METODE MOTION CAPTURE BERBASIS VIDEO UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PROSES IN BETWEEN PADA PRODUKSI FILM ANIMASI 2D Djoko Kuswanto Jurusan Desain Produk Industri, FTSP ITS Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111
ABSTRAK Pembuatan sebuah film animasi 2D memang belum marak dilakukan di Indonesia. Padahal seiring dengan berkembangnya bisnis hiburan, industri ini menawarkan peluang besar di masa yang akan datang. Penyebab utama film animasi Indonesia belum banyak ditayangkan di televisi ataupun bioskop adalah tingginya biaya produksi dalam pembuatan sebuah film animasi, masalah lain adalah kualitas gerakan yang kurang halus sehingga mempengaruhi daya tawar animasi buatan lokal. Penelitian ini menawarkan sebuah metode alternatif proses produksi dalam pembuatan sebuah film animasi dengan tujuan akhir menghasilkan kualitas gerakan yang halus dan mendekati realistis (di dalam proses in between). Di sini peneliti mencoba mengganti fungsi peralatan motion capture pada tahap praproduksi yang sudah ada dengan pemanfaatan alat yang sudah umum dimiliki masyarakat Indonesia yaitu digital camera, video camera atau web camera yang mudah dioperasikan dan murah harganya. Diharapkan dengan adanya metode alternatif ini, bisa tumbuh banyak perusahaan kecil untuk ikut meramaikan industri film animasi lokal, sehingga kedepannya bisa mendominasi tayangan televisi maupun bioskop.
KATA KUNCI : Video motion capture, animasi, in between ABSTRACT Making a 2D animation film is not yet commonplace in Indonesia. Yet along with the development of the entertainment business, this industry offers great opportunities in the future. The main cause of Indonesia has not been a lot of animated films aired on television or cinema is the high production costs in making an animated film, another problem is the quality of the less subtle movements that affect the bargaining power of local-made animation. This study offers a alternative method of production processes in making an animated film with the ultimate goal to produce quality motion smooth and realistic approach (in Between process). Here the researchers tried to replace the function of motion capture equipment on existing preproduction phase with the use of common equipment that has been owned by the Indonesian community that is a digital camera, video camera or web camera that is easy to operate and cheap price. Expected with this alternative method, can grow many small firms participate enliven the local animation industry, so the future could dominate the television or cinema.
KEYWORD : Video motion capture, animation, in between
PENDAHULUAN Seiring dengan kemajuan teknologi, perkembangan animasi saat ini cukup pesat dan mampu menarik minat masyarakat dari berbagai kalangan. Hal ini terbukti dengan maraknya animasi-animasi yang ditayangkan oleh stasiun televisi maupun bioskop. Terlepas dari pertimbangan faktor film luar negeri atau dalam negeri, dalam kategori rating segala umur, film animasi memiliki animo terbanyak di pasar Indonesia. Dalam sebuah penelitian menunjukkan bahwa 74% anak-anak menyukai film animasi dibandingkan film bukan animasi1. Film animasi tidak akan lepas dari rumah produksi atau studio yang membuat film tersebut. Umumnya studio animasi memiliki banyak ruang produksi didalamnya dan teknologi komputer yang berspesifikasi tinggi. Saat ini telah banyak studio yang tumbuh dan menghasilkan karya-karya animasi yang spektakuler. Industri animasi pun berkembang sebagai salah satu alat pemacu gerak putar roda ekonomi sebuah negara, karena begitu besarnya omset ekonomi yang dihasilkan dari industri kreatif ini. Paramont Pictures contohnya, perusahaan ini mampu memproduksi salah satu film yang tersukses sepanjang masa dan mampu menghasilkan pendapatan kotor sebesar $1,845,034,000 yang hampir setara dengan 18 trilyun rupiah, mendekati biaya APBN sebuah propinsi atau pulau besar di Indonesia. Walt Disney, sebuah raksasa animasi di Amerika Serikat sejak tahun 1930-an hingga tahun 2003 telah memperoleh royalti dari berbagai film yang dihasilkan dan merchandise yang dijual lebih dari 59 Bilion USD atau setara dengan 590 triliun rupiah diseluruh dunia, dimana 360 triliun rupiah dari pendapatan melalui royalti film animasi dan karakter yang digunakan serta 230 triliun rupiah dari penjualan merchandise. Di Asia, potensi pasar industri animasi mencapai 3 miliar dollar AS. Dari potensi pasar sebesar itu, yang dikerjakan di Indonesia selama ini baru bernilai sekitar 10 juta dollar AS, atau belum mencapai 1 persen. Secara umum di Indonesia, industri animasi belum benar-benar menyentuh inti industrinya, yakni produksi film animasi. Padahal, suatu negara baru bisa disebut memiliki industri animasi, jika sedikitnya ada satu serial film animasi buatan sendiri yang diputar di stasiun televisi nasional sebanyak satu episode setiap minggu selama satu tahun penuh. Hal itu adalah sebuah asumsi minimal untuk sebuah tokoh animasi bisa diterima pasar utamanya, yakni anak-anak. Dari sekian banyak rumah produksi animasi yang ada di Indonesia, hanya hanya beberapa rumah produksi yang benar-benar memproduksi film animasi utuh. Sedangkan sebagian besar rumah produksi bekerja untuk dunia periklanan dan desain arsitektur2.
PERMASALAHAN Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa potensi industri animasi sangat menjanjikan. Tetapi, yang terjadi saat ini adalah tayangan animasi yang sering diputar baik di televisi maupun di bioskop nasional didominasi oleh film animasi impor. Fenomena seperti ini berdampak negatif terhadap perkembangan film animasi Indonesia. Padahal dari segi kualitas, gambar animasi Indonesia sudah bisa disejajarkan dengan animasi import yang ditayangan di televisi maupun bioskop. Dan untuk sumber daya manusia, para animator Indonesia juga tidak kalah handal dengan animator dunia. 1
2
Hasil survey dari PUSTEKOMDIKNAS tahun 1998, review Zamris Habib oleh Waldopo Mengubah Tukang Menjadi Macan, KOMPAS, Minggu, 22 Juni 2008.
Berdasarkan studi pustaka dan studi eksisting proyek-proyek animasi lokal yang telah dilakukan, ditemukan beberapa permasalahan utama dalam pembuatan film animasi, yaitu : 1. Timing for motion, berhubungan dengan kesesuaian untuk menentukan berapa frame yang diperlukan untuk obyek bergerak, baik itu manusia/binatang atau mesin, serta kesesuaian gerakan dengan kondisi sebenarnya. 2. Mimic motion, berhubungan dengan kesesuaian penggambaran emosi dan ekspresi dari karakter sesuai dengan tuntutan cerita. 3. Mimic motion vs voice over, berhubungan dengan kesesuaian voice dialog dengan gerakan bibir obyek. 4. Property vs body motion, berhubungan dengan kesesuaian gerakan karakter dan property yang dipakainya. 5. Penentuan Camera Angle yang sesuai, berhubungan dengan sudut pandang kamera dan kesan visual yang dihasilkan dengan tuntutan dramatisasi adegan.
TUJUAN Penelitian ini mencoba mencari solusi dari permasalahan diatas dengan menawarkan sebuah metode baru dalam proses produksi dengan tujuan akhir : • Dihasilkannya kualitas efek gerakan yang halus dan natural. • Dihasilkannya metode motion capture berbasis video.
PUSTAKA Proses produksi dalam pembuatan sebuah film animasi terbagi pada 3 tahapan utama, yaitu tahap praproduksi, produksi dan pasca produksi. Hal ini dapat digambarkan pada bagan berikut ini. Tahap Praproduksi Tahap praproduksi adalah sebuah awal dari suatu proses pembuatan film animasi. Dimulai dari tahap naskah cerita. Untuk membuat cerita yang bagus sangat diperlukan struktur cerita yang jelas. Cerita tersebut harus mempunyai awalan, nilai tengah dan akhir cerita yang sering disebut dengan babak. Ide cerita merupakan hal mendasar untuk mengembangkan sebuah karya film animasi. Ide dapat diinspirasikan dari berbagai hal, misalnya: pengalaman pribadi, legenda, cerita rakyat, mitos, kehidupan sehari-hari, pendidikan, perjalanan/petualangan dan lain sebagainya.
Pengumpulan Data Studi Literatur Narasumber
Konsep Storyline Naskah Storyboard
Sketsa awal Desain karakter Desain setting/property/environment Flowchart navigasi (media interaktif)
Drawing Manual Drawing for 2D Digital Modelling for 3D Grafik,table,alur kerja dll
Audio Processing Voice Over Naration Dialog Backsound
Editing/Compositing
Special FX, Lighting, Transition
Final Editing & Rendering Mastering VCD/DVD Packaging
Gambar 1. Bagan Proses Produksi
Setelah semua ide terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah menentukan tema sebuah cerita. Tema cerita diekspresikan dalam bentuk sinopsis. Biasanya puluhan hingga ratusan visualisasi awal cerita (preproduction painting) dihasilkan untuk mengeksplorasi kemungkinan cerita. Visualisasi awal cerita kemudian dituangkan dalam sebuah sebuah storyboard. Ini sebagai rancangan dasar dalam menciptakan suatu animasi kartun. Storyboard memberikan nyawa bagi script, bagaimana sebuah cerita akan berjalan dan memudahkan untuk dipahami. Storyboard akan memperlihatkan setiap adegan (scene), sudut pandang kamera, untuk menjelaskan ke semua orang. Bentuk storyboard menyerupai halaman komik. Perbedaannya dengan komik, dalam storyboard masih ada catatan-catatan kecil di sekitar gambar untuk diperbaiki atau dipertimbangkan. Halaman yang dibangun dalam storyboard ini akan memandu kartunis dan animator dalam membuat gambar dan animasinya.
Gambar 2. Contoh Storyboard (sumber : Dokumen Pribadi)
Untuk menguji efektivitas sebuah storyboard, biasanya diadakan screening Leica Reel. Leica Reel merupakan kumpulan storyboard yang direkam dengan kamera. Bagus terlihat di atas kertas, belum tentu bagus di layar bioskop. Itulah alasan diadakannya Leica Reel.
Gambar 3. Pose dan In between Setelah storyboard disepakati, maka proses sketsa awal dimulai. Dalam proses sketsa awal, orang-orang yang dilibatkan tidak sedikit. Ada dua departemen besar, yaitu departemen animasi dan departemen clean-up. Tingkatan jabatan dalam proses
tersebut adalah, in betweener, assistant animator, animator, dan supervising animator. Dalam departemen animasi sendiri masih ada dua bagian, yaitu character animation dan special effects animation. Character animation bertugas menggambar karakter. Sementara itu, spesial efek bertugas menggambarkan rintik hujan, petir, asap, dan lain-lain. Walaupun kemajuan teknologi mampu membuat spesial efek tersebut, beberapa studio animasi masih menggunakan efek-efek yang digambar dengan tangan (manual). Keuntungan efek yang masih digambar manual antara lain: dimungkinkannya stylization efek, yaitu gambaran efek-efek yang bisa disesuaikan dengan gaya artistik arahan sutradara atau art director. Tahap Produksi Setelah melalui proses praproduksi, maka animator mulai bekerja menggambar gambar-gambar ekstrim yang menjadi penentu arah gerakan/antisipasi yang lebih dikenal keyframe. Animator yang bertanggung-jawab untuk membuat gambar-gambar keyframe ini disebut keyframer. Seorang keyframer harus memperhatikan kaidahkaidah animasi dalam membuat gerakan-gerakan animasi, seperti : anticipation, timing, delayed secondary action, squash-stretch, balance, staging, overlapping, action, gesture dan masih banyak lagi. Selesai keyframe dibuat, maka proses berlanjut pada pengisian gambar-gambar yang mengisi gerakan diantara gambargambar keyframe yang disebut in between. Banyak sedikitnya jumlah gambar in between tergantung pada durasi yang dibutuhkan dalam melakukan gerakan dari keyframe yang satu ke keyframe berikutnya. Animator yang bertugas membuat gambar in between disebut ‘in betweener’. Sampai pada proses ini, animasi gerakan sudah bisa dilihat. Dalam sebuah film animasi, banyak adegan yang harus dikerjakan oleh lebih dari satu animator. Hal ini menyebabkan banyaknya gaya penggambaran keyframe atau in between yang berbeda-beda antara satu animator dengan yang lain. Untuk mengatasi hal ini, maka dibutuhkan tenaga cleaned-up artist yang bertugas menyamakan gambar-gambar animasi yang sudah dibuat. Cleaned-up animasi yang sudah jadi ditrace ke transparent cel (celluloid) dengan pena tinta. Kemudian proses pewarnaan dilakukan dibelakang kertas celluloid dengan opaque acrylic paint. Proses ini dinamakan proses inking atau pen-tintaan. Proses ini adalah proses produksi terakhir sebelum kertas siap diletakkan pada gambar latar belakang (background) yang kemudian difoto dengan kamera animasi. Dengan berkembangnya teknologi, proses konvensional ini sudah mulai ditinggalkan oleh banyak studio. Setelah proses keyframing, biasanya proses in betweening dilakukan dengan komputer software khusus yang bisa langsung membuat in between secara digital. Jika pada awalnya semua garis discan menjadi gambar raster. Maka pada software animasi ini gambar dikonversi menjadi vektor. Vektor-vektor inilah yang akan bertransformasi menjadi in between sesuai dengan kalkulasi yang dilakukan komputer. Untuk proses inking juga sudah banyak yang dikerjakan dengan tenaga komputer sehingga biaya proses produksi bisa jauh lebih murah dan cepat ketimbang proses konvensional. Istilah yang sering digunakan dalam Cell Animation : 1. Straight Ahead Animation : Animasi yang hanya menggunakan metode gambar dari gerakan satu ke gerakan lain dalam sebuah sekuen yang berkembang. 2. Pose Planning Animation : animasi yang menggunakan metode key atau extreme pose
3. Planned Animation : sebuah sistem yang mengunakan gambar animasi yang sama pada adegan yang berbeda. Sistem ini sering digunakan dalam pembuatan kartun seri untuk acara TV karena deathline yang harus dikerjakan dalam pembuatan TV series. 4. Cycle Animation : sistem penggunaan celluloid panjang (12 inches) untuk menggambarkan gerakan yang berulang-ulang. Sistem ini biasa digunakan untuk paning camera movement. 5. Limited Animation : sistem animasi yang membagi-bagi gambar sebuah karakter sesuai dengan kebutuhan dalam sebuah adegan. Tujuannya adalah untuk me-minimalisasikan waktu pengerjaan karena sistem ini hanya mengganti anggota tubuh karakter tertentu (misalnya gerakan bibir untuk dialog) tanpa merubah posisi anggota tubuh lainnya dalam adegan yang berbeda. Tahap Pascaproduksi Tahap terakhir pada proses produksi adalah tahap pascaproduksi yang terdiri atas : 1. Editing Audio Editing Audio merupakan kelanjutan dari proses dubing. Selain itu, sound editor membuat sound FX dan background musik. Biasanya editing audio berjalan bersama Video Editing untuk menciptakan suasana dan sinkronisasi antara visual dengan audio. Seorang audio engineer harus memastikan level volume dan balancing dari semua dubing, musik ilustrasi dan sound effect. 2. Editing Video Tahap selanjutnya dalam pembuatan film animasi yaitu Editing. Editing dilakukan untuk mengemas hasil akhir sebuah film, mensingkronkan antara suara dengan visual, memberikan special effect dan ekspor dalam media yang ditentukan. 3. Mastering & Distributing Setelah semua proses dilalui maka proses selanjutnya yaitu membuat master film. Untuk pembuatan film layar lebar maka harus dibuat master dengan pita seluloid 9mm. Namun untuk distribusi untuk media seperti televisi dapat digunakan kaset Betacam SP atau format DV Cam. Jika untuk aplikasi home video dapat menggunakan DVD atau Video CD.
Teknologi Video Motion Capture Untuk memperhalus gerakan pada proses produksi animasi, diperlukan suatu teknologi yang disebut dengan motion capture. Teknologi motion capture atau motion tracking atau ‘mocap’ ini merupakan proses merekam dan mengkonversi gerakan ke dalam bentuk model gerakan digital. Motion Capture mulai digunakan secara intensif untuk memproduksi hasil karya film yang melakukan simulasi gerakan aksi realistik dalam film, yang mendekati atau bahkan sama dengan tampilan dan gerakan model yang sesungguhnya. The Polar Express merupakan salah satu film yang menggunakan teknologi motion capture. Tahun 2007 film adaptasi the Saga, Beowulf, juga menggunakan digital karakter yang mengambil gerak dan suara sang aktor sekaligus. Proses ini dilakukan dengan memanfaatkan file digital yang dihasilkan untuk menggerakkan model karakter yang sudah dibuat dalam aplikasi animasi 2D/3D. Proses ini juga mampu merekam gerakan wajah, jari tangan dan ekspresi dengan halus tergantung dari kelengkapan perangkat capture.
Gambar 3. Contoh gambar menggunakan motion capture
Gambaran umum dari perangkat dan proses ini adalah seperangkat alat yang dilekatkan pada tubuh sang aktor (manusia) dimana didalam perangkat tersebut telah diberikan semacam alat pemancar gelombang ataupun magnetic markers. Ketika sang aktor bergerak alat tersebut memancarkan sinyal yang kemudian ditangkap oleh kamera yang mampu mendeteksi sinyal yang dikeluarkan oleh marker tersebut dan diproses didalam komputer guna menghasilkan data-data gerakan tersebut, bukan data visual sang aktor. Data gerakan tersebut kemudian dipetakan (mapping) kedalam model yang dibuat didalam aplikasi 2D/3D, sehingga akhirnya model digital tersebut akan bergerak layaknya sang aktor. Teknik ini merupakan teknik yang lebih maju dibanding teknik Rotoscope yang dilakukan pada era sebelumnya. Titik yang diambil merupakan titik pertemuan tulang atau engsel yang ada di tubuh sang aktor yang akan dijadikan keymotion terhadap pergerakan itu sendiri. Titik yang diambil seperti gambar dibawah ini.
Gambar 4. Salah satu alat yang digunakan pada motion capture
Gambar 5. Tanda-tanda khusus yang ditempatkan di suatu titik di muka aktor
Gambar 6. Sebuah Laboratorium di University of Auckland (tahun 2000) Kiri : Subyek berjalan dengan sebuah tanda. Tengah : Area berjalan (atas) dan Salah satu contoh kamera cepat (bawah). Kanan : Hasil dari 3D bentuk badan (atas), Unit kamera pengujian (bawah) (sumber : Human Motion: Understanding, Modelling, Capture, and Animation (Computational Imaging and Vision), Springer-Verlag, 2007)
Alternatif proses produksi rekam gerak terfokus pada analisa gaya berjalan dan bergerak tokoh digital yang merupakan aplikasi utama dalam motion capture. Rekam gerak yang tanpa batas memberikan jalan untuk melakukan evaluasi gerak manusia tanpa memberikan beban peralatan tracking, sehingga memberikan keleluasaan gerak bagi objek. Tetapi untuk melakukan proses rekam tesebut perlu dipersiapkan beberapa kamera yang mampu menangkap objek secara perspektif melalui 3 hingga 24 sudut pandang khusus berupa siluet objek yang bersangkutan untuk dipetakan ke dalam komputer, terutama mengenai gerak, gaya berjalan dan beberapa unsur biometric lain untuk mendapatkan data secara langsung menggunakan software analisis. Peralatan motion capture di atas senilai ± $ 100.000 dengan resolusi 4 megapiksel dan 360Hz. Sedangkan untuk resolusi 3 megapiksel dan 120 Hz, nilainya $ 50.000 Ada beberapa keuntungan yang bisa didapat dengan menggunakan perangkat motion capture yaitu : 1. Lebih cepat dari pekerjaan manual, karena untuk menggerakan objek perlu ratusan titik yang harus digerakan belum lagi pertimbangan naturalisasi gerakan yang dihasilkan. 2. Hasil didapatkan secara real time, artinya waktu pergerakannya akan sama dengan waktu gerakan yang dihasilkan didalam aplikasi komputer. 3. Cost reduction, karena waktu terminimalisasi serta proses lebih efektif maka beban biaya proses produksi akan menjadi signifikan terkurangi.
4. Gerakan yang dihasilkan natural dan akurat sesuai dengan gerakan alami objek yang diambil 5. Komplektisitas jauh berkurang bukan hanya terhadap objek yang bersangkutan namun juga terhadap efek yang ditimbulkan oleh lingkungan maupun objek lainnnya, seperti misalnya objek gerakan yang berbenturan dengan objek lain, objek gerakan melompat yang dipengaruhi oleh gravitasi dan lain sebagainya
Namun ada beberapa pertimbangan yang bisa muncul sebagai kendala yaitu : 1. Memerlukan hardware dan software yang spesifik, harga aplikasi dan perangkat yang dibutuhkan akan menjadi kendala terutama bagi studio animasi kelas kecil dan menengah 2. Pada beberapa teknologi capture yang ada membutuhkan tempat khusus yang dirancang untuk melakukan proses tersebut 3. Capturing untuk beberapa objek (lebih dari 3) akan menjadi permasalahan tersendiri 4. Secara teknis, akan menjadi masalah ketika objek yang dibuat memiliki bentuk karakter yang tidak proporsional dengan objek yang diambil, sehinga perlu dilakukan justifikasi manual dari sistem maupun hasil yang didapat.
METODE Metode yang digunakan penulis adalah dengan melakukan eksperimen langsung yaitu dengan cara mengumpulkan satu tim sebanyak 15 orang yang terdiri dari dosen dan mahasiswa. Tim ini membuat sebuah produksi film animasi pendek yang berjudul “Friendly Fired” dengan latar belakang pertempuran 10 Nopember di Surabaya. Proses produksi film animasi ini terbagi pada tiga tahapan utama, yaitu tahap praproduksi, produksi dan pasca produksi, dimana lebih menekankan pada tahap praproduksi sebagai tujuan akhir dan dasar pengembangan penelitian-penelitian lanjutan berikutnya. Proses pra-produksi dibuat dengan melakukan eksperimen teknik video motion capture dan kualitas hasil proses in between. Penelitian yang kami lakukan bertujuan memberikan pemecahan masalah berupa teknologi motion capture yang lebih murah sehingga sebuah produksi animasi sangat mungkin diproduksi oleh perusahaan produksi (production house) skala kecil. Kami mencoba mengganti peralatan motion capture dengan menggunakan kamera digital 8 megapiksel yang bisa merekam dengan menggunakan mode video. Kamera digital ini diletakkan di atas sebuah tripod setinggi pinggul orang dewasa. Pada saat yang sama anggota tim yang lain berperan sebagai aktor yang memperagakan gerakan animasi yang ingin dihasilkan, dengan sudut pandang kamera yang sebelumnya sudah ditentukan. Gerakan-gerakan ini direkam dalam sebuah video. Hasil dari percobaan eksperimental ini memuaskan. Terlihat gerakan natural yang dilakukan oleh aktor dapat ditangkap dengan baik dan natural. Setiap detail yang dihasilkan sangat mempengaruhi hasil in between yang diinginkan. Contoh di bawah adalah salah satu hasil yang kami buat dengan teknologi video motion capture. Gerakan orang memukul ini kami transformasikan dalam sebuah line illustration di bawah.
Gambar 7. Contoh motion capture menggunakan video camera non professional (sumber : Dokumen Pribadi)
Selanjutnya video ini ditransfer ke dalam komputer, dan setiap gerakan dibekukan (freeze) ke dalam ratusan gambar dalam format JPEG. Gambar-gambar ini kami sebut thumbnail, dan berhasil memberikan gambaran yang pas tentang proses in between yang kami inginkan. Setelah dicetak dalam media kertas, maka tugas tim yang lain untuk melakukan proses analogi dari gambar thumbnail ke tokoh yang diciptakannya melalui proses tracing. Proses ini dilakukan dengan meletakkan gambar frame sebelum dan ditumpuk dengan secarik kertas kosong untuk menggambar gerakan selanjutnya. Media yang dipakai sebagai penopang adalah meja kaca, dimana diletakkan sebuah lampu belajar di bawahnya. Tracing lebih baik dilakukan dalam ruangan yang minim cahaya sehingga lebih mudah dalam pengerjaannya.
Gambar 8. Prose pembuatam im ebel (sumber : dokumen pribadi)
Setelah gambar jadi, lalu dimasukkan dalam scanner dan diimpor pada software Adobe Photoshop. Di sinilah terjadi perpaduan antara Animasi Tradisional dengan Animasi Digital. Pewarnaan dilakukan dengan teknik Grayscale.
Gambar 9. Mewarnai dengan menggunakan software Photoshop (sumber : dokumen pribadi)
Setelah pewarnaan selesai, gambar-gambar kemudian di impor pada software Adobe Premiere. Dalam Premiere ini digabungkan semua gerakan, serta menambahkan efek-efek seperti ledakan dan api melalui software Particle Illusion. Untuk suara seperti musik maupun dubbing dan sound effect, digabungkan setelah gambar-gambar sudah tersusun.
Gambar 10. Editing pada menggunakan software Adobe Premiere (sumber : Dokumen Pribadi)
Secara keseluruhan proses video motion capture ini melengkapi proses pra produksi film animasi yang dilakukan. Sehingga dalam struktur pembuatan film animasi yang sudah dijelaskan di depan, proses video motion capture masuk bisa dilakukan setelah proses pembuatan storyline dan storyboard seperti dalam bagan berikut ini:
Pengumpulan Data Studi Literatur Narasumber
Konsep Storyline Naskah Storyboard
Sketsa awal Desain karakter Desain setting/property/environment Flowchart navigasi (media interaktif)
Video Motion Capture
Gambar 11. Letak video motion capture dalam keseluruhan proses pembuatan animasi
KESIMPULAN Metode pembuatan in between dengan menggunakan proses video motion capture bisa jadi salah satu alternatif dalam proses pembuatan animasi yang mudah dam murah. Meski metode ini tidak bisa menghasilkan animasi dengan kualitas yang setara dengan peralayan motion capture sesungguhnya namun proses ini sangat mungkin diaplikasikan pada industri animasi tanah air yang sedang berkembang. Dengan adanya metode baru yang berupa pemanfaatan alat berupa kamera digital, kamera video. Kamera dengan spesifikasi rendah, diharapkan masyarakat industri animasi lokal bisa berkembang pesat. Sehingga film animasi lokal bisa mendominasi tayangan televisi maupun bioskop.
DAFTAR PUSTAKA Kuswanto, Djoko, 2007, Rancang Bangun Media Audio Visual Berbasis Animasi 2 Dimensi dan 3 Dimensi untuk Pendidikan Sejarah Nasional, Penelitian Dosen Muda, LPPM ITS. Ablan, Dan & David McGaravan, et,al, 2005, Inside Lightwave 8.3, 3rd Edition, Newtek Inc., Toronto, Canada Francoeur, Sylvain & Eric Sanders, et.al., 2005, Adobe Photoshop CS2, Adobe Inc., San Diego, U.S.A. Berry, Mike, Nick Scholtz, Steven Warner-Swirsky, et.al, 2004, Adobe After Effect 6.5, Adobe Inc., San Diego, U.S.A. Reynolds, Mattew, Paul Young, David Vasquez, et.al., 2004, Corel Suite 12, Corel Inc., New York, USA Steve Roberts, et.al., 2004, Character Animation in 3D, Elsevier Inc., London, U.K.
Van Eerd, Tony & Richard Townhill, et.al., 2003, Particle Illusion 3.0, Wondertouch LLC., New York, U.S.A. Scoggins, Jerry & Phill Sansone, et.al., 2002, Canopus DV Storm 2, Canopus Co. Ltd., New Jersey, U.S.A. Whitaker, Harold & John Halas, 2002, Timing for Animation, Elsevier Inc., London, U.K. WEBSITE www.chaeruddin.com http://en.wikipedia.org/wiki/Motion_capture/teknologi motion capture pada produksi animasi MEDIA CETAK Mengubah Tukang Menjadi Macan, Minggu, 22 Juni 2008, KOMPAS.