In Between Judul: In Between Penulis:
Cherryl Angelique Cover & Layout: Nuzula Fildzah Diterbitkan melalui: www.nulisbuku.com Penerbit: Nida Dwi Karya Publishing ISBN: 978-602-7950-00-9
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Lingkup Hak Cipta Pasal 2: 1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan Pidana Pasal 72: 1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
2
Ucapan Terimakasih
Allah SWT, hubby, parents, uno team, and neptunus agents
“Let all doubt, that they are not”
3
Daftar Isi
Tentang Saya
7
Oh, Hai Bestie... Glad to See You
24
Hari yang Menegangkan
46
Welcome, Lovely Bestie
68
‘Menjadi Malaikat’
84
When D’ Idea Comes (d’craziest idea)
107
Menyingkirkan Edward
128
Edward Versus Alvaro
144
Mulai Curiga
171
And, I did it!!
185
4
Bahagia:Sakit Hati (50:50)
198
I Got Crazy After That!
212
Saya Menderita Psikosomatis Tingkat Dewa 224 They Have to Break!
239
Saya Bersalah
246
Only Time
254
Hidup Baru
260
Facing Reality
268
Tiga Keramat
278
Love Like You’ll Never Hurt
289
In Between
296
5
In Between Dedicated to friends who challenged me to write outside of the medical world
6
Tentang Saya
Hai… Saya Adelita, lengkapnya Adelita Suryadipradja, umur dua puluh tujuh, bekerja sebagai sekretaris di perusahaan multinasional yang bergerak di bidang pengembangan perumahan a.k.a residential development. Dua tahun lebih saya bekerja di perusahaan itu dengan berbagai perubahan pada diri saya. Di tahun pertama bobot tubuh naik dua kilo gram karena terlampau exited lulus kuliah bisa langsung bekerja di perusahaan yang namanya cukup terkenal di kalangan pebisnis ibu kota, ditambah lagi saya memiliki atasan yang luar biasa baiknya. Kemudian di tahun kedua, perlahan tapi pasti, bobot tubuh saya susut hingga lima kilo gram akibat beban kerja yang tidak sesuai dengan surat kontrak ketika tanda tangan dulu, belum lagi gigi yang mulai kecoklatan karena menjadi gemar minum kopi (bisa sampai empat gelas sehari), dan bibir yang mulai menghitam (jika saja saya tidak memoleskan lipstik setebal satu senti) akibat rokok yang selalu saya hisap secara sembunyi-sembunyi jika sedang dilanda stres ‘pekerjaan’. Padahal jika kalian menyimak di atas tadi, pekerjaan saya hanya seorang 7
sekretaris. Ya, sekretaris! Lalu kenapa sampai se-stres itu? Apakah saya ini termasuk orang lebay yang suka melebihlebihkan cerita? Eeem rasanya tidak juga. Tetapi coba kalian simak cerita saya lebih jauh lagi. (After all that story, i hope you all agree with me). Saya bergabung di perusahaan ini dengan posisi menjadi sekretaris bergaji empat juta rupiah dua tahun lalu. Dan sekarang akibat loyalitas terhadap pekerjaan, perusahaan menaikkan gaji saya menjadi lima juta rupiah per-bulan. Terkadang saya juga mendapat uang lembur dari bos saya yang tampan, baik hati, dan tidak sombong (pahlawan kaleee...) sebesar satu sampai dua juta rupiah setiap bulannya. Nah, sampai sini belum kelihatan stresnya, kan? Finansial oke untuk perempuan seumur saya dengan pekerjaan sekretaris. Ditambah saya ini anak tunggal dari keluarga cukup berada yang tidak memiliki kewajiban membiayai siapapun kecuali diri sendiri. Bahkan saya juga masih dapat jatah uang bensin dari Papi sebesar tiga juta rupiah perbulan plus mobil sedan yang walaupun bukan mobil keluaran anyar dengan pencahayaan gaya hidup hedonis tetapi cukup membuat saya nyaman dengan tidak menaiki kendaraan umum yang memaksa penumpangnya berdesakan dan memeras keringat, sehingga saya bisa tetap tampil wangi, rapi, dan berkelas sebagai seorang sekretaris. Sampai di sini, saya masih menjadi sorotan perempuan pengundang rasa iri. Ya, kan? Bagaimana 8
tidak, jika warga kantor selalu menganggap saya ini wanita beruntung dengan segala tetek bengek yang saya miliki. Wajah lumayan (ya, saya memang tidak cantik, saya hanya memiliki lekuk dan garis wajah standar orang Indonesia dengan hidung sedikit melesak ke dalam jika tidak ingin disebut ‘pesek’), body yang kata orang aduhai (tinggi semampai dan berlekuk bak gitar), rambut lurus, tebal, dan hitam legam, juga kulit yang putih mulus. Orang tua berkecukupan, finansial yang walaupun tidak bisa dikatakan besar tetapi cukup untuk belanja tas super Chanel, Gucci, Hermes, Louis Vuitton, Bottega Veneta, Ferragamo, Coach, Prada, Furla, Dior di Ambasador atau Aigner, Kate Spade, Fossil, dan Guess aseli di Plaza Senayan dan Grand Indonesia (itu juga kalau sedang sale). Bisa juga untuk makan siang atau sekedar ngopi bareng teman kantor di Kafe Wien Plaza Senayan. Yah, singkat cerita sampai sejauh ini saya bisa dikatakan sebagai perempuan tanpa masalah. Lalu di mana letak kejenuhan dan beban kerja yang membuat berat badan saya turun sampai lima kilo gram, gigi kecoklatan karena kopi empat gelas sehari, dan sentuhan nikotin yang membuat bibir menghitam? Hayoo, di mana? Penasaran, kan? (Akh, sekalipun Anda tidak penasaran, saya akan tetap cerita kok, hehe..) Begini ceritanya. Satu tahun lalu mendadak kantor dirundung kesedihan karena bos tampan nan baik hati yang selama ini saya dampingi mengalami kecelakaan penerbangan saat akan bertolak ke Italia. Pesawat 9
meledak di udara karena badai listrik dan seluruh penumpang dikabarkan tidak ada yang selamat. Perusahaan mengalami masa berkabung sampai hampir satu bulan. Pekerjaan proyek menjadi lebih lambat, sehingga neraca perusahaan nyaris bergeser ke kiri alias negative balance. Parahnya lagi sebagian investor menarik atau membekukan dana mereka karena kuatir perusahaan akan kolaps dengan ketiadaan Pak Ardhan (nama bos saya yang sekarang sudah almarhum) yang menjabat sebagai Direktur Operasional dengan omzet ratusan milyar per tahun. Saat menunggu pergantian pimpinan yang baru, nasib kami benar-benar seperti telur di ujung tanduk, hanya tinggal menunggu telur menggelinding jatuh lalu pecah. Ya, kami semua kehilangan sosok pemimpin secemerlang Pak Ardhan. Saya sendiri jadi lebih sering murung dan kehilangan semangat karena selama ini yang memompakan semangat kerja ke diri saya ya Pak Ardhan itu. Mungkin benar adanya jika ada yang mengatakan kalau orang baik akan kembali lebih dulu menghadap Yang Maha Kuasa. Buktinya, Tuhan mengambil Pak Ardhan di usia yang belum genap empat puluh. Apa namanya jika Tuhan tidak lebih menyayangi Pak Ardhan dibanding kami para pegawainya. Nah, di sinilah keruwetan (saya) dimulai, ketika Dewan Komisaris memutuskan pimpinan perusahaan yang baru sebagai Direktur Operasional. Seorang pria lulusan Rusia, berusia tiga puluh dua tahun tetapi masih melajang, karismatik, memabukkan, tegas, ambisius, dan 10
tampannya ruaaaarrrrr biasa. Wajahnya seperti penggabungan antara Keanu Reeves, Tom Cruise, dan Brad Pitt di masa muda (nahloh, susah kan ngebayanginnya, tapi tapi itulah kenyataannya), saya sendiri nyaris gila saat pertama kali melihatnya, apalagi saat menjabat tangannya, kulit di telapak tangan saya serasa dialiri listrik jutaan ampere yang membuat saya tersengat sekaligus tidak bisa melepasnya karena arus magnetnya terlalu kuat, sekaligus memompa arus darah di tubuh saya yang melewati jantung menggila. Membuat seluruh organ dan persarafan di tubuh saya bekerja maksimal. Anehnya lagi rasa itu tidak juga hilang meski sudah satu tahun saya mendampinginya sebagai sekretaris pribadi. Jadi apa yang membuat saya sampai se-stres ini? Bukankah menyenangkan punya bos lajang dan ganteng? Bukankah itu harapan semua sekretaris seperti saya? Biar bisa cuci mata setiap hari! So, all of you will start to bug me out. Wondering what makes me so bottle up? With a very big question ; WHERE IS THE PROBLEM ADELITA SURYADIPRADJA? Well, that is! Justru karena punya bos sesempurna itu saya jadi begini. Karena bos bernama Alvaro Curchezh itu. Bos blasteran Jawa, Rusia, dan Inggris, yang setiap hari saya atur jadwalnya. Bos yang kalau bicara kepada saya hanya sebatas urusan pekerjaan. Bos yang bahkan tidak pernah lama memandang wajah saya seakan saya ini hanyalah butiran debu (rumor kalee ah). 11