MENGUKUR PRODUKSI TERNAK PERTUMBUHAN Kata pertumbuhan dapat diterapkan pada suatu sel, organ, jaringan, seekor ternak maupun populasi ternak. Pertumbuhan menurut Williams (1982) adalah perubahan bentuk atau ukuran seekor ternak yang dapat dinyatakan dengan panjang, volume ataupun massa. Menurut Swatland (1984) dan Aberle et al. (2001) pertumbuhan dapat dinilai sebagai peningkatan tinggi, panjang, ukuran lingkar dan bobot yang terjadi pada seekor ternak muda yang sehat serta diberi pakan, minum dan mendapat tempat berlindung yang layak. Peningkatan sedikit saja ukuran tubuh akan menyebabkan peningkatan yang proporsional dari bobot tubuh, karena bobot tubuh merupakan fungsi dari volume. Pertumbuhan mempunyai dua aspek yaitu: menyangkut peningkatan massa persatuan waktu, dan pertumbuhan yang meliputi perubahan bentuk dan komposisi sebagai akibat dari pertumbuhan diferensial komponen-komponen tubuh Pertumbuhan
ternak
menunjukkan
peningkatan
ukuran
linear,
bobot,
akumulasi jaringan lemak dan retensi nitrogen dan air. Terdapat tiga hal penting dalam pertumbuhan seekor ternak, yaitu: proses-proses dasar pertumbuhan sel, diferensiasi sel-sel induk menjadi ektoderm, mesoderm dan endoderm, dan mekanisme pengendalian pertumbuhan dan diferensiasi. Pertumbuhan sel meliputi perbanyakan sel, pembesaran sel dan akumulasi substansi ekstraseluler atau material-material
non
protoplasma.
Pertumbuhan
dimulai
sejak
terjadinya
pembuahan, dan berakhir pada saat dicapainya kedewasaan. Pertumbuhan ternak dapat
dibedakan
menjadi
pertumbuhan
sebelum
kelahiran
(prenatal)
dan
pertumbuhan setelah terjadi kelahiran (postnatal) . Pertumbuhan prenatal dapat dibagi menjadi tiga periode yaitu periode ovum, periode embrio dan periode fetus. Pada domba periode ovum dimulai saat ovulasi sampai terjadinya implantasi, periode embrio dimulai dari implantasi sampai terbentuknya organ-organ utama seperti otak, kepala, jantung, hati dan saluran 1
pencernaan, periode fetus berlangsung sejak hari ke-34 masa kebuntingan sampai terjadinya kelahiran Pertumbuhan post natal biasanya dibagi menjadi pertumbuhan pra sapih dan pasca sapih. Pertumbuhan pra sapih sangat tergantung pada jumlah dan mutu susu yang dihasilkan oleh induknya Pada domba, pertumbuhan pra sapih dipengaruhi oleh genotip, bobot lahir, produksi susu induk, litter size, umur induk, jenis kelamin anak dan umur penyapihan. Pertumbuhan pasca sapih (lepas sapih) sangat ditentukan oleh bangsa, jenis kelamin, mutu pakan yang diberikan, umur dan bobot sapih serta lingkungan misalnya suhu udara, kondisi kandang, pengendalian parasit dan penyakit lainnya. Pertumbuhan hewan yang diukur dalam berat tubuh atau berat karkas maupun organ, jaringan atau bagaian tubuh tertentu, bila diplot pada kertas grafik terhadap umurnya, merupakan suatu kurva berbentuk sigmoid, dengan persamaan :
A Wt _________ Disini Wt Ukuran tubuh pada waktu t, 1 be kt
A adalah ukuran
maksimum yang dapat dicapai pada waktu t tak hingga, sedangkan a, b, dan k adalah suatu kontanta yang mempunyai arti tertentu dalam pertumbuhan dan e adalah bilangan logaritma alami yang besarnya 2,71828. Pertumbuhan terdapat dua fase, yaitu: fase pertama self accelerating phase, dimana kecepatan tumbuh meningkat, dengan persamaan W t = W0ekt , disini
W0
ukuran tubuh pada saat lahir atau menetas dan k adalah kecepatan pertumbuhan Fase kedua self inhibiting phase dimana pertambahan ukuran tubuh per unit waktu turun sampai pertambahan ukuran tubuh tersebut menjadi nol atau mencapai ukuran maksimum,
dan dalam keadaan ini ukuran tubuh dewasa telah tercapai
dengan persamaan Wt = A - bekt. Titik antara kedua fase ini disebut titik balik (“inflection point”).
2
70.0
Ukuran Tubuh (Wt)
A60.0 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0 0.0 0
20
40
60
80
100
Umur(t)
Brody (1945) menyatakan bahwa pertumbuhan dapat diukur dengan tigacara, yakni: (1) laju pertumbuhan kumulatif (cumulative growth rate), (2) laju pertumbuhan relative (relative growth rate) dan (3) laju pertumbuhan absolute (absolute growth rate). a. Pertumbuhan Kumulatif Kurva laju pertumbuhan kumulatif adalah kurva bobot badan versus waktu, bentuk kurva ini sigmoid. Menurut Tulloh (1978) pertumbuhan sapi jantan di bawah kondisi lingkungan yang terkendali dapat digambarkan sebagai kurva yang berbentuk sigmoid (Gambar 1). Kurva pertumbuhan kumulatif diperoleh dengan cara menimbang bobot hidup ternak sesering mungkin, selanjutnya dibuat kurva dengan aksisnya adalah umur dan ordinatnya adalah bobot hidup. Di bawah kondisi lingkungan yang terkendali, bobot ternak muda akan meningkat terus dengan laju pertambahan bobot badan yang tinggi sampai dicapainya pubertas. Setelah pubertas dicapai bobot badan meningkat terus dengan laju pertambahan bobot badan yang semakin menurun, dan akhirnya tidak terjadi peningkatan bobot badan setelah dicapai kedewasaan. Pertumbuhan 3
selanjutnya adalah pertumbuhan negatif atau tidak terjadi lagi penambahan bobot badan bahkan terjadi penurunan bobot badan karena ketuaan . b. Pertumbuhan Absolut Menurut Brody (1945) adalah pertambahan bobot badan per unit waktu atau laju pertumbuhan absolut (LPA). Dapat digambarkan dengan rumus :
W 2 W1 LPA ________ t 2 t1 Dimana : W1 = bobot badan pada umur t1 W2 = bobot badan pada umur t2 Kurva ini diperoleh dengan cara menggambarkan pertambahan bobot badan harian versus umur. Pada saat lahir sampai pubertas terjadi peningkatan pertambahan bobot badan yang semakin meningkat. Setelah dicapai pubertas, pertambahan harian menurun
sampai
dicapai
titik
nol
setelah
dicapainya
kedewasaan.
Setelah
kedewasaan laju pertumbuhannya menjadi negative.
Gambar 1. Kurva pertumbuhan sejak lahir sampai ternak mati 4
Keterangan : Y = Bobot hidup, Pertambahan bobot badan harian atau persen laju ertumbuhan X = Umur C = Pembuahan B = Kelahiran P = Pubertas M = Dewasa tubuh D = Mati c. Pertumbuhan Relatif Menurut Brody (1945) laju pertumbuhan relatif (LPR) pada “self accelerating phase” didefinisikan sebagai kecepatan tumbuh absolut dibagi dengan setengah jumlah bobot badan awal dan bobot badan akhir pengamatan. Dalam bentuk rumus adalah sebagai berikut : (W2 – W1) / (t2 – t1) (ln W2 – ln W1) LPR = k = --------------------------- atau k = -----------------------½ (W2 + W1) (t 2 – t1) Persen laju pertumbuhan selalu menurun sepanjang hidup ternak, laju pertumbuhan
tertinggi
dicapai
saat
terjadinya
pembuahan.
Meskipun
laju
pertumbuhannya sama, ternak yang lebih kecil tumbuh tiga kali lebih cepat bila perbandingan dibuat dalam persen laju pertumbuhan (Tabel 1). Ternak dari bangsa yang besar kerangka tubuhnya meskipun pertambahan bobot badan hariannya lebih tinggi tetapi persen laju pertumbuhannya lebih kecil bila dibandingkan dengan bangsa yang kerangka tubuhnya kecil (Tabel 2). Sebagai gambaran untuk memperjelas penyataan tersebut disajikan data pertumbuhan sapi bobot 100 dan 300 kg dengan pertambahan bobot badan harian (PBBH) yang sama (1,0 kg). Tabel 1. Laju pertumbuhan relatif sapi pada bobot potong 100 dan 300 kg Bobot Potong
Laju Pertumbuhan PBBH (kg)
% Laju Pertumbuhan
100
1,0
1,0
300
1,0
0,3
Sumber : Tulloh (1978)
5
Tabel 2. Laju pertumbuhan relatif sapi bangsa A dan bangsa B Bangsa
Bobot Potong
Laju Pertumbuhan PBBH (kg)
% Laju Pertumbuhan
A
200
0,5
0,25
B
500
1,0
0,20
Sumber : Tulloh (1978) d. Pertumbuhan Alometri Perkembangan tubuh ternak dapat dipelajari dengan mengukur pertumbuhan relatif
komponen-komponen
tubuh
dan
biasanya
dilakukan
dengan
teknik
pemotongan ternak secara beruntun (Butterfield, 1988). Dengan menggunakan persamaan alometrik Huxley (1932) yaitu Y = aX b, dapat diketahui gambaran pertumbuhan organ atau komponen tubuh secara kuantitatif. Transformasi logaritma persamaan Huxley akan menghasilkan garis lurus untuk setiap komponen tubuh terhadap bobot tubuh. Bentuk tranformasi logaritmanya adalah : log Y = log a + b log X. atau ln Y = ln a + b ln X
3.0
2.5
2.0 b>1 b=1 1.5
b<1
B
1.0
0.5
0.0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
6
Menurut Natasasmita (1979) dengan mengetahui
besaran nilai koefisien
pertumbuhan relatif (b) dari suatu bagian komponen tubuh (Y) terhadap bobot tubuh (X) di dalam persamaan Alometrik Huxley, dapat dipelajari fenomena pertumbuhan komponen bersangkutan. Jika prinsip allometrik Huxley diaplikasikan secara tepat pada sejumlah individu hewan, kita akan menghasilkan hewan yang mempunyai komposisi karkas dan bobot yang spesifik selama pertumbuhan (McDonald et al., 1975). Bila slope atau koefisien pertumbuhan relatif b=1, maka kedua komponen tubuh tumbuh dengan laju yang sama. Bila b<1 berarti komponen tubuh (yang diwakili pada sumbu Y) tumbuh lebih lambat dari bobot tubuh (yang diwakili pada sumbu X), dan bila b>1 menunjukkan komponen tubuh (Y) bertambah sejalan dengan peningkatan bobot tubuh (X), atau dapat diinterpretasikan bahwa kecepatan pertumbuhan relatif komponen tubuh (Y) lebih tinggi, bila dibandingkan dengan peningkatan
bobot
tubuh
(X)
Koefisisen
ini
menunjukkan
bahwa
waktu
perkembangan komponen tubuh (Y) termasuk masak lambat, sehingga potensi pertumbuhan relatif dari komponen tubuh (Y) termasuk potensi tinggi. Penggunaan persamaan ini berdasarkan anggapan bahwa perubahan relative komponen tubuh selama pertumbuhan lebih tergantung pada bobot hidup, dibandingkan dengan waktu yang diperlukan untuk mencapai ukuran tersebut dan pakan (Tulloh.1963). Hal ini berarti bahwa umur fisiologis (berdasarkan bobot hidup) lebih berpengaruh dari pada umur kronologis (Natasasmita, 1978). Kemudian untuk mengetahui karakteristik tumbuh kembang komponen tubuh, Natasasmita (1979) mencoba menginterpretasikan dengan menguji nilai b terhadap satu dengan formula : (b-1) / Sb. Untuk mencegah penyimpangan hasil yang didapat dalam analisis ini, dianjurkan agar pemotongan ternak secara serial, sesuai dengan masa pertumbuhan atau pada selang bobot potong yang tidak terlalu besar. Tulloh (1963) menganjurkan pemakaian persamaan alometrik Huxley dalam bentuk linier dengan alasan penggunaan ratio ataupun persentase dari bagian tubuh terhadap bobot tubuh secara keseluruhan, dapat memperoleh gambaran tentang perubahan komponen tubuh selama pertumbuhan seekor ternak tidak terlalu besar. Hasil penelitian Murray 7
dan Slezacek (1976) dan Wood et al. (1980) pada domba, mendapatkan bahwa persentase tulang karkas berkurang sesuai dengan pertambahan umur maupun bobot tubuh karena nilai koefisien pertumbuhan relative (b<1) Pulungan dan Rangkuti (1981) dan Herman (1993) meneliti domba jantan didapat bahwa persentase tulang berkurang dengan meningkatnya bobot karkas. Hasil penelitian Hendri (1986) pada kambing Kacang dan domba Priangan pada tingkat umur yang berbeda mendapatkan bahwa pertumbuhan komponen tulang dan jaringan ikat tergolong masak dini, lemak karkas masak lambat dan jaringan daging tanpa lemak (lean) masak sedang, sehingga persentase bobot tulang karkas dan jaringan ikatnya berkurang, persentase bobot lemak meningkat dan persentase daging tanpa lemak (lean) relatif konstan dengan meningkatnya umur.Herman (1993) dalam penelitian tumbuh-kembang karkas domba Priangan dan Ekor Gemuk menyatakan bahwa dengan meningkatnya bobot hidup maka persentase karkas meningkat (b>1). Dengan meningkatnya bobot karkas, maka persentase otot, tulang dan jaringan pengikat berkurang (b<1), sedangkan persentase lemak meningkat (b>1). Dengan meningkatnya lemak karkas pada domba Priangan maka persentase lemak subkutan konstan (b=1), lemak intermuskuler berkurang (b<1), lemak ginjal dan lemak pelvis meningkat (b>1), 21 sedangkan pada domba Ekor Gemuk persentase lemak subkutan, intermuskuler, ginjal dan pelvis konstan (b=1) dengan semakin meningkatnya lemak karkas. Secara umum persentase otot, tulang dan jaringan pengikat selalu lebih tinggi, sedangkan persentase lemak selalu lebih rendah pada domba Priangan dibandingkan dengan domba Ekor Gemuk. Bangsa domba sangat nyata berpengaruh pada intersep bobot otot, tulang, lemak dan jaringan ikat, sedangkan pada distribusi lemak menunjukkan
koefisien
pertumbuhan
lemak
subkutan,
intermuskuler,
lemak
abdomen, lemak ginjal dan lemak pelvis tidak nyata dipengaruhi oleh bangsa domba.Dari segi depot lemak, Herman (1993) menyatakan bahwa dengan meningkatnya bobot tubuh, maka persentase lemak tubuh domba Priangan dan Ekor Gemuk semakin meningkat (b>1). Pada domba Priangan persentase lemak subkutan 8
dan lemak ginjal meningkat (b>1), lemak intermuskuler, lemak pelvis, lemak rongga thorax berkurang (b<1) dan lemak rongga abdomen dan lemak ekor konstan (b=1) dengan meningkatnya lemak tubuh. Pada domba Ekor Gemuk, lemak subkutan dan lemak rongga abdomen meningkat (b>1), lemak intermuskuler, lemak pelvis, lemak rongga thorax dan lemak ekor berkurang (b<1) serta lemak ginjal konstan (b=1) dengan meningkatnya lemak tubuh. Kempster (1980) menyatakan bahwa pada sapi, babi dan domba, lemak subkutan berkembang lebih cepat dibandingkan dengan lemak intermuskuler.Urutan pertumbuhan depot lemak relatif terhadap total lemak tubuh adalah (1) lemak rongga perut, (2) lemak subkutan dan (3) lemak intermuskuler. Menurut Soeparno (1992) lemak menumpuk diberbagai depot dengan kecepatan yang berbeda dan mempunyai urutan : (1) lemak mesenterium, (2) lemak ginjal, (3) lemak intermuskuler, dan (4) lemak subkutan dan yang terakhir tumbuh adalah lemak diantara ikatan serabut otot yaitu lemak intramuskuler atau
marbling.Berdasarkan laju pertumbuhan maksimumnya, jaringan tubuh mempunyai urutan pertumbuhan berdasarkan umurnya yaitu (1) jaringan syaraf, (2) tulang, (3) otot dan (4) lemak. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN TERNAK. Tumbuh-kembang dipengaruhi oleh faktor genetik, pakan, jenis kelamin, hormon, lingkungan dan manajemen. Beberapa faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan sebelum lepas sapih adalah genotipe, bobot lahir, produksi susu induk, jumlah anak perkelahiran, umur induk, jenis kelamin anak dan umur sapih . Laju pertumbuhan setelah disapih ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain potensi pertumbuhan dari masing-masing individu ternak dan pakan yang tersedia . Potensi pertumbuhan dalam periode ini dipengaruhi oleh faktor bangsa, heterosis ( hybrid
vigour) dan jenis kelamin. Pola pertumbuhan ternak tergantung pada sistem manajemen (pengelolaan) yang dipakai, tingkat nutrisi pakan yang
tersedia,
kesehatan dan iklim.
9
SELEKSI TERNAK Penampakan ekspresi potensi ternak secara mendasar dipengaruhi oleh dua faktor utama yang saling terkait satu dengan yang lainnya, yakni faktor genetic dan lingkungan termasuk didalamnya manajemen pemeliharaan secara menyeluruh. Telah diketahui bahwa lingkungan dan penanganan manajemen yang memadai atau sesuai dengan kebutuhan ternak tidak akan memberikan ekpresi produksi (kualitas maupun kuantitas) yang diharapkan jika tidak didukung dengan potensi genetic ternak yang baik. Begitu pula sebaliknya jika ternak memiliki potensi genetic yang baik tidak akan terekspresikan secara optimal bila tidak didukung oleh lingkungan dan manajemen yang maksimal. Dengan demikian kedua faktor tersebut hendaknya memperoleh perhatian yang sama seriusnya dalam pemeliharaan komoditas temak yang dilakukan. Pemeliharaan ternak yang mempunyai nilai genetk tinggi disertai dengan manajemen yang baik tentunya akan memberikan hasil yang optimal baik dari segi produksi dan efisiensi usaha. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi daging adalah : 1. Pakan. Pakan yang berkualitas dan dalam jumlah yang optimal akan berpengaruh baik terhadap kualitas daging. Perlakuan pakan dengan NPB akan meningkatkan daya cerna pakan terutama terhadap pakan yang berkualitas rendah sedangkan pemberian VITERNA Plus memberikan berbagai nutrisi yang dibutuhkan ternak sehingga sapi akan tumbuh lebih cepat dan sehat 2. Faktor Genetik. Ternak dengan kualitas genetik yang baik akan tumbuh dengan baik/cepat sehingga produksi daging menjadi lebih tinggi. 3. Jenis Kelamin. Ternak jantan tumbuh lebih cepat daripada ternak betina, sehingga pada umur yang sama, ternak jantan mempunyai tubuh dan daging yang lebih besar. 10
4. Manajemen. Pemeliharaan dengan manajemen yang baik membuat sapi tumbuh dengan sehat dan cepat membentuk daging, sehingga masa penggemukan menjadi lebih singkat Pemuliaan dan Pembibitan Ternak Pemuliaan
adalah
merupakan
suatu
usaha
untuk
memperbaiki
atau
meningkatkan mutu genetik ternak melalui pengembanganbiakan ternak-temak yang memiliki potensi genetik yang baik sehingga diperoleh kinerja atau potensi produksi yang diharapkan. Sedangkan
arti
pembibitan
adalah
suatu
tindakan
manusia
untuk
menghasilkan ternak bibit, dimana yang dimaksud dengan temak bibit adalah ternak yang memenuhi persyaratan dan karakter tertentu untuk dikembangbiakan dengan tujuan standar produksi /kinerja yang ditentukan. Seorang peternak dapat menentukan dua hat yang berpengaruh terhadap peningkatan mutu genetic temaknya yakni melalui :
Memilih ternak yang dipakai sebagai tetua.
Memilih ternak yang akan dikawinkan,
Alat atau metode yang dapat digunakan antara lain berupa 1. Seleksi 2. Mengendalikan sistim perkawinan untuk ternaknya. Dalam pemuliaan temak, seorang peternak cenderung untuk merubah atau menentukan hat-hat yang terlihat seperti produktifitas ternak pada tingkatan tertentu yang diinginkan. Untuk melakukannya diperlukan informasi atau data mengenai sifatsifat yang akan diturunkan tersebut atau sering disebut dengan sifat-sifat genetic misalnya seperti bobot badan, produksi telur, warna bulu dan sebagainya. Beberapa perbedaan sifat-sifat genetika tersebut sangat mudah dan dapat dilihat, dibedakan 11
dan dikelompokkan, misalnya ternak bertanduk dengan yang tidak bertanduk, warna kulit tubuh merah ataupun hitam dan sebagainya. Sifatsifat
seperti itu dikenal
sebagai sifat kualitatif dan dikontrol oleh sejumlah kecil gen. Sedangkan kebanyakan sifat-sifat produktif yang menjadi pengamatan peternak adalah dikontrol oleh pasangan-pasangan gen dan termodifikasi oleh lingkungan yang dihadapi oleh ternak bersangkutan. Sifat-sifat produksi ini dikenal sebagai sifat kuantitatif dan tidak dapat dikelompokkan secara tegas misalnya produksi daging, susu dan bulu (wool). 1. Sistim Perkawinan Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa dasar dalam pemuliaan ternak adalah untuk meningkatkan produksi dan produktifitas ternak melalui perbaikan atau peningkatan mutu genetiknya. Cara atau metode yang digunakan terdiri dari sistim perkawinan dan sistim seleksi. Sistim perkawinan yang selalu dan sering digunakan untuk meningkatkan mutu genetic ternak antara lain : a. Perkawinan dengan tujuan meningkatkan homosigotas (Inbreeding). b. Perkawinan dengan tujuan meningkatkan heterogositas (Outbreeding). 2. Sistim Seleksi Seleksi adalah istilah dalam pemilihan ternak yang menggambarkan proses pemilihan secara sistimatis ternak-ternak dari suatu populasi untuk dijadikan tetua generasi berikutnya. Pada dasarnya seleksi dibagi menjadi dua bentuk yakni: a. Seleksi Alam Yaitu pemilihan hewan atau ternak menjadi tetua untuk generasi selanjutnya, yang dilakukan oleh alam. Seleksi alarn yang berlangsung beratus tahun akan menghasilkan ternak yang mempunyai daya adaptasi dengan lingkungan alarn sekitar yang berlaku setempat. b. Seleksi Buatan Seleksi yang dilakukan oleh manusia dengan tujuan tertentu. Seleksi buatan selanjutnya dapat dibedakan menjadi :
12
Seleksi Individual (Mass Selection), yaitu seleksi untuk ternak bibit yang didasarkan pads catatan produkti fitas masing-masing ternak. Seleksi individual pada ternak sapi adalah cara seleksi yang paling sederhana dan mudah dilakukan di pedesaan dengan dasar bobot sapih anak sapi yang ada dan sebagainya.
Seleksi Kekerabatan (Family Selection), yaitu seleksi individu atas dasar performans kerabat-kerabatnya (misalnya saudara tiri sebapak atau saudara kandung). Seleksi kerabat dilakukan untuk memilih calon pejantan sapi perah dengan tujuan untuk meningkatkan produksi susu
yang tidak dapat diukur
pada ternak sapi jantan, dengan mengukur produksi kerabat-kerabat betinanya yang menghasilkan susu.
Seleksi Silsilah (Pedigree Selection), yaitu seleksi yang dilakukan berdasarkan pada silsilah seekor ternak. Seleksi in] dilakukann untuk memilih ternak bibit pada umur muda,sementara hewan muda tersebut beium dapat menunjukkan sifat-sifat produksinya. Pemilihan Bibit Ternak (contoh : ternak knmbing / domba) Pemilihan bibit ternak bertujuan untuk memperoleh bangsa-bangsa ternak yang memiliki sifat-sifat produktif potensial seperti memiliki persentase kelahiran anak yang tinggi, kesuburan yang tinggi, kecepatan tumbuh yang baik serta ppersentasi karkas yang baik dan sebagainya. Kriteria – kriteria yang biasa dipergunakan sebagai pedoman dalarn rangka melaksanakan seleksi atau pemilihan bibit ialah : bangsa ternak, kesuburan dan persentase kelahiran anak, temperamen dan produksi susu induk, produksi daging dan susu, recording dan status kesehatan temak tersebut.
Bangsa Pemilihan jenis ternak misalnya (kambing/domba) yang hendak diternakkan biasanya dipilih dari bangsa ternak kambing/domba unggul
Kesuburan dan persentase kelahiran anak yang tinggi
13
Seleksi calon induk maupun pejantan yang benar jika dipilih dari turunan yang beranak kembar dan mempunyai kualitas kelahiran anak yang baik.
Temperamen dan jumlah produksi susu induk Induk yang dipilih hendaknya memiliki temperamen yang baik, mau merawat anaknya serta selalu siap untuk menyusui anaknya.
Penampilan Eksterior Penampilan eksterior ternak bibit harus menunjukkan kriteria yang baik untuk bibit baik ternak jantan maupun betinanya (induk). Untuk memberikan penilaian keadaan atau penampilan eksterior dapat dilakukan dengan melakukan perabaan/pengukuran ataupun pengamatan.
Penilaian ternak setelah dipotong Definisi : 1. Karkas Ruminansia adalah bagian dari ternak ruminansia yang didapatkan dengan cara disembelih secara halal dan benar, dikuliti, dikeluarkan darahnya, dikeluarkan jeroan, dipisahkan kepala, kaki mulai dari tarsus/karpus ke bawah, organ reproduksi dan ambing, ekor serta lemak yang berlebih kecuali yang telah diawetkan dengan cara lain melalui pendinginan yang telah ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) sehingga lazim dan layak dikonsumsi oleh manusia. 2. Karkas Unggas adalah bagian dari ternak unggas yang telah disembelih secara halal, dicabuti bulunya, dikeluarkan jeroan dan lemak abdominalnya, dipotong kepala dan leher serta kedua kaki atau cekernya. 3. Karkas Babi adalah bagian dari ternak babi yang disembelih setelah dikerok bulunya dan dikeluarkan isi rongga perut dan isi rongga dada. 4. Daging adalah bagian dari karkas yang didapatkan dari ternak yang disembelih secara halal (kecuali babi) dan benar serta lazim, layak, dan aman dikonsumsi manusia, yang terdiri dari potongan daging bertulang atau daging tanpa tulang 14
lainnya kecuali yang telah diawetkan dengan cara lain daripada pendinginan, termasuk daging variasi dandaging olahan. 5. Daging Variasi (variety meats, fancy meats, co-products) adalah bagian dari ternak yang didapatkan dengan cara disembelih secara halal dan benar selain karkas, kulit dan darah, yang dapat dikonsumsi oleh manusia, kecuali yang telah diawetkan dengan cara lain daripada pendinginan. 6. Daging Olahan adalah daging yang diproses dengan cara atau metoda tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan yang dilakukan secara halal, dan benar serta lazim, layak, dan aman dikonsumsi oleh manusia. 7. Daging Untuk Pakan Hewan adalah daging yang tidak layak dikomsumsi oleh manusia dan hanya diperuntukkan bagi pakan hewan. 8. Jeroan (edible offal) adalah bagian dari dalam tubuh hewan yang berasal dari ternak ruminansia yang disembelih secara halal dan benar serta dapat, layak, dan aman dikonsumsi oleh manusia, kecuali yang telah diawetkan dengan cara lain daripada pendinginan. Di pasaran terdapat beragam daging yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat konsumen, tips ini dapat membantu konsumen untuk memilih daging dengan ragam dan kualitasnya. Daging Anak Sapi/Sapi Muda
Pada Umumnya agak pucat, kelabu putih, sampai merah pucat dan menjadi tua
Terdiri dari serabut-serabut halus
Konsistensi agak lembek
Bau dan rasa berbeda dengan daging sapi dewasa
15
Daging Sapi Dewasa
Daging merah pucat
Berserabut halus dengan sedikit lemak
Konsistensi liat
Bau dan rasa aromatis
Daging Domba
Daging terdiri dari serabut halus
Warna merah cukup tinggi
Banyak lemak di otot
Bau sangat khas
Lemak berwarna putih
muda,
konsistensi
Daging Kambing
Daging lebih pucat dari daging domba
Lemak menyerupai lemba domba
Daging kambing jantan berbau khas
Daging Babi
Daging umumnya merah muda
Otot punggung yang mengandung lemak umumnya kelihatan kelabu putih
Serabut halus konsistensi padat dan berbau spesifik
pucat
hingga
16
Daging Kerbau
Pada umumnya liat, karena disembelih pada umur tua
Serabut otot kasar dan lemaknya putih
Rasanya hampir sama dengan daging sapi
Daging Ayam
Warna daging putih pucat
Bagian otot dada dan otot paha kenyal
Bau agak amis sampai tidak berbau
Kriteria Kualitas Daging Kualitas daging dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik pada waktu hewan masih hidup maupun setelah dipotong. Pada waktu hewan hidup, faktor penentu kualitas dagingnya adalah cara pemeliharaan, yang meliputi pemberian pakan, tata laksana pemeliharaan dan perawatan kesehatan. Kualitas daging juga dipengaruhi oleh pengeluaran darah pada waktu hewan dipotong dan kontaminasi sesudah hewan dipotong. Kualitas daging yang baik
Keempukan atau kelunakan Keempukan daging ditentukan oleh kandungan jaringan ikat. Semakin tua usia
hewan, susunan jaringan ikat semakin banyak, sehingga daging yang dihasilkan semakin liat. Jika ditekan dengan jari, daging sehat akan memiliki konsistensi kenyal (padat). 17
Kandungan lemak atau marbling Marbling adalah lenak yang terdapat diantara serabut otot (intramuscular).
Lemak berfungsi sebagai pembungkus otot dan mempertahankan keutuhan daging pada waktu dipanaskan. Marbling berpengaruh terhadap citra rasa daging.
Warna Warna daging bervariasi, tergantung dari jenis secara genetik dan usia,
misalnya daging sapi potong lebih gelap daripada daging sapi perah, daging sapi muda lebih pucat daripada daging sapi dewasa.
Rasa dan Aroma Cita rasa dan aroma dipengaruhi oleh jenis pakan. Daging yang berkualitas
baik mempunyai rasa yang relatif gurih dan aroma yang sedap.
Kelembaban Secara normal daging mempunyai permukaan yang relatif kering sehingga
dapat
menahan
pertumbuhan
mikroorganisme
dari
luar.
Dengan
demikian
mempengaruhi daya simpan daging tersebut. Kualitas daging yang tidak baik
Bau dan rasa yang tidak normal
Bau yang tidak normal biasanya akan segera tercium sesudah hewan dipotong. Hal itu dapat disebabkan oleh adanya kelainan antara lain : Hewan sakit. Hewan yang sakit, terutama yang menderita radang bersifat akut pada organ dalam, akan menghasilkan daging yang berbau seperti mentega tengik. Hewan dalam pengobatan. Hewan dalam masa pengobatan terutama dengan pemberian antibiotika, akan menghasilkan daging yang berbau obat-obatan.
18
Warna daging tidak normal Warna daging yang tidak normal tidak selalu membahayakan kesehatan
konsumen, namun mengurangi selera konsumen.
Konsistensi daging tidak normal Daging yang tidak sehat mempunyai kekenyalan rendah (jika ditekan dengan
jari akan terasa lunak) apalagi diikuti dengan perubahan warna yang tidak normal. Maka daging tersebut tidak layak dikonsumsi
Daging busuk Daging yang busuk dapat mengganggu kesehatan konsumen, karena
menyebabkan gangguan saluran pencernaan. Pembusukan dapat disebabkan karena penanganan yang kurang baik pada waktu pendinginan, sehingga aktivitas bakteri pembusuk meningkat, atau karena dibiarkan di tempat terbuka dalam waktu relatif lama pada suhu kamar, sehingga terjadi proses pemecahan protein oleh enzim-enzim dalam daging. MENAFSIR BERAT BADAN TERNAK Penafsiran berat badan sangat penting dilakukan oleh para pemilik ternak untuk mengetahui bobot tubuh ternak. Cara ini merupakan cara lain untuk mengetahui berat badan ternak selain penimbangan berat badan. Apabila setiap kali harus selalu dilakukan penimbangan, hal ini dirasa kurang praktis di samping timbangan itu jumlahnya terbatas. Rumus penentuan berat badan sapi berdasar ukuran tubuh bertolak dari anggapan bahwa tubuh ternak sapi berupa tong. Oleh karena itu, ukuran tubuh yang digunakan untuk menduga bobot tubuh biasanya adalah panjang badan dan lingkar dada. Rumus yang telah dikenal adalah rumus Schoorl yang mengemukakan pendugaan bobot ternak sapi berdasarkan lingkar dada sebagai berikut : Bobot badan (kg) = (lingkar dada (cm) + 22)2 100 19
Rumus lain diturunkan oleh Scheiffer yang telah menggunakan lingkar dada dan panjang badan dalam pendugaannya. Rumus itu sebagai berikut : Bobot badan (lbs) = Lingkar dada (inchi)2 x Panjang badan (inchi) 300 Rumus lain yang dapat digunakan adalah
rumus modifikasi oleh
Lambourne : Bobot badan (kg) = Panjang badan (cm) x {Lingkar dada (cm)}2 10400 Sejumlah peneliti mencoba membuktikan keakuratan rumus-rumus itu diujicobakan terhadap beberapa kelompok sapi, domba, kambing antara bobot taksir dan bobot timbangan. Hasilnya rumus Scheiffer dan Lambourne lebih mendekati berat real sapi, domba, kambing sebenarnya dengan tingkat kesalahan di bawah 10 persen. Sedangkan rumus Schoorl tingkat kesalahannya mencapai 22,3 persen. Perbedaan perhitungan berat pada mahluk hidup adalah wajar, karena bobot hewan sangat dipengaruhi situasi dan kondisi lingkungan, yakni gelisah (stress), habis makan, banyak minum atau baru buang feses. Hewan yang ditimbang sekalipun, akibat buruk perlakuan dan pengangkutan dapat menyebabkan susut tubuh 5-10%. Dengan memperoleh angka taksiran bobot hidup, maka persentase karkas dan daging dapat segera diketahui. Karkas sapi berkisar 47-57 persen dari bobot hidupnya dan daging 75 persen dari karkas. Karkas adalah potongan daging tulang tanpa kepala, kaki, kulit dan jeroan. Untuk domba persentase karkasnya sekitar 45 persen dan dagingnya 75 persen dari karkas. Selain itu penafsiran berat badan dapat pula dilakukan dengan pengamatan visual yaitu memperkirakan berat badan ternak yang diamati. Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan DWT (Daily Cow Weighting Tape) yaitu dengan melingkarkan DWT pada sternum 3 – 4 dan angka yang ditunjuk pada pita ukur itu menunjukkan berat badan ternak. Cara penafsiran yang merupakan cara untuk mengetahui berat badan ternak adalah penimbangan. Penimbangan dilakukan 20
dengan menggunakan timbangan ternak / neraca. Besar atau kecil, stationer atau portabel, timbangan merupakan bagian yang sangat diperlukan dalam tehnik-tehnik pengukuran, (Blakely and Bade, 1998). Metode visual adalah suatu metode yang digunakan untuk menafsir berat badan dengan melihat, mengamati keadaan sapi dengan baik, kemudian kita menafsir berat sapi tersebut. Metode ini perlu kejelian dan latihan yang banyak supaya taksirannya hampIr mendekati benar. Dan juga metode ini banyak dipakai oleh para pedagang hewan (Buffran,1986). Ukuran-Ukuran Untuk Hewan Ternak I. Ukuran-Ukuran Tinggi 1. Tinggi pundak : yaitu jarak titik tertinggi pundak sampai ketanah 2. Tinggi punggung : yaitu jarak dari tajuk ruas punggung terakhir sampai tanah atau garis tegak lurus di belakang rusuk terakhir. 3. Tinggi kelakang : yaitu jarak titik tertinggi kelakang sampai ke tanah, titik ini terletak sedikit kebelakang permulaan tulang kelakang dan agak jauh di belakng garis yang menghubungkan sudut tulang pangkal paha. 4. Tinggi pangkal ekor : yaitu jarak dari titik di mana ekor meninggalkan badan sampai ke tanah. II. Ukuran-Ukuran Panjang 1. Panjang badan : Jarak lurus dari garis tegak lurus diadakan teoritis dari sikum (boeng) sampai benjol;an tulang tapis. 2. Panjang kelakang : Jarak antara muka pangkal paha sampai benjolan tulang tapis III. Ukuran-Ukuran Lebar 1. Lebar dada : · Lebar dada muka ialah jarak antara kedua benjolan siku luar.
21
· Lebar dada rusuk ialah jarak antara rusuk kiri-kanan diukur di belakang tulang belikat. 2. Lebar pangkal paha : Jarak antara sisi luar sudut pangkal paha. 3. Lebar tulang tapis : Jarak antara sisi luar benjolan tulang tapis. IV. Ukuran-Ukuran Dalam 1. Dalam dada : Jarak antara titik tertingi pundak dan tulang dada, diukur di belakang siku. V. Ukuran-Ukuran Lingkar 1. Lingkar dada : diukur melingkar dada dibelakang siku. 2. Lingkar pipa : yakni diukur dengan pita ukur di tengah-tengah tulang pipa dari kaki kiri. VI. Ukuran-Ukuran Kepala 1. Panjang kepala : Jarak dari puncak kepala sampai ke daging gigi seri. 2. Lebar dahi · Lebar dahi atas adalah jarak panggkal tanduk atas. · Lebar dahi bawah adalah jarak antara kedua lingkungan tulang mata. Cara mengukur berat sapi yaitu dengan terlebih dahulu mengukur lingkar dada, setelah mendapatkan lingkar dada otomatis kita dapat memperkirakan berat badan sapi. Tabel 1. Penaksiran berat badan sapi berdasarkan lingkar dada No.
Lingkar dada (cm)
Berat badan (kg)
1.
100
101
2.
105
114
3.
110
127
4.
115
141
5.
120
155 22
6.
125
171
7.
130
188
8.
135
205
9.
140
223
10.
145
242
11.
150
262
12.
155
283
13.
160
305
14.
165
328
15.
170
350
16.
175
377
17.
180
402
18.
185
429
19.
190
457
20.
195
486
21.
200
515
Sumber:
http://id.shvoong.com/how-to/health/2027649-mengukur-berat-
sapi/#ixzz1rkTe3rEo PENGUKURAN TUBUH Perubahan ukuran tubuh ternak dapat dijadikan sebagai indikator pertumbuhan ternak. Perubahan pada ukuran tubuh ternak menunjukkan apakah ternak mengalami pertumbuhan atau tidak. Mengukur Lingkar Dada Lingkar Dada (LD) merupakan salah satu dimensi tubuh yang dapat digunakan sebagai indikator mengukur pertumbuhan dan perkembangan ternak. Pengukuran
23
lingkar dada diukur pada tulang rusuk paling depan persis pada belakang kaki depan. Pengukuran lingkar dada dilakukan dengan melingkarkan pita ukur pada badan. Cara Mengukur Lingkar Dada : Teknik pengukuran yang baik dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Siapkan pita ukur dengan panjang minimal 200 cm. 2. Siapkan buku data untuk mencatat hasil pengukuran lingkar dada 3. Pengukuran lingkar dada dilakukan simultan setelah ternak ditimbang 4. Pastikan ternak sudah tenang dan berdiri dengan posisi yang tegak 5. Catat angka lingkar dada yang terukur pada pita ukur kedalam buku data. Mengukur Tinggi Panggul Tinggi panggul adalah jarak tegak lurus dari tanah sampai dengan puncak gumba atau di belakang punuk untuk sapi Hisar dan Ongole. Cara Mengukur Tinggi Panggul : 1. Siapkan mistar ukur berbentuk L dan siapkan ternak yang akan diukur 2. Siapkan buku untuk pengisian data 3. Tempatkan ternak sapi pada posisi/tempat yang rata dan pastikan ternak berdiri tegak secara alami. 4. Ukurlah ternak dengan menempatkan mistar ukur tegak lurus dan pastikan bagian horizontal dari mistar persis berada di atas gumba. 5. Catat hasil pengukuran pada buku data yang telah disiapkan. Mengukur Tinggi Pinggul Cara Mengukur Tinggi Pinggul :
24
1. Tempatkan ternak sapi pada posisi/tempat yang rata dan pastikan ternak berdiri tegak secara alami. 2. Ukurlah ternak dengan menempatkan mistar ukur tegak lurus dan pastikan bagian horizontal dari mistar persis berada di atas pinggul. 3. Catatan hasil pengukuran pada buku data yang telah disiapkan. Mengukur Panjang Badan Panjang badan adalah panjang dari titik bahu ke tulang duduk (pin bone).engukuran T Cara Mengukur Panjang Badan : 1. Siapkan alat berupa mistar ukur berbentuk lurus. 2. Tempatkan ternak sapi pada posisi/tempat yang rata dan pastikan ternak berdiri tegak secara alami. 3. Ukur ternak dengan menempatkan mistar ukur pada bagian titik bahu sampai pada tulang duduk. 4. Catatan hasil pengukuran pada form isian yang telah disiapkan SKOR KONDISI TUBUH Skor kondisi dimaksudkan untuk memberikan kriteria pada seekor ternak sapi yang dinilai secara kualitatif. Standar penilaian ini penting terkait dengan kondisi tubuh ternak yang dapat menjadi indikator terhadap pertumbuhan ternak dan potensi reproduksi yang dimiliki oleh seekor ternak. Skor 1 Pada kondisi skor 1 ternak menunjukkan keragaan tubuh yang ”Sangat Kurus” di mana tonjolan tulang belakang, tulang rusuk, tulang pinggul dan tulang pangkal ekor terlihat sangat jelas. Pada kondisi tubuh seperti ini, sapi betina dewasa mengalami gangguan reproduksi berat yang ditandai dengan berhentinya siklus birahi. 25
Skor 2 Pada kondisi skor 2 ternak menunjukkan keragaan tubuh yang ”Kurus”, namun lebih baik dibandingkan dengan ternak pada kondisi skor 1 dimana tonjolan tulang di berbagai tempat mulai tidak terlihat namun garis tulang rusuk masih terlihat jelas dan sudah mulai terlihat ada sedikit perlemakan pada pangkal tulang ekor dimana pangkal tulang ekor terlihat sedikit lebih bulat. Pada kondisi tubuh seperti ini, sapi betina dewasa masih mengalami gangguan reproduksi yang ditandai dengan siklus birahi yang tidak teratur dan cenderung kurang dari 21 hari dan lama birahi yang lebih pendek kurang dari 4 jam dan sering disebut dengan birahi tenang. Skor 3 Pada kondisi skor 3 ternak menunjukkan keragaan tubuh yang ”Sedang atau Menengah”, dimana tonjolan tulang sudah tidak terlihat lagi dan kerangka tubuh, pertulangan dan perlemakan mulai terlihat seimbang namun masih terlihat jelas garis berbentuk segitiga antara tulang HIP dan rusuk bagian belakang dan tonjolan pangkal tulang ekor sudah membentuk kurva karena adanya penimbunan perlemakan pada pangkal tulang ekor. Pada kondisi tubuh seperti ini, aktivitas reproduksi sapi betina dewasa sudah kembali normal. Skor 4 Pada kondisi skor 4 ternak menunjukkan keragaan tubuh yang ”Baik”, dimana kerangka tubuh dan tonjolan tulang sudah tidak terlihat dan perlemakan sudah lebih menonjol pada semua bagian tubuh. Garis tonjolan pangkal tulang ekor masih terlihat namun jika dilihat dari belakang. Bagian belakang tubuh sudah mulai berbentuk persegi panjang yang menunjukkan perlemakan pada bagian paha, pinggul dan paha bagian dalam. Pada kondisi tubuh seperti ini ternak akan dapat bertahan dan aktivitas reproduksi tidak terganggu selama musim kering atau musim kekurangan pakan.
26
Skor 5 Pada kondisi skor 5 ternak menunjukkan keragaan tubuh yang ”Gemuk”, dimana kerangka tubuh dan struktur pertulangan sudah tidak terlihat dan tidak teraba. Tulang pangkal ekor sudah tenggelam oleh perlemakan dan bentuk persegi panjang pada tubuh belakang sudah membentuk lengkungan pada bagian kedua ujungnya. Pada kondisi tubuh seperti ini ternak akan dapat berproduksi dan tidak terganggu oleh perubahan musim. KETEBALAN LEMAK Deposisi lemak merupakan petunjuk kecukupan pakan yang diperoleh ternak. Pada kondisi pakan yang baik misalnya pada musim hujan dimana pakan tersedia dalam jumlah dan kualiats yang baik, sebagian besar ternak mengalami peningkatan berat badan yang sangat nyata dan terjadi penimbunan lemak pada punggung bagian belakang mulai dari tulang pinggul sampai tulang ekor. Jika diraba akan terasa lembut menandakan adanya timbunan lemak dan sebaliknya terasa keras menandakan tidak adanya timbunan lemak. Pengukuran deposisi lemak juga dapat dilakukan dengan memijit lapisan kulit di sebalah kiri dan kanan tulang ekor diatas anus. Jika bagian ini ditekan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk dan terasa tebal dan lembut seperti busa menandakan terdapat timbunan lemak dan bila yang terasa hanya dua lapisan kulit yang bergesekan menandakan tidak ada timbunan lemak. Ternak yang mempunyai timbunan lemak yang cukup pada awal musim kering dan paceklik pakan akan tetap dapat mempertahankan kemampuan produksinya karena mempunyai simpanan energi yang cukup. Pada kondisi tertentu pengukuran langsung tidak mungkin dilakukan. Deposisi lemak dapat ditilik dengan memperhatikan bagian brisket atau gelambir dan dari belakang dengan mengamati perlemakan pada daerah pangkal tulang ekor dan lipatan kulit diantara dua paha belakang untuk mengetahui ketebalan lemak pada paha dalam bagian belakang. 27
PETUNJUK UNTUK MENDUGA KETEBALAN LEMAK SECARA VISUAL Ketebalan lemak pada pangkal ekor Ketebalan lemak pada pangkal ekor dapat digunakan sebagai indikasi untuk mengetahui ketebalan lemak. Ternak yang kurus jika dilihat dari belakang bagian ekor terlihat bundar penuh dan pertemuan pangkal tulang dan penutup terlihat jelas. Ternak dengan perlemakan sedang ekor terlihat bundar setengah dan pertemuan pangkal tulang ekor dan penutup tersambung dengan halus. Pada ternak gemuk bundaran ekor tidak terlihat sehingga terlihat rata dan ada benjolan tumpukan lemak di kanan dan kiri pangkal tulang ekor. Ketebalan lemak pada paha dalam bagian belakang Mengukur ketebalan lemak pada paha belakang bagian dalam juga dapat dilakukan untuk mengatahui tingkat deposisi lemak yang berhubungan dengan ketersediaan dan kecukupan pakan yang diberikan. Ketebalan diukur dengan melihat tingkat ketajaman pertemuan kulit antara kedua paha bahagian dalam. Pada ternak kurus sudut pertemuan kulit antara kedua paha dalam berbentuk cekungan yang tajam atau lancip, sedangkan pada ternak dengan perlemakan sedang sudut pertemuan berbentuk cekungan dengan sambungan halus dan pada ternak gemuk sudut pertemuan berbentuk cembung dengan sambungan yang halus.
28