M E D I A KO M U N I K A S I INFORMASI & EDUKASI DARI KITA UNTUK KITA
KPAnews
KOMISI PENANGGULANGAN AIDS E D I S I 0 5 / I • M A R E T 2 0 0 7
Daftar
ISI
Sekretaris KPA Nasional, Dr. Nafsiah Mboi, SpA, MPH dalam sebuah acara.
01|
ISU UTAMA
Pernas Ke-3 HIV dan AIDS Pijakan Penting untuk Melangkah Ke Depan
03|
Pernas Ke-3 HIV dan AIDS
ISU KHUSUS
Lagi, Mengapa Harm Reduction?
PIJAKAN PENTING untuk Ke
06|
OPINI
HIV Mengancam Anak Indonesia
08|
GALERI
Kondom, Jangan Ditolak!
08|
MITRA
UNAIDS: Tekan Epidemi dengan Merangkul Dunia Pemimpin umum: Dr. Nafsiah Mboi, SpA, MPH | Pemimpin Redaksi: M. Nasser | Redaktur Pelaksana: Wahyu Hidayat | Redaksi: Nancy Nainggolan | Desain Grafis: Arif Susanto | Diterbitkan oleh KPA Nasional | Alamat Redaksi: Surya Building 9th Floor, Jl. MH.Thamrin Kav. 9 Jakarta | Telp.: 021-3901758 | Fax: 0213902665
Melangkah
DEPAN
sai sudah gawe akbar Pertemuan Nasional (Pernas) Ketiga HIV dan AIDS di Surabaya, awal Februari lalu dengan sukses. Sukses karena dari segi kuantitas peserta, Pernas dihadiri oleh sekitar 1500 orang, lebih banyak dibanding Pernaspernas sebelumnya. Jumlah tersebut terdiri dari banyak kalangan, seperti para ODHA, mantan pecandu narkoba, guru, remaja, ilmuwan, dokter, petugas keamanan, pemuka agama, media massa, LSM nasional dan internasional, serta pejabat pemerintah sipil dan militer. Dari segi hasil, Pernas kali ini melahirkan beberapa hal yang bermanfaat untuk membantu penanggulangan epidemi AIDS di Indonesia di masa-masa mendatang. Salah satunya adalah Strategi Nasional (Stranas) Penanggulangan AIDS 2007-2010 yang menjabarkan paradigma baru dalam upaya penanggulangan AIDS di Indonesia dari upaya yang terfragmentasi menjadi upaya yang komprehensif dan terintegrasi oleh semua pemangku kepentingan. Sekretaris KPA Nasional, Dr. Nafsiah Mboi, SpA, MPH, mengatakan bahwa strategi ini diharakan menjadi pedoman bagi semua pelaku upaya penanggulangan di semua sektor dan tingkatan, agar gerak langkah penanggulangan menjadi lebih serempak. Dasar dari disusunnya Stranas ini karena jumlah kasus HIV dan AIDS di Indonesia yang meningkat pesat dalam 10 tahun terakhir. Jika upaya penanggulangan masih menggunakan paradigma lama, maka diperkirakan akan ada 1 juta infeksi HIV baru termasuk 350 ribu orang meninggal karena AIDS dalam 10 tahun ke depan.
U
Dalam Pernas tersebut, Menko Kesra, Aburizal Bakrie, selaku Ketua Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Nasional juga meresmikan diluncurkannya kondom perempuan. Kondom ini dimaksudkan untuk mendorong penggunaan kondom yang lebih luas dalam hubungan seks berisiko. Metode pencegahan yang dikontrol oleh perempuan (Female Control Method) melalui kondom perempuan ini didasarkan atas kenyataan bahwa angka penggunaan kondom yang masih relatif rendah dalam hubungan seks yang berisiko dan adanya fakta bahwa banyak pria yang sering melakukan hubungan seks berganti pasangan enggan untuk menggunakan kondom sehingga meningkatkan risiko pasangannya tertular HIV. Kondom tersebut berbahan dasar lateks ini diimpor langsung dari India dan mempunyai busa/spons yang tertutup untuk menyerap sperma. Panjang kondom 17cm dengan diameter 6,6–7cm dan untuk mencegah bersarangnya penyakit, kondom ini juga mempunyai daerah segitiga yang elastis dan fleksibel. Masih dalam Pernas, Menko Kesra juga secara resmi meluncurkan website www.harmreduction-indonesia.org yang berisi informasi mengenai kondisi demografi dan perilaku dari pengguna napza suntik yang berhasil dijangkau di 85 program pertukaran jarum suntik steril seluruh Indonesia. “Dengan informasi ini pengambil kebijakan dan pihak-pihak terkait dapat memiliki gambaran yang lebih baik untuk mengontrol epidemi, terutama yang terkait dengan penggu(Bersambung ke hal 07)
S I
H U S U S SUURATK PEMBACA
Surabaya Butuh Bekal Mengamati kasus HIV dan AIDS di Indonesia dan khususnya di Kota Surabaya yang meningkat cukup signifikan tahun 2006 ini, tentu perlu strategi penanganan yang lebih baik dari tahun-tahun yang lalu. Sebagai PO baru yang baru juga mendapatkan partner AO baru, saya merasa perlu banyak belajar dari tim KPAN dan teman-teman di seluruh Indonesia. Saya merasa ada beberapa ilmu ataupun skill yang masih perlu ditingkatkan. Pengalaman kami di LSM sebelum di KPA tentu jauh dari kurang untuk menjalankan tugas dan fungsi kami di KPA, apalagi PO/AO yang belum punya pengalaman sama sekali di dunia HIV dan AIDS. Kami dan teman-teman KPA di Jatim ingin mengadakan pertemuan dan bisa sharing program, tetapi kendalanya pasti: siapa yang “support”kegiatan tersebut? Saya pernah usulkan pada BPNA namun sampai saat ini belum ada tindak lanjut. Jujur, kami di KPA Kab/Kota merasa pembekalan pada pertemuan akselerasi awal program lalu sangat kurang. Kami sangat membutuhkan mendapatkan pembekalan (capacity building) yang harusnya dilakukan oleh KPA di tingkat atasnya. Saya berharap usulan ini dapat dipertimbangkan dan tentunya ada tindak lanjut yang nyata.
Kota Bandung sekarang ini cukup beruntung dengan adanya beberapa donor yang memberikan dana stimulan untuk program penanggulangan HIV-AIDS di Kota Bandung. Donor memanglah merupakan komplimenter, bukan substitusi. Dan ini merupakan PR bersama seluruh dinas terkait, terutama KPA, untuk sudah mulai memikirkan sustainability program yang telah dibangun dan sedang dalam tahap pelaksanaan. Mengenai puskesmas yang melaksanakan layanan HIV-AIDS, belum semua puskesmas di kota Bandung dapat memberikan layanan HIVAIDS. Dari 71 puskesmas, baru 12 yang melaksanakan program HR, dan 7 puskesmas yang melaksanakan VCT. Puskesmas pun secara aktif memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai kesehatan reproduksi, HIV-AIDS, dan bahaya narkoba. Masyarakat umum pun tidak kalah pentingnya dalam pelibatan pencegahan HIV-AIDS. Munculnya komunitas warga peduli AIDS dan juga peer educator/teman sebaya merupakan cara efektif untuk melibatkan masyarakat dalam menyebarluaskan informasi mengenai HIV-AIDS. Meski begitu, kota Bandung pun masih harus banyak bebenah diri dan belajar lebih giat lagi untuk menanggulangi HIV-AIDS. Tetap komit dan semangat! Cayo!
D I T O R I A L
Tunggu
APA Lagi?
arapan berbagai pihak tentang adanya satu persepsi dalam rangka peningkatan dan perluasan akses program pencegahan, dukungan, perawatan dan pengobatan, yang membawa konsekuensi pada perluasan respons bersambut. Pertemuan Nasional Ketiga HIV & AIDS yang berlangsung beberapa waktu lalu di Surabaya digelar untuk merespons masukan tersebut. Karenanya diambil tema, “Menyatukan Langkah untuk Memperluas Respons”. Tentu diharapkan, Pernas tersebut tak hanya sekadar kumpul-kumpul dan saling berbagi informasi (baca: ngobrol) belaka. Menyatukan langkah benarbenar harus ditindaklanjuti dengan “melangkah” bersama dan menyatu. Sinergi yang kuat antara pemerintah dan masyarakat sangat diperlukan guna
H
S
Emi, PO KPA Surabaya
Bandung Butuh Belajar
E
melawan epidemi HIV dan AIDS yang semakin lama semakin membesar. Landasan yang kokoh untuk menekan laju epidemi itu ada pada memadunya kita semua yang berpredikat “masyarakat”: dari tukang ojek, guru, sopir bus, sampai dokter; dari para suami, pemuka agama, satpam, ilmuwan, sampai negarawan. Tanpa alasan, tentu saja, karena dampak epidemi ini telah dirasakan hampir semua negara di dunia dan telah menimbulkan masalah bidang kesehatan, sosial, politik, ekonomi, dan menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup suatu bangsa. Jadi, tunggu apa lagi?
Salam,
Redaksi
T A T I S T I K A
Hasil Estimasi Populasi Penyalahguna Napza Suntik (Penasun) Tahun 2006
Sis Silvia Dewi, PO KPA Kota Bandung
KPAnews adalah media komunikasi bagi penyuksesan seluruh program penanggulangan epidemi HIV/AIDS yang dilaksanakan oleh KPA, baik tingkat nasional maupun daerah. Selain itu KPAnews juga diharapkan menjadi tempat untuk bertukar pengetahuan dan pengalaman, juga menjadi sarana penyaluran aspirasi para individu maupun lembaga yang peduli terhadap HIV/AIDS.
02 KPAnews
Redaksi KPAnews menerima sumbangan tulisan, foto, dan kartun yang berkaitan dengan HIV/AIDS dan kesehatan secara umum. Tulisan yang dikirimkan maksimal 4500 karakter. Redaksi berhak mengedit (mengurangi dan menambah) isi tulisan yang dikirimkan. Foto dan kartun hendaknya dikirim dalam format jpeg dengan resolusi minimum 72 dan ukuran A4. Semua karya dikirim ke alamat e-mail
[email protected] disertai data diri singkat penulis.
MEDIA KOMUNIKASI INFORMASI & EDUKASI DARI KITA UNTUK KITA
KOMISI PENANGGULANGAN AIDS
EDISI 05/I • MARET 2007
I LAGI,
S U
K
H U S U S
Mengapa
HARM REDUCTION?
Hanya dalam rentang waktu 4 tahun telah terjadi lonjakan kasus penularan HIV di antara pemakai jarum suntik dari nol ke 47%. tu terjadi di akhir 1990-an. Data terbaru, berdasarkan estimasi nasional 2007, dari jumlah penyalahguna napza suntik (penasun) sebanyak 219,230, diperkirakan ada sekitar 90.030 orang dengan HIV dan AIDS (ODHA). Dari jumlah tersebut, diestimasi telah menularkan kepada pasangan seksualnya sebanyak 12.780 orang. Besarnya peningkatan prevalensi ODHA pada penasun diduga karena penasun merupakan populasi yang tersembunyi akibat stigmatisasi, kurangnya ketersediaan fasilitas, serta alasan pembiayaan. Untuk itu perlu dicari jalan keluar bersama dalam menembus hambatan tersebut. Karena itulah muncul kebijakan program pengurangan dampak buruk (harm reduction) narkoba yang dimulai tahun 2004. Sayangnya, dalam perjalanannya, harm reduction menghadapi dilema. Dari sisi kesehatan, selain pada penasun sendiri, penderitaan dan akibat buruk karena penularan HIV-AIDS juga mengancam antarpenasun, pasangan seksual, dan teman yang bukan penasun. Untuk itu, salah satu jalan memotong rantai penularan HIV lewat harm reduction adalah dengan pemberian jarum suntik steril dan pemberian metadon. Di sini dilema itu muncul. Menurut UU No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dan UU No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, perbuatan menyalahgunakan napza tergolong perbuatan melanggar hukum. Dan pemberian jarum suntik ste-
I
ril dan metadon bisa digolongkan dalam perbuatan melanggar hukum. Untunglah sekarang sudah diterbitkan Permenko Kesra No. 2 Tahun 2007 tentang Kebijakan Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS Melalui Harm Reduction Narkoba Psikotropika dan Zat Adiktif (Napza) Suntik. Tujuannya jelas, agar tidak terjadi pelanggaran hukum di satu sisi dan memberi tindakan penyelamatan kesehatan masyarakat dan pribadi di sisi lain.
Mengapa Harm Reduction? Seorang pecandu narkoba suntik memiliki beberapa risiko kesehatan. Selain risiko dari virus yang diangkut oleh aliran darah, pengguna jarum suntik menghadapi risiko terkena abses yang diakibatkan oleh jenis narkoba yang mengikis pembuluh darah (iritasi) atau teknik penyuntikan yang buruk sehingga terjadi pembengkakan pada pembuluh darah. Menurut Ketua Pokdisus (Kelompok Studi Khusus) AIDS RSCM, Prof. Dr. Zubairi Djoerban SpPD, KHOM, pada umumnya, penderita HIV/AIDS akibat ja-
rum suntik akan mengalami gangguan fungsi otak, jantung, dan paru-paru. Semua itu menyebabkan fungsi imunitas tubuh pun ikut terganggu sehingga mudah terserang virus, termasuk Hepatitis C dan HIV. Padahal, selain fisik, virus-virus tersebut akan berdampak pula pada mental, emosional, dan spiritual. Inilah yang tidak pernah mereka pikirkan sehingga mereka dengan enteng bertukar jarum suntik dan menggunakan jarum suntik secara terus menerus tanpa memikirkan kebersihan jarum suntik tersebut. Di banyak negara, pencegahan penularan HIV dilakukan dengan program pertukaran jarum suntik (needle-exchange program). Seseorang yang tidak bisa meninggalkan kebiasaan memakai narkoba melalui suntikan dianjurkan selalu memakai jarum suntik baru agar tidak terinfeksi HIV atau penyakit yang dapat ditularkan melalui darah. Tujuannya, untuk menjaga agar pecandu tetap dapat hidup dan sehat. Pelaksanaan harm reduction mencakup beberapa tahap, yaitu substitusi obat, penjangkauan, pendidikan sebaya, serta pertukaran jarum suntik (mendistribusikan kelengkapan jarum suntik steril, pengumpulan kelengkapan jarum suntik bekas, rujukan pada perawatan kesehatan, tes dan pengobatan). Secara ilmiah, program ini dinilai paling efektif dan efisien dalam menangani penyalahgunaan napza dan meluasnya penyebaran virus HIV/AIDS. Harm reduction memberikan penekanan lebih pada tujuan pragmatis jangka pendek daripada tujuan idealis jangka panjang. Upaya mencegah laju penyebaran HIV dilaksanakan dan diterapkan sesegera mungkin. Penyebaran HIV yang cepat dan berpotensi menjadi ledakan epidemi harus dicegah terlebih dahulu. Jika hal ini tidak dilakukan, semua tujuan jangka panjang, seperti penghentian penggunaan narkoba dan rehabilitasi, akan sia-sia saja.
Website UNTUK mendukung dan menindaklanjuti program Harm Reduction, Indonesia HIV/AIDS Prevention and Care Project (IHPCP) bekerjasama dengan BPS (Badan Pusat Statistik) membuat suatu sistem database terpadu untuk pendataan dan monitoring program pertukaran jarum suntik dan dipublikasikan dalam website dengan alamat www.harmreduction-indonesia.org,
yang resmi beroperasi pada Selasa (6/2) lalu. Website ini memublikasikan hasil pendataan dan monitoring yang dikumpulkan dari sistem database mitra-mitra IHPCP, baik LSM maupun puskesmas, yang menjalankan program perjasun (pertukaran jarum suntik) yang tersebar di lima propinsi (DKI Jakarta, Jabar, Bali, Sulsel, NTT).
MEDIA KOMUNIKASI INFORMASI & EDUKASI DARI KITA UNTUK KITA
EDISI 05/I • MARET 2007
KPAnews KOMISI PENANGGULANGAN AIDS
03
I
S U
S
E K I L A S
RSD Soreang Siap Tangani HIV/AIDS ertambahnya penderita HIV/AIDS di Kabupaten Bandung perlu diikuti dengan langkah nyata yang serius. Hal ini sudah dilakukan oleh RSD Soreang yang menyatakan siap menangani pasien HIV/AIDS tanpa menunggu lonjakan jumlah penderita walaupun dengan dukungan sarana dan SDM yang masih terbatas. Pada 2005 RSD Soreang telah menangani 3 penderita HIV/AIDS. Hal ini diungkapkan oleh Dr. Sambawa Koesoemadinata dalam pertemuan antara Kelompok Dukungan Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) Bandung, Plus Support, dengan pihak RSD Soreang, Selasa (13/2). Sambawa menambahkan, penanganan pasien tersebut bukannya tanpa hambatan. “Seringkali pasien yang telah positif HIV tidak segera berobat dan menutupi riwayat penularannya, sehingga dapat berbahaya bagi si pasiennya sendiri dan orang yang mena-
B
nganinya. Untuk itu perlu dilaksanakan kerjasama dengan Kelompok Dukungan ODHA agar langkah penanganannya tepat sasaran,” katanya. Selain itu diperlukan pula payung hukum (Perda) yang dapat memudahkan penanganan HIV/AIDS di Kabupaten Bandung. Sampai saat ini, di Jawa Barat baru Kota Tasikmalaya yang telah berinisiatif menerbitkan Perda HIV/AIDS.
Rerata 3 Orang Terinfeksi HIV di Kabupaten Bandung i Kabupaten Bandung, sepanjang 2006, tiap bulannya ditemukan rata-rata 3 orang HIV positif dan 85% berasal dari kalangan pengguna napza suntik serta pasangannya. Para penderita tersebut dapat diketahui melalui Konseling dan Tes HIV Sukarela dan dilaksanakan oleh LSM implementer seperti Bandung Plus Support (BPS) yang menjangkau kalangan pengguna napza suntik. Data Kumulatif hingga akhir tahun 2006,
D
di Kabupaten Bandung tercatat 141 kasus HIV positif, 15 Kasus AIDS, dan 6 kasus kematian akibat AIDS. Data tersebut diperoleh Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kabupaten Bandung dari Dirjen P2PL Depkes RI dan ditambah dari 7 LSM Implementer yang bergerak di Kabupaten Bandung dan dibiayai oleh Family Health Internasional (FHI).
Sosialisasi AIDS Pemerintah Dinilai Kaku endekatan yang dilakukan pemerintah terhadap masyarakat dalam mensosialisasikan AIDS dinilai masih sangat kaku. Hal ini diungkapkan oleh Sekjen Masyarakat Peduli AIDS Jawa Timur, Esthi Susanti Hudiono. Contohnya, kemasan dalam menyapaikan informasi AIDS terhadap remaja tidak sesuai dengan dunia remaja. Karena itulah Esthi menganggap strategi penanggulangan AIDS yang selama ini dilakukan pemerintah kurang efektif. “Pemerin-
P
Stranas Penanggulangan AIDS 2007–2010
DILUNCURKAN iperkirakan akan ada satu juga infeksi HIV baru, termasuk 350 ribu orang meninggal karena AIDS dalam 10 tahun ke depan jika upaya penanggulangan masih tetap menggunakan paradigma lama. Inilah yang menjadi dasar diluncurkannya Strategi Nasional (Stranas) Penanggulangan AIDS 2007–2010 oleh Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Nasional, Februari lalu di selasela Pertemuan Nasional HIV/AIDS ke–3 di Hotel Shangri La Surabaya. Sekretaris KPA Nasional, Dr. Nafsiah Mboi, SpA, MPH, mengatakan bahwa Stranas Penanggulangan HIV dan AIDS 2007–2010 ini menjabarkan paradigma baru dalam upaya penanggulangan AIDS di Indonesia dari upaya yang terfragmentasi menjadi upaya yang komprehensif dan terintegrasi oleh semua pemangku kepentingan.“Strategi ini diharapkan menjadi pedoman bagi semua pelaku upaya penanggulangan di semua sektor dan tingkatan, agar gerak langkah penanggulangan menjadi lebih serempak,” jelas Nafsiah. Lebih lanjut Nafsiah menjelaskan bahwa tujuan umum penanggulangan HIV dan AIDS dalam Stranas tersebut adalah mence-
D
04 KPAnews
Sekretaris KPA Nasional, Dr. Nafsiah Mboi, SpA, MPH
gah dan mengurangi penularan HIV, meningkatkan kualitas hidup orang dengan HIV dan AIDS (ODHA), serta mengurangi dampak sosial dan ekonomi akibat HIV dan AIDS pada individu, keluarga, dan masyarakat, yang diarahkan pada 7 (tujuh) area prioritas, yaitu: (1) pencegahan Infeksi Menular Seksual (IMS), HIV dan AIDS; (2) perawatan, pengobatan dan dukungan kepada ODHA; (3) surveilans HIV dan AIDS serta IMS; (4) penelitian dan riset operasional; (5)
MEDIA KOMUNIKASI INFORMASI & EDUKASI DARI KITA UNTUK KITA
KOMISI PENANGGULANGAN AIDS
EDISI 05/I • MARET 2007
lingkungan kondusif; (6) koordinasi dan harmonisasi multipihak; dan (7) kesinambungan penanggulangan. Stranas yang baru ini menjelaskan bahwa upaya penanggulangan diarahkan kepada kelompok orang dengan HIV dan AIDS (infected people), kelompok yang berisiko tertular (high-risk people), kelompok yang rentan penularan (vulnerable people), dan masyarakat umum (general population). Untuk mencapai tujuan pencegahan, maka dilakukan kegiatan-kegiatan yang dikelompokkan dalam program-program: (1) peningkatan pelayanan konseling dan testing sukarela; (2) peningkatan penggunaan kondom pada hubungan seks berisiko, yang juga mencakup program Behaviour Change Intervetion (BCI); (3) pengurangan dampak buruk penyalahgunaan napza suntik atau Harm Reduction; (4) pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak; (5) penanggulangan Infeksi Menular Seksual (IMS); (6) penyediaan darah dan produk darah yang aman; (7) peningkatan kewaspadaan universal; (8) komunikasi publik; (9) pendidikan ketrampilan hidup; dan (10) perlindungan, perawatan dan dukungan pada anak.
UJUNG TOMBAK tah mengadopsi cara Barat dalam menangani AIDS di Indonesia tanpa diadaptasikan dulu,” katanya dalam Laporan Singkat Pertemuan Nasional HIV/AIDS III di FrontRow Cafe, Jakarta, Rabu (28/02). Hal tersebut, tandasnya, tidak sesuai dengan pola budaya masyarakat Indonesia. Di Barat masyarakatnya bersifat individualistis, sementara masyarakat Indonesia masih mudah dipengaruhi oleh lingkungan dan komunitasnya. Esthi juga mengusulkan agar AIDS masuk ke sekolah, tapi tak sekadar memasukkannya ke dalam kurikulum karena kurikulum hanya kognitif, tapi juga pendidikan tentang kecakapan hidup.
Pelatihan AIDS untuk Guru MTs dan Ponpes omisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Surabaya sukses menggelar pela-
K
tihan HIV dan AIDS bagi guru Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan pengasuh pondok pesantren (ponpes) sekota Surabaya akhir tahun lalu di Hotel Brantas, Surabaya. Sebanyak 30 guru MTs dari 10 madrasah di Kota Surabaya ikut dalam pelatihan tersebut. Materi yang diajarkan di antaranya adalah Paradigma Islam dalam Pencegahan HIV dan AIDS, Perilaku Berisiko dan Perilaku Bertanggung Jawab, Life Skill Education, dan masih banyak lagi. Acara dibuka oleh Sufiah Rahmawati, SKM, Kasi P2P/Bendahara Umum KPA Kota Surabaya mewakili Ketua Pelaksana Harian KPA Kota Surabaya. Meski pada awalnya malu-malu, peserta tampak antusias mengikuti jalannya pelatihan. Akhirnya mereka berharap bahwa kegiatan ini dapat
dilakukan secara berkesinambungan. Bahkan, para guru madrasah berharap materi pelatihan tersebut bisa masuk dalam kurikulum. Pelatihan tersebut melahirkan para koordinator motivator masing-masing MTs dan pondok pesantren untuk meracik Rencana Tindak Lanjut Tahun 2007 di masing-masing madrasah dan ponpes. Di waktu yang berbeda, KPA setempat juga menggelar Pelatihan Peer Educator Penanggulangan HIV-AIDS bagi siswa MTs dan santri sekota Surabaya.
Banyumas Butuh Perda AIDS omitmen secara politis, baik dari pemerintah maupun legislatif sangat dibutuhkan oleh Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah untuk menangani penyebaran penyakit yang kini sudah memprihatinkan di daerah tersebut. Untuk itu perlu dikeluarkan peraturan daerah (Perda) tentang penanggulangan HIVAIDS. Demikian diutarakan mantan Direktur Program Nasional Komisi Pemberantasan AIDS (KPA) Dr. M Nasser, SpKK dalam Pelatihan Jurnalistik Penanggulangan HIVAIDS, di Banyumas, Kamis (1/3). “Tentu saja tak sekadar ada perda, tapi juga perlu dilakukan penanganan dalam program yang terarah,”tandas Nasser.Sebab, lanjutnya, laju pertumbuhan penyebaran HIVAIDS sampai saat ini masih belum dapat dikendalikan, meskipun telah menggunakan sistem maupun program yang matang sekalipun. Karena itu dibutuhkan komitmen dari masing-masing daerah untuk menanganinya. Acaman HIV/AIDS di Banyumas memang sudah memasuki sinyal “lampu merah”. Kepala Bidang Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Banyumas, Dr. Supraptini, mengatakan, ini lantaran para penderita AIDS itu tak hanya berasal dari Banyumas, melainkan juga dari daerah di sekitarnya, seperti Yogyakarta dan Jawa Tengah. Ia menyebutkan, estimasi rasio laki-laki dan perempuan di Banyumas yang terjangkit HIV-AIDS mencapai 56 persen berbanding 44 persen.
K
Wisnu Andryanto, A.Md Administration Officer (AO) KPA Kota Bekasi Lahir : Jakarta, 5 Oktober 1983 Pendidikan : D3 – Teknik Komputer Alamat Kantor : Jl. Ir.H.Djuanda No.100 Kota Bekasi, tlp. 021-88344455 “Motivasi saya masuk KPA adalah ingin ikut berperan aktif dalam program pencegahan dan penanggulangan AIDS di Kota Bekasi dan membangun KPA Kota Bekasi menjadi suatu lembaga yang kuat di Kota Bekasi.”
Harry Bagianto, SH Program Officer (PO) KPA Kota Bekasi Lahir : Sukabumi, 25 Januari 1979 Pendidikan : S1 - Ilmu Hukum Alamat Kantor : Jl. Ir. H. Djuanda No.100 Kota Bekasi, tlp. 021-88344455 “Dengan masuk KPA saya ingin meningkatkan kepedulian terhadap permasalahan sosial yang terjadi di tengah masyarakat umumnya, dan terhadap generasi muda sebagai penerus bangsa dari ancaman HIV/AIDS khususnya.”
Rencana Program KPA Kota Bekasi 1. Menyosialisasikan program KPA dan HIV/AIDS 2. Pelaksanaan Program Pencegahan HIVAIDS 3. Pengembangan KIE yang mengacu pada Perubahan Perilaku 4. Pengembangan, Pelatihan, dan Pemberdayaan 5. Koordinasi Multipihak 6. Monitoring dan Evaluasi HAMBATAN ● Belum adanya komitmen politis dan kepemimpinan yang kuat dalam upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS ● Masih terbatasnya anggaran untuk memaksimalkan program SOLUSI Melaksanakan advokasi dan sosialisasi KPA Kota Bekasi dengan program-programnya kepada pihak-pihak terkait terutama pada pihak legistatif dan eksekutif di Kota Bekasi
MEDIA KOMUNIKASI INFORMASI & EDUKASI DARI KITA UNTUK KITA
EDISI 05/I • MARET 2007
KPAnews KOMISI PENANGGULANGAN AIDS
05
O
P I N I
Mengancam HIV Oleh: Dr. Widodo Judarwanto, SpA*
elum lagi permasalahan penyakit flu burung mereda, kembali dunia kesehatan Indonesia terguncang. Telah dilaporkan 34 balita di provinsi Papua positif terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Mengingat kasus HIV sudah menyebar ke seluruh pelosok Indonesia, akan ada kemungkinan juga hal ini menimpa beberapa provinsi lain. Gejala umum yang sering terjadi pada anak yang terinfeksi HIV adalah diare berkepanjangan, sering mengalami infeksi atau demam lama, tumbuh jamur di mulut, badan semakin kurus, dan berat badan terus turun, serta gangguan sistem dan fungsi organ tubuh lainnya yang berlangsung kronis atau lama. Penularan infeksi HIV dari ibu ke anak merupakan penyebab utama infeksi HIV pada anak usia di bawah 15 tahun. Sejak HIV menjadi pandemi di dunia, diperkirakan 5,1 juta anak di dunia terinfeksi HIV. Hampir sebagian besar penderita tersebut (lebih dari 800.000 setiap tahun) tertular dari ibunya dan sekitar 610.000 anak meninggal karena virus tersebut.
B
Anak Indonesia
dipengaruhi dengan adanya kadar HIV pada cairan vagina ibu, cara persalinan, ulkus serviks atau vagina, perlukaan dinding vagina, infeksi cairan ketuban, ketuban pecah dini, persalinan prematur, penggunaan elektrode pada kepala janin, penggunaan vakum atau forsep, episiotomi, dan rendahnya kadar CD4 pada ibu. Transmisi pascapersalinan sering terjadi melalui pemberian ASI (air susu ibu). Berbagai faktor yang dapat memengaruhi risiko transmisi HIV melalui ASI antara lain mastitis atau luka di puting, lesi di mukosa mulut bayi, prematuritas, dan respons imun bayi. Penularan HIV melalui ASI diketahui meru-
Cara Penularan HIV pada anak menular dari ibunya di masa perinatal (periode kehamilan, selama, dan setelah persalinan). Penularan terhadap bayi bisa terjadi selama kehamilan, persalinan, atau postnatal melalui ASI. Angka kejadian penularan dari ibu ke anak diperkirakan sekitar 20%-30%. Penularan HIV ke janin bila tanpa dilakukan intervensi dilaporkan berkisar antara 15%–45%. Risiko penularan di negara berkembang sekitar 21%–43%, lebih tinggi daripada di negara maju (sekitar 14%–26%). Risiko infeksi penularan terbanyak terjadi saat persalinan (18%), di dalam kandungan (6%), dan pascapersalinan (4%). Selama persalinan bayi dapat tertular darah atau cairan servikovaginal yang mengandung HIV melalui paparan trakeobronkial atau tertelan pada jalan lahir. Besarnya paparan pada jalan lahir sangat
06 KPAnews
pakan faktor penting penularan pascapersalinan dan meningkatkan risiko transmisi dua kali lipat. Keadaan penyakit ibu juga menjadi pertimbangan karena ibu yang terinfeksi HIV mempunyai risiko kematian yang lebih tinggi dari yang tidak menyusui.Karena itu WHO,Unicef, dan UNAIDS mengeluarkan rekomendasi untuk menghindari ASI yang terkena HIV jika alternatif susu lainnya tersedia dan aman.
MEDIA KOMUNIKASI INFORMASI & EDUKASI DARI KITA UNTUK KITA
KOMISI PENANGGULANGAN AIDS
EDISI 05/I • MARET 2007
Tata Laksana & Peran Serta Orangtua Pemeriksaan standar seperti enzymelinked immunoabsorbent assay dan analisa Western termasuk antibodi imunoglobulin diperlukan. Yang juga bisa dilakukan pada anak usia di bawah 18 bulan adalah pemeriksaan kultur HIV, teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk mendeteksi DNA atau RNA HIV dan deteksi antigen p24. Orangtua atau ibu dari bayi yang terpapar HIV harus menyadari masalah yang dihadapi anaknya sejak awal. Penentuan diagnosis HIV yang akan dihadapi penderita sangat berpengaruh pada orangtua dan keluarga. Ibu penderita harus diberikan informasi yang jelas tentang seringnya evaluasi pemeriksaan, kesulitan diagnosis awal infeksi HIV pada bayi, manfaat pemeriksaan untuk menentukan status infeksi bayi, pemberian Zidovudine dalam mengurangi risiko penularan, terapi profilasis PCP, modifikasi dalam rekomendasi imunisasi, rekomendasi untuk tidak memberi ASI, dan kewaspadaan untuk mencegah penyebaran penyakit. Dokter juga harus melakukan komunikasi secara intens dengan orangtua penderita. Peningkatan kasus HIV memungkinkan terjadinya peningkatan keterlibatan dokter khususnya dokter spesialis kandungan dan dokter anak dan tenaga medis lainnya dalam perawatan bayi yang terpapar HIV. Masyarakat khususnya yang berisiko terinfeksi HIV hendaknya juga turut aktif dalam pencegahan penularan HIV pada bayi yang akan dilahirkan. Skrining atau pemeriksan awal HIV pada ibu hamil yang berisiko harus sudah menjadi tindakan rutin.Di sisi lain,mengurangi kehidupan seks bebas, menghindari narkoba dan perilaku negatif lainnya adalah tindakan yang juga harus dikampanyekan terus menerus. *Penulis adalah spesialis anak di Rumah Sakit Bunda Jakarta
I Sambungan dari halaman 01 na napza suntik,” kata Aburizal. Di website ini tersedia informasi seperti berapa jumlah Pengguna napza suntik yang sudah berhasil dijangkau, yang sudah berhasil mengikuti VCT, dan yang sudah mengikuti terapi ARV, serta informasi ilmiah terkini mengenai Harm Reduction. Yang terakhir, Menko Kesra juga meresmikan pendirian Interna (Indonesian Interfaith Networking On HIV/AIDS), yaitu suatu forum jaringan lintas agama untuk membangun kebersamaan dalam merespons persoalan AIDS di Indonesia, yang diprakarsai oleh PGI (Persekutuan Gereja Indonesia) yang mewakili kelompok Kristen, LKKNU yang mewakili kelompok Muslim, dan masyarakat Hindu, Budha, dan Konghuchu peduli AIDS. Dengan adanya forum ini diharapkan akan terjadi peningkatan kapasitas, meningkatnya komitmen para pemimpin agama, dan peningkatan kesadaran melalui pemeluk agama masing-masing.
Seruan Ketua KPA Nasional Dalam sambutan pembukaan Pernas tersebut, Ketua KPA Nasional menekankan kembali beberapa hal seperti perlunya diciptakan komitmen yang tinggi dari para pemimpin di daerah untuk menanggulangi epidemi AIDS di Indonesia. Ia juga mengharapkan DPR RI dan DPRD Provinsi, Kabupaten, dan Kota agar lebih berperan dengan mengalokasikan dana yang memadai untuk kegiatan KPA Nasional maupun KPA di daerah sesuai amanat Peraturan Presiden Pasal 15. Aburizal juga menekankan perlunya memprioritaskan pencegahan dalam penanggulangan HIV dan AIDS. Untuk itu perlu dicarikan modul dan metoda yang tepat untuk remaja dan generasi muda usia 15-24 tahun, baik di dalam maupun di luar sekolah, agar mereka dibekali dengan keterampilan hidup untuk melindungi diri, agar mampu mengatakan “tidak”pada narkoba dan seks bebas. Prioritas pencegahan di masa mendatang, urai Aburizal, harus difokuskan pada pencegahan karena narkoba suntik, termasuk di lapas dan rutan. Karena itu ia mengharapkan agar Peraturan Menko Kesra selaku Ketua KPA Nasional No.2 tahun 2007 tentang Kebijakan Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS melalui Pengurangan Dampak Buruk Penggunaan Napza Suntik, beserta Petunjuk Pelaksanaannya disosialisasikan secara luas, agar tidak lagi ada hambatan pelaksanaan Harm Reduction di lapangan. “Kita juga harus memberikan perhatian yang besar pada pencegahan penularan HIV melalui hubungan seks berisiko, dengan mengimbau masyarakat untuk menghindari seks bebas sejauh-jauhnya. Bagi yang tidak bisa menghindarinya wajib mengenakan kondom 100% untuk menjaga kesehatan keluar-
S U
ga dan masyarakat,” seru Aburizal. Selanjutnya, Ketua KPA Nasional mengimbau kepada menteri kesehatan, para gubernur, bupati, dan walikota, serta sektor-sektor terkait di bawah koordinasi sekretaris KPA Nasional untuk segera mengembangkan pelayanan kesehatan yang ramah dan manusiawi sedekat mungkin kepada rakyat yang membutuhkan. Untuk mengubah jalannya epidemi, Aburizal mengharapkan peran aktif semua pihak tak terkecuali, termasuk para ODHA dan pengguna narkoba serta mantan pecandu. “Dan last but not least, diskriminasi dan stigmatisasi terhadap para pengguna dan pecandu narkoba, serta saudara-saudara dan saudari-saudari kita yang telanjur tertular HIV harus segera dicegah dan dihapuskan,” tandasnya.
K
H U S U S
Satukan Langkah Pernas Ketiga HIV dan AIDS dilangsungkan di Hotel Shangri-La Surabaya, mulai tanggal 4 sampai 8 Februari 2007 dengan tema: ”Menyatukan Langkah untuk Memperluas Respons”. Artinya, menyatukan langkah agar cakupan program, orang, dan lembaga pemerintah maupun swasta terlibat penuh, serta akses pencegahan dan penanggulangan bisa diperluas. Pernas ditutup oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Penanggulangan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL), I Nyoman Kandun. Ia menuturkan, Pernas semacam ini sangat diperlukan karena dapat memberikan masukan pada para ahli medis, pasien dan keluarganya, serta bagaimana cara merawat dan menangani pasien HIV/AIDS.
Penghargaan Bagi Aktivis AIDS ‘Generasi Pertama’ ada Pertemuan Nasional Ke-3 HIV dan AIDS di Surabaya, 5-8 Februari 2007 lalu, Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Nasional memberikan penghargaan khusus kepada 34 orang aktivis AIDS “Generasi Pertama”. Mengapa aktivis? Pertama, karena aktivis didefinisikan sebagai orang yang berani mendobrak, menerobos, serta menciptakan hal-hal baru untuk mengatasi kebekuan di tingkat wacana maupun tindakan. Kedua, aktivis bukanlah orang yang sekadar menjalankan apa yang sudah berjalan, melainkan juga memenuhi kriteria kemampuan profesional, kemampuan manajerial, dan kemampuan administator. Dari semua aktivis terpilih tersebut, terdapat beberapa aktivis yang berskala nasional dan ada juga yang lebih dikenal sebagai aktivis provinsi atau kota, khususnya provinsi Bali, Surabaya, dan provinsi Papua. Mereka yang masuk kriteria “generasi pertama” aktivis AIDS adalah mereka yang: ● Mulai aktif sejak tahun 1980-an sampai dengan tahun 1996. ● Bekerja dengan sepenuh hati dan menggunakan hati ● Bersedia mengambil peranan kepemimpinan dan respons positif atas masalah HIV dan AIDS saat berada dalam posisi menentukan ● Konsisten: banyak yang mulai sebagai perintis, dengan dedikasi luar biasa namun belum tentu bekerja untuk penanggulangan HIV/AIDS ● Karyanya masih hidup hingga sekarang ● Dikenal di ruang publik tingkat nasional
P
Inilah nama para aktivis beserta bidang atau kegiatan yang ditekuni sehingga dianggap sebagi pelopor atau generasi pertama: 1. Nafsiah Mboi – Kepemimpinan Sipil 2. Muhammad Nasser – Bidang Inisiatif dan Kepeloporan Masyarakat 3. Constant Karma – Kepemimpinan Pemerintah Daerah 4. Jusuf Brakhbah – Perawatan Khusus Bagi Pasien 5. Suzana Murni (almh) – Kelompok Dukungan Sebaya HIV Positif dan HAM ODHA
6. Dewa Nyoman Wirawan – Penguatan Komisi Penanggulangan AIDS di daerah 7. Zubaeri Djoebran – Pengobatan ODHA 8. Samsuridjal Djauzi – Universal Access untuk ARV di Indonesia 9. Meiwita Budiharsana – Kesehatan Reproduksi Perempuan 10. Suriadi Gunawan – Penguatan Pemerintah Pusat 11. Tuti Parwati – Pengobatan ODHA 12. Adi Sasongko – Penanggulangan HIV/AIDS di Dunia Kerja 13. Dede Oetomo – Advokasi dan Pencegahan terutama bagi kelompok marjinal 14. Irwanto – Bidang Pengurangan Dampak Buruk Napza 15. Irwan Julianto – Bidang Jurnalisme Empati dan Harapan 16. Julis Siyaranamual (alm) – Pemberdayaan Pekerja Seks 17. Joyce Djaelani Gordon – Rehabilitasi dan Pengurangan Dampak Buruk Napza 18. Kindy Marina – Pemberdayaan LSM dan Kelompok Marjinal 19. Alphinus R Kambodji – Pendampingan dan Penguatan Terutama Lembaga Agama 20. Marcel Latuihamallo – Bidang Konseling dan VCT 21. Putu Oka Sukanta – Bidang Pengobatan Tradisional 22. Danny I Yatim – Bidang Komunikasi Melalui Media Massa 23. Slamet Riyadi – Bidang Pelatihan Jurnalistik 24. Inang Winarso – Bidang Pengorganisasian Masyarakat 25. Octavery Kamil – Bidang Pencegahan bagi Pemakai Narkoba Suntik 26. Made Efo Suarmiartha – Bidang Pencegahan di Komunitas Marjinal MSM 27. Gunawan Ingkokusumo – Penguatan dan Pendampingan Pemerintah Daerah 28. Leo Mahuzre – Penanggulangan HIV dan AIDS di Komunitas Tidak Mampu 29. Siti Nurdjaja Soltief – Keperawatan dan Dukungan 30. Tahi Butar-Butar – Memperkuat Kapasitas Lokal Luar Negeri 31. Chris Green – mulai aktif di Indonesia sejak 1990-an 32. Jane Wilson – mulai aktif di Indonesia sejak 1992 33. Tim Mackay – mulai aktif di Indonesia sejak 1994 34. Abby Ruddick – mulai aktif di Indonesia sejak 1990
MEDIA KOMUNIKASI INFORMASI & EDUKASI DARI KITA UNTUK KITA
EDISI 05/I • MARET 2007
KPAnews KOMISI PENANGGULANGAN AIDS
07
G
A L E R I
KONDOM, Jangan Ditolak! Meski diyakini efektif menghambat penularan virus HIV, mengapa masih banyak yang menolak mengenakan kondom? Inilah kampanye kondom lewat poster.
ISU MANCA WAJIB KONDOM DI CHINA ntuk meminimalisir penyebaran virus HIV di kawasan timur Provinsi Zhejiang, China, pemerintah setempat membuat aturan “wajib kondom” bagi hotel dan bar di sana. Bagi yang melanggar, pemerintah akan menghukum denda sekitar 650 dollar AS. Demikian yang ditulis The Beijing News. Pemerintah China merasa perlu memberlakukan aturan tersebut, mengingat berdasarkan data yang ada, terdapat sedikitnya 1.859 orang terinfeksi HIV pada tahun lalu. Pemerintah China sendiri telah menyatakan perangnya terhadap penyebaran virus HIV dan AIDS. Para ahli kesehatan di Negeri Bambu tersebut senantiasa mengingatkan warganya bahwa epidemi AIDS akan terus membesar bak bola salju, seiring dengan maraknya pengguna obat-obatan melalui jarum suntik dan perilaku hubungan seks tak aman.
U
PETINJU ODHA MENANG KO eberapa waktu lalu, mantan juara tinju kelas berat, Tommy Morrison, 38, berhasil menang KO di ronde kedua atas John Castle setelah 11 tahun absen. Yang menarik bukan karena kemampuan Morrison di usia menjelang tengah baya, tapi karena ia adalah pengidap HIV. Morrison, 38, dipaksa berhenti dari karir tinjunya pada 1996 setelah dinyatakan positif mengidap virus HIV. Ia diizinkan kembali bertinju setelah dinyatakan bersih dari virus HIV. Gelar juara kelas berat WBO disandang Morrison tahun 1993 dengan mengalahkan George Foreman. Setahun kemudian ia kehilangan gelar. Sebelum bertanding dengan Stormu Weather, Februari 1996, Morrison dinyatakan positif HIV. Ia mengakui, kemungkinan terinfeksi virus itu akibat perilaku seksualnya.
B
08 KPAnews
M
The Joint United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS)
Tekan Epidemi DENGAN MERANGKUL DUNIA NAIDS merupakan program bersama Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk HIV/AIDS yang mempersatukan usaha dan sumber daya 10 lembaga PBB bagi upaya penanggulangan AIDS secara global. Kesepuluh lembaga PBB tersebut adalah UNHCR, UNICEF, WFP, UNDP, UNFPA, UNODC, ILO, UNESCO,WHO, dan World Bank. Sebagai program bersama 10 lembaga PBB, UNAIDS bertanggung jawab pada pengembangan, menyebarkan informasi, dan memantau implementasi kebijakan seputar HIV. Secara umum, UNAIDS mempunyai 5 bidang sasaran, yaitu kepemimpinan dan advokasi, informasi strategis dan dukungan teknis, pemantauan dan evaluasi, mengikutsertakan masyarakat sipil dan mobilisasi sumber daya. Berkantor pusat di Geneva, Swiss, sekretariat UNAIDS juga bekerja di lebih dari 75 negara di seluruh dunia. Untuk Indonesia, UNAIDS berangkulan dengan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Nasional dan beberapa lembaga donor membentuk tim Monev (monitoring and evaluating) awal tahun
U
MEDIA KOMUNIKASI INFORMASI & EDUKASI DARI KITA UNTUK KITA
KOMISI PENANGGULANGAN AIDS
I T R A
EDISI 05/I • MARET 2007
2005. Tujuannya untuk memperkuat dan mengharmonisasikan sistem program yang dilakukan KPA. Sekretariat KPA Nasional, dengan dukungan Sekretariat UNAIDS, juga mendirikan Forum Masyarakat Sipil HIV Nasional sebagai tanggapan atas kondisi melemahnya kepemimpinan, koordinasi, dan perwakilan oleh masyarakat sipil di Indonesia. Anggota forum ini juga berhak memberi masukan pada Country Report UNGASS (UN General Assembly Special Session on HIV-AIDS).