No 2/Tahun III/Juni 2014
INDONESIAN ECONOMIC REVIEW AND OUTLOOK Membangun Optimisme Ekonomi pada Kepemimpinan Baru Nasional
Macroeconomic Dashboard Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada
Kata Pengantar Tidak terasa Indonesia saat ini tengah berada pada perhelatan demokrasi berkala untuk memilih kepemimpinan baru nasional. Begitu banyak tantangan perekonomian yang akan dihadapi pemimpin baru Indonesia, terutama dengan fakta terbaru realisasi perlambatan perekonomian Indonesia pada Kuartal I-2014 yang lalu sehingga pada edisi ini Indonesian Economic Review and Outlook (IERO) mengangkat tema: “Membangun Optimisme Ekonomi Pada Kepemimpinan Baru Nasional”. IERO adalah buletin ilmiah kuartalan yang membahas gambaran umum terkini perekonomian Indonesia disertai dengan prospeknya di masa mendatang. Buletin ini diterbitkan oleh Macroeconomic Dashboard yang merupakan fasilitas laboratorium ekonomi makro yang dikembangkan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada bekerjasama dengan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk sejak tahun 2012. Dalam melihat prospek perekonomian Indonesia, buletin ini menggunakan Konsensus Proyeksi Indikator Makroekonomi para akademisi bidang ekonomi dan juga secara khusus mengembangkan Gadjah Mada Leading Economic Indicator (GAMA LEI) sebagai instrumen proyeksi perekonomian yang dikembangkan secara orisinil oleh tim Macroeconomic Dashboard dan terus mengalami penyempurnaan pada setiap edisinya. Pada edisi kali ini, Konsensus Proyeksi Indikator Makroekonomi memprediksikan pertumbuhan ekonomi, inflasi dan nilai tukar pada Kuartal II-2014 akan bergerak membaik dibandingkan realisasi pada Kuartal I-2014. Sementara GAMA LEI memprediksikan sinyal terjadinya kecenderungan penurunan siklus perekonomian Produk Domestik Bruto Indonesia, walaupun tetap adanya indikasi pertumbuhan berdasarkan pergerakan dan pola ekonomi Indonesia baik secara year-on-year maupun quarter-to-quarter. Kita berharap bersama semoga momentum “pesta demokrasi” Indonesia tahun ini dapat memberikan harapan dan optimisme yang membangun arah perekonomian Indonesia menjadi lebih kuat serta berkelanjutan. Selamat membaca
Prof. Dr. Sri Adiningsih, M.Sc Head of Researcher Macroeconomic Dashboard
Daftar Isi
RINGKASAN EKSEKUTIF ........................................................................................... 1 A.
PERKEMBANGAN EKONOMI DAN FISKAL 1. Penurunan kinerja ekspor neto yang terus terjadi berakibat pada melambatnya pertumbuhan ekonomi dan membengkaknya belanja negara terutama belanja subsidi energi...................................................................................................................... 2. Naiknya defisit APBN dalam RAPBNP yang dibiayai penerbitan SBN diharapkan mampu menggenjot pertumbuhan ekonomi...... 3. Kinerja neraca perdagangan yang memburuk tidak diikuti perbaikan signifikan pada neraca transaksi berjalan........................ 4. Peningkatan cadangan devisa masih belum berkualitas.................. 5. Capaian positif dalam pasar tenaga kerja masih belum optimal..
B.
SITUASI MONETER DAN PASAR KEUANGAN 1. Tingkat harga dalam negeri masih terjaga............................................. 25 2. Pasar keuangan masih relatif bullish......................................................... 27 3. Tidak ada perubahan berarti pada kebijakan moneter..................... 28
4 11 17 20 22
C. GAMA LEI DAN KONSENSUS PROYEKSI EKONOMI 1. GAMA Leading Economic Indicator (GAMA LEI)................................. 31 2. Konsensus Proyeksi Indikator Makroekonomi..................................... 32 D. ASEAN: Tantangan Tekanan Ekonomi Global dan Instabilitas Nasional Menuju AEC 2015............................................................................. 34 E. ISU TERKINI.............................................................................................................. 40 D. ECONOMIC OUTLOOK.......................................................................................... 43
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
iii
Daftar Istilah
iv
AEC APBN ASEAN BBM BPS bps DPR GAMA LEI GDP IDR IHK IHSG JPY LHS LKPP LPG LPS Migas NSC PBI PDB PMA RAPBNP
RHS SBSN SD SUN The Fed USD UU y-o-y y-t-d
ASEAN Economic Community Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara Association of South East Asian Nations Bahan Bakar Minyak Badan Pusat Statistik basis poin Dewan Perwakilan Rakyat Gadjah Mada Leading Economic Indicator Growth Domestic Product Rupiah Indeks Harga Konsumen Indeks Harga Saham Gabungan Japanese Yen Sisi vertikal kiri Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Liquified Petroleum Gas Lembaga Penjamin Simpanan Minyak dan Gas Philippines's National Statistics Coordination Peraturan Bank Indonesia Produk Domestik Bruto Penanaman Modal Asing Rencana Angaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan Sumbu vertikal kanan Surat Berharga Syariah Negara Sekolah Dasar Surat Utang Negara The Federal Reserve (Bank Sentral Amerika) Dolar Amerika Undang-Undang year on year year to date
Indonesian Economic Review and Outlook
RINGKASAN EKSEKUTIF
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2014 memburuk yang terutama dipengaruhi oleh kinerja ekspor neto yang melemah. Meski demikian, tingkat pengangguran mengalami perbaikan seiring dengan bertambahnya jumlah pekerja informal serta perkerja paruh waktu. Selain itu, kontribusi tenaga kerja di sektor pertanian sebagai penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja pun mengalami sedikit peningkatan pada Februari 2014. Tingkat harga secara umum pada kuartal II relatif terkendali yang pada kuartal sebelumnya cukup memberi tekanan pada perekonomian Indonesia. Kestabilan harga secara umum didukung masa panen yang berlangsung selama Maret–Mei 2014. Dari sisi perdagangan internasional, perekonomian Indonesia secara umum memperlihatkan perkembangan yang tidak menggembirakan. Berakhirnya periode panjang surplus neraca perdagangan nonmigas pada bulan April 2014 menyebabkan neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit. Sementara itu neraca pembayaran kuartal I-2014, masih menunjukkan surplus meskipun dengan tingkat yang lebih rendah dibanding kuartal sebelumnya karena dipicu oleh menurunnya surplus neraca transaksi modal dan finansial. Dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN 2014, pemerintah saat ini tengah mengajukan RAPBNP 2014. Dalam pembahasan terakhir di Badan Anggaran DPR, Pemerintah dan DPR menyepakati defisit anggaran menjadi IDR 241,49 triliun atau setara dengan 2,4% dari PDB. Peningkatan defisit ini akibat lonjakan belanja negara dan turunnya target penerimaan negara. Lonjakan ini disebabkan oleh pembengkakan subsidi energi yang terjadi akibat revisi terhadap asumsi kurs rupiah yang melemah dan penurunan lifting minyak. Sementara itu, target penerimaan pemerintah dikurangi karena pertumbuhan ekonomi tahun ini diperkirakan akan melambat.
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
1
Pada Maret 2014 utang luar negeri Indonesia meningkat karena didorong oleh kenaikan utang swasta maupun publik. Hal ini sedikit mencemaskan karena dapat membebani perekonomian dalam negeri jika depresiasi nilai rupiah terus terjadi. Posisi utang luar negeri Indonesia yang berada pada posisi mengkhawatirkan terlihat pada peningkatan rasio pembayaran utang (debt service ratio) yang mengalami peningkatan tajam pada kuartal IV-2013, tercatat sebesar 52,7%. Sementara itu, cadangan devisa mengalami peningkatan cukup signifikan pada Mei 2014, tetapi kurang berkualitas. Penerbitan surat berharga negara (SBN) masih berperan besar dalam peningkatan tersebut. Kenaikan devisa ini tidak sejalan dengan nilai tukar yang masih lemah. Pelemahan rupiah terkait sentimen negatif pasar menyusul defisit neraca perdagangan yang di luar ekspektasi disertai ketidakpastian politik berkaitan dengan pemilihan presiden baru. Selain itu, isu eksternal berkaitan dengan tapering off dan kenaikan Fed Fund Rate pun turut memberi andil dalam pelemahan ini. Sementara itu, otoritas moneter tetap mempertahankan suku bunga acuan sebagai langkah pengetatan moneter. Seiring dengan hal ini, perbankan menaikkan suku bunga, baik deposito maupun kredit, sehingga mengalami perlambatan likuiditas. Oleh karena itu, LPS juga menaikkan tingkat suku bunga penjaminan seiring kenaikan tingkat suku bunga deposito secara umum. Setelah memperhatikan berbagai dinamika perekonomian Indonesia GAMA Leading Economic Indicator memprediksikan adanya kecenderungan penurunan siklus perekonomian (PDB) Indonesia. Model GAMA LEI pada kuartal I-2014 menunjukan perubahan arah pergerakan perekonomian yang menurun. Meskipun siklus PDB cenderung menurun, masih terdapat indikasi kenaikan pada pertumbuhan ekonomi di kuartal II-2014, terutama jika dilihat dari pergerakan dan pola perekonomian baik year-on-year maupun quarter-to-quarter. Beranjak pada kondisi kawasan yang semakin dekat dengan ASEAN Economic Community (AEC) 2015, perekonomian ASEAN justru mendapatkan tekanan baik dari sisi internal maupun eksternal kawasan.
2
Indonesian Economic Review and Outlook
Ringkasan Eksekutif
Instabilitas perekonomian internal kawasan berdampak pada buruknya capaian pertumbuhan ekonomi negara-negara utama di kawasan sebagaimana perlambatan ekonomi yang dicatatkan Indonesia pada kuartal I-2014 hingga kontraksi ekonomi sebesar -2,10% yang dicatatkan Thailand pada kuartal I-2014. Kondisi ini juga diperburuk dengan kecenderungan masih tingginya tingkat inflasi kawasan. Bulan Mei 2014, kawasan ASEAN secara rerata masih mencatatkan nilai inflasi hingga 3,89% (y-o-y). Pada sisi eksternal, tekanan perkonomian muncul dari kebijakan tapering off Amerika Serikat, pertumbuhan Uni Eropa yang belum stabil hingga “pendinginan” perekonomian Tiongkok sehingga secara umum defisit neraca perdagangan masih terjadi yang diikuti dengan kecenderungan pelemahan nilai tukar mata uang. Terakhir, IERO kali ini mengangkat isu optimisme ekonomi terhadap kepemimpinan baru nasional. Sumber daya manusia dianggap patut dijadikan fokus utama pembangunan ke depan. Melalui tulisannya, M. Edhie Purnawan, Ph.D mengajukan idenya dengan mulai mengembangkan tiga jenis kekuatan: kejujuran, inovasi/imajinasi, dan network. Dengan upaya menghadirkan manusia-manusia Indonesia yang berkualitas, kita dapat optimistis memandang masa depan Indonesia.
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
3
A. PERKEMBANGAN EKONOMI DAN FISKAL
1. Penurunan kinerja ekspor neto yang terus terjadi berakibat p a d a m e l a m b a t n y a p e r t u m b u h a n e k o n o m i d a n membengkaknya belanja negara terutama belanja subsidi energi Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2014 mengalami perlambatan yang cukup tajam. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2014 sebesar 5,21% (y-o-y), melambat jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal IV-2013 yaitu 5,72% (y-o-y). Angka pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2014 tersebut juga jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan angka pertumbuhan ekonomi pada periode yang sama di tahun sebelumnya yang mencapai 6,03% (y-o-y). Gambar 1: Laju Pertumbuhan PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, 2011 – 2013 (y-o-y, dalam %) Pertumbuhan ekonomi yang melambat pada kuartal I-2014 terutama disebabkan kinerja sektor pertambangan yang mengalami kontraksi
Catatan: Sektor Primer: Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan; Sektor Pertambangan dan Penggalian Sektor Industri: Sektor Industri Pengolahan; Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih ; Sektor Konstruksi Sektor Jasa: Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran; Sektor Pengangkutan dan Komunikasi; Sektor Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan; Sektor Jasa-jasa
Sumber: BPS dan CEIC (2014)
4
Indonesian Economic Review and Outlook
Perkembangan Ekonomi dan Fiskal
Gambar 2: Laju Pertumbuhan PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Pengeluaran, Tahun 2011 – 2013 (y-o-y, dalam %) Kinerja ekspor neto dan konsumsi pemerintah memburuk
Sumber: BPS dan CEIC (2014)
Perlambatan pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2014 khususnya disebabkan penurunan signifikan pada kinerja ekspor neto. Kontraksi ekspor neto yang signifikan berpengaruh pada perlambatan pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2014. Kontraksi ekspor pada kuartal I-2014 mencapai -0,78% (y-o-y), angka tersebut cukup signifikan mempengaruhi kinerja ekspor neto yang negatif meskipun impor juga mengalami kontraksi mencapai -0,66% (y-o-y). Penurunan ekspor neto ini terutama akibat penurunan ekspor pertambangan seperti batu bara dan konsentrat mineral yang tercermin dari kinerja sektor pertambangan yang mengalami kontraksi mencapai -0,38% (y-o-y). Hal ini merupakan dampak dari pemberlakuan UU No. 4 tahun 2009 mengenai pelarangan ekspor mineral mentah yang resmi diberlakukan mulai 12 Januari 2014. Perlambatan pertumbuhan ekonomi ini juga tidak lepas dari perkembangan ekonomi dunia yang masih belum pasti, terutama perlambatan ekonomi Tiongkok dari 7,7% (y-o-y) pada kuartal IV2013 menjadi 7,4% (y-o-y) pada kuartal I-2014, yang pada akhirnya mempengaruhi lemahnya kinerja ekspor di Indonesia. Konsumsi pemerintah yang melambat juga turut mempengaruhi lambatnya pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan konsumsi pemerintah pada kuartal I-2014 hanya tercatat sebesar 3,58% (y-o-y), menurun cukup
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
5
Gambar 3: Neraca Perdagangan Indonesia, April 2012-April 2014 (USD miliar) Kinerja neraca perdagangan Indonesia memburuk
Sumber: BPS dan CEIC (2014)
tajam dari pertumbuhan kuartal IV-2013 yang mencapai 6,45% (y-o-y). Selanjutnya, konsumsi rumah tangga relatif tidak berubah pada kuartal I2014 yang tumbuh sebesar 5,41% (y-o-y) (pada kuartal IV-2013 tumbuh 5,44% (y-o-y)). Di tengah melambatnya laju pertumbuhan ekspor neto, konsumsi pemerintah dan konsumsi rumah tangga pada kuartal I-2014, hal sebaliknya ditunjukkan oleh laju pertumbuhan investasi yang mampu tumbuh 5,13% (y-o-y), lebih tinggi dibandingkan kuartal IV-2013 yang hanya mencapai 4,37% (y-o-y). Secara month-to-month, neraca perdagangan Indonesia berubah dari surplus USD 0,67 miliar di Maret 2014 menjadi defisit USD 1,96 miliar pada April 2014. Penurunan tersebut disebabkan oleh kombinasi jatuhnya ekspor sebesar USD 0,9 miliar dan kenaikan impor sebesar USD 1,73 miliar dari bulan sebelumnya. Nilai ekspor total menurun dikarenakan baik ekspor migas maupun nonmigas mengalami kontraksi. Sementara nilai impor total berekspansi terutama karena didorong oleh kenaikan impor pada komoditas nonmigas. Adapun secara akumulatif dari bulan Januari sampai dengan April 2014 neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit sebanyak USD 0,89 miliar. Namun demikian, defisit saat ini lebih kecil dibandingkan defisit pada bulan Januari-April 2013 yang mencapai USD 1,94 miliar.
6
Indonesian Economic Review and Outlook
Perkembangan Ekonomi dan Fiskal
Gambar 4: Neraca Perdagangan Migas Indonesia, April 2012 – April 2014 (USD miliar) Defisit neraca perdagangan migas Indonesia berkurang tipis
Sumber: BPS dan CEIC (2014)
Bila dilihat secara keseluruhan dari Januari sampai April 2014, kinerja neraca perdagangan migas masih mengalami defisit. Defisit neraca perdagangan migas pada Januari-April 2014 adalah sebesar USD 4,2 miliar atau lebih kecil sebesar USD 0,3 miliar dari bulan Januari-April 2013. Penurunan defisit ini merupakan akumulasi impor Januari-April 2014 yang lebih kecil sebesar USD 0,4 miliar. Meski masih defisit, namun terdapat sedikit perbaikan pada neraca perdagangan migas. Defisit neraca perdagangan migas tercatat sebesar USD 1,06 miliar pada April 2014. Jumlah tersebut lebih kecil sebesar USD 0,29 miliar dibanding defisit pada bulan Maret 2014. Secara persentase defisit turun sebanyak 21,6%. Perbaikan ini ditopang oleh penurunan nilai impor migas sebesar USD 0,3 miliar. Secara month-to-month, penurunan impor migas pada April 2014 disebabkan oleh menurunnya impor minyak mentah dan hasil minyak Indonesia. Impor minyak mentah turun sebesar 24,78% dari USD 1,42 miliar menjadi USD 1,07 miliar. Sedangkan impor hasil minyak hanya turun sekitar 0,5% dari sebelumnya sebesar USD 2,36 miliar. Namun demikian penurunan impor kedua komoditas tersebut tidak diikuti oleh impor gas yang justru naik sebesar 29,63%.
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
7
Gambar 5: Neraca Perdagangan Non-Migas Indonesia, April 2012-April 2014 (USD miliar) Neraca perdagangan nonmigas Indonesia kembali defisit
Sumber: BPS dan CEIC (2014)
Setelah sempat mengalami periode panjang surplus dari bulan Juli 2013, neraca perdagangan nonmigas Indonesia kembali defisit di bulan April 2014. Penurunan kinerja ini berbanding terbalik dengan kondisi pada kuartal I-2014 yang menunjukkan tren positif pada kinerja neraca perdagangan nonmigas. Sejak Januari hingga April 2014, neraca perdagangan memiliki surplus mencapai USD 4,2 miliar, tetapi pada bulan Juni berbalik menjadi defisit sebesar USD 0,9 miliar. Namun apabila melihat pada perubahan month-to-month, nilai surplus perdagangan nonmigas turun sebanyak 144,58 %. Hal ini karena ekspor nonmigas pada bulan April yang turun sebesar USD 0,89 miliar, sedangkan impor nonmigas naik sebesar USD 2,03 miliar dibandingkan pada bulan Maret. Kontraksi pada ekspor nonmigas dipicu oleh penurunan pada ekspor komoditas lemak dan minyak hewan/nabati. Ekspor komoditas ini turun secara month-to-month sebesar 45,02% di bulan April 2014, kemudian berturut-turut diikuti oleh perhiasan/permata (23,15%), kendaraan dan bagiannya (23,15%), bahan bakar mineral (9,78%) serta mesin/ peralatan listrik (3,75%). Adapun berdasarkan negara tujuan ekspor, maka yang mengalami penurunan adalah ekspor Indonesia ke India (23,93%), Tiongkok (16,47%), Thailand (17,70%), dan Malaysia (10,15%). Ekspansi impor nonmigas secara keseluruhan terutama didorong oleh komoditas mesin dan 8
Indonesian Economic Review and Outlook
Perkembangan Ekonomi dan Fiskal
peralatan mekanik serta komoditas mesin dan peralatan listrik. Keduanya masing-masing secara berurutan mengalami peningkatan impor sebesar USD 0,36 miliar dan USD 0,27 miliar. Adapun dari sisi ekspor, komoditas yang paling besar kenaikannya adalah alas kaki yaitu sebesar 29,49%. Kembali ke struktur PDB, perlambatan pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan terjadi pada sektor primer. Pada kuartal I-2014, sektor primer (yang terdiri dari Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan dan Sektor Pertambangan dan Penggalian) mencatat pertumbuhan sebesar 1,97% (y-o-y), melambat jika dibandingkan pertumbuhan pada kuartal IV-2013 yang mencapai 3,86% (y-o-y). Kondisi ini terutama dipengaruhi oleh sektor pertambangan yang mengalami kontraksi sebesar -0,38% (y-o-y). Sementara itu, perlambatan juga terjadi pada sektor industri dan sektor jasa yang masing-masing mencatat pertumbuhan sebesar 5,46% (y-o-y) dan 6,39% (y-o-y), sedikit lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada kuartal IV-2013. Selanjutnya, berdasarkan data yang dilansir BPS, sektor yang mencatat pertumbuhan tertinggi secara yearon-year pada kuartal I-2014 secara berurutan adalah Sektor Pengangkutan dan Komunikasi (10,23%), Sektor Konstruksi (6,54%), dan Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih (6,52%). Perkembangan berbagai indikator makroekonomi Indonesia menjauh dari asumsi APBN 2014. Hal ini yang menjadi alasan utama pengajuan RAPBNP 2014 oleh pemerintah untuk mengamankan pelaksanaan APBN 2014. Ambang batas defisit 3% dari PDB yang ditetapkan oleh undangTabel 1: Perbandingan Asumsi Makro RAPBNP 2014 Asumsi pertumbuhan ekonomi dikoreksi menjadi hanya 5,5% dalam RAPBNP 2014
Catatan: * Per 11 Juni 2014, DPR telah menyetujui seluruh perubahan asumsi makro kecuali asumsi nilai tukar yang disetujui IDR/USD 11.600; pembahasan RAPBNP masih terus berlanjut hingga tulisan ini dimuat
Sumber: Kementerian Keuangan, Nota Keuangan dan RAPBNP 2014
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
9
undang bisa terlampaui jika tidak dilakukan penyesuaian pada anggaran negara. Pendapatan negara berpotensi untuk turun signifikan karena pertumbuhan ekonomi dan lifting migas diperkirakan akan lebih rendah dari target, sementara belanja negara membengkak karena peningkatan beban subsidi energi dan pelemahan nilai rupiah. Perlu dicatat bahwa asumsi makro APBN hanyalah panduan bagi penentuan anggaran negara dan bukan target yang harus dicapai oleh penyelenggara negara. Postur APBN akan semakin tidak 'sehat' dengan komposisi belanja pemerintah pusat yang semakin terbebani subsidi. Subsidi yang diajukan diperkirakan akan mencapai IDR 444,9 triliun atau lebih besar 33,3% dari alokasi dalam APBN 2014. Jumlah tersebut jika dikombinasikan dengan belanja pegawai melebihi separuh dari total belanja pemerintah pusat (55,9%). Akibatnya, alokasi untuk belanja modal rencananya turun sebesar IDR 32,9 triliun. Sekitar 88% belanja subsidi yang diajukan dialokasikan untuk subsidi energi. Jumlah ini merupakan akumulasi dari peningkatan subsidi untuk BBM & LPG dan listrik. Alokasi subsidi BBM & LPG 3 kg yang diajukan meningkat menjadi IDR 284,99 triliun atau 35,2% dari yang dialokasikan pada APBN 2014. Sementara itu, subsidi listrik meningkat menjadi IDR Tabel 2: Ringkasan Belanja Pemerintah Pusat (IDR triliun) Alokasi subsidi yang diajukan membengkak 33,3%; belanja modal menurun 17,9 %
Catatan: * unaudited ** pembahasan RAPBNP masih terus berlanjut hingga tulisan ini dimuat
Sumber: Kementerian Keuangan, Nota Keuangan dan RAPBNP 2014
10
Indonesian Economic Review and Outlook
Perkembangan Ekonomi dan Fiskal
107,15 triliun. Lonjakan ini utamanya terjadi karena revisi asumsi kurs rupiah terhadap dolar AS dan lifting minyak. Dalam RAPBNP 2014, kurs melemah dari IDR/USD 10.500 menjadi IDR/USD 11.600 dan lifting minyak turun dari 870 ribu menjadi hanya 818 ribu barel per hari. Sementara itu, alokasi untuk subsidi non-energi meningkat IDR 1,1 triliun. Peningkatan ini merupakan efek bersih dari peningkatan alokasi untuk subsidi pajak sebesar IDR 1,8 triliun dan penurunan subsidi pangan IDR 0,7 triliun. Tabel 3: Komposisi Belanja Subsidi (IDR triliun) Alokasi subsidi energi yang diajukan dalam RAPBNP 2014 mencapai 88,15% dari total subsidi
Catatan: * unaudited ** pembahasan RAPBNP masih terus berlanjut hingga tulisan ini dimuat
Sumber: Kementerian Keuangan, Nota Keuangan dan RAPBNP 2014
2. Naiknya defisit APBN dalam RAPBNP yang dibiayai penerbitan SBN diharapkan mampu menggenjot pertumbuhan ekonomi Pada pembahasan 13 Juni 2014, DPR menyetujui defisit sebesar 2,4% dari PDB atau IDR 241,49 triliun. Jumlah ini meningkat IDR 66,1 triliun dari defisit yang ditetapkan dalam APBN 2014. Hal ini tentu saja tidak sejalan Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
11
Tabel 4: Ringkasan RAPBNP 2014, APBN 2014 dan Realisasi 2013 (IDR triliun) Dalam pembahasan per 13 Juni 2014, DPR menyepakati defisit anggaran naik menjadi 2,4% terhadap PDB
Catatan: * unaudited ** per 13 Juni 2014; pembahasan RAPBNP masih terus berlanjut hingga tulisan ini dimuat
Sumber: Kementerian Keuangan, Nota Keuangan dan RAPBNP 2014
dengan keinginan awal pemerintah untuk mengurangi defisit APBN pada tahun ini. Sebagai perbandingan realisasi defisit tahun lalu sebesar 2,2% dari PDB atau IDR 202,8 triliun. Pendapatan dan belanja negara telah disepakati masing-masing sebesar IDR 1.635,4 triliun dan IDR 1.876,8 triliun dalam pembahasan sementara yang masih berlangsung di DPR. Target pendapatan negara mengalami penurunan 1,9% dari alokasi pada APBN 2014 atau IDR 31,8 triliun. Penurunan ini akibat perkiraan pendapatan dalam negeri yang turun cukup signifikan baik dari pajak maupun non-pajak. Sementara itu, alokasi belanja negara meningkat 12,7% atau IDR 211 triliun. Hingga tulisan ini dimuat, belum ada publikasi resmi mengenai detail penerimaan dan belanja negara. Namun demikian, dalam pengajuan RAPBNP 2014, peningkatan ini utamanya bersumber dari peningkatan belanja pemerintah pusat yaitu untuk subsidi energi. Peningkatan ini sebenarnya sudah terkurangi dengan pengajuan penghematan di kementerian dan lembaga sebesar IDR 98,5 triliun serta dana perimbangan yang menurun seiring dengan penurunan pendapatan negara sebesar IDR 8,9 triliun. Sementara itu, proporsi penyerapan APBN per kuartal I-2014 tercatat lebih rendah dibandingkan pada APBN 2013 kuartal I. Di kuartal I-2013, belanja sudah terealisasi 16,2% dari total belanja APBN 2013, sedangkan pada Maret tahun ini baru mencapai 15,6% dari total belanja negara dalam APBN 2014. Meski demikian, secara nominal realisasi belanja di 2014 lebih 12
Indonesian Economic Review and Outlook
Perkembangan Ekonomi dan Fiskal
Tabel 5: Realisasi Belanja Negara dan Penerimaan & Hibah 2013:Q1 dan Maret 2014:Q1 Proporsi realisasi belanja APBN 2014:Q1 menurun; pencapaian penerimaan APBN 2014:Q1 meningkat
Catatan: * Nilai yang telah disepakati di DPR dalam pembahasan sementara; pembahasan RAPBNP masih terus berlanjut hingga tulisan ini dimuat
Sumber: Kementerian Keuangan, I-account (diolah)
tinggi dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Di lain sisi, pencapaian realisasi penerimaan APBN per kuartal-I 2014 sudah lebih tinggi dibandingkan pada APBN 2013 kuartal I. Per kuartal I2014, tercatat penerimaan sudah mencapai 17,3% dari total target penerimaan negara dalam APBN 2014. Angka ini lebih tinggi dari 16,6% dari APBN 2013 yang merupakan pencapaian di Maret tahun lalu. Hal ini mengindikasikan adanya perbaikan dalam optimalisasi penerimaan negara di tahun ini. Meski demikian, pemerintah tetap melakukan revisi dengan target penerimaan yang lebih rendah dalam RAPBNP 2014. Utang luar negeri Indonesia naik menjadi USD 276,49 miliar pada bulan Maret 2014. Angka tersebut tumbuh 9,2% (y-o-y) dibandingkan dengan posisi bulan yang sama tahun 2013. Dengan perkembangan ini, pertumbuhan utang luar negeri pada Maret 2014 tercatat sedikit meningkat bila dibandingkan dengan pertumbuhan Febuari 2014 yang tercatat tumbuh sebesar 8% (y-o-y). Jumlah utang luar negeri yang nilainya terus bertambah akan semakin membebani perekonomian dalam negeri apabila depresiasi nilai rupiah terus terjadi. Posisi utang luar negeri pada Maret 2014 terdiri dari utang luar negeri sektor publik sebesar USD 130,51 miliar dan sektor swasta sebesar USD 145,98 miliar. Dari jumlah itu, porsi utang luar negeri sektor publik dan swasta terhadap total utang luar negeri pada Maret 2014 masing-masing mencapai 47,2% dan 52,8%. Besarnya utang luar negeri sektor swasta patut mendapat sorotan karena pada bulan Maret 2014 tumbuh sebesar 13,1% (yo-y), meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya yang Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
13
Gambar 6: Utang Luar Negeri Indonesia, September 2011 - Maret 2014 (USD Miliar) Utang luar negeri Indonesia mengalami peningkatan
Sumber: Direktorat Jenderal Anggaran dan CEIC (2014, diolah)
tumbuh sebesar 12,8% (y-o-y). Sementara itu, utang luar negeri sektor publik di bulan Maret 2014 tumbuh sebesar 5,1% (y-o-y), lebih tinggi dari pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 3,2% (y-o-y). Pemerintah perlu mencermati dan mengambil langkah strategis untuk mencegah terjadinya pembengkakan utang luar negeri. Posisi utang luar negeri Indonesia yang berada pada posisi mengkhawatirkan terlihat pada peningkatan rasio pembayaran utang (debt service ratio) yang mengalami peningkatan tajam pada kuartal IV-2013, tercatat sebesar 52,7%. Angka ini menunjukkan bahwa manajemen utang pemerintah harus menjadi perhatian besar, jika tidak maka sebagian hasil devisa Indonesia hanya akan digunakan untuk membayar utang dan bukan untuk membiayai programprogram yang produktif. Utang luar negeri yang terus meningkat juga disebabkan oleh BI rate yang mencapai 7,5%. Hal ini membuat swasta lebih memilih untuk mencari likuiditas dari luar negeri yang memiliki suku bunga pinjaman yang lebih kompetitif dari domestik. Peningkatan BI rate menunjukkan kontraksi atau perlambatan yang saat ini sedang terjadi di Indonesia. Daya tarik Indonesia di mata investor asing masih belum hilang. Tidak hanya pasar saham, pasar obligasi pun tak lepas dari sasaran pemodal asing.
14
Indonesian Economic Review and Outlook
Perkembangan Ekonomi dan Fiskal
Gambar 7: Kepemilikan Asing Atas Surat Berharga di Indonesia Oktober 2011- April 2014 (IDR Triliun) Kepemilikan asing atas surat berharga meningkat
Sumber: Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, OJK, dan CEIC (2014)
Kepemilikan asing dalam obligasi pemerintah pada April 2014 mencapai IDR 377 triliun atau mencerminkan 41% dari total obligasi yang beredar. Jika dibandingkan dengan April tahun lalu, kepemilikan asing dalam obligasi pemerintah pada April 2014 meningkat 23.7% dari IDR 304,72 triliun. Sementara itu, kepemilikan asing atas ekuitas pada Maret 2014 mencapai IDR 1.645,52 triliun. Jika dibandingkan dengan Maret 2013, kepemilikan asing atas ekuitas pada Maret 2014 turun 7,1% dari IDR 1.771,25 triliun. Selanjutnya, kepemilikan asing atas SBI pada April 2014 tercatat sebesar IDR 9,9 triliun, meningkat sebesar IDR 8,26 trilun dibandingkan dengan posisinya pada April 2013. Keberadaan modal asing pada perekonomian suatu negara seringkali menimbulkan pro-kontra. Pada saat ekonomi sedang mengalami perlambatan, modal baik asing maupun domestik diperlukan untuk suatu aksi ekspansi yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, masuknya modal asing juga menimbulkan kekhawatiran di kalangan sektor domestik karena kehadiran modal asing seringkali dianggap bisa mengancam keberadaan industri lokal. Selain itu, muncul kekhawatiran jika suatu saat investor asing tiba-tiba menarik dana dan memindahkannya ke luar negeri, terutama terhadap instrumen yang berjangka waktu pendek. Akibatnya, likuiditas berkurang, sehingga investasi berkurang dan
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
15
perekonomian melambat. Oleh karena itu, kini pemerintah Indonesia terus melakukan penguatan pasar domestik, peningkatan pendalaman pasar keuangan agar likuid itas meningkat , perluas an basis investor, dan diversifikasi instrumen agar lebih bervariasi. Penerbitan SBN merupakan satu cara yang paling dipilih oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan dalam negeri. Total SBN outstanding April 2014 sebesar IDR 1.495,74 triliun meningkat sebesar IDR 327,83 triliun (y-o-y) (lihat Gambar 12). Pada April 2014, obligasi bunga tetap sebesar IDR 828,32 triliun naik sebesar IDR 173,47 triliun (y-o-y). Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) April 2014 sebesar IDR 98,90 triliun naik sebesar IDR 23,04 triliun (y-o-y). Tren yang selalu positif ini menunjukkan bahwa SBSN semakin diminati oleh masyarakat dan pasar obligasi syariah semakin berkembang di Indonesia. SBSN juga digunakan oleh pemerintah untuk menarik dana untuk menutup defiist APBN 2014. Selain itu, kehadiran SBSN ini diharapkan mampu menarik minat investor asing etrutama dari kawasan Timur Tengah untuk berinvestasi di Indonesia. Obligasi denominasi Valuta Asing April 2014 mengalami penurunan sebesar IDR 2,95 triliun menjadi IDR 405,96 triliun dari Maret 2014, meningkat sebesar IDR 112,53 triliun (y-o-y). Surat Perbendaharaan Negara turun tipis sebesar IDR 500 miliar dari Maret 2014 menjadi IDR 39,8 triliun dan meningkat sebesar IDR 18,78 triliun (y-o-y). Gambar 8: Kepemilikan Asing atas Surat Berharga, Oktober 2011 – Februari 2014 (IDR triliun) Kepemilikan asing atas surat berharga Indonesia meningkat
Sumber: DJPU Kementerian Keuangan dan CEIC (2014)
16
Indonesian Economic Review and Outlook
Perkembangan Ekonomi dan Fiskal
Manajemen pengelolaan keuangan negara yang lebih baik mutlak dibutuhkan pada pemerintahan baru nanti. Tantangan yang cukup besar akan dihadapi oleh pemerintahan selanjutnya. Namun, rasanya cukup adil untuk optimistis, mengingat isu ini hampir menjadi bahan program ekonomi semua partai maupun calon presiden peserta pemilu. Terlebih lagi alokasi anggaran untuk penyelenggaraan pemilu yang notabene untuk mencari para wakil rakyat baik di eksekutif maupun legislatif ini semakin besar—tumbuh 9,5% secara riil¹. Dana Pemilu 2014 dianggarkan IDR 20,5 triliun, sedangkan pada Pemilu 2009 sebesar IDR 15,1 triliun (DJA-Kemenkeu, 2014). Semoga alokasi anggaran untuk pemilu ini berbanding lurus dengan kualitas orangorang pilihannya.
3. Kinerja neraca perdagangan yang memburuk tidak diikuti perbaikan signifikan pada neraca transaksi berjalan Dibandingkan dengan kuartal I-2013, defisit neraca transaksi berjalan saat ini masih sedikit lebih baik. Pada kuartal I-2014, neraca transaksi berjalan tercatat defisit sebesar USD 4,19 miliar. Sedangkan di kuartal I2013, nilai defisit lebih besar yaitu mencapai USD 6,01 miliar. Demikian pula secara quarter-to-quarter, kinerja neraca transaksi berjalan Indonesia juga mengalami sedikit perbaikan. Nilai defisit turun tipis sekitar USD 0,12 miliar dari sebelumnya sebesar USD 4,31 miliar. Perbaikan kinerja tersebut terutama disebabkan oleh berkontraksinya defisit neraca pendapatan dan perdagangan jasa. Nilai defisit neraca pendapatan dan perdagangan jasa pada kuartal I2014 berkurang. Pada kuartal IV-2013, kedua neraca secara berurutan memiliki defisit sebesar USD 6,98 miliar dan USD 3,11 miliar. Kemudian pada kuartal berikutnya, defisit masing-masing neraca turun menjadi USD 6,49 miliar dan USD 2,21 miliar. Penurunan nilai defisit neraca pendapatan disebabkan oleh pembayaran bunga pinjaman luar negeri pemerintah dan swasta yang lebih rendah serta menurunnya keuntungan perusahaan PMA
¹ Secara nominal tumbuh 35,8%, sedangkan laju inflasi dari 2009 hingga Mei 2014 sebesar 26,3%, sehingga pertumbuhan riil sebesar 9,5%
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
17
Gambar 9: Neraca Transaksi Berjalan Indonesia 2011:Q1-2014:Q1 (USD miliar) Defisit neraca transaksi berjalan mengalami perbaikan tipis
Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2014)
yang dimiliki oleh investor asing. Adapun penurunan nilai defisit neraca perdagangan jasa ditopang oleh defisit sektor transportasi yang turun sebesar USD 0,23 miliar dan ekspansi surplus sebesar USD 0,4 miliar pada sektor perjalanan. Surplus neraca perdagangan barang dan neraca transfer berjalan mengalami penurunan di kuartal I-2014. Dibanding kuartal sebelumnya, nilai surplus masing-masing neraca secara berurutan turun sebesar 25,52% dan 4,96% menjadi USD 3,55 miliar dan USD 0,97 miliar. Surplus neraca perdagangan barang mengalami penurunan karena ekspor non migas pada kuartal ini turun sebesar USD 3,06 miliar. Selain itu penurunan surplus juga dikarenakan defisit perdagangan minyak Indonesia yang meningkat. Sedangkan surplus neraca transfer berjalan turun tipis yang disebabkan oleh penurunan penerimaan pemerintah dan pengiriman uang dari tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Surplus neraca transaksi modal dan finansial menurun di kuartal I2014. Surplus neraca transaksi modal dan finansial turun dari USD 8,85 miliar di kuartal IV-2013 menjadi USD 7,83 miliar di kuartal I-2014. Penurunan surplus ini dikarenakan transaksi investasi lainnya yang mengalami defisit. Setelah sempat surplus sebesar USD 6,52 miliar pada kuartal IV-2013, nilai investasi lainnya berbalik menjadi defisit USD 4,14
18
Indonesian Economic Review and Outlook
Perkembangan Ekonomi dan Fiskal
Gambar 10: Neraca Transaksi Modal dan Finansial, 2011:Q1-2014:Q1 (USD miliar) Surplus transaksi modal dan finansial menurun miliar. Kondisi ini disebabkan karena baik dari sisi aset maupun kewajiban, nilai transaksi investasi lainnya tercatat defisit. Pada sisi aset besar defisit mencapai USD 3,36 miliar dan di sisi kewajiban defisit transaksi berjalan adalah sebesar USD 0,77 miliar. Meskipun demikian, kinerja transaksi modal dan finansial saat ini jauh lebih baik bila dilihat secara year-on-year. Pada kuartal I-2013, neraca transaksi modal dan finansial mengalami defisit sebesar USD 0,55 miliar. Terjadi ekspansi yang besar pada transaksi investasi langsung dan portofolio di kuartal I-2014. Kenaikan terbesar secara absolut terjadi pada surplus transaksi investasi portofolio, dari USD 1,79 miliar di kuartal IV-2013 menjadi USD 8,97 miliar pada kuartal I-2014. Perbaikan kinerja transaksi Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2014)
investasi portofolio disebabkan adanya peningkatan arus modal asing yang masuk ke Indonesia dalam bentuk pembelian berbagai macam instrumen surat berharga domestik yang diterbitkan oleh sektor publik maupun swasta. Sejalan dengan hal tersebut, arus modal asing dalam bentuk PMA juga meningkat menjadi USD 4,53 miliar sehingga mendorong surplus transaksi investasi langsung naik dari USD 0,53 miliar menjadi USD 2,99 miliar. Tren perbaikan kinerja neraca pembayaran terhenti pada kuartal I2014. Hal ini ditunjukkan oleh surplus neraca pembayaran yang lebih rendah dibandingkan kuartal sebelumnya. Pada kuartal IV-2013, neraca pembayaran surplus sebesar USD 4,41 miliar. Namun kini turun menjadi hanya setengahnya yaitu sebesar USD 2,07 miliar pada kuartal I-2014. Sehingga secara persentase terdapat penurunan surplus sekitar 53,17% quarter-to-quarter. Penurunan surplus neraca pembayaran ini dipicu oleh penurunan surplus neraca transaksi modal dan finansial yang tidak mampu diimbangi oleh perbaikan kinerja neraca transaksi berjalan. Namun apabila dibandingkan dengan kuartal I-2013, neraca pembayaran memperlihatkan kondisi yang lebih baik. Pada kuartal I-2013 neraca pembayaran mengalami defisit sebesar USD 6,61 miliar. Kemudian pada tahun 2014 kuartal yang sama, kondisi neraca pembayaran berubah menjadi surplus. Sehingga secara year-on-year, neraca pembayaran naik sebesar USD 8,68 miliar.
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
19
Gambar 11: Neraca Pembayaran 2010:Q1-2013:Q4 (USD miliar)
Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2014)
4. Peningkatan cadangan devisa masih belum berkualitas Cadangan devisa pada Mei 2014 mencapai USD 107,048 miliar, meningkat USD 1,485 miliar dibandingkan April 2014. Angka tersebut dapat membiayai 6,2 bulan impor sehingga memenuhi standar kecukupan internasional (tiga bulan impor). Kemudian, pada April mencapai USD 105,56 miliar, meningkat USD 2,97 miliar dibandingkan Maret 2014. Peningkatan devisa ini beriringan dengan kenaikan nilai ekspor migas Indonesia pada April–Mei 2014 dan arus masuk modal asing ke Indonesia selama Mei 2014. Bank Indonesia melalui PBI No. 14/25/PBI/2012 tentang Penerimaan Devisa Hasil Ekspor dan Penarikan Devisa Utang Luar Negeri telah mensyaratkan penempatan dana hasil ekspor pada bank devisa di Indonesia yang cukup efektif dalam upaya peningkatan cadangan devisa. Sedangkan pada Maret 2014, cadangan devisa turun 0,145% dibandingkan bulan sebelumnya, atau senilai USD 149 juta. Penurunan ini disebabkan oleh pembayaran obligasi pemerintah yang jatuh tempo senilai USD 2 miliar. Berkaitan dengan hal tersebut, Bank Indonesia memperkirakan pada kuartal ke dua 2014 ini akan terjadi tekanan pada jumlah cadangan devisa. Secara musiman, kuartal II biasanya merupakan periode di mana banyak terjadi jatuh tempo pembayaran bunga, dividen, dan royalti.
20
Indonesian Economic Review and Outlook
Perkembangan Ekonomi dan Fiskal
Gambar 12: Cadangan Devisa Indonesia (miliar USD) dan Perkembangan Nilai Tukar (IDR/USD), Mei 2011 – Mei 2014 Level cadangan devisa terus menanjak mencapai USD 107,048 miliar; rupiah masih lemah
Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2014)
Di sisi lain, kenaikan cadangan devisa juga turut disumbangkan oleh penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sejak Januari 2014. Pada kuartal I–2014, SBN dengan denominasi asing meningkat USD 3,05 miliar. Penambahan nilai SBN tersebut membuat komposisi Surat Utang Negara (SUN) denominasi USD berjumlah USD 30,19 miliar, denominasi JPY 155 miliar, dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) USD 4,15 miliar. Pada kuartal IV–2013, nilai SUN dengan denominasi USD mencapai USD 27,14 miliar, SUN denominasi JPY 155 miliar, dan SBSN USD 4,15 miliar. Secara keseluruhan, investasi portofolio asing, dalam bentuk saham maupun SUN, tercatat meningkat drastis USD 8,51 miliar pada kuartal I–2014, dibandingkan kuartal IV–2013 yang tercatat sebesar USD 1,63 miliar. Peningkatan cadangan devisa tidak diikuti penguatan nilai kurs rupiah. Nilai kurs pada akhir Mei 2014 (IDR 11.611 per USD) tercatat melemah 0,69% dibandingkan April 2014 (IDR 11.532 per USD). Sedangkan nilai kurs pada April 2014 juga melemah dibanding bulan sebelumnya. Rupiah tertekan dikarenakan adanya sentimen negatif pasar menyusul neraca perdagangan yang di luar ekspektasi kembali mengalami defisit (neraca perdagangan April 2014 defisit USD 1,96 miliar) dan pola musiman pembayaran utang luar negeri pada kuartal II. Di samping itu, kebijakan The Fed tentang keberlanjutan pengurangan quantitative easing pada tahun ini Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
21
Tabel 6: Posisi Surat Berharga Negara Denominasi Asing dan Utang Bilateral, Tahun 2012 – 2014 (semua dinyatakan dalam USD miliar kecuali yang disebutkan lain) Peningkatan SBN denominasi USD meningkat USD 3,05 miliar pada kuartal I–2014; utang bilateral meningkat USD 4,45 miliar pada April 2014
Catatan: * = JPY miliar
Sumber: DJPU dan CEIC (diolah, 2014)
kembali memengaruhi perilaku pasar. Tren pelemahan rupiah mungkin akan berlanjut setelah The Fed kembali merencanakan menaikkan tingkat suku bunga acuan (Fed Fund rate) pada tahun 2015 mendatang. Secara khusus, dinamika tahun politik Indonesia yang akan melangsungkan pemilihan presiden turut mengoreksi nilai rupiah pada Mei 2014. Tahun politik merupakan saat-saat penuh ketidakpastian dikarenakan investor mencari aman dengan strategi “wait and see”.
5. Capaian positif dalam pasar tenaga kerja masih belum optimal Tingkat pengangguran terbuka pada Februari 2014 mencatat angka terendah selama tiga tahun terakhir yaitu sebesar 5,7%. Berdasarkan data yang dilansir BPS, jumlah orang yang menganggur pada Februari 2014 adalah 7,15 juta orang, menurun dibandingkan pada September 2013 di mana jumlah orang yang menganggur mencapai 7,41 juta orang. Hal ini sejalan dengan kenaikan jumlah tenaga kerja pada sektor informal dan tenaga kerja paruh waktu. Menurut data BPS, pekerja informal bertambah sebanyak 420 ribu orang dalam setahun terakhir (Februari 2013 – Februari 2014), dengan persentase pertumbuhan sebesar 0,60% (y-o-y). Selain itu, BPS juga mencatat pekerja paruh waktu meningkat tajam dari 22,93 juta orang pada Februari 2013 menjadi 26,40 juta orang pada Februari 2014. Meskipun tingkat pengangguran membaik, BPS mencatat penyerapan tenaga
22
Indonesian Economic Review and Outlook
Perkembangan Ekonomi dan Fiskal
Gambar 13: Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dan Pengangguran Terbuka di Indonesia, Februari 2011 – Februari 2014 (dalam %) Tingkat pengangguran terbuka membaik
Sumber: BPS dan CEIC (2014)
kerja pada Februari 2014 lebih banyak didominasi oleh tenaga kerja yang berpendidikan SD ke bawah yaitu sebanyak 46,80% dan hanya 7,49% tenaga kerja yang berpendidikan universitas. Sementara itu, tingkat partisipasi angkatan kerja pada Februari 2014 meningkat yaitu mencapai angka 69,17% jika dibandingkan pada Agustus 2013 yang mencapai 66,77%. Dilihat dari struktur lapangan pekerjaan hingga Februari 2014, kontribusi tenaga kerja di sektor Pertanian sedikit meningkat. Meskipun begitu, jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya, kontribusi penduduk yang bekerja pada sektor pertanian mengalami penurunan. Menurut data BPS, penduduk yang bekerja pada sektor Pertanian menurun dari 41,11 juta orang pada Februari 2013 menjadi hanya 40,83 juta orang pada Februari 2014. Sementara itu jumlah penduduk yang bekerja di sektor Perdagangan dan Jasa kemasyarakatan terus meningkat. Hal ini menunjukkan peralihan struktur ketenagakerjaan di Indonesia dari sektor Pertanian ke sektor lainnya, terutama sektor Perdagangan, Jasa dan Industri. Meskipun demikian, sektor Pertanian masih mendominasi sebagai penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja di Indonesia dengan kontribusi sebesar 34,55%. Setelah sektor Pertanian, sektor yang turut berkontribusi besar dalam penyerapan tenaga kerja di Indonesia hingga Februari 2014 secara berurutan adalah sektor
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
23
Tabel 7: Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, Tahun 2012-2014 (%) Sektor Pertanian masih menjadi penyumbang terbesar dalam penyerapan tenaga kerja di Indonesia, meski dengan tren yang menurun
Sumber: BPS dan CEIC (2014)
Perdagangan dengan kontribusi sebesar 21,84%, sektor Jasa Kemasyarakatan dengan kontribusi sebesar 15,64% dan sektor Industri dengan kontribusi sebesar 13,02%.
24
Indonesian Economic Review and Outlook
B. SITUASI MONETER DAN PASAR KEUANGAN
1. Tingkat harga dalam negeri masih terjaga Memasuki musim panen bahan pangan, inflasi Maret 2014 dapat ditekan. Inflasi Maret 2014 tercatat sebesar 7,32% (y-o-y) lebih rendah dari bulan sebelumnya. Menurut dekomposisinya, pada Maret 2014 (y-o-y) inflasi inti tercatat 5,35%, inflasi harga bergejolak tercatat 5,55, dan inflasi harga diatur pemerintah 16,84%. Secara month-to-month, inflasi Maret 2014 tercatat sebesar 0,08%. Kemudian pada April 2014, inflasi masih mengalami penurunan dan tercatat sebesar 7,25% (y-o-y) karena masih tertekan harga komoditas yang panen. Secara year-on-year, inflasi inti tercatat 5,46%, inflasi harga bergejolak sebesar 5,24%, dan inflasi harga diatur pemerintah sebesar 17%. Sedangkan secara month-to-month, April 2014 mengalami deflasi 0,02%. Tingkat inflasi kembali naik pada Mei 2014, meski komoditas bahan pangan masih mengalami musim panen. Inflasi pada Mei 2014 tercatat sebesar 7,32% (y-o-y), lebih tinggi dibandingkan Mei 2013 yang sebesar 5,47% (y-o-y). Sedangkan, secara month-to-month, inflasi Mei 2014 sebesar Gambar 14: Tingkat Inflasi, Tahun Mei 2011 – Mei 2014 (y-o-y, dalam %) Inflasi Mei2014 mencapai 7,32% (y-o-y)
Sumber: BPS dan CEIC (2014)
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
25
0,16%. Jika dilihat dari dekomposisinya, secara year-on-year, inflasi inti tercatat 5,63%, inflasi harga bergejolak sebesar 6,17%, dan inflasi harga yang diatur pemerintah sebesar 16,23%. Secara month-to-month, April 2014 tercatat deflasi sebesar 0,02% (m-tm), dikarenakan turunnya harga kelompok pengeluaran bahan makanan. Kelompok bahan makanan deflasi sebesar 1,09% (m-t-m). Bahan makanan yang turun harga ada 6 item subkelompok, salah satunya subkelompok bumbu-bumbuan (7,4%). Share inflasi kelompok bahan makanan -0,22% terhadap inflasi umum April 2014. Harga-harga yang turun antara lain cabai merah, beras, bayam, kangkung dan bawang merah. Kemudian, inflasi April 2014 didominasi kelompok pengeluaran Kesehatan dengan nilai 0,6% (m-t-m). Komposisi inflasi pada Mei 2014 (month-tomonth) didominasi oleh kelompok pengeluaran kesehatan yang tercatat Tabel 8: Tingkat Inflasi Menurut Kelompok Pengeluaran, Tahun 2011 – 2014 (2012=100, m-t-m, dalam %) Bahan makanan deflasi, inflasi bulan Mei 2014 0,16% (m-t-m)
Catatan: (1) Makanan; (2) Makanan Olahan, Minuman, Tembakau; (3) Perumahan, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar; (4) Sandang; (5) Kesehatan; (6) Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga; (7) Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
Sumber: BPS dan CEIC (2014)
26
Indonesian Economic Review and Outlook
Situasi Moneter dan Pasar Keuangan
sebesar 0,41%, disusul inflasi kelompok pengeluaran untuk Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau (0,35%), dan Perumahan Listrik, Gas, dan Bahan Bakar (0,23%). Sedangkan, kelompok pengeluaran Bahan Makanan masih mengalami deflasi seperti pada bulan sebelumnya. yang disebabakan oleh penurunan harga cabai rawit, cabai merah, dan beras yang masih dalam masa panen. Secara umum, kota-kota di Indonesia mengalami inflasi pada Mei 2014. Dari 82 kota, 67 kota mengalami inflasi dengan kota yang tercatat mengalami inflasi tertinggi adalah Pematang Siantar (1,09% m-t-m). Jumlah tersebut jauh meningkat dibandingkan dengan April 2014 yang hanya sebanyak 43 kota dan Maret 2014 yang sebanyak 45 kota. Sedangkan, lima belas kota lainnya mengalami deflasi pada Mei 2014 dengan Pangkal Pinang tercatat sebagai yang terbesar (1,27% m-t-m). Pada April 2014, kota yang mengalami inflasi tertinggi adalah Pangkal Pinang dengan nilai 1,57% (m-t-m) dan yang tercatat terendah adalah Jayapura dengan nilai -1,79% (m-t-m). Sedangkan, pada Maret 2014, kota dengan inflasi tertinggi adalah Merauke yang tercatat 1,15% (m-t-m) dan terendah Tual yang tercatat 2,43% (m-t-m).
2. Pasar keuangan masih relatif bullish Sementara itu, pasar saham Indonesia (IHSG) terus mengalami penguatan pada Mei 2014. Pada penutupan akhir Mei 2014, IHSG tercatat ada pada level 4.894 atau menguat 1,11% dibandingkan bulan sebelumnya. Bahkan, pada pertengahan Mei 2014, IHSG sempat menembus angka 5.031. Angka indeks 5.000 akan menjadi level psikologis yang baru bagi IHSG karena investor akan menjadikannya sebagai benchmark level harga baru yang akan memengaruhi perilaku pasar. Sedangkan pada penutupan April 2014, IHSG mencatat angka 4.840 atau menguat 1,51% dibandingkan bulan sebelumnya. Aktifnya IHSG pada level hijau menandakan investor sudah percaya dengan keadaan dan prospek ekonomi Indonesia di tengah tahun politik. Hal itu menandakan fundamental ekonomi Indonesia mulai kembali membaik. Pada kuartal I–2014 tercatat investor asing melakukan net buy sebesar IDR 24,62 triliun, lebih tinggi dibandingkan kuartal IV–2013 yang tercatat IDR 11,11 triliun.
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
27
Gambar 15: Pergerakan IHSG dan Indeks Imbal Hasil SUN Tenor 10 Tahun, Mei 2011 – Mei 2014 ( %) IHSG terus tumbuh positif; yield SUN di level 8,21% pada akhir Mei2014
Sumber: IDX, CEIC, dan Bloomberg (2014)
Pada pasar obligasi, pergerakan yield SUN di penutup Mei 2014 melemah 12 bps pada level 8,21%. Namun, seperti bulan-bulan sebelumnya, pergerakan imbal hasil fluktuatif mengikuti inflasi. Setelah cenderung menurun sejak Januari 2014, tingkat imbal hasil SUN Mei 2014 naik dikarenakan inflasi Mei 2014 lebih tinggi dibandigkan April 2014. Pada bulan-bulan sebelumnya, inflasi cenderung melambat sehingga tingkat imbal hasil SUN turun. Nilai imbal hasil SUN pada akhir April 2014 tercatat sebesar 8,09%. Sedangkan pada akhir Maret 2014 tercatat sebesar 8,21%.
3. Tidak ada perubahan berarti pada kebijakan moneter Suku bunga penjaminan LPS naik 25 basis poin (bps) menjadi 7,75% pada Mei 2014. Kenaikan ini sebagai upaya untuk dapat menjamin simpanan nasabah perbankan Indonesia saat ini. Tren kenaikan suku bunga perbankan masih terus berlanjut. Likuiditas perbankan pada aset domestik masih menunjukkan pengetatan. Hal ini beriringan dengan kebijakan moneter ketat BI yang tetap mempertahankan BI rate pada tingkat 7,5%. Kebijakan LPS ini berlaku hingga September 2014. Sedangkan suku bunga penjaminan LPS pada bulan Maret–April tidak mengalami kenaikan, tetap pada level 7,5%. 28
Indonesian Economic Review and Outlook
Situasi Moneter dan Pasar Keuangan
Gambar 16: Perkembangan Tingkat Suku Bunga Penjaminan LPS dan Deposito, 2011 – 2014* (%) Tingkat suku bunga penjaminan naik 25 bps, deposito berjangka 1 bulan masih melebihi BI Rate dan suku bunga LPS
Catatan: * = April 2014 (deposito berjangka) dan Mei 2014 (suku bunga penjaminan)
Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2014)
Suku bunga deposito berjangka tetap tinggi, melebihi tingkat suku bunga penjaminan. Suku bunga deposito berjangka satu bulan tercatat 8,1% pada April 2014. Hal ini mengindikasikan bahwa perbankan mengalami likuiditas ketat yang dipengaruhi oleh pertumbuhan likuiditas dalam arti luas (M2) yang juga melambat. Perlambatan M2 disebabkan oleh realisasi belanja pemerintah yang masih rendah dan pertumbuhan kredit yang menurun. Realisasi belanja pemerintah memiliki kecenderungan pola belanja sedikit pada awal tahun dan kemudian dikebut pada periode akhir tahun. Hingga kuartal I–2014, konsumsi pemerintah tercatat hanya tumbuh sebesar 3,6% (y-o-y), lebih rendah dibandingkan pada kuartal IV–2013 yang tumbuh 6,4% (y-o-y). Suku bunga kredit meningkat sejak Januari 2014: suku bunga kredit pada Februari 2014 rata-rata 12,51%, Maret 2014 rata-rata sebesar 12,53%, sedangkan pada April 2014 tercatat rata-rata sebesar 12,56%. Kebijakan moneter ketat pada Mei 2014 tetap dipertahankan dengan target pengendalian inflasi dan perbaikan neraca pembayaran. Hal tersebut ditandai dengan hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 12 Juni 2014 yang menyatakan BI rate tetap pada level 7,5%. Keputusan Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
29
Gambar 17: Perkembangan BI Rate, Mei 2011 – Mei 2014 (%) BI rate dipertahankan 7,5% pada Mei 2014
Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2014)
tersebut diambil setelah mempertimbangkan perkembangan inflasi yang terkendali, tren penurunan defisit transaksi berjalan, kondsi pasar finansial yang optimis, permintaan domestik yang masih mampu meredam kontraksi, dan prospek perekonomian Indonesia maupun global yang berangsur membaik. Di sisi lain, perekonomian Indonesia masih memiliki resiko antara lain: ketidakpastian dampak ekonomi global yang berkaitan erat dengan keberlajutan tapering off tahun ini disertai ekspektasi kenaikan Fed Fund Rate pada 2015; penurunan nilai ekspor dikarenakan perlambatan ekonomi Tiongkok sebagai salah satu mitra dagang utama; dan inflasi domestik yang terdampak dari kemungkinan cuaca buruk akibat perubahan iklim (El Nino) serta rencana kenaikan harga-harga yang diatur pemerintah (tarif dasar listrik dan gas LPG 12kg).
30
Indonesian Economic Review and Outlook
C. GAMA LEI DAN KONSENSUS PROYEKSI EKONOMI
1. GAMA Leading Economic Indicator (GAMA LEI) Leading Economic Indicator merupakan salah satu model early warning system untuk memprediksi arah pergerakan ekonomi di masa depan. GAMA Leading Economic Indicator (GAMA LEI) merupakan model yang dikembangkan oleh Tim Macroeconomic Dashboard FEB UGM. Titik balik serta kenaikan/penurunan garis pada model GAMA LEI digunakan untuk memprediksi arah pergerakan perekonomian Indonesia dalam beberapa waktu kedepan. Analisis GAMA LEI berdasarkan uji kuantitatif dan kualitatif untuk menghasilkan prediksi terbaik. GAMA LEI disusun dari berbagai macam indikator yang telah melewati uji statistik yang ketat. Kinerja pada variabel seperti investasi, total nilai penjualan mobil, ekspor dan cadangan devisa dari sisi ekonomi makro serta market capitalization dan IHSG dari pasar modal cukup berpengaruh pada kondisi perekonomian. Meskipun demikian, patut dicatat bahwa beberapa indikator ekonomi makro lainnya dapat berubah dengan cepat dalam beberapa waktu kedepan. GAMA LEI mampu memprediksi siklus perekonomian (PDB) Indonesia dengan cukup akurat pada beberapa waktu sebelumnya. Peramalan model GAMA LEI mampu memprediksi arah siklus perekonomian Indonesia selama ini dengan baik. Adanya penurunan kinerja pada beberapa indikator kunci perekonomian Indonesia menyebabkan pertumbuhan ekonomi di 2014:Q1 menurun dibandingkan dengan 2013:Q4. Dalam edisi ini, GAMA LEI akan memprediksi bagaimana perekonomian Indonesia berfluktuasi dalam tahun politik 2014, terutama menjelang pemilihan presiden bulan Juli mendatang. Keberagaman pola pada pertumbuhan ekonomi Indonesia serta proyeksi siklus perekonomian dalam model GAMA LEI menghasilkan peramalan yang komprehensif. Peramalan siklus bisnis menekankan pada pergerakan siklus perekonomian apakah berada pada fase ekspansi atau
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
31
Gambar 18: GAMA Leading Economic Indicator GAMA LEI memprediksi kecenderungan penurunan siklus perekonomian Indonesia
kontraksi dalam beberapa waktu ke depan. Siklus GAMA LEI 2014:Q1 berada pada fase ekspansi (berada di atas nilai 100) meskipun mempunyai arah menurun. Sebagai contoh: pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2014:Q1 secara year-on-year tercatat meningkat, namun siklus PDB yang dihasilkan dalam model tersebut mengalami pergerakan menurun walaupun dalam fase ekspansi.
2. Konsensus Proyeksi Indikator Makroekonomi Hasil konsensus menunjukkan nilai tiga indikator makro utama Indonesia yaitu pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan nilai tukar bergerak membaik dari tahun 2014 ke 2015. Konsensus diperoleh berdasarkan survei yang dilakukan oleh tim Macroeconomic Dashboard dengan responden dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM. Secara umum, prediksi pertumbuhan PDB riil (y-o-y) kuartal II-2014 bergerak membaik dibandingkan dengan realisasi pertumbuhan PDB riil kuartal I-2014. PDB riil (y-o-y) diprediksi tumbuh sebesar 5,46% ± 0,37% pada kuartal II-2014 dan 5,47% ± 0,42% pada kuartal III-2014.
32
Indonesian Economic Review and Outlook
GAMA LEI dan Konsensus Proyeksi Ekonomi
Adapun secara tahunan, prediksi pertumbuhan PDB riil 2014 dan 2015 masing-masing sebesar 5,63% ± 0,48% dan 6,0% ± 0,6% . Inflasi Indonesia tahun 2014-2015 diprediksi berada di atas tujuh persen. Tahun 2014, hasil prediksi inflasi Indonesia adalah sebesar 7,88% ± 1,38%. Tahun 2015 nilainya bergerak menurun menjadi 7,36% ± 1,82%. Sementara itu secara kuartalan, inflasi di Indonesia pada kuartal II-2014 dan III-2014 masing-masing sebesar 7,42% ± 1,56% dan 7,90% ± 1,59%. Nilai tukar rupiah diprediksi mulai membaik dan stabil pada tahun 2014, walaupun masih di sekitar nilai Rp/USD 11.000. Pada kuartal II2014 nilai tukar rupiah diperkirakan sebesar IDR/USD 11.563 ± IDR/USD 349. Di kuartal berikutnya, nilai tukar rupiah sedikit menguat menjadi IDR/USD 11.553 ± IDR/USD 390. Sementara itu secara tahunan, nilai tukar rupiah tahun 2014 adalah IDR/USD 11.366 ± IDR/USD 479 dan tahun 2015 menguat menjadi IDR/USD 11.072 ± IDR/USD 316.
Tabel 9: Estimasi Pertumbuhan PDB Riil (y-o-y, dalam %)
Sumber: Data Primer, diolah (2014)
Tabel 10: Estimasi Inflasi (y-o-y, dalam %)
Sumber: Data Primer, diolah (2014)
Tabel 11: Estimasi Nilai Tukar Rupiah (IDR/USD)
Sumber: Data Primer, diolah (2014)
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
33
D. ASEAN: Tantangan Tekanan Ekonomi Global dan Instabilitas Nasional Menuju AEC 2015 Memasuki ASEAN Economic Community (AEC) 2015, perekonomian kawasan masih dibayang-bayangi tekanan perekonomian global. The Fed melihat bahwa perekonomian domestik telah mulai stabil sehingga mengambil langkah tapering off yang merupakan kebijakan moneter ketat. Hal ini berdampak pada kecenderungan “keringnya” aliran modal dari Amerika Serikat ke kawasan yang menciptakan depresiasi mata uang nasional lebih dalam dari yang sebelumnya telah terjadi (sebagaimana keseimbangan baru nilai tukar Rupiah yang dialami Indonesia saat ini). Sementara itu dari Uni Eropa, walaupun secara umum kawasan tersebut dapat dikatakan telah melewati periode terburuk dari krisis, namun kinerja perekonomian negara-negara anggota kawasan tersebut masih sangat beragam. Pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut juga belum mampu secara signifikan mendorong pertumbuhan permintaan masyarakatnya terhadap produk-produk global, termasuk dari kawasan ASEAN. Sedangkan Tiongkok yang merupakan mitra dagang utama negara-negara kawasan ASEAN justru sedang mengalami kecenderungan “pendinginan” perekonomian yang akan berpengaruh pada kinerja perdagangan internasional saat ini. Instabilitas nasional menjadi tantangan yang semakin penting terhadap perekonomian negara-negara kawasan ASEAN. Instabilitas kawasan ASEAN memiliki berbagai bentuk seperti tantangan politik, tantangan ekonomi bahkan hingga tantangan keamanan. Dampak dari bencana alam hebat yang menghantam Filipina pada tahun 2013, pencabutan berbagai skema subsidi serta penerapan berbagai kebijakan jaminan sosial di negara-negara kawasan, transisi politik yang sedang dialami oleh Indonesia, krisis politik yang terjadi di Thailand, penerapan hukum syariah di Brunei Darussalam, konflik militer terbuka antara Vietnam dan Tiongkok, sengketa kepulauan di kawasan Laut China Selatan antara Tiongkok dengan lebih kurang enam negara anggota ASEAN serta masih belum cepatnya pembangunan infrastruktur adalah beberapa contoh diantaranya. Beberapa contoh tantangan kawasan tersebut menunjukkan bahwa ketidakpastian akan menjadi tantangan laten pemerintah untuk 34
Indonesian Economic Review and Outlook
ASEAN
menjaga momentum perekonomian yang ada. Stabilitas nasional menjadi hal yang esensial dalam menjaga daya pikat bagi investor global untuk mengembangkan sektor industri manufaktur. Menjaga stabilitas politik, ekonomi dan menjaga tingkat kepercayaan dari masyarakat dunia adalah “pekerjaan rumah” bagi pemerintah negara-negara ASEAN di tengah tantangan berbagai instabilitas nasional yang terus semakin tinggi intensitasnya. Menjaga daya saing di tengah tekanan global dan instabilitas domestik menjadi sangat penting demi kesiapan negara kawasan menuju AEC 2015. Daya saing menjadi kata kunci dalam memastikan kesiapan setiap negara di kawasan dalam memasuki AEC 2015. Di tengah berbagai tantangan, baik eksternal maupun internal, pemerintah harus mampu menjaga dan bahkan meningkatkan kemampuan daya saingnya, sehingga ketika “keran” AEC 2015 terbuka maka setiap bagian dari masyarakat kawasan mampu untuk memperoleh manfaat yang optimal. Negara-negara kawasan ASEAN belum mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang optimal. Pada kuartal I-2014, capaian pertumbuhan ekonomi negara di kawasan ASEAN secara umum menunjukkan capaian yang masih belum menggembirakan karena masih belum menyiratkan potensi pertumbuhan perekonomian kawasan yang sesungguhnya. Indonesia sebagai kontributor ekonomi terbesar di ASEAN mencatat pertumbuhan ekonomi yang melambat. Sementara Thailand sebagai negara Tabel 12: Pertumbuhan GDP Negara ASEAN, Constant Price, 1998–Q1 2014 (y-o-y, %) Pertumbuhan mencatatkan pencapaian lebih rendah dari tahun-tahun sebelumnya
Catatan: rata-rata pertumbuhan untuk periode 1998-1999, 2000-2007, dan 2008-2009 Data Pertumbuhan Q1/2014: Brunei Darussalam, Kamboja, Laos dan Myanmar belum tersedia
Sumber: IMF dan CEIC (2014)
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
35
dengan kontributor ekonomi terbesar kedua pada kuartal I-2014 ini, menjadi satu-satunya negara yang mengalami kontraksi perekonomian (2,10%) di kawasan akibat dari dinamika perpolitikan yang terjadi di negara tersebut. Singapura dan Vietnam walaupun mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang relatif baik, secara umum masih dibawah target yang ditetapkan. Perekonomian kawasan ASEAN secara umum masih ditopang oleh capaian perekonomian Malaysia dan Filipina. Indonesia sebagai “motor ” perekonomian kawasan ASEAN mencatatkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang melambat. Pertumbuhan yang dicapai Indonesia pada Kuartal 1-2014 sebesar 5,21% (yo-y) atau sebesar 5,56% tanpa Minyak dan Gas adalah tingkat pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan dengan capaian pertumbuhan ekonomi pada Kuartal IV-2013 sebesar 5,72% serta tingkat pertumbuhan tersebut meleset dari target yang ditetapkan pemerintah yaitu 5,8%. Perlambatan ekonomi ini terutama disebabkan akibat dari penerapan UU Minerba terbaru terutama pada negara-negara tujuan ekspor utama yaitu Amerika Serikat dan Jepang. Bahkan dampak perekonomian dari penurunan kinerja ekspor tersebut tidak mampu diimbangi oleh sumbangan ekonomi dari proses “pesta demokrasi” atau Pemilihan Umum Legislatif yang terjadi di Indonesia pada periode ini. Penjaga perekonomian Indonesia dari perlambatan pertumbuhan yang lebih dalam dikarenakan masih kuatnya permintaan konsumsi dalam negeri seiring dengan pertumbuhan kelompok menengah di Indonesia. Filipina masih pencetak pertumbuhan ekonomi yang tinggi di kawasan. Walaupun dampak dari bencana gempa bumi dan Topan Haiyan di tahun 2013 yang lalu masih membuat kinerja perekonomian Filipina belum mencapai potensi optimalnya, namun pada kuartal I-2014, Filipina berhasil mencetak pertumbuhan ekonomi ( y-o-y ) sebesar 5,7%. Tingkat pertumbuhan ekonomi ini merupakan pertumbuhan peringkat ketiga tercepat di Asia, setelah Tiongkok yang mencatatkan pertumbuhan pada kuartal I-2014 sebesar 7,4% dan Malaysia sebesar 6,2%. Keberhasilan Filipina menjaga momentum ekonominya pasca peristiwa bencana alam yang merusak berbagai infrastruktur dan industri kelapa yang cukup dominan di Filipina, adalah dengan mendorong pertumbuhan sektor jasa. Menurut Phillipines National Statistics Coordination (NSC), pertumbuhan sektor jasa pada kuartal I-2014 berhasil mencatat pertumbuhan 3,8% 36
Indonesian Economic Review and Outlook
ASEAN
dibandingkan dengan sektor industri dan pertanian yang berturut-turut hanya mampu mencatat pertumbuhan 1,8% dan 0,1%. Permotongan berbagai skema subsidi memberikan kontribusi pada capaian tingkat inflasi yang relatif masih tinggi di kawasan. Dampak dari pemotongan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang terjadi di Indonesia dan pemotongan subsidi BBM dan gula di Malaysia pada tahun 2013 yang lalu masih memberikan dampak pada capaian inflasi di awal tahun 2014 ini. Pemotongan subsidi ini ternyata secara umum belum mampu memberikan dampak pada pola konsumsi masyarakat yang terus tetap tumbuh, sehingga ikut mendorong inflasi untuk tetap relatif tinggi di berbagai negara di kawasan ASEAN. Instabilitas politik di kawasan ikut menyumbang pada kenaikan hargaharga secara umum. Krisis politik di Thailand yang juga dibayang-bayangi oleh memanasnya situasi politik di kawasan Laut China Selatan turut memberikan dampak pada harga-harga barang secara umum. Thailand yang merupakan salah satu lokasi transit berbagai produk-produk Tiongkok di Tabel 13: Indeks Harga Konsumen (IHK) Negara ASEAN, 2011 – 2014* (y-o-y, %) Kenaikan harga barang publik utama dan terhambatnya jalur logistik antar negara menjadi penyebab utama masih tingginya tingkat inflasi di kawasan
Catatan: * = Data-data untuk Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, dan Myanmar, adalah posisi per-April 2014 (y-o-y). Data untuk Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam adalah posisi per-Mei 2014 (y-o-y)
Sumber: Bloomberg (2014)
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
37
Tabel 14: Indeks Pasar Saham Negara ASEAN, 2009-2014 (y-o-y, %) Kawasan ASEAN masih menjadi destinasi favorit investasi pasar saham
Catatan: Data posisi 2 Januari dan 30 Mei 2014 adalah pertumbuhan berbasis Year-to-Date
Sumber: Bloomberg (2014)
kawasan mengalami permasalahan pada jalur distribusi, selain dikarenakan transportasi laut yang relatif dihindari di kawasan Laut China Selatan juga krisis politik di Thailand. Situasi ini mendorong teradinya hambatan pada sistem logistik kawasan yang ikut menunjang kenaikan harga-harga barang secara umum. Investasi dalam bentuk saham masih menjadi daya tarik kawasan ASEAN. Berbeda dengan kecenderungan pada indikator-indikator ekonomi makro lainnya di kawasan, kinerja pasar saham ASEAN cenderung menunjukkan geliat yang positif. Dalam kuartal I-2014 ini, tercatat tiga negara yang mengalami pertumbuhan indeks saham hingga dua digit yaitu Indonesia (14,5%), Filipina (12,87%) dan Viet Nam (11,37%), bahkan Thailand yang mengalami krisis perpolitikan juga mampu mencatatkan pertumbuhan pasar saham hingga hampir mencapai dua digit (9,10%). Portofolio pasar saham di negara ASEAN yang mayoritas anggotanya adalah perusahaan swasta—kecuali di kawasan Indo-China yang umumnya masih didominasi perusahaan milik negara—menunjukkan secara umum bahwa investor global masih melihat potensi ekonomi yang besar dari aktor usaha swasta di negara ASEAN. Hingga kuartal I-2014, penguatan nilai tukar mata uang di kawasan belum secepat yang diharapkan. Kinerja mata uang negara-negara kawasan masih menunjukkan laju yang belum dapat mengkompensasi kecepatan penurunan nilai tukar sepanjang tahun 2013 yang lalu. Bahkan untuk Kamboja, Laos dan Vietnam ada kecenderungan nilai tukar mata uang 38
Indonesian Economic Review and Outlook
ASEAN
Tabel 15: Nilai Tukar Mata Uang ASEAN Terhadap USD, 2009 – 2014 (y-o-y, %) Pada tahun 2013, seluruh nilai tukar mata uang di kawasan melemah terhadap USD
Catatan: Data tersaji pada posisi 30 Mei 2014 adalah pertumbuhan berbasis Year-to-Date Angka (+) menunjukkan apresiasi mata uang dan angka (-) menunjukkan depresiasi mata uang * = Pada tahun 2012 Myanmar mengalami penyesuaian nilai mata uang
Sumber: Bloomberg (2014)
akan terus memburuk. Situasi ini menunjukkan bahwa investor melihat ASEAN sebagai kawasan yang belum menunjukkan tren yang menjanjikan untuk memberikan gain pada investor melalui kegiatan investasi di foreign exchange market. Kebijakan tapering off yang dilakukan oleh Pemerintah Amerika Serikat dan defisit neraca perdagangan negara kawasan memberikan imbas negatif pada nilai tukar mata uang kawasan. Kebijakan tapering off yang dilakukan oleh The Fed di Amerika Serikat memberikan dampak pada terbangunnya sentimen positif untuk memiliki mata uang Dolar Amerika Serikat yang pada kelanjutannya memberikan tekanan pada nilai tukar mata uang di kawasan ASEAN. Rencana kenaikan suku bunga di sektor perbankan di Amerika Serikat sebagai bagian dari skema tapering off The Fed mendorong berbagai investor untuk mengalihkan investasi portofolio mereka keluar dari kawasan negara berkembang. Situasi tersebut kemudian diperparah dengan masih belum normalnya perdagangan internasional sehingga negara-negara di kawasan ASEAN masih mengalami defisit neraca perdagangan. Berbagai situasi global ini pada akhirnya memberikan tekanan berat pada mata uang negara-negara ASEAN. Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
39
E. Isu Terkini
Membangun Optimisme Ekonomi Kepemimpinan Nasional Muhammad Edhie PURNAWAN, PhD²
Berikut ini adalah pandangan saya mengenai judul di atas. Semaksimal mungkin, penulis menghindarkan diri dari sitasi-sitasi yang menjauhkan tulisan ini dari gagasan asli penulis serta menghindarkan diri dari padding yang akan mengaburkan gagasan orisinal. Membangun perekonomian Indonesia yang optimistik adalah membangun sumber daya manusianya. Sumber daya manusia ini saya bagi menjadi dua aspek. Pertama adalah aspek kerja-kerasnya, dan ini diarahkan terutama untuk menjaga stabilitas perekonomian. Dengan kerja keras yang optimal maka orang akan mendapatkan penghasilan cukup untuk memenuhi penghidupannya sehingga perekonomian nasional dalam tataran agregat menjadi stabil. Kedua, membangun manusia melalui optimisme otak kanannya. Ini artinya adalah bekerja dengan innovation, creativity, dan loncatan productivity. Kapasitas pengembangan diri manusia secara umum sesungguhnya baru mencapai 25%. Karena itu, 75% sisanya yang belum dikembangkan dapat diberdayakan untuk meningkatkan produktivitas nasional. Inilah mengapa kita harus meningkatkan semaksimal mungkin nilai tambah per unit sumber daya manusia supaya perekonomian mampu tumbuh jauh di atas nilai rata-ratanya. Mengapa saya fokus kepada aspek sumber daya insani ini? Karena sumber daya inilah yang sebenar-benarnya merupakan central-gravity dan pusat utama roda penggerak perekonomian nasional. Dengan sumber daya manusia yang berdaya-juang kuat, niscaya faktor produksi lainnya seperti kapital, tanah, dan teknologi menjadi jauh lebih produktif yang diubah olehnya sedemikian rupa sehingga memiliki nilai tambah yang mahabesar. Sebaliknya, dengan sumber daya manusia yang lemah, maka tiga faktor produksi lain tersebut tak akan meningkat pesat nilai tambahnya.
² Penulis adalah Wakil Dekan pada FEB UGM (Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada)
40
Indonesian Economic Review and Outlook
Isu Terkini
Membangun lonjakan nilai tambah sumber daya manusia berarti pula membangun perekonomian yang unggul. Hal ini bisa dimulai dengan mengembangkan tiga jenis kekuatan. Kekuatan yang pertama adalah kekuatan kejujuran. Kekuatan yang kedua adalah kekuatan inovasi/imaginasi, dan kekuatan ketiga adalah kekuatan network. Dengan tiga jenis kekuatan ini, Indonesia akan menjadi bangsa yang kompetitif, tumbuh pesat, dan percaya diri menghadapi bangsa-bangsa lain yang sudah lebih dahulu maju. Penjelasan ketiga kekuatan tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, kekuatan kejujuran. Kekuatan jenis ini adalah fondasi dasar dari segala jenis pembangunan sumber daya manusia. Dengan kekuatan kejujuran ini, maka bangunan ekonomi akan menjadi sangat kokoh. Tak mudah digoyang gempa, diterpa badai dan tak rontok diterjang bencana apapun. Tanpa kekuatan kejujuran sebagai fondasi, maka bangunan ekonomi yang berada di atasnya, meski terlihat megah nan kokoh, akan mudah roboh. Karena itu, jangan pernah menunda kejujuran karena kejujuran adalah ibu dari segala macam kebaikan. Kedua, kekuatan inovasi/imaginasi. Bayangkan saja dua peristiwa ini. Pertama adalah peristiwa Korea Selatan. Negara ini berdasarkan sejarah loncatan nilai tambahnya telah menaruh perhatian luar biasa pada inovasi teknologi semikonduktor. Founding fathers negara ini dahulu telah menancapkan gagasan besar semikonduktor untuk pembangunan industri dasarnya. Sekarang kita saksikan, inovasi semikonduktor ini telah melaju dahsyat menjadi industri telekomunikasi yang menggurita seperti Samsung dan LG serta industri otomotif yang spektakuler seperti Hyundai, Daewoo dan Kia. Rahasia terbesar mereka sehingga mampu melompat seperti saat ini adalah kekuatan inovasi technopreneur yang membudaya. Peristiwa kedua, adalah fenomena Steve Jobs. Dengan biaya produksi hanya sekitar 10 dollar US, iPhone dijual seharga 400 dollar US. Artinya, imaginasi lompatan nilai tambah 390 dollar adalah inovasi yang luar biasa, bukan keringat. Kecerdasan jenis ini tak akan pernah bisa disemai hanya melalui pengumpulan pengetahuan, namun dengan pengembangan daya imaginasi. Setelah jujur dan penuh inovasi memanfaatkan daya imaginasi, maka kekuatan ketiga adalah kekuatan network. Tak akan pernah ada burung
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
41
terbang sangat jauh melewati batas wilayah negara hanya dengan sayapsayapnya sendiri. Karena itu, kekuatan network menjadi sedemikian sentral dalam pembangunan ekonomi. Dengan kekuatan ini maka sebuah bangsa tak hanya akan dikenal, namun juga akan dijadikan sahabat baik. Untuk menjadi sahabat baik diperlukan interpersonal skill yang baik. Menanamkan pola pikir yang didasari penghargaan kepada pihak lain adalah syarat utama membangun network yang luas. Telah terbukti sepanjang sejarah peradaban bahwa hubungan antarmanusia yang sangat baik mampu menghantarkan individu maupun institusi terbang tinggi. Karena itu, networking yang baik adalah syarat mutlak lompatan nilai tambah ekonomi. * * * Memandang dua calon pemimpin nasional yang bertarung saat ini (Prabowo vs Jokowi), saya menyampaikan gagasan supaya keduanya fokus dan antusias pada peningkatan nilai tambah manusia yang disuntikkan ke dalam perekonomian nasional. Hal ini bisa dimulai dari paradigma dan konsep dasar yang melambungkan nilai tambah dan setelah itu harus mampu mencari teknik implementasinya, sehingga bisa menggerakkan secara cepat roda perekonomian nasional. Keringnya paradigma dan konsep maupun visualisasi pencapaian nilai tambah yang berasal dari sumber daya manusia ini telah menjadi akut pada bangsa ini. Selayaknya, pemimpin nasional ke depan selain menjadi the father of central gravity, maka dia juga harus punya pemikiran besar yang dapat menggerakkan perekonomian dengan lonjakan yang besar, dan memecahkan kebuntuan solusi persoalan peningkatan nilai tambah sumber daya manusia. Karena itu, kunci utama pada semua jenis pintu-pintu pembangunan ekonomi nasional sejatinya terletak pada sumber daya manusianya dan ledakan nilai tambahnya. Setelah itu: Silakan kencangkan sabuk pengaman Anda, lalu dengan penuh optimistis kita saksikan, perekonomian nasional kita akan melaju dengan sangat kencang. InsyaAllah.
42
Indonesian Economic Review and Outlook
F. Economic Outlook
Hingga tulisan ini dimuat, perekonomian Indonesia masih tetap bergerak dalam tren yang positif, namun sejumlah indikator memberi sinyal yang mengkhawatirkan. Indikator daya saing Indonesia masih tetap lemah yang terefleksikan pada pelemahan kurs rupiah yang tidak diikuti oleh kenaikan nilai ekspor secara signifikan. Akibatnya, nilai impor yang melonjak tidak bisa diimbangi oleh kenaikan ekspor yang cukup, sehingga ekspor neto menjadi turun. Selain itu, Bank Indonesia tidak melakukan kebijakan moneter yang drastis karena upaya perbaikan pada neraca perdagangan dan neraca pembayaran juga harus diikuti dengan kebijakan pemerintah. Sementara itu, indikator lain menunjukkan beban keuangan negara yang meningkat akibat proyeksi penurunan target penerimaan negara dan subsidi BBM yang sangat tinggi. Pembahasan terakhir pada 13 Juni 2014 di Badan Anggaran DPR dan pemerintah memutuskan defisit 2,4% dari PDB ditutup dengan penerbitan SBN sebesar IDR 72 triliun. Menariknya, meskipun terdapat beban subsidi yang besar akibat impor BBM, namun subsidi dalam RAPBNP justru turun dari pagu awal dalam RAPBNP IDR 285 triliun menjadi IDR 246,49 triliun. Konsekuensinya, pemerintah baru nanti akan mendapat carry over beban subsidi ini sebesar IDR 46,26 triliun. Berbagai perkembangan ekonomi nasional ini kemudian ditangkap dalam GAMA LEI yang memprediksikan penurunan siklus perekonomian Indonesia. Perlu dicatat bahwa penurunan siklus perekonomian tidak serta merta berakibat pada penurunan pertumbuhan ekonomi karena siklus ekonomi sudah mengeluarkan faktor-faktor yang sifatnya volatile. Seiring dengan hal tersebut, konsensus ekonomi memperkirakan pertumbuhan ekonomi (y-o-y) pada kuartal II-2014 masih akan meningkat meskipun tinggi. Meskipun pertumbuhan ekonomi diproyeksikan naik, namun siklus PDB yang diperkirakan turun harus menjadi perhatian bagi pemangku kebijakan. Pembuat kebijakan tidak boleh hanya memperhatikan aspek teknis dari kebijakan, mereka juga harus terbuka dan tegas agar mendapat trust dari masyarakat. Terakhir, relatif suksesnya Pemilu Legislatif berhasil menghindarkan perekonomian Indonesia dari instabilitas, sehingga hal ini harus dipertahankan menjelang Pemilu Presiden pada 9 Juli nanti. Hal ini penting karena perekonomian yang tumbuh merupakan prasyarat bagi kesejahteraan sosial dan masyarakat yang berkeadilan.
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
43
INDONESIAN ECONOMIC REVIEW AND OUTLOOK TIM MACROECONOMIC DASHBOARD
Prof. Dr. Sri Adiningsih, M.Sc.
Prof. Dr. Tri Widodo, M.Ec.Dev.
Head of Researcher
[email protected] +62 274 548 517 ext 373
Senior Researcher
[email protected] +62 274 548 517 ext 373
Prof. Dr. Samsubar Saleh, M.Soc. Sc.
Muhammad Ryan Sanjaya, MIntDevEc.
Senior Researcher
[email protected] +62 274 548 517 ext 373
Researcher
[email protected] +62 274 548 517 ext 373
Rosa Kristiadi, M.Comm
Galih Adhidharma, S.E.
Researcher
[email protected] +62 274 548 517 ext 373
Junior Researcher
[email protected] +62 274 548 517 ext 373
Zira Brenda Wiranti, S.E.
Ganendra Widigdya
Junior Researcher
[email protected] +62 274 548 517 ext 373
Research Assistant
[email protected] +62 274 548 517 ext 373
Ade Febriady
Traheka Erdyas Bimanatya
Research Assistant
[email protected] +62 274 548 517 ext 373
Research Assistant
[email protected] +62 274 548 517 ext 373
Dyah Savitri Pritadrajati
Mohammad Rizki Hutomo
Research Assistant
[email protected] +62 274 548 517 ext 373
Research Assistant, Web Developer and Layout
[email protected] +62 274 548 517 ext 373
MACROECONOMIC DASHBOARD FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS GADJAH MADA
Pertamina Tower Building Lt. 4 Ruang 4.1 Jl. Humaniora No. 1 Bulaksumur, Yogyakarta 55281 Telp: +62 274 548 517 ext 373 Email:
[email protected] Website: www.macroeconomicdashboard.com