PENDIDIKAN; DEALEKTIKA MEDIA DAN KOMUNIKASI Muflihah Dosen Jurusan Tarbiyah STAIN Kudus
Abstract: Educational institutions certainly generate intelectual scientists that are able to produce, create something for this nation. However, on the other hand scientists can create but also he should be able to serve for this nation. “Creating” means associated with his knowledgea while “serving” means associated with sincerity. Both are impossible without an education. One of them is through media and communications. Learning media can arouse desire and interest in new, raise motivation and stimulation of learning activities, and bring psychological effect on students. Therefore, learning media is one of the educational tools. Key words: communication, education, media
A. Pengantar Kemajuan dari sebuah bangsa tentunya tidak bisa lepas dari perannya pendidikan didalamnya. Pendidikan dapat menjadikan seseorang mampu berfikir, mencerna dan mengkreasikan apa yang dimiliki. Di samping itu pula, suatu bangsa tidak mudah diperdaya oleh bangsa lain apabila masyarakatnya memiliki pendidikan yang matang, adanya internalisasi di dalam dirinya sehingga masyarakat yang demikian itu mampu mengusung bangsanya menjadi bangsa yang maju, bertamaddun. Oleh karena pendidikan bukan hanya persoalan belajar-mengajar, melainkan juga sebagai proses komunikasi antara communicant dan communicator dan sebagai implementasinya adalah adanya internalisasi dalam aktivitas sehari-hari yang berorientasi pada kemajuan negeri tercinta ini. Lembaga pendidikan tentunya kan menghasilkan para ilmuwan yang intelek, mampu menghasilkan, menciptakan sesuatu untuk bangsa ini. Namun demikian, di sisi lain tentunya tidak hanya mereka, para ilmuwan dapat mencipta tetapi juga ia harus dapat mengabdi untuk
236
bangsa ini. “Mencipta” berarti terkait dengan keilmuwannya sementara “mengabdi” berarti terkait dengan keikhlasannya. Kedua-duanya tidak akan di dapat, kecuali dengan sebuah pendidikan. B. Pembahasan 1. Individu, Keluarga dan Pendidikan Al-Ghazali berpendapat bahwa seorang anak itu terlahir dengan membawa fitrah yang seimbang dan sehat. Kedua orang tuanyalah yang memberikan pertama kali akan pendidikan; moral atau akhlak, agama dan lain sebagainya. Dalam hal upaya mengembangkan moral atau akhlakul karimah anak, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu: a. Menjauhkan anak dari pendidikan yang tidak baik; b. Membiasakannya untuk bersopan santun; c. Memberikan pujian kepada anak yang melakukan amal saleh (Syamsu Yusuf LN, 2000), 10-11.). Dari sini dapat dilihat pentingnya penanaman pendidikan akhlak atau moral sejak dini pada anak. Di samping itu peran aktif keluarga untuk melahirkan kader-kader bangsa, membentuk Sumber Daya Manusia Indonesia yang bermoral juga sangat diperlukan. Kunci sukses dakwah Nabi pada dasarnya dimulai dari sekup terkecil, yaitu keberhasilannya dalam mengurusi keluarga. Hal ini karena keluarga merupakan lingkungan terkecil yang memiliki hubungan psikologis dan sosial, dengan demikian akan membentuk sekuen-sekuen antar anggota keluarga lebih baik dan inilah awal dari terbentuknya komunitas tertentu dan meluas sampai terbentuknya masyarakat yang lebih luas bahkan suatu negara. 2. Proses Belajar Mengajar Sebagai Proses Komunikasi Proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah proses komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan dari sumber pesan/ saluran/media tertentu ke penerima pesan (Arief, 2012:11-12). Komunikasi yang terjadi antara siswa dan guru harus memiliki singkronisasi, tidak ada hambatan dan juga pesan yang disampaikan dapat diinternalisasi oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari. Agar tidak terjadi hambatan dalammenyampaikan pesan pada saat Muflihah Pendidikan; Dealektika Media dan Komunikasi
237
mengajar, maka dibutuhkan media dalam pendidikan. 3. Media Pendidikan Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Metode adalah perantara atau pengantar pesan dan pengirim kepenerima pesan. Banyak batasan yang diberikan orang tentang media. Asosiasi Teknologi dan Komonikasi Pendidikan (Association of Education an Commonication Technologi / EACT) di Amerika, membatasi media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan / informasi. Gagne (1970) menyatakan bahwa media adalah sebagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Sementara itu Briggs (1970) berpendapat bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar. Buku, film, film bingkai adalah contoh-contohnya. Asosiasi Pendidikan Nasional (National Education Assosiation / NEA) memiliki pengertian yang berbeda. Media adalah bentuk–bentuk komonikasi baik tercetak maupun audiovisual serta peralatannya. Media hendaknya dapat dimanipulasi, dapat dilihat, dedengar dan dibaca. Apapun batasan yang diberikan, ada persamaan di antara batasan tersebut yaitu bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi. 4. Perkembangan Media Pendidikan Kalau kita lihat perkembangannya, pada mulanya media hanya dianggap sebgai alat bantu mengajar guru (teachinh aids). Alat bantu yang dipakai adalah alat bantu visual, misalnya gambar, model, objek dan alat-alat lain yang dapat memberikan pengalaman konkret, motivasi belajar serta mempertinggi daa serap dan retensi belajar siswa. Namun saying, karena terlalu memusatkan perhatian pada alat bantu visual yang dipakainya orang kurang memperhatikan aspek desain, pengembangan pembelajaran (instruction) produksi dan evaluasinya. Dengan masuknya pengaruh tekonologi audio pada isekitar pertengahan abad ke-20, alat visual untuk mengkonkretkan ELEMENTARY Vol. 2 | No. 2 | Juli-Desember 2014
238
ajaran inidilengkapi dengan oalat audio sehingga kita kenal adanya alat audio visual atau audio visual aids (AVA) ( Arief, 2012:1). Alat-alat bantu dalam pendidikan dapat berupa pengembangan teknik belajar mengajar, misalnya: 1. Mengajar dengan teknik kuis, sehingga anak didik bersaing dalam menjawab pertanyaan pendidik; 2. Pertanyaan lisan di kelas; 3. Tugas individu; 4. Tugas kelompok; 5. Ulangan semester; 6. Ulangan kenaikan kelas; 7. Laporan kerja praktik lapangan; 8. Responsi atau ujian praktik yang dipakai untuk mata pelajaran yang ada kegiatan praktikumnya, seperti kimia, biologi, fisika dan bahasa. Alat bantu pendidikan lainnya adalah media pembelajaran. Kata “media” berasal dari bahasa Latin, yaitu medius yang secara harfiah berarti “tengah”, “perantara”. Selain itu, kata media juga berasal dari bahasa Latin yang merupakan bentuk jamak dari kata “medium” yang secara harfiah berarti “perantara” atau “pengantar”, yaitu perantara atau pengantar sumber pesan dengan penerima pesan. Gerlach dan Ely (1971) mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi agar siswa memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, fotografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal. Dengan kata lain, media adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi intruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Adapun media pembelajaran adalah media yang membawa pesan-pesan atau Muflihah Pendidikan; Dealektika Media dan Komunikasi
239
informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksudmaksud pengajaran. Media pembelajaran dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan membawa pengaruh psikologis terhadap siswa. Karena itulah, media pembelajaran merupakan salah satu alat pendidikan. Menurut para pakar, media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran yang terdiri atas buku, tape recorder, kaset, video camera, video recorder, film, slide (gambar), foto, gambar, grafik, televisi dan komputer. Media pembelajaran bisa dikatan sebagai alat yang bisa merangsang terjadinya proses belajar. Sanjaya menyatakan bahwa media pembelajaran meliputi perangkat keras yang dapat mengantarkan pesan dan perangkat lunak yang mengandung pesan. Akan tetapi, media bukan hanya merupakan alat atau bahan, tetapai juga merupakan hal lain yang memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan. Media bukan hanya berupa TV, radio, komputer, melainkan juga meliputi manusia sebagai sumber belajar, atau kegiatan seperti diskusi, seminar simulasi, dan sebagainya. Dengan demikian, segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, merangsang pikiran, perasaan, kemauan siswa sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada diri siswa, termasuk media pembelajaran. Pada mulanya, media pembelajaran hanya berfungsi sebagai alat bantu bagi guru dalam proses bembelajaran. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya dalam bidang pendidikan, penggunaan alat bantu atau media pembelajaran semakin luas dan interaktif, seperti adanya komputer dan internet. Secara garis besar, media pembelajaran terbagi atas hal berikut: 1. Media audio, yaitu media yang hanya dapat didengar atau yang memiliki unsur suara, seperti radio dan rekaman suara. 2. Media visual, yaitu media yang hanya dapat dilihat atau tidak mengandung unsur suara, seperti gambar, lukisan, foto dan sebagainya. 3. Media audiovisual, yaitu media yang mengandung unsur suara dan memiliki unsur gambar yang dapat dilihat, seperti rekaman ELEMENTARY Vol. 2 | No. 2 | Juli-Desember 2014
240
video, film, dan sebagainya. Pada pertengahan abad ke-20, usaha pemanfaatan visual delengkapi dengan alat audio sehingga lahirlah alat bantu audio-visual. 4. Orang (people), yaitu orang yang menyimpan informasi. Pada dasarnya, setiap orang dapat berperan sebagai sumber belajar, tetapi secara umum, dapat dibagi dua kelompok, yaitu (a) orang yang didesain khusus sebagai sumber belajar utama yang dididik secara profesional, seperti guru, instruktur, konselor, widyaiswara dan lain-lain; (b) orang yang memiliki profesi selain tenaga yang berada di lingkungan pendidikan, seperti dokter, atlet, pengacara, arsitek, dan sebagainya. 5. Bahan (materials), yaitu suatu format yang digunakan untuk menyimpan pesan pembelajaran seperti, buku paket, alat peraga, trasparansi, film, slides, dan sebagainya. 6. Alat (device), yaitu benda-benda yang berbentuk fisik yang sering disebut dengan perangkat keras, yang berfungsi menyajikan bahan pembelajaran, seperti komputer, radio, televisi, VCD, DVD, dan sebagainya. 7. Teknik (technic), yaitu cara atau prosedur yang digunakan orang dalam memberikan pembelajaran guna tercapai tujuan pembelajaran, seperti ceramah, diskusi, seminar, simulasi, dan sejenisnya. 8. Latar (setting), yaitu lingkungan yang berada di dalam sekolah ataupun yang berada di luar sekolah baik yang sengaja dirancang maupun yang tidak secara khusus disiapkan untuk pembelajaran, seperti ruang kelas, studio, perpustakaan, aula, taman, kebun, pasar, toko, museum, kantor, dan sebagainya. Dalam proses pembelajaran, media memiliki fungsi sebagai pembawa informasi dari sumber (guru) menuju penerima (siswa). Fungsi media dalam proses pembelajaran ditunjukkan pada gambar diagram di bawah ini. GURU
MEDIA PESAN METODE
Muflihah Pendidikan; Dealektika Media dan Komunikasi
SISWA
241
Fungsi media dapat diketahui berdasarkan adanya kelebihan media dan hambatan yang mungkin timbul dalam proses pembelajaran. Tiga kelebihan kemampuan media adalah sebagai berikut: 1. Kemampuan fiksatis, artinya dapat menagkap, menyimpan, dan menampilkan kembali objek atau kejadian. Dengan kemampuan ini, objek atau kejadian dapat digambar, dipotret, direkam, difilmkan, dan disimpan. Kemudian, ketika diperlukan dapat ditunjukkan dan diamati kembali seperti kejadian aslinya. 2. Kemampuan manipulatif, artinya media dapat menampilakan kembali objek atau kejadian dengan berbagai perubahan (manipulasi) sesuai keperluan, misalnya diubah ukurannya, kecepatannya, warnanya, serta dapat diulang-ulang penyajiannya. 3. Kemampuan distributif, artinya media mampu menjangkau audien yang besar jumlahnya dalam satu kali penyajian secara serempak, misalnya siaran TV atau radio (Tatang, 2012: 98-101).
Perhatikan media yang digunakan oleh guru di dalam kelas berikut!
ELEMENTARY Vol. 2 | No. 2 | Juli-Desember 2014
242
Media komunikasi yang berada di dalam dunia pendidikan sangatlah penting, sebab hal ini digunakan untuk proses pendekatan teknologi dalam pengelolaan pendidikan dan pembelajaran yang memang dimaksudkan agar dapat membantu proses pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan. Dan untuk mencapai tujuan penidikan tersebut maka diperlukan guru yang berkualitas yang menuntut agar dan dapat melaksanakan pembelajar dengan baik. Pendidikan dapat berjalan dengan baik jika guru dapa merencanakan pendidikan dengan baik dan cermat. Salah satu kmponen yang perlu mendapat perhatian dalam perencanaan pembelajaran adalah pemilihan media komunikasi dalam pendidikan. Pemilihan media ini sangat perlu dan penting dalam dunia pendidikan guna mendapat perhatian. Mengapa demikian? Karena fungsi media sangat strategis dalam pelaksanaan proses pendidikan. Proses pendidikan akan menarik dan mudah dipahami oleh pelajar jika guru merancang media secara cermat dan dapat menggunakan sesuai fungsinya.
Pentingnya penggunaan media atau alat bantu disadari oleh banyak praktisi pendidikan sangat membantu aktivitas proses pembelajaran baik didalam maupun diluar kelas, terutma membantu Muflihah Pendidikan; Dealektika Media dan Komunikasi
243
peningkatan prestasi belajar siswa. Namun implementasinya tidak banyak guru yang memanfaatkannya, bahkan penggunaan metode ceramah monoton masih cukup populer dikalangan guru dalam proses pembelajaran. Keterbatasan media pembelajaran di satu pihak dan lemahnya kemampuan guru menciptakan media tersebut dipihak lain membuat penerapan metode ceramah semakin menjamur. Kondisi ini jauh dari mengguntungkan. Terbatasnya alat alat teknologi pendidikan yang dipakai dikelas diduga merupakan salah satu sebab lemahnya mutu pendidikan pada umumnya. Pemanfaatan media komunikasi pendidikan lebih dapat dirasakan bila dikaitkan dengan ilmu pengetahuan di bidang teknolgi dan komunikasi.1 Terkait dengan inovasi dalam pendidikan Deni Darmawan mengatakan bahwa Pada tataran kebijakan, prosedur strategis dalam melakukan inovasi di bidang pendidikan sangatlah kompleks, mulai dari kajian terhadap perundang-undangan, peraturan pemerintah, sampai dengan peraturan daerah bahkan peraturan dan kebijakan di tingkat lembaga pendidikan seperti persekolahan sudah sering dilakukan. Meskipun demikian, sampai saat ini kualitas pendidikan di negeri ini belumlah mencapai prestasi yang serempak diraih oleh semua pihak baik oleh para penyelenggara pendidikan di tingkat pusat maupun daerah, di wilayah perkotaan maupun di wilayah pedesaan. Walaupun di sisi lain prestasi secara perorangan , atau kelompok tertentu dan persekolahan atau nonpersekolahan sudah mulai bisa dirasakan, hal ini belumlah dapat diadopsi oleh pihak lain. Dengan demikian, inovasi pada tataran kebijakan dan regulasi penyelengaraan pendidikan sangatlah penting, artinya bahwa suatu inovasi tidak hanya terfokus pada tataran praktis dan teknis, tetapi dari tahapan kebijakan inilah sebenarnya yang sangat diperlukan dalam rangka inovasi pendidikan bahkan pembelajaran. Banyaknya ide, proses, dan hasil dari upaya inovasi yang dilakukan dalam dunia pendidikan sebetulnya tidak terlepas dari keberhasilan semua pihak khususnya dalam dunia pendidikan dalam memaknai tentang “teknologi”. Di mana teknologi ini bisa 1
(http://panduanguru.com/media-komunikasi-dalam-dunia-pendidikan/). Diunduh pada tanggal 22-06-2015. ELEMENTARY Vol. 2 | No. 2 | Juli-Desember 2014
244
dipandang sebagai Ide, Proses, dan Produk. Dari ketiga inilah sehingga pada akhirnya ada berbagi prosedur, pendekatan, strategi, model terbaru dalam dunia pendidikan dan pembelajaran. Demikian juga ketika ada “Proses” yang dilakukan oleh para inovator, maka akan dilaksanakan berbagai aktivitas dan proses kegiatan individu dalam rangka melakukan inovasi itu sendidri. Akhirnya ketika sudah dilakukan proses atau aktivitas yang dimaksudkan dalam sebuah target inovasi maka akan menghasilkan “Produk” tertentu sebagai hasil dari pemaknaan terhadap “Teknologi” sekaligus individu yang bersangkutan dapat dikatakan telah melakukan kegiatan inovasi tertentu. Dengan demikian, pemaknaan iovasi yang dilihat dari konteks pemaknaan terhadap “Teknologi” akan menghasilkan tiga konsep utama sebagaimana yang dijelaskan di atas. Dalam dunia pendidikan pemaknaan terhadap “Teknologi” ini sudah sejak lama dilakukan sehingga menghasilkan sebuah kajian ilmu yang diebut dengan “Teknologi Pendidikan” bahkan dalam perkembangannya dewasa ini telah melahirkan ilmu “Teknologi Pembelajaran”. Dengan demikian, Teknologi Pendidikan dan Tekhnologi Pembelajaran telah membawa pada upaya terwujudnya berbagai ide dan pemikiran serta prosedur tindakan yang harus dilakukan dalam rangka mewujudkan proses inovasi dalam dunia pendidikan sehingga mampu menghasilakan suatu yang baru baik itu yang berhubungan dengan ide, proses, prosedur dan hasil yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan berbagai sumber belajar yang meliputi lingkungan, orang, alat, prosedur, konsep, teori, teknologi, media, serta prosedur pemecahan masalah itu sendiri, bahkan di era sekarang telah termasuk didalamnya adalah model-model pembelajaran elektronik dan virtual baik secara personal maupun kelembagaan sehingga sistem akreditasi atas temuantemuan hasil inovasi dalam dunia pendidikan dan pembelajaran (Deni Darmawan, , 2012: 1-3). Media pendidikan adalah suatu bentuk inovasi tekhnologi yang sangat membantu tenaga pendidik dalam proses belajar mengajar. Anak didik juga akan lebih menikmati proses belajar mengajar dengan santai tanpa dapat mengalihkan pikiran dan perhatian terhadap hal yang lain. Media pendidikan juga menjadikan waktu belajar menjadi Muflihah Pendidikan; Dealektika Media dan Komunikasi
245
lebih efektif dan efesien. Dari paparan di atas dapat dikatakan bahwa proses belajar mengajar hakikatnya adalah prosen transfer pesan. Transfer pesan ini akan efektif dan efesien dengan adanya inovasi didalamnya. Inovasi pembelajaran dalam sebuah pendidikan akan bervariatif apabila ditunjang dengan kreatifitas para pengajar. Oleh karena pengajar adalah seorang ilmuwan, tentunya ia harus dapat berinovasi, menyeimbangkan dengan perkembangan zaman. Dan di samping ia juga sebagai ilmuwan, tentuanya ia harus memiliki jiwa ngabdi untuk bangsa yang nantinya ini akan berdampak pada keikhlasannya dalam mentransferkan pesan pendidikan sehingga dengan dua hal ini generasi muda akan berilmu dan akan terwujud dalam aktivitas mereka. Bangsa ini sangat membutuhkan orang-orang yang berilmu, pintar dan dapat dengan ikhlas pada saat mengamalkannya. Sehingga ilmuwan itu benar-benar dengan kepitarannya bukan minteri. Ikhlas di sini bukan berarti menolak gaji, honor, bisyaroh,insentif atau apapun namanya, karena hakikatnya ia bekerja, dan sabda kanjeng Nabi bayarlah upah pekerja sebelum kering keringatnya. Syahrin mengungkapkan bahwa terdapat empat hal yang merupakan titik fokus dari “Gerakan Menempatkan Moral di Atas Ilmu,” yaitu; 1. Mengupayakan agar para cendekiawan tetap berlaku sebagai pengembang ilmu pengetahuan dan inovasi pengembangan masyarakat. 2. Penjagaan integritas setiap ilmuwan dan cendekiawan agar tetap sebagai pelopor pengembangan ilmu dan pencerahan. Ilmuwan atau cendekiawan yang moralis akan mendatangkan kesejahteraan dan kebahagiaan bagi bangsa ini. Sebaliknya, ilmuwan atau cendekiawan yang lepas dari kontrol moral akan mendatangkan kesengsaraan dan penderitaan. 3. Mengungatkan kembali urgenitas moral, memperluas koridornya dalam gerak langkah pengembangan kehidupan berbangsa dan bermasyarakat. 4. Memberikan perhatian yang khusus pada cakupan pembicaraan ELEMENTARY Vol. 2 | No. 2 | Juli-Desember 2014
246
tentang moral antara sesama ilmuwan maupun cendekiawan serta moral mereka dengan Tuhan dan agamanya (Syahrin Harahap, 2005: 107). Penegakan terhadap empat poin di atas merupakan langkah awal yang paling tepat untuk bangsa Indonesia yang sedang berada pada masa transisi saat ini, sehingga tertanam dalam jati dirinya sebagai bangsa yang bermartabat, religius dan berbudaya. Para ‘ulama’ Islam terdahulu seperti Imam Ghazali, telah menampakkan pentingnya memposisikan moral di atas ilmu dalam karya mereka. Pembahasan tentang adabul ‘alim, atau adabul ‘alim wal muta’llim dan bahkan ada buku khusus yang mempaparkan tata belajar mengajar, yaitu kitab ta’limul muta’aalim telah menjadi bukti akan hal ini. Di dalam al-Qur’an ajaran moral juga sangat ditekankan. Inti tujuan manusia—yang diciptakan Tuhan dengan segala sifat kekurangannya—di bumi ini adalah untuk membangun moralitas dan sikap yang benar dalam menjalani kehidupan. Menurut Muhammad Fadlilnal-Jamali, tujuan pendidikan dalam al-Qur’an dapat disimpulkan sebagai berikut: pertama, mengenalkan manusia akan peranannya di antara sesame titah (makhluk) dan tanggung jawab pribadinya di dalam hidup ini. Kedua, mengenalkan manusia akan interaksi social dan tanggung jawabnya dalam tata hidup bermasyarakat. Ketiga, mmengenalkan manusia akan alam ini dan mengajak mereka untuk mengetahui hikmah diciptakannya dan memberikan kemungkinan kepada mereka untuk mengambil manfaat dari alam tersebut. Keempat, mengenalkan manusia akan pencipta alam ini (Allah swt.) dan memerintahkan beribadah kepada-Nya. Menurut Abdurrahman Saleh Abdullah, pendidikan Islam mempunyai tiga tujuan pokok, yaitu: pertama, tujuan pendidikan jasmani (ajdaf ai-jismiyyah), berdasarkan pada QS. Al-Baqarah [2]: 247 dan QS. Al-Qashash [28]: 26, serta Hadis Nabi:
)المؤ من القوى خير واحب الى هللا من المؤ من الضعف (الحديث “Orang Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disayangi oleh Allah swt. Ketimbang orang Mukmin yang lemah.”
Muflihah Pendidikan; Dealektika Media dan Komunikasi
247
Kedua, tujuan pendidikan rohani (ahdaf al-ruhaniyyah), berdasarkan pada QS. Al-Qalam [63]: 4 mengenai akhlak Nabi Muhammad saw. Yang kukuh teguh. Dan ketiga, tujuan pendidikan akal (ahdaf al-aqliyyah), berdasarkan pada QS. Al-Nisa [4]: 82. Menurut Syeh Sajjad Husain dan Syeh Ali Ashraf, tujuan sebenarnya pendidikan Islam adalah untuk menghasilkan manusia yang beriman sekaligus berilmu pengetahuan, “The true aim of education is to produce men who have faith as well as knowledge.” Seterusnya dikatakan bahwa Islam tidak beranggapan bahwa mengejar ilmu pengetahuan semata referensi terhadap tujuan spiritual yang mesti diraih manusia itu dapat menjadikan humanisme semakin baik. Pengetahuan yang terpisah dari iman bukan saja merupakan pengetahuan parsial, melainkan juga dapat digambarkan sebagai kebodohan baru (new ignorance). Manusia yang telah kehilangan imannya kepada Allah swt tidak diakui oleh Islam sebagai orang yang mendalam pengetahuannya. Manusia semacam itu walaupun secara ekstensif memperoleh pengetahuan dari buku-buku yang dibaca, tak lain hanyalah memperoleh sudut pandang terhadap alam semesta secara fragmantaris. Menurut Syed Mohammed al-Naquibal-Attas, pendidikan itu adalah penawarkan dan menumbuhkan adab dalam diri manusia. Pendidikan adalah ta’dib (upaya pemberian adab). “Education is the instilling and inculcation of adab in man—its is ta’dib”. Dikatakan pula bahwa adab itu tepat diaplikasikan pada manusia. Maka manusiaharus membebaskan dirinya sendiri secara berhasil, baik ketika hidup di dunia ini maupun di akhirat nanti. Pengertian pendidikan beserta tujuannya, sebenarnya sudah tercakup secara ringkas dalam konsep adab seperti telah ditekankan di atas. Menurut Al-Attas, pendidikan lebih tepat disebut ta’dib ( )تأديبkarna struktur konseptualnya sudah mencakup unsur-unsur pengetahuan (al-’ilm), pengajaran (al-ta’lim), dan pengasuahan yang bail (al-tarbiyah). Penekanan pada ta’dib di sini sudah mencakup ilmu dan amal dalam pendidikan. Dan adanya amal (praktek) adalah untuk menjamin ilmu agar dipergunakan secara baik dalam masyarakat. Karna alasan inilah para sarjana , orang-orang bijak, dan orang cerdik pandai mengkombinasikan secara harmonis antara ilmu ELEMENTARY Vol. 2 | No. 2 | Juli-Desember 2014
248
amal (praktik), dan adab yang kemudian menamakannya dengan “pendidikan”. Hasil kongres pendidikan Islam sedunia tahun 1980 di Islamabad merumuskan bahwa tujuan pendidiakn Islam itu harus diarahkan pada pertumbuhan yang berkeseimbangan dari kepribadian manusia yang menyeluruh melalui latihan spiritual, kecerdasan dan rasio, perasaan dan panca indera. Oleh karenya, maka pendidikan harus memberikan pelayannan kepada pertuumbuhan manusia dalam semua aspeknya, yaitu aspek spiritual, intelektual, imajenasi, jasmaniah, ilmiah, linguistik; baik secara individual maupun kolektif, serta mendorong semua aspek itu ke arah kebaikan dan pencapaian kesempurnaan. Tujuan ahir pendidikan terletak pada sikap penyeran diri sepenuhnya kepada Allah swt. Pada tingkat individual, masyarakan dan pada tingkat kemanusiaan pada umumnya. Menurut Malik Fadjar, tujuan akhir (pendidikan Islam) bisanya dirumuskan secara padat dan singkat seperti “terbentuk kepribadian Muslim” dan “kematangan dan integritas kesempurnaan pribadi”. Manurut Hasan Langgulung, tujuan akhir (ultimate aim) pendidkan dalam Islam adalah pembentukan pribadi khalifah bagi anak didik yang memiliki fitrah, roh, di samping badan, kemauan yang bebas, dan akal. Dengan kata lain, tugas pendidikan adalah mengembangkan keempat aspek ini pada manusia agar ia dapat menempati tempat sebagai khalifah. Di bagian lain, pada saat Lokakarya Nasional SM Tarbiyah se Indonesia di Yogyakarta, tanggal 20-23 April 1994, di Hotel Ambarukmo, yang hari berikutnya juga disampaikan dan ditegaskan kembali dalam forum stadium general, tanggal 20 April 1994, dihadapan Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Hasan Langgulung berpendapat bahwa tujuan pendidikan harus dibedakan menjadi dua: pertama, tujuan yang menjadi tujuan akhir atau final product; dan kedua, tujuan yang merupakan jalan menuju tujuan yang lebih tinggi atau yang lebih jauh, atau sebut saja tujuan perantara. Dalam al-Qur’an, demikian lanjutnya, disebutkan empat tujuan akhir yang ingin dicapai, yaitu pembentukan insan, keluarga, masyarakat yang saleh serta menciptakan persaudaraan manusia sejagad. Dengan memperhatikan stratifikasi pembagian Muflihah Pendidikan; Dealektika Media dan Komunikasi
249
tujuan akhir pendidikan Islam di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai semua tujuan itu mestilah dilaksanakan secara kronologis dan sistematis, berawal dari skope yang lebih kecil, pembentukan insan saleh, dilanjutkan pada skope berikutnya yang lebih luas, yaitu keluarga saleh, masyarakat saleh, dan akhirnya terbentuklah persaudaraan manusia sejagad. Semua tujuan akhir dalm pendidikan Islam itu harus melalui tujuan perantara dulu, dimana hal ini diuraikan dalam bukunya Manusia Pendidikan, bahwa pendidikan Islam itu bertujuan untuk membentuk kepribadian Muslim sebagi khalifah yang memiliki empat aspek, yaitu fitrah, roh di samping badan, kemauan yang bebas, dan akal. Tujuan perentara dengan keempat aspeknya ini berfungsi untuk mengantarkan manusia Muslim demi mencapai tujuan final di atas (Rahman Assegaf, 2001:70-74). Dari sini dapat disimpulkan bahwa seandainya saja bangsa ini berlaku sesuai dengan apa yang diajarkan al-Qur’an, tentunya bangsa ini tidak akan menjadi bangsa yang menempati posisi teratas dalam prilaku-prilaku negatif seperti: korupsi, KKN, plagiasi, dan perilaku negatif lainnya.
ELEMENTARY Vol. 2 | No. 2 | Juli-Desember 2014
250
DAFTAR PUSTAKA Arief, dkk, Media Pendidikan, RadjaGrafindo Persada, Jakarta, 2012. Deni Darmawan, Inovasi Pendidikan, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2012. Mubasyaroh. Materi dan Pembelajaran Aqidah Akhlak. Jateng: STAIN Kudus, 2008. Rahman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam, Paradigma Baru Pendidikan Hadhari Berbasis Intergratif-Interkonektif, PT. RadjaGrafindo Persada, Jakarta, 2001. Syamsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000. Tatang, Ilmu Pendidikan, cet-1, Pustaka Setia, Bandung, 2012. Syahrin Harahap, Penegakan Moral Akademik di dalam dan di luar Kampus, Radja Grafindo Persada: Jakarta. 2005.
Muflihah Pendidikan; Dealektika Media dan Komunikasi