Evaluasi Pengenaan Retribusi Pengambilan Foto di Taman Kota Provinsi DKI Jakarta Berdasarkan Prinsip Pemungutan Retribusi
Kiki Indah Permata Sari, Achmad Lutfi
Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Jalan Lingkar Kampus Kelurahan Pondok Cina Kecamatan Beji, Depok, 16424, Indonesia
[email protected]
Abstrak
Provinsi DKI Jakarta berupaya untuk meningkatkan pendapatan asli daerah guna membiayai kebutuhan daerahnya dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan. Retribusi pengambilan foto merupakan salah satu sumber pendapatan asli daerah Provinsi DKI Jakarta. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi pengenaan retribusi pengambilan foto di taman kota Provinsi DKI Jakarta dan mengetahui dasar penentuan tarif yang digunakan dalam pemungutan retribusi pengambilan foto di taman kota Provinsi DKI Jakarta. Pengenaan retribusi pengambilan foto di taman kota Provinsi DKI Jakarta dievaluasi dengan melihat dari pemenuhan prinsip-prinsip pemungutan retribusi yang dikemukakan oleh Davey yaitu kecukupan, keadilan, kemampuan administrasi, dan kepastian hukum. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi pengenaan retribusi pengambilan foto di taman kota Provinsi DKI Jakarta. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara mendalam dan studi pustaka dengan teknik analisis data kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengenaan retribusi pengambilan foto di taman kota Provinsi DKI Jakarta belum memenuhi keseluruhan dari prinsip-prinsip pemungutan retribusi yang dikemukakan oleh Davey dalam pemungutannya, sehingga perlu untuk dikaji ulang mengenai pemungutan retribusi tersebut. Selain itu, dasar penentuan tarif yang digunakan hanya berasal dari standard operasional prosedur Dinas Pertamanan dan Pemakaman Provinsi DKI Jakarta menyebabkan loophole dalam pemungutannya.
Evaluation of Imposition a Charge Photo Shoot in The City Park of Jakarta Province Based on User Charge Collection Principle
Abstract
DKI Jakarta seeks to improve local revenues to finance regional needs in order to govern. Retribution photo shoot is one source of local revenue Jakarta Province. This study was conducted to evaluate the imposition of charge of photo shoot in a city park of Jakarta Province and knowing the basic rate used in determining the collection charge of photo shoot in a city park of Jakarta Province. Imposition of levy in a city park photo shoot Jakarta Provincial evaluated by looking at compliance with the principles of the levy proposed by Davey namely sufficiency, justice, administrative ability, and legal certainty. Imposition of charge is evaluated by looking at compliance the user charge principle by Davey, namely sufficiency, justice, administrative ability, and legal
1
Universitas Indonesia
Evaluasi Pengenaan..., Kiki Indah Permata Sari, FISIP UI, 2014
2 certainty. The purpose of this study was to evaluate the imposition a charge of photo shoot in the city park of Jakarta Province. The approach used in this research is quantitative approach with method of data collection using in-depth interviews and literature study with qualitative data analysis techniques. The results showed that the imposition a charge photo shoot in the city park of Jakarta Province not meet the overall user charge collection principle by Davey in the collection, so it needs to be re-examined on the levy rules. In addition, the basis for determining the rate that is used only from standard operating procedures Department of Parks and Cemeteries of Jakarta Province causing loophole in the collection.
Key words: Evaluation; Charges Photo Shoot; City Park; User Charge Collection Principle
Pendahuluan
Semenjak ditetapkannya Undang-Undang Otonomi Daerah yang telah dilaksanakan oleh Indonesia sejak enam tahun lalu merupakan salah satu tuntunan reformasi yang saat ini merupakan hal yang telah dilaksanakan oleh setiap daerah untuk dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat serta menuntut kepada setiap daerah yang ada untuk dapat mandiri dalam segala bidang termasuk untuk meningkatkan pendapatan daerahnya. Oleh karena itu, dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah serta Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah telah memberikan angin segar bagi daerah dalam mengoptimalkan penerimaan melalui penggalian potensi pajak daerah dan retribusi daerah untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerah. Dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009, daerah diberi kewenangan untuk menetapkan tarif pajak dan retribusi daerah guna membiayai pembangunan daerah serta sarana dan prasarana daerah, begitu pula yang dilakukan oleh Provinsi DKI Jakarta. Provinsi DKI Jakarta merupakan pusat pemerintah dan pusat kegiatan perekonomian di Indonesia sehingga proses pembangunan di DKI Jakarta berlangsung dengan cepat. Oleh karena itu seiring dengan proses pembangunan pusat perekonomian di DKI Jakarta, diperlukan pula ruang terbuka hijau sebagai penunjang ekologis kota. Keberadaan ruang terbuka hijau kota sangatlah diperlukan dalam mengendalikan dan memelihara integritas dan kualitas lingkungan. Ruang terbuka hijau memiliki beberapa fungsi, yaitu fungsi intrinsik sebagai penunjang ekologis, fungsi ekstrinsik sebagai fungsi estetika, serta fungsi sosial,
Universitas Indonesia
Evaluasi Pengenaan..., Kiki Indah Permata Sari, FISIP UI, 2014
3
ekonomi, dan arsitektural. Fungsi-fungsi tersebut merupakan pendukung dan penambah nilai kualitas lingkungan dan budaya kota tersebut, sehingga dapat berlokasi dan berbentuk sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya, seperti untuk keindahan, rekreasi, dan pendukung arsitektur kota (Dirjen PU, 2005). Proporsi 30 persen luasan ruang terbuka hijau kota merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota baik keseimbangan sistem hidrologi, ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, ruang terbuka sebagai aktivitas publik serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota (Hakim, 2004). Adanya perubahan iklim dan kondisi DKI Jakarta yang minim akan ruang terbuka hijau sebagai daerah resapan air membuat pemanfaatan ruang terbuka hijau pertamanan (taman kota) untuk wilayah kota seperti Provinsi DKI Jakarta sangat penting untuk dipelihara keberadaannya mengingat pada Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota DKI Jakarta dimana ruang terbuka hijau tidak boleh dialihfungsikan. Terdapat 2.859 bidang ruang terbuka hijau taman di DKI Jakarta yang memiliki luas 966,2 hektar. Luas tersebut terdiri dari taman kota sebanyak delapan bidang seluas 83,27 hektar, taman lingkungan sebanyak 1.170 bidang seluas 186,95 hektar, jalur hijau jalan sebanyak 1.170 bidang seluas 186,95 hektar, dan tepian air sebanyak 144 bidang seluas 50,83 hektar. Beberapa taman kota yang ada di Kota Jakarta dan dikelola oleh Dinas Pertamanan DKI Jakarta adalah Taman Ayodya, Taman Banteng, Taman Langsat, Taman Martha, Taman Menteng, Taman Monas, Taman Situ Lembang, dan Taman Suropati. Pengelolaan taman kota oleh Pemerintah Daerah (Pemda) DKI Jakarta disamping berfungsi sebagai penunjang arsitektur dan keindahan kota, taman kota juga berfungsi sebagai tempat rekreasi bagi masyarakat Kota Jakarta. Dengan difungsikannya taman kota sebagai salah satu tempat rekreasi masyarakat Jakarta, maka hal tersebut dapat pula didayagunakan sebagai potensi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) baik dari biaya parkir ataupun biaya lainnya yang harus dibayar masyarakat, walaupun sebenarnya taman kota merupakan sarana publik yang harusnya tidak dipungut biaya untuk memanfaatkan fasilitas di sana. Hasil dari penerimaan PAD tersebut akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan biaya pengelolaan dan pengembangan taman kota dalam rangka pemberian dan peningkatan jasa pelayanan pada pengunjung, antara lain biaya pemeliharaan prasarana dan sarana pelayanan di taman kota, pemeliharaan, dan peningkatan kualitas daya tarik taman kota serta personel pelayanan. Untuk dapat membiayai fasilitas-fasilitas pendukung tersebut, Pemda DKI Jakarta diberikan hak oleh pemerintah pusat untuk mendapatkan pendapatan daerahnya sendiri, salah satunya melalui retribusi daerah. Universitas Indonesia
Evaluasi Pengenaan..., Kiki Indah Permata Sari, FISIP UI, 2014
4
Retribusi daerah adalah salah satu sumber PAD. Retribusi menempati urutan kedua terbesar sebagai sumber PAD DKI Jakarta setelah pajak daerah, oleh karena itu peranannya menjadi penting sekali bagi pemerintah daerah dalam membiayai kegiatan rutinnya (Elmi, 2002, p. 50). Retribusi daerah merupakan sumber keuangan yang cukup potensial untuk mendukung pembangunan daerah. Tabel 1 Tingkat Pertumbuhan Realisasi Pendapatan Asli Daerah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2008 2010 Jenis
2008 (Rp) 8.751.273.782.037,00
Realisasi Pendapatan Asli Daerah 2009 (Rp) 8.560.134.926.182,00
Pajak Daerah Retribusi 395.639.567.901,00 Daerah Hasil Pengelolaan 163.151.310.356,00 Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Lain-lain PAD 1.145.500.880.462,03 Jumlah 10.455.565.540.756,00 Sumber: Dinas Pelayanan Pajak Provinsi DKI Jakarta
2010 (Rp) 10.751.745.151.388,10
416.896.030.531,45
439.210.908.273,00
181.130.584.183,00
223.005.615.402,00
1.442.896.417.886,83 10.601.057.958.783,30
1.478.030.506.977,95 12.891.992.182.041,00
Dari tabel perbandingan PAD Provinsi DKI Jakarta di atas dapat diketahui bahwa realisasi penerimaan retribusi di DKI Jakarta dari tahun 2008 sampai 2010 berada di posisi kedua terbesar setelah pajak daerah. Pada tahun 2008 retribusi daerah DKI Jakarta adalah sebesar Rp395.639.567.901,00, di tahun berikutnya retribusi daerah menyumbang pemasukan PAD DKI Jakarta sebesar Rp416.896.030.531,45, dan pada tahun 2010 DKI Jakarta mendapatkan pemasukan dari retribusi daerah sebesar Rp439.210.908.273,00. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa pemasukan PAD dari retribusi daerah selalu bertambah dari tahun ke tahunnya. Dinas Pertamanan dan Pemakaman Provinsi DKI Jakarta telah melakukan pemungutan retribusi pemakaian lokasi taman sebagai salah satu pemasukan PAD-nya yang berasal dari penggunaan lokasi taman kota di Jakarta. Di dalam aturan mengenai retribusi pemakaian lokasi taman yang tertuang di dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2012 tentang Retribusi Daerah Provinsi DKI Jakarta, terdapat beberapa sub-sub retribusi pemakaian lokasi taman yang dipungut oleh Dinas Pertamanan dan Pemakaman Provinsi DKI Jakarta yaitu retribusi pemakaian lokasi taman untuk shooting film, bazar, perlombaan,
Universitas Indonesia
Evaluasi Pengenaan..., Kiki Indah Permata Sari, FISIP UI, 2014
5
sarasehan, pameran, acara ritual, perkemahan, bedeng proyek, material proyek dan pekerjaan, serta pemakaian lokasi taman pada titik lubang tiang umbul-umbul. Pada awal tahun 2012, beberapa daerah di Indonesia telah memberlakukan pungutan retribusi atas pengambilan foto di kawasan objek wisata ataupun ruang terbuka publik, salah satunya adalah di Provinsi DKI Jakarta. Provinsi DKI Jakarta telah melakukan pemungutan retribusi pengambilan foto di taman kota yang merupakan salah satu sub retribusi pemakaian lokasi taman. Taman kota telah lama dimanfaatkan masyarakat luas sebagai tempat rekreasi dan dibanyak negara taman kota dimanfaatkan sebagai salah satu tujuan rekreasi yang sangat diminati karena menyajikan kesejukan dan keindahan tanaman yang ada di antara hiruk pikuk perkotaan. Jika sudah seperti ini tentu saja akan ada pengunjung yang memanfaatkan taman kota untuk tempat pengambilan foto. Seringkali juga tempat yang indah akan digunakan masyarakat untuk berfoto dalam rangka kepentingan khusus seperti foto pre-wedding, tempat shooting video klip atau bahkan pengambilan iklan. Terkait dengan hal ini maka diperlukan pembedaan izin apakah untuk seluruh aktivitas berfoto atau hanya untuk kepentingan foto komersil atau non komersil saja. Sehubungan dengan hal tersebut taman kota di Kota Jakarta menyediakan fasilitas pemakaian taman untuk pengambilan foto bagi pengunjung. Dinas Pertamanan dan Pemakaman Provinsi DKI Jakarta memberlakukan retribusi pengambilan foto sebagai bentuk perizinan mengambil foto untuk pengambilan foto dengan latar taman kota karena mengambil keuntungan dari taman kota. Untuk melakukan pengambilan foto di taman kota, masyarakat harus mengeluarkan biaya yang cukup besar, bahkan mencapai jutaan rupiah. Ketentuan izin untuk mengambil gambar tersebut berlaku di seluruh area taman kota yang ada di DKI Jakarta. Namun, dalam Perda DKI Nomor 3 Tahun 2012 tentang Retribusi Daerah di dalam aturan mengenai retribusi pemakaian lokasi taman, tidak terdapat aturan mengenai retribusi pengambilan foto di taman kota. Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa aturan mengenai retribusi pemakaian lokasi taman di dalam Perda Nomor 3 Tahun 2012 tentang Retribusi Daerah Provinsi DKI Jakarta hanya terdapat penjabaran mengenai sub retribusi pemakaian lokasi taman untuk shooting film, bazar, perlombaan, sarasehan, pameran, acara ritual, perkemahan, bedeng proyek, material proyek dan pekerjaan, serta pemakaian lokasi taman pada titik lubang tiang umbul-umbul. Tarif yang dikenakan terhadap salah satu sub retribusi pemakaian lokasi taman yaitu shooting film, sama besarannya dengan tarif yang dikenakan untuk retribusi pengambilan foto. Besaran tarif shooting film di taman kota seperti yang disajikan dalam tabel di bawah.
Universitas Indonesia
Evaluasi Pengenaan..., Kiki Indah Permata Sari, FISIP UI, 2014
6
Tabel 2 Tarif Pemakaian Lokasi Taman untuk Shooting Film Regulasi Tarif (Rp) a) 1 sampai dengan 2 hari 1.250.000/lokasi b) 3 sampai dengan 4 hari 2.000.000/lokasi c) 5 sampai dengan 8 hari 2.500.000/lokasi d) Diatas 8 hari dikenakan biaya tambahan 250.000/hari/lokasi Sumber: Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2012 Tentang Retribusi Daerah Provinsi DKI Jakarta
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa Pemda DKI Jakarta melakukan pemungutan retribusi pemakaian lokasi taman untuk shooting film dengan tarif yang tinggi, seperti yang dikenakan dalam retribusi pemakaian lokasi taman untuk pengambilan foto di taman kota. Tarif retribusi yang dikenakan berbeda-beda tergantung dari berapa lama kegiatan tersebut berlangsung. Seperti yang dilansir dalam kompas.com, selain retribusi pengambilan foto di taman kota tidak tertuang dalam peraturan daerah, terdapat beberapa pihak taman kota yang memungut retribusi pengambilan foto di taman kota dengan dikenakan tarif yang berbedabeda dan dikenakan retribusi yang cukup besar yaitu antara Rp200.000 - Rp500.000 bahkan sampai jutaan rupiah oleh pihak taman kota yang berada di sana (Wayudi, 2012). Pengenaan tarif retribusi pengambilan foto yang berbeda-beda tersebut membuat banyak pengunjung taman kota yang ingin melakukan pengambilan foto bertanya-tanya mengenai aturan retribusi pengambilan foto di taman kota Provinsi DKI Jakarta. Pengunjung yang hanya melakukan pendokumentasian saat berada di taman kota menggunakan kamera profesional seperti Digital Single Lens Reflex (DSLR) harus membayar retribusi yang cukup besar kepada petugas keamanan yang berada di taman kota, tidak berbeda jauh dengan pengambilan foto untuk kegiatan pre-wedding, iklan, dan lainnya. Hal ini pula yang dipertanyakan oleh para pengunjung, kegiatan pengambilan foto untuk kegiatan apa saja yang harus membayar retribusi pengambilan foto, apakah semua pengunjung yang membawa kamera DSLR atau berdasarkan kegiatan pengambilan foto yang pengunjung taman kota lakukan. Selain itu, yang membingungkan para pengunjung taman kota yang ingin melakukan kegiatan pengambilan foto ialah siapa sebenarnya yang berwenang melakukan pemungutan retribusi pengambilan foto dan untuk apa retribusi pengambilan foto tersebut dipungut. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa pemungutan retribusi dilakukan oleh petugas keamanan yang berada di taman kota, sehingga pengunjung yang ingin melakukan pengambilan foto banyak yang berpikir bahwa retribusi pengambilan foto tersebut dibayar sebagai uang keamanan dalam melakukan pengambilan foto di taman kota Provinsi DKI Jakarta dan tidak sedikit pula yang berpikir bahwa retribusi pengambilan foto tersebut adalah pungutan liar yang dilakukan Universitas Indonesia
Evaluasi Pengenaan..., Kiki Indah Permata Sari, FISIP UI, 2014
7
petugas keamanan taman kota Provinsi DKI Jakarta karena perbedaan patokan tarif yang dikenakan dan tidak adanya aturan yang jelas mengenai retribusi pengambilan foto di taman kota Provinsi DKI Jakarta. Hal tersebut dirasa cukup memberatkan pengunjung yang ingin melakukan kegiatan pengambilan foto di taman kota Provinsi DKI Jakarta. Oleh karena itu, semakin banyak masyarakat yang mengambil foto di taman kota baik untuk tujuan non komersil ataupun komersil yang dikenakan retribusi pengambilan foto yang sejatinya taman kota adalah sarana publik yang harusnya tidak dikenakan biaya untuk kegiatan yang dilakukan di taman kota. Selain itu, dalam Perda Nomor 3 tahun 2012 tentang Retribusi Daerah Provinsi DKI Jakarta tidak disebutkan mengenai tarif atas retribusi pengambilan foto di lokasi taman kota dan dengan dikenakannya tarif retribusi pengambilan foto di taman kota yang tinggi dan berbeda-beda, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Evaluasi Pengenaan Retribusi Pengambilan Foto di Taman Kota Provinsi DKI Jakarta Berdasarkan Prinsip Pemungutan Retribusi” guna mengevaluasi penerapan retribusi pengambilan foto di taman kota dan mengetahui penentuan tarif dari retribusi pengambilan foto guna mengetahui apakah pungutan retribusi pengambilan foto ini perlu diteruskan oleh Pemda DKI Jakarta atau sebaliknya, mesti dihentikan.
Tinjauan Teoritis
Menurut Davey (1988), prinsip-prinsip pemungutan retribusi terdiri dari empat prinsip, yaitu: 1) Penilaian Kecukupan Pengenaan retribusi terhadap pemakaian barang dan jasa perlu diterapkan untuk melakukan rasionalisasi permintaan dari konsumen. Tanpa adanya harga maka permintaan dan penawaran terhadap suatu barang tidak akan mencapai titik keseimbangan yang akibatnya tidak dapat menciptakan alokasi sumber daya yang tidak efisien. Pengenaan retribusi bervariasi, sehingga lebih berorientasi pada kecukupan biaya pelayanan yang diberikan dan memberikan kontribusi kepada penerimaan pemerintah daerah. 2) Penilaian Keadilan Retribusi adalah regresif secara tradisional, karena merupakan konsumsi kebutuhan dasar. Seringkali menguntungkan kelompok berpendapatan menengah/tinggi Universitas Indonesia
Evaluasi Pengenaan..., Kiki Indah Permata Sari, FISIP UI, 2014
8
dan karena biaya modal dari instalasi diselesaikan tanpa memperhitungkan tingkat konsumsi. Dalam Hal pemerataan retribusi dipandang bukan sebagai alat bahkan tidak efisien untuk tujuan pemerataan karena konsumsi tidak berhubungan proporsional dengan pendapatan. Setidaknya ada dua alasan retribusi positif dalam pemerataan, yaitu: 1) Kesempatan untuk membebani golongan miskin untuk dapat dibebani pelayananpelayanan tersebut sebagai kebutuhan pokok. 2) Kegagalan sistim perpajakan dibanyak negara untuk menggeser resources dari golongan kaya (retribusi lebih mudah pemungutannya). Pemerataan dilakukan dengan cara: 1) Penyebaran dasar pengenaan retribusi-retribusi atas nilai-nilai kekayaan. 2) Penggunaan tarif yang berbeda-beda. 3) Tarif progresif (bila konsumsi meningkat). 4) Alat pengetes dengan menurunkan tarif dan pengecualian kelompok-kelompok tertentu. Dalam pemungutan harus bersifat seadil mungkin, misalnya pengenaan tarif yang berbeda atas dasar kelas-kelas pemakai tertentu. Begitu pula yang dikatakan oleh Suparmoko (2002), dalam pemungutan iuran retribusi dianut azas manfaat (benefit principle). Berdasarkan azas ini besarnya pungutan ditentukan berdasarkan manfaat yang diterima oleh si penerima manfaat dari pelayanan yang diberikan oleh pemerintah (p. 85). 3) Penilaian Kemampuan Administrasi Secara teoritis retribusi mudah untuk ditaksir dan dipungut. Konsumsinya dapat diukur, jika tidak membayar maka layanan tidak diberikan atau dihentikan. Hal ini terkait prinsip benefit principle pada retribusi yang dipaparkan oleh Mc. Master (1991, p.23): “The first is the “benefit principle”. Under this principle, those who receive direct benefit from a service pay for it through a consumer change related to their level of consumption of the service” Retribusi dikenakan kepada individu dan/atau kelompok yang menikmati manfaat barang atau jasa tersebut sesuai pemakaian. Sebaliknya, individu dan/atau kelompok yang tidak menikmati manfaat dibebaskan dari kewajiban membayar. Penerapan retribusi juga harus diikuti dengan kemampuan administrasi dari aparat memungut. Keadaan ini diperlukan agar pada saat retribusi yang bersangkutan diterapkan tidak mendapatkan kesulitan, misalnya wajib retribusi tidak mau membayar retribusi tersebut akibat sistem administrasi yang buruk (Mc.Master, 1991, p.41). Universitas Indonesia
Evaluasi Pengenaan..., Kiki Indah Permata Sari, FISIP UI, 2014
9
4) Kepastian Hukum Pelaksanaan pemungutan suatu retribusi haruslah berbasis dari suatu kepastian hukum, mengenai apa saja hal-hal yang dikenakan, siapa yang akan dikenakan, dan apa saja prinsip serta dasar pengenaan retribusi tersebut. Hal ini bertujuan untuk melindungi hak masyarakat yang berkewajiban membayar dari tindakan sewenang-wenang petugas pemungut, selain itu jumlah atau besaran pungutan harus tercantum di dalam peraturan perundang-undangan., harus jelas wilayah pemungutannya dan memberi kesempatan kepada pembayar untuk mengajukan keberatan. Jadi, besaran tarif retribusi tersebut harus dapat diterima oleh masyarakat sehingga timbul motivasi dan kesadaran pribadi untuk membayar retribusi.
Metode Penelitian
Penulisan ini terbatas hanya pada pungutan retribusi pengambilan foto di taman kota yang berada di Provinsi DKI Jakarta. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan penelitian kuantitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah Field Research dan Library Research. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif. Dengan demikian, tidak semua temuan yang diperoleh di lapangan dan literatur, yang secara makro berhubungan dengan tema penelitian, digambarkan dalam hasil penelitian ini. Hanya data, gambaran, maupun analisis yang menurut peneliti penting untuk digambarkan dalam hasil penelitian ini.
Hasil Penelitian
Pengenaan retribusi pengambilan foto di taman kota Provinsi DKI Jakarta belum memenuhi seluruh prinsip pemungutan retribusi seperti yang dikemukakan oleh Davey. Di dalam prinsip kecukupan, pendapatan dari retribusi pengambilan foto di taman kota Provinsi DKI Jakarta tidak dapat dijustifikasikan cukup karena tidak terdata secara rinci berapa pemasukan yang didapat dari retribusi pengambilan foto tersebut sehingga tidak dapat diketahui berapa besaran pendapatan dari retribusi pengambilan foto di taman kota Provinsi Universitas Indonesia
Evaluasi Pengenaan..., Kiki Indah Permata Sari, FISIP UI, 2014
10
DKI Jakarta. Dalam prinsip keadilan, tidak semua yang mendapatkan manfaat dari taman kota tersebut dipungut retribusi seperti kegiatan foto pre-wedding yang juga mendapatkan keuntungan dari taman kota sehingga belum memenuhi prinsip keadilan. Dalam proses pengadministrasian perizinan dan pembayaran retribusi pengambilan foto di taman kota cukup bertele-tele sehingga hal tersebut dirasa cukup merepotkan oleh pengguna jasa tersebut. Selain itu, dari segi kepastian hukum, pengenaan retribusi pengambilan foto di taman kota tidak tercantum di dalam Perda Nomor 3 Tahun 2012 tentang Retribusi Daerah Provinsi DKI Jakarta, namun hanya ditetapkan berdasarkan SOP Dinas Pertamanan dan Pemakaman Provinsi DKI Jakarta.
Pembahasan
1. Kecukupan Di dalam rincian anggaran pendapatan Dinas Pertamanan dan Pemakaman Provinsi DKI Jakarta tersebut tidak terdapat rincian yang spesifik mengenai sub-sub retribusi dari pemakaian lokasi taman yang salah satunya ialah retribusi pemakaian lokasi taman untuk pengambilan foto sehingga tidak dapat diketahui secara pasti berapa besar jumlah pendapatan dari retribusi pengambilan foto di taman kota Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2013. Hal tersebut merupakan kelemahan Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta dalam melakukan pendokumentasian pendapatan yang didapat, karena tidak menjabarkan secara rinci pendapatan yang diterima oleh Pemerintah daerah Provinsi DKI Jakarta. Dengan rincian pendapatan retribusi pemakaian lokasi taman yang tidak tercatat secara terperinci mengenai pendapatan yang diterima dari sub retribusi yang ada, maka dalam kotenks pemenuhan prinsip kecukupan belum dapat dijustifasikan cukup, sebab tidak dapat diketahui secara spesifik berapa jumlah pendapatan dari retribusi pengambilan foto di taman kota Provinsi DKI Jakarta. 2. Keadilan Dalam hal ini, pemungutan retribusi atas pengambilan foto di taman kota yang dilakukan oleh Dinas Pertamanan dan Pemakaman Provinsi DKI Jakarta belum memenuhi aspek keadilan seperti yang kemukakan oleh Davey. Hal ini dapat dilihat dari retribusi pengambilan foto di taman kota yang hanya dipungut atau dibebankan kepada pengguna Universitas Indonesia
Evaluasi Pengenaan..., Kiki Indah Permata Sari, FISIP UI, 2014
11
taman yang memanfaatkan atau mendapatkan keuntungan dari fasilitas yang disediakan oleh taman kota tersebut, yaitu pengguna taman yang melakukan pemotretan atau pengambilan foto yang bersifat komersil. Tidak terdapat batasan yang jelas dalam artian kegiatan foto komersil yang dimaksudkan oleh Dinas Pertamanan dan Pemakaman Provinsi DKI Jakarta tersebut. Selain pengambilan foto komersil tersebut yang digunakan untuk koleksi pribadi seperti pengambilan foto untuk pre-wedding tidak dipungut retribusi pengambilan foto sehingga pengunjung tidak perlu membayar retribusi pengambilan foto, padahal untuk pengambilan foto pre-wedding juga dapat digolongkan sebagai kegiatan foto komersil, karena pihak fotografer profesional yang melakukan pemotretan mendapatkan penghasilan dari melakukan pengambilan foto pre-wedding tersebut. Hal tersebut dapat diartikan bahwa pengguna taman kota dalam hal ini fotografer yang melakukan kegiatan foto pre-wedding juga mendapatkan manfaat atau keuntungan dari taman kota. 3. Kemampuan Administrasi Bukti dari pemungutan retribusi pengambilan foto di taman kota berupa Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD). SKRD tersebut dikeluarkan oleh Dinas Pertamanan dan Pemakaman Provinsi DKI Jakarta sebagai bukti jika pengunjung taman tersebut telah melakukan kewajibannya untuk membayar retribusi pengambilan foto di taman kota Provinsi DKI Jakarta dan telah diberi izin untuk melakukan pengambilan foto di taman kota tersebut. Setelah wajib retribusi tersebut melakukan pembayaran retribusi pengambilan foto di taman kota, pengunjung taman tersebut harus melaporkan kembali bukti pembayaran dari Dinas Pelayanan Pajak Provinsi DKI Jakarta ke Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta kembali untuk dicatat dan bukti pembayaran retribusi itu menjadi berkas Dinas Pertamanan dan Pemakaman Provinsi DKI Jakarta. Proses pelaporan untuk mendapatkan izin dari Dinas Pertamanan dan Pemakaman Provinsi DKI Jakarta kepada pengguna taman yang ingin menggunakan taman kota untuk pengambilan foto yang bersifat komersil tersebut dapat dikatakan cukup bertele-tele, sehingga dapat menimbulkan distorsi pengunjung taman kota. 4. Kepastian Hukum Perda Nomor 3 Tahun 2012 tentang Retribusi Daerah Provinsi DKI Jakarta sebagai Universitas Indonesia
Evaluasi Pengenaan..., Kiki Indah Permata Sari, FISIP UI, 2014
12
landasan dalam memungut retribusi. Begitu pula yang dilakukan oleh Dinas Pertamanan dan Pemakaman Provinsi DKI Jakarta dalam memungut retribusi, khususnya retribusi pemakaian lokasi taman. Di dalam pungutan retribusi pemakaian lokasi taman, terdapat subsub pengkategorian retribusi pemakaian lokasi taman seperti yang telah dijabarkan dalam sub-bab sebelumnya, yaitu retribusi untuk shooting film, bazar, perkemahan, dan lainnya. Di dalam Perda Nomor 3 Tahun 2012 tentang Retribusi Daerah Provinsi DKI Jakarta bagian E tersebut terdaftar retribusi kegiatan-kegiatan yang dilakukan di lokasi taman kota, namun dalam Perda tersebut tidak tercantum mengenai tarif retribusi atas pengambilan foto di taman kota seperti yang dilakukan oleh Dinas Pertamanan dan Pemakaman Provinsi DKI Jakarta sehingga belumlah jelas mengenai dasar pemungutan retribusi pengambilan foto di taman kota itu dilakukan. Dinas Pertamanan dan Pemakaman Provinsi DKI Jakarta memungut retribusi pengambilan foto di taman kota berdasarkan Standard Operasional Prosedur (SOP) yang dibuat oleh Dinas Pertamanan dan Pemakaman Provinsi DKI Jakarta. Penggunaan SOP tersebut sebagai dasar aturan memungut retribusi pengambilan foto di taman kota dapat menjadi masalah jika dilihat dari sisi kelegalan pemungutan retribusi pengambilan foto.
Kesimpulan
Pengenaan retribusi pengambilan foto di taman kota Provinsi DKI Jakarta belum memenuhi seluruh prinsip pemungutan retribusi seperti yang dikemukakan oleh Davey. Selain itu, dasar penentuan tarif retribusi pengambilan foto di taman kota belumlah jelas, sebab hanya berdasarkan SOP Dinas Pertamanan dan Pemakaman Provinsi DKI Jakarta yang disamakan dengan tarif kegiatan shooting di taman kota. Hal tersebut dapat menimbulkan ketidaklegalan aturan retribusi pengambilan foto di taman kota Provinsi DKI Jakarta.
Saran
1.
Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta sebaiknya dalam membuat pencatatan anggaran yang diterima dari setiap pos pemasukan secara rinci agar dapat diketahui secara spesifik Universitas Indonesia
Evaluasi Pengenaan..., Kiki Indah Permata Sari, FISIP UI, 2014
13
mengenai besaran pendapatan masing-masing sub retribusi pemakaian lokasi taman, salah satunya ialah retribusi pengambilan foto di taman kota Provinsi DKI Jakarta. 2.
Untuk menghindari proses retribusi yang bertele-tele sehingga menyulitkan pengguna layanan seharusnya Dinas Pertamanan dan Pemakaman Provinsi DKI Jakarta sebagai pengelola taman kota mempermudah proses perizinan dan pembayaran retribusi pengambilan foto di taman kota Provinsi DKI Jakarta seperti disediakan tempat perizinan dan pembayaran di masing-masing lokasi taman kota Provinsi DKI Jakarta.
3.
Dinas Pertamanan dan Pemakaman Provinsi DKI Jakarta sebaiknya mengajukan permohonan kepada pemerintah pusat agar aturan tentang retribusi pengambilan foto di taman kota tersebut dicantumkan di dalam PP sehingga pengenaan retribusi pengambilan foto dipungut tidak hanya berdasarkan SOP Dinas Pertamanan dan Pemakaman Provinsi DKI Jakarta yang masih dirasa kurang kuat dasar hukumnya.
Daftar Referensi
BUKU Aronson, Richard J. (1985). Public Finance. New York: Mc Graw Hill. Azhari, Samudra, A. (1995). Perpajakan di indonesia, Keuangan, Pajak, dan Retribusi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Badjuri, Abdulkahar dan Yuwono, Teguh. (2002). Kebijakan Publik: Konsep dan Strategi. Semarang: Universitas Diponegoro. Bahl dan Linn. (1992). Urban Public Finance in Developing Countries. New York: Oxford. Bahrul, Elmi. (2002). Keuangan Pemerintah daerah Otonom di Indonesia. Jakarta: UIPress. Creswell, John. W. (1994). Research Design Qualitative and Quantitative Approaches. New Delhi: SAGE Publications, Thousand Oaks. Davey, K.J. (1988). Pembiayaan Pemerintah daerah: Praktek-Praktek Internasional dan Relevansinya bagi Dunia Ketiga. Terjemahan Anarullah, dkk. Jakarta: UI-Press. Fisher. C. Ronald. (1996). State and Local Public Finance, 2nd Edition, Michigan University. Hadi, Sutrisno. (2007). Metodologi Research. Yogyakarta: Andi.
Universitas Indonesia
Evaluasi Pengenaan..., Kiki Indah Permata Sari, FISIP UI, 2014
14
Hakim dan Utomo. (2004). Komponen Perancangan Arsitektur Lansekap. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara. Ismail, Tjip. (2007). Pengaturan Pajak Daerah di Indonesia, Yellow Printing. J.B. Kristiadi, (1985). Masalah Sekitar Peningktanan Pendapatan Daerah. Jakarta: LP3ES. Kaho, Josef Riwo. (1991). Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia. Jakarta: Rajawali. McMaster, James. (1991). Urban Financial Management A Training Manual. The Internat H Street, N.W. Washington, D.C. 20433. U.S.A Litvack, J & Seddon, J. (1999). Decentralization Briefing Notes. Washington DC: World Bank Institute. Soelarno, Slamet. (1999). Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta: STIA. Suparmoko. M. (2002). Ekonomi Publik Untuk Keuangan & Pembangunan Daerah, Yogyakarta: ANDI. Manan, Bagir & Soeriaatmadja Arifin. (2005). Pengaturan Pajak daerah di Indonesia. Jakarta: PT Yellow Mediatama. Manor, James. (1999). The Political Econimy of Democratic Decentralisation. Washington: World Bank, IBRD. Maryati, Kun dan Juju Suryawati. (2007). Sosiologi. Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama. Moleong, J Lexy, Prof. Dr. (2010). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakaya. Nawawi, H. Hadari & M. Martini Hardari. (1991). Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Nazir, Moh. (2003). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Neuman, William Lawrence. (2003). Social ResearchMethods: Qualitatif and Quantitatif Approaches. Boston: Allyn and Bacon Peason Education, Inc. Prabowo, H. (1996). Pengantar Antropologi. Seri Diktat Kuliah. Depok: Universitas Gunadarma. Prof. Dr. S. Nasution, M.A. (1996). Metode Research (Penelitian Ilmiah), Jakarta: Bumi Aksara, Edisi 1, Cetakan kedu). Soebargo. (1994). Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, Bandung: Ersco. Sugiono, Dr., Prof. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta. Widjaja, Haw. (2002). Otonomi Daerah dan Daerah Otonom. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Widjaja, Haw. (2005). Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Universitas Indonesia
Evaluasi Pengenaan..., Kiki Indah Permata Sari, FISIP UI, 2014
15
Yani, Ahmad. (2004). Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
KARYA AKADEMIS Pujianto, Tri Kurniawan, (2011). Analisis Efektifitas Retribusi Taman Margasatwa Ragunan. Skripsi. Depok: FISIP Universitas Indonesia. Ekalaya, Gumilar, (2005). Analisa Kebijakan Tarif dan Potensi Retribusi Tempat Penginapan: Studi Kasus Graha Wisata Kuningan. Tesis. Depok: FISIP Universitas Indonesia. Silalahi, Levi Amos Hasudungan, (2008). Retribusi Terminal Baranangsiang Sebagai Komponen Pendapatan Asli Daerah DKI Jakarta (Suatu Studi Terhadap Retribusi Terminal Baranangsiang Di DKI Jakarta). Skripsi. Depok: FISIP Universitas Indonesia. Sirait, Lisbon, (2006). Evaluasi Kelayakan Pengenaan Retribusi atas Fungsi Pelayanan dan Perizinan yang Diselenggarakan Daerah. Tesis. Depok: FISIP Universitas Indonesia.
JURNAL Lutfi, Achmad, (2006). Penyempurnaan Administrasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah: Suatu Upaya Dalam Optimalisasi Penerimaan PAD, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi: Bisnis & Organisasi, Volume XIV, Nomor 1, Januari 2006, Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia. Zorn, C. Kurt, (1991). User Charges and Fees. Kumpulan artikel John E. Petersen dan Denise R Strachorn. “Local Government Finance: Concept and Practices.” Illinois, Chicago: Government Finance Officers Association of United State and Canada.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Provinsi DKI Jakarta, Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2012 tentang Retribusi Daerah
PUBLIKASI ELEKTRONIK Kompas. Taman Kota, Ada di Sekitar Kita tapi Tak Terlihat. http://megapolitan.kompas.com/read/2012/04/22/07372887/Taman.Kota.Ada.di.Sekita r.Kita.tapi.Tak.Terlihat diunduh pada tanggal 05 Maret 2014 Detik.
Dinas Pertamanan DKI: Itu Retribusi, Bukan Pungli. http://news.detik.com/read/2010/05/11/185339/1355507/10/dinas-pertamanan-dki-ituretribusi-bukan-pungli?nd771104bcj diunduh pada tanggal 04 Maret 2014
Detik.
DPRD DKI: Itu Resmi atau Pungli?. http://news.detik.com/read/2010/05/11/175743/1355465/10/dprd-dki-itu-resmi-ataupungli?nd771104bcj diunduh pada tanggal 04 Maret 2014 Universitas Indonesia
Evaluasi Pengenaan..., Kiki Indah Permata Sari, FISIP UI, 2014
16
Detik.
Foto untuk Komersil di Taman Kota Jakarta Harus Izin. http://news.detik.com/read/2010/05/11/120022/1355089/10/foto-untuk-komersil-ditaman-kota-jakarta-harus-izin diunduh pada tanggal 04 maret 2014
Dinas
Pertamanan dan Pemakaman Provinsi DKI Jakarta. http://pertamananpemakaman.jakarta.go.id/web/profil diunduh pada tanggal 27 Maret 2014
Universitas Indonesia
Evaluasi Pengenaan..., Kiki Indah Permata Sari, FISIP UI, 2014