IMPLEMENTASI PEMUNGUTAN RETRIBUSI PELAYANAN ANALISIS LABORATORIUM LINGKUNGAN UNTUK PENILAIAN MUTU AIR LIMBAH DI PROVINSI DKI JAKARTA Sylvia Muis, Inayati Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia
Abstract This study discusses the implementation of charges collection levied upon analysis service from environmental laboratory for quality assessment of waste water in Jakarta. The approach used in this study is a qualitative approach using field and literature studies as data collection methods with qualitative data analysis techniques. The results suggest that the DKI Jakarta Provincial Government should conduct a review of the rules regarding charge collection and the organization of laboratory services; increase public and government awareness of the impact water pollution may cause; set a high collection target that is still attainable and realistic. Key words: Charge, environmental service charge, laboratory service charge, DKI Jakarta Pendahuluan Provinsi DKI Jakarta sebagai pusat perekonomian dan industri di Indonesia mendatangkan banyak minat untuk membangun kegiatan usaha dan industri dalam berbagai bidang. Dalam kegiatan usahanya, industri tersebut selain menghasilkan barang juga menghasilkan sisa-sisa dari kegiatannya berupa limbah. Jenis limbah yang dihasilkan akan berbeda-beda sesuai dengan jenis usaha yang dilakukan. Limbah memiliki macam-macam bentuk, dapat berwujud padat, cair, ataupun gas dan diantaranya ada yang tidak memiliki eksternalitas yang cukup berarti, namun ada juga yang dapat membahayakan lingkungan yang dicemari oleh limbah tersebut. Perhatikan tabel berikut. Keberadaan limbah dari berbahaya dan beracun dari kegiatan usaha dan industri di Provinsi DKI Jakarta mendatangkan permasalahan-permasalahan terutama masalah dalam bidang kebersihan . Sanitasi menjadi salah satu masalah utama yang mendapat perhatian khusus dikarenakan permintaan masyarakat akan tersedianya air bersih terus meningkat 1 Implementasi pemungutan..., Sylvia Muis, FISIP UI, 2013.
setiap tahunnya. Kualitas air yang baik mencerminkan mutu kesehatan dari suatu daerah dan sudah merupakan tanggung jawab masyarakat dan pemerintah daerah untuk menjaganya. Pencemaran air yang salah satunya bersumber dari sisa kegiatan usaha merupakan salah satu penyebab terhambatnya penyediaan air berkualitas baik. Di Asia Tenggara, Indonesia menempati peringkat 3 terendah dalam aspek sanitasi khususnya di wilayah Provinsi DKI Jakarta. Hal ini salah satunya ditunjukkan dengan tidak dapat dipakainya air 13 sungai DKI Jakarta untuk sumber daya air baku dikarenakan 76 persen dari sungai yang berada di Jakarta sudah dialiri limbah (Suhendra, 2012, para. 2). Kondisi air yang buruk bukan hanya menghambat penyediaan air bersih yang dapat disediakan untuk masyarakat, namun juga dapat menyebabkan permasalahan kesehatan yang serius dikarenakan bakteri, virus, dan patogen yang mengkontaminasinya. Buruknya kondisi air sungai mencerminkan kondisi kebersihan yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kondisi kesehatan penduduk. Idealnya kegiatan usaha yang membuang air limbah dalam kegiatannya memiliki sistem pengelolaan air limbah sendiri atau telah mengolah air limbah tersebut sebelum dibuang ke air permukaan. Untuk air limbah maupun hasil pengolahan air limbah yang dibuang tersebut dibutuhkan semacam kontrol bagi pemerintah untuk memonitor kualitas/mutu air limbah yang dibuang apakah telah memenuhi standar yang telah ditetapkan agar tidak membahayakan lingkungan. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mewujudkan pengawasan ini melalui program pengendalian pencemaran air limbah, salah satunya dengan pelayanan analisis laboratorium lingkungan untuk penilaian mutu air limbah. Penyediaan fasilitas ini dipungut retribusi yang dinamakan retribusi pelayanan analisis laboratorium lingkungan. Penerimaan retribusi pelayanan analisis laboratorium Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta dapat dilihat dalam tabel berikut ini.
Penerimaan Retribusi Pelayanan Analisis Laboratorium Lingkungan dan Retribusi Daerah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2011 dan 2012
Tahun
Retribusi Pelayanan Analisis Laboratorium
Retribusi Daerah DKI Jakarta
2011
1,894,935,500
609,350,000,000 2
Implementasi pemungutan..., Sylvia Muis, FISIP UI, 2013.
2012
2,018,165,000
(belum ada data)
Sumber: Badan Pengelola Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta (telah diolah kembali)
Pada tahun 2011 dapat dilihat bahwa penerimaan retribusi ini berjumlah Rp1.894.935.500 atau kurang lebih 0,3 persen dari penerimaan retribusi daerah Provinsi DKI Jakarta secara keseluruhan. Namun, dari penerimaan tersebut dapat dilihat tren positif dimana dari tahun 2011 ke tahun 2012 mengalami peningkatan kurang lebih sebesar Rp100 Juta yang berarti dari tahun 2011 ke tahun 2012 telah mengalami peningkatan yang berarti semakin banyak masyarakat yang menggunakan fasilitas analisis laboratorium lingkungan termasuk di dalamnya analisis air limbah. Pemungutan retribusi pelayanan laboratorium lingkungan untuk pengujian mutu air limbah dilakukan untuk mengendalikan pencemaran air di Provinsi DKI Jakarta. Untuk dapat melaksanakan pemungutan yang baik harus dilakukan sebuah evaluasi terhadap bagaimana implementasi pemungutannya telah dilakukan agar untuk ke depannya dapat lebih ditingkatkan lagi dan hal ini diwujudkan dalam penelitian ini. Berdasarkan latar belakang tersebut , dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berkut: 1. Apa
yang
melatarbelakangi
pemungutan
Retribusi
Pelayanan
Analisis
Laboratorium untuk penilaian mutu air limbah di Provinsi DKI Jakarta? 2. Bagaimana implementasi pemungutan Retribusi Pelayanan Analisis Laboratorium untuk penilaian mutu air limbah di Provinsi DKI Jakarta? 3. Apa saja faktor penghambat dalam implementasi pemungutan Retribusi Pelayanan Analisis Laboratorium untuk penilaian mutu air limbah di Provinsi DKI Jakarta? Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis latar belakang, implementasi, serta faktor penghambat yang ditemukan dalam implementasi pemungutan Retribusi Pelayanan Analisis Laboratorium untuk penilaian mutu air limbah di Provinsi DKI Jakarta.
3 Implementasi pemungutan..., Sylvia Muis, FISIP UI, 2013.
Tinjauan Teoritis Salah satu komponen PAD adalah retribusi daerah. Menurut Yani (2004), Kaho (1991), dan Samudra (1995) retribusi daerah dapat dijabarkan sebagai suatu pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Pengertian senada diungkapkan oleh Suparmoko (1992) dimana retribusi diartikan sebagai pembayaran dari rakyat kepada pemerintah dimana dapat langsung dilihat langsung balas jasa dari retribusi yang dibayarkan tersebut. Menurut Davey, sebagaimana dikutip dari Ningtias (2011) pelayanan yang dapat dikenakan retribusi diantaranya apabila pelayanan memiliki karakteristik diantaranya: a. Pelayanan tersebut dapat disediakan kepada setiap orang sehingga tidak wajar untuk membiayakan biaya tersebut kepada para wajib pajak yang tidak mengkonsumsi barang dan jasa tersebut. b. Barang dan jasa yang melibatkan sumber yang langka dan mahal sehingga diperlukan disiplin masyarakat dalam konsumsinya. c. Barang dan jasa yang bervariasi/bermacam-macam dan bukan termasuk jenis kebutuhan primer sehingga hanya dibutuhkan sewaktu-waktu. d. Jasa-jasa yang dapat digunakan untuk kegiatan mencari keuntungan disamping untuk memuaskan kebutuhan individu. e. Jasa yang menguji arah dan skala permintaan masyarakat, dimana kebutuhan pokok dan standar penyediaan tidak dapat ditentukan dengan tegas (p. 28). Menurut Bratakusumah (2002) dan Zorn sebagaimana dikutip Septiani (2012) Retribusi dapat digolongkan ke dalam tiga jenis sesuai dengan objek retribusi dan pemberian jasa atau pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah, yaitu: a. Utility Charges (retribusi jasa usaha), yaitu pembayaran kepada pemerintah atas penggunaan barang atau jasa tertentu yang disediakan pemerintah dan menunjukkan karakteristik barang privat yang dapat disediakan oleh sektor swasta tetapi belum memadai. Penerapan retribusi ini bertujuan untuk membatasi penggunaan masyarakat terhadap barang-barang tersebut. Dalam pemungutan retribusi ini menggunakan prinsip komersial (profit oriented) sehingga tarif yang ditetapkan adalah sesuai dengan harga pasar.
4 Implementasi pemungutan..., Sylvia Muis, FISIP UI, 2013.
b. User Charges and fees (retribusi jasa umum), yaitu pembayaran kepada pemerintah dari masyarakat yang menikmati barang atau jasa yang disediakan pemerintah dan menunjukkan karakteristik publik. Besarnya biaya retribusi harus memperhatikan aspek keadilan sehingga tidak sepenuhnya dibebankan kepada pengguna karena disubsidi oleh pemerintah. c. License and permit fees (retribusi perijinan tertentu), yaitu biaya yang dibebankan pemerintah menyangkut pemberian izin oleh pemerintah daerah kepada masyarakat. Penerimaan retribusi ini digunakan untuk menutupi kerugian atas dampak negatif yang ditimbulkan dari pemberian izin tersebut, diantaranya untuk melindungi kepentingan umum atau dalam rangka menjaga kelestarian lingkungan. Besarnya biaya retribusi yang dibebankan pada konsumen menutupi biaya yang dikeluarkan dalam pelaksanaan layanan (full cost). Untuk mencapai hasil yang optimal hendaknya dalam implementasinya, pemerintah perlu memperhatikan prinsip-prinsip penerapan yang dinyatakan oleh Davey (1988), yakni: a. Kecukupan (adequacy) Dengan diterapkannya tarif retribusi, pemerintah akan memiliki kontrol terhadap pemakaian suatu barang atau jasa sehingga produsen dapat menetapkan kuantitas produksi yang cukup. b. Keadilan (equity) Dalam pelaksanaannya harus bersifat adil dimana biaya yang ditanggung oleh pemerintah daerah ditanggung oleh semua golongan yang menikmati pelayanan retribusi. c. Kemudahan Administrasi (administrative feasibility) Retribusi harus memiliki sistem administrasi yang baik, mulai dari proses identifikasi,
penetapan,
pemungutan
dan
pengawasan
penyetoran
agar
memudahkan pengguna. d. Kesepakatan Politis (Political Acceptability) Dalam penerapan retribusi diperlukan kemampuan politis yang dapat diterima semua pihak dalam menentukan kebijakan mengenai retribusi, tarif, siapa yang memungut, serta siapa yang wajib membayar. Dalam proses pengadministrasian pajak daerah dan/atau retribusi daerah terdapat serangkaian kegiatan yang dapat ditempuh yaitu: A. Identification (Identifikasi) 5 Implementasi pemungutan..., Sylvia Muis, FISIP UI, 2013.
Proses identifikasi merupakan tahap awal dalam pengadministrasian pendapatan asli daerah. Proses ini memainkan peranan penting dalam menjaring wajib retribusi daerah. Penerapan prosedur yang tepat akan memaksa dan mempersulit wajib retribusi daerah untuk menyembunyikan kemampuannya untuk membayar sekaligus mempermudah pemerintah melalui jajarannya, untuk melakukan identifikasi (Lutfi, 2006). Prosedur identifikasi akan sangat membantu apabila: •
Identification is automatic (Identifikasi secara otomatis). Pemerintah melalui petugas pajak/retribusi dapat mengidentifikasi secara otomatis siapa yang dapat menjadi wajib pajak/retribusi (dengan ciri pengidentifikasian tertentu).
•
There is an inducement to people to identify themselves (penerapan prosedur identifikasi wajib retribusi yang tepat untuk mengidentifikasi diri sendiri). Identifikasi diri wajib pajak/retribusi merupakan suatu kewajiban sehingga wajib pajak/ retribusi lebih terikat dengan kewajibannya karena adanya identifikasi tersebut.
•
Identification can be linked to other source of information (Konfirmasi identifikasi dengan sumber informasi yang lain). Hasil pengidentifikasian yang akurat sehingga dapat dilakukan pengecekan ke sumber lain.
•
Liability is obvious (kewajiban wajib retribusi diketahui jelas). Kewajiban wajib pajak daerah/retribusi jelas dan diketahui oleh wajib retribusi sehingga memudahkan pemerintah daerah dalam melakukan pemungutan (McMaster, 1991).
B. Assessment (penilaian/penetapan) Setelah dilakukan proses identifikasi, administrator pendapatan daerah melakukan proses penilaian/penetapan (assessment). Prosedur penilaian/penetapan (assessment) akan sangat membantu apabila: •
Assessment is automatic (penetapan bersifat otomatis). Terdapat peraturan dalam melakukan penilaian/penetapan yang memuat hal-hal yang dikenakan dan dasar pengenaannya hingga ada 6
Implementasi pemungutan..., Sylvia Muis, FISIP UI, 2013.
kepastian hukum serta membantu pemerintah daerah menilai objek pajak/retribusi daerah sesuai dengan parameter yang telah ditetapkan. •
The assessor has little or no discretion (penilai tidak atau sedikit melakukan diskresi).
•
The assessment can be checked against other information (konfirmasi penetapan dengan sumber lain). Petugas memiliki informasi pembanding dari sumber lain sehingga dapat dilakukan cross-check untuk memastikan kebenaran dari informasi tersebut.
C. Collection (Pemungutan) Prosedur pemungutan yang baik jika proses pemungutan tersebut: •
Payment is automatic (pembayaran dilakukan secara otomatis). Instansi yang berwenang langsung melakukan pemungutan retribusi terutang pada saat pajak/retribusi terutang.
•
Payment can be induced (pembayaran dapat dipaksa). Adanya paksaan dari petugas untuk membayar pajak/retribusi terutang tepat pada waktunya dan sesuai dengan nilai yang terutang.
•
Default is obvious (kelalaian dapat diketahui dengan jelas). Proses pemungutan pajak/retribusi diharapkan mampu memastikan bahwa pembayaran atas kewajiban pajak/retribusi dilakukan dengan benar sesuai dengan ketentuan.
•
Penalties are really deterrent (penerapan sanksi yang tegas). Pemerintah daerah harus memberikan sanksi yang jelas dan tegas bagi yang melanggar ketentuan yang telah ditetapkan agar wajib pajak/retribusi menjadi patuh dalam menjalankan kewajibannya.
•
Actual receipt are clear to the kontrollers in central office (bukti penerimaan yang jelas untuk dicermati pihak pemerintah daerah). Terdapat alat bukti penerimaan yang sah dan jelas yang berfungsi sebagai alat bukti untuk memastikan jumlah seluruh perolehan yang didapat masuk ke kas daerah.
•
Payment are easy (pembayaran mudah) Terdapat sistem pembayaran yang mudah agar wajib pajak/retribusi dapat menjalankan kewajibannya dengan nyaman dan lancar (Lutfi, 2006). 7
Implementasi pemungutan..., Sylvia Muis, FISIP UI, 2013.
Metode Penelitian Pada
penelitian
ini
peneliti
menggunakan
pendekatan
kualitatif.
Peneliti
menggunakan wawancara mendalam sebagai sumber data primer dan studi kepustakaan dari buku-buku, peraturan, maupun artikel internet sebagai sumber data sekunder. Jenis penelitian menurut tujuannya termasuk dalam penelitian deskriptif, menurut manfaatnya merupakan penelitian murni, dan berdasarkan dimensi waktunya tergolong ke dalam penelitian crosssectional. Pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan studi kepustakaan yang diperoleh dari buku-buku teks, peraturan serta dokumen lain; dan studi lapangan yang datanya diperoleh melalui wawancara mendalam dengan narasumber. Narasumber yang diwawancara oleh peneliti Badan Pengelola Keuangan Daerah(BPKD) DKI Jakarta, Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta, Wajib Retribusi, dan akademisi bidang pajak daerah dan retribusi daerah. Data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan teknik kualitatif. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Latar Belakang Pemungutan Retribusi Pelayanan Analisis Laboratorium Lingkungan untuk Penilaian Mutu Air Limbah di Provinsi DKI Jakarta A. Program Pengendalian Pencemaran Air Dalam Pasal 13 ayat (3) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dinyatakan bahwa pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang dilaksanakan dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sesuai dengan kewenangan, peran, dan tanggung jawab masingmasing. Disini dijelaskan bahwa yang bertanggung jawab menjaga kelestarian lingkungan hidup dalam rangka pengendalian pencemaran adalah pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pemilik dari suatu kegiatan yang berpotensi menimbulkan pencemaran tersebut. Eksternalitas dari suatu kegiatan merupakan hal yang tidak dapat dihindari sehingga diperlukan regulasi yang tepat dalam mengaturnya. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memahami betul dampak dari pencemaran air limbah, oleh karena itu pemerintah Provinsi DKI Jakarta 8 Implementasi pemungutan..., Sylvia Muis, FISIP UI, 2013.
mengeluarkan Keputusan Gubernur Nomor 582 Tahun 1995 Tentang Baku Mutu Air
Limbah
yang
di
dalamnya
menjelaskan
bahwa
dengan
semakin
berkembangnya Provinsi DKI Jakarta sebagai pusat industri dan pembangunan akan meningkatkan beban limbah cair yang dihasilkan sehingga dalam pembuangannya diperlukan aturan untuk mengendalikan pencemaran air. SKPD yang berperan aktif dalam pelaksanaan Keputusan Gubernur Nomor 582 ini adalah BPLHD. B. Kontribusi untuk Pendapatan Asli Daerah Retribusi pelayanan analisis laboratorium BPLHD merupakan salah satu komponen dari PAD yang termasuk bagian dari retribusi jasa usaha yang kegiatan pelayanannya diberikan oleh UPT laboratorium BPLHD Provinsi DKI Jakarta. Perhatikan tabel berikut. Realisasi Penerimaan Retribusi Pelayanan Laboratorium BPLHD, Retribusi Jasa Usaha, dan Retribusi Daerah Provinsi DKI Jakarta
Tahun
Retribusi Pelayanan Laboratorium
2011
3.894.935.500 52.126.699.597
2012
2.018.185.000 59.958.339.854 1.819.450.855.707
Retribusi Jasa Usaha
Retribusi Daerah
609.349.051.004
Sumber: Badan Pengelola Keuangan Daerah Provinsi DKI Jakarta
Menurut Rita, ada banyak biaya yang dibutuhkan dalam pengelolaan laboratorium, mulai dari pengadaan alat-alat dan maintenancenya, bahan kimia yang digunakan untuk keperluan analisis. Jumlah itu tidak sedikit dan pembiayaan tersebut diambil dari APBD. ( 2. Implementasi Pemungutan Retribusi Pelayanan Analisis Laboratorium Lingkungan untuk Penilaian Mutu Air Limbah di Provinsi DKI Jakarta A. Identifikasi dan Penetapan Tahapan pertama adalah tahapan identifikasi dan penetapan, disini meliputi pendataan dan pendaftaran wajib retribusi dan penetapan retribusinya oleh BPLHD. Wajib retribusi disini adalah pengguna jasa laboratorium BPLHD yang terdiri dari sumber kegiatan apapun di Provinsi DKI Jakarta yang dalam 9 Implementasi pemungutan..., Sylvia Muis, FISIP UI, 2013.
kegiatan menghasilkan air limbah. Tahapan identifikasi awal dimulai ketika Bidang Pengendalian Pencemaran BPLHD melakukan pendataan kegiatan usaha yang membuang air limbah yang dalam pelaksanaannya dibantu oleh Kantor Lingkungan Hidup setiap Kota yang ada di Provinsi DKI Jakarta. Selanjutnya, agar dapat membuang air limbahnya ke media lingkungan, setiap kegiatan usaha harus mendaftarkan kegiatan usahanya untuk membuat surat permohonan pemberian izin pembuangan air limbah. Proses pengidentifikasian ditujukan agar dapat menjaring sebanyak-banyaknya wajib retribusi yang potensial.
Dalam
pengidentifikasian
wajib
retribusi
pelayanan
analisis
laboratorium BPLHD, dilakukan pendaftaran pada loket BPLHD yang kemudian dilanjutkan pada bagian penerimaan sampel di laboratorium. Apabila tahapan identifikasi telah selesai dilakukan, maka akan dilanjutkan ke tahap penetapan retribusi terutang. Apabila sampel sudah lolos akan dilakukan penetapan retribusi terutang dengan sistem official assessment. Penetapan retribusi terutang dilakukan dengan menghitung parameter apa saja yang akan dianalisis. Penetapan retribusi jumlahnya ditentukan dari parameter apa saja yang diuji dan kemudian dijumlahkan berdasarkan parameter apa saja yang diuji . Penetapan tarif retribusi ini dilakukan dengan mengacu pada Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2012 tentang Retribusi Daerah yang prinsip dan sasarannya adalah untuk membiayai kegiatan laboratorium dengan meliputi pembelian dan maintenance alat-alat dan pembelian bahan kimia untuk keperluan analisis. B. Pembayaran Setelah tahapan identifikasi dan penetapannya selesai, wajib retribusi diwajibkan, dalam artian terdapat kewajiban secara ekonomis untuk melakukan pembayaran di loket yang sudah ditunjuk agar dapat memanfaatkan pelayanan sehingga dapat memenuhi kewajiban pengguna jasa laboratorium dalam pengendalian pencemaran, pembayaran dilakukan dengan bendahara retribusi di BPLHD. Pembayaran dilakukan di loket secara tunai, dengan bukti pembayaran berupa kuitansi dan diberikan SKRD setelah disetorkan ke kas daerah. (Sulistiyani, 27 Maret 2013, Pukul 10:00) Disini Sulistiyani menyatakan kewajibannya selaku bendahara retribusi untuk menerima uang retribusi dari wajib retribusi sebelum menyetorkannya ke 10 Implementasi pemungutan..., Sylvia Muis, FISIP UI, 2013.
kas daerah. Hal ini bertolak belakang dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 120 Tahun 2007 berikut. Bagian Ketiga Pembayaran Pasal 12 (1) Pembayaran retribusi dengan menggunakan SKRD/SKRD Jabatan/SKRD Tambahan terhadap pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dilakukan pada Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk. (2) Jasa pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah Wajib Retribusi memperlihatkan SKRD/SKRD Jabatan/SKRD Tambahan yang telah dibayar lunas dan telah divalidasi oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah. Pada pemberian layanan laboratorium wajib retribusi hanya memperoleh SKRD setelah hasil analisis laboratorium telah dapat diambil, yang berarti disana ketentuan yang telah diatur dalam ayat (2) Pasal 12 Pergub Nomor 120 Tahun 2007 telah dilanggar karena pemberian jasa telah mulai dilakukan sebelum retribusi disetorkan ke kas daerah. Dalam pelaksanaan pembayaran yang online, di dalam BPLHD sendiri tidak ditemukan adanya miscommunication antara pihak laboratorium dan bendahara. Yang perlu diperhatikan adalah fasilitas yang disediakan oleh BPLHD dalam menyediakan fasilitas pembayaran yang memudahkan pengguna jasa. Pembayaran retribusi yang di BPLHD apabila tarifnya diperhatikan maka dapat dilihat jumlah yang dibayar adalah bervariasi, mulai dari satuan parameter sejumlah puluhan ribu rupiah sampai dengan paket yang berjumlah jutaan rupiah. Tentunya jumlah ini menimbulkan pertanyaan mengenai fasilitas pembayaran yang sebaiknya diberikan oleh BPLHD. Wawan, sebagai salah satu pengguna jasa mengungkapkan bahwa wajib retribusi hanya dapat membayarkan retribusinya secara tunai di loket dan hal tersebut dirasa agak merepotkan apabila harus membayar retribusi yang jumlahnya besar. (Wawan, 27 Maret 2013, Pukul 11:00 WIB) Disini terlihat bahwa dalam tahap pembayaran muncul kemungkinan bahwa sistem pembayaran yang saat ini digunakan dapat menyusahkan wajib retribusi apabila tidak memahami tentang pembayaran retribusi dan berapa tarifnya. C. Penyetoran dan Pengawasan Dalam pemungutan retribusi pelayanan laboratorium BPLHD dilakukan dengan cara membayarkan rertribusi yang diterima secara tunai ke kas daerah 11 Implementasi pemungutan..., Sylvia Muis, FISIP UI, 2013.
setiap harinya. Hal ini dilakukan untuk pencegahan atas menumpuknya uang retribusi yang telah diterima bendahara BPLHD. Selain itu, penyetoran setiap hari mempermudah bendahara melakukan pencatatan karena tidak dilakukan dalam jumlah yang besar. Di sisi wajib retribusi sendiri sistem ini memudahkan karena wajib retribusi tidak harus pergi sendiri ke kas daerah untuk menyetorkan retribusinya. Dari sisi petugas laboratorium hal ini juga memudahkan karena dapat langsung memberikan pelayanan sehingga lebih banyak pengguna jasa yang dapat dilayani dan memaksimalkan penerimaan retribusi. Pihak internal BPLHD sendiri sudah melakukan pengawasan internal dengan memiliki kontrol
menggunakan sistem online yang terintegrasi yang
merupakan bagian dari sistem informasi pemerintahan provinsi DKI Jakarta. Disini, semua pihak yang terkait dalam pemungutan dapat melihat jumlah retribusi yang diterima bendahara karena jumlahnya sudah otomatis terhitung, dikarenakan penerima sampel hanya perlu menandai parameter yang akan diianalisis saja. Namun, pengawasan tidak cukup dari internal BPLHD juga, pengawasan dari pihak eksternal juga dilakukan, salah satunya adalah dengan melakukan penyetoran setiap hari ke kas daerah dan melakukan rekonsiliasi setiap bulannya dengan BPKD. (Sulistiyani, 27 Maret 2013, Pukul 10:00) Disini tampak kerjasama antara BPKD dengan BPLHD, untuk memudahkan kontrol, bendahara diwajibkan untuk menyetorkan retribusi yang diterima setiap hari dan data retribusi yang telah diterima dan disetorkan, direkapitulasi dan dilaporkan kepada bidang retribusi dan lain-lain pendapatan BPKD rutin setiap bulannya. 3. Faktor Penghambat dalam Pemungutan Retribusi Pelayanan Analisis Laboratorium Lingkungan untuk Penilaian Mutu Air Limbah di Provinsi DKI Jakarta A. Penetapan Target yang Rendah Setiap tahunnya, dilakukan penetapan target retribusi oleh pemerintah daerah Provinsi DKI Jakarta yang nantinya akan digunakan sebagai salah satu pengukur apakah pemungutan retribusi sudah berjalan sebagaimana yang diharapkan. Pihak BPKD sendiri menyayangkan target yang tidak jarang tidak dapat dipenuhi sendiri oleh BPLHD. Ukat Sukatma mengungkapkan bahwa BPKD tidak memberikan target yang tidak mungkin dicapai oleh BPLHD, apabila target tersebut dapat dicapai berarti memungkinkan bagi BPKD untuk 12 Implementasi pemungutan..., Sylvia Muis, FISIP UI, 2013.
meningkatkan target tersebut ke depannya. (Ukat Sukatma, 11 Juni 2013, Pukul 14:00) Pihak BPKD menganggap bahwa target yang diminta oleh BPLHD merupakan target yang realistis, dengan kata lain merupakan target yang benarbenar dapat dicapai oleh BPKD, namun dalam praktiknya BPLHD seringkali masih tidak mampu memenuhi target tersebut. BPKD mengharapkan pihak BPLHD dapat meningkatkan pelayanannya sehingga penerimaan retribusi dapat lebih maksimal sehingga dapat meningkatkan target dan realisasi tahun-tahun berikutnya. B. Belum Memadainya Sumber Daya Pelaksanaan analisis di laboratorium tidak akan berjalan dengan semestinya dan bahkan dapat membuat hasil pemeriksaan tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya apabila ada fasilitas yang masih belum memadai. Masih kurangnya sumber daya baik berupa peralatan pendukung maupun sumber daya manusianya menjadi kendala salah satunya yaitu di dalam perda retribusi terdapat beberapa macam parameter yang seharusnya dilayani oleh laboratorium, namun masih ada beberapa parameter yang belum dapat dilayani. (Rita, 27 Maret 2013, Pukul 12:00) C. Pelaksanaan Prosedur yang tidak Sesuai Ketentuan Pemungutan
retribusi
pelayanan
analisis
laboratorium
BPLHD
sebenarnya telah diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 120 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Pemungutan Retribusi Daerah Pelayanan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dari perbandingan yang dilakukan oleh peneliti dengan praktiknya di lapangan ditemukan prosedur yang tidak sesuai dengan ketentuan. Disini peneliti melihat bahwa SKRD tidak digunakan sebagaimana yang dijelaskan dalam ketentuan, padahal di dalam Peraturan Gubernur Nomor 120 Tahun 2007 Pasal 6 huruf (d) disebutkan bahwa berdasarkan nota perhitungan yang telah disetujui Kepala BPLHD selanjutnya menerbitkan SKRD yang kemudian di dalam Pasal 12 dinyatakan bahwa jasa pelayanan akan diberikan setelah Wajib Retribusi memperlihatkan SKRD yang telah dibayar lunas dan telah divalidasi oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah. Namun kenyataannya, wajib retribusi setelah pembayaran hanya diberikan kuitansi sebagai bukti untuk diberikan ke pihak laboratorium, penyetoran langsung ke kas daerah bukan 13 Implementasi pemungutan..., Sylvia Muis, FISIP UI, 2013.
dilakukan oleh Wajib Retribusi itu sendiri, melainkan dilakukan oleh bendahara BPLHD. Di dalam SKRD pun pengisiannya tidak dilakukan sesuai dengan prosedur dan tidak sesuai dengan kenyataan, pada bagian nama penyetor diisikan nama wajib retribusi, padahal yang menyetorkan adalah pihak lain. D. Kesadaran yang Rendah Untuk dapat berjalannya program pengendalian pencemaran air dengan pemeriksaan sampel air limbah di Provinsi DKI Jakarta, diperlukan kerjasama seluruh pihak yang terkait di dalamnya. Kerjasama ini dapat tercapai apabila seluruh pihak memiliki pemahaman yang sama akan pentingnya jasa pelayanan laboratorium ini terhadap lingkungan. Hasan Rahmani menyatakan bahwa: proses air limbah itu adalah fasilitas yang seharusnya bersifat compulsory bagi pemerintah, namun karena fasilitas tersebut belum dimiliki pemerintah DKI Jakarta, pemerintah mencoba mengambil jalan tengah dengan mewajibkan masyarakat untuk memeriksakan air limbahnya. Masalah lingkungan sebenarnya itu bagian dari externalities, tidak ada kegiatan ekonomi yang tidak menghasilkan externalities, itulah sebabnya pemerintah harus berbuat disitu. (Hasan Rahmani, 29 Mei 2013, Pukul 10:00) Pemerintah, khususnya daerah merupakan pihak yang bertanggung jawab dalam regulasi dan pemberian fasilitas kepada masyarakatnya dalam rangka pengelolaan lingkungan. Provinsi DKI Jakarta sebagai wilayah yang memiliki banyak kegiatan usaha, khususnya yang mengalirkan air limbah, seharusnya dapat difasilitasi oleh pemerintah sehingga pembuangan limbah dilakukan dengan penuh tanggung jawab sehingga dampak akibat eksternalitas negatifnya dapat dikurangi. Dikarenakan kurangnya pemahaman masyarakat mengenai akibat nyata dari pembuangan air limbah yang tidak diolah dengan baik, program yang dijalankan pun tidak dapat mengedukasi masyarakat mengenai kesadaran akan lingkungannya, namun hanya memberikan suatu aturan bahwa masyarakat hanya perlu memeriksakan sampel saja. Ketidakpahaman masyarakat secara sederhana dapat dilihat dari pernyataan Rita bahwa kendala dalam memberikan layanan lebih banyak sebenarnya ke pengguna jasa, contohnya adalah ketika pihak BPLHD sudah menetapkan peraturan tertentu mengenai pengujian sampel, namun terkadang pengguna tidak mengikuti ketentuan tersebut sehingga akhirnya pihak BPLHD terpaksa harus menolak sampel tersebut karena dianggap tidak layak 14 Implementasi pemungutan..., Sylvia Muis, FISIP UI, 2013.
sehingga dapat mempengaruhi hasil dari analisis tersebut. (Rita, 27 Maret 2013, Pukul 12:00) Disini masih terlihat bahwa masyarakat tidak paham pentingnya analisis laboratorium ini, masyarakat masih ada yang tidak memahami bahwa apabila hasil laboratorium ini akan penting bagi evaluasi BPLHD dalam program pengendalian pencemaran air. BPLHD sebagai pihak
pemberi layanan laboratorium telah
menempuh usaha-usaha dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat untuk lebih peduli terhadap lingkungannya. Untuk meningkatkan awareness masyarakat, Rita mengungkapkan bahwa BPLHD sudah melakukan sosialisasi kepada masyarakat dengan cara memberikan brosur dan booklet yang berisikan informasi mengenai laboratorium dan tata cara pemeriksaan sampel air limbah. Simpulan Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemungutan retribusi pelayanan analisis laboratorium lingkungan dilatarbelakangi oleh program pengendalian pencemaran air oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan kontribusi retribusi tersebut terhadap Pendapatan Asli Daerah Provinsi DKI Jakarta. Selain itu peneliti menemukan bahwa dalam implementasinya, pemungutan retribusi pelayanan analisis laboratorium lingkungan untuk penilaian air limbah di Provinsi DKI Jakarta tidak dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku. Faktor penghambat dalam implementasi retribusi pelayanan analisis laboratorium lingkungan untuk penilaian air limbah di Provinsi DKI Jakarta diantaranya adalah penetapan target yang rendah, tidak memadainya sumber daya, pelaksanaan prosedur yang tidak sesuai ketentuan, serta tingkat kesadaran yang rendah. Saran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam hal ini BPLHD harus meningkatkan komunikasi dengan BPKD dalam mengkomunikasikan kendala dan strategi dalam pemungutan retribusi. Selain itu BPLHD harus lebih memprioritaskan pemeliharaan fasilitas dan pengadaan fasilitas laboratorium yang baru agar kapasitas laboratorium dapat ditingkatkan. Di samping itu diperlukan revisi terhadap Peraturan Gubernur Nomor 120 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Teknis Pemungutan Retribusi Pengelolaan Lingkungan agar tidak menyulitkan pihak yang terlibat dalam pemungutan retribusi ini. Terakhir, BPLHD 15 Implementasi pemungutan..., Sylvia Muis, FISIP UI, 2013.
perlu meningkatkan lagi sosialisasi yang telah dilakukan agar masyrakat dapat meningkatkan pemahamannya tentang layanan dan retribusi pelayanan laboratorium. Kepustakaan Buku Bratakusumah, Supriyadi, D., & Solihin, D. (2002). Otonomi penyelenggaraan pemerintahan daerah. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Davey, K. J. (1988). Pembiayaan pemerintah daerah: Praktek internasional dan relevansinya bagi dunia ketiga. Jakarta: UI Press. Kaho, Josef Riwu. (1991). Analisa hubungan antara pemerintah pusat dan daerah. Jakarta: Rineka Cipta. McMaster, James. (1991). Urban financial management: A training manual. Washington D.C.: The International Bank for Reconstruction and Development. Suparmoko. (1992). Keuangan negara dalam teori dan praktek. Yogyakarta: BPFE-UGM. Yani, A. (2004). Hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah di Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Zorn, C. K. (1991). User Charges and Fees. Chicago: Government Finance Officers Association. Lainnya: Peraturan Perundang-undangan: Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. -------------. Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2012 Tentang Retribusi Daerah. -------------. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 120 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Teknis Pemungutan Retribusi Daerah Pelayanan Pengelolaan Lingkungan Hidup. -------------. Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 582 Tahun 1995 Tentang Penetapan Peruntukan dan Baku Mutu Air Sungai/ Badan Air Serta Baku Mutu Limbah Cair di Wilayah DKI Jakarta. Jurnal Lutfi, Achmad. (2006). Penyempurnaan administrasi pajak daerah dan retribusi daerah: Suatu upaya dalam optimalisasi penerimaan PAD. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia. 16 Implementasi pemungutan..., Sylvia Muis, FISIP UI, 2013.
Karya Akademis Ningtias, Dias Esantika. (2011). Analisis desain kebijakan tarif parkir berzonasi dalam retribusi parkir di provinsi DKI Jakarta. Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Septiani, Yuka Irfa. (2012). Evaluasi efektivitas dan efisiensi pemungutan retribusi pengujian kendaraan bermotor di DKI Jakarta. Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.
17 Implementasi pemungutan..., Sylvia Muis, FISIP UI, 2013.