No. 11 September 2011 DBE3 Ucapkan Terima Kasih dan Selamat Bekerja ke Depan PROGRAM DBE akan berakhir pada bulan Desember 2011. Kami dari staf DBE3 mengucapkan terima kasih kepada semua daerah dan sekolah mitra, serta lembaga dan pihak lainnya atas kerja sama yang baik selama lebih dari 6 tahun. Kami ucapkan selamat atas keberhasilan yang dicapai, dan mengharapkan bahwa ini baru awal dari proses pembarahuan yang akan berlanjut ke depan.
Modul Pelatihan dan Buku ‘Good Practices’
Inovasi Pendidikan Media Komunikasi SMP dan MTs
Pencapaian DBE Agar Diteruskan
Perwakilan derah mitra DBE 3, termasuk siswa berkesempatan menyampaikan perubahan yang terjadi, termasuk rencana untuk menjaga keberlanjutan dan mengembangkan perubahan yang positif. WAKIL dari 44 Kabupaten/Kota serta 6 propinsi telah berkumpul di Solo pada tanggal 19 dan 20 Juli 2011 untuk melaporkan kemajuan dalam pengembangan program DBE3 di daerahnya, serta rencana ke depan untuk mengembangkan kegiatan secara keberlanjutan. Hal ini penting karena program DBE akan berakhir pada bulan Desember 2011, dan kegiatan di daerah akan berakhir pada bulan Oktober 2011. Berbagai kemajuan dan perubahan yang terjadi di sekolah, disampaikan secara gamblang oleh para perwakilan daerah yang berkesempatan presentasi dihadapan sekitar 350 undangan yang hadir. Berbagai rencana replikasi disampaikan untuk menindaklanjuti program DBE 3. Seperti rencana yang dibuat oleh Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara yang pada tahun 2011menganggarkan dana sekitar 3,5 milyar untuk mereplikasi program DBE. Para perwakilan daerah tersebut juga membeberkan rencana strategis untuk menjaga keberlanjutan perubahan yang telah terjadi. Tidak ketinggalan kepala sekolah, guru, bahkan siswa juga berkesempatan menunjukkan perubahan positif yang terjadi di sekolahnya. “Pencapaian yang baik ini harus diteruskan,” ungkap pak Irfan, kepala MTsN Binamu, Sulawesi Selatan yang sekolahnya mengalami kemajuan pesat sejak bermitra dengan DBE 3.
Peningkatan di Sekolah Dipertahankan pada Tahun 2011 KAMI telah menyempurnakan modul pelatihan BTL dan sedang menerbitkan versi terakhir. Kami juga telah menyusun beberapa buku yang menunjukkan ‘Praktik yang Baik’ (Good Practices) dalam manajemen perubahan di sekolah, serta di lima mata pelajaran pokok. Modul dan buku tersebut akan dibagikan ke semua lembaga dan daerah yang ikut program DBE3, serta para fasilitator daerah, yang diharapkan akan memanfaatkannya ke depan. Kunjungi website kami di www.inovasipendidikan.net
HASIL MONITORING yang dilakukan pada sekolah mitra DBE3 selama tiga tahun mulai 2009 s.d. 2011 menunjukkan kemajuan yang sangat jelas di hampir semua indikator. Peningkatan yang nampak pada tahun 2010 tetap dipertahankan pada tahun 2011 baik dalam pembelajaran maupun manajemen sekolah. Dampak pada Ujian Nasional 2008 - 2010 juga positif. Bacalah lebih lanjut pada halaman 2 dan 3.
Berita Utama
Hal 2
Dampak Program BTL Nampak Jelas di Sekolah Mitra HASIL MONITORING yang dilakukan pada sekolah mitra DBE3 selama tiga tahun mulai 2009 s.d. 2011 menunjukkan kemajuan yang sangat jelas di hampir semua indikator, apalagi kalau dibandingkan dengan sekolah yang belum pernah mengikuti program DBE3. MONITORING tersebut dilakukan di 156 sekolah dari seluruhnya 250 sekolah mitra di 25 kabupaten pemantapan (extension district). Indikator untuk sekolah-sekolah di kabupaten pemantapan dibagi menjadi tiga bagian, yang berhubungan dengan (a) pembelajaran, (b) prestasi siswa, dan (c) manajemen sekolah dan pengembangan profesional guru. Ringkasan masing-masing indikator (a) dan (c) di samping dibagi menjadi empat bagian, ((i) keadaan dari 156 sekolah mitra pada monitoring tahun 2009; (ii) keadaan dari 156 sekolah mitra pada monitoring tahun 2010; (iii) keadaan dari 156 sekolah mitra pada monitoring tahun 2011; (iv) keadaan dari 20 sekolah pembanding pada tahun 2010 yang belum mengikuti program DBE3. a) Pembelajaran Grafik 1 menujukkan hasil dari tiga indikator yang berkaitan dengan pembelajaran. Ada peningkatan yang sangat jelas antara tahun 2009 dan 2010 dalam hal kegiatan guru, lingkungan kelas, dan kegiatan siswa. Perubahan tersebut termasuk lingkungan kelas yang menarik dan mendorong anak untuk belajar, guru yang merancang kegiatan yang mendorong siswa untuk berbuat, serta kegiatan siswa yang bervariasi seperti diskusi dan kegiatan praktik, dengan menggunakan berbagai sumber beleajar. Sekolah pembanding hampir tidak menunjukkan adanya indikator tersebut. Peningkatan tersebut dipertahankan pada tahun 2011. Hasil ini menunjukkan bahwa sekolah-sekolah mitra telah mencapai kurang-lebih 90% pada semua indikator. Hasil ini mencerminkan hasil pelatihan guru telah difokuskan pada indikator monitoring ini. c) Manajemen Sekolah dan Pengembangan Profesional Guru Saat monitoring tahun 2009, tidak terlalu banyak perbedaan pada indikator terkait dengan kepemimpinan kepala sekolah dan MGMP antara sekolah mitra dengan sekolah pembanding. Namun, peningkatan pesat terjadi pada tiap indikator saat monitoring tahun 2010, seperti yang terlihat pada grafik 2. Peningkatan tersebut diteruskan pada tahun 2011 Peningkatan tertinggi pada indikator tentang kepemimpinan kepala sekolah adalah pada jumlah kepala sekolah yang melakukan monitoring saat proses pembelajaran. Pengelolaan dan penggunaan perpustakaan sekolah meningkat dengan adanya pada tahun 2011 lebih dari 80% sekolah mitra yang memiliki perpustakaan yang tertata rapi dan digunakan, dibandingkan dengan hanya 61,8% pada tahun 2009. Namun, sebagian besar perpustakaan masih kekurangan bahan bacaan yang memadai. Efektivitas MGMP meningkat dengan 39.6% dinilai efektif di tahun 2010, dibandingkan dengan 15,9% di tahun 2009. Kekurangan yang paling terlihat adalah frekuensi pertemuan MGMP, yang pada sebagian besar kasus kurang dari 1 kali dalam sebulan. Akses juga merupakan salah satu masalah yang dihadapi karena seringkali MGMP meliputi wilayah cakupan yang sangat luas (biasanya seluruh kabupaten) dan banyak sekolah. Terlihat pula bahwa kebutuhan pengembangan profesional guru lebih banyak terpenuhi melalui MGMP tingkat sekolah, bukan MGMP tingkat kabupaten. Media Komunikasi SMP dan MTs
Edisi 11/ September 2011
Berita Utama
Hal 3
b) Prestasi Siswa DBE3 melaksanakan penilaian dengan menggunakan sampel sebanyak 54 sekolah menggunakan tes yang lebih berfokus pada kecakapan siswa. Tes dilaksanakan di sekolah-sekolah yang sama pada tahun 2009, 2010, dan 2011. Grafik 3 menunjukkan peningkatan yang cukup besar pada nilai tes ratarata secara keseluruhan. Hasil tes Bahasan Indonesia dan Matematika naik setiap tahun dari 2009 s.d. 2011, sedangkan hasil tes Bahasa Inggris naik banyak dari tahun 2009 s.d. 2010, terus agak turun pada tahun 2011. Analisis data dari tes individual menunjukkan bahwa pada semua kelompok – laki-laki, perempuan, SMP, MTs, sekolah negeri dan swasta – terlihat peningkatan nilai yang substansial pada setiap tes. Grafik 4 menunjukkan Hasil Ujian Nasional di 250 sekolah mitra di 25 kabupaten kota. Hasil semua mata pelajaran naik jelas dari tahun 2008 s.d. 2010. Kenaikan paling besar ada pada mata pelajaran Matematika, yang hasil rata-ratanya naik dari 6.9 pada tahun 2008 menjadi 7.7 pada tahun 2010. Program ‘Better Teaching and Learning’ (BTL) Program BTL, yang dikembangkan DBE3, terfokus pada pencapaian beberapa indikator perubahan yang dicantumkan di bawah ini - khususnya pada kegiatan siswa, kegiatan guru, lingkungan kelas, dan kepemimpinan kepala sekolah. Program tersebut menggunakan pendekatan ‘whole school’ di mana guru semua mata pelajaran pokok, serta kepala sekolah dilibatkan bersama untuk mencapai visi dan tujuan yang sama. Program BTL menggunakan berbagai pendakatan pelatihan, termasuk studi banding, pelatihan lokakarya yang praktis, dan praktik mengajar didampingi fasilitator daerah langsung di sekolah. Program DBE3 melibatkan berbagai unsur pemerintah termasuk pengawas, staf Dinas Pendidikan dan Kemenag, anggota DPRD, Bapeda, dan Dewan Pendidikan untuk mencapai satu visi ke depan.
RINGKASAN INDIKATOR MONITORING Kegiatan Siswa • Kegiatan siswa bervariasi termasuk kerja kooperatif, memecahkan masalah, percobaan dsb. • Siswa mengungkapkan pemikirannya sendiri secara lisan dan tulisan. • Siswa menggunakan media yang bervariasi. Kegiatan Guru • Guru mendorong interaksi antar siswa. • Guru memberikan tugas yang menantang dan bervariasi (diskusi, percobaan, pemecahan masalah dsb). • Guru melakukan penilaian formatif.
Media Komunikasi SMP dan MTs
Lingkungan Kelas • Siswa duduk dan bekerja dalam kelompok. • Ada pajangan hasil karya siswa. • Sumber belajar lebih beragam (media, lingkungan). Kepemimpinan Kepala Sekolah • Mendorong perubahan. • Menunjang pengembangan profesional guru. Pengelolaan & Pemanfaatan Perpustakaan Sekolah Pengembangan Profesional Melalui MGMP • Penyusunan program untuk menunjang perubahan. • Merancang kegiatan yang menarik dan praktis. • Mendorong perubahan di kelas. Hasil Belajar Edisi 11/ September 2011
Berita Utama
Hal 4
Menuju Perubahan yang Berkelanjutan PROSES menuju pembelajaran yang bermakna bukanlah kerja perseorangan, melainkan membutuhkan kerja kolektif semua pihak termasuk dari para pemangku kepentingan untuk terus berupaya bersama-sama meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Komitmen dari para pemangku kepentingan untuk terus melanjutkan perubahan yang selama ini telah terjadi patut diapresiasi. Keinginan kabupaten/kota untuk mereplikasi secara mandiri program DBE3 juga menunjukkan grafik peningkatan. Ini membuktikan peningkatan kualitas di bidang pendidikan utamanya dalam hal peningkatan kompetensi para tenaga pendidik sudah menjadi prioritas. Menjelang berakhirnya program DBE3, pemerintah kabupaten/kota telah menyiapkan strategi pengimbasan untuk mendukung keberlanjutan perubahan hasil pendampingan DBE3. Kabupaten Tuban dan Kabupaten Pasuruan adalah dua contoh daerah di Jawa Timur yang sudah mengalokasikan anggaran untuk mendiseminasikan program DBE3 kepada sekolah-sekolah non mitra. Kedua daerah tersebut juga telah mencetak distrik fasilitator tambahan di tiap gugus, dengan tujuan agar perubahan di sekolahsekolah non mitra pasca mereplikasi modul DBE3 cepat terwujud. Hal yang sama juga dilakukan daerah mitra DBE 3 lainnya. Terutama untuk mempertahankan perubahan positif yang telah terjadi, meskipun program DBE3 berakhir.
Penambahan fasilitator di tiap gugus atau cluster adalah salah satu cara untuk melanjutkan perubahan di sekolah.
SMPN 1 Rejoso, Pasuruan, Jawa Timur
Ensiklopedi Sekolah sebagai Sumber Belajar Untuk menunjang pembelajaran, SMPN 1 Rejoso, Pasuruan, Jawa Timur, memfungsikan lingkungan sekolahnya sebagai sumber belajar dengan membuat ensiklopedi sekolah. Sumber belajar tersebut digantung hampir di setiap pohon yang berada di lingkungan sekolah. Dengan adanya ensiklopedi sekolah ini, siswa dapat belajar tak hanya saat di dalam kelas saja, melainkan juga saat mereka berada di luar kelas.
Media Komunikasi SMP dan MTs
Edisi 11/ September 2011
Berita Utama
Hal 5
Menaklukan UN dengan Service Learning
Tahap Persiapan, siswa menyusun langkah-langkah pembelajaran. “JANGAN omong doang, selalu terngiang usai menjadi Fasilitator Nasional DBE 3 tahun 2001. Berkat pelatihan DBE 3, saya jadi memahami ‘Service Learning’ yang kemudian saya pelajari dan praktekkan di kelas untuk menaklukkan ujian nasional (UN),” kata Bu Supartinah guru SMPN 1 Karanganyar, Jawa Tengah yang juga fasilitator daerah DBE3. ‘Service Learning’ adalah pembelajaran melalui pelayanan. Istilah ini banyak dipakai dan diterapkan di Amerika. Di Jerman penerapan pembelajaran melalui pelayanan dikenal dengan nama Learning by Teaching. Banyak hal yang bisa dilakukan siswa dalam Service Learning. Salah satunya, siswa memfasilitasi pembelajaran untuk orang lain, terutama di level bawah. Untuk bisa memfasilitasi dengan baik, tentunya mereka harus menguasai materi. Di sinilah muncul hubungan yang saling menguntungkan. Misalnya, siswa kelas 9 mendapat keuntungan berupa penguasaan materi, siswa kelas 7 mendapat pembelajaran yang menyenangkan. Cara melaksanakan pembelajaran ini sebagai berikut: 1. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok kecil. Setiap kelompok beranggotakan 5 orang 2. Setiap kelompok diberi materi yang harus dipakai untuk memfasilitasi pembelajaran. Untuk mata pelajaran Bahasa Inggris dasar pembagian materi bisa jenis teks (description, recount, narrative, procedure, report dan short functional text). 3. Siswa bekerja dalam kelompok merancang pembelajaran yang akan mereka sampaikan. 4. Siswa melakukan presentasi secara bergantian. ”Guru berperan sebagai fasilitator, terutama mendampingi saat persiapan,” tukas Bu Supartinah. Dari penelitian sederhana yang dilakukannya, ternyata hasilnya cukup memuaskan seperti nampak dalam tabel yang menunjukkan peningkatan nilai ujicoba UN dan nilai UN.
Media Komunikasi SMP dan MTs
Tes B adalah tes uji coba UN sebelum kegiatan dilakukan. Rerata nilai uji coba tersebut adalah 6,16. Ada 3 siswa yang tidak lulus sesuai dengan standar kelulusan UN. Tes A adalah tes setelah kegiatan berlangsung. Tes A1 diberikan setelah tahap I. Tes A2 diberikan setelah tahap II. Tes A3 diberikan setelah tahap III. Hasil tes A1 menunjukkan, masih ada 1 siswa yang belum lulus, sedangkan nilai rerata tes A1 adalah 6,61. Tes A2 menunjukkan semua siswa lulus, dengan nilai rerata 7,36. Tes A3 menunjukkan semua siswa lulus, dengan nilai rerata 8,13.
Memperkuat Kapasitas DF
MENJELANG berakhirnya program, DBE 3 melaksanakan Refresher Training untuk distrik fasilitator. Kegiatan tersebut dilaksanakan di enam provinsi mitra DBE 3 yang difokuskan pada peningkatan kapasitas DF dalam melakukan fasilitasi, pendampingan, evaluasi dan capaian perubahan pasca pelatihan. Beberapa materi yang dilatihkan diantaranya melakukan bedah kompetensi dasar (KD), kaji lembar kerja, media, langkah pembelajaran, penilaian, dan pengelolaan hasil karya siswa dari hasil bedah KD. Selain itu para DF juga dilatih dalam memfasilitasi kegiatan MGMP dan mengimplementasikan jurnal refleksi menjadi bahan penelitian tindakan kelas. Dengan cara ini, para DF dapat menyebarluaskan praktik yang baik dalam pembelajaran melalui MGMP. Edisi 11/ September 2011
Berita Utama
Hal 6
Menarik Minat Siswa melalui Showcase Keberhasilan Sekolah ACARA showcase keberhasilan sekolah yang difasilitasi DBE 3, tidak hanya diminati oleh para guru atau insan pendidik, namun juga diminati oleh para siswa. Mereka berbondong-bondong mengunjungi tempat dimana acara showcase dilaksanakan. Para siswa tersebut tak hanya berasal dari sekolah mitra namun juga berasal dari sekolah non mitra. Binar ceria nampak dari wajah-wajah belia tersebut saat memasuki stan demi stan yang menampilkan bermacam pajangan. Penuh rasa ingin tahu, mereka bertanya seputar pajangan yang dipamerkan pada para penjaga stan yang notabene adalah guru dan juga siswa seperti mereka. Sesekali para
siswa tersebut mencatat penjelasan dari penjaga stan di buku tulis mereka. Mereka juga mencoba bermacam media pembelajaran yang dapat dicoba dan dimainkan di tempat. Renyah tawa ditingkahi celoteh, ramai terdengar saat mereka mencoba aneka media pembelajaran tersebut. “Saya senang sekali dengan pameran ini. Karena bisa menambah pengetahuan serta mengetahui karya-karya siswa dari sekolah lain,” ujar Ayu, siswa SMPN 1 Sampang, Jawa Timur setelah melihat acara showcase. “Kalau bisa acara pameran seperti ini diadakan setiap tahun,” tukas Rizma Reskananga, siswa SMPN 1 Tellulimpoe, Sulawesi Selatan.
Siswa berbondong-bondong memenuhi stand di acara showcase untuk memperoleh tambahan pengetahuan melalui pajanganpajangan yang dipamerkan.
Menginspirasi Siswa Sekolah Non Mitra Menciptakan Karya MESKIPUN sekolah-sekolah ini bukanlah sekolah mitra, namun semangat untuk melakukan perubahan nampak terlihat. Perubahan pola pembelajaran menjadi student centered nampak jelas terekam pada produk-produk karya siswa di sekolah imbas yang dipamerkan pada ajang showcase..
Media Komunikasi SMP dan MTs
Edisi 11/ September 2011
Berita dari Provinsi
Hal 7
Sumatera Utara
Siswa berkesempatan berdiskusi dengan petugas Lapas.
Belajar dari Pelaku Kejahatan “SAYA mewawancarai Pak David Hutarabat. Umurnya 50 tahun. Wajahnyanya lebar, sorot matanya tajam dan suaranya besar. Pak David punya dua istri. Ia dipenjara karena kasus perampokan dan pembunuhan di Tapanuli Utara. Pak David memimpin kelompok perampok. Mereka tidak hanya merampok harta pada korban, tapi juga membunuhnya...,” tulis Rizky Ananda Syahputri, siswi kelas VII MTsN Sibolga, dari hasil kunjungannya ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sibolga. Rizky merasakan kesan khusus ketika melawat LP. Di sana ia diizinkan bertemu dengan narapidana lalu mewanwancarainya. Rizky merasa takut pada awalnya, karena ia tidak pernah berbicara dengan seorang kriminal. Namun setelah wawancara berlangsung lebih dari lima menit,
Rizky sudah mulai nyaman. Ia bahkan punya kesan khusus terhadap narasumbernya.” Pak David Hutabarat bilang Ia menyesal atas semua perbuatannya. Ia ingin menghabiskan sisa hidupnya dengan bertobat...,” kenang Rizky. Rizky adalah rombongan kelas VIII yang mengunjungi Lapas. Di bawah bimbingan Ibu Rita guru IPS MTsN Sibolga, Rizky belajar KD tentang pengendalian sosial. Mereka menggunakan metode out doors sebagai Lapas sebagai sumber pembelajaran. Menurut Ibu Rita metode out doors lebih memberikan kesan khusus kepada siswa. Selain itu metode out doors mampu menaikkan nilai siswa. Ibu Rita menjelaskan bahwa metode out doors adalah model dimana siswa dibawa langsung belajar ke lokasi yang berhubungan KD. “Saya pernah
mencoba metode in doors di kelas, hasilnya tidak begitu baik, 30 persen siswa saya tidak mencapai nilai ketuntasan. Nilai rata-rata yang dicapai hanya 70...,” terang Ibu Rita. Ibu Rita mengubah pola pendekatan untuk KD pengendalian sosial. Siswa tidak lagi dibuat belajar di kelas, tetapi bawa ke Lapas. Di sana mereka siswa diminta melakukan wawancara. Hasil wawancara dipresentasikan di depan kelas. “Hasilnya cukup baik, 85 persen siswa saya mencapai nilai ketuntasan. Nilai-nilai rata siswa menjadi 77, dari nilai 75 sebagai nilai kreteria ketuntasan minimal (KKM) ...,” tukas Ibu Rita. Ibu Rita membekali siswanya dengan lembaran kerja (LK) sebelum mengunjungi lapas. Di dalam LK siswa diberikan instruksi untuk menanyakan beberapa pertanyaan kepada orang yang diwancarai. Dari proses itu, siswa diharapkan bisa mengenali jenis-jenis kejahatan sosial.” Tapi yang terpenting, siswa dapat menarik hikmah...,” jelas Ibu Rita. Menurut Ibu Rita lebih lanjut, siswa tidak cukup melakukan wawancara dengan narapidana. Mereka juga diminta melakukan wawanacara dengan orang tua, guru, ustad dan ustajah. Wawancara ditujukan untuk mengali informasi tentang penyimpangan sosial dan cara pengendaliannya.”lewat wawancara itu siswa bisa mengenali pengendalian sosial. Jika mereka sudah tahu jenis penyimpangannya, setidaknya mereka bisa menentukan jenis pengendaliannya,” terang Ibu Rita.
Siswa bertemu langsung dengan para narapidana dan mewancarainya. Media Komunikasi SMP dan MTs
Edisi 11/ September 2011
Berita dari Provinsi
Hal 8
Menemukan Wallace-Weber di Pangaribuan
Siswa menunjukkan hasil temuannya. Miduk Gultom, Guru IPS SMPN 2 Pangaribuan, Tapanuli Utara, memanfaatkan hutan, sawah dan belantara yang menjadi penghias sekolah menjadi sumber belajar.
MODEL ini saya gunakan untuk mengampuh kompetensi dasar mengenal tumbuhan dan hewan di daerah tropis. Secara teori, pembagaian wilayah tumbuhan dan hewan di daerah tropis sudah dilakukan oleh Alfred Russel Wallace dan Max Carl Wilhelm Weber. Saya tidak mau mengajarkan teori tetapi siswa dipertemukan langsung dengan gagasan Wallace-Weber di lapangan. Saya memulai pembelajaran lewat sapaan khas. Saya memotivasi siswa saya yang umumnya anak petani. Saya menjanjikan sebuah petualangan menarik untuk mereka. Saya bilang mereka akan mampu mengklasifikasikan jenis tumbuhan dan hewan yang ada di sekitar mereka. Terpancar semangat dan rasa penasaran dari wajah para siswa. Saya membagikan buku teks kepada siswa. Mereka saya minta untuk membaca dan menemukan jenis-jenis tumbuhan dan hewan yang tergolong tumbuhan tropis. Saya memberikan penjelasan singkat tentang teori Wallace-Weber untuk membantu siswa. Siswa saya minta merumuskan hasil bacaannya secara berkelompok. Setelah itu mereka membaca hasil diskusinya. Kesimpulan siswa cukup menarik. Tapi itu belum cukup bagi saya. Saya meminta siswa untuk mencari tumbuhan dan hewan seperti Media Komunikasi SMP dan MTs
informasi dari buku teks. Sesi kedua, yang mereka siswa melakukan perburuan hewan dan presentasikan. Mereka tumbuhan. harus mencari di hutan, Kami menutup KD ini dengan sawah dan belantara yang presentasi. Siswa membawa hasil ada di sekitar sekolah buruannya ke dalam kelas, lalu maupun rumah mereka. menjelaskan jenis bintang dan Saya juga meminta siswa tumbuhan itu. Setelah itu siswa membuat maket hutan menjelaskan peta penyebaran sederhana dan peta berdasarkan hasil penelitian Wallacepenyebaran flora dan Weber. fauna berdasarkan teori Wallace membagi wilayah geografis Wallace-Weber. Indonesia menjadi dua yaitu: wilayah Siswa saya menunjukkan georgrafis hewan Asia dan Australiasa. keterampilannya menangkap binatang Bagian barat dari garis ini berhubungan dan mengenali tumbuhan. Tangan dengan spesies Asia; di timur mereka dengan cekatan menangkap kebanyakan berhubungan dengan burung, katak, kadal dan bahkan ular spesies Australia. Garis ini dinamakan yang sedang melintas di sawah. Begitu atas Alfred Russel Wallace, yang pula dengan tumbuh-tumbuhan yang menyadari perbedaan yang jelas pada ada di antar semak belukar, mereka saat dia berkunjung ke Hindia Timur tidak begitu kesulitan mengenalinya. pada abad ke-19. Garis ini melalui Setelah binatang dan tumbuhan yang Kepulauan Melayu, antara Borneo dan dicari sudah didapatkan, siswa saya Sulawesi; dan antara Bali (di barat) dan meneruskan tugas membuat maket Lombok (di timur). hutan serderhana dan peta WallaceAdanya garis ini juga tercatat oleh Weber. Mereka menggunakan Antonio Pigafetta tentang perbedaan potongan tripek dan kayu bekas untuk biologis antara Filipina dan Kepulauan membuat maket. Tripek dibuat menjadi Maluku, tercatat dalam perjalanan kotak persegi, lalu diisi dengan tanah Ferdinand Magellan pada 1521. Garis dan pasir. Di atas tanah dan pasir itu ini lalu diperbaiki dan digeser ke Timur mereka menanam tumbuh-tumbuhan (daratan pulau Sulawesi) oleh Weber. yang mewakili daerah tropis seperti Batas penyebaran flora dan fauna Asia pakis, jamur dll. lalu ditentukan secara berbeda-beda, Sedangkan untuk membuat peta berdasarkan tipe-tipe flora dan fauna. Wallace-Weber, siswa saya Garis ini lalu dinamakan “Wallacemenggunakan buah ubi kayu dan Weber”. Saya puas dengan kerja siswa. tepung kanji. Buah ubi mereka Tertelak didaerah pedalaman, rupanya bersihkan lalu direbus sampai matang. keuntungan tersendiri bagi kami. Setelah matang mereka menyatukan rebusan ubi dan tepung kanji lalu mencetaknnya seperti pulau-pulau yang ada di Indonesia. setelah kering, pulau-pulau itu mereka cat dengan cat minyak seadanya. Pembelajaran untuk KD ini, dibagi atas dua sesi pembelajaran. Sesi pertama lebih banyak menggunakan Teori Wallace-Weber dibuktikan siswa. sumber-sumber Edisi 11/ September 2011
Berita dari Provinsi
Hal 9
SMPN 2 Jalancagak Bangun Lingkungan Belajar
SMPN 2 Jalancagak menciptakan lingkungan kelas yang mendorong siswa belajar. SETELAH mengikuti workshop kepala sekolah yang dilaksanakan DBE3, Ibu Kriswati Kepala SMPN 2 Jalancagak menerapkan pendekatan instruktional leadership. Setiap kebijakan dan segenap langkah kepemimpinan diorientasikan bersinergi dengan kepentingan pembelajaran. Ia selalu meminta guru mengidentifikasi kebutuhan untuk melaksanakan proses belajar yang kontekstual. “Untuk keperluan ini, saya melakukan kerjasama dan penggalian dana guna menyediakan setiap keperluan sarana pembelajaran,” katanya mantap.
Media Komunikasi SMP dan MTs
Asalnya, SMPN 2 Jalancagak itu hanyalah sebuah sekolah baru, berskala kecil, dengan hanya 300 siswa. Dalam kurun satu tahun, animo input siswa meningkat 100% dan mencapai jumlah 600 siswa. Ini merupakan bukti konkret peningkatan kinerja sekolah, sebagai akibat langsung dari prestasi para guru yang semakin profesional. Memicu Gairah Guru Para guru disediakan bantuan teknis untuk mengatasi berbagai masalah pembelajaran yang menghadang. Selain mengerahkan setiap kemampuan paedagogik sendiri,
Jawa Barat-Banten dirinya juga memanfaatkan para distrik fasilitator DBE3 untuk membantu mendampingi para guru dalam mengatasi berbagai masalah pembelajaran. Selain memberikan izin kepala sekolah memberikan dorongan kepada para guru untuk aktif mengikuti setiap pelatihan guru yang diselenggarakan oleh DBE3. “Saya bahkan meminta DBE3 untuk melatih seluruh guru di luar mata pelajaran inti yang menjadi fokus binaan DBE3. Untuk guru yang tidak diundang oleh DBE3, saya mengalokasikan dana tersendiri untuk membiayai mereka mengikuti pelatihan guru,” katanya. Membangun Lingkungan Belajar Lingkungan sekolah diciptakan sedemikian rupa untuk menjadi sebuah lingkungan belajar yang setiap sudutnya bersifat kondusif bagi pembelajaran bergairah. Selain para guru berinisiatif menata ruang kelas dan memajang hasil karya siswa, kepala sekolah bekerja keras menyediakan prasarana sekolah yang memadai. Semua sudut lingkungan sekolah menjadi sumber belajar bagi para siswa dan alat peraga belajar bagi para guru. Bekerja sama dengan Inagreen, sekolah berhasil menyediakan lahan pertanian tempat siswa belajar, yang kemudian hasilnya pun dapat menambah dana sekolah. “Sekarang lingkungan belajar di sekolah kami sangat kondusif untuk melaksanakan proses belajar aktif,” katanya lagi.
Edisi 11/ September 2011
Berita dari Provinsi
Hal 10
MGMP Bantu IPA Menjadi Nyata SMPN 1 Rengasdengklok, Karawang
Aktif di dalam MGMP, membuat para guru memiliki banyak ide untuk membuat pembelajaran IPA menjadi menarik.
MUSYAWARAH Guru Mata Pelajaran (MGMP) Ilmu Pengetahuan Alam melalui pola pelatihan BTL4 dari DBE3, memberikan banyak solusi dan menginspirasi kebanyakan guru bahwa MGMP tak hanya ajang untuk kegiatan pemecahan masalah pembelajaran dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, tapi juga dapat difungsikan sebagai bengkel kerja (workshop) serta sebagai kegiatan berbagi (sharing) dan pengkajian lebih lanjut berbagai konsep, metode dan hal-hal lain yang menyangkut kegiatan dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran. Dengan fungsi seperti ini MGMP tak akan lekang oleh waktu dan akan selalu dibutuhkan untuk selalu diadakan secara berkala dan terprogram. Kegiatan MGMP IPA yang dipandu oleh Fasilitator Daerah DBE3, dengan kegiatan pendampingan untuk menguji dan memperbaiki program pembelajaran yang dibuat, mampu menumbuhkan berbagai inovasi dan pemecahan masalah secara up to date Media Komunikasi SMP dan MTs
dan factual. Karenanya, guru mampu mengatasi masalah yang ada dengan cepat, efektif dan efisien. Pada mulanya guru merasa begitu hebat saat membuat perangkat pembelajaran namun ketika diujicobakan pada siswa ternyata tidak semua anak mampu menyerap semua materi. Kemudian guru melakukan perbaikan terhadap lembar kerja (LK) yang ada, sehingga LK bisa benarbenar memberikan efek pembelajaran yang maksimal. Kadang perbaikan harus dilakukan berkali-kali. Ini terjadi karena memang tantangan baru akan selalu muncul dan tantangan ini memerlukan penanganan serius. Dan tantangan ini harus dijawab secara proaktif sesuai dengan perkembangan yang menyertainya. Di SMPN 1 Rengasdengklok kegiatan MGMP IPA memberikan sesuatu yang positif, diantaranya siswa mampu lebih cepat memahami materi pelajaran sehingga guru mengajar lebih singkat. Guru memberdayakan siswa dan melakukan pembelajaran secara team teaching yang bersinergi secara harmonis, sehingga siswa mendapat “perhatian dan pengawasan serta kasih sayang” yang sama dari guru walau
kelas tersebut sudah overload, yakni di atas 40 orang per kelas. Nuansa yang sama dalam hal perbaikan proses kegiatan pembelajaran terjadi di MTs Negeri Rawamerta, yang memberikan kesempatan kepada siswanya untuk membuat grafik gerak lurus beraturan dengan menggunakan alat-alat sederhana namun cukup refresentatif dalam melaksanakannya. Tali raffia, Bola dan stopwatch ternyata mampu membantu siswa dalam memvisualisasikan hal yang berhubungan dengan gerak lurus dengan dan benar. Hal menarik tentang fisika juga dikembangkan oleh Ibu Epi Pitriah, S.Pd. dengan mencoba mempraktikan gaya gesek. Dari hasil praktik gaya gesek siswa menemukan bahwa gesekan bukan hanya akan menjadi menjadi kendala atau hambatan, tetapi bisa juga digunakan untuk suatu hal yang menguntungkan: mislanya ketika kita menggunakan rem pada kendaraan. Bu Epi juga memberikan kesempatan pada siswa untuk merasakan gaya gesek. Bu Epi menumpukkan buku dan buku itu diberi beban secara bertahap. Kemudian buku itu ditarik oleh pegas. Dengan percobaan seperti ini, fisika tak lagi sekedar khayalan tapi kenyataan yang dapat dibuktikan secara ilmiah.
Edisi 11/ September 2011
Berita dari Provinsi
Hal 11
Memaknai Sejarah Bangsa DENGAN materi belajar KD: 5.3. Mendeskripsikan perkembangan masyarakat, kebudayaan dan pemerintah pada masa kolonial Eropa, siswa mendapat kesempatan untuk memaknai sejarah bangsanya, Musfiqoh, S.Pd mendesain pembelajaran tersebut dengan memberikan kesempatan pada siswanya untuk terampil mencari informasi dari berbagai sumber termasuk internet. Proses belajarnya dibuat seperti langkah-langkah berikut ini. Pendahuluan Untuk apersepsi, saya berdialog dengan siswa mengenai arti penting Indonesia sebagai penghasil rempah-rempah. Siswa lalu diminta memberi contoh arti penting rempah-rempah sebagai komoditas perdagangan dunia. Di sini, siswa tampak termotivasi sebagai bangsa besar. Kegiatan Inti Siswa membagi diri menjadi lima kelompok. Setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor identitas, dan setiap anggota kelompok mendapatkan lembar kerja untuk didiskusikan. Setelah mencari informasi dari berbagai sumber, berdiskusi, dan menemukan pemecahan LK, setiap kelompok kemudian terlibat dalam proses peer teaching. Mereka berusaha memastikan agar tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya atau mengetahui jawabannya. Saya kemudian memanggil salah satu siswa untuk menyajikan hasil kerja kelompoknya. Siswa-siswa yang lain menanggapinya dengan memberikan masukan. Demikianlah, setiap kelompok diberi kesempatan secara bergilir untuk melaporkan hasil kerjasamanya melalui perwakilan Lembar Kerja kelompok yang ditunjuk. Kemudian para siswa saya minta untuk Masa Kolonial di Indonesia menyimpulkan manfaat posisi strategis Indonesia pada perdagangan pada Pada tahun tahun 1453 Masehi, Konstantinopel yang masa silam. menjadi pusat kegiatan perdagangan di Laut Tengah, jatuh ke tangan Turki. Jatuhnya Konstantinopel telah Penutup menimbulkan kesulitan bagi Usai kerja kelompok dan diskusi akhir, saya dan siswa melakukan bangsa-bangsa Eropa, terutama penilaian, dengan mengacu pada rubrik penilaian. Kelompok dengan nilai dalam bidang perdagangan. terbaik kemudian mendapat penghargaan. Para siswa lalu menuliskan Semula kebutuhan barangrefleksi mereka mengenai proses belajar sejarah. Proses belajar ini barang dagang yang berasal dari diakhiri dengan tugas pendalaman sejarah melalui bahan-bahan bacaan. Asia banyak yang dipasok melalui Konstantinopel. Namun, sejak jatuhnya kota tersebut, bangsa Turki mempersulit masuknya orangorang Eropa. Hal ini berakibat hubungan perdagangan antara bangsa-bangsa Eropa dengan Asia Barat, khususnya Turki, mengalami pemutusan. Bangsa Eropa kemudian mengadakan penjelajahan dalam upaya mencari rempah-rempah. 1. Jelaskan latar belakang kedatangan Bangsa Barat ke Dunia Timur ! 2. Bagaimana proses atau cara-cara pendudukan orang Eropa terhadap Indonesia? 3. Bagaimana posisi strategis Indonesia pada perdagangan pada masa silam?
Suasana pembelajaran IPS yang difasilitasi Musfiqoh, S.Pd. Media Komunikasi SMP dan MTs
Diskusikan jawabannya di dalam kelompokmu dan rumuskan simpulan dengan mengkaitkannya dengan kehidupan saat ini. Edisi 11/ September 2011
Berita dari Provinsi
Hal 12
BTL Bukan Hanya Milik 5 Mata Pelajaran
Peserta pelatihan BTL 2 mata pelajaran Pendidikan Agama Islam tengah menyampaikan idenya. SEIRING akan berakhirnya program DBE 3 (bulan Oktober 2011), bukan berarti menyurutkan semangat para guru Mitra maupun non mitra untuk melaksanakan pembelajaran bermakna. Semula program pelatihan memang hanya ditujukan kepada 5 guru mata pelajaran (Mapel) yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, IPA dan IPS. Dalam perkembangannya guru-guru di luar 5 mapel tersebut juga menginginkan penularan pembelajaran. Di kabupaten Purworejo, pelatihan BTL 2 guru non 5 mapel, diselenggarakan secara gotong royong alias mereka secara mandiri dibiayai oleh sekolah. Dalam pelatihan kelom-
Jawa Tengah pok guru-guru non 5 mapel dari MTS negeri ataupun swasta yang menjadi mitra DBE 3. Antusias dari peserta latihan luar biasa, sebab mareka dari maple yang berbeda karakter namun tampak enjoy dan dapat merngikuti pelatihan dengan sungguh -sungguh, padahal pas hari libur sekolah lho? Walaupun kadang nampak hal-hal yang menimbulkan kelucuan karena guru pendidikan jasmani harus berpraktek bersama dengan guru seni budaya atau guru agama. Untuk tempat pelatihan dan praktek mengajar dilaksanakan di MTsN Purworejo. Jumlah peserta ada 60 orang dengan latar belakang maple yang diajar Al Quran Hadist, Akidah Akhlak, Sejarah Kebuadayaan Islam, Bahasa Arab, Seni Budaya, PenJaskes, IPS, PKn, Matematika, Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, Bahasa Jawa, BTA. Pelatihan ini memang tampak istimewa sebab para DF harus menghadapi 13 macam guru mapel yang berbeda. Unik, betul !, Ini sebuah tantangan bagi para DF, walaupun diawal dibayangkan aka nada kesulitan komunikasi, namun ternyata justru para peserta dapat dibanggakan, hal ini terbukti dari refleksi tiap kali pertemuan. Jika guru-guru mau berubah dalam Pembelajaran secara ikhlas, halangan dan rintangan akan mudah teratasi. Sebuah inovasi dalam Pembelajaran itu mutlak diikuti oleh guru. Sebagai pendidik seorang guru tidak boleh merasa ilmu yang dipunyai sudah final dan tidak dikembangkan lagi, yang tentunya guru harus tetap berpijak pada “pendidikan sepanjang hayat” atau “Life long education”. Dengan pelatihan guruguru non 5 mapel di sekolah mitra DBE 3 di kabupaten Purworejo, mungkin akan dapat menjawab dari tuntutan pendidikan sepanjang hayat.
Asyik Menghitung Koordinat PEMBELAJARAN matematika menghitung koordinat ini memanfaatkan tanah lapangan hijau sekolah. Caranya lapangan dengan dilengkapi garisgaris kordinat yang terbuat dari tali rafia. Harapan saya dengan garis kordinat yang terbentang di lapangan hijau pembelajaran Matematika akan mengasyikan karena kegiatan pembelajaran akan mengaktifkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor siswa untuk memecahkan masalah. Pertanyan pada lembar kerja siswa tidak lagi berupa angka namun berbentuk narasi narasi yang mengasyikkan dan dihubungkan dengan isu yang sedang berkembang. Misalnya tentang sepak bola, rumusan yang dibuat: rumah pesepakbola nasional Irvan Bachdim terletak pada kordinat (-3, 7) selanjutnya pada setiap hari sabtu dan Media Komunikasi SMP dan MTs
minggu mengikuti pelatnas di Senayan dengan kordinat (6, 9) dan seterusnya. Saat mencari kordinat di lapangan hijau siswa diberi kesempatan untuk mengamati gerak gerik teman yang lain. Apa- Menghitung koordinat di luar kelas, membuat belajar bila kurang benar Matematika menjadi lebih menyenangkan. menentukan titik kordinat di lapangan memfasilitasi pembuatan penampang hijau, mereka bisa langsung memberikordinat dengan memberikan fasilitasi kan masukan yang dikerjakan teberupa pendampingan yang berupa mannya. perintah untuk membuat penampang, Penampang koordinat di lapangan pengadaan tali rafia beserta penambat hijau dari tali rafia menjadi hasil karya talinya, mengukur jarak antara kordinat siswa. Artinya, media pembelajaran satu dengan lainya. Pelaksanaan teknis dibuat dan dipakai sendiri oleh siswa di lapangan dikerjakan sendiri oleh secara berkelompok. Guru hanya siswa secara berkelompok. Edisi 11/ September 2011
Berita dari Provinsi SELAMA ini Drs. Gati Wibowo Kepala SMPN 2 Grobogan merasa lebih nyaman melakukan pembelajaran searah, lantaran tanpa harus melakukan persiapan ini itu, ribetlah. Pendek kata, langsung tancap gas sesuai skenario sang sutradara, pembelajaran berjalan dengan dominasi guru full, sementara siswa sebagai pendengar sampai last menit. “Begitu yang saya terapkan dengan perasaan lega keluar ruang kelas dalam hati berguman, kan materi sudah disampaikan sesuai target, waktu dan materi. Terbersit kegelisahan dalam benak saya mengenai pemahaman siswa yang sudah saya sampaikan, apalagi bekal siswa yang dapat diterapkan dalam kehidupan seharihari” kata pak Gati mengenang. Dalam pembelajaran searah atau non-dialogis, guru tampak aktif namun siswa tidak demikian. Kenyataan yang ditemui sebagai berikut: tidak terlibat pembahasan, respon siswa tidak terungkap, eksplorasi pemikiran siswa belum ada, interaksi siswa belum terjadi, partisipasi siswa dalam materi belum nampak, bisa ditebak kemudian siswa hanya mengandalkan pendengaran. Pada akhirnya siswa pun mudah lupa terhadap materi yang sudah disampaikan. Setelah mengikuti pelatihan DBE3 dan menerapkan pembelajaran yang kooperatif, apa yang terjadi? Respon siswa luar biasa dan mulai antusias dari awal sampai akhir, terjadi interaksi guru dengan siswa baik klasikal maupun kelompok bahkan siswa mendapatkan bimbingan saat kerja kelompok.
Hal 13
SMPN 2 Grobogan Tinggalkan Pembelajaran Searah
Mendorong interaksi antar siswa dalam pembelajaran dapat membuat siswa terlatih dalam berpikir kreatif dan kritis. Demikian juga interaksi antar siswa, siswa saling bertukar pendapat dan menghargai perbedaan dalam menyelesaikan pekerjaan yang dikerjakan bersama-sama. “Saat saya mengamati diskusi kelompok siswa tentang menawar harga barang di toko Swalayan, siswa mampu menjawab tentang keunggulan yang diperoleh saat berbelanja di pasar swalayan. Mereka berkesempatan untuk mendapatkan aneka barang sesuai dengan merek, ukuran dan harga
Seting kelas di SMPN 2 Grobogan telah mendukung proses belajar yang mendorong interaksi antar siswa. Media Komunikasi SMP dan MTs
yang bervariasi sesuai dengan kebutuhan dan uang yang kita miliki. Hasil diskusi ini menunjukkan siswa telah mempersiapkan pengalaman sebagai hasil praktik saat berdiskusi. Tentu, hal ini lebih baik daripada sekedar menjelaskan transaksi pasar swalayan,” urai Pak Gati. Siswa pun merasa puas saat hasil pekerjaannya diterima dan dihargai oleh siswa lain. Demikian pula, siswa lain tidak malu saat ingin mengetahui lebih lanjut mengenai pembelajaran. Mencari solusi dari permasalahan yang ditemui saat pembelajaran bersamasama siswa menunjukkan ekpresi kepuasan setiap siswa yang terlibat. Metode pembelajaran searah cenderung mendorong siswa untuk terpaku pada pemikiran guru, tetapi usai pelatihan DBE 3 saya belajar untuk mengajak siswa berpikir lebih kreatif dan kritis. “Saya mengajak semua guru di sekolah untuk melakukan hal yang sama. Sekarang pembelajaran searah sudah ditinggalkan SMPN 2 Grobogan. Pembelajaran yang membangun dialog kritis antara siswa dan guru sudah dibudayakan,” katanya lagi
Edisi 11/ September 2011
Berita dari Provinsi
Hal 14
Membuat Menara Masjid M. AMIN, S.Pd distrik fasilitator Boyolali menciptakan pembelajaran yang membuat siswa mampu memecahkan masalah yang berkaitan dengan kerucut, tabung dan bola dengan membuat menara masjid. Cara membuat media: 1. Buatlah belahan bola dengan membelah bola berukuran sedang (mendekati + 3,5 cm) 2. Tentukan model tabung dengan kertas karton yang mempunyai ketentuan diameter sama dengan bola dan tinggi 14 cm. 3. Buatlah selimut tabung dari karton 4. Buatlah replikasi belahan bola yang sama dengan luas lingkaran. Langkah pembelajarannya: 1. Siswa mendapatkan tugas tersebut di rumah. Perbandingan model dengan menara sesungguhnya 1:100. Dengan model yang dibuat siswa, diharapkan mendapatkan gambaran tentang menara yang dimaksud dalam LK. 2. Menentukan luas permukaan tabung sebagai dinding menara dengan menghitung luas selimutnya. Apabila
siswa mengalami kesulitan menelaah media yang dibuat maka guru membimbingnya agar siswa memahami hubungan media dengan permasalahan dalam LK. 3. Menentukan luas setengah bola sebagai kubah dari menara dengan menghitung luas dua lingkaran yang telah dibuatnya. Untuk menentukan luas permukaan menara maka siswa diharapkan menggabungkan luas selimut tabung dengan luas dua lingkaran tersebut. 4. Mendata bahan dan jasa yang akan digunakan, kemudian menghitung biaya per satuan barang dan jasa. Setelah itu, menghitung biaya barang dan jasa keseluruhan. 5. Dalam LK diberikan data yang kompleks, sekiranya siswa mengalami kesulitan maka dapat dibimbing untuk memilih bahan sederhana. 6. Variasi hasil diskusi (variasi jawaban) siswa dipastikan terjadi sehingga hal ini diharapkan akan menjadi prediksi positif bagi guru. Hal ini juga menjadi
sumber belajar bagi siswa karena siswa dapat membandingkan alternatif jawaban dari suatu permasalahan. 7. Penilaian akan difokuskan terhadap ketepatan penulisan data, yaitu pendataan barang dan jasa yang akan digunakan dan ketepatan perhitungan anggaran yang tersedia.
Karya Kunjung Efektif untuk Tingkatkan Hasil Belajar 61.08 . Pada siklus kedua hasilnya aktivitas siswa rata-rata 75% dan hasil belajarnya ratarata 63.55. Bila dibdaningkan pada nilai awal, rata-rata nilai ulangan siswa adalah 57.20, maka terdapat Karya kunjung dapat meningkatkan hasil belajar siswa. kenaikan 11,1%. “Dari hasil PTK HASIL penelitian tindakan kelas ini dapat disimpulkan bahwa aktivitas (PTK) yang dilakukan Misri Prihatin, dan hasil belajar siswa dengan guru SMPN 6 Blora menunjukkan pembelajaran karya kunjung dapat karya kunjung sangat efektif dalam meningkat,” kata Bu Misri yang meningkatkan hasil belajar Matematika. melakukan PTK berkolaborasi dengan PTK yang dilakukan dengan dua siklus Dra. Sumarwati, M.Pd dosen UNS. tersebut juga memperlihatkan Adapun cara melaksanakan peningkatan aktivitas siswa dalam pembelajaran karya kunjung sebagai pembelajaran. Hasil PTK siklus berikut: pertama, rata-rata aktivitas siswa 1. Guru membagi siswa dalam adalah 69%. Hasil belajarnya rata-rata kelompok-kelompok belajar, Media Komunikasi SMP dan MTs
2.
3.
4.
5. 6.
7.
8.
membagikan LK, dan meminta siswa menyiapkan alat-alat yang diperlukan untuk mengerjakan LK. Guru membimbing masing-masing kelompok berdiskusi dalam menyelesaikan LKS dan menuliskan hasilnya pada kertas manila. Setiap kelompok menunjuk 2 anggotanya sebagai wakil kelompok untuk mempresentasikan hasil karya kelompok ke kelompok lain dan meminta kelompok lain menanggapinya (karya kunjung). Setelah kembali ke kelompok asal hasil karya disempurnakan sesuai masukan, dan perwakilan kelompok mempresentasikan hasil karyanya. Guru memberikan umpan balik atas kegiatan diskusi kelas. Setiap kelompok mengumpulkan hasil kerjanya dan menilai hasil kerja kelompok. Guru memberi penghargaan pada kelompok terbaik dan memberikan Latihan secara Individu Penutup, siswa melakukan refleksi. Edisi 11/ September 2011
Berita dari Provinsi
Hal 15
Jawa Timur
SMPN 2 Tanjunganom, Nganjuk
Menjadikan Siswa sebagai Pusat Pembelajaran
S
SMPN 2 Tanjunganom sudah merubah pembelajarannya menjadi kooperatif agar siswa menjadi lebih kreatif dan aktif dalam mengikuti pelajaran.
ejak bermitra dengan DBE3, banyak sudah perubahan yang terlihat di SMPN 2 Tanjunganom Kabupaten Nganjuk. Perlahan namun pasti, perubahan itu mulai menampakkan wujudnya. Dari perubahan fisik, tempat duduk siswa sudah berubah menjadi berkelompok. Kelas pun sekarang sudah semarak dengan pajangan hasil karya siswa. Hasil dari kegiatan pembelajaran siswa tak lupa disimpan dalam map yang digantung di dinding kelas, sehingga perkembangan siswa dapat terpantau. Pada saat proses belajar mengajar, terlihat para guru telah mengajukan pertanyaan tingkat tinggi. Menurut sebagian siswa yang ditemui, dengan adanya perubahan ini, pembelajaran menjadi lebih menyenangkan. Dengan model pembelajaran aktif seperti ini, mereka dapat lebih leluasa mengemukakan ide-ide mereka dengan bebas, tanpa merasa takut. Perubahan ini jelas bukan hasil kerja perseorangan, melainkan membutuhkan komitmen bersama dari seluruh unsur di sekolah. Kepala sekolah juga telah berkomitmen untuk mengalokasikan biaya dalam anggaran sekolah guna mendukung peningkatan mutu pembelajaran. Selain perubahan diatas, menurut Kepala Sekolah SMPN 2 Tanjunganom, Drs. Soedjono, ada perubahan lain yang juga positif. Setelah sekolah mengaplikasikan model pembelajaran ala DBE3, guru-guru makin inovatif dalam menyampaikan materi ajar, sehingga kegiatan belajar mengajar di kelas menjadi lebih menarik. Disamping itu, guru-guru di sekolah ini juga sudah mengaplikasikan pemanfaatan media pembelajaran yang murah, sederhana dan kontekstual serta mengintegrasikan TIK dalam menunjang proses pembelajaran di kelas.
Mengajarkan Siswa Berperilaku Baik lewat Good Manner Book TERINSPIRASI oleh salah satu buku yang di hibahkan oleh DBE3 kepada SMN 1 Camplong, Bu Diah Wulansari guru bahasa Inggris mengajak siswanya untuk memproduksi buku hasil karya mereka sendiri. GOOD MANNER BOOK adalah tema yang di angkat dalam pembelajaran yang saat itu difasilitasinya. Pertama-tama guru memberikan beberapa contoh kalimat yang mengarah pada tingkah laku yang baik (brush your teeth before sleeping, use your right hand when you’re eating, turn off the light when you sleep, etc). Kemudian siswa diajak untuk menemukan tingkah laku yang baik yang mereka lakukan dalam kehidupan sehari-hari dan mencoba menterjemahkannya dalam bahasa inggris. Menantang siswa untuk menggunakan media bahan bekas, karton atau kertas dan koran bekas sebagai bahan dasar mereka untuk produksi, buku pertama mereka benar-benar merupakan karya yang luar biasa. Banyak juga pelajaran baru yang mereka dapatkan dari sesama teman karena setiap siswa disarankan untuk menghasilkan GOOD MANNER yang tidak sama satu dengan lainnya.
Media Komunikasi SMP dan MTs
1
2
3
Buku Good Manner hasil karya siswa (Gambar 1 dan 2). Siswa sedang membuat buku Good Manner (Gambar3). Edisi 11/ September 2011
Berita dari Provinsi
Hal 16
Asyiknya Belajar Bahasa Inggris melalui Storytelling Bahasa Inggris adalah salah satu pelajaran kesukaan Harsipah, siswa kelas IX SMPN 1 Singgahan, Tuban. Ia menuliskan pengalamannya usai menunjukkan kemampuannya pada acara Pameran Inovasi Pembelajaran DBE3 yang diselenggarakan di daerahnya. BAHASA Inggris adalah pelajaran yang paling menyenangkan. Aku paling senang saat mendapat materi tentang storytelling, atau menceritakan sebuah cerita dengan disertai gerakan tubuh, ekspresi dan suara yang berbeda-beda sesuai dengan karakter yang dimainkan. Dalam memainkan peran, kita bebas berekspresi, bergerak atau apapun, asalkan masih berkaitan dengan cerita itu. Apabila ceritanya sedih kita harus sebisa mungkin menangis. Seperti ketika aku memainkan lakon Asal Mula Air Terjun Nglirip. Dalam lakon ini aku memainkan banyak sekali karakter. Dari seorang putri, pangeran, raja hingga prajurit. Banyak sekali kesulitan yang kutemui saat berperan dalam cerita ini. Misalnya saja, ketika harus berperan menjadi seorang prajurit yang sedang marah-marah, wow…sulit sekali, it’s very difficult. Tetapi ada yang lebih sulit lagi. Ketika aku harus berperan sebagai Putri Nglirip. Aku harus bisa menangis tersedu-sedu. Tetapi aku pantang menyerah. Setiap hari aku terus berlatih dan terus berlatih, dimanapun dan kapanpun aku berada. Memang lelah, tetapi itu tak masalah bagiku, hingga akhirnya aku benar-benar bisa menangis. Caraku untuk bisa menangis dalam membawakan cerita itu adalah dengan menghayati cerita tersebut. Yang lebih menggembirakan
Aku saat memainkan lakon Asal Mula Air Terjun Nglirip pada acara Pameran Inovasi Pembelajaran DBE3. lagi adalah saat aku berhasil memainkan peran itu di depan para penonton dan membuat mereka bertepuk-tangan.
SMP Kristen Petra Sidoarjo
Adopsi Pembelajaran DBE3 untuk Aktifkan Siswa
1
2
3
4
Kegiatan replikasi yang telah diikuti oleh guru-guru di sekolah ini ternyata telah menginspirasi mereka untuk mengimplementasikannya ke dalam pembelajaran di kelas, karena terbukti dengan pembelajaran seperti ini siswa menjadi lebih aktif dan kreatif (Gambar 1, 2 dan 3). Kini siswa juga terbiasa menghasilkan karya yang dapat dipakai sebagai sumber belajar, seperti tampak pada gambar nomor 4, sebuah puisi hasil karya siswa kelas 7. Media Komunikasi SMP dan MTs
Edisi 11/ September 2011
Berita dari Provinsi
Hal 17
Aktifkan Siswa dengan Lembar Kerja yang Menantang
Lembar kerja yang memicu anak untuk berpikir dapat membuat pembelajaran menjadi menantang dan siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Mengajar di kelas IX merupakan tantangan tersendiri bagi seorang guru. Apalagi bila ingin menerapkan model pembelajaran kooperatif yang menyenangkan dengan menggunakan lembar kerja (LK) yang menantang. Bagaimana tidak? Sering kali seorang guru kelas IX dihadapkan dengan pembelajaran yang mengarah pada pembahasan soal-soal yang berkaitan dengan ujian nasional (UN). Bertolak dari hal itulah Nanang Syafii, S.Pd distrik fasilitator Kabupaten Tuban, bertekad tetap memfasilitasi pembelajaran kooperatif yang menyenangkan di kelas IX dengan membuat LK yang menantang. Berikut catatan pengalamannya. SALAH satu contoh KD yang diajarkan dengan pola pembelajaran kooperatif dan LKyang menantang adalah KD 4.1 Menulis Iklan Baris Dengan Bahasa Yang Singkat, Padat dan Jelas. Secara garis besar langkahlangkah pembelajarannya sebagai berikut. Pertama, saya menjelaskan tentang tujuan dan indikator KD tersebut. Lalu saya membentuk kelompok yang beranggotakan 4-5 siswa kemudian membagikan contoh-contoh iklan baris Media Komunikasi SMP dan MTs
ciri, jenis, dan bahasanya. Keempat, saya dan siswa bersamasama menentukan hasil karya terbaik selanjutnya saya pun memberikan penguatan tentang pentingnya memahami iklan baris dan fungsi kita belajar iklan baris bagi kehidupan mereka kelak. Sebelum selesai, saya pun meminta para siswa untuk menuliskan refleksi tertulis terhadap proses pembelajaran yang sudah diikuti. Ini saya lakukan agar dapat mengetahui siswa yang tertarik dengan proses pembelajan yang saya lakukan dan bagaimana penilaian pribadi mereka terhadap pembelajaran. Saya baca satu persatu refleksi yang ditulis siswa saya. Saya yang awalnya pesimis dengan pola pembelajar yang akan saya lakukan di kelas IX ternyata berubah menjadi optimis bahwa pembelajar yang selama ini dikembangkan, yaitu pembelajaran kooperatif dan pemakaian LK yang menantang sekaligus inspiratif mampu menjawab tantangan pembelajaran di kelas IX. Saat ini, saya tidak khawatir lagi menggunakan pola pembelajaran apa saja di kelas IX tentu saja saya pun tak boleh melupakan permintaan siswa tentang pembahasan soal-soal yang berkaitan dengan SKL UN. Mereka pun juga tak lagi protes dengan apa yang saya lakukan.
untuk diidentifikasi berdasarkan ciriciri, jenis dan bahasanya (LK I). Kedua, tiap-tiap kelompok mempresentasikan hasil diskusinya. Sementara kelompok yang lain memberikan masukan. Berdasarkan presentasi dan masukan dari masingmasing kelompok maka saya dan para siswa menyimpulkannya. Ketiga, masing-masing siswa saya berikan (LK II) yang berisi beberapa gambar. Tugas mereka secara individu adalah membuat sebuah iklan baris berdasarkan gambar yang tersedia dengan mempertimbangkan ciri penulisan, jenis iklan baris dan bahasa yang digunakan. Setelah semua selesai mengerjakan, tiap Contoh Lembar Kerja -tiap kelompok menempelkan KD 10.1. Menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan penolakan hasil karyanya pendapat dalam diskusi disertai bukti/ alasan ilustrasi. pada sebuah kertas. Kemudian SAAT PARA MUSLIMAH BERGAYA tiap-tiap siswa Saat ini perkembangan fashion melaju dengan pesatnya. Terutama memberikan untuk para remaja. Entah sadar atau tidak, banyak para remaja yang komentar pada berpakaian tidak lagi sesuai dengan tuntunan Islam. Misalnya saja ada seorang remaja putri yang memakai jilbab tetapi berbaju dan bercelana tiap-tiap karya ketat. Ada juga para remaja laki-laki yang memakai celana di bawah yang perlu pinggang sehingga sering menampakkan celana dalam dan perutnya. dikomentari Kemukakan pendapatmu tentang ilustrasi di atas disertai dengan dengan alasan yang logis! berpanduan pada Edisi 11/ September 2011
Berita dari Provinsi Pembelajaran ini memanfaatkan plastik mika tembus pandang yang berwarna-warni. Budiman, S.Pd., M.Pd Guru IPA SMPN 1 Tellilempoe, Sidrap, membuat media ini dengan menggunting plastic mika dengan bentuk mirip bunga matahari. Ia menyebutnya media ini sebagai Bunga Terawang Warna. Media ini digunakan untuk membelajarkan siswa tentang materi persilangan pada kelas IX semester ganjil untuk KD 2.2. Mendeskripsikan konsep pewarisan sifat pada makhluk hidup. Media ini saya rancang sebagai alternatif pengganti media Kancing Genetika yang menurut saya kurang memberi pengalaman nyata bagi siswa.
Hal 18
Sulawesi Selatan Memahami Fakta Genetik Lewat Bunga Terawang Warna
MEMULAI pembelajaran ini, siswa diantarkan tentang berbagai fenomena pewarisan sifat yang umum dijumpai di lingkungan
Melalui media bungan terawang siswa dapat dengan mudah memahami fakta genetik yang selama ini meruapakan konsep yang sulit dalam pembelajaran IPA Sifat merah (haploid)
Sifat putih (haploid)
Contoh persilangan sifat dominan. sekitarnya. Hal ini, dilakukan dengan membagikan sebuah gambar dan foto silsilah sebuah keluarga yang terdiri atas bapak dan ibu beserta 3 orang anaknya. Salah satu dari ketiga anaknya memiliki ciri fisik yang sangat berbeda dengan kedua orang tuanya dan kedua saudaranya. Pertanyaan kritis yang saya ajukan kepada mereka: mengapa hal tersebut bisa terjadi? Untuk mencari jawaban atas pertanyaan tersebut, saya meminta siswa bekerja kelompok dan melakukan eksprimen PERSILANGAN MONOHIBRID untuk sifat persilangan dominan dan intermediat. Di sini saya memfasilitasi siswa menggunakan media Bunga Terawang Warna itu. Kegiatan ekprimen siswa terdiri atas dua jenis kegiatan. Kegiatan pertama yaitu melakukan persilangan dengan sifat dominan, dan kegiatan kedua, melakukan persilangan dengan sifat intermediat. Untuk persilangan dengan sifat dominan digunakan guntingan bunga berwarna merah dan bunga warna putih (kembang Media Komunikasi SMP dan MTs
Pembauran sifat setelah diterawang hanya memunculkan sifat merah (diploid)
warna bening), sementara untuk persilangan sifat intermediat digunakan guntingan bunga berwarna merah dan kuning. Prinsip pemanfaatan media ini adalah: (1) guntingan bunga dianggap mewakili satu sifat/gen (haploid) dari sebuah tanaman, tentunya didasarkan pada warnanya (misalnya: bunga merah membawa sifat merah, bunga putih membawa sifat putih, dsb.). (2) guntingan -guntingan bunga ini kemudian saling dipasang-pasangkan setelah sebelumnya digabung dan diacak. Di sini saya membinging siswa mengamati setiap
pasangan yang terbentuk, mengamati pembauran warnanya dengan cara menerawangnya menghadap sumber cahaya. Setiap warna yang terbentuk dianggap sebagai sifat keturunan. Dan terbentuk dari sebuah persilangan, sehingga sebuah keturunan tanaman (diploid) merupakan gabungan dari dua guntingan bunga dengan masing-masing sifatnya (haploid + haploid = diploid). Manfaat menggunakan media ini, siswa mendapatkan pemahaman yang utuh tentang prinsip-prinsip pewarisan sifat. Jauh dari jawaban hayalan siswa seperti pada saat masih memanfaatkan Kancing Genetika. Selain itu, media Bunga Terawang Warna ini mengantar siswa lebih memahami tentang kejadian sesungguhnya. Media ini juga berbiaya murah. Selamat mencoba.
Contoh persilangan sifat intermediat
Sifat merah (haploid)
Sifat kuning (haploid)
Pembauran sifat memunculkan sifat baru jingga (diploid) Edisi 11/ September 2011
Berita dari Provinsi
Hal 19
Lampaui Keterbatasan dengan Inovasi KETERBATASAN fasilitas yang dimiliki sekolahnya tidak membuat Dra. Siti Nasrah, Kepala SMP YP PGRI Makasar berhenti melakukan inovasi. Sejak bermitra dengan DBE3 pada tahun 2008, ia konsisten menerapkan semua program yang dikembangkan DBE3. ”Kami merasakan hasil positif dari pendampingan DBE3. Sekarang kami terbiasa menerapkan metoda pembelajaran yang merangsang siswa untuk memecahkan persoalan dalam kelompok kecil. Hasilnya sangat efektif dalam meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa. Hal itu membuat kami terinspirasi untuk selalu melakukan inovasi walaupun dengan keterbatasan yang kami miliki,” papar Ibu Nasrah. Sekolah ini menggunakan bangunan yang digunakan secara bersama dengan dua sekolah lainnya. Pagi hari digunakan SMP YP PGRI Makasar, Siangnya digunakan SMP PGRI 3 Makasar dan SMA PGRI Makasar. SMP YP PGRI Makasar memiliki dua belas rombongan belajar. Jumlah siswa dalam satu kelas juga cukup besar. “Rata-rata jumlah siswa per kelas mencapai 47 siswa. Untuk menciptakan ruangan yang lebih lega dan memberi kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi, kami menyusun kursi dengan bentuk U. Hal ini terbukti efektif untuk memberikan akses siswa dalam belajar,” katanya lagi. Kelas yang digunakan secara bersama terkadang memberikan kendala tersendiri. Seringkali hasil kreasi siswa yang dipajangkan di kelas besoknya hilang atau rusak. Tetapi hal itu tidak membuat para guru dan siswa berhenti mengembangkan kreativitas. Buktinya, di semua kelas berbagai pajangan hasil kreasi siswa menghiasi dinding kelas. Keterbukaan juga menjadi ciri khas dari sekolah yang ditunjuk Bank Indonesia sebagai salah satu sekolah model dalam implementasi program pemanfaatan uang dengan menabung. Walaupun 95% gurunya adalah honorer tetapi kemampuan mereka dalam memfasilitasi pembelajaran aktif cukup efektif. ”Peningkatan mutu, kesejahteraan, dan penyediaan fasilitas pembelajaran menjadi prioritas kami. Saat ini sekolah juga memfasilitasi para guru untuk memiliki laptop. Caranya dengan memberikan pinjaman tanpa bunga untuk membeli laptop,” kata Bu Nasrah.
Mendorong siswa untuk kreatif sudah menjadi budaya dalam pembelajaran seluruh mata pelajaran. Dengan memiliki laptop, lanjut Bu Nasrah, para guru dibiasakan untuk mengakses informasi melalui jaringan internet yang disediakan sekolah. “Dengan guru terbiasa menggunakan laptop dan akses internet, harapannya guru selalu mengikuti perkembangan terbaru dan dapat membudayakan pembelajaran yang memanfaatkan ICT,” ujar Bu Nasrah. Masyarakat juga memberikan kepercayaan yang tinggi pada sekolah. Walaupun sekolah swasta tetapi setiap tahun sekolah harus menyeleksi dan menolak lebih dari separuh siswa yang mendaftarkan diri. ”SMP YP PGRI memiliki komitmen yang tinggi untuk meningkatkan mutu dan kami selalu terbuka dengan pembaharuan,” kata Bu Nasrah Berikut adalah beberapa inovasi yang dilakukan: • Memfasilitasi semua guru mendapatkan pelatihan DBE 3. • Memprioritaskan anggaran sekolah untuk peningkatan mutu, kesejahteraan guru, dan kebutuhan pembelajaran. • Aktif melakukan kerjasama dengan instansi atau lembaga seperti perpustakaan daerah dalam program siswa dan guru membaca, serta bekerjasama dengan Bank Indonesia dalam program ekstra kurikuler pemanfaatan uang dengan menabung. • Membuat jam membaca yang memanfaatkan koleksi buku perpustakaan dengan difasilitasi seorang guru. • Memfasilitasi semua guru memiliki laptop dengan membelikannya lebih dulu dan guru mencicilnya ke sekolah.
Seluruh kelas telah disetting untuk mendorong siswa belajar secara kooperatif, dan semua guru menerapkan proses belajar yang membuat siswa belajar aktif secara bermakna. Media Komunikasi SMP dan MTs
Edisi 11/ September 2011
Praktik yang Baik
Hal 20
Memanfaatkan Permainan Sudoku untuk Belajar Bilangan Bulat BU Nur Khamimah S.Pd memanfaatkan permainan Sudoku untuk membelajarkan Bilangan Bulat di MTs Brawijaya. ”Dengan cara ini siswa menjadi sangat termotivasi. Mereka asyik bermain-main dengan bilangan bulat,” ceriita bu Nur. Caranya, siswa secara berpasangan diminta untuk menyusun angka 1 – 9 pada kotak-kotak. Kotak soal Sudoku berupa susunan kotak 9 x 9. Kotak soal tersebut terbagi atas Sembilan kotak parsial (3 x 3). Beberapa angka telah diisikan pada kotak-kotak tertentu yang telah pilih guru. Tugas siswa adalah mengisi kotak-kotak kosong dengan angka 1 – 9. Syaratnya, tidak boleh ada pengulangan angka dalam satu baris, dalam satu kolom dan dalam satu kotak parsial, dengan waktu hanya 5 menit. Bagi siswa yang tidak berhasil menyelesaikannya akan mendapatkan hukuman, yaitu dengan menghafal perkalian bilangan bulat. Siswa sangat termotivasi untuk berlomba menyelesaikan permainan tersebut. Dari 10 kelompok, 6 kelompok dapat menyelesaikan tepat waktu dan 4 kelompok masih gagal. Ini menunjukkan bahwa momok matematika sebagai pelajaran yang paling sulit terpatahkan, karena siswa seperti sedang bermain.
Dengan permainan sudoku ini, siswa dapat belajar bilangan bulat dengan lebih mudah. Selain itu, melalui media ini membuat suasana belajar menjadi lebih menyenangkan.
Jurus Sakti Buku Saku “English In Practice”
Buku Saku yang dibuat siswa.
KOMPETENSI speaking tidak bisa dicapai dengan mengandalkan pertemuan di kelas saja. Untuk itu Bu Indah Ekiyanti Listiyaningsih, guru MTsN Klaten, Jawa Tengah mengembangkan program tugas terstruktur berupa “Buku Saku: English in Practice”.
Buku saku tersebut berisi Ungkapan-ungkapan dan kosa kata bahasa Inggris dalam kehidupan sehari-hari dan terutama ungkapan yang dipakai selama proses KBM baik di dalam lingkungan madrasah ataupun di luar madrasah. Contoh dari isi buku saku tersebut seperti Greeting, In the Classroom, In the Teacher Office, In the Mosque, dan sebagainya. Buku ini ternyata sangat membantu kemampuan speaking siswa. Buku saku tersebut tidak di cetak tetapi dibuat sendiri oleh siswa dengan menuliskan semua ungkapan dan kosakata baru yang mereka temukan. Siswa juga diminta untuk menuliskan artinya. Jika yang dicantumkan berupa kosa kata maka siswa harus menuliskan transcript cara mengucapkannya. Siswa diwajibkan hafal dengan apa yang telah mereka tulis di Buku Saku dan dapat menggunakannya dalam percakapan dan komunikasi sehari-hari. Setiap bulan siswa mengumpulkan buku saku tersebut untuk pengontro-
lan pencapaian tujuan belajar. Untuk itu Saya juga menyiapkankriteria pencapaian tujuan dalam sebuah instrumen penilaian. Tugas berupa buku saku ini ternyata menginspirasi dan memotivasi anakanak untuk belajar yag lebih baik. Mereka dapat menuangkan potensi kretifitasnya dalam buku saku tersebut secara maksimal. Selain itu, dengan tugas Buku Saku tersebut, guru dapat membangun beberapa karakter penting seperti kemandirian dan tanggung jawab pribadi dalam belajar serta kedisiplinan. Pembiasaan ini menumbuhkan rasa suka dan nyaman dalam belajar Bahasa Inggris di kelas. Rasa suka tersebut juga saya tanamkan lewat yel yel yang selalu kami ucapkan ketika mengawali kegiatan pembelajaran. Jika saya atau siswa berteriak,” English……”, maka yang lain akan menyahut,” I like it. I love it.” Itulah sedikit pengalaman saya dalam memfasilitasi siswa belajar lebih bermakna bagi siswa dan pada saat yang sama membangun karakter penting siswa.
Inovasi Pendidikan diterbitkan oleh DBE3 dan didanai oleh USAID untuk mendokumentasikan dan menyebarkan inovasi serta praktik-praktik yang baik yang terkait dengan pendidikan dasar. Jika anda ingin berkontribusi, silakan kirim artikel berikut foto ke
[email protected].