www.aidsindonesia.or.id
M E D I A KO M U N I K A S I INFORMASI & EDUKASI DARI KITA UNTUK KITA
KPAnews KOMISI PENANGGULANGAN AIDS E D I S I 0 7 / I • J U N I 2 0 0 7
Daftar
ISI Ceria di bumi Papua. Jangan sampai keceriaan ini lenyap berganti duka, bila HIV dan AIDS tak terbendung menghampirinya.
01|
UTAMA
Permendagri No. 20 Tahun 2007 Bermanfaat Atau Menghambat?
KPAnews/Arif Susanto
Permendagri No. 20 Tahun 2007 akhirnya ditetapkan.Akankah produk hukum ini mendukung program penanggulangan AIDS atau malah menghambat?
02|
EDITORIAL
Kuatkan Komitmen
03|
UTAMA
Mencari Solusi dari Daerah
04|
KHUSUS
Harm Reduction Indonesia Kejutkan Dunia
06|
OPINI
Permendagri dan Penguatan KPA Daerah
07|
PROFIL
Hanny Sondakh, Wali Kota Bitung Benah-benah di ’Lahan’ WPS
08|
MITRA
Interna: Mendobrak Epidemi Melalui Agama Pemimpin umum: Dr. Nafsiah Mboi, SpA, MPH | Pemimpin Redaksi: Kemal S. | Redaktur Pelaksana: Inang Winarso | Dewan Redaksi: Wahyu Hidayat, Arif Susanto, Inang Winarso, Halik Sidik, Kusyuniati, R. Kristiawan, Ajianto Dwi Nugroho | Diterbitkan oleh KPA Nasional | Alamat Redaksi: Surya Building 9th Floor, Jl. MH. Thamrin Kav. 9 Jakarta 10330 | Telp.: 021-3901758 | Fax: 021-3902665 | Email:
[email protected] | website: www.aidsindonesia.or.id
ntuk mengejar gerak laju HIV di Indonesia memang tidak mudah. Gerak program penanggulangan HIV dan AIDS masih kalah cepat dibanding penyebaran virus. Namun untunglah di dalam kamus para pejuang HIV dan AIDS tidak ada kata menyerah. Setelah Peraturan Presiden No. 75 Tahun 2006 tentang Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) diterbitkan, kini sebagai penjabaran lebih dalam lagi, pemerintah (dalam hal ini Departemen Dalam Negeri)
U
strategis. Ini karena, “Permendagri merupakan bagian dari upaya sistematis memasukkan KPA ke dalam sistem pemerintahan yang ada (terutama pada APBD dan sumber pembiayaan pemerintah lainnya) dan merupakan bentuk dukungan dari Depdagri sebagai anggota KPAN dalam upaya penanggulangan AIDS di Tanah Air,” paparnya.
Tak Hanya Pajangan Sebuah peraturan tentu saja tidak hanya untuk dipajang. Ia digunakan sebagai pedoman bagi pihak-pihak yang ditentukan di dalam peraturan tersebut untuk bergerak dengan terarah dan teratur. Karena itu, lahirnya Permendagri ini menuai banyak harapan dari berbagai pihak. Halik, misalnya, berharap pada aspek
Permendagri No. 20 Tahun 2007
BERMANFAAT Atau MENGHAMBAT menetapkan Peraturan Mendagri No. 20 Tahun 2007 tentang “Pedoman Umum Pembentukan Komisi Penanggulangan AIDS dan Pemberdayaan Masyarakat Dalam Rangka Penanggulangan HIV dan AIDS di Daerah”. Tentu saja ini merupakan sebuah langkah maju, mengingat semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat dari semua golongan—sebagai pejuang HIV dan AIDS, memang sudah seharusnya berusaha menekan laju perkembangan HIV dan AIDS sesuai bidangnya masing-masing. Depdagri,di pihak pemerintah dan anggota KPAN, merasa perlu menerbitkan Permendagri ini untuk mengelola KPA di daerah sehingga program-program yang dijalankan pun akan lebih terarah dan terakselerasi dengan program-program dari masyarakat yang lain. Halik Sidik, Asisten Deputi Urusan Hubungan Kelembagaan KPAN, menganggap Permendagri No. 20 Tahun 2007 ini sebagai sebuah pencapaian yang cukup penting dan
pembiayaan kegiatan KPA di daerah yang memerlukan harmonisasi dengan peraturan mengenai pengelolaan keuangan daerah yang juga dikeluarkan oleh kementrian dalam negeri (Permendagri Nomor 13 Tahun 2006). Pasal 13 Permendagri No. 20 Tahun 2007 secara jelas menyatakan sumber-sumber pembiayaan kegiatan penanggulangan adalah dari APBN, APBD, APBDes/Alokasi Dana Desa, dan sumber dana lain yang tidak mengikat. “Karena itu hal ini penting untuk menjadi pijakan dasar bagi KPA di daerah untuk mengakses semua sumber pendanaan tersebut,” tandas Halik. Halik menyebut pijakan lainnya yaitu Pasal 13 Ayat 2 yang menyatakan bahwa Belanja program dan kegiatan yang bersumber dari APBD dianggarkan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang terkait dengan penanggulangan HIV dan AIDS,sesuai kebutuhan (Bersambung ke hal 07)
S I
H U S U S SUURATK PEMBACA
Menghadirkan KPA di Daerah
E
D I T O R I A L
Kuatkan Komitmen
Tolong beri penjelasan tentang bagaimana mendirikan atau menghadirkan komunitas AIDS Indonesia atau Komisi Penanggulangan AIDS di kabupaten, karena saya berharap bisa menghadirkannya di kabupaten yang saya berdomisili untuk sebuah acara. Dan kalau pun bisa tolong berikan persyaratan maupun prosedurnya seperti apa. Terima kasih.
eraturan itu dibuat dengan tujuan agar segala sesuatunya berjalan secara teratur alias tertib. Itu pula dasar ditetapkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 20 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Pembentukan Komisi Penanggulangan AIDS dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Rangka Penanggulangan HIV dan AIDS di Daerah. Tentu tidak ada maksud apa pun ketika permendagri itu kemudian dianggap memiliki beberapa kekurangan sehingga melahirkan kontroversi. Karena sudah jelas, tujuan utamanya adalah untuk memberikan payung hukum bagi penanggulangan HIV dan AIDS di daerah secara intensif, menyeluruh, dan terpadu. Meski begitu, tidak salah juga ketika pendapat pro dan kontra merebak menanggapi diterbitkannya Permendagri No. 20 Tahun 2007 itu. Karena tentu
P
Asnawi, email
Pendirian KPA di Kabupaten berdasarkan Perpres No. 75 Tahun 2006 dan Permendagri No. 20 Tahun 2007 di mana Bupati memiliki kewenangan sekaligus kewajiban untuk mendirikan KPA di wilayahnya, termasuk kewenangan untuk menetapkan pengurusnya.
Mendapatkan KPAnews di Mana? Saya mendapatkan newsletter KPAnews dari seorang teman yang menghadiri sebuah acara sosialisasi HIV dan AIDS di Madiun. Isinya bagus, menambah wawasan saya tentang HIV dan AIDS. Cuma, beberapa pembahasan tidak bisa saya ikuti karena lebih membahas masalah internal KPA. Saya usul, KPAnews ditambah halaman untuk membahas masalah HIV dan AIDS secara umum dan diedarkan secara gratis ke masyarakat umum. Dan, bisakah saya yang bukan anggota KPA mendapatkan newsletter ini secara rutin?
saja tak ada maksud mereka untuk menentang atau menolak, melainkan memberi masukan untuk perbaikan demi kepentingan bersama. Yang sungguh perlu disikapi adalah, mari kita menguatkan komitmen untuk bersama-sama menanggulangi epidemi AIDS di negeri kita. Karena komitmen adalah senjata ampuh untuk itu. Dengan komitmen, siapa pun akan menyadari bahwa dirinya bertanggung jawab terhadap situasi epidemi saat ini dan apa yang kemudian akan ia lakukan untuk mengatasi itu. Kalau semua orang memiliki komitmen seperti itu, maka niscaya masalah HIV dan AIDS di Indonesia akan teratasi dengan mudah. Salam,
Redaksi
Nurul Asikin, Madiun
Silakan menghubungi KPA Kab. Madiun, Jl.Alunalun Utara No. 4, Madiun, Jawa Timur.Telepon (0351) 492759.
S
BINGKISAN Menarik untuk 10 Masukan
T A T I S T I K A
PROVINSI PRIORITAS RAN 2007–2010
Terbaik
Beri kami masukan—baik kritik, saran, atau pujian— tentang KPAnews. Bisa tentang isi, tulisan, foto, desain tata letak, atau yang lain. Isi formulir di bawah ini, lalu kirimkan (bisa difotokopi) ke Redaksi KPAnews, Kantor Sekretariat KPA Nasional, Gedung Surya Lt. 9, Jl. MH Thamrin, Jakarta. Atau bisa juga melalui E-mail:
[email protected]. Tersedia bingkisan menarik untuk 10 masukan terbaik. Nama : ..................................................................... Alamat : ..................................................................... ....................................................................................... ....................................................................................... No. KTP : ..................................................................... Lembaga : ..................................................................... Masukan : ..................................................................... ....................................................................................... .......................................................................................
■ Concentrated Epidemic Level ■ Generalized Epidemic Level
✄
KPAnews adalah media komunikasi bagi penyuksesan seluruh program penanggulangan epidemi HIV/AIDS yang dilaksanakan oleh KPA, baik tingkat nasional maupun daerah. Selain itu KPAnews juga diharapkan menjadi tempat untuk bertukar pengetahuan dan pengalaman, juga menjadi sarana penyaluran aspirasi para individu maupun lembaga yang peduli terhadap HIV/AIDS.
02 KPAnews
Redaksi KPAnews menerima sumbangan tulisan, foto, dan kartun yang berkaitan dengan HIV/AIDS dan kesehatan secara umum. Tulisan yang dikirimkan maksimal 4500 karakter. Redaksi berhak mengedit (mengurangi dan menambah) isi tulisan yang dikirimkan. Foto dan kartun hendaknya dikirim dalam format jpeg dengan resolusi minimum 72 dan ukuran A4. Semua karya dikirim ke alamat e-mail
[email protected] disertai data diri singkat penulis.
MEDIA KOMUNIKASI INFORMASI & EDUKASI DARI KITA UNTUK KITA
KOMISI PENANGGULANGAN AIDS
EDISI 07/I • JUNI 2007
U
T A M A
foto-foto dok. KPAN
MENCARI SOLUSI dari Daerah
Berbagai pihak mengakui bahwa selama ini program-program yang dijalankan oleh KPA di daerah belum seluruhnya berjalan sesuai harapan. aka, ketika Permendagri No. 20 Tahun 2007 ditetapkan, banyak yang menaruh harapan pada produk hukum ini untuk menjadi payung bagi penanggulangan epidemi AIDS di Indonesia. Sayangnya, payung tersebut ternyata memiliki beberapa lubang yang justru dianggap akan menghambat pelaksanaan program di daerah. Bagaimana solusinya? Berikut suara beberapa pejuang HIV dan AIDS di daerah.
M
Prof. Dr. Dewa Nyoman Wirawan, MPH POKJA PERENCANAAN, KPA PROV. BALI ermendagri No. 20 Tahun 2007 bisa bermanfaat atau malah sebaliknya, bisa menjadi penghambat. Bila aturan yang dituangkan sesuai dengan kebutuhan di daerah, maka akan sangat bermanfaat. Sebaliknya kalau tidak tepat justru akan menjadi batu sandungan. Kelebihan Permendagri ini hanya satu, yakni telah ditetapkan bahwa sekretaris KPA di daerah harus full time. Ini kemajuan yang cukup berarti karena akan ada orang dari pemerintahan yang secara penuh waktu mengurus masalah HIV/AIDS. Tapi, kekurangannya banyak. Pertama, dalam Permendagri No. 20 Th 2007 secara eksplisit dicantumkan bahwa sekretaris adalah tenaga senior, dalam kurung pensiunan. Walaupun diketik “dalam kurung”, ini sama sekali tidak perlu. Yang perlu dican-
P
tumkan adalah penuh waktu dan tingkat kompetensinya. Kedua, selain sekretaris, yang juga amat perlu penuh waktu adalah staf yang membantu sekretaris. Ini tidak diatur dalam Permendagri ini. Biasanya, jarang PNS yang sudah bekerja di tempat lain berkenan dipindahkan ke KPA Prov/Kab/Daerah secara penuh waktu, bila tidak diatur dengan tegas dalam Permendagri. Ketiga, penggajian sekretaris dan tenaga penuh waktu non-PNS tidak diatur dalam Permendagri. Bila tidak diatur maka akan menyulitkan pengalokasian APBD untuk gaji mereka. Keempat, untuk Sekretaris II seharusnya diserahkan kepada masing-masing daerah dan tidak dicantumkan secara eksplisit: Kepala Badan/Dinas Pemberdayaan Masyarakat. Kelima, dalam Bab VII tentang Pendanaan, yang dimungkinkan dialokasikan ke KPA Daerah hanya belanja operasional saja. Bagi KPA Daerah yang mampu melaksanakan kegiatan terutama kegiatan-kegiatan yang inovatif sebenarnya amat memerlukan belanja program. Keenam, dalam Bab VII—juga tentang pendanaan—juga tidak ada celah untuk menyalurkan dana pemerintah daerah ke LSM. Sebagaimana kita ketahui kebanyakan kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS dilaksanakan oleh LSM. Dari kekurangan-kekurangan di atas, menurut saya Permendagri No. 20 Th 2007 belum cukup untuk mengatur dan menunjang pelaksanaan program-program penanggulangan HIV dan AIDS di daerah. Wajar kalau kebanyakan stake-holder menyarankan agar dilakukan penyempurnaan terhadap Permendagri No. 20 Th 2007. Karena itu saya tidak bisa berharap banyak dengan diterbitkannya Permendagri No. 20 Th. 2007 ini, kecuali akan ada orang penuh waktu yang benar-benar mengurus KPA Daerah.
Johan M.Riza KOORDINATOR PROGRAM HIV DAN AIDS PKBI JAWA TENGAH ermendagri No. 20 Th 2007 menurut saya cukup bermanfaat. Setidaknya atur-
P
an umum ini mencoba menjelaskan dan memberikan gambaran lebih teknis untuk kondisi KPA di daerah. Seharusnya permendagri ini sudah cukup dapat memotivasi dan mendorong lahirnya inovasi di tingkat daerah untuk segera mengambil langkah-langkah advokasi pada pembuat kebijakan dan pimpinan tertinggi daerah untuk dapat menentukan bentuk organisasi atau kelembagaan KPA di tingkat daerah, yang secara umum diharapkan mampu menjalankan program koordinasinya secara independen dan profesional. Sayangnya saya tidak melihat hal itu. KPA daerah hanya menyoroti kekurangan dan kerancuan yang ada pada Permendagri No. 20 Tahun 2007 saja. Mereka hanya menunggu revisi penyempurnaan saja, jarang yang berani mengajukan usulan, perubahan, dan membuat keputusan dalam upaya mendorong independensi dan profesionalitas KPA. Hal ini juga menggambarkan masih rendahnya komitmen para pemimpin. Yang saya pertanyakan adalah, mengapa persoalan pengorganisasian KPA tidak kunjung selesai? Coba kita lihat, Komisi Penyiaran Indonesia, Komisi Perlindungan Anak, dan lain-lain tidak diributkan oleh hal-hal seperti KPA. Karena kalau tidak salah, pembentukan komisi selain HIV dan AIDS ini diatur oleh UU. Nah, seharusnya KPA pun diatur oleh UU Kesehatan. Apalagi keberadaan KPA sudah ada lebih dahulu dari komisi yang lainnya. Namun begitu, terlepas dari kekurangan yang ada, kuncinya kembali kepada komitmen dari pimpinan kita, baik di tingkat pusat maupun Johan M. Riza daerah. Jika komitmen cukup kuat maka tidak ada masalah yang tidak dapat dicarikan solusinya. Selain itu LSM dan ormas penggiat isu HIV dan AIDS juga memiliki peran strategis untuk mendorong KPA di daerah masingmasing agar dapat menjalankan tugas dan fungsinya seperti yang kita harapkan.
MEDIA KOMUNIKASI INFORMASI & EDUKASI DARI KITA UNTUK KITA
EDISI 07/I • JUNI 2007
KPAnews KOMISI PENANGGULANGAN AIDS
03
K
H U S U S
Suasana pertemuan kedua INPUD (International Network of People Who Uses Drug)
Anggota delegasi Indonesia berfoto bersama
Harm Reduction Indonesia
foto-foto dok. KPAN
Kejutkan Dunia Ketua Delegasi Indonesia, Nafsiah Mboi berbicara di depan staf Kedubes Indonesia di Polandia
Konferensi Internasional Harm Reduction ke-18 sukses digelar di Warsawa, Polandia. Inilah laporan kontributor KPAnews, Ingrid Irawati Atmosukarto yang menjadi salah satu peserta. eberapa negara peserta Konferensi Internasional Harm Reduction (International Conference on the Reduction of Drug Related Harm) ke-18 di Warsawa, Polandia terkejut setelah mengetahui perkembangan HIV dan AIDS di Indonesia. Selain peningkatan jumlah penderita HIV dan AIDS akibat jarum suntik yang begitu cepat, mereka terkejut pula dengan perkembangan kebijakan yang positif kepada pengguna napza suntik dan layanan yang sudah disediakan. Belum lagi pemberdayaan yang telah dilakukan kawan-kawan pengguna dan civil society hingga saat ini. Hal itu terlihat dari tanggapan para peserta terhadap beberapa presentasi yang dikemukakan oleh delegasi dari Indonesia. Pimpinan delegasi Indonesia sekaligus Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN), Dr. Nafsiah Mboi, menyampaikan presentasi tentang harm reduction di Indonesia dalam 6 tahun terakhir dalam sesi majors atau sesi paralel besar. Sementara
B
04 KPAnews
Ingrid Irawati Atmosukarto dari KPAN mengungkapkan tentang pelibatan parlemen dan civil society dalam mengubah kebijakan napza di Indonesia dan Patri Handoyo dari IHPCP membeberkan pengalamannya dalam mengembangkan sistem layanan bagi pengguna di Jawa Barat. Indonesia mengirimkan 22 orang delegasi dengan beragam latar belakang, seperti dari pihak pemerintah, LSM, komunitas terkait, WHO, dokter dan praktisi kesehatan lain (perawat, farmakolog), serta pengguna napza dan ODHA. Patut dicatat bahwa tahun ini Indonesia mendapatkan kepercayaan internasional dengan diberikannya beasiswa kepada tiga peserta yang memberikan presentasi verbal pada konferensi ini. Di samping itu, salah satu delegasi, Fredy dari IPPNI (Ikatan Persaudaraan Pengguna Napza Indonesia), menjadi salah satu moderator dari pertemuan kedua INPUD (International Network of People Who Uses Drug). INPUD merupakan ikatan internasional pengguna napza, yang pertama kali melakukan kongres di Vancouver, Kanada, tahun 2006 bersamaan dengan Konferensi International Harm Reduction ke-17.
Coming of Age Konferensi Internasional Harm Reduction ke-18 ini digelar pada 13-17 Mei 2007 dan diikuti sekitar 1200 delegasi dari 82 negara di dunia. Dengan mengusung tema “Harm Reduction–Coming of Age”, konferensi yang diprakarsai oleh IHRA (International Harm Reduction Association) ini mengajak dunia untuk merefleksikan gerakan pemberdayaan
MEDIA KOMUNIKASI INFORMASI & EDUKASI DARI KITA UNTUK KITA
KOMISI PENANGGULANGAN AIDS
EDISI 07/I • JUNI 2007
para pengguna napza dan akses layanan pengurangan dampak buruk yang mereka dapatkan hingga saat ini. Konferensi diawali dengan sesi pleno, diikuti sesi-sesi paralel. Tema-tema yang ditawarkan pun beragam: layanan di penjara, isu perempuan, pemberdayaan pekerja seks dan pengguna napza di berbagai negara, pemutakhiran riset HIV, tren pemakaian napza, harm reduction alkohol, pendekatan pelarangan/prohibisionis melawan pendekatan regulasi napza, pemberdayaan pengguna napza, dan reintegrasi masyarakat dan pengguna, serta masih banyak topik menarik lainnya. Beragam aktivitas peserta dari berbagai negara juga digelar, mulai dari pameran poster hingga festival film. Salah satu film Indonesia yang berhasil lolos festival fim ini adalah Lubang tak Berujung karya sineas muda Sigit Ariansyah.
Indonesia Tuan Rumah 2010 Di Indonesia sendiri akan dilaksanakan Pertemuan Nasional Harm Reduction (PNHR) kedua tahun depan yang rencananya akan digelar di Makassar. Apabila Indonesia sukses melakukan konferensi HR tingkat nasional, maka diharapkan pada tahun 2010 Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Internasional Harm Reduction. Hingga saat ini, Indonesia telah menunjukkan prestasi yang cukup baik dalam bidang harm reduction baik dari sisi kebijakan (melalui Permenkokesra No.2/2007), implementasi dengan adanya layanan melalui lembaga publik/negara seperti Puskesmas, dan dengan pemberdayaan dan proses dekriminalisasi pengguna napza di Indonesia.
UJUNG
E K I L A S
TO M B A K
SKPD di Kota Bekasi, KPA Provinsi Jabar, perwakilan dan lembaga donor di Jawa Brat, dan LSM Peduli AIDS di Bekasi.
Mustain, S.Pd Program Implementing Manager (PIM) KPA Kota Singkawang
Aliansi Jurnalis Peduli AIDS Terbentuk
Lahir Pendidikan
ejumlah jurnalis di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) membentuk aliansi peduli AIDS dengan nama Aceh Journalist for AIDS (AJFA). Aliansi ini lahir dari sebuah pelatihan wartawan tentang pemahaman pembuatan berita dan menggali empati dalam penulisan HIV dan AIDS yang diselenggarakan Medan Aceh Partnership (MAP) dan Aceh Partnership in Healthy (ApiH). Pelatihan tersebut dilaksanakan untuk menanggapi pemberitaan mengenai AIDS yang dinilai kurang benar dan menyudutkan Orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) karena kurang pengetahuan. Manager Program MAP NAD, Baby Rivona mengatakan, terbentuknya AJFA merupakan bukti bahwa para wartawan memiliki kepedulian besar terhadap HIV dan AIDS.“Saya berharap ke depan jurnalis dapat menulis tentang HIV dan AIDS—terutama ODHA—yang bernuansa empati,” kata Baby.
Ketua KPA Kota Surabaya memberikan sambutan
Surabaya Bentuk 5 Kecamatan Percontohan emerintah Kota Surabaya merencanakan pembentukan 5 kecamatan percontohan dalam upaya penanggulangan AIDS Kota Surabaya. Lima kecamatan (Krembangan,Tegalsari, Sawahan, Benowo, dan Pabean Cantikan) tersebut dipilih dengan karena memiliki risiko tinggi penularan HIV dan AIDS. Hal itu tercetus dalam pertemuan ”Sosialisasi Rencana Strategi Penanggulangan AIDS Kota Surabaya Tahun 2007– 2010”, Selasa (22/5) yang digelar KPA Kota Surabaya dan Yayasan Genta FHI/USAID di Hotel Tanjung, Surabaya.Acara dihadiri sekitar 100 orang dari pemerintahan, LSM, ormas, mahasiswa, dan masyarakat umum. Dalam sambutannya, Ketua KPA Kota Surabaya, Drs. Arief Afandi berjanji akan menjadwalkan hearing dengan DPRD Kota Surabaya untuk mengatasi masalah penganggaran penanggulangan AIDS di Kota Surabaya. Selain itu direncanakan untuk mengadakan roadshow ke media massa dan pembentukan public space (menjadikan Taman Bungkul sebagai taman wisata kota.
P
Financial Officer (FO) KPA Kota Singkawang Lahir Pendidikan
eer Educator (PE) yang efektif diharapkan bisa menjadi penyuluh bagi teman sebaya mereka. Untuk tujuan itu Yayasan Bambu Nusantara Nganjuk mengadakan pelatihan PE untuk kelompok WPS (Wanita Pekerja Seksual) di Kabupaten Nganjuk, Mei lalu.
P
Pelatihan diikuti sekitar 80 orang PE yang dibagi menjadi tiga kelompok wilayah, yaitu Desa Kudu Kecamatan Kertosono, Kandangan Kecamatan Tanjung Anom, dan Guyangan Kecamatan Bagor. Semua peserta mewakili beberapa tempat lokasi prostitusi yang ada di Kabupaten Nganjuk. Hal ini dipersiapkan sebagai bentuk program kepedulian terhadap kelompok berisiko tinggi di Kabupaten Nganjuk, terutama pada kelompok WPS. Acara dibuka oleh H. Moch. Djaelani Ishaq, Wakil Bupati selaku Ketua KPAD Kabupaten Nganjuk, dan didampingi oleh Program Manager YBN, Titik Sugianti. Materi yang diberikan dalam pelatihan di antaranya Pengetahuan pencegahan tentang HIV dan AIDS, dan pengorganisasian.
: Sambas, 27 Mei 1979 : S-1 Ekonomi Manajemen Univ. Panca Bhakti Pontianak
”Ingin mendedikasikan diri secara langsung dalam penanggulangan HIV/AIDS, ingin menambah pengetahuan, pengalaman, dan teman baru, terutama teman-teman yang terinfeksi dan sedapat mungkin memberikan dukungan moril terhadap mereka.”
Anang Junaidi
S
Indra Gunawan, SE
Pelatihan WPS di Nganjuk
Sosialisasi HIV dan AIDS di Bekasi osialisasi tentang HIV dan AIDS terus dilakukan. Sebanyak 350 orang ibu-ibu majelis taklim sekota Bekasi mendapatkan informasi tentang agama Islam dan HIV/AIDS dalam acara bertajuk “Menerapkan Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga, Menyelamatkan Anak dari Bahaya Narkoba dan HIV/AIDS”, Selasa (22/5). Acara yang digelar oleh KPA Kota Bekasi dengan Badan Kontak Majelis Taklim (BMKT) Kota Bekasi ini menghadirkan Prof. DR. Dr. H. Dadang Hawari dan Dr. Bambang Eka dari IHPCP sebagai pembicara. Acara dibuka oleh Walikota Bekasi yang diwakili oleh Sekda Kota Bekasi, Chandra Utama Effendi. Selain para ibu majelis taklim, acara ini dihadiri pula oleh perwakilan dari beberapa
”Saya ingin mengabdikan diri sebagai warga negara dalam memecahkan permasalahan sosial, khususnya dalam pencegahan dan penanggulangan AIDS. Juga ingin mengenal langsung dengan ODHA serta memberikan dukungan moril dan spirituil terhadap mereka.”
dok. KPA Kota Singkawang
dok. KPA Surabaya
S
: Sambas, 27 April 1970 : S-1 FKIP-UNTAN Jur. Bahasa Inggris
Rencana Program KPA Kota Singkawang Melaksanakan program Akselerasi 14 Kota yakni: program BCI, IMS, dan VCT di Puskesmas, rapat kordinasi lintas sektor, stakeholder, tim teknis, dan tim pokja, kegiatan), SALT (Support,Analize, Learning, Treatment)
Hambatan Fasilitas kantor belum lengkap, staf masih kurang, sumber dana terbatas.
Solusi Perlu sarana penunjang telekomunikasi dan fasilitas kantor yang memadai, staf pendukung program terutama untuk hal administrasi, dan dana yang cukup untuk melaksanakan semua program. MEDIA KOMUNIKASI INFORMASI & EDUKASI DARI KITA UNTUK KITA
EDISI 07/I • JUNI 2007
dok. KPA Kota Singkawang
S
KPAnews KOMISI PENANGGULANGAN AIDS
05
O
P I N I
PERMENDAGRI dan Penguatan KPA Daerah Oleh: Halik Sidik* atu pencapaian yang cukup penting dalam upaya Penanggulangan HIV & AIDS di Indonesia adalah ditetapkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 20 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Pembentukan Komisi Penanggulangan AIDS dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Rangka Penanggulangan HIV dan AIDS di Daerah pada tanggal 17 April 2007. Permendagri ini menjadi strategis keberadaannya karena produk hukum ini menjabarkan lebih lanjut Perpres No 75 Tahun 2006 tentang Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) ke tingkat daerah. Juga karena merupakan bagian dari upaya sistematis memasukkan KPA ke dalam sistem pemerintahan yang ada (terutama pada APBD dan sumber pembiayaan pemerintah lainnya. Dan yang penting, penerbitan Permendagri ini merupakan bentuk dukungan dari Depdagri sebagai anggota KPAN dalam upaya penanggulangan AIDS di Tanah Air. Tapi, mengapa harus Permendagri? Tak cukup kuatkan Permenkokesra, Permenkes, atau instrument peraturan lainnya? Salah satu harapan besar dari peraturan ini adalah terkait aspek pembiayaan kegiatan KPA di daerah yang memerlukan harmonisasi dengan peraturan mengenai pengelolaan keuangan daerah yang juga dikeluarkan oleh Kementrian Dalam Negeri (Permendagri Nomor 13 Tahun 2006). Dalam era otonomi ini unsur-unsur sistem pemerintahan baik di daerah maupun di pusat seperti Bappeda, Panitia Anggaran, DPRD, Biro Keuangan, Satuan Kerja Perangkat Daerah/SKPD (Dinas/Badan/Kantor/Biro) terkait, Bawasda, BPKP, BPK, atau KPK masih mengacu pada Permendagri ini.
S
Kepengurusan KPA dalam Permendagri ini juga menetapkan Sekretaris II KPA di daerah adalah Kepala Badan Pemberdayaan Masyakarat Daerah (BPMD) yang pada realitanya memerlukan penjabaran lebih lanjut menegnai peran strategis yang bisa dilakukan oleh BPMD dalam upaya penanggulangan AIDS, sehingga posisi Kepala BPMD sebagai Sekretaris II di KPA memberi makna signifikan. Dari segi pembiayaan (Pasal 13), Permendagri ini telah secara jelas menyatakan sumber-sumber pembiayaan kegiatan penanggulangan yaitu dari APBN, APBD, APBDes/Alokasi Dana Desa, dan sumber dana lain yang tidak mengikat. Ini penting untuk menjadi pijakan dasar bagi KPA di daerah untuk mengakses semua sumber pendanaan tersebut. Kalau dikompilasi, beberapa hal memang masih diperlukan perbaikan sehingga benarbenar akan membantu menyelesaikan permasalahan kongkrit yang dihadapi oleh rekanrekan KPA di daerah, terkait misalnya: ● Interpretasi Permendagri No 13 Tahun 2006 yang tidak memungkinnya alokasi anggaran untuk membayar tenaga penuh waktu di KPA
06 KPAnews
●
*Penulis adalah Asisten Deputi Sekretariat KPAN Urusan Kelembagaan dok. HL magz
MEDIA KOMUNIKASI INFORMASI & EDUKASI DARI KITA UNTUK KITA
KOMISI PENANGGULANGAN AIDS
●
Tidak adanya mata anggaran khusus untuk kegiatan penanggulangan HIV/AIDS di beberapa SKPD terkait, bahkan di SKPD sektor kesehatan pun tidak ada mata anggaran khusus untuk penanggulangan HIV dan AIDS (sementara misalnya kegiatan penyemprotan sarang nyamuk memiliki mata anggaran khusus) Karakter dari mata anggaran yang ada relatif terbatas untuk implementasi oleh SKPD, padahal upaya penanggulangan AIDS juga memerlukan keterlibatan LSM; maka diperlukan kebijakan (pasal dan mata anggaran khusus) yang memungkinan dana APBD dikelola oleh LSM atau unsur masyarakat di daerah secara langsung Selama ini banyak KPA di daerah ‘menumpangkan’ dukungan anggaran untuk sekretariat KPA melalui pos bantuan sosial; padahal Pasal 45 Ayat 2 dari Kepmendagri No 13 Tahun 2006 menyatakan bahwa “Bantuan sosial diberikan tidak secara terus menerus setiap tahun anggaran, selektif, dan memiliki kejelasan peruntukan penggunaannya”. Pasal ini tentu saja kurang kondusif karena permendagri ini menutup kemungkinan dukungan anggaran ke KPA untuk tahun 2008 jika telah dianggarkan pada tahun 2007 ini. Sebagai kesimpulan, keberadaan permendagri ini sudah merupakan langkah maju namun masih terdapat hal-hal yang perlu perbaikan lebih lanjut melibatkan stakeholders yang berkompeten, sehingga akan lebih kondusif dalam mendukung upaya penanggulangan AIDS di seluruh wilayah Tanah Air. Menutup tulisan ini, saya perlu menegaskan bahwa “Jika permendagri ini berhasil dirampungkan perubahannya dengan baik maka bagian penting dari pekerjaan penguatan KPA di daerah telah berhasil dilakukan”.
Perbaikan ke Depan Kalau kita telusuri, ada beberapa isi Permendagri No. 20 Tahun 2007 yang perlu mendapatkan tinjauan lebih lanjut. Pertama, pada Bab II yang terkait dengan struktur KPA di daerah. Secara substansial, bab ini menutup kemungkinan bagi tenaga profesional murni dari unsur masyarakat sipil untuk masuk di struktur inti KPA karena kental dengan nuansa birokrat.
●
EDISI 07/I • JUNI 2007
I dan kemampuan keuangan daerah. Secara jelas, menurut Halik, pasal ini menuntun KPA di daerah untuk merumuskan program-program yang tepat melalui SKPD yang relevan di daerah dan sekaligus mengakses dana penanggulangan melalui SKPD tersebut. Misalnya untuk pelaksanaan program mitigasi bagi OVC (orphan vulnerable children) KPA Daerah dapat menggunakan SKPD dinas sosial di kabupaten/kota. Makna penting dari pasal ini yang secara implisit membentuk suatu mekanisme pembagian tugas atau mandat antara Sekretariat KPA dan anggota KPA di daerah seperti Dinkes, Dinsos, dan sebagainya. Selanjutnya Ayat 3 menyebutkan: Untuk menunjang belanja operasional Komisi Penanggulangan AIDS dialokasikan anggaran pada Bantuan Sosial. Hal positif dari pasal ini adalah alokasi dana pada pos bantuan sosial di hampir semua daerah merupakan pos anggaran bantuan terbesar, sehingga dukungan belanja operasional KPA di daerah dapat diperjuangkan peningkatan porsinya dari total anggaran daerah yang dialokasikan di pos bantuan sosial ini. Tentu saja itu semua adalah harapan khusus. Harapan yang lebih luas lagi tercetus dari Johan M Riza, Koordinator Program HIV dan AIDS Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jawa Tengah. “Permendagri No. 20 Tahun 2007 ini seharusnya dapat menumbuhkan inovasi dan mendorong motivasi pada KPA Daerah untuk lebih berani membuat terobosan baru dalam upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS berkaitan dengan persoalan kelembagaan/manajemen KPA,” ucapnya.
Sulit Penuhi Harapan Harapan tetaplah harapan. Tapi dapatkah Permendagri No. 20 Tahun 2007 ini memenuhi harapan tersebut? Sayangnya, kebanyakan stakeholder menyarankan agar dilakukan penyempurnaan terhadap produk hukum ini karena dianggap kurang bisa diharapkan. Selain pada aturan tentang pembiayaan, Halik melihat hal lain yang perlu diperbaiki, yaitu Bab II yang terkait dengan struktur KPA di daerah. Di situ disebutkan, pencantuman Sekretaris I KPA di daerah adalah Tenaga Senior Penuh Waktu (Pensiunan Eselon II/III). Secara substansi hal ini dapat menutup kemungkinan bagi tenaga profesional murni dari unsur masyarakat sipil untuk menjadi Sekretaris KPA atau dengan kata lain struktur inti dari KPA di daerah (Ketua, Wakil Ketua, dan Sekretaris) menjadi sangat kental nuansa birokratnya. “Padahal keterwakilan unsur civil society yang mengetahui permasalahan HIV dan AIDS sangatlah penting untuk diakomodasi dalam struktur inti KPA di daerah,” kata Halik. Sebagian pihak ada yang mengusulkan
agar pada struktur inti KPA ditempatkan pegawai negeri sipil aktif dari eselon II (minimal eselon III) yang secara khusus ditunjuk dan diberikan mandat full time menjalankan organisasi ini. Ini cukup beralasan, karena pejabat aktif dari eselon II relatif cukup senior untuk membangun relasi positif dengan Gubernur, Bupati, atau Walikota selaku Ketua KPA di daerah maupun dengan pejabat dinas terkait. Namun, menurut Prof. Dr. Dewa Nyoman Wirawan, MPH dari Pokja Perencanaan KPA Provinsi Bali, salah satu kendala dari opsi ini adalah kurangnya minat pejabat dari eselon II atau III untuk ditempatkan di pos khusus ini karena tidak adanya carier path yang jelas. Kepengurusan KPA dalam Permendagri ini juga menetapkan Sekretaris II KPA di daerah adalah Kepala Badan Pemberdayaan Masyakarat Daerah (BPMD) yang pada realitanya saat ini hampir di semua KPA daerah belum ada Kepala BPMD yang terlibat aktif atau setidaknya memiliki interest yang kuat dalam upaya penanggunagan AIDS di daerah. Halik menambahkan bahwa perlu analisa yang lebih mendalam mengenai peran strategis yang bisa dilakukan oleh institusi BPMD ke depan dalam upaya penanggulangan AIDS sehingga posisi Kepala BPMD sebagai Sekretaris II di KPA
H U S U S
memberi makna signifikan. Menyoroti soal srtruktur KPA di daerah, Menurut Prof. Wirawan, selain sekretaris, yang juga amat perlu penuh waktu adalah staf yang membantu sekretaris.“Ini tidak diatur dalam Permendagri No. 20 Th. 2007. Biasanya, jarang PNS yang sudah bekerja di tempat lain bersedia dipindahkan ke KPA daerah secara penuh waktu bila tidak diatur dengan tegas dalam Permendagri,” dalihnya. Sementara itu Johan M. Riza melihat adanya kerancuan di Pasal 4 ayat 1 dan 2. Di situ disebutkan bahwa KPA daerah bertanggung jawab terhadap kepala daerah masingmasing.“Jadi, KPA Provinsi yang diketuai oleh Gubernur bertanggung jawab kepada Gubernur, dan KPA Kota/Kabupaten bertanggung jawab kepada Walikota/Bupati. Itu artinya, gubernur bertanggung jawab kepada gubernur, bupati kepada bupati, walikota kepada walikota. Ini tentu saja rancu,” kata Riza. Akhirnya, banyak pihak memang menginginkan aturan hukum ini direvisi demi mencapai tujuan yang lebih baik lagi. Seperti kata Prof. Wirawan, “Bila aturan yang dituangkan dalam Permendagri tersebut sesuai dengan masalah di daerah, ini akan amat bermanfaat bagi KPA di daerah. Sebaliknya, kalau tidak sesuai, ini malah akan menghambat.”
P
R O F I L
Hanny Sondakh WALI KOTA BITUNG
BENAH-BENAH di ’Lahan’
WPS
ama dengan beberapa kota lain, penyebab tertinggi penularan HIV di Kota Bitung adalah hubungan seks berisiko. Ini tidak mengherankan, sebab Bitung memiliki pelabuhan dan sekaligus daerah wisata pantai sehingga menjadi ”lahan” bagi para wanita penjaja seks (WPS). Tingginya penularan HIV melalui hubungan seksual inilah yang mendorong Pemerintah Kota Bitung dan DPRD Bitung menyusun perda tentang IMS (infeksi menular seksual) dan HIV. Dan kepedulian Wali Kota Bitung, Hanny Sondakh, akan HIV dan AIDS, mendorongnya terus menyuarakan diperlukannya perda tersebut di daerah pemerintahannya. Kini, perda tersebut sudah disosialisasikan ke masyarakat. Salah satu yang ’ditawarkan’ kepada masyarakat adalah pemakaian kondom 100 persen. Sayangnya, Menurut Kepala Dinas Kesehatan Bitung
S
dok. pribadi
Sambungan dari halaman 01
K
S U
dr Ellen FM Wuisan, perda 19/2006 belum dilaksanakan karena menunggu diundangkan DPRD tingkat provinsi. Menurut Hanny, masih banyak yang harus dibenahi pada program penanggulangan HIV dan AIDS di Bitung. Jangkauan program yang masih rendah, minimnya dana APBD, stigma tehadap orang dengan HIV dan AIDS (ODHA), dan pelaksanaan peraturan daerah (perda) Nomor 19/2006 tentang penanggulangan infeksi menular seksual (IMS) dan HIV adalah beberapa di antaranya. Sebetulnya pula, tambah Hanny, program yang sudah dilaksanakan sudah cukup bermanfaat untuk masyarakat. Hanya, untuk menjaga kepercayaan donor, beberapa program harus diperbaiki. Saat ini Kota Bitung memiliki 42 kasus HIV dan AIDS (data kumulatif), sedangkan jumlah penduduk kota tersebut sebanyak 186.000 jiwa. MEDIA KOMUNIKASI INFORMASI & EDUKASI DARI KITA UNTUK KITA
EDISI 07/I • JUNI 2007
KPAnews KOMISI PENANGGULANGAN AIDS
07
G
A L E R I
Belum Melek AIDS Tak hanya di Indonesia, sebagian anggota masyarakat dunia pun masih belum melek HIV dan AIDS. Tak heran kalau poster-poster tentang sosialisasi HIV dan AIDS masih terlihat di mana-mana.
ISU MANCA P
08 KPAnews
M INTERNA
MENDOBRAK EPIDEMI endekatan agama dianggap semakin strategis dalam memupus berbagai stigma yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Alasannya, tidak ada alasan bagi umat Tuhan untuk menyisihkan orang yang membutuhkan pertolongan, termasuk mereka yang menderita karena HIV dan AIDS. Adalah sebuah ekspresi kesetiaan dalam mengamalkan ajaran agamanya apabila umat beragama membuka diri kepada mereka yang menderita, mengenal penderitaan mereka, dan bersama-sama menanggungnya dengan cara mendampingi mereka menghadapi penolakan dan keputusasaan. Dengan semangat itulah didirikan Indonesian Interfaith Network on HIV/AIDS (Interna), 5 Februari 2007 dengan Dr. Alphirus R Kambodji sebagai Ketua Umum. Interna didukung oleh lembaga-lembaga berbasis agama seperti PP LKKNU (Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama), PGI (Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia), UKI, Fatayat NU, Muhammadiyah, KWI (Konferensi Waligereja Indonesia), Parisada Hindu, Hikmah Budhi, dan ICIS (Internastional Conference of Islamic Scholars). Tujuan Interna adalah bersama-sama me-
P
MEDIA KOMUNIKASI INFORMASI & EDUKASI DARI KITA UNTUK KITA
KOMISI PENANGGULANGAN AIDS
I T R A
EDISI 07/I • JUNI 2007
Melalui
Agama
dok. KPAnews
ara aktivis hak asasi manusia mengusulkan kepada PBB dan seluruh dunia untuk menetapkan 17 Mei sebagai Hari Melawan Homofobia Sedunia atau International Day Against Homophobia (IDAHO), saat ini masih ada sekitar 80 negara yang mengkriminalisasi homoseksual dan mengutuk perilaku seks sejenis dengan hukuman penjara. Dan 9 negara di antaranya malah memberi hukuman mati, yaitu Afganistan, Iran, Mauritania, Nigeria, Pakistan, Saudi Arabia, Sudan, Uni Emirat Arab, dan Yaman. Tanggal 17 Mei dipilih karena pada hari yang sama di tahun 1990 WHO mencabut homoseksualitas dari daftar penyakit mental. Cetusan IDAHO ini lahir pada 26-29 Juli 2006 dalam sebuah Konferensi Internasional tentang Hak Asasi Manusia Lesbian, Gay, Bisexual, and Transeksual (LGBT) di Montreal, Kanada. Homophobia adalah sebuah sikap atau perasaan negatif, tidak suka terhadap gay atau lesbian atau homoseksualitas secara umum. Homophobia bisa juga diartikan penolakan terhadap orangorang yang dianggap gay atau lesbian dan semua yang diasosiasikan dengan mereka, misal sikap non-konformitas terhadap peran gender (waria). Diskriminasi berbasis orientasi seksual dan identitas gender masih belum diakui secara formal oleh negara-negara anggota PBB, meskipun mekanisme hak asasi manusia seperti the Human Rights Committee telah berkali-kali mengutuk segala bentuk diskriminasi berbasis orientasi seksual dan identitas gender.
California Medical Association
New York Department of Health
80 NEGARA MASIH KRIMINALISASIKAN HOMOSEKS
Temu tokoh lintas Agama. Salah satu kegiatan yang di dukung oleh INTERNA
ngembangkan daya dorong agama untuk menekan laju pertumbuhan dan penularan HIV dan AIDS. Ini dilakukan dengan cara menguatkan masyarakat sipil agar mau, tahu, dan mampu melakukan berbagai upaya penanggulangan HIV dan AIDS. Juga dengan memperluas daya jangkau dan daya dobrak umat Tuhan di Indonesia untuk melakukan penanggulangan bersama dengan mengandalkan kekuatan, peluang, dan ketahanan umat. KANTOR INTERNA: Jl. Taman Amir Hamzah No. 5, PegangsaanMenteng, Jakarta. Tlp. 021-31906678. Email:
[email protected].