LAPORAN PENELITIAN PENERAPAN HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN NASABAH BANK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN
Oleh: ERITA W. SITOHANG, S.H.,M.KN
LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN MEDAN 2012
PENGESAHAN LAPORAN PENELITIAN (Penelitian Intern Biasa)
a. Judul Penelitian
: PENERAPAN HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN NASABAH BANK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN b. Bidang Ilmu : Ilmu Hukum ( Hukum Perdata) c. Kategori Penelitian : Penelitian Untuk Mengembangkan Fungsi Kelembagaan Perguruan Tinggi. ______________________________________________________________________________ 2
Peneliti a. b. c. d. e. f.
Nama Jenis kelamin Golongan Pangkat Jabatan fungsional Fakultas/Jurusan Pusat Penelitian
: ERITA WAGEWATI. SITOHANG, S.H.,M.KN : Perempuan : III/C : : Hukum Perdata : Bank Indonesia Medan
______________________________________________________________________________ 3 Studi Kasus Penelitian : Bank Indonesia Medan ______________________________________________________________________________ 4 Lama Penelitian : 3 (tiga) bulan ( Januari – April ) 2012 ______________________________________________________________________________ 5
Biaya Penelitian
:
Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah)
______________________________________________________________________________ Medan, 2012 Mengetahui Dekan Fakultas Hukum
Dr. Haposan Siallagan,SH.MH
Menyetujui Lembaga Penelitian Pel. Ketua
Dr.Ir Hasan Sitorus,MS
Peneliti
EritaW.Sitohang,SH.Mkn
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmatnya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan karya ilmiah ini : Dalam penulisan Karya ilmiah ini, penulis memperoleh bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, dan untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada : 1. Bapak Dekan Fakultas Hukum Universitas HKBP Nommensen Medan 2. Ibu kepala perpustakaan Universitas HKBP Nommensen Medan 3. Pihak-pihak tertentu yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu-persatu Penulis menyadari bahwa apa yang disajikan dalam karya ilmiah ini belumlah sesuai dengan apa yang diharapkan, untuk itulah penulis dengan segala kerendahan hati menerima berbagai kritik dan saran yang sifatnya membangun. Akhirnya penulis sangat mengaharapkan bahwa karya ilmiah ini dapat bermanfaat untuk membantu mahasiswa dalam perkuliaahan dan sekaligus dapat digunakan untuk melengkapi persyaratan akademis.
Medan 24 oktober 2012 Penulis
Erita W. Sitohang, S.H.,M.Kn
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR……………………………………………………………… i DAFTAR ISI……………………………………………………………………….. ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ................................................................................................... 1 B. Perumusan Masalah ........................................................................................... 8 C. Tujuan Penelitian ............................................................................................... 8 D. Manfaat Penelitian ............................................................................................. 9 E. Kerangka Teori dan Konsepsi…………………………………………………. 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Lembaga Penjamin Simpanan...................................... 17 1.
Pengertian penjaminan ................................................................................. 17
2.
Peranan Lembaga Penjamin Simpanan ........................................................ 21
3.
Sejarah dan Lahirnya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di Indonesia.... 26
4.
Visi dan Misi lembaga Penajman Simpanan ................................................ 29
5.
Organ - Organ Lembaga Penjamin Simpanan.............................................. 32
6.
Wewenang Lembaga Penjaminan Simpanan a.
Kepesertaan............................................................................................... 38
b.
Kewajiban Bank Peserta ........................................................................... 38
c.
Dokumen Kepesertaan.............................................................................. 39
d.
Kontribusi Kepesertaan............................................................................. 41
e.
Perhitungan Dan Pembayaran Premi ........................................................ 42
f.
Menyampaikan laporan secara Berkala .................................................... 47
g.
Klaim Yang Tidak Layak Di Bayar.......................................................... 48
h.
Efektivitas Kewenangan Lembaga Penjamin Simpanan .......................... 49
BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitiaan .............................................................................. 46 B. Sumber Data..................................................................................................... 46 C. Metode Pengumpulan Data .............................................................................. 47 D. Metode Analis Data.......................................................................................... 47 BAB IV PEMBAHASAN A. Perlindungan hukum yang diberikan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada nasabah perbankan. ............................................................................................................... 48 B. Tanggung jawab bank penyimpan atas kelalaian dalam menjalankan kewajiban sesuai dengan ketentuan Lembaga Penjamin Simpanan .................................................... 54 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan
……………………………………………………………… 60
B. Saran ……………………………………………………………………… 61 DAFTAR PUSTAKA
BAB 1 PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Pembangunan nasional yang dilaksanakan di Indonesia selama ini, senantiasa memperhatikan keserasian,keselarasan dan keseimbangan berbagai sektor termasuk di bidang ekonomi dan keuangan.Upaya tersebut dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang–Undang dasar 1945.Perkembangan perekonomian nasional, terutama pasca reformasi senantiasa bergerak cepat dengan tantangan yang semakin kompleks. Oleh karena itu, diperlukan berbagai penyesuaian kebijakan di bidang ekonomi termasuk sektor perbankan sehingga diharapkan akan dapat memperbaiki perekonomian nasional. Industri perbankan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam perekonomian nasional demi menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.Stabilitas industri perbankan sangat mempengaruhi stabilitas perekonomian secara keseluruhan. Pada tahun 1998, krisis moneter dan perbankan yang menghantam Indonesia, yang ditandai dengan dilikuidasinya 16 bank, mengakibatkan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan. Untuk mengatasi krisis yang terjadi, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan diantaranya memberikan jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran bank, termasuk simpanan masyarakat (blanket guarantee). Hal ini ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran
Bank Umum dan Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat. Dalam pelaksanaannya, blanket guarantee memang dapat menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan, namun ruang lingkup penjaminan yang terlalu luas menyebabkan timbulnya moral hazard baik dari sisi pengelola bank maupun masyarakat.Untuk mengatasi hal tersebut dan agar tetap menciptakan rasa aman bagi nasabah penyimpan serta menjaga stabilitas sistem perbankan, program penjaminan yang sangat luas lingkupnya tersebut perlu digantikan dengan sistem penjaminan yang terbatas. Dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mengamanatkan pembentukan suatu Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai pelaksana penjaminan dana masyarakat. Pada tanggal 22 September 2004, Presiden Republik Indonesia mengesahkan Undangundang
Republik
Indonesia
Nomor
24
Tahun
2004
tentang
Lembaga
Penjamin
Simpanan.Berdasarkan Undang-Undang tersebut, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) suatu lembaga independen yang berfungsi menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya. Adapun Nilai Simpanan yang dijamin berdasarkan Undang-Undang No 4 Tahun 2004 tersebut untuk setiap nasabah pada satu bank paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah). Sehubungan dengan telah terjadinya krisis keuangan secara global yang mempengaruhi stabilitas sistem keuangan nasional termasuk perbankan, diperlukan upaya untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan belum mengatur bahwa ancaman krisis yang berakibat merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan serta membahayakan stabilitas keuangan secara global yang mempengaruhi stabilitas
sistem keuangan nasional sehingga dapat mengikuti
perkembangan perekonomian nasional
maupun internasional. Faktor utama yang menjadi dikeluarkannya perubahaan peraturan pemerintah yaitu dikarenakan suatu kegentingan yang memaksa,diman ahal tersebut terjadi krisis keuangan secara global yang mempengaruhi sistem stabilitas keuangan nasional termasuk perbankan
yang
dapat
berakibat
merosotnya
kepercayaan
masyarakat
terhadap
perbankan,sehingga dengan persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia mengenai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 Lembaga Penjamin Simpanan yakni diikuti dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2008 tentang Besaran Nilai Simpanan Yang Dijamin Lembaga Penjamin Simpanan yakni merubah nilai penjaminan untk setiap nasabah pada satu bank yang semula sebesar Rp.100.000.000 (seratus juta rupiah) menjadi Rp. 2.000.000.000 ( dua milyar rupiah),demikian bersadarkan ketentuan pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.66 Thun 2008 tersebut. Hal tersebut merupakan langkah tepat untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan, sehingga dengan adanya persetujuan bersama antara Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia memutuskan serta menetapkan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2009 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 3 tahun 2008 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan menjadi Undang-Undang. Dalam rangka melaksanakan tugasnya, dalam Pasal 6 ayat 1 Undang-undang Lembaga Penjamin Simpanan mempunyai kewenangan : - menetapkan dan memungut premi penjaminan
-
menetapkan dan memungut kontribusi pada saat bank pertama kali menjadi
peserta
-
melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban Lembaga Penjamin Simpanan
-
mendapatkan data simpanan , data kesehatan bank, laporan keuangan bank, dan laporan hasil pemeriksaan bank sepanjang tidak melanggar kerahasiaan bank.
-
Melakukan rekonsiliasi ,verifikasi, dan/atau konfirmasi atas data.
-
Menetapkan syarat, tata cara, dan ketentuan pembayaran klaim;
-
Menunjuk, menguasakan, dan/atau menugaskan pihak lain untuk bertindak bagi kepentingan dan/atau atas nama LPS, guna melaksanakan sebagai tugas tertentu;
-
Melakukan penyuluhan kepada bank dan masyarakat tentang penjaminan simpanan, dan
-
Menjatuhkan sanksi administratif.
Adapun Bank yang menjadi peserta Lembaga Penjamin Simpanan dalam Pasal 8 ayat 1- 2 Undang- Undang lembaga Penjamin Simpanan tersebut adalah: -
Setiap bank yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia wajib menjadi peserta Penjaminan.
-
Kewajiban bank menjadi peserta Penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk Badan Kredit Desa.
-
Bank peserta penjaminan meliputi seluruh Bank Umum (termasuk kantor cabang dari bank yang berkedudukan diluar negeri yang melakukan kegiatan perbankan dalam wilayah Republik Indonesia) dan Bank Perkreditan Rakyat, baik bank konvensional maupun bank berdasarkan prinsip syariah.
-
Kantor cabang dari bank yang berkedudukan si Indonesia yang melakukan kegiatan Perbankan diluar wilayah Republik Indonesia tidak termasuk dalam Penjaminan. Dimana setiap Bank yang melakukan penjaminan dalam Pasal 9 ayat 1- 4. Undang – Undang Lembaga Penjamin Simpanan mempunyai kewajiban: - Menyerahkan dokumen salinan anggaran dasar atau akta pendirian bank, salinan dokumen perijinan bank, surat keterangan tingkat kesehatan bank yang dikeluarkan oleh LPP yang dilengkapi dengan data pendukung.
-
membayar kontribusi kepersertaan sebesar 0,1 % (satu perseribu) dari modal sendiri (ekuitas) bank pada akhir tahun fiscal sebelumnya atau dari modal disetor bagi Bank baru.
-
Membayar premi penjaminan.
-
Menyampaikan laporan secara berkala dalam format yang ditentukan.
-
Memberikan data, informasi, dan dokumen yang dibutuhkan dalam rangka penyelenggaraan penjaminan ; dan
-
Menempatlkan bukti kepersertaan atau salinannya didalam kantor bank atau tempat lainnya sehingga dapat diketahui dengan mudah oleh masyarakat Dan apabila kewajiban tersebut tidak dijalankan sesuai Pasal 94 – 95. Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan maka akan di jatuhkan sanksi baik Sanksi administratif dan sanksi pidana :
1. Bank yang tidak melunasi pembayaran premi sesuai dengan batas waktyu yang ditentukan dikenakan sanksi denda per hari keterlambatan sebesar 0,5% (lima per seribu) dari jumlah premi yang masih harus dibayar untuk periode yang bersangkutan. 2. Besarnya denda ditetapkan paling tinggi 150% (seratus lima puluh per seratus) dari jumlah premi yang seharusnya dibayar untuk periode yang bersangkutan.
3. Bank yang tidak melunasi kekurangan premi sebagau akibat koreksi, dikenakan sanksi denda per hari keterlambatan sebesar 0,5% (lima per seribu) dari jumlah kekurangan premi yang masih harus dibayar dan paling tinggi 150% (seratus lima puluh per seratus) dari jumlah premi yang seharusnya dibayar. 4. Bank yang terlambat menyampaikan laporan,dikenakan sanksi denda sebesar Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari kalender keterlambatan untuk setiap laporan yang harus disampaikan. Pengenaan denda administratif dikenakan untuk jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan. 5. Direksi, komisaris, dan pemengang saham bank yang: a. Tidak menyerahkan dokumen salinan anggaran dasar, dokumen perizinan bank, surat keterangan tingkat kesehatan, dan surat pernyataan; b. Tidak membayar kontribusi kepesertaan bank; c. Tidak memberikan data, informasi, dan dokumen
yang dibutuhkan dalam rangka
penyelenggaraan Penjamin; d. Menempatkan bukti kepesertaan atau salinannya didalam kantor bank atau tempat lainnya sehingga dapat diketahui dengan mudah oleh masyarakat; dan/atau e. Menyebabkan bank tidak memenuhi kewajiban bank sebagai peserta penjaminan serta tidak menyelesaikan sanksi administrative,dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2(dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun, serta denda paling sedikit Rp. 2.000.000.000,00 (dua milliar rupiah) dan paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). 6. Direksi, komisaris,dan/atau pemegang saham bank yang menyebabkan bank tidak membayar premi dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak batas waktu periode yang bersangkutan,dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2(dua) tahun dan paling lama 10
(sepuluh) tahun,serta denda paling sedikit Rp. 2.000.000.000,00 (dua milliard rupiah) dan paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga millyar rupiah). 7. Pemegang saham, direksi,dewan komisaris,pengawai,dan/atau pihak lain yang terkait dengan bank yang dicabut izin usahanya atau banyak dalam likuidasi yang tidak membantu memberikan segala data dan informasi yang diperlukan oleh Lembaga Penjamin Simpanan dan/atau tim likuidasi dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1(satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun,serta denda paling sedikit Rp. 2.000.000.000,00 ( dua milliar rupiah). 8. Anggota Dewan Komisioner,Kepala Eksekutif dan pengawai Lembaga Penjamin Simpanan, atau pihak lain yang ditunjuk atau dihasilkan dalam pelaksanaan tugasnya yang harus dirahasiakan berdasarkan peraturan perundang-undangan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun paling lama 3 (tiga) tahun serta denda paling sedikit Rp. 2.000.000.000,00 ( dua milliar rupiah). 9. Setiap orang atau badan yang memberikan data,informasi,dan/atau laporan,yang berkaitan dengan penjaminan simpanan yang tidak benar,palsu,dan/atau menyesatkan,dipidana dengan penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun,serta denda paling sedikit Rp. 2.000.000.000,00 (dua milliar rupiah) dan paling banyak Rp.3.000.000.000,00 (tiga milliar rupiah). 10. Setiap orang atau badan yang menolak memberikan kepada Lembaga Penjamin Simpanan data,informasi, dan dokumen yang terkait dalam pelaksanaan tugas dan wewenang Lembaga Penjamin Simpanan dipidana dengan pidanan penjara paling singkat 1(satu) tahun dan paling lama 3(tiga) tahun,serta denda paling sedikit Rp. 2.000.000.000,00 (dua milliar rupiah) dan paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga milliar rupiah).
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian dari uraian dari latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan dibahas lebih lanjut, yaitu; 1. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum bagi Nasabah Perbankan setelah berdirinya lembaga penjamin Simpanan di Indonesia? 2. Bagaimana tanggung jawab bank penyimpan atas kelalaian dalam menjalankan kewajiban sesuai dengan ketentuan Lembaga Penjamin Simpanan ?
C . Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian adalah : 1. Untuk mengetahui bagaimana bentuk perlindungan hukum bagi nasabah perbankan setelah berdirinya lembaga penjamin simpanan. 2. Untuk mengetahuiBagaimana tanggung jawab bank penyimpan atas kelalaian dalam menjalankan kewajiban sesuai dengan ketentuan Lembaga Penjamin Simpanan.
D . Manfaat Penelitian Dalam Penelitian ini akan diperoleh manfaat sebagai berikut : 1. Sebagai kajian untuk menambah pengetahuan kepada masyarakat khususnya para nasabah perbankan, praktisi perbankan,praktisi hukum,notaris,mahasiswa tentang ketentuan,tata cara dan prosedur serta manfaat atas perlindungan nasabah perbankan. 2. Memberikan pemahaman yang mendasar bagi para nasabah penyimpanan dalam melaksanakan sistem perbankan
E. Kerangka teori dan Konsepsi Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tententu terjadi, dan satu harus diuji dengan menghadapakan pada fakta-fakta yang dapat menunjukan ketidakbenaran. Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis dari para penulis ilmu hokum bidang pertanahan terutama yang berkaitan dengan Peranan notaris dan PPat dalam menjual akta jual beli dan kuasa dalam upaya mempercepat penyelesaian kredit macet bermasalah yang menjadi agunan bank, yang menjadi bahan perbandingan, pengangan teoritis, yang mungkin disetujui,yang merupakan measukan esternal bagi penulis tesis ini . Hans Kelsen mengemukakan : “ Satu konsep yang berhubungan dengan konsep hukum aalah konsep tanggung jawab hukum. Bahwa seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia mimikul tanggung jawab hukum berarti bahwa dia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan.Biasanya, yakni atas perbuatannya sendiri. Dalam kasus ini subjek dari tanggung jawab hukum dan subjek dari kewajiban hukum tertentu ” Pendapat tersebut sesuai dengan konsep teori M. Solly Lubis yang mengatakan “Kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori tesis penulis mengenai suatu kasus ataupun permasalahan (problem) yang bagi si pembaca menjadi menjadi bahan perbandingan, pengangan tori, yang mungkin ia setuju ataupun tidak setujuinya, ini merupakan masukan esternal bagi peneliti. Teori ini sendiri adalah serangkaian proposisi atau keterangan yang saling berhubungan dengan dan tersusun dalam sistenm deduksi yang mengemukakan suatu penjelasan atas suatu genjala. Jadi teori adalah :
Seperangkat proposisi yang berisi konsep abstrak atau konsep yang sudah didefenisikan dan saling berhubungan antar variable sehingga menghasilkan pandangan sistematis dari fenomena yang digambarkan oleh satu variabel dengan variable lainnya dan menjelaskan bagaimana hubungan antar variable tersebut. Sedangkan teori dalam penelitian ini adalah untuk mensistimatiskan penemuan_penemuan penelitian, membuat ramalan atau prediksi atas dasar penemuan dan menyajikan penjelasan yang dalam hal ini untuk menjawab pertanyaan.Artinya teori merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuian dengan objek yang dijelaskan dan harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar. Johanes Ibrahim menjelaskan “Pemberlakuan undang-undang tersebut diharapkan untuk memberikan kepastian hukum bagi nasabah penyimpan untuk mendapatkan perlindungan hukum yang memadai dan mewujudkan system perbankan yang sehat dan stabil. Undang-undang ini dimaksudkan untuk meyempurnakan program penjaminan simpanan nasabah yang selama ini telah diatur memalui kebijakan peratuaran pemerintah, antara lain Keputusan Presiden (Keppres) dan Surat keputusan bersama (SKB). Undang-undang tentang Lembaga penjaminan simpanan terdiri dari XVI bab dan 103 Pasal, terdiri atas ketentuan Umum, pembentukan, Status, dan tempat kedudukan, Fungsi dan wewenang, Penjaminan Simpanan Nasabah Bank, Penyelesaian Penanganan Bank Gagal, Likuidasi, Organisasi, Kekayaan, Pembiayaan, dan Pengelolahan, Rencana Kerja, dan Anggaran Tahunan, Pelaporan dan Akuntabilitas, Hubungan dengan Lembaga Lain, Kerahasian Data, Sanksi Aadministratif dan Pidana, Ketentuan Lain-lain, Ketentuan Peradilan dan Ketentuan Penutup.
Perlindungan hukum dalam transaksi perbankan, meruapakan hal yang patut dikedepankan agar kepentingan para pihak terlindungi. Wujud perlindungan hukum pada dasarnya merupakan upaya penegakan hukum. Penengakan hukum secara konsepsional merupakan kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang tejebakan di dalam kaidah-kaidah yang mantap mengenwantahkan dan sikap tindak sebagai penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memeliharakan dan mempertahan kedamaian pergaulan hidup. Selanjutnya konkretisasi dari upaya penegakan hukum secara konseptional dijabarkan bahwa manusia didalam pergaulan hidup mempunyai pergaulan-pergaulan tertentu mengenai apa yang baik dan apa ayang buruk. Pandangan-pandangan tersebut senantiasa terwujud dalam pasangan-pasangan tertentu, misalnya nilai kepentingan umum dan kepentingan pribadi. Di dalam penegakan hukum,pasangan nilai-nilai tersebut diserasikan dan dijabarkan secara lebih konkrit lagi karena nilai-nilaim tersebut lazimnya bersifat abstrak. Penjabaran lebih konkrit diwujudkan dalam bentuk kaidah-kaidah hukum yang berisikan suruhan, larangan dan kebolehan, kaidah-kaidah itu menjadi pedoman atau patokan perilaku atau atau sikap tindakan yang dianggap pantas tersebut bertujuan untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan perdamaian. Faktor-faktor yang patut dipertimbangkan dalam penegakan hukum adalah faktor hukumnya sendiri, faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum, yakni pihakpihak yang membentuk dan menerapkan hukum, faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penengakan hukum, faktor kebudayaan, yakni hukum sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasrkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
Upaya penegakan hukum tidak terlepas dari citra hukumyang dianut dalam masyarakat yang bersangkutan kedalam perangkat berbagai atran hukum positif, lembaga hukum dan proses (perilaku birokrasi pemerintahan danwarga masyarakat) Dalam penegakan hukum terdapat tiga unsur yang harus dipertimbangkan, yaitu: kepasyian hukum, kemanfaatan dan keadilan. Kepastian merupakan kehendak setiap orang, bagaimana hukum harus diberlakukan atau
diterapkan dalam perisitiwa konkrit. Kepastian
hukum berarti bahwa setiap orang dapat menutut hukum agar hukum dapat dilaksanakan dan tuntutan itu pasti dipenuhi, dan bahwa tiap pelanggaran hukum akan ditindak dan dikenakan sanksi menurut hukum, selanjutnya penengakan hukum harus memberi manfaat atau kengunaan bagi masyarakat, dan terakhir keadilan dituntut oleh masyarakat, dimana sangat berkepentingan bahwa dalam pelaksanaan atau penengakan hukum transaksi perbankan harus memperlihatkan ketiga unsur tersebut. Hasil kajian kompreensif yang dilakukan oleh Asli Deminguc-Kunt, Edward J Kane dan Luc Laevan terhadap perbankan, diperoleh indikasi bahwa kecnderungan para pengambil kebijakan untuk menciptakan suatu jejaring pengaman keuangan (financial safety net) melalui pendirian Penjaminan Simpanan apakah secara implisit dan ekspilit. Sementara itu Enrica Detragitache berpendapat bahwa tujuan pendirian Penjamin Simpanan
bukan hanya untuk
melindungi penyimpan kecil saja, tetapi lebih mendorong secara sistem agar bank menjalankan fungsi intermediasinya dengan lebih efesien dan efektif. Beberapa alasan yang disampaikan Kunt et al mengapa Penjamin Simpanan diperlukan karena biaya untuk mengatasi krisis perbankan menjadi jelas dan terukur manfaatnya, hal ini tidak lain disebakan karena Penjaminan Simpanan telah memiliki sejumlah dana yang berasal dari hasil akumulasi pembayaran premi dari bank peserta. Meskipun akumulasi premi yang
dimiliki Penjamin Simpanan belum tentu mampu menutup seluruh biaya penutupan bank gagal, tetapi secara system menjadi lebih terukur dan jelas Sejarah berdirinya Lembaga penjamin Simpanan yang bertugas melakukan Penjaminanan Simpanan dimulai pertama kali di Amerika Serikat pada tahun 1934. Asli deminguc- Kunt, Edward J Kane dan Luc Laevan menjelaskan bahwa mengapaAmerika serikatb mendirikan Lembaga tersebut didasari pengalaman terjadinya krisis ekonomi yang hebat di tahun 1933 dimana hak-hak para penabung di bank yang harus ditutup nasibnya tidak jelas. Kunt et al mengatakan pada umumnyasuatu Negara baru membentuk Penjaminan Simpanan setelah: 1. Mengalami krisis keuangan denagn alasan memudahkan untuk menyakinkan para pihak. 2. Adanya saran dari lembaga Keuangan internasional seperti IMF dan bank dunia ketika mereka melakukan asitensi atau krisis suatu Negara.Terlepas apakah karena kebutuhan yang timbul dari internal
ataupun karena dorongan
IMF atau Bank Dunia, dalam
perkembangannya pada akhirnya banyak Negara yang mempunyai Penjaminan Simpanan. Sampai dengan tahun 2007 tercatat 95 negara yang telah mendirikan sistem Penjamin Simpanan dan sekitar 23 negara lain masih dalam proses internasional Association of Deposit Insures.
2. Konsepsi Konsepsi adalah salah satu bagian teroenting dari konsepsi yang diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu yang abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan operatioanal definition. Pentingnya defenisi operasioanlnya adalah untuk menghindari perbedaan pegertian atau penafsiran Medua(du bius) dari suatu istilah yang dipakai , ‘konsepsi dapat dikemukankan
didalam putusan-putusan pengadilan putusnya perkawinan akibat perceraian. Oleh karena itu untuk menjawab permasalah dalam penelitian ini harus didefenisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu; a. Penerapan taitu pemasangan pengenaan perihal mempraktekkan b. Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kapada bank dalam bentuk giro, deposit berjangka, sertifikat deposit, tabungan, tabungan, dan bentuk lainnya yang dipersamakan denagan itu. c. Nasabah adalah pihak yang mengunakan jasa bank d. Nasabah penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdaskan perjanjian bank. e. Lembaga Pegawas Perbankan (LPP) adalah Bank Indonesia atau Lembaga pegawasan Sektor jasa keuangan sebagaimana maksudnya dalam undang-undang tentang Bank Indonesia. f. Lembaga Penjaminan Simpanan adalah badan hukum yang meyelenggarakan kegiatan penjaminan atas kegiatan penjaminan atas simpanan Nasaabah Penyimpan melalui Skim asuransi,dan penyangga, atau skim lainya. Penjaminann Simpanan Nasabah Bank (Penjaminan) adalah Penjaminan yang dilaksanakan oleh Lembaga Penjamin Simpanan atas simpanan-simpanan nasabah bank.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. TINJAUAN TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN 1. PENGERTIAN PENJAMINAN Penjaminan simpanan (giro, deposito berjangka, sertifikat deposito ,tabungan dan simpanan lain-nya) yang memiliki nasabah merupakan jenis tanggungan yang tumbuh dalam praktik sehari-hari dan tidak ditemukan di KUHD.
Meskipun demikian, prinsip-prinsip
penjaminan/penanggunganyang terdapat dalam KUHD khussusnya yang berkaitan dengan asuransi kerugian pada umumnya dapat diperlakukan terhadap perjanjian penjaminan simpanan nasabah di perbankan.Dengan demikian penjaminan sangat erat kaitannya dengan sebuah penanggungan. Dalam ilmu hukum, suatu penanggungan merupakan persetujuan bahwa untuk kepentingan kreditur, seseorang/pihak ketiga berjanji dan mengikaktkan diri untuk memenuhi kewajiban-kewajiban si debitur manakala debitur itu tidak memenuhi kewajibannya kepada kreditur )
Nasabah debitur dalam terminlogi perbankan adalah mereka yang mendapatkan pinjaman atau fasilitas kredit dari bank, sedangkan nasabah kreditur adalah mereka yang ,mendapatkan dananya dalam bentuk simpanan atau deposito berjangka kedalam bank. Pada hakikatnya, keberadaan sebuah penanggungan dimaksudkan untuk dapat menyakinkan dan memperkuat kedudukan kreditur manakala pada saatnya tiba ,debitur tidak dapat menunaikan kewajiban-kewajibannya. Sesuai dengan yang telah diperjanjikan.) Pasal 1820 KUHPerdata menyebutkan mengenai penanggungan ini sebagai berikut : Penanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga , guna kepentingan si berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan si berutang manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya Dari isi Pasal 1820 KUHPerdata yang disebutkan diatas dapat diketahui bahwa penjaminan atau penanggungan merupakan suatu perjanjian. Selanjutnya , Pasal 1313 KUHPerdata menyebutkan bahwa : Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan
dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Sebuah perjanjian penjaminan/ penanggungan setidaknya melibatkan tiga pihak, kreditur, debitur dan penanggung. Kreditur atau si berpiutang dalam hal penjaminan simpanan adalah para deposan perbankan, debitur atau si berutang adalah institusi perbankan , sedang penanggung adalahLlembaga Penjamin Simpanan (LPS). menyebutkan bahwa si penanggung atau si penjamin dari sebuah perjanjian utang piutang berkewajiban untuk membayar utang yang diperoleh debitur kepada kreditur. Untuk pembayaran utang debitur kepada kreditur yang telah dilakukan oleh penjamin / penanggung, sehingga penanggung mempunyai hak untuk menagihkan kembali hal tersebut kepada debitur.kalusula untuk menagihkan kembali jumlah
yang telah dibayarkan penanggung kepada debitur ditemukan juga dalam penjaminan simpanan nasabah perbankan, yakni yang diatur dalam pasal 29 UU LPS. Dalam hukum penjaminan/penanggungan menurut KUHPerdata dan KUHD dikenal beberapa prinsip seperti; 1. Prinsip kepentingan yang dapat dipertanggungkan; 2. Prinsip iktikad baik; 3. Prinsip keseimbangan 4. Prinsip sebab akibat 5. Prinsip kontribusi Prinsip kepentingan yang dapat dipertanggungjawabkan dikaitkan dengan keadaan bahwa pada saat dilakukan penjaminan telah dipersyaratkan keberadaan dari suatu kepentingan , dan kepentingan ini harus sudah ada pada saat suatu perjanjian penjaminan ditutup. Hal ini dapat dilihat secara jelas pada pasal 250 KUHD yang menyatakan bahwa Apabila seorang yang telah mengadakan pertangungan untuk diri sendiri, atau apabila seorang yang untuknya telah diadakannya pertanggungan itu tidak mempunyai kepentingan itu, maka penangung tidaklah diwajibkan memberikan ganti rugi Dalam perjanjian penjaminan, unsur saling percaya diantara para pihak merupakan hala yang penting, penjamin menaruh kepercayaan penuh bahwa pihak yang dijamin akan memberikan keterangan dengan lengkap dan benar. Sebaliknya, pihak yang dijamin juga menaruh rasa percaya bahwa penjamin akan membayar kewajibannya dalam bentuk meberikan ganti rugi manakala terjadi kerugian. Prinsip iktikad baik dari masing-masing pihak yang harus ada dalam setiap perjanjian sebagaimana yang dikandung dalam pasal 1338 KUHPerdata juga harus asa dalam perjanjian penjaminan simpanan nasabah perbankan.
Sebagaiman halnya dengan perjanjian pada umumnya, prinsip keseimbangan juga dikenal dalam perjanjian penjaminan yang menyangkut sejumlah uang, ganti kerugian tidak diberikan penjamin sebesar kerugian yang sungguh-sungguh diderita oleh pihak yang dijamin, tetapi jumlah penggantian kerugian telah ditetapkan sebelumnya pada waktu ditutupnya perjanjian penjaminan, khussus dalam penjaminan simpanan nasabah perbankan, jaminan tersebut dibatasi sedemikian rupa dan saat ini ditetapkan maksimum sebesar RP. 2.000.000.000,- (dua miliar) dengan pertimbangan : a. Memberikan sinyal kepada masyarakat bahwa penggantian kerugian tetap harus ada batasnya. b. Mencegah terjadinya moralhazard pada pemilik/pengelola bank; c. Memberikan batasan terhadap beban yang harus ditanggung oleh pemerintah/ lembaga penjamin simpanan ; Dalam perjanjian penjaminan, dikenal juga prinsip subrogasi (subrogatie) .hal ini berarti bahwa jumlah penggantian kerugian yang telah dibayarkan oleh penjamin akan ditagihkan kepada harta-harta dari pihak yang akan dijamin, baik itu harta korporasi maupun harta pribadi pengurusnya. Pasal 284 KUHD menyebutkan bahwa : Seorang penggung yang telah membayar kerugian sesuatu barang yang dipertanggungkan, menggantikan si tertanggung dalam segala hak yang diperolehnya terhadap orang-orang ketiga berhubung dengan penerbitan kerugian tersebut ; dan si tertanggung itu adalah bertnaggung jawab untuk setiap perbuatan yang dapat merugikan hak si penanggung terhadap orang-orang ketiga. Pada pasal 1400-1403 KUHPerdata dikenal juga subrogasi yang timbul berdasarkan suatu perjanjian.Perbedaan
subrogasi yang menyangkut penjaminan dengan subrogasi yang
menyangkut penanggung / penjamin , hak subrogasi berada pada pihak penjamin; sedang dalam subrogasi perjanjian, hak subrogasi berada pada pihak ketiga. Dalam perjanjian penjaminan dikenal juga prinsip sebab akibat.Karena terdapat sebad yang nyata –nyata disebutkan dalam perjanjian, timbul kewajiban dari penjamin untuk membayarkan ganti rugi kepada pihak yang dijamin. Selain dari itu , dikenal pula prinsip konstribusidalam perjanjian penjaminan/penanggungan, yang kesemuanya melandasi keberadaan perjanjian penjamin pada umumnya.
2. PERANAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN Studi mengenai Penjamin Simpanan telah banyak dilakukan melai dari Marton, Busaer et al,Diamond dan Dybvig,Chari dan Jagannathan, Kane, Calomiris, Allen dan Gate dan terakhir adalah dilakukan oleh Kunt et . Pada umumnya mereka mempunyai kesamaan pendapat bahwa keuntungan suatu Negara memiliki Penjamin Simpanan adalah untuk mencegah pemborosan biaya likuidasi suatu bank gagal. Pada umumnya para peneliti sepakat bahwa keberadaan
Penjamin Simpanan yang
dikaitkan dengan peranannya dalam menjaga stabilitas perbankan masih menjadi kajian yang menimbulkan pro dan kontra. Timbulnya pro dan kontra pada umumnya tidak terlepas dari sudut pandang bahwa adanya penjamin simpanan bias menimbulkan gangguan pada disiplin pasar adanya moral hazarad. Adanya penurunan atas displin pasar dan adanya moral hazarad baik secara langsung maupun tidak, akan menstimulir terjadinya ketidakstabilan pada sector perbankan. Asli Demirguc-Kunt dan Detragiache menyatakan bahwa disain sebuah Penjamin Simpanan akan memberikan pengaruh terhadap disiplin pasar. Hal yang sama juga dinyatakan
oleh Demirguc-Kunt dan Huizinga. Vanso P loannidou dan Jan de Dreu yang meneliti kasus Penjamin Simpanan di Bolivia periode 1998-2003 berpendapat bahwa Penjamin Simpanan akan mengurangi insentif para penabung untuk turut serta mengawasi bank disaat bank menawarkan tingkat suku bunga yang tinggi. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap tingkat kedisiplin bank dalam mengelola usahanya Dalam kajiannya, Ioannidou dan Jan de Dreu menyimpulkan bahwa adanya Penjamin Simpanan secara signifikan menurunkan displin pasar.Argumentasinya adalah karena simpanannya dijamin, maka ada kecenderungan pihak bank untuk meningkatkan bunga dipasar. Dalam analisanya Ioannidou dan Jan de Dreu menggunakan krieteria yang dapat menilai tingkat displin pasar melalui beberapa indicator kinerja perbankan sepertiMeningkatnya rasiorasio tersebut merefleksikan semakin tingginya tingkat resiko suatu bank apabila hal tersebut dilakukan melalui mekanisme sukubunga, maka cenderung untuk menurunkan disiplin pasar. Dengan tingkat sukubunga yang tinggi, mempunyai implikasi semakin tinggi resiko karena meningkatkan biaya dana yang pada akhirnya menyebabkan tingginya tingkat suku bunga pinjaman. Tingginya tingkat suu bunga merupakan refleksi bahwa bank akan menanggung resiko yang lebih tinggi. Dari sisi aktiva akan mempengaruhi kemampuan membayar para nasabah kredit sedangkan dari sisi pasiva akan menaikkan biaya dana. Studi yang dilakukan peneliti lain yaitu dengan mencoba menggunakan pendekatan yang berbeda misalnya Martinez Peria dan Schumukler yang mengunakan pendekatan kuantitas yaitu kaitan antara pertumbuhan simpanan dengan tingkat resiko bank Hosono menggunakan alat analisnya berdasarkan baik tingkat sukubunga maupun pertumbuhan simpanan terhadap resiko bank. Salah satu pendapat yang menarik untuk diketahui adalah apa yang disampaikan oleh
Hosono dimana untuk kasus di Indonesia menyatakan bahwa perlindungan simpanan yang dilaksanakan oleh pemerintah tidak menghasilkan tingkat kredibilitas yang tinggi. pendapat tersebut tentunya harus diterjemahkan hati-hati mengingat untuk kasus di Indonesia pejaminan simpanan baru diberlakukan setelah krisis terjadi. Oleh sebab itu Hasono memberikan pendapatnya bahwa adanya Penjamin Simpanan terbatas yang disertai dengan keterbukaan informasi mengenai penjaminan simpanan sangat penting dalam rangka meningkatkan displin pasar. Selanjutnya Cull, Senbet dan Sorge menjelaskan bahwa Penjamin Simpanan secara eksplisit memang akan mempengaruhi votalitas sistem keuangan apabila suatu Negara memiliki sistim kelembagaan keuangan yang lemah pada akhirnya akan meningkatkan moral hazard karena baik pemilik maupun pengelola bank merasa disisi pasivanya telah ada yang menjamin. Sejalan dengan apa yang dikemukakan Hosono, Greg Caldwell, berpendapat bahwa displin pasar penting berkaitan dengan probabilitas kegagalan bank kemampuan Penjamin Simpanan dalam menanganinya. Untuk itu bank harus dapat memberikan informasi secara jelas dan terbuka berkaitan dengan status keuangan bank kepada public agar pasar dapat meresponnya dengan tepat dan relevan. Meskipun ada indikasi bahwa keberadaan Penjamin Simpanan cenderung mengurangi tingkat displin pasar,tetapi bukan berarti bahwa Penjamin Simpanan menjadi tidak diperlukan.Hal ini didasari pemikiran bahwa bukan hanya Penjamin Simpanan saja yang menyebabkan berkurangnya tingkat displin pasar dan moral hazarad. Asli Demirguc-Kunt dan Enrica Detragiache, misalnya berpendapat bahwa ketidak disiplinan terhadap pasar juga didorong oleh ketidak displinan para penyimpan, pengelola dan pemilik bank serta pihak-pihak terkait lainnya seperti bank lainnya dan stakeholder.
Moral hazard yang ditimbulkan oleh lembaga keuangan seperti bank dan Penjamin Simpanan lebih banyak dialami pada kondisi dimana liberalisasi sistem keuangan dan perbankan sedang dilaksanakan. Untuk memperkecil moral hazard dapat diatasi melalui pelaksanaan good corporate governance (GCG) yang efektif dan terbentuknya disiplin pengawasan dan melalui berbagai regulasi. Semakin baik regulasi perbankan, maka keberadaan Penjamin Simpanan akan meningkatkan stabilitas perbankan. Disamping regulasi perbankan, kualitas pengelola Penjamin Simpanan juga akan memberikan dampak terhadap stabilitas perbankan. Regulasi yang relevan untuk diperhatikan adalah yang berkaitan dengan prinsip kehati-hatian dan sistem pengawasan.Sedangkan kualitas Penjamin Simpanan harus dilihat dan ditinjau dengan kredibilitas baik Lembaga maupun para pengelolanya. Hal ini yang menjadi fungsi dan peran Penjamin Simpanan dalam andilnya menciptakan stabilitas perbankan adalah dalam pelaksanaan resolusi bank, apakah yang menyangkut bank gagal yang harus dilikuidasi semua Penjamin Simpanan yang ada diberbagai Negara memiliki kewenangan melakukan resolusi suatu bank. Dalam menangani bank gagal tidak terlepas dari masalah moral hazarad baik yang timbul dari bank maupun dari Penjamin Simpanan.Moral hazard yang timbul akan mempengaruhi efektivitas
resolusi bank sehingga dampaknya berupa ketidak percayaan
terhadap Penjamin Simpanan. Disamping itu tentunya juga akan mempengaruhi ketidakstabilan perbankan karena Penjamin Simpanan tidak dapat memberikan kepastian. Thorsten Beck dan Luc Laeven resolusi bank di 57 negara dengan menggunakan data lebih dari 1700 bank. Hasil studi menjelaskan bahwa Penjamin Simpanan dapat menjaga tingkat disiplin pasar yang meminimalkan moral hozarad apabia masalah yang dihadapi bank dapat
ditangani secara cepat melalui intervensi langsung dari Penjamin Simpanan dalam menanganiya. Hal tersebut mutlak diperlukan karena menunda penutupan bank gagal atau bermasalah akan meningkatkan biaya. Hasil rergresi data yang dilakukan Thorten Beck dan Luc Laven menyatakan bahwa Penjamin Simpanan mempunyai peranan yang penting dalam memelihara stabilitas perbankan apabila Penjamin Simpanan mempunyai kewenangan yang penuh dan independen dalam melakukan resolusi bank. Sebagai suatu model yang ideal, maka yang bias dijadikan acuan adalah US Federal Deposits Insurance Corporation (FDIC) karena disamping melaksanakan program penjaminan dan resolisi juga karena mempunyai kewenangan mengawasi bank secara langsung. Dengan kewenangan tersebut selain resolusi bank dapat dilakukan lebih dini juga meningkatkan tingkat pengembalian atau rate of recovery atas asset bank yang dilikuidasi.
3.SEJARAH DAN LAHIRNYA LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN Industri perbankan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam perekonomian nasional demi menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Stabilitas industri perbankan sangat mempegaruhi stabilitas perekonomian secara keseluruhan. Pada tahun 1998, krisis moneter dan perbankan yang menghantam Indonesia, yang ditandai dengan likuidasinya 16 bank, mengakibatkan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan. Untuk mengatasi krisis yang terjadi, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan diantaranya memberikan jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran bank, termasuk simpanan masyarakat (blanket guarantee). Hal ini ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran
Bank Umum dan Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat. Dalam pelaksanaannya, blanket guarantee memang dapat menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan, namun ruang lingkup penjaminan yang terlalu luas menyebabkan timbulnya moral hazard baik dari sisi pengelola bank maupun masyarakat. Untuk mengatasi hal tersebut dan agar tetap menciptakan rasa aman bagi nasabah penyimpanan serta menjaga stabilitas sistem perbankan, program penjaminan yang sangat luas lingkupnya tersebut perlu digantikan dengan sistem penjaminan yang terbatas. Dikeluarkannya
Undang-Undang
Nomor
10
Tahun
1998
tentang
Perbankan
mengamanatkan pembentukan suatu Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai pelaksana penjaminan dana masyarakat. Pada tanggal 22 September 2004, Presiden Republik Indonesia mengesahkan UndangUndang
Indonesia Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Namun
Sehubungan dengan telah terjadinya krisis keuangan secara global yang mempengaruhi stabilitas sistem keuangan nasional termasuk perbankan, diperlukan upaya untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan belum mengatur bahwa ancaman krisis yang berakibat merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan serta membahayakan stabilitas keuangan secara global yang mempengaruhi stabilitas sistem keuangan nasional sehingga dapat mengikuti
perkembangan perekonomian nasional
maupun internasional. Faktor utama yang menjadi dikeluarkannya perubahaan peraturan pemerintah yaitu dikarenakan suatu kegentingan yang memaksa, dimana hal tersebut terjadi krisis keuangan secara global yang mempengaruhi sistem stabilitas keuangan nasional termasuk
perbankan
yang
dapat
berakibat
merosotnya
kepercayaan
masyarakat
terhadap
perbankan,sehingga dengan persetujuan bersama Dewan Perhwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia mengenai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 Lembaga Penjamin Simpanan yakni diikuti dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Republik Indomesia Nomor 66 Tahun 2008 tentang Besaran Nilai Simpanan Yang Dijamin Lembaga Penjamin Simpanan yakni merubah nilai penjaminan untk setiap nasabah pada satu bank yang semula sebesar Rp.100.000.000 (seratus juta rupiah) menjadi Rp. 2.000.000.000 ( dua milyar rupiah),demikian berdasarkan ketentuan pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.66 Thun 2008 tersebut. Hal tersebut merupakan langkah tepat untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan, sehingga dengan adanya persetujuan bersama antara Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia memutuskan serta menetapkan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2009 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 3 tahun 2008 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan menjadi Undang-Undang. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, Lembaga Penjamin Simpanan, suatu lembaga independen yang berfungsi menjamin simpanan nasabah penyimpanan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya. Undang-Undang ini berlaku efektif sejak tanggal 13 Oktober 2008, dan sejak tanggal tersebut Besar jaminan yang di jamin sebesar Rp. 2.000.000.000 ( dua milyar rupiah) resmi dijalankan
4. VISI DAN MISI LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN Pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di Indonesia merupa pelaksanaan dari pasal 37 B UU No. 10 tahun 1998, yang secara umum disebutkan bahwa pemerintah akan membentuk LPS berdasarkan pada suatu Peraturan Pemerintah (PP). Sebagaimana diketahui , UU No.10 tahun 1992 tentang perbankan. UU NO 10 tahun 1998 tersebut mulai berlaku sejak November 1998, yakni sekitar setahun setelah krisis moneter menerpa kawasan asia-pasifik. Masalah mendasar penyebad terjadinya krisis tesebut adalah hilangnya kepercayaan para penabung apada sistem perbankan nasional yang mengakibatkan deposan menarik dananya dari erbankan secara besar-besaran, dan pada saat yang bersamaan bank-bank di luar negeri membekukan credit line kepada perbankan di Indonesia. Sebagai kelanjutan dari yang dimanatkan oleh UU No. 10 Tahun 1998 tersebut, pemerintah menerbitkan UU No. 24 Tahun 2004 tentang lembaga penjaminan simpanan selain berfungsi untuk menjamin simpanan nasabah yang berada di perbankan , LPS juga diharapkan dapat turut aktif memelihara stabilitas sistem perbankana sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya. Untuk memenuhi amanat yang diembannya menurut ketentuan perundanganundangan, LPS merumuskan visinya yakni untuk menjadi lembaga penjamin dengan peran yang sangat strategis dalam sistem penjaminan simpanan nasabah perbankan serta dalam menjaga stabilitas perbankan nasional. Dalam rangka mencapai visi diatas, LPS merumuskan misinya yang sejalan dengan visi tersebut.Misi dimaksud adalah untuk melaksanakan program penjaminan simpanan nasabah secara efektif dan efisien, serta melaksanakan peran aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan dalam kerangka Jaringan Pengaman Sistem Keuangan (JPSK). Berdasarkan misi tersebut diatas , diharapkan LPS akan dapat lebih menfokuskan diri untuk mencapai sasaran yang
dikehendaki , sehingga fungsi lembaga tersebut dapat terlaksana dengan baik. Selain itu, dengan misi yang diembanny diharapkan bahwa seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) yang terkait dengan LPS dapat memahami lenih baik mengenai fungsi, peran , dan program kerja LPS. Visi dan misi yang disebutkan diatas akan diwujudkan dengan mengerahkan secara optimal seluruh sumber daya yang dimiliki, serta menjunjung tinggi nilai-nilai yang dianut oleh LPS. Nilai-nilai yang ditetapkan sebagai pegangan bagi segenap jajaran LPS meliputi: a. Integritas; b. Profesionalisme; c. Independensi; d. Transparansi, dan; e. Akuntabilitas. Nilai-nilai tersebut merupakan prinsip-prinsip good corporate governance , yang antara lain mengacu kepada OECD Principles of corporate Governance. pada dasarnya senuah good corporate governance mengandung prinsip-prinsip transparency, fairness, responsibility, dan accountability. Apabila dilihat ketentuan yang tercantum pada pasal 2 ayat (3) UU No.24 Tahun 2004 menyebutkan bahwa LPS adalah lembaga yang independen, transparan, dan akuntabel dalam melaksanakan tugas-tugas dan lembaga independen , transparan, akuntabel menurut UU tersebut harus selalu mengacu pada prinsip good corporate governance. Dalam rangka mencapai visi dan misi diatas , LPS telah menetapkan strategi yang mencakupkan langkah-langkah sebagai berikut. 1. Merumuskan,menetapkan,dan melaksanakan kebijakan penjaminan simpanan;
2. Merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian bank gagal yang tidak berdampat sistemik; 3. Merumusakan masalah untuk kebijakan komite koordinasi dalam rangka penangana bank gagal yang berdampak sistematik; 4. Memperkuat lembaga melalui tata kelola yang baik yang didukung dengan peningkatan kepasitas SDM dan pengembangan teknologi informasi yang andal; 5. Memperkuat kerja sama dan koordinasi dengan lembaga terkait; serta 6. Membangun komunikasi yang efektif atas kebijakan penjamin simpanan dan penyelesaian / penanganan bank gagal. Visi, misi , nilai dan strategi LPS yang disebutkan di atas merupakan pedoman dan acuan bagi segenap jajaran LPS agar pelaksanaan fungis dan tugas LPS dapat sesuai dengan yang tertuang dalam UU No.24 2004, sehingga kepercayaan masyarakat terhadap sistem penjaminan menjadi unsur penting yang menunjang stabilitas sistem perbankan yang pada gilirannya akan dapat mendorong terwujudnya perbankan yang sehat, bertumbuh dan berdaya guna bagi seluruh masyarakat Indonesia.
5. ORGAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN Untuk menunjang tercapainya fungsi dan tugas LPS , lembaga dimaksud dilengkapi dengan organ yang terdiri atas Dewan Komisioner dan Kepala Eksekutif.
Baik Dewan
Komisioner maupun kepala Eksekutif diangkat dengan ketetapan Presiden atas usul dari Menteri Keuangan.Kedua organ tersebut dilengkapi dengan staf yang terampil untuk mendukung pelaksanaan tugas-tugasnya.
Dewan Komisiner yang dipimpin oleh seorang Ketua Dewan Komisioner merupakan pimpinan LPS yang merumuskan dan menetapkan kebijakan serta melakukan pengawasan dalam rangka kebijakan serta melakukan pengawasan dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenang LPS. Anggota Dewan Komisioner berjumlah 6 (enam ) orang yang terdiri atas: 1 (satu) orang pejabat setingkat eselon satu Departemen Keuangan yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan 1 (satu) orang unsur pimpinan LPP yang ditunjuk oleh pimpinan LPP; 1 (satu) orang dari unsure pimpinan Bank Indonesia yang ditunjuk oleh pimpinan Bank Indonesia; dan. 3 (tiga) orang anggota yang berasal dari dalam atau dari luar LPS. Anggota Dewan komisioner melakukan tugasnya secara penuh waktu dan tidak diperbolehkan menduduki jabatan eksekutif ditempat lain, kecuali merupakan penugasan sehubungan bagian dari kegiatan social. Untuk dapat diangkat sebagai anggota Dewan Komisioner harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1. Warga Negara Indonesia. 2. Mampu melakukan perbuatan hokum; 3. Sehat jasmani dan rohani; 4. Berusia setinggi-tingginya 63 tahun; 5. Bukan sebagai konsultan, pegawai, pengurus , dan/ atau pemilik bank baik langsung maupun tidak langsung; 6. Bukan pengurus partai politik; 7. Memiliki pengalaman dan/atau keahlian dibidang ekonomi, keuangan , perbankan, dan/atau hukum;
8. Tidak pernah dipidanan penjara karena melakukan tindak pidana kejahatan; 9. Tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi pengurus bank/perusahaan yang menyebadkan bank/perusahaan tersebut pailit atau dilikuidasi; dan 10. Tidak dinyatakn sebaga orang perorangan yang tercela dibidang perbankan dan jasa keuangan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan. UU LPS menyebutkan bahwa anggota Dewan Komisioner hanya dapat diberhentikan oleh Presiden apabila. a. Berhalangan tetap; b. Masa jabatannya berakhir; c. Mengundurkan diri; d. Tidak hadir dalam rapat Dewan Komisioner sebanyak 4 (empat) kali berturut-turut tanpa alasan; e. Tidak menjalankan tugasnya sebagai anggota Dewan Komisoner lebih dari 6 (enam) bulan, meskipun dengan alas an yang dapat dipertimbangkan; f. Memiliki hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua atau besan dengan anggota Dewan Komisioner yang lain, dan tidak ada satupun yang mengundurkan diri; atau g. Tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana dimaksudkan dlam pasal 67 UU LPS. Anggota dewan komisioner sebagaimana dimaksud pada pasal 65 ayat (1) huruf a, huruf b dan huruf c UU LPS diberhentikan dari jabatannya karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau tidak lagi menjadi penjabat setingkat eselon satu di departemen keuangan , anggota unsure pimpinan LPP atau anggta unsur pimpinan Bank Indonesia. Pemberhentian tersebut ditetapkan dengan Keputusan Presiden.berdasarkan usulan dari Menteri Keuangan
Untuk
menjaga kesinambungan kepemimpinan di LPS, UU menetapkan bahwa pemberhentian anggota
Dewan Komisioner dan pengusulan anggota yang baru sebagai penggantinya harus dilakukan sedemikian rupa hingga jumlah anggota Dewan Komisioner setiap saat sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang. Dalam hal anggota Dewan Komisioner diberhentikan dari jabatannya, anggota Dewan Komisioner penggantinya harus ditetapkan dalam waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal pembnerhentian. Masa jabatan anggota Dewan Komisioner yang diangkat untuk menggantikan anggota yang diberhentikan bukan karena berakhirnya masa jabatan tersebut , adalah sisa masa jabatan anggota Dewan Komisioner yang digantikannya. Dewan Komisioner berwenang mewakili LPS di dalam dan diluar pengadilan.UU LPS memperkenankan Dewan Komisioner untuk mendelegasikan wewenang tersebut kepada kepala eksekutif atau anggota Dewan Komisioner lainnya, dengan atau tanpa hak subsitusi.Ketenuan mengenai pendelegasian wewenang ini diatur lebih lanjut dengan keputusan Dewan Komisioner. Dewan Komisioner diwajibkan untuk melaksanakan rapat secara berkala sekurangkurangnya 1(satu) bulan sekali dengan agenda yang membuat: 1. Menetapkan kebijakan penjaminan simpanan nasabah berdasarkan UU LPS 2. Menetapkan kebijakan LPS dalam mendukung stabilitas sistem perbankan. 3. Mengevaluasi pelaksanaan penjaminan simpanan nasabah dan pelaksanaan peran LPS dalam mendukung stabilitas sistem perbankan 4. Menerima dan mengevaluasi hal-hal lain yang dilaporkan Kepala Eksekutif; dan/atau 5. Hal-hal lain yang berhubungan dengan tugas LPS. Ketua Dewan Komisioner memimpin rapat-rapat Dewan Komisioner, dan apabila Ketua Dewan Komisioner berhalangan hadir sehingga yang bersangkutan tidak dapat memimpin rapat, Ketua Dewan Komisioner lainnya untuk memimpin rapat tersebut. Dalam hal Ketua Dewan Komisioner berhalangan sehingga yang bersangkutan tidak dapat memimpin rapt dan tidak dapat
menunjuk anggota Dewan Komisioner untuk memimpin rapat, anggota Dewan Komisioner lainnya secara musyawarah untuk mufakat memilih salah satu diantara mereka untuk memimpin rapat. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelengaraan rapt dewan Komisioner diatur dengan keputusan Dewan Komisioner. Pengambilan keputusan Dewan Komisioner yang dilakukan atas dasar musywarah untuk mencapau mufakat, dan apabila musyawarah untuk mencapai tidak tercapai, keputusan ditetapkan berdasarkan suara terbanyak.Dalam pengambilan keputusan ini, Kepala Eksekutif tidak memiliki hak suara. Selanjutnya, rapat Dewan Komisioner dinyatakan sah apabila dihadiri sekurang-kurangnya oleh lebih dari separuh anggota Dewan yang memiliki haka suara, dan keputusan Dewan Komisioner. Semua catatan dan data termasuk argumentasi yang dikemukakan oleh anggota dewan Komisioner dalam pengambilan keputusan wajib dalam risalah rapat dan wajib ditanda tangani oleh semua anggota dewan komisioner yang hadir. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengambilan keputusan Dewan Komisioner diatur dalam Keputusan Dewan Komisioner. Dewan Komisioner menetapkan struktur organisasi, uraian tugas dan jabatan, serta prosedur operasional LPS. Selanjutnya, Dewan Komisioner membentuk komite audit, komite informasi , dan komite lainnya sesuai dengan kebutuhan. Struktur organisasi, uraian tugas dan jabatan , prosedur operasional, uraian tugas dan jabatan , prosedur operasional LPS dan pembentukan, keanggotaan, dan tugas komite ditetapkan lebih lanjut dalam Keputusan Dewan Komisioner dapat mendelegasikan tugas dan/atau wewenang pelaksanaan operasional LPS kepada pegawai LPS dan/atau pihak lain yang khusus ditunjuk untuk itu, kecuali wewenang pendelegasian sebagaimana dimaksud Pasal 70 UU LPS.
Salah satu anggota Dewan Komisioner ditetapkan sebagai Kepala Eksekutif berdasarkan keputusan Presiden.Kepala Eksekutif ini bertugas untuk melaksanakan kegiatan operasional LPS sehari-harinya, dengan penjabaran tugas dan wewenang tersebut ditetapkan dalam Keputusan Dewan Komisioner. Kepala Eksekutif dibantu oleh sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang direktur yang diangkat dan diberhentikan oleh Dewan Komisioner. Kepala Eksekutif dan direktur sekurang-kurangnya menjalankan fungsi penjaminan, likuidasi, dan tugas-tugas administrasi lainnya.Kepala Eksekutif diperkenankan untuk mendelegasikan tugas dan/atau wewenangnya yang bersifat administrative kepada pejabat dan/atau pegawai LPS di bawahnya.
6. KEWENANGAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN A. Kepersertaan Adapun Bank yang menjadi peserta, Lembaga Penjamin Simpanan sesuai Pasal 8 ayat 1- 2.Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan adalah: 1. Setiap Bank yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia wajib menjadi peserta Penjaminan. 2. Bank peserta penjaminan meliputi seluruh Bank Umum (termasuk kantor cabang dalam wilayah Republik Indonesia) dan Bank Perkreditan Rakyat, baik bank konvensional maupun bank berdasarkan prinsip syariah.Kantor cabang dari bank yang berkedudukan di Indonesia yang melakukan kegiatan perbankan di luar wilayah Republik Indonesia tidak termasuk dalam Penjaminan.
B. Kewajiban Bank Peserta Sebagai peserta Penjaminan, setiap bank yang melakukan kegiatan usaha di Indonesia Republik Indonesia sesuai Pasal 9 ayat 1-4 Undang-undang lembaga Penjamin Simpanan mempunyai kewajiban untuk : a. Menyerahkan dokumen sebagai berikut : 1. Salinan anggaran dasar dan / atau akta pendirian bank; 2. Salinan dokumen perizinan bank; 3. Surat keterangan tingkat kesehatan bank;dan 4. Surat pernyataan dari Direksi, Komisaris, dan Pemegang Saham bank a. Membayar kontribusi kepersertaan b. Membayar premi penjaminan c. Menyampaikan laporan secara berkala, yaitu: 1. Laporan Posisi Simpanan; 2. Laporan Keuangan Bulanan; 3. Laporan Tahunan yang telah diaudit, atau laporan keuangan tahunan yang disampaikan kepada
LPP bagi BPR yang tidak diwajibkan oleh LPP untuk
menyampaikan laporan keuangan tahunan telah diaudit; dan 4. Laporan Susunan Pemegang Saham, Pengendali bagi bank yang berbadan hukum koperasi, direksi, dan komisaris bank setiap kali ada perubahan. d. Menempatkan bukti kepesertaan di dalam kantor bank atau tempat lainnya sehingga dapat diketahui dengan mudah oleh masyarakat.
C. Dokumen Kepesertaan Dalam hal dokumen kepersertaan, setiap Bank diwajibkan untuk menyerahkan dokumen berupa; 1. Dokumen Pendirian Bank yang disampaikan adalah berupa salinan anggaran dasar dan/atau akta pendirian bank, yang memuat data dan informasi mengenai susunan terakhir dari Direksi, Komisaris, dan Pemegang Saham beserta komposisi kepemilikan saham. 2. Dokumen Perizinan Bank yang disampaikan adala berupa copy dari surat keputusan LPP mengenai peberian izin usaha bank. 3. Dokumen Pendirian dan Perizinan Bank tersebut pada angka 1 dan 2, harus disampaikan kepada Lembaga Penjamin Simpanan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak tanggal diperolehnya izin usaha. 4. Surat Keterangan Tingkat Kesehatan Bank yang disampaikan adalah surat keterangan dari LPP Mengenai Tingkat Kesehatan Bank yang memuat rasio-rasio pokok keuangan dan status pengawasan bank yang bersangkutan. 5. Surat Keterangan Tingkat Kesehatan tersebut pada angka 4 harus disampaikan kepada Lembaga PenjaminSimpanan paling lambat 4 (empat) bulan sejak tanggal persetujuan izin usaha. 6. Surat pernyatan dari Direksi, Komisaris, dan Pemegang Saham Bank yang disampaikan adalah surat pernyataan dari Pemegang Saham, Pengendalian Bagi Direksi dan Komisaris yang bentuk dan isinya dibuat sesuai dengan format yang ditetapkan dalam lampiran Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan Nomor 1/PLP/2006, yaitu : a. Pernyataan Pemegang Saham Perorangan; b. Pernyataan Pemegang Saham Badan Hukum;
c. Pernyataan Pengendalian Bagi Bank Berbadan Hukum Koperasi; d. Pernyataan Kantor Pusat Dari Cabang Bank Asing e. Pernyataan Direksi; dan f. Pernyataan Komisaris; g. kantor cabang Surat Pernyataan Direksi, Komisaris, Pemegang Saham, dan Pengendalian Bagi Bank Yang Berbadan Hukum Koperasi tersebut wajib disampaikan kepada Lembaga Penjamin Simpanan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak yang bersangkutan menjadi direksi, komisaris,pemegang saham atau pengendalian sesuai dengan ketentuan LPP.\ h. Pernyataan Kantor Pusat dari cabang Bank Asing wajib disampaikan kepada Lembaga Penjamin Simpanan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak bank asing dimaksud memperoleh izin usaha pembukaan dari LPP
D. Kontribusi Kepersertaan Sebagai peserta Penjaminan, setiap bank yang melakukan kegiatan usaha di Indonesia harus memberikan Kontribusi sesuai Pasal 9 ayat 4 Butir b, dan c. Undang-undang lembaga Penjamin Simpanan yaitu : 1. Setiap bank wajib membayar kontribusi kepersertaan pada saat bank yang bersangkutan menjadi peserta penjaminan. 2. Kontribusi kepersertaan ditetapkan sebesar 0,1% (satu per seribu) dari modal disetor bank dan wajib disetorkan ke rekening Lembaga Penjaminan Simpanan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal persetujuan izin usaha bank yang bersangkutan dari LPP.
3. Modal disetor untuk kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar neger merupakan modal bank sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai kewajiban penyediaan modal minimum yang ditetapkan LPP. E. Perhitungan Dan Pembayaran Premi Dalam hal perhitungan dan pembayaran premi dapat sebagai berikut ; 1. Premi Penjamin dibayarkan 2(dua) kali dalam 1(satu) tahun untuk 2. Periode 1 Januari sampai dengan 30 Juni; dan 3. Periode 1 Juli sampai dengan 31 Desember 4. Premi untuk setiap periode ditetapkan sebesar 0,1%
dari rata-rata saldo
bulanan total
Simpanan dalam setiap periode. 5. Total simpanan mencakup pula simpanan yang berasal dari bank lain. 6. Proses pembayaran premi untuk setiap periode dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut: a. Pembayaran premi awal perode sebesar 0,1% (satu per seribu) dari rata - rata saldo bulanan total Simpanan periode sebelumnya; dan b. Penyesuaian premi setelah akhir periode berdasarkan realisasi rata-rata saldo bulanan total Simpanan periode yang bersangkutan. 7. Pembayaran premi pada awal periode harus dilakukan paling lambat tanggal: a. 31 Januari, untuk periode 1 Januari sampai dengan 30 Juni; dan b. 31 Juli, untuk periode 1 Juli sampai dengan 31 Desember. 8. Penyesuaian premi dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: a. Menghitung premi yang seharusnya dibayar berdasarkan realisasi rata- rata total Simpanan pada yang bersangkutan.
saldo bulana
b. Menghitung kelebihan atau kekurangan premi yang dibayarkan pada awal
periode
dengan premi yang seharusnya dibayarkan; dan c. Memperhitungkan kelebihan atau kekurangan terhadap premi yang
dibayarkan pada awal
periode berikutnya, dengan ketentuan bahwa: 1. Dalam hal terdapat kelebihan premi, kelebihan tersebu menjadi pengurangan terhadap premi yang dibayarkan pada awal periode berikutnya;atau 2. Dalam hal terdapat kekurangan premi, kekurangan tersebut menjadi penambahan terhadap premi yang dibayarkan pada awal perode berikutnya. 9. Kelebihan pembayaran premi digunakan untuk pembayaran premi berikutnya, kecuali apabila bank bersangkutan meminta agar kelebihan tersebut digunakan untuk membayar denda yang tertunggak kepada Lembaga Penjamin Simpanan. 10. Pembayaran premi untuk pertama kali bagi bank yang baru memperoleh izin usaha: a. Pembayaran premi untuk pertama kali bagi bank dilakukan
berdasarkan realisasi rata-
rata saldo bulanan total simpanan periode diperolehnya izin usaha bank tersebut. b. Premi tersebut dihitung proporsional terhadap jumlah hari yang dilalui sejak bank memperoleh izin usaha sampai dengan akhir periode diperolehnya izin usaha bank tersebut dan dibayarkan bersamaan dengan pembayaran premi awal periode berikutnya. 11. Dalam hal bank-bank melakukan penggabungan usaha sebelum berakhirnya
periode,
maka: a. Total dari seluruh premi yang telah dibayarkan pada awal periode oleh masing-masing bank tersebut sebelum penggabungan usaha secara otomatis ditetapkan sebagai premi yang telah dibayar pada awal periode oleh bank hasil penggabungan usaha;
b. Dalam rangka penyesuaian premi setelah akhir periode, jumlah saldo
bulanan total
Simpanan masing-masing bank sebelum penggabungan usaha diperhitungkan sebagai saldo bulanan total Simpanan bank hasil penggabungan usaha untuk periode yang telah dilalui sebelum penggabungan usaha. 12.
Dalam rangka perhitungan rata-rata saldo bulanan total Simpanan,Kewajiban bank dalam
valuta asing dikonversikan terlebih dahulu kedalam mata uang Rupiah dengan menggunakan kurs yang digunakan bank untuk penyampaian laporan bulanan kepada LPP sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan LPP. 13.
Bagi Bank Umum, premi dibayarkan ke rekening Lembaga Penjamin Simpanan di Bank
Indonesia: nama rekening : Lembaga Penjamin Simpanan nomor rekening : 519.000117. 14. Bagi Bank Perkreditan Rakyat, premi dibayarkan ke Rekening Lembaga Penjamin Simpanan di Bank Rakyat Indonesia: nama rekening: Lembaga Penjamin Simpanan-Premi nomor rekening: 0206-01-002299-30-0 15. Bank menyampaikan perhitungan premi kepada Lembaga Penjamin Simpanan dengan menggunakan format sesuai lampiran peraturan dan melampirkan copy bukti pembayaran . 16. Perhitungan premi, baik premi awal periode maupun premi penyesuaian, dilakukan sendiri oleh bank
F. Menyampaikan Laporan Secara Berkala
Dalam pelaksanaan penyampaian laporan, Bank Peserta Lembaga Penjamin Simpanan diwajibkan untuk membuat; 1. Laporan posisi simpanan, a. Disampaikan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya bagi bank umum sesuai formulir pada dan Keputusan Kepala Eksekutif Nomor KEP-023/LPS/III/2006; b. Disampaikan setiap 6 (enam) bulan bagi BPR, dengan format sesuai Keputusan Kepala Eksekutif Nomor KEP-024/LPS/III/2006. 2. Laporan keuangan bulanan, a. bagi bank umum,disampaikan paling lambat akhir bulan berikutnya, dengan format laporan keuangan bulanan sesuai dengan format laporan dalam rangka penyampian laporan keuangan bulanan oleh BPR kepada LPP yang sekurang-kurangnya memuat: neraca; laporan laba rugi rekening administratif;dan daftar rincian kewajiban kepada bank lain; b. bagi BPR, disampaikan 6 (enam) bulan, dengan format laporan keuangan bulanan sesuai dengan format laporan dalam rangka penyampaian laporan keuangan bulana oleh BPR kepada LPP yang sekurang-kurangnya memuat: neraca; laporan laba rugi daftar rincian kewajiban kepada bank lain; dan daftar rincian kredit yang diberikan;
3. Laporan tahunan yang telah dikredit, atau laporan keuangan tahunan yang disampaikan kepada LPP bagi BPR yang tidak diwajibkan oleh LPP untuk menyampaikan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit, yang disampaikan paling lambat tanggal 31 Mei tahun berikutnya. 4. Laporan susunan Direksi dan Komisaris bank, setiap kali ada perubahan, yang wajib disampaikan kepada Lembaga Penjamin Simpanan paling lambat 1 (satu) bulan setelah terjadi perubahan berdasarkan RUPS atau yang disamakan dengan itu. 5. Laporan susunan pemegang saham, setiap kali ada perubahan pemegang saham pengendali, yang wajib disampaikan kepada Lembaga Penjamin Simpanan paling lambat 1 (satu) bulan setelah terjadi perubahan berdasarkan RUPS atau yang disamakan dengan itu. 6. Laporan susunan pengendali bagi bank yang berbadan hukum koperasi, setiap kali ada perubahan, yang wajib disampaikan kepada Lembaga Penjamin Simpanan paling lambat 1 (satu) bulan setelah terjadi perubahan berdasarkan RUPS atau yang disamakan dengan itu; dan/atau 7. Laporan perubahan alamat baik, yang wajib disampaikan kepada Lembaga Penjamin Simpanan paling lambat 1 (satu) bulan setelah terjadi perubahan berdasarkan RUPS atau yang disamakan dengan itu.
G. Klaim Penjaminan Yang Tidak Layak Dibayar Klaim penjaminan dinyatakan tidak layak dibayar apabila berdasarkan hasil rekonsiliasi dan/atau verifikasi: a. Data simpanan nasabah dimaksudkan tidak tercatat pada bank; b. Nasabah penyimpanan merupakan pihak yang diuntungkan secara tidak wajar; dan/atau
c. Nasabah penyimpana merupakan pihak yang menyebabkan keadaan bank menjadi tidak sehat. Simpanan dinyatakan tercatat pada bank apabila: a. Dalam pembukan bank terdapat data mengenai
simpanan tersebut, antara lain nomor
rekening/ bilyet,nama nasabah penyimpanan, saldo rekening, dan informasi lainnya yang lazim berlaku untuk rekening sejenis;dan/atau b. Terdapat bukti aliran dana yang menunjukkan keberadaan simpanan tersebut. 1. Nasabah penyimpanan dinyatakan sebagai pihak yang diuntungkan secara tidak wajar, apabila nasabah tersebut memperoleh tingkat bunga melebihi maksimun tingkat bunga penjaminan yang ditetapkan Lembaga Penjamin Simpanan. 2. Lembaga Penjamin Simpanan mengumumkan maksimun tingkat bunga penjaminan setiap bulan dengan ketentuan : a. Tingkat bunga tersebut berlaku selama 1(satu) bulan;dan b. Pengumuman dilakukan paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum diberlakukan. 3. Suatu pihak dinyatakan termasuk sebagai pihak yang menyebabkan keadaan bank menjadi tidak sehat sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 36 huruf c, apabila pihak yang bersangkutan memiliki kewajiban kepada bank yang dapat dikelompokkan dalam kredit macet berdasarkan peraturan perundang-undangan dan saldo kewajiban pihak tersebut lebih besar dari saldo simpanannya. 4. Dalam hal Nasabah Penyimpanan yang simpanananya tidak layak dibayar merasa dirugikan,maka nasabah dimaksud dapat: a. Mengajukan keberatan kepada Lembaga Penyimpanan Simpanan yang didukung dengan bukti nyata dan jelas;atau b. Melakukan upaya hukum melalui pengadilan.
5. Keberatan Nasabah Apabila Lembaga Penjamin Simpanan menerima keberatan Nasabah Penyimpanan atau pengadilan mengabulkan upaya hukum Nasabah Penyimpanan, Lemabaga Penjamin Simpanan mengubah status simpanan nasabah tersebut (reklasifikasi) dari simpanan yang tidak layak dibayar menjadi simpanan yang layak dibayar. 6. Lembaga Penjamin Simpanan hanya membayar simpanan nasabah sesuai dengan Penjamin berikut bunga yang wajar sejak simpanan nasabah tersebut ditetapkan tidak layak sampai dengan simpanan nasabah dimaksud dibayarkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan. 7. Bunga yang wajar tersebut dihitung mengunakan maksimum tingkat bunga penjamin.
h. Efektivitas Kewenangan Lembaga Penjamin Simpanan Sebagaimana telah disinggung diatas,kewenangan Lembaga Penjamin Simpanan dalam likuidasi bank mencakup pula wewenang Lembaga Penjamin Simpanan untuk mengambil ahli dan menjalankan segala hak dan wewenang pemengang saham,termasuk hak dan wewenang RUPS. Dengan pemberian wewenang ini kepada Lembaga Penjamin Simpanan , diharapkan agar Lembaga Penjamin Simpanan dapat menjalankan proses Simpanan, diharapkan agar Lembaga Penjamin Simpanan dapat menjalankan proses pemberesan asset dan penyelesaian kewajiban dari bank yang dicabut izin usahanya secara efektif dan efesien sesuai ketentuan yang berlaku serta dapat mengoptimalkan tingkat pemgembalian dana penjaminan yang telah dikeluarkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan, tanpa intervensi dari pemegang saham. Penggunaan istilah RUPS dalam Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan dapat ditafsikan sebagai keinginan pembentuk Undang-Undang untuk menyerahkan forum pembalian keputusan tertinggu pada bank sebagai legal entity kepada Lembaga Penjamin Simpanan.
Pengembilalihan wewenang RUPS dari pemengang saham menyebabkan pemen\gang saham menjadi invalid, dengan tidak menghilangkan kewajiban tanggung jawab pribadi pemengang saham apabila dikemudian hari pemengang saham. Apabila kewenangan Lembaga Penjamin Simpanan untuk mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenangan pemegang saham,termasuk hak dan wewenang RUPS, tersebut diatas ditafsirkan secara gramatikal,kewenangan Lembaga Penjamin Simpanan hanyalah melakukan Rapat Pemegang Saham dengan agenda misalnya mengangkat semacam Tim Pemberes Sementara,sebagai kepanjangan tangan Lembaga Penjamin Simpanan untuk melakukan penagihan kredit kepada debitor tanpa memiliki kewenangan untuk membubarkan badan hukum bank, Tim Likuidasi,menetapkan satus bank sebagai “BDL”, dan menonaktifkan seluruh direksi dan komisaris sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan. Bahkan untuk melakukan perbuatan hukum berupa pencairan asset bank dalam rangka pengembalian dana penjaminan. Sebaliknya apabila dianut penafsiran ekstensif dimana RUPS dalam Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan ditafsirkan sebagaiman forum pembalian keputusan tertinggi pada bank sebagai business entity,seyogianya proses pembubaran bank cukup diawai dengan Rapat Dewan Komosioner (RDK) Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana layaknya RUPS dari suatu PT dengan agenda sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan, tanpa perlu mendapatkan pengesahan dari instansi atasan dan persetujuan dari DPRD, serta diakhiri dengan pengundangan dalam lembaran daerah. Dengan dilatarbelakangi oleh pertimbangan untuk melakukan penyelamatan terhadap kekayaan Negara yang telah digunakan sebagai semacam “dana talangan” berupa pembayaran terlebih dahulu kepada nasabah penyimpanan dari bank yang dicabut izin usahanya,penggunaan istilah RUPS oleh pembentuk
Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan dapat ditafsirkan sebagai ketentuan horizontal yang berlaku terhadap semua bentuk hukum bank yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan. Disamping itu dalam rangka pelaksanaan resolusi bank yang dijalankan oleh Lembaga Penjamin Simpanan, Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan dapat ditafsirkan sebagai lex specialis terhadap peraturan perundangundangan yang mengatur PT koperasi,PD dan peraturan perundang undangan lainnya yang mengatur hal-hal umum yang berkaitan dengan bank sebagai legal entity.
BAB III METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Maksud dan tujuan dari pembatasan penelitian dalam ruang lingkup ni adalah agar terfokus dalam mendekripsikan inti yang ingin dicapai dalam permasalahan. Adapun ruang lingkup dalam ini adalah terbatas mengenai bagaimana bentuk perlindungan hukum bagi nasabah perbankan setelah berdiri lembaga simpanan di Indonesia dan bagaimana tanggungjawab bank penyimpanan atas perbedaan dana nasabah yang dilaporkan kepada lembaga penjamin simpanan.
B. Spesifikasi Penelitian Spsifikasi Penelitian digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan. Dengan memperoleh data dari undang-undang Lembanga Penjamin Simpanan, Undang - Undang Perbankan, Buku-buku bacaan,Media internet,dan Majalah yang Relevan dengan masalah yang dibahas untuk dijadikan landasan berfikir dan tolak ukur dalam menganalisa maslah-masalah dalam penulisan penelitian ini guna memperoleh bahan-bahan yang bersifat teoritis ilmiah yang dapat digunakan sebagai landasan dalam penelitian ini.
C. Sumber Data Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitiaan ini adalah; 1.
Data primer Data primer merupakan bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang sifatnya mengikat
berupa Peraturan Perundang-undangan yang berlaku dan ada kaitannya dengan permasalahan yang dibahas. Adapun bahan hukum primer yang menjadi landasan isi karya tulis ini ialah
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan 2.
Data Sekunder Data sekunder merupakan bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang sifatnya
menjelaskan bahan hukum primer seperti buku-buku, artikel, situs-situs internet atau literatureliteratur hukum.
D. Analis Data Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode yuridis normatif, yaitu metode dengan mengumpulkan data-data yang diperoleh kemudian dianlisis secara yuridis normative yang bersifat deskriptif sehingga hasilnya dapat menggambarkan kenyataan yang ada.
BAB IV PEMBAHASAN
1. Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Perbankan Setelah Berdirinya Lembaga Penjamin Simpanan Upaya penegakkan hukum tersebut tidak terlepas dari cita hukum dianut dalam masyarakat yang bersangkutan kedalam perangkat berbagai aturan hukum positiflembaga hukum, dan proses (perilaku birokrasi pemerintahan dan warga masyarakat).
Wujud perlindungan hukum pada dasarnya merupakan upaya penegakkan hukum, dimana perlindungan hukum dalam transakasi perbankan juga harus memperhatikan ketiga hal dalam rangka penegakan hukum terdapat tiga unsure yang harus diperhatikan, yaitu; 1. Kepastian hukum 2. Kemanfaatan, dan 3. Keadilan. Yang terutama dalam hal ini adalah perlindungan hukum bagi nasabah karena dalam banyak hal kedudukan nasabah dengan pihak bank tidak seimbang,nasabah sangat lemah dibandingkan dengan bank.
Dimana bentuk perlindungan hukum bagi nasabah perbankan antara lain: A. Menjamin Simpanan Nasabah Sebagai peserta Penjamin, setiap bank yang melakukan kegiatan usaha di Indonesia harus di jamin sesuai Pasal 10-11 Undang-undang lembaga Penjamin Simpanan yaitu : 1. Simpanan yang dijamin meliputi giro deposit, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu. 2. Simpanan nasabah Bank berdasarkan Prinsip Syariah yang dijamin meliputi:. a. Giro berdasarkan Prinsip Wadiah; b. Tabungan berdasarkan Prinsip Wadiah; c. Tabungan berdasarkan Prinsip Mudharabah muthlaqah atau Prinsip Mudharabah muqayyadah yang resikonya ditanggung oleh bank;
d. Deposito berdasarkan Prinsip Mudharabah muthlaqah atau Prinsip Mudharabah muqayyadah yang resikonya ditanggung oleh bank;dan/atau Simpanan berdasarkan Prinsip Syariah lainnya yang ditetapkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan setelah mendapat pertimbangan LPP. 3. Simpanan yang dijamin merupakan simpanan yang berasal dari masyarakat, termasuk yang berasal dari bank lain. 4. Nilai Simpanan yang dijamin Lembaga Penjamin Simpanan mencakup saldo pada tanggal pencabutan izin usaha Bank. 5. Saldo tersebut berupa: a. Pokok ditambah bagi hasil yang telah menjadi hak nasbah, untuk Simpanan yang memiliki komponen bagi hasil yang timbul dari transaksi dengan prinsip syariah; b. Pokok ditambah bunga yang telah menjadi hak nasabah, untuk Simpanan yang memiliki komponen bunga. c. Nilai sekarang per tanggal pencabutan izin usaha dengan menggunakan tingkat diskonto yang tercatat pada bilyet, untuk Simpanan yang memiliki komponen diskonto. 6. Saldo yang dijamin untuk setiap nasabah pada satu Bank adalah hasil penjumlahan saldo seluruh rekening Simpanan nasabah pada Bank tersebut,baik rekening tunggal maupun rekening gabungan 7. Untuk rekening gabungan ,saldo rekening yang diperhitungkan bagi satu nasabah adalah saldo rekening gabungan tersebut yang dibagi secara prorate dengan jumlah pemilik rekening 8. Dalam hal nasabah memiliki rekening tunggal dan rekening gabungan ,saldo rekening yang terlebih dahulu diperhitungkan adalah saldo rekening tunggal.
9. Dalam hal nasabah memiliki rekening yang dinyatakan secara tertulid diperuntukkan bagi kepentingan pihak lain, maka saldo rekening tersebut diperhitungkan sebagai saldo pihak lain yang bersangkutan 10.
Saldo yang dijamin untuk setiap nasabah pada suatu Bank adalah:
a. Paling tinggi sebesar Rp.5.000.000.000,00 (lima milliarss rupiah), sejak tanggal 22 Maret 2006 sampai dengan 21 September 2006; b. Paling tinggi sebesar Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah), sejak tanggal 22 September 2005 c. Paling tinggi sebesar Rp.2.000.000.000,00 (dua milliar), sejak tanggal 13 Oktober 2008 Rekonsiliasi dan Verifikasi Simpanan yang Dijamin 1.
Apabila LPP mencabut izin usaha bank, Lembaga Penjamin Simpanan akan segera
melakukan rekonsiliasi dan verifikasi terhadap data nasabah penyimpanan berdasarkan data bank per tanggal pencabutan izin usaha untuk menentukan: a. Simpanan yang layak dibayar; dan b. Simpanan yang tidak layak dibayar. 2. Lembaga Penjamin Simpanan dapat menunjuk, menguasakan, dan/atau menugaskan pihak lain untuk melakukan rekonsiliasi dan bagi kepentingan dan/atau nama Lembaga Penjamin Simpanan. 3. Rekonsiliasi dan Verifikasi dilakukan secara bertahap berdasarkan rekening yang lebih mudah diverifakasi. 4. Penentuan Simpanan yang layak dibayar berdasarkan hasil rekonsiliasi dan verifikasi diselesaikan paling lambat 90 (Sembilan puluh) hari kerja terhitung sejak izin usahanya.
5. Dalam rangka melakukan rekonsiliasi dan verifikasi, pegawai bank,Direksi, Komisaris, dan Pemegang Saham bank yang dicabut izin usahanya wajib membantu memberikan segala data dan informasi yang diperlukan Lembaga Penjamin Simpanan,yaitu : a. Daftar Simpanan nasabah yang tercatat dalam pembukuan bank; b. Daftar Simpanan nasabah yang juga memiliki kewajiban kepada bank yang telah jatuh tempo dan atau gagal bayar; c. Daftar tagihan bank kepada Nasabah Debitur, termasuk yang telah dihapusbukukan oleh bank; d. Standar Operating Procedure (SOP) internal bank yang berkenaan dengan simpanan nasabah; e. Susunan Direksi, Komisaris, dan Pemegang Saham bank; f. Neraca dan rinciannya;dan g. Data dan dokumen pendukung lain yang diperlukan Lembaga Penjamin Simpanan. 6. Rekonsiliasi dan verifikasi dilakukan oleh Lembaga Penjamin Simpanan atau pihak yang ditunjuk Lembaga Penjamin Simpanan berdasarkan data nasabah penyimpanan dan informasi lain yang diperoleh dari pihak lain. 7. Dalam hal diperlukan Lembaga Penjamin Simpanan, rekonsiliasi dan verifikasi dilakukan berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dari pihak lain.
B. Prosedur Pengajuan Klaim Penjaminan Nasabah Adapun prosedur atau mekanisme pengajuan klaim penjaminan nasabah dalam memperoleh jaminan atas simpanan dana nasabah tersebut. Maka nasabah penyimpan berhak mengajukan klaim penjaminan dengan syarat dan tata cara sebagai berikut;
1 . Nasabah datang kekantor terlikuidasi untuk : a.
Melihat pengumuman daftar simpanan.
b.
Meminta surat keterangan Tim Likuidasi dalam hal diperlukan oleh bank
pembayar. c.
Jangka waktu pengajuaan klaim penjaminan dapat lakukan 5 tahun sejak izin
usaha bank dicabut.
2. Nasabah Penyimpan membawa dan menyerahkan dokumen ke bank yang ditetapkan sebagai berikut; a.
Perorangan
i. asli dan fotocopy bukti identitas diri (KTP, SIM, Paspor , atau lainnya) ii. asli bukti kepemilikan rekening simpanan (buku tabungan, bilyet deposito, bukti giro) iii. dalam hal tertentu, menyerahkan surat peryataan Nasabah, surat peryataan/keterangan b.
Organisasi/Badan Usaha /Badan Hukum
i. Asli dan fotocopy anggaran dasar, untuk dana pensiun wajib membawa Peraturan Dana Pensiun dan Keputusan pendiri tentang Pengurus Dana Pensiun ii. Asli surat kuasa (untuk non-direksi) iii. Asli dan fotocopy bukti identitas diri (KTP/SIM/Paspor lainnya)\ iv. Asli bukti kepemilikkan rekening v. dalam hal tertentu, menyerahkan surat peryataan Nasabah, surat peryataan/keterangan
3. Lembaga Penjamin simpanan akan mengumumkan hasil rekonsiliasi dan verifikasi dalam waktu 90 hari kerja sejak izin usaha bank tersebut dicabut oleh Lembaga penjamin Simpanan
dan akan mengumumkan di bank yang telah ditetapkan oleh LPS serta Lembaga Penjamin Simpanan mulai membayar simpanan yang layak dibayar selambat-lambatnya 5 hari sejak pengumanan hasil rekonsiliasi dan verifikasi.
C. Prosedur Pembayaran Klaim Penjaminan Adapun yang menjadi prosedur pembayaran klaim penjaminan yang di lakukan oleh lembaga Penjamin Simpanan sesuai Pasal 16-20. Undang-undang lembaga Penjamin Simpanan adalah sebagai berikut;. Dalam pasal 16 dikatakan bahwa; 1. Pembayaran klaim penjaminan kepada Nasabah Penyimpanan dilakukan berdasarkan Simpanan yang layak dibayar sesuai hasil rekonsiliasi dan verifikasi atas data simpanan nasabah bank yang dicabut izin usahanya dalam waktu 90 hari kerja sejak izin usaha bank dicabut.. 2. Pembayaran klaim penjaminan yang layak dibayar kepada Nasabah Penyimpan dilakukan oleh Lembaga Penyimpanan Simpanan melalui bank pembayar yang ditunjuk oleh Lembaga Penjamin Simpanan. 3. Pembayaran klaim atas Simpanan yang layak dibayar mulai dilakukan paling lambat 5 (atau uang rupiah dan atau setara tunai, antara lain dengan lima) hari kerja setelah tanggal rekonsiliasi dan verifikasi dimulai. Dalam pasal 17 dikatakan bahwa; 1. Pembayaran klaim penjaminan atas simpanan yang layak dibayar dilakukan secara tunai dengan mata uang rupiah dan atau setara tunai, antara lain dengan mengalihkan rekening nasabah penyimpanan tersebut kepada bank pembayar.
2. Setiap pembayaran Klaim penjaminan dilakukan dalam mata uang rupiah. 3. Klaim penjaminan dari simpanan dalam mata uang asing dibayarkan dalam bentuk ekuivalen rupiah berdasarkan kurs tengah bank Indonesia. 4. Alat pembayaran klaim penjaminan dan kurs tengah yang digunakan ditetapkan lebih lanjut dengan peraturan LPS Dalam pasal 18 dikatakan bahwa; 1. Dalam hal Nasabah Penyimpan pada saat yang bersamaan mempunyai kewajiban pembayaran kepada bank yang telah jatuh tempo tetapi belum dibayar maka pembayaran klaim atas simpanan yang layak dibayar dapat dilakukan setelah simpanan yang layak dibayar tersebut dahulu diperhitungkan (perjumpaan utang/kompensasi dengan kewajiban pembayaran Nasabah Penyimpanan kepada bank yang telah jatuh tempo tetapi belum dibayar tersebut. Namun, ketentuan ini tidak berlaku dalam hal kewajiban pembayaran Nasabah Penyimpanan kepada bank telah dikategorikan macet berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dan apabila nasabah penyimpan merasa dirugikan dengan hasil rekonsiliasi dan verifikasi yang di tetapkan oleh lembaga Penjamin Simpanan yang mengakibatkan dana simpanannya tidak layak dibayar. Maka nasabah peyimpan berhak mengajukan keberatan dengan prosedur sebagai berikut;
D. Prosedur Pengajuan Keberatan Nasabah Adapun prosedur pengajuan keberatan dalam hal tidak memperoleh pembayaran atas simpanan dana nasabah yang layak dibayar, maka nasabah dapat mengajukan keberatan. Adapun prosedur pengajuan keberatan Nasabah tersebut adalah sebagai berikut;
1. Nasabah penyimpan bank yang dicabut izin usahanya yang memiliki simpanan yang ditetapkan sebagai simpanan tidak layak dibayar berdasarkan hasil rekonsiliasi dan verifikasi, apabila merasa dirugikan atas penetapan simpanan tidak layak dibayar tersebut dapat mengajukan keberatan kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), yang didukung dengan bukti yang nyata dan jelas. 2. LPS menindaklanjuti keberatan yang diajukan nasabah, apabila keberatan tersebut sekurangkurangnya memenuhi syarat dan kriteria sebagai berikut : a. keberatan diajukan nasabah secara tertulis, selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak tanggal pengumuman hasil verifikasi yang menetapkan status simpanan yang bersangkutan dinyatakan tidak layak dibayar; b. Surat pengajuan keberatan secara substansi mengandung makna keberatan terhadap hasil penetapan simpanan nasabah yang bersangkutan sebagai simpanan tidak layak dibayar dan paling kurang memuat rincian informasi simpanan dan alasan keberatan; dan c. Pengajuan keberatan disertai fotokopi dokumen yang dapat dinyatakan sebagai bukti nyata dan jelas yang menjadi dasar/alasan pengajuan keberatan. Bukti minimal yang harus disertakan adalah : i.
bukti simpanan (buku tabungan/bilyet/giro)
ii.
Identitas diri nasabah (KTP/SIM/PASPOR)
iii.
bukti setor yang sah
iv.
dokumendokumen lainnya yang dapat dinyatakan sebagai bukti nyata dan jelas
untuk dijadikan dasar/alasan pengajuan keberatan 3. Dalam hal LPS menerima keberatan nasabah sebagaimana dimaksud, LPS melakukan reklasifikasi atas status simpanan nasabah menjadi simpanan layak dibayar dan melakukan
pembayaran sesuai penjaminan berikut bunga yang wajar sebagai pengganti (kompensasi) atas kerugian yang diderita nasabah akibat hilangnya kesempatan berinvestasi.
4. Tanggung jawab bank Penyimpan atas kelalaian dalam menjalankan kewajiban sesuai ketentuan Lembaga Penjamin simpanan Dalam hal ini tanggung jawab dikaitkan dengan keharusan untuk berbuat sesuatu atau kadang-kadang dihubungkan dengan kesedihan untuk menerima konsekuensi dalam sesuatu perbuatan tetapi apabila diamati lebih jauh pengertiaan tanggung jawab selalu berkisar pada kesadaran untuk melakukan , kesediaan untuk melakukan dan mampu untuk melakukan. Dalam kebudayaan kita, umumnya tanggung jawab diartikan sebagai keharusan untuk menanggung dan menjawab.atau dalam pengertiaan yang lain suatu keharusan untuk menanggung akibat yang ditimbulkan oleh perilaku seseorang dalam rangka menjawab suatu persoalan. Maka dalam hal ini tanggung jawab bank penyimpan atas segala kelalaian yang dilakukannya yang mengakibatkan kerugiaan bagi nasabah perbankan yang akan membawa manfaat bagi nasabah perbankan dalam melaksanakan kegiatan perbankan. Oleh sebab itu Lembaga Penjamin Simpanan menjatuhkan sanksi pada bank penyimpan atas kelalaiannya, antara lain;
A. Sanksi Administratif Dimana setiap Bank yang melakukan Penjaminan tidak melakukan kewajibannya sesuai ketentuan Lembaga Penjamin simpanan maka akan dijatuhkan sanksi administratif seperti;
1. Bank yang tidak melunasi pembayaran premi sesuai dengan batas waktu yang ditentukan dikenakan sanksi denda per hari keterlambatan sebesar 0,5% (lima per seribu) dari jumlah premi yang masih harus dibayar untuk periode yang bersangkutan. 2. Besarnya denda ditetapkan paling tinggi 150% (seratus lima puluh per seratus) dari jumlah premi yang seharusnya dibayar untuk periode yang bersangkutan. Dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan, pemberiaan sanksi diatur pada pasal 92 (3), 94, 95. Dalam pasal 92 ayat 3 dikatakan bahwa; 1. Bank yang tidak melunasi kekurangan premi sebagau akibat koreksi, dikenakan sanksi denda per hari keterlambatan sebesar 0,5% (lima per seribu) dari jumlah kekurangan premi yang masih harus dibayar dan paling tinggi 2. Bank
yang
terlambat
memnyampaikan
laporan,dikenakan
sansi
denda
sebesar
Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari kalender keterlambatan untuk setiap laporan yang harus disampaikan. Pengenaan denda administrative dikenakan untuk jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan. Dalam pasal 94 ayat 1-2 dikatakan bahwa; 1. Direksi, komisaris, dan/atau pemengang saham bank yang: a. Tidak menyerahkan dokumen salinan anggaran dasar,dokumen perizinan bank,surat keterangan tingkat kesehatan,dan surat pernyataan; b. Tidak membayar kontribusi kepesertaan bank; c. Tidak memberikan data, informasi, dan dokumen yang dibutuhkan dalam rangka penyelenggaraan Penjamin;
d. Menempatkan bukti kepesertaan atau salinannya didalam kantor bank atau tempat lainnya sehingga dapat diketahui dengan mudah oleh masyarakat; dan/atau e. Menyebabkan bank tidak memenuhi kewajiban bank sebagai peserta penjaminan serta tidak menyelesaikan sanksi administrative, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2(dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun, serta denda paling sedikit Rp.2.000.000.000,00 (dua milliar rupiah) dan paling banyak Rp.3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). 2. Direksi, komisaris,dan/atau pemegang saham bank yang menyebabkan bank tidak membayar premi dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak batas waktu periode yang bersangkutan denda paling sedikit Rp. 2.000.000.000,00 (dua milliard rupiah) dan paling banyak Rp.3.000.000.000,00 (tiga milliard rupiah). Dalam pasal 95 ayat 1-4 dikatakan bahwa; 1. Pemegang saham, direksi,dewan komisaris,pengawai,dan/atau pihak lain yang terkait dengan bank yang dicabut izin usahanya atau banyak dalam likuidasi yang tidak membantu memberikan segala data dan informasi yang diperlukan oleh Lembaga Penjamin Simpanan dan/atau tim likuidasi serta denda paling sedikit Rp.2.000.000.000,00 (dua milliar rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000,00( tiga miliar rupiah). 2. Anggota Dewan Komisioner,Kepala Eksekutif dan pengawai Lembaga Penjamin Simpanan, atau pihak lain yang ditunjuk atau dihasilkan dalam pelaksanaan tugasnya yang harus dirahasiakan
berdasarkan
peraturan
perundang-undangan,
didenda
paling
sedikit
Rp.2.000.000.000,00 (dua milliar rupiah). 3. Setiap orang atau badan yang memberikan data, informasi, dan/atau laporan, yang berkaitan dengan penjaminan simpanan yang tidak benar, palsu, dan/atau menyesatkan, didenda paling
sedikit Rp.2.000.000.000,00 (dua milliar rupiah) dan paling banyak Rp.3.000.000.000,00 (tiga milliar rupiah). 4. Setiap orang atau badan yang menolak memberikan kepada Lembaga Penjamin Simpanan data,informasi,dan/atau dokumen yang terkait dalam pelaksanaan tugas dan wewenang Lembaga Penjamin Simpanan didenda paling sedikit Rp.2.000.000.000,00 (dua milliar rupiah) dan paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga milliar rupiah).
B. Sanksi Pidana Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004, selain sanksi administrative juga terdapat sanksi pidana yang diatur dalam pasal 94-95. Dalam pasal 94 ayat 1-2 dikatakan bahwa; 1. Direksi, komisaris, dan/atau pemengang saham bank yang: a. Tidak menyerahkan dokumen salinan anggaran dasar,dokumen perizinan bank,surat keterangan tingkat kesehatan,dan surat pernyataan; b. Tidak membayar kontribusi kepesertaan bank; c. Tidak memberikan data, informasi, dan dokumen yang dibutuhkan dalam rangka penyelenggaraan Penjamin; d. Menempatkan bukti kepesertaan atau salinannya didalam kantor bank atau tempat lainnya sehingga dapat diketahui dengan mudah oleh masyarakat; dan/atau e. Menyebabkan bank tidak memenuhi kewajiban bank sebagai peserta penjaminan serta tidak menyelesaikan sanksi dengan pidana penjara paling singkat 2(dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun,
2. Direksi, komisaris,dan/atau pemegang saham bank yang menyebabkan bank tidak membayar premi dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak batas waktu periode yang bersangkutan,dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2(dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun,. Dalam pasal 95 ayat 1-4 dikatakan bahwa; 1. Pemegang saham, direksi,dewan komisaris,pengawai,dan/atau pihak lain yang terkait dengan bank yang dicabut izin usahanya atau banyak dalam likuidasi yang tidak membantu memberikan segala data dan informasi yang diperlukan oleh Lembaga Penjamin Simpanan dan/atau tim likuidasi dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1(satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun, 2. Anggota Dewan Komisioner,Kepala Eksekutif dan pengawai Lembaga Penjamin Simpanan, atau pihak lain yang ditunjuk atau dihasilkan dalam pelaksanaan tugasnya yang harus dirahasiakan berdasarkan peraturan perundang-undangan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun paling lama 3 (tiga) tahun 3. Setiap orang atau badan yang memberikan data,informasi,dan/atau laporan,yang berkaitan dengan penjaminan simpanan yang tidak benar,palsu,dan menyesatkan, dipidana dengan penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun, 4. Setiap orang atau badan yang menolak memberikan kepada Lembaga Penjamin Simpanan data,informasi,dan/atau dokumen yang terkait dalam pelaksanaan tugas dan wewenang Lembaga Penjamin Simpanan dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1(satu) tahun dan paling lama 3(tiga) tahun.
DAFTAR PUSTAKA
1. BUKU Abdul Kadir, Muhammad, Pokok-Pokok Hukum Pertanggungan, PT .Citra aditya bakti , bandung,1990 Az Santoso Lukman, Hak dan Kewajiban Hukum Nasabah Bank, Pustaka yustisia, Yogyakarta 2011 Durachman Budi, Lembaga Penjamin Simpanan, fokusmedia,Bandung 2004. Kasmir ,Bank dan Penjamin Keuangan Lainnya, Rajawali Pers . Jakarta, 2008 Mertokusumo, Sudikno, Hukum Acara Perdata Indonesia, liberty, Yogyakarta, 2006 Mertokusuma , Sudikno, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty , Yogyakarta, 1986 S, Dwi, Perlindungan Nasabah, Borneo Tribune , Jakarta, 2003. Sabirin , Syahril, Tantangan dan Peluang Perbankan Nasional, Bank dan Manajemen ,Edisi No.70 Januari/Februari ,2003. Sihombing , Jonker , Penjaminan Simpanan Nasabah Perbankan, PT Alumni, Bandung, 2010 Wijaya, Krisna, Penjamin Simpanan dan Perbankan ,LPS , Jakarta, 2005.
2. Peraturan PerUndang-Undang: Indonesia , Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tantang Perbankan Peraturan LPS No 5 Tahun 2006 Tentang Penanganan Bank gagal yang Berdampak Sistemik Undang_Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan Penetapan Peraturan pemerintah Pengnanti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang perubahaan atas Undang-Undang Nomor 24 tahun 2004 tentang lembaga penjamin simpanan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2009 tentang Peraturan pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang perubahaan atas Undang-Undang Nomor 24 tahun 2004 tentang lembaga penjamin simpanan Kitab Undang-Undang hukum acara perdata
3. Internet www.lps.go.id www.tanggungjawab.go.id