Asnawan, S.Pd.I., M.Si, Pendidikan Islam dan Teknologi Komunikasi
PENDIDIKAN ISLAM DAN TEKNOLOGI KOMUNIKASI Oleh. Asnawan, S.Pd.I., M.Si1 Abstrak Globalisasi sebagai dampak dari modernisasi, memiliki banyak kecenderungan yang bersifat kualitatif, di antaranya adalah berkembangnya ilmu dan teknologi secara cepat dan pesat, khususnya menyangkut teknologi komunikasi-informasi, sebagai ciri masyarakat yang telah mengalami perubahan dari masyarakat modern ke masyarakat informasi. Namun demikian, perlu untuk digaris bawahi bahwa walaupun kemajuan teknologi tersebut banyak memberikan manfaat, tetapi tidak sedikit pula dampak negatif yang dapat ditimbulkannya. Dalam hal inilah diperlukan pola pendidikan yang mampu mengintegrasikannya secara proporsional. Pendidikan Islam dengan landasan ajaran al-Qur'an, secara prinsip telah memberikan motivasi yang cukup tinggi agar umatnya maju dan mampu menjadi khalifah di muka bumi, agar tercapai kemakmuran yang sesungguhnya. Dengan demikian, pendidikan hendaknya benar-benar responsif dengan perubahan dan tuntutan zaman, terutama terkait dengan perkembangan teknologi komunikasi-informasi, sekaligus dapat menjadi penguat pendidikan Islam yang berbasis teknologi, khususnya teknologi komunikasiinformasi agar dapat benar-benar memiliki manfaat yang besar bagi masyakakat dunia. Key Word: Pendidikan Islam, Globalisasi, Teknologi Informasi A. Pendahuluan Usaha pembaruan pendidikan Islam, terutama dalam menyikapi tuntutan realitas kehidupan manusia yang terus berkembang adalah suatu keniscayaan. Hal ini terkait erat dengan kondisi pendidikan Islam yang masih cenderung berorientasi pada masa lalu, atau kurang berorientasi kepada masa depan. Selain itu, banyaknya persoalan yang masih menyelimuti pendidikan Islam, serta besarnya tuntutan atau tantangan yang dihadapi oleh umat Islam (termasuk pendidikan Islam), seiring dengan pesatnya kemajuan dan perkembangan zaman. Pendidikan Islam dengan landasan utama al-Qur'an dan alHadits, idealnya harus lebih maju dibanding umat yang lainnya. 1
Adalah Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Falah As-Sunniyah (STAIFAS) Kencong Jember. Email:
[email protected].
93
JURNAL FALASIFA. Vol. 1 No. 2 September 2010
Karena kedua sumber tersebut, (terutama Al-Qur'an) sangat mendorong umatnya untuk maju melalui pengembangan ilmu. Namun kenyataannya, sampai saat ini kondisi keterbelakangan pendidikan Islam terjadi di hampir semua negara Muslim, termasuk Indonesia. Dalam hal pengembangan sains dan teknologi, negeri-negeri Islam jauh tertinggal oleh Eropa Utara, Amerika Utara, Australia, dan Selandia Baru yang protestan; Eropa Selatan dan Amerika Selatan yang Katholik; Eropa Timur yang Katholik Ortodoks; Israel yang Yahudi; India yang Hindu; Cina, Korea Selatan, Taiwan, Hongkong, Singapura yang Budhis Konfusianis; Jepang yang Budhis Taois; dan yang lainnya.2 Masyarakat dunia yang saat ini telah memasuki era globalisasi, sebagai kelanjutan dari periode modernisasi yang memiliki banyak kecenderungan, tentu saja dapat memberikan pengaruh yang besar bagi kehidupan masyarakat di seluruh dunia, tak terkecuali negeri-negeri Muslim (termasuk Indonesia). Dalam hal ini, mau tidak mau masyarakat dunia akan dihadapkan dengan berbagai dinamika penting yang ada di dalamnya, yang salah satunya adalah kemajuan teknologi komunikasi-informasi.3 Hal ini tentu saja menuntut pendidikan Islam untuk selalu responsif menyikapi perkembangan tersebut, sehingga diharapkan pendidikan Islam dapat memberikan kontribusi besar dalam mencetak SDM yang siap berkompetisi di tengah beratnya persaingan global dengan bekal teknologi. Terkait sekilas persoalan yang telah dipaparkan di atas, pembahasan mengenai pendidikan Islam yang berbasis teknologi komunikasi-informasi menjadi penting untuk dikaji secara lebih jauh. Adapun beberapa persoalan yg dibahas dalam tulisan ini adalah: 1) dinamika globalisasi dan kondisi pendidikan Islam, sebagai pengantar awal beberapa persoalan dalam topik ini; 2) pendidikan Islam dan teknologi komunikasi-informasi, yang menyangkut penjabaran secara teoritis kedua aspek pembahasan, serta bagaimana korelasi keduanya dalam konteks hubungan yang mutualisme; dan 3) membangun pendidikan Islam yang berbasis teknologi komunikasi, sebagai sebuah tawaran dalam upaya membangun pendidikan Islam dengan memposisikan teknologi sebagai bagian dari aspek penting dalam pendidikan.
2
3
Abd. Rahman Assegaf, “Membangun Format Pendidikan Islam di Era Globalisasi”, dalam Imam Machali dan Musthofa (ed), Pendidikan Islam dan Tantangan Globalisasi (Buah Pikiran Seputar Filsafat, Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya) (Yogyakarta: Ar-Ruuz Media, 2004), hlm. 16. Abuddin Nata, Paradigma Pendidikan Islam (Jakarta: Grasindo, 2001), hlm. 115.
94
Asnawan, S.Pd.I., M.Si, Pendidikan Islam dan Teknologi Komunikasi
B. Dinamika Globalisasi dan Kondisi Pendidikan Islam Dewasa ini, dunia telah berada dalam suatu era yang disebut dengan globalisasi. Istilah globalisasi berasal dari kata global, yang dalam bahasa Inggris berarti embracing the whole of a group of items (merangkul keseluruhan kelompok yang ada).4 Menurut Supriyoko, dalam globalisasi terdapat saling ketergantungan (interdependency) pada masalah-masalah sosial, politik, dan kultural antarbangsa. Ini artinya, perkembangan perikehidupan sosial, kultural, dan politik suatu bangsa akan saling mengait dengan bangsa lainnya.5 Dengan terbukanya sekat-sekat hubungan antar negara dalam berbagai dimensi kehidupan, pada gilirannya akan memberikan pengaruh yang besar pada setiap aspek kehidupan manusia, termasuk aspek pendidikanya. Hadirnya globalisasi bagi masyarakat dunia, pada dasarnya memang sulit bagi setiap negara untuk bisa menghindarinya. Dalam kaitan ini Suyanto menyatakan, globalisasi adalah suatu keniscayaan, kecenderungan yang hampir tidak bisa dipungkiri lagi oleh bangsa-bangsa dunia. Dengan perkembangan demikian, peran bangsa sepertinya semakin pudar dalam mengkotak-kotakkkan manusia ke dalam wadah-wadah etnis atau nasionalisme tertentu.6 Dengan demikian, hal terpenting yang perlu dilakukan adalah bagaimana menyikapi adanya globalisasi. Jika dirunut ke belakang, globalisasi pada dasarnya merupakan produk dari modernisasi. Menurut Nurcholis Madjid, modernisasi artinya rasionalisasi untuk memperoleh daya-guna yang maksimal dalam berpikir dan bekerja demi kemaslahatan umat. Oleh karena itu, modernisasi berarti berpikir dan bekerja menurut fitrah atau sunnatullah (hukum ilahi) yang hak, sebab alam adalah hak. Sunnatullah telah mengejawantahkan dirinya dalam alam, sehingga untuk dapat menjadi modern, manusia harus mengerti terlebih dahulu hukum yang berlaku di alam. Pemahaman manusia tentang hukum-hukum alam inilah yang kemudian melahirkan ilmu pengetahuan. Akibatnya, sering dikatakan bahwa modern berarti ilmiah. Karena ilmu pengetahuan diperoleh manusia melalui akal (rasio), maka dapat dikatakan modern adalah rasional.7 Terkait dengan aspek modernitas ini, pengalaman di negara-negara maju menunjukkan bahwa masyarakat industrial 4
5 6
7
Abdullah Idi dan Toto Suharto, Revitalisasi Pendidikan Islam (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006), hlm. 102. Ibid, hlm. 103. Sismono La Ode, dkk, Biografi Pemikiran dan Kepemimpinan Prof. Suyanto, Ph. D (Di Belantara Pendidikan Bermoral) (Yogyakarta: UNY Press, 2006), h. 26. Abdullah Idi dan Toto Suharto, Revitalisasi Pendidikan Islam, hlm. 103-104. 95
JURNAL FALASIFA. Vol. 1 No. 2 September 2010
modern akan membawa konsekuensi munculnya nilai-nilai baru. Nilai-nilai tersebut di antaranya adalah: pertama, rasionalisme. Dalam kaitannya dengan agama, berkembangnya rasionalisme akan menyebabkan dipertanyakannya sejumlah nilai yang berkembang dari doktrin-doktrin agama; kedua, sekularisme, yang berarti mengecilnya wilayah agama yang kemudian hanya terbatas pada soal-soal kehidupan bermasyarakat dan bernegara; ketiga, terdesaknya nilai-nilai idealisme oleh pragmatisme, nilai-nilai kebersamaan oleh individualisme, nilai-nilai sakral (suci) oleh profan (dunia). Nilai itu sesungguhnya berkembang bersamaan dengan paham materialisme, hedonisme, dan konsumerisme.8 Dengan demikian, modernisasi yang bisa dikatakan sebagai basisnya globalisasi, walaupun dapat memberikan banyak manfaat, namun perlu kearifan dalam mengembangkannya. Sebagai produk dari modernisasi, tentu saja globalisasi memiliki banyak kecenderungan. Di antara kecenderungan tersebut adalah: 1) ketergantungan (interdependency) dalam masalah sosial, politik dan budaya; 2) peran strategis informasi, yang menyangkut pesatnya perkembangan teknologi informasi; dan 3) era industri sebagai kemajuan suatu bangsa, yakni dengan berkembangnya teknologi industri.9 Emil Salim menambahkan, kecenderungan globalisasi di antaranya adalah perkembangan globalisasi ekonomi, perkembangan teknologi yang cepat, perubahan demografi, perubahan politik, dan perubahan sistem nilai.10 Dari penjelasan di atas dapat ditangkap bahwa kecenderungan yang ada di dalam globalisasi adalah munculnya berbagai bentuk rekayasa kemajuan dalam lingkup kehidupan manusia, yang di antaranya mencakup dimensi komunikasi dan informasi, dimensi ekonomi, dimensi hukum, dimensi politik, dimensi ilmu pengetahuan, dimensi budaya, dan dimensi agama. Dalam konteks periode perkembangan masyarakat dunia saat ini, Abuddin Nata menyatakan bahwa kehidupan manusia saat ini telah memasuki kepada masyarakat informasi (informatical society) sebagai kelanjutan atau perkembangan dari masyarakat industri atau modern. Jika masyarakat modern memiliki ciri-ciri rasional, berorientasi ke depan, bersikap terbuka, mengharagai waktu, kreatif, mandiri, dan inovatif, maka pada masyarakat informasi ciri-ciri tersebut belumlah cukup. Pada masyarakat informasi, manusia selain harus 8
Syafiq A. Mughni, Nilai-nilai Islam (Perumusan Ajaran dan Upaya Aktualisasi) (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 290. 9 Abdullah Idi dan Toto Suharto, Revitalisasi Pendidikan Islam, hlm. 103. 10 Ibid, hlm. 104. 96
Asnawan, S.Pd.I., M.Si, Pendidikan Islam dan Teknologi Komunikasi
memiliki ciri-ciri masyarakat modern pada umumnya, juga harus memiliki ciri-ciri lain, yaitu menguasai dan mampu mendayagunakan arus informasi, mampu bersaing, terusmenerus belajar (serba ingin tahu), mampu menjelaskan, bersifat imajinatif, mampu mengubah tantangan menjadi peluang, dan menguasai kemampuan menggunakan berbagai metode dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi.11 Adanya tuntutan yang begitu besar dari masyarakat informasi dan era globalisasi, apabila dikaitkan dengan kesiapan unsur pendidikan atau secara khusus pendidikan Islam, maka perlu dicermati persoalan yang dihadapi pendidikan Islam sampai saat ini. Kondisi pendidikan Islam yang pada tataran prakteknya masih mengalami kemandegan intelektual. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya kelemahan-kelemahan dari pelaksanaan pendidikan Islam tersebut. Di antara indikasi yang dapat dicermati adalah: 1) minimnya upaya pembaharuan, atau kalaupun ada masih kalah cepat dibandingkan dengan perubahan sosial, politik, dan kemajuan IPTEK; 2) praktik pendidikan Islam sejauh ini masih memelihara warisan lama, dan tidak banyak melakukan pemikiran kreatif, inovatif dan kritis terhadap isu-isu aktual; akibatnya, ilmu-ilmu yang dipelajari adalah ilmu-ilmu klasik, sementara ilmu-ilmu modern nyaris tak tersentuh; 3) model pembelajaran pendidikan Islam terlalu menekankan pada pendekatan intelektualisme-verbalistik dan menegasikan pentingnya interaksi edukatif dan komunikasi humanistik gurumurid. Pembelajarannya menjadi bersifat transfer of knowledge atau learning to know dengan perlakuan bahwa guru diidealisasikan sebagai pihak yang tahu, lebih dewasa, lebih berilmu, yang perlu mentransfer berbagai kelebihan tadi kepada murid yang dipandangnya sebagai pihak yang kurang tahu, kurang dewasa dan kurang berilmu; 4) orientasi pendidikan Islam menitikberatkan pada pembentukan ‘abd atau hamba Allah dan tidak seimbang dengan pencapaian karakter manusia muslim selaku khalifah fi al-ardl. Konsekuensinya, pendidikan Islam berjalan ke arah peningkatan daya spiritual (teosentris) semata, sedang ilmu-ilmu yang dikembangkannya hanya sebatas religious sciences. Dengan kata lain, ilmu-ilmu yang dikembangkan hanya sebagai revealed knowledge (ilmu-ilmu yang diwahyukan), seperti tafsir, hadis, fiqh, dakwah, ushul aldin, syari’ah, adab, beserta semua cabangnya. Sedangkan ilmuilmu modern yang termasuk dalam aquired knowledge (ilmuilmu yang diperoleh), seperti ilmu-ilmu kealaman, sosial, dan humaniora, bisa dikatakan dikesampingkan, atau kalau dikembangkan pada akhirnya terjadi dikotomi keilmuan, antara 11
Abuddin Nata, Paradigma Pendidikan Islam, hlm. 81. 97
JURNAL FALASIFA. Vol. 1 No. 2 September 2010
ilmu agama-umum, iman-ilmu, duniawi-ukhrawi, materialspiritual, dan lain-lain.12 Dengan keempat persoalan yang menyelimuti pendidikan Islam di atas, dalam kaitannya dengan era globalisasi dengan salah satu kecenderungannya adalah kekuatan teknologi informasi dan komunikasi, maka sangat perlu untuk dibangun konsep pendidikan Islam yang searah dengan tuntutan tersebut, guna melahirkan para peserta didik yang lebih siap dengan perubahan. C. Pendidikan Islam dan Sistem Teknologi Komunikasi Di antara pembahasan pendidikan Islam yang sering diperbincangkan adalah persoalan pemaknaan pendidikan, tujuan, kurikulum dan metodologi. Terkait dengan persoalan pendidikan Islam dan teknologi komunikasi, maka hal yang perlu ditekankan dalam tulisan ini adalah berkenaan dengan rumusan konsep dan tujuan pendidikan Islam, sebagai substansi penting yang dapat mengarahkan orientasi pendidikan Islam itu sendiri. Berkenaan dengan hal ini, banyak tawaran yang telah digagas oleh para pakar pendidikan, baik melalui konsep yang sederhana sampai pada rumusan yang ideal. 1. Konsep dan Tujuan Pendidikan Islam Pendidikan (education) dalam sudut pandang manusia dapat dinyatakan sebagai proses sosialisasi, yakni untuk memasyarakatkan nilai-nilai, ilmu pengetahuan dan keterampilan dalam kehidupan. Sedangkan dari sudut pandang individu, pendidikan merupakan proses perkembangan, yakni perkembangan potensi yang dimiliki secara maksimal dan diwujudkan dalam bentuk konkret, dalam arti kemampuan menciptakan sesuatu yang baru dan berguna untuk kehidupan manusia di masa akan datang.13 Secara khusus pendidikan Islam, Hasan Langgulung mendefinisikan pendidikan Islam adalah suatu proses spiritual, akhlak, intelektual dan sosial yang berusaha membimbing manusia dan memberinya nilai-nilai, prinsipprinsip dan teladan ideal dalam kehidupan yang bertujuan mempersiapkan kehidupan dunia akhirat.14 Ahmad D. Marimba mengartikan pendidikan, atau secara khusus pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran 12 13
14
Assegaf, “Membangun Format Pendidikan Islam … “, hlm. 8-9. A. M. Saefudin, Desekularisasi Pemikiran: Landasan Islamisasi (Bandung: Mizan, 1987), hlm. 125. Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1993), hlm. 62.
98
Asnawan, S.Pd.I., M.Si, Pendidikan Islam dan Teknologi Komunikasi
Islam. Kepribadian utama menurut ukuran Islam disebut kepribadian Muslim, yaitu kepribadian yang memiliki nilainilai agama Islam dan bertanggungjawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.15 Ali Ashraf menyatakan bahwa pendidikan Islam seharusnya bertujuan menimbulkan pertumbuhan yang seimbang dari kepribadian total manusia melalui latihan spiritual, intelektual, rasional diri, perasaan, dan kepekaan tubuh manusia. Tujuan akhir pendidikan Muslim adalah perwujudan penyerahan mutlak kepada Allah, pada tingkat individu, masyarakat, dan kemanusiaan pada umumnya.16 Dari beberapa definisi di atas dapatlah difahami bahwa hakikat pendidikan Islam pada prinsipnya adalah proses dan usaha membina serta mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Dengan terbinanya seluruh potensi mereka secara sempurna diharapkan dapat melaksanakan fungsi pengabdiannya sebagai khalifah di muka bumi. Atas dasar ini, M. Quraish Shihab sebagaimana dikutip Ahmad Arifi berpendapat, bahwa tujuan pendidikan al-Qur'an (Islam) adalah membina manusia secara pribadi dan kelompok sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai hamba dan khalifah-Nya, guna membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan Allah.17 Dari beberapa rumusan yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa tujuan pendidikan Islam memiliki ciri-ciri, sebagai berikut: 1) mengarahkan manusia agar menjadi khalifah Tuhan di muka bumi dengan sebaik-baiknya, yaitu melaksanakan tugas memakmurkan dan mengolah bumi sesuai dengan kehendak Tuhan; 2) Mengarahkan manusia agar seluruh pelaksanaan tugas kekhalifahannya di muka bumi dilaksanakan dalam rangka beribadah kepada Allah swt, sehingga tugas tersebut terasa ringan dilaksanakan; 3) mengarahkan manusia agar berkahlak mulia, sehingga ia tidak menyalahgunakan fungsi kehalifahannya; 4) membina dan mengarahkan potensi akal, jiwa, dan jasmaninya, sehingga ia memiliki ilmu, akhlak, dan keterampilan yang semuanya dapat digunakan untuk mendukung tugas pengabdian dan kekhalifahannya; 5)
15
16
17
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: al-Ma’arif, 1986), cet. ke-IV, hlm. 23-24. Ali Ashraf, Horison Baru Pendidikan Islam (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993), hlm. 20. Ahmad Arifi, “Pendidikan Agama Islam: Tantangan Cita Ideal Tujuan Pendidikan Islam di Era Globalisasi”, dalam Jurnal Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Vol. III No. 2, 2006, hlm. 213. 99
JURNAL FALASIFA. Vol. 1 No. 2 September 2010
mengarahkan manusia agar dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Dalam kaitan ini, secara lebih khusus al-Syaibani merumuskan tujuan pendidikan Islam, sebagai berikut: 1) tujuan yang berkaitan dengan individu yang mencakup perubahan berupa pengetahuan, tingkah laku, jasmani dan rohani, dan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki untuk hidup di dunia dan akhirat; 2) tujuan yang berkaitan dengan masyarakat yang mencakup tingkah laku individu dalam masyarakat, perubahan hidup di masyarakat, serta memperkaya pengalaman masyarakat; 3) tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, seni, profesi dan sebagainya.18 Dengan demikian, pada dasarnya secara konsep dan tujuan bahwa pendidikan Islam berupaya untuk mengarahkan manusia untuk menjadi sosok yang memiliki kekuatan dalam setiap aspek potensi yang dimilikinya, sehingga kekuatannya tidak hanya terletak pada unsur akal, tetapi juga unsur ruhani yang dapat mengarahkannya keselamatan. Namun demikian, pengoptimalan akal dan jasad lewat dan pengembangan ilmu pengetahuan termasuk teknologi adalah bagian dari hal penting yang perlu diperhatikan. 2. Sistem Teknologi Komunikasi Secara etimologi, istilah “teknologi” dalam bahasa Indonesia diambil dari bahasa Inggris technology.19 Dalam Kamus Ilmiah, teknologi berarti penerapan ilmu atau suatu kumpulan ilmu pengetahuan yang praktis dan erat hubungannya dengan enjinering atau rekayasa, perindustrian dan sebagainya.20 Menurut Leksikon sebagaimana dikutip Abdul Mukti, technology adalah scientific study, yang memiliki pengertian: 1) kajian, telaah, penelitian yang sistematis, dan ilmiah. Dengan kata lain, teknologi adalah “ilmu” dalam pengertiannya yang luas; 2) teknologi adalah mechanical arts, yakni alat-alat mekanis (mesin); 3) teknologi berarti applied science, yaitu ilmu-ilmu terapan atau ilmu-ilmu praktis; 4) teknologi berarti
18 19
20
Ibid., hlm. 214. Abdul Mukti, “Pendidikan Agama dalam Masyarakat Teknokratik”, dalam Ismail SM, Nurul Huda, Abdul Kholiq (ed), Paradigma Pendidikan Islam (Semarang: Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 348. Tim Prima Pena, Kamus Ilmiah Populer (Referensi Ilmiah Ideologi, Politik, Hukum, Ekonomi, Sosial, Budaya dan Sains) (Surabaya: GitaMedia Press, 2006), hlm. 459460.
100
Asnawan, S.Pd.I., M.Si, Pendidikan Islam dan Teknologi Komunikasi
application of this to practical task (aplikasi dari ilmu dan alat-alat untuk kepentingan atau pekerjaan harian).21 Amin Haedari, dkk, mengartikan teknologi sebagai semua perwujudan alam yang direkayasa oleh manusia, sehingga tidak lagi “alami” seperti yang telah disajikan kepada manusia oleh sang pencipta. Perwujudan ini bisa terkait dengan bidang transportasi seperti kendaraan bermotor atau mobil, bidang pertanian seperti bibit tanaman unggul, bidang kesehatan seperti obat antibiotika, atau di bidang lainnya, termasuk teknologi di bidang komunikasi dan informasi seperti telepon seluler, camera digital, komputer, jaringan internet, dan sebagainya.22 Dari definisi di atas, mengisyaratkan beberapa hal penting, di antaranya adalah: pertama, teknologi adalah ilmu tentang cara menerapkan sains; kedua, teknologi bersumber atau berkaitan erat dengan alam semesta; ketiga, tujuan penciptaan dan penerapan teknologi adalah untuk kenyamanan manusia.23 Dengan demikian, secara prinsip teknologi tidak dapat dipisahkan dari alam dan manusia. Karena pada dasarnya, teknologi diciptakan untuk “melayani” dan memudahkan kehidupan manusia. Sedangkan sistem komunikasi, atau biasa juga disebut dengan sistem informasi, adalah suatu organisasi atau penyampaian berita, ketentuan atau pengetahuan dalam komunikan tertentu. Dengan kata lain, sistem komunikasi/informasi merupakan suatu proses penyebaran informasi sehingga informasi tersebut menjadi milik bersama. Oleh karena itu, sistem informasi dan komunikasi pada hakikatnya mengandung makna pendidikan, karena pemilikan bersama suatu norma, ketentuan berita atau pengetahuan tertentu hanya terjadi jika ada proses interaksi.24 Pada masyarakat informasi, peranan media elektronika sangat memegang peranan penting dan bahkan menentukan corak kehidupan. Penggunaan teknologi elektronika seperti televisi (antena digital), komputer, faksimile, internet, dan lain-lain, telah mengubah lingkungan informasi dari lingkungan yang bercorak lokal dan nasional, kepada lingkungan yang bersifat internasional, mendunia, dan global. Pada era informasi, lewat komunikasi satelit dan 21 22
23 24
Mukti, “Pendidikan Agama”, hlm. 349. HM. Amin Haedari, dkk, Masa Depan Pesantren (Dalam Tantangan Modernitas dan Tantangan Kompleksitas) (Jakarta: IRD Press, 2004), hlm. 194-195. Mukti, “Pendidikan Agama”, hlm. 349. Akmal Hawi, Kapita Selekta Pendidikan Islam (Palembang: IAIN Raden Fatah, 2005), hlm. 147. 101
JURNAL FALASIFA. Vol. 1 No. 2 September 2010
komputer, orang memasuki lingkungan informasi dunia. Komputer bukan saja sanggup menyimpan informasi dari seluruh dunia, melainkan juga sanggup mengolahnya dan menghasilkannya secara lisan, tulisan, bahkan visual.25 Singkatnya, sarana teknologi komunikasi-informasi yang berkembang psat sampai saat ini, memiliki sistem kerja dengan ciri kecanggihannya. Namun perlu untuk diperhatikan, peran media elektronik yang demikian besar telah menggeser agen-agen sosialisasi yang berlangsung secara tradisional, seperti yang dilakukan oleh orang tua, guru, pemerintah, dan sebagainya. Komputer telah menjadi teman bermain, orang tua yang akrab, guru yang memberikan pesan, juga sewaktu-waktu dapat memberikan jawaban segera terhadap pertanyaanpertanyaan eksitensial dan mendasar. Kemajuan dalam bidang teknologi komunikasi-informasi tersebut, pada akhirnya memberikan pengaruh pada kejiwaan dan kepribadian masyarakat. Menurut Abuddin Nata, pada era informasi yang sanggup bertahan hanyalah mereka yang berorientasi ke depan, yang mampu mengubah pengetahuan menjadi kebijakan, dan ciri-ciri lain sebagaimana dimiliki masyarakat modern.26 Dari keadaan ini, semua masyarakat suatu bangsa dengan bangsa lain menjadi satu, baik dalam bidang sosial, budaya, ekonomi, dan sebagainya. Hal ini pada satu sisi ada baiknya dan banyak manfaatnya, yakni terjadinya pertukaran budaya, informasi, dan ilmu pengetahuan, sehingga dapat meningkatkan kualitas masing-masing. Namun di sisi lain, keterbukaan seperti ini juga memberikan dampak negatif yang tidak kecil, sehingga perlu kecermatan dalam menyeleksi informasi atau budaya. 3. Hubungan Mutualisme Pendidikan Islam dan Teknologi Komunikasi Pendidikan Islam yang memiliki tugas pokok menggali, menganalisis dan mengembangkan serta mengamalkan ajaran Islam yang bersumberkan al-Qur'an dan al-Hadits, pada dasarnya telah cukup memperoleh bimbingan dan arahan dari kedua sumber pokok tersebut, yakni mulai dari proses memahami terhadap hal-hal yang bersifat metafisik sampai dengan kemampuan hidup yang rasionalistik, analitik, sintetik dan logik terhadap kekuatan alam sekitar. Hal ini menyadarkan manusia akan fungsinya sebagai “khalifah” di muka bumi yang akomodatif terhadap lingkungannya. Dengan demikian, pada dasarnya sumber 25 26
Abuddin Nata, Paradigma Pendidikan Islam, hlm. 81-82. Ibid., hlm. 82.
102
Asnawan, S.Pd.I., M.Si, Pendidikan Islam dan Teknologi Komunikasi
ajaran Islam seperti Al-Qur'an, sebenarnya sangat fleksibel serta responsif terhadap tuntutan hidup manusia yang makin maju dan modern dalam segala bidang kehidupan, termasuk bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi komunikasi dan informasi yang saat ini begitu pesat perkembangannya.27 Secara embrionik, dorongan al-Qur'an terhadap pengembangan rasio untuk pemantapan iman dan takwa yang diperkokoh melalui ilmu pengetahuan manusia adalah merupakan ciri khas Islami, yang membedakannya dengan kitab suci agama lain. Al-Qur'an sebagai sumber pedoman hidup manusia telah memberikan wawasan dasar terhadap masa depan hidup manusia dengan rentangan akal pikirannya yang mendalam dan meluas sampai pada penemuan ilmu dan teknologi yang secanggih-canggihnya. Maka dari itu, al-Qur'an menegaskan 300 kali perintah untuk menfungsikan rasio (akal) manusia, dan 780 kali mengukuhkan pentingnya ilmu pengetahuan. Di antara ayatayat yang mendorong dan merangsang akal pikiran untuk berilmu pengetahuan dan teknologi, di antaranya QS. ArRahman [55]: 1-33 tentang kelautan dan ruang angkasa; alAn’am [6]: 79 tentang eksplorasi benda-benda ruang angkasa dengan akal pikiran oleh Nabi Ibrahim untuk menemukan Tuhan yang hak; serta QS. Saba’ [34]: 10-13 tentang pengolahan dan pemanfaatan besi dan tembaga sebagai bahan teknologi bangunan-bangunan kolosal; QS. Al-Mulk [67]: 19, secara simbolis Allah juga telah menjabarkan berbagai model teknologi pembuatan kapal terbang dengan meniru pola atau rancang bangun struktur burung di angkasa, serta banyak lagi ayat yang lainnya.28 Beberapa ayat di atas, dapat menjadikan al-Qur'an sebagai sumber motivasi dalam rangka mengembangkan pendidikan Islam yang berbasis pengembangan ilmu pengetahuan, termasuk rekayasa teknologi. Karena al-Qur'an telah secara jelas memberikan dorongan kepada manusia agar melakukan analisis dan perlu berupaya untuk mengembangkan ilmu dan teknologi, agar bermanfaat bagi kehidupan manusia.29
27 28
29
Assegaf, “Membangun Format Pendidikan … ”, hlm. 17. Moch. Fuad, “Pendidikan Islam dan Tantangan Globalisasi (Perspektif Sosial Budaya)”, dalam Imam Machali dan Musthofa (ed), Pendidikan Islam dan Tantangan Globalisasi (Buah Pikiran Seputar Filsafat, Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya) (Yogyakarta: Ar-Ruuz Media, 2004), hlm. 88. Muzzayin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 45. 103
JURNAL FALASIFA. Vol. 1 No. 2 September 2010
Dengan demikian, maka pendidikan Islam dengan sumber utamanya al-Qur'an, dapat dikembangkan menjadi agent of technologically and culturally motivating reousrces dalam berbagai model yang mampu mendobrak pola pikir tradisional yang pada dasarnya dogmatis, kurang dinamis dan berkembang secara bebas. Karena secara prinsip, nilainilai Islam tidak mengekang atau membelenggu pola pikir manusia dalam arena pemikiran rasionalistik dan analitik yang diperlukan dalam proses pengembangan ilmu pengetahuan. Relevan dengan hal tersebut, maka dalam hal ini kemampuan berijtihad dalam segala bidang ilmu pengetahuan perlu dikembangkan secara terus-menerus. Hal yang paling penting adalah bagaimana menumbuhkembangkan ide-ide dan konsep-konsep keilmiahan yang bersumberkan al-Qur'an ke dalam pelaksanaan pendidikan yang secara fungsional dapat mengacu ke dalam perkembangan masyarakat yang semakin dinamis.30 Jika dikaitkan antara pendidikan Islam dan IPTEK, maka pada dasarnya keduanya saling menguatkan. Pendidikan Islam yang berangkat dari sumber ajaran agama (Islam), sudah tentu tidak dapat melepaskan diri dari realitas kehidupan sosial manusia yang terus berkembang. Sedangkan Ilmu pengetahuan dan teknologi, secara khusus teknologi komunikasi/informasi, merupakan di antara konsekuensi yang timbul dari adanya perubahan kehidupan sosial manusia, yang saat ini telah menjalani era globalisasi dengan segala dinamikanya. Kehadiran teknologi komunikasi, harus diakui memberikan pengaruh yang besar bagi dunia pendidikan Islam. Menurut Marwah Daud Ibrahim, potensi perubahan sosial yang mendasar dari skala makro yang terjadi dalam masyarakat sebagai akibat dari kemajuan teknologi dan komunikasi di antaranya adalah: 1) dengan kemajuan teknologi, komunikasi manusia kian kosmopolit. Dengan kata lain, akan membuat orang lebih terbuka dan dapat menerima perubahan yang baik. Hal ini memungkinkan tiaptiap orang bisa menerima cara pandang berbeda dari budaya yang berbeda; 2) dengan kemajuan teknologi komunikasi diharapkan dapat menumbuhkan semangat ukhuwah Islamiyah dan solidaritas sosial menjadi semakin meningkat; 3) kemajuan teknologi komunikasi diharapkan pada setiap individu memiliki sumber daya manusia yang berkualitas. Asumsi ini didasarkan pada peralatan komunikasi bisa menjadi alat bantu dalam dunia pendidikan, mengajarkan 30
Ibid., hlm. 89-90.
104
Asnawan, S.Pd.I., M.Si, Pendidikan Islam dan Teknologi Komunikasi
keterampilan dan sebagainya.31 Dari ketiga unsur ini diharapkan, pemanfaatan teknologi komunikasi akan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dalam rangka mengembangkan sumber daya manusia yang dimiliki, termasuk dalam pendidikan Islam. Akan tetapi, hal lain yang perlu diperhatikan dari adanya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi adalah dampak yang ditimbulkan dapat memunculkan cognitive dissonance (ketidak selarasan pikiran), terutama di kalangan generasi muda dan anak-anak. Maksudnya, sumber nilai atau panutan menjadi tidak tunggal atau menjadi beraneka ragam. Jika dahulu keluarga, sekolah dan tempat tempat-tempat ibadah merupakan institusi yang mengintroduksi nilai kepada anak-anak dan remaja atau pemuda, maka kini media massa juga menawarkan nilainilai tersendiri. Jika nilai yang diberikan oleh media tersebut sejalan dengan apa yang didapatkan pada institusi, maka akan didapati hasil yang maksimal. Tetapi jika apa yang disampaikan oleh media malah bertentangan atau bahkan menyimpang dari nilai yang ada atau seharusnya dari institusi pendidikan, maka akan dapat mengakibatkan anakanak dan generasi muda dilanda kebingungan atau mengalami dekadensi moral dan akhlak. Hal ini akan berpengaruh lebih kuat dan dominan pada perilaku sosialnya.32 Selain itu, banyaknya muatan informasi yang datang dari segala arah tentu saja tidak semuanya sesuai dengan norma atau nilai yang berlaku bagi masyarakat Indonesia, secara khusus umat Islam. Karena pada kenyataannya, walaupun dengan kemajuan teknologi komunikasi-informasi banyak memberikan manfaat dan kemudahan bagi kehidupan manusia, tetapi sifat materialistis dan cenderung mengabaikan nilai-nilai moral di dalamnya, perlu menjadi warning khusus bagi pendidikan Islam untuk mengarahkannya secara lebih bermakna. Dengan demikian, pada prinsipnya kemajuan teknologi komunikasi tidaklah bertentangan dengan pendidikan Islam, justru sebenarnya sangat membantu dalam meningkatkan kualitas peserta didiknya. Akan tetapi, pendidikan Islam seharusnya dapat selalu di arahkan agar tidak hanyut terbawa arus modernisasi dan kemajuan teknologi komunikasi. Untuk itu, perlu adanya strategi yang mampu mengintegrasikan antara keduanya agar saling melengkapi
31 32
Akmal Hawi, Kapita Selekta, hlm. 148. Abuddin Nata, Paradigma Pendidikan Islam, hlm. 82. 105
JURNAL FALASIFA. Vol. 1 No. 2 September 2010
dan menjadi perpaduan yang dapat mengangkat kualitas pendidikan Islam sesuai dengan tuntutan realita kehidupan. D. Membangun Pendidikan Islam Berbasis Teknologi Komunikasi Realita perubahan sosio-kultural yang melanda seluruh bangsa sampai saat ini, termasuk Indonesia, menuntut kepada adanya konsepsi baru yang tanggap dan sanggup memecahkan problem-problem kehidupan umat manusia melalui pusat-pusat gerakan yang paling strategis dalam kehidupan masyarakat. Salah satu pusat strategis tersebut adalah gerakan kependidikan yang memiliki landasan ideal dan operasional yang kokoh berdasarkan nilai-nilai yang pasti dan antisipatif kepada kemajuan hidup, masa sekarang maupun yang akan datang. Berkenaan dengan upaya untuk membangun pendidikan Islam yang berbasis teknologi komunikasi/informasi, perlu adanya strategi yang tepat dan sesuai dengan kebutuhannya. Menurut Muzayyin Arifin, beberapa strategi pendidikan Islam dalam menghadapi tantangan modernisasi dan arus globalisasi, karena kemajuan IPTEK mencakup ruang lingkup sebagai berikut: 1) motivasi kreativitas anak didik ke arah pengembangan IPTEK itu sendiri, di mana nilai-nilai islami menjadi sumber acuannya; 2) mendidik keterampilan memanfaatkan produk IPTEK bagi kesejahteraan hidup umat manusia pada umumnya dan umat Islam pada khususnya; 3) menciptakan jalinan yang kuat antara ajaran agama dan IPTEK, dan hubungan yang akrab dengan para ilmuwan yang memegang otoritas IPTEK dalam bidang masing-masing; 4) menanamkan sikap dan wawasan yang luas terhadap kehidupan masa depan umat manusia melalui kemampuan menginterpretasikan ajaran agama dari sumber-sumbernya yang murni kontekstual dengan masa.33 Selanjutnya, program pengembangan pendidikan Islam berbasis IPTEK haruslah sesuai dengan identitas al-Qur'an dan sunnah Nabi yang berorientasi kepada hubungan tiga arah, yakni: pertama, berorientasi ke arah Tuhan pencipta alam semesta; kedua, berorientasi ke arah hubungan dengan sesama manusia; ketiga, berorientasi ke arah bagaimana pola hubungan manusia dengan alam sekitarnya, termasuk dirinya sendiri harus dikembangkan. Dalam hal ini, orientasi hubungan alam sekitar dan diri manusia sendiri menjadi dasar pengembangan ilmu dan teknologi (komunikasi/informasi), sedangkan orientasi hubungan dengan Tuhan menjadi dasar pengembangan sikap 33
Arifin, Kapita Selekta, hlm. 46-47.
106
Asnawan, S.Pd.I., M.Si, Pendidikan Islam dan Teknologi Komunikasi
dedikasi dan moralitas yang menjiwai pengembangan ilmu dan teknologi, dan orientasi hubungan sesama manusia menjadi dasar pengembangan hidup bermasyarakat yang berpolakan atas kesinambungan, keserasian, serta keselarasan dengan nilai-nilai moralitas yang dapat memberikan kesejahteraan.34 Adapun sasaran psikologis yang perlu dididik dan dikembangkan secara seimbang, serasi, dan selaras dalam kaitannya dengan pengembangan ilmu dan teknologi ini adalah kemampuan kognitif yang berpusat di otak berupa kecerdasan akal, kemampuan kognitif dan emosi (afektif) yang berpusat di dada (heart), serta kemampuan yang terletak di tangan untuk bekerja. Oleh karena Islam adalah agama yang bersifat rasional, afektif, dan psikomotorik (akal, sikap dan amal), maka sasaran pendidikan Islam tiada lain adalah untuk membangun ketiga komponen penting tersebut.35 Dalam tataran implementasinya, maka modifikasi kurikulum pendidikan Islam dapat diarahkan pada beberapa hal, di antaranya adalah: 1) penguatan integrasi keilmuan (umum-agama); 2) memberikan porsi yang proporsional kepada pengembangan teknologi berikut penyiapan sarananya; 3) orientasi pendidikan adalah penanaman skill, bukan sekedar teori; 4) penguatan basis agama yang moderat, yakni membangun kesholehan pribadi tapi bersifat inklusif dengan segala bentuk kemajuan. E. Penutup Upaya melakukan pembaruan pendidikan Islam, secara prinsip berangkat dari dua persoalan penting, yakni di satu sisi kondisi pendidikan Islam yang masih cenderung tertinggal dibanding umat yang lain, dan di sisi lain, perkembangan masyarakat dunia yang saat ini tengah berada di era globalisasi dengan segala dinamikanya, sehingga menuntut adanya berbagai kesiapan yang cukup tinggi dari semua pihak. Globalisasi sebagai hasil dari modernisasi, memiliki banyak kecenderungan yang bersifat kualitatif, di antaranya adalah berkembangnya ilmu dan teknologi secara cepat dan pesat, khususnya menyangkut teknologi komunikasi-informasi, sebagai ciri masyarakat yang telah mengalami perubahan dari masyarakat modern ke masyarakat informasi. Namun demikian, perlu untuk digaris bawahi bahwa walaupun kemajuan teknologi tersebut banyak memberikan manfaat, tetapi tidak sedikit pula dampak negatif yang dapat ditimbulkannya. Dalam hal inilah diperlukan pola pendidikan yang mampu mengintegrasikannya secara proporsional. 34 35
Ibid., hlm. 48-49. Ibid., hlm. 49. 107
JURNAL FALASIFA. Vol. 1 No. 2 September 2010
Dalam hal ini, pendidikan Islam dengan landasan ajaran al-Qur'an, secara prinsip telah memberikan motivasi yang cukup tinggi agar umatnya maju dan mampu menjadi khalifah di muka bumi, agar tercapai kemakmuran yang sesungguhnya. Dengan demikian, pendidikan hendaknya benar-benar responsif dengan perubahan dan tuntutan zaman, terutama terkait dengan perkembangan teknologi komunikasi-informasi, sekaligus dapat menjadi penguat pendidikan Islam yang berbasis teknologi, khususnya teknologi komunikasi-informasi agar dapat benarbenar memiliki manfaat yang besar bagi masyakakat dunia.
108
Asnawan, S.Pd.I., M.Si, Pendidikan Islam dan Teknologi Komunikasi
DAFTAR PUSTAKA Arifin, Muzzayin. 2008. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Ashraf, Ali. 1993. Horison Baru Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Firdaus. Assegaf, Abd. Rachman. 2004. “Membangun Format Pendidikan Islam di Era Globalisasi”, dalam Imam Machali dan Musthofa (ed), Pendidikan Islam dan Tantangan Globalisasi (Buah Pikiran Seputar Filsafat, Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya. Yogyakarta: Ar-Ruuz Media. A. Mughni, Syafiq. 2001. Nilai-nilai Islam (Perumusan Ajaran dan Upaya Aktualisasi). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Fuad, Moch. 2004. “Pendidikan Islam dan Tantangan Globalisasi (Perspektif Sosial Budaya)”, dalam Imam Machali dan Musthofa (ed), Pendidikan Islam dan Tantangan Globalisasi (Buah Pikiran Seputar Filsafat, Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya. Yogyakarta: Ar-Ruuz Media. Haedari, HM. Amin, dkk. 2004. Masa Depan Pesantren (Dalam Tantangan Modernitas dan Tantangan Kompleksitas). Jakarta: IRD Press. Hawi, Akmal. 2005. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Palembang: IAIN Raden Fatah. Idi, Abdullah dan Suharto, Toto. 2006. Revitalisasi Pendidikan Islam. Yogyakarta: Tiara Wacana. Langgulung, Hasan. 1993. Asas-asas Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka al-Husna. La Ode, Sismono, dkk. 2006. Biografi Pemikiran dan Kepemimpinan Prof. Suyanto, Ph. D (Di Belantara Pendidikan Bermoral). Yogyakarta: UNY Press, Mukti,
Abdul. 2001. “Pendidikan Agama dalam Masyarakat Teknokratik”, dalam Ismail SM, Nurul Huda, Abdul Kholiq (ed), Paradigma Pendidikan Islam. Semarang: Pustaka Pelajar.
Nata,
Abuddin. 2001. Grasindo,
Paradigma Pendidikan
Islam.
Jakarta:
109
JURNAL FALASIFA. Vol. 1 No. 2 September 2010
Rosyadi, Khoiron. 2004. Pendidikan Profetik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Saefudin, A. M. 1987. Desekularisasi Islamisasi. Bandung: Mizan.
Pemikiran:
Landasan
Tim Prima Pena. 2006. Kamus Ilmiah Populer (Referensi Ilmiah Ideologi, Politik, Hukum, Ekonomi, Sosial, Budaya dan Sains). Surabaya: GitaMedia Press.
110