Second Honeymoon Cherryl Angelique
Diterbitkan oleh: Nulisbuku.com
Second Honeymoon Judul : Second Honeymoon Penulis : Cherryl Angelique Cover & Layout: Nuzula Fildzah Diterbitkan melalui : www.nulisbuku.com Diterbitkan oleh: Nulisbuku.com undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Lingkup Hak Cipta Pasal 2: 1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan Pidana Pasal 72: 1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
2
Spacial Thanks To Allah SWT for Its Mercy, hubby for his support, parents for them prayer, and all who have read this script and asked me to publish. “lets all doubt that they are not” *Big hugs*
3
Daftar Isi Prolog
6
As a Single
10
When the Plan Goes Down
29
Far…Far Away
35
Our Relation Is… end!!
57
It Yours, Not Mine
63
Hated
79
Another ‘happily’ Plan
90
What a Surprised
100
What Da Hell!
114
Rendevouz
132
First War
150
Flip Flop
157
Hey You…!
170
Run Away
178
Room Mate
195
Bonjour… Come sta, Cara mia?
206
Wild Think
216
Accusation
229 4
Fuck in Coward
242
Another Confession
256
You…!
281
Me To You
290
The Propose
301
The Kidnap
313
The Propose, part two…
324
Imbecile!!
338
When She Come
348
Congrats, I’m Happy For You
360
Pain
367
Totally not You!
378
A Friend Indeed
386
The Truth
394
Epilog
398
5
Prolog “Aku capek bertengkar terus!” “Kamu kira aku tidak?!” “Lalu apa maumu?” “Aku minta cerai!!” Ultimatum itu keluar begitu saja dari bibir Elsa sebelum ia sendiri sempat menyadari arti dari ucapannya. Mata Aldi membelalak. Suatu gejolak panas atas nama ego mencuat, mencengkram, mengoyak hatinya hingga ia menjadi amat marah. Sebagai lakilaki ia merasa harga dirinya digilas hingga menjadi remah debu, yang walaupun kecil tetapi jika mengenai mata bisa membuatnya menangis. Kalimat itu hanya terdiri dari tiga kata, kecil, tetapi mematikan, sehingga meski begitu mencintai, ia tidak mungkin mengiba atas nama kelemahan. “Baik! Jika itu maumu!” Tantangnya dengan napas memburu. Mendengar tanggapan yang sungguh di luar dugaan membuat tubuh Elsa bergetar hebat. Aldi 6
tidak membuat pembelaan apapun, bahkan bisa menjawabnya hanya dalam hitungan detik, tanpa memberi kesempatan pada dirinya sendiri untuk berpikir ulang. Berarti pria itu memang sudah siap berpisah dengannya. Padahal Elsa tidak sungguhsungguh menginginkannya, ia hanya asal bicara mengikuti perasaan. Bukankah biasa seorang isteri yang sedang dibalur emosi mudah mengucap kata ‘minta cerai’. Bukankah sebagai lelaki yang dianugerahkan rasio jauh lebih besar dibanding wanita, seharusnya bisa lebih menelaah dan mempertimbangkan harus atau tidaknya meloloskan permintaan itu. Lalu apa gunanya hak cerai ada pada suami jika mudah terkabul begitu saja, jika samasama mengikuti perasaan dan bukan logika! Keterkejutan membuat bibir Elsa terkunci dan tenggorokannya tercekat. Air mata bahkan tak mampu lagi bicara. “Aku ceraikan kamu!” Tiga kata itu meluncur dengan mudahnya dari bibir pria yang selama ini sangat ia hormati, ia sayangi, dan ia percaya akan menjaganya seumur hidup. Tidak pernah terlintas sedikitpun talak itu akan keluar dari mulut Aldi. Elsa merasakan seluruh persendiannya seperti kehilangan tenaga, sehingga ia melimbung begitu saja. 7
“Ce ra i?” gumamnya lebih pada dirinya sendiri sambil berusaha menopang tubuhnya yang semakin goyah. Sementara Aldi, pria yang kini berdiri membelakanginya itu hanya mengangguk seraya mengepalkan tangannya. “Baik! Aku akan minta pengacara untuk mengurus ini secepatnya!” balasnya dengan suara gemetar. Aldi meremas kesepuluh buku jarinya dengan tekanan yang nyaris merontokkan tulang belulang. Hawa panas yang semula hanya bercokol di dada dengan cepat mengalir menguasai seluruh jiwa raganya, hingga ia semakin lupa diri. Lupa bahwa rasa cinta dan benci hanya setipis mata pisau. “Besok aku sendiri yang akan mengurusnya ke pengadilan agama!” tegasnya. Secepat itukah? Jantung Elsa berdenyut nyeri. Ingin rasanya ia berteriak dan memohon agar Aldi menarik kembali ucapannya. Bahwa yang dikatakannya tadi hanya emosi sesaat. Namun yang keluar dari bibirnya sungguh berbalik seratus delapan puluh derajat. “Baik, terserah kamu!” Dengan suara yang nyaris putus di kerongkongan. Mendengar kepasrahan Elsa membuat perasaan Aldi tercabik-cabik, ia tahu sepenuhnya ini adalah 8
salahnya, salahnya yang tidak lagi memiliki kepercayaan diri untuk terus bersama wanita yang sampai detik ini masih sangat ia cintai. Meski dalam hatinya ada setitik harap wanita itu mengiba dan memohon agar ia menarik kata-katanya kembali, namun semua itu hanya sebatas harapan. “Jelas terserah aku! Aku yang lebih berhak memutuskan semua ini!!” “Aku tidak menyangka ternyata kita hanya akan berakhir begini,” ujar Elsa di sisa kekuatan yang ia miliki.. Aldi menggeram, menahan geliat air yang menggenang di kelopak matanya agar tidak jatuh. Dia membenci dirinya yang seperti ini. “Aku rasa sudah waktunya,” ucapnya gemetar. “Mungkin sudah lama seharusnya berakhir seperti ini,” gumam Elsa lebih kepada dirinya sendiri. “Besok akan aku urus proses perceraian kita!” Aldi beranjak pergi tanpa menoleh lagi. Hanya terdengar deru mobilnya yang menyentak kasar. Sementara Elsa tersungkur di atas lantai seraya berteriak, “Kamu brengsek Aldi!!!”
9
As A Single Butuh waktu satu detik untuk mengenalmu... Butuh waktu satu jam untuk menyukaimu.... Butuh waktu satu hari untuk mendekatimu... Butuh waktu satu bulan untuk mencintaimu... Butuh waktu satu tahun untuk membencimu... Tetapi, butuh waktu seumur hidup untuk melupakanmu.... (short message broadcast)
Elsa menarik ujung selimutnya untuk kesekian kali. Hawa dingin seakan menyapu seluruh permukaan kulitnya dan menari di atas pori-pori, lalu menelusup masuk dan menggetarkan sensasi dingin di sekujur tubuhnya, hingga ia nyaris membeku. Biasanya tidak akan pernah sedingin ini, akan ada lengan kokoh yang melingkari pinggangnya, lalu satu pasang kaki yang mengunci kedua kakinya, sehingga hawa dingin memberangus begitu saja, tergantikan oleh sensasi hangat yang mengalahkan hangatnya 10
pulau Maldives. Kehangatan alami yang tidak bisa dibelinya dengan alat penukar apapun. Kehangatan seorang suami. “Aldi.” Elsa bergumam sendiri dengan mata yang masih terpejam. Tangan kanannya meraba ke setiap sisi. Meski tahu hanya akan ada dinginnya seprai, tetapi dia tetap mencari. Berharap bisa menemukan sesuatu yang ‘absurd’ dalam zona transiennya. Berharap ada Aldi. Kriiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiing....... Elsa mengutuk bunyi beker yang mensiagakan gelombang teta dalam otaknya, hingga ia menjadi terjaga. Lenyap sudah bayangan Aldi dalam alam bawah sadarnya. Tetapi tidak, bukan alam bawah sadarnya, Elsa sudah berhasil menciptakan sendiri alam bawah sadarnya menjadi sadar-sesadar-sadarnya untuk tetap bersama Aldi di setiap pagi. Bila harus dibilang gila dia rela. Yang penting ada Aldi di setiap paginya.
11