INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT PANDEGLANG 2 0 1 1 ISSN: 2085 ‐ 6016 Katalog BPS : 4101002.3601 Ukuran Buku : 22 cm x 16,5 cm Jumlah Halaman : 96 + xiii Halaman Naskah: Seksi Statistik Sosial Gambar Kulit: Seksi Neraca Wilayah dan Analisis Statistik Diterbitkan oleh: Badan Pusat Statistik Kabupaten Pandeglang
Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya
Sambutan Kepala BAPPEDA Kabupaten Pandeglang Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia‐Nya publikasi “Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011” dapat diterbitkan. Publikasi ini merupakan hasil kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Pandeglang dengan Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Pandeglang. Publikasi ini berisi analisis terhadap data atau indikator yang menggambarkan aspek kesejahteraan rakyat seperti kependudukan, kesehatan, pendidikan dan ketenagakerjaan. Data dan indikator yang terdapat dalam publikasi ini sangat bermanfaat untuk keperluan perencanaan dan evaluasi hasil pembangunan di Kabupaten Pandeglang. Kami menyadari penyusunan Publikasi ini masih jauh dari sempurna. Saran dan masukan kami harapkan untuk perbaikan publikasi sejenis pada masa yang akan datang. Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penerbitan publikasi ini. Semoga publikasi ini dapat bermanfaat. .
Pandeglang, Oktober 2011
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
iii
Kata Pengantar Kepala BPS Pandeglang Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas terbitnya publikasi “Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011”. Publikasi ini merupakan publikasi yang diterbitkan dalam rangka kerjasama Badan Pusat Statistik Kabupaten Pandeglang dan Badan Perencana Pembangunan Daerah Kabupaten Pandeglang dengan tujuan memberikan gambaran umum tentang keadaan kesejahteraan masyarakat Pandeglang ditinjau dari berbagai indikator atau aspek sosialnya. Indikator dan analisis yang dicakup dalam publikasi ini menyajikan aspek‐aspek kesejahteraan seperti bidang kependudukan, kesehatan dan gizi, pendidikan, ketenagakerjaan, taraf kesejahteraan dan pola konsumsi, perumahan, serta Indeks Pembangunan Manusia berikut komponen penyusunnya. Publikasi ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada para pengguna data, khususnya kepada para perencana untuk digunakan sebagai bahan perencanaan dan evaluasi program pembangunan demi terciptanya masyarakat Pandeglang yang adil dan makmur. Penghargaan dan terimakasih disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu hingga terbitnya publikasi ini. Kepada para pengguna diharapkan saran dan kritik yang bersifat konstruktif demi penyempurnaan publikasi pada masa yang akan datang. Pandeglang, Oktober 2011 Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Pandeglang Tri Tjahjo Purnomo, M.Si NIP. 19711031 199412 1 001
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
v
Daftar Isi Halaman Sambutan Kepala BAPPEDA Kabupaten Pandeglang …............… iii Kata Pengantar Kepala BPS Kabupaten Pandeglang…......……....... v Daftar Isi ……………………………………………………………….. vii Daftar Tabel ……………………………………………………………. ix Daftar Grafik ...………………………………………………………… xiii Bab I. Pendahuluan …………………………………………………... 1 1.1 Latar Belakang ……………………………………………… 1 1.2 Maksud dan Tujuan ………………………………………... 3 1.3 Sumber Data ………………………………………………... 3 1.4 Konsep dan Definisi ……………………………………….. 5 1.5 Sistematika Penulisan ….…………………………………... 7
Bab II. Kependudukan dan Keluarga Berencana (KB) ………….. 2.1 Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk ……………… 2.2 Persebaran dan Kepadatan Penduduk …………………... 2.3 Struktur Umur ……………………………………………… 2.4 Keluarga Berencana dan Usia Perkawinan Pertama ……
Bab III. Kesehatan dan Gizi ................................................................ 3.1 Derajat dan Status Kesehatan Penduduk……………….... 3.2 Pemberian ASI, Imunisasi dan Gizi Balita …………….... 3.3 Pemanfaatan Fasilitas Kesehatan …………………………
Bab IV. Pendidikan ............................................................................... 4.1 Tingkat Pendidikan................................................................ 4.2 Tingkat Partisipasi Sekolah................................................... 4.3 Fasilitas Pendidikan ..............................................................
Bab V. Ketenagakerjaan ....................................................................... 5.1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja ................................... 5.2 Lapangan Usaha dan Status Pekerjaan ............................... 5.3 Jumlah Jam Kerja ....................................................................
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
9 10 12 15 18
23 24 26 28
33 34 39 43
47 49 53 60
vii
Daftar Isi
Bab VI. Taraf Kesejahteraan dan Pola Konsumsi ........................... 6.1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin ......................... 6.2 Pola Konsumsi ........................................................................
Bab VII. Fasilitas Perumahan ..............................................................
Bab VIII. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) ………………… 8.1 Indikator Kesehatan ............................................................... 8.2 Indikator Pengetahuan .......................................................... 8.2.1. Angka Melek Huruf ..................................................... 8.2.2. Rata‐rata Lama Sekolah .............................................. 8.2.3. Indeks Pengetahuan .................................................... 8.3 Indikator Ekonomi ……...………………………………….. 8.4 Indeks Pembangunan Manusia ...........................................
Bab IX. Kesimpulan …………………………………………………..
63 64 68
71
79 81 82 82 83 85 86 88
93
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011 viii
Daftar Tabel Halaman 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5
3.6
Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Sex Ratio di Kabupaten Pandeglang, Tahun 1990‐2010 ............................... Kepadatan Penduduk Pandeglang Menurut Kecamatan Tahun 2010 ……………………………………………………… Komposisi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin di Kabupaten Pandeglang, Tahun 2010 ………………………… Jumlah dan Persentase Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kabupaten Pandeglang, Tahun 2010 ……………… Persentase Akseptor KB Aktif Menurut Cara/Alat Kontrasepsi di Kabupaten Pandeglang, Tahun 2009‐2010 … Angka Kematian Bayi dan Angka Harapan Hidup Penduduk Kabupaten Pandeglang, Tahun 2008‐2010 ........... Angka Kesakitan dan Rata‐rata Lamanya Sakit Penduduk Kabupaten Pandeglang, Tahun 2009‐2010 ……..................... Persentase Balita 2‐4 Tahun yang Pernah Diberi ASI dan Imunisasi di Kabupaten Pandeglang, Tahun 2008‐2010 …… Persentase Penolong Persalinan Bayi Menurut Jenis Tenaga Penolong di Kabupaten Pandeglang, Tahun 2009‐2010 …...
11 14 16 17 19 24 25 27 29
Persentase Penduduk Yang Berobat Sendiri Menurut Jenis Obat Yang digunakan Di Kabupaten Pandeglang, Tahun 2009‐2010 ....................................................................................... Persentase Penduduk Yang Berobat Jalan Menurut Tempat Berobat di Kabupaten Pandeglang, Tahun 2009‐2010 ………
30 31
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
ix
Daftar Tabel 4.1
4.2 4.3
4.4 4.5
4.6
5.1 5.2 5.3
5.4
x
Angka Melek Huruf (Latin) Penduduk Usia 10 Tahun Ke Atas Menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Pandeglang, Tahun 2009‐2010 ………………………………………………... Rata‐rata Lama Sekolah Penduduk Usia 10 Tahun Ke Atas di Kabupaten Pandeglang, Tahun 2009‐2010 ……………….. Persentase Penduduk 10 Tahun Ke Atas Menurut Tingkat Pendidikan Yang Ditamatkan di Kabupaten Pandeglang, Tahun 2010 …….………………………………………………... Angka Partisipasi Sekolah Menurut Usia Sekolah di Kabupaten Pandeglang, Tahun 2008‐2010 …………………... Angka Partisipasi Murni dan Angka Partisipasi Kasar Menurut Jenjang Pendidikan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Pandeglang, Tahun 2009‐2010 …………………... Jumlah Sekolah, Guru, Murid dan Rasio Murid‐Guru Menurut Jenjang Sekolah di Kabupaten Pandeglang, Tahun 2010 ……….……………………………………………………... Indikator Ketenagakerjaan Penduduk Kabupaten Pandeglang, Tahun 2008‐2010 ………………………………… Indikator Ketenagakerjaan Penduduk Kabupaten Pandeglang Menurut Jenis Kelamin, Tahun 2010 ................... Komposisi Penduduk Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha dan Pembentukan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku, Tahun 2010 .................................................................................... Komposisi Penduduk Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha dan Jenis Kelamin di Kabupaten Pandeglang, Tahun 2010 ................................................................................................
35 36 38 40 42 44 48 52 54 56
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
Daftar Tabel 5.5 5.6
5.7
6.1 6.2 7.1 8.1 8.2
8.3
Komposisi Penduduk Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan di Kabupaten Pandeglang, Tahun 2008‐2010 (%).. Komposisi Penduduk Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Pandeglang, Tahun 2010 (%) …………………………………………………. Persentase Penduduk yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja Seminggu dan Jenis Kelamin di Kabupaten Pandeglang, Tahun 2010 ………………………… Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Kabupaten Pandeglang, Tahun 1993‐2010 ………………………………… Pengeluaran Rata‐rata Perkapita Per Bulan Penduduk Kabupaten Pandeglang, Tahun 2009‐2010 …………………... Indikator Fasilitas Perumahan di Kabupaten Pandeglang, Tahun 2009‐2010 (%) .................................................................... Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM .................. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pandeglang dan Komponen Penyusunnya, Tahun 2009‐2010 .................... Indeks Pembangunan Manusia Berdasarkan Komponen IPM dan Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, Tahun 2010….……………………………………………………
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
57 59 60 65 69 74 80 88 90
xi
Daftar Grafik Halaman 2.1
Persentase Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kabupaten Pandeglang, Tahun 2010 ………………………..
2.2
Distribusi Persentase Perempuan Pernah Kawin Usia 10 Tahun Ke Atas Menurut Umur Perkawinan Pertama, Tahun 2008‐2010 ………………………………………………. Indikator Ketenagakerjaan Penduduk Kabupaten Pandeglang Tahun 2008‐2010 (persen) …………………… Jumlah Penduduk Miskin dan Nilai Garis Kemiskinan di Kabupaten Pandeglang, Tahun 2000 ‐2010………………….
5.1 6.1
8.1
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pandeglang dan Provinsi Banten, Tahun 2003‐2010 ……………………...
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
18 21 51 66 91
xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Terwujudnya kesejahteraan lahir dan batin yang dapat dinikmati
oleh seluruh rakyat adalah merupakan cita‐cita nasional yang selama ini telah
melandasi
perjuangan
bangsa
dalam
melaksanakan
pembangunannya. Usaha mewujudkan cita‐cita di atas merupakan kehendak seluruh rakyat secara nyata tertuang di dalam Program Pembangunan Nasional (PROPENAS). Kondisi masyarakat sejahtera sulit dicapai secara instant, melainkan
melalui
proses
pembangunan
yang
fokus
dan
berkesinambungan. Dalam proses pembangunan tentu saja diperlukan data atau indikator terukur yang dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Data atau indikator tersebut dapat dijadikan sebagai bahan perencanaan, pengawasan maupun evaluasi terhadap target, skala dan prioritas yang ingin dicapai. Publikasi Indikator Kesejahteraan Rakyat (Inkesra) Pandeglang Tahun 2011 merupakan publikasi lanjutan dari publikasi tahun sebelumnya yang menyajikan gambaran mengenai taraf kesejahteraan rakyat Kabupaten Pandeglang serta perkembangannya antar waktu. Publikasi ini menyajikan indikator ‐ indikator input, proses dan output untuk memberikan gambaran tentang investasi dari berbagai program Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
1
Pendahuluan peningkatan kesejahteraan rakyat serta proses dan manfaat dari program tersebut pada tingkat individu, keluarga, dan penduduk. Selain itu, indikator dampak juga ikut disajikan untuk mengukur taraf kesejahteraan rakyat. Antara indikator input dan indikator dampak kadang tidak selalu sejalan. Penjelasannya sederhana, input atau investasi dalam suatu program hanya akan memberikan dampak yang diharapkan jika implementasi program berjalan secara benar. Oleh karena itu, kesenjangan antara input dan dampak dalam suatu program kesejahteraan rakyat sebaiknya dilihat sebagai pertanda adanya kekeliruan dalam mengantisipasi kebutuhan masyarakat. Dimensi kesejahteraan rakyat disadari sangat luas dan kompleks, sehingga suatu taraf kesejahteraan rakyat hanya dapat terlihat (visible) melalui suatu aspek tertentu. Oleh karena itu, dalam publikasi ini kesejahteraan rakyat diamati dari berbagai aspek yang spesifik, yaitu kependudukan, kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, konsumsi rumah tangga, perumahan, dan sosial lainnya. Setiap aspek disajikan secara terpisah dalam bab tersendiri. Selain itu, tidak semua permasalahan kesejahteraan rakyat dapat diamati dan dapat diukur. Publikasi ini hanya menyajikan permasalahan kesejahteraan rakyat yang dapat diamati dan terukur (measurable welfare) baik dengan menggunakan indikator tunggal maupun indikator komposit.
2 Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
Pendahuluan 1.2.
Maksud dan Tujuan Maksud dari penyusunan Publikasi Indikator Kesejahteraan
Rakyat Pandeglang 2011 adalah untuk memaparkan beberapa data atau indikator terukur yang dapat mengambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat Pandeglang pada tahun 2010. Sedangkan tujuan yang ingin dicapai adalah : a. Memberikan gambaran secara umum kondisi kesejahteraan rakyat Kabupaten Pandeglang pada tahun 2010. b. Memenuhi kebutuhan data bidang sosial, pendidikan, kesehatan, perumahan dan data lainnya. c. Memberikan gambaran sejauh mana keberhasilan pembangunan yang telah dicapai hingga tahun 2010. d. Memberikan gambaran dan bahan masukan serta evaluasi bagi pemerintah daerah dalam mengevaluasi dan merencanakan pembangunan yang telah dan akan dilaksanakan selanjutnya.
1.3. Sumber Data
Data yang digunakan untuk penyusunan publikasi Indikator
Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011 sebagian besar bersumber dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) keadaan Juli 2010, khusus untuk data ketenagakerjaan bersumber dari Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) keadaan Agustus 2010. Selain itu ada beberapa data yang bersumber dari dinas atau instansi terkait seperti Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan dan Badan Pemberdayaan Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
3
Pendahuluan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Pemerintah Kabupaten Pandeglang Susenas merupakan kegiatan yang rutin dilakukan BPS sejak tahun 1963. Pada awalnya tujuan dari susenas ini untuk memperoleh keterangan
tentang
karakteristik
konsumsi,
demografis
dan
ketenakerjaan. Susenas dilaksanakan setiap tahun dengan menyertakan kuesioner Kor (data pokok) yang menanyakan karakteristik demografis mengenai semua anggota rumah tangga, dan salah satu dari tiga kuesioner Modul (data rinci) secara bergantian. Ketiga Modul tersebut adalah: modul konsumsi dan pendapatan rumah tangga, modul kegiatan sosial budaya dan kesejahteraan rumah tangga, perjalanan dan kriminalitas dan modul kesehatan, pendidikan, perumahan dan lingkungan. Sedangkan indikator yang terdapat dalam kuesioner KOR antara lain: 1.
Kesehatan: angka kesakitan, akses pada layanan kesehatan, pemberian ASI, immunisasi dan penolong kelahiran.
2.
Pendidikan: tingkat partisipasi sekolah, tingkat pendidikan tertinggi, dan angka melek huruf.
3.
Keluarga berencana dan fertilitas: prevalensi kontrasepsi, umur perkawinan pertama, dan angka kelahiran.
4.
Perumahan dan sanitasi: luas lantai, jenis atap, jenis dinding, listrik, air bersih dan.
5.
Pengeluaran Rumahtangga: makanan dan non makanan seminggu, sebulan, dan setahun.
4 Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
Pendahuluan 1.3.
Konsep dan Definisi Konsep dan definisi yang digunakan dalam publikasi ini adalah
sebagai berikut: Indikator adalah variabel‐variabel yang mengindikasikan atau memberi petunjuk tentang suatu keadaan/kondisi tertentu yang dapat digunakan sebagai bahan evaluasi dan mengukur perubahan dari waktu ke waktu. Sex rasio adalah perbandingan antara jumlah penduduk laki‐laki per 100 penduduk perempuan. Kepadatan penduduk adalah rata‐rata jumlah penduduk yang menempati suatu area per kilometer persegi. Laju pertumbuhan penduduk adalah angka yang menunjukkan tingkat pertambahan penduduk pertahun (angka ini dinyatakan dalam persentase). Dependency Ratio atau Angka Beban Ketergantungan atau Beban Tanggungan (ABK) adalah angka yang menyatakan perbandingan antara penduduk usia tidak produktif (0‐14 tahun dan 65 tahun keatas) dengan penduduk usia produktif (15‐64 tahun) dikalikan 100. Angka kesakitan adalah persentase penduduk yang mengalami gangguan/keluhan kesehatan selama sebulan yang lalu yang mengakibatkan aktifitas kesehariannya terganggu. Angka immunisasi adalah persentase anak usia 0‐4 tahun yang mendapatkan imunisasi terhadap penyakit‐penyakit tertentu.
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
5
Pendahuluan Angka partisipasi sekolah adalah tingkat partisipasi sekolah penduduk menurut batas usia sekolah pada setiap jenjang pendidikan. Angka buta huruf adalah persentase penduduk usia 10 tahun keatas yang tidak dapat membaca dan menulis huruf latin atau huruf lainnya. Penduduk usia kerja adalah penduduk yang berumur 15 tahun keatas. Bekerja adalah melakukan kegiatan atau pekerjaan paling sedikit satu jam berturut‐turut selama satu minggu dengan maksud untuk memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan/keuntungan. Angkatan kerja adalah penduduk usia 15 tahun keatas yang bekerja atau mencari pekerjaan. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) adalah persentase angkatan kerja terhadap penduduk usia 15 tahun keatas. Tingkat pengangguran terbuka adalah persentase penduduk yang termasuk angkatan kerja yang tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan. Angka Kematian Bayi (AKB) adalah tingkat kematian bayi atau jumlah bayi meninggal per 1000 kelahiran hidup. Angka Harapan Hidup (AHH0) adalah peluang lama hidup atau umur seseorang pada waktu dilahirkan.
6 Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
Pendahuluan 1.4.
Sistematika Penulisan Publikasi Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang Tahun 2011
disusun dalam sembilan bab penulisan, yaitu: Bab I
Pendahuluan, berisi uraian latar belakang, maksud dan tujuan, sumber data, konsep definisi serta sistematika penulisan.
Bab II
Kependudukan dan Keluarga Berencana (KB), menyajikan indikator‐indikator
kependudukan,
diantaranya
berisi
tentang jumlah penduduk, sex rasio, kepadatan, dan laju pertumbuhan penduduk, serta program Keluarga Berencana (KB). Bab III
Kesehatan dan Gizi, menyajikan berbagai indikator kesehatan yang meliputi derajat dan status kesehatan, pemberian air susu ibu (ASI) dan pemanfaatan fasilitas kesehatan.
Bab IV
Pendidikan, menyajikan berbagai indikator pendidikan yang meliputi tingkat partisipasi sekolah, tingkat pendidikan yang ditamatkan, angka melek huruf dan jumlah fasilitas pendidikan.
Bab V
Ketenagakerjaan, menyajikan data/indikator yang berkaitan dengan ketenagakerjaan, seperti tingkat partisipasi angkatan
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
7
Pendahuluan kerja, lapangan usaha dan status pekerjaan, tingkat pengangguran dan rata‐rata jam kerja. Bab VI
Taraf Kesejahteraan dan Pola Konsumsi Masyarakat, menyajikan persentase jumlah penduduk miskin dan nilai garis kemiskinan serta data pola konsumsi masyarakat.
Bab VII Perumahan, menyajikan data tentang perumahan dan fasilitasnya seperti jenis lantai terluas, jenis dinding terluas, atap terluas, sumber air minum, penerangan dan sebagainya. Bab VIII Indeks Pembangunan Manusia (IPM), menyajikan tentang angka indeks pembangunan manusia dan komponen‐ komponen penyusunnya yang dapat menggambarkan kualitas sumber daya manusia suatu wilayah. Bab IX
Kesimpulan, merupakan kesimpulan secara menyeluruh terhadap pembahasan dari indikator kesejahteraan rakyat pada bab‐bab sebelumnya.
8 Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
BAB II KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA (KB) Penduduk merupakan prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan, karena permasalahan kependudukan tidak hanya menyangkut kelahiran, kematian dan migrasi, tetapi juga menyangkut masalah sosial budaya, ekonomi, politik, pertahanan dan keamanan yang sangat berpengaruh dalam upaya peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu data kependudukan yang akurat dan tepat waktu sangat dibutuhkan dalam upaya penyelesaian masalah‐ masalah tersebut. Dalam proses pembangunan, disamping sebagai pelaksana pembangunan, penduduk juga merupakan sasaran akhir dari semua target program pembangunan seperti peningkatan kesejahteraan, kesehatan, keamanan, kualitas sumber daya manusia dan sebagainya. Oleh sebab itu pembangunan bidang kependudukan perlu dimanage dengan baik sehingga menghasilkan sumber daya manusia berkualitas yang dapat menunjang keberhasilan pembangunan. Karakteristik penduduk menjadi acuan bagi pemerintah dalam menentukan arah kebijakan dan perencanaan pembangunan. Begitu juga untuk bahan evaluasi, data mengenai kependudukan dapat dijadikan sebagai dasar
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
9
Kependudukan dan KB untuk menilai sejauh mana keberhasilan dan dampak dari kebijakan‐ kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah. 2.1.
Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Jumlah penduduk Kabupaten Pandeglang dari tahun ke tahun
terus mengalami kenaikan. Laju pertumbuhan penduduk merupakan salah satu indikator penting dalam penentuan kebijakan bidang kependudukan. Berdasarkan hasil sensus penduduk pada tahun 2000, jumlah penduduk Kabupaten Pandeglang tercatat sebanyak 1.011.788 jiwa. Selama periode tahun 1990‐2000 rata‐rata laju pertumbuhan penduduk (LPP) menunjukkan angka sekitar 2,14 persen per tahun, sedangkan pada periode tahun 2000 – 2010 rata‐rata laju pertumbuhan penduduk mencapai 1,30 persen. Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa laju pertumbuhan penduduk periode tahun 2000‐2010 lebih lambat dibandingkan periode tahun 1990‐2000. Beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya angka laju pertumbuhan penduduk diantaranya adalah keberhasilan program keluarga berencana, pendewasaan usia perkawinan dan banyaknya penduduk Kabupaten Pandeglang yang migrasi ke Kota/Kabupaten lain. Meningkatnya jumlah penduduk akan berdampak pada berbagai masalah kependudukan yang sangat kompleks. Oleh karena itu sasaran pembangunan
bidang
kependudukan
disamping
berusaha
meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam rangka mencapai
10
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
Kependudukan dan KB kesejahteraan, juga harus mampu menekan angka laju pertumbuhan penduduk tetap pada batas normal. Tabel 2.1 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Sex Ratio di Kabupaten Pandeglang, Tahun 1990‐2010 Penduduk Tahun
Total
Sex Ratio
(3)
(4)
(5)
434.279
424.821
859.100
102,23
2000
518.864
492.924
1.011.788
105,26
2001
531.658
493.430
1.025.088
107,75
2002
533.526
507.345
1.040.871
105,16
2003
553.814
528.198
1.082.012
104,85
2004
567.045
533.866
1.100.911
106,21
2005
568.156
538.632
1.106.788
105,48
2006
577.244
547.253
1.124.497
105,48
2007
578.375
552.139
1.130.514
104,75
2008
584.503
561.564
1.146.067
104,08
2009
588.126
560.938
1.149.064
104,85
2010
589.056
560.554
1.149.610
105,08
Laki‐laki
Perempuan
(1)
(2)
1990
Sumber : BPS Kabupaten Pandeglang Rasio Jenis Kelamin merupakan perbandingan antara penduduk laki‐laki terhadap penduduk perempuan, dan bila nilai RJK penduduk di suatu wilayah di atas 100 maka menunjukkan bahwa proporsi penduduk laki‐laki lebih besar dibandingkan penduduk perempuan.
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
11
Kependudukan dan KB Angka sex ratio penduduk Pandeglang seperti terlihat pada tabel 2.1 dari tahun ke tahun berada pada posisi di atas 100. Hal ini menunjukan bahwa jumlah penduduk laki‐laki lebih banyak dibanding perempuan. Pada tahun 2010 sex ratio sebesar 105,08 yang berarti bahwa setiap 100 orang penduduk perempuan di Pandeglang ada 105 sampai 106 orang penduduk laki‐laki. 2.2.
Persebaran dan Kepadatan Penduduk Persebaran penduduk yang tidak merata perlu mendapat
perhatian karena berkaitan dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Persebaran penduduk di Kabupaten Paser secara geografis dapat dikatakan belum merata yang mengakibatkan terjadinya penumpukkan penduduk pada suatu wilayah. Ketidakmerataan ini tentunya disebabkan oleh berbagai faktor, salah satu diantaranya adalah potensi wilayah yang dimiliki. Ketidakmerataan persebaran penduduk di Kabupaten Pandeglang tahun 2010 secara lebih jelas dapat dilihat pada table 2.2 di bawah. Contoh nyata adalah perbedaan sebaran penduduk pada daerah perkotaan (urban) dan pedesaan (rural). Ketidakseimbangan sebaran penduduk tersebut berakibat pada perbedaan tingkat kemudahan (akses) penduduk terhadap berbagai fasilitas, baik fisik maupun sosial. Berbagai fasilitas/sarana biasanya akan tersedia sebagai daya dukung di suatu daerah yang banyak penduduknya, sehingga penduduk perkotaan yang lebih padat akan lebih mudah mengakses fasilitas dibandingkan penduduk desa..
12
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
Kependudukan dan KB Motif utama dari fenomena di atas terjadi karena meningkatnya arus perpindahan penduduk dari desa ke kota akibat keterbatasan lapangan kerja di desa. Selain itu, kemudahan mengakses fasilitas sosial di kota juga menjadi salah satu daya tarik yang menyebabkan migrasi penduduk dari desa ke kota. Dari beberapa literatur hasil penelitian, menyebutkan bahwa mayoritas penduduk yang melakukan migrasi ke kota
mempunyai
alasan
yang
sama,
yaitu
untuk
mencari
pekerjaan/usaha dan menuntut ilmu dalam rangka membuka jalan mencapai kualitas hidup yang lebih baik. Dengan luas wilayah sebesar 2.746,89 km2 dan jumlah penduduk sebanyak 1.149.610 jiwa, maka pada tahun 2010 setiap km2 wilayah di Kabupaten Pandeglang rata‐rata ditempati oleh 419 jiwa. Seperti disajikan Tabel 2.2, penyebaran penduduk antar kecamatan di Kabupaten Pandeglang pada tahun 2010 masih belum merata. Kepadatan penduduk berbeda sesuai dengan karakteristik wilayah masing‐masing. Kecamatan dengan kepadatan penduduk paling besar adalah Kecamatan Labuan, yaitu 3.439 jiwa per km2. Sedangkan kecamatan paling kecil kepadatan penduduknya adalah Kecamatan Sumur, yaitu 88 jiwa per km2. Kecamatan‐kecamatan sekitar ibukota kabupaten lebih padat dibandingkan kecamatan‐kecamatan di wilayah selatan Kabupaten Pandeglang.
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
13
Kependudukan dan KB Tabel 2.2 Kepadatan Penduduk Pandeglang Menurut Kecamatan Tahun 2010 Kecamatan (1) SUMUR CIMANGGU CIBALIUNG CIBITUNG CIKEUSIK CIGEULIS PANIMBANG SOBANG MUNJUL ANGSANA SINDANGRESMI PICUNG BOJONG SAKETI CISATA PAGELARAN PATIA SUKARESMI LABUAN CARITA JIPUT CIKEDAL MENES PULOSARI MANDALAWANGI CIMANUK CIPEUCANG BANJAR KADUHEJO MEKARJAYA PANDEGLANG MAJASARI CADASARI KARANGTANJUNG KORONCONG KAB. PANDEGLANG
Luas (Km2) (2) 258,54 259,73 221,88 180,72 322,76 176,21 132,84 138,88 75,25 64,84 65,20 56,74 50,72 54,13 32,65 42,76 45,48 57,30 15,66 41,87 53,04 26,00 22,41 31,33 80,19 23,64 21,16 30,50 33,57 31,34 16,85 19,57 26,20 19,07 17,86 2.746,89
(3)
Kepadatan (Jiwa/Km2) (4)
22,754 36,634 28,781 21,180 51,012 33,856 48,910 35,034 22,176 25,578 21,259 35,120 33,590 42,955 23,371 33,943 27,242 33,817 53,861 32,035 28,395 30,395 35,274 27,486 46,805 38,247 28,033 29,780 34,474 19,016 41,039 46,126 31,425 32,364 17,643
88 141 130 117 158 192 368 252 295 394 326 619 662 794 716 794 599 590 3,439 765 535 1,169 1,574 877 584 1,618 1,325 976 1,027 607 2,436 2,357 1,199 1,697 988
Jumlah Penduduk
1.149.610
419
Sumber : BPS Kabupaten Pandeglang
14
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
Kependudukan dan KB Berbagai kebijakan telah ditempuh Pemerintah Kabupaten Pandeglang unutk mengatasi penyebaran penduduk yang tidak merata, yang paling terkenal adalah dengan melakukan pemekaran kecamatan. Pemekaran kecamatan dilaksanakan dengan tujuan mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Selain itu pemekaran merupakan salah satu usaha pemerintah dalam pemerataan program dan hasil‐hasil pembangunan. Tingginya tingkat kepadatan penduduk akan berpengaruh pada usaha memperbaiki tingkat kesejahteraan, terutama menyangkut pemenuhan kebutuhan perumahan, kesehatan, pendidikan dan keamanan. Pembangunan yang dilaksanakan di daerah‐ daerah yang tinggi tingkat kepadatannya harus mempertimbangkan daya dukung lingkungan dan dapat menciptakan lapangan kerja yang luas bagi penduduk setempat, sehingga tingkat pengganguran penduduk dapat ditekan serendah mungkin untuk menghindari dampak sosial negatif yang mungkin muncul. 2.3.
Struktur Umur Pertumbuhan penduduk suatu daerah dipengaruhi oleh tingkat
kelahiran dan besarnya penduduk yang datang. Angka kelahiran yang tinggi akan mengakibatkan komposisi penduduk cenderung pada kelompok
usia
muda.
Keberhasilan
pembangunan
bidang
kependudukan secara umum terlihat pada perubahan komposisi penduduk menurut umur. Semakin rendah proporsi penduduk tidak produktif, yaitu penduduk muda usia (0‐14 tahun) dan penduduk usia
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
15
Kependudukan dan KB lanjut (65 tahun keatas) maka angka beban ketergantungan atau beban tanggungan (dependency ratio) semakin rendah. Komposisi penduduk Pandeglang untuk kelompok penduduk usia produktif cukup tinggi, apabila diimbangi dengan kualitas penduduk yang baik, maka akan menjadi sumber daya penting bagi pembangunan di Pandeglang. Tabel 2.3 Komposisi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin di Kabupaten Pandeglang, Tahun 2010
Kelompok Umur
Laki‐laki
Perempuan
Jumlah
(1)
(2)
(3)
(4)
59337 63126 64828 51483 45021 48016 42203 41386 35749 30562 23314 14966 13381 9799 8364 9019 560554
121849 130836 135461 112335 91161 95778 84162 84001 73285 63355 49505 32143 26287 18757 15113 15582
10.60 11.38 11.78 9.77 7.93 8.33 7.32 7.31 6.37 5.51 4.31 2.80 2.29 1.63 1.31 1.36
1149610
0 – 4 5 – 9 10 – 14 15 – 19 20 – 24 25 – 29 30 – 34 35 – 39 40 – 44 45 – 49 50 – 54 55 – 59 60 – 64 65 ‐ 69 70 – 74 75 + JUMLAH
62512 67710 70633 60852 46140 47762 41959 42615 37536 32793 26191 17177 12906 8958 6749 6563 589056
% (5)
Sumber : BPS Kabupaten Pandeglang
16
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
Kependudukan dan KB Seperti ditunjukkan pada Tabel 2.4, komposisi umur penduduk Pandeglang belum menunjukan adanya perubahan yang signifikan dibanding tahun‐tahun sebelumnya. Pada tahun 2010, Angka Beban Ketergantungan atau Beban Tanggungan (Dependency Ratio) sebesar 58,50. Hal ini berarti sekitar 100 penduduk usia produktif (15‐64 tahun) harus menanggung sekitar 58 sampai 59 penduduk yang tidak produktif (0‐14 tahun dan 65 tahun ke atas). Tabel 2.4 Jumlah dan Persentase Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kabupaten Pandeglang, Tahun 2010 Kelompok Umur
Laki‐laki
(1) Anak (0–14) Produktif (15–64) Lansia (65 +) Jumlah Dependency Ratio
Perempuan
Total
(2) 200.855
(3) 187.291
(4) 388.146
365.931
346.081
712.012
22270
27182
49452
589056
560554
1149610
58.50
Sumber : BPS Kabupaten Pandeglang.
Salah satu potret keberhasilan pembangunan di bidang kependudukan terlihat pada perubahan komposisi penduduk menurut kelompok umur yang tercermin melalui angka beban tanggungan. Semakin kecil Angka Beban Tanggungan akan memberikan kesempatan pada penduduk usia produktif untuk meningkatkan kualitas dirinya
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
17
Kependudukan dan KB dan penduduk pada umumnya. Sebaliknya, semakin besar angka beban tanggungan akan menghambat proses pembangunan dalam upaya meningkatkan kualitas SDM baik secara individu maupun kolektif. Salah satu upaya yang mungkin dapat dilakukan dalam rangka mengurangi besarnya angka beban ketergantungan adalah dengan menekan angka kelahiran (fertilitas). dan menghindari usia perkawinan muda. Grafik 2.1 Persentase Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kabupaten Pandeglang Tahun 2010
33.76%
61.94%
4.30% Anak (0-14)
Produktif (15-64)
Lansia (65+)
2.4.
Keluarga Berencana dan Usia Perkawinan Pertama Persentase akseptor KB selama dua tahun terakhir terlihat
mengalami peningkatan. Pada tahun 2009 jumlah akseptor KB aktif naik menjadi 140.284 PUS atau 67,90 persen dari 206.613 PUS menjadi akseptor KB aktif, sedangkan pada tahun 2010 jumlah akseptor KB aktif
18
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
Kependudukan dan KB naik menjadi 151.288 PUS atau 69,89 persen dari 216.472 PUS. Diantara banyak cara/alat kontrasepsi, ternyata suntik dan pil merupakan pilihan terbanyak para akseptor KB. Lebih 60 persen akseptor KB menggunakan alat kontrasepsi suntik dan sebayak 22,23 persen menggunakan pil. Selebihnya akseptor menggunakan alat kontrasepsi IUD, MOP/MOW, IMPLANT dan KONDOM. Tabel 2.5 Persentase Akseptor KB Aktif Menurut Cara/Alat Kontrasepsi di Kabupaten Pandeglang. Tahun 2009‐2010
2009
2010
Cara/Alat Kontrasepsi (1)
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
(2) 31.074
(3) 22,15
(4) 33.635
(5)
0
0,00
0.00
T o t a l
140.284
100,00
151.288
22.23 4.85 60.18 9.44 1.44 1.05 0.80 0.00 100.00
Jumlah PUS % Akseptor KB Aktif
206.613 67,90
216.472 69.89
Pil AKDR/IUD
6.557
4,67
7.340
Suntik
85.714
61,10
91.046
Susuk KB/Norplant
12.804
9,13
14.282
Tubektomi
2.214
1,58
2.184
Vasektomi
1.336
0,95
1.588
585
0,42
1.213
Kondom Tradisional/Lainnya
Sumber : Badan Pemberdayaan, Perempuan, PA dan KB Kabupaten Pandeglang Tabel 2.5 menunjukkan bahwa alat kontrasepsi suntik menurun persentase penggunanya dibanding tahun 2009, yaitu dari sebesar 61,10 persen menjadi 60,18 persen pada tahun 2010. Walaupun persentase
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
19
Kependudukan dan KB penggunanya menurun, namun alat kontrasepsi suntik tetap menjadi pililihan utama para akseptor KB. Sebagian besar akseptor KB lebih memilih cara suntik dan pil dikarenakan harganya relatif murah, mudah diperoleh, praktis dan faktor resikonya relatif lebih kecil dibanding dengan menggunakan alat kontrasepsi lainnya. Disamping Program Keluarga Berencana (KB), hal lain yang juga mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap tinggi rendahnya tingkat fertilitas adalah faktor usia perkawinan pertama. Hal ini dikarenakan panjangnya masa reproduksi seorang perempuan berkaitan dengan umur pertama kali perempuan melakukan perkawinan. Semakin muda usia perkawinan pertama seorang perempuan, maka peluang untuk memiliki anak lebih banyak semakin besar karena panjangnya masa reproduksi seorang perempuan yang kawin muda. Pendewasaan usia kawin merupakan salah satu komponen vital yang turut menentukan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan kebahagiaan keluarga termasuk juga kesehatan ibu. Pemerintah Kabupaten Pandeglang harus lebih serius dalam memberikan penyuluhan tentang usia perkawinan pertama, seiring dengan masih besarnya kecenderungan masyarakat Kabupaten Pandeglang yang melangsungkan perkawinan pada usia muda. Berdasarkan grafik 2.2, pada tahun 2008 dari jumlah perempuan yang pernah kawin, persentase perempuan yang melangsungkan perkawinan pertamanya pada usia ≤ 16 tahun tercatat 31,28 persen.
20
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
Kependudukan dan KB Tetapi pada tahun 2009, naik menjadi 38,31 persen walaupun pada tahun 2010 sempat mengalami penurunan hingga mencapai 35,54 persen. Angka ini tergolong cukup tinggi dan dapat berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan pembangunan di bidang kependudukan. Grafik 2.2 Distribusi Persentase Perempuan Pernah Kawin Usia 10 Tahun Ke Atas Menurut Umur Perkawinan Pertama, Tahun 2008‐2010
≥ 19 Thn
40.81
29.39
34
18 Thn
12.8
17 Thn
15.21
17.61
18.04
≤ 16 Thn
31.28
38.31
35.54
0%
20%
2008
14.69
40%
12.41
60%
2009
80%
100%
2010
Kondisi yang sama juga terjadi pada rata‐rata usia perkawinan pertama. Pada tahun 2008, rata‐rata usia perkawinan pertama penduduk Pandeglang berkisar pada usia 18,26 tahun. Tetapi pada tahun 2009 turun menjadi 17,66 tahun sedangkan pada tahun 2010 yaitu usia 17,87 tahun. Dapat disimpulkan bahwa kondisi usia perkawinan pertama perempuan di Kabupaten Pandeglang pada tahun 2010 belum mencapai
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
21
Kependudukan dan KB program (anjuran) pemerintah. Dalam program pemerintah tertuang bahwa usia perkawinan pertama seorang perempuan minimal 20 tahun, bahkan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menargetkan usia perkawinan pertama seorang perempuan minimal 21 tahun sedangkan kondisi di Kabupaten Pandeglang pada tahun 2010 secara rata‐rata usia perkawinan pertama seorang perempuan baru mencapai 17,87 tahun. Hal ini perlu mendapat perhatian serius, mengingat pernikahan pada usia muda cukup beresiko bagi kesehatan perempuan. Dampak lain yang dapat ditimbulkan dari usia perkawinan yang terlalu muda adalah belum matangnya kondisi mental dan emosi seorang wanita, sehingga lebih rentan terhadap perceraian. Selain itu, wanita yang melangsungkan perkawinan pada usia muda akan memiliki masa fertilitas yang lebih panjang. Dengan bertambah panjangnya masa fertilitas seorang ibu maka dapat berdampak pada tingginya laju pertumbuhan penduduk di suatu daerah karena peluang untuk mempunyai anak lebih banyak
22
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
BAB III KESEHATAN DAN GIZI Pembangunan bidang kesehatan yang digariskan dalam Sistem Kesehatan Nasional diarahkan agar jangkauan pelayanan kesehatan lebih luas dan merata sehingga dapat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat. Peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat diharapkan dapat
meningkatkan
derajat
kesehatan
masyarakat
sehingga
memungkinkan masyarakat hidup lebih produktif, baik secara ekonomi maupun sosial. Masalah kesehatan merupakan persoalan penduduk selama hidup, oleh karenanya pembangunan sarana dan prasarana kesehatan sangatlah penting. Bahkan pemerintah telah mengarahkan agar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah (APBN/APBD) lebih diprioritaskan ke sektor kesehatan selain pendidikan dasar. Faktor‐ faktor yang mempengaruhi tingkat kesehatan masyarakat antara lain tersedianya sarana kesehatan, keadaan lingkungan yang memadai dan mutu makanan yang dikonsumsi. Penanganan faktor tersebut harus dilakukan terarah dan terpadu dengan memperhatikan kondisi sosial ekonomi yang terkait. Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk melihat derajat kesehatan penduduk adalah angka kematian bayi (AKB) dan angka
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
23
Kesehatan dan Gizi harapan hidup (AHH). Selain itu aspek penting lainnya yang turut mempengaruhi kualitas fisik penduduk adalah status kesehatan, yang antara lain diukur melalui angka kesakitan atau tingkat keluhan kesehatan. 3.1. Derajat dan Status Kesehatan Penduduk Indikator AKB dan AHH merupakan indikator utama yang menggambarkan derajat kesehatan penduduk. Pada tahun 2010 angka kematian bayi di Kabupaten Pandeglang menunjukan penurunan dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu dari 55,4 menjadi 53,8 per 1000 kelahiran hidup. Angka harapan hidup masyarakat Kabupaten Pandeglang pada tahun 2010 relatif meningkat dari 63,5 tahun (tahun 2009) menjadi 63,77 tahun (tahun 2010). Angka ini memberi makna bahwa setiap bayi di kabupaten Pandeglang yang lahir hidup pada tahun 2010 mempunyai harapan untuk hidup selama 63,77 tahun. Tabel 3.1 Angka Kematian Bayi dan Angka Harapan Hidup Penduduk Kabupaten Pandeglang, Tahun 2008‐2010 Indikator Derajat Kesehatan
2008
2009
2010
(1)
(2)
(3)
(4)
Angka Kematian Bayi
55,4
53,8
52,8
Angka Harapan Hidup (tahun)
63,3
63,5
63,77
Sumber : Susenas Tahun 2008‐2010 (data diolah)
24
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
Kesehatan dan Gizi Gambaran mengenai status kesehatan penduduk biasanya dapat dilihat melalui indikator angka kesakitan, yaitu persentase penduduk yang mengalami gangguan kesehatan atau keluhan kesehatan sehingga dapat menggangu aktivitas sehari‐hari. Menurut Tabel 3.2, pada tahun 2010 sebanyak 48,06 persen penduduk mengalami keluhan kesehatan yang mengakibatkan terganggu aktivitasnya. Dibanding keadaan tahun sebelumnya, angka kesakitan cenderung meningkat dimana pada tahun 2009 angka kesakitan tercatat hanya 22,74 persen. Bila dibedakan berdasarkan gender, angka kesakitan penduduk laki‐laki sebesar 46,26 persen, lebih kecil dibandingkan penduduk perempuan yang sebesar 49,95 persen. Tabel 3.2 Angka Kesakitan dan Rata‐rata Lamanya Sakit Penduduk Kabupaten Pandeglang, Tahun 2009‐2010 2009
Indikator Kesehatan (1) Angka Kesakitan (%)
2010
L
P
Total
L
P
Total
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
20,69 24,82
Rata‐rata Lamanya Sakit (hari) 6,25
7,38
22,74
46,26 49,95
48,06
6,86
5,09
5,02
4,95
Sumber : Susenas Tahun 2009 dan 2010 Keterangan : L = Laki‐ laki, P = Perempuan Rata‐rata jumlah hari sakit atau terganggu aktivitas sehari‐harinya
mengalami penurunan, yaitu dari sekitar 6,86 hari pada tahun 2009 menjadi 5,02 hari pada tahun 2010. Rata‐rata lamanya sakit penduduk
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
25
Kesehatan dan Gizi perempuan relatif lebih pendek dibandingkan penduduk laki‐laki. Rata‐ rata lamanya sakit penduduk perempuan 4,95 hari dan penduduk laki‐ laki 5,09 hari. 3.2.
Pemberian ASI, Imunisasi dan Gizi Balita Air Susu Ibu (ASI) merupakan nutrisi yang paling penting bagi
pertumbuhan dan kesehatan bayi karena selain mengandung nilai gizi yang cukup tinggi juga mengandung zat pembentuk kekebalan tubuh terhadap penyakit, untuk itu perlu adanya peningkatan kesadaran penduduk khususnya kaum ibu akan pentingnya ASI bagi seorang bayi yang tidak bisa digantikan dengan susu formula apapun. Selain pemenuhan ASI dan cakupan imunisasi, bayi diharapkan memperoleh asupan gizi yang cukup. Sejak tahun 2000 di dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas) dan Program Pembangunan Daerah (Propeda), pemerintah mencanangkan program perbaikan gizi yang salah satunya bertujuan meningkatkan pelayanan gizi untuk mencapai status gizi yang baik dengan menurunkan prevalensi gizi kurang dan gizi lebih. Sasaran yang akan dicapai adalah menurunkan prevalensi gizi kurang pada balita menjadi 20 persen. Pada tahun 2010 persentase balita di Pandeglang yang pernah mendapatkan ASI mencapai 96,72 persen dengan rata‐rata disusui selama 15,90 bulan. Jumlah ini meningkat jika dibandingkan tahun 2009 dimana persentase balita yang pernah mendapatkan ASI mencapai 96,53 persen dengan rata‐rata lama disusui selama 15,90 bulan. Dengan
26
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
Kesehatan dan Gizi semakin tingginya jumlah balita yang mendapatkan ASI diharapkan balita‐balita tersebut dapat tumbuh dan berkembang menjadi anak yang sehat dan berkualitas. Rata‐rata balita di Pandeglang mendapatkan ASI cukup lama, yaitu lebih dari satu setengah tahun walaupun masih kurang dari yang semestinya (2 tahun). Tabel 3.3 Persentase Balita 2 ‐ 4 Tahun yang Pernah diberi ASI dan Imunisasi di Kabupaten Pandeglang, Tahun 2008‐2010 Indikator Kesehatan
2008
2009
2010
(1)
(2)
(3)
(3)
Pernah diberi ASI
93,01
96,53
96,72
Rata‐rata lamanya diberi ASI (bulan)
20,05
20,22
15,90
Pernah diberi Imunisasi
89,55
96,53
93,53
Sumber : Susenas Tahun 2008 – 2010
Banyaknya balita yang mendapatkan imunisasi (BCG, Polio, Campak, DPT dsb) di Kabupaten Pandeglang cukup tinggi, yaitu sekitar 93,53 persen dari total balita. Jumlah ini menurun bila dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 96,53 persen. Bagi balita imunisasi sangat penting untuk menjaga dan memberikan kekebalan tubuh dari serangan berbagai jenis penyakit. Tingginya persentase balita yang mendapatkan imunisasi diharapkan sejalan dengan meningkatnya derajat kesehatan balita sehingga pada masa depan akan timbul anak‐ anak Pandeglang yang sehat dan kuat untuk menjadi generasi penerus melanjutkan roda pembangunan.
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
27
Kesehatan dan Gizi 3.3.
Pemanfaatan Fasilitas Kesehatan Pembangunan di bidang kesehatan mencakup peningkatan
penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Tujuan penyediaan fasilitas kesehatan adalah tersedianya fasilitas kesehatan yang mudah dan murah bagi semua lapisan masyarakat. Pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) dan puskesmas pembantu selama ini menjadi ujung tombak pelayanan kesehatan penduduk karena mudah terjangkau dan murah, terutama bagi penduduk di daerah pedesaan Jumlah puskesmas dan puskesmas pembantu di Kabupaten Pandeglang pada tahun 2009 sebanyak 94 unit yang tersebar di 35 Kecamatan. Kondisi ini menggambarkan bahwa penanganan masalah kesehatan masyarakat di setiap kecamatan rata‐rata dilayani oleh 2 sampai 3 puskesmas/pustu. Hal lain yang tidak kalah penting dalam pembangunan bidang kesehatan adalah ketersediaan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan reproduksi. Seperti diketahui bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kematian balita dan ibu melahirkan adalah persalinan yang tidak aman. Penanganan proses persalinan sampai dengan pasca persalinan yang berkualitas dan tepat waktu diharapkan akan mengurangi resiko kematian bayi dan ibu. Penolong persalinan balita oleh tenaga medis meliputi dokter, bidan, dan tenaga kesehatan lain. Dukun yang membantu proses persalinan (dukun beranak) tidak dicakup dalam
28
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
Kesehatan dan Gizi tenaga kesehatan lain walaupun pelatihan bagi dukun beranak juga digalakkan oleh Kementrian Kesehatan terutama didaerah pedesaan. Tabel 3.4 Persentase Penolong Persalinan Bayi Menurut Jenis Tenaga Penolong di Kabupaten Pandeglang, Tahun 2009‐2010 Penolong Persalinan (1) Tenaga Medis : ‐ Dokter ‐ Bidan ‐ Tenaga Medis Lainnya Tenaga Non Medis : ‐ Dukun ‐ Lainnya Total
2009
2010
(2) 39,72 3,35 36,05 0,32 60,28 60,02 0,26
(3) 45,70 2,55 43,15 0 54,30 54,30 0
100,00
100,00
Sumber : Susenas Tahun 2009 dan 2010
Berdasarkan Tabel 3.4, pada tahun 2010 penolong persalinan di Pandeglang masih didominasi oleh tenaga non medis dibandingkan tenaga medis, yaitu 54,30 persen berbanding 45,70 persen. Sebagian besar penolong persalinan oleh tenaga medis dilakukan oleh bidan dibandingkan dokter. Kurang tersedianya dokter hingga pelosok wilayah dan biaya yang relatif lebih mahal jika dibandingkan menggunakan jasa bidan menjadi penyebab rendahnya penolong persalinan oleh dokter. Namun demikian, persentase penolong persalinan oleh dokter menurun dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu dari 3,35 persen menjadi 2,55 persen.
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
29
Kesehatan dan Gizi Tabel 3.5 Persentase Penduduk yang Berobat Sendiri Menurut Jenis Obat yang Digunakan di Kabupaten Pandeglang, Tahun 2009‐2010 Jenis Pengobatan
2009
2010
(1)
(2)
(3)
Modern
94,96
91,84
Tradisional
30,89
29,23
Lainnya
11,91
11,66
Sumber : Susenas Tahun 2009 dan 2010 Sementara itu, untuk mengatasi gangguan/keluhan kesehatan penduduk berusaha melakukan upaya pengobatan baik dengan berobat sendiri maupun berobat jalan pada fasilitas kesehatan. Pada tahun 2010 persentase penduduk yang berobat sendiri dengan menggunakan obat modern menurun yaitu dari 94,96 persen pada tahun 2009 menjadi 91,84 persen pada tahun 2010. Sedangkan persentase penduduk yang menggunakan obat tradisional pun menurun dari 30,89 persen pada tahun 2009 menjadi 29,23 persen pada tahun 2010. Sedangkan bagi penduduk yang memilih untuk berobat jalan ketika sakit atau mengalami gangguan kesehatan, lebih memilih memanfaatkan Puskesmas/Pustu sebagai tempat berobat. Seperti disajikan pada tabel 3.6, terlihat bahwa jenis fasilitas kesehatan selain Puskesmas/Pustu yang sering digunakan dan menjadi alternatif pilihan
30
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
Kesehatan dan Gizi penduduk adalah petugas kesehatan lainnya (paramedic/mantri), praktek dokter/klinik dan rumah sakit. Tabel 3.6 Persentase Penduduk yang Berobat Jalan Menurut Tempat Berobat di Kabupaten Pandeglang, Tahun 2009‐2010 Tempat Berobat (1) Rumah Sakit Praktek Dokter Puskesmas (termasuk Pustu) Klinik KIA/BP Petugas Kesehatan Lain Pengobatan Tradisional Lainnya Penderita Sakit yang Berobat Jalan Sumber : Susenas Tahun 2009 dan 2010
2009
20010
(2) 2,46 19,87 49,68 0,00 30,95 0,36 1,50 40,35
(3) 5,12 19,81 52,74 0,00 29,50 0,42 1,35 38,96
Pada tahun 2010 persentase penduduk yang melakukan kunjungan berobat jalan ke puskesmas meningkat menjadi 52,74 persen dari 49,68 persen pada tahun sebelumnya. Hal ini menunjukan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat terhadap puskesmas/pustu cenderung meningkat. Tingginya persentase kunjungan penduduk yang berobat jalan ke puskesmas antara lain disebabkan oleh akses yang mudah dan biaya yang relatif lebih murah. Informasi selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.6.
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
31
BAB IV PENDIDIKAN Peningkatan kualitas sumber daya manusia bertitik tolak pada upaya pembangunan di bidang pendidikan. Pentingnya pendidikan bagi warga negara tercermin dalam UUD 1945, dimana dinyatakan bahwa pendidikan merupakan hak setiap warga negara. Mengingat pentingnya arti pendidikan bagi setiap warga negara, maka pendidikan mutlak menjadi salah satu prioritas pembangunan yang harus dijalankan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Tujuan pembangunan dalam bidang pendidikan adalah tersedianya pendidikan yang berkualitas dan terjangkau untuk semua lapisan masyarakat. Kualitas pendidikan terkait dengan Sumber Daya Manusia (SDM) dan berpengaruh terhadap kesejahteraan rakyat. Pemerintah menganggap penting pendidikan sebagai salah satu sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan manusia Indonesia. Pentingnya pendidikan tercermin dalam Pasal 31 UUD 1945 ayat (2), dimana setiap warga negara diwajibkan mengikuti pendidikan dasar yang dibiayai oleh pemerintah. Bahkan dalam pasal yang sama ayat (4) pemerintah memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang‐kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
33
Pendidikan dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Berbagai program digulirkan pemerintah dalam bidang pendidikan, satu diantaranya adalah pendidikan dasar sembilan tahun. Dalam rangka mendukung tercapainya pendidikan dasar sembilan tahun, pemerintah menggratiskan pendidikan pada tingkat sekolah dasar dan memberikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Program ini berdampak positif terutama pada daerah terpencil di pedesaan. Keberhasilan program pendidkan dasar untuk semua antara lain didukung oleh ketersediaan sekolah dasar, dimana hampir pada setiap desa telah terdapat sekolah dasar sehingga mudah diakses dan yang paling penting adalah tidak dipungut biaya sebagaimana diamanatkan UUD 1945. Berdasarkan ilustrasi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pembanguan bidang pendidikan mempunyai andil besar terhadap kemajuan sosial ekonomi suatu bangsa. 4.1. Tingkat Pendidikan
Indikator pembangunan bidang pendidikan dasar dapat dilihat
melalui tingkat kemampuan membaca dan menulis (angka melek huruf) penduduk. Kemampuan membaca dan menulis dibedakan terhadap huruf latin, huruf lainnya, dan tidak dapat membaca dan menulis (buta huruf). Dengan memiliki kemampuan membaca dan menulis huruf latin akan menjadikan seseorang lebih mudah memahami dan menyerap berbagai informasi baik dari media cetak maupun elektronik sehingga
34
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
Pendidikan akan menambah pengetahuan bagi dirinya. Dalam tulisan ini yang dimaksud dengan buta huruf adalah penduduk yang tidak dapat membaca dan menulis huruf latin. Kemampuan baca tulis tercermin dari indikator angka melek huruf (AMH). Angka melek huruf merupakan salah satu indikator pencapaian program pendidikan di Indonesia. Indikator tersebut penting mengingat melek huruf merupakan pintu dari segala ilmu pengetahuan. Pada tahun 2010, sekitar 94,32 persen penduduk berusia 10 tahun ke atas di Pandeglang sudah mampu membaca dan menulis huruf latin, sedangkan sisanya sebanyak 5,68 persen masih belum/tidak dapat membaca dan menulis (buta huruf). Tabel 4.1 Angka Melek Huruf (Latin) Penduduk Usia 10 Tahun Ke Atas Menurut Jenis Kelamin Di Kabupaten Pandeglang, Tahun 2008 ‐ 2010 Jenis Kelamin
2008
2009
2010
(1)
(2)
(3)
(4)
Laki‐laki
97,9
96,23
96,95
Perempuan
95,1
92,18
91,60
Laki‐laki + Perempuan
96,5
94,22
94,32
Sumber : Susenas Tahun 2008‐2010
Bila dibandingkan antara penduduk laki‐laki dan perempuan, persentase penduduk laki‐laki yang melek huruf lebih tinggi dibanding
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
35
Pendidikan perempuan, yaitu 96,95 persen berbanding 91,60 persen seperti terlihat pada Tabel 4.1. Indikator lain untuk melihat tingkat pendidikan adalah angka rata‐rata lama sekolah (RLS). Rata‐rata lama sekolah menunjukkan berapa lama rata‐rata penduduk suatu wilayah duduk di bangku sekolah mengikuti program pendidikan. Rata‐rata lama sekolah penduduk Pandeglang pada tahun 2010 baru mencapai 6,87 tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa rata‐rata penduduk Pandeglang baru dapat bersekolah hingga jenjang SMP kelas satu. Jadi secara umum tingkat pendidikan yang ditamatkan penduduk Pandeglang baru lulus SD dan sedikit yang melanjutkan ke jenjang SMP. Bila dibandingkan menurut jenis kelamin, rata‐rata lama sekolah penduduk laki‐laki lebih lama dibandingkan perempuan, yaitu 7,20 tahun berbanding 6,53 tahun. Tabel 4.2 Rata‐rata Lama Sekolah Penduduk Penduduk Usia 10 Tahun Ke Atas Di Kabupaten Pandeglang, Tahun 2009 ‐ 2010 Tahun
Laki‐laki
Perempuan
Total
(1)
(2)
(3)
(4)
2009
6,77
6,10
6,44
2010
7,20
6,53
6,87
Sumber : Susenas Tahun 2009 ‐ 2010
Untuk mensukseskan program wajib belajar pendidikan dasar (Wajar Dikdas) 9 tahun di Kabupaten Pandeglang diperlukan kerja
36
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
Pendidikan keras, konsistensi, kemauan yang tulus (political will) serta sinergi yang baik antar stake holder dalam menjalankan berbagai kebijakan yang terkait dengan program Wajar Dikdas 9 tahun. Program ini dikatakan berhasil apabila angka partisipasi sekolah anak usia 7‐15 tahun mencapai 100 persen. Atau dengan kata lain seluruh anak usia SD dan SMP di Pandeglang dalam keadaan bersekolah. Melihat perkembangan tahun‐tahun sebelumnya, untuk mencapai rata‐rata lama sekolah 9 tahun akan memerlukan waktu yang cukup panjang. Pada intinya kebijakan yang dibutuhkan adalah bagaimana mempermudah akses masyarakat ke sarana pendidikan setingkat SMP, baik dari segi lokasi geografis maupun biaya pendidikan. Sarana pendidikan perlu dibangun dengan mempertimbangkan kebutuhan, yaitu dengan memperhatikan banyaknya penduduk usia sekolah di suatu wilayah. Hal lain yang dapat dilakukan antara lain dengan melakukan berbagai sosialisasi kepada masyarakat di wilayah pedesaan bahwa pemerintah membebaskan biaya pendidikan dasar seperti dijamin dalam UUD 1945, sekaligus menyadarkan masyarakat akan arti pentingnya pendidikan dalam rangka memutus rantai kemiskinan sehingga mereka termotivasi untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Selain indikator angka melek huruf dan rata‐rata lama sekolah, gambaran kualitas SDM dapat dilihat juga dari tingkat pendidikan yang ditamatkan oleh penduduk. Berdasarkan Tabel 4.3 terlihat bahwa pada
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
37
Pendidikan tahun 2010 sebagian besar penduduk usia 10 tahun ke atas (41,5 persen) di Kabupaten Pandeglang hanya mampu menamatkan pendidikan tertinggi sampai tingkat sekolah dasar (SD)/sederajat. Sedangkan penduduk yang dapat menamatkan pendidikan tertinggi hingga tingkat SMP/sederajat baru mencapai 15,1 persen. Yang lebih memprihatinkan adalah tingginya persentase penduduk yang tidak/belum tamat SD/sederajat, yaitu sekitar 29,3 persen. Walaupun persentese penduduk yang yang telah berpendidikan SMP ke atas menunjukkan kecenderungan meningkat tiap tahunnya, namun data tersebut mengindikasikan bahwa program pendidikan dasar Sembilan tahun masih jauh dari sasaran. Tabel 4.3 Persentase Penduduk 10 Tahun Ke Atas Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan di Kabupaten Pandeglang, Tahun 2010 Tingkat Pendidikan
Laki‐laki
Perempuan
Total
(1)
(2)
(3)
(4)
Tidak/Belum Tamat SD/MI/Sederajat
28,1
30,4
29,3
SD/MI/Sederajat
39,6
43,4
41,5
SMP/Sederajat
15,8
14,5
15,1
SMA/SMK/Sederajat
12,8
9,1
11,0
3,7
2,6
3,2
100,0
100,0
100,0
Universitas J U M L A H
Sumber : Susenas Tahun 2010
38
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
Pendidikan Jika dilihat menurut jenis kelamin, maka terlihat bahwa tingkat pendidikan penduduk laki‐laki sedikit lebih baik dibandingkan penduduk perempuan. Hal ini terlihat dari lebih tingginya persentase penduduk laki‐laki yang telah mampu menamatkan pendidikan tertinggi sampai level SMP ke atas dibandingkan penduduk perempuan. Kondisi ini antara lain disebabkan oleh faktor budaya pada sebagian masyarakat yang lebih mementingkan pendidikan untuk anak laki‐laki dibandingkan anak perempuan. 4.2.
Tingkat Partisipasi Sekolah Partisipasi penduduk dalam mengikuti program pendidikan di
Kabupaten Pandeglang dapat dilihat dari besarnya indikator angka partisipasi sekolah (APS). APS disajikan dalam tiga tingkatan usia, yaitu APS anak usia 7‐12 tahun, usia 13‐15 tahun dan usia 16‐18 tahun.
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
39
Pendidikan Tabel 4.4 Angka Partisipasi Sekolah Menurut Usia Sekolah Penduduk Kabupaten Pandeglang, Tahun 2008‐2010 Kelompok Umur
2008
2009
2010
(1)
(2)
(3)
(4)
Laki‐laki
98,48
95,82
95,99
Perempuan
97,36
96,95
96,95
Laki‐laki + Perempuan
97,95
96,36
96,42
Laki‐laki
70,65
71,02
69,89
Perempuan
79,16
73,22
71,17
Laki‐laki + Perempuan
74,94
72,09
70,54
Laki‐laki
34,79
46,49
36,93
Perempuan
28,42
47,62
47,12
32,28
46,96
41,34
Usia 7 – 12 tahun
Usia 13 – 15 tahun
Usia 16 – 18 tahun
Laki‐laki + Perempuan Sumber : Susenas Tahun 2008 ‐ 2010
Pada tahun 2010 APS Kabupaten Pandeglang untuk anak usia 7‐12
sebesar 96,42 persen. Angka ini menunjukkan bahwa persentase anak usia 7‐12 tahun yang bersekolah hanya 96,42 persen, sisanya sebesar 3,58 tidak bersekolah. Anak yang tidak bersekolah terdiri dari anak yang sudah memasuki usia sekolah tetapi belum bersekolah dan anak yang putus sekolah. Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin, maka untuk semua tingkatan usia partisipasi sekolah anak laki‐laki di Kabupaten Pandeglang relatif lebih rendah dibanding partisipasi anak perempuan.
40
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
Pendidikan Sementara itu, angka partisipasi sekolah anak usia 13‐15 tahun dan 16‐18 tahun jauh lebih rendah dibanding angka partisipasi sekolah anak usia 7‐12 tahun. Selain masih rendahnya kemampuan ekonomi orang tua, masih terbatasnya jumlah sekolah SMP dan SMA di daaerah pedesaan ditengarai menjadi faktor penyebabnya. APS anak usia 13‐15 tahun sebesar 70,54 persen dan APS anak usia 16‐18 tahun sebesar 41,34 persen. Angka ini menunjukkan terdapat sekitar 70 anak yang sedang bersekolah dari 100 anak usia 13‐15 tahun. Sedangkan untuk anak usia 16‐18 tahun keadaanya lebih buruk, yaitu dari seratus anak hanya sekitar 41 anak yang sedang bersekolah Selain APS, biasanya untuk melihat partisipasi anak/masyarakat terhadap dunia pendidikan digunakan juga angka partisipasi murni (APM) dan angka partisipasi kasar (APK). APM merupakan persentase penduduk usia sekolah yang masih sekolah pada jenjang pendidikan yang sesuai dengan usianya. Sedangkan APK merupakan persentase penduduk yang sekolah pada suatu jenjang pendidikan terhadap jumlah penduduk usia pendidikan tertentu.
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
41
Pendidikan Tabel 4.5 APM dan APK Kabupaten Pandeglang menurut Jenjang Pendidikan dan Jenis KelaminTahun 2009 ‐ 2010 2009
Jenjang Pendidikan APM (2)
(1) SD/MI/Sederajat)
2010
APK (3)
APM (4)
APK (5)
Laki‐laki
92,01
103,91
93.79
108,92
Perempuan
90,96
108,93
92.41
109,92
Laki‐laki + Perempuan SMP/Sederajat)
91,51
106,28
93.18
109,37
Laki‐laki
59,25
75,45
53.88
63,47
Perempuan
60,14
79,97
53.15
63,1
Laki‐laki + Perempuan SMA/Sederajat
59,68
77,65
53.51
63,28
Laki‐laki
31,46
41,29
28,81
42,95
Perempuan
32,98
52,41
41,26
66,77
Laki‐laki + Perempuan 32,09 Sumber : Susenas Tahun 2009 ‐ 2010
45,91
34,20
53,27
Pada Tabel 4.5 terlihat bahwa pada tahun 2010 angka partisipasi murni (APM) Kabupaten Pandeglang untuk jenjang pendidikan SD/sederajat tercatat sebesar 93,18 persen. Angka ini menunjukkan bahwa dari 100 anak usia 7‐12 tahun di Kabupaten Pandeglang, 94‐94 diantaranya sedang bersekolah pada jenjang pendidikan SD/Sederajat. Sedangkan APM jenjang pendidikan SMP/Sederajat dan SMA/Sederajat masing‐masing tercatat sebesar 53,51 persen dan 34,20 persen.
42
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
Pendidikan Angka partisipasi kasar (APK) jenjang pendidikan SD/sederajat tercatat sudah melampaui angka 100, yaitu mencapai angka 109,37 persen. Hal ini menunjukkan bahwa program wajar dikdas 6 tahun di Kabupaten Pandeglang sudah tercapai. Angka APK yang melebihi 100 persen mengindikasikan masih cukup banyak siswa jenjang SD/sederajat di Kabupaten Pandeglang yang berusia di luar rentang 7‐12 tahun. APK jenjang pendidikan SMP dan SMA pada tahun 2010 mengalami pasang surut dibanding tahun 2009. Pada tahun 2010 APK jenjang pendidikan SMP tercatat sebesar 63,68 persen turun dibandingkan tahun 2009 yang mencapai 77,65 persen sedangkan SMA naik dari 45,91 menjadi 53,27 persen. 4.3.
Fasilitas Pendidikan Ketersediaan fasilitas pendidikan merupakan syarat mutlak yang
harus terpenuhi dalam menunjang keberhasilan pembangunan di bidang pendidikan. Fasilitas pendidikan, terutama gedung sekolah merupakan hal yang penting karena merupakan tempat di mana terjadinya proses kegiatan belajar mengajar (KBM). Hal penting lainnya adalah ketersediaan tenaga pengajar yang berkualitas dan memenuhi standar kualifikasi sehingga dapat meningkatkan mutu pendidikan. Jumlah sarana sekolah, guru dan siswa di Kabupaten Pandeglang pada tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 4.6. Pada Tahun ajaran 2010 rata‐rata tiap sekolah tingkat SD menampung 184 siswa dengan rata‐rata jumlah guru sebanyak 11,38 orang. Untuk sekolah Tingkat SMP rata‐rata
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
43
Pendidikan tiap sekolah menampung 253 siswa dengan rata‐rata jumlah guru sebanyak 19,86 orang per sekolah. Sedangkan untuk sekolah tingkat SMA rata‐rata tiap sekolah menampung 241 siswa dengan rata‐rata jumlah guru sebanyak 24,20 orang. Sama halnya dengan rasio guru sekolah, rasio murid guru pada tahun 2010 menunjukan angka yang cukup baik bahkan cenderung berlebih. Pada tahun ajaran 2010 satu orang guru jenjang pendidikan SD/sederajat rata‐rata mengajar/mengawasi 16 sampai 17 orang siswa. Untuk
jenjang
pendidika
SMP/sederajat,
satu
orang
guru
mengajar/mengawasi 12 sampai 13 orang siswa dan satu orang guru pada jenjang pendidikan SMA/sederajat rata‐rata mengajar/mengawasi 9 sampai 10 orang siswa. Tabel 4.6 Jumlah Sekolah, Guru, Murid dan Rasio Murid‐Guru Menurut Jenjang Sekolah di Kabupaten Pandeglang Tahun 2010 Jenjang Sekolah
Jumlah Sekolah
Jumlah Guru
Jumlah Murid
Rasio Murid‐ Guru
Rasio Murid‐ Sekolah
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
188.613
16.24
184
SD sederajat
1.020
11.616
SMP sederajat
274
5.442
69.404
12,75
253
SMA sederajat
144
3.486
34.716
9.96
241
Sumber: Dinas Pendidikan dan Kemenag. Kab. Pandeglang 2010
44
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
Pendidikan Berdasarkan angka rasio guru‐sekolah dan rasio murid‐guru, ketersediaan fasilitas pendidikan beserta tenaga pendidik di Kabupaten Pandeglang pada tahun 2010 sudah menunjukan keadaan yang cukup baik. Namun bila dibandingkan dengan indikator output pendidikan, terlihat ada hal yang cukup kontradiktif, yaitu masih rendahnya partisipasi sekolah anak usia sekolah, terutama pada jenjang pendidikan SMP/sederajat dan SMA/sederajat. Perlu ditelaah lebih lanjut apa yang menyebabkan rendahnya partisipasi masyarakat dalam menyekolahkan anaknya disaat fasilitas pendidikan sudah cukup mendukung.
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
45
BAB V KETENAGAKERJAAN Pembangunan bidang ketenagakerjaan memegang peranan penting dalam mewujudkan masyarakat sejahtera sesuai dengan yang apa yang dicita‐citakan oleh pemerintah melalui pelaksanaan program pembangunan. Masalah ketenagakerjaan di Pandeglang masih cukup memprihatinkan, ditandai antara lain dengan jumlah pengangguran yang cukup besar dan pendapatan pekerja yang relatif rendah. Tingkat pengangguran yang tinggi merupakan pemborosan sumber daya. Selain itu, potensi yang ada akan menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan dan dapat mendorong pada peningkatan keresahan sosial dan kriminal. Hal tersebut pada akhirnya akan menghambat proses pembangunan dalam jangka panjang. Penciptaan lapangan pekerjaan sebagai fokus pembangunan bidang ketenagakerjaan saat ini diharapkan memberikan efek langsung pada pengurangan jumlah penduduk miskin dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Leo Tolstoy, seorang penulis besar Rusia mengatakan bahwa bekerja merupakan syarat mutlak dan tidak dapatdielakkan dalam kehidupan karena bekerja merupakan sumber kesejahteraan yang nyata. Bahkan dalam kuliah umum di depan Presiden SBY dan jajarannya di istana negara, Profesor David T. Ellwood, Dekan Universitas Harvard Kennedy School mengatakan
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
47
Ketenagakerjaan bahwa untuk pengentasan kemiskinan tak bisa dilakukan dengan memberikan sejumlah uang atau makanan, melainkan dengan membuka sejumlah lapangan kerja baru. Menurut konsep yang dipakai BPS dalam Sakernas, bekerja diartikan sebagai kegiatan melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan paling sedikit selama satu jam dalam seminggu. Bekerja selama satu jam tersebut harus dilakukan berturut‐turut dan tidak terputus. Penghasilan atau keuntungan mencakup upah/gaji termasuk semua tunjangan dan bonus bagi pekerja/karyawan/pegawai dan hasil usaha berupa sewa atau keuntungan, baik berupa uang atau barang termasuk bagi pengusaha. Kondisi ketenagakerjaan di Kabupaten Pandeglang digambarkan melalui beberapa indikator karakteristik ketenagakerjaan. Indikator ketenagakerjaan tersebut diantaranya adalah tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK), tingkat kesempatan kerja (TKK) dan tingkat pengangguran terbuka (TPT). Indikator ketenagakerjaan tersebut merupakan gambaran kegiatan penduduk yang termasuk sebagai penduduk usia kerja (PUK) dalam bekerja memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan. PUK sebagaimana konsep ILO adalah penduduk yang berusia 15 tahun ke atas. Berdasarkan kegiatannya dalam kaitan ketenagakerjaan, penduduk usia kerja dikelompokkan menjadi angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. PUK yang masuk dalam angkatan kerja terdiri dari penduduk yang bekerja dan mencari
48
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
Ketenagakerjaan pekerjaan. Sedangkan kegiatan PUK yang tergolong bukan angkatan kerja adalah sekolah, mengurus rumahtangga dan lainnya. Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) tahun 2010, penduduk Kabupaten Pandeglang yang masuk kategori usia kerja sebanyak 839.286 jiwa. Angka ini meningkat 9,17 persen dibandingkan tahun 2009. Meningkatnya jumlah penduduk usia kerja akan mempengaruhi karakteristik ketenagakerjaan di Kabupaten Pandeglang. Diharapkan dari setiap penambahan penduduk usia kerja akan diikuti juga dengan peningkatan partisipasinya untuk masuk dalam angkatan kerja sehingga dapat meningkatkan pendapatan serta kesejahteraan masyarakat. 5.1.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Partisipasi penduduk usia kerja dalam bekerja dan mencari
pekerjaan untuk mencukupi kebutuhan dirinya dan rumahtangganya dapat dilihat melalui angka tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK). TPAK merupakan indikator untuk melihat perbandingan jumlah angkatan kerja terhadap jumlah penduduk usia kerja. Berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS), pada tahun 2010 persentase penduduk Kabupaten Pandeglang yang masuk dalam usia kerja dan aktif dalam bekerja dan mencari pekerjaan (TPAK) tercatat sebesar 63,76 persen atau mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang tercat 63,52 persen.
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
49
Ketenagakerjaan Angka tersebut sekaligus memberikan gambaran bahwa hanya sekitar 63,76 persen dari penduduk usia kerja di Kabupaten Pandeglang yang berpotensi untuk mendapatkan pendapatan/penghasilan, walaupun di dalamnya masih termasuk mereka yang mencari pekerjaan. Tabel 5.1 Indikator Ketenagakerjaan Penduduk Kabupaten Pandeglang Tahun 2008 ‐ 2010 Karakteristik
2008*)
2009
2010
(1) 1. Penduduk Usia Kerja
(2) 749.534
(3) 768.797
(4) 839.286
2. Angkatan Kerja
490.497
488.347
535.107
a. Bekerja
435.924
434.745
474.401
b. Pengangguran
54.573
53.602
60.706
3. Bukan Angkatan Kerja :
259.037
280.450
304.179
a. Sekolah dan Mengurus RT
214.009
226.918
250.697
b. Lainnya
45.028
53.532
53.482
4. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%)
65,44
63,52
63,76
5. Tingkat Pengangguran Terbuka (%)
11,13
10,98
11,34
6. Tingkat Kesempatan Kerja (%)
88,87
89,02
88,66
Sumber : Sakernas Tahun 2008 – 2010. Cat: *) : angka perubahan
Berdasarkan Tabel 5.1 terlihat bahwa kenaikan TPAK tidak diikuti dengan meningkatnya tingkat kesempatan kerja (TKK) dari 89,02 persen pada tahun 2009 turun menjadi 88,66 persen di tahun 20109. Secara otomatis, penurunan tingkat kesempatan kerja akan menaikan level TPT,
50
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
Ketenagakerjaan yaitu dari 10,98 persen pada tahun 2009 menjadi 11,34 persen di tahun 2010. Berdasarkan hal tesebut, secara umum kondisi ketenagakerjaan Kabupaten Pandeglang pada tahun 2010 sedikit lebih rendah dibandingkan tahun 2009. Grafik 5.1 Indikator Ketenagakerjaan Penduduk Kabupaten Pandeglang Tahun 2008 – 2010 (persen) 100 80 88.87
60 40
20
65.44
63.52
89.02
11.13
10.98
2008
2009
88.66 TPAK 63.76
TPT TKK
11.34
0
2010
Indikator TKK yang sebesar 88,66 persen menunjukkan bahwa seluruh aktifitas ekonomi di Kabupaten Pandeglang pada tahun 2010 baru mampu menyerap 88,66 persen dari angkatan kerja yang tersedia, sedangkan sisanya yang tidak terserap menjadi pengangguran. Angka TPT yang masih berada pada level 2 digit menjadi pekerjaan rumah yang harus dituntaskan, baik oleh pemerintah pusat maupun daerah. Seperti diketahui bahwa selain berdampak langsung terhadap peningkatan kemiskinan, jumlah penggangguran yang tinggi juga dapat menimbulkan berbagai permasalahan sosial.
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
51
Ketenagakerjaan Tabel 5.2 Indikator Ketenagakerjaan Penduduk Kabupaten Pandeglang Menurut Jenis Kelamin Tahun 2010 Karakteristik
Laki‐laki
Perempuan
(1) 1. Penduduk Usia Kerja
(2) 427.893
(3) 411.393
2. Angkatan Kerja
355.125
179.982
a. Bekerja
314.511
159.890
b. Pengangguran
40.614
20.092
3. Bukan Angkatan Kerja :
72.768
231.411
a. Sekolah dan Mengurus RT
36.817
213.880
b. Lainnya
35.951
17.531
4. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%)
82,99
43,75
5. Tingkat Pengangguran Terbuka (%)
11,44
11,16
6. Tingkat Kesempatan Kerja (%)
88,56
88,84
Sumber : Sakernas Tahun 2010
Bila dibedakan berdasarkan jenis kelamin, maka terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara TPAK laki‐laki dengan perempuan. Pada tahun 2010 TPAK laki‐laki sebesar 82,99 persen sedangkan TPAK perempuan hanya sebesar 43,75 persen. Perbedaan ini menunjukkan bahwa situasi ketenagakerjaan di Kabupaten Pandeglang masih sangat dipengaruhi gender. Partisipasi laki‐laki yang secara budaya ketimuran berperan sebagai pemikul beban rumah tangga jauh lebih besar dibandingkan perempuan dalam hal bekerja mendapatkan penghasilan /pendapatan baik untuk dirinya maupun rumahtangganya.
52
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
Ketenagakerjaan Sedangkan pada indikator TPT berdasarkan Tabel 5.2, ternyata persentase penduduk perempuan yang termasuk pengangguran lebih kecil dibanding penduduk laki‐laki, yaitu 11,16 persen berbanding 11,44 persen. Sesuai konsep dan definisi Sakernas, TPT merupakan persentase penduduk yang mencari pekerjaan, sedang mempersiapkan usaha, sudah mempunyai pekerjaan tetapi belum mulai bekerja dan penduduk yang tidak mencari pekerjaan karena merasa sudah tidak mungkin mendapatkan pekerjaan . 5.2.
Lapangan Usaha dan Status Pekerjaan Tabel 5.3 menunjukkan sebaran penduduk yang bekerja menurut
sektor/lapangan usaha, yaitu sektor pertanian, industri pengolahan, perdagangan, hotel dan restoran, jasa‐jasa dan sektor/lapangan usaha lainnya. Dalam sudut pandang perekonomian, untuk mengetahui sektor apa yang paling dominan di suatu wilayah biasanya dilihat dari peranan sektor tersebut dalam penyerapan tenaga kerja dan pembentukan nilai tambah (PDRB). Namun tidak selamanya sektor yang dominan menyerap tenaga kerja menjadi sektor yang paling banyak menciptakan nilai tambah. Perbedaan produktifitas tenaga kerja antar sektor dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi penyebab terjadinya hal tersebut.
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
53
Ketenagakerjaan Tabel 5.3 Komposisi Penduduk Yang Bekerja Menurut LapanganUsaha dan Distribusi PDRB ADH Berlaku, Tahun 2010
Lapangan Usaha
Penyerapan Tenaga Kerja (%)
Distribusi PDRB ADHB Tahun 2010 (%)
2009
2010
(1) 1. Pertanian 2. Industri Pengolahan 3. Perdagangan, HR 4. Jasa‐jasa 5. Lainnya*)
(2) 46,72 7,03 25,16 9,57 11,52
(3) 43,94 7,65 23,25 13,01 12,15
(4) 30,81 10,96 23,77 14,80 19,66
T o t a l
100,00
100,00
100,00
Sumber : Sakernas Tahun 2009‐2010 dan PDRB Kabupaten Pandeglang 2010 *) Lainnya: sektor pertambangan dan penggalian; listrik, gas, air; konstruksi; angkutan/transportasi; keuangan dan jasa perusahaan
Pada Tahun 2010, sektor ekonomi yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor pertanian, yaitu sebesar 43,94 persen, kemudian diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 23,25 persen. Sementara kontribusi sektor industri pengolahan dalam hal penyerapan tenaga kerja hanya sebesar 7,65 persen. Jika diperhatikan, maka selama periode 2009‐2010 terjadi transformasi atau pergeseran tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa‐jasa dan industri pengolahan. Tabel 5.3 menunjukkan bahwa aktifitas perekonomian di Kabupaten Pandeglang masih didominasi oleh sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Keadaan ini sesuai dengan
54
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
Ketenagakerjaan kondisi geografis Kabupaten Pandeglang yang memiliki banyak lahan pertanian dan kawasan dengan potensi wisata yang indah dan cukup terkenal seperti Pantai Carita, Tanjung Lesung, Pulau Umang dan lain sebagainya. Peningkatan penyerapan tenaga kerja pada sektor jasa‐jasa dan perdagangan, hotel dan restoran pada tahun 2010 tidak terlepas dari turunnya aktifitas ekonomi di sektor lainnya akibat perlambatan ekonomi regional. Salah satu dampak yang ditimbulkan dari hal tersebut adalah banyaknya tenaga kerja yang beralih ke sektor perdagangan, hotel dan restoran yang nota bene merupakan sektor informal dan tidak terlalu membutuhkan tenaga kerja dengan skill/keahlian khusus. Sedangkan peningkatan daya serap tenaga kerja pada sektor jasa selain juga tidak membutuhkan keahlian khusus, juga disebabkan oleh banyaknya penerimaan tenaga pengajar/guru oleh pemerintah daerah. Bila dilihat berdasarkan jenis kelamin, maka struktur penduduk bekerja menurut sektor/lapangan usaha menunjukkan komposisi yang hampir sama antara pekerja laki‐laki dan perempuan. Berdasarkan Tabel 5.4 terlihat bahwa sekitar 47,79 persen pekerja laki‐laki bekerja di sektor pertanian. Hal yang sama terjadi pada pekerja perempuan, dimana 36,36 persen diantaranya bekerja pada sektor pertanian. Sektor berikutnya yang menarik bagi pekerja laki‐laki dan perempuan adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan persentase masing‐masing sebesar 16,76 persen dan 36,01 persen.
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
55
Ketenagakerjaan Tabel 5.4 Komposisi Penduduk Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha dan Jenis Kelamin Tahun di Kabupaten Pandeglang Tahun 2010 Persentase Sektor/Lapangan Usaha Laki‐laki
Perempuan
(2)
(1) 1. Pertanian 2. Industri Pengolahan 3. Perdagangan, HR 4. Jasa – jasa 5. Lainnya*)
47,79 6,39 16,76 11,44 17,62
(3) 36,36 10,12 36,01 16,11 1,4
T o t a l
100,00
100,00
Jumlah
314.511
159.890
Sumber : Sakernas Tahun 2010 *) Lainnya: sektor Pertambangan dan Penggalian, sektor LGA, sektor Konstruksi, sektor Angkutan/Transportasi serta sektor keuangan dan jasa perusahaan
Sementara itu, sumbangan terbesar dalam pembentukan PDRB Kabupaten Pandeglang adhb tahun 2010 diberikan oleh sektor yang sama dalam hal penyerapan tenaga kerja terbesar, yaitu sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel dan restoran, yaitu dengan kontribusi masing‐masing sebesar 30,81 persen dan 23,77 persen. Jika diperhatikan lebih lanjut, maka sektor pertanian dengan penyerapan tenaga kerja sebesar 46,72 persen ternyata hanya mampu memberikan kontribusi terhadap pembentukan PDRB adhb sebesar 30,81 persen. Sedangkan sektor lain seperti industri pengolahan yang hanya mampu menyerap tenaga kerja sekitar 7,03 persen, ternyata
56
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
Ketenagakerjaan kontribusinya terhadap PDRB mencapai 10,96 persen. Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa produktifitas pekerja pada sektor pertanian jauh lebih rendah dibandingkan sektor industri. Hal ini kiranya perlu menjadi perhatian mengingat produktifitas yang rendah akan berdampak pada kecilnya pendapatan. Dan kecilnya pendapatan akan berdampak pada kemiskinan. Tabel 5.5 Komposisi Penduduk yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan di Kabupaten Pandeglang, Tahun 2008‐2010 (persen) Status Pekerjaan
2008
2009
2010
(1)
(2)
(3)
(4)
I. Pengusaha
49,43
44,01
45,89
a. Berusaha Sendiri
21,18
23,67
22,17
b. Berusaha dibantu pekerja tak dibayar/tidak tetap
25,82
20,34
21,79
c. Berusaha dibantu buruh tetap
2,43
2,32
1,93
II. Buruh/Karyawan
12,07
14,02
13,43
III. Pekerja Bebas
22,90
25,66
26,46
IV. Pekerja Keluarga/Tak Dibayar
15,60
14,00
14,22
Jumlah
100,00 100,00 100,00
Sumber : Sakernas, Tahun 2008‐2010
Jika dilihat menurut status pekerjaan maka dapat dilihat bahwa sektor informal memiliki peranan yang signifikan dalam hal penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Pandeglang. Pada tabel 5.5 terlihat bahwa proporsi pekerja yang bekerja sebagai buruh/karyawan (kategori status
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
57
Ketenagakerjaan formal) tercatat hanya sebesar 13,43 persen, angka ini mengalami penurunan dibanding tahun 2009 yang mencapai 14,02 persen. Selanjutnya, mayoritas pekerja di Kabupaten Pandeglang pada tahun 2010 merupakan para pekerja bebas (26,46 persen), kemudian penduduk yang berusaha sendiri (22,17 persen) dan penduduk yang berusaha dengan dibantu pekerja tidak dibayar/tidak tetap (21,79 persen). Terbatasnya lapangan pekerjaan pada sektor formal seperti buruh/karyawan pabrik dan pegawai negeri menyebabkan sektor informal berkembang dengan sendirinya. Meningkatnya pekerja sektor informal juga dapat mengindikasikan masih besarnya peluang usaha yang bisa dijalankan di Kabupaten Pandeglang, sehingga masyarakat berani untuk mencoba usaha sendiri maupun berusaha dibantu buruh/karyawan tetap maupun tidak tetap dari pada mencari pekerjaan pada orang lain. Hal ini mungkin yang menyebabkan persentase penduduk dengan status pengusaha cukup tinggi di Pandeglang.
58
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
Ketenagakerjaan Tabel 5.6 Komposisi Penduduk yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Pandeglang, Tahun 2010 (persen) Status Pekerjaan
Laki‐laki Perempuan (1)
I. Pengusaha
(2)
(3)
a. Berusaha Sendiri
21,12
24,24
b. Berusaha dibantu pekerja tak dibayar/tidak tetap
27,40
10,76
2,21
1,37
II. Buruh/Karyawan
13,39
13,50
III. Pekerja Bebas
30,83
17,88
5,05
32,36
100,00
100,00
c. Berusaha dibantu buruh tetap
IV. Pekerja Keluarga/Tak Dibayar Jumlah Sumber : Sakernas Tahun 2010
Jika dibedakan menurut jenis kelamin, maka terdapat perbedaan yang cukup signifikan dalam status pekerjaan antara pekerja laki‐laki dan perempuan. Pada tahun 2010 pekerja laki‐laki yang berstatus sebagai pengusaha sebesar 50,73 persen, sedangkan pekerja perempuan sebesar 36,37 persen. Pada pekerja laki‐laki, sebagian besar dari pekerja yang berstatus pengusaha tersebut adalah mereka yang bekerja dibantu oleh pekerja tidak dibayar/tidak tetap. Sedangkan pada pekerja perempuan sebagian besar berstatus berusaha sendiri. Dari Tabel 5.6 dapat terlihat bahwa sebagian besar status pekerja perempuan adalah pekerja keluarga/tidak dibayar (32,36 persen).
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
59
Ketenagakerjaan 5.3.
Jumlah Jam Kerja Dalam
kajian
ketenagakerjaan,
seorang
pekerja
dapat
dikategorikan sebagai pengangguran apabila memiliki jam kerja selama seminggu dibawah jam kerja normal. Kesepakatan tentang jumlah jam kerja normal di Indonesia adalah minimal 35 jam selama seminggu. Istilah lain dari persentase penduduk yang bekerja di bawah jam kerja normal disebut sebagai pengangguran kentara (visible underemployed) atau setengah pengangguran. Tabel 5.7 Persentase Penduduk Yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja Seminggu dan Jenis Kelamin, Tahun 2010 Jam Kerja
Laki‐laki
Perempuan
Laki‐laki + Perempuan
(1) < 10 Jam
(2) 5.63
(3) 5.19
(4) 5.48
10 ‐ 34 Jam
27.54
54.17
36.52
≥ 35 Jam
66.83
40.64
58.00
Sumber : Sakernas Tahun 2010
Persentase penduduk yang bekerja di bawah jam kerja normal
dapat dilihat pada Tabel 5.7. Pada tahun 2010, secara umum persentase penduduk yang bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu yang lalu sebesar 42,00 persen, sedangkan yang bekerja kurang dari 10 jam selama seminggu yang lalu sebesar 5,48 persen.
60
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
Ketenagakerjaan Bila dibedakan menurut jenis kelamin, maka penduduk laki‐laki yang bekerja dengan jam kerja normal persentasenya jauh lebih besar dibanding perempuan, yaitu sebesar 66,83 persen berbanding 40,64 persen. Angka ini menunjukkan bahwa pekerja perempuan yang tergabung ke dalam status setengah pengangguran cukup tinggi, yaitu sebesar 59,36 persen, sedangkan pekerja laki‐laki yang masuk ke dalam kategori setengah pengangguran hanya 33,17 persen.
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
61
BAB VI TARAF KESEJAHTERAAN DAN POLA KONSUMSI Tingkat kesejahteraan seorang penduduk di suatu wilayah dapat digambarkan melalui pendapatan maupun pengeluarannya. Namun demikian, tidaklah mudah untuk mendapatkan data tentang pendapatan suatu penduduk. Oleh sebab itu, sampai dengan saat ini perkiraan tentang pendapatan suatu rumah tangga dilakukan melalui pendekatan Pengeluaran rumah tangga dibedakan atas pengeluaran makan dan bukan makanan. Dengan kedua jenis pengeluaran ini, dapat dilihat bagaimana pola konsumsi masyarakat. Dengan menggunakan data pengeluaran dapat terlihat pola konsumsi rumah tangga secara umum melalui indikator proporsi pengeluaran untuk makanan dan non makanan. Komposisi pengeluaran rumah tangga dapat dijadikan ukuran guna menilai tingkat kesejahteraan ekonomi penduduk. Pada umumnya makin rendah persentase pengeluaran untuk makanan terhadap total pengeluaran maka semakin baik tingkat kesejahteraan penduduk. Pada kelompok penduduk dengan tingkat pendapatan rendah biasanya pengeluaran akan lebih difokuskan untuk memenuhi kebutuhan dasar, yaitu makanan. Penduduk yang tidak dapat memenuhi
kebutuhan
standar
minimum
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
tertentu
biasanya
63
Taraf Kesejahteraan dan Pola Konsumsi dikategorikan sebagai penduduk miskin. Di Indonesia, penduduk miskin didefinisikan sebagai penduduk yang pendapatannya (didekati dengan pengeluaran) tidak mencukupi untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup secara layak. Standar kebutuhan hidup layak sesuai hasil Widyakarya Pangan dan Gizi 1978 diterjemahkan sebagai suatu jumlah rupiah yang dapat memenuhi kebutuhan konsumsi makanan setara 2.100 kalori sehari, ditambah sejumlah pengeluaran untuk bukan makanan seperti perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan dan lainnya. Jumlah uang tersebut kemudian dikatakan sebagai batas garis kemiskinan. Tinggi rendahnya tingkat kemiskinan di suatu wilayah mencerminkan tingkat pendapatan penduduk pada wilayah tersebut. Semakin banyak jumlah penduduk miskin mengindikasikan rendahnya tingkat pendapatan penduduk. 6.1.
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Berbicara masalah kemiskinan atau tepatnya penduduk miskin
seolah tidak pernah ada habisnya. Penduduk miskin nampaknya sudah menjadi ciri khas atau trade mark bagi negara miskin dan berkembang atau lebih dikenal sebagai negara dunia ketiga, dimana Indonesia termasuk salah satu diantaranya. Kemiskinan di negara berkembang seperti Indonesia pada umumnya mengarah pada kemiskinan absolut, yaitu ketidakmampuan seseorang untuk mencapai standar hidup minimal tertentu yang telah ditetapkan. Walaupun pemerintah telah banyak menggulirkan berbagai
64
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
Taraf Kesejahteraan dan Pola Konsumsi program yang menitikberatkan pada pengentasan kemiskinan, namun masih ada beberapa yang dianggap belum tepat sasaran, bahkan gagal dalam mengentaskan kemiskinan. Beberapa program dianggap belum menyentuh masalah mendasar yang terjadi pada masyarakat sehingga hasilnya tidak efektif. Selain itu, program yang ada juga dinilai masih bersifat reaktif, jangka pendek dan parsial. Tabel 6.1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Kabupaten Pandeglang, Tahun 1993‐2010 Tahun
Penduduk Miskin (Jiwa)
Persentase Penduduk Miskin
Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bulan)
(1) 1993
(2) 120.050
(3) 13,35
(4) 20.158
1996
111.577
11,94
32.159
1999
180.700
18,70
75.500
2000
198.983
19,80
84.725
2001
178.636
15,61
98.350
2002
157.291
15,11
105.402
2003
166.600
15,40
124.303
2004
151.500
13,77
133.300
2005
153.733
13,89
135.943
2006
177.895
15,82
144.543
2007
176.812
15,64
151.763
2008
165.242
14,49
162.059
2009
138.003
12,01
190.256
2010
127.800
11,14
202.483
Sumber : Susenas Tahun 1993 ‐ 2010
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
65
Taraf Kesejahteraan dan Pola Konsumsi Jika memperhatikan perkembangan penduduk miskin di Pandeglang sejak empat tahun terakhir, terlihat kecenderungan menurun jumlahnya. Jika pada tahun 2006 jumlah penduduk miskin di Pandeglang diperkirakan sebanyak 177.895 jiwa atau sebesar 15,82 persen dari jumlah penduduk Pandeglang, maka pada tahun 2010 jumlah penduduk miskin menjadi sebanyak 127.800 jiwa atau sebesar 11,14 persen. Penurunan ini selain akibat membaiknya kondisi perekonomian regional juga tidak lepas dari dampak digulirkannya berbagai program untuk mengentaskan kemiskinan. Perkembangannya lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 6.1. Grafik 6.1 Jumlah Penduduk Miskin dan Nilai Garis Kemiskinan di Kabupaten Pandeglang, Tahun 2000‐2010 250,000
200,000
Garis kemiskinan atau batas kemiskinan adalah tingkat minimum 150,000
100,000
50,000
0
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Penduduk Miskin
Garis Kemiskinan
Tahun
66
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
Taraf Kesejahteraan dan Pola Konsumsi pendapatan yang dianggap perlu dipenuhi untuk memperoleh standar hidup yang layak (mencukupi) di suatu wilayah. Dalam praktiknya, pemahaman resmi atau umum masyarakat mengenai garis kemiskinan (dan juga definisi kemiskinan) lebih tinggi di negara maju daripada di negara berkembang. Hampir setiap negara memiliki rakyat yang hidup dalam kemiskinan walaupun dengan kriteria yang berbeda‐beda. Garis kemiskinan berguna sebagai perangkat ekonomi yang dapat digunakan untuk mengukur jumlah rakyat miskin dan mempertimbangkan pembaharuan sosio‐ekonomi, misalnya seperti program peningkatan kesejahteraan dan bantuan pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan (Situs Wikipedia). Nilai garis kemiskinan selalu berubah‐ubah dan sangat rentan terhadap perubahan harga. Tingkat inflasi yang tinggi akibat kondisi perekonomian yang mengalami perlambatan dapat membuat nilai garis kemiskinan meningkat, akibatnya jumlah penduduk miskin akan bertambah secara otomatis. Penduduk yang pendapatannya (didekati oleh pengeluaran) berada sedikit di atas nilai garis kemiskinan (hampir miskin) merupakan kelompok penduduk yang sangat beresiko tinggi untuk tergolong sebagai penduduk miskin. Atas dasar hal tersebut, pemerintah di negara manapun selalu berusaha menjaga tingkat inflasi menjadi serendah mungkin. Perkembangan nilai garis kemiskinan dan jumlah penduduk miskin di Pandeglang dapat dilihat pada Tabel 6.1. Terlihat bahwa nilai
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
67
Taraf Kesejahteraan dan Pola Konsumsi garis kemiskinan selalu meningkat tiap tahunnya mengikuti perkembangan harga/inflasi, sedangkan jumlah penduduk miskin berfluktuasi walaupun dalam empat tahun terakhir semakin menurun persentasenya. Pada dasarnya peningkatan daya beli (pendapatan) penduduk akan selalu berlomba dengan peningkatan harga‐harga barang/jasa (inflasi). Selama pertumbuhan level inflasi dapat dijaga berada di bawah peningkatan pendapatan penduduk maka jumlah penduduk miskin akan semakin berkurang. Melalui Tabel 6.1 kita juga dapat melihat, ketika inflasi membumbung tinggi akibat kriris ekonomi pada tahun 2000‐2010 sementara pendapatan penduduk cenderung tetap atau bahkan berkurang akibat banyaknya penganggur maka persentase penduduk miskin akan meningkat drastis. 6.2.
Pola Konsumsi Pola konsumsi rumah tangga merupakan salah satu indikator
kesejahteraan rumah tangga/keluarga. Selama ini berkembang pengertian bahwa besar kecilnya proporsi pengeluaran untuk konsumsi makanan terhadap seluruh pengeluaran rumah tangga dapat memberikan gambaran kesejahteraan rumah tangga tersebut. Rumah tangga dengan proporsi pengeluaran yang lebih besar untuk konsumsi makanan mengindikasikan rumah tangga yang berpenghasilan rendah. Makin tinggi tingkat penghasilan rumah tangga, makin kecil proporsi pengeluaran untuk makanan terhadap seluruh pengeluaran rumah tangga.
68
Dengan
kata
lain
dapat
dikatakan
bahwa
rumah
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
Taraf Kesejahteraan dan Pola Konsumsi tangga/keluarga akan semakin sejahtera bila persentase pengeluaran untuk makanan jauh lebih kecil dibandingkan persentase pengeluaran untuk non makanan. Tabel 6.2 Pengeluaran Rata‐rata per Kapita per Bulan Penduduk Kabupaten Pandeglang, Tahun 2009‐2010 Konsumsi
Pengeluaran (Rp)
(1) Makanan Padi‐padian Tembakau/Sirih Lain‐lain
2009 (2) 241.517 53.900 35.171 152.446
Bukan Makanan Perumahan Barang dan Jasa Pendidikan Lain‐lain
123.028 58.823 17.663 10.372 36.170
Total
364.545
2010 (3) 218.731 52.139 35.323 131.269 110.161 52.252 22.120 10.780 25.009 328.892
Persen 2009 (4) 66,25 14,78 9,65 41,82
2010 (5) 66,51 15,39 10,74 40,38
33,75 16,14 4,85 2,85 9,91
33,49 15,88 6,72 3,28 7,61
100,00
100,00
Sumber: Susenas Tahun 2009‐2010 Pada Tabel 6.2 disajikan data pengeluaran rata‐rata perkapita sebulan untuk makanan dan bukan makanan penduduk Pandeglang tahun 2009 dan 2010. Terlihat bahwa selama periode 2009‐2010 rata‐rata pengeluaran perkapita sebulan penduduk Pandeglang turun sebesar 9,78 persen dari Rp. 364.545,‐ menjadi Rp. 328.892,‐. Penurunan tersebut disebabkan oleh turunnya porsi pengeluaran penduduk untuk konsumsi bukan makanan dari 33,75 % di tahun 2009 menjadi 33,49 % di tahun
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
69
Taraf Kesejahteraan dan Pola Konsumsi 2010. Sementara konsumsi makanan secara persentase mengalami kenaikan dibanding tahun 2009 dari 66,25 % menjadi 66,51%. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pada periode 2009‐2010 terjadi kecenderungan bahwa konsumsi makanan masih menjadi prioritas penduduk Pandeglang dalam membelanjakan penghasilannya. Pengeluaran terbesar konsumsi makanan adalah untuk padi‐padian (makanan pokok) dan tembakau/sirih (rokok). Sedangkan dari konsumsi bukan makanan pengeluaran terbesar adalah untuk konsumsi perumahan serta barang/jasa. Terdapat satu fakta menarik terkait pola konsumsi penduduk Pandeglang, yaitu nilai pengeluaran untuk rokok jauh lebih besar dibandingkan pengeluaran untuk pendidikan maupun kesehatan. Hal ini cukup ironis mengingat seringkali ketidakmampuan orangtua untuk menyekolahkan anak dan menggunakan jasa pelayanan kesehatan yang baik dikaitkan dengan ketidakmampuan mereka dalam hal keuangan.
70
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
BAB VII FASILITAS PERUMAHAN Manusia dan alam lingkungannya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Lingkungan ini bisa berupa lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Lingkungan fisik bisa berupa alam sekitar maupun buatan manusia.
Perumahan merupakan salah satu kebutuhan pokok dari penduduk setelah pangan dan sandang. Papan atau hunian tempat tinggal. Selain sebagai tempat berlindung dan mempertahankan diri dari kondisi lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial, rumah juga dapat menunjukkan status sosial seseorang. Status sosial seseorang berbanding lurus dengan kualitas/kondisi rumahnya. Semakin tinggi status sosial seseorang semakin besar peluang untuk memenuhi kebutuhan akan tempat tinggal dengan kualitas yang lebih baik. Sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk, maka kebutuhan akan perumahanpun meningkat. Namun keterbatasan lahan untuk pemukiman dan penawaran perumahan yang hanya tertuju pada suatu golongan masyarakat tertentu merupakan kendala bagi sebagian besar masyarakat dalam memenuhi kebutuhan akan perumahan. Hal lain yang menjadi permasalahan adalah besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh masyarakat untuk membangun perumahan yang layak huni, sementara tingkat pendapatan penduduk masih relatif rendah. Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
71
Fasilitas Perumahan Akibatnya adalah masih tingginya jumlah rumah tangga/penduduk yang menempati rumah tidak layak huni, baik dilihat dari sisi kualitas rumah, lingkungan, kesehatan maupun ukuran luasnya. Hal ini perlu mendapat perhatian mengingat kualitas sumber daya manusia yang akan datang akan sangat dipengaruhi oleh kualitas perumahan dan permukiman di mana masyarakat tinggal menempatinya (Djoko Kirmanto, 2002). Berbagai fasilitas perumahan yang mencerminkan kesejahteraan rumah tangga tersebut diantaranya dapat dilihat dari kualitas material yang mencakup antara lain jenis atap, dinding dan lantai terluas yang digunakan. Kualitas ketiga unsur tersebut secara umum dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan penghuninya. Selain itu, berbagai indikator fasilitas penunjang lain seperti sumber air minum, luas lantai hunian, tempat buang air besar, sumber penerangan dan status kepemilikan rumah juga dapat menunjukkan tingkat kesejahteraan rumah tangga. Kualitas perumahan yang baik dan penggunaan fasilitas perumahan yang memadai akan memberikan kenyamanan bagi penghuninya. Kondisi ekonomi rumah tangga sangat berpengaruh terhadap kepemilikan rumah tinggal. Rumah tangga yang menempati rumah milik sendiri dapat dikatakan telah mampu memenuhi kebutuhan akan tempat tinggal yang terjamin dan permanen dalam jangka panjang. Berdasarkan hasil Susenas, pada tahun 2010 sebagian besar
72
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
Fasilitas Perumahan rumahtangga di Pandeglang menempati rumah milik sendiri/orang tua/saudara (97,21 persen). Sedangkan sisanya sebesar 2,79 persen rumahtangga masih menempati rumah sewa/kontrak ataupun rumah dinas/bebas sewa. Kriteria rumah yang layak dan sehat untuk dijadikan tempat tinggal adalah apabila rumah tersebut memiliki dinding terluas yang terbuat dari tembok atau kayu, atap terluas berupa beton atau genteng serta luas lantai terluas bukan berupa tanah. Selain itu menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), salah satu kriteria rumah sehat adalah rumah yang memiliki luas lantai per orang minimal 10 m². Sedangkan menurut Pedoman Umum Rumah Sederhana Sehat, kebutuhan ruang per orang dihitung berdasarkan aktifitas dasar manusia di dalam rumah yang meliputi, tidur, makan, kerja, duduk, mandi, kakus, cuci, masak dan ruang gerak lainnya. Sementara menurut Kementrian Kesehatan, salah satu persyaratan rumah sehat adalah jika penguasaan luas lantai perkapitanya minimal 8 m2. Jika melihat hasil kajian, maka kebutuhan ruang per orang adalah 9 m2 dengan perhitungan rata‐rata ketinggian langit‐langit adalah 2,80 m. Berdasarkan hasil Susenas, pada tahun 2010 tidak terdapat rumah tangga di Pandeglang yang penguasaan luas lantai rumah perkapitanya kurang dari 10 m2.
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
73
Fasilitas Perumahan Tabel 7.1 Indikator Fasilitas Perumahan di Kabupaten Pandeglang, Tahun 2009‐2010 (Persen) Indikator Fasilitas Perumahan
2009
2010
(1)
(2)
(3)
Rumah milik sendiri/ Orang tua/ Saudara
97,77
97,21
Lantai terluas bukan tanah
78,42
88,89
Luas lantai rumah perkapita < 10 m2
29,4
‐
Atap rumah dari beton dan genteng
85,57
85,41
Dinding rumah berupa tembok
47,08
49,14
Mengkonsumsi air minum kemasan dan air ledeng
10,41
8,12
Bahan bakar memasak: ‐ Gas ‐ Minyak tanah ‐ Kayu bakar ‐ Lainnya
22,49 1,79 75,06 0,66
21,46 1,24 76,46 0,84
Menggunakan fasilitas buang air besar
52,48
54,48
Menggunakan Listrik PLN dan non PLN
93,09
92,69
Sumber : Susenas Tahun 2009‐2010
Indikator lain yang digunakan untuk melihat kualitas perumahan untuk rumah tinggal adalah penggunaan atap dan dinding terluas. Dari hasil Susenas 2010, persentase rumah tinggal dengan atap terluas berupa beton atau genteng mencapai sekitar 85,41 persen.Sedangkan bangunan rumah tinggal yang dinding terluas berupa tembok menunjukkan peningkatan, yaitu dari 47,08 persen menjadi sekitar 49,14 persen.
74
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
Fasilitas Perumahan Kelengkapan fasilitas pokok suatu rumah tinggal akan menentukan kualitas dan nyaman tidaknya rumah tinggal tersebut. Salah satu fasilitas pokok yang penting agar suatu rumah menjadi nyaman dan sehat untuk ditinggali adalah tersedianya air bersih serta jamban yang dimiliki sendiri. Ketersediaan air bersih dalam jumlah yang cukup terutama untuk keperluan minum dan masak merupakan tujuan dari program penyediaan air bersih yang terus menerus diupayakan oleh pemerintah. Seperti terlihat pada tabel 7.1, persentase rumah tangga yang mengkonsumsi air minum kemasan dan air ledeng sebagai sumber air minum dan masak baru mencapai sekitar 8,12 persen. Selebihnya masih menggunakan sumber air dari sumur bor/ pompa, sumur terlindung, sumur tak terlindung, mata air terlindung, mata air tak terlindung, air sungai, air hujan dan lainnya. Sistem pembuangan kotoran manusia sangat erat kaitannya dengan kondisi lingkungan dan resiko penularan penyakit, khususnya penyakit saluran pencernaan. Klasifikasi sarana pembuangan kotoran dilakukan berdasarkan tingkat resiko pencemaran yang mungkin ditimbulkan. Masalah kondisi lingkungan tempat pembuangan kotoran manusia tidak terlepas dari aspek kepemilikan terhadap sarana yang digunakan
terutama
dikaitkan
dengan
tanggungjawab
dalam
pemeliharaan dan kebersihan sarana. Fasilitas rumah tangga yang berhubungan dengan hal tersebut adalah ketersediaan jamban sendiri. Berdasarkan hasil Susenas tahun 2010, persentase rumah tangga yang
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
75
Fasilitas Perumahan menggunakan fasilitas buang air besar di Pandeglang mencakup sekitar 54,48 persen. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai sekitar 52,48 persen.
Fasilitas perumahan lainnya yang juga penting adalah penerangan
dan bahan bakar untuk memasak. Sumber penerangan yang ideal adalah yang berasal dari listrik (PLN dan Non PLN), karena cahaya listrik lebih terang dibandingkan sumber penerangan lainnya. Berdasarkan hasil Susenas tahun 2010, sekitar 92,69 persen rumah tangga di Pandeglang telah menikmati fasilitas penerangan listrik.
Sementara itu persentase rumah tangga yang menggunakan bahan
bakar gas untuk memasak turun dari 22,49 persen menjadi 21,46 persen. Program konversi bahan bakar minyak tanah menuju bahan bakar gas yang dijalankan pemerintah cukup mendorong penurunan penggunaan bahan bakar minyak tanah oleh rumah tangga seperti terlihat pada Tabel 7.1. Namun demikian, jumlah pengguna bahan bakar gas belum naik secara signifikan, terbukti bahwa sebagian besar rumah tangga di Pandeglang masih menggunakan kayu bakar untuk memasak. Selain harga kayu bakar yang murah dan mudah diperoleh,
Kekhawatiran masyarakat terhadap keamanan penggunaan bahan
bakar gas diperkirakan menjadi penyebab enggannya rumah tangga menggunakan bahan bakar gas. Sehingga ada penurunan pemakai dari 2009 ke tahun 2010. Oleh karena itu, sosialisasi keamanan penggunaan
76
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
Fasilitas Perumahan bahan bakar gas perlu terus dilaksanakan mengingat bahan bakar gas sangat ramah lingkungan dibandingkan bahan bakar lainnya.
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
77
BAB VIII INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator komposit tunggal yang digunakan untuk mengukur tingkat pencapaian pembangunan manusia di suatu wilayah. Walaupun tidak dapat mengukur semua dimensi dari pembangunan manusia, namun mampu mengukur dimensi pokok pembangunan manusia yang dinilai mencerminkan kemampuan dasar (basic capabillities) penduduk. Dikatakan cukup baik karena IPM merupakan indikator gabungan yang mencakup tiga indikator pembangunan yang dominan dan memiliki andil yang cukup besar dalam membentuk kualitas sumber daya manusia. Tiga indikator penyusun IPM tersebut adalah : 1) Indikator Kesehatan yang digambarkan melalui Indeks Angka Harapan Hidup (AHH), 2) Indikator Pengetahuan yang digambarkan melalui Indeks Angka Melek Huruf dan Indeks Rata‐rata Lama Sekolah), dan 3) Indikator Ekonomi yang digambarkan melalui Indeks Kemampuan Daya Beli Masyarakat / Purchasing Power Parity).
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
79
Indeks Pembangunan Manusia Indikator penting tersebut terwujud dalam suatu ukuran pencapaian, yaitu “umur panjang dan sehat” yang diukur dengan angka harapan hidup waktu lahir, “berpengetahuan dan berketerampilan” yang diukur dengan angka melek huruf dan rata‐rata lama sekolah, serta akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai standar hidup layak yang diukur dengan pendapatan perkapita yang disesuaikan. Ketiga indikator tersebut dianggap dapat mengukur tingkat kesejahteraan dan keberhasilan pembangunan manusia di suatu wilayah Penghitungan IPM dengan menggunakan ketiga indikator tersebut di atas merupakan formula yang digunakan oleh UNDP (United Nation Development Program) sejak tahun 1990 untuk mengukur tingkat pencapaian pembangunan manusia di suatu negara dan dipublikasikan dalam laporan tahunan Human Development Report (HDR). Tabel 8.1 Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM Komponen IPM
Mak
Min
Catatan
(1)
(2)
(3)
(4)
Angka Harapan Hidup
85
25
Sesuai standar global (UNDP)
Angka Melek Huruf
100
0
Sesuai standar global (UNDP)
Rata‐rata lama sekolah
15
0
Sesuai standar global (UNDP)
732.720
300.000
UNDP menggunakan PDB perkapita riil yang disesuaikan
Konsumsi per kapita yang disesuaikan
Sumber : BPS Kabupaten Pandeglang
80
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
Indeks Pembangunan Manusia 8.1. Indikator Kesehatan Dengan mempertimbangkan ketersediaan data secara umum, angka harapan hidup waktu lahir (life expectancy at birth) dipilih sebagai salah satu komponen dalam penghitungan IPM untuk indikator bidang kesehatan. Angka harapan hidup merupakan indikator penting dalam mengukur longevity (panjang umur) yang menggabarkan derajat kesehatan masyarakat suatu daerah, karena semakin baik kesehatan seseorang maka kecenderungan untuk hidup lebih lama semakin tinggi dan
sebaliknya
semakin
buruk
kesehatan
seseorang
maka
kecenderungan hidupnya pun semakin pendek, hal ini tentunya tidak terlepas dari kekuasaan Tuhan. Untuk menghitung angka harapan hidup digunakan metode tidak langsung dengan menggunakan dua data dasar, yaitu rata‐rata anak lahir hidup dan rata‐rata anak yang masih hidup. Prosedur penghitungan angka harapan hidup sejak lahir (AHH0) dilakukan dengan menggunakan Software Mortpack Life. Setelah mendapatkan angka harapan hidup sejak lahir, selanjutnya dilakukan penghitungan angka indeks (Indeks Kesehatan) dengan cara membandingkan angka tersebut terhadap angka yang sudah distandarkan. AHH0 t – AHH0 Min Indeks AHH0 = ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ Sasaran Ideal – AHH0 Min
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
81
Indeks Pembangunan Manusia Pada tahun 2010 angka harapan hidup penduduk Pandeglang sebesar 63,77. Angka ini menunjukan bahwa setiap penduduk pandeglang (bayi) yang lahir pada tahun 2010 mempunyai peluang/harapan
untuk
hidup
selama
63,77
tahun.
Dengan
menggunakan rumus di atas akan didapat angka indeks harapan hidup sebesar 64,6. Indeks angka harapan hidup merupakan indeks penyusun IPM yang menggambarkan pembangunan manusia di bidang kesehatan, dengan demikian dapat dikatakan bahwa pencapaian pembangunan di bidang kesehatan baru mencapai 64,6 persen dari kondisi ideal. Angka indeks harapan hidup yang lebih besar dibandingkan tahun 2009 menunjukkan tingkat kesehatan masyarakat Pandeglang semakin membaik. 8.2. Indikator Pengetahuan
Indeks pengetahuan disusun oleh dua indikator pendidikan, yaitu
angka melek huruf dan rata‐rata lama sekolah. 8.2.1. Angka Melek Huruf Harkat dan martabat manusia akan meningkat diantaranya apabila yang bersangkutan cerdas. Hidup sehat dan cerdas diyakini akan meningkatkan kemampuan produktivitas seseorang sehingga akan meningkatkan mutu peran warga tersebut sebagai pelaku (agent) pembangunan. Tingkat kecerdasan (intelligence) seseorang pada titik
82
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
Indeks Pembangunan Manusia waktu tertentu merupakan produk gabungan dari keturunan (heredity), pendidikan dan pengalamannya. Perkembangan tingkat pendidikan salah satunya dapat dievalusi dengan melihat besarnya indikator angka melek huruf (AMH). Yang dimaksud dengan AMH adalah Persentase penduduk usia 10 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis huruf latin. Batasan usia 10 tahun ke atas hanya membatasi proporsi penduduk yang usianya dianggap telah cukup untuk belajar membaca dan menulis di sekolah. Persentase penduduk usia 10 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis huruf latin merupakan nilai indeks dari AMH. Pada tahun 2010 angka melek huruf (indeks AMH) Kabupaten Pandeglang sebesar 96,35 persen. 8.2.2. Rata‐rata Lama Sekolah (RLS ) / Mean Years of Schooling Selain angka melek huruf, indikator penyusun indeks pengetahuan lainnya adalah rata‐rata lama sekolah (RLS). AMH dan RLS diharapkan mencerminkan tingkat pengetahuan dan keterampilan penduduk. ∑fi x ji RLS = ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ ∑fi Keterangan: RLS = Rata‐rata Lama Sekolah Fi = Frekuensi penduduk 10 tahun keatas pada jenjang pendidikan i
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
83
Indeks Pembangunan Manusia J = Lama sekolah untuk masing‐masing jenjang pendidikan yang ditamatkan atau tingkat pendidikan yang pernah diduduki I = Jenjang pendidikan Rata‐rata lama sekolah didefinisikan sebagai jumlah lamanya penduduk 10 tahun ke atas bersekolah dibagi dengan jumlah penduduk usia 10 tahun ke atas. Angka rata‐rata lama sekolah dihitung dengan mengolah dua variabel secara simultan, yaitu tingkat/kelas yang sedang/pernah diduduki dan jenjang pendidikan yang ditamatkan. Penghitungan rata‐rata lama sekolah dilakukan secara bertahap. Tahap pertama, dihitung lama sekolah untuk masing‐masing individu dengan menggunakan pola hubungan antar variabel, tahap selanjutnya dihitung indeks rata‐rata lama sekolah dengan formula sebagai berikut.
RLS 2010 – RLS Min Indeks RLS = ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ Sasaran Ideal – RLS Min Pada tahun 2010 angka rata‐rata lama sekolah penduduk Kabupaten Pandeglang adalah 6,47 tahun. Angka RLS yang dibawah angka wajib pendidikan dasar 9 tahun harus mendapat perhatian yang serius dari pemerintah untuk sesegera mungkin melakukan evaluasi pelaksanaan pembangunan di bidang pendidikan. Dengan berpatokan sasaran ideal RLS adalah 15 tahun, maka didapat indeks RLS sebesar 43,13 persen. Dengan demikian dapat diartikan bahwa rata‐rata lama
84
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
Indeks Pembangunan Manusia sekolah masyarakat Kabupaten Pandeglang baru mencapai 43,13 persen dari rata‐rata lama sekolah ideal, yaitu 15 tahun. 8.2.3. Indeks Pengetahuan (Indeks AMH + Indeks RLS) Indeks angka melek huruf dan indeks rata‐rata lama sekolah digabung menjadi satu dengan perbandingan 2 : 1, sehingga diperoleh indeks pendidikan dengan formula sebagai berikut: 2 1 IP = ‐‐‐‐‐ Indeks AMH + ‐‐‐‐‐ Indeks RLS 3 3 Indeks pengetahuan akan bernilai antara 0 (kondisi terburuk) sampai dengan 100 (kondisi terbaik). Angka melek huruf dan rata‐rata lama sekolah dapat menggambarkan tingkat pengetahuan dan keterampilan masyarakat suatu wilayah. Pada tahun 2010 angka indeks pengetahuan Kabupaten Pandeglang sebesar 78,6. Hal ini berarti pembangunan yang selama ini dilakukan baru membawa tingkat pengetahuan dan keterampilan masyarakat Kabupaten Pandeglang mencapai 78,6 persen dari kondisi ideal (pencapaian maksimal). Pencapaian angka indeks pengetahuan meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 78,5 persen.
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
85
Indeks Pembangunan Manusia 8.3.
Indikator Ekonomi Indikator Ekonomi digambarkan melalui angka indeks tingkat
daya beli masyarakat/Purchasing Power Parity (PPP). Kemampuan daya beli merupakan kemampuan individu untuk memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup secara layak. Komponen standar hidup layak diukur dengan indikator rata‐rata konsumsi riil yang telah disesuaikan. Sebagai catatan, UNDP menggunakan indikator PDB per kapita riil yang telah disesuaikan (adjusted real GDP per capita) sebagai ukuran komponen tersebut karena tidak tersedia indikator lain yang lebih baik untuk keperluan perbandingan antar negara. Dengan dimasukannya variabel PPP kedalam penghitungan IPM, maka IPM jelas lebih ”lengkap” dalam merefleksikan kondisi suatu masyarakat yang memiliki peluang hidup panjang dan sehat serta memiliki tingkat pengetahuan dan keterampilan yang memadai. Namun demikian, UNDP melihat bahwa kondisi seperti itu belum memberikan gambaran yang ideal. Menurutnya, masyarakat ideal selain harus memiliki peluang hidup panjang dan sehat serta memiliki pengetahuan dan
keterampilan
yang
memadai,
juga
harus
mempunyai
peluang/kesempatan kerja/berusaha yang memadai sehingga akan memperoleh/menghasilkan sejumlah ”uang” yang memiliki daya beli (Purchasing Power).
86
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
Indeks Pembangunan Manusia Penghitungan indikator konsumsi riil per kapita yang telah disesuaikan dilakukan melalui tahapan pekerjaan sebagai berikut : 1. Hitung pengeluaran konsumsi perkapita dari Susenas Modul (=A). 2. Mendeflasikan nilai A dengan IHK ibukota propinsi yang sesuai (=B). 3. Menghitung daya beli per unit (=PPP/unit). Metode penghitungan sama seperti metode yang digunakan International Comparison Project (ICP) dalam menstandarkan nilai PDB suatu negara.
Data dasar yang digunakan adalah data harga dan kuantum dari suatu basket komoditi yang terdiri dari nilai beberapa komoditi yang telah ditentukan (27 komoditi) dan diperoleh dari Susenas Modul.
4. Membagi nilai B dengan PPP/unit (=C). 5. Menyesuaikan nilai C dengan formula Atkinson sebagai upaya untuk memperkirakan nilai marginal utility dari C. Penghitungan PPP/unit dilakukan dengan rumus :
∑
E ( i, j )
j PPP / unit = ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐
∑
(p( 9, j ) . q ( I,,j )
j dimana,
E( I, j ) : pengeluaran untuk komoditi j di kabupaten ke‐i P( 9, j ) : harga komoditi j tahun dasar IHK di DKI Jakarta q( I,,j ) : jumlah komoditi j (unit) yang dikonsumsi di kabupaten ke‐I
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
87
Indeks Pembangunan Manusia Angka indeks tingkat daya beli (PPP) menunjukan tingkat kemampuan daya beli masyarakat. Semakin besar angka indeks PPP maka semakin tinggi pula kesempatan masyarakat untuk dapat memenuhi standar kehidupan yang layak. Pada tahun 2010, angka konsumsi perkapita riil yang disesuaikan Kabupaten Pandeglang tercatat sebesar Rp. 626.730. Dengan demikian, maka indeks tingkat daya beli masyarakat Kabupaten Pandeglang mencapai 61,6. Angka tersebut mengindikasikan bahwa tingkat daya beli masyarakat Kabupaten Pandeglang sebagai jalan untuk memenuhi standar kehidupan yang layak baru mencapai 61,6 persen dari kondisi ideal. Tabel 8.2 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pandeglang dan Komponen Penyusunnya Tahun 2008 – 2010 Komponen IPM
2008
2009
2010
(1)
(2)
(3)
(4)
Indeks Angka Harapan Hidup
63,8
64,2
64,6
Indeks Pengetahuan
78,4
78,5
78,6
Indeks Tingkat Daya Beli
61,1
61,3
61,6
Sumber : BPS Kabupaten Pandeglang
8.4.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai alat ukur tingkat
pencapaian pembangunan manusia, merupakan indeks gabungan dari tiga komponen ‘penilai’ kualitas sumber daya manusia. Jika ketiga komponen tersebut memiliki kualitas yang baik, maka secara otomatis
88
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
Indeks Pembangunan Manusia sumber daya manusianya memiliki kualitas yang baik pula. Indeks pembangunan manusia menunjukan seberapa besar tingkat pencapaian dari pembangunan yang telah dilakukan selama ini dari bidang kesehatan, pendidikan, dan ekonomi. Nilai indeks pembangunan manusia adalah rata‐rata dari ketiga indeks , yaitu indeks angka harapan hidup (AHH), indeks pengetahuan dan indeks tingkat daya beli (PPP). Indeks (Kesehatan + Pendidikan + Ekonomi ) IPM = ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ 3 Secara keseluruhan, sebagaimana terlihat pada tabel 8.3, tingkat keberhasilan pembangunan manusia Kabupaten Pandeglang pada tahun 2010 yang meliputi bidang kesehatan, pendidikan dan ekonomi yang digambarkan melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM) baru mencapai 68,29. Kondisi ini mengalami sedikit peningkatan dibanding tahun 2009 yang hanya sebesar 67,99. Jika digolongkan menurut pencapaian skor, maka angka IPM Kabupaten Pandeglang pada tahun 2010 termasuk golongan angka IPM menengah atas. Penggolongan skor/nilai IPM Nilai IPM 80 ‐ 100 65 ‐ 80 50 ‐ 65 < 50
Keterangan IPM Tinggi IPM Menengah Atas IPM Menengah Bawah IPM Rendah
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
89
Indeks Pembangunan Manusia Berdasarkan Tabel 8.3, terlihat apabila dibandingkan dengan kabupaten/kota se‐Provinsi Banten, maka pencapaian pembangunan manusia di Kabupaten Pandeglang pada tahun 2010 berada pada peringkat ke‐7 dari 8 kabupaten/kota. Nilai pembangunan manusia terendah adalah Kabupaten Lebak dengan nilai IPM sebesar 67,67. Sedangkan nilai pembangunan manusia tertinggi adalah Kota Cilegon dengan nilai IPM sebesar 75,29. Tabel 8.3 Indeks Pembangunan Manusia Berdasarkan Komponen IPM dan Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2010 Propinsi/ Kabupaten/Kota
(1)
Rata‐ Pengeluaran IPM Angka Angka rata per Kapita Harapan Melek Lama Riil Rank Hidup Huruf Sekolah disesuaikan 2009 2010)* (Tahun) (Persen) (Tahun) (Rp. 000) (2)
(3)
(4)
(6)
(7)
(8)
626.73
67,99
68.29
7
6.24
629.44
67,45
67.67
8
95.78
8.94
635.19
71,45
71.76
4
63.51
95.23
7.05
631.19
68,27
68.67
6
Kota Tangerang
68.37
98.39
9.98
643.18
74,89
75.17
3
Kota Cilegon
68.58
98.72
9.67
645.43
74,99
75.29
1
Kota Serang
65.13
96.47
7.33
636.77
69,99
70.48
5
Kota Tangsel
68.54
98.15
10.01
643.75
75,01
75.27
2
64.90
96.20
8.32
70,06
70.48
Kab. Pandeglang
63.77
96.35
6.47
Kab. Lebak
63.28
94.60
Kab. Tangerang
65.79
Kab. Serang
Provinsi Banten
(5)
629.70
Sumber : BPS Provinsi Banten Keterangan : *) Angka Sementara, **) Angka Perbaikan
90
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
Indeks Pembangunan Manusia Pembangunan manusia di Kabupaten Pandeglang dengan nilai IPM dan posisi yang dicapainya masih berada di bawah nilai IPM Provinsi Banten. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan manusia di Kabupaten Pandeglang di bawah rata‐rata pembangunan manusia di Provinsi Banten. Kerja keras dan usaha sungguh‐sungguh yang berkelanjutan dalam melaksanakan program pembangunan masih perlu ditingkatkan agar Kabupaten Pandeglang dapat berdiri sejajar dengan kabupaten/kota lain di Provinsi Banten. Grafik 8.1 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pandeglang dan Provinsi Banten Tahun 2003‐2010
72 70
68
66
64
62
60
2003
2004
2005
2006
2007
Banten
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
2008
2009
2010
Pandeglang
91
BAB IX KESIMPULAN Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indeks komposit dari tiga dimensi pembangunan manusia yaitu lamanya hidup, pengetahuan dan standar kehidupan yang layak, yang menggambaran tingkat keberhasilan pembangunan manusia suatu negara atau wilayah. Pembangunan manusia Kabupaten Pandeglang dalam kurun waktu dua tahun terakhir (2009‐2010), pada umumnya menunjukan perbaikan khususnya pada tiga bidang pokok pembangunan, yaitu bidang kesehatan, pendidikan dan ekonomi. Namun demikian beberapa indikator kesejahteraan penduduk lainnya masih menunjukkan angka yang cukup mengkhawatirkan sehingga perlu mendapat perhatian lebih serius seperti tingkat kemiskinan, pengangguran, partisipasi sekolah tingkat atas, angka kesakitan, angka melek huruf dan lain sebagainya. Jumlah penduduk Kabupaten Pandeglang tahun 2010 sebanyak 1.149.610 jiwa yang terdiri dari 589.056 laki‐laki dan 560.554 perempuan. Berdasarkan data tersebut maka rata‐rata kepadatan penduduk sekitar 4189jiwa/Km2 dengan sex ratio sebesar 105,08. Sementara itu pada bidang kesehatan, indikator angka harapan hidup (AHH) meningkat dari 63,5 tahun pada tahun 2009 menjadi 63,7 7tahun pada tahun 2010. Begitu juga dengan angka angka kematian bayi
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
93
Kesimpulan (AKB) yang turun dari 53,8 per 1000 kelahiran pada 2009 menjadi 52,8 per 1000 kelahiran di tahun 2010. Untuk indikator angka kesakitan, persentasenya meningkat dari 22,74 persen pada tahun 2009 menjadi 48,06 persen pada tahun 2010, dengan rata‐rata lama sakit selama 6,86 hari pada tahun 2009 dan 5,02 hari di tahun 2010. Tingkat pendidikan masyarakat Pandeglang pada umumnya masih relatif rendah khususnya pencapaian tingkat pendidikan formal. Persentase penduduk Pandeglang yang melek huruf tahun 2010 sekitar 94,32 persen. Angka tersebut sekaligus mengindikasikan masih terdapat sekitar 5,68 persen penduduk yang buta huruf. Indikator angka melek huruf mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2009 yang sudah sudah mencapai 94,22 persen. Sementara itu rata‐rata lama sekolah penduduk Pandeglang tahun 2010 baru mencapai 6,87 tahun. Dengan kata lain rata‐rata penduduk pandeglang hanya mampu menamatkan jenjang pendidikan hingga tingkat sekolah dasar (SD). Partisipasi sekolah penduduk Pandeglang tahun 2010 secara umum mengalami penrunan, terutama untuk anak usia 16‐18 tahun. Partisipasi sekolah anak usia 7‐12 tahun mencapai 96,42 persen, sedikit mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2009 yang mencapai 96,36 persen. Untuk partisipasi sekolah anak usia 13‐15 tahun menurun dari 72,09 persen menjadi 70,54 persen. Sedangkan untuk anak usia 16‐18 tahun, partisipasi sekolah menurun cukup signifikan dari 46,96 persen pada tahun 2009 menjadi 41,34 persen di tahun 2010.
94
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
Kesimpulan Pada bidang ketenagakerjaan, tingkat pengangguran yang tinggi di Pandeglang merupakan masalah yang cukup serius sehingga perlu mendapatkan perhatian khusus. Pada tahun 2010, tingkat pengangguran terbuka di Kabupaten Pandeglang sebesar 11,34 persen, mengalami kenaikan dibanding tahun 2009 yang sebesar 10,98 persen, namun di tahun 2010 tingkat pengangguran terbuka masih berada pada level dua digit dan harus menjadi perhatian serius dari stakeholder terkait untuk mengurangi tingkat pengangguran ini. Untuk persentase penduduk miskin juga berkurang dari 12,01 persen pada tahun 2009 menjadi 11,14 persen di tahun 2010. Tingkat kesejahteraan penduduk Pandeglang yang masih rendah diantaranya terlihat dari pola konsumsi penduduk Pandeglang dimana persentase konsumsi untuk makanan jauh lebih tinggi dibanding konsumsi untuk non makanan. Pada bidang perumahan, kondisi ekonomi rumah tangga sangat berpengaruh terhadap kepemilikan dan kualitas rumah tinggal. Pada tahun 2010 sekitar 97,21 persen rumah tangga di Pandeglang menempati rumah
milik
sendiri/orangtua/saudara.
Dan
sebagian
besar
rumahtangga di Kabupaten Pandeglang masih menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar untuk memasak yaitu sebsar 76,46 persen. Sementara itu, tingkat keberhasilan pembangunan manusia Kabupaten Pandeglang pada tahun 2010 yang meliputi bidang kesehatan, pendidikan dan ekonomi yang digambarkan melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM) baru mencapai 68,29. Kondisi ini
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011
95
Kesimpulan mengalami sedikit peningkatan dibanding tahun 2009 yang hanya sebesar 67,99. Jika digolongkan menurut pencapaian skor, maka angka IPM Kabupaten Pandeglang pada tahun 2010 termasuk golongan angka IPM menengah atas. Bila dibandingkan dengan Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Banten, IPM Kabupaten Pandeglang tahun 2010 berada pada urutan ke‐enam (satu tingkat di atas Kabupaten Lebak) dari 7 (tujuh) Kabupaten/Kota yang ada. Tetapi tidak menutup kemungkinan bila nanti pada suatu saat posisi angka IPM Kabupaten Pandeglang akan menjadi urutan terbawah di Kabupaten/Kota se‐Provinsi Banten.
96
Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011