUP jangan terlalu lama”. Hasil wawancara dengan Kepala Unit PTSP Bidang Penanaman Modal diketahui bahwa: “jangka waktu yang dibutuhkan untuk pengurusan SIUP Besar sebelum ada Unit PTSP rata-rata diatas 20 hari, namun sejak adanya Unit PTSP, rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk pengurusan SIUP Besar sebanyak 5,5 hari. Hal tersebut disebabkan karena masih adanya perbedaan pemahaman/ penafsirandalam memverifikasi persyaratan permohonan SIUP Besar antara antara petugas Front Offce/petugas Back Office dengan petugas di Dinas KUMKMP sehingga pada saat berkas sudah dinyatakan lengkap oleh petugas front office/banck office terkadang pada saat
dokumen sampai di Dinas KUMKMP masih ditemukan persyaratan yang belum lengkap”. Hasil wawancara dengan Seksi Usaha Perdagangan dan Pendaftaran Perusahaan Bidang PDN Dinas KUMKMP diketahui bahwa: “jangka waktu yang diperlukan pengurusan SIUP Besar rata-rata sudah memenuhi standar waktu yang disyaratkan meskipun memang masih ada yang melebihi dari jangka waktu yang telah ditetapkan/lebih dari tiga hari. Hal tersebut disebabkan karena ada beberapa persyaratan yang harus dikonfirmasi ulang kepada pemohon/perlu dilengkapi namun pemohon tidak segera melengkapi/ memperbaiki kekurangan berkas yang dipersyaratkan”. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan secara langsung selama proses pelayanan perizinan SIUP Besar baik di Dinas KUMKMP atau di Unit PTSP Bidang Penanaman Modal Provinsi DKI Jakarta, telaah dokumen serta wawancara yang dilakukan kepada pihak-pihak terkait diketahui waktu pelayanan yang dibutuhkan untuk pengurusan suatu permohonan SIUP Besar ternyata lebih dari tiga hari yaitu rata-rata butuh waktu 8, 97 hari. Hal tersebut belum sesuai dengan Prosedur Tetap (Standard Operational Procedure) Pelayanan Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP) di Lingkungan Provinsi DKI Jakarta. Terkait dengan waktu pelayanan penerbitan SUP Besar yang ada di Dinas KUMKMP serta Unit PTSP Bidang Penanaman Modal Provinsi DKI Jakarta menunjukkan bahwa pelayanan penerbitan SIUP Besar belum efektif. Sarana dan Prasarana Dalam rangka peningkatan pelayanan publik, Gubernur Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan Instruksi Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 49 Tahun 2011 yang menginstruksikan kepada Para Kepala SKPD/UKPD untuk menyediakan kelengkapan dalam rangka meningkatkan kualitas dalam semua jenis layanan publik dan menyiapkan petugas yang berkompeten dalam memberikan informasi layanan publik yang dibutuhkan kepada masyarakat. Sedangkan untu sarana dan prasarana di Unit PTSP Bidang Penanaman
Efektivitas Pelayanan Penerbitan SIUP Besar Di Provinsi DKI Jakarta
Modal, ditetapkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 223 Tahun 2010 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Bidang Penanaman Modal. Berdasarkan hasil pengamatan atas sarana prasarana Unit PTSP Bidang Penanaman Modal Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diketahui bahwa peralatan kerja pada Unit PTSP Bidang Penanaman Modal untuk mendukung pelayanan perizinan SIUP belum sesuai dengan standar minimal yang ditetapkan dalam Pergub Provinsi DKI Jakarta No. 223 Tahun 2010. Selain itu, berdasarkan hasil pengamatan fisik ditemukan juga peralatan kerja sebagai berikut: 3 unit CCTV, 1 unit mesin IKM, 1 unit kotak saran, 2 unit kotak brosur, 1 buah Ipad dan 1 buah scanner. Hasil wawancara dengan key informant: “sarana dan prasarana yang ada di Dinas KUMKMP untuk melayani penerbitan SIUP Besar cukup memadai karena saat ini hanya untuk meregister permohonan yang masuk, kecuali nanti kalau sudah online pengurusan SIUP Besar perlu dilakukan penambahan peralatan lainnya”. Sedangkan menurut staf Unit PTSP bagian penyerahan SIUP Besar mengatakan bahwa: “sarana prasarana yang ada di Unit PTSP masih kurang memadai, karena telephone yang disediakan belum dapat digunakan untuk menghubungi pemohon, sehingga petugas hanya menunggu permohon menanyakan status proses SIUP Besar. Penataan ruangan yang tidak strategis, dimana ruangan bagian penyerahan SIUP Besar letaknya jauh dengan bagian administrasi, database yang ada dibagian administrasi/front office tidak terkoneksi dengan bagian penyerahan berkas, sehingga status penerbitan suatu permohonan tidak dapat dimonitor”. Disdamping itu fitur-fitur yang ada dalam database tersebut belum memadai sehingga sistem yang sudah dibangun tersebut tidak dapat dimanfaatkan secara optimal”. Berdasarkan hasil pengamatan bahwa proses pelayanan perizinan SIUP Besar baik di Dinas KUMKMP atau di Unit PTSP provinsi DKI Jakarta, telaah dokumen serta wawancara dengan pihak-pihak terkait diketahui bahwa sarana dan prasarana yang dipersyaratkan dalam SOP maupun peraturan terkait lainnya yang diperlukan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan pelayanan penerbitan SIUP Besar ternyata kurang memadai, baik yang ada di Unit
|
25
PTSP Bidang Penanaman Modal maupun di Dinas KUMKMP. Selain itu, juga berbeda dengan pendapat Mahmudi (2010:230) yang dinyatakan bahwa cakupan standar pelayanan publik yang harus ditetapkan diantaranya sekurang-kurangnya meliputi sarana dan prasarana. Agar standar pelayanan publik tersebut dapat tercapai maka ditetapkan standar sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggara pelayanan publik. Hal tersebut juga tidak sesuai dengan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 yang menyatakan bahwa dalam penyelenggaraan pelayanan publik harus memenuhi beberapa prinsip dan standar pelayanan publik, diantaranya meliputi sarana dan prasarana. Oleh karena itu, terkait dengan sarana dan prasarana yang menunjang pelayanan penerbitan SUP Besar yang ada di Dinas KUMKMP serta Unit PTSP Bidang Penanaman Modal Provinsi DKI Jakarta dapat disimpulkan bahwa pelayanan penerbitan SIUP Besar belum efektif. KESIMPULAN Secara umum dapat disimpulkan bahwa pelayanan penerbitan SIUP Besar pada Dinas KUMKMP maupun pada Unit PTSP Provinsi DKI Jakarta Belum Efektif. Prosedur pelayanan penerbitan SIUP Besar belum sesuai dengan Prosedur Tetap/SOP yang sudah diterbitkan oleh Dinas KUMKMP ataupun peraturan lainnya yang lebih tinggi, hal tersebut dapat dilihat dari beberapa kondisi: tidak semua berkas permohonan SIUP Besar diajukan melalui Unit PTSP Bidang Penanaman Modal, database SIUP Besar antara Unit PTSP dan Dinas KUMKMP belum terkoneksi, adanya berkas permohonan yang terpending dan belum dilengkapi oleh Pemohon sehingga tidak dapat diproses di Unit PTSP, petugas Back Office tidak menyusun Draft SK SIUP; karena belum ada sistem database permohonan SIUP Besar yang menghubungkan antara Unit PTSP dengan Dinas KUMKMP, tidak semua SK SIUP Besar yang diterbitkan disampaikan ke Pemohon melalui Unit PTSP, karena yang asli langsung diserahkan kepada pemohon tanpa melalui Unit PTSP. Selain itu, waktu yang diperlukan untuk penerbitan SIUP Besar masih diatas tiga hari kerja; Untuk menyelesaikan SIUP Besar
26
|
Jurnal Good Governance Vol. 10 No. 1. Maret 2014
tersebut memerlukan waktu rata-rata selama 8,97 hari. Sedangka pada aspek sarana dan prasarana untuk penerbitan SIUP Besar, belum tersedia secara memadai. Peralatan kerja pada Unit PTSP Bidang Penanaman Modal untuk pelayanan perizinan SIUP belum sesuai dengan standar minimal dalam Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 223 Tahun 2010. Implikasi praktis dari temuan penelitian ini adalah: Pertama, perbaikan pada prosedur pelayanan, disarankan kepada Dinas KUMKMP dan Unit PTSP Bidang Penanaman Modal Provinsi DKI Jakarta dengan meningkatkan sosialisasi mengenai prosedur tetap pelayanan penerbitan SIUP Besar sesuai yang diatur dalam SOP yang telah ditetapkan, proses pelayanan penerbitan SIUP Besar dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan dan kebenaran dokumen sesuai dengan Prosedur Tetap Pelayanan Penerbitan SIUP Besar, melakukan evaluasi atas pengunaan sistem informasi dalam pelayanan perizinan SIUP Besar dan mengembangkan sistem informasi pelayanan perizinan secara online dan mengoptimalkan pelayanan penerbitan SIUP Besar dan penyerahan SKSIUP Besar melalui Loket Unit PTSP Bidang Penanaman Modal BPMP dan memberi sanksi kepada petugas Back Office SIUP Besar yang menerima langsung permohonan pelayanan penerbitan SIUP Besar baik. Kedua, daam hal waktu pelayanan, Dinas KUMKMP dan Unit PTSP Bidang Penanaman Modal Provinsi DKI Jakarta untuk menyelesaikan permohonan penerbitan SIUP Besar dalam waktu tiga hari kerja sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam SOP. Ketiga, dalam sarana dan prasarana, disarankan, perlu menegaskan standarisasi sarana dan prasarana pelayanan perizinan pada Dinas KUMKMP dan melengkapinya sehingga mendukung pelaksanaan pelayanan penerbitan
SIUP Besar dan menyusun dan mengevaluasi, serta melengkapi sarana dan prasarana pada Unit PTSP Bidang Penanaman Modal, khususnya terkait Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan SIUP dengan memperhatikan Peraturan Gubernur No. 223 Tahun 2010 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit PTSP Bidang Penanaman Modal. . REFERENSI Bambang, Hari (Harian Portalkbr, 12 Maret 2013) Layanan Publik Buruk? Kritiklah untuk Perbaikan, Jakarta:. Hardiyansyah (2011). Kualitas Pelayanan Publik, Konsep, Dimensi, Indikator dan Implementasinya. Yogyakarta: Gava Media. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.63/KEP/M.PAN/ 7/2003 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Lembaga Administrasi Negara (1998). Akuntabilitas Standar Pelayanan Prima, Jakarta Mahmudi (2010). Manajemen Kinerja Sektor Publik.Yogyakarta:UPP STIM YKPN. Mustika M. Amanda (Harian Tempo, 8 April 2011). DKI Berkilah Soal Rapor Merah Layanan Publik, Jakarta:. Kementerian DalamNegeri, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 46/M-DAG/PER/9/ 2009 tentang Perubahan Permendagri No. 36/M-DAG/PER/9/2006 tentang Penerbitan SIUP. Ratminto dan Atik Septi Winarsi (2005). Manajemen Pelayanan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Tangkilisan, Hesel Nogi S ( 2005). Manajemen Publik, Jakarta: PT Gramedia.
Manfaat Pendanaan Program Tabungan Hari Tua PNS
|
27
MANFAAT PENDANAAN PROGRAM TABUNGAN HARI TUA PNS Hermawan Wahidin Badan Kepegawaian Negara E-mail:
[email protected] Siti Noor Amani STIA Lembaga Administrasi Negara Jakarta E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Paper ini menyajikan hasil perhitungan optimasi Pendanaan Program Tabungan Hari Tua (THT) PNS yang dikelola PT Taspen (Persero). Program pendanaan THT PNS berasal dari akumulasi iuran dari penghasilan PNS. Untuk menjamin ketersediaan dana dan memberi manfaat kepada peserta program THT dan Dana Pensiun, PT Taspen (Persero) melakukan pengelolaan dana investasi dalam bentuk deposito berjangka, obligasi, saham, penyertaan saham, dan lainnya. Untuk mengetahui optimasi pendanaan THT PNS dengan menggunakan Metode Simplek Programasi Linier. Perhitungan Programasi Linier untuk menentukan portofolio optimal, sehingga dapat diketahui bentuk portofolio yang akan memberikan manfaat yang paling optimal. Keyword : Taspen, Tabungan Hari Tua, gaji, pensiun, asuransi, investasi.
PENDAHULUAN Besaran gaji PNS mengalami perubahan sejak pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, selama menjabat sebagai presiden hampir setiap tahun Gaji PNS mengalami kenaikan dengan besaran rata- rata 13%, terakhir untuk tahun 2013 berdasarkan nota keuangan besaran kenaikan gaji pokok PNS mengalami kenaikan rata -rata sebesar 7%. Berikut riwayat kenaikan besaran gaji pokok PNS sejak tahun 2007-2012: Kenaikan Gaji PNS ini secara langsung berdampak pada program Tabungan Hari Tua
(THT) PNS yang saat ini dikelola oleh PT Taspen (Persero), sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun 1974 tanggal 10 Desember 1974 tentang Pembagian, Penggunaan, Cara Pemotong-an, Penyetoran, Besarnya Iuran – iuran yang dipungut dari Pegawai Negeri, Pejabat Negara dan Penerima Pensiun yang selanjutnya diubah dengan Keputusan Presiden Nomor: 8 tahun 1977 tanggal 1 Maret 1977. Dalam Keppres 56 tahun 1974 diatur pungutan Iuran THT yang besarnya 3,25% dari penghasilan setiap bulan setiap Pegawai Negeri dan Pejabat Negara dikelola oleh Perum Taspen, sementara itu pungutan
Tabel 1 Riwayat Kenaikan Besaran Gaji Pokok PNS Tahun 2007-2012 No
Peraturan Gaji
1. 2. 3. 4. 5. 6.
PP No 9 Th.2007 PP No 10 Th 2008 PP No 8 Th 2009 PP No 25 Th 2010 PP No 11 Th 2011 PP No 15 Th 2012
Gaji Pokok Terendah Tertinggi 760.500 2.405.400 910.000 2.910.000 1.040.000 3.400.000 1.095.000 3.580.000 1.175.000 4.100.000 1.260.000 4.603.700
% Kenaikan 15% 20% 10% 5% 15% 10%
Skala Gaji 1 : 3,16 1 : 3,20 1 : 3,27 1 : 3,27 1 : 3,49 1 : 3,65
28
|
Jurnal Good Governance Vol. 10 No. 1. Maret 2014
Iuran Pensiun sebesar 4,75% dari penghasilan setiap bulan setiap Pegawai Negeri dan Pejabat Negara disimpan pada Bank Milik Pemerintah yang ditentukan oleh Menteri Keuangan. PT Taspen (Persero) dalam mengelola dana investasi berdasarkan prinsip prudent dalam arti aman, hasil optimal dan likuid. Portofolio investasi dikelola berbasis Asset Liability Management (ALM) yang bertujuan agar profil portofolio investasi sesuai dengan profil kewajiban jangka panjang PT Taspen (Persero). Untuk menjamin ketersediaan dana dan memberi manfaat kepada peserta program THT dan Dana Pensiun, PT Taspen (Persero) melakukan pengelolaan dana investasi dalam bentuk deposito berjangka, obligasi, saham, penyertaan saham, dan lain sebagainya. Nilai investasi Dana Asuransi/THT pada tahun 2011 sebesar Rp38,61 triliun dengan komposisi : 77% pada obligasi; 14% pada deposito; 9% pada saham dan reksadana; serta 0,018% pada investasi langsung. Dibandingkan tahun sebelumnya nilai investasi mengalami kenaikan sebesar 15,12%. Hasil investasi Dana Asuransi/THT pada tahun 2011 sebesar Rp3,777 triliun dengan komposisi : Rp2,883 triliun dari obligasi; Rp 387,58 miliar dari deposito; Rp 504,58 miliar dari saham dan reksadana; serta Rp 0,63 miliar dari investasi langsung. Yield on Investment (YOI) pada tahun 2010 sebesar 10,47%. Dari permasalahan diatas, kondisi yang ada sementara dapat digambarkan sebagai berikut : a. Dalam perjalanannya kenaikan gaji PNS yang terus mengalami kenaikan setiap tahun akan menyebabkan penerimaan iuran program Pensiun dan THT yang diterima PT Taspen (Persero) akan semakin besar tetapi dalam keberlangsungan program THT untuk membayarkan manfaat kepada peserta terdapat pendanaan dari program THT yang menimbulkan unfunded liability. b. Peningkatan beban unfunded liability tersebut yang semakin besar setiap terjadi kenaikan gaji pokok, dan hal ini menyebabkan PT Taspen (Persero) pernah mengajukan perubahan sistem program THT PNS menjadi program THT yang sustainable. c. Lebih lanjut pada tahun 2006, berdasarkan pemeriksaan atas laporan keuangan Program Dana Pensiun untuk tahun yang berakhir
pada 31 Desember 2006, BPK Tidak Menyatakan Pendapat (Disclaimer) atas laporan keuangan tersebut. Permasalahan hasil audit BPK tersebut sebagai akibat dari status penitipan, pengelolaan, penggunaan dan pertanggungjawaban potongan gaji PNS setiap bulan untuk iuran dana pensiun oleh PT Taspen tidak diatur dengan jelas, sehingga laporan keuangan tidak menyediakan informasi jumlah dana yang dititipkan dan digunakan, salah satu penyebab dari laporan keuangan tersebut disclaimer adalah Sisa kekurangan pendanaan (unfunded liability) untuk kenaikan gaji pokok PNS atas kenaikan gaji tahun 2001 sebesar Rp273,41 miliar tidak jelas. Pada tahun 2011 telah diadakan pembahasan antara kementerian terkait mengenai status dana unfunded liability sehingga kekurangan pendanaan tersebut telah dibayarkan oleh Kementerian Keuangan. Program THT PNS sebagaimana diamanatkan dalam Undang Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Undang Undang Nomor 8 Tahun 1977 Tentang Pokok – Pokok Kepegawaian, diamanatkan dalam pasal 32 Ayat (1) dan (2), adalah: “Usaha untuk meningkatkan kegairahan bekerja, diselengarakan usaha kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil. Usaha kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi program pensiun dan tabungan hari tua, asuransi kesehatan,tabungan perumahan. dan asuransi pendidikan bagi putra putri Pegawai Negeri Sipil”. Penyelenggaraan program THT PNS didasarkan pada prinsip atau mekanisme penyelenggaraan Asuransi Sosial yang berlaku wajib bagi seluruh PNS. Program THT PNS pada dasarnya adalah program asuransi jiwa yang memberikan penggantian kerugian atau memberikan manfaat jika PNS yang bersangkutan atau anggota keluarganya meninggal dunia. Pengertian asuransi menurut Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Pasal 246 :“Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seseorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan
Manfaat Pendanaan Program Tabungan Hari Tua PNS
keuntungan yang diharapkan, yang mungkin terjadi karena suatu peristiwa tak tertentu”. Lebih lanjut pengertian asuransi menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian adalah: “ Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita oleh tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”. Yuliani (2000:12) mengkategorikan Jenis - Jenis asuransi menjadi 3 bagian yaitu “asuransi jiwa, asuransi kerugian dan asuransi sosial”. Dasar Hukum penyelenggaraan program THT PNS didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil, dalam peraturan tersebut pada pasal 1, didefinisikan bahwa Asuransi Sosial adalah “Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil termasuk dana pensiun dan tabungan hari tua”. Selanjutnya Pensiun adalah “penghasilan yang diterima oleh penerima pensiun setiap bulan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Lebih lanjut THT adalah “suatu program asuransi, terdiri dari asuransi dwiguna yang dikaitkan dengan usia pensiun ditambah dengan asuransi kematian”.
|
29
Asuransi dwiguna atau endowment menurut Futami (1993:88) “suatu jenis asuransi yang merupakan gabungan dari asuransi pure endowment dan asuransi jiwa berjangka yang berarti dalam maupun saat berakhirnya masa pertanggungan kepada pemegang polis, baik meninggal dunia maupun bertahan hidup akan dibayarkan pertanggungan”. Sedangkan asuransi Dwiguna menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 478/KMK.06/2002 tentang Persyaratan Dan Besar Manfaat THT PNS adalah ”Jenis asuransi jiwa yang memberikan jaminan keuangan bagi peserta pada saat mencapai usia pensiun ataupun bagi ahli warisnya pada saat peserta meninggal dunia sebelum mencapai usia pensiun”. Para peserta Program Asuransi Dwiguna juga memperoleh Asuransi Kematian tanpa harus menambah iuran. Asuransi Kematian berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 478/KMK.06/2002 tentang Persyaratan Dan Besar Manfaat Tabungan Hari Tua Bagi Pegawai Negeri Sipil dalam program THT PNS adalah “suatu jenis asuransi yang memberikan jaminan keuangan kepada peserta apabila istri/suami/anak meninggal dunia atau kepada ahli waris peserta apabila peserta meninggal dunia”. Perusahaan asuransi jiwa berdasarkan Undang Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian adalah “perusahaan yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang dipertanggung-kan”. Hal ini dipertegas oleh pendapat Futami (1993:57) yang memberikan
Gambar 1 Manfaat Pendanaan Program THT Sumber : Sula (2004:305); Sukirno (2005: 381); KMK 478/2002 Jo. KMK 500/2003;PMK 79/2001 Jo.PMK 55/2012
30
|
Jurnal Good Governance Vol. 10 No. 1. Maret 2014
definisi : “Asuransi jiwa menurut banyak sedikitnya orang yang ditanggungkan dibagi menjadi, single life adalah keadaan yang berhubungan dengan mati hidupnya seseorang hanya ditentukan oleh satu orang saja, sedangkan joint life adalah suatu keadaan dimana aturan mati hidupnya merupakan gabungan dari dua faktor atau lebih, misalnya suami, istri, orangtua dan anak”. Sistem pendanaan suatu program memungkinkan terbentuknya akumulasi dana, yang dibutuhkan untuk memelihara kesinambungan penyelenggaraan program THT. Achdijat (2008:12) memberikan definisi dari pendanaan sebagai “suatu metoda yang tersusun atas pengembangan beban program pensiun sehingga pembayaran beban ini akan berakumulasi dalam cadangan yang diperlukan pada saat usia pensiun normal”. Model sistem pendanaan dibutuhkan untuk membiayai program dimasa yang akan datang. Hal tersebut dipertegas oleh pendapat Sula (2004:305) mengenai mekanisme pengelolaan dana pada sistem asuransi yaitu :”Pendanaan merupakan akumulasi dari dana (iuran) ditambah dengan hasil investasi yang ada di rekening dana peserta dibayarkan bila (1) perjanjian berakhir, (2) peserta mengundurkan diri, (3) peserta meninggal dunia”. Selanjutnya Keynes (Antonio, 2001:146) mengemukakan bahwa : ” Orang membutuhkan uang untuk tiga kegunaan yaitu fungsi transaksi, cadangan dan investasi. Oleh karena itu, produk penghimpunan dana pun disesuaikan dengan tiga fungsi tersebut yaitu berupa giro, tabungan dan deposito Istilah pendanaan program dalam perusahaan asuransi jiwa dikenal dengan istilah cadangan premi”. Cadangan premi merupakan kewajiban yang dibebankan kepada perusahaan asuransi jiwa dalam hubungannya dengan pemegang polis, yaitu untuk membayar UP (Uang Pertanggungan). Cadangan premi dihitung setiap akhir tahun dalam masa asuransi. Metode perhitungan cadangan premi yang diperbolehkan saat ini hanya metode prospektif. Dalam proses perhitungannya Futami (1993:123) menyatakan bahwa “ada 2 cara yang dapat digunakan yaitu metode retrospektif dan metode prospektif; Metode cadangan retrospektif adalah perhitungan cadangan dengan berdasarkan jumlah total pendapatan diwaktu yang lalu sampai saat dilakukan perhitungan cadangan dikurangi
pengeluaran diwaktu yang lampau, untuk tiap pemegang polis, sedangkan yang dimaksud metode cadangan prospektif adalah besar cadangan yang berorientasi pada pengeluaran di waktu yang akan datang atau dengan pengertian lain perhitungan cadangan dengan berdasarkan nilai sekarang dari semua pengeluaran diwaktu yang akan datang dikurangi dengan nilai sekarang total pendapatan di waktu yang akan datang untuk setiap pemegang polis”. Cadangan premi merupakan sebuah estimasi matematika belaka, sehingga perhitungan tersebut bukan merupakan kejadian yang sebenarnya akan terjadi. Maka banyak terdapat cara perhitungan cadangan premi yang dapat digunakan sebagai dasar perhitungan untuk mendapatkan nilai yang akan dicadangkan. Iuran dan Manfaat Semua program asuransi khususnya asuransi jiwa mengharuskan pembayaran premi di muka sebelum asuransi menjadi efektif. Djojosoedarso (2003:127) mengemukakan “premi asuransi sebagai pembayaran dari tertanggung kepada penanggung, sebagai imbalan jasa atas pengalihan risiko para penanggung”. Istilah premi dalam asuransi jiwa dikenal dalam program kesejahteraan PNS menggunakan istilah iuran yang besarnya berdasarkan persentase nominal dari gaji pokok yang berlaku. Berdasarkan Undang Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, “Iuran adalah sejumlah uang yang dibayar secara teratur oleh Peserta, pemberi kerja, dan/atau Pemerintah”. Lebih lanjut peraturan mengenai besarnya iuran yang dibayar oleh PNS setiap bulan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun 1974 tentang Pembagian, Penggunaan, Cara Pemotongan, Penyetoran Dan Besarnya Iuraniuran Yang Dipungut Dari Pegawai Negeri, Pejabat Negara, dan Penerima Pensiun sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 1977, dalam peraturan tersebut diamanatkan bahwa telah dipungut iuran THT dari penghasilan PNS setiap bulan sebesar 3,25% sebulan. Besarnya iuran program THT PNS sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial PNS dalam pasal 6, (ayat 1): “ Peserta wajib membayar iuran setiap bulan sebesar 8% (delapan persen) dari penghasilan
Manfaat Pendanaan Program Tabungan Hari Tua PNS
sebulan tanpa tunjangan pangan. (ayat 2) Iuran sejumlah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), peruntukannya ditentukan sebagai berikut : a). 4¾ % (empat tiga perempat persen) untuk pensiun, b). 3¼ % (tiga satu perempat persen) untuk THT”. Perhitungan besar iuran THT PNS didasarkan pada Penghasilan PNS harus disesuaikan secara proporsional dengan besar dan periode iurannya yang dikumpulkan oleh PNS dengan Manfaat yang akan diterima oleh PNS sesuai dengan kondisi keuangan negara dengan tetap memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan PNS. Berdasarkan Undang Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, mendekripsikan “manfaat adalah faedah jaminan sosial yang menjadi hak peserta dan/atau anggota keluarganya”. Senada dengan pengertian tersebut. Manfaat program THT PNS diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 478/KMK.06/2002 tentang Persyaratan dan Besar Manfaat THT bagi PNS sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 500/KMK.06/2004, yaitu dalam pasal 3, Besar Manfaat Asuransi Dwiguna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) adalah sebagai berikut : “a). Bagi Peserta yang diberhentikan dengan hak pensiun pada/sesudah tanggal 1 Januari 2001 adalah enam puluh per seratus dikalikan MI1 dikalikan P1 ditambah dengan enam puluh per seratus dikalikan MI2 dikalikan selisih antara P2 dengan P1, atau dengan rumus : {0,60 x MI1 x P1 } + {0,60 x MI2 X (P2-Pl)} dengan ketentuan bagi PNS yang menjadi Peserta pada/sesudah tanggal 1 Januari 2001, maka P1 diganti dengan P2, MI2 diganti dengan MI1. b). Bagi Peserta yang meninggal dunia pada/sesudah tanggal 1 Januari 2001 adalah enam puluh per seratus dikalikan Y1 dikalikan P1 ditambah dengan enam puluh per seratus dikalikan Y2 dikalikan selisih antara P2 dengan P1 , atau dengan rumus : {0,60 x Y1 P1 }+ {0,60 x Y2 x ( P2 - P1 )} dengan ketentuan bagi PNS yang menjadi Peserta pada/sesudah tanggal 1 Januari 2001, maka P2 diganti dengan P2 , Y2 diganti dengan Y1. c). Besarnya Manfaat Asuransi Dwiguna sebagaimana dimaksud pada butir a dan b sekurangkurangnya 1 (satu) kali P2 dengan ketentuan tidak boleh kurang dari Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah). d).Bagi Peserta yang diberhentikan karena sebab-sebab lain pada/sesudah tanggal 1
|
31
Januari 2001 adalah F1 dikalikan P1 ditambah dengan F2 dikalikan selisih antara P2 dengan P1, atau dengan rumus : {F1x P1 } + {F2 x (P2P1)} dengan ketentuan bagi PNS yang menjadi Peserta pada/sesudah 1 Januari 2001, maka P1 diganti dengan P2, F2 diganti dengan F1. Pendanaan program merupakan akumulasi dari dana (iuran) ditambah dengan hasil investasi yang ada di rekening dana peserta dibayarkan bila perjanjian berakhir, peserta mengundurkan diri, peserta meninggal dunia. Investasi Investasi pada hakikatnya merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan dimasa mendatang. Tendelilin (2010:2) berpendapat bahwa investasi merupakan “komitmen atas sejumlah dana atau sumberdaya lainnya yang dilakukan pada saat ini yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan dimasa datang”. Sedangkan Sula (2004:359) mendefinisikan investasi adalah “menanamkan atau menempatkan aset, baik berupa harta maupun dana, pada sesuatu yang diharapkan akan memberikan hasil pendapatan atau meningkatkan nilai di masa mendatang”. Lebih lanjut, Pontjowinoto (2003:45) mengemukakan investasi keuangan adalah “menanamkan dana pada suatu surat berharga yang diharapkan akan meningkat nilainya di masa mendatang”. Halim (2005:13) mengemukakan bahwa : “Investasi dilakukan dengan pengelolaan yang tepat, maka investasi tersebut dapat menambah pendapatan lembaga dana pensiun dan nantinya akan mempengaruhi kepada keuangan lembaga dana pensiun dan juga perkembangan lembaga dana pensiun tersebut”. Achsien (2000:103) mengemukakan bahwa tujuan utama dari kebijakan investasi dalam perusahaan adalah “Untuk implementasi rencana program yang dibuat agar dapat mencapai return positif, dengan probabilitas paling tinggi dari aset yang tersedia untuk diinvestasikan”. Kebijakan investasi yang diambil mempertimbangkan hubungan langsung antara return dan risiko untuk setiap alternatif investasi Review dan evaluasi bulanan termasuk dalam kebijakan yang diambil, pertimbangan nilai tambah (value added) bagi setiap dana dalam setiap proses pengambilan keputusan investasi.
32
|
Jurnal Good Governance Vol. 10 No. 1. Maret 2014
Deposito Pengertian deposito menurut UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 adalah “simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank”. Lebih lanjut Pieloor (2010:130) mengemukakan bahwa “deposito merupakan investasi sementara dan sangat likuid, dan dapat dipergunakan untuk menyimpan dana darurat”. Menurut Sartono (1995:23) mengemukakan “Pasar uang adalah tempat terjadinya transaksi asset keuangan jangka pendek atau short-term financial assets”. Dengan demikian instrumen pasar uang ditandai dengan jatuh tempo yang pendek, tingkat risiko yang pendek, likuid, dan tingkat keuntungan yang kompetitif sebagai pencerminan risiko masing – masing asset dan kondisi ekonomi. Selanjutnya Sartono (1995:24) menegaskan bahwa “Tiga instrumen pasar uang adalah: (a) obligasi pemerintah, (b) sertifikat deposito, dan (c) commercial paper”. Obligasi Obligasi merupakan salah satu sumber pendanaan (financing) bagi pemerintah dan perusahaan, yang dapat diperoleh dari pasar modal. Secara sederhana, obligasi merupakan suatu surat berharga yang dikeluarkan oleh penerbit (issuer) kepada investor (bondholder), dimana penerbit akan memberikan suatu imbal hasil (return) berupa kupon yang dibayarkan secara berkala dan nilai pokok (principal) ketika obligasi tersebut mengalami jatuh tempo. Hal tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Wijayanta dan Widyaningsih (2007:42) “obligasi merupakan utang jangka panjang yang diterbitkan pemerintah dan perusahaan untuk mendapatkan dana jangka panjang”. Selanjutnya Huda (2005:81) mengemukakan bahwa definisi “Obligasi adalah surat utang yang dikeluarkan oleh emiten (dapat berupa badan hukum/perusahaan atau pemerintah) yang memerlukan dana untuk kebutuhan operasi maupun ekspansi mereka”. Pendapat tersebut dipertegas oleh Cahyono (2004:32) “obligasi merupakan surat utang yang memiliki tenor jangka panjang” Sedangkan menurut Bodie, Kane, dan Marcus (2005:55), “obligasi sering disebut sebagai fixed-income securities”, karena obligasi menawarkan aliran pendapatan kas yang tetap atau aliran pendapatan kas
dengan formula yang sudah ditentukan sebelumnya. Obligasi relatif mudah dimengerti karena besarnya pembayaran sudah ditentukan dari awal dan risiko yang ditanggung dapat menjadi relatif kecil selama penerbit obligasi dapat dipercaya kemampuannya untuk membayar hutangnya. Saham dan Reksadana Saham adalah surat berharga yang menunjukkan kepemilikan perusahaan sehingga pemegang saham memiliki hak klaim atas dividen atau distribusi lain yang dilakukan peusahaan kepada pemegang sahamnya, termasuk hak klaim atas aset perusahaan, dengan prioritas setelah hak klaim pemegang surat berharga lain dipenuhi jika terjadi likuiditas. Menurut Husnan (2002:303) menyebutkan bahwa:”sekuritas (saham) merupakan secarik kertas yang menunjukkan hak pemodal (yaitu pihak yang memiliki kertas tersebut) untuk memperoleh bagian dari prospek atau kekayaan organisasi yang menerbitkan sekuritas tersebut dan berbagai kondisi yang memungkinkan pemodal tersebut menjalankan haknya”. Jadi, saham adalah surat berharga yang diperdagangkan dipasar modal yang dikeluarkan oleh sebuah perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT), dimana saham tersebut menyatakan bahwa pemilik saham tersebut adalah juga pemilik sebagian dari perusahaan tersebut. Menurut Giles (Manurung, 2007:15), istilah mutual fund terkandung dalam kata fund itu sendiri sebagaimana dinyatakan, “fund is a pool of money contributed by a range of investors who may be individuals or companies or other organisations, which is managed and invested as a whole, on behalf of those investors”. Selain itu, Pozen (2001:52) mendefinisikan mutual fund sebagai “an investment company that pools money from shareholders and invests in adiversified of securities”. Manurung (2007:20) juga mencatat, menurut kamus keuangan, reksadana didefinisikan sebagai :”portofolio aset keuangan yang terdiversifikasi, dicatatkan sebagai perusahaan investasi terbuka, yang menjual saham kepada masyarakat dengan harga penawaran dan penarikannya pada harga nilai aktiva bersihnya”.
Manfaat Pendanaan Program Tabungan Hari Tua PNS
Sedangkan pengertian reksadana yang termaktub dalam Undang Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal adalah “wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi” Portofolio Investasi Portofolio investasi menurut Sartono (1995:157) adalah “kombinasi dari berbagai asset baik berupa asset keuangan atau sekuritas maupun asset riil”. Dalam penetapan portofolio menekankan usaha untuk mencari kombinasi yang optimal yang memberikan tingkat keuntungan maksimal pada tingkat risiko tertentu. Hal ini dipertegas oleh pendapat Sukirno (2006:231) “investasi portofolio adalah investasi dalam bentuk membeli harta keuangan seperti bond, saham perusahaan dan obligasi pemerintah”. Ketentuan dalam pembentukan portofolio investasi PT Taspen (Persero) didasarkan pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 55/KMK.010/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/KMK.010/2011 tentang Kesehatan Keuangan Badan Penyelenggara Program Tabungan Hari Tua Pegawai Negeri Sipil. Batasan penempatan investasi PT Taspen (Persero) diatur dalam pasal 8, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/KMK.010/2011 tentang Kesehatan Keuangan Badan Penyelenggara Program THT PNS, yaitu “Pembatasan atas Kekayaan Yang Diperkenankan dalam bentuk investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 adalah sebagai berikut: a) investasi berupa deposito, untuk setiap Bank paling tinggi 20% (dua puluh per seratus) dari jumlah investasi; b) investasi berupa saham yang emitennya adalah badan hukum Indonesia, untuk setiap emiten masingmasing paling tinggi 10% (sepuluh per seratus) dari jumlah investasi, dan seluruhnya paling tinggi 40% (empat puluh per seratus) dari jumlah investasi; c) investasi berupa obligasi, untuk setiap emiten masing-masing paling tinggi 10% (sepuluh per seratus) dari jumlah investasi, dan seluruhnya paling tinggi 50% (lima puluh per seratus) dari jumlah investasi; d) investasi berupa sukuk, untuk setiap emiten masing-masing paling tinggi 10% (sepuluh per seratus) dari jumlah investasi, dan seluruhnya
|
33
paling tinggi 50% (lima puluh per seratus) dari jumlah investasi; e) investasi berupa unit penyertaan reksa dana, untuk setiap manajer investasi masing-masing paling tinggi 20% (dua puluh per seratus) dari jumlah investasi, dan seluruhnya paling tinggi 50% (lima puluh per seratus) dari jumlah investasi; f) investasi berupa efek beragun aset, untuk setiap manajer investasi masing-masing paling tinggi 10% (sepuluh per seratus) dari jumlah investasi dan seluruhnya paling tinggi 20% (dua puluh per seratus) dari jumlah investasi; g) investasi berupa unit penyertaan dana investasi real estat, untuk setiap manajer investasi masing-masing paling tinggi 10% (sepuluh per seratus) dari jumlah investasi, dan seluruhnya paling tinggi 20% (dua puluh per seratus) dari jumlah investasi; dan h) investasi berupa penyertaan langsung, untuk setiap penerbit masing-masing paling tinggi 2% (dua per seratus) dari jumlah investasi, dan seluruhnya paling tinggi 5% (lima per seratus) dari jumlah investasi”. Penilaian Portofolio dan Portofolio Optimal Portofolio yang efisien adalah portofolio yang mampu memberikan tingkat keuntungan yang maksimum dengan risiko yang sama atau memberikan tingkat keuntungan yang sama dengan risiko yang minimum. Dalam penilaian portofolio ada dua hal yang harus dipertimbangkan sebelum investor mengambil keputusan investasi hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Jogiyanto (2010:141) yaitu: “Expected Return (tingkat keuntungan yang diharapkan) dan risk (risiko)”. Suatu portofolio dapat ditentukan dengan memilih tingkat keuntungan yang diharapkan dan kemudian meminimumkan risikonya atau memaksimumkan tingkat keuntungan. Jadi suatu portofolio dikatakan efisien apabila a) dengan risiko yang sama mampu memberikan tingkat keuntungan yang lebih tinggi dan b) mampu menghasilkan tingkat keuntungan yang sama tetapi dengan risiko yang lebih rendah. Sedangkan Husnan (2005:80) berpendapat “Portofolio yang efisien adalah portofolio yang menawarkan tingkat keuntungan yang lebih besar dengan risiko yang sama atau portofolio yang menawarkan risiko yang kecil dengan tingkat keuntungan yang sama”. Di sisi lain portofolio yang efisien yang ada akan terbentuk lebih dari satu portofolio efisien, sehingga memberikan pilihan bagi investor
34
|
Jurnal Good Governance Vol. 10 No. 1. Maret 2014
dalam memilih portofolio yang terbaik dan sesuai dengan yang diharapkan. METODOLOGI Teknik analisis perhitungan optimasi pendanaan program THT PT Taspen (Persero) dengan menggunakan metode simplek programasi linier. Metode Simplek merupakan pengembangan metode aljabar yang menggambarkan masalah linier program dalam bentuk koefisiennya saja, baik koefisien fungsi tujuan maupun koefisien setiap kendala. Oleh karena masalah linier program dapat digambarkan dalam bentuk seperti maksimum atau minimum dengan kendala dapat pula berbentuk sama dengan (=), lebih kecil sama dengan (≤), maupun lebih besar sama dengan (≥) maka diperlukan bentuk baku yang sudah umum digunakan untuk menyelesaikan masalah linier program (Yamit, 2007:88). Lebih lanjut Yamit (2007:88) mengemukakan bahwa : “Metode Simplek merupakan pengembangan metode aljabar yang menggambarkan masalah linier program dalam bentuk koefisiennya saja, baik koefisien fungsi tujuan maupun koefisien setiap kendala. Oleh karena masalah linier program dapat digambarkan dalam bentuk seperti maksimum atau minimum dengan kendala dapat pula berbentuk sama dengan (=), lebih kecil sama dengan (≤), maupun lebih besar sama dengan (≥) maka diperlukan bentuk baku yang sudah umum digunakan untuk menyelesaikan masalah linier program”. Variabel ini diukur dengan indikator Akumulasi Dana (Iuran) yang terdiri dari Asuransi Dwiguna dan Asuransi Kematian dan Hasil Investasi (portfolio antara Deposito, Obligasi dan Investasi lain). Dalam menentukan optimasi dengan menggunakan metode simplek dari programasi linier, menentukan rata – rata trend linier dari masing – masing instrumen investasi. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Supangat (2007:168) : “trend linier adalah merupakan model persamaan garis lurus yang terbentuk berdasarkan titik – titik diagram pencar dari data selama kurun waktu tertentu”. Dari masing-masing instrumen investasi dari deposito, obligasi, saham, reksadana dan investasi langsung dihitung dengan menggunakan model setengah rata – rata (semi
average method). Selanjutnya, optimasi dihitung dengan metode simplek dari programasi Linier. Herjanto (2009:10) “Programasi Linier menggunakan model matematika untuk menggambarkan masalah yang hendak dianalisa”. Dalam programasi linier memuat fungsi batasan sebagai upaya memaksimalkan atau meminimumkan dari fungsi suatu variabel. Varibel seperti keuntungan, bertujuan untuk dimaksimumkan sedangkan variabel seperti biaya, resiko bertujuan untuk diminimalkan. Aminudin (2005:26) mengemukakan bahwa: Bentuk standar program linier dapat dirumuskan sebagai berikut: Maks/min = Z = ∑ Dengan batasan : = ∑ untuk i = 1, 2, ...., m Xj = 0 untuk j = 1, 2, ...., m Sebuah batasan yang bertanda “lebih besar atau sama dengan” (≥) atau “lebih kecil atau sama dengan” (≤) dapat dikonversikan menjadi “sama dengan” (=) dengan mengurangkan variabel surplus (menambahkan variabel slack) terhadap sisi kiri batasan tersebut. Penilaian investasi menggunakan metode net present value sehingga diperoleh optimisasi besaran persentase instrumen yang lebih menguntungkan bagi perusahaan. Proses pengolahan diawali dengan mendeskripsikan perkembangan harga instrumen investasi berdasarkan jumlah dana yang diinvestasikan dari periode tahun 2009 – 2012, selanjutnya menghitung return investasi dari instrumen investasi yang ditempatkan PT Taspen (Persero) dari periode tahun 2009-2012 : a. Menghitung return investasi dari deposito (x1): b. Menghitung return investasi dari obligasi (x2): c. Menghitung return investasi dari saham (x3): d. Menghitung return investasi dari reksadana (x4)
Manfaat Pendanaan Program Tabungan Hari Tua PNS
e. Menghitung return investasi dari investasi langsung (x5): f. Menghitung tingkat keuntungan instrumen investasi dari masing – masing investasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Program THT PNS adalah Program Asuransi Sosial yang terdiri atas Asuransi Dwiguna yang dikaitkan dengan usia pensiun ditambah dengan Asuransi Kematian (Askem). Asuransi Dwiguna yaitu memberikan jaminan keuangan bagi peserta yang berhenti dengan hak pensiun ataupun jaminan keuangan bagi ahli warisnya, apabila peserta meninggal dunia sebelum mencapai batas usia pensiun. Besarnya iuran yang dipungut untuk pembiayaan program THT PNS adalah sebesar 3¼ % (tiga satu perempat persen) dari penghasilan sebulan tanpa tunjangan pangan. Iuran dibayar sejak mulai menjadi peserta sampai saat berhenti sebagai PNS atau berhenti sebagai pegawai bagi peserta lain. Dengan demikian terdapat peserta yang mengiur yaitu pegawai yang masih aktip bekerja dan peserta yang tidak lagi mengiur yaitu para pensiunan.
|
35
potongan iuran yang terdiri dari Gaji Pokok dan Tunjangan keluarga. Besaran pemotongan iuran dari perkembangan kebijakan penggajian PNS maka diperoleh besaran nominal iuran PNS tertinggi dan terendah dari Tahun 1977 sampai denganTahun 2012 disajikan pada Tabel 3 Besar Manfaat Asuransi Dwiguna dari program THT PNS bagi Peserta yang diberhentikan dengan hak pensiun pada/sesudah tanggal 1 Januari 2001 adalah enam puluh per seratus dikalikan MI1 dikalikan P1 ditambah dengan enam puluh per seratus dikalikan MI2 dikalikan selisih antara P2 dengan P1, atau dengan rumus: {0,60 x MI1 x P1} + {0,60 x MI2 X (P2-Pl)} dengan ketentuan bagi PNS yang menjadi Peserta pada/sesudah tanggal 1 Januari 2001, maka P1 diganti dengan P2, MI2 diganti dengan MI1. 1. P1 adalah penghasilan terakhir sebulan sesaat sebelum berhenti sebagai PNS, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1997 tentang Peraturan Gaji Pokok PNS, yang terdiri dari Gaji Pokok, Tunjangan Isteri, dan Tunjangan Anak.
Tabel 2 Perbandingan Gaji Pokok PNS
Perkembangan besaran gaji PNS dan perbandingan gaji pokok terendah dan tertinggi sejak Tahun 1948 sampai dengan tahun 2012 dapat dilihat dalam tabel perbandingan gaji pokok terendah dan tertinggi. Dari besaran gaji yang diterima oleh Pegawai Negeri Sipil yang merupakan komponen dari penghasilan PNS menjadi dasar
2. P2 adalah penghasilan terakhir sebulan sesaat sebelum berhenti sebagai PNS, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2001 tentang Peraturan Gaji PNS, yang menjadi dasar potongan iuran, terdiri dari Gaji Pokok, Tunjangan Isteri, dan Tunjangan Anak.
36
|
Jurnal Good Governance Vol. 10 No. 1. Maret 2014
3. MI1 adalah masa iuran sejak menjadi Peserta sampai dengan diberhentikan sebagai Peserta, yang dihitung dalam satuan tahun. MI2 adalah masa iuran sejak tanggal 1 januari 2001 sampai dengan diberhentikan sebagai Peserta, yang dihitung dalam satuan tahun.
selisih antara usia saat meninggal dunia dengan usia peserta pada tanggal 1 januari 2001, bagi peserta yang batas usia pensiunnya lebih dari 56 (lima puluh enam) tahun dan usia pada saat meninggal dunia lebih dari 56 (lima puluh enam) tahun, yang dihitung dalam satuan tahun.
Tabel 3 Perbandingan Besaran Iuran THT PNS
Bagi Peserta yang meninggal dunia pada/sesudah tanggal 1 Januari 2001 adalah enam puluh per seratus dikalikan Y1 dikalikan P1 ditambah dengan enam puluh per seratus dikalikan Y2 dikalikan selisih antara P2 dengan P1, atau dengan rumus : { 0,60 x Y1 x P1 } + {0,60 x Y2 x ( P2 – P1 )} dengan ketentuan bagi PNS yang menjadi Peserta pada/sesudah tanggal 1 Januari 2001, maka P1 diganti dengan P2 , Y2 diganti dengan Y1. 1. Y1 adalah selisih antara batas usia pensiun 56 (lima puluh enam tahun dengan usia Peserta pada saat mulai menjadi Peserta, atau selisih antara usia saat meninggal dunia dengan usia pada saat mulai menjadi peserta, bagi peserta yang batas usia pensiunnya lebih dari 56 (lima puluh enam) tahun dan usia pada saat meninggal dunia lebih dari 56 (lima puluh enam) tahun yang dihitung dalam satuan tahun. 2. Y2 adalah selisih antara batas usia pensiun 56 (lima puluh enam) tahun dengan usia Peserta pada tanggal 1 Januari 2001, atau
Besarnya Manfaat Asuransi Dwiguna sebagaimana dimaksud pada butir a dan b sekurang-kurangnya 1 (satu) kali P2 dengan ketentuan tidak boleh kurang dari Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah). Bagi Peserta yang diberhentikan karena sebab-sebab lain pada/sesudah tanggal 1 Januari 2001 adalah F1 dikalikan P1 ditambah dengan F2 dikalikan selisih antara P2 dengan P1,atau dengan rumus: {F1 x P1 } + {F2 x (P2-P1)} dengan ketentuan bagi PNS yang menjadi Peserta pada/sesudah 1 Januari 2001, maka P1 diganti dengan P2, F2 diganti dengan F1. Besar F1 dan F2 sebagaimana dimaksud pada butir d adalah sebagai berikut: Nilai MI1 dan MI2 (dlm Thn) Nilai F1 atau F2
Manfaat Pendanaan Program Tabungan Hari Tua PNS
Nilai MI1 dan MI2 (dlm Thn) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Nilai F1 atau F2 0.599 1.218 1.826 2.398 3.015 3.525 4.075 4.667 5.307 5.746 6.093 6.457 6.838 7.238 7.657
Nilai MI1 dan MI2 (dlm Thn) 16. 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 28 30 dst
Nilai F1 atau F2 9.256 9.512 9.781 10.063 10.357 10.667 10.693 10.722 10.751 10.782 10.814 9.256 9.512 9.781 10.063
Besarnya Manfaat Asuransi Dwiguna sebagaimana dimaksud pada butir d tidak boleh kurang dari Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah). Besaran Manfaat Askem sebagai berikut: a. Dalam hal Peserta meninggal dunia, adalah dua kali hasil penjumlahan satu dan satu persepuluh kali B dibagi dua belas, dikalikan P2, atau dengan rumus : 2 (1 + 0,1 B/12) P2 dengan ketentuan apabila Peserta meninggal dunia pada/sesudah tanggal 1 Januari 2001 dan Peserta berhenti karena pensiun sebelum tanggal 1 Januari 2001 maka P2 sama dengan penghasilan saat berhenti karena pensiun dan apabila Peserta meninggal dunia sebelum diberhentikan dengan hak pensiun, maka B = 0; b. Dalam hal Isteri/Suami meninggal dunia, adalah satu setengah kali hasil penjumlahan satu dan satu persepuluh kali C dibagi dua belas, dikalikan P2, atau dengan rumus : 1,5 (1 + 0,1 C/12) P2 dengan ketentuan apabila Isteri/Suami meninggal dunia pada/sesudah tanggal 1 Januari 2001 dan Peserta berhenti karena pensiun atau meninggal dunia sebelum tanggal 1 Januari 2001 maka P2 sama dengan penghasilan saat berhenti karena pensiun atau meninggal dunia dan apabila Isteri/Suami/Anak meninggal dunia sebelum Peserta diberhentikan dengan hak pensiun atau meninggal dunia, maka C=O;
|
37
c. Dalam hal Anak meninggal dunia, adalah tiga perempat kali hasil penjumlahan satu dan satu persepuluh kali C dibagi dua belas dikalikan P2, atau dengan rumus : 0,75 ( 1 + 0,1C/ 12) P2 dengan ketentuan apabila anak Peserta meninggal dunia pada/sesudah tanggal 1 Januari 2001 dan Peserta berhenti karena pensiun atau meninggal dunia sebelum tanggal 1 Januari 2001 maka P2 sama dengan Penghasilan saat berhenti karena pensiun atau meninggal dunia dan apabila Isteri/Suami/Anak meninggal dunia sebelum Peserta diberhentikan dengan hak pensiun atau meninggal dunia, maka C=O; Besarnya Manfaat Askem sebagaimana dimaksud tidak boleh kurang dari Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah). d. B adalah jumlah bulan yang dihitung dari tanggal Peserta diberhentikan dengan hak pensiun sampai dengan tanggal Peserta meninggal dunia e. C adalah jumlah bulan yang dihitung dari tanggal Peserta diberhentikan dengan hak pensiun atau meninggal dunia sampai dengan tanggal Isteri/Suami/ Anak meninggal dunia. Contoh Kasus perhitungan Manfaat Program THT PNS yang dibayarkan oleh PT Taspen (Persero) dibagi menjadi 2 bagian, yaitu: 1. Asuransi Dwiguna Seorang Pegawai Negeri Sipil bernama Ruslan Abdulgani, S.H, NIP.195505281979031001 berpangkat Pembina golongan ruang IV/a, pada akhir bulan Mei 2011 akan diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil, diberikan pensiun terhitung mulai tanggal 1 Juni 2011, dengan 1 orang istri dan 1 orang anak dan gaji pokok terakhir dalam masa kerja golongan 27 tahun 3 bulan sebesar Rp.3.200.900,(berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2011). Berdasarkan rumusan manfaat THT asuransi dwiguna, maka diketahui : P1 = P1 = Gaji (PP No.6/1997) + Tunjangan Keluarga P1 = 533.500 + 53.350 + 10.670 P1 = 597.520
38
|
Jurnal Good Governance Vol. 10 No. 1. Maret 2014
P2 = P2 = Gaji (PP No.11/2011) + Tunjangan Keluarga P2 = 3.200.900 + 320.090 + 64.018 P2 = 3.585.008 MI1 = 31 tahun, 9 bulan 1 – 6 – 2011 1 – 9 – 1979 9 bln 31 tahun
P2 = P2 = Gaji (PP No.11/2011) + Tunjangan Keluarga P2 = 2.867.100 + 286.710 P2 = 3.153.810
MI2 = 10 tahun, 5 bulan 1 – 6 – 2011 1 – 1 – 2001 5 bln 10 tahun Rumus perhitungan : 0,60 x MI1 x P1 + 0,60 x MI2 x (P2 – P1) Asuransi Dwiguna : 0,60 x (31 + (9/12)) x 597.520 + 0,60 x (10 + (5/10)) x (3.585.008 –597.520) Asuransi dwiguna = 30.054.556 dibulatkan 30.054.600 2. Askem Seorang Pegawai Negeri Sipil bernama Toto Subianto, SH NIP.195308111982031002 berpangkat Penata golongan ruang III/c, Toto Subianto, SH pensiun pada tanggal 1 September 2009, dengan gaji pokok sebesar Rp. 2.406.500,- (berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2009), selanjutnya yang Tabel 4 Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
bersangkutan tewas pada tanggal 19 Maret 2011 dan meninggalkan seorang isteri bernama Ny.Asih Kurniasih. Berdasarkan rumusan manfaat THT asuransi dwiguna, maka diketahui: B = .... 19 – 3 – 2011 1 – 9 – 2009 7 bln 1 tahun
Rumus perhitungan : 2 (1 + 0,1 B/12) P2 Asuransi Kematian (Askem) = 2 x (1 + 0,1 (1+(7/12))/12) x 3.153.810 Asuransi Kematian (Askem) = 6.390.846 dibulatkan 6.390.800 PT Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Persero), sebagai sebuah perusahaan yang bergerak di bidang asuransi maka sumber pendapatan utama PT Taspen (Persero) dari penyelenggaraan program THT berasal dari iuran (premi) dan pembayaran unfunded past service liability yang dibayarkan pemerintah, unfunded past service liability ini muncul akibat dari program THT PNS yang di kelola oleh PT Taspen (Persero), merupakan program manfaat pasti yang besarnya manfaat
Jumlah PNS Menurut instansi kerja Pusat/Daerah Lokasi
Pusat 840.007 804.547 850.442 764.305 772.864 760.923 906.658 937.784 925.848 910.939
Daerah 2.807.998 2.782.790 2.811.894 2.960.926 3.294.337 3.322.437 3.617.547 3.660.316 3.646.265 3.557.043
Jumlah PNS
% Pertumbuhan
3.648.005 3.587.337 3.662.336 3.725.231 4.067.201 4.083.360 4.524.205 4.598.100 4.572.113 4.467.982
1,66% 2,09% 1,72% 9,18% 0,40% 10,80% 1,63% 0,57% 2,28%
Manfaat Pendanaan Program Tabungan Hari Tua PNS
yang akan diterima oleh PNS sudah dapat diketahui karena unsur besarnya manfaatnya adalah masa kerja, persentase penghargaan dan gaji pokok. Selain itu dalam perusahaan asuransi, kegiatan pengelolaan dana sangat mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan. Jumlah Peserta Program THT dari Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Daerah pada akhir periode 31 Desember Tahun 2012, sebanyak 4.470.538 orang mengalami penurunan dari Tahun 2011 sebesar (2,28%), dimana peserta program THT PNS pada akhir periode 31Desember Tahun 2010 sebanyak 4,485,820 orang. Berdasarkan Data dari Badan Kepegawaian Negara periode 31 Desember 2012, jumlah PNS pada akhir periode 31 Desember tahun 2012 sebesar 4.467.982, statistik pertumbuhan PNS Tahun 2003 -2012 sebagai disajikan pada Tabel 4 di atas. Dari data PNS yang ada di Badan Kepegawaian Negara diperkirakan jumlah Penerima Pensiun setiap tahun sebesar: Tabel 5 Jumlah PNS yang dipensiunkan tahun 2012 – 2014 Tahun
Jumlah PNS Yang Pensiun
2012 2013 2014
137.243 123.167 133.734
Pendapatan premi dan iuran merupakan salah satu komponen utama dari bisnis PT Taspen (Persero) seiring dengan visi dan misinya untuk memberikan manfaat keamanan finansial di masa depan. Pada tahun 2011, pendapatan premi dan iuran meningkat sebesar Rp 4,59 triliun, meningkat 14,25% dibandingkan tahun 2010. Selain itu, pertumbuhan pendapatan premi dan iuran juga telah melampaui RKAP sampai 104,07% atau target Rp 4,41 triliun. Peningkatan pendapatan premi dan iuran diakibatkan oleh bertambahnya peserta aktif pada tahun 2011. Jumlah peserta aktif baru pada tahun 2011 adalah 72.364 orang, sehingga jumlah total peserta aktif pada tahun 2011 adalah 4,685,048 orang seperti terlihat pada table 6 berikut :
|
39
Tabel 6 Pendapatan Premi THT PT Taspen (Persero) (dalam Triliun Rupiah) Tahun 2009
Pendapatan Premi Akumulasi Iuran 3,581 22,980
2010
3,941 26,921
2011
4,514 31,435
2012
5,008 36,443
Total pendapatan premi dan iuran sampai dengan 31Desember 2012 sebesar Rp 5,008 triliun, mengalami kenaikan sebesar Rp 495,47 miliar atau 10,80% dibandingkan dengan posisi 31 Desember Tahun 2011 sebesar Rp 4,514 triliun yang disebabkan oleh adanya kenaikan gaji PNS sebesar 10% berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2012 tentang Perubahan Ke empat belas Atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil. Kegiatan Pengelolaan dana yang dilakukan oleh PT TASPEN (Persero) dalam kegiatan investasi berupa deposito, obligasi dan investasi selain deposito dan obligasi. Pengelolaan dan penyelenggaraan Program THT dilakukan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 491 tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Program dan Pengelolaan Kekayaan Tabungan Hari Tua oleh PT TASPEN (Persero). Kepesertaan Program THT dimulai sejak yang bersangkutan diangkat sebagai Pegawai/Pejabat Negara sampai dengan pegawai/pejabat negara tersebut berhenti. Ketentuan penempatan investasi pada program pensiun diatur dalam Keppres 56 tahun 1974, PMK No.20/PMK.01/2007 dan Peraturan Kepala Bapepam LK No. Per02/BL/2007, untuk pensiun KAI diatur dalam PMK-105/PMK.02/2010 sedangkan untuk program THT dalam PMK No.79/PMK.01 /2011 dan PMK No.55/PMK. 01/2012. Untuk menjamin ketersediaan dana dan memberi manfaat kepada peserta program THT dan Dana Pensiun, PT Taspen (Persero) melakukan pengelolaan dana pada aset investasi berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah dengan mengedepankan sikap kehati-hatian dalam setiap keputusan investasi Perseroan. PT Taspen (Persero) melakukan pengelolaan dana investasi dalam bentuk
40
|
Jurnal Good Governance Vol. 10 No. 1. Maret 2014
deposito berjangka, obligasi, saham, penyertaan saham, dan lain sebagainya. Jumlah dana yang diinvestasikan dalam jenis investasi pada program THT PNS: Tabel 7
mengenai kekayaan yang diperkenankan dalam bentuk investasi, pembentukan portofolio investasi dari penyelenggaraan program THT PNS dalam bentuk instrumen keuangan dengan
Jenis Investasi PT Taspen (Persero) Tahun 2009 – 2012 (dalam Miliar Rupiah)
JENIS INVESTASI Program THT Deposito Berjangka
Obligasi
2012
2011
2010
2009
7.383,60
5.341,89
7.986,30
4.903,40
32.677,38
29.578,39
22.920,98
21.590,08
4.888,84
3.655,24
2.606,08
1.722,82
0,97
1,11
29,87
17,06
224,18
225,43
33.738,65
28.471,60
Saham Reksadana
-
Investasi Langsung
18,36
Jumlah
44.968,18
38.593,54
Untuk menjaga kesinambungan dana yang dikelola program tersebut maka PT Taspen (Persero) melakukan investasi sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 55/KMK.010/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.010/2011 tentang Kesehatan Keuangan Badan Penyelenggara Program Tabungan Hari Tua Pegawai Negeri Sipil, peraturan tersebut untuk menjamin pemenuhan hak-hak peserta dan mengoptimalkan hasil pengembangan dari instrumen investasi yang digunakan oleh PT Taspen (Persero). Dari Peraturan Menteri Keuangan tersebut diatur Tabel 8
batasan investasi dan dasar penilaian sebagai disajikan pada Tabel 8. Selanjutnya dalam perhitungan optimasi pendanaan program THT PNS yang menggunakan metode simplek programasi linier, besarnya penempatan dana dari masing – masing jenis investasi yang ditempatkan oleh PT Taspen (Persero) berdasarkan ketentuan yang berlaku dengan dana yang diperoleh dari rata – rata penempatan investasi dari tahun 2009 –2012 yang besarnya adalah sebesar Rp 36.442.990.730.813,00, dari perhitungan tersebut diperoleh hasil sebagai berikut :
Batasan Investasi PT Taspen (Persero)
Jenis Investasi Deposito Saham Obligasi Sukuk Reksadana Efek beragun aset Penyertaan dana investasi real estate Penyertaan langsung Sumber: PMK No. 79/PMK.010/2011
Batasan Investasi Per Pihak Kuantitatif 20% 100% 10% 40% 10% 50% 10% 50% 20% 50% 10% 20% 10% 20% 2% 5%
Dasar Penilaian Nilai nominal Nilai pasar Nilai pasar wajar Nilai pasar wajar Nilai aktiva bersih Nilai pasar Nilai pasar Nilai ekuitas
Manfaat Pendanaan Program Tabungan Hari Tua PNS
a) Untuk dana yang ditempatkan pada deposito dengan batasan investasi per pihak sebesar 20% dan batasan kuantitatif sebesar 100% maka maksimal dana yang ditempatkan pada deposito sebesar Rp 11.139.178.298.852,00 atau sebesar 30,57% dari total dana; b) untuk obligasi dengan batasan investasi sebesar 10% dan batasan kuantitatif sebesar 50% maka dana yang ditempatkan pada obligasi sebesar Rp5.569.589.149.426,00 atau sebesar 15,28% dari total dana; c) untuk saham dengan batasan investasi per pihak sebesar 10% dan batasan kuantitatif sebesar 40% maka dana yang ditempatkan pada saham sebesar Rp5.184.531.134. 157,00 atau sebesar 14,23% dari total dana; d) untuk reksanada dengan batasan investasi
|
41
per pihak sebesar 20% dan batasan kuantitatif sebesar 50% maka dana yang ditempatkan pada reksadana sebesar Rp9.213.888.222.507,00 atau sebesar 25,28% dari total dana; e) untuk investasi langsung dengan batasan investasi per pihak sebesar 12% dan batasan kuantitatif sebesar 25% maka dana yang ditempatkan pada investasi langsung sebesar Rp5.335.803.925.870,00 atau sebesar 14,64% dari total dana. Berdasarkan sumber dari laporan keuangan PT Taspen (Persero), hasil investasi yang diperoleh PT Taspen (Persero) adalah sebagai pada Tabel 9.
Tabel 9
Hasil Investasi PT Taspen (Persero) Tahun 2009 – 2012 (dalam Miliar Rupiah) JENIS INVESTASI Program 2012 2011 2010 THT Deposito Berjangka 300,59 386,08 404,49 Obligasi 3.368,34 2.883,24 2.864,89 Saham 562,40 504,73 581,42 Reksadana 1,51 Investasi Langsung 4,09 0,75 2,46 Jumlah 4.235,42 3.774,79 3.854,77
2009 663,16 2.298,03 333,56 3,94 1,72 3.300,41
Tabel 10 Return Deposito Bulan
Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 Mei-09 Jun-09 Jul-09 Agust-09 Sep-09 Okt-09 Nop-09 Des-09
Bunga Deposito (%) 8,75 8,25 7,75 7,50 7,25 7.00 6,75 6,50 6,50 6,50 6,50 6,50
Bulan
Jan-10 Feb-10 Mar-10 Apr-10 Mei-10 Jun-10 Jul-10 Agust-10 Sep-10 Okt-10 Nop-10 Des-10
Bunga Deposito (%) 6,50 6,50 6,50 6,50 6,50 6,50 6,50 6,50 6,50 6,50 6,50 6,50
Bulan
Jan-11 Feb-11 Mar-11 Apr-11 Mei-11 Jun-11 Jul-11 Agust-11 Sep-11 Okt-11 Nop-11 Des-11
Bunga Deposito (%) 6,50 6,75 6,75 6,75 6,75 6,75 6,75 6,75 6,75 6,50 6,00 6,00
Bulan
Jan-12 Feb-12 Mar-12 Apr-12 Mei-12 Jun-12 Jul-12 Agust-12 Sep-12 Okt-12 Nop-12 Des-12
Bunga Deposito (%) 6,00 5,75 5,75 5,75 5,75 5,75 5,75 5,75 5,75 5,75 5,75 5,75
Sumber : Bank Indonesia, diolah Tingkat bunga deposito tertinggi terjadi pada Januari 2009 dengan tingkat bunga sebesar 8,75% dan tingkat bunga deposito terendah terjadi pada bulan Januari – Desember 2012 dengan tingkat bunga sebesar 5,75%.
42
|
Jurnal Good Governance Vol. 10 No. 1. Maret 2014
Investasi efisien hanya memiliki satu faktor yang baik yaitu faktor return ekspektasi atau faktor resikonya. Investasi yang optimal merupakan investasi dengan kombinasi return ekspektasi dan resiko terbaik. Perhitungan optimasi atas investasi PT Taspen (Persero), digunakan metode simplek yang merupakan dasar dari persamaan matematika untuk programasi linier. Model matematika untuk pengambilan keputusan dalam programasi linier membutuhkan rata – rata return dari masing masing jenis investasi. Berdasarkan input data tersebut maka untuk rata -rata return bunga deposito sebagai pada Tabel 11. Tabel 11 Rata – Rata Return Deposito Tahun 2009 2010 2011 2012 Rata - Rata
Bunga Deposito (%) 0,0715 0,0650 0,0658 0,0577 0,0650
Hasil investasi yang dikelola oleh PT Taspen (Persero) Tahun 2012 dari deposito diperoleh sebesar Rp 300.591.642.499, sedangkan rata – rata hasil investasi dari deposito dari tahun 2009 – 2012 sebesar Rp 438.581.063.226. Tabel 12 Bulan Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 Mei-09 Jun-09 Jul-09 Agust-09 Sep-09 Okt-09 Nop-09 Des-09
Bunga Obligasi 0,8321 0,8321 0,8372 0,8417 0,8627 0,9058 0,9077 0,9077 0,9112 0,9112 0,9112 0,9581
Bulan Jan-10 Feb-10 Mar-10 Apr-10 Mei-10 Jun-10 Jul-10 Agust-10 Sep-10 Okt-10 Nop-10 Des-10
Bunga Obligasi 0,9714 0,9714 0,9855 0,9836 0,0039 0,0129 0,0020 0,0129 0,0129 0,0819 0,1028 0,1383
2. Perhitungan Return Investasi yang dihasilkan dari Obligasi. Data obligasi yang dikeluarkan oleh Pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Perusahaan Swasta Nasional. Posisi per 31 Desember Tahun 2012 dan jangka waktu investasi obligasi adalah antara 5 tahun sampai dengan 30 Tahun sebagaimana disajikan pada Tabel 12. 3. Perhitungan Return Investasi yang dihasilkan dari Reksadana NAB reksadana pendapatan tetap yang digunakan adalah NAB reksadana milik PT Arthaloka Indonesia yang ditempatkan pada PNM Ekuitas Syariah. Dari hasil input data NAB reksadana PNM Ekuitas Syariah tertinggi pada bulan Desember 2012 dengan nilai 1709,66 dan terendah terjadi pada bulan Januari 2009 dengan nilai 1233,27, sebagaimana pada Tabel 13. Berdasarkan input nilai NAB dari reksadana PNM Ekuitas Syariah, diperoleh rata -rata return disajian pada Tabel 14. 4. Perhitungan Return Investasi yang dihasilkan dari Saham. Saham dihitung rata rata dari perubahan harga open dan close dari masing – masing jenis saham, ditambah dengan deviden dari Return Obligasi Bulan Jan-11 Feb-11 Mar-11 Apr-11 Mei-11 Jun-11 Jul-11 Agust-11 Sep-11 Okt-11 Nop-11 Des-11
Bunga Obligasi 0,1414 0,1708 0,1697 0,1819 0,1929 0,2481 0,2481 0,2479 0,2477 0,2528 0,2604 0,3109
Bulan Jan-12 Feb-12 Mar-12 Apr-12 Mei-12 Jun-12 Jul-12 Agust-12 Sep-12 Okt-12 Nop-12 Des-12
Bunga Obligasi 0,3184 0,3523 0,3523 0,3724 0,4371 0,4800 0,4859 0,4936 0,5025 0,5254 0,5238 0,5643
Sumber : Bank Indonesia, diolah Hasil investasi yang dikelola oleh PT Taspen (Persero) tahun 2012 dari obligasi diperoleh sebesar Rp3.368.341.304.148, sedangkan rata – rata hasil investasi dari obligasi dari tahun 2009 –2012 sebesar Rp2.853.626.108.422.
Manfaat Pendanaan Program Tabungan Hari Tua PNS
|
43
masing – masing jenis investasi PT Taspen (Persero) disajikan pada Tabel 15. Tabel 13 Bulan Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 Mei-09 Jun-09 Jul-09 Agust-09 Sep-09 Okt-09 Nop-09 Des-09
NAB 1233,27 1246,04 1260,52 1272,23 1286,76 1299,34 1317,33 1332,02 1345,62 1359,97 1375,88 1388,39
Bulan Jan-10 Feb-10 Mar-10 Apr-10 Mei-10 Jun-10 Jul-10 Agust-10 Sep-10 Okt-10 Nop-10 Des-10
Tabel 14 Bulan Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 Mei-09 Jun-09 Jul-09 Agust-09 Sep-09 Okt-09 Nop-09 Des-09
Rata2 Return 0,010351 0,011622 0,009291 0,011416 0,009779 0,013847 0,011151 0,010207 0,010663 0,0117 0,009096
Bulan Jan-10 Feb-10 Mar-10 Apr-10 Mei-10 Jun-10 Jul-10 Agust-10 Sep-10 Okt-10 Nop-10 Des-10
Return Reksadana
NAB 0,9714 0,9714 1421,37 1432,26 1442,81 1461,46 1466,20 1480,55 1489,11 1495,86 1506,62 1516,28
Bulan Jan-11 Feb-11 Mar-11 Apr-11 Mei-11 Jun-11 Jul-11 Agust-11 Sep-11 Okt-11 Nop-11 Des-11
NAB 1523,82 1530,37 1540,16 1547,68 1559,13 1568,18 1575,78 1582,90 1594,51 1611,73 1623,38 1634,66
Bulan Jan-12 Feb-12 Mar-12 Apr-12 Mei-12 Jun-12 Jul-12 Agust-12 Sep-12 Okt-12 Nop-12 Des-12
NAB 0,3184 0,3523 1659,50 1671,05 1674,00 1679,91 1686,64 1686,41 1691,40 1694,68 1702,86 1709,66
Bulan
Rata2 Return 0,006030 0,005418 0,003673 0,006956 0,001767 0,003529 0,004007 0,000130 0,002956 0,001941 0,004827 0,003992
Rata – Rata Return Reksadana Rata2 Return 0,008669 0,006715 0,008185 0,007665 0,007365 0,012924 0,003241 0,00979 0,00578 0,004537 0,007188 0,006415
Bulan Jan-11 Feb-11 Mar-11 Apr-11 Mei-11 Jun-11 Jul-11 Agust-11 Sep-11 Okt-11 Nop-11 Des-11
Rata2 Return 0,004973 0,004299 0,006398 0,004883 0,007394 0,005804 0,004851 0,004518 0,007331 0,010797 0,00723 0,006952
Jan-12 Feb-12 Mar-12 Apr-12 Mei-12 Jun-12 Jul-12 Agust-12 Sep-12 Okt-12 Nop-12 Des-12
Sumber : Bapepam/OJK, diolah PT Taspen (Persero) Tahun 2012 tidak menempatkan dana pada reksadana sehingga dari hasil investasi reksadana diperoleh sebesar Rp0, sedangkan rata – rata hasil investasi dari reksadana dari Tahun 2009 – 2012 sebesar Rp1.361.174.615.
44
|
Jurnal Good Governance Vol. 10 No. 1. Maret 2014
Tabel 15 Return Saham Tahun 2009 NO KODE 1. ADHI 2. WIKA 3. BBRI 4. BMRI 5. BBNI 6. BBCA 7. BBTN 8. TLKM 9. ISAT 10. PGAS 11. HRUM 12. JSMR 13. PTBA 14. ANTM 15. TINS 16. BRMS 17. Tahun 2010 NO KODE 1. ADHI 2. WIKA 3. BBRI 4. BMRI 5. BBNI 6. BBCA 7. BBTN 8. TLKM 9. ISAT 10. PGAS 11. HRUM 12. JSMR 13. PTBA 14. ANTM 15. TINS 16. BRMS 17.
PERUSAHAAN ADHI KARYA WIJAYA KARYA BANK BRI BANK MANDIRI BANK BNI BCA BANK TABUNGAN NEGARA TELKOM INDOSAT PERUSAHAAN GAS NEGARA HARUM ENERGY JASA MARGA TAMBANG BATUBARA B.ASAM ANEKA TAMBANG TIMAH BUMI RESOURCES Rata – Rata 0,90751
OPEN 270 220 4575 2025 680 3250 0 6900 5750 1860
CLOSE 410 325 7650 4700 1980 4850 840 9450 4725 3900
RETURN 0,51852 0,47727 0,67213 1,32099 1,91176 0,49231
910 6900 1090 1080 910
1810 17250 2200 2000 2425
0,98901 1,5 1,01835 0,85185 1,66484
PERUSAHAAN ADHI KARYA WIJAYA KARYA BANK BRI BANK MANDIRI BANK BNI BCA BANK TABUNGAN NEGARA TELKOM INDOSAT PERUSAHAAN GAS NEGARA HARUM ENERGY JASA MARGA TAMBANG BATUBARA B.ASAM ANEKA TAMBANG TIMAH BUMI RESOURCES Rata – Rata 0,78993
OPEN 410 325 7650 4700 1980 4850 840 840 4725 3900 0 1810 17250 2200 2000 2425
CLOSE 910 2450 10500 6500 3875 6400 1640 1640 5400 4425 9000 3425 22950 2450 2750 670
RETURN 1,21951 6,53846 0,37255 0,38298 0,95707 0,31959 0,95238 0,95238 0,14286 0,13462
0,36957 -0,1783 1,09677
0,89227 0,33043 0,11364 0,375 -0,7237
Manfaat Pendanaan Program Tabungan Hari Tua PNS
|
45
Tahun 2011 NO KODE PERUSAHAAN OPEN CLOSE RETURN 1. ADHI ADHI KARYA 910 580 -0,3626 2. WIKA WIJAYA KARYA 2450 610 -0,751 3. BBRI BANK BRI 10500 6750 -0,3571 4. BMRI BANK MANDIRI 6500 6750 0,03846 5. BBNI BANK BNI 3875 3800 -0,0194 6. BBCA BCA 6400 8000 0,25 7. BBTN BANK TABUNGAN NEGARA 1640 1210 -0,2622 8. TLKM TELKOM 7950 7050 -0,1132 9. ISAT INDOSAT 7950 7050 -0,1132 10. PGAS PERUSAHAAN GAS NEGARA 4425 3175 -0,2825 11. HRUM HARUM ENERGY 9000 6850 -0,2389 12. JSMR JASA MARGA 3425 4200 0,22628 13. PTBA TAMBANG BATUBARA B.ASAM 22950 17350 -0,244 14. ANTM ANEKA TAMBANG 2450 1620 -0,3388 15. TINS TIMAH 2750 1670 -0,3927 16. BRMS BUMI RESOURCES 670 530 -0,209 17. Rata – Rata -0,1881 Tahun 2012 NO KODE PERUSAHAAN OPEN CLOSE RETURN 1. ADHI ADHI KARYA 580 1760 2,03448 2. WIKA WIJAYA KARYA 610 1480 1,42623 3. BBRI BANK BRI 6750 6950 0,02963 4. BMRI BANK MANDIRI 6750 8100 0,2 5. BBNI BANK BNI 3800 3700 -0,0263 6. BBCA BCA 8000 9100 0,1375 7. BBTN BANK TABUNGAN NEGARA 1210 1450 0,19835 8. TLKM TELKOM 7050 9050 0,28369 9. ISAT INDOSAT 5650 6450 0,14159 10. PGAS PERUSAHAAN GAS NEGARA 3175 4600 0,44882 11. HRUM HARUM ENERGY 6850 6000 -0,1241 12. JSMR JASA MARGA 4200 5450 0,29762 13. PTBA TAMBANG BATUBARA B.ASAM 17350 15100 -0,1297 14. ANTM ANEKA TAMBANG 1620 1280 -0,2099 15. TINS TIMAH 1670 1540 -0,0778 16. BRMS BUMI RESOURCES 530 250 -0,5283 17. Rata – Rata 0,25636 Sumber : Bursa Efek Indonesia, Diolah Hasil investasi yang dikelola oleh PT Taspen (Persero) Tahun 2012 dari saham diperoleh sebesar Rp562.401.799.224, sedangkan rata – rata hasil investasi dari saham dari tahun 2009 – 2012 sebesar Rp495.527.829.634.
46
|
Jurnal Good Governance Vol. 10 No. 1. Maret 2014
5. Perhitungan Return Investasi dari Investasi Langsung Nilai Investasi Langsung Program THT pada PT Taspen (Persero) adalah nilai penyertaan saham yang kepemilikannya kurang dari 20% dari modal disetor. Investasi Langsung yang dimiliki PT Taspen (Persero) ditempatkan pada : 1. PT Pefindo 2. PT Asrinda 3. Bank Kesejahteraan Ekonomi Berdasarkan data yang diperoleh dari penyertaan langsung pada PT Pefindo, PT Asrinda dan Bank Kesejahteraan ekonomi, return investasi saham yang ditempatkan : Tabel 16 Tahun 2009 2010 2011 2012 Rata – Rata
Return Investasi Langsung Return Investasi Langsung 0,00764 0,01096 0,04376 0,22258 0,07123
Tabel 17
No .
Perhitungan Investasi menggunakan Metode Simplek Programasi Linier. Sesuai dengan batasan Investasi yang ditetapkan oleh direksi PT Taspen (Persero) berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Kementerian Keuangan No. 55/KMK.010/2012, serta dari perhitungan return dari masing masing jenis investasi dan dengan nilai rata – rata investasi dari tahun 2009 2012 sebesar Rp.36.442.990.730.813.Maksimum dari investasi sesuai batasan yang telah ditetapkan sebagaimana disajikan pada Tabel 18. Dari hasil investasi PT Taspen (Persero) tersebut, dirumuskan menggunakan metode simplek programasi linier untuk menentukan tingkat maksimum : Maksimum investasi yaitu: 0,0650 x1 + 0,04789 x2 +0,4414 x3 + 0,0071 x4 + 0,0712 x5 Dengan Batasan sebagai berikut: (1) x1 ≤ 11.139.178.298.852 (2) x2 ≤ 5.569.589.149.426 (3) x3 ≤ 5.184.531.134.157 (4) x4 ≤ 9.213.888.222.507 (5) x5 ≤ 5.335.803.925.870
Return Investasi Program THT PT Taspen (Persero)
Jenis Investasi
Tahun 2010 2011 0,0650 0,0658
2012 0,0577
Rata –rata
1.
Deposito
2009 0,0715
2.
Obligasi
0,8849
0,3574
0,2227
0,4507
0,4789
3.
Saham
0,9075
0,7899
(0,1881)
0,2564
0,4414
4.
Reksadana
0,0108
0,0074
0,0063
0,0037
0,0071
5.
Investasi Langsung
0,0076
0,0110
0,0438
0,2226
0,0712
Hasil investasi yang dikelola oleh PT Taspen (Persero) Tahun 2012 dari investasi langsung diperoleh sebesar Rp 4.085.498.800, sedangkan rata – rata hasil investasi dari investasi langsung dari Tahun 2009 – 2012 sebesar Rp 2.252.641.160. Hasil return suku bunga deposito, return suku bunga obligasi, Return NAB reksadana, return harga saham sebagaimana disajikan pada Tabel 17.
0,0650
Dengan menggunakan program microsoft excel 2007 berdasarkan metode simplek programasi linier, hasil investasi tersebut menunjukkan hasil sebagaimana dsajikan pada Tabel 19. Sehingga dari hasil perhitungan programasi linier dicapai hasil investasi maksimal : x1 = 11.139.178.298.852 untuk deposito x2 = 5.569.589.149.426 untuk obligasi x3 = 5.184.531.134.157 untuk saham
Manfaat Pendanaan Program Tabungan Hari Tua PNS
x4 = 9.213.888.222.507 untuk reksadana x5 = 5.335.803.925.870 untuk investasi langsung
No.
No.
Maksimal Investasi Program THT PT Taspen (Persero)
Jenis Investasi
Return
Maksimal Investasi (Rp)
1.
Deposito
0,0650
11.139.178.298.852
2.
Obligasi
0.4789
5.569.589.149.426
3.
Saham
0,4414
5.184.531.134.157
4.
Reksadana
0,0071
9.213.888.222.507
5.
Investasi Langsung
0,0712
5.335.803.925.870
Tabel 19
Hasil Investasi Program THT PT Taspen (Persero)
1.
Decision Variabel Solution Value (Rp) X1
11.139.178.298.852
Unit Cost Profit 0,0650
2.
X2
5.569.589.149.426
0.4789
3.
X3
5.184.531.134.157
0,4414
2.288.516.250.711
4.
X4
9.213.888.222.507
0,0071
65.037.736.926
5.
X5
5.335.803.925.870
0,0712
65.037.736.926
Objective
Function
Max
Solution Value (Rp)
Tabel 20 Return Investasi Program THT PT Taspen (Persero) menggunakan metode simplek programasi linier No. 1. 2. 3. 4. 5. Total
Jenis Investasi Deposito Obligasi Saham Reksadana Investasi Langsung
47
return investasi PT Taspen (Persero) pada tahun 2012 adalah sebesar Rp 4.235.420.244.671,00. Sehingga berdasarkan hasil perhitungan tersebut maka nilai return investasi melalui metode simplek programasi linier lebih tinggi dibanding hasil investasi PT Taspen (Persero) tahun 2012 yaitu sebesar
Total dana yang ditempatkan pada masingmasing instrumen Investasi sebagai berikut:
Tabel 18
|
Return Investasi 724.046.589.425 2.667.411.242.306 2.288.516.250.711 65.037.736.926 380.098.736.976 6.125.110.556.345
Nilai return investasi melalui metode simplek programasi linier adalah sebesar Rp6.125.110.556.345,00. Sedangkan nilai
Total Contribution (Rp) 724.046.589.425 2.667.411.242.306
6.125.110.556.345
Rp 4.235.420.244.671,00. Secara rinci perbandingan antara hasil investasi tahun 2012 dengan hasil investasi yang dihitung menggunakan metode simplek programasi linier dapat dilihat dalam Tabel 21 dan Tabel 22 Analisis sensitivitas merupakan penyelidikan perubahan nilai parameter terhadap efek pada penyelesaian yang optimal. Dari hasil perhitungan atas investasi PT Taspen (Persero) dengan menggunakan metode simplek programasi linier diperoleh analisis sensitivitas sebagaimana disajikan pada Tabel 23.
48
|
Jurnal Good Governance Vol. 10 No. 1. Maret 2014
Tabel 21 No. 1.
Hasil Pengelolaan Investasi PT Taspen (Persero)
Jenis Investasi Deposito
2.
Obligasi
3.
Saham
4.
Reksadana
5.
Investasi Langsung
Tabel 22
26.691.710.451.400
3.368.341.304.148
3.218.240.618.531
562.401.799.224 -
121.255.704.951
4.085.498.800
36.442.990.730.813
4.235.420.244.671
Hasil Metode Simplek Investasi Taspen (Persero)
Jenis Investasi
1.
Deposito
Investasi Rata – Rata (Rp) 6.403.797.600.000
2.
Obligasi
26.691.710.451.400
2.667.411.242.306
3.
Saham
3.218.240.618.531
2.288.516.250.711
4.
Reksadana
7.986.355.930
65.037.736.926
5.
Investasi Langsung
121.255.704.951
380.098.736.976
36.442.990.730.813
6.125.110.556.345
Total Tabel 23 No
Hasil Investasi (Rp) 300.591.642.499
7.986.355.930
Total
No.
Investasi Rata – Rata (Rp) 6.403.797.600.000
Hasil Investasi (Rp) 724.046.589.425
Sensitivity Analysis Of The Coefficient For PT Taspen (Persero)
Decision Variabel
Solution Value (Rp)
Reduced Cost
Unit Cost Profit
1.
X1
11.139.178.298.852
0
2.
X2
5.569.589.149.426
3.
X3
4. 5.
Allowable Min
Max
0,0650
0
M
0
0.4789
0
M
5.184.531.134.157
0
0,4414
0
M
X4
9.213.888.222.507
0
0,0071
0
M
X5
5.335.803.925.870
0
0,0712
0
M
Dari hasil yang ditunjukkan oleh table Sensitivity Analysis adalah sebagai berikut : 1. Dengan rincian investasi sebesar Rp 11.139.178.298.852,00 untuk deposito, Rp5.569.589.149.426,00 untuk obligasi, Rp 5.184.531.134.157,00 untuk saham, Rp9.213.888.222.507,00 untuk Reksadana, Rp 5.335.803.925.870,00 untuk investasi langsung, sepanjang return pada deposito
0.0650, maka investasi yang dilaksanakan optimal. 2. Dengan rincian investasi sebesar Rp 11.139.178.298.852,00 untuk deposito, Rp5.569.589.149.426,00 untuk obligasi, Rp 5.184.531.134.157,00 untuk saham, Rp9.213.888.222.507,00 untuk Reksadana, Rp 5.335.803.925.870,00 untuk investasi langsung, sepanjang return pada obligasi
Manfaat Pendanaan Program Tabungan Hari Tua PNS
0.4789, maka investasi yang dilaksanakan optimal. 3. Dengan rincian investasi sebesar Rp 11.139.178.298.852,00 untuk deposito, Rp5.569.589.149.426,00 untuk obligasi, Rp 5.184.531.134.157,00 untuk saham, Rp9.213.888.222.507,00 untuk Reksadana, Rp 5.335.803.925.870,00 untuk investasi langsung, sepanjang return pada saham 0.4414, maka investasi yang dilaksanakan optimal. 4. Dengan rincian investasi sebesar Rp 11.139.178.298.852,00 untuk deposito, Rp5.569.589.149.426,00 untuk obligasi, Rp5.184.531.134.157,00 untuk saham, Rp9.213.888.222.507,00 untuk Reksadana, Rp5.335.803.925.870,00 untuk investasi langsung, sepanjang return pada reksadana 0.0071, maka investasi yang dilaksanakan optimal. 5. Dengan rincian investasi sebesar Rp 11.139.178.298.852,00 untuk deposito, Rp5.569.589.149.426,00 untuk obligasi, Rp 5.184.531.134.157,00 untuk saham, Rp9.213.888.222.507,00 untuk Reksadana, Rp 5.335.803.925.870,00 untuk investasi langsung, sepanjang return pada investasi langsung 0.0712, maka investasi yang dilaksanakan optimal.
Tabel 24 No.
Jenis Investasi
|
Rincian hasil investasi diatas untuk deposito menggunakan metode simplek programasi linier sebesar Rp 724. 046.589.425,00, sedangkan hasil investasi pada tahun 2012 sebesar Rp300.591.642.499,00 dan rata – rata hasil investasi sebesar Rp 438.581.063.226,00. Hasil investasi untuk obligasi menggunakan metode simplek programasi linier sebesar Rp2.667.411. 242.306,00, sedangkan hasil investasi pada tahun 2012 sebesar Rp3.368.341.304.148,00 dan rata – rata hasil investasi sebesar Rp 2.853.626.108.422,00. Hasil investasi untuk saham menggunakan metode simplek programasi linier sebesar Rp2.288.516. 250.711,00, sedangkan hasil investasi pada tahun 2012 sebesar Rp562.401.799.224,00 dan rata – rata hasil investasi sebesar Rp 495.527.829.634,00. Hasil investasi diatas untuk reksadana menggunakan metode simplek programasi linier sebesar Rp65.037.736.926,00, sedangkan hasil investasi pada tahun 2012 sebesar Rp0 dan rata-rata hasil investasi sebesar Rp 1.361.174.615,00. Hasil investasi untuk investasi langsung menggunakan metode simplek programasi linier sebesar Rp 380.098.736.976,00, sedangkan hasil investasi pada tahun 2012 sebesar Rp 4.085.498.800,00 dan rata – rata hasil investasi sebesar Rp 2.252.641.160,00.
Perbandingan hasil investasi PT Taspen (Persero) Hasil Investasi Rata – Rata
Tahun 2012
Metode MS-PL
1.
Deposito
2.
Obligasi
3.
Saham
4.
Reksadana
1.361.174.615
5.
Investasi Langsung
2.252.641.160
4.085.498.800
380.098.736.976
3.791.348.817.057
4.235.420.244.671
6.125.110.556.345
Total
49
438.581.063.226
300.591.642.499
724.046.589.425
2.853.626.108.422
3.368.341.304.148
2.667.411.242.306
495.527.829.634
562.401.799.224
2.288.516.250.711
Selanjutnya dari perhitungan investasi menggunakan metode simplek programasi linier, dibandingkan dengan hasil investasi pada Tahun 2012 dan rata – rata hasil investasi dari tahun 2009 – 2012, maka diperoleh gambaran sebagaiman disajikan pada Tabel 24.
-
65.037.736.926
Berdasarkan rincian hasil investasi diatas dengan total keseluruhan hasil investasi menggunakan metode simplek programasi linier adalah sebesar Rp6.125.110.556.345,00, sedangkan hasil investasi pada tahun 2012 sebesar Rp4.235.420.244.671,00 dan rata – rata
50
|
Jurnal Good Governance Vol. 10 No. 1. Maret 2014
hasil investasi untuk deposito sebesar Rp3.791.348.817.057,00 . Hal ini menunjukkan bahwa dari hasil penelitian dengan menggunakan metode simplek programasi linier setelah dibandingkan dengan investasi riil PT Taspen (Persero), maka investasi yang dilaksanakan PT Taspen (Persero) selama ini adalah belum optimal.
KESIMPULAN 1. Program Tabungan Hari Tua PNS merupakan program asuransi sosial dengan bentuk program manfaat pasti, dengan besarnya manfaat dipengaruhi persentase penghargaan dari masa kerja, masa iuran dan gaji pokok, selanjutnya dalam menempatkan dana dari program Tabungan Hari Tua PNS, PT Taspen (Persero) mengacu pada ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 55/KMK.010/2012. 2. Berdasarkan kebijakan investasi yang dilakukan oleh PT Taspen (Persero), persentase penempatan investasi pada tahun 2012 adalah untuk deposito sebesar 16,42%, obligasi sebesar 72,67%, saham sebesar 10,87%, dan investasi langsung sebesar 0,04% sedangkan riwayat investasi dari tahun 2009 – 2012 adalah untuk deposito sebesar 17,57%, obligasi sebesar 73,24%, saham sebesar 8,83%, reksadana sebesar 0,02%, dan investasi langsung sebesar 0,33%. 3. Hasil investasi menggunakan metode simplek programasi linier adalah sebesar Rp6.125.110.556.345,00, hasil investasi pada Tahun 2012 sebesar Rp4.235.420. 244.671,00 dan rata – rata hasil investasi tahun 2009-2012 sebesar Rp3.791.348.817 057,00. 4. Hal ini menunjukkan bahwa dari hasil penelitian dengan menggunakan metode simplek programasi linier setelah dibandingkan dengan investasi riil PT Taspen (Persero), maka investasi yang dilaksanakan PT Taspen (Persero) selama ini belum optimal.
REFERENSI Achdiyat, Didi. (2008). “Prinsip-Prinsip Aktuaria Asuransi Jiwa”. Jakarta: Gunadarma. Achsien, Iggi H. (2000). “Investasi syariah di pasar modal:menggagas konsep dan praktek manajemen portfolio syariah”. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Aminudin. (2005). “Prinsip – Prinsip Riset Operasi”. Jakarta: Erlangga Antonio, Syafii. (2001). “Bank syariah: dari teori ke praktik” .Jakarta: Gema Insani Press. Bodie, Kane dan Marcus. (2006). “Investasi”. Jakarta: Salemba Empat. Cahyono, Jaka E. (2004). “Langkah Berinvestasi Di Obligasi”.Jakarta: Elek Media Komputindo. Djojoseodarso, Soeisno. (2003). “Prinsipprinsip Manajemen Risiko dan Asuransi”. Jakarta: Salemba Empat. Futami, Takashi. (1993). “Matematika Asuransi Jiwa edisi Pertama”. Tokyo: Incorporated, Oriental Life Insurance Cultural Development Center. Futami, Takashi. (1994). “Matematika Asuransi Jiwa edisi Kedua”.Tokyo: Incorporated, Oriental Life Insurance Cultural Development Center. Halim, Abdul. (2005). “Analisis Investasi”, Jakarta: Salemba Empat. Herjanto, Eddy. (2009). “Sains Manajemen Analisis Kuantitatif Untuk Pengambilan Keputusan”. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Huda, Nurul MF. (2005). ”Edukasi profesional syariah: Sistem operasional asuransi syariah”. Jakarta: Renaisan. Husnan, Suad. (2005). “Dasar-Dasar Teori Portofolio Dan Analisis Sekuritas”. Edisi Keempat. Jogjakarta: UPP AMP YKPN. Jogiyanto. (2010). “Teori Portofolio dan Analisis Investasi”.Yogyakarta: BPFE. Kementerian Keuangan RI, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 478/KMK.06/2002, tentang Persyaratan Dan Besar Manfaat Tabungan Hari Tua Bagi Pegawai Negeri Sipil. Kementerian Keuangan RI, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 500/KMK.06/2004, tentang Perubahan Keputusan Menteri
Manfaat Pendanaan Program Tabungan Hari Tua PNS
Keuangan Nomor 478/KMK.06/2002 tentang Persyaratan Dan Besar Manfaat Tabungan Hari Tua Bagi Pegawai Negeri Sipil. Kementerian Keuangan RI, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 55/KMK.010/2012, tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/KMK.010/2011 tentang Kesehatan Keuangan Badan Penyelenggara Program Tabungan Hari Tua Pegawai Negeri Sipil. Kementerian Keuangan RI, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/KMK.010/2011, tentang Kesehatan Keuangan Badan Penyelenggara Program Tabungan Hari Tua Pegawai Negeri Sipil. Manurung, Adler H. (2007). “Reksadana Investasiku”. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Pemerintah RI, Undang Undang Nomor 8 Tahun 1977 Tentang Pokok –Pokok Kepegawaian. Pemerintah RI, Keputusan Presiden, Nomor 56 Tahun 1974, tentang Pembagian, Penggunaan, Cara Pemotongan, Penyetoran Dan Besarnya Iuran-iuran Yang Dipungut Dari Pegawai Negeri, Pejabat Negara, dan Penerima Pensiun sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 1977. Pemerintah RI, Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981, tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil. Pemerintah RI, Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977, tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil. Pemerintah RI, Undang Undang Nomor 24 Tahun 2011, tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Pemerintah RI, Undang Undang Nomor 43 Tahun 1999, tentang Perubahan Pemerintah RI, Undang Undang Nomor 8 Tahun 1995, tentang Pasar Modal Pemerintah RI, Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998, tentang Perbankan. Pieloor, Andreas Freddy. (2010). “Investasi Cerdas Menuju Kekayaan”. Jakarta: Elek Media Komputindo. Pontjowinoto, Iwan P. (2003). “Prinsip syariah di pasar modal: pandangan praktisi”. Jakarta: Modal Publications.
|
51
Pozen, Robert C. (2001). “The Mutual Fund Business”. U.S :Houghton Mifflin Harcourt Publishing Company Robert E. Larson. (1951), “Life Insurance Mathematics”, London:University of Wisconsin. Sartono, R.A. (1995), “Manajemen keuangan: Teori dan aplikasi Edisi 2”. Yogyakarta: BPFE Yogjakarta Sukirno, Sadono. (2006). “Makro Ekonomi Teori Pengantar”. Edisi Ketiga. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sula, S, Muhammad. (2004) “Asuransi Syariah: life and general : konsep dan sistem operasional”. Jakarta: Gema Insani Press. Tandelilin, Eduardus. (2001). “Analisis Investasi Dan Manajemen Portofolio”. Yogyakarta: BPFE Yogjakarta. Tandelilin, Eduardus. (2010). “Protofolio dan Investasi”. Yogyakarta: Kanisius. Wijayanta, Bambang dan Aristanti Widyaningsih. (2007). “Ekonomi dan Akuntansi: Mengasah Kemampuan Ekonomi”. Jakarta: Citra Praya. Yamit, Zulian. (2007). “Manajemen Kuantitatif untuk Bisnis” (Operations Research)” Edisi Pertama. Yogyakarta: BPPE Yogyakarta. Yuliani, Rina C. (2000). “Pengantar Asuransi dan Manajemen Risiko”. Jakarta: BPPK Jakarta.
52
|
Jurnal Good Governance Vol. 10 No. 1. Maret 2014
EFEKTIVITAS PROGRAM ALOKASI DANA NAGARI SATU MILIAR PER NAGARI DI KABUPATEN PASAMAN BARAT. Haryadi Pemerintah Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat, Email:
[email protected] Hamidah Rosidanti Susilatun STIA Lembaga Administrasi Negara, Jakarta, Email:
[email protected]
ABSTRAK Pelaksanaan otonomi daerah sebagaimana di Provinsi Sumatera Barat ditindaklanjuti dengan kebijakan “Kembali ke nagari” yang mengandung makna memfungsikan kembali nilai-nilai luhur yang terkandung dalam masyarakat Minangkabau. Untuk itu, sejak tahun 2011 Pemkab Pasaman Barat telah meluncurkan Program Alokasi Dana Nagari (ADN) Satu Miliar per Nagari (SMpN) yang pengelolaannya diserahkan secara utuh kepada nagari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas Program ADN SMpN di Kabupaten Pasaman Barat (kasus pembangunan fisik di Nagari Sinuruik dan Nagari Rabi Jonggor) dilihat dari aspek pencapaian tujuan, integrasi, dan adaptasi. Kata Kunci: efektivitas program, nagari, Pasaman, integrasi, adaptasi.
PENDAHULUAN Esensi kemandirian dalam rangka otonomi daerah adalah dimulainya upaya pembangunan dari level pemerintahan paling bawah, yaitu desa sehingga sudah sepatutnya pemberdayaan masyarakat pedesaan menjadi prioritas utama dalam pembangunan. Adapun maksud pemberdayaan masyarakat pedesaan tersebut adalah mempercepat pengentasan kemiskinan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang adil dan merata. Untuk itu, diperlukan berbagai upaya kreatif dari pemerintah daerah dengan tetap menjunjung tinggi semangat otonomi daerah agar senantiasa mampu kreatif dan inovatif dalam menyusun dan merumuskan berbagai terobosan untuk mempercepat laju pembangunan di daerah. Sejalan dengan semangat otonomi daerah sebagai upaya untuk memajukan desa, di Provinsi Sumatera Barat sebuah kampung halaman bagi etnis Minangkabau merupakan daerah yang sangat unik dalam hal desentralisasi dan demokrasi lokal. Sejak lama orang Minangkabau mempunyai sejarah otonomi asli yang berbasis pada nagari. Dalam
kondisi ini pula, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Barat berupaya menata kembali susunan pemerintahan terbawah berdasarkan asal usul dan kondisi sosial budaya masyarakat Sumatera Barat, agar sistem pemerintahan yang ada dapat diterima dan terwujudnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Peluang untuk menghidupkan kembali serta menjaga pemerintahan terbawah di Provinsi Sumatera Barat dengan sistem pengaturan adat yang sesuai dengan asal usul dan adat-istiadat yang hidup di tengah masyarakat Sumatera Barat yang dikenal falsafah “adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah” dilegitimasi secara kuat dalam isi pasal 18B UUD 1945 (Amandemen Keempat Tahun 2002) yang berbunyi sebagai berikut: 1. Negara mengakui dan menghormati satuansatuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus dan bersifat istimewa yang di atur dengan Undang-Undang. 2. Negara mengakui dan menghormati kesatuankesatuan masyarakat hukum adat beserta hakhak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan
Efektivitas Program ADN SMpN Di Kabupaten Pasaman Barat
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam Undang-Undang. Sejalan dengan amanat pasal di atas, sistem pemerintahan nagari menjadi pilihan utama dan dipandang efektif dijalankan di “Ranah Minangkabau”. “Kembali ke nagari” bertujuan untuk meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat dengan sistem pemerintahan yang sesuai dengan asal usul dan kondisi sosial budaya masyarakat yang dapat diterima dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat untuk mewujudkan kemandirian desa dalam pemerintahan dan pembangunan. Tercapainya kemandirian desa dalam hal ini nagari pada berbagai program pembangunan akan sangat bertopang pada peran dan keikutsertaan masyarakat serta ketersediaan sumber dana untuk menjalankan program pembangunan. Serta yang tidak kalah pentingnya program pembangunan akan berhasil dilaksanakan manakala pendekatan masyarakat dengan memperhatikan kondisi riil kearifan lokal akan menjadi penentu utama dalam menentukan berhasil tidaknya program yang dijalankan. Semenjak “kembali ke nagari” dilaksanakan di Provinsi Sumatera Barat, menggantikan pemerintahan desa yang pernah berlaku dari tahun 1979 sampai munculnya kebijakan otonomi daerah di negara ini; telah terjadi berbagai perubahan di tingkat lokal. Perubahan itu pada dasarnya menginginkan kembali kearifan-kearifan lokal dalam menata dan membangun masyarakat lokal tersebut yang selama ini telah hilang akibat paksaan-paksaan sentralisme. Penyeragaman program-program pembangunan oleh pemerintah pusat telah menambah ketergantungan desa terhadap pemerintah. Upaya untuk mengatur desa secara seragam terjadi semenjak pemerintah menetapkan UU Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Desa. Dimana pada saat itu, UU tersebut hadir untuk mengatur penyelenggaraan pemerintah terendah di Indonesia. Dalam UU Nomor 5 Tahun 1979 termuat dua ciri khusus yaitu: Penyeragaman nama, bentuk dan susunan penyelenggaraan pemerintahan terendah yang disebut dengan “Desa” Pemisahan aspek penyelenggaraan urusan pemerintahan dari aspek sosial budaya atau adat istiadat.
|
53
Penyeragaman ini dalam kenyataannya telah menyebabkan berbagai kesulitan dan permasalahan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Kehilangan nagari dalam lokus masyarakat Minangkabau, pada kenyataannya telah menimbulkan degredasi nilai dalam masyarakat tersebut, karena kearifan-kearifan lokal telah hilang dan tidak berperan lagi. Kehilangan kearifan lokal itu, berimplikasi terhadap hilangnya masyarakat adat dalam khazanah lokalitas. Padahal masyarakat adat itu secara sosiologis, psikologis, dan politik sangat berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan kemandirian lokalitas dalam menentukan masa depannya. Kehilangan-kehilangan tersebut pada dasarnya di Indonesia termasuk di Provinsi Sumatera Barat yang menyebabkan runtuhnya semangat pembangunan berbasis masyarakat dan lokalitas. Menyadari hal yang demikian, di Provinsi Sumatera Barat telah dikeluarkan kebijakan untuk menata kembali lokalitasnya dengan memperkuat kembali basis masyarakat adat yang dibuktikan dengan kembalinya pada pemerintahan nagari, sebagai pemerintahan lokalitas. Pemerintahan nagari ini merupakan pemerintahan masyarakat adat di Minangkabau yang memiliki sistem pemerintahan, adat, hukum, dan ekonomi yang diadopsi dari masyarakat adat Minangkabau sebagai masyarakat adat yang dominan berdiam di Provinsi Sumatera Barat. Tujuan kembali pada pemerintahan nagari ini adalah memperkuat kembali masyarakat adat dalam membangun dan mengelola lokalitasnya, sehingga masyarakat lokal tidak hanya menjadi objek pembangunan tetapi menjadi subjek yang menentukan terhadap perkembangan dan kesejahteraan lokalitasnya. Oleh sebab itu, semenjak “Kembali ke nagari” di Provinsi Sumatera Barat telah terjadi perubahan-perubahan tata lokalitas yang berbasis masyarakat adat yang ditandai dengan tumbuh dan berkembangnya seperti partisipasi, demokratisasi, dan ekonomi nagari.“Kembali ke nagari” mengandung banyak makna, dan salah satunya adalah untuk menghidupkan serta memfungsikan kembali nilai-nilai luhur yang terkandung dalam masyarakat Minangkabau. Sejak ditetapkannya Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Sumatera Barat No. 9 Tahun 2000 tentang Pemerintahan
54
|
Jurnal Good Governance Vol. 10 No. 1. Maret 2014
Nagari, telah terbuka peluang baru pembangunan berbasis nagari di seluruh wilayah nagari di Provinsi Sumatera Barat. Untuk itu, sejak tahun 2011 Pemkab Pasaman Barat telah mengalokasikan anggaran dalam bentuk Alokasi Dana Nagari (ADN) Satu Miliar per Nagari (SMpN) yang pengelolaannya diserahkan secara utuh kepada nagari. ADN SMpN ini mengacu kepada pelaksanaan Pasal 22 Permendagri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Kuangan Desa. Dimana Pasal 22 Ayat (1) dari Permendagri tersebut berbunyi, “Pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang pembiayaannya bersumber dari ADD dalam APBDesa, sepenuhnya dilaksanakan oleh Tim Pelaksana Desa dengan mengacu pada Peraturan Bupati/Walikota”. Program ADN SMpN ini menyediakan sarana pembiayaan untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) berupa penyertaan modal untuk koperasi guna pemberdayaan ekonomi kerakyatan serta pemberian modal untuk usaha ekonomi produktif bagi generasi muda yang tergabung dalam organisasi karang taruna. Disamping itu, ADN SMpN ini juga mendorong pembangunan sarana dan prasarana publik dengan pemberian bantuan berupa kegiatan fisik yang melibatkan pemberdayaan masyarakat. Hal ini merupakan pola pembangunan yang berbasiskan nagari dan melibatkan masyarakat melalui Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Nagari (LPMN) dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Sehingga timbul persepsi di tengah masyarakat, bahwa masyarakat diikutsertakan dalam pembangunan yang kemudian diharapkan akan timbul kesadaran bagi masyarakat untuk lebih berpartisipasi dan ikut serta memelihara pembangunan tersebut. Sejak dilaksanakan pada tahun 2011 yang lalu, Program ADN SMpN di Kabupaten Pasaman Barat ini telah membawa perubahan signifikan dalam pembangunan fisik di nagarinagari yang ada. Adapun realisasi pembangunan fisik yang dibiayai dari ADN SMpN ini, adalah sebagaimana tercantum dalam Tabel 1.
Tabel 1 Realisasi ADN SMPN dalam Pembangunan (FISIK) Nagari 2011-2013
Dalam implementasinya, dibuatlah Pedoman Pelaksanaan ADN SMpN yang tertuang dalam Peraturan Bupati (Perbup) Pasaman Barat Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Pengelolaan Alokasi Dana Nagari (ADN) Kabupaten Pasaman Barat. Namun dalam pelaksanaannya, masih saja terdapat beberapa masalah diiantaranya banyak pemerintah nagari tidak mampu merealisasikan seluruh dana ADN dan rentan dengan penyelewengan, kualitas hasil pekerjaan yang kurang baik, ketepatan waktu pelaksanaan tidak selesai pada akhir tahun anggaran. Selain itu, penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan (1) Bagaimanakah pencapaian tujuan Program ADN SMpN pada pembangunan fisik di Nagari Sinuruik dan Nagari Rabi Jonggor?; (2) Bagaimanakah integrasi Program ADN SMpN pada pembangunan fisik di Nagari Sinuruik dan Nagari Rabi Jonggor?; dan (3) Bagaimanakah adaptasi Program ADN SMpN pada pembangunan fisik di Nagari Sinuruik dan Nagari Rabi Jonggor? Penelitian ini diharapkan dapat memberikan ide serta menjadi inspirasi dan acuan bagi pemerintah terendah di Indonesia dalam hal ini desa atau sebutan lainnnya, dan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan di bidang administrasi publik khususnya dalam manajemen pembangunan daerah yang berkaitan dengan pemanfaatan dana program yang dapat memicu timbulnya partisipasi masyarakat. Keberadaan pemerintahan nagari dengan konsep “Kembali ke nagari” di Provinsi Sumatera Barat tercantum dalam Perda Provinsi Sumatera Barat Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pemerintahan Nagari. Sejalan dengan dikeluarkannya UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah sebagai pengganti UU Nomor 22 Tahun 1999 menyebabkan Perda
Efektivitas Program ADN SMpN Di Kabupaten Pasaman Barat
Provinsi Sumatera Barat Nomor 9 Tahun 2000 disempurnakan dengan Perda Provinsi Sumatera Barat Nomor 2 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Nagari. Beberapa alasan atau pertimbangan diadakan perubahan pada perda tersebut sebagaimana tercantum pada bagian “Menimbang” pada Perda Provinsi Sumatera Barat Nomor 2 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Nagari, adalah sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil evaluasi penyelenggaraan pemerintahan nagari, maka Perda Propinsi Sumatera Barat Nomor 9 Tahun 2000 tentang Ketentuan Pokok-pokok Pemerintahan Nagari dan Perda Kabupaten se-Sumatera Barat tentang pemerintahan nagari perlu disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi. 2. UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagai landasan hukum Perda Provinsi Sumatera Barat Nomor 9 Tahun 2000 telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 3. Untuk sinkronisasi penyelenggaraan pemerintahan dalam upaya melaksanakan tugas dan fungsi pemerintahan yang baik dan efektif di nagari, maka perlu diatur ketentuan mengenai Pokok-Pokok Pemerintahan Nagari. Seiring dengan perubahan Perda Provinsi Sumatera Barat Nomor 9 Tahun 2000 menjadi Perda Provinsi Sumatera Barat Nomor 2 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Nagari. Maka, pengertian nagari sebagaimana tercantum dalam Perda Provinsi Sumatera Barat Nomor 2 Tahun 2007 adalah: Nagari adalah kesatuan masyarakat hukum adat yang memiliki batas-batas wilayah tertentu, dan berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan filosofi adat Minangkabau (Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah) dan atau berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat dalam wilayah Provinsi Sumatera Barat. Sementara itu, pemerintahan nagari menurut Perda Provinsi Sumatera Barat Nomor 2 Tahun 2007 adalah:
|
55
Pemerintahan nagari adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah nagari dan badan permusyawaratan nagari berdasarkan asal usul nagari di wilayah Provinsi Sumatera Barat yang berada dalam sistim pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Lebih jauh, dijelaskan dalam Perda Provinsi Sumatera Barat Nomor 2 Tahun 2007, bahwa: Pemerintahan nagari langsung dipimpin oleh seorang wali nagari sebagai pimpinan tertinggi di tingkat pemerintahan nagari. Jorong atau dengan nama lain yang setingkat dan terdapat dalam nagari adalah bagian dari wilayah nagari. Pada sisi lain terdapat badan permusyawaratan nagari yang selanjutnya disebut “Bamus Nagari” yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintah nagari. Dalam struktur pemerintahan nagari juga dikenal adanya lembaga kemasyarakatan. Lembaga kemasyarakatan adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan merupakan mitra pemerintahan nagari dalam memberdayakan masyarakat. Selanjutnya, di nagari juga terdapat Kerapatan Adat Nagari (KAN). KAN adalah lembaga kerapatan dari ninik mamak yang telah ada dan diwarisi secara turun temurun sepanjang adat dan berfungsi memelihara kelestarian adat serta menyelesaian perselisihan sako dan pusako. Di Kabupaten Pasaman Barat, implementasi dari konsep kembali ke pemerintahan nagari dituangkan dalam Perda Kabupaten Pasaman Barat Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pemerintahan Nagari, dimana secara lebih rinci dijelaskan hal-hal berikut: Nagari adalah kesatuan masyarakat hukum adat yang memiliki batas-batas dan wilayah tertentu, dan berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan filosofi adat Minangkabau (Adat Basandi Syara’ Syara’ Basandi Kitabullah) dan atau berdasarkan asalusul dan adat istiadat setempat dalam wilayah Kabupaten Pasaman Barat.
56
|
Jurnal Good Governance Vol. 10 No. 1. Maret 2014
Selain itu, dalam perda yang sama juga disebutkan bahwa, “Wali nagari dan perangkat nagari sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan nagari. Dimana wali nagari adalah pimpinan pemerintahan nagari”. Pada sisi lain, terdapat Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Nagari (PTPKN). PTPKN ini adalah perangkat nagari yang ditunjuk oleh wali nagari untuk melaksanakan pengelolaan keuangan nagari. Dengan demikian, pemerintahan nagari di Kabupaten Pasaman Barat diartikan sebagai keseluruhan penyelenggaraan urusan pemerintahan di tingkat nagari yang dilaksanakan oleh pemerintah nagari dan Bamus nagari berdasarkan asal-usul nagari di wilayah Kabupaten Pasaman Barat. Keberadaan pemerintahan nagari di Kabupaten Pasaman Barat ini jika dikaitkan dengan judul penelitian adalah menyangkut peran serta dari seluruh elemen penyelenggaraan urusan pemerintahan di tingkat nagari yang dilaksanakan oleh pemerintah nagari dan Bamus nagari serta didukung oleh masyarakat nagari dalam memanfaatkan Program ADN SMpN pada pembangunan fisik di Nagari Sinuruik dan Nagari Rabi Jonggor Kabupaten Pasaman Barat secara efektif. Konsep Program ADN SMpN merupakan model pembangunan masyarakat nagari yang ada di Kabupaten Pasaman Barat. Kabupaten Pasaman Barat sebagaimana kabupaten lainnya memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran yang harus segera ditangani demi tercapainya tujuan nasional untuk mensejahterakan masyarakat. Program ADN SMpN dijalankan dengan strategi menjadikan masyarakat nagari sebagai kelompok sasaran serta menguatkan pembangunan partisipatif di tengah masyarakat. Selain itu, program ADN SMpN di Kabupaten Pasaman Barat juga dijadikan sebagai bagian pengembangan kelembagaan yang ada di nagari. Program ADN SMpN hadir dengan harapan menuntaskan tahapan pemberdayaan yaitu tercapainya kemandirian masyarakat nagari di Kabupaten Pasaman Barat. Berdasarkan Buku Pedoman Umum ADN SMpN (2011:3) disebutkan bahwa tujuan dari Program ADN SMpN adalah “Meningkatnya kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin di nagari dengan
mendorong kemandirian dalam pengambilan keputusan serta mengefektifkan peran kelembagaan di nagari dalam pengelolaan pembangunan”. Sedangkan tujuan khusus dari Program ADN SMpN sebagaimana tercantum dalam Buku Pedoman Umum ADN SMpN (2011:4) adalah: 1. Meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat, khususnya masyarakat miskin dalam pengambilan keputusan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pelestarian pembangunan di nagari. 2. Melembagakan pengelolaan pembangunan partisipatif dengan mendayagunakan sumber daya lokal di nagari. 3. Mengembangkan kapasitas pemerintahan nagari dalam memfasilitasi pengelolaan pembangunan partisipatif. 4. Menyediakan sarana dan prasarana sosial dasar dan ekonomi yang diprioritaskan oleh masyarakat. 5. Melembagakan pengelolaan dana. 6. Mengembangkan kerja sama antar pemangku kepentingan dalam upaya penanggulangan kemiskinan di nagari. Dalam menjalankan Program ADN SMpN di Kabupaten Pasaman Barat setiap jorong (unit nagari) berhak mengajukan usulan kegiatan pembangunan. Kegiatan yang dibiayai melalui dana belanja fisik pemberdayaan pada ADN SMpN adalah kegiatan yang berasal dari usulan tingkat kejorongan, dimusyawarahkan dalam rencana pembangunan nagari, dan sudah dibuat peraturan nagarinya (Pernag). Setiap SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat yang terkait dalam penyaluran dan pertanggungjawaban ADN SMpN, terutama camat di masing-masing kenagarian, wajib membina dan mengawasi pelaksanaan pengelolaan keuangan ADN SMpN ini dengan mempedomani Peraturan Bupati (Perbub) Kabupaten Pasaman Barat Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Pengelolaan Alokasi Dana Nagari ADN SMpN Kabupaten Pasaman Barat. Efektivitas Program ADN SMpN di Kabupaten Pasaman Barat dapat terlaksana apabila unsur yang terlibat dalam proses pelaksanaannya dapat berperan dengan baik. Kesatupaduan unsur-unsur tersebut akan menentukan efektifnya program ADN SMpN yang dijalankan di 19 nagari yang tersebar di 11
Efektivitas Program ADN SMpN Di Kabupaten Pasaman Barat
kecamatan di Kabupaten Pasaman Barat. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas program ADN SMpN pada pembangunan fisik di Nagari Sinuruik dan Nagari Rabi Jonggor, Kabupaten Pasaman Barat pada periode tahun 2011 hingga tahun 2013. Untuk mengukur seberapa jauh tingkat efektivitas Program ADN SMpN pada pembangunan fisik di Nagari Sinuruik dan Nagari Rabi Jonggor pada periode tahun 2011 hingga tahun 2013, digunakan teori pengukuran efektivitas yang dikemukakan oleh Duncan (Steers, 1980:53) dimana terdapat 3 aspek yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat efektivitas yaitu: Pencapaian Tujuan Keseluruhan upaya dalam rangka pencapaian tujuan harus dipandang sebagai suatu proses. Oleh karena itu, agar pencapaian tujuan akhir semakin terjamin, diperlukan pentahapan, baik dalam arti pentahapan pencapaian bagian-bagiannya maupun pentahapan dalam arti periodisasinya. Pencapaian tujuan menurut Steers (1985:54) terdiri dari beberapa faktor, yaitu: “Proses pelaksanaan dan pencapaian tujuan”. Pelaksanaan sebagai suatu proses untuk mencapai tujuan diartikan sebagai suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran yang sesuai dengan perencanaan suatu organisasi. Jadi pelaksanaan dapat diartikan sebagai upaya menggerakkan orang-orang agar mau bekerja dengan sendirinya atau dengan kesadaran secara bersama-sama untuk mencapai tujuan yang dikehendaki secara efektif. Dalam hal ini, Terry (1986:42) mengemukakan bahwa “Pelaksanaan merupakan suatu usaha menggerakkan anggotaanggota kelompok sedemikian rupa hingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk mencapai sasaran”. Sedangkan untuk efektivitas dari sudut pandang pencapaian tujuan, Steers (1985:55) berpendapat bahwa “Rumusan keberhasilan suatu program organisasi harus mempertimbangkan bukan saja sasaran organisasi tetapi juga mekanisme mempertahankan diri dan mengejar tercapainya sasarannnya.” Dari pengertian di atas, pelaksanaan merupakan suatu upaya untuk menjadikan
|
57
perencanaan menjadi kenyataan, dengan melalui berbagai pengarahan dan motivasi agar setiap yang terlibat dapat melaksanakan kegiatan secara optimal sesuai dengan peran, tugas, dan tanggung jawabnya. Sedangkan pencapaian tujuan adalah kesesuain hasil yang dicapai dengan rencana yang telah dibuat sebelumnya. Jika dikaitkan dengan efektivitas Program ADN SMpN di Kabupaten Pasaman Barat dan dikaitkan dengan pelaksanaan sebagai suatu proses untuk mencapai tujuan, berarti hal ini merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Pasaman sebagai perumus program, masyarakat, dan swasta yang berhubungan dengan pelaksanaan Program ADN SMpN. Adapun pencapaian tujuan disini adalah Program ADN SMpN yang efektif sehingga bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat nagari yang ada di Kabupaten Pasaman Barat. Integrasi Integrasi yaitu pengukuran terhadap tingkat kemampuan suatu organisasi untuk mengadakan sosialisasi, pengembangan konsensus dan komunikasi dengan berbagai macam organisasi lainnya. Integrasi menyangkut proses sosialisasi dan kerjasama. Sosialisasi sebagai bagian dari upaya pencapaian suatu kegiatan organisasi, menurut Steers (1985:58) adalah “Proses pemberian informasi, pengenalan dan penjabaran program yang merupakan kegiatan pokok organisasi sehingga kegiatan organisasi dapat dilaksanakan sesuai dengan perencanaan dan aturan-aturan atau instruksi-instruksi yang ditetapkan”. Sosialisasi suatu kegiatan dilakukan dengan harapan terbangunnya persepsi visi dan misi organisasi, yang ditandai dengan tingkat pelaksanaan program pada kegiatan-kegiatan yang mampu melibatkan semua unsur organisasi dalam rangka percepatan pelaksanaan program dan tujuan organisasi secara keseluruhan. Sehingga kemudian dari sosialisasi itu terlahir kerjasama yang erat dari berbagai komponen untuk membentuk hubungan yang bersifat saling menguntungkan. Dari pengertian di atas, sosialisasi merupakan suatu kegiatan pemberian informasi, pengenalan dan penjabaran program yang merupakan kegiatan pokok organisasi dengan
58
|
Jurnal Good Governance Vol. 10 No. 1. Maret 2014
harapan terbangunnya persepsi visi dan misi bersama, yang ditandai dengan tingkat pelaksanaan program pada kegiatan-kegiatan yang mampu melibatkan semua unsur organisasi dalam rangka percepatan pelaksanaan program dan tujuan organisasi secara keseluruhan sehingga terlahir kerjasama yang saling menguntungkan. Dengan demikian kerjasama disini diartikan sebagai suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok untuk mencapai suatu hasil dalam mencapai satu tujuan bersama. Kaitannya dengan penelitian ini adalah dengan mengukur tingkat kemampuan organisasi untuk memberikan informasi, pengenalan, dan penjabaran program dalam kaitannnya dengan Program ADN SMpN di Kabupaten Pasaman Barat. Dalam pelaksanaan program ADN SMpN, stakeholder yang terlibat adalah: Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat, unsur-unsur pemerintah nagari, LSM, dan masyarakat seluruh nagari yang ada di Kabupaten Pasaman Barat. Para stakeholder ini bekerjasama sesuai dengan peran, tugas, dan tanggungjawabnya masing-masing. Adaptasi Adaptasi adalah kemampuan organisasi untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Adaptasi suatu kegiatan menurut Steers (1980:60), dapat dilihat dari “Suatu upaya pemberdayaan masyarakat dan pemeliharaan hasil pencapaian sasaran”. Menurut Suparlan (1993:20), “Adaptasi itu sendiri pada hakekatnya adalah suatu proses untuk memenuhi syarat-syarat dasar untuk tetap melangsungkan kehidupan”. Pemberdayaan masyarakat menurut Steers (1980:64), “Sebagai bagian dari proses adaptasi yang merupakan suatu upaya penyesuaian diri masyarakat terhadap lingkungan sosial”. Penyesuaian ini dapat berarti mengubah pola masyarakat sesuai dengan keadaan lingkungan sosial, juga dapat berarti mengubah lingkungan sosial sesuai dengan keinginan masyarakat untuk tetap melangsungkan kehidupan. Selanjutnya, Kartasasmita (1997:55) juga menjelaskan bahwa”Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan
masyarakat yang dalam kondisi tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan”. Pemberdayaan masyarakat disini adalah dimana masyarakat berinisiatif untuk memulai proses kegiatan sosial untuk memperbaiki situasi dan kondisi diri sendiri. Pemberdayaan masyarakat bisa terjadi apabila warganya ikut berpartisipasi. Suatu usaha hanya berhasil dinilai sebagai "pemberdayaan masyarakat" apabila kelompok komunitas atau masyarakat tersebut menjadi agen pembangunan atau dikenal juga sebagai subyek. Disini subyek merupakan motor penggerak, dan bukan penerima manfaat. Sedangkan untuk pemeliharaan hasil pencapaian tujuan sasaran, Steers (1980:20) berpendapat bahwa “Karakteristik yang menentukan dari sistem organisasi terletak pada sifat mengejar sasaran. Sumberdaya fisik, keuangan, dan manusia umumnya diorganisir untuk mengejar capaian-capaian organisasi yang dinyatakan secara jelas sebagai sasaran yang ingin dicapai. Sasaran itu pula kemudian yang memberikan pengaruh terhadap penilaian berhasil tidaknya pelaksanaan suatu kegiatan.” Dari segi output-nya sasaran itu pula kemudian yang dapat dijadikan tolak ukur dan pondasi yang akan berpengaruh terhadap keberlanjutan sasaran-sasaran keberhasilan yang diinginkan berikutnya. Dari pengertian di atas, pemberdayaan masyarakat diartikan dimana masyarakat berinisiatif untuk memulai proses kegiatan sosial untuk memperbaiki situasi dan kondisi diri sendiri sebagai upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat dari kondisi tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan melalui suatu proses timbulnya kesadaran. Sedangkan pemeliharaan hasil pencapaian tujuan sasaran adalah suatu usaha berupa upaya terhadap pemeliharaan keberlanjutan sasaran-sasaran keberhasilan yang sudah dicapai dalam rangka meraih sasaran yang diinginkan berikutnya. Kaitannya dengan Program ADN SMpN ini adalah sejauhmana Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat memberdayakan pemerintahan nagari khususnya pada kegiatan pembangunan fisik di Nagari Sinuruik dan Nagari Rabi Jonggor sekaligus masyarakat nagari sehingga muncul partisipasi masyarakat dalam rangka pelaksanaan Program ADN
Efektivitas Program ADN SMpN Di Kabupaten Pasaman Barat
SMpN yang efektif. Sedangkan yang dimaksud dengan pemeliharaan hasil pencapaian tujuan sasaran adalah bila dikaitkan dengan Program ADN SMpN ini, maka Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat, pemerintahan nagari, dan masyarakat nagari serta seluruh stakeholder bersama-sama menjaga hasil pelaksanaan program ADN SMpN khususnya hasil-hasil pembangunan fisik di Nagari Sinuruik dan Nagari Rabi Jonggor agar bermanfaat bagi masyarakat secara luas dan bermanfaat secara berkelanjutan. METODOLOGI Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus dengan lokus Nagari Sinuruik dan Nagari Rabi Jonggor Kabupaten Pasaman Barat. Kedua nagari ini merupakan gambaran nagari yang memiliki karakteristik yang berbeda dalam konteks pembangunan selama ini. Adapun karakteristik kedua wilayah kenagarian ini berdasarkan informasi yang didapatkan melalui telaah dokumen dapat diringkas sebagaimana diuraikan dalam Tabel 2.
|
59
difokuskan untuk memprioritaskan pembangunan nagari yang tertinggal selama ini. melalui Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana (BPMKB) Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat. Program ADN SMpN hadir sebagai solusi terkait kondisi keterbelakangan dan kesenjangan wilayah yang selama ini merupakan isu yang berkembang pada masyarakat di pedalaman Kabupaten Pasaman Barat. Dimana, masyarakat Pasaman Barat di beberapa wilayah masih mengalami keterbelakangan dan kesenjangan pembangunan yang meliputi pembangunan fisik dan non fisik. Keterbelakangan dan kesenjangan fisik yang meliputi sarana dan prasarana yang masih kurang mendukung, baik kuantitas maupun kualitas. Hal inilah yang perlu diperhatikan pada era otonomi seperti saat sekarang ini. Dalam pelaksanaannya, Program ADN SMpN dimaksudkan dapat memenuhi hal-hal sebagai berikut: 1. Penunjang operasional pemerintahan nagari. 2. Menanggulangi kemiskinan dan mengurangi kesenjangan.
Tabel 2 Karakteristik Wilayah
Teknik pengumpulan datanya menggunakan wawancara, telaah dokumen, dan observasi. Key informant penelitian ini berjumlah 7 orang yang teridiri dari: Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana (BPMKB), Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat Nagari BPMKB, Kepala Bagian Pemerintahan Nagari Sekretariat Daerah, perangkat pemerintahan nagari, dan masyarakat nagari. HASIL DAN PEMBAHASAN Percepatan pembangunan nagari melalui Program ADN SMpN seperti yang dilaksanakan di Kabupaten Pasaman Barat ini,
3. Meningkatkan perencanaan dan penganggaran pembangunan di tingkat nagari dan pemberdayaan masyarakat. 4. Meningkatkan pembangunan infrastruktur nagari. 5. Meningkatkan pengamalan nilai-nilai keagamaan, sosioal budaya dalam rangka mewujudkan peningkatan sosial. 6. Meningkatkan ketentraman dan ketertiban masyarakat. 7. Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat nagari dalam rangka pengembangan kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat. 8. Mendorong peningkatan keswadayaan dan gotong royong masyarakat.
60
|
Jurnal Good Governance Vol. 10 No. 1. Maret 2014
9. Meningkatkan pendapatan nagari dan masyarakat nagari melalui Badan Usaha Milik Nagari (BUMNAG). Besarnya ADN untuk setiap Pemerintahan Nagari dalam Program ADN SMpN ditetapkan melalui Keputusan Bupati Pasaman Barat yang tertuang di dalam Perbub Kabupaten Pasaman Barat Nomor 4 Tahun 2011 yang telah dirubah dengan Perbub Kabupaten Pasaman Barat Nomor 14 Tahun 2013 tentang Pedoman Umum Pengelolaan Alokasi Dana Nagari Dalam Kabupaten Pasaman Barat. Dimana, persentase penggunaan ADN SMpN adalah 30% dipergunakan untuk belanja aparatur pemerintahan nagari, dan 70% untuk pemberdayaan masyarakat yang terdiri dari 28% untuk belanja bantuan kelembagaan kemasyarakatan, dan 42% belanja fisik pemberdayaan masyarakat. Dari persentase penggunaan ADN SMpN tersebut, anggaran berbasis pemberdayaan masyarakat yang terdiri dari 28% untuk belanja bantuan kelembagaan kemasyarakatan, dan 42% belanja fisik pemberdayaan masyarakat menjadi fokus pelaksanaan Program ADN SMpN dalam kegiatan pembangunan. Kaitannnya dengan tulisan ini, lebih dititikberatkan kepada efektivitas Program ADN SMpN, secara rinci lebih fokus membahas tentang persentase 42% belanja fisik pemberdayaan masyarakat pada dua nagari yakni Nagari Sinuruik dan Nagari Rabi Jonggor. Sebagai bentuk nyata pemanfaatan Program ADN SMpN dari segi pelaksanaan pembangunan di nagari. Secara nyata, pelaksanaan Program ADN SMpN dengan ketersediaan belanja fisik pemberdayaan masyarakat ini dinilai hadir sebagai solusi pembangunan di Kabupaten Pasaman Barat. karena pembangunan yang selama ini direncanakan di tingkat kabupaten yang cenderung belum maksimal dalam pelaksanaannya. Hal itu terlihat dalam konteks pemeliharaan hasil-hasil pembangunan yang sering diabaikan. Selain itu, perencanaan yang selama ini disusun di tingkat kabupaten acapkali mengabaikan hal-hal yang menjadi kebutuhan masyarakat di tingkat nagari. karena kurangnya partisipasi masyarakat secara langsung sebagai perencana. Bahkan bukan itu saja, mereka (masyarakat) juga jarang turut andil langsung melaksanakan pembangunan sesuai dengan pola-
pola pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan berupa partisipasi aktif. Sesuai dengan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa konsep pelaksanaan Program ADN SMpN di Kabupaten Pasaman Barat hadir dalam rangka menumbuhkembangkan konsep pemberdayaan masyarakat melalui partisipasi aktif dalam pembangunan. Hal tersebut terealisasi lewat perencanaan pembangunan yang langsung dibuat oleh masyarakat. Sedangkan belanja fisik pemberdayaan masyarakat adalah belanja yang dialokasikan untuk keperluan beberapa kegiatan pembangunan partisipatif masyarakat nagari, yang berasal dari Program ADN SMpN dengan besaran nilai untuk 1 paket kegiatan maksimal sebesar Rp. 150.000.000.- dengan ketentuan biaya umum penunjang kegiatan dianggarkan maksimal sebesar 7% dari total Rencana Anggaran Biaya (RAB) dapat dipergunakan untuk: 1. Pembangunan/perbaikan sarana publik dalam skala kecil seperti: pembuatan/ perbaikan jalan usaha tani. 2. Pembuatan/perbaikan jembatan dan rakit penyeberangan. 3. Perbaikan lingkungan pemukiman, MCK dan tanggul penahan banjir/erosi/perbaikan Irigasi seperti: bendungan, saluran irigasi. 4. Pengembangan ekonomi kerakyatan. 5. Pembangunan atau pemeliharaan pasar nagari, tempat pelelangan ikan, dan pembuatan perahu. Dari ketentuan tersebut di atas, Nagari memiliki kewenangan untuk melaksanakan Program ADN SMpN sesuai dengan pedoman yang berlaku dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dalam rangka menjawab permasalahan pembangunan di kenagarian. Berdasarkan tujuan dan mekanisme kegiatan pemberdayaan fisik sesuai dengan peruntukan Program ADN SMpN yang telah ditentukan, maka pembangunan nagari menjadi penting, agar pembangunan dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Nagari sebagai sebuah tempat komunitas yang sedang mengalami perubahan karena pembangunan tidaklah lepas dari masalah. Berikut ini dibahas masalah-masalah yang terjadi di Nagari Sinuruik dan Nagari Rabi Jonggor yang menjadi lokus pembahasan dalam tulisan ini. Sehingga permasalahan itu
Efektivitas Program ADN SMpN Di Kabupaten Pasaman Barat
kemudian yang menjadi fokus persoalan penting untuk dibahas dikaitkan dengan efektivitas Program ADN SMpN. Sesuai dengan karakteristik wilayah Nagari Sinuruik sebagai wilayah yang berkembang, dengan kegiatan perekonomian masyarakat yang berkembang pula, pemanfaatan Program ADN SMpN di Nagari Sinuruik sesuai dengan hasil telaah dokumen terhadap Laporan BPMKB Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2012, bahwa sejak dua tahun terakhir peruntukan pembangunan diarahkan kepada penataan pemukiman dan jalan usaha
|
61
tani yang melibatkan kehidupan masyarakat Nagari Sinuruik. Berikut ini dipaparkan gambaran alokasi dana pembangunan fisik di Nagari Sinuruik pada tahun 2012 seperti pada Tabel 3. Pada Tabel 3. di atas terlihat bahwa alokasi kegiatan pemberdayaan fisik dari Program ADN SMpN dalam kurun waktu tahun 2012 di Nagari Sinuruik lebih di fokuskan pada kegiatan pembangunan jalan usaha tani sebagai kegiatan perekonomian masyarakat. Demikian juga alokasi kegiatan pemberdayaan fisik dari Program ADN SMpN
Tabel 3 Rekap Alokasi Dan Lokasi Pembangunan Fisik Nagari Sinuruik Tahun 2012
Tabel 4 Rekap Alokasi Dan Lokasi Pembangunan Fisik Nagari Sinuruik Tahun 2013
62
|
Jurnal Good Governance Vol. 10 No. 1. Maret 2014
dalam kurun waktu berikutnya yakni tahun 2013 di Nagari Sinuruik juga lebih difokuskan pada kegiatan pembangunan jalan usaha tani sebagai kegiatan perekonomian masyarakat seperti terlihat pada Tabel 4. Pada Tabel 4 terlihat bahwa pelaksanaan alokasi kegiatan pemberdayaan fisik dari Program ADN SMpN dalam kurun waktu tahun 2013 di Nagari Sinuruik juga lebih difokuskan pada kegiatan pembangunan jalan usaha tani sebagai kegiatan perekonomian masyarakat. Selain itu juga dialokasikan untuk pembangunan jalan pemukiman warga di Jorong Kemajuan dan Jorong Tombang. Berbeda dengan kenagarian Rabi Jonggor yang berada pada daerah pedalaman. Nagari Rabi Jonggor dikenal dengan minimnya
akses pendidikan sehingga mengakibatkan terisolasinya masyarakat Nagari Rabi Jonggor yang sebagian besar tinggal di daerah pedalaman. Berbeda dengan Nagari Sinuruik, dalam pelaksanaan Program ADN SMpN Nagari Rabi Jonggor berdasarkan dari situasi kebutuhan masyarakat lokal. Pemerintah Nagari Rabi Jonggor lebih memprioritaskan Program ADN SMpN terhadap pembangunan gedung Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA). Hal tersebut menjadi sasaran penting pelaksanaan Program ADN SMPN di kenagarian Rabi Jonggor dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.Pelaksanaan alokasi kegiatan pemberdayaan fisik dari Program ADN SMpN dalam kurun waktu tahun 2012 di
Tabel 5 Rekap Alokasi Dan Lokasi Pembangunan Fisik Nagari Rabi Jonggor Tahun 2012
Efektivitas Program ADN SMpN Di Kabupaten Pasaman Barat
Nagari Rabi Jonggor lebih di fokuskan pada kegiatan pembangunan MDA sebagai kegiatan keagamaan sebagaimana yang terlihat pada Tabel 5. Pada Tabel 5. di atas terlihat bahwa alokasi kegiatan pemberdayaan fisik dari Program ADN SMpN dalam kurun waktu tahun 2012 di Nagari Rabi Jonggor lebih difokuskan pada kegiatan pembangunan Madrasah Diniyah Awaliah (MDA). Demikian juga alokasi kegiatan pemberdayaan fisik dari Program ADN SMpN dalam kurun waktu tahun 2013 di Nagari Rabi Jonggor juga tetap lebih difokuskan pada kegiatan pembangunan jalan usaha tani sebagai kegiatan perekonomian masyarakat dan kegiatan keagamaan yakni pembangunan gedung MDA seperti terlihat pada Tabel 6. Pada Tabel 6. di atas terlihat bahwa pelaksanaan alokasi kegiatan pemberdayaan fisik dari Program ADN SMpN dalam kurun waktu tahun 2013 di Nagari Rabi Jonggor selain difokuskan pada kegiatan pembangunan
|
63
jalan usaha tani sebagai kegiatan perekonomian masyarakat juga masih memprioritaskan pembangunan kegiatan keagamaan berupa fasilitas kegiatan kegamaan dan pembangunan MDA. Dari hasil penelitian yang dilakukan pada dua kenagarian baik di Nagari Sinuruik maupun di Nagari Rabi Jonggor tersebut dapat diketahui bahwa penggunaan anggaran belanja fisik pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan Program ADN SMpN dapat berbeda-beda tiaptiap wilayah kenagarian. Hal tersebut sesuai dengan tingkat kebutuhan pembangunan yang dilakukan seperti di Nagari Sinuruik dan Nagari Rabi Jonggor. Dimana, Nagari Sinuruik memprioritaskan Program ADN SMpN untuk pembangunan pemukiman dan jalan usaha tani. Sedangkan Nagari Rabi Jonggor selain untuk pembangunan usaha tani dalam rangka peningkatan ekonomi Nagari Rabi Jonggor juga membangun sejumlah fasilitas pendidikan berupa pembangunan gedung MDA. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa anggaran belanja fisik pemberdayaan
Tabel 6 Rekap Alokasi Dan Lokasi Pembangunan Fisik Nagari Rabi Jonggor Tahun 2013
64
|
Jurnal Good Governance Vol. 10 No. 1. Maret 2014
masyarakat dapat digunakan sesuai dengan kondisi kenagarian masing-masing dan dapat disusun sesuai dengan kebutuhan masingmasing kejorongan sesuai petunjuk teknis dan aturan yang berlaku dengan merujuk pada kebutuhan masing-masing kejorongan pada tiap-tiap kenagarian. Pencapaian Tujuan Analisa aspek yang pertama ini adalah analisa terhadap aspek pencapaian tujuan. Aspek pencapaian tujuan ini kemudian mencakup tentang proses pelaksanaan dan pencapaian sasaran. Aspek ini dalam rangka menjawab pertanyaan penelitian “Bagaimanakah pencapaian tujuan Program ADN SMpN pada pembangunan fisik di Nagari Sinuruik dan Nagari Rabi Jonggor?”. Adapun analisis jawaban dari pertanyaan ini dijabarkan sebagai berikut. Pelaksanaan sebagai suatu proses untuk mencapai tujuan diartikan sebagai suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran yang sesuai dengan perencanaan yang telah disusun sebelumnya. Jadi pelaksanaan untuk mencapai tujuan dapat diartikan sebagai upaya menggerakkan orang-orang agar mau bekerja dengan sendirinya atau dengan kesadaran secara bersama-sama untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Demikian pula untuk mencapai tujuan Program ADN SMpN di Kabupaten Pasaman Barat dapat diartikan sebagai suatu upaya untuk mencapai sasaran Program ADN SMpN yang sesuai dengan perencanaan yang telah disusun sebelumnya. Adapun tujuan Program ADN SMpN sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa Program ADN SMpN dijalankan dengan strategi menjadikan masyarakat nagari sebagai kelompok sasaran serta menguatkan pembangunan partisipatif di tengah masyarakat. Selain itu, program ADN SMpN di Kabupaten Pasaman Barat juga dijadikan sebagai bagian pengembangan kelembagaan yang ada di nagari. Program ADN SMpN hadir dengan harapan menuntaskan tahapan pemberdayaan yaitu tercapaianya kemandirian masyarakat nagari di Kabupaten Pasaman Barat. Seperti yang tertuang di dalam Buku Pedoman Umum ADN SMpN (2011:3) disebutkan bahwa tujuan dari Program ADN SMpN adalah “Meningkatnya kesejahteraan
dan kesempatan kerja masyarakat miskin di nagari dengan mendorong kemandirian dalam pengambilan keputusan serta mengefektifkan peran kelembagaan di nagari dalam pengelolaan pembangunan”. Lebih rinci juga dijelaskan bahwa tujuan khusus dari program ADN SMpN sebagaimana tersebut dalam Buku Pedoman Umum ADN SMpN (2011:4) adalah: 1. Meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat, khususnya masyarakat miskin dalam pengambilan keputusan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pelestarian pembangunan di nagari. 2. Melembagakan pengelolaan pembangunan partisipatif dengan mendayagunakan sumber daya lokal di nagari. 3. Mengembangkan kapasitas pemerintahan nagari dalam memfasilitasi pengelolaan pembangunan partisipatif. 4. Menyediakan sarana dan prasarana sosial dasar dan ekonomi yang diprioritaskan oleh masyarakat. 5. Melembagakan pengelolaan dana. 6. Mengembangkan kerja sama antar pemangku kepentingan dalam upaya penanggulangan kemiskinan di nagari. Dari penjelasan tujuan pelaksanaan Program ADN SMpN tersebut di atas, wujud dari pencapaian tujuan yang efektif dari Program ADN SMpN adalah proses pelaksanaan sesuai dengan tujuan yang diinginkan serta dijalankan sesuai dengan aturan yang ada serta hasil pencapaian sasaran sesuai dengan perencanaan yang dibuat sebelumnya. Dari hasil penelitian terhadap 2 lokus wilayah yakni Nagari Sinuruik dan Nagari Rabi Jonggor terkait tentang pembangunan fisik, dalam pelaksanaannya pemerintah nagari sebagai pelaksana Program ADN SMpN telah melaksanakannya sesuai dengan petunjuk teknis dan peraturan yang ada. Hal ini sesuai dengan pertanyaan terhadap key informant Wali Nagari Sinuruik dan Wali Nagari Rabi Jonggor atas pertanyaan “Bagaimanakah mekanisme pelaksanaan Program ADN SMpN?”. Adapun jawaban dari key informant Wali Nagari Sinuruik adalah sebagai berikut: Dalam mekanisme pemanfaatannya, dana ADN SMpN ini 42% digunakan untuk pembangunan fisik, dan 58% digunakan untuk karang taruna, bamus, perangkat nagari,
Efektivitas Program ADN SMpN Di Kabupaten Pasaman Barat
pemuda, koperasi dan lain sebagainya. Sementara yang 42% khusus untuk kegiatan pemberdayaan fisik. Nagari Sinuruik penggunaannnya untuk pembangunan fisik maksimal satu titik 150 juta minimal 50 juta. Langkah penggunaannya kami melakukan sesuai mekanisme yaitu melalui LPMN digelar rapat nagari. Pada rapat itu, nagari dibantu tim dari kecamatan. Dalam rapat itu, juga dibentuk TPP yang berasal dari kejorongan yang akan dibangun. Tim TPP tersebut kemudian di SKkan oleh wali nagari. Dana kemudian dikucurkan langsung oleh nagari ke rekening TPP. Pola pencairannnya per triwulan dengan porsi hitungan pekerjaannya adalah 0%, 40%, 70%, dan 100% yang wajib dilengkapi dengan laporan dalam setiap pencairan dana. Sejalan dengan pendapat di atas, key informant Wali Nagari Rabi Jonggor menjawab dengan hal senada atas pertanyaan yang sama. Adapun jawabannnya adalah: Pola dan mekanisme Program ADN SMpN sebetulnya tidak jauh berbeda dengan pengelolaan dana Program Nasional Pedesaan Mandiri (PNPM). Yang dilakukan di tingkat nagari adalah mengadakan musyawarah antar kejorongan lalu melakukan identifikasi terhadap kejorongan-kejorongan yang membutuhkan pembangunan. Setelah menentukan prioritas kejorongan yang akan menjadi sasaran Program ADN SMpN, kemudian disesuaikan dengan ketersediaan dana. Lalu dibentuk Tim Pelaksana Pembangunan (TPP) yang anggotanya berasal dari kejorongan. Setelah itu, dibuat surat perjanjian kerjasama lalu menyusun perencanaan dan Rencana Anggaran Biaya (RAB) Pembangunan. Setelah itu, dikeluarkan dana sesuai dengan kebutuhan ke rekening TPP oleh nagari melalui mekanisme pengusulan. Berdasarkan hasil wawancara dari kedua key informant di atas, dapat diketahui bahwa pelaksanaan kegiatan ADN SMpN selalu diawali dengan musyawarah antar kejorongan di tingkat nagari. Lalu kemudian melakukan identifikasi terhadap kejorongan-kejorongan yang kemudian membutuhkan pembangunan. Setelah menentukan prioritas kejorongan yang akan menjadi sasaran Program ADN SMpN barulah diadakan tahapan pengecekan langsung ke lapangan. Dari proses pelaksanaan kegiatan pemberdayaan fisik tersebut di atas dan berdasarkan jawaban key informant, dapat
|
65
disimpulkan bahwa proses pelaksanaan Program ADN SMpN di Nagari Sinuruik dan Nagari Rabi Jonggor telah sesuai dengan mekanisme pelaksanaan kegiatan yang terdapat dalam petunjuk teknis pelaksanaan Program ADN SMpN. Hal tersebut dapat terlihat dari rentetan tahapan yang dilakukan oleh pihak kenagarian dengan TPP telah sesuai dengan tahapan mekanisme pelaksanaan Program ADN SMpN. Namun ditemukannya perubahan teknis dilapangan menjadi catatan yang harus diperbaiki dalam kegiatan pembangunan berikutnya agar dilakukan terbuka dan transparan. Dengan demikian, jika efektivitas Program ADN SMpN di Nagari Sinuruik dan Nagari Rabi Jonggor dihubungkan dengan pelaksanaan sebagai suatu proses untuk mencapai sasaran, berarti hal ini merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Pasaman sebagai perumus program, masyarakat, dan pemerintahan nagari sebagai pelaksana Program ADN SMpN. Adapun pencapaian sasaran disini adalah pelaksanaan ADN SMpN yang efektif sehingga bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat kejorongan yang ada di Nagari Sinuruik dan Nagari Rabi Jonggor. Sesuai dengan ketentuan dalam Program ADN SMpN ini salah satu penekanan yang dilakukan dalam rangka memunculkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembangunan fisik Program ADN SMpN ini adalah adanya swadaya dari masyarakat sebanyak 10% dari total pagu dana pembangunan yang dibutuhkan. Namun dalam pelaksanaannya di lapangan belum terwujud secara maksimal. Hal tersebut di dukung dengan hasil wawancara key informant Wali Nagari Sinuruik atas pertanyaan “Kendala apa yang dihadapi oleh Pemerintah Nagari dalam melaksanakan pembangunan jalan usaha tani?” Adapun jawaban dari key informant Wali Nagari Sinuruik adalah sebagai berikut: Masih ditemuinya seperti pembebasan lahan yang akan dijadikan titik pembangunan, belum maksimalnya swadaya dari masyarakat dengan harapan dapat melewati 10 persen dari pagu dana kegiatan yang dikerjakan. Kendala tersebut terjadi dikarenakan kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat yang sulit. Untuk mengatasi kendala tersebut pihak kenagarianpun melakukan langkah-
66
|
Jurnal Good Governance Vol. 10 No. 1. Maret 2014
langkah dengan cara nagari bekerjasama dengan LPMN. Mengajak peran serta masyarakat dan menanamkan betapa pentingnya partisipasi dalam pembangunan. dengan cara tersebut sejumlah kendala dapat diatasi. Selain itu, juga ditopang oleh kondisi lokal bahwa tanah yang terkait pembebasan lahan adalah tanah ulayat, sehinggga memudahkan dalam hal pembebeasan dikarenakan penguasaannnya bersifat penguasaan secara adat istiadat masyarakat. Begitu juga dalam hal swadaya masyarakat, setelah musyawarah dilakukan masyarakat rata-rata tertarik untuk berkontribusi dan ikut serta dalam memberikan sumbangan baik tenaga, pikiran, dan bantuan peralatan dalam mensukseskan kegiatan pembangunan. secara umum pencapaian tujuan dalam Program ADN SMpN ini telah tercapai jika dilihat pada hasil akhirnya, meski dalam prosesnya masih diperlukan upaya keras oleh pihak kenagarian baik di Nagari Sinuruik maupun Nagari Rabi Jonggor dalam Pelaksanaan Program ADN SMpN jika dikaitkan dengan proses pencapaian tujuan. Meski demikian, pencapaian tujuan dari Program ADN SMpN ini tidak seluruhnya mengalami kendala. Seperti yang terdapat di kenagarian Sinuruik selain memberikan sumbangan berupa keuangan, masyarakat nagari Sinuruik juga memberikan sumbangan berupa peralatan, sumbangan tersebut bisa dalam bentuk penggiling semen, tractor bahkan sampai kepada peralatan-peralatan mini. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa untuk Aspek pencapaian tujuan Program ADN SMpN dapat dikatakan bahwa secara umum program ADN SMpN pada pembangunan fisik di Nagari Sinuruik dan Nagari Rabi Jonggor cukup berhasil. Hal ini terlihat dengan antusiasnya masyarakat dalam pembangunan serta terlihatnya geliat semangat aparatur nagari dalam setiap kegiatan-kegiatan yang bersumber dari program ADN SMpN ini. Nagari Sinuruik dan Nagari Rabi Jonggor bisa dikatakan sukses dalam melaksanakannnya. Meski masih tercatat beberapa hal belum sesuai dengan harapan dengan ditemukannnya beberapa kendala seperti masih minimnya persyaratan swadaya minimal masyarakat nagari dalam kegiatan pembangunan fisik belum bisa dilakukan secara maksimal sehingga porsi anggaran yang
bersumber dari program ADN SMpN belum sesuai yang diinginkan jika dinilai secara merata pada tiap-tiap nagari. Namun demikian, solusi yang dilakukan untuk mengatasi kendala itu pihak nagari telah mengajak masyarakat untuk bermusyawarah sehingga kemudian bentuk swadaya masyarakat ini dapat dilakukan dengan cara bermacam-macam seperti sumbangan berupa bantuan finansial, tenaga dan peralatan. Dengan demikian, jika dikaitkan dengan pertanyaan penelitian bagaimanakah pencapaian tujuan Program ADN SMpN pada pembangunan fisik di Nagari Sinuruik dan Nagari Rabi Jonggor? Maka jawabnya adalah sudah berjalan dengan baik meski masih ada kendala-kendala yang menjadi catatan harus diperbaiki di lapangan. Integrasi Analisa aspek yang kedua ini adalah analisa terhadap aspek integrasi. Aspek integrasi ini kemudian mencakup sosialisasi dan kerjasama pada pembangunan fisik di Nagari Sinuruik dan Nagari Rabi Jonggor. Aspek ini dalam rangka menjawab pertanyaan penelitian tentang “Bagaimanakah integrasi Program ADN SMpN pada pembangunan fisik di Nagari Sinuruik dan Nagari Rabi Jonggor?”. Adapun analisis jawaban dari pertanyaan ini dijabarkan di bawah ini. Integrasi yaitu pengukuran terhadap tingkat kemampuan suatu organisasi untuk mengadakan sosialisasi, pengembangan konsensus dan komunikasi dengan berbagai macam organisasi lainnya. Integrasi menyangkut proses sosialisasi dan kerjasama. Kaitannya dengan penelitian ini adalah yaitu pengukuran terhadap tingkat kemampuan organisasi untuk memberikan informasi, pengenalan, dan penjabaran program dalam kaitannnya dengan efektivitas Program ADN SMpN pada pembangunan fisik di Nagari Sinuruik dan Nagari Rabi Jonggor. Sosialisasi kegiatan ADN SMpN dilakukan dengan harapan terbangunnya persepsi yang sama, yang ditandai dengan tingkat pelaksanaan Program ADN SMpN pada pembangunan fisik di Nagari Sinuruik dan Nagari Rabi Jonggor yang dilakukan mampu melibatkan semua unsur yang terlibat dalam rangka percepatan pelaksanaan program dan
Efektivitas Program ADN SMpN Di Kabupaten Pasaman Barat
tujuan organisasi secara keseluruhan. Sehingga kemudian dari sosialisasi itu terlahir kerjasama yang erat dari berbagai komponen untuk membentuk hubungan yang bersifat saling menguntungkan. Dalam Program ADN SMpN pada pembangunan fisik di Nagari Sinuruik dan Nagari Rabi Jonggor, Kabupaten Pasaman Barat peran dari Badan Pemberdayaan Masyrakat dan Keluarga Berencana (BPMKB) Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat tentu menjadi penting. Dalam Program ADN SMpN ini motor penggerak utamanya adalah BPMKB. Berbagai hal tentunya dilakukan untuk mensukseskan pelaskanaan Program, evaluasi, dan penilaian terhadap nagari-nagari dalam melaksanakan program ini, serta yang tidak kalah penting adalah melakukan sosialisasi Program ADN SMpN. Dalam pelaksanaan Program ADN SMpN, seluruh stakeholder yang terlibat baik Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat, unsurunsur pemerintah nagari dan masyarakat seluruh nagari di Sinuruik. Para stakeholder ini bekerjasama sesuai dengan peran, tugas, dan tanggungjawabnya masing-masing. Dalam pelaksanaan sosialisasi juga memiliki peran bagaimana menyampaikan sosialisasi ini kepada masyarakat nagari. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan key informant Wali Nagari Rabi Jonggor terhadap pertanyaan “Bagaimanakah pemerintahan nagari melakukan sosialisasi terhadap internal pemerintahan nagari serta masyarakat?”. Adapun jawabannya adalah: Kami di kenagarian selalu mengadakan musyawarah. Sesuai dengan kegiatan-kegiatan yang tertuang dalam RPJM Nagari. sehingga dalam rapat-rapat nagari diputuskan jorongjorong yang akan didanai. Kemudian dilakukan musyawarah dengan melibatkan kejorongan. Dalam forum jorong itu kemudian nagari hadir menjelaskan termasuk tentang ketentuan swadaya sehingga seluruh elemen masyarakat kejorongan yang menjadi sasaran kegiatan dapat memahami dan mengerti peran dan fungsinya. Hal senada juga disampaikan oleh key informant Wali Nagari Sinuruik terhadap pertanyaan yang sama berkaitan dengan sosialisasi, adapun jawabannnya adalah seperti berikut ini: Pihak nagari melakukan musyawarah dengan masyarakat kejorongan
|
67
dengan cara mengumpulkan di kantor wali nagari. Masyarakat secara umum sangat menyambut baik dan menerima baik tentang kehadiran Program ADN SMpN. Sosialisasi yang dilakukan adalah dengan cara mengumpulkan tokoh adat dan tokoh masyarakat nagari. Lalu diberikan pemahaman akan arti penting pembangunan yang partisipatif sehingga muncul keinginan bersama untuk berperan secara pro aktif dalam pembangunan. Kegiatan sosialisasi yang dilakukan tersebut menurut key informant warga Nagari Sinuruik juga dinilai telah mampu memberikan penjelasan kepada masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan jawaban atas pertanyaan “Apakah ada sosialisasi yang diterima masyarakat terkait pelaksanaan pembangunan jalan usaha tani, dan oleh siapa sosialisasi tersebut diadakan?,” adapun jawabannya adalah “Pihak nagari selalu memberikan warga tentang informasi pembangunan”. Demikian juga jawaban key informant Wali Nagari Rabi Jonggor terhadap pertanyaan yang sama, terkait dengan pembangunan MDA di Nagari Rabi Jonggor. Terkait sosialisasi, adapun jawabannya adalah “Ada, dan kita sering diajak rapat oleh wali nagari untuk melakukan musyawarah di kantor wali nagari”. Dari jawaban beberapa key informant di atas dapat disimpulkan, bahwa kegiatan sosialisasi dalam Program ADN SMpN ini berjalan dengan baik. Hal tersebut dapat terlihat dimulai dari tingkat Kabupaten dengan cara mengumpulkan Nagari bahkan melakukan suvervisi dan kunjungan kelapangan secara langsung bahkan ke lokasi-lokasi diadakannnya kegiatan pemberdayaan fisik ADN SMpN. Begitu juga dengan kenagarian, melakukan sosialisasi kepada masyarakat nagari dengan cara mengumpulkannnya di kantor wali nagari masing-masing. Begitu juga kerjasama dalam Program ADN SMpN sebagai upaya bersama secara pro aktif terlibat dalam pelaksanaan kegiatankegiatan pemberdayaan fisik di lapangan. Dengan demikian, kerjasama dalam konteks efektivitas Program ADN SMpN ini diartikan sebagai suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok untuk mencapai suatu hasil dalam mencapai satu tujuan bersama.
68
|
Jurnal Good Governance Vol. 10 No. 1. Maret 2014
Jika dikaitkan dengan efektivitas Program ADN SMpN pada pembangunan fisik di Nagari Sinuruik dan Nagari Rabi Jonggor, Kabupaten Pasaman Barat dan dikaitkan dengan kerjasama sebagai suatu proses dalam Program ADN SMpN. Sebagaimana hasil wawancara dengan 3 key informant yaitu Sekerataris BPMKB, Kepala Bidang Badan Pemberdayaan Masyarakat dan BPMKB Pasaman Barat dan Kepala Bagian Pemerintahan Nagari terhadap pertanyaan “Bagaimanakah melakukan kerjasama dan sosialisasi dalam mensukseskan Program ADN SMpN? Adapun jawabannya adalah: Sebelum program ADN SMpN ada, salah satu tupoksi dari bagian pemerintahan nagari adalah melakukan pembinaan dan pelatihan kepada aparatur nagari dalam peningkatan kapasitas, baik yang menyangkut pelayanan serta yang berkaitan dengan adminisrasi pemerintahan nagari. Sejak Program ADN SMpN ini ada, sosialisasi dengan menggelar pertemuan rutin dilakukan baik di kabupaten maupun kunjungan langsung ke nagari-nagari yang ada. Sosialisasi yang dilakukan dalam bentuk pertemuan-pertemuan dan pelatihan-pelatihan terhadap perangkat nagari. Berdasarkan hasil wawancara dengan 3 key informant tersebut di atas kerjasama yang dilakukan terkait dengan efektivitas program ADN SMpN ini sudah baik. Berbeda dengan pendapat Wali Nagari Rabi Jonggor terkait kerjasama yang dilakukan dalam Program ADN SMpN masih ditemui kendala di lapangan, hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan key informant Wali Nagari Rabi Jonggor atas pertanyaan “Kendala apa yang dihadapi dalam melakukan kerjasama mensukseskan Program ADN SMpN?. Jawabannya atas pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut: Kendala yang dihadapi di tingkat kejorongan adalah sikap kejorongan yang berebut untuk terlebih dahulu mendapatkan kegiatan pembangunan, sementara anggaran yang tersedia sangat terbatas. Untuk mengatasi persoalan tersebut kami dari kenagarian harus berlaku tegas serta mengedepankan pola musyawarah mufakat dan meyakinkan seluruh kejorongan bahwa pada gilirannya akan mendapatkan kegiatan yang sama juga, karena rujukan penggunaan ADN SMpN haruslah sesuai dengan RPJM Nagari.
Di Nagari Rabi Jonggor kegiatankegiatan pembangunan dilakukan sesuai dengan RPJM Nagari disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat setempat. Meskipun banyak desakan dari kejorongan agar terlebih dahulu dibangun, akan tetapi tingkat kebutuhan masyarakat menjadi skala prioritas dalam penentuan kegiatan pembangunan yang dilakukan. Dengan beranjak terhadap situasi tersebut maka masyarakat pun turut serta bekerjasama mensukseskan kegiatan yang ada. Berikut ini adalah suatu kegiatan kerjasama masyarakat Nagari Rabi Jonggor dalam pembangunan gedung Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA) di Jorong Sibatutu, Nagari Rabi Jonggor. Dari jawaban key informant Wali Nagari Sinuruik di atas, dapat diketahui bahwa munculnya kendala dalam Program ADN SMpN di Nagari Sinuruik disebabkan oleh kurangnya informasi. Bahkan, timbulnya kendala-kendala di tengah masyarakat disebabkan oleh ketidakmengertian masyarakat dan belum memahami kondisi teknisnya. Namun setelah dijelaskan, akhirnya masyarakat bisa faham dan mengerti dan turut serta berpartisipasi dalam kegiatan ADN SMpN yang dijalankan. Dari jawaban beberapa key informant di atas dapat disimpulkan, bahwa kegiatan kerjasama dalam Program ADN SMpN ini terkendala dengan adanya harapan yang tinggi dari kejorongan-kejorongan agar kejorongannya yang menjadi sasaran Program ADN SMpN. Namun hal tersebut dapat di atasi pemerintahan nagari dengan cara mengajak warga musyawarah, sehingga pada gilirannnya kejorongannya akan mendapat kesempatan yang sama dalam pembangunan. Dengan demikian, dapat disimpulkan untuk aspek integrasi Program ADN SMpN secara umum dapat dikatakaan bahwa Program ADN SMpN di Kabupaten Pasaman Barat cukup efektif. Hal ini terlihat dengan keikutsertaan semua pihak melaksanakan sosialisasi dan kerjasama dalam setiap kegiatankegiatan yang bersumber dari program ADN SMpN ini. Nagari Sinuruik dan Nagari Rabi Jonggor bisa dikatakan sukses dalam melasanakan Program ADN SMpN. Meski masih tercatat beberapa hal belum sesuai dengan harapan dengan ditemukannya beberapa
Efektivitas Program ADN SMpN Di Kabupaten Pasaman Barat
kendala seperti kerjasama pada tahapan awal dikarenakan bukan kejorongannya yang menjadi tempat pelaksanaan kegiatan pembangunan fisik. Namun demikian, solusi yang dilakukan untuk mengatasi kendala itu pihak nagari telah mengajak masyarakat untuk bermusyawarah sehingga kemudian kerjasama masyarakat nagari ini dapat terwujud. Adaptasi Analisa aspek yang ketiga ini adalah analisa terhadap aspek adaptasi. Aspek adaptasi ini mencakup pemberdayaan masyarakat dan pemeliharaan pencapaian tujuan. Aspek ini dalam rangka menjawab pertanyaan penelitian “Bagaimanakah adaptasi Program ADN SMpN pada pembangunan fisik di Nagari Sinuruik dan Nagari Rabi Jonggor?”. Adapun analisis jawaban dari pertanyaan ini dijabarkan di bawah ini. Kaitannya dengan efektivitas Program ADN SMpN pada pembangunan fisik di Nagari Sinuruik dan Nagari Rabi Jonggor adalah sejauhmana Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat memberdayakan pemerintahan nagari sekaligus masyarakat nagari serta pemeliharaan hasil pencapaian tujuan dalam rangka pelaksanaan Program ADN SMpN pada pembangunan fisik di Nagari Sinuruik dan Nagari Rabi Jonggor. Agar bermanfaat bagi masyarakat secara luas sehingga bermanfaat secara berkelanjutan. Pemberdayaan masyarakat dalam efektivitas Program ADN SMpN maksudnya adalah dimana masyarakat berinisiatif untuk memulai proses kegiatan ADN SMpN dalam rangka memperbaiki situasi dan kondisi diri sendiri. Pemberdayaan masyarakat yang terjadi dalam efektivitas Program ADN SMpN terlihat dengan warganya ikut berpartisipasi. Hal tersebut sesuai dengan yang disampaikan oleh 3 key informant yakni Sekretaris Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Kabupaten Pasaman Barat (BPMKB), Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat BPMKB, Kepala Bagian Pemerintahan Sekretariat Daerah Kabupaten Pasaman Barat, atas pertanyaan “Pemberdayaan seperti apa yang diharapkan terjadi dalam Program ADN SMpN? Adapun jawabannya penulis rangkum berikut ini.
|
69
Pemberdayaan yang diharapkan disini adalah munculnya partisipasi masyarakat Pasaman Barat di kenagarian secara aktif dalam pelaksanaan pembangunan. Partisipasi yang dimaksud adalah adanya keterlibatan mereka mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pemeliharaan hasil-hasil pembangunan yang bersumber dari Program ADN SMpN ini. Selanjutnya, Ketiga key informant di atas juga menambahkan bahwa dibutuhkan upaya dalam melahirkan partisipasi masyarakat di nagari-nagari yang ada di Kabupaten Pasaman Barat. Menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan tentu tidak mudah, apalagi masyarakat di Pasaman Barat selama ini lebih cenderung menunggu program kabupaten. Namun dengan cara sosialisasi serta membangun peran serta dan rasa memiliki terhadap nagari akhirnya masyarakat Pasaman Barat sadar bahwa pembangunan itu akan dapat dilakukan manakala dilakukan bersama-sama dengan pemerintah. Ditambah lagi, Program ADN SMpN ini memberikan ruang yang lebih luas kepada masyarakat nagari untuk menggunakannya sesuai dengan kebutuhan mereka di nagari. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, Program ADN SMpN di Nagari Rabi Jonggor dan Nagari Sinuruik dalam hal pemberdayaan masyarakat sudah terlaksana dengan maksimal. Sehingga bisa dikatakan bahwa pemberdayaan masyarakat disini sudah efektif. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan key informant Wali Nagari Rabi Jonggor dan Wali Nagari Sinuruik, atas pertanyaan “Pemberdayaan seperti apa yang diharapkan terjadi dalam Program ADN SMpN?. Adapun jawabannnya adalah penulis rangkum berikut ini: Pemberdayaan yang dilakukan di Nagari Rabi Jonggor adalah melibatkan seluruh masyarakat kejorongan untuk berperan aktif dalam menjalankan Program ADN SMpN. Selain itu, membangun partisipasi bersama serta memupuk kebersamaan, dan melahirkan rasa keikutsertaan kejorongan dalam melaksanakan pembangunan. Cara yang dilakukan dalam melahirkan partisipasi masyarakat tersebut adalah mengajak masyarakat untuk secara bersama-sama menggalakkan Program ADN SMpN serta memberikan pemahaman kepada masyarakat Nagari Rabi Jonggor dan Nagari Sinuruik
70
|
Jurnal Good Governance Vol. 10 No. 1. Maret 2014
bahwa pembangunan akan terlaksana manakala timbul partisipasi dan keikutsertaan masyarakat secara langsung. Berdasarkan jawaban atas beberapa pertanyaan terhadap key informant di atas, dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan masyarakat dalam Program ADN SMpN ditinjau dari sub aspek pemberdayaan masyarakat sudah sangat baik. Hal ini dibuktikan dengan keterlibatan masyarakat secara langsung dalam Program ADN SMpN di kedua Nagari yang menjadi lokus penelitian. Demikian juga dalam hal pemeliharaan hasil pencapaian tujuan dalam Program ADN SMpN sebagai suatu usaha pemeliharaan keberlanjutan keberhasilan yang sudah dicapai dalam rangka meraih tujuan yang diinginkan berikutnya. Kaitannya dengan efektivitas Program ADN SMpN ini adalah sejauhmana Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat memberdayakan pemerintahan nagari sekaligus masyarakat nagari sehingga muncul partisipasi aktif masyarakat dalam rangka pemanfaatan hasilhasil pencapaian tujuan Program ADN SMpN. Lebih jauh yang dimaksud dengan pemeliharaan hasil pencapaian tujuan adalah bila dikaitkan dengan efektivitas Program ADN SMpN pada pembangunan fisik di Nagari Sinuruik dan Nagari Rabi Jonggor ini, maka Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat, pemerintahan nagari, dan masyarakat nagari serta seluruh stakeholder bersama-sama menjaga hasil Program ADN SMpN agar bermanfaat bagi masyarakat secara luas sehingga bermanfaat secara berkelanjutan. Dari segi output-nya sasaran itu pula kemudian yang dapat dijadikan tolak ukur dan pondasi yang akan berpengaruh terhadap keberlanjutan keberhasilan yang diinginkan berikutnya. Dimana, pemeliharaan hasil pencapaian tujuan adalah suatu usaha berupa upaya terhadap pemeliharaan keberlanjutan sasaran-sasaran keberhasilan yang sudah dicapai dalam rangka meraih sasaran yang diinginkan berikutnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa aspek adaptasi Program ADN SMpN secara umum dalam program ADN SMpN pada pembangunan fisik di Nagari Sinuruik dan Nagari Rabi Jonggor, Kabupaten Pasaman Barat cukup berhasil. Hal ini terlihat dengan keikutsertaan semua pihak melaksanakan partisipasi aktif dan pemeliharaan hasil
pencapaian tujuan dalam setiap kegiatankegiatan yang bersumber dari Program ADN SMpN ini. Nagari Sinuruik dan Nagari Rabi Jonggor bisa dikatakan sukses dalam melaksanakan Program ADN SMpN ini. Kegiatan Program ADN SMpN pada pembangunan fisik di Nagari Sinuruik dan Nagari Rabi Jonggor ini telah terbukti efektif dalam pembangunan nagari. Meski masih tercatat beberapa hal belum sesuai dengan harapan dengan ditemukannnya beberapa kendala seperti partsipasi aktif lewat pemberdayaan masyarakat yang tidak merata dalam bentuk partisipasi. Namun demikian, solusi yang dilakukan untuk mengatasi kendala itu pihak nagari telah mengajak masyarakat untuk dapat berpartisipasi dengan model-model partisipasi apakah tenaga, sumbangan dan peralatan sehingga kemudian peran serta masyarakat dalam bentuk pemberdayaan dan pemeliharaan hasil Program ADN SMpN nagari ini dapat terwujud.
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis data penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa Program Alokasi Dana Nagari (ADN) Satu Miliar per Nagari (SMpN) di Kabupaten Pasaman Barat (Kasus Pembangunan Fisik di Nagari Sinuruik dan Nagari Rabi Jonggor) secara umum telah dilaksanakan dengan efektif. Dalam hal Pencapaian Tujuan, anggota masyarakat pada umumnya sudah terlibat dalam proses pelaksanaan Program ADN SMpN. Dalam pelaksanaan Program ADN SMpN di Nagari Sinuruik dan Nagari Rabi Jonggor, prosesnya telah sesuai dengan mekanisme pelaksanaan kegiatan sebagaimana telah diatur dalam petunjuk teknis pelaksanaan Program ADN SMpN. Hal tersebut terlihat dari urutan tahapan yang dilakukan oleh perangkat kenagarian dengan TPP dimana telah sesuai dengan tahapan mekanisme pelaksanaan Program ADN SMpN yang telah diatur dalam Perbup Pasaman Barat Nomor 4 Tahun 2011. Lebih lanjut, untuk pembangunan fisik secara umum telah tercapai. Sehingga bisa dikatakan bahwa program ini cukup berhasil. Di Nagari Sinuruik karena adanya keterbatasan akses untuk menuju lahan pertanian, maka telah
Efektivitas Program ADN SMpN Di Kabupaten Pasaman Barat
dibangun/diperbaiki jalan tani di beberapa jorong. Sedangkan di Nagari Rabi Jonggor telah didirikan beberapa Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA) di sejumlah kejorongan dimana MDA ini merupakan lembaga pendidikan keagamaan pada jalur luar sekolah yang diharapkan mampu memberikan pendidikan agama Islam kepada anak didik yang tidak terpenuhi pada jalur sekolah. Namun demikian, dalam proses ini juga terdapat kendala yakni adanya keluhan bahwa porsi anggaran yang bersumber dari Program ADN SMpN ini belum sesuai dengan yang diinginkan warga jika dinilai secara merata pada tiap-tiap nagari. Sedangkan dalam hal integrasi, kegiatan sosialisasi dalam pelaksanaan Program ADN SMpN ini pada dasarnya sudah berjalan dengan baik. Hal tersebut dapat terlihat dimulai dari tingkat kabupaten dengan cara mengumpulkan perangkat nagari, lalu melakukan supervisi dan kunjungan ke lapangan yang menjadi lokus pembangunan fisik. Begitu juga dengan kenagarian, yang telah melakukan sosialisasi kepada masyarakat nagari dengan cara mengumpulkannya di kantor wali nagari meski dilakukan dengan kondisi yang terbatas. Mengingat terbatasnya anggaran sosialisasi dan banyaknya jumlah jorong yang ada dalam suatu nagari. Menyangkut kerjasama, adanya antusiasme masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan fisik yang dibiayai oleh Program ADN SMpN. Disini, telah terjalin kerjasama yang erat antara pemerintah, perangkat nagari, dan masyarakat nagari yang berada di jorong-jorong. Namun demikian, kerjasama dalam pelaksanaan Program ADN SMpN ini terkendala dengan adanya harapan yang tinggi dari masyarakat di tiap jorong agar kejorongannyalah yang didahulukan menjadi lokasi pembangunan fisik. Sehingga kadangkala muncul rasa iri diantara masyarakat bila jorongnya belum mendapat giliran untuk dibangun. Dalam aspek adaptasi, pemberdayaan masyarakat yang kemudian diikuti dengan partisipasi masyarakat, prosesnya telah berjalan dengan baik. Awalnya, Pemkab melakukan pemberdayaan masyarakat melalui Program ADN SMpN ini dengan membangun antara lain prasarana fisik di nagari seperti dibangunnya/ diperbaikinya jalan tani dan MDA. Karena menyadari besarnya manfaat program ini, maka
|
71
masyarakat kemudian terpanggil untuk berpartisipasi dalam pembangun di nagari mereka. Meskipun demikian, masih terdapat kendala yakni masih belum terpenuhinya persyaratan minimal swadaya masyarakat nagari dalam pembangunan fisik. Hal ini mengingat, bahwa suatu pembangunan fisik selain didanai oleh Program ADN SMpN, juga diharapkan adanya dukungan swadaya masyarakat karena keterbatasan anggaran pembangunan fisik tersebut. Sedangkan terkait dengan kegiatan pemeliharaan pencapaian tujuan sebagai hasil pelaksanaan Program ADN SMpN ini sudah baik dilakukan oleh masyarakat baik di Nagari Sinuruik maupun di Nagari Rabi Jonggor. Masyarakat secara langsung turut serta menjaga hasil-hasil pembangunan, misalnya bila jalan tani kemudian hari rusak mereka akan bergotong royong memperbaikinya. Selain itu, demi kenyamanan anak-anak menuntut ilmu di MDA; masyarakat juga selalu bahu membahu memperbaiki bilamana dibutuhkan perbaikan kecil seperti atap yang bocor atau jendela yang lepas. Disini masyarakat telah sadar bahwa dengan memelihara apa yang sudah dicapai saat ini, maka hal ini akan menjamin keberlanjutan pemanfaatannya bagi generasi yang akan datang kelak. Agar pelaksanaan Program ADN SMpN lebih efektif pada masa mendatang, maka disarankan sebagai berikut: Dalam hal pencapaian tujuan, mengingat resiko munculnya ketidaktepatan waktu penyelesaian pembangunan dan rendahnya kualitas pembangunan untuk pembangunan selanjutnya harus diwaspadai, Pemkab Pasaman Barat perlu meningkatkan frekuensi pengawasan jalannya proses pembangunan. Selain itu, Pemkab Pasaman Barat perlu mengalokasikan dana dari Program ADN SMpN ke setiap nagari agar memperhitungan juga jumlah jorong yang ada di tiap nagari dan hendaknya nagari dengan jumlah jorong yang lebih banyak akan mendapatkan alokasi dana yang lebih banyak. Aspek Integrasi khususnya menyangkut sosialisasi, perlu dilakukan dengan cara yang lebih efektif dan .penambahan untuk dana sosialisasi sehingga bisa dilakukan sosialisasi sampai ke tingkat jorong dimana sebagian besar wilayah jorong saling berjauhan. Sedangkan
72
|
Jurnal Good Governance Vol. 10 No. 1. Maret 2014
menyangkut kerjasama, untuk menjaga bahkan meningkatkan antusiasme masyarakat dalam pelaksanaan Program ADN SMpN ini, sebaiknya Pemkab Pasaman Barat menerbitkan semacam “waiting list” yang berisi jorong mana saja dan dari nagari mana lokasi pembangunan berikutnya. Sehingga harapan yang tinggi dari kejorongan-kejorongan agar kejorongannyalah yang didahulukan menjadi lokasi pembangunan, tidak akan membuat mereka berebutan saat turunnya program. Pada aspek Adaptasi, dalam hal pemberdayaan masyarakat, dalam rangka memenuhi persyaratan minimal swadaya masyarakat nagari dalam pembangunan fisik, maka Pemkab Pasaman Barat dapat mengefektifkan pemberdayaan masyarakat dengan memberikan pengertian bahwa swadaya masyarakat tidak harus dalam bentuk uang, tapi juga dapat berbentuk tenaga, bahan bangunan, bahkan buah pikiran. Sehingga bila hal ini terelaborasi dengan baik, akan dapat menutupi terbatasnya anggaran pembanguna fisik tersebut. Sedangkan menyangkut pemeliharaan pencapaian hasil tujuan, besarnya kesadaran masyarakat di 2 nagari yang menjadi lokus dari penelitian ini dalam pemeliharaan pencapaian hasil tujuan Program ADN SMpN, agar terus dibina dan ditingkatkan demi keberlanjutan pemanfaatan hasil-hasil pembangunan. Dalam hal ini, Pemkab Pasaman Barat agar secara periodik melakukan rembug warga nagari untuk mendapatkan masukan dari masyarakat misalnya jalan tani atau MDA mana saja yang mengalami kerusakan di kemudian hari. Sehingga bisa dideteksi apakah perawatannya (perbaikannya) cukup dtangani oleh masyarakat di jorong tersebut secara swadaya ataukah perlu dibantu oleh Pemkab. DAFTAR PUSTAKA Bappeda Kabupaten Pasaman Barat (2010), Pasaman Barat Dalam Angka, Simpang Ampek: Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Pasaman Barat Provinsi Sumatera Barat. Hakimy, Idrus (2004), Rangkaian Mustika Adat Basandi Syarak di Minangkabau, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Handayaningrat, Soewarno (2003), Pengantar Ilmu Administrasi dan Manajemen, Jakarta: Gunung Agung. Kartasasmita, G (1997), Kemiskinan, Jakarta: Balai Pustaka Kurniawan, Haris (2005), Perencanaan Pembangunan Wilayah, Jakarta: PT Bumi Aksara. Siagian, Sondang P (2006), Filsafat Administrasi, Jakarta: PT. Bumi Aksara. Sjarifoedin, Amir (2011), Minangkabau dari Dinasti Iskandar Zulkarnain sampai Tuanku Imam Bonjol, Jakarta: Gria Media Prima. Soedjadi, FX (1996), Organisasi dan Manajemen Penunjang Berhasilnya Proses Manajemen, Jakarta: Haji Masagung. Steers, Richard M (1985), Efektivitas Organisasi, Jakarta: Erlangga. Suparlan (1990) Pengembangan Organisasi, Jakarta: Erlangga. Syamsi, Ibnu (2004), Efesiensi, Sistem, Dan Prosedur Kerja, Jakarta: PT Bumi Aksara. Terry, George (2003), Dasar-Dasar Manejemen, Jakarta: Bumi Aksara Zulkarnaini (2003), Budaya Alam Minangkabau, Bukittinggi: Usaha Ikhlas.
Transformasi Organisasi Kecamatan Di Kabupaten Majalengka
| 73
TRANSFORMASI ORGANISASI KECAMATAN DI KABUPATEN MAJALENGKA
Gering Supriyadi STIA Lembaga Administrasi Negara Jakarta Email:
[email protected]
ABSTRAK Perubahan kebijakan tentang pemerintahan daerah (UU No. 5/1974 - UU No. 22/1999 - UU No.32/2004) membawa implikasi terhadap perubahan kecamatan yang semula merupakan pemerintahan wilayah menjadi perangkat daerah yang secara hirarakhis dibawah dan bertanggungjawab kepada Bupati. Namun demikian, transformasi kecamatan, misalnya di Kabupaten Majalengka, yang berkaitan dengan values, pola pikir, budaya kerja, perilaku masih seperti pola lama. Penelitian ini untuk menganalisis transformasi Organisasi Kecamatan di Kabupaten Majalengka yang belum optimal. Analisis dilakukan menggunakan teori organization transformation dengan empat dimensi: reframing, restrukturisasi, revitalisiasi, dan renewal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 26 kecamatan di Kabupaten Majalengka yang tersebar di 3 zona dataran (rendah, sedang dan terjal) yang sangat menonjol perubahannya adalah kecamatan yang berada di dataran rendah dan kota. Dari dimensi dan indikator transformasi organisasi dalam pelaksanaannya belum optimal dan secara acak tidak sesuai dengan squen, akan tetapi dipilih dimensi dan indikator yang prioritas dan dapat menjadi pengungkit perubahan. Kata kunci: kecamatan, transformasi organisasi, reframing, restruturisasi, revitalisasi, renewal.
PENDAHULUAN Keberadaan institusi Kecamatan sebagai organisasi pemerintahan yang melaksanakan tugas dekonsentrasi sudah ada sejak jaman penjajahan Belanda yang disebut “Onder Distric“. Sesudah kemerdekaan menurut hukum positif, Kecamatan ditetapkan sebagai wilayah administratif yang menjalankan asas dekonsentrasi yang dipertahankan sampai sekarang. Secara faktual kecamatan merupakan struktur pemerintahan yang memiliki kedudukan dan peran yang diperlukan, karena (1) kecamatan berhadapan langsung dengan tugas pelayanan kepada masyarakat; (2) posisi kecamatan merupakan penghubung antara masyarakat dan pemerintah desa dan pemerintah Kabupaten/Kota, Provinsi, Pusat; (3) tugas Camat yang berat yaitu tugas atributif, tudas delegatif; (4) adanya berbagai masalah yang dihadapi oleh Kecamatan, seperti: (a) beban tugas yang terlalu besar,
(b) pendelegasian urusan dari Bupati kepada Camat, (c) mekanisme kerja, (d) lemahnya pembinaan dari Dinas/Badan terhadap Kecamatan, (e) Kompetensi SDM Kecamatan rendah, (f) jumlah SDM yang terbatas; (g) terbatasnya dukungan finansial maupun sarpras, (h) pelayanan kepada masyarakat masih lamban, (i) belum terwujudnya pelaksanaan Permendagri No. 4/2010 yang mengamanatkan Kecamatan sebagai pusat pelayanan Masyarakat. Perubahan UU tersebut merubah Kedudukan dan peran Camat menjadi Organisasi Perangkat Daerah (OPD), dan masih melaksanakan tugas atributif, delegatif, kewenangan residu. serta penugasan dari Bupati. Camat merupakan alterego dari Bupati. Proses perubahan kecamatan di Kabupaten Majalengka, telah terjadi yang meliputi struktur, tugas pokok dan fungsi, hubungan kerja, namun transformasi kecamatan berjalan belum optimal. Menurut Espejo (1996:333),
74
|
Jurnal Good Governance Vol. 10 No. 1. Maret 2014
transformasi organisasi menekankan pada perubahan yang spesifik berkaitan dengan struktur, proses, komunikasi, lingkungan, kinerja dan pembelajaran, yang dimulai dari transformasi individu. Penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan apa yang menyebabkan transformasi organisasi kecamatan di Kabupaten Majalengka belum optimal. Dewasa ini banyak organisasi menginginkan perubahan yang bersifat transformasional, karena diharapkan dapat membuahkan keberhasilan yang baik dan bermakna yang dapat dinikmati oleh semua pihak yang terlibat. Perubahan transformasional adalah perubahan yang menyentuh nurani, yang melibatkan dan menggairahkan semua anggota organisasi untuk ikut berpartisipasi dalam perubahan tersebut. Perubahan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pembaharuan organisasi dan kebutuhan yang lebih tinggi dari semua pihak yang berkepentingan. Transformasi ini bersifat mendasar, radikal dalam perubahan model mental atau pola pikir yang mendasarinya, tetapi inkremental dalam implementasinya (Frans Mardi Hartanto, 2009 : 128). Henry Mintzberg, et al.. (1998:324) menyebutkan bahwa transformasi merupakan proses pembuatan strategi dan sebagai salah satu konsekuensi konfigurasi organisasi di samping gambaran keadaan organisasi. Beberapa contoh utama bentuk transformasi adalah perubahan haluan (turn around), membangun kekuatan baru (revitalisation) dan tindakan perampingan (downsizing). Perubahan organisasi kemungkinan disebabkan oleh interaksi “customer” dengan tindakan “competitor” yang secara keseluruhan menumbuhkan pola perilaku pada anggota organisasi (Bruke dalam Berger, 1994:82). Kata "transformasi" berasal dari kata Latin transformare yang dalam konteks organisasi dimaknakan to describe comprehensive organizational change initiative (Ancona, et a.l, 2005:35). Menurut Daszko dan Sheinberg (2007:1), tidak semua perubahan adalah transformasi, tetapi setiap transformasi adalah perubahan. Ciri perubahan yang melekat pada konsep transformasi, yaitu: (1) perubahan dalam membuat terobosan baru (Riley, 2005:2); (2), transformasi berarti penciptaan perubahan secara keseluruhan dalam bentuk, penampilan dan struktur dari
yang belum ada sebelumnya; (3) transformasi adalah perubahan dalam mindset yang dilakukan berdasarkan proses belajar (Daszko dan Sheinberg, 2007:1), (4) transformasi merupakan proses perubahan fundamental terus-menerus (on going process) yang dilakukan di dalam organisasi untuk melembagakan pola baru yang berbeda tajam dengan pola yang lama (Else, 200:3); (5) transformasi berhubungan dengan perubahan dalam pergeseran paradigma yang melibatkan nilai proposisi baru dalam produk atau pelayanan (Rouse, 2005:279); (6) transformasi berhubungan dengan perubahan DNA organisasi, tanpa ada DNA baru, tak akan ada transformasi (Osborne dan Plastrik, 2000:54); (7) transformasi adalah pergeseran secara radikal dari satu keadaan ke keadaan lainnya sehingga signifikan apabila memerlukan pergeseran budaya, perilaku dan pola pikir, untuk melaksanakan dengan sukses dan berlanjut sepanjang waktu (Wibowo, 2007:348); (8) selanjutnya menurut Osborne dan Plastrik, transformasi organisasi berhubungan dengan peningkatan kualitas pelayanan publik dengan adanya strategi mengutamakan pelanggan. Menurut Howard W. Oden (1999:1213) bahwa Transformasi merupakan implementasi perubahan bercirikan konversi. Dalam situasi tertentu, dimana perubahan radikal tidak diperlukan, transformasi perlu penyesuaian. Meskipun tujuan akhir pendekatan ini baik yang bertahan maupun yang radikal untuk melakukan hal-hal supaya lebih baik, lebih cepat dan lebih murah, terdapat perbedaan dalam operasionalnya. Peningkatan proses radikal mengasumsikan bahwa segalanya diawali dari nol dan bertujuan untuk: (a) perubahan radikal dan menyebar, (b) peningkatan 100 % atau lebih, dan (c) revolusi, bukan evolusi, dengan cara sekarang. Transformasi memiliki ciri tertentu yang berbeda dengan tipe perubahan lainnya. Karakteristik transformasi, menurut Howard W Oden (1990:14) antara lain : 1. transformasi melibatkan perubahan radikal dan diskontinu terhadap bentuk, struktur organisasi, jadi bukan penyesuaian yang bertahap terhadap situasi yang ada. Sebuah organisasi yang melakukan transformasi dari organisasi produksi ke orientasi
Transformasi Organisasi Kecamatan Di Kabupaten Majalengka
pelanggan perlu desentralisasi dan pendelegasian wewenang secara drastis; 2. adanya tekanan terhadap organisasi dari luar daripada dari dalam, seperti perubahan organisasi dari struktur fungsional ke struktur divisional untuk merespon terhadap proses market atau tekanan industri. Saat ini, globalisasi adalah kekuatan eksternal yang paling kuat dalam transformasi organisasi; 3. perubahannya mendalam. Perubahan tersebut mempengaruhi semua bagian organisasi dan mencakup banyak tingkatan. Desentralisasi, downsizing dan relokasi fungsi dan kegiatan memberikan contoh perubahan yang menstransformasi hubungan yang terstruktur secara mendalam; 4. transformasi membutuhkan serangkaian tindakan yang baru dan berbeda oleh anggota organisasi, daripada perilaku yang ada. Seperti perubahan terhadap norma dan nilai sebuah organisasi yang berakibat pada akuisi, deregulasi dan reorganisasi. Manusia sebagai makluk sosial dalam menjalankan kehidupan sehari-hari memerlukan adanya orang lain. Keberadaan orang tersebut sebagai wujud dari adanya ketergantungan setiap manusia/individu dalam mencapai tujuan baik dalam berorganisasi, bermasyarakat, bernegara dan berbangsa. Manusia sebagai makluk sosial tidak bisa lepas dari lingkungan dimana manusia/individu itu berada dan saling ketergantungan terhadap sesama manusia sebagai mahluk sosial sangat tinggi. Untuk dapat mewujudkan semuanya itu manusia tidak bisa hidup secara menyendiri dan memerlukan teman, kelompok hidup yang diwadahi dalam keluarga maupun organisasi. Dengan organisasi ini manusia dapat mengaktualisasikan dirinya dalam memenuhi kebutuhan hidup. Menurut Schein (1983:14-15) menjelaskan adanya gagasan dasar konsep organisasi, antara lain: 1. koordinasi usaha untuk saling membantu; 2. mencapai tujuan/maksud bersama melalui koordinasi kegiatan; 3. pembagian kerja; dan 4. diferensiasi atas dasar jenis tugas, lokasi geografis, tujuan dan sarana yang akan dicapai, bakat yang tersedia dalam organisasi, atau sikap pemikiran lain yang masuk akal.
| 75
Sehingga organisasi menurut Edgar Schein (1983:17) adalah koordinasi sejumlah manusia yang direncanakan untuk mencapai suatu maksud atau tujuan bersama melalui pembagian tugas dan fungsi serta melalui serangkaian wewenang dan tanggungjawab. Pada prinsipnya, organisasi itu akan berubah kalau cetak biru berubah yaitu bila perananperanan itu ditetapkan kembali oleh penguasapenguasa yang lebih tinggi atau oleh pemegang peranan itu sendiri. Lebih lanjut dijelaskan oleh Schein (1983:18) bahwa dalam organisasi terdapat adanya 3 (tiga) dimensi dasar, yaitu: 1. dimensi hirarkis, yang mencerminkan jenjang relatif dengan cara yang sama seperti bagan organisasi; 2. dimensi fungsional, yang mencerminkan jenis pekerjaan yang berbeda-beda yang dilukiskan dengan berbagai sektor berbentuk kue lapis dalam diagram kerucut; 3. dimensi perangkuman atau pemusatan, yang tercermin dalam tingkat sejauh mana setiap orang lebih dekat atau lebih jauh dari pusat organisasinya. Menurut Bernard (dalam Wibowo, 2006:335) organisasi merupakan sebuah sistem dari aktivitas yang dikoordinasi secara sadar oleh dua orang atau lebih (Kreitner dan Kinicki, 2001:621). Suatu organisasi mengandung 4 karakteristik, yaitu (1) adanya koordinasi usaha, (2) tujuan bersama, (3) terdapat pembagian kerja dan (4) adanya hierarki kekuasaan. Menurut Kusdi (2009:5) Oraganisasi adalah suatu entitas sosial yang secara sadar terkoordinasi, memiliki suatu batas yang relatif dapat diidentifikasi dan berfungsi secara relatif kontinu untuk mencapai suatu tujuan atau seperangkat tujuan bersama. Dari pengertian tersebut tersebut, di atas dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. organisasi sebagai ”entitas sosial”, merujuk pada organisasi sebagai suatu kesatuan yang terdiri dari orang-orang atau kelompokkelompok orang yang saling berinteraksi; 2. organisasi ”secara sadar terkoordinasi” merujuk pada administrasi atau pengelolaan administrasi dan manajemen; 3. organisasi ”suatu batas yang teridentifikasi” menunjukkan adanya batas pemisah atau pembeda antara anggota organisasi dan bukan anggota organisasi;
76
|
Jurnal Good Governance Vol. 10 No. 1. Maret 2014
4. organisasi
”secara relatif berkesinambungan”, menunjukkan bahwa organisasi bukan kelompok orang yang berinteraksi secara sementara, melainkan berinteraksi secara reguler dan tetap dalam jangka waktu yang relatif panjang.
Selanjutnya Hatch (dalam Kusdi, 2009:5) menjelaskan bahwa organisasi memang dapat didefinisikan dengan berbagai cara, misalnya sebagai struktur sosial, teknologi, kultur, struktur fisik, atau bagian (sub bagian) dari lingkungan. Namun untuk lebih mudah dipahami, dan diingat, unsur yang menentukan dalam organisasi, sebagaimana dikemukakan oleh Gerloff (dalam Kusdi, 2009:4), seperti 3P yaitu Purpose, People, dan Plan, Dalam aspek Plan (rencana) terkadang semua ciri lainnya, seperti sistem, struktur, desain, strategi dan proses, yang seluruhnya dirancang untuk menggerakkan unsur manusia (people) dalam mencapai berbagai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk lebih memahami akan pengertian organisasi, Millsnow dan Mills (dalam Kuesdi, 2009 : 4) dijelaskan bahwa organisasi merupakan kolektivitas khusus manusia yang aktivitas-aktivitasnya terkoordinasi dan terkontrol dalam dan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sementara itu Argryris (dalam Kuesdi, 2009:4) menjelaskan organisasi adalah suatu strategi besar yang diciptakan individu-individu dalam rangka mencapai berbagai tujuan yang membutuhkan usaha dari banyak orang. Menurut Dalton (dalam Edgar H. Schein:20) organisasi tidak hanya menimbulkan pengelompokan informal yang melampaui batas-batas fungsional dan hirarkis, tetapi juga bahwa pengelompokan demikian itu penting bagi kelancaran hidup organisasi. Organisasi adalah struktur tata pembagian kerja dan struktur tata hubungan kerja antara sekelompok orang-orang pemegang posisi yang bekerjasama secara tertentu untuk bersama-sama mencapai tujuan tertentu (Atmosudirdjo, 1996:10). Satuan organisasi adalah koordinasi sejumlah kegiatan manusia yang direncanakan untuk mencapai suatu maksud/tujuan bersama melalui pembagian tugas dan fungsi serta melalui serangkaian wewenang dan tanggungjawab. Organisasi akan berubah kalau cetak biru berubah, yaitu apabila peranan-peranan itu
ditetapkan kembali oleh penguasa-penguasa yang lebih tinggi atau oleh pemegang peranan itu sendiri. Dari pandangan para pakar tentang organisasi sebagaimana tersebut di atas, dapat disarankan organisasi merupakan “entitas sosial” merujuk pada organisasi sebagai suatu kesatuan yang terdiri dari orang atau kelompokkelompok orang yang saling berinteraksi. Organisasi dalam arti statis, merupakan wadah/tempat berkumpulnya orang-orang dalam mengaktualisasikan diri dalam rangka mencapai tujuan individu maupun tujuan organisasi, lebih fokus pada struktur organisasi, seperti : tugas dan fungsi, jalur perintah, jalur pertanggungjawaban dan jalur pelaporan, sedangkan organisasi dalam arti dinamis, merupakan interaksi antar anggota organisasi dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya yang menjadi tanggungjawabnya dalam mencapai tujuan individu maupun tujuan organisasi, proses, mekanisme kerja, prosedur kerja dan tata kerja. Organisasi adalah sekelompok orang (dua orang atau lebih) yang secara formal dipersatukan dalam suatu wadah untuk melakukan kerjasama dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dari beberapa pengertian organisasi sebagaimana dimaksud di atas, secara umum dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur dasar daripada organisasi adalah: (1) adanya dua orang atau lebih; (2) adanya maksud untuk bekerjasama; (3) adanya pengaturan; (4) adanya tujuan yang hendak dicapai (Prajudi, 1996:5). Pengorganisasian, merupakan fungsi kedua dari manajemen. Pengorganisasian merupakan suatu proses kegiatan penyusunan struktur organisasi sesuai dengan tujuan, sumber dan lingkungannya. Pengorganisasian menghasilan struktur. Struktur organisasi adalah susunan komponen-komponen (unit kerja) dalam organisasi. Struktur organisasi menunjukkan bagaimana fungsi dan kegiatan yang berbeda-beda tersebut diintegrasikan. Selain dari itu struktur organisasi menunjukkan spesialisasi-spesialisasi pekerjaan, saluran perintah dan penyampaian laporan. Bagan organisasi adalah suatu gambar struktur organisasi yang formal, dimana dalam gambar tersebut ada garis-garis yang menunjukkan kewenangan dan hubungan kerja, komunikasi formal, yang tersusun secara hirarkis. Pemahaman tentang organisasi sebagaimana
Transformasi Organisasi Kecamatan Di Kabupaten Majalengka
telah diuraikan di atas adalah organisasi publik. Organisasi publik adalah adanya produk tertentu berupa barang jasa yang tidak dapat dipenuhi dengan mekanisme pasar yang dilakukan individu-individu Samuelson (dalam Kusdi, 2009:41). Keberadaan organisasi sangat dipengaruhi oleh lingkungan, oleh karena itu dinamika lingkungan tersebut menjadi input yang harus direspon oleh suatu organisasi dengan menyesuaikan desain organisasinya. Organisasi juga dapat dibayangkan sebagai aliran yang cair dan terus bertransformasi. Intinya bahwa organisasi sebagai suatu entitas, dimana suatu fenomena memunculkan fenomena lain yang berlawanan. Oleh karena itu keberadaan organisasi harus dapat menyesuaikan dengan lingkungannya, yang dimaksud dengan lingkungan adalah elemenelemen di luar organisasi yang mempunyai pengaruh terhadap kehidupan organisasi. Sebagaimana dikatakan oleh Golemiewski (dalam Kusdi, 2009:41) bahwa lingkungan organisasi publik dicirikan sebagai “a complex and contradictory body of analysis”, artinya kompleksitas dan kontradiksi pada lingkungan organisasi publik pada umumnya lebih tinggi dari pada organisasi bisnis. Burn dan Stalker (dalam Kusdi, 2009:73) telah melakukan penelitian terhadap 20 organisasi industri di Inggris dan Skotlandia untuk melihat bagaimana pengaruh lingkungan terhadap organisasi, yang antara lain dinyatakan “bahwa organisasi yang diteliti dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu: (1) struktur organisasi yang mekanistik, dibuat atas pertimbangan bahwa sistem kerja yang stabil dibutuhkan agar organisasi dapat menjalankan berbagai fungsi lainnya secara efektif dan efisien, dan (2) struktur organik, struktur ini mengandalkan kreativitas dan daya adaptasi individu dalam melaksanakan tugas; Pendapat Burn dan Stalker tersebut di atas mendapat kritik dari Hatch dan Gerloff (dalam Kusdi, 2009:74) bahwa konsep organik versus mekanistik, bahwa pada kenyataannya dalam praktek antara organik dan mekanistik tidak bisa dipisahkan. Dalam struktur organisasi terdapat kewenangan untuk penghapusan, penggabungan, pembentukan unit kerja baru, transfer kewenangan dan fungsi dari suatu lembaga ke lembaga lain. Sedangkan perilaku meliputi
| 77
nilai-nilai, etika dan budaya kerja yang dikembangkan dalam organisasi. Menurut Hacth (dalam Kusdi, 2009:168) struktur organisasi mengacu pada hubungan dinatara elemen-elemen sosial yang meliputi orang, posisi dan unit-unit organisasi dimana mereka berada. Sedangkan Siagian (1986:17) sependapat dengan mereka tentang aspek struktur organisasi, tetapi juga menyampaikan dua aspek lain, yaitu aspek aparat birokrasi selain mencakup kualitas dan kuantitas, juga meliputi perilaku aparat birokrasi. Thoha (2008:177) menjelaskan bahwa struktur mengetengahkan susunan dari suatu tatanan dan kultur mengandung nilai (values), sistem dan kebiasaan yang dilakukan oleh para pelakunya yang mencerminkan perilaku dan sumberdaya manusia. Koesdi (2009:168-171) kompleksitas struktur menggambarkan derajat diferensiasi dalam suatu organisasi, sebagai berikut : 1. Diferensiasi horizontal; berkembangnya beragam unit dalam organisasi berdasarkan orientasi pekerjaan, sifat tugas didalamnya, latar belakang pendidikan yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas tersebut. Diferensiasi horizontal menyebabkan beban lebih berat pada pengelola organisasi untuk mengkoordinasi aktivitas, dan meningkatkan kesulitan dalam berkomunikasi; 2. Diferensiasi vertikal, sama seperti diferensiasi horizontal, meningkatkan Diferensiasi vertikal, menambah beban dalam kontrol dan koordinasi; 3. Diferensiasi spasial, menggambarkan sejauhmana fasilitas dan personel tersebar secara geografis. Diferensiasi spasial, penting untuk dipertimbangkan bagi pengelola organisasi, mengingat kecenderungan globalisasi pasar untuk berekspansi. Kebutuhan organisasi untuk selalu berubah ini mulai marak dibicarakan dalam manajemen publik pada pertengahan tahun 1900-an, terutama berkaitan dengan munculnya keseluruhan akan inovasi-inovasi baru dilingkungan kerja manajemen dan organisasi. Perubahan merupakan suatu upaya untuk mengkondisikan dinamika yang ada ke arah tujuan untuk menghasilkan produk dalam wujud apapun agar lebih baik dari kondisi sebelumnya, lebih efektif serta lebih efisien. Dalam konteks organisasi, manajemen perubahan (change management) adalah
78
|
Jurnal Good Governance Vol. 10 No. 1. Maret 2014
proses berkelanjutan dimana suatu organisasi berupaya untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan melakukan berbagai upaya yang efektif untuk memenuhi keinginan masyarakat (pelanggan/tuntutan pasar), sehingga dapat bersaing dengan pesaing lain atau mewujudkan kepuasan kepada masyarakat (Berger and Sikora, 1994:7). Konsep perubahan secara manajerial juga mengandung arti penyesuaian diri kepada perubahanperubahan yang terjadi di luar kelembagaan dan organisasi, serta perubahan yang terjadi di dalam organisasi dan kelembagaan kita sendiri, yang penting diistilahkan dengan faktor eksternal dan internal. Perubahan organisasi adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh pemimpin dan anggota organisasi untuk menyesuaikan organisasi dengan perkembangan situasi dan kondisi lingkungannya. Perubahan dapat dilakukan bertahap atau dapat juga secara radikal, baik terhadap perangkat kerasnya maupun terhadap perangkat lunaknya atau bahkan secara menyeluruh dengan tujuan agar organisasi dapat bertahan hidup lebih baik lagi dari keadaan sebelumnya. Menurut Horisson (dalam Osboern dan Plastrik, 1996:299), bahwa organisasi wirausaha mengandalkan pada Tim. Organisasi tersebut dibagi kedalam 4 tipe dasar, yaitu : 1. organisasi dengan orientasi pada kekuasaan, termasuk banyak bisnis tradisional, bersifat otokratis, dan hirarkis; 2. organisasi dengan orientasi pada peran, seperti birokrasi-birokrasi pemerintahan tradisional, yang ditata secara hati-hati dengan peraturan, prosedur, dan hirarkis; 3. organisasi dengan orientasi pada tugas, seperti bisnis-bisnis yang berorientasi teknologi, bersifat sangat cair dan berorientasi pada hasil; 4. organisasi dengan orientasi pada orang, seperti kelompok-kelompok sosial, keberadaannya hanya untuk melayani kebutuhan anggotanya. Pemahaman tentang transformasi di atas, adalah transformasi yang berada dalam cakupan reformasi administrasi sebagai "genus", sementara transformasi organisasi bersifat spesis, mendasar dan dilakukan dalam tataran yang operasional atau praktis. Siagian (2000:228) transformasi organisasi adalah perubahan-perubahan drastis yang terjadi
dalam organisasi yang menyangkut cara organisasi berfungsi dan berinteraksi dalam lingkungannya. Pengembangan organisasi dengan transormasi organisasi dua hal yang berbeda, sebagaimana ditegaskan oleh Siagian (2000: 229) bahwa pengembangan organisasi menggunakan pendekatan bertahap dalam mewujudkan perubahan, sedangkan transformasi organisasi mengandung makna bahwa upaya perubahan yang dilakukan bersifat drastis dan mendadak yang diarahkan pada 3 (tiga) faktor organisasional, yaitu: (1) struktur organisasi sebagai keseluruhan; (2) proses manajemen; dan (3) kultur organisasi. Karena sifat dan bentuk sasarannya kelanjutan dan kelangsungan hidup organisasi dalam lingkungan yang sangat kompetitif, maka perubahan perubahan yang ingin diwujudkan melalui transformasi organisasi belum tentu perubahan yang bersifat pengembangan. Dengan demikian menurut Siagian (2000: 230) bahwa perubahan yang bersifat transformasional, sebagai berikut : 1. merupakan transisi berskala besar yang secara fundamental mengubah cara yang digunakan oleh suatu organisasi berinteraksi dengan lingkungannya, caranya menjalankan bisnis, berproduksi dan berbagai faktor strategis lainnya; 2. perubahan yang terjadi bersumber dari berbagai faktor ketidakpastian dalam lingkungan eksternal, seperti deregulasi, debirokratisasi, pengambil alihan, persaingan baru, memaksa para manajer bertindak reaktif padahal yang diperlukan adalah sikap yang proaktif, perubahan harus berlangsung dengan kecepatan tinggi. 3. Dalam kondisi krisis, tidak ada pilihan bagi manajemen kecuali melaksanakan transformasi organisasi, sebab apabila tidak yang dipertaruhkan adalah kelangsungan keberadaan organisasi yang bersangkutan. Berkenaan dengan transformasi organisasi Osborne dan Plastrik (2000:6-7), menyatakan dalam bukunya Renventing Government bahwa pembaharuan yang dicanangkan menggambarkan sebuah peta besar mengenai dunia baru kepemerintahan abad 21, sementara itu transformasi organisasi menempatkan rute-rute pada peta-peta perubahan. Dikatakan lebih jauh bahwa pemahaman tentang transformasi organisasi mempunyai arti yang spesifik yang berbeda
Transformasi Organisasi Kecamatan Di Kabupaten Majalengka
dengan definisi pembaharuan yang umumnya dipopulerkan. Kasali (2007), Gouillart dan Kelly, (1994), mengasosiasikan transformasi organisasi dengan penulisan ulang kode genetika DNA (deoxiribonuclead acid) sebagai unsur pembentuk perilaku yang terbawa dalam gen tiap organisma. Konsep DNA dipinjam dari teori biologi yang ditemukan oleh Oswald Avery tahun 1940-an yang diartikan sebagai material kimiawi dalam sel yang berisi kode infomasi genetika yang secara spesifik ada pada semua makhluk hidup (Jones, 1999:243). DNA terkandung dalam kromosom yang memainkan peranan penting dalam transmisi genetika, sehingga revolusi sains dalam rekayasa genetika saat ini memungkinkan manusia dapat memanipulasi genetika dalam DNA agar merubah secara asal sifat suatu makhluk hidup, sebagaimana teknologi kloning yang sanggup memberi sifat baru yang unggul pada manusia atau tumbuhan dan binatang. Model rekayasa genetika ini kemudian dialihterapkan pada organisasi sosial atau birokrasi yang memang sejak lama menjadi obyek studi yang dirintis oleh aliran sistem dalam manajemen, misalnya, oleh Wirrick et.al. (1998:55), yang membuat analogi organisasi sebagai orgnisma hidup (living organism) yang dapat lahir, berevolusi dan mati. Seperti organisma, organisasi dapat sakit dan menderita dalam tekanan persoalan internal, sehingga membutuhkan proses revitalisasi dan pergantian organ-organ yang rusak (Schoderbek, et al., 1985:55). Perkembangan organisasi terkadang tidak koheren dengan kebutuhan dan lingkungan, sehingga organisasi selalu menghadapi berbagai krisis. Krisis organisasi di satu sisi dapat mengancam, tetapi di sisi lain dapat menumbuhkan sintesa organisasi, tergantung kemampuan adaptasi terhadap perubahan lingkungan yang sangat cepat. Jika, kemampuan adaptif organisasi berfungsi efektif, maka setiap krisis organisasi secara positif menghasilkan proses pertumbuhan dalam rangka menjaga eksistensi diri (selfdefence mechanism) dalam makna mempertahankan kelangsungan hidup. Gouillart dan Kelly (1995:7) merumuskan transformasi organisasi sebagai kegiatan redesain komposisi genetika dari suatu organisasi (korporasi) yang dilakukan
| 79
secara .simultan (meskipun dalam kecepatan yang berbeda) terhadap empat dimensi yang disebut pembingkaian kembali cara pandang atau berpikir (reframing), restrukturisasi (restructuring), revitalisasi (revitalization) dan pembaharuan kembali (renewal). Demikian pula Kasali (2007:4-5), dalam karyanya tentang Re-Code: Your Change DNA menganjurkan tentang pentingnya transformasi organisasi dalam konsep membentuk kembali kode sel-sel pembentuk sifat agar "fit" dengan kebutuhan zaman, membentuk kembali cara berpikir dan memimpin. Re-Code berarti membentuk atau menata kembali kode-kode sebuah sel pembentuk sebuah organisasi agar dapat menjalankan fungsinya seperti yang diharapkan Siagian (2006:229-230) mengatakan bahwa transformasi organisasi merupakan perubahan drastis yang diarahkan pada struktur organisasi, proses manajemen dan kultur organisasi. Perubahan organisasi yang bersifat transformasional secara fundamental mengubah cara yang digunakan oleh suatu organisasi berinteraksi dengan lingkungannya, cara menjalankan usahanya, cara berproduksi atau melayani. Transformasi organisasi dilakukan manakala organisasi mengalami krisis dan organisasi tidak cocok lagi dengan perubahan lingkungan yang cepat berlangsung secara dramatik. Apabila transformasi organisasi tidak dilakukan akan berakibat kehancuran bagi organisasi yang bersangkutan. Ninenberg (1993:x) dalam bukunya The Living Organization: Transforming Teams into Workplace Communities, memformulasikan transformasi organisasi dalam batasan penciptaan suasana kerja yang manusiawi. Kerap ditemukan persoalan organisasi yang terindikasi dari suasana hubungan kerja yang tidak koperatif, hiperkompetisi, membosankan, sinisme, keterasingan dan orang saling bermusuhan, sehingga iklim demikian tidak kondusif mendorong terciptanya produktivitas kerja. Transformasi organisasi dibutuhkan agar tercipta suasana kerja yang manusiawi sebagai cara untuk memperbaiki organisasi yang mengalami pelapukan atau keusangan (Ninenberg, 1993:x). Bolman dan Deal (1991:15), melihat transformasi organisasi sebagai "reframing organizations" yang mencakup empat aspek pembingkaian kembali organiasi melalui : the structural reframe, the
80
|
Jurnal Good Governance Vol. 10 No. 1. Maret 2014
human resources reframe, the political reframe, dan the symbolic reframe. Berdasarkan pembahasan tentang makna transformasi organisasi yang dikaitkan dengan konsep dasar dan implikasinya terhadap kebutuhan pemahaman organisasi di atas, maka dapat dicatat beberapa kesimpulan tentang makna transformasi organisasi sebagai berikut: (1) transformasi organisasi merupakan suatu imperatif perubahan organisasi secara mendasar, baik bentuk, proses dan penampilan; (2) transformasi organisasi dilakukan dengan menempatkan organisasi sebagai entitas yang hidup (living organization; (3) dalam analogi organisasi sebagai makhluk hidup, maka transformasi merupakan suatu strategi dengan merubah kode genetika dalam DNA organisasi sebagai unsur pembentuk sifat atau gen; (4) transformasi dilakukan secara terus-menerus atau bersifat simultan; (5) transformasi bertujuan memperbaharui organisasi agar tetap melangsungkan perannya (survive) sesuai tuntutan perkembangan dan efektif dalam memberikan pelayanan terhadap kebutuhan publik. Transformasi merupakan proses perubahan atau pembaharuan struktur sosial, sedang disisi lain mengandung makna proses perubahan nilai. Transformasi organisasi adalah aplikasi dari teori ilmu perilaku, sehingga jika dilihat dari perkembangan ilmu pengetahuan, transformasi organisasi merupakan perluasan dan disiplin ilmu perkembangan organisasi, yang mencoba untuk menciptakan perubahan besar didalam struktur organisasi, proses, budaya dan orientasi. Transformasi organisasi muncul karena variabel yang menjadi target transformasi organisasi yaitu kepercayaan organisasi, tujuan dan misi organisasi, yang ketiganya merupakan komponen dari visi organisasi berpengaruh pada level yang lebih dalam dan lebih bersifat fundamental dibandingkan dengan perubahan yang ditargetkan oleh organization development. Levy dan Merry yang dikutip oleh French, Bell dan Zawacki, (Vibriwati, 2000 : 4) mendefinisikan transformasi organisasi sebagai perubahan di banyak dimensi dan level, bersifat kualitatif, tidak continue dan radikal sehingga akan melibatkan suatu pergeseran paradigma. Sedangkan Ulrich 1997, (dalam Vibriwati, 2000:1), memberikan pandangan
mengenai transformasi sebagai usaha untuk merubah kesan yang fundamental dari aktivitas dilihat dari pelanggan dan karyawan. Transformasi berfokus pada penciptaan mind share. Transformasi dikatakan berhasil ketika pelanggan dan karyawan telah mengubah kesan mereka terhadap organisasi secara fundamental. Menurut Lancourt dan Savage (1995 : 42-49), seiring dengan munculnya isu transformasi berkembang tema-tema yang memberi ciri dan proses transformasi organisasi, sebagai berikut : 1. meredefinisi aktivitas dan memfokuskan pada pelanggan, artinya dengan adanya perubahan lingkungan maka organisasi harus melihat kembali tujuan aktivitasnya dan melakukan perubahan agar sesuai dengan kenyataan yang ada dilapangan. 2. pembentukan tim dan mendukung struktur non hirarkis. Pembentukan Tim tanpa melihatkan batas-batas organisasional. Pekerjaan diorganisasikan oleh Tim proyek, dimana orang yang bergabung dalam tim didasarkan pada keinginan dan kompetensinya. Jadi seluruh karyawan diharapkan dapat bekerja pada banyak proyek, setidaknya satu dalam kompetensi inti dan satu yang mereka telah dapat memberi nilai tambah berdasarkan keinginan dan kompetensinya yang lain. Dalam organisasi seperti ini struktur organisasinya lebih datar, misalnya organisasi hanya mempunyai tiga tingkatan atau level dalam organisasi, yaitu sponsor proyek, pemimpin proyek dan pendamping kerja proyek. 3. kepemimpinan dan berbagai nilai, artinya dalam organisasi fungsi kepemimpinan dibagikan pada setiap orang yang ada didalam organisasi. 4. perubahan dalam bahasa. Perubahan dalam bahasa ini penting dalam membantu membentuk pemikiran dan mengefektifkan proses perubahan yang dilakukan. Transformasi organisasi dan perubahan fungsi peran sumber daya manusia akan membuat organisasi semakin responsif dan peka terhadap perubahan serta memiliki kemampuan beradaptasi yang tinggi. Perubahan yang dilakukan harus menghasilkan prinsip dan keyakinan atas kesementaraan produk dari perubahan itu sendiri yang perlu
Transformasi Organisasi Kecamatan Di Kabupaten Majalengka
disikapi dalam konteks dinamis. Hal itu akan memacu anggota organisasi untuk lebih kreatif, inovatif dan selalu mengkondisikan terjadinya pembaharuan sehingga organisasi tetap mengikuti perkembangan dalam menjawab segala tantangan dan kesempatan yang ditawarkan oleh lingkungannya. Semangat untuk menjadi juara yang tertanam dalam diri setiap individu dalam organisasi memudahkan organisasi untuk menciptakan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Menurut Espejo (1996:333), transformasi organisasi menekankan pada perubahan yang spesifik berkaitan dengan struktur, proses, komunikasi, lingkungan, kinerja dan pembelajaran, yang dimulai dari transformasi individual. Perubahan transformasional merupakan perubahan skala besar berkaitan dengan pergeseran lingkungan yang utama, disebabkan oleh kebijakan pemerintahan baru, kemajuan teknologi, inovasi proses, penciptaan produk baru atau kompetisi global (Laud dalam Berger, 1994:305). Perlunya transformasi organisasi karena tidak dikehendaki adanya kondisi “bussiness as usual” atau “status quo” yang kontradiksi dengan kondisi lingkungan baru (Nolan dan Croson, 1995:4-6). Menurut Wibowo (1997:74), setiap organisasi baik organisasi bisnis maupun publik, memiliki prinsip-prinsip atau asumsi-asumsi bahwa organisasi dibangun dan berjalan tidak selamanya cocok (fits) dengan realitas lingkungan. Osborne dan Plastrik ( 2000:12-17) sebelum memberi definisi tentang pembaharuan perihal transformasi organisasi, mereka lebih dahulu menyampaikan tujuh kesalahan dalam definisi pembaharuan, yaitu : 1. pembaharuan pemerintah bukanlah perubahan dalam sistem politik; 2. pembaharuan bukan pula reorganisasi; 3. melakukan pembaharuan bukan pula sekedar menghilangkan pemborosan, kecurangan dan penyelewengan; 4. pembaharuan tidak sinonim dengan perampingan pemerintahan; 5. pembaharuan juga tidak sinonim dengan privatisasi; 6. pembaharuan pemerintahan juga bukan sekedar membuat pemerintahan lebih efisien; 7. pembaharuan tidak sinonim dengan
| 81
manajemen mutu terpadu atau rekayasa ulang proses bisnis. Jadi yang dimaksud dengan pembaharuan pemerintahan adalah transformasi sistem dan organisasi pemerintah secara fundamental guna menciptakan peningkatan dramatis dalam efektivitas, efisiensi dan kemampuan mereka untuk melakukan inovasi. Transformasi ini dicapai dengan mengubah tujuan, sistem intensif, pertanggungjawaban, struktur kekuasaan dan budaya organisasi pemerintah. Sejalan dengan pemikiran Osborn dan Plastrik sebagaimana tersebut di atas, bahwa transformasi organisasi berlangsung dalam analogi organisasi birokrasi sebagai "organisma" yang dapat hidup, tumbuh dan mati. Eksperimentasi transmisi genetika dengan demikian juga dapat dilakukan pada organisasi yang oleh Osborne dan Plastrik (2000). Oleh karena itu bagi organisasi yang berpandangan pada masa depan perlu memperhatikan adanya kecocokan beberapa asumsi dalam organisasi sebagaimana yang dikemukakan Drucker tentang “theory of the business” yang dituliskan Wibowo (1997:74) sebagai berikut : Theory of the business mengandung 3 (tiga) hal penting, yaitu: (1) adanya asumsi tentang lingkungan organisasi, yang menyangkut masyarakat dan strukturnya, pasar, customer, dan teknologi, (2) asumsi tentang perlunya misi organisasi yang spesifik dan (3) asumsi tentang perlunya memiliki kompetensi inti untuk mencapai misinya. Salah satu prinsip yang ditekankan dalam theory of the bussiness ini adalah bahwa di antara lingkungan, misi dan kompetensi organisasi harus ada kecocokkan. Organisasi yang bersifat statis tidak akan mampu memenuhi tuntutan kebutuhan lingkungan yang senantiasa berubah, sehingga “secara spesifik, tokohtokoh organisasi modern menjelaskan bahwa dibutuhkan organisasi baru berkenaan dengan perubahan lingkungan (produk, pasar, teknologi dan masyarakat) yang cepat” (Hatch, 1997:351). Baik organisasi yang berubah karena perubahan lingkungan maupun organisasi yang mempengaruhi terhadap perubahan lingkungannya menun-
82
|
Jurnal Good Governance Vol. 10 No. 1. Maret 2014
jukkan adanya kemauan dan kemampuan organisasi belajar (learning organization) melalui "proses transformasi", yaitu suatu proses penyesuaian diri terhadap perubahan dengan menampilkan dirinya sebagai
Daerah Kabupaten Majalengka, struktur organisasi Kecamatan sebagaimana disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Bagan Organsisasi Kecamatan di Kabupaten Majalengka subsistem dari sistem lingkungan dengan kemampuan beradaptasi baik secara reaktif maupun proaktif terhadap perubahan eksternalitas maupun internalitas sehingga dapat menjadi tempat atau wadah dalam mempermudah proses pelaksanaan pekerjaan yang makin berubah. Dengan memahami konsep/teori transformasi dan organisasi sebagaimana telah diuraikan di atas, dapat ditarik suatu pengertian. bahwa transformasi organisasi adalah suatu proses penyesuaian diri organisasi terhadap perubahan lingkungan ekstenal maupun internal, dengan menampilkan dirinya sebagai suatu subsistem dari sistem lingkungan yang lebih luas, yang memiliki kemampuan beradaptasi secara reaktif dan proaktif ternadap perubahan yang terjadi, serta mampu menjadi tempat atau wadah untuk mempermudah proses pelaksanaan pekerjaan yang selalu berubah. Berdasarkan Pasal 56 Peraturan Daerah No. 10/2009 tentang Organisasi Perangkat
Dalam rangka pelaksanaan tugas pemerintahan dan pembangunan pada tingkat kecamatan dilaksanakan oleh Kecamatan, yang berjumlah 26 kecamatan sebagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD), setiap kecamatan telah menyusun visi dan misi yang dijadikan acuan dalam menyusun berbagai aktivitas di masing-masing kecamatan. Berdasarkan surat Bupati No.137.1/Kep.233-Pem/2002 tentang pelimpahan sebagian wewenang Bupati kepada Camat, sebanyak 20 kewenangan telah didelegasikan oleh Bupati kepada Camat, dan 93 jenis pelayanan sebagian besar masih ada di tingkat kabupaten yang dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Terpadu (KPT) dan dinas/badan, Penyereahan sebagaian urusan harus memperhatikan potensi dan karakteristik daerah yang bersangkutan. Dari aspek sumber daya manusia aparatur di tingkat kecamatan sangat bervasiasi antara kecamatan dataran rendah, dataran tingggi, dan dataran terjal perbukitan. Karakteristik daerah mempengaruhi tingkat kompetensi Aparat kecamatan Begitu juga dalam dukungan sarana dan prasarana
Transformasi Organisasi Kecamatan Di Kabupaten Majalengka
termasuk aspek keuangan sebagai supporting dalam pelaksanaan tugas baik yang bersifat atributif maupun delegatif masih sangat terbatas. Dalam rangka memperkaya data sekunder dan sekaligus sebagai pembanding serta sebagai bahan dalam melakukan analisis, peneliti melakukan pengumpulan data sekunder dari laporan hasil penelitian, seperti: 1) Penelitian yang dilakukan oleh Pusat Studi Pembangunan dan Pertanian dan Pedesaan Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat Institut Pertanian Bogor bekerjasama dengan Democratic Reform Support Program United States Agency for International Development 2008, di 5 kabupaten, dengan fokus pada kecamatan yang berubah menjadi Organisasi Perangkat Daerah (OPD), dalam pelaksanaannya terdapat berbagai persoalan, antara lain : (1) adanya konflik kelembagaan di daerah, khususnya untuk di daerah Otonomi Khusus (UU No. 11/2006); (2) ketiadaan akses dalam perencanaan pengelolaan sumberdaya alam di wilayah kecamatan; (3) ruang yang diberikan oleh bupati untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat terlalu sempit; (4) sulit untuk melakukan koordinasi dengan UPTD di tingkat Kecamatan; (5) adanya kekosongan pengaturan kerjasama antar kecamatan; (6) adanya kebutuhan untuk standarisasi kapasitas SDM secara terencana dan terus menerus; 2) Penelitian yang dilakukan oleh Pusat Kajian dan Diklat Aparatur I LAN Jawa Barat pada tahun 2010, di 4 Kabupaten/Kota dengan lokus 8 kecamatan, dengan karakteristik yang berbeda-beda dan permasalahan sebagai berikut: (1) jenis dan jumlah kewenangan/ urusan yang didelegasikan oleh Bupati, (2) Jenis dan jumlah pelayanan, (3) struktur organisasi yang berbeda, (4) kompetensi Aparatur kecamatan yang diperlukan berbedabeda, , (5) belum semua memperoleh anggaran; (6) tidak jelas sektor apa yang harus menjadi tanggungjawab kecamatan, (7) luasnya tugas yang menjadi tanggungjawab kecamatan, (8) keterbatasan anggaran maupun sarana dan prasarana, (9) fungsi koordinasi di tingkat kecamatan yang sangat lemah, (10) fungsi pengawasan dan pembinaan kecamatan yang lemah. Permasalahan yang ditemukan oleh dua lembaga penelitian tersebut, hampir sama
| 83
dengan permasalahan kecamatan yang terjadi di Kabupaten Majalengka, antara lain (1) beban tugas camat yang berat setelah berubah menjadi OPD, (2) Kewenangan dalam melaksanakan tugas pembinaan, pengawasan dan koordinasi sangat lemah, (3) jenis kewenangan dari Bupati kepada Camat belum bisa dilaksanakan secara optimal, (4) jumlah SDM Aparatur baik kuantitas maupun kualitas tingkat kecamatan masih rendah; (5) pelayanan kepada masyarakat masih belum optimal. METODOLOGI Sejalan dengan tujuan yang telah disebutkan, penelitian menggunakan pendekatan kualitatif sehingga dapat digali tentang proses transformasi organisasi Kecamatan di Kabupaten Majalengka dan i faktor-faktor yang berpengaruh baik yang menghambat maupun yang mendorong transformasi organisasi Kecamatan. Data dikumpulkan dengan kombnasi metode, yaitu (1) wawancara mendalam (2) observasi (3). Focus Group Discussion (FGD), (4) telaah dokumen. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Majalengka, dengan pertimbangan bahwa: (1) Kabupaten Majalengka sedang dalam proses pembangunan, (2) untuk menghindari bias terhadap hasil penelitian, (3) mempunyai wilayah kerja Camat sebanyak, 26 Kecamatan, (4) Geografis Kabupaten Majalengka terdiri dari dataran rendah semi perbukitan, dan perbukitan terjal, yang masingmasing Kcamatan mempunyai potensi dan karakteristik yang berbeda. HASIL DAN PEMBAHASAN Transformasi Organisasi Kecamatan Pembahasan organisasi dengan menggunakan pendekatan teori transformasi organisasi, yang dikemukakan oleh Gouillat and Kelly (1995), sebagai berikut : Reframing Analisis transformasi organisasi dengan dimensi Reframing dengan indikator seperti mind, visi, misi, motivasi, komitmen, dan sistem pengukuran. Membangun mind bukan merupakan pekerjaan yang mudah, akan tetapi diperlukan waktu yang cukup, karena diperlukan adanya
84
|
Jurnal Good Governance Vol. 10 No. 1. Maret 2014
perubahan pola pikir (mind setting). Faktor dominan yang membentuk pola pikir seseorang adalah lingkungan dimana yang bersangkutan berada. Berkaitan dengan upaya transformasi organisasi kecamatan, maka untuk dapat merubah “mind” para pegawai tentunya termasuk Camat dan para pejabat di tingkat Kabupaten yang terkait dengan transformasi, mutlak diperlukan adanya perubahan pola pikir dalam menghadapi/menjawab berbagai tantangan. Setiap individu mempunyai potensi untuk berkembang, sehingga yang bersangkutan akan menjadi orang yang memiliki kompetensi. Membangun “mind” sesorang diawali dengan merubah pola pikir (mind setting) dari setiap individu untuk menuju keadaan yang diinginkan. Kondisi ini diperlukan semangat untuk belajar oleh setiap individu, karena merubah pola pikir hanya dapat dilakukan apabila yang bersangkutan melakukan proses pembelajaran secara terus menerus. Proses pembelajaran ini dipelopori oleh pemimpin organisasi, karena salah satu tugas pemimpin organisasi adalah membimbing, melatih para anggota organisasi. Oleh karena itu peran pemimpin dalam transformasi organisiasi dengan pendekatan reframing sangat menentukan. . Bagi organisasi pemerintah visi dan misi organisasi memiliki arti yang lebih vital lagi. Visi dan Misi bagi organisasi pemerintah tidak hanya mewujudkan tujuan organisasi pemerintah semata-mata dan bagaimana organisasi tersebut mewujudkan tujuan tadi, akan tetapi visi dan misi organisasi pemerintah juga harus mampu mencerminkan kehendak masyarakat luas dimana organisasi tersebut berada. Secara umum setiap OPD telah memiliki Renstra, yang memuat visi, misi, tujuan, sasaran, strategi, kebijakan, program dan kegiatan. Dengan rensta kegiatan organisasi akan terpandu selama 5 tahun, sehingga kinerja organisasi pemerintah akan jelas, terarah, terprogram, sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ditetapkan, sehingga dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsi yang diemban dengan efisien dan efektif, jelas dan akuntabel. Dengan memiliki visi anggota organisasi dan stakholder secara bersama-sama (share vision) akan dapat memberikan kepercayaan kepada para pelaksana, sehingga tugas dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang
akan dicapai. Proses penyusunan visi dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu : (1) pendekatan top down (dari atas ke bawah) ini berarti bahwa dalam penyusunan visi tidak melibatkan para anggota organisasi, akan tetapi lebih pada kebijakan yang dikeluarkan oleh unsur pimpinan. dan (2) pendekatan bottom up (pendekatan dari bawah ke atas), pendekatan seperti ini relatif lebih baik, karena dalam proses penyusunan visi melibatkan seluruh stakeholders organisasi, baik internal maupun eksternal. Motivasi yang baik adalah motivasi yang tumbuh dari dalam setiap indivisdu (innermotivation), sedangkan motivasi dari luar (atasan/pimpinan) motivasi yang bersifat semu,, karena apabila masih ada daya rangsang akan tergerak untuk berbuat begitu sebaliknya. Dalam menjaga motivasi yang telah terbina agar tetap terjaga dengan baik, maka berbagai upaya yang dilakukan dalam memelihara motivasi untuk mencapai perubahan yang diinginkan, antara lain: (1) Dilakukan melalui pendekatan secara person dengan mengetahui akar permasalahan yang ada dan juga melalui bimbingan dan pelatihan, (2) Menerapkan disiplin terhadap anggota organisasi dalam melaksanakan aturan yang ada/yang telah ditetapkan, (3) Merubah pola/regulasi atau sistem kerja yang sifatnya lama dengan pola kerja baru yang lebih efektif, efisien serta transparansi sesuai dengan perkembangan jaman, (4) Pimpinan mendorong bawahan melakukan aktualisasi diri dalam menunjang kinerja, (5) Pimpinan dapat memperhatikan sarana dan prasarana kelengkapan kantor sebagai penunjang pokok kinerja, (6) Hindari pertentangan dan menjadi penyelaras dalam organisasi agar tercipta teamwork yang solid. Untuk dapat meningkatkan kinerja, baik kinerja individu maupun kinerja organisasi motivasi mempunyai peran yang tinggi, dalam mensukseskan keberhasilan tujuan organisasi. Secara kodrati manusia bekerja adalah untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup terutama kebutuhan yang bersifat “basic needs”, karena manusia akan dapat mengembangkan kebutuhan lain yang lebih tinggi apabila kebutuhan yang bersifat dasar tersebut telah terpenuhi. Oleh karena itu sudah menjadi tugas seorang pemimpin untuk dapat memotivasi anggota organisasi agar dapat melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Disamping
Transformasi Organisasi Kecamatan Di Kabupaten Majalengka
memotivasi para anggota organisasi agar dapat meningkatkan kinerja organisasi, seperti pemberian pelayanan kepada masyarakat, juga diterapkan adanya punishment/hukuman terhadap anggota organisasi yang melanggar aturan, hal ini sebagai upaya dalam meningkatkan disiplin anggota organisasi. Adapun hukuman yang diberikan kepada anggota organisasi yang melanggar disiplin/aturan, seperti: (1) berupa teguran secara lisan dan tertulis (2) Di kecamatan, belum menerapkan hukuman terhadap anggota organisasi yang melanggar aturan, selama masih bisa dibina; Wujud komitmen yang ditunjukkan oleh anggota organisasi dalam pelaksanaan berbagai kegiatan, baik dalam pelaksanaan tugas yang menjadi tanggungjawabnya maupun tugas-tugas lain dari pimpinan, telah berjalan dengan baik. Oleh karena itu membangun komitmen terhadap anggota organisasi bukan pekerjaan yang mudah, karena orang telah menyatakan dirinya “komitmen” terhadap tugas yang diamanahkan dalam suatu organisasi, merupakan janji yang harus ditepati. Komitmen merupakan prinsip yang menjadi panduan perilaku untuk mengaktualisasikan dalam kehidupan yang nyata. Menurut hasil penelitian dalam tulisan Budaya Kerja Aparatur (LAN, 2004:68) menunjukkan “…bahwa pegawai yang memiliki komitmen tinggi kepada organisasi merupakan orang yang paling rendah tingkat stressnya dan dilaporkan bahwa mereka yang komitmen itu merupakan orang yang paling merasakan kepuasan dalam pekerjaannya itu”. Begitu juga sebagaimana dinyatakan oleh Goleman (dalam LAN, 2004:68) dinyatakan bahwa “orang yang berkomitmen adalah para warga organisasi teladan mereka bersedia menempuh perjalanan lebih panjang”. Komitmen adalah suatu pendirian atau keteguhan hati untuk tetap berpegang pada pelaksanaan visi, misi, tujuan, strategi, dan sasaran yang telah disepakati bersama. Urgensi komitmen dalam kehidupan organisasi terkait erat dengan kepercayaan dari masyarakat luas. Dalam hal ini juga termasuk komitmen dalam menyikapi perubahan yang akan terjadi dalam suatu organisasi. Penerapan sistem pengukuran kinerja dalam organisasi publik didasarkan pada Renstra Satuan Kerja Organisasi baik pada
| 85
instansi pemerintah pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota. Kecamatan sebagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD), Kabupaten, berdasarkan informasi yang diperoleh dari Informan, untuk Kecamatan di Kabupaten Majalengka, sudah menerapkan sistem pengukuran kinerja, seperti yang berlaku sekarang, yang berlaku bagi setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk provinsi, kabupaten/kota, juga untuk instansi tingkat pusat seperti Kementerian dan Non Kementerian. Oleh karena sistem pengukuran kinerja sudah diterapkan, maka renstra merupakan dasar dalam penyusunan kinerja. Transformasi organisasi kecamatan dengan pendekatan Reframing akan lebih memperjelas arah organisasi yang diawali dengan perubahan pola pikir anggota organisasi, disamping adanya motivasi dan komitmen yang kuat dari anggota organisasi untuk secara bersama-sama membangun organisasi kecamatan kedepan yang lebih efektif, sebagai wujud nyata dari proses transformasi organisasi Kecamatan itu sendiri. Transformasi organisasi kecamatan sudah merupakan tuntutan bukan hanya organisasi itu sendiri, akan tetapi juga tuntutan masyarakat akan kinerja organisasi terhadap pelayanan masyarakat. Trasnformasi organusasi Kecamatan belum optimal, walupun proses perubahan Kecamatan khususnya yang berkaitan dengan struktur sudah berubah. Perubahan GEN organisasi belum terjadi apalagi perubahan dalam “mind”/pola pikir para anggota organisasi Kecamatan. Prosess Reframing akan membuka cakrawala pola pikir aagar mampu mengembangkan visi dan pandangan baru yang lebih progresif tentang jatidiri (eksisitensi dan kompetensi) orgasnisasi dan birokrasi. Reframing tidak mudah dilakukan, karena adanya dinding penghalang alamiah (mental barrier) dalam bentuk keengganan untuk berubah, penolakan terhadap terobosan, keberpihakan pada status quo, dan penolakan terhadap nilai-nilai baru. Proses Reframing berusaha merobohkan dinding-dinding penghalang tersebut dan sekaligus menyiapkan mental untuk bergerak melewatinya. Proses tersebut akan mencakup perubahan pola pikir, motivasi, standar penilaian, dan bahkan juga nilai-nilai dan norma bisa ikut berubah.
86
|
Jurnal Good Governance Vol. 10 No. 1. Maret 2014
Restructuring Analisis transformasi organisasi dengan dimensi revitalize, dengan indikator bentuk organisasi, standar kompetensi merupakan satu kesatuan yang utuh. Dalam proses transformasi organisasi, restrukturisasi yang dimaksud adalah perubahan struktur organisasi kecamatan, dengan perubahan struktur, organisasi kecamatan, akan merubah pola pikir dan perilaku para anggota organisasi. Restrukturisasi organisasi kecamatan tentu menuju organisasi yang lebih efektif, dan mampu meningkatkan kinerja, khususnya pelayanan kepada masyarakat. Restrukturisasi organisasi merupakan upaya untuk menata ulang struktur organisasi, agar menjadi lebih ramping. Restrukturisasi ini dilakukan karena, organisasi yang ada dari segi ukuran sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan organisasi. Untuk melakukan restrukturisasi orgasnisasi langkah yang harus dilakukan adalah: (1) melakukan analisis jabatan, (2) melakukan analisis beban kerja, (3) menyusun uraian tugas setiap jabatan, sebagai dasar dalam penetapan standar kompetensi, (4)) menyusun standar kompetensi.. Dalam melakukan restrukturisasi
organisasi kecamatan, bukan hanya - hubungan kerja kecamatan dengan organisasi pemerintah lainnya diwilayah kecamatan, bahkan hubungan kerja dengan dinas/badan di wilayah kabupaten yang mempunyai relevansi dengan tugas-tugas kecamatan. Perubahan organisasi Kecamatan yang telah dikemukakan oleh Informan, tentu harus disikapi oleh para pengambil keputusan secara bijak. Dengan perubahan organisasi kecamatan menjadi organisasi perangkat daerah (OPD) akan membawa implikasi yang sangat besar. Satu hal penting yang harus dipikirkan adalah keberadaan Unit Pelaksana Tekjnis Daerah (UPTD) di Kecamatan. UPTD tersebut sebaiknya diserahkan kepada Kecamatan sebagai konsekwensi dari adanya penyerahan sebagaian wewenang dari Bupati kepada Camat. Dalam membangun model organisasi kecamatan di Kabupaten Majalengka, tetap harus memperhatikan PP No. 8/2003, PP No. 19/2008, Keprmendagri No. 158/2004, serta Perda No. 10/2009 tentang Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Majalengka, serta memperhatikan potensi dan karakterisitk daerah. Tiga model organisasi Kecamatan yang dirancang disajian pada Gambar 2, 3 dan 4.
Gambar 2 Model Struktur Organisasi Kecamatan dataran rendah dengan Tugas-Tugas Pelayanan kepada masyarakat.
Transformasi Organisasi Kecamatan Di Kabupaten Majalengka
Gambar 3 Model Struktur Organisasi Kecamatan dataran sedang, dengan Tugas-Tugas Pelayanan kepada masyarakat
Gambar 4 Model Struktur Organisasi Kecamatan dataran terjal/tebing dengan Tugas Pelayanan Kepada Masyarakat
| 87
88
|
Jurnal Good Governance Vol. 10 No. 1. Maret 2014
Bentuk organisasi yang diharapkan setelah dilakukan restrukturisasi adalah organisasi yang lentur yang dapat menampung berbagai masalah, khususnya yang bersifat eksternal, organisasi yang rentang kendalinya tidak terlalu panjang, dan yang lebih penting adalah organisasi yang dapat menampung karyawan dalam pengembangan karier. Kompetensi merupakan syarat mutlak pegawai dalam meningkatkan kinerja baik kinerja individu maupun kinerja organisasi. Dalam meningkakan kompetensi mengirimkan Pegawai ke lembaga-lembaga Diklat yang tugasnya menyelenggarakan diklat bagi para PNS, seperti Lembaga Administrasi Negara. Pengiriman pegawai untuk mengikuti diklat dikoordinir oleh Badan Kepegawaian Daerah, selaku pembina kepegawaian dilingkungan Pemerintah Kabupaten Majalengka. Kompetensi dianggap sebagai spesifikasi yang melekat pada diri pekerja sebagai sumberdaya. Menurut Klemp, 1980, kompetensi sebagai karakteristik seseorang yang menghasilkan kinerja efektif atau suporter pada waktu menjalankan suatu pekerjaan, sedangkan Spencer & Spencer, 1993, adalah karakteristik dasar dari individu yang secara sebab akibat berhubungan dengan kinerja seseorang Dari pengertian kompetensi sebagaimana tersebut di atas, bahwa kompetensi merupakan bauran antara knowledge, skills, dan attitude. Dengan kompetensi yang dimiliki oleh setiap individu dalam menjalankan tugas atau kewajibaannya akan dapat mendorong untuk dapat bekerja lebih baik. Oleh karena itu kompetensi setiap individu dalam organisasi mutlak harus terus menerus dikembangkan melalui berbagai kegiatan salahsatunya adalah pendidikan. Disamping jenis pendidikan, peningkatan kompetensi seorang Staf/anggota organisasi bisa dilakukan melalui belajar mandiri (self education). Untuk yang seperti ini perlu ada dorongan dari pimpinan agar staf/anggota organisasi terus belajar untuk mengisi ketertinggalan. Karena belajar adalah suatu proses dalam kehidupan. Hanya dengan belajar manusia akan dapat mengembangkan dan meningkatkan pengetahuannya. Menyiapkan insfrastruktur organisasi ke arah yang lebih prima, obyek utamanya adalah organ tubuh (body) organisasi atau birokrasi, dan tolok ukur utamanya adalah efisiensi, dan hasil akhirnya
adalah organisasi yang ramping, sehat, dan lincah. Restrukturisasi adalah proses yang biasanya memberikan lebih awal, tetapi juga yang paling menimbulkan streess. Keberhasilan melakukan restrukturisasi harus dibarengi dengan Renewal dan Revitalisasi agar sukses dapat terus dipertahankan dalam jangka waktu yang panjang. Proses restrukturing melatih dan menggerakkan seluruh kompoenen organisasi agar bergerak kearah yang diinginkan. Oleh karena itu Restrukturisasi harus mampu menembus seluruh nadi, otot, dan organ dalam tubuh organisasi, termasuk aset-aset dan sumberdaya yang dimilikinya. Proses-proses internal, system alokasi sumberdaya, strategi operasional, alur kerja serta sinergitas dan semua proses dan sumberdaya yang ada. Revitalize Analisis transformasi organisasi dengan pendekatan revitalize, dengan dimensi pelayanan, mekanisme kerja, dan informasi teknologi merupakan satu kesatuan yang utuh dalam melakukan analisis. Pelayanan merupakan kegiatan organisasi pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, baik dalam bentuk fisik maupun jasa. Salah satu bentuk pelayanan organisasi pemerintah kepada masyarakat adalah pelayanan dalam bentuk membangun infrastruktur dilingkungan wilayah kecamatan. Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat diperlukan standar-standar. Dengan SOP yang telah disusun sebagai dasar dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, belum semua petugas pelayanan mengerti, memahami dan memaknai SOP dimaksud, persoalannya adalah kurang sosialisasi dan internalisasi kepada para anggota organisasi, apalagi sosialisasi kepada masyarakat. UU No. 25/2009 sebenarnya telah memberikan rambu-rambu untuk dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan baik, Rambu-rambu tersebut antara lain telah diamanatkan agar instansi pusat untuk menyusun standar pelayanan publik, yang ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah, kabupaten/kota untuk menyusun Standar Pelayanan Prima (SPM) yang ditindaklanjuti dengan penyusunan Standar Operating Prosedur (SOP) oleh setiap OPD sebagai dasar dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. SPM dan SOP sebagai upaya yang dilakukan
Transformasi Organisasi Kecamatan Di Kabupaten Majalengka
oleh pemerintah dalam kegiatan pelayanan kepada masyarakat untuk mencapai pelayanan prima. Mekanisme kerja merupakan tata urut/proses penyelesaian pekerjaan yang dilaksanakan oleh satuan kerja/orang-orang tertentu dalam suatu organisasi. Untuk lebih mudah dipahami oleh anggota organisasi maupun oleh stakeholder, mekanisme kerja yang ada perlu dituangkan dalam bentuk SOP, yang ditetapkan oleh Pimpinan Organisasi. Dengan adanya mekanisme kerja yang telah ditetapkan dalam bentuk SOP, perlu dilakukan internalisasi dan sosialisasi kepada anggota organisasi, hal ini dimaksudkan agar anggota organisasi deapat memahami dengan baik. Disamping itu juga perlu ada kegiatan sosialisiasi kepada stakeholders agar mekanisme kerja yang telah disusun dan dituangkan dalam SOP dapat dipahami dengan baik. Meksnisme kerja merupakan salah satu yang harus ditataulang, kaitannya dengan reformasi birokrasi yang sudah merupakan kebijakan nasional. Hal ini diharapkan akan dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, oleh karena itu setiap kegiatan pelayanan yang ada dilingkungan pemerintahan wajib untuk dibuat mekanisme kerja yang dituangkan kedalam standar operating prosedure (SOP). Dengan pemanfaatan teknologi (IT), diharapkan dapat mendorong terjadinya suatu perubahan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang lebih baik. Revitalisasi terhadap kegiatan pelayanan diarahkan pada peningkatan pelayanan kepada masyarakat, sehingga terwujud harapan masyarakat yaitu pelayanan prima. Revitalisasi terhadap mekanisme kerja diarahkan akan terjadi efisiensi dan efektivitas dengan adanya penyederhanaan prosedur dan SOP yang akan memperjelas tentang apa yang dilakukan, siapa yang melalukan, kapan dilakukan, dimana dilakukan,, mengapa dilakukan, dan bagaimana melakukan. Berkenaan IT dengan telah dikeluarkan Inpres no.6/2001/ tentang Telematika yang menyatakan bahwa Aparat Pemerintah harus menggunakan teknologi telematika (telekomunikasi, media dan informatika) dalam mendukung good governance dan mempercepat proses demokrasi, khususnya dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Kontribusi kecamatan pada derajat pelayanan publik, merupakan media
| 89
koordinasi pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan antara satuan pemerintahan otonom desa, kelurahan, masyarakat serta kelembagaan pemerintahan otonom daerah maupun perangkat instansi vertikal. Efektivitas koordinasi organisasi, menjadi salah satu aspek yang diharapkan menjadi akseleratif reformasi birokrasi pelayanan publik. Transformasi organisasi kecamatan, dengan dimensi revitalisasi dengan indikator pelayanan, mekanisme kerja, dan penggunaan IT, pada dasarnya adalah melakukan penataan ulang terhadap kegiatan pelayanan, dengan menata kembali Standard Operasional Prosedur (SOP) yang tetap ditetapkan sebagai mekanisme kerja yang disusun dengan memperhatikan prinsip-prinsip pelayanan, seperti jelas, mudah, murah, cepat, transparan dan akuntabel. Dengan kemajuan teknologi, maka kegiatan pelayanan dapat didukung dengan informasi teknologi yang akan mempercepat dan mempermudah masyarakat dalam memperoleh pelayanan serta menghindari adanya penyimpangan dalam pemberian pelayanan. Baik pelayanan dasar yang meliputi pendidikan dan kesejahteraan masyarakat maupun pelayan umum yang bersifat administratif. Analisis Renewal Analisis Renewal dengan indikator structure rewards, build individual learning, development organisation. Disamping adanya sistem reward yang diberikan kepada pegawai yang mempunyai kinerja tertentu, juga hukuman (punishment) juga diterapkan bagi pegawai yang melanggar aturan atau disiplin. Hal ini dimaksudkan untuk membangun disiplin bagi anggota organisasi yang melanggar aturan sebagaimana dinyatakan dalam Perpres No. 53/2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Berdasarkan UU No. 43/1999 atas perubahan UU No.8/1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, dikenal adanya gaji sekala tunggal dan gaji sekala ganda. Selanjutnya berdasarkan Perpres No. 81/2010 tentang Grand design Reformasi Birokrasi, dijelaskan percepatan reformaai birokrasi, antara lain “peningkatan kesejahteraan pegawai negeri”. Dikaitkan dengan reward bagi pegawai negeri yang berkinerja. Dengan reneval, organisasi diharapkan akan lebih tanggap terhadap berbagai tuntutan
90
|
Jurnal Good Governance Vol. 10 No. 1. Maret 2014
stakeholder dalam memenuhi kebutuhannya. Pendekatan renewal dalam transformasi organisasi kecamatan, sebenarnya belum dapat mendorong kinerja organisasi secara signifikan, karena renewal yang dimaknai sebagai pembaharuan dan peningkatan kapasitas anggota organisasi baik pengetahuan maupun ketrampilan memerlukan kiat lain disamping struktur reward yang harus dibangun. Berkenaan dengan pembaharuan organisasi, disamping adanya sistem reward bagi pegawai, hal lain yang juga tidak kalah pentingnya, adalah membangun belajar bagi anggota organisasi/pegawai secara tim dalam menghadapi perubahan yang akan
terjadi. Pembaharuan organisasi memerlukan semangat anggota organisasi/ pegawai dengan dorongan dan komitmen dari seorang pemimpin. Dengan mencermati semangat dan keterbatasan untuk dapat meningkatkan pengetahuan secara mandiri, cukup berat oleh karena semangat membaca untuk belajar secara mandiri harus didorong oleh pimpinan unit kerja. Pimpinan organisasi/unit kerja memegang peran yang sangat penting untuk anggota organisasi menjadi berkualitas. Untuk dapat mendorong agar para anggota organisasi dapat mengembangan diri, peran seorang atasan/pemimpin sangat besar. Memberi peran/penugasan yang menantang kepada staf/anggota organisasi merupakan salah satu cara, agar pegawai dapat membangun diri untuk belajar. Salah satu instrumen untuk mewujudkan perubahan organisasi adalah dengan melakukan pengembangan organisisasi. Pengembangan organisasi, adalah: suatu proses sadar dan berencana untuk mengebangkan kemampuan organisasi, sehingga mencapai dan mempertahankan suatu tingkat optimum prestasi yang diukur berdasarkan efisiensi, efektivitas, dan kesehatan. Maksud pengembangan organisasi adalah mengembangkan kemampuan organisasi didalam berbagai proses yang membantu mewujudkan potensi, sampai titik dimana prestasi optimum diprogram secara teratur, dan bukan secara berkala. Proses Renewal fokus pada SDM sebagai nyawa dan sekaligus motor penggarak
organisasi. Kalau digabungkan dengan keempat komponen transformasi organisasi, maka Reframing berada pada bisnis rasionalnya. Restrukturing membedah dan menelaah organorgan organisasi. Revitalisasi bergerak pada domain lingkungan strategis, maka Renewal berfungsi membangun dimensi spiritual atau nafas yang menjadi semangat organisasi. Renewal melihat organisasi sebagai entitas yang memiliki emosi dan spirit, yang juga mampu menggerakkan emosi, sebagaimana halnya manusia.Spiritualitas inilah yang menjadi kunci utama organisasi-organisasi yang sukses. Tanpa adanya penjiwaan spriritualtas, maka transformasi organisasi tidak akan berhasil., karena spirit untuk belajar dan berkembang adalah bagian yang inherent dari karakter orang-orang tang sukses. Demikian juga halnya dengan organisasi yang sukses adalah organisasi yang pembrlajar. Dari hasil analisis 4 dimensi transformasi organisasi kecamatan di Kabupaten Majalengka di atas, seperti Reframing, Restructuring, Revitalize, dan Renewal, bahwa transformasi organisasi Kecamatan di Kabupaten majalengka belum berjalan secara optimal dan terstruktur sesuai dengan allur pikir transformasi organisasi. KESIMPULAN Perubahan organisasi Kecamatan di Kabupaten Majalengka sudah berjalan sejak perubahan UU No. 5/1974 diganti dengan UU No. 22/1999 yang kemudian diganti dengan UU No. 32/2004. Proses Transformasi organisasi kecamatan di Kabupaten Majalengka belum optimal. Dari 26 Kecamatan yang ada di Kabupaten Majalengka sesuai peraturan perundangan, struktur, kedudukan, tugas pokok dan fungsi, hubungan kerja sudah berubah, namun dari sisi pola puikir, nilai-nilai kerja, budaya kerja masih belum berubah. Ini berarti bahwa proses transformasi organisasi kecamatan di Kabupaten Majalengka sangat lamban. Dalam proses transformasi organisasi, tidak semua dimensi transformasi diterapkan secara berurutan, akan tetapi ada juga yang menggunakan dimensi transformasi yang paling tepat dan dapat menjadi pengungkit dimensi lainnya, misal dengan Reneval terlebih dahulu, dengan asumsi bahwa dengan struktur
Transformasi Organisasi Kecamatan Di Kabupaten Majalengka
reward, building individual learning, dan pengembangan organisasi dapat meningkatkan semangat kerja untuk meningkatkan kinerja organisasi. Teori transformasi organisasi sebagaimana disebutkan oleh Goulliart dan Kelly yang menjadi acuan dalam penulisan ini, sebagai temuan baru bahwa penerapan 4 dimensi transformasi organisasi tidak harus dilakukan secara berurutan, akan tetapi bisa dipilih mana yang paling cocok sesuai dengan institusi yang akan menerapkannya. Khusus untuk dimensi Reframing indikatornya dikembangkan menjadi Mind, Visi, Misi, Motivasi, Komitment, dan sistem pengukuran. Sedangkan untuk dimensi Restrukturisasi dikembangkan bentuk organisasi, analisis jabatan, analisis beban kerja, dan kompetensi. Berdasarkan temuan-temuan sebagaimana disajikan di atas dapat direkomendasikan beberapa hal: (1) Untuk dapat menerapkan transformasi organisasi Kecamatan di Kabupaten Majalengka secara optimal, diperlukan semangat dari unsur pimpinan beserta aparat Pemda yang melakukan pembinaan terhadap Kecamatan, (2) Kecamatan sebagai OPD yang diberi tugas untuk melaksanakan tugas atributif, delegatif dari Bupati yang juga bersifat lintas sektor di wilayah Kecamatan, agar didukung dengan sumberdaya yang memadai, (3) Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) yang ada di wilayah Kecamatan, sebaiknya dilebur menjadi Aparat Kecamatan, (4) Pelimpahan sebagian wewenang/urusan pemerintahan kepada Camat, perlu disesuaikan dengan potensi dan karakterisitk wilayah kecamatan, (5) Walaupun kedudukan kecamatan sebagai OPD, sebagai konsekuensi dari pelaksanaan tugas artibutif, sebaiknya kecamatan tetap berperan sebagai pembina wilayah.
REFERENSI Azizi, A.Q., 2007, Change Management dalam Reformasi Birokrasi, Jakarta : Gramedia. Balk, Walter, I, 1996, Managerial Reform and Profesional Empowerment in The Public Service, Connecticut : Quorum Books. Bass, Bernard M, and Avolio, Bruce, J, 1993, Transformational Leadership and Organizational Culture, PAQ, Spring.
| 91
Brown, A, 1998, Organizational Culture, Singapore: Prentice Hall Burke, W, Warner, 2008, Organization Change: Theory and Practice, Los Angeles: Sage Publication. Cribbin, James J, 1985, Strategi Mengefektifkan Organisasi, Jakarta : PT Pustaka Binaman Pressindo. Dubrin, A.J. 2001, Leadership : Research Findings, Practices, and skills, Tird Edition, Boston: Houghton Mifflin Cxompany. Dwiyanto, Agus, 2006, Reformasi birokrasi publik di Indonesia, Yogyakarta : UGM Press. Franscis J. Gouillart and James N. Kelly, 1995, Transforming the Organization, New York San Francisco, Washington DC: McGraw-Hill, Inc, Gerloff, E, A, 1985, Organizational Theory and Design, New York, : McGraw-Hill. Hartanto, Frans Mardi, 2009, Paradigma baru Manajemen Indonesia, Bandung: Mizan – PT.Integre Quadro, Hick, G. Herbert dan Gulle, G. Ray, 1996, Organisasi Teori dan Tingkah Laku, Jakarta : Bumi Aksara. Holland, Lan and Jenny Flemming (eds), 2003, Government Reformed: Values and New Political Institutions, Burlington: Ashgate Publishing Limited. Kasali, Rhenald, 2007, Re-Code: Your Changing DNA, Jakarta : Gramedia. Kristiadi, JB, 1997, Dimensi Praktis Manajemen Pembangunan di Indonesia, Jakarta : STIA LAN, Kusdi, 2009, Teori Organisasi dan Administrasi, Jakarta : Penerbit Salemba Humanika, Lalu, M Kolopaking, 2008, Proses-proses kebijakan menata kembali kedudukan dan peran Kecamatan, Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB, bekerjasama dengan Democratic Reform Support Program USAID,
92
|
Jurnal Good Governance Vol. 10 No. 1. Maret 2014
Lembaga Administrasi Negara, 2003, SANKRI, Buku I Prinsip-prinsip penyelenggaraan Negara, Jakarta, Lembaga Administrasi Negara, 2010, Penelitian efektivitas kelembagaan kecamatan, Bandung : Pusat Kajian dan Diklat Aparatur I, LAN, Republik Indonesia, UU No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik, Republik Indonesia, UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah
Desentralisasi Pemberian Izin Pertambangan Batubara
| 93
DESENTRALISASI PEMBERIAN IZIN PERTAMBANGAN BATUBARA DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN KUTAI TIMUR PROVINSI KALIMANTAN TIMUR H. Isran Noor Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur
ABSTRAK Desentralisasi pada satu sisi telah memberikan maanfaat misalnya peningkatan kualitas pelayanan, pada sisi yang lain juga menyisakan permasalahan misalnya dalam hal pengaturan dan pelaksanaan wewenang (otonomi daerah). Desentralisasi khususnya dalam pemberian izin pertambangan batubara di Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur masih mengalami masalah. Terdapat beberapa faktor yang menentukan tingkat efektivitas desentralisasi perijinan pertambangan batu bara di Kutai Timur, termasuk di dalamnya factor kebijakan (perundang-undangan). Belum optimalnya efektivitas desentralisasi perijinan pertambangan dapat berdampak pada terhambatnya peningkatan investasi dan juga menghambat peningkatan pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Kata Kunci: desentralisasi, perijinan, pertambangan, batubara, otonomi daerah, Kutai Timur.
PENDAHULUAN Perguliran reformasi penyelenggaraan sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia merupakan suatu perubahan sistem pemerintahan yang sentralistik menjadi sistem pemerintahan yang desentralistik sebagaimana diatur atau disahkan dalam UU No. 22/1999 dan direvisi dengan UU No. 32/2004 serta diubah menjadi UU No. 8/2005 dan kemudian diubah lagi menjadi UU NO. 12/2008 tentang Pemerintahan Daerah. Pelaksanaan urusan pemerintahan, diberlakukan PP No. 38/2007 antara lain mengatur bahwa urusan wajib dan urusan pilihan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dengan aturan yang mapan. Penilaian desentralisasi pemberian izin pertambangan batubara dalam penyelenggaraan otonomi daerah sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Karena izin pertambangan batubara untuk mendukung jalannya roda pemerintahan daerah diperlukan dana yang tidak sedikit dapat membagi adil dan merata dengan aturan yang baku hasil potensi
kekayaan daerah untuk kesejahteraan masyarakat yang tertuang dalam UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah Pasal 176 yang menyatakan : Pemerintah daerah dalam meningkatkan perekonomian daerah dapat memberikan insentif dan/atau kemudahan kepada masyarakat dan/atau investor yang diatur dalam Peraturan Daerah dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Dalam konteks perekonomian daerah, pencantuman pasal tersebut jelas mengandung desentralisasi pemberian izin pertambangan batubara dalam penyelenggaraan otonomi daerah memandang penting peningkatan investasi di daerah untuk meningkatkan pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan jumlah nilai atau jumlah nilai barang atau jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh usaha dalam satu tahun yang meliputi pertumbuhan ekonomi, perluasan lapangan kerja, peningkatan pendapatan perkapita, dan perluasan hasil pembangunan. Oleh karena itu, peningkatan investasi atau penanaman modal dalam negeri dan modal asing pada
94
|
Jurnal Good Governance Vol. 10 No. 1. Maret 2014
pertambangan batubara menjadi sangat penting dan bernilai strategis dalam penyelenggaraan otonomi daerah untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagai pelimpahan kewenangan dan tanggungjawab yang besar bagi pemerintah daerah untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi komunitasnya, sehingga pemerintahan daerah mengambil prakarsa sepenuhnya, baik yang menyangkut kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, maupun pembiayaannya menjadi urusan rumah tangganya sendiri. Kenyataannya Pemerintah Pusat masih memegang tanggungjawab secara keseluruhan dalam penyelenggaraan pemerintahan umum di daerah dengan memberikan pengakuan terhadap otonomi daerah sebagai kewajiban pemerintah daerah untuk mensukseskan pemberian izin pertambangan batubara dalam penyelenggaraan otonomi daerah yang telah dirumuskan oleh Pemerintah Pusat. Maka persoalan desentralisasi banyak menghadapi hambatan dan tantangan sebagai penyelenggaraan otonomi daerah yang terjadi sebagai akibat ketidaksempurnaan peraturan perundangan-undangan dan penuh ketidakpastian dari Pemerintah Pusat untuk mensinergikan interaksi, interelasi dan interdependensi berbagai faktor (Cheema dan Rondinelli, 1983: 28) yang ditentukan oleh; environmental conditions, interorganizational relationships, resources program for implementation, and characteristic of implementing agencies yang sempat mencuat ke permukaan dan menjadi isu nasional sebagai cerminan terhadap buruknya pemberian izin pertambangan batubara dalam penyelenggaraan otonomi daerah antara lain: 1. Lembaga/Kementerian tidak mengeluarkan atau kewenangan izin pertambangan batubara, karena usaha pertambangan batubara seringkali ada di wilayah kehutanan, maupun perkebunan, maka Kementerian Kehutanan, Kementerian Perkebunan, Kementerian Pertanian, Kementerian Pertambangan dan Energi, Kementerian Parawisata dan Ekonomi Kreatif. 2. Badan Pertanahan Nasional (BPN) mengeluarkan “Surat Pelepasan” atau Izin Pinjam Pakai atas wilayah hutan maupun
perkebunan. Kedua, pada lingkup daerah kewenangan izin pertambangan batubara dalam penyelenggaraan otonomi daerah diberikan oleh Kepala Daerah kepada para investor. Artinya pelimpahan wewenang, penyerahan urusan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah mempunyai hak dan kewajiban untuk mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri. Lembaga/ Kementerian Kehutanan, Kementerian Perkebunan, Kementerian Pertanian, Kementerian Pertambangan dan Energi, Kementerian Parawisata dan Ekonomi Kreatif, serta Badan Pertanahan Nasional pemberian izin pertambangan batubara dalam penyelenggaraan otonomi daerah sebagai amanat dari: a. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, mengatur bahwa pengelolaan sumber daya hutan antara lain menebang tanpa izin, menebang dekat sumber air (waduk), menebang tidak sesuai izin, menebang dikawasan lindung dan taman nasional, membunuh satwa dan pohon yang dilindungi, menyelundupkan kayu, memproses kayu illegal, menyuap petugas kehutanan, gagal bayar dana reboisasi dan lainnya, menjadi kewenangan Kementerian Kehutanan. b. Undang-Undang Nomor 18 tahun 2004 Tentang Perkebunan, mengatur bahwa sebagai negara agraris yang sebagian besar mata pencaharian penduduknya bertani dan berkebun tentu diperlukan suatu perangkat hukum atau peraturan sebagai landasan hukum untuk mengembangkan perkebunan mewujudkan kesejahteraan masyarakat di Indonesia. Permasalahan timbul akibat kurangnya pemahaman di kalangan pejabat pusat dan daerah mengenai desentralisasi dan fungsi masing-masing serta tidak seimbangnya sumber daya dan dana di antara instansi vertikal maupun dinas daerah yang urusannya sejenis misalnya pemberian izin pertambangan batubara dalam penyelenggaraan otonomi daerah, sehingga terjadinya tumpang tindih (over lapping), duplikasi, kekosongan, dan saling ambil alih fungsi regulasi yakni Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999
Desentralisasi Pemberian Izin Pertambangan Batubara
Tentang Kehutanan, dan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2004 Tentang Perkebunan. PERTAMBANGAN BATUBARA DI KABUPATEN KUTAI TIMUR DAN DESENTRALISASI PEMBERIAN IZIN PERTAMBANGAN BATUBARA. Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita Kabupaten Kutai Timur yang merupakan jumlah nilai atau jumlah nilai barang atau jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh usaha dalam satu tahun. PDRB per kapita dan pendapatan regional per kapita Kabupaten Kutai Timur dari sektor pertambangan batubara periode Tahun 2008 sampai 2012 disajikan pada Tabel 1.
| 95
batubara di Kabupaten Kutai Timur, kemudian menyusul pertambangan migas, pertanian dengan sub sektor kehutanan. Dominannya sumbangan pertambangan batubara di Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur terdapat potensi batubara sebesar 9.508,19 juta metric ton atau 45,35 persen dari cadangan. Maka layaklah bila Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Timur menjadikan batubara sebagai salah satu potensi pengelolaan yang produktif diandalkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang berkaitan desentralisasi pemberian izin pertambangan batubara dalam penyelenggaraan otonomi daerah ideal dilandasi dengan niat yang tulus dan rasa pengabdian yang tinggi.
Tabel 1 PDRB Per Kapita dan Pendapatan Regional Per Kapita Kabupaten Kutai Timur Sektor Pertambangan Batubara Tahun 2008 – 2012 Batubara (Rp)
Tahun
Penduduk Pertengahan Tahun (Orang)
PDRB Per Kapita
Pendapatan Regional Per Kapita
2008
195.635
18.558.198
13.660.882
2009
204.731
20.033.311
14.774.195
2010
255.637
18.655.674
13.861.970
2011
265.521
20.916.039
15.516.327
2012
279.718
22.847.298
16.977.011
Sektor pertambangan batubara mengalami pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kutai Timur setiap tahun meningkat dengan memiliki luas wilayah 35.747,50 km2 dan terbagi menjadi 18 wilayah kecamatan dan 135 desa/kelurahan, menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Kutai Timur cukup signifikan. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kutai Timur antara lain terungkap dari data keuangan bahwa untuk tahun anggaran 2013 Anggaran Pendapatan Daerah (APBD) Kabupaten Kutai Timur mencapai Rp 6.391 triliun. Pertambangan batubara yang sangat dominan dan memegang peranan penting sejak tahun 2008 pertumbuhan sebesar 12,83 persen meningkat produksi
Pertambangan batubara tidak saja menjadi pilihan bisnis yang menguntungkan bagi kalangan pengusaha, akan tetapi merusak lingkungan bila dilakukan secara masif. Hal ini telah menyebabkan proses desentralisasi pemberian izin pertambangan batubara dalam penyelenggaraan otonomi daerah di Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur belum efektif sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Akumulasi dari keterlambatan proses desentralisasi pemberian izin pertambangan batubara dalam penyelenggaraan otonomi daerah di Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur menyebabkan banyak objek pertambangan batubara yang
96
|
Jurnal Good Governance Vol. 10 No. 1. Maret 2014
tidak dikelola secara efektif oleh pengusaha pertambangan batubara sehingga menjadi faktor pengungkit bagi perluasan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat setempat. Desentralisasi pemberian izin pertambangan batubara dalam penyelenggaraan otonomi daerah telah menyebabkan ketidakjelasan kewenangan pemerintah daerah sebagai amanat dari Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, mengatur bahwa pengelolaan sumber daya hutan dan UndangUndang Nomor 18 tahun 2004 Tentang Perkebunan. Ketidakjelasan desentralisasi yang mengatur pemberian izin pertambangan batubara dalam penyelenggaraan otonomi daerah di Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur telah berimplikasi terhambatnya proses kewenangan izin pertambangan batubara dalam penyelenggaraan otonomi daerah secara langsung menghambat peningkatan investasi dan juga menghambat peningkatan pertumbuhan PDRB. Implikasi lain dari adanya kesenjangan di antara desentralisasi yang mengatur pemberian izin pertambangan batubara dalam penyelenggaraan otonomi daerah di Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur kepada investor terjadi karena yang menyebabkan kegiatan investasi di daerah menurun. Dampak dari kesenjangan ini tentu tidak terbatas pada rendahnya produktivitas daerah, menyempitnya lapangan kerja, dan kesulitan dalam meningkatkan pendapatan masyarakat; namun berdampak pula terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah. Dampak ini tentu tidak mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Padahal setiap desentralisasi yang mengatur pemberian izin pertambangan batubara dalam penyelenggaraan otonomi daerah di Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur kepada para investor dengan sendirinya kegiatan investasi di daerah bisa menstimulus berbagai aktivitas perekonomian masyarakat setempat. Misalnya, kegiatan investasi pertambangan batubara tidak menciptakan lapangan kerja bagi penduduk di sekitar lokasi pertambangan tersebut, namun menstimulus juga pertumbuhan kelompok usaha masyarakat yang terkait dengan kegiatan sosial ekonomi perusahaan yang mengelola usaha pertambangan batubara. Permasalahan lain terkait dengan tumpang tindih (over lapping), duplikasi,
kekosongan, dan saling ambil alih fungsinya desentralisasi pemberian izin pertambangan batubara dalam penyelenggaraan otonomi daerah di Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur telah menyebabkan sejumlah perusahaan pertambangan batubara yang tidak produktif, karena kewenangan izin pertambangan batubara dalam penyelenggaraan otonomi daerah masih bermasalah untuk menggerakkan seluruh usaha pertambangan batubara. Persoalan ini segera diatasi, karena belum efektifnya desentralisasi pemberian izin pertambangan batubara dalam penyelenggaraan otonomi daerah di Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur tentu tidak terbatas pada kalangan pengusaha pertambangan batubara saja, namun bisa berdampak terhadap perekonomian masyarakat setempat, termasuk berdampak terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah. Dampak langsung yang menyentuh masyarakat adalah bahwa kegiatan penambangan batubara kurang diandalkan untuk memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha. Padahal perluasan lapangan kerja dan kesempatan usaha itulah yang diperlukan masyarakat setempat untuk meningkatkan produktivitas kerja atau efisiensi usaha dalam rangka meningkatkan pendapatan dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Pengelolaan sumber daya kekayaan alam meliputi pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan pertanahan merupakan komoditi yang menjanjikan menghasilkan keuntungan bagi negara dan masyarakatnya. Pengelolaan sumber daya kekayaan alam menggerakan perekonomian di daerah sekitarnya, yaitu meningkatkan pembangunan dan sektor bisnis, selain itu meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui penyerapan tenaga kerja. Dalam sektor investasi, pengelolaan sumber daya kekayaan alam meningkatkan investasi dari dalam dan luar negeri. Dalam pengelolaan sumber daya alam hendaknya merperhatikan: memperhitungkan masa depan dan lingkungan hidup; kontrol atas sumber daya alam; potensi sumber daya kekayaan alam wilayah yang bersangkutan; dan kemampuan mengeskplorasi sumber daya kekayaan alam. Desentralisasi pemberian izin pertambangan batubara dalam penyelenggaraan otonomi daerah di Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur yang mana mengakibatkan pembangunan tidak berkelan-
Desentralisasi Pemberian Izin Pertambangan Batubara
jutan dari pengelolaan sumber daya kekayaan alam yang terencana dan terukur dengan mempertimbangkan dampak lingkungan hidup serta taat hukum dalam rangka ketahanan nasional dilihat dari konteks lokal/daerah, regional, nasional maupun internasional. Potensi ancaman dari konteks lokal/daerah menganggu kepentingan masyarakat lokal/daerah, sedangkan konteks nasional ketahanan nasional terganggu jika ada unsurunsur bangsa yang terlalu menonjolkan kepentingan golongan atau berorientasi sektoral. Dari segi regional diperlukan pemupukan semangat solidaritas dan kerjasama yang saling menguntungkan dengan negaranegara kawasan, sehingga menangkis ancaman disintegrasi di dalam negeri serta mengantisipasi intervensi internasional yang mungkin datang terhadap salah satu negara terkait pengelolaan sumber daya kekayaan alam. Menjadi persoalan dihadapi belum jelasnya desentralisasi pemberian izin pertambangan batubara dalam penyelenggaraan otonomi daerah yang dibangun kerjasama antar tingkat Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk melaksanakan tugas pemerintahan bersifat konkuren yang belum pernah dilakukan pertambangan batubara yang ditentukan oleh kondisi lingkungan, hubungan interorganisasional, sumber daya yang tersedia, dan karakteristik instansi pelaksana dalam konsep desentralisasi. Oleh karena itu, penulis tertarik melakukan penelitian dalam rangka penyusunan disertasi guna mengungkap mengapa desentralisasi pemberian izin pertambangan batubara dalam penyelenggaraan otonomi daerah di Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur hingga kini masih bermasalah. FAKTOR-FAKTOR DESENTRALISASI PEMBERIAN IZIN PERTAMBANGAN BATUBARA DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH Faktor yang berperan dalam proses desentralisasi pemberian izin pertambangan batubara dalam penyelenggaraan otonomi daerah di Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia antara pemerintah pusat dan daerah di dalam pelaksanaannya tidak terlepaskan dari penggunaan beberapa asas
| 97
penyelenggaraan pemerintahan di daerah desentralisasi. Asas pertama, perumusan kebijakan (policy making), pelaksanaan kebijakan (policy execution) serta evaluasi terhadap kebijakan ditentukan oleh pemerintah pusat. Asas kedua, mempunyai banyak pengertian sebagai berikut: Ruiter dalam Hoogerwerf (1983:500) menyatakan bahwa: “Desentralisasi adalah pengakuan atau penyerahan wewenang oleh badan-badan umum yang lebih tinggi kepada badanbadan umum yang lebih rendah untuk secara mandiri dan berdasarkan pertimbangan kepentingan sendiri mengambil keputusan. Pengaturan dalam pemerintahan serta struktur wewenang yang terjadi dari hal itu”. Menurut Cheema dan Rondinelli (1983:18) memberikan pengertian desentralisasi dalam arti luas, yaitu: “Decentralization is the transfer of planning, decision making, or administrative authority from the central government to its field organizations, local administrative units, semiautonomous and parastatal organizations, local government, or non government organizations. Maksud Cheema dan Rondinelli mengacu pada kaidah perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, desentralisasi pemberian izin pertambangan batubara dalam penyelenggaraan otonomi daerah di Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur merupakan penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi pilihan utama dalam penyelenggaraan pemerintahan. Pilihan ini didasarkan pada adanya beberapa keuntungan dan kebaikan desentralisasi itu sendiri. Kaho (2001:13) mengidentifikasikan beberapa keuntungan yang diperoleh dengan dianutnya sistem desentralisasi, yaitu : 1. Mengurangi bertumpuknya pekerjaan di pusat pemerintahan. 2. Dalam menghadapi masalah yang amat mendesak yang membutuhkan tindakan yang cepat, daerah tidak perlu menunggu instruksi lagi dari pemerintah pusat. 3. Dapat mengurangi birokrasi dalam arti yang
98
|
Jurnal Good Governance Vol. 10 No. 1. Maret 2014
buruk karena setiap keputusan dapat segera dilaksanakan. 4. Dalam sistem desentralisasi dapat diadakan pembedaan (diferensiasi) dan pengkhususan (spesialisasi) yang berguna bagi kepentingan tertentu. Khususnya desentralisasi teritorial, dapat lebih mudah menyesuaikan diri kepada kebutuhan dan keadaan khusus daerah. 5. Dengan adanya desentralisasi teritorial, daerah otonom dapat merupakan semacam laboratorium dalam hal-hal yang berhubungan dengan pemerintahan, yang dapat bermanfaat bagi seluruh negara. 6. Mengurangi kemungkinan kesewenangwenangan dari pemerintah pusat. 7. Segi psikologis, desentralisasi lebih memberikan kepuasan bagi daerah-daerah karena sifatnya yang lebih langsung. Keberadaan pemerintahan teritorial yang lebih kecil dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu pemerintah daerah yang mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya. Menurut Darumurti dan Rauta, (2003:17-18) di jelaskan sebagai berikut : 1. Sebagai perwujudan fungsi dan peran negara modern, yang lebih menekankan pada upaya memajukan kesejahteraan umum (welfare state). Peran demikian membawa konsekuensi pada semakin luasnya campur tangan negara dalam mengatur dan mengurus aktivitas warga negara demi pencapaian tujuan negara. Fakta kemajemukan (heterogenitas) masyarakat Indonesia, baik dari segi teritorial, suku, golongan, dan agama, membawa konsekuensi kepada kompleksnya persoalanpersoalan kemasyarakatan yang harus dipecahkan oleh negara. Kenyataan ini mendorong negara untuk membuka jalur partisipasi masyarakat untuk ikut memikirkan dan menyelesaikan persoalanpersoalan tersebut. Hadirnya otonomi daerah dapat pula didekati dari perspektif politik. Negara sebagai organisasi kekuasaan, yang di dalamnya terdapat lingkungan-lingkungan kekuasaan, baik pada tingkat supra struktur maupun infrastruktur, cenderung menyalahgunakan kekuasaan. Untuk menghindari hal itu, diperlukan pemecahan kekuasaan (dispersed of power). Pemencaran
kekuasaan negara dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dilakukan dengan membentuk satuan-satuan teritorial yang lebih kecil dan dekat dengan rakyat. Satuan teritorial tersebut dikenal dengan sebutan daerah-daerah besar dan kecil yang dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dikenal dengan sebutan daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota. 2. Dari perspektif manajemen pemerintah negara modern, adanya kewenangan yang diberikan kepada daerah, yaitu berupa keleluasaan dan kemandirian untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahannya, merupakan perwujudan dari adanya tuntutan efisiensi dan efektivitas pelayanan kepada masyarakat dalam mewujudkan kesejahteraan umum. Lebih lanjut Cheema dan Rondinelli (1983:10) menjabarkan beberapa keuntungan dan kebaikan desentralisasi, yaitu: 1. Kebijakan desentralisasi akan mempermudah artikulasi dan implementasi kebijakan pembangunan/atas dasar pemerataan dengan meningkatnya kemampuan administratif unit-unit kerja daerah. Kebijakan desentralisasi juga dapat meningkatkan kemampuan pejabat dan pimpinan politik dalam rangka mengidentifikasikan masalah-masalah pembangunan setempat dengan penentuan prioritas pembangunan yang tepat. 2. Desentralisasi dapat mengurangi dan menyederhanakan prosedur birokrasi yang rumit dan berliku-liku. 3. Desentralisasi dapat pula meningkatkan persatuan nasional dan memperteguh legitimasi pemerintahan, karena desentralisasi memberi kesempatan kepada masyarakat untuk mengenal masalah yang dihadapi dan menyalurkan permasalahan itu kepada lembaga-lembaga pemerintahan yang relevan. 4. Koordinasi yang lebih efektif dapat pula dicapai lewat penerapan kebijakan desentralisasi. Bermacam-macam kegiatan yang dilaksanakan oleh aneka ragam organisasi pemerintahan, dapat lebih mudah diharmoniskan dan dipadukan. 5. Desentralisasi dapat pula dianggap sebagai suatu mekanisme untuk meningkatkan efisiensi pemerintah pusat, karena tugastugas rutin akan lebih efektif jika
Desentralisasi Pemberian Izin Pertambangan Batubara
diselenggarakan oleh pejabat-pejabat daerah. 6. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan dapat pula ditingkatkan dengan menempuh kebijakan desentralisasi. Perluasan partisipasi masyarakat dilakukan melalui mekanisme dan saluran tertentu, agar anggota masyarakat dapat menyalurkan pandangan dan kebutuhannya melalui pengambilan keputusan di berbagai tingkat pemerintahan. Rasa tanggung jawab pejabatpejabat daerah akan meningkat melalui mekanisme desentralisasi ini. 7. Desentralisasi mengandung kemungkinan untuk meningkatkan dan memperluas fasilitas dan pelayanan oleh pemerintah dengan mengurangi kontrol oleh kelompok elit lokal terhadap kegiatan pembangunan. Masyarakat yang berkepentingan terhadap fasilitas dan pelayanan dapat melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap programprogram pembangunan. 8. Dengan desentralisasi, pemberian pelayanan oleh pemerintah kepada masyarakat yang menyangkut kebutuhan dasar akan lebih efisien, karena biaya pelayanan tersebut dapat ditekan serendah mungkin. Masyarakat secara langsung dapat memberi tanggapan terhadap program-program kesejahteraan yang dilaksanakan pemerintah. 9. Desentralisasi dapat mempertinggi fleksibilitas instansi pusat, staf lapangan serta pemimpin lokal dalam rangka penanganan masalah-masalah setempat yang bersifat khusus. Program-program tertentu dapat diuji coba terlebih dahulu, tanpa harus mempertimbangkan kepentingan seluruh bagian negara, menilai inovasi administratif secara lokal serta meningkatkan prakarsa pejabat dan pimpinan politik lokal. Pemaknaan dari desentralisasi pemberian izin pertambangan batubara dalam penyelenggaraan otonomi daerah di Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur untuk mewujudkan pemberian kesempatan yang dipertanggungjawabkan dari pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah melakukan proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian untuk mencapai tujuan Pemerintah Daerah lebih efisiensi dan efektifitas. Penting dalam peradigma perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan
| 99
dan pengendalian yang mempunyai keseimbangan dengan faktor lingkungan (psycho-social system). Oleh karena itu pendekatan dari peradigma perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian mempergunakan pendekatan sistem terbuka (open system). Menggunakan pendekatan sistem terbuka maka paradigma perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian banyak mempertimbangkan dengan paradigma mekanisme yang mempergunakan pendekatan sistem tertutup. Komponen penting dalam sistem administrasi pemerintahan daerah mencakup kewenangan; kelembagaan; sumber daya manusia dan keuangan. a. Kewenangan Kewenangan pemerintah yang bersumber dari rakyat dilimpahkan kepada Presiden. Presiden sebagai penanggungjawab pemerintahan pusat melalui undang-undang menyerahkan dan/atau melimpahkan sebagian kewenangannya kepada daerah dengan cara desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Adanya kebijakan desentralisasi pemerintah daerah berhak menyelenggarakan urusan rumah tangganya/kepentingannya sesuai dengan aspirasi masyarakat setempat berdasarkan undang-undang. Pemerintah daerah memiliki kewenangan mengatur dan mengurus segala hal yang berhubungan dengan urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan UndangUndang. Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, pasal 7 menjelaskan bahwa kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintah, kecuali 6 kewenangan, yaitu politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan lain. Enam kewenangan tersebut menjadi kewenangan mutlak pemerintah pusat. UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang merupakan revisi atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dalam hal penyerahan kewenangan juga menganut prinsip yang sama dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Di dalamnya ditentukan secara jelas kewenangan pemerintah pusat dan menyerahkan sisanya
100
|
Jurnal Good Governance Vol. 10 No. 1. Maret 2014
kepada daerah yang diklasifikasikan atas kewenangan wajib dan kewenangan pilihan. Kewenangan wajib telah ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sedangkan kewenangan pilihan diserahkan sepenuhnya kepada masingmasing daerah sesuai dengan kondisi riil daerahnya. Daerah memiliki kewenangan yang luas dan bulat. Artinya Luas adalah semua kewenangan selain 6 urusan tersebut merupakan kewenangannya. Dalam pengertian ini daerah tidak menunggu penyerahan kewenangan dari Pemerintah Pusat tetapi mengembangkan kewenangan yang dimiliki berdasarkan undang-undang, sesuai dengan kondisi daerahnya yang telah diserahkan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasannya merupakan tanggungjawab Pemerintah Daerah sepenuhnya. Pemerintah Pusat tidak lagi mencampurinya, akan tetapi Pemerintah Pusat memberikan pedoman, arahan, bimbingan dan penentuan norma, standard, prosedur dan kriterianya. b. Kelembagaan Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, susunan luar Pemerintah Daerah terdiri atas Pemerintah Provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Pemerintah Provinsi adalah daerah otonom (local self government) sekaligus sebagai wilayah administrasi (local state government) berdasarkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi. Sedangkan kabupaten/kota adalah daerah otonom utuh berdasarkan asas desentralisasi. Pemerintah Provinsi maupun kabupaten/kota merupakan daerah otonom yang berdiri sendiri, tidak mempunyai hubungan hirarkhi. Masing-masing daerah menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan wewenang yang ditentukan oleh peraturan perundangundangan. Hubungan Pemerintah Provinsi sebagai daerah otonom dengan kabupaten/kota adalah hubungan koordinasi sesuai dengan undang-undang. Hubungan faktor yang berperan dalam proses desentralisasi pemberian izin pertambangan batubara dalam penyelenggaraan otonomi daerah di Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur tidak dikenal daerah tingkat I dan daerah tingkat II.
Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah susunan dalam Pemerintah Daerah terdiri atas kepala daerah dan DPRD. Kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat. Anggota DPRD juga dipilih oleh rakyat melalui pemilihan umum. Untuk menyelenggarakan pemerintahannya pemerintah daerah membentuk Sekretariat Daerah. Pemerintah daerah membentuk dinas, badan, dan kantor daerah dan lembaga teknis sebagai pelaksana kebijakannya. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah memberikan diskresi yang lebih luas kepada daerah untuk membentuk organisasi perangkat daerah. Bentuk, susunan dan jumlah serta pengelompokkan organisasi perangkat daerah diatur berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku dan ditetapkan melalui peraturan daerah. c. Sumber Daya Manusia Desentralisasi pemberian izin pertambangan batubara dalam penyelenggaraan otonomi daerah di Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur memerlukan sumber daya manusia sebagai pelaksananya. Sumber daya manusia pada pemerintah daerah merupakan unsur yang sangat menentukan dalam penyelenggaraan pemerintah daerah. Pemerintah daerah diselenggarakan dengan baik, sehingga tujuan tercapai secara efektif dan efisien jika didukung oleh sumber daya manusia yang kompeten. Sumber daya manusia pada Pemerintah Daerah disebut pegawai pemerintah daerah. Pegawai negeri sipil daerah adalah unsur aparatur negara yang bertugas memberikan pengaturan, pembangunan, pemberdayaan, dan pelayanan kepada masyarakat dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan di daerah. Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang mana kepegawaian daerah diatur pada pasal 76, dijelaskan bahwa daerah mempunyai kewenangan untuk melakukan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, gaji, tunjangan dan kesejahteraan pegawai, serta pendidikan dan pelatihan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah, berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Desentralisasi Pemberian Izin Pertambangan Batubara
Kemudian pada pasal 77 dijelaskan bahwa pemerintah provinsi sebagai kepanjangan dari pemerintah pusat melakukan pengawasan pelaksanaan administrasi kepegawaian dan karier pegawai di wilayahnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang mana kepegawaian daerah ditangani kembali oleh Pemerintah Pusat. Tetapi Pemerintah Pusat lalu menyerahkan sebagian kewenangannya, yaitu masalah pembinaan dan pemindahan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota. Dengan ketentuan tersebut maka di daerah terdapat pegawai daerah kecuali pegawai instansi vertikal yang oleh undang-undang memang masih menjadi kewenangan pusat. Pegawai pusat baik yang berasal dari instansi vertikal maupun perangkat dekonsentrasi serta pegawai provinsi semuanya dilimpahkan menjadi pegawai daerah. Kemudian untuk kelancaran pelaksanaan manajemen pegawai negeri sipil daerah dibentuk Badan Kepegawaian Daerah. Badan Kepegawaian Daerah adalah perangkat daerah yang dibentuk oleh pemerintah daerah. d. Keuangan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UndangUndang Nomor 25 Tahun 1999 jo UndangUndang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, mengubah secara mendasar model pembiayaan Pemerintah Daerah. Konsepsi dasar model pembiayaan daerah menurut kedua undang-undang tersebut, adalah penyerahan kewenangan pemerintah kepada daerah baik menurut asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan diikuti biaya, perangkat, dan tenaga yang memadai, agar daerah mampu menyelenggarakan semua kewenangan yang diserahkan tersebut. Model penganggaran seperti itu maka pemerintah pusat tidak lagi menentukan secara subyektif dana tersebut, tetapi mengalokasikan dana secara proporsional dan rasional kepada daerah agar pemerintah daerah mampu menyelenggarakan otonominya secara kreatif dan bertanggungjawab. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
| 101
tentang Pemerintah Daerah ditentukan bahwa sumber pendapatan daerah terdiri atas: 1. Pendapatan asli daerah, yaitu : hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan daerah yang dipisahkan dan lainlain pendapatan asli daerah yang sah. 2. Dana perimbangan, yaitu : bagian daerah dari penerimaan pajak bumi dan bangunan (PBB), bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), dan penerimaan dari sumber daya alam, dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK). 3. Pinjaman daerah. 4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah. Dana perimbangan antara pusat dan daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Dana perimbangan adalah dana yang merupakan bagian daerah yang berasal dari dana bagi hasil pajak bumi dan bangunan (PBB), bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), penerimaan dari sumber daya alam, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus. Dana perimbangan tersebut merupakan hasil kebijakan pusat di bidang desentralisasi fiskal, penyerahan hasilhasil pajak dan pungutan lainnya kepada daerah demi keseimbangan fiskal (fiscal balance) antara pusat dan daerah. Dana dekonsentrasi diberikan kepada provinsi, karena provinsi adalah satu-satunya daerah yang berstatus ganda, yaitu sebagai wilayah administrasi sekaligus daerah otonom. Sedangkan dana tugas pembantuan diberikan kepada provinsi, kabupaten/kota, dan atau/desa atau dari kabupaten kepada desa. Dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan berasal dari APBN. Dana dekonsentrasi diberikan kepada Gubernur selaku kepala wilayah administrasi. Dana tugas pembantuan diberikan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota sebagai kepala daerah otonom dan kepala desa sebagai Kepala Kesatuan Masyarakat Hukum Adat. Baik dana dekonsentrasi maupun dana tugas pembantuan tidak boleh dicampur dengan APBD. APBD mencatat dana desentralisasi murni. Sedangkan dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan harus dicatat dalam pembukuan tersendiri yang terpisah dari pembukuan APBD.
102
|
Jurnal Good Governance Vol. 10 No. 1. Maret 2014
Cheema dan Rondinelli (1983:27) mengatakan bahwa: Ada empat faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan desentralisasi sebagai; kondisi lingkungan (environment conditions), hubungan antarorganisasi (inter-organizational relationships, sumber daya yang tersedia (resources for program implementation) dan karakteristik organisasi pelaksana (characteristic of implementing agencies), hubungan antar faktor dengan faktor lainnya sangat bervariasi antara lain: (1) Faktor kondisi lingkungan; meliputi berbagai dimensi, seperti struktur politik nasional, proses perumusan kebijakan, infra struktur politik dan supra struktur politik di tingkat lokal, sosial budaya dan berbagai organisasi kepentingan, serta tersedianya sarana dan prasarana fisik. Suatu kebijakan pada hakekatnya timbul dari suatu kondisi sosial, ekonomi dan politik yang khusus dan kompleks mewarnai bukan substansi kebijakan itu sendiri, melainkan juga pola hubungan antar organisasi dan organisasi pelaksana di lapangan serta potensi sumber daya baik potensi maupun macamnya. Struktur politik nasional, ideologi dan proses perumusan kebijakan ikut mempengaruhi tingkat dan arah pelaksanaan otonomi daerah. Di samping itu, karakteristik struktur lokal, kelompok sosial budaya yang terlibat dalam proses perumusan kebijakan dan tingkat organisasi kepentingan serta kondisi infra dan suprastruktur juga memainkan peran penting dalam otonomi daerah. (2) Faktor hubungan antarorganisasi; yaitu keberhasilan implementasi kebijakan otonomi daerah memerlukan interaksi dan koordinasi dengan sejumlah organisasi pada setiap tingkat pemerintahan, dari lokal sampai nasional serta kerja sama dengan lembaga non pemerintah atau Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) di kalangan kelompok kepentingan. Hubungan antarorganisasi ditentukan oleh adanya kejelasan dan konsistensi tujuan kebijakan, efektivitas implementasi perencanaan dan penganggaran, kualitas komunikasi antar organisasi dan ketepatan alokasi fungsi. (3) Faktor sumber daya yang tersedia; kondisi lingkungan yang kondusif dapat memberikan diskresi yang lebih luas kepada pemerintah daerah dan hubungan antar organisasi yang efektif sangat diperlukan bagi terlaksananya otonomi daerah. Sampai sejauh mana pemerintah lokal memiliki keleluasaan untuk merencanakan dan menggunakan dana, mengalokasikan anggaran untuk membiayai keperluan urusan rumah tangganya sendiri, ketepatan waktu dalam mengalokasikan anggaran kepada organisasi pelaksana, kewenangan untuk memungut sumber keuangan dan kewenangan untuk membelanjakannya pada tingkat lokal, juga mempengaruhi pelaksanaan otonomi daerah. Pemerintah lokal melaksanakan otonomi daerah seefektif mungkin, kepadanya diberikan dukungan dari pimpinan politik nasional, pejabat pusat yang ada di daerah, serta golongan terkemuka di daerah diperlukan dukungan administratif dan teknik dari pemerintah pusat. Kelemahan selama ini yang dijumpai adalah keterbatasan sumber daya dan kewenangan pemerintah daerah untuk memungut sumber-sumber pendapatan yang memadai guna melaksanakan tugas yang diserahkan pusat. (4) Faktor karakteristik aparatur pemerintah daerah; diutamakan kepada kemampuan para pelaksana di bidang keterampilan teknis, manajerial dan politik, kemampuan merencanakan, mengkoordinasikan, memberikan supervisi dan mengintegrasikan setiap keputusan, baik yang berasal dari sub-sub unit
Desentralisasi Pemberian Izin Pertambangan Batubara
organisasi, maupun dukungan yang datang dari lembaga politik nasional dan pejabat pemerintah pusat lainnya. Hakikat dan kualitas komunikasi internal, hubungan antara dinas pelaksana dengan masyarakat, dan keterkaitan secara efektif dengan swasta dan lembaga swadaya masyarakat memegang peranan penting dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah kepemimpinan yang berkualitas, komitmen staf terhadap tujuan kebijakan, dan sering juga disebut niveleering organisasi pelaksana dalam susunan hierarki birokrasi. Penjelasan dari Cheema dan Rondinelli adalah desentralisasi pemberian izin pertambangan batubara dalam penyelenggaraan otonomi daerah di Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur sangat tergantung kepada hubungan dari ke empat faktor yaitu; kondisi lingkungan, hubungan antarorganisasi, sumber daya yang tersedia, dan karakteristik aparatur pemerintah daerah yang berdampaknya: (1) tercapainya tujuan kebijakan desentralisasi yaitu terwujudnya pelaksanaan otonomi daerah; (2) meningkatnya kemampuan lembaga pemerintah daerah dalam hal perencanaan, memobilisasi sumber daya dan pelaksanaan; (3) meningkatnya produktivitas, pendapatan daerah, pelayanan terhadap masyarakat dan peran serta aktif masyarakat melalui penyaluran inspirasi dan aspirasi rakyat yang digunakan sebagai acuan dalam menganalisis mengapa hubungan faktor-faktor yang berdampak kepada desentralisasi pemberian izin pertambangan batubara dalam penyelenggaraan otonomi daerah di Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur. Secara empirik desentralisasi pemberian izin pertambangan batubara dalam penyelenggaraan otonomi daerah di Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur adanya sikap pemerintah pusat yang belum menyerahkan sejumlah kewenangannya kepada pemerintah provinsi, maupun pemerintah kabupaten dan kota tidak rela kehilangan kewenangan atau kekuasaan yang selama ini telah dinikmati keuntungan bagi pemerintah pusat. Koswara (2001:103) mengatakan bahwa Desentralisasi pemberian izin pertambangan batubara dalam
| 103
penyelenggaraan otonomi daerah di Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur disebabkan; Pertama, tidak berhasil mengidentifikasikan tugas-tugas yang paling tepat dan yang seharusnya didesentralisasikan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Kedua, memberikan penilaian yang berkelebihan, bahwa pemerintah daerah dengan semua unit administrasinya tidak mampu untuk menyandang peranan dan fungsi yang lebih besar dalam perencanaan dan pengelolaan pembangunan. Ketiga, kurang mengantisipasi hambatan-hambatan yang akan mempengaruhi pelaksanaan otonomi daerah. Oleh karena itu dalam menganalisis pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia digambarkan berbagai faktor yang dipandang sangat mempengaruhi pelaksanaan otonomi daerah, yang pada dasarnya meliputi empat faktor, yaitu kondisi lingkungan, hubungan antar organisasi, sumbersumber daya dan karakteristik organisasi pelaksana. Interaksi antar faktor dalam desentralisasi pemberian izin pertambangan batubara dalam penyelenggaraan otonomi daerah di Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur digambarkan oleh Cheema dan Rondinelli (1983:28) sebagaimana disajikan pada Gambar 1 Berdasarkan gambar 1, factors affecting implementations of desentralization policy hubungan faktor yang berperan dalam proses desentralisasi pemberian izin pertambangan batubara dalam penyelenggaraan otonomi daerah di Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur kepada lembaga Pemerintah Daerah. Menurutnya ada dua pendekatan dalam proses desentralisasi. Pertama : the compliance approach, yaitu yang menganggap implementasi desentralisasi tidak lebih dari persoalan teknis rutin. Proses pelaksanaan yang tidak mengandung unsur-unsur politik yang perencanaannya sudah ditetapkan sebelumnya oleh para political leaders. Para administrator dan implementor yang terdiri dari para pemimpin politik. Kedua: the political approach. Pendekatan ini disebut sebagai pendekatan politik yang memandang : administration as an integral part of the policy making process in which policies are refined, reformulated or even abandoned in the process of implementing them (administrasi sebagai bagian integral dari proses pembuatan
104
|
Jurnal Good Governance Vol. 10 No. 1. Maret 2014
Gambar 1. Factors Affecting Implementations of Decentralization Policy Sumber : Cheema dan Rondinelli (1983:28) kebijakan di mana kebijakan yang disempurnakan, dirumuskan atau bahkan ditinggalkan dalam proses menerapkannya.) Dalam menganalisis hubungan faktor yang berperan dalam proses desentralisasi pemberian izin pertambangan batubara dalam penyelenggaraan otonomi daerah dari berbagai faktor yang dipandang sangat berdampak pelaksanaan otonomi daerah, yang pada dasarnya meliputi empat faktor, yaitu kondisi lingkungan, hubungan antar organisasi, sumbersumber daya dan karakteristik organisasi pelaksana. Interaksi antar faktor dalam hubungan faktor yang berperan dalam proses desentralisasi pemberian izin pertambangan batubara dalam penyelenggaraan otonomi daerah di Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur. KESIMPULAN Sebagai penutup dapat disimpulkanan dapat bahwa desentralisasi pemberian izin
pertambangan batubara dalam penyelenggaraan otonomi daerah di Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur belum terlaksana secara efektif, karena belum memperhatikan; environmental conditions, interorganizational relationships, resources program for implementation, dan characteristic of implementing agencies. Faktor kondisi lingkunagan menimbulkan pencemaran udara yang berdampak negatif terhadap kesehatan; faktor hubungan interorganisasional belum kondusif menjalankan kegiatan pertambangan batubara sesuai kepentingan publik yang dilayaninya, faktor sumber daya untuk implementasi kawasan pertambangan batubara terjadi tumpang tindih perizinan yang sangat merugikan para investor, dan faktor karakteristik instansi pelaksana yang terpisahkan menjadi kompleks dan tidak bisa diperhitungkan dari proses pemberian izin pertambangan batubara dalam penyelenggaraan
Desentralisasi Pemberian Izin Pertambangan Batubara
otonomi daerah di Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur. Desentralisasi pemberian izin pertambangan batubara dalam penyelenggaraan otonomi daerah untuk perusahaan pertambangan batubara yang berbasis padat modal dilakukan kegiatan perencanaan dengan memperhatikan eksplorasi secara beraturan yang bijaksana tetapi ketika para investor mulai berusaha secara tiba-tiba pemerintah pusat melakukan tidak adil. Hal ini menyebabkan salah satu pihak khususnya Pemerintah Daerah merasa dirugikan atau didzalimi. Dengan kata lain, Otonomi Daerah merupakan kebijakan yang ambivalen antara devisa daerah dengan desentralisasi. Desentralisasi pemberian izin pertambangan batubara dalam penyelenggaraan otonomi daerah belum dapat meningkatkan devisa daerah secara efektif, karena Pemerintah Daerah belum memiliki kewenangan yang luas dalam pengelolaan kawasan hutan dan perkebunan sebagai sumber pendapatan asli daerah dengan tidak mengabaikan faktor yang ditentukan oleh kondisi lingkungan, hubungan antarorganisasi, sumber daya yang tersedia, dan karakteristik aparatur pemerintah daerah secara berkelanjutan. REFERENSI Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Hasil Musrembang Kabupaten Kutai Timur, 2013. Badan Pusat Statistik, Kabupaten Kutai Timur Dalam Angka, 2013. Cheema, G.S and Dennis A., Rondinelli. 1983. Decentralization and Development: Policy Implementation in Developing Countries, Sage Publications: Beverly Hills, C.A. Darumurti, Krishna dan Rauta, Umbu. 2003. Otonomi Daerah: Perkembangan Pemikiran dan Pelaksanaan. Bandung: PT. Citra Aditya. Hoogerwerf, A. 1983. Ilmu Pemerintahan, penerjemah: R.L.L. Tobing, Jakarta: Erlangga.
| 105
Kaho, Josef Riwu. 2001. Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Koswara, E. Kertapradja, 2001. Otonomi Daerah untuk Demokrasi dan Kemandirian Rakyat. Jakarta: Yayasan Pariba. Ndraha, Taliziduhu, 2003. Kybernology (Ilmu Pemerintah Baru) 1. Jakarta: Rineka Cipta. ______, 2003. Kybernology (Ilmu Pemerintah Baru) 2. Jakarta: Rineka Cipta. Pemerintah Republik Indonesia Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan. Pemerintah Republik Indonesia, UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pemerintah Republik Indonesia, UndangUndang Nomor 18 tahun 2004 Tentang Perkebunan. Pemerintah Republik Indonesia, UndangUndang Nomor 4 tahun 2009 Tentang Mineral dan Batubara. Pemerintah Republik Indonesia, UndangUndang Nomor 41 tahun 1999 Tentang Kehutanan. Pemerintah Republik Indonesia, UndangUndang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.