ILHAM PAMUNGKAS
GLORY OF LOVE
사랑의 영광 sarang ui yeong-gwang
Penerbit Fiction Media
Perjalanan mereka dimulai dari sebuah kisah klasik mengenai kehidupan . Semua tertuang dalam satu kisah, kisah antara manusia yang sedang mencari makna cinta . Presented: Riska Afriani Suryakanti & Terry Ares Heracles
2
APPETIZER Mencintai seseorang itu gampang, tetapi tidak semudah itu pula menggapainya. Mungkin, itulah yang dirasakan sekarang oleh Terry dan Riska, mereka adalah pribadi yang sangat keras, berpaham semua pada teori, dan juga mereka egois dengan
pemikirannya
masing-masing.
Suasana
malam
pergantian tahun kali ini lebih meriah. Tepatnya di Gasibu, dekat sekali dengan Gedung Sate Bandung. Bersama teman satu kost-annya Dira, dan kekasihnya Austin, Riska mengunjungi parade malam yang penuh dengan gemerlap. Suasana lapangan Gasibu penuh sesak oleh orangorang yang berjubel ingin menyaksikan malam pergantian tahun yang indah itu. “Ris, lo yakin kuat sampai jam dua belas malam? Biasanya kan lo tepar duluan?” ejek Dira ketus. “Kuat lah, tenang aja lo semua, gue nggak akan kayak tahun kemarin yang hanya tertidur setelah makan barbeqyu, sekarang gue harus lihat depan mata kepala gue sendiri, kembang api meluncur dengan hebat ke angkasa, tenang aja deh.” Austin menarik tangannya Dira. “Eh lo malah curhat di sini, cepetan itu kembang apinya udah mau mulai, kita buat harapan seperti tahun kemarin, katanya kalau seseorang memanjatkan harapan pada saat awal tahun dan melihat kembang api – “ 3
Dira menyambar ucapannya Austin, “Harapan itu akan terwujud, dan pada saat tahun kemaren gue sama lo kan manjatin harapan yang sama –“ “Yaitu sebagai sepasang kekasih,” ucap mereka bersamaan. “Eh lo bangga jadinya, hah? Gue akan ngebuktiin ke lo semua, gue bakal dapet pangeran berkuda putih itu, gue yakin tahun ini adalah tahun gue.” Dira memutar bola matanya sambil menyilangkan kedua tangannya. “Maksud lo cowok yang hebat? Lo terlalu perfeksionis sih jadi orang, sampai nenek-nenek kayaknya lo nggak akan punya deh pangeran berkuda putih itu,” ejek Dira sinis. “Mulut lo tuh ya! Nggak pernah bisa berhenti ngejek, lihatin aja nanti ke depan, lo semua bakal terkesima dengan gue!” Perlahan detak waktu bergulir dengan cepat, hingga tak terasa pukul dua belas malam tiba. “Dir, sumpah mata gue udah nggak kuat, udah 5 watt,” ungkap Riska dengan nada kelelahan. “Apa gue bilang, gue paling males ngajak lo kalau gini, tenang deh lima belas menit lagi tuh kembang api bakal menghiasi langit yang indah, lo sabar dikit, ya!” Riska menyandarkan tubuhnya kepada Dira. Terdengar teriakan waktu perhitungan mundur, pengunjung berlari menuju
4
ke tengah lapang untuk menyaksikan indahnya malam pergantian tahun baru. “Ris ayo dong lo semangat, itu kembang apinya mulai!” tukas Austin sambil menarik tangannya Riska. Lima, empat, tiga, dua, satu, suara dentuman kembang api terdengar begitu dahsyatnya. Riska mencoba menyadarkan diri dan mengusap kedua matanya dengan kedua tangannya. Riska tersenyum melihat kembang api yang indah itu, perlahan Riska berdiri dan memejamkankan mata. Riska menarik napasnya, dan menggenggam tangannya sendiri. Di lain tempat, Terry memanjatkan sebuah harapan yang padu dengan sepenuh hati. (Riska Afriani Suryakanti) Gue harap gue bisa bertemu dengan pangeran berkuda putih itu, semoga yang gue idam-idamin berhasil gue taklukan. Gue pengen maju, gue nggak mau kayak gini lagi, ayolah masa seorang Riska Afriani Suryakanti menyerah dengan sebuah kata cinta. Mau sampai kapan lajang, Ris? Ayolah gue harus maju! (Terry Ares Heracles) Mengungkapkan cinta adalah sesuatu yang paling menakutkan bagi diri gue, mungkin dia nggak pernah tahu kalau sebenernya gue suka sama dia, gue terlalu gengsi untuk nyapa dia, bahkan kalo gue ketemu sama tuh orang gue nggak pernah lihat dia. Malah gue sering nyuekin dia, entah mengapa 5
gue paling susah kalo ngomong kata cinta. Dulu aja gue sampai-sampai ditembak cewek, dan bodohnya gue malah buat tuh cewek malu. Gue merasa bodoh saat menatap diri di cermin begitu banyak kebodohan yang udah keukir di dalam diri gue. Gue sempet risih dikatain homo sama temen-temen gue, hmm intinya bukan gue jual mahal tapi, ada sebab tertentu. Gue belum nemuin cewek yang bener-bener baik. Naif sih pemikiran gue selama ini, pemikiran yang selalu buat gue gendok ya cinta. Kenapa sih cinta itu rumit, dan gue belum ngerti sama keadaan diri gue. Oke kalo gue naif gue terlalu memikirkan sempurna. Tapi, semoga di tahun yang baru ini gue dapetin dia. Gue suka sama lo, Ris! “Ris, lo nggak tidur, kan?” tanya Dira curiga. “Ris bangun, Ris!” Austin mencoba menyadarkan Riska yang sedang terpejam. Perlahan matanya Riska terbuka. “Pulang, yuk! Udahan kan kembang apinya?” ucap Riska dingin. “Gubrag! Gue kira lo tidur, tahunya lo bersemedi memanjatkan harapan, percaya juga lo?” Riska terkekeh pelan. “Pulang yuk pulang! Lama-lama bisa jamuran gue di sini! Ayolah kita pulang! Mata gue udah kayak kodok gini, Tin biar gue yang nyetir, ya! Belum tahu kan sensasi fast and furious gue?”
6
Austin memutarkan kedua bola matanya. “Hello, lo mau buat kita berdua mati konyol, hah?” Riska berjalan dengan dingin meninggalkan mereka berdua. *** Dira berjalan menaiki tangga dengan santainya. Tangan kanannya memegang sebuah pengumuman yang penting bagi Riska. Malam tahun baru itu membuat Riska lelah, namun berbeda dengan Dira, Dira selalu bersemangat menjalani hari. “Riska! Riska! Riska!” teriak Dira begitu kerasnya. Riska meringis. “Itu nenek gerandong pagi-pagi udah buat gue kesel, peduli ah! Gue mau tidur lagi!” tukas Riska sambil menutup telingannya dengan menggunakan bantal. “Riska Afriani Suryakanti Putri Ningrat Wijojo Kertowirjo!”
teriak
Dira
sambil
menendang-nendangkan
kakinya ke pintu kamarnya Riska. “Sial berisik amat tuh gerandong, udah gendut, hidup lagi!” Riska menekan bantalnya yang sedang ia pergunakan untuk menutup telinga. “Lama kelamaan gue dobrak ini pintu, ya! Suryakanti bangunlah dari peraduanmu!” teriak Dira sekali lagi, lima menit menunggu
Dira
sudah
kehilangan
kesabaran,
Dira
mengumpulkan tenaganya yang super duper kuat untuk mendobrak pertahanan pintu masuk kamarnya Riska. Dira mendobrak pintu itu dengan sekuat tenaga, Dira tidak 7
memperhatikan kulit pisang tergeletak di bawah lantai, seketika badannya Dira terhempas, dan terjatuh tepat di atas Riska. “Gerandong apa-apaan sih lo?” kesal Riska menjadijadi. “Lo sih daritadi gue bangunin nggak nyaut-nyaut, apa lo nggak mau denger pengumuman baik ini?” Dira menunjukan sebuah amplop kepada Riska. “Kalau itu surat dari pangeran berkuda putih gue mau, tapi kalau bukan gue mending tidur lagi deh,” jawab Riska sambil membaringkan tubuhnya kembali ke tempat tidur. Saking kesalnya Dira berteriak seraya membuka amplop itu. “Kepada Riska Afriani Suryakanti, lamaran anda telah kami proses, dan juga berdasarkan hasil ujian dua hari yang lalu, selamat anda diterima bekerja di tempat kami sebagai seorang pattiseri dan juga koki di Carvieno!” Begitu mendengar pengumuman itu, Riska terbangun, bagaikan kembang api yang meletup-letup Riska jingkrakjingkrakan di atas kasur. “Berhasil, berhasil, berhasil, hore!” Riska sangat bahagia karena akhirnya impiannya terwujud sebagai seorang pattiseri dan koki. “Lama kelamaan gue ngebatin punya temen kayak lo, Ris. Semoga aja gue sabar terus, ya!” ucap Dira sambil
8
meninggalkan Riska yang sedang jingkak-jingkrakan di atas kasur. *** Riska turun dari kamarnya dengan lagak seperti seorang model yang sedang berbinar dengan gayanya yang anggun membuat Dira yang sedang sarapan mual setengah mati, Riska melambaikan tangannya bagaikan seorang Miss Universe yang sedang menyapa setiap orang, namun, mual Dira semakin menjadi-jadi. “Suer lo nggak pantes, Ris! Lo urakan gitu, idih gue risih punya temen kayak lo!” ejek Dira penuh dengan rasa iri. “Alah bilang aja lo sirik, lihat badan gue ramping modis kayak gini, emang badan lo, montok kayak atun!” balas Riska sambil mengambil sandwich yang tersedia di atas meja. “Eits, itu sandwich punyanya Austin, bikin lo sana sendiri!” Tanpa pikir panjang Riska melahap sandwich itu ke dalam mulutnya. “Nyam-nyam enak banget deh,” kata Riska dengan mulutnya yang penuh dengan sandwich. Dira mengepalkan kedua tangannya, ia menggebrak meja dengan kencang,
membuat Austin terbangun dari
tidurnya, Austin membuka pintu kamarnya sambil menutup mulutnya yang sedang menguap. “Ada apa lagi ini? Pagi buta gini udah ribut nggak jelas, gue keganggu tahu!” 9
Riska menoleh ke arah Austin dan matanya Riska terbelak melihat seekor burung sedang menggelayut dengan pasti di bagian bawah. “Tin, burung lo!” Austin melirik ke arah bawah. “Aaaarrrrgh!”
teriaknya
begitu
kencang.
Riska
mencoba berpikir jernih dan menarik napasnya. Riska memejamkan matanya dan berjalan dengan perasaan yang tak menentu. “Dir, lo ngelakuin hal itu?” tanya Riska curiga. Dira sangat cemas terlihat dari ekspresinya, keringat dinginnya keluar, Dira tidak bisa berbicara. “Gue tanya sekali lagi apa lo ngelakuin hal itu, Dir?” Dira menjatuhkan garpu makannya. “Lo jangan bilang-bilang, ya! Gue harap lo bisa jaga rahasia ini, gue ngelakuin itu karena rasa suka sama suka, bukan karena emosi sesaat. Lo harus ngerti, Ris!” Riska menyela pembicaraannya Dira. “Mau itu suka sama suka atau alasan apapun itu nggak bisa diterima lo udah berbuat zina, Tuhan melarang hal itu, udah jelas aturanNya ada di dalam kitabNya, lo mesti cepet-cepet nikah, Dir! Itu yang harus lo lakuin!” “Iya gue ngerti, tapi malem itu –“ “Tapi apa? Apa perlu gue kasih tahu hal ini sama orang tua lo di kampung? Kasihan mereka udah nyekolahin lo sampai kayak gini, ini bales budi lo?” 10
“Berhenti! Orang tua gue nggak boleh tahu, oke secepatnya pernikahan itu memang harus terjadi, gue sama Austin itu udah saling suka, lalu apa urusan lo selanjutnya?” “Itu yang ngebuat gue jadi perfeksionis kayak gini, gue nggak mau nyari orang yang cakepnya dari luar, gue mau orang yang cakepnya luar dalem, lo boleh ejek gue, tapi lo ternyata kayak gini.” Dira memeluk Riska dengan erat, terdengar isakan tangis yang membuat hati Riska semakin miris. “Ini udah terlanjur Ris, mau diapain lagi? Jujur gue nyesel, gue harus ngapain, Ris?” Riska
mengelus-eluskan
kepalanya
Dira
seraya
berkata, “Minta maaf ya sama Yang Maha Kuasa hanya Dia Yang Maha Pengampun, ya udah lo jangan sedih dan jangan nyesel, udah terjadi ini, tapi masih maukan nganterin gue ke toko buku?” hibur Riska dengan penuh rasa iba. “Iya, iya, gue anterin lo ke toko buku, besok lo kan mulai kerja, selain ke toko buku lo mestinya pergi ke toko pakaian untuk beli baju baru, malu kalau baju lo itu-itu aja, kan?” *** Toko Buku “Toga Mas” menjadi tujuan mereka dalam pencarian buku-buku resep baru. Dari kecil memang Riska itu pintar dalam mengolah bahan-bahan makanan, indera pengecap dan juga pembaunya adalah senjata pamungkasnya. Dengan 11
menghirup masakan saja, Riska sudah mengetahui bumbu racikan yang terdapat dalam masakan itu. Saat itu Riska sedang berdiri di sebuah restoran Jepang ya sebut saja itu Hanamasa. Hari itu sedang hujan, Riska meneduh di restoran itu. Riska masih berusia sepuluh tahun tiba-tiba Riska mencium aroma daging teriyaki sedang dibakar dengan apik. “Hmm teriyaki dengan bumbu minimalis, tercium wangi garam yang lembut, dan juga sensasi kecap ikan yang ditambah dengan minyak wijen membuat aroma makanan ini semakin menjadi, aku suka dengan sensasi selanjutnya, ini wangi hmm yang segar yaitu – “ “Ini wangi saus teriyaki dengan sedikit perpaduan arak putih, indera pembaumu memang peka, kau sangat berbakat,” puji Pak Wirya itu sambil tersenyum melihat Riska. Riska mulai menghirup aroma lain. “Hmm ini bau busuk, ada kesalahan di dalam masakannya.” Riska masuk ke dalam restoran dan menghirup lebih dalam aroma makanan yang kurang sedang terlintas di hidungnya. Riska berjalan ke dapur dan menyicipi kuah kaldu shabu-shabu. “Kaldu daging sapi ini telah berubah rasanya, terasa pahit, dan juga kuahnya terlalu kental, ini sudah tidak baik untuk dikonsumsi, segeralah buang!” pinta Riska kepada seorang koki di sebelahnya.
12
Pak Wirya itu menyicipi kaldu daging sapi itu, dan ternyata benar kaldu itu sudah basi ***. Hawa sejuk Kota Bandung masih terasa, Dira memarkirkan mobilnya terlebih dahulu. “Ris lo mending duluan aja, gue markirin mobil dulu,” tukas Dira sambil mengatur posisi setir mobilnya. “Ya udah gue turun, gue di tempat buku resep makanan ya, tenang deh gue nggak akan kabur lagi kayak tempo lalu.” Dira menyela pembicaraan Riska, “Cepetan lo turun! Kagok nih gue!” Riska turun dari mobilnya Dira dengan langkah yang pasti Riska menuju ke tempat buku resep makanan. Namun, di sela itu Terry sedang membaca buku psikologi mengenai cinta. Riska mengernyitkan keningnya dan mencoba menelaah siapa cowok yang sedang berdiri di dekat rak buku psikologi. Dira menghampiri Riska. “Cepetan Ris! Lo kan harus beli baju udah ini, eh itu kan Terry Ares Heracles, anak psikologi, yang dulu sempet nolak Trivia Amelinda, gila di saat liburan gini dia nyari referensi, hebat banget tuh cowok.” Riska berdehem. “Lo perhatiin deh buku yang lagi dia pegang, buku tentang psikologi cinta, ngapain dia nyari referensi tentang itu, ya? Dan lo lihat tumpukan buku di tasnya, salah satu buku itu, bukunya Khalil Gibran, eh tapi kabarnya dia 13
itu penyuka sesama jenis, ya? Dulu pernah gue pergokin di kamar mandi, dia lagi ih serem deh,” bisik Riska sambil berjalan menuju rak buku mengenai resep masakan. “Eh tunggu buat apa lo jalan ke kamar mandi cowok? Jangan-jangan?” tanya Dira curiga. Riska terkekeh pelan. “Gue mandangin cowok, jujur aja gue pengen lihat tubuh kekar mereka, bikin gue melayang deh.” Ratih menepuk pundaknya Riska dari belakang. “Riska ngapain lo di sini?” tanya Ratih penasaran. “Eh Ratih, gue mau nyari bahan resep-resep makanan, seperti biasa daripada nganggur libur gini mending ada aktivitas lah walau sedikit-sedikit.” “Bagus itu namanya tidak menyia-nyiakan waktu, sebagai mahasiswa kita kan harus kreatif juga, siapa tahu nanti lo bakal buka catering, café, atau restoran. Mahasiswa sekarang harus punya soft skill, agar punya penghasilan lain yang lebih menguntungkan.” Riska terkekeh pelan. “Iya nih Tih, eh lo sendiri di sini ngapain? Meriksa katalog buku? Hebat lo Tih, udah bener sukses di dunia penulis. Salut deh gue sama lo!” ucap Riska yang sedikit agak memaksa. “Iya
gue
kesini
meriksa
katalog
buku
untuk
mengetahui berapa buku yang udah terjual sekaligus, gue nganterin Terry belanja buku.”
14
Dira menyikut lengannya Riska. “Ris, udahan dong ngomongnya, bisa dua jam kalau lo terus-terusan ngomong sama anak kayak gini,” bisik Dira pelan. Riska tersenyum simpul. “Eh Tih, udah dulu ya aku buru-buru nih, have a nice day!” Riska dan Dira menuju ke rak buku kumpulan resep makanan sambil tertawa dengan pelan. “Cocok Ris, cocok! Yang satunya kutu buku yang satunya lagi idealis, itu yang namanya pasangan sejati. Masa lo kalah sih sama mereka,” ejek Dira sambil terus tertawa terbahak-bahak. *** Setelah mencari kumpulan resep terbaru, Dira dengan Riska melenggang menuju butik di daerah Setiabudhi. Riska menuju tempat butik favoritnya, kebetulan pemilik butik adalah temannya Riska semasa SMA. Tertulis “Indira’s Boutique” Indira adalah teman sebangkunya Riska juga tiga tahun mereka satu kelas. Masuk ke dalam butik suasana khas nusantara melekat begitu kuatnya, batik, tenun, dan kebaya menjadi andalannya produk dari sulaman Indira tak pelak Riska memilih butik itu sebagai pilihannya dalam berbelanja baju. “Ris, norak amat lo pergi ke butik kayak gini,” ucap Dira sambil melihat koleksi baju yang terpajang di etalase dan juga lemari-lemari penyimpanan baju.
15
“Eh lo belum tahu kayak gimana produk andalannya, lo mestinya bangga dengan produk-produk Indonesia.” Indira turun dari tangga setelah ia dipanggil oleh asistennya, Dira terkesima dengan paras yang terpancar dari raut mukanya Indira. Bajunya yang fashionable penuh dengan estetika Indonesia, batik asli, dan juga ornamen klasik riasan aksesorisnya membuat parasnya bertambah lebih berbinar. “Eh Kanti, mau ngacak-ngacak kamar rahasia gue lagi, ya? Kebetulan ada koleksi terbaru, ayo masuk!” ajak Indira sambil menunjuk sebuah lorong di sebelah barat. “In, gue boleh ngajak temen gue masuk ke dalem nggak?” “Bolehlah, ruangan itu bukan ruangan rahasia lagi!” Indira memecet tombol panel yang berada di dekat pintu lorong itu, pintu lorong itu terbuka lebar. Laksana surga berbagai macam baju-baju benuansa Indonesia terpajang begitu elegan dan anggun memanjakan mata dan hati. Suasana irama musik sunda, kecapi suling mengalun mendayu-dayu. Riska dan Dira memilih baju yang mereka suka, Indira senang impian dari kecilnya yaitu sebagai designer akhirnya terwujud dengan gemilang. Riska membeli lima pasang baju, dan Dira membeli empat pasang baju. Lalu setelah itu, petualangan mereka berlanjut di pasar tradisional. Sejak dari dulu Riska sangat menyukai belanja di pasar tradisional karena menurutnya barang dan harganya begitu terjamin dan miring. 16
Kegiatan tawar menawar juga hal yang disukai oleh Riska, sebab dengan cara seperti itu interaksi sosial dapat terwujud dan juga tali silaturahmi sebagai ukuwah pemersatu dapat terjalin. Riska membeli beberapa kilogram daging, dan juga sayuran hijau, malam ini sebelum Riska bekerja besok, Riska ingin sekali membuatkan barbeqyu untuk Dira dan Austin sebagai pesta awal dari sesuatu yang baru. “Kita rayakan sekarang, Riska Afriani Suryakanti yang telah diterima bekerja di Carvieno sebagai pattiseri dan juga koki! Akhirnya, impiannya terwujud!” ucap Dira dengan bangga. “Dan juga hari ini hari yang sangat indah menurut kita, walaupun ada sebuah insiden yang mestinya tidak perlu terjadi malah terjadi, di awal tahun yang masih baru ini mari kita sama berharap akan jauh lebih baik daripada tahun kemarin.” timpal Riska sambil tersenyum lebar. Riska beruntung dikelilingi oleh sahabat-sahabat
yang
selalu
mendukungnya,
tapi
petualangannya dimulai dari sekarang inilah awal mula dari sebuah kata perjuangan cinta untuk mempertahankan sebuah nama yaitu kemuliaan. ***
17