MAKALAH
INDEKS HARGA KONSUMEN (IHK) DAN INDEKS HARGA PRODUSEN (IHP)
DISUSUN OLEH : RINO GALANG PRABOWO – 12611028 DIAN PRAVITASARI – 12611121 SRI SISKA WIRDANIYATI – 12611125 GALIH ALAM INDRAYANA – 12611131 WURI PERMADININGTYAS – 12611143 KELAS STATISTIKA C
JURUSAN STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA 2014 0
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan, baik dari segi isi hingga penulisan maupun kata-kata yang digunakan. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan makalah ini lebih lanjut akan penulis terima dengan senang hati. Akhirnya penulis mohon maaf jika ada kesalahan yang disengaja atau tidak disengaja dan semoga makalah ini dapat memberi manfaat, khususnya bagi penulis dan bagi pembaca pada umumnya.
Yogyakarta, Januari 2014 Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii DAFTAR GRAFIK DAN TABEL ......................................................................... iii BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah ................................................................................. 2 1.3 Tujuan ......................................................................................................2 1.4 Manfaat ....................................................................................................2 BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Literatur Terdahulu .................................................................................. 3 2.2 Teori-Teori yang Ada ............................................................................... 4 2.3 Hipotesis .................................................................................................. 5 BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Konsep dan Definisi ................................................................................. 6 3.2 Data dan Sumber Data ............................................................................ 11 BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum ................................................................................... 13 4.2 Analisis dan Pembahasan ....................................................................... 13 4.3 Implikasi atau Dampak ........................................................................... 18 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 19 5.2 Saran ...................................................................................................... 19 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 21
2
DAFTAR GRAFIK DAN TABEL
Grafik 4.1 Perkembangan Inflasi Yogyakarta pada September 2012–September 2013 ........................................................................................................... 13 Grafik 4.2 Perkembangan Inflasi DKI Jakarta pada September 2012–September 2013 ........................................................................................................... 14 Grafik 4.3 Perbandingan Perkembangan Inflasi Yogyakarta Dan DKI Jakarta pada September 2012 – September 2013 ............................................................. 15 Tabel 4.1
Rata-rata Nilai Tukar Petani Di Jawa pada tahun 2003-2006 ...................... 15
Tabel 4.2
Rata-rata Indek Harga Nilai yang Diterima Petani Di Jawa pada tahun 2003-2005 .................................................................................................. 16
Tabel 4.3
Rata-rata Indeks Harga yang Dibayar Petani Di Jawa pada tahun 2003 2005 ........................................................................................................... 16
3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pembangunan di segala bidang merupakan arah dan tujuan kebijakan peerintah Indonesia. Hakikat sosial dari pembangunan itu sendiri adalah upaya peningkatan kesejahteraan bagi seluruh penduduk Indonesia. Mengingat bahwa dua pertiga penduduk Indonesia tinggal di daerah pedesaan dan sebagian besar masih menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian, maka sangat diharapkan pertanian ini dapat merupakan motor penggerak pertumbuhan yang mampu meningkatkan pendapatan para petani dan mampu mengentaskan kemiskinan. Untuk melihat keberhasilan pembangunan, selain data tentang pertumbuhan ekonomi juga diperlukan data pengukur tingkat kesejahteraan penduduk khususnya petani. Salah satu indikator proxy yang dapat mengukur tingkat kesejahteraan petani adalah Indeks Harga Konsumen (IHK) dan Nilai Tukar Petani (NTP). Pembangunan di segala bidang merupakan arah dan tujuan kebijakan pemerintah Indonesia. Hakikat sosial dari pembangunan itu sendiri adalah upaya peningkatan kesejahteraan bagi seluruh penduduk Indonesia. Mengingat bahwa dua pertiga penduduk Indonesia tinggal di daerah pedesaan dan sebagian besar masih menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian, maka sangat diharapkan pertanian ini dapat merupakan motor penggerak pertumbuhan yang mampu meningkatkan pendapatan para petani dan mampu mengentaskan kemiskinan. Untuk melihat keberhasilan pembangunan, selain data tentang pertumbuhan ekonomi juga diperlukan data pengukur tingkat kesejahteraan penduduk khususnya petani. Salah satu indikator proxy yang dapat mengukur tingkat kesejahteraan petani adalah Indeks Harga Konsumen (IHK) dan Nilai Tukar Petani (NTP)
4
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, perumusan masalah dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah perbandingan indeks harga konsumen di D.I Yogyakarta dan Jakarta pada tahun 2013? 2. Bagaimanakah perbandingan indeks harga produsen di Pulau Jawa pada tahun 2003 sampai 2005? 1.3 Tujuan 1.
Menyediakan informasi agregat terkait perbandingan indeks harga konsumen di D.I Yogyakarta dan Jakarta pada tahun 2013
2.
Menyediakan informasi agregat terkait indeks harga produsen di Pulau Jawa pada tahun 2003 sampai 2005
3.
Menyediakan data spasial untul perencanaan, pemantauan, dan evaluasi programproga pembangunan pada tingkat nasional dan tingkat regional.
1.4 Manfaat Pembuatan makalah ini diharapkan memberikan manfaat bagi berbagai pihak sebagai berikut: 1.
Manfaat Teoretis Secara teoretis makalah ini dapat digunakan sebagai landasan untuk melihat keberhasilan pembangunan dalam upaya peningkatan kesejahteraan bagi seluruh penduduk Indonesia dan diharapkan dapat menambah kekayaan pengetahuan dalam berbahasa indonesia yang baik dan bernar pada bahasa lisan maupun tulisan.
2.
Manfaat Praktis Manfaat praktis yang diperoleh dari makalah ini antara lain sebagai bahan pertimbangan, arah, dan tujuan dalam kebijakan pemerintah Indonesia.
5
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Literatur Terdahulu 2.1.1 Indeks Harga Konsumen (IHK) Inflasi merupakan masalah ekonomi yang sangat menyedot perhatian para pengamat ekonomi. Seperti sebuah penyakit, inflasi timbul karena berbagai alasan. Sebagian inflasi timbul dari sisi permintaan dan sebagian lagi timbul dari sisi penawaran. Secara teoritis pengertian inflasi merujuk kepada perubahan tingkat harga(barang dan jasa) umum yang terjadi secara terus menerus akibat adanya kenaikan permintaan agregat atau penurunan penawaran agregat. Untuk itu inflasi harus dapat segera diatasi, karena inflasi yang buruk akan mengurangi investasi diikuti dengan berkurangnya kegiatan ekonomi dan bertambahnya pengangguran sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi suatu Negara. 2.1.2 Nilai Tukar Petani (NTP) Sektor pertanian merupakan sektor utama mata pencaharian penduduk Indonesia sampai saat ini. Sektor ini merupakan satu-satunya sektor yang mengalami pertumbuhan ketika krisis moneter tahun 1998 terjadi. Sektor pertanian yang dalam hal ini adalah tanaman pangan padi-padian merupakan sektor yang harus mendapatkan prioritas utama, karena memproduksi beras yang merupakan bahan makanan pokok sekitar 98% penduduk Indonesia (Riyadi, 2002) yang berjumlah lebih kurang 237 juta jiwa (BPS, 2011). Kemiskinan petani di Indonesia merupakan masalah lama yang belum terselesaikan sampai sekarang. Petani selalu dijadikan objek penelitian dan topik diskusi yang hangat untuk diperbincangkan. Walaupun telah banyak penelitian dan diskusi para ahli, nyatanya sampai sekarang petani kita tetap miskin. Untuk itu, petani di Indonesia harus disejahterakan dengan hasil usaha mereka sendiri. Pemerintah harus menghargai atas apa yang telah mereka usahakan dan hasilkan 6
melalui panennya. Salah satu bentuk penghargaan pemerintah atas hasil panen petani kita yaitu dengan cara membeli hasil panen itu sendiri. Tentunya pemerintah tidak mampu untuk membeli semua hasil panen petani, karena dibutuhkan dana yang sangat besar, oleh sebab itu diperlukan juga peran dari pihak swasta. 2.2 Teori-Teori yang Ada 2.2.1 Indeks Harga Konsumen (IHK) Rahardja (1997: 32) inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk meningkat secara umum dan terus-menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, tetapi jika kenaikan meluas kepada sebagian besar harga barang-barang maka hal ini disebut inflasi. Eachern (2000: 133) menyatakan bahwa inflasi adalah kenaikan terusmenerus dalam rata-rata tingkat harga. Jika tingkat harga berfluktuasi, bulan ini naik dan bulan depan turun, setiap adanya kenaikan kerja tidak berarti sebagai inflasi. Sukirno (2004: 27) memberikan definisi bahwa inflasi adalah suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian. BPS (2000: 10) mendefinisikan inflasi sebagai salah satu indikator untuk melihat stabilitas ekonomi suatu wilayah atau daerah yang menunjukkan perkembangan harga barang dan jasa secara umum yang dihitung dari indeks harga konsumen. Dengan demikian angka inflasi sangat mempengaruhi daya beli masyarakat yang berpenghasilan tetap, dan di sisi lain juga mempengaruhi besarnya produksi barang. 2.2.2 NilaI Tukar Petani (NTP) Nilai tukar petani (NTP) adalah rasio antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani yang dinyatakan dalam persentase.[1][2][3] Nilai tukar petani merupakan salah satu indikator dalam menentukan tingkat kesejahteraan petani.[4] Pengumpulan data dan perhitungan NTP di Indonesia dilakukan oleh Biro Pusat Statistik.[1] 7
Indeks harga yang diterima petani (IT) adalah indeks harga yang menunjukkan perkembangan harga produsen atas hasil produksi petani. Dari nilai IT, dapat dilihat fluktuasi harga barang-barang yang dihasilkan petani. Indeks ini digunakan juga sebagai data penunjang dalam penghitungan pendapatan sektor pertanian. IT dihitung berdasarkan nilai jual hasil pertanian yang dihasilkan oleh petani,
mencakup
sektor padi, palawija, hasil
peternakan, perkebunan
rakyat, sayuran, buah, dan hasil perikanan (perikanan tangkap maupun budi daya). Indeks harga yang dibayar petani (IB) adalah indeks harga yang menunjukkan perkembangan harga kebutuhan rumah tangga petani, baik kebutuhan untuk konsumsi rumah tangga maupun kebutuhan untuk proses produksi pertanian. Dari IB, dapat dilihat fluktuasi harga barang-barang yang dikonsumsi oleh petani yang merupakan bagian terbesar dari masyarakat di pedesaan, serta fluktuasi harga barang yang diperlukan untuk memproduksi hasil pertanian. Perkembangan IB juga dapat menggambarkan perkembangan inflasi di pedesaan. 2.3 Hipotesis Berdasarkan dari literatur dan teori yang ada dapat diambil hipotesis bahwa terjadi perbandingan untuk setiap inflasi dan nilai tukar petani berdasarkan kondisi dari wilayah masing-masing. Perbandingan ini akan memberikan dampak berbeda dalam hal positif dan negatif.
8
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Konsep Dan Definis 3.1.1 Indeks Harga Konsumen (IHK) Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk meningkat secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan) kepada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi. Indeks Harga Konsumen (IHK) merupakan indikator yang umum digunakan untuk menggambarkan pergerakan harga. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Dilakukan atas dasar survei bulanan di 45 kota, di pasar tradisional dan modern terhadap 283-397 jenis barang/jasa di setiap kota dan secara keseluruhan terdiri dari 742 komoditas. Indeks Harga Perdagangan Besar merupakan indikator yang menggambarkan pergerakan harga dari komoditikomoditi yang diperdagangkan di suatu daerah.Indeks Harga Konsumen. Indeks Harga Konsumen (IHK) mempunyai beberapa manfaat khususnya bagi para pengambil kebijakan ekonomi makro maupun mikro. Beberapa kegunaan dari angka Indeks harga konsumen dan inflasi secara singkat adalah sebagai berikut : 1.
Inflasi adalah salah satu ukuran yang dapat digunakan untuk memantau gejolak perubahan harga di sektor riil yang terjadi di masyarakat.
2.
Digunakan sebagai indikator dalam penentuan kebijakan ekonomi secara makro.
3.
Dasar penyesuaian atau perbaikan dalam menentukan tingkat upah. Metode yang digunakan dalam penghitungan IHK adalah Formula
Laspeyres yang telah dimodifikasi, yaitu: 9
k
IHKn
Pni
P(n 1)i P(n 1)iQoi i 1
k
PoiQoi
x100
i 1
Keterangan: IHKn
: Indeks harga konsumen bulan ke-n
Pni P(n 1)i
: Relatif harga pada bulan ke-n
P(n-1)Qoi
: Nilai konsumsi pada bulan ke (n-1)i
PoiQoi
: Nilai konsumsi pada periode dasar
k
: Banyaknya jenis barang
Pni
: Harga jenis barang ke-i pada bulan ke-n
Untuk mendapatkan tingkat inflasi/deflasi setiap bulan, formulanya adalah sebagai berikut:
L( I / D ) n
IHKn IHK (n 1) x100 IHK (n 1)
IHKn x100 100 IHK (n 1) Keterangan: L(I/D)n
: Tingkat inflasi/deflasi pada bulan ke-n
IHKn
: Indeks harga konsumen pada bulan ke-n
IHK(n-1)
: Indeks harga konsumen pada bulan ke(n-1)
3.2.1 Nilai Tukar Petani (NTP) Nilai Tukar Petani adalah rasio antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan indeks harga yang dibayar petani (Ib) dalam presentase. It 10
merupakan suatu indicator tingkat kesejahteraan petani produsen dari sisi pendapatan, sedangkan Ib dari sisi kebutuhan petani baik untuk konsumsi maupun produksi. Bila It atau Ib lebih besar dari 100, berarti It atau Ib lebih tinggi dibandingkan It atau Ib pada tahun dasar. Secara konseptual NTP adalah pengukur kemampuan tukar barang-barang (produk) pertanian yang dihasilkan petani dengan barang atau jasa yang diperlukan untuk konsumsi rumah tangga dan keperluan dalam memproduksi produk pertanian. Selama ini Badan Pusat Statistik menyusun NTP menggunakan tahun dasar 1993=100 untuk sub sector tanaman
bahan makanan dan tanaman
perkebunan rakyat. Data dikumpulkan melakui survey harga produsen dan harga konsumen pedesaan di seluruh Indonesia. Namun dalam penyajian datanya masih mencakup 23 provinsi. Secara Umum ada tiga macam pengertian NTP yaitu : 1.
NTP > 100, berarti surplus. Harga produksinya naik lebih besar dari kenaikan harga konsumsi. Pendapatan petani naik lebih besar dari pengeluarannya, dengan demikian tingkat kesejahteraan petani lebih baik dibanding tingkat kesejahteraan petani sebelumnya.
2.
NTP = 100, berarti impas/break even. Kenaikan/penurunan harga produksi sama dengan presentase kenaikan/penurunan harga barang. Tingkat kesejahteraan petani tidak mengalami perubahan.
3.
NTP < 100, berarti defisit. Kenaikan harga barang produksi relatif lebih kecil dibandingkan kenaikan harga konsumsi. tingkat kesejahteraan petani pada suatu periode mengalami peurunan dibanding tingkat kesejahteraan petani pada periode sebelumnya. Nilai Tukar Petani adalah angka perbandingan antara indeks harga yang
diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani yang dinyatakan dalam presentase. Indeks harga yang diterima petani adalah indeks harga yang menunjukan perkembangan harga produsen atas hasil produksi petani. Indeks harga
yang dibayar
petani adalah indeks
harga
yang
menunjukkan
perkembangan harga kebutuhan rumah tangga petani, baik itu kebutuhan untuk konsumsi rumahtangga maupun kebutuhan untuk proses produksi pertanian. 11
Petani adalah orang yang mengusahakan usaha pertanian (tanaman bahan makanan dan tanaman perkebunan rakyat) atas resiko sendiri dengan tujuan untuk dijual, baik sebagai petani pemilik maupun petani penggarap (sewa/kontrak/bagi hasil). Orang yang bekerja di sawah/lading orang lain dengan mengharapkan upah (buruh tani) bukan termasuk petani. Harga yang diterima petani adalah rata-rata harga produsen dari hasil produksi petani sebelum ditambahkan biaya transportasi/pengangkutan dan biaya pengepakan ke dalam harga penjualannya atau disebut Farm Gate (harga di sawah/lading setelah pemetikkan) Formula atau rumus yang digunakan pada perhitungan It dan Ib adalah formula Indeks Laspeyres yang dikembangkan (Modified Laspeyres Indeces), yaitu : m
In
Pni
P(n 1)i P(n 1)iQoi i 1
m
PoiQoi
x100
i 1
Keterangan : In
: Indeks harga bulan ke-n (It maupun Ib)
Pni
: Harga bulan ke n untuk jenis barang ke-I
P(n-1)I
: Harga bulan ke (n-1) untuk jenis barang ke i
Pni/P(n-1)I
: Relatif harga bulan ke-n untuk jenis barang ke i
Poi
: Harga pada tahun dasar untuk jenis barang ke-i
Qoi
: Kuantitas pada tahun dasar untuk jenis barang ke-i
m
: banyaknya jenia barang yang tercakup dalam paket komoditas
Pertimbangan yang mendasari penggunaan formula diatas adalah : 1. Tren harga tidak dipengaruhi oleh perbedaan kualitas atau spesifikasi komoditas 12
2. Perbedaan harga komoditas antar kebupaten tidak berpengaruh. 3. Dapat dilakukan penggantian speseifikasi atau penggantian jenis barang. Formula untuk perhitungan Nilai Tukar Petani :
Keterangan : NTP
: Nilai Tukar Petani
It
: Indeks Harga yang diterima petani
Ib
: Indeks Harga yang dibayar petani Perhitungan Indeks Laspeyres yang dikembangkan dalam menghasilkan
Nilai Tukar Petani (NTP) memerlukan diagram timbangan. Ada dua indeks yang digunakan untuk menghasilkan NTP, yaitu Indeks yang diterima petani dan Indeks yang dibayar petani. Penimbang yang digunakan untuk It adalah nilai produksi yang dijual petani dari setiap jenis barang hasil pertanian. Sebagai data pokok untuk perhitungan diagram timbangan ini diperlukan tiga macam data yaitu kuantitas produksi, harga produsen, dan presentase barang yang dijual Nilai Tukar Petani merupakan rasio antara Indeks Harga yang diterima petani dengan Indeks harga yang dibayar petani Indeks yang diterima petani (It) terdiri dari : 1.
2.
Indeks sub sektor tanaman bahan makanan (TBM) meliputi: a.
Indeks kelompok tanaman Padi
b.
Indeks kelompok tanaman palawija
c.
Indeks kelompok tanaman sayur-sayuran
d.
Indeks kelompok tanaman buah-buahan
Indeks Sub sektor tanaman perkebunan rakyat(TPR) meliputi Indeks kelompok tanaman perkebunan rakyat. 13
Indeks Harga yang dibayar petani (Ib) terdiri dari : 1.
2.
Indeks kelompok konsumsi Rumah tangga (KRT) meliputi: a.
Indeks sub kelompok makanan
b.
Indeks sub kelompok perumahan
c.
Indeks sub kelompok pakaian
d.
Indeks sub kelompok aneka barang dan jasa
Indeks kelompook biaya produksi dan penambahan barang modal (BPPBM) meliputi: a.
Indeks sub kelompok faktor produksi
b.
Indeks sub kelompok upah
c.
Indeks sub kelompok lainnya
d.
Indeks sub kelompok penambahan barang modal
3.2 Data dan Sumber Data Secara umum, data yang dikumpulkan mencakup menjadi: Indeks Harga Konsumen (IHK) dan Nilai Tukar Petani (NTP). Keterangan yang dikumpulkan dalam penyusun dikelompokkan menjadi sebagai berikut: a. Indeks Harga Konsumen (IHK), meliputi: 1. Perkembangan Inflasi Yogyakarta pada September 2012–September 2013 2. Perkembangan Inflasi DKI Jakarta pada September 2012–September 2013 3. Perbandingan Perkembangan Inflasi Yogyakarta Dan DKI Jakarta pada September 2012 – September 2013 b. Nilai Tukar Petani (NTP), meliputi: 1. Rata-rata Nilai Tukar Petani Di Jawa pada tahun 2003-2005 2. Rata-rata Indek Harga Nilai yang Diterima Petani Di Jawa pada tahun 20032005 3. Rata-rata Indeks Harga yang Dibayar Petani Di Jawa pada tahun 2003-2005 Sumber data berasal dari pengumpulan data dan laporan administrasi oleh Badan Pusat Stastistika (BPS) dengan cakupan wilayah dan waktu Indeks Harga Konsumen (IHK) pada provinsi D.I Yogyakarta dan Jakarta tahun 2013, sedangkan Nilai Tukar Petani (NTP) pada provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta, dan Jawa Timur tahun 2003-2005.
14
Pengolahan data dilakukan oleh staf di BPS Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (D.I Yogyakarta). Bagian Intgrasi Pengolahan pada BPS bertugas mengembangkan sistem (aplikasi) pengolahan data yang memungkinkan bagi BPS D.I Yogyakarta untuk memproduksi tabel dan untuk melakukan validasi terhadap data mentah ketenagakerjaan Provinsi D.I Yogyakarta. BPS pun melakukan komplikasi terhadap semua data mentah yang telah bebas kesalahan. Sedangkan dalam penyajian data dilakukan melalui tabel, grafik, ukuran-ukuran statistik dan uraian tertulis. Hal itu disebabkan agar mudah untuk dipahami dan dimengerti dalam memahami data penyajian.
15
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan informasi Indeks Harga Konsumen (IHK) dan Nilai Tukar Petani (NTP) yang lebih rinci dan berkesinambunggan, Mahasiswa Jurusan Statistika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Islam Indonesia dan BPS Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (D. I Yogyakarta) 2013-2014 melakukan penyusuanan yang menyajikan gambaran umum Indeks Harga Konsumen (IHK) dan Nilai Tukar Petani (NTP) agar dapat digunakan sebagai bahan referensi dan dasar evaluasi pembangunan dan penentuan arah kebijakan. Penyusunan ini bersumber dari sensus dan survei pada September 2012 dan September 2013 untuk Indeks Harga Konsumen (IHK) dan 2003 sampai 2005 untuk Nilai Tukar Petani (NTP). Data yang dicakup antara lain : perkembangan inflasi, sumbangan kelompok pengeluaran terhadap inflasi, IHK dan laju inflasi, nilai tukar petani, indeks harga yang diterima petani, dan indeks harga yang dibayar petani. Sensus dan survei ini ditujukan sebagai dasar dalam monitoring dan evaluasi pengembangan nasional maupun daerah dalam pembangunan ekonomi. Sensus dan survei menghasilkan indikator secara makro situasi ekonomi di D.I Yogyakarta dan Jakarta. 4.2 Analisis dan Pembahasan Grafik 4.1 Perkembangan Inflasi Yogyakarta pada September 2012–September 2013 3 2 2.58
1 0
0.19 0.38
0.2
0.66 0.96 0.93 0.79
-0.3 -0.29
0.82
0.89 -0.24
-1
16
Berdasarkan grafik 4.1 tentang perkembangan inflasi di Yogyakarta pada September 2012 sampai September 2013 relatif tidak stabil. Pada September 2012 terjadi inflasi 0.19% dan meningkat pada Oktober 2013 menjadi 0.38%. Sedangkan pada November mengalami penurunan menjadi 0.2% dan mengalami peningkatan 2 bulan selanjutnya dari Desember 2012 0.66% sampai Januari 2013 0.96%. Februari 2013 mengalami penurunan menadi 0.93% menjadi 0.79% pada Maret 2013 dan pada April melonjak mengalami deflasi sebesar 0.3%. Akan tetapi pada Mei sampai Juli 2013 mengalami penigkatan dari deflasi Mei 0.29% mengalami inflasi lagi 0.82%, dan titik tertinggi inflasi terjadi pada Juli hingga menyentuh 2.58%. Sedangkan inflasi tidak berlangsung lama karena dari Agustus mengalami penurunan menjadi 0.89% dan September mengalami deflasi 0.24%. Grafik 4.2 Perkembangan Inflasi DKI Jakarta pada September 2012–September 2013 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 -0.5
3.16 0.93
0.39 0.53 0.14 0.56 0.88 0.65 0.42
0.95 0.21
-0.24 -0.07
Berdasarkan grafik 4.2 pada perkembangan inflasi DKI Jakarta pada September 2012 sampai September 2013 relatif tidak stabil. Pada September 2012 sampai Oktober mengalami penigkatan yang awalnya 0.39% menjadi 0.53%. Tetapi pada November mengalami penurunan menjadi 0.14% dan naik lagi dari Desember 0.56% dan Januari 0.88%. Setelah itu mengalami penurunan yang pada awalnya 0.65% Januari menurun pada Maret 0.42% dan berakhir pada deflasi April sebesar 0.24%. Pada Mei, Juni dan Juli mengalami kenaikan yang awalnya deflasi 0.07% menjadi 0.93% dan mengalami puncaknya menjadi 4.16. Akan tetapi pada Agustus dan September mengalami penurunan yang dimulai dengan 0.95% menjadi 0.21%.
17
Grafik 4.3 Perbandingan Perkembangan Inflasi Yogyakarta Dan DKI Jakarta pada September 2012 – September 2013 3.5 3.16
3
2.58
2.5 2 1.5
Yogyakarta Jakarta
0.95 0.89
0.93 0.82
-0.24 Sep-13
Aug-13
Jul-13
May-13
Jun-13
0.21 -0.07 -0.24 -0.3 -0.29 Apr-13
Mar-13
Feb-13
Jan-13
Nov-12
-0.5
Oct-12
0
0.53 0.39 0.38 0.2 0.19 0.14 Sep-12
0.5
0.96 0.88 0.93 0.79 0.66 0.65 0.56 0.42
Dec-12
1
Berdasarkan grafik 4.3, tentang perbandingan inflasi antara Yogyakarta dan Jakarta pada September 2012 sampai September 2013 hampir mengalami kesamaan pada bulan November, April, Mei dan Juli. Pada bulan November 2012 terjadi penurunan inflasi, sedangkan pada April dan Mei mengalami deflasi. Dan pada bulan Juli mengalami inflasi yang tertinggi. Penyebab utama mengalami kenaikan dan penurunan inflasi pada Yogyakarta dan Jakarta dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral), sedangkan untuk sebab kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah (Goverment) seperti fiscal perpajakan/pungutan/insentif/disinsentif,
kebijakan
pembangunan
infrastruktur,
regulasi, dll. Untuk penyebab tinggi dan rendahnya deflasi ada 4 penyebabnya adalah menurunnya persediaan uang di masyarakat, meningkatnya persediaan barang, menurunnya permintaan akan barang dan naiknya permintaan akan uang. Tabel 4.1 Tabel Rata-rata Nilai Tukar Petani Di Jawa pada tahun 2003-2005 Provinsi Tahun/Bulan Jawa Barat
Jawa Tengah
Yogyakarta
Jawa Timur 18
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
2003
132,60
124,05
133,28
121,24
2004*
117,11
91,42
122,73
87,78
2005
113,12
91,89
122,50
89,81
*rata-rata Juni-Desember 2004 Pada tabel 4.1 bahwa rata-rata nilai tukar petani di Jawa 2003-2005 dapat dilihat bahwa pada provinsi Jawa Barat terjadi penurunan yang awalnya mencapai nilai 132,60 menurun pada 2004 menjadi 117,11 hingga 2005 mencapai 113,12. Pada provinsi Jawa Tengah mengalami perbedaan dengan Jawa Barat karena pada tahun 2005 mengalami kenaikan, yang awalnya tahun 2003 124,05 menurun menjadi 91,42 meningkat menjadi 91,89. Sedangkan pada provinsi Yogyakarta yang memiliki ratarata nilai tukar petani tertinggi di pulau Jawa setiap tahunnya, mengalami hal serupa dengan Jawa Barat yang terus menurun. Pada tahun 2003 memiliki nilai 133,28 menurun 122,73 dan pada 2005 122,50. Jawa Timur pun mengalami hal serupa dengan Jawa Tengah mengalami kenaikan pada tahun 2005 yang awalnya 121,24 di tahun 2003 menurun menjadi 87,78 di tahun 2004 dan meningkat kembali di tahun 2005 menjadi 89,81. Untuk penyebab perubahan NTP disebabkan oleh perubahan dari indeks harga yang diterima petani (IT) dengan indeks harga yang dibayar petani (IB). Tabel 4.2 Tabel Rata-rata Indek Harga Nilai yang Diterima Petani Di Jawa pada tahun 2003-2005 Provinsi Tahun/Bulan Jawa Barat
Jawa Tengah
Yogyakarta
Jawa Timur
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
2003
603,11
623,14
592,31
714,25
2004*
504,95
403,81
571,76
396,93 19
2005
527,18
442,80
621,50
443,92
*rata-rata Juni-Desember 2004 Berdasrkan tabel 4.2 bahwa rata-rata indek harga nilai yang diterima petani di Jawa pada tahun 2003 sampai 2005. Setiap provinsi di Pulau Jawa mengalami penurunan pada tahun 2004 dan mengalami kenaikan kembali pada tahun 2005. Pada Jawa Barat tahun 2003 memiliki nilai 603,11 turun pada tahun 2004 menjadi 504,95 dan naik kembali menjadi 527,18 pada 2005. Di Jawa Tengah pun sama dengan 623,14 pada tahun 2003 turun menjadi 403,81 dan naik menjadi 442,80 pada 2005. Sedangkan pada Yogyakarta yang awalnya pada tahun 592,31 menjadi 571,76 di tahun 2004 dan naik menjadi 621,50 di tahun 2005. Di Jawa Timur pun demikian yang awalnya pada tahun 2003 memiliki nilai yang tertinggi dibandingkan dengan provinsi yang lain yaitu 714.25 turun hampir setengahnya menjadi 396,93 di tahun 2004 dan naik kembali menjadi 443,92. Tabel 4.3 Tabel Rata-rata Indeks Harga yang Dibayar Petani Di Jawa pada tahun 2003-2005 Provinsi Tahun/Bulan Jawa Barat
Jawa Tengah
Yogyakarta
Jawa Timur
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
2003
454,73
502,08
444,42
589,29
2004*
431,36
441,66
466,05
452,33
2005
466,48
481,91
507,23
493,90
*rata-rata Juni-Desember 2004 Berdasrkan grafik 4.3 bahwa rata-rata indek harga nilai yang dibayar petani di Jawa pada tahun 2003 sampai 2005 bahwa pada setiap provinsi di Pulau Jawa mengalami penurunan pada tahun 2004 dan mengalami kenaikan kembali pada tahun 2005. Pada Jawa Barat tahun 2003 memiliki nilai 454,73 turun pada tahun 2004 menjadi 431,36 dan naik kembali menjadi 466,48 pada 2005. Di Jawa Tengah pun 20
sama dengan 502,08 pada tahun 2003 turun menjadi 441,66 dan naik menjadi 481,91 pada 2005. Sedangkan pada Yogyakarta yang awalnya pada tahun 444,42 menjadi 466,05 di tahun 2004 dan naik menjadi 507,23 di tahun 2005. Di Jawa Timur pun demikian yang awalnya pada tahun 2003 memiliki nilai yang tertinggi dibandingkan dengan provinsi yang lain yaitu 589,29 turun menjadi 452,33 di tahun 2004 dan naik kembali menjadi 493,90. Faktor utama yang mempengaruhi tinggi rendahnya indeks harga yang dibayar petani (IB) adalah harga pupuk yang bagi sebagian besar petani padi terlalu mahal. Hal ini tidak hanya disebabkan oleh volume produksi atau supply pupuk (termasuk pupuk impor) di dalam negeri yang terbatas, namun juga karena adanya distorsi di dalam sistem pendistribusiannya. Harga pupuk yang mahal bisa juga merupakan salah satu instrument pemerintah untuk mengalihkan surplus di sektor pertanian ke sektor industri. 4.3 Impilkasi atau Dampak Berdasarkan pada perbandingan harga konsumen di D. I. Yogyakarta dan Jakarta pada tahun 2013 memiliki dampak sebagaik berikut: 1.
Menyebabkan Daya Saing Produk Nasional Berkurang
2.
Menimbulkan Defisit Neraca Pembayarab
3.
Merosotnya Kesejahteraan Rakyat
4.
Masyarakat Berpenghasilan Tetap
5.
Memperbesar Kesenjangan Distribusi Pendapatan
6.
Menguntungkan Para Spekulan
7.
Mempengaruhi Para Pedagang/Industriawan/Pengusaha Berdasarkan pada perbandingan indeks harga produsen di Pulau Jawa pada
tahun 2003 sampai 2005 memiliki dampak sebagai berikut: 1.
Membuka peluang produk petani Pulau Jawa dalam mengisi pasar yang kebutuhannya sangat besar.
2.
Daya tukar (term of trade) dari produk pertanian terhadap barang dan jasa yang lainnya.
3.
Sebagai penyumbang tertinggi.
21
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Yogyakarta dan Jakarta pada September 2012 sampai September 2013 hampir mengalami kesamaan dalam grafik inflasi dalam tinggi dan rendahnya inflasi. Sedangkan penyebab utama mengalami kenaikan dan penurunan inflasi pada Yogyakarta dan Jakarta dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral), sedangkan untuk sebab kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah (Goverment) seperti fiscal perpajakan/pungutan/insentif/disinsentif, kebijakan pembangunan infrastruktur, regulasi, dan lain-lain. Dan untuk penyebab tinggi dan rendahnya deflasi ada 4 penyebabnya yakni menurunnya persediaan uang di masyarakat, menigkatnya persediaan barang, menurunnya permintaan akan barang dan naiknya permintaan akan uang. Dari Indeks Harga Yang Diterima Petani (It), dapat dilihat fluktuasi harga barang-barang yang dihasilkan petani. Indeks ini digunakan juga sebagai data penunjang dalam penghitungan pendapatan sektor pertanian. Dari Indeks Harga Yang Dibayar Petani (Ib), dapat dilihat fluktuasi harga barang-barang yang dikonsumsi oleh petani yang merupakan bagian terbesar dari masyarakat di pedesaan, serta fluktuasi harga barang yang diperlukan untuk memproduksi hasil pertanian. Perkembangan Ib juga dapat menggambarkan perkembangan inflasi di pedesaan. NTP mempunyai kegunaan untuk mengukur kemampuan tukar produk yang dijual petani dengan produk yang dibutuhkan petani dalam produksi dan konsumsi rumah tangga. Angka NTP menunjukkan tingkat daya saing produk pertanian dibandingkan dengan produk lain. Atas dasar ini upaya produk spesialisasi dan peningkatan kualitas produk pertanian dapat dilakukan. 5.2 Saran Pemerintah Indonesia harus segera mengambil suatu tindakan yang bijak, lebih memperhatikan masyarakat dan harus melindungi masyarakat dari inflasi. Karena 22
inflasi dapat menurunkan daya beli masyarakat dan juga sangat menyengsarakan masyarakat miskin. Dengan terus menaiknya inflasi kesejahteraan masyarakat Indonesia pun kian berkurang. Namun tidak hanya pemerintah yang berusaha untuk mengatasi masalah inflasi ini tapi masyarakat juga harus mendukung pemerintah dengan ikut serta dalam penghematan pemakaian bahan bakar minyak dengan melakukan efisiensi energi pada sektor transportasi. Tidak berbeda jauh dengan saran inflasi, pemerintah Indonesia juga harus segera mengambil tindakan tegas guna untuk melihat kesejahteraan petani dan mengukur kemampuan tukar produk yang dijual petani dengan produk yang dibutuhkan petani dalam berprodusi dan konsumsi barang dan jasa untuk keperluan rumah tangga.
23
DAFTAR PUSTAKA
24