JURNAL FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN
UHN
UHN
JURNAL FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN
Volume 1
Nomor 1
September 2015
Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar: Suatu Studi eksploratif pada mahasiswa Universitas HKBP Nommensen Asina Christina Rosito, S.Psi, M.Sc Mengenali Adhd (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) Dan Penanganannya Pada Anak Sejak Dini Ervina Marimbun Rosmaida Siahaan, M.Psi, Psikolog Orang Tua Sebagai Model Utama Bagi Perilaku Makan Sehat Pada Anak-Anak Nancy Naomi G.P. Aritonang, M.Psi, Psikolog Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Well-being Karyawan in Pt. Intan Havea Industry, Medan Nenny Ika Putri Simarmata, M.Psi, Psikolog Perbedaan Sikap Jemaat Laki-laki dan perempuan Terhadap Efektivitas kepemimpinan pendeta perempuan di gereja batak karo protestan Karina M. Brahmana, M.Psi, Psikolog Gambaran Kecerdasan Spiritual (SQ) Mahasiswa Tingkat Akhir Universitas HKBP Nommensen Medan Togi Fitri Afriani Ambarita, M.Psi, Psikolog
M A J A L A H I L M I A H FAKULTAS PSIKOLOGI - UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN
JURNAL FAKULTAS PSIKOLOGI Majalah Ilmiah Fakultas Psikologi Universitas HKBP Nommensen Izin Penerbitan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
No. ISSN : 2460-7835 Penerbit : Universitas HKBP Nommensen Penasehat : Rektor, Dr.Ir. Sabam Malau Penanggungjawab : Dekan Fakultas Psikologi, Karina M. Brahmana, M.Psi Mitra Bestari : 1. Prof. Dr. Frieda Simangunsong, M.Ed 2. Drs. Aman Simaremare, MS 3. Prof. Dr. Albiner Siagian Ketua Dewan Redaksi : Nenny Ika Putri, M.Psi Redaksi Pelaksana : 1. Nancy Naomi Aritonang, M.Psi 2. Hotpascaman Simbolon, M.Psi Anggota Dewan Redaksi : 1. Asina Christina Rosito, S.Psi, M.Sc 2. Togi Fitri A.Ambarita, M.Psi 3. Freddy Butarbutar, M.Psi 4. Ervina Sectioresti, M.Psi 5. Ervina Marimbun Siahaan, M.Psi 6. Karina M.Brahmana, M.Psi Tata Usaha : 1. KTU, Marisi Pangaribuan, SE 2. Sondang Simanjuntak Alamat Redaksi : JURNAL PSIKOLOGI Fakultas Psikologi Universitas HKBP Nommensen Jalan Sutomo No.4A Medan 20234 Sumatera Utara – Medan Majalah ini terbit dua kali setahun : September dan Maret Biaya langganan satu tahun untuk wilayah Indonesia Rp. 30.000,- dan US$5 untuk pelanggan luar negeri (tidak termasuk ongkos kirim) Biaya langganan dikirim dengan pos wesel, yang ditujukan kepada Pimpinan Redaksi Petunjuk penulisan naskah dicantumkan pada halaman dalam Sampul di belakang majalah ini E-mail :
[email protected]
JURNAL FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN DAFTAR ISI Volume 1, Nomor 1, September 2015 ISSN : 2460-7835
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar: Suatu Studi pada mahasiswa Universitas HKBP Nommensen Asina Rosito, S.Psi, M.Sc
eksploratif
Mengenali ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) Penanganannya Pada Anak Sejak Dini Ervina Marimbun Rosmaida Siahaan, M.Psi, Psikolog
Dan
Orang Tua Sebagai Model Utama Bagi Perilaku Makan Sehat Pada Anak-Anak Nancy Naomi GP Aritonang, M.Psi, Psikolog Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Well-being Karyawan in Pt. Intan Havea Industry, Medan Nenny Ika Simarmata, M.Psi, Psikolog
1-21
22-32
33-43
44-65
Perbedaan Sikap Jemaat Laki-laki dan perempuan Terhadap Efektivitas kepemimpinan pendeta perempuan di gereja batak karo protestan Karina M Brahmana, M.Psi, Psikolog
66-78
Gambaran Kecerdasan Spiritual (SQ) Mahasiswa Tingkat Akhir Universitas HKBP Nommensen Medan Togi Fitri Ambarita, M.Psi, Psikolog
79-91
Copyright © 2015 by Fakultas Psikologi Universitas HKBP Nommensen
PERBEDAAN SIKAP JEMAAT LAKI-LAKI DAN JEMAAT PEREMPUAN TERHADAP EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN PENDETA PEREMPUAN DI GEREJA BATAK KARO PROTESTAN (GBKP) KARINA M. BRAHMANA, M.Psi, Psikolog ABSTRACT The purpose of this study was to see whether there are differences in the attitude between men and women of the Church Priest Women's Leadership Effectiveness In Gereja Batak Karo Protestan(GBKP). The sample in this study is 72 people(36 men and 36 women). The instrument used in this study is the attitudes of women's priest leadership effectiveness scale. The results of this study indicate that there are differences in the attitude between men and women for leadership effectiveness priest with F = 2.677, p = 0.011 (p <0.05). Key Words : Leadership, attitude, Women I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suku Karo merupakan salah satu dari enam suku batak yang ada di Indonesia, yang mendiami Dataran Tinggi Karo di Sumatera Utara. Budaya karo menganut sistem kekerabatan patrilineal, sehingga kekuasaan umumnya berada di tangan ayah atau pihak laki-laki. Dalam kebudayaan Karo, laki-laki memegang peranan yang sangat penting. Laki-laki digambarkan sebagai pemimpin yang berkuasa untuk mengambil suatu keputusan, termasuk pada saat upacara adat. Sedangkan kaum perempuan secara tradisional dan turun temurun dalam budaya karo memiliki dua peran yang cenderung bertolak belakang satu dengan yang lainnya yakni sangat penting dan tidak penting, sehingga secara umum perempuan karo cenderung untuk menerima posisi mereka lebih rendah dari pihak laki-laki (Tarigan, 2009). Suku Karo hingga saat ini sebagian besar beragama Kristen dan umumnya bergabung dalam GBKP (Gereja Batak Karo Protestan). Menurut data Statistik pada tahun 2012 GBKP mempunyai 493 gereja, 824 bakal gereja (perminggun/kebaktian) dan sekitar 289.457 jiwa anggota jemaat. Gereja GBKP saat ini dilayani oleh 324 orang pendeta penuh waktu (180 pendeta laki-laki dan 144 pendeta perempuan), 79 calon pendeta (vikaris), dan 12 calon vikaris. Berdasarkan Tata Gereja GBKP 2005-2015, pelayanan kepada anggota jemaat dilakukan oleh pelayan khusus yang terdiri dari Pendeta, Penatua atau Diaken. Dalam pasal 11 Tata Gereja GBKP 2005-2015 dijelaskan bahwa fungsi Pendeta adalah sebagai Gembala, Guru dan
Pemimpin. Gereja Batak Karo Protestan yang sampai ini telah berusia ± 123 tahun, pada mulanya lebih didominasi oleh keberadaan Pendeta laki-laki. Pendeta perempuan pada kenyataannya baru diterima dan dilegalkan sebagai pemimpin gereja secara tertulis pada tahun 1987. Namun hingga saat ini belum ada satupun Pendeta perempuan yang menduduki posisi puncak kepemimpinan di GBKP (sebagai Ketua Moderamen), sedangkan dalam Tata Gereja GBKP tidak ada tertulis mengenai larangan bagi Pendeta perempuan untuk memimpin baik di tingkat runggun, klasis maupun pusat (Moderamen). Dalam menjalankan profesi dan perannya sebagai Pendeta di GBKP, Pendeta perempuan umumnya sering mengalami situasi atau kondisi yang kurang menyenangkan. Hal ini terjadi karena banyak jemaat yang menganggap bahwa Pendeta perempuan umumnya kurang efektif atau kurang kompeten dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin. Persepsi dan pemikiran tersebut nampak dari tingkah laku jemaat yang menolak kehadiran pendeta perempuan untuk ditempatkan di gerejanya. Atau perlakuan-perlakuan yang kurang baik, seperti sikap acuh, tidak kooperatif dan lain-lain, sehingga membuat Pendeta perempuan menjadi kurang optimal dalam menjalankan tugas dan perannya,
baik sebagai guru, gembala maupun pemimpin. Apabila
ditinjau lebih lanjut, tugas seorang Pendeta pada umumnya lebih banyak menekankan pada segi pelayanan, dimana diperlukan hati yang mau melayani dan kecakapan untuk mendengar. Terkait dengan kemampuan melayani, umumnya hal tersebut lebih banyak dimiliki oleh perempuan dibandingkan laki-laki. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang diungkapkan oleh (Eagly and Schmidt, 2001) bahwa pemimpin perempuan lebih didominasi oleh karakteristik communal (contohnya: hangat, penolong, baik, simpatik, sensitif secara interpersonal, dan lembut). Dengan mempertimbangkan karakteristik tersebut (communal) maka dapat diasumsikan bahwa Pendeta perempuan secara umum memiliki peranan yang penting untuk memimpin jemaat di gerejanya. Hingga saat ini banyak orang yang menganggap bahwa pemimpin laki-laki jauh lebih efektif atau kompeten dibandingkan kepemimpinan perempuan. Namun berdasarkan hasil penelitian terhadap kepemimpinan laki-laki dan perempuan dalam Pendidikan Militer di Amerika Serikat (dalam Miner, 1992) diketahui bahwa laki-laki maupun perempuan yang menjadi pemimpin dapat menjalankan tugas dan perannya dengan cara atau bentuk yang sama. Dengan mempertimbangkan adanya kesenjangan perlakuan kepada Pendeta perempuan dibandingkan pada pendeta laki-laki, maka penelitian ini diharapkan dapat memperlihatkan
apakah ada perbedaan sikap antara jemaat laki-laki dan jemaat perempuan terhadap efektivitas kepemimpinan Pendeta perempuan di Gereja Batak Karo Protestan (GBKP). 1.2. Rumusan Masalah Penelitian Rumusan masalah yang hendak diteliti dalam penelitian ini adalah: “Apakah ada perbedaan sikap Jemaat laki-laki dan Jemaat Perempuan terhadap Efektivitas Kepemimpinan Pendeta Perempuan Di Gereja Batak Karo Protestan (GBKP)?” 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengukur apakah ada perbedaan sikap jemaat laki-laki dan jemaat perempuan terhadap efektivitas kepemimpinan Pendeta perempuan di Gereja Batak Karo Protestan (GBKP). Dengan demikian hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi Gereja Batak Karo Protestan guna peningkatan dan pengembanan Pendeta perempuan di GBKP. Dengan demikian diharapkan secara bertahap keberadaan pendeta perempuan untuk memimpin jemaat di GBKP dapat diterima oleh jemaat. 1.4. Hipotesis Penelitian Hipotesis yang akan diajukan dalam penelitian ini adalah: “ada perbedaan sikap jemaat laki-laki dan jemaat perempuan terhadap efektivitas kepemimpinan Pendeta perempuan di Gereja Batak Karo Protestan (GBKP)”. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. SIKAP 2.1.1. Pengertian Sikap Menurut Fishbein (dalam Ali, 2005) sikap adalah suatu predisposisi emosional yang dipelajari untuk merespon secara konsisten terhadap suatu objek. Chaplin menegaskan bahwa sumber dari suatu sikap tersebut bersifat kultural, familiar dan personal. Artinya, kita cenderung beranggapan bahwa sikap-sikap itu akan berlaku dalam kebudayaan tertentu, selaku tempat individu dibesarkan. Jadi, ada semacam sikap kolektif yang menjadi stereotipe sikap kelompok budaya masyarakat tertentu. Sebagian besar dari sikap itu berlangsung dari generasi ke generasi di dalam struktur keluarga. Akan tetapi, beberapa dari tingkah laku dari individu juga berkembang selaku orang dewasa berdasarkan pengalaman individu itu sendiri.
2.1.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap Menurut Sarwono (2005) ada 2 hal yang mempengaruhi terbentuknya sikap, yakni : a. Faktor internal, individu menanggapi objek secara seleksi, mana yang harus diterima dan mana yang tidak b. Faktor eksternal, keadaan yang ada di luar individu yang merupakan stimulus untuk mengubah atau membentuk sikap. Selain itu, faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi sikap seseorang adalah sebagai berikut: a. Nilai-nilai budaya, setiap kebudayaan mempunyai nilai-nilai tertentu yang dikaitkan dengan bagaimana seharusnya seseorang bersikap. b. Pengalaman pribadi, tanggapan dan penghayatan yang dialami oleh individu akan menjadi salah satu factor terbentuknya sikap. c. Perubahan peranan, sikap terhadap orang dari bermacam-macam usia sangat dipengaruhi terhadap peran yang mereka mainkan. d. Jenis kelamin, laki-laki dan perempuan cenderung memiliki sikap yang berbeda. Lakilaki memiliki sikap lebih dominan daripada perempuan, ini dipengaruhi oleh standar ganda dalam masyarakat yang memberikan keleluasan yang lebih besar kepada laki-laki serta perwujudan nilai gendernya. 2.1.2. Aspek-Aspek Sikap Travers, Gagne dan Cronbach (dalam Ahmadi, 1999) berpendapat bahwa sikap melibatkan 3 (tiga) aspek yang saling berhubungan, yaitu: a. Aspek kognitif, berupa pengetahuan, kepercayaan, atau pikiran yang didasarkan pada informasi yang berhubungan dengan objeknya. b. Aspek afektif, menunjukkan pada dimensi emosional pada sikap, yaitu emosi yang berhubungan dengan objek. c. Aspek perilaku atau konatif, melibatkan salah satu predisposisi untuk bertindak terhadap objek 2.1.3. Fungsi Sikap Menurut Karz (dalam Walgito, 1999) sikap mempunyai 4 (empat) fungsi, yaitu: a. Fungsi instrumental, atau fungsi penyesuaian, atau fungsi manfaat
Fungsi ini berkaitan dengan sarana-tujuan. Di sini sikap merupakan sarana untuk mencapai tujuan. Orang memandang sampai sejauhmana objek sikap dapat digunakan sebagai sarana atau alat dalam rangka pencapaian tujuan. Karena itu fungsi ini juga disebut fungsi manfaat, yaitu sejauhmana manfaat objek sikap dalam rangka pencapaian tujuan. Fungsi ini juga disebut fungsi penyesuaian, karena dengan sikap yang diambil seseorang, orng tersebut akan dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap sekitarnya. b. Fungsi pertahanan ego Ini merupakan sikap yang diambil oleh seseorang demi mempertahankan egonya. Sikap ini diambil oleh seseorang pada waktu dirinya atau egonya terancam. c. Fungsi ekspresi nilai Sikap yang ada pada diri seseorang merupakan jalan bagi individu untuk mengekspresikan nilai yang ada dalam dirinya. Sistem nilai apa yang ada pada diri individu dapat dilihat dari sikap yang diambil oleh individu yang bersangkutan terhadap nilai tertentu. d. Fungsi pengetahuan Individu mempunyai dorongan untuk ingin mengerti dengan pengalaman-pengalamannya agar dapat memperoleh pengetahuan. Elemen-elemen dari pengalamannya yang tidak konsisten dengan apa yang diketahui oleh individu, akan disusun kembali atau diubah sedemikian rupa hingga menjadi konsisten. Ini berarti bila seseorang mempunyai sikap tertentu terhadap suatu objek, menunjukkan pengetahuan orang tersebut terhadap objek yang bersangkutan.
2.2. EFEKTIVITAS PEMIMPIN 2.2.1 Pengertian Efektvitas Kepemimpinan Menurut Yulk (2005) kepemimpinan adalah proses untuk mempengaruhi orang lain untuk memahami dan setuju dengan apa yang perlu dilakukan dan bagaimana tugas itu dilakukan secara efektif, serta proses untuk memfasilitasi upaya individu dan kolektif utuk mencapai tujuan bersama. Danim (2004) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah setiap perbuatan yang dilakukan oleh individu atau kelompok untuk mengkoordinasi dan member arahan kepada individu atau kelompok yang tergabung di dalam wadah tertentu untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan sebelumnya. Selain itu Anoraga (dalam Sutrisno, 2011) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain, melalui komunikasi baik langsung maupun tidak langsung dengan maksud untuk menggerakkan orang-orang agar dengan penuh pengertian, kesadaran, dan senang hati bersedia mengikuti kehendak pimpinan itu. Menurut Anoraga (1993) pemimpin-pemimpin yang efektif adalah orang-orang yang bermotivasi tinggi. Mereka dengan sukarela berusaha mencapai sasaran-sasaran tinggi dan menetapkan standar-standar prestasi tinggi bagi mereka sendiri. Mereka mempunyai ifat energik, selalu ditantang problema-problema yang tidak terpecahkan di sekitar mereka. Kepemimpinan adalah suatu proses yang dinamis, bervariasi dari satu situasi ke situasi yang lain dengan perubahan dari pimpinan, pengikut dan situasi. Efektivitas tergantung pada kesesuaian satu gaya untuk situasi dimana ia gunakan (Munandar, 2001). Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa efektivitas kepemimpinan adalah kemampuan pemimpin untuk mempengaruhi dan mendorong, serta memotivasi bawahannya agar dapat dan mau melakukan pekerjaan yang ditentukan oleh pemimpin dalam rangka pencapaian tujuan organisasi yang telah ditetapkan. 2.2.2. Aspek-aspek Kepemimpinan Menurut Saefullah (2010) terdapat empat aspek dalam kepemimpinan, diantaranya adalah:
1. Visi Visi adalah kunci untuk memahami kepemimpinan. Visi merupakan suatu impian dari seorang pemimpin, dimana didalam visi tersebut juga terdapat tahapan guna mewujudkannya. 2. Disipllin Disiplin merupakan mandate bagi pemimpin untuk meraih tujuan dan visinya. Salah satu kesalahan terbesar adalah tidak adanya kepedulian dan penghargaan atas kedisiplinan tersebut. Tidak jarang bagi pemimpin mudah melupakan fakta bahwa segala sesuatu dalam hidup tidak mungkin diraih tanpa disiplin. 3. Kebijaksanaan
Kebijaksanaan adalah sesuatu yang memudahkan kita untuk menggunakan pengetahuan secara benar. Dalam hal ini seorang pemimpin akan mengumpulkan fakta yang diperlukan sehingga dirinya tidak dibatasi dalam mengambil keputusan dan menetapkan aturan-aturan diperusahaan yang wajib ditaati oleh karyawan. Dengan pengetahuan, seorang pemimpin tidak takut dan ragu-ragu dalam menyelesaikan pekerjaan dan segala permasalahan. 4. Keberanian Keberanian adalah suatu jalan untuk mengekspresikan kekuatan dalam diri, inti dari pikiran untuk melawan semua keganjilan, peneguhan untuk tetap bertahan pada posisi tersebut. Ada beberapa alasan untuk menciptakan keberanian: pemimpin sejati sadar bahwa orang memperhitungkan mereka, organisasi dan tim mereka. Pemimpin sejati selalu menjaga keberaniaannya tetap menyala dalam dirinya. 2.2.3. Aspek-aspek Efektivitas Kepemimpinan Fiedler (Nahavandi, 2000) dalam teori Contingency Model, mendefinisikan bahwa efektivitas kepemimpinan terlihat dari tampilan kelompoknya. Adapun aspek-aspek efektivitas kepemimpinan yang dikemukakan oleh Fiedler (Nahavandi, 2000) dalam teori Contingency Model yaitu: 1. Hubungan pemimpin-anggota (the leader-member relation) yakni hubungan pribadi pemimpin dengan anggota kelompoknya. 2. Struktur tugas (task structure) yakni tugas yang diberikan pemimpin kepada karyawannya untuk dikerjakan. 3. Kekuasaan-kedudukan (position-power) yakni kekuasaan dan kewenangan yang diberikan dalam kedudukannya.
2.2.4. Perilaku Kepemimpinan Efektif Yulk (2005) menyatakan ada tiga jenis kepemimpinan yang efektif, yaitu: 1. Perilaku yang berorientasi pada tugas Para pemimpin lebih efektif berkonsentrasi pada fungsi-fungsi yang berorientasi pada tugas seperti merencanakan dan mengatur pekerjaan, mengkoordinasikan kegiatan para bawahan, dan menyediakan keperluan, peralatan, dan bantuan teknis yang dibutuhkan. Di
samping itu, para pemimpin yang efektif memandu para bawahannya, dalam menetapkan sasaran kinerja yang tinggi, tapi realistis. 2. Perilaku yang berorientasi pada hubungan. Pemimpin yang efektif lebih penuh perhatian, mendukung, dan membantu para bawahan. Perilaku mendukung yang berkorelasi dengan kepemimpinan yang efektif meliputi memperlihatkan kepercayaan dan rasa dipercaya, bertindak ramah dan perhatian, berusaha memahami permasalahan bawahan, membantu mengembangkan bawahan dan memajukan karir mereka, selalu member informasi kepada bawahan, memperlihatkan apresiasi terhadap ide-ide para bawahan, dan memberikan pengakuan atas kontribusi dan keberhasilan bawahan. 3. Kepemimpinan partisipatif. Para pemimpin yang efektif lebih banyak melakukan supervisi kelompok daripada mengendalikan tiap bawahan sendiri-sendiri. Pertemuan kelompok memudahkan partisipasi
bawahan
dalam
pengambilan
keputusan,
memperbaiki
komunikasi,
mendorong kerjasama, dan memudahkan pemecahan konflik. Penggunaan partisipasi tidak menyiratkan hilangnya tanggung jawab, dn pemimpin tersebut tetap bertanggung jawab atas semua keputusan dan hasilnya.
III. METODE PENELITIAN 3.1. Subjek Penelitian Dalam
penelitian ini yang menjadi subjek
penelitian adalah anggota jemaat GBKP
Perumnas Simalingkar dengan karakteristik sebagai berikut: a. Terdaftar sebagai anggota jemaat GBKP dimana pernah atau sedang dipimpin oleh Pendeta perempuan. b. Telah lulus Sidi atau Katekisasi. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 72 orang yang terdiri atas 36 orang jemaat lakilaki dan 26 orang jemaat perempuan. 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi dimana data diambil adalah di GBKP Perumnas Simallingkar yang ada di Klasis Medan Delitua.
3.3. Variabel Penelitian Dalam penelitian ini, variable yang terlibat ada dua yakni variabel bebas (IV) dan variabel tergantung (DV). Variabel bebas yakni jenis kelamin (laki-laki dan perempuan), sedangkan variabel tergantung yakni sikap terhadap efektivitas kepemimpinan. 3.4. Instrumen Penelitian Untuk memperoleh data mengenai penelitian ini, peneliti akan menggunakan sebuah skala yakni skala sikap terhadap efektivitas kepemimpinan Pendeta perempuan yang disusun berdasarkan teori Contingency Model oleh Fiedler (dalam Nahavandi, 2000), yang terdiri atas 32 item. Table 1. Skala Sikap Jemaat Aspek Hubungan pemimpinanggota Struktur tugas Kekuasaan-kedudukan
Favourable 1, 3, 6, 7, 9, 15
Unfavourable 4, 19, 21, 30
Jumlah 10 item
10, 11, 13, 14, 23 2, 18, 29
5, 8, 17, 20, 25, 10 item 11,16, 22, 24, 26, 27, 28, 31, 32 12 item Total 32 item
3.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik kuantitatif untuk menguji perbedaannya pada dua kelompok sampel yang berbeda dan pengaruh faktor yang satu terhadap yang lainnya sekaligus menguji hipotesis. Adapun metode statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis dan menganalisis perbedaan sikap jemaat laki-laki dan perempuan terhadap efektivitas kepemimpinan Pendeta perempuan di Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) adalah dengan menggunakan teknik independent sample t-test. Alat uji ini digunakan untuk melihat apakah suatu terdapat suatu perbedaan yang signifikan antara rata-rata dari dua kelompok. Sebelum dilakukan uji t-test, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi penelitian yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian
Metode yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan uji t-test. Berdasarkan hasil uji varians ini diperoleh hasil bahwa ada perbedaan sikap jemaat laki-laki dan perempuan terhadap efektivitas kepemimpinan pendeta perempuan Di gereja batak karo protestan (GBKP). Dalam hal ini nilai F = 2,677 dengan p = 0,011 (p<0,05). Dengan demikian hipotesis yang telah diajukan pada penelitian ini dinyatakan diterima.
efektivitas_ kepemimpinan
Equal variances assumed Equal variances not assumed
JK efektivitas_kppmn
N
F 2.677
Mean
Sig. .106
t -2.600 -2.600
Std. Deviation
df 70 67.170
Sig. (2tailed) .011 .011
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper -9.671 -1.274 -9.674 -1.271
Std. Error Mean
1
36
87.44
9.805
1.634
2
36
92.92
7.962
1.327
Keterangan : 1 = Laki-laki 2 = Perempuan Dari hasil penelitian ini didapat bahwa ada perbedaan sikap jemaat yang signifikan terhadap efektivitas kepemimpinan pendeta perempuan dimana jemaat perempuan menilai efektivitas kepemimpinan pendeta perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Hal ini terbukti dari nilai p<0,05. 4.2. Pembahasan Hasil Penelitian Penelitian ini menunjukkan bahwa ada perbedaan sikap jemaat terhadap efektivitas kepemimpinan pendeta perempuan. Hal ini dibuktikan dengan diterimanya hipotesa dengan nilai F = 2,677 dengan p = 0,011 (p<0,05). Ada perbedaan sikap antara jemaat laki-laki dan perempuan, dimana nilai mean pada jemaat laki-laki (87.44) lebih kecil daripada sikap jemaat perempuan (92.92), memberikan arti bahwa sikap jemaat perempuan lebih tinggi dalam menilai efektivitas kepemimpinan pendeta perempuan. Perbedaan sikap ini umumnya menurut Sarwono (2005) dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni nilai-nilai budaya, perubahan peran dan jenis kelamin.
Budaya Karo merupakan salah satu budaya yang menganut sistem patrilineal dimana kekuasaan umumnya berada di tangan ayah atau pihak laki-laki. Dalam kebudayaan Karo, lakilaki memegang peranan yang sangat penting. Laki-laki digambarkan sebagai pemimpin yang berkuasa untuk mengambil suatu keputusan, termasuk pada saat upacara adat. Sedangkan kaum perempuan secara tradisional dan turun tmurun dalam budaya karo memiliki dua peran yang cenderung bertolak belakang satu dengan yang lainnya yakni sangat penting dan tidak penting, sehingga secara umum perempuan karo cenderung untuk menerima posisi mereka lebih rendah dari pihak laki-laki (Tarigan, 2009). Dari gambaran tersebut maka tidak tidak mengherankan penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum, sikap jemaat laki-laki dalam menilai efektivitas kepememimpinan pendeta perempuan lebih rendah dari pada jemaat perempuan. Perubahan peran yang terjadi sejak awal abad 21 juga turut mempengaruhi sikap seseorang dalam menilai suatu. John Naisbitt meramalkan bahwa abad 21 akan menjadi masa di mana perempuan banyak mengambil peranan besar dalam kehidupan umat manusia. Era ini disebut juga sebagai era baru kebangkitan perempuan (Pitarto, 2007). Masa dimana perempuan sebagai pendobrak belenggu dominasi laki-laki, mulai memberikan pengaruh pada pola pengambilan keputusan dalam organisasi. Dalam kehidupan kita sehari -hari selalu dapat ditemukan perempuan sebagai pemimpin, baik dalam lingkungan kecil seperti pemimpin desa, pemimpin di rumah ibadah (gereja) ataupun dalam lingkungan yang lebih luas seperti pemimpin perusahaan, pemimpin partai politik, pemimpin negara, dan sebagainya. Adanya perubahan peran tersebut secara umum ikut mempengaruhi sikap perempuan dalam menilai kinerja kepemimpinan perempuan pada saat ini. Dimana umumnya perempuan memberikan sikap yang positif atau lebih tinggi terhadap kepempinan atau kinerja pemimpin perempuan. Laki-laki dan perempuan umumnya cenderung memiliki sikap yang berbeda. Laki-laki memiliki sikap lebih dominan daripada perempuan, ini dipengaruhi oleh standar ganda dalam masyarakat yang memberikan keleluasan yang lebih besar kepada laki-laki serta perwujudan nilai gendernya. Teori ini juga sejalan dengan hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa sikap laki-laki lebih rendah dalam menilai efektivitas kepemimpinan pendeta perempuan dibandingkan sikap perempuan. V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa terdapat perbedaan sikap jemaat yang signifikan antara jemaat laki-laki dan jemaat perempuan (F = 2,677; p = 0,011; p<0,05). 2. Hipotesa yang menyatakan ada perbedaan sikap jemaat laki-laki dan jemaat perempuan terhadap efektivitas kepemimpinan Pendeta perempuan di Gereja Batak Karo Protestan (GBKP), dapat diterima. Dimana mean pada jemaat laki-laki (87.44) lebih kecil daripada sikap jemaat perempuan (92.92), memberikan arti bahwa sikap jemaat perempuan lebih tinggi dalam menilai efektivitas kepemimpinan pendeta perempuan dibandingkan sikap jemaat laki-laki. 5.2. Saran Berdasarkan landasan teori, hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan yang diperoleh maka saran-saran yang dapat diberikan untuk peneliti berikutnya yang tertarik untuk menindaklanjuti penelitian ini adalah: 1.
Memperbanyak jumlah sampel penelitian sehingga hasil penelitiannya akan semakin representatif dalam menggambarkan kondisi yang ada
2. Mempertimbangkan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi sikap jemaat dalam menilai efektivitas kepemimpinan pendeta perempuan, seperti lokasi tempat tinggal (desa/kota), tingkat pendidikan, usia dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, A. (1999). Psikologi sosial. Jakarta : Rineka Cipta. Ali, M. (2005). Psikologi remaja perkembangan peserta didik. Jakarta : Budi Aksara Azwar, Saefuddin. (2006). Reliabiltas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Azwar, Saefuddin. (2004). Dasar-dasar psikometri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Danim, Sudarwan. (2004). Motivasi kepemimpinan dan efektivitas kelompok. Jakarta: Rineka Cipta Eagly, A. H., & Schmidt, M. C. (2001). The leadership styles of women and men. journal of social issues , Vol: 57, No.4. pp.781-797.
Hughes, R. L., Ginnet, R. C., & Curphy, G. J. (2005). Leadership: enhancing the lessons of experience. McGraw-Hill/Irwin. Moderamen Gereja Batak Karo Protestan. (2010). Tata Gereja GBKP Edisi Sinode 2012. Kabanjahe: Percetakan Abdi Karya. Nasution, S. (2006). Metode research. Cetakan kedelapan. Jakarta: Bumi Aksara Pitarto, Liliany. (2007). Gender dalam Kepemimpinan Pendidikan. Jurnal pendidikan, jilid 16, nomor 2, hal 125-136. Tarigan, S. (2009). Lentera kehidupan orang karo dalam berbudaya. Medan. Robbins, S. P. (2003). Perilaku Organisasi (Vol. edisi 10). Jakarta: Indeks. Saefullah, Aep. (2010). Kiat menjadi pemimpin yang sukses. Jakarta: Pustakan Reka Cipta Sarwono, S.W. (2005). Teori-teori psikologi sosial. Jakarta : Raja Grafindo Persada Sobur, A. (2003). Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia. Strickland, B. R. (Ed.). (2001). The Gale encyclopedia of psychology (Vol. 2). Farmington Hills, United States of America: Gale Group. Sutrisno, Edy. (2011). Manajemen sumber daya manusia. Jakarta : Kencana Walgito, B. (1999). Psikologi sosial (suatu pengantar). Yogyakarta : Andi Yulk, Gary. (2005). Kepemimpinan dalam organisasi. Jakarta : Indeks.