ILMU PRODUKSI TERNAK PERAH
PENDAHULUAN
Domestikasi sapi dan penggunaan susu sapi untuk konsumsi manusia di Asia dan Afrika sudah dimulai pd 8.000 – 6.000 SM.
Sebelum sapi dijinakkan, daging susunya diperoleh dari hasil perburuan.
Orang India menternakkan sapi mulai 2.000 SM; menteganya digunakan sbg makanan dan persembahan bagi Tuhan.
dan
Di Mesir, susu, mentega dan keju telah digunakan secara meluas tahun 300 SM.
Perkembangan besar pada peternakan sapi perah dimulai pada awal tahun Masehi sampai pertengahan tahun 1850-an, terjadi di Eropa
Bangsa-bangsa sapi perah penting di Amerika Serikat, Eropa, dan Australia berasal dari Eropa.
Peternakan sapi perah di Indonesia dimulai pada jaman penjajahan Belanda; diawali dari adanya kebutuhan orang-orang Eropa yang menjadi pegawai pemerintah Hindia Belanda akan susu segar.
Belanda yg memiliki populasi sapi FH yang tinggi, mendatangkan sapi-sapi tersebut ke Indonesia.
Karena atas dasar kebutuhan orang Belanda saja, sehingga tidak merakyat, maka perkembangannya lambat dan terbatas.
Pemuliabiakan sapi perah di Indonesia dimulai oleh kontrolir van Andel di Kawedanan Tengger dan Pasuruhan tahun 1891-1893
Hasil persilangan sapi impor pada tahun itu dengan sapi lokal merupakan landasan tebentuknya sapi Grati
Grading-up telah dilakukan oleh kontrolir Shipper dan drh. Penning pada sapi lokal dengan mendatangkan 7 ekor sapi FH dari Belanda
Sejak tahun 1990 di Lembang dan Cisarua telah ada peternakan sapi perah yang memelihara sapi FH murni
Di Klaten, Jateng terdapat pembibitan sapi FH, yang merupakan sumber bibit sapi jantan FH untuk perbaikan sapi lokal di Kedu Utara, Banyumas Utara dan Pasuruan.
Tahun 1939 diimpor sapi FH sebanyak 22 ekor ke Grati, sehingga sapi Grati merupakan peranakan FH berderajat tinggi.
Karena tidak diikuti dengan seleksi, maka sapi Grati produksi susu rendah yaitu 2.482 liter/ ekor/laktasi.
Pada jaman pendudukan Jepang, usaha ternak perah yg dikelola Belanda terbengkalai dan akhirnya dipelihara oleh rakyat
Pada tahun 1949 tumbuh organisasi yang membina peternak yaitu Gabungan Petani Peternak Sapi Perah Pengalengan (GAPPSIP). Sekarang dalam wadah GKSI.
Tahun 1957 diimpor sapi Red Danish dari Denmark untuk disilangkan dgn sapi Madura namun hasilnya tidak memuaskan.
Sisa-sisa peranakan sapi Red Danish kemungkinan masih terdapat di Madura sampai sekarang
Dukungan pemerintah dalam agribisnis persusuan : (1) gerakan minum susu mulai thn 1970-an; (2) gerakan Koperasi Susu dlm wadah GKSI (Gabungan Koperasi Susu Indonesia) thn 1979; dan (3) memberi kesempatan investasi industri pengolahan susu dan tahun 1979 tercatat 7 pabrik besar yg mengolah susu segar.
Titik awal perkembangan pemasaran susu dimulai dengan terbitnya Surat Keputusan Bersama tiga menteri tahun 1982 yang sekaligus menjadi entry point dalam pengembangan koperasi persusuan di Indonesia: mewajibkan semua Industri Pengolah Susu (IPS) untuk menyerap susu dari peternak rakyat.
Pada dekade-dekade berikutnya, perkembangan persusuan di Indonesia sangat lambat. Hal ini terutama terjadi karena kurang mendukungnya kebijakan pemerintah yang berpihak pada petani.
Pasca dicabutnya kebijakan wajib serap susu lokal oleh IPS membuat terjadinya kehancuran persusuan nasional akibat pemerintah menandatangi LOI dengan IMF, sehingga IPS bebas menggunakan bahan baku melalui impor susu (bea masuk bahan susu 0%).
Harga susu impor lebih murah (2009: Rp.2300/ltr vs Rp.2500/liter)
KONDISI SAAT INI PROD. SUSU DI IND MASIH KURANG. Permintaan susu < dari ketersediaan/ produksi susu dalam negeri. Susu konsumsi lebih banyak berupa susu olahan; belum terbiasa minum susu segar. Susu segar dari peternak sebagian besar dijual ke IPS sbg bahan baku susu olahan
Produksi susu segar baru memenuhi kebutuhan dalam negeri (sbg bahan baku susu olahan) ± 32%, sisanya (68%) harus impor.
Konsumsi susu Indonesia baru 5 kg/kap/th < dibanding negara Asean lain yg capai 20 kg/kap/th ----- perlu program peningkatan u/ tingkatkan kualitas SDM
Peluang pengembangan besar
Dengan jlh penduduk Indonesia sekarang sekitar 240 juta orang, dgn laju pertumbuhan 1,5% per thn, maka total konsumsi susu nasional ditaksir mencapai 2.400.000 ton/thn.
Laju pertumbuhan sapi perah di Ind saat ini adalah 10% per tahun dan hanya mampu menghasilkan susu 750.000–800.000 ton/thn.
Jadi, untuk mencapai “Indonesia sebagi Kolam Susu“ (White Revolution) harus diproduksi bibit sapi perah sebanyak 100 ribu ekor, sehingga diperoleh angka ideal populasi sapi perah sebanyak 500.000– 600.000.
Orang Indonesia, rata-rata mengkonsumsi susu hanya 4 kilogram/ perkapita/ tahun
Target tingkat konsumsi susu mencapai 12,5 kg/tahun, atau setara konsumsi gizi 1,0 gram per kapita/hari.
Perkembangan populasi sapi perah dan produktivitas lambat (rataan produksi 10 – 12 lt vs. 30 – 40 lt dinegara asalnya) , terdapat banyak kendala
Harga susu berfluktuasi
Kendala (Lanjutan): > Lack of information untuk mempelajari kondisi peternakan sapi perah di Indonesia. > Kurangnya dukungan pemerintah.
> Kurangnya penilaian/penghargaan atas fungsi-fungsi ternak perah dalam masyarakat. > Pemasaran susu segar sangat bergantung kepada Industri Pengolahan Susu (IPS). Kemampuan peternak dan koperasi dalam pemasaran susu segar kepada konsumen lain masih sangat lemah. Upaya pengolahan susu murni menjadi produk susu tahan simpan melalui proses UHT masih sangat terbatas.
> Prilaku konsumen yg masih mengutamakan susu bubuk vs susu murni. Kondisi ini sangat kontras dengan masyarakat ynegara maju yang umumnya lebih menyukai susu pasteurisasi.
Food security Poverty alleviation Pemenuhan kebutuhan domestik Meningkatkan income peternak dan Pemeliharaan kelestarian lingkungan. Dengan memajukan integrasi fungsi ekonomi, sosio-kultural dan sustainabilitas serta kelestarian lingkungan, diharapkan usaha ternak perah lebih mendapat tempat dalam prioritas pembangunan nasional.
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Indikator
Persentase ternak laktasi, % Populasi, ST/peternak Produksi susu, l/ekor/hari S/C Ratio Periode laktasi Kandungan Protein Total Solid Rasio harga susu/konsentrat Replacement stock
Suplai konsentrat berkualitas tinggi Pengontrolan harga susu, sapi, anak, pakan, TPC, komposisi susu, dan higienis susu
Nilai Indikator
70-80% > 10 ST/peternak > 14 l/ekor/hari <2 300 hari 3,2% > 12% >2 Dilaksanakan secara mandiri Kontinyu dengan kualitas prima Harga dapat meminimisasi biaya Memenuhi standar/normal