Perlukah Kita Memiliki Kurikulum Nasional Ilmu Perpustakaan dan Informasi?1 Sulistyo-Basuki2
Abstrak: Kurikulum merupakan kata “wajib” bagi setiap penyelengaraan pendidikan, baik tingkat dasar hingga tingkat tinggi, sebab kurikulum inilah yang manjadi dasar pijakan arah pendidikan yang akan diberikan kepada peserta didiknya. Persoalannya adalah ketika adanya ketidak seragaman menentukan kurikulum diantara berbagai sekolah. Ketidakseragaman ini berimbas pada efekt keluaran (output) yang tentu akan memiliki kompetensi yang berlainan sesuai dengan arahan kurikulum yang diterima. Pertanyaanya, apakah kemudian (khusus untuk bidang ilmu perpustakaan dan informasi) perlu penyeragaman di tingkat nasional, atau malah memiliki kurikulum tersendiri agar perguruan tinggi penyelenggara pendidikan ini memiliki kompetensi masing-masing menyesuaikan kebutuhan pasar kerja? Kata kunci:
Kurikulum, Kurikulum ilmu perpustakaan, perlunya kurikulum
1 Semula makalah ini dikirim untuk Lokakarya Kurikulum yang diselenggarakan oleh Universitas YARSI bulan Juli 2011 namun naskah tidak dimuat dalam prosiding lokakarya tersebut karena kesulitan komunikasi. 2 Pengajar tidak tetap pada Program Pascasarjana di Universitas Indonesia, Institut Pertanian Bogor, dan UIN Sunan kALIJAGA
Vol.1, No.1, Juli 2011
1
Muh. Ghafur Wibowo
Pendahuluan Pendidikan ilmu perpustakaan dimulai di Indonesia pada tahun 1952 tatkala Kementereian Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan membentuk Kursius Pendidikan Pegawai Perpustakaan dengan tujuan mendidik tenaga ahli perpustakaan3 yang sudah bekerja namun belum pernah memperoleh pendidikan ilmu perpustakaan. Kursus tersebut kemudian berubah namanya menjadi Kursus Pendidikan Ahli Perpustakaan, tahun 1959 diubah menjadi Sekolah Perpustakaan. Pada tahun 2961 Sekolah Perpustakaan menjadi Djurusan Ilmu Perpustakaan Fakultas Keguruan Ilmu pendidikan Universitas Indonesia4 Tahun 1964 dibentuklah Institut Ilmu Keguruan dan Pendidikan (IKIP) sementara Djurusan Ilmu Perpustakaan dilebur ke Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Jurusan lain yang tidak dilebur ke IKIP adalah Jurusan Pendidikan Jasmani yang diubah menjadi Sekolah Timggi Olahraga. Selama itu pendidikan pustakawan menerima lulusan SMA atau yang setara. Situasi ini berubah pada tahun 1969 tatkala Djurusan Ilmu Perpustakaan FSUI hanya menerima lulusan Sardjana Muda, Penerimaan berbasis Sarjana Muda dihentikan pada tahun ajaran 1986, selanjutnya diubah kembali menjadi lulusan SMA atau yang sederajad. Sampai dengan penerimaan berbasis Sarjana Muda, kurikulum disusun oleh lembaga penyelenggara, dalam hal ini JIP UI. Seiring dengan penerimaan berbasis SMA, baru kurikulum diatur oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Prareformasi 1998 Sampai tahun 1998 kurikulum nasional ilmu perpustakaan ditentukan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Kurikulum nasional tersebut tidak memberi banyak peluang pada pengelola program pendidikan untuk menyusun sendiri kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka. Misalnya pengelola di Indonesia Timur mungkin memerlukan banyak penekanan pada perpustakaan perguruan tinggi karena sebahagian besar lulusannya diserap perpustakaan perguruan tinggi. Untuk kawasan Indonesia Barat mungkin menekankan pada perpustakaan khusus, misalnya pertanian, karena banyak lembaga penelitian memerlukan tenaga pustakawan. 3 4
2
Istilah yang digunakan pada masa itu, sekitar awal tahun 1950 an Djurusan ini menghasilkan dua angkatan yaitu lulusan 1962 Dn 1963
Jurnal Ilmiah Kepustakawanan "Libraria"
Kendala Penerbitan Sertifikasi Produk Halal di Yogyakarta
Walaupun kemungkinan ada pengkhususan, tidak boleh dilupakan keberadaan serta kebutuhan perpustakaan umum dan sekolah, yang selama ini diabaikan oleh lembaga pendidikan pustakawan. Kurikulum dari Menteri Pendidikan Kurikulum yang dikeluarkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengatur jumlah SKS, nama mata kuliah beserta kreditnya. Peraturan ini hanya memberikan sedikit kebebasan bagi pengelola program untuk menambah mata kuliah baru karena praktis dari 144 SKS, hampir 130 SKS diatur oleh Keputusan Menteri. Karena itu ketika terjadi era reformasi maka muncul tuntutan agar kurikulum yang dikeluarkan Menteri Pendidikan dan kebudayaan dihapus atau setidak-tidaknya dikurangi seminimum mungkin untuk memungkikan pengelola program studi mengembangkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Prinsip penyusunan kurikulum 1. Pilar pendidikan Tahun 1996 UNESCO menerbitkan buku Learning: the treasure within merupakan laporan The International Commission on Education for the Twety-first Century diketuai oleh Jacques Delors (1998). Laporan tersbeut dikenal juga sebagai laporan Delors menurut nama ketuanya. Dalam laporan tersebut dikemukakan 4 tiang pendidikan, disebut Four Pillars of Education. Adapun ke empat pilar pendidikan tersebut ialah (1) Learning to know atau belajar mengetahui. Dicapai dengan menggabungkan pengetahuan umum yangl uas serta mencukupi ditambah dengan kesempatan bekerja dalam sejumlah kecil subjek. Pembelajaran untuk tahu berarti juga pembelajaran untuk belajar, jadi memperoleh manfaat dari peluang yang disediakan pendidikan sepanjang hayat. (2) Learning to do, di samping mememperoleh ketrampilan pekerjaan juga memperoleh kompetensi untuk menghadapi berbagai situasi serta bekerja dalam tim. Juga bermakna pembelajaran melalui pengalaman kerja yang dapat bersifat informal, dan atau formal yang mencakup belajar dan bekerja. (3) Learning to live together. Dengan cara memahami pihak lain dan apresiasi terhadap ketidaktergantungan dalam semangat menghargai pluralisme, saling pengertian dan perdamaian.
Vol.1, No.1, Juli 2011: 1-10
3
Muh. Ghafur Wibowo
(4) Learning to be, untuk mengembangkan kepribadian seseorang serta mampu bertindak mandiri (otonom), menggunakan pertimbangan yang lebih besar. Dalam hal demikian maka pendidikan harus memperhatikan potensi sesorang yang mencakup memori, penalaran, estetika, kemampuan fisik dan ketrampilan komunikasi. Empat pilar tersebut dapat dituangkan dalam penyusunan kurikulum. Hal tersebut telah dilakukan oleh Konsorsium sastra dan Filsafat paad tahun 2001 sebelum Konsorsium dibubarkan serta tidak ada penggantinya sampai sekarang. 2. Perbedaan program. Dengan memperhatikan Buku Pedoman 2004-2005 Program sarjana UniversitasI ndonesia 2004) serta mengaitkannya dengan Ilmu Perpustakaan dan Informasi, maka Program sarjana ilmu perpustakaan dan informasi bertujuan menghasilkan tenaga yang: (a) menguasai dasar-dasar ilmiah dan ketreampilan dalam bidang ilmu perpustakaan dan informasi (b) mampu menerapkan ilmu perpustakaan dan informasi dan keterampilan yang dimilikinya sesuai dengan bidang keilmuannya; (c) mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, budaya, dan seni (Universitas Indonesia 2005a)) Program Magister bertujuan menghasilkan lulusan yang menunjukkan kualifikasi: (a) mampu mengembangkan konsep baru dalam ilmu pengetahuan, teknologi, budaya, dan seni; (b) mampu menghasilkan produk atau kajian inovatif dalam bidang ilmunya melalui kegiatan penelitian; (c) mampu melakukan sintesis atas berbagai perkembangan ilmu yang didalaminya (Universitas Indonesia 2005b) 3. Perbedaan kemampuan Poespowardojo (2001) menunjukkan bahwa antara Program Sarjana dengan Magister terdapat perbedaan dalam berbagai unsur. Perbedaan itu berimbas terhadap kurikulum masing-masing program (Tabel 1)
4
Jurnal Ilmiah Kepustakawanan "Libraria"
Kendala Penerbitan Sertifikasi Produk Halal di Yogyakarta
Tabel 1 Jenjang dan unsur karya akhir akademis Unsur 1. Penampilan dalam bidang ilmu pengetahuan 2. Penampilan dalam karya penelitian 3. Intensitas pemikiran 4. Tanggung jawab pribadi
Jenjang Sarjana (Strata 1) Magister (Strata 2) Menguasai materi Menguasai teori dan ilmu pengetahuan metodologi ilmu masing-masing pengetahuan masingmasing Mahir dalam Mahir dalam mengadakan mengadakan penelitian deskriptif penelitian analisis (monodisplin) (monodisiplin) Berpikir rasional Berpikir rasional — logis kritis Memiliki kejujuran Memiliki integritas ilmiah akademi / profesi
Sumber : Poespowardojo (2001)
Pascareformasi Sejak masa reformasi 1998, tidak ada lagi Peraturan Menteri Pendidikan yang mengatur kurikulum nasional termasuk kurikulum ilmu perpustakaan dan informasi (Sulistyo 2006). Sebaliknya penyusunan kurikulum diserahkan ke lembaga masing-masing terkecuali kurikulum nasional yang disusun oleh Konsorsium Sastra dan Filsafat. Hasil konsorsium sudah dilokakaryakan pada tahun 2002 di Bogor berkat kerjasama dan bantuan The British Council. Hasil tersebut dapat diibaratkan pedang bermata dua. Di satu sisi memberi kebebasan pengelola lembaga pendidikan untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Namun demikian di sisi lain menjadi beban lembaga pengelola karena belum terbiasa menyusun kurikulum sendiri, di segi lain kurang mengetahui kebutuhan lapangan serta tidak selalu ada komunikasi dengan alumni, terutama yang menyangkut kebutuhan alumni serta lapangan. Maka, dengan segala hormat, kurikulum lembaga pendidikan strata 1 di berbagai lembaga pendidikan tidak lebih dari hasil sontekan rekannya dari Jakarta dan Bandung. Sisa Satuan Kredit Semester (SKS) terpulang pada masing-masing lembaga pendidikan. Dengan demikian dimungkinkan perbedaan kurikulum antara berbagai lembaga pendidikan ilmu perpustakaan dan informasi(untuk selanjutnya disingkat lembaga pendidikan) selama mereka berbasis pada kurikulum nasional. Vol.1, No.1, Juli 2011: 1-10
5
Muh. Ghafur Wibowo
Pendekatan empat pilar pendidikan sebagaimana dikemukakan oleh Delores cs kemudiann diadaptasi oleh lembaga pendidikan Indonesia. Untuk bidang ilmu perpustakaan dan informasi dituangkan dalam wujud kurikulum nasional sebagaimana diuraikan di bawah ini. 1. Kelompok mata kuliah pengembangan kepribadian (MKPK) Kelompok mata kuliah ini bertujuan: (a) membantu membentuk wawasan keagamaan yang terbuka dan toleran (b) menumbuhkan pemahaman mengenai dasar-dasar kehidupan berbangsa dan bernegara, hak dan kewajiban warganegara (c) mengembangkan kepribadian yang utuh dalam rangka berbangsa dan bernegara. Kelompok ini merupakan mata kuliah wajib universitas yang berlaku secara nasional berbobot 6 SKS 2. Kelompok mata kuliah keilmuan dan ketrampilan Kelompok mata kuliah ini bertujuan: (a) memberikan landasan penguasaan ilmu budaya; (b) memberikan landasan berpikir dalam konteks kebudayaan Indonesia (c) melatih kemampuan berpikir secara logis dan kritis; (d) memahami akar-akar historis terbentuknya pemikiran modern (e) memahami dan menganalisis kebudayaan Indonesia dalam perspektif historis dan informasi Kelompok ini masuk pilar learning to be. Mata kuliah yang diberikan terpulang pada fakultas masing-masing sehingga jurusan ilmu perpustakaan yang berada di bawah naungan Fakultas Sastra akan berbeda dengan jurusan yang berada di bawah naungan Fakultas Komunikasi maupun Fakultas Ilmu Sosial dan Politik. 3. Kelompok mata kuliah keahlian berkarya (MKKB) Kelompok mata kuliah ini bertujuan: (a) memberikan dasar kompetensi profesional informasi. (b) memberikan landasan penguasaan ilmu perpustakaan dan informasi (c) membekali kompetensi teknologi komunikasi dan informasi untuk kepentingan lembaga, pemakai dan masyarakat; (d) mengembangkan wawasan profesi dan akademis yang terbuka dan toleran terhadap perkembangan ilmu dan teknologi;
6
Jurnal Ilmiah Kepustakawanan "Libraria"
Kendala Penerbitan Sertifikasi Produk Halal di Yogyakarta
(e) memberikan landasan untuk pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang perpustakaan dan informasi 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kelompok mata kuliah ini terdiri atas: Pengantar Ilmu Perpustakaan dan Informasi Teknologi Komunikasi dan Informasi Statistika Metode Penelitian Bahasa Inggeris (second language) Pengantar ke alam pengetahuan
4 4 2 2 4 2 18
SKS SKS SKS SKS SKS SKS SKS
Ini merupakan penjabaran learning to know 4. Kelompok mata kuliah perilaku berkarya (MKPB) Kelompok mata kuliah ini bertujuan: (a) mengelola berbagai lembaga yang bergerak dalam bidang perpustakan dan informasi ; (b) mengembangkan koleksi lembaga informasi sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan masyarakat yang dilayaninya; (c) menyebarkan berbagai jasa informasi kepada masyarakat. (d) memberikan dasar pelestarian materi perpustakaan dengan tidak memandang media maupun formatnya sebagai khazanah budaya bangsa; Kelompok mata kuliah ini terdiri dari: 1. Organisasi Informasi 4 SKS 2. Sumber dan Jasa Informasi 4 SKS 3. Konservasi & preservasi 2 SKS 4. Manajemen lembaga informasi 3 SKS 5. Manajemen pemasaran & promosi 2 SKS 6. Manajemen Koleksi 3 SKS 7. Pendidikan Pemakai 2 SKS 20 SKS Kelompok ini merupakan penjabaran pilar learning to do 5. Kelompok mata kuliah berkehidupan bersama (MKBB) Kelompok mata kuliah ini bertujuan: (a) memberikan dasar untuk berkomunikasi dengan masyarakat; (b) membekali profesional informasi tentang kehidupan bermasyarakat yang berbasis informasi.
Vol.1, No.1, Juli 2011: 1-10
7
Muh. Ghafur Wibowo
(c) membekali landasan penilaian norma intern dan ekstern tentang kegiatan kepustakawanan dan informasi Kelompok mata kuliah ini terdiri dari: 1. Komunikasi 4 SKS 2. Kerjasama dan jaringan informasi 2 SKS 3. Etika Profesi 2 SKS 4. Psikologi 2 SKS 5. Spesialisasi (berbagai jenis perpusta4 SKS kaan, Records Management, Archives Administration) _____ 14 SKS Kelompok ini merupakan penjabaran pilar learning to live together, learning to live with others 5. Jumlah SKS Kurikulum nasional berjumlah 46 SKS sehingga memberikan penulang bagi lembaga pendidikan untuk mengisi selebihnya dengan pendekatan minimalis 144 SKS serta maksimalis 160 SKS. Kurikulum “nasional” juga diperlukan karena pendidikan IP&I diberikan di berbagai fakultas (Sastra, Adab, Ilmu Komunikasi, Teknologi Informasi, FISIP, Ilmu Administrasi, Ilmu Pendidikan) sehingga diperlukan kompetensi dasar atau mata kuliah dasar yang berlaku bagi semua jurusan/program stdui/departemen. Kurikulum “nasional” hendaknya berjumlah sesedikit mungkin namun teta pmampu memberikan keahlian dasar sebelum dilajutkan oleh mata kuliah lain. Semakin msedikit matakuliah kurikulum nasional, semakin sedikit SKS nya maka semakin besar ruang gerak yang dapat dilakukan oleh jurusan/program studi/departemen untuk mengembangkan kuliah sesuai dengan kebutuhan, sosial, budaya serta keinginan jurusan/program studi/departemen dan semakin besar jumlah SKS yang tersedia. Perlukah direvisi? Revisi “kurikulum nasional” yang sudah berusia 10 tahun memang diperlukan. Alsan pertama lazximnya kurikulum direvisi setiap lima tahun sekali sementara “kurikulum nasional” yanng ada sekarang sduah berusia 10 tahun sehingga sduah waktunya untuk merevisi. “Kurikulum nasional” tersebut dikeluarkan oleh Konsorsium Sastra dan Filsafat kemudian disosialisasikan serta disepakati dalam pertemuan
8
Jurnal Ilmiah Kepustakawanan "Libraria"
Kendala Penerbitan Sertifikasi Produk Halal di Yogyakarta
pengelola program IP&I pada tahun 2003. Alasan kedua ialah adanya program/departemen/jurusan IP&I yang berada di bawah fakultas yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut menimbulkan mata kuliah wajib fakultas yang bderbeda antara satu fakultas dengan fakultas lain, misalnya departemen/jurusan/program IP&I yang berada di bawah Fakultas Ilmu Budaya akan lain mata kuliah wajib dengan departemen/jurusan/ program IP&I yang berada misalnya di bawah Fakultas Ilmu Administrasi. Alasan ketiga ialah kemajuan cepat teknologi informasi dan komunikasi, terutama yang berkaitan dengan Internet dan World Wide Web (WWW). Kemajuan Internet dan WWW berdampak besar terhadap teori dan praktikIP&I sehingga menumbuhkan isu dan topik yang perlu dibahas brersama serta dimasukkan ke kurikulum pendidikan IP& I Penutup Pendidikan IP&I di Indonesia memerlukan “kurikulum nasional” yang berlaku bagi semua departemen/jurusan/pogram studi IP&I mengingat pendidikan IP& berada di berbagai fakultas, tuntutan adanya keseraganman kemampuan walau pun berada di bawah fakultas yang sama. Kurikulum semacam ini perlu dibahas bersama oleh pengelola jurusan/departemen/program studi IP&I/ Bibliografi Georgy, Ursula. (2006). LIS education in Europe: joint curriculum development amd bologna perspectives. IFLA SET Bulletin, Section on Education & Training, 7(1),23-24 Georgy, Ursula. (2011). Currricula development in Library Science: a nation-wide core curriculum? Dalamproceedings Asia-Pacici Conference on Library & Information Education and Practice: issues, challenges and opportunities,22-24 June 2011.... Shah Alam, Selangor. Sulistyo-Basuki. (2001) Current practice in Indonesia: lessons learned,” makalah ntuk Seminar Benchmarking Curriculum on Library and Information Science in Indonesia, Bogor, 9 – 11 May 2001 Sulistyo-Basuki. (2005) “Political reformation and its impact to library and information science education and practice: a case study of Indonesia during and post-President-Soeharto administration.”
Vol.1, No.1, Juli 2011: 1-10
9
Muh. Ghafur Wibowo
Dalam Proceedings of the Asia Pacific on Library and Information Education & Practice (A-LIEP 2006): preparing information professionals for leadership in the new age : Singapore , 3-5 April [sic] 2006 Edited by Christopher Khoo, Diljit Singh & Abdus Sattar Chaudhry. P:172-79 UNESCO Commission on education for the Twenty-first Century (1996). Learning the Treasure within.
10
Jurnal Ilmiah Kepustakawanan "Libraria"